ISSN : 1829 – 894X
SULUH PENDIDIKAN (Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan) Volume 10
Nomor 2
Desember 2012
• Pembelajaran Biologi dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Ergonomi Menurunkan Kelelahan dan Meningkatkan Konsentrasi Belajar Mahasiswa IKIP Saraswati Tabanan (I Gusti Made Oka Suprapta) ..............…..................
61– 69
• Penerapan Strategi Inquiry Berbasis Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Fisiologi Tumbuhan di Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Saraswati Tabanan (Dewa Nyoman Oka) ................................................
70– 77
• Biologi SMA Terintegrasi Etnosains Subak: Analisis Etnosains Subak yang dapat Diintegrasikan dengan Materi Biologi SMA (I Made Sudiana, Ni Nyoman Karmini, I Made Maduriana) ................................................................
78– 91
• Usaha Memotivasi dan Membangkitkan Minat Siswa terhadap Matematika: Suatu Kajian Pustaka (I Wayan Sudiarta) …………..................................... 92– 101 • Sejarah Analitik Struktural dan Penerapannya dalam Pembelajaran Sejarah: Suatu Kajian Pustaka (Kadek Widya Wirawan dan I Wayan Wiadnyana) … 102–109 • Penyempurnaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit: Suatu Kajian Pustaka (I Gusti Putu Anom Putrawibawa) ….......................... 110–120
Pusat Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan
Dewan Redaksi Majalah Ilmiah “SULUH PENDIDIKAN” IKIP Saraswati Tabanan Ketua Drs. I Made Sudiana, M.Si. Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) Dr. I Nyoman Suaka, M.Si. Peyunting Pelaksana Dr. Dra. Ni Nyoman Karmini, M.Hum.; Dr. Drs. Dewa Nyoman Oka, M.Pd.; Drs. Ida Bagus Anom Sutanaya, M.Pd.; Drs. Made Kerta Adhi, M.Pd.; Drs. I Nyoman Suryawan, M.Si.; Drs. Wayan Mawa, M.Hum. Penyunting Tamu Dr. I Gusti Ngurah Raka Haryana, MS (IKIP Saraswati Tabanan); Prof. Dr. Ir. Gede Mahardika, MS (UNUD); Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes (UNDIKSHA) Pengelola Pusat Penelitian IKIP Saraswati Tabanan Suluh Pendidikan: diterbitkan oleh Pusat Penelitian IKIP Saraswati Tabanan (Saraswati Institut Press), sebagai media informasi ilmiah bidang pendidikan baik berupa hasil penelitian maupun kajian pustaka. Penerimaan Naskah Redaksi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa atau praktisi dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakang jurnal ini. Tulisan yang dimuat mendapat kompensasi 2 eksemplar. Langganan Suluh Pendidikan terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Langganan untuk satu tahun termasuk ongkos kirim sebagai berikut: 1. Lembaga/instansi : Rp. 100.000 2. Individu/pribadi : Rp. 50.000 3. Mahasiswa : Rp. 20.000 Alamat Redaksi IKIP Saraswati Tabanan Jalan Pahlawan Nomor 2 Tabanan – Bali 82113 Telp. (0361) 811267 Email:
[email protected]
ISSN : 1829 – 894X
SULUH PENDIDIKAN
(Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan)
Vol.10 No.2 Desember 2012 Pembelajaran Biologi dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Ergonomi Menurunkan Kelelahan dan Meningkatkan Konsentrasi Belajar Mahasiswa IKIP Saraswati Tabanan (I Gusti Made Oka Suprapta) ...................………….....…………..........
61– 69
Penerapan Strategi Inquiry Berbasis Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Fisiologi Tumbuhan di Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Saraswati Tabanan (Dewa Nyoman Oka) ............................................................................... 70– 77 Biologi SMA Terintegrasi Etnosains Subak: Analisis Etnosains Subak yang dapat Diintegrasikan dengan Materi Biologi SMA (I Made Sudiana, Ni Nyoman Karmini, I Made Maduriana) ...............
78– 91
Usaha Memotivasi dan Membangkitkan Minat Siswa terhadap Matematika: Suatu Kajian Pustaka (I Wayan Sudiarta)……………………………………........................... 92– 101 Sejarah Analitik Struktural dan Penerapannya dalam Pembelajaran Sejarah: Suatu Kajian Pustaka (Kadek Widya Wirawan dan I Wayan Wiadnyana) ………………...... 102– 109 Penyempurnaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit: Suatu Kajian Pustaka (I Gusti Putu Anom Putrawibawa)……………………………................ 110– 120
Pusat Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) BERBASIS ERGONOMI MENURUNKAN KELELAHAN DAN MENINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR MAHASISWA IKIP SARASWATI TABANAN I Gusti Made Oka Suprapta FPMIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT This experimental study using a design of a randomized pre and posttest control group design, and involved 16 samples in the control group and 16 samples in the experimental group. The data obtained were tested normality with Shapiro-Wilk test. Qualified data normality test were analyzed by parametric analysis by group t test and data which do not qualify normality test were analyzed by non-parametric analysis with Mann-Whitney test at 5% significance level (α = 0.05). Different test fatigue between the control group with experimental group was significantly different (p <0.05), and reduction of fatigue in the experimental group that is equal to 34.90%. Concentration is increased significantly (p<0.05) and consequently students more thoroughly, more rapid and constant in the move. Key words: Teaching, learning ergonomic base ABSTRAK Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan randomized pre and posttest control group design, serta melibatkan 16 sampel pada kelompok kontrol dan 16 sampel pada kelompok eksperimen. Data yang diperoleh diuji normalitasnya dengan uji ShapiroWilk. Data yang memenuhi syarat uji normalitas dianalisis dengan analisis parametrik dengan uji t group dan data yang tidak memenuhi syarat uji normalitas dianalisis dengan analisis non parametrik dengan uji Mann-Whitney pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Uji beda kelelahan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen adalah berbeda bermakna (p<0,05), dan penurunan kelelahan pada kelompok eksperimen yaitu sebesar 34,90%. Konsentrasi belajar meningkat secara bermakna (p < 0,05) dan konsekuensinya mahasiswa lebih teliti, lebih cepat dan konstan dalam beraktivitas. Kata kunci: Sains teknologi masyarakat, pembelajaran berbasis ergonomi PENDAHULUAN Pembelajaran adalah suatu proses dengan tahapan aktivitas yang terprogram sehingga pada diri pebelajar terjadi perubahan prilaku. Perubahan perilaku itu meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembelajaran dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pembelajaran inovatif karena menggunakan
pendekatan kooperatif, yaitu pembelajaran yang dilaksanakan secara tim (kelompok). Masalah yang dibahas dalam diskusi kelompok adalah masalah yang berkaitan dengan situasi dunia nyata atau isuisu sosial dan teknologi yang ada di masyarakat, sehingga ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya 61
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
pembelajaran menjadi bermakna atau disebut juga pembelajaran kontekstual (Dzaki, 2009; Nurohman, 2008; Sumintono, 2008; Widyatiningtyas, 2008). Materi kuliah Biologi sangat cocok bila diterap kan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, karena materi Biologi sangat berhubungan dengan kehidupan seharihari dan teknologi yang ada di masyarakat. Dewasa ini penggunaan pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat kurang diminati oleh dosen maupun mahasiswa karena: (a) kurang PAKEM (partisipasi, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan); (b) kurang
kelelahan mahasiswa meningkat sebesar 24,5% dan konsentrasi belajar mahasiswa menurun sebesar 32%. Agar kelelahan dapat diminalkan dan konsentrasi belajar dapat ditingkatkan maka tugas (task), organisasi (organization) dan lingkungan (environment) perlu diserasikan dengan kemampuan, ke bolehan dan keterbatasan mahasiswa sehingga terwujud pembelajaran yang lebih manusiawi. Berdasarkan masalah yang dipertimbangkan dengan aspekaspek ergonomi tersebut di atas maka perlu perbaikan pembelajaran dengan
ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien); dan (c) kurang I2M3 (inspiratif, inovatif, menantang, menyenangkan, dan memotivasi). Pembelajaran Sains Teknologi Ma syarakat akan menjadi pembelajaran PAKEM, ENASE, dan I2M3 (Direktorat Pembinaan TK&SD, 2009), bila dikaitkan dengan kaidah-kaidah ergonomi. Er gonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003; 2004). Ergonomi sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan tugas. Pada penelitian pendahuluan yaitu pada pembelajaran yang tidak memperhatikan aspek-aspek ergonomi dalam pembelajaran ditemukan bahwa
memperhatikan sklala prioritas, seperti: (a) intensitas pencahayaan diupayakan antara 350–700 lux; (b) memperbaiki stasiun kerja dengan menyesuaikan meja dan kursi belajar dengan antropometrik mahasiswa; (c) memperbaiki penempatan papan tulis dan tinggi layar LCD yang disesuaikan dengan tinggi mata mahasiswa yang duduk paling belakang, sehingga gerakan kepala tetap berada pada rentangan 5o di atas bidang horizontal dan 30o di bawah bidang horizontal; (d) penambahan papan kerja dan penempatannya disesuaikan dengan tinggi mata mahasiswa pada posisi berdiri; (e) memperbaiki media pembelajaran khususnya media power point sehingga mengikuti kaidah-kaidah ergonomi; dan (f) memperbaiki teknik pembelajaran melalui pembelajaran biologi dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat berbasis ergonomi (aktivitas mahasiswa menjadi lebih dinamis karena konstraksi otot statis diubah menjadi dinamis). Sehingga melalui perbaikan ini diharapkan dapat menurunkan
62
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
kelelahan dan meningkatkan konsentrasi belajar mahasiswa Jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan. METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini sebanyak 32 orang yang diambil dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah bioteknologi. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus Pocock (2008). Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan ran cangan randomized pre and posttest control group design (Pocock, 2008). Secara random subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: kelompok pertama sebagai kelompok kontrol diberi pembelajaran bioteknologi dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, kelompok kedua
penelitian ini adalah (a) kuesioner 30 items of rating scale dengan skala Likert yang sudah valid dan reliabel serta sudah digunakan secara internasional untuk mendata kelelahan. (b) Kuesioner Bourdon Wiersma yang meliputi kecepatan, ketelitian, dan kekonstanan mahasiswa dalam mengerjakan soal untuk mengukur konsentrasi belajar mahasiswa pada saat mengikuti perkuliahan. Data dianalisis menggunakan SPSS 13. HASIL 1 Data Kondisi Subjek Hasil analisis kondisi subyek pada penelitian ini meliputi data tentang tinggi badan, berat badan, dan umur mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rerata Simpang Baku dan Hasil Uji Beda dari Data Tinggi Badan, Berat Badan dan Umur Mahasiswa Jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Variabel
Kelompok Kontrol
Kelompok eksperimen
Nilai U
Nilai P
Ket.
Rerata
SD
Rerata
SD
Tinggi badan (cm)
159,16
5,365
158,63
6,371
118,50
0,724
TB
Berat badan (kg)
53,13
2,373
53,16
2,498
126,00
0,956
TB
Umur (tahun)
21,13
0,806
20,69
0,704
89,00
0,149
TB
Keterangan: TB = Tidak berbeda bermakna
sebagai kelompok eksperimen diberi pem belajaran bioteknologi dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat berbasis ergonomi. Alat untuk mengumpulkan data pada
2. Kondisi Lingkungan Hasil analisis data kondisi lingkung an di ruang kuliah Jurusan Biologi, IKIP Saraswati Tabanan dapat dilihat pada Tabel 2.
63
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 2 Data Kondisi Lingkungan di Ruang Kuliah Jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan Variabel yang diukur Suhu basah (oC) Suhu kering(oC) RH (%) Kebisingan (dB) Kecepatan angin (m/dt) Pencahayaan (lux)
Kelompok Kontrol Rerata SD 24,00 0,935 28,22 1,003 76,67 2,000
Kelompok eksperimen Rerata SD 24,33 1,414 28,11 1,054 77,11 2,028
Nilai t
Nilai P
Ket.
-0,590 0,229 -0,468
0,565 0,822 0,646
TB TB TB
61,83 0,16
0,548 0,022
62,06 0,15
0,512 0,020
-0,906 0,225
0,378 0,825
TB TB
179,53
12,795
440,78
57,257
-13,359
0,000
BB
Keterangan: TB = Tidak berbeda bermakna, BB = Berbeda bermakna
3. Kelelahan pada Proses Pembelajaran Hasil analisisnya data kelelahan pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Hasil Analisis Data Kelelahan pada Mahasiswa Jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan Kelompok Kelompok Kelelahan Kontrol eksperimen Nilai t Nilai P Ket. Rerata SD Rerata SD Sebelum 48,08 0,803 47,87 0,542 0,862 0,396 TB Kuliah Sesudah 80,46 1,571 68,96 2,079 17,650 0,000 BB kuliah Selisih 32,38 1,540 21,08 1,868 18,657 0,000 BB Keterangan: TB = Tidak berbeda bermakna, BB = Berbeda bermakna
Dari 30 item kelelahan dipilah menjadi tiga kategori menurut komponen yang diukur yaitu item 1 s.d 10 mengukur aktivitas melemah, item 11 s.d 20 mengukur
motivasi menurun dan item 21 s.d 30 mengukur kelelahan fisik. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Analisis Data Kelelahan yang Dipilah Menjadi Tiga Kategori pada Mahasiswa Jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan Kelompok Kelompok Kelelahan Kontrol eksperimen Nilai t Nilai P Ket. Rerata SD Rerata SD 1.Sebelum Kuliah a. Aktivitas melemah 14,02 0,494 13,79 0,468 1,355 0,186 TB -0,372 b. Motivasi menurun 16,31 0,776 16,40 0,460 0,713 TB c. Kelelahan Fisik 17,75 0,565 17,69 0,524 0,321 0,750 TB 2.Sesudah Kuliah a. Aktivitas melemah 22,02 1,606 17,62 2,089 6,674 0,000 BB b. Motivasi menurun 28,46 1,667 24,65 1,565 6,668 0,000 BB c. Kelelahan Fisik 29,98 1,266 26,69 2,083 5,399 0,000 BB 64
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
3.Selisih a. Aktivitas melemah b. Motivasi menurun c. Kelelahan Fisik
8,00 12,15 12,23
ISSN : 1829 – 894X
1,557 1,495 1,285
3,83 8,25 9,00
2,294 1,711 2,078
6,011 6,859 5,286
0,000 0,000 0,000
BB BB BB
Keterangan: TB = Tidak berbeda bermakna, BB = Berbeda bermakna
PEMBAHASAN Kondisi subjek dilihat dari tinggi badan, berat badan dan umur pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah komparabel. Kondisi lingkungan dilihat dari suhu basah, suhu kering, kelembahan relatif, kebisingan, dan kecepatan angin di ruang kuliah antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah komparabel. Sedangkan pencahayaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak berbeda bermakna, karena pada kelompok eksperimen dilakukan intervensi sehingga rerata intensitas cahaya menjadi 440,74 lux. Hal ini layak untuk membaca dan menulis (Grandjean dan Kroemer, 2000). Kelelahan sebagai parameter kesehatan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental. Kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan ke lelahan kronis dengan gejala-gejalanya adalah: (1) terjadi penurunan kestabilitas fisik; (2) kebugaran berkurang; (3) gerakan lamban; (4) malas bekerja; dan (5) adanya rasa sakit yang semakin meningkat (Grandjean dan Kroemer, 2000). Jika ini terjadi dalam proses pembelajaran tentu
akan berdampak buruk terhadap luaran proses dan hasil belajar. Sikap kerja yang bertentangan dengan sikap alami tubuh, akan menimbulkan kelelahan dan cedera otot-otot. Dalam sikap yang tidak alamiah tersebut akan banyak terjadi gerakan otot yang tidak fisiologis sehingga boros energi. Hal itu akan menimbulkan strain dan cedera otot-otot skeletal (Adiputra, 2008). Penggunaan otot pada kelompok kontrol bersifat statis, karena proses tersebut bersifat teacher centered sehingga pembelajaran didominasi oleh dosen. Pada proses pembelajaran sebagian besar dosen (92,6%) masih menggunakan metode ceramah. Mahasiswa duduk statis dalam jangka waktu lama, aktivitas bersifat monoton dan tidak disertai dengan istirahat aktif. Kontraksi otot statis (isometrik) dalam waktu relatif lama menyebabkan sirkulasi darah tidak optimal, sehingga mengurangi asupan oksigen dan zat makanan. Dengan demikian asupan energi berkurang sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Disamping itu akumulasi asam laktat merangsang reseptor rasa nyeri sehingga dirasakan sebagai keluhan muskuloskeletal. Dengan demikian kerja otot statis mempercepat timbulnya kelelahan dan keluhan muskuloskeletal (Guyton dan Hall, 2000). Aspek lingkungan kerja sangat menentukan prestasi kerja seseorang. Lingkungan 65
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
yang tidak kondusif di tempat kerja, akan memberikan beban tambahan bagi tubuh, padahal tubuh sedang melaksanakan beban utama yaitu aktivitas yang sedang dilaksanakan. Demikian juga lingkungan dingin, kelembaban relatif, penipisan kadar oksigen, adanya zat pencemar dalam udara juga akan mempengaruhi penampilan kerja. Permasalahan yang dijumpai di ruang belajar jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan pada kelompok kontrol adalah intensitas pencahayaan kurang dari 200 lux (reratanya 179,53 lux). Padahal Grandjean dan Kroemer (2000)
pada kelompok kontrol adalah tidak adanya papan kerja yang berfungsi sebagai tempat untuk menempel informasi hasil kerja mahasiswa. Demikian pula informasi yang disampaikan dalam bentuk media pembelajaran oleh dosen ke mahasiswa belum memenuhi kaidah-kaidah ergonomi, seperti ukuran huruf dan penempatannya. Rumus huruf yang ergonomis adalah tinggi huruf (dalam mm) = jarak baca (dalam mm) dibagi 200 (Grandjean dan Kroemer, 2000). Demikian pula tinggi tepi atas papan tulis 195 cm, seharusnya 169 cm, sehingga tulisan di papan tulis
mempersyaratkan 350–700 lux untuk kegiatan membaca dan menulis. Kondisi tersebut diyakini dapat menimbulkan kelelahan. Disamping itu Adiputra (2008) menyatakan bahwa penerangan di tempat kerja, adanya kebisingan, lingkungan kimia, biologi dan lingkungan sosial di tempat kerja berpengaruh terhadap prestasi dan produktivitas kerja. Kondisi waktu perlu diperhatikan agar pada diri mahasiswa tidak terjadi kelelahan yang berlebihan, dan perlu penyesuaian antara lama pembelajaran dengan jumlah waktu istirahat. Permasalahan yang dijumpai pada kelompok kontrol terkait dengan kondisi waktu adalah belum diterapkan istirahat aktif, sehingga mahasiswa duduk dalam jangka waktu lama saat beraktivitas. Pembelajaran dengan pendekatan ergonomi menekankan agar kerja otot lebih dinamis dan lebih bervariasi sehingga mahasiswa dapat melakukan istirahat aktif, karena istirahat aktif dapat mempercepat waktu pemulihan (Husein, 2007). Permasalahan yang berkaitan dengan kondisi informasi
penempatannya tidak sesuai dengan tinggi mata pada posisi duduk (persentil 5). Bila kondisi ini dibiarkan maka akan terjadi kelelahan dan kebosanan pada diri mahasiswa (Pardede, 2008). Permasalahan yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya pada kelompok kontrol adalah belum diterapkannya pemberian penghargaan dan hukuman oleh dosen. Dalam rangka untuk membina dan meningkatkan motivasi kerja mahasiswa dalam melaksanakan tugastugasnya, ternyata kondisi sosial seperti pemberian penghargaan bagi yang berhasil dan hukuman bagi yang salah belum dilakukan oleh dosen, karena orientasinya hanya hasil pembelajaran. Kondisi sosial seharusnya banyak dimanfaatkan oleh pimpinan tempat kerja untuk membina dan membangkitkan motivasi kerja, seperti sistem penghargaan bagi yang berhasil dan hukuman bagi yang salah dan lalai bekerja (Adiputra, 2008). Dengan adanya istirahat aktif pada pembelajaran biologi dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat berbasis
66
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
ergonomi (pada kelompok eksperimen) maka kelelahan dapat diturunkan. Untuk mengatasi kelelahan pada proses pembelajaran, dapat dilakukan dengan jalan istirahat aktif. Hal ini akan dapat mengurangi timbunan asam laktat sehingga terjadi upaya pemulihan kelelahan pada otot skeletal (Nala, 2002). Munculnya kelelahan dini sebagai ekspresi beban belajar menunjukkan bahwa proses pembelajaran memerlukan energi yang relatif banyak apalagi kalau disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak memadai yang membuat energi terkuras untuk
berbeda bermakna (p<0,05). Berdasarkan data tersebut di atas maka terjadi penurunan kelelahan pada kelompok eksperimen yaitu sebesar 34,90%. Hal ini bisa terjadi karena melalui pembelajaran biologi dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat berbasis ergonomi yang diterapkan pada kelompok eksperimen memberi peluang kepada mahasiswa untuk bergerak secara dinamis yang konsekuensinya kontraksi otot statis berubah menjadi dinamis. Situasi belajar yang membosankan pada kelompok kontrol dapat diubah menjadi situasi yang menyenangkan pada kelompok eksperimen
mengatasinya (Sutajaya, 2006). Rerata kelelahan sebelum proses pembelajaran antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah sebesar 48,08 pada kelompok kontrol dan 47,87 pada kelompok eksperimen. Sesudah proses pembelajaran terjadi perubahan rerata kelelahan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen yaitu 80,46 pada kelompok kontrol dan 68,96 pada kelompok eksperimen. Sedangkan selisih rerata kelelahan adalah 32,38 pada kelompok kontrol dan 21,08 pada kelompok eksperimen. Berdasarkan uji beda antara rerata kelelahan sebelum proses pembelajaran pada kelompok kontrol tidak berbeda bermakna dengan kelompok eksperimen (p>0,05). Itu berarti kelelahan sebelum proses pembelajaran adalah komparabel. Kelelahan sesudah proses pembelajaran antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah berbeda bermakna (p<0,05). Uji beda dari selisih kelelahan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen adalah
juga bertindak sebagai penyebab ber kurangnya kelelahan pada kelompok eksperimen. Kelelahan pada mahasiswa juga dianalisis dari tiga kategori yaitu: (a) aktivitas melemah (item 1 – 10); (b) motivasi menurun (item 11 – 20); dan (c) kelelahan fisik (item 21 – 30). Sebelum proses pembelajaran hasil uji komparabilitas antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa: (a) aktivitas melemah pada kedua kelompok tersebut komparabel (p > 0,05); (b) motivasi menurun pada kedua kelompok tersebut juga komparabel (p > 0,05); dan (c) kelelahan fisik pada kedua kelompok tersebut juga komparabel (p > 0,05). Hasil uji beda terhadap rerata skor aktivitas melemah, motivasi menurun dan kelelahan fisik sesudah proses pembelajaran menunjukkan bahwa: (a) rerata skor aktivitas melemah pada kelompok kontrol berbeda bermakna dengan rerata skor aktivitas melemah pada kelompok eksperimen (p < 0,05); (b) rerata skor motivasi menurun 67
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
ISSN : 1829 – 894X
pada kelompok kontrol berbeda bermakna dengan rerata skor motivasi menurun pada kelompok eksperimen (p < 0,05); dan (c) rerata skor kelelahan fisik pada kelompok kontrol berbeda bermakna dengan rerata skor kelelahan fisik pada kelompok eksperimen (p < 0,05). Dalam hal ini aktivitas melemah pada kelompok kontrol lebih tinggi 52,13%, motivasi menurun pada kelompok kontrol lebih tinggi 32,09% dan kelelahan fisik pada kelompok kontrol lebih tinggi 26,41%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran biologi dengan pendekatan Sains Teknologi
kontrol; dan (c) tingkat kekonstanan pada kelompok eksperimen lebih tinggi 42,4% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Itu berarti pembelajaran biologi dengan pendekatan STM berbasis ergonomi mampu meningkatkan konsentrasi bela jar mahasiswa Jurusan Biologi IKIP Saraswati Tabanan secara bermakna (p < 0,05) dan konsekuensinya mahasiswa akan lebih teliti, lebih cepat dan konstan dalam beraktivitas.
Masyarakat berbasis ergonomi memang benar mampu mengatasi kelelahan secara bermakna (p < 0,05) dan konsekuensinya terjadi peningkatan aktivitas, motivasi dan kebugaran fisik. Konsentrasi belajar mahasiswa yang meliputi ketelitian, kecepatan dan ke konstanan didata menggunakan BourdonWiersma test. Dari hasil uji komparabilitas ditemukan bahwa: ketelitian, kecepatan, dan kekonstanan mahasiswa sebelum proses pembelajaran antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah komparabel (p > 0,05). Hasil uji beda antara rerata skor ketelitian, kecepatan, dan kekonstanan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesudah proses pembelajaran menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Dalam hal ini: (a) tingkat ketelitian pada kelompok eksperimen ternyata 56,7% lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol; (b) tingkat kecepatan pada kelompok eksperimen lebih tinggi 47,00% dibandingkan dengan kelompok
kelompok eksperimen yaitu sebesar 34,90% dan terjadi peningkatan konsentrasi belajar mahasiswa pada kelompok eksperimen, dilihat dari: (a) ketelitian meningkat 56,7%; (b) kecepatan meningkat 47,00%; dan (c) kekonstanan meningkat 42,4%.
68
SIMPULAN Terjadi penurunan kelelahan pada
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH., Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS.,IAF. guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Prof. Dr. Drs.I Made Sutajaya, M.Kes. guru besar Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UNDIKSA Singaraja yang telah membimbing, serta memberikan masukanmasukan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adiputra, N.2008. Upaya Kesehatan Kerja Tenaga Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Puskesmas Propinsi Bali. [cited 2010 November 14] Available from: http://www.balihesg.org - balihesg
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 61 - 69
Direktorat Pembinaan TK&SD. 2009. Mengenal Metode Pembelajaran Pakem. [cited 2010 Februari 10] Available from: http://sekolahku. info/artikel/mengenal-metodepembelajaran-pakem/ Dzaki, M. F. 2009. Pendekatan Sains Teknologi Society (STS). [cited 2009 Desember 2 ] Available from: http:// penelitiantindakankelas.blogspot. com/ 2009 /03/pendekatan-sainsteknologi-society-sts.html. Grandjean, E., Kroemer, K.H.E. 2000. Fitting the Task to the Human. A Textbook of Occupational Ergonomics. Fifth Edition. Piladelphie: Taylor & Francis. Guyton,A.C dan J.E. Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan (ed). Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 101-112. Husein, T. 2007. Analisa Perancangan Kerja. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB. hal. 8-13 Manuaba, A. 2003. Optimalisasi Aplikasi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja dan Prestasi Atlet. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Ergonomi dan Olahraga di Universitas Negeri Semarang, 12 April 2003. Manuaba, A. 2004. Membangun Desa Tanaman Hias Petiga melalui Tiga Sektor Potensial Ekonomi Bali Secara Harmoni dalam Rangka Pembangunan Bali Berlanjut. Makalah. Denpasar: Bali-HESG, Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Nala, N.2002.Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali. hal. 57.
ISSN : 1829 – 894X
Nurohman, S. 2008. Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Peningkatan Life Skills Peserta Didik. [cited 2009 Desember 2] Available from: http:// shobruwordpress. compublikasi/ sains-teknologi-masyarakat/. Pardede, B.D. 2008. Panduan Pengem bangan Multimedia Pembelajaran-4. [cited 2009 April 16] Available from: http://pakdesmart75.wordpress. com /2008/06/ 01/panduanpengembangan-multimediapembelajaran-4/ Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. New York: A Wiley Medical Publication. Pig 110-112. Sumintono, B. 2008. Mengemas Sains Teknologi dan Masyarakat dalam Pengajaran Sekolah. [cited 2009 Desember 5] Available from: http:// netsains.com /2008 /01/mengemassains-teknologi-dan-masyarakatdalam-pengajaran-sekolah/. Sutajaya, IM. 2006. Pembelajaran melalui Pendekatan Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan Partisipatori (SHIP) mengurangi Kelelahan, Keluhan Muskuloskletal, dan Kebosanan serta Meningkatkan Luaran Proses Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja. (Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Widyatiningtyas. 2008. Pembentukan Pengetahuan Sains Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. [cited 2009 Nopember 25]Available from: http:// educare.e-fkipunla.net/index2. php?option=comcontent&dopdf= 1&id= 43.
69
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
ISSN : 1829 – 894X
PENERAPAN STRATEGI INQUIRY BERBASIS PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN FIOLOGI TUMBUHAN DI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI IKIP SARASWATI TABANAN Dewa Nyoman Oka FPMIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT Plant physiology as a science has product components, processes, and attitudes. Products of science produced through the process of systematically structured science through the scientific method and scientific attitude required in performing the honest, objective, analytical and skeptical. Therefore, plant physiology learning implemented as science was discovered by biologists. Appropriate instructional strategies implemented a strategy of inquiry-based problem-solving. The purpose of this research is to determine (1) the students’ learning activities, (2) student responses, and (3) student learning outcomes of the application of the strategy of inquiry-based learning problems in plant physiology. To obtain research data conducted observation of student activities, student responses to questionnaires perceptions, and student learning outcomes by achievement test. Data were analyzed by descriptive qualitative and statistics t-test. Found as many as 26 students (78.78%) active and the remaining seven were student (21.22%) is very active in the learning activities. All students responded positively to the application of learning strategies used. The majority of the students are 29 people (87.88%) stated that the inquiry is very interesting strategy to increase interest in learning and only four people (12.12%) stated they were quite interesting. Student results increased by 21.75% from 61.06 to 73.94 pre test to post test. This increase was highly significant with a value of 15.15 t-count > tα0,05 2.042. It can be concluded that the implementation of inquirybased problem-solving strategies to improve student learning activities and results of the study plant physiology. Keywords: Strategy inquiry, problem solving, activity, response, learning outcomes ABSTRAK Fisiologi tumbuhan sebagai sebuah sains mempunyai komponen produk, proses, dan sikap. Pembentukan produk sains dihasilkan melalui proses sains terstruktur sistematis melalui metode ilmiah dan dalam melaksanakan diperlukan sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, analisis dan skeptis. Sehubungan dengan itu, pembelajaran fisiologi tumbuhan selayaknya dilaksanakan sebagaimana sains itu ditemukan oleh para ahli biologi. Strategi pembelajaran yang cocok diterapkan adalah strategi inquiry berbasis masalah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui (1) aktivitas belajar mahasiswa; (2) respons mahasiswa; dan (3) hasil belajar mahasiswa terhadap penerapan strategi inquiry berbasis masalah pada pembelajaran fisiologi tumbuhan. Untuk memperoleh data penelitian dilakukan observasi terhadap aktivitas mahasiswa, respons mahasiswa dengan kuisioner persepsi, dan hasil belajar mahasiswa dengan tes hasil belajar. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan statistik uji-t. Ditemukan sebanyak 26 orang mahasiswa (78,78%) aktif dan sisanya tujuh orang mahasiswa (21,22%) sangat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Semua mahasiswa merespons positif penerapan strategi pembelajaran 70
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
ISSN : 1829 – 894X
yang digunakan. Mayoritas mahasiswa yaitu 29 orang (87,88%) menyatakan bahwa strategi inquiry sangat menarik mampu meningkatkan minat belajar dan hanya empat orang (12,12%) menyatakan cukup menarik. Hasil belajar mahasiswa meningkat sebesar 21,75% dari nilai pre tes 61,06 menjadi 73,94 pada pos tes. Peningkatan ini sangat signifikan dengan nilai t-hitung 15,15 > tα0,05 2,042. Dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa terhadap pembelajaran fisiologi tumbuhan. Kata kunci: Strategi inquiry, pemecahan masalah, aktivitas, respons, hasil belajar
PENDAHULUAN Fisiologi tumbuhan sebagai sebuah sains pada hakikatnya memiliki tiga komponen yaitu komponen produk, proses dan sikap. Pembentukan produk sains berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam, dihasilkan melalui rangkaian kegiatan pemecahan masalah yang terstruktur dan sistematik lewat eksperimen menggunakan langkahlangkah ilmiah. Dalam proses penghasilan produk sains melalui rangkaian kegiatan eksperimen menuntut sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, analitik, dan skeptis. Oleh karena itu, sains diharapkan dapat menimbulkan karakter bagi siswa/ mahasiswa sesuai dengan nilai-nilai sains tersebut (Depdiknas, 2004). Sehubungan dengan itu, selayaknya kegiatan proses pembelajaran fisiologi tumbuhan mene rapkan strategi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada seluruh mahasiswa terlibat aktif untuk menemukan produk sains melalui kegiatan eksperimen dalam memecahkan masalah sains, dan membangun pengetahuannya sendiri se bagaimana sains tersebut ditemukan oleh para ahli. Tetapi pada kenyataannya, kegiatan pembelajaran di Jurusan Pendidikan
Biologi IKIP Saraswati Tabanan khususnya, mungkin juga di perguruan tinggi lain belum optimal melaksanakan strategi inquiry pada pembelajaran fisiologi tumbuhan. Dosen cenderung menerapkan metode belajar konvensional, dimana dosen mendominasi pengetahuan dan berusaha memindahkan ”isi kepalanya” (pengetahuan) kepada mahasiswa. Transformasi informasi seperti ini cenderung bersifat satu arah yaitu hanya dari dosen ke mahasiswa. Interaksi dosen-mahasiswa menjadi lemah dan posisi mahasiswa cenderung sebagai objek penerima yang pasif. Dalam kegiatan belajar, mahasiswa kurang memperoleh pengalaman belajar, keterlibatan mahasiswa dalam belajar menjadi rendah, rasa ”lapar” ingin tahu mahasiswa kurang terakomodasi, muncul perasaan tidak nyaman sehingga cepat membosankan. Penerapan strategi pembelajaran yang tidak tepat mengakibtkan rendahnya kualitas proses pembelajaran. Implikasinya, potensi akademik mahasiswa kurang tergali secara maksimal sehingga capaian hasil belajar mahasiswa menjadi rendah. Rata-rata nilai hasil belajar mahsiswa pada mata kuliah fisiologi tumbuhan hanya 65 (Dokumen Nilai Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi, 2011). 71
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
ISSN : 1829 – 894X
Solusi alternatif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar mahasiswa dapat dilakukan dengan menerapkan strategi pembelajaran inquiry berbasis pemecahan masalah. Sebab, penerapan strategi pembelajaran inquiry sesuai dengan teori konstruktivisme. Teori pembelajaran konstruktivisme pada dasarnya menekan kan pentingya siswa/mahasiswa mem bangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih bersifat student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses
kualitas pembelajaran sehingga hasil belajar mahasiswa diharapkan ikut meningkat. METODE Penelitian dilakukan di Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Saraswati Tabanan tahun 2011. Subjek penelitian adalah semua mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah fisiologi tumbuhan sebanyak 33 orang. Sedangkan objek yang diteliti meliputi (1) dosen dan aktivitas mahasiswa; (2) respons mahasiswa terhadap penerapan strategi pembelajaran yang digunkan; dan (3) hasil belajar mahasiswa pada materi
belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa/mahasiswa (Depdiknas, 2004). Hal ini menunjukkan teori konstruktivisme meyakinkan guru/ dosen bahwa proses belajar mengajar merefleksikan pengalaman siswa/ma hasiswa dalam proses belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri. Tiap siswa./mahasiswa menghasilkan sendiri “aturan” dan “model mental,” yang digunakannya untuk membangun pengalaman dan memperoleh pengetahuan. Belajar, karenanya, merupakan proses penyesuaian model mental siswa/mahasiswa dalam menyusun dan mengakomodasi pengalaman baru (Wikipedia: 2010, dalam Hipni, 2011). Inquire Based Learning dan Problem Based Learning (PBL) yang disebut sebagai strategi Contextual Teaching Learning (CTL) diwarnai Student Centered dan aktivitas siswa (Depdiknas, 2004) cocok diterapkan dalam proses pembelajaran fisiologi tumbuhan. Melalui penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah terjadi peningkatan
pokok reaksi terang dan reaksi gelap fotosintesis. Aktivitas dosen daam perkuliahan dikoleksi melalui keterlaksanaan kegiatan pembelajaran strategi inquiry berbasis pemecahan masalah. Kegiatan proses pem belajaran yang diamati pada dosen mulai dari persiapan perangkat pembelajaran, membuka perkuliahan, melaksanakan kegiatan inti perkuliahan sampai menutup perkuliahan. Keterlaksanakan kegiatan pembelajaran oleh dosen dinilai dengan dari aspek keterlaksanaan kegiatan pembelajaran. Jika aspek tersebut di laksanakan maka dinilai dengan kata ya dilaksanakan dan sebaliknya, jika tidak dilaksanakan dinilai dengan kategori tidak dilaksanakan (Chotimah dan Dwitasari, 2009). Sedangkan aktivitas mahasiswa diukur dengan instrumen lembar observasi/ penilaian aktivitas belajar. Apsek aktivitas belajar mahasiswa yang dinilai/diobservasi meliputi (1) menyiapkan alat dan bahan eksperimen; (2) melakukan eksperimen sesuai lembar kerja mahasiswa (LKM);
72
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
ISSN : 1829 – 894X
(3) menyusun laporan eksperimen; (4) mempresentasikan hasil laporan; dan (5) bertanya serta menjawab dalam kegitan diskusi kelas. Tiap-tiap aspek aktivitas diberikan nilai 1 untuk kategori sangat kurang aktif/pasif, 2 (kurang aktif), 3 (cukup aktif), 4 (aktif), dan 5 (sangat aktif). Respons mahasiswa terhadap penerapan strategi pembelajaran dikoleksi dengan kuisioner respons. Aspek respons terdiri dari sepuluh pernyataan/pertanyaan. Masing-masing pernyataan/pertanyaan diberikan empat pilihan jawaban mulai dari sangat menarik (4), menarik (3), cukup
fotosintesis dihasilkan oksigen (O2) dan dihasilkan amilum. Data yang telah dikoleksi dinalisis secara statistik dan deskriptif kualitatif. Hasil belajar mahasiswa diuji dengan uji-t pada taraf signifikansi 5%. Uji t dilakukan untuk membandingkan nilai hail belajar pre tes dengan pos tes. Jika nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah pada pembelajaran fisiologi tumbuhan berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa. Pengaruh yang signifikan ini akan dihubungkan
menarik (2), kurang menarik (1). Hasil belajar mahasiswa dikoleksi dengan tes hasil belajar asosiasi pilihan ganda sebanyak 10 soal dan soal uraian sebanyak 3 soal. Baik soal pilihan ganda dan uraian dibuat sesuai dengan indikator capaian hasil belajar dan tujuan pembelajaran dengan distribusi soal mulai dari kognitif 1 (C1) sampai dengan C6. Proporsi soal lebih banyak mulai pada C3 (aplikasi), C4 (analisis), C5 (sintesis), dan C6 (evaluasi) untuk soal pilihan ganda. Sedangkan soal uraian mulai dari C4 sampai C6. Proporsi ini didasarkan atas tingkat perkembangan mental dan pengetahuan mahasiswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa sekolah menengah. Kegiatan pembelajaran menggunakan pembelajaran kelompok (cooperatif learning) diawali dengan pemberian pre tes dan diakhiri dengan pos tes. Kegiatan inti pembelajaran lebih banyak melakukan eksperimen secara berkelompok. Eksperimen yang dilakukan adalah membuktikan bahwa dalam proses
dengan aktivitas dosen dan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran dan respons mahasiswa terhadap penerapan strategi pembelajaran inquiry berbasis pemecahan masalah. Bila hasil belajar mahasiswa berhubungan erat dengan aktivitas dosen, aktivitas belajar mahasiswa dan respons siswa, maka akan menguatkan kesimpulan yang didapat dari uji-t (Sugiyono, 2007). HASIL Sebanyak 33 orang mahasiswa yang mengambil mata kuliah fisiologi tumbuhan, 26 mahasiswa menunjukkan aktivitas belajar dalam kategori aktif (78,78%). Tujuh orang mahasiswa menunjukkan aktivitas sangat aktif (21,22%). Sedangkan dosen dalam kegiatan pembelajaran telah melakukan semua langkah pembelajaran secara baik. Terbukti dari mulai membuka, melaksanakan, menutup pembelajaran dinilai dengan kategori jawaban, yaitu ya dilaksanakan. Respons mahasiswa terhadap penera pan strategi pembelajaran berada dalam 73
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
ISSN : 1829 – 894X
kategori postif terhadap semua aspek yang ditanyakan. Mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 29 orang (87,88%) meyatakan bahwa penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah dalam pembelajaran fisiologi tumbuhan sangat menarik. Sisanya sebanyak empat orang mahasiswa (12,12%) menyatakan cukup menarik. Tidak di temukan mahasiswa yang menyatakan kurang menarik apalagi tidak menarik. Nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa pada pre tes sebesar 61,1. Nilai yang diperoleh mahasiswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70 yang
antara 70 – 75. Ini menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal baru mencapai 32%. Persesntase ini jauh di bawah ketuntasan klasikal yang disyaratkan yaitu ≥ 85%. Setelah dilakukan kegiatan pem belajaran dengan menerapkan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah, nilai rata-rata mahasiswa meningkat dari 61,06 pada pre tes menjadi 73,94 pada pos tes atau meningkat sebesar 21,75%. Dari hasil pos tes tampak bahwa sebanyak 29 orang mahasiswa (87,88%) telah mencapai ketuntasan belajar individu sesuai KKM 70 (B) dengan rentangan nilai antara 70 – 90.
ditetapkan Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Saraswati Tabanan. Hanya sebanyak delapan orang mahasiswa yang telah mencapai KKM dengan rentangan nilai
Sisanya sebanyak empat orang mahasiswa (12,12%) belum mencapai KKM 70. Peningkatan nilai pre tes ke pos tes secara individu tampak pada Gambar 1.
Pre tes
Pos tes
100
Nilai pre tes & pos tes
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930313233 Nomor urut mahaasiswa
Gambar 1. Peningkatan nilai pre tes ke nilai pos tes mahasiswa terhadap penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah pada pembelajaran fisiologi tumbuhan
74
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
Berdasar KK ≥ 85%, maka ketuntasan belajar klasikal mencapai 87,88%. Untuk itu, materi pokok pelajaran dapat dilanjutkan ke materi berikutnya. Hasil uji-t terhadap nilai pre tes dan pos tes mahasiswa menunjukkan bahwa nilai t-hitung 15,15 > nilai tα0,05 2,042. Ini berarti bahwa hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan secara signifikan setelah dilakukan pembelajaran dengan penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah pada pembelajaran fisiologi tumbuhan. PEMBAHASAN Penerapan strategi pembelajaran in quiry berbasis pemecahan masalah pada pembelajaran fisiologi tumbuhan materi pokok fotosintesis, sub materi reaksi terang dan gelap fotosintesis secara nyata mampu meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Nilai rata-rata pre tes mahasiswa sebesar mahasiswa 61,06 meningkat menjadi 73,94 atau meningkat sebesar 21,75 (Tabel 1). Peningkatan nilai hasil belajar mahasiswa sangat signifikan, dimana nilai t-hitung 15,15 > nilai tα0,05 2.042. Meningkatnya nilai hasil belajar mahasiswa melalui penerapan strategi inquiry berbasis masalah disebabkan keaktifan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran. Lebih dari setengah mahasiswa (78,78%) terlibat aktif dan bahkan lima orang mahasiswa (21,22%) sangat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan secara aktif semua mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran karena strategi inquiry memberikan kesempatan
ISSN : 1829 – 894X
yang seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk membangun sendiri pengetahuannya. Dalam penerapan strategi inquiry, proses belajar mengajar lebih bersifat student centered daripada teacher centered (Depdiknas, 2004). Oleh karenanya, melalui strategi inquiry mahasiswa mampu menghasilkan sendiri “aturan” dan “model mental,” yang digunakannya untuk membangun pengalaman dan memperoleh pengetahuan (Wikipedia: 2010, dalam Hipni, 2011). Penerapan strategi inquiry berbasis masalah dalam kegiatan pembelajaran fisiologi tumbuhan direspons positif oleh mahasiswa. Mayoritas mahasiswa, yaitu 29 orang (87,88) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran sangat menarik. Hanya empat orang mahasiswa (12,12%) yang menyatakan bahwa pembelajaran cukup menarik. Ketertarikan mahasiswa terhadap penerapan strategi pembelajaran yang digunakan karena mahasiswa dapat belajar dalam iklim demokratis. Mahasiswa tidak tertekan dalam belajar, merasa sangat nyaman, tidak takut mengajukan dan menjawab pertanyaan, dan terjadi interaksi positif antarmahasiswa dan antarmahasiswa dengan dosen. Respons positif mahasiswa terhadap penerapan strategi inquiry berbasis masalah telah meningkatkan minat mahasiswa terhadap objek yang dipelajari. Adanya minat terhadap objek yang dipelajari cenderung diberikan perhatian yang lebih besar terhadap objek tersebut. Dari adanya minat terhadap objek yang dipelajari akan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai
75
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
mahasiswa dan akan menyokong proses belajar selanjutnya (Slamento, 2003). Respons positif dan keterlibatan aktif mahsiswa dalam kegiatan pembelajaran juga didorong oleh persiapan yang baik dilakukan oleh dosen dalam menyusun perangkat pembelajaran. Dalam pe laksanaannya, dosen berperan sebagai tutor dan memfasilitasi secara baik semua alat dan bahan yang diperlukan. Hal ini tampak dari hasil observasi keterlaksaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh dosen. Semua aspek yang diamati dalam keterlaksanaan pembelajaran memperoleh jawaban ya. Artinya semua aspek kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan baik. Atmosfir belajar yang kondusuf ini menyebabkan kegiatan pembelajaran berlangsung efektif, menantang dan menyenangkan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull). Kebermaknaan pembelajaran dapat terjadi karena mahasiswa merasakan memperoleh manfaat dari pengetahuan yang dipelajari yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Terlebih lagi dengan menyuguhkan suatu masalah riil yang harus dipecahkan dengan pengetahuan yang sedang di pelajari, memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan ke mampuan menganalisis materi pelajaran sehingga mahasiswa mempunyai gambaran terhadap masalah yang akan dipecahkan. Dengan demikian, mahasiswa akan lebih mengetahui tujuan mereka belajar (Tobias, dalam Suardani, 2003).
76
ISSN : 1829 – 894X
SIMPULAN 1. Penerapan strategi inquiry berbasis pemecahan masalah dalam pem belajaran fisiologi tumbuhan mampu meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa. Sebanyak 26 orang mahasiswa (78,78%) aktif dan tujuh orang mahasiswa (21,22%) sangat aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2. Semua kegiatan pembelajaran ber langsung dengan baik. Dosen menyiapkan semua perangkat pem belajaran yang diperlukan dengan baik dan dalam pelaksanaan pembelajaran, dosen memfasilitasi secara penuh alat dan bahan belajar yang dibutuhkan. 3. Mahasiswa merespons positif penerapan strategi pembelajaran inquiry berbasis masalah Mayoritas mahasiswa yaitu 29 orang (87,88%) menyatakan bahwa strategi pembelajaran tersebut sangat menarik dan mampu meningkatkan minat untuk belajar. Hanya empat orang mahasiswa (12,12%) saja yang menyatakan bahwa strategi inquiry berbasis pemecahan masalah cukup menarik. 4. Hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan sebesar 21,75% dari nilai pre tes 61,06 menjadi 73,94 untuk nilai pos tes. Peningkatan hasil belajar mahasiswa sangat signifikan dengan nilai t-hitung 15,15 > tα0,05 2,042. Ini berarti bahwa penerapan strategi pembelajaran inquiry berbasis masalah pada pembelajaran fisiologi tumbuhan mampu meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 70 - 77
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada semua mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi, khususnya yang mengambil mata kuliah fisiologi tumbuhan atas keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan penelitian. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Dewan Penyunting Jurnal Suluh Pendidikan yang telah mereview isi artikel ini sehingga menjadi layak untuk diterbitkan.
ISSN : 1829 – 894X
DAFTAR PUSTAKA Chotimah, H. dan Dwitasari, Y. 2009. Strategi-Strategi Pembelajaran Untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang. Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Sains. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas: Jakarta. Hipni, R. 2011. Strategi Pembelajaran Inquiry. [Online], http://hipni. blogspot.com/2011/09/strategipembelajaran-inquiry.html, diakses 4 Desember 2012. Slamento. 2003. Belajar dan Faktorfaktornya. Jakarta: Rineka Cipta. Suardani. 2003. Implementasi Pem belajaran Berbasis Masalah pada Mata Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Kompetensi Dasar Siswa SLTP Laboratorium STKIP Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: STKIP. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Alfabeta.
77
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
ISSN : 1829 – 894X
BIOLOGI SMA TERINTEGRASI ETNOSAINS SUBAK: ANALISIS ETNOSAINS SUBAK YANG DAPAT DIINTEGRASIKAN DENGAN MATERI BIOLOGI SMA I Made Sudiana1), I Made Maduriana2), Ni Nyoman Karmini3) 1) dan 2) FPMIPA IKIP Saraswati Tabanan, 3) FPBS IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT Etnoasains subak contains many scientific knowledge of biology in agroecosystems management, environmental management, and appropriate farming practices the principles of ecology and environmental ethics. Therefore, etnosains subak can be adapted and integrated with a high school biology class. The study was conducted in two stages. The objective of this phase I study in which to produce drafts syllabus high school biology and draft textbook integrated etnosains subak. To produce the second draft manuscript was done inventory, analysis and comparison of the etnosains subak. The results are used as the basis for the integration of science with high school biology. Both drafts were composed evaluated refined in seminars and workshops. The results showed that the seminar and workshop drafts syllabus has been prepared in accordance with the eight principles of the development of the content of the draft syllabus and textbook manuscripts relevant to the syllabus. The contents of the book are correct in concepts, theories, and arguments of biological sciences so that it can be scientifically justified. Evaluation of multiple-choice test and a description of the draft textbook manuscript has been good and in line with the learning objectives. Only a proportion of the weight problem needs to be fixed and the problem is not directly related to the learning objectives to be replaced. However, it is suggested that the depth and breadth of content textbooks tailored to the mental development and academic skills of high school students with a simpler language so that students more easily understand the subject matter. Learning model suggested is the cooperative model-based on subak environmental approach contextual learning. Because, through the learning model, students learn biology studies on the object. Students can share their knowledge with their friends, can hone their social sensitivity, improve communication skills and learn to respect other people’s opinions. In addition, learning becomes more meaningful, because the subject matter associated with the real world of students and the knowledge gained can be applied in daily lives of students. Keywords: Integration, biological sciences, etnosains subak, syllabi, textbooks ABSTRAK Etnoasains subak banyak mengandung mengandung pengetahuan ilmiah biologi dalam pengelolaan agroekosistem, pengelolaan lingkungan, dan praktek bertani yang sesuai kaidah-kaidah ekologi dan etika lingkungan. Oleh karenanya, etnosains subak dapat diadaptasi dan diintegrasikan dengan pelajaran biologi SMA. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tujuan dari penelitian pada tahap I ini yaitu untuk menghasilkan rancangan naskah silabus dan rancangan naskah buku ajar biologi SMA terintegrasi etnosains subak. Untuk menghasilkan kedua rancangan naskah tersebut dilakukan inventarisasi, analisis dan komparasi terhadap etnosains subak. Hasilnya digunakan sebagai dasar pengintegrasian sains biologi SMA dengan etnosains subak. Kedua rancangan naskah yang tersusun dievaluasi disempurnakan dalam kegiatan seminar dan lokakarya. Hasil seminar dan lokakarya menunjukkan bahwa rancangan naskah silabus sudah disusun sesuai dengan 78
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
ISSN : 1829 – 894X
delapan prinsip pengembangan silabus dan isi rancangan naskah buku ajar relevan dengan silabus. Isi buku sudah benar secara konsep, teori, dan dalil ilmu biologi sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Tes evaluasi pilihan ganda dan uraian pada rancangan naskah buku ajar sudah baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hanya proporsi bobot soal perlu diperbaiki dan soal yang tidak terkait langsung dengan tujuan pembelajaran diganti. Namun demikian, disarankan agar kedalaman dan keluasan isi buku ajar disesuaikan dengan perkembangan mental dan kemampuan akademik siswa SMA dengan bahasa yang lebih sederhana sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Model pembelajaran yang disarankan adalah model kooperatif dengan pendekatan kotekstual berbasis lingkungan subak. Sebab, melalui model pembelajaran tersebut, siswa belajar biologi pada objek studinya. Siswa dapat berbagi pengetahuan dengan temannya, dapat mengasah kepekaan sosialnya, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, dan belajar menghargai pendapat orang lain. Selain itu, pembelajaran menjadi lebih bermakna, karena materi pelajaran dikaitkan dengan dunia nyata siswa dan pengetahuan yang diperoleh dapat diaplikasikan dalam kehidupan keseharian siswa. Kata kunci: Integrasi, sains biologi, etnosains subak, silabus, buku ajar
PENDAHULUAN
(pengetahuan tradisional, kearifan lokal) subak banyak mengandung pengetahuan ilmiah dalam pengelolaan agroekosistem, pengelolaan lingkungan, dan praktek bertani yang sesuai kaidahkaidah ekologi dan etika lingkungan. Oleh karenanya, etnosains subak dapat diadaptasi dan diintegrasikan dengan pelajaran biologi pada semua jenjang pendidikan termasuk jenjang SMA. Akan tetapi, sangat disayangkan etnosains subak kurang dimanfaatkan sebagai sumber/ media/bahan dan laboratorium alami dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) biologi. Padahal etnosains subak dengan lingkungan sawahnya banyak menyediakan contohcontoh objek dan permasalahan biologi seperti pengendalian hama dan penyakit secara tradisional berbasis ekologi, sistem tanaman bermanfaat, teknik domestikasi, kultur teknis budidaya tumbuhan dan hewan, klasifikasi tumbuhan, keanekaragaman hayati dan pengenalan spesies langka, Etnosains
sistem tumpang sari, pergiliran tanaman, pewarisan sifat, pencemaran lingkungan, penerapan bioteknologi konvensioanl, dan konservasi ekosismtem. Hal ini sejalan dengan kontribusi etnosains bagi sains modern antara lain, (1) memberikan perspektif kajian karena sistem pengetahuan lingkungan tradisional menyediakan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek biologi dan ekologi penting; (2) menyediakan jalan singkat yang efektif bagi peneliti dalam menyelidiki sumberdaya lokal; (3) memungkinkan peneliti dengan cepat dapat mengidentifikasi spesies langka atau keragaman spesies; (4) membantu menentukan areal yang dilindungi dan dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya alam; (5) menyediakan pengetahuan yang mendalam dan telah teruji oleh waktu mengenai areal lokal sehingga dapat menghasilkan penilaian lingkungan yang lebih akurat (Johannes 1993, 1997, Warren et al. 1993). Sains biologi sebagai sebuah sains 79
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
moderen yang berasal dari kebudayaan Eropah dipakai secara langsung dalam KBM tanpa diadaptasi dan diintegrasikan dengan etnosains subak. Akibatnya, KBM menjadi kurang bermakna bagi siswa karena tidak bersifat aktual – kontekstual. Siswa kehilangan orientasi terhadap lingkungan lokal serta mengabaikan tuntutan sosial dan budaya (Cobern 1994, 1996, ICSU 2002, Portal Duniaguru 2007). Melalui pengadaptasian atau pengintegrasian anatara biologi SMA dengan etnosanis subak pada materi pokok yang sesuai, pembelajaran biologi akan dapat memberikan makna terhadap konsep yang sulit, membangun komunikasi dan penghormatan kepada masyarakat serta menjadikan biologi tidak terasing bagi siswa (Sommer et al. 2004). Siswa tidak tercerabut dari akar budaya dan lingkungan lokalnya serta pengetahuan tradisional subak yang banyak mengandung pengetahuan ilmiah dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan ekosistem, lingkungan, dan praktek bertani tidak kehilangan pewarisnya. METODE Penyusunan rancangan naskah silabus dan buku ajar dilakukan oleh tim peneliti menggunakan hasil inventarisasi etnosains subak di subak Jatiluwih Tabanan (mewakili subak di pegunungan), subak Tampuagan Bangli (mewakili subak dataran tinggi), dan subak Siyut Gianyar (mewakili subak daratan rendah/pantai) (Sudiana dkk., 2009). Berdasarkan hasil inventarisasi terebut, dilakukan analisis dan komparasi terhadap pengetahuan 80
ISSN : 1829 – 894X
tradisional (etnosains) subak yang dapat diadaptasi dan diintegrasikan dengan sains biologi SMA, sehingga tersusun rancangan naskah silabus dan buku ajar. Rancangan naskah silabus disusun dengan menggunakan delapan prisnsip pengembangan
silabus
yaitu
ilmiah,
seitematis, relevan, konsisten, aktualkontekstual, memadai, menyeluruh, dan fleksibel (BNSP, 2006), Sedangkan naskah buku ajar disusun dengan menggunakan rekomendasi
Reyhner
dan
Davison
(2007), sehingga guru dan siswa dapat (1) menghubungkan pembelajaran sains dengan kehidupan di luar sekolah siswa, baik dengan cara membawa kehidupan sehari-hari ke dalam ruangan belajar maupun melalui introduksi sains biologi dalam (2)
memecahkan
masalah
mengimplementasikan
praktis; etnosains
subak sehingga dapat menghubungkan siswa dengan kehidupan mereka di luar lingkungan sekolah; (3) menggunakan teknik lalui
pembelajaran pendekatan
kontekstual
me
multisensoris;
(4)
memperhatikan faktor sikap siswa di dalam kelas, di samping prestasi akademik mereka; (5) melibatkan kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan menulis dan bahasa dari siswa. Kedua rancangan naskah yang telah tersusun direvisi dan disempurnakan, melalui sebuah kegiatan seminar dan lokakarya (semiloka). Peserta yang dilibatkan yaitu para pemangku kepentingan (stake holders) yang mempunyai kepedulian terhadap etnosains subak dan pendidikan.
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
Jumlah peserta yang terlibat sebanyak tiga puluh (30) orang meliputi (1) dua orang yang mempunyai keahlian tentang kurikulum; (2) dua orang dengan keahlian kebudayaan Bali; (3) masing-masing satu orang dengan keahlian pengendalian hama terpadu dan pertanian organik; (4) masing-masing dua orang penyuluh pertanian lapangan (PPL), pengamat hama tanaman (PHT), dan Pekaseh Subak; (4) masing-masing satu orang dengan keahlian strategi pembelajaran, evalusi pendidikan, dan model pembelajaran; (5) tiga orang guru biologi SMA; dan (6) dua belas orang mahasiswa calon guru biologi SMA. Peserta yang terlibat dalam kegiatan semiloka ini adalah orang-orang yang dulunya merupakan narasumber pada penelitian sebelumnya untuk memperoleh data tentang pengetahuan tradisional subak. Guna efektivitas pelaksanaan kegiatan semiloka, dari tiga puluh orang peserta semiloka dibagi menjadi tiga kelompok dengan bidang pembahasan yang berbeda sesuai dengan kapasitas kompetensi peserta. Kelompok I membahas tentang rancangan naskah silabus berdasarkan delapan prisnsip pengembangan silabus (BNSP, 2006), relevansi antara rancangan naskah silabus dengan rancangan naskah buku ajar, sistematika penulisan naskah buku ajar, keluasan dan kedalaman isi materi, perwajahan, dan tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Kelompok II yang membahas tentang substansi isi rancangan naskah buku ajar terdiri dari sepuluh orang peserta. Masing-masing dua orang PPL pertanian, PHP, Pekaseh
ISSN : 1829 – 894X
Subak, dan ahli kebudayaan Bali. Satu ahli pengedalian hama terpadu dan satu ahli pertanian organik. Substansi isi yang dibahas terfokus pada kebenaran materi, perwajahan, keterbacaan, dan penggunaan bahasa. Sedangkan kelompok III mem bahas tentang strategi pembelajaran, model pembelajaran dan evaluasi baik yang ada pada rancangan naskah buku ajar maupun rancangan naskah silabus dibahas oleh sembilan peserta. Masing-masing satu orang ahli strategi pembelajaran, evaluasi pendidikan, dan ahli model pembelajaran, serta enam mahasiswa calon guru biologi. Fokus pembahasan adalah kesesuaian antara rancangan naskah silabus dengan rancangan naskah buku ajar. Hasil dari laporan maing-masing kelompok digunakan sebagai masukan oleh tim peneliti dalam merevisi dan menyempurnakan rancangan naskah silabus dan buku ajar sehingga dihasilkan sebuah nashah silabus dan naskah buku ajar yang layak diujisobakan untuk pembelajaran biologi di SMA. HASIL 1. Hasil Analisis Rancangan Silabus Biologi SMA Terintegrasi Etnosains Subak Berdasarkan analisis terhadap silabus biologi SMA dan etnosains subak, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang dapat diintegrasikan yaitu sebanyak 6 SK. Satu SK untuk kelas X semester 1, dua SK untuk kelas X semester 2, dua SK untuk kelas XII/IPA semester 1 dan satu SK untuk kelas XII/IPA semester 2 (Tabel 1).
81
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
ISSN : 1829 – 894X
Tabel 1 Hasil analisis silabus Biologi SMA terintegrasi etnosains subak Standar Kompetensi kelas X semester 1: 1.1 Memahami hakikat biologi sebagai ilmu
Kompetensi Dasar 1.2 Mendiskusi kan objek dan permasala han biologi pada berbagai tingkat organisasi kehidupan
Materi Pembelajaran Objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkat organisasi kehidupan
Metode ilmiah
Etnosains Subak
Objek: populasi organisme pengganggu tanaman (OPT), komunitas, ekosistem Permasalahan lingkungan subak : kekeringan, produktivitas lahan, OPT, pencemaran Pengetahuan & praktek tradisional subak tentang perkecambahan, peme liharaan tana man (pemupukan, pengairan, pengendalian OPT
Standar Komptensi Kels X semester 2: 3. Memahami manfaat keanekaragaman hayati 3.1 Mendeskripsikan konsep keanekaragaman gen, jenis, ekosistem melalui kegiatan pengamatan
Konsep keanekaragaman gen
Pengetahuan tradisional subak dalam menggolong kan makhluk hidup berdasarkan variasi morfologi yang dimiliki (akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji)
Konsep keanekaragan jenis Pengetahuan tradisional subak tentang berbagai jenis tumbuhan
3.2 Mengkomunikasikan KH Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam
82
Konsep keanekaragaman ekosistem
Pengetahuan tradisional subak dalam mengenal jenis ekosistem berdasar komponen penyusunnya
Kenaekaragaman hayati Indonesia (kekayaan flora, fauna, dan mikroorganisme)
Pengetahuan tradisional subak dalam mengenal berbagai jenis tumbuhan & hewan yang bermanfaat dan kurang bermantaaf, OPT, manfaat tumbuhan & hewan (ekonomi, ritual, sosial)
Usaha-usaha pelestarian KH Indonesia secara insitu dan ex-situ
Pengetahuan tradisional subak dalam usaha pelestarian musuh alami hama di habitat aslinya (sawah), pelestarian DAS, dosmestikasi hewan bermanfaat (ex-situ)
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
3.3 Mendeskripsikan ciriciri divisio dalam dunia tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi
ISSN : 1829 – 894X
Peranan tumbuhan bagi kelangsungan hidup di bumi
Pengetahuan tradisional subak tentang manfaat tumbuhan (sumber pangan, papan, sandang, pewarna, farmakologi, bumbu masak, ritual, sosial) dan hewan (sumber makanan, obat, sosial, ritual), Peranan hewan (vertebrata peran ekologis tumbuhan dan hewan, & invertebrata) bagi serta pendidikan kelangsungan hidup di bumi
Standar Komptensi Kels X semester 2: 4. Menganalisis hubungan antara komponen eko sistem, perubahan materi dan energi serta peran manusia dalam keseimbangan ekosistem 4.1 Mendeskripsikan Komponen penyusun peran komponen ekosistem ekosistem dalam aliran energi dan daur biogeokimia serta pemanfaatan komponen ekosistem bagi kehidupan Interaksi antara komponen abiotik dan biotik
Interaksi antar komponen biotik (predasi, parasitisme, simbiosis, komptesi) Aliran energi dalam ekosistem Daur biogeokimia
4.2 Menjelaskan Perusakan lingkungan keterkaitan antara kegiatan manusia dengan Pencemaran lingkungan masalah perusakan/pen cemeran lingkungan dan Pelestarian lingkungan pelestarian lingkungan
Pengetahuan dan praktek subak dalam mengenal berbagai komponen abiotik & biotik seperti jenis tanah, kondisi tanah (tekstur, struktur, kemampuan menyerap air) topografi tanah, iklim, air, tanaman, OPT Pengetahuan dan praktek tradisional subak tentang unsur hara mineral, air, dan kondisi tanah, dan cahaya yang berpengaruh terhadap tumbuhan dan perkembangan tanaman Pengetahuan dan praktek tradisional subak tentang pengendalian hama secara tradisional atas dasar konsep keseimbangan pemangsa-mangsa melalui rantai dan jaring2 makanan parasitisme, simbiosis, kompetisi antar tanaman dan hewan peliharaan Pengetahuan dan praktek tradisional subak dalam menjaga berperannya faktorfaktor yang terlibat dalam berjalannya daur biogeokimia cecara normal dan menjadi optimal Pengetahuan tradisioanal subak tentang kerusakan lingkungan subak, dampak negatif pencemaran terhadap usaha taninya, cara memecahkan masalah dan usaha pelestarian lingkungan subak (pengelolaan agroekosistem) sesuai etika lingkungan 83
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
4.3 Limbah dan daur ulang limbah
Daur ulang limbah
4.4 Membuat produk daur Mendisain, memilih alat/ ulang limbah bahan, membuat produk
ISSN : 1829 – 894X
Pengetahuan dan praktek tradisional subak dalam mengatasi limbah dan melakukan daur ulang limbah pertanian Pengetahuan dan praktek subak dalam menghasilkan produk dari limbah organik dan anorganik
Standar kompetensi kelas XII semester 1: 1.1 Melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan 1.1 Merencanakan percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan
Percobaan pertmbuhan dan Pengetahuan dan praktek subak dalam perkembangan mencoba menanam jenis tanaman baru Percobaan faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan
Pengetahuan dan praktek tradisional subak dalam memenuhi faktor-faktor yang diperlukan tumbuhan
Standar kompetensi kelas XII semester 1: 3. Memahami konsep dasar dan prinsipprinsip hereditas serta implikasinya pada salingtemas 3.4 Menerapkan prinsip hereditas dalam mekanisme pewarisan sifat
Prinsip hereditas dan Pengetahuan dan praktek tradisional mekanisme pewarisan sifat subak dalam memilih bibit-bibit unggul tanaman dan hewan peliharaan
Standar kompetensi kelas XII semester 2: 5. Memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada salingtemas 5.1 Menjelaskan arti, prinsip dasar, dan jenisjenis bioteknologi
Produk makanan dan Pengetahuan dan praktek istri anggota minuman hasil penerapan subak dalam pembuatan makanan dan bioteknologi konvensional minuman tradisional
2. Hasil Rancangan Naskah Buku Ajar Biologi SMA Terintegrasi Etnosains Subak Dari hasil analisis rancangan silabus biologi SMA terintegrasi etnosains subak, disusun rancangan naskah buku ajar dengan sistimatika sebagai berikut. 1. Bagian awal berisi kata 84
pengantar dan daftar isi. Kata pengantar berisi uraian tentang ucapan terima kasih dan uraian tentang pentingnya pengetahuan tradisional (etnosaims) subak diintegrasikan dengan pelajaran biologi SMA. 2. Bagian isi buku terdiri dari enam bab yaitu Bab I tentang Ruang Lingkup Biologi, Bab
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
II Keanekaragaman Hayati, Bab III Ekosistem, Bab IV Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan, Bab V Genetika, dan Bab VI Bioteknologi. Masing-masing bab diawali dengan deskripsi tentang materi pembelajaran dilengkapi dengan gambar yang mendukung dan diakhiri dengan tujuan pembelajaran, sub bab pendahuluan, dan sub-sub bab tentang uraian materi pembelajaran, rangkuman dan evaluasi dalam bentuk latihan soal pilihan ganda dan uraian. 3. Bagian akhir/penutup dari naskah buku ajar berisi daftar rujukan, glosarium, dan indeks. 3. Hasil Seminar dan Lokakarya Rancangan Naskah Silabus dan Rancangan Naskah Buku Ajar
Rancangan naskah silabus Sebagian besar peserta sepakat bahwa rancangan naskah sislabus sudah disusun sesuai dengan delapan prinsip pengembangan silabus yaitu ilmiah, sistematis, relevan, konsiten, fleksibel, menyeluruh, memadai, dan aktual-kontekstual. Revisi yang disarankan yaitu (1) menmabhakan kolom karakter bangsa setelah kolom indikator; (2) kegiatan pembelajaran melalui wawancara mendalam (deef interview) dengan narasumber perlu dibuat daftar pertanyaan lebih rinci sehingga siswa mempunyai pegangan yang lebih rinci dalam melakukan wawancara; (3) alokasi waktu belajar perlu ditambahkan, karena banyak kegiatan pembelajaran yang
ISSN : 1829 – 894X
dilakukan di luar kelas atau dilakukan di luar kegiatan belajar formal, tetapi membenani waktu siswa untuk melakukan kegiatan lainnya; (4) bentuk instrumen penilaian pada materi pokok “manfaat keanekaragaman hayati” perlu ditambahkan hasil wawancara, dan menerapkan prinsip hereditas dalam mekanisme pewarisan sifat, perlu ditambahkan laporan pengamatan unjuk kerja; dan (5) sebelum dilakukan uji coba, rancangan naskah silabus harus dimasukkan ke dokumen 1 KTSP yang digunakan di sekolah tempat ujicoba silabus dan buku ajar dilakukan. Rancangan naskah buku ajar Pada dasarnya semua peserta semiloka sepakat bahwa antara rancangan naskah buku ajar sudah relevan dengan naskah silabus. Beberapa revisi yang disarankan antara lain yaitu: (1) kedalaman dan keluasan materi, serta tingkat kesulitan bahasa perlu dikurangi agar sesuai dengan tingkat perkembangan mental dan akademik siswa SMA; (2) khusus untuk bab tentang ekosistem, diawali dengan paparan tentang keberadaan dan fungsi subak yang berhubungan dengan pengelolaan agroekosistem; (3) setiap bab pada rancangan naskah buku ajar perlu dipilah-pilah sesuai dengan kelas dan semester; (4) soal pilihan ganda dan uraian sebagai penilaian hasil belajar pada bagian akhir bab dibuat secara proporsional dan merata untuk semua katagori kognitif mulai dari C1 – C6; dan (5) perlu menambahkan tugas 85
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
ISSN : 1829 – 894X
tersrtuktur dan tidak terstruktur baik tugas mandiri maupun kelompok. Secara khusus untuk substansi isi materi rancangan naskah buku ajar dari segi perwajahan, keterbacaan, kebenaran isi, dan kesesuaian bahasa untuk anak SMA berada dalam kategori Baik (Tabel 2).
berbasis masalah dengan pendekatan kontekstual; (3) kegiatan eksperimen/ percobaan sebaiknya menggunakan model kooperatif STAD; (4) kegiatan pembelajaran di kelas sebaiknya menggunakan model kooperatif terpilih sesuai materi dan tujuan pembelajaran
Tabel 2. Hasil pembahasan substansi isi meteri rancangan naskah buku ajar No
Uraian
Kategori SB
B
CB KB
Catatan
1.
Perwajahan buku
√
Gambar pada siklus biogeokimia sebaiknya dilukis manual sehingga lebih menarik.
2.
Keterbacaan naskah
√
Ada beberapa kalimat yang belum sesuai dengan EYD dan kesalahan ketik yang terjadi diperbaiki
3.
Kebenaran substansi isi materi
√
• Isi buku ajar sudah mengandung kebenaran ilmiah dan sistematis. • Perlu ditambahkan tentang materi subak yang terkait dengan pengelolaan agroekosistem.
4.
Keseuaian bahasa untuk siswa SMA
√
Tingkat kesulitan bahasa cukup tinggi sehingga perlu pemakaian bahasa yang lebih sederhana sehingga siswa dapat memahami dengan baik materi pelajaran.
Keterangan: SB = sangat baik B = baik CB = cukup baik KB = kuang baik
Pemilihan model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran disarankan (1) kegiatan diskusi sebaiknya menggunakan model pembelajaraan kooperatif; (2) kegiatan mengamati/observasi dilingkungan subak menggunakan pembelajaran 86
berbasis media Power Point; dan (5) kegiatan wawancara mendalam, studi literarur, dan membuat suatu media sebagai usulan rencana perbaikan kerusakan lingkungan dengan model kooperatif terpilih.
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
PEMBAHASAN Hasil analisis rancangan naskah silabus biologi SMA terintegrasi etnosains subak (Tabel 1) menunjukkan bahwa pengetahuan tradisional subak yang dapat diintegrasikan dengan materi ajar biologi SMA hanya untuk kelas X dan XII/IPA pada beberapa SK. Sedangkan materi pelajaran biologi di kelas XI/IPA tidak dapat diintegrasikan, karena materi di kelas tersebut hanya membahas tentang anatami dan fisiologi manusia dan hewan. Pengetahuan tradisional subak kebanyakan berhubungan dengan pengelolaan agroekosistem, lingkungan, dan praktek budidaya tanaman yang kebanyakan berhubungan dengan tumbuhan, hewan, dan pemanfaatannya, sehingga hampir tidak ada pengetahuan tradisional subak yang dapat diintegrasikan dengan pelajaran Biologi SMA di kelas XI/ IPA. Rancangan naskah buku ajar disusun berdasarkan rancangan naskah silabus. Susunan rancangan naskah buku ajar memuat enam bab dengan sistematika penulisan buku terdiri dari bagian awal, isi/inti, dan bagian akhir sebagaimana kelaziman dalam sistematika penyusunan buku ajar. Kata pengantar pada bagian awal buku berisi uraian tentang ucapan terima kasih dan uraian tentang pentingnya pengetahuan tradisional (etnosaims) subak diintegrasikan dengan pelajaran biologi SMA. Daftar isi memuat semua bagian dengan pencantuman halamannya masingmasing untuk memudahkan pembaca mencari bagian yang diinginkan. Bagian isi buku yang terdiri dari enam bab, dimana pada masing-masing bab diawali dengan
ISSN : 1829 – 894X
deskripsi tentang materi pembelajaran dilengkapi dengan gambar yang men dukung dan diakhiri dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam buku ajar mengacu pada KD sehingga setelah selesai pembelajaran, siswa diharapkan mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan seperti yang tertuang dalam indikator sesuai KD dan akhirnya SK tercapai. Selanjutnya, sub bab pendahuluan berisi uraian wacana yang berifat fakta aktual yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sub-sub bab selanjutnya berisi tentang uraian materi pembelajaran yang didukung dengan gambar-gambar pendukung dan kegiatan pembejaran. Bagian akhir dari masingmasing bab berisi rangkuman dan evaluasi dalam bentuk latihan soal pilihan ganda dan uraian. Rangkuman berfungsi sebagai penekanan terhadap isi materi pembelajaran, sedangkan soal latihan berfungsi untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang sudah dipelajari. Bagian akhir/penutup dari naskah buku ajar berisi daftar rujukan, glosarium, dan indeks. Daftar rujukan beirisi daftar refensi yang digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan rancangan naskah buku ajar yang disusun secara alfabet. Glosarium merupakan penjelasan istilah penting yang digunakan dalam isi materi buku dan disusun secara alfabet. Indeks berisi daftar istilah penting yang terdapat dalam isi materi buku yang menunjukkan berapa kali istilah tersebut muncul dan di halaman berapa istilah tersebut berada. Melalui susunan rancangan naskah buku
ajar,
perwajahan,
penggunaan 87
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
gambar-gambar yang mendukung materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang bersifat aktual-kontekstual, rangkuman, dan evaluasi, sehingga siswa diharapkan mampu
menghubungkan
pembelajaran
sains dengan kehidupan di luar sekolah siswa, mengimplementasikan sains bio logi
sehingga
dapat
menghubungkan
siswa dengan kehidupan mereka di luar lingkungan
sekolah;
mengembangkan
kemampuan menulis dan bahasa pada siswa (Reyhner dan Davison, 2007). Hasil pembahasan rancangan naskah silabus menunjukkan bahwa penyusunan silabus sudah berdasarkan delapan prinsip pengembangan silabus (BNSP, 2006). Silabus telah dinyatakan bersifat ilmiah karena keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus sudah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Relevan, karena rancangan naskah silabus, dimana cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. Sistematis, karena komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Konsisten, karena sudah terjadi hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian. Memadai, karena cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang 88
ISSN : 1829 – 894X
pencapaian kompetensi dasar. Aktualkontekstual, karena cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Fleksibel, karena keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Menyeluruh, karena komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor) (BNSP, 2006). Saran penambhan alokasi waktu belajar dari 40 menit untuk satu kali pertemuan menjadi 45 menit sesuai dengan KTSP. Penmabahan waktu untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas tidak boleh membebani siswa. Silabus memang dirancang tidak akan memberikan beban belajar tambahan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Timpakul (2006) dalam judul karangannya bahwa “Pendidikan Lingkungan Hidup Bukan untuk Pembebanan Baru bagi Siswa”. Saran lain yang disampaikan yaitu setelah kolom indikator capaian hasil belajar agar ditambahkan satu kolom lagi tentang karakter bangsa. Hal ini disarankan karena karut marut dan degradasi moral yang dialami bangsa ini karena lemahnya karakter yang dimiliki bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam setiap materi pelajaran perlu penekanan pembentukan karakter yang baik berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari siswa. Rancangan naskah buku ajar sudah
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
relevan dengan naskah silabus. Substansi isi rancangan naskah buku ajar telah mengandung kebenaran ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Adanya kebenaran substansi isi materi karena dalam penyusunan rancangan naskah buku ajar, tim peneliti menggunakan referensi (rujukan) yang digali dari sumber-sumber resmi seperti buku referensi biologi SMA, buku-buku ekologi dari penulis ternama, buku-buku tentang pengetahuan tradisional subak yang diperoleh di delapan perpustakaan yang ada di Bali, dan narasumber terpercaya yang memahami pengetahuan tradisional subak. Oleh karenanya naskah buku ajar dinilai baik (Tabel 2) dengan beberapa catatan perbaikan. Strategi, evaluasi, dan model pembelajaran dalam rancangan naskah buku ajar dinyatakan telah konsisten. Hanya beberapa hal yang perlu ditambahkan dalam kegiatan pembelajaran pada silabus seperti laporan kinerja siswa dan laporan hasil wawancara. Hal ini disarankan supaya bentuk kegiatan belajar menjadi semakin rinci sehingga memudahkan untuk pembuatan LKS dalam RPP. Beberapa soal latihan dalam evaluasi juga disarankan untuk dibuat lebih proporsional dalam pembobotan dan mencakup ketiga aspek kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotorik). Model pembelajaran yang disarankan digunakan dalam KBM yaitu model pembelajaran kooperatif. Sebab, melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat saling berbagi pengetahuan dengan temannya, tidak takut menyampaikan gagasan, mengasah
ISSN : 1829 – 894X
kepekaan sosialnya, menghargai pendapat orang lain, dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Melalui pengintegrasian etnosains subak dengan sains biologi SMA, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar biologi siswa mengalami peningkatan dan pengetahuan tradisional subak sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat Bali dapat dilestarikan. SIMPULAN 1. Etnosains subak yang dapat diintegrasikan dengan sains biologi SMA yaitu pengelolaan agroekosistem, konservasi ekosismtem manfaat keanekaragaman hayati, pewarisan sifat, pencemaran lingkungan usaha pelestarian lingkungan, dan penerapan bioteknologi konvensioanl. 2. Standar kompetensi pada silabus biologi SMA yang dapat diintegrasikan dengan etnosains subak yaitu (1) memahami hakikat biologi sebagai ilmu; (2) memahami manfaat keanekaragaman hayati; (3) menganalisis hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi serta peranan manuasia dalam keseimbangan ekosistem; (4) melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan; (5) memahami konsep dasar dan prinsip hereditas serta implikasinya pada salingtemas; dan (6) memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada salingtemas. 3. Penyusunan rancangan naskah silabus menggunakan delapan prinsip pengemabngan silabus dari BNSP 89
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
Depdiknas, sehingga rancangan naskah sudah bersifat ilmiah, sistematis, relevan, konsisten, memadai, aktualkontekstual, fleksibel, dan me nyeluruh. 4. Penyusunan rancangan naskah buku ajar menggunakan rekomendasi Reyhner dan Davison, sehingga ke giatan pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa dapat menghubungkan ilmu yang dipelajari di sekolah dapat diaplikasikan dalam kehidupan kesehariannya. Ada enam bab dalam rancangan naskah buku ajar yaitu, Bab I Ruang Lingkup Biologi, Bab II Keanekaragaman Hayati, Bab III Ekosistem, Bab IV Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan, Bab V Genetika, dan Bab VI Bioteknologi. 5. Uraian konsep, teori, dan dalil biologi dalam buku ajar sudah bersifat ilmiah dan benar karena dalam penyusunan materi menggunakan referensi yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. UCAPAN TERIMA KASIH Pelaksanaan kegiatan penelitian tahap I ini dibiayai oleh proyek penelitian hibah bersaing DP2M Dikti melalui DIPA Kopertis Wilayah VIII. Untuk itu, sudah selayaknya kami menyampaikan terima kasih kepada Direktur DP2M Dikti dan Kopertis wilayah VIII yang telah memfasilitasi dan mendanai penelitian ini. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada semua peserta semiloka, karena berkat koreksi dan sarannya terhadap rancangan naskah silabus dan buku ajar 90
ISSN : 1829 – 894X
ini, kami dapat melakukan revisi sehingga naskah silabus dan buku ajar menjadi lebih sempurna dan layak digunakan sebagai perangkat pembelajaran biologi SMA. Semoga perangkat pembelajaran biologi SMA terintegrasi etnosains subak dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kemampuan sains biologi siswa SMA dan etnosains subak dapat eksis sepanjang masa.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Depdiknas. Cobern WW. 1994. Constructivism and non-Western science education research. International Journal of Science Education 16, 1-16. International Council for Science. 2002. Science and traditional knowledge. Report from ICSU Study Group on Science and Traditional. www.icsu. org/Gestion/img/ICSU_DOC_DO. [Online], diakses 26 November 2007. Johannes RE. 1993. Integrating traditional ecological knowledge and management with environmental impact assessmen, hlm 33-41. Di dalam Inglis J (penyunting). Traditional ecological knowledge: Concepts and cases. International Development Research Center, Canadian Museum of Nature, Ottawa. Portal Duniaguru. 2007. Kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal. Monday, 06 August 2007. (Online). http://www. duniaguru.com, diakses 12 Desember 2007.
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 78 - 91
Reyhner J, Davison DM. 2007. Improving Mathematics and Science Instruction for LEP Middle and High School Students Through Language Activities. Third National Research Symposium on Limited English Proficient Student Issues: Focus on Middle and High School Issues. (Online) www.ncela. gwu.edu/puts/symposia/third/index. htm, diakses 9 Desember 2007. Sommer LC, Talus CE, Bachman M, Barnes F, Ebinger M, Lynch J, Maestas A. 2004. The Importance of Traditional Knowledge in Science Education: ARM Education Uses Interactive Kiosks as Outreach Tool. Fourteenth ARM Science Team Meeting Proceedings, Albuquerque, March 22-26, 2004, New Mexico.
ISSN : 1829 – 894X
Sudiana, I M. Seniwati, IP, Maduriana, I M. 2009. Model Pendidikan Sains Lintas Budaya: Integrasi Sains Moderen dengan Etnosains Subak dalam Pengelolaan Ketahanan Hayati. Jakarta: Laporan hasil penelitian Hibah Bersaing tahap I DP2M Dikti. Timpakul. 2006. Pendidikan Lingkungan Hidup Bukan untuk Pembebanan Baru bagi Siswa. (Online); www.timpakul. or.id., diakses 10 januari 2006. Warren DM, Brokensha D, Slikkerveer LJ (Penyunting). 1993. Indigenous knowledge systems: The cultural dimension of development. Kegan Paul International, London.
91
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
USAHA MEMOTIVASI DAN MEMBANGKITKAN MINAT SISWA TERHADAP MATEMATIKA : SUATU KAJIAN PUSTAKA I Wayan Sudiarta FPMIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT Many students from elementary, junior, and senior high school levels do not like math. They are fearful and not happy doing math because it seems abstract, difficult and teachers are not pleasant. Actually it is not that students are unable to learn math, it is just that they have heard from the beginning that math is difficult. Many special methods can be used to motivate teachers to generate interest so that students love mathematics, namely 1). Teachers can teach learners through an interactive learning process which is inspiring, fun and challenging to motivate students to be active, creative and independent according their talents, interests, physical and psychological development. 2). Teachers always convey the need, importance and proximity of mathematics with daily life, so that students are not afraid of math and hate the subject. 3). Teachers can always bring new things related to mathematics, because mathematics is unique and has beauty, if we look in each question/problem related to mathematics. Keywords: Motivation, interest, certainty of results, and the uniqueness of mathematics ABSTRAK Banyak siswa mulai tingkat sekolah dasar, menengah pertama dan atas tidak menyukai pelajaran matematika. Rasa takut dan tidak senang dengan pelajaran matematika disebabkan karena matematika ilmu yang abstrak, sulit dan faktor guru yang tidak menyenangkan. Sebenarnya siswa bukan karena tidak mampu mempelajari matematika, cuma karena sejak awal mereka sudah mendengar matematika itu sulit. Banyak hal istimewa dapat digunakan guru memotivasi, membangkitkan minat agar siswa mencintai matematika, yaitu 1). Guru mampu membelajarkan peserta didiknya melalui proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologisnya. 2). Guru selalu menyampaikan betapa perlu, penting dan dekatnya matematika dengan kehidupan seharihari, sehingga mereka tidak takut apalagi benci terhadap pelajaran matematika. 3). Guru selalu membawa hal-hal baru yang berkaitan dengan matematika, karena matematika mempunyai beberapa keindahan dan keunikan tersendidri, bila kita cermati dalam setiap soal/ masalah yang berkaitan dengan matematika. Kata kunci : Minat, kepastian hasil, keunikan matematika PENDAHULUAN Jika kita menanyakan kepada anak sekolah dasar hingga sekolah menengah, mata pelajaran apa yang paling mena kutkan? Dapat dipastikan jawabannya 92
sama yaitu mata pelajaran matematika. Rasa takut terhadap pelajaran matematika memang sering kali muncul pada perasaan para siswa. Bahkan bukan hal baru lagi, jika kita mendengar sebagian besar siswa
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
mengatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, tidak menarik dan menakutkan. Mungkin ada beberapa alasan kenapa matematika manjadi pelajaran yang paling tidak disukai. Alasan pertama adalah karema matematika itu adalah ilmu yang abstrak, susah dipahami karena tidak real. Selain itu faktor guru yang tidak menyenangkan seperti gurunya kurang pintar, tidak berwibawa, sering kali juga dijadikan alasan kenapa siswa tidak me nyukai matematika. Menurut Asmin 2003 (dalam Dedy, 2010) menyatakan bahwa masalah klasik dalam pendidikan
dan tantangan tersebut sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Herawati (2011) menyebutkan guru harus menunjukkan tanggung jawabnya untuk menjadi guru yang tepat untuk membelajarkan peserta didik yang dari tahun ke tahun dihadapkan pada tuntutan perkembangan jaman yang berubah. Lebih lanjut guru yang baik adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya melalui proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai bakat, minat dan
matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi siswa serta kurangnya motivasi terhadap pembelajaran matematika di sekolah. Selain itu banyak mitos mengenai matematika yang membuat orang alergi dengan kata matematika. Misalnya matematika merupakan ilmu sulit, sukar, ilmu yang hanya bisa dipelajari oleh orang-orang yang ber-IQ diatas rata-rata, matematika banyak menghafal rumus. Alergi terhadap matematika terjadi pada kebanyakan siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama ataupun sekolah menengah atas. Hal inilah yang mengakibatkan siswa-siswa mendapatkan nilai yang buruk, bukan karena tidak mampu, karena sejak awal mereka sudah mendengar matematika itu sulit yang membawa mereka tidak ingin atau malas untuk mempelajari bidang studi ini. Semua orang, khususnya para pendidik dan guru harus menyadari adanya tantangan tersebut dan perlu berusaha mengambil bagian dalam menanggulangi beban
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik (Pasal 19 PP No. 19, 2005). Melalui membelajarkan peserta didik (siswa) dengan proses pembelajaran matematika yang interaktif dan menyenangkan, maka tidak akan muncul lagi mitos-mitos negatif terhadap pelajaran matematika dan menakutkan bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika calon guru/guru perlu senantiasa meningkatkan usahanya agar berbagai nilai yang ada dalam matematika dapat disampaikan kepada para siswa dengan baik. Nilai-nilai itu perlu disampaikan untuk diwarisi, dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat dan peribadinya. Dalam hubungan dengan inilah, maka calon guru/guru matematika wajib berusaha membangkitkan minat siswa terhadap matematika. Pada uraian di atas bahwa calon guru/guru matematika berkewajiban meningkatkan usahanya untuk menyampaikan nilai-nilai dalam matematika kepada para siswa dan menghilangkan mitos-mitos negatif terhadap matematika. Banyak orang yang 93
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
telah mengetahui dan mengakui manfaat dan bantuan matematika pada berbagai bidang kehidupan, dan banyak pula yang berpendapat bahwa matematika itu unik, menarik dan menyenangkan bila dipelajari dengan baik. Dalam kaitannya dengan ini perlu kiranya ditelusuri dan dikaji permasalahan yang berkaitan dengan usaha itu yaitu (1) upaya untuk menghilangkan mitos negatif terhadap matematika; (2) manfaat dan bantuan matematika dalam kehidupan sehari-hari, untuk memotivasi membangkitkan minat siswa terhadap ma tematika; dan (3) hal-hal unik, menarik dan
apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar. Selanjutnya pendidikan yang diinisiasi oleh guru harus mampu membangun kemampuan berpikir kritis dan konstruktif peserta didik, dan nilai-nilai yang universal harus hand-in-hand (beriringan) dengan tingkah laku kesehariannya (Ali Kamsum dalam Samani, 2011). Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan oleh teori konstruktivisme karena dapat mengembangkan pengetahuan sendiri melalui berfikir rasional. Lebih lanjut Herawati Susilo (dalam Chotimah, 2009),
menyenangkan dalam belajar matematika.
dengan strategi pebelajaran inovatif terbukti dapat mengaktifkan peserta didik dan menyebabkan gurunya menjadi guru yang selalu dirindukan kehadirannya oleh peserta didik karena guru hampir selalu membawa sesuatu yang baru yang menjadi kejutan bagi peserta didik, sehingga mitos-mitos negatif terhadap matematika menjadi hilang pada pikiran peserta didik. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas yang tersetruktur. Model strategi pembelajaran yang efektip pelaksanaannya dalam proses belajar mengajar dinataranya 1). Student Teams Achievement Divisions (STAD) yaitu strategi pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok ke cil heterogen berdasarkan kemampuan akademis berbeda, jenis kelamin, dan suku yang berbeda (Slavin, 1995 dalam Chotimah, 2009). Bagian esensial dari model ini adalah adanya kerjasama anggota
PEMBAHASAN 1. Mengefektifkan Berbagai Strategi Pembelajaran Keberagaman peserta didik di dalam kelas maupun dalam dunia pendidikan secara umum merupakan tantangan ter sendiri bagi guru dan calon guru dalam menjalankan tugasnya. Kondisi ini membuat para guru dan calon guru berusaha mengefektifkan strategi pebelajaran yang menjadikan semua peserta didik menjadi sukses. Usaha–usaha guru dalam mengatur dan menggunakan berbagai variabel pengajaran merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan (Krismanto, 2003). Menurut Chotimah (2009), banyak strategi-strategi pembelajaran yang perlu diterapkan di dalam kegiatan belajar mengajar sehingga pembelajaran menjadi bermakna, dimana peserta didik dapat aktif membangun pengerahuan sendiri. Karena pembentukan makna oleh peserta didik akan terjadi dari 94
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
kelompok dan kompetisi antar kelompok, siswa bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta mengajar temannya (Krismanto, 2003). Lebih lanjut Tri Djoko Setyono (2012) mengemukakan Model Pembelajaran Tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran matematika yang mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah pembelajaran matematika di luar kelas, yang jika dikemas secara baik akan dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi kejenuhan siswa yang selalu belajar dalam ruangan. 2). Numbered Head Together (NHT),
Tidak ada strategi atau model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi, kondisi dan tujuan pembelajaran. Tugas guru adalah mengkondisikan siswa agar belajar aktif, sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang dengan optimal. Dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan matematika yang akan diajarkan, fasilitas media yang tersedia dan kondisi guru itu sendiri. Menurut Sadri (2012) saat ini pembelajaran inovatif akan mampu membawa perubahan belajar
merupakan salah satu strategi pembelajaran dengan cara setiap peserta didik diberi nomor, kemudian dibuat suatu kelompok (Kagan, 1992 dalam Chotimah, 2009). Strategi pembelajaran ini mengedepankan kepada aktivitas peserta didik dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari beberapa sumber belajar yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Guru memberikan nomor kepada setiap anggota kelompok untuk memudahkan pemanggilan pada saat presentasi. Pada tahap berikutkan guru mengajukan pertanyaan (questioning) kepada peserta didik, kemudia siswa atau peserta didik berfikir bersama (head together) dan meyakinkan setiap orang mengetahui jawabannya. Lebih lanjut disebutkan oleh Chotimah (2009), strategi pembelajaran Numbered Head Together (NHT) mampu membuat peserta didik lebih bertanggung jawab terhadap hasil belajar karena mereka termotivasi dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan berdasarkan nomor yang mereka miliki.
bagi siswa, telah menjadi barang wajib bagi guru. Pembelajaran lama telah usang karena dipandang hanya berpusat pada metode “mulut”. Siswa sangat tidak nyaman dengan metode mulut. Sebaliknya siswa akan nyaman dengan pembelajaran inovatif yang sesuai dengan pribadi siswa sehingga proses pembelajaran berlangsung efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien (Enase). Menurut Charles & Lester 1982, Cockroftm 1982 (dalam Krismanto, 2003) banyak siswa tumbuh tanpa menyukai matematika sama sekali, mereka merasa tidak senang dalam mengerjakan tugastugas dan merasa bahwa matematika sulit, menakutkan, dan tidak semua orang dapat mengerjakannya. Jadi, bagi guru/calon guru, rasa tidak percaya diri siswa ini harus dihilangkan sedini mungkin, dengan melibatkan siswa dalam seluruh kegiatan belajar mengajar, agar tumbuh rasa percaya diri dan menghilangkan rasa tidak senang terhadap matematika. Salah satu pendekatan yang umum dapat digunakan 95
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
adalah pembelajaran dengan pendekatan PAKEM ( Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Artinya guru aktif memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang ; guru kreatif mengembangkan kegiatan yang beragam dan membuat alat bantu belajar sederhana ; pembelajaran akan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pembelajaran menyenangkan sehingga tidak membuat anak takut salah, takut ditertawakan dan takut dianggap sepele. Selanjutnya menurut Prof. Herawati dalam Seminar Nasional
pertukangan dan sebagainya memerlukan perhitungan matematika (bilangan) mu lai dari yang sederhana sampai yang bersifat komplek. Para ibu rumah tangga yang biasa berbelanja ke pasar baik dari kalangan bawah (buta huruf) sampai kepada yang berpendidikan, kalau mereka membeli setandan pisang sebenarnya sudah menggunakan aplikasi matematika bilangan basis dalam menghitung jumlah pisang yang mereka mau beli. Mereka biasanya menghitung dengan dua-dua atau lima-lima buah pisangnya setiap kali perhitungannya. Bantuan matematika juga
yang diselenggarakan IKIP. Saraswati Tabanan, Sabtu 21 Juli 2012 mengemuka kan calon guru/guru hendaknya senantiasa selalu menciptakan suasana pembelajaran Gembrot (pembelajaran yang gembira dan berbobot) di dalam kelas.
sebagai bekal untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Tidak salah lagi Carl Priedrich Gaus yang dilahirkan di Brunswick Jerman, 30 April 1777 seorang yang berbakat dalam matematika menganggap dirinya sebagai “Pangerannya Paramatematikawan” dan mengatakan “Matematika adalah Ratunya Sains dan Bilangan merupakan Ratunya Matematika” (Sahid, 1988). Dalam ilmu – ilmu sains khususnya, betapa matematika itu memiliki peranan yang cukup penting. Dengan belajar matematika, kita dilatih untuk senantiasa berfikir logis dan kritis dalam memecahkan masalah. Matematika dapat digunakan untuk menyeleksi atau menyaring data yang ada, seperti seleksi calon PNS, Polisi, TNI, pelajar, mahasiswa atau karyawan menggunakan tes tulis dengan materi matematika (biasanya logika dan perhitungan) untuk mengetahui kemampuan berpikir cepat dan dapat menyelesaikan masalah (Khomsiyah, 2011). Selain itu kejururan, ketekunan dan keuletan kita juga akan terlatih
2. Manfaat dan Bantuan Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari Dalam masyarakat banyak kita jumpai orang-orang hidup sejahtera meskipun mereka tidak dapat membaca maupun menulis. Bahkan banyak diantara mereka yang punya dan mampu mengendalikan usahanya yang cukup besar. Tetapi orangorang tidak dapat membilang, menambah, mengalikan, membagi, menimbang me ngukur, membeli barang rasanya agak sukar hidup dalam kecukupan dan sejahtra. Dalam hal ini kebutuhan dasar tentang matematika serta keterampilan menggunakannya merupakan kebutuhan penting bagi setiap orang dan dari berbagai lapisan masyarakat pasti memerlukan matematika. Pekerjaan dalam bidang perdagangan, pertanian, 96
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
dengan matematika. Menyadari betapa perlu dan dekatnya matematika dengan kehidupan kita sehari-hari, sudah barang tentu mempelajarinya pun adalah penting. Pentingnya matematika, setidaknya dapat kita lihat dalam kurikulum, matematika di sekolah mendapat porsi jam lebih banyak dari pada mata pelajaran lainnya. Mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi pelajaran matematika itu ada dan dipelajari baik secara gelobal maupun spesifik. Karena kita menyadari pentingnya matematika, bagaimana kita calon guru/ guru matematika membuat
Pembuktian ; Langkah 1, misalkan a = b Langkah 2, maka a2 = ab Langkah 3, a2 + a2 = a2 + ab Langkah 4, 2a2 = a2 + ab Langkah 5, 2a2 – 2ab = a2 + ab – 2ab Langkah 6, 2a2 – 2ab = a2 – ab Langkah 7, 2( a2 – ab ) = 1 (a2 – ab ) Langkah 8, sehingga diperoleh 2 = 1 ....... terbukti (Anon, tt). Dalam pembuktian ini pasti kita melihat ada yang aneh, karena tidak mungkin 2 = 1 walaupun sekilas kita melihat tidak ada yang salah dengan pembuktian di atas. Para siswa yang menyenangi matematika pasti akan mencari kepastian hasil
para siswa kita menyukai matematika itu, sehingga mereka tidak takut apalagi benci terhadap pelajaran matematika. Matematika mempunyai kepastian hasil, dalam matematika terdapat keadaan benar atau salah. Dalam belajar matematika peserta didik senantiasa dapat memeriksa kembali setiap hasil pekerjaannya sehingga tahu dengan pasti benat atau salahnya. Matematika mendorong peserta didik untuk menghadapi sendiri kesulitan yang dihadapinya dan menyelesaikannya dengan penuh keyakinan, disinilah lagilagi manfaat dan bantuannya matematika dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bila kita diminta untuk membuktikan sebuah theorema, buktikanlah bahwa 1 = 2. Sementara pasti kita merasa kaget, apakah mungkin bingan satu ( 1 ) sama dengan bilangan ( 2 ), namun dengan logika matematika sementara kita akan dapat menerima, namun tetap akan berusaha menemukan kepastian kebenaran pembuktiannya. Misalnya kita berikan pembuktiannya sebagai berikut :
pembuktiannya. Cobalah anda cari pada langkah berapa kekeliruan yang terjadi dalam pembuktian di atas !. Setelah peserta didik dapat menemukan kesalahan dalam langkah pembuktian di atas, maka mereka akan merasa puas dan membangkitkan minatnya dalam belajar matematika. 3. Beberapa Keindahan dan Keunikan dalam Matematika Model pembelajaran merupakan salah satu cara guru untuk membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar matematika. Disamping itu matematika juga sebetulkan mempunyai beberapa keindahan dan keunikan tersendidri, bila kita cermati dalam setiap soal/ masalah yang berkaitan dengan matematika. Menurut RMJT Soehakso, profesor matematika pertama di Indonesia, matematika mempunyai pola yang sangat menarik, begitu menariknya, beliau sering mengatakan bahwa matematika bagaikan gadis tercantik di seluruh dunia, matematika itu secantik Meriam Bellina (Ignas Bethan, 1987). 97
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
ISSN : 1829 – 894X
Banyak hal istimewa dapat digunakan guru memotivasi, membangkitkan minat siswa agar siswa mencintai matematika berdasarkan pada trik-trik yang diuji secara relatif sederhana, misalnya: hitung cepat, matematika selalu berhubungan dengan kecepatan berhitung. Artinya, berhitung adalah bagian tak terpisahkan dari matematika, oleh karena itu kemampuan berhitung merupakan kemampuan mutlak yang dimiliki siswa. Beberapa contoh menarik diantaranya perkalian yang melibatkan angka 10, 100, 1000 dan seterusnya. Caranya adalah menambahkan
permainan ini kita perhatikan langkah ke tiga saat menambahkan bilangan, bilangan yang ditambahkan haruslah bilangan genap, sebab jawabannya adalah setengah dari itu. Dalam matematika juga mempunyai keunikan tersendiri, misalkan penyebutan angka 1 – 9 dalam bahasa indonesia mengandung misteri jika dijumlahkan 2 angka yang huruf awalnya sama maka hasilnya akan selalu sepuluh. Contoh : Awalan E ; Enam + Empat = Sepuluh Awalan S ; Satu + Sembilan = Sepuluh Awalan T ; Tiga + Tujuh = Sepuluh
angka 0 ( nol ) yang sesuai dengan banyak angka 0 pada pengalinya (pengali 10, banyaknya 0 sama dengan 1; pengali 100, banyaknya 0 sama dengan 2 dan seterusnya). Jadi, 6 x 10 = 60 ; 75 x 100 = 75000 dan seterusnya. Teka-teki bilangan, dengan teka-teki guru dapat membawa siswa belajar sambil bermain yang mengakibatkan siswa merasa senang belajar matematika. Siswa sedikit berpikir dan diikuti dengan kemampuan berhitung sederhana, misalnya kita meminta kepada anak : Pikirkan sebuah bilangan sembarang. Kalikan bilangan itu dengan 2. Tambahkan 24 kepada hasil akhir bilangan tadi. Bagi hasilnya dengan 2. Terakhir, kurangi hasil akhir bilangan tadi dengan bilangan awal yang dipilih. Jawabannya adalah 12, tepat bukan?
Awalan D ; Dua + Delapan = Sepuluh Awalan L ; Lima + Lima = Sepuluh Diamping itu kita juga menemukan keunikan lain dalam matematika, yaitu keunikan angka 9 (sembilan) dalam perkalian : 1 x 9 = 09 2 x 9 = 18 3 x 9 = 27 4 x 9 = 36 5 x 9 = 45 6 x 9 = 54 7 x 9 = 63 8 x 9 = 72 9 x 9 = 81 10 x 9 = 90, nah bisa dilihat hasil dari perkalian 1 sampai dengan 5 hasilnya adalah kebalikan dari hasil perkalian 6 sampai dengan 10. Jadi 09, 18, 27, 36, 45 kebalikan dari 54, 63, 72, 81, 90. Dengan memberikan berbagai keunikan yang dimiliki oleh matematika, maka diharapkan siswa lebih termotivasi untuk belajar matematika.
Cobalah kita cari dimanakah kunci untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Dalam
98
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
Mengurangi kejenuhan belajar matematika guru diharapkan mampu menumbuhkan rasa senang dalam belajar, sehingga matematika itu dianggap sebagai hiburan bagi siswa. Misalnya memberikan teka-teki kelasik, walaupun tergolong kelasik, tetapi tetap menantang untuk dikerjakan yaitu Seorang kakek yang telah wafat, meninggalkan 17 ekor kuda untuk dibagikan kepada 3 orang cucunya sebagai ahli warisnya dengan perbandingan ½ ; 1/3 dan 1/9 dari semua kuda yang ditinggalkannya. Bagaimana melakukan pembagian itu supaya tidak terjadi kecemburuan bahkan pertengkaran? Jawabannya: Pertama kita pinjam saja seekor kuda lagi (terserah kepada siapa saja mau minjam) dan sekarang jumlah kuda menjadi 18. Sekarang kita bagikan kuda – kuda tersebut kepada masingmasing ahli warisnya. Ahli waris yang mendapatkan ½ bagian, maka ia diberikan kuda sebanyak ½ x 18 = 9 ekor. Ahli waris yang mendapat 1/3 bagian, maka ia diberikan kuda sebanyak 1/3 x 18 = 6 ekor. Ahli waris yang mendapatka 1/9 bagian, maka ia diberikan kuda sebanyak 1/9 x 18 = 2 ekor. Sekarang tinggal kuda seekor lagi, kembalikan kepada pemiliknya. Membangkitkan minat siswa belajar matematika dapat dilakukan dengan mengajar siswa belajar sambil bermain. Permaianan matematika yang akan dapat memotivasi siswa belajar misalnya menebak tanggal dan bulan lahir siswa ada dua cara yaitu : 1. Lahir : 11 Juni Langkah – langkah yang ditempuh dalam permainan adalah :
ISSN : 1829 – 894X
a. Tulis bulan lahir yaitu 6. b. Kalikan bulan lahir dengan 5 yaitu 6 x 5 = 30 c. Tambahkan 9 hasil pada langkah b diatas yaitu 30 + 9 = 39 d. Kalikan hasil pada langkah c diatas dengan 4 yaitu 39 x 4 = 156 e. Tambahkan 12 hasil kali pada langkah d diatas yaitu 156 + 12 = 168 f. Kalikan dengan 5 hasil pada langkah e diatas yaitu 168 x 5 = 840. g. Tambahkan dengan tanggal lahir pada langkah f diayas yaitu 840 + 11 = 851 h. Hasil terakhir dikurangi 240, jadi 851 – 240 = 611 kemudian dibaca dari belakang sehingga lahir tanggal 11 bulan 6 atau Juni. 2. Lahir : 10 Juli Langkah – langkah yang ditempuh dalam permainan adalah : a. Tulislah tanggal lahir yaitu 10 b. Kalikan tanggal lahir dengan 5 yaitu 10 x 5 = 50 c. Tambahkan dengan 6 hasil di atas yaitu 50 + 6 = 56 d. Kalikan dengan 4 hasil di atas yaitu 56 x 4 = 224 e. Tambahkan dengan 9 hasil di atas yaitu 224 + 9 = 233 f. Kalikan dengan 5 hasil di atas yaitu 233 x 5 = 1165 g. Tambahkan dengan 7 ( bulan lahir ) hasil di atas yaitu 1165 + 7 = 1172 h. Hasil terakhir dikurangi dengan 165. Jadi 1172 – 165 = 1007, baca dari depan sehingga lahir tanggal 10 Juli. Dengan memperhatikan permainan di atas guru dapat mengulang – ulang operasi aljabar penjumlahan dan perkalian yang mengakibatkan siswa merasa senang belajar matematika.
99
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
SIMPULAN Bedasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa ada berbagai cara yang bisa dilakukan oleh guru/ calon guru untuk mengembangkan minat siswa terhadap matematika diantaranya : 1. Guru dapat menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang kooperatif dan inovatif agar pembelajaran lebih bermakna misalnya Model Pembelajaran Tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran matematika yang mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar siswa akan belajar bekerjasama dan kompetisi antar kelompok, siswa bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta mengajar temannya. 2. Guru/calon guru matematika senantiasa agar selalu memnyampaikan kepada siswa, betapa banyak manfaat dan bantuannya matematika dalam kehidupan sehari-hari. 3. Guru matematika selalu menggali dan memberikan berbagai keunikan dan keindahan dalam matematika, sehingga guru selalu dirindukan kehadirannya oleh siswa di depan kelas. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan yang telah memebrikan kesempatan kepada penulis untuk mempublikasikan gagasan ini. Juga disampaikan terima kasih atas review yang dilakukan sehingga artikel ini layak untuk dimuat.
100
ISSN : 1829 – 894X
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2005. Peraturan Pemerintah No. 19 2005. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Anonim, tt. Satu Sama dengan Dua. www. matematikamenyenangkan.com. Diakses Juli 2012. Chotimah, H.dan Dwitasari, Y. 2009. Strategi Pembelajaran Untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang : Surya Pena Gemilang. Dedy, A.I.. 2010. Matemagis Sebagai Upaya Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika. [Online], http://dedyamrilismail.blogspot. com/2010/03/matemagis-sebagai-upayamembangkitkan.html
Ignas, B. 1987. Matematika Itu Secantik Meriam Bellina. Majalah Aku Tahu. Jakarta : Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematiia. Yogyakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Khomsiyah, N. 2011. Manfaat Matematika Dalam Kehidupan Sehari-hari. [Online], http://nurkhom9.blogspot.com/2011/11, diakses Selasa, 15 Juli 2011. Herawati, S., dkk. 2011. Lesson Study Berbasis Sekolah Guru Konservatif Menuju Guru Inovatif. Malang : Bayumedia Publishing. Arikunto, S., dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Samani, dkk. 2011. Rekonstruksi Pendidikan. Surabaya : Unesa University Press Sahid. 1988. Karl Fredrick Gaus Si Genius Matematika, Majalah Aku Tahu. Jakarta : Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi Mei 1988.
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 92 - 101
Sadri, W. 2012. Penerapan model pembelajaran inovatif menuju pembelajaran yang enase, hlm.327335. Di dalam DN. Oka, IG.M. Oka Suprapta, IK. Surata, IM. Sudiana, G.N. Oka Diputra, IW.Sudiarta, IM. Maduriana, NP. Seniwati (Penyunting). Optimalisasi Lingkungan, Organisasi dan Task Menuju Pembelajaran Enase. Denpasar : Pustaka Larasan.
ISSN : 1829 – 894X
Djoko Setyono, T. 2012. Inovasi pem belajaran matematika melalui pene rapan model kooperatif STAD untuk mencapai pembelajaran enase, hlm.273287. Di dalam DN. Oka, IG.M. Oka Suprapta, IK. Surata, IM. Sudiana, G.N. Oka Diputra, IW.Sudiarta, IM. Maduriana, NP. Seniwati (Penyunting). Optimalisasi Lingkungan, Organisasi dan Task Menuju Pembelajaran Enase. Denpasar : Pustaka Larasan.
101
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
ISSN : 1829 – 894X
SEJARAH ANALITIK STRUKTURAL DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH: SUATU KAJIAN PUSTAKA I Kadek Widya Wirawan dan I Wayan Wiadnyana FPIPS IKIP Saraswati Tabanan ABSTRACT Descriptive narrative history of the study is not able to satisfy the historian in describing a very complex historical events. Therefore since the 20th century there were attempts to develop a methodology to utilize the theories of social science as a tool in the analysis of historical events mengeksplanasi. Given the history of the study reapproachment with the social sciences led to the writing of history showing new characteristics in the study of the so-called analytic study of the history of structural. This has implications in the educational (learning) history in which historians educators should develop a model of structural analytical study of history. The model was able to develop the learning capacity in the field of history. The students learn history not to know the historical facts per se, but more than that is able to act intelligently in response to the challenges of the times. Keywords: History of the analytic structure, learning capacity, history learning ABSTRAK Studi sejarah deskriptif naratif tidak mampu memuaskan sejarawan dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang sangat kompleks. Maka dari itu sejak abad ke-20 ada upaya mengembangkan metodologi dengan memanfaatkan teori-teori ilmu sosial sebagai perangkat analisis dalam mengeksplanasi peristiwa sejarah. Dengan adanya reapproachment studi sejarah dengan ilmu sosial menyebabkan penulisan sejarah menampilkan karakteristik baru dalam kajiannya yang disebut studi sejarah analitik struktural. Hal tersebut membawa implikasi dalam pendidikan (pembelajaran) sejarah dimana sejarawan pendidik hendaknya mengembangkan model pembelajaran sejarah analitik struktural. Model tersebut mampu mengembangkan learning capacity dalam bidang sejarah. Peserta didik belajar sejarah bukan untuk tahu fakta sejarah semata, namun lebih dari itu mampu bertindak cerdas dalam merespons tantangan zaman. Kata kunci: Sejarah analitik struktural, kapasitas pembelajaran, pembelajaran sejarah
PENDAHULUAN Mungkin kita pernah mendengar ungkapan Latin Historia Magistra Vitae artinya “Sejarah Guru Kehidupan”, dimana sejarah akan menjadi guru yang akan menuntun kita dalam menapaki kehidupan dan membantu memecahkan segala problema yang dihadapi (Wirawan, 102
2011:48). Lebih lanjut John Tosh sejarah merupakan ingatan kolektif, gudang dari pengalaman-pengalaman yang dengan itu manusia dapat mengembangkan identitas sosial mereka dan prospek masa depan mereka. Karena sejarah merupakan pengalaman-pengalaman masa lampau manusia, maka manusia yang hidup
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
ISSN : 1829 – 894X
sezaman atau kemudian dapat berguru dan belajar dari pengalaman-pengalaman itu untuk membuat mereka lebih bijak. Sejarah mempunyai nilai-nilai intrinsik yaitu nilainilai yang kerkandung dalam sejarah itu sebagai suatu bidang kajian atau ilmu pengetahuan. Dalam isi cerita sejarah yang direkonstruksikan para sejarawan terdapat gambaran perjuangan hidup manusia yang tidak putus-putusnya, gambaran silih berganti antara romantika, tragedi, komedi, atau ironi kehidupan manusia. Apapun bentuknya manusia harus dapat menarik nilai-nilai pelajaran-pelajaran
terkandung di dalamnya pengertian proses dan perspektif sejarah, artinya bukan masa lalu untuk kepentingan masa lalu melainkan masa lalu sebagai titik tolak untuk masa sekarang dan selanjutnya. Terlebih lagi dengan perkembangan metodologi sejarah, karya sejarah yang dihasilkan sejarawan akademik pun kini bervariasi dari yang menekankan penulisan sejarah deskriptif naratif dengan menekankan ideografis (peristiwa khusus) sampai penulisan sejarah analitik struktural dengan menekankan nomotetis (menekankan generalisasi). Yang mana dalam konteks Indonesia
yang terkandung dalam sejarah ini untuk pedoman hidup dan inspirasi bagi tindakantindakan yang akan diambilnya pada masamasa yang akan datang (Sjamsuddin, 2007:286). Namun kalau kita lihat realitanya masih terdapat pihak menyangsikan (mempertanyakan) manfaat dari belajar sejarah. Pertanyaan tersebut muncul sebab diketahui kajian sejarah terikat pada temporal (waktu) dan spasial (ruang). Pendekatan sejarah pun berbeda dengan ilmu-ilmu sosial lainnya yang mana bersifat einmalig (bersifat unik) sekali terjadi tidak dapat diulang kembali, dan partikularistik (menekankan kekhasan). Karakteristik di atas sudah barang tentu berbeda dengan ciri-ciri ilmu sebagaimana prosedur kerja natural science (ilmu alam). Dengan demikian dianggap sulit mendapatkan pegangan hidup dari peristiwa sejarah dalam menghadapi problema masa kini dan masa mendatang. Meskipun demikian, menurut penulis kajian dari masa lalu dari sejarah itu
dipelopori oleh Prof. Sartono Kartodirdjo dengan disertasinya “The Peasants Revolt of Banten in 1888” (Pemberontakan Petani Banten 1888) dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Sorotan tidak hanya kepada karya sejarah dari sejarawan akademik (peneliti) saja, namun sorotan pun muncul terhadap kinerja sejarawan pendidik (guru sejarah). Banyak pakar pendidikan menunjukkkan bahwa pelajaran sejarah selama ini berlangsung di sekolah cenderung tidak mengajak peserta didiknya berpikir cerdas. Hal ini ditunjukkan dengan kenyataan sejarawan pendidik cara mengajarnya masih konvensional menekankan ceramah dan berorientasi pada guru, sehingga membuat peserta didik menjadi pasif mendengar penjelasan gurunya saja (Wirawan, 2012:4). Ketika memberikan ulangan pun soal-soal yang diajukan berkaitan dengan kemampuan menghafal (mengingat) seputar materi di masa lalu saja, tanpa ada upaya mengajak berpikir ke masa kini dan masa depan. Padahal sejarawan pendidik 103
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
mestinya mengajak peserta didik mampu berpikir reflektif historis. Dengan adanya perkembangan metodologi dalam penulisan sejarah, tentunya membawa implikasi dalam pendidikan sejarah. Yang patut menjadi renungan bersama, mungkinkah dikembangkannya pembelajaran sejarah yang mencerdaskan? Artikel ini akan mencoba mengkaji perkembangan studi sejarah dari studi sejarah deskriptif naratif menjadi studi sejarah analitik struktural dan implikasinya dalam pembelajaran sejarah.
ISSN : 1829 – 894X
PEMBAHASAN
Penulisan sejarah pada abad pertengahan memiliki kekhasan yakni masuknya pengaruh kepercayaan Kristiani secara dominan. Hal tercermin dari karya Santo Agustinus yang berjudul “Civitas Dei” (Kerajaan Tuhan) yang menekankan keyakinan bahwa kejadian-kejadian di dunia ini ditentukan oleh kehendak Tuhan. Sebaliknya manusia hanya melaksanakan apa yang telah ditentukan-Nya dari dunia lain. Seiring tuntutan jiwa zaman (zeitgeist) dan ikatan budaya (cultuurgebudenheit), penulisan sejarah seperti itu ditinggalkan sejak zaman Renaissance di Eropa sekitar
Penulisan Sejarah Deskriptif Naratif Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu tertua, bahkan kalau ditinjau dari usia sejarah termasuk ilmu sosial tertua yang embrionya telah ada dalam bentuk-bentuk mitos dan tradisi dari manusia yang hidup paling sederhana (Supardan, 2008:292). Penulisan sejarah secara sistematis (secara sadar menyusun cerita tentang peristiwa masa lampau) dimulai sejak zaman Yunani Kuno sekitar abad ke-5 SM dengan tokohnya Herodotus. Eksplanasinya menunjukkan tidak adanya campur tangan pada dewa dalam gerak sejarah itu, sehingga Herodotus lebih dikenal sebagai “Bapak Sejarah”. Penulisan sejarah deskriptif naratif yang dipelopori Herodutus dilanjutkan para zaman Romawi dengan tokoh Titus Livius. Ia menulis sejarah Romawi sebagai negara dunia yang penuh dengan semangat patriotisme. Kisah berdirinya kota Roma adalah perpaduan antara fantasi dan fakta (Hamid dan Madjid, 2011:99). Berlanjut pada abad Pertengahan dengan tokohnya Santo Agustinus.
abad ke-15 sampai abad ke-16 Masehi. Zaman Renaissance ini muncul kembali pemikiran-pemikiran Yunani seperti ke ingintahuan yang rasional. Kalau pada abad Pertengahan kekuatan utama penggerak sejarah ada pada Tuhan yang disebut teosentrisme, sedangkan pada zaman Renaissance kekuatan penggerak sejarah ada pada manusia sendiri yang disebut antroposentrisme (Pageh, 2010:84). Dilihat dari karya sejarah di atas adalah bagaimana merekonstruksi peristiwa yang telah terjadi berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh. Tujuan utamanya adalah menghasilkan uraian sejarah (cerita sejarah) yang menggambarkan dan menjelaskan kejadian dari awal sampai akhir. Terkait dengan hal tersebut, studi sejarah hanya menjawab pertanyaan 5W+1H yakni apa (what) yang terjadi, dimana (where) terjadinya, kapan (when) terjadinya, siapa (who) pelakunya, mengapa (why) dan bagaimana (how) terjadinya suatu peristiwa. Terkait pertanyaan mengapa dan bagaimana tidak diungkap secara eksplisit,
104
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
namun hanya terangkum secara implisit di akhir cerita sejarah. Penulisan sejarah inilah sering disebut studi sejarah deskriptif naratif (sejarah konvensional).
ISSN : 1829 – 894X
Penulisan Sejarah Analitik Struktural Terkait hal tersebutlah di atas muncul ketidakpuasan dikalangan sejarawan sendiri dengan bentuk-bentuk historiografi lama yang cakupannya terbatas. Untuk itulah sejak abad ke-20 Masehi muncullah perspektif baru dalam studi sejarah dengan mengembangkan metodologi penelitian sejarah dengan memanfaatkan dasar-dasar
maka penggunaan ilmu-ilmu sosial itu adalah wajar saja. Kedua, kebetulan di lain pihak ilmu sosial memerlukan pendekatan historis dengan memperhatikan aspek diakronis (memanjang dalam waktu), bukan hanya aspek sinkronis (melebar dalam ruang) semata. Dengan demikian ada reapproachment (upaya saling mendekat) antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial. Lebih lanjut Kartodirdjo (1992:120) ada beberapa hal yang menyebabkan reapproachment ilmu sejarah dengan ilmu sosial yakni: pertama, sejarah deskriptif naratif sudah tidak memuaskan lagi dalam
teori yang telah dikembangkan ilmu-ilmu sosial. Perkembangan baru ini nampaknya tidak terlepas dari peran sejarawan Perancis Marc Bloch dan Lucien Feberre yang menjadi tokoh “Madzab Annalles” yang diambil dari nama majalah (jurnal) yang diterbitkan khusus untuk memuat hasilhasil penelitian baru yang menggunakan kerangka teoritik dalam menggambarkan berbagai peristiwa yang terjadi di Pedesaan Prancis (Pageh, 2010:20). Kecenderungan baru dalam studi sejarah ini ada beberapa faktor yang mendorongnya yakni pertama, timbulnya kesadaran sejarawan tentang kompleksitas dari fenomena sejarah menyangkut manusia yang multidimensional. Peristiwa sejarah tidak bisa dimengerti hanya dengan gambaran sejarah deskriptif naratif seperti pada studi sejarah konvensional. Diperlukan pendekatan yang lebih kritisanalitis sehingga dalam studi sejarah diperlukan konsep-konsep teoretik ilmu-ilmu sosial yang relevan. Selama penggunaan itu untuk kepentingan analisis,
menjelaskan berbagai masalah yang serba kompleks. Karena objek yang demikian memuat berbagai aspek permasalahan maka konsekuensi logis ialah pendekatan yang mampu mengungkapkannya. Kedua, pendekatan multidimensional adalah yang paling tepat untuk dipergunakan sebagai cara menggarap permasalahan di atas. Ketiga, ilmu-ilmu sosial telah mengalami perkembangan pesat sehingga menyediakan teori dan konsep yang merupakan alat analitis yang relevan sekali untuk keperluan analitis historis. Keempat, lagi pula studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif tentang apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana namun ingin melacak berbagai struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dalam berbagai bidang. Dengan adanya kecenderungan seperti disebutkan di atas membuat studi sejarah menampilkan karakteristik baru dalam kajiannya. Pertama, mampu menampilkan corak sejarah tematis dalam disiplin keilmuannya seperti munculnya sejarah 105
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
ISSN : 1829 – 894X
ekonomi, sejarah sosial, sejarah budaya, sejarah wanita, dan sebagainya. Kedua, mampu mempertajam kajian-kajiannya menyangkut masalah hubungan kausal dalam rangka menjawab pertanyaan “why” (mengapa) dan “how” (bagaimana) dalam peristiwa sejarah. Ketiga, studi sejarah lebih mungkin diarahkan ke sifat nomotetis (menemukan pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan umum) dari peristiwa sejarah, disamping sifat ideografis (gambaran peristiwa sejarah yang unik). Keempat, adanya perhatian terhadap unsur sinkronis (meluas
peristiwa penting dalam sejarah. Keenam, kajian sejarah lebih variatif ke arah berbagai dimensi kehidupan manusia, bukan hanya bertumpu pada peristiwa politik yang menyangkut orang besar semata (Pageh, 2010:11). Karakteristik penulisan sejarah inilah sering disebut studi sejarah deskriptif analitis (sejarah analitik struktural). Dengan demikian sejarawan yang menggunakan teknik deskripsi dan narasi cenderung akan menghasilkan model old history (sejarah lama), sedangkan sejarawan yang menggunakan teknik analisis cenderung akan menghasilkan model new history
dalam ruang) daripada hanya unsur diakronis (memanjang dalam waktu). Kelima, bermanfaat dalam menjelaskan multidimensional (kompleksitas) fenomena
(sejarah baru) (Arif, 2011:52). Sehubungan dengan ini untuk lebih jelasnya dibedakan antara sejarah lama (the old history) dan sejarah baru (the new history) (Tabel 1).
Tabel 1. Perbandingan Sejarah lama dan Sejarah Baru Sejarah Lama (The Old History) Sejarah Baru (The New History) Disebut sejarah konvensional atau sejarah Disebut sejarah baru, sejarah ilmiah tradisional (scientific history), dan sejarah total (total history) Tanpa pendekatan ilmu-ilmu sosial (mono- Menggunakan pendekatan multidimensional/ interdisiplin ilmu-ilmu atau unidimensional) sosial (ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, geografi, psikologi, dan sebagainya) Ruang cakup terbatas Ruang cakup luas segala aspek pengalaman dan kehidupan manusia pada masa lalu Tema terbatas (sejarah politik, sejarah Tema luas dan beragam (sejarah politik militer, sejarah ekonomi lama) baru, sejarah ekonomi baru, sejarah sosial, sejarah pedesaan, sejarah kebudayaan, sejarah pendidikan, sejarah intelektual, sejarah psikologis, sejarah lokal, sejarah etnis) Para pelaku sejarah terbatas pada raja-raja, Para pelaku sejarah luas dan beragam: orang-orang besar, pahlawan, jenderal segala lapisan masyarakat (vertikal ataupun horisontal) Pemaparan deskriptif-naratif Pemaparan analitis-kritis Orientasi peristiwa Orientasi problema (dikutip dari Kartodirdjo dalam Sjamsuddin, 2007:301 ) 106
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
Penerapannya dalam Pembelajaran Sejarah Permasalahannya sekarang bagaimana kalau dikaitkan dengan pembelajaran sejarah di sekolah? Mengutif pendapat Gde Widja ditegaskan bahwa sejarah deskriptif naratif maupun sejarah analitik struktural tidak perlu terlalu didikotomikan. Keduaduanya bisa dikembangkan sesuai dengan kepentingan. Bila kita ingin mengharapkan melalui pembelajaran sejarah peserta didik memiliki kemampuan akademis untuk menghadapi (mengantisipasi) berbagai tantangan di masa depan, kiranya perlu ditekankan strategi pembelajaran sejarah yang di dalamnya terkandung aspek-aspek analitik kritis. Sedangkan bila kita ingin menekankan melalui pembelajaran sejarah murid-murid bisa mengapresiasi berbagai nuansa kehidupan di masa lampau tentu gambaran sejarah yang lebih bersifat deskriptif naratif akan menjadi penting diperhatikan (Pageh, 2010). Telah disampaikan di atas agar peserta didik memiliki pemikiran kritis dalam mengantisipasi perkembangan zaman yang begitu cepat. Sudah semestinya sejarawan pendidikan melakukan revitalisasi dalam pembelajaran sejarah dengan mengembangkan berbagai model pembelajaran kreatif inovatif, salah satunya model pembelajaran sejarah analitik struktural. Sebagaimana disampaikan Gde Widja (dalam Pageh, 2010) beberapa prinsif pengembangan model pembelajaran analitik struktural. Langkah pertama, menentukan bentuk penyampaian materi apakah dalam bentuk gambaran urutan peristiwa (time sequence) bersifat tematis
ISSN : 1829 – 894X
(hanya berorientasi pada tema-tema yang relevan dengan pokok bahasan). Dalam kurikulum KTSP mestinya lebih diutamakan bentuk tematis karena terkait dengan pengembangan kompetensikompetensi tertentu yang diinginkan tentu saja harus dijaga peserta didik jangan sampai kehilangan latar belakang kronologis peristiwa. Langkah kedua, penentuan kegiatan belajar utamanya karena ini akan menentukan keberhasilan pengembangan beberapa kompetensi yang diinginkan. Dalam hubungan ini karakteristik belajar yang menonjol adalah dominannya aktivitas peserta didik dalam keseluruhan proses belajar mengajar sebagaimana yang dianjurkan dalam paradigma pendidikan sekarang. Hal ini terlihat dari hal-hal berikut. Pertama, peserta didik didorong untuk mencari sumber belajar baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Peserta didik tidak hanya mengandalkan sumber belajar dari guru semata atau buku paket/LKS yang diberikan oleh guru di sekolah. Kedua, peserta didik didorong untuk mendiskusikan secara aktif bahan/ materi-materi yang telah terkumpul dalam kelompok-kelompok kecil. Pembahasan dalam kelompok ini akan merefleksikan sifat kritis analitik dari kegiatan belajar peserta didik karena didorong untuk membuat kesimpulan-kesimpulan dari analisisnya yang kemudian dituangkan dalam portofolio. Ketiga, peserta didik diminta mempresentasikan hasil kegiatan kelompoknya dihadapan seluruh kelas (diskusi kelas). Peserta didik diajarkan bersifat terbuka untuk menyampaikan 107
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
ISSN : 1829 – 894X
argumentasinya terkait topik yang dibahas. Peserta didik yang argumentasinya kurang kokoh harus menerima argumentasi peserta didik yang dasar logikanya lebih kokoh. Hasil diskusi nantinya dipakai masukan untuk menyempurnakan portofolionya. Peserta didik secara tidak langsung diajarkan untuk menggali potensinya, belajar berargumentasi, demokratis, dan meminimalisir pengajaran yang menekankan hafalan sehingga lebih menarik bagi peserta didik (Pageh, 2010:xxxiii). Kita ketahui anak didik dalam usia berkembang memang menyenangi segala hal yang baru
menggali pengetahuan yang akan dibahas. Di sini guru hanya sebagai fasilitator dan motivator untuk memberikan penguatanpenguatan dan meluruskan pemikiran peserta didik yang kurang tepat (Wirawan, 2012:4). Lebih lanjut Gde Widja secara lebih rinci mendeskripsikan peran guru sebagai berikut. Pertama, memberi informasi awal terkait dengan tema (topik) yang akan dibahas. Kedua, memberi petunjuk keseluruhan kegiatan belajar yang akan dilakukan murid yang jelas sesuai dengan skenario yang telah disiapkan oleh guru. Tentunya tidak disampaikan
bagi mereka, diberi kebebasan berpikir, dan menyatakan pendapat. Membebaskan anak didik berpikir dan berpendapat sejalan dengan tujuan dari proses belajar mengajar yang mencerdaskan anak manusia. Para ahli ilmu jiwa pun menyatakan memberikan kebebasan berpikir dan berpendapat menjadikan kejiwaan seorang menjadi sehat (Wirawan, 2012:4). Langkah ketiga, peran guru dalam model pembelajaran analitik struktural tentunya berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pada proses belajar mengajar konvensional, guru yang lebih berperan aktif dalam proses belajar mengajar dengan menekankan teacher oriented dengan lagu lama talk and chalk approach (pendekatan bercerita dan mencatat). Bila hal itu terjadi proses pembelajaran di kelas hanya berjalan satu arah dari guru kepada murid. Sedangkan dalam pembelajaran model analitik struktural membuat peserta didik lebih aktif belajar dengan menekankan student oriented ketimbang teacher oriented. Peserta didik dibiasakan untuk
secara detail namun berupa garis besar kegiatan peserta didik dari awal sampai akhir. Ketiga, membimbing, mendorong, dan memotivasi aktivitas peserta didik secara individual maupun kelompok terutama bagi peserta didik/ kelompok yang kelihatannya memiliki masalah dalam kegiatannya dengan meluruskan hal-hal yang menyimpang dari skenario. Di sini guru sekaligus menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi peserta didik dengan selalu memberikan motivasi. Keempat, memberikan penilaian seobjektif mungkin menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor kepada peserta didik (Pageh, 2010: xxxv).
108
SIMPULAN Penulisan sejarah deskriptif naratif (sejarah konvensional) tidak mampu memuaskan sejarawan akademik dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang sangat kompleks. Maka dari itu sejak abad ke-20 ada upaya mengembangkan metodologi dengan memanfaatkan teori-teori ilmu
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 102 - 109
sosial sebagai perangkat analisis dalam mengeksplanasi peristiwa sejarah. Dengan adanya reapproachment studi sejarah dengan ilmu sosial menyebabkan penulisan sejarah menampilkan karakteristik baru dalam kajiannya yang disebut studi sejarah analitik struktural. Hal tersebut membawa implikasi dalam pendidikan (pembelajaran) sejarah dimana sejarawan pendidik hendaknya tidak lagi masuk kelas dengan pendekatan talk and chalk approach (pendekatan bercerita dan mencatat). Persepsi tentang pelajaran sejarah sebagai pelajaran hafalan fakta belaka harus jauh-jauh dibuang, melainkan sejarawan pendidik hendaknya mampu membuat peserta didik berpikir kritis analitis. Salah satu model yang bisa dikembangkan yakni model pembelajaran sejarah analitik struktural yang mampu mengembangkan learning capacity dalam studi sejarah. Peserta didik belajar sejarah bukan untuk tahu fakta sejarah semata, namun lebih dari itu mampu bertindak cerdas dalam merespons tantangan zaman. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada Ni Wayan Eko Yuliyastuti, S.Pd., ibunda penulis yang membantu mencarikan referensi yang relevan sebagai sumber kajian dalam tulisan ini. Ucapan yang sama disampaikan kepada Drs. I Ketut Ardana, M.Pd, Dekan Fakultas IPS, serta teman sejawat dosen di fakultas yang memotivasi penulis dan memeberikan arahan dalam pembuatan tulisan ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Drs. I Made Sudiana, M.Si. Ketua Dewan Redaksi Jurnal Suluh
ISSN : 1829 – 894X
Pendidikan IKIP Saraswati Tabanan, yang telah berkenan mengoreksi dan menyetujui artikel ini untuk diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Arif, M. 2011. Pengantar Kajian Sejarah. Bandung: Yrama Widya. Hamid, ABD Rahman dan Muhammad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Kartodirdjo, S. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pageh, I M. 2000. Pengantar Ilmu Sejarah (Buku Ajar). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Pageh, I M. 2010. Metodologi Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. Singaraja: FIS Undiksha. Pageh, I M. 2010. Filsafat Sejarah (Buku Ajar). Singaraja: Undiksha. Sjamsuddin, H. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Supardan, D. 2007. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara. Wirawan, W. I K. 2011. Peranan sejarah di era globalisasi. Suluh Pendidikan (Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan), 9 (1): 47-54. Wirawan, W. I K. 13 April 2012. Tugas dan tanggungjawab guru di era globalisasi. Bali Express, hlm.4.
109
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
PENYEMPURNAAN JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDIT: SUATU KAJIAN PUSTAKA I Gusti Putu Anom Putrawibawa SMP Negeri 5 Tabanan ABSTRACT As demands increase in the quality of education, teachers are professionals in their profession demanded. Mirror of professional teachers who are master pedagogical, social competency, competence personality, and professional competency (academic). An assessment of the professionalism of teachers in the form of performance assessment aims to teacher career development interests. Teacher evaluations are regulated in the Decree of the Minister of Administrative Reform No. 84 of 1993 on Functional Master and Credit Score. The decision by the minister is considered incompatible with the demands of professional development and teacher competence. Therefore, the decision by the minister refined through Permenneg PAN and RB No. 16 of 2009 and Decree of the Minister No. 35 of 2010. The consequences of refinement rules, teachers must understand the teacher performance appraisal (preparation, process implementation, reporting), the calculation of the credit figures, and the reporting of results of the assessment teacher performance. This paper aims to provide an overview and remind teachers about the demands that must be met as a professional teacher according to Permeneg PAN and RB that have been enhanced so that careers teachers can thrive. Keywords: Teacher performance, functional, credit score, career development ABSTRAK Seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, para guru dituntut profesional dalam menjalankan profesinya. Cermin dari guru yang profesional yaitu menguasai kompetensi pedagogik, komptensi sosial, kompetensi kepribadian, dan komptensi profesional (akademik). Penilaian terhadap profesionalitas guru dalam bentuk penilaian kinerjanya bertujuan untuk kepentingan pengembangan karir guru. Penilaian kinerja guru telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Keputusan Menpan tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi guru. Oleh karena itu, Keputusan Menpan disempurnakan melalui Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 dan Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010. Konsekuensi dari penyempurnaan peraturan itu, para guru harus memahami penilaian kinerja guru (persiapan, proses pelaksanaan, pelaporan), perhitungan angka kreditnya, dan pelaporan hasil penilaian kinerja guru. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengingatkan para guru tentang tuntutan yang harus dipenuhi sebagai guru profesional sesuai dengan Permeneg PAN dan RB yang sudah disempurnakan sehingga karir guru dapat berkembang dengan baik. Kata kunci : Kinerja guru, jabatan fungsional, angka kredit, pengembangan karir 110
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
PENDAHULUAN Seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, para guru dituntut profesional dalam menjalankan profesinya. Cermin dari guru yang profesional yaitu menguasai kometensi pedagogik, komptensi sosial, kompetensi kepribadian, dan komptensi profesional (akademik). Penilaian terhadap profesionalitas guru dalam bentuk penilaian kinerjanya bertujuan untuk kepentingan pengembangan karier guru. Penilaian kinerja guru telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Keputusan Menpan tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi guru. Oleh karena itu, Keputusan Menpan disempurnakan melalui Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 dan Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010. Dasar hukum sebagai landasan terbitnya Peraturan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2009 untuk menyempurnakan tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, adalah 1) Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, dikatakan Satu-satunya jabatan fungsional yang belum menyesuaikan Keppres Nomor 87 Tahun 1999 adalah Jabatan Fungsional Guru. 2) Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 adalah dasar yang kuat untuk menjadikan Jabatan fungsional Guru sebagai Jabatan Ahli. 3)
ISSN : 1829 – 894X
Guru sebagai tenaga Profesional wajib memiliki kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV. 4) Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi Guru, bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu mengatur kembali Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi. Permeneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, perlu dijadikan acuan utama dalam pelaksanaan penilaian angka kredit guru, karena dalam Permen PAN dan RB tersebut terjadi perubahan– perubahan yang perlu dicermati, dipahami, dikuasai dan di aplikasikan secara adil dan benar. Dalam rangka pelaksanaan Permen PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 ditegaskan dalam Peraturan Bersama Mentri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 (Kemdikbud, 2012) dan Nomor 14 Tahun 2010, tentang petunjuk pelaksanaan jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dalam Pasal 3 disebutkan bahwa “Perangkat pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya diselesaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2012”. Lebih lanjut dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa “Penilaian kinerja 111
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
guru yang didasarkan pada Peraturan Menteri ini berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2013”. Sehubungan dengan terbitnya pe nyempurnaan peraturan Menpan tersebut dengan segala aturan lainnya sebagai petunjuk teknis pelaksanaan jabatan guru dan angka kreditnya sehingga para guru dituntut untuk mengetahui, memahami, dan melaksanakan peraturan dimaksud. Dengan melaksanakan peraturan tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya secara baik, maka pada satu sisi karir guru dapat berkembang dengan baik,
PEMBAHASAN
dan sisi lain tujuan pendidikan nasional yaitu menciptakan insan cerdas, mandiri dan berkarakter serta berakhlak mulia diharapkan akan dapat tercapai.
Nomor 84 Tahun 1993 terdiri dari tiga belas jabatan fungsional (Tabel 1). Melalui penyempurnaan ini, jabatan fungsional guru menjadi lebih sederhana sehingga lebih
Penyesuaian Jabatan Fungsional dan Pangkat Guru Sesuai Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru (Kemdikbud, 2012) dibandingkan dengan Permen Menpan No. 84 Tahun 1993 sebagai berikut (Tabel 1). Atas dasar Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010 sehingga jabatan dan pangkat guru menjadi terpisah. Melalui pemisahan tersebut, hanya ada empat jenjang jabatan yang sebelumnya pada Permen Menpan
Tabel 1. Penyempurnaan Permen Menpan Nomor 84 Tahun 1993 dengan Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010 Permen Menpan 84/1993 Jabatan dan Pangkat melekat Jabatan dan Pangkat ada 13, terdiri dari :
Permendiknas 38/2010 Jabatan dan Pangkat terpisah Jabatan ada 4 jenjang dimulai dari.
1. Guru Pratama, gol. II/a 2. Guru Pratama Tingkat I, gol. II/b 3. Guru Muda, gol. II/c 4. Guru Muda Tk I, gol. II/d 5. Guru Madya, gol. III/a 6. Guru Madya Tk I, gol. III/b 7. Guru Dewasa, gol. III/c 8. Guru Dewasa Tk I, gol. III/d 9. Guru Pembina, gol. IV/a 10. Guru Pembina Tk I, gol. IV/b 11. Guru Utama Muda, gol. IV/c 12. Guru Utama Madya, gol IV/d Guru Utama, gol IV/e
1. Guru Pertama, gol III/a dan III/b
112
2. Guru Muda, gol III/c dan III/d 3. Guru Madya, gol IV/a, IV/b dan IV/c 4. Guru Utama, gol IV/d dan IV/e
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
mudah diingat dan memudahkan dalam urusan administrasi pengajuan kenaikan jabatan dan pangkat. Untuk dapat ditetapkan dalam jabatan guru sesuai Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, maka seorang guru paling rendah harus berijasah Sarjana (S-1) atau diploma (D-IV) dengan pangkat paling rendah III/a. Sedangkan dalam Permen Menpan Nomor 84 Tahun 1993, ijasah terendah untuk dapat diangkat menjadi guru adalah SPG/D-II dengan pangkat II/a (Tabel 2).
ISSN : 1829 – 894X
guru adalah mendidik, mengajar, mem bimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Tabel 2. Penetapan jabatan guru sesuai Permenneg PAN dan RB 16/2009 Permen MENPAN 84/1993 Permenneg PAN dan RB 16/2009 1. Ijasah paling rendah SPG /D-II 1. Ijasah paling rendah Sarjana 2. Pangkat paling rendah II/a (S-1)/ Diploma (D-IV) (Pengatur Muda) 2. Pangkat paling rendah III/a (Jabatan Pertama) Konsekuensi dari Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, maka seorang guru yang pada saat ini belum berkualifikasi S-1 atau D-IV harus meningkatkan kualifikasi pendidikannnya minimal S-1 atau D-IV paling lambat akhir tahun 2015 (Pasal 41 ayat 1). Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh guru, maka karirnya sebagai seorang guru akan terhambat. Sesuai dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, seorang guru yang akan mengusulkan jabatan dan pangkat, harus memenuhi beban kerja minimal yang disyaratkan (Tabel 5). Beban Kerja Guru Guru adalah pendidik profesional dengan jabatan fungsional. Tugas utama
Tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan. Selain melaksanakan tugas utama, guru dapat melaksanakan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah sebagai: (1) kepala sekolah/madrasah; (2) wakil kepala sekolah/madrasah; (3) ketua program keahlian atau yang sejenisnya; (4) kepala perpustakaan sekolah/madrasah; (5) kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya pada sekolah/madrasah; (6) pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi; (7) wali kelas; (8) penyusun kurikulum pada satuan pendidikannya; (9) pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar; (10) pembimbing guru pemula 113
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
dalam program induksi; (11) pembimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler; (12) pembimbing pada penyusunan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif; dan (13) pembimbing pada kelas yang menjadi tanggung jawabnya (khusus guru kelas). Tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dari butir 7 sampai dengan butri l2 diklasifikasi menjadi 2, yaitu: (1) tugas tambahan untuk periode 1 tahun (misalnya wali kelas, pembimbing guru pemula dalam program induksi, dan sejenisnya); dan (2) tugas tambahan untuk periode kurang dari 1
hasil penilaian kinerja. Sedangkan angka kredit tugas tambahan kurang dari 1 tahun adalah sebesar 2% dari angka kredit tugas tambahan pelaksanaan pembelajaran/ pembimbingan berdasarkan hasil penilaian kinerja. Penugasan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah untuk seorang guru paling banyak 2 (dua) jenis kegiatan per tahun. Beban kerja guru sebagaimana dipaparkan di atas, berlaku efektif mulai 1 Januari 2013 yang akan dilaksanakan melalui Penilaian Kinerja Guru (PKG) setiap semester yaitu penilaian dari tiap
tahun (misalnya pembimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, pembimbing pada penyusunan publikasi ilmiah dan/ atau karya inovatif, dan sejenisnya). Angka kredit tugas tambahan untuk 1 tahun adalah sebesar 5% dari 17 angka kredit pelaksanaan pembelajaran/ pembimbingan berdasarkan
butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir kepangkatan dan jabatannya. Unsur penilaian jabatan fungsional guru sesuai dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 sebagai berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Unsur penilaian jabatan fungsional guru Peraturan MENPAN 84/ 1993 A. Unsur dan Sub Unsur Kegiatan (80%) 1. Pendidikan dan Pelatihan 2. Proses Belajar Mengajar 3. Pengembangan Profesi • Melakukan kegiatan karya tulis • Membuat alat pelajaran • Menciptakan karya seni • Menemukan teknologi tepat guna • Mengikuti perkembangan kurikulum
4. Penunjang (20%) 114
Permenneg PAN dan RB 16/2009 A. Unsur dan Sub Unsur Kegiatan (≥ 90%) 1. Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan formal dan fungsional 2. Proses Belajar Mengajar 3. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan: a. Pengembangan diri 1) Diklat fungsional 2) Kegiatan kolektif guru (KKG/MGMP) b. Penulisan Karya Ilmiah 1) Melakukan Penelitian 2) Gagasan ilmiah 3) Publikasi; Jurnal, buku, diklat, modul c. Karya Inovatif 1) Menemukan teknologi tepat guna 2) Menemukan/menciptakan karya seni 3) Alat peraga/praktikum d. Mengikuti perkembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.
4. Penunjang (≤ 10%)
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
Dengan peyempurnaan dari unsur penilaian jabatan fungsional guru, kegiatan guru yang dinilai angka kreditnya adalah: 1) Pendidikan, meliputi: (1) pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah; dan (2) pendidikan dan pelatihan (diklat) prajabatan dan memperoleh surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan ata sertifikat termasuk program induksi. 2) Pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu, meliputi: (1) melaksanakan proses pembelajaran, bagi Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran; (2) melaksanakan proses bimbingan, bagi Guru Bimbingan
sejenisnya; b) menjadi organisasi profesi/ kepramukaan; c) menjadi tim penilai angka kredit; dan/atau; d) menjadi tutor/pelatih/ instruktur.
dan Konseling; dan (3) melaksanakan tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah. 3) Pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi: (1) Pengembangan Diri: (1) diklat fungsional; dan (2) kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian Guru: a) Publikasi Ilmiah: (a) publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; dan (b) publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru. b) Karya Inovatif: (a) menemukan teknologi tepat guna; (b) menemukan/menciptakan karya seni; (c) membuat/memodifikasi alat pelajaran/pe raga/praktikum; dan (d) mengikuti pengem bangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya. 4) Penunjang tugas guru, meliputi: (1) memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya; (2) memperoleh penghargaan/ tanda jasa; dan (3) melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru, antara lain : a) membimbing siswa dalam praktik kerja nyata / praktik industri/ekstrakurikuler dan
dalam jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, Jika tidak mengajukan kenaikan pangkat secara kontinyu, maka bisa saja jabatannya tidak sesuai dengan pangkatnya. Misalnya, seorang guru dengan jabatan Guru Madya, Gol. IV/a, pangkat Pembina, apabila tidak mengusulkan kenaikan pangkat secara kontinyu setiap dua tahun, maka kemungkinannya Guru Madya, Gol. IV/a mempunyai pangkat Pembina Utama Muda. Melalui penerapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, hal itu tidak akan terjadi lagi. Penilaian kinerja guru dari sub unsur pembelajaran atau pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan didasarkan atas aspek kualitas, kuantitas, waktu, dan biaya. Penilaian kinerja guru menggunakan nilai dan sebutan sebagai berikut: (1). nilai 91 sampai dengan 100 disebut amat baik; (2) nilai 76 sampai dengan 90 disebut baik; (3) nilai 61 sampai dengan 75 disebut cukup; (4) nilai 51
Jenjang Jabatan dan Pangkat Guru Jenjang pangkat untuk masing-masing jabatan fungsional guru sebagaimana dimaksud dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 adalah jenjang pangkat dan jabatan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki untuk masingmasing jenjang jabatan. Penetapan jenjang jabatan fungsional guru untuk pengangkatan
115
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
sampai dengan 60 disebut sedang; dan (5) nilai sampai dengan 50 disebut kurang. Nilai kinerja guru dikonversikan ke dalam angka kredit yang harus dicapai, sebagai berikut: (1) sebutan amat baik diberikan angka kredit sebesar 125% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun; (2) sebutan baik diberikan angka kredit sebesar 100% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun; (3) sebutan cukup diberikan angka kredit sebesar 75% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun; (4) sebutan sedang diberikan angka kredit
Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap Pegawai Negeri Sipil untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat guru adalah dengan ketentuan (1) paling kurang 90% (sembilan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama; dan (2) paling banyak 10% (sepuluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang. Untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e
sebesar 50% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun; (5) sebutan kurang diberikan angka kredit sebesar 25% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun. Jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun adalah jumlah angka kredit kumulatif minimal dikurangi jumlah angka kredit pengembangan keprofesian berkelanjutan dan unsur penunjang yang dipersyaratkan untuk setiap jenjang jabatan/ pangkat dan dibagi 4 (empat) (Tabel 4).
wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang meliputi sub unsur pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif. Pengembangan keprofesian ber kelanjutan adalah pengembangan kom petensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Penilaian pembelajaran didasarkan pada aspek kualitas, kuantitas, waktu dan biaya melalui 14 kompetensi guru, yaitu
Tabel 4. Kewajiban melaksanakan pengembangan keprofesian berkelanjutan Permen Menpan 84/93 • Gol II/a s.d. IV/a 1. 2. 3. 4.
Diklat KBM Penunjang Pengembangan Profesi (PP) tidak wajib • Pengembangan Profesi wajib bagi: 1. gol IV/a – b = pengembangan profesi 12 dari wajib 2. gol IV/b – c = idem 3. gol IV/c – d = idem 4. gol IV/d – e = idem 116
Permenneg PAN dan RB 16/2009
Selain KBM, guru wajib mengikuti pe-ngembangan diri dan melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan, dimulai dari: Gol III/a III/b-c III/c-d III/d-a IV/a-b IV/b-c IV/c-d IV/c
Pengembangan diri Pengembangan diri dan 4 PP Pengembangan diri dan 6 PP Pengembangan diri dan 8 PP Pengembangan diri dan12 PP Pengembangan diri dan 12 PP Pengembangan diri dan 14 PP dan presentasi Pengembangan diri dan 20 PP
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
antara lain: 1) Kompetensi pedagogik: (1) mengenal karakteristik anak didik; (2) menguasai teori belajar dan prinsipprinsip pembelajaran yang mendidik; (3) pengembangan kurikulum; (4) kegiatan pembelajaran yang mendidik; (5) memahami dan mengembangkan potensi; (6) komunikasi dengan peserta didik; (7) penilaian dan evaluasi. 2) Kompetensi kepribadian: (8) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia; (9) menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan; (10) etos kerja, tanggung
guru. 3) Kompetensi sosial: (11) bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif; (12) komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat. 4) Kompetensi professional: (13) penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; dan (14) mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan reflektif. Kebutuhan angka kredit kumulatif dan unsur penunjang untuk kenaikan pangkat dan jabatan guru sesuai Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, pasal 17
jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi
sebagai berikut (Tabel 5).
Tabel 5. Kebutuhan Angka Kredit Kumulatif (AKK), PKB (AKPKB), dan Unsur Penunjang (AKP) untuk kenaikan pangkat dan jabatan Jumlah Kredit
AKK
AKPB/ BK
AKPKB (PD + PI/KI)
AKP
Penata Muda, III/a
100
50
42
3+0
5
Penata Muda Tingkat I,III/b
150
50
38
3+4
5
Penata,III/c
200
100
81
3+6
10
Penata Tingkat I,III/d
300
100
78
4+8
10
Pembina, IV/a
400
150
119
4 + 12
15
Pembina Tingkat I, IV/b
550
150
119
4 + 12
15
700
150
116
5 + 14
15
850 1050
200
155
5 + 20
20
Jabatan Guru Pertama Guru Muda
Guru Madya
Guru Utama
Pangkat
Pembina Utama Muda, IV/c Pembina Utama Madya, IV/b Pembina Utama, IV/e
Rumus untuk menghitung angka kredit subunsur pembelajaran/pembimbingan Angka kredit per tahun =
(AKK − AKPKB − AKP)× JM 4
JWM
× NPK
117
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120 Keterangan: • AKK adalah angka kredit kumulatif minimal yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat • AKPKB adalah angka kredit PKB yang diwajibkan (subunsur pengembangan diri, karya ilmiah dan/atau karya inovatif) • AKP adalah angka kredit unsur penunjang yang diwajibkan • JM adalah jumlah jam mengajar (tatap muka) guru di sekolah/ madrasah atau jumlah konseling yang dibimbing oleh guru BK/Konselor • JWM adalah jumlah jam wajib mengajar (24 – 40 jam tatap muka per minggu) bagi guru pembelajaran atau jumlah konseli (150 – 250 konseli per tahun) yang dibimbing oleh guru BK/konselor • NPK adalah prosentase perolehan hasil penilaian kinerja • 4 adalah waktu rata-rata kenaikan pangkat (reguler), 4 tahun • JM/JWM = 1 bagi guru yang mengajar 24-40 jam tatap muka per minggu atau bagi guru BK/Konselor yang membimbing 150 – 250 konseli per tahun. • JM/JWM = JM/24 bagi guru yang mengajar kurang dari 24 jam tatap muka per minggu atau JM/150 bagi guru BK/konselor yang membimbing kurang dari 150 konseling per tahun.
Angka kredit tugas tambahannya dgn rumus: Angka kredit per tahun =
(AKK - AKPB- AKP) × NPK 4
Keterangan: • AKK adalah angka kredit kumulatif minimal yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat • AKPKB adalah angka kredit PKB yang diwajibkan (subunsur pengembangan diri, karya ilmiah, dan/atau karya inovatif) • AKP adalah angka kredit unsur penunjang yang diwajibkan • NPK adalah persentase perolehan hasil penilaian kinerja • 4 adalah waktu rata-rata kenaikan pangkat (reguler), kurang lebih 4 tahun
Untuk menetapkan AKK, AKPKB dan AKP wajib atau yang dipersyaratkan lihat Pasal 18 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. 118
ISSN : 1829 – 894X
Perubahan pada Guru dan Siswa Akibat PKG dan PKB Perubahan yang terjadi pada guru selama penilaian kinerja guru (PKG) dan penilaian keprofesian berkelanjutan (PKB) yaitu: 1) Guru semakin mengubah gaya mengajarnya yang masih tradisional serta mengembangkan kompetensinya dalam memberikan layanan pendidikan di sekolah, seperti membaca buku referensi untuk meningkatkan pengetahuannya. 2) Guru semakin aktif bertanya dan mencoba berbagai macam teknik pembelajaran utk meningkatkan kemampuan siswanya. 3) Meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan indikator penilaian dan upaya peningkatan kompetensi melalui PKB. 4) Meningkatnya kemampuan guru dalam kompetensi pedagogik, pemahaman karakteristik siswa, serta penggunaan media pembelajaran berbasis ICT. 5) Terjadi perubahan pada aktifitas guru terutama dalam mempersiapkan dokumen dan metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran serta dalam upaya memperbaiki indikator yang di bawah standar. Perubahan yang terjadi pada siswa selama PKG dan PKB yaitu : 1) Siswa semakin kreatif dan aktif bertanya tentang materi pelajaran sebagai dampak perubahan metode pembelajaran guru. 2) Meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa yang terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata siswa. 3) Siswa lebih serius mengikuti pelajaran karena pemberian metode yang tepat oleh guru. Perubahan yang terjadi selama PKG dan PKB telah berdampak positif terhadap guru
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
ISSN : 1829 – 894X
dan siswa. Dampak bagi guru, antara lain : (1) meningkatnya daya saing guru secara dinamis, sehat, objektif, dan terbuka; (2) meningkatnya produktivitas, kreativitas, dan inovasi guru dalam pembelajaran; (3) meningkatnya pengusulan angka kredit guru serta kelancaran dalam kenaikan pangkat; dan (4) meningkatnya kesejahtraan guru. Sedangkan dampak bagi satuan pendidikan, antara lain (1) meningkatnya mutu pembelajaran pada satuan pendidikan; dan (2) meningkatnya profesionalisme PTK menuju standar nasional pendidikan. Melalui PKG dan PKB, baik guru
yang dihasilkan dari PKG. 4) . Guru yang tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan, padahal yang bersangkutan telah diikutsertakan dalam pembinaan pengembangan keprofesian, beban kerjanya dikurangi sehingga kurang dari 24 jam tatap muka atau dianggap melaksanakan beban kerja kurang dari 24 jam tatap muka Adanya sanksi ini, secara umum akan berdampak positif pada hasil penilaian angka kredit guru yang sistematik, efektif, efisien, dan objektif pada masa mendatang.
maupun siswa memperoleh keuntungan. Akan tetapi, jika penilai angka kredit dan guru yang mengajukan jabatan dan pangkat dengan melanggar aturan, maka keuntungan terhadap guru dan siswa tidak akan tercapai dan penilai serta guru bisa terkena sanksi sesuai aturan yang berlaku. Sanksi Apabila penilai dan guru yang dinilai terbukti melanggar prinsip-prinsip pe laksanaan penilaian kinerja guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara melawan hukum, maka akan dikenakan sanksi : 1) Diberhentikan sebagai Guru atau kepsek/ madrasah dan/atau Pengawas. 2) Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PKG. 3) Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan PAK
SIMPULAN 1. Penyempurnaan tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya melalui penerbitan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 sebagai pengganti Permen Menpan Nomor 84 Tahun 1993 bertujuan untuk pengembangan karir guru dan tuntutan kompetensi guru. 2. Pelaksanaan penilaian kinerja guru dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 memungkinkan terjadinya penilaian secara adil dan benar. Penerapan PKG dan PKB ini adalah kata kunci dalam peningkatan kesejahtraan guru. Adanya peningkatan kesejahteraan guru akan berdampak positif terhadap mutu pembelajaran. Proses pembelajaran yang berkualitas tentunya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga mutu pendidikan juga meningkat. Dengan dasar inilah dapat dikatakan guru sebagai sang pencetak generasi emas. 119
Suluh Pendidikan, 2012, 10 (2): 110 - 120
UCAPAN TERIMA KASIH Kajian ini bisa terwujud tidak terlepas dari semangat yang terus diberikan oleh semua pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada Ketua Dewan Redaksi Majalah Ilmiah ”Suluh Pendidikan” Drs. I Made Sudiana, M.Si; Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Tabanan Drs. I Ketut K. Marjaya, M.Si serta teman sejawat guru SMP Negeri 5 Tabanan lainnya yang terus memberikan semangat dalam menyelesaikan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Kemdikbud. 2012. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: P2TK Dikdas. Kemdikbud. 2012. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 03/V/PB/2010 dan Nomor: 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: P2TK Dikdas. Kemdikbud. 2012. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: P2TK Dikdas. Kemdikbud. 2012. Peraturan Menteri Pen didikan Nasional No. 38 Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru. Jakarta: P2TK Dikdas.
120
ISSN : 1829 – 894X
Kemdikbud. 2012. Buku 1 Pedoman Pe ngelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Jakarta: P2TK Dikdas. Kemdikbud. 2012. Buku 2 Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru). Jakarta: P2TK Dikdas. Kemdikbud. 2012. Buku 4 Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Jakarta: P2TK Dikdas. Kemdikbud. 2012. Buku 5 Pedoman Penilaian Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Jakarta: P2TK Dikdas.
PEDOMAN PENGIRIMAN NASKAH 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan. Naskah dikirim ke PUSLIT IKIP Saraswati Tabanan, Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan 82113 Bali atau lewat email:
[email protected]. Naskah diketik satu setengah spasi, kecuali abstrak, tabel, keterangan gambar, histogram dan kepustakaan diketik dalam satu spasi dengan batas 3,5 cm dari kiri, 3 cm masing-masing dari atas, kanan dan bawah tepi kertas. Naskah maksimum 12 halaman A4, diketik dalam program Microsoft Word for Windows huruf Time New Roman ukuran 12. Sebanyak dua eksemplar naskah cetak dan soft copy (CD) yang memuat berkas naskah tersebut diserahkan kepada Redaksi Pelaksana. Ilustrasi yang berupa grafik, gambar atau foto yang tidak masuk dalam berkas CD harus ditempel pada tempatnya dalam naskah cetak. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia menggunakan abstrak yang ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya naskah yang ditulis dalam bahasa Inggris menggunakan abstrak dalam bahasa Indonesia. Abstrak tidak lebih dari 400 kata. Pada pojok kiri bawah dari abstrak ditulis kata kunci (key words) tidak lebih dari 5 kata. Judul singkat (tidak lebih dari 12 kata), jelas, informatif dan ditulis dengan huruf kapital kecuali nama ilmiah. Untuk kajian pustaka (review) dibelakang judul ditulis: Suatu Kajian Pustaka. Nama penulis tanpa gelar, alamat dan instansi penulis ditulis lengkap. Susunan naskah hasil penelitian terdiri dari judul (title), nama penulis (author), alamat penulis (address), abstrak (abstract), pendahuluan (introduction), metode penelitian (research methods), hasil (results), pembahasan (discussion), simpulan (conclusion), ucapan terima kasih (acknowledgements), dan kepustakaan (literate cited). Naskah kajian pustaka terdiri atas judul, nama penulis, alamat penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan, simpulan (conclusion), ucapan terima kasih, dan kepustakaan. Setiap alenia baru diketik mundur tiga ketukan. Setiap tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar (foto) diberi nomor urut, judul singkat dan jelas, dibuat pada satu halaman (tidak terpotong). Hasil yang ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lainnya (misalnya histogram atau grafik). Dalam tata nama (nomeklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan yang baku. Untuk istilah asing ditulis miring kecuali abstrak. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem Nama-Tahun. Contoh kutipan langsung, Lansing et al. (2002:3); kutipan tidak langsung: Lansing et al. (2003). Kepustakaan ditulis menurut sistem Nama-Tahun dan disusun berdasarkan abjad. Berikut ini beberapa contoh penulisan pustaka. a. Abstrak Darnaedi D. 1991. Rheofite di sepanjang sungai Mahakam, Kalimantan Timur, abstrak.244, hlm.122. Di dalam Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi X. 1991. Perhimpunan Biologi Indonesia dan Pusat antar Universitas Hayati, IPB, Bogor. b. Buku Auderisk T. and G Auderisk. 1999. Biology, Life on Earth. Ke-5.Edition. Printice Hall, New Jersey. c. Buku Terjemahan Mackinnon M. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali (terjemahan). Ed. Ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. d. Disertasi, Tesis, dan Skripsi Wiguna IWAA. 2002. Kontribusi system usahatani padi sawah terhadap pengkayaan hara nitrogen, fosfor, dan kalium aliran permukaan pada ekosistem subak di Bali. Kasus daerah aliran sungai Yeh Sungi di Tabanan Bali. Disertasi (S3) pada PPs-IPB, Bogor. e. Hasil penelitian yang dipublikasikan tetapi belum terbit Surata SPK. Persepsi guru sekolah dasar terhadap subak sebagai model pendidikan lingkungan di Bali, submitted (belum disetujui redaksi). Surata SPK. Haemotological indices studies in four subpopulation of Java Sparrow (Pada oryzivora L.). Biota, in press. (sudah disetujui redaksi). f. Penelitian yang sudah dipublikasikan Jacobson SK. 1991. Profile evaluation model for developing, implementing, and assessing conservation education programs; examples from Belize and Costa Rika. Environmental Management, 15 (2):143-150. g. Kamus Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ke-2. Balai Pustka, Jakarta. h. Prosiding Surata SPK. 2003. Budaya padi dalam subak sebagai model pendidikan lingkungan, hlm.81-97. Di dalam F. Kasryno, E. Pasandaran dan AM Fagi (Penyunting). Subak dan Kerta Masa. Kearifan lokal mendukung pertanian yang berkelanjutan. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta. i. Publikasi perusahaan atau lembaga Minitab Inc. 1991. Minitab Reference Manual V.8. State College, USA. j. Surat Kabar Khosman, A. 16 Januari 2004. Perlu kebijakan mikro yang memihak petani. Kompas, 39(196): 46. Kolom 1-6. k. Nama penulis tidak dicantumkan, yang ditulis nama lembaganya (bukan anonim) WHO (World Health Organization). 1993. Guidenlines for drinking-water quality, Vol. 1. Recommendations. Ed. Ke-2. Geneva. l. Sumber dalam internet Ingeg Z. 1997. Analyzing Educational Resource for Environmental and Development Education. Griffith University and the Deparment of Environment, Sport & Territories. Australian Government, Department of Environment and Herrtiage. http//www.deh.gov.auleducationsitsWmodeule/modeule25,htrnl.