TINJAUAN PUSTAKA Botani Pisang Secara taksonomi, pisang (Musa sp.) temasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, family Musaceae dan genus Musa (Purseglove, 1972; Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2008). Genus Musa merupakan tanaman utama pada dataran rendah tropis, menghendaki suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang tinggi. Genus ini tidak toleran terhadap persaingan akar, terutama dengan rumput, drainase yang buruk dan penggenangan (Purseglove, 1972). Genus Musa terbagi menjadi empat bagian, yaitu Eumusa, Rhodochlamys, Callimusa dan Australimusa. Pisang yang dapat dimakan termasuk ke dalam bagian Eumusa dan diturunkan dari Musa acuminata dan Musa balbisiana (Purseglove, 1972). Musa acuminata (genom A) dan Musa balbisiana (genom B) memiliki beberapa karakteristik yang berbeda (Tabel 1) yang digunakan untuk menentukan skor dari ploidi yang dihasilkan dari persilangan kedua genom tersebut. Pisang dengan karakteristik yang sama dengan Musa acuminata diberi skor 1, sedangkan pisang dengan karakteristik seperti Musa balbisiana diberi skor 5. Karakteristik pisang yang berada di antara keduanya diberi skor 2, 3 dan 4 sesuai dengan tingkatannya. Pisang AAB memiliki skor 24 – 46 (Robinson, 1999). Tabel 1. Karakteristik yang Digunakan untuk Skor Taksonomi Kultivar Pisang (Robinson, 1999). Karakteristik
Musa acuminata
Musa balbisiana
Warna batang semu
Berbintik coklat atau hitam lebih banyak
Sedikit atau tidak berbintik
Saluran tangkai daun
Tepi terbuka atau melebar, tidak membentuk batang semu yang rapat
Tepi tertutup dan membentuk batang semu yang rapat
Pedunkel
Biasanya berbulu atau berambut
Glabrous
Tangkai bunga
Pendek
Panjang
4 Tabel 1. Lanjutan… Karakteristik
Musa acuminata
Musa balbisiana
Ovul
Dua baris regular pada tiap lokul
Empat baris iregular pada tiap lokul
Lebar jantung
Biasanya tinggi dengan rasio x/y < 0.28
Biasanya rendah dengan rasio x/y > 0.30
Gulungan jantung
Jantung menggulung ke arah luar saat terbuka
Jantung tidak menggulung saat terbuka
Bentuk jantung
Berbentuk seperti telur ramping dengan ujung meruncing
Berbentuk seperti telur dan tidak meruncing
Bentuk ujung jantung
Tajam
Tumpul
Warna jantung
Merah, ungu muda atau kuning di luar; merah muda, ungu muda atau kuning di dalam
Ungu kecoklatan di luar; merah tua cerah di dalam
Pemudaran warna
Di dalam jantung warna memudar menjadi kuning menuju pangkal
Di dalam jantung warna tetap hingga pangkal
Luka helaian jantung
menonjol
Sedikit menonjol
Mahkota bunga jantan
Berombak (corrugated) dekat ujung
Sangat jarang seperti ombak (corrugated)
Warna bunga jantan
Putih kekuningan
Merah dengan merah muda
Warna stigma
Jingga atau kuning
Krem, kuning pucat atau merah muda pucat
Menurut Purseglove (1972) dan Robinson (1999), grup pisang AAB memiliki beberapa subgrup, yaitu Plantain, Mysore, Silk, Pome, Pisang Raja dan Maia Maoli. Pisang Raja merupakan klon yang terkenal di Malaysia dan Indonesia, namun tidak dikenal di India dan Afrika. Di Malaysia, pisang ini sering dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan. Tanaman Pisang Raja kuat, buahnya manis dan dimakan mentah, memiliki perhiasan bunga berwarna kuning jingga, bunga jantan dan jantung persisten, memiliki 6-9 sisir per tandan, serta tahan terhadap penyakit Panama, bercak daun dan layu Fusarium.
5
Morfologi Pisang Menurut Purseglove (1972), tanaman pisang dapat mencapai tinggi 2 - 9 m, dengan bonggol yang berada di bawah tanah dan batang semu yang terbentuk dari sarung daun. Robinson (1999) menambahkan bahwa tanaman pisang merupakan tanaman tahunan yang bersifat monokotiledon, herba dan evergreen. Sistem perakaran tanaman pisang berupa akar adventif yang lunak. Akar primer muncul secara berkelompok tiga atau empat, dari permukaan silinder pusat sepanjang rhizome. Akar primer memiliki ketebalan 5 – 8 mm serta berwarna putih saat masih muda dan sehat. Rhizome yang sehat dapat menghasilkan 200 hingga 500 akar primer. Dari akar-akar primer berkembang sistem perakaran sekunder dan tersier, yang lebih tebal dan pendek daripada akar primer. Di dekat ujung akar dari akar primer dan lateral tumbuh rambut akar. Rambut akar ini bertanggung jawab dalam sebagian besar pengangkutan air dan mineral untuk tanaman. Efektivitas dari daya serap tanaman ditentukan oleh jumlah akar primer dan daya tembus akar dalam tanah (Purseglove, 1972; Robinson, 1999). Distribusi akar sangat dipengaruhi oleh jenis, kerapatan dan drainase tanah. Sistem perakaran adventif pisang secara horizontal dapat mencapai jarak 5 m, walaupun pada umumnya hanya sekitar 1 – 2 m. Zona perakaran vertikal pisang sangat dangkal dengan hanya 40% volume akar pada kedalaman 100 mm dan 85% pada kedalaman di atas 300 mm. Perakaran primer pisang jarang menembus tanah hingga di bawah 600 mm (Robinson, 1999). Batang tanaman pisang yang sesungguhnya berada sebagian atau seluruhnya di dalam tanah yang dikenal sebagai „tuberous rhizome‟. Rhizome yang telah dewasa memiliki diameter dan tinggi sekitar 300 mm walaupun akan berbeda menurut vigor dan kondisi tanaman. Rhizome pisang memiliki ruas yang sangat pendek dan tertutup oleh daun. Rhizome merupakan organ penyimpanan penting untuk mendukung pertumbuhan buah dan perkembangan anakan (Purseglove, 1972; Robinson, 1999). Setelah panen, bagian atas tanaman pisang umumnya ditebang atau mereka akan roboh secara alami. Tanaman akan berkembang biak dengan memproduksi anakan yang merupakan perkembangan dari tunas vegetatif pada rhizome selama pembentukan daun. Secara morfologi terdapat dua tipe anakan, yaitu anakan
6
pedang yang memiliki daun yang sempit dan dasar rhizome yang lebar, dan anakan air yang memiliki daun yang lebar dan dasar rhizome yang sempit. Anakan pedang memiliki hubungan yang kuat dengan tanaman induk dan biasanya terbentuk dari tunas aksilar bagian bawah rhizome induk. Anakan air berkembang dari tunas yang dangkal dekat dengan permukaan tanah atau bahkan di atas permukaan tanah, dan juga berasal dari rhizome yang sudah tua. Anakan air ini memiliki hubungan yang lemah dengan tanaman induk sehingga tidak dapat berkembang menjadi tanaman yang kuat dan vigor (Robinson, 1999). Daun tanaman pisang terbentuk secara spiral ke arah kiri dengan filotaksi satu pertiga saat tanaman muda dan secara bertahap menjadi empat persembilan saat tanaman dewasa (Purseglove, 1972). Daun pertama yang dihasilkan oleh meristem tengah dari anakan yang berkembang ialah scale leaves, diikuti oleh daun pedang yang ramping dan daun yang lebih lebar dengan lamina yang semakin lebar secara bertahap hingga tanaman dewasa, daun berukuran penuh dihasilkan setelah sekitar enam bulan. Daun terbesar dihasilkan saat menjelang pembungaan. Lapisan daun akan menjadi rapat dan tebal untuk membentuk „batang‟ atau batang semu tanaman pisang, yang akan memanjang seiring dengan bertambahnya jumlah daun yang muncul, mencapai tinggi maksimal saat munculnya bunga. Walaupun batang semu dewasa cukup kokoh dan mampu menyangga bobot tandan hingga lebih dari 50 kg, namun sangat berair mengingat 95% bagiannya berupa air (Purseglove, 1972; Robinson, 1999). Daun pisang yang sudah dewasa dapat memiliki panjang 1.5 - 2.8 m dan lebar 0.7 – 1.0 m pada kultivar Cavendish. Stomata terdapat pada kedua permukaan daun dengan intensitas pada permukaan bawah (sekitar 140 mm -2) sekitar tiga kali permukaan atas daun. Pisang dengan genom triploid memiliki daun yang lebih besar dan tebal daripada tanaman diploid (Robinson, 1999).
7
Syarat Tumbuh Menurut Nakasone dan Paull (1998), untuk memperoleh pertumbuhan yang baik dan produktivitas yang tinggi, pisang sebaiknya ditanam pada tanah dengan kandungan bahan organik dan kesuburan yang tinggi. Pisang dapat ditanam pada tanah dengan pH 4.5 – 7.5, dengan rekomendasi 5.8 – 6.5. Tekstur tanah dapat berupa pasir hingga liat berat. Sebagian besar pisang yang diekspor ditanam di tanah lempung aluvial. Tanah yang kaya akan humus akan baik untuk pertumbuhan dan produksi pisang. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan pisang berkisar 1500 - 3800 mm/tahun dengan 6 bulan basah (Samson, 1986). Pisang memerlukan pasokan air yang setara atau sedikit melebihi laju evaporasi air. Jika curah hujan di bawah evaporasi, maka diperlukan sistem irigasi yang baik (Nakasone and Paull, 1998). Menurut Samson (1986), suhu udara harian yang baik untuk pertanaman pisang berkisar 22.8°C – 32.4°C. Nakasone dan Paull (1998) menambahkan pada sebagian besar area produksi pisang, suhu udara berkisar 15 – 38°C, dengan suhu optimum sekitar 27°C. Suhu optimum untuk akumulasi bahan kering dan pemasakan buah sekitar 20°C dan untuk inisiasi daun baru sekitar 30°C. Menurut Nakasone dan Paull (1998), cahaya matahari penuh diperlukan untuk pertumbuhan yang terbaik, walaupun buah dapat terbakar, terutama jika pasokan air rendah. Naungan dapat memperpanjang siklus pertumbuhan hingga tiga bulan dan mengurangi ukuran buah.
Kebutuhan Nutrisi Tanaman Pisang Pisang membutuhkan jumlah nutrisi yang besar untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Nutrisi atau unsur hara ini sebagian besar diperoleh dari tanah dan bahan tanaman yang membusuk, sedangkan sisanya diperoleh dari pemberian bahan organik dan pemupukan. Menurut Purseglove (1972), jumlah hara yang terambil oleh tanaman pisang dengan produktivitas 25 ton/ha ialah 17-28 kg N/ha, 6-7 kg P2O5/ha dan 56-78 kg K2O/ha. Menurut Nakasone and Paull (1998), kebutuhan nitrogen tanaman pisang sekitar 388 kg/ha/tahun, fosfor 52 kg/ha/tahun, kalium 1438 kg/ha/tahun, kalsium 227 kg/ha/tahun dan magnesium 125 kg/ha/tahun. Robinson (1999) menambahkan, kebutuhan nitrogen untuk jenis
8
tanah berat seperti di Afrika Selatan dengan pencucian hara yang minimum ialah 150 kg/ha/tahun. Di Costa Rica, dengan produktivitas dan curah hujan yang tinggi, terdapat aliran permukaan serta pencucian tanah yang tinggi, nitrogen diaplikasikan 300 hingga 450 kg/ha/tahun. Fosfor diaplikasikan dalam bentuk superfosfat 50 kg P/ha/tahun. Aplikasi kalium di daerah subtropis dengan produktivitas kurang lebih 50 ton/ha sebesar 400 hingga 500 kg/ha/tahun, sedangkan untuk daerah yang miskin kandungan kalium tanahnya, dapat diaplikasikan hingga 1 200kg/ha/tahun. Menurut Samson (1980) gejala-gejala defisiensi unsur hara pada pisang adalah sebagai berikut: N
warna pucat, ukuran daun mengecil, pertumbuhan lambat
P
warna gelap, waktu kemunculan daun yang lambat, klorosis marjinal
K
penurunan pertumbuhan, klorosis pada daun tua
S
klorosis pada daun muda
Mg
bintik-bintik ungu pada petiol („le bleu‟)
Fe
klorosis interveinal pada daun muda
Mn
klorosis interveinal marjinal pada daun muda
Zn
daun memendek, perumbuhan terhambat
Cu
drooping, daun menyerupai payung
Nitrogen Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk nitrat (NO3) dan amonium (NH4+). Amonium umumnya diserap dan digunakan oleh tanaman saat masih muda, sedangkan nitrat diperlukan saat pertumbuhan cepat. Nitrat yang diserap tanaman akan diubah menjadi bentuk amina (NH2-) yang merupakan penyusun asam amino. Dua puluh asam amino merupakan prekursor dari rantai polipeptida yang menyusun protein, sedangkan dua asam amino lainnya, glisin dan glutamat merupakan prekursor basa nitrogen. Selain pembentukan asam amino, protein dan basa nitrogen, nitrogen juga berperan dalam pembentukan asam nukleat, nukleotida, amida dan amina. Selain itu, nitrogen juga penting dalam penyusunan molekul klorofil dan dinding sel (Bennett, 1996).
9
Robinson (1999) menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur kunci dalam kebutuhan hara pisang dan tambahan nitrogen harus diberikan secara berkala bahkan pada tanah yang subur. Tanaman pisang tidak dapat menyimpan nitrogen sehingga jika terjadi ketidakcukupan dalam pertumbuhan tanaman, gejala defisiensi akan timbul dengan cepat. Gejala defisiensi nitrogen pada pisang berupa pemucatan daun pisang dengan tangkai daun, midrib dan sarung daun menjadi sedikit berwarna pink kemerahan. Sedangkan jika terjadi kelebihan nitrogen, warna daun pisang akan menjadi hijau gelap. Menurut Plaster (2003), jika terjadi kelebihan nitrogen, tanaman akan menjadi lunak, lemah, mudah terluka, mudah terserang hama dan penyakit serta memperlambat proses penuaan dan pemasakan. Resh (2004) menambahkan gejala kelebihan nitrogen yaitu daun berwarna hijau gelap dengan daun yang sangat banyak. Di lain pihak, pertumbuhan akar tanaman akan terhambat.
Fosfor Fosfor diserap tanaman dalam satu di antara dua bentuk, yaitu ion monovalen fosfat (H2PO4-) atau ion divalent fosfat (HPO42-). Bentuk ion yang diserap bergantung kepada kondisi pH tanah. H2PO4- mendominasi pada tanah dengan pH kurang dari 7.2, sedangkan HPO42- pada pH lebih dari 7.2 (Bennett, 1996). Bennett (1996) juga menjelaskan bahwa fosfor sangat berperan dalam siklus hidup tanaman dan penting dalam pertumbuhan reproduktif. Fosfor mempromotori kematangan yang lebih cepat dan berpengaruh terhadap kualitas buah. Robinson (1999) menyatakan bahwa kebutuhan fosfor tanaman pisang tidak sebesar nitrogen dan kalium. Tanaman pisang mengakumulasi fosfor yang dibutuhkan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Tanaman pisang menyerap sebagian besar kebutuhan fosfor pada fase vegetatif, antara tiga hingga sembilan bulan setelah tanam. Selama fase reproduktif, penyerapan fosfor berkurang 80%. Tanaman pisang yang mengalami defisensi fosfor akan menunjukkan gejala pengkerdilan tanaman, pertumbuhan akar yang lemah, terjadi klorosis marjinal pada daun tua dan terbentuknya bercak hijau kebiruan pada daun muda.
10
Plaster (2003) menjelaskan bahwa kekurangan fosfor dapat menyebabkan pertumbuhan daun yang lambat, sedikit dan lebih kecil. Tanaman dapat menjadi lebih hijau gelap dibandingkan dengan yang normal. Tanaman yang kekurangan fosfor sering memiliki daun dan batang yang berwarna ungu, dimulai dari daun yang lebih bawah dan tua. Sementara kelebihan fosfor dapat mengikat beberapa unsur hara tanaman, seperti besi. Resh (2004) menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ditemukan adanya gejala utama pada kasus kelebihan fosfor. Gejala yang muncul biasanya menunjukkan gejala kekurangan tembaga dan seng.
Kalium Kalium dibutuhkan tanaman untuk menjaga turgiditas dan potensial osmosis sel. Dengan jumlah kalium yang cukup, dinding sel akan lebih tebal dan stabil. Hal ini berpengaruh terhadap ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu, dengan jumlah kalium yang cukup, buah dan sayur mempunyai umur simpan yang lebih panjang (Bennett, 1996). Menurut Lægreid et al. (1999) penggunaan kalium oleh tanaman tidak hanya bergantung pada ketersedian kalium di tanah, tetapi juga pada hara lainnya, jumlah NH4+ atau Mg2+ yang berlebih menghalangi penyerapan kalium oleh tanaman. Kalium umumnya diambil tanaman tidak berlebih. Pada jeruk misalnya, buah yang terbentuk akan memiliki mutu yang rendah pada tingkat kalium yang tinggi. Kelebihan kalium dapat menyebabkan defisiensi magnesium, mangan, seng atau besi (Resh, 2004). Menurut Robinson (1999), kalium merupakan unsur terpenting bagi tanaman pisang. Penyerapan kalium dari tanah bergantung pada konsentrasi kalium tanah dan fase perkembangan tanaman. Batas maksimal kalium tanah yang dapat diserap dipengaruhi oleh iklim, kecepatan tumbuh, vigor akar, status air tanah, penyakit dan kelebihan atau kekurangan kation lainnya. Penyerapan lebih tinggi saat awal fase perkembangan vegetatif dibandingkan selama perkembangan buah.
11
Gejala defisiensi kalium pada pisang ialah terjadinya klorosis berwarna kuning-jingga dan kematian yang cepat pada daun yang tua. Selain itu, defisiensi kalium juga menyebabkan penyusutan ukuran daun, penundaan inisiasi jantung, penurunan jumlah buah per tandan dan penyusutan ukuran buah (Robinson, 1999). Defisiensi kalium dapat pula menghambat kemampuan tanaman untuk menyerap nitrogen, sehingga meningkatkan kemampuan pencucian nitrat (Lægreid et al., 1999). Gejala defisiensi kalium yang lain adalah “bekas terbakar yang menyeluruh”, atau ujung daun tua yang terbakar. Pada beberapa kasus, seluruh daun menjadi kuning (Plaster, 2003).