4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Nilam
Indonesia memiliki tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan, yaitu: nilam aceh (Pogostemon cablin), nilam jawa (Pogostemon heyneanus) dan nilam sabun (Pogostemon hortensis). Varietas yang memiliki kadar minyak tertinggi adalah nilam aceh, sehingga varietas ini paling banyak dibudidayakan (Nuryani, 2009). Nilam sidikalang adalah salah satu dari tiga varietas unggul nilam aceh. Varietas ini memiliki produktivitas terna (daun basah) dan kadar minyak paling tinggi dibanding dua varietas lainnya, yaitu varietas Tapak Tuan dan Lhokseumawe (Direktorat Budidaya Tanaman Semusim, 2010). Berikut adalah taksonomi nilam sidikalang: Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Pogostemon
Spesies
: Pogostemon cablin (Blanco) Benth. (Plantamor, 2008)
Nilam sidikalang merupakan terna aromatis dengan tinggi sekitar 0.3 sampai 0.75 m (Dhalimi et al., 1998). Nilam jenis ini tidak berbunga dengan bulu halus pada daun, dengan kadar minyak 2.5 sampai 5.0 % (Krismawati, 2005). Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (perennial). Tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak memiliki banyak percabangan, bertingkat-tingkat dan mempunyai aroma yang khas. Daun nilam berbentuk bulat telur sampai lonjong, berbulu pada permukaan bagian atas dan memiliki ukuran panjang antara 5 sampai 11 cm. Daun terletak duduk berhadap-hadapan. Permukaan daun kasar, bergerigi, ujung daun tumpul
5 dan urat daun menonjol keluar. Nilam aceh berwarna hijau tidak mengilap, berukuran lebih lebar dan lebih berdaging dibanding dua jenis nilam lainnya, selain itu nilam aceh juga berbulu lebih lebat. Tangkai daun dan batang berwarna merah kekuningan dan sangat sedikit memiliki bunga. Bunga tumbuh di ujung tangkai, bergerombol dan berwarna ungu kemerah-merahan. Tangkai bunga berukuran panjang antara 2-8 cm. Daun mahkota bunga berukuran panjang 8 mm. Umumnya perbanyakan nilam dengan menggunakan stek batang (Rukmana, 2003).
Kultur Jaringan Tanaman Nilam
Nilam adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu pemasok utama minyak nilam di dunia. Saat ini, produktivitas minyak nilam di Indonesia semakin menurun dan peningkatan produktivitas minyak nilam secara konvensional sulit untuk dilakukan (Mariska, 2002). Di Indonesia, nilam aceh sulit untuk berbunga, sehingga keragaman genetik akibat persilangan alami tidak dapat terjadi (Mariska dan Lestari, 2003). Sulitnya pembungaan nilam juga menyebabkan sulitnya pengembangan nilam yang tahan serangan nematoda (Mariska dan Husni, 2006) serta sulit mendapatkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif cepat (Amien et al., 2007). Teknik fusi protoplas dapat digunakan untuk menghasilkan nilam yang tahan terhadap serangan nematoda Pratylenchus brachyurus. Sifat ketahanan nematoda tersebut terdapat pada nilam jawa yang produksi minyaknya rendah. Fusi protoplas antara nilam jawa dan nilam aceh, yang kadar minyaknya tinggi, dilakukan untuk memindahkan sifat ketahanan tersebut. Tanaman yang tahan nematoda mempunyai kandungan fenol dan lignin yang lebih tinggi daripada tanaman yang rentan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat nomor-nomor baru hasil fusi yang memiliki kandungan fenol lebih tinggi dari tetuanya nilam jawa dan terdapat sepuluh nomor hasil fusi dengan kandungan lignin hampir sama dengan nilam jawa (Mariska dan Husni, 2006). Teknologi kultur jaringan dalam perbanyakan bibit dapat menghindari kendala musim dan tempat penyediaan bibit. Zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan
6 konsentrasi 0.5 mg/l, 1.0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg.l dan 2.5 mg/l dapat menginduksi kalus nilam (Amien et al., 2007). Hutami et al. (2006) melaporkan bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman somaklonal nilam. Terdapat lima somaklonal, dari 411 somaklonal yang diperoleh, yang memiliki kadar minyak lebih tinggi dibanding tanaman induknya, nilam aceh.
Mitosis Sel Somatik
Mitosis merupakan pembelahan inti yang berhubungan dengan pembelahan sel somatik, atau sel tubuh eukariot. Setiap sel yang membelah secara mitosis menghasilkan dua sel baru yang jumlah kromosom dan kandungan genetiknya identik dengan sel asal (Sastrosumarjo, 2006). Pembelahan mitosis merupakan proses yang kontinyu, namun untuk memudahkan, para ahli membagi mitosis menjadi lima tingkatan utama yaitu interfase, profase, metafase, anafase dan telofase. Morfologi kromosom pada metafase mitosis memperlihatkan panjang kromosom dan tipe sentromer. Kedua hal ini menjadi dasar analisis kariotipe (Sastrosumarjo, 2006). Pada metafase mitosis paling mudah menghitung banyaknya kromosom atau mempelajari morfologinya, karena kromosom tersebar di bidang tengah dari sel (Suryo, 2007).
Mutasi dengan Kolkisin
Mutasi adalah proses suatu gen mengalami perubahan struktur. Gen yang berubah karena mutasi disebut mutan (Crowder, 2006). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi peluangnya sangat kecil. Penyebab mutasi alami antara lain sinar kosmos, batuan radioaktif dan sinar ultraviolet matahari. Mutasi buatan atau mutasi induksi dapat digunakan untuk meningkatkan peluang terjadinya mutasi. Mutasi induksi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia atau mutagen fisik (Aisyah, 2006). Menurut van Harten (1998), mutagen yang umumnya digunakan adalah radiasi dan bahan kimia. Mutasi dengan cara radiasi umumnya menggunakan sinar X, sinar gamma dan sinar UV. Mutagen kimia yang umumnya banyak digunakan adalah kolkisin. Kolkisin banyak digunakan karena bahan kimia ini dapat menghasilkan tanaman poliploid, selain itu kolkisin tidak
7 mempengaruhi susunan DNA, tetapi hanya mengubah jumlah kromosom pada genom sel. Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji tanaman crocus (Colchicum autumnale Linn.). Kolkisin bersifat racun yang terutama pada tumbuhan memperlihatkan pengaruhnya pada nukleus yang sedang membelah. Larutan kolkisin dengan konsentrasi yang kritis mencegah terbentuknya benang-benang plasma dari gelendong inti (spindel) sehingga pemisahan kromosom pada anafase mitosis tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel (Suryo, 2007). Menurut Suryo (2007) tidak ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi larutan kolkisin yang harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan. Kedua hal tersebut tergantung dari bahan yang akan dipakai pada percobaan. Umumnya kolkisin yang harus digunakan akan bekerja efektif pada konsentrasi 0.01-1.0 %. Lamanya perlakuan berkisar antara 3-24 jam. Setiap jenis tanaman mempunyai respon yang berbeda tergantung dari bahan yang diberi perlakuan. Bagian-bagian tanaman yang dapat diberi perlakuan kolkisin antara lain: benih, primordia, benih yang telah berkecambah direndam dalam larutan kolkisin dan akar tanaman. Mariska dan Lestari (2003) melaporkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan kolkisin dengan zat pengatur tumbuh terhadap jumlah tunas nilam aceh. Perlakuan kolkisin 0.5 % dengan kontrol menghasilkan tunas yang paling banyak. Lama perendaman juga berpengaruh terhadap tingkat regenerasi sel. Semakin lama perendaman kolkisin, semakin rendah massa sel yang beregenerasi. Setelah tanaman ditumbuhkan di rumah kaca, tanaman nilam yang berasal dari perlakuan kolkisin memiliki daun yang lebih hijau, batang dan daun yang lebih lebar, lebih kaku dan lebih tegar dibanding tanaman kontrol. Haryanti et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan kolkisin pada kacang hijau dapat mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran sel metafase kacang hijau. Kolkisin dengan konsentrasi 0.2 % mengakibatkan penurunan pertumbuhan kacang hijau, namun dapat meningkatkan kandungan proteinnya. Induksi kolkisin sering digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan bentuk, ukuran dan jumlah kromosom. Pemberian kolkisin dengan konsentrasi 1 %
8 pada bawang merah (Allim ascalonium L.) mengakibatkan variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom. Poliploidi yang terbentuk dapat dikelompokkan menjadi tetraploid, pentaploid, heksaploid, oktaploid dan nanoploid (Suminah et al., 2002).
Uji Sitologi Sel Tanaman
Pengamatan sitologi kromosom dapat dilakukan dengan pewarnaan DNA (metode squashing), misalnya dengan bahan pewarna aseto orcein, agar selain kromosom bagian sel lainnya tidak terwarnai. Tahapan awal adalah pengambilan sampel sel yang sedang aktif bermeiosis atau bermitosis. Melihat tingkat kemudahannya studi kromosom lebih banyak dilakukan melalui pengamatan terhadap sel yang sedang bermitosis dibanding meiosis (Jusuf, 2001). Pada pengamatan mitosis sel, terdapat beberapa kasus kesalahan yang sering terjadi. Berikut kesalahan dan penyebabnya dicantumkan dalam Tabel 1 (Jurčák, 1999).
Tabel 1. Kesalahan yang banyak terjadi dalam pengamatan mitosis sel
Kesalahan Penyebab 1. Inti terwarnai dengan jelas, tetapi tahap a. Pemotongan tidak dilakukan pada mitosis tidak terlihat waktu yang tepat 2. Kromosom tidak jelas a. Waktu fiksasi terlalu singkat b. Konsentrasi aseto carmine terlalu rendah c. Aseto carmine yang digunakan terlalu lama disimpan d. Suhu saat pewrnaan terlalu rendah e. Waktu pewarnaan terlalu singkat 3. Beberapa lapisan sel menumpuk a. Waktu maserasi terlalu singkat b. Pembuatan larutan untuk maserasi tidak tepat c. Kurang tenaga ketika meneakn gelas objek 4. Sel meristem pecah, tahapan mitosis atau a. Gelas penutup bergeser ketika ditekan kromosom tidak dapat diamati b. Gelas penutup ditekan berulang-ulang 5. Lensa mikroskop tergores atau pecah a. Permukaan penyangga tidak rata Sumber: Jurčák (1999) Bagian tanaman yang dapat digunakan untuk pengamatan kromosom adalah bagian yang mengandung sel meristematik. Bagian yang mengandung sel meristematik adalah bagian pucuk dan ujung akar, yang selnya terus aktif membelah. Ujung akar lebih banyak digunakan sebagai sampel karena bagian
9 tersebut tidak berklorofil sehingga lebih mudah menyerap pewarna. Waktu pemotongan akar merupakan faktor kritis keberhasilan, karena pembelahan sel tanaman tidak konstan setiap waktunya. Pada bawang bombay dan bawang putih, waktu pengambilan sampel paling baik dilakukan saat pagi hari (Jurčák, 1999).