Dewan Redaksi “SULUH PENDIDIKAN” Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan IKIP Saraswati Tabanan Ketua Ni Nyoman Karmini Sekretaris I Made Maduriana Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) I Nyoman Suaka I Wayan Subaker Peyunting Pelaksana Dewa Nyoman Oka Made Kerta Adhi I Nyoman Suryawan I Gusti Ngurah Raka Haryana I Made Sudiana Ida Bagus Anom Sutanaya Ni Putu Desi Wulandari Mitra Bestari Gede Mahardika (Universitas Udayana) I Made Sutajaya (Universitas Pendidikan Ganesha) Endang Susantini (Universitas Negeri Surabaya) Handoko (Universitas Muhammadiyah Metro Lampung) Maria Arina Luardini (Universitas Palangkaraya) Sugiarti (Universitas Muhammadiyah Malang) Bendahara Ni Putu Seniwati Retribusi Ni Ketut Manik Arwati Pengelola Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Saraswati Tabanan Suluh Pendidikan terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember), diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Saraswati Tabanan (Saraswati Institut Press), sebagai media informasi ilmiah bidang pendidikan baik berupa hasil penelitian maupun kajian pustaka. Penerimaan Naskah Redaksi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa atau praktisi dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakang jurnal ini. Tulisan yang dimuat mendapat kompensasi 2 eksemplar. Alamat Redaksi IKIP Saraswati Tabanan Jalan Pahlawan Nomor 2 Tabanan – Bali 82113 Telp. (0361) 811267 Email:
[email protected]
ISSN : 1829 – 894X
SULUH PENDIDIKAN
(Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan)
Vol. 13 No. 1 Juni 2015 Pengantar Redaksi
iii
Tingkatkan Kualitas Kehidupan dengan Memahami Kreativitas Manusia (Ni Nyoman Karmini) ....................................................................................
1 – 10
Identifikasi Miskonsepsi dalam Materi Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan Pada Siswa Kelas IX SMP di Kota Denpasar (Gusti Ayu Dewi Setiawati, Ida Bagus Ari Arjaya, Ni Wayan Ekayanti)..
11–21
Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw (Desak Made Suci) .......................................................................................... 23 – 30 Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Inspirator Taman Sekolah untuk Meningkatkan Kemampun Menulis Puisi (Ida Ayu Made Wedasuwari dan I G A Tuti Indrawati) ............................. 31 – 40 Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw untuk Mening katkan Prestasi Belajar dan Ketuntasan Belajar Matematika Siswa (I Made Kadok) ............................................................................................... 41 – 46 Estimasi Kemampuan Siswa pada Tes Model Campuran dengan Pen skalaan Dikotomus dan Politomus Generalized Partial Credit Model (GPCM) (Anak Agung Purwa Antara) ........................................................................ 47 – 58 Penelitian Tindakan Kelas Model Pengembangan Profesi Guru (I Wayan Sudiarta) ......................................................................................... 59 – 68 Analisis Kelayakan Buku Ajar IPA SD Berpendekatan Kearifan Lokal Berbasis Ergonomi (I Made Sudiana dan I Gede Sudirgayasa) ................................................. 69 – 75
i
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1)
ISSN : 1829 – 894X
Komodifikasi Ruang Publik Pesisir dan Dampaknya Terhadap Keterpinggiran Nelayan dalam Pembangunan Pariwisata di Bali Selatan (Nyoman Suryawan, I Wayan Gata, I Wayan Subaker) .............................. 77 – 86 Penerapan Model Ekspository dengan Metode Demonstrasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Seni Budaya (Ni Ketut Dristhy) .............................................................................................. 87 – 95 Penerapan Model Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS (Ni Made Gadung Arwati) ............................................................................... 97 –105 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika (Ni Wayan Seniasih) .......................................................................................... 107–116 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Group Investigasi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika (Gst. Nh. Suardika) ........................................................................................... 117-126 Pocil Model Pengelolaan Sampah Berbasis Sekolah (I Made Maduriana, I Ketut Surata, I Gede Sudirgayasa) .......................... 127-132 Indeks .................................................................................................................. 133–134
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan ii
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1)
ISSN : 1829 – 894X
PENGANTAR REDAKSI
S
egenap pengurus Jurnal Suluh Pendidikan cukup serius dalam menerbitkan jurnal kali ini yang ditujukan untuk penilaian akreditasi nasional yang dikelola oleh Dikti. Oleh karena itu, ada beberapa perubahan atau tambahan dari edisi-edisi sebelumnya seperti, penambahan materi naskah, Pengantar Redaksi, pemuatan indeks, dan memperkuat jajaran pada Mitra Bestari dengan masuknya nama-nama, antara lain Prof. Endang Susantini, M.Pd. dari Universitas Negeri Surabaya, Dr. Handoko, M.Pd. dari FKIP Muhammadiyah Metro Lampung, Dr. Maria Arina Luardini, M.A. dari FKIP Universitas Palangkaraya, dan Dr. Sugiarti, M.Si. dari FKIP Universitas Muhammadyah Malang. Hal ini semua merupakan upaya untuk tujuan strategis untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tim redaksi jurnal Suluh Pendidikan menerima cukup banyak artikel, tetapi pada edisi kali ini yang disuguhkan sebanyak 14 artikel. Sebagaimana kelanjutan dari edisi sebelumnya, kami juga membuka kesempatan kepada penulis di luar dosen IKIP Saraswati untuk mengisi jurnal Suluh Pendidikan. Artikel yang dimuat pada jurnal Suluh Pendidikan Vol. 13 No. 1 Juni 2015 diawali dari tulisan Ni Nyoman Karmini yang berjudul “Tingkatkan Kualitas Kehidupan dengan Memahami Kreativitas Manusia.” Tulisan ini dapat dijadikan sebagai motivasi dalam menata kehidupan dengan berbasis kreativitas. Tulisan berikutnya adalah karya kolaboratif antara Gusti Ayu Dewi Setiawati, Ida Bagus Ari Arjaya, dan Ni Wayan Ekayanti mengetengahkan tulisan saintifik yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi dalam Materi Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan Pada Siswa Kelas IX SMP di Kota Denpasar.” Artikel ketiga, yakni “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw” oleh Desak Made Suci. Pembahasan yang hampir sama pada artikel kelima oleh I Made Kadok dengan judul artikel “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw untuk Mening katkan Prestasi Belajar dan Ketuntasan Belajar Matematika Siswa.” Artikel keempat karya Ida Ayu Made Wedasuwari dan I G A Tuti Indrawati tentang “Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Inspirator Taman Sekolah untuk Meningkatkan Kemampun Menulis Puisi”. Berikutnya karya Anak Agung Purwa Antara berjudul “Estimasi Kemampuan Siswa pada Tes Model Campuran dengan Penskalaan Dikotomus dan Politomus Generalized Partial Credit Model (GPCM).” Penelitian Tindakan Kelas yang sempat populer dalam tulisan-tulisan para guru juga masih mewarnai edisi ini yang disampaikan oleh I Wayan Sudiarta, yakni “Penelitian Tindakan Kelas Model Pengembangan Profesi Guru.” Artikel mengenai “Kalayakan buku ajar IPA kalangan siswa SD” disuguhkan oleh I Made Sudiana dan I Gede Sudirgayasa. Meskipun artikelnya berbasis ilmu-ilmu Pendidikan dalam jurnal ini, namun terselip pada artikel kesembilan mengenai kajian budaya (cultural studies), dengan menggunakan kata kunci “komodifikasi” untuk menjelaskan atau menganalisis ruang publik di pesisir yang mengalami pergeseran akibat pembangunan pariwisata di Bali. Artikel ini ditulis oleh Nyoman Suryawan, I Wayan Gata, dan I Wayan Subaker. Lima artikel terakhir mempunyai kemiripan dengan memasukkan unsur “penerapan model” yang ini ditulis, antara lain oleh Ni Ketut Dristhy, Ni Made Gadung Arwati, Ni Wayan iii
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1)
ISSN : 1829 – 894X
Seniasih, Gst. Nh. Suardika, serta tulisan bersama I Made Maduriana, I Ketut Surata, dan I Gede Sudirgayasa. Sudah tentu kelima tulisan tersebut mempunyai aspek tambahan, baik dari segi metode maupun penajaman analisis sesuai dengan bidangnya masing-masing. Risiko penambahan substansi adalah ketebalan jurnal yang berdampak pada biaya produksi. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada Ketua Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati dan Rektor IKIP Saraswati tetap mendukung perubahan moderat penerbitan Jurnal Suluh Pendidikan ini. Hampir semua jurnal yang diterbitkan di lingkungan dunia pendidikan di Indonesia mempunyai obsesi untuk mendapatkan akreditasi nasional dari Dikti, dan Jurnal Suluh Pendidikan telah memulai langkah untuk menapaki arah dan tujuan tersebut.
iv
Redaksi
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
ISSN : 1829 – 894X
TINGKATKAN KUALITAS KEHIDUPAN DENGAN MEMAHAMI KREATIVITAS MANUSIA Ni Nyoman Karmini FPBS, IKIP Saraswati
[email protected] ABSTRAK Lewat hasil karya sastranya, sastrawan bertugas untuk memberikan ajaran dan kenikmatan (docere dan delectare) serta mampu menggerakkan pembaca ke arah kegiatan yang bertanggung jawab (movere). Saat membaca sastra, pembaca mendapatkan kesenangan dan kegunaannya (dulce et utile). Dengan merenungkan pengalamanpengalaman sang tokoh cerita, pembaca dapat menentukan sikap, dapat menentukan pilihan kehidupan yang dicita-citakannya. Hidup ini adalah pilihan dan tujuan hidup yang telah ditetapkan pada hakikatnya adalah hasil pilihan. Apa pun pilihannya tentu ada resikonya. Kata kunci: kualitas kehidupan, kreativitas manusia IMPROVE QUALITY OF LIFE WITH UNDERSTANDING HUMAN CREATIVITY ABSTRACT Through his literary works, literary tasked to give teachings and enjoyment (docere and delectare) and able to move the reader towards responsible activities (movere). While reading the literature, the reader gets the pleasure and usefulness (dulce et utile). By reflecting on the experiences of the characters, the reader can determine the attitude, can determine the choice of his dream life. This life is a choice and life goals that have been set is essentially the result of choice. Whatever the choice of course there are risks. Keywords: quality of life, human creativity
PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreativitas manusia yang didasarkan pada kehidupan di dunia ini. Realitas objektif atau pengalaman hidup manusia yang ada dan diungkapkan di dalam karya sastra telah diolah oleh pengarang sehingga tampak baru, segar, kreatif, dan mencerminkan gaya si pengarang sendiri. Karya sastra yang diterapkan dalam pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, untuk menyampaikan pemikiran,
baik lisan maupun tulisan. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena dalam proses belajar sastra, pembaca harus membaca karya sastra serta berusaha mengerti dan memahami isinya. Karya sastra dapat mengembangkan kepekaan terhadap ling kungan. Karya sastra merupakan cerita fiksi, hasil sebuah imajinasi dan kreativitas pengarang. Namun, perlu diketahui bahwa kehidupan yang dilukiskan dalam karya sastra, atau disebut pula “dunia dalam kata” tidak sepenuhnya imajinasi pengarang, 1
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
melainkan ada fakta kehidupan yang diungkap di dalamnya, baik yang dialami pengarang sendiri maupun pengalaman orang lain. Pernyataan di atas, diperkuat oleh pendapat Altenbernd dan Lewis (1966) yang memaparkan bahwa karya fiksi atau prosa naratif bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hu bungan antarmanusia. Demikian juga, Abrams (1981) memaparkan bahwa karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya (dalam Nurgiyantoro (1995:4). Pada dasarnya, karya sastra memiliki peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia, memiliki manfaat untuk membimbing manusia ke arah yang lebih positif. Teeuw (2003:21) menyatakan sastra adalah alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Dengan membaca karya sastra, pembaca dibuat merenungkan masalah kehidupan, yang pada akhirnya dapat mengasah batinnya, menjadi lebih peka, berbudaya, serta dapat menghargai apa yang dimilikinya serta dimiliki oleh orang lain. Dengan membaca karya sastra, pembaca dapat mempelajari keindahan dalam karya, baik keindahan bahasa maupun keindahan suatu pemikiran. Melalui karya sastra, pembaca dapat belajar mengenai pengalaman yang dialami sang tokoh cerita, baik pengalaman yang baik maupun pengalaman yang buruk. Dengan merenungkan pengalamanpengalaman sang tokoh cerita, pembaca dapat menentukan sikap, dapat menentukan 2
ISSN : 1829 – 894X
pilihan hidup dan kehidupan yang dicitacitakannya. Paparan di atas diperkuat lagi oleh pernyataan Putra (2011:146), bahwa karya sastra merupakan salah satu bentuk representasi, oleh karena itu merupakan arena yang menarik untuk menyelidiki bagaimana pengarang sebagai kelompok intelektual memberikan tawaran tentang identitas ideal masyarakatnya. Membaca sastra bertujuan untuk dapat merasakan dan menghayati serta berusaha menghidupkan kembali suatu pengalaman kehidupan yang ada dalam dunia kata. Pada saat membaca karya sastra, pembaca mendapatkan “kesenangan” dan “kegunaan,” yang disebut Horace dulce et utile (Pradopo, 1997:6). Tujuan dan fungsi sastra pertama kali dipaparkan oleh Horatius dalam Ars Poetica yang ditulisnya pada tahun 14 sebelum Masehi (kira-kira 2000 tahun yang lalu). Di dalamnya dinyatakan tugas dan fungsi penyair sebagai berikut. Aut prodesse volunt aut delectare poetae Aut simul et iucunda et idonea dicere vitae (tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan) (Teeuw, 2003:151). Kesenangan dan kegunaan diperoleh oleh pembaca saat membaca karya sastra, bahkan pembaca memperoleh katarsis sebab sastra mengungkapkan masalahmasalah manusia dan kemanusiaan tentang makna hidup dan kehidupan. Di dalamnya tercermin penderitaan manusia,
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
perjuangannya, kasih sayangnya, nafsunya, dan segala sesuatu yang dialaminya. Kesenangan dan kegunaan dimaksud berupa keindahan dan pengalaman-pengalaman jiwa yang bernilai tinggi, sebab karya sastra mengandung nilai-nilai sebagai hasil aktivitas manusia, yang berfungsi untuk meningkatkan kehidupan. Nilai-nilai yang termuat dalam karya sastra, adalah nilai hedonik, artistik, kultural, etis-moralreigius, dan nilai praktis (dalam Karmini, 2000:2). Kesenangan dan manfaat dari sebuah karya sastra akan diperoleh, jika dilakukan dengan pendekatan pragmatik. Istilah pragmatik ini menunjuk pada efek komunikasi yang dirumuskan oleh Horatius bahwa seniman bertugas untuk docere dan delectare (memberi ajaran dan kenikmatan) dan ditambah dengan movere (menggerakkan pembaca ke arah kegiatan yang bertanggung jawab) (Teeuw, 2003:43). Tugas seniman sastra seperti disebutkan di atas, maka dalam sastra di samping memuat nilai-nilai, sastra juga memuat gambaran kehidupan budaya pada masanya dan masyarakat pendukungnya. Aspek budaya yang tercermin pada karya sastra, antara lain: agama, bahasa, sastra, seni, dan tradisi lingkungan karya sastra itu diciptakan (Karmini, 2008:1). Pembaca karya sastra sering dibuat merenungkan masalah kehidupan, yang pada akhirnya dapat mengasah batinnya, menjadi lebih peka, berbudaya, serta dapat menghargai apa yang dimilikinya serta dimiliki oleh orang lain. Pembaca karya sastra dapat mempelajari keindahan dalam karya, baik keindahan bahasa maupun
ISSN : 1829 – 894X
keindahan suatu pemikiran. Melalui karya sastra, pembaca dapat belajar melalui pengalaman yang dialami sang tokoh cerita, baik pengalaman yang baik maupun pengalaman yang buruk. Dengan merenungkan pengalaman-pengalaman sang tokoh cerita, pembaca dapat menentukan sikap, dapat menentukan pilihan hidup dan kehidupan yang dicitacitakannya. Hidup ini adalah pilihan dan tujuan hidup yang telah ditetapkan dalam kehidupan ini pada hakikatnya adalah hasil pilihan. Apapun pilihan hidup yang dipilih tentu semua ada risiko kehidupan yang dialami. Berkaitan dengan hal itu, maka melalui tulisan ini penulis bertujuan mengajak pembaca generasi penerus bangsa untuk memahami sekaligus merenungkan baitbait puisi (pupuh) dalam sastra tradisional Bali yang dijadikan objek kajian dalam tulisan ini. Harapan penulis, tulisan ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan anak bangsa. METODE PENELITIAN Tulisan ini diwujudkan dengan menggunakan metode etik dan emik. Metode etik adalah suatu cara untuk mendekati fenomena dengan kerangka konseptual penelitinya, sedangkan metode emik adalah suatu cara yang didasarkan pada konseptual seperti yang dimaksud dan disadari oleh orang atau informan. Dalam hal ini adalah pendapat masyarakat, yang diwakili oleh para informan. Metode dimaksud dalam penggunaannya digabungkan dengan alasan bahwa terhadap pandangan manusia hendaknya tidak lepas 3
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
dari sistem sosial yang melingkupinya (Sudjarwo, 2001:45-46). Data yang terkumpul dianalisis dengan metode hermeneutika atau metode interpretatif atau penafsiran. Moleong (1996:14) menyatakan metode interpretatif atau penafsiran adalah cara pemahaman dengan melakukan penafsiran terhadap kehidupan antara hakikat rekaan dan kenyataan. Betti (dalam Bleicher, 2003:35), menyatakan interpretasi diperlukan untuk memahami bentuk-bentuk, untuk mengungkap pesanpesan yang disampaikan. Interpretasi merupakan sebuah aktivitas bertujuan yang bertugas membawa penafsir kepada sebuah pemahaman. Oleh karena itu, bentuk-bentuk penuh-makna menjadi syarat bagi komunikasi intersubjektif serta terciptanya objektivitas dari hasil-hasil interpretasi. Betti juga menggambarkan sebuah pembedaaan fundamental dari dua bentuk interpretasi, yakni pemahaman hermeneutik dan verstehen. Lebih lanjut, Betti (Bleicher, 2003:63) menyatakan bahwa setiap tindakan interpretasi merupakan proses triadik, yakni bentukbentuk penuh-makna menjembatani pikiran yang terobjektivasikan dalam diri bentuk penuh-makna, dan pikiran interpretator. Senada dengan pendapat di atas, Palmer (2003:38-48) juga memaparkan bahwa hermeneutika menunjuk pada ilmu interpretasi, khususnya prinsip-prinsip eksegesis tekstual. Hermeneutika adalah sistem tafsir untuk mengungkapkan makna tersembunyi di balik teks. Dapat juga dikatakan bahwa hermeneutika adalah proses penguraian yang beranjak dari isi dan makna yang nampak ke arah makna 4
ISSN : 1829 – 894X
terpendam dan tersembunyi, sedangkan Ratna (2004:45─46) menyatakan bahwa hermeneutika berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Penafsiran dikaitkan dengan karya sastra, sebab karya sastra menggunakan bahasa dan maknanya tersembuyi dalam bahasa. Karya sastra perlu ditafsirkan sebab dalam sastra terkandung ruang-ruang kosong dan di tempat itulah pembaca memberikan berbagai penafsiran. Metode hermeneutika tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal. Dengan demikian, penafsiran dilakukan dengan tujuan menjelaskan makna di balik teks karya sastra. Searah dengan cara yang dijelaskan di atas, maka tulisan ini tergolong kualitatif. Data yang digambarkan atau dilukiskan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat serta dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh simpulan disebut cara kualitatif (Arikunto, 1991:195). PEMBAHASAN Struktur dan makna pupuh Sebelum lanjut pada hal-hal yang dibahas dalam tulisan ini, dipandang perlu ada pemaparan mengenai pupuh dan maknanya. Pupuh adalah ‘bentuk lagu yang terikat oleh padalingsa. Padalingsa meliputi: sejumlah silabel atau suku kata dalam tiap-tiap baris (carik); jumlah baris pada tiap-tiap bait (pada); dan bunyi akhir tiap-tiap baris (Agastia, 1987:13; Warna, 1990:557; Tinggen, 1994:31; Alwi, 1996:799; dan Medera, 1997: 34). Pupuh Ginada terdiri atas 7 baris dengan struktur formal (pada lingsa) 8a, 8i, 8a, 8u, 8a, 4i, 8a. Ginada asal katanya
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
adalah “gada” mendapat infiks “in” sehingga menjadi ginada yang berarti terpukul dan akhirnya tertimpa oleh kekecewaan yang mendalam. Oleh karena itu, pupuh Ginada dapat digunakan untuk melukiskan kesedihan, hati yang merana atau hati yang kecewa (Tinggen ,1994:35─36; Gautama, (2007:33─35). Pupuh Sinom terdiri atas 10 baris dengan struktur formal (pada lingsa): 8a, 8i, 8a, 8i, 8i, 8u, 8a, 8i, 4u, 8a. Pupuh Sinom wataknya ramah tamah, sedap atau nyaman. Kata “sinom” singkatan dari “sinuam”, yang artinya “ pucuk”, yakni daun yang masih sangat muda, tumbuhtumbuhan yang sedap dipandang mata. Pupuh ini digunakan untuk suasana ramah tamah yang meresap ke hati, yang sangat tepat digunakan untuk menyampaikan amanat, nasihat, atau percakapan persahabatan dan bersifat kekeluargaan (dalam Karmini, 2008:110, 117). Sesuai paparan mengenai struktur formal pupuh dan maknanya, maka berikut ini dipaparkan kutipan berupa pupuhpupuh yang dikutip dari teks geguritan Bali yang ditetapkan sesuai dengan tujuan tulisan ini. Pupuh Ginada Eda ngaden awak bisa, Depang anake ngadanin, Geginane buka nyampat, Anak sai tumbuh luu, Ilang luu ebuk katah, Yadin ririh, Liu enu pelajahan Terjemahannya: Jangan menyatakan diri pandai, Biarkan orang lain menyatakannya, Kegiatannya seperti menyapu, Sampah selalu ada/muncul lagi, Hilang sampah debu masih banyak, Walaupun pandai/pintar/genius, Masih banyak yang perlu dipelajari
ISSN : 1829 – 894X
Pupuh Ginada Plapanin kadi manegak, Yen endep labuhe gigis, Bas tegeh ban manegak,Yen labuh baonge elung, Keto dewa upaminnya, Sai-sai, Inget anggon gagendingan (Geguritan Basur, bait 15) Terjemahannya: Hati-hatilah seperti duduk, Jika duduk rendah bila jatuh tidak terlalu sakit, Duduk terlalu tinggi, Bila jatuh leher bisa patah, Begitu perumpamaannya, Selalulah, Diingat dipakai sebagai nyanyian Pupuh Sinom Dabdabang dewa dabdabang, mungpung dewa kari alit, melajah ningkahang awak, darma patute gugonin, da mamokak iri hati, duleg kapin anak lacur, da bongkak kaping awak, ento metu saking bibih, ngawe musuh, saking dabdab makaruna (Tam Tam, Pupuh Sinom 1, bait 13). Terjemahannya: Berhati-hatilah anakku, mumpung masih muda, belajarlah bertingkah laku, berpedomanlah kepada ke benaran, jangan sombong jangan iri hati, jangan mencela orang miskin, jangan menyombongkan diri, itu ke luar dari ucapan, dan membuat musuh, berbicaralah dengan hatihati. Pembahasan Pupuh Ginada pertama Berdasarkan fungsi pupuh Ginada di atas, maka berikut ini dibahas baris-baris yang ada dalam pupuh itu. Baris pertama, berbunyi Eda ngaden awak bisa (Jangan menyatakan diri pandai). Baris itu sebenarnya berisi suatu pesan yang disampaikan kepada siapa saja yang membaca pupuh Ginada tersebut di atas, termasuk anak-anak, remaja, maupun 5
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
orang dewasa, baik perempuan maupun laki-laki, baik siswa, mahasiswa, guru, dosen, atau pejabat tinggi lainnya dalam pemerintahan. Pesannya adalah janganlah berani mengaku-ngaku atau menyatakan bahwa sang diri (diri sendiri) pandai, pintar, genius di hadapan orang lain, baik orang-orang terdekatmu atau orang banyak lainnya. Baris kedua, berbunyi Depang anake ngadanin (Biarkan orang lain menyatakannya). Baris kedua memuat pesan bahwa sepandai apapun, sepintar apapun, segenius apapun diri sendiri, sebaiknya sang diri jangan menyatakan hal itu di hadapan orang lain. Sang diri sebaiknya hanya menunjukkan kemampuan diri dan apa yang mampu dilakukan, bukan menyatakan diri pandai, pintar ataupun genius lewat kata-kata, apalagi kata-kata yang digunakan dengan tujuan hanya untuk menopang prestise/gengsi. Berkaitan dengan pandai, pintar ataupun geniusnya diri sendiri, biarkan orang lain yang menyatakan hal itu. Namun, perlu juga diingat bahwa pernyataan seseorang ada yang sesungguhnya, tulus, dan ada pula sebaliknya. Apapun pernyataan seseorang tentang sang diri jangan sampai menyebabkan lupa diri, jangan sampai menyebabkan sombong. Baris ketiga, berbunyi Geginane buka nyampat (Kegiatannya seperti menyapu). Pesan yang terkandung pada baris ini adalah kegiatan/kesibukan apapun yang dilakukan dalam kehidupan seharihari akan dilakukan berulang-ulang, seperti kegiatan/kerja menyapu. Menyapu dilakukan berkali-kali dalam kehidupan 6
ISSN : 1829 – 894X
setiap hari. Hal ini mencerminkan bahwa sebagai manusia harus selalu melakukan kegiatan/tindakan atau melakukan ke sibukan (kerja), baik kegiatan/tindakan/ kesibukan yang menyangkut fisik maupun pikiran. Pada hakikatnya hidup harus bekerja. Tindakan (kerja) digerakkan oleh hukum-alam, berhenti kerja berarti melawan hukum-alam dan dunia akan hancur. Nikmati/renungkan sejenak yang dipesankan Bhagawadgita dalam per cakapan ketiga mengenai karma yoga (III.5). Na hi kaschit kshanam api Jãtu tishthaty akarmakrit Kāryate hy avasahkarma Sarvah prakritijair gunaih Tidak seorang pun tidak bekerja Walaupun untuk sesaat Karena dengan tiada berdaya manusia Dibuat bertindak oleh hukum-alam (Pendit, 1989:66) Nikmati/renungkan pula pesan Bhagawadgita dalam percakapan ketiga mengenai karma yoga (III.8). Niyatam kuru karma tvam Karma ivāyo hy akarmanah Sarīrayātrā ‘pi cha te Na prasidhyed akarmanah Bekerjalah seperti yang telah ditentukan Sebab bekerja lebih baik dari tak kerja Kalau engkau tidak bekerja Hidup sehari-hari pun tidak mungkin (Pendit, 1989:68)
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
Baris keempat, berbunyi Anak sai tumbuh luu (Sampah selalu ada/ sampah selalu muncul lagi). Baris ini mengungkapkan bahwa sampah yang telah dibersihkan/disapu, dalam beberapa saat sampah akan ada lagi. Demikian seterusnya. Baris ini menyiratkan bahwa kegiatan/kesibukan/tindakan/kerja harus selalu dilakukan oleh manusia, sebab sejak manusia diciptakan telah disertai suatu kewajiban/kerja yang disebabkan oleh hukum-alam. Nikmati dan renungkan sejenak Bhagawadgita dalam percakapan ketiga mengenai karma yoga (III.10). Sahayajnah prajahsrishtva Puro ‘vācha prajāpatih Anena prasavishya dhvam Esha vo ‘stv ishta kāmadhuk Dahulu kala Prajapati menciptakan manusia Bersama bakti-persembahannya dan berkata: ‘Dengan ini engkau akan berkembangbiak Dan biarlah ini jadi sapi-perahanmu’ (Pendit, 1989:69) Baris kelima, berbunyi Ilang luu ebuk katah (Hilang sampah debunya masih banyak). Baris kelima mengandung pengertian bahwa begitu selesai mem bersihkan sampah/menyapu ternyata debunya masih banyak. Pernyataan ini menyiratkan bahwa pekerjaan tidak ada habis-habisnya. Selesai satu pekerjaan, masih ada pekerjaan lainnya, baik pekerjaan menyangkut fisik maupun pekerjaan untuk pikiran. Demikian seterusnya terjadi selama manusia masih hidup,
ISSN : 1829 – 894X
sebab kerja adalah hukum-alam. Dengan selalu melakukan kerja, maka hasil akan mengikuti. Renungkan sejenak baris akhir Bhagawadgita (III.10) yang berbunyi … Esha vo ‘stv ishta kāmadhuk (Dan biarlah ini jadi sapi-perahanmu’). Baris keenam, berbunyi Yadin ririh (Walaupun pandai/pintar/genius). Baris ini mengisyaratkan bahwa betapapun pandainya/pintarnya/geniusnya sang diri, tetap biarkan orang lain yang menyatakan atau menyebutkan bahwa sang diri pandai/ pintar/genius. Sebenarnya, dalam hal ini sang diri disarankan menerapkan ungkapan yang berkaitan dengan ilmu padi, yakni “semakin berisi semakin menunduk”. Pada baris ini juga tersirat bahwa walaupun pandai/pintar/genius sang diri sebaiknya tidak menyombongkan diri. Jika sang diri yang pandai/pintar/genius menyombongkan diri dalam hidupnya, yakinilah bahwa pada suatu saat sang diri pasti mengalami benturan dengan lingkungannya sendiri, sehingga merasa terpukul dan akhirnya merasakan kekecewaan dan kesedihan yang sangat dalam. Baris ketujuh, berbunyi Liu enu pelajahan (Masih banyak yang perlu dipelajari). Pada baris ketujuh ini dinyatakan bahwa betapapun pandainya/ pintarnya/geniusnya sang diri, masih banyak sebenarnya yang tidak diketahuinya., sebab manusia tidak ada yang sempurna. Kemampuan manusia sangat terbatas. Keterbatasan inilah yang menyebabkan manusia harus belajar banyak. Semakin banyak manusia belajar semakin banyak yang dilupakan dan semakin banyak pula yang tidak diketahuinya. Itulah sebabnya, 7
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
orang yang arif bijaksana berpesan kepada semua orang, baik perempuan maupun laki-laki dalam segala umur lewat pupuh Ginada tersebut di atas. Pembahasan Pupuh Ginada kedua Baris pertama, berbunyi Plapanin kadi manegak (Hati-hatilah seperti duduk). Baris itu sebenarnya berisi suatu pesan yang disampaikan kepada siapa saja yang membaca pupuh Ginada tersebut di atas, termasuk anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, baik perempuan maupun laki-laki, baik siswa, mahasiswa, guru, dosen, atau pejabat tinggi lainnya dalam pemerintahan. Baris tersebut memuat pesan bahwa kita harus berhati-hati dalam hal apa saja, berhati-hati seperti saat mau duduk, perhatikan situasi dan kondisi diri kemudian perhatikan situasi dan kondisi tempat duduk, setelah itu barulah duduk atau melakukan suatu hal. Baris kedua, ketiga, dan keempat berbunyi: Yen endep labuhe gigis (seumpama duduk-nya rendah bila jatuh tidak terlalu sakit); Bas tegeh ban manegak (seumpama duduk terlalu tinggi); Yen labuh baonge elung (Bila jatuh leher bisa patah). Baris-baris itu sebenarnya berpesan bahwa bila kita memilih kehidupan yang biasabiasa saja, memilih posisi tertentu dalam kehidupan bermasyarakat yang biasa-biasa saja yang sesuai dengan kemampuan diri, bila misalnya jatuh, bangkrut, dan sejenis dengan sebutan itu, maka susah yang didapat pun tidaklah terlalu berat. Orang tua bijak menyebutnya “sadarana”. Sebaliknya, bila memilih kehidupan pada posisi paling atas apalagi tidak sesuai dengan kemampuan diri, bila jatuh akan merasakan sakit yang 8
ISSN : 1829 – 894X
amat sangat atau bahkan memungkinkan nyawa balasannya. Baris kelima, keenam dan ketujuh berbunyi: Keto dewa upaminnya (Begitu perumpamaannya); Sai-sai (selalu, sering); Inget anggon gagendingan (Diingat dipakai sebagai nyanyian). Baris-baris tersebut memuat pesan bahwa hidup dalam kehidupan ini, pada dasarnya sebuah pilihan. Pilihan mana yang dipilih diserahkan kepada masing-masing, akan tetapi sebelum memilih atau memutuskan sesuatu ditimbang atau dipikirkan matangmatang terlebih dahulu. Berhati-hati seperti itu harus selalu diingat supaya menjadi mengkarakter pada diri sendiri. Di sini juga tercermin bahwa kita (pembaca) disarankan selalu mengendalikan diri dalam “memikirkan sesuatu (manacika); berbuat sesuatu (kayika); dan menyatakan sesuatu (wacika)”. Pembahasan Pupuh Sinom Geguritan Tam Tam berisi banyak pesan. Pesan yang disampaikan adalah tata krama seorang anak; tata krama seorang siswa yang sedang menuntut ilmu; sebagai anak manusia sangat penting memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan dan menggunakan dengan benar; dan tata krama sebagai pemimpin dan penguasa. Dari sekian banyak pesan yang termuat dalam Geguritan Tam Tam, penulis hanya mengambil bait 13 dari Pupuh Sinom 1. Pupuh Sinom 1, bait 13 dari Geguritan Tam Tam berbunyi: Dabdabang dewa dabdabang, mungpung dewa kari alit, melajah ningkahang awak, darma patute gugonin, da mamokak iri hati, duleg
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
kapin anak lacur, da bongkak kaping awak, ento metu saking bibih, ngawe musuh, saking dabdab makaruna (Berhati-hatilah anakku, mumpung masih muda, belajarlah bertingkah laku, berpedomanlah kepada kebenaran, jangan sombong jangan iri hati, jangan mencela orang miskin, jangan menyombongkan diri, itu ke luar dari ucapan, dan membuat musuh, berbicaralah dengan hati-hati). Pupuh Sinom tersebut di atas, tepat sekali penggunaannya karena isinya menyampaikan amanat atau nasihatnasihat. Kutipan di atas memuat pesan berupa amanat, nasihat kepada pembaca, baik perempuan maupun laki-laki. Pesannya adalah semasih muda selalulah berhati-hati dalam segala hal. Masa muda adalah masa yang sebesar-besarnya digunakan untuk mengisi diri, carilah pengalaman sebanyakbanyaknya pada masa muda, manfaatkan masa muda sebaik-baiknya untuk meraih masa depan bahagia dan sejahtera. Salah memilih jalan saat muda, sesal kemudian tiada berguna. Belajarlah bertingkah laku yang selalu berpegangan pada kebenaran. Etika kehidupan harus dijaga karena manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya memang ada etikanya. Jangan menjadi sombong, sombong itu tidak baik, sombong berakibat buruk pada diri sendiri. Jangan pula suka iri hati, rasa iri hati menyakiti perasaan diri sediri, rasa iri hati membuat diri tidak tenang, rasa iri hati membuat diri tidak nyaman, rasa iri hati membuat beban pikiran dan membuat pikiran tidak jernih serta membuat akal menjadi tidak sehat. Jangan suka mencela atau mengejek orang miskin, karena
ISSN : 1829 – 894X
mengejek atau mencela orang lain itu sama artinya dengan mencela diri sendiri. Semua yang tidak baik itu yang datang dari ucapan dapat membahayakan diri. Seperti yang dinyatakan dalam Niti sastra (V.3) yang memuat pesan sebagai berikut. Waçita nimittanta manēmu laksmi Waçita nimittanta manēmu duhka Waçita nimittanta pati kapangguh Waçita nimittanta manēmu mitra Artinya: Karena perkataan engkau akan mendapatkan kebahagiaan Karena perkataan engkau akan mendapat kesusahan Karena perkataan engkau akan menemui ajal Karena perkataan engkau akan mendapat sahabat (Sura dalam Karmini, 2008:179) Kutipan tersebut di atas, juga memberi pesan bahwa sebagai anak manusia selalulah mengendalikan diri, baik mengendalikan pikiran, mengendalikan perbuatan, maupun mengendalikan perkataan, supaya selamat dalam menjalankan kehidupan ini. SIMPULAN Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menjadi manusia betapapun pandainya/pintarnya/geniusnya, masih banyak yang harus dipelajari. Semakin banyak belajar semakin tidak tahu dan semakin banyak dilupakan. Itulah sebabnya manusia harus belajar sepanjang hayatnya, termasuk belajar mengendalikan pikiran, mengendalikan perbuatan dan mengendalikan perkataan untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Supaya 9
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
kualitas kehidupan meningkat dapat di pelajari dari hasil kreativitas manusia yang disebut karya sastra. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada penulis geguritan, yang tidak pernah diketahui namanya, tetapi hasil karyamu sanggup membuat seseorang merenungkan hidup dan kehidupan ini. Terima kasih juga disampaikan kepada pengelola Jurnal Suluh Pendidikan atas terbitnya artikel ini. Semoga bermanfaat bagi anak bangsa. DAFTAR PUSTAKA Agastia. Ida Bagus Gede. 1987. Sagara Giri:Kumpulan Esei Sastra Jawa Kuna. Denpasar: Wyasa Sanggraha. Altenbernd , Lynn dan Leslie L. Lewis. 1966. A Handbook for the Study of Fiction. London: The Macmillan Company. Alwi, Hasan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bleicher, J. 2003. Hermeneutika Kontemporer: Hermeneutika sebagai metode, Filsafat, dan Kritik. Alih bahasa oleh Ahmad Norma Permata. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Gautama, Wayan Buda. 2007. Penuntun Pelajaran Gending Bali. Denpasar: Kayu Mas Agung. Karmini, Ni Nyoman. 2000. “Teori dan Pengkajian Prosa Fiksi” Tabanan: IKIP Saraswati. Karmini, Ni Nyoman. 2008. ”Sosok Perempuan dalam Teks Geguritan di Bali:Analisis Feminisme”. Disertasi. 10
ISSN : 1829 – 894X
Denpasar: Universitas Udayana. Medra, Nyoman 1997. Kakawin dan Mabebasan di Bali. Denpasar: Upada Sastra. Moleong, L. J. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Palmer, R.E. 2003. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi. Judul Asli: Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Penerjemah Musnur Hery dan Damanhuri Muhammed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pendit S, Nyoman. 1989. Bhagavadgita. Yayasan Dharma Sarathi. Pradopo, Rachmat.Djoko. 1997. PrinsipPrinsip Kritik Sastra: Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Putra, I Nyoman Darma. 2011. ”Politik Identitas dalam Teks Sastrawan Bali” dimuat dalam Jurnal Kajian Bali, Volume 01, Nomor 01, April 2011, ISSN 2088-4443. Universitas Udayana. Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjarwo, H. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Mandar Maju. Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya. Tinggen, I Nyoman. 1994. Aneka sari Gending-gending Bali. Denpasar: Rhika Dewata. Warna, I Wayan. 1990. Kamus BaliIndonesia. Bali: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
ISSN : 1829 – 894X
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM MATERI FOTOSINTESIS DAN RESPIRASI TUMBUHAN PADA SISWA KELAS IX SMP DI KOTA DENPASAR Gusti Ayu Dewi Setiawati1, Ida Bagus Ari Arjaya2, Ni Wayan Ekayanti3 Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati, Denpasar – Bali Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini, adalah (1) mengetahui serta menggolongkan profil konsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar, dan (2) mengetahui serta menganalisis tipe-tipe miskonsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan rancangan penelitian yang diwujudkan dengan tahap-tahap penelitian kualitatif, yaitu (1) tahap pralapangan, (2) tahap lapangan, dan (3) tahap pascalapangan. Penentuan tempat dan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan, yaitu jawaban tes diagnostik dan respon indeks keyakinan terhadap jawaban. Sumber data adalah 82 orang siswa kelas IX yang berasal dari 2 SMP di Kota Denpasar, yaitu SMP Negeri 3 Denpasar dan SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar. Instrumen yang digunakan berupa tes diagnostik berbentuk pilihan ganda beralasan model David Treagust et al (1986) yang dimodifikasi dengan penambahan metode Certainty of Response Index (CRI). Data kemudian dianalisis dengan model Miles & Huberman dan diuji keabsahannya sesuai dengan uji keabsahan data penelitian kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Profil konsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar cukup bervariasi dengan persentase rata-rata miskonsepsi 42,96%; (2) Tipe miskonsepsi yang diperoleh dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar sebanyak 14 tipe miskonsepsi. Secara umum, tipe miskonsepsi yang diperoleh berkaitan dengan konsep-konsep, seperti fotosintesis, respirasi pada tumbuhan, serta hubungan dari kedua konsep tersebut. Kata kunci: miskonsepsi, fotosintesis, respirasi THE IDENTIFICATION OF MISCONCEPTIONS ABOUT PHOTOSYNTHESIS AND PLANT RESPIRATION OF CLASS IX JUNIOR HIGH SCHOOL IN DENPASAR CITY – BALI ABSTRACT The purpose of this study are; (1) determine and classify the profile of conception about photosynthesis and plant respiration in class IX Junior High School in Denpasar City, and (2) determine and analyze the types of misconceptions about photosynthesis and plant respiration in class IX Junior High School in Denpasar City.This research is a descriptive qualitative research design that is realized with the stages of qualitative research, namely; (1) primary field phase, (2) the field phase, and (3) post field phase. Determination of the place and the sample is done with purposive sampling technique. The data were collected, namely diagnostic test answers and certainty of response index 11
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
ISSN : 1829 – 894X
answers. The data source is 82 students of class IX from two junior high schools in Denpasar, the SMP Negeri 3 Denpasar and SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar. The instruments used in the form of multitier multiple choice tests by David Treagust et al (1986) models that modified with the addition of Certainty of Response Index (CRI). The data were then analyzed by Miles & Huberman models and their validity tested in accordance with data validity of qualitative research test. The results of this study are as follows. (1) Conception profiles about photosynthesis and plants respiration in class IX Junior High School in Denpasar City are quite varied with the average of misconceptions 42,96; (2) The misconceptions type that acquired about photosynthesis and plants respiration is 14 types of misconceptions. In general, the misconceptions types that obtained pertaining to concepts, such as photosynthesis, plants respiration, and the relationship of these two concepts. Keywords: misconceptions, photosynthesis, respiration
PENDAHULUAN Pendidikan saat ini diarahkan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas pengalamanpengalaman sendiri, sedangkan teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Hal ini telah dibuktikan oleh Piaget melalui penelitiannya tentang cara anakanak memperoleh pengetahuan, kemudian menyimpulkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran pebelajar. Oleh karena itu, semakin banyak proses yang dialami siswa, maka idealnya semakin baik pemahaman yang dimiliki siswa tersebut. Dengan penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran ternyata memang tidak menjamin kualitas siswa meningkat. Hal ini diakibatkan oleh karakter dari konstruktivistik ini sendiri. Memberikan kebebasan bagi terbentuknya 12
pemahaman dalam diri siswa dapat menjadi bumerang bagi pendidikan itu sendiri tatkala sumber belajar, fasilitas, media, proses dan hal lain yang membantu siswa dalam membangun pemahamannya kurang memadai. Terkadang kesalahan terbesar dari suatu proses pembelajaran adalah tidak menelusuri pengetahuan awal (prior knowledge) yang dimiliki oleh siswa tentang topik pembelajaran sebelum menyajikan topik yang dimaksud. Hal ini disebabkan siswa telah memiliki pengalaman sebelumnya dengan topik yang tersebut. Prakonsepsi menjadi masalah apabila masih menetap dalam diri siswa (resisten) walaupun telah diberikan pemahaman yang benar (konsep ilmiah). Gejala ini disebut dengan miskonsepsi. Definisi miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu, tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya dan tidak dapat digeneralisasi (Rowland, 2004). Siswa yang memiliki miskonsepsi dapat mengalami kegagalan dalam pemahaman
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
konsep ilmiah sehingga prestasi belajarnya menurun. Dalam bidang IPA (sains), pe nelitian tentang miskonsepsi telah lama dilakukan karena IPA merupakan bidang yang sesuai dengan karakter terjadinya miskonsepsi ini. Biologi yang merupakan bagian dari IPA tentu juga menjadi lahan empuk bagi berkembangnya miskonsepsi. Hasil penelitian Tundugi (2008) tentang miskonsepsi menunjukkan tingkat mis konsepsi siswa SMA di Kota Palu, Sulawesi Tengah pada mata pelajaran biologi cenderung tinggi yaitu pada konsep terkait metabolisme dan substansi genetika. Selain itu, penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Keles dan Kefeli tahun 2010, dan Setiawati tahun 2011 menunjukkan, siswa dan mahasiswa mengalami miskonsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi dalam Materi Fotosintesis dan Respirasi pada Siswa Kelas IX SMP di Kota Denpasar”. Penelitian ini difokuskan pada penelusuran miskonsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan yang dialami oleh siswa kelas IX SMP. Pemilihan konsep-konsep fotosintesis dan respirasi tumbuhan sebagai fokus penelitian dilandasi karena konsep-konsep tersebut merupakan topik ilmiah yang penting dan dicantumkan ke dalam kurikulum di berbagai negara. Kose (2008) menyatakan respirasi dan fotosintesis pada tumbuhan adalah materi penting dan tingkat kesulitannya cukup tinggi bagi siswa. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian Keles dan Kefeli (2010)
ISSN : 1829 – 894X
yang menunjukkan bahwa siswa mengalami banyak miskonsepsi pada materi tersebut. Pemilihan subjek penelitian disesuaikan dengan hasil studi pendahuluan peneliti di SMP, sehingga yang menjadi subjek adalah siswa kelas IX. Hal ini disebabkan karena subyek penelitian telah memperoleh pemahaman tentang fotosintesis dan respirasi sebelumnya yaitu pada saat masih belajar di kelas VIII. Hasil studi pendahuluan peneliti ini juga didukung oleh ahli yaitu Keles dan Kefeli (2010) yang melakukan penelitian tentang miskonsepsi dengan menggunakan sampel siswa kelas menengah di Sekolah Ihsan Koz, Turki pada tahun pelajaran 2008/2009. Lokasi penelitian difokuskan di Denpasar, karena Denpasar adalah Ibukota Provinsi Bali yang memang merupakan barometer pendidikan di Bali. Peneliti lebih memfokuskan pula penelitian di dua SMP, yaitu SMP Negeri 3 Denpasar dan SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar sebab keduanya mewakili sekolah-sekolah unggulan, di mana SMP Negeri 3 Denpasar merupakan salah satu SMP negeri unggulan, sedangkan SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar merupakan SMP swasta unggulan. Pemilihan kedua sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian juga tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, di antaranya waktu, tenaga, biaya, serta skim penelitian yang sesuai untuk peneliti. Adapun tujuan penelitian ini, yaitu (1) untuk mengetahui serta menggolongkan profil konsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar, (2) untuk mengetahui serta menganalisis tipe-tipe 13
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
miskonsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, di antaranya pen dekatan konstruktivisme dalam pem belajaran, pembelajaran biologi, konsep, konsepsi dan miskonsepsi, serta penelitian yang relevan. Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menyatakan bahwa sesungguhnya pebelajar membangun sendiri pengetahuannya sehingga ke suksesan dalam memahami konsep ditentukan oleh diri pebelajar masingmasing. Pembelajaran biologi bukan hanya merupakan pembelajaran tentang kumpulan fakta dan konsep, karena di dalam biologi juga terdapat berbagai proses dan nilai yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep merupakan suatu simbol, generalisasi serta hasil berpikir abstrak manusia yang merangkum banyak pengalaman dan bersifat tentatif. Suatu konsep dapat dianggap sebagai suatu unit pikiran atau gagasan yang tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling berhubungan satu sama lain dalam suatu sistem dinamis yang disebut sistem konseptual (Suastra, 2009). Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu objek yang diamatinya yang sering bahkan selalu muncul sebelum pembelajaran, sedangkan miskonsepsi merupakan bagian dari konsepsi yang mengandung kesalahan. Beberapa pernyataan dalam miskonsepsi berdasarkan berbagai penelitian yang relevan adalah sebagai berikut: (1) miskonsepsi siswa terjadi sebagai akibat 14
ISSN : 1829 – 894X
perbedaan budaya, agama, dan bahasa, (2) sebelum pembelajaran berlangsung miskonsepsi sudah terdapat dalam pikiran siswa dan sangat sulit untuk mengubahnya, (3) bahasa sehari-hari, budaya, dan agama dapat menyebabkan miskonsepsi, (4) berbagai miskonsepsi dapat terjadi saat menjelaskan suatu fenomena alam, (5) miskonsepsi dapat terjadi setelah pembelajaran berlangsung (Hüseyin dan Sabri, 2007). Jika miskonsepsi terjadi pada siswa, miskonsepsi tersebut cenderung menetap dan sulit untuk diubah serta akan berpengaruh pada proses belajar mengajar berikutnya. Berdasarkan hasil penelusuran terhadap penelitian yang relevan, terdapat penelitian miskonsepsi dalam bidang biologi, di antaranya seperti yang dilakukan oleh Suryanto & Hewindati (2002), dan Tundugi (2008). Melalui penelitian Suryanto dan Hewindati (2002) yang berjudul “Pemahaman Murid Sekolah Dasar (SD) terhadap KonsepKonsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi”, diperoleh hasil yaitu masih banyak terjadi miskonsepsi siswa Sekolah Dasar (SD) di Provinsi Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Barat pada pelajaran sains yang berbasis biologi. Penelitian tentang miskonsepsi dalam bidang biologi juga dilakukan Tundugi (2008). Hasil penelitiannya yang berjudul “Miskonsepsi Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi dan Faktor-faktor Penyebabnya” mengungkap bahwa tingkat miskonsepsi siswa SMA di Kota Palu, Sulawesi Tengah pada mata pelajaran biologi cenderung tinggi. Beberapa peneliti
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
lain juga telah melakukan identifikasi miskonsepsi dalam bidang biologi, antara lain; Dikmenli (2010), Kose (2008), Keles & Kefeli (2010), Rybarczyk, dkk. (2007) dan Yenilmez & Tekkaya (2006).
ISSN : 1829 – 894X
berperan sebagai alat penelitian (Sugiyono, 2009). Penelitian ini dilakukan dengan melalui tiga tahapan, yakni (1) tahap pralapangan, (2) tahap lapangan, dan (3) tahap pascalapangan. Teknis dari setiap tahapan penelitian dapat diamati melalui gambar bagan berikut.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan TAHAP LAPANGAN TAHAP PRALAPANGAN penelitian kualitatif deskriptif. - Pemahaman latar penelitian - Penyusunan usulan - Pengumpulan data Dalam hal ini peneliti membiarkan - Pemilihan lokasi - Analisis data awal - Penyiapan perizinan subjek penelitian keadaan lapangan secara alami tanpa -- Pemilihan Penyiapan instrumen penelitian memberikan perlakuan, sehingga TAHAP PASCALAPANGAN temuan merupakan hasil yang sesuai - Analisis data lanjutan TEMUAN PENELITIAN - Konfirmasi dengan keadaan yang sebenarnya. - Penyusunan laporan Peneliti melakukan identifikasi miskonsepsi siswa kelas IX SMP Gambar 1. Bagan Tahapan Penelitian dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan, kemudian memaparkan temuan secara deskriptif dan menganalisisnya Penelitian dilaksanakan di 2 SMP tanpa menggunakan teknik statistik. yang berada di Kota Denpasar, yaitu SMP Berdasarkan jenis penelitian, maka Negeri 3 Denpasar dan SMP (SLUB) metode yang diterapkan dalam penelitian Saraswati 1 Denpasar dengan jumlah total ini adalah metode kualitatif. Alasan peneliti sampel sebanyak 82 siswa. Penentuan lokasi menggunakan metode ini karena metode ini beserta sampel penelitian ini dilakukan sangat berkaitan dengan fokus dan rumusan dengan teknik purposive sampling, yaitu masalah penelitian. Penelitian kualitatif dengan dasar pertimbangan kedua sekolah dilakukan pada kondisi alamiah atau apa telah mewakili sekolah negeri dan swasta adanya (tanpa adanya modifikasi/perlakuan yang ada di Kota Denpasar. khusus pada objek) sebab penelitian Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa ini memiliki tujuan yaitu menemukan hasil penelitian kualitatif dapat diterapkan pola hubungan yang bersifat interaktif, di tempat lain, manakala kondisi tempat menemukan teori, menggambarkan tersebut tidak jauh berbeda dengan tempat realitas yang kompleks, dan memperoleh penelitian. Penelitian ini dapat dilakukan pemahaman makna (Sugiyono, 2009). di lokasi manapun sepanjang peneliti tetap Rancangan penelitian kualitatif mengutamakan tujuan dalam penelitian dapat diwujudkan dengan tahap-tahap kualitatif tersebut yaitu menemukan penelitian kualitatif. Tahap penelitian gejala dari objek penelitian, kemudian kualitatif memiliki ciri pokok yang berbeda menganalisis serta membahas temuan yang dengan penelitian kuantitatif, yaitu peneliti diperoleh. 15
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu jawaban tes diagnostik dan respon indeks keyakinan terhadap jawaban. Sumber data adalah 82 orang siswa kelas IX SMP yang berasal dari 2 sekolah di Kota Denpasar, yaitu SMP Negeri 3 Denpasar dan SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar. Data dikumpulkan dengan teknik tes diagnostik. Instrumen yang digunakan berupa tes tertulis, berbentuk pilihan ganda (multiple choice) dengan jumlah soal 13 butir. Skor soal yang dijawab benar = 1 dan yang dijawab salah = 0. Tes diagnostik dirancang dengan menggunakan model David Treagust et al. (1986) yang dimodifikasi, sehingga menjadi tes pilihan ganda beralasan. Untuk membedakan jawaban antara siswa yang tidak tahu (lack of knowledge) dengan siswa yang miskonsepsi digunakan metode Certainty of Response Index (CRI). Pada CRI ini siswa diminta untuk mengisi derajat keyakinan (degree of certainty) dengan memilih 3 tingkatan jawaban, yaitu tebakan (T), ragu (R) dan yakin (Y). Jika jawaban soal diagnostik salah dan CRI yang dipilih untuk soal tersebut adalah yakin (Y) maka dapat dipastikan bahwa siswa tersebut mengalami miskonsepsi. Sebelum digunakan, instrumen terlebih dahulu divalidasi oleh ahli dan melalui tes keterbacaan oleh siswa-siswa SMP. Aktivitas analisis data dalam penelitian ini dilakukan menurut Miles dan Haberman dalam Sugiyono (2009), yaitu sebagai berikut. 1) Pengumpulan data (Data Collection) Dalam penelitian ini, analisis data 16
ISSN : 1829 – 894X
dilakukan berdasarkan data yang diperoleh melalui pengumpulan data dari awal hingga akhir penelitian. 2) Reduksi data (Data Reduction) Data yang diperoleh dalam jumlah banyak perlu direduksi. Sugiyono (2009) menyatakan reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, kemudian menentukan tema atau polanya. Dalam penelitian ini, data yang direduksi yaitu keseluruhan data yang terkumpul pada pengumpulan data. 3) Penyajian data (Data Display) Peranan penyajian data dalam penelitian ini adalah mengorganisasikan data agar lebih mudah dipahami. Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, diagram, dan uraian singkat. Reduksi dan penyajian data dilakukan secara terus menerus selama pengumpulan data berlangsung, kemudian dari hasil itu ditariklah kesimpulan. 4) Penarikan simpulan dan verifikasi (Conclusion Making and Verification) Penarikan simpulan merupakan langkah berikutnya setelah penyajian data. Simpulan dalam penelitian ini mencakup persentase miskonsepsi yang terjadi pada masing-masing konsep, rentangan/kisaran jumlah konsepsi pada masing-masing konsep, dan tipetipe miskonsepsi. Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
ISSN : 1829 – 894X
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Collection Berdasarkan studi pendahuluan, siswa yang menjadi subjek Data penelitian memiliki kemampuan Conclusions Making Reduction and Verification akademik baik yang ditunjukkan dengan dipilihnya subjek tersebut oleh guru yang mendampingi peGambar 2 Komponen dalam Analisis Data neliti selama mengadakan penelitian di (Interactive Model) (Miles & Huberman dalam Sugiyono, sekolah. Hal ini membuktikan bahwa guru 2009). menganggap siswa memiliki kemampuan untuk menjawab tes diagnostik. Pemilihan Uji keabsahan data dalam penelitian siswa juga diperkuat dengan pendapat guru ini sesuai dengan uji keabsahan data mata pelajaran IPA di sekolah masing-maspenelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut. ing bahwa siswa yang menjadi subjek pe1) Uji validitas internal, yaitu menggamnelitian ini sudah diberikan materi terkait barkan derajat kepercayaan yang dimites diagnostik saat siswa berada di kelas liki data penelitian. VIII. Kelas yang mewakili SMP Negeri 3 2) Uji validitas eksternal, yaitu menunjukDenpasar adalah Kelas IX A dengan jumlah kan ketepatan atau dapat diterapkannya siswa sebanyak 42 orang, sedangkan kelas hasil penelitian ke populasi di mana yang mewakili SMP (SLUB) Saraswati 1 sampel tersebut diambil. Denpasar adalah kelas pilihan yaitu Kelas 3) Uji reliabilitas, yaitu pengujian yang diIX Bilingual yang siswanya berjumlah 40 lakukan dengan mengecek jejak aktiviorang. Dengan demikian jumlah total subtas peneliti di lapangan. jek penelitian adalah 82 orang siswa. 4) Uji objektivitas, yaitu pengujian yang Data yang diperoleh berupa jawaban dilakukan bersamaan dengan uji relisubjek penelitian terhadap tes dignostik abilitas. Penelitian dikatakan obyektif dapat diamati melalui Gambar 3. apabila hasil penelitian telah disepakati. Data Display
Gambar 3 Jawaban Siswa di Kelas IX A SMP Negeri 3 Denpasar 17
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
ISSN : 1829 – 894X
Data yang diperoleh di SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar dapat dijabarkan sebagai berikut.
Gambar 4 Jawaban Siswa di Kelas IX Bilingual SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar
Berdasarkan kedua gambar tersebut dapat diketahui bahwa dari 13 item soal tentang konsep-konsep fotosintesis dan respirasi, siswa memiliki variasi dalam jawaban, terdapat jawaban yang salah, benar dan miskonsepsi. Perolehan data seperti ini menunjukkan bahwa analisis berikutnya tentang profil miskonsepsi dalam setiap konsep pada fotosintesis dan respirasi dapat dilakukan. Hasil tes diagnostik menunjukkan bahwa hampir dalam setiap item tes dignostik terdapat miskonsepsi. Berdasarkan pan dangan peneliti, umumnya miskonsepsi yang terjadi menyangkut kesalahan siswa dalam memahami hubungan antar konsepkonsep dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan. Rata-rata miskonsepsi siswa tentang konsep-konsep fotosintesis dan respirasi adalah 42,96%. Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah siswa yang menjawab dengan tepat yaitu 30,21%. Hasil penelitian 18
ini menunjukkan bahwa miskonsepsi masih menetap (resisten), walaupun siswa kelas IX pada kedua sekolah tersebut telah diberikan materi fotosintesis dan respirasi. Melalui penelitian ini, diperoleh profil miskonsepsi siswa yang bervariasi. Salah satu penyebab bervariasinya pe mahaman siswa adalah konstruksi makna yang bersifat pribadi (Suastra, 2009). Pernyataan ini juga sejalan dengan pendapat Piaget yang memandang bahwa interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas terebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek tersebut. Miskonsepsi yang dialami oleh siswa merupakan gambaran pemahamannya atas pengalaman yang diterimanya. Menurut Sadia, dkk (2001), miskonsepsi hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Oleh karena itu, pengalaman yang terbatas sangat mempengaruhi pembentukan pe
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
ngetahuan yang dimiliki. Selain itu, setiap pengetahuan baru juga harus cocok dengan struktur kognitif, di mana struktur kognitif merupakan suatu sistem yang saling berkaitan antara konsep, gagasan, teori dan sebagainya (Suparno, 1997). Apabila pengetahuan baru yang diterima siswa tidak cocok dengan struktur kognitif maka akan menghambat perkembangan pengetahuan dalam diri siswa itu sendiri. Bahkan, terkadang hasil konstruksi pengetahuan baru yang ditimbulkan oleh proses tersebut tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah sehingga disebut miskonsepsi. Hal ini sejalan dengan temuan di lapangan yaitu, meskipun siswa sudah diberikan pemahaman tentang materi fotosintesis dan respirasi di kelas VIII, miskonsepsi masih terjadi.
ISSN : 1829 – 894X
Selain itu, miskonsepsi dapat terjadi jika siswa cenderung menggunakan intuisi dibanding menggunakan pola berpikir ilmiah dalam menjawab permasalahan terutama menyangkut kehidupan seharihari (Sadia, dkk, 2003). Intuisi atau pola pikir intuitif adalah akal sehat (common sense). Suparno (2005) menyatakan, intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu. Perasaan yang dimaksud adalah perasaan yang sulit dijelaskan karena memang belum diteliti secara objektif dan rasional. Melalui penelitian ini juga diperoleh tipe-tipe miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas IX yang disajikan melalui Tabel 1.
Tabel 1 Daftar Tipe Miskonsepsi yang Dialami Siswa Kelas IX SMP di Kota Denpasar pada Konsep-Konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Miskonsepsi Oksigen merupakan gas buangan dari proses fotosintesis yang tidak dimanfaatkan dalam proses respirasi pada tumbuhan Tumbuhan berespirasi menghasilkan gas O2 Respirasi pada tumbuhan terjadi saat tidak ada cahaya Fotosintesis pada tumbuhan dapat terjadi walaupun tidak terdapat cahaya Manfaat terpenting fotosintesis bagi tumbuhan adalah menghasilkan energi Respirasi tumbuhan hanya terjadi pada daun karena pada daun terdapat stomata Respirasi pada tumbuhan merupakan proses pertukaran gas CO2 dan O2 melalui stomata Tumbuhan berespirasi memerlukan gas CO2 dan menghasilkan gas O2 Respirasi pada tumbuhan merupakan proses pembuatan makanan dari air dan O2 Tumbuhan berfotosintesis hanya siang hari, sedangkan berespirasi hanya malam hari Respirasi pada tumbuhan merupakan proses pertukaran gas, di mana O2 diambil dan CO2 dilepaskan Tumbuhan berespirasi saat tidak ada cahaya, sedangkan hewan berespirasi setiap saat Tumbuhan berespirasi pada malam hari karena tidak memperoleh cukup energi dari fotosintesis Hewan berespirasi setiap saat karena tidak bisa melangsungkan proses fotosintesis untuk memperoleh energi
19
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
Daftar tipe miskonsepsi diperoleh melalui profil miskonsepsi siswa yang memiliki persentase ≥ 10%. Berdasarkan analisis profil miskonsepsi, maka diperoleh 14 tipe miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas IX. Hasil temuan ini sejalan dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa, miskonsepsi sangat sulit diubah (resisten) dalam pembelajaran (Sadia, 1997; Huseyin dan Sabri, 2007). Melalui pemaparan tersebut, maka diperoleh gambaran bahwa siswa merupakan individu yang penuh dengan potensi, dan tidak datang ke sekolah dengan struktur kognitif yang kosong. Siswa sesungguhnya telah memiliki pengetahuan awal yang seharusnya digali terlebih dahulu sebelum mengenalkannya pada konsep-konsep ilmiah, sehingga miskonsepsi terhadap konsep-konsep ilmiah dapat dihindari. Selain itu, lingkungan belajar juga harus mendukung terbentuknya konsep ilmiah tersebut. Hal ini mutlak dilakukan sebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa akan mengakibatkan siswa mengalami kesalahan konsep-konsep yang berujung pada hasil belajar yang tidak memuaskan sehingga tujuan pendidikan tidak tercapai. SIMPULAN Dengan mengacu kepada tujuan dan hasil penelitian ini, maka diperoleh simpulan, yaitu; (1) profil konsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar cukup bervariasi. Hal ini menunjukkan siswa memiliki konsepsi
20
ISSN : 1829 – 894X
yang beragam terhadap suatu konsep yang dipelajari. Rata-rata miskonsepsi siswa adalah 42,96%, dan (2) tipe miskonsepsi dalam materi fotosintesis dan respirasi tumbuhan pada siswa kelas IX SMP di Kota Denpasar yang diperoleh sebanyak 14 tipe miskonsepsi. Tipe miskonsepsi ini diperoleh berdasarkan analisis terhadap profil miskonsepsi siswa. Secara umum, tipe miskonsepsi yang diperoleh berkaitan dengan konsep-konsep, seperti fotosintesis, respirasi pada tumbuhan, serta hubungan dari kedua konsep tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada LPPM Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar, Unmas Denpasar beserta para Dosen. Ucapkan terima kasih juga disampaikan kepada sekolah mitra penelitian, yakni SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar dan SMP Negeri 3 Denpasar. Ucapkan terima kasih disampaikan pula kepada keluarga atas motivasi, bantuan, dan doanya.
DAFTAR PUSTAKA Dikmenli, Musa. 2010. Misconception of Cell Division Held by Student Teacher in Biology: A Drawing Analysis. Academic Journals Scientific Research and Essay. Volume 5 (2), pp. 235-247. ISSN 1992-2248. Hüseyin, K., & Sabri, K. 2007. Secondary School Students’ Misconceptions About Simple Electric Circuits. Journal of Turkish Science Education. Volume 4 Issue 1.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 11 - 21
Keles, Esra & Finar Kefeli. 2010. Determination of Student Misconceptions in Photosynthesis and Respiration Unit and Correcting Them With The Help of CAI Material. Procedia Social and Behavioral Sciences. Volume 2: 3111-3118. Kose, Sacit. 2008. Diagnosing Student Misconceptions: Using Drawing as a Research Method. World Applied Sciences Journal. Volume 3 (2): 28329. ISSN 1818-4952. Rowlands, S., Graham, T., & William, P. 2004. Misconception of Force: Spontaneous Reasoning or Well Performed Ideas Prior to Construction. Proceedings of the British Society for Research into Learning Mathematics. Volume 24. 51-56. Rybarczyk, Brian J., Antonio T. B., Mitch M., Joseph T. T., Heather W. 2007. A Case-Based Approach Increases Student Learning Outcomes and Comprehension of Cellular Respiration Concepts. The International Union of Biochemistry and Molecular Biology, Biochemistry and Molecular Biology Education Journal. Volume 35, No. 3, pp. 181– 186.
ISSN : 1829 – 894X
Setiawati, G. A. Dewi. 2011. Kajian Miskonsepsi dalam Materi Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Ganesha Tahun Pelajaran 2010/2011. Tesis (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini (Mendekatkan Siswa dengan Lingkungan Alamiah dan Sosial Budayanya). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sugiyono. 2009. Metode Kuantitatif, Kualitatif Bandung: CV Alfabeta.
Penelitian dan R.D.
Tundugi, Wangintowe. 2008. Miskonsepsi Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi dan Faktor-faktor Penyebabnya. Terdapat pada http:// karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ disertasi, diakses tanggal 14 Juni 2010, pukul 12.12 Wita. Yenilmez, Ayse & Ceren Tekkaya. 2006. Enhancing Student’s Understanding of Photosynthesis and Respiration in Plant Through Conceptual Change Approach. Journal of Science Education and Technology. Vol. 15, No.1, Maret 2006.
21
22
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
ISSN : 1829 – 894X
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW Desak Made Suci SMP Negeri 3 Gianyar
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dimana peneliti bermaksud meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IX A tahun ajaran 2007/2008 dalam menentukan ruang sampel suatu percobaan dan peluang suatu kejadian sederhana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Metode pengumpulan datanya adalah tes hasil belajar siswa dan catatan harian peneliti. Metode analisis datanya adalah analisis kuantitatif berupa skor hasil belajar siswa dan analisis kualitatif berupa catatan harian peneliti. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah skor rata-rata hasil belajar siswa meningkat dari refleksi awal yakni 57,37 menjadi 62,91 di siklus I dan 69,33 di siklus II. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar. Kata kunci: kooperatif jigsaw, matematika IMPROVING MATHEMATICS ACADEMIC ACHIEVEMENT THROUGH JIGSAW TYPE COOPERATIVE MODEL ABSTRACT This study belonged to classroom action research in which the researcher acted as the teacher and observed the teaching-learning processes directly. The researcher applied two interconnected cycles. They aimed at increasing students’ mathematics achievement. The sample of this study was the class IX A students in academic year 2007/2008. The researcher used Jigsaw Type Cooperative Model to solve the problem faced by the students. In this study, there were two research instruments used namely achievement test and teacher’s diary. The results of this study were students’ mean scores in pre-cycle, cycle I and cycle II. The students’ mean score in pre-cycle was 57.37 which was considered to be low. It was then increased in both cycle I which was 62.91, and cycle II which was 69.33. It could be concluded that Jigsaw Type Cooperative Model could increase students’ mathematics achievement significantly. Keywords: jigsaw type cooperative model, mathematics PENDAHULUAN Mata pelajaran matematika diwajibkan di setiap sekolah. Cornelus (dalam Abdurahman, 1999) mengatakan ada banyak alasan tentang perlunya
siswa mempelajari matematika, antara lain: 1) merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, 2) sarana memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, 3) sarana mengenal pola hubungan dan 23
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
generalisasi pengalaman, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan 5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Demikian pentingnya matematika untuk dipelajari sehingga matematika disebut sebagai basic science karena peranannya dalam banyak cabang ilmu pengetahuan lainnya. Para ahli juga menyebut matematika dengan sebutan Mathematics is the queen of the science. Sama halnya yang terjadi pada siswa SMP Negeri 3 Gianyar, pada umumnya banyak siswa yang tidak menyenangi pelajaran matematika bahkan ada pula siswa yang membenci matematika, sampai tidak masuk karena akan mendapatkan pelajaran matematika. Hal ini tercermin dari hasil belajar matematika siswa di SMP Negeri 3 Gianyar yang belum optimal dan belum mengalami peningkatan yang berarti dan bahkan tiga tahun terakhir mengalami penurunan. Keadaan ini dapat dilihat dari rata-rata nilai raport siswa pada mata pelajaran matematika yang selalu lebih rendah dari rata-rata nilai raport pada pelajaran lain. Metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru-guru matematika di SMP Negeri 3 Gianyar dalam proses pembelajaran adalan metode ceramah, diskusi, informasi, demonstrasi, dan eksperimen. Metode-metode pembelajaran tersebut didukung dengan model pembelajaran konvensional, tetapi ada juga yang menerapkan model pembelajaran yang lain seperti PBL, GI, CTL dan inquary. Dari semua metode dengan dukungan model pembelajaran yang digunakan memang memberikan dampak yang berbeda-beda 24
ISSN : 1829 – 894X
pada masing-masing kompetensi dasar. Sehingga pemilihan metode dan model pembelajaran yang tepat oleh seorang guru dalam menyampaikan materi sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Pelajaran matematika kelas IX semester ganjil yang terdiri dari beberapa kompetensi dasar dengan karakteristik yang berbeda-beda menuntut pemilihan metode yang tepat dalam penyampaiannya. Salah satu kompetensi dasar yang diberikan di kelas IX pada semester ganjil adalah kompetensi dasar ”Menentukan ruang sampel suatu percobaan dan peluang suatu kejadian sederhana”. Hasil suatu percobaan disebut kejadian atau titik sampel. Jika suatu percobaan dilakukan berulang-ulang akan diperoleh semesta dari percobaan yang disebut ruang sampel, dilambangkan dengan S. Jadi ruang sampel adalah himpunan himpunan dari seluruh hasil suatu kejadian. Untuk menuliskan ruang sampel dari suatu percobaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berkut, a.Mendaftarkan anggotaanggotanya.b.Diagram pohon.c. Membuat tabel. Banyaknya ruang sampel (S) adalah n(S) dan setiap anggota S mempunyai kemungkinan yang sama untuk muncul. Nilai peluang kejadian A beranggotakan sebanyak n(A) adalah P(A) = n(A)/n(S). Jika S himpunan berhingga dan kejadian A merupakan himpunan bagian dari S maka banyaknya kejadian A berkisar antara 0 dan 1.Jika kejadian A peluangnya 0, P(A) = 0, dikatakan A adalah kejadian yang mustahil terjadi.Jika kejadian A peluangnya 1, P(A) = 1 ,dikatakan A adalah kejadian yang pasti terjadi. Jika A adalah kejadian yang bukan A maka peluang A adlah P(A) = 1- P(A).
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
Kisaran nilai peluang terletak diantara 0≤PA≤1. Kompetensi dasar ini dapat dikatakan sebagai kompetensi prasyarat untuk mempelajari kompetensi yang lain terutama yang membahas tentang peluang pada tingkat yang lebih lanjut. Metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam penyampaian materi tentang peluang adalah metode ceramah dan tanya jawab. Penggunaan metode ini hanya menempatkan siswa pada posisi pasif dan pada akhirnya menjadi korban dari penghakiman guru. Siswa dibuat tidak aktif dan hanya menunggu apa yang diperintahkan guru. Kompetensi dasar tentang ” Menentukan ruang sampel suatu percobaan dan peluang suatu kejadian sederhana”. Menuntut siswa berperan aktif dalam menemukan pola atau formula serta dapat menemukan suatu hubungan antar pola yang ada. Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan pembelajaran dengan pendekatan kelompok yang berbasis pada aktifitas belajar siswa yang berorientasi pada pengetahuan awal yang lebih memadai sebelum proses pembelajaran dan pemecahan masalah berdasarkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran yang mungkin dilakukan adalah model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran jigsaw
ISSN : 1829 – 894X
didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Beberapa para ahli menyebutkan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul membantu siswa untuk memahami konsep-konsep tetapi juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan mengembangkan sikap sosial siswa (Nurkancana, dkk., 1983). Salah satu alasan yang paling penting dalam pengembangan pembelajaran kooperatif adalah bahwa para pendidik dan ilmuwan sosial sejak lama telah mengkhawatirkan efek perasaan (detrimental effect) dari belajar kompetitif yang biasanya dikembangkan di kelas (Slavin, 2009). Lebih lanjut Slavin mengemukakan dua alasan tentang pembelajaran kooperatif yakni: (1) beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri, dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri, (2) pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan me ngintegrasikan pengetahuan dengan kete25
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
rampilan. Keefektifan belajar kooperatif dicirikan oleh heterogenitas anggota kelompok, struktur penghargaan, dan struktur tugas (Rai, N. dan Samsudin, S, 2007). Siswa yang kurang pandai dalam kelompok bisa meniru cara belajar atau menerima penjelasan dari siswa yang lebih pandai. Sebaliknya siswa yang lebih pandai dalam melakukan tutoring akan semakin terarah penalaran dan pemikirannya. Di samping itu keterampilan kooperatif menjadi semakin penting untuk keberhasilan dalam menghadapi tuntutan lapangan kerja yang sekarang ini berorientasi pada kerja sama team. Karena pentingnya interaksi dalam team, maka penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan menjadi lebih penting. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu proses pembelajaran yang menekankan pada tahapan sosial dan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri 4 – 5 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen untuk menghasilkan pemikiran dan tantangan miskonsepsi sebagai unsur kuncinya. Ini berarti, bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme, mengasumsikan bahwa siswa lebih mudah mengonstruksi pengetahuannya, lebih mudah menemukan dan memahami pemecahan konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah yang dihadapinya dengan temannya (Nurkancana, 1983). Model pembelajaran kooperatif jigsaw menurut Arends (1997) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang 26
ISSN : 1829 – 894X
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu megajarkan bagian tersebut kepada anggota yang lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997). Dalam model pembelajaran tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemapuan, asal dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggta kelompok asal yang berbeda, yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan pada anggota kelompok asal. Jigsaw di desain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian siswa tidak hanya saling ketergantungan satu dengan yang lain
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
tetapi juga harus dapat bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Jigsaw telah dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawan di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas John Hopkins (Arends, 1997). Pelaksanaan pembelajaran kooperatif jigsaw, disusun langkah-langkah pokok sebagai berikut.(1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) Mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan mengendalikan motivasi berprestasi untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada pembelajaran peluang terhadap siswa kelas IX A SMP Negeri 3 Gianyar tahun ajaran 2007/2008. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2007/2008, yaitu mulai dari awal bulan September sampai dengan awal bulan November tahun 2007 sekitar dua bulan. Penelitian ini dilakukan di kelas IX A SMP Negeri
ISSN : 1829 – 894X
3 Gianyar. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IXA Tahun Pelajaran 2007/2008. Siswa kelas IXA terdiri dari 45 orang siswa. Pembagian siswa pada masing-masing rombongan belajar tiap-tiap tingkat dilakukan dengan teknik campuran. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah sumber data primer, yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari subjek penelitian, yaitu hasil belajar materi Peluang dari siswa kelas IXA Tahun Pelajaran 2007/2008 yang diperoleh melalui penyebaran tes dan data sekunder yakni data hasil catatan harian peneliti. Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dalam bentuk uraian. Indikator keberhasilan pada masingmasing siklus adalah siswa mencapai skor hasil belajar lebih dari atau sama dengan 65 sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang dirancang dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Adapun rancangan siklus penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar berikut.
Refleksi Awal Rencana Siklus I
Tindakan
Observasi
Evaluasi Refleksi
Evaluasi
Observasi
Tindakan
Refleksi
Rencana Siklus II
Rekomendasi Penyusunan Laporan
Gambar 1. Rancangan Siklus Penelitian 27
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
ISSN : 1829 – 894X
HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mendapat data akurat tentang kondisi awal sudah diuraikan pada subyek penelitian dengan memperhatikan nilai tes awal yang diberikan sebelum proses pembelajaran materi peluang. Tes awal dilaksanakan peneliti lebih kurang 1 (satu) minggu sebelum implementasi tindakan siklus I. Tepatnya pada tanggal 3 September 2007 selama dua jam pelajaran. Dari 45 orang peserta tes tidak satupun mencapai nilai tuntas, dengan nilai KKM yaitu 65. Adapun hasil tes belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Table 1. Hasil Belajar Siswa
28
No
Refleksi awal
Siklus I
Siklus II
Ketuntasan
1
48
62
68
T
2
56
64
68
T
3
64
70
75
T
4
59
65
65
T
5
60
65
70
T
6
55
75
77
T
7
62
60
64
BT
8
60
65
68
T
9
56
60
68
T
10
64
70
75
T
11
54
60
65
T
12
63
65
68
T
13
63
65
70
T
14
64
60
70
T
15
62
65
75
T
16
64
65
75
T
17
56
60
68
T
18
62
65
68
T
20
56
64
70
T
21
46
60
68
T
22
62
65
78
T
23
42
58
60
BT
24
48
60
64
BT
25
64
75
80
T
26
59
62
65
T
27
64
68
70
T
28
64
68
68
T
29
64
68
80
T
30
64
65
75
T
31
62
65
75
T
32
64
68
80
T
33
62
58
74
T
34
60
62
66
T
35
42
52
64
BT
36
45
52
62
BT
37
54
60
64
BT
38
62
68
72
T
39
61
65
75
T
40
63
65
75
T
41
56
60
68
T
42
54
60
62
BT
43
48
50
62
BT
44
46
52
60
BT
45 TOTAL Rata-rata Daya serap Ketuntasan
56 2582 57,37 57,37 % 0%
60 2831 62,91 62,91% 48,8 %
60 3120 69,33 69,33% 77,7 %.
BT
belajar
Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pertemuan pertama pada tanggal 3 September 2007 dengan jumlah siswa yang hadir 45 orang. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 17 September 2007 dengan jumlah siswa yang hadir 45 orang. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dalam proses pembelajarannya telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun oleh guru. Proses pembelajaran pada pertemuan ke 1 dari siklus I dilaksanakan pada minggu ke tiga pada bulan September 2007 yaitu pada tanggal 17 September 2007 jam pelajaran ke 1 dan ke 2. Pada proses pembelajaran tersebut seluruh siswa kelas IXA yang berjumlah 45 orang hadir semua. Pada pertemuan pertama siswa di kelompokan menjadi sembilan kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. Dengan ditunjukan benda berupa uang logam dadu dan seperangkat kartu. Salah satu benda yakni mata uang yang bergambar burung dan angka siswa ditanyakan berapa banyak muka dari uang tersebut. Dengan antusiasme siswa menjawab bermuka 2, yaitu angka dan gambar burung. Sedangkan dadu banyak mukanya adalah enam, masing-masing mata 1,mata 2, mata 3, mata 4, mata 5 dan mata
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
6, melalui salah satu benda itu yang diplih dijelaskan pengertian titik sampel, ruang sampel, dan kejadian.Ditingkatkan lagi dengan dua mata uang logam ditanyakan titik sampel, dan ruang sampelnya serta cara menuliskan ruang sampel dengan cara mendaftarkan anggota, diagram pohon,dan tabel. Siswa dimasing-masing kelompok diberikan contoh soal untuk dibahas dikelompoknya dan disampaikan hasil pekerjaanya di depan kelas oleh salah satu anggota kelompoknya, tentang titik sampel, ruang sampel. Berdasarkan hasil pada siklus I, masih ada kelemahan yang perlu mendapat perbaikan pada siklus II. Kelemahan tersebut adalah masih adanya dominasi dari siswa-siswa yang tergolong pintar di masing-masing kelompok untuk ber partisipasi dalam setiap kegiatan. Siswa yang tergolong pintar lebih banyak berperan dalam melakukan/memperagakan kegiatan yang diarahkan dalam lembar kerja siswa. Dalam menyajikan hasil kegiatan dan diskusi kelompok siswa yang pintar lebih mendominasi. Pada dasarnya pelaksanaan tin dakan dalam siklus II prosedurnya sama dengan prosedur tindakan pada siklus I, namun untuk mengatasi kelemahan yang terjadi pada siklus I, tiap-tiap anggota kelompok menggunakan nomor 1 sampai 5 yang dipasang didada. Dengan nomor dada yang terpasang akan memudahkan guru dalam memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan sesuai dengan petunjuk LKS, serta menyajikannya dalam diskusi klasikal, sehingga semua anggota
ISSN : 1829 – 894X
kelompok mempunyai peluang yang sama. Dalam penelitian tindakan pada siklus II dilaksanakan tiga kali pertemuan yaitu pertemuan pertama pada hari Kamis, 17 Oktober 2007 dengan jumlah siswa yang hadir 45 orang. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal, 21 Oktober 2007 dengan jumlah siswa yang hadir 45 orang, dan pada pertemuan ketiga tanggal 28 Oktober 2007 yang digunakan untuk mengadakan ulangan harian. Berdasarkan data yang telah disajikan baik dari siklus I maupun siklus II, diperoleh gambaran bahwa penerapan model pembelajaran koopertif Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yakni ketuntasan belajar yang dicapai secara klasikal pada siklus I adalah 48,8% dan pada siklus II adalah 77,7%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan hasil belajar yang cukup tinggi yakni 28,97 %. Hal ini terjadi dalam kondisi yang wajar, mengingat beberapa hal: (1) materi peluang pada siklus II terkait dengan materi peluang pada siklus I, (2) Hasil yang diperoleh siswa pada siklus I dapat memotivasi siswa untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada siklus II , (3) bimbingan dari anggota kelompok yang lebih pintar kepada temantemannya yang kurang terus berkembang, karena pola interaksi antar sesama anggota kelompok pada siklus II lebih meningkat. Jadi, penerapan model pem belajaran kooperatif Jigsaw dalam mata pelajaran matematika, sejalan dengan Teori Konstruktifisme. Dimana ketika siswa bekerja dalam kelompoknya dapat memberikan makna dari pengalamannya.
29
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 23 - 30
Dengan demikian formulasi pemahaman konsep yang dipelajari dapat terbentuk melalui pengalaman yang dikonstruksikan menjadi konsep-konsep yang ilmiah. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan yang diuraikan dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar matematika di kelas IX A pada SMP Negeri 3 Gianyar tahun ajaran 2007/2008. Oleh karena itu, dapat diberikan beberapa saran yaitu bagi rekan-rekan guru matematika dapat mempertimbangkan penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw sebagai salah satu alternatif, guna me ningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, hendaknya melakukan persiapan yang le bih matang sebelum mengajar, mengingat kondisi siswa dalam proses pembelajaran lebih banyak melakukan kegiatan kerja kelompok sehingga dibutuhkan ketegasan dalam mengendalikan skenario pembelajaran agar tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
30
ISSN : 1829 – 894X
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih penulis tujukan pada Kepala SMP N 3 Gianyar yang telah memberikan ijin melaksanakan penelitian, pada para guru SMP N 3 Gianyar yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, serta pada seluruh siswa kelas IX A tahun ajaran 2007/2008 yang telah ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, M. 1999. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arends, R. 1997. Classroom Instructional and Management. New York: McGraw Hill Comapanies. Nurkancana, Wayan, P.P.N Sunartana. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional Surabaya. Rai, N. dan Samsudin, S. 2007. STAD vs Traditional Teaching. Redisigning Pedagogy – CRPP Conference. Slavin, R. 2009. Educational Psychology Theory and Practice. New Jersey: Pearson.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN INSPIRATOR TAMAN SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUN MENULIS PUISI Ida Ayu Made Wedasuwari dan I G A Tuti Indrawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA Saraswati 1 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. Adapun teori-teori yang dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini antar lain : (1) pengertian menulis, (2) manfaat menulis, (3) pengertian puisi, (4) unsur-unsur puisi, (5) tujuan menulis puisi, (6) pembelajaran menulis puisi, (7) pengertian pendekatan kontekstual, (8) prinsip pendekatan kontekstual, dan (9) media taman sekolah sebagai inspirator. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA Saraswati 1 Denpasar yang berjumlah 40 orang. Rancangan penelitian ini dilakukan secara bertahap atau multi siklus. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan prosedur yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan (tindakan), evaluasi (observasi), dan refleksi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan metode observasi. Data hasil kemampuan menulis puisi siswa dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Hasil analisis data pra siklus, siklus I, II, dan III menunjukkan adanya peningkatan dari nilai rata-rata 53,25 pada pra siklus dan 66,00 pada siklus I menjadi 73,50 pada siklus II dan menjadi 82,50 pada siklus III. Berdasarkan hasil analisis tersebut, penerapan pendekatan kontekstual dengan inspirator taman sekolah dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa. Kata kunci : Keterampilan menulis puisi, pendekatan kontekstual (CTL) THE IMPLEMENTATION OF CONTEXTUAL APPROACH WITH SCHOOL GARDEN AS INSPIRATOR TO IMPROVE POETRY WRITING SKILL ABSTRACT This research aimed at improving poetry writing skill of the tenth grade IPA1 student of SMA SLUA Saraswati 1 Denpasar in academic year 2013/2014. The theoretical framework of this research was based on the theory of (1) definition of writing (2) writing benefit, (3) definition of poetry, (4) the elements of poetry,(5) the purpose of poetry writing, (6) poetry studies, (7) the definition of contextual approach, (8) the principle of contextual approach, and (9) school garden as inspirator. The subjects of this research were the tenth grade IPA1 students of SMA SLUA saraswati 1 denpasar in academic year 2013/2014, with the total number of 40 students. This research used multi-cycle research design. The research procedure consisted of planning, action, evaluation (observation), and reflection. The research method used was test and observation, and the data related to students’ poetry writing skill were analyzed descriptively. The result of precycle, cycle I, cycleII, and cycle III pointed out that there was improvement on students’ mean score, which was 53.25 on precycle and gradually improved to 66.00 on cycle I, 73.50 31
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
on cycle II, and 82.50 on cycle III. From the data analysis, it can be concluded that the implementation of contextual approach with school garden as inspirator could improve students’ poetry writing skill. Keywords: poetry writing skill, contextual approach. PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat. Sebagai alat komunikasi bahasa merupakan saluran perumusan maksud yang nantinya akan melahirkan perasaan dan memungkinkan untuk menyampaikan ide atau gagasan. Dalam pengajaran bahasa di sekolahsekolah, siswa didorong untuk menguasai bahasa Indonesia dengan segala aspek kebahasaan agar dapat menggunakan bahasa tersebut dengan baik dan benar. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Di lihat dari sifatnya keterampilan menyimak dan membaca bersifat reseptif yaitu menerima atau memahami pesan yang disampaikan pembicara atau penulis, sedangkan berbicara dan menulis bersifat prodiktif, artinya menghasilkan pembicaraan atau tulisan (Mulyati, 2013:2.20). Di dalam proses belajarmengajar bahasa, keempat aspek ini saling terkait. Pada tingkat yang paling sederhana, yaitu dalam wujud kemampuan berkomunikasi langsung dapat dilakukan dengan bahasa lisan, yaitu melalui keterampilan menyimak dan berbicara. Selanjutnya tahapan yang setingkat lebih tinggi yaitu melalui keterampilan membaca, dan yang paling rumit adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis merupakan 32
salah satu keterampilan berbahasa yang pada tataran keempat pada pemerolehan bahasa. Secara operasional, keterampilan menulis sangat penting khususnya dalam komunikasi tertulis. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik itu (Tarigan, 1981:21). Keterampilan menulis berkaitan dengan ragam bahasa tulis yang menggunakan sarana kebahasaan berupa huruf dan tanda baca. Untuk mempermudah pembaca memahami maksud dan makna yang tersirat dalam sebuah tulisan, maka diperlukan dukungan aturan lain, misalnya penulisan kata, pilihan kata, struktur kalimat dan penalaran. Seorang pengarang harus mengetahui dan menetapkan maksud dan tujuan yang hendak dicapai sebelum menulis, sehingga tulisan tersebut lebih sesuai dan serasi dengan keinginan pembaca. Salah satu bentuk karya sastra yang perlu ditingkatkan dalam keterampilan menulis adalah puisi. Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batin (Waluyo,
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
1991: 25) Namun, kenyataannya kemampuan siswa menulis puisi masih rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Siswa kurang berminat pada pembelajaran menulis puisi. Mereka kurang tertarik, merasa kesulitan dalam menuangkan gagasan/ide ke dalam larik-larik puisi, kurang memiliki perbendaharaan kata yang memadai, kurang dapat memilih kata-kata dengan tepat serta kurang memahami bagaimana merangkaikan kata-kata ke dalam sebuah puisi. Proses pembelajaran yang terjadi di kelas masih konvensional. Kegiatan belajar-mengajar didominasi oleh guru, sehingga siswa kurang aktif di dalam kelas. Pembelajaran keterampilan menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori-teori. Hal ini menyebabkan kurangnya kebiasaan menulis oleh siswa sehingga mereka sulit menuangkan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Kemampuan menulis puisi siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar masih rendah. Hal ini disebabkan oleh teknik pembelajaran yang kurang tepat sehingga siswa merasa bosan pada saat mengikuti pembelajaran, beberapa siswa mengalami kesuliatan untuk menemukan ide/gagasan yang akan mereka tuangkan ke dalam bentuk puisi. Peningkatan keterampilan menulis puisi perlu dilakukan dengan teknik yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam hal ini guru sebagai fasilitator berperan penting memilih teknik pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran keterampilan puisi. Memanfaatkan media pembelajaran se
ISSN : 1829 – 894X
cara tepat merupakan kondisi positif yang mampu mendorong dan memelihara kegiatan belajar siswa yang dinamis tersebut, salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan inspirator taman sekolah. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga (Kasihani, 2003:2) Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui penggunaan pendekatan kontekstual dengan inspirator taman sekolah dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis puisi siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014, 2) Untuk mengetahui sampai sejauh mana pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam menulis puisi dengan inspirator taman sekolah untuk meningkatkan kemampuan keterampilan menulis puisi pada siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah pe nelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Carr dan Kemmis (dalam Wardani, 2007:1.3) penelitian tindakan kelas merupakan penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai
33
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
metode utama, dilakukan oleh orang yang terlibat didalamnya, serta bertujuan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. PTK adalah suatu bentuk kajian reflektif oleh pelaku tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi praktis pembelajaran. Dengan kata lain, PTK dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu proses belajar mengajar di kelas serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas berdasarkan model yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (dalam Suandhi, 2009 :8). Konsep pokok penelitian tindakan kelas Kurt Lewin ini terdiri atas 4 komponen, yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (action), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen di atas dipandang sebagai satu siklus yang dapat digambarkan seperti di bawah ini.
ISSN : 1829 – 894X
Keempat tahapan tersebut di laksanakan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa di dalam menulis puisi. Apabila terdapat kelemahan di dalam penerapannya, maka dilanjutkan ke siklus kedua dan seterusnya. Hal ini dikarenakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang berkelanjutan sampai masalah dapat diatasi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar sebanyak 40 siswa, di mana siswa perempuan berjumlah 20 siswa dan siswa laki-laki berjumlah 20 siswa. Objek dari penelitian ini adalah kemampuan menulis puisi siswa dengan pendekatan kontekstual (inspirator taman sekolah). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode tes dan observasi, di mana tes yang dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa menulis puisi mengenai lingkungan sekolah dan siswa dibiarkan mengamati keadaan lingkungan sekolahnya.
Gambar 01: Konsep PTK Kurt Lewin
34
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
Data dalam penelitian ini akan di analisis dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberikan gambaran tentang ekspresi peserta didik berkaitan dengan tingkat pemahaman terhadap suatu mata pelajaran, pandangan atau sikap, aktivitas peserta didik, dapat dianalisis dengan kualitatif. Data kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan siswa di dalam berpidato yang berupa angka-angka, dimana data kuantitatif ini dapat di analisis
secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif dapat digunakan untuk mengolah karakteristik data yang berkaitan dengan rata-rata, presentase dan menyajikan data yang menarik, mudah dibaca (grafik, tabel), dan dimaknai atau diinterpretasi secara deskripsi. Dalam penelitian ini indikator pen capaian yang diharapkan peneliti dalam meningkatkan kemampuan menulis siswa adalah sebesar 80 atau lebih.
Tabel 01. Instrumen Penilaian Kemampuan Menulis Puisi No.
Subjek
(1)
(2)
01.
A
02.
………
03.
………
04.
………
05.
………
06.
………
07.
………
08.
………
09.
………
10.
………
Aspek Penilaian 1
2
3
4
5
Skor Mentah
Skor Standar
Kategori
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
20
20
20
20
20
100
100
Istimewa
Keterangan Aspek Penilaian : 1. Diksi (Pilihan kata) (bobot 20) 2. Bentuk tulisan (bobot 20) 3. Struktur bahasa (bobot 20) 4. Makna (Isi puisi) (bobot 20) 5. Kesesuaian judul dengan konteksnya (bobot 20) 35
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 02. Pedoman Observasi Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aspek yang Diamati
1
Nilai 2 3
4
Siswa memberikan respon positif selama pembelajaran berlangsung Siswa memperhatikan dan menyimak penjelasan guru dengan baik Siswa aktif dalam mengajukan pertanyaan Siswa menyampaikan pendapat atau tanggapannya Siswa semangat dalam belajar menulis puisi Semua siswa terlibat dalam pembelajaran menulis puisi Siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan serius Siswa mampu menulis puisi dengan baik Siswa mampu menerapkan sikap disiplin saat proses pembelajaran berlangsung Siswa mengikuti pelajaran dari awal sampai akhir
Keterangan : 4 = Sangat Baik 3 = Baik 2 = Cukup Baik 1 = Kurang
HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil tes yang dilakukan pada refleksi awal diketahui bahwa tingkat kemampuan siswa menulis puisi jauh sangat kurang. Hasil tes tersebut mendapatkan nilai rata-rata 53,25, dengan rincian nilai 70 sebanyak 2 orang, nilai 60 kategori cukup sebanyak 9 orang dan nilai 50 kategori hampir cukup sebanyak 29 orang. Sehingga kemampuan menulis puisi pada tes awal dapat dikelompokkan kurang.
Siklus I adalah pembelajaran menulis puisi dengan menerapkan pendekatan kontekstual tahap pertama. Hasil tes berupa penugasan menulis. Hasil tes refleksi awal akan diperbaiki pada siklus I. Siklus I ini sebagai usaha peningkatan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Siklus I terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Observasi dan evaluasi dilakukan selama proses belajar mengajar berlang-
Tabel 03. Analisis Data Tes Awal No.
Kriteria
Rentangan
Nilai
Frekuensi
Jumlah Nilai
Persen (%)
Rata-rata Nilai
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
01.
Istimewa
95 – 100
100
0
0
0%
02.
Baik sekali
85 – 94
90
0
0
0%
03.
Baik
75 – 84
80
0
0
0%
04.
Lebih dari cukup
65 – 74
70
2
140
5,00%
2130 40 = 53,25
05.
Cukup
55 – 64
60
9
540
22,50%
06.
Hampir cukup
45 – 54
50
29
1450
72,50%
kurang
07.
Kurang
35 – 44
40
0
0
0%
08.
Kurang sekali
25 – 34
30
0
0
0%
09.
Buruk
15 – 24
20
0
0
0%
10.
Buruk sekali
5 - 14
10
0
0
0%
40
2130
Jumlah
36
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
sung. Semua hasil observasi di evaluasi untuk mengetahui ketepatan pelaksanaan tindakan pada siklus I. Berdasarkan catatan observasi siklus I diperoleh : (1) apresiasi yang dilakukan penulis dapat memberikan gambaran terhadap siswa, (2) penjelasan pendekatan kontekstual dengan inspirator taman sekolah sebagai inspirasi siswa dalam menulis puisi dapat meningkatkan semangat siswa untuk belajar, (3) siswa diberikan kesempatan untuk bertanya tentang materi yang dijelaskan, dan (4) membuat puisi sendiri. Berdasarkan hasil tes pada siklus I dipeoleh peningkatan dengan pencapaian nilai rata-rata 66,00 dari 40 siswa dengan rincian nilai 80 sebanyak 6 orang, nilai 70 sebanyak 12 orang dan nilai 60 sebanyak 22 orang. Sehingga kemampuan menulis puisi pada siklus I dapat dikategorikan ke dalam ketegori lebih dari cukup.
Berdasarkan hasil siklus I, maka penelitian dilanjutkan ke siklus II. Hasil pembelajaran pada siklus II ini diharapkan lebih baik dari pada hasil pembelajaran siklus I. Siklus II terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/ evaluasi, dan refleksi. Adapun langkahlangkah pelaksanaannya yaitu memberikan materi puisi, mengarahkan siswa untuk berani bertanya dan berpendapat dalam proses belajar berlangsung, mengarahkan siswa untuk menganalisis puisi untuk mengetahui antara kesesuaian judul dengan konteknya, mengarahkan siswa untuk berdaya khayal dan mengaitkan dengan kehidupan nyata. Hasil observasi siklus II yaitu : (1) apresiasi yang dilakukan penulis dapat memberikan gambaran terhadap siswa, (2) penjelasan inspirator taman sekolah sebagai inspirasi siswa dalam menulis puisi dapat meningkatkan semangat siswa
Tabel 04. Analisis Data Siklus I No. (1) 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10.
Kriteria (2) Istimewa Baik sekali Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir cukup Kurang Kurang sekali Buruk Buruk sekali Jumlah
Rentangan
Nilai
Frekuensi
(3) 95 – 100 85 – 94 75 – 84 65 – 74 55 – 64 45 – 54 35 – 44 25 – 34 15 – 24 5 - 14
(4) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
(5) 0 0 6 12 22 0 0 0 0 0 40
Jumlah Nilai (6) 0 0 480 840 1320 0 0 0 0 0 2640
Persen (%) (7) 0% 0% 12,00% 30,00% 55,00% 0% 0% 0% 0% 0%
Rata-rata Nilai (8) 2640 40 = 66,00 Lebih dari Cukup
37
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
untuk belajar, (3) siswa mampu untuk mengembangkan ide dan gagasannya dengan melihat kondisi lingkungan sekolahnya sehingga kemampuan menulis siswa semakin berkembang dengan baik, dan(4) siswa semakin termotivasi untuk menghasilkan puisi yang baik. Hasil tes siklus II menunjukkan terjadinya peningkatan, yaitu rata-rata siswa sebesar 73,50 dengan rincian nilai 90 sebanyak 1 orang, nilai 80 sebanyak 12 orang, dan nilai 70 sebanyak 27 orang. Sehingga kemampuan menulis puisi dapat dikelompokkan kedalam kategori lebih dari cukup.
Penelitian ini dilanjutkan pada siklus III karena kemampun menulis siswa belum memenuhi kriteria ketuntasan yang diharapkan, yaitu 80. Hasil pembelajaran pada siklus III ini diharapkan lebih baik dari pada hasil pembelajaran siklus I dan II. Siklus III terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/ evaluasi, dan refleksi. Berdasarkan hasil tes pada siklus III, sudah mengalami peningkatan dengan pencapaian rata-rata 82,50 dengan rincian nilai 90 sebanyak 10 orang, dan nilai 80 sebanyak 30 orang. Sehingga kemampuan menulis puisi pada siklus ke III dapat dikategorikan baik.
Tabel 05. Analisis Data Siklus II No.
Kriteria
(1) 01.
(2) Istimewa
Nilai
Frekuensi
Jumlah Nilai
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
95 – 100
100
0
0
0%
2940 40
Rentangan
Persen (%)
02.
Baik sekali
85 – 94
90
1
90
2,50%
03.
Baik
75 – 84
80
12
960
30,00%
04.
Lebih dari cukup
65 – 74
70
27
1890
67,50%
05.
Cukup
55 – 64
60
0
0
0%
06.
Hampir cukup
45 – 54
50
0
0
0%
07.
Kurang
35 – 44
40
0
0
0%
08.
Kurang sekali
25 – 34
30
0
0
0%
09.
Buruk
15 – 24
20
0
0
0%
10.
Buruk sekali
5 - 14
10
0
0
0%
40
2940
Jumlah
Rata-rata Nilai
= 73,50 Lebih dari cukup
Tabel 06. Analisis Data Siklus III No.
Kriteria
(1)
(2)
Rentangan
Nilai
Frekuensi
Jumlah Nilai
Persen (%)
Rata-rata Nilai (8)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
01.
Istimewa
95 – 100
100
0
0
0
02.
Baik sekali
85 – 94
90
10
900
25,00%
03.
Baik
75 – 84
80
30
2400
75,00%
04.
Lebih dari cukup
65 – 74
70
0
0
0
05.
Cukup
55 – 64
60
0
0
0
06.
Hampir cukup
45 – 54
50
0
0
0
07.
Kurang
35 – 44
40
0
0
0
08.
Kurang sekali
25 – 34
30
0
0
0
09.
Buruk
15 – 24
20
0
0
0
10.
Buruk sekali
5 - 14
10
0
0
0
40
3300
Jumlah
38
3300 40 = 82,50 Baik
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 31 - 39
ISSN : 1829 – 894X
Grafik 01. Rekapitulasi Hasil Pra Siklus, Siklus I, II, dan III 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Pra siklus Siklus I Keterangan : Prasiklus, rata-rata kelas 53,25 Siklus I, rata-rata kelas 66,00 Siklus II, rata-rata kelas 73.50 Siklus III, rata-rata kelas 82,50
SIMPULAN Dari hasil temuan-temuan yang telah dipaparkan penulis pada bagian-bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, pendekatan kontekstual dengan inspirator taman sekolah dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa, hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil kemampuan menulis puisi siswa pada refleksi awal (prasiklus) sebesar 53,25, siklus I sebesar 66,00, siklus II sebesar 73.50, dan siklus III sebesar 82,50. Kedua, berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu penerapan pendekatan kontekstual dengan inspirator taman sekolah tenyata terbukti dapat digunakan sebagi salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis tujukan kepada Kepala SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar yange telah memberikan ijin untuk
Siklu us II
Siklus III
melaksanakan penelitian, kepada para guru SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, serta siswa-siswa kelas X IPA 1 SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar yang telah ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Kasihani, E.K. dan Suyanto. 2003. Contextual Teaching and Learning (CTL): dalam Pengajaran dan Pembelajaran. Mulyati, Yeti dkk. 2013. Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Terbuka. Suandhi, I Wayan. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran INEF Melalui PTK. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Denpasar. Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung : Angkasa. Waluyo, Herman J. 2000. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga. 39
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 1 - 10
Wardhani, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.
40
ISSN : 1829 – 894X
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
ISSN : 1829 – 894X
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN KETUNTASAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA I Made Kadok SMAN 1 Abiansemal Kabupaten Badung ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Dalam Pembelajaran Sampel dan Fungsi Distribusi Binomial. Untuk mencapai tujuan tersebut, diimplementasikan model pembelajaran Koperatif Jigsaw terhadap siswa kelas XI MS-3 SMA Negeri 1 Abiansemal tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri atas 38 orang. Objek penelitian adalah prestasi belajar matematika dan ketuntasan belajar siswa. Data prestasi belajar matematika siswa dikumpulkan menggunakan tes prestasi belajar. Sedangkan data tentang ketuntasan belajar siswa diperoleh dari persentase siswa yang telah mencapai KKM atau lebih nilai KKM=2,67 atau 67 skala 100 . Selanjutnya data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah diimplementasikan Model pembelajaran Koperatif Jigsaw, terjadi peningkatan prestasi belajar matematika siswa yaitu pada siklus I dengan nilai rata-rata sebesar 66,05 dan pada siklus II meningkat menjadi 70,00. Sedangkan ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 78,95% meningkat pada siklus II mencapai 89,47%. Kata Kunci: model pembelajaran kooperatif jigsaw, prestasi belajar matematika, ketuntasan belajar. THE IMPLEMENTATION OF JIGSAW COOPERATIVE LEARNING MODEL TO IMPROVE STUDENTS’ LEARNING ACHIEVEMENT AND MATHEMATIC LEARNING MASTERY ABSTRACT This clasroom action research is conducted to know the effectiveness of the implementation of Jigsaw cooperative learning model to improve the student’ achivement and mastry in learning Sample and Binomial Distribution Fungtion. To achieve that purpose Jigsaw Cooperative Learning model was implemented to 38 students’ of XI MS 3 SMA N1 Abiansemal in the academic year 2014/2015. The Objects of this study were the Mathematic Learning achievement and students’ learning mastery. mathematic learning achievement data was collected by using learning achievement test. Where as the data of student mastery was obtained from the percentase of student that have passed the minimum standard or more than the minimum standard level ( KKM = 2,67) or of 67 ( scale of 100) Then the collected data of this researh were analyzed descriptively. The result of this study shows that after implementing the Jigsaw Cooperative Learning model, the students learning achievement was increasing in the cycle I, the average was 66,05 and in the cycle II it was increasing to 70,00. Mean while, the students mastery in sycle I was 78,95 %. It was increasing in cycle II to 89,47%. Keywords : jigsaw cooperative learning model, mathematic learning achivement, learning mastery. 41
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
PENDAHULUAN Matematika adalah salah satu mata pelajaran dan merupakan ilmu dasar (basic science) yang penting baik sebagai alat bantu mempelajari ilmu yang lain seperti teknik, ekonomi, astronomi, fisika, kimia dan sebagainya, sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap, maka dari itu matematika diharapkan dapat dikuasai oleh siswa di Sekolah. Meningkatkan pencapaian tujuan pem belajaran matematika disamping ber kontribusi pada peningkatan pencapaian tujuan pembelajaran matematika juga dapat berkontribusi pada mata pelajaran lainnya. Karena dengan meningkatnya kemampuan matematika pada siswa, dapat mengurangi kesulitan belajar mereka dalam bidang ilmu lainnya. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui metode matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Menurut Balitbang Depdiknas (2006:388) tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut. a) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi. b) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 42
ISSN : 1829 – 894X
c) Mengembangkan kemampuan meme cahkan masalah. d) Mengembangkan kemampuan me nyampaikan informasi atau me ngomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika sebagaimana diungkapkan di atas diperlukan upaya pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengusahakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pelajaran matematika dan kondisi siswa yang dihadapi. Mulyana (2005), mengatakan bahwa penggunaan strategi yang tepat turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Purwanto (2003) menegaskan bahwa, faktor umum yang menyebabkan rendahnya hasil belajar adalah faktor internal dan eksternal siswa. Faktor eskternal meliputi strategi pembelajaran. Abbas (2005) menyatakan bahwa, banyak faktor mempengaruhi keberhasilan belajar matematika, salah satu diantaranya ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Temuan Marpaung (dalam Subarinah, 2005) bahwa, problematika pembelajaran matematika yakni: (1) siswa hampir tidak pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah, (2) siswa pada umumnya duduk sepanjang waktu jam pelajaran di atas kursi dan jarang bebas
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
berinteraksi dengan sesama siswa selama jam pelajaran berlangsung, dan (3) guru tidak berani mengambil keputusan yang bersifat kurikulum untuk kepentingan kelas sehingga siswa sangat sulit memahami dan pasif dalam mereaksi pertanyaan guru. Karena itu, perlu untuk mengupayakan pengembangan suatu strategi pembelajaran yang tepat, yaitu model pembelajaran yang dapat mengedepankan aktivitas siswa. Atas dasar uraian di atas penulis tertarik untuk mencoba menggunakan model pembelajaran Cooperative learning, khususnya kooperatif Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada sampel dan fungsi distribusidi binomial. Berdasarkan latar belakang di atas masalahnya adalah Apakah implementasi model pembelajaran Kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar dan ketuntasan belajar matematika siswa pada pembelajaran sampel dan fungsi distribusidi binomial?
ISSN : 1829 – 894X
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Reasearch-CAR), yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Abiansemal yang berlokasi di Desa Blahkiuh Jl. Majapahit Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung di kelas XI MS-3 semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 38 orang. Objek penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa pada unit bahasan sampel dan fungsi distribusi binomial yang ditandai oleh adanya peningkatan daya serap (DS) dengan nilai rata-rata pada penyelesaian soal-soal prestasi belajar dan persentase siswa yang telah mancapai KKM (ketuntasan) atau lebih. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus mempunyai empat tahapan, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Diagnosis, (4) Refleksi dan Evaluasi (Riyanto, 2001; Arikunto, 2006). Secara terperinci rencangan pada penelitian ini, dapat ditunjukkan pada tabel 01.
Tabel 01. Rancangan Penelitian Perencanaan Indentifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan
Siklus I
Tindakan
Pengamatan
Refleksi
1. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan PBM 2. Menentukan SK, KD 3. Mengembangkan skenario pembelajaran 4. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) 5. Menyiapkan sumber ajar 6. Mengembangkan format evaluasi 7. Mengembangkan format observasi pembelajaran Menerapkan tindakan mengacu pada skenario dan LKS
1. Melakukan observasi dengan memakai format observasi 2. Menilai hasil tindakan dengan LKS 1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakuakan meliputi evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan. 43
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58 Siklus I
Refleksi
Siklus II
Perencanaan
Tindakan Pengamatan Refleksi Kesimpulan, saran dan rekomendasi
2. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada silkus selanjutnya. 3. Evaluasi tindakan I 1. Indentifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan 2. Pengembangan program tindakan II Pelaksanaan program tindakan II Pengumpulan data tindakan II Evaluasi tindakan II
Langkah-langkah Tindakan: • Fase 1: Masing-masing anak diberi lembar kerja siswa (LKS). • Fase 2: Guru mengingatkan kembali dan memberi motivasi kepada siswa tentang materi yang akan dibahas. • Fase 3: Siswa dikelompokkan menjadi 8 kelompok dan masing-masing kelompok beranggotakan 4 atau 5 siswa dengan kemampuan berbedabeda. • Fase 4: Siswa yang mendapat tugas yang sama membentuk kelompok baru yang disebut Counterpart Group (CG). • Fase 5: Kelompok CG mendiskusikan materi yang menjadi tugasnya. • Fase 6: Masing-masing anggota kelompok CG kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan kepada temantemannya tentang tugasnya. • Fase 7: Evaluasi Data tentang prestasi belajar matematika siswa diperoleh dari tes prestasi belajar yang berupa nilai ulangan harian pada setiap akhir siklus. Tes prestasi belajar ini disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti, mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 44
ISSN : 1829 – 894X
Data prestasi belajar matematika siswa dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menentukan skor rata-rata kelas ∑X dengan rumus : X= N Hasil ulangan harian pada akhir siklus akan dibandingkan dengan nilai KKM matematika kelas XI IPA tahun pelajaran 2011/2012 yaitu 77. Siswa yang telah mencapai KKM atau lebih dinyatakan tuntas, sedangkan siswa yang belum mencapai KKM dinyatakan belum tuntas. Persentase siswa yang telah mencapai KKM (ketuntasan siswa) dihitung menggunakan rumus: KT =
(banyak siswa yang telah mencapai KKM)
N
x 100%
Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila dipenuhi kriteria sebagai berikut: a) Prestasi belajar Nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa kelas XI MS-3 pada akhir siklus, secara klasikal minimal 67,00. b) Persentase Ketuntasan Klasikal Persentase siswa yang telah mencapai ketuntasan secara klasikal pada masing-masing siklus minimal 85%.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Hasil Penelitian Setelah diimplementasikan metode pembelajaran koperatif model Jigsaw dalam pembelajaran matematika di kelas XI MS-3, ternyata hasil yang diperoleh cukup signifikan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Ringkasan hasil penelitian tentang prestasi belajar matematika dan ketuntasan siswa kelas XI MS-3 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 02. Ringkasan Hasil Penelitian Rata-rata Persentase Nilai Ulangan Ketuntasan Harian Klasikal Sebelum 59,45 60,53% Tindakan Siklus I 66,05 78,95% Siklus II 70,00 89,47% Untuk melihat keberhasilan terhadap tindakan yang diberikan, selanjutnya hasil yang diperoleh pada masing-masing siklus dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu nilai rata-rata ulangan harian minimal 67 dan persentase ketuntasan siswa secara klasikal minimal 85%. Pada siklus I hasil yang dicapai belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan karena persentase ketuntasan belum mencapai 85% nilai rata-rata ulangan harian baru mencapai 66,05 (di bawah kriteria yang telah ditetapkan), sehingga pelaksanaan tindakan perlu dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II ternyata hasil penelitian ini telah mencapai kriteria yang telah ditetapkan yaitu rata-rata nilai ulangan
ISSN : 1829 – 894X
harian mencapai 70,00 dan persentase ketuntasan siswa secara klasikal mencapai 89,47%. Jadi penelitian tindakan ini telah berhasil mencapai kriteria keberhasilan setelah dilaksanakan dalam dua siklus. Pembahasan Peneraparan model pembelajaran kooperatif Jigsaw pada penelitian ini, baik pelaksanaan pada siklus I maupun pada siklus II ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar matematika dan ketuntasan belajar secara klasikal. Pada siklus I nilai rata-rata ulangan harian mencapai 66,05 dengan persentase ketuntasan 78,95%, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata ulangan harian berhasil ditingkatkan menjadi 70,00 dengan persentase ketuntasan 89,47%. Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan nilai rata-rata ulangan harian sebesar 3,95 dan ketuntasan belajar sebesar 10,52% dari siklus I ke siklus II. Meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika tersebut di atas, tidak terlepas dari usaha siswa dalam mengkonstruksi pe ngetahuannya dalam diskusi kelompok ahli karena pada masing-masing siswa merasa ada tanggung jawab untuk menyampaikan hasil diskusinya pada anggota kelompoknya. Sebagai upaya nyata guru untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika telah ditempuh dengan jalan diskusi kelompok. Dengan diskusi kelompok, siswa dapat meningkatkan komunikasi dengan temantemannya. Kerjasama dalam kelompok sangat menentukan keberhasilan kelompok untuk memahami konsep-konsep yang 45
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
diajarkan guru. Mereka harus satu tujuan serta bertanggung jawab penuh terhadap tugas-tugas yang diberikan guru. Berdasarkan uraian di atas penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika. Oleh karena itu pengembangan model pembelajaran kooperatif Jigsaw perlu dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran baik di kelaskelas maupun dalam mata pelajaran yang lainnya. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi mo del pembelajaran koopertif Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar dan ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran sampel dan fungsi dis tribusidi binomial Kelas X1 MS-3 SMA Negeri 1 Abiansemal semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Pada siklus I nilai rata-rata ulangan harian mencapai 66,05 dengan persentase ketuntasan 78,95%, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata ulangan harian berhasil ditingkatkan menjadi 70,00 dengan persentase ke tuntasan 89,47%. Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan nilai rata-rata ulangan harian sebesar 3,95 dan ketuntasan belajar sebesar 10,52% dari siklus I ke siklus II. Implementasi model pembelajaran kooperatif Jigsaw juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di kelas, hal ini terlihat dari meningkatnya antusiasme siswa dalam 46
ISSN : 1829 – 894X
pembelajaran, meningkatnya komunikasi antara siswa dan siswa dalam kegiatan diskusi pada kelompok ahli, antara siswa dan guru terlihat dapat membangkitkan motivasi pembelajaran. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Dr. Dra. Ni Nyoman Karmini, M.Hum., sebagai Ketua Dewan Redaksi dan semua anggota penyunting Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati yang telah menerima dan mengedit artikel ini sehingga layak untuk diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Nurhayati. 2005. ”Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Basis Masalah Pada pembelajaran Matematika”. Makalah. http://www. depdiknas.go.id/Jurnal/40/p.1 Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tentang Standar Isi. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA. Mulyana, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Purwanto, M Ngalim. 1987. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. Riyanto, Yasin. 2001. Metodologio Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC Subarinah, Sri. 2005 “ Pengembangan Rancangan Mata Kuliah Geometri Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Mataram”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 0.053. tahun Ke -11. Maret 2005
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
ISSN : 1829 – 894X
ESTIMASI KEMAMPUAN SISWA PADA TES MODEL CAMPURAN DENGAN PENSKALAAN DIKOTOMUS DAN POLITOMUS GENERALIZED PARTIAL CREDIT MODEL (GPCM) Anak Agung Purwa Antara IKIP Saraswati Tabanan
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) karakteristik tes prestasi belajar matematika model campuran untuk siswa kelas III, IV, V, dan VI Sekolah Dasar yang digunakan dalam penelitian ini, (2) perkembangan kemampuan siswa kelas III, IV, V, dan VI SD pada pelajaran Matematika berdasarkan tes yang dikembangkan. Penelitian ini menggunakan data empiris yang dilakukan di SD kelas III, IV, V, dan VI di Kabupaten Tabanan Bali dengan ukuran sampel 1.034 siswa terdiri dari 257 siswa kelas III, 257 siswa kelas IV, 260 siswa kelas V, dan 260 siswa kelas VI. Instrumen penelitian yang berupa tes model campuran dikembangkan bersama dengan guru-guru matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tes prestasi belajar matematika untuk kelas III, IV, V, dan VI memiliki rata-rata indeks daya beda (slope) yang baik dengan nilai berturut-turut 0,537, 0,558, 0,639, dan 0,644, tingkat kesulitan item (location) kategori sedang dengan nilai berturut-turut sebesar -0,070, -0,228, -0,324, dan -0,430, dan item fit satistics (probability) minimum berturut-turut sebesar 0,077, 0,052, 0,055, dan 0,198; (2) hasil kalibrasi memberikan informasi bahwa kemampuan siswa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan peringkat kelas dengan rata-rata kemampuan siswa kelas III IV, V, dan VI berturut-turut sebesar 0,10412, -0,07581, 0,004436, dan 0,173415 . Kata kunci: kemampuan siswa, tes model campuran, ESTIMATION OF STUDENT ABILITIES TO MIXED MODEL TEST WITH DICHOTOMOUS AND POLITOMOUS GENERALIZED PARTIAL CREDIT MODEL (GPCM) SCALING. ABSTRACT The study aimed to find: (1) The characteristics of the Mathematic mixed-model achievement test for Elementary students Grade III, IV, V, and VI used in this study, (2) The progress of Elementary students Grade III, IV, V, and VI ability in Mathematic based on the developed test. This study was using empirical data conducted in Elementary school Grade III, IV, V, and VI in the District of Tabanan Bali with sample size 1034 students consisted of 257 Grade III students, 257 Grade IV students, 260 Grade V students, and 260 Grade VI students The instrument of research was mixed-model test developed along mathematic with teachers. The result show that: (1) the Mathematic achievement test for Grade III, IV, V, and VI has a good mean of index of slope respectively as 0.537, 0.558, 0.639, and 0.644, the item level of difficulty (location) in the middle category within the values respectively -0.070, -0.228, -0.324, and -0.430, also items fit statistics minimum respectively are 0.077, 0.052, 0.055, and 0.198; (2) the calibration data provides information that students learning ability increases in accordance with the increase of the class rank, with mean of the students Grade III, IV, V, and VI ability as 0.10412, -0.07581, 47
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
ISSN : 1829 – 894X
0.004436, and 0.173415. Keywords: student ability, mixed-model test. PENDAHULUAN Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini menyebabkan perubahan yang begitu cepat di berbagai bidang kehidupan. Perubahan tersebut membawa dampak pada tuntutan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar dapat menyesuaikan diri, mampu bertahan dan bersaing baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang. Pemenuhan sumber daya yang berkualitas tidak dapat dilepaskan dari peran serta dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Oleh karena itu, peningkatan kualitas hasil belajar atau mutu lulusan sebagai komponen kualitas sumber daya merupakan hal yang harus dilakukan secara kontinu dan menyeluruh pada semua jenjang pendidikan dan setiap satuan pembelajaran, meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilainilai agar lulusan yang di hasilkan memiliki kompetensi sesuai dengan kualitas sumber daya yang diharapkan. Usaha-usaha untuk meningkatkan kompetensi lulusan telah dilakukan pe merintah. Salah satunya melalui penyem purnaan kurikulum pembelajaran (kurikulum 2013) yang setidaknya me nyangkut empat komponen yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), materi yang harus dipelajari atau diajarkan, pelaksanaan atau proses pembelajaran, dan penilaian ketercapaian tunjuan pembelajaran atau hasil belajar, yang penerapannya dimulai 48
dari jenjang pendidikan dasar. Pendidikan dasar menjadi fokus utama yang perlu mendapat perhatian, karena hasilnya sangat menentukan dan menjadi pondasi pembentukan pengetahuan, keterampilan, sikap dan prilaku dan berbagi kompetensi lainnya pada jenjang pendidikan berikutnya. Berkaitan dengan hal tersebut, kedudukan matematika sebagai ilmu dasar yang melandasi teknologi modern mempunyai peran yang penting. Ma tematika dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan da ya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan ko munikasi seperti yang disebutkan di atas dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Matematika merupakan sarana komunikasi sains tentang pola-pola, yang berguna untuk melatih berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Oleh karena itu perkembangan kemampuan siswa pada pelajaran matematika mulai dari tingkat dasar perlu mendapat perhatian. Guru perlu mendapat pengetahuan bagaimana mengembangkan alat ukur pada pelajaran matematika yang dapat memberikan informasi tentang perkembangan kemampuan siswanya. Informasi yang akurat tentang perkembangan kemampuan siswa, akan memberikan petunjuk pengambilan tin dakan yang tepat dalam mengatasi setiap
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
permasalahan yang dihadapi siswa dalam rangka peningkatan mutu lulusan menuju pencapaian tujuan pendidikan. Penelitian ini adalah penelitian empiris yang meliputi pengembangan tes prestasi belajar matematika kelas III, IV, V, dan IV Sekolah Dasar yang digunakan untuk tes sumatif menggunakan analisis Teori Response Butir (IRT). Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh karakterisik tes yang dikemnbangkan dan memperoleh informasi perkembangan kemampuan siswa melalui kalibrasi Concurrent dari data hasil tes. METODE PENELITIAN Model tes yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model campuran pilihan ganda dan uraian dengan penskalaan dikotomus dan politomus Generalized Partial Credit Model (GPCM) untuk kelas III, IV, V, dan VI Sekolah Dasar untuk pelajaran matematika yang diujikan pada semester 2 (tes sumatif) dengan pokok bahasan bilangan, geometri dan pengukuran. Keempat paket tes memuat butir-butir anchor sebanyak 20 % baik untuk pilihan ganda maupun uraian. Penyusunan kisi-kisi dan penulisan soal dilakukan oleh tim yang terdiri dari dua orang guru senior mata pelajaran matematika Sekolah Dasar. Validitas isi dianalisis dengan teknik Gregory (2000:123) melibatkan dua ahli (expert) dalam bidang pendidikan matematika dan pengukuran,dan keterbacaan soal melibatkan 4 guru Sekolah Dasar. Instrumen (tes) dianalisis menggunakan pendekatan IRT menggunakan program
ISSN : 1829 – 894X
Parscale (Muraki & Bock, 1977) dengan estimasi Marginal Maximum Likelihood (MML). Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan stratified random sampling melibatkan sampel sebanyak 1034 terdiri dari 257 siswa kelas III, 257 siswa kelas IV, 260 siswa kelas V, dan 260 siswa kelas VI. Penerapan random dilakukan pada tingkat sekolah, sedangkan penentuan strata sekolah dengan memperhatikan letak sekolah dan katagori sekolah. Data penelitian yang berupa skor siswa dikoreksi oleh dua orang rater untuk mendapatkan skor yang baik. Konsistensi penilaian, diuji relabilitasnya dengan menggunakan uji reliabilitas inter rater dengan pendekatan Hoyt (Mardapi, 2012: 86). Pemenuhan asumsi unidimensi dan validitas konstruk dari tes dilakukan dengan analisis faktor ekploratori dan konfirmatori. Banyaknya dimensi yang diukur oleh keempat tes, dilihat dari sree plot nilai Eigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Demars (2010: 39) bahwa eigenvalue dari inter-item matrik korelasi adalah salah satu metode yang simple untuk uji dimensionalitas. Pengujian kecocokan model hipotetik pengukuran terhadap data empiris menggunakan analisis faktor konfirmatori yang dilakukan menurut peringkat kelas terhadap kelompok butir soal yang terdapat pada tes tersebut. Program yang digunakan adalah Lisrel 8.54 dengan indikator goodness of fit (Joreskog & Sorbom, 1996: 27) Informasi tentang perkembangan kemampuan siswa dalam pelajaran 49
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
ISSN : 1829 – 894X
matematika dapat diperoleh dari hasil kalibrasi concurrent skala kemampuan siswa pada keempat kelas yang dilibatkan.
rater memberikan penilaian yang konsisten. Dengan demikian skor yang diberikan oleh kedua rater dapat digunakan secara acak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Validitas isi dan Keterbacaan Soal Validitas isi (Content Validity) oleh expert judgment yang dianalisis dengan teknik Gregory (2000, p.123) memperoleh hasil untuk tes matematika kelas III, IV, V dan IV berturut-turut 0.7778, 0.7111, 0.7556, dan 0.7333 semuanya lebih dari 0,7 (sesuai kriteria). Dengan demikian secara kualitatif keempat tes yang disusun telah memenuhi validitas isi yang baik.
Uji Unidimensi dan Validitas Konstruk.
Reliabilitas Inter-Rater Hasil analisis varians menunjukan bahwa koefisien reliabilitas (r11) inter
rater skor tes kelas III, IV, V, dan IV berturut-turut sebesar 0.992, 0.823, 0.923 dan 0.926. Nilai-nilai koefisien tersebut semuanya berada di atas 0.700 (kriteria yang digunakan jika r11 > 0.7 maka tes reliabel). Hal tersebut berarti bahwa kedua
Tes Kelas III Nilai Chi-Square pada uji Bartlet tes kelas III sebesar 1217.326 dengan derajat kebebasan 595 dan niali-p kurang dari 0.01. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran sampel sebesar 257 yang digunakan pada penelitian telah mencukupi. KMO and Bartlett’s Testa Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett’s Test of Sphericity Approx. Chi-Square 1217.326 df
595
Sig.
.000
Scree plot nilai Eigen tes kelas III (Gambar 1) menunjukkan, nilai Eigen mulai landai pada faktor ke dua. Hal ini berarti terdapat satu faktor yang dominan pada tes kelas III. Hal ini berarti bahwa tes kelas III hanya mengukur satu dimensi kemampuan siswa. Faktor tersebut di namakan kemampuan matematika.
Gambar 1. Scree Plot Nilai Eigen Tes Kelas III
50
.646
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
Hasil running dengan program lisrel (Gambar 2) mendapatkan nilai chisquare sebesar 94.63 dengan df = 74 dan p =0.05330, Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.053, nilai Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.949, Comparative Fit Index (CFI) = 0.958 dan c 2 /df = 94.63/74=1.28 < 3. Berdasarkan hasil running disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima artinya model fit dengan data, dimana nilai p = 0.05330 lebih besar dari nilai α=0.05. Selain itu dukungan terhadap model yang dikembangkan oleh data empirik (sampel) juga dapat dilihat dari besarnya RMSEA= 0.053 yang lebih kecil dari α=0.08 dan nilai index kesesuaian yang diperoleh menggambarkan kesesuaian model dengan data sebesar 0.879. Hasil ini menggambarkan bahwa tes matematika yang dikonstruk atas 3 variabel laten dengan 14 indikator fit dengan model.
ISSN : 1829 – 894X
Tes Kelas IV Nilai Chi-Square pada uji Bartlet tes kelas IV sebesar 1300.659 dengan derajat kebebasan 595 dan niali-p kurang dari 0.01. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran sampel sebesar 257 yang digunakan pada penelitian telah cukup. KMO and Bartlett’s Testa Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett’s Test of Sphericity
.669
Approx. Chi-Square 1300.658 df
595
Sig.
.000
Scree plot nilai Eigen tes kelas IV (Gambar 3) menunjukkan, nilai Eigen mulai landai pada faktor ke dua. Hal ini berarti terdapat satu faktor yang dominan pada tes kelas IV. Faktor-faktor lain yang berpengaruh berkaitan dengan faktor dominan tersebut. Hal ini berati bahwa tes kelas IV hanya mengukur satu dimensi kemampuan siswa yaitu kemampuan matematika.
F1 = Bilangan, F2 = Geometri, F3 = Pengukuran
Gambar 2. Diagram Path Hasil Runing Lisrel Tes Kelas III
51
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
ISSN : 1829 – 894X
Gambar 3. Scree Plot Nilai Eigen Tes Kelas IV
F1 = Bilangan, F2 = Geometri, F3 = Pengukuran
Gambar 4. Diagram Path Hasil Runing Lisrel Tes Kelas IV Hasil running dengan program lisrel (Gambar 4) mendapatkan nilai chi-square diperoleh sebesar 94.58 dengan df = 74 dan p =0.05369, Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.053, nilai Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.953, Comparative Fit Index (CFI) = 0.962 dan c 2 /df = 94.58/74=1.28 < 3. Berdasarkan hasil running disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima artinya model fit dengan data, dimana nilai p = 0.05369 lebih besar dari nilai α=0.05. Dukungan terhadap model yang dikembangkan oleh data empirik 52
(sampel) dapat dilihat juga dari besarnya RMSEA=0.053 yang lebih kecil dari α=0.08 dan nilai index kesesuaian yang diperoleh menggambarkan kesesuaian model dengan data sebesar 0.880. Hasil ini menggambarkan bahwa tes matematika yang dikonstruk atas 3 variabel laten dengan 14 indikator fit dengan model. Tes Kelas V Nilai Chi-Square pada uji Bartlet tes kelas V sebesar 1733.177 dengan derajat kebebasan 595 dan nilai-p kurang dari 0.01. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran sampel sebesar 260 yang digunakan pada penelitian telah cukup.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58 KMO and Bartlett’s Testa Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett’s Test of Sphericity
.755
Approx. Chi-Square 1733.177 df
595
Sig.
.000
ISSN : 1829 – 894X
Hasil scree plot tes kelas V (Gambar 5) menunjukkan, nilai Eigen pada tes kelas V mulai landai pada faktor ke dua. Hal ini menunjukkan terdapat satu faktor yang dominan pada tes kelas V yang disebut kemampuan matematika. Dengan demikian tes kelas V memenuhi asumsi unidimensi.
Gambar 5. Scree Plot Nilai Eigen Tes Kelas V Hasil running dengan program lisrel (Gambar 6) mendapatkan nilai chi-square diperoleh sebesar 93.24 dengan df = 74 dan p =0.06474, Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.053, nilai NonNormed Fit Index (NNFI) = 0.951, Comparative Fit Index (CFI) = 0.960 dan c 2 /df = 93.24/74=1.26 < 3. Berdasarkan hasil running disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima artinya model fit dengan data, dimana nilai p = 0,06474 lebih besar dari nilai α=0,05. Dukungan terhadap model yang dikembangkan oleh data empirik (sampel) dapat dilihat juga dari besarnya RMSEA =0.053 yang lebih kecil
dari α=0.08 dan nilai index kesesuaian yang diperoleh menggambarkan kesesuaian model dengan data sebesar 0.876. Hasil ini menggambarkan bahwa tes matematika yang dikonstruk atas 3 variabel laten dengan 14 indikator fit dengan model.
F1=Bilangan, F2=Geometri, F3=Pengukuran
Gambar 6. Diagram Path Hasil Runing Lisrel Tes Kelas V 53
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
Tes Kelas VI Nilai Chi-Square pada uji Bartlet tes kelas VI sebesar 1746.443 dengan derajat kebebasan 595 dan niali-p kurang dari 0.01. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran sampel sebesar 260 yang digunakan pada penelitian telah cukup. KMO and Bartlett’s Testa Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
.765
Bartlett’s Test of Sphericity Approx. Chi-Square
1746.443
df
595
Sig.
.000
ISSN : 1829 – 894X
Hasil scree plot tes kelas VI (Gambar 20) menunjukkan bahwa nilai Eigen pada tes kelas VI tampak mulai landai pada faktor ke dua. Hal ini menunjukkan terdapat satu faktor yang dominan pada tes kelas VI yaitu kemampuan matematika. Faktor-faktor lain yang berpengaruh berkaitan dengan kemampuan matematika tersebut. Dengan demikian tes kelas VI hanya mengukur satu dimensi.
Gambar 7. Scree Plot Nilai Eigen Tes Kelas VI
F1=Bilangan, F2=Geometri, F3=Pengukuran, F4=Pengolahan Data
Gambar 8. Diagram Path Hasil Runing 54
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
Lisrel Tes Kelas VI Hasil running dengan program lisrel (Gambar 8) mendapatkan nilai chi-square diperoleh sebesar 122.07 dengan df = 100 dan p =0.06613, Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.045, nilai Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.963, Comparative Fit Index (CFI) = 0.969 dan c 2 /df = 122.07/100=1.22< 3. Berdasarkan hasil running disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima artinya model fit dengan data, dimana nilai p-valuae = 0,06613 lebih besar dari nilai α=0,05. Dukungan terhadap model yang dikembangkan oleh data
ISSN : 1829 – 894X
empirik (sampel) dapat dilihat juga dari besarnya RMSEA =0.045 yang lebih kecil dari α=0.08 dan nilai index kesesuaian yang diperoleh menggambarkan kesesuaian model dengan data sebesar 0.879. Hasil ini menggambarkan bahwa tes matematika yang dikonstruk atas 4 variabel laten dengan 16 indikator fit dengan model. Analisis Butir Analisis butir tes dengan pendekatan IRT diberikan oleh output PH2 program Parscale yang meliputi parameter slope, location, dan probability seperti ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Analisis Parameter Butir Tes Kelas III dan IV dengan pendekatan IRT Komponen Mean St.Dev. Varians Min Maks Skewness Kurtosis Median Panjang Tes Responden
Slope 0.537 0.234 0.055 0.247 1.022 0.784 -0.610 0.464 35 257
Tes Kelas III Location -0.070 0.330 0.109 -0.951 0.525 -0.498 0.099 -0.033
Prob. 0.412 0.231 0.055 0.077 0.915 0.388 -0.920 0.377
Slope 0.558 0.250 0.062 0.295 1.360 1.480 1.956 0.475 35 257
Tes Kelas IV Location -0.228 0.380 0.145 -1.333 0.536 -0.880 1.532 -0.183
Prob. 0.513 0.277 0.077 0.052 0.956 -0.188 -1.092 0.498
Tabel 2. Hasil Analisis Parameter Butir Tes Kelas V dan VI dengan IRT Komponen Rerata St.Dev, Varians Min. Maks. Skewness Kurtosis Median Panjang Tes Responden
Slope 0.639 0.310 0.096 0.252 1.447 1.375 1.216 0.539 35 260
Tes Kelas V Location -0.324 0.310 0.096 -1.189 0.081 -0.786 0.146 -0.237
Prob. 0.417 0.229 0.053 0.055 0.841 0.068 -1.147 0.421
Slope 0.644 0.317 0.100 0.255 1.502 1.364 1.242 0.533 35 260
Tes Kelas VI Location -0.430 0.309 0.095 -1.243 0.029 -0.881 0.575 -0.351
Prob. 0.590 0.218 0.047 0.198 0.962 -0.001 -0.893 0.586
55
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
Nilai probabilitas (probability) dari semua butir pada tes kelas III dan IV, V, dan VI memiliki nilai lebih besar dari 0.05 yang berarti semua butir pada keempat tes tersebut fit dengan model. Hal itu dapat dilihat dari nilai minimum probability keempat tes berturut-turut 0.077, 0.052, 0.55, 0.198 semuanya lebih besar dari 0.05. Nilai rerata parameter slope tes kelas III, IV, V dan VI berturut-turut adalah 0.537, 0.558, 0.639, dan 0.644, semuanya lebih besar dari 0.2. Hal ini berarti keempat tes memiliki daya beda butir yang baik. Demikian pula nilai location dari keempat tes berturut-turut sebesar -0.070, -0.228, -0.324, dan -.0.430, semuanya berada di sekitar titik nol yang berati keempat tes memiliki tingkat kesukaran butir yang sedang. Informasi hubungan antara fungsi informasi tes dengan kesalahan baku pengukuran (Standard Error of Measurement) memiliki error yang rendah pada rentang skala dari -2 dampai dengan +2, artinya tes akan memberikan informasi
ISSN : 1829 – 894X
yang optimal jika digunakan untuk mengukur kemampuan siswa pada rentang kemampuan antara -2 sampai dengan +2. Hal ini sesuai dengan pendapat Hambleton, Swaminathan, & Rogers, (1991: 13) yang menyatakan bahwa parameter b akan diterima pada nilai yang berkisar antara -2.0 hingga +2.0. Nilai b kurang dari -2.0 dikatakan butir tersebut sangat mudah atau memiliki probability of endorsement sangat tinggi dan di atas +0.2 dikatakan sulit atau probabilitas kemendukungan sangat rendah. Perkembangan Kemampuan Siswa. Kalibrasi secara bersamaan (con current) bertujuan untuk mendapatkan nilai estimasi parameter butir dan kemampuan untuk diketahui kedudukannya pada keempat perangkat tes yang disusun. Rerata kemampuan siswa kelas III, IV, V, dan VI hasil kalibrasi concurrent diperoleh berturut-turut sebesar: - 0.10412, -0.07581, 0.004436, dan 0.004436 yang digambarkan seperti Gambar 9.
Perbandingan Rerata Skor dan Simpangan Baku KemampuanSsiswa Kelas III, IV, V, dan VI
50 40 S k 30 o 20 r 10 0
St.Dev Rerata KlsIII
KlsIV
KlsV
KlsVI
Gambar 9. Perkembangan Kemampuan Siswa
56
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kelas. Peningkatan kemampuan terbesar terjadi pada kelas VI. Hal ini tentu dapat dipahami karena kelas VI lebih banyak mendapat latihan menjelang ujian akhir. KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan empat perangkat tes yaitu tes prestasi belajar matematika semester dua Sekolah Dasar untuk kelas III, kelas IV, kelas V, dan kelas VI yang telah memenuhi syarat sebagai tes yang baik setelah melalui analisis kualitatif maupun kuantitatif. Keempat tes memiliki nilai location (b) atau tingkat kesukaran butir yang baik (-2 < b < 2) dengan nilai location berturut-turut sebesar - 0.228, - 0.324, - 0.430, dan - 0.430, memiliki daya beda atau slope (a) yang baik (a > 0.2) dengan nilai rerata slope berturut-turut sebesar 0.537, 0.558, 0.639, dan 0.644, serta memilki items fit statistics (p) yang baik (p > 0.05) dengan nilai p minimum berturut-turut sebesar 0.077, 0.052, 0.055, dan 0.198. Hasil kalibrasi concurrent yang menunjukkan perbandingan rerata kemampuan siswa kelas III, IV, V, dan VI mengalami peningkatan dengan nilai θ berturut-turut sebesar -0.10412, -0.07581, 0.004436, dan 0.173415. Kenaikan nilai θ terbesar terjadi pada kelas VI yang kemungkinan disebabkan oleh faktor latihan menjelang Ujian Sekolah. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
ISSN : 1829 – 894X
rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dapat terlaksana atas kerjasama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga serta guru-guru Sekolah Dasar di Kabupaten Tabanan. Terimakasih kami ucapkan kepada: Bapak Drs. I Putu Santika, MPd selaku Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tabanan atas izin dan fasilitas yang diberikan; Dra. Loris, M.Pd, Ibu Santiyani, S.Pd. sebagai tim penulis naskah yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini; Rekan-rekan guru yang yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga ketika penyusunan kompetensi dasar dan standar kompetensi yang diujikan dalam penelitian ini; Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan yang telah membantu sosialisasi hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini memberi manfaat untuk kemajuan dunia pendidikan pada umumnya dan pendidikan matematika secara khusus.
DAFTAR PUSTAKA Croker, L. & Algina, J. (1986). Introduction to classical and modern test theory. New York: Holt, Rinehard and Winston Inc. DeMars, C. (2002). Incomplete data and item parameter estimates under JMLE and MML estimation. Applied Measurement in Education, 15, 15-31. Gregory, R.J. (2007). Psychological testing. history, principles, and applications 57
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 41 - 58
(4th ed). Boston: Pearson Education, Inc. Hambleton, R.K., & Swaminathan, H. (1985). Item response theory. Boston, MA: Kluwer Inc. Hambleton, R.K., Swaminathan, H., & Rogers, H. J. (1991). Fundamental of item response theory. Newbury Park, CA : Sage Publication Inc. Joreskog, K.G. & Sorbom, D. (1996). LISREL 8: Structural Equation Modeling. Chicago: Scientific Software International. Kemendikbud. (2013). Kurikulum 2013. kompetensi dasar (SD)/madrasah ibtidaiyah (MI) Kim, S.H., & Cohen, A.S. (2002). A comparison of linking and
58
ISSN : 1829 – 894X
concurrent calibration under the grade response model. Applied Psychological Measurement. 26, 25-61. Mardapi, D. (2008). Teknik penyusunan tes dan nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia ______ . (2012). Pengukuran, penilaian, & evaluasi pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika Muraki,E., & Bock, R.D. (1997). Parscale : IRT item analysis and test scoring for rating-scale data. Chicago: Scientific Software International. Swediati, N. (1997). Equating test under the GPCM. Disertasi Doktor, tidak diterbitkan. University of Massachusetts, Amherst.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
ISSN : 1829 – 894X
PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU I Wayan Sudiarta Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Saraswati
ABSTRAK Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan kehidupan masyarakat semakin kompleks. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mengapresiasi perkembangan tersebut, kenyataan sekolah masih sulit mengikutinya. Akibatnya lulusan dinilai kurang memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Rendahnya mutu guru sering kali dipandang sebagai penyebab rendahnya mutu sekolah. Peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu guru merupakan salah satu upaya tepat, karena guru sebagai pelaksana pendidikan merupakan ujung tombak tercapainya tujuan pendidikan. Guru akan lebih mampu bekerja secara profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru diharapkan mengembangkan profesinya melalui penelitian tindakan kelas. Dengan penelitian tindakan kelas berarti guru lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktek pembelajaran, mengevaluasi dan melihat perkembangan anak didik terutama daya serap materi pelajaran yang diajarkan. Dengan demikian penelitian tindakan kelas yang dilakukan guru dapat menumbuhkan inovasi pembelajaran baru, dapat mengembangkan kurikulum dan dapat mengembangkan profesionalisme guru. Kata kunci: PTK, profesi guru CLASS ACTION RESEARCH MODEL TEACHER DEVELOPMENT PROFESSIONALS ABSTRACT The development of science and technology causes social life become more and more compleks. School as formal educational institution is expected to apriciate it, but in fact it is not so. There fore the output is judged to have liss ability needed by the society. The low quality of teachers is often considered as the cause of the low quality of schools. The increase of education quality through the increase of teachers quality is one of the right efforts, because teaches the most importante oner in education. Teaches well be able to work professionally to finish their works the teachers are expected to develop their profession by the classroom action research. By the classroom action research it means the teachers get more experiences the teaching practices and olso to evaluate it through the development of the learners, especially absorbing power of the students concerning the material tought. The classroom action research, therefore which is done bay the teachers can stimulate a new learning innovation as well as developing syllabus curriculum and also teachers proffission. Keywords: PTK, the teaching profession 59
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan kehidupan masyarakat semakin komplek dan me ngalami perubahan disegala bidang yang sangat cepat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat diharapkan proaktif mengapresiasi perkembangan dan perubahan tersebut. Kenyataannya, sekolah masih sulit mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.Akibatnya lulusan dinilai kurang memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Rendahnya mutu guru sering kali dipandang sebagai penyebab rendahnya mutu sekolah. Pandangan ini dinilai tidak adil, karena begitu banyak faktor misalnya siswa, kurikulum, lingkungan sosial, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana dan lain-lain yang mempengaruhi, sedangkan guru hanya merupakan salah satu faktor saja. Meskipun demikian pandangan ini cukup bisa dijadikan bahan refleksi semua pihak akan pentingnya peningkatan mutu guru, termasuk lembaga pedidikan tinggi yang melahirkan generasi muda sebagai calon guru. Peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu guru merupakan salah satu upaya tepat, karena guru sebagai pelaksana pendidikan merupakan ujung tombak tercapainya tujuan pendidikan. Pentingnya faktor guru dan siswa tersebut dapat dirunut melalui pemahaman hakikat pembelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan kebutuhan minatnya. Keberagaman peserta didik di dalam kelas maupun dalam dunia pedidikan secara umum merupakan tantangan tersendiri 60
ISSN : 1829 – 894X
bagi guru dalam menjalankan tugasnya dewasa ini, karena pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik demi terciptanya manusia sempurna yang berkarakter atau insan kamil (Wibowo, 2012). Pradigma lama tentang proses pembelajaran yang bersumber pada teori tabula rasa oleh John Lock tampaknya kurang tepat lagi digunakan oleh para guru sekarang ini, karena tuntutan pendidikan sudah banyak mengalami perubahan. Guru diharapkan menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (strategi-strategi pembelajaran) yang kreatif, inovatif dan bermakna agar peserta didik dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Walaupun saat ini, kemerdekaan guru telah luntur dengan banyaknya pesanan dan peraturan pembelajaran yang terasa susah dicerna oleh guru di lapangan. Guru merasa terikat dengan aturan pembelajaran yang seolah-olah mengharuskan guru menggunakan model pembelajaran tertentu (Samani, dkk., 2011). Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Kemudian menurut Undangundang RI nomor 20 tahun 2003 tentang, Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga ke
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan” Berdasar kedua undang-undang di atas, menunjukkan bahwa guru adalah pendidik. Menurut Dito, dkk. (dalam Suwardi, 2007) pendidik diartikan setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dalam undangundang Guru dan Dosen, secara jelas menyatakan bahwa guru adalah pendidik yang profesional. Harapannya guru akan lebih mampu bekerja sebagai tenaga profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai tenaga pendidik. Lebih lanjut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Penetapan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru. Pada BAB VI, pasal 9 ayat 2 aturan tersebut dinyatakan bahwa untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi menjadi Pembina Tingkat I, golongan ruang IVb keatas diwajibkan mengumpulkan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) angka kredit dari unsur pengembangan profesi. Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Bali Mariana (2015) mengemukakan sekitar 21.631 orang guru di Bali tertahan di golongan IV/a (Pembina) alias tidak mampu naik ke golongan IV/b (Pembina Tk I) lantaran terganjal Karya Tulis
ISSN : 1829 – 894X
Ilmiah yang dikalangan guru lebih dikenal sebagai penelitian tindakan kelas. Menurut Suhardjono (dalam Arikunto, dkk., 2011) “menyusun Karya Tulis Ilmiah dibidang pendidikan merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pengembangan profesi, diantaranya yang banyak dipilih karya tulis ilmiah berupa hasil penelitian”. Ditegaskan juga oleh Widoyoko (2008) bahwa Karya Tulis Ilmiah dapat dipilah menjadi dua kelompok yaitu (a) Karya Tulis Ilmiah yang merupakan laporan hasil pengkajian/ penelitian dan (b) Karya Tulis Ilmiah berupa tinjauan/ulasan/ gagasan ilmiah. Keduanya dapat disajikan dalam bentuk buku, diktat, modul, tulisan di jurnal, atau berupa artikel yang dimuat di media masa, yang nilai angka kredit berbeda untuk mengembangkan profesi guru. Berdasarkan uraian di atas dapat kiranya ditelusuri dan dikaji lebih dalam “Apakah Penelitian Tindakan Kelas dapat dipakai sebagai model dalam pengembangan profesi guru masa kini? PEMBAHASAN Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diawali dari pengertian Penelitian Tindakan mulai berkembang di Amerika dan berbagai Negara di Eropa, khususnya dikembangkan oleh mereka yang bergerak di bidang ilmu sosial dan humaniora (Baswori & Suwandi dalam Wikipedia, 2012). Selanjutnya menurut Kemmis (dalam Wikipedia, 2012) penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial 61
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
yang diterapkan di berbagai bidang ilmu di luar pendidikan. Sedangkan Penelitian Tindakan Kelas berasal dari bahasa Inggris, yaitu Classrom Action Research diartikan penelitian dengan tindakan yang berkaitan pada bidang pendidikan dilaksanakan dalam kawasan sebuah dikelas. Penelitian Tindakan Kelas sedang berkembang dan banyak mendapat perhatian para peneliti pendidikan akhir-akhir ini, terutama guruguru yang meningkatkan jabatan/pangkat menjadi Pembina Tingkat I, golongan ruang IVb keatas. Menurut Supardi (dalam Arikunto, dkk., 2011) jenis Penelitian Tindakan Kelas ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat kondisi siswa. Ini berarti dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas, guru/ pendidik dapat memperbaiki praktik pembelajaran yang mereka lakukan agar menjadi lebih efektif, karena masalah diangkat dari kegiatan nyata di kelasnya. Selanjutnya Suhardjono (dalam Arikunto, dkk., 2011) menyarankan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi bagi guru, karena banyak kegiatan nyata yang dapat dilakukan guru dengan melibatkan para siswa. Amat Jaedun (dalam Rahmawati, tt.) penelitian tindakan kelas (PTK) adalah salah satu jenis penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya (me tode, pendekatan, penggunaan media, teknik evaluasi, dsb.), dengan tujuan untuk memperbaiki mutu dan praktik
62
ISSN : 1829 – 894X
pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran. Selanjutnya Susilo, dkk. (2008) penelitian tindakan kelas (PTK) diartikan sebagai salah satu strategi penyelesaian masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan menyelesaikan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama lain dengan melengkapi fakta-fakta dan mengembangkan kemampuan analisis. Dengan memperhatikan pandangan para pakar pendidikan di atas jelaslah bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu model untuk mengembangkan profesi guru maupun calon guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Tujuan utama dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk memperbaiki mutu dan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun mahasiswa calon guru karena melibatkan para siswa dalam kegiatan nyata di kelas. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas Saat ini perkembangan masyarakat diberbagai lini kehidupan begitu cepat, sehingga tuntutan pendidikan yang berkualitas harus dapat mengikutinya. Akibatnya tuntutan terhadap layanan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh pendidik/ guru termasuk mahasiswa calon guru pun harus meningkat lebih cepat. Menurut Supardi (dalam Suharsimi Arikunto, 2011) penelitian tindakan kelas merupakan salah satu cara yang strategis
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
bagi pendidik untuk meningkatkan dan/ atau memperbaiki layanan pendidikan dalam konteks pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu kebutuhan bagi guru/ pendidik untuk meningkatkan profesionalismenya. Sunendar (2008) penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi professional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneliti dibidangnya. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, adapun tujuan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas menurut Susilo, dkk. (2008) adalah (1) memperbaiki dan meningkatkan mutu praktek pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya melekat terlaksananya misi professional pendidik yang diemban guru, (2) pengembangan kemampuanketerampilan guru untuk menghadapi masalah aktual pembelajaran di kelasnya dan atau di sekolahnya sendiri, (3) dapat ditumbuhkannya budaya meneliti di kalangan guru dan dosen LPTK sebagai pendidik, dan (4) untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran melalui teknik-teknik pengajaran yang tepat sesuai dengan masalah dan tingkat perkembangan peserta didik. Dengan penelitian tindakan kelas berarti guru akan
ISSN : 1829 – 894X
lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktik pembelajaran secara selektif dan bukan bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru dari peneltian tindakan yang dilakukannya. Sebagai akibatnya banyak manfaat yang dapat diraih dari dilaksanakannya penelitian tindakan kelas dilihat dari komponen pendidikan/ pembelajaran dikelas, antara lain (1) dapat menumbuhkan inovasi pembelajaran di kelas (2) dapat mengembangkan kurikulum di tingkat regional/nasional dan (3) dapat meningkatkan profesionalisme pendidik/ guru (Sunendar, 2008). Dengan memahami dan melaksana kan penelitian tindakan kelas, diharapkan kemampuan pendidik atau calon pendidik/ guru dalam proses pembelajaran semakin meningkat. Model-model Penelitian Tindakan Kelas Ada beberapa model penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan bagan yang berbeda. Model penelitian tindakan kelas yang sampai saat ini sering digunakan oleh guru atau calon guru dalam dunia pendidikan, diantaranya : (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Tanggart, (3) Model John Elliot, dan (4) Model Dave Ebbutt (Sunendar, 2008). Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun siklus pelaksanaannya adalah :
63
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
ISSN : 1829 – 894X
PELAKSANAAN
PERENCANAAN
SIKLUS I
PENGAMATAN
REFLEKSI
PELAKSANAAN
PERENCANAAN
SIKLUS II
PENGAMATAN
REFLEKSI
Gambar Siklus PTK Model John Elliot
Model penelitian tindakan kelas, dirancang oleh guru agar bagaimana guru dapat memotivasi siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain? Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah melalui model pembelajaran atau strategi-strategi pembelajaran yang kooprtatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswa belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar 64
sampai pemecahan masalah yang komplek (Nur, 2011). Ada beberapa strategi atau model pembelajaran yang biasa dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas, yang mempunyai teknik atau ciri masing-masing, dengan tujuan untuk membelajarkan siswa di kelas agar pembelajaran lebih efektif. Adapun model pembelajaran kooperatif/ starategi- strategi pembelajaran diantaranya adalah : (1) Student Teams-Achievement Divisions (STAD), (2) Teams-Game-Tournament (TGT), (3) Jigsaw, (4) Think, Pair, and Share (TPS), dan (5) Numbered Heads Together (NHT) (Nur, 2011 dan Chotimah, Dwitasari, 2009).
Pengembangan Profesi Guru Keberagaman peserta didik di dalam kelas maupun dalam dunia pedidikan secara umum merupakan tantangan tersendiri bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Guru sebagai profesi dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dituntut untuk selaku berinovasi dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang tertuang dalam rencana pembelajaran dapat tercapai. Dalam mengikuti perkembangan IPTEK oleh guru timbul pertanyaan (1) Apa yang dimaksud dengan profesi? dan (2) Bagaimana guru profesional itu? Secara etimologis, profesi berasal dari bahasa Inggris profession, bahasa latin
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
profesus yang berarti mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan. Disebutkan pula bahwa profesi adalah suatu keterampilan yang dalam prakteknya didasarkan atas suatu struktur teoritis tertentu dari beberapa bagian pelajaran atau ilmu pengetahuan (Indrawati, 2013). Volmer & Mills (1966) dan Cully (1969) (dalam Marsigit, 2008) profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan,teknik, dan prosedur berlandaskan intelektual. Disebutkannya pula bahwa profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan keterampilan , pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah dan gaji. Jadi, profesi itu adalah suatu bentuk pekerjaan/ keterampilan didasarkan atas suatu struktur teori tertentu diperoleh melalui studi dan training dan pekerjaan itu dilakukan dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah dan gaji. Berdasarkan konsep dasar profesi, berarti tidak semua pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yakni hanya pekerjaan yang memiliki ciri-ciri tertentu dan didasari oleh ilmu pengetahuan yang dapat dikatakan profesi. Secara legal formal profesi guru dewasa ini dikembangkan dengan mem berikan Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan (Permendiknas No. 18 Tahun 2007) dengan ketentuan : sertifikasi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik dalam jabatan; sertifikasi dapat diikuti oleh guru yang telah memiliki
ISSN : 1829 – 894X
kualifikasi akademik sarjana (S1) atau D-IV; sertifikasi bagi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga pendidik yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional; sertifikasi guru dilaksanakan melalui uji kompetensi ; uji kompetensi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio. Guru yang lulus penilaian portofilio dimaksud mendapat sertifikat pendidik. Di dalam kelas guru berperan sebagai komunikator dan fasilitator memiliki peran memfasilitasi siswa belajar secara maksimal dengan menggunakan berbagai strategi/ metode, media dan sumber belajar, sehingga siswa aktif mencari dan memecahkan masalah belajar dan guru membantu siswa yang mendapat hambatan, kesulitan dalam memahami masalah. Jadi guru yang profesional adalah guru yang mempunyai kompetensi pedagogik, kompetensi kepri badian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Marsigit, 2008). Kompetensi pedagogik guru meliputi menguasai karaktristik peserta didik, moral, spiritual, sosial, menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Kompetensi keperibadian guru meliputi, guru bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dan menampilkan diri sebagai peribadi yang jujur dan berakhlak mulia. Sedangkan kompetensi sosial meliputi aspek bersikap inklusif, bertindak objektif, berkomunikasi secara efektif empati, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. Kompetensi professional meliputi menguasai materi, konsep, dan pola pikir keilmuan, termasuk 65
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
di dalamnya melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan keprofesionalan guru. Sebagaimana diutarakan sebelumnya, kenaikan pangkat/ jabatan Guru Pembina Tk I/ Golongn IV b ke atas, mewajibkan adanya angka kredit dari kegiatan pengembangan profesi. Widoyoko, (2008) pengembangan profesi guru terdiri dari 5 (lima) macam kegiatan, yaitu (1) me nyusun Karya Tulis Ilmiah, (2) menemukan Teknologi Tepat Guna, (3) membuat alat peraga (bimbingan), (4) menciptakan karya seni dan (5) mengikuti kegiatan pengembagan kurikulum. Selanjutnya disebutkan pula, pelaksanaan kegiatan pengembangan profesi sebagain besar dilakukan melalui Karya Tulis Ilmiah adalah laporan tertulis tentang (hasil) suatu kegiatan ilmiah. Karya Tulis Ilmiah beragam bentuknya, ada yang berbentuk laporan penelitian, tulisan ilmiah popular, buku, diktat dan lain-lain. Selain itu Karya Tulis Ilmiah yang cendrung banyak dilakukan adalah hasil penelitian perorangan (mandiri) yang tidak dipublikasikan, tetapi didokumentasikan di perpustakaan dalam bentuk makalah. Karena berbeda macam Karya Tulis Ilmiah serta bentuk penyajiannya, maka berbeda pula penghargaan angka kredit yang diberikan dalam pengembangan profesi bagi guru. Penelitian Tindakan Kelas sebagai Model Pengembangan Profesi Guru Beragam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru dalam rangka pengembangan profesinya, antara lain dengan melakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas adalah 66
ISSN : 1829 – 894X
penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktek pembelajaran di kelasnya (Widoyoko, 2008). Tujuan utamanya adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas dan sekaligus mencari jawaban secara ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Arikunto, dkk. (2011) dalam pengertian pengajaran, kelas bukan wujud ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Dengan demikian penelitian tindakan kelas dapat dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi dimana saja tempatnya yang penting ada sekelompok anak yang sedang belajar. Artinya penelitian tindakan kelas dapat dilakukan baik di laboratorium, di perpustakaan, di lapangan olah raga, atau di tempat lain yaitu tempat di mana ada siswa sedang berkerumun belajar tentang suatu hal dari seorang guru atau fasilitator. Kunci penting dalam penelitian tindakan kelas melakukan tindakan, maka tindakan yang diberikan bukan hanya dapat dilakukan oleh guru, tetapi juga oleh Kepala Sekolah, Pengawas, bahkan siapa saja yang berniat melakukan tindakan dalam rangka perbaikan hasil kerjanya. Jadi Kepala Sekolah yang statusnya guru dapat melakukan tindakan kepada guru, staf tata usaha, atau yang berkaitan dengan tugasnya antara lain perpustakaan, lingkungan sekolah, dan hubungan sekolah dengan masyarakat menyangkut halhal yang berkaitan dengan profesinya sebagai Kepala Sekolah yaitu di bidang pendidikan yang bukan pembelajaran di kelas. Arikunto, dkk. (2011) menyatakan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
penelitian tindakan sifatnya bukan menyangkut hal-hal statis, tetapi dinamis yaitu adanya perubahan. Penelitian tindakan bukan menyangkut materi atau topik pokok bahasan itu sendiri, tetapi menyangkut mencermati penyajian topik bahasan yaitu dengan strategi, pendekatan, dan metode tertentu yang dicobakan berulang-ulang sampai memperoleh informasi atau data yang mantap dan bermanfaat tentang pelaksanaan metode atau cara itu. Seperti kita pahami bersama tugas guru adalah melakukan kegiatan pembelajaran mulai dari merancang, menyajikan, sampai dengan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran agar diperoleh hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Tugas berat dan mulia ini merupakan bagian dari tuntutan perkembangan masyarakat yang begitu cepat (seperti yang telah disebutkan di atas) menuntut guru/ calon guru selalu mengembangkan inovasinya, mengembangkan profesinya agar guru/ calon guru dapat menyelesaikan masalah pembelajaran melalui kegiatan nyata di kelas. Kegiatan nyata yang dilakukan guru/ clon guru ditunjukkan dengan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajarannya yang dilaksanakan secara profesional. Lebih lanjut Mariana (2015) mengingatkan penelitian tindakan kelas merupakan salah satu kunci kesuksesan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Melalui penelitian itu, para guru bisa mengevaluasi sekaligus melihat perkembangan anak didik terutama dibidang daya serap materi pelajaran yang diajarkan. Dengan cara yang demikian guru/ colon guru akan dapat mengembangkan
ISSN : 1829 – 894X
profesinya, sehingga penelitian tindakan yang dilakukan di kelas atau dimana saja ada sekelompok siswa yang sedang belajar merupakan salah satu model pengembangan profesi. SIMPULAN Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu pembelajaran di kelas. Tidak semua pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, hanya pekerjaan yang memiliki ciri-ciri tertentu dan didasari oleh ilmu pengetahuan yang dapat dikatakan profesi. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru akan lebih banyak mendapatkan pengalaman keterampilan praktek pembelajaran, mengevaluasi dan melihat perkembangan anak didik. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru dapat menumbuhkan inovasi pembelajaran baru, dapat mengembangkan kurikulum dan dapat mengembangkan profesionalisme guru. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada teman sejawat yang telah membantu terwujudnya artikel ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan atas editing yang dilakukan sehingga artikel ini layak diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. 67
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
Chotimah, Husnul dan Yuyun Dwitasari. 2009. Strategi-Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang : Surya Pena Gemilang. Indrawati, 2013. Peningkatan Profesionalisme Guru dan PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan). Diakses dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013 dan PKB (pengembangan-keprofesian-berkelanjutan) pada tanggal 3 Juni 2015.
ISSN : 1829 – 894X
Samadi, Muchlas. dkk., 2011. Rekonstruksi Pendidikan Kumpulan Pemikiran tentang Perlunya Merekontruksi Pendidikan di Indonesia. Surabaya : Unesa University Press. Sunendar, Tatang. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Diakses dari https://akhmadsudrajat.wordpress. com/2008/03/21/penelitan-tindakankelas-part-ii. pada tanggal 27 Mei 2015
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Penetapan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Susilo, Herawati. dkk., 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru). Malang : Bayumedia Publishing.
Mariana, Alit. 2015. Terganjal Karya Tulis Ilmiah, Tercatat 21.631 Guru di Bali Tertahan di Golongan IV/A. Bali Post : Sabtu, Umanis 6 Juni 2015 halaman 3.
Suwardi. 2007. Manajemen Pembelajaran. Surabaya : Stain Salatiga Press.
Marsigit. 2008. Pengembangan Kompetensi Guru Matematika Melalui ModelModel Pembelajaran, Lesson Study dan PTK Melalui Peningkatan Peran MGMP. Makalah disampaikan pada Seminar/Workshop MGMP Matematika Kota Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen
Nur. Mohamad. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. Permendiknas. No. 18 Tahun 2007. Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan. Diakses dari hukum.unsrat. ac.id>mendiknas_18_2007 pada tanggal 7 Juni 2015. Rahmawati, Diana. tt . Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Penulisan Karya Ilmiah bagi guru Akutansi se Kabupaten Sleman Yogyakarta.
68
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 20 tahun 2003 tentang, Sistem Pendidikan Nasional
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Widoyoko, Eko Putro. 2008. Penelitian Tindakan Kelas dan Pengembangan Prifesi Guru. Disajikan dalam seminar nasional Peningkatan Kualitas Profesi Guru Melalui Penelitian Tindakan Kelas, yang diseelenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Diakses dari www. umpwr.ac.id/download/publikasiilmiah/Penelitin Tindakan Kelas dan Pengembangan Profesi Guru. pdf, pada tanggal 3 Juni 2015. .Wikipedia, 2012. Penelitian Tindakan Kelas. id.m.wikipedia.org., diakses 24 Mei 2015.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
ISSN : 1829 – 894X
ANALISIS KELAYAKAN BUKU AJAR IPA SD BERPENDEKATAN KEARIFAN LOKAL BERBASIS ERGONOMI I Made Sudiana dan I Gede Sudirgayasa FPMIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan buku ajar ilmu pengetahuan alam siswa sekolah dasar berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Buku ajar yang dinilai adalah draf buku ajar berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi untuk siswa sekolah dasar kelas 4. Penilaian dilakukan terhadap keempat komponen kelayakan buku. Pemberian skor dan kualifikasi masing-masing komponen dilakukan dengan bantuan instrumen penilaian buku yang diadopsi dari instrumen penilaian buku oleh badan standar nasional pendidikan. Penilaian dilakukan melibatkan praktisi 2 orang guru dari 6 sekolah dasar di provinsi Bali. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan teknik analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua tema draf buku tergolong ke dalam kualifikasi baik. Sehingga dapat dikatakan layak untuk diaplikasikan. Namun demikian, tetap diperlukan revisi untuk lebih meningkatkan kualifikasi buku mendekati apa yang distandarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Kata kunci : kelayakan buku ajar, kearifan lokal, ergonomi FEASIBILITY ANALYSIS OF NATURAL SCIENCE TEXTBOOK OF PRIMARY SCHOOL WITH LOCAL WISDOM APPROACH AND ERGONOMICS BASED. ABSTRACT The purpose of this study was to determine the feasibility of natural science textbooks of primary school students with local wisdom approach and ergonomics based. The method used is descriptive qualitative research method. Textbooks are rated as the draft textbook for elementary school students with local wisdom approach and ergonomics based grade 4 in two theme. The assessment was conducted on the four components of the feasibility of the book. Scoring and qualifications of each component is done with the help of book assessment instruments adopted from the book assessment instruments by National Education Standards Agency. Assessment conducted involving practitioners 2 teachers from six primary schools in the province of Bali. Research data analysis was done by using descriptive analysis with the help of Microsoft Office Excel 2007. The results showed that both the theme draft books belong to the good qualification. So it can be said to be eligible to apply. Nevertheless, it remains necessary revisions to further improve the qualification of the book approaching what standardized by the National Education Standards Agency. Keywords: feasibility textbooks, local wisdom, ergonomics
69
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan terus digalakkan pemerintah untuk mendukung fungsi tersebut. Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari inovasi teori-teori pembelajaran hasil penelitian para ahli pendidikan yang sebagian besar berasal dari “negara barat”. Inovasi tersebut mulai menginspirasi untuk melakukan perubahan guna meningkatkan kualitas pendidikan menuju tujuan utama pendidikan nasional. Semua perubahan yang dilakukan sedapat mungkin mengadopsi inovasi terbaru dalam dunia pendidikan oleh para ahli. Perubahan terus dilakukan mulai dari penyempurnaan kerangka kurikulum dari tahun ke tahun. Standar pendidikan juga terus ditingkatkan mengacu pada paradigma pendidikan masa depan (Mendikbud, 2013). Perubahan struktur kurikulum dan standar pendidikan diikuti dengan perubahan konten, pendekatan, model, metode, strategi, evaluasi, media, perangkat dan sumber dalam pembelajaran. Mengadopsi inovasi hasil pe nelitian para ahli luar negeri dalam dunia 70
ISSN : 1829 – 894X
pendidikan dapat memicu permasalahan jangka panjang. Penerapan model-model inovatif luar negeri dalam pembelajaran memiliki berbagai kendala di lapangan. Pemahaman dan kesiapan guru terhadap model tersebut sangat kurang, dan juga kesiapan siswa belajar dengan cara yang berbeda dengan kebiasaan seharihari menimbulkan ketidakefektifan dalam belajar. Guru akan kembali menggunakan model pembelajaran konvensional. Di samping itu, inovasi ahli luar negeri yang dituangkan dalam konten buku ajar tentunya secara tidak langsung terkait dengan budaya luar sang inovator. Hal ini dapat memicu ketidaktahuan siswa akan kearifan lokal budayanya. Ketidaktahuan siswa akan kearifan lokal budayanya dapat mengikis kecintaannya akan nilai-nilai kebangsaan yang pada ujungnya menurunkan rasa nasionalisme dalam dirinya. Untuk meminimalisir permasalahan di atas, tim peneliti mencoba menjawabnya dengan melakukan pengembangan draf buku ajar siswa dengan pendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi sebagai alternatif. Pengembangan draf buku ajar dipilih karena buku ajar merupakan sumber informasi yang langsung bersentuhan dengan siswa. Buku ajar mampu me rangkum materi, pendekatan, model, metode, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran, sehingga integrasi kearifan lokal dan pembelajaran yang ergonomis dapat dilakukan secara menyeluruh. Draf buku siswa berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi yang disusun diambil dari jenjang pendidikan sekolah dasar. Pemilihan sekolah dasar dilakukan dengan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
asumsi bahwa perubahan harus dimulai dari dasar. Pengenalan mulai dari tingkat dasar akan memudahkan pengembangan pada tingkat selanjutnya. Tema buku yang dikembangkan disesuaikan dengan latar belakang keilmuwan peneliti yaitu IPA sebagai salah satu bentuk konsistensi dan validitas karya sesuai bidang ilmu. Kurikulum yang dijadikan acuan adalah kurikulum 2013 sehingga draf buku ajar alternatif tersebut tetap berjalan sesuai rambu-rambu kurikulum 2013. Dengan buku ajar IPA siswa berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi tersebut, siswa diharapkan menjadi individu yang nantinya mampu berpikir, berbicara dan bertindak aktif pada ranah global tetapi tetap terintegrasi dan menjunjung tinggi kearifan lokal budayanya. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah draf buku IPA berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi yang telah dikembangkan layak untuk digunakan sebagai sumber alternatif dalam pembelajaran untuk menjawab tantangan di atas? Untuk itu, diperlukan dilakukannya penelitian melalui serangkaian pengujian validitas draf buku tersebut untuk mengetahui jawabannya. Dengan demikian akan terungkap kelemahan-kelemahannya yang dapat dijadukan bahan evaluasi untuk penyempurnaan selanjutnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang subyek dan objek yang diteliti dengan mendeskripsikan hasil analisis peneli-
ISSN : 1829 – 894X
tian (Creswell, 2012). Penelitian difokuskan untuk mengetahui kualitas kelayakan buku IPA SD berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi untuk tingkat SD kelas 4. Tema buku yaitu “Selalu Berhemat Energi” dan “Peduli Terhadap Makhluk hidup”. Tema ini dipilih atas dasar penyelarasan dengan kurikulum 2013 dan kedua tema tersebut yang persentase muatan IPA-nya paling tinggi. Subjek dalam penelitian ini adalah buku IPA siswa SD berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi tersebut. Objek dalam penelitian ini adalah keempat komponen dari buku tersebut. Guna mendapat penilaian objektif terhadap naskah buku yang telah disusun, dilakukan valiadasi secara empiris oleh praktisi pendidikan (guru) bidang studi sains IPA berjumlah 12 orang berasal dari 6 SD. Dua SD di Denpasar, yaitu SD AMI dan SDP Tulangampiang mewakili sekolah urban (perkotaan), dua SD di kabupaten Badung, yaitu SD Thomas Aquino dan SDN 1 Dalung mewakili sekolah semiurban (pinggiran kota), dan dua lagi di kabupaten Tabanan yaitu SD Saraswati (mewakili perkotaan) dan SDN 1 Tua Marga mewakili sekolah pedesaan. Penilaian dilakukan dengan instrumen penilaian buku yang diadopsi dari instrumen penilaian buku oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Instrumen terdiri dari empat komponen (kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, dan kegrafikan). Masing-masing komponen terdiri dari beberapa indikator. Guru penilai menilai kalayakan naskah buku setiap indikator dengan kriteria seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. 71
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 1. Pedoman Kualifikasi Skor Penilaian Draf Buku Siswa Rentang Skor/ skor rata-rata
Kualifikasi
Kelayakan
9 – 10
Baik sekali
Layak
6–8
Baik
Layak
3–5
Kurang
Tidak layak
1–2
Kurang sekali
Tidak layak
(BSNP, 2014)
Analisis hasil penilaian dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif dengan mencari skor rata-rata masing-masing komponen untuk melihat kelayakan darf buku dari sudut komponennya. Selanjutnya dicari skor rata-rata total dari seluruh komponen untuk memperoleh gambaran umum kelayakan draf buku. Seluruh analisis dilakukan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Setelah dilakukan analsis terhadap penilaian yang diberikan oleh para guru praktisi masing-masing sekolah, skor ratarata tiap komponen tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 dapat dirangkum untuk melihat skor rata-rata masing-masing keempat komponen setiap tema draf buku. Kemudian dapat dirangkum skor rata-rata total komponen dari masing-masing tema draf buku seperti yang tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Skor Rata-rata Masing-masing Komponen dan Total Komponen draf Buku Tema 2 dan Tema 3 Tema 2 Komponen
Tema 3
Rata-rata Kualifikasi Rata-rata
Kualifikasi
Rata-rata kelayakan isi
8,18
Baik
8,22
Baik
Rata-rata penyajian
8,20
Baik
8,18
Baik
Rata-rata kebahasaan
8,10
Baik
7,96
Baik
Rata-rata kegrafikaan
7,82
Baik
7,73
Baik
Rata-rata total draf buku
8,07
Baik
8,02
Baik
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilukiskan skor rata-rata masing-masing komponen dan total komponen draf buku tema 2 dan tema 3 seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Tabel 2. Deskripsi Rata-rata Skor Buku Masing-masing Sekolah Komponen
SDNP Tulangampiang
SD AMI Denpasar
SD Thomas Aquino
SD N 1 Dalung
SD Saraswati
SD N 1 Tua
Tema 2 Tema Tema Tema 3 Tema Tema 3 Tema Tema 3 Tema 2 Tema 3 Tema 2 Tema 3 3 2 2 2
Kelayakan isi
8,13
8,33
8,37
8,59
7,50
7,98
8,59
8,48
8,09
8,13
8,24
7,57
Penyajian
8,32
8,14
8,50
8,61
7,36
7,93
8,61
8,54
7,82
7,86
8,00
7,39
Kebahasaan
8,43
8,21
8,21
8,21
7,57
8,07
8,21
7,71
8,00
8,14
8,21
7,57
Kegrafikaan
8,10
8,10
7,60
7,70
7,10
7,80
8,60
8,10
7,50
7,50
8,10
7,10
72
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
ISSN : 1829 – 894X
Gambar 1. Grafik Skor Rata-rata Masing-masing Komponen dan Total Komponen draf Buku Tema 2 dan Tema 3
Berdasarkan Tabel 2, Tabel 3 dan Gambar 1, secara umum dapat dikatakan bahwa masing-masing komponen draf buku IPA SD berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi, baik tema 2 maupun tema 3 memperoleh rata-rata skor pada rentang antara 7,7 dan 8,3. Rata-rata skor pada rentang tersebut tergolong ke dalam kualifikasi baik. Begitu juga jika kita melihat skor rata-rata total draf buku IPA SD berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi, baik tema 2 maupun tema 3 masing-masing sebesar 8,07 dan 8,02 di mana keduanya juga tergolong ke dalam kualifikasi baik. PEMBAHASAN Secara umum naskah buku IPA SD berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi, baik tema 2 maupun tema 3 masing-masing komponen maupun total komponen tergolong ke dalam kualifikasi baik. Kualifikasi tersebut sudah dapat dikatakan layak untuk diuji coba di lapangan. Walaupun keseluruhan naskah
buku tergolong kualifikasi baik, akan tetapi masih diperlukan beberapa revisi untuk lebih meningkatkan kualitas buku yang mendapat catatan oleh para guru. Perhatian khusus perlu diberikan pada komponen yang memperoleh skor relatif rendah dibandingkan dengan komponenkomponen yang lain. Komponen tersebut yaitu komponen kebahasaan dan kegrafikan. Komponen kebahasaan terdiri dari beberapa indikator yaitu: 1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik, 2) Kesesuaian dengan tingkat sosial emosional peserta didik, 3) Keterpahaman peserta didik terhadap pesan, 4) Kemampuan memotivasi peserta didik, 5) Kemampuan mendorong peserta didik berpikir kritis, 6) Ketepatan tata bahasa, dan 7) Ketepatan ejaan. Kelemahan pada komponen ini kemungkinan terjadi karena tim peneliti terbiasa dengan pola pikir pada tingkat perkembangan kognitif operasional formal. Diperlukan penyederhanaan bahasa berdasarkan sudut pandang anak 73
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
usia sekolah dasar yang berada pada perkembangan kognitif operasional konkret. Anak-anak masa operasional konkret masih belum berpikir seperti orang dewasa. Pada dasarnya mereka mampu berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi hanya sebatas pada hal-hal yang pernah atau dapat mereka amati. Demikian juga dalam hal pengenalan bahasa hanya sebatas pada informasi yang familiar dalam kehidupan mereka (Slavin, 2008). Dengan demikian perlu dilakukan revisi mengenai penyederhanaan bahasa namun tetap efektif dalam sasaran informasi yanmg dimaksud. Yang mendapat catatan dalam kebahasaan adalah ketepatan tata bahasa dan ejaan. Memang sudah ada aturan yang baku mengenai tata bahasa dan ejaan sesuai Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Buku berpendekatan kearifan lokal tidak terkepas dari kata-kata bahasa daerah yang belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia sehingga perlu mengikuti aturan main istilah asing. Pada proses penyusunan buku, penyusun sedikit menggunakan katakata kekinian yang memang belum baku tetapi sangat dipahami siswa. Tujuannya tiada lain sebagai penyeimbang untuk memperkenalkan bahwa kearifan lokal budaya kedaerahan juga bisa mengikuti tren kekinian. Di samping itu, dengan memasukkan sedikit bahasa kekinian dirasa mampu membangkitkan semangat dan minat baca siswa karena paling tidak berkaitan dengan bahasa yang familiar mereka dengar ataupun ucpakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Komponen lain yang mendapatkan catatan dan skor rata-rata yang lebih 74
ISSN : 1829 – 894X
rendah dibandingkan dengan komponen yang lain adalah kegrafikaan. Komponen kegrafikaan terdiri dari lima indikator yaitu: 1) Ilustrasi kulit buku mencerminkan isi buku, 2) Keharmonisan tata letak isi buku, 3) Tata letak mempercepat pemahaman, 4) Ilustrasi isi buku proporsional, 5) Huruf komunikatif dan mudah dibaca. Mulai dari kulit buku diperlukan sedikit revisi agar lebih mencerminkan tema yang dibahas dalam isi buku dengan tambahan ilustrasi yang mencerminkan kearifan lokal. Namun ilustrasi tetap memperhatikan dunia anak sekolah dasar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Memang sampul sebelumnya masih bersifat umum dan hanya menekankan pada aspek IPA. Dengan demikian ciri khas buku yang berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi akan tercermin mulai dari kulitnya. Berkaitan dengan tata letak isi buku, yang perlu mendapatkan revisi adalah penempatan dan ukuran gambar-gambar. Penempatan gambar perlu diselaraskan dengan keterangan yang menyertainya sehingga informasi yang dimaksud lebih mudah dipahami siswa. Gambar-gambar juga perlu diperbesar agar lebih jelas dan menarik bagi siswa sehingga gambar tidak justru membingungkan siswa. Secara umum draf buku tergolong ke dalam kualifikasi baik. Perhatian revisi memang perlu difokuskan pada komponen yang memperoleh skor rata-rata lebih rendah dan mendapat catatan dari para guru penilai. Namun demikian, komponen yang lain tetap memerlukan revisi untuk lebih meningkatkan kualifikasi draf buku paling tidak mendekati apa yang distandarkan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 59 - 75
oleh BSNP. Dengan demikian sebuah buku dikatakan layak untuk dijadikan sumber alternatif yang efektif dan episien dalam mendukung cita-cita pendidikan nasional. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diuraikan simpulan sebagai berikut. 1. Secara umum skor rata-rata buku IPA SD berpendekatan kearifan lokal berbasis ergonomi tema 2 dan tema 3 masingmasing tergolong ke dalam kualifikasi baik dan layak untuk diaplikasikan. 2. Masih perlu dilakukan beberapa revisi pada komponen tertentu yang memperoleh skor rata-rata lebih rendah dan yang mendapat catatan khusus oleh guru praktisi selaku penilai. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak/ Ibu kepala SDNP Tulangampiang, SD AMI Denpasar, SD N 1 Dalung, SD Thomas Aquino, SD Saraswati Tabanan, dan SDN 1 Tua, atas izin yang diberikan. Para praktisi guru SD selaku penilai yang telah me-review kelayakan draf buku yang kami susun. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dewan Redaksi Suluh Pendidikan yang telah me-review isi artikel ini sehingga menjadi layak untuk diterbitkan.
ISSN : 1829 – 894X
DAFTAR PUSTAKA Creswell, J.W. (2012). Educational Research : Planning, Conducting, And Evaluating Quantitative And Qualitative Research. Boston: Pearson Education. Mendikbud.(2013). Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdikbud. BSNP. (2014). Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran Tahun 2014. Tersedia pada http://bsnp-indonesia.org/ id/?p=1340. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015. Sekretaris Negara Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Slavin, R.E. (2008). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktek Jilid 2. Jakarta: Indeks.
75
76
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
ISSN : 1829 – 894X
KOMODIFIKASI RUANG PUBLIK PESISIR DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETERPINGGIRAN NELAYAN DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI BALI SELATAN Nyoman Suryawan1), I Wayan Gata2), I Wayan Subaker 3) 1) FP.IPS IKIP Saraswati Tabanan,2) FP.IPS IKIP Saraswati Tabanan, 3) FP.Bahasa dan Seni IKIP Saraswati Tabanan ABSTRAK enelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi, menganalisis, merumuskan, bentuk keterpinggiran nelayan didorong oleh semakin maraknya penggunaan ruang publik oleh beberapa komponen masyarakat pesisir yang digunakan untuk berbagai tujuan sejalan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali Selatan. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif dalam paradigma penelitian etnografi kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi penelitian yang ada di pantai di Bali Selatan menemukan fakta tentang adanya penggunaan pesisir oleh berbagai pihak yang digunakan untuk berbagai kepentingan. Hasil wawancara dengan beberapa informan mengungkapkan bahwa kehadiran berbagai usaha yang menggunakan daerah pesisir sangat berdampak terhadap kehidupan nelayan tradisional. Pemanfaatan bagian pesisir oleh berbagai kepentingan mengakibatkan pula terjadinya penurunan sumber perikanan sehingga mengurangi pendapatan yang diperoleh. Selain itu, pemanfaatan sempadan pantai oleh pihak-pihak tertentu telah mengganggu aktivitas nelayan dalam menempatkan alat angkutan berupa perahu yang dimiliki. Kata kunci: komodifikasi, daerah pesisir, marginalisasi nelayan. COMMODIFICATION OF PUBLIC SPACE AND ITS IMPACT ON MARGINALIZATION OF COASTAL FISHERMEN IN TOURISM DEVELOPMENT IN SOUTHERN BALI ABSTRACT This study aims to explore, analyze, formulate, shape fishermen marginalization driven by the increasingly widespread use of public space by some components of coastal communities that are used for various purposes in line with the rapid development of tourism in southern Bali. The data were analyzed using qualitative analysis method in critical ethnographic research paradigm. The results showed that most of the existing research location on the beach in South Bali find facts about their use of the coast by various parties that are used for various purposes. Interviews with informants revealed that the presence of a variety of businesses that use the coastal areas greatly impacted on the lives of traditional fishermen. Utilization of the coastal part by various interests resulted also a decline in fishery resources, thereby reducing the income earned. In addition, the utilization of coastal border by certain parties has disrupted fishing activities in placing the transfort equifment such as boats ownwed. Key words: commodification, coastal areas, marginalization of fishermen. 77
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
PENDAHULUAN Pada era globalisasi yang diawali dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu cepat me ngakibatkan dunia ini semakin sempit, seolah–olah tidak ada lagi sekat atau batas antara negara satu dengan negara lainnya. Globalisasi dalam salah satu seginya menurut Supriadi (1994:73) adalah suatu proses maraknya penyebaran pengaruh budaya sedemikian rupa sehingga sifatnya tidak saja bilateral ataupun multilateral, tetapi juga benar-benar sudah bersifat mondial dalam arti menyangkut berbagai aspek yang ada di segala pelosok bumi. Perbedaan mendasar di antara keduanya, yaitu pada kontak bilateral atupun multilateral masih dapat ditelusuri ataupun dibedakan dengan jelas sumber pengaruh dan sasarannya, sedangkan pada kontak yang sifatnya mondial (global), baik sumber maupun sasaran pengaruhnya dapat diidentikkan sebagai tangan-tangan gurita yang mencengkram ke mana-mana dalam banyak aspek kehidupan manusia. Kondisi yang demikian dapat terjadi karena adanya teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih sehingga bagian-bagian bumi ini menjadi sangat dekat antara satu dengan yang lainnya. Fenomena tersebut dikenal sebagai borderless world atau global village. Adanya perkembangan yang begitu cepat dalam teknologi dan informasi dapat merangsang terjadinya gerak ekonomi kapitalisme yang mendunia, yakni dalam bentuk merebaknya jaringan sistem pasar dan sistem moneter yang menyertainya sehingga muncullah kemudian dominasi 78
ISSN : 1829 – 894X
kekuatan global baru. Unsur-unsurnya merupakan kombinasi faktor-faktor tertentu, seperti kemampuan iptek tinggi, akumulasi modal tanpa mengenal batas negara, dan kelompok industri atau produksi yang bertebaran di mana-mana. Semakin banyak suatu negara atau individu yang terlibat dalam menguasai faktor-faktor tersebut, maka semakin besar pula peluang mereka untuk menjadi kekuatan global yang dominan. Kekuatan dominan itulah yang memberikan pengaruh dan menjalar ke berbagai pelosok dunia. Kemudian aspek pengaruhnya, tidak terbatas pada aspek teknologi dan ekonomi saja, tetapi telah merambah dalam berbagai sektor kehidupan lainya, seperti politik, sosial, budaya, dan sektor lainnya. Pengagungan budaya uang yang merupakan bagian dari globalisasi dalam aspek ekonomi saat ini telah berpengaruh terhadap penggerogotan daerah pesisir di Indonesia sebagaimana tampak dalam pemanfaatan lahan yang dipergunakan untuk berbagai kepentingan termasuk untuk kepentingan pariwisata. Rohmin Dahuri mantan Menteri Perikanan Kelautan pada tahun 2004 pernah mengatakan bahwa pembangunan pesisir di Indonesia berada di persimpangan jalan. Artinya, di satu sisi menghadapi wilayah pesisir yang padat penduduk, sedangkan di sisi lainnya dinamika penduduk yang terjadi sedemikian intensif menyebabkan kapasitas berkelanjutan ekosistem sekitarnya akan terancam oleh pembangunan yang tidak berkelanjutan sehingga dapat memunculkan pencemaran lingkungan, degradasi fisik habitat pesisir, serta konflik
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
ruang dan sumber tenaga (http//www.P2S dkpKendari.com). Kondisi yang tidak jauh berbeda, juga dapat dijumpai dalam praktik kehidupan yang terjadi di beberapa daerah di Bali. Fenomena pemanfaatan daerah pesisir yang dipergunakan untuk berbagai keperluan tampaknya terjadi pula di jalur pariwisata yang menghubungkan daerah pesisir di Bali selatan. Di Wilayah tersebut, menurut penelitian yang dilakukan oleh Ardana (2001:5), ada 26 jenis alih fungsi lahan hutan mangrove yang merupakan ekosistem pesisir dan telah dimanfaatkan sekitar 474,89 hektar untuk berbagai kepentingan. Pengaruh kapitalisme global yang begitu besar sebagaimana dikemukakan sebelumnya, hingga kini telah pula melanda sebagian besar daerah pesisir di lokasi penelitian seperti yang dijumpai di pesisir Sanur, Suwung, Serangan, Kedonganan, Jimbaran dan Tanjung Benoa. Di daerah-daerah tersebut, daerah pesisir baik yang merupakan kawasan perairan maupun daratan pemanfaatannya sudah dipergunakan untuk beragam kepentingan seperti permukiman penduduk, usaha dagang, hingga sarana dan prasarana pendukung aktivitas pariwisata yang sangat menjamur. Pada masa lampau keberadaan daratan pantai berpasir (sempadan pantai) akan digunakan secara terbatas oleh masyarakat nelayan lokal sebagai tempat untuk menangkalkan alat transfortasi melaut tradisional berupa jukung. Se dangkan bagian perairannya dijadikan lahan bagi mereka untuk mendapatkan nafkah terkait dengan profesinya sebagai
ISSN : 1829 – 894X
nelayan. Selain itu secara turun temurun daerah pantai telah banyak digunakan oleh masyarakat luas terutama umat Hindu Bali sebagai ruang publik untuk kegiatan upacara (ritual) melasti dan sebagai tempat yang murah meriah bagi masyarakat untuk berlibur. Eksploitasi terhadap daerah pesisir di Bali selatan untuk beragam kepentingan, menyebabkan ada kelompok masyarakat yang sangat dirugikan yakni para nelayan tardisional. Banyak dari mereka terpaksa harus meninggalkan profesinya sebagai nelayan yang sebelumnya sempat digeluti secara turun temurun mulai nenek moyangnya. Kondisi tersebut tampak dari jumlah nelayan di daerah tersebut yang jumlahnya semakin menurun dari waktu ke waktu. Bertolak dari kajian konseptual dan empiris sebagaimana yang dikemukakan tersebut, maka permasalahan yang hendak dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah bentuk-bentuk peman faatan ruang publik pesisir yang terjadi di wilayah Bali bagian selatan? 2) Apakah dampak-dampak yang di timbulkan terhadap pemanfaatan ruang publik publik pesisir bagi nelayan maupun masyarakat di daerah-daerah tersebut ? 3) Bagaimana upaya yang dilakukan dalam pemberdayaan nelayan untuk mengatasi keterpinggirannya sebagai akibat pe manfaatan pesisir untuk berbagai kepentingan ?
79
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
METODE PENELITIAN Sesuai dengan jenis pendekatan dan karakteristik penelitian, maka analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan secara terus menerus dari awal hingga akhir dari keseluruhan tahapan penelitian. Berkenaan dengan analisis data, Moleong (2009:281) mengatakan pelaksanaan analisa data sudah dimulai sejak pengumpulan data hingga data-data yang diinginkan diperoleh secara keseluruhan. Tahap analisis data akan diawali dengan kegiatan menyusun data yang telah terkumpul, kemudian digolongkan ke dalam katagori, konsep, preposisi, pola atau tema-tema sosial budaya tertentu (Bogdan &Taylor, 1975). Setelah itu akan dilakukan interpretasi terhadap keseluruhan data, yakni dengan memberi makna dan menjelaskan katagori, pola dan mencari keterkaitan antara berbagai konsep dan proposisi. Melalui cara ini, diharapkan suatu gejala budaya atau gejala sosial lainnya yang cendrung bersifat kompleks, yang berkenaan dengan masalah keterpinggiran nelayan sebagai dampak dari pemanfaatan pesisir untuk berbagai kepentingan dapat dideskripsikan dan dibuatkan suatu argumentasi dalam suatu kualitas yang lebih mendekati makna realitas sebenarnya. Proses analisis seperti itu lebih dikenal dengan siklus interaktif (Miles dan Habermas, 1992). Dalam proses tersebut, analisis data dilakukan secara siklus, bukan secara linier. Untuk mengetahui tentang komodifikasi terhadap daerah pesisir di Bali selatan dilakukan wawancara mendalam dengan teknik bola salju (snow ball) yang dimulai
80
ISSN : 1829 – 894X
dengan penunjukan informan kunci yang dianggap memiliki pengatahuan dan pemahaman yang luas terkait dengan masalah yang diteliti. Aspek yang ditanyakan menyangkut (1) bentuk-bentuk pemanfaatan daerah pesisir yang dilakukan oleh pihak tertentu, (2) faktor yang menyebabkan terjadinya pemanfaatan darah pesisir,(3) konflik yang terjadi dalam pemanfaatan daerah pesisir,(4) dampak dari pemanfaatan pesisir bagi kehidupan nelayan, dan (5) pemberdayaan masyarakat nelayan mengatasi keterpinggiran. Observasi dilakukan di enam tempat yang berada di Kelurahan Sanur, Kelurahan Serangan, Desa Suwung, Kelurahan Kedonganan, Kelurahan Jimbaran, dan Kelurahan Tanjung Benoa. Pemilihan sampel daerah penelitian tersebut didasarkan atas pertimbangan (a) Di daerah-daerah tersebut dijumpai adanya praktik pemanfaatan pantai untuk beragam kepentingan,(2) masyarakatnya masih kental dengan kehidupan nelayan, (3) dijumpai adanya konflik dalam pemanfaatan ruang publik nelayan dan pemilik usaha, (4) tedapat dampak sosial terhadap nelayan dalam pemanfaatan ruang publik pesisir Semua data yang diperoleh melalui observasi maupun terhadap melalui wawancara mendalam akan dianalisis secara diskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk Pemanfaatan Daerah Pesisir Daerah pesisir sebagai sumber kehidupan menurut Mukthasor (2007:35) memiliki
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
ISSN : 1829 – 894X
sumber alam yang sangat bermanfaat bagi manusia maupun mahluk hidup lainnya. Sumber alam dimaksud adalah sumber alam hayati seperti ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lainnya. Selain itu daerah peisir juga memiliki sumber daya nonhayati yang meliputi pasir, air laut dan mineral dasar laut. serta keindahan alam yang ditawarkan sehingga menciptakan daya tarik tersendiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di beberapa lokasi penelitian yang ada di Bali Selatan menunjukkan bahwa daerah pantai yang ada baik yang mencakup wilayah perairan maupun bagian sempadan pantai telah terjadi praktik komodifikasi dalam bentuk pemanfaatan yang dipergunakan oleh pihak-pihak
tertentu untuk berbagai kepentingan. Bagian sempadan pantai yang secara ideal semestinya merupakan daerah bebas dari kegiatan sepanjang 100 M, kini banyak dimanfaatkan untuk usaha- usaha tertentu baik sebagai tempat penjualan souvenir, akomodasi, restoran, spa, dan usaha pendukung pariwisata lainnya. Sedangkan pada bagian perairannya banyak ditemukan kegiatan baik yang terkait dengan usaha budidaya perikanan, tempat parkir alat angkut yang dimiliki oleh masyarakat lokal maupun yang berasal dari daerah lain termasuk oleh wisatawan mancanegara terutama yang terkait dengan transfortasi wisata. Sebagai gambaran tentang pe manfaatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Keragaman Pemanfaatan Daerah Pesisir di Bali Selatan BENTUK-BENTUK PEMANFAATAN DAERAH PESISIR VegeTempTemp-at Art Water tasi at rekreasi shop Sport MangRitual rove
Areal Mencari Ikan
NO
DESA / KELURAHAN
1
Serangan
v
v
v
v
v
V
-
v
v
v
2
Sanur
-
v
v
v
v
v
v
-
v
-
3
Suwung
-
-
-
-
-
-
-
-
v
v
4
Kedonganan
-
-
v
v
v
-
-
-
-
-
5
Jimbaran
-
v
v
v
v
v
v
-
-
-
6
Tanjung Benoa
-
-
v
v
v
v
-
v
v
-
KeramRestoAkomdasi ba ran/ pariwisata Apung Cafe
Tempat Sandar Jukung
Ket: v : ada - : tidak ada
81
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
Hasil dari observasi tersebut menunjukkan bahwa semaraknya pe mafaatan daearah-daerah tersebut tak dapat dilepaskan dari posisinya yang strategis dalam lintasan pariwisata yang menghubungkan antara daerah Sanur di bagian utaranya dan Kelurahan Tanjung Benoa pada bagian selatannya. Pemanfaatan yang paling banyak sesuai dengan observasi yang dilakukan dapat dijumpai di Kelurahan Serangan yang tidak saja pelakunya berasal dari masyarakat lokal juga oleh masyarakat luar Bali termasuk oleh orang asing yang menanamkan modalnya di bidang pariwisata. Masyarakat lokal umunya menggunakan pantai untuk aktivitas yang terkait dengan penggunaan alam sebagai aktivitas pencahariannya seperti sebagai nelayan dan menjual hasil produksi perikanan yang diperoleh dari kegiatan melaut. Sedangkan masyarakat daerah lain lebih banyak memanfaatkannya untuk kegiatan yang terkait dengan pariwisata seperti penyewaan peralatan water sport, layanan transfortasi, artshop, cafe, hotel, restoran dan usaha perdagangan lainnya. Pemanfaatan yang paling rendah terhadap daerah pesisir di daerah penelitian terdapat di Kelurahan Suwung yakni dalam bentuk pemanfaatan vegetasi mangrove yang memberikan imbas pada masyarakat lokal sebagai sumber perikanan. Daerah ini lebih banyak didominasi oleh hutan mangrove dengan spesies yang beragam yang tumbuh subur di sekitar pantainya. Selain itu, daerah tersebut juga merupakan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai dengan vegetasi mangrove yang 82
ISSN : 1829 – 894X
dilindungi. Keberadaan vegetasi mangove tersebut selain berimbas positip terhadap masyarakat lokal untuk memanfaatkannya sebagai arena memancing dan rekreasi, juga sangat berperan dalam mengurangi polusi udara, mengurangi abrasi laut dan dapat menangkal infiltrasi air laut yang masuk ke wilayah permukiman penduduk. Dampak Pemanfatan Pesisir Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pemanfaatan lingkungan pesisir untuk beragam kepentingan mulai marak setelah masuknya pariwisata. Berbagai pihak telah terlibat dalam pemanfaatan baik yang berasal dari masyarakat lokal maupun dari masyarakat luar. Masyarakat lokal dengan modal kecil biasanya terlibat dalam kegiatan yang terkait dengan profesi nelayan seperti pedagang kuliner berbahan ikan, warung yang menjual souvernir, budidaya ikan melalui keramba terapung, budidaya rumput laut dan penggunaan sempadan pantai sebagai tempat untuk parkir alat angkut tardisional jukung. Sedangkan masyarakat luar yang memiliki modal besar banyak menanamkan modal dengan membuka usaha tertentu seperti fasilitas water sport, galangan kapal, dermaga kapal, hotel dan restoran, transfortasi air untuk pelayanan terhadap wisatawan domestik dan mancanegara, dan kegiatan lainnya yang tersebar di daerah perairan sekitar maupun menggunakan sempadan pantai sebagai tempat usaha. Saat ini kondisi daerah pesisir di beberapa daerah penelitian seperti di Kelurahan serangan, Sanur dan Tanjung Benoa banyak dimanfaatkan untuk beragam
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
usaha atau aktivitas yang keberaadaannya saling tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pesisir untuk berbagai kepentingan di antaranya adalah lokasi strategis yang dekat dengan Kota Denpasar dan daerah wisata lainnya yang melintang dari utara yaitu Kelurahan Sanur hingga bagian selatan yaitu Tanjung Benoa. Kondisi tersebut memungkinkan migrasi manusia ke tempat tersebut terjadi secara cepat. Alih fungsi yang terjadi tersebut oleh berbagai pihak akan memicu terjadinya konflik kepentingan yang melibatkan masyarakat lokal yang secara historis telah memanfaatkan daerahnya maupun kelompok lain yang menggunakannya untuk kepentingan usaha. Walaupun demikian, hingga saat ini konflik yang terjadi umumnya masih dalam batas toleransi. Biasanya konflik akan terjadi antara pemilik jukung yang merasa dirugikan dengan dibangunnya beberapa fasilitas pendukung pariwisata dan aktivitas lainnya yang menggunakan badan pantai sebagai tempat usaha. Para nelayan merasa berhak atas pantai yang ada terutama untuk memarkir alat angkutnya (jukung). Selama ini banyak nelayan tradisional yang mesti memarkir alat transfortasi mereka di perairan yang dianggap rentan terhadap badai yang setiap saat bisa muncul dan menghempaskannya. Di lain pihak investor atau pihak lain yang memanfaatan pesisir merasa berhak atas lokasi yang ditempati karena mereka sudah membayar retribusi atau berstatus sewa dalam jangka waktu tertentu. Sehubungan dengan konflik yang
ISSN : 1829 – 894X
terjadi tersebut, upaya telah dilakukan melalui melalui jalan tengah dimana pihak investor telah memberikan kompensasi kepada pihak nelayan dalam bentuk ganti rugi berupa uang atau fasilitas pendukung kenelayanan sehingga dapat mengurangi beban ekonomi yang dirasakan dan dapat melalut sesuai dengan yang dikehendaki. Alih fungsi melalui komodifikasi lahan pesisisr untuk berbagai kepentingan yang dilakukan oleh berbagai pihak telah menimbulkan beberapa dampak baik yang terkait dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terutama yang dirasakan oleh para nelayan tradisional. Secara fisik terkait dengan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan perairan yang disebabkan karena banyaknya aktivitas untuk berbagai keperluan seperti servis kapal yang dilakukan di laut, kegiatan water sport, dan bididaya ikan dengan keramba apung yang juga dipergunakan untuk aktivitas cuci mencuci peralatan memasak oleh pengelolanya sehingga menimbulkan limbah. Selain itu pencemaran juga disebabkan dengan limbah alat tranfortasi laut yang sebagain besar menggunakan bahan bakar minyak sehingga terkadang menimbulkan tumpahan ke perairan sekitar. Pencemaran lingkungan yang terjadi tersebut akan berpengaruh terhadap menurunnya sumber perikanan yang ada, begitu juga dengan ekosistem lainnya seperti keberadaan hutan mangrove, budidaya rumput laut dan terumbu karang yang ada. Secara sosial adanya pemanfaatan terhadap daerah peisisir akan berdampak pada semakin berkurangnya sumber 83
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
perikanan yang ada dan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh oleh nelayan tradisional yang secara rutin memanfaatkan perairan pantai di sekitarnya sebagai lahan penghidupannya. Sebagai akibatnya banyak di antara mereka yang mengundurkan diri sebagai nelayan dan lebih memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan seperti sebagai sebagai buruh bangunan, mengantarkan tamu dengan berkeliling wisata menyusuri perairan sekitar sambil melakukan kegiatan diving untuk melihat terumbu karang yang dikelola oleh nelayan setempat. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Secara sosiologis, karakteristik masyarakat nelayan sebagai bagian dari masyarakat pesisir memiliki perbedaan dengan karakteristik yang dialami oleh petani sesuai dengan sumber alam yang dihadapi. Walaupun kelompok masyarakat tersebut saat ini sama-sama berada dalam posisi terpinggirkan, akan tetapi jika dibandingkan di antara keduanya, nelayan memiliki nasib yang kurang beruntung. Para nelayan pada dasarnya akan menghadapi sumber alam yang bersifat open acces sehingga menyebabkan mereka mesti berpindahpindah untuk mendapatkan tangkapannya secara maksimal. Resiko tantangan yang dihadapi juga akan tinggi seperti cuaca yang kurang bersahabat, pemborosan bahan bakar yang digunakan dalam menjalankan aktivitas melaut mengingat posisi ikan yang senantiasa berpindah. Kondisi yang demikian menyebabkan pula para nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lain yakni 84
ISSN : 1829 – 894X
keras, tegas dan terbuka (Satria, 2009:336) Masyarakat pesisir di lokasi penelitian yang didominasi oleh nelayan tradisional dengan teknologi yang masih sederhana, dalam melakukan aktivitasnya melaut sebagian besar dari hasil yang diperoleh hanya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dibandingkan dengan usaha produksi. Pemanfaatan daerah pesisir, baik pada bagian sempadan maupun perairan di sekitarnya yang tampak saling tumpang tindih untuk berbagai kepentingan dengan kompleksitas masalah yang menyertainya menyebabkan pula keberadaan nelayan tradisonal hidupnya menjadi semakin tak berdaya atau terpinggirkan. Hingga saat ini masih ada di antara mereka yang hidupnya miskin dan tersebar di beberapa daerah (banjar) yang ada di Bali Selatan. Adanya keterpinggiran dalam bentuk kemiskinan yang dihadapi nelayan tersebut diperlukan adanya upaya pemberdayaan untuk mengubah kehidupannya. Dalam pandangan Payne dalam Pitana (2011:2) pemberdayaan diartikan sebagai proses untuk membantu masyarakat untuk mendapatkan daya, kekuatan atau kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan. Selain itu pemberdayaan juga mengandung makna pemberian sebagian kekuatan atau kekuasaan kepada masyarakat dan memotivasi masyarakat agar memiliki keberdayaan atau ke mampuan dalam pengambilan tindakan. Pemberdayaan dimaksud mencakup aspek ekonomi maupun aspek sosial. Sehubungan dengan itu, untuk dapat meningkatkan taraf hidup para nelayan ada beberapa upaya yang telah dilaksanakan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
sebagai bentuk pemberdayaannya di antaranya melalui bantuan langsung baik dalam bentuk pembagian beras yang diberikan oleh pemerintah maupun dari donatur lain yang simpati dengan keadaannya. Selain itu, pihak pemerintah Kota Denpasar juga telah melakukan pemberdayaan dengan memberikan ban tuan berupa alat transportasi (jukung) dan mesin tempel kepada beberapa kelompok nelayan yang ada. Usaha lain yang juga diberikan pada nelayan adalah pembekalan keterampilan melalui berbagai bentuk pelatihan seperti pelatihan montir (perbengkelan) pada generasi muda, pelatihan pembuatan dupa, pelatihan massage (tukang urut) dan pemberian penyuluhan berkenaan dengan transfortasi laut bagi para nelayan yang dilakukan secara rutin setiap tahun sekali. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen dan wawancara yang dilakukan pada informan, dapat disimpulkan bahwa: Hampir semua daerah di Bali selatan dijumpai adanya pemanfaatan pesisir untuk berbagai kepentingan yang sebelumnya secara tradisional terbatas dipergunakan oleh nelayan untuk kepentingan parkir jukung dan ruang bagi masyarakat untuk rekreasi berenang dan usaha ritual agama; Kompleksitas pemanfaatan terhadap ruang publik pesisir memicu terjadinya konflik kepentingan antar pihak khususnya nelayan dengan pemilik usaha. Konflik umumnya dapat dihindari dengan pemberian kom pensasi dana yang disepakati bersama yang diberikan oleh pemilik usaha kepada
ISSN : 1829 – 894X
nelayan berkenaan dengan ruang pesisir yang dipergunakan; Adanya pemanfaatan daerah peisir untuk berbagai kepentingan juga telah menimbulkan adanya dampak baik terhadap lingkungan fisik dalam bentuk pencemaran lingkungan perairan dan ekosistem hutan mangrove maupun dampak sosial yang dirasakan oleh nelayan tradisional yang tampak dari masih adanya masyarakat miskin di beberapa tempat yang disebabkan oleh semakin sulitnya mendapatakn tangkapan ikan; Pemberdayaan terhadap nelayan dari keterpurukannya telah dilakukan dengan pemberian bantuan langsung oleh pemerintah dalam bentuk peralatan jukung, mesin tempel maupun jaring serta melalui pembinaan terhadap beberapa kelompok nelayan yang ada melalui pelatihan-pelatihan terkait dengan bidang perikanan maupun bidang lain yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan Dirjen Dikti, atas bantuan dana yang diberikan untuk terwujudnya penelitian ini. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada para informan yang telah bersedia diwawancarai, Dinas Kesbanglinmas Badung dan Kota Denpasar yang memberikan izin penelitian, serta semua pihak yang telah membantu dalam memperlancar penelitian. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita,Rahardjo.2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Yogyakarta : Garaha Ilmu Anderson, B.1989. Komunitas-Komunitas 85
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 77 - 86
ISSN : 1829 – 894X
Daya Perikanan.Yogyakarta: LKis.
Terbayang. Jakarta: Insist Ardhana, I Putu Gede. 2002. Pengelolaan Lingkungan Pesisir dalam Rangka Konservasi Sumber Daya Mangrove di Wilayah Bali. Bumi Lestari, Volume 3 No.1, Halaman 7-8.
Mardika, Nyoman. 2000. “Konflik Kepentingan dalam Kebijakan Pembangunan Pariwisata di Pulau Serangan” (tesis). Denpasar : Universitas Udayana.
Barker, Christ. 2004. Cultural Studies Teori dan Praktek. Penerjemah dan penyunting: Tim Kunci Cultural Studies Center. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka
Milles and Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Graffiti Prress.
Boudrillard,Jean.2004.2004. Masyarakat Konsumsi (Wahyono,Penerjemah) Yogyakarta: Kreasi Wacana Bogdan,R & Taylor,S.J. 1975. Intoduction to Qualitative Research Methods. Newyork: JohnWiley Dahuri, Rohmin, Jacub Rais dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Kusnadi, H. 2001 Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber
86
Moleong, Lexy.2009. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).Yogyakarta: Rosda. Pitana, I Gde. 1994a . Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Depasar: BP Pitana, I Gde. 1994b. Pemberdayaan dan Hiperdemokrasi dalam Pembangunan Pariwisata. Denpasar: Pustaka Larasan Satria
Arif. 2009. Ekologi Polotik Nelayan. Yogyakarta: LKis Printing Cemerlang
Supriadi, Dedi.1994. Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfa Beta
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN MODEL EKSPOSITORY DENGAN METODE DEMONSTRASI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SENI BUDAYA Ni Ketut Dristhy SMP Negeri 4 Tabanan ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Tabanan. di Kelas VII B yang prestasi belajarnya masih rendah. Tujuan penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui apakah model Ekspository dengan metode demonstrasi dan pemberian tugas dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode pengumpulan datanya adalah tes prestasi belajar. Metode analisis datanya adalah deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model Ekspository dengan metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Ini terbukti dari hasil rata-rata yang diperoleh pada pada awalnya 60,71 setelah diberikan tindakan pada siklus I meningkat menjadi 66,79 dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 75,89. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah model Ekspository dengan metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Tabanan Kata kunci: model ekspository, metode demonstrasi, prestasi belajar MODEL APPLICATION EKSPOSITORY DEMONSTRATION USING AS EFFORTS TO IMPROVE CULTURAL ARTS LEARNING ACHIEVEMENT ABSTRACT The research was conducted in SMP Negeri 4 Tabanan. The Class VII B that academic achievement is still low. The purpose of writing this classroom action research was to determine whether the model Ekspository by methods demonstration and administration tasks can improve student achievement. Data collection method is achievement test. Methods of data analysis is descriptive. The results obtained from this study is a model Ekspository the demonstration method can improve student achievement. This is evident from the average yield obtained at 60.71 after initially granted the action in the first cycle increased to 66.79 and the second cycle increased to 75.89. The conclusion of this study is a model Ekspository the demonstration method can increase Keywords: ekspository models, methods of demonstration, learning achievement
PENDAHULUAN Dalam dunia pembelajaran dikenal adanya beberapa hal penting seperti media, metode, model, strategi pendekatan dan teknik. Hal-hal tersebut mempunyai tujuan akhir yakni guna mencapai peningkatan dalam proses belajar mengajar. Dengan
guru mampu melakukan pemilihan dan penggunaan hal-hal tersebut akan dapat mencapai hasil-hasil yang maksimal dari kegiatan belajar mengajar. Iriyanto (2012: 44) menyatakan bahwa kesuksesan itu bergantung pada kemampuan seseorang memahami diri sendiri, kemampuan 87
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
mengelola diri sendiri secara efektif, kemampuan untuk memahami orang lain dan kemampuan untuk mengelola hubungan dengan orang lain. Pada halaman 57 juga disampaikan bahwa tugas seorang guru yang sesungguhnya bukanlah menyiapkan para siswa agar nilainya bagus dan lulus ujian tetapi menyiapkan mereka agar menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan kematangan pribadi yang dibutuhkan untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun akhirat, selama mereka berada di lingkungan sekolah. Uraian di atas adalah gambaran ideal dari sebuah proses pendidikan yang diharapkan. Apabila kondisi yang diharapkan tersebut tidak didukung dengan pengetahuan dan pemahaman guru mengenai strategi, metode, teknik, pendekatan-pendekatan tertentu maka prestasi belajar anak akan menjadi rendah. Kenyataan tersebut terbukti dari hasil tes yang diberikan pada siswa kelas VII B semester II tahun ajaran 2011/2012 di SMP Negeri 4 Tabanan. ternyata baru mencapai rata-rata 60,71. dengan prosentase ketuntasan belajar 35,71 % Harapan nyata yang diinginkan di lapangan terkadang tidak selalu sejalan. Banyak faktor yang menjadi penyebab tidak terwujudnya harapan tersebut, seperti: kurangnya kemauan guru mengembangkan model pembelajaran, kemampuan guru memahami inti pembelajaran, kemampuan guru melaksanakan teori-teori pembelajaran terbaru, kemampuan guru memahami karakteristik peserta didik, kelengkapan sarana prasarana yang ada di sekolah. Kemampuan anak mengikuti proses pembelajaran, kesenjangan anak 88
ISSN : 1829 – 894X
yang sulit melupakan kegiatan bermain dan lain-lain.Terjadinya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan di lapangan, memotivasi peneliti sebagai guru kelas.VII B di SMP Negeri 4 Tabanan mengupayakan peningkatan prestasi belajar seni budaya siswa dengan menerapkan model ekspository menggunakan metode demonstrasi. Dengan tindakan yang seperti itu diharapkan prestasi belajar peserta didik akan dapat ditingkatkan. Mengacu pada latar belakang, maka peneliti merumuskan permasalahan yang ingin dikaji adalah sebagai berikut: Apakah model Ekspository dengan menerapkan metode demonstrasi akan dapat meningkatkan prestasi belajar Seni Budaya siswa kelas VII B di SMP Negeri 4 Tabanan.? Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa tinggi terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model ekspository dengan metode demonstrasi. Manfaat dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut; 1) Bagi Guru, memberikan wawasan kepada guru tentang bagaimana mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan materi pelajaran terhadap siswa. Dari pengalaman tersebut diharapkan guru dapat mengembangkan kemampuannya untuk menerapkan pada pelajaran lain. Selain itu juga dapat menularkan pengalaman yang diperolehnya ini kepada guru yang lain. 2) Bagi Sekolah, menggunakan model ekspository dengan metode demonstrasi ini guru memperoleh pengalaman mengembangkan model pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan latar belakang
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
dan pengalaman bertanya yang dimiliki siswa. Dengan demikian tidak ada alasan bahwa pembaharuan ini harus memerlukan biaya yang banyak, sehingga model pernbelajaran ini dapat ditetapkan disemua sekolah, baik yang berada di wilayah kota maupun desa yang terpencil. 3) Bagi siswa, penggunaan model ekspository dengan metode demonstrasi dapat menyenangkan, mendorong dan membiasakan siswa untuk belajar mandiri, tidak tergantung kepada guru. Model pembelajaran ekspository adalah model pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan keterangan terlebih dahulu berupa definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran. Model ini merupakan model pembelajaran yang dalam praktek pelaksanaannya selalu digabungkan dengan metode lain dalam memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah sperti metode demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Penggunaan model ekspository merupakan model pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Sanjaya, (2008:181) dalam blog Muchlisin Riadi menjelaskan prinsip-prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan oleh setiap guru dengan model ekspository antara lain: 1) Berorientasi pada Tujuan. 2) Prinpip Komunikasi. 3) Prinsip Kesiapan. 4) Prinsip Berkelanjutan. Sadia (1996:12) mendefisikan model belajar konvensional/ ekspository sebagai rangkaian kegiatan belajar yang dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian ilustrasi atau contoh
ISSN : 1829 – 894X
soal oleh guru, diskusi tanya-jawab sampai akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajarkannya dapat dimengerti oleh siswa. Ausubel (Romiszowski, 1990) menyatakan model pembelajaran konvensional atau ekspository didasarkan pada proses meaningful reception learning. Gunarti, dkk. (2010:9.3–9.8) menjelaskan bahwa untuk demonstrasi adalah suatu strategi pengembangan dengan cara memberikan pengalaman belajar melalui perbuatan melihat dan mendengarkan yang diikuti dengan meniru pekerjaan yang didemonstrasikan, untuk memperagakan serangkaian tindakan berupa gerakan yang menggambarkan suatu cara kerja atau urutan proses sebuah peristiwa atau kejadian. Metode demonstrasi akan memperlihatkan suatu proses atau cara kerja sesuatu, bisa dilakukan melaui demonstrasi. Metode ini membantu peningkatan daya pikir, memperoleh pengalaman belajar. Kelebihannya, membantu anak lebih jelas melihat proses, memudahkan berbagai jenis penjelasan, memusatkan perhatian, dapat mengurangi kesalahan-kesalahan apabila mau mencoba sendiri. Kelemahanya, tidak semua benda/ peristiwa dapat dide-monstrasikan, sulit apabila yang mau mendemonstrasikan belum mengerti. Demonstrasi merupakan metode ajar yang baik digunakan dalam mengajar karena metode ini akan dapamt membantu anak melihat kenyataan, melihat orang mendemonstrasikan sesuatu dengan benar, melihat peran tertentu dengan benar. Setelah melakukan demonstrasi maka pemberian tugas juga meruakan hal yang
89
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
perlu dilakukan. Djamarah (1994:23) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Kalau perubahan tingkah laku adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah. Dengan kata lain prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebagai akibat perbuatan belajar atau setelah menerima pengalaman belajar, yang dapat dikatagorikan menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. prestasi belajar menurut Purwanto (2000: 102) antara lain: (1) faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang dapat disebut faktor individual, seperti kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial., seperti faktor keluarga/ keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajamya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial. Slameto (2003: 54-70) bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstem. Faktor intern diklasifikasi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern digolongkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, 90
ISSN : 1829 – 894X
faktor sekolah, faktor masyarakat. Faktor keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sardiman (1988:25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi.Adapun peran sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi diuraikan seperti berikut. Hipotesis penelitian ini adalah Jika metode demonstrasi dapat dilaksanakan secara maksimal dalam model ekspository maka prestasi belajar seni budaya siswa akan dapat ditingkatkan. METODE PENELITIAN Peneliti mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 4 Tabanan kelas VII B semester II . Untuk penelitian ini penulis memilih rancangan penelitian tindakan yang disampaikan oleh Arikunto (2007). Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B yang belajar pada Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012, Yang menjadi objek penelitian adalah peningkatan prestasi belajar. Penelitian ini dilakukan dari bulan januari 2012 sampai dengan bulam mei 2012. Untuk mengumpulkan data penelitian ini digunakan tes prestasi belajar. Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil peneilitian ini adalah metode deskriptif. Untuk data kuantitatif dianalisis dengan mencari mean, median, modus, membuat interval kelas dan melakukan penyajian dalam bentuk table dan grafik. Instrument yang digunakan untuk
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
menilai prestasi belajar siswa kelas VII B adalah berbentuk tes. Indikator yang dijadikan pedoman untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan penelitian yaitu pada siklus I nilai rata-rata siswa mencapai 75 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 75 atau lebih dengan ketuntasan belajar minimal 80%. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum memasuki ruangan kelas untuk memulai pelaksanaan tindakan pada siklus I ini guru selaku peneliti menyiapkan segala alat dan perlengkapan yang akan dibawa ke ruang kelas. Sesampainya di kelas, guru selaku peneliti melaksanakan pembelajaran dengan pembelajaran pendahuluan yaitu: mengucapkan salam, melakukan absensi, memotivasi siswa agar giat belajar, melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran serta cakupan materi yang sedang diajarkan. Selanjutnya melakukan pembelajaran inti explorasi, elaborasi, konfirmasi. Melakukan kegiatan pembelajaran penutup. Untuk hasil dari bimbingan terhadap anak diamati secara berkelanjutan dengan pemberian tes prestasi belajar serta mengamati secara berkelanjutan dengan peneliti terus memperhatikan semua siswa yang diteliti, gerak-gerik mereka, keaktifan mereka, kemauan mereka belajar aktif dan terus giat memantau kegiatan yang dilakukan peserta didik. Hasil observasi disajikan pada tabel 1.
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 1. Data hasil Pengamatan Siklus I
Berdasarkan tabel 1 Pelaksanaan penelitain pada siklus I ini sudah cukup baik, upaya membimbing anak sudah memperlihatkan keberhasilan sesuai data yang diperoleh walaupun belum maksimal. Namun sudah ada peningkatan dari nilai awal 60,71 menjadi rata-rata siklus I yaitu 66,79. Dari 28 anak yang diteliti 16 orang anak atau 54,14% baru mencapai hasil sesuai harapan, sedangkan 42,86% atau 12 orang anak belum mencapai harapan indikator keberhasilan penulisan. Gambaran dari fenomena yang ada adalah belum maksimalnya pembelajaran di kelas. Berdasarkan tabel 1 dapat digambarkan diagram histogram prestasi belajar seni budaya yang ditunjukkan pada gambar 1.
91
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
ISSN : 1829 – 894X
Gambar 1. Histogram Prestasi Belajar Seni Budaya Siswa Kelas VII B Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Siklus I Sebelum memasuki ruangan kelas untuk memulai pelaksanaan tindakan pada siklus II ini guru selaku peneliti menyiapkan segala alat dan perlengkapan yang akan dibawa ke ruang kelas. Sesampainya di kelas, guru selaku peneliti melaksanakan pembelajaran dengan pembelajaran pendahuluan yaitu: mengucapkan salam, melakukan absensi, memotivasi siswa agar giat belajar, melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran serta cakupan materi yang sedang diajarkan. Melakukan pembelajaran inti eksplorasi, elaborasi, konfirmasi dan kegiatan penutup. Dari hasil observasi siklus II prestasi belajar siswa yang didapat dengan menggunakan seperangkat tes, maka didapatkan hasil prestasi belajar siswa seperti pada table 2.
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Siklus II Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II ini adalah dari 28 orang anak yang diteliti ada 24 orang anak atau 85,71% sudah mencapai hasil sesuai / melebihi tuntutan indikator. Anak-anak yang lain yang jumlanya hanya 4 atau 14,29% belum mampu mencapai indikaotr yang dituntut. Itu artinya semua anaki sudah mencapai keberhasilan sesuai yang diharpakan. Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat digambarkan diagram prestasi belajar seni budaya yang ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Histogram Prestasi Belajar Seni Budaya Siswa Kelas VII B Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Siklus II 92
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
PEMBAHASAN Deskripsi awal telah menunjukkan rendahnya prestasi belajar siswa yang diakibatkan oleh faktor-faktor luar dan faktor-faktor dari dalam diri guru sendiri. Faktor-faktor tersebut telah dipahami betul dan pelan-pelan diperbaiki agar proses pembelajaran tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dengan cara membuat perencanaan yang lebih baik pada siklus berikutnya. Dari faktor siswa tentang kurangnya motivasi orang tua dalam mengarahkan anak-anak mereka untuk mau giat belajar dilakukan dengan memberi pengarahan lewat penyampaian yang dilakukan kepala sekolah terhadap orang tua siswa. Dari hail pengamatan yang telah dilakukan pada siklus I ini dalam upaya pembenahan proses pembelajaran di kelas dapat disampaikan bahwa ada kelebihankelebihan yaitu peneliti telah membuat perencanaan yang matang, dengan terlebih dahulu membaca teori yang ada, dalam pelaksanaan pembelajaran peneliti sudah berpakaian rapi, menggunakan bahasa yang santun, menuntun siswa dengan baik. Hal ini menimbulkan interpretasi bahwa perjalanan penelitian sudah cukup baik. Kelemahan yang disampaikan perlu diberikan analisis yaitu penggunaan waktu yang belum efektif, konstruksi, kontribusi siswa belum maksimal, fakta ini akan dijadikan acuan kebenaran data, validasi internal validitas eksternal berupa penggunaan teori-teori yang mendukung dan reliabilitas data penelitian ini dapat penulis yakini karena hal itu merupakan ketepatan peneliti memilih instrumen.
ISSN : 1829 – 894X
Faktor-faktor yang berpengaruh belum maksimalnya pembelajaran pada siklus I ini adalah karena peneliti baru satu kali mencoba model ini. Cara pemecahan masalahnya adalah penyiapan RPP yang lebih baik, lebih berkualitas, meminta pendapat teman sejawat untuk memperoleh tambahan pengalaman, gambarangambaran. Dari gambaran pelaksanaan yang telah dilakukan ternyata hasil yang diperoleh pada siklus I ini sudah lebih baik dari hasil awal yang baru mencapai nilai rata-rata 60,71 dengan ketuntasan belajar 35,71%. Pada siklus I ini sudah mencapai peningkatan sedikit lebih tinggi yaitu dengan rata-rata 66,79 dan ketuntasan belajar 57,14%. Namun hasil tersebut belum maksimal karena tuntutan indikator keberhasilan penelitian adalah agar peserta didik mampu memperoleh rata-rata 75 dengan ketuntasan belajar 80%. Oleh karenanya penelitian ini masih perlu untuk dilanjutkan. Perolehan hasil dari kegiatan penelitian pada siklus II ini terbukti telah menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran sudah cukup baik. Ini terbukti dari rata-rata nilai siswa mencapai 75,89 dengan ketuntasan belajar 85,71%. Hasil ini menunjukkan bahwa model ekspository dengan metode demonstrasi telah berhasil meningkatkan kemampuan siswa menempa ilmu sesuai harapan. Model ekspository dengan metode demonstrasi merupakan model yang cocok bagi siswa apabila guru menginginkan mereka memiliki kemampuan melakukan analisis, sintesis, berargumentasi, me 93
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
ngeluarkan pendapat secara lugas. Model ekspository dengan metode demonstrasi mampu memupuk kemampuan intelektual siswa, mendorong siswa untuk mampu menemukan sendiri, menempatkan siswa pada posisi sentral dan mengupayakan agar siswa mampu belajar lewat penemuan agar materi yang dipelajari dapat diingiat lebih lama. Hasil penelitian ini ternyata telah memberi efek utama bahwa model yang diterapkan dalam proses pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Temuan ini membuktikan bahwa guru sudah tepat memilih metode dalam melaksanakan proses pembelajaran karena pemilihan metode merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan. Hal ini sejalan pula dengan temuan-temuan peneliti lain seperti yang dilakukan oleh Inten (2004) dan Puger (2004) yang pada dasarnya menyatakan bahwa metode pembelajaran yang diterapkan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Upaya maksimal dalam me laksanakan pembelajaran pada siklus II dengan memperbaiki semua kelemahankelemahan sebelumnya telah mampu membuat peningkatan pemahaman dan keilmuan peserta didik. Dari nilai yang diperoleh siswa, 11 orang siswa mendapat nilai melebih KKM, 13 orang siswa memperoleh nilai sesuai KKM dan hanya 4 orang siswa memperoleh nilai rendah. Atas dasar perolehan data dalam bentuk nilai tersebut dapat diyakini bahwa prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan penggunaan model ekspository dengan 94
ISSN : 1829 – 894X
metode demonstrasi. Melihat perbandingan nilai awal, nilai siklus I dan nilai siklus II, terjadi kenaikan yang signifikan, yaitu dari ratarata nilai awal adalah 60,71 naik di siklus I menjadi 66,79 dan di siklus II naik menjadi 75,89. Kenaikan ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena kenaikan nilai ini adalah dari upaya-upaya yang maksimal yang dilaksanakan peneliti demi peningkatan mutu pendidikan dan kemajuan pendidikan khususnya di SMP Negri 4 Tabanan, khususnya siswa kelas VII B semester II tahun pelajaran 2011/2012. SIMPULAN Pemicu rendahnya prestasi belajar ada pada faktor metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.Untuk itu penggunaan model/ metode yang sifatnya konstruktivis sangat diperlukan. Dalam hal ini peneliti menerapkan model ekspository dengan metode demonstrasi sebagai solusi untuk memecahkan permasalahan yang ada. Dari hasil refleksi yang telah disampaikan dan dengan melihat semua data yang telah dipaparkan, dapat disampaikan bahwa pencapaian tujuan penelitian di atas dapat dibuktikan dengan argumentasi sebagai berikut. a). Dari data awal ada 18 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 12 siswa dan siklus II hanya 4 siswa mendapat nilai di bawah KKM. b). Nilai rata-rata awal 60,71 naik menjadi 66,79 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 75,89 c). Dari data awal siswa yang tuntas hanya 10 orang sedangkan pada siklus I menjadi lebih banyak, yaitu 16 siswa dan pada siklus
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 87 - 95
II menjadi cukup banyak yaitu 24 siswa. Paparan di atas membuktikan bahwa model ekspository dengan metode demonstrasi dapat memberi jawaban sesuai tujuan penelitian ini. Semua ini dapat dicapai karena model ekspository dengan metode demonstrasi sangat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan siswa aktif, antusias dan dapat memahami materi yang diajarkan sehingga prestasi belajar siswa menjadi meningkat. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terselesaikan tentunya atas dorongan banyak pihak. Untuk itu ucapan terima kasih layak diberikan kepada siswa SMP Negeri 4 Tabanan di kelas VII B semester II tahun pelajaran 2011/2012. Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Sekolah; teman sejawat; dan pegawai tata usaha. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan Pengelola Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati atas diterbitkanya artikel ini. Semoga artikel ini ada manfaatnya bagi pembaca.
ISSN : 1829 – 894X
Jakarta: Universitas Terbuka. http://www.dwinandahariyanto.blogspot. com/2012/08/bipers-dan-pemberiantugas-resitasi.html Iriyanto, H.D. 2012.Hebat Gurunya Dahsyat Muridnya. Jakarta: Erlangga. Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Sadia ,I Wayan. 2009. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains. Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha. Sardiman, A.M. 1988. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina . 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media: Jakarta. Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Djamarah, Syaful Bahri. 2002. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Gunarti, Winda, dkk. 2010. Metode Pengembangan Prilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. 95
96
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DENGAN DRILL METHOD UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS Ni Made Gadung Arwati SMP Negeri 4 Tabanan ABSTRAK Penelitian ini dilaksakan di SMP Negeri 4 Tabanan di Kelas IX A yang kemampuan siswanya untuk mata pelajaran IPS masih rendah. Tujuan penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode pengumpulan datanya adalah tes prestasi belajar. Metode analisis datanya adalah deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Ini terbukti dari hasil yang diperoleh pada awalnya ada 23 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 16 siswa dan siklus II hanya 6 siswa mendapat nilai di bawah KKM. Dari ratarata awal 53,67 naik menjadi 60,33 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 75,56. Sedangkan dari data awal siswa yang tuntas hanya 7 orang sedangkan pada siklus I menjadi lebih banyak yaitu 14 siswa dan pada siklus II menjadi cukup banyak yaitu 24 siswa. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat meningkatkan prestasi belajar. Kata kunci: inkuiri terbimbing, drill method, prestasi belajar MODEL APPLICATION guided inquiry DRILL WITH METHOD TO IMPROVE LEARNING ACHIEVEMENT IPS ABSTRACT This research was held at SMP Negeri 4 Tabanan of class IX A students which founded that the students ability in social science are very low. The purpose of their classroom action research is to find out study model of guide inquiry by drill method can be improve the students study achievement. The method of data were collected by study achievement test. The method of data analysis is descriptive. The result of this research was study model of guide inquiry by drill method can improved the students study achievement. It can proof by the result from the first where 23 students got mark under minimum marked limit and in cycle I down become 16 students and in cycle II just 6 students got mark under minimum marked limit. From the first averaged 53,67 increase to be 60,33 in cycle I and II increase to be 75,56. In first data just 7 students got mark above under minimum limit and in cycle I 14 students got mark above under minimum limit and in cycle II 24 students got mark above under minimum limit. The conclusion of this research is study model of guide inquiry by drill method can improve the students study achievement. Keywords: guide inquiry models, drill method, study achievement.
97
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
PENDAHULUAN Masalah yang ada di kelas IX A dalam mata pelajaran IPS adalah rendahnya rata-rata ulangan harian pada kompetensi dasar mengidentifikasi ciri-ciri negara berkembang dan negara maju, setelah dilakukan tiga kali pertemuan diawal semester I. Permasalahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja mengingat apabila terus dibiasakan berakibat rendahnya prestasi belajar siswa. Keberhasilan seorang guru dalam proses pembelajaran bukan hanya sekadar tercapainya suatu tujuan belajar, akan tetapi keberhasilan juga ditentukan oleh sejauhmana guru mampu mengembangkan kecakapan siswanya dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya di sekolah untuk diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tilaar dalam Yamin dan Maisah (2010: 29) menggambarkan profil guru yang profesional pada abad ke XXI sebagai berikut, (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, (2) memiliki penguasaan ilmu yang kuat, (3) memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) mengembangkan profesi secara berkesinambungan. Penggambaran tersebut apabila dimiliki seorang guru akan membawanya untuk dapat memangku jabatan secara profesional yang dapat menciptakan iklim pembelajaran yang menarik, aman, dan nyaman serta kondusif bagi siswa. Namun terkadang, harapan tidak selamanya berjalan secara ideal dengan hasil yang diperoleh. Seperti juga apa yang terjadi dengan pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 4 Tabanan. 98
ISSN : 1829 – 894X
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada siswa kelas IX A semester I didapatkan bahwa prestasi belajar siswa untuk mata pelajaran IPS tergolong masih rendah. Tidak sesuai dengan harapan tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran yang harus dikuasai siswa. Beberapa kendala yang dapat diidentifikasi adalah dalam proses pembelajaran, ratarata siswa yang bertanya ataupun menjawab pertanyaan yang diberikan guru hanya 2 sampai 4 orang, itu membuktikan bahwa tingkat keaktifan belajar siswa masih belum maksimal. Rendahnya tingkat keaktifan dan kreativitas siswa dalam belajar ini berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar yang diperoleh. Bukti fisik berupa nilai ulangan harian setelah dilakukan tiga kali pertemuan menyimpulkan bahwa nilai rata-rata siswa hanya mencapai 53,67, dengan ketuntasan belajar 23,33%, di bawah rata-rata nilai KKM yang ditentukan di SMP Negeri 4 Tabanan sebesar 75. Berladaskan kenyataan itulah guru sebagai peneliti mencoba menyusun sebuah alur penyelesaian masalah dan mendokumentasikannya menjadi sebuah penelitian ilmiah untuk dijadikan acuan bersama, dengan judul Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Dengan Drill Method untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS di Kelas IX A Semester I SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2010/2011. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut. Apakah melalui Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS pada kelas IX A
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
semester I SMP Negeri 4 Tabanan. Tujuan penelitiannya untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan pemahaman konsep siswa menggunakan Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Manfaat penelitian ini secara teoritis, penelitian tindakan kelas dapat menambah wawasan mengenai pembelajaran, khususnya melalui Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat meningkatkan prestasi belajar IPS, sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti-peneliti berikutnya serta meningkatkan mutu pendidikan.. Manfaat praktis, 1) bagi siswa, dengan cara belajar yang diterapkan, maka siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, khususnya masalah IPS, 2) bagi guru, dapat meningkatkan profesionalisme, dan dapat memberikan informasi kepada guru lain bahwa sebaiknya dilakukan Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method untuk mencapai pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, 3) bagi sekolah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kualitas guru, dan pada akhirnya kualitas sekolah. Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatankegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, meng-evaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan mengguanakan alat untuk memperoleh data, menganalisis
ISSN : 1829 – 894X
dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya. (Depdikbud, 1997; NRC, 2000). (http:// journal.unnes.ac.id/). Pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Lailatur (2009), yaitu penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok hidrokarbon. Ramadhani (2010) menyebutkan bahwa penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Rosadi (2006) menyebutkan bahwa pembelajaran ilmu kimia pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit, konsep asam basa, dan reaksi redoks dengan pendekatan inkuiri terbimbing menghasilkan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan verifikasi. Drill Method adalah suatu Metode pengajaran yang dilaksanakan dengan cara diulang-ulang dan terus menerus sehingga menghasilkan ketangkasan dan ketrampilan (skill) dan profesionalisme. Dalam buku Sudjana (1991), metode drill adalah suatu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguhsungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan agar menjadi bersifat permanen. Dalam melaksanakan metode drill ini langkah yang dilakukan sama dengan langkah-langkah pelajaran pada umumnya, yaitu tahap pendahuluan, tahap pelaksanaan, dan tahap penutup. Menurut 99
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
Asmani (2009:37-38), metode latihan (drill) disebut juga metode training, yaitu suatu cara mengajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Menurut Hamdani (2009:273) “Metode drill merupakan metode yang mengajarkan siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan agar siswa memiliki ketegasan atau keterampilan yang lebih tinggi daripada hal-hal yang telah dipelajari”. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru (Depdiknas, 2005:895). Adapun Suryabrata (2002:324), menyatakan bahwa nilai raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan prestasi belajar siswa selama masa tertentu. Menurut Djamarah (2002), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun kelompok”. Menurut Azwar (1998:8), menyatakan ”prestasi belajar adalah performa maksimal seseorang dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan atau dipelajari.” Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa dari usaha belajarnya. Adanya perubahan dalam pola perilakunya menandakan telah terjadi belajar. Perubahan yang diperoleh tersebut dinamakan hasil belajar. Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan belajar dilaksanakan dalam upaya mencapai tujuan perlu adanya kegiatan evaluasi belajar. Hasil dari kegiatan evaluasi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai prestasi belajar. 100
ISSN : 1829 – 894X
Hipotesis penelitian ini adalah jika Implementasi Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dilakukan secara berkesambungan maka prestasi belajar mata pelajaran IPS akan dapat ditingkatkan. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Negeri 4 Tabanan. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan menurut Arikunto (2007), yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Siklus II sama dengan siklus I, namun dilakukan beberapa penyempurnaan. Subjek pelitian ini adalah semua siswa kelas IX A semester I SMP Negeri 4 Tabanan tahun ajaran 2010/2011 ,objek penelitiannya adalah prestasi belajar Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai bulan November Tahun Ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar. Metode analisis datanya menggunakan metode diskriptif. Instrumen dari penelitian adalah tes. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini diusulkan tingkat keberhasilan per siklus yaitu pada siklus I prestasi belajar siswa mencapai nilai rata-rata.75 dengan ketuntasan belajar sebesar 80% dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 75 atau lebih dengan ketuntasan belajar minimal 80%. HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN Sebelum memasuki ruangan kelas untuk memulai pelaksanaan tindakan pada siklus I ini guru selaku peneliti menyiapkan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
segala alat dan perlengkapan yang akan dibawa ke ruang kelas. Sesampainya di kelas, guru selaku peneliti melaksanakan pembelajaran dengan pembelajaran pendahuluan yaitu: mengucapkan salam, melakukan absensi, memotivasi siswa agar giat belajar, melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran serta cakupan materi yang sedang diajarkan. Melakukan pembelajaran inti explorasi. elaborasi. konfirmasi. Melakukan kegiatan pembelajaran penutup. Pengamatan atau Observasi Siklus I dilakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan dengan memberikan tes prestasi belajar. Dalam pengamatan ini peneliti mengawasi siswa dengan ketat agar tidak ada siswa yang bekerjasama dalam mengerjakan soal. Deskripsi hasil pengamatan pada siklus I disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Siklus I
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa prestasi belajar siswa yang
ISSN : 1829 – 894X
dibelajarkan dengan model inkuiri terbimbing dengan drill method adalah rata-rata 60.33, siswa yang remidi 16 orang, yang tuntas 14 orang, sedangkan ketuntasan belajarnya baru mencapai 46,67%. Berdasarkan tabel di atas, dapat digambarkan diagram histogram prestasi belajar IPS yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram Prestasi Belajar IPS siswa Kelas IX A Semester I Tahun Ajaran 2010/2011 SMP Negeri 4 Tabanan Siklus I Refleksi menyangkut analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Sudah ada peningkatan, dari hasil yang diperoleh pada awalnya ada 23 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 16 siswa, dari rata-rata awal 53,67 naik menjadi 60,33 pada siklus I. Sebelum memasuki ruangan kelas untuk memulai pelaksanaan tindakan pada siklus II ini guru selaku peneliti menyiapkan segala alat dan perlengkapan yang akan dibawa ke ruang kelas. Sesampainya di kelas, guru selaku peneliti melaksanakan pembelajaran dengan pembelajaran pen dahuluan yaitu: mengucapkan salam, melakukan absensi, memotivasi siswa agar giat belajar, melakukan apersepsi, 101
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
menyampaikan tujuan pembelajaran serta cakupan materi yang sedang diajarkan. Melakukan pembelajaran inti eksplorasi. elaborasi, dan konfirmasi, Melakukan kegiatan pembelajaran penutup. Dari hasil Observasi/Pengamatan Siklus II prestasi belajar siswa yang didapat dengan menggunakan seperangkat tes, maka didapatkan hasil prestasi belajar siswa seperti dipaparkan di bawah ini. Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Siklus II
ISSN : 1829 – 894X
Gambar 2. Histogram Prestasi Belajar IPS siswa. Kelas IX A Semester I Tahun Ajaran 2010/2011 SMP Negeri 4 Tabanan Siklus II Refleksi siklus II hanya 6 siswa mendapat nilai di bawah KKM. dan pada siklus ini rata-rata naik dari 60,33 menjadi 75,56. Sedangkan dari siswa yang tuntas 14 siswa pada siklus I menjadi lebih banyak yaitu 24 siswa dan pada siklus II.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa prestasi belajar siswa yang di belajarkan dengan model inkuiri terbimbing dengan drill method adalah rata-rata 75,56, siswa yang remidi 6 orang, yang tuntas 24 orang, sedangkan ketuntasan belajarnya sudah mencapai 80,00%. Berdasarkan tabel di atas, dapat digambarkan diagram histogram prestasi belajar IPS yang ditunjukkan pada Gambar 2.
102
PEMBAHASAN 1. Pembahasan Hasil yang Diperoleh dari Siklus I Melihat semua kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran yang sedemikian rupa dan munculnya rasa prihatin pada diri guru akibat rendahnya perolehan prestasi belajar siswa kelas IX A di SMP Negeri 4 Tabanan membuat peneliti memutuskan untuk merubah cara pembelajaran agar peningkatan mutu pendidikan utamanya peningkatan prestasi belajar dan peningkatan kualitas peserta didik dapat diperbaiki. Untuk itu peneliti memilih modal Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method yang diterapkan sebagai pengganti model yang konvensional dan sudah berjalan bertahun-tahun tanpa perubahan untuk itu peneliti mempelajari teori-teori
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
model yang ada sebagai upaya inovasi dengan membuat perencanaan yang lebih baik untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. Berpedoman kepada hasil tes prestasi belajar yang merupakan tes pilihan ganda, memaksa siswa untuk betulbetul dapat memahami apa yang sudah dipelajari. Nilai rata-rata siswa di siklus I sebesar 60,33 menunjukkan bahwa siswa setelah menguasai materi yang diajarkan walaupun belum begitu sempurna. Hasil ini menunjukkan peningkatan kemampuan siswa menguasai mata pelajaran IPS. Apabila dibandingkan dengan nilai awal siswa sesuai data yang sudah disampaikan dalam analisis sebelumnya. Hasil tes prestasi belajar di siklus I telah menemukan efek utama bahwa penggunaan model/metode tertentu akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yang dalam hal ini adalah model Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method. Hal ini sesuai dengan hasil analisis metode pembelajaran yang dilakukan oleh Soedomo, 1990 (dalam Puger, 2004) yang menyatakan bahwa model/metode pembelajaran yang diterapkan oleh seorang guru berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Kendala yang masih tersisa yang perlu dibahas adalah prestasi belajar yang dicapai pada siklus I ini belum memenuhi harapan sesuai dengan tuntutan KKM mata pelajaran IPS di sekolah ini yaitu kemampuan siswa yang berbeda-beda tidak mampu untuk memasukkan ilmu secara cepat sehingga dalam pelaksanaannya memakan waktu yang agak lama. Banyak siswa yang
ISSN : 1829 – 894X
masih lain-lain, mereka belum terbiasa memusatkan perhatiannya dalam belajar. Peserta didik belum sepenuhnya berniat untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka. Oleh karenanya upaya perbaikan lebih lanjut masih perlu diupayakan sehingga perlu dilakukan perencanaan yang lebih matang untuk siklus selanjutnya. 2. Pembahasan Hasil yang Diperoleh dari Siklus II Hasil yang diperoleh dari tes prestasi belajar di siklus II menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran sudah cukup baik. Ini terbukti dari rata-rata nilai siswa mencapai 75.56. Hasil ini menunjukkan bahwa model Inkuiri terbimbing dengan Drill method telah berhasil meningkatkan prestasi belajar bidang studi IPS siswa. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa model/metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Prestasi yang dicapai siswa membuktikan bahwa guru sudah tepat memilih model/ metode dalam melaksanakan proses pembelajaran. Setelah dilakukan tindakan dalam dua siklus dapat dilihat perbandingan nilai ratarata yang diperoleh, dimana pada awalnya nilai rata-rata siswa hanya 53.67 naik di siklus I menjadi 60,33 dan di siklus II naik menjadi 75.56 Kenaikan ini merupakan upaya maksimal yang peneliti laksanakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terutama meningkatkan mutu pendidikan di SMP Negeri 4 Tabanan.
103
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
SIMPULAN Bertitik tolak dari pemicu rendahnya prestasi belajar ada pada faktor metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Untuk itu penggunaan model yang sifatnya konstruktivis sangat diperlukan. Dalam hal ini peneliti menerapkan model Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method sebagai solusi untuk memecahkan permasalahan yang ada. Dari hasil refleksi yang telah disampaikan dan dengan melihat semua data yang telah dipaparkan, dapat disampaikan bahwa pencapaian tujuan penelitian di atas dapat dibuktikan dengan argumentasi sebagai berikut. a). Dari data awal ada 23 siswa mendapat nilai di bawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 16 siswa dan siklus II hanya 6 siswa mendapat nilai di bawah KKM. b). Nilai rata-rata awal 53,67 naik menjadi 60,33 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 75,56. c). Dari data awal siswa yang tuntas hanya 7 orang sedangkan pada siklus I menjadi lebih banyak yaitu 14 siswa dan pada siklus II menjadi cukup banyak yaitu 24 siswa. Paparan di atas membuktikan bahwa model Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method dapat memberi jawaban sesuai tujuan penelitian ini. Semua ini dapat dicapai karena model Inkuiri Terbimbing dengan Drill Method sangat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan siswa aktif, antusias dan dapat memahami materi yang diajarkan sehingga prestasi belajar siswa menjadi meningkat.
104
ISSN : 1829 – 894X
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terselesaikan tentunya atas dorongan banyak pihak. Untuk itu ucapan terima kasih layak diberikan kepada siswa SMP Negeri 4 Tabanan di kelas IX A Semester I Tahun Ajaran 2010/2011. Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Sekolah; teman sejawat; dan pegawai tata usaha. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan Pengelola Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati atas diterbitkanya artikel ini. Semoga artikel ini ada manfaatnya bagi pembaca. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, Suhardjono. & Supardi (2007). Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksara Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta: DIVA Press. Depdikbud, 1997; NRC, 2000. http:// journal.unnes.ac.id/ Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Prestasi Belajar Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional Hamdani, M.A. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia. Lailatur, R. 2009. Pengaruh Penerapan Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Prestasi Belajar Kimia Materi Hidrokarbon dan Respon Siswa Kelas X MAN 3 Malang Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPS UM.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 97 - 105
Pujiono, 2009. Metode Drill dan Penggunaannya. Tersedia online h t t p : / / j i n d a u k s w. b l o g s p o t . com/2009/11/metode-drill-danpenggunaannya.html Ramadhani. L.R.2010. Pengaruh Penerapan Metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) terhadap Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Timgkat Tinggi Siswa Kelas XI IPS MAN 3 Malang pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPS UM. Rosadi, F. 2006. Pengaruh Pembelajaran Ilmu Kimia dengan Pendekatan
ISSN : 1829 – 894X
Inkuiri Terbimbing terhadap Prestasi Belajar Kimia Siswa SMAN 1 Kutorejo Mojokerto Tahun Pelajaran 2005/2006. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Sudjana, Nana.2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Syaiful, Azwar. 1988. Sikap manusia, teori dan Pengukuran. Yogjakarta. Pustaka Pelajar Yamin, Martinis dan Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Perpustakaan dalam Terbitan. Penerbit: Gaung Persada. Jakarta.
105
106
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA Ni Wayan Seniasih SMP Negeri 4 Tabanan ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Tabanan di Kelas VII A yang kemampuan siswanya untuk materi matematika cukup rendah. Tujuan penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Problem Based Learning dengan Metode Role Playing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode pengumpulan datanya adalah tes prestasi belajar. Metode analisis datanya adalah deskriptif baik untuk data kualitatif maupun untuk data kuantitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Problem Based Learning dengan Metode Role Playing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Ini terbukti dari hasil yang diperoleh pada awalnya mencapai nilai rata-rata 60.00, pada siklus I mencapai nilai rata-rata 69,38 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 76,04 Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning dengan Metode Role Playing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kata kunci: model problem based learning, metode role playing, prestasi belajar MODEL APPLICATION PROBLEM BASED LEARNING OF LEARNING METHOD WITH ROLE PLAYING TO IMPROVE MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT ABSTRACT The research was conducted in SMP Negeri 4 Tabanan in Class VII A mathematical ability of students to the material is quite low. The purpose of writing this classroom action research was to determine whether the learning model Problem Based Learning with Role Playing method can improve student achievement. Data collection method is achievement test. Descriptive data analysis method is good for qualitative data and quantitative data. The results obtained from this study is the Problem Based Learning with Role Playing method can improve student achievement. This is evident from the results obtained initially reached an average value of 60.00, in the first cycle reaches an average value of 69.38 and the second cycle reaches an average value of 76.04 Conclusion of this research is learning model Problem Based Learning Role Playing Method can improve student achievement. Keywords: Problem Based Learning Models, Methods Role Playing, Learning Achievement PENDAHULUAN Mutu pengajaran atau yang biasa disebut prestasi belajar sangat tergantung pada pemilihan strategi yang tepat dan
efektif dalam upaya mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan sikap inovatif peserta didik. Untuk itu, perlu dibina dan dikembangkan pengelolaan 107
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
program pengajaran dengan metode dan strategi pembelajaran yang kaya dengan variasi agar mencapai predikat sebagai guru professional. Pemberlakuan pelajaran Matematika diarahkan untuk proses meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa menganalisis sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Proses pembelajaran Matematika yang terjadi selama ini sering terjadi permasalahan. Permasalahan yang sering timbul selama ini di lapangan adalah cara mengajar guru yang sering menggunakan metode konvensional dan menjelaskan materi sesuai dengan yang ada di buku paket maupun LKS. Selain itu, dalam proses pembelajaran guru belum menggunakan model pembelajaran yang mendukung dalam penjelasan materi, dan selama ini belum pernah diadakan praktikum untuk materi yang seharusnya ada praktikumnya. Seperti yang dipaparkan oleh Suryosubroto (2009) yang menyatakan bahwa seharusnya setiap guru secara mandiri mengembangkan kemampuannya agar dalam proses pembelajaran yang mengembangkan keterampilan proses siswa dapat berhasil sehingga siswa dapat membangun konsep sendiri. Kondisi yang demikian menyebabkan siswa kurang terlatih untuk mengembangkan daya analisisnya dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata yang siswa lihat dan alami setiap hari, sehingga kemampuan berfikir kritis siswa kurang dapat berkembang dengan baik. Hal yang sama juga terjadi di SMP Negeri 4 Tabanan. Berdasarkan hasil observasi yang 108
ISSN : 1829 – 894X
peneliti lakukan, dapat diketahui bahwa pembelajaran Matematika di kelas masih dilakukan secara konvensional. Metode yang digunakan masih dengan metode ceramah, yaitu siswa hanya mendengarkan pada saat guru sedang menjelaskan, proses pembelajaran hanya berpusat pada guru. Akibatnya prestasi belajar siswa hanya mencapai nilai rata-rata 60,00 Proses pembelajaran masih berpusat pada konsep yang tertulis di buku, sehingga siswa cenderung hanya menghafal konsep bukan memahami konsep.Keadaan tersebut juga didukung oleh anggapan siswa bahwa pelajaran Matematika susah dipahami karena banyak kata-kata atau istilah asing, hal ini berakibat kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran. Pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran mereka cenderung pasif dan hanya mendengarkan guru menjelaskan materi. Siswa belum mampu mengungkapkan suatu pendapat atau bertanya, alasannya karena malu, takut dan bahkan mereka bingung apa yang akan ditanyakan, karena tidak paham dengan materi yang dijelaskan oleh guru. Disamping itu, keterlibat siswa dalam proses pembelajaran, kurang mampu mengamati, menggolongkan, mengkomunikasikan dan menyimpulkan hasil belajar. Sehingga kemampuan analisis siswa masih rendah. Menghadapi kondisi yang sangat mengkhawatirkan, maka perlu adanya upaya perbaikan dalam proses pembelajaran agar dapat meningkatkan keterampilan proses dalam pembelajaran. Salah satu alternatif yang digunakan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) diharapkan kemampuan analisis siswa dapat meningkat. Pembelajaran berbasis masalah tidak bisa terlepas dari metode pemecahan masalah, hal ini karena pembelajaran masalah berakar dari metode pemecahan masalah. Metode pemecahan masalah merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran yang menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis untuk menemukan jawaban. Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk mengangkat masalah tersebut untuk diteliti dalam suatu penelitian tindakan kelas sebagai upaya perbaikan pembelajaran dan peningkatan prestasi belajar siswa yang diberi judul: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dengan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII A Semeser II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Pelajaran 2010/2011. Yang dapat disampaikan sebagai rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa kelas VII A Semeser II SMP Negeri 4 Tabanan? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa setelah digunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing. Manfaat dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan dalam memperkaya teori
ISSN : 1829 – 894X
dalam rangka peningkatan kompetensi guru. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah, khususnya SMP Negeri 4 Tabanan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar Matematika. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai informasi yang berharga bagi teman-teman guru, kepala sekolah di sekolahnya masingmasing. Model pembelajaran problem based learning (pembelajaran berbasis masalah), awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh Barrows, Howard (1986) yang kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan oleh Gallagher (1995).Problem based learning disetting dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dengan menggunakan instruktur sebagai pelatihan metakognitif dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa. Adaptasi struktur problem based learning dalam kelaskelas sains dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen penting dari sains. Empat penerapan esensial dari problem based learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995) adalah:1). Orientasi siswa pada masalah. 2). Mengorganisasikan siswa untuk belajar. 3). Membantu penyelidikan siswa. 4). Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Metode role playing (bermain peran) adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh 109
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
hidup atau benda mati (Pujiono, 2009). Secara etimologis Ladousse (1997:5) menyatakan bahwa role play berasal dari 2 kata role dan play. Role berarti memainkan satu bagian dalam situasi yang berbeda. Play berarti peran yang dibawakan dalam lingkungan yang aman dimana sebisa mungkin penuh daya cipta dan bermain (Sari, 2009: 26). Sedangkan Moedjiono dan Moh. Dimyati (1991: 81) menyatakan bahwa Bermain peran (role playing), yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat dipercaya, atau mengkhayalkan situasi pada suatu tempat dan/atau waktu tertentu. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode role playing adalah suatu metode pembelajaran dimana penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa dengan cara komunikasi aktip , beriteraksi dan bermain sehingga tidak membosankan. Djamarah (1994:23) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Kalau perubahan tingkah laku adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah. menurut Purwanto (2000: 102) antara lain:
110
ISSN : 1829 – 894X
(1) faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang dapat disebut faktor individual, seperti kematangan/pertumbuhan, ke cerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor social. Juga dikatakan oleh Slameto, (2003: 54-70) bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstem. Faktor intern diklasifikasi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah antara lain: kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologis antara lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. Faktor kelelahan antara lain: kelelahan jasmani dan rohani. Sedangkan faktor ekstern digolongkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat. Faktor keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah antara lain: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah hipotesis atau dugaan sementara penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Metode Role Playing Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII A Semester II SMPN 4 Tabanan Tahun Pelajaran 2010/2011
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
METODE PENELITIAN Kelas VII A Semester II Tahun Ajaran 2010/2011 SMP Negeri 4 Tabanan merupakan lokasi penelitian tindakan kelas. Masing-masing siklus dalam penelitian ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi/pengamatan dan refleksi. Rancangan mengenai siklus tersebut menggunakan model dari Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, Suhardjono, Supardi, 2007: 74) Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas.VII A Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Pelajaran 2010/2011. Yang menjadi objek penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar siswa. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 sampai bulan Maret 2011. Cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data hasil penelitian ini adalah tes prestasi belajar. Metode yang dipergunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah analisis deskriptif. Untuk data kuantitatif dianalisis dengan mencari mean, median, modus, membuat interval kelas dan melakukan penyajian dalam bentuk tabel dan grafik. Instrumen dalam penelitian ini adalah berbentuk tes. Dalam penelitian ini diusulkan tingkat keberhasilan per siklus yaitu pada siklus I prestasi belajar siswa mencapai nilai rata-rata75 dengan ketuntasan belajar sebesar 80% dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 75 atau lebih dengan ketuntasan belajar minimal 80%.
ISSN : 1829 – 894X
HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN Pada perencanaan, penulis me nyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan digunakan untuk membantu anak-anak yang rendah dalam kemampuan Matematika. Melihat data awal yang tidak sesuai harapan dimana dari 24 orang anak di kelas VII A ada 20 anak (83,33%) masih dibawah KKM, penulis berkonsultasi dengan teman-teman guru merencanakan pembelajaran yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah yang ada, menentukan waktu pelaksanaan, menyusun format observasi, merencanakan bahan-bahan pendukung seperti pembuatan RPP, buku penunjang dan penyiapan media pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan pembelajaran di kelas dengan mengajar materi sesuai jadwal dengan memaksimalkan penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing. Untuk hasil dari bimbingan terhadap anak diamati secara berkelanjutan dengan pemberian tes prestasi belajar serta mengamati secara berkelanjutan dengan peneliti terus memperhatikan semua siswa yang diteliti, gerak-gerik mereka, keaktifan mereka, kemauan mereka belajar aktif dan terus giat memantau kegiatan yang dilakukan peserta didik. Deskripsi hasil pengamatan pada siklus I disajikan pada Tabel 1.
111
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Siklus I
Pelaksanaan penelitain pada siklus I ini sudah baik, upaya membimbing anak sudah memperlihatkan keberhasilan sesuai data yang diperoleh walaupun belum maksimal. Namun sudah ada peningkatan dari nilai awal 60,00 menjadi rata-rata siklus I yaitu 69,38 Pertimbangan yang dapat disampaikan mengapa belum maksimal adalah karena saat soal yang diberikan agak sulit bagi mereka, metode yang digunakan guru telah dilaksanakan dengan baik. Gambaran dari fenomena yang ada adalah belum maksimalnya pembelajaran di kelas. Berdasarkan tabel 1. dapat di gambarkan diagram histogram prestasi belajar matematika yang ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Histogram Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII A Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2010/2011 Siklus I Dalam pembuatan perencanaan pada siklus II adalah semua kelemahan112
ISSN : 1829 – 894X
kelemahan yang ada pada siklus I. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun ulang, dibuat perencanaan yang lebih matang untuk dapat memenuhi tuntutan peningkatan prestasi belajar siswa, bimbingan lebih dioptimalkan, arahan-arahan agar siswa belajar lebih giat, diupayakan lebih mantap. Kekurangan dalam membuat siswa aktif belajar dipecahkan dengan materi lebih lama dipjelaskan dengan cara melakukan pembelajaran penemuan. Kegiatan pem belajaran diupayakan dengan memberi penekanan pada porsi bimbingan yang lebih manusiawi yang lebih banyak agar anakanak dapat lebih meningkatkan prestasinya. Disiapkan di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang lebih baik dengan memberi tugas-tugas yang lebih menantang. Dalam pelaksanaanya, 1). Membawa semua persiapan ke kelas. 2). Mengajar sesuai langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing sesuai teori. 3). Mengajak teman guru sejawat ke kelas untuk mengamati kebenaran proses pembelajaran. 4). Memperhatikan kekurangan-kekurangan di siklus I dengan giat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang sudah ada dalam catatan pelaksanaan pembelajaran sesuai perencanan yang sudah dibuat. 5). Mencatat aktivitas belajar siswa. 6). Mencatat kreativitas siswa dalam mengikuti pembelajaran. 7). Kelemahan dalam pelaksanaan sebelumnya yaitu kurangnya media diperbaiki dengan pelaksanaan pembelajaran dengan media yang lebih lengkap. Deskripsi hasil pengamatan pada siklus II disajikan pada Tabel 2.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Siklus II
Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II ini adalaah dari 24 orang anak yang diteliti ada 20 orang anak atau 83,33% sudah mencapai hasil melebihi tuntutan indikator. Anak-anak yang lain yang jumlanya 4 orang atau 16,67% belum mampu mencapai indikaotr yang dituntut. Itu artinya semua anak sudah mencapai keberhasilan sesuai yang diharapkan. Berdasarkan table 2 dapat di gambarkan diagram histogram prestasi belajar matematika yang ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Histogram Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII A Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2010/2011 Siklus II PEMBAHASAN Hasil tes prestasi belajar yang merupakan tes pilihan ganda, memforsir siswa untuk betul-betul dapat memahami apa yang sudah dipelajari. Nilai ratarata siswa di siklus I sebesar 69,38 menunjukkan bahwa siswa telah menguasai
ISSN : 1829 – 894X
materi yang diajarkan walaupun belum begitu sempurna. Hasil ini menunjukkan peningkatan kemampuan siswa menguasai mata pelajaran Matematika jika di bandingkan dengan nilai awal siswa sesuai data yang sudah disampaikan yaitu 60,00 Tes prestasi belajar yang dilakukan telah menemukan efek bahwa penggunaan metode tertentu akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yang dalam hal ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing. Mata pelajaran Matematika menitikberatkan pembelajaran pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai pedoman prilaku kehidupan sehari-hari siswa. Penggunaan metode ini dapat membantu siswa untuk berkreasi, bertukar pikiran, mengeluarkan pendapat, bertanya, berargumentasi, bertukar informasi dan memecahkan masalah yang ada. Hal inilah yang membuat siswa berpikir lebih tajam, lebih kreatif dan kritis sehingga mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan efek selanjutnya adalah para siswa akan dapat memahami dan meresapi mata pelajaran Matematika lebih jauh. Kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I seperti belum maksimalnya diskusi yang dilakukan peserta didik akibat ada peserta didik yang mendominasi waktu dipecahkan dengan memberi penekanan agar tidak ada siswa yang mendominasi waktu dan kekurangan terhadap keaktifan belajar dipecahkan dengan menggiatkan pemberian pertanyaan-pertanyaan. Dengan begitu giat peneliti sebagai guru melakukan tindakan namun masih ada kendala yang perlu dibahas yaitu prestasi belajar yang 113
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
dicapai pada siklus I ini belum memenuhi harapan sesuai dengan kriteria keberhasilan penelitian yang diusulkan pada mata pelajaran Matematika di SMP Negeri 4 Tabanan yaitu sesuai KKM 75. Hasil yang diperoleh dari pe laksanaan proses pembelajaran di siklus II menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran sudah cukup baik. Ini terbukti dari rata-rata nilai siswa mencapai 76,04. Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing telah berhasil meningkatkan kemampuan siswa menempa ilmu sesuai harapan. Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing merupakan model yang cocok bagi siswa apabila guru menginginkan peserta didiknya mampu meningkatkan kemampuan untuk berkreasi, berargumentasi, mengeluarkan pendapat secara lugas, bertukar pikiran, mengingat penggunaan metode ini adalah untuk mengarahkan agar siswa antusias menerima pelajaran. Hal pokok yang perlu menjadi perhatian yaitu hasil penelitian ini ternyata telah memberi efek utama bahwa model yang diterapkan dalam proses pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Temuan ini membuktikan bahwa guru sudah tepat memilih metode dalam melaksanakan proses pembelajaran karena pemilihan metode merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan. Dari nilai yang diperoleh siswa, masih tersisa 4 orang siswa mendapat nilai di bawah KKM, sedangkan 20 orang siswa lainnya sudah memperoleh
114
ISSN : 1829 – 894X
nilai memenuhi KKM yang ditetapkan. Dari perbandingan nilai ini sudah dapat dibuktikan bahwa prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan penggunaan model pembelajaran ini. Walaupun penelitian ini sudah bisa dikatakan berhasil, namun pada saat-saat peneliti mengajar di kelas selanjutnya, cara ini akan terus dicobakan termasuk di kelas-kelas lain yang peneliti ajar. Setelah dibandingkan nilai awal, nilai siklus I dan nilai siklus II, terjadi kenaikan yang signifikan, yaitu dari rata-rata nilai awal adalah 60,00 naik di siklus I menjadi 69,38 dan di siklus II naik menjadi 76,04 Kenaikan ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena kenaikan nilai ini adalah dari upaya maksimal yang dilaksanakan peneliti demi peningkatan mutu pendidikan dan kemajuan pendidikan khususnya di SMP Negeri 4 Tabanan. SIMPULAN Bertitik tolak dari pemicu rendahnya prestasi belajar ada pada faktor-faktor seperti metode yang digunakan guru, sehingga penggunaan atau penggantian metode diperlukan, akibatnya peneliti mencoba model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing dalam upaya untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada. Seberapa besar peningkatan yang dicapai sudah dipaparkan dengan jelas pada akhir analisis. Tujuan penelitian yang disampaikan di atas dapat dicapai dengan bukti sebagai berikut: a). Dari data awal ada 20 orang siswa mendapat nilai dibawah KKM dan pada siklus I menurun menjadi 13 orang siswa
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 107 - 115
ISSN : 1829 – 894X
dan siklus II hanya 4 orang siswa mendapat nilai di bawah KKM. b). Dari rata-rata awal 60,00 naik menjadi 69,38 pada siklus I dan pada siklus II naik menjadi 76,04 c). Dari data awal siswa yang tuntas hanya 4 orang sedangkan pada siklus I menjadi lebih banyak yaitu 11 orang dan pada siklus II menjadi cukup banyak yaitu 20 orang. Dari semua data pendukung pembuktian pencapaian tujuan pembelajaran dapat disampaikan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Role Playing dapat memberi jawaban yang diharapkan sesuai tujuan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terselesaikan tentunya atas dorongan banyak pihak. Untuk itu ucapan terima kasih layak diberikan kepada siswa SMP Negeri 4 Tabanan di kelas VII A Semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Sekolah; teman sejawat; dan pegawai tata usaha. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan Pengelola Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati atas diterbitkanya artikel ini. Semoga artikel ini ada manfaatnya bagi pembaca.
http://file.upi.edu/Direktori/ F P M I PA / J U R . _ P E N D . _ FISIKA/195708231984031PURWANTO/-Belajar_
Barrows, Howard. 1994. Practice Based Learning: Problem Based Learning Applied toMedical Education. Springfield II: Soulthern Illionis University School of Medicine Barrows Howard. 1996. New Direction for Teaching and Learning “ProblemBased Learning in Medichine and Beyond; Abrief Overview”. Jossey Bass Publishers. Dimyati dan Mudjiono. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti. Djamarah, Syaful Bahri. 2002. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Pujiono, 2009. Metode Drill dan Penggunaannya. Tersedia onlinehttp://jindauksw.blogspot. com/2009/11/metode-drill-danpenggunaannya.html Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Suharsimi Arikunto., Suhardjono. & Supardi (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara
115
116
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN GROUP INVESTIGASI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA Gst. Nh. Suardika SMP Negeri 4 Tabanan ABSTRAK Tujuan penulisan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII C Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2011/2012 melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi. Metode pengumpulan datanya adalah tes prestasi belajar. Metode analisis datanya adalah deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII C Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2011/2012. Ini terbukti dari hasil yang diperoleh pada pada awalnya 59,82 setelah diberikan tindakan pada siklus I meningkat menjadi 68,75 dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 75,71. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII C Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2011/2012. Kata kunci: model pembelajaran kooperatif, group investigasi, prestasi belajar MODEL APPLICATION COOPERATIVE LEARNING WITH THE GROUP INVESTIGATIONS TO IMPROVE MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT ABSTRACT The purpose of writing this class action research is to Enhance Student Learning Achievement of Mathematics Semester II Class VIII C SMP Negeri 4 Tabanan Year 2011/2012 application of Cooperative Learning Model through the Group of Investigation. Data collection method is achievement test. Methods of data analysis is descriptive. The results obtained from this study is the Application Model Cooperative Learning Can Improve With Group Investigating Student Learning Achievement of Mathematics Semester II Class VIII C SMP Negeri 4 Tabanan Year 2011/2012. This is evident from the results obtained at 59.82 after initially granted the action in the first cycle increased to 68.75 and the second cycle increased to 75.71. The conclusion of this study is the Application Model Cooperative Learning Can Improve With Group Investigating Student Learning Achievement of Mathematics Semester II Class VIII C SMP Negeri 4 Tabanan Year 2011/2012. Keywords: cooperative learning model, group investigation, learning achievement PENDAHULUAN Pendidikan adalah tujuan sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia, sebagai suatu kegiatan
yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan semuanya 117
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral (Djamarah, 2005:22). Para ahli pendidikan telah menyadari bahwa mutu pendidikan sangat tergantung pada kualitas guru dan praktek pembelajarannya, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran merupakan isu mendasar bagi peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Guru yang baik adalah guru yang mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah pembelajaran di dalam kelas secara bijaksana. Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan. Tujuan yang hendak dicapai agar dapat memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap peserta didik sebagai bentuk perubahan perilaku. Belajar dan strategi belajar merupakan faktor yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam proses belajar mengajar, hal yang paling berperan adalah cara guru mengajar atau menyampaikan pelajaran yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa. Dalam hal ini metode yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan juga alat peraga yang digunakan akan mempermudah siswa untuk memahami materi. Metode yang akan digunakan dapat memberikan kesan agar siswa lebih menyenangi pelajaran. Pembelajaran Kooperatif dengan Group Investigasi merupakan suatu strategi yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk menemukan konsep dan fakta melalui klasifikasi materi yang dibahas dalam pembelajaran. Peningkatan prestasi belajar akan dapat diupayakan apabila siswa dapat mewujudkan suatu perilaku 118
ISSN : 1829 – 894X
yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran atau kepuasan. Keberhasilan belajar seseorang tidak lepas dari motivasi orang yang bersangkutan, oleh karena itu pada dasarnya motivasi belajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Siswa yang memiliki motivasi luas akan mempunyai banyak aktifitas untuk melakukan kegiatan belajar, sehingga kemampuan yang ada pada diri siswa akan mempengaruhi prestasi belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melaksanakan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Berdasarkan studi awal yang dilakukan di SMP Negeri 4 Tabanan khususnya pada kelas VIII C semester II terungkap bahwa nilai rata-rata ulangan harian yang dilaksanakan setelah tiga kali pertemuan pada mata pelajaran Matematika baru mencapai 59,82 dan ketuntasan belajar , masih di bawah KKM yang ditetapkan di sekolah ini, yaitu 75. Ada beberapa hal yang yang diidentifikasi sebagai faktor penyebab rendahnya prestasi belajar siswa yaitu sebagai berikut. Pertama, guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. Guru tidak memberikan keleluasaan bagi siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri, baik sebelum ataupun selama proses pembelajaran, sehingga guru tidak mengetahui bagaimana pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Guru juga tidak mengetahui tingkat kemampuan yang dimiliki siswa. Respon siswa terhadap proses pembelajaran yang dijalankan juga
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
kurang positif yang terlihat dari hasil rata-rata ulangan harian masih rendah. Kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan mendorong dilakukannya upaya perbaikan yang segera harus dilaksanakan, oleh karenanya, peneliti perlu melakukan suatu tindakan penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII C Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2011/2012”. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang berhasil diidentifikasi menyangkut belum berhasilnya siswa mencapai ketuntasan belajar, maka rumusan masalah dapat disampaikan sebagai berikut, Apakah Model Pem belajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII C Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2011/2012”? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peningkatan prestasi belajar Matematika yang terjadi setelah langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dengan group investigasi dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 4 Tabanan pada semester II tahun ajaran 2011/2012. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan dalam memperkaya teori dalam rangka peningkatan kompetensi guru. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1). Bagi guru-guru yang mengajar mata pelajaran Matematika,
ISSN : 1829 – 894X
hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam menyusun strategi pembelajaran untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 2). Bagi sekolah, hasil penelitian, dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam upaya peningkatan mutu, dan dapat dijadikan bahan kajian dalam pembelajaran yang berhubungan dengan mata pelajaran Matematika. 3). Bagi peserta didik, dapat memberikan pengalaman mengenal model pembelajaran yang baru yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan intelektual. Menurut Posamentier (dalam Depdiknas, 2009, Modul 3:17) dijelaskan bahwa belajar kooperatif adalah percepatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas. Dalam literatur yang sama pada halaman 18 dijelaskan oleh Kelman, 1971 bahwa dalam kelompok terjadi saling pengaruh secara sosial. Pengaruh itu dapat diterima seseorang karena ia memang berharap untuk menerimanya. Slavin, 1991 dalam halaman yang sama juga menjelaskan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Lebih lanjut Hilke mengemukakan tujuan utama dari belajar kooperatif adalah: (1) untuk membantu perkembangan kerjasama akademik di antara siswa, (2) untuk menganjurkan hubungan kelompok yang positif, (3) untuk mengembangkan hargadiri siswa, dan (4) untuk meningkatkan pencapaian akademik. Menurut Slavin (1995:2), metode pembelajaran kooperatif menunjuk pada bermacam-macam mo del pembelajaran, di mana para siswa 119
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu, berdiskusi dan saling memberi argumentasi, untuk saling menilai pengetahuan yang dimiliki sekarang dan mengisi kesenjangan pemahaman di antara mereka. Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Kooperatif mengupayakan agar terjalinnya hubungan antar individu untuk giat belajar, memecahkan masalah atau tugas-tugas yang diberikan guru secara bersama-sama sehingga kegagalan atau keberhasilan yang dilakukan dirasakan oleh semua anggota kelompok. Setiap siswa harus giat berdiskusi, giat berbicara, giat memberi masukan, giat mendiskusikan, giat mendeskripsikan apa yang belum dipahami, giat meminta penjelasan pada guru terhadap hal-hal yang belum dipahami, diharapkan bahwa kerja individu akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok. Seorang anggota kelompok yang menyelesaikan tugas-tugas kelompoknya sendiri adalah bukan pekerjaan yang disebut kooperatif learning. Kooperatif learning merupakan pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antarsiswa, mengupayakan hubungan yang saling menguntungkan antarsiswa, saling membantu, mengembangkan sikap sosial, belajar dari teman lain atas keberhasilannya, belajar mendengar ide orang lain, mampu berdiskusi, mampu menawarkan pendapat untuk disetujui, mau menerika kritik, saran yang membangun, merasa tidak terbebani apabila yang dikerjakan tidak sesuai dengan harapan kelompok, menghargai perbedaan, kemampuan berkompetisi, berargumentasi, mampu meningkatkan interaksi, menuntut 120
ISSN : 1829 – 894X
pertanggungjawaban pribadi. Group Investigation merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif. Dalam Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau inkuiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian disini adalah proses pembelajaran yang memungkinkan dinamika siswa dalam kelas dapat memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumnetasi. Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigasi adalah: 1). Membutuhkan kemampuan kelompok. Di dalam me ngerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapatkan ke sempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan siswa, dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 2). Rencana Kooperatif. Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas. 3). Peran
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
Guru. Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode Group Investigation umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Djamarah (1994:23) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Kalau perubahan tingkah laku adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah. faktorfaktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto (2000:102) antara lain: (1) faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang dapat disebut faktor individual, seperti kematangan/ pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial., seperti faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajamya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial. Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi. Surya (1979), mengatakan bahwa faktor-
ISSN : 1829 – 894X
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain dari sudut si pebelajar, proses belajar dan dapat pula dari sudut situasi belajar. Hipotesis penelitian ini adalah Jika Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi dilaksanakan dengan baik maka Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII C Semester II SMP Negeri 4 Tabanan Tahun Ajaran 2011/2012 akan dapat ditingkatkan. METODE PENELITIAN Peneliti mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 4 Tabanan Kelas VIII C Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Sekolah ini terletak di Jalan Raya Tunjuk Tabanan. Penelitian tindakan kelas berlangsung dalam dua siklus dan masingmasing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi/pengamatan dan refleksi. Rancangan mengenai siklus tersebut menggunakan model Elliot. Subjek Penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII C Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Yang menjadi objek penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SMP Negeri 4 Tabanan Kelas VIII C semester II Tahun Ajaran 2011/2012 dilaksanakan dari bulan Januari 2012 sampai bulan Mei 2012. Data hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terfokus pada sebuah tes prestasi belajar. Sehubungan dengan data yang diperoleh adalah data kuantitatif maka analisis yang dilakukan adalah dengan mencari mean, median, modus, membuat interval kelas 121
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
dan melakukan penyajian dalam bentuk tabel dan grafik. Instrument yang digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa kelas VIII C adalah berbentuk tes. Indikator keberhasilan yang diusulkan pada siklus I rata-rata kelasnya sebesar 75 dengan ketuntasan belajar minimal 80% dan pada siklus II rata-rata kelasnya sebesar 75 atau lebih dengan ketuntasan belajar minimal 80%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan pembelajaran di kelas dengan mengajar materi sesuai jadwal dengan penerapan model pembelajaran kooperatif dengan group investigasi. Sesampai di kelas guru selaku peneliti melaksanakan pembelajaran dengan pembelajaran pendahuluan yaitu, mengucapkan salam, melakukan absensi, menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, dan melakukan apersepsi. Melaksanakan pembelajaran inti dengan memberikan penjelasan dan arahan dengan baik pada kegiatan eksplorasi, Setelah melakukan eksplorasi, dilanjutkan dengan pembelajaran inti elaborasi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan group investigasi, melakukan konfirmasi, refleksi dilanjutkan dengan membuat rangkuman. Untuk hasil dari bimbingan terhadap anak diamati secara berkelanjutan dengan pemberian tes prestasi belajar serta mengamati secara berkelanjutan dengan peneliti terus memperhatikan semua siswa
122
ISSN : 1829 – 894X
yang diteliti, gerak-gerik mereka, keaktifan mereka, kemauan mereka belajar aktif dan terus giat memantau kegiatan yang dilakukan peserta didik. Hasil pengamatan pada siklus I disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Siklus I
Pelaksanaan penelitain pada siklus I ini sudah ada peningkatan, upaya membimbing anak sudah memperlihatkan keberhasilan sesuai data yang diperoleh walaupun belum maksimal. Namun sudah ada peningkatan dari nilai awal 59,82 menjadi rata-rata siklus I yaitu 68,75, jumlah siswa yang tuntas baru 13 orang anak atau 46,43% dari 28 anak yang diteliti baru mencapai hasil sesuai harapan, sedangkan 53,57% atau 15 orang anak belum mencapai harapan indikator keberhasilan penulisan. Gambaran dari fenomena yang ada adalah belum maksimalnya pembelajaran di kelas. Pertimbangan yang dapat disampaikan mengapa belum maksimal adalah karena banyak siswa yang masih lain-lain, mereka belum terbiasa memusatkan perhatiannya dalam belajar. Berdasarkan table 1 dapat di gambarkan diagram histogram prestasi belajar matematika yang ditunjukkan pada gambar 1.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
Gambar 01. Histogram Prestasi Belajar Matematika siswa Kelas VIII C Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 SMP Negeri 4 Tabanan Siklus I. Pada siklus II, rencana pelaksanaan pembelajaran disusun ulang, dibuat perencanaan yang lebih matang untuk dapat memenuhi tuntutan peningkatan prestasi belajar siswa, bimbingan lebih dioptimalkan, arahan-arahan agar siswa belajar lebih giat, diupayakan lebih mantap. Dalam pelaksanaannya, membawa semua persiapan ke kelas, Mengajar sesuai langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dengan group investigasi sesuai teori. Memperhatikan kekurangan-kekurangan di siklus I dengan giat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang sudah ada dalam catatan pelaksanaan pembelajaran sesuai perencanan yang sudah dibuat. Mencatat aktivitas belajar siswa. Siswa yang masih lain-lain, mereka
ISSN : 1829 – 894X
belum terbiasa memusatkan perhatiannya dalam belajar Matematika diperbaiki dengan melaksanakan pembelajaran dengan penemuan terbimbing secara berkelompok maupun perseorangan Kelemahan dalam pelaksanaan sebelumnya yaitu penjelasan materi memakan waktu yang cukup banyak yang diakibatkan peserta didik tidak cepat tanggap dan tidak cepat menangkap penjelasan guru. diperbaiki dengan pelaksanaan pembelajaran yaitu kooperatif dengan group investigasi. Dari hasil pengamatan siklus II prestasi belajar siswa yang didapat dengan menggunakan seperangkat tes, didapat hasil prestasi belajar seperti pada tabel 2. Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Siklus II Prestasi Belajar 75.71 Rata-rata (Mean) KKM (Kriteria Ketuntasan 75 Minimal) Jumlah siswa yang diremidi 5 Jumlah siswa yang diberi 23 pengayaan Prosentase ketuntasan belajar 82.14% Statistik
Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II ini adalah dari 28 orang anak yang diteliti ada 23 orang anak atau 82,14% sudah mencapai hasil melebihi tuntutan indikator. Anak-anak yang lain yang jumlanya 5 atau 17,86% belum mampu mencapai indikator yang dituntut. Berdasarkan table 2 dapat digam barkan diagram histogram prestasi belajar matematika yang ditunjukkan pada gambar 2. 123
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
ISSN : 1829 – 894X
kemampuan peserta didik menguasai mata pelajaran Matematika. Hasil tes prestasi belajar di siklus I telah menemukan efek utama bahwa Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi akan berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. Hal ini sesuai dengan hasil analisis metode pembelajaran yang dilakukan oleh Soedomo,1990 (dalam Puger, 2004) yang menyatakan bahwa metode pembelajaran yang diharapkan oleh seorang pendidik berpengaruh terraadap prestasi belajarnya.
Gambar 02. Histogram Prestasi Belajar Matematika siswa Kelas VIII C Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 SMP Negeri 4 Tabanan Siklus II PEMBAHASAN Dari deskripsi kondisi awal dapat disampaikan bahwa kemampuan siswa pada mata pelajaran Matematika.masih sangat rendah. Perolehan nilai rataratanya baru mencapai 59,82. Dari kondisi ini diupayakan perbaikanperbaikan pada siklus I dengan mengupayakan pembelajaran yang sesuai dengan langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi. Upaya-upaya maksimal telah dilaksanakan agar peserta didik mampu memahami apa yang sudah dipelajari. Nilai rata-rata peserta didik di siklus I sebesar 68,75 menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan penguasaan materi yang diajarkan walaupun belum begitu sempurna. Hasil ini menunjukkan peningkatan 124
Dalam upaya menyelesaikan kesulitan yang masih tersisa maka penggunaan metode ini dapat membantu peserta didik untuk berkreasi, bertindak aktif, bertukar pikiran, mengeluarkan pendapat, bertanya, berdiskusi, berargumentasi, bertukar informasi dan memecahkan masalah yang ada bersama dengan anggota kelompok diskusinya. Hal inilah yang membuat peserta didik berpikir lebih tajam, lebih kreatif dan kritis sehingga mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan efek selanjutnya adalah para peserta didik akan dapat memahami dan meresapi mata pelajaran matematika lebih jauh. Walaupun kemampuan sudah dapat diperoleh namun ada hal yang masih perlu dibahas adalah prestasi belajar yang dicapai pada siklus I ini belum memenuhi harapan sesuai dengan tuntutan KKM mata pelajaran matematika di sekolah ini yaitu 75 Oleh karenanya upaya perbaikan lebih lanjut masih perlu diupayakan sehingga perlu dilakukan perencanaan yang lebih
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
matang dengan pelaksanaan proses belajar mengajar yang lebih maksimal. Dari tahapan siklus yang dilakukan sebelumnya terkait dengan maksimalisasi pelaksanaan Model Pembelajaran Ko operatif Dengan Group Investigasi, akhirnya belum memperoleh hasil yang maksimal sehingga inovasi-inovasi, penekanan-penekanan pada kemampuan untuk membangun pengetahuan sendiri sesuai prinsip kontruktivisme perlu lebih dioptimalkan. Hasil akhirnya adalah terjadi kenaikan kemampuan peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Ini terbukti dari rata-rata nilai peserta didik mencapai 75,71 dengan ketuntasan belajar mencapai 82,14%. Hasil ini menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi telah berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik menempa ilmu sesuai harapan. Model ini merupakan model yang cocok bagi peserta didik apabila pendidik menginginkan mereka meningkatkan prestasi belajarnya. Model ini mampu memupuk kemampuan intelektual peserta didik, mendorong peserta didik untuk mampu menemukan sendiri, menempatkan peserta didik pada posisi sentral dan mengupayakan agar peserta didik tidak belajar dengan menghafal, hal ini sesuai dengan teori dasar model pembelajaran ini. Hasil penelitian yang dilakukan pada silkus II ini ternyata telah memberi efek utama bahwa model yang diterapkan dalam proses pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar peserta didik. Temuan ini
ISSN : 1829 – 894X
membuktikan bahwa pendidik sudah tepat memilih metode dalam melaksanakan proses pembelajaran karena pemilihan metode merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat dipaparkan kesimpulan dari hasil pelaksanaan penelitian tindakan ini sebagai berikut: 1). Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Group Investigasi yang telah diupayakan dalam pelaksanaannya dengan baik mengikuti teori-teori yang ada, pelaksanaan proses pembelajaran pada siswa kelas VIII C telah berjalan dengan baik dan lancar. Hal tersebut telah didahului dengan perencanaan yang baik, diikuti dengan pelaksanaan yang maksimal, dilanjutkan dengan observasi/ pengamatan/ pengumpulan data menggunakan tes sesuai harapan indikator dan dilakukan dengan penjagaan yang ketat untuk memperoleh hasil sesuai tuntutan yang diharakan. Setelah dilakukan refleksi ternyata hasil yang diperoleh sudah meningkat dari rata-rata awal 59,82 meningkat menjadi 68,75 pada siklus I dan meningkat menjadi 75,71 pada siklus II. 2). Dari data yang disampaikan di atas sudah terjadi peningkatan pada dua pihak yaitu di pihak guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan lebih baik dan dipihak siswa sudah terjadi peningkatan keuletan, keaktifan, semangat, keinginan sehingga prestasi belajar matematika meningkat sesuai harapan.
125
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 117 - 126
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terselesaikan tentunya atas dorongan banyak pihak. Untuk itu ucapan terima kasih layak diberikan kepada siswa SMP Negeri 4 Tabanan di kelas VIII C Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Sekolah; teman sejawat; dan pegawai tata usaha. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan Pengelola Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati atas diterbitkanya artikel ini. Semoga artikel ini ada manfaatnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2009. Supervisi Akademik. Jakarta. Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen PMPTK. Djamarah, Syaful Bahri. 2002. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
126
ISSN : 1829 – 894X
Maesaroh, Siti. 2005. Efektifias Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. .Purwanto, Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Sardiman, A.M. 1988. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers. .Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn and Bacon. Surya,
Mohammad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Trianto. 2007. Model-model Pem belajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
ISSN : 1829 – 894X
POCIL MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS SEKOLAH I Made Maduriana1), I Ketut Surata2), I Gede Sudirgayasa3) Fakultas PMIPA IKIP Saraswati1,2, dan 3)
[email protected]) ABSTRAK Pocil sebagai Model Pengelolaan Sampah Berbasis Sekolah. Sekolah Dasar No 1 dan 3 Petak Kaja Desa, Kecamatan Gianyar, dua sekolah dasar sebagai target mitra, yang terletak di bagian paling utara dari Kabupaten Gianyar perbatasan Kabupaten Bangli. Permasalahan yang ditemukan di sekolah terkait dengan pelaksanaan Sains dan Teknologi untuk Masyarakat (Ib.M) adalah 1). kurangnya kesadaran siswa dalam menjaga kebersihan sekolah; 2). belum ada pengawasan pada siswa dalam menjaga kebersihan sekolah; 3) guru jarang menggunakan sampah sebagai media pembelajaran; 4). guru dan siswa belum memiliki keterampilan untuk mengolah sampah menjadi kompos; 5). guru dan siswa belum memiliki pemahaman dan keterampilan membuat Mikroorganisme Lokal (MOL); 6). Perawatan kebun sekolah masih kurang. Untuk mengatasi semua masalah di atas di kedua sekolah ditawarkan solusi dengan membentuk Polisi cilik (Pocil) sebagai model pengelolaan sampah berbasis sekolah. Pocil mengawasi dan menegur temantemannya jika mereka membuang sampah sembarangan, menegur temannya yang lalai membersihkan kelas, jika perlu dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku di sekolah. Pocil mengawasi perawatan kebun sekolah. Pocil dilengkapi dengan pemahaman dan keterampilan dalam membuat kompos dan MOL untuk perawatan kebun sekolah. Guru diberikan pemahaman dan keterampilan memanfaatkan sampah sebagai media pembelajaran. Hasilnya terbentuk Pocil di kedua sekolah. Pemahaman Pocil tentang pentingnya kebersihan lingkungan sekolah meningkat. Ada peningkatan minat siswa untuk merawat kebun sekolah. Guru dan Pocil memiliki kemampuan keterampilan membuat kompos dan MOL. Guru memiliki kemampuan untuk membuat media pembelajaran dari sampah. Penambahan koleksi tanaman di kebun sekolah. Kata kunci: Pocil, pengelolaan sampah, media pembelajaran, kompos, MOL POCIL WASTE MANAGEMENT MODEL-BASED SCHOOLS ABSTRACT Little Police (Pocil) Independent Waste Management Model in Elementary School. Elementary School No. 1 and 3 Petak Kaja Village, District of Gianyar, are two elementary schools as partners target, located in the most northern part of Gianyar regency frontier of Bangli regency. The problems that found in the school is linked to the implementation of Science and Technology for Society (Ib.M) is 1). a lack of awareness of students in maintaining the cleanliness of the school; 2). supervision of students in maintaining the cleanliness of school yet; 3) teachers rarely use of waste as a medium of learning; 4). teachers and students do not yet have the skills to process waste into compost; 5). teachers and students do not yet have the understanding and skills make the Local Microorganisms (MOL); 6). Arranged school garden care is still lacking. To overcome all the above problems in both schools then offered a solution by forming a Little Police (Pocil) Independent Waste Management. Pocil oversees and rebuked his friends if they littering, 127
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
ISSN : 1829 – 894X
picket reprimand students who neglect to clean the room, if necessary with the appropriate sanctions applicable regulations at the school. Pocil oversees the school lawn care. For that Pocil equipped with understanding and skill in making compost and MOL for health care for the plants. The result is formed Pocil at both schools. Pocil understanding of the importance of cleanliness of the school environment increases. There is increasing interest in students to care for the school garden. Teachers and Pocil have the skills to make compost and litter-based MOL. Teachers have the skills to make learning mediabased rubbish. Collection of plants growing school gardens to be used as a medium of learning. Keywords: Pocil, independent waste management, learning media, compost, MOL,
PENDAHULUAN Sekolah Dasar Nomor 1 dan 3 Petak Kaja adalah dua sekolah dasar yang terletak di Dusun/Banjar Dinas Matring, dan Padpadan Desa Petak Kaja, Kecamatan Gianyar, Kabupaten GianyarBali. Sekolah ini berada tepat diperbatasan dua Kabupaten yakni Kabupaten Gianyar dan Bangli. Dari kota kabupaten sekolah ini berjarak sekitar 12 dan 11 km, dengan moda transportasi lancar. Luas areal sekolah sekitar 28,5 are dengan luas kebun sekolah 5,5 are. Masing-masing sekolah memiliki 6 ruangan belajar 1 perpustakaan, 1 ruang guru dan kepala sekolah dan kantin ada di SD 1 Petak Kaja. Sekolah Dasar nomor 1 Petak Kaja selanjutnya disebut SDN 1 Petak Kaja berdiri 1 Juli 1926, sementara Sekolah Dasar nomor 3 Petak Kaja selanjutnya disebut SDN 3 Petak Kaja berdiri 17 Juli 1983. Jumlah siswa di SDN 1 Petak Kaja sebanyak 93 orang dan SDN 3 Petak Kaja sebanyak 91 orang per April 2015. Siswa yang menuntut ilmu di SDN1 sebagian besar berasal dari banjar dinas Mantring, sedangkan di SDN 3 berasal dari Banjar Dinas Padpadan dan Banjar Dinas
128
Penyembahan. Siswa di kedua sekolah rata-rata mendapatkan uang jajan Rp. 2000 setiap hari, dan berbelanja di kantin sekolah atau di warung sekitarnya rata-rata Rp.1000,sehari sehingga mereka akan membuang dua pembungkus makanan ringan per hari. Jika dikalikan dengan banyaknya siswa maka jumlah pembungkus yang dibuang adalah 2x184 lembar pembungkus makanan ringan ada berupa plastik, kertas dan daun. Mereka akan membuang di halaman sekolah atau sebagian mau membuang di tempat sampah yang telah disediakan. Setiap hari menurut penuturan pesuruh di sana rata-rata sampah yang dihasilkan mencapai 1 kg sampah organik dan 1,5 kg sampah anorganik. Penanganan sampah di kedua sekolah selama ini dilakukan secara manual yakni dengan cara dibakar atau dihanyutkan ke selokan sekitar sekolah. Sekolah belum memiliki pengawas dari siswa untuk siswa yang akan menegur atau memberitahu temannya jika ada membuang sampah sembarangan, dan lalai membersihkan kelas bila perlu memberi sanksi.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
Agar penanganan masalah sampah di sekolah lebih baik perlu dibentuk tim pengawas dari siswa untuk siswa. Pengawas itu disebut Polisi Cilik (Pocil), yang bertugas menegur temannya jika membuang sampah sembarangan dan merusak kebun sekolah. Pocil juga membelajarkan teman-temannya dalam menjaga kebersihan kelas dan kebun sekolah. Timbul permasalahan 1). Bagaimana cara kerja Pocil dalam penanganan masalah sampah di sekolah? 2). Apa peran dan fungsi Pocil dalam pengelolaan sampah secara mandiri di sekolah? Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah, 1) Membentuk pengawas kebersihan kelas dan kebun sekolah, 2). Mengaktifkan siswa peduli terhadap kebersihan lingkungan dan kebun sekolah, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa dalam mengolah sampah menjadi kompos, 4) memberikan pengetahuan kepada siswa dalam mengolah sampah menjadi MOL, 5) memberikan keterampilan kepada guru dalam memanfaatkan sampah sebagai media pembelajaran. Target luaran yang diharapkan dari pelaksanaan IbM ini, adalah 1) Terbentuknya Polisi Cilik yang bertugas mengawasi kebersihan sekolah. 2) Terjadinya perubahan pola pikir siswa akan pentingnya kebersihan lingkungan sekolah. 3) Guru terampil membuat media pembelajaran berbahan dasar sampah. 4) Guru dan siswa terampil membuat kompos dan MOL berbahan sampah. 5) Kebun sekolah lebih tertata
ISSN : 1829 – 894X
METODE Jenis kegiatan ini adalah pengabdian kepada masyarakat melalui program Iptek Bagi Masyarakat (IbM). Kegiatan ini akan dilaksanakan sejak April sampai Oktober 2015. Lokasi kegiatan adalah Sekolah Dasar Nomor 1 dan Sekolah Dasar Nomor 3 Petak Kaja, Gianyar-Bali. Objek kegiatan adalah pengelolaan sampah secara mandiri oleh guru dan siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan. Penataan kebun sekolah dengan memanfaatkan hasil pengolahan sampah yang telah dilakukan. Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah siswa memiliki pengetahuan yang meningkat mengenai sanitasi lingkungan. Siswa memiliki pengetahuan terhadap pengolahan sampah menjadi kompos dan mikroorganisme lokal (MOL). Guru memiliki keterampilan memanfaatkan sampah menjadi media pembelajaran. Program kerja yang akan dilaksanakan adalah 1) Pembentukan Polisi cilik sebagai kelompok siswa pencinta lingkungan. 2) Memberikan penyuluhan kepada siswa mengenai pentingnya kebersihan lingkungan. 3) Memberikan workshop kepada guru dan siswa mengenai cara membuat kompos dan MOL dari sampah organik. 4) Memberikan workshop kepada guru memanfaatkan sampah menjadi media pembelajaran. 5) Penataan kebun sekolah dengan menambah tanaman pelengkap dan membuat vertikultur. Polisi cilik (Pocil) bertugas mengawasi piket kelas yang bertugas membersihkan kelas dan merawat kebun
129
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
sekolah tanggung jawabnya. Pocil menularkan keterampilan kepada siswa lain tentang cara pengolahan sampah menjadi kompos dan MOL. Pocil berhak menegur temannya yang lalai membersihkan kelas dan merawat kebun sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Lingkungan Pengetahuan sanitasi lingkungan dari siswa anggota Pocil ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan me ngenai kebersihan lingkungan. Tingkat pengetahuan siswa mengenai sanitasi lingkungan diukur sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Hasil penilaian pengetahuan sanitasi lingkungan siswa disajikan seperti gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1 Tingkat pengetahuan sanitasi lingkungan siswa anggota Pocil
130
ISSN : 1829 – 894X
Dari gambar tesebut terlihat nilai rata-rata pengetahuan sanitasi lingkungan siswa adalah 8,20 sebelum diberikan penyuluhan dan 8,75 setelah diberikan penyuluhan. Terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 6,70%. Berdasarkan jenis kelamin ratarata nilai tingkat pengetahuan sanitasi lingkungan siswa laki-laki dengan perempuan lebih tinggi laki-laki baik pre test maupun post test. Pada pre test siswa laki-laki lebih tinggi 5,23% dari siswa perempuan, sedangkan pada post test laki-laki lebih tinggi 1,83%. Keadaan ini disebabkan oleh peningkatan pengetahuan Pocil mengenai sanitasi lingkungan. Mereka baru menyadari kebersihan lingkungan ternyata mempengaruhi prestasi belajar siswa. Selain dibagikan tes sebelum dan setelah kegiatan penyuluhan tim juga membagikan kuisioner mengenai minat siswa dalam menjaga kebersihan lingkungan. Pernyataan yang disampaikan ada sepuluh item dengan nilai maksimal 4 dan nilai minimal 1. Hasil survei disajikan pada tabel 1.1 berikut.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Minat Siswa dalam Menjaga Kebersihan Sekolah Waktu Rata-rata Nilai Pernyataan Jumlah obeservasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sebelum penyuluhan 3,4 2,2 3,4 3,0 3,1 3,6 3,1 3,0 3,1 3,0 30,9 Setelah penyuluhan 3.6 3.0 3.6 3.6 3.6 2.2 3,8 3,6 3.4 3.4 33,8 Keterangan: 4= sangat setuju; 3= setuju;
2=tidak setuju
1= sangat tidak setuju
Sesuai hasil yang ditunjukkan pada tabel 5.1 terjadi peningkatan jumlah rata-rata nilai minat siswa dalam menjaga kebersihan lingkungan meningkat. Namun pada item 6, terdapat pilihan yang mengarah pada penurunan nilai sebelum dan sesudah diberikan workshop. Penurunan ini disebabkan item 6 adalah pernyataan yang mengarah pada sikap negatif. Peranan penyuluhan dapat meningkatkan pemahaman siswa akan pentingnya kebersihan lingkungan. Peningkatan tertinggi terjadi pada pernyataan lingkungan bersih dapat meningkatkan prestasi belajar. Sebelum penyuluhan siswa tidak tahu ada hubungan antara kebersihan lingkungan dengan prestasi belajar, pengetahuan meningkat setelah dibetikan penyuluhan akibatnya minat siswa terhadap menjaga kebersihan lingkungan juga meningkat. Keadaan ini sesuai dengan hasil tes sebelum dan sesudah penyuluhan pentingnya kebersihan lingkungan. Peningkatan terendah terjadi pada pernyataan 1 dan 3 yakni lingkungan sekolah harus bersih dari sampah dan lingkungan kotor mengurangi gairah belajar. Kedua pernyataan ini sudah bersifat umum bagi siswa.
Keterampilan Membuat Kompos Membuat kompos adalah salah satu program kerja yang dilakukan dalam kegiatan IbM di SDN 1 dan 3 Petak Kaja. Pengolahan sampah menjadi kompos sebagai usaha memperkenalkan kepada siswa sisi positif dari sampah dan menambah keterampilan siswa dalam memilah sampah antara organik dengan anorganik. Dalam pembuatan kompos sebelumnya diberikan penyuluhan tentang cara pembuatan kompos, bahan apa saja yang diperlukan, peralatan yang dipakai dan teknik pembuatannya. Setelah penyuluhan dilakukan demonstrasi pembuatan kompos oleh tim IbM. Siswa Pocil memperhatikan dengan seksama cara pembuatan kompos. Alat dan bahan dibawa oleh siswa dan sebagian disiapkan oleh tim IbM. Kemudian siswa diberikan melakukan sendiri pengolahan sampah menjadi kompos. Tim IbM dibantu oleh guru memberikan penilaian pada persiapan, keterampilan, dan kemandirian dalam bekerja. Hasil penilaian tersaji dalam gambar 1.2 berikut.
131
ISSN : 1829 – 894X
5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pernyataan
Katagori 1. kurang baik/kurang lengkap/kurang mandiri/kurang terampil 2. cukup baik/cukup lengkap/cukup mandiri/cukup terampil 3. baik/lengkap/mandiri/terampil 4. sangat baik/sangat lengkap/sangat mandiri/sangat terampil
Gambar 1.2 Grafik nilai rata-rata keterampilan siswa membuat kompos Dari grafik di atas terlihat nilai teren dah adalah kemampuan siswa dalam me milih tanaman yang harus diberikan kom pos. Kebanyakan siswa belum mengetahui ciri tanaman yang memerlukan kompos. Kebanyakan dari mereka memberikan kompos kepada semua tanaman yang ada di kebun sekolah. Kebanyakan dari mereka tidak tahu kandungan yang terdapat dalam kompos yang diperlukan oleh tanaman tersebut. Selanjutnya, diperlukan pemberian pengetahuan ciri-ciri fisik tanaman yang kekurangan unsur hara, dan kandungan hara kompos dari bahan tertentu. Nilai tertinggi diperoleh pada kemampuan dalam memanen kompos, karena pekerjaan ini paling sederhana yakni tahu ciri kompos sudah matang kemudian mengambil kompos tersebut. Ciri kompos sudah siap panen adalah warna coklat kehitaman, remah kalau dipegang, dan tidak berbau.
132
Keterampilan Membuat MOL MOL adalah singkatan dari Mikroorganisme Lokal, adalah jenis mikroba yang dapat dibuat sendiri oleh siswa dengan menyediakan media tempatnya berkembang biak. MOL dibuat oleh siswa dengan mencampur air cucian beras, limbah buah dan limbah sayur, dicincang lalu dimasukkan dalam ember yang ada tutupnya dan telah dilobangi sebagai MOL buatan bersama. Ke dalam botol dimasukkan bahan dari limbah sayur, buah-buahan dan daun. Pemanenan MOL dilakukan setelah 5-7 hari. Panen MOL dilakukan dengan menyaring, filtrat kemudian diencerkan dengan air memakai perbandingan 1:15. Sisa cacahan sampah dibenamkan dalam tanah. Fungsi MOL adalah membantu media tanam menyediakan unsur hara bagi tanaman, yang akan diserap melalui akar-akarnya. Nilai rata-rata keterampilan siswa dalam membuat MOL sesuai dengan hasil penilaian oleh tim IbM dibantu para guru sekolah mitra disajikan dalam tabel 1.3 berikut. NilairataͲrata
NilaiRataͲrata
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pernyataan
Katagori 1. kurang baik/kurang lengkap/kurang mandiri/kurang terampil 2. cukup baik/cukup lengkap/cukup mandiri/cukup terampil 3. baik/lengkap/mandiri/terampil 4. sangat baik/sangat lengkap/sangat mandiri/sangat terampil
Gambar 1.3 Grafik nilai rata-rata keterampilan siswa membuat kompos
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
ISSN : 1829 – 894X
Nilai terendah adalah keterampilan siswa dalam memilah bahan organik pembuatan MOL. Hal ini disebabkan siswa ragu dalam memilih jika ketemu sampah kertas, sebab kertas dibuat dari tanaman, sedangkan tanaman adalah bahan organik. Jadi siswa kebingungan apakah kertas termasuk bahan organik atau anorganik. Keraguan yang lain adalah sampah kayu, sampah ini adalah sampah organik, apakah bisa dijadikan bahan MOL? Untuk mengatasi keraguan ini diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan sampah organik dan anorganik pada saat lomba memilah sampah. Memberikan penjelasan lebih detail mengenai sampah organik yang bisa dijadikan bahan pembuatan MOL. Penataan Kebun Sekolah Koleksi tanaman kebun sekolah dengan menambahkan 11 jenis tanaman hias dan 5 tanaman pangan. Penambahan tanaman pangan bertujuan menambah pengetahuan dan kepedulian siswa pada pangan lokal yang mereka konsumsi sehari-hari. Di antara tanaman pangan lokal yang dikoleksi adalah tanaman cabe, jahe, suweg, kunir dan kencur. Observasi juga dilakukan untuk mengetahui sikap siswa pada keberadaan kebun sekolah. Sikap siswa terhadap kebun sekolah disajikan pada tabel 1.2 W a k t obeservasi Sebelu
penyuluhan
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat “IbM Polisi Cilik (Pocil) Pengelolaan Sampah Mandiri SDN 1 dan 3 Petak Kaja, Gianyar-Bali”, adalah tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra sasaran mencapai 91,67%-100%. Terjadi peningkatan tingkat pengetahuan siswa Pocil mengenai pentingnya kebersihan lingkungan; guru dan siswa antusias dalam mendukung program penataan kebun sekolah, pembuatan tong sampah dan pembauatan kebun vertikultur; guru dan siswa terampil membuat kompos dan MOL berbahan dasar sampah; dan guru memiliki keterampilan dalam memanfaatkan sampah
Tabel 1.2 Rata-rata Nilai Sikap Siswa terhadap Kebun Sekolah u Rata-rata Nilai Pernyataan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 m 2.75 3.25 3.15 3.1 2.7 2.2 2.4 2.6 2.5 2.55 27.2
S e t e l a h
penyuluhan
Dari data tabel 1.2 di atas, terlihat bahwa nilai rata-rata sikap siswa terhadap keberadaan kebun sekolah sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh berkembangnya tingkat pengetahuan siswa terhadap fungsi kebun sekolah. Hanya nilai pada item 7 tidak terjadi peningkatan karena siswa gamang dengan pernyataan ini yang menyatakan kebun sekolah adalah tempat bermain. Di sini timbul keraguan dalam menjawab sebab siswa juga sering bermain di kebun sekolah.
3.2
3.3
3.25 3.35
Keterangan: 4= sangat setuju; 3= setuju;
3.2
2.75
2=tidak setuju
2.4
3.25
2.7
2.75
30.15
1= sangat tidak setuju 133
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
menjadi media pembelajaran UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini kami tim IbM Polisi cilik (Pocil) SD N 1 dan 3 Petak Kaja, Gianyar mengucapkan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (Ditlitabmas) Dikti yang telah mendanai kegiatan pengabdian ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Kepala Sekolah Dasar Nomor 1 dan 3 Petak Kaja, Gianyar atas kerja samanya sehingga kegiatan ini dapat berlangsung dengan sesuai harapan. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada para guru, siswa di kedua sekolah mitra atas kerja samanya yang baik dan mau melaksanakan program ini. Tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu terlaksnanya kegiatan ini kami ucapkan terima kasih pula. DAFTAR PUSTAKA Harran, S dan Ansori, N. 1992. Bioteknologi Pertanian 2. Bogor: Pusat antar universitas bioteknologi IPB Juanda, dkk. 2011. Pegaruh Metode dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Mol (Mikroorganisme Lokal). J. Floratek 6: 140 – 143. Darussalam Banda Aceh: Jurusan T e k n o l o g i Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah Kamir R. B & Ann, N. 2008. Lubang Resapan Biopori. Jakarta :Niaga Swadaya
134
ISSN : 1829 – 894X
Kartini, N.L. 2000. Diktat Pertanian Organik. Denpasar: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian UNUD Kusnaedi. 1999. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya Murbandono. 1993. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya Mulat, T. 2003. Membuat & Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas. Jakarta: Agromedia Pustaka Nurhidayati, dkk. 2008. e-Book Pertanian Organik: Suatu kajian sistem peranian terpadu dan berkelanjutan. Malang: Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang Pandia, W. 2006. Peranan Mikroba Dalam Fermentasi Sampah Kota Menjadi Kompos. Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Suriawiria,U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Bandung: PT. Alumni Syaifudin, A., dkk. 2010. Pemberdayaan Mikroorganisme Lokal Sebagai Upaya M e n i n g k a t k a n Kemandirian Petani. Cited 2-4-2015. Availlable from: le3in1. blog.uns.ac.id/file/2010/05/ Pemberdayaan-Mikroorganisme- lokal-sebagai- upayapeningkatankemandirian-petani-pdf. Wilbraham, A.C dan Matta, M.S. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung : ITB
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
ISSN : 1829 – 894X
INDEKS
A Abiansemal 41, 43, 46 Abrams 2 Altenbernd 2, 10 Arends 25, 26, 27, 30 Arikunto 4, 10, 43, 46, 61, 62, 66, 67, 90, 95, 100, 104, 111, 115 Ars Poetica 2 Asmani 100, 104 B Badung 41, 43, 71, 85 bahasa Inggris 62, 64 bahasa lisan 32 Bali ii, iii, 3, 5, 10, 11, 13, 47, 61, 68, 69, 77, 79, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 128, 129, 133 Bhagawadgita 6, 7 borderless world 78 C Classrom Action Research 62 common sense 19 Comparative Fit Index 51, 52, 53, 55 D Dalung 71, 72, 75 David Treagust 11, 12, 16 Denpasar i, iii, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 31, 33, 34, 39, 71, 72, 75, 83, 85, 86, 134 detrimental effect 25 Djamarah 90, 95, 100, 104, 110, 115, 118, 121, 126 Drill Method ii, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 104 dunia dalam kata 1 E Ejaan yang Disempurnakan 74 ergonomi 69, 70, 71, 73, 74, 75 expert judgment 50 G Gianyar 23, 24, 27, 30, 127, 128, 129, 133, 134
Ginada 4, 5, 8 global village 78 Group Investigasi ii, 117, 118, 119, 120, 121, 124, 125 Gunarti 89, 95 H Hamdani 100, 104 Hermeneutika 4, 10 Horace 2 Horatius 2, 3 hutan mangrove 79, 82, 83, 85 I Iptek Bagi Masyarakat 129 Iriyanto 87, 95 J Jawa Barat 14 Jawa Timur 14 Jimbaran 79, 80, 81 jukung 79, 82, 83, 85 K karya sastra 1, 2, 3, 4, 10, 32 Kefeli 13, 15, 21 Keles 13, 15, 21 komunikasi intersubjektif 4 kooperatif Jigsaw 25, 29, 30, 43, 45, 46 Kose 13, 15, 21 Kurt Lewin 34, 63 L Lailatur 99, 104 Lewis 2, 10 M melasti 79 metode demonstrasi 87, 88, 89, 90, 93, 94, 95 metode Role Playing 109, 111, 113, 114, 115 mikroorganisme lokal 129 model ekspository 87, 88, 89, 90, 93, 94, 95 model Elliot 121 model inkuiri 99, 101, 102 model pembelajaran konvensional 24, 70, 89 Moleong 4, 10, 80, 86 135
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (1): 127 - 134
Mukthasor 80 multiple choice 12, 16 Mulyana 42, 46 mutu pendidikan 59, 60, 94, 99, 102, 103, 114, 118 N nasionalisme 70 negara barat 70 Niti sastra 9 Non-Normed Fit Index 51, 52, 53, 55 O observasi siklus 37, 92 open acces 84 P Padalingsa 4 Palmer 4, 10 Palu 13, 14 Pendidikan Nasional 60, 65, 70, 75 Polisi Cilik 129, 133 prior knowledge 12 problem based learning 107, 108, 109 pupuh 3, 4, 5, 8 purposive sampling 11, 15 Purwanto 42, 46, 90, 95, 110, 115, 121, 126 Putra 2, 10 R Ratna 4, 10 Reliabilitas Inter-Rater 50 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 112 representasi 2 Rohmin Dahuri 78 Root Mean Square Error Approximation 51, 52, 53, 55 Rosadi 99, 105
136
ISSN : 1829 – 894X
S sadarana 8 Sanur 79, 80, 81, 82, 83 Sardiman 90, 95, 121, 126 Serangan 79, 80, 81, 82, 86 Setiawati i, iii, 13, 21 Slameto 90, 95, 110, 115 Standard Error of Measurement 56 Sudjana 99, 105 Sulawesi Tengah 13, 14 Sunendar 63, 68 Suryabrata 100 Suryosubroto 108 Suwung 79, 80, 81, 82 T Tabanan 71 Tanjung Benoa 79, 80, 81, 82, 83 Teeuw 2, 3, 10 Teori Konstruktifisme 29 Teori Response Butir 49 teori tabula rasa 60 Tilaar 98 Tua Marga 71 Tulangampiang 71, 72, 75 Tundugi 13, 14, 21 Turki 13 W Widoyoko 61, 66, 68 widyaiswara 61 Y Yogyakarta 10, 14, 58, 68, 85, 86
PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan. Naskah dikirim ke LPPM IKIP Saraswati IKIP Saraswati Tabanan, Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan 82113 Bali atau lewat email: ninyomankarmini@yahoo. com. Naskah diketik satu setengah spasi, kecuali abstrak, tabel, keterangan gambar, histogram dan kepustakaan diketik dalam satu spasi dengan batas 3,5 cm dari kiri, 3 cm masing-masing dari atas, kanan dan bawah tepi kertas. Naskah maksimum 12 halaman A4, diketik dalam program Microsoft Word for Windows huruf Time New Roman ukuran 12. Sebanyak dua eksemplar naskah cetak dan soft copy (CD) yang memuat berkas naskah tersebut diserahkan kepada Redaksi Pelaksana. Ilustrasi yang berupa grafik, gambar atau foto yang tidak masuk dalam berkas CD harus ditempel pada tempatnya dalam naskah cetak. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia menggunakan abstrak yang ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya naskah yang ditulis dalam bahasa Inggris menggunakan abstrak dalam bahasa Indonesia. Abstrak tidak lebih dari 400 kata. Pada pojok kiri bawah dari abstrak ditulis kata kunci (key words) tidak lebih dari 5 kata. Judul singkat (tidak lebih dari 12 kata), jelas, informatif dan ditulis dengan huruf kapital kecuali nama ilmiah. Untuk kajian pustaka (review) dibelakang judul ditulis: Suatu Kajian Pustaka. Nama penulis tanpa gelar, alamat dan instansi penulis ditulis lengkap. Susunan naskah hasil penelitian terdiri dari judul (title), nama penulis (author), alamat penulis (address), abstrak (abstract), pendahuluan (introduction), metode penelitian (research methods), hasil (results), pembahasan (discussion), simpulan (conclusion), ucapan terima kasih (acknowledgements), dan kepustakaan (literate cited). Naskah kajian pustaka terdiri atas judul, nama penulis, alamat penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan, simpulan (conclusion), ucapan terima kasih, dan kepustakaan. Setiap alenia baru diketik mundur tiga ketukan. Setiap tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar (foto) diberi nomor urut, judul singkat dan jelas, dibuat pada satu halaman (tidak terpotong). Hasil yang ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lainnya (misalnya histogram atau grafik). Dalam tata nama (nomeklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan yang baku. Untuk istilah asing ditulis miring kecuali abstrak. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem Nama-Tahun. Contoh kutipan langsung, Lansing et al. (2002:3); kutipan tidak langsung: Lansing et al. (2003). Kepustakaan ditulis menurut sistem Nama-Tahun dan disusun berdasarkan abjad. Berikut ini beberapa contoh penulisan pustaka. a. Abstrak Darnaedi D. 1991. Rheofite di sepanjang sungai Mahakam, Kalimantan Timur, abstrak.244, hlm.122. Di dalam Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi X. 1991. Perhimpunan Biologi Indonesia dan Pusat antar Universitas Hayati, IPB, Bogor. b. Buku Auderisk T. and G Auderisk. 1999. Biology, Life on Earth. Ke-5.Edition. Printice Hall, New Jersey. c. Buku Terjemahan Mackinnon M. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali (terjemahan). Ed. Ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. d. Disertasi, Tesis, dan Skripsi Wiguna IWAA. 2002. Kontribusi system usahatani padi sawah terhadap pengkayaan hara nitrogen, fosfor, dan kalium aliran permukaan pada ekosistem subak di Bali. Kasus daerah aliran sungai Yeh Sungi di Tabanan Bali. Disertasi (S3) pada PPs-IPB, Bogor. e. Hasil penelitian yang dipublikasikan tetapi belum terbit Surata SPK. Persepsi guru sekolah dasar terhadap subak sebagai model pendidikan lingkungan di Bali, submitted (belum disetujui redaksi). Surata SPK. Haemotological indices studies in four subpopulation of Java Sparrow (Pada oryzivora L.). Biota, in press. (sudah disetujui redaksi). f. Penelitian yang sudah dipublikasikan Jacobson SK. 1991. Profile evaluation model for developing, implementing, and assessing conservation education programs; examples from Belize and Costa Rika. Environmental Management, 15 (2):143-150. g. Kamus Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ke-2. Balai Pustaka, Jakarta. h. Prosiding Surata SPK. 2003. Budaya padi dalam subak sebagai model pendidikan lingkungan, hlm.81-97. Di dalam F. Kasryno, E. Pasandaran dan AM Fagi (Penyunting). Subak dan Kerta Masa. Kearifan lokal mendukung pertanian yang berkelanjutan. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta. i. Publikasi perusahaan atau lembaga Minitab Inc. 1991. Minitab Reference Manual V.8. State College, USA. j. Surat Kabar Khosman, A. 16 Januari 2004. Perlu kebijakan mikro yang memihak petani. Kompas, 39(196): 46. Kolom 1-6. k. Nama penulis tidak dicantumkan, yang ditulis nama lembaganya (bukan anonim) WHO (World Health Organization). 1993. Guidenlines for drinking-water quality, Vol. 1. Recommendations. Ed. Ke-2. Geneva. l. Sumber dalam internet Ingeg Z. 1997. Analyzing Educational Resource for Environmental and Development Education. Griffith University and the Deparment of Environment, Sport & Territories. Australian Government, Department of Environment and Herrtiage. http//www.deh.gov.auleducationsitsWmodeule/modeule25,html.