Daftar Tabel
Tabel 1 Realisasi Pembayaran Proyek P3SON Hambalang Tahun 2010 dan 2011 .................. 6 Tabel 2 Kronologis Pembangunan P3SON Hambalang sesuai Surat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Nomor 278.A/B.II.SESKEMENPORA/7/2011 ................... 31 Tabel 3 Rincian Pengembalian Dana dari PT AK ke KSO AW .............................................. 77 Tabel 4 Rincian Pengembalian Dana dari PT Wika ................................................................ 77
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAGIAN I SIMPULAN Berdasarkan Undang – Undang (UU) No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta memperhatikan Surat Permintaan DPR RI Nomor PW.01/10954/DPR RI/XII/2011 tanggal 16 Desember 2011 perihal audit investigasi terhadap pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON), BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas pembangunan P3SON yang berlokasi di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2010 dan 2011 pada Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) dan instansi terkait lainnya di Jakarta dan Bogor. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundangan dan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak, dalam proses pelelangan, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan dalam proses pencairan uang muka, yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON. Indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang tersebut mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp243,66 Milyar dengan penjelasan singkat sebagai berikut: 1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan kontrak tahun jamak tidak memenuhi persyaratan yaitu sebagai berikut: a. Surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang, yaitu Ses Kemenpora tanpa memperoleh pendelegasian wewenang dari Menpora. b. Pendapat teknis kelayakan kontrak tahun jamak
yang dimaksudkan dalam PMK
56/PMK.02/2010 tanggal 2 Maret 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, ditandatangani oleh Pejabat yang tidak berwenang yaitu Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, bukan oleh Menteri Pekerjaan Umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. c. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran.
1
d. Kemenpora memanipulasi data dalam pengajuan revisi RKA-KL TA 2010 sebagai salah satu syarat persetujuan revisi RKA-KL TA 2010 oleh Kementerian Keuangan. Data keluaran (output) yang dinyatakan naik dari 108.553 m2 menjadi 100.398 m2, pada kenyataan nya turun dari 108.553 m2 menjadi 100.398 m2. e. Revisi RKA-KL Kemenpora TA 2010 sebagai salah satu syarat persetujuan kontrak tahun jamak belum ditandatangani oleh Dirjen Anggaran, pada saat persetujuan kontrak tahun jamak diberikan oleh Menteri Keuangan. f.
Pemberian dispensasi keterlambatan pengajuan usulan revisi RKA-KL Kemenpora 2010 oleh Menteri Keuangan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
2. Dalam proses pelelangan, terdapat indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang sebagai berikut: a. Penetapan pemenang lelang pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang dengan nilai Rp1,2 Triliun yang seharusnya ditetapkan oleh Menpora, ditetapkan oleh pihak yang tidak berwenang yaitu Ses Kemenpora, tanpa memperoleh pendelegasian wewenang dari Menpora. b. Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon kontraktor peserta lelang pekerjaan konstruksi proyek pembangunan P3SON tidak dilakukan oleh Panitia Pengadaan, melainkan oleh rekanan yang akan dimenangkan. c. Proses pelelangan pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang yang pada akhirnya memenangkan KSO AW dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Menggunakan
standar
penilaian
yang
berbeda
dalam
mengevaluasi
dokumen
prakualifikasi antara dokumen penawaran dari KSO AW dengan dokumen penawaran dari rekanan yang lain. Standar penilaian untuk mengevaluasi penawaran dari KSO AW menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp1,2 T, sedangkan standar penilaian untuk mengevaluasi penawaran dari rekanan lain menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp262 M. 2) Mengumumkan lelang dengan memberikan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap yaitu mengubah informasi mengenai nilai pekerjaan yang hendak dilelang dengan cara memberikan surat pemberitahuan yang tidak dipublikasikan secara transparan. 3) Menggunakan nilai paket pekerjaan yang tidak seharusnya digunakan untuk mengevaluasi Kemampuan Dasar (KD) peserta lelang sehingga dapat memenangkan KSO AW.
3. Pencairan anggaran tahun 2010 dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh RI (Kabag Keuangan Kemenpora) meskipun Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan bukti
2
pertanggungjawaban belum ditandatangani dan diuji oleh pejabat yang berwenang yaitu Har selaku Penguji SPP dan Su selaku Bendahara.
Selain itu, terdapat indikasi penyimpangan lain yang ditemukan, namun tidak langsung mengakibatkan terjadinya indikasi kerugian negara, yaitu sebagai berikut: 1. Izin penetapan lokasi, izin site plan, dan IMB atas proyek pembangunan P3SON Hambalang diberikan oleh Pemkab Bogor meskipun Kemenpora belum/tidak melakukan studi Amdal terhadap proyek pembangunan P3SON Hambalang dimaksud. 2. Penandatanganan Surat Keputusan Hak Pakai bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor oleh Kepala BPN, didukung dengan dokumen yang tidak sesuai kenyataan berupa: (i) surat pelepasan hak dari Probosutedjo selaku bekas pemegang hak yang diduga palsu; dan (ii) Surat Pernyataan Sesmenpora yang menyatakan bahwa pada pengadaan lahan P3SON Hambalang dimaksud tidak terjadi kerugian negara berdasarkan LHP BPK RI adalah tidak sesuai kenyataan. LHP BPK yang menjadi rujukan Ses Kemenpora tidak mencakup pemeriksaan atas proses pembebasan lahan P3SON Hambalang. 3. Penetapan RKA-KL Kemenpora tahun 2011 oleh Kementerian Keuangan, untuk pekerjaan konstruksi P3SON Hambalang sudah dilakukan oleh Dirjen Anggaran meskipun persyaratan berupa Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ada adalah untuk skema pembiayaan tahun jamak, sementara itu persetujuan kontrak tahun jamak belum disetujui. 4. Kontraktor utama P3SON Hambalang yaitu KSO AW mensubkontrakkan pekerjaan utama yang seharusnya dikerjakan sendiri sesuai dengan ketentuan dalam Keppres 80 tahun 2003 pasal 32 (3), kepada perusahaan lain.
Uraian selengkapnya mengenai temuan pemeriksaan tersebut disajikan pada Bagian III.B Laporan Hasil Pemeriksaan ini.
BPK menyarankan kepada institusi penegakan hukum terkait, dalam hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jakarta, 30 Oktober 2012 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Penanggung Jawab Pemeriksaan
J. Widodo H. Mumpuni
3
BAGIAN II UMUM
1. Dasar Penugasan Pemeriksaan a. UUD 1945 Pasal 23 E, Pasal 23 F dan Pasal 23 G UUD 1945 b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara c. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan serta memperhatikan Surat Permintaan DPR RI Nomor PW.01/10954/DPR RI/XII/2011 tanggal 16 Desember 2011 perihal audit investigasi terhadap pelaksanaan pembangunan P3SON. 2. Tujuan Pemeriksaan Pemeriksaan inivestigatif ini bertujuan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara dan/atau unsur pidana dalam pembangunan P3SON Hambalang, sesuai pasal 13 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 3. Ruang Lingkup Pemeriksaan a. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap seluruh kegiatan mencakup penyiapan lahan, proses perencanaan anggaran,
perencanaan pekerjaan, dan pelaksanaan pekerjaan yang terkait
proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Jawa Barat yang dilaksanakan oleh Kemenpora. Pemeriksaan ini tidak mencakup pemeriksaan atas perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kegiatan pengadaan peralatan untuk P3SON yang direncanakan bernilai Rp1,4T
sesuai
surat
Ses
Kemenpora
kepada
Menteri
Keuangan
Nomor
1887.A/SESKEMENPORA/6/2010 tanggal 28 Juni 2010 perihal persetujuan kontrak tahun jamak. Pemeriksaan ini juga tidak mencakup aliran dana yang melalui rekening-rekening PT AK, PT WK, DK-I AK, dan DBG WK yang tidak terkait langsung dengan penerimaan dan penggunaan uang muka proyek dengan cut off pemeriksaan sampai dengan 30 Oktober 2012.
4. Standar Pemeriksaan a. Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. b. Keputusan BPK RI No. 17/K/I-XIII.2/12/2008 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif Atas Indikasi Tindak Pidana Korupsi Yang Mengakibatkan Kerugian Negara/Daerah. 5. Data Objek/Kegiatan yang Diperiksa Proyek pembangunan P3SON Kemenpora yang berlokasi di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor didukung dengan alokasi anggaran Kemenpora
sebesar
Rp1.196.676.000.000 dengan rincian sebagai berikut:
4
a. DIPA Revisi tahun 2010 nomor 0001/092-01.1/-/2010 tanggal 23 Juli 2010 sebesar Rp275.000.000.000 untuk pembangunan Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPPON) Hambalang seluas 108.533 m2 dengan kode anggaran 10.10.05.0024.00165 (program peningkatan sarana dan prasarana olahraga – sub kegiatan pembangunan gedung pendidikan). b. DIPA Revisi tahun 2011 nomor 0015/092-01.1.01/00/2011 tanggal 14 Juli 2011 sebesar Rp400.000.000.000 untuk lanjutan pembangunan P3SON Hambalang dengan kode anggaran 092.01.07.3824.03.013.012 (program pembinaan dan pengembangan olah raga – kegiatan peningkatan prasarana dan sarana keolahragaan – sub kegiatan penyediaan sarana olah raga). c. DIPA tahun 2012 nomor 0015/092-01.1.01/00/2012 tanggal 9 Des 2011 sebesar Rp521.676.000.000 untuk pembangunan P3SON Hambalang dengan kode anggaran 092.01.06.3824.002.006.040 (program kepemudaan dan keolahragaan - kegiatan peningkatan prasarana dan sarana keolahragaan – sub kegiatan penyediaan sarana olah raga).
Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai kontrak pekerjaan perencanaan, konstruksi, dan manajemen konstruksi sebagai berikut: a. Kontrak konsultan perencanaan tahun 2010 dengan rekanan PT YK yaitu nomor 027.A/SPK/PPK/P3SON/8/2010 tanggal 30 Agustus 2010 senilai Rp5.825.820.000. Kontrak ini diaddendum dengan kontrak nomor 035.A/SPK/PPK/P3SON/12/2010 tanggal 9 Des 2010 senilai Rp5.825.820.000. b. Kontrak konsultan perencanaan tahun 2011 dengan rekanan PT YK yaitu nomor 67.A/SPK/PPK/P3SON/1/2011 tanggal 14 Januari 2011 senilai Rp8.593.200.000. c. Kontrak induk pekerjaan konstruksi dengan rekanan KSO AW yaitu Nomor Kontrak 3894/Seskemenpora/BP/10/2010 tanggal 10 Desember 2010 senilai Rp1.077.921.000.000. Kontrak induk ini dirinci ke dalam beberapa kontrak anak yang terpisah yaitu: (1) Kontrak anak tahun 2010 nomor 3895/Seskemenpora/BP/10/2010 tanggal 10 Desember 2010 senilai Rp246.238.455.479. (2) Kontrak anak tahun 2011 nomor 0513.A/Seskemenpora/BP/12/2010 tanggal 29 Des 2010 senilai
Rp507.405.139.999.
Kontrak
185.8/Sekemenpora/D.5/10/2011
ini
tanggal
diaddendum 04
Oktober
dengan
kontrak
nomor
2011
menjadi
senilai
Rp508.397.273.332. (3) Per Juli 2012 kontrak anak tahun 2012 belum dibuat. d. Kontrak manajemen konstruksi tahun 2010 dengan rekanan PT CCM yaitu nomor 027.B/SPK/PPK/P3SON/8/2010 tanggal 30 Agustus 2010 senilai Rp4.888.345.000. Kontrak ini diaddendum dengan kontrak nomor 035.B/SPK/PPK/P3SON/12/2010 tanggal 9 Des 2010 menjadi senilai Rp1.000.000.000.
5
e. Kontrak manajemen konstruksi tahun 2011 dengan rekanan PT CCM yaitu nomor 067.B/SPK/PPK/P3SON/1/2011 tanggal 14 Januari 2011 senilai Rp8.119.595.000.
Sampai dengan Juli 2012, total realisasi pembayaran kepada konsultan perencana, kontraktor konstruksi, dan konsultan manajemen konstruksi adalah sebesar Rp471.707.439.659 dengan rincian pada Tabel 1.
Tabel 1 Realisasi Pembayaran Proyek P3SON Hambalang Tahun 2010 dan 2011 No 1 2 3 4
Uraian Tahun 2010 Pekerjaan jasa Konsultan Perencana Pembayaran uang muka pekerjaan konstruksi Pembayaran pelaksanaan konstruksi Pekerjaan jasa Manajemen Konstruksi Jumlah tahun 2010
Tahun 2011 1 Pekerjaan jasa Konsultan Perencana 2 Pembayaran termijn pekerjaan fisik 3 Pekerjaan jasa Manajemen Konstruksi Jumlah tahun 2011 Total tahun 2010 dan 2011 Keterangan: Tahun 2012 belum ada pembayaran.
Nilai SPM (Rp)
Nilai SP2D (Rp)
Penerima
5.825.820.000 214.840.100.000 31.398.355.479 1.000.000.000
5.084.357.000 189.449.906.363 27.687.640.740 872.727.273
253.064.275.479
223.094.631.376
8.593.200.000 267.783.868.438 5.702.359.091
7.499.520.000 PT YK 236.136.683.987 KSO AW 4.976.604.296 PT CCM
282.079.427.529 535.143.703.008
PT YK KSO AW KSO AW PT CCM
248.612.808.283 471.707.439.659
Realisasi belanja dengan mata anggaran 53 (Belanja Modal) total sebesar Rp471.707.439.659 tersebut telah diakui sebagai aset Kemenpora dan dicatat dalam Laporan Keuangan Kemenpora tahun 2010 dan 2011 sebagai akun Konstruksi Dalam Pengerjaan.
6
BAGIAN III URAIAN HASIL PEMERIKSAAN
A. Dasar Hukum Kegiatan/Obyek yang Diperiksa Peraturan perundangan dan dasar hukum yang berlaku untuk kegiatan proyek pembangunan P3SON ini adalah sebagai berikut: 1. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 2. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 3. UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5. PP No. 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah 6. PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi 7. Perpres 65 tahun 2006 tanggal 6 Juni 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum 8. Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 9. Peraturan Menteri Keuangan No. 56/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 10. Peraturan Menteri Keuangan 69/2010 yang diubah dan diganti dengan PMK 180/2010 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2010 11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara 12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi 13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup 14. Perda Kabupaten Bogor No. 17 tahun 2000 tentang RT RW Kab. Bogor
B. Materi Temuan 1. Jenis Penyimpangan a) Penyimpangan dalam pemberian izin lokasi, site plan, dan Izin Mendirikan Bangunan sebagai berikut: 1) Bupati Bogor (RY) menandatangani site plan meskipun persyaratan pemberian izin yang diatur dalam Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 tahun 2009 tanggal 17 Juni 2009 tentang Pedoman Pengesahan masterplan, site plan dan Peta Situasi berupa pelaksanaan studi Amdal tidak dipenuhi oleh Kemenpora selaku pemohon. Hal ini melanggar pasal 22 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
7
Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa setiap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan wajib memiliki Amdal. 2) Kepala Badan Perizinan Terpadu Kab Bogor (SS) menerbitkan IMB untuk proyek pembangunan P3SON Hambalang, meskipun Kemenpora belum melakukan studi Amdal atas proyek tersebut. Hal ini melanggar ketentuan dalam Perda Kab Bogor Nomor 12 tahun 2009 tanggal 10 Agustus 2010 tentang Bangunan Gedung pasal 25 yang menyatakan bahwa persyaratan tata bangunan meliputi adanya pengendalian dampak lingkungan. 3) DN selaku rekanan PT CKS tidak melaksanakan pekerjaan berupa studi Amdal meskipun telah menerima pembayaran.
b) Penyimpangan Dalam Penerbitan SK Hak Pakai dan Sertipikat Hak Pakai atas Tanah Hambalang sebagai berikut: 1) Kepala BPN (JW) menandatangani SK Hak Pakai bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 m2 dengan didukung dokumen yang tidak sesuai kenyataan berupa: (i) surat pelepasan hak dari Probosutedjo selaku pemegang hak sebelumnya yang diduga palsu; dan (ii) Surat Pernyataan Ses Kemenpora yang menyatakan bahwa pada pengadaan lahan dimaksud tidak terjadi kerugian negara berdasarkan LHP BPK RI adalah tidak sesuai kenyataan. Pernyataan bahwa dalam pengadaan lahan dimaksud tidak terjadi kerugian negara, ternyata tidak pernah dimuat dalam LHP BPK RI dimaksud. 2) Kabag Persuratan dan Kearsipan BPN (LAW) atas perintah Sestama BPN (MM) menyerahkan SK Hak Pakai bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 m2 kepada Anggota DPR-RI (IM) tanpa ada surat kuasa dari Kemenpora selaku pemohon. Hal ini melanggar prosedur yang diatur dalam Keputusan Kepala BPN No. 1 tahun 2005 yang telah diperbarui dengan Peraturan Kepala BPN No. 1 tahun 2010 yang menyatakan bahwa SK tersebut hanya dapat diserahkan kepada instansi pemohon atau kuasa yang ditunjuknya.
c) Penyimpangan dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak sebagai berikut: 1) Ses Kemenpora (WM) mengajukan surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dengan mengatasnamakan Menpora tanpa memperoleh pelimpahan wewenang dari Menpora. 2) Ses Kemenpora (WM) bersama Kepala Biro Perencanaan Kemenpora/PPK (DK) menyajikan data dan dokumen yang tidak benar sebagai syarat kelengkapan persetujuan kontrak tahun jamak dan revisi RKA-KL tahun 2010 yaitu sebagai berikut:
8
(a) Menafsirkan secara sepihak pernyataan Direktur PBL Kementerian PU bahwa “pembangunan tersebut dapat dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran untuk beberapa bangunan yang pelaksanaan konstruksi fisiknya diperkirakan lebih dari 12 bulan”. Tanpa konfirmasi kepada Kementerian PU, Ses Kemenpora menafsirkan bahwa yang dimaksud pernyataan tersebut adalah seluruh pembangunan fisik gedung dan lapangan serta infrastruktur dilaksanakan melalui satu kontrak tahun jamak. (b) Dalam rangka revisi RKA-KL, menyajikan data volume keluaran yang tidak sesungguhnya yaitu yang seharusnya volume yang akan dibangun turun dari semula 108.553 m2 menjadi 100.398 m2, tetapi justru menyajikan volume itu seolah-olah naik dari semula 108.553 m2 menjadi 121.097 m2. 3) Direktur Jenderal Anggaran (AR) setelah melalui proses berjenjang dari Kasie II E-4 (RH), Kasubdit II E (S) dan Direktur II (DPH) memberikan masukan, data dan informasi yang tidak benar kepada pejabat di atasnya dalam proses pemberian dispensasi keterlambatan pengajuan usulan revisi RKA-KL Kemenpora tahun 2010 dan dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak. Pemberian masukan dilakukan dengan cara menyampaikan Nota Dinas. Nota Dinas tersebut berisi antara lain: “Mengingat permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak (multiyears contract) tersebut telah dilengkapi data pendukung dan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan P3SON dalam rangka pembinaan atlit (olahragawan) yunior
maupun
senior,
maka
persetujuan
kontrak
tahun
jamak
dapat
dipertimbangkan untuk disetujui. Mengingat revisi perubahan volume kegiatan diakibatkan adanya perubahan perencanaan sehingga (karena pertimbangan KDB dan GSB) berhubungan dengan persetujuan kontrak tahun jamak, maka dispensasi waktu revisi dapat dipertimbangkan untuk disetujui.” Nota Dinas dengan isi yang sama juga disampaikan secara berjenjang dari Kasubdit II E kepada Direktur Anggaran II, dari Direktur Anggaran II kepada Dirjen Anggaran dan dari Dirjen Anggaran kepada Menteri Keuangan. 4) Menteri Keuangan (ADWM) setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang, mulai dari Kasie II E-4, Kasubdit II E, Direktur II dan Dirjen Anggaran,menyetujui pemberian dispensasi keterlambatan pengajuan usulan revisi RKA-KL Kemenpora 2010, meskipun Pasal 20 (1) PMK 180/2010 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2010 menetapkan bahwa “Batas akhir penerimaan usul revisi anggaran untuk APBN TA 2010 ditetapkan tanggal 15 Oktober 2010 untuk revisi anggaran pada DJA.”
9
Sebagai syarat pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan, RKA KL P3SON harus diubah untuk menunjukkan adanya kegiatan lebih dari satu tahun anggaran. Atas dasar itu, Ses Kemenpora harus mengajukan usulan perubahan RKAKL. Namun karena batas waktu pengajuan revisi telah dilampaui, maka Ses Kemenpora meminta dispensasi keterlambatan pengajuan revisi RKA KL dimaksud pada tanggal 16 November 2010. Menteri Keuangan menyetujui permintaan dispensasi ini pada tanggal 1 Desember 2010 dengan disposisi “Selesaikan” pada surat usulan dimaksud. Menteri Keuangan (ADWM) menyetujui hal tersebut setelah mendapat masukan secara berjenjang dari Kasubdit II E, Direktur Anggaran II, dan Dirjen Anggaran berupa Nota Dinas yang berisi antara lain: “Mengingat revisi perubahan volume kegiatan
diakibatkan
adanya
perubahan
perencanaan
sehingga
(karena
pertimbangan KDB dan GSB) berhubungan dengan persetujuan kontrak tahun jamak, maka dispensasi waktu revisi dapat dipertimbangkan untuk disetujui.” 5) Menteri Keuangan (ADWM) setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang, mulai dari Kasie II E-4, Kasubdit II E, Direktur II dan Dirjen Anggaran, menyetujui kontrak tahun jamak meskipun persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 5, dan Pasal 12 PMK 56/2010 tidak terpenuhi. Menteri Keuangan (ADWM) menyetujui kontrak tahun jamak meskipun permohonan persetujuan kontrak tahun jamak ditandatangani oleh WM selaku Ses Kemenpora dengan mengatasnamakan Menpora tanpa ada pendelegasian wewenang dari Menpora. Menteri Keuangan (ADWM) tidak mengetahui dan tidak membaca surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak yang diajukan Kemenpora karena surat tersebut didisposisi oleh Sekjen Kementerian Keuangan (MPN) langsung kepada Dirjen Anggaran. Menteri Keuangan (ADWM) menyetujui kontrak tahun jamak yang diajukan Kemenpora meskipun: (i) tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 5 (2) PMK 56/2010 yaitu adanya rekomendasi dari instansi teknis fungsional yang menyatakan kelayakan atas kontrak tahun jamak yang akan dilakukan; (ii) tidak memenuhi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 45 tahun 2007 pada BAB III.A.1.f yang mensyaratkan bahwa “Pembangunan Gedung Negara yang pelaksanaan pembangunannya akan dilaksanakan terus menerus lebih dari satu tahun anggaran sebagai kontrak tahun jamak (multiyears contract), program dan pembiayaannya harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan setelah memperoleh Pendapat Teknis dari Menteri Pekerjaan Umum”.
10
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, yang ada hanyalah pendapat teknis yang ditandatangani oleh pejabat yang tidak berwenang yaitu Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 45/PRT/M/2007 pejabat yang berwenang memberikan Pendapat Teknis adalah Menteri Pekerjaan Umum. Pada tanggal 1 Desember 2010, Menteri Keuangan (ADWM) menyetujui kontrak tahun jamak yang diajukan Kemenpora sebelum memastikan bahwa persyaratan revisi RKA-KL sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 12 (2) PMK 56/2010 dan sejalan dengan pasal 14 UU No. 17/2003, telah terpenuhi. Revisi RKA-KL yang menunjukkan bahwa pekerjaan yang diajukan akan dibiayai lebih dari 1 (satu) tahun anggaran baru disetujui oleh Dirjen Anggaran pada tanggal 6 Desember 2010. Menteri Keuangan (ADWM) memberikan persetujuan kontrak tahun jamak setelah mendapat masukan secara berjenjang dari Kasubdit II E, Direktur Anggaran II, dan Dirjen Anggaran, berupa Nota Dinas yang berisi antara lain: “Mengingat permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak (multiyears contract) tersebut telah dilengkapi data
pendukung
dan
dalam
rangka
menunjang
kelancaran
pelaksanaan
pembangunan P3SON dalam rangka pembinaan atlit (olahragawan) yunior maupun senior, maka persetujuan kontrak tahun jamak dapat dipertimbangkan untuk disetujui.” 6) Dirjen Anggaran (AR) dengan mengatasnamakan Menteri Keuangan setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang, mulai dari Kasie II E-4, Kasubdit II E dan Direktur
II,
menetapkan
Surat
Penetapan
Rencana
Kerja
Anggaran
Kementerian/Lembaga (SP-RKAKL) Kemenpora tahun 2011 pada tanggal 25 November 2010 yang di dalamnya memuat kegiatan pembangunan P3SON dalam skema tahun jamak. Padahal pada saat itu, persetujuan Menteri Keuangan bahwa pembangunan P3SON dapat dilaksanakan dalam kontrak tahun jamak belum ada. Selain itu Dirjen Anggaran (AR) juga setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang, mulai dari Kasie II E-4, Kasubdit II E dan Direktur II menyetujui revisi RKA-KL Kemenpora 2010, meskipun surat usulan revisi RKA-KL dari WM selaku Ses Kemenpora mencantumkan volume keluaran yang seolah-olah naik dari semula 108.533 m2 menjadi 121.097 m2. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa secara substansial volume keluaran yang dimaksud surat Ses Kemenpora tersebut justru turun dari semula 108.533 m2 menjadi 100.398 m2.
11
Hal tersebut melanggar ketentuan dalam Pasal 7 butir (1) huruf c PMK 180/2010 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2010 bahwa revisi anggaran tidak boleh mengurangi volume keluaran (output) Kegiatan Prioritas Nasional atau Prioritas Kementerian Negara/Lembaga. 7) Direktur PBL Kementerian PU (GH) menerbitkan Pendapat Teknis pembangunan P3SON Hambalang dengan pelaksanaan pembangunan lebih dari satu tahun anggaran pada tanggal 22 Oktober 2010, yang tidak menjadi kewenangannya dan tidak pernah ada pelimpahan wewenang dari Menteri PU. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 45 tahun 2007 pada BAB III.A.1.f yang menyatakan bahwa “Pembangunan Gedung Negara yang pelaksanaan pembangunannya akan dilaksanakan terus menerus lebih dari satu tahun anggaran sebagai kontrak tahun jamak (multiyears contract), program dan pembiayaannya harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan setelah memperoleh Pendapat Teknis dari Menteri Pekerjaan Umum”. 8) Direktur PBL (GH) menyampaikan kepada Kepala Biro Perencanaan Kemenpora (DK) pada tanggal 23 November 2010 berupa analisa perhitungan biaya pembangunan P3SON Hambalang yang rekap-nya sebesar Rp1.129 Miliar telah diparaf oleh Pengelola Teknis (DP). Perhitungan analisa biaya tersebut diminta oleh DK dalam rangka menanggapi Surat Dirjen Anggaran tanggal 15 November 2010 yang antara lain menyampaikan bahwa dalam rangka persetujuan kontrak tahun jamak dibutuhkan antara lain analisa biaya komponen terhadap bangunan yang mengalami perubahan dari instansi teknis fungsional. Perhitungan analisa biaya pembangunan konstruksi P3SON Hambalang sebesar Rp1.129 Miliar ternyata disusun oleh KS dari PT AK yang tidak mengikuti standar harga satuan tertinggi per m2 bangunan gedung negara sesuai Keputusan Bupati Bogor yang berlaku, tetapi dengan terlebih dahulu menambahkan inflasi sebesar 2,95%. Hal tersebut tidak sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 45/PRT/M/2007 tahun 2010, yaitu: (a) Pada BAB III, Bagian A angka 1 huruf e : Penyusunan pembiayaan bangunan gedung Negara didasarkan pada standar harga per-m2 tertinggi bangunan gedung negara yang berlaku. Untuk penyusunan program dan pembiayaan pembangunan bangunan gedung Negara yang belum ada standar harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus dikonsultasikan kepada Instansi teknis setempat. (b) Pada BAB IV, Bagian B : Standar harga satuan tertinggi pembangunan gedung Negara
ditetapkan
secara
berkala
untuk
s
etiap
kabupaten/kota
oleh
Bupati/Walikota setempat, khusus untuk Provinsi DKI ditetapkan oleh Gubernur.
12
d) Penyimpangan dalam proses persetujuan RKA-KL tahun 2011 yaitu Dirjen Anggaran (AR) menetapkan RKA-KL APBN Murni Kemenpora tahun 2011 untuk proyek P3SON meskipun tidak memenuhi persyaratan. Dalam APBN Murni tahun 2011 proyek P3SON Hambalang mendapatkan alokasi sebesar Rp500 Miliar yang terdiri dari Rp400 Miliar untuk pekerjaan konstruksi dan Rp100 Miliar untuk pengadaan peralatan. SP-RKAKL tahun 2011 menetapkan bahwa alokasi anggaran untuk pengadaan peralatan sebesar Rp100 Miliar tersebut diblokir oleh Ditjen Anggaran, sedangkan pekerjaan konstruksi sebesar Rp400 Miliar tidak diblokir, padahal dokumen pendukung berupa Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ada adalah untuk skema pembiayaan tahun jamak, sementara itu persetujuan kontrak tahun jamak belum disetujui. Hal ini melanggar ketentuan yang diatur dalam PMK nomor 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL TA 2011.
e) Penyimpangan dalam proses pelelangan perencanaan konstruksi, pelelangan pekerjaan konstruksi dan pelelangan manajemen konstruksi yaitu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Kemenpora (WiM dkk) bersama-sama dengan staf perusahaan calon rekanan mengatur pelelangan dengan cara sebagai berikut: 1) Lelang Perencanaan Konstruksi (a) Pada penilaian faktor kesesuaian pengalaman pekerjaan tenaga ahli terdapat ketidaksesuaian antara pengalaman pekerjaan yang diajukan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan. (b) Penghitungan jumlah tahun pengalaman tenaga ahli tidak akurat dan tumpang tindih. 2) Lelang Konstruksi (a) Menggunakan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi dokumen prakualifikasi antara dokumen penawaran dari KSO AW dengan dokumen penawaran dari rekanan yang lain. Standar penilaian untuk mengevaluasi
penawaran dari KSO AW
menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp1,2T, sedangkan standar penilaian untuk mengevaluasi penawaran dari rekanan lain menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp262M. Evaluasi Tim BPK terhadap kertas kerja Panitia Pengadaan menyangkut penilaian dokumen prakualifikasi peserta lelang menunjukkan bahwa seluruh peserta prakualifikasi semestinya tidak dapat dinyatakan lulus prakualifikasi sehingga pelelangan seharusnya diulang. Hasil evaluasi adalah sebagai berikut: (rincian terlampir Lampiran 1)
13
(1) KSO AW seharusnya gugur karena mendapat nilai total merit point 68,42 (lebih kecil dari Passing Grade 75) dan aspek Kemampuan Dasar (KD) yang diperkenankan adalah sebesar Rp880.590.000.000 (lebih rendah dari ambang batas Rp1,2T). (2) PT JK seharusnya gugur karena aspek KD yang diperkenankan adalah sebesar Rp947.922.889.372 (lebih rendah dari ambang batas Rp1,2T) dan aspek Personil mendapat nilai 4 (lebih rendah dari ambang batas 5). (3) PT NK seharusnya gugur karena mendapat nilai total merit point 69,35 (lebih kecil dari Passing Grade 75). Selain itu aspek KD yang diperkenankan adalah sebesar Rp192.200.900.000 (lebih rendah dari ambang batas Rp1,2T) dan aspek Sisa Kemampuan Keuangan (SKK) adalah sebesar Rp405.005.989.172 (lebih rendah dari ambang batas Rp960 Miliar). (4) PT HK seharusnya gugur karena mendapat nilai total merit point 64,32 (lebih kecil dari Passing Grade 75). Selain itu aspek KD yang diperkenankan adalah sebesar Rp168.321.694.000 (lebih rendah dari ambang batas Rp1,2T) dan aspek Pengalaman mendapat nilai 28,27 (lebih rendah dari ambang batas 30). (5) PT WK seharusnya gugur karena mendapat nilai total merit point 64,25 (lebih kecil dari Passing Grade 75). Selain itu aspek KD yang diperkenankan adalah sebesar Rp354.514.000.000 (lebih rendah dari ambang batas Rp1,2T) dan aspek Pengalaman mendapat nilai 28,81 (lebih rendah dari ambang batas 30). (6) KSO IL seharusnya gugur karena mendapat nilai total merit point 52 (lebih kecil dari Passing Grade 75). Selain itu aspek KD yang diperkenankan adalah sebesar Rp518.761.000.000 (lebih rendah dari ambang batas Rp1,2T) dan aspek Personil mendapat nilai 3,75 (lebih rendah dari ambang batas 5).
(b) Mengumumkan lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap. Dalam pengumuman pelelangan yang dimuat dalam Koran Tempo tanggal 18 Agustus 2010, Panitia menyatakan bahwa nilai pagu anggaran untuk pekerjaan yang hendak dilelang adalah sebesar Rp262.784.797.000. Disebutkan pula bahwa anggaran sedang dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak dari Kementerian Keuangan. Pada saat yang bersamaan, Kemenpora sedang mengajukan persetujuan
kontrak
tahun
jamak
dengan
nilai
pekerjaan
sebesar
Rp1.129.296.256.000. Setelah mendapatkan konsep dari WiM selaku Ketua Panitia Pengadaan, DK selaku PPK secara sepihak lalu menandatangani surat pemberitahuan nomor
14
No.01-SP-PPK-8-2010 yang ditujukan kepada calon penyedia jasa pemborongan. Isinya menginformasikan bahwa nilai pekerjaan yang saat ini sedang diajukan persetujuan kontrak tahun jamak adalah sebesar Rp1,2T. Namun, surat pemberitahuan tersebut hanya disampaikan kepada sebagian peserta yang telah mengambil dokumen lelang. Adapun PT DGI dan KSO IL tidak menerima pemberitahuan tersebut sehingga memasukkan penawaran dengan asumsi nilai pekerjaan sebesar Rp262M. Hal tersebut melanggar ketentuan Keppres 80 Tahun 2003 Pasal 4 huruf h dan Penjelasannya pada Lampiran Bab II, Point A.1.a.2), Point A.1.a.3).b yang menetapkan bahwa panitia/pejabat pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang adanya pelelangan umum yang memuat di antaranya perkiraan nilai pekerjaan.
(c) Menggunakan nilai paket pekerjaan yang tidak disepakati untuk mengevaluasi Kemampuan Dasar (KD) Peserta Lelang. Sesuai ketentuan dalam PP No. 29 tahun 2000 Pasal 14 ayat (1), (2) dan (3), Keppres 80 tahun 2003 Lampiran 1 Bab II.A.1.b : (1).j), dan Permen PU No 43 Tahun 2007 pada L3, penilaian KD = 2 NPt (nilai pengalaman tertinggi). Untuk perusahaan yang menjalin kerja sama operasi, NPt yang dipakai adalah NPt dari perusahaan yang menjadi Lead-firm. Peserta dianggap lulus jika memiliki KD lebih besar atau sama dengan nilai pekerjaan/kontrak yang hendak dilelang. Panitia meluluskan KSO AW karena dianggap memenuhi syarat nilai KD. Untuk mengevaluasi KSO AW, Panitia menetapkan nilai kontrak yang hendak dilelang adalah Rp1,2 T. Sedangkan untuk peserta lainnya, Panitia menetapkan nilai kontrak yang hendak dilelang adalah Rp262 M. Untuk menaikan nilai KD KSO AW, Panitia menggabungkan 2 proyek terbesar yang pernah dikerjakan oleh PT AK yaitu proyek pembangunan stadion Surabaya Barat (Rp440M) dan proyek pembangunan jembatan Suramadu (Rp443M) sehingga total NPt-nya menjadi sebesar Rp883M (=Rp440M + Rp443M). Dengan demikian, nilai KD = 2 x Rp883 = Rp1,7T atau melebihi ambang batas Rp1,2T. Seharusnya Panitia hanya menghitung satu proyek saja yang sesuai dengan bidang pekerjaan sejenis, sehingga maksimal NPt-nya adalah Rp440M, dan score KD-nya = 2xRp440M = Rp880M.
15
3) Lelang Manajemen Konstruksi (a) Menyusunkan dokumen penawaran perusahaan pendamping dan memasukkannya untuk mengikuti pelelangan. (b) Menggunakan nama-nama tenaga ahli dengan bukti dokumen SKA yang tidak benar. f) Penyimpangan dalam penetapan pemenang lelang konstruksi yaitu Ses Kemenpora (WM) telah melampaui wewenangnya dengan menetapkan pemenang lelang untuk pekerjaan bernilai di atas Rp 50 Miliar tanpa memperoleh pelimpahan wewenang dari Menpora sebagai pejabat yang berwenang menetapkan. Hal tersebut melanggar ketentuan dalam Keppres 80/2003 pasal 26 bahwa pejabat yang berwenang menetapkan penyedia barang/jasa adalah Menteri untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN yang bernilai di atas Rp 50 Miliar.
g) Penyimpangan dalam proses pembayaran dan pencairan uang muka yaitu RI selaku Kabag Keuangan Kemenpora tetap menyusun dan menandatangani SPM, meskipun Pejabat Penguji Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Bendahara belum menandatangani dokumen SPP dari PPK yang berarti belum menguji kelengkapan dan kebenaran tagihan sesuai tugasnya. SPM itu bersama dengan Surat Pertanggungjawaban Belanja dari WM selaku Ses Kemenpora diajukan ke KPPN untuk penerbitan SP2D.
h) Penyimpangan dalam hal pelaksanaan pekerjaan konstruksi berupa rekanan KSO AW mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utamanya kepada perusahaan lain yaitu di antaranya kepada PT DC dan PT GDM. Hal tersebut melanggar ketentuan dalam Keppres 80/2003 pasal 32 (3) bahwa Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain. Juga pasal 32 (4) bahwa Penyedia barang/jasa dilarang
mengalihkan
tanggung
jawab
sebagian
pekerjaan
utama
dengan
mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali disubkontrakkan kepada penyedia barang/jasa spesialis.
2. Fakta dan Proses Kejadian Proyek Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Kementerian Pemuda dan Olahraga yang berlokasi di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor merupakan proyek yang telah direncanakan untuk dibangun sejak tahun 2004 pada saat fungsi pembinaan olahraga nasional masih berada pada Ditjen Olahraga
16
Departemen Pendidikan Nasional. Pada awal perencanaannya proyek ini hanya dimaksudkan sebagai kamp latihan olahraga bagi para pelajar berskala nasional. Setelah terhenti pembangunannya pada tahun 2006 karena permasalahan status tanah, proyek ini dilanjutkan kembali pada tahun 2010 setelah Kemenpora memperoleh alokasi APBN 2010 untuk pembangunan Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPPON) di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Memperhatikan adanya alokasi anggaran untuk PPPON ini, Menpora mengembangkan ide pembangunan Sekolah Olahraga Nasional yang diintegrasikan dengan Pusdiklat Olahraga. Sehingga pada Januari 2010 Biro Perencanaan Kemenpora menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pembangunan P3SON Bukit Hambalang. Menurut Kerangka Acuan Kerja tersebut, tujuan pembangunan ini di antaranya adalah untuk mengintegrasikan sekolah olahraga dan Pusat Pelatihan atlet elit nasional ke dalam satu sistem manajemen sehingga program penerapan iptek olahraga relatif dapat dikontrol. Proyek ini direncanakan akan dibangun di wilayah perbukitan Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor di atas lahan seluas 32 ha dan diperkirakan akan memakan waktu selama 3 tahun yang dimulai pada 2010 dengan estimasi biaya sebesar Rp1,1 Triliun. Secara garis besar, proses pembangunan P3SON ini berlangsung melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu: 1. Pemilihan lokasi dan pengurusan izin pembangunan 2. Perencanaan anggaran 3. Pemilihan rekanan pelaksana 4. Pelaksanaan pekerjaan dan pembayaran
Secara terinci, proses kejadian dan fakta yang terjadi adalah sebagai berikut: a. Pemilihan lahan dan status kepemilikan tanah Bermula dari rencana Ditjen Olahraga Depdiknas untuk membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center), pada tahun 2004 dibentuk tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk merealisasikan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olah raga tersebut. Untuk mencari lokasi yang dikehendaki, tim verifikasi yang diketuai oleh
DK
menyepakati kriteria pemilihan lokasi yaitu: (i) kesesuaian RUTR dengan lokasi; (ii) luas lahan lebih dari 20 ha; (iii) jarak tidak lebih dari 70 km dari Jakarta dan dapat ditempuh kurang dari 1 jam; (iv) topografi tanah memiliki kemiringan maksimal 15%; (v) kenyamanan lingkungan udara; (vi) kondisi lahan bukan lahan produktif; (vii) status tanah; dan (viii) harga tanah per meter/segi tidak lebih dari Rp30.000.
17
Dari lima lokasi yang disurvei yaitu: Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang, pada Mei 2004 tim verifikasi memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang Citeureup Bogor dengan nilai maksimal yaitu memenuhi semua kriteria penilaian tersebut di atas, sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun. Selanjutnya, menindaklanjuti pemilihan lokasi tersebut, TCM selaku Dirjen Olah Raga Depdiknas mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor 591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004. Sambil menunggu ijin penetapan lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, TCM selaku Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT. LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan pembuatan sertipikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320. Namun demikian, pada saat itu lokasi tersebut termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah. Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September 2004. Sejak itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada tanggal 18 Oktober 2005 diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu
Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora. Lokasi tersebut semula termasuk ke dalam area perkebunan Ciderati seluas 7.050.550 2
m yang Hak Guna Usaha (HGU)-nya dipegang oleh PT BE berdasarkan SK Mendagri No.1/HGU/DA/77 tanggal 25 Januari 1977 dan berakhir pada 31 Desember 2002. Sesuai ketentuan PP 40/1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah pasal 17(2) bahwa dengan berakhirnya HGU tersebut, maka bidang tanah dimaksud menjadi berstatus Tanah Negara sampai dimohonkan kembali perpanjangan jangka waktu HGU dimaksud. PT BE mengajukan perpanjangan jangka waktu HGU pada tanggal 22 Maret 2000 namun mendapat perpanjangan jangka waktu HGU dari Kepala BPN pada tanggal 1 Juni 2006 hanya untuk area seluas 6.578.315 m2 tidak termasuk area tanah yang direncanakan akan dibangun diklat olahraga pelajar nasional oleh Ditjen Olahraga/Kemenpora seluas 327.810 m2. Setelah menguasai secara fisik dan membayar uang kerohiman kepada penggarap, Kemenpora perlu mendapatkan legalitas formal penguasaan tanah di area tersebut. Untuk itu,
18
Kemenpora mengajukan permohonan pensertipikatan tanah tersebut kepada Kepala Kantor Pertanahan Kab Bogor dengan suratnya nomor B/0227/BU.Setmenpora/II/2006 tanggal 8 Februari 2006. Menanggapi permohonan tersebut dan setelah Kemenpora melunasi biaya pengukuran tanah, pada tanggal 7 September 2006 Kantor Pertanahan Kab. Bogor mengukur kembali area tanah tersebut dan menerbitkan peta Bidang dengan no. 3059/2006 yang menyebutkan luas tanah adalah 312.448 m2 . Dengan mendasarkan pada hasil pengukuran ini, selanjutnya BT selaku kuasa Kemenpora mengajukan secara resmi permohonan Hak Pakai kepada Kepala Kanwil BPN Jawa Barat melalui Kepala Kantah Kab. Bogor pada tanggal 22 September 2006. Meskipun telah ada kesepakatan pada rapat tanggal 28 Januari 2007 antara pihak Kemenpora dengan BPN mengenai pertimbangan untuk memberikan suatu hak atas tanah kepada Kemenpora bagi kepentingan Pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional (PPPPON), namun kesepakatan ini tidak segera terealisasi. BPN masih mempermasalahkan adanya pelanggaran oleh Kemenpora karena mengadakan tanah tanpa melalui Panitia Pengadaan Tanah sesuai ketentuan dalam Keppres 55 tahun 2003 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Padahal pada saat itu telah berlaku ketentuan dalam Perpres 65 tahun 2006 tanggal 6 Juni 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang mencabut ketentuan dalam Keppres 55/2003 tersebut. Perpres 65/2006 tidak lagi memasukkan sarana olah raga sebagai domain pembangunan untuk kepentingan umum. Selama tahun 2007 tidak ada perkembangan yang berarti dalam hal pengurusan sertipikat Hak Pakai yang telah dimohonkan pihak Kemenpora. Pihak BPN Pusat tetap tidak memproses permohonan hak dari Kemenpora tersebut dengan dalih Kemenpora belum menyelesaikan pelepasan hak dari PT BE selaku bekas pemegang hak sebelumnya. Sedangkan pihak Kemenpora berpendapat bahwa tidak ada lagi hubungan antara tanah yang dimohon untuk P3SON dimaksud dengan HGU PT BE, sesuai surat Ses Kemenpora No. 0298.1/Ses Kemenpora/2/2007 tanggal 27 Pebruari 2007 kepada Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN. Pada 2 Juni 2008, dalam rangka menyelesaikan status kepemilikan lahan di desa Hambalang, WM selaku Ses Kemenpora membentuk kelompok kerja yang disebut Panitia Peningkatan Status Kepemilikan Tanah P3SON di desa Hambalang dan menunjuk DK selaku Ketua. Pokja ini bertugas: (i) melakukan pengkajian, koordinasi dan kegiatan lain dalam rangka pengurusan dan penyelesaian status kepemilikan lahan di Desa Hambalang; dan (ii) menjalankan langkah-langkah lain yang dianggap perlu dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pembentukan pokja tersebut belum membuahkan hasil dalam mengupayakan akselerasi penerbitan hak atas tanah Hambalang. Upaya tersebut dilanjutkan dengan penunjukan
19
personil tertentu yang dianggap mampu melakukan pendekatan kepada pemegang hak sebelumnya dalam hal ini Pro selaku pemilik PT BE. Berikutnya, dalam tahun 2009 dicoba diadakan pertemuan-pertemuan informal dengan Pro maupun bersurat kepada yang bersangkutan dan kepada Direksi PT BE untuk memperoleh surat pelepasan hak dari PT BE selaku pemegang hak tanah sebelumnya seperti yang dipersyaratkan oleh BPN, di antaranya mengirimkan surat-surat berikut:
Menerbitkan Surat Karo Umum Kemenpora No. 0453/Setmenpora/BU/2/2009 tanggal 16 Februari 2009 kepada Pro mengenai permintaan pertemuan sehubungan keinginan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (AD) untuk bertemu Pro.
Menerbitkan Surat Ses Kemenpora No.0476/Ses Kemenpora/2/2009 tanggal 17 Februari 2009 kepada Pro mengenai permintaan menerbitkan surat pernyataan pelepasan hak atas tanah seluas 312.448 m2 yang akan digunakan sebagai persyaratan agar BPN dapat menerbitkan sertipikat.
Menerbitkan Surat Ses Kemenpora No.1408/Ses Kemenpora/4/2009 tanggal 28 April 2009 kepada Direksi PT BE
mengenai permintaan menerbitkan surat pernyataan
pelepasan hak atas tanah seluas 312.448 m2 yang akan digunakan sebagai persyaratan agar BPN dapat menerbitkan sertipikat. Selain itu upaya juga dilakukan oleh AD selaku Menpora dengan berkunjung secara langsung untuk bertemu dengan Kepala BPN dalam rangka memperoleh penjelasan mengenai proses permohonan sertipikat tanah Hambalang yaitu pada tanggal 10 Mei 2006 dan 6 April 2009. Secara simultan dari sisi BPN RI, pemberian Hak Pakai atas lahan tersebut sudah mulai diproses oleh BPN sejak pengajuan permohonan oleh Kemenpora tanggal 22 September 2006. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPN No. 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) Pemberian Hak Pakai bahwa layanan ini seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 45 hari kerja jika seluruh syaratnya terpenuhi. SPOPP tersebut menetapkan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi bagi instansi pemerintah untuk memperoleh Hak Pakai adalah:
Surat rekomendasi dari instansi induk yang mengajukan permohonan
Foto kopi identitas pemohon atau kuasanya
Surat Kuasa jika dikuasakan
Data fisik yaitu surat ukur/peta bidang
Data yuridis di antaranya: surat-surat bukti perolehan tanah (misalnya sertipikat, girik, surat kapling, surat penunjukan kapling, surat pelepasan hak), surat pernyataan asset yang menerangkan pencantuman dalam daftar inventaris, secara fisik telah dikuasai sejak kapan, tidak sengketa, bukan tanah pihak lain.
20
Untuk memproses permohonan Hak Pakai tersebut, jajaran Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (HTPT) BPN telah melakukan kajian dan penelitian terhadap proses pemberian Hak Pakai dan telah melaporkan kepada Kepala BPN melalui nota dinas nomor 20/ND/D.I/I/2007 tanggal 22 Januari 2007. Nota dinas itu pada intinya berisi bahwa agar permohonan tersebut dapat dipenuhi, masih diperlukan syarat-syarat: a. Penyelesaian perolehan hak dari PT BE selaku pemegang HGU sebelumnya; b. Pelaksanaan pengoperan hak garapan agar dilaksanakan sesuai ketentuan perundangan agar tidak terjadi cacat hukum dan tidak menjadi temuan oleh pihak pemeriksa; c. Penjelasan mengenai luas tanah yang akan dipergunakan; d. Menunggu selesainya proses perkara di PTUN Jakarta. Dari ke-empat syarat tersebut, syarat ke-tiga dan empat telah dapat diselesaikan sehingga tinggal syarat pertama yaitu penyelesaian perolehan hak dari pemegang hak sebelumnya dan syarat kedua yaitu tidak ada permasalahan dengan pemeriksa. Selanjutnya JW selaku Kepala BPN tetap menghendaki agar kedua syarat tersebut dipenuhi. Oleh karena itu, pihak BPN dalam hal ini Deputi II beserta jajarannya terus menunggu sampai syarat tersebut terpenuhi. Selama proses pemenuhan syarat tersebut, BPN membuat Risalah Pengolahan Data (RPD) sebagai bentuk telaahan staf dalam rangka pemberian Hak Pakai dimaksud. Sesuai dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 8 tahun 2009 tanggal 26 Februari 2009 tentang Tata Naskah Dinas dan Tata Kearsipan di Lingkungan BPN RI, RPD ini adalah salah satu bentuk naskah dinas berupa Telaahan Staf yang dimaksudkan sebagai risalah telaah akhir yang disajikan oleh jajaran staf BPN RI yang menjadi dasar bagi Kepala BPN RI dalam menetapkan hak tertentu atas tanah bagi suatu subyek hak yang memenuhi syarat dan aturan hukum. RPD ini adalah dokumen resmi yang menyertai dokumen resmi pertanahan lainnya dan disimpan bersama dokumen hak atas tanah lainnya. RPD ini dipertanggungjawabkan kebenarannya oleh seluruh jajaran staf Kepala BPN RI baik secara hukum, administrasi, maupun secara fisik. Dalam rangka penelaahan kelengkapan syarat pemberian Hak Pakai atas tanah yang diajukan Kemenpora tersebut, Deputi Kepala BPN Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (HTPT) telah menyelesaikan telaahannya dalam bentuk RPD lalu mengajukan kepada Kepala BPN RI dengan Nota dinas nomor 449/ND/DII/VIII/09 tanggal 31 Agustus 2009 yang ditandatangani oleh BE selaku Deputi Bidang HTPT. Pada saat itu, Deputi II Bidang HTPT telah menyelesaikan RPD yang pada tanggal 28 Agustus 2009 telah ditandatangani bersama oleh BE selaku Deputi HTPT, BS selaku DirekturPengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah, MW selaku Kasubdit Penetapan Hak Tanah, S selaku Plh. Kasie Penetapan Hak Wil II, dan EW selaku staf pengolah data. Namun setiap halamannya telah pula diparaf hanya oleh S selaku Plh. Kasie Penetapan Hak Wil II.
21
Berdasarkan RPD tersebut, jajaran staf Deputi II menyatakan bahwa Kepala BPN RI dapat menandatangani konsep SK Penetapan Hak Atas Tanah menjadi SK Penetapan Hak Atas Tanah. Di samping itu, seluruh jajaran staf telah mempertimbangkan segala aspek pertanahan lainnya yang diperlukan dalam penetapan hak atas tanah. Setelah membaca nota dinas dan RPD dari Deputi II BPN bertanggal 31 Agustus 2009 tersebut, JW sempat menandatangani SK Hak Pakai atas nama Kemenpora yang diajukan. Namun JW menerangkan bahwa SK tersebut dibatalkan kembali olehnya setelah mendengar saran lisan dari BE yang baru saja purna tugas sebagai Deputi II BPN bahwa akan menjadi lebih sempurna dan lebih baik jika ditambahkan satu data yuridis berupa Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari PT BE sebagai bekas pemegang HGU untuk tanah dimaksud. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa setelah penyelesaian dan penyampaian RPD tanggal 28 Agustus 2009 tersebut, masih terdapat beberapa koreksi yang bersifat redaksional maupun substansial. Setelah mengalami beberapa koreksi redaksional oleh Biro TU Pimpinan BPN (TUPP), RPD bersama konsep SK Penetapan Hak diajukan ke meja Kepala BPN, lalu pada tanggal 13 Oktober 2009 mendapatkan catatan dari Kepala BPN untuk ditanggapi oleh Deputi II. Untuk menjawab catatan ini, MM selaku Plt. Deputi II (Deputi II definitif telah pensiun TMT 1 September 2009) mengirimkan nota dinas nomor 501/ND/DII/XI/09 tanggal 6 November 2009. Penjelasan Deputi II tersebut kurang memuaskan Kepala BPN sehingga JW selaku Kepala BPN RI kembali memberikan disposisi pada tanggal 10 November 2009 yang berbunyi: “sebelum tt, saya perlu diskusi dulu dengan Plt D-II.” Meskipun MM tidak datang berdiskusi seperti permintaan JW, JW tidak menindaklanjuti disposisinya itu dan tetap menunggu pemenuhan persyaratan berupa surat pernyataan pelepasan hak dari bekas pemegang hak sebelumnya. Namun demikian, oleh staf tata usaha disposisi Kepala BPN tersebut bersama dengan warkah lengkap tetap disampaikan kepada Deputi II untuk ditindaklanjuti. Kemudian pada tanggal 15 Desember 2009, MM selaku Plt. Deputi II mengirimkan disposisi kepada Kepala BPN yaitu: “Yth. Bapak Ka BPN RI: Dh, dilaporkan, maka dengan dasar kepemilikan kantor Menpora terhadap tanah (terlampir) sudah dapat diproses. Terima kasih.” Lembar disposisi tersebut diberi tanda OK dan paraf, namun JW selaku Kepala BPN menyatakan tidak pernah melihat disposisi ini dan tidak mengenal tulisan tangan OK dan paraf yang ada. Selanjutnya, kepada BS selaku Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN RI pada tanggal 17 Desember 2009 utusan Kemenpora menyerahkan dokumen asli Surat Pernyataan H. Probosutedjo bertanggal 22 November 2009 untuk melengkapi syarat penetapan hak. Dan untuk menyertakan dokumen tersebut ke dalam RPD, pada tanggal 21 Desember 2009 dengan nota dinas nomor 334/ND/DPPTP/XII/2009 BS meminta kembali
22
berkas RPD yang sudah berada di meja Karo TUPP BPN RI untuk dikoreksi. Dengan adanya dokumen tersebut, BS selaku Direktur memerintahkan kepada MW selaku Kasubdit dan S selaku Kasie untuk menyisipkan ke dalam uraian RPD tanpa memperbarui tanda tangan penyusun dan penanggungjawab RPD. S melanjutkan perintah tersebut kepada EW selaku staf penyusun RPD. RPD yang telah disisipi dengan dokumen baru tersebut, diajukan kembali kepada Kepala BPN RI dengan nota dinas Plt Deputi II nomor 01/ND/DII/I/2010 tanggal 04 Januari 2010 dengan menambahkan satu butir penjelasan yaitu: “sehubungan dengan penjelasan tersebut angka 5 di atas, telah ada Surat Pernyataan dari H. Probosutedjo, Komisaris Utama PT BE selaku bekas pemegang Hak Guna Usaha Nomor 1/Hambalang yang menyatakan tidak keberatan apabila Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga menjadikan lahan tersebut untuk sarana dan prasarana olahraga dan tidak akan melakukan tuntutan/gugatan ke pengadilan di kemudian hari.” Menindaklanjuti nota dinas tersebut, JW selaku Kepala BPN menandatangani SK Hak Pakai pada tanggal 6 Januari 2010. JW menerangkan bahwa adanya Surat Pernyataan H. Probosutedjo tanggal 22 November 2009 tersebut dapat dipandang sebagai bentuk penyelesaian perolehan hak dari bekas pemegang hak. Karena itu, JW menandatangani SK Hak Pakai dimaksud. Pada saat menandatangani SK Hak Pakai tersebut, JW selaku Kepala BPN menyatakan tidak yakin apakah melihat asli dokumen Surat Pernyataan H. Probosutedjo yang selama ini ditunggu. JW hanya melihat uraian dalam RPD dan nota dinas bahwa surat tersebut telah ada. Hasil analisis terhadap RPD Nomor 03/PHT/Dit.PPTP/VIII/2009 tanggal 28 Agustus 2009 menunjukkan bahwa beberapa fakta hukum yang dijadikan sebagai pertimbangan oleh BPN dalam rangka pemberian Hak Pakai tersebut tidak sesuai kenyataan yang sebenarnya yaitu sebagai berikut:
Poin VII.9.d. menyatakan bahwa “sesuai hasil audit BPK RI yang menegaskan tidak ada unsur kerugian negara dalam proses perolehan tanah aset Menpora atas tanah seluas 312.448 m2 yang terletak di Desa Hambalang Kec Citeureup Kab Bogor.” Yang dimaksud hasil audit BPK RI dalam pernyataan itu adalah LHP nomor 18/HP/XVI/03/2009
tanggal
17
Maret
2009
atas
Program
Pembinaan
dan
Pemasyarakatan Olahraga dan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga serta BA 69 TA 2007 dan 2008 sebagaimana yang disebut dalam RPD poin VI.1.b.8).d. LHP tersebut menyajikan temuan pemeriksaan atas program kegiatan Kemenpora yang dilaksanakan dalam periode TA 2007-2008, sedangkan pengadaan tanah dimaksud telah dilakukan pada tahun 2004. Dengan demikian LHP tersebut tidak relevan dengan kondisi pengadaan tanah dimaksud.
23
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pernyataan poin VII.9.d. tersebut adalah hasil rapat koordinasi membahas permohonan Hak Pakai atas nama Kemenpora di kantor BPN RI yang diprakarsai oleh Deputi II BPN RI dan dihadiri oleh unsur Kemenpora serta auditor BPK RI pada tanggal 14 Juli 2009. Undangan resmi rapat tersebut yang dikeluarkan oleh BE selaku Deputi II nomor 2521/002-300/VII/2009 tanggal 2 Juli 2009 tidak menyebutkan mengundang unsur BPK RI untuk hadir dalam rapat. Adapun kehadiran staf auditor BPK RI dalam rapat tersebut bukan atas perintah resmi BPK RI dan tidak merepresentasikan pendapat BPK RI.
Poin VII.9.e. menyatakan “bahwa secara materiil telah ada kesepakatan lisan yang disampaikan oleh Ibu Rita selaku Direktur Utama PT BE sebagaimana diuraikan dalam surat Seskemenpora tanggal 18 September 2009 nomor 2917.A/Ses Kemenpora/8/2009 dan surat pernyataan Ses Kemenpora tanggal 18 September 2009 nomor 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009.” Bahwa tidak pernah ada surat bernomor 2917.A/Ses Kemenpora/8/2009 dan 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009 yang bertanggal 18 September 2009. Yang ada adalah surat bernomor 2917.A/Ses Kemenpora/8/2009 dan 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009 bertanggal 18 Agustus 2009, yang tidak menyebutkan adanya kesepakatan lisan tersebut.
Poin VI.1.b.8). menyebutkan bahwa “sebagai tindak lanjut angka 5) di atas Ses Kemenpora dengan Surat Pernyataan tanggal 18 Agustus 2009 Nomor 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009 menyatakan: a. Tanah tersebut sudah dikuasai secara fisik sejak tahun 2004 sampai sekarang ini b. Sudah tercatat sebagai aset Kemenpora Nomor 2531/BU.Set.Menpora/X/2005 tanggal 18 Oktober 2005. c. Tidak ada sengketa/perkara dengan pihak manapun. d. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 nomor 18/HP/XVI/03/2009 atas Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olahraga dan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga serta BA 69 TA 2007 dan 2008, tidak ada temuan mengenai pengadaan tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang Kec Citeureup Kab Bogor. e. Kami telah 2 kali mengirim surat permohonan pelepasan Hak Atas Tanah kepada Bapak Pro dan Direksi PT BE, namun sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan sebagaimana diharapkan, berdasarkan informasi yang diterima, pimpinan PT BE menyatakan bahwa tanah tersebut bukan tanah mereka lagi, tetapi sudah menjadi tanah Negara.” Bahwa terdapat 3 (tiga) lembar Surat Pernyataan yang ditandatangani Ses Kemenpora bertanggal 18 Agustus 2009 yaitu 1 (satu) lembar Surat Pernyataan Ses Kemenpora
24
tertanggal 18 Agustus 2009 nomor 2917.A/Ses Kemenpora/8/2009 dan 2 (dua) lembar Surat Pernyataan nomor 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009. Surat Pernyataan nomor 2917.A/Ses Kemenpora/8/2009 tertanggal 18 Agustus 2009 dikirimkan secara resmi ke BPN melalui loket Bagian Persuratan dan diterima pada tanggal 20 Agustus 2009. Adapun mengenai Surat Pernyataan bernomor 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009 tertanggal 18 Agustus 2009, terdapat dua surat bernomor sama dengan isi surat berbeda. Surat Pernyataan nomor 2917.B/Ses Kemenpora/8/2009 yang pertama dikirim ke BPN dengan cara dibawa langsung oleh PM yang pada waktu itu menjabat sebagai Karo Umum Kemenpora dan disampaikan langsung kepada MW selaku Kasubdit Penetapan Hak Tanah di kantor BPN Pusat. Surat yang ditandatangani WM selaku Semenpora dengan dilengkapi materai cukup ini berisi pernyataan sebagaimana poin a, b dan c tersebut di atas. Setelah surat tersebut disampaikan, MW memberikan petunjuk agar isi surat pernyataan tersebut diperbaiki dengan mencantumkan hasil pemeriksaan BPK dan pernyataan dari PT BE. PM kemudian memperbaiki surat tersebut dengan menambahkan poin d dan e tersebut di atas dan mengirimkan kembali ke MW. Surat Pernyataan yang kedua ini tidak lagi menggunakan materai sebagaimana Surat Pernyataan yang pertama.
Poin VI.1.b.9). dan poin VII.8. menyebutkan bahwa “…..telah ada Surat Pernyataan Komisaris Utama PT BE (Pro) yang menyatakan tidak keberatan apabila Kemenpora mengelola lahan tersebut untuk kepentingan sarana dan prasarana olahraga dan tidak akan melakukan gugatan ke pengadilan.” Bahwa yang dimaksud dengan Surat Pernyataan Komisaris Utama PT BE (Pro) tersebut adalah surat pernyataan tertanggal 22 November 2009 yang bertanda tangan H. Probosutedjo di atas kertas bermeterai cukup. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa untuk area tanah yang telah dikeluarkan dari HGU PT BE, Pro menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah mendapatkan penggantian apapun dan tidak pernah memberikan pelepasan hak kepada siapapun. Selain itu, berkenaan dengan surat pernyataan bertanda tangan dirinya tanggal 22 November 2009 tersebut, Pro menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dihubungi oleh utusan Kemenpora dan tidak pernah menandatangani surat tersebut. Yang bersangkutan tidak tahu tanda tangan yang tertera di surat tersebut itu tanda tangan siapa. Surat Pernyataan tersebut diterima langsung oleh Swi (staf Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN RI) pada tanggal 17 Desember 2009 tanpa melalui bagian persuratan BPN RI. Swi menyatakan bahwa pada hari diterimanya surat tersebut, BS selaku Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN RI memerintahkannya melalui telepon untuk menerima secara langsung dokumen asli surat pernyataan yang akan diantar oleh utusan Kemenpora. Dan setelah Swi menerima, lalu
25
yang bersangkutan meletakkan surat tersebut di meja kerja BS. Namun yang bersangkutan tidak ingat nama orang yang mengantarkan surat tersebut ke kantor BPN. Selanjutnya setelah lengkap, berkas warkah pemberian hak tersebut diserahkan oleh Deputi II selaku pemroses berkas dengan nota dinas kepada Kepala BPN tanggal 4 Januari 2010 dan diterima oleh YA selaku Kasubbag TU Kepala BPN untuk permintaan tanda tangan Kepala BPN. Setelah SK Hak ditandatangani Kepala BPN, selanjutnya SK Hak tersebut beserta berkas lengkap diserahkan oleh Kasubbag TU Kepala BPN kepada LAW selaku Kepala Bagian Persuratan pada tanggal 6 Januari 2010 untuk diberi nomor, didistribusikan dan diarsipkan. Sejak penerimaan berkas tanggal 6 Januari 2010 tersebut, sampai dengan dikeluarkan pada tanggal 20 Desember 2011 untuk keperluan scanning dokumen, tidak ada peminjaman berkas oleh pihak lain, yang berarti berkas tidak pernah keluar dari tempat penyimpanan yang dikuasai Bagian Persuratan BPN. Pada saat pertama kali dibuka, dokumen berupa Surat Pernyataan H. Probosutedjo tertanggal 22 November 2009 tersebut sudah dalam bentuk kertas fax yang difotokopi dan tidak ada dokumen asli.
Dalam keputusan tentang Hak Pakai sesuai Surat Keputusan nomor 1/HP/BPN RI/2010 tanggal 06 Januari 2010 tentang pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di Kab Bogor Jawa Barat, Kepala BPN melampirkan pernyataan pelepasan hak garapan dari para penggarap, namun tidak mencantumkan Surat Pernyataan H. Probosutedjo tanggal 22 November 2009 tersebut sebagai salah satu pertimbangan atas terbitnya surat keputusan tersebut. Setelah SK Hak Pakai ditandatangani Kepala BPN, sesuai prosedur yang diatur dalam Keputusan Kepala BPN No. 1 tahun 2005 yang telah diperbarui dengan Peraturan Kepala BPN No. 1 tahun 2010 bahwa SK tersebut hanya dapat diserahkan kepada instansi pemohon atau kuasa yang ditunjuknya. Namun faktanya SK tersebut oleh LAW atas perintah MM diserahkan kepada IM pada tanggal 6 Januari 2010 tanpa ada surat kuasa dari Kemenpora. Sebelumnya, IM pernah menghubungi MM via telepon untuk meminta bantuan agar SK Hak Pakai dapat segera jadi dan MM menjanjikan akan membantu. Pada hari penandatanganan SK Hak tanggal 6 Januari 2010 tersebut, pagi hari MM menghubungi IM via telepon mengatakan bahwa SK Hak sudah ditandatangani Kepala BPN, lalu sore harinya IM datang untuk mengambil SK Hak tersebut. Selanjutnya berdasarkan surat keputusan tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kab Bogor menerbitkan tanda bukti hak atas tanah berupa Sertipikat Hak Pakai Nomor 60 pada tanggal 20 Januari 2010.
26
b. Perizinan dari Pemerintah Daerah 1) Izin Lokasi Setelah lokasi desa Hambalang dipilih, pada tanggal 10 Mei 2004 TCM selaku Dirjen Olahraga Depdiknas mengirim surat kepada Bupati Bogor No. 0514 A/OR/2004 tentang rencana pembangunan Gedung Diklat Olahraga Pelajar Nasional. Surat tersebut meminta Bupati Bogor untuk membantu penyelesaian penerbitan izin penetapan lokasi, penyelesaian proses berbagai perizinan termasuk pertanahan dan dukungan infrastruktur serta dukungan fasilitas lainnya. Tim Pertimbangan Pemberian Izin Lokasi dan atau penetapan Lokasi di Kabupaten Bogor pada tanggal 15 Juli 2004 membuat Berita Acara Rapat Pembahasan Izin/Penetapan Lokasi yang dimohon oleh Dirjen Olahraga Depdiknas yang ditandatangani oleh AS selaku Plh. Sekretaris Daerah Kab.Bogor. Kesimpulan rapat tersebut adalah bahwa permohonan lokasi
Diklat
Pengembangan
Atlet
Nasional
Ditjen
Olahraga
Depdiknas
dapat
dipertimbangkan dengan syarat:
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sesuai Perda No.17/2000 diberikan 20%
Perolehan hak atas tanah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Rapat tersebut tidak mempertimbangkan kondisi lokasi yang dimohon yang berada
dalam zona rawan bencana sesuai dengan hasil penelitian dan pemantauan yang dilakukan Badan Geologi Kementerian ESDM dalam hal ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa wilayah tersebut merupakan zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi. Artinya, pada zona itu sering terjadi gerakan tanah. Sejak 1996 secara berkala, pihak PVMBG telah menerbitkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Peta tersebut terus diperbarui dan terakhir tahun 2009 peta menyebutkan bahwa wilayah Hambalang Bogor termasuk dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi, artinya pada daerah ini gerakan tanah sering terjadi terutama dipicu oleh curah hujan yang tinggi, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali. Kondisi yang rentan gerakan tanah tersebut telah terbukti dengan terjadinya bencana gerakan tanah di antaranya yang terjadi pada 30 Januari 2002 yaitu di kampung Tajur Tapos desa Hambalang Kabupaten Bogor. Menurut laporan hasil pemeriksaan gerakan tanah yang diterbitkan oleh PVMBG nomor 388/42.02/DGV/2002 tanggal 21 Februari 2002, penyebab gerakan tanah tersebut adalah adanya “perbedaan sifat fisik batuan dasar pembentuk lereng antara breksi tufa setengah lapuk yang meluluskan air terletak di atas batu lempung yang kedap air dan mudah lunak bila jenuh air. Hal ini akan menyebabkan air permukaan mudah meresap ke dalam lapisan tanah/batuan melalui pori-pori antar butir tanah kemudian tertahan pada lapisan lempung di bawahnya, sehingga permukaan batu lempung akan menjadi lunak dan licin. Akibatnya breksi tufa beserta tanah pelapukannya yang terletak di bagian atas akan mudah bergerak dengan bidang lincir permukaan batu lempung.”
27
Dalam laporan tanggal 21 Februari 2002 itu pula, mengingat kawasan tersebut termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi, PVMBG telah mengusulkan saran penanggulangan agar bencana tak terulang yaitu:
Relokasi rumah-rumah yang terletak di daerah yang telah bergerak ke lokasi yang lebih aman.
Mengosongkan rumah-rumah yang telah rusak berat dan pada saat pemeriksaan masih dihuni.
Mengatur kembali penggunaan lahan di daerah yang telah bergerak agar areal persawahan diganti dengan lahan pertanian yang tidak membutuhkan banyak air. Pada bulan November-Desember 2011 terjadi lagi gerakan tanah di lokasi desa
Hambalang. Dengan adanya bencana tersebut, PVMBG menerbitkan laporan singkat dengan surat yang ditujukan kepada Kepala BNPB, Gubernur Jawa Barat, dan Bupati Bogor bernomor 1384/45/BGL.V.2012 tanggal 7 Juni 2012. Dalam laporan tersebut, PVMBG menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya bencana tersebut adalah:
Sifat fisik batu lempung (sweeling clay) yang mudah mengembang bila terkena air.
Adanya air permukaan yang mengalir bebas di permukaan dan meresap ke dalam tanah, hingga menjenuhkan lapisan batu lempung menjadi mengembang dan menjadi bubur.
Adanya penggalian pada lereng bagian bawah yang terjal (>800) dan memotong lapisan lempung mengembang, sehingga lapisan batu lempung dan lapisan batuan vulkanik di atasnya bergerak ke bawah. Hasil penelitian PVMBG terhadap kondisi lapisan tanah di wilayah tersebut menunjukkan
bahwa:
Lapisan atas berupa lapisan batuan vulkanik lapuk yang kurang kompak;
Bagian bawah berupa lapisan batu lempung yang bersifat mengembang (swelling clay);
Terdapat akumulasi air yang cukup banyak di atas lapisan batu lempung;
Pada
lapisan
batu
lempung
di
beberapa
tempat
terindikasi
adanya
pembuburan/penggemburan tanah/lempung. Menurut Risalah hasil rapat pembahasan, diketahui ada perwakilan dari 10 instansi terkait yang hadir dan memberikan usulan/pertimbangan yaitu:
Bappeda Kab. Bogor (JP)
Kantah Kab. Bogor (WH)
Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kab. Bogor (MNS dan HJCh)
Dinas Pertanian Kab. Bogor (NGR)
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kab. Bogor (MY )
Dinas Cipta Karya Kab. Bogor (Jay)
Bagian Hukum (Gu)
Bagian Pemerintahan Umum (YS )
28
Camat Citeureup (AchK)
Dinas Kehutanan dan Perkebunan (tidak ada nama namun ada tanda tangannya) Pada tanggal 16 Juli 2004, Kepala Bappeda Kab. Bogor (MRM) membuat nota dinas
Nomor 591/27/Sarpraswil-Bap/04 kepada Bupati Bogor melalui Sekda Kab. Bogor perihal permohonan penetapan lokasi untuk pembangunan Gedung Diklat Olahraga Pelajar di Desa Hambalang Kec. Citeureup yang menyatakan bahwa:
Berdasarkan Perda Kab. Bogor No. 17 tahun 2000 tentang RTRW Kab. Bogor, lokasi yang dimohon termasuk dalam dominasi peruntukan pertanian lahan kering, di lokasi tersebut dimungkinkan adanya pembangunan diklat olahraga dengan luas tutupan bangunan (KDB) maksimal 20%.
Mempertimbangkan Persetujuan DPRD Kab.Bogor No.170/53-DPRD tanggal 24 Mei 2004 yang pada prinsipnya menyetujui rencana pembangunan gedung diklat olahraga pelajar nasional
Berdasar hasil rapat pembahasan Tim Pertimbangan Pemberian Ijin Lokasi pada tanggal 14 Juli 2004, kiranya permohonan Penetapan Lokasi an Ditjen Olahraga Depdiknas dapat dipertimbangkan untuk pembangunan diklat olahraga di atas tanah seluas +- 30 ha.
Adapun Ketentuan teknis yang harus dipenuhi antara lain:
Luas tutupan bangunan (KDB) maksimum 20% dan sisanya untuk penghijauan
Diwajibkan menanam pohon pelindung untuk konservasi lingkungan
Diwajibkan membuat Amdal
Pada daerah dengan kemiringan lebih dari 40 derajat agar dipertahankan sebagai daerah konservasi
Site plan /rencana tapak bangunan setiap perubahannya harus disahkan oleh Bupati Bogor dan dikonsultasikan terlebih dulu dengan Bappeda Bogor
Dalam pelaksanaan pembangunannya, tidak diperkenankan merubah/memindahkan batas desa dan kecamatan yang ada, agar tetap dipertahankan dan atau dibuat dengan tandatanda yang pasti. Keputusan Bupati Bogor No.591/244/Kpts/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004 tentang
penetapan lokasi pembangunan gedung pendidikan dan pelatihan olahraga pelajar nasional terletak di Desa Hambalang Kec. Citeureup Kab. Bogor seluas +- 30 HA, menyebutkan pihak Ditjen Olahraga Depdiknas diwajibkan untuk membuat Dokumen Amdal serta site plan sebelum pembangunan dilaksanakan dikoordinasikan dengan Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. Keputusan ini berlaku selama 12 bulan sejak di tetapkan dan dapat diperpanjang satu kali atas permohonan yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan kembali paling lama 10 hari sebelum masa berlakunya berakhir.
29
Pada tanggal 15 Februari 2007 Deputi Pemberdayaan Olahraga menerbitkan Surat no. B.0016/Deputi IV Menpora/II/2007 kepada Bupati Bogor mengenai perubahan Keputusan Bupati Bogor No:591/244/KPTS/Huk/2004, yang semula bernama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Pelajar Nasional, dengan pemrakarsa Depdiknas dengan 300.000 m2. menjadi bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional di Sentul, dengan pemrakarsa Kemenpora dengan luas 312.448m2. Surat Deputi Pemberdayaan Olahraga tanggal 15 Februari 2007 No.B.0018/Deputi IV Menpora/II/2007 ditujukan kepada Bupati Kab. Bogor tentang Permohonan penetapan lokasi pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional untuk dimasukan ke dalam rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) yang diperuntukan sebagai kawasan olahraga. Pada tanggal 27 Februari 2007 Bupati Bogor menerbitkan Keputusan Bupati Bogor No. 591/61/Kpts/huk/2007 tentang Penetapan kembali lokasi untuk pembangunan pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olah Raga Nasional seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup bagi Kepentingan Kemenpora. Dalam Surat Keputusan tersebut disebutkan sebelum pelaksanaan kegiatan pembangunan diwajibkan untuk menyusun laporan studi kelayakan, melakukan penelitian fisik tanah dan batuan yang pelaksanaannya bekerjasama dengan Pusat Lingkungan Geologi Badan Geologi Departemen ESDM, membuat dokumen Amdal, Peil Banjir, Masterplan dan IMB. Surat Keputusan ini ditembuskan ke Tim Pertimbangan Pemberian Izin lokasi dan penetapan lokasi.
2) Studi Amdal Untuk melaksanakan syarat yang disebutkan dalam Keputusan Bupati Bogor No.591/244/Kpts/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004 tentang penetapan lokasi pembangunan gedung pendidikan dan pelatihan olahraga pelajar nasional terletak di Desa Hambalang Kec. Citeureup Kab. Bogor seluas + 30 Ha, Kemenpora mulai melakukan studi Amdal dengan membuat
perjanjian
kerja
sama
dengan
PT
CKS
nomor
KTR-
0309.1/PPK.D.IV.Menpora/VIII/2006 tanggal 14 Agustus 2006. Atas kontrak tersebut, DN selaku Direktur PT CKS telah menerima pembayaran netto sebesar Rp295.000.000. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sampai dengan pemeriksaan (September 2012), PT CKS menyatakan bahwa hanya menerima uang sebesar Rp90.000.000, sedangkan sisanya sebesar Rp205.000.000 telah diserahkan kepada seseorang bernama NS dengan tanda terima bertanggal 08 Januari 2007 untuk keperluan biaya pekerjaan penyusunan Amdal kegiatan pengembangan PPPON di Hambalang. Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, PT CKS telah menggunakan uang sebesar Rp90.000.000 tersebut untuk keperluan penyusunan TOR Amdal dan uji laboratorium yang dilaksanakan dalam periode April 2005 – Desember 2006. Output yang dihasilkan belum merupakan dokumen studi Amdal yang lengkap namun
30
hanyalah Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan dan hasil uji lab. Sedangkan studi Amdal di tahun 2010 – 2011 tidak pernah dilakukan karena Kemenpora tidak menyediakan dananya. Karena studi Amdal belum dilakukan dan sambil menunggu penyelesaian sertipikat atas lahan dimaksud, pada tanggal 9 Januari 2007 NS menitipkan uang tunai sebesar Rp205.000.000 tersebut kepada AAA selaku PPK dan akan digunakan kembali jika proses penyelesaian Amdal telah dilaksanakan. Namun sampai dengan pemeriksaan ini (Oktober 2012), Amdal dimaksud tidak pernah diselesaikan dan uang tunai sebesar Rp205.000.000 tersebut tidak pernah diminta kembali oleh NS. Meskipun pernah terhenti di tahun 2006, untuk memenuhi persyaratan studi Amdal, pada tanggal 28 Juli 2011 DK (selaku Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora) menyurati Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dengan surat No.278.A/B.II.SESKEMENPORA/7/2011 perihal Pengajuan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH). Dalam surat tersebut Kemenpora memberitahukan bahwa pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional telah dilakukan mulai tahun 2003 seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Kronologis Pembangunan P3SON Hambalang sesuai Surat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Nomor 278.A/B.II.SESKEMENPORA/7/2011 No. 1.
2
Masa/Periode 2003 - 2004
Instansi Ditjen Olahraga Depdiknas
2004 - 2009
Kemenpora
3
2009 - Juli 2011
Kemenpora
Kegiatan Penetapan lokasi Penyelesaian Pengoperan/Pelepasan Hak Garapan dengan santunan kerohiman Pelaksanaan Pembangunan berupa bangunan masjid, asrama dan lapangan sepakbola Pengurusan sertipikat Hak Pakai atas nama Kemenpora Diperoleh sertipikat Hak Pakai No.60 Tahun 2010 tgl.20 Januari 2010 Penyempurnaan Perencanaan Pelaksanaan lanjutan pembangunan P3SON
Pada tanggal 4 Agustus 2011 Kepala BLH Kab. Bogor (NM) menindaklanjuti permohonan penyusunan DELH kegiatan pembangunan P3SON dengan membuat surat ke kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Propinsi Jawa Barat dengan surat No.660.1/1.577/Dam-BLH perihal Usulan Penyusunan DELH. Pada tanggal 12 Agustus 2011 Kepala BPLHD Propinsi Jawa Barat (SW) menindaklanjuti Surat BLH Kab.Bogor
no. 660.1/1.577/Dam-BLH dengan bersurat ke
Deputi I Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan no.surat
31
660.1/3.223/I/2011 perihal Data Usulan Kegiatan yang wajib DELH di Kab.Bogor. Dalam surat tersebut disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Kegiatan pembangunan P3SON telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Men-LH No.14 Tahun 2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan tetapi belum memiliki Dokumen Lingkungan Hidup, di antaranya telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan sebelum ditetapkannya UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kegiatan pembangunan P3SON telah sampai tahap konstruksi sebelum ditetapkannya UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lokasi Kegiatan pembangunan P3SON sesuai dengan RTRW dan/atau rencana tata ruang kawasan setempat.
Kegiatan pembangunan P3SON tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki dokumen lingkungan hidup akan tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Kegiatan pembangunan P3SON dinyatakan perlu mendapatkan penetapan/pengesahan dan penerbitan surat perintah untuk melakukan penyusunan DELH yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sebelum dilakukan proses penilaian oleh instansi pengelola lingkungan hidup di daerah. Pada tanggal 14 Agustus 2011 Deputi I MENLH Bidang Tata Lingkungan bersurat ke
Kepala BPLHD Propinsi Jawa Barat dengan surat no. B-7203/Dep.I/LH/08/2011 perihal Surat Perintah Menyusun DELH. Dalam surat tersebut dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
Surat Perintah menyusun DELH ditujukan kepada penanggung jawab kegiatan (dhi Kemenpora) didasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan KemenLH terhadap data verifikasi yang disampaikan oleh BPLHD Provinsi Jawa Barat
KemenLH meminta BPLHD Provinsi Jawa Barat meneruskan Surat Perintah ini ke BLH Kab. Bogor untuk selanjutnya menyampaikannya ke penanggung jawab kegiatan (dhi Kemenpora)
Dokumen DELH yang telah disusun oleh Kemenpora selanjutnya agar disampaikan ke BLH Kab. Bogor yang berwenang menilai
sesuai dengan pengaturan pada Psl 12
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Telah Memiliki Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2010 bahwa penyusunan dokumen evaluasi lingkunan hidup yang dilakukan antara tanggal 4 Oktober 2010 sampai dengan 3 Oktober 2011 wajib memiliki sertipikat kompetensi auditor lingkungan hidup yang teregistrasi.
32
Apabila setelah tanggal 3 Oktober 2011 kegiatan yang sudah ditetapkan DELH/DPLH maupun DPPL belum juga mendapatkan pengesahan terhadap dokumen yang disusun, maka penetapan DELH/DPLH maupun DPPL dianggap tidak berlaku dan kegiatan tersebut dianggap tidak memiliki dokumen lingkungan hidup
Sesuai dengan pasal 18 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup bagi Usaha bahwa penyusunan DELH atau DPLH tidak membebaskan penanggungjawab kegiatan (dhi Kemenpora) dari sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku maka Surat Perintah dan/atau Persetujuan DELH akan ditinjau kembali atau dibatalkan. Pada tanggal 19 Oktober 2011 DK selaku Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga
Kemenpora bersurat ke Asisten Deputi Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dengan surat no.351/BII.SESKEMENPORA/10/2011. Adapun isi surat tersebut adalah sebagai berikut:
Kemenpora menyatakan bahwa belum dapat menyelesaikan penyusunan DELH yang seharusnya harus sudah selesai sebelum tanggal 3 Oktober 2011.
Kemenpora memohon agar diberikan dispensasi waktu penyelesaian penyusunan DELH karena bangunan yang sedang didirikan adalah bangunan Negara dan akan digunakan untuk kepentingan pendidikan. Pada tanggal 16 April 2012 Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan bersurat kepada
Sekretaris
Kementerian
Pemuda
dan
Olahraga
dengan
nomor
surat:B-
3874/Dep.I/LH/PDAL/04/2012 perihal Arahan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak memiliki dokumen lingkungan. Dalam surat tersebut disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan informasi yang diterima bahwa terdapat kegiatan pembangunan Kemenpora yang telah berjalan namun belum memiliki dokumen lingkungan
Sesuai ayat (1) dan (2) Pasl 121 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa: Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 2 tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen Amdal wajib menyelesaikan audit lingkungan hidup, dan Pada saat berlakunya UU ini, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL/UPL wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup
Sehubungan dengan ketentuan pada Pasal 2 Peraturan MENLH Nomor 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan yang menyatakan bahwa DELH wajib disusun paling lama tanggal 3 Oktober 2011
33
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, diinformasikan bahwa PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan telah diterbitkan dan mulai diberlakukan, di mana dalam peraturan tersebut hanya dikenal dokumen Amdal dan UKL-UPL yang dipersyaratkan untuk penerbitan Izin Lingkungan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka terhadap kegiatan yang sudah ditetapkan DELH/DPLH namun belum melakukan penilaian dan kegiatan yang sudah berjalan namun tidak memiliki dokumen lingkungan, maka akan diberlakukan pengaturan sesuai dengan pengaturan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Berdasarkan wawancara antara Tim Pemeriksa dengan Kabid Pengkajian Dampak Lingkungan BLH Kab. Bogor (ES) tanggal 17 Juli 2012 diketahui hal-hal sebagai berikut:
Kemenpora selaku pemrakarsa kegiatan P3SON belum pernah mengajukan draft Kerangka Acuan Amdal maupun Andal, RLK/RPL.
Surat BLH Kab. Bogor No.660.1/2.159/Dam-BLH tanggal 15 Oktober 2010 perihal Pengumuman Rencana Kegiatan tidak dapat dianggap sebagai bukti pendaftaran pengesahan dokumen Amdal karena surat tersebut merupakan public notice yang merupakan salah satu lampiran dalam Kerangka Acuan.
BLH Kab. Bogor belum pernah menerima undangan public hearing terkait kegiatan study Amdal dari Kemenpora
Surat Keterangan No.02/X/CKS/2010 tanggal 15 Oktober 2010 yang dibuat oleh PT Cikaracak Kreasi Sejati tidak dapat dianggap sebagai bagian dari proses penyusunan Amdal karena proses penilaian Amdal berada di BLH Kab.Bogor.
BLH
Kab.
Bogor
telah
menindaklanjuti
Surat
Kemenpora
No.278.A/BII.SESKEMENPORA/7/2011 tanggal 28 Juli 2011 perihal pengajuan dokumen lingkungan hidup dengan meneruskan ke BPLHD Provinsi Jawa Barat.
Sampai dengan saat ini (17 Juli 2012) BLH Kab. Bogor tidak pernah menerima draft DELH atas nama Kemenpora. Sampai dengan laporan hasil pemeriksaan ini dibuat (Oktober 2012), dokumen Amdal
yang dimaksud belum ada dan belum disampaikan oleh Kemenpora.
3) Site Plan Dalam hal pengurusan Master / Site Plan, DK selaku Karo Perencanaan Kemenpora atas nama Ses Kemenpora mengajukan surat nomor 1572/Seskemenpora/6/2010 perihal permohonan pengesahan site plan kepada Bupati Bogor melalui Sekda pada tanggal 3 Juni 2010 dengan melampirkan sebagian dokumen yang dipersyaratkan sesuai bunyi pasal 8 Peraturan Bupati Bogor Nomor 14 tahun 2007 yang telah diubah dengan Peraturan Bupati
34
Bogor Nomor 30 tahun 2009 tanggal 17 Juni 2009 tentang Pedoman Pengesahan Masterplan, Site Plan dan Peta Situasi. Adapun persyaratan yang belum dipenuhi adalah fotokopi dokumen pengelolaan lingkungan yaitu Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) / Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Gambar site plan akhirnya disahkan dengan Keputusan Bupati Bogor nomor 591.3/231/kpts/SP/Huk/2010 tanggal 25 Oktober 2010, meskipun sampai dengan saat tersebut Kemenpora belum menyerahkan dokumen Amdal/UKL/UPL dan juga belum melakukan studi Amdal. Hal ini melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 22 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Burhanuddin selaku Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan dan Yani Hasan selaku Kepala Dinas Tata Bangunan dan Permukiman menerangkan bahwa penetapan site plan tetap dilakukan oleh Bupati atas pertimbangan Dinas Tata Ruang dan Pertanahan serta Dinas Tata Bangunan dan Permukiman meskipun studi Amdal belum pernah dilakukan oleh Kemenpora selaku pemohon karena pihak Pemkab Bogor pada dasarnya memberikan kemudahan proses penetapan tersebut mengingat itu adalah proyek Pemerintah Pusat yang perlu didukung daerah.
2. Izin Mendirikan Bangunan Dalam hal pengurusan IMB, Pada tanggal 5 Pebruari 2007 Kasubbag Tata Usaha Deputi
Pemberdayaan
Olahraga
Kemenpora
(BT)
mengeluarkan
surat
No.
B.0021.1/D.IV/Menpora/II/2007 kepada Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor mengenai permohonan Ijin Mendirikan Bangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional di Desa Hambalang. Pada tanggal 26 Oktober 2010 DK mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional dengan nomor register pendaftaran 661565026664. Berdasarkan hasil penelitian administrasi dan pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Badan Perizinan Terpadu Pemkab Bogor, permohonan perizinan tersebut telah memenuhi persyaratan. Kemudian pada tanggal 30 Desember 2010 dikeluarkan Keputusan Bupati Bogor No. 641/003.2.1/00910/BPT/2010 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional atas nama Kemenpora di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup. Dengan rincian bangunan meliputi: pos jaga, tugu, gedung penunjang dan pool mobil, sport science dan kebugaran, GOR serbaguna, lapangan sepakbola, masjid, asrama olahragawan senior putra/putri, asrama olahragawan junior putra/putri, sekolah, tenis dan basket indoor, hall senam dan gulat, hall angkat besi, angkat berat dan binaraga, lapangan tembak indoor dan outdoor, koram renang, lapangan atletik, gedung serbaguna, bulutangkis dan sepak takraw indoor, lapangan tenis, basket, volley pantai
35
indoor, lapangan panahan, extreme sport, pagar tembok, tempat parkir grassblok, sumur resapan dan septictank. Dalam pelaksanaan pembangunan, pemegang izin harus memenuhi syarat-syarat antara lain jarak bangunan dengan as jalan 15 m', dan jarak pagar dengan as jalan 10 m', ketinggian bangunan dari muka tanah 12 m' dan dilarang menambah tanpa persetujuan teknik Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman. IMB tersebut dikeluarkan oleh SS selaku Badan Perizinan Terpadu (BPT) Kabupaten Bogor dengan mengatasnamakan Bupati Bogor setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SOP Pelayanan Perizinan Terpadu berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 17 tahun 2009 yang mulai berlaku pada 1 April 2009. SOP ini mengacu ketentuan yang diatur dalam Perda Kabupaten Bogor nomor 23 tahun 2000 tentang IMB bahwa penerbitan IMB tidak harus memenuhi persyaratan berupa adanya studi Amdal terlebih dahulu. Karena itulah Kepala BPT Kabupaten Bogor tetap memproses permohonan IMB meskipun Amdal tidak ada. Selain itu, SS selaku Kepala BPT Kabupaten Bogor beranggapan bahwa dokumen Amdal sudah dipenuhi dalam pembuatan site plan, jadi seharusnya setelah site plan keluar masalah Amdal sudah selesai. Padahal Perda Kabupaten Bogor nomor 12 tahun 2009 tanggal 10 Agustus 2010 tentang Bangunan Gedung pasal 25 menyatakan bahwa persyaratan tata bangunan meliputi adanya pengendalian dampak lingkungan. SOP Pelayanan Perizinan Terpadu belum mengakomodasi ketentuan mengenai kewajiban membuat dokumen Amdal yang diatur dalam Perda Nomor 12 tahun 2009 tersebut.
c. Perencanaan Kegiatan dan Anggaran Tahun 2009 Kemenpora mendapatkan penetapan Pagu Indikatif dan Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah TA 2010 sebesar Rp993.859.500.000 pada tanggal 16 April 2009, melalui Surat Edaran Bersama Menteri Negara Pembangunan Nasional/Bappennas dan Menteri Keuangan No.0080/M.PPN/04/2009 dan No.SE-1223/MK/04/2009. Sesuai pagu indikatif tersebut, Kemenpora mengalokasikan anggaran untuk Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga sebesar Rp75.544.300.000. Selanjutnya berdasarkan alokasi Pagu Indikatif, Kemenpora menyusun Rencana Kerja (Renja) tahun 2010 yang ditetapkan oleh Ses Kemenpora atas nama Menteri pada tanggal 12 Mei 2009, serta mengalokasikan anggaran untuk Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga sebesar Rp65.544.300.000. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor.SE-1927/MK.02/2009 tanggal 6 Juli 2009, Kemenpora hanya mendapatkan penetapan Pagu Sementara tahun 2010 sebesar Rp983.859.500.000 atau turun sebesar Rp10.000.000.000 dari Pagu Indikatif, dengan alokasi pada Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga tetap sebesar Rp65.544.300.000.
36
RKA KL Pagu Sementara TA 2010 Kemenpora belum mengalokasikan kegiatan Pembangunan P3SON Hambalang. Bahan Penjelasan antara Komisi X DPR RI dengan Kemenpora pada tanggal 25 Agustus 2009 tentang Pembahasan RKA KL RAPBN Kemenpora Tahun 2010 menunjukkan bahwa
Kemenpora
masih
membutuhkan
tambahan
alokasi
anggaran
sebesar
Rp500.000.000.000 untuk beberapa kegiatan yang diangap penting dan belum terdanai pada Pagu Sementara, yaitu antara lain untuk kegiatan lanjutan pembangunan Sentul sebesar Rp50.000.000.000. Selanjutnya pada tanggal 24 September 2009, Kemenpora mendapatkan penetapan Pagu Definitif TA 2010 melalui Surat Edaran Menteri Keuangan No.SE2679/MK.02/2009
menjadi
Rp569.999.960.000,
yang
sebesar meliputi
Rp1.553.859.460.000 tambahan
atau
anggaran
meningkat pendidikan
sebesar sebesar
Rp510.000.000.000 dan perubahan anggaran lainnya sebesar Rp60.000.000.000. Pimpinan Komisi X DPR RI dan Tim Pokja Anggaran Komisi X DPR RI telah menyetujui pada akhir September 2009 untuk mengalokasikan anggaran pada Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga sebesar Rp486.645.554.000 atau meningkat sebesar Rp421.101.254.000 dari alokasi pada Pagu Sementara. RKA KL Pagu Definitif TA 2010 yang disampaikan oleh Ses Kemenpora kepada Menteri Keuangan Cq. Dirjen Anggaran melalui Surat Nomor 3352.B/Ses Kemenpora/10/2009 tanggal 1 Oktober 2009 menunjukkan bahwa Kemenpora mengalokasikan kegiatan pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp125.000.000.000 dengan nomenklatur Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa WM sebagai Ses Kemenpora sejak bulan Agustus 2009 telah memulai rencana perhitungan terhadap perkiraan biaya pembangunan P3SON Hambalang secara keseluruhan, yang meliputi pekerjaan konstruksi maupun kebutuhan peralatan/perlengkapan olahraga dan kesehatan. LLI – Direktur CV RM sebagai Tim Asistensi Kemenpora menjelaskan bahwa pada bulan Agustus 2009 pihaknya pernah diminta WM untuk membantu merencanakan kembali proyek Sentul tahun 2006, yaitu antara lain dengan menyiapkan draft TOR dan RAB untuk pekerjaan fisik bangunan dan peralatan sebesar Rp1,7 Triliun. WM merekomendasikan IN dan SA untuk menghitung RAB pekerjaan fisik bangunan, serta DK dan WS yang akan membantu menghitung RAB peralatan. IN adalah Direktur Utama PT BIE, SA adalah staf pada PT BIE, WS adalah Sekretaris Program PAL Kemenpora, dan DK adalah Kepala Biro Perencanaan Kemenpora. Hasil perhitungan RAB meliputi pekerjaan fisik bangunan sekitar Rp800 Miliar dan peralatan sekitar Rp900 Miliar diserahkan kepada WM. Selanjutnya WM meminta LLI agar mengubah perhitungan RAB yang sudah dilakukan, yaitu terakhir menjadi sebesar Rp2,5 Triliun dengan pertimbangan untuk fisik bangunan sebesar Rp1,2 Triliun dan untuk peralatan sebesar Rp1,3 Triliun.
37
Pada tanggal 1 Oktober 2009, SA mengirimkan hasil perhitungan biaya konstruksi melalui email
[email protected] kepada AH - Kabid Sarana dan Prasarana Olahraga
Kemenpora
dengan
alamat
email
[email protected]
dan
LLI
(
[email protected]), yang menunjukkan hasil perhitungan sebesar Rp864.576.830.000 terdiri dari biaya konstruksi sebesar Rp753.732.830.000 serta alat dan sarana sebesar Rp110.844.000.000. SA menghitung draft biaya konstruksi sesuai dengan arahan WM dengan mempertimbangkan masterplan dan FS yang diterima, perhitungan biaya dibagi menjadi tahap 2009 sebesar Rp127.544.460.000 dan tahap 2010 – 2011 sebesar Rp737.032.370.000. Selanjutnya pada tanggal 20 Oktober 2009, SA mengirimkan kembali revisi perhitungan biaya konstruksi sesuai permintaan AH untuk 3 tahun (2009 – 2013) menjadi sebesar Rp908.044.934.462, yang meliputi biaya konstruksi sebesar Rp684.100.934.462 serta alat dan sarana sebesar Rp223.944.000.000. Setelah membaca email tersebut pada tanggal 20 Oktober 2009, AH meminta SA untuk menghitung kembali perkiraan biaya pembangunan pusat peningkatan prestasi olahraga nasional di Hambalang dengan anggaran total sebesar Rp2.538.515.883.038 untuk tahun 2010 sampai dengan 2014. Namun pada tanggal 26 Oktober 2009, SA menyatakan kepada AH bahwa dari perhitungan dan hasil analisis menggunakan masterplan dan FS yang telah ada maka SA mampu mengembangkan menjadi Rp2.171.534.721.838 untuk 5 tahun anggaran, tetapi SA kesulitan menambah anggaran menjadi Rp2.538.515.883.038 sebab akan tidak wajar bila melihat dari luasan area dan fasilitas yang tersebut di dalam masterplan. Lebih lanjut SA menjelaskan bahwa kesulitan yang ditemukan dalam menyusun biaya sebesar Rp2.538.515.883.038 tersebut karena adanya regulasi (Permen PU Nomor 45 tahun 2007) yang membatasi terhadap desain bangunan pemerintah, dan sekitar bulan Januari 2010 sudah tidak mengikuti kegiatan perencanaan proyek Hambalang. AH menjelaskan bahwa setelah yang bersangkutan menyerahkan hasil perhitungan SA sebesar Rp2.171.534.721.838 kepada WM, selanjutnya WM memberikan komentar agar perhitungannya dilakukan sesuai dengan perhitungan yang sudah dilakukan sekitar Rp2,5 Triliun dan tidak mengurangi biaya peralatan yang dihitung oleh LLI dan Tom. Sebagian dari hasil perhitungan biaya konstruksi yang dilakukan SA tersebut, terutama perhitungan biaya untuk tahap 2009, dijadikan dasar oleh AH dalam menyusun Terms of Reference (TOR) kegiatan pembangunan P3SON Hambalang pada Pagu Definitif TA 2010 sebesar Rp125.000.000.000 yang ditugaskan dari WM dan Mu (Asdep Sarana dan Prasarana Kemenpora). Sehubungan dengan perhitungan biaya pembangunan P3SON Hambalang sejak bulan Agustus 2009 tersebut, WM menjelaskan bahwa memang pernah meminta bantuan LLI dan IN untuk membantu menghitung pembiayaan kegiatan di Hambalang yang dikoordinasikan oleh Bagian Sarana dan Prasarana Olahraga (Mu dan AH). Terkait dengan rencana
38
pembiayaan sebesar Rp2.538.515.883.038 tersebut, WM menyatakan bahwa angka tersebut diperoleh setelah pembahasan dengan Tim Asistensi. WM juga tidak pernah menyampaikan rencana perhitungan biaya pembangunan proyek Hambalang yang dibuat LLI dan IN kepada AD sebagai Menpora sampai dengan akhir Oktober 2009, karena pembahasan tersebut dianggap masih belum formal menjadi tugas deputi atau sekretariat Kemenpora.
Tahun 2010 Pada tanggal 20 Januari 2010, AAM selaku Menpora menghadiri Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi X DPR RI yang membahas realisasi APBN TA 2009, program kerja 100 hari, dan Renstra Kemenpora Tahun 2010 sampai dengan 2014. Dalam simpulan raker tersebut antara lain dinyatakan bahwa Komisi X DPR RI mendesak Kemenpora untuk menjelaskan secara komprehensif rencana pembangunan pusat pengembangan olahraga terpadu termasuk sekolah olahraga terpadu nasional di Sentul, Jawa Barat dan akan dibahas lebih mendalam pada Rapat Kerja yang akan di agendakan dalam waktu dekat. Pada tanggal 20 Januari 2010 tersebut RCA selaku Wakil Ketua Komisi X menyampaikan Memo kepada Sekretaris Kementerian yang menjadi mitra Komisi X, yaitu Kemendiknas, Kementerian Budpar, Kemenpora dan Perpusnas, perihal rencana pembahasan dan mendalami RAPBN-P TA 2010, sehingga diharapkan untuk memberikan usulan program/kerja masing-masing satker sebelum tanggal 25 Januari 2010. WM
selaku
Ses
Kemenpora
menjawab
Memo
tersebut
dengan
Surat
No.
138D/SESMENPOR/1/2010 tanggal 22 Januari 2010 dengan memberikan informasi atas usulan APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1.535.825.000.000 untuk kegiatan : 1) Sea Games dan Asean Para Games sebesar Rp550.000.000.000, 2) Lanjutan pembangunan tahap I Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Nasional dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) sebesar Rp625.000.000.000 dari rencana sebesar Rp2,5 Triliun, dan 3) Peningkatan kegiatan Olahraga Nasional dan Daerah sebesar Rp360.825.000.000. Namun Rencana Strategis Kemenpora Tahun 2010 – 2014 yang ditetapkan AAM pada tanggal 28 Januari 2010 hanya merencanakan pendanaan untuk Program kegiatan Peningkatan Prasarana dan Sarana Keolahragaan sebesar Rp451.060.000.000 selama tahun 2010-2014, tidak mencerminkan penganggaran untuk pembangunan P3SON Hambalang yang membutuhkan rencana biaya sebesar Rp2,5 Triliun. Pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X, AAM menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang Sentul Kabupaten Bogor sebesar Rp625.000.000.000, mengingat dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125.000.000.000. AAM juga menyampaikan bahwa usulan tersebut
39
merupakan bagian rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2.500.000.000.000. Pada Raker selanjutnya tanggal 3 Maret 2010, AAM menyampaikan kepada Komisi X DPR mengenai permasalahan yang dihadapi oleh Kemenpora untuk kegiatan olahraga terutama untuk meningkatkan prestasi olahraga Indonesia di ajang multi even perlu didukung pola-pola pembinaan yang intens dari SDM keolahragaan yang berkualitas, perlunya pembinaan olahraga di sekolah-sekolah yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi sekolah olahragawan (SMP dan SMA) di Ragunan sebagai pusat pembinaan atlit nasional saat ini juga perlu mendapatkan perhatian bersama, kemudian dengan telah keluarnya sertipikat tanah di Bukit Hambalang Kabupaten Bogor, maka rencana pembanguan P3SON sudah dimungkinkan untuk diwujudkan pembangunannya dan akan dimulai pada tahun 2010. AAM mengusulkan tambahan anggaran untuk TA 2010 sebesar Rp2.125.000.000.000 yang dipergunakan antara lain untuk kegiatan lanjutan pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang Kabupaten Bogor sebesar Rp625.000.000.000, meliputi : 1) Bangunan Operasional dan dukungan perencanaan sebesar Rp25.956.974.000, 2) Gedung Umum sebesar Rp452,112.121.000 dan 3) Gedung pendidikan dan Latihan sebesar Rp146,930.905.000. Pada tanggal 6 April 2010, Kemenpora mendapatkan penetapan Pagu Indikatif TA 2011 melalui Surat Edaran Bersama Meneg PPN/Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor SE-120/MK/2010, yaitu dengan alokasi APBN TA 2011 sebesar Rp2.029.090.000.000, yang diantaranya dialokasikan untuk Program sarana dan prasarana sebesar Rp251.460.000.000. Selanjutnya pada tanggal 9 April 2010 diadakan Trilateral Meeting antara Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kemenpora yang membahas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) KL TA 2011 dan Pagu Indikatif RABPN TA 2011. Dalam Trilateral Meeting tersebut, ketersediaan alokasi program sarana dan prasarana (Sapras) menjadi sebesar Rp281.460.000.000. Dalam penjabaran rencana kegiatan Sapras tersebut tidak dialokasikan untuk kegiatan pembangunan P3SON di Hambalang. Namun pada usulan kebijakan baru pada Program Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Kegiatan Sapras salah satunya adalah terlaksananya pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul. Hasil pembahasan tersebut dituangkan dalam Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga (Renja KL) TA 2011. Dalam Rapat Kerja antara Kemenpora dengan Komisi X DPR tanggal 13 April 2010 tentang Pembahasan Perubahan RKA-KL Perubahan APBN 2010, AAM menyampaikan kembali
rencana
permintaan
tambahan
anggaran
untuk
TA
2010
sebesar
Rp2.125.000.000.000 sebagaimana yang disampaikan pada Raker tanggal 3 Maret 2010. Rincian rencana alokasi tambahan anggaran untuk pembangunan P3SON Hambalang masih sebesar Rp625.000.000.000.
40
Pada
tanggal
16
April
2010,
WM
juga
menyampaikan
surat
nomor
0793.a/SESKEMENPORA/4/2010 kepada AR selaku Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan untuk meminta tambahan anggaran TA 2010 sebesar Rp2.125.000.000.000 yang diantaranya sebesar Rp625.000.000.000 akan digunakan untuk kegiatan Lanjutan pembangunan tahap I P3SON di Hambalang. Sedangkan terkait dengan penyusunan APBN TA 2011, pada tanggal 16 April 2010 tersebut, WM juga menyampaikan surat nomor 0957/Seskemenpora/4/2010 kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan untuk menyampaikan Renja KL tahun 2011, yang mana sebagian ataupun seluruh alokasi kegiatan peningkatan prasarana dan sarana keolahragaan sebesar Rp281.460.000.000 tidak dialokasikan untuk rencana kegiatan Pembangunan P3SON Hambalang, karena Kemenpora baru memasukkan keluaran dalam bentuk terlaksananya pembangunan pusat diklat sekolah olahraga Bukit Hambalang Sentul sebagai usulan kebijakan baru sebagaimana yang dibahas pada pertemuan trilateral meeting. Dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X pada tanggal 29 April 2010, AAM kembali mengusulkan untuk ketiga kalinya usulan tambahan anggaran TA 2010 sebesar Rp2.125.000.000.000 dengan rincian yang sama sebagaimana Raker pada tanggal 3 Maret 2010 dan 13 April 2010, yaitu antara lain akan digunakan untuk kegiatan Pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp625.000.000.000. Simpulan Raker tanggal 29 April 2010 (yang diterima Tim BPK tanpa tandata tangan) antara lain menyatakan bahwa Komisi X menyetujui tambahan anggaran Kemenpora untuk TA 2010 sebesar Rp950.000.000.000 yang terdiri dari alokasi DJA sebesar Rp350.000.000.000 dan optimalisasi APBN-P TA 2010 sebesar Rp600.000.000.000. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 2010, Pokja Anggaran Komisi X DPR RI dan Pimpinan Komisi X menyetujui alokasi penggunaan tambahan anggaran sebesar Rp950.000.000.000, yaitu antara lain digunakan untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp150.000.000.000. Sehubungan dengan tambahan anggaran sebesar Rp950.000.000.000 tersebut, WM menjelaskan bahwa penyusunan alokasi penggunaannya telah dikonsultasikan dengan AAM selaku Menpora, yaitu diantaranya digunakan untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp150.000.000.000, dan selanjutnya WM menandatangani matriks persetujuan alokasi penggunaan anggaran tambahan sebesar Rp950.000.000.000 di hadapan AAM dengan mengatasnamakan Menpora. Tambahan anggaran APBN P TA 2010 sebesar Rp950.000.000.000 tersebut ditetapkan melalui Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-224/MK.02/2010 tentang Perubahan Anggaran Belanja K/L Dalam APBN Perubahan Tahun 2010 pada tanggal 1 Juni 2010. Selanjutnya terkait dengan pembahasan APBN TA 2011, pada Raker antara Kemenpora dengan Komisi X tanggal 7 Juni 2010 AAM menyampaikan rencana Kerja Kemenpora TA 2011. Dalam bahan raker yang disampaikan kepada Komisi X, Menpora
41
meminta tambahan anggaran untuk Lanjutan Pembangunan Diklat/ Sekolah Olahraga Bukit Hambalang, Citeureup, Bogor sebesar Rp300.000.000.000 dari total usulan tambahan untuk APBN Definitif TA 2011 sebesar Rp2.000.000.000.000. Simpulan raker tersebut menyatakan bahwa Komisi X akan mengkaji usulan tambahan anggaran sebesar Rp2.000.000.000.000. Pagu Sementara Kemenpora TA 2011 ditetapkan sebesar Rp2.084.090.000.000 pada tanggal 24 Juni 2010 melalui SE Menteri Keuangan No.SE-294/MK.02/2010, dan alokasi untuk kegiatan peningkatan prasrana dan sarana keolahragaan masih sebesar Rp281.460.000.000. Setelah mendapatkan tambahan alokasi pada APBN-P TA 2010 sebesar Rp150.000.000.000 untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang, pada tanggal 28 Juni 2010 WM selaku Ses Kemenpora atas nama Menpora menyampaikan Surat No 1887.A/SESKEMENPORA/6/2010 kepada Menteri Keuangan dalam rangka meminta persetujuan pelaksanaan kontrak tahun jamak untuk pembangunan P3SON Hambalang dengan keseluruhan biaya sebesar Rp2.575.320.006.000,00 selama tahun 2010 sampai dengan 2012, yaitu meliputi pekerjaan fisik
bangunan
sebesar
Rp1.175.320.006.000,00
dan
peralatan
sebesar
Rp1.400.000.000.000,00. Pada
tanggal
12
Juli
2010,
WM
menyampaikan
surat
Nomor
2133/Seskemenpora/7/2010 kepada Menteri Keuangan Cq. Dirjen Anggaran terkait dengan penyampaian RKA KL Pagu Sementara Kemenpora TA 2011. Dalam penyusunan RKA-KL atas pagu sementara TA 2011, Kemenpora belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang sebagai kegiatan yang akan dilaksanakan di tahun 2011. Sehari kemudian yaitu pada tanggal 13 Juli 2010, sehubungan dengan permintaan pelaksanaan kontrak tahun jamak, AR dengan surat nomor S-1882/AG/2010 menyampaikan kepada Ses Kemenpora terkait dengan informasi dokumen dan prasyarat persetujuan kontrak tahun jamak yang harus dipenuhi untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang. Raker antara Kemenpora dengan Komisi X pada tanggal 6 September 2010, menyimpulkan bahwa Komisi X sepakat dengan usulan tambahan anggaran pada RAPBN TA 2011 sebesar Rp2.000.000.000.000 dengan peruntukan sebagai berikut: 1) Penyediaan
dan
peningkatan
prasarana
serta
P3SON
Hambalang
sebesar
Rp500.000.000.000, 2) Pemberian Bonus SEA Games dan ASEAN Para Games Rp100.000.000.000 dan 3) Pelaksanaan SEA Games dan ASEAN Para Games tahun 2011 Rp1.400.000.000.000 Namun Komisi X juga menilai bahwa RKA-KL Kemenpora TA 2011 belum proporsional antara program kepemudaan, keolahragaan dan dukungan manajemen aparatur, sehingga akan dibahas dalam Raker/ RDP yang direncanakan tanggal 20 September 2010 sampai dengan 2 Oktober 2010. Menindaklanjuti Raker sebelumnya, pada tanggal 27 September 2010 dilaksanakan RDP antara Kemenpora dengan Komisi X yang antara lain menyimpulkan bahwa postur
42
anggaran Kemenpora dan program/ kegiatan yang diusulkan dalan Pagu Sementara TA 2011 belum dapat diputuskan serta mendesak Kemenpora untuk mengajukan usulan perbaikan RKA-KL TA 2011 dengan memperhatikan masukan dan saran RDP paling lambat tanggal 30 September 2010. Selanjutnya Raker yang dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2010 telah menyimpulkan bahwa Komisi X menyetujui Pagu Defenitif RAPBN Kemenpora TA 2011 menjadi
Rp3.004.090.000.000
atau
bertambah
sebesar
Rp920.000.000.000
(Rp3.004.090.000.000 – Rp2.084.090.000.000) dari Pagu Sementara. Namun dalam Raker tanggal 25 Oktober 2010 tersebut telah ada kesepakatan antara Menpora dengan Komisi X bahwa pembahasan dan penetapan alokasi anggaran untuk fungsi, program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di Kemenpora TA 2011 akan dibahas dan ditetapkan antara Pimpinan, Kapoksi dan Pokja Anggaran Komisi X dengan Pejabat Eselon I Kemenpora antara tanggal 30 Oktober sampai dengan 2 November 2010. Penetapan Pagu Definitif Kemenpora TA 2011 sebesar Rp3.004.090.000.000 yang telah disepakati dengan DPR, kemudian disampaikan dengan Surat Edaran Menteri Keuangan No.676/MK.02/2010 tanggal 3 November 2010. Selanjutnya pada tanggal 10 November 2010, WM menyampaikan RKA-KL Pagu Defenitif Kemenpora TA 2011 dengan total Rp3.004.090.000.000 kepada Menteri Keuangan Cq. Dirjen Anggaran dengan Surat Nomor 3546/SESKEMENPORA/11/2010, yang diantaranya terdapat alokasi untuk kegiatan Pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp500.000.000.000, meliputi pengadaan peralatan sebesar
Rp100.000.000.000
dan
pembangunan
gedung/konstruksi
sebesar
Rp400.000.000.000. Penelaahan terhadap RKA KL Pagu Definitif Kemenpora TA 2011 dilaksanakan di Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, yang kemudian ditetapkan SP RKA KL pada tanggal 25 November 2010 dengan nomor STAP-092.01.070/AG/2010, yaitu antara lain menyatakan bahwa anggaran pengadaan peralatan untuk P3SON Hambalang sebesar Rp100.000.000.000 diberi tanda bintang (blokir) sedangkan anggaran pembangunan gedung P3SON Hambalang sebesar Rp400.000.000.000 tidak diberi tanda bintang (tidak diblokir). Sampai dengan disetujuinya tambahan anggaran pada Pagu Definitif Kemenpora TA 2011 sebesar Rp920.000.000.000 oleh DPR pada tanggal 25 Oktober 2010 dan selanjutnya dialokasikan untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp500.000.000.000 yang penelaahan RKA KL-nya telah ditetapkan oleh DJA pada tanggal 25 November 2010, pengajuan persetujuan pelaksanaan pekerjaan tahun jamak yang diajukan Ses Kemenpora pada tanggal 28 Juni 2010 belum diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Pada tanggal 15 November 2010, AR selaku Dirjen Anggaran masih meminta kelengkapan persyaratan persetujuan kontrak tahun jamak dengan surat No.S-3451/AG/2010 menyatakan antara lain: revisi RKA-KL dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
43
yang menunjukkan lebih dari satu tahun anggaran dan analisa komponen biaya pembangunan P3SON dari Instansi Teknis Fungsional (Kementerian Pekerjaan Umum). Setelah kelengkapan persyaratan kontrak tahun jamak untuk pembangunan P3SON Hambalang dilengkapi oleh Kemenpora, termasuk diantaranya analisa komponen biaya yang disampaikan Kementerian Pekerjaan Umum dengan Surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Nomor BU.01.06-Cb/1320 tanggal 23 November 2010, akhirnya persetujuan kontrak tahun jamak kegiatan pembangunan P3SON Hambalang senilai Rp1.175.320.006.000,00 untuk tahun 2010 sampai dengan 2012 diterbitkan Dirjen Anggaran pada tanggal 6 Desember 2010 sekaligus penetapan revisi RKA KL-nya.
Berdasarkan pemeriksaan diketahui hal-hal sebagai berikut: 1) Pada bulan Januari 2010, WM selaku Ses Kemenpora menandatangani Surat Tugas untuk Tim Asistensi dalam rangka mempersiapkan segala hal yang terkait dengan persiapan pelaksanaan lanjutan pembangunan P3SON Hambalang, meliputi PNS di Kemenpora maupun pihak luar Kemenpora, yaitu DK (Kepala Biro Perencanaan Kemenpora, PM (Kepala Biro Umum Kemenpora), Mu (Asdep Prasarana dan Sarana Olahraga Kemenpora), WS (praktisi olahraga/sekretaris Program PAL Kemenpora), dan LLI (Direktur CV RM). Selain itu pada bulan April 2010, DK selaku Kepala Biro Perencanaan atas nama Ses Kemenpora juga menandatangani Surat Tugas untuk MA (Komisaris PT MSG) sebagai tim asistensi yang akan membantu proses perijinan di Kementerian PU. Namun berdasarkan dokumen komunikasi melalui email yang diperoleh dari Tim Asistensi diketahui bahwa selain tim asistensi yang ditetapkan dalam Surat Tugas tersebut, terdapat pihak-pihak lain yang tergabung dalam grup email dengan alamat
[email protected] yang juga membantu menyusun konsep dan desain perencanaan pembangunan P3SON Hambalang. Pihak-pihak yang ikut berkomunikasi dalam grup email tersebut adalah Sya (dari OD, Pte, Ltd), ADK (PT GI), AR (kontraktor), ARD. (swasta), LLI (Direktur CV RM), Tom (ahli olahraga dari ITB), dan WS (praktisi olahraga). Grup email tersebut dibuat pada awal Januari 2010. 2) Hasil kerja tim asistensi yang dibentuk oleh WM dan DK adalah usulan gambar desain perspektif terhadap rencana bangunan yang akan dibangun di Hambalang setelah mempertimbangkan masukan dan arahan dari AAM selaku Menpora dan WM selaku Ses Kemenpora. Gambar-gambar desain tersebut dipresentasikan beberapa kali kepada WM maupun AAM, termasuk penentuan jumlah venue yang akan dibangun. Terkait dengan rencana desain dan bangunan yang akan dibangun di Hambalang, WM menjelaskan bahwa secara substansi dan konsep pembangunan P3SON Hambalang yang saat ini dikerjakan merupakan pemikiran AAM, berbeda dengan rencana pembangunan pada
44
masa Menteri sebelumnya (AD) meskipun secara program melanjutkan dari periode sebelumnya, yaitu antara lain: fasilitas, alat dan bangunan harus standar internasional, venue olahraga lebih banyak, dan kapasitas daya tampung atlit meliputi yunior dan senior. DK menjelaskan bahwa pada awal kepemimpinan AAM sebagai Menpora (sekitar akhir 2009), Ses Kemenpora dan tim asistensi telah mempresentasikan rencana pembangunan proyek Hambalang di Cilangkap, rumah kediaman AAM, berdasarkan permintaan AAM. Setelah mendapatkan petunjuk dari AAM, kegiatan pembangunan Hambalang yang waktu itu masih bernama Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPPON) selanjutnya dikembangkan menjadi P3SON sehingga disusun kembali KAK yang baru pada bulan Januari 2010 dari yang sebelumnya sudah disusun KAK pada tanggal 6 November 2009 sebagai data dukung alokasi anggaran sebesar Rp125.000.000.000 di tahun 2009. Masukan AAM waktu itu antara lain adalah penambahan asrama atlit senior, amphiteatre, sport extreme, dll. Presentasi gambar desain perspektif untuk P3SON Hambalang dilakukan beberapa kali sejak bulan Februari 2010 dan final sekitar bulan Juli 2010 yang disetujui AAM selaku Menpora. Penyusunan gambar desain perspektif untuk kegiatan P3SON Hambalang dilakukan oleh timnya ADK dari PT GI dan timnya AW dari PT MSG. ADK menjelaskan bahwa keikutsertaannya dalam perencanaan kegiatan P3SON Hambalang karena diminta bantuan oleh Sya dari OD, Pte, Ltd untuk mengurus proyek Hambalang dengan menemui DK pada awal Januari 2010 di Kemenpora. ADK diminta oleh DK untuk merencanakan konsep dan desain pembangunan P3SON setelah mempertimbangkan masukan dari tim asistensi, WM dan AAM. ADK telah mempresentasikan gambar-gambar desain yang dikerjakan kepada WM maupun AAM, tetapi kerjasama tersebut berakhir pada tanggal 28 April 2010 setelah ADK diminta mundur karena WM menyarankan untuk menggabung desain dari ADK dan desain PT MSG. Pengunduran diri ADK tersebut disepakati di kantor CV RM yang dihadiri LLI, DK, MA, dan IF (dari PT GI), dengan mendapatkan kompensasi sebesar Rp400.000.000 dari nilai Rp550.000.000 yang diminta. Pembayaran kompensasi tersebut diterima ADK dari DK pada tanggal 31 Desember 2010 sebesar Rp200.000.000 dan bulan Februari 2011 sebesar Euro 16,000, tetapi sumber pembiayaan kompensasi berasal dari MA dari PT MSG. Setelah ADK mundur, penyusunan gambar desain kegiatan pembangunan P3SON Hambalang dilanjutkan oleh PT MSG yang dikoordinasikan oleh AW. AW adalah Manajer Pemasaran PT MSG yang diminta oleh MA untuk mewakilinya di Kemenpora. AW diperkenalkan oleh MA kepada DK sekitar akhir 2009, sedangkan MA diperkenalkan oleh WM kepada DK. Awalnya AW diminta oleh DK untuk membantu menghitung biaya desain bangunan P3SON yang ada karena akan digunakan untuk mengusulkan anggaran, tetapi akhirnya diminta juga untuk menyusun gambar desain
45
dengan memperhatikan desain ADK serta pertimbangan dari WM dan DK. AW menjelaskan bahwa desain yang dibahas tidak pernah disinkronkan dengan desain sebelumnya (tahun 2006). Desain final yang dipresentasikan ke AAM disusun oleh PT MSG. Pemeriksaan lebih lanjut menunnjukkan bahwa meskipun PT MSG tidak ikut serta dalam proses lelang pengadaan konsultan perencana untuk pekerjaan pembangunan P3SON Hambalang, tetapi ternyata PT MSG mendapatkan pekerjaan sebagai sub kontrak dari PT YK (Persero) yang dinyatakan sebagai konsultan perencana pemenang lelang oleh Kemenpora. Berdasarkan dokumen berupa print out hasil komunikasi dalam grup email
[email protected], menunjukkan bahwa AR pernah menyatakan pada tanggal 12 Januari 2010 bahwa dalam rangka mempersiapkan presentasi kepada AAM selaku Menpora yang direncanakan tanggal 18 Januari 2010, diusulkan untuk disajikan perkembangan desain dari yang lama, selanjutnya desain PT AK, dan terakhir desain 3D yang dibuat Sya dkk. Namun Tim BPK belum memperoleh penjelasan dari AR terkait dengan pernyataan tersebut. AD yang menjabat sebagai Menpora sejak tahun 2004 sampai dengan akhir Oktober 2009 menjelaskan bahwa ide pembangunan pusdiklat olahraga di Sentul memang sudah ada sejak tahun 2004 pada masa Ditjora, Departemen Pendidikan Nasional, tetapi bukan untuk membangun sport center. Pembangunan pusdiklat olahraga tersebut dihentikan pada tahun 2007 karena ternyata belum memiliki sertipikat tanah, dan selanjutnya direncanakan kembali untuk tahun anggaran 2010 dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp125.000.000.000 sesuai usulan WM, dengan pemahaman untuk pembangunan seluruh sarana dan prasarana olahraga sampai dengan selesai, bukan multiyears. Lebih lanjut AD menjelaskan bahwa konsep perencanaan pembangunan P3SON Hambalang yang sekarang dijalankan sejak tahun 2010 pada masa Menteri AAM berbeda dengan konsep perencanaan sebelumnya, yaitu sebelumnya direncanakan pembangunan tidak lebih dari 2 lantai sedangkan yang dibangun saat ini lebih dari 5 lantai, bangunannya lebih masif, dan jumlah venue yang lebih banyak. Hal tersebut juga dijelaskan oleh WM bahwa secara substansi dan konsep, pembangunan P3SON Hambalang merupakan pemikiran AAM, antara lain : fasilitas, alat dan bangunan harus standar internasional, venue olahraga lebih banyak, dan kapasitas daya tampung atlit meliputi yunior dan senior. Dokumen fotokopi masterplan yang disusun PT ECB pada kepemimpinan Menteri AD, yang diterima Tim BPK menunjukkan bahwa rencana pembangunan Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional membutuhkan biaya sebesar Rp372.422.835.550 termasuk pengadaan peralatan.
46
3) Selain gambar desain perspektif, tim asistensi juga menghasilkan perhitungan perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang. AW dari PT MSG menjelaskan bahwa secara umum rencana biaya pembangunan P3SON Hambalang dihitung dengan beberapa kali perubahan berdasarkan permintaan jenis, perubahan
bangunan
dan
kebutuhan
Kemenpora.
Perhitungan
rencana
biaya
pembangunan fisik gedung dilakukan secara kasar oleh AW dibantu timnya dari PT MSG dengan cara mengalikan luasan bangunan dengan harga satuan dari Kabupaten Bogor, sementara luasan dan jenis bangunan diperoleh dari hasil diskusi tim asistensi. Perhitungan-perhitungan yang pernah dilakukan oleh AW untuk pekerjaan pembangunan fisik gedung dan infrastruktur (diluar peralatan) adalah Rp800-an Miliar, Rp900-an Miliar, Rp1 Triliun-an, Rp1,6-an Triliun, Rp1,2-an Triliun, dan akhirnya sebesar Rp1.129.206.256.000 (atau sebesar Rp1.175.320.006.000 termasuk biaya konsultan perencana, manajemen konstruksi dan pengelola teknis) seperti yang menjadi lampiran Surat Ses Kemenpora No 1887.A/SESKEMENPORA/6/2010 tanggal 28 Juni 2010 dalam rangka pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan. Perubahan-perubahan perhitungan tersebut dipengaruhi oleh perubahan jenis dan luasan bangunan setelah didiskusikan dengan DK, WM, maupun AAM. AW juga menjelaskan bahwa meskipun desain bangunan fisiknya bertambah dan berkurang setelah diskusi dengan AAM, rencana biaya pembangunan fisik gedungnya tidak berubah yaitu sekitar Rp1,1 Triliun. Sedangkan perhitungan biaya peralatan sebesar Rp1,4 Triliun disusun oleh tim asistensi yang lain, yaitu LLI. 4) Berdasarkan dokumen print out komunikasi melalui email yang dilakukan tim asistensi dengan pihak terkait lainnya, diketahui bahwa dalam rangka proses penyusunan rencana biaya pembangunan P3SON Hambalang sampai menjadi sebesar Rp1.129.206.256.000 untuk fisik bangunan dan infrastruktur, yang kemudian diusulkan untuk dilaksanakan dalam kontrak tahun jamak, bahwa PT MSG telah berkoordinasi dengan PT AK sebagai member dari KSO AW yang dinyatakan sebagai kontraktor pemenang lelang oleh Kemenpora pada tanggal 25 November 2010, yaitu : a. Pada tanggal 28 Januari 2010, RNZR (staf PT MSG) telah menyelesaikan pekerjaan yang diminta oleh MA (Komisaris PT MSG) untuk menyusun RAB Proyek Sentul sebesar Rp125.000.000.000, sesuai alokasi anggaran dalam APBN yang ada waktu itu yaitu Rp125.000.000.000. Sebelumnya, yaitu pada tanggal 11 November 2009, RNZR juga telah menyampaikan alternatif jadwal lelang untuk kegiatan P3SON dengan nama waktu itu Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPPON). b. Pada tanggal 19 Maret 2010, RNZR melalui email perusahaan PT MSG dengan alamat
[email protected], telah mengirimkan perhitungan RAB Sentul dengan biaya fisik termasuk peralatan sebesar Rp125 Miliar dan biaya fisik tanpa
47
peralatan sebesar Rp127 Miliar kepada IBW, staf Bagian Pemasaran PT AK Divisi Konstruksi I, melalui alamat email
[email protected]. IBW selanjutnya meneruskan email tesebut kepada LLI pada tanggal yang sama melalui alamat email
[email protected] . Hal tersebut dilakukan RNZR untuk memenuhi permintaan MA selaku pimpinannya di PT MSG. Dalam keterangannya kepada Tim BPK, IBW merasa tidak pernah meneruskan email tersebut kepada LLI karena selama ini jarang menggunakan email dan yang bersangkutan pernah kehilangan Blackberry. c. Pada tanggal 22 Maret 2010, RNZR melalui alamat email
[email protected] menyampaikan perhitungan anggaran Sentul update kepada LLI yang ditembuskan kepada AW dan IBW, selanjutnya oleh LLI diteruskan ke DK melalui alamat email
[email protected]. File yang dikirim oleh RNZR tersebut antara lain berisi perhitungan
biaya
pembangunan
fisik
P3SON
Hambalang
sebesar
Rp1.522.905.531.000, biaya konsultan perencana sebesar Rp41.423.030.443, biaya manajemen konstruksi sebesar Rp33.351.631.128, dan biaya pengelola teknis Rp8.832.852.079 sehingga total sebesar Rp1.606.513.044.650. AW menjelaskan bahwa perhitungan biaya tersebut dilakukan dengan diskusi di PT MSG, terutama untuk menghitung biaya konsultan perencana dan manajemen konstruksi dengan cara interpolasi yang diajarkan oleh MA mengingat Permen PU No.45 tahun 2007 tidak mengatur persentase perhitungannya untuk nilai pekerjaan fisik bangunan lebih dari Rp1 triliun. Jumlah venue diperoleh dari WS (tim asistensi) yang selanjutnya diterjemahkan PT MSG ke dalam perencanaan arsitektur. Setelah diketahui luasan dan jumlah lantai bangunan, biaya dihitung dengan mengalikan luasan dengan harga satuan Kabupaten Bogor sebesar Rp7 juta per m2, sehingga diperoleh angka sebesar Rp1.522.905.531.000 yang terdiri dari pekerjaan standar sebesar Rp770.246.960.000 dan non-standar sebesar Rp752.658.571.000. Lebih lanjut AW menjelaskan bahwa perhitungan biaya pembangunan P3SON
Hambalang
kemudian
turun
dari
Rp1.522.905.531.000
menjadi
Rp1.129.206.256.000 (atau sebesar Rp1.175.320.006.000 termasuk biaya konsultan perencana, manajemen konstruksi dan pengelola teknis, seperti yang diusulkan oleh Ses Kemenpora untuk mendapatkan persetujuan kontrak tahun jamak ke Menteri Keuangan pada tanggal 28 Juni 2010), karena terdapat penyesuaian-penyesuaian rencana pembangunan P3SON hasil pembahasan dengan DK, WM, dan AAM, yaitu perubahan desain, tambahan desain, perubahan luasan, dan lain lain. Dalam perhitungan final sebesar Rp1.129.206.256.000 tersebut digunakan harga satuan per m2 bangunan sebesar Rp5 juta-an, yaitu setelah berdiskusi dengan DK untuk lebih mewajarkan perhitungan. Perhitungan rencana biaya sebesar Rp1.175.320.006.000 disampaikan ke AAM selaku Menpora.
48
AW juga menjelaskan bahwa perintah untuk men-cc-kan penyampaian perhitungan rencana biaya P3SON Hambalang kepada IBW tersebut adalah dari MA. Perhitungan
kasar
biaya
pembangunan
P3SON
Hambalang
sebesar
Rp1.129.206.256.000 disampaikan kepada PT AK untuk menghitung asumsi kesanggupan biaya yang akan dikeluarkan PT AK dalam melaksanakan konstruksi fisik. d. Pada tanggal 25 Juni 2010, AW meminta bantuan melalui email dengan alamat
[email protected] kepada MA dengan alamat email
[email protected], untuk dapat dibantu oleh PHP dari PT AK, dalam membuat rincian harga satuan outdoor. Selanjutnya pada tanggal 25 Juni 2010 dan 29 Juni 2010, RNZR menyampaikan hasil analisa perhitungan infrastruktur dan outdoor sentul kepada MA, RS, dan AW. Pada tanggal 29 Juni 2010 tersebut, RNZR juga menyampaikan melalui alamat
[email protected] hasil analisa infrastruktur dan outdoor sentul kepada PHP dengan alamat email
[email protected] untuk direviu. Hasil analisa harga satuan infrastruktur dan outdoor tersebut kemudian disampaikan ke DJA sebagai tambahan kelengkapan data dukung RKA KL untuk anggaran P3SON Hambalang TA 2010 sebesar Rp275.000.000.000. e. Pada tanggal 30 Juni 2010, RNZR melaporkan melalui email kepada MA dan RS tentang progress anggaran sentul yang sudah ditandatangani Kementerian PU dan masih proses di DJA, yaitu data dukung anggaran sebesar Rp275.000.000.000. Selain itu, RNZR juga menyampaikan kepada MA dan RS terkait dengan penawaran yang dikirim melalui fax dari PHP untuk pekerjaan penyelidikan tanah dalam rangka persiapan pembangunan P3SON Hambalang, yaitu dengan atas nama Muh.A. f.
Pada tanggal 23 Juli 2010, PHP menyampaikan melalui email dengan alamat
[email protected] perihal bahan rapat anggaran kepada MA dengan alamat email
[email protected]. Pada hari yang sama, file bahan rapat anggaran tersebut selanjutnya diteruskan oleh MA kepada RW (staf DK di Biro Perencanaan Kemenpora), melalui alamat email
[email protected], dan selanjutnya RW meneruskan kepada LLI dan DK. Bahan anggaran yang disampaikan oleh PHP kepada MA tersebut berisi tiga file dalam format Microsoft Excel, yaitu Rekap Biaya Presentasi, Schedule kebutuhan anggaran, dan Schedule multyears1’. File-file tersebut memuat rekap perhitungan kebutuhan biaya pembangunan P3SON Hambalang sebesar Rp2.575.320.006.000 seperti yang dilampirkan oleh Ses Kemenpora dalam Surat pengajuan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan pada tanggal 28 Juni 2010, jadwal pelaksanaan pekerjaan pembangunan P3SON Hambalang, serta perkiraan item-item pekerjaan
49
yang akan dilakukan dan RAB-nya untuk menyelesaikan konstruksi fisik masingmasing bangunan, seperti pekerjaan tanah, pondasi, struktur, ME, dan finishing, dengan total biaya sebesar Rp1.129.206.256.000 sebagaimana jumlah anggaran yang diajukan persetujuan kontrak tahun jamak. Dalam keterangannya kepada Tim BPK, PHP tidak merasa mengirimkan data tersebut kepada MA dan seingat yang bersangkutan bahwa RNZR dari PT MSG telah meminjam alamat emailnya untuk mengirimkan data tersebut. Namun RNZR mengaku bahwa selama ini tidak pernah menggunakan email PHP untuk mengirim data kepada MA. g. Berdasarkan Risalah rapat pada tanggal 3-4 November 2010 yang disiapkan oleh PT CCM sebagai Manajemen Konstruksi untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang, diketahui bahwa ada pegawai PT AK yang sudah ikut hadir yaitu: Hen, KS, dan Da. KS menjelaskan bahwa yang bersangkutan memang menghadiri rapat tersebut di Kemenpora karena diminta oleh PHP. Rapat pada tanggal 3-4 November 2010 di Kemenpora membahas penyerapan realisasi fisik oleh kontraktor dan bobot penyerapan yang mungkin dilakukan di lapangan oleh kontraktor untuk alokasi anggaran pembangunan P3SON Hambalang TA 2010, yaitu antara lain ditetapkan bahwa penyerapan anggaran tahun 2010 adalah uang muka sebesar 20%. Selain itu rapat juga meminta dibuat perhitungan alternative perkiraan kebutuhan anggaran untuk
TA
2011
yaitu
Rp375.000.000.000,
Rp400.000.000.000,
dan
Rp475.000.000.000. Selanjutnya pada tanggal 5 November 2010, KS menyampaikan perhitungan alternatif target penerapan anggaran di tahun 2011 melalui alamat email
[email protected] kepada LLI dan AG (staf PT CCM), yaitu dengan memberikan tiga alternatif sebesar Rp400.693.168.928, Rp375.754.772.368, dan Rp475.931.944.135. KS mengaku bahwa dalam perhitungan tersebut yang bersangkutan hanya membantu menghitug persentase jumlah produksi pekerjaan di lapangan dan disampaikan ke PHP. File alternatif kebutuhan anggaran TA 2011 diterima dari PHP. h. KSO AW ditetapkan sebagai kontraktor pemenang untuk pembangunan P3SON Hambalang dengan nilai penawaran sebesar Rp1.077.921.000.000, sedangkan HPS adalah sebesar Rp1.112.268.162.000. Berdasarkan print out email dari Tim Asistensi diketahui bahwa pada tanggal 10 November 2010, KS dari PT AK melalui alamat email
[email protected] menyampaikan HPS/OE Sentul kepada nama alamat email ‘M Office’. KS menjelaskan bahwa pengiriman email tersebut diperintahkan oleh PHP, dan file HPS/OE diperoleh dari tim estimasi, yaitu PHP dan
50
Mul. Penyusunan HPS/OE dilakukan oleh tim estimasi, antara lain melibatkan Mar, TW, Sam, dan TS dari bagian marketing PT AK. Terkait dengan penyampaian HPS/OE oleh KS tersebut, AW menjelaskan bahwa PT AK menyusun draft HPS/OE yang dibutuhkan dan dipandang mampu oleh AK melalui KS. Draft HPS/OE dari KS diterima oleh Ven, bagian estimating PT MSG, selanjutnya dibahas dengan PT YK (Bim) dan PT CCM (AG). Hasil pembahasan disampaikan oleh AW kepada LLI, AT (Manajer Marketing PT AK Div Konstruksi I), dan Panitia lelang untuk mencocokkan kebutuhan biaya PT AK dan kemampuan masing-masing peserta.
Dalam keterangannya kepada Tim BPK, AW menjelaskan bahwa terkait dengan emailemail yang ditembuskan kepada PT YK, PT CCM, dan PT AK sebelum proses lelang dimulai karena yang bersangkutan sejak bulan Februari 2010 sudah mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut yang akan menjadi pemenang. Sementara itu, RNZR selaku staf PT MSG menjelaskan bahwa penyampaian perencanaan jadwal pelaksanaan lelang, pengiriman data lelang, PQ, KAK, HPS, dan lain lain melalui email mengenai kegiatan P3SON Hambalang kepada pihak PT CCM, PT YK, dan PT. AK didasarkan pada perintah MA dan/atau RS selaku pimpinan PT MSG.
5) Dirjen Anggaran dengan Surat No.S-3451/AG/2010 tanggal 15 November 2010 menyampaikan kepada Ses Kemenpora bahwa dalam rangka persetujuan kontrak tahun jamak dibutuhkan antara lain analisa biaya komponen terhadap bangunan yang mengalami perubahan dari instansi teknis fungsional dalam hal ini Kementerian PU. Analisa biaya komponen untuk pekerjaan fisik bangunan sebesar Rp1,129 triliun selanjutnya disampaikan dengan Surat Direktur PBL Nomor BU.01.06-Cb/1320 pada tanggal 23 November 2010. Analisa biaya komponen disusun untuk setiap bangunan yang akan dibangun di Hambalang, terdiri dari pekerjaan standar dan non-standar yang disajikan sebagaimana Permen PU No.45 tahun 2007. Berdasarkan penjelasan AW dan MG bahwa analisa biaya komponen dengan nilai rekap sebesar Rp1.129.206.256.000 tersebut disusun oleh PT AK. MG kemudian menyampaikan form analisa biaya komponen tersebut kepada DP, yang selanjutnya diketahui bahwa DP membubuhkan paraf pada lembaran rekap dan form tersebut disertakan dalam Surat Direktur PBL tanggal 23 November 2010. Dalam keterangannya kepada Tim BPK, KS mengaku sebagai pihak yang menyusun form analisa biaya komponen untuk bangunan P3SON Hambalang di Kemenpora, bersama Sam (bagian estimating PT AK), karena sebelumnya mereka diminta PHP untuk menemui RW. Dalam rapat tersebut DK meminta untuk mengisi perhitungan sesuai
51
format dari Kementerian PU, yang diperuntukkan untuk perhitungan anggaran. Form dalam bentuk file (softcopy) diterima KS dari RW yang sudah ada isian luasan bangunan, nilai bangunan, dan total biaya yang direncanakan. Pengisian pekerjaan standar mengikuti aturan dalam Permen PU No.45 tahun 2007, sedangkan pekerjaan non-standar disesuaikan dengan kebutuhan yang penting nilai bangunan tidak berubah karena sudah ditentukan nilainya. Perhitungan dilakukan berulang untuk setiap bangunan. Setiap bangunan ditambahkan biaya persiapan 2%, tetapi yang bersangkutan tidak tahu alasannya karena sudah ada isian pada form yang diterimanya. Selanjutnya luasan bangunan dikalikan dengan harga satuan bangunan Kabupaten Bogor tahun 2009, dengan klasifikasi A untuk seluruh bangunan. KS menyatakan bahwa harga satuan Kabupaten Bogor ditambahkan eskalasi harga sekitar 3% berdasarkan usulan DK. Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 45/PRT/M/2007 tahun 2010 dinyatakan bahwa : (a) Pada BAB III, Bagian A angka 1 huruf e: Penyusunan pembiayaan bangunan gedung Negara didasarkan pada standar harga per-m2 tertinggi bangunan gedung negara yang berlaku. Untuk penyusunan program dan pembiayaan pembangunan bangunan gedung Negara yang belum ada standar harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus dikonsultasikan kepada Instansi teknis setempat. (b) Pada BAB IV, Bagian B: Standar harga satuan tertinggi pembangunan gedung Negara ditetapkan secara berkala untuk setiap kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota setempat, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur. Evaluasi terhadap Penyusunan Analisa Komponen Biaya Bangunan sebesar Rp1.129 Miliar, ternyata tidak menggunakan standar harga yang ditetapkan dalam Keputusan Bupati Bogor Nomor 601/573/kpts/huk/2009 tanggal 29 Des 2009 tentang Standar Harga Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultansi, sebagaimana yang menjadi rujukan dalam perhitungan komponen biaya masing-masing bangunan tersebut. DP menjelaskan bahwa standar harga yang digunakan untuk menghitung telah disesuaikan (dinaikkan) sebesar 2,95% dari harga standar bangunan Kabupaten Bogor karena mempertimbangkan faktor inflasi, mengingat standar harga Kabupaten Bogor tersebut diterbitkan tahun 2009 sedangkan perhitungan dilakukan akhir tahun 2010. Indeks inflasi diperoleh dari situs Badan Pusat Statistik. Permen PU No.45/2007 mengatur bahwa standar harga yang berlaku adalah standar harga tertinggi yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Selain itu, berdasarkan konfirmasi Tim BPK kepada pihak Sekretariat Kabupaten Bogor dalam hal ini EW (Kabag Pembangunan), DjP (kasubag pembangunan), dan TiS (Kasubag Administrasi Perencanaan dan Pelaporan) diketahui bahwa harga standar bangunan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Bupati merupakan harga perkiraan tertinggi yang sudah memperhitungkan
52
keuntungan, pajak, dan inflasi. Perhitungan rencana biaya pembangunan P3SON Hambalang seharusnya tidak perlu ditambahkan variabel inflasi sebesar 2,95%. Perhitungan ulang oleh Tim BPK atas analisa komponen biaya pembangunan P3SON Hambalang dengan memperhatikan standar harga bangunan per m2 sesuai Keputusan Bupati Bogor Nomor 601/573/kpts/huk/2009 tanggal 29 Des 2009, menghasilkan total biaya tertinggi untuk kegiatan P3SON (22 bangunan gedung dan infrastruktur) adalah sebesar Rp816.347.186.247,29 (tanpa mengubah asumsi dan perhitungan lainnya seperti pada hasil perhitungan yang sudah ada). Terdapat selisih perhitungan sebesar Rp312.859.067.752,71 (Rp1.129.206.254.000,00 - Rp816.347.186.247,29). Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai Kontrak Induk (2010 sampai dengan 2012) antara KSO AW dengan Kemenpora untuk Pembangunan P3SON Hambalang yang telah ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2010 lebih tinggi sebesar Rp257.852.814.288,05 (Rp1.074.200.000.535,34 - Rp816.347.186.247,29) dari nilai estimasi tertinggi pembangunan gedung Negara sesuai Permen PU No.45 tahun 2007.
6) WM menyampaikan RKA-KL Pagu Defenitif Kemenpora TA 2011 dengan total Rp3,004 Triliun kepada Dirjen Anggaran pada tanggal 10 November 2010, yang diantaranya meliputi alokasi untuk kegiatan pembangunan fisik gedung P3SON Hambalang sebesar Rp400 Miliar. Surat Penetapan RKA KL diterbitkan Dirjen Anggaran pada tanggal 25 November 2010. Rincian item kegiatan dan volume keluaran yang akan dikerjakan sesuai RKA KL tersebut ternyata sama dengan jadwal alokasi kebutuhan pembiayaan multiyears yang disusun oleh Kementerian PU dan disampaikan kepada Kemenpora pada tanggal 23 November 2010, sehingga dapat disimpulkan bahwa RKA KL TA 2011 untuk kegiatan pembangunan gedung P3SON Hambalang sudah diasumsikan dilaksanakan dalam kontrak tahun jamak sedangkan persetujuan kontrak tahun jamak baru diberikan oleh Dirjen Anggaran pada tanggal 6 Desember 2010. Meskipun RKA KL sudah disampaikan oleh WM pada tanggal 10 November 2010, tetapi TOR P3SON Hambalang yang diusulkan pelaksanaannya dalam kontrak tahun jamak baru dibuat pada tanggal 18 November 2010 dan RAB nya baru disampaikan Kementerian PU pada tangal 23 November 2010. Dirjen Anggaran tidak memberi tanda bintang pada saat penerbitan Surat Penetapan RKA-KL untuk kegiatan pembangunan gedung P3SON Hambalang. (Rincian terlampir Lampiran 2) 7) WM atas nama Menpora mengajukan persetujuan kontrak tahun jamak untuk pembangunan P3SON Hambalang senilai Rp2.575.320.006.000 pada tanggal 28 Juni 2010, yang terdiri dari Rp1.175.320.006.000 pekerjaan fisik gedung (termasuk konsultan perencana, manajemen konstruksi dan pengelola teknis) dan Rp1.400.000.000.000 pengadaan peralatan. DK menjelaskan bahwa ide pelaksanaan kontrak tahun jamak
53
berasal dari WM, sementara WM menyatakan bahwa kontrak tahun jamak merupakan usulan dari MA dari PT MSG. Sementara AAM selaku Menpora menyatakan bahwa kontrak tahun jamak atas kegiatan pembangunan P3SON Hambalang baru diketahuinya setelah kontrak ditandatangani dan pemenang sudah ditetapkan, meskipun dalam Raker dengan Komisi X pada tanggal 8 Februari 2010 yang bersangkutan sudah pernah menginformasikan
tentang
rencana
pembiayaan
sebesar
Rp2.500.000.000.000.
Selanjutnya dalam Raker antara Menpora dengan Komisi X tanggal 3 Maret 2010, 13 April 2010, dan 29 April 2010,
AAM selaku Menpora telah mengajukan usulan
tambahan anggaran pada APBN P TA 2010 sebesar Rp625.000.000.000. Selain itu, informasi tentang rencana pembiayaan P3SON Hambalang sebesar Rp2.500.000.000.000 tersebut juga pernah disampaikan oleh WM kepada Wakil Ketua Komisi X pada tanggal 22 Januari 2010 dan disampaikan kepada Dirjen Anggaran pada tanggal 29 April 2010, tetapi AAM selaku Menpora mengaku tidak dilapori oleh WM meskipun secara tersurat ada tembusan kepada yang bersangkutan. Dalam keterangannya kepada Tim BPK, WM menjelaskan bahwa setiap tandatangan yang dilakukan atas nama Menpora pasti WM sebelumnya telah melaporkan kepada Menpora, jika Menpora diam dan tidak marah maka WM mengartikan Menpora telah setuju, dalam hal ini termasuk dalam hal pengajuan pembangunan P3SON Hambalang menjadi kontrak tahun jamak dan penetapan KSO AW sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak di atas Rp50.000.000.000..
Tahun 2011 Kemenpora mendapatkan penetapan Pagu Indikatif TA 2012 melalui Surat Edaran Bersama
Menteri
PPN/Kepala
Bappenas
dan
Menteri
Keuangan
Nomor
0091/M.PPN/03/2011 dan SE-189.1/MK.02/2011 tanggal 31 Maret 2011 dengan total alokasi anggaran sebesar Rp1.400.620.200.000, diantaranya untuk kegiatan peningkatan prasarana dan sarana keolahragaan sebesar Rp210.260.000.000. Namun dalam pertemuan tiga pihak antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kemenpora pada tanggal 7 dan 12 April 2011 dialokasikan anggaran untuk kegiatan peningkatan prasarana dan sarana keolahragaan sebesar Rp527.466.000.000. Dalam Catatan Kementerian/Lembaga antara lain disebutkan bahwa Pagu Indikatif 2012 belum menampung kegiatan lanjutan yang bersifat multiyears sehingga mengurang alokasi pagu per program, tetapi Kementerian Keuangan memberikan catatan bahwa kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak untuk pembangunan P3SON Hambalang wajib dialokasikan pada pagu indikatif TA 2012 sebesar Rp521,4 Miliar yang terdiri dari Rp500,3 Miliar di tahun 2012 dan ditambah Rp21,1 Miliar yang tidak terserap di tahun 2010. Hasil pembahasan tiga pihak tersebut selanjutnya dituangkan dalam
54
Renja KL TA 2012 yang mengalokasikan anggaran kegiatan peningkatan prasarana dan sarana keolahragaan sebesar Rp527.466.000.000. Setelah rapat kerja dalam rangka pembicaraan pendahuluan RAPBN 2012 antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR RI tanggal 22 Juni 2011, Kemenpora mendapatkan penetapan Pagu Sementara TA 2012 sebesar Rp1.654.133.293.000 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.02/2011 tanggal 30 Juni 2011, dan selanjutnya pada tanggal
25
Juli
2011
Plh.
Ses
Kemenpora
menyampaikan
Surat
Nomor
1568/SESKEMENPORA/7/2011 untuk menyampaikan RKA KL-nya. Kemenpora mendapatkan tambahan optimalisasi belanja non anggaran pendidikan sebesar Rp100.000.000.000, sehingga Pagu Definitif Kemenpora TA 2012 menjadi sebesar Rp1.754.133.293.000 yang ditetapkan melalui Surat Edaran Menteri Keuangan No.SE01/MK.2/2011 tanggal 1 November 2011. Menindaklanjuti SE tersebut, Plh Ses Kemenpora atas nama Menpora menyampaikan RKA KL tahun 2012 berikut data dukung berupa TOR, RAB beserta Arsip Data Komputer kepada Menteri Keuangan cq. Dirjen Anggaran pada tanggal 14 November 2011 melalui Surat No.2532/MENPORA/11/2011. Dirjen Anggaran menetapkan RKA KL TA 2012 untuk Program Kepemudaan dan Keolahragaan sebesar Rp933.526.000.000 pada tanggal 18 November 2011 dengan menerbitkan SP-RKA KL Nomor STAP-092.01.06-0/AG/2011, yang antara lain menyebutkan alokasi anggaran sebesar Rp521.676.000.000 untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang tanpa tanda blokir. Di sisi lain, Rekapitulasi APBN tahun 2012 Kemenpora yang disetujui oleh Pimpinan Komisi X DPR RI pada tanggal 1 Desember 2011 masih memberikan catatan bahwa Program Pelayanan Kepemudaan dan keolahragaan sebesar Rp933.526.000.000 tersebut berdasarkan hasil raker Komisi X DPR RI dengan Menpora tanggal 25 Oktober 2011 dan 29 November 2011, terdapat beberapa program mendesak yang tidak terpenuhi dari anggaran cadangan sejumlah Rp457.368.250.000 yang harus dialokasikan dari efisiensi anggaran pagu sementara fungsi pelayanan umum, tambahan optimalisasi anggaran non pendidikan, serta anggaran pembangunan P3SON Hambalang, sementara anggaran pembangunan P3SON Hambalang yang direalokasi sejumlah Rp250.000.000.000. Dirjen Anggaran melalui Surat Nomor S-93/AG/2012 tanggal 17 Januari 2012 menyampaikan kepada Ses Kemenpora bahwa pengurangan alokasi anggaran kontrak tahun jamak pada pembangunan P3SON Hambalang tidak disetujui, dan selanjutnya meminta agar Kemenpora mengajukan revisi alokasi anggaran kontrak tahun jamak pembangunan P3SON Hambalang tahun 2012 mengingat merupakan tahun terakhir dengan memperhitungkan rekapitulasi kontrak P3SON, realaisasi anggaran, fisik dan anggaran yang tidak terserap pada TA 2010 dan 2011 sesuai laporan pelaksana proyek dan telah diverifikasi oleh KPPN. Pada tanggal 24 Februari 2012, Plh. Ses Kemenpora menyampaikan Surat No.0362/SESKEMENPORA/2/2012 kepada Kepala Kantor Kas dan Perbendaharaan Negara
55
Jakarta III perihal permohonan rekonsiliasi khusus data realisasi anggaran multiyears pembangunan P3SON Hambalang Tahun 2010 – 2011. Setelah Kepala KPPN Jakarta III menyampaikan data realisasi tahun jamak pembangunan P3SON Hambalang kepada KPA Kemenpora pada tanggal 27 Februari 2012, selanjutnya Plh Ses Kemenpora mengirimkan Surat Nomor 0422/SESKEMENPORA/3/2012 tanggal 7 Maret 2012 untuk menyampaikan laporan rekonsiliasi keuangan pembangunan lanjutan P3SON Hambalang dan pemenuhan kebutuhan anggarannya pada tahun 2012. Melalui surat tersebut Plh Ses Kemenpora menyampaikan bahwa total kebutuhan anggaran lanjutan pembangunan P3SON Hambalang adalah sebesar Rp578.511.510.780 (termasuk anggaran yang tidak terserap di tahun 2010 dan 2011), dan anggaran yang telah dialokasikan pada DIPA TA 2012 adalah sebesar Rp521.676.000.000
sehingga
kekurangan
kebutuhan
anggaran
TA
2012
sebesar
Rp56.835.510.780. Kekurangan kebutuhan anggaran tahun jamak pembangunan P3SON Hambalang tahun 2012 sebesar Rp56.835.510.780 akan dipenuhi oleh Kemenpora dengan melakukan optimalisasi
pagu
Rp47.000.000.000,
anggaran fasilitasi
dari
kegiatan
penyelenggaraan
Program PON
Indonesia
XVIII
Emas
sebesar
2012
sebesar
tahun
Rp4.835.510.780, serta fasilitasi penyelenggaraan dan Chef De Mission Asean School Games 2012 sebesar Rp5.000.000.000. Dirjen Anggaran menetapkan revisi I SP-RKA KL untuk Program Kepemudaan dan Keolahragaan pada tanggal 24 April 2012 melalui Surat Nomor S1065/AG/2012, yaitu sesuai dengan catatan penelaahan menunjukkan alokasi anggaran sebesar
Rp933.526.000.000
diantaranya
digunakan
untuk
belanja
modal
sebesar
Rp578.511.509.000 (pembangunan P3SON Hambalang). d. Proses persetujuan kontrak tahun jamak Sehubungan dengan rencana anggaran tahun 2010 berupa dukungan pembangunan P3SON senilai Rp275.000.000.000 dan sambil menunggu penetapan perubahan alokasi anggaran dalam APBN 2010, pada tanggal 31 Mei 2010 DK selaku Kepala Biro Perencanaan atas nama Ses Kemenpora mengirim surat Nomor 1511.A/SESKEMENPORA/5/2010 kepada Direktur PBL Kementerian PU agar memberikan bantuan tenaga teknis untuk menghitung estimasi biaya pembangunan lanjutan tersebut. Surat tersebut menunjukkan bahwa nilai alokasi anggaran sebesar Rp275.000.000.000 tersebut tidak didasarkan pada perhitungan teknis yang memadai. Pada
saat
yang
1511.B/SESKEMENPORA/5/2010
sama, kepada
DK
juga
Direktur
PBL
mengirim
surat
Kementerian
PU
nomor perihal
permohonan bantuan Tenaga Pengelola Teknis Gedung Negara. Dalam surat nomor 1511.B ini, DK hanya meminta nama-nama tertentu agar menjadi tim pengelola teknis untuk ditugaskan kembali tanpa menyebut permintaan untuk menghitung (estimasi) pembangunan
56
lanjutan dimaksud. Permintaan melalui surat 1511.B/SESKEMENPORA/5/2010 tersebut telah dipenuhi oleh pihak Kementerian PU pada tanggal 7 Juni 2010 dengan mengirimkan tenaga Pengelola Teknis, Sekretariat, dan Pembantu Pengelola Teknis. Dalam rangka membalas Surat Nomor 1511.A/SESKEMENPORA/5/2010 tgl 31 Mei 2010 tersebut di atas, pada tanggal 30 Juni 2010 JL selaku Dir PBL Kementerian PU mengirim surat kepada Karo Perencanaan Set Kemenpora Nomor BU.01.06-Cb/697. Dengan surat tersebut Dir PBL menyampaikan Analisis Pembangunan dan Rehabilitasi/Renovasi dengan biaya total sebesar Rp392.111.849.000 untuk 17 unit bangunan dan pekerjaan perencanaan, pengawasan serta pengelola teknis. Dir PBL juga menyampaikan agar Kemenpora mengajukan permintaan Tenaga Pengelola Teknis kepada Dir PBL Kementerian PU, meskipun pada tanggal 7 Juni 2010 Dir PBL telah mengirimkan tenaga pengelola teknis yang diperbantukan kepada Kemenpora. WM selaku Ses Kemenpora atas nama Menteri Pemuda dan Olahraga mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak untuk kegiatan pembangunan P3SON Hambalang
kepada
Menteri
Keuangan
dengan
Surat
Nomor
1887.A/SESKEMENPORA/6/2010 tanggal 28 Juni 2010. Dalam surat tersebut, WM menyatakan bahwa keseluruhan biaya proyek diperkirkan sebesar Rp2.575.320.006.000 (termasuk pengadaan peralatan sebesar Rp1.400.000.000.000) yang akan dilaksanakan dalam periode tahun 2010 sampai dengan 2012. Surat Ses Kemenpora tersebut tidak dilengkapi persyaratan yang dibutuhkan dalam proses pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak sesuai dengan PMK No.56/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Surat tersebut ditandatangani oleh WM dengan mengatasnamakan Menteri Pemuda dan Olahraga, tetapi tidak ada pelimpahan wewenang atau surat kuasa dari Menpora kepada Ses Kemenpora. Berdasarkan Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas Kemenpora yang ditetapkan oleh Menpora dengan Peraturan Menpora Nomor PER.0033/MENPORA/II/2008 tanggal 20 Februari 2008, pada Lampiran Bab IV huruf F angka 8 poin c (1) dinyatakan bahwa “… a.n digunakan jika pejabat yang menandatangani surat dinas telah diberi kuasa oleh pejabat yang bertanggung jawab …”. Selain itu, penomoran surat Ses Kemenpora tersebut menggunakan kode nomor Ses Kemenpora bukan Menpora sebagai pejabat yang diatasnamakan. Mengenai hal ini Menpora (AAM) menyatakan tidak pernah memberikan pendelegasian wewenang kepada WM untuk mengajukan permohonan tersebut dan hanya mendapat laporan lisan dari WM perihal perlunya mengajukan persetujuan kontrak tahun jamak untuk penyelesaian proyek. Adapun mengenai dikeluarkannya surat tersebut, AAM mengatakan tidak mengetahuinya dan WM tidak selayaknya mengeluarkan surat tersebut.
57
Surat WM tersebut diterima oleh TU Menteri Keuangan pada tanggal 30 Juni 2010 dan langsung disampaikan ke Sekjen Kementerian Keuangan untuk didistribusikan oleh Sekjen ke unit teknis dalam hal ini Dirjen Anggaran. Selanjutnya MPN selaku Sekjen Kementerian Keuangan memberi paraf disposisi pada Lembar Disposisi Menteri Keuangan tersebut kepada Dirjen Anggaran dengan petunjuk “teliti/pendapat”. MPN menyatakan tidak pernah mendapat pelimpahan wewenang dari Menteri Keuangan untuk mendisposisi surat yang ditujukan kepada Menteri Keuangan. Pendisposisian surat Menteri Keuangan oleh Sekjen tersebut dilakukan untuk membantu beban tugas Menteri Keuangan, namun tidak diatur dalam PMK no. 492/PMK.1/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Surat dan Dokumen/Arsip di lingkungan Setjen Depkeu. Pengajuan surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tersebut melanggar ketentuan yang diatur dalam PMK No.56/PMK.02/2010, Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan bersamaan dengan penyampaian RKA KL tahun anggaran yang bersangkutan. Menjawab permintaan Kemenpora yang ditandatangi oleh Ses Kemenpora atas nama. Menpora sesuai surat nomor 1887.A/SESKEMENPORA/6/2010 tanggal 28 Juni 2010 yang telah disebutkan sebelumnya, AR selaku Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan mengirim surat kepada Ses Kemenpora nomor S-1882/AG/2010
tanggal 13 Juli 2010 perihal
kelengkapan data pendukung persetujuan kontrak tahun jamak proyek Hambalang, yaitu agar melengkapi data pendukung berdasarkan PMK Nomor 56 Tahun 2010 khususnya pasal 3 ayat (1) dan (2), pasal 5 ayat (2) dan (3), serta pasal 12 ayat (2). Dalam surat tersebut Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (AR) tidak menanyakan kepada pihak Ses Kemenpora tentang pendelegasian wewenang menandatangani Surat permohonan pengajuan kontrak tahun jamak. Untuk memenuhi persyaratan yang diatur dalam PMK 56/2010 tersebut, pada tanggal 23 Juli 2010 WM mengirim surat Nomor 2274/SESKEMENPORA/7/2010 kepada Dirjen Cipta Karya (u.p Dir Penataan Bangunan dan Lingkungan) untuk meminta rekomendasi kelayakan kontrak tahun jamak pembangunan P3SON Hambalang. Lalu dijawab oleh Dir PBL dengan surat
nomor BU.02.06-Cb/1222tanggal 22 Oktober 2010 perihal Pendapat
Teknis Pembangunan P3SON dengan Pelaksanaan Pembangunan Lebih dari Satu Tahun Anggaran, bahwa pembangunan dapat dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran untuk beberapa bangunan yang pelaksanaan konstruksi fisiknya diperkirakan lebih dari 12 bulan, dengan usulan pentahapan sebagai berikut:
untuk bangunan sampai dengan 2 lantai tahun pertama dilakukan penyusunan seluruh dokumen perencanaan, pematangan lahan, sedangkan tahun kedua pembanguan fisik.
58
Untuk bangunan lebih dari 2 lantai, tahun pertama dilakukan penyusunan seluruh dokumen perencanaan, pematangan lahan, sedangkan tahun berikutnya untuk pembangunan fisik gedung.
Surat tersebut dilampiri dengan Pendapat Teknis dari Pengelola Teknis yang meliputi DP, TuR, SSR, dan ISPS, yang merinci jumlah lantai dan luas masing-masing bangunan. Namun surat tersebut tidak menjelaskan bangunan mana saja yang pelaksanaan konstruksi fisiknya diperkirakan memerlukan waktu lebih dari 12 bulan. Perbandingan antara Surat Direktur PBL Nomor BU.01.06-Cb/697 tanggal 30 Juni 2010 dengan Surat Dir PBL Nomor BU.02.06-Cb/1222 tanggal 22 Oktober 2010 menunjukkan rencana jumlah bangunan dan luasan yang berbeda untuk proyek P3SON Hambalang, yaitu dari 17 bangunan seluas 67.427 m2 menjadi 22 bangunan seluas 391.618 m2, serta peningkatan jumlah analisa biaya pembangunan dari sebesar Rp392.111.849.000 menjadi Rp1.175.320.005.400 (analisa perhitungan disampaikan melalui Surat Direktur PBL Nomor BU.01.06-Cb/1320 tanggal 23 November 2010), atau meningkat sebesar Rp783.208.156.400. Rincian terlampir di Lampiran 3. Pendapat teknis tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara pada Lampiran BAB III.A.1.f yang menyatakan pembangunan gedung negara yang pelaksanaan pembangunannya akan dilaksanakan terus menerus lebih dari satu tahun anggaran sebagai kontrak tahun jamak (multiyears contract), program dan pembiayaannya harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan setelah memperoleh Pendapat Teknis dari Menteri Pekerjaan Umum. Menteri Pekerjaan Umum (DjK) menyatakan tidak pernah melimpahkan wewenang penandatanganan Pendapat Teknis kepada pejabat lainnya. Pada tanggal 22 Oktober 2010 itu pula, Ses Kemenpora mengirimkan surat nomor 3344.A/SESKEMENPORA /10/2010 kepada Dirjen Anggaran dalam rangka menindaklanjuti surat Dirjen Anggaran Nomor S-1882/AG/2010, yaitu menyampaikan dokumen dan syarat kelengkapan pengajuan kontrak tahun jamak pembangunan P3SON meliputi : (i) Surat rekomendasi dari Kementerian PU; (ii) Surat Tanggung Jawab Mutlak dari KPA; (iii) Surat Pernyataan dari KPA; (iv) Cakupan jenis dan tahapan kegiatan/pekerjaan secara keseluruhan dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan; (v) Ringkasan perkiraan kebutuhan anggaran per tahun; (vi) KAK dan RAB. Menanggapi surat Ses Kemenpora Nomor 3344.A/SESKEMENPORA/10/2010 tanggal 22 Oktober 2010, pada tanggal 15 November 2010 Dirjen Anggaran berkirim surat No.S-3451/AG/2010 kepada Ses Kemenpora yang isinya mempertanyakan pendapat teknis dari Direktur PBL dengan menyatakan bahwa “pembangunan dimaksud dapat dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran untuk beberapa bangunan yang pelaksanaan kostruksi fisiknya diperkirakan lebih dari 12 bulan”.
59
Surat AR tersebut juga menyatakan bahwa terdapat ketidaksesuaian data antara lampiran surat rekomendasi dari Kementerian PU dengan RKA KL Kemenpora dan data pendukung awal terkait jumlah lantai dan luas bangunan gedung, sehingga jika akan dilakukan penyesuaian maka diperlukan revisi RKA KL, analisis komponen bangunan dari instansi teknis fungsional untuk bangunan yang mengalami perubahan, serta KAK dan RAB yg telah disesuaikan dan menunjukkan bahwa pekerjaan yang diajukan akan dibiayai lebih dari 1 tahun anggaran. Surat tersebut dikeluarkan karena dokumen yang diajukan Kemenpora pada tanggal 22 Oktober 2010 tidak sama dengan data awal yang tercantum dalam RKA KL semula untuk kegiatan P3SON yaitu: Jumlah bangunan yang akan dibangun lebih banyak. Analisa Komponen Bangunan atas jumlah 22 bangunan belum dihitung oleh Kementerian PU. Jadwal pelaksanaan pekerjaan dalam RKA-KL semula masih untuk tahun tunggal (bukan tahun jamak) sedangkan untuk 22 bangunan tersebut direncanakan menggunakan tahun jamak. Untuk menjawab surat itu, keesokan harinya, WM mengirimkan surat nomor B3608.A/SESKEMENPORA/11/2010
tanggal 16 Nov 2010 yang intinya memberikan
klarifikasi kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan bahwa yang dimaksud dengan kalimat “pembangunan tersebut dapat dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran untuk beberapa bangunan yang pelaksanaan konstruksi fisiknya diperkirakan lebih dari 12 bulan” sebagaimana yang tertuang dalam pendapat teknis Direktur PBL adalah “seluruh pembangunan fisik gedung dan lapangan serta infrastruktur dilaksanakan melalui satu kontrak tahun jamak.” Mengenai surat tersebut, WM menyatakan bahwa klarifikasi tersebut hanya didasarkan pada penjelasan DK dan WiM yang diyakininya telah berkoordinasi dengan Pengelola Teknis dari Kementerian PU bahwa yang dimaksud dengan surat tersebut adalah untuk seluruh bangunan. Namun, DP selaku Tim Pengelola Teknis Kementerian PU menjelaskan bahwa jawaban Ses Kemenpora tersebut tidak melibatkan pihak Kementerian PU. Menurutnya, data yang disebut dalam lampiran surat Dir PBL tersebut menunjukkan bahwa bangunan berlantai empat atau lebih secara teknis memerlukan waktu pengerjaan lebih dari 12 bulan yaitu Sport Science dan Kebugaran, GOR Serbaguna, Asrama Putra Elit dan Junior, Asrama Putri Elit dan Junior, Sekolah SMP-SMA, dan Gedung Serbaguna. Selain itu, dengan surat tersebut WM juga mengajukan revisi volume pekerjaan terkait dengan ketidaksesuaian data antara RKA KL dengan gambar terbaru, yaitu pada RKA KL volume yang hendak dibangun adalah 108.553 m2 dari volume keseluruhan 123.993 m2,
60
diajukan untuk direvisi menjadi 121.097 m2 dari volume keseluruhan 135.618 m2. Dengan didukung lampiran yang tidak sesuai secara footing dan crossfooting (aritmetik). Seharusnya surat dan lampiran yang benar sesuai hasil footing (aritmetik) adalah dari “108. 553 m2 menjadi 100.398 m2” Surat ini pada saat dikirim ke DJA tidak dilampiri:
Analisa Komponen Biaya atas 22 bangunan P3SON dari Kementerian Pekerjaan Umum
KAK dan Rincian Anggaran Biaya yang telah disesuaikan.
Jadwal pelaksanaan pekerjaan lebih dari satu tahun anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum.
Kekurangan dokumen tersebut baru dimintakan ke Kementerian Pekerjaan Umum tanggal 22 November 2010 oleh Karo Perencanaan selaku PPK dan dijawab oleh Kementerian PU pada tanggal 23 November 2010, kemudian disampaikan menyusul ke Ditjen Anggaran. Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa penyusunan usulan revisi RKA KL Kemenpora TA 2010 untuk kegiatan P3SON Hambalang tidak mempertimbangkan informasi dan data pendukung dari Kementerian Pekerjaan Umum selaku instansi teknis fungsional. Direktur PBL (GH) dengan Surat Nomor BU.01.06-Cb/1320 tanggal 23 November 2010 telah menyampaikan kepada Kepala Biro Perencanaan Kemenpora (DK) bahwa dengan mempertimbangkan waktu yang tersisa di tahun 2010 bisa dilaksanakan pekerjaan fisik yang hanya berkisar 3 sampai dengan 5% yang sama dengan dengan luas bangunan sebesar 16.937,27 m2. Staf Karo Perencanaan Kemenpora Rio Wilarso (RW) yang membuat konsep Surat Ses Kemenpora Nomor 3608.A/SESKEMENPORA/11/2010 tanggal 16 November 2010 beserta lampirannya menjelaskan bahwa Ses Kemenpora (WM) memberikan arahan agar alokasi anggaran dalam revisi RKA KL dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik uang muka sebesar 20% mengingat adanya perbedaan akun untuk pekerjaan fisik dan infrastruktur, karena jika mengikuti perhitungan Kementerian PU, Kemenpora tidak dapat menarik uang muka 20% dari kontrak. Namun hal itu dibantah oleh WM. WM merasa tidak memahami masalah pencairan 20% dari nilai kontrak. Selain itu, dengan surat nomor B-3608.A/SESKEMENPORA/11/2010 tanggal 16 Nov 2010 tersebut, WM selaku Ses Kemenpora bermaksud mengajukan dispensasi batas waktu revisi RKA KL yang berdasarkan PMK 180/2010 sudah harus dilakukan paling lambat tanggal 15 Oktober 2010. Surat tersebut diterima di kantor DJA pada tanggal 19 November 2010 dan sampai ke meja Dirjen Anggaran pada tanggal 22 November 2010, selanjutnya Dirjen Anggaran mendisposisi secara berjenjang kepada Direktur Anggaran II (DPH), Kasubdit II E (S), dan Kasie II E-4 (RH).
61
Terhadap surat WM nomor B-3608.A/SESKEMENPORA/11/2010 tanggal 16 Nov 2010 tersebut, DPH selaku Dir Anggaran II memberi catatan disposisi kepada Kasubdit Angaran II E pada tanggal 24 November 2010 sebagai berikut: “tolong dicek benar, apakah yang dimaksud Kementerian PU dengan ‘sebagian’ = ‘seluruh’. Cermati betul dalam penyelesaian persetujuan kontrak tahun jamak. Tks.” Tanggal 16 Nov 2010 DK selaku PPK mengirim Memo Dinas Nomor 868/B1.SESKEMENPORA/11/2010 untuk meminta agar Pengelola Teknis Kementerian PU menyusun Jadwal Pelaksanaan pembangunan tiap bangunan serta jadwal pembiayaan pembangunan tiap bangunan yang hendak dikerjakan dalam kontrak tahun jamak berdasarkan tahun anggarannya. Dalam Memo tersebut DK menyampaikan perkiraan alokasi anggaran tahun 2010 sebesar Rp275 Miliar untuk persiapan perencanaan dan tender pelaksanaan fisik (pematangan lahan, prasarana, pondasi bangunan). Sedangkan tahun 2011 dan 2012 masingmasing sebesar Rp400 Miliar dan Rp500 Miliar untuk gambar kerja, pembangunan fisik bangunan, dan prasarana lingkungan. Prioritas pekerjaan tiap tahun adalah sebagai berikut:
Pada tahun
2010 difokuskan pekerjaan perencanaan (Gambar Pra Rencana, untuk
digunakan sebagai pedoman lelang), Pematangan tanah dan pondasi beberapa bangunan yang harus diselesaikan pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 beberapa bangunan diharapkan bisa selesai yaitu Asrama yunior putra putri, Sekolah (SMP, SMA, Perpustakaan), GOR Serbaguna, Fasilitas penunjang (Pos Jaga, Gedung penunjang, pool mobil, renovasi masjid), pembangunan fisik bangunan lainnya dapat dimulai terutama untuk pekerjaan pematangan tanah dan pondasi.
Pada tahun 2012 diharapkan seluruh bangunan dapat diselesaikan termasuk prasarana lingkungan. Pada hari itu juga, DP selaku Pengelola Teknis Kementerian PU mengirimkan Memo
Dinas kepada Karo Perencanaan Kemenpora untuk membalas Memo Dinas Karo Perencanaan tersebut di atas. Dalam Memo Dinasnya DP menyampaikan rencana kebutuhan biaya tiap bangunan dan prasarana lingkungan serta pentahapan pembiayaan pada tiga tahun anggaran, serta penjadwalan pelaksanaan pekerjaan. DP
selaku
Pengelola
Teknis
menjelaskan
bahwa
Memo
Dinas
yang
ditandatanganinya tanggal 16 November 2010 tersebut dibatalkan dan diganti dengan Surat Dir PBL Nomor BU.01.06-Cb/1320 tanggal 23 Nov 2010 perihal informasi tentang jadwal pelaksanaan kegiatan dan biaya tiap bangunan dalam kontrak tahun jamak kegiatan pembangunan P3SON. Tanggal 22 Nov 2010, DK selaku Pejabat Pembuat Komitmen mengeluarkan surat Nomor 873/B1.SESKEMENPORA/11/2010 mengirim surat kepada Direktur PBL, dalam
62
rangka meminta permohonan analisis komponen bangunan, jadwal pelaksanaan kegiatan dan biaya tiap bangunan dalam kontrak tahun jamak berdasarkan Tahun Anggaran. Dalam surat tersebut DK meminta agar Kementerian PU dapat menyusun dokumen:
Analisis komponen bangunan baru dan rehabilitasi/ renovasi untuk bangunan yang mengalami perubahan;
Jadwal pelaksanaan pembangunan tiap tahun yang dikerjakan dalam kontrak tahun jamak;
Jadwal pembiaayaan pembangunan tiap bangunan yang akan dikerjakana dalam kontrak tahun jamak. Menjawab surat tersebut, tanggal 23 Nov 2010 Direktur PBL mengirim surat kepada
Kepala Biro Perencanaan Kemenpora untuk menyampaikan jadwal pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan, serta analisis biaya masing-masing bangunan selama tahun 2010 – 2012 senilai total Rp1.175 Miliar termasuk pekerjaan konsultan perencana, manajemen konstruksi, dan pengelola teknis. Dalam surat tersebut juga disampaikan bahwa dengan mempertimbangkan waktu yang tersisa di tahun 2010 dan anggaran yang tersedia, maka alokasi anggaran dapat digunakan untuk kegiatan: (i) perencanaan; (ii) uang muka dan sebagian kecil pekerjaan fisik; dan (iii) pekerjaan manajemen konstruksi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dalam menyusun analisa biaya bangunan sebesar Rp1.175 Miliar tersebut, DP menggunakan standar harga yang diterbitkan Pemkab Bogor tahun 2009 sebagai acuan dengan menambahkan faktor inflasi dan faktor lain yang tidak dapat dijelaskan. Konfirmasi Tim pemeriksa yang dilakukan kepada penyusun standar harga Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa standar harga dimaksud telah mengacu kepada biaya nyata bangunan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mengandung komponen jasa konstruksi dan overhead, pajak-pajak, asuransi, perijinan, inflasi, serta keselamatan dan kesehatan. Hasil perhitungan ulang terhadap analisis biaya bangunan menunjukkan harga yang pantas berdasarkan standar harga yang diterapkan untuk proyek tersebut adalah setinggitingginya sebesar Rp816.347.186.247,29 (perhitungan rinci terlampir Lampiran 4). Pada tanggal 26 November 2010 Subdit II E DJA menyusun Nota Dinas hasil penelaahan Staf yang disampaikan ke Direktur Anggaran II disertai dengan konsep Nota Dinas Direktur ke Dirjen Anggaran, yang berisi antara lain: “Mengingat permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak (multiyears contract) tersebut telah dilengkapi data pendukung dan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan P3SON dalam rangka pembinaan atlit (olahragawan) yunior maupun senior, maka persetujuan kontrak tahun jamak dapat dipertimbangkan untuk disetujui. Mengingat revisi perubahan volume
kegiatan
diakibatkan
adanya
perubahan
perencanaan
sehingga
(karena
63
pertimbangan KDB dan GSB) berhubungan dengan persetujuan kontrak tahun jamak, maka dispensasi waktu revisi dapat dipertimbangkan untuk disetujui.” Selanjutnya pada tanggal 29 November 2010 Direktur Anggaran II menyampaikan Nota Dinas kepada Dirjen Anggaran perihal Permohonan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak. Isi Nota Dinas Direktur Anggaran II tepat sama dengan konsep Nota Dinas yang disampaikan oleh Kasubdit Anggaran II E kepada Direktur Anggaran II. Nota Dinas Direktur Anggaran II E No ND-1031/AG.4/2010 tanggal 29 November 2010, tidak memperhatikan apakah catatan disposisi yang pernah diberikan DPH dalam lembar Disposisi Dir Anggaran II pada tanggal 24 November 2010 lalu telah dipenuhi atau belum. Pada tanggal 29 November 2010 itu pula, AR selaku Dirjen Anggaran menyampaikan Nota Dinas ND-1034/AG/2010 perihal Permohonan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Menteri Keuangan. Isi Nota Dinas Dirjen Anggaran tepat sama dengan konsep Nota Dinas yang disampaikan oleh Kasubdit Anggaran II E kepada Direktur Anggaran II dan dari Direktur Anggaran II kepada Dirjen Anggaran. Permohonan tetap diteruskan ke Menteri Keuangan tanpa memperhatikan kelengkapan data dukung untuk persetujuan kontrak tahun jamak lengkap. Data dukung tersebut antara lain RKA-KL yang telah menunjukkan kontrak tahun jamak pada tanggal tersebut belum ditandatangani Dirjen Anggaran. Tanggal 1 Desember 2010, ADWM selaku Menteri keuangan memberikan disposisi atas Nota Dinas Dirjen Anggaran tanggal 29 November 2010 tersebut dengan memberikan catatan disposisi “SELESAIKAN” kepada Dirjen Anggaran. Menteri Keuangan (ADWM) menyatakan bahwa yang dimaksud disposisi ‘selesaikan’ tersebut adalah setuju pada substansi surat dan untuk diselesaikan sesuai dengan data yang disajikan dalam nota dinas Dirjen Anggaran. Menteri Keuangan (ADWM) juga menjelaskan bahwa yang bersangkutan mengetahui kegiatan tersebut setelah permasalahan tersebut diungkap di media massa. Pada saat memberi disposisi “Selesaikan” tersebut, Menteri Keuangan (ADWM) mengasumsikan bahwa dokumen yang menjadi persyaratan persetujuan kontrak tahun jamak P3SON tersebut telah neto karena analisisnya telah dilakukan di level bawah. Menindaklanjuti
disposisi
Menteri
Keuangan
tersebut,
Dirjen
Anggaran
mengeluarkan surat nomor S-3576/AG/2010 tanggal 6 Desember 2010 perihal Persetujuan Revisi SP-SAPSK Kemenpora tahun 2010, kepada Dirjen Perbendaharaan dan Ses Kemenpora. Dengan surat tersebut Dirjen Anggaran menetapkan revisi/perubahan sasaran keluaran pada RKA KL/SAPSK Kemenpora (kode 664319) dari yang sebelumya luas bangunan 108.533m2 menjadi 121.097 m2. Pada saat yang sama, AR selaku Dirjen Anggaran dengan mengatasnamakan Menteri Keuangan menerbitkan surat nomor S-553/MK.2/2010 tanggal 6 Desember 2010 perihal Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Pembangunan P3SON. Persetujuan tahun jamak itu sebesar Rp1.175.320.006.000 meliputi kegiatan perencanaan sebesar Rp24.277.500.000,
64
manajemen
konstruksi
sebesar
Rp20.148.750.000,
pekerjaan
fisik
sebesar
Rp1.129.206.256.000, dan Pengelola Teknis sebesar Rp1.687.500.000. Terhadap penerbitan surat itu oleh Dirjen Anggaran, Menteri Keuangan dengan KMK Nomor 347/KMK.01/2008 telah memberikan pelimpahan wewenang kepada Dirjen Anggaran untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani persetujuan kontrak tahun jamak. Selain itu, Pasal 6 ayat (1) PMK Nomor 56/PMK.02/2010 menetapkan bahwa proses penyelesaian persetujuan kontrak tahun jamak oleh Menteri Keuangan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran. Berdasarkan kedua peraturan tersebut dan prosedur operasional standar DJA Nomor SOP-156/AG.4.5.6/2007 tanggal 18 September 2007 bahwa penetapan persetujuan atau penolakan kontrak tahun jamak tetap dilakukan oleh Menteri Keuangan meskipun penandatanganan surat persetujuan atau penolakan dilakukan oleh Dirjen Anggaran. e. Pemilihan rekanan pelaksana pekerjaan konstruksi Pelaksanaan pekerjaan yang mencakup perencanaan konstruksi, manajemen konstruksi, dan konstruksi fisik merupakan pekerjaan yang saling terkait. Panitia Pengadaan yang dibentuk oleh Ses Kemenpora dengan SK nomor 0093.b Tahun 2010 Tanggal 12 April 2010 melakukan proses pemilihan para rekanan pelaksana untuk ketiga jenis pekerjaan tersebut dengan metode pelelangan umum pra kualifikasi, sebagai berikut: 1) Pelelangan untuk perencanaan konstruksi Berdasarkan dokumen lelang, diketahui bahwa Panitia Pengadaan mengumumkan Pengadaan Pekerjaan Jasa Konsultan Perencana pada tanggal 26 Juni 2010 melalui koran Media Indonesia. Pengambilan dokumen prakualifikasi dijadwalkan tanggal 28 Juni 2010 sampai dengan 6 Juli 2010, sedangkan Pengembalian Dokumen Prakualifikasi tanggal 29 Juni 2010 sampai dengan tanggal 9 Juli 2010. Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Dokumen Prakualifikasi Panitia Lelang Nomor : 006.a/PPBJ/P3SON/2010 Tanggal 12 Juli 2010, perusahaan yang mengambil dan mengembalikan dokumen prakualifikasi adalah sebagai berikut: 1) PT CC 2) PT BK 3) PT AA 4) PT YK 5) PT CM 6) PT VK 7) PT CKP 8) PT MK 9) PT Ar/PT W 10) PT LRU
65
11) PT BJ 12) PT BSC Setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen prakualifikasi yang diterima Panitia tersebut, hanya 7 peserta yang lulus prakualifiaksi berdasarkan Pengumuman Hasil Evaluasi Prakualifikasi Nomor : 009.A/PPBJ/P3SON/7/2010 Tanggal 14 Juli 2010, yaitu: 1) PT BK 2) PT AA 3) PT YK 4) PT CM 5) PT VK 6) PT CKP 7) PT MK DK selaku Pejabat Pembuat Komitmen kemudian menetapkan melalui Surat Penetapan Hasil Prakualifikasi Nomor : 008.a/PPK/P3SON/7/2010 Tanggal 14 Juli 2010. Panitia Pengadaan memberikan penjelasan pekerjaan (aanwijzing) pada tanggal 28 Juli 2010 dengan hasil yang ditetapkan dengan Berita Acara Penjelasan Pekerjaan Nomor : 011.A/PPBJ/7/2010 Tanggal 28 juli 2010. Pemasukan Dokumen Penawaran ditutup tanggal 6 Agustus 2010. Dari 7 (tujuh) perusahaan penyedia jasa yang lolos prakualifikasi, hanya 4 (empat) perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran sampul pertama, yaitu : 1) PT MK 2) PT YK 3) PT VK 4) PT BK
Dengan Berita Acara Pembukaan Penawaran Sampul pertama Nomor : 12.A/PPBJ/7/2010 Tanggal 6 Agustus 2010, Panitia Pengadaan menyatakan bahwa keempat perusahaan tersebut telah lengkap administrasi dan lulus secara teknis. PT YK menempati peringkat tertinggi evaluasi tertinggi dengan nilai 86,21. Terhadap hasil evaluasi tersebut, DK selaku PPK mengeluarkan surat nomor 022.A/PPK/PPAL/P3SON/8/2010 tanggal 13 Agustus 2010 tentang Penetapan Peringkat Akhir dan Pemenang Seleksi Umum, yaitu: 1) PT YK (Persero) sebagai Calon Pemenang Lelang; 2) PT VK (Persero) sebagai Calon Pemenang Cadangan I; dan 3) PT BK (Persero) sebagai Calon Pemenang Cadangan II. Selanjutnya,
dengan
Surat
Penunjukan
Penyedia
Barang/jasa
nomor
026.A/PPBJ/P3SON/8/2010 tanggal 25 Agustus 2010 DK menetapkan PT YK (Persero)
66
sebagai pelaksana pekerjaan Penyempurnaan Perencanaan Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang dengan harga setelah negosiasi sebesar Rp5.825.820.000.
Tim Pemeriksa tidak dapat melakukan analisis secara menyeluruh terhadap dokumen penawaran perusahaan lainnya karena Panitia Pengadaan tidak dapat menyerahkan dokumen dimaksud kepada pemeriksa. Namun, hasil analisis terhadap kertas kerja Panitia Pengadaan menunjukkan bahwa PT YK seharusnya tidak lulus secara teknis dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Dalam proses evaluasi terdapat ketidak sesuaian penilaian antara posisi yang disyaratkan dengan personil yang diajukan oleh PT YK, yaitu untuk posisi Koordinator Tenaga Ahli, PT YK mengajukan personil yang tidak memiliki pengalaman sebagai koordinator. 2) Pada penilaian faktor kesesuaian pengalaman pekerjaan tenaga ahli terdapat ketidak sesuaian antara pengalaman pekerjaan yang diajukan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan. 3) Penghitungan jumlah tahun pengalaman tenaga ahli tidak akurat dan tumpang tindih. 4) Berdasarkan penghitungan kembali evaluasi teknis dokumen PT YK diketahui hasil evaluasi teknis sebesar 68,53, terdiri dari nilai pengalaman perusahaan sebesar 8,18, Pendekatan dan metodologi 28,70 dan Kualifikasi tenaga ahli 31,65 (rincian terlampir Lampiran). Nilai evaluasi tersebut di bawah nilai passing grade yang ditetapkan panitia lelang sebesar minimal 70.
Atas pelaksanaan evaluasi prakualifikasi dan dokumen penawaran tersebut, WiM selaku Ketua Panitia Pengadaan, BS selaku Sekretaris Panitia Pengadaan, J selaku Anggota Panitia Pengadaan dan HaH selaku wakil PT YK memberi keterangan bahwa proses evaluasi prakualifikasi dan teknis dilakukan sendiri oleh pegawai PT YK bertempat di sebuah ruangan di Hotel Century Senayan Jakarta. Panitia Pengadaan hanya menerima hasil evaluasi dari PT YK melalui saudara HaH dalam bentuk soft copy maupun hard copy dan kemudian membuatkan Berita Acara Evaluasinya.
Sebelum pengumuman pelelangan diterbitkan, diadakan pertemuan untuk membahas tentang rencana pembangunan proyek Hambalang yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait dengan proyek ini yaitu PPK, Panitia Pengadaan, PT YK sebagai konsultan perencana, PT CCM sebagai manajemen konstruksi dan PT AK sebagai pemborong konstruksi bertempat di Hotel Le Kristal Pondok Indah Jakarta yang dikoordinasikan oleh AW. AW adalah Marketing Manager PT MSG yang di kemudian hari mendapatkan pekerjaan sebagai sub kontraktor dari PT YK dalam proyek Hambalang ini.
67
2) Pelelangan untuk manajemen konstruksi Berdasarkan dokumen lelang diketahui Panitia lelang mengumumkan Pengadaan Pekerjaan Jasa Konsultan Manajemen Konstruksi pada tanggal 26 Juni 2010 melalui koran Media Indonesia. Pengambilan dokumen prakualifikasi dijadwalkan tanggal 28 Juni 2010 sampai dengan 6 Juli 2010, sedangkan Pengembalian Dokumen Prakualifikasi tanggal 29 Juni 2010 sampai dengan tanggal 9 Juli 2010. Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Dokumen Prakualifikasi Panitia Lelang Nomor : 006.B/PPBJ/P3SON/2010 Tanggal 12 Juli 2010 yang mengambil dokumen prakualifikasi adalah 13 Perusahaan yaitu: 1)
PT In
2)
PT CCM
3)
PT PT BIE
4)
PT PT JCM
5)
PT IK
6)
PT MUI
7)
PT EI
8)
PT WCB
9)
PT KKU
10) PT Is 11) PT GU 12) PT GRM 13) PT BIS
Berdasarkan Pengumuman Hasil Evaluasi Prakualifikasi No. 009.B/PPBJ/P3SON/7/2010 Tanggal 14 Juli 2010, dari 10 (sepuluh) peserta yang memasukkan dokumen prakualifikasi, 7 (tujuh) peserta di antaranya dinyatakan lulus prakualifiaksi, yaitu : 1) PT CCM 2) PT JCM 3) PT WB 4) PT EII 5) PT KKU 6) PT In 7) PT GRM
Selanjutnya DK selaku Pejabat Pembuat Komitmen menetapkan dengan Surat Penetapan Hasil Prakualifikasi Nomor: 008.B/PPK/P3SON/7/2010 Tanggal 14 Juli 2010. Panitia
68
lelang memberikan penjelasan pekerjaan (Aanwijzing) pada tanggal 28 Juli 2010 dengan hasil
yang
ditetapkan
dengan
Berita
Acara
Penjelasan
Pekerjaan
Nomor:
011.B/PPBJ/7/2010 Tanggal 28 juli 2010. Pemasukan Dokumen Penawaran ditutup tanggal 6 Agustus 2010. Dari 7 (tujuh) jumlah penyedia jasa yang lolos prakualifikasi, hanya 5 (lima) perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran sampul pertama, yaitu: 1) PT. GRM 2) PT KKU 3) PT CCM 4) PT JCM 5) PT In Berdasarkan
Berita
Acara
Pembukaan
Penawaran
Sampul
pertama
Nomor:
12.B/PPBJ/7/2010 Tanggal 6 Agustus 2010 kelima perusahaan tersebut secara administrasi dinyatakan lengkap dan secara teknis dinyatakan lulus. Menurut evaluasi yang dilakukan Panitia Pengadaan, PT CCM menempati peringkat tertinggi evaluasi tertinggi dengan nilai 83,76. Terhadap hasil evaluasi tersebut, DK selaku PPK mengeluarkan surat nomor 022.B/PPK/PPAL/P3SON/8/2010 tanggal 13 Agustus 2010 tentang Penetapan Peringkat Akhir dan Pemenang Seleksi Umum yang menetapkan PT CCM sebagai pemenang lelang.
Hasil analisis dan pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dibuat Panitia Pengadaan menunjukkan bahwa secara teknis PT CCM tidak layak lulus dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Hasil konfirmasi kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang saat ini bertindak sebagai pemegang otoritas sertifikasi ahli konstruksi sebagaimana dimaksud pada pasal 31 (3) UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menunjukkan bahwa Surat Keterangan Ahli (SKA) atas nama Ir. Dwie Suksmono Hadhi, MT., Mulyatno, Satiawarman Mulyono, Ir. Titi Erman, Ir. Rachmad Mekaniawan, dan Ir. Rr. Soesie Arianie adalah SKA atas nama orang lain. Dengan demikian, nama-nama tersebut tidak berhak menyandang keahlian dimaksud. 2) Berdasarkan penghitungan kembali evaluasi teknis dokumen PT CCM diketahui hasil evaluasi teknis sebesar 52,53, terdiri dari nilai pengalaman perusahaan sebesar 3, Pendekatan dan metodologi 26,48 dan Kualifikasi tenaga ahli 23,05. Nilai evaluasi tersebut di bawah nilai passing grade yang ditetapkan panitia lelang sebesar minimal 70.
69
Atas pelaksanaan evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap dokumen penawaran tersebut, WiM selaku Ketua Panitia Pengadaan, BS selaku Sekretaris Panitia Pengadaan, J selaku Anggota Panitia Pengadaan, beserta para staf PT CCM yaitu MG, AG, RHa, YS dan RMS menerangkan bahwa proses evaluasi prakualifikasi bukan dilakukan oleh Panitia Pengadaan melainkan dilakukan oleh para staf PT CCM atas perintah Mul dan dikoordinasikan oleh AG bertempat di sebuah ruangan di Hotel Century Senayan Jakarta dan di kantor PT CCM. Panitia Pengadaan hanya menerima hasil evaluasi dari PT CCM melalui AG dalam bentuk soft copy maupun hard copy. Kemudian Panitia Pengadaan membuatkan Berita Acara Evaluasinya. RHa menjelaskan bahwa dirinya bersama RMS membuat dokumen penawaran 6 (enam) perusahaan lain sebagai pendamping (yaitu PT JCM, PT WB, PT EII, PT KKU, PT In dan PT GRM) untuk diikutkan dalam seleksi prakualifikasi dan teknis proyek ini, setelah sebelumnya Mul menghubungi perusahaanperusahaan tersebut. Selanjutnya Staf PT CCM lainnya yaitu YS dan RMS memasukkan dokumen prakualifikasi dan mengisi daftar hadir pemasukan dokumen prakualifikasi atas nama perusahaan-perusahaan pendamping tersebut. Ke-6 perusahaan tersebut bersama PT CCM selanjutnya dinyatakan lulus seleksi prakualifikasi.
3) Pelelangan untuk konstruksi fisik Meskipun kontrak konsultan perencana belum menerbitkan output pekerjaannya berupa gambar detil perencanaan yang siap digunakan untuk lelang konstruksi, Panitia Pengadaan telah mengeluarkan pengumuman pelelangan konstruksi melalui harian Koran Tempo tanggal 18 Agustus 2010. Dalam pengumuman tersebut dicantumkan pagu anggaran TA 2010 sebesar Rp262.784.897.000. Terdapat pula penjelasan di paragraf terakhir yang berbunyi “Anggaran dalam proses kontrak multiyears dari Kementerian Keuangan, apabila anggaran tersebut tidak jadi disetujui maka peserta tidak dapat menuntut ganti rugi.” Angka pagu anggaran sebesar itu berdasarkan alokasi anggaran dalam DIPA Revisi APBNP TA 2010, meskipun hasil perhitungan teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum untuk proyek dimaksud menyebutkan bahwa anggaran yang diperlukan setidaknya mencapai Rp392.111.849.000. Pada saat yang sama pula Kemenpora sudah memiliki rencana pembangunan proyek dimaksud senilai Rp1.175.320.006.000
dan
sedang mengajukan permohonan kontrak tahun jamak kepada Kementerian Keuangan. Keinginan pihak Kemenpora untuk membangun proyek senilai Rp1.175.320.006.000 sementara alokasi anggaran yang tersedia hanyalah maksimal Rp275.000.000.000, menimbulkan kebimbangan Panitia Pengadaan dalam melakukan pelelangan. Untuk itu, pada tanggal 19 Agust 2010, WiM selaku Ketua Panitia Pengadaan menyusun konsep pemberitahuan tambahan kepada para calon peserta lelang lalu
70
menyodorkan kepada DK selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk disetujui dan selanjutnya dibantu oleh salah satu anggota Panitia Pengadaan (J) menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada semua calon peserta pelelangan. Dalam pemberitahuan tersebut, DK selaku PPK menyampaikan bahwa anggaran masih dalam proses persetujuan
multiyears
dengan
total
nilai
kegiatan
direncanakan
sebesar
Rp1.200.000.000.000. Hasil konfirmasi kepada calon penyedia jasa menunjukkan bahwa sepengetahuan mereka nilai proyek yang dilelang adalah Rp262.784.897.000 seperti yang tertulis dalam pengumuman pelelangan di Koran Tempo. Karena itu, sebagai syarat untuk mengikuti pelelangan, para calon penyedia jasa menyiapkan dukungan bank dengan mendasarkan pada nilai proyek Rp262.784.897.000 tersebut. Surat Pemberitahuan PPK kepada calon penyedia jasa tidak ditembuskan kepada Panitia Lelang, melainkan kepada Ses Kemenpora. Sesuai daftar hadir Pengambilan Dokumen Prakualifikasi, dalam periode tanggal 18 sampai dengan 26 Agustus 2010 terdapat 8 (delapan) perusahaan yang mengambil dokumen prakualifikasi yakni: 1) PT PP (Persero) Tbk 2) PT NK (Persero) 3) PT WK 4) PT AK (Persero) atas nama KSO Adhi- Wika 5) PT HK (Persero) 6) PT DGI Tbk 7) PT JKMP Tbk 8) PT IK (Persero) atas nama KSO IK – PT LTMK – PT LRR. Keseluruhan perusahaan tersebut telah memasukkan dokumen prakualifikasi pada periode yang ditentukan. Terhadap seluruh dokumen prakualifikasi yang telah dimasukkan oleh calon penyedia jasa tersebut, Panitia Pengadaan telah melakukan evaluasi dalam periode tanggal 31 Agustus sampai dengan 1 September 2010 dan menerbitkan Berita Acara Evaluasi Dokumen Prakualifikasi No.06-BAE.PQ-P3SON-11-2010 tanggal 1 September 2010, dengan hasil evaluasi bahwa dari 8 (delapan) peserta yang memasukkan dokumen tersebut, 3 (tiga) di antaranya tidak lulus prakualifikasi, sebagai berikut: 1) PT PP (Persero) Tbk. tidak lulus prakualifikasi karena: (i) Tidak melampirkan surat keterangan tidak pailit dari pengadilan; (ii) tidak melampirkan Surat Pernyataan Tidak Akan Menuntut; (iii) tidak memenuhi grade SBU Tata Lingkungan (25004 = Gred 6, yang disyaratkan adalah gred 7); (iv) tidak memenuhi grade SUJK Tata Lingkungan (250004 = Gred 6, yang disyaratkan adalah gred 7);
71
2) PT DGI tidak lulus prakualifikasi karena melampirkan surat dukungan Bank hanya senilai Rp30.000.000.000 (yang dipersyaratkan adalah senilai Rp120.000.000.000 atau 10% dari nilai proyek yang dilelang); 3) KSO Istaka – Lince – Leotunggal tidak lulus prakualifikasi karena nilai total evaluasi adalah 64,59 atau di bawah nilai ambang batas 75. Hasil pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dibuat Panitia dalam mengevaluasi dokumen prakualifikasi menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1) Panitia Pengadaan mencantumkan nilai Dukungan Bank (DB) KSO Istaka – Lince – Leotunggal sebesar Rp123.000.000.000, namun dokumen pendukung yang ada adalah DB dari Bank DKI sebesar Rp26.300.000.000. Dengan demikian, seharusnya KSO Istaka – Lince – Leotunggal tidak lulus karena DB < Rp120.000.000.000. 2) Panitia Pengadaan memberi penilaian penuh untuk Sisa Kemampuan Keuangan (SKK) PT NK. Padahal SKK PT NK hanya bernilai Rp426.125.278.464. Sesuai ketentuan RKS, peserta lelang harus memiliki SKK minimal Rp960.000.000.000 (80% x Rp1,2T). 3) Panitia
Pengadaan
menggunakan
ambang
batas
dengan
nilai
proyek
Rp262.784.897.000 untuk menghitung Kemampuan Dasar (KD) peserta PT. HK, PT NK, PT WaK, PT JK, KSO Istaka – Lince – Leotunggal, padahal nilai proyek yang dilelang adalah Rp1,2 T. Hal ini mengakibatkan calon peserta tersebut lulus dalam penilaian KD. 4) Dengan menggunakan standar yang berbeda dengan KSO Istaka – Lince – Leotunggal, Panitia menggunakan ambang batas Rp960.000.000.000 untuk KSO AW. Hal ini tidak sesuai dengan nilai kontrak yang seharusnya menggunakan ambang batas Rp1,2 T. Untuk menilai KD milik KSO AW, Panitia menggabungkan dua paket pekerjaan PT AK yang pernah dikerjakan, yaitu Pekerjaan Pembangunan Stadion di Wilayah Surabaya Barat senilai Rp440.295.000.000 dan Pembangunan Jembatan Suramadu senilai Rp443.395.673.000, sehingga KD KSO AW menurut evaluasi
Panitia
lelang
menjadi
sebesar
Rp1.767.381.346.000
{=2
x
(Rp440.295.000.000 + Rp443.395.673.000)}. Menurut Keppres 80 Tahun 2003, untuk menilai KD dari perusahaan kemitraan, digunakan rumus KD = 2 NPt dari lead firm yang sesuai dengan bidang pekerjaan sejenis. Dengan demikian sesuai ketentuan, KD KSO AW seharusnya adalah Rp880.590.000.000 (= 2 x Rp440.295.000.000), yang berarti berada di bawah ambang batas Rp1,2T. Hasil prakualifikasi tersebut telah diumumkan di papan pengumuman Kantor Kemenpora pada tanggal 3 September 2010. Pengumuman No.09-PENG-PPBJ-P3SON9-2010 tersebut berisi informasi bahwa:
72
1) Terdapat 5 (lima) peserta yg dinyatakan Lulus Prakualifikasi, yaitu PT NK (Persero), PT WaK, KSO AW, PT JKMP Tbk, PT HK (Persero). 2) Terhadap hasil evaluasi dokumen prakualifikasi tersebut, PT PP (Persero) Tbk dengan Surat No. 064/Ext/PP/KDVOII/IX/2010 tanggal 7 September 2010 mengajukan sanggahan kepada PPK dengan alasan panitia pelelangan tidak mengklarifikasi dokumen penawaran. Menanggapi sanggahan tersebut, DK selaku PPK menjawab dengan Surat No. 005.22/B.III/SESKEMENPORA/9/2010 tanggal 23 September 2010 yang menjelaskan bahwa alasan Panitia tidak mengklarifikasi dokumen penawaran PT PP adalah karena PT PP tidak melampirkan dokumen sebagaimana yang
dipersyaratkan
dalam
tahap
pra-kualifikasi
sehingga
Panitia
tidak
mengklarifikasi dokumen lain. Panitia Pengadaan bersama unsur Konsultan Perencana dan Konsultan Manajemen Konstruksi mengadakan rapat penyusunan RKS dan HPS/OE pada tanggal 12 Oktober 2010 yang bertujuan untuk melengkapi RKS dan HPS yang sedang disusun oleh Konsultan Perencana. Pada saat itu Konsultan Perencana sedang menyusun rencana pengembangan proyek berdasarkan permintaan DK selaku PPK dengan surat Nomor: 398.A/B1.SESKEMENPORA/9/2010 tanggal 14 September 2010, dan hasilnya baru diserahkan kepada Kemenpora pada tanggal 15 Oktober 2010. Hasil pekerjaan Konsultan Perencana inilah yang digunakan oleh Panitia Pengadaan untuk melelang proyek P3SON dimaksud. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pekerjaan yang diserahkan oleh Konsultan Perencana pada tanggal 15 Oktober 2010 tersebut adalah Draft RAB 2010, Kriteria Design dan keterangan umum perencanaan struktur, analisa struktur bangunan, laporan perancangan ME, Gambar Pengembangan Desain, Rencana Kerja dan Syarat-Syarat, sehingga belum dapat digunakan oleh Panitia Pengadaan untuk menyusun HPS/OE senilai Rp1.112.268.162.000. Melalui addendum kontrak perencanaan pada tanggal 9 Desember 2010, PPK bersama dengan rekanan PT YK menyepakati pengembangan lingkup pekerjaan perencanaan menjadi design pengembangan multiyear yang sebelumnya tidak tercantum dalam kontrak perencanaan. Panitia Pengadaan membuat Berita Acara No.16-PPBJ-P3SON-11-2010 tanggal 9 November 2010 tentang Pembukaan Penawaran (Sampul 1). Dalam berita acara tersebut Panitia menjelaskan bahwa rapat dihadiri oleh lima perusahaan yaitu PT. HK, KSO AW, PT. WasK, PT. JKMP, PT. NK. Namun dalam penjelasannya hanya empat perusahaan yang memasukan penawanan, yaitu PT. HK, KSO AW, PT. WaK, dan PT. NK. Adapun PT JKMP melalui wakilnya yang hadir dalam rapat tersebut, menyampaikan Surat Direktur PT JKMP Kepada Ketua Panitia Lelang, Nomor: 079/JK/DRM/S-EXT/XI/2010
73
tanggal 9 November 2010, perihal tidak dapat mengikuti proses lelang. Namun dalam Berita Acara pembukaan penawaran sampul I tersebut Panitia tidak menjelaskan bahwa PT JKMP mengundurkan diri. Berdasarkan keterangan Panitia Pengadaan dalam hal ini WiM, BS dan J, diketahui bahwa proses evaluasi prakualifikasi maupun evaluasi teknis dilakukan oleh PT AK sebagai salah satu anggota KSO AW. Proses evaluasi prakualifikasi dilakukan oleh PT AK yang dikoordinir oleh saudara TS sesuai dengan disposisi KP selaku Wa Ka Divisi I PT AK melalui saudara AT selaku Manajer Marketing DK-I PT AK. Evaluasi tersebut dilakukan di Apartemen Somerset Permata Hijau Jakarta. Panitia dihubungi oleh saudara Teguh Suhanta agar membawa dokumen prakualifikasi peserta lelang ke apartemen tersebut, yang kemudian dievaluasi oleh PT AK. Panitia lelang hanya menerima hasil evaluasi prakualifikasi yang diserahkan oleh saudara TS kepada saudara J. Hasil evaluasi tersebut menetapkan PT KSO AW sebagai peringkat pertama prakualifikasi dan panitia hanya membuat Pengumuman Penetapan Hasil Evaluasi Prakualifikasi Panitia Lelang Nomor : 09/PENG/PPBJ/P3SON/9/2010 Tanggal 3 September 2010. Para staf Konsultan Manajemen Konstruksi (PT CCM) dalam hal ini saudara MG, AG dan YS menerangkan bahwa proses evaluasi teknis konstruksi dilakukan oleh PT AK. Mereka menjelaskan bahwa dokumen penawaran peserta lelang dibawa oleh PT AK melalui saudara KS dan saudara Da untuk dievaluasi di Hotel Aston Jakarta. Hasil evaluasi tersebut menetapkan PT KSO AW sebagai Pemenang lelang. Hasil tersebut diserahkan oleh saudara KS kepada saudara MG, AG dan YS yang selanjutnya membuat Berita Acara Evaluasi Penawaran Sampul I dan Sampul II. Saudara AG dan YS menyerahkan hasil evaluasi penawaran dan Berita Acara Evaluasi Penawaran Sampul I dan Sampul II kepada saudara J dan BS selaku Panitia Pengadaan. Setelah proses evaluasi penawaran dilakukan, pada tanggal 24 November 2010 WiM selaku Ketua Panitia Pengadaan mengirimkan surat No.28-UPP-PPBJ-SP3SON-112010 kepada PPK perihal usulan penetapan peringkat calon pemenang lelang yaitu KSO AW sebagai calon pemenang lelang disusul oleh PT WaK dan PT NK sebagai Pemenang Cadangan I dan II. Dalam surat tersebut Ketua Panitia memberikan catatan agar selanjutnya Kepala Biro Perencanaan Kemenpora selaku PPK mengusulkan kepada Menpora untuk menetapkan pemenang lelang. Menindaklanjuti surat Ketua Panitia Pengadaan tersebut, DK selaku PPK mengirim surat senada kepada Menpora melalui Ses Kemenpora No.29-PPK-PPLSP3SON-11-2010 tanggal 24 November 2010. Selanjutnya WM selaku Ses Kemenpora membalas surat PPK dengan surat nomor No.3708.A-SESKEMENPORA-11-2010 tanggal 25 November 2010 tentang penetapan pemenang tender tanpa melalui Menpora sebagai pihak yang berwenang menetapkan pemenang lelang pekerjaan bernilai di atas
74
Rp50.000.000.000 sesuai ketentuan Keppres 80/2003. Dalam suratnya tersebut, WM menetapkan pemenang lelang adalah KSO AW. Mengenai hal tersebut, AAM selaku Menpora tidak mengetahui bahwa sesuai aturan penetapan pemenang harus dilakukan oleh Menpora. AAM berharap stafnyalah yang seharusnya memberi tahu tentang kewenangannya itu. Selanjutnya AAM menjelaskan bahwa WM tidak pernah menyampaikan adanya kewajiban tersebut dan hanya melaporkan secara lisan bahwa proses pelelangan telah dilakukan dan pemenang lelang telah diperoleh. AAM seharusnya mengetahui ketentuan dalam Keppres 80/2003 pasal 26, bahwa yang berwenang menetapkan pemenang lelang diatas Rp50 Miliar adalah Menteri, tanpa harus menunggu diberitahu oleh stafnya. Lebih jauh AAM menerangkan bahwa untuk pelaksanaan anggaran di lingkungan Kemenpora, AAM telah menandatangani surat penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang diberikan kepada WM selaku Ses Kemenpora. Tidak ada pelimpahan apapun diluar itu baik secara lisan maupun tulisan. AAM berpandangan bahwa dengan menandatangani SK Penunjukan KPA maka sebagian tugas Pengguna Anggaran sudah dilimpahkan kepada KPA. Adapun di luar itu, AAM berharap staf memberi tahu apa-apa saja yang harus ditandatangani Menteri. Penetapan pemenang oleh Ses Kemenpora kemudian dilanjutkan dengan penunjukan pemenang lelang dengan Surat PPK kepada Pemenang Lelang (KSO AW) No.32-PPK-SPPJB-P3SON-12-2010 tanggal 8 Desember 2010. Surat ini ditandatangani oleh PPK dan pihak KSO AW serta diketahui oleh Ses Kemenpora. Pada tanggal 10 Desember 2010 DK selaku PPK menandatangani kontrak pekerjaan fisik dengan KSO AW, yaitu Kontrak Induk No.3894-SESKEMENPORA-BP10-2010 untuk tahun 2010-2012 senilai Rp1.077.921.000.000, dan kontrak anak tahun 2010 No.3895-SESKEMENPORA-BP-10-2010 senilai Rp246.238.455.479. Analisis terhadap klausul kontrak anak menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara Pasal 2 dengan Pasal 4 Kontrak Anak Tahun 2010, yaitu Pasal 2 menyatakan bahwa biaya pekerjaan adalah senilai Rp246.238.455.479 terdiri dari pekerjaan fisik Rp154.708.592.189 dan infrastruktur Rp91.529.863.290. Namun Pasal 4 menyatakan bahwa pembayaran digunakan untuk Uang Muka sebesar Rp214 Miliar dan Pelaksanaan Pekerjaan sebesar Rp91 Miliar. Selain itu kontrak mengatur bahwa Material On Site (MOS) atau peralatan yang berada di lokasi proyek, dihitung sebagai progress pekerjaan sebesar 60% dari nilai pekerjaan, sedangkan barang yang telah dipesan untuk diimpor/Letter of Credit (L/C) dihitung sebesar 50%. Kontrak tidak mengatur syarat/tujuan penggunaan uang muka, hanya mengatur besaran nilainya. Namun demikian, dokumen RKS yang menjadi bagian tak terpisahkan
75
dari kontrak menyebutkan bahwa uang muka dibayar untuk membiayai penyediaan fasilitas lapangan dan mobilisasi peralatan, personil, dan bahan.
f.
Pencairan uang muka Setelah kontrak induk ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2010, TBMN selaku Kuasa KSO AW menyampaikan surat permohonan pembayaran uang muka nomor 001002/KSO Adhi-Wika/XII/10 pada tanggal 14 Desember 2010. Berdasarkan surat permohonan tersebut, pada tanggal 16 Desember 2010 PPK mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) uang muka pekerjaan untuk menyerap alokasi anggaran tahun 2010. Namun demikian, meskipun SPP tersebut belum ditandatangani oleh Har selaku Penguji SPP dan Sun selaku Bendahara Pengeluaran, RI selaku Kabag Keuangan Kemenpora mewakili Kuasa Pengguna Anggaran Kemenpora tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) pada tanggal 17 Desember 2010. SPM ini yang dijadikan dasar oleh KPPN untuk membayar melalui SP2D kepada KSO AW di rekening Bank Mandiri nomor 31.254040.4-436.000 senilai Rp217.137.547.103 pada tanggal 28 Desember 2010. Pembayaran sebesar Rp217.137.547.103 tersebut terdiri atas Pembayaran Uang Muka Fisik dan Infrastruktur, serta Pembayaran Kemajuan Pekerjaan Fisik dan Infrastruktur, dengan rincian sebagai berikut: a. Uang Muka Fisik senilai Rp131.727.762.578. b. Uang Muka Infrastruktur Rp57.722.143.785. c. Kemajuan Pekerjaan Fisik senilai Rp4.697.056.897. d. Kemajuan pekerjaan Infrastruktur senilai Rp22.990.553.843 Mengantisipasi proses pencairan uang muka oleh KSO AW tersebut, MS selaku Dirut PT DC mengajukan invoice penagihan uang muka kepada KSO AW pada tanggal 22 Desember 2010 sebesar Rp64.900.000.000. Setelah uang muka cair, pada tanggal 28 Desember 2010 itu juga, KSO AW mentransfer dana kepada Divisi Konstruksi I (DK-I) – salah satu divisi PT AK yang membawahi KSO AW – sejumlah Rp12.391.000.000, dan kepada Divisi Bangunan dan Gedung (DBG) – salah satu divisi PT Wika yang membawahi KSO AW – sejumlah Rp6.925.000.000. Di samping itu, pada hari yang sama KSO AW juga mentransfer dana sebesar Rp13.300.942.000 kepada PT DC – salah satu subkon KSO AW yang menangani pekerjaan mekanikal elektrikal. Dana yang diterima dengan kuitansi yang ditandatangani MS selaku Dirut PT DC ini merupakan pembayaran uang muka KSO AW kepada subkon DC. Esoknya tanggal 29 Desember 2010, KSO AW kembali mentransfer dana kepada DK-I sebesar Rp70.000.000.000 dan kepada DBG sebesar Rp30.000.000.000. Dana tersebut pada hari itu juga oleh masing-masing divisi ditransfer kembali ke rekening kantor pusat masingmasing. Di samping itu, pada hari yang sama KSO AW juga mentransfer dana sebesar
76
Rp25.000.000.000 kepada DC sebagai bentuk pembayaran uang muka KSO AW kepada subkon DC. Pembayaran uang muka kepada PT DC dilanjutkan kembali di tahun 2011 yaitu pada tanggal 11 Januari 2011 sebesar Rp10.000.000.000, tanggal 19 Januari 2011 sebesar Rp6.500.000.000, tanggal 25 Januari 2011 sebesar Rp2.000.000.000 dan tanggal 26 Januari 2011 sebesar Rp6.500.000.000, sehingga total keseluruhan uang muka kepada PT DC berjumlah Rp63.300.942.000. Dana sebesar Rp82.391.000.000 yang diterima oleh PT AK pada Desember 2010 itu, selanjutnya telah dikembalikan kepada rekening KSO AW secara bertahap dalam periode 8 Februari – 18 November 2011 dengan rincian pada Tabel 3.
Tabel 3 Rincian Pengembalian Dana dari PT AK ke KSO AW No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tgl. No. Nota 08-02-2011 BC005 06-03-2011 BE019 06-03-2011 BE029 17-03-2011 BF036 14-06-2011 BK141 10-06-2011 BK147 28-06-2011 BL036 28-06-2011 BL035 01-07-2011 BM142 19-12-2011 BX216 11-11-2011 BU100 18-11-2011 BV045
No. Bukti B1103005 B1105019 B1105029 B1106036 B1111141 B1111147 B1112036 B1112035 B1113142
Jumlah
Nilai (Rp) 22.500.000.000 2.500.000.000 15.000.000.000 10.000.000.000 1.000.000.000 1.500.000.000 5.000.000.000 7.500.000.000 5.000.000.000 6.000.000.000 2.391.000.000 4.000.000.000 82.391.000.000
Demikian pula PT Wika telah mengembalikan dana sebesar Rp36.925.000.000 ke rekening KSO AW yang dilakukan secara bertahap dalam periode 9 Februari – 29 Desember 2011 dengan rincian pada Tabel 4.
Tabel 4 Rincian Pengembalian Dana dari PT Wika No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tanggal
No. Nota No. Bukti B1103017 B1110047 BP155 B1116155 BR006 B1118006 BR007 B1118007 BS101 B1119101 BS102 B1119102 BW129 BX217 BX218 B1124218
11-02-2011 BC017 25-05-2011 BJ047 25-08-2011 27-09-2011 30-09-2011 07-10-2011 14-10-2011 07-12-2011 22-12-2011 29-12-2011
Jumlah
Debet 10.000.000.000 5.000.000.000 2.500.000.000 2.500.000.000 1.000.000.000 2.000.000.000 2.500.000.000 2.000.000.000 2.500.000.000 6.925.000.000
36.925.000.000
77
Bagan aliran dana secara lengkap disertakan sebagai Lampiran 5 di bagian akhir Laporan ini.
g. Pelaksanaan pembangunan konstruksi Setelah kontrak induk ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2010, TBMN selaku Lead Firm KSO AW pada bulan Desember 2010 itu juga segera menandatangani kontrak dengan perusahaan-perusahaan tertentu sebagai sub kontrak yaitu sebagai berikut: a. Kontrak
dengan
MS
selaku
Dirut
PT
DC
No.
01/SPPPP/SENTUL-
HAMBALANG/ADHI-WIKA/XII/2010 tanggal 16 Desember 2010 untuk pekerjaan mekanikal elektrikal keseluruhan bangunan senilai Rp324.500.000.000. b. Kontrak
dengan
NMR
selaku
Dirut
PT
GDM
No.
02/SPPPP/SENTUL-
HAMBALANG/ADHI-WIKA/XII/2010 tanggal 29 Desember 2010 untuk pekerjaan struktur dan arsitektur senilai Rp139.960.774.000, sebagai berikut: 1) Pekerjaan Asrama Junior Putri senilai Rp35.785.247.03,70 2) Pekerjaan Asrama Junior Putra senilai Rp35.087.130.741,39 3) Pekerjaan GOR Serbaguna senilai Rp56.364.689.538,36 4) PPN sebesar Rp12.723.706.733,35 Selain itu, KSO AW yang diwakili PHP juga mengikat kontrak dengan SaS selaku Dirut PT ALP No. 03/SPPPP/SENTUL-HAMBALANG/ADHI-WIKA/XII/2010 tanggal 29 Desember 2010 untuk pekerjaan galian dan timbunan senilai Rp3.415.591.800. Sedangkan penandatanganan kontrak antara KSO AW dengan sub kontraktor lainnya dilaksanakan pada tahun 2011 dan 2012 yaitu terhadap 52 perusahaan senilai total Rp530.440.777.985,55. (rincian terlampir Lampiran 6). Terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dikerjakan oleh sub-kontraktor KSO AW sampai dengan 31 Desember 2011, telah diuji petik yaitu beberapa pekerjaan seperti pekerjaan beton, baja, pondasi, cut & fill, dan plafond. Nilai pekerjaan-pekerjaan tersebut yang dibayar oleh Kemenpora kepada KSO AW adalah sebesar Rp129.379.207.431. Untuk pekerjaan-pekerjaan itu, KSO AW membayar sebesar Rp78.369.241.173 kepada subkontraktor. Pemeriksaan secara uji petik terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh sub kontraktor PT DC menunjukkan bahwa PT DC mensub-kontrakkan kembali sebagian pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (setidaknya 13 jenis barang) kepada 14 perusahaan. Terhadap ke-13 jenis barang tersebut, PT DC membeli dari 14 perusahaan lain seharga Rp27.878.238.973 (termasuk pajak). Dan terhadap jenis-jenis barang tersebut, harga yang dicantumkan dalam kontrak antara Kemenpora dengan KSO AW adalah sebesar Rp113.824.122.280 (termasuk pajak).
78
Hasil pemeriksaan terhadap ke-14 perusahaan yang menjadi supplier PT DC tersebut menunjukkan bahwa 8 perusahaan di antaranya adalah perusahaan yang masuk dalam Daftar Sub-kontraktor dan Supplier (Subcontractor and Vendor Approved List) KSO AW. Lebih lanjut perusahaan-perusahaan tersebut menerangkan bahwa pada awalnya mereka diminta oleh PT AK untuk memasukkan penawaran menjadi supplier bagi PT AK dalam proyek Hambalang tersebut. Namun beberapa lama kemudian, PT DC meminta mereka untuk menawarkan hal yang sama untuk proyek yang sama untuk memasok barangnya bagi proyek Hambalang atas nama PT DC. Hal tersebut melanggar ketentuan dalam Keppres 80/2003 pasal 32 (3) bahwa Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain. Juga pasal 32 (4) bahwa Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab sebagian pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali disub-kontrakkan kepada penyedia barang/jasa spesialis. Untuk pekerjaan fisik tahun 2010 Kemenpora telah membayar kepada rekanan KSO AW brutto sebesar Rp31.398.355.479 (2,91% dari nilai kontrak induk). Nilai tersebut terdiri atas Pekerjaan Fisik sebesar Rp5.326.593.389 dan Pekerjaan Infrastruktur sebesar Rp26.071.762.090. Sebagian besar (80,54%) dari pembayaran tersebut adalah untuk pekerjaan mekanikal elektrikal, yaitu sebesar Rp25.289.125.884, yang terdiri atas pekerjaan Mekanikal Elektrikal pada Pekerjaan Fisik senilai Rp622.762.767 dan pekerjaan mekanikal elektrikal pada Pekerjaan Infrastruktur senilai Rp24.666.363.117. Pembayaran tersebut adalah untuk pelaksanaan pekerjaan infrastruktur dan fisik bangunan sampai dengan akhir Desember 2010 yang diakui dan dilaporkan sebesar 3,8825% (dari volume kontrak induk), dengan rincian sebagai berikut: 1) Pekerjaan persiapan, prasarana dan penunjang sebanyak 0,1226% 2) Pekerjaan struktur sebanyak 0,2175% 3) Pekerjaan arsitek sebanyak 0,0059% 4) Pekerjaan mekanikal elektrikal sebanyak 3,1271% 5) Pekerjaan infrastruktur dan utilitas sebanyak 0,4094% Pembayaran dan pengakuan kemajuan fisik pekerjaan tersebut tidak pernah diperiksa oleh pejabat berwenang yaitu Panitia Pemeriksa/Penerima Pengadaan Barang/Jasa pada Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang yang beranggotakan: 1) RI selaku Ketua merangkap anggota 2) AH selaku Wakil Ketua merangkap anggota 3) RS selaku Sekretaris merangkap anggota 4) ENS selaku anggota 5) AP selaku anggota
79
6) Har selaku anggota 7) Is selaku anggota Seluruh
pembayaran
pekerjaan
fisik
yang
diakui
di
tahun
2010
sebesar
Rp31.398.355.479 telah dibayar berdasarkan permintaan pembayaran yang ditandatangani oleh TBMN selaku Kuasa KSO AW nomor 003-004/KSO Adhi-Wika/XII/10 tanggal 14 Desember 2010. (rincian terlampir Lampiran 7) Terhadap
nilai
pekerjaan
mekanikal
elektrikal
(ME)
tahun
2010
sebesar
Rp25.289.125.884 tersebut, Tim BPK RI memeriksa secara uji petik terhadap realisasi pekerjaan mekanikal elektrikal (ME) senilai Rp14.668.165.611. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sampai dengan akhir Desember 2010, dari nilai pekerjaan yang telah dibayarkan kepada KSO AW brutto sebesar Rp25.289.125.884, sebagian di antaranya senilai Rp14.668.165.611 (58,00%) belum dikerjakan oleh rekanan PT DC dan baru dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2011. Sedangkan terhadap pekerjaan senilaiRp10.620.960.273 (42,00%) berupa pekerjaan perkabelan dan pemipaan, sampai dengan laporan ini disusun (Oktober 2012) Tim Pemeriksa belum memperoleh data pelaksanaan pekerjaannya. (rincian terlampir Lampiran 8 ) Pembangunan konstruksi proyek P3SON baru dimulai tahun 2011. Sesuai klausul kontrak, pembayaran kepada KSO AW dilakukan dengan metode tagihan bulanan (monthly certificates). Sampai dengan saat pemeriksaan (Juli 2012) Kemenpora telah membayar kepada KSO AW total SPM sebesar Rp514.022.323.917 termasuk pajak (47,6865% dari nilai total kontrak induk). Pembayaran itu mencakup uang muka dan pekerjaan fisik sampai dengan akhir Desember 2011 dan belum termasuk pekerjaan fisik di tahun 2012. Terkait pembayaran sebesar itu, PHP selaku Project Manager KSO AW melaporkan kemajuan fisik pekerjaan yang telah dicapai sampai dengan periode pekan terakhir 2011 adalah sebesar 37,5817% dari nilai total kontrak induk. Selama tahun 2012, KSO AW telah melaporkan kemajuan fisik yang dicapainya per 12 Maret 2012 yaitu sebesar 42,6755%. Laporan kemajuan ini belum disetujui oleh PPK Kemenpora. Selanjutnya, dengan surat kepada PPK nomor 916/PPK/P3SON/Adhi-Wika/V/2012 tanggal 16 Mei 2012 KSO AW menghentikan seluruh pekerjaan dengan alasan belum ada realisasi pembayaran sejak Januari 2012 sd April 2012. Menyangkut kegiatannya, KSO AW telah menyusun suatu Laporan Keuangan tersendiri yang terpisah dari laporan keuangan PT AK dan PT WiKa sebagai perusahaan induk. PT AK dan PT Wika hanya mengakui laba neto yang diperoleh KSO ke dalam laporan keuangan masing-masing. Laporan Keuangan KSO AW tahun 2010 belum diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik. Sedangkan Laporan Keuangan KSO tahun 2011 telah diperiksa oleh KAP Achmad, Rasyid, Hisbullah & Jerry dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Dalam tahun 2010, KSO AW mengakui laba sebesar Rp2.518.402.641 (un-audited) dan tahun 2011
80
sebesar Rp36.079.612.867 (audited). Nilai laba tersebut diakui dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat PT AK tahun 2010 sebesar Rp1.762.881.849 dan tahun 2011 sebesar Rp25.255.729.007. Laporan Keuangan PT AK tahun 2010 dan 2011 telah diperiksa oleh KAP RSM AAJ Associates dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Pada Desember 2011 terjadi bencana longsor yang menimpa sebagian bangunan proyek P3SON Hambalang yaitu Power House 3, jalan 13, dan gedung tenis / bulu tangkis yang berada di zona bawah. Terjadinya bencana tersebut telah diteliti oleh tim tanggap darurat yang dibentuk Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM pada Juni 2012. Hasil penelitian yang dituangkan ke dalam surat nomor 1384/45/BGK.V/2012 tanggal 7 Juni 2012 menyebutkan bahwa bencana gerakan tanah tersebut disebabkan sifat batuan di lokasi tersebut yang memang memiliki kerentanan yang tinggi terhadap terjadinya gerakan tanah. Jenis batuan berupa tanah lempung yang mudah mengembang (sweeling clay) jika terkena air diduga menjadi penyebab terjadinya bencana tersebut. Selain itu, adanya air permukaan yang mengalir bebas di permukaan dan meresap ke dalam tanah menjenuhkan lapisan batu lempung menjadi mengembang dan menjadi bubur. Juga adanya penggalian di lereng bagian bawah yang terjal (>800) dan memotong lapisan lempung mengembang sehingga lapisan batu lempung dan lapisan batuan di atasnya bergerak ke bawah dan terjadilah nendatan yang merobohkan bangunan di atasnya. Hasil pemeriksaan oleh ahli geologi dari PVMBG dengan menggunakan alat Ground Penetration Radar (GPR) yang dilakukan pada beberapa lintasan di lokasi bencana yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa: 1) Lapisan atas berupa lapisan batuan vulkanik di atas lapisan batu lempung 2) Bagian bawah berupa lapisan batu lempung yang bersifat mengembang (sweeling clay) 3) Terdapat akumulasi air yang cukup banyak di atas lapisan batu lempung 4) Pada lapisan batu lempung di beberapa tempat terindikasi adanya pembuburan tanah lempung. Mengingat sifat batuan yang mudah mengembang jika terkena air, maka PVMBG tidak menyarankan di lokasi itu dibangun bangunan berpenghuni karena longsor susulan akan mudah terjadi pada zona tersebut. Kejadian longsor tersebut bukan kejadian yang pertama kali terjadi di wilayah tersebut. Pada tahun 2002 juga pernah terjadi bencana gerakan tanah yang sama dan dalam peta kerentanan gerakan tanah yang diterbitkan PVMBG, wilayah tersebut termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi.
81
Gambar 1 Hasil Pantauan Ground Penetrating Radar
Sumber: PVMBG
Runtuhnya tanah yang diatasnya telah dibangun beberapa bangunan pada proyek tersebut tidak membuat KSO AW menghentikan pekerjaannya. Meskipun kontrak anak tahun 2012 belum disusun sehingga tidak dapat dibayar, namun pekerjaan tetap dilaksanakan. Sampai dengan tanggal 12 Maret 2012, PHP selaku Project Manager KSO AW melaporkan telah mencapai kemajuan pekerjaan fisik sebesar 42,6755% dari total kontrak induk. Laporan kemajuan ini telah diperiksa dan disetujui oleh MG selaku konsultan manajemen konstruksi PT CCM namun belum disetujui PPK. Kemajuan fisik ini menunjukkan bahwa telah terjadi tambahan pekerjaan sebanyak 5,0938% sejak akhir tahun 2011 yang telah dilaporkan sebelumnya. Tidak adanya realisasi pembayaran bulanan sejak Januari sampai dengan Maret 2012 membuat KSO AW mulai mengurangi aktivitas pekerjaannya, dan benar-benar menghentikan pekerjaan
mulai
bulan
Mei
2012
yaitu
dengan
mengeluarkan
surat
nomor
916/PPK/P3SON/ADHI-WIKA/V/2012 tanggal 16 Mei 2012 perihal penghentian pekerjaan yang ditujukan kepada PPK Kemenpora. Secara umum AAM selaku Menpora menyatakan bahwa dalam pelaksanaan proyek Hambalang ini, AAM berusaha melakukan pengendalian dan pengawasan namun dilakukan secara lisan dengan meminta laporan dari staf. Laporan tersebut juga hanya didengarnya secara lisan dan sepanjang pengetahuannya, staf selalu melaporkan bahwa proyek berjalan lancar dan baik-baik saja. Semua bentuk pengendalian itu tidak pernah didokumentasikan dengan baik dan memadai. Hal ini tidak sesuai dengan PP 60/2008 tentang Sistem
82
Pengendalian Intern Pemerintah pasal 18 bahwa Pimpinan instansi wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian di antaranya berupa otorisasi atas transaksi dan kejadian penting dan dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Selain itu pada pasal 40 diatur bahwa Pimpinan instansi wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. AAM menyatakan bertanggung jawab secara moril terhadap pelaksanaan anggaran dan proyek Hambalang ini, namun penyimpangan yang terjadi adalah tanggung jawab dari para pelaku yang tidak diketahuinya.
Seluruh rangkaian fakta dan proses kejadian disajikan secara kronologis dalam Lampiran 11 di bagian akhir laporan ini.
3. Penyebab dan Akibat Permasalahan tersebut disebabkan adanya dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dan/ atau kelalaian dan/ atau pembiaran dari pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek P3SON Hambalang yang berakibat pada terjadinya indikasi penyimpangan dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak, dalam proses pelelangan, dan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang berakibat pada terjadinya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp243.663.748.370, sebagai berikut: a. Dalam proses pencairan uang muka Karena proses persetujuan kontrak tahun jamak menyalahi ketentuan, maka kontrak induk tidak boleh terjadi dan uang muka tidak boleh didasarkan pada nilai kontrak induk. Oleh karena itu pembayaran uang muka yang diterima KSO AW netto sebesar Rp189.449.906.363 yang sebagian di antaranya telah dipotong pada saat pembayaran termin 2010 dan 2011 senilai total Rp72.519.748.706,93 sehingga sisanya sebesar
Rp116.930.157.656,08
(dibulatkan menjadi Rp116.930.157.656) merupakan indikasi kerugian negara. b. Dalam proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi Terdapat pemahalan harga atas pekerjaan ME yang berindikasi merugikan negara setidaknya sebesar Rp75.723.624.456 (rincian terlampir Lampiran 9). Selain itu terdapat pemahalan harga
dalam pekerjaan struktur yang berindikasi kerugian negara setidaknya sebesar
Rp51.009.966.258. (rincian terlampir Lampiran 10). Indikasi kerugian negara tersebut diperoleh dengan cara membandingkan jumlah uang negara yang dikeluarkan oleh Kemenpora dengan nilai pekerjaan sebenarnya (real-cost) yang dikerjakan oleh sub-kontraktor yang dihitung secara uji petik.
83
4. Pihak-pihak yang diduga terkait Pihak-pihak yang diduga terkait dengan indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang dalam proyek pembangunan P3SON Hambalang adalah sebagai berikut: a. Dalam proses pemberian izin-izin 1) RY selaku Bupati Bogor menerbitkan Site Plan atas rencana pembangunan P3SON berlokasi di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor meskipun Kemenpora selaku pemohon belum melakukan studi Amdal atas rencana pembangunan tersebut. 2) SS selaku Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor atas nama Bupati Bogor menerbitkan IMB, meskipun Kemenpora selaku pemohon belum melakukan studi Amdal atas proyek tersebut. 3) Bu selaku Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor membantu Bupati Bogor dalam menerbitkan Site Plan atas rencana pembangunan P3SON Hambalang, meskipun Kemenpora selaku pemohon belum melakukan studi Amdal atas proyek tersebut. 4) YH selaku Kepala Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor membantu Bupati Bogor dalam menerbitkan Site Plan atas rencana pembangunan P3SON berlokasi di Desa Hambalang, meskipun Kemenpora selaku pemohon belum melakukan studi Amdal atas proyek tersebut. 5) AAA selaku PPK kegiatan studi Amdal tahun 2007 menerima dari NS dana kegiatan studi Amdal yang tidak dikerjakan di tahun 2007. 6) DN selaku Direktur PT CKS tidak menyelesaikan kewajibannya yang telah diikat dengan kontrak pekerjaan studi Amdal tahun 2007.
b. Dalam proses pensertipikatan tanah 1) JW selaku Kepala BPN a) Menandatangani SK Hak Pakai untuk Kemenpora atas tanah Hambalang dengan didukung dokumen yang tidak sesuai kenyataan, di antaranya berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak terdahulu yang diduga palsu. b) Tidak memperhatikan dengan cermat dan tidak melihat dokumen asli surat pernyataan pelepasan hak yang menjadi persyaratan penting sebelum menandatangani SK Hak Pakai. 2) MM selaku Sestama sekaligus Plt Deputi II BPN a) Memerintahkan LAW untuk menyerahkan SK Hak Pakai kepada orang yang tidak berhak menerima.
84
b) Tidak menandatangani RPD mutakhir meskipun merubah RPD dengan memasukkan surat pernyataan pelepasan hak. 3) BS selaku Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN memerintahkan staf untuk menyisipkan surat pernyataan Probosutedjo yang diduga palsu dalam RPD. 4) EW selaku staf pengolah data Deputi II BPN atas perintah Kasie, Kasubdit, dan Direktur menyisipkan surat pernyataan Probosutedjo yang diduga palsu, dalam RPD sehingga SK Hak Pakai dapat ditandatangani. 5) LAW selaku Kabagian Persuratan BPN menyerahkan SK Hak Pakai kepada orang yang tidak berhak menerima. 6) WM selaku Sekretaris Kemenpora menandatangani Surat Pernyataan terkait tanah yang tidak sesuai kenyataannya c. Dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak dan penyusunan anggaran 1) AAM selaku Menteri Pemuda dan Olahraga tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk menyampaikan permohonan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan dan membiarkan Ses Kemenpora melampaui wewenang Menpora yaitu mengusulkan permohonan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan. 2) WM selaku Sekretaris Kemenpora a) Mengajukan usulan revisi RKA KL TA 2010 dengan data yang tidak benar, yaitu yang seharusnya terjadi penurunan volume kegiatan tetapi menyajikannya menjadi kenaikan volume kegiatan. b) Mengajukan pendapat teknis yang tidak ditandatangani Menteri PU sebagai syarat kelengkapan persetujuan kontrak tahun jamak c) Menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa pendelegasian wewenang dari Menpora d) Mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak bagi jasa Konsultan Perencana dan Manajemen Konstruksi meskipun kontrak pekerjaan jasa tersebut sudah ditandatangani dan pekerjaan sudah dilaksanakan. e) Menjawab permintaan klarifikasi dari Dirjen Anggaran dengan surat tertanggal 15 November 2010 terkait dengan kejelasan maksud pendapat teknis dari Kementerian PU tanpa menanyakan kembali secara resmi kepada Direktur PBL sebagai pihak yang paling berwenang menerbitkan pendapat teknis
85
3) DK selaku Kepala Biro Perencanaan Kemenpora dan Pejabat Pembuat Komitmen a) Menyampaikan informasi dan data dukung yang tidak sesuai dengan persyaratan kontrak tahun jamak kepada Wafid Muharam dan Direktorat Jenderal Anggaran. b) Mengusahakan dokumen pendukung dari Kementerian Pekerjaan Umum untuk digunakan sebagai persyaratan Kontrak Tahun Jamak tanpa mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 45 tahun 2007. c) Tidak menyampaikan informasi pelaksanaan kegiatan pembangunan P3SON kepada Dirjen Anggaran dalam bentuk dokumen tertulis agar dapat memperoleh persetujuan kontrak tahun jamak. 4) ADWM selaku Menteri Keuangan a) Memberikan persetujuan dispensasi waktu pengajuan revisi RKA KL TA 2010 dari Ses
Kemenpora
yang
melebihi
batas
waktu
yang
diatur
dalam
PMK
69/PMK.02/2010. b) Menetapkan persetujuan kontrak tahun jamak meskipun beberapa persyaratan belum dipenuhi, yaitu: (i) alokasi anggaran belum tersedia dalam APBN; (ii) permohonan tidak diajukan oleh Menpora (AAM) tetapi hanya ditandatangani Ses Kemenpora (WM); (iii) pendapat teknis Kementerian Pekerjaan Umum tidak ditandatangani Menteri PU (DjK), tetapi oleh Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PU (GH); dan (iv) RKA KL Kemenpora TA 2010 yang menunjukkan pekerjaan dibiayai lebih dari satu tahun anggaran belum ditetapkan. 5) AR selaku Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan a) Memberikan kesempatan kepada Ses Kemenpora (WM) untuk mengajukan revisi RKA KL TA 2010 dengan Surat Nomor S-3451/AG/2010 tanggal 15 November 2010 padahal batas waktu pengajuan revisi anggaran telah lewat. b) Menyetujui revisi kedua SP-SAPSK Kemenpora TA 2010 yang diajukan Ses Kemenpora (WM), meskipun terjadi pengurangan volume keluaran kegiatan yang tidak sesuai PMK Nomor 69/PMK.02/2010. c) Menandatangani surat persetujuan kontrak tahun jamak meskipun revisi RKA KL salah ditetapkan. d) Menetapkan SP-SAPSK Kemenpora TA 2011 dalam skema tahun jamak pada saat persetujuan kontrak tahun jamak belum diterbitkan. 6) MPN selaku Sekjen Kementerian Keuangan memberikan disposisi yang bukan wewenangnya dalam Lembar Disposisi Menteri Keuangan kepada Dirjen Anggaran atas surat permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora.
86
7) DPH selaku Direktur Anggaran II Kementerian Keuangan a) Tidak meneliti draft usulan persetujuan kontrak tahun jamak dengan cermat atas hasil penelaahan yang disampaikan bawahan, terutama meyakinkan kembali apakah bawahan tidak salah menafsirkan/membaca data dukung yang disampaikan Ses Kemenpora. b) Tidak menanyakan kembali jawaban disposisi yang diberikan kepada bawahan untuk meyakinkan kejelasan maksud pendapat teknis dari Kementerian PU. c) Tidak mengecek kembali apakah seluruh persyaratan, kelengkapan, dan kriteria yang diminta dalam PMK 56/2010 telah ditelaah dan diberikan pendapat oleh bawahan. 8) S selaku Kasubdit II E Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan a) Tidak menelaah kelayakan kegiatan pembangunan P3SON untuk dilaksanakan dalam tahun jamak. b) Tidak meneliti ulang hasil penelaahan staf berdasarkan dokumen pendukung yang ada. c) Menyimpulkan dalam laporan hasil penelaahan bahwa data dukung untuk persetujuan kontrak tahun jamak telah lengkap, padahal belum disertakan RKA KL yang menunjukkan pekerjaan dibiayai lebih dari satu tahun anggaran. d) Mengusulkan dispensasi atas pengajuan revisi RKA KL dari Ses Kemenpora yang telah melewati batas waktu. 9) RH selaku Kasie II E-4 Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan a) Tidak memverifikasi dan menelaah dengan cermat dokumen usulan revisi RKA KL dari Ses Kemenpora sehingga terjadi kesalahan penetapan persetujuan revisi RKA KL yang menjadi syarat persetujuan kontrak tahun jamak. b) Menyusun laporan hasil penelaahan dengan menyatakan bahwa Surat Direktur PBL tanggal 23 November 2010 sebagai pendapat teknis dari Direktorat Jenderal Cipta Karya, padahal yang menandatangani saat itu adalah Direktur PBL dan surat tersebut hanya terkait dengan informasi jadwal dan alokasi biaya, bukan pendapat teknis tentang kelayakan kontrak tahun jamak. c) Menyatakan dalam nota dinas hasil penelaahan bahwa terjadi perubahan volume dari 108.533 m2 menjadi 121.097 m2 sesuai dengan pendapat teknis Kementerian PU tanggal 22 Oktober 2010, padahal pendapat teknis tidak menyatakan seperti itu.
87
d) Menyusun konsep nota dinas hasil penelaahan yang tidak sepenuhnya mendasarkan pada data dukung yang ada, misalnya menyebutkan bahwa pendapat teknis adalah Surat Informasi Jadwal Pelaksanaan Kegiatan. e) Menafsirkan pendapat teknis atas kegiatan P3SON yang tidak didukung dengan pertimbangan instansi teknis fungsional. 10) AM Staf Seksi II E-4 Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan a) Tidak menelaah dengan cermat dokumen usulan revisi RKA KL dari Ses Kemenpora sehingga terjadi kesalahan penetapan pesetujuan revisi RKA KL yang menjadi syarat persetujuan kontrak tahun jamak. b) Tidak menelaah usulan revisi RKA KL dengan membandingkan data dukung dari Kementerian PU. c) Tidak memberikan pendapat atau hasil penelaahan terhadap seluruh persyaratan dalam PMK 56/2010 dibandingkan dengan data dukung yang disampaikan Ses Kemenpora. d) Menafsirkan pendapat teknis kegiatan P3SON yang tidak didukung dengan pertimbangan instansi teknis fungsional. e) Memberikan
peluang
untuk
melengkapi
kembali
data
pendukung
tanpa
menyampaikan usulan surat permintaan kekurangan data dukung. 11) GH selaku Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PU a) Menandatangani pendapat teknis dalam rangka proyek tahun jamak yang digunakan oleh Kemenpora sebagai syarat pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan tanpa memiliki pendelegasian kewenangan dari Menteri Pekerjaan Umum. b) Menambahkan pernyataan dalam surat tgl 23 November 2010 bahwa pembangunan P3SON dapat dilaksanakan dengan kontrak tahun jamak, meskipun tidak diminta pendapatnya oleh DK dan hal tersebut bukan merupakan kewenangannya. c) Menyampaikan analisa biaya komponen kepada Ses Kemenpora yang tidak disusun oleh Kementerian PU dengan mekanisme normal, yaitu antara lain tanpa tanda tangan pejabat struktural dan staf yang menyusunnya, serta tidak sepenuhnya mengikuti Permen PU No.45 tahun 2007. 12) DP selaku Pengelola teknis Kementerian PU a) Menerbitkan Memo Dinas yang menjustifikasi penafsiran pendapat teknis dari Direktur PBL secara salah untuk menjawab permintaan klarifikasi dari Dirjen Anggaran.
88
b) Memberikan paraf dan menyampaikan kepada Kemenpora melalui Surat Direktur PBL tanggal 23 November 2010 hasil analisis biaya pembangunan P3SON Hambalang yang tidak sepenuhnya merupakan produk Kementerian PU, tetapi ternyata disusun oleh pegawai PT AK yang merupakan perusahaan pemenang lelang kosntruksi, serta telah ditambahkan inflasi sebesar 2,95% dari standar harga tertinggi per m2 bangunan gedung negara yang berlaku sesuai Keputusan Bupati Bogor.
d. Dalam proses pemilihan rekanan 1) AAM selaku Menteri Pemuda dan Olahraga a) AAM selaku Menteri Pemuda dan Olahraga tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam penetapan pemenang lelang atas pengadaan barang/jasa diatas Rp50 Milyar sesuai dengan Keppres 80/2003 pasal 26, dan membiarkan Ses Kemenpora melampaui wewenang Menpora dalam penetapan pemenang lelang atas pengadaan barang/jasa diatas Rp50 Milyar. b) Tidak melakukan pengendalian intern berdasarkan ketentuan perundangan atas pelaksanaan kegiatan di instansi yang dipimpinnya, yang berdampak pada tidak dipatuhinya ketentuan perundangan dalam hal otorisasi dan dokumentasi kejadian penting, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan P3SON Hambalang. 2) WM selaku Ses Kemenpora menandatangani surat penetapan pemenang lelang konstruksi Proyek Pembangunan P3SON Hambalang dengan melampaui kewenangannya. 3) WiM selaku Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora a) Memerintahkan BaS selaku Sekretaris untuk melakukan verifikasi secara formalitas hasil evaluasi prakualifikasi dan penawaran lelang pekerjaan P3SON Hambalang, dan membuat berita acara setiap tahap hasil pekerjaan lelang pekerjaan P3SON Hambalang. b) Memerintahkan
J
untuk
mengadministrasikan
seluruh
dokumentasi
lelang,
menditribusikan pemberitahuan perubahan anggaran dari Rp262M menjadi Rp1,2T kepada peserta lelang. c) Membuat pemberitahuan perubahan nilai pekerjaan yang sebelumnya Rp262M menjadi Rp1,2T (sesuai keterangan PPK). d) Memerintahkan J untuk memberikan nomor surat pemberitahuan PPK mengenai perubahan nilai pekerjaan dari Rp262M menjadi Rp1,2T. e) Memerintahkan J mendistribusikan surat perubahan nilai pekerjaan dari Rp262M menjadi Rp1,2T kepada peserta lelang.
89
f) Memerintahkan J untuk menerima hasil pekerjaan Konsultan Perencana yang belum layak menjadi dasar aanwijzing dan dokumen lelang untuk pekerjaaan multiyears senilai Rp1,2 Triliun
4) J selaku Anggota Panitia Pengadaan Kemenpora a) Memberikan nomor surat pemberitahuan PPK yang dibuat oleh WiM mengenai perubahan nilai pekerjaan dari Rp262 Miliar menjadi Rp1,2 Triliun. b) Mendistribusikan surat pemberitahuan PPK mengenai perubahan nilai pekerjaan sebelumnya senilai Rp262 Miliar menjadi Rp1,2 Triliun kepada peserta lelang. c) Menerima hasil pekerjaan Konsultan Perencana yang belum layak menjadi dasar aanwijzing dan dokumen lelang untuk pekerjaaan multiyears senilai Rp1,2 Triliun.
5) BaS selaku Sekretaris Panitia Pengadaan Kemenpora a) Melakukan verifikasi seluruh hasil evaluasi baik prakualifikasi maupun penawaran sesuai dengan arahan dan perintah Ketua Panitia Lelang. b) Membuat seluruh berita acara tahap pelelangan dari hasil prakualifikasi dan penawaran (Sampul I dan Sampul II).
6) RW selaku Staf Biro Perencanaan Kemenpora a) Membantu menyusun data pendukung RKA-KL tanpa memperhatikan hasil perhitungan Kementerian Pekerjaan Umum. b) Membantu menyusun Konsep Surat Keluar untuk permohonan revisi RKA-KL tanpa didukung data yang cermat. c) Membantu melengkapi dokumen pendukung dari Instansi Teknis Fungsional yang tidak disusun berdasarkan pertimbangan yang profesional. d) Membantu menyusun desain pelaksanaan pekerjaan tanpa dasar penetapan dan kebutuhan yang ditentukan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga. 7) MA selaku Komisaris PT MSG memerintahkan AW untuk mengkoordinasikan pertemuan para pihak yang terkait dengan proyek P3SON Hambalang. 8) AW selaku Marketing Manager PT MSG aktif mengkoordinasikan pertemuan pihakpihak terkait yaitu konsultan perencana, manajemen konstruksi, pemborong konstruksi, Panitia Pengadaan, dan PPK proyek P3SON Hambalang sebelum proses pelelangan dimulai. 9) HaH selaku staf PT YK mengkoordinasikan tim staf PT YK untuk melakukan evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap dokumen penawaran PT YK bertempat di sebuah ruangan di Hotel Century Senayan Jakarta.
90
10) AS selaku Direktur PT CCM meminta stafnya (Mul dan RS) untuk melanjutkan proses teknis penawaran setelah bertemu dengan MA dalam rapat di kantor Kemenpora dan memastikan bahwa yang akan bertindak sebagai rekanan manajemen konstruksi adalah PT CCM. 11) Mul selaku Manajer Pemasaran PT CCM a) Memerintahkan AG bersama timnya untuk menyiapkan kebutuhan dokumen dalam rangka pelelangan di Kemenpora. b) Menghubungi beberapa perusahaan lain untuk dapat membantu mendukung penawaran sebagai perusahaan pendamping pelelangan. 12) AG selaku staf PT CCM mengkoordinasikan tim staf PT CCM untuk mengurus seluruh proses penawaran termasuk melakukan evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap dokumen penawaran PT CCM dan perusahaan-perusahaan pendamping. 13) RHa selaku staf PT CCM a) Melakukan evaluasi prakualifikasi dan evaluasi teknis terhadap dokumen penawaran yang disusun PT CCM sendiri. b) Membuat dokumen penawaran atas nama perusahan-perusahan lain sebagai pendamping bagi PT CCM untuk mengikuti pelelangan. c) Menyerahkan hasil evaluasi penawaran beserta kertas kerjanya kepada Panitia Pengadaan. 14) RMS selaku staf PT CCM memasukkan dokumen penawaran perusahan-perusahaan pendamping untuk mengikuti pelelangan. 15) YS selaku staf PT CCM memasukkan dokumen prakualifikasi dan mengisi daftar hadir pemasukan dokumen prakualifiaksi atas nama perusahaan-perusahaan pendamping. 16) MG selaku staf PT CCM sekaligus Team Leader Manajemen Konstruksi menerima hasil evaluasi rekanan konstruksi dari KS dan menyerahkan hasilnya kepada Panitia Pengadaan untuk dibuatkan Berita Acara. 17) TS selaku staf PT AK mengkoordinasikan pelaksanaan evaluasi prakualifikasi dokumen penawaran pekerjaan konstruksi yang memenangkan PT AK 18) AT memberi disposisi kepada TS untuk mengkoordinasikan pelelangan yang hendak diikuti PT AK. 19) KS selaku staf PT AK bersama Da membawa dokumen penawaran peserta lelang konstruksi untuk dievaluasi di Hotel Aston, dan kemudian memberikan hasil evaluasinya kepada MG.
91
e. Dalam proses pencairan uang muka 1) RI selaku Kabag Keuangan Kemenpora menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sebesar Rp217.137.547.103 untuk pembayaran uang muka oleh KPPN melalui SP2D kepada rekanan pelaksana meskipun pekerjaan belum dilaksanakan oleh rekanan dan bukti pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan belum diverifikasi oleh pejabat yang berwenang. 2) TBMN selaku Kepala DK-I PT AK sekaligus Kuasa KSO AW meminta dan menerima pembayaran uang muka proyek P3SON Hambalang sebesar Rp189.449.906.363 yang tidak seharusnya diterima.
3) MS selaku Dirut PT DC menerima uang muka sebesar Rp63.300.942.000 yang tidak seharusnya. f.
Dalam proses pelaksanaan pembangunan konstruksi 1) RI dkk. selaku Panitia Pemeriksa/Penerima Pengadaan Barang/Jasa pada Pembangunan Lanjutan P3SON Hambalang melalaikan kewajibannya memeriksa pekerjaan fisik dan infrastruktur proyek untuk pembayaran tahun 2010. 2) TBMN selaku Kepala DK-I PT AK sekaligus Kuasa KSO AW a) Meminta dan menerima pembayaran atas pekerjaan fisik dan infrastruktur pekerjaan P3SON Hambalang tahun 2010 yang tidak dikerjakan pada saat tagihan diajukan ke Kemenpora sekurang-kurangnya sebesar Rp25.289.125.884. b) Menandatangani kontrak pekerjaan utama kepada sub kontrak 3) MS selaku Dirut PT DC menagih pembayaran pekerjaan tahun 2011 atas jenis pekerjaan yang belum dikerjakan pada saat tagihan diajukan kepada KSO AW sekurang-kurangnya sebesar Rp14.668.165.611.
Jakarta, 30 Oktober 2012 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Penanggung Jawab Pemeriksaan
J. Widodo H. Mumpuni
92