TINJAUAN PUSTAKA
Darah
Darah adalah salah satu cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup yang tersusun atas plasma dan sel darah. Volume darah umumnya 6-8% dari berat badan, dipengaruhi oleh faktor umur, status kesehatan, makanan, ukuran tubuh, laktasi, derajat aktivitas dan lingkungan. Menurut Marieb (1988), sel darah dibentuk oleh tiga elemen yakni, sel darah merah (erithrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah. Fungsi darah menurut Philips (1976) adalah sebagai alat transportasi yang bekerja dengan cara: (1) bersirkulasi membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh, (2) mengirim oksigen dari jantung ke jaringan sel dan karbondioksida dari jaringan ke paruparu, (3) membawa sisa-sisa metabolisme dari jaringan sel ke ginjal untuk diekskresikan, (4), mempertahankan sistem keseimbangan dan buffer. Leukosit Leukosit merupakan unit aktif dari sistem pertahanan tubuh. Pembentukan leukosit sebagian di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk digunakan (Macer 2003). Fungsi dari leukosit menurut Guyton (1997) adalah menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis dan membentuk antibodi yang dapat menghancurkan atau membuat benda asing menjadi tidak aktif. Menurut Leukosit dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni granulosit yang memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasma dan agranulosit yang tidak memiliki butir yang khas dalam sitoplasma. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil dan basofil. Sedangkan agranulosit dibagi menjadi dua, yaitu limfosit dan monosit. Masingmasing mempunyai fungsi dan kinetik yang independen dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Granulosit Neutrofil Neutrofil menurut Tortola dan Anagnostakos (1990), merupakan komponen leukosit agranulosit terbesar yang jumlahnya berkisar antara 35-75%. Neutrofil berbentuk bulat dengan ukuran 10-12 pm. Sitoplasma berwarna merah muda dengan granul sitoplasma bewanla netrofilik dan sedikit azurofil. Hipersegmentasi inti terjadi pada segmen neutrofil dengan jumlah segmen inti lebih dari lima, sedangkan band neutrofil adalah neutrofil muda dengan inti berbentuk tapal kuda. Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis dan mikrobiosidal. Menurut Guyton (1997), neutrofil merupakan salah satu tipe dari sel darah putih yang betperan penting dalam melindungi tubuh dalam melawan penyakit dan infeksi lewat proses fagositosis. Menurut Dellmann dan Brown (1989), neutrofil merupakan garis pertahanan pertama yang mampu keluar dari sirkulasi darah menuju jaringan tempat terjadinya peradangan akibat infeksi bakteri atau agen penyakit lainnya. Fungsi neutrofil terjadi secara efisien dalam jaringan dan efektivitasnya dipengaruhi oleh defisiensi beberapa komponen selular atau humoral, obat-obatan dan produk toksik bakterial. Neutrofil di dalam sirkulasi akan bertahan hidup selama 4-10 jam, sedangkan di dalam jaringan akan bertahan hidup selama 1-2 hari (Metcalf 2006). Jumlah neutrofil dipengaruhi oleh keseimbangan permintaan jaringan ekstravaskular, tingkat granulopoiesis, laju pelepasan darah dari sumsum tulang, pertukaran antara sel di dalam sirkulasi dan di dalam pool marginal, masa hidup di dalam sirkulasi darah, laju aliran sirkulasi darah dan tingkat aktivitas sumsum tulang (Jain 1993). Pembentukan utama neutrofil di dalam stem sel dalam sumsum tulang merah dari terdiri dari : (1) stem sel; (2) pool proliferasi; (3) pool maturasi. Proses pembentukan neutrofil diawali dengan bentuk : progranulocyte, inyelocyte, metanzyelocyte, neutrofil muda (band neuhofil) dan terakhir adalah neutrofil matang (segment neutrofil).
Gambar 1 Neutrofil (Laszlo 2006)
Neutrofil Muda
Neutrofil muda atau band neutrofil menurut Ham clan Leeson (1961) mempunyai nukleus seperti tapal kuda. Menurut Meyer et a1 (1992), salah satu indiiator yang sering digunakan untuk menentukan perjalanan penyakit itu bersifat akut atau kronis adalah adanya peningkatan neutrofil muda yang berada dalam sirkulasi darah dalam jumlah y a w lebih dari normal. Neutrofil muda secara normal memerlukan waktu sekitar 10 jam di dalam sirkulasi darab sebelum masuk ke dalam jaringan yang mengalami infeksi. Apabila infeksi meningkat, neutrofil muda akan dikeluarkan dari pool sumsum tulang.
Gambar 6 Band Neutrofil (Laszlo 2006)
EosinoM Eosinofil adalah granulosit polimorfonuklear-eosinofilii dengan ukuran hampir sama dengan neutrofil dengan sifat fagositik yang relatif lemah. Menurut Sturkie dan Grimrninger (1976), eosinofil memiliki granul bundar dan relatif lebih besar, benvama merah dengan pewamaan Wright's. Granul pada sitoplasmanya mengambil warm eosinofilik yang h a t . Menurut Caceci (1998), inti eosinofilik memilii dua lobus dengan bentuk yang &as, tidak multilobus seperti pada dengan neutrofil. Dalam keadaan normal, eosinofil merupakan 2 persen dari komponen darah sel darah putih.
Eosinofil berperan aktif dalam pengaturan respon alergi dan peradangan akut, infeksi parasit (cacing dan beberapa protozoa), proses koagulasi dan fibrinolisis, antigen-antibodi kompleks, mikoplasma dan ragi @ellman dan Brown 1989). Menurut Tizard (1988), eosinofil mempunyai dua fungsi istimewa. Pertarna, menyerang dan menghancurkan kutikula larva cacing. Kedua, dapat menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil dalam reaksi hipersensitifitas tipe 1. Menurut Raphael (1987), eosinofil dalam reaksi alergi berperan sebagai pembawa histamin pada reaksi pertahanan tubuh dimana eosinofil akan tertarik pada daerah radang oleh faktor kemotaktik eosinofil. Pada jaringan yang mengalami reaksi alergi, eosinofil cenderung untuk berkumpul. Hal ini menurut Guyton (1997) disebabkan oleh induksi dari sel mast dan basofil yang ikut serta berperan dalam reaksi alergi dalam pelepasan faktor kemotaktik eosinofil sehingga terjadi migrasi eosinofil ke jaringan alergik yang meradang. Eosinofil dibentuk dalam sumsum tulang dengan siklus hidup kurang dari lebih satu minggu @oxey, 1971).
Gambar 2 Eosinofil (Laszlo 2006)
Basofil
Basofil adalah granulosit yang bersifat polimorfonuklear-basofilik, yang memiliki warna biru dengan pewarnaan. Menurut Metcalf (2006), sel ini berjumlah 0,s-1% dari jumlah total leukosit. Ukuran basofil sedikit lebih besar
dari neutrofil, dengan inti berbentuk bulat dan sitoplasmanya relatif tidak benvarna (Sturkie dan Grimminger 1976). Basofil menurut Tizard (1988) mempunyai fungsi yang menyerupai sel mast, yakni membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen dengan melepaskan mediator seperti histamin, bradikinin dan serotonin untuk aktivitas peradangan dan alergi. Menurut Dellman clan Brown (1989), basofil juga juga ikut berperan dalam metabolisme trigliserida dan memiliki reseptor untuk
IgE dan IgG yang menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotakti. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dan mempercepat pelepasan jaringan lemak dari darah, sedangkan histamin berfungsi untuk menarik eosinofil (Ganong 1995).
Gambar 3 Basofil (Laszlo 2006)
Agranulosit Limfosit
Limfosit adalah leukosit agranulosit yang memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi (Sturkie dan Grimminger 1976). Berdasarkan morfologinya, limfosit dibedakan menjadi tipe besar dan tipe kecil. Tipe kecil merupakan limfosit dewasa dengan diameter 8 pm, perbandingan sitoplasma inti sebesar 1:9, inti bulat heterokromatik dan dikelilmgi oleh lingkaran tipis sitoplasma. Lirnfosit muda merupakan tipe limfosit besar yang jarang ditemukan dalam peredaran
darah. Mempunyai diameter 12 pm dengan perbandingan sitoplasma inti 1:1, inti melekuk heterokromatik dan d i k e l i l i i oleh sitoplasma (Microanatomy 1999). L'dosit dibentuk di dalam sumsum tulang d m sebagian lagi dibentuk di dalam limphonodus, timus, dan limpa (Ganong 1995). Limfosit berjumlah Era-kira 25% dari leukosit yang bersirkulasi. Menurut Tizard (1988), fungsi utama liifosit adalah memproduksi antibodi sebagai respon kekebalan spesifik atau sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang melekat pada makrofag. Limfosit memiliki 2 jenis utama yakni, limfosit T dan lidosit B. Limfosit B jumlahnya lebii sedikit dibandingkan limfosit T, hanya
sekitar 1&12 % dan berperan dalam reaksi kekebalan humoral yang akan tumbuh menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi (Tizard 1988).
Gambar 4 Limfosit (Laszlo 2006)
Monosit Monosit merupakan leukosit agmnulosit terbesar yang diproduksi di sumsum tulang, memiliki jumlah antara 3%% dari jumlah leukosit total di dalam darah (Ivfetcalf 2006). Monosit mempunyai sitoplasma lebih banyak dibandingkan limfosit, berwarna abu-abu pucat dan merniliki inti tunggal berbentuk lonjong seperti ginjal atau tapal kuda. Monosit mempunyai siklus hidup singkat dalam sirkulasi darah yakni sekitar 2,5-3 hari. Monosit bersifat motil, berpindah dengan gerakan amuboid ke daerah yang mengalami infeksi (peradangan) kronis mengikuti neutrofil untuk melakukan respon fagosit (Ganong 1995). Menurut Tizard (1988), monosit akan masuk ke dalam jaringan dan akan berubah menjadi makrofag. Menurut Frandson (1986), monosit di dalam sirkulasi darah diienal sebagai sistem fagositik mononuclear (mononuclear phagositic systemlMPS) terhadap infeksi yang tidak terlalu akut. Monosit memiliki peran penting dalam reaksi imunologi dengan membentuk protein dari suatu komplemen clan mengeluarkan substansi yang mempengaruhi terjadiiya proses pemdangan kronis (Swenson et a1 1993). Menurut Guyton (1997), monosit di dalam sirkulasi darah memiliki sedikit kemampuan dalam melawan bahan infeksius, kemudian masuk ke dalam jaringan untuk menjadi makrofag jaringan. Selain itu, monosit juga mensekresikan kolagenase, elastase, dan aktivator plasrninogen yang berguna dalam proses penyembuhan luka dan fagositosis (Tizard 1988).
Gambar 5 Monosit (Laszlo 2006)
Peradangan Peradangan menurut Guyton (1997) adalah respon tubuh terhadap kerusakan yang sering diakibatkan oleh infeksi parasit dan bakteri. Proses peradangan ditandai dengan adanya: (1) peningkatan aliran darah secara berlebih akibat dari vasodilatasi pembuluh darah, (2) peningkatan cairan ke dalam ruang interstitial akibat kenaikan permeabilitas kapiler, (3) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, (4) pembengkakan jaringan, (5) peningkatan temperatur dan (6) adanya rasa sakit (Anonim 2007a). Beberapa produk jaringan yang berhubungan dengan timbulnya reaksi peradangan diantaranya adalah: histamin dan prostaglandin. Histamin yang terkandung di dalam sel mast apabila dilepaskan akan menstimulasi peningkatan aliran darah dan kebocoran cairan serta protein menuju ruang jaringan sehingga menyebabkan warna kemerahan serta kebengkakan. Sedangkan pelepasan prostaglandin akan mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh di hipotalamus yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuuhldedemam. Menurut Hoskins et a1 (1962), reaksi peradangan menimbulkan respon sistemik berupa teukositosis dimana jumlah leukosit total dalam sirkulasi darah ~neningkatakibat dari meningkatnya jumlah total neutrofil yang bersirkulasi. Menurut Jain (1993), peningkatan migrasi neutrofil ke dalam jaringan sebagai respon terhadap adanya jaringan yang rusak, reaksi radang atau kemungkinan adanya infeksi mikroorganisme, sehingga akan merangsang peningkatan aktivitas jaringan mieloid dan limfoid untuk memproduksi neutrofil lebih banyak lagi dan melepaskannya ke dalam sirkulasi.
Menurut Meyer et a1
(1992), peradangan akut akan mengakibatkan peningkatan marginasi dan migrasi neutrofil ke daerah radang sehingga terjadi penurunan tiba-tiba dari neutrofil yang bersirkulasi yang akan menstimuli sumsuln tulang untuk produksi dan pelepasan band neutrofil ke sirkulasi darah beberapa jam kemudian. Menurut Guyton (1997), neutrofil inasuk ke dalam jaringan dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor kemotaktik dan peningkatan penneabilitas pembuluh darah sehingga leukosit dalam sirkulasi mampu melakukan diapedesis. Sel neutrofil di dalam jaringan mampu menyerang dan menghancurkan bahan patogen seperti virus dan bakteri dengan kemampuannya dalam fagositosis dan kemotaksis.
Menurut Doxey (1971), neutrofil memiliki enzim lisosom sehingga mampu menghancurkan jaringan yang rusak di dalam tubuh. Secara patologis, peningkatan band neutrofil menunjukkan adanya respon aktif neutrofil dalam melawan infeksi tubuh. Persentase normal band neutrofil anjing dan kucing pada sirkulasi darah menurut Plumb (2005), berkisar antara 0-1%. Tipe Peradangan
Menurut Cooper dan Slauson (1982), reaksi peradangan menurut durasi terjadinya terbagi atas peradangan perakut, akut, subakut dan kronis. Peradangan perakut terjadi dalam durasi yang paling singkat yakni beberapa saat setelah tahap inisiasi. Kerusakan jaringan disertai respon vaskular mulai terlihat seperti oedema ringan, hiperemia, hernoraghi dan sejumlah leukosit yang mulai melakukan infiltrasi ke dalam jaringan yang rusak. Sedangkan peradangan akut terjadi dalarn
4-6 jam setelah inisiasi dalam beberapa hari dengan gejala klinik yang lebih jelas terlihat. Pada peradangan akut, sitokin akan menstimulasi peningkatan pelepasan baik segmen neutrofil dan band neutrofil ke dalam sirkulasi darah sehingga menghasilkan suatu kondisi yang disebut dengan netro$lia with a leJi shij?. Pada peradangan subakut akan terjadi penurunan derajat keparahan dan koutribusi vaskular (edema dan hiperemia). Peradangan yang bersifat kronis terjadi dengan durasi yang paling lama dengan proses yang lambat. Selain itu dapat dilihat adanya respon jaringan tubuh untuk memperbaiki kerusakan pada sel. Menurut Cooper dan Slauson (1982), pada peradangan kronis terjadi sebagai akibat adanya peradangan yang bersifat persisten karena ketidakmampuan tubuh host untuk rnenghilangkan infeksi. Kondisi ini akan mengakibatkan migrasi neutrofil dari proliferation pool, ntatzwation pool dan storage pool pada sumsum tulang ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan akan neutrofil sehingga jumlah band neutrofil di sirkulasi darah akan menurun berkaitan dengan adanya respon kekebalan tubuh untuk mengatasi peradangan. Respon kekebalan ini muncul berkaitan dengan durasi peradangan yang cukup lama dan menjadi bagian dari sifat persistensi agen infeksi. Menurut Anonim (2007a), produk yang dihasilkan akibat adanya invasi bakteri akan direspon oleh toll-like receptors (TLRs) dengan
pengaktifkan inj'lainiitasornes. Inflatnnmasontes atau disebut juga caspase-l merupakan bagian dari komplek multi protein pada sitosol makrofag dan neutrofil yang mengawali respon atas inflamasi dengan mengaktifkan sistem imun tubuh. Respon dari toll-like receptors (TLRs) yakni peradangan sangat erat kaitannya dengan siste~nkekebalan tubuh (Anonim 2007a). Menurut Cooper dan Slauson (1992), besarnya respon dari neutrofil menunjukkan keadaan suatu proses peradangan. Sedangkan tingkat keparahan suatu peradangan ditunjukkan oleh banyaknya band neutrofil yang bersirkulasi. Peradangan dan Metabolisme Asam Arachidonat Kerusakan sel akibat adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator atau substansi radang antara lain histarnin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotrien dan lain sebagainya. Histamin terdapat pada semua jaringan juga pada leukosit basofil. Di dala~njaringan, histamin disimpan dalarn sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi antigen dengan antibodi IgE pada pennukaan sel mast, berperanan pada reaksi hipersensitif dan alergi. Substansi tersebut merupakan mediator utusan pertama dari sedemikian banyak mediator lain, segera muncul dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor histamin adaiah HI dan Hz. Stimulasi pada kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial dan pembuluh darah koronaria, merendahkan resistensi kapiler dan menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas kapiler meningkat karena dibebaskannya histamin (Mutschler 1991; Garrison 1991). Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang tidak aktif terdapat dalam pankreas, mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen diaktivasi oleh faktor
Hageman, melalui penguraian enzimatik dihasilkan kinin aktif yaitu bradikinin dan kalidin, keduanya autakoid. Sebagai mediator radang bradikinin dan kalidin bereaksi lokal, menimbulkan rasa sakif vasodilatasi, meningkatkan per~neabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin (Mutschler, 1991; Garrison 1991). Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf), dalam konsentrasi tinggi terdapat pada platelet darah, perifer mukosa usus dan di beberapa bagian otak. Salah satu
reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran platelet ialah 5-Hf 2, jika distimulasi akan meningkatkan agrerasi platelet (Garrison 1991). Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari alur siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari alur lipoksigenase dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan dengan keduanya. Sebagai prazat adalah asam arakidonat. Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin, serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal (Campbell 1991). Selain PG dari alur siklooksigenase juga dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2 berkemanlpuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan platelet (Campbell, 1991). Dari alur lipoksigenase dihasilkan mediator leukotrien (LT) dan hidroksi asam lemak. Mediator LTB4 potensial untuk kemotaktik leukosit polimorfonuklir, eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi LTB4 menstimulasi agregasi leukosit polimorfonuklir. Mediator LTB4 mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap mikrovaskulatur diinduksi oleh LTC4 clan LTD4, beraksi di sepanjang endotel dari postkapiler venula yang rnenyebabkan eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC4 dan LTD4 mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi. Kombinasi LTC4 dan LTD4 merupakan mediator baru, dinamakan slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) yang dapat menyebabkan peradangan, reaksi anafilaksi, reaksi alergi dan asma (Campbell 1991). Platelet-activating factor (PAF) disirnpan di dalam sel dalarn bentuk prazat. PAF disintesis oleh platelet, neutrofil, monosit, sel mast, eosinofil dan sel mesangial ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi platelet, agregasi leukosit polimorfonuklir dan monosit, meningkatkan potensi LT, pembebasan enzim
lisoson~aldan superoksida, juga melupakan faktor ketnotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit (Campbell 1991). Asam arachidonat merupakan salah satu jenis dari asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty AcidlPUFA) disamping asam linoleat dan asam linolenat, Dokosa Heksa Enoat @HA), dan Eikosa Penta Etanoat (EPA) yang diproduksi dari membran fosfolipid. Dalam keadaan bebas tapi dalam konsentrasi yang sangat kecil asam ini berada di dalam sel. Pada biosintesis eikosanoid, asam arachidonat akan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase. Besar kecilnya pembebasan tergantung dari kebutuhan enziill pensintesis eikosanoid. Kebutuhan ini ditentukan dari seberapa besar respons yang diberikan terhadap stimulasi penyebab radang (Campbell 1991). Makanan yang tnengandung asam lemak ini diantaranya adalah minyak kanola, sayuran, minyak kedelai, ikan laut, walnuts danpeacans (Anonim 2007b). Metabolisme asam arachidonat melalui beberapa jalur enzimatik dapat tnembangkitkan lemak bioaktif yang memiliki efek yang kuat terhadap homeostasis, peradangan dan perbaikan jaringan yang rusak. Adapun dua jalur utama dari metabolisme ini adalah:(l) jalur 5-lipoxygenase, yang menghasilkan leukotrienes, dan (2) jalur cycioxygenase (jalur COX), yang menghasilkan prostaglandin Hz (PGH2). PGH2 ini akan menyediakan substrat bagi dua jalur enzimatik lagi dengan prostaglandin dan tromboxanes sebagai hasil akhir. Jalur cyclooxygenase merupakan salah satu jalur dari metabolisme asam arachidonat yang dapat menghambat kerja obat terhadap reseptor target obat lewat stimulasi pelepasan cyclooksigenase yang merupakan target utama dari aspirin, ibuprofen dan obat-obatan lainnya yang umumnya digunakan sebagai anti inflamasi dan penghilang rasa sakit. Selain pengaruh terhadap kerja obat, metabolisme asam arachidonat juga dipengartihi oleh asupan diet yang diberikan. Pemberian pakan yang banyak mengandung daging hewan, secara langsung dapat merangsang akumulasi dari asam arachidonat di jaringan yang juga menghasilkan efek yang sama yakni menstimulasi pelepasan cyclooksigenase ke jaringan. Sebaliknya, pakan yang banyak mengandung ikan atau minyak ikan tnetniliki kecenderungan untuk menekan akumulasi asam arachidonat di jaringan dan produksi dari lemak
bioaktif. Penghambatan pembebasan asam arakidonat akan lnengakibatkan terhambatnya sintesis prostaglandin dan leukotrien, sehingga proses peradangan dapat terhambat. Sedangkan pelepasan cyclooksigenase di jaringan dapat menstimulasi pelepasan hormon prostaglandin dan leukotrienes yang merupakan mediator potensial dari proses peradangan (McEntee 2007).
I Membran fosfolipid
fosfolipase
\/vCOOH
/ Asam arachidonat (AA)
n Cyclooxygenase
U
Prostaglandin Hz (PGH2)
p G & G zThromboxanes - q m
Gambar 7 Bagan pembentukan metabolit-metabolit radang (Anonim 2007a)