Dewan Redaksi “SULUH PENDIDIKAN” Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan IKIP Saraswati Tabanan Ketua Dr. Dra. Ni Nyoman Karmini, M.Hum. Sekretaris Drs. I Made Maduriana, M.Si. Bendahara Dra. Ni Putu Seniwati, M.Pd. Retribusi Ni Ketut Manik Arwati Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) Dr. Drs. I Nyoman Suaka, M.Si. Drs. I Wayan Subaker, M.Hum. Peyunting Pelaksana Dr. Drs. Dewa Nyoman Oka, M.Pd. Dr. Drs. Made Kerta Adhi, M.Pd. Dr. Drs. I Nyoman Suryawan, M.Si. Drs. I Made Sudiana, M.Si. Drs. Ida Bagus Anom Sutanaya, M.Pd. Ni Putu Desi Wulandari, S.Pd., M.Pd. Penyunting Tamu Dr. I Gusti Ngurah Raka Haryana, MS (IKIP Saraswati Tabanan); Prof. Dr. Ir. Gede Mahardika, MS (UNUD); Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes (UNDIKSHA) Pengelola Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Saraswati Tabanan Suluh Pendidikan terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember), diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Saraswati Tabanan (Saraswati Institut Press), sebagai media informasi ilmiah bidang pendidikan baik berupa hasil penelitian maupun kajian pustaka. Penerimaan Naskah Redaksi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa atau praktisi dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakang jurnal ini. Tulisan yang dimuat mendapat kompensasi 2 eksemplar. Alamat Redaksi IKIP Saraswati Tabanan Jalan Pahlawan Nomor 2 Tabanan – Bali 82113 Telp. (0361) 811267 Email:
[email protected]
ISSN : 1829 – 894X
SULUH PENDIDIKAN
(Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan)
Vol.13 No.2 Desember 2015 Pengantar Redaksi ........................................................................................
iii– iv
Peningkatan Kemampuan Memahami Isi Bacaan dengan Menggunakan Teknik Cloze pada Siswa (Ni Luh Sukanadi, Deni Diana, Pola Rustini) ............................................ 135–140 The Translation of English Adverbs of Manner (-Ly) into Indonesian in the Novel Breaking Dawn and “Awal Yang Baru” (Ni Putu Meri Dewi Pendit) ......................................................................... 141–147 Model Group Investigation untuk Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar pada Pendidikan Kewarganegaraan Siswa SMP (Ni Putu Suarnika) ........................................................................................ 149–154 Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMP dengan Model Kooperatif Tipe STAD (I Gede Ketut Sedana) .................................................................................. 155–160 Penerapan Layanan Informasi Belajar untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMA Negeri 1 Selemadeg (I Wayan Mastaadhi) .................................................................................... 161–168 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Kimia (I Made Mudarsa) ......................................................................................... 169–177 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Type STAD Berbantuan LKS untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika (I Dewa Made Warnita) ................................................................................ 179–186
Lembaga Penelitian dan Pengabdian masyarakat (LPPM) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan
Mengembangkan Materi Berbicara Menggunakan Instruksi Sesuai dengan Tingkat Kemampuan Siswa Pada Siswa SMP (Ni Putu Eka Putri Septiari) ........................................................................ 187–196 Model Pengentasan Kemiskinan Kultural Berbasis Nilai-Nilai Tat Twam Asi di Kawasan Wisata Gunung Batur Kintamani Bangli (Made Kerta Adhi, I Ketut Ardana, I Made Maduriana) ......................... 197–204 Penerapan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sains Siswa SMP (I Made Murdana) ........................................................................................ 205–210 Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan (I Kadek Widya Wirawan) ........................................................................... 211–220 Peningkatan Prestasi Belajar Matematika dengan Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa SMA (Luh Kariani) ................................................................................................ 221–227 Peningkatan Profesionalisme Guru dan Kemampuan Siswa Melalui Transformasi Ipteks di SDN Paksebali (I Ketut Ardana, Nyoman Suryawan, Dewa Nyoman Wija Astawa) ....... 229–238 Indeks ............................................................................................................. 239–240
ii
PENGANTAR REDAKSI
Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa karena atas limpahan karunia-Nya dan berkat kerja sama tim sehingga jurnal Suluh Pendidikan Volume 13, Nomor 2, Desember 2015 terbit kembali. Mengawal penerbitan dengan konsistensi yang ketat dan jadwal yang tepat waktu memang tidak mudah. Akan tetapi, kami yang berada jajaran tim Redaksi selalu mengupayakan dua hal penting tersebut menjadi prioritas kerja kolektif. Tim redaksi jurnal Suluh Pendidikan telah menyeleksi 13 naskah atau artikel untuk dipublikasikan pada edisi kali ini. Dengan beragam tema yang masuk ke meja redaksi ada tema yang menarik untuk disimak dan disampaikan oleh empat penulis, yakni Model pembelajaran Student Team Achievment Division (STAD). Model pembelajaran Student Team Achievment Division (STAD) adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan yang beragam (heterogen) termasuk keberagaman jenis kelamin dan etnik. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat diketahui dari skor kemajuan yaitu dengan membandingkan skor awal dan skor akhir. Tujuan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar. Empat artikel yang menggunakan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, yaitu I Gede Ketut Sedana, I Made Mudarsa, I Dewa Made Warnita, dan Luh Kariani dengan masing-masing bidang mata pelajaran yang diambil sebagai studi kasus yang satu sama lainnya berbeda. Tema lain yang cukup serius mendapat perhatian adalah mengenai siswa didik dan para guru berkaitan dengan teknologi informasi (TI). Bagaimanapun siswa dan guru cepat atau lambat harus memaksimalkan keunggulan TI untuk menunjang proses belajar mengajar. Hal ini disampaikan dalam artikel yang berjudul “Penerapan Layanan Informasi Belajar untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMA Negeri 1 Selemadeg” yang ditulis oleh I Wayan Mastaadhi dan “Peningkatan Profesionalisme Guru dan Kemampuan Siswa Melalui Transformasi Ipteks di SDN Paksebali” digarap secara kolaboraif oleh I Ketut Ardana, Nyoman Suryawan, dan Dewa Nyoman Wija Astawa. Pada tataran kearifan lokal, diwarnai oleh suguhan artikel yang berjudul “Model Pengentasan Kemiskinan Kultural Berbasis Nilai-Nilai Tat Twam Asi di Kawasan Wisata Gunung Batur Kintamani Bangli” yang ditulis bersama-sama oleh Made Kerta Adhi, I Ketut Ardana, dan I Made Maduriana. Sementara artikel dengan tema-tema yang beragam yang tidak kalah menarik dalam edisi kali ini, antara lain “Peningkatan Kemampuan Memahami Isi Bacaan dengan Menggunakan Teknik Cloze pada Siswa” oleh Ni Luh Sukanadi, Deni Diana, Pola Rustini; “Model Group Investigation untuk Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar pada Pendidikan Kewarganegaraan Siswa SMP” oleh Ni Putu Suarnika; “Mengembangkan iii
Materi Berbicara Menggunakan Instruksi Sesuai dengan Tingkat Kemampuan Siswa Pada Siswa SMP “ oleh Ni Putu Eka Putri Septiari; dan “Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan” oleh I Kadek Widya Wirawan. Satu artikel yang spesial karena ditulis dalam bahasa Inggris, yakni karya Ni Putu Meri Dewi Pendit yang berjudul “The Translation of English Adverbs of Manner (-Ly) into Indonesian in the Novel Breaking Dawn and “Awal Yang Baru.” Peningkatan mutu Jurnal Suluh Pendidikan yang berada ditangan pembaca ini tidak terlepas dari upaya dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang bersifat kelembagaan maupun pribadi serta kontribusi penulis. Meski kami tidak dapat menyebutkan satu per satu di ruang yang terbatas ini, tetapi kami selalu mengapresiasi apa pun dan seberapa pun bantuan yang telah diberikan untuk mewujudkan cita-cita bersama. Untuk itu kami selaku tim redaksi mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses penerbitan Jurnal Suluh Pendidikan edisi ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
iv
Redaksi
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 135–140
ISSN : 1829 – 894X
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI ISI BACAAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK CLOZE PADA SISWA Ni Luh Sukanadi, Deni Diana, Pola Rustini Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar E-mail:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan memahami isi bacaan pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara melalui teknik cloze (rumpang). Data dikumpulkan dengan menerapkan model Kemmis dan Taggart yang meliputi empat langkah, yakni perencanaan, pelaksanaan atau tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil PTK ini menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan memahami isi bacaan pada siswa SMP Kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2013/2014 Kata kunci: memahami isi bacaan, teknik cloze IMPROVED ABILITY TO UNDERSTAND THE CONTENTS OF READINGS Cloze TECHNIQUE USING THE STUDENT ABSTRACT The purpose of this research is to know the ability to understanding the content of reading text of the seventh grade’s students of SMP Negeri 1 Kuta through close technique ( hiatus). The data were collected by applying Kemmis and Taggart model which consisted with four steps, they are planning, implementation or action, abservation and reflection the Reilt or this class room action Research shawsdhat there an improvent of ability in understanding the content of the reading text of the seventh grade student of SMP Negeri 1 North Kuta of Badung Regency in academic year 2013/ 2014. Keywords: understanding the content of reading, cloze techniq
PENDAHULUAN Pembelajaran membaca merupakan hal penting yang mendasari terjadinya suatu proses pembelajaran. Dengan membaca anak dapat mengenal, memahami simbolsimbol dari suatu pembelajaran. Hal ini yang mendasari anak dapat memahami proses belajar selanjutnya. Selain itu, membaca merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, membaca mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya
pikir manusia. Melalui proses membaca perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat menuntut semua orang untuk memiliki kemampuan beradapatasi yang tinggi, agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru. Mereka harus mempunyai kemampuan bagaimana belajar secara terus menerus sepanjang hayat untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematik, logis, kreatif, dan 135
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 135–140
kemampuan bekerja sama yang efektif. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Tarigan, 1986). Suatu proses yang menuntut agar kelompok yang merupakan suatu kesatuan akan terlibat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Membaca merupakan suatu ke terampilan yang pemilikan keterampilannya memerlukan suatu latihan yang intensif dan berkesinambungan. Aktivitas dan tugas membaca merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena kegiatan ini menentukan kualitas dan keberhasilan seorang siswa sebagai peserta didik dalam studinya Harjasujana (dalam Sutrisno, 2006:11). Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, serta memahami makna yang terkandung dalam bacaan. Adler dan Doren (dalam http://dedigustiawan88.wordpress. com/2010/08/09/skripsi-pendidikanbahasa-indonesia/) menyatakan bahwa tujuan membaca terbagi atas dua yaitu untuk mendapatkan informasi dan untuk pemahaman. Membaca mendapatkan informasi hanya bersifat menambah perbendaharaan saja, namun kurang dapat meningkatkan pemahaman pembaca. Dari penelitian awal diketahui bahwa masih banyak bahkan sebagian besar Siswa SMP belum memahami isi bacaan 136
ISSN : 1829 – 894X
secara efektif, padahal pembelajaran mengenai cara memahami isi bacaan telah diajarkan oleh Guru. Penyebabnya, antara lain adalah siswa belum bisa menentukan gagasan utama bacaan (gagasan pokok dan gagasan sampingan), memahami unsurunsur bahasa dalam bacaan. Memahami isi bacaan adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah bagi para siswa SMP. Oleh karena itu, guru perlu memikirkan upaya-upaya yang dapat diberikan kepada siswa untuk memperbaiki mutu pemahaman siswa terhadap isi bacaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Guru adalah memanfaatkan teknik cloze atau rumpang sebagai alternatif dalam pengajaran membaca pemahaman. Teknik rumpang atau teknik cloze ini mula-mula diperkenalkan oleh Taylor pada tahun 1953 yang disebut dengan “Cloze Prosedure” yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan prosudur Klos atau tes Klos. Cloze berasal dari kata “CLOZURE” yaitu suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt. Hal ini seperti yang dikutip oleh Kamidjan, bahwa konsep teknik cloze ini menjelaskan tentang kecenderungan orang untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap menjadi suatu kesatuan yang utuh (dalam Sutrisno, 2006:10). Dalam teknik cloze atau rumpang, pembaca diminta untuk dapat memahami wacana atau bacaan yang tidak lengkap atau bagian-bagian tertentu yang dihilangkan (dirumpangkan) dengan pemahaman yang sempurna. Berkaitan dengan uraian di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan memahami isi suatu bacaan pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara melalui teknik cloze atau rumpang.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 135–140
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang juga disebut Classroom Action Research, karena peneliti berusaha untuk menerapkan suatu tindakan sebagai upaya perbaikan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII C yang berjumlah 34 orang siswa yang terdiri atas 16 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan digunakan model Kemmis dan Taggart dalam pembelajarannya. Model Kemmis dan Taggart yang digunakan adalah sistem spiral (dalam https://www. google.co.id/?gws_=cr,ssl&ei=w7BDVuSl K8TA0gSPmqOgDQ#q=Stephen+Kemmi s+dan+Mc+Taggart). Model ini terdiri atas 4 langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan atau tindakan, observasi, dan refleksi. Langkah-langkah dimaksud dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini.
Gambar : Alur PTK Kemmis dan Taggart
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus yang masing-masing siklusnya meliputi: perencanaan, pe
ISSN : 1829 – 894X
laksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dalam empat siklus, yaitu (1) tes awal yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2014, (2) siklus I yang dilakukan pada tanggal 17 Maret 2014, (3) siklus II pada tanggal 21 Maret 2014, dan (4) siklus III dilakukan pada tanggal 27 Maret 2014. Prosedur tindakan yang dilaksanakan pada penelitian ini sebagai berikut. 1) Membagikan kepada siswa suatu teks wacana yang telah dirumpangkan. 2) Memberi apresiasi tentang teks wacana atau suatu bacaan yang telah dirumpangkan. 3) Menugaskan siswa untuk mengamati teks wacana yang telah dirumpangkan. 4) Siswa berdiskusi bersama tentang teknik cloze (rumpang) 5) Menugaskan kepada siswa untuk mendiskusikan masalah yang ditemukan dalam wacana. 6) Memberi masukan atau komentar dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan memahami makna setiap paragraf dalam wacana. 7) Menugaskan siswa untuk memilih kata yang tepat untuk mengisi kalimat yang dihilangkan katanya. 8) Siswa dan guru (peneliti) menyim pulkan tentang wacana rumpang dan cara menyempurnakan kerum pangannya. 9) Siswa bersama guru (peneliti) me nyimpulkan hasil bacaan dengan menggunakan metode cloze (rumpang) sebagai acuan refleksi. 10) Menutup pembelajaran dengan salam penutup. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cloze (rumpang), 137
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 135–140
dengan menggunakan sebuah wacana yang telah dirumpangkan. Instrumen ini diterapkan pada setiap siklus yang digunakan untuk mengetahui kemampuan memahami isi bacaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan tes siklus I, diadakan terlebih dahulu tes awal dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang kemampuan memahami isi bacaan. Dari tahapan penelitian yang dilakukan pada tes awal tersebut, diperoleh data yang diperlukan untuk mengevaluasi hasil penelitian kelas. Data yang dipaparkan dari penelitian ini adalah tes awal sebagai refleksi untuk melaksanakan tindakan siklus I, siklus II, dan tindakan siklus III, yang mencakup tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan pembelajaran, hasil observasi, hasil tes, analisis data, refleksi siswa, rekapitulasi hasil penelitian, dan pembahasan tentang peningkatan kemampuan memahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2013/2014. Dari tes awal hingga siklus III peningkatan kemampuan memahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2013/2014, tes awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa kelas VII C adalah sebagai berikut. Nilai tertinggi yaitu 7,00 diperoleh 6 orang siswa, nilai 6.00 diperoleh 7 orang siswa, nilai 5.00 diperoleh 7 orang siswa dan nilai terendah yaitu 4.00 diperoleh 14 orang siswa, sehingga diperoleh rata-rata nilai siswa untuk pelajaran memahami isi bacaan kelas 138
ISSN : 1829 – 894X
VII C adalah 5.14. Berdasakan hasil ini, diketahui bahwa pembelajaran memahami isi bacaan dikatakan masih sangat rendah. Untuk itu, peneliti mengadakan penelitian dalam upaya melakukan peningkatan kemampuan memahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung. Hasil tugas pada tes awal tersebut kemudian dijadikan bahan untuk dilakukan perbaikan pada siklus I. Setelah dilakukan pembelajaran memahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) mampu menaikan rata-rata siswa, walaupun secara klasikal pembelajaran memahami isi bacaan belum dikatakan berhasil. Adapun hasil dari kegiatan penilaian siklus I yang dilakukan pada hari Kamis 17 Maret 2014 adalah rata-rata siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara meningkat sebesar 0,97 menjadi 6,11 dengan rincian: dua orang siswa memperoleh nilai 8,00 dimana pada tes awal tidak ada satu pun siswa yang memperoleh nilai 8,00, sepuluh orang siswa memperoleh nilai 7.00 dimana pada tes awal hanya 5 orang siswa yang memperoleh nilai 7.00, dua belas orang siswa memperoleh nilai 6.00 dimana pada tes awal hanya 7 orang siswa yang memperoleh nilai 6.00, sepuluh orang siswa memperoleh nilai 7.00 dimana pada tes awal hanya 5 orang siswa yang memperoleh nilai 7.00, dua belas orang siswa memperoleh nilai 7.00 dimana pada tes awal hanya 5 orang siswa yang memperoleh nilai 7.00, sepuluh orang siswa memperoleh nilai 5.00 pada tes berikutnya hanya 7 orang siswa yang memperoleh nilai 5.00 dan tidak ada satupun siswa yang memperoleh nilai 4.00 seperti pada tes awal.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 135–140
Upaya perbaikan selalu dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan target yang diharapkan. Kegiatan penilaian siklus II dilakukan pada hari Kamis 20 Maret 2014 dengan hasil rata-rata siswa dalam pembelajaran memahami isi bacaan adalah 7,09. Hasil ini mengalami peningkatan sebesar 0,98 Banyak siswa yang mengalami kemajuan saat proses pembelajaran memahami isi bacaan berlangsung. Ini dibuktikan bahwa dalam siklus II tidak ada siswa yang memperoleh nilai 4,00 dan 5,00 seperti pada siklus sebelumnya. Adapun data siswa pada siklus II adalah sebagai berikut. Dua belas orang siswa memperoleh nilai 8,00 dimana pada tes siklus I hanya 2 orang siswa yang memperoleh nilai 8,00. Tiga belas orang siswa memperoleh nilai 7.00 dimana pada tes siklus I hanya 10 orang siswa memperoleh nilai 7.00, pada siklus II hanya 9 orang siswa memperoleh nilai 6.00 dimana pada tes sikuls I masih ada 12 orang siswa yang memperoleh nilai 6.00 dan pada siklus ini tidak ada siswa yang memperoleh nilai di bawah 6.00. Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I dan siklus II, ternyata target KKM belum tercapai. Upaya perbaikan selalu dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan target yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti dalam upayanya untuk melakukan peningkatan kemampuan me mahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung berlanjut ke siklus III. Perbaikan tindakan dan sistem dalam
ISSN : 1829 – 894X
pembelajaran menjadi perhatian utama peneliti. Hal-hal yang menjadi sumber penghambat dalam kegiatan pembelajaran seminimal mungkin tidak akan dilakukan lagi pada siklus III. Kegiatan penilaian yang dilakukan pada hari Kamis 27 Maret 2014 menghasilkan rata-rata siswa kelas VII C dalam pembelajaran memahami isi bacaan mengalami peningkatan 1,27% menjadi 8,32. Nilai siswa dari tes awal hingga siklus III. Ini dibuktikan siswa yang mendapat nilai 8,00 meningkat, sedangkan pada siklus III tidak ada satu pun siswa yang mendapatkan nilai di bawah 7,00 dengan rincian sebagai berikut. Dua belas orang siswa memperoleh nilai 9,00 dimana pada siklus sebelumnya tidak ada yang mendapat nilai 9,00, dua puluh satu orang siswa memperoleh nilai 8.00, pada siklus III ini hanya 1 orang siswa yang memperoleh nilai 7.00 dan tidak ada satupun siswa memperoleh nilai di bawah 7.00. Dengan hasil ini, penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Memahami Isi Bacaan dengan Meng gunakan Teknik Cloze (Rumpang) pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2013/2014” berakhir pada siklus III. Untuk memudahkan memahami hasil penelitian ini, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
139
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 135–140
Grafik di atas adalah hasil belajar siswa dalam memahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) mengalami peningkatan. Dari hasil tes awal nilai rata-rata yang diperoleh siswa 5,14 dengan kategori hampir cukup, pada siklus I mengalami peningkatan menjadi 6,11 dengan kategori cukup, pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 7,09 dengan kategori lebih dari cukup, dan pada siklus III mengalami peningkatan yang lebih baik dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 8,32 dengan kategori baik, sehingga kemampuan memahami isi bacaan dengan menggunakan teknik cloze (rumpang) pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 mengalami peningkatan. SIMPULAN Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa teknik close (rumpang) dapat meningkatkan kemampuan mema hami isi bacaan pada siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Kuta Utara Kabupaten Badung, Tahun pelajaran 2013/2014. Dengan rincian: pada tes awal rata-rata nilai yang diperoleh dari 34 orang siswa hanya mendapatkan nilai sebesar, 5.11 dengan kreteria hampir cukup, pada siklus I sudah mengalami peningkatan rata-rata nilai yaitu 6.11 dengan kreteria cukup, pada siklus II rata-rata nilai siswa meningkat menjadi 7.09 dengan kreteria lebih dari cukup dan pada siklus III secara klasikal kemampuan memahami isi bacaan mendapatkan nilai rata-rata sebesar 8,32 dengan kreteria baik dan telah sesuai ketuntasan minimun (KKM).
140
ISSN : 1829 – 894X
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada mahasiswa yang ikut membantu dalam pencarian data dan pengolahan data. Terima kasih juga disampaikan kepada pegawai serta semua pihak yang ikut membantu di dalam menyukseskan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Sutrisno, 2006. ”Meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) Dengan Menggunakan Metode Klos Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri I Sidoarjo”. Laporan PTK (tidak diterbitkan). Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Ber bahasa. Bandung: Angkasa. http://4.bp.blogspot.com/6tsiCxfAJSM/ T P W z u F 1 M z c I / AAAAAAAABTY/cau3bXoCibA/ s320/M-PTK-3.jpgdiakses 1 Desember 2013 pukul 12.10. http://uniisna.wordpress. com/2010/07/20teknik-rumpangsebagai-sebuah-instrument/diakses 1 November 2013 pukul 11.21. http://dedigustiawan88.wordpress. com/2010/08/09/skripsipendidikan-bahasa-indonesia/) https://www.google.co.id/?gws_=cr,ssl&e i=w7BDVuSlK8TA0gSPmqOgDQ #q=Stephen+Kemmis+dan+Mc+Ta ggart).
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
ISSN : 1829 – 894X
THE TRANSLATION OF ENGLISH ADVERBS OF MANNER (-LY) INTO INDONESIAN IN THE NOVEL BREAKING DAWN AND AWAL YANG BARU Ni Putu Meri Dewi Pendit IKIP Saraswati
ABSTRACT The purpose of this article is to describe the translation of English adverbs of manner (-ly) into Indonesian in a novel. The data was taken from a novel Breaking Dawn by Stephenie Meyer (2008). The data was collected using documentation method. Then, it was analyzed descriptively. The theory of translation procedures, theory of translation shifts, and the theory of Indonesian adverbs of manner were used as reference to analyze the result of the translation. It was found that there were three ways of English adverbs of manner translation into Indonesian. They were in the form of words, phrases, and clauses. In the form of word, the Indonesian adverbs of manner were base adjectives, apparent reduplication form of adjectives, derivative adjectives, derivative verbs, full reduplication words, partial reduplication word, and reduplication with a change of sound on its base form. In the form of phrases, it was found that the Indonesian adverbs of manner were adjective phrases, noun phrases, verb phrases, and prepositional phrases. In the form of clauses, there were clauses which used subordinators and there were some of them did not use any subordinators. Key words: adverbs of manner, translation TERJEMAHAN KATA KETERANGAN CARA BAHASA INGGRIS (-LY) KE BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL BERAKING DAWN DAN AWAL YANG BARU ABSTRAK Tujuan tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan terjemahan kata keterangan cara bahasa Inggris (-ly) ke bahasa Indonesia dalam novel. Data diambil dari novel Breaking Dawn karya Stephenie Meyer (2008). Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi kemudian dianalisis secara deskriptif. Teori prosedur terjemahan, teori pergeseran terjemahan, dan teori tentang kata keterangan cara bahasa Indonesia digunakan sebagai referensi untuk menganalisis hasil terjemahan. Hasilnya ditemukan tiga cara penerjemahan adverbia kecaraan yakni dalam bentuk kata, frasa, dan klausa. Dalam bentuk kata, adverbia kecaraan bahasa Indonesia berupa kata sifat dasar, reduplikasi kata sifat, kata sifat jadian, kata kerja jadian, kata ulang penuh, kata ulang sebagian, dan kata ulang salin suara. Dalam bentuk frase, ditemukan adverbia kecaraan bahasa Indonesia terdiri atas frase sifat, frase nomina, frase verba, dan frase preposisional. Dalam bentuk klausa, ada klausa yang menggunakan subordinators dan ada klausa yang tidak menggunakan subordinator. Kata kunci: kata keterangan cara, terjemahan
141
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
INTRODUCTION Meaning components are “packaged” into lexical items, but they are ‘packaged’ differently in one language than in another, (Said, 2001: 10). In English into Indonesian translation, a meaning expressed in English could be expressed by the translator in various forms of word in Indonesian. One example related to this situation is the translation of English adverbs of manner into Indonesian. Adverb of manner expresses how an action is performed, (Biber et al. 2002:209). It provides information on how someone does something. Similarly, Indonesian adverb of manner is an adverb that describes the meaning related with how the event described by the adverb occurs, (Alwi et al. 2008: 205). English adverbs of manner are mostly formed by adding –ly to adjective, for example, slow yields slowly, and serious yields seriously. But, there are various possible translations of the English adverbs of manner in Indonesian. In order to reach the equivalence of those words in Indonesian, small linguistic changes often occur from English into Indonesian. The changes are called translation shifts. A study on the translation of the English adverbs of manner into Indonesian is very beneficial to be conducted. Through this study, procedures of translation and translation shifts can also be analyzed. Hence, this study is conducted. In general, this study is conducted to analyze the translation of English adverbs of manner into Indonesian. It is done by classifying the forms of the adverbs of manner in Indonesian as the result of the translation. There are three specific objectives in this study. First,
142
ISSN : 1829 – 894X
it was conducted to see the Indonesian translations of English adverbs of manner. Second, it was also conducted to find out the translation procedures found in the result of the translation. Third, it was conducted to find out the translation shifts from the English adverbs of manner into Indonesian. The result of this study is expected to be beneficial and gives positive contributions to the students of translation studies technically and to translators practically. Hopefully, it becomes a useful reference for the students of translation studies especially in the translation of adverb of manner into English. Then, it can inspire and add the translators’ knowledge of the adverbs of manner in English and Indonesian, the translation procedures, and the translation shifts that they may probably use to translate the English adverbs of manner into Indonesian. Therefore, they can improve the quality of their work in translation. This study is mainly focused on the Indonesian translation of English adverbs of manner which end with –ly. All the seven translation procedures by Vinay and Darbelnet (2000) are used as a reference to assess the result of the translation. Further, theory of translation shifts by Catford (1965) is used as the base to analyze the linguistic changes that happen from English adverbs of manner into Indonesian. Then, the theory of Indonesian adverbs of manner by Alwi, et al. (2008) is also used as reference to analyze the result of the English adverbs of manner translation into Indonesian. Aisah (2008), Multatuliana (2007), and Susanti (2009) also conducted a study
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
on the translation of English adverbs of manner into Indonesian. But the result of their study only showed the forms of the English adverbs of manner translation in Indonesian. They did not give further analysis about the translation procedure and shifts on the translation of English adverbs of manner into Indonesian. Therefore further study about the translation of the English adverbs of manner into Indonesian is really needed. Adverb of manner expresses how an action is performed (Biber et.al, 2002:209). They are often formed by adding -ly to adjectives and placed after the main verb or after the object. For example, great yields greatly, and beautiful yields beautifully. In Indonesian, Alwi et al. (2008: 205) imply that adverb of manner is an adverb that describes the meaning related to how the event described by the adverb occurs. From both definitions by Biber et.al and Alwi et al. it can be said that adverbs of manner show how something happens. ‘Something’ means an action or an event which becomes the main verb of a sentence. According to Munday (2001: 4), “Translation has several meanings: it could refer to general subject field, the product (the text that has been translated) or the process (the act of producing the translation, otherwise known as translating). The process of translation between two different written languages involves the translator changing an original written text (the source text or ST) in the original verbal language (source language or SL) into a written text (the target text or TT) in a different verbal language (target language or TL)”. Newmark (1988) in Ordudari (2008)
ISSN : 1829 – 894X
mentions that, “While translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and the smaller units of language”. According to Mailhac (2003), translation procedure is a means of translating a particular element of SL. He also states that a procedure is thus a tool to be exploited in order to solve a translation problem. To the extent that the properties of a tool are determined by its intended use, procedures are goal oriented and, being part of the translational output, they are visible e.g. one can see whether a culturespecific term has been borrowed, defined in a footnote, etc. in the translation (Mailhac, 2003). In this study, translation procedure is defined as a means of translating a particular element of the SL into TL. The particular element analyzed in this study is adverbs of manner (end with -ly) in English. In other words, the translation procedures being analyzed in this study are means or tool used by the translator to translate the English adverbs of manner into Indonesian. The translation procedures were analyzed through the data on both of the novels. Translation shifts are departure from formal correspondence in the process of going from SL to the TL (Catford 1965:73). Formal correspondence means ‘any TL category (unit, class, structure …) which can be said to occupy, as nearly as possible, the “same” place in the “economy” of the TL as the given SL category occupies in the SL” (Catford, 1965:27). The examples of shifts based on Catford’s theory are change in word class / part of speech, change in the rank of unit (word to phrase, word to clause, phrase to clause, and vice versa), change in the word order, etc.
143
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
RESEARCH METHODS This study was a qualitative research. The categories and conclusion were found after the analysis of the data collected. The data was collected through novels observation on the translation of English adverbs of manner into Indonesian. On the other word, documentation method was used to collect the data. Then finally, the data was analyzed descriptively to answer the problems of the study. The data were taken from an English novel as Source Language (SL) Breaking Dawn by Stephenie Meyer (2008) and its Indonesian translation (TL) Awal yang Baru that was translated by Monica Dwi Chresnayani (2009). The novels consist of 39 chapters. The original novel consists of 754 pages. Then, there are 864 pages on the Indonesian version. These novels were chosen to be analyzed due to lots of variations on the translation of English adverbs of manner into Indonesian. RESULTS AND DISCUSSION It was found that there were three ways of English adverbs of manner translation into Indonesian. They were in the form of words, phrases, and clauses. From the total English adverbs of manner translations found in the data, 57.84% were translated into words, 29.15% were translated into phrases, 7.53% were translated into clauses, and 5.47% were not translated. The English adverbs of manner translated to words were base adjectives (e.g. sarcastically was translated to sarkastis), apparent reduplication form of adjectives (e.g. gingerly was translated to hati-hati), derivative adjectives (e.g. adorably was translated to menggemaskan), 144
ISSN : 1829 – 894X
derivative verbs (e.g. experimentally was translated to mencoba), full reduplication words (e.g. tightly was translated to eraterat), partial reduplication word (e.g. slowly was translated to perlahan-lahan), and reduplication with a change of sound on its base form perulangan salin suara (e.g. constantly was translated to bolakbalik). Here is one example of the analysis of English adverbs of manner translated to word. The kind of word is full reduplication word in Indonesian. SL Charlie pulled my hand through his arm and then grasped it tightly. (Page 48)
TL Charlie menarik tanganku yang melingkari lengannya dan menggenggamnya eraterat. (Page 64)
I walked slowly through the light rain, remembering the night we’d told him…(Page 13)
Aku berjalan lambatlambat menembus gerimis, mengingat malam waktu kami memberitahunya. (Page 26)
The word tightly was translated to erat-erat, and slowly was translated to lambat-lambat. Sequentially, tightly and slowly were derived from adjectives tight and slow which meant erat and lambat/ pelan in Indonesian. In the data, erat and lambat were reduplicated. The category of erat-erat and lambat-lambat were adjectives in Indonesian. In the above sentences, the word erat-erat/tightly were used to explain how the verb grasped / menggenggam occurred. Then the word lambat-lambat/slowly explained how the verb berjalan/walked occurred. If those words were not reduplicated, they were still the correct translation of those English adverbs of manner above. Charlie menarik tanganku yang melingkari
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
lengannya dan menggenggamnya erat. Aku berjalan lambat menembus gerimis, mengingat malam waktu kami memberitahunya. Explicitly, they could also be added with preposition dengan or secara before the word. Charlie menarik tanganku yang melingkari lengannya dan menggenggamnya dengan erat. Aku berjalan dengan lambat menembus gerimis, mengingat malam waktu kami memberitahunya. Whether, they were in the form of base word erat, reduplication word erat-erat, or with an addition of preposition dengan (dengan erat), the meaning was the same. They explained how the verb in the sentence happened. Thus, it seemed that the translator wanted to have lots of variation in the translation of the adverbs of manner. If she just used one way to translate them, the translation would become monotonous. In the data, all of the full reduplication words found were in the form of adjectives because their base words were also adjectives. In the result of the translations above, those reduplication words were used to modify the the verb in the sentence. Moreover, as stated by Wirjosoedarmo (1985: 105), one of the functions of reduplication word in the sentence is to strengthen the meaning of its base form, e.g. erat becomes erat-erat. In other words, a base adjective in Indonesian e.g. kuat/ strong would mean stronger, if this word (kuat) is reduplicated. Related to the data found in this study, full reduplication word used by the translator as the translation of the English adverb of manner also reflected a stronger meaning than the meaning of its base word. The second type of the English adverbs of manner translation in the novel
ISSN : 1829 – 894X
was in the form of phrases. The phrases were adjective phrases (e.g. slowly was translated to lambat laun), noun phrases (e.g. halfheartedly was translated to separo hati), verb phrases (e.g. clearly was translated to kentara sekali), and prepositional phrases (e.g. swiftly was translated to dengan sigap). The following is one of the English adverbs of manner translated to Indonesian in the form of noun phrase. SL TL He waved halfheartedly. Ia melambai separo (Page 264) hati.(Page 311)
The above adverb of manner was translated in the form of noun phrase. This phrase was used to modify the verb melambai/waved. It occupied the adverbial function in the TL sentence. It was explaining about how the verb melambai/ waved happened. In the Indonesian sentence above, it could be added with preposition dengan to clearly indicate the manner of an action. In the other hands, preposition secara could not be used. Phrase secara separo hati was not normally used in spoken or written language in Indonesian. The last, the adverbs of manner were also translated to clauses. The clauses used dengan and tanpa as subordinators (e.g. inconspicuously was translated to tanpa menimbulkan kecurigaan). SL Keeping the secret meant a lot of thingsliving inconspicuously like the Cullens, moving on before. (Page 33)
The adverb conspicuously was
TL Menjaga rahasia berarti banyak hal, hidup tanpa menimbulkan kecurigaan seperti keluarga Cullen, (Page 48)
of manner in translated into a 145
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
clause tanpa menimbulkan kecurigaan. Subordinator tanpa was used due to the prefix in- in the English adverb of manner. Prefix in- means the negative meaning of the word conspicuously. In Indonesian, conspicuously means mencolok. Thus, inconspicuously was tidak/tanpa mencolok in Indonesian. But, based on the Indonesian sentence above, inconspicuously was best translated into tanpa menimbulkan kecurigaan. If it was translated into tanpa mencolok, the sentence seemed awkward. It was a clause because there were: subordinator, predicate, and object. Tanpa was the subordinator, menimbulkan was the predicate, and kecurigaan was the object. In this translation, the rank changed from word to clause. The clause occupied an adverbial of manner function in the TL sentence. Besides, there were also some clauses without any subordinators (e.g. apologetically was translated to meminta maaf). From the result, it could be seen that the translator preferred to use words as the translation of the English adverbs of manner rather than using phrases or clauses. Those words and phrases seemed to be in different word class but when those words were put in the data of the TL sentence, they were the Indonesian adverbs of manner. They filled the adverbial of manner function in the sentence. The clauses also functioned as the adverbial of manner. The words, phrases, and clauses found as the translation of the English adverbs of manner were the answer of how the action happened. From the result of the translations, the translation procedures applied were transposition and borrowing. One of the procedures was transposition because
146
ISSN : 1829 – 894X
there were changes of one part of speech for another without changing the sense. The changes were from English adverbs of manner into different rank in Indonesian. The borrowing procedure can be seen from base words of the English adverbs of manner in the data which were transferred directly into Indonesian as the result of translation e.g. mysteriously was translated to misterius. There was one kind of shift found in this study: unit shifts. The changes of ranks (unit shifts) were from adverbs of manner to Indonesian adverbs of manner in the form of adjective phrases, verb phrases, noun phrases and prepositional phrases. In the prepositional phrases, there were prepositions dengan, secara, or sambil as markers of the adverbial of manner in TL (Indonesian). The changes of ranks were also from adverbs of manner into clauses. The subordinators used to form the clauses were dengan and tanpa. The data indicated that the changes of word rank from SL to TL did not change their function in the sentence that was as an adverbial of manner. CONCLUSION In conclusion, English adverbs of manner (end with -ly) were translated in various forms of word in Indonesian. Even in different forms, those words had the same function. They occupied the adverbial function that was to modify the verb in the sentence. Besides being natural in Indonesian, those various forms of English adverbs of manner translation in Indonesian were used to avoid monotonous translations.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 141–147
ACKNOWLEDGEMENTS Great thanks are addressed to Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) and all of the organizers of Suluh Pendidikan IKIP Saraswati due to the publication of this article. Many thanks for all of the important people who involved in the completion of this article. Without their guidance, supports, and advices, this article would never have been completed. Hopefully, it can give benefit for the readers.
REFERENCE Aisah, Siti. 2008. “A comparative study of English adverbs of manner Translation in novels Elephants can Remember by Agatha Christie and Gajah Selalu Ingat by Julanda Tantani”. http:// www.library.gunadarma.ac.id Alwi, Hasan. Dkk. 2008. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesa. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Biber, Douglas and friends. 2002. Longman Student Grammar of Spoken and Written English. England: Longman. Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation: An Essay in Applied Linguistics. New York: Oxford University Press. Mailhac, Jean-pierre. 2003. Formulating Strategies for the Translator. www. translationdirectory.com.
ISSN : 1829 – 894X
Meyer, Stephenie. 2008. Breaking Dawn. New York: Little, Brown and Company. Meyer, Stephenie. 2009. Breaking Dawn Awal yang Baru. Indonesian Edition. Translated by Monika Dwi Kresnayani. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Multatuliana, Lily, 2007. “Analysis on the Translation of Adverb of Manner into Indonesia” (Thesis). http:// http:// www.gunadarma.ac.id Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. New York: PrenticeHall International Ordudari, Mahmoud. 2008. Translation Procedures Strategies and Methods. http://accurapid.com/ journal/41culture.htm Said, Mashadi. 2001. Translation Theory. http//mashadi.staff.gunadarma.ac.id Susanti, Ira. 2009. “An Analysis of Adverbs of Manner in Sidney Sheldon` s Morning, Noon and Night and Its Translation into Indonesian by Hendarto Setiadi”(Thesis). http:// www.repository.usu.ac.id Vinay and Darbelnet (2000) in Munday, Jeremy. 2001. Introducing Translation Studies. Theoris and Application. New York: Routledge. Wirjosoedarmo, Soekono. 1985. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya.
147
148
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 149–154
ISSN : 1829 – 894X
MODEL GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR PADA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA SMP Ni Putu Suarnika Guru SMP Negeri 3 Kediri, Tabanan
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya persentase ketercapaian KKM untuk mata Pelajaran PKn terutama dalam materi ajar Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara. Untuk hal itu dilaksanakan PTK dengan model Group Investigation supaya kreativitas dan prestasi belajar siswa meningkat. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui efektivitas model Group Investigation dalam pembelajaran PKn dan untuk mengetahui peningkatan kreativitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn. Hasil penelitian tindakan kelas ini adalah kreativitas dan prestasi belajar siswa meningkat setelah model Group Investigation dilaksanakan dengan baik dalam pembelajaran PKn. Kata kunci: group investigation, kreativitas, prestasi belajar MODEL GROUP INVESTIGATION TO INCREASE CREATIVITY AND LEARNING ACHIEVEMENT IN CIVIC EDUCATION STUDENT SMP ABSTRACT This research is motivated by the low percentage of achievement KKM Civics Lessons for the eyes, especially in the teaching materials and the Pancasila as the state ideology. For it is implemented by the PTK Group Investigation model so that creativity and increase student achievement. The purpose of this paper is to examine the effectiveness of the learning model of Group Investigation in Civics and to determine the increase creativity and student achievement in learning civics. Results of research of this class action is creativity and student achievement increased after the model Group Investigation executed better in teaching civics. Keywords: group investigation, creativity, learning achievement
PENDAHULUAN Kewajiban seorang guru dalam melaksanakan tugas mengajar dengan benar tidaklah mudah. Guru harus mempunyai beberapa kemampuan untuk melaksanakan tugasnya agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Salah satu kemampuan guru dalam meningkatkan profesinya adalah :kemampuan mengembangkan model
pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dan dilaksanakan secara sistematis agar subjek didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas, 2003). Dalam pembelajaran peran guru sangat penting. Dalam pembelajaran guru bertindak sebagai 149
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 149–154
fasilitator, sebagai motivator, (Karmini, 2010). Guru juga bertindak sebagai pembimbing belajar, pemberi balikan belajar, saat pembelajaran berlangsung. Dalam melaksanakan pembelajaran, Guru tidak bisa lepas dari rencana pembelajaran. Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru harus memperhatikan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran/ tema tertentu Yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BNSP, 2006). Kreativitas guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dapat menghindarkan rasa jenuh siswa dalam belajar. Termasuk ke dalam kreativitas dimaksud adalah Penggunaan metode mengajar yang variatif sehingga dapat mengatasi perbedaan karakter siswa. Dalam mengembangkan model pembelajaran, guru hendaknya menyesuaikan dengan kondisi siswa, materi pelajaran dan sarana yang ada sehingga tujuan pembelajaran tercapai (Dimyati dan Mudjiono, 2001). Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah model group investigation. Height menyatakan investigasi berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu 150
ISSN : 1829 – 894X
investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil (dalam Krismanto, 2004). Dalam investigasi belajar kelompok terdapat tiga konsep utama, yaitu penyelidikan (inquiri), pengetahuan (knowledge), dan dinamika belajar kelompok (the dynamics of learning group) (Thelen,1986). Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan yakni di daerah pedesaan yang sumber daya manusianya rendah, terutama pelajaran PKn, guru mengalami kesulitan dalam menerapkan model pembelajaran CTL. SMP Negeri 3 terletak di desa Beraban, Kediri, Kabupaten Tabanan yang minat belajar siswanya rendah dan motivasinya juga rendah. Siswa kelas VIII E yang jumlahnya 33 orang mengikuti post tes yang berhasil mencapai KKM adalah hanya 15 Orang, dan sisanya 18 orang tidak berhasil atau tidak tuntas. Jika dipersentasekan yang tuntas belajar 45,45% dan yang tidak tuntas adalah 54,55 %. Data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar PKn kelas VIII E dengan materi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara belum tuntas secara klasikal karena jauh dari persentase yang ideal yakni 80 % - 100 %. Dengan kondisi seperti itu, perlu diadakan remidial secara klasikal. Dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas, maka guru dituntut untuk meningkatkan persentase ketuntasan belajar atau kelulusan kelas VIII E. dan dituntut untuk merancang berbagai model pembelajaran yang lebih efektif dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi belajar. Berdasarkan hal tersebut, guru melakukan PTK melalui penerapan model group investigation. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan efektivitas model group investigation terhadap kreativitas dan prestasi belajar
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 149–154
terutama pendidikan kewarganegaraan. METODE PENELITIAN Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini diuraikan semua hal yang terkait dengan kegiatan tindakan yang dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Kediri, Tabanan, pada bulan Oktober sampai Desember 2013. SMP Negeri 3 mempunyai kelas VII terdiri atas 8 kelas, kelas VIII terdiri atas 8 kelas, dan kelas IX terdiri atas 6 kelas dengan jumlah kelas seluruhnya 22 kelas. Subjek penelitian ini ditetapkan siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Kediri, Tabanan, dengan jumlah siswa laki laki 19 orang, siswa perempuan 14 orang. Materi pelajaran yang digunakan adalah Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara. Kelas ini dipilih karena pencapaian KKMnya rendah. Data penelitian dikumpulkan dengan metode observasi, dokumentasi, tes, angket, wawancara, dan catatan yang dilakukan di lapangan. Data dianalisis secara bertahap pada setiap siklus. Hasil setiap siklus dibandingkan sehingga dapat diketahui peningkatan kreativitas dan hasil belajar siswa. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus, karena perolehan data dari 2 siklus penelitian telah memberikan gambaran yang cukup signifikan untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam arti bahwa data yang diperoleh siklus demi siklus menunjukkan pada peningkatan kreativitas dan prestasi belajar siswa. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2013 semester ganjil. Siswa Kelas VIII E berjumlah 33 orang dengan motivasi
ISSN : 1829 – 894X
belajar rendah, namun setelah diadakan PTK, maka kreativitas dan prestasi belajarnya meningkat. Model pembelajaran yang digunakan dalam PTK ini adalah group investigation, yakni dalam proses pembelajaran dilakukan pembentukan kelompok yang bersifat heterogen, guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok, kemudian guru memanggil ketua kelompok untuk memberikan satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain. Selanjutnya, masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang berisi penemuan. Setelah selesai diskusi, maka ketua kelompok sebagai juru bicara menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya. Guru memberikan penjel asan singkat dan mengambil kesimpulan bersama siswa. Selanjutnya siswa diberikan post tes untuk mengukur prestasi siswa. Siklus 1 Pada Siklus pertama ini materi pembelajarannya adalah Pancasila se bagai dasar dan ideologi Negara dengan membahas mengenai: Pengertian Ideologi, pentingnya ideologi bagi suatu Bangsa dan Negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, pengertian pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh dan bulat. Perangkat pembelajaran yang digunakan pada siklus pertama ini adalah Silabus dan RPP, dan Silabus nya adalah silabus hasil refleksi pada tahap perencanaan antara peneliti dan mitra peneliti. Kemudian langkah-langkah pokok dalam penelitian siklus pertama ini adalah Pembentukan kelompok secara heterogen minimal 4 orang, masing-masing kelompok menerima 151
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 149–154
materi yang berbeda, masing-masing kelompok berdiskusi tentang materi tersebut. Setelah diskusi dengan anggota kelompok, maka juru bicara atau ketuanya mendiskripsikan materi melalui presentasi, kemudian ditanggapi oleh kelompok lain, ada siswa yang bertanya dan menjawab setiap pertanyaan. Setiap sekretaris masing masing kelompok mencatat soal-soal yang masuk saat presentasi dan membuat catatan tentang soal yang bisa dijawab dan tidak bisa dijawab. Setelah selesai diskusi atau presentasi, masing-masing kelompok memberikan laporan secara tertulis pada guru tentang materi yang ditugaskan guru. Guru bersama siswa memberikan kesimpulan. Guru memberikan post test pada siswa, kemudian hasil tes tersebut dijadikan acuan untuk siklus berikutnya. Observasi dilakukan oleh mitra peneliti, dan hasilnya adalah sebagian besar siswa terlihat aktif mengikuti kegiatan pembelajaran, karena guru selalu memberikan motivasi secara terus menerus pada saat proses pembelajaran dan guru memberikan reward pada siswa yang bertanya, menjawab serta menanggapi, siswa merasa nyaman tidak tertekan sehingga siswa berani untuk bertanya menyampaikan gagasannya tanpa rasa takut. Sekalipun keaktifan siswa sudah terlihat, tetapi masih belum begitu sempurna dan masih harus diadakan perbaikan. Media pembelajaran variatif seperti siswa membuat soal-soal menurut argumennya, siswa membuat rivieu tentang materi pembelajaran, sehingga dengan mengulang kembali akan dapat mengingat kembali dan menguatkan memori otaknya untuk menyimpan materi yang telah dipelajari. Setelah diperhatikan ternyata masih ada 152
ISSN : 1829 – 894X
hal-hal yang kurang maksimal pada siklus pertama ini antara lain, siswa yang memiliki prestasi rendah kurang berani mengemukakan pendapatnya, sehingga tugas guru untuk membinanya dengan sabar dan tekun. Selanjutnya, guru mestinya memberikan reward pada siswa agar siswa lebih semangat lagi dalam pembelajaran dan siswa merasa dihargai oleh guru baik berupa kata-kata maupun hadiah lainnya seperti nilai. Siswa yang diberikan hadiah sangat senang jika bisa menjawab dan bertanya serta menanggapi saat diskusi berlangsung. Hasil dari wawancara pada umumnya adalah siswa merasa termotivasi namun kadang merasa tegang dan takut karena kurangnya persiapan terhadap materi pembelajaran. Hasil tes dari jumlah siswa 33 Orang yang berhasil tuntas belajar adalah 15 orang dan 18 Orang belum tuntas dengan KKM 75. Refleksi dilakukan dengan cara diskusi antara peneliti dengan mitra peneliti yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan nilai tes. Hasil dari refleksi adalah hasil pembelajaran perlu ditingkatkan. Kalimat dalam pertanyaan seharusnya menggunakan kalimat sederhana, mudah dipahami siswa. Pentingnya reward untuk memotivasi siswa dalam belajar. Materi pembelajaran hendaknya diberitahukan seminggu sebelumnya agar siswa lebih siap dan berani mengemukakan pendapatnya. sehingga dapat meningkatkan pretasi belajar siswa. Setelah melihat uaraian di atas, maka kesimpulan sementara yang dapat diperoleh dari hasil analisis data tersebut adalah bahwa: dilihat dari proses dan hasil pembelajaran telah menunjukkan peningkatan aktivitas, motivasi dan hasil belajar siswa. Dilihat
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 149–154
dari segi guru, terlihat adanya proses optimalisasi tugas dengan memberikan pembelajaran yang sebaik mungkin dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran sekali pun telah tampak peningkatan kualitas, namun masih banyak terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan guru. Pertimbangan guru antara lain: pertanyaan sebaik mungkin menggunakan bahasa yang sederhana agar dipahami oleh siswa. Pemberian reward kepada siswa untuk peningkatan motivasi belajar. Guru hendaknya memberitahukan pada siswa seminggu sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti selanjutnya menyusun perencanaan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya dengan mengacu atau memperhatikan temuan di atas dengan harapan ada peningkatan hasil agar tujuan pembelajaran tercapai. Siklus 2 Materi pembelajaran tentang ni lai Pancasila dalam kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia di masa lalu dan sekarang. Menjelaskan nilainilai yang terkandung dalam setiap sila dari Pancasila, menjelaskan pentingnya sikap positif terhadap Pancasila, menunjukkan sikap positif para pendiri Negara terhadap Pancasila ketika akan disahkan oleh PPKI menjadi dasar Negara. Menjelaskan alasan para pendiri Negara memilih Pancasila sebagai dasar Negara dan bukan ideologi lain. Memberikan contoh pada pelaksanaan proses pembelajaran siklus kedua, menggunakan RPP dan Silabus yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan hasil refleksi pada siklus pertama. Langkah-langkah pokok pembela
ISSN : 1829 – 894X
jaran adalah Guru membentuk kelompok secara heterogen. Guru menjelaskan materi pembelajaran. Setiap kelompok diberikan tugas materi yang berbeda. Masingmasing kelompok mendiskusikan materi yang diberikan oleh guru. Hasil diskusi tiap kelompok dipresentasikan oleh juru bicara. Sementara salah satu kelompok mempresentasikan materi, kemudian kelompok lainnya bertanya, menjawab, menanggapi setiap soal yang masuk. Guru memberikan reward pada siswa dan kelompok yang aktif, Setelah semua kelompok mempresentasikan materinya, maka guru bersama siswa membuat kesimpulan. Guru memberikan post tes pada siswa. Penutup. Peneliti dan mitra peneliti menga nalisis data. Hasil observasi pada umumnya siswa tampak aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran karena siswa tertarik mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Siswa berkelompok mencari, menemukan masalah dalam materi kemudian membahas dan memecahkan masalah dalam pembelajaran sehingga siswa terbiasa menyelesaikan masalahnya secara berkelompok atau group-nya. Terkait motivasi, siswa tampak serius mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas-tugasnya. Dalam tanya jawab atau diskusi siswa sudah terlihat memberikan jawaban yang tepat sehingga menunjukkan pemahaman siswa terhadap tugas atau materi pelajaran. Guru terbiasa memberikan reward sehingga siswa tersebut merasa dihargai pen dapatnya. Guru menjelaskan nilai proses yang diberikan guru sangat memberikan motivasi pada siswa untuk meningkatkan perannya dalam pembelajaran. 153
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 149–154
Hasil wawancara: menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan group investigation sangat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. Dari hasil tes dapat diketahui pada siklus kedua ini dari jumlah siswa 33 orang yang tuntas belajar sudah 30 orang dengan Kreteria Ketuntasan Minimal/ KKM adalah 75. Dari analisis refleksi dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan model group investigation ternyata memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan kreativitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII E. Karena kegiatan sudah dianggap optimal berdasarkan hasil refleksi, maka kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini dianggap sudah selesai. Melihat uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan model group investigation ternyata cukup efektif untuk meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dengan model group investigation pada siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Kediri, Tabanan untuk mata pelajaran PKn yang berlangsung selama 2 siklus, maka dapat disimpulkan bahwa PTK dengan model pembelajaran group investigation telah dikelola dan dilaksanakan dengan baik. Kegiatan penelitian yang dikelola dengan optimal ternyata cukup efektif terhadap peningkatan kreativitas dan prestasi belajar siswa.
154
ISSN : 1829 – 894X
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah, Rekan Guru, Pengawas dan pihak lain yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini terwujud. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan, IKIP Saraswati atas terbitnya artikel ini
DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BSNP. Dimyati dan Mudjiono. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Depdiknas. Karmini, Ni Nyoman. 2010. Assesmen Penilaian Bahasa Indonesia. Tabanan: Saraswati Institut Press bekerja sama dengan Pustaka Larasan Denpasar. Krismanto, A. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG). Thelen, Herbert. 1986. Group Investigation: Building Education Through th Democratic Process. Dalam Joyce, B dan Weil, M. (Eds.) “Models of Teaching” (hlm. 216-238). New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 155–160
ISSN : 1829 – 894X
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA SMP DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD I Gede Ketut Sedana Guru SMP Negeri 1 Tabanan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi siswa dengan menerapkan metode kooperatif tipe STAD di kelas VIII F SMP Negeri 1 Tabanan Tahun pelajaran 2010/2011. Subjek penelitian sebanyak 38 orang siswa, terdiri dari 22 orang perempuan dan 16 orang laki-laki, sedangkan objek penelitian yaitu aktivitas dan hasil belajar biologi siswa. Penelitian ini merupakan penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) observasi/evaluasi, dan 4) refleksi. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dan metode tes. Data dianalisis secara deskriptif, yang menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif bekerja dengan kelompoknya, demikian juga hasil belajar biologi siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Tabanan meningkat dari 52,63 % pada siklus I, menjadi 89,47 % pada siklus ke-II . Ini berarti bahwa, seluruh siswa tersebut dinyatakan tuntas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIIIF SMP Negeri 1Tabanan Tahun Pelajaran 2010/2011. Kata kunci:kooperatif tipe STAD, aktivitas dan hasil belajar IMPROVEMENT ACTIVITIES AND BIOLOGY LEARNING OUTCOMES STUDENT SMP WITH COOPERATIVE MODEL TYPE STAD ABSTRACT This study aims to improve the activity and biology student learning outcomes by implementing STAD cooperative method in class VIII SMP Negeri 1 Tabanan F Year 2010/2011. Research subjects were 38 students, consisting of 22 women and 16 men, while the object of research is aktipitas and biology student learning outcomes. This research is a classroom action research (PTK) were performed in 2 cycles. Each cycle consists of four phases: 1) planning, 2) implementation, 3) observation / evaluation, and 4) reflection. Data was collected using observation and test methods. Data were analyzed descriptively, which indicates that the model type STAD cooperative learning can enhance the activity of students in the learning process of students more active work with the group, as well as learning outcomes F biology class VIII SMP Negeri 1 Tabanan increased from 52.63% in the first cycle, became 89.47% in cycle keII. This means that, all students in the otherwise completed. It can be concluded that the implementation of STAD type of cooperative learning model can improve the activity and student learning outcomes VIIIF grade SMP 1Tabanan Year 2010/2011 Keywords: cooperative type STAD, activity and learning outcomes
155
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 155–160
PENDAHULUAN Profesionalisme, berkarakter, dan kompetitif pada era perkembangan teknolo gi yang sangat pesat diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, mampu bersaing secara nasional dan internasional, Dunia pendidikan mendapatkan sorotan yang sangat tajam karena menurunnya kualitas pendidikan dibandingkan dengan Negara Malaysia yang dulunya belajar ke Indonesia, untuk itu sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui pendidikan yang berkualitas. Mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti siswa, guru, metode, sarana, dan prasarana pembelajaran serta situasi dan kondisi kelas. Dari beberapa faktor tersebut, faktor guru sebagai pengelola pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar siswa pada proses pembelajaran. Guru hendaknya mampu memilih dan me nerapkan strategi pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan agar siswa lebih termotivasi untuk belajar. N ilai biologi di kelas VIII F SMP NEGERI 1 Tabanan masih rendah. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran Biologi diduga disebabkan oleh beberapa faktor: (1) aktivitas belajar siswa masih kurang. (2) Metode pembelajaran yang digunakan cenderung sama dalam setiap pengajaran. Guru sering menggunakan sitem ceramah (3) Kesadaran siswa untuk belajar mandiri masih kurang, Dalam konteks pembelajaran siswa perlu mengetahui apa makna belajar, apa manfaat belajar dan bagaimana mencapainya (Depdiknas, 2002:34). Dengan begitu mereka akan memposisikan dirinya sebagai orang yang memerlukan satu bekal dalam hidupnya
156
ISSN : 1829 – 894X
nanti. Mereka akan mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan upaya untuk menggapainya. Model pembelajaran yang me mungkinkan siswa aktif dalam kegiatan belajar kelompok adalah model pem belajaran kooperatif. Pembelajaran ini merupakan suatu pembelajaran yang dilakukan secara kelompok dimana siswa dalam satu kelas ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsepkonsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa dapat saling membantu dan mengisi kekurangan yang mereka miliki. Salah satu bentuk pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, melibatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan perbaikan terhadap hasil belajar siswa di sekolah tersebut dengan melakukan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang berisi Kooperatif Tipe STAD sebagai upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Saint Biologi Siswa Kelas VIII F Semester 2 SMP NEGERI 1 Tabanan Tahun Pelajaran 2010/2011. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat reflektif. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah semua kelas VIII
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 155–160
F SMP NEGERI 1 Tabanan. Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 38 orang, terdiri dari 22 orang perempuan dan 16 orang laki-laki. Alasan pengambilan subjek penelitian ini karena dari kelas tersebut terungkap permasalahanpermasalahan: 1) Adanya kesenjangan yang mencolok antara siswa yang pintar dengan siswa yang kurang, dilihat dari nilai ulangan sebelumnya.2) Dalam melakukan percobaan siswa kurang terampil dan sikap siswa dalam pembelajaran masih kurang aktif, yaitu masih jarang siswa mengajukan pertanyaan ataupun tanggapan dari guru. Objek tindakan: 1) aktivitas belajar siswa (respon siswa), 2) hasil belajar siswa. Prosedur Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) observasi/evaluasi, dan 4) refleksi. Penelitian ini menggunakan beberapa instrument yang disesuaikan dengan sifat data yang diambil, seperti lembar observasi, jurnal/catatan harian, tes, dan angket. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan test. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi saat proses pembelajaran dengan instrument cek list. Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan metode tes, yaitu memberikan pos tes pada setiap akhir siklus. Data
aktivitas siswa secara klasikal dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini didasarkan atas skor rata-rata
ISSN : 1829 – 894X
aktivitas belajar (A), Mean ideal (MI) dan Standar Devisi Ideal (SDI) pada masing-masing siklus sebagai berikut. A = Rata-rata jumlah skor aktivitas belajar siswa per banyaknya siswa MI = (Skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) SDI = (Skor tertinggi ideal - skor terendah ideal) Data hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan menentukan skor rata-rata (X), daya serap (DS), ketuntasan belajar (KB), masingmasing dengan rumus: 1. Rata-rata Keterangan:X = rata-rata kelas ⅀x = jumlah skor belajar siswa N =banyak siswa(Arikunto, 1993:221)
2. Daya Serap
Keterangan:DS x
= Daya serap siswa = Rata-rata kelas
Ketuntasan Belajar Keterangan: KB = ketuntasan belajar Ni = banyaknya siswa yang memperoleh nilai > 6,5 N = banyaknya siswa yang ikut tes
Pedoman yang digunakan untuk menafsirkan data hasil belajar siswa telah optimal adalah: Rata-rata (X) dikatakan baik jika X > 6,5 , DS > 65 %, KB baik jika KB > 85 % (Depdikbud, 1994:34)
157
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 155–160
HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN Hasil Penelitian Setelah dilakukan analisis terhadap data siklus I, maka hasilnya disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 01. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I No 1 2 3 4 5
Uraian Nilai rata-rata tes formatif
Hasil Siklus I 72,36
Jumlah siswa yang tuntas 20 orang belajar Jumlah siswa yang belum 18 orang tuntas Persentase ketuntasan belajar 52,63% Ketuntasan klasikal Belum tuntas
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan Pembelajaran Metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD diperoleh nilai rata-rata prestasi siswa adalah 72,36 dan ketuntasan belajar mencapai 52,63 % atau 20 siswa dari 38 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥70 hanya sebesar 52,63 % lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum siap dengan pembelajaran yang diikuti melalui metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD yang menuntut mereka lebih banyak berdiskusi dan menguasai ringkasan materi yang telah disusun dan dipandu oleh guru.
158
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 02. Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 7 8
Aktivitas dan Siswa yang Diamati M e n d e n g a r k a n / memperhatikan penjelasan guru Membaca buku / mengerjakan soal latihan Bekerjasama dengan teman sekelompok. Diskusi antar siswa/ antar siswa dengan guru Membuat ringkasan materi pelajaran Menyajikan ringkasan materi Mengajukan / menanggapi pertanyaan/ide Mengerjakan tes evaluasi/ latihan
Jumlah 32 orang 27 orang 30 orang 24 orang 16 orang 15 orang 18 orang 38 orang
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas siswa yang paling dominan adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru yaitu 84 %. Aktivitas lain yaitu bekerja sama dengan teman sekelompok, diskusi siswa/antara siswa dengan guru dan menyajikan ringkasan materi masing-masing 78% dan 63%. Pada siklus ini keberanian siswa untuk menanggapi pertanyaan masih rendah yaitu 47 %. Pada siklus I, secara garis besar pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student TeamsAchievement Divisio) sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa. Berdasarkan atas temuan kekurangan siklus pertama, setelah dilakukan perbaikanperbaikan, maka data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 155–160
Tabel 03. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II No
Uraian
1 2
Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Jumlah siswa yang belum tuntas Persentase ketuntasan belajar Ketuntasan klasikal
3 4 5
Hasil Siklus II 74,86 34 orang 4 orang 89,47% Tuntas
Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 74,86 dan ketuntasan belajar mencapai 89,47 % atau 4 siswa dari 38 siswa belum tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Tabel 04. Aktivitas Siswa pada Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7 8
Aktivitas Guru dan Siswa Persentase yang Diamati Mendengarkan / 35 orang memperhatikan penjelasan guru Membaca buku / mengerjakan 30 orang soal latihan Bekerjasama dengan teman 36 orang sekelompok. Diskusi antar siswa/ antar 36 orang siswa dengan guru Membuat ringkasan materi 34 orang pelajaran Menyajikan ringkasan materi 23 orang Mengajukan / menanggapi 25 orang pertanyaan/ide Mengerjakan tes evaluasi/ 38 orang latihan
ISSN : 1829 – 894X
Berdasarkan tabel di atas tampak pada siklus II pelaksanaan pembelajaran dengan metode Kooperatif tipe STAD dapat berjalan dengan baik. Semua siswa antusias mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru. Mereka juga secara aktif membaca buku / mengerjakan soal latihan. Namun yang masih perlu ditekankan oleh guru adalah bagaimana mereka mau bekerjasama dengan teman kelompok, karena masih ada dua kelompok (5,26%) atau 2 orang siswa yang belum mampu bekerjasama dengan teman sekelompok. Dalam menyajikan ringkasan materi semua siswa melakukan dengan baik. Ini berarti guru sudah mampu merancang waktu pembelajaran dengan baik. Keberanian untuk mengajukan/ me nanggapi pertanyaan/ide, juga perlu di tingkatkan karena masih ada 13 siswa yang belum sama sekali mengikuti kegiatan ini. Pembahasan Hasil tes pada siklus 1 menunjukkan bahwa secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥70 hanya sebesar 52,63% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum siap dengan pembelajaran yang diikuti. Melalui metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD yang menuntut mereka lebih banyak berdiskusi dan menguasai ringkasan materi yang telah disusun dan dipandu oleh guru. Setelah dilaksanakan siklus II, Hasil penelitian ini menunjukkan metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achieve ment Division) memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, siswa bekerja dengan kelompoknya dengan baik, mendengarkan /memperhatikan 159
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 155–160
penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/ antar siswa dengan guru. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari 52,63% pada siklus I, menjadi 89,47% pada siklus II . SIMPULAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembelajaran serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan Pembelajaran dengan Metode Kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Division) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan dengan ratarata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat, sedangkan peningkatan hasil belajar Biologi siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu sebesar 36,84 %, dari siklus I ( 52,63 %), siklus II (89,47 %).
160
ISSN : 1829 – 894X
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah, rekan Guru serta siswa VIII F SMP Negeri 1 Tabanan tahun pelajaran 2010/2011, atas dukungannya sehingga artikel ini terwujud. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati atas terbitnya artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1993. Dasa-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Depdikbud. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Depdiknas
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN LAYANAN INFORMASI BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA NEGERI 1 SELEMADEG I Wayan Mastaadhi SMA Negeri 1 Selemadeg
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemandirian belajar siswa kelas X A dan X B di SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2015/2016 melalui layanan informasi belajar. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling yang terdiri dari dua siklus. Subjek penelitian tindakan bimbingan ini adalah siswa kelas X A dan X B SMA N 1 Selemadeg yang menunjukkan kemandirian belajar seperti (kemandirian mengerjakan tugas, menjawab soal, dan menjawab pertanyaan) rendah. Dari 44 siswa dalam dua kelas terdapat 5 orang siswa yang menunjukkan kemandirian belajar rendah dilihat dari pedoman observasi kemandirian belajar, baik sebelum tindakan maupun setelah tindakan. Untuk mengetahui hasil tindakan, perubahan kemandirian belajar siswa ditentukan dengan membandingkan penguasaan kemandirian belajar sebelum pemberian layanan informasi belajar, dan sesudah pemberian layanan informasi belajar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data hasil penelitian menunjukan bahwa kemandirian belajar siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat dari prosentase antara sebelum tindakan dan setelah tindakan di mana evaluasi penguasaan kemandirian belajar sesudah tindakan (Siklus I) mengerjakan tugas (27,04), menjawab soal (20), menjawab pertanyaan (19.7) dan penguasaan kemandirian sesudah tindakan (Siklus II) mengerjakan tugas (43,8), menjawab soal (38,3), menjawab pertanyaan (38,3). Dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa ada peningkatan persentase penguasaan kemandirian belajar siswa antara putaran I dan II. Kata kunci: layanan informasi belajar, kemandirian belajar APPLICATION INFORMATION SERVICE LEARNING TO INCREASE LEARNING INDEPENDENCE SMA NEGERI 1 SELEMADEG ABSTRACT This study aims to determine the increase in students’ classroom learning independence XA and XB in SMA Negeri 1 Selemadeg 2015/2016 academic year through service learning information. The design of this research study Counseling action consisting of two cycles. This guidance action research subject is class XA and XB SMAN 1 Selemadeg that show such learning independence (independence tasks, answer questions, and answering the question) is low. Of the 44 students in two classes there are 5 students who demonstrate low learning independence seen from the observation guide learning independence, both before and after the act of action. To find out the results of actions, changes in student learning independence is determined by comparing the mastery of learning independence before the provision of information services to learn, and after learning information service delivery. The data obtained and analyzed using qualitative descriptive method. Data from the study showed that increased student learning independence. It can be seen from the percentage between before and after the action in the action where the evaluation mastery learning independence after the action 161
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
ISSN : 1829 – 894X
(Cycle I) task (27.04), answer the question (20), answered questions (19.7) and mastery of independence after the action (Cycle II) task (43.8), answering the questions (38.3), answered questions (38.3). Can be drawn a conclusion, that there is an increase in the percentage of students’ mastery of independence between rounds I and II. Keywords: information service learning, independent learning
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam me ngembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, bidang pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan serta prioritas secara intensif oleh pemerintah dan pengelola pendidikan pada khususnya. Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari proses pendidikan. Sekolah sebagai salah satu proses pembelajaran pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan proses pembelajaran secara optimal untuk melahirkan anak didik yang berkualitas. Anak didik yang berkualitas ini adalah berasal dari anakanak yang mempunyai prestasi belajar yang baik di sekolah dan ini merupakan tujuan pendidikan yang utama yaitu melahirkan siswa yang berprestasi. Untuk keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi tersebut, bisa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu misal lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dimana individu berada. Untuk membantu siswa yang mengalami masalah dalam belajarnya diperlukan adanya layanan-layanan Bimbingan dan Konseling. 162
Layanan informasi seperti informasi pendidikan terutama layanan informasi belajar akan lebih baik jika diimbangi dengan hasil belajar yang baik pula. Misalnya pada layanan informasi belajar efektif dan efisien contohnya menciptakan suasana yang nyaman dengan belajar di tempat-tempat yang sejuk seperti di taman dan perkebunan. Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan. Di dalam proses pembelajaran setiap siswa atau peserta didik selalu diarah-kan agar menjadi peserta didik yang mandiri, dan untuk menjadi mandiri se-seorang individu harus belajar, sehingga dapat dicapai suatu kemandirian belajar. Belajar mandiri bukan merupakan usaha untuk mengasingkan siswa/peserta didik dari teman belajarnya dan dari guru/ instrukturnya. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemampuan dan keterampilan siswa/ peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya siswa/peserta didik tidak tergantung pada guru/instruktur, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Kemandirian belajar adalah kondisi aktivitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya (Ahmadi, 2004). Kemandirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses pembelajaran. Dari observasi di SMA Negeri 1 Selemadeg kemudian ditemukan per masalahan-permasalahan lain dari siswa yakni kurangnya memiliki kemandirian dalam belajar. Maka dari itu, ingin mengentaskan masalah tersebut dengan memberikan layanan informasi belajar untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa. Layanan informasi belajar ini digunakan dengan harapan agar siswa yang memiliki kemandirian belajar rendah dapat ditingkatkan lagi kearah yang lebih baik. KAJIAN PUSTAKA Layanan Informasi Menurut Prayitno (1997), layanan informasi, yaitu “ layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan dan informasi jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan per timbangan dan pengambilan keputusan untuk peserta didik”. Jumhur dan Surya (dalam Rawa, 2002) berpendapat “layanan informasi adalah memberikan keterangan yang sejelasjelasnya dan selengkapnya mengenai berbagai hal yang diperlukan setiap siswa, baik tentang pendidikan, pekerjaan, sosial maupun pribadi”. Informasi adalah data yang sudah diolah menjadi suatu bentuk
ISSN : 1829 – 894X
lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan, baik masa sekarang atau yang akan datang. Menurut Yus Badudu (dalam Da’Yah, 2006) layanan artinya “suguhan, memberikan, sedangkan informasi artinya penjelasan atau penerangan”. Untuk memperoleh informasi yang berguna, tindakan yang pertama adalah mengumpulkan data, kemudian mengolahnya sehingga menjadi informasi. Dari data-data tersebut informasi yang didapatkan lebih terarah dan penting karena telah dilalui berbagai tahap dalam pengolahannya diantaranya, yaitu pengumpulan data, data apa yang terkumpul dan menemukan informasi yang diperlukan. layanan informasi adalah memberikan keterangan yang sejelasjelasnya dan selengkapnya mengenai berbagai hal yang diperlukan setiap siswa, baik tentang pendidikan, pekerjaan, sosial maupun pribadi Layanan informasi bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menye lenggarakan kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh jenis layanan informasi ialah fungsi pemahaman dan pencegahan. Penyelenggaraan layanan informasi, seperti 163
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
layanan orientasi dapat diselenggarakan melalui ceramah, tanya jawab, dan diskusi yang dilengkapi dengan peragaan, selebaran, tayangan foto, film atau video, dan peninjauan ke tempat-tempat atau objek-objek yang dimaksudkan. Untuk memperoleh informasi tentang masalahmasalah yang dialami siswa bisa juga menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemandirian Belajar Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, siswa dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara. Kemandirian belajar adalah kondisi aktivitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar adalah hasil suatu penelitian tindakan dibidang pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai” (Winkel, 1996: 102) Anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan kegiatan belajar dilaksanakan atas inisiatif dirinya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar belajar, yaitu pertama, faktor internal dengan indikator tumbuhnya kemandirian 164
ISSN : 1829 – 894X
belajar yang terpancar. Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar. Kemandirian belajar adalah faktor internal siswa itu sendiri yang terdiri dari lima aspek, yaitu disiplin, percaya diri, motivasi, inisiatif, dan tanggung jawab, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang memiliki kemandirian belajar apabila memiliki sifat percaya diri, motivasi, inisiatif, disiplin dan tanggung jawab. Keseluruhan aspek dalam penelitian ini dapat dilihat selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Sikap kemandirian dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tingkah laku. Dengan adanya perubahan tingkah laku, maka anak juga memiliki peningkatan dalam berpikir, menganggap bahwa dalam belajar harus bisa mandiri tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain terus dan juga tidak menggantungkan belajar dari guru saja, tapi belajar juga bisa dari media cetak, elektronik, alam, atau yang lainnya. Kepribadian seorang anak yang memiliki ciri kemandirian berpengaruh positif terhadap prestasi belajarnya. Hal di atas sesuai dengan pernyataan Suryabrata (1984) yang menyatakan bahwa “belajar ditandai dengan adanya perubahan, yaitu didapatkannya kecakapan baru karena adanya usaha yang disengaja”. Kemandirian belajar memiliki empat dimensi, yaitu otonomi pribadi, manajemen diri dalam belajar, dan meraih kebebasan untuk belajar. Beberapa faktor yang menghalangi aktivitas pengorganisasian belajar atau kemandirian belajar yaitu faktor situasional, faktor dispositional, dan faktor institusional. Sekolah akan kehilangan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
makna jika menekankan pada salah satunya dengan mengabaikan yang lain, karena tujuan awal diadakannya sekolah ialah untuk membekali siswa dengan berbagai aspek intelektual dan emosional yang fundamental sehingga ia cerdas, bermoral dan terampil (Harefa, 2000). Kerangka Berpikir Belajar merupakan tugas dari siswa. Hal ini dilakukan dengan baik agar prestasi yang diinginkan dapat dicapai. Untuk dapat mencapai prestasi belajar yang baik, perlu dimiliki dan diterapkan kebiasaan belajar yang baik. Hal ini akan berpengaruh pada kemandirian belajar siswa yang akan dilakukan sehubungan dengan tugas dan kewajiban siswa. Kemandirian belajar adalah kondisi aktivitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Informasi adalah pengetahuan, maka pemanfaatan informasi sama artinya dengan proses penyerapan dan pengayaan pengetahuan. Semakin banyak informasi yang dikuasi siswa berarti semakin banyak pengetahuan, dan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki siswa berarti ia semakin potensial untuk memecahkan persoalan hidup. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini adalah tergolong penelitian tindakan layanan Bimbingan Konseling (Action Reseach In Counseling) yaitu suatu penelitian yang bersifat relatif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
ISSN : 1829 – 894X
rasional, tanggung jawab dari tindakantindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan tersebut, serta memperbaiki kondisi dimana praktekpraktek pembelajaran tersebut dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada suatu kelas yang mempunyai permasalahan. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kemandirian belajar dengan menerapkan layanan informasi belajar. Subjek dan Objek Penelitian Objek penelitian tindakan ini dilakukan di SMA Negeri 1 Selemadeg yang berada di jalan Gelogor Bajera, Selemadeg, Tabanan. Dalam rencana penelitian ini, waktu pelaksanaan dirancang pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Dengan subjek penelitian tindakan bimbingan ini adalah siswa kelas X A dan X B SMA N 1 Selemadeg yang menunjukkan kemandirian belajarnya rendah. Dari 44 siswa dalam satu kelas terdapat 5 orang siswa yang menunjukkan kemandirian belajar rendah dilihat dari pedoman observasi kemandirian belajar. Prosedur Penelitian Penelitian ini dirancang menjadi dua siklus,dan tiap siklusnya terdiri dari 4 kegiatan, yaitu 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi, dan 4) refleksi. Variabel Penelitian Variabel yang diselidiki yaitu pengaruh variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Variabel bebas untuk penelitian ini yaitu layanan informasi belajar, dan variabel terikatnya yaitu 165
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
kemandirian belajar. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah suatu cara di dalam penelitian guna memperoleh data-data yang objektif. Metode ini akan digunakan untuk memperoleh data, baik sebelum tindakan maupun setelah tindakan. Untuk pengumpulan data disiapkan pedoman observasi. Untuk mengetahui hasil tindakan perubahan kemandirian belajar siswa ditentukan dengan membandingkan penerapan kemandirian belajar sebelum pemberian layanan informasi belajar dan sesudah pemberian layanan informasi. Metode Analisis Data Dalam menganalisis hasil tindakan layanan digunakan rumus : Keterangan : P= Presentase peningkatan Post Rate= Prestasi setelah tindakan Base Rate= Prestasi sebelum tindakan Hasil observasi yang bersifat kualitatif diubah menjadi kuantitatif dengan cara memberi skor, yakni baik sekali (bs) skornya 5, baik (b) skornya 4, cukup (c) skornya 3, kurang (k) skornya 2, kurang sekali (ks) skornya 1.
Kriteria Keberhasilan Kriteria keberhasilan penelitian tindakan ini ternyata dapat meningkatkan dalam kemandirian belajar secara individu maupun kelompok. Secara individu untuk kemandirian mengerjakan tugas terjadi peningkatan penguasaan antara 10% sampai dengan 57,1% untuk kemandirian menjawab soal terjadi peningkatan penguasaan 6,2% sampai dengan 30%, dan untuk kemandirian menjawab pertanyaan terjadi peningkatan penguasaan 11,5% sampai dengan 38,8%. Secara kelompok rata-rata 166
ISSN : 1829 – 894X
peningkatan kemandirian mengerjakan tugas 27,04%, menjawab soal 20,02% dan menjawab pertanyaan 19,72%. Secara umum dapat dikatakan bahwa interaksi belajar mengajar berlangsung cukup baik artinya sudah dapat dilaksanakan layanan informasi secara optimal. HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian Tindakan Siklus I Secara individu untuk kemandirian belajar mengerjakan tugas terjadi pening katan penguasaan antara 10% sampai dengan 57,1% untuk kemandirian men jawab soal terjadi peningkatan penguasaan 6,2% sampai dengan 30%, dan untuk kemandirian dalam menjawab pertanyaan terjadi peningkatan penguasaan 11,5% sampai dengan 38,8%. Secara kelompok rata-rata peningkatan penguasaan keman dirian mengerjakan tugas 27,04%, kemandirian menjawab soal 20,02% dan kemandirian dalam menjawab per tanyaan 19,72%. Secara umum dapat dikatakan bahwa interaksi belajar me ngajar berlangsung cukup baik artinya pelaksanaan kemandirian belajar siswa sudah dilaksanakan secara optimal. Dari hasil analisis tentang keman dirian belajar siswa dikatakan bahwa ada peningkatan penguasaan kemandirian belajar sesudah tindakan I pada siswa yang penguasaan kemandirian belajarnya rendah. Terhadap hasil yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan I tampaknya masih perlu diadakan penekanan perbaikanperbaikan pada siklus II. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tindakan berikutnya adalah dalam melaksanakan proses belajar mengajar le
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
bih banyak mengadakan pendekatan secara individu sehingga lebih memahami kesulitan yang dialami siswa, menyarankan kepada siswa untuk mengevaluasi diri se hingga timbul motivasi dari dalam dirinya. Hasil Tindakan Siklus II Dari hasil analisis tentang keman dirian belajar siswa dikatakan bahwa ada peningkatan penguasaan kemandirian be lajar sesudah tindakan II pada siswa yang penguasaan kemandirian belajarnya rendah. Berdasarkan siklus tahap II ternyata keberhasilan yang dicapai siswa dalam penguasaan kemandirian belajar banyak dipengaruhi oleh cara pendekatan dan bimbingan secara kondusif yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peningkatan kemandirian belajar siswa yang dicapai bila dibandingkan dengan siklus I tidak terlalu tinggi, sehingga masih perlu diadakan pembinaan, perhatian dan latihan yang terus menerus seoptimal mungkin. Namun karena penelitian tindakan ini dirancang dalam dua siklus maka dicukupkan sampai siklus II ini. Pembahasan Perubahan kemandirian belajar para siswa /subjek penelitian setelah dilakukan penelitian, antara lain karena: 1. Perhatian dari guru, 2. Penggunaan alat peraga, 3. Pemilihan dan penggunaan metode, 4. Motivasi, 5.Sikap Guru, dan 6. Sikap siswa. Dalam penelitian ini sudah tam pak adanya peningkatan penguasaan ke mandirian belajar dari kelima orang siswa tersebut. Setelah diamati selama penelitian berlangsung keterlambatan penguasaan kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh: Tingkat kecerdasan siswa, Kurangnya
ISSN : 1829 – 894X
perhatian orang tua, Lemahnya gairah belajar siswa, dan Terbatasnya sarana dan prasarana yang ada. SIMPULAN Dengan layanan informasi belajar untuk meningkatkan kemandirian belajar di kelas X A dan X B SMA Negeri 1 Selemadeg berpengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar siswa sebelum diadakan tindakan penguasaannya sangat rendah (kurang), setelah diadakan tindakan menjadi lebih meningkat (cukup baik). Penerapan metode kerja kelompok, metode tutor sebaya, metode tanya jawab, metode pemberian tugas, dan metode pengajaran individual secara efektif dalam meningkatkan penguasaan kemandirian belajar siswa. Hal ini tampak pada persentasi peningkatan penguasaan kemandirian belajar, setelah tindakan diberikan. Dalam proses belajar mengajar penerapan metode mengajar tidak dapat berdiri sendiri, mengingat setiap metode mempunyai kekurangan dan kelebihan. Keberhasilan layanan informasi belajar untuk meningkatkan kemandirian belajar ini sangat tergantung dari penerapan metode-metode tersebut, hal ini disebabkan karena setiap individu memiliki tingkat kebiasaan dan kesulitan yang berbeda pula. Di samping itu, kondisi pendukung lainnya seperti sikap dan kepribadian guru, aspek suasana kelas yang kondusif dan aspek psikologi anak itu sendiri. Layanan informasi belajar untuk meningkatkan kemandirian belajar layak diterapkan bila prosedur pelaksanaannya sesuai dengan layanan bimbingan. 167
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 161–168
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Selemadeg dan siswa kelas X A dan X B di SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2015/2016, atas dukungan dan partisipasinya sehingga artikel ini dapat diwujudkan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Editor Jurnal Suluh Pen didikan sehingga artikel ini dapat terbit.
ISSN : 1829 – 894X
Kebiasaan Belajar. Karya tulis. Singaraja: FIP Undiksha. Harefa, A. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Kompas. Prayitno, dkk. 1997. Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Panebar Aksara. Rawa, Gede.2002. Penerapan Layanan Informasi Tentang Tata Cara Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa. Karya tulis. Singaraja: FIP Undiksha.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Erlangga
Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Surabaya: Gramedia.
Da’yah. 2006. Implementasi Layanan Informasi Cara Belajar Efektif dan Efisien Untuk Meningkatkan
Winkel, W.S & Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan Yogyakarta: Media Abadi
168
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA I Made Mudarsa Guru Kimia SMA Negeri 1 Selemadeg
ABSTRAK Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan keaktifan dan prestasi belajar kimia dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Objek penelitiannya adalah keaktifan dan prestasi belajar siswa, sedangkan subjeknya adalah siswa kelas XI IPA 1 Semester II SMAN 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 21 orang. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti tahapan: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/penilaian, dan refleksi yang terakomodasi dalam dua siklus pembelajaran. Setiap siklus dilaksanakan 3 kali pertemuan. Data keaktifan belajar siswa dikumpulkan dengan angket dan data prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan tes prestasi belajar dalam bentuk pilihan ganda. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan dan prestasi belajar kimia setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kata kunci: kooperatif tipe STAD, keaktifan, dan prestasi belajar. APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE STAD TO INCREASE ACTIVENESS AND LEARNING ACHIEVEMENT CHEMISTRY ABSTRACT This class action research aims to determine the increase in activity and learning achievement chemistry with the implementation of STAD cooperative learning. The object of research is the activity and student achievement, while the subject is class XI IPA 1 SMAN 1 Selemadeg Semester II Academic Year 2014/2015 totaling 21 people. This research was conducted by following stages: action planning, action, observation / assessment, and reflection are accommodated in two cycles of learning. Each cycle held 3 meetings. Data collected by the students’ learning activeness questionnaire and data collected by the student achievement of learning achievement test in the form of multiple choice. Furthermore, the data were analyzed using descriptive quantitative and qualitative methods. The results showed that an increase in the chemical activity and learning achievement after implementation of STAD cooperative learning. Keywords: STAD cooperative, activeness, and learning achievement. PENDAHULUAN Kimia merupakan ilmu yang mempunyai perana sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi. Karena itu, pelajaran kimia
wajib dipahami oleh setiap siswa. Namun, banyak siswa di sekolah memandang kimia sebagai bdang studi yang paling sulit. Padahal kimia merupakan mata pelajaran yang banyak berguna dalam kehidupan 169
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
sehari-hari. Mata pelajaran Kimia diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bertujuan untuk membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diterapkan berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tatanan inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah, serta berkomunikasi ilmiah sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran Kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006). Dengan demikian, secara umum kompetensi bahan kajian ilmu Kimia meliputi dua aspek, yaitu aspek pemahaman konsep dan penerapannya serta aspek kerja ilmiah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dirancang pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran Kimia, sehingga mampu menumbuhkembangkan kompetensi kerja ilmiah disatu pihak dan kompetensi pemahaman konsep di pihak lain. Pembelajaran yang kreatif dan inovatif tersebut hendaknya sinergis dengan paradigma baru dalam dunia pendidikan yang berorientasi pencapaian kompetensi. Dalam hal ini, tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, dan guru tetap bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi 170
ISSN : 1829 – 894X
dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat (Depdiknas, 2003). Oleh karena itu peranan guru lebih bertindak sebagai mediator, fasilitator, dan motivator. Pembelajaran yang dirancang tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolahnya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan kontekstual, artinya menyentuh langsung dalam kehidupan nyata sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Martinis (2013:30–32) yang menjelaskan bahwa guru sebagai tenaga profesional bertugas merencanakan, melaksanakan, menilai, membimbing, melatih, melakukan penelitian, memenuhi standar kompetensi. Guru wajib menciptakan suasana pen didikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis, berkomitmen meningkatkan mutu pendidikan, memberi tauladan, menjaga nama baik lembaga. Guru berperan untuk mampu melakukan interaksi, pengasuhan, mengatur tekanan, memberi fasilitas, perencanaan, pengayaan, menangani masalah, membimbing dan memelihara. Semua harapan yang telah di sampaikan di atas adalah merupakan kondisi ideal yang harus dicapai oleh siswa dengan bimbingan dan arahan guru. Dalam rangka mencapai harapan tersebut seharusnya guru mampu melaksanakan pembelajaran yang baik yang dapat membantu keaktifan dan peningkatan prestasi belajar siswa. Kenyataan yang berbeda ditemukan di lapangan ketika kegiatan penelitian awal di lakukan. Minat siswa belajar kimia rendah, enggan mengerjakan tugas-tugas, siswa lebih senang ngobrol dengan temannya, hal ini berdampak pada rendahnya pencapaian prestasi belajar siswa kelas XI IPA 1
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
SMA Negeri 1 Selemadeg pada semester 2 tahun ajaran 2014/2015. Pada penilaian awal yang telah dilaksanakan hanya 14 orang dari 21 orang siswa di kelas tersebut mencapai KKM. Rata-rata keaktifan siswa berada pada kategori kurang aktif (2,06 atau 49,33%), Ketuntasan Klasikal sebesar 66,67% hal tersebut berarti bahwa masih ada siswa mengalami kesulitan belajar. Sehubungan dengan keaktifan dan prestasi belajar yang rendah tersebut maka guru mengupayakan cara untuk bisa mengatasinya. Untuk itu dipilihlah model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar. Model pembelajaran Student Team Achievment Division (STAD) adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar dengan kemampuan yang beragam (heterogen) termasuk keberagaman jenis kelamin dan etnik. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat diketahui dari skor kemajuan yaitu dengan membandingkan skor awal dan skor akhir. Skor awal adalah skor kimia terakhir sebelum penerapan pembelajaran dengan model Kooperatif Tipe STAD. Dengan pemberian skor kemajuan akan mengaktifkan siswa untuk meningkatkan skor kuisnya. Karena semakin besar skor kemajuan yang diperoleh siswa maka semakin besar sumbangan pada skor prestasi kelompok. Berdasarkan skor prestasi itulah guru memberikan hadiah berupa predikat kepada masing-masing kelompok yang memenuhi kriteria tertentu. Secara operasional keaktifan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan kegiatan yang
ISSN : 1829 – 894X
dilakukan siswa dalam pembelajaran yang meliputi; fokus perhatian siswa ketika mendengarkan informasi dari guru dan teman sejawat, intensitas penyampaian pertanyaan, tanggapan, dan gagasan, serta kreativitasnya dalam menyampaikan hasil kerja kelompok. Semua kegiatan tersebut direkam melalui observasi dan angket. Sedangkan, prestasi belajar secara operasional dapat dirumuskan sebagai hasil kemampuan kognitif yang diperoleh siswa setelah menjawab tes pilihan ganda yang dilaksanakan setelah berakhirnya pembahasan kompetensi dasar tertentu ketika dilakukan posttes pada saat prasiklus, siklus I, dan siklus II. METODE PENELITIAN Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 1 Selemadeg yang beralamat di Jalan Gelogor, Bajera, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Selemadeg yang berjumlah 21 siswa, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Objek penelitian tindakan ini adalah keaktifan dan prestasi belajar Ilmu kimia siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Selemadeg sebagai variabel terikat, dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai variabel bebas. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai bulan April 2015. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus mencakup empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, dan masing-masing siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Pengumpulan data penelitian mem pergunakan metode observasi dan angket 171
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
untuk memperoleh data tentang keaktifan belajar. Data prestasi belajar dikumpulkan dengan metode tes prestasi pilihan ganda. Selanjutnya, data yang telah terkumpul diolah dengan metode analisis data deskriptif kuantitatif dan kualitatif sehingga diperoleh persentase keaktifan siswa dan persentase ketuntasan klasikal. Untuk analisis data dipergunakan rumus sebagai berikut.
Persentase keaktifan siswa =
Persentase Ketuntasan
Skor keseluruhan kelompok Jml Kelompok x skor maksimum
=
Jumlah Siswa yg Tuntas Jumlah Siswa
Selemadeg sangat mengecewakan karena tidak terpenuhinya kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Data dapat dilihat dalam tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Data Keaktifan dan Prestasi Belajar siswa pada Refleksi awal No 1.
X 100 %
2.
X 100 %
Indikator keberhasilan dalam penelitian yang telah ditetapkan adalah nilai rata-rata klasikal mencapai 77, persentase keaktifan siswa mencapai ≥ 75% dan persentase ketuntasan telah mencapai ≥ 85%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas selama kurang lebih 3 (tiga) bulan melalui penelitian awal/prasiklus, siklus I, dan siklus II diperoleh data sebagai berikut. Data awal dalam observasi pertama yang dilakukan pada bulan Pebruari tahun 2015 dapat ditemukan bahwa suasana kelas kurang kondusif pada saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah (konvensional). Pada refleksi awal diperoleh hasil prestasi belajar kimia siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1
172
ISSN : 1829 – 894X
3. 4.
Keaktifan dan Hasil Belajar
Rata -rata
Persen tase
Kate gori
Rata-rata keak- 2,06 tifan belajar Ketuntasan Individu (KI) a.Tuntas (14 orang) b.Tidak tuntas (7 orang) Nilai rata-rata 76,52 hasil belajar Ketuntasan Klasikal (KK)
49,33 %
Sedang
66,67 % 33,33 % Cukup 66,67 %
Belum Tuntas
Data pada refleksi awal menunjukkan bahwa rata-rata keaktifan siswa berada pada kategori sedang (2,06), KK sebesar 66,67 % yang berarti belum memenuhi KKM= 77. Berdasarkan data tersebut berarti kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam pelajaran kimia menunjukkan keaktifan belajar yang sedang dan siswa yang belum tuntas sebanyak 7 orang atau daya serap terhadap materi pembelajaran masih rendah. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I dengan menerapkan Model Pempelajaran Koperatif dengan tipe STAD diperoleh hasil belajar yang meliputi keaktifan dan prestasi belajar seperti pada tabel 2 di bawah ini.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
Tabel 2 Data Keaktifan Belajar dan Prestasi Belajar Siswa pada Siklus I No 1.
2.
3. 4.
Keaktifan dan ReHasil Belajar rata Rata-rata keak- 2,70 tifan belajar Ketuntasan Individu ( KI) a.Tuntas (15 orang) b.Tidak tuntas (6 orang) Nilai rata-rata hasil belajar 69,24 Ketuntasan Klasikal (KK)
Persen- Katetase gori 64,76 % Tinggi
71,43 % 28,57 % -
Cukup
76,19 %
Sudah Tuntas
Dari tabel di atas tampak rata-rata keaktifan belajar kimia siswa berada pada kategori tinggi (2,70) dan nilai rerata sebesar 69,24 kategori cukup. Pada siklus I menunjukkan kemajuan dari refleksi awal. Nilai rata-rata prestasi belajar siswa mengalami peningkatan, dan sudah mencapai indikator keberhasilan dalam penelitian yaitu 77. Secara klasikal siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebesar 71,43 % (15 orang) dari 21 orang siswa. Jika diinterpretasikan hasil belajar pada siklus I bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD sudah menunjukkan hasil yang meningkat namun belum optimal karena peningkatan daya serap siswa terhadap materi pembelajaran masih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian awal. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal siswa terutama belum terbiasanya siswa mengikuti pembelajaran dengan formulasi yang diterapkan guru. Di samping itu hasil refleksi berkesimpulan bahwa siswa belum begitu aktif berdiskusi karena masih bercanda dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di LKS dan siswa
ISSN : 1829 – 894X
cenderung mengerjakan soal sendiri tanpa mau berdiskusi dengan temannya. Hal tersebut menyebabkan penguasaan siswa terhadap materi pokok pembelajaran belum optimal. Hasil penelitian pada siklus I yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada keaktifan belajar menjadi kategori tinggi (aktif), rerata klasikal sebesar 69,24, dan ketuntasan belajar 71,43 % berarti belum mampu mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 85 %. Hipotesis tindakan yang berbunyi : penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara signifikan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Selemadeg tahun pelajaran 2014/2015 belum bisa diterima. Oleh karena itu, penelitian harus dilanjutkan ke siklus II. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II diperoleh hasil seperti dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Data Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar Siswa pada Siklus II No 1. 2.
3. 4.
Keaktifan dan Rata- Persen- KateHasil Belajar rata tase gori Rata-rata keakti- 3,74 89,71 % Sangat fan belajar Tinggi Ketuntasan Individu ( KI) a.Tuntas (19 90,48 % orang) b. Tidak tuntas 9,52 % (2 orang) Baik Nilai rata-rata 80,24 hasil belajar Ketuntasan 90,48 % Tuntas Klasikal (KK)
Setelah dilaksanakan perbaikan tindakan pada pelaksanaan siklus II dengan melakukan kontrol/pengawasan 173
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
dan layanan konsultatif yang lebih intensif ketika proses pembelajaran berlangsung, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa baik dalam keaktifan maupun prestasi belajarnya. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana tertuang dalam tabel 3.3 dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata keaktifan belajar pada siklus II sebesar 3,74 mengalami peningkatan dari siklus I dari kategori tinggi (aktif) (2,70) menjadi sangat tinggi (sangat aktif). Rerata nilai klasikal me ngalami peningkatan dari siklus I sebesar 69,24 menjadi 80,24 pada siklus II, dengan ketuntasan klasikal sebesar 71,43% pada siklus I menjadi 90,48 siklus II. Meningkatnya keaktifan dan prestasi belajar siswa pada siklus II karena pada siklus II pembelajaran sudah mencerminkan model pembelajaran tipe STAD di mana siswa sudah mampu mengikuti formulasi pembelajaran yang diinginkan guru, siswa memahami perannya dalam kegiatan kelompok, dan siswa sudah mampu menghargai pendapat temannya. Akibat dari fenomena pembelajaran tersebut, keaktifan siswa mengalami peningkatan dari katagori tinggi (aktif) pada siklus I menjadi sa ngat tinggi (sangat aktif) pada siklus II. Di samping itu, rerata nilai belajar siswa me ningkat dari katagori cukup (69,24) pada siklus I menjadi baik (80,24) pada siklus II. Berdasarkan analisis data tersebut dapat diinterpretasikan bahwa hasil penelitian pada siklus II telah dapat mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Sebagai gambaran untuk menun jukkan adanya hubungan antarsiklus dalam penelitian tindakan ini disajikan rekapitulasi data keaktifan belajar siswa sebagai berikut. 174
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 4.Rekapitulasi Keaktifan Belajar Siswa Uraian Refleksi Awal Siklus I Siklus II
Persentase 49,33 %
Kategori Sedang
64,76 % 89,71 %
Tinggi Sangat Tinggi
Jika divisualisasikan dalam bentuk grafik, maka perbandingan rata-rata keaktifan belajar siswa antara refleksi awal, siklus I dan siklus II tampak pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Persentase Keaktifan Belajar Siswa
Data mengenai prestasi belajar siswa pada refleksi awal dan siklus I dapat disajikan pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Rekapitulasi Prestasi Belajar dan persentase ketuntasan Belajar pada Refleksi awal dan Siklus I No Hasil Belajar
Refleksi S i k l u s PeningAwal I katan 1. K e t u n t a s a n 4,76 % Individu (KI) a. Tuntas 66,67 % 71,43% b.Tidak Tuntas 33,33 % 28,57% Nilai rata-rata 68,81 69,24 0,43 2. hasil belajar 3. Daya Serap 68,81 % 69,24% 0.43 % (DS) 4. K e t u n t a s a n 66,67 % 71,43% 4,76 % Klasikal (KK)
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
Dari tabel rekapitulasi hasil belajar siswa pada refleksi awal dan siklus I, mengalami cukup banyak peningkatan. Ketuntasan individu dan ketuntasan klasikal meningkat sebesar 4,76 %, sedangkan nilai rata-rata hasil belajarnya meningkat sebanyak 0,43 %. Rekapitulasi data mengenai hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat disajikan pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Rekapitulasi Prestasi Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II No 1.
2.
3. 4.
Hasil Siklus I Belajar Ketuntasan Individu (KI) a.Tuntas b.Tidak Tuntas Nilai ratarata hasil belajar Daya Serap (DS) Ketuntasan Klasikal (KK)
Siklus II
Peningkatan 19,05 %
71,43 % 90,48 % 28,57 % 9,52 % 69,24
80,24
11
69,24 % 80,24 %
11 %
71,43 % 90,48 %
19,05 %
Dari data tabel rekapitulasi prestasi belajar siswa pada siklus I dan siklus II, cukup banyak mengalami peningkatan, ketuntasan individu dan ketuntasan klasikalnya meningkat sebesar 19,05 %. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar mengalami peningkatan sebesar 11 %. Dalam siklus II siswa yang tuntas sebanyak 19 orang dan 2 orang siswa tidak tuntas dari 21 orang siswa. Rekapitulasi data mengenai prestasi belajar siswa (ketuntasan individu, nilai
ISSN : 1829 – 894X
rata-rata belajar, daya serap dan ketuntasan klasikal) pada refleksi awal, siklus I dan siklus II dapat disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Prestasi Belajar Siswa pada Refleksi Awal, Siklus I dan Siklus II No Hasil Belajar 1.
2. 3. 4.
Refleksi Siklus I Siklus II Awal
Ketuntasan Individu (KI) a. Tuntas 71,43 % 76,19 % 90,48 % b . T i d a k Tuntas Nilai rata-rata hasil belajar Daya Serap (DS) Ketuntasan Klasikal (KK)
28,57 % 23,81 % 69,24
69,76
9,52 % 80,24
69,24 % 69,76 % 80,24 % 71,43 % 76,19 % 90,48 %
Jika divisualisasikan dalam bentuk grafik, maka perbandingan rata-rata prestasi belajar siswa antara refleksi awal, siklus I dan siklus II tampak seperti Gambar 3.2.
Gambar 2 Peningkatan Rata-rata Prestasi Belajar Siswa
PEMBAHASAN Dari hasil analisis data diketahui bahwa ada perbedaan keaktifan dan prestasi belajar siswa sebelum diberikan tindakan dan sesudah diberi tindakan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah diberikan
175
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
tindakan terjadi perubahan suasana kelas dari sebelumnya. Suasana pembelajaran lebih kondusif, siswa lebih fokus dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, kesukaan siswa bermain-main dengan HP dan teman sejawat dapat diantisipasi melalui tugastugas yang harus mereka kerjakan secara berkelompok. Di samping itu, secara esensial terjadi pergeseran dalam perlakuan pembelajaran dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Dari kebiasaan memberi tahu menjadi budaya mencari tahu. Pengetahuan yang diperoleh oleh siswa dari budaya mencari tahu akan memiliki daya lekat yang lebih lama dalam pemahaman terhadap topik/materi ajar. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memposisikan guru hanya memberikan bimbingan seperlunya dan harus cermat dan cerdas dalam mengelola pembelajaran sesuai kebutuhan siswa Meningkatnya keaktifan dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kimia disebabkan karena dalam penerapan model pembelajaran ini siswa mendapat peluang dan ruang lebih besar untuk mengembangkan keaktifan dan sikapnya dalam pembelajaran. Di samping itu, suasana kegiatan belajar mengajar lebih menyenangkan karena siswa mampu mencari pemecahan masalah tentang apa yang dipelajari, siswa juga secara leluasa mengemukakan permasalahan serta mendiskusikan dengan teman-teman kelompoknya (Simbolon, 2011). Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model pembelajaran 176
ISSN : 1829 – 894X
langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dapat berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa terus duduk berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya. Meningkatnya keaktifan belajar siswa sejalan dengan pendapat Trianto (2007), yang mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa dalam memahami konsep yang sulit sehingga siswa dapat menunjukkan sikap yang aktif serta kritis dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diinterpretasikan bahwa penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dapat dibuktikan secara emperis hipotesis tindakan yang telah diajukan dalam penelitian ini. Hipotesis tindakan tersebut berbunyi : penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara signifikan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Selemadeg tahun pelajaran 2014/2015. SIMPULAN Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan belajar dan prestasi belajar kimia siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/ 2015. Peningkatan keaktian dapat dibuktikan dengan rata-rata keaktifan siswa pada refleksi awal sebesar 49,33 % dengan kategori sedang, siklus I sebesar 64,76 % dengan kategori tinggi dan pada
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 169–177
siklus II sebesar 89,71 % dengan kategori sangat tinggi, sedangkan peningkatan prestasi belajar kimia siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015 dapat dibuktikan dengan ketuntasan klasikal pada refleksi awal sebesar 66,67 %, pada siklus I sebesar 71,43 % dan pada siklus II sebesar 90,48 %. Untuk rata-rata hasil belajar refeleksi awal sebesar 68,81, siklus I sebesar 69,24, dan siklus II sebesar 80,24. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Selemadeg dan siswa kelas XI IPA 1 Semester II SMAN 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015, atas dukungan dan partisipasinya sehingga artikel ini dapat diwujudkan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Editor Jurnal Suluh Pendidikan sehingga artikel ini dapat terbit.
ISSN : 1829 – 894X
PUSTAKA ACUAN Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BSNP. Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. BP. Cipta Jaya Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Direktorat tenaga Kependidikan. Martinis, Yamin. 2013. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik . Jakarta: Gaung Persada Press Simbolon, A. Bastian. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif NHT. [cited 2011 oktober19].Availablefrom: http://blognyaldolfbastiansimbolon. blogspot.com. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
177
178
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE STAD BERBANTUAN LKS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA I Dewa Made Warnita Guru Fisika SMA Negeri 1 Selemadeg
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg pada Semester I Tahun Pelajaran 2014/2015 setelah mengikuti proses pembelajaran Kooperatif Type STAD Berbantuan Lembar Kerja Siswa (LKS). Objek penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar yang melibatkan 22 siswa. Subjek ini dipilih atas pertimbangan ditemukan permasalahan dalam pembelajaran yaitu prestasi belajar siswa belum optimal. Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahapan, yakni rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi yang terakomodasi dalam dua siklus pembelajaran. Pembelajaran pada masing-masing siklus dlaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Data prestasi belajar dikumpulkan dengan tes dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasilnya terjadi peningkatan ketuntasan klasikal pada refleksi awal sebesar 59,09 %, pada siklus I menjadi sebesar 63,64 % dan pada siklus II menjadi sebesar 90,91 %. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar refleksi awal sebesar 75,95 siklus I sebesar 76,23 dan siklus II sebesar 79. Kata kunci: pembelajaran kooperatif type STAD, LKS, prestasi belajar. MODEL APPLICATION TYPE STAD OF COOPERATIVE LEARNING ASSISTED LKS TO IMPROVE LEARNING ACHIEVEMENT OF PHYSICS ABSTRACT This research aims to improve learning achievement Physics Grade XI IPA5 SMAN 1 Selemadeg the first semester of academic year 2014/2015 after participating in the learning Cooperative process Type STAD Assisted Student Worksheet (LKS). The object of this study is to increase learning achievement involving 22 students. Subjects have been on the consideration of problems found in the study that student achievement is not optimal. This research was conducted in four stages, namely the action plan, action, observation and evaluation, and reflection are accommodated in two cycles of learning. Learning in each cycle dlaksanakan in 3 meetings. Learning achievement data collected by tests and then analyzed using descriptive quantitative and qualitative methods. This results in an increase in classical completeness increasing the initial reflection of 59.09%, in the first cycle was increased to 63.64% and the second cycle was increased to 90.91%. While the average value of learning outcomes early reflection of 75.95 the first cycle of 76.23 and second cycle at 79. Keywords: cooperative learning type STAD, LKS, learning achievement
179
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
PENDAHULUAN Mata pelajaran Fisika di SMA dikembangkan dengan tujuan untuk mendidik siswa agar mampu mengem bangkan observasi dan eksperimen serta berpikir taat asas. Kemampuan observasi dan eksperimentasi ini lebih ditekankan pada melatih kemampuan berpikir dan bernalar eksperimental yang mencakup tata laksana percobaan dengan mengenal peralatan yang digunakan dalam pengukuran baik di dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan siswa (Depdiknas, 2007:4). Fisika adalah mata pelajaran yang secara spesifik diajarkan di SMA yang mana sebelumnya pada saat di SLTP Fisika tergabung dalam mata pelajaran IPA. Sampai saat ini Fisika masih dianggap mata pelajaran yang sulit dipahami siswa, membosankan, bahkan menakutkan. Anggapan ini mungkin tidak berlebihan selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep Fisika yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya. Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran disertai media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari konsep Fisika. Salah satu kesulitan itu adalah memahami konsep Kesetimbangan, Akibatnya terjadi banyak kesulitan yang dialami siswa dalam
180
ISSN : 1829 – 894X
menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum, yang berhubungan dengan konsep Kinematika Gerak. Fenomena ini dialami oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Seperti pada penelitian awal yang dilakukan di Kelas XI IPA 5 Semester 1 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam tiga kali pertemuan pembelajaran. Dari penelitian awal tersebut diperoleh bahwa siswa cendrung bersikap sangat pasif dalam pembelajaran. Saat siswa diminta mengelaborasi kembali konsep yang telah disajikan melalui beberapa pertanyaan, siswa sebagaian besar memiliki pemahaman yang sangat kurang, hanya 15,00% - 25,00% (3-4 orang dari 20 siswa) yang memperoleh nilai ≥ KKM. Jika tidak ditunjuk, mereka tidak mampu mengajukan diri untuk menjawab, menanggapi, ataupun bertanya. Ketika siswa diminta untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru mereka merasa ragu dengan kemampuannya sendiri. Secara esensial dapat diduga bahwa siswa mengalami hambatan-hambatan dari segi pemahaman dan pencapaian hasil belajar yang optimal. Kondisi tersebut disebabkan oleh kurang tepatnya metode mengajar dan media pembelajaran yang digunakan guru. Kondisi demikian teratasi manakala guru berupaya untuk menentukan solusinya, yaitu merubah model pembelajaran yang selama ini digunakan. Salah satu model pembelajaran yang diyakini mampu mengatasi permasalahan belajar siswa di atas adalah Model Pembelajaran STAD (Student Teams-Achievement Divisions) berbantuan LKS. Berdasarkan kenyataan tersebut guru sebagai peneliti, menyusun
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
sebuah alur penyelesaian masalah dan mendokumentasikannya menjadi sebuah penelitian ilmiah untuk dijadikan acuan bersama, dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Type STAD Berbantuan LKS untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika. METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg yang beralamat di Jalan Gelogor, Bajera, Selemadeg, Tabanan. Sebagai subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015 semester 1 yang berjumlah 22 orang. Objek penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg tahun pelajaran 2014/2015 semester 1 dalam pemahaman konsep Kinematika Gerak. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan November 2014. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus mencakup empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, dan masing-masing siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Mengacu pada permasalahan dan variabel yang menjadi objek penelitian ini, maka ditetapkan metode pengumpulan data disesuaikan dengan data yang diperlukan. Untuk data prestasi siswa dikumpulkan dengan cara mengidentifikasi setiap jawaban siswa dari pelaksanaan tes prestasi belajar yang telah dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode
ISSN : 1829 – 894X
analisis ini digunakan karena data yang diperoleh berbentuk kuantitatif berupa angka-angka (skor nilai) yang diperoleh dari hasil tes belajar siswa. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dianalisis secara kuantitatif. Metode analisis data dilakukan dengan membandingkan antara prestasi belajar pada siklus I dengan siklus II. Nilai ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Selemadeg tahun pelajaran 2014/2015 adalah 77. Maka untuk kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat di katakan bahwa jika siswa telah mencapai nilai aspek kognitif dan psikomotorik ≥ 77, dan apabila siswa yang mencapai ketuntasan belajar ≥ 85%. HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN Hasil Penelitian Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas selama kurang lebih 3 (tiga) bulan melalui penelitian awal/prasiklus, siklus I, dan siklus II diperoleh data sebagai berikut. Data awal dalam observasi pertama yang dilakukan pada bulan Juli tahun 2014 dapat ditemukan bahwa suasana kelas kurang kondusif pada saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tugas, diskusi dan tanya jawab ( metode conventional ). Pada refleksi awal diperoleh hasil prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg sangat mengecewakan karena tidak terpenuhinya kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Dapat dilihat dalam tabel 1.
181
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
Tabel 1. Data Prestasi Belajar siswa pada Refleksi awal No 1.
2. 3.
Keaktifan dan Hasil Belajar
Rata -rata
Persentase
Kategori
Ketuntasan Individu ( KI) a.Tuntas (13 59,95 % orang) b.Tidak tuntas 40,91 % (9 orang) Nilai rata-rata 75,95% hasil belajar Ketuntasan 59,09 % Klasikal (KK)
Cukup
Belum Tuntas
Data pada refleksi awal menunjukkan bahwa KK sebesar 59,09 % yang berarti belum memenuhi KKM= 77. Berdasarkan data tersebut berarti kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam pelajaran fisika menunjukkan siswa yang belum tuntas sebanyak 9 orang atau daya serap terhadap materi pembelajaran masih rendah. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I dengan menerapkan Model Pempelajaran Koperatif dengan tipe STAD diperoleh hasil belajar yang meliputi keaktifan dan prestasi belajar seperti pada tabel 2. Tabel 2. Data Prestasi Belajar Siswa pada Siklus I No 1.
2. 3.
182
Keaktifan dan Hasil Belajar
Rata -rata
Persentase
Kategori
Cukup Ketuntasan Individu ( KI) 63,64% a. Tuntas (14 orang) 36,36% b. Tidak tuntas (8 orang) Nilai rata-rata 76,23% hasil belajar Ketuntasan 63,64% Belum Klasikal (KK) Tuntas
ISSN : 1829 – 894X
Dari tabel di atas tampak nilai rerata sebesar 76,23 kategori cukup. Pada siklus I menunjukkan kemajuan dari refleksi awal. Nilai rata-rata prestasi belajar siswa mengalami peningkatan, dan sudah mencapai indikator keberhasilan dalam penelitian yaitu 77. Secara klasikal siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebesar 63,64 % (14 orang) dari 22 orang siswa. Jika diinterpretasikan hasil belajar pada siklus I bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD sudah menunjukkan hasil yang meningkat namun belum optimal karena peningkatan daya serap siswa terhadap materi pembelajaran masih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian awal. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal siswa terutama belum terbiasanya siswa mengikuti pembelajaran dengan formulasi yang diterapkan guru. Di samping itu, hasil refleksi berkesimpulan bahwa siswa belum begitu aktif berdiskusi karena masih bercanda dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di LKS dan siswa cenderung mengerjakan soal sendiri tanpa mau berdiskusi dengan temannya. Hal tersebut menyebabkan penguasaan siswa terhadap materi pokok pembelajaran belum optimal. Hasil penelitian pada siklus I yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada rerata hasil belajar sebesar 76,23, dan ketuntasan klasikal 63,64 % berarti belum mampu mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 85 %. Hipotesis tindakan yang berbunyi : penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara signifikan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1 Selemadeg tahun pelajaran 2014/2015
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
belum bisa diterima. Oleh karena itu, penelitian harus dilanjutkan ke siklus II. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II diperoleh hasil sebagai berikut, seperti pada tabel 3 Tabel 3. Data Hasil Belajar Siswa pada Siklus II No 1.
2. 3.
Keaktifan dan Rata Persen- KateHasil Belajar -rata tase gori Ketuntasan Baik Individu ( KI) a.Tuntas (20 90,91 % orang) b. Tidak tuntas (2 9,09 % orang) Nilai rata-rata 79% hasil belajar Ketuntasan 90,91 % Tuntas Klasikal (KK)
Setelah dilaksanakan perbaikan tindakan pada pelaksanaan siklus II dengan melakukan kontrol/pengawasan dan layanan konsultatif yang lebih intensif ketika proses pembelajaran berlangsung, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa baik dalam keaktifan maupun prestasi belajarnya. Berdasarkan hasil penelitian seba gaimana tertuang dalam tabel di atas, dapat diinterpretasikan bahwa rerata nilai klasikal mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 76,23 menjadi 79,00 pada siklus II, dengan ketuntasan klasikal sebesar 63,64 % pada siklus I menjadi 90,91 siklus II. Meningkatnya prestasi belajar siswa pada siklus II karena pada siklus II pembelajaran sudah mencerminkan model pembelajaran tipe STAD di mana siswa sudah mampu mengikuti formulasi pembelajaran yang diinginkan guru, siswa memahami perannya dalam kegiatan kelompok, dan siswa sudah mampu
ISSN : 1829 – 894X
menghargai pendapat temannya. Akibat dari fenomena pembelajaran tersebut, rerata nilai belajar siswa meningkat dari katagori cukup pada siklus I menjadi baik pada siklus II. Berdasarkan analisis data tersebut dapat diinterpretasikan bahwa hasil penelitian pada siklus II telah dapat mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Data mengenai prestasi belajar siswa pada refleksi awal dan siklus I dapat disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Prestasi Belajar dan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa pada Refleksi Awal dan Siklus I Refleksi PeningSiklus I Awal katan Ketuntasan 4,54 % Individu (KI) a. Tuntas 59,09% 63,64 % b. Tidak 40,91% 36,36 % Tuntas Nilai rata-rata 75,95 76,23 0,27 hasil belajar Daya Serap 75,95% 76,23% 0.27 % (DS) K e t u n t a s a n 59,09% 63,64% 4,54 % Klasikal (KK)
No Hasil Belajar 1.
2. 3. 4.
Dari tabel rekapitulasi hasil belajar siswa pada refleksi awal dan siklus I, mengalami cukup banyak peningkatan. Ketuntasan individu dan ketuntasan klasikal meningkat sebesar 4,54%. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajarnya meningkat sebanyak 0,27 %. Rekapitulasi data mengenai hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat disajikan pada tabel 5.
183
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
Tabel 5. Rekapitulasi Prestasi Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II No Hasil Belajar Siklus I Siklus II 1.
2. 3. 4.
Ketuntasan Individu (KI) a.Tuntas b . T i d a k Tuntas Nilai rata-rata hasil belajar Daya Serap (DS) Ketuntasan Klasikal (KK)
Peningkatan
Jika divisualisasikan dalam bentuk grafik, maka perbandingan rata-rata prestasi belajar siswa antara refleksi awal, siklus I dan siklus II tampak seperti Gambar 1.
63,64 % 90,91 % 31,82 % 36,36 % 9,09 % 76,23
79,00
76,23 % 79,00 %
3,04 3,04 %
63,64% 90,91 % 31,82 %
Dari data tabel rekapitulasi prestasi belajar siswa pada siklus I dan siklus II, cukup banyak mengalami peningkatan, ketuntasan individu dan ketuntasan klasikalnya meningkat sebesar 31,82 %. Sedangkan nilai ratarata hasil belajar mengalami peningkatan sebesar 3,04 %. Dalam siklus II siswa yang tuntas sebanyak 20 orang dan 2 orang siswa tidak tuntas dari 22 orang siswa. Rekapitulasi data mengenai prestasi belajar siswa (ketuntasan individu, nilai rata-rata belajar, daya serap dan ketuntasan klasikal) pada refleksi awal, siklus I dan siklus II dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi Prestasi Belajar Sis wa pada Refleksi Awal, Siklus I dan Siklus II No Hasil Belajar Refleksi Awal 1. K e t u n t a s a n Individu (KI) a. Tuntas 59,09% b.Tidak Tuntas 40,91% Nilai rata-rata 75,95 2. hasil belajar 3. Daya Serap 75,95% (DS) 4. K e t u n t a s a n 59,09% Klasikal (KK) 184
ISSN : 1829 – 894X
S i k l u s Siklus II I
63,64% 90,91 % 36,36% 9,09 % 76,23 79,00 76,23% 79,00 % 3,64%
90,91 %
Gambar 1. Peningkatan Rata-rata Prestasi Belajar Siswa
Dari hasil analisis data diketahui bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa sebelum diberikan tindakan dan sesudah diberi tindakan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah diberikan tindakan terjadi perubahan suasana kelas dari sebelumnya. Suasana pembelajaran lebih kondusif, siswa lebih fokus dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, kesukaan siswa bermainmain dengan HP dan teman sejawat dapat diantisipasi melalui tugas-tugas yang harus mereka kerjakan secara berkelompok. Di samping itu, secara esensial terjadi pergeseran dalam perlakuan pembelajaran dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Dari kebiasaan memberi tahu menjadi budaya mencari tahu. Pengetahuan yang diperoleh oleh siswa dari budaya mencari tahu akan memiliki daya lekat yang lebih lama dalam pemahaman terhadap topik/materi ajar. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memposisikan guru
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
hanya memberikan bimbingan seperlunya dan harus cermat dan cerdas dalam mengelola pembelajaran sesuai kebutuhan siswa Meningkatnya prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika disebabkan karena dalam penerapan model pembelajaran ini suasana kegiatan belajar mengajar lebih menyenangkan karena siswa mampu mencari pemecahan masalah tentang apa yang dipelajari, siswa juga secara leluasa mengemukakan permasalahan serta mendiskusikan dengan teman-teman kelompoknya (Simbolon, 2011). Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dapat berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa terus duduk berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya. Meningkatnya keaktifan belajar siswa sejalan dengan pendapat Trianto (2007), yang mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa dalam memahami konsep yang sulit sehingga siswa dapat menunjukkan sikap yang aktif serta kritis dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diinterpretasikan bahwa penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dapat dibuktikan secara emperis hipotesis tindakan yang telah diajukan dalam
ISSN : 1829 – 894X
penelitian ini. Hipotesis tindakan tersebut berbunyi : penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara signifikan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg tahun pelajaran 2014/2015. SIMPULAN Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ketuntasan klasikal pada refleksi awal sebesar 59,09 %, pada siklus I sebesar 63,64 % dan pada siklus II sebesar 90,91 %. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar refleksi awal sebesar 75,95 siklus I sebesar 76,23 dan siklus II sebesar 79. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Selemadeg dan Siswa Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg pada Semester I Tahun Pelajaran 2014/2015, atas dukungan dan partisipasinya sehingga artikel ini dapat diwujudkan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Editor Jurnal Suluh Pendidikan sehingga artikel ini dapat terbit.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 tahun 2007 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas. 185
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 179–186
Simbolon, A. Bastian. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif NHT. [cited 2011 oktober19].Availablefrom: http://blognyaldolfbastiansimbolon. blogspot.com. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
186
ISSN : 1829 – 894X
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 187–196
ISSN : 1829 – 894X
MENGEMBANGKAN MATERI BERBICARA MENGGUNAKAN INSTRUKSI SESUAI DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA SISWA SMP Ni Putu Eka Putri Septiari IKIP Saraswati Tabanan Email:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini yaitu mengembangkan materi berbicara untuk meningkatkan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Metode yang digunakan oleh penulis, untuk memudahkan guru memenuhi kebutuhan siswa menurut tingkat kemampuannya yaitu “Developing Speaking Materials through Differntiated Instruction for students of SMPN 3 Payangan on the second grade” Guru menekankan proses pembelajaran pada tiga hal, yaitu konten pembelajaran, proses pembelajaran dan produk pembelajaran berdasarkan tiga tingkat kemampuan siswa. Metode yang digunakan untuk melihat tingkat efektivitas proses pembelajaran, yaitu “dick and carry method”. Yang dapat dijabarkan, yakni analisis (analisis buku ajar dan analisis kemampuan awal siswa setelah melaksanakan observasi kelas), mengembangkan materi (mengembangkan draf I,II,III,dan seterusnya, revisi dan diskusi kelompok), validasi ahli, dan try out (evaluasi, perbaikan, test akhir dan questioner). Hasil yang dicapai dari Developing speaking materials through differentiated instruction, yaitu dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VIIIA pada keterampilan berbicara dilihat dari hasil tes awal 6,6 menjadi 7,8 pada hasil tes akhir. Kata kunci: berbicara, pengembangan materi, kemampuan siswa DEVELOPING SPEAKING MATERIALS THROUGH DIFFERENTIATED INSTRUCTION FOR THE SECOND GRADE STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL ABSTRACT This study is aimed to develop speaking material through differentiated instruction for the second grade students’ of SMPN 3 Payangan. The method that is used by the researcher is dick and carry. Developing material through differentiated instruction can be one solution to improve students’ speaking competency. This method focus on three important things such as; content, process, and product of teaching learning process. The process of developing materials are; 1) need analysis, 2) draft I, 3) desain material, 4) group discussions, 5) revisions, 6) draft II, 7) expert judgement, 8) draft III, 9) expert judgement, 10) field test, 11) revisions, 12) group discussions, 13) prototype material Developing speaking materials through differentiated instruction could improve students’ competency of the second grade students’ VIIIA SMPN 3 Payangan seen from the result of pre-test 66 improved to the result of the post-test 78. It can be said improved 18.2% Keywords: speaking, material development, students’ ability,
187
Suluh Pendidikan, 2015, 15 (2): 187–196
PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan, tanggung jawab seorang guru sangatlah kompleks. Sebagian besar hanya siswa dengan kemampuan di atas rata-rata dan rata-rata yang mendapat perhatian lebih, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata akan siap-siap untuk dipindahkan ke sekolah swasta. Permasalahannya adalah bukan karena kemampuan siswa yang beragam dalam satu kelas tetapi kesiapan guru memenuhi materi sesuai kemampuan siswa sehingga siswa dapat mencapai kemampuan maksimal mereka. Willis and Mann (2000), menyatakan bahwa setiap anak itu unik dan kesalahan terbesar dalam proses pembelajaran adalah mereka mendapatkan materi pengajaran yang sama. Hal ini ternyata tidak sesuai dengan tuntutan satuan pendidikan nasional Indonesia No 20 tahun 2003 untuk meningkatkan potensi setiap anak guna dapat bersaing dalam era globalisasi. Oleh sebab itu, ada beberapa alasan peneliti mengembangkan materi berdasarkan differentiated instruction, yaitu 1) tidak semua siswa belajar dengan cara yang sama, 2) banyak penelitian dan praktek di lapangan menyatakan teknik differentiated instruction sangat efektif, 3) teknik differentiated instruction dapat memaksimalkan proses pembelajaran siswa dan membantu mencapai target proses pembelajaran. Agar mencapai tuntutan era globalisasi, peneliti melibatkan informasi dan teknologi sebagai media agar proses pembelajaran lebih menarik, inovatif, dan kreatif. Fokus dari penelitian ini adalah mengembangkan materi untuk keterampilan berbicara dengan menggunakan differen 188
ISSN : 1829 – 894X
tiated instruction pada siswa SMPN 3 Payangan. Dengan menggembangkan materi differentiated instruction akan berguna bagi guru memberikan informasi tanpa mengabaikan siswa dengan ke mampuan di bawah rata-rata dan di atas rata-rata. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah di SMPN Payangan. Penelitian ini menggunakan sampel acak dengan memilih satu kelas dari kelas delapan yaitu kelas VIIIA. Dalam mengumpulkan data metode yang digunakan yaitu metode penelitian R&D (research and development) yang meliputi instrument dan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Prosedur metode ini meliputi; 1) need analysis, 2) draft I, 3) material design, 4) group discussion, 5) revision I, 6) draft II, 7) expert judgment, 8) revision II, 9) draft III, 10) field test, 11) revision III, 12) group discussion, 13) prototype material. PEMBAHASAN Tahap 1: Analisis Adapun beberapa hal yang dianalisis meliputi; 1. Observasi proses pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan menggunakan instrument observasi. Hasil dari rubrik observasi dapat dideskripsikan dan dipresentasekan dengan formula sebagai berikut.
Persentase = keterangan
x x100% n x = skor keseluruhan n = number setiap poin
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 187–196
Dari formula d iatas peneliti menyimpulkan bahwa proses pem belajaran yang dilaksanakan guru 18,75% dikategorikan sangat sesuai, 31,25% sesuai, 25% biasa, dan 21,87% dikategorikan kurang sesuai. Setelah melakukan observasi kelas, wawancara secara informal dilaksanakan untuk menanyakan beberapa pertanyaan dalam proses pembelajaran.
2. Analisis materi ajar yang sudah ada dengan menggunakan kriteria materi yang benar menurut Tomlinson. Tujuan dari melaksanakan analisis buku ini adalah untuk mengetahui apakah buku yang digunakan telah sesuai dengan silabus SMP berdasarkan BSNP, telah sesuai dengan materi yang benar dari Tomlinson, dan telah sesuai dengan materi narrative yang benar.
ISSN : 1829 – 894X Mi = mean Sdi = standar deviasi X = skor dari duru
Data analisis sebagai berikut: Pertama-tama Mi dan Sdi dihitung dengan rumus: Mi= ½ (Skor mak + Skor Min) Sdi= 1/3 (Mi) Terdapat 44 poin dalam materi yang bagus berdasarkan Tomlinson, karena skor maksimal dari setiap pertanyaan adalah 4 dan skor terendah adalah 1, maka Mi adalah Mi = ½ (176+ 44) Mi = ½ (220) Mi = 110 sedangkan Sdi dihitung dengan rumus: Sdi= 1/3 (Mi) Sdi= 1/3 (110) ScoreSdi= 36.6 Criteria
Berdasarkan analisis buku, ditemukan Materi sangat sesuai X t 0i 1.5Sdi Materi sesuai 0i 0.5Sdi d X 0i 1.5Sdi bahwa buku siswa tidak menarik, tidak Setelah mendapatMateri Mi =biasa 110 dan Sdi 0i 0.5Sdi d X 0i 0.5Sdi melibatkan gambar-gambar yang menuntun kemudian ke sesuai dalam Materi kurang 0i 1.5=Sdi36.6, d X 0 i 0.5Sdi dimasukkan menuju topik, dan tidak ada pendalaman formula Materi tidak sesuai untuk mendapatka urutan skala X 0 i 1.5Sdi latihan. Untuk menentukan bahwa buku untuk materi narrative reading. Hasil dari yang telah ada sesuai dengan materi yang materi yang benar berdasarkan Tomlinson benar berdasarkan Tomlinson, berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. adalah formula dari Nurkancana dan Score Criteria Sunartana (1986). Score
X t 0i 1.5Sdi 0i 0.5Sdi d X 0i 1.5Sdi 0i 0.5Sdi d X 0i 0.5Sdi 0i 1.5Sdi d X 0i 0.5Sdi X 0i 1.5Sdi
Criteria Materi sangat sesuai Materi sesuai Materi biasa Materi kurang sesuai Materi tidak sesuai
(Nurkancana dan Sunartana, 1986)
Keterangan: Mi= ½ (Skor Mak + Skor Min) Score Criteria Sdi= 1/3 (Mi) Materi sangat sesuai X t 164.9 Materi sesuai 128.3 d X 164.9 Materi biasa 91.7 d X 128.3 Materi kurang sesuai 55.1 d X 91.7 Materi tidak sesuai X 55.1
X t 164.9 128.3 d X 164.9 91.7 d X 128.3 55.1 d X 91.7 X 55.1
Materi sangat sesuai Materi sesuai Materi biasa Materi kurang sesuai Materi tidak sesuai
Dari formula di atas, peneliti telah menganalisis hasil dari rubrik materi yang benar dan hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa materi yang ada dikategorikan ke dalam materi biasa. Dari analisis kebutuhan dapat disimpulkan 189
Suluh Pendidikan, 2015, 15 (2): 187–196
bahwa dari observasi pembelajaran guru di kelas peneliti menemukan buku yang digunakan kurang menarik, tidak melibatkan teknologi sebagai media. 3. Melaksanakan tes awal bertujuan untuk mengkategorikan tingkat kemampuan siswa. Tes awal terdiri dari 20 soal. Dari hasil tes awal diketahui bahwa 4 siswa digolongkan siswa dengan kemampuan di atas rata-rata, 10 siswa digolongkan siswa dengan kemampuan rata-rata dan 21 siswa digolongkan siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata. Tahap 2: Draf I Draf I dilaksanakan dengan me nganalisis silabus untuk membuat materi baru. Silabus yang digunakan adalah silabus SMPN 3 Payangan. Topik pertama adalah “May I borrow your pen?” dengan beberapa indikator, yaitu 1) meminta/memberi/menolak barang, 2) meminta/memberi/menolak informasi, 3) meminta/memberi/menolak pendapat, 4) meminta/memberi/menolak sesuatu dengan materi berupa gambar dan video. Topik kedua adalah “What is the warning about” dengan beberapa indikator, seperti 1) teks lisan fungsional berbentuk tips, 2) teks lisan fungsional berbentuk notices, 3) teks fungsional berbentuk rules dengan materi berupa power point presentasi. Topik ketiga adalah “Do you know the story of Malin Kundang” dengan beberapa indikator, yaitu 1) merespon makna teks narrative, 2) mengungkapkan makna berbentuk teks narrative, 3) membaca nyaring teks berbentuk narrative, 190
ISSN : 1829 – 894X
4) mengidentifikasi ide pokok dan ide pendukung pada teks berbentuk narrative, 5) mengidentifikasi langkah-langkah retorika teks narrative dengan materi berupa video. Topik keempat adalah “Do you agree” dengan beberapa indikator, seperti 1) meminta/memberi persetujuan dan pernyataan, 2) mengawali/memperpanjang/ menutup percakapan, 3) mengawali/ memperpanjang/menutup telepon dengan materi berupa gambar dan video. Topik kelima adalah “Who invite me?”. Dengan beberapa indikator, yaitu 1) iklan, dan 2) undangan. Topik terakhir adalah “My experiences” dengan beberapa indikator, seperti 1) merespon makna teks recount, 2) mengungkapkan makna berbentuk teks recount, 3) membaca nyaring teks berbentuk recount, 4) mengidentifikasi ide pokok dan ide pendukung pada teks berbentuk recount, 5) mengidentifikasi langkah-langkah retorika teks recount, dan 6) menulis teks berbentuk recount dengan materi berupa video. Tahap 3: Mendesain Materi Mendesain materi dilaksanakan berdasarkan silabus SMPN 3 Payangan untuk menghasilkan materi prototype yang mengacu pada kriteria materi yang benar (Tomlinson) dan kriteria materi membaca yang benar sebagai berikut. Aspek-aspek dari materi baru harus mencakup: cakupan materi, karakter siswa, dan terkonsep. menggunakan materi yang relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari menggunakan kata-kata yang sesuai dengan topik
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 187–196
menggunakan frasa yang sesuai dengan topik menggunakan kalimat yang sesuai dengan topik menggunakan bahasa yang sesuai dengan pengetahuan siswa kelas delapan menggunakan latihan-latihan yang sesuai dengan pengetahuan siswa kelas delapan menggunakan materi yang jelas materi disusun dengan sistematis dilengkapi dengan contoh-contoh berdasarkan topik materi harus mengajak siswa untuk berinteraksi materi harus menjawab keingin tahuan siswa materi harus berdasarkan karak teristik siswa yang berbeda-beda materi membuat siswa menjadi mandiri materi baru berdasarkan target dari kompetensi dasar materi baru melibatkan penggunaan teknologi yang sesuai sebagai media teknologi digunakan untuk mening katkan antusias siswa teknologi yang digunakan harus menggunakan instruksi yang jelas penggunaan teknologi harus sesuai dengan topik materi baru harus menggunakan gambar yang sesuai dengan level siswa kelas delapan materi baru dapat menantang siswa dalam belajar materi baru memperhatikan karakteristik setiap siswa yang berbeda-beda
ISSN : 1829 – 894X
materi baru memperhatikan ke mampuan siswa di bawah rata-rata materi baru memperhatikan kemampuan siswa rata-rata materi baru memperhatikan kemampuan siswa di atas rata-rata materi baru menggunakan materi authentic seperti surat kabar, majalah, dan brosur Desain materi berdasarkan konsistensi meliputi: menggunakan tulisan yang konsisten menggunakan spasi yang konsisten Berdasarkan format: menggunakan format berdasarkan jenis kertas menggunakan format berdasarkan ukuran kertas menggunakan format yang sesuai menggunakan “bold, italic, un derline” pada bagian tertentu Berdasarkan organisasi: materi baru mulai dari yang paling mudah ke paling sulit materi baru menggunakan panduan map materi baru menggunakan presentasi yang sistematis materi baru menggunakan aturan yang sisematis (judul, topik, subtopik) Memperhatikan ketertarikan siswa: materi baru menarik materi baru menggunakan gambar beragam materi baru menggunakan teks yang 191
Suluh Pendidikan, 2015, 15 (2): 187–196
ISSN : 1829 – 894X
sesuai dengan topik materi baru menggunakan ragam warna materi baru menggunakan puzzle dan tabel Memperhatikan penulisan: penulisan mudah dibaca Langkah 4: Diskusi Kelompok Diskusi kelompok dilaksanakan untuk mencari kelemahan draf I dan untuk menentukan pengembangan materi. Diskusi kelompok dilakukan antar teman, guru, dan tim. Hasil dari diskusi kelompok diketahui beberapa kekurangan dari segi penggunaan bahasa, media dan instruksi. Langkah 5: Revisi I Revisi I dilaksanakan berdasarkan hasil dari diskusi grup untuk menghitung reliability dan validity pada materi berbicara berdasarkan kriteria materi yang benar oleh Tomlinson dan materi berbicara yang benar. Revisi pertama yaitu dari segi pengembangan latihan-latihan dari yang paling mudah menuju yang paling sulit, latihan-latihan tidak hanya dilengkapi oleh dialog saja tetapi memukinkan juga dalam bentuk wacana atau video. Gambar-gambar yang digunakan adalah gambar-gambar yang kontekstual. Material on draf I
Revision on draf II
192
Langkah 6: Draf II Draf II dilaksanakan setelah peneliti merevisi draf I dan menambahkan modifi kasi pada materi baru. Draf II dilakukan sebelum peneliti mengkonsultasikan materi kepada penilai ahli. Hasil dari draf II yaitu mengembangkan atau menambahkan beberapa hal penting, seperti 1) refleksi, dan 2) penekanan pada hal-hal baru. Hal tersebut membantu menggali rasa ingin tahu siswa dalam mempelajari materi. Tentunya penyampaian refleksi dan penekanan pada hal-hal baru untuk siswa dengan kemampuan di atas rata-rata berbeda dengan siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata. Pengembangan draf II adalah sebagai berikut. Pada unit 1, materi untuk siswa dengan kemampuan di atas rata-rata refleksi berisikan pendalaman yang berkaitan dengan kosakata sulit, pada siswa dengan kemampuan rata-rata refleksi dilengkapi dengan lagu-lagu yang menggunakan kosakata sederhana, sedangkan untuk siswa dengan kemampuan di bawah ratarata refleksi dapat berupa permainan sederhana. Langkah 7: Penilai ahli Penilaian pada ahli dilakukan untuk mengetahui apakah materi sudah sesuai dengan level siswa dan sudah relevan dengan silabus SMPN 3 Payangan. Penilai ahli menemukan beberapa kelemahan yaitu pada penggunaan instruksi, dialog pada siswa berkemampuan rata-rata dan di bawah rata-rata dan pemilihan beberapa video pendidikan. Drs. I Wayan Suarnajaya, M.A.,Ph.D penilai ahli mengatakan bahwa pengembangan produk atau materi masih memiliki kekurangan, seperti tata
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 187–196
bahasa, frase, dan penggunaan kosakata. Kekurangan yang lain, yaitu materi baru tidak dilengkapi map dan cara penggunaan buku. Ketut Karinata, M.Pd.H sebagai penilai ahli kedua mengatakan: 1) materi harus dilengkapi dengan latihan tambahan untuk siswa dengan kemampuan di atas rata-rata dan pengulangan bagi siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata. Langkah 8: Revisi II Revisi II dilaksanakan berdasarkan penilaian ahli dan mengembangkan beberapa modifikasi yang relevan. Adapun beberapa hal yang diperbaiki, yaitu 1) materi berbicara menjadi lebih dikaitkan dengan keterampilan yang lain, 2) materi lebih mengena untuk kehidupan seharihari siswa kelas delapan, 3) latihanlatihan menjadi lebih bervariasi dan berdasarkan perbedaan masing-masing siswa (differentiated instruction), 4) materi ditambahkan latihan tambahan (enrichment) untuk siswa di atas rata-rata dan dilengkapi latihan pengulangan untuk siswa di bawah rata-rata, dan 5) materi dilengkapi dengan pendalaman karakter (character building). Langkah 9: Draft III Draf III dilakukan berdasarkan hasil dari revisi draf II untuk mendapatkan materi narrative yang efektif dan sesuai. Adapun beberapa hal yang diperbaiki adalah sebagai berikut. Material A (for upper Material C (for lower learners) learners) “Let’s improve knowledge”
your
“Let’s do more”
Langkah 10: Penilai ahli Hasil kalkulasi dari penilaian tim
ISSN : 1829 – 894X
ahli pertama adalah 169, dimana skor tersebut dikategorikan materi sangat sesuai. Hasil kalkulasi dari penilaian ahli kedua adalah 163, dimana skor tersebut dikategorikan materi yang sesuai. Langkah 11: Uji Coba Setelah revisi dari draf III, uji coba materi yang dilakukan di kelas untuk melihat efektivitas dari materi berbicara yang telah dibuat dimana telah disempurnakan oleh ahli penilai dan dikembangkan dengan beberapa modifikasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian berkelanjutan (Sugiono, 2009:303). Uji coba dilaksanakan beberapa tatap muka di SMPN 3 Payangan pada kelas VIII A. Jumlah siswa adalah 26 siswa. Materi yang diberikan adalah kelanjutan dari materi sebelumnya. Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, peneliti memberikan materi baru (materi A, materi B, materi C) kepada semua siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya. Pada saat melaksanakan pembelajaran peneliti menyiapkan media untuk melihat kesiapan siswa. Pada saat melaksanakan aktivitas awal, peneliti memberikan acuan dan menjelaskan kompetensi dan tujuan pembelajaran. Pada saat melaksanakan aktivitas inti, peneliti menghubungkan materi yang akan diberikan dengan kehidupan siswa seharihari agar seluruh siswa lebih memahami topik yang akan diberikan. Peneliti menyiapkan video dan power point untuk meningkatkan antusias siswa dan siswa mengerjakan latihan sesuai dengan materi yang telah diberikan. Peneliti memantau dan menjelaskan kepada masing-masing siswa terutama siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata mengenai latihannnya. 193
Suluh Pendidikan, 2015, 15 (2): 187–196
Pada saat aktivitas akhir dari proses pembelajaran, peneliti menanyakan kepada seluruh siswa mengenai materi yang mereka dapatkan. Setelah melaksanakan 8 kali pertemuan dengan menerapkan materi baru, peneliti melaksanakan tes akhir dengan 20 soal objektif. Dari hasil tes akhir menunjukkan bahwa materi berbicara yang baru dapat meningkatkan kompetensi berbicara siswa dilihat dari nilai rata-rata yaitu 78. Dilihat dari hasil tes awal yaitu 66 dapat disimpulkan bahwa materi speaking baru dapat meningkatkan kompetensi siswa yaitu 18.2%. Peningkatan dari hasil tes awal menuju tes akhir dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Langkah 12: Revisi
Revisi dilakukan kembali ber dasarkan hasil dari uji coba lapangan untuk membuktikan materi benar-benar bermanfaat untuk siswa. Revisi ini melibatkan masukan dari guru dan siswa. Materi baru dapat dikombinasikan atau dimodifikasi agar menjadi lebih sesuai dan relevan. Langkah 13: Diskusi Kelompok Tujuan dari dilaksanakannya diskusi kelompok adalah untuk menerapkan dan
194
ISSN : 1829 – 894X
menyempurnakan materi baru yang telah didiskusikan bersama guru, teman, dan tim. Step 14: Materi Prototipe Materi prototipe dihasilkan ber dasarkan beberapa analisis, petunjuk dari penilai ahli, saran dari guru dan siswa, beberapa perbaikan dan revisi, uji coba lapangan sehingga prototipe materi dapat dihasilkan. KESIMPULAN Materi lisan yang digunakan guru di SMPN 3 Payangan tidak sesuai dengan silabus BSNP dan silabus SMPN 3 Payangan karena ada beberapa materi yang tidak ada pada buku siswa yang berjudul “GETA”. Berdasarkan materi dari Tomlinson, materi dari buku tidak memenuhi kriteria materi yang bagus karena tidak menggunakan teknologi dan tidak memperhatikan karakteristik siswa yang berbeda-beda. Kelemahan dari buku yang tersedia adalah; materi atau latihanlatihan tidak menggunakan gambar yang menarik dan bervariasi, kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan bahasa sasaran, dan buku tidak menyediakan kegiatan untuk siswa dengan kemampuan diatas rata-rata dan siswa dengan kemampuan dibawah rata-rata, selain itu buku juga tidak dilengkapi media teknologi. Materi lisan yang dikembangkan untuk siswa dengan kemampuan di atas rata-rata meliputi; materi lebih menantang yang meliputi dialog yang lebih panjang, kosakata/kata/prasa/kalimat lebih kom pleks, latihan-latihan yang menantang
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 187–196
yang meliputi instruksi yang menggunakan bahasa sasaran, latihan-latihan yang lebih padat agar mencapai potensi siswa secara maksimal, dan dilengkapi dengan latihan tambahan (enrichment) Materi lisan yang dikembangkan untuk siswa dengan kemampuan ratarata meliputi; dialog berdasarkan konteks dan kosakata/kata/frase/dan kalimat yang disesuaikan, latihan-latihan yang dikembangkan menggunakan instruksi sederhana dan jelas sehingga tidak memerlukan bimbingan dari guru. Materi berbicara yang dikem bangkan untuk siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata meliputi; menggunakan dialog/kosakata/kata/prase/kalimat sangat sederhana, latihan-latihan menggunakan instruksi sederhana dan jelas dilengkapi dengan bahasa Indonesia untuk menghindari salah paham, dilengkapi remidi dan pengulangan untuk melatih pemahaman siswa terhadap materi yang harus didampingi oleh guru pada saat melaksanakan latihannya. Pengembangan materi lisan mampu meningkatkan kompetensi membaca siswa setelah menerapkan seluruh proses model R&D. Produk yang berupa buku dikategorikan materi yang sesuai dengan materi Tomlinson berdasarkan penilaian ahli dan guru. Dari hasil tes akhir dapat disimpulkan materi baru dapat meningkatkan kompetensi membaca siswa dengan peningkatan 18.2% dari hasil tes awal 66 meningkat 78 dari hasil tes akhir. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Ketut Karinatha, MPd.H Kepala Sekolah
ISSN : 1829 – 894X
SMPN 3 Payangan yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian pada sekolah yang dipimpinnya dan beliau juga sebagai penilai ahli kedua dari penelitian ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada I Wayan Suarnajaya, B.A. sebagai penilai ahli 1 (expert judgment). Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada I Wayan Diartana, S.Pd sebagai guru mata pelajaran Bahasa Inggris kelas VIIIA yang telah memfasilitasi dan berkolaborasi dalam kegiatan penelitian ini; serta siswa siswi SMP N 3 Payangan yang telah terlibat.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BSNP. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Depdiknas. Nurkancana, W. & Sunartana, P.P.N. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Sugiono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Tomlinson, Brian. 1998. Materials Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Wilis, S. & Mann, L. 2000. Differentiating Instruction Finding Manageable Ways to Meet Individual Needs. http://scholar.google.co.id/scholar?h l=id&q=differentiated+instruction+ +filetype%3Adoc&btnG=Telusuri& as_ylo=&as_vis=1
195
196
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
ISSN : 1829 – 894X
MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN KULTURAL BERBASIS NILAI-NILAI TAT TWAM ASI DI KAWASAN WISATA GUNUNG BATUR KINTAMANI BANGLI Made Kerta Adhi, I Ketut Ardana, I Made Maduriana IKIP Saraswati Tabanan Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memformulasikan faktor-faktor penyebab utama timbulnya kemiskinan pada masyarakat kawasan wisata gunung Batur Kintamani, serta mengembangkan model pengentasan kemiskinan berbasis nilai-nilai Tattwamasi melalui fungsionalisasi lembaga sosial dan budaya masyarakat setempat. Pencapaian tujuan penelitian tersebut, dilakukan dengan menggunakan paradigma penelitian pengembangan tipe “Prototipycal Studies” yang dipadukan dengan metode ”Analisis Reflektif”. Hasil penelitian menemukan, faktor pendorong utama kemiskinan adalah adanya nilai-nilai kultural yang menyebabkan mereka sulit terentaskan dari kemiskinan, seperti kebiasaan meminta-minta (mengemis), jiwa malas dan tidak mau berkompetisi, adanya ketimpangan pembagian kue industri pariwisata sebagai dampak dari lemahnya posisi tawar dan akses politik ke pemerintah daerah setempat. Model pengentasan kemiskinan dilakukan dengan melibatkan lembaga-lembaga sosial adat setempat, pelaku wisata dan pemerintah yang berbasiskan nilai-nilai Tattwamasi Kata kunci: kemiskinan kultural, nilai-nilai tattwamasi,dan kawasan wisata CULTURAL POVERTY ALLEVIATION MODEL BASED ON TAT TWAM ASI VALUES IN MOUNT BATUR TOURISM AREA KINTAMANI BANGLI ABSTRACT This study aims to identify and formulate the poverty main cause factors of the people in the tourist area of Mount Batur Kintamani, as well as develops a poverty aleviation model based on Tattwamasi values through social institutions functionalization of local culture. The objectives acomplishment of the study, carried out by using the paradigm “Prototypical Studies”, combined with “Analysis of Reflective” method. The results found that the main driving factors of poverty are the cultural values that lead them difficult to be discharged from poverty, such as the habit of begging, idleness and less competitive, the distribution inequality of the “cake” of the tourism industry as a result of a weak bargaining position and access to local government politics. Poverty alleviation models done by involving social institutions to local custom, tourism practitioners and the government that is based on Tattwamasi values. Keywords: cultural poverty, tattwamasi values, and tourist areas
197
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
PENDAHULUAN Kintamani merupakan salah satu tujuan wisata utama di Provinsi Bali, yang eksistensinya mengandalkan keindahan kaldera dan Gunung Batur. Sebagai kawasan wisata biasanya ditandai dengan “gemerincing dolar”, namun realitanya masih ada sekelompok masyarakat di kawasan wisata Gunung Batur Kintamani hidup dalam zona kemiskinan. Kawasan wisata Gunung Batur Kintamani, Bangli sebagai sebuah fenomena sosial, ternyata mewakili sebagian besar fenomena pengembangan kawasan dan tujuan wisata yang saat ini terjadi di Indonesia. Pengembangan industri pariwisata dengan berbagai zona dan infrastruktur pendukungnya, ternyata belum mampu menyentuh aras dasar persoalan kemiskinan masyarakat. Kawasan wisata Gunung Batur, yang “dinikmati kawasannya”, namun mereka tidak pernah menikmati “hasil dari keindahan panorama alamnya” yang “terjual dalam paket” indutri wisata itu sendiri. Terdapat 27 desa adat yang mendiami kawasan wisata pegunungan Gunung Batur Kintamani, namun telah menikmati imbas dan dampak dari pengembangan industri pariwisata tersebut baru 5 desa, sementara 22 desa hanya sebatas “pendukung” dan “daerah lintasan pariwisata” yang belum merasakan dampak dari pengembangan pariwisata di kawasannya. Di sisi lain, karakter masyarakat setempat dengan kebiasaan dan budaya yang telah dianutnya, telah melahirkan fenomena baru dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat di kawasan wisata Gunung Batur Kintamani. Sebagai penganut Hindu yang loyal dan budaya 198
ISSN : 1829 – 894X
yang telah terwariskan secara turun temurun, menyebabkan beberapa kebijakan pemerintah daerah setempat “mentok” dan kontra produktif dengan persoalan kemiskinan yang membelit masyarakat setempat. Menurut Lasmawan (2009), terdapat beberapa faktor penyebab, tidak efesien dan produktifnya sebuah kebijakan formal di era otonomi, yaitu (1) bertentangan dengan kebiasaan masyarakat setempat, (2) bertolak belakang dengan budaya yang dianut, (3) tidak berdampak ekonomis langsung, dan (4) arogansi kewilayahan dan/atau kedirian masyarakat. Fenomena kemiskinan di tengahtengah masyarakat, bukanlah sebuah persoalan baru dalam dinamika hidup negara-negara berkembang seperti Indonesia, namun bilamana kemiskinan tersebut muncul di tengah-tengah kawasan yang semestinya tidak menjadi miskin secara logika alamiah dan potensi lainnya, seperti masyarakat yang berada di kawasan wisata pegunungan Gunung Batur Kintamani, maka hal tersebut adalah sesuatu yang baru dan mesti menjadi fokus berbagai kalangan. Secara logika dan analisis potensi alamnya, adalah sebuah keniscayaan bilamana di kawasan wisata pegunungan Gunung Batur Kintamani yang telah tersohor sebagai kawasan wisata alam mendunia, masih terdapat masyarakat miskin secara ekonomi. Bertalian dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memformulasikan factor- faktor penyebab masyarakat kawasan wisatan Gunung Batur Kintamani, Bangli menjadi miskin; menggidentifikasi dan memformulasikan pendorong utama (major driven) masyarakat kawasan wisata Gunung
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
Batur Kintamani, Bangli sulit ke luar dari zona kemiskinan; serta mengembangkan model pengentasan masyarakat miskin berbasis nilai-nilai tattwamasi melalui fungsionalisasi lembaga sosial dan budaya masyarakat setempat untuk mengentaskan masyarakat pegunungan Gunung Batur Kintamani Bangli dari kemiskinan. Pada masa lalu umumnya ma syarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi (Walsh, 2009). Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi pada sebuah masyarakat, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Makna kemiskinan di era modern saat ini bisa diartikan bilamana terdapat masyarakat tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negaranegara yang sedang berkembang, tetapi juga oleh negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat (Preview World Bank Report, 2008). Menurut World Bank (2008), kemiskinan dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural. Pada rekomendasinya, Bank Dunia menegaskan seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, baik pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan. Sementara kemiskinan relatif (relative poverty) adalah suatu tingkat kemiskinan dalam hubungannya dengan suatu rasio garis kemiskinan absolut atau proporsi
ISSN : 1829 – 894X
distribusi pendapatan (kesejahteraan) yang timpang (tidak merata). Berangkat dari katagori kemiskinan tersebut, tampaknya kemiskinan yang terjadi pada masyarakat yang tinggal di kawasan wisata gunung Batur Kintamani termasuk kemiskinan kultural. Hal ini disebabkan secara politis dan ekonomis, pemerintah kabupaten setempat telah melakukan beberapa kebijakan untuk menanggulangi kondisi yang mereka harapkan, namun faktanya terjadi beberapa “penolakan keluar dari kemiskinan” oleh sekelompok masyarakat dengan alasan budaya atau kebiasaan. Kondisi ini semakin diperkuat dengan tidak meratanya pembagian kue kesejahteraan yang ditimbulkan oleh pengembangan kawasan ini sebagai kawasan kunjungan wisata dunia, sehingga semakin memperparah daya beli dan tingkat pendapatan masyarakatnya. Menurut Lasmawan (2008), ma syarakat di kawasan wisata pegunungan Gunung Batur Kintamani menjadi miskin, karena mereka mengalami keterpurukan ekonomi, yakni terjadinya pengalihan tata kelola lahan pertanian dari komoditas jeruk kepada komoditas lainnya seperti ketela, cabe, dan sayur mayur yang secara ekonomis tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga model pengentasannya juga mesti mengacu pada pokok-pokok masalah dan pendorong utama yang menjadikan mereka sebagai masyarakat yang terkatagori miskin. Salah satu faktor pendorong utama (major driven) tersebut adalah adanya nilainilai kultural yang menyebabkan mereka sulit terentaskan dari kemiskinan, seperti kebiasaan meminta-minta (mengemis), jiwa malas dan tidak mau berkompetisi, 199
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
dan adanya ketimpangan pembagian kue industri pariwisata sebagai dampak dari lemahnya posisi tawar dan akses politik ke pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu model pengentasan masyarakat dari kemiskinan berdasarkan nilai-nilai tattwamasi pada masyarakat kawasan wisata Gunung Batur Kintamani melalui fungsionalisasi lembaga-lembaga sosial dan budaya lokal. Di dalam kitab Candayoga Upa nisad, dan filsafat Hindu dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah ajaran kesusilaan tanpa batas, yang identik dengan perikemanusiaan dalam Pancasila. Konsepsi sila perikemanusiaan dalam Pancasila, bila dicermati secara sungguhsungguh merupakan realisasi dari ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam kitab suci weda (Triguna, 2008). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ajaran Tat Twam Asi merupakan sebuah konsep berkehidupan dengan dasar nilai-nilai pokok kemanusiaan, sehingga akan me micu munculnya daya rekat sosial dan ketergantungan personal di masyarakat. Maksud yang terkandung didalam ajaran Tat Twam Asi adalah “ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama” sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri.
Kegiatan Tujuan Penelitian S t u d i Mengidentifikasi dan Lapangan memformulasikan faktor-faktor penyebab masyarakat kawasan wisata miskin.
200
ISSN : 1829 – 894X
Dengan memahami dan meng amalkan ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan berat dan ringan hidup dan kehidupan di kawasan tempat tinggalnya. Semua di antara kita ini tahu bahwa berat dan ringan (rwabhineda) itu ada dan selalu berdampingan adanya, serta sulit dipisahkan keberadaanya dalam konteks kehidupan di masyarakat. Tattwamasi mengajarkan agar manusia senantiasa mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa bedanya dengan orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain, kalau kita tidak ingin disakiti atau tersakiti oleh manusia lainnya (RgVeda, tt). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma penelitian pengembangan tipe “Prototipycal Studies” yang dipadukan dengan metode ”Analisis Reflektif”, sehingga akan diperoleh sebuah inovasi terstruktur terkait dengan model pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan elaborasi nilai-nilai tattwamasi sebagai sebuah model alternatif dalam pembangunan masyarakat daerah wisata, khususnya bagi masyarakat di kawasan wisata gunung Batur Kintamani. Mekanisme pelaksanaan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Metode 1. Observasi Partisipatif 2. Wawancara Penyebaran Quisioner 3. Focus Groups Discussion 4. Studi Dokumen
Luaran/Produk 1. Karakteristik atau profil masyarakat miskin 2. Rancangan model pengentasan kemiskinan berbasis tatwamasi.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
ISSN : 1829 – 894X
E x p e r t Analisis data hasil studi pustaka Panel Group dan studi lapangan Judgement Discussion
V e r i f i k a s i Melakukan verifikasi blueprint Temuan (Data) model
HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Perda Provinsi Bali No. 4/1999, Kintamani merupakan objek wisata khusus yang terletak di Kabupaten Bangli dengan luas daerah sekitar 372 ha. Pada desa-desa kawasan agrowisata di Kintamani, terdapat lahan yang masih cukup besar untuk dimaksimalkan pemanfaatannya, yakni berkisar antara 10 sampai 100 hektar di tiap desanya. Namun, hanya sebagian kecil dari lahan tersebut yang merupakan milik penduduk setempat, sebagian besar pemilik usaha agrowisata yang lahannya luas merupakan para penanam modal asing (investor). Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli, desa yang ditetapkan sebagai destinasi wisata Kintamani Kabupaten Bangli, adalah Desa Batur Selatan, Desa Batur Tengah, Desa Batur Utara, Desa Kedisan, Desa Buahan, Desa Trunyan, Desa Suter, Desa Songan A, Desa Songan B, dan Desa Kedisan. Semua desa yang terkatagori kedalam destinasi wisata Kintamani merupakan desa agraris dengan tipologi lahan kering dan merupakan perbukitan dengan sebagiannya adalah lembah-lembah yang sangat produktif bagi pengembangan pertanian dan perkebunan. Lembaga sosial dan budaya yang terdapat di desa-desa tersebut, pada umumnya adalah sekehe teruna teruni, kelompok tani, gabungan kelompok tani,
Seminar (melibatkan unsur adat, pemda, masyarakat, dan legislatif)
Blueprint tentang model program pengentasan kemiskinan berbasis tatwamasi Draf model Pengentasan kemiskinan berbasis tatwamasi
sekehe joged, sekehe santi, sekehe tabuh, sekehe payus, sekehe rejang, sekehe manyi, sekehe baris, sekehe pruguh, sekehe gong, sekehe gambuh, lembaga perkreditan desa, desa adat, prajuru desa adat, koperasi unit desa, kelompok penyakap, dan kelompok peternak. Semua lembaga sosial budaya tersebut telah memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang struktur organisasinya pada umumnya mengacu pada pola manajemen sederhana, yaitu ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara, serta anggota. Untuk kelompok tani, keberadaan nya hampir menyerupai organisasi subak. Mengingat wilayah Kintamani merupakan daerah kering dan jarang ada sungai yang berair, maka sebutan subak bagi organisasi petani tersebut jarang digunakan, dan mereka lebih senang menggunakan istilah kelompok tani. Di satu desa, biasanya terdapat lebih dari satu kelompok tani, sehingga kesatuan organisasi ini untuk satuan wilayah desa lebih sering menggunakan istilah gabungan kelompok tani atau Gapoktan. Kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat desa kawasan agrowisata pada umumnya dan petani pada khususnya, dapat dilihat dari berbagai aspek khusus, seperti aturan desa dan pengelolaan lembaga sosial dan budaya desa, luas dan kepemilikan lahan, sistem permodalan, 201
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
pemanfaatan sumber daya, dan sistem penjualan. Persoalan yang sangat besar adalah masyarakat setempat kurang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang pariwisata. Perhatian pemerintah dan dinas terkait saat ini juga masih sangat minim. Hingga sekarang ini belum ada inisiatif dari pemerintah dan dinas terkait (decision maker) untuk mengajak dan melibatkan masyarakat pedagang acung dalam mengelola dan mengembangkan objek wisata. Sementara kendala yang dihadapi oleh para petani adalah sistem penjualan hasil panen yang dilakukan dengan sistem pajegang/borong dan petik berkala yang lebih menguntungkan para tengkulak, karena ketidakberdayaan dalam melakukan negosiasi harga hasil produksinya. Kemiskinan, secara umum terdapat beberapa faktor yang menstimuli munculnya kemiskinan pada masyarakat yang tinggal di kawasan wisata pegunungan Gunung Batur, Kintamani. Di samping faktor-faktor kondisi alam dan geografis, juga disebabkan oleh faktor-faktor ketidakadilan ekonomi, sosial ataupun politik yang mereka alami, sehingga mereka mengalami apa yang disebut dengan kemiskinan struktural (structural poverty) baik pada tatanan pemerintahan formal, maupun pada konstelasi kemasyarakatan lokal. Kintamani merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh masyarakat yang secara historis memiliki persamaan nasib dan latar belakang kebudayaan. Mereka terikat dalam suatu tatanan sosial kemasyarakatan
202
ISSN : 1829 – 894X
yang disebut dengan desa adat. Desa adat dipimpin oleh prajuru desa adat. Kepengurusan desa adat yang dilaksanakan masyarakat Kintamani secara fundamental tidak jauh berbeda dengan desa-desa adat di daerah lain di Bali, namun aspek-aspek dari sistem pelaksanaannya berbeda. Hal ini disebabkan pengaruh dari kemajuan masyarakat itu sendiri maupun pengaruh dari dunia luar (pariwisata). Tipe pemerintahan desa adat yang berlaku pada masyarakat Kintamani mengikuti pola “lulu apad” (struktur desa adat) yang didasarkan dari waktu pelaksanaan upacara parebuan (perkawinan). Sistem kepimpinan desa adat bersifat kembar, dimana pimpinan desa adat dipegang oleh dua orang jero kubayan, yaitu jero kubayan mucuk dan jero kubayan nyoman. Kedua orang pemimpin desa adat ini dibantu oleh saih nembelas dalam menjalankan tata kehidupan adat. Faktor pendorong utama (major driven) kemiskinan adalah adanya nilainilai kultural yang menyebabkan mereka sulit terentaskan dari kemiskinan, seperti kebiasaan meminta -minta atau budaya idih-idih (mengemis) yang berkembang di beberapa desa yang ada dikawasan tersebut, jiwa malas dan tidak mau berkompetisi, dan adanya ketimpangan pembagian kue industri pariwisata sebagai dampak dari lemahnya posisi tawar dan akses politik ke pemerintah daerah setempat. Model pengentasan masyarakat dari kemiskinan kultural berbasis nilai-nilai Tat Twam Asi, dapat digambarkan sebagai berikut.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
SIMPULAN Kecamatan Kintamani yang me rupakan kawasan wisata pegunungan Gunung Batur Kintamani, yang selama ini “terjual” dan menikmati imbas langsung maupun tidak langsung dari pengelolaan industri pariwisata pegunungan Kintamani hanyalah 5 desa yang terkenal dengan istilah “bintang danu”, yaitu Desa Kedisan, Desa Buahan, Desa Songan, Desa Trunyan, dan Desa Batur. Berbagai kebijakan telah dicoba dan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bangli dan Kintamani khususnya, namun masyarakat setempat yang berjumlah sekitar 79.000 jiwa sepertinya belum mampu melepaskan diri dari balutan kemiskinan. Hal ini disinyalir karena, adanya faktor budaya masyarakat setempat yang kontra produktif dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah secara formal. Kondisi ini diperkuat lagi dengan adanya, budaya idih-idih (mengemis)
ISSN : 1829 – 894X
yang berkembang di beberapa desa yang ada dikawasan tersebut. Di samping itu ditemukan berbagai kendala yang dihadapi oleh masyarakat desa kawasan agrowista pada umumnya dan petani pada khususnya. Kendala tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek khusus, seperti aturan desa dan pengelolaan lembaga sosial dan budaya desa, luas dan kepemilikan lahan, sistem permodalan, pemanfaatan sumber daya, dan sistem penjualan. Potensi kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat desa penyangga pembangunan pariwisata di kawasan Kintamani pada dasarnya bersandar pada keindahan alam dan modalitas sosial budaya masyarakat. Untuk kepentingan tersebut, masih terdapat beberapa hal yang mesti dilakukan oleh pemerintah setempat untuk menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata dunia. Berdasarkan kebutuhan wisatawan dan kemampuan masyarakat pedagang acung, maka ada beberapa hal yang harus 203
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 197–204
dilakukan, yaitu: memberikan pembinaan tentang pariwisata, memberikan pelatihan bahasa asing dan teknik menjelaskan objek serta produk dalam bahasa asing, dan menciptakan produk yang mampu mencerminkan ciri khas objek wisata Desa Penelokan sebagai souvenir. Di sisi lain, partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan Kin tamani sebagai destinasi wisata sangat memungkinkan, sehingga tinggal menggali dan membangun jalinan tematikal kewenangan dan hak antar komponen, terutama desa adat sebagai simbolisme kelembagaan di kalangan masyarakat, serta para pelaku industri pariwisata dan pemerintah. Model pengentasan kemiskinan yang ditawarkan di kawasan wisata ini, adalah memfungsionalisasikan lembaga-lembaga sosial budaya (adat), pemerintah dan pelaku wisata berbasiskan nilai-nilai Tattwamasi secara kolaboratif. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Yth. Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta Koordinator Kopertis Wilayah 8 Denpasar atas arahan dan bantuan dananya sehingga penelitian ini bisa direalisasikan. Ucapan terimakasih ditujukan pula kepada Pengelola dan atau Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati yang telah mengedit dan
204
ISSN : 1829 – 894X
menerbitkan artikel ini, tim peneliti yang telah berkonstribusi secara aktif dalam merampungkan penelitian ini, serta jajaran pemerintahan kecamatan Kintamani, para field workers yang telah membantu merekam dan mengumpulkan data.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli. 2010. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2009, Bangli: BPS Kabupaten Bangli. Bappeda Kabupaten Bangli. 2011. Peta Permasalahan Kemiskinan Masyarakat Kabupaten Bangli. Bangli: Bappeda Kabupaten Bangli. Lasmawan, Wayan. 2008. Pergeseran nilai sosial-ekonomi masyarakat kawasan penunjang wisata alam gunung batur – Kintamani (laporan penelitian). Singaraja: Lembaga Penelitian Undiksha. Lasmawan, Wayan. 2009. Studi analisis faktor-faktor penyebab utama kemiskinan pada masyarakat pedesaan. (laporan penelitian). Bappeda Kabupaten Bangli. Walsh, Robert. 2009. Kota-kota Dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era Desentralisasi di Indonesia (terjemahan), Dissemination Paper No 7, June 30, 2009. World Bank, World Development Report 2008: Making Service Work for Poor People, IBRD/ The World Bank, Washington DC, 2008.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 205–210
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SAINS SISWA SMP I Made Murdana Guru SMP Negeri 1 Tabanan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan: (1) meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX E SMP Negeri 1 Tabanan tahun ajaran 2012/2013, melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw, (2) mendeskripsikan dan menganalisis respon siswa kelas IX E SMP Negeri 1 Tabanan tahun ajaran 2012/2013, melalui penerapan model pembelajaran jigsaw. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, dan masing masing siklus terdiri dari tahapan: perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Objek dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar dan respon siswa kelas IX E SMP Negeri 1 Tabanan. Berdasarkan analisis data siklus 1 dan siklus 2 diperoleh simpulan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dari siklus 1 ke siklus 2, dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran jigsaw secara umum berada pada kategori baik. Kata kunci : model Jigsaw, hasil belajar APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING JIGSAW AS EFFORTS TO IMPROVE LEARNING OUTCOMES SCIENCE STUDENT SMP ABSTRACT This study aims to: (1) improve the learning outcomes of students of class IX E SMP Negeri 1 Tabanan the academic year 2012/2013, through the application of learning models Jigsaw, (2) describe and analyze the response of students in grade IX E SMP Negeri 1 Tabanan the academic year 2012/2013 , through the application of learning models jigsaw. This research is a classroom action research conducted in two cycles, and each cycle consisting of the stages of planning, the actions, observation/evaluation, and reflection. The object of this research is to increase learning outcomes and student response class IX E SMP Negeri 1 Tabanan. Based on the data analysis cycle 1 and cycle 2 research concluded that an increase in learning outcomes of cycle 1 to cycle 2, and the responses of students to learning in general jigsaw are in either category. Keywords: Jigsaw model, learning outcomes
PENDAHULUAN Melalui observasi di kelas IX E SMP Negeri 1 Tabanan, diperoleh data hasil belajar siswa pada pelajaran sains masih sangat rendah, nilai rata-rata ulangan blok
II adalah 63 (dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 55) dengan daya serap siswa adalah 63 % dan ketuntasan klasikal yang dicapai 55%. Kelas dianggap tuntas apabila ketuntasan klasikal 85% dan 205
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 205–210
siswa dianggap tuntas secara individual apabila mampu mencapai angka 70 (KKM SMP Negeri 1 Tabanan). Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru sains, terungkap beberapa permasalahan yang diduga sebagai penyebab rendahnya hasil belajar siswa, sebagai berikut. Pola pembelajaran sains masih menggunakan metode konvensional (cera mah) lalu dilanjutkan latihan soal. Hasil observasi menunjukkan bahwa kurangnya variasi dalam pola pembelajaran di kelas disebabkan karena materi pelajaran yang terlalu padat kemudian waktu yang disediakan dalam satu semester terbatas. Disam ping itu juga disebabkan oleh terbatasnya buku refrensi yang dapat membantu siswa dalam belajar. Kondisi yang demikian, menyebabkan guru cenderung menjejalkan materi kepada siswa dan pembelajaran di kelas menjadi sepenuhnya berpusat pada guru (teacher centered). Siswa merasakan adanya jurang pemisah yang cukup tinggi antara siswa yang pintar dengan siswa yang kurang pintar. Mereka cenderung bekerja sendiri-sendiri dan jarang melakukan diskusi. Padahal dalam KTSP dituntut dalam proses pembelajaran, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil atau bekerja mandiri, dalam rangka mempelajari teori dan contoh, mengerjakan tugas-tugas, menggunakan alat-alat Bantu, mempelajari atau memilih pustaka. Diharapkan pula guru mengajak siswa secara keseluruhan untuk melakukan diskusi kelas, guru bertugas sebagai fasilitator untuk memberikan bantuan secara klasikal atau individual kepada siswa yang membutuhkan (Depdiknas, 2011). Penerapan model pembelajaran Kooperatif Jigsaw dapat menciptakan 206
ISSN : 1829 – 894X
suasana kelas yang bernuansa kolaborasi. Dengan suasana kelas yang bernuansa kolaborasi akan memberikan peluang kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sekelasnya maupun guru (Lie, 2002). Siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Dalam belajar, potensi kolaborasi yang dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik dalam belajar akan menghasilkan sinergi yang pada akhirnya bermuara pada proses dan produk yang optimal. Dalam penerapan model kooperatif, akan menerima perbedaan menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan (Ibrahim, et al., 2000). Pembelajaran kooperatif akan memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada siswa-siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Pembelajaran kooperatif akan menghapus semua perbedaan individu tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif, prestasi siswa akan lebih tinggi jika siswa bekerja bersama-sama dibandingkan bekerja secara sendiri sehingga terjadi apa yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Hal itu dapat terjadi karena setiap individu dalam pembelajaran koperatif harus saling bekerja sama dan saling membantu dalam bentuk ide-ide untuk memecahkan suatu permasalahan akademik yang sedang dihadapi dalam kelompok kooperatif. Jika tidak ada komunikasi diantara anggota kelompok koperatif tentu saja permasalahan yang dihadapi akan sulit untuk diatasi atau dipecahkan.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 205–210
Di samping tujuan secara akademik yaitu perolehan hasil belajar yang maksimal, pembelajaran kooperatif juga akan memberikan keterampilanketerampilan sosial dalam rangka membina kerja sama dalam anggota kelompok. Keterampilan-keterampilan ini sangat penting terutama pada saat nanti peserta didik akan terjun ke masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki didalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagiaan besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan dimana dalam kehidupan masyarakat, keberagaman budaya se makin meningkat. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan dapat meningkatkan prestasi akademik, keterampilan kerja, keterampilan berkomunikasi, ketekunan, aktivitas belajar, motivasi belajar, dan kemampuan memecahkan masalah. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas IX E SMP Negeri 1 Tabanan Tahun 2012/2013”. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang secara umum bertujuan meningkatkan dan memperbaiki kualitas pada proses pembelajaran di kelas yang bermuara pada peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IX E SMPN 1 Tabanan. Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas IX E SMP N I Tabanan yang berjumlah 32 orang. Alasan pengambilan subjek penelitian
ISSN : 1829 – 894X
ini karena ditemukannya beberapa masalah dalam proses pembelajaran serta kecenderungan mempertahankan penggunaan metode konvensional dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa masih rendah, sehingga diperlukan suasana baru yang lebih holistik, atraktif dan kontekstual dalam pembelajaran di kelas. Objek penelitian ini adalah: 1) hasil belajar siswa 2) respon siswa kelas kelas IX E SMP N I Tabanan terhadap penerapan model pembelajaran Koperatif Jigsaw. Penelitian ini dibagi menjadi dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Data hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif, respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran sains dikumpulkan dengan kuisioner atau angket tanggapan siswa. Angket yang digunakan yaitu model skala Likert dengan pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk respon negatif pemberian skor terbalik dengan item positif. HASIL PENELITIAN Dalam proses pembelajaran, kegiatan disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw, dengan guru berperan lebih banyak sebagai fasilitator, dalam memfasilitasi siswa belajar. Selanjutnya guru membagikan LKS, pada masingmasing kelompok sambil mengkoordinir siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk memecahkan permasalahan dalam LKS. Dalam kegiatan tersebut secara berteam guru membantu siswa dalam 207
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 205–210
melaksanakan teknik koperatif, sambil menyarankan siswa untuk berdiskusi dengan kelompokkya dalam memecahkan permasalahan. Siswa diarahkan untuk mampu melakukan kegiatan sesuai dengan LKS, kemudian mampu memberikan pendapat tentang hasil kegiatannya pada teman kelompoknya dalam berdiskusi. Hasil penelitian yang dilaporkan pada sisklus I memuat data hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran siklus I. Data perolehan hasil belajar siswa pada siklus I disajikan pada Lampiran 3 Berdasarkan analisis data, skor terendah 35 dan skor tertinggi 85 diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 63,08 dengan standar deviasi 12,51 dan ketuntasan klasikal siswa sebesar 60,53% ditinjau dari kriteria keberhasilan, penelitian ini di katakan berhasil jika nilai rata-rata siswa sama dengan atau lebih besar dari 70, dan ketuntasan klasikalnya sama dengan atau lebih besar dari 85%. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa siswa kelas IX E belum memenuhi kriteria ketuntasan, sehingga pembelajaran pada sisklus I dikategorikan belum tercapai sesuai dengan kriteria. Hal-hal yang perlu dicermati terkait dengan proses perolehan hasil belajar siswa pada siklus I, bahwa masih belum tercapainya kriteria keberhasilan penelitian, dengan nilai rata-rata siswa masih di bawah 75, dan ketuntasan klasikalnya masih di bawah 85%. Memang masih disadari bahwa dalam pembelajaran siswa belum terbiasa menerapkan model pembelajaranJigsaw. Dalam penerapannya siswa dalam kelompok diharapkan mampu bekerjasama aktif dan kreatif membangun pengetahuannya melalui bekerja sama dalam memecahkan 208
ISSN : 1829 – 894X
masalah yang disajikan dalam LKS, maupun masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran serta memahami materi yang sedang dipelajari untuk dijelaskan pada kelompoknya dan dalam diskusi kelas. Dalam diskusi kelompok masih diamati sebagian besar siswa masih enggan untuk berdiskusi dengan temannya, apalagi yang gendernya berbeda. Dalam kegiatan menyampaikan hasil diskusi kelompok pada kelompok lain, siswa masih kurang percaya diri, karena mereka masih kurang menguasai materi yang didiskusikan dikelompoknya. Siswa masih terlena dengan pembelajaran konvensional, dimana meraka hanya mendengar dan mencatat penjelasan guru, bukan sebagai pebelajar yang aktif dalam membangun pengetahuannya. Dalam kegiatan diskusi dan pemodelan, fasilitator perlu memberikan semangat dan dorongan agar siswa mampu menumbuhkan rasa percaya diri mereka masing-masing. Untuk itu perlu ditekankan lagi kegiatan masyarakat belajar dalam pembelajaran, serta tujuan dari pembelajaran kooperatif, yang intinya tujuan belajar masing-masing siswa menjadi tujuan kelompok. Pengelolaan kelas dan peranan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran masih belum maksimal. Guru masih kesulitan menumbuhkan motifasi siswa untuk aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan eksperimen dan interaksi dengan guru maupun siswa lain, serta belajar kelompok dan berdiskusi kelompok dalam lingkungan belajarnya. Hal tersebut berdampak pada alokasi waktu yang di tetapkan dalam pembelajaran cenderung bertambah, yang disebabkan kurang menyeluruhnya bimbingan yang dilakukan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 205–210
guru pada masing-masing kelompok, karena perbandingan fasilitator yang kurang proporsional dengan siswa. Pelaksanaan siklus II disesuaikan denga hasil refleksi pada siklus I. Kegiatan dalam pembelajaran di sesuaikan dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran kontekstual. Selama kegiatan pembelajaran guru membentuk team teaching, minimal dua orang guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Anggota team secara aktif masuk ke dalam kegiatan diskusi siswa dan memberikan penjelasan jika ada siswa yang bertanya dalam memecahkan permasalahan dan memfasilitasi siswa belajar. Dengan kegiatan tersebut, proses pembelajaran akan berlangsung lebih kondusif dan siswa tidak canggung untuk bertanya, menanggapi permasalahan dan mengajukan kesulitan belajarnya dalam kegiatan diskusi. Kelompok semakin memiliki tanggung jawab dalam memahami materi pembelajaran dan berupaya untuk dapat menjelaskan secara detail pada diskusi kelas. Hubungan yang terjalin antara siswa denagan siswa dan siswa dengan fasilitator menjadi semakin baik. Dalam proses pembelajaran pada siklus II siswa sudah dapat menyesuaikan diri, sehingga kegiatan dapat dilakukan lebih efektif, alakasi waktu yang di anggarkan juga sudah terisi dengan lebih baik, sehingga kegiatan dapat terjadi dalam proses yang kondusif. Dalam diskusi kelompok sudah tercermin kegiatan pemodelan, dimana siswa yang kemampuannya lebih sudah mampu dan mau mengimbas dan memberikan bimbingan serta penjelasan pada siswa yang kemampuannya kurang. Dalam diskusi kelas setiap kelompok sudah ikut
ISSN : 1829 – 894X
ambil bagian dan sudah berani mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Hasil penelitian yang dilaporkan pada siklus II memuat data hasil belajar dan respon siswa setelah proses pembelajaran siklus II. Berdasarkan analisis data dengan skor terendah 56 dan skor tertinggi 90 diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 71,45 dengan standar deviasi 6,13 dan ketuntasan klasikal siswa sebesar 86,84%, ditinjau dari kriteria keberhasilan, penelitian ini di katakan berhasil jika nilai rata-rata siswa lebih besar dari 70, dan ketuntasan klasikalnya sama dengan atau lebih besar dari 85%. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa kriteria perolehan siswa sudah mencapai kategori yang ditetapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran sudah berlangsung dengan baik, kondusif dan berhasil. Hal tersebut bermuara pada hasil belajar siswa yang sudah berada pada kategori yang diharapkan. Respon siswa dalam pembelajaran pada akhir siklus II dikumpulkan dengan angket respon yang diberikan pada siswa. Dari hasil analisis respon siswa diperoleh nilai rata-rata respon siswa sebesar 37,6 dan berada pada kategori baik. Temuan dalam penelitian ini secara empiris menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih tinggi daripada rata-rata standar yang ditetapkan. Hal ini disebabkan karena pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih menekankan pada siswa untuk bekerja sama dalam membangun pengetahuaannya, dan memiliki peran 209
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 205–210
yang sama menjadi kelompok ahli dan kelompok dasar. Oleh sebab itu, peranan guru dalam pembelajaran lebih cenderung pada fasilitator dan motifator bagi siswa. Kondisi ini akan lebih memotivasi siswa untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran dan pengkonstruksian pengetahuannya. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam pembelajaran mampu meningkatkan proses pembelajaran IPA Menjadi lebih aktif dan kreatif, sehingga berimplikasi pada peningkatan hasil belajar siswa. Respon siswa dalam pembelajaran kooperatif jigsaw berada pada kategori baik, sehingga ini berarti bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif jigsaw siswa cenderung termotifasi untuk berdiskusi, belajar dengan teman sejawat, dan belajar menyampaikan materi pada teman dengan lebih baik.
ISSN : 1829 – 894X
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah, rekan Guru serta siswa kelas IX E SMP Negeri 1 Tabanan tahun ajaran 2012/2013 atas dukungannya sehingga artikel ini dapat terwujud. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati atas terbitnya artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas, 2011. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas (Kementerian Pendidikan Nasional) Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Press. Lie, Anita. 2003. Cooperatif Learning. Grasindo: Jakarta
210
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
ISSN : 1829 – 894X
INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA NEGERI 1 MARGA TABANAN I Kadek Widya Wirawan FPIPS IKIP Saraswati Tabanan ABSTRAK Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) perencanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah, (2) pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah, dan (3) penilaian pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan. Subjek penelitiannya adalah guru sejarah kelas X, XI, dan XII. Pengumpulan data menggunakan metode dokumen untuk mendapatkan data berupa silabus dan RPP, sedangkan observasi dan wawancara untuk mendapatkan data berupa perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan prosedur analisis data kualitatif yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan/ verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) perencanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah sudah cukup diterapkan oleh guru sejarah. (2) pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah sudah cukup diterapkan oleh guru sejarah. (3) penilaian pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah kurang baik diterapkan oleh guru sejarah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan masih perlu ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, disarankan kepada guru sejarah, kepala sekolah, komite sekolah, dan dinas pendidikan bekerja sama dengan lebih intensif lagi untuk mendalami penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Kata Kunci : pendidikan karakter, pembelajaran sejarah INTEGRATION OF CHARACTER EDUCATION IN LEARNING HISTORY IN SMA NEGERI 1 MARGA TABANAN ABSTRACT This study used qualitative research design aimed at describing and explaining (1) the planning of character education in history instruction, (2) the implementation of character education in history instruction, and (3) the evaluation of character education in history instruction at SMA Negeri 1 Marga Tabanan. The subjects were the history teachers who taught at the tenth, eleventh and twelfth grades. The data collection used document method to gather data in the form of syllabus and lesson plans, while observation and interview were used to obtain data in the form of planning, implementation, and evaluation of the instruction. The data analysis used qualitative data analysis, i.e., data collection, data reduction, data display and conclusion or verification. The results showed that: (1) the planning of character education in history instruction has been implemented quite well by the history teachers. (2) the implementation of character education in history instruction has been implemented quite well by the history teachers. (3) the evaluation of character education in history instruction was not adequately implemented. Therefore, it can be concluded that the character education through history instruction at SMA Negeri 211
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
ISSN : 1829 – 894X
1 Marga Tabanan still needs to be improved. Thus, it is suggested to the history teachers, the principal, school committee and officers at the office of education to work together more intensively to understand more about the implementation of character education through history instruction at school. Keywords: character education, history instruction PENDAHULUAN Kini sejarah umat manusia telah memasuki era globalisasi. Era ini melahirkan agama pasar dengan ideologi pasar, mengidentifikasikan uang dengan Tuhan, sehingga melahirkan paham moneytheisme (Atmadja, 2010). Globalisasi pun mulai menjalar ke dunia pendidikan. Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan Wahid (2011) bahwa “Pendidikan di Indonesia sedang berada pada pengaruh dan belenggu kapitalisme global”. Pendidikan Indonesia berada dalam hegemoni pihak asing yang lebih kuat secara ideologi dan modal, sehingga melupakan tujuan utamanya yakni mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara seimbang. Prakteknya memberikan porsi lebih besar pada aspek kognitif (pengetahuan) namun melupakan pengembangan aspek afektif (sikap) dan aspek psikomotorik (keterampilan) dalam proses pembelajaran (Wirawan dalam Bali Express, 21/10/2012). Tidak dapat dimungkiri pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti PPKn, Pendidikan Agama, IPS dalam prakteknya lebih menekankan aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotor (Muslich, 2011:18). Bila sudah begini pendidikan ternyata hanya melahirkan manusia-manusia yang cerdas otak, tetapi rapuh moral dan tingkah lakunya (Nashir, 2013:16). Akibatnya pendidikan nasional dinilai gagal dalam membangun karakter manusia yang cerdas dan bermoral. 212
Fenomena di atas terjadi pula di SMA Negeri 1 Marga Tabanan dimana pembelajaran sejarah yang mestinya sangat mendukung upaya penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik, namun realitanya belum berperan secara maksimal. Pembelajaran sejarah di sekolah ini pun terlalu menekankan aspek kognitif (pengetahuan), ketimbang aspek afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Namun sejak dicanangkan oleh pemerintah tahun 2010 untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, para guru sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan pun berusaha untuk melakukan pembenahan dalam rangka menanamkan karakter bangsa pada peserta didik dengan mengintegrasikan pendidikan karakter tersebut dalam pembelajaran sejarah. Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat jelas bahwa pembelajaran sejarah perlu diarahkan untuk mampu menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik di sekolah. Untuk itulah, penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan”. METODE PENELITIAN Dalam hal ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan memahami subjek penelitian secara mendalam dan bersifat interpretatif (mencaritemukan makna) (Putra &
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
Ninin Dwilestari, 2012:67). Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Marga Tabanan dengan waktu pelaksanaan pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2014. Subyek penelitiannya adalah lima orang guru mata pelajaran sejarah X, XI, XII di SMA Negeri 1 Marga Tabanan. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive yakni dengan pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, dan kemudian dikembangkan menggunakan teknik snowball sampling. Untuk memperoleh data yang diinginkan dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan metode observasi, metode wawancara, dan metode dokumen. Teknik uji keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini dengan teknik triangulasi data, sehingga penelitian memperoleh derajat kepercayaan yang tinggi. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Data yang terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi kemudian dianalisis ber dasarkan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Ada empat komponen yang dilakukan dengan model ini yakni pengumpulan data, reduksi data, display data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. HASIL PENELITIAN Perencanaan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai perencanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan,
ISSN : 1829 – 894X
dapat diuraikan di bawah ini. Hasil penelitian yang diperoleh dari guru sejarah Dra. Ni Wayan Mawar menunjukkan telah melakukan modifikasi terhadap silabus dan RPP. Pada silabus telah dimodifikasi dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa ke dalam silabus. Kemudian nilai-nilai karakter bangsa yang jabarkan pada kolom indikator karakter bangsa dipindahkan dari silabus ke RPP. Sementara pada RPP terlihat telah melakukan modifikasi terhadap RPP dengan memasukkan indikator karakter bangsa. Pada RPP guru sejarah telah melakukan revisi terhadap pendekatan/ metode pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP pun guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP ini pula guru sejarah belum melakukan revisi terhadap penilaian pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Guru sejarah hanya melaksanaan penilaian dengan tes tertulis, penugasan, dan pengamatan. Senada dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan dikatakan bahwa “Pada perencanaan pembelajaran sejarah saya telah mengintegrasikannya dengan nilainilai karakter bangsa itu pada silabus dan RPP. Sementara saya masih belum mengerti cara melaksanakan penilaian terhadap nilainilai karakter bangsa” (Hasil wawancara dengan Mawar, 46 tahun, Selasa 2 Februari 2014). Selanjutnya penelitian yang diperoleh dari Dra. Ni Luh Nurparini menunjukkan bahwa telah melakukan modifikasi terhadap silabus dan RPP. Pada silabus telah dimodifikasi dengan memasukkan 213
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
nilai-nilai karakter bangsa ke dalam silabus. Kemudian nilai-nilai karakter bangsa yang jabarkan pada kolom indikator karakter bangsa dipindahkan dari silabus ke RPP. Sementara RPP terlihat guru sejarah telah melakukan modifikasi terhadap indikator pencapaian dengan memasukkan indikator karakter bangsa. Pada RPP guru sejarah telah melakukan revisi terhadap pendekatan/ metode pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP pun guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP ini pula guru sejarah belum melakukan revisi terhadap penilaian pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. guru tidak melakukan revisi terhadap penilaian pembelajaran guna membiasakan pengembangan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Guru sejarah hanya melaksanaan penilaian dengan tes tertulis, penugasan dan pengamatan. Selaras dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa: “Sejak ada instruksi dari pemerintah menanamkan nilai-nilai karakter bangsa, saya telah mengaplikasikan nilai-nilai karakter bangsa itu dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Saya masih kurang paham cara menilai nilai karakter bangsa pada peserta didik” (Hasil wawancara dengan Nurparini, 52 tahun, Jumat 7 Februari 2014). Kemudian hasil penelitian dari I Wayan Dedi Armana, S.Pd. menunjukkan bahwa telah melakukan modifikasi terhadap silabus dan RPP. Pada silabus telah dimodifikasi oleh guru sejarah dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa 214
ISSN : 1829 – 894X
ke dalam silabus. Kemudian nilai-nilai karakter bangsa yang jabarkan pada kolom indikator karakter bangsa dipindahkan dari silabus ke RPP. Sementara RPP terlihat guru sejarah telah melakukan modifikasi terhadap indikator pencapaian dengan memasukkan indikator karakter bangsa. Pada RPP guru sejarah telah melakukan revisi terhadap pendekatan/ metode pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP ini pun guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP ini pula guru sejarah belum melakukan revisi terhadap penilaian pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Guru sejarah hanya melaksanaan penilaian dengan tes tertulis, penugasan dan pengamatan. Bahkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa “Sudah berusaha secara maksimal memasukkan nilai-nilai karakter bangsa pada RPP yang dibuat. Namun saya masih bingung dalam melakukan penilaian terhadap nilai-nilai karakter bangsa itu sendiri” (Hasil wawancara dengan Dedi, 27 tahun, Senin 17 Maret 2014). Sementara itu hasil penelitian dari Drs. I Nyoman Supana menunjukkan bahwa telah melakukan modifikasi terhadap silabus dan RPP. Pada silabus telah dimodifikasi oleh guru sejarah dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa ke dalam silabus. Kemudian nilai-nilai karakter bangsa yang jabarkan pada kolom indikator karakter bangsa dipindahkan dari silabus ke RPP. Sementara pada RPP terlihat guru sejarah telah melakukan modifikasi terhadap indikator pencapaian
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
dengan memasukkan indikator karakter bangsa. Pada RPP guru sejarah telah melakukan revisi terhadap pendekata/ metode pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP pun guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP ini pula guru sejarah belum melakukan revisi terhadap penilaian pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Guru sejarah hanya melaksanaan penilaian dengan tes tertulis dan penugasan. Demikian pula dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan dikatakan bahwa “Saya berusaha menanamkan nilainilai karakter bangsa pada silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Hanya saja belum begitu mengerti bagaimana cara memberikan penilaian terhadap nilai-nilai karakter bangsa” (Hasil wawancara dengan Supana, 52 tahun, Selasa 18 Maret 2014). Dan terakhir hasil penelitian dari Drs. I Ketut Murna telah melakukan modifikasi terhadap silabus dan RPP. Pada silabus telah dimodifikasi oleh guru sejarah dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa ke dalam silabus. Kemudian nilai-nilai karakter bangsa yang jabarkan pada kolom indikator karakter bangsa dipindahkan dari silabus ke RPP. Sementara pada RPP terlihat guru sejarah telah melakukan modifikasi terhadap indikator pencapaian dengan memasukkan indikator karakter bangsa. Pada RPP guru sejarah telah melakukan revisi terhadap pendekatan/ metode pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP pun guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran
ISSN : 1829 – 894X
untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Pada RPP ini pula guru sejarah belum melakukan revisi terhadap penilaian pembelajaran untuk membiasakan pengembangan nilai karakter bangsa. Guru sejarah hanya melaksanaan penilaian dengan memberikan tugas terstruktur dan tugas mandiri. Hal ini sesuai dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan dikatakan bahwa “Sudah berusaha melakukan revisi terhadap RPP dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa. Hanya saja diakuinya bahwa belum paham mengenai cara melakukan penilaian terhadap karakter bangsa yang telah ditanamkan kepada peserta didik” (Hasil wawancara dengan Murna, 52 tahun, Sabtu 8 Februari 2014). Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan, dapat diuraikan di bawah ini. Hasil penelitian yang diperoleh dari Dra. Ni Wayan Mawar menunjukkan bahwa telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilai-nilai karakter pada pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Sudah terlihat guru menanamkan nilainilai karakter bangsa seperti religius, kerja sama, disiplin, kerja keras, percaya diri, kreatif, mandiri, peduli, tanggung jawab. Senada dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa “Dalam mengajar saya 215
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
selalu berusaha mengikuti langkah-langkah yang telah dibuat pada RPP yang telah diintegrasikan dengan nilai-nilai karakter bangsa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik” (Hasil wawancara dengan Mawar, 46 tahun, Selasa 2 Februari 2014). Selanjutnya hasil penelitian yang diperoleh dari guru sejarah Dra. Ni Luh Nurparini telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilai-nilai karakter pada pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Sudah terlihat guru menanamkan nilai-nilai karakter bangsa seperti santun, religius, disiplin, kreatif, percaya diri, saling menghargai, kerja sama, tanggung jawab, peduli. Selaras dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa “Dalam proses belajar mengajar saya terus mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang telah tercantum pada RPP yang telah diintegrasikan dengan nilai-nilai karakter bangsa supaya proses belajar mengajar berlangsung dengan lancar” (Hasil wawancara dengan Nurparini, 52 tahun, Jumat 7 Februari 2014). Kemudian hasil penelitian dari IWayan Dedi Armana, S.Pd. menunjukkan bahwa telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilainilai karakter pada pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Sudah terlihat guru menanamkan nilai-nilai karakter bangsa seperti santun, religius, disiplin, kreatif, 216
ISSN : 1829 – 894X
percaya diri, saling menghargai, kerja sama, tanggung jawab, peduli. Bahkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa “Dalam mengajar saya berusaha mengikuti apa yang telah dibuat pada RPP yang telah diintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa. Terlebih dalam pelajaran sejarah banyak terkandung nilai-nilai karakter bangsa yang bisa dijadikan pelajaran oleh para peserta didik” (Hasil wawancara dengan Dedi, 27 tahun, Senin 17 Maret 2014). Sementara itu hasil penelitian dari Drs. I Nyoman Supana menunjukkan bahwa telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilainilai karakter pada pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Sudah terlihat guru menanamkan nilai-nilai karakter bangsa seperti religius, disiplin, peduli, rasa ingin tahu, kerja sama, percaya diri. Demikian pula dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa “Saya mengajar berusaha mengikuti langkah-langkah pembelajaran pada RPP yang telah terintegrasi dengan nilainilai karakter bangsa baik pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup” (Hasil wawancara dengan Supana, 52 tahun, Selasa 18 Maret 2014). Dan terakhir hasil penelitian dari Drs. I Ketut Murna telah telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilai-nilai karakter pada pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
Sudah terlihat guru menanamkan nilai-nilai karakter bangsa seperti religius, disiplin, peduli, mandiri, kerja sama, percaya diri, santun. Hanya saja pada tahap pelaksanaan pembelajaran khususnya bagian kegiatan penutup guru sejarah tidak melakukan penilaian terhadap nilai-nilai karakter bangsa. Guru sejarah hanya melakukan penilaian dengan memberikan tes uraian, tugas PR, dan melakukan pengamatan terhadap peserta didik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru bersangkutan dikatakan bahwa “Sebagai seorang guru saya akan tetap berusaha dalam mengajar itu mengikuti RPP yang telah dibuat” (Hasil wawancara dengan Murna, 52 tahun, Sabtu 8 Februari 2014). Penilaian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai penilaian pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan, dapat diuraikan di bawah ini. Hasil penelitian yang diperoleh dari Dra. Ni Wayan Mawar menunjukkan bahwa penilaian pembelajaran sejarah tidak tampak adanya penilaian terhadap nilai karakter bangsa. Dalam RPP tersebut hanya tercantum teknik penilaian: (1) tes tertulis, (2) penugasan, dan (3) pengamatan. Demikian pula, pada kegiatan penutupan pembelajaran tidak terdapat penilaian khusus untuk karakter bangsa. Hanya saja dicantumkan guru melaksanakan penilaian tes dan memberikan tugas kepada siswa. Hal ini senada dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan bahwa “Selama ini saya hanya melakukan penilaian dengan memberikan tes, tugas,
ISSN : 1829 – 894X
pengamatan terhadap perilaku siswa. Saya sampai sekarang belum begitu memahami cara memberikan penilaian terhadap nilainilai karakter bangsa yang telah ditanamkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas” (Hasil wawancara dengan Mawar, 46 tahun, Selasa 2 Februari 2014). Selanjutnya hasil penelitian yang diperoleh dari Dra. Ni Luh Nurparini menunjukkan bahwa penilaian pem belajaran sejarah tidak ada penilaian untuk nilai karakter bangsa. Dalam RPP tersebut hanya tercantum teknik penilaian berupa: (1) tes tertulis, (2) penugasan, dan (3) pengamatan. Sementara untuk bentuk istrumennya berupa: (1) soal uraian, (2) pekerjaan rumah, dan (3) lembar pengamatan berupa: lembaran observasi persentasi, serta lembaran observasi diskusi. Demikian pula, pada kegiatan penutup pembelajaran tidak terdapat pula penilaian khusus untuk nilai karakter bangsa. Hanya saja dicantumkan guru melaksanakan tes dan memberikan tugas. Hal ini selaras dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan bahwa “Selama ini saya tidak mengerti teknik penilaian nilai-nilai karakter bangsa. Untuk itu saya perlu mendapat bimbingan dari dinas pendidikan bagaimana cara khusus menilai karakter bangsa” (Hasil wawancara dengan Nurparini, 52 tahun, Jumat 7 Februari 2014. Kemudian hasil penelitian dari I Wayan Dedi Armana, S.Pd. menunjukkan bahwa penilaian pembelajaran sejarah tidak tampak adanya penilaian untuk nilai karakter bangsa. Dalam RPP tersebut hanya tercantum teknik penilaian berupa: (1) tes tertulis, (2) penugasan, dan (3) pengamatan. Sementara untuk bentuk istrumennya 217
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
berupa: (1) soal uraian, (2) pekerjaan rumah, dan (3) lembar pengamatan berupa: lembaran observasi persentasi serta lembaran observasi diskusi. Demikian pula, pada kegiatan penutup pembelajaran tidak terdapat pula penilaian untuk nilai karakter bangsa. Hanya saja dicantumkan guru melaksanakan tes dan memberikan tugas. Bahkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan bahwa: “Sampai saat ini saya tidak paham cara menilai nilai-nilai karakter bangsa dalam proses belajar mengajar, sehingga sampai sekarang saya hanya menilai kompetensi kognitif siswa saja. Saya berharap agar nanti mendapat penjelasan dari pihak terkait mengenai cara melakukan penilaian terhadap nilai-nilai karakter bangsa yang telah ditanamkan kepada peserta didik” (Hasil wawancara dengan Dedi, 27 tahun, Senin 17 Maret 2014). Sementara itu hasil penelitian dari Drs. I Nyoman Supana menunjukkan bahwa penilaian pembelajaran sejarah tidak ada penilaian untuk nilai karakter bangsa. Dalam RPP tersebut hanya tercantum teknik penilaian berupa: (1) tes tertulis, dan (2) penugasan. Sementara bentuk instrumennya berupa: (1) soal uraian, dan (2) pekerjaan rumah. Demikian pula, pada kegiatan penutup pembelajaran tidak terdapat pula penilaian untuk nilai karakter bangsa. Hanya saja dicantumkan guru memberikan tes dan tugas. Demikian pula sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan bahwa “Ia tidak tahu secara jelas cara mengaplikasikan nilai karakter bangsa pada kegiatan penilaian pembelajaran sejarah. Untuk itu perlu ada petunjuk bagaimana cara yang benar dalam penilaian nilai-nilai 218
ISSN : 1829 – 894X
karakter bangsa melalui mata pelajaran sejarah” (Hasil wawancara dengan Supana, 52 tahun, Selasa 18 Maret 2014). Dan terakhir hasil penelitian dari Drs. I Ketut Murna penilaian pembelajaran sejarah tidak ada penilaian untuk nilai karakter bangsa. Dalam RPP tersebut hanya tercantum penilaian hasil belajar menggunakan tugas terstruktur dan tugas mandiri. Demikian pula, pada kegiatan penutup pembelajaran tidak terdapat pula penilaian untuk nilai karakter bangsa. Hanya saja dicantumkan guru memberikan tugas terstruktur dan tugas mandiri. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru bersangkutan bahwa: “Sampai saat ini saya tidak melakukan penilaian terhadap nilai-nilai karakter bangsa. Saya tidak begitu mengerti sampai sekarang mengenai penilaian khusus terhadap nilai-nilai karakter bangsa pada pembelajaran sejarah, sehingga saya hanya memberikan penilaian berupa tes dan penugasan saja. Oleh karena itu, saya berharap ada penjelasan khusus dari dinas pendidikan mengenai cara penilaian terhadap nilai-nilai karakter bangsa” (Hasil wawancara dengan Murna, 52 tahun, Sabtu 8 Februari 2014). PEMBAHASAN Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan pada hasil penelitian di atas, adapun pembahasan hasil penelitian tentang Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di SMA Negeri 1 Marga Tabanan, dapat dikatakan perencanaan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah sudah cukup diterapkan oleh guru sejarah. Dalam tahap perencanaan ini guru sejarah telah mengintegrasikan nilainilai karakter bangsa pada silabus dan RPP. Para guru sejarah telah melakukan modifikasi/ penambahan terhadap silabus dan RPP mereka dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa. Pada silabus telah dimodifikasi oleh guru sejarah dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa ke dalam silabus. Pada silabus tersebut guru sejarah membuat kolom baru yakni kolom untuk indikator karakter bangsa. Kemudian nilai-nilai karakter bangsa yang jabarkan pada kolom indikator karakter bangsa dipindahkan dari silabus ke RPP. Sedangkan pada RPP guru sejarah sejarah telah melakukan modifikasi terhadap indikator pencapaian dengan memasukkan indikator karakter bangsa. Para guru sejarah pun sudah terlihat melakukan revisi terhadap pendekatan/ metode pembelajaran untuk membiasakan mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa kepada siswa. Demikian pula guru sejarah telah melakukan revisi terhadap kegiatan pembelajaran untuk membiasakan mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Kedua, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di SMA Negeri 1 Marga Tabanan, dapat dikatakan pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah sudah cukup diterapkan oleh semua guru sejarah. Pada tahap pelaksanaan ini, semua guru telah melakukan adaptasi pada kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilai-nilai karakter bangsa. Pada tahap ini, pendidikan karakter telah
ISSN : 1829 – 894X
diterapkan dalam pembelajaran sejarah mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Ketiga, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di SMA Negeri 1 Marga Tabanan, dapat dikatakan penilaian pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah masih kurang baik diterapkan oleh para guru sejarah. Pada tahap penilaian ini, tidak terdapat satu guru sejarah pun secara khusus yang melakukan penilaian terhadap perkembangan nilai-nilai karakter bangsa. Dra. Ni Wayan Mawar melaksanakan penilaian hasil belajar dengan teknik penilaian berupa tes tertulis, penugasan dan pengamatan dengan bentuk istrumen yang digunakan berupa uraian, pekerjaan rumah dan lembaran pengamatan. Sementara itu Dra. Ni Luh Nurparini melakukan penilaian hasil belajar dengan teknik penilaian berupa tes tertulis, penugasan dan pengamatan. Dengan bentuk istrumen yang digunakan berupa uraian, pekerjaan rumah dan lembaran pengamatan. Sedangkan I Wayan Dedi Armana, S.Pd melakukan penilaian hasil belajar dengan teknik penilaian berupa tes tertulis, penugasan dan pengamatan. Dengan bentuk istrumen yang digunakan berupa uraian, pekerjaan rumah dan lembaran pengamatan. Demikian pula ditunjukkan Drs. I Nyoman Supana dalam menilai keberhasilan belajar peserta didik dengan dengan teknik penilaian berupa tes tertulis dan penugasan. Sedangkan bentuk istrumen yang digunakan berupa uraian dan pekerjaan rumah. Di samping itu Drs. I Ketut Murna melakukan penilaian hasil belajar peserta didik dengan teknik penilaian berupa penugasan dengan bentuk istrumen berupa tugas terstruktur dan tugas mandiri. 219
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–221
SIMPULAN Simpulan hasil penelitian ini adalah perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan sudah cukup diterapkan oleh guru sejarah, sedangkan penilaian pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Marga Tabanan masih kurang baik diterapkan oleh guru sejarah. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Dewan Redaksi Suluh Pendidikan IKIP Saraswati yang telah menerbitkan artikel ilmiah ini. Dan terima kasih pula kepada teman sejawat di lingkungan IKIP Saraswati atas semangat dan dukungannya selama ini.
ISSN : 1829 – 894X
DAFTAR PUSTAKA Atmadja, N.B. 2010. “Sejarah Sebagai Sekolah Moral Versus Supermarket Sekolah Abad XXI dan Memudarnya Kesejatian Hidup (Suatu Pendekatan Kajian Budaya)”. Sejarah dan Kearifan Berbangsa (Penyunting I Made Pageh). Singaraja: FIS Undiksha Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara Putra, Nusa dan Ninin Dwilestari. 2012. Penelitian Kualitatif PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Wirawan, I Kdk Widya.”Perkuat Moral Bangsa Melalui Pendidikan Karakter”. Bali Express, 21 Oktober 2012, hlm. 4 Nashir, Haedar. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya. Yogyakarta: Multi Presindo
220
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–227
ISSN : 1829 – 894X
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA SMA Luh Kariani SMA Negeri 1 Selemadeg
ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg, semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Jumlah siswa 20 orang, laki-laki 8 orang dan perempuan 12 orang, Objek penelitian ini adalah prestasi belajar matematika. Data dikumpulkan dengan tes prestasi belajar yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Data dianalisis dan disajikan dengan menggunakan tabel dan diagram. Hasil penelitian menunjukkan prestasi belajar siswa meningkat. Simpulannya adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Kata kunci: prestasi belajar, model kooperatif tipe STAD IMPROVED PERFORMANCE LEARNING MATH WITH APPLICATION COOPERATIVE MODEL TYPE STAD OF STUDENT SMA ABSTRACT Classroom action research aims to improve mathematics learning achievement by implementing cooperative learning model type STAD in class XI IPA 5 SMAN 1 Selemadeg, the 2nd half of the school year 2014/2015.The number of students 20 people, 8 men and 12 women, objects of this research is the mathematics learning achievement. Data collected by achievement test conducted at the end of each cycle. Data are analyzed and presented using tables and diagrams. The results showed increased student achievement. The conclusion is the implementation of cooperative learning model type STAD can improve mathematics learning achievement of students of class XI IPA5 SMAN 1 Selemadeg the 2nd half of the school year 2014/2015. Keywords: learning achievement, model of cooperative STAD
PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat dan berdampak besar pada terjadinya perubahan dalam segala aspek kehidupan. Tingkat perubahan pola kehidupan dan kegiatan hidup menuntut setiap orang
agar merespon setiap perubahan kondisi dengan meningkatkan kemampuan diri. Guru sebagai agen perubahan harus secara intensif berburu ilmu yang mendukung tugas dan kewajibannya. Tugas dan kewajiban seorang guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dapat mengantarkan 221
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 221–227
siswa mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan. Harapan sebagai guru matematika dalam kegiatan pembelajaran tidak ada siswanya yang mengalami masalah atau kesulitan-kesulitan baik secara pribadi maupun klasikal. Proses pembelajaran juga diharapkan berlangsung secara aktif, demokratis, menyenangkan, dan berprestasi. Namun di lapangan ditemukan suatu fenomena yang menarik di kelas XI IPA 5 yang jumlah siswanya 20 orang dalam tiga kali melakukan kegiatan pembelajaran terdapat 6 (enam) orang siswa tergolong aktif dan berkemampuan akademik baik, 5 (lima) orang siswa yang kurang aktif dan yang lainnya tergolong berkemampuan sedang. Pada saat diberikan diskusi klompok beberapa siswa langsung mendekati Ayu Diah untuk melihat pekerjaannya padahal siswa yang menghampirinya berasal dari kelompok lain. Melihat kondisi kelas seperti itu, pada pertemuan berikutnya dicoba mengadakan tes pengetahuan awal (pre tes) untuk mengukur kemampuan akademik siswa sehingga diperoleh data siswa yang tidak tuntas 9 (sembilan) orang, siswa yang tuntas 11 (orang), nilai tertinggi 90, nilai terendah 50 dan rataan nilai 74,25 (hasil pre tes terlampir). Jika diukur persentasenya berarti 45 % siswa tidak tuntas dan 55 % siswa yang tuntas. Capaian prestasi ini sangat jauh dari harapan yakni mencapai ketuntasan kelasikal minimal 85 %. Fenomena ini menarik untuk diangkat menjadi penelitian tindakan kelas. Solusi yang mungkin untuk dilakukan dan diyakini mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan jalan mengubah 222
ISSN : 1829 – 894X
metode pembelajaran dengan metode pembelajaran yang lebih inovatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Students Team Achievement Division). Kelebihan pembelajaran kooperatif STAD ini mampu mengembangkan tingkah laku yang demokratis sehingga aktivitas pembelajaran lebih menyenangkan, tidak ada tekanan atau paksaan. Sebagai rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada peningkatan prestasi belajar matematika setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg? Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar matematika setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen (Trianto, 2007: 52). Berdasarkan pendapat di atas dapat dilihat beberapa keunggulan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu 1) siswa berperan ganda dalam kelompok kecil sebagai tutor sebaya dan pendengar yang baik, 2) menumbuhkan sikap kerjasama yang baik antarsiswa, 3) menumbuhkan sikap sosial positif, 4) meningkatkan kemampuan akademik. Capaian kemampuan akademik menjadi tujuan proses pembelajaran. Pada pembelajaran kooperatif tujuan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–227
ISSN : 1829 – 894X
pembelajaran dapat terukur melalui Bali. Lingkungan sekolah sangat pencapaian kemampuan secara induvidual mendukung lancarnya proses belajar maupun kelompok. Dalam kelompok kecil mengajar karena aman, nyaman, rindang, siswa dapat belajar secara kolaboratif jauh dari keramaian, dan masyarakat sekitar untuk mencapai tujuan bersama, maka sangat mendukung keberadaan sekolah. siswa akan mengembangkan keterampilan Penelitian tindakan ini dirancang untuk berhubungan sesama siswa yang akan dilakukan dalam dua siklus yang langkahsangat bermanfaat bagi kemajuan proses langkahnya mulai dari langkah persiapan pembelajarannya. Belajar dalam kelompok (perencanaan), pelaksanaan, observasi kecil yang heterogen sangat dimungkinkan dan refleksi. Diagram alur penelitian ini setiap orang mendapat kesempatan mengikuti rancangan penelitaan tindakan untuk memberikan atau menyampaikan yang diadaptasi dari rancangan penelitian argumentasinya sehingga terjadi interaksi model Depdiknas (2011: 12 ) seperti komunikatif yang multi arah antara siswa diagram berikut. dengan siswa lainnya, siswa dengan Perencanaan Pelaksanaan Permasalahan Tindakan I Tindakan I guru. Pembelajaran yang komunikatif ini akan memungkinkan terpenuhinya Pengamatan/ Refleksi I SIKLUS I Pengumpulan Data I kebutuhan siswa akan penguatan penerimaan oleh lingkungannya. Perencanaan Pelaksanaan Permasalahan baru, Tindakan II Tindakan II hasil refleksi Hal ini akan menumbuhkan motivasi belajar siswa dan akan berujung Refleksi II Pengamatan/ Pengumpulan Data II pada peningkatan partisifasi aktif SIKLUS II dan prestasi siswa. Dilanjutkan ke Bila Permasalahan Siklus berikutnya Untuk pelajaran matematika belum terselesaikan ranah yang diukur kompetensinya Gambar 01. Alur Penelitian Tindakan Kelas berupa ranah sikap dan pengetahuan. Depdinas (2011: 12). Prestasi belajar matematika yang diukur dalam penelitian ini adalah prestasi belajar Subjek penelitian ini adalah siswa matematika ranah pengetahuan (kognitif) kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg hasil belajar siswa. Sebagai alat ukur semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 prestasi belajar matematika digunakan tes yang berjumlah 20 orang, laki-laki 7 hasil belajar yang sesuai dengan materi orang dan perempuan 13 orang. Objek pelajaran yang diajarkan. penelitiannya adalah 1) prestasi belajar matematika kelas XI IPA 5 SMA Negeri METODE PENELITIAN 1 Selemadeg semester 2 tahun pelajaran Penelitan ini dilakukan di SMA 2014/2015 sebagai variabel terikat, dan 2 ) Negeri 1 Selemadeg yang beralamat di model pembelajaran kooperatif tipe STAD Jalan Gelogor, Desa Bajera, Kecamatan sebagai variabel bebasnya. Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Provinsi Data yang dikumpulkan berupa 223
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 221–227
data kuantitatif dari nilai hasil belajar matematika dengan teknik pengumpulan data mengunakan tes hasil belajar (tes prestasi belajar), sedangkan metode analisa datanya menggunakan analisis diskriftif kuantitatif. Cara menganalisis data dengan membandingkan rata-rata nilai, daya serap dan daya ketuntasan dari pra siklus, siklus 1, dan siklus 2. Pengajian data menggunakan tabel dan diagram dengan rumus pengolahan datanya sebagai berikut. 1. Rata- rata nilai ( Nr ) Nr
jumlah nilai siswa jumlah siswa
2. Daya serap ( Ds ) Ds
jumlah nilai siswa u100 % jumlah nilai maksimum ideal
3. Daya ketuntasan ( Dk ) Dk
jumlah siswa yang tuntas u100 % jumlah siswa
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria berikut. 1. Tercapai rata-rata nilai minimal 75. 2. Tercapai daya serap minimal 75 % 3. Tercapai daya ketuntasan klasikal mininal 85 % 4. Ada peningkatan nilai dari pra siklus ke siklus 1 dan siklus 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Diskripsi umum hasil penelitian ini menggambarkan perolehan hasil belajar siswa tentang aspek pengetahuannya dan selanjutnya disebut prestasi belajar. Prestasi
224
ISSN : 1829 – 894X
belajar diperoleh dengan tes prestasi yang dilakukan pada akhir kegiatan pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Tes prestasi yang digunakan berbentuk tes uraian dengan rubrik penilaian disesuaikan dengan tingkat kesulitan soal, skor maksimal idealnya 100 dan skala penilaiannya menggunakan skala 1 – 100. Kegiatan belajar pada pra siklus dilakukan selama tiga kali pertemuan dan diakhiri dengan mengadakan kegiatan ulangan untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa. Pada kegiatan pra siklus ini belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, artinya masih dilakukan pembelajaran seperti biasanya yang peneliti lakukan. Untuk kegiatan pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2 sudah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD sesuai dengan sintaksnya. Pada kegiatan belajar masing-masing untuk siklus 1 dan siklus 2 dilakukan tiga kali pertemuan tatap muka dan diakhiri dengan mengadakan tes prestasi belajar untuk mengukur ketercapaian pengetahuan siswa setelah menerapkan model pembalajaran kooperatif tipe STAD. Hasil prestasi belajar siswa yang diperoleh pada kegiatan pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 dari penelitian ini dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 01 : Prestasi Belajar Siswa Hasil Penelitian Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2
Hasil Tes Jumlah Nilai
Tuntas
1485 1584 1638
11 16 19
Belum Tuntas 9 4 1
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–227
1.
Pembahasan Sesuai dengan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah alasisis diskriftif kuantitatif yaitu dengan mendiskrifsikan nilai rata-rata, daya serap dan daya ketuntasan siswa pada kegiatan pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 maka terlebih dahulu akan dihitung capaian nilai rata-rata, daya serap dan daya ketuntasan setiap tahapan siklus yang dilakukan dengan menggunakan rumus sesuai acuan pengolahan data. Untuk kegiatan pra siklus: 1. Untuk kegiatan pra siklus:
Nilai rata-rata 1. a. Untuk kegiatan pra: siklus: jumlah 1. UntukNrkegiatan pranilaisiswa siklus: jumlah: siswa a. Nilai rata-rata
1485 20
74,25
a. Nilai rata-rata : jumlah nilaisiswa 1485 b. Daya Nr serap : 74,25 jumlah siswa 20 jumlah nilaisiswa 1485 jumlah nilai siswa 1485 Nr 74 ,25 u 100% 74,25 % Ds u100 jumlah siswa 20 % jumlah siswa 20 b. Daya serap : b. Daya serap : nilai siswa jumlah 1485 c. Daya Ds ketuntasan : u100 % u 100% 74,25 % jumlah siswa 20 jumlah nilai siswa 1485 Ds u 100 % u 100% 74,25 % jumlah jumlahsiswa siswayang tuntas u100 20% 11 u 100% 55 % Dk jumlah 20 c. Daya ketuntasan : siswa c. Daya ketuntasan : yang tuntas jumlah siswa 11 2. Untuk Dk kegiatan siklus 1 u100 % u 100% 55 % siswatuntas 20 jumlahjumlah siswa yang 11 Dk u100 % u 100% 55 % jumlah siswa 20 Nilai rata-rata : 1 2. a. Untuk kegiatan siklus
ISSN : 1829 – 894X
Hasil pengolahan datanya itu disajikan dalam bentuk tabel dan histogram seperti berikut. Tabel 02 : Perbandingan Prestasi Belajar Siswa. Hasil Analisis Rata- rata Daya Serap ( % ) Daya Ketuntasan (%)
Prestasi Belajar Siswa Pra Siklus Siklus 2 Siklus 1 74,25 79,20 81,90 74,25 79,20 81,90 55 80 95
Untuk penyajian data dalam bentuk histogram datanya dibulatkan ke satuan terdekat maksudnya data 74,25 dibulatkan menjadi 74, data 79,20 dibulatkan menjadi 79, dan data 81,90 dibulatkan menjadi 82. Sehingga histogram perbandingan prestasi belajar siswa dapat disajikan sebagai berikut.
2. Untuk kegiatan siklus 1 1584
jumlah nilaisiswa 2. Untuk kegiatan siklus 1 Nr jumlah: siswa a. Nilai rata-rata
20
79,20
a. Nilai rata-rata : jumlah nilaisiswa 1584 b. Daya Nr serap : 79,20 jumlah siswa 20 jumlah nilaisiswa 1584 Nr jumlah nilai siswa 791584 ,20 Ds u100 u 100% 79,20 % jumlah siswa 20 % b. Daya serap : siswa jumlah 20 b. Daya serap : nilai siswa jumlah 1584 Ds ketuntasan : u100 % u 100% 79,20 % c. Daya jumlah siswa 20 jumlah nilai siswa 1584 Ds jumlah siswa yangutuntas 100 % u 100 16 % 79,20 % Dk u10020% u 100% 80 % jumlah siswa jumlah 20 c. Daya ketuntasan : siswa jumlah siswa 16 c. Daya ketuntasan : yang tuntas u100 % u 100% 80 % 3. UntukDk kegiatan siklus 2 siswa 20 jumlahjumlah siswa yang tuntas 16 Dk u100 % u 100% 80 % jumlah siswa 20 3. a. Untuk kegiatan siklus Nilai rata-rata : 2
3. Untuk kegiatan siklus 2 nilaisiswa 1638 Nr 81,90 3. jumlah Untuk kegiatan siklus a. Nilai rata-rata jumlah: siswa 20
2
a. Nilai rata-rata : jumlah nilaisiswa 1638 Nr serap : 81,90 b. Daya jumlah siswa 20 1638 jumlah nilaisiswa Nr 81,90 jumlah nilai siswa jumlah siswa 20 % 1638 u 100% 81,90 % Ds u100 b. Daya serap : siswa jumlah 20 b. Daya serap : nilai siswa jumlah 1638 Ds ketuntasan : u100 % u 100% 81,90 % c. Daya jumlah siswa 20 jumlah nilai siswa 1638 Ds u100 % u 100% 81,90 % jumlah siswa yang tuntas 19 jumlah siswa u10020% u 100% 95 % c. Dk Daya ketuntasan : siswa jumlah 20 c. Daya ketuntasan : yang tuntas jumlah siswa 19 Dk u100 %6 u 100% 95 % siswatuntas 20 jumlahjumlah siswa yang 19 Dk u100 % u 100% 95 % jumlah siswa 20
Gambar 01 : Histogram Perbandingan Belajar Siswa
Prestasi
Dari Histogram di atas dapat dibaca tentang rata-rata, daya serap dan ketuntasan belajar siswa tampak ada kenaikan prestasi belajar seperti digambarkan pada tabel berikut.
6
6
225
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 221–227
Tabel 03 : Perbandingan Kenaikan Prestasi Belajar Hasil Analisis Rata-rata Daya Serap (%) Daya Ketuntasan (%)
Kanaikan Prestasi Belajar Siswa Pra Siklus ke Siklus 1 ke Siklus 1 Siklus 2 5 naik 3 naik 5
naik
3
naik
25
naik
15
naik
Dari tabulasi data dan diagram di atas dapat dideskripsikan tentang hasil kegiatan dari siklus ke siklus sebagai bentuk reflesi pelaksanaan tindakan penelitian ini dengan cara menbandingkan prolehan hasil setelah dianalisis dengan kriteria keberhasilan tindakan dan diperkuat dengan catatan peneliti selama kegiatan penelitian ini. Hasil pada kegiatan pra siklus menggambarkan bahwa pengetahuan siswa tentang penguasaan materi matematika relatif rendah, hal itu ditunjukan oleh capaian prestasi siswa pra siklus yaitu ratarata 74,25, daya serap 74,25 %, dan daya ketuntasannya 55 %. Jika dibandingkan dengan kriteria keberhasilan maka hasil tes ini belum menunjukkan capaian target yang diharapkan. Juga temuan peneliti selama pra siklus, terjadi kegiatan belajar kurang aktif, mengandalkan pada satu orang untuk menjawab soal, diberikan diskusi kurang demokratis, ada dua siswa yang sangat pendiam, sehingga perlu inovasi pembelajaran yang lebih menarik minat siswa. Pada pembelajaran siklus 1 sudah menggunakan pembelajaran model kooperatif tipe STAD sebagai inovasi pembelajaran dengan harapan 226
ISSN : 1829 – 894X
dapat menumbuhkan minat belajar siswa yang berujung pada peningkatan prestasi belajar. Tabulasi data diatas menunjukkan hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus 1 ini menunjukkan rata-rata prestasi 79,20, daya serap 79,20 %, dan daya ketuntasan 80 %. Jika dibandinkan dengan kriteria keberhasilan tindakan dapat disimpilkan bahwa rata-rata prestasi belajar siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimalnya yaitu 75, daya serapnya juga memenuhi kriteria ketuntasan minimalnya yaitu 75 %, tetapi daya ketuntasan klasikalnya belum memenuhi syarat minimal yaitu 85 %. Capaian itu menunjukkan ada kemajuan prestasi belajar dari pra siklus menuju pada siklus 1, itu ditunjukkan dari tabulasi tabel 03 tentang kenaikan prestasi belajar siswa dari pra siklus ke siklus 1 dengan kenaikan nilai rata-rata mencapai 5, daya serap naik 5 % dan daya ketuntasannya naik 25 %. Mengingat daya ketuntasan klasikalnya belum mencapai syarat minimal ketuntasan klasikalnya yaitu 85 %, berarti pembelajaran pada siklus 2 perlu ada penyempurnaan penerapan pembelajaran model kooperatif tipe STAD ini dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang terjadi saat penerapan model ini pada siklus 1. Adapun kelemahan yang peneliti dapat identifikasi antara lain: 1) peneliti belum sepenuhnya dapat merancang pembelajaran sesuai dengan sintaks model yang diterapkan, 2) masih ada beberapa siswa belum percaya diri atau dengan pendapat kelompoknya, 3) ada kelompok yang tidak membawa buku matematika sebagai bahan bacaan, 4) siswa
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 211–227
belum terbiasa dengan pembelajaran model yang diterapkan ini sehingga tidak terjadi interaksi multi arah. Untuk mengatasi kelemahan yang terjadi pada siklus 1 agar tidak terulang pada pelaksanaan siklus 2 dapat peneliti lakukan mulai dari persiapan siklus 2 yang meliputi 1) menyiapkan RPP yang lebih baik yang mengacu pada sintaks model pembelajaran yang digunakan, 2) menggunakan media pembelajaran yang berpariasi, 3) memotivasi siswa belajar lebih efektif dan efisien, 4) memberikan soal yang bersifat menantang, 5) memberikan bimbingan intensif kepada individu atau kelompok, 6) memberikan pujian sebagai bentuk penguatan capaian prestasi siswa, dan 7) memberikan kesempatan untuk mendemontrasikan hasil pekerjaan kelompoknya. Pada pelaksanaan siklus 2 tindakan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disempurnakan berdasarkan temuan kelemahan-kelemahan siklus 1, dan proses pembelajaran tampak lebih bersifat terbuka, demokratis, dan tidak menegangkan sehingga tercipta lingkungan belajar yang lebih menyenangkan. Kondisi belajar seperti itu dapat berpengaruh terhadap cara belajar siswa baik secara individual maupun kelompok sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Data hasil penelitian pada akhir siklus 2 menunjukan nilai rata-rata mencapai 81,90, daya serap 81,90 % dan daya ketuntasanya 95 %. Jika prestasi ini dibandingkan kriteria keberhasilan penelitian maka dapat dikatakan pelaksanaan tindakan siklus
ISSN : 1829 – 894X
2 berhasil karena capaian nilai rata-rata lebih dari syarat minimal 75, capaian daya serap lebih dari 75 %, dan capaian daya ketuntasan lebih dari 85 %. Juga terjadi kenaikan prestasi belajar dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 5 untuk nilai rata-rata , 5 % untuk kenaikan daya serap, dan 15 % untuk kenaikan daya ketuntasannya (sesuai tabulasi data Tabel 03). Jika diukur ketercapaian hasil penelitian dari pra siklus sampai akhir siklus 2 maka dapat didiskripsikan terdapat kenaikan prestasi belajar siswa sebesar 8 untuk rata-rata nilai, 8 % untuk kenaikan daya serap, dan 40 % untuk kenaikan daya ketuntasan (sesuai Historgam di atas). SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Selemadeg semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2011. Membimbing Guru dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka.
227
228
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DAN KEMAMPUAN SISWA MELALUI TRANSFORMASI IPTEKS DI SDN PAKSEBALI I Ketut Ardana1, Nyoman Suryawan1, dan Dewa Nyoman Wija Astawa2 IKIP Saraswati Tabanan 1 FPIPS Pendidikan Sejarah IKIP Saraswati 2 FPIPS Pendidikan Pkn IKIP Saraswati ABSTRAK Program Ipteks bagi Masyarakat (Ib.M) di SDN 1 dan SDN 2 Paksebali bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) sekolah. Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemberian ipteks dari perguruan tinggi, dukungan Pemda (Dinas Pendidikan Kabupaten), serta partisipasi aktif civitas sekolah menjadi sebuah keniscayaan. Bidang-bidang yang menjadi sasaran program yaitu peningkatan kemampuan guru tentang pembelajaran inovatif berbasis TI dan pelaksanaan PTK, peningkatan kemampuan guru yang ditugaskan dalam pengelolaan perpustakaan, peningkatan kemampuan siswa dalam menyusun karya tulis untuk majalah dinding, dan sumbangan sarana perpustakaan serta UKS. Program ini dilaksanakan melalui metode/model Partisipatory Rural Appraisal (PRA), Transfer Kenowledge (TK), dan Technology Transfer (TT) dalam berbagai bentuk kegiatan seperti pendidikan dan latihan (diklat) serta pendampingan. Pelaksanaan program berhasil 100%. Indikator keberhasilan yaitu tingkat kepuasaan mitra terhadap pelaksanaan IbM dan meningkatnya (1) kemampuan guru dalam menyusun RPP dan pelaksanaan pembelajaran inovatif berbasis TI serta penyusunan proposal dan pelaksanaan PTK; (2) pengetahuan dan keterampilan guru yang ditugaskan dalam mengelola perpustakaan; (3) kelengkapan sarana UKS di SDN 2 Paksebali dalam upaya mewujudkan peserta didik yang sehat dan cerdas; (4) ruang perpustakaan di SDN 1 Paksebali tertata rapi dan nyaman bagi pengunjung dengan adanya penambahan sarana rak buku dan meja baca serta kursi; dan (5) tersedianya papan mading untuk memajang karya tulis siswa. Kata kunci: profesionalisme guru, kemampuan siswa, ipteks INCREASE TEACHER PROFESSIONALISM AND STUDENT COMPETENCE THROUGH SCIENCE, TECHNOLOGY AND ART TRANSPORMATION IN PUBLIC ELEMENTRY SCHOOL PAKSEBALI ABSTRACT The program of Sciences, Technology, and Arts at elementary school (SDN 1 and SDN 2 Paksebali, aims to improve the ability of human resources (HR) school. Efforts to realize these objectives, the provision of science and technology from universities, local government support (District Education Office), as well as the active participation of the school community becomes a necessity. The areas that were targeted programs that increase the ability of teachers of innovative teaching and learning basic IT, power management capabilities of the library, increase the ability of students to write for wall magazine, and donations of library and school health facilities. The program is implemented through the method/model of Participatory Rural Appraisal (PRA), Transfer Kenowledge (TK), and Technology Transfer (TT) in the form of activities such as education and training as well as mentoring. Successful implementation of the program 100%. Indicators of success is the degree of satisfaction of school personal and increased (1) the ability of the teacher to make the instructional action 229
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
plan basic IT and its implementation and proposal of class room action research and its implementation; (2) the knowledge and skills of library teacher assigned in managing the library; (3) the completely of health school facilities in the SDN 1 Paksebali to realize good health and intelligent pupils; (4) library space neat and convenient for visitors to the addition means bookcase and reading table; and (5) magazine wall board facilities in the SDN 1 and SDN 2 Paksebali for exhibition the articles which made by pupils. Keywords: teacher professionalism, student competence, science technology and art PENDAHULUAN SDN 1 Paksebali merupakan sekolah yang sudah lama didirikan yaitu pada tahun 1951, sebelas tahun tahun lebih tua dibandingkan dengan SDN 2 Paksebali yang berdiri tahun 1962. Namun demikian, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah oleh tim program Ib.M IKIP Saraswati Tabanan, diperoleh informasi bahwa masih diperlukan penanganan yang lebih mendalam dalam bidang pendidikan pada kedua sekolah tersebut, terlebih lagi untuk SDN 2 Paksebali. Untuk itu dilakukan pendataan yang mendalam pada kedua sekolah, meliputi aspek (1) manajemen sekolah; (2) sumberdaya manusia sekolah; (3) sarana prasarana sekolah; (4) permasalahan pembelajaran dan karya tulis/penelitian; (5) permasalahan perpustakaan, UKS, dan masalah lain yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan. Berdasarkan hasil observasi dan analisis situasi terekam permasalahan, yakni (1) kemampuan guru tentang pelaksanaan pembelajaran inovatif berbasis TI dan PTK masih kurang; (2) kemampuan siswa dalam menulis karya tulis untuk mading masih rendah; (3) kemampuan guru yang ditugaskan mengelola perpustakaan di SDN 1 Paksebali masih kurang; (4) perlu dilengkapi sarana perpustakaan seperti meja dan kursi baca serta rak buku di SDN 230
1 Paksebali, karena buku perpustakaan masih tertumpuk di gudang (gambar 01); (5) perlu dilengkapi sarana UKS seperti papan nama UKS, kotak dan rak obat, menaj ½ biro, dan dipan, sprai serta bantal di SDN 2 Paksebali, karena sarananya masih minim (gambar 02) ; (6) belum ada papan majalah dinding (mading) untuk memajang karya tulis siswa.
Gambar 01: Tumpukan buku-buku perpustakaan
Gambar 02: Ruang UKS belum tertata dengan dengan baik dan kurang fasilitas pendukung lainnya
Oleh karena itu, maka SDM di kedua sekolah perlu diberdayakan dan sarana pendidikan yang diperlukan dilengkapi. Melalui pemberdayaan SDM sekolah dan penambahan sarana pendidikan diharapkan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran dan
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
pelaksanaan PTK, peningkatan kemampuan dan keterampilan guru yang ditugaskan untuk mengelola perpustakaan, peningkatan kemampuan siswa dalam menulis karya tulis untuk mading, dan makin lengkapnya sarana perpustakaan serta UKS dan tersedia papan majalah dinding.
ISSN : 1829 – 894X
PTK. Setelah dilakukan diklat selanjutnya dilakukan pendampingan ke kedua sekolah oleh narasumber bersama dengan tim program Ib.M sampai semua guru mampu menyusun RPP berbasis TI dan menyusun proposal PTK. Begitu pula pelaksanaan diklat Karya Tulis Siswa, selain disampaikan materi secara teori, juga dilakukan pembimbingan untuk menulis
METODE Model pelaksanaan program yang diterapkan yaitu (1) Partisipatory Rural Apprasial (PRA), menekankan keterlibatan SDM sekolah dalam setiap proses, baik dalam mengidentifikasi masalah, perumusan program, maupun pelaksanaan program1, (2) Transfer Kenewledge (TK), menguasai pengetahuan dan keterampilan terutama yang berkaitan dengan penilaian angka kredit jabatan fungsional guru dan manajemen perpustakaan; dan (3) Technology Trans fer (TT, ) menguasai prinsip-prinsip penerapan teknologi5 yang berkaitan dengan pemanfaatan sarana pembelajaran dan perpustakaan.. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah pendidikan dan latihan (diklat), pendampingan, serta bantuan sarana pendidikan secara langsung. Peningkatan kemampuan guru tentang implementasi pembelajaran inovatif berbasis TI dan pelaksanaan PTK dilaksanakan masing-masing 3(tiga) hari Kegiatan diklat bagi guru, selain pemaparan materi juga dilakukan praktek menyusun RPP pembelajaran inovatif berbasis TI dan latihan menyusun proposal
karya tulis yang akan dipajang pada majalah dinding (mading). Jumlah peserta diklat sebanyak 28 orang guru dan 28 orang siswa, masing-masing 14 orang dari SDN 1Paksebali dan 14 orang dari SDN 2 Paksebali. Model pelaksanaan program yang diterapkan yaitu (1) Partisipatory Rural Apprasial (PRA), menekankan keterlibatan SDM sekolah dalam setiap proses, baik dalam mengidentifikasi masalah, perumusan program, maupun pelaksanaan program1, (2) Transfer Kenewledge (TK), menguasai pengetahuan dan keterampilan terutama yang berkaitan dengan implementasi pembelajaran inovatif berbasis TI dan PTK dan manajemen perpustakaan serta karya tulis siswa untuk mading; dan (3) Technology Transfer (TT, ) menguasai prinsipprinsip penerapan teknologi5 yang berkaitan dengan pemanfaatan sarana pembelajaran dan perpustakaan.
Berdasarkan pada target dan luaran, maka metode yang digunakan untuk mencapai target luaran yang diharapkan seperti tabel 01 berikut ini.
Tabel 01. Program Kerja dan Metode PROGRAM KERJA
METODE
PERPUSTAKAAN Pengadaan sarana perpustakaan yakni: rak Memberikan sumbangan rak buku, meja baca, dan buku, meja baca, dan kursi plastik pada SDN 1 kursi plastik Paksebali
231
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
USAHA KESEHATAN SEKOLAH Pengadaan sarana UKS yakni: dipan, kasur, Memberikan sumbangan dipan, kasur, seprai, bantal, seprai, bantal, rak obat, kotak P3K, papan nama rak obat, kotak P3K, meja ½ biro dan kursi serta UKS pada SDN 2 Paksebali papan nama UKS KEMAMPUAN GURU Peningkatan kemampuan guru dalam 1. Diklat pembelajaran inovatif berbasis TI selama 3 hari. pengembangan model pembelajaran inovatif berbasis TI dan pelaksanaan penelitian tindakan 2. Diklat penelitian tindakan kelas (PTK) selama 3 hari. kelas (PTK) KEMAMPUAN SISWA Peningkatan kemampuan siswa dalam menyusun 1. Diklat penyusunan Karya Tulis Siswa (KTS) karya tulis siswa (KTS) untuk majalah dinding untuk Mading selama 3 hari. (Mading) sekolah 2. Memberikan sumbangan 2(dua) buah papan majalah dinding untuk memajang KTS. MANAJEMEN Peningkatan kemampuan tenaga atau guru yang Melaksanakan outdoor trainning bagi guru yang ditugaskan untuk mengelola perpustakaan. ditugaskan untuk mengelola perpustakaan di SDN 1 Paksebali selama 3 hari di Kantor Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Kabupaten Klungkung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kegiatan Pelaksanaan program telah berhasil mencapai target 100%. Indikator keberhasilan pelaksanaan program tampak pada tabel 02 berikut ini. Tabel 02. Indikator Keberhasilan dalam Pelaksanaan Program PROGRAM KERJA
LUARAN
PURPUSTAKAAN Pengadaan rak buku dan meja baca serta kursi plastik
PENCAPAIAN %
Keterangan
Tersedia rak buku, meja baca 100% dan kursi di ruang perpustakaan SDN 1 Paksebali
Sudah dilakukan serah terima barang
Pengadaan dipan, kasur, seprai, bantal, Tersedia dipan, kasur, seprai, 100% rak obat, meja ½ biro dan kursi, kotak bantal, rak obat, dan kotak P3K P3K dan papan nama UKS di ruang UKS SDN 2 Paksebali
Sudah dilakukan serah terima barang
UKS
KEMAMPUAN GURU 1. Diklat Pembelajaran Inovatif Berbasis TI. 2. Diklat PTK
Peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran inovatif berbasis TI dan penerapan PTK
100%
Sudah terlaksana
Diklat Karya Tulis Siswa untuk Peningkatan kemampuan siswa 100% Majalah Dinding (Mading) dalam menyusun KTS untuk majalah dinding.
Sudah terlaksana
KEMAMPUAN SISWA
Tersedianya papan Mading di SDN 1 dan SDN 2 Paksebali 232
100%
Sudah dilakukan serah terima barang
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
MANAJEMEN Out door training bagi tenaga guru yang ditugaskan untuk mengelola perpustakaan di SDN 1 Paksebali
Peningkatan kemampuan guru 100% dalam mengelola perpustakaan sekolah
Rata-rata Capaian
Sudah terlaksana
100%
INDIKATOR KEPUASAN MITRA Tingkat Kepuasan Guru terhadap Pelaksanaan Diklat Pembelajaran Inovatif Berbasis TI (Tabel 03) Tabel 03. Tingkat Kepuasan Guru terhadap Pelaksanaan Diklat Pembelajaran Inovatif Berbasis TI Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas
Sangat Kurang Puas
Persiapan diklat
2
26
0
0
0
Kelengkapan ATK
2
26
0
0
0
Materi diklat
4
22
2
0
0
Kemampuan Nara Sumber
0
28
0
0
0
Metode Penyampaian Materi
4
24
0
0
0
Tindak lanjut diklat
3
23
2
0
0
Suasana dan Kondisi tempat diklat
0
28
0
0
0
Jumlah
15
177
4
0
0
7,65
90,31
4,04
0
0
Aspek
Persentase (%)
Tingkat Kepuasan Guru terhadap Pelaksanaan Diklat PTK (tabel 04) Tabel 04. Tingkat Kepuasan Guru terhadap Pelaksanaan Diklat PTK Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas
Sangat Kurang Puas
Persiapan diklat
2
26
0
0
0
Kelengkapan ATK
2
25
1
0
0
Materi diklat
5
23
0
0
0
Kemampuan Nara Sumber
1
26
1
0
0
Metode Penyampaian Materi
4
24
0
0
0
Tindak lanjut diklat
2
23
3
0
0
Suasana dan Kondisi tempat diklat
0
28
0
0
0
Jumlah
16
175
5
0
0
8,17
89,28
2,55
0
0
Aspek
Persentase (%)
233
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Pelaksanaan Diklat KTS untuk Mading (Tabel 05) Tabel 05. Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Pelaksanaan Diklat KTS untuk Mading Sangat Puas
Aspek Persiapan diklat Kelengkapan ATK Materi diklat Kemampuan Nara Sumber Metode Penyampaian Materi Tindak lanjut diklat Suasana dan Kondisi tempat diklat Jumlah Persentase (%)
0 5 2 0 5 5 2 19 9,69
Cukup Puas
Puas 28 22 26 27 23 23 26 175 89,29
0 1 0 1 0 0 0 2 1,02
Sangat Kurang Puas
Kurang Puas 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tingkat Kepuasan Kepala Sekolah terhadap Pelaksanaan IbM (Tabel 06) Tabel 06. Tingkat Kepuasan Kepala Sekolah terhadap Pelaksanaan IbM Aspek Persiapan IbM Kelengkapan ATK IbM Materi diklat Kemampuan Nara Sumber Metode Penyampaian Materi Tindak lanjut diklat Kerjasama Tim IbM dg Mitra Jumlah Persentase (%)
Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas
0 0 0 0 0 0 1 1 7,14
2 2 0 1 1 1 1 8 57,14
0 0 2 1 1 1 0 5 35,72
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sangat Kurang Puas 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata Prosentase Tingkat Kepuasan Mitra terhadap Pelaksanaan IbM SDN 1 dan SDN 2 Paksebali (Tabel 07) Tabel 07. Rata-rata Prosentase Tingkat Kepuasan Mitra terhadap Pelaksanaan IbM SDN 1 dan SDN 2 Paksebali Sangat Puas (%)
Puas (%)
Cukup Puas (%)
Kurang Puas (%)
7,65
90,31
4,04
0
Sangat Kurang Puas (%) 0
Prosentase Kepuasan Guru thd Pelaks.diklat PTK 8,17
89,28
2,55
0
0
Prosentase Kepuasan Siswa thd Pelaks.diklat KTS 9,69 untuk Mading
89,29
1,02
0
0
Prosentase Kepuasan Kepala Sekolah thd Pelaksanaan IbM
7,14
57,14
35,72
0
0
Jumlah Rata-rata Prosentase (%)
32,65 8,16
326,02 81,01
43,33 10,83
0 0
0 0
Aspek Prosentase Kepuasan Guru thd Pelaks.diklat Pemb Inovatif berbasis TI
234
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
Gambar 03. Pelaksanaan Diklat KTS untuk Mading
Ganbar 04. Pelaksanaan Diklat Pembelajaran Inovatif Berbasis TI, 22 – 24 Juni 2015 Pengawas SD UPT Dikpora Kecamatan Dawan sedang memberikan kata sambutan dalam pembukaan diklat Pembelajaran Inovatif berbasis TI didampingi Kepala SDN 1 Paksebali dan nara sumber
Salah satu peserta diklat Pembelajaran Inovatif berbasis TI sedang praktek menyampaikan materi pelajaran berbantuan media powerpoint didampingi dan dipandu oleh nara sumber
Gambar 05. Pelaksanaan Diklat PTK, 25 – 27 Juni 2015
235
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
236
ISSN : 1829 – 894X
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
ISSN : 1829 – 894X
Gambar 06. Sumbangan Sarana UKS, Perpustakaan dan Papan Mading
PEMBAHASAN Memperhatikan indikator keber hasilan bahwa pelaksanaan IbM SDN 1 dan SDN 2 telah mencapai target 100%. Ini berarti bahwa semua program yang direncanakan bersama Mitra dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai target yang telah ditetapkan. Keberhasilan yang dicapai berkat sinergi dan kerjasama yang baik dari Tim Pelaksana bersama Mitra seperti kepala sekolah, guru, dan siswa serta pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan IbM SDN 1 dan SDN 2 Paksebali. Kendatipun pada awalnya ada kendala dalam menetapkan program kegiatan, karena dana yang diusulkan tidak seratus persen disetujui oleh Dikti sehingga program yang diusulkan sesuai dengan proposal tidak mungkin semuanya akan dapat dilaksanakan. Setelah diadakan diskusi dengan pihak Mitra, akhirnya dana yang setujui dapat dialokasikan secara efektif dan efisien sesuai dengan program yang relevan dengan kebutuhan Mitra yang sangat mendesak untuk direalisasikan. Selanjutnya, menyangkut tingkat kepuasan Mitra terhadap pelaksanaan IbM
SDN 1 dan SDN 2 Paksebali dari aspek persiapan, kelengkapan ATK, materi diklat, kemampuan nara sumber, metode penyampaian, tindak lanjut, dan suasana atau kondisi tempat diklat; setelah disebarkan angket, hasilnya bahwa rata-rata persentasenya adalah: sangat puas = 8,16%; puas = 81,01%; dan cukup puas = 10,83% serta tidak ada yang kurang puas atau sangat kurang puas. Tingkat kepuasaan ini menunjukkan bahwa Tim Pelaksana berhasil menjalin kerjasama yang baik dengan Mitra serta menyediakan fasilitas yang memadai dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta tindak lanjut kegiatan IbM SDN 1 dan SDN 2 Paksebali. Di samping itu, berkat dedikasi dari para nara sumber dalam mempersiapkan dan menyajikan materi diklat dengan strategi dan metode penyampaian yang bervariasi sehingga peserta diklat sangat penuh perhatian dan semangat dalam mengikuti diklat. Tidak kalah pentingnya adalah peranan Kepala Sekolah yang memberikan dukungan penuh dan mendorong para guru dan siswa agar mendukung suksesnya pelaksanaan IbM SDN 1 dan SDN 2 Paksebali. Begitu juga 237
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 229–238
sambutan dari Pengawas Sekolah SD UPT Dikpora Kecamatan Dawan pada saat pembukaan diklat, menghimbau agar para guru dan siswa serius untuk mengikuti diklat sehingga kegiatan IbM SDN 1 dan SDN 2 Paksebali dapat berjalan dengan lancar dan mencapai hasil yang diharapkan. Ditambahkan juga, agar kegiatan IbM seperti ini terus berkelanjutan untuk sekolah-sekolah yang berada di Kecamatan Dawan. SIMPULAN a) Keberhasilan pelaksanaan program mencapai 100%. b) Peningkatanan pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran inovatif berbasis TI dan lebih memahami kegunaan teknologi informasi dan penerapannya dalam pembelajaran di sekolah. c) Peningkatan pengetahuan dan kemampuan guru dalam penyusunan proposal penelitian tindakan kelas (PTK) dan pelaksanaan PTK dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran dan peningkatan keprofesian berkelanjutan. d) Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun Karya Tulis Siswa (KTS) untuk dipajang pada majalah dinding (Mading) sekolah. e) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga guru yang ditugaskan untuk mengelola perpustakaan pada SDN 1 Paksebali tentang tata kelola perpustakaan yang baik. f) Terpenuhi sarana perpustakaan di SDN 1 Paksebali seperti kursi dan meja baca serta rak buku; sarana UKS 238
ISSN : 1829 – 894X
di SDN 2 Paksebali, seperti dipan, kasur, bantal, rak obat, kotak P3K, meja ½ biro, dan papan nama UKS. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Sekolah dan Siswa SD N1 dan SD N2 Paksebali atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk melakukan Pengabdian Kepada Masyarakat sehingga artikel ini terwujud. Terima kasih di sampaikan juga kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta Koordinator Kopertis Wilayah 8 Denpasar atas bantuan dananya sehingga penelitian ini bisa direalisasikan. Terima kasih disampaikan pula kepada Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan atas diterbitkannya artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Kemendiknas RI. 2014. Panduan Pelak sanaan Penelitian dan PPM Edisi IX 2013, Jakarta: 25 Maret 2014. SD N 1 Paksebali. 2014. Rencana Pengembangan Sekolah dan RABS Tahun 2014. Paksebali. SD N 2 Paksebali. 2014. Rencana Pengembangan Sekolah dan RABS Tahun 2014. Paksebali. Sudiana, I Made, dkk. 2014. Laporan Akhir: IbM SMPN 5 Tabanan dan SMPN 2 Kediri.Tabanan Bali. Suwindra, I.N.P. 2012. Program Ipteks bagi Wilayah (Ib.W) di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Tahun 2011. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4) 2012, 9 – 16.
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 239–240
ISSN : 1829 – 894X
INDEKS
A Action Reseach In Counseling 165 Aisah 142, 147 B Badung 135, 138, 139, 140 Bajera 165, 171, 181, 223 Bali 198, 201, 202, 212, 220, 223, 238 Bangli ii, 198, 199, 201, 203, 204 budaya idih-idih 202, 203 C character building 193 D Darbelnet 142, 147 Desa Batur Tengah 201 Desa Batur Utara 201 Desa Buahan 201, 203 Desa Kedisan 201, 203 Desa Songan A 201 Desa Songan B 201 Desa Suter 201 Desa Trunyan 201, 203 differentiated instruction 187, 188, 193
kriteria ketuntasan minimal 172, 181 Kuta Utara 135, 136, 138, 139, 140 L Lasmawan 198, 199, 204 layanan Bimbingan Konseling 165 layanan informasi 163 LKS i, 173, 179, 180, 181, 182, 207, 208 lulu apad 202 M Malaysia 156 Mann 188, 195 Marga ii, 211, 212, 213, 215, 217, 218, 219, 220 Martinis 170, 177 Model Pembelajaran Kooperatif i, 173, 177, 181, 182, 186 Multatuliana 142, 147 Munday 143, 147 N
Gunung Batur ii, 198, 199, 200, 202, 203
Newmark 143, 147 nilai karakter bangsa 213, 214, 215, 216, 217, 218, 219 nilai-nilai karakter bangsa 213, 214, 215, 216, 217, 218, 219 Ni Luh Nurparini 213, 216, 217, 219 Ni Wayan Mawar 213, 215, 217, 219
H
O
Harjasujana 136 Hindu 198, 200
Ordudari 143, 147
G
I INDONESIA 141 I Nyoman Supana 214, 216, 218, 219 I Wayan Dedi Armana 214, 216, 217, 219 I Wayan Suarnajaya 192, 195 K Kediri 149, 150, 151, 154, 238 kemiskinan struktural 202 Ketut Karinata 193 Kinematika Gerak 180, 181 Kintamani ii, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204
P Paksebali ii, 229, 230, 231, 232, 233, 234, 235, 237, 238 Pancasila 149, 150, 151, 153, 200 Partisipatory Rural Apprasial 231 pembelajaran Koperatif Jigsaw 206, 207 Penelitian Tindakan Kelas 137, 150, 151, 154, 156, 157, 169, 181, 223, 227 Prototipycal Studies 197, 200 R rwabhineda 200
239
Suluh Pendidikan, 2015, 13 (2): 239–240
ISSN : 1829 – 894X
S
T
sekehe baris 201 sekehe gambuh 201 sekehe gong 201 sekehe joged 201 sekehe manyi 201 sekehe payus 201 sekehe pruguh 201 sekehe rejang 201 sekehe santi 201 sekehe tabuh 201 Selemadeg i, 161, 163, 165, 167, 168, 169, 171, 172, 173, 176, 177, 179, 180, 181, 182, 185, 221, 222, 223, 227 Student Team Achievment Division (STAD) 155, 156, 158, 159, 160, 169, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 221, 222, 223, 224, 226, 227 sumber daya manusia 156 Suryabrata 164, 168 Susanti 142, 147
Tabanan i, ii, 149, 150, 151, 154, 155, 156, 157, 160, 165, 171, 181, 187, 205, 206, 207, 210, 211, 212, 213, 215, 217, 218, 219, 220, 223, 229, 230, 238 Tat Twam Asi ii, 197, 199, 200, 202 Technology Transfer 229, 231 Tomlinson 189, 190, 192, 194, 195 Transfer Kenewledge 231 Trianto 176, 177, 185, 186, 222, 227
240
V Vinay 142, 147 W Willis 188 Wirjosoedarmo 145, 147 World Bank 199, 204 Y Yus Badudu 163
PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan. Naskah dikirim ke LPPM IKIP Saraswati IKIP Saraswati Tabanan, Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan 82113 Bali atau lewat emai: ninyomankarmini@yahoo. com. Naskah diketik satu setengah spasi, kecuali abstrak, tabel, keterangan gambar, histogram dan kepustakaan diketik dalam satu spasi dengan batas 3,5 cm dari kiri, 3 cm masing-masing dari atas, kanan dan bawah tepi kertas. Naskah maksimum 12 halaman A4, diketik dalam program Microsoft Word for Windows huruf Time New Roman ukuran 12. Sebanyak dua eksemplar naskah cetak dan soft copy (CD) yang memuat berkas naskah tersebut diserahkan kepada Redaksi Pelaksana. Ilustrasi yang berupa grafik, gambar atau foto yang tidak masuk dalam berkas CD harus ditempel pada tempatnya dalam naskah cetak. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia menggunakan abstrak yang ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya naskah yang ditulis dalam bahasa Inggris menggunakan abstrak dalam bahasa Indonesia. Abstrak tidak lebih dari 400 kata. Pada pojok kiri bawah dari abstrak ditulis kata kunci (key words) tidak lebih dari 5 kata. Judul singkat (tidak lebih dari 12 kata), jelas, informatif dan ditulis dengan huruf kapital kecuali nama ilmiah. Untuk kajian pustaka (review) dibelakang judul ditulis: Suatu Kajian Pustaka. Nama penulis tanpa gelar, alamat dan instansi penulis ditulis lengkap. Susunan naskah hasil penelitian terdiri dari judul (title), nama penulis (author), alamat penulis (address), abstrak (abstract), pendahuluan (introduction), metode penelitian (research methods), hasil (results), pembahasan (discussion), simpulan (conclusion), ucapan terima kasih (acknowledgements), dan kepustakaan (literate cited). Naskah kajian pustaka terdiri atas judul, nama penulis, alamat penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan, simpulan (conclusion), ucapan terima kasih, dan kepustakaan. Setiap alenia baru diketik mundur tiga ketukan. Setiap tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar (foto) diberi nomor urut, judul singkat dan jelas, dibuat pada satu halaman (tidak terpotong). Hasil yang ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lainnya (misalnya histogram atau grafik). Dalam tata nama (nomeklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan yang baku. Untuk istilah asing ditulis miring kecuali abstrak. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem Nama-Tahun. Contoh kutipan langsung, Lansing et al. (2002:3); kutipan tidak langsung: Lansing et al. (2003). Kepustakaan ditulis menurut sistem Nama-Tahun dan disusun berdasarkan abjad. Berikut ini beberapa contoh penulisan pustaka. a. Abstrak Darnaedi D. 1991. Rheofite di sepanjang sungai Mahakam, Kalimantan Timur, abstrak.244, hlm.122. Di dalam Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi X. 1991. Perhimpunan Biologi Indonesia dan Pusat antar Universitas Hayati, IPB, Bogor. b. Buku Auderisk T. and G Auderisk. 1999. Biology, Life on Earth. Ke-5.Edition. Printice Hall, New Jersey. c. Buku Terjemahan Mackinnon M. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali (terjemahan). Ed. Ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. d. Disertasi, Tesis, dan Skripsi Wiguna IWAA. 2002. Kontribusi system usahatani padi sawah terhadap pengkayaan hara nitrogen, fosfor, dan kalium aliran permukaan pada ekosistem subak di Bali. Kasus daerah aliran sungai Yeh Sungi di Tabanan Bali. Disertasi (S3) pada PPs-IPB, Bogor. e. Hasil penelitian yang dipublikasikan tetapi belum terbit Surata SPK. Persepsi guru sekolah dasar terhadap subak sebagai model pendidikan lingkungan di Bali, submitted (belum disetujui redaksi). Surata SPK. Haemotological indices studies in four subpopulation of Java Sparrow (Pada oryzivora L.). Biota, in press. (sudah disetujui redaksi). f. Penelitian yang sudah dipublikasikan Jacobson SK. 1991. Profile evaluation model for developing, implementing, and assessing conservation education programs; examples from Belize and Costa Rika. Environmental Management, 15 (2):143-150. g. Kamus Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ke-2. Balai Pustaka, Jakarta. h. Prosiding Surata SPK. 2003. Budaya padi dalam subak sebagai model pendidikan lingkungan, hlm.81-97. Di dalam F. Kasryno, E. Pasandaran dan AM Fagi (Penyunting). Subak dan Kerta Masa. Kearifan lokal mendukung pertanian yang berkelanjutan. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta. i. Publikasi perusahaan atau lembaga Minitab Inc. 1991. Minitab Reference Manual V.8. State College, USA. j. Surat Kabar Khosman, A. 16 Januari 2004. Perlu kebijakan mikro yang memihak petani. Kompas, 39(196): 46. Kolom 1-6. k. Nama penulis tidak dicantumkan, yang ditulis nama lembaganya (bukan anonim) WHO (World Health Organization). 1993. Guidenlines for drinking-water quality, Vol. 1. Recommendations. Ed. Ke-2. Geneva. l. Sumber dalam internet Ingeg Z. 1997. Analyzing Educational Resource for Environmental and Development Education. Griffith University and the Deparment of Environment, Sport & Territories. Australian Government, Department of Environment and Herrtiage. http//www.deh.gov.auleducationsitsWmodeule/modeule25,html.