TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas (Gomes, 1997). Dalam suatu organisasi perlu adanya suatu manajemen yang mengelola sumber daya manusia yang ada untuk mencapai tujuan organisasi. Mathis dan Jackson (2006) mengartikan manajemen sumber daya manusia sebagai rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan – tujuan organisasional. Tugas manajemen sumber daya manusia adalah untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Menurut Umar (1998), tugas manajemen sumber daya manusia dapat dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu 1) fungsi manajerial : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, 2) fungsi operasional : pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja, 3) kedudukan manajemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi secara terpadu. Sebagaimana yang diterangkan Umar (1998), bahwa salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi. Kompensasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Menurut Mathis dan Jackson (2006), kompensasi terdiri atas :
Universitas Sumatera Utara
6
1. Kompensasi langsung, yang terdiri dari gaji pokok (upah dan gaji) dan penghasilan tidak tetap (bonus, insentif, opsi saham) 2. Kompensasi
tidak
langsung,
yang
terdiri
dari
tunjangan
(asuransi
kesehatan/jiwa, cuti berbayar, dana pensiun) Program kompensasi yang efektif dalam sebuah organisasi memiliki empat tujuan,yaitu : 1. Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku 2. Efektivitas biaya bagi organisasi 3. Keadilan internal, eksternal, dan individual bagi para karyawan 4. Peningkatan kinerja bagi organisasi Apabila seorang karyawan diberikan tambahan pendapatan ataupun hal-hal yang bertujuan untuk memotivasi karyawan, maka karyawan akan merasa puas dan meningkatkan kinerjanya. Tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit karyawan yang tidak berperilaku seperti halnya pernyataan tersebut. Ada berbagai faktor lain yang menyebabkan karyawan berperilaku positif ataupun negatif terhadap sistem peningkatan motivasi tersebut. Dibawah ini akan dijelaskan contoh-contoh kasus mengenai pengaruh insentif (premi panen juga termasuk di dalam insentif) terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan, dan hubungan antara kinerja dan kepuasan kerja. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Kesehatan Propinsi Papua oleh Salmon (2006), insentif yang diberlakukan di daerah penelitian tersebut menimbulkan rasa tidak puas dalam diri karyawan. Karyawan merasa diberlakukan kurang adil dengan sistem pemberian insentif yang tidak mengarah pada beban kerja karyawan. Pegawai yang rajin masuk dengan pegawai yang
Universitas Sumatera Utara
7
jarang masuk, pegawai yang beban kerjanya tinggi dengan pegawai yang beban kerjanya rendah, menerima insentif yang sama. Padahal dari sisi pengeluaran, pegawai yang rajin dirugikan karena mengeluarkan biaya transportasi, sementara pegawai yang jarang masuk tidak dirugikan. Beberapa karyawan juga mengharapkan insentif dalam bentuk jaminan sosial yang akan mendukung kesejahteraan keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga sangat berpengaruh dalam perkembangan karir kerja karyawan. Berdasarkan penelitian oleh Arimurti (2005) di PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Bandung, insentif mempunyai hubungan yang kuat dengan kinerja sumber daya manusia. Dimana kinerja karyawan dipengaruhi oleh insentif sebesar sebesar 40,96%, sedangkan sisanya sebesar 59,04% dipengaruhi faktor lain. Sunarto (2004), mengemukakan bahwa berdasarkan sejumlah kajian ulang yang dilakukan dalam dasawarsa 1950-an dan 1960-an terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan produktivitas, tetapi hubungannya secara konsisten rendah sekitar 0,14. Ini berarti tidak lebih dari 2 persen varian dalam output (produktivitas) disebabkan oleh kepuasan kerja karyawan. Sementara itu, kepuasan kerja dengan ketidakhadiran (kemangkiran) memiliki hubungan yang secara konsisten negatif. Tetapi tingkat korelasinya sedang, sekitar kurang dari 0,40.
Landasan teori Kinerja Kinerja sumber daya manusia adalah prestasi kerja baik kualitas maupun kauntitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
8
kepadanya, hal ini berdasarkan pernyataan Mangkunegara, (2006). Sementara pengertian kinerja menurut Mathis dan Jackson (2006) adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil dari kegiatan yang harus ataupun tidak harus dilakukan karyawan yang berupa kualitas maupun kuantitas yang sesuai dengan tanggung jawabnya dan norma-norma yang berlaku pada perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Adapun elemen – elemen kinerja pada umumnya menurut Mathis dan Jackson (2006),terdiri dari lima elemen, yaitu : 1. Kualitas dari hasil 2. Kuantitas dari hasil 3. Ketepatan waktu dari hasil 4. Kehadiran 5. Kemampuan bekerja sama Kinerja itu sendiri dipengaruhi oleh faktor – faktor utama, antara lain: 1) kemampuan untuk melakukan pekerjaan (Ability), 2) usaha yang dicurahkan (Effort), dan 3) dukungan organisasi (Support). Adapun hubungan ketiga faktor yang mempengaruhi kinerja ini dapat dijelaskan pada gambar 1 di bawah ini. Usaha yang dicurahkan : 1. Motivasi 2. Etika Kerja 3. Kehadiran 4. Rancangan Tugas
Kemampuan individual : 9. Bakat 10. Minat 11. Faktor Kepribadian
Kinerja (Individual )
Dukungan Organisasional : 5. Pelatihan dan Pengembangan 6. Peralatan dan Teknologi 7. Standar Kinerja 8. Manajemen dan Rekan kerja
Gambar 1. Faktor utama yang mempengaruhi kinerja (individual)
Universitas Sumatera Utara
9
Kepuasan Kerja Ada berbagai pengertian tentang kepuasan kerja, antara lain : 1. Wexley dan Yukl (1977) dalam As’ad (1995), menyatakan kepuasan kerja ”is the way an employee feels about his her job” 2. Tiffin (1958) dalaam As’ad (1995) berpendapat bahwa kepuasan kerja sebagai sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja,dan kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan 3. Sedangkan Blum (1956) dalam As’ad (1995) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja 4. Fathoni (2006), menyatakan ”Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangi dan mencintai pekerjaannya.” Dari berbagai pengertian tentang kepuasan kerja di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan ataupun sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya. Dimana sikap ini dipengaruhi dari berbagai macam faktor, baik itu faktor internal pekerjaan (situasi kerja dan hubungan dengan pimpinan atau sesama karyawan) dan faktor eksternal pekerjaan (hubungan sosial di luar lingkungan kerja). Adapun toeri tentang kepuasan kerja disimpulkan Gibson dkk (1994) menjadi empat teori, yaitu : - Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow (Maslow’s Need Heirarchy) Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan itu tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis dan
Universitas Sumatera Utara
10
tingkat yang tertinggi adalah kebutuhan realisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini diartikan sebagai berikut : 1. Fisiologis; kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari sakit. 2. Keselamatan dan keamanan; kebutuhan akan kebebasan dari ancaman 3. Rasa memiliki, sosial dan cinta; kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta 4. Penghargaan; kebutuhan akan penghargaan diri, dan penghargaan dari orang lain 5. Realisasi diri; kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, keterampilan dan potensi. Teori ini diasumsikan pada tiga asumsi dasar, yaitu : 1. Manusia berusaha memenuhi kebutuhan yang paling pokok (fisiologis) sebelum memenuhi kebutuhan yang tertinggi (realisasi diri) 2. Kebutuhan yang belum terpuaskan dapat mengendalikan perilaku. Dimana kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti daya motivasinya/tidak dapat berfungsi sebagai motivator. 3. Kebutuhan yang lebih tinggi berfungsi sebagai motivator apabila kebutuhan yang hirarkinya lebih rendah terpuaskan secara minimal - Teori ERG Teori ini dikembangkan oleh Clayton Alderfer. Teori ERG terdiri dari tiga kebutuhan, yaitu : 1. Kebutuhan Eksistensi (existence needs)
Universitas Sumatera Utara
11
Kebutuhan ini sama seperti kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman dari Maslow. Dalam organisasi, kebutuhan ini termasuk didalamnya upah, kondisi kerja, jaminan sosial, dan lain sebagainya. 2. Kebutuhan akan Keterikatan (relatedness needs) Kebutuhan keterikan ini meliputi akan kebutuhan sosial dan penghargaan dari Maslow 3. Kebutukan akan Pertumbuhan (growth needs) Kebutuhan pertumbuhan mencakup kebutuhan akan penghargaan dan realisasi diri dari Maslow. Teori ERG ini secara umum sama seperti Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow, tetapi terdapat perbedaan berdasarkan asumsi yang dimiliki. Menurut Gitosudarmo dan Sudita (2000), tiga asumsi dasar Teori ERG, yaitu : 1. Semakin berkurang masing-masing tingkat kebutuhan dipuaskan, semakin besar keinginan untuk memuaskannya 2. Semakin dipuaskannya tingkat kebutuhan yang lebih rendah, semakin besar keinginan untuk memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih tinggi 3. Semakin kurang tingkat kebutukan yang lebih tinggi dipuaskan, semakin rendah tingkat kebutuhan yang diinginkan - Teori Dua Faktor Teori Dua Faktor dikemukakan oleh Herzberg berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 200 orang akuntan dan insinyur. Dua faktor tersebut yaitu : 1. Faktor Ekstrinsik pekerjaan Faktor ekstrinsik pekerjaan merupakan keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas diantara para karyawan apabila kondisi ini tidak ada. Faktor-
Universitas Sumatera Utara
12
faktor ini mencakup : upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, kebijakan perusahaan, mutu dari supervisi teknis, mutu hubungan interpersonal antara teman sejawat, atasan, dan bawahan 2. Faktor Intrinsik pekerjaan Faktor intrinsik pekerjaan merupakan suatu kondisi yang berfungsi sebagai motivator untuk meningkatkan prestasi kerja. Tetapi jika kondisi ini tidak ada, tidak akan menimbulkan ketidakpuasan. Faktor-faktor ini meliputi; prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan pribadi - Teori Kebutuhan dari Mc Clelland Mc Clelland melakukan penelitian terhadap tiga jenis kebutuhan, yaitu : 1. Kebutuhan akan Prestasi (need for achievement (n Ach)) Adapun cirri-ciri dari karyawan yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi antara lain; a) cenderung menetapkan sendiri tujuan hasil kerjanya, b) cenderung menetapkan tujuan sebatas kemampuan yang dapat mereka capai, c) memiliki keinginan memperoleh umpan balik yang cepat-tampak dan efisien terhadap hasil kerjanya, d) memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas dan pencarian solusi dari suatu permasalahan. 2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation (n Aff)) Kebutuhan akan afiliasi merupakan keinginan untuk melakukan hubungan yang bersahabat dengan orang lain. Gitosudarmo dan Sudita (2000), mengemukakan bahwa ciri-ciri karyawan yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi yaitu ; a) memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan restu dan ketentraman dari orang lain, b) cenderung untuk menyesuaikan diri dengan
Universitas Sumatera Utara
13
keinginan dan norma orang lain yang ada di lingkungannya, c) memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lain. 3. Kebutuhan akan Kekuasaan (need for power (n Pow)) Kebutuhan akan kekuasaan merupakan kebutuhan untuk mempengaruhi, mengendalikan dan bertanggung jawab terhadap orang lain. Kepuasan ataupun ketidakpuasan yang dialami karyawan terhadap pekerjaannya dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, baik faktor yang
berhubungan langsung dengan pekerjaan tersebut,
maupun yang tidak
berhubungan langsung. Dimana faktor – faktor ini dapat digunakan untuk melihat kepuasan kerja seoarang karyawan. As’ad (1995) mengelompokkan faktor-faktor tersebut ke dalam 4 kelompok, yaitu : 1. Faktor psikologik; merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan. 2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. 3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya. 4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan
Universitas Sumatera Utara
14
sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya. Premi Panen Renumerasi adalah istilah yang digunakan berkaitan dengan imbalan yang diterima pekerja sehubungan dengan pekerjaannya. Yang termasuk kategori ini adalah gaji, tunjangan, santunan, premi, lembur, dan insentif. Struktur pendapatan tersebut disusun sedemikian rupa untuk merespon kinerja dan sekaligus sebagai sistem yang mampu merangsang peningkatan produktivitas dan motivasi pekerja/karyawan. Premi adalah pendapatan yang diperoleh pekerja apabila telah melampaui batas ketentuan yang ditetapkan pengusaha/perusahaan (Ghani, 2003). Pembuatan dan penetapan sistem premi panen harus didasarkan pada biaya panen buah per kg TBS sesuai dengan anggaran tahun berjalan dan sistem premi sebelumnya. Pada beberapa perusahaan perkebunan di Indonesia, terdapat dua jenis premi panen buah yang umumnya dilaksanakan, yaitu sebagai berikut : -
Premi panen buah berdasarkan “jumlah janjang buah/TBS” yang didapat
-
Premi panen buah berdasarkan “jumlah berat (kg) buah/TBS” yang didapat setelah ditimbang di pabrik/PKS. Adapun untuk mengetahui perbandingan antara Premi Sistem Janjang dan
Sistem Berat (kg) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Perbandingan premi sistem janjang dan sistem berat (kg) Sistem janjang Sistem berat (Kg) 1 Pemanen dibayar sesuai dengan jumlah 1 janjang yang dipotong dari pokok pada saat itu
2 Kecenderungan manipulasi brondolan tidak 2 ada karena perhitungan borong berdasarkan janjang
Pemanen dibayar sesuai berat janjang sesudah sampai di PKS. Kemungkinan berat janjang sudah berkurang akibat restan selama beberapa hari di lapangan Terjadi kecendrungan pemanen melakukan manipulasi brondolan karena harga per kg brondolan lebih mahal dari TBS
Universitas Sumatera Utara
15
Lanjutan tabel 1. Perbandingan premi sistem janjang dan sistem berat (kg) Sistem janjang 3 Pemanen langsung tahu pendapatan/premi 3 yang diperolehnya sesudah selesai panen buah. Hal ini penting bagi karyawan yang pada umumnya kurang mampu berhitung
Sistem berat (Kg) Pemanen tidak langsung tahu jumlah pendapatan/preminya dan masih menunggu hasil timbangan di PKS. Apabila terjadi restan selama beberapa hari/minggu, pemanen baru akan mengetahui jumlah preminya pada waktu lain
(Pahan, 2007)
Pada umumnya sistem premi panen dapat dilaksanakan oleh semua perkebunan kelapa sawit. Namun, karena kondisi lapangan dan aspek sosial ekonomi yang berbeda antar kebun maka standar premi juga harus disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut. Perbedaan tersebut tercakup dalam jumlah borong janjang (TBS), tarif siap borong, tarif lebih borong, dan tarif sanksi/denda. Adapun ketentuan umum dari borong janjang (TBS), tarif siap borong, tarif lebih borong, dan tarif sanksi/denda, antara lain : 1. Borong janjang Janjang harus diatur sedemikian rupa sehingga jumlah yang ditetapkan bagi seorang pemanen dalam waktu 7 jam untuk setiap tahun tanam dapat diselesaikannya dengan mencapai jumlah kg tertentu. 2. Tarif Premi Panen Buah (Premi Siap Borong) Premi siap borong harus berpedoman kepada anggaran (RP/ton TBS) yang sedang berjalan dan juga tarif yang berlaku sebelumnya. Premi siap borong harus sama untuk semua umur tanaman, sedangkan yang berbeda yaitu jumlah borongnya. 3. Tarif Premi Lebih Borong Kelas-kelas BJR harus ditentukan terlebih dahulu, kemudian harga per janjang ditetapkan lebih borong menurut kelas-kelas tersebut. Harga janjang lebih
Universitas Sumatera Utara
16
borong dari kelas yang berbeda dapat saja sama, tergantung dari kondisi setempat. Namun perlu diperhatikan bahwa biaya Rp/ton TBS lebih borong tidak boleh lebih tinggi dari biaya Rp/ton TBS siap borong. Sebagai ketentuan, premi lebih borong maksimum 50% dari gaji rata-rata. 4. Tarif sanksi/denda Tindakan-tindakan yang tidak memenuhi perturan atau melanggar salah satu peraturan panen buah harus didenda dan mengurangi premi yang sudah diperoleh pemanen, kerani buah, mandor panen, dan mandor I. Ketentuanketentuan tarif sanksi biasanya ditetapkan menurut situasi dan kebijakan kebun setempat. Untuk mengetahui denda yang diterima karyawan panen sesuai dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Denda pemanen Kesalahan-kesalahan 1
Sanksi 1
3 4
Tidak siap borong, tidak menjalankan tugas sesuai dengan 7 jam kerja (5 jam kerja hari Jum’at) Potong buah mentah : Buah mentah harus diangkut ke PKS, tetapi tidak ikut diperhitungkan sebagai penghasilan siap borong (pendapatan) Buah masak tidak dipanen Brondolan tidak dikutip bersih
5
Brondolan dibuang ke gawangan
5
6
TBS tidak dapat disusun rapi di TPH
6
2
7
Pelepah sengkleh, pelepah tidak dipotong dan berserakan dimana-mana (Pahan, 2007)
2
3 4
7
Denda di per-7 (dipotong jam kerja) Misalkan Rp 1000,- per buah mentah (guna memberikan efek jera) Misalkan Rp 400,-/janjang Misalkan Rp 200,- per piringan atau Rp 25,- per brondolan Maksimal dapat dianggap mangkir Tidak akan dihitung sebagai pendapatan Misalkan Rp 100,- per pelepah
Untuk menganalisis pengaruh premi panen terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan panen diketahui dengan meninjau kinerja dan kepuasan kerja karyawan panen sebelum dan setelah diberlakukannya premi panen. Dimana kedua keadaan ini akan dianalisis dengan menggunakan alat statistik Wilcoxon Match Pair Test. Menurut Sugiyono (2006), test statistik ini digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
17
menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkolerasi bila datanya berbentuk ordinal.
Kerangka Pemikiran Di dalam suatu perusahaan perkebunan yang bersifat padat karya, faktor tenaga kerja sangat menentukan pencapaian tujuan perusahaan. Tenaga kerja dalam perkebunan terdiri dari pekerja/pelaksana, pimpinan, dewan direksi, dan komisaris dan pemilik. Pekerja/pelaksana ini terdiri dari pekerja (skill dan unskill) dan mandor. Karyawan panen termasuk ke dalam kategori pekerja unskill dimana karyawana panen ini terdiri dari karyawan tetap dan karyawan harian lepas (buruh harian lepas). Secara logika, peningkatan kinerja karyawan panen akan meningkatkan kinerja perusahaan. Kinerja itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai karyawan persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Aspek yang akan dinilai dalam kinerja antara lain; kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil dan kehadiran. Untuk
meningkatkan kinerja
ini,
perusahaan perlu
memberikan
penghargaan. Salah satu penghargaan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dalam meningkatkan kinerja karyawan panen adalah dengan pemberian premi. Premi adalah pendapatan yang diperoleh pekerja apabila telah melampaui batas ketentuan yang ditetapkan pengusaha. Sehingga, seseorang yang telah bekerja melebihi kewajibannya berhak mendapatkan premi. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangi dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan berhubungan dengan
peningkatan
Universitas Sumatera Utara
18
kinerja dan kedisiplinan karyawan. Apabila seorang karyawan memiliki kepuasan terhadap pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan berusaha meningkatkan prestasi kerja/kinerja dan kedisiplinan. Kepuasan kerja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dimana dari faktor ini dapat dilihat kepuasan atau ketidakpuasan seorang karyawan terhadap pekerjaannya atau sistem yang diberlakukan suatu perusahaan. Faktor kepuasan kerja yang berhubungan dengan premi panen (balas jasa) adalah faktor finansial. Dan untuk mengetahui apakah sistem premi yang diberlakukan oleh perusahaan mempengaruhi peningkatan dalam kinerja dan kepuasan kerja karyawan maka perlu diketahui keadaan kinerja dan kepuasan kerja karyawan panen sebelum dan sesudah adanya premi. Gambaran tentang kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
19
PTPN IV, Unit Kebun Pabatu dan Unit Kebun Bah Jambi Karyawan Panen : - Karyawan Tetap - Karyawan Harian Lepas
Premi Panen
Sebelum ada premi panen
Setelah ada premi panen
Kepuasan Kerja Karyawan Panen : 1. Faktor Finansial 2. Faktor Psikolog
Kinerja Karyawan Panen - Kuantitas dari hasil - Kualitas dari hasil - Kehadiran
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran
Keterangan : : menerangkan pengaruh : menerangkan hubungan
Universitas Sumatera Utara
20
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan penelitian – penelitian sebelumnya, dapat dibentuk hipotesis, antara lain : 1). Premi panen berpengaruh secara nyata terhadap kinerja karyawan panen (kuantitas, kualitas, dan kehadiran) di lokasi penelitian, dan 2). Premi panen berpengaruh secara nyata terhadap kepuasan kerja karyawan panen di lokasi penelitian.
Universitas Sumatera Utara