II.
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1.
Tinjauan Pustaka Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis
flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional (Syukur dan Hernani, 2001). Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata mujarab. Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional (jamu) semakin meningkat pesat. Berkembangnya teknologi (modern) menyebabkan seduhan jamu yang pahit telah diganti dengan pil yang tanpa rasa pahit dan lebih praktis. Jamu dan obat tradisional merupakan salah satu aset nasional sebagai sarana kesehatan rakyat turun-temurun (Rukmana, 2004). Dalam pengembangan tanaman obat diharapkan pengobatan dengan herbal/obat alami yang merupakan warisan dari nenek moyang kita mengalami kemajuan dan tidak hilang. Jangan sampai negara lain merebut dan mengambil alih dengan memproduksi obat-obat tradisional Indonesia, karena hal tersebut bisa saja terjadi apabila pengobatan herbal kita tidak mengalami perkembangan, apalagi dengan eksplorasi negara-negara maju terhadap tumbuhan obat asli Indonesia (Padmawinata, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, TOGA dapat didefinisikan sebagai sebidang tanah baik dipekarangan
rumah,
kebun
ataupun
ladang
yang
digunakan
untuk
membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Tujuan dasarnya adalah untuk memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan dan mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan kimia. Pengelolaannnya sesuai dengan luas lahan
yang
tersedia,
lingkungan
yang
mendukung,
dan
tujuan
penanaman.(Maheswari, 2002). Kondisi pekarangan bermacam-macam. Ada yang luas, ada yang sempit. Bahkan ada lahan pekarangan yang dikeraskan dengan semen, namun masih bisa dimanfaatkan untuk memelihara tanaman. Misalnya dengan menggunakan pot, kaleng bekas, potongan drum untuk menanam kunyit, temulawak, lidah buaya, mahkota dewa.
1. Kunyit (Curcuma domestica Val.). Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan zat pewarna alami. Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk tumbuhan berbatang semu, basah yang dibentuk dari pelepah daun. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5m, berbunga majemuk berwarna putih sampai kuning muda. Berdaun tunggal, berbentuk lanset lebar, ujung dan pangkalnya runcing, tangkainya panjang, tepinya rata, bertulang menyirip, panjangnya 20 – 40 cm, lebar 8 – 12,5 cm, warna hijau pucat. Tanaman menghasilkan rimpang berwarna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk
Universitas Sumatera Utara
dan anak rimpang, rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki. Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari, panjang rimpang 2 – 10 cm, diameter 1 – 2 cm. Selain jenis dan varietas yang jelas, bahan tanaman berasal dari rimpang yang sehat dari tanaman yang sehat berumur 11 – 12 bulan, untuk benih daunnya harus sudah mongering. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan dan pembumbunan, untuk menghindari adanya kompetisi perolehan zat hara dengan gulma dan menjaga kelembaban, suhu dan kegemburan tanah. Pembumbunan dilakukan juga untuk memperbaharui saluran drainase pemisah petak, tanah dinaikkan ke petak-petak tanam, biasanya dilakukan setelah selesai penyiangan. Panen yang tepat berdasarkan umur tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, yaitu pada tanaman umur 10 – 12 bulan setelah tanam, biasanya daun mulai luruh atau mengering. Dapat pula dipanen pada umur 20 – 24 bulan setelah tanam.
Gambar 1. Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.).
Universitas Sumatera Utara
Kunyit dapat dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak yaitu zat warna kuning (kurkumin) pada kunyit. Kunyit telah terbukti secara ilmiah melalui berbagai pengujian pre-klinik dan klinik, berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, stroke, reumatik, sebagai anti oksidan yang mengikat radikal bebas, penurun kadar lipid darah, meluruhkan plak pada otak penderita penyakit Alzheimer, kemampuan memerangi sel kanker dan infeksi virus maupun bakteri( Rukmana, 1996).
2. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza). Temulawak alias koneng gede (Curcuma xanthorrhiza) merupakan terna dihutan jati, tetapi beberapa jenis ada juga tumbuh di pekarangan rumah. Umumnnnya, temulawak dapat ditanam ditanah ringan yang agak berpasir sampai tanah berat berstruktur liat. Tersedianya benih unggul yang bermutu tinggi merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat produktivitas tanaman. Benih harus dari tanaman yang cukup umur, sehat, seragam ukurannya, dan mempunyai viabilitas tinggi (Rahardjo, 2001). Ketersediaan hara tanaman terutama hara makro N, P dan K merupakan keharusan yang harus dipenuhi dalam budidaya temulawak disamping pemberian pupuk oraganik berupa pupuk kandang. Budidaya di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, jarang dilakukan pemeliharaan dan pemupukan, sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi dan mutu yang tinggi di dalam budidaya temulawak perlu dilakukan pemupukan.
Universitas Sumatera Utara
Temulawak
dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan.
Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan cara menggali dan mengangkat rimpang secara keseluruhan. Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan.
Gambar 2. Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Rimpang temulawak sebagian besar digunakan untuk bahan baku obat, produknya berupa minyak temulawak, oleoresin, pati, nstant, zat warna kuning, beberapa jenis makanan, minuman, dan minyak atsiri. Khasiat dan kegunaan lain dari temualwak adalah memelihara fungsi hati, efektif untuk hepatitis, menurunkan kolesterol, menambah nafsu makan, untuk penyakit demam, penyakit kuning, serta gangguan pada getah empedu. (Suprapto, 1997).
Universitas Sumatera Utara
3. LIDAH BUAYA (Aloevera). Mutiara Hijau/Lidah Buaya (Aloevera) adalah, tanaman yang tumbuh subur di Pontianak dan sekitarnya, tanaman ini menurut catatan WHO, lebih dari 23 negara menggunakan si “Mutiara Hijau” sebagai bahan baku obatobatan dan pada zaman raja Mesir Cleopatra menggunakan Aloevera sebagai pembasuh kulit yang sangat mujarab sehingga dijadikan bahan baku kosmetika yang penting. Di Amerika bagian barat daya lidah buaya (Aloevera) ditanam sebagai tanaman hias di perkarangan rumah, dan dimanfaatkan sebagai obat luka bakar. Tanaman lidah buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut sekitar khatulistiwa dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan mengingat manfaat dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal (Andrianto dan Novo, 2004).
Gambar 3. Tanaman Lidah Buaya (Aloevera).
Universitas Sumatera Utara
Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke Negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan. Begitu pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa mendatang adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Bahkan komoditi ini telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala. Penggunaan tanaman lidah buaya dalam industri secara garis besar dapat dibagi menjadi empat jenis industri, yaitu: 1). Industri pangan, sebagai makanan tambahan (food supplement), produk yang langsung dikonsumsi dan flavour. 2). Industri farmasi dan kesehatan, sebagai anti inflamasi, anti oksidan, laksatif, anti
mikrobial
dan
molusisidal,
anti
kanker,
imunomodulator
dan
hepatoprotector. Paten yang telah dilakukan beberapa negara maju antara lain: CAR 1000, CARN 750, Polymannoacetate, Aliminase, Alovex dan Carrisyn. 3). Industri kosmetika, sebagai bahan baku lotion, krem, lipstik, shampo
dan
kondisioner. 4). Industri pertanian, sebagai pupuk, suplemen hidroponik, suplemen untuk media kultur jaringan dan penambah nutrisi pakan ternak (AAK., 1991).
Universitas Sumatera Utara
4. MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Tumbuhan dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa di kenal juga dengan nama simalakama (Melayu/Sumater), Makuto Dewo (Jawa). Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman obat yang multi khasiat disamping mengkudu, sambiloto dan papagan. Sosoknya berupa perdu dengan tajuk bercabang-cabang. Umurnya dapat mencapai puluhan tahun dengan masa produktifitas mencapai 10-20 tahun. Bagian yang paling banyak manfaat dari tanaman mahkota dewa adalah buah yang terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Buahnya beracun bila dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar. Buah matang berwarna merah marun dan banyak orang yang tidak tahu tergoda memetik dan memakannya. Banyak kasiat yang terkandung dalam mahkota dewa ini menjadikannya semakin populer dikalangan dunia pengobatan baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa keunggulan mahkota dewa menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang mendapatkan porsi sangat penting untuk terus dikembangkan. Membudidayakan mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah beriklim tropis. dengan produksi buah yang tidak mengenal musim, menjadikan mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan dilakukan secara intensif dan profesional. Mahkota dewa dapat dibudidayakan pada ketinggian 10 sampai dengan 1200 Mdpl. Lokasi pembudidayaannya sebaiknya di daerah yang jauh dari polusi. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak tercemar oleh unsur-unsur polutan berupa logam berat, arsen, dll. Untuk kegiatan konservasi tanah, mahkota dewa dapat ditanam di bibir teras pengolahan lahan.Tujuannya, adalah sebagai tanaman
Universitas Sumatera Utara
penguat teras, menghindari erosi, dan longsor. Ciri buah siap dipetik antara lain kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula pasir. Mahkota Dewa dipercaya dapat mencegah dan membantu proses penyembuhan berbagai macam penyakit antara lain: Tekanan darah tinggi, Meningkatkan vitalitas bagi penderita diabetes, Kanker (zat damnacanthal : menghambat pertumbuhan sel kanker), Asam urat, Lever, Alergi, Ginjal, Jantung, Berbagai macam penyakit kulit, Mengatasi ketergantungan obat, Rematik, Meningkatkan stamina dan ketahanan terhadap influenza, serta Insomnia.
Gambar 4. Tanaman Mahkota Dewa . Pengembangan tanaman obat/herbal bertujuan untuk menghasilkan produk herbal yarig memenuhi penegakan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui penelitian. Dengan demikian obat-obat herbal yang dikembangkan dapat masuk dalam pelayanan kesehatan dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam pengembangan obat-obat herbal asli Indonesia diperlukan peran serta berbagai pihak, harus ada kerjasama
Universitas Sumatera Utara
yang baik antara pemerintah, pihak industri obat tradisional dan farmasi, peneliti dan institusi pendidikan rumah (Fadhli, 2005). Upaya atau langkah-langkah dalam pengembangan tumbuhan obat antara lain meliputi: a.
Sosialisasi pemanfaatan herbal sehingga potensi kekayaan alam Indonesia dapat tergali baik dari segi budidaya maupun pemanfaatannya sebagai sumber pengobatan;
b.
Mendekatkan tumbuhan obat pada pelayanan kesehatan masyarakat;
c.
Meningkatkan penghasilan masyarakat dengan usaha budidaya tanaman obat dan produk pengolahan;
d.
Upaya konservasi/pelestarian sumber bahan alam;
e.
Pengembangan teknologi budidaya, hasil, dan pengolahan/proses produksi sehingga dihasilkan simplisia dan produk dengan mutu yang terjamin;
f.
Penelitian tumbuhan obat dan aplikasinya untuk menghasilkan obat herbal yang memenuhi syarat mutu/kualitas, aman dan khasiat/kemanfaatan;
g.
Kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industri obat tradisional dan farmasi, peneliti, peguruan tinggi. peraturan perundang-undangan yang jelas untuk perlindungan terhadap sumber daya alam hayati, khususnya tanaman obat.
(Jhonherf, 2007) Beberapa manfaat dari tanaman obat antara lain sebagai berikut : 1.
Memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
2.
Menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh agar tetap sehat dan segar.
Universitas Sumatera Utara
3.
Memelihara dan meningkatkan metabolisme di dalam tubuh sehingga lancar tanpa gangguan.
4.
Memperkuat kerja jantung.
5.
Mencegah kanker dan tumor sedini mungkin.
6.
Membersihkan senyawa beracun di dalam tubuh.
7.
Menurunkan kadar gula dan kolesterol didalam darah.
(Redaksi Agromedia, 2007). Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan
adanya
kebijakan
Menteri
Kesehatan
RI
tahun
1999
untuk
mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia (Maheshwari, 2002). Faktor ketidak/kurang percayaan masyarakat dan pengobatan dengan bahan alami Indonesia tidak/belum memiliki pendokumentasian tentang penemuan baru khasiat tanaman obat, menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia (Bali Post, 2005). Penelitian tanaman obat dilakukan guna mendukung penggunaan obat tradisional Indonesia dalam pelayanan kesehatan dan untuk mendorong peningkatan kemampuan industri obat di dalam negeri untuk memproduksi obat
Universitas Sumatera Utara
herbal, walaupun selama ini sering mengalami kendala dalam hal biaya penelitian dan pengembangan. Mahalnya biaya penelitian dan pengembangan menjadi faktor utama yang menghambat upaya penemuan baru potensi khasiat tanaman obat. Padahal, tanaman yang dapat dijadikan bahan baku obat-obatan mencapai ribuan jenis (Bali Post, 2005). Tetapi, akhir-akhir ini perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian mengenai potensi dan khasiat tanaman obat pun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu yang mengembirakan, mengingat potensi alam Indonesia sangat berlimpah. Keanekaragaman hayati inilah yang membuat Indonesia memiliki kekuatan yang amat besar dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya tersebut. Mamfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pegharum, penyegar, pewarna, dan lain-lain. Potensi yag besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak akan mempunyai manfaat yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang penggunaan yang berkelanjutan (Maheshwari, 2002). Dalam pelaksanaan pembangunan dibidang kesehatan di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai program pengembangan
pelayanan
kesehatan masyarakat. Pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) diselruh pelosok tanah air menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah pembangunan dibidang kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diperkenalkan kepada masyarakat adalah program Intensifikasi Pekarangan (Inkar) dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) (Rukmana, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan TOGA dipekarangan mempunyai banyak manfaat, diantara nya sebagai bahan ramuan obat untuk pertolongan pertama sebelum mendapatkan pengobatan dari dokter, sebagai sarana memperbaiki status gizi masyarakat karena banyak banyak tanaman obat yang dikenal sebagai tanaman penghasil buah-buahan atau sayur-sayuran, sebagai usaha baru bagi keluarga untuk menjadi pemasok kebutuhan bahan baku pabrik-pabrik jamu dan obat tradisional (karena tanaman obat sangat bermanfaat sebagai bahan baku obat modern, jamu dan obat tradisional) dan dapat digunakan untuk menghias dan memperindah halaman rumah sekaligus memelihara ekosistem mikro disekitar (Jhonherf, 2007). Jika pengembangan TOGA secara terpadu berhasil meningkatkan kemandirian masyarakat dalam penyediaan tanaman obat, biaya subsidi pembelian obat generik bisa dihemat sekitar Rp 300 miliar. Dan secara bertahap, subsidi pemerintah terhadap pelayanan kesehatan dapat berkurang. Tanaman obat juga bisa berfungsi jadi sumber pendapatan masyarakat (Bali Post, 2006). Pengembangan TOGA sangat strategis. Usaha itu sangat memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan. Upayanya membutuhkan kerja serius, terutama yang mencakup teknik budidaya, permintaan dan pemasaran hasil, serta tataniaga pemasarannya. Perkembangan TOGA yang produktif pasti akan menarik minat investor dibidang farmasi obat tradisional dan jamu. Mereka tak mau kehilangan kesempatan peluang ekonomi dan terpacu aktif berlomba mencari bahan baku berbagai jenis tanaman obat untuk membuat produk obat-obatan baru (Maheshwari, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Landasan Teori Pengembangan
suatu
usaha
sangat
bergantung
pada tersedianya
sumberdaya, tetapi sumberdaya ini sangat terbatas jumlahnya sehingga produksi atau keuntungan yang dihasilkan juga terbatas. Sumberdaya yang merupakan faktor yang penting dalam suatu usaha adalah lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi (Andri, 2004). Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang cocok untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT.
Dimana
analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapt memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) (Rangkuti, 2003). Cara membuat analisis SWOT melalui ”tiga tahapan” yaitu: Tahap Pengumpulan Data, dimana tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data dari beberapa faktor internal (kelemahan dan kekuatan) tetapi juga menganalisis data tersebut agar dapat diketahui nilai bobot rating nya dengan menggunakan Matrik faktor strategi eksternal dan internal. Kemudian tahap analisis, dimana semua informasi
yang
berpengaruh
terhadap
kelangsungan
perusahaan
dapat
digambarkan secara jelas, bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, dan terakhir tahap pengambilan keputusan, dimana semua data yang telah dianalisis akan menghasilkan beberapa alternatif untuk memperbaiki sistem pengembangannya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Kerangka Formulasi Strategi 1. TAHAP PENGUMPULAN DATA Matrik Evaluasi Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Internal (EFE) (IFE) 2. TAHAP ANALISIS MATRIK MATRIK INTERNAL SWOT EKSTERNAL (IE) 3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN a. Pengembangan dari strategi SO, ST, WO, WT b. Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
Tahap Pengumpulan Data Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis pasar, analisis competitor, analisis komunitas, analisis pemaso, analisis pemerintah, analisis kelompok kepentingan tertentu. Data internal dapat diperoleh di dalam perusahaan itu sendiri, seperti laporan keuangan (neraca, laba -rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan kegiatan sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian, pengalaman, gaji, turn-over), laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran.
Universitas Sumatera Utara
Dalam evaluasi faktor strategis yang digunakan pada tahap ini adalah model sebagai berikut : a.
Matrik Faktor Strategi Eksternal
b.
Matrik Faktor Strategi Internal
(Rangkuti, F., 1997)
a. Matrik Faktor Eksternal Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu cara-caar penentuan dalam membuat Tabel EFAS. -
Susunlah dalam kolom 1 (5-10 peluang dan ancaman).
-
Beri rating
masing-masing
faktor
dalam
kolom 2
sesuai
besar
kecilnyapengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat besar), nilai 3 (besar), nilai 2 (kecil), dan nilai 1 (sangat kecil) terhadap peluang dan nilai ”rating” terhadap ancaman kebalikannya. -
Jumlah bobot dalam kolom 3 tidak boleh melebihi dari ”1,0”.
-
Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.
-
Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan.
Nilai
total
ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
Universitas Sumatera Utara
b. Matrik Faktor Internal Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, kemudian dianalisis ke dalam tabel IFAS. Adapun cara-cara dalam penentuan masing-masing faktor. -
Susunlah dalam kolom 1 (5-10 kekuatan dan kelemahan).
-
Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat besar), nilai 3 (besar), nilai 2 (kecil), dan nilai 1 (sangat kecil) terhadap kekuatan dan nilai ”rating” terhadap kelemahan kebalikannya.
-
Jumlah bobot dalam kolom 3 tidak boleh melebihi ”1,0”
-
Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.
-
Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor menunujukkan bagaimana perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
2.3.
Kerangka Pemikiran Usaha TOGA (Tanaman Obat Keluarga) merupakan salah satu usaha
yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Faktor yang mendukung pengembangan tanaman obat tersebut diantaranya besarnya potensi
Universitas Sumatera Utara
kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai sumber bahan baku yang dapat diolah menjadi obat tradisional. Oleh karena itu, diperlukan penentuan alternatif strategi dalam pengembangan usaha dengan menggunakan analisis SWOT, dimana didalam analisis SWOT tersebut dapat diidentifikasi faktor internal, yaitu
kekuatan
(strength) dan kelemahan (weakness)dan faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dalam suatu usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Setelah dilakukan analisis faktor SWOT dalam usaha tersebut, maka kita dapat menentukan strategi pengembangan apa yang cocok dan bisa diterapakan untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian. Untuk mempermudah pemahaman kerangka pemikiran peneliti, berikut disajikan skema kerangka pemikiran.
Universitas Sumatera Utara
Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
Faktor - faktor SWOT
Internal
Strength (Kekuatan)
Weakness (Kelemahan)
Eksternal
Opportunity (Peluang)
Threat (Ancaman)
Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan: : Mempengaruhi
2.4.
Hipotesis Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan landasan teori maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: 1.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).
2. Setelah dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman tersebut, kemudian dapat ditentukan strategi untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).
Universitas Sumatera Utara