TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Budidaya Kedelai Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminos
Subfamili
: Papilionoidae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max
Nama ilmiah : Glycine max (L.) Merrill Kedelai merupakan tanaman herba yang tumbuh tegak, berbatang pendek (30-100 cm), memiliki 3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat sering kali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku, dan tahan rebah. Pada node pertama tanaman kedelai yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal, selanjutnya pada semua node di atasnya terbentuk satu daun bertiga (trifoliate). Daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga (trifoliate) mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak daun, setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Pitojo, 2007). Warna bunga kedelai biasanya putih dan ungu, setelah 7-10 hari bunga pertama muncul, polong kedelai akan terbentuk untuk pertama kali. Polongnya berwarna hijau saat masih muda dan akan berubah menjadi kuning kecokelatan saat masak, sementara itu warna kulit bijinya bervariasi, misalnya kuning, hitam, atau cokelat. Bijinya ada yang berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur, tergantung pada varietas tanaman, namun sebagian besar bijinya berbentuk bulat telur.
5 Kedalaman perakaran tanaman kedelai dapat mencapai 2 m, sedangkan penyebaran ke samping hingga 1.5 m. Pada akar kedelai tumbuh benjolan seperti puru, yang disebut bintil akar. Bintil akar merupakan bentuk simbiosis kedelai dengan bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen bebas dari udara. Adanya kerjasama ini memungkinkan kedelai untuk memenuhi sebagian hara nitrogen untuk pertumbuhannya (Purnamawati dan Purwono, 2009). Beberapa komponen penting yang termasuk dalam faktor iklim antara lain suhu, panjang hari, kelembaban udara, dan curah hujan. Pertumbuhan tanaman kedelai pada musim kemarau dengan kondisi suhu udara berkisar antara 20-30oC dianggap lebih optimal dengan kualitas biji yang lebih baik. Namun, suhu yang terlalu tinggi selama musim kemarau (>30oC) juga bisa menekan atau memperlambat proses perkecambahan biji sehingga polong menjadi lebih cepat masak dan polong menjadi mudah luruh (Adisarwanto, 2008). Kedelai tergolong tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila panjang hari (lama penyinaran) melebihi 16 jam dan mempercepat pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12 jam. Secara umum, persyaratan panjang hari untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 11-16 jam, dan panjang hari optimal untuk memperoleh produktivitas tinggi adalah panjang hari 14-15 jam. Di Indonesia panjang hari pada dataran rendah (1-500 m dpl), dataran sedang (501900 m dpl), dan dataran tinggi (901-1 600 m dpl) relatif konstan dan sama, sekitar 12 jam (Sumarno dan Manshuri, 2007). Kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap proses pemasakan biji kedelai karena semakin tinggi kelembaban, proses pemasakan polong akan semakin cepat sehingga proses pembentukan biji menjadi kurang optimal. Kelembaban udara yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 75-90%. Selain kelembaban udara, faktor lingkungan tumbuh yang sangat berpengaruh adalah kelembaban tanah. Penurunan kelembaban tanah dari 90% air tersedia menjadi 50% air tersedia dapat menurunkan hasil biji kedelai antara 3040%. Hal ini terutama bila penurunan kelembaban tanah tersebut terjadi pada periode pembentukan polong. Selama pertumbuhan tanaman, kebutuhan air untuk tanaman kedelai sekitar 350-550 mm. Kekurangan atau kelebihan air akan berpengaruh terhadap
6 produksi kedelai. Oleh karena itu, untuk mengurangi pengaruh negatif dari kelebihan air, dianjurkan untuk membuat saluran drainase sehingga jumlah air dapat diatur dan dapat terbagi secara merata. Ketersediaan air tersebut bisa berasal dari saluran irigasi atau dari curah hujan yang turun. Stadia tumbuh kedelai yang memerlukan curahan air yang banyak atau kelembaban tanah yang cukup tinggi adalah pada stadia awal vegetatif (perkecambahan), stadia berbunga, serta stadia pembentukan/pengisian polong. Namun, perlu diwaspadai bahwa curah hujan yang tinggi juga bisa menyebabkan polong busuk akibat kelembaban udara yang sangat rendah dan membuat kualitas biji yang dihasilkan menurun (Adisarwanto, 2008). Kedelai (Glycine max Merr) varietas ’’Wilis’’ dilepaskan pada tahun 1983 oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Wilis berasal dari galur F4 persilangan varietas No. 1682 dengan Orba, yang disilangkan di Bogor pada tahun 1975. Keturunan dari persilangan diseleksi dengan metode seleksi massa berstrata berdasarkan umur matang, mulai generasi F2 sampai F4. Pembuatan galur murni dilakukan pada generasi F4. Galur yang terbaik adalah No. 1682/1343-I-1-0, yang kemudian dilepas sebagai varietas baru, dengan nama Wilis. Dari 18 lingkungan percobaan, Wilis menghasilkan rata-rata 1 626 kg/ha, sedangkan varietas pembanding Orba 1 311 kg/ha, dan varietas lokal 1 269 kg/ha. Umur matang Wilis berkisar antara 85–90 hari, dengan rata-rata 88 hari. Varietas Wilis bertipe batang determinate, tinggi batang sedang (40–50 cm), batang kokoh, tegap, bercabang, dan tidak mudah rebah. Ukuran bijinya kecil, berbentuk bundar lonjong, berwarna kuning seragam dengan hilum warna cokelat tua. Wilis cocok ditanam pada lahan bekas padi sawah dengan pengolahan minimal atau tanpa pengolahan tanah. Jarak tanam yang sesuai dengan kedelai varietas Wilis adalah 40 cm x 15 cm, 45 cm x 10 cm, atau 50 cm x 10 cm, dengan populasi 350 000450 000 tanaman per hektar. Ukuran bijinya yang kecil, menguntungkan dalam penyimpanan benih (Sumarno et al., 1984). Berat 100 biji kedelai varietas Wilis sekitar 10 g, dengan kadar protein 37% dan kadar lemak 18%. Sifat unggul kedelai Wilis yang lainnya adalah agak tahan terhadap penyakit karat (Phakospora pachyrhizy) dan virus (Pitojo, 2007). Terhadap penyakit karat daun, Wilis menunjukkan reaksi toleran, yakni gejala
7 serangan karat hanya terjadi pada tanaman menjelang matang dan tidak mengakibatkan penurunan hasil secara nyata (Sumarno et al., 1984). Kedelai dikelompokkan dalam tiga kelompok umur, varietas kedelai yang berumur panjang (lebih dari 90 hari), varietas kedelai yang berumur sedang (antara 85-90 hari), dan varietas kedelai yang berumur pendek (antara 75-85 hari). Namun demikian, pertumbuhan varietas-varietas tersebut memiliki karakter utama yang hampir sama, yang dibedakan menjadi stadium pertumbuhan vegetatif dan stadium pertumbuhan generatif (Pitojo, 2007) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai Singkatan Stadia VF VC
Tingkatan Stadia Stadium pemunculan Stadium kotiledon
V1 V2
Stadium buku pertama Stadium buku kedua
V3
Stadium buku ketiga
Vn
Stadium buku ke-n
R1
Mulai berbunga
R2
Berbunga penuh
R3
Mulai berpolong
R4
Berpolong penuh
R5
Mulai berbiji
R6
Berbiji penuh
R7
Mulai matang
R8
Matang penuh
Sumber : Adisarwanto (2005)
Uraian Kotiledon muncul dari dalam tanah. Daun unifoliet berkembang, tepi daun tidak menyentuh. Daun terurai penuh pada buku unifoliet. Daun trifoliet yang terurai penuh pada buku di atas buku unifoliet. Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh, terhitung mulai buku unifoliet. N buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh, terhitung mulai buku unifoliet. Bunga terbuka pertama pada buku maupun batang. Bunga terbuka pada satu dari dua buku teratas pada batang dengan daun terbuka penuh. Polong sepanjang 5 mm pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang dengan daun terbuka penuh. Polong sepanjang 2 cm pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang dengan daun terbuka penuh. Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu diantara 4 buku teratas dengan daun terbuka penuh. Polong berisikan satu biji hijau yang mengisi rongga polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang dengan daun terbuka penuh. Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang. 95% dari polong telah mencapai warna polong matang.
8 Pertanian Organik Sistem pertanian organik adalah pertanian yang menghimpun seluruh imajinasi para petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Pertanian organik bertujuan untuk mengelola pertanian dan ekosistem sekaligus secara bersamasama (Sutanto, 2002). Pertanian organik dapat merehabilitasi kerusakan yang sudah terjadi dan mencegah kerusakan lebih lanjut dari alam. Kerusakan tanah karena penggunaan pupuk sintetik secara perlahan-lahan diperbaiki oleh penggunaan pupuk kompos, rotasi tanaman, dan sistem multicropping. Sistem rotasi tanaman dan multicropping juga dapat menekan ledakan hama dan penyakit. Semakin lama sebuah lahan dikelola secara organik maka semakin stabil ekosistem di lahan tersebut sehingga kecil kemungkinan terjadi ledakan hama. Apalagi dengan adanya kompos maka segala unsur yang dibutuhkan tanaman menjadi tercukupi (Saragih, 2008). Dalam pertanian organik, bahan yang digunakan juga harus berupa bahan organik yang dapat berupa pupuk organik. Pupuk organik merupakan hasil akhir dari penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, jerami, kompos, bungkil, guano, tepung tulang, dan lain sebagainya. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang oleh karenanya kesuburan tanah menjadi meningkat (Yuliarti, 2009). Sampai saat ini pemanfaatan limbah pertanian pada pertanian organik belum optimal dilakukan, apalagi abu sekam padi sebagai sumber hara khususnya kalium belum banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar petani dan bahkan belum banyak yang mengerti tentang manfaat abu sekam padi sebagai pupuk organik masa depan. Pada dasarnya pupuk organik dari abu sekam padi sangat baik untuk menggantikan pupuk kimia sebagai sumber kalium, yaitu KCl pada penyediaan hara kalium di dalam tanah. Akan tetapi belum terlihat pada jaringan tanaman khususnya tanaman sampel pada pertumbuhan vegetatif awal. Hal ini sangat
9 tergantung pada jenis tanah dan pengairan yang baik pada saat yang tepat, dan jenis tanaman yang dibudidayakan (Hadi, 2005). Sekam padi bila dibakar akan menghasilkan arang sekam atau abu sekam. Abu sekam padi dapat berfungsi mengubah struktur tanah menjadi gembur sehingga perakaran berkembang baik dan menjadi lebih kuat. Abu sekam padi berpengaruh nyata terhadap sifat biologis dan fisik tanah, selain itu juga karena abu sekam memiliki kandungan unsur silikat yang tinggi sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan (Asiah, 2006). Selain memiliki kandungan silikat yang tinggi, abu sekam padi juga memiliki kandungan unsur K yang relatif tinggi. Abu sekam padi dapat menurunkan intensitas serangan hama, tetapi sebaiknya tidak diberikan secara tunggal melainkan dikombinasikan dengan pupuk organik yang lain (Melati et al., 2008). Pupuk Kandang Ayam Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat dan cair dari ternak, yang tercampur dengan sisa makanannya serta alas kandang. Pupuk kandang yang diberikan ke lahan pertanian akan memberikan keuntungan, antara lain : memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi tanah, menambah kandungan humus atau bahan organik ke dalam tanah, meningkatkan (efektifitas) jasad renik, meningkatkan kapasitas penahan air, mengurangi erosi dan pencucian serta peningkatan KTK dalam tanah. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian pupuk kandang ayam dosis 20 ton/ha memberikan hasil yang nyata tertinggi terhadap peubah yang diamati, diantaranya yaitu : tinggi tanaman, indeks luas daun (ILD), jumlah cabang, jumlah ruas, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot polong panen/petak, bobot polong isi, dan bobot polong hampa pada tanaman kedelai (Sinaga, 2005). Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam padat mengandung 0.40% N, 0.10% P, dan 0.45% K, sedangkan kotoran ayam cair mengandung 1.00% N, 0.80% P, dan 0.40% K. Tidak semua unsur hara tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena sebagian hilang sewaktu pengolahan. Kehilangan tersebut
10 terutama karena pencucian serta dekomposisi aerob dan anaerob (Marsono dan Sigit, 2008). Pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar daripada pupuk kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat (Sutedjo, 2002). Produktivitas kedelai pada budidaya organik dengan pupuk kandang memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan budidaya konvensional dan organik tanpa pupuk, yang nilainya secara berturut-turut adalah 6.03, 1.80, dan 2.00 kg/10 m2 (Kurniasih, 2006), selain itu juga Iqbal (2008) mengemukakan bahwa dengan pemberian pupuk kandang dapat menyebabkan ketersediaan hara N, P, dan K di dalam tanah menjadi seimbang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Jerami Padi Jerami adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Pada waktu tanaman dipanen, jerami adalah bagian tanaman yang tidak dipungut. Bobot jerami padi merupakan fungsi dari (a) rejim air, (b) varietas, nisbah gabah/jerami, (c) cara budidaya, (d) kesuburan tanah, dan (e) musim, iklim, dan tinggi tempat (Makarim et al., 2007). Bahan organik berperan penting dalam pembentukan bahan organik tanah untuk jangka panjang. Sumber bahan organik yang mudah diperoleh di lahan sawah adalah sisa-sisa tanaman padi atau jerami padi (Indriyati et al., 2008). Pemberian jerami padi, baik mentah maupun yang telah diolah menjadi kompos ataupun dalam bentuk mulsa padi ke beberapa tanaman pangan sudah sering diteliti dan pada umumnya memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dan produksinya (Makarim et al., 2007). Tithonia diversifolia Salah satu jenis tanaman Asteraceae yang dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur adalah T. diversifolia atau bunga matahari Meksiko. Tanaman
11 ini telah menyebar hampir di seluruh dunia dan sudah dimanfaatkan sebagai sumber hara N dan K oleh petani Kenya, namun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan. T. diversifolia banyak tumbuh sebagai semak di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. T. diversifolia dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan sumber bahan organik tanah melalui teknik pertanaman lorong atau tanaman pembatas kebun. Tanaman T. diversifolia dapat memperbanyak diri secara generatif dan vegetatif, yaitu dari akar dan stek batang atau tunas, sehingga dapat tumbuh cepat setelah dipangkas. Daun T. diversifolia kering mengandung N 3.50-4.00%, P 0.35-0.38%, K 3.50-4.10%, Ca 0.59%, dan Mg 0.27%. Pupuk hijau dari T. diversifolia juga dapat mensubstitusi pupuk KCl (Hartatik, 2007). T. diversifolia merupakan gulma yang banyak tumbuh di daerah tropis, kaya unsur hara, mudah terdekomposisi, dan mengandung zat yang dapat menghalau ulat tanah serta dapat menyerap polutan. Hasil penelitian menunjukkan biofertilizer T. diversifolia mempunyai potensi yang setara dengan pupuk anorganik untuk pertumbuhan dan pertanaman sawi, selain itu biofertilizer T. diversifolia mempunyai peluang untuk mendukung sistem pertanian organik (Widiwurjani dan Suhardjono, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Kurniansyah (2010) perlakuan penambahan T. diversifolia memberikan pengaruh terbaik pada komponen pertumbuhan dan produksi kedelai dibandingkan dengan penambahan Centrosema pubescens ataupun perlakuan pupuk kandang secara tunggal. Produktivitas kedelai yang dihasilkan dengan penambahan T. diversifolia adalah sebesar 1.48 ton/ha. Pupuk Organik Cair Pupuk organik cair dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti kotoran ternak atau pupuk kandang dan hijauan. Pupuk kandang dapat digunakan dalam bentuk cair. Pupuk kandang cair dibuat dengan mencampur kotoran hewan dengan air kemudian diaduk. Dibutuhkan waktu kira-kira 2 minggu untuk melarutkan semua unsur hara yang terkandung pada pupuk ke dalam air. Larutan siap bila warnanya berubah menjadi coklat tua. Cara lain untuk memperkirakan kapan larutan siap digunakan adalah melalui penciuman. Pada hari pertama akan terasa bau amoniak yang kuat. Setelah 10-14 hari, bau tersebut akan berkurang. Dengan
12 menyimpannya terlebih dahulu sebelum digunakan maka akan meningkatkan kandungan fosfat sementara kandungan hara menjadi seimbang. Penggunaan pupuk kandang cair akan meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat oleh tanaman (Yuliarti, 2009). Aplikasi pupuk organik cair biasanya dilakukan dengan disemprotkan ke daun dan disiramkan langsung ke perakaran tanaman. Aplikasi pupuk organik cair dengan cara disemprotkan ke daun sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi terik matahari atau kelembaban rendah karena larutan pupuk akan cepat menguap. Aplikasi pupuk organik cair yang lain, yaitu dengan menyiramkan langsung ke perakaran tanaman. Cara aplikasi pemupukan ini lebih tepat untuk tanaman besar dan tanaman tahunan yang tidak terjangkau penyemprotan. Pemupukan akan lebih efisien bila dilakukan sekaligus dengan penyiraman tanaman (Marsono dan Sigit, 2008). Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair adalah air kelapa yang dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat bagi pupuk, seperti pada penelitian Sutari (2010) yang menyebutkan bahwa dengan
pemberian
air
kelapa
dicampur
dengan
daun
gamal
sebagai
mikroorganisme lokal dan urine sapi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Brassica juncea L. pada jumlah daun, tinggi tanaman, berat basah, dan berat kering. Afriani (2006) menyatakan bahwa senyawa penting bagi kultur jaringan yang terkandung dalam air kelapa adalah zat pengatur tumbuh. Kandungan zat pengatur tumbuh dalam air kelapa bermanfaat untuk menginduksi kalus serta menginduksi proses morfogenesis. Palungkun (1998) menyebutkan bahwa buah kelapa yang terlalu muda belum memiliki daging buah, yang ada hanya air yang disebut dengan air degan. Air kelapa muda ini mengandung mineral 4%, gula 2%, abu, dan air. Air kelapa dari buah tua hanya mengandung beberapa vitamin dalam jumlah kecil. Kandungan vitamin C nya hanya 0.70-3.70 mg/100 mg air buah, asam nikotinat 0.64 g/ml, asam panthotenat 0.52 g/ml, biotin 0.02 g/ml, riboflavin 0.01 g/ml, dan asam folat hanya 0.003 g/ml. Selain itu air kelapa dari buah yang tua juga mengandung asam amino bebas sebanyak 4.135 g/100 g sisa alkohol tidak terlarut. Jumlah air kelapa dari jenis kelapa dalam lebih banyak daripada jenis
13 hibrida. Air dari jenis kelapa dalam rata-rata 300 cc, sedangkan dari jenis hibrida rata-rata hanya 230 cc. Berat jenis air kelapa umumnya sekitar 1.02 dengan pH sekitar 5.6. Pupuk Hayati Pupuk hayati atau lebih dikenal dengan pupuk mikroba telah banyak beredar di pasaran dan di beberapa daerah mulai digunakan oleh petani. Pupuk mikroba menurut SK Menteri Pertanian No. R.130.760.11.1998 digolongkan ke dalam kelompok pupuk alternatif (Tombe, 2008). Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah (Yuwono, 2006). Salah satu contoh dari pupuk hayati yang banyak dijual di pasaran, yaitu merek Bioextrim. Pupuk hayati Bioextrim terdiri atas enam mikroba dengan populasi 103-105 cfu/ml (kandungan lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1). Aplikasi pupuk hayati ini dapat meningkatkan produksi kedelai sampai dengan 3.25 ton/ha di Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Grobogan, Jawa Tengah (Karjono, 2009). Pupuk hayati Bioextrim mengandung mikroba Azospirillum sp. yang berfungsi untuk menambat dan mengolah nitrogen sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan Azotobacter sp. dapat menambat nitrogen, melarutkan fosfat, dan menghasilkan hormon untuk pertumbuhan tanaman. Mikroba Bacillus sp. mampu melepaskan ikatan fosfor dari mineral liat, dengan demikian tanaman langsung dapat memanfaatkannya, sedangkan Pseudomonas sp. mampu melarutkan fosfat yang mengendap di dalam tanah menjadi fosfat yang dapat diserap tanah. Rhizobium spp. berfungsi dalam pembentukan nodul (Duryatmo, 2009).
14 Mikroorganisme Lokal (MOL) Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai bahan organik yang ada di alam, misalnya sampah tanaman (serasah) ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati. Sumber bahan organik lainnya adalah hewan ternak, unggas, dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran hewan merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi tanah pertanian. Bahan tersebut diproses dengan cara yang rumit oleh mikroorganisme lokal dalam tanah dan dirombak menjadi bahan organik yang diperlukan kehidupan tanaman (Yuliarti, 2009). Mikroorganisme lokal dapat berupa larutan. Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia. Larutan MOL mengandung unsur hara makro dan mikro, selain itu juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik perangsang pertumbuhan dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. Bahanbahan pembuatan MOL lainnya, yaitu : buah-buahan busuk (pisang, pepaya, mangga, dan lain-lain), rebung bambu, pucuk tanaman merambat, tulang ikan, keong, urine sapi, bahkan sampai urine manusia, darah hewan, bangkai hewan, air cucian beras, dan sisa makanan (Syaifudin et al., 2008). Keunggulan penggunaan MOL yang paling utama adalah murah bahkan tanpa biaya. Secara terperinci bahan utama dalam MOL terdiri dari dua jenis komponen, antara lain : a. Karbohidrat : air cucian beras (tajin), singkong, kentang, dan gandum. •
Glukosa : dari gula merah diencerkan dengan air, cairan gula pasir, gula batu dicairkan, dan air kelapa.
b. Sumber bakteri : keong mas, kotoran ayam, dan kulit buah-buahan (Hadinata, 2008).