4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Mawar Mawar (Rosa hybrida) yang dijuluki “ratu dari segala bunga” dikenal karena keindahan, keanggunan, dan aromanya. Mawar merupakan tanaman tahunan yang termasuk tanaman dikotil, famili Rosaceae, ordo Rosales termasuk tanaman dengan genus Rosa. Mawar merupakan tanaman semak berkayu dengan duri pada batang. Daun mawar adalah daun majemuk yang terdiri dari 3, 5, 7 helai daun. Tulang daun meyirip dengan tepi daun bergerigi. Kelopak bunga mawar terdiri dari lima helai atau kelipatannya. Dalam satu tangkai bunga potong akan tumbuh 1 – 6 kuncup bunga, tetapi tidak semuanya dibiarkan tumbuh. Hal ini agar bunga yang diperoleh berukuran besar dan mempunyai kelas ukuran yang baik. Tangkai bunga mawar potong biasanya akan dipotong sekitar 75 cm mendekati dasar tangkai agar dapat memenuhi kriteria pasar (Mattjik, 2010). Ditinjau dari kegunaannya mawar dapat digunakan sebagai bunga potong, mawar taman, mawar tabur, dan bahan kosmetik. Permintaan mawar potong meningkat pada hari-hari besar, seperti tahun baru, Idul Fitri, dan hari peringatan kemerdekaan. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang popular dan sudah sejak lama dibudidayakan serta diusahakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Bunga mawar sebagai bunga potong umumnya ditanam di dataran tinggi. Syarat Tumbuh Mawar Potong Tanaman mawar merupakan tanaman yang membutuhkan cahaya matahari penuh, intensitas cahaya sampai 3000 fc, dengan lama penyinaran 12 jam untuk daerah tropis (Matjjik, 2010). Di daerah cukup sinar matahari, mawar akan rajin dan lebih cepat berbunga serta berbatang kokoh. Tanaman mawar mempunyai daya adaptasi sangat luas terhadap lingkungan tumbuh, dapat ditanam di daerah beriklim subtropis maupun di daerah tropis. Di daerah tropis seperti Indonesia, tanaman mawar dapat tumbuh dan produktif berbunga di dataran tinggi
5
(pegunungan) rata-rata 1500 m dpl. Suhu siang yang dikehendaki 18 – 22 oC dan suhu malamnya adalah 16 – 17 oC (Mattjik, 2010). Curah hujan bagi pertumbuhan bunga mawar yang baik adalah 1500-3000 mm/tahun (Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2000). Penanaman dapat dilakukan secara langsung pada tanah secara permanen di kebun atau di dalam pot. Tanaman mawar cocok pada tanah liat berpasir (kandungan liat 20 - 30%), subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik. Pada tanah latosol, andosol yang memiliki sifat fisik dan kesuburan tanah yang cukup baik dengan pH tanah 5.5 – 7.0 (Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2000). Perbanyakan Tanaman Mawar dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif ditujukan untuk pemuliaan tanamman, sedangkan perbanyakan vegetatif ditujukan untuk produksi (Mattjik, 2010). Perbanyakan generatif dengan menggunakan benih yang berasal dari
buah. Biji mawar disemai di media
persemaian dan akan berkecambah pada umur empat minggu setelah semai. Setelah berumur 22 bulan, bibit mawar dipindahkan ke kebun tempat penanaman permanen (Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2000). Perbanyakan secara vegetatif menggunakan stek, okulasi, cangkok, dan kultur jaringan. Okulasi merupakan cara perbanyakan tanaman mawar yang umum digunakan oleh petani.
Pemupukan Menegristek
Bidang
Pengetahuan dan Teknologi
Pendayagunaan
dan
Pemasyarakatan
Ilmu
(2000) mengemukakan bahwa jenis dan dosis
(takaran) pupuk yang dianjurkan untuk tanaman mawar adalah pupuk NPK (5-105) sebanyak 5 gram/tanaman. Bila pertumbuhan tunas lambat dipupuk NPK pada perbandingan 10:10:5, bila tangkainya lemah perbandingan pupuk NPK 5:15:5. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Hortikultura (Balitro), tanaman mawar perlu dipupuk pupuk NPK 5 gram/pohon pada saat tanam atau 7 – 15 hari
6
setelah tanam. Pemberian pupuk sebaiknya pada saat sebelum berbunga, sedang berbunga, dan setelah kuntum bunga layu.
Kriteria Mawar Potong Menurut Badan Standardisasi Nasional (1998) kualitas bunga mawar potong dikelompokkan ke dalam empat kelas yaitu AA, A, B dan C. Kriteria kelas AA yaitu sempurna, bunga dipanen pada stadia menguncup, berwarna, ditandai dua mahkota terbuka, ukuran seragam, bebas hama dan penyakit, tidak terjadi kerusakan mekanis, tidak mengandung residu serta kotoran, dan duri sudah dibersihkan. Kriteria kelas A yaitu sama dengan AA dengan toleransi deviasi 5 %. Kriteria kelas B yaitu sama dengan AA dan toleransi deviasi 10 %. Kriteria kelas C yaitu kriteria selain kelas AA, A, dan B. Standar kualitas bunga mawar ditentukan berdasarkan panjang dan kokohnya tangkai bunga, ukuran dan bentuk kuntum bunga, warna bunga, bebas hama dan penyakit, serta kesegaran bunga yang cukup lama (Cheriton, 1995 dalam Darliah et al., 2004). Berdasarkan panjang tangkai bunga terdapat lima kategori atau kelas kualitas bunga mawar potong menurut Herlina et al. (2004) dalam Handayati et al. (2004) yaitu ekstra super (panjang tangkai > 65 cm), super (panjang tangkai 55 - 65 cm), panjang (panjang tangkai 45 - 54 cm), medium (panjang tangkai 35 - 44 cm), dan pendek (panjang tangkai 25 - 34 cm) Diameter kuncup bunga merupakan salah satu standar kualitas bunga potong. Bunga dengan diameter kuncup besar lebih disukai oleh konsumen (Effendi 1994 dalam Darliah et al., 2004). Menurut Darliah et al.(2004) berdasarkan diameter bunga mekar terdapat tiga kategori atau kualitas mawar potong yaitu besar (diameter bunga
9.5 cm), medium (diameter bunga 8.5 – 9.5
cm), dan kecil ( 8.5 cm). Bunga mawar yang memiliki petal
20 helai termasuk tipe yang
berbunga ganda. Bunga mawar yang berpetal bunga banyak dan kompak serta tersusun rapat akan menampilkan bunga yang menarik (Darliah et al., 1999 dalam Purbiati et al., 2004). Kesegaran bunga dipengaruhi secara genetik dan fenotip dari karakter jumlah petal bunga, serta tidak dipengaruhi oleh jumlah daun, panjang daun dan jumlah buku. Semakin banyak jumlah petal maka kesegarannya
7
akan semakin lama. Kesegaran bunga juga dipengaruhi oleh ketebalan petalnya (Kurniasih, 1998 dalam Darliah et al., 2004).
Pemanenan Mawar Potong Pemanenan bunga mawar dengan kultivar berwarna merah muda dan merah dilakukan jika calyx sudah terbuka sekitar satu atau dua petalnya terbuka. Kultivar berwarna putih dipanen lebih lambat dan kultivar warna kuning dipanen lebih cepat dibandingkan kultivar berwarna merah muda dan merah (Mattjik, 2010). Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Panen tidak dianjurkan saat bunga dalam keadaan basah karena bunga yang basah mudah terserang jamur (Nowak and Rudnicki,1990). Bunga harus dipanen dengan metode yang benar, tergantung pada kategori panjang tangkai. Pemotongan tangkai bunga sebaiknya menggunakan alat yang tajam (Bhattacharjee dan De, 2005). Cara panen bunga mawar adalah dengan memotong tangkai bunga pada bagian dasar (pangkal) atau disertakan dengan beberapa tangkai daun. Penanganan Pascapanen Mawar Bunga yang sudah dipisahkan dari induknya membutuhkan penanganan yang baik karena bunga mawar mudah sekali menjadi layu (Matjjik, 2010). Kehilangan hasil yang disebabkan oleh kerusakan yang sering timbul setelah panen pada tanaman hias seperti layu, patahnya batang dan daun, serta lepasnya kelopak
bunga,
maka
diperlukan
perhatian
khusus
pada
penanganan
pascapanennya agar produk mempunyai fase hidup atau daya simpan yang lama (Ramadiana, 2008). Penanganan pascapanen bunga merupakan suatu kegiatan yang memberikan perlakuan - perlakuan terhadap bunga, setelah bunga tersebut dipanen sampai bunga itu diterima oleh konsumen. Teknik - teknik penanganan pascapanen untuk mengurangi kehilangan hasil pada komoditi tanaman hias ini meliputi: a) seleksi kultivar, b) perlakuan fisik seperti pemotongan tangkai bunga, c) perlakuan kimia seperti pulsing, holding, impregnation, bud opening dll, d) teknik - teknik pengepakan, dan e)
8
pengaturan lingkungan simpan yang meliputi pengaturan suhu dan komposisi atmosfer penyimpanan (Bhattacharjee dan De, 2005) . Peranan larutan penyegar pada bunga potong adalah untuk memberikan pengganti nutrisi setelah bunga dipotong dari induk tanaman sehingga kesegarannya dapat dipertahankan (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2007). Melihat fungsinya, penyegar bunga dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, pulsing yaitu penyegar umumnya berisi nutrisi dan antimikroba pada takaran yang lebih tinggi dan berguna untuk memberi nutrisi bagi bunga potong dan menghilangkan cemaran mikroba dari kebun. Kedua, penyegar yang diberikan kepada bunga secara terus menerus dalam waktu yang lama, misalnya selama pemajangan, yang disebut holding, biasanya berisi nutrisi dan antimikroba pada takaran rendah (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2007). Pada mawar potong ‘Idole’ penggunanan larutan penyegar (sukrosa 5 g + AgNO3 20 ppm + asam sitrat 320 ppm) mampu mempertahankan vase life selama 14 hari, sedangkan tanpa larutan penyegar mawar potong hanya bertahan selama 6 hari dengan penyimpanan suhu ruang (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2007). Komponen utama yang harus ada dalam larutan pengawet adalah gula sebagai sumber energi untuk berlangsungnya proses metabolisme (Halevy dan Mayak, 1981). Zat pengasam seperti asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH larutan menjadi 3 - 4,5 sehingga dapat meningkatkan penyerapan larutan oleh tangkai bunga potong (Wiraatmaja et.al., 2007). Etilen merupakan senyawa yang pada suhu ruang berbentuk gas. Bunga mawar potong sensitif terhadap etilen. Etilen merupakan hormon yang selain berfungsi sebagai pematang (ripening hormone), juga sebagai hormon pembungaan (flowering hormone) (O’Connor-Shaw et al. 1994). Penanganan pascapanen mawar potong dengan menggunakan sukrosa dan silver thiosulfat (STS) dapat meningkatkan vase life mawar hingga 10 hari (Liao et al. 2000). Tangkai bunga yang dipotong langsung dimasukkan kedalam air bersih. Penyerapan air yang dilakukan bunga potong berhubungan dengan proses metabolisme yaitu transpirasi dan respirasi. Dalam mempertahankan kesegaran
9
bunga, jumlah air yang dibutuhkan minimal setara dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk proses metabolisme. Penurunan mutu bunga selama masa penyimpanan dan peragaan dapat disebabkan oleh suhu tinggi dan infeksi mikroorganisme terutama bakteri dan jamur. Lama kesegaran berkorelasi positif dengan jumlah dan ketebalan petal. Dalam mempertahankan kualitas dan kesegaran bunga, mawar potong perlu mendapatkan penanganan pascapanen yang tepat yaitu menggunakan larutan pengawet untuk menjaga kesegaran bunga. Asam Salisilat Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan sebagai intermediet dari pembuatan obat-obatan seperti antiseptik serta pembuatan bahan baku untuk keperluan farmasi. Asam salisilat yang ada di pasaran saat ini dihasilkan dengan menggunakan bahan baku sodium phenate (Kristian dan Amitra, 2007). Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH berbentuk kristal berwarna merah muda terang hingga kecoklatan, sebagai antiseptik, asam salisilat tidak dapat diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel epidermis dengan sangat cepat tanpa memberikan efek langsung pada sel dermis (Kristian dan Amitra, 2007). Asam salisilat berfungsi untuk menghambat biosintesis etilen dan menunda senesens (Ozeker, 2005). Asam salisilat menghambat perubahan ACC menjadi etilen dengan menekan aktivitas ACC oksidase. Asam salisilat juga sebagai pertahanan lokal dan sistemik terhadap patogen. Zainuri et al. (2001) melaporkan bahwa asam salisilat dapat menunda pemasakan apel, persimmon, dan pisang. Asam salisilat dan turunannya mampu menghambat produksi etilen pada kultur jaringan buah pear dan kultur suspensi pada wortel. Asam salisilat juga sebagai penghambat pemasakan kulit buah pada mangga. Pada anggrek vanda dengan larutan perendam yang diberi sukrosa atau campuran sukrosa dengan perak nitrat atau asam salisilat dapat memperpanjang masa kesegaran bunga rata-rata hingga 6 hari (Ramadiana, 2008). Asam salisilat dan sukrosa mampu meningkatkan stabilitas membran dengan menurunkan malondialdehid, aktivitas ACC oksidase, dan penurunan populasi bakteri pada larutan perendam pada carnation. Asam salisilat dan sukrosa terbukti efektif
10
dalam menunda senesens pada petal dan layunya bunga pada carnation sehingga mampu meningkatkan vase life bunga (Kazemi et al., 2011) Gerailoo and Ghasemnezad (2011) mengemukakan bahwa pada mawar ‘Yellow Island’ yang diberi larutan pulsing berupa asam salisilat (0, 50, 100, 150, dan 200 mg 1-1) selama 18 jam menunjukkan bahwa penundaan senenens terbaik pada perlakuan 150 mg 1-1 asam salisilat. Penggunaan asam salisilat membuat bunga tahan lama dua kali lipat dibanding tanpa penggunaan asam salisilat. Degradasi protein dan akumulasi lipid peroxidase selama masa penyimpanan dapat ditekan dengan penggunaan asam salisilat 150 mg 1-1. Aktivitas lipoxigenase dan peroksidase meningkat sejalan dengan senenesens bunga, tetapi aktivitas superoksida dismutase menurun. Bunga mawar yang diberi larutan asam salisilat menunjukkan aktivitas lipoxigenase dan peroksidase yang menurun dan meningkatkan aktivitas superoksida dismutase. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan asam salisilat dalam larutan perendam mampu meningkatkan sistem antioksidan dan mengurangi kerusakan akibat stress oksidatif selama senesens. Larutan perendam yang terdiri dari asam salisilat 1.5 mM dan glutamine 3 mM secara signifikan mampu untuk meningkatkan vase life mawar potong. Akumulasi malondialdehid dan aktivitas ACC oksidase berkurang karena stabilitas membran meningkat. Asam salisilat dan glutamine meningkatkan vase life dengan mempengaruhi waktu senesens petal pada mawar (Zamani et al., 2011). Sitokinin Etilen merupakan senyawa yang pada suhu ruang berbentuk gas, yang berfungsi
merangsang
pemasakan
buah,
pembukaan
bunga
dan
absisi
(pengguguran) daun dan bunga. Beberapa bunga seperti carnation dan mawar sangat sensitif terhadap etilen, selain itu pada anggrek etilen juga menyebabkan diskolorasi (Mayers et al., 1997). Pada bunga potong etilen diproduksi secara autokatalitik selama proses senesens, sehingga memperpendek vase life pada bunga. Pada biosintesis etilen, ACC (1-aminocyclo 1-propane carboxylic) dikonversi menjadi etilen dengan katalisator ACC oksidase. Penggunaan larutan
11
pulsing akan menekan biosintesis dan kerja etilen sehingga dapat meningkatkan vase life bunga potong (Wawrzynczak and Goszczynska, 2003). Wawrzynczak and Goszczynska (2003) melaporkan bahwa sitokinin diketahui sebagai salah satu hormon yang dapat mengurangi proses senesens. Penuaan pada bunga potong dapat dihambat dengan aplikasi eksternal dengan menggunakan sitokinin pada bunga carnation, mawar, tulip, antuhurium, heliconia, iris, dan gerbera. Aplikasi sitokinin dapat mengurangi kerusakan akibat stress air, mampu meningkatkan penyerapan air, mengurangi laju respirasi, menghambat produksi etilen dan mengurangi sensitivitas terhadap etilen. Pada perlakuan dengan larutan pulsing selama 24 jam dengan sitokinin eksogenous seperti BA dan kinetin pada konsentrasi 0.05 dan 0.1 mM mampu meningkatkan vase life pada carnation potong varietas Dolce Vita, Impala, Domingo, dan Tanga. Perlakuan sitokinin eksogenous seperti 6-benzylaminopurine (BA), dapat menunda senesens pada beberapa jaringan tanaman. Grevillea 'Sylvia' mempunyai vase life yang singkat, namun perendaman dengan 6-6-benzylaminopurine (BA) sampai 10 mM mampu meningkatkan vase life (Setyadjit et al., 2004). Kualitas bunga mawar potong akan berkurang setelah 3 - 4 hari setelah panen. Ansari dan Zangeneh (2008) melaporkan pada larutan pulsing yang berisi BA dan silverthiosulfate (STS) dilaporkan mampu meningkatkan vase life, diameter bunga, pembukaan tunas, serta mampu mengurangi terkulainya bunga (bent neck). Penggunaan larutan pulsing dengan sukrosa dan konsentrasi BA rendah (25 - 50 mg/L) mampu meningkatkan vase life, penyerapan air, dan mengurangi transpirasi pada bunga sedap malam (Hutchinson, et al., 2003). Selain itu aplikasi sitokinin pada larutan holding juga dapat menunda senesens 34 - 56% dan memperpanjang vase life bunga mawar potong (Lukaszeswka et al., 1994).
Chitosan Chitosan (2-amino-2-deoksi- D-glukopiranosa) adalah senyawa turunan dari chitin (N-asetil-2-amino- 2-deoksi-D-glukopiranosa) yang terdeasetilasi pada gugus nitrogennya, chitin dan chitosan merupakan polimer linier (Kusumawati, 2009). Komponen utamanya terdiri dari glukosamin dan N-asetilglukosamin. Struktur dan komposisinya sama dengan selulosa dan kitin (Freepons 1991;
12
Hadwiger and McBride 2006). Chitosan juga ditemukan pada kutikula serangga seperti dinding sel fungi dan alga (Sanford and Hutchings 1987; Sandford 1989; EPA 1995). Deasetilasi yang terjadi pada chitin hampir tidak pernah selesai sehingga dalam chitosan masih ada gugus asetil yang terikat pada beberapa gugus N. Seperti selulosa dan chitin, chitosan merupakan polimer alamiah yang sangat melimpah
keberadaannya
di
alam,
namun
hal
tersebut
menunjukkan
keterbatasannya dalam hal reaktivitas. Chitosan sebagai polimer alami mempunyai karakteristik yang baik, seperti dapat terbiodegradasi, tidak beracun, dapat mengadsorpsi, berat molekul tinggi, dan tidak larut pada pH 6.5 (Kusumawati, 2009). Manfaat chitosan antara lain adalah dalam bidang pertanian, chitosan menawarkan alternatif alami dalam penggunaan bahan kimia yang terkadang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Chitosan membuat mekanisme pertahanan pada tumbuhan (seperti vaksin bagi manusia), menstimulasi pertumbuhan dan merangsang enzim tertentu (sintesa fitoaleksin, chitinase, pectinnase, glucanase, dan lignin). Pengontrol organik baru ini menawarkan pendekatan sebagai alat biokontrol (Kusumawati, 2009). Selain itu, chitosan juga digunakan sebagai coating untuk buah, benih, dan sayuran, dan juga mengontrol agrochemical yang dihasilkan pupuk, menstimulasi sistem imun tanaman, pertumbuhan tanaman dan produksi tanaman serta proteksi tanaman terhadap mikroorganisme (El Ghaouth 1994; Hadwiger et al. 2002 dalam Lay Nge et al. 2006). Penggunaan chitosan sebagai pelindung dikembangkan antara lain sebagai pelapis semipermeabel terhadap perubahan fisik dan kimia pada sayuran dan buah selama penyimpanan. Chitosan sebagai pelapis efektif menghurangi kerusakan buah strawberry yang disimpan pada suhu 13 0C selama 20 hari (El Ghouth et al., 1991). Salah satu pengaplikasian chitosan sebagai antifungi untuk melawan Botrytis cinerea dan Rhizopus sp yang menyebabkan pembusukan pada strawberry dan raspberry. Sebagai pelapis pada buah dan sayuran, chitosan juga mampu mengurangi kehilanganan akibat transpirasi dan menunda pemasakan pada buah dan sayuran (Zhao, 2005).
13
Chitosan merupakan bahan ramah lingkungan untuk digunakan di bidang pertanian karena chitosan mudah terdegradasi dan tidak membahayakan manusia (Uthairatanakij et al., 2007). Chitosan adalah antimikroba yang melawan target organisme dengan selang yang lebar. Aktivitas chitosan tergantung tipe chitosan, target organisme, dan lingkungan saat pengaplikasian. Perlakuan benih kacang dengan chitosan yang telah diekstrasi dengan 0.5% HCl dan captan efektif untuk mengeliminasi fungi (Burrows et al., 2007). Perlakuan sebelum dan setelah panen dengan chitosan pada anggur, strawberry, dan sweet cherry mampu mengurangi
pembusukannya di lahan
maupun saat penyimpanan, dengan konsentrasi terbaik 1%. Chitosan memiliki efektivitas untuk melarutkan biopolimer dalam larutan asam. Menurut Romanazzi (2009) chitosan mempunyai dua mekanisme kerja yaitu mengurangi pembusukan akibat fungi dan menginduksi
pertahanan jaringan pada buahnya. Dengan
keefektifan ganda ini, chitosan dapat dijadikan sebagai bahan untuk memproteksi produk hasil pertanian. Azian (2006) juga melaporkan bahwa larutan perendam yang mengandung chitosan 25 mg/L dan 50 mg/L dapat meningkatkan vase life pada bunga krisan potong menjadi 13 dan 15 hari.