ISSN : 1829 – 894X
SULUH PENDIDIKAN (Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan) Volume 8
Nomor 2
Desember 2010
• IPA Biologi Terintegrasi Etnosains Subak Untuk Siswa SMP: Analisis tentang Pengetahuan Tradisional Subak yang Dapat Diintegrasikan dengan Materi Biologi SMP • Pelestarian Hutan Bambu Desa Adat Pengelipuran sebagai Model Pembelajaran: Persepsi Guru Sekolah Dasar • Pendekatan Matematika Realistik terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Ditinjau dari Bakat Numerik (Eksperimen pada Sekolah Dasar Saraswati Tabanan) • Pembelajaran Matematika Pencapaian Konsep
SMA
Menggunakan
Model
• Ujian Nasional Representasi Politik Pendidikan: Suatu Kajian Pustaka • Gender Dalam Aktivitas Kehidupan Keluarga Bali Hindu di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Tabanan
Pusat Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan
Dewan Redaksi Majalah Ilmiah “SULUH PENDIDIKAN” IKIP Saraswati Tabanan Ketua Drs. I Made Sudiana, M.Si. Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) Drs. I Nyoman Suaka, M.Si. Penyunting Pelaksana Dr. Dra. Ni Nyoman Karmini, M.Hum.; Drs. Dewa Nyoman Oka, M.Pd.; Drs. Ida Bagus Anom Sutanaya, M.Pd.; Drs. Made Kerta Adhi, M.Pd.; Drs. I Nyoman Suryawan, M.Si.; Drs. Wayan Mawa, M.Hum. Penyunting Tamu Dr. I Gusti Ngurah Raka Haryana, M.S. (IKIP Saraswati Tabanan); Prof. Dr. Ir. Gede Mahardika, M.S. (UNUD); Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. (UNDIKSHA) Pengelola Pusat Penelitian IKIP Saraswati Tabanan Suluh Pendidikan: diterbitkan oleh Pusat Penelitian IKIP Saraswati Tabanan (Saraswati Institut Press), sebagai media informasi ilmiah bidang pendidikan, baik berupa hasil penelitian maupun kajian pustaka. Penerimaan Naskah Redaksi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa atau praktisi dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakang jurnal ini. Tulisan yang dimuat mendapat kompensasi 2 eksemplar. Langganan Suluh Pendidikan terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Langganan untuk satu tahun termasuk ongkos kirim sebagai berikut: 1. Lembaga/instansi : Rp. 100.000 2. Individu/pribadi : Rp. 50.000 3. Mahasiswa : Rp. 30.000 Alamat Redaksi IKIP Saraswati Tabanan Jalan Pahlawan Nomor 2 Tabanan – Bali 82113 Telp. (0361) 811267 Email:
[email protected]
ISSN : 1829 – 894X
SULUH PENDIDIKAN
(Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan)
Vol.8 No.2 Desember 2010 IPA Biologi Terintegrasi Etnosains Subak Untuk Siswa SMP: Analisis tentang Pengetahuan Tradisional Subak yang Dapat Diintegrasikan dengan Materi Biologi SMP (I Made Sudiana dan I Ketut Surata) ……………………………………….43 – 51 Pelestarian Hutan Bambu Desa Adat Pengelipuran sebagai Model Pembelajaran: Persepsi Guru Sekolah Dasar (I Made Maduriana dan Ni Putu Seniwati) ………………………………..52 – 58 Pendekatan Matematika Realistik terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar Ditinjau dari Bakat Numerik (Eksperimen pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Saraswati Tabanan) (Gede Ngurah Oka Diputra dan I Wayan Sudiarta) ………………………..59 – 67 Pembelajaran Matematika SMA Menggunakan Model Pencapaian Konsep (I Made Yasna dan I Wayan Nayun) .............................................................68 – 75 Ujian Nasional Representasi Politik Pendidikan: Suatu Kajian Pustaka (Made Kerta Adhi dan I Ketut Ardana) .........................................................76 – 85 Gender Dalam Aktivitas Kehidupan Keluarga Bali Hindu Di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Tabanan (Ni Nyoman Karmini dan Desak Nyoman Alit Sudiarthi) ...........................86 – 95
Pusat Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
ISSN : 1829 – 894X
IPA BIOLOGI TERINTEGRASI ETNOSAINS SUBAK UNTUK SISWA SMP: ANALISIS TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL (ETNOSAINS) SUBAK YANG DAPAT DIINTEGRASIKAN DENGAN MATERI BIOLOGI SMP I Made Sudiana dan I Ketut Surata FPMIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT Study of science midle school students (SMP) in Indonesia was not actual and contextual. Because teacher less is integrating of modern science with etnosains, including with subak etnosains in Bali. Reason for that was conducted integration of biological science with subak etnosains. Utilize to reach that objective, is compiled teaching book and syllabus. Compilation of syllabus and teaching book through activity of workshop and seminar by entangling expert team, Pekaseh Subak, teacher biological science and biological teacher candidate student. Result of indicate workshop and seminar that all expert team agreement that biological science can be integrated on relevant biology concepts. Same thing is also expressed by teacher biological and biological teacher candidate student. Expert team also express that biological concepts and subak etnosains almost everything correctness. Teacher biological and biological teacher candidate student express that syllabus formation and book teach have according to. At the other shares expressed that language in breakdown of teaching book have high difficulty storey; level enough so that require to be made moderate so that according to for the level of SMP child. Integration not to add learning time allocation. All of workshop and seminar participant believe that integration among biological science with subak etnosains can improve ability of student science and study will become more is having a meaning. Despitefully subak etnosains can grow to continue, expanding so that everlasting. Key words: Integration, sains moderen, subak etnosains, syllabus, teaching book PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran IPA hampir di semua jenjang satuan pendidikan termasuk SMP berlangsung kurang menggunakan pendekatan keterampilan proses (Masjkur dkk. 2005; Hakim dkk. 2005). Padahal IPA ditemukan oleh para ahli dengan pendekatan tersebut melalui observasi dan eksperimen. Akibatnya kemampuan IPA siswa SMP ratarata masih rendah yaitu berada di bawah level satu. Hal ini terjadi, karena siswa kurang mampu mengidentifikasi masalah, memformulasikan pemecahan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, dan mengkomunikasikan secara baik
(Samhadi 2007). Seharusnya kemampuan IPA siswa SMP minimal berada pada level dua, yaitu mampu melakukan penelitian sederhana dan mampu mengkomuikasikan hasilnya, baik secara lisan maupun tertulis (Kompas 2007). Rendahnya capaian siswa SMP dalam bidang IPA, karena IPA yang merupakan sains moderen berasal dari dunia Barat kurang diadaptasikan dengan pengetahuan tradisional (etnosains) yang berkembang pada masyarakat lokal dimana sekolah dan siswa berada. Padahal etnosains termasuk etnosains subak di Bali dapat diintegrasikan dengan IPA khusunya biologi. Sebab 43
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
etnosains subak dengan lingkungan sawahnya banyak menyediakan contohcontoh objek biologi seperti pengendalian hama dan penyakit secara tradisional berbasis ekologi, sistem tanaman bermanfaat, teknik domestikasi, kultur teknis budidaya tumbuhan dan hewan, sistem tumpang sari, pergiliran tanaman, dan konservasi ekosismtem. Hal ini sejalan dengan kontribusi etnosains bagi sains modern (International Council for Science 2002; Thrupp 1989; Reed, 1977; Rhoades 1989; Brush 1980). Akibibat kurang diintegrasikannya etnosains subak dalam pembelajaran IPA biologi SMP, berimplikasi terhadap proses pembelajaran. Pembelajaran menjadi kurang bersifat aktual – kontekstual sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Siswa kehilangan orientasi terhadap lingkungan lokal serta mengabaikan tuntutan sosial dan budaya (Cobern 1994, 1996, ICSU 2002, Portal Duniaguru 2007). Melalui pengadaptasian atau pengintegrasian anatara IPA biologi dengan etnosanis subak pada materi pokok yang sesuai, pembelajaran IPA biologi di dalam kelas akan dapat memberikan makna terhadap konsep yang sulit, membangun komunikasi dan penghormatan kepada masyarakat serta menjadikan IPA biologi tidak terasing bagi siswa (Sommer et al. 2004). Siswa tidak tercerabut dari akar budaya dan lingkungan lokalnya serta pengetahuan tradisional subak yang banyak mengandung nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan ekosistem tidak kehilangan pewarisnya. Jadi, IPA biologi terintegrasi pengetahuan tradisional perlu diketahui dan dipahami serta dapat 44
ISSN : 1829 – 894X
dipraktekkan siswa dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan buku ajar untuk siswa SMP melibatkan para pemangku kepentingan (stake holders) yang mempunyai kepedulian terhadap etnosains subak dan pendidikan. Mereka yang dilibatkan dalam penyusunan silabus dan buku ajar yaitu masing-masing satu pakar kurikulum, pakar pengendalian hayati, pakar ekologi, pakar pertanian organik, pakar kebudayaan, dua penyuluh pertanian lapangan (PPL), tiga Pekaseh Subak, empat guru IPA biologi, dan lima mahasiswa calon guru dari Jurusan Pendidikan Biologi. Mereka yang dilibatkan ini adalah orang-orang yang dulunya merupakan nara sumber pada penelitian sebelumnya untuk memperoleh data tentang pengetahuan tradisional subak dalam pengendalian hayati ekosistem sawah dan data tentang model pendidikan sains IPA biologi. Kegiatan dalam penyusunan buku ajar ini dilakukan melalui seminar dan lokarya (semiloka) sehari dilaksanakan di Bangli. Tim peneliti sebelum kegiatan semiloka dilakukan, telah menyusun draf silabus dan buku ajar sebagai bahan semiloka. Draf silabus mengacu pada silabus biologi untuk SMP yang disusun oleh Depdiknas. Draf silabus hanya berisi tentang materi IPA biologi yang dapat diintegrasikan dengan pengetahuan tradisional (etnosains) subak. Atas dasar draf silabus biologi terintegrasi etnosains subak, disusunlah buku ajar untuk siswa. Kegiatan semiloka diwali dengan paparan tentang draf silabus dan buku bahan ajar oleh ketua tim peneliti. Selesai
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
paparan tentang kedua hal tersebut, peserta semiloka dibagi dalam kelompokkelompok diskusi. Para pakar, Pekaseh, dan PPL bergabung dalam satu kelompok dan terfokus mendiskusikan tentang isi dari buku ajar. Pakar kurikulum, guru IPA biologi dan mahasiswa calon guru bergabung menjadi satu kelompok mendiskusikan tentang kesesuaian buku ajar dengan silabus serta menilai tingkat kesulitan bahasa untuk siswa SMP. Hasil diskusi dilaporkan kepada tim peneliti. Hasil dari laporan diskusi kelompok digunakan sebagai masukan dalam menyempurnakan draf silabus dan buku ajar sehingga tercipta sebuah silabus dan buku ajar yang layak serta sesuai untuk siswa SMP. HASIL Dari hasil diskusi kelompok pakar kurikulum, guru IPA biologi, dan mahasiswa calon guru biologi melaporkan bahwa pengintegrasian IPA biologi dengan etnosains subak tidak boleh menambah alokasi waktu pembelajaran sehingga tidak menambah beban belajar siswa. Pengintegrasian pengetahuan tradisional dalam pembelajaran IPA biologi, juga tidak mengaburkan konsep-konsep biologi, tetapi justru dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep biologi yang sulit sehingga pembelajaran
ISSN : 1829 – 894X
menjadi lebih menarik dan besrifat aktual – kontekstual. Khusus dari guru IPA biologi menyampaikan bahwa dalam kegiatan pembelajaran di kelas perlu ada semacam pemanasan (warming up) bagi siswa sehingga siswa siap untuk menerima pelajaran dan termotivasi untuk belajar. Salah satu yang dapat dijadikan warming up terkait dengan pengetahuan tradisional subak yaitu lagu anak-anak Bali: “meongmeong alih ja bikule, bikul gede-gede buin mokoh-mokoh kereng pesan ngerusihin”. Disampaikan bahwa melalui warming up tersebut kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik dan konsep tentang pengendalian hama secara biologis menjadi lebih mudah dipahami. Secara lebih rinci hasil dari diskusi kelompok pakar kurikulum, guru IPA biologi dan mahasiswa biologi calon guru sebagai berikut: (1) susunan draf silabus dan pengembangan silabus telah sesuai dengan prinsi-prinsip pengembangan kurikulum yang dipersayaratan oleh BNSP; (2) silabus telah memuat standar kompotensi (SK) kompotensi dasar (KD), materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator capaian, penilaian, alokasi waktu dan, sumber belajar; (3) pengetahuan tradisional subak yang diintegrasikan sudah sesuai dengan standar kompetensi yang terpilih. Integrasi antara IPA biologi dan etnosains subak seperti tampak pada Tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Integrasi IPA biologi SMP dengan etnosains subak 1. 2. 3. 4.
Standar Kompetensi IPA Biologi Memahami keanekaragaman makhluk hidup Memahami saling ketergantungan dalam ekositem Memahami sistem dalam kehidupan tumbuhan Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup
Etnosains Subak 1. Klasifikasi tanaman bermanfaat 2. Konservasi ekosistem sawah 3. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara tradisional 4. Bioteknologi konvensional 45
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
Penyusunan draf buku ajar telah dinilai memuat materi secara runtut dari materi biologi kelas VII sampai kelas IX SMP. Walau susunan materi dalam buku telah sesuai dengan silabus dan terintegrasi baik dengan etnosains subak, akan tetapi bahasanya dibuat lebih sederhana sehingga sesuai dengan tingkat kemampuan berbahasa anak. Sementara itu, tim pakar, PPL dan Pekaseh Subak melaporkan bahwan bahwa draf buku ajar telah memuat hampir semua pengetahuan tradisional (etnosains) subak yang digunakan dalam kegiatan mengelola ekosistem sawah sebagai usaha dalam menghasilkan pangan. Konsep pengetahuan tradisional dari isi draf buku ajar sudah dikatakan benar. Hanya konsep pengertian organisme penganggu tanaman (OPT) dan hama serta penyakit tanaman (HPT) masih terjadi kekeliuran konsep. Hal ini disampaikan oleh pakar pengendalian hayati. Draf buku ajar ini sudah dianggap baik, kecuali cakupan dan kedalaman materi agak luas dan dalam sehingga cukup sulit untuk ukuran siswa anak SMP. Untuk itu disarankan cakupan materi dipersempit dan kedalamannnya disesuaikan dengan perkembangan kecerdasan mental anak. Pada bagian lain, pakar kebudayaan Bali mengkritisi tentang upacara-upacara keagamaan yang menyertai dalam kegiatan bercocok tanam. Kegiatan ritual tersebut tidak perlu diuraikan secara mendalam dalam bab tersendiri, cukup disinggung saja. Disarankan agar kegiatan ritual itu, disinggung dalam hama dan penyakit tanaman dengan menyebutkan: “....bahwa untuk keberhasilan dalam praktek pengendalian HPT termasuk 46
ISSN : 1829 – 894X
rangkaian kegiatan bercocok tanam padi diawali dengan kegiatan ritual keagamaan sesuai agama Hindu. Hal ini tidak terlepas dari keyakinan dari warga subak bahwa segala sesuatu yang terjadi disebabkan oleh Ida Sanghyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu sebelum melakukan sesuatu termasuk dalam kegiatan bertani terlebih dahulu memohon kehadapanNya agar apa yang dilakukan dapat berhasil dengan baik”. PEMBAHASAN Hasil analisis laporan diskusi kelompok dalam kegiatan semiloka semua peserta menyatakan persetujuannya bahwa pengetahuan tradisional subak perlu diketahui dan dipahami siswa dan dapat diintegrasikan dengan IPA biologi. Pengetahuan tradisional subak perlu diketahui dan dipahami siswa karena pengetahuan tersebut banyak mengandung muatan biologi yang sejalan dengan sains biologi moderen. Selain mengandung muatan biologi, dalam pengetahuan tradisional subak juga terkandung nialinilai kearifan lokal tentang pengelolaan ekosistem sawah yang bersifat ramah lingkungan. Juga terkandung nilai-nilai religius, sosial ekonomi yang menjunjung tinggi lingkungan, moral, dan kerbesamaan seperti dalam kegiatan bercocok tanam, khususnya dalam praktek pengendalian HPT (Sudiana, dkk. 2009) Ekosistem sawah yang merupakan lingkungan tempat berkembang dan bertahannya etnosains subak tidak saja berfungsi sebagai laboratorium alami untuk belajar IPA biologi, karena dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan IPA (Sudina 2009). Di samping itu, ekosistem sawah
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
juga mempunyai fungsi ekologis seperti menjaga siklus air, karbon, oksigen, siklus hara, dan sebagai habitat hidup binatang, serta sebagai tempat rekreasi karena mempunyai lanskap yang indah (Surata SPK, dkk. 2003). Silabus yang disusun telah dinilai baik oleh pakar kurikulum, guru IPA biologi dan mahasiswa biologi calon guru karena telah sesuai dengan prinsip pengembangan silabus. Hal ini terjadi karena tim peneliti dalam menyusun draf silabus berpedoman pada prinsip-prinsip pengembangan silabus yang dipersyaratkan oleh BNSP (Depdiknans 2006). Untuk silabus dan buku ajar siswa dinilai telah sejalan. Penilaian ini didasarkan atas adanya kesesuaian antara SK dan KD dengan uraian materi dalam setiap bab yang terintegrasi dengan pengetahuan tradisional subak. Cara pengintegrasian juga dinilai baik dan sesuai, karena mendukung dan dapat memperkaya pengetahuan serta pemahaman siswa tentang materi-materi biologi, terlebih lagi konsep materi biolgi yang sulit. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Sommer et al. (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan etnosains pada pembelajaran sains, kegiatan di dalam kelas dapat memberikan makna terhadap konsep yang sulit, membangun komunikasi dan penghormatan kepada masyarakat serta menjadikan sains tidak terasing bagi siswa. Sebab penyusunan draf buku ajar menggunakan rekomendasi dari Reyhner dan Davison (2007), sehingga guru dan siswa dapat: (1) menghubungkan sains dengan kehidupan di luar sekolah siswa, baik dengan cara membawa kehidupan sehari-hari ke dalam kelas, maupun melalui introduksi sains meodern
ISSN : 1829 – 894X
dalam memecahkan masalah paraktis; (2) mengimplementasikan etnosains sehingga dapat menghubungkan siswa; (3) menggunakan teknik pembelajaran kontekstual melaui pendekatan multisensoris; (4) memperhatikan faktor sikap siswa di dalam kelas, di samping potensi akademik siswa; (5) melibatkan kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan menulis dan berbahasa siswa. Pengintegrasian sains IPA biologi dengan etnosains subak tidak akan memberikan beban belajar tambahan bagi siswa karena alokasi waktu belajar sama dengan alokasi belajar biologi yang terdapat dalam silabus biologi yang dikeluarkan oleh BNSP Depdiknas. Pengintegrasian ini sejalan dengan yang disampaikan Timpakul (2006) dalam judul karangannya bahwa “Pendidikan Lingkungan Hidup Bukan untuk Pembebanan Baru bagi Siswa”. Urutan materi penyajian pada buku ajar disusun dari tingkat kedalaman dan keluasan materi dari yang sederhana ke tingkatan yang lebih sulit sesuai dengan perkembangan kecerdasan mental peserta didik. Kelemahan yang masih tampak yaitu pennggunaan bahasa masih agak tinggi tingkatannya bila dilihat dari kemampuan bahasa untuk anak SMP. Dalam revisi darf buku ajar untuk menjadi sebuah buku ajar yang layak dan sesuai dengan tingkat perkembangan kecerdasan mental siswa SMP, bahasa akan dibuat lebih sederha sehingga tidak menyulitkan siswa dalam memahami konsep-konsep biologi. Penilaian dari tim pakar terhadap buku ajar yang disusun menyatakan bahwa susunan buku sudah baik. Pengetahuan tradisional subak harus diketahui dan dipahami oleh siswa dan dapat diintegrasikan 47
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
dengan IPA biologi. Oleh karena pengatahuan tradisional subak diperoleh dari observasi dari alam sekitarnya dan percobaan yang mungkin secara tidak sadar dilakukannya dalam kegiatan pertanian, seperti hal sains biologi diperoleh. Hal ini terbukti bahwa etnosains telah berkontribusi nyata terhadap sains moderen antara lain: (1) memberikan perspektif kajian karena sistem pengetahuan lingkungan tradisional menyediakan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek biologi dan ekologi penting; (2) menyediakan jalan singkat yang efektif bagi peneliti dalam menyelidiki sumberdaya lokal. Melalui pengetahuan lokal/tradisional, memungkinkan peneliti melakukan survei atau pemetaan dalam waktu yang relatif lebih singkat, sementara dengan cara lain mungkin memerlukan waktu yang lebih lama. Misalnya penelitian tentang tipe tanah, spesies tanaman dan binatang, tentu lebih mudah menggunakan pengetahuan lokal dibanding melakukan klasifikasi sendiri; (3) memungkinkan peneliti dengan cepat dapat mengidentifikasi spesies langka atau keragaman spesies; (4) membantu menentukan areal yang dilindungi dan dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya alam; (5) menyediakan pengetahuan yang mendalam dan telah teruji oleh waktu mengenai areal lokal sehingga dapat menghasilkan penilaian lingkungan yang lebih akurat (Johannes, 1993 & 1997; Warren et al., 1993). Kebenaran konsep ilmu yang termuat dalam buku ajar dinyatakan hampir keseluruhan sudah benar, kecuali pengertian antara OPT dan HPT. Konsep ilmu tersebut memiliki nilai ilmiah dan nilai kebenaran karena diambil dari konsep-konsep biologi 48
ISSN : 1829 – 894X
yang bersumber dari buku-buku biologi Depdiknas yang dijadikan pegangan oleh guru dan siswa SMP. Sedangkan referensi pengetahuan tradisional diambil dari hasil analisis dokumen yang diperoleh dari delapan perpustakaan yang ada di Bali, hasil wawancara dengan tim pakar, Pekaseh Subak, dan petani serta diskusi kelompok terarah yang merupakan hasil dari penelitian sebelumnya (tahap I) (Sudiana dkk. 2009). Terjadinya kesalahan konsep tentang pengertian OPT dan HPT karena kurang seksamanya tim peneliti menganalis antara keduanya. Tim peneliti menganggap bahwa keduanya mempunyai pengertian yang sama karena HPT merupakan bagian dari OPT sehingga antara kedua istilah tersebut dapat digunakan untuk pengertian yang sama. Menurut salah seorang pakar pengendalian hayati menyatakan bahwa antara keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. OPT meliputi semua organisme (gulma, organisme yang menjadi hama dan penyakit), sedangkan HPT hanya meliputi organisme yang menjadi hama dan organisme yang menyebabkan penyakit pada tanaman seperti cendawan, bakteri, virus, dan nematoda (Widnyana, pers.comm.). Adanya bab tersendiri tentang materi kegiatan upacara keagamaan dalam setiap fase kegiatan bertani, nilai kurang tepat. Karena hal ini dapat membuat rancu antara pengetahuan biologi dengan agama. Untuk itu, buku ajar disempurnakan dengan cara menghilangkan bab tersebut. Materi tersebut hanya akan disingung sekilas yang disisipkan pada materi tentang HPT. Pembuatan bab tersendiri untuk materi tersebut memang kurang pas walau tampak berhungan, karena sains moderen belum
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
dapat menjelaskan (George, 1999). Berdasarkan uraian di atas, silabus dana buku ajar diberi judul “IPA Biologi Terintegrasi Etnosains Subak”. Silabus memuat empat SK yang terintegrasi dengan pengetahuan tradisional subak (Tabel 1). Sedangkan buku ajar terdiri dari enam bab, dimana dalam setiap bab dituliskan tujuan pembelajaran, uraian materi, pertanyaan dan pertanyaan kajian. Tujuan pembelajaran ini mengacu pada KD sehingga setelah selesai pembelajaran, siswa diharapkan mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan seperti yang tertuang dalam indikator sesuai KD dan akhirnya SK tercapai. Uraian materi delengkapi dengan gambar-gambar dari keanekaragaman hayati dari ekosistem sawah dan kegiatan bertani secara tradisional. Melalui gambargambar tersebut pemahaman siswa tentang biologi dan hubungannya dengan pengetahuan tradisional subak menjadi lebih jelas. Pada bagian akhir dari setiap bab dirumuskan pertanyaan dan pertanyaan kajian. Pertanyaan mengacu pada tujuan pembelajaran, sedangkan pertanyaan kajian yang masih terkait dengan materi tetapi dibuat lebih sulit untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi pada anak. Buku ini diharapkan dapat menjadi sebuah buku bahan ajar yang sesuai dan layak digunakan untuk pembelajaran IPA biologi SMP. Melalaui pembelajaran IPA biologi dengan pendekatan keterampilan proses dibantu buku ini, diharapkan kemampuan sains IPA khususnya sains biologi siswa SMP meningkat dari yang semula masih berada di bawah level satu
ISSN : 1829 – 894X
menjadi minimal berada di level dua. UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan silabus dan buku ajar merupakan penelitian tahap II yang didanai oleh DP2M Dikti. Untuk itu, sudah seharusnya kami menyampaikan terima kasih kepada Direktur DP2M Dikti. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada semua peserta semiloka, karena atas koreksi dan sarannya silabus serta buku ajar ini menjadi lebih layak untuk digunakan sebagai perangkat pembelajaran IPA biologi siswa SMP. Semoga perangkat pembelajaran yang kecil ini dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kemampuan sains siswa SMP dan etnosains subak dapat lestari. DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Depdiknas. Brush S. 1980. Potato Taxonomies in Andean Agriculture, hlm. 37-47. Di dalam Brokensha D, D. Warren D, Werner O (penyunting). Indigenous Knowledge Systems and Development. University Press of America, Lanham, MD. Cobern WW. 1994. Constructivism and non-Western science education research. International Journal of Science Education 16, 1-16. George J. 1999. World view analysis of knowledge in a rural village: Implications for science education. Science Education, 83, 77-95. International Council for Science. 2002. Science and traditional knowledge. Report from ICSU Study Group on Science and Traditional. www.icsu. 49
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
org/Gestion/img/ICSU_DOC_DO. [Online], diakses 26 November 2007. Johannes RE. 1993. Integrating traditional ecological knowledge and management with environmental impact assessmen, hlm 33-41. Di dalam Inglis J (penyunting). Traditional ecological knowledge: Concepts and cases. International Development Research Center, Canadian Museum of Nature, Ottawa. Kompas. 2007. Pendidikan Sains. Aplikasi masih terbatas. Kamis, 27 Desember 2007. Masjkur K, Susanto P, Prayito 2005. Pengembangan paket belajar IPA: buku siswa dan panduan guru berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPA di sekolah Dasar. Abstrak Penelitian Hibah Bersaing V, DP2M Dikti (Online), www.dikti.org, diakses 12 Oktober 2006. Portal Duniaguru. 2007. Kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Monday, 06 August 2007. (Online). http://www. duniaguru.com, diakses 12 Desember 2007. Reyhner J, Davison DM. 2007. Improving Mathematics and Science Instruction for LEP Middle and High School Students Through Language Activities. Third National Research Symposium on Limited English Proficient Student Issues: Focus on Middle and High School Issues. (Online) www.ncela. gwu.edu/puts/symposia/third/index. htm, diakses 9 Desember 2007. Reed C. 1977. Origins of Agriculture. The Hague: Mouton. Rhoades R. 1989. The Role of Farmers in the Creation of Appropriate Technology, hlm 3-9. Di dalam Chambers R, Pacey R, Thrupp L (Penyunting). Farmer First: Farmer Innovation and Agricultural Research. Intermediate Technology 50
ISSN : 1829 – 894X
Publications, London. Samhadi SH. 2007. Mengukur kualitas output sistem pendidikan. Kompas, senin 10 Desember 2007, hlm 53. Sommer LC, Talus CE, Bachman M, Barnes F, Ebinger M, Lynch J, Maestas A. 2004. The Importance of Traditional Knowledge in Science Education: ARM Education Uses Interactive Kiosks as Outreach Tool. Fourteenth ARM Science Team Meeting Proceedings, Albuquerque, March 22-26, 2004, New Mexico. Sudiana, I M. Surata, SPK., Seniwati, IP. 2009. Model Pendidikan Sains Lintas Budaya: Integrasi Sains Moderen dengan Etnosains Subak dalam Pengelolaan Ketahanan Hayati. Jakarta: Laporan hasil penelitian Hibah Bersaing tahap I DP2M Dikti. Sudiana. 2009. Kearifan lokal (etnosains) Subak sebagai Sumber Pengetahuan Pendidikan Sains IPA. Suluh Pendidikan, Vol. 3 No 1. Surata SPK, Wiguna IWAA. 2003. Persepsi wisatawan terhadap fungsi ganda subak. Prosiding Seminar Nasional tentang Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Teknologi Pertanian. Denpasar, 7 Oktober 2003 Thrupp L. 1989. Legitimizing Local Knowledge: Scientized Packages or Empowerment for Third World People. Di dalam Warren D, Slikkerveer J, Titlola S (Penyunting), Indigenous Knowledge Systems: Implications for Agriculture and Industrial Development. Ames, Iowa: Iowa State University. Timpakul. 2006. Pendidikan Lingkungan Hidup Bukan untuk Pembebanan Baru bagi Siswa. (Online); www.timpakul. or.id., diakses 10 januari 2006.
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 43 - 51
ISSN : 1829 – 894X
Warren DM, Brokensha D, Slikkerveer LJ (Penyunting). 1993. Indigenous knowledge systems: The cultural dimension of development. Kegan Paul International, London.
51
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
ISSN : 1829 – 894X
PELESTARIAN HUTAN BAMBU DI DESA ADAT PENGLIPURAN SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN: PERSEPSI GURU SEKOLAH I Made Maduriana dan Ni Putu Seniwati FP MIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT Penglipuran traditional villages is one village with traditional building thatched roof of bamboo, and bamboo forest long lasting. Characteristic must be continued to younger generation. From the long time, continued to younger generation only with informal situation. We want to know continued can with formal school too. Continued absolute action in early indeed elementary school. We have survey 10 techer of Kubu number 2 elementary school. We found 90% respondent knows and 10% have knowledge about local genius in Penglipuran village. All of respondent often use bamboo forest to learning model in their learning processes. They include (insertion) this model in their study teach. All of respondent agree to use long lasting forest model in Penglipuran village as model at proactive nature source long lasting,and use to local load in this school learning. Key words : Penglipuran Traditional Village, bamboo forest, learning model. PENDAHULUAN Desa Adat Penglipuran adalah salah satu desa Pekraman di Bali yang terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan dan Kabupaten Bangli. Desa Adat Penglipuran adalah salah satu Desa Pekraman kuno yang ada di Kabupaten Bamngli dengan ciri-ciri khas budaya dan adat istiadatnya. Dengan kekhasan budaya dan adatistiadatnya serta dipadukan dengan panorama alam pedesaan yang sejuk dan indah menjadikan Desa Pekraman Penglipuran sebagai obyek pariwisata di Kabupaten Bangli. Berdasarkan Keputusan Kepala Daerah Tingkat II Bangli Nomor 116 tahun 1993 tentang Penunjukkan Desa Pekraman Penglipuran sebagai Petugas Pungut Retribusi Pariwisata menjadikan Desa Pekraman Penglipuran sebagai tujuan wisata andalan setelah Pura Kehen dan Kintamani (Kasi Pem. Trantib, 2009). Nama Penglipuran berasal dari kata pengeling yang berarti ingat/ mengingat dan pura yang berarti tanah 52
atau tempat tinggal. Jadi kalau diartikan maka Penglipuran berarti ingat pada tanah leluhur atau tempat asalnya Desa Bayung Gede (Kasi Trantib, 2009; Seniwati dan Suryawan, 2009). Desa Penglipuran adalah desa kuno di Bali (ulu Apad) yang cikal bakalnya berasal dari Desa Bayung Gede Kintamani Bangli (I Nyoman Pudja, pers. comm: Kadis Pariwisata Bangli). Desa Adat Penglipuran adalah sebuah komunitas dengan ciri khas tersendiri. Komunitas merupakan kumpulan orang yang memiliki kehomogenan di bidang agama, bahasa, adat istiadatnya dan kesamaan asal kelahiran serta tempat tinggal (Trianto, 2006). Desa Adat Penglipuran terkenal karena memiliki ciri khas yaitu rumah tradisionalnya yang beratapkan genteng dari bambu dan adat istiadatnya yang masih kental. Ciri khas lain dari Desa Adat Penglipuran adalah bentangan hutan bambunya yang tetap lestari. Pembuatan genteng dari bambu dan upacara adat mendapatkan bambu dari
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
hutan bambu yang ada di desa tersebut. Demi tetap lestarinya rumah tradisional dan adat istiadat maka pelestarian hutan bambu mutlak diperlukan. Pelestarian tradisi dan hutan bambu penting melibatkan generasi muda agar kearifan lokal yang ada tidak punah. Dalam meneruskan segala bentuk pengetahuan yang berkaitan dengan pelestarian tradisi dan hutan bambu masyarakat Penglipuran melakukan dengan proses peniruan. Model peniruan merupakan model informal yang berkembang di Desa Adat Penglipuran saat ini. Permasalahan yang muncul adalah “apakah pelestarian tradisi dan hutan bambu yang berkembang di Desa Adat Penglipuran dapat dilakukan lewat pendidikan formal di sekolah. Penulis tertarik untuk meneliti apakah model pelestarian hutan bambu yang ada di Desa Adat Penglipuran dapat diterapkan di tingkat Sekolah Dasar. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Nomor 2 Kubu yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Agustus 2010. Lokasi survei adalah Sekolah Dasar Nomor 2 Kubu yang berada di Desa Adat Penglipuran. Sekolah ini berada di ujung selatan desa, di sebelah barat Tugu Pahlawan Penglipuran. Menuju lokasi sekolah harus melewati areal parkir Tugu Pahlawan Penglipuran. Areal sekolahnya sangat sejuk karena dikelilingi oleh pepohonan yang rindang, di sebelah barat dan selatan sekolah terdapat areal tegalan yang luas, di sebelah utaranya adalah rumah penduduk dan di sebelah timurnya dibatasi tembok adalah Tugu Pahlawan Penglipuran. Sekolah ini berada pada
ISSN : 1829 – 894X
ketinggian 700 meter di atas permukaan laut dan berjarak sekitar 5 kilometer dari kota Bangli. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah guruguru Sekolah Dasar Nomor 2 Kubu di Penglipuran. Pemilihan Sekolah Dasar Nomor 2 Kubu karena merupakan satusatunya sekolah dasar yang ada di desa Penglipuran dan merupakan sekolah formal paling dekat dengan lingkungan hutan bambu. Jumlah guru yang ada di sekolah ini sebanyak 9 orang guru PNS dan 1 orang guru pengabdi. Dengan perbandingan 4 perempuan dan 6 guru laki-laki. Guru-guru yang mengajar di sekolah ini berasal dari Penglipuran dan beberapa desa di sekitarnya. Penelitian dilakukan terhadap guru-guru yang mengajar di Sekolah Dasar tersebut, dengan alasan karena siswa yang diajar di sana adalah generasi muda Desa Adat Penglipuran. Guru memiliki kemampuan sebagai sebagai penerus informasi kepada anak didik. Pemilihan sampel memakai teknik sampling jenuh. Semua guru yang mengajar di sekolah tersebut dijadikan sampel (Sugiyono, 2000). Sampel jenuh sangat cocok dipakai untuk penelitian survei. Metode pengumpulan data dengan melakukan teknik wawancara terstruktur dengan 20 pertanyaan dan diskusi kelompok terarah. Obyek Penelitian Sebagai obyek penelitian adalah pendapat para guru yang disampaikan sesuai dengan inti pokok pertanyaan. Inti pokok pertanyaannya adalah pengetahuan terhadap kearifan lokal yang berkembang di Desa Adat Penglipuran, pemanfaatan 53
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan terhadap Kearifan Lokal Desa Adat Penglipuran Dari sepuluh responden yang dijadikan subyek penelitian sebagian besar berumur di atas 50 tahun dan ada 4 orang sudah menjelang pensiun. Dari guru tersebut hanya 1 orang berasal dari Desa Adat Penglipuran. Guru yang ada 80% memiliki tanaman bambu di rumahnya, dengan aneka tanaman bambu yang dimiliki adalah 80% bambu tali, 10% bambu jajang, 9% bambu petung dan hanya 1% memiliki bambu jenis lain. Sebanyak 9 orang responden memakai parabotan dari bambu terutama berupa 56% sokasi (bakul nasi), 23% keranjang, 20% peralatan dapur, dan 10% gedeg. Responden beralasan pemakaian perabotan berbahan dasar bambu sangat aman karena masih alami dan tradisional,seperti penuturan I Wayan Wiguna (59 th) menyatakan: “Saya sangat fanatik dengan peralatan dari bambu karena saya ingin mempertahankan budaya leluhur saya, sampai anak saya sekarang meng-geluti usaha di bidang kerajinan bambu ini bahkan sampai ekspor, pokoknya jangan remehkan perabotan dan bangunan dari bambu itu, turis saja suka, kenapa kita tidak, disamping itu memakai perabotan dari bambu tidak akan terkontaminasi bahan kimia berbahaya seperti prabotan 54
Prosentase
buatan pabrik.”
100
Tingkat Pengetahuan Guru terhadap Jenis Bambu
50 0 tali
jajang petung lainnya
Jenis-Jenis Bambu
Prosentase
hutan bambu sebagai model pembelajaran, dan pelestarian hutan bambu di Desa Adat Penglipuran dijadikan muatan lokal dan model pelestarian sumber daya alam secara proaktif. Instrumen penelitian adalah panduan pertanyaan terstruktur dan tape recorder. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah secara kualitatif.
ISSN : 1829 – 894X
Jenis-Jenis Peralatan dari Bambu yang dipakai 60 40 20 0 sokasi keranjangperalatan gedeg dapur
Alat
Gambar 1 Tingkat Pengetahuan Guru terhadap Jenis-jenis Bambu dan Peralatan Berbahan Dasar bambu yang Dipakai Ada satu orang guru yang tidak banyak memakai parabotan dari bambu, Ida Ayu Cahyani (45 th) dan dia menjelaskan : “Di rumah saya jarang ada perabotan dari bambu, karena saya tidak memiliki tanaman bambu, paling saya punya sokasi yang dipakai tempat banten saja dari bambu selebihnya terbuat dari bukan bambu seperti dari plastik, logam dan lainya karena lebih praktis, perabotan dari bambu sukar dibersihkan.” Semua guru setuju dengan keberadaan hutan bambu yang ada di Desa Adat Penglipuran dan 80% menyatakan sering jalan-jalan memasuki hutan bambu terutama
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
saat jeda semester. Mereka memasuki hutan bambu untuk mencari udara segar atau lewat ke desa tetangga. Sebanyak 90% responden tahu fungsi bambu yang ada di Desa Adat Penglipuran, dijadikan atap bangunan tradisional Penglipuran, bahan keperluan upacara keagamaan dan bahan anyaman. Anyaman yang mereka kenal berupa sokasi, keranjang, bedeg (bilik), dan jenis souvenir yang dijual kepada wisatawan. Semua dari mereka tidak setuju kalau bambu yang ada dihabiskan untuk diganti dengan komoditi lain, mereka beralasan jika hutan bambu yang ada di Desa Adat Penglipuran hilang besar kemungkinan Penglipuran tidak terkenal lagi. Sebab keunikan penglipuran adalah rumah tradisionalnya yang beratapkan dari bambu yang tentu saja mendapatkan bahan baku dari hutan bambu. Kehilangan hutan bambu dapat menimbulkan dampak ekologi misalnya akan terjadi penggundulan, sumber air akan menghilang, banjir kiriman, erosi, hilangnya kesejukan dan hilangnya satwa penghuni hutan bambu itu. Dampak ekonomi yang timbul tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Penglipuran sendiri, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat sekitarnya. Bambu yang berada di Desa Adat Penglipuran mensuplai kepentingan bambu untuk bahan kerajinan, bedeg dan perabotan rumah tangga, sebab menurut penuturan I Wayan Wiguna (59 th) dan I Nyoman Sukrawan (52 th), bambu yang berasal dari Penglipuran sudah terkenal keawetannya dan tidak mudah bengkok kalau dijemur.
ISSN : 1829 – 894X
Pengetahuan terhadap Kearifan Lokal yang Berkembang di Desa Adat Penglipuran Ketika menjawab pertanyaan apakah mereka tahu tentang keberadaan kearifan lokal dalam pelestarian hutan bambu di Desa Adat Penglipuran, 90% responden hanya pernah mendengar dan tidak pernah mengikuti. Hanya satu orang guru yaitu I Nyoman Sukrawan (52 th) yang tahu makna dari setiap upacara dan tradisi yang ada. Menurut Nyoman Sukrawan upacara yang berhubungan dengan keselamatan tanaman termasuk tanaman bambu adalah Tumpek Wariga yang diperingati 25 hari menjelang Hari Raya Galungan, yang bermakna rasa terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widdi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) selaku pencipta alam dengan segala isinya. Upacara Nyeeb, upacara yang khusus memohon keselamatan dan kesuburan tanaman perkebunan dengan sarana sapi yang tidak boleh cacat. Ada juga Ngusaba Bantal setiap 3 tahun sekali, disebut demikian karena sarana upacaranya adalah jajanan dari beras ketan, gula dan garam yang dibungkus daun enau seperti bantal guling, pelaksanaan upacaranya saat tengah malam. Makna upacara ini adalah mohon keselamatan kepada penguasa alam agar diberikan kemakmuran sepanjang tahun. Pendapat senada disampaikan oleh Ida I Gede Anom (59 th), ia menjelaskan: ”Dalam kehidupan agama Hindu Bali, kita mengenal Tri Hita Karana yang artinya tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan, manusia dan tumbuh-tumbuhan, sebab menurut kepercayaan tumbuh-tumbuhan adalah saudara tertua kita yang perlu kita hormati walau ia hanya punya eka pramana 55
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
(bayu/tenaga) saja. Tumbuhan sebagai saudara tertua dengan rela memberikan makanan kepada mahluk hidup yang lain termasuk manusia, untuk itu kita berikan penghormatan lewat upacara keagamaan tadi.” Ketika ditanyakan kepada mereka tentang pengetahuan ekologi lokal yang berkembang dalam pelestarian hutan bambu di Desa Adat Penglipuran, 80% responden mengakui. Ada beberapa pengetahuan ekologi lokal yang berkembang di sana seperti dalam menebang bambu harus memperhitungkan hari baik. Hari yang dilarang melakukan penebangan bambu adalah hari Minggu, Kajeng Umanis, dan Ingkel Buku. Sebab menurut para guru jika itu dilanggar menyebabkan bambu akan berbunga sebagai ciri bambu akan segera mati. Disamping itu kwalitas bambu yang akan dihasilkan akan rendah seperti mudah dimakan rayap. Seratus persen responden sepakat pemimpin informal dalam menegakan aturan berperanan dalam mempertahankan kelestraian hutan bambu. Hutan Bambu sebagai Model Pembelajaran Menjawab pertanyaan apakah mereka pernah mengajak siswanya memasuki hutan bambu di Desa Adat Penglipuran semua responden menjawab pernah. Tujuan mengajak adalah agar siswa mengenal lingkungan sekitar dan menimbulkan rasa cinta kepada alam. Menurut mereka siswa merasa senang diajak memasuki hutan bambu. Dalam menyampaikan materi pelajaran sering para guru ini memakai hutan bambu sebagai modelnya. I Ketut Kalis (42 th), mengajar mata pelajaran agama Hindu 56
ISSN : 1829 – 894X
dalam menyampaikan materi pelajaran kerap memakai hutan bambu sebagai contoh misalnya bambu adalah mahluk ciptaan Tuhan juga maka harus dipelihara dan dimanfaatkan dengan baik. Bambu dapat melindungi kita dari kekeringan dan sebagai bahan baku bangunan dan upacara agama. I Nyoman Sukrawan (52 th), mengajar mata pelajaran Penjaskes dalam memberikan pelajarannya sering mengajak siswa lari atau jalan-jalan melewati hutan bambu, sambil menjelaskan kepada siswa bahwa bambu dapat menghasilkan oksigen yang dipakai dalam pernafasan. Menurut Nyoman Sukrawan sampai ada siswa yang antusias menanyakan proses terjadinya oksigen dari tanaman bambu. Ini menunjukkan siswa tertarik belajar sambil melihat dan merasakan langsung. Menurut siswa mereka amat senang dan dengan mudah mengerti diajak langsung belajar di alam. I Wayan Wiguna (59 th) guru kelas 3, mengatakan sering memakai hutan bambu sebagai contoh dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), misalnya tanaman bambu dapat mencegah erosi karena memiliki akar serabut. Tanaman bambu dapat menghasilkan oksigen untuk bernafas. Cara penerapnnya adalah dengan cara menyelipkan (insersi) pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di kelas 3. Metode yang sama dipakai oleh Nengah Mahardika (58 th) guru kelas 5, ia menyelipkan contoh manfaat hutan bambu yang ada di Desa Adat Penglipuran dalam pelajaran IPA seperti tanaman bambu dapat mencegah erosi, menyerap air sehingga sumber air dapat mengalir sepanjang tahun, dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa diajak membuat puisi bertemakan hutan bambu. Dalam pelajaran matematikapun
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
bisa diterapkan, misalnya siswa diminta menyebutkan contoh perabotan dari bambu yang berbentuk segi tiga, segi empat, lingkaran, balok, tabung kerucut dan limas. Ternyata siswa dapat menyebutkan dengan benar, dan mereka sangat suka dijelaskan dengan cara itu. Ni Wayan Rumiasih (59 th) guru kelas 1 menjelaskan: “Saya sering mengajak siswa kelas 1 jalan-jalan ke hutan bambu. Dalam pembelajaran saya sering memakai contoh tanaman bambu seperti makhluk hidup dalam kehidupan, melestarikan sumber daya alam dan mencintai alam, karena kelas 1 masih senang bermain saya minta mereka menunjukkan alat permainan dari bambu.” Ida I GedeAnom (59 th) Kepala Sekolah mengajar budi pekerti mengatakan: “Saya dalam pembelajarannya sering memakai contoh tanaman bambu, misalnya kita harus menghormati tanaman sebab tanaman seperti bambu juga punya roh, dia sama-sama mahluk hidup, saya lakukan dengan meyelipkan pada mata pelajaran yang sedang saya ajarkan.” Ketika ditanyakan pendapat mereka jika hutan kearifan lokal yang ada di Desa Adat Penglipuran dijadikan muatan lokal di sekolah tersebut, semua responden sepakat asalkan guru yang mengajarkan sudah ada, sebab selama ini siswa kebanyakan belajar di rumahnya sendiri misalnya ikut mengerjakan kerajinan berbahan dasar bambu. Bagi sekolah siswa yang bekerja sambilan tidak masalah sebab dapat menambah uang saku dan siswa jadi
ISSN : 1829 – 894X
suka menabung. Bagi sekolah keberadaan hutan bambu sangat berperan sebab ketika ada ulang tahun kemerdekaan, atau hari Saraswati sekolah mendapatkan bambu sebagai sarana upacara dari sana, bambu juga dipakai dalam memagari sekolah. Semua responden setuju pewarisan kearifan lokal yang ada perlu dilakukan sejak dini bahkan mulai Sekolah Dasar. Semua responden setuju jika kearifan lokal dalam pelestarian hutan bambu yang ada di Desa Adat Penglipuran dapat dijadikan model pelestarian sumber daya alam secara proaktif. UCAPAN TERIMA KASIH Data yang dipakai dalam tulisan ini merupakan bagian dari proyek penelitia fundamental yang didanai oleh DP2M Dikti dengan Surat Perjanjian Nomor 356/ SP2H/PP/DP2M/IV/2010, DIPA 0041/02304.1/-/2010, Tanggal 31 Desember 2010. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Sekolah Dasar Nomor 2 Kubu beserta staf, atas ijin penelitian yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA Kasi. Pem. Trantib Kelurahan Kubu. 2009. Gambaran Umum Desa Penglipuran, Kelurahan Kubu. Kantor Kelurahan Kubu: Bangli Maduriana. 2010. Karakter Kearifan Lokal Subak sebagai Model Pendidikan Lingkungan: Analisis Isi Dokumen Tentang Pendidikan, Ritual, Praktek dan Pengendalian Hayati. Journal Suluh Pendidikan 7(1): 1-4 Surata SPK, Surata IK, Suryawan IN. 2007. Model pendidikan lingkungan dalam buku ajar.Suluh Pendidikan, 4(1): 1-6 (Abstract in English). 57
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 52 - 58
Seniwati dan Suryawan. 2009. Peranan Modal Sosial Dan Kepeminpinan Lokal Dalam Pengelolaan Hutan Bambu Berbasis Masyarakat, Di Desa Adat Penglipuran Bangli. IKIP Saraswati Tabanan: Tabanan. Seniwati dan Surata, S.P.K. 2009. Model Difusi Belajar Sosial Dalam Pengembangan Kerajinan Berbasis Bambu di Desa Adat Penglipuran Bangli. Suluh Pendidikan 6 (1): Tabanan.
58
ISSN : 1829 – 894X
Sugiyono. 2000. Statistik Untuk Penelitian. Cetakan ke -3. Alfabeta : Bandung. Trianto. Y. 2006. Metode pengumpulan data dan kasus penelitian. Remunerasi dan manajemen kinerja di Kalimantan Timur serta keselamatan dan kesehatan kerja di Jawa Timur, hlm.63-76. Dalam B. Bungin (penyunting). Metodologi Penelitian Kualitatif. Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
ISSN : 1829 – 894X
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR DITINJAU DARI BAKAT NUMERIK: EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR SARASWATI TABANAN Gede Ngurah Oka Diputra dan I Wayan Sudiarta FP MIPA IKIP Saraswati Tabanan
ABSTRACT The aim of this research is to know the influence realistic mathematics approach to mathematics instruction on mathematics learning achevement. This research is unreal experiment with the postest only control group design method involved 76 sample of fourth grade student in SD Saraswati Tabanan. The research sample taken by random sampling technique. Test that is used to collect the data is as research instrument. The test used to share the data is numeric talent test mathematics learning achievement. Descriptive and inferential statistics used to analyse the data that been got hipothesis judgement. t - test and kovarian (anakova) are used to the judge the hypothetics.The result of data analisis are as follow. Firstly, realistic mathematics approach gives positive impacts on mathematics learning achievement. The result is better if we compare with a conventional approach during the learning process. Secondly, application of realistic approach gives positive influence on mathematics learning activities although the students numeric talent is controlled. Key words: Realistic mathematics approach, numeric talents, and mathematics learning achievement. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah dan penuh dengan persaingan. Kemampuan untuk memperoleh, memilih dan mengolah informasi membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerja sama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan dengan belajar matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga
memungkinkan siswa terampil berfikir rasional. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan seharihari melalui materi aljabar, geometri dan pengukuran. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika, diagram, grafik atau tabel. Mengingat kontribusi matematika yang begitu besar dalam bidang sain dan tehnologi, maka sudah selayaknya pembelajaran matematika di sekolah 59
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
mendapat penanganan yang sungguhsungguh yaitu pembelajaran matematika yang bermuara pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Banyak kalangan berpendapat bahwa pembelajaran matematika, khususnya di sekolah dasar, belum menekankan pada pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses berpikir siswa. Pembelajaran matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumusrumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Di samping itu, proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode chalk and talk, di mana guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas, materi pelajaran yang diberikan jarang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya pelajaran matematika dianggap pelajaran yang sulit, membosankan dan sering menimbulkan masalah dalam belajar, dan akhirnya bermuara pada rendahnya prestasi belajar matematika. Kondisi di atas tampak “lebih parah” pada pembelajaran geometri. Sebagian besar siswa tidak tahu dan untuk apa mereka belajar konsep-konsep geometri, karena semua yang dipelajari terlalu jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Siswa hanya mengenal objek-objek geometri dari apa yang digambar oleh guru di papan tulis atau dari buku paket matematika, dan hampir tidak pernah mendapat kesempatan untuk memanipulasi objek-objek tersebut. Akibatnya banyak siswa yang berpendapat bahwa konsep-konsep geometri sangat sukar untuk dipelajari. Sebagai salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kegiatan belajar mengajar perlu diubah 60
ISSN : 1829 – 894X
atau direvisi agar mampu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, apalagi pemerintah dalam hal ini Depdiknas telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada tahun ajaran 2004/2005 secara nasional. Salah satu alasan diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi adalah karena rendahnya kualitas pembelajaran, termasuk kualitas pembelajaran matematika. Dalam rangka melaksanakan KBK, maka guru perlu merancang suatu pendekatan pembelajaran yang menunjang rencana tersebut. Guru harus mampu mengupayakan membuat penyajian materi pelajaran matematika yang menarik dan menyenangkan sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Pembelajaran akan bermakna bila dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata. Pendekatan matematika realistik (PMR) merupakan pendekatan yang dapat mengaitkan konten kurikulum yang dipelajari siswa dengan konteks kehidupan nyata. Pendekatan matematika realistik (PMR) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan masalah kontekstual sebagai pangkal tolak pembelajaran dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali ide-ide dan merekontruksi konsep-konsep atau pengetahuan matematika formal. Pendekatan matematika realistik (PMR) tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan di benak siswa sendiri. Dalam pembelajaran ini siswa didorong membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pendekatan matematika realistik berlangsung secara alamiah dalam bentuk
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Penerapan pendekatan matematika realistik diduga dapat memberikan sumbangan alternatif pemecahan masalah pembelajaran matematika, khususnya dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Di Sekolah Dasar, penerapan pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika dimungkinkan karena topik-topik matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar umumnya sebagian besar masih dapat dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Bila ditelusuri lebih lanjut, penggarapan dalam rangka perbaikan mutu pendidikan matematika sangatlah komplek. Penggarapan faktor-faktor eksternal saja yang berpengaruh belumlah cukup. Perlu pula diketahui dan diteliti faktor-faktor internal yang dapat berpengaruh dominan, karena daripadanya minimal dapat dipergunakan sebagai dasar pemilihan strategi dalam pengelolaan proses belajar mengajar. Banyak faktor internal yang terkait dapat mempengaruhi hasil belajar siswa seperti: inteligensi, bakat, minat, motivasi, sikap, dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang dibahas adalah bakat numerik siswa terhadap prestasi belajar matematika. Bakat numerik adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh siswa dalam melakukan operasi hitung secara manual yang meliputi operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Bakat numerik merupakan salah satu unsur dasar untuk mempelajari bidang studi matematika. Kemampuan dalam bidang numerik memberikan landasan yang kuat dalam mengerjakan soal matematika yang
ISSN : 1829 – 894X
berhubungan dengan operasi hitung seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian. Bakat akan tumbuh dengan baik bila berada di lingkungan yang cocok disertai pembinaan yang optimal. Demikian juga halnya, dengan bakat numerik akan berkembang dengan baik jika berada pada pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, karena pada pendekatan matematika realistik pembelajaran menggunakan masalah kontekstual yang sesuai dengan keseharian siswa di awal pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memecahkan masalah kontekstual tersebut dengan cara-cara informal. Pada saat siswa mengeksplorasi masalah kontekstual tersebut tentunya banyak menggunakan operasi hitung seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Hal ini merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembangnya bakat numerik siswa sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika. Bakat numerik dalam kaitannya dengan penguasaan matematika, nampaknya cukup beralasan untuk ditelusuri, karena seperti diketahui bahwa sistem numerik merupakan bagian dari matematika dan memberikan fasilitas bagi pengembangan matematika secara keseluruhan. Dengan demikian bakat numerik mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. Walaupun bakat numerik mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika, untuk lebih memurnikan pengaruh pendekatan matematika realistik terhadap prestasi belajar matematika maka bakat numerik harus 61
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
dikendalikan. Karena keterbatasan dana, waktu, alat, dan kemampuan yang penulis miliki maka pengkajian pada penelitian ini hanya terbatas pada prestasi belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Saraswati Tabanan Tahun Ajaran 2007/2008 yang menyangkut penguasaan materi matematika pada pokok bahasan geometri dan pengukuran yang ditinjau dari ranah kognitif, sebagai akibat dari pendekatan matematika realistik yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan mengendalikan bakat numerik. Sebagai rumusan masalahnya adalah: (1) apakah terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional? (2) setelah diadakan pengendalian bakat numerik, apakah terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional? Sedangkan tujuan penelitian adalah: (1) untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional, (2) untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional, dengan pengendalian bakat numerik. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Penelitian ini akan 62
ISSN : 1829 – 894X
memberikan pengalaman yang bermanfaat dalam usaha untuk meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya pada topik geometri dan pengukuran. Apabila ternyata terungkap bahwa pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, maka informasi ini akan merupakan masukan yang berharga bagi guru matematika SD dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa, dan materi yang diajarkan. Pendekatan matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru matematika SD dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. (2) Dengan adanya temuan bahwa pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, maka siswa akan memperoleh gambaran bahwa matematika yang dipelajari sesuai dengan apa yang mereka alami dan terlihat manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. (3) Penelitian ini mengungkap pengaruh pendekatan matematika realistik terhadap prestasi belajar matematika siswa Sekolah Dasar khususnya pada topik geometri dan pengukuran. Artinya penelitian ini belum mengungkap pengaruh pendekatan matematika realistik pada topik-topik yang lain dan melibatkan variabel-variabel yang lain. Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan pijakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan ruang lingkup yang lebih luas dalam usaha mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat. METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Saraswati Tabanan Tahun Ajaran 2007/2008 yang terdiri dari Kelas
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
IV A, IV B, IV C, IV D, yang berjumlah 151 orang. Informasi yang diperoleh dari Kepala Sekolah SD Saraswati bahwa keempat kelas terdistribusi ke dalam kelas-kelas yang setara secara akademik. Dikatakan setara, karena dalam pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas tersebut disebar secara merata antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan karakteristik populasi dan tidak bisa dilakukannya pengacakan individu, maka pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling, dengan merandom kelas. Kelas IVA sebagai kelompok eksperimen dan kelas IVC sebagai kelompok kontrol. Desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-test only control group design. Rancangan penelitian ini hanya memperhitungkan skor post test saja yang dilakukan pada akhir penelitian. Berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini maka dua jenis data yang diperlukan yaitu data tentang prestasi belajar matematika dan bakat numerik. Untuk mengumpulkan kedua jenis data penelitian yang diperlukan digunakan metode tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah t-tes dan analisis kovarians satu jalur. t-tes digunakan untuk menghitung perbedaan rata-rata kedua kelompok, sedangkan untuk analisis kovarians satu jalur digunakan untuk menghitung perbedaan rata-rata kedua kelompok setelah bakat numerik dikendalikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hipotesis nol pertama adalah tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran
ISSN : 1829 – 894X
dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Dari hasil penelitian diperoleh nilai t hitung = 6,07 yang lebih besar dari nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% = 1,995 sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Karena nilai t hitung = 6,07 bernilai + (positip) berarti prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Uji t ini sama dengan uji F untuk dua kelompok. Dari teori statistik diketahui bahwa nilai Fantar sama dengan kuadrat dari nilai t hitung, sehingga nilai Fantar = (6,07)2 = 36,84 dan dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel F dengan derajat pembilang 1 dan derajat penyebut 74 adalah 3,972. Berarti Fantar > Ftabel maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti pendekatan matematika realistik berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa. Hipotesis nol kedua adalah tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional setelah diadakan pengendalian bakat numerik. Bakat numerik siswa memegang peranan yang penting dalam membangun pemahaman terhadap suatu objek 63
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
yang sedang dipelajari karena tanpa mempunyai bakat numerik siswa tidak akan mampu mengoperasikan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian terhadap objek-objek yang sedang dipelajari. Kemampuan bakat numerik dalam penelitian ini dapat dilihat dari adanya kemampuan siswa baik kelompok eksperimen maupun kelompok kelompok kontrol dalam memahami dan menyelesaikan tes prestasi belajar. 1. Kelompok Eksperimen Dari hasil penelitian untuk kelompok diperoleh persamaan garis regresi antara bakat numerik (X) dan prestasi belajar siswa (Y) dinyatakan oleh persamaan Ŷ = 67,34 + 1,02 X. Untuk bisa digunakan persamaan garis regresi ini sebagai dasar ramalan terhadap variabel-variabel penelitian, maka masih harus diuji linieritasnya dan keberartiannya serta menghitung koefisien korelasinya. Uji linieritasnya dimaksudkan untuk mencari apakah garis regresi itu linier atau tidak. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 0,716 sedangkan Ftabel untuk taraf signifikansi 5% adalah 2,22 ini berarti Fhitung lebih kecil dari F tabel, dengan demikian dapat disimpulkan garis regresi berbentuk linier. Uji keberartiannya dimaksudkan untuk mencari signifikansi dari persamaan regresi tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh F reg = 12,84 sedangkan Ftabel untuk taraf signifikasi 5% sebesar 4,11, ini berarti F lebih besar dari F tabel. Dengan demikian reg dapat disimpulan bahwa nilai F reg yang ditemukan signifikan dan lebih jauh dapat diinterpretasikan bahwa persamaan regresi Ŷ = 67,34 + 1,02 X merupakan persamaan regresi yang signifikan yang dapat 64
ISSN : 1829 – 894X
digunakan untuk meramalkan besarnya prestasi belajar matematika (Y) berdasarkan bakat numerik (X). Ŷ = 67,34 + 1,02 X artinya bahwa prestasi belajar matematika rata-rata akan berubah sebesar 1,02 untuk setiap unit perubahan pada bakat numerik. Untuk mencari seberapa besar taraf hubungan atau korelasi antara bakat numerik (X) dengan prestasi belajar matematika (Y) adalah dengan menghitung koefisien korelasi dengan mengunakan teknik korelasi product moment. Dari hasil perhitungan diperoleh ry = 0,514 lebih besar dari r tabel = 0,320. Ini berarti hipotesis nol ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara bakat numerik dan prestasi belajar matematika. 2. Kelompok kontrol Dari hasil penelitian untuk kelompok diperoleh persamaan garis regresi antara bakat numerik (X) dan prestasi belajar siswa (Y) dinyatakan oleh persamaan Ŷ = 29,93 + 1,577 X. Untuk bisa digunakan persamaan garis regresi ini sebagai dasar ramalan terhadap variabelvariabel penelitian, maka masih harus diuji linieritasnya dan keberartiannya serta menghitung koefisien korelasinya. Uji linieritasnya dimaksudkan untuk mencari apakah garis regresi itu linier atau tidak. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 0,529 sedangkan Ftabel untuk taraf signifikansi 5% adalah 2,28 ini berarti Fhitung lebih kecil dari F tabel, dengan demikian dapat disimpulkan garis regresi berbentuk linier. Uji keberartiannya dimaksudkan untuk mencari signifikansi dari persamaan regresi tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh F reg = 16,393 sedangkan Ftabel untuk taraf signifikasi 5% sebesar 4,11, ini berarti F
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
lebih besar dari F tabel.. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa nilai F reg yang ditemukan signifikan dan lebih jauh dapat diinterpretasikan bahwa persamaan regresi Ŷ = 29,93 + 1,577 X merupakan persamaan regresi yang signifikan yang dapat digunakan untuk meramalkan besarnya prestasi belajar matematika (Y) berdasarkan bakat numerik (X). Ŷ = 29,93 + 1,577 X artinya bahwa prestasi belajar matematika rata-rata akan berubah sebesar 1,577 untuk setiap unit perubahan pada bakat numerik. Untuk mencari seberapa besar taraf hubungan atau korelasi antara bakat numerik (X) dengan prestasi belajar matematika (Y) adalah dengan menghitung koefisien korelasi dengan mengunakan teknik korelasi product moment. Dari hasil perhitungan diperoleh ry = 0,559 lebih besar dari r tabel = 0,320. Ini berarti hipotesis nol ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara bakat numerik dan prestasi belajar matematika. Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa bahwa bakat numerik mempunyai peranan penting dalam prestasi belajar matematika. Dengan demikian antara pendekatan matematika realistik dan bakat numerik bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar matematika. Untuk lebih memurnikan (membersihkan) pengaruh pendekatan matematika realistik terhadap prestasi belajar matematika siswa maka bakat numerik harus dikendalikan. Dari hasil perhitungan analisis kovarians satu jalur diperoleh bahwa F res = 34,28. Sedangkan nilai Ftabel pada taraf signifikan α = 0,05 adalah 3,98 sehingga Ho ditolak. Penolakan hipotesis nol mengakibatkan reg
ISSN : 1829 – 894X
penerimaan hipotesis alternatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional setelah dilakukan pengendalian bakat numerik. Hal ini berarti walaupun bakat numerik memegang peranan penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika, namun tidak mengurangi pengaruh pendekatan matematika realistik terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan matematika realistik tetap berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa walaupun bakat numerik siswa telah dikendalikan. Jika dilihat dari hasil perhitungan uji F sebelum bakat numerik dikendalikan didapat Fantar = 36,84 sedangkan nilai Fres sesudah bakat numerik dikendalikan sebesar 34,82. Ini berarti nilai Fres sesudah bakat numerik dikendalikan lebih kecil daripada nilai Fantar sebelum bakat numerik dikendalikan. Nilai Fres yang didapat lebih kecil, karena Fres tersebut diperoleh dari perbandingan varians residunya. Jadi Fres yang didapat betul-betul Fres yang sudah bersih. Fres yang sudah bersih artinya Fres tersebut belum kena pengaruh dari bakat numerik dalam kaitannya terhadap prestasi belajar matematika. Karena kita tahu bahwa bakat numerik berpengaruh positif terhadap prestasi belajar matematika, untuk lebih memurnikan (membersihkan) pengaruh pendekatan matematika realistik terhadap prestasi belajar matematika maka bakat numerik harus dikendalikan. Walaupun bakat numerik sudah dikendalikan, Fres 65
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
yang didapat tetap signifikan. Artinya pendekatan matematika realistik tetap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik sangat berguna dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Koyan, M.Pd, Prof Dr. Ni Ketut Suarni, M.S. dan Drs. I Made Sudiana, M.Si, yang telah berkenan memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan dan penerbitan tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Anne Anastasi dan Susana Urbina. 1998. Tes Psikologi Psychological Testing 7th ed. Terjemahan Robertus Hariono S. Imam. Psychological Testing.1997. Jakarta: Gloria Printing. Candiasa. 2007. Statistik Multivariat disertai Petunjuk Analisis dengan SPSS. Singaraja: Undiksha. Conny Semiawan. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Gramedia Widiasarana. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Materi Pelatihan Terintergrasi Matematika. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Guilford. 1973. Fundamental Statistics in Psychology and Education. Tokyo: Mc Craw-Hill Kogakuska. Gerardus Polla. 2001. “Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika yang Menyenangkan”. Dalam Pelangi Pendidikan Vol. 4 No. 2. Kerlinger. 66
Fred
N.
1990.
Asas-asas
ISSN : 1829 – 894X
Penelitian Beharvioral, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ki Fudyartanta. 2004. Tes Bakat dan Perskalaan Kecerdasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Monty P. Satiadarma et.al. 2003. Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Paul Suparno. 1997. Filsafat Kuntruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Rahmah Johar. 2001. “Kontruktivisme Atau Realistik”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME). FMIPA UNESA. Surabaya 24 Pebruari 2001. Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabeta. Sarman, et.al. 2007. Cerdas Bersama Matematika Untuk SD Kelas 4. Jakarta: Ganesa exact. Soedjadi. 2001. “Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME). FMIPA UNESA. Surabaya 24 Pebruari 2001. Soemadi. 2000. “Geometri Sekolah (Dahulu, Sekarang, Akan Datang)”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Geometri, Perkembangan dan Prospek Geometri dan Pendidikan Geometri di Abad XXI. FMIPA UNESA. Surabaya 2 Maret 2000. Sukardi I Dewa Ketut. 1997. Analisis Tes Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta. Suharta. 2001. “Pembelajaran Pecahan dalam Matematika Realistik”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematics Education
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 59 - 67
ISSN : 1829 – 894X
(RME). FMIPA UNESA. Surabaya 24 Pebruari 2001.
Research. New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Sunardi. 2000. “Analisis Respon Siswa pada Tes Tingkat Perkembangan Konsep Geometri (Suatu Interpretasi Pemahaman Konsep Geometri Siswa)”. Abstrak. FMIPA UNESA. Surabaya 2 Maret 2000.
Tulus Winarsunu. 2002. Statistik Dalam Penelitian Psikologi Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Treffers, A. 1991. Didactical Bachgraund of a Mathematies Program For Primary Education. Realistic Mathematies Education in Primary School. Utrecht: Freudenthal Institute. Tuckman. 1978. Conducting Educational
Zulkardi. 2001. “Cas Cade-Imei Lingkungan Belajar Pendidikan matematika Realistik untuk Calon Guru Matematika Di Indonesia”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematies Education (RME). FMIPA UNESA. Surabaya 24 Pebruari 2001.
67
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
ISSN : 1829 – 894X
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMA MENGGUNAKAN MODEL PENCAPAIAN KONSEP I Made Yasna dan I Wayan Nayun FP MIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT The object of mathematic lesson is abstract. To understand a good mathematic it needed concepts, principles, and theory arrange. The problem, how to teach a good concept for the student? One of the teaching model it can to renewal the teaching process is model of achieving concept. The aim of this model is : (1) Support to the student for all age to learn the concept and training hipotetic test. (2) Introduce to the student related the process with estabilishement concept. This research aim to know achievement, efectivity of model, the strategies to pind concept, student respons. Keywords : teaching process, achievement, student respons. PENDAHULUAN Masalah pendidikan senantiasa menjadi perbincangan yang menarik, baik dikalangan masyarakat luas maupun bagi para pakar pendidikan. Hal ini merupakan hal yang wajar karena setiap orang berkepentingan dan ikut terlibat dalam proses pendidikan. Dari sekian banyak masalah pendidikan yang sering diungkapkan salah satunya adalah pendidikan matematika. Masalah pendidikan matematika yang selalu menjadi sorotan yaitu masih rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi tersebut. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan matematika selalu menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan. Pendidikan matematika yang dimaksud adalah pendidikan yang mengkaji apa sebenarnya yang terjadi pada benak siswa pada saat mereka sedang mempelajari matematika, hal apa yang menghambat kemajuan siswa, apa yang dapat dilaksanakannya, kesalahan apa yang terjadi, mengapa siswa berbuat kesalahan dalam mempelajari matematika. Kesemuanya ini merupakan bahan kajian pendidikan 68
matematika. Dengan demikian pendidikan matematika mengembangkan usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran. Berbagai upaya telah dilakukan dan berbagai metode pembelajaran telah dicoba, namun hasil yang diharapkan masih belum optimal. Banyak anggapan yang kurang positif terhadap matematika mulai dari siswa, guru, maupun orang tua siswa di rumah. Ada yang menganggap matematika sulit dipelajari dan ada pula yang mengatakan matematika itu ilmu yang kering dan tidak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika yang objek kajiannya berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang abstrak. Dalam mempelajarinya diperlukan kegiatan psikologis seperti mengabstraksi dan mengklasifikasi. Mengabstraksi ialah kegiatan memahami kesamaan dari sejumlah objek atau situasi yang berbeda. Sedangkan mengklasifikasi merupakan kegiatan memahami cara mengelompokan objek atau situasi berdasarkan kesamaannnya. Sifat abstrak objek matematika
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
merupakan salah satu penyebabkan sulitnya seorang guru mengajarkan matematika di sekolah. Oleh karena itu seorang guru matematika harus berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika itu sehingga memudahkan siswa menangakap pelajaran matematika tersebut. Dengan kata lain, seorang guru matematika sesuai dengan perkembangan penalaran siswanya harus mengusahakan agar “fakta”, “konsep”, “operasi”, ataupun “prinsip” dalam matematika terlihat konkret. Sebab semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin banyak sifat abstraknya. Jadi pembelajaran tetap diarahkan pada pencapaian kemampuan berpikir abstrak para siswa. Merupakan sesuatu hal yang fatal apabila siswa tidak menguasai konsepkonsep dan prinsip-prinsip dasar matematika itu. Persoalannya adalah bagaimana kita menanamkan konsep itu sebaik-baiknya pada peserta didik?. Persoalan tersebut selalu relevan bagi guru dalam menanamkan model pembelajaran yang paling sesuai. Model pembelajaran bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru mengajar tetapi lebih menitik beratkan pada aktivitas belajar siswa, serta membuat guru tidak hanya aktif memberikan penjelasan tetapi membantu siswa jika ada kesulitan, membimbing dalam diskusi untuk membuat kesimpulan yang benar. Model pembelajaran yang dipilih diharapkan dapat berguna bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat memberikan kontribusi dalam upaya perbaikan proses pembelajaran matematika adalah model pencapaian konsep. Model pencapaian
ISSN : 1829 – 894X
konsep merupakan suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain untuk membantu siswa pada semua usia dalam mempelajari konsep dan melatih pengujian hipotesis (Kauchak dan Eggen 1996 : 104). Sedangkan Bruner, Goognow, Agustin (Suherman, 1994 : 35) mengatakan model pencapaian konsep sengaja dirancang untuk membantu para siswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif. Di samping untuk memahami suatu konsep, tujuan kedua dari model pencapaian konsep adalah memperkenalkan kepada peserta didik proses-proses yang berhubungan dengan pembentukan konsep. Hal ini mencakup pengertian tengtang kaitan antara contoh-contoh dan karakteristik konsep, serta strategi berpikir yang digunakan unutk memahami konsep. Strategi berpikir yang dimaksud mengacu kepada kepada urutan keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam meneliti setiap contoh dari suatu konsep. Analisis konsep ini sangat penting artinya karena kadangkadang siswa dapat megklasifikasi contoh tanpa bisa menjelaskannya. Bertolak dari uraian tersebut diduga bahwa penerapan model pencapaian konsep kemungkinan lebih efektif digunakan dalam proses pembelajaran matematika karena melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep. Di samping itu diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran matematika secara aktif. Permasalahannya adalah (1) Apakah prestasi belajar siswa yang mengikuti 69
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
pembelajaran melalui model pencapaian konsep lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada kompentensi dasar Relasi dan Fungsi? (2) Efektifkah model pembelajaran pencapaian konsep pada pembelajaran matematika khususnya yang diterapkan pada kompetensi dasar Relasi dan Fungsi?. (3) Bagaimana strategi siswa dalam memperoleh konsep pada pembelajaran menggunakan model pencapaian konsep?. (4) Bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran menggunakan model pencapaian konsep, yang terdiri dari : respon terhadap materi pelajaran, terhadap Lembar Kerja Siswa (LKS), dan respon terhadap suasana kelas? METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan dasar “pre-test post-test control group design” (Agung, 1992 : 90). Dengan ciri-ciri khusus sebagai berikut : (1) pemberian perlakuan kepada subyek penelitian, (2) pengamatan terhadap gejala yang muncul pada variabel tergantung sebagai akibat pemberian perlakuan, (3) pengendalian variabel lain bersama variabel perlakuan ikut berpengaruh terhadap variabel respon atau variabel tergantung. Untuk mengantisipasi adanya perbedaan prestasi belajar yang dicapai siswa kelas X SMA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan dasar maka terlebih dahulu dilakukan tes awal. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kediri-Tabanan semester ganjil 2008/2009 pada kompetensi dasar 70
ISSN : 1829 – 894X
Relasi dan Fungsi, yang terdiri dari 6 kelas paralel. Pemilihan siswa kelas X pada penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa (1) siswa telah mencapai tahap operasi formal yang berarti dapat berpikir logis sekalipun tanpa objek yang menjadi masalahnya, (2) siswa dipandang sudah cukup mendapatkan pengalaman belajar matematika. Dari keenam kelas yang ada selanjutnya dipilih tiga kelas sebagai sampel yang dilakukan secara acak melalui undian. Hasil undian menunjukkan : kelas X2 sebagai kelompok eksperimen, kelas X3 sebagai kelas kontrol dan kelas X1 sebagai tempat menguji coba perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Berdasarkan prosedur pemilihan sampel, diperoleh sampel sebanyak 82 orang siswa (N = 82), dengan perincian 41 orang siswa kelompok eksperimen dan 41 orang siswa kelompok kontrol. Untuk memaparkan hasil-hasil penelitian secara visual digunakan analisa statistik deskriptif berupa tabel frekuensi, tabel silang, dan beberapa statistik dasar seperti rata-rata, median, modus, dan varians. Sedangkan analisa statistik inferensial digunakan untuk melakukan generalisasi yang meliputi estimasi (perkiraan) dan pengujian hipotesis berdasarkan suatu data. Statistik inferensial mencakup analisa kovarian (anakova), uji-t, dan korelasi. Analisa statistik inferensial berfungsi untuk menggeneralisasikan hasil penelitian yang dilakukan pada sampel. Karena penelitian ini menggunakan satu variabel bebas (yaitu prestasi belajar siswa) dan satu variabel penyerta atau covariate (yaitu kemampuan awal), maka analisa statistik inferensial yang digunakan adalah analisa kovarian
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
(anakova). Sebelum melakukan analisa kovarian terlebih dahulu perlu diuji : (i) model regresi antara variabel tak bebas dan variabel bebas yang harus memenuhi hubungan linier dalam setiap kategori atau tingkat faktor yang diperhatikan, (ii) semua model linier dalam syarat (i) harus sejajar. Untuk mengetahui strategi berpikir siswa dalam memperoleh konsep digunakan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu kepada urutan keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam meneliti setiap contoh dari suatu konsep yang dibuat pada bagian akhir dari setiap LKS. Kriteria yang digunakan dalam menentukan strategi berpikir siswa adalah (1) jika siswa yang memusatkan perhatian pada karakteristik umum lebih banyak dari siswa yang memusatkan perhatian pada karakteristik khusus, (2) jika siswa meneliti beberapa contoh sekaligus lebuh banyak dibandingkan siswa yang meneliti contoh-contoh satu per satu, (3) jika siswa akan meneliti kembali contoh-contoh, dan simpulan atau dugaan yang dikemukakan ditolak lebih banyak dibandingkan yang tidak meneliti kembali. Respon siswa terhadap model pembelajaran pencapaian konsep terdiri dari : respon terhadap materi pelajaran, respon terhadap Lembar Kerja Siswa (LKS), respon terhadap suasana kelas, dilakukan melalui observasi oleh dua pengamat dengan menggunakan format penilaian LKS, format respon guru dan siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta format pengamatan aktivitas guru dan siswa. Faktor lain yang juga diamati adalah penampilan dan cara guru mengajar, serta antusiasme siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Skor penilaian diperoleh dengan jalan merata-ratakan hasil penilaian dua pengamat untuk setiap
ISSN : 1829 – 894X
aspek dinilai, dengan skala penilaian 1 sampai 5. Kriterianya adalah angka 1 = sangat kurang, angka 2 = kurang, angka 3 = cukup, angka 4 = baik, dan angka 5 = sangat baik. HASIL Hasil observasi tentang rata-rata skor yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pencapaian konsep tergolong baik. Hal ini menunjukkan bahwa guru telah mengikuti dan menjalankan langkah-langkah pembelajaran yang ditentukan dengan baik. Hasil pengamatan respon siswa terhadap materi pelajaran diperoleh sebanyak 41 orang (100%) siswa menyatakan senang terhadap materi pelajaran dan 41 orang (100%) siswa menyatakan model ini baru. Respon siswa terhadap LKS menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep adalah 38 orang (92,8%) menyatakan senang dan 30 orang (73,2%) menyatakan baru dengan model ini. Respon siswa terhadap suasana kelas dalam pembelajaran menggunakan model pencapaian konsep adalah 37 orang (90,2%) menyatakan senang dan 35 orang (85,4%) mengatakan baru dengan model ini. Respon siswa terhadap penampilan atau cara guru mengajar menggunakan model pencapaian konsep adalah 38 (92,3%) menyatakan senang dan 34 orang (82,9%) mengatakan baru dengan model ini. Respon siswa dapat disajikan pada tabel 01 berikut :
71
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 01 Respon Siswa terhadap KBM dengan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep No.
Hal-hal yang Direspon Siswa
Respon Siswa
Respon Siswa
Senang
%
Baru
%
1
Materi Pelajaran
41
100
41
100
2
Lembar Kerja Siswa (LKS)
38
92,3
30
73,2
3
Suasana Kelas
37
90,2
35
85,4
4
Penampilan/cara guru mengajar
38
92,3
34
82,9
Pada pengamatan terhadap suasana kelas terutama mengenai antusiasme siswa diperoleh rata-rata antusiasme siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar adalah 4,5. Sedangkan rata-rata antusiasme siswa terhadap LKS adalah 4,66. Hal ini menunjukkan bahwa suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung sangat kondusif. Hasil pengukuran melalui tes awal dan tes akhir pada kelompok eksperimen diperoleh bahwa rata-rata skor tes awal adalah 5,5122 dan skor tes akhir adalah 25,3415. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata skor tes awal adalah 5,3415 dan skor tes akhir adalah 20,1951. Berdasarkan analisa statistik tentang uji ekuivalen (kesejajaran) kedua kelompok,
dapat disimpulkan bahwa “tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol”. Setelah siswa mempelajari materi yang sama dengan model pembelajaran yang berbeda, diperoleh rata-rata skor tes pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata skor tes pada kelompok kontrol. Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pencapaian konsep lebih baik dibandingkan prestasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Ringkasan data hasil pengukuran dari kedua jenis tes tersebut dapat dilihat pada tabel 02 dibawah ini :
Tabel 02 Hasil Pengukuran Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok
72
Jenis Tes Pre-tes
Post-tes
Eksperimen
n = 41 maks = 9,000 min = 2,000 x = 5,5122 s = 1,8320
n = 41 maks = 36,000 min = 14,000 x = 25,3415 s = 6,2992
Kontrol
n = 41 maks = 9,000 min = 2,000 x = 5,3415 s = 1,7119
n = 41 maks = 36,000 min = 12,000 x = 20,1951 s = 5,1294
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
PEMBAHASAN Setelah dilakukan analisa statistik deskriptif dan analisa statistik inferensial diperoleh hasil-hasil sebagai berikut: hasil analisa deskriptif menunjukkan peningkatan penguasaan siswa setelah mengikuti model pembelajaran pencapaian konsep pada kelas eksperimen yaitu rata-rata skor tes awal adalah 5,5122 dan rata-rata skor tes akhir 25,3415. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata skor tes awal adalah 5,3415 dan rata-rata skor tes akhir adalah 20,1931. Hal ini berarti bahwa prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pencapaian konsep lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Sedangkan strategi berpikir siswa dalam memperoleh konsep dari tiga kali pertemuan setelah dirata-ratakan adalah siswa yang memusatkan perhatian pada karateristik umum sebanyak 24 orang, sedangkan siswa yang memusatkan perhatian pada karakteristik khusus sebanyak 17 orang. Siswa yang meneliti contoh satu persatu sebanyak 15 orang, siswa yang meneliti beberapa contoh sekaligus sebanyak 26 orang, dan sebanyak 41 orang siswa akan meneliti contoh –contoh jika simpulan atau dugaan yang dikemukakan ditolak. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan menunjukkan bahwa strategi berpikir siswa dalam memperoleh konsep cukup baik. Ini berarti bahwa pengertian siswa tentang kaitan antara contoh-contoh dan karakteristik konsep, serta pola pikir yang digunakan untuk memahami konsep cukup baik. Hasil pengujian dengan statistik inferensial terhadap hipotesis penelitian
ISSN : 1829 – 894X
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang diajar dengan model pencapaian konsep lebih baik dibandingkan prestasi belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional pada standar kompetensi relasi dan fungsi. Rata-rata prestasi siswa pada kelompok eksperimen adalah 25,34 dan rata-rata prestasi belajar pada kelompok kontrol adalah 20,20. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran pencapaian konsep jauh lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang diajar dengan model konvensional dengan perbedaan 25,34 – 20,20 = 5,14. Peningkatan prestasi belajar siswa yang terjadi pada model pembelajaran pencapaian konsep merupakan implikasi dari beberapa kelebihan yang dimiliki oleh model tersebut. Kelebihan-kelebihan itu antara lain : (1) merupakan model pembelajaran yang sangat efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam pembelajaran matematika. (2) meningkatkan kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah dan lebih efektif. (3) melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep sehingga menimbulkan motivasi siswa untuk mengikuti secara aktif proses belajar mengajar. (4) lebih mengaktifkan keterlibatan mental, sehingga konsep yang diperoleh lebih lama diingat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa respon siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika sanagt tinggi. Hal ini sesuai dengan tujuan model pancapaian konsep yaitu untuk membantu para siswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi kemudahan bagi 73
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
siswa dalam mempelajari suatu konsep dengan cara yang lebih efektif. Ini berarti bahwa proses pembelajaran dengan model pencapaian konsep lebih efektif dibandingkan dengan model konvensional. Implikasinya adalah jika model pencapaian konsep dilaksanakan secara intensif dan terencana dalam proses pembelajaran maka prestasi belajar yang dicapai siswa akan meningkat. Temuan lain dalam penelitian ini adalah tes awal (pre-test) tidak mempunyai pengaruh terhadap tes akhir (post-test). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan siswa tentang Relasi dan Fungsi tidak ada atau pengetahuan dalam skemata siswa tidak berasimilasi dengan pengetahuan baru. Berdasarkan temuan diatas, dipandang tidak perlu melibatkan variabel tes awal atau skor tes awal (X) untuk mengoreksi tes akhir (Y) sebelum menguji signifikansi perbedaan rata-rata antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian tidak perlu memberlakukan analisa kovarian tetapi menggunakan analisa statistik uji-t. Karena penelitian ini adalah penelitian aksperimen dan sasaran (sampel) percobaan adalah manusia maka kemungkinan terjadinya komunikasi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tentang materi yang diperoleh dalam proses pembelajaran tetap ada. Ini merupakan kelemahan penelitian dalam mengontrol variabel yang mempengaruhi sampel. Antusiasme siswa dalam pembelajaran menggunakan model pencapaian konsep yang terekam oleh peneliti dan observer menunjukkan bahwa rata-rata skor antusiasme siswa adalah 4,50 pada pertemuan pertama, 4,50 pada pertemuan 74
ISSN : 1829 – 894X
kedua, dan 4,75 pada pertemuan ketiga. Ini menunjukkan bahwa siswa sangat antusiasme dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dapat pula dikemukakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung suasana kelas sangat baik. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada kepala sekolah SMA Negeri 1 KediriTabanan yang telah memberikan ijin pada penulis untuk melakukan penelitian ini. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada guru Matematika Kelas X atas partisipasinya yang telah membantu penulis sebagai pengamat (observer) dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agung, IGN, 1988, Analisis Regresi Ganda untuk Data Kependudukan Bagian I, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta. Agung, IGN, 1992, Metode Penelitian Sosial (Pengertian dan Pemakaian Praktis) Bagian I, Gramedia, Jakarta. Bell Gredler, Margaret E., 1991, Belajar dan Membelajarkan, CV. Rajawali dan Pusat Antar Universitas, Universitas Terbuka, Jakarta. Dahar, Ratna Willis, 1988, Teori-teori Belajar, Ditjen Dikti Depdikbud, P2LPTK, Jakarta Degeng, I Nyoman Sudana, 1989, Ilmu Pengajaran : Taksonomi Variabel, Ditjen Dikti Depdikbud, P2LPTK, Jakarta. Eggen, Kauchack and Harder, 1979, Strategies for Teachers, Information Processing Model In The Classroom, A Division Of Senion & Schuster, Printice Hall. Hudoyo, Herman, 1979, Pengembangan
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 68 - 75
Kurikulum Matematika Pelaksanaannya di Depan Usaha Nasional, Surabaya.
& Kelas,
Hudoyo, Herman, 1988, Managemen Belajar Matematika, Ditjen Dikti, Depdikbud, Jakarta. Joice B, dan Weil, M. 1992, Model Of Teaching, Fourth Edition, Englewood Cliffs, N.j.Prentise Hall. Marwanta, dkk, 2009, Matematika SMA Kelas X, Ghalia Indonesia, Jakarta. Soekamto, T. Dan Winataputra, U.S. 1997, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Pusat Antar Universitas, Depdikbud, Jakarta.
ISSN : 1829 – 894X
Soedjadi, R., 1993, Fleksibilitas Kurikulum Matematika Sekolah Pembudayaan Penalaran dan Evaluasi Hasil Belajar, Makalah, Disajikan pada Trend Matematika di Ujung Pandang. Suherman, Erman, 1994, Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, Proyek Penataran Guru SLTP, Jakarta. Winataputra, Udin S, 1993, Strategi Belajar Mengajar Matematika Untuk PGSD, Depdikbud, Jakarta.
75
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
ISSN : 1829 – 894X
UJIAN NASIONAL REPRESENTASI POLITIK PENDIDIKAN: SUATU KAJIAN PUSTKA Made Kerta Adhi dan I Ketut Ardana FPBS IKIP Sarswati Tabanan ABSTRACT The Education development as a duty of our nation is never has been released from the politic of education contribution which constructed the way how to get the education goal. One of the ways how to get the education quality is by the national examination ( Ujian Nasional/UN). From some regulation views, we can see that the national examination is as a representation of politics education. In fact, the education politic product which arranged the implementation of UN was in confusion therefore makes a pro UN side and contra UN side arises. The people whose belong to pro UN side will do the UN with respectful and responsibility as a hegemony side. In other side, the people whose belong to contra UN side struggle to our nation by doing some protests and complain. The result is Mahkamah Agung granted the suing of citizen lawsuit that the UN is delayed. The expectations for our government are to increasing the teacher quality, the whole equipment and the facilities, and the complete access in entire of Indonesia. If not, its make the UN become illegal. So the government must use the result of the UN as mapping education quality and not to be a determinant of a student pass. Key words : representation, national examination, and politics of education
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan indikator kemajuan sebuah peradaban. Jika pendidikan tidak dikelola dengan baik ke depannya akan kehilangan beberapa generasi, sehingga terjadi kehancuran bangsa. Kebijakan pendidikan adalah produk politik, sehingga dapat menelurkan sebuah kebijakan yang di dalamnya didahului dengan proses tarik ulur kepentingan politis. Pemerintah terlalu menyederhanakan permasalahan pendidikan, seolah-olah masalah pendidikan dapat diselesaikan dengan menaikkan anggaran pendidikan, menaikkan standar kelulusan, meningkatkan insentif guru atau memberi berbagai predikat pada lembaga pendidikan. Para pemimpin bangsa sangat bangga dengan prestasi yang diraih segelitir siswa dalam berbagai olimpiade Internasional. Kebanggaan itu adalah 76
semu sesaat. Keberhasilan segelintir orang seolah-olah representasi dari keberhasilan pendidikan nasional. Padahal masih banyak anak-anak yang tidak mampu mengakses pendidikan (Martono,2010: vii). Selanjutnya Tilaar (2006:14) menyatakan, bahwa pendidikan nasional merupakan subordinasi dari kekuatankekuatan politik praktis. Pendidikan telah masuk dalam kancah perebutan kekuasaan oleh partai-partai politik. Pendidikan bukan lagi bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, tetapi untuk membangun kekuatan dari politik praktis tertentu. Pendidikan sebagai praktik budaya akan senantiasa mengalami perubahan sesuai dinamika budaya dan situasi politik di Negara dimana pendidikan itu berlangsung. Peran Negara tidak dapat
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
dipisahkan dalam proses pendidikan. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan struktur kekuasan, tanpa kekuasaan tidak mungkin proses pendidikan dapat terjadi. Berbagai pakar pendidikan telah mengupas masalah ini sejak Plato maupun pakarpakar pendidikan dalam kehidupan negaranegara modern. Negara merupakan suatu unit berdasarkan kekuasaan. Dalam upaya melestarikan kekuasaaannya, Negara telah menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Namun kekuasaan yang terus menerus tanpa batas merupakan suatu pemberangusan terhadap hakikat manusia sebagai makhluk merdeka, sehingga manusia menjadi tidak berdaya karena telah dirampas hak-hak asasinya sebagai manusia (Tilaar dan Riant Nugroho,2008:19). Piliang ( 2004: 356 ) menyebut bahwa pendidikan sebagai alat hegemoni. Undang Undang Dasar (UUD) 1945 beserta amandemennya menempatkan pendidikan sebagai hak asasi manusia. Oleh sebab itu pendidikan merupakan tugas negara untuk melaksanakan pembangunannya. Negara merupakan suatu unit berdasarkan kekuasaan. Negara dan pendidikan merupakan sistem yang terintegrasi dalam sistem kekuasaan. Dalam upaya untuk melestarikan kekuasaannya, negara telah menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya. Biasanya hal tersebut tidak disadari dalam sistem pendidikan. Kekuasaan politik secara tidak langsung berada dan merasuk dalam sistem pendidikan dengan bentuk hidden curriculum (Tilaar, 2009: 188189;198-200). Freire (2007) menyatakan bahwa masalah pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah sosio-politik,
ISSN : 1829 – 894X
karena kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pengembangan pendidikan. Kemudian Sirozi (2005: 17-18) menyatakan, bahwa dalam masyarakat modern pada umumnya, pendidikan adalah komoditi politik yang sangat penting. Pendidikan merupakan wilayah tanggung jawab pemerintah. Pendidikan bersifat politis karena dikontrol oleh pemerintah dan mempengaruhi kredibilitas pemerintah. Karena besarnya nuansa politik dari kebijakan-kebijakan pendidikan, maka berbagai faktor politis yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan turut mempengaruhi bagaimana kontrol terhadap pendidikan dibuat, sehingga sekolahsekolah yang merupakan sektor publik paling terpengaruh oleh penerapan sistem politik. Sebagai wilayah tanggung jawab pemerintah pendidikan sering “dipaksa” menyesuaikan diri dengan pola-pola administratif umum dan norma-norma yang berlaku. Dari waktu ke waktu pemerintah membuat kebijakan-kebijakan pendidikan (termasuk ujian nasional selanjutnya disebut UN) atas dasar pertimbanganpertimbangan politik. Ujian Nasional sebagai produk politik dikemas dalam bentuk peraturan pemerintah No.19/2005, yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Badan tersebut merupakan badan kekuasaan pemerintah untuk menancapkan kekuasaannya melalui pendidikan. BNSP merupakan gurita kekuasaan pendidikan menyelenggarakan UN yang uniform di seluruh Indonesia. BNSP sudah bukan menghadapi peserta didik sebagai subjek melainkan sebagai objek yang dinilai berdasarkan standar77
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
standar yang ditentukan sendiri dengan kriteria kelulusan tiap tahun meningkat. BNSP menentukan masa depan jutaan siswa, yang masuk pada ranah pelulusan, artinya BNSP memiliki hak otoriter atau hak veto dalam memvonis nasib peserta didik. Sebagai konsekuensi logisnya maka instansi terkait dan sekolah sebagai subordinat dari Departemen Pendidikan Nasional mau tidak mau harus melaksanakan dan mensukseskan “pesta akhir tahun” ini dengan penuh kepatuhan dan tanggung jawab sebagai kelas yang terhegemoni. Ujian nasional sebagai produk politik pendidikan yang diatur secara senteralisasi tentunya akan dilaksanakan dan disukseskan dengan penuh tanggung jawab oleh para birokrat di daerah. Tetapi di balik itu, mereka yang berada di luar jalur birokrasi atau di luar yang terhegemoni, tentu saja mempunyai hak mengadakan perlawanan terhadap kebijakan UN, sebab produk hukum yang dibuat oleh para elit parlemen dan eksekutif tidak konsisten, tumpang tindih antara aturan satu dengan lainnya. Bahkan aturan yang di bawahnya bisa “melawan” ketentuan di atasnya, sehingga berdampak pada kinerja sekolah, psikologi siswa dan orangtua siswa. Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalahnya, antara lain mengapa ujian nasional merupakan representasi politik pendidikan? Bagaimana politik pendidikan berpengaruh terhadap eksistensi ujian nasional? Bagaimanakah resistensi masyarakat terhadap diskursus ujian nasional? Tujuan tulisan ini adalah untuk menarasikan secara komprehensif teoretik dari literatur terkait tentang UN sebagai 78
ISSN : 1829 – 894X
representasi politik pendidikan, kekuatan politik berperan dalam mengeksiskan ujian nasional dan resistensi masyarakat terhadap UN. PEMBAHASAN Ujian Nasional dan Politik Pendidikan Ujian Nasional merupakan satu kebijakan pendidikan dalam rangka pencapaian standar mutu pendidikan. Ujian Nasional selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Provinsi Bali, (2008:3-6) menyatakan bahwa UN adalah penilaian terhadap hasil belajar peserta didik untuk mengakhiri masa studinya pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang dilaksanakan secara nasional, baik menyangkut penyelenggara, waktu pelaksanaan, materi soal, maupun kriteria kelulusannya. Hasil UN dapat mengambarkan level kompetensi peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran. Potret kompetensinya dapat dilihat dari perolehan angka UN-nya. Tujuan UN adalah untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran yang ditentukan dalam rangka pencapaian standar nasional pendidikan. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan. Pertimbangan yang lain adalah untuk dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan serta untuk pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan (Pasal 68 PP No.19/2005).
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
Sedangkan politik pendidikan (politics of education) adalah kajian tentang relasi antara proses munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan caracara pencapaiannya Sirozi (2005:IX). Kajian lebih terfokus pada kekuatan yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan bagaimana serta ke mana perangkat tersebut diarahkan. Kajian politik pendidikan terkonsenterasi pada peranan Negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menjelaskan pola, kebijakan, dan proses pendidikan serta berbagai asumsi, maksud dan outcome dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu masyarakat secara lebih baik. Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isi-isu praktis sehari-hari di sekolah ; tentang reproduksi struktur dan kesadaran kelas, tentang berbagai bentuk dominasi dan subordinasi yang sedang dibangun dan dibangun kembali melalaui jalur pendidikan, dan tentang perkembangan dan keruntuhan suatu hegemoni. Dale (1989) bahwa the politics of education adalah “the relationship between the production of goals and the form of their achievement” (relasi antara produksi tujuan-tujuan dan bentuk pencapaiannya)”. Fokusnya pada kekuatan yang menggerakkan machinary (perangkat kerja) dan bagaimana serta di mana machinery diarahkan. Kosenterasi kajian politik pendidikan bagi Dale ada pada peranan Negara. Foucault, menyatakan bahwa berbagai persoalan pendidikan yang ada di Indonesia, tidak mungkin dapat dipahami jika hanya dilihat dari perspektif pembelajaran semata, tetapi harus juga dilihat dari perspektif sosial politik.
ISSN : 1829 – 894X
Khususnya pada politik pendidikan. Konsep politik pendidikan beda dengan politik kependidikan ( Education politics). Politik kependidikan adalah studi terhadap efektivitas sistem pendidikan dan bentuk-bentuk pengelolaan pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan yang dibebankan kepada mereka. Ciri utamanya adalah mempertanyakan proses pembuatan keputusan, mereduksi politik menjadi administrasi, dan terfokus pada perangkat kerja. Dengan demikian kajian politik pendidikan terkonsenterasi pada peranan Negara dalam bidang pendidikan, khususnya dalam menelorkan kebijakan berupa ujian nasional. Ujian nasional dan politik pendidikan mempunyai hubungan yang sinergi, dalam artian ujian nasional adalah produk dari politik pendidikan, dan politik pendidikan merupakan refleksi dari kuasa ujian nasional. Ujian nasional memiliki kuasa (power) dalam menentukan nasib siswa seperti karakteristik politik yang memiliki domain kuasa . Ujian Nasional Sebagai Representasi Politik Pendidikan Ujian Nasional sebagai representasi politik pendidikan, tampak pada produkproduk hukum yang dihasilkan oleh para politikus di gedung parlemen dan/ atau para birokrat yang duduk dalam lembaga eksekutif sebagai aparatur negara/ pemerintah. Mereka (beliau-beliau) memiliki otoritas kuasa dalam memberikan warna pada pendidikan di Indonesia, dalam simulakra bingkai peningkatan mutu pendidikan dikonstruksi standarisasi kualitas pendidikan yang seragam namun realitanya pluralis. 79
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
Kuasa politik pendidikan tampak pada pemberian payung hukum pada pelaksanaan UN, yang berbentuk Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal-pasal yang mengatur UN, antara lain pasal 63 ayat 1 butir c bahwa penilaian hasil belajar dilakukan pula oleh pemerintah, kemudian pasal 66 disebutkan bahwa tujuan UN adalah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu, yang dilakukan secara objektif, berkeadilan, dan akuntabel serta diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Pasal 67 pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) untuk menyelenggarakan ujian nasional yang dikuti peserta didik pada setiap satuan penddidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan. Dalam penyelenggaraan UN BNSP bekerjasama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan satuan pendidikan serta ketentuan ujian nasional diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. Mendiknas; Muhamad Nuh menilai bahwa Ujian Nasional (UN) masih merupakan metode terbaik dalam menstandardisasi kelulusan dibandingkan dengan metode lainnya. Mulai dari metode ujian Negara yang berlangsung pada tahun 1971-1972. Setelah itu metode berubah dengan dilakukannya ujian sekolah yang berlangsung dari tahun 1972 hingga 1992. Dalam metode itu, seluruh peserta ujian diketahui dapat berhasil lulus dengan nilai baik karena belum adanya standardisasi kelulusan. Metode akhirnya diganti dengan 80
ISSN : 1829 – 894X
Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) yang merupakan kombinasi ujian negara dan ujian sekolah. Metode ini berlangsung dari tahun 1992-2002 yang masih memiliki kelemahan terkait nilai ujian dan nilai sekolah tiap mata pelajaran. Hingga akhirnya muncul ujian akhir nasional (UAN) yang memiliki standardisasi nilai ujian terhadap tiga mata pelajaran untuk masing-masing tingkat sekolah dan terus berkembang menjadi ujian nasional (UN) dengan enam mata uji hingga sekarang. Karena itu UN akan jalan terus, meski saat ini sedang menghadapi pro dan kontra ( Bali Post, 8 Januari 2010 : 1; 11 Januari 2010:7). Ujian nasional sebagai representasi dari politik pendidikan terkandung adanya ideologi tertentu. Takwin (2009:8) menyatakan, ideologi sebagai studi yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang berbagai hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku. Ideologi memiliki kemampuan untuk melancarkan kekuasaan. Althusser, ideologi adalah sistem gagasan dan pelbagai representasi yang mendominasi benak manusia atau kelompok sosial (2008 : xi-xix ; 35). Ideologi membawa gerakan dalam relasi yang tak nyata namun seolah nyata, menerima yang semu seperti nyata, yang fana sebagai abadi. Manusia berespons seolah semua itu nyata, menanggapi ilusi sebagai realitas sesungguhnya. Begitu kuat pengaruhnya sehingga ilusi-ilusi itu tidak dapat diabaikan, tidak dapat ditolak oleh manusia. Althusser membedakan dua jenis aparatus Negara, yaitu Repressive State Apparatus (RSA) atau Aparatus Negara
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
(AN) yang bekerja dengan cara represif lewat penggunaan kekerasan (militer, polisi, hukum, penjara dan pengadilan), serta Ideological State Apparatus (ISA) atau State Aparatus (SA) yang bekerja dengan cara persuasif, ideologis (agama, pendidikan, keluarga, media massa dan sebagainya). Kedua media tersebut harus berjalan beriringan apabila Negara ingin terus dalam genggaman satu kelas penguasa. Aparatus Negara ideologis bergerak dalam bidang-bidang yang bersinggungan dengan ideologi masyarakat. Institusi-institusi keagamaan, ekonomis, sosial, politis, dan pendidikan merupakan bagian dari aparatus Negara ideologis. Ideologi suatu Negara akan disebarluaskan melalui institusiinstitusi tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena institusi-institusi tersebut dapat hidup dan berkembang hanya ketika mereka mengamini seperangkat aturan yang dirancang sedemikian rupa oleh Negara. Setelah secara ideologis masyarakat dimasuki, maka aparatus Negara represif melakoni perannya dalam Negara dengan “pembersihan” terhadap “yang melenceng” melalui kekerasan. Hanya dengan begitulah ideologi dapat di-massal-kan demi sebuah kuasa Negara. Dengan demikian, UN sebagai representasi politik pendidikan dibangun dari ideologi. Melalui Aparatus Ideogi Negara, ujian nasional disebarluaskan kepada institusi-institusi terkait dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional. Ideologi yang terepresentasi, antara lain ideologi politik atau kekuasaan, ideologi kapitalis, ideologi kualitas dan ideologi homogenitas. Ideologi politik, dalam artian pendidikan sebagai hak asasi manusia, maka pendidikan merupakan
ISSN : 1829 – 894X
tugas Negara untuk melaksanakan pembangunannya sesuai amanat Undangundang Dasar 1945. Ada kuasa hegemoni yang membangun, sehingga unit pelaksana di daerah merasa berkewajiban melaksanakan dan mensukseskan ujian nasional, sebagai bentuk tanggungjawab dalam melanggengkan kursi jabatannya. Jika tidak, bisa saja jabatannya dicabut. Kemudian ideologi kapitalis, adanya dana yang dianggarkan dalam jumlah besar untuk mengkover ujian nasional. Pada tahun 2009 saja, pemerintah menghabiskan 572 miliar rupiah (setengah triliun lebih) untuk pelaksanaan ujian nasional. Dengan dana yang besar itu para birokrat tentu termotivasi untuk mencairkan dana tersebut, sehingga kebijakan ujian nasional tetap dilaksanakan yang berimbas (mutual simbiosis) pada kapitalis lainnya untuk turut menikmati dan mensukseskan “pesta akhir tahun” ini. Wacana peningkatan mutu pendidikan merupakan ideologi kualitas yang mendorong pula representasi pelaksanaan UN. Potret mutu pendidikan dapat direflesikan dari hasil UN sebagai patokan standar nasional dan ”diposisikan” dengan kualitas pendidikan global/ internasional. Globalisasi dapat juga mengkonstruksi ideologi neoliberalisme dengan prinsip darwinisme sosial, bahwa sekolah diposisikan sebagai arena sosial bagi persaingan antara individu guna memperebutkan sesuatu dan menyingkirkan mereka yang lemah (miskin). Mereka yang kuat dan tangguh sajalah yang mampu beradaptasi dengan segala situasi, kaum miskin akan terus jadi pecundang (Bawa Atmadja, 2010:19).
81
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
Dampak Politik Pendidikan terhadap Eksistensi Ujian Nasional Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di setiap Negara, keduanya saling bahu membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu Negara. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat. Begitu pula sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu Negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan di Negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di setiap Negara. Hubungan tersebut adalah realitas emperis yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia. Keterkaitan antara pendidikan dan politik berimplikasi pada semua dataran, baik dataran filosofis maupun dataran kebijakan (Sirozi, 2005: 1;12). Harman (1980) melukiskan dengan kalimat pendek: “education is certainly not outside politics” (pendidikan sungguh tidak berada di luar politik) . Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga-lembaga pendidikan. Baldridge (1971) dalam (Sirozi,2005: 20), bahwa lembaga-lembaga pendidikan dapat dipandang sebagai sistem-sistem politik mikro, yang melaksanakan semua fungsi utama sistem-sistem politik. Aktivitas politik di sebuah sekolah dasar yang membuat keputusan dalam rapat dewan guru untuk mengimplementasikan suatu program pembelajaran, sama politisnya dengan sebuah keputusan yang dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini ditegaskan, bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang berhubungan erat 82
ISSN : 1829 – 894X
dan saling mempengaruhi. Dengan kata lain, berbagai aspek pendidikan senantiasa mengandung unsur-unsur politik. Begitu pula sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek-aspek kependidikan. Dampak politik pendidikan terhadap eksistensi ujian nasional dapat menciptakan oposisi biner, antara pro dan kotra UN. Pihak yang pro UN adalah mereka yang ada dalam kelompok terhegemoni yang wajib hukumnya (taken for granted) untuk mensukseskan UN. UN merupakan habitus kinerja mereka yang harus dipatuhi dan dilaksanakan, serta pihakpihak lain (kapitalis) yang diuntungkan karena UN, sehingga mereka tidak perlu mempermasalahkan UN, secara apriori UN adalah cara terbaik untuk mengetahui kualitas lulusan dan mutu pendidikan nasional. Sedangkan pihak kontra UN adalah komunitas atau masyarakat yang termarjinalkan karena UN. UN dapat memunculkan kekhawatiran siswa, orang tua. Siswa merasa malu jika tidak lulus ujian, seolah-olah mereka belajar selama tiga tahun tidak ada hasilnya dan secara psikologis menjadi rendah diri begitu pula yang dialami orang tuanya. Ujian Nasional yang oleh pemerintah diharapkan mampu mendorong murid belajar lebih giat dan mutu lebih baik, ternyata dimanipulasi secara sistemik. Modus yang digunakan dalam kecurangan UN, antara lain membocorkan soal, siswa diperintah datang ke sekolah lebih awal agar memperoleh jawaban dari guru. Siswa dibantu menjawab soal pada saat ujian dengan menggunakan telepon seluler, siswa diberi kode tertentu atau
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
dengan kertas kecil. Siswa dibantu setelah ujian selesai, dengan cara siswa diminta tidak menjawab pertanyaan yang dianggap sulit, atau jawaban yang salah akan diperbaiki guru (http://www.antikorupsi. org/mod.php?mod = publisher&op= viewarticle&artid=8421). Paradigma pembelajaran juga mengalami pergeseran yang mulanya bertujuan untuk pemerolehan kompetensi sesuai kurikulum menjadi belajar untuk tes (learning for the test). Kondisi ini tentu mengakibatkan terjadinya proses penyempitan kurikulum (curriculum contraction). Untuk menyikapi kekhawatiran itu, mereka berupaya melakukan berbagai cara dari hal-hal yang bersifat positif hingga destruktif, seperti penambahan jam pelajaran/ les, bimbingan UN, uji coba UN serta melakukan kecurangan-kecurangan, seperti membocorkan soal, membantu murid mengerjakan soal atau memberi kunci jawaban, bahkan melakukan penolakan terhadap UN. Resistensi atau perlawanan terhadap UN, dilakukan oleh warga Negara (citizen lawsuit) yang diajukan Kristiono, dkk. dengan menggugat pemerintah (Negara). Hasil gugatan, ternyata Hakim mengabulkan gugatan subsidair para tergugat. Putusan perkara dengan Nomor register 2596 K/PDT/2008 sekaligus menguatkan putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta tanggal 6 Desember 2007 Nomor 377/ PDT/2007/PT. DKI yang juga menolak permohonan pemerintah. Bahwa tergugat (Negara cq Presiden, wakil presiden, Mendiknas serta BNSP) dinyatakan telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap
ISSN : 1829 – 894X
warganya yang menjadi korban ujian nasional, memerintahkan kepada para tergugat untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh Indonesia, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan ujian nasional lebih lanjut, memerintahkan kepada para tergugat untuk mengambil langkahlangkah konkrit untuk mengatasi gangguan psikologi dan mental peserta didik dalam usia anak akibat penyelenggaraan ujian nasional serta memerintahkan kepada para tergugat untuk meninjau kembali sistem pendidikan nasional. Dengan putusan ini UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakan UN (http:// nusantaranews.wordpress.com/2009/ 11/25/mahkamah-agung-larang-ujiannasional-un-2010/). Dalam manajemen berbasis sekolah (MBS), sekolah diberikan hak otonomi untuk mengelola “rumah tangganya” sendiri sampai pada proses penilaian. Pernyataan ini diperkuat dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Namun kenyataan, pemerintah tidak memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada sekolah. Dengan demikian, UN tampaknya telah merampas hak pedagogis. Sebenarnya sekolah/guru yang lebih tahu kemampuan siswa, namun pemerintah turut menentukan kelulusan siswa lewat UN. Keadaan ini jelas menggambarkan rendahnya kadar kepercayaan pemerintah terhadap sekolah/guru. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai jika UN berlangsung harus ada perubahan dengan tidak menjadikan hasil UN sebagai penentu kelulusan siswa. Kebijakan UN telah menyebabkan pendidikan sebagai proses pembudayaan 83
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
ISSN : 1829 – 894X
mandul, karena guru-guru terjebak hanya menyukseskan UN. Makna pendidikan sekarang tereduksi menjadi pencapaianpencapaian yang bersifat material atau kognitif semata. Oleh karena itu hasil UN cukup dipakai untuk memetakan pencapaian standar-standar pendidikan nasional di semua sekolah dan seleksi masuk jenjang berikutnya. Para pengamat pendidikan, seperti HAR Tilaar, Winarno Surakhmad, Soedijarto (Ketua Umum Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia), Abduhzen dan Utomo Dananjaya (Direktur Institute for Education Reforms) meminta pemerintah untuk kembali kepada wewenangnya dalam melakukan evaluasi kendali mutu, bukan evaluasi hasil belajar siswa (Kompas, 3 Desember 2009).
Agung menyatakan, bahwa Negara telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap warganya yang menjadi korban ujian nasional. Dengan demikian UN dinilai cacat hukum dan pemerintah ”dilarang” menyelenggarakan UN. Pemerintah baru diperbolehkan melaksanakan UN setelah berhasil meningkatkan kualitas guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah serta akses informasi yang lengkap dan merata di seluruh daerah. Oleh karenanya perlu disarankan supaya kuasa UN tidak memvonis masa depan siswa, tetapi cukup sebagai pemetaan mutu pendidikan nasional dan memberikan bantuan binaan pada sekolah-sekolah yang hasil UN-nya di bawah rata-rata nasional.
SIMPULAN Pendidikan yang menjadi tanggung jawab Negara, sudah sewajarnya terus ditingkatkan mutunya melalui domain politik pendidikan. Satu bentuk produk politik pendidikan adalah ujian nasional. Ujian nasional sebagai “pesta akhir tahun” bagi siswa-siswi SMA akan dapat membangun citra atau mutu pendidikan secara instan. Penilaian mutu pendidikan lebih efisien dilakukan melalui ujian nasional sebagai hasil pembelajaran daripada menilai proses pembelajarannya. Kelulusan siswa secara ideal mestinya dilakukan oleh sekolah/guru yang tahu persis kemampuan intelektual dan kecerdasan emosional siswa. Namun kenyataannya, Negara melalui Ujian Nasional memiliki kuasa finalti menentukan pelulusan dan nasib siswa. Guru/sekolah tidak dipercaya lagi. Akibatnya muncul resistensi warga Negara (citizen lawsuit ) dan Mahkamah
UCAPN TERIMA KASIH Kajian ini bisa terwujud tidak terlepas dari ”sentuhan” dan kontribusi dari Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A. Untuk itu diucapkan banyak terima kasih atas masukan dan saran-sarannya. Ucapan yang sama disampaikan juga kepada Ketua Redaksi Suluh Pendidikan, Drs. I Made Sudiana, M.Si. yang turut memberikan masukan dan mengeditasi naskah ini sehingga layak dimuat dalam jurnal ini.
84
DAFTAR PUSTAKA Althusser,Louis.2008. Tentang Ideologi Strukturalisme Marxis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Yogyakarta: Jalasutra. Bali Post. ”Ujian Nasional Tetap Berlaku”.8 Januari 2010. hlm.1. Bali Post. “Mendiknas Nilai UN Masih Metode Terbaik”.11 Januari 2010. hlm.7.
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 76 - 85
Bawa Atmadja, 2010. “Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional sebagai Arena Sosial Melanggengkan Ketidakadilan bagi Kaum Miskin (Persekptif Teori Kritis)” Dalam Media Komunikasi Vol.9 N0.1 Juni 2010. Singaraja: Fakultas Ilmu Sosial Undiksha. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional.2009. Bandung: Fokusmedia. http://nusantaranews.wordpress. com/2009/11/25/mahkamah-agunglarang-ujian-nasional-un-2010/ .”Mahkamah Agung Larang Ujian Nasional (UN) 2010”. Diunduh tgl 15 Agustus 2010. Kompas, “ DPD Desak UN Dikaji Ulang”.3 Desember 2009. hlm.12.
ISSN : 1829 – 894X
Martono, N. 2010. Pendidikan Bukan Tanpa Masalah.Yogyakarta:Gava Media. Peraturan Mendiknas RI Nomor 75 tahun 2009 tentang Ujian Nasional. Piliang,Yasraf Amir, 2004 Dunia Yang Dilipat Tamasya Melampaui Batasbatas Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra. Sirozi.2005. Politik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Takwin, Bagus. 2009. Akar-akar Ideologi. Yogyakarta: Jalasutra. Tilaar, HAR. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta. Tilaar, HAR. dan Riant Nugroho. 2008. Kebijakan Pendidikan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
85
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
ISSN : 1829 – 894X
GENDER DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN KELUARGA BALI HINDU DI DESA BEREMBENG KECAMATAN SELEMADEG TABANAN Ni Nyoman Karmini dan Desak Nyoman Alit Sudiarthi FPBS IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT The woman involvement in economic sector is an important phenomenon in the modernization and globalization era. The woman entry in the working market gives the illustration about the shift of sexual working distribution, structure change, and the change of making decision in the family. The woman has become “another figure”, the process of construction, deconstruction, and reconstruction about woman have already occured. Therefore, the new comprehension about that is needed related to social, culture, economic, and political context. Key words: gender, activity, balinese Hindu family PENDAHULUAN Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial disebut juga proses sosial (Soekanto, 1988). Hubungan dimaksud menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, dan antara orang dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi sosial terjadi apabila dalam masyarakat terjadi kontak sosial dan komunikasi (ibid). Interaksi terjadi apabila dua orang atau dua kelompok saling bertemu dan komunikasi terjadi di antara kedua belah pihak. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, kontak sosial dewasa ini tidak hanya diartikan dengan pertemuan dua orang atau dua kelompok yang kemudian berkomunikasi, melainkan lebih luas yakni menyangkut teknologi. Kontak sosial dan interaksi merupakan syarat dari proses sosial dan untuk kebutuhan pemahaman sosiologis (Yuliati dan Mangku Poernomo, 2003). Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, muncul banyak sekali 86
pandangan tentang bagaimana manusia berperilaku dan bertindak serta apa yang mendorong orang melakukan kegiatan. Kontak sosial dan komunikasi bisa terjadi karena tidak sengaja dan ada yang disengaja. Perilaku manusia merupakan bahasan yang menarik untuk disimak sebelum memasuki bagaimana proses sosial itu terjadi. Proses sosial terjadi jika ada interaksi sosial dan interkasi sosial bila tidak dilanjutkan dengan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak tidak akan terjadi proses sosial. Proses sosial yang ada di pedesaan dapat dilihat dari interaksi sosialnya. Gillin dan Gillin membagi interaksi sosial ke dalam proses asosiatif dan proses dissosiatif. Proses asosiatif (processes of association) terdiri atas kerja sama, akomodasi, dan asimilasi, sedangkan proses dissosiatif (processes of dissociation) terdiri atas persaingan, kontraversi, dan konflik (Soekanto, 1988; Yuliati dan Mangku Poernomo, 2003). Proses dan interaksi di pedesaan dapat dilihat dari kegiatan kerja atau mata pencaharian
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
mereka, sistem tolong-menolong, jiwa gotong royong, musyawarah dan jiwa musyawarah (Koentjaraningrat, 1993). Ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan tersebut menjadikan desa merupakan masyarakat yang berbeda dengan perkotaan. Sistem tolong-menolong menjadi ciri khas penduduknya. Tolong-menolong, gotong royong terjadi di pedesaan berkaitan dengan pekerjaan yang memerlukan orang banyak, seperti persiapan upacara, pernikahan, kematian, dan lain-lainnya. Kebiasaan lain adalah kebiasaan musyawarah dan jiwa musyawarah yang melekat pada pikiran setiap hati penduduknya. Sejalan dengan kemajuan zaman, percepatan proses pembangunan, pemerataan beban pembangunan dan pemerataan hasil pembangunan, masalah tenaga kerja dan penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Berkaitan dengan hal itu, pemerintah telah melakukan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, walaupun implikasinya belum menyeluruh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya program yang dilakukan belum dirancang secara jelas, belum ada kesiapan dari pengambil kebijakan untuk merancang program yang benar-benar memberdayakan kaum perempuan secara makro. Program yang telah diupayakan pemerintah berupa berbagai pendekatan, seperti WID (Women in Development), WAD (Women and Development) dan GAD (Gender and Development) (Handayani dan Sugiarti, 2002). Program pemerintah dalam WID adalah perempuan terintegrasikan dalam pelaksanaan dan proses pembangunan, untuk meningkatkan peran perempuan serta
ISSN : 1829 – 894X
adanya pengakuan atas potensi perempuan dalam pembangunan. Hal itu dilakukan, karena pemerintah mengikuti prinsip egalitarian, yang mempercayai bahwa semua orang sederajat dan mengadakan program yang dapat mengurangi atau menghapuskan diskriminasi yang dialami oleh para perempuan di sektor produksi. Berkaitan dengan itu, disediakan program intervensi untuk meningkatkan taraf hidup keluarga, seperti pendidikan, keterampilan, serta kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan untuk mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Lewat program WAD pemerintah lebih menekankan pada hubungan antara perempuan dan proses pembangunan. Pendekatan WAD tidak membahas letak kedudukan laki-laki dan perempuan. Yang dipermasalahkan adalah bagaimana posisi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan dan metitikberatkan pada pengembangan kegiatan peningkatan pendapatan tanpa memperhatikan unsur waktu yang digunakan oleh perempuan. Kegiatan yang dilakukan di luar tugas domestik. Program GAD (Gender and Development), lebih menekankan pada orientasi hubungan sosial dalam pembangunan. Gender dapat diartikan sebagai hubungan sosial antara lakilaki dan perempuan, bukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara jenis kelamin. Dalam pendekatan GAD, posisi perempuan diletakkan dalam konstruksi sosial gender serta pemberian peran tertentu pada perempuan dan lakilaki. Dalam GAD, perempuan berada dalam posisi “agent of change” atau berperan aktif sebagai agen perubahan, 87
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
tidak hanya sekadar objek pembangunan atau penerima program pembangunan secara pasif. Dengan demikian, GAD tidak hanya sekadar menjawab kebutuhan praktis untuk mengubah kondisi kaum perempuan, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan, yakni memperjuangkan perubahan posisi kaum perempuan termasuk konter hegemoni dan konter discourse terhadap ideologi gender yang mengakar dalam keyakinan, baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Berdasarkan program pendekatan di atas dan dilihat dari sumber daya manusia, penduduk desa merupakan sumber potensi tenaga kerja yang sangat perlu diperhatikan dan dapat dilibatkan dalam pembangunan. Usaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perempuan di desa diarahkan ke arah terbentuknya lapangan kerja yang sesuai dengan sektor pembangunan di pedesaan, yang meliputi: industri, kerajinan, pertanian dan peternakan, bahkan sebagai tenaga penyedia upakara bagi umat Hindu khususnya. Potensi perempuan perlu dikembangkan melalui peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, keterampilan serta ketahanan mental spiritual agar dapat lebih memanfaatkan kesempatan berperan aktif dalam segala kegiatan pembangunan termasuk dalam proses pengambilan keputusan serta mampu menghadapi perubahan-perubahan dalam masyarakat. Peran aktif dalam masyarakat dan lingkungan keluarga perlu dikembangkan dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat menjadi perempuan sehingga tercipta keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam menjalankan kehidupan. 88
ISSN : 1829 – 894X
Dalam bidang ekonomi, keterlibatan perempuan merupakan fenomena sangat penting dalam era modernisasi dan globalisasi. Masuknya perempuan ke dalam pasar kerja (Saptari, 1997) memberikan gambaran terjadinya pergeseran pembagian kerja secara seksual. Pembagian kerja dalam sistem patriarki yang selama ini terjadi dalam banyak komunitas masyarakat dunia, telah mengalami pergeseran. Batas antara publik dan domestik sebagai batas antara dunia laki-laki dengan dunia perempuan menjadi kabur. Hal ini terjadi pada semua lapisan masyarakat. Berbicara mengenai perempuan, akan ditemukan beraneka ragam masalah. Perempuan lebih banyak diporsikan untuk melakukan peran-peran domestik dan kurang mempunyai akses untuk mengaktualisasikan dirinya di dunia publik. Kondisi yang demikian ini pada gilirannya dapat mengakibatkan perempuan menjadi tertinggal dari berbagai perkembangan yang terjadi di dunia luar (sektor publik) dan akhirnya terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender. Ketimpangan dan ketidakadilan gender dalam masyarakat dapat menghambat proses pembangunan. Oleh karena itu, perjuangan menuju terwujudnya kesetaraan dan ketidakadilan gender menjadi isu global yang sangat menarik perhatian dunia termasuk Indonesia. Pembahasan terhadap aneka permasalahan yang dihadapi perempuan bisa dilihat dari segi usia, kelas sosial, wilayah tempat tinggal, pendidikan, budaya, dan lain-lain. Kajian perempuan banyak berhubungan dengan problem relasi gender. Ketika melihat fenomena perempuan yang bekerja di sektor publik, muncul beraneka ragam
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
masalah serius dan mendesak untuk dicari jalan pemecahannya. Permasalahan mereka senantiasa menjadi pembicaraan hangat yang tidak kunjung usai. Hal ini terbukti dengan adanya banyak laporan dan pemberitaan di media massa yang menggambarkan permasalahan ketidakadilan gender terhadap perempuan. Salah satu permasalahan yang muncul dengan bekerjanya perempuan di sektor publik adalah terjadinya perubahan struktur di dalam keluarga. Namun, permasalahan seputar perubahan struktur di dalam keluarga belum begitu ramai dibicarakan, padahal dampaknya cukup berpengaruh pada sistem keluarga di Indonesia yang menganut sistem patriarki, yakni laki-laki atau suami sebagai pencari nafkah utama (bread winner). Hal ini tentu berpengaruh pada pola relasi gender yang berdampak pada berbagai aspek dalam keluarga. Berbicara tentang perempuan yang bekerja (sektor publik), memang tidak dapat dilepaskan dengan persoalan ekonomi. Kondisi ini terjadi ketika orang merasa membutuhkan pekerjaan yang lebih menjanjikan secara ekonomis. Hal ini biasanya terjadi pada perempuan golongan kelas menengah ke bawah yang ekonomi keluarganya membutuhkan partisipasi mereka, sedangkan pendidikan mereka relatif terbatas. Melihat perilaku mobilitas perempuan yang bekeja di sektor publik pada dewasa ini, perempuan telah menjadi “sosok lain” sehingga diperlukan pemahaman baru terhadapnya berkaitan dengan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Sejalan dengan itu, ada tiga proses sosial dalam pembentukan realitas perempuan yang perlu ditekankan, yakni proses
ISSN : 1829 – 894X
konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi (Abdullah, 2003). Konstruksi merupakan susunan suatu realitas objektif yang telah diterima dan menjadi kesepakatan umum, meskipun di dalam proses konstruksi itu tersirat dinamika sosial. Dekonstruksi terjadi pada saat keabsahan realitas objektif kehidupan perempuan dipertanyakan yang kemudian memperlihatkan praktek-praktek baru dalam kehidupan perempuan. Sebagai misal, kecenderungan perempuan untuk meninggalkan rumah untuk bekerja di luar rumah atau di luar desa dan di luar negeri dapat dilihat sebagai suatu tanda dari adanya proses dekonstruksi terhadap realitas sosial perempuan. Dekonstruksi ini kemudian menghasilkan suatu proses rekonstruksi, yang merupakan proses rekonseptualisasi dan pendefinisian kembali (redefinisi) tentang perempuan. Studi ini menekankan pada proses-proses tersebut, baik pada level individual (perempuan dan laki-laki), maupun pada level sistem yang meliputi konteks kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik. Semakin banyak perempuan bekerja di luar rumah menandakan bahwa perempuan telah berusaha merekonstruksi sejarah hidupnya dengan membangun identitas baru bagi dirinya, tidak hanya sebagai ibu/istri, tetapi juga sebagai pekerja dan perempuan karier. Namun, banyak hal dialami dan mendera perempuan sebagai pekerja di sektor publik, misalnya perempuan diberhentikan sebagai pekerja setelah melahirkan, banyak perempuan buruh keluar dari pekerjaan karena gangguan laki-laki, terjadinya pelecehan seksual, pemukulan bahkan pemerkosaan, dan lain-lain. Pemukulan terhadap perempuan dapat dikatakan sebagai kekhawatiran lakilaki atas melemahnya kontrol laki-laki 89
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
terhadap perempuan dan sebagai tanda dari penegasan kembali dominasi lakilaki. Dalam kejadian semacam ini dapat dikatakan bahwa keterlibatan perempuan tidak sepenuhnya diterima oleh lakilaki dan tidak mendapatkan pengesahan secara kelembagaan. Laki-laki masih menilai perempuan sebagai ibu/istri bukan sebagai pekerja profesional. Berdasarkan pemikiran di atas, maka tulisan ini membicarakan tentang “Gender dalam Aktivitas Kehidupan Keluarga Bali Hindu Di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Tabanan”. Dari pembicaraan itu, timbul pertanyaan, yakni bagaimana relasi gender dalam aktivitas kehidupan keluarga Bali Hindu di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Tabanan? METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kecamatan Selemadeg berada di sebelah Barat Kota Tabanan kira-kira letaknya sejauh 20 km. Penelitan ini dilakukan selama enam bulan mulai bulan Mei sampai Oktober 2010. Para perempuan di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Tabanan melakukan aktivitas di bidang produksi, misalnya pembuatan upakara yang berkaitan dengan keperluan pelaksanaan upacara agama Hindu di Bali. Aktivitas yang dilakukannya dengan tujuan utama untuk memperoleh hasil berupa ekonomi. Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk yang ada di Desa Berembeng 90
ISSN : 1829 – 894X
Kecamatan Selemadeg Tabanan. Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg terdiri atas 4 dusun/banjar, yakni dusun Berembeng, dusun Gablogan, dusun Cekik, dan dusun Bebali. Dalam penelitian ini dilakukan perwakilan, baik perwakilan dusun maupun perwakilan subjek penelitian. Sampel ditentukan secara purposif (Arikunto,1991). Cara ini digunakan, karena peneliti mencari aktivitas perempuan di bidang produksi terutama berkaitan dengan pembuatan upakara agama Hindu. Berkaitan dengan itu, maka dusun yang ditetapkan sebagai sampel adalah dusun Gablogan, dusun Cekik, dan dusun Bebali. Dusun dimaksud ditetapkan sebagai sampel penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa mayoritas perempuan di desa tersebut melaksanakan peran ganda. Di samping bekerja di bidang reproduksi (domestik), mereka juga sebagai petani dan sekaligus bekerja untuk produksi. Bukan itu saja, selain kesibukan yang dilakukan mereka tetap dapat melaksanakan tugas sosialnya sebagai warga masyarakat. Penentuan responden setiap dusun dilakukan dengan teknik bola salju (snowball sampling), baik kaitannya dengan tugas produksi maupun tugas sosial. Dengan sampel penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini, dapat diambil simpulan mengenai relasi gender dalam aktivitas kehidupan keluarga Bali Hindu di Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode survei (Nasir, 1999). Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer dikumpulkan lewat wawancara
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
semi struktur, dengan pertanyaan yang berkaitan dengan profil aktivitas, profil akses, dan profil kontrol. Pertanyaan pada profil aktivitas meliputi: laki-laki melakukan apa, perempuan melakukan apa. Pertanyaan profil akses meliputi perempuan bisa/memperoleh sumber daya apa, laki-laki bisa/memperoleh sumber daya apa, perempuan menikmati apa, laki-laki menikmati apa. Pertanyaan pada profil kontrol, yaitu siapa yang mempunyai kontrol atas sumber daya produktif, yang meliputi: perempuan mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumber daya apa, laki-laki penentu sumber daya apa. Semua pertanyaan dijawab secara terbuka. Variabel yang Diamati Untuk melihat relasi gender dalam aktivitas keluarga Bali Hindu di Desa Berembeng Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan, maka ditetapkan beberapa variabel untuk diamati. 1) Profil kegiatan: diukur dari kegiatan apa saja yang dilakukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga. 2) Profil akses dan kontrol: diukur dari akses dan kontrol perempuan terhadap sumber daya yang dimiliki oleh keluarga. 3) Profil dampak dan manfaat: diukur dari dampak dan manfaat bagi perempuan dalam melakukan kegiatan ekonomi (sebagai pekerja) untuk kepentingan dirinya dan keluarga. 4) Konflik dan akomodasi nilai: sejauhmana konflik dan akomodasi nilai yang terjadi pada perempuan dalam keluarganya. 5) Hubungan gender dalam pengambilan keputusan: diukur dari pola
ISSN : 1829 – 894X
pengambilan keputusan antara lakilaki dan perempuan dalam keluarga yang berkaitan dengan kerja produktif dan reproduktif serta kewenangan memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis Moser dan kerangka analisis Harvard (Handayani dan Sugiarti, 2002). Teknik analisis Moser dapat digunakan untuk mengidentifikasi peranan majemuk perempuan, yakni reproduksi, produksi, dan sosial kemasyarakatan. Selain itu, kerangka analisis Harvard digunakan sebagai landasan untuk suatu profil gender dari suatu kelompok sosial. Kerangka analisis Harvard tersusun atas dasar tiga elemen pokok, yaitu (1) profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender, yang memuat daftar tugas perempuan dan lakilaki (laki-laki melakukan apa, perempuan melakukan apa, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengelompokan menurut umur, etnis, kelas sosial tertentu, di mana dan kapan tugas-tugas tersebut dilakukan. Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif/rumah tangga, dan sosial-politik-keagamaan; (2) profil akses (perempuan mempunyai/bisa memperoleh sumber daya apa, laki-laki memperoleh apa, perempuan menikmati apa, laki-laki menikmati apa; (3) profil kontrol (perempuan mengambil keputusan penggunaan sumber daya apa, laki-laki penentu sumber daya apa. Sumber daya di sini adalah sumber daya yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam 91
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena sangat relevan untuk menggali data kebutuhan gender. Data yang ada kemudian dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada pendekatan teoretis yang digunakan dalam penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN AKTIVITAS PRODUKSI Deskripsi Aktivitas Pekerjaan Pokok sebagai Petani Sebagian besar responden memiliki pekerjaan pokok sebagai petani, baik lahan basah maupun lahan kering. P e k e r j a a n pokok pada lahan basah (sawah), kecuali membajak dengan sapi/kerbau dan atau pakai traktor sepenuhnya dikerjakan oleh laki-laki dewasa, sedangkan proses lainnya dari membuat tempat benih atau tempat ngurit, nabur benih (ngurit), menanam benih (nandur), menyiangi padi (majukut), memupuk padi (ngerabuk), memanen padi, mengeringkan gabah, menyimpan gabah ke lumbung padi (jineng/gelebeg), secara keseluruhan dominan dikerjakan bersama oleh laki-laki dewasa dan perempuan dewasa (suami istri). Jika gabah dijual didasarkan keputusan bersama (laki-laki dewasa dan perempuan dewasa/suami istri). Untuk lahan kering (tegalan), menanam pisang/kelapa/tanaman lainnya, dan memetik kelapa, menyiangi kebun dominan dilakukan oleh laki-laki dewasa (suami). Pekerjaan seperti memupuk tanaman, memetik buah pisang dapat dilakukan oleh laki-laki dewasa dan perempuan dewasa/ suami istri), sedangkan pemrosesan kelapa menjadi minyak dan penjualan hasil kebun dilakukan oleh perempuan dewasa (istri). Pembuatan upakara untuk rangkaian 92
ISSN : 1829 – 894X
upacara, baik di sawah maupun di kebun sepenuhnya tanggung jawab perempuan dewasa (istri). Dalam pembuatan bagianbagian upakara (misalnya canang, ketipat, dan lain-lain) dibantu oleh anak perempuan, yang dilakukannya setelah keluar dari sekolah dan kadang-kadang dilakukan juga pada malam hari sebelum tidur. Laki-laki dewasa dan kadang-kadang anak laki-laki membantu menyediakan sarana, seperti daun kelapa, baik daun muda maupun daun tua (busung/selepahan), klakat, sanggah cucuk, dan lain-lain. Demikian juga dalam pelaksanaan upacara, baik di sawah maupun di kebun, pelaksanaannya sepenuhnya tanggung jawab perempuan dewasa, sedangkan laki-laki dewasa perannya hanya membantu. Deskripsi Pekerjaan Pokok sebagai Pembuat Upakara (Penjual Banten) Di samping mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani, beberapa responden ada yang mempunyai pekerjaan pokok sebagai penjual banten. Responden yang mempunyai pekerjaan sebagai penjual banten erat kaitannya dengan tugas kerohaniannya yang sekaligus tugas sosialnya sebagai pemangku, juru sapuh, dan serati banten. Di antara mereka, ada yang menjadi pemangku dan serati di Pura Puseh dan di Pura Dalem, dan ada pula menjadi pemangku di pura keluarga. Penjualan banten dalam skala kecil, persiapan sarana upakara-nya, seperti persiapan busung (daun kelapa muda/janur), selepahan (daun kelapa tua), ron (daun enau tua), ambu (daun enau muda), nyuh (kelapa), tiying (bambu) yang digunakan untuk klakat, sanggah cucuk, dan lain-lain disiapkan oleh laki-laki dewasa, sedangkan
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
daun pisang, daun sirih, dan bunga disiapkan oleh perempuan dewasa dan kadangkadang oleh anak perempuan. Untuk pembuatan banten, sejak persiapan sampai metanding dikerjakan oleh perempuan dewasa dan kadang-kadang dibantu anak perempuan setelah selesai tugas sekolah. Sebaliknya, penjualan banten dalam skala besar, persiapan sarana sampai pembuatan banten dikerjakan bersama-sama oleh kelompok penjual banten. Deskripsi Pekerjaan Sampingan Semua responden yang telah memiliki pekerjaan pokok, baik sebagai petani maupun sebagai penjual banten, masih memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan yang dilakukan adalah memelihara ternak, seperti babi, sapi, dan ayam/unggas. Pemeliharaan sapi, seperti mencari rumput untuk makan sapi, memberi sapi minum, dan lain-lain, umumnya dilakukan oleh laki-laki dewasa, dan kadang-kadang dibantu anak laki-laki setelah meyelesaikan tugas sekolahnya. Pemeliharaan babi, dari mencari bahan makanan babi (dagdag) sampai merebus makanan babi, kemudian memberi makan babi, umumnya dilakukan oleh perempuan dewasa, yang kadang-kadang dibantu oleh anak perempuan setelah menyelesaikan tugas sekolahnya. Namun dalam situasi tertentu, memberikan makan untuk sapi, babi, dan ayam/unggas bisa dilakukan oleh siapa saja dalam keluraga itu yang memiliki waktu untuk itu. Hal ini dapat diartikan bahwa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan atau dikerjakan oleh siapa saja yang ada dalam keluarga itu (saling bantu dalam keluarga).
ISSN : 1829 – 894X
Deskripsi Pekerjaan di Luar Rumah (Insidental) Responden memberikan masukan, kecuali yang berstatus pemangku dan serati, bahwa jika pekerjaan pokok (di sawah) telah selesai, mereka bekerja di luar rumah, bekerja apa saja dengan tujuan mendapat upah. Pekerjaan di sawah, seperti menanam bibit padi, menyiangi padi, mengangkut pupuk, memanen padi, mengangkut gabah dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dewasa, kecuali mencangkul di sawah dilakukan sepenuhnya oleh lakilaki dewasa. Mereka (perempuan) yang kurang mampu mengerjakan pekerjaan seperti itu, ada yang bekerja membantu pembuatan upakara pada penjual banten, jika pekerjaan itu ada dan bantuannya dibutuhkan oleh penjual banten. AKTIVITAS REPRODUKSI Dalam aktivitas reproduksi dibahas mengenai reproduksi biologis dan reproduksi tenaga kerja/sosial. Reproduksi biologis berkaitan dengan kodrat. Semua responden menyatakan bahwa hanya perempuan dewasa yang bisa hamil, melahirkan, dan menyusui anak (ASI), sedangkan untuk pemberian susu bukan ASI/susu botol bisa dilakukan oleh lakilaki dewasa, anak laki-laki, dan anak perempuan. Dengan kata lain, kodrat perempuan bisa hamil, melahirkan, dan menyusui (ASI) tidak bisa dipertukarkan dengan laki-laki dewasa, sedangkan pekerjaan memberi susu botol kepada anak (bayi) bisa dipertukarkan yang dapat dilakukan oleh siapa saja dalam keluarga. Demikian juga dengan reproduksi tenaga kerja/sosial. Semua responden menyatakan bahwa reproduksi tenaga kerja/sosial dapat 93
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
dilakukan bersama-sama oleh perempuan dewasa dan laki-laki dewasa, dalam artian saling bantu. Pekerjaan mengasuh anak (balita) memang dominan dilakukan oleh perempuan dewasa. Akan tetapi pekerjaan itu dapat juga dilakukan oleh laki-laki dewasa, hanya saja kekerapannya tidak seperti perempuan dewasa. Dalam hal mendidik anak, memberi contoh pada anak, dan melibatkan anak dalam hal produksi dan adat istiadat dilakukan bersamasama antara perempuan dewasa dan lakilaki dewasa. Setelah anak bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), laki-laki dewasa dan perempuan dewasa memotivasi anak untuk bergabung dalam kelompok muda-mudi atau skaa trunatruni untuk memperluas wawasan anak. JASA MASYARAKAT DAN JASA RUMAH TANGGA UTAMA Jasa masyarakat dan jasa rumah tangga utama merupakan pelayanan yang dapat memudahkan dan meringankan beban bagi perempuan dewasa dan laki-laki dewasa dalam menjalankan kehidupan ini. Berkaitan dengan itu, semua responden menyatakan bahwa untuk meringankan beban kerja perempuan dewasa dan lakilaki dewasa, maka penyediaan air di rumah telah menggunakan air PAM. Namun, belum semua masyarakat memperoleh air PAM sebab pengadaannya bertahap (menunggu giliran). Masyarakat yang belum memperoleh air PAM, ada yang bergabung dengan masyarakat yang sudah memiliki air PAM dengan perhitungan biaya bulanan ditanggung bersama, dan masih ada yang menggunakan sumur kecil (bulakan) di dekat sungai, yang airnya diangkat dengan mesin Sanio. Pengadaan 94
ISSN : 1829 – 894X
fasilitas untuk meringankan beban kerja di bidang pengadaan air di rumah tangga ini, didasarkan atas kompromi bersama antara perempuan dewasa dengan laki-laki dewasa (suami istri). Penyediaan makanan untuk keluarga dan pembersihan perabot dapur, dominan dilakukan oleh perempuan dewasa. Dalam situasi tertentu, penyediaan makanan keluarga sampai membersihkan perabotan dapur kadang-kadang dilakukan oleh laki-laki dewasa atau oleh anak perempuan. Bahan bakar yang digunakan dominan kayu bakar (saang). Bantuan kompor gas dari pemerintah memang telah ada, tetapi pemakaiannya hanya pada saat-saat tertentu. Berkaitan dengan itu, pengadaan fasilitas kayu bakar dilakukan bersama oleh perempuan dewasa dan laki-laki dewasa sebagai kerja sambilan yang dibawa pulang saat mereka ke sawah atau pun ke kebun. Selain itu, pekerjaan mengasuh/mendidik anak, merawat rumah dan pekarangan, mencuci pakaian, perawatan ternak, pengadaan uang dilakukan bersama-sama oleh perempuan dewasa dan laki-laki dewasa, sedangkan pekerjaan bangunan dilakukan oleh lakilaki dewasa dan perempuan dewasa hanya bersifat membantu. MANAJEMEN MASYARAKAT DAN POLITIK Masyarakat Hindu di Bali selalu berusaha melestarikan kearifan lokal, terutama tri hita karana. Kaler menyatakan unsur-unsur tri hita karana terdiri atas unsur jiwa (atman), unsur tenaga, kekuatan (prana), dan unsur badan wadag (sarira) (Dharmayudha, 1996:7), sedangkan Sudharma menyatakan unsur-unsur tri hita karana adalah Sang Hyang Widhi,
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
yang merupakan super natural power, bhuwana yang merupakan makrokosmos, dan manusia merupakan mikrokosmos (ibid). Ketiga unsur ini dijadikan pola oleh masyarakat Hindu di Bali. Misalnya dalam pembuatan rumah, unsur atman bersemayam di Merajan sebagai unsur parhyangan, unsur prana adalah anggota keluarga sebagai pawongan, unsur sarira adalah keseluruhan pekarangan dan bangunan rumah sebagai palemahan rumah. Jika di desa ada parhyangan desa, pawongan desa, dan palemahan desa. Berkiatan dengan itu, maka dalam manajemen masyarakat dan politik dilakukan upacara-upacara Hindu. Upacara Hindu dikenal dengan sebutan panca yadnya (dewa yadnya, pitra yadnya, rsi yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya). Dalam pelaksanaannya, responden menyatakan bahwa melakukan upacara-upacara tersebut berdasarkan musyawarah antara perempuan dewasa dengan laki-laki dewasa (suami istri). Dalam pelaksanaannya, perempuan dewasa dengan laki-laki dewasa samasama memiliki peran penting. Mereka saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Khusus untuk upacara seharihari dominan dilakukan oleh perempuan dewasa dan kadang-kadang dibantu oleh anak perempuan. PROFIL AKSES DAN KONTROL/ MANFAAT Sumber Daya Produktif Para responden menyatakan bahwa sumber daya produktif berupa lahan warisan menjadi akses laki-laki dewasa (suami), sedangkan perempuan dewasa (istri) sebagai kontrol. Bisa juga berlaku bahwa lahan warisan menjadi akses perempuan
ISSN : 1829 – 894X
dewasa, sedangkan laki-laki dewasa sebagai kontrol. Hal ini terjadi bila keluarga dimaksud tidak memiliki anak laki-laki, sehingga anak perempuannya dicarikan sentana (laki-laki setelah menikah tinggal di rumah perempuan dengan status sebagai perempuan). Akan tetapi, jika lahan yang dimiliki merupakan hasil pegunakaya, maka laki-laki dewasa dan perempuan dewasa (suami istri) sebagai akses sekaligus sebagai kontrol. Namun, secara formal untuk lahan pegunakaya masuk milik lakilaki dewasa (suami). Demikian juga terjadi pada keluarga nyeburin/sentanaan. Sumber daya produktif lainnya berupa peralatan/ teknologi umumnya merupakan akses lakilaki dewasa, perempuan sebagai kontrol. Keanggotaan kelompok formal dan non formal, uang kas, pendidikan/pelatihan, modal, dan kredit bisa merupakan akses laki-laki dan perempuan yang sekaligus sebagai kontrol. Sumber Daya dari Kegiatan Pembangunan Sumber daya dari kegiatan pembangunan berupa pangan, sandang, barang konsumen umumnya akses laki-laki dan perempuan sebagai kontrol. Pelayanan kesehatan dominan akses perempuan, laki-laki kontrol, tetapi kadang-kadang juga akses laki-laki. Kepemilikan aset merupakan akses laki-laki dan perempuan sebagai kontrol. Kesempatan kerja dan pendidikan/ pelatihan bisa akses laki-laki dan perempuan sekaligus kontrol. Kekuasaan politis, status yang lebih tinggi merupakan akses lakilaki, namun juga bisa akses perempuan dan terjadi saling kontrol sebab laki-laki dan perempuan sama dan mempunyai status sejajar. Manfaat yang diperoleh menurut para responden adalah meringankan beban 95
Suluh Pendidikan, 2010, 8 (2): 86 - 96
ISSN : 1829 – 894X
tugas dan kewajiban, baik laki-laki maupun perempuan dalam menjalankan kehidupan. Dengan demikian, beban kerja antara lakilaki dan perempuan dalam keluarga tidak dirasakan berat sebelah.
DAFTAR PUSTAKA
Manfaat Responden menyatakan pendapatan dari luar, baik akses laki-laki maupun perempuan dimanfaatkan untuk biaya hidup dalam sehari-hari. Akses dari perempuan umumnya untuk biaya dapur dan upacaraupacara taraf kecil. Pemilikan kekayaan memang akses laki-laki dan perempuan sebagai kontrol. Untuk kebutuhan dasar merupakan akses laki-laki dan perempuan sebagai kontrol. Pendidikan merupakan akses bersama antara laki-laki dan perempuan yang sekaligus menjadi kontrol, sedangkan dalam kekuatan politik antara laki-laki dan perempuan sama sebab antara laki-laki dan perempuan saling mendukung, saling melengkapi sesuai kebutuhan. Para responden menyatakan dengan adanya kerja sama, saling membantu dan selalu ada kompromi di antara suami istri sangat meringankan beban kehidupan, baik berkaitan dengan tugas maupun kewajiban.
Handayani, Trisakti, dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: Universitas Muhammadiyah.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih tak terhingga disampaikan kepada semua masyarakat Selemadeg, khususnya para ibu-ibu yang terlibat langsung dalam kegiatan penelitian ini. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Koordinator Kopertis Wilayah VIII yang menyetujui pendanaan penelitian ini dengan sumber dana dari DP2M Dikti.
96
Abdullah, Irwan. Ed. 2003. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 1991. Proedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner.1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Sastriyani, Siti Hariti. Ed. 2008. Women in Public Sector. Yogyakarta: Tiara Wacana. Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Diterjemahkan dari Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction. Second Edition. Oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra. Yuliati, Yayuk dan Mangku Poernomo. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan. Naskah dikirim ke PUSLIT IKIP Saraswati Tabanan, Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan 82113 Bali atau lewat email:
[email protected]. Naskah diketik satu setengah spasi, kecuali abstrak, tabel, keterangan gambar, histogram dan kepustakaan diketik dalam satu spasi dengan batas 3,5 cm dari kiri, 3 cm masing-masing dari atas, kanan dan bawah tepi kertas. Naskah maksimum 12 halaman A4, diketik dalam program Microsoft Word for Windows huruf Time New Roman ukuran 12. Sebanyak dua eksemplar naskah cetak dan soft copy (CD) yang memuat berkas naskah tersebut diserahkan kepada Redaksi Pelaksana. Ilustrasi yang berupa grafik, gambar atau foto yang tidak masuk dalam berkas CD harus ditempel pada tempatnya dalam naskah cetak. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia menggunakan abstrak yang ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya naskah yang ditulis dalam bahasa Inggris menggunakan abstrak dalam bahasa Indonesia. Abstrak tidak lebih dari 400 kata. Pada pojok kiri bawah dari abstrak ditulis kata kunci (key words) tidak lebih dari 5 kata. Judul singkat (tidak lebih dari 12 kata), jelas, informatif dan ditulis dengan huruf kapital kecuali nama ilmiah. Untuk kajian pustaka (review) dibelakang judul ditulis: Suatu Kajian Pustaka. Nama penulis tanpa gelar, alamat dan instansi penulis ditulis lengkap. Susunan naskah hasil penelitian terdiri dari judul (title), nama penulis (author), alamat penulis (address), abstrak (abstract), pendahuluan (introduction), metode penelitian (research methods), hasil (results), pembahasan (discussion), simpulan (conclusion), ucapan terima kasih (acknowledgements), dan kepustakaan (literate cited). Naskah kajian pustaka terdiri atas judul, nama penulis, alamat penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan, simpulan (conclusion), ucapan terima kasih, dan kepustakaan. Setiap alenia baru diketik mundur tiga ketukan. Setiap tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar (foto) diberi nomor urut, judul singkat dan jelas, dibuat pada satu halaman (tidak terpotong). Hasil yang ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lainnya (misalnya histogram atau grafik). Dalam tata nama (nomeklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan yang baku. Untuk istilah asing ditulis miring kecuali abstrak. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem Nama-Tahun. Contoh kutipan langsung, Lansing et al. (2002:3); kutipan tidak langsung: Lansing et al. (2003). Kepustakaan ditulis menurut sistem Nama-Tahun dan disusun berdasarkan abjad. Berikut ini beberapa contoh penulisan pustaka. a. Abstrak Darnaedi D. 1991. Rheofite di sepanjang sungai Mahakam, Kalimantan Timur, abstrak.244, hlm.122. Di dalam Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi X. 1991. Perhimpunan Biologi Indonesia dan Pusat antar Universitas Hayati, IPB, Bogor. b. Buku Auderisk T. and G Auderisk. 1999. Biology, Life on Earth. Ke-5.Edition. Printice Hall, New Jersey. c. Buku Terjemahan Mackinnon M. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali (terjemahan). Ed. Ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. d. Disertasi, Tesis, dan Skripsi Wiguna IWAA. 2002. Kontribusi system usahatani padi sawah terhadap pengkayaan hara nitrogen, fosfor, dan kalium aliran permukaan pada ekosistem subak di Bali. Kasus daerah aliran sungai Yeh Sungi di Tabanan Bali. Disertasi (S3) pada PPs-IPB, Bogor. e. Hasil penelitian yang dipublikasikan tetapi belum terbit Surata SPK. Persepsi guru sekolah dasar terhadap subak sebagai model pendidikan lingkungan di Bali, submitted (belum disetujui redaksi). Surata SPK. Haemotological indices studies in four subpopulation of Java Sparrow (Pada oryzivora L.). Biota, in press. (sudah disetujui redaksi). f. Penelitian yang sudah dipublikasikan Jacobson SK. 1991. Profile evaluation model for developing, implementing, and assessing conservation education programs; examples from Belize and Costa Rika. Environmental Management, 15 (2):143-150. g. Kamus Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ke-2. Balai Pustka, Jakarta. h. Prosiding Surata SPK. 2003. Budaya padi dalam subak sebagai model pendidikan lingkungan, hlm.81-97. Di dalam F. Kasryno, E. Pasandaran dan AM Fagi (Penyunting). Subak dan Kerta Masa. Kearifan lokal mendukung pertanian yang berkelanjutan. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta. i. Publikasi perusahaan atau lembaga Minitab Inc. 1991. Minitab Reference Manual V.8. State College, USA. j. Surat Kabar Khosman, A. 16 Januari 2004. Perlu kebijakan mikro yang memihak petani. Kompas, 39(196): 46. Kolom 1-6. k. Nama penulis tidak dicantumkan, yang ditulis nama lembaganya (bukan anonim) WHO (World Health Organization). 1993. Guidenlines for drinking-water quality, Vol. 1. Recommendations. Ed. Ke-2. Geneva. l. Sumber dalam internet Ingeg Z. 1997. Analyzing Educational Resource for Environmental and Development Education. Griffith University and the Deparment of Environment, Sport & Territories. Australian Government, Department of Environment and Herrtiage. http//www.deh.gov.auleducationsitsWmodeule/modeule25,htrnl.