4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk dalam famili Solanaceae genus Capsicum dan spesies Capsicum annuum L. Cabai merupakan tanaman asli dari benua Amerika. Cabai adalah tanaman herba yang sebagian besar menjadi berkayu pada pangkal dan batangnya. Buah cabai adalah buah tidak pecah, menggantung atau tegak, merupakan buah buni (beri) yang berbiji banyak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Kandungan gizi 100 gram buah cabai merah meliputi 90% air, 32 kal energi, 0.5 gram protein, 0.3 gram lemak, 7.8 gram karbohidrat, 1.6 gram serat, 0.5 gram abu, 29.0 mg kalsium, 45 mg fosfor, 0.5 mg besi, 470 IU vitamin A, 0.05 mg tiamin, riboflavin 0.06 mg, niasin 0.9 mg, 18.0 mg asam askorbat (Ashari, 2006). Selain itu cabai mengandung Capsicin (C18H27NO3) dan Capsantin (C40H58O3). Buah cabai merah mengandung vitamin A dan vitamin C yang lebih banyak dibandingkan cabai hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Walaupun banyak varietas pada tanaman cabai namun umumnya mempunyai ciri yang hampir sama. Tanaman cabai umumnya mempunyai tinggi tanaman 50-90 cm. Tangkai daunnya horizontal dengan panjang 1.5-4.5 cm. panjang daun sekitar 4-10 cm dan lebar 1.5-4 cm. Akar berupa akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral. Akar lateral merupakan akar serabut dan dekat di permukaan tanah menyebar horizontal 30-50 cm dan dapat menembus tanah 30-60 cm (Setiadi, 2008). Posisi bunga menggantung dengan mahkota berwarna putih. Mahkota bunga terdiri dari 5-6 helai dengan panjang 1-1.5 cm dan lebar 0.5 cm. Panjang tangkai bunga 1-2 cm. Tangkai putik berwarna putih dengan panjang berkisar 0.5 cm. Kepala putik berwarna kuning kehijauan sedangkan tangkai sari putih dan yang dekat kepala sari ada bercak kecoklatan. Panjang tangkai sari sekitar 0.5 cm. Kepala sari berwarna (Setiadi, 2008).
ungu dengan warna serbuk sari kuning kecoklatan
5
Budidaya Cabai Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Syarat tumbuh tanaman cabai meliputi suhu 16-230C dengan suhu optimum 15-200C. Struktur tanah yang cocok adalah yang remah dan kaya bahan organik dengn pH berkisar antara 5.5-6.5 (Ashari, 2006). Budidaya cabai diawali dengan pengolahan lahan. Persemaian dilakukan selama kurang lebih empat minggu selama dilakukan pengolahan lahan. Benih ditanam dalam kantong plastik kecil-kecil atau dapat pula digunakan tray. Setiap lubang tray ditanam satu butir benih untuk memudahkan pemindahan ke lapang. Media tanam yang digunakan dalam persemaian adalah campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (Setiadi, 2008). Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah bibit dipindahkan meliputi penyulaman, pemangkasan tunas air, pemupukan, penyiraman, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman yaitu mengganti bibit yang rusak atau mati karena berbagai sebab di lapangan. Jumlah bibit persediaan untuk cadangan berkisar antara 5-10% dari jumlah total kebutuhan. Pemangkasan tunas air yaitu kegiatan membuang tunas-tunas baru yang tumbuh pada batang utama. Kegiatan ini dilakukan saat tanaman berumur 45-50 hari setelah tanam. Selain itu juga dilakukan pengajiran. Ajir merupakan alat bantu yang terbuat dari belahan bambu yang berfungsi membantu tegaknya tanaman cabai merah. Ajir dibuat dengan ukuran panjang 125-150 cm, lebar 4 cm dan tebal 2 cm. Pemupukan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali. Umumnya pupuk yang digunakan 100-150 kg Urea/ha, 75-100 kg SP-36/ha dan 200 kg KCl /ha. Penyiraman sangat penting terutama setelah bibit ditanam di lapang yang dilakukan secara intensif hingga tanaman berumur 40-50 hari (Setiadi, 2008). Pada umumnya pengendalian hama yang dilakukan belum sesuai dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam konsep ini bila serangan belum mengekibatkan kerugian secara ekonomi maka tidak dilakukan pengendalian secara kimia. Hama yang menyerang tanaman cabai antara lain lalat buah, ulat grayak (Spodoptera litura), kutu daun (Aphis gossypii), thrips, tungau dan ulat tanah. Penyakit yang menyerang cabai antara lain Antraknosa (Colletotrichum
sp),
bercak
daun
(Cercospora
capsici),
layu
bakteri
6
(Pseudomonas sp), busuk daun (Phytopthora capsici), layu fusarium (Fusarium sp), dan penyakit mosaik daun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Methylobacterium spp Bakteri dari genus Methylobacterium sudah banyak diteliti sebagai salah satu contoh bakteri fakultatif methylotrof. Bakteri ini diklasifikasikan sebagai αproteo bacteria dan dapat tumbuh
pada senyawa C1 seperti methanol dan
metilalamin sebaik pada senyawa C2, C3, dan C4 (Lidstrom dan Christoserdova, 2002). Methylobacterium banyak terdapat di alam. Ismail (2002) menyatakan bahwa Methylobacterium spp dapat ditemukan pada permukaan daun tanaman nangka, rambutan, belimbing, sawo. Selain itu dapat ditemukan pada tanaman sayuran lalapan seperti pohpohan, selada, kemangi, dan kecambah kacang hijau (Riupassa, 2003). Isolasi dari beberapa daun clover merah dan gandum menunjukkan kelimpahan populasi PPFM menurun dari musim semi ke musim panas, namun meningkat lagi saat akhir musim panen (Omer, 2004). Methylobacterium spp juga dapat ditemukan pada daun kantong semar (Nephentes), anggrek hitam (Coelogyne pandurata), durian lai (Durio kutejensis) dan ulap doyo
(Curculigo latofolia) dengan kelimpahan
yang tinggi
(Salma et al., 2005). Holland dan Pollaco (1992) menyatakan bahwa beberapa jenis Methylobacterium
berhubungan dengan metabolisme nitrogen pada tanaman
dengan menggunakan urease bakteri. Selain itu Sy et al. (2001) menyatakan bahwa beberapa strain Methylobacterium dapat mengefisienkan fiksasi nitrogen dengan membentuk bintil pada simbiosis dengan tanaman kacang-kacangan. Koenig et al. (2002) menyatakan bahwa banyak strain bakteri Methylobacterium sp. dapat menghasilkan sitokinin trans-zeatin yang disekresikan pada media kultur yang dapat menstimulasi perkecambahan benih kedelai. Hasil penelitian Ryu et al. (2006) menunjukkan bahwa dengan perlakuan Methylobacterium pada tanaman cabai yang telah diekstrak terlihat adanya akumulasi hormon indole acetic acid (IAA) sebesar 61.65 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 68.27 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe
7
CBMB110, sitokinin yaitu trans zeatin (t-ZR) sebesar 0.022 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 0.013 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB110 dan dihidrozeatin ribosid (DHZR) sebesar 0.562 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan pada bakteri tipe CBMB110 sebesar 0.658 pmol/g bobot basah. Sedangkan pada tanaman tomat hanya ditemukan konsentrasi sitokinin t-ZR sebesar 0.013 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 0.012 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB110 dan DHZR sebesar 0.475 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB20 dan 0.431 pmol/g bobot basah pada bakteri tipe CBMB110 tanpa adanya IAA. Widajati et al. (2008) menyatakan bahwa Methylobacterium spp strain TD-J7 dapat menghasilkan hormon auksin 9.13 ppm, trans-zeatin 74.37 ppm dan gibrelin 98.75 ppm dan pada isolat strain TD-TPB3 menghasilkan IAA 96.56 ppm, trans zeatin 33.14 ppm dan giberelin 129.83 ppm. Menurut Fitriarini (2008) isolat bakteri Methylobacterium spp dapat digunakan untuk invigorasi benih padi dengan viabilitas awal 70% dengan meningkatkan kecepatan tumbuh pada perlakuan menggunakan isolat TD-G3 sebesar 9.98 %. Pada benih dengan viabilitas awal 82% dengan isolat TD-J7, TD-G3, TD-J10, TD-TPB3, dan TD-L2 dapat meningkatkan kecepatan tumbuh masing masing sebesar 11.14%, 11.31%, 11.75%, 12.45%, dan 13.13%. Menurut Amin (2008) isolat Methylobacterium spp dapat mematahkan dormansi benih padi varietas Ciherang pada pada after ripening 5 minggu dengan nilai DB > 85% dan mempersingkat persistensi dormansi.
Safariyah (2009) menyatakan bahwa
aplikasi Methylobacterium spp dapat mematahkan dormansi benih padi pada minggu ke-2 after ripening. Aplikasi
Methylobacterium
spp
pada
tahap
persemaian
dapat
meningkatkan daya tumbuh bibit dan keserempakan tumbuh secara nyata, juga dapat meningkatkan jumlah gabah bernas per malai dan bobot gabah bernas per rumpun (Safariyah, 2009). Selain itu isolat TD-TPB3 dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi pada parameter KCT sebesar 13.55% KN/etmal menjadi 18.66% KN/etmal dan Indeks Vigor 22.67% menjadi 70.67% pada benih dengan viabilitas awal sedang (Kurniati, 2009).
8
Inokulasi isolat bakteri Methylobacterium yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum strain SB120 mempunyai dampak yang signifikan pada parameter pertumbuhan, penyerapan nutrisi dan daya hasil kedelai dengan peningkatan panjang dan lebar tajuk sebesar 12.60 cm dan 30.33 cm
dan
peningkatan panjang dan lebar akar sebesar 18.41 cm dan 30.33 cm (Radha et al., 2009). Meenakashi dan Savalgi (2009) menyatakan bahwa terdapat peningkatan jumlah bintil akar pada 45 dan 60 hari pada perlakuan dengan aplikasi pada benih dan penyemprotan dibandingkan dengan perlakuan inokulasi benih menggunakan Bradyrhizobium japonicum saja. Total bobot kering kedelai meningkat 41.67% pada perlakuan inokulasi Methylobacterium sp. dan B. japonicum dengan penyemprotan pada 20, 30 dan 45 hari dibandingkan dengan kontrol. Penelitian
Radha
et
al.
(2009)
menunjukkan
bahwa
aplikasi
Methylobacterium sp. dan Bradyrhizobium japonicum strain SB120 pada benih secara signifikan dapat meningkatkan parameter pertumbuhan tanaman kedelai meliputi bobot tanaman, jumlah daun dan berat kering akar dengan penanaman dalam pot pada kondisi rumah kaca. Total bobot kering kedelai meningkat 41.67% pada perlakuan inokulasi Methylobacterium sp. dan B. japonicum dengan penyemprotan pada 20, 30 dan 45 hari dibandingkan dengan kontrol (Meenakashi dan Savalgi, 2009). Menurut Yim et al. (2009) inokulasi Methylobacterium suomiense CBMB120-gfp29 dengan cara penyemprotan saat tanaman berumur 1, 15, 40, 70, 90, 120 dan 140 hari dapat meningkatkan tinggi tanaman 0.96% sampai 24.76% dan bobot kering biomassa cabai 2.98% sampai 40.82%. Hasil penelitian Goni (2010) menunjukkan bahwa aplikasi Methylobacterium spp strain TD-J7, TD-TPB3 dan kombinasi TD-J7+TD-TPB3 dapat meningkatkan vigor benih dan bibit cabai besar. Aplikasi Methylobacterium spp strain TD-J7+TD-TPB3 dengan cara rendam+semprot setiap dua minggu dapat meningkatkan jumlah daun, bobot kering bibit dan persentase bibit berbunga sebesar 2.4 helai, 0.142 gram, dan 10.9% pada benih dengan viabilitas awal 62%. Sedangkan pada benih dengan viabilitas awal 90% aplikasi tersebut dapat meningkatkan jumlah daun 4.3 helai dan persentase bibit berbunga 30.5%.
9
Menurut Yim et al. (2010) perlakuan benih dengan Methylobacterium oryzae strains CBMB20 dan CBMB110 menunjukkan peningkatan panjang akar dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan Methylobacterium oryzae strains CBMB20 dan CBMB110 secara signifikan menunjukkan peningkatan akumulasi sitokinin t-ZR dan DHZR pada ekstrak tanaman cabai dan tomat. Percobaan di rumah kaca menunjukkan peningkatan biomassa cabai dan kolonisasi bakteri filosfer. Chauhan et al. (2010) menyatakan bahwa efek pemacu pertumbuhan dari Methylobacterium oryzae CBMB20 signifikan pada perlakuan pemupukan yang lebih rendah dan pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata pada perlakuan pemupukan antara 100% dan 300% pada tanaman yang diberi perlakuan Methylobacterium oryzae CBMB20 dan penyemprotan 1% methanol. Dengan aplikasi Methylobacterium oryzae CBMB20 dan penyemprotan methanol maka aplikasi pemupukan dapat dikurangi tanpa adanya pengurangan yang nyata pada akumulasi biomassa dan daya hasil tanaman. Hasil penelitian Deka Boruah et al. (2010) pada kondisi rumah kaca inokulasi Methylobacterium sp
dengan aktivitas 1-aminocyclopropane-1-
carboxylate Deaminase (ACCD)+IAA atau tanpa IAA meningkatkan ketegaran bibit cabai dan tomat yang terlihat dari rata-rata panjang nodul dan bobot spesifik daun, namun pengaruh ini setara dengan aplikasi IAA dengan konsentrasi yang rendah. Zat Pengatur Tumbuh Indole Acetic Acid (IAA) merupakan salah satu bentuk dari auksin yang berperan dalam mendorong pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukan akar, pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah partenokarpi, pada tanaman diocious, dominasi apical, respon tropisme,
serta
menghambat
pengguguran
daun,
bunga
dan
buah
(Wattimena et al., 1992). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pemberian auksin dapat memacu pemanjangan potongan akar atau akar utuh pada banyak spesies dengan konsentrasi yang sangat rendah (10-7-10-13 tergantung
10
jenis dan umur akar) dan pada konsentrasi tinggi dapat menghambat pemanjangan akar. Pemberian auksin dapat memacu pembentukan dan pemanjangan akar pada stek tanaman Makadamia. Menurut Sianturi (1996) pemberian auksin dengan jenis dan konsentrasi yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap keberhasilan stek Makadamia. Perlakuan Rhizopon AA 1% menunjukkan kualitas akar yang terbaik dengan jumlah stek berakar 25%, jumlah akar 17.4 buah dan rata rata panjang akar 11.4 cm. Sitokinin berperan dalam mendorong pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan buah partenokarpi, serta dapat menghambat senescens dan absisi (Wattimena et al., 1992). Sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pertunasan tanaman nanas. Perlakuan sitokinin sangat berpengaruh terhadap tinggi dan jumlah daun nenas saat pembibitan. Tinggi tanaman nanas tertinggi adalah pada perlakuan kontrol sebesar 15.29 cm dan terendah pada perlakuan TDZ 0.05 ppm yaitu 10.78 cm. jumlah daun terbanyak pada perlakuan TDZ 0.1 ppm sebesar 19.37 helai dan terendah pada perlakuan BAP 2 ppm sebesar 12.07 helai (Sari, 2008). Giberelin berperan dalam mengontrol proses-proses perkembangan tanaman yang meliputi perkecambahan, pemanjangan sel, dan perkembangan bunga dan benih. Dalam perkecambahan, giberelin memacu sintesis dan sekresi jumlah enzim hidrolitik yang berperan dalam proses penguraian protein, pati, lemak, dinding sel, dan asam asam nukleat dalam endosperm (Lakitan, 1996). Menurut penelitian Sari (2005) pemberian giberelin dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah. Perlakuan giberelin dengan konsentrasi 2 ppm nyata mempercepat umur berbunga dan mendorong keserempakan berbunga yang ditandai dari jumlah hari yang lebih sedikit untuk populasi tanaman mencapai berbunga 75%. Aplikasi giberelin 2 ppm juga meningkatkan hasil gabah ubinan maupun hasil gabah/ ha sebesar 16.4%. Waktu aplikasi di awal pertumbuhan (saat perendaman benih, menganak dan inisiasi malai) nyata meningkatkan indeks luas daun sedangkan aplikasi di akhir masa
11
pertumbuhan (inisiasi malai dan heading) nyata meningkatkan panjang malai dan jumlah gabah per malai. Menurut Haryantini dan Santoso dalam Sari (2010) pemberian 100 ppm GA3 dapat mengurangi kerontokan buah pada tanaman cabai. Selain itu, menurut Sari (2010) aplikasi GA3 100 ppm dan 200 ppm belum dapat mengurangi kerontokan buah cabai dalam pot. Hal ini terjadi karena pemberian GA3 dapat menghambat pertumbuhan generatif tanaman dan pada aplikasi 100 ppm GA3 menunjukkan persentase kerontokan buah sebesar 37.22%.