TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan sistematika tumbuhan tingkat tinggi, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut; divisi: Spermatophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Dycotiledoneae, ordo: Tubiflorae, famili: Solanacae, genus: Lycopersicon, spesies: Lycopersicon esculentum (Jones, 2008). Tanaman tomat merupakan tanaman yang bisa tumbuh pada hari panjang maupun pendek, tanaman tomat tumbuh di suhu rata-rata di atas 16°C. Untuk pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan perkembangan warna buah, suhu optimum yaitu 25°-30°C pada siang hari dan 16°-20°C pada malam hari (Csizinszky, 2005). Tomat merupakan tanaman dengan tipe fotosintesis C3. Tipe penyerbukannya adalah penyerbukan sendiri. Tumbuh baik pada tanah dengan pH 6.0-6.5an tingkat kesuburan tanah sedang hingga tinggi. (Jones, 2008) Berdasarkan pertumbuhannya tanaman tomat dibedakan atas determinate dan indeterminate. Pada tipe pertumbuhan determinate bunga terletak pada ujung tanaman. Pertumbuhan tanaman dan tunas terhenti setelah terjadi pembungaan. Pada tipe pertumbuhan indeterminate, pertumbuhan tanaman dan tunas tetap terjadi dan tidak terhenti setelah terjadi pembungaan (Jones, 2008). Penanaman benih tomat pada umumnya melalui persemaian. Menurut Csizinszky (2005) tingginya harga benih hibrida, panen yang lebih cepat, tampilan dan tegakan tanaman muda yang lebih baik dan manajemen gulma serta organisme pengganggu tanaman yang lebih mudah menjadikan indirect seeding lebih dianjurkan daripada penanaman langsung di lapangan. Tanaman tomat biasa digunakan sebagai tanaman model untuk mempelajari fisiologi, seluler, biokimia dan genetik karena mudah tumbuh, siklus hidupnya pendek dan mudah dimanipulasi. Tanaman tomat merupakan salah satu alat untuk menggali pengetahuan dalam budidaya tanaman hortikultura (Costa dan Heuvelink, 2005).
3
4
Pupuk Kandang Ayam Jenis tanah Andosol pada dataran tinggi termasuk di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat umumnya mempunyai porositas tinggi, bersifat masam, dan daya serap P yang tinggi. Pemberian bahan organik tidak hanya menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar, dan memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH, KTK, serapan hara menurunkan Al-dd, serta struktur tanah menjadi remah (Dzajuli dan Pitono, 2009). Menurut Ouda & Mahadeen (2008) konduktivitas listrik tanah dan bahan organik tanah meningkat seiring dengan penambahan dosis pupuk organik, namun tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Menurut Supardi (1983) tiga hal yang menonjol dari pupuk kandang selaku pembawa hara: (a) kelembaban dan kadar hara yang sangat beragam, (b) kadar hara yang secara relatif rendah bila dibandingkan dengan pupuk buatan, dan (c) nisbah hara yang tidak seimbang, dengan fosfor lebih rendah daripada nitrogen dan kalium. Kerapatan isi dari pupuk kandang yang rendah merupakan satu hal yang tidak menguntungkan, karena hanya akan memperbesar biaya penanganan dan penyebaran. Menurut Singer dan Munns (2006) karena kandungan nutrisi yang relatif rendah dan sifatnya yang meruah, pupuk kandang umumnya digunakan hanya untuk pertanian di sekitar area pupuk tersebut diproduksi. Menurut Odoemena (2006) pupuk kandang ayam merupakan sumber yang baik bagi unsur-unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang ayam mampu meningkatkan kesuburan tanah serta menjadi substrat bagi mikroorganisme tanah dan meningkatkan aktivitas mikroba, sehingga lebih cepat terdekomposisi dan melepaskan hara dalam jumlah yang tinggi. Aplikasi pupuk kandang ayam juga diyakini memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan daur hara seperti mengerahkan efek enzimatik atau hormon langsung pada akar tanaman sehingga mendorong pertumbuhan tanaman. Kandungan hara pupuk kandang ayam petelur berdasarkan hasil analisis Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB dalam Suradi (2002) disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Analisis Kandungan Hara Pupuk Kandang Ayam Petelur Kandungan
C
N
P
K
Ca
Mg
Fe
Cu
Zn
Mn
Hara
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
Nilai
35.90 1.05 1.67 1.60 3.30 0.38 746.60 100.00 238.40 463.40
Hasil analisis Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, 2002 Menurut Suradi (2002) secara umum tidak terdapat pengaruh yang berbeda antara pemberian pupuk kandang ayam yang berasal dari ayam petelur dan ayam pedaging terhadap pertumbuhan dan produksi empat varietas tomat. Penelitian tersebut dilaksanakan di Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi berada pada ketinggian 1 150 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah Andosol. Menurut Kandil and Gad (2010) pada tanah lempung berpasir dan tingkat kesuburan yang rendah pemupukan dengan kotoran ayam bisa meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan kualitas hasil panen. Urutan perlakuan yang berpengaruh dari yang paling besar adalah pemberian kotoran ayam, farmyard manure, pupuk NPK mineral, kompos hasil pertanian. Kotoran ayam dan farmyard manure memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap bobot basah dan kering brangkasan, produktivitas dan kualitas buah tomat dibandingkan kontrol berupa perlakuan pupuk NPK. Menurut Tonfack et al. (2009) pada daerah tropis dengan jenis tanah Andosol yang rendah akan kalium dan posfor serta kelebihan Mg, aplikasi kotoran unggas dalam dosis yang cukup dan waktu yang tepat mampu mempertahankan hasil panen tomat. Hasil panen tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik. Menurut Ghorbani et al. (2008) pemberian kotoran unggas menurunkan serangan penyakit dibandingkan perlakuan pupuk yang lain, ditunjukkan oleh 80% tanaman tomat yang sehat. Pemberian pupuk organik berupa kotoran unggas menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap kesehatan tanaman, kualitas pascapanen dan daya simpan buah tomat. Walaupun secara umum pemberian pupuk organik memberikan pengaruh terhadap hasil tanaman tomat dan daya simpannya, kotoran unggas menunjukkan pengaruh yang lebih baik dibandingkan pupuk organik lainnya terhadap daya simpan buah tomat dan hasil panen yang layak dipasarkan setelah penyimpanan selama enam minggu. Percobaan dilakukan
6
pada tanah lempung liat berpasir dengan pH 7 hingga 8. Perlakuan meliputi kotoran sapi, domba dan unggas, pupuk hijau, sampah rumah tangga dan pupuk anorganik berupa urea dan superposfat. Menurut Herencia (2007) pada penelitian yang dilakukan di dalam rumah kaca penggunaan pupuk organik dalam jangka waktu panjang mampu meningkatkan kesuburan tanah, serta hasil panen dan nutrisi yang dikandung oleh buah tidak berbeda dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik. Menurut Ewulo et al. (2008) pada tanah yang cukup asam, dengan kandungan bahan organik tanah, N, P, Ca dan Mg yang rendah, kotoran unggas mampu meningkatkan bahan organik tanah, N dan P. Kepadatan tanah berkurang dan kelembaban meningkat seiring dengan peningkatan dosis kotoran unggas yang diberikan. Aplikasi kotoran unggas meningkatkan konsentrasi N, P, K, Ca dan Mg pada daun tomat, tinggi tanaman, jumlah cabang, panjang akar, jumlah dan bobot buah. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (DMRT) hasil panen relatif dari perlakuan aplikasi 25 ton ha-1 kotoran unggas merupakan yang terbaik dan berbeda nyata terhadap kontrol tanpa pemberian kotoran unggas. Menurut Ayeni et al. (2010) pada tanah yang cukup asam dan rendah kandungan bahan organik, N dan P, pemberian 20 ton ha-1 kotoran unggas tidak berbeda nyata dengan perlakuan 300 kg ha-1 NPK 15-15-15 pada variabel kandungan N, P dan K tanaman serta hasil panen. Pupuk Anorganik Pupuk anorganik dibuat oleh industri. Beberapa dari pupuk anorganik merupakan hasil tambang dan sebagian lain dibuat di pabrik. Sebagian besar larut cepat dalam tanah untuk memberikan respon pertumbuhan yang cepat. Namun beberapa pupuk kimia dibuat slow-release. Pupuk anorganik umumnya memiliki hara yang dapat digunakan dalam proporsi yang tinggi dibandingkan dengan yang dikandung pupuk organik (Plaster, 1992). Sebagian besar pupuk anorganik melepaskan ion-ion hara dalam waktu yang cepat. Untuk menurunkan kecepatan pelepasan hara terkadang pupuk dibuat dalam bentuk granul, pellet atau coated. High-analysis fertilizer (pupuk dengan
7
persentase kandungan hara tinggi) menguntungkan karena tidak meruah dan akan mempermudah transportasi dan distribusi (Singer and Munns, 2006). Pupuk anorganik memiliki beberapa dampak negatif jika diberikan tidak tepat dosis, konsentrasi, waktu dan cara. Beberapa dampak dari penggunaan pupuk anorganik yang tidak tepat yaitu eutrofikasi sungai, air tanah dan polusi pada lahan yang bukan lahan pertanian akibat kesuburan yang tidak diinginkan. Pupuk juga bisa merusak tanaman dan mikroba tanah, dikarenakan keracunan ion hara ataupun bahan pembawa. Pupuk anorganik juga bisa meningkatkan keasaman tanah (Singer and Munns, 2006).