perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 0
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) YANG DIMODIFIKASI PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN PONOROGO TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh Suharyanto NIM S851108069
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2013
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya yang dimilikinya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Apabila sumber daya manusia memiliki kualitas yang unggul, maka sumber daya alam yang ada dapat diolah sehingga menyumbangkan manfaat dan kontribusi besar bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Sumber daya manusia yang berkualitas pada umumnya lahir dari institusi pendidikan yang bermutu dan melalui proses pendidikan yang baik. Salah satu proses pendidikan yang baik adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, yaitu sekolah. Setiap sekolah memiliki kewenangan untuk mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di sekolahnya masing-masing dan untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya, antara lain kualitas pembelajaran matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang menempati posisi penting, sebab selain diujikan dalam Ujian Nasional dan menentukan kelulusan siswa, matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan menengah atas. Selain itu, matematika timbul karena olah pikir manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran yang disusun secara konsisten dengan mempergunakan logika deduktif. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan matematika di sekolah, yaitu untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan dalam kehidupan dunia nyata yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, kreatif, dan efisien serta bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan lainnya. commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Data prestasi Indonesia dalam ajang International Mathematics Olympiad (IMO) ke-52 yang berlangsung di Belanda pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada rangking ke-29 (bersama dengan Selandia Baru) dari 101 negara dengan total nilai 114. Hasil perolehan ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu tahun 2010 rangking ke-30 dari 96 negara dan tahun 2009 rangking ke-43 dari 104 negara. Namun, kondisi tersebut belum bisa menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan di Indonesia secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan kondisinya berbeda dengan dua data survey internasional lainnya, yaitu Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Data TIMSS tahun 2007 menunjukkan bahwa kemampuan atau prestasi matematika Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 49 negara yang disurvei, dengan nilai rata-rata 397. Nilai rata-rata Indonesia masih di bawah nilai rata-rata Internasional 500 dan jauh di bawah nilai rata-rata tertinggi 598, yaitu negara Taiwan. Indonesia juga jauh berada di bawah negara tetangga, yaitu Singapura dengan nilai rata-rata 594 dan Malaysia dengan nilai rata-rata 474. Berdasarkan data PISA tahun 2009 menunjukkan bahwa prestasi literasi matematika di Indonesia berada pada peringkat ke-61 dari 65 negara, dengan nilai rata-rata 371. Nilai rata-rata Indonesia ini juga di bawah nilai rata-rata Internasional 500 dan jauh di bawah nilai rata-rata tertinggi 600, yaitu negara China. Selain data itu, data nasional juga menunjukkan bahwa matematika menjadi salah satu penyebab banyak siswa yang tidak lulus pada saat Ujian Nasional. Berbagai data tersebut memberikan gambaran bahwa kualitas pembelajaran matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan. Secara khusus, permasalahan pembelajaran matematika juga terjadi di Kabupaten Ponorogo. Permasalahan tersebut salah satunya adalah mata pelajaran matematika masih menjadi beban bagi sebagian siswa di Kabupaten Ponorogo pada saat Ujian Nasional tahun pelajaran 2009/2010 dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya (perhatikan Tabel 1.1). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Ujian Nasional SMP di Kabupaten Ponorogo tahun 2010
Rata-rata
Bahasa Indonesia 7,85
Bahasa Inggris 6,94
Terendah
1,80
Tertinggi
10,00
Nilai Ujian
Matematika
IPA
7,64
7,70
2,20
1,50
2,00
10,00
10,00
10,00
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa nilai rata-rata matematika di bawah nilai rata-rata IPA dan Bahasa Indonesia serta nilai terendah matematika 1,50 merupakan nilai paling rendah dibandingkan dengan nilai terendah mata pelajaran lainnya. Demikian juga nilai matematika hasil Ujian Nasional di Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2009/2010 dan 2010/2011 berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) atau Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional diperoleh rekapan sebagai berikut. Tabel 1.2 Nilai Rata-rata Matematika Ujian Nasional Tingkat SMP di Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 dan Tahun 2011 Nilai Ujian
Tahun 2010
Tahun 2011
Nilai rata-rata
7,64
6,67
Nilai terendah
1,50
1,75
Nilai tertinggi
10,00
10,00
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa ada penurunan nilai rata-rata matematika Ujian Nasional tingkat SMP Negeri maupun Swasta di Kabupaten Ponorogo tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010, meskipun ada kenaikan nilai terendah yang diperoleh siswa. Permasalahan pembelajaran matematika ini juga terjadi pada kelas VIII di beberapa SMP Negeri di Kabupaten Ponorogo. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru matematika yang tergabung dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika dan observasi oleh peneliti di beberapa SMP Negeri di Kabupaten Ponorogo diperoleh bahwa belum semua commit to user siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran matematika di kelas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Beberapa siswa cukup antusias dan bersikap aktif dalam proses pembelajaran, namun masih banyak juga siswa yang besikap pasif dalam mengikuti pelajaran. Hal ini mungkin disebabkan siswa merasa kurang percaya diri dan kurang mampu dalam menguasai materi mata pelajaran. Indikator masalah ini antara lain: hanya sedikit siswa yang berani bertanya, kebanyakan siswa masih ragu-ragu jika menjawab pertanyaan yang diajukan guru, sebagian siswa yang duduk di belakang bicara sendiri dan sebagian siswa diam saja ketika diskusi kelompok maupun presentasi serta masih ada siswa yang tengok kanankiri ketika ulangan. Selain kenyataan di atas, berdasarkan analisis hasil evaluasi belajar di SMPN 1 Jetis Ponorogo pada tahun pelajaran 2009/2010 sampai dengan 2011/2012 diperoleh data bahwa tingkat ketuntasan setiap ulangan matematika (dengan nilai kriteria ketuntasan minimal 73) masih sangat rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya. Banyaknya siswa yang tuntas pada setiap ulangan harian hanya berkisar 8 sampai 15 siswa saja dari 28 siswa per kelas, akibatnya siswa yang mengikuti program remidi rata-rata lebih dari 50% dari jumlah siswa di kelas tersebut untuk setiap ulangannya. Nilai rata-rata ketercapaian ketuntasan yang tergolong rendah untuk setiap tahunnya adalah pada kompetensi dasar atau indikator tertentu. Salah satunya adalah pada kompetensi dasar “menentukan gradien, persamaan garis lurus dan grafiknya”. Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) atau Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional juga, diperoleh bahwa persentase penguasaan materi mata pelajaran matematika hasil Ujian Nasional tahun 2010 di rayon Ponorogo pada indikator “menentukan gradien, persamaan garis lurus, dan grafiknya” adalah 56,01 dan mengalami penurunan di tahun berikutnya, yaitu Ujian Nasional tahun 2011 adalah 52,95. Selain itu, hasil Ujian Nasional tahun 2011 di Kabupaten Ponorogo diperoleh nilai matematika terendah adalah 1,75 dan daya serapnya pada kompetensi dasar tersebut (52,95) juga lebih rendah dari daya serap Tingkat Nasional (60,72). Hasil ini meliputi sekolah tingkat SMP Negeri maupun Swasta di Kabupaten Ponorogo. Oleh karena commit user pokok persamaan garis lurus.` itu, perlu sekali dilakukan penelitian padato materi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Berdasarkan hasil observasi di beberapa SMP Negeri di Kabupaten Ponorogo pada tahun ajaran 2010/2011, fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa ketika pembelajaran pokok bahasan persamaan garis lurus masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional dan hanya sebagian kecil saja guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif. Interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru sudah nampak, namun masih sangat rendah. Hal itu diduga menjadi salah satu penyebab sebagian siswa belum memahami konsep persamaan garis lurus secara mendalam. Selain itu, penyebab rendahnya hasil belajar matematika diduga karena siswa kurang memiliki jiwa kompetisi yang baik, siswa kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran, siswa tidak pernah diberi kesempatan gurunya untuk tampil atau siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan rumus, memahami definisi dan menyelesaikan soal pemecahan masalah. Kesulitan yang dialami siswa pada matematika tidak hanya bersumber dari kemampuan siswa, tetapi ada beberapa faktor lain yang turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa misalnya keadaan sosial ekonomi keluarga siswa, keadaan lingkungan keluarga siswa, model pembelajaran yang diterapkan guru, dan sarana belajar atau fasilitas yang digunakan di sekolah. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membantu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya pada materi persamaan garis lurus masih diperlukan model pembelajaran yang dapat lebih mengaktifkan siswa untuk bekerjasama atau berinteraksi di dalam kelompok, lebih menjadikan siswa berani bertanya kepada gurunya dan tidak ragu-ragu lagi jika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru serta siswa yang duduk di belakang tetap memperhatikan penjelasan guru, sehingga siswa menjadi lebih percaya diri dan tidak lagi tengok kanan-kiri ketika ulangan. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang mungkin tepat dan sesuai dengan harapan tersebut adalah model pembelajaran kooperatif, khususnya tipe Numbered Head Together (NHT). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Sintaks pembelajaran dengan tipe NHT menurut Spencer Kagan (dalam Sardjoko, 2011) adalah pengarahan, dibuat kelompok heterogen dan setiap siswa diberi nomor tertentu, guru memberikan persoalan materi bahan ajar untuk setiap siswa (siswa yang mendapat nomor sama, mendapat tugas yang sama), bekerja dalam kelompok, presentasi kelompok, kuis individual, dan reward. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Haydon et al (2010) dapat simpulkan bahwa tipe NHT adalah salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang lebih baik daripada pembelajaran tradisional dalam wilayah akademik. Penelitian oleh Sardjoko (2011) diperoleh hasil bahwa pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe NHT memberikan hasil belajar lebih baik daripada Group Investigation (GI). Demikian juga, penelitian yang dilakukan oleh Ibad (2011) diperoleh hasil bahwa pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe NHT memberikan efek lebih baik daripada tipe Students Teams Achievement Divisions (STAD) dan Urip (2012) diperoleh hasil bahwa model kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar lebih baik dibanding tipe Think Pair Share (TPS) dan model pembelajaran konvensional. Meskipun tipe NHT lebih baik daripada tipe-tipe yang lain, namun pada pelaksanaannya tipe NHT ini masih ada beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut diantaranya adalah siswa kurang aktif pada saat langkah presentasi karena tidak semua siswa mendapat persoalan yang sama dan siswa biasanya cenderung mengerjakan persoalan yang menjadi tugasnya saja serta hanya beberapa siswa saja yang mendapat giliran untuk presentasi. Oleh sebab itu, peneliti berusaha memodifikasi beberapa langkah pembelajaran tipe NHT tanpa mengurangi makna pada langkah aslinya dengan tujuan mengatasi kelemahannya. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT yang dimodifikasi harapannya dapat menjadikan siswa lebih aktif dan lebih meningkat prestasi akademiknya. Peneliti memodifikasi pada langkah pengajuan soal dan pemberian jawaban, yaitu persoalan kelompok dan persoalan individu, sedangkan pada saat pemberian jawaban terdiri dari presentasi kelompok dan presentasi individu. Selain itu, modifikasi yang dilakukan adalah dengan commitditorumah. user memberikan tugas membaca terstruktur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Penggunaan tipe NHT yang dimodifikasi ini dapat memungkinkan terjadinya pertukaran informasi baru pada saat diskusi kelompok dan diskusi kelas. Siswa dimungkinkan dapat belajar dengan sesama siswa maupun dengan gurunya dalam suasana kooperatif, menyenangkan dan mempunyai banyak kesempatan mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Tahap presentasi kelompok mengakibatkan semua siswa mendapat giliran untuk tampil presentasi di depan kelas, sehingga diduga dapat mengatasi kelemahan yang ada pada tipe NHT asli. Selain itu, dengan modifikasi ini diduga juga mampu mangaktifkan siswa dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan siswa menjadi lebih percaya diri dan bertanggungjawab dalam penguasaan materi. Selain hal tersebut di atas, yang perlu diperhatikan lainnya agar siswa berhasil dalam belajar matematika adalah gaya belajar siswa. Pernyataan yang dikemukakan oleh Pashler et al (2009) dapat diartikan bahwa gaya belajar (learning-style) dipandang memiliki pengaruh besar terhadap dunia pendidikan dan sering ditemukan pada setiap jenjang sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2011) disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada auditorial maupun kinestetik, serta gaya auditorial sama baiknya dengan gaya kinestetik. Hal ini membuktikan bahwa ada pengaruhnya gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Ada beberapa siswa yang kurang antusias dalam mengikuti pelajaran matematika mungkin dikarenakan model pembelajarannya tidak sesuai dengan gaya belajar mereka. Gaya belajar yang dimiliki siswa berbeda-beda, sehingga dimungkinkan berbeda pula model pembelajaran yang tepat untuk masing-masing gaya belajar. Padahal selama ini secara umum hampir semua sekolah menerapkan kelas untuk siswa tanpa membedakan apa gaya belajar mereka, sehingga terkadang siswa menjadi pasif, takut dan malu bertanya kepada guru. Mereka mungkin lebih senang bertanya kepada temannya daripada bertanya kepada guru saat pelajaran berlangsung. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang commit dari to user prestasi belajar matematika yang ditinjau gaya belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas agar penelitian yang dikaji dapat menjadi lebih mendalam dan terarah tanpa mengurangi sifat ilmiah suatu pembahasan, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut. 1. Model pembelajaran matematika yang digunakan dibatasi pada model kooperatif tipe NHT, model kooperatif tipe NHT yang dimodifikasi, dan model pembelajaran langsung. 2. Gaya belajar siswa yang digunakan dibatasi pada gaya belajar kinestetik, gaya belajar auditorial dan gaya belajar visual. 3. Materi pelajaran yang dipilih adalah materi pokok persamaan garis lurus pada siswa kelas VIII SMP semester ganjil. 4. Tempat penelitian dibatasi pada SMP Negeri di Kabupaten Ponorogo semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Manakah model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar siswa lebih baik antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT yang dimodifikasi, model kooperatif tipe NHT, dan model pembelajaran langsung pada materi pokok persamaan garis lurus? 2. Manakah siswa yang mempunyai prestasi belajar lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar kinestetik, dan siswa dengan gaya belajar auditorial dalam pembelajaran matematika pada materi pokok persamaan garis lurus? 3. Pada masing-masing gaya belajar, manakah model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar siswa lebih baik antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT yang dimodifikasi, model kooperatif tipe NHT, dan model pembelajaran langsung pada materi pokok persamaan garis lurus? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar siswa lebih baik antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT yang dimodifikasi, model kooperatif tipe NHT, dan model pembelajaran langsung pada materi pokok persamaan garis lurus. 2. Untuk mengetahui siswa yang mempunyai prestasi belajar lebih baik antara siswa dengan dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar kinestetik, dan siswa dengan gaya belajar auditorial dalam pembelajaran matematika pada materi pokok persamaan garis lurus. 3. Untuk mengetahui pada masing-masing gaya belajar, manakah model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar siswa lebih baik antara pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe NHT yang dimodifikasi, model kooperatif tipe NHT, dan model pembelajaran langsung.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat teoritis Untuk menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam mendukung teori-teori yang telah ada dan berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2. Manfaat praktis a. Masukan bagi sekolah, yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun suatu program atau rencana mengajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah tersebut. b. Masukan bagi guru atau calon guru matematika, yaitu sebagai alternatif mencari model pembelajaran yang tepat atau lebih baik dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi persamaan garis lurus. c. Masukan bagi peneliti lain, yaitu sebagai bahan referensi atau rujukan dalam commitlebih to user melakukan penelitian yang sejenis lanjut.