TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan tanaman yang telah dibudidayakan sejak tahun 2500 SM di dataran China. Tanaman ini berasal dari daerah Manchuria dan Jepang, Asia Timur (Suprapto, 2002). Pitojo (2003) mengklasifikasikan kedelai berdasarkan : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Subfamili
: Papilionoideae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max
Sistem perakaran kedelai terdiri atas akar tunggang dan akar sekunder (serabut). Akar tunggang umumnya hanya tumbuh pada kedalaman lapisan olah tanah yang tidak terlalu dalam yaitu 30 – 50 cm. Akar tunggang dapat mencapai kedalaman hingga lebih dari 2 m pada kondisi lahan optimal. Akar serabut tumbuh hingga kedalaman tanah 20 – 30 cm. Selain itu, akar adventif dapat terbentuk saat terjadinya cekaman kekeringan dan salinitas tinggi (Adisarwanto, 2006). Pertumbuhan tanaman kedelai dibagi menjadi tipe indeterminate dan determinate. Pertumbuhan vegetatif pada tipe determinate berhenti setelah fase berbunga, buku teratasnya mengeluarkan bunga, dan batang tanaman teratas cenderung berukuran sama dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi normal batang tidak melilit. Sebaliknya, tipe indeterminate membentuk bunga pertama pada buku bagian bawah batang, ukuran ujung batang lebih kecil dari batang bagian tengah dan terus melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya setelah berbunga (Adie dan Krisnawati, 2007).
6
Kedelai tergolong tanaman berbunga sempurna, yang memiliki organ reproduksi jantan dan betina pada satu bunga. Kedelai melakukan penyerbukan sendiri secara tertutup (kleistogami). Penyerbukan ini terjadi karena posisi kepala sari lebih rendah dari kepala putik pada waktu bunga masih kuncup dan ketika bunga hampir mekar kepala sari sama tinggi dan menempel pada kepala putik (Sumarno, 1985). Warna bunga kedelai umumnya adalah ungu dan putih. Periode berbunga kedelai untuk daerah subtropik adalah 3 – 5 minggu dan untuk daerah tropik sekitar 2 – 3 minggu (Fachruddin, 2000). Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai daun (trifoleat). Daun berbentuk bulat (ovale) dan lancip (lanceolate). Bentuk daun diperkirakan mempunyai hubungan dengan produksi tanaman, daun yang lebih lebar diperkirakan mampu menyerap sinar matahari lebih banyak daripada yang berdaun sempit. Beberapa varietas kedelai mempunyai bulu (trikoma) yang terdapat pada daun. Ketebalan bulu pada daun berkaitan dengan tingkat toleransi kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu (Adisarwanto, 2006). Kedelai dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai daerah dengan ketinggian 1200 m dpl. Suhu optimum bagi pertumbuhan kedelai adalah 25oC – 30oC dengan curah hujan berkisar antara 150 mm – 200 mm/bulan, lama penyinaran matahari 12 jam/hari, dan kelembaban rata-rata 65% (Fachruddin, 2000). Kedelai dapat tumbuh optimal dengan produktivitas maksimal sekitar 2 ton biji kering per ha jika ditanam pada wilayah yang curah hujannya 300-400 mm per 3 bulan dengan ketinggian tempat (elevasi) 1-700 m di atas permukaan laut (Sumarno dan Manshuri, 2007). Pertanian Organik Pertanian organik merupakan sistem usahatani yang mengikuti prinsipprinsip alam dalam membangun keseimbangan agroekosistem agar bermanfaat bagi tanah, air, tanaman dan seluruh makhluk hidup yang ada sehingga mampu menyediakan bahan-bahan yang sehat, khususnya pangan bagi kehidupan manusia (Sudaryanto, 2004). Pertanian organik menerapkan sistem pertanian berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk melindungi keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan penggunaan bahan-bahan sintetik (Winarno et al., 2003).
7
Pertanian organik bertujuan untuk memperoleh hasil optimal yang disertai dengan rotasi tanaman, penggunaan pupuk hijau, kompos, cover crop, dan mulsa. Rotasi tanaman merupakan pilihan pengganti pestisida, pupuk hijau dan kompos digunakan sebagai sumber hara untuk kesuburan tanah, sedangkan cover crop dan mulsa diterapkan untuk mencegah pertumbuhan gulma (Suwena, 2002). Budidaya
organik
berupaya
untuk
meniadakan
atau
membatasi
kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya konvensional. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya menjadi hara dalam larutan tanah setelah mengalami proses mineralisasi. Pertanian organik dapat mendaur-ulang unsur hara melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini bertolak belakang dengan sistem pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung (Sutanto, 2002). Kedelai Organik Budidaya kedelai secara organik menggunakan bahan-bahan organik sebagai sumber hara. Pupuk organik yang merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang (Sutedjo, 1994) dapat menjadi pilihan sumber hara bagi tanaman kedelai. Bahan organik dapat menyerap air sebanyak 5-10 kali beratnya, misalnya 1 kg bahan organik dapat menyerap 5-10 L air (Bintoro et al., 2007). Pupuk organik memiliki keunggulan dalam hal memperbaiki struktur tanah, meningkatkan bahan organik tanah, harga relatif murah, mengandung unsur hara makro dan mikro, menambah daya serap air, dan memperbaiki kehidupan mikroorganisme dalam tanah (Indriani, 2001). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk organik dapat menyebabkan unsur hara yang tidak tersedia
bagi tanaman menjadi mudah
diserap tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman. Penelitian yang dilakukan Melati et al. (2008) memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa pemberian pupuk organik secara tunggal dengan pupuk kandang ayam lebih baik dibandingkan pupuk organik yang lain. Namun,
8
perlakuan kombinasi pupuk organik menghasilkan jumlah dan bobot polong isi per tanaman lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk tunggal. Kombinasi pupuk organik memiliki peranan masing-masing, seperti: pupuk kandang ayam berperan membantu proses dekomposisi pupuk hijau dan kompos, pupuk hijau menyumbang hara yang terkandung (terutama N), sedangkan kompos berperan dalam meningkatkan bahan organik karena kandungan unsur makronya rendah. Pemberian pupuk organik dan adanya residu abu sekam padi dapat menurunkan intensitas serangan hama pada pertanaman kedua rata-rata sebesar 75% dari kontrol. Lebih rendahnya intensitas serangan hama pada perlakuan yang menggunakan abu sekam padi diduga disebabkan oleh kandungan utama yang terdapat didalamnya yaitu silikat dan karbon. Peranan silikat bagi tanaman selain sebagai unsur hara mikro juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan. Abu sekam dapat diberikan sebagai kombinasi dengan pupuk organik untuk menekan intensitas serangan hama, namun tidak dianjurkan untuk diberikan secara tunggal karena menyebabkan jumlah maupun bobot polong kedelai rendah (Melati et al., 2008). Pengendalian hama penyakit tanaman kedelai organik dilakukan dengan metode pengendalian hayati melalui penggunaan tanaman perangkap (trap crops) maupun pestisida biologis, seperti tahi kotok (Tagetes erecta) dan serai (Cymbopogon nardus). Tanaman tagetes dapat menghasilkan senyawa yang bersifat toksik bagi nematoda parasit tanaman (Agrios, 1997) dan dapat mengusir lalat putih maupun kupu-kupu kubis putih (Mac Donald, 1994). Menurut Kusheryani dan Aziz (2006), tanaman kedelai dengan tanaman penolak OPT jenis Tagetes erecta memiliki total intensitas serangan hama dan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kedelai dengan tanaman penolak OPT yang lain. Pupuk Hijau Pupuk hijau merupakan salah satu bahan organik yang digunakan sebagai pupuk dalam pertanian organik. Pupuk hijau berasal dari bagian-bagian tanaman seperti daun, tangkai dan batang yang dapat dimanfaatkan sebagai penambah bahan organik tanah dan unsur-unsur lainnya, terutama nitrogen (Lingga, 1998;
9
dan Sutanto, 2002). Pupuk hijau yang digunakan biasanya berasal dari tanaman legum karena memiliki kandungan N dan kemampuan mengikat nitrogen yang tinggi dibandingkan tanaman yang lain (Sugito, 1995). Pupuk hijau dapat memberikan keuntungan dalam memperkaya bahan organik tanah, memberikan lingkungan
yang
kondusif
bagi
perkembangan
mikroorganisme
tanah,
mengembalikan unsur hara yang tercuci dan menambah unsur N dalam tanah. Penggunaan pupuk hijau sebagai pupuk langsung dan penutup tanah sebaiknya dilakukan dengan menebarkan benih sekitar 3-4 bulan sebelum penanaman tanaman semusim (Marsono dan Sigit, 2001). Tithonia diversifolia atau bunga matahari Meksiko adalah salah satu jenis tanaman dari famili Asteraceae yang tumbuh baik pada tanah yang kesuburannya rendah. Tithonia merupakan tanaman semak yang tumbuh di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tithonia dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif melalui akar dan stek batang atau tunas (Jama et al., 2000). Tithonia merupakan tanaman yang mengandung unsur N dan K yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan sumber bahan organik tanah. Daun Tithonia kering mengandung 3.5 - 4.0% N, 0.35 - 0.38% P, 3.5 - 4.1% K, 0.59% Ca, dan 0.27% Mg. Pupuk hijau dari Tithonia juga dapat mensubstitusi pupuk KCl. Penggunaan Tithonia sebagai pupuk organik dapat meningkatkan berat segar tanaman karena mampu menyediakan nitrogen sebagai bahan dasar pembentukkan klorofil dan mudah terdekomposisi, sehingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Tithonia mempunyai potensi yang setara dengan pupuk anorganik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan Tithonia sebagai biofertilizer dapat memberikan respon yang lebih baik pada peningkatan berat segar tanaman (Widiwurjani dan Suhardjono, 2006). Centrosema pubescens termasuk tanaman dari famili Leguminoceae yang berasal dari Amerika Selatan. Centrosema pubescens termasuk tanaman legum yang tahan terhadap kondisi kering dan naungan (Reksohadiprodjo, 1981). Centrosema pubescens bersifat memanjat dan merambat, serta dapat dijumpai di pinggiran sungai, pantai, jalan dan perkebunan-perkebunan. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah masam dengan drainase yang buruk (Smith, 1985). Pemberian pupuk hijau jenis Centrocema pubescens dapat meningkatkan
10
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai lebih baik daripada penggunaan pupuk hijau jenis Colopogonium mucunoides (Sinaga, 2005). Pupuk Kandang Ayam Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, cair, bahan hamparan dan sisa makanan (Wuryaningsih, 1994). Campuran tersebut mengalami pembusukan dan menghasilkan kandungan hara yang menunjang pertumbuhan tanaman. Pupuk kandang mempunyai susunan kimia yang berbedabeda tergantung dari jenis ternak, umur ternak, keadaan ternak, sifat dan jumlah amparan, cara penanganan, dan penyimpanan sebelum digunakan (Soepardi, 1983). Komposisi pupuk kandang dari beberapa jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Pupuk Kandang yang Berasal dari Berbagai Jenis ternak Jenis Ternak Sapi Domba Babi Kuda Kerbau Kambing
Ayam
Bentuk Kotoran Kadar Air (%) Padat 85 Cair 92 Padat 60 Cair 85 Padat 80 Cair 97 Padat 75 Cair 90 Padat 85 Cair 90 Padat 60 Cair 85 Padat 55 Cair 97
N (%) 0.40 1.00 0.75 1.35 0.95 0.40 0.55 1.40 0.60 1.40 0.60 1.50 0.40 1.00
P (%) 0.20 0.15 0.50 0.05 0.35 0.10 0.30 0.02 0.30 0.02 0.30 0.13 0.10 0.80
K (%) 0.10 1.50 0.45 2.10 0.40 0.45 0.40 1.60 0.34 1.60 0.17 1.80 0.45 0.40
Sumber : Marsono dan Sigit (2001) Pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan bobot kering bintil akar sebanyak 162% dibandingkan tanpa pemberian pupuk. Pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah dan kadar P dalam daun, sehingga pemupukan 15 ton pupuk kandang ayam per ha dapat menghasilkan biji kedelai kering 4 kali lebih banyak dari tanaman yang tidak mendapat pupuk kandang (Melati et al., 2008). Penelitian yang dilakukan Sinaga (2005) menunjukkan bahwa pemberian 20 ton pupuk kandang ayam per ha
11
memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah vegetatif dan generatif tanaman kedelai. Residu Pupuk Organik Penelitian yang dilakukan Melati et al. (2008) memperlihatkan bahwa tingginya jumlah polong total pada pertanaman ke-dua disebabkan adanya residu pupuk organik dari pertanaman pertama sehingga ketersediaan hara di dalam tanah meningkat. Berbeda dengan pupuk buatan, ketersediaan hara dari pupuk organik lebih lambat karena pupuk organik memerlukan proses dekomposisi. Pupuk hijau dan kompos membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dekomposisi dibandingkan dengan pupuk kandang ayam, sehingga pada penanaman pertama hara belum banyak diserap oleh tanaman kedelai. Selanjutnya pada penanaman ke-dua diduga hara telah tersedia yang menyebabkan jumlah dan bobot polong isi kedelai lebih tinggi dibanding yang mendapat pupuk kandang. Menurut Widiyanti (2009), peningkatan dosis residu pupuk kandang sapi dapat meningkatkan bobot basah 100 butir biji kedelai. Sebaliknya, bobot basah dan bobot kering bintil akar menurun seiring dengan peningkatan residu pupuk kandang sapi. Kombinasi perlakuan residu pupuk kandang sapi 3 ton/ha dan residu pupuk guano 216 kg/ha mampu menghasilkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi dosis lainnya. Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat tinggi muka air tetap (± 5 cm di bawah permukaan tanah) sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air (Hunter et al., 1980). Tahap aklimatisasi tanaman kedelai terhadap jenuh air berlangsung selama 2-4 minggu setelah pelaksanaan irigasi dimulai (Lawn, 1985). Pada tahap aklimatisasi terjadi alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman untuk pertumbuhan akar dan bintil akar (Troedson et al., 1983). Budidaya jenuh air dapat meningkatkan kandungan N pada daun (Nathanson et al., 1984), meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar serta
12
aktivitas bakteri penambat N bila dibandingkan cara irigasi biasa (Troedson et al., 1983). Menurut Ghulamahdi (2007), budidaya jenuh air nyata meningkatkan kandungan ACC akar, etilen akar, glukosa akar, lingkar leher akar, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase, serapan hara daun, bobot kering tanaman, dan bobot kering biji/petak. Selain itu, budidaya jenuh air nyata menurunkan kandungan Ca dan Mg daun. Mekanisme adaptasi kedelai pada budidaya jenuh air dimulai dengan meningkatnya kandungan ACC akar yang diikuti oleh meningkatnya kandungan etilen akar. Etilen akar meningkatkan terbentuknya jaringan aerenkhima dan perakaran baru. Pertumbuhan akar-akar baru akan meningkatkan pembentukan bintil akar yang selanjutnya meningkatkan aktivitas nitrogenase dan meningkatkan serapan hara daun.