4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anyelir Anyelir (Dianthus caryophyllus L.) yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai carnation merupakan tanaman hias pekarangan dan bunga potong. Tanaman ini termasuk ke dalam famili Caryophyllaceae dan berasal dari kawasan Mediterania (Whealy, 1992). Bunga anyelir memiliki warna yang terang dan berwarna-warni, sehingga sering digunakan sebagai hiasan. Anyelir juga merupakan tumbuhan yang umum dibudidayakan sebagai tanaman hias di kebunkebun atau pekarangan. Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah pegunungan pada ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Tanaman anyelir menyukai tanah yang gembur dan subur dengan kondisi tanah yang berstruktur liat berpasir atau pasir berlempung. Tanaman anyelir dapat mencapai ketinggian sampai 1 meter (Mattjik, 2010), namun untuk dapat tumbuh tegak harus diikat dengan penyokong. Diameter batang tanaman bunga anyelir dapat mencapai 1 cm dan biasanya membengkak pada buku atau ruas. Anyelir atau carnation bukan tanaman asli Indonesia, tetapi masuk ke Indonesia dibawa oleh penggemar-penggemar bunga dari Belanda ke Indonesia beberapa abad yang lalu. Warna bunga beraneka ragam, putih, merah muda, merah cerah, merah marun, oranye, kuning, ungu, dan kombinasinya salem (Mattjik, 2010). Tanaman bunga anyelir berumur produktif selama kurang lebih satu tahun yaitu sekitar 5 bulan masa pertumbuhan dan 7 bulan masa menghasilkan bunga (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Di beberapa negara, anyelir adalah salah satu dari bunga potong paling populer dan bernilai ekonomi tinggi dalam industri bunga (Satoh et al., 2005). Di Indonesia produksi anyelir tiap tahunnya terus meningkat karena besarnya permintaan konsumen terhadap tanaman hias bunga potong anyelir untuk dekorasi. Menurut data Badan Pusat Statistik (2011) pada tahun 2009 produksi anyelir 5,320,824 tangkai. Produksi anyelir pada tahun 2010 meningkat menjadi 7,607,588 tangkai.
5 Budidaya Anyelir Potong Anyelir (Dianthus caryophyllus L.) merupakan salah satu jenis tanaman hias komersial, bernilai ekonomi tinggi, kaya variasi warna, dan populer dibudidayakan oleh petani dan pengusaha bunga potong. Menurut Winarto dan Minangsari (2011), berdasarkan umurnya dikenal jenis tanaman semusim (6-12 bulan) dan tahunan (2-4 tahun). Tanaman ini digunakan sebagai bahan rangkaian bunga, obat, dan kosmetika. Kualitas bunga anyelir dinilai dari batang yang kuat dan lurus dengan daun yang lebar, tangkai bunga kuat dan lurus, bunga berwarna cerah, tidak ada kerusakan pada petal, dan ketahanan simpan (vaselife) yang lama dan bebas dari pengaruh serangan hama dan penyakit. Dalam budidaya, anyelir diperbanyak menggunakan biji, perundukan, dan stek. Umumnya tanaman diperbanyak menggunakan stek tunas pucuk dan lateral untuk tujuan komersial. Proses budidaya tanaman anyelir perlu memperhatikan syarat tumbuhnya, pemilihan bibit, pengakaran, pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan bunga. Pemanenan bunga dapat dilakukan secara mingguan maupun bulanan tergantung pada cara pemincingan tanaman yang dilakukan. Anyelir tumbuh bagus pada tanah pasir berlempung dengan pH media berkisar antara 6-7, suhu media 16oC, suhu 16-20oC, cukup sirkulasi udara, cukup cahaya matahari, dan kelembaban yang relatif tinggi (Soekartawi, 1996). Bibit anyelir yang bagus, diambil dari tanaman induk yang berusia muda (4 bulan), yang dirawat secara optimal dan intensif dalam kondisi pertumbuhan vegetatif. Pembibitan diletakkan pada tempat yang teduh/tutup dengan plastik transparan selama 5-10 hari dan bibit berakar selama 20-25 hari tergantung respon kultivar (Winarto dan Minangsari, 2011). Pemupukan perlu dilakukan sebelum dan sesudah penanaman. Pemupukan sebelum penanaman dilakukan dengan cara menaburkan pupuk kandang serta TSP dan KCl di atas bedengan. Dua minggu setelah bibit ditanam dilakukan pemupukan dengan ZA, Urea, KNO3 serta TSP secara rutin setiap dua minggu sekali. Hama yang sering dijumpai adalah hama aphid, thrips, laba-laba, tungau, larva ngengat, dan siput. Penyakit yang menyerang adalah Prouch rot (menyerang daun), Botrytis sp. (menyerang bunga), cabang akar, dan virus (Widyawan dan
6 Prahastuti, 1994). Pengendalian hama-penyakit dilakukan apabila ada tanda/gejala serangannya. Penggunaan pestisida seminimal mungkin sangat disarankan. Bunga dipanen setelah tanaman berumur lima bulan, pada saat petal mulai mekar satu (Winarto dan Minangsari, 2011).
Pemanenan Anyelir Potong Ada dua jenis tanaman anyelir yaitu jenis standar (satu bunga pada setiap tangkai) dan jenis spray (banyak bunga pada setiap tangkai) (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Saat panen yang tepat pada anyelir standar adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh (Whealy, 1992). Bunga yang seharusnya dipotong harus segera dipotong, karena keterlambatan panen akan menurunkan kualitas bunga. Panen biasanya dilakukan pada pagi hari, kemudian segera ditempatkan pada ruang dingin (1-6oC) (Mattjik, 2010). Kegiatan pemotongan bunga sebaiknya dilakukan bila bunga sudah membuka dan sudah tidak ada embun yang melekat pada bunga. Apabila tanah dalam keadaan kering, sebaiknya tanah disiram terlebih dahulu sehingga tanaman yang akan dipotong menjadi segar dan tidak layu. Pada waktu pemanenan bunga, sebaiknya dilakukan juga seleksi bunga berdasarkan kualitasnya (grade 1 dan 2). Bunga yang tidak termasuk grade 1 dan 2 sebaiknya tidak dipanen dan dibuang. Pada kondisi normal bunga yang termasuk grade 1 berjumlah sekurang-kurangnya 75% dari hasil panen. Dalam analisis finansial, asumsi penjualan didasarkan pada penjualan bunga grade 1 (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Setelah dipanen, batang bunga segera dimasukkan ke dalam air untuk dibawa ke tempat penampungan atau tempat penyortiran. Penyortiran hendaknya menurut mutunya dan sekaligus mengumpulkan bunga yang sama warnanya. Bunga yang cacat akibat serangan hama atau penyakit, atau rusak karena pengangkutan dari kebun sebaiknya dipisahkan. Hal ini penting untuk menjaga kualitas bunga yang akan dijual. Sekitar 20 atau 25 batang bunga diikat menjadi satu. Dasar tangkai dipotong sewaktu masih berada di dalam air antara 1-2 cm dan dibiarkan berada dalam air sambil menunggu pengepakan. Penempatan bunga di
7 dalam ember dengan air yang terlalu hangat perlu dihindari untuk menjaga kualitas bunga potong. Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa kualitas bunga anyelir untuk grade 1 memiliki ciri sebagai berikut, bunga mekar (tidak terlalu mekar atau terlalu kuncup), segar, tidak terserang hama penyakit seperti apid, thrips, tidak ada bercak, tidak ada busuk kehitaman pada pinggir bunga, dan tidak ada luka. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1999), bunga anyelir grade 1 dipanen pada stadia setengah mekar dan berwarna yang ditandai mekar 2 petal, bunga sempurna, ukuran seragam, bebas organisme pengganggu, tidak terjadi kerusakan mekanis/fisik, tidak mengandung sisa pestisida serta kotoran telah dibersihkan dari bunga. Bunga anyelir grade 2 memiliki kriteria yang sama dengan grade 1 dengan toleransi 5%. Bunga anyelir grade 3 memiliki kriteria yang sama dengan grade 1 dengan toleransi 10%. Selanjutnya Winarto dan Minangsari (2011) menyatakan bahwa bunga anyelir grade 1 memiliki batang besar (sesuai dengan jenisnya), tegar, lurus, dan panjang minimal 60 cm, bunga memiliki daun hijau segar, tidak kering, dan tidak terserang hama penyakit. Kualitas bunga anyelir untuk grade 2 memiliki ciri bunga mekar, segar, dan pinggir bunga tidak terserang penyakit (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Batang boleh agak kecil tapi harus lurus dengan panjang minimal 50 cm. Kriteria lain sama dengan kriteria grade 1 dengan sedikit toleransi, seperti daun terserang hama penyakit tetapi tidak terlalu parah masih dapat dimasukkan dalam grade 2.
Penanganan Pascapanen Anyelir Potong Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan (Mor, 1983). Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence) (Bhattacharjee, 2005). Senyawa ini perlu disingkirkan dari ruang penyimpanan untuk tujuan pengawetan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada produk. Upaya untuk mengurangi kehilangan hasil yang disebabkan oleh kerusakan yang sering timbul setelah panen pada tanaman hias seperti layu, patahnya batang dan daun, serta lepasnya kelopak bunga dan penuaan (senesence), diperlukan perhatian khusus pada penanganan pascapanennya agar
8 produk mempunyai fase hidup atau daya simpan yang lama. Penanganan pascapanen bunga merupakan suatu kegiatan yang memberikan perlakuanperlakuan terhadap bunga, setelah bunga tersebut dipanen sampai bunga itu diterima oleh konsumen. Umumnya penanganan pasca panen tanaman hias lebih banyak dilakukan untuk kelompok tanaman hias bunga potong, dibanding dengan kelompok tanaman hias yang lain (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2007). Hal ini disebabkan pertimbangan nilai ekonomis bunga potong dengan warna yang menarik dan volume bunga potong yang mencapai jumlah besar saat dilakukan pengiriman atau pemasarannya. Penanganan pasca panen tanaman hias khususnya bunga potong bertujuan untuk : 1. memperkecil respirasi, 2. memperkecil transpirasi, 3. mencegah infeksi atau luka, 4. memelihara keindahan, 5. memperoleh harga yang tinggi. Periode kesegaran bunga yang pendek dapat diperpanjang dengan pemberian nutrisi dan bahan pengawet (Suyanti, 2002). Panen bunga anyelir biasanya dilakukan di pagi hari, kemudian segera ditempatkan pada ruang dingin (1-6 oC). Dianthus dapat dipanen apabila sebagian mahkota sudah mekar dan sebagian lagi masih kuncup. Apabila terjadi dehidrasi maka diatasi dengan cara merendam bagian batang dalam air hangat. Kuncup bunga yang belum terlihat warna petalnya apabila dipanen sebaiknya diletakkan pada larutan perak thiosulfat (STS) dan ditempatkan pada ruangan dingin 0-1 oC selama 24 minggu. Kuncup yang dipanen dapat bertahan sampai 4-5 minggu, sedangkan yang telah mekar dapat bertahan 2-4 minggu di ruang 0 oC dengan kelembaban 90% (Whealy, 1992). Kuncup bunga dapat bertahan 4 minggu apabila tangkai bunga direndam dalam larutan yang mengandung fungisida, sukrosa, dan STS (Bhattacharjee, 2005). Bunga anyelir sangat sensitif terhadap etilen dan sangat responsif terhadap perlakuan STS, 1-methylcyclopropene (1-MCP) (Whealy, 1992). Bunga tanpa perlakuan pascapanen hanya dapat bertahan 6-9 hari, sedangkan bila diberi STS tahan sampai 30 hari (Mattjik, 2010). Keadaan etilen yang terlalu rendah mengakibatkan kuncup bunga sulit mekar atau mekar dalam keadaan bunga yang merunduk.
9 Vaselife Bunga Potong Vaselife merupakan periode mulai dari saat panen hingga petal kehilangan turgor dan absisi atau terjadi bent neck (Farooq, 2004). Periode vaselife dihitung hingga 50% bunga layu. Banyak yang harus diperhatikan dalam proses pemanenan agar kesegaran bunga potong dapat terjaga, misalnya penggunaan pisau yang tajam dan bersih agar area pemotongan tidak mudah terinfeksi serta penentuan usia bunga yang tepat untuk dipanen. Panen dan penanganan pascapanen pada bunga potong merupakan tahap terpenting dalam produksi bunga potong. Kriteria utama untuk standardisasi nilai komersial bunga potong yang baik yaitu bebas dari cedera mekanik serta hama dan penyakit (Dwiatmini et al., 1994). Tahap ini sangat menentukan vaselife bunga potong.
Teknik Pengawetan Bunga Potong Air yang dipakai untuk merendam tanaman biasanya tidak steril. Bunga potong yang direndam air merupakan bahan organik yang menjadi media pertumbuhan bakteri. Hal-hal yang tidak diinginkan adalah pembusukan yang menyebabkan bau yang tidak enak. Bakteri yang ada akan menyumbat saluran vaskular, sehingga air tidak dapat diserap oleh tanaman dan menyebabkan kelayuan (Amiarsi et al., 2003). Bahan-bahan yang umumnya dipakai sebagai penyerap etilen adalah 8HQS (8-Hydroquinoline sulphate), physan-20, perak nitrat (AgNO3), PTS (Perak Tiosulfat), dan sodium hipoklorit (Mattjik, 2010). Penggunaan zat-zat di atas yang berlebihan akan berakibat buruk, tetapi pemakaian bahan-bahan tersebut dapat dikombinasikan. Menurut Murtiningsih dan Yulianingsih (1991) penambahan AgNO3 dan bakterisida ke dalam sukrosa menyebabkan pertumbuhan bakteri dapat dihambat, sehingga penyerapan air oleh bunga potong dapat berjalan normal.
Sukrosa Sukrosa merupakan sumber utama makanan bagi bunga dan dibutuhkan untuk menjalankan semua proses biokimia setelah bunga lepas dari pohon induk. Sukrosa eksogen menggantikan karbohidrat endogen yang habis digunakan
10 selama masa pascapanen bunga (Bhattacharjee, 2005). Pada larutan pengawet yang menggunakan sukrosa berfungsi sebagai penyedia karbohidrat bagi bunga potong. Sukrosa berperan dalam pemekaran kuncup bunga dan dapat menunda kelayuan (Simanjuntak, 2000). Penggunaan konsentrasi sukrosa tergantung jenis perlakuan dan jenis bunga. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak bunga dan dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme serta terjadinya embolisme. Sukrosa dalam larutan perendam berperan sebagai bahan baku respirasi untuk menghasilkan energi yang akan digunakan dalam proses kehidupan sehingga kesegaran bunga lebih lama (Wiraatmaja, 2007). Pemakaian sukrosa pada konsentrasi yang tinggi sering menyebabkan tumbuhnya bakteri dan terbentuknya lendir, sehingga menghambat penyerapan larutan oleh tangkai bunga.
Asam Salisilat Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan intermediet dari pembuatan obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik. Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH berbentuk kristal kecil berwarna merah muda terang hingga kecoklatan yang memiliki berat molekul sebesar 138.123 g/mol dengan titik leleh sebesar 156oC dan densitas pada 25oC sebesar 1.443 g/ml (Kristian dan Amitra, 2007). Asam salisilat merupakan salah satu bakterisida yang memiliki peranan penting dalam pertahanan tanaman terhadap penyakit. Asam salisilat mencegah masuknya penyakit melalui luka dan membentuk area yang bebas organisme parasit disekitar luka tersebut. Menurut Nurfitria (2004) asam salisilat efektif mengatasi penyumbatan yang terjadi dalam tangkai bunga sehingga dapat meningkatkan kuncup bunga yang mekar. Etilen yang diproduksi oleh jaringan atau organ bunga terkandung pada gen-gen yang mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan komponen bunga. Stilus memproduksi etilen lebih banyak dibandingkan bagian-bagian lain dari bunga. Polen (butir sari) yang memproduksi auksin, lebih banyak merupakan
11 sumber perangsang bagi stigma (kepala putik) untuk memproduksi etilen. Asam salisilat dan sukrosa terbukti efektif menurunkan aktivitas ACC oksidase yang merupakan penyebab terbentuknya etilen, menunda senesen dan kelayuan pada bunga anyelir potong serta mampu meningkatkan vaselife bunga (Kazemi et al., 2011).
Sitokinin Sitokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasikan melalui pembuluh xylem. Biosintesis sitokinin terjadi melalui modifikasi biokimia adenin. Sitokinin merupakan salah satu senyawa yang terdapat di jaringan pembuluh, dikandung berbagai jenis tumbuhan. Pemberian sitokinin pada larutan pulsing dapat mengurangi senesen pada bunga potong. Pemberian sitokinin juga menghambat kehilangan berat kering bungabunga yang telah matang (Santoso, 2005). Selain itu juga, sitokinin dapat merangsang penyerapan air melalui pemeliharaan keutuhan sel-sel. Kemampuan sitokinin menunda penuaan, berlaku pada bunga potong tertentu dan sayur segar. Konsentrasi sitokinin di daun mahkota bunga mawar dan anyelir menurun sejalan dengan bertambahnya umur bunga dan penambahan sitokinin
dapat
memperlambat
proses
penuaan
tersebut.
Larutan
yang
mengandung dihidrozeatin atau benziladenin terbukti paling efektif untuk menunda senesen (Salisbury dan Ross, 1995). Pada sebagian besar jenis bunga potong, sitokinin eksogen tidak mampu menanggulangi efek etilen yang dihasilkan bunga untuk mempercepat penuaan.
Chitosan Salah satu pelapis (anti-transpiran) yang mulai dikembangkan adalah chitosan, polisakarida yang berasal dari limbah pengolahan udang (Crustaceae). Chitosan merupakan turunan dari deasetilasi kitin yang berasal dari dinding sel jamur, crustaceae, kutikula serangga, dan ganggang (Uthairatanakij, 2007). Bahan organik ini ramah lingkungan untuk keperluan pertanian karena mudah
12 terdegradasi dan tidak beracun bagi manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa chitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis pada benih dan buah-buahan misalnya pada tomat dan leci (Zhang, 2011). Sifat lain chitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yaitu enzim yang dapat mendegradasi kitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi. Chitosan mendorong sintesis lignin untuk beberapa komoditas hortikultura dan hias (Bittelli et al., 2001). Kemampuannya untuk membentuk
lapisan
semipermeabel
tersebut
sehingga
chitosan
dapat
memperpanjang masa simpan pada buah dan sayuran dengan meminimalkan laju respirasi dan mengurangi kehilangan air (Banos, 2006). Perlakuan pelapisan chitosan 3% mampu mengurangi persentase kelayuan dan meningkatkan vaselife dragon fruit sampai 8 hari (Chutichudet and Chutichudet, 2011).