KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAK~TAN Dl KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROPINSI YOGYAKARTA
THE INVOLVEMENT OF MUL TISTAKEHOLDER IN sqCIA4. FOREST IN GUNUNGKIDUL REGENCY YOGYAKARTA PROVINCE
SUHARNO
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2008
KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAK~TAN Dl KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROPINSI YOGYAKARTA
THE INVOLVEMENT OF MUL TISTAKEHOLDER IN sqCIA4. FOREST IN GUNUNGKIDUL REGENCY YOGYAKARTA PROVINCE
SUHARNO
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2008
KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAKATAN Dl KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
SUHARNO
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2008
~---------------------------------------------------~
TESIS KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAKATAN Dl KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROPINSI DAER.AH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Disusun dan diajukan oleh
!'
I
·ll ,I
i!
Prof.DR.Ir.Darmawan Salman,MS Ketua
uaran Yusu , Anggota
• I.
II
I
II !
Ketua Program Studi Perenc. Pengem . Wilayah
Dr. lr. Roland A. Barkey
.C:tr.Abdul Razak Thaha,MSc
lV
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini Nama
:Suharno
Nomor Mahasiswa : P.0204207510 Program Studi
: Perencanaan Pengemb.Wilayah Konsentrasi Manajemen Perencanaan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan terse but.
Makassar,
September 2008
Yang menyatakan,
SUHARNO
v
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah. SWT, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis
be~udul
"Keterlibatan
Multipihak Dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah lstrimewa Yogyakarta"
Ketertarikan penulis pada masalah ini diawali dengan informasi bahwa keberhasilan program HKm di Kabupaten Gunungkidul telah mendapatkan apresiasi dengan telah turunnya ijin pengelolaan definif untuk 35 tahun. Dalam pelaksanaan program HKm melibatkan multipihak, memerlukan modal sosial,dapat melestarikan hutan dan mensejahterakan masyarakat.
Hal
ini
yang
mendorong
penulis
untuk mengetahui
sejauhmana keterlibatan multipihak dan perubahan modal sosial mampu melahirkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan hutan Penelitian ini tidak akan pemah selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih sedalam-dalamnya pada Bapak Prof. Dr. lr. Darmawan Salman, MS sebagai ketua komisi penasehat dan Bapak Dr. lr. Yusran Yusuf, M.Si. sebagai anggota komisi penasehat. Demikian juga kepada Bapak Prof. Dr. Hamka Napping, MA, Prof.Dr.lr. Baharuddin Nurkin, M.Sc. dan Prof.Dr.lr. Budimawan, DEA, selaku komisi penguji yang telah memberikan saransaran perbaikan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan pada: (1) Pengelola; seluruh staf fungsional dan administrasi pada Program Perencanaan
VI
Pembangunan Wilayah Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan Universitas Hasanuddin; (2} Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberi kesempatan untuk menempuh pendidikan program 52 melalui program beasiswa; (3} Bapak Sekjen Dephut atas ijin belajar yang diberikan; (4} Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa atas pemberian kesempatan untuk belajar; (4} Bapak Kepala BPDAS SOP Yogyakarta beserta staff; (5} Kepala Dinas Kehutanan Propinsi DIY dan Kabupaten Gunungkidul beserta staff; (6} Pokja HKm DIY; (7} Seluruh informan yang berbaik hati menyediakan waktu untuk wawancara dan memberikan data; (8} Ternan-ternan seperjuangan angkatan V PSKMP UNHAS: tetap jaga kekompakan kita ... (9} Semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan studi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Rasa haru dan terimakasih tak terhingga juga penulis ucapkan untuk keluarga, orangtua, mertua dan saudara-saudara atas dorongan semangat dan doanya selama ini; lstriku tercinta Nur Anifah,S.Si. dan putra-putraku Dzaky dan Ghalib Putra Suharno atas pengertian dan pengorbanan kalian kehilangan sosok suami dan ayah selama 13 bulan, ayah akan balas pengorbanan kalian. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, penulis mohon saran dan kritik membangun untuk penyempurnaan tesis ini dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Am in. Makassar, Suharno
September 2008
ABSTRAK
Multipihak dalam Pembangunan Hutan Keterlibatan SUHARNO. Kemasyarakatan di Kabupaten Gwiungkidul Provinsi Yogyakarta (dibimbing oleh Darmawan Salman dan Yusran Yusuf).
Penelitian ini bertujuan (1) menganalisis proses perencanaan dan mekanisme pembentukan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul, (2) menganalisis keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul, (3) menganalisis perubahan modal sosial dibalik berlangsungnya keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kernasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul, (4) menganalisis perbaikan kesejahteraan dan kelestarian hutan dibalik keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul dan· Provinsi DIY dengan fokus HKm di Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. lnforman dipilih beberapa narasumber dari instansi yang terlibat pada pemb?ngunan HKm di Gunungkidul. Adapun informan dari masyarakat diwakili empat kelompok tani HKm ·(KTHKm) yang dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, proses perencanaan dan mekaisme pembentukan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul merupakan proses yang parijang melalui evolusi kebijakan, dibangun pemerintah pusat, difasilitasi Pemprov DIY dan Pemkab Gunungkidul, serta dibantu oleh para pihak .· lain. Kedua, keterlibatan multipihak dalam pembangunan HKm di Gunungkidul mencakup keterlibatan instansi pusat, Provinsi DIY, Kabupaten Gunungkidul, LSM, masyarakat, dan akademisi. Ketiga,. perubahan modal sosial yang terjadi akibat keterlibatan multipihak berupa· saling percaya (mutual trust), jaringan (network), dan norma-norma sosial (social norm). Keempat, perbaikan kesejahteraan dan kelestarian hutan dibalik keterlibatan multipihak dapat terlihat dari meningkatnya kesejahteraan anggota KTHKm teramati dan meningkatnya tutupan kawasan HKm teramati.
viii
ABSTRACT
SUHARNO. The Involvement of Multistakeholder In Social Forest in Gunungkidul Regency, Yogyakarta Province (supervised by Darmawan Salman and Yusran Yusuf)
The aim -of this study was to analyze the mechanism and planning process, involvement of multistakeholder, social capital effect, and improvement of welfare and forest preservation in the development of social forest in Gunungkidul Regency. This study. was -conducted in social forest in Gunungkidul regency. The data were collected through interview, observation, and documentation and analyzed descriptively. The result of the study indicate that the mechanism and planning process of the development of social forestry is a long process through evolution of policy t built by the central government, and facilitated by provincial government of Gunungkidul, NGO and community it self. The involvement of multistakeholder in the social forestry development comprises national level, provincial government of Yogyakarta Special Territory, regional government of Gunungkidult NGO, communityt and academic. The changes of social capital due to the inv.oJvement of multistakeholder are mutual trust, network, and social norms. The improvements of welfare and forest preservation by the involvement of· multistakeholder are indicated by apparent from the improvement of welfare of the members of the social forestry farmers and cover area of the social forestry area. \ '
lX
DAFTAR lSI halaman
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS PRAKATA ABSTRAK
iv
DAFTAR lSI
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR DIAGRAM
xiii
I.
II.
vii
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
9
C. Tujuan Penelitian
9
D. Kegunaan Penelitian
10
TINJAUAN PUSTAKA
11 11 17 22 28 36 41
A. Perencanaan Pembangunan B. Konsepsi Social Forestry C. Keterlibatan Multipihak D. Modal Sosial
E. Kerangka Pemikiran F. Definisi Operasional
Ill.
v
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Lokasi dan Waktu Penelitian C. Jenis dan Sumber Data D. Metode Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
42 42 43 43 44 47
X
G. Keadaan Umum Pengelolaan Hutan
49 49 49 50 51 51 52 53
H. Luasan Hutan Kemasyarakatan
58
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Perencanaan dan Mekanisme Pembentukan HKm
60 60
IV. KEADJ\AN UMUM WILYAH PENELITIAN A. Letak Geografis B. Demografis
C. Potensi D. Pemerintahan
E. Topografi F. Jenis Tanah
v.
Kabupat~n
VI.
Gunungkidul
B. Keterlibatan Multipihak Dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Gunungkidul
91
C. Perubahan Unsur Modal Sosial Dibalik Keterlibatan Multipihak Dalam Pembangunan HKm Gunungkidul
126
D. Perbaikan Kesejahteraan dan Kelestarian Hutan Dibalik Keterlibatan Multipihak Dalam Pembangunan Hkm
139
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
154 154 156 157
Xl
DAFTAR TABEL
nomor
1. Luasan Hutan Negara dan Areal HKm tiap-tiap BDH
halaman
5
2. Jenis dan Sumber Data yang diperoleh
44
3. lnstitusi dan jumlah informan yang diwawancarai
46
4. Luas Wilayah Kecamatan di Gunungkidul
51
5. Pembagian wilayah DAS OYO Kabupaten Gunungkidul
53
6. Luas hutan rakyat dan lahan kritis Kabupaten Gunungkidul
55
7. Luas Hutan Negara Kabupaten Gunungkidul
56
8. Produksi Hasil Kehutanan Gunungkidul
57
9. Sebaran Areal HKm masing-masing BDH dan Resort
59
1O.Sejarah hukum hutan Social Forst Kabupaten Gununglidul
60
11. Evolusi kebijakan HKm
71
12. Pelaku Pengembangan HKm Gunungkidul
94
13. Profil Singkat KTHKm Gunungkidul
96A
14. Profil Singkat Koperasi HKm Gunungkidul
97
15. Aktivitas Kelompok Tani HKm
98
16.Keterlibatan instansi pusat dalam HKm
104
17.1nstansi non kehutanan yang berperan dalam HKm
112
18.Keterlibatan instansi pemda dalam HKm
113
19. Rangkuman Keterlibatan PT/LSM
124
20. Perubahan Unsur Modal Sosial Saling Percaya
130
21. Perubahan Unsur Modal Sosial Jaringan
133
22. Perubahan Unsur Modal Sosial Norma Sosial
138
23. Hasil Monev KTHKm Gunungkidul
142
24. lndikator Kelestarian KTHKm
152
25. lndikator Kesejahteraan KTHKm
153
26. lndikator Kesejahteraan dan Kelestarian KTHKm
153
xii
DAFTAR GAMBAR
nomor
halaman
1. Peran para pihak (stakeholder)
27
2. Kerangka pemikiran
40
xiii
DAFTAR DIAGRAM
nomor
halaman
1. Rencana Kelompok Tani HKm
84
2. Tahapa·n Pelaksanaan HKrri
85
3. Hubungan antar aktor HKm
92
4. Alur Kegiatan Pokja HKm DIY
122
5. Kontribusi Para Pihak Dalam HKm Gunungkidul
125
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Upaya dilaksanakan.
pengelolaan Namun,
hutan
hasil
telah
yang
lama
diperolah
direncanakan dari
dan
bentuk-bentuk
pengelolaan hutan tersebut justru semakin jauh dari konsep dan tujuan pengelolaan (pembangunan) hutan lestari. Bahkan kondisi hutan di Indonesia semakin terdegradasi oleh berbagai sebab dan masyarakat di dalam/sekitar kawasan hutan semakin terhimpit oleh kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan upaya-upaya strategis untuk menanggulangi kondisi hutan dan masyarakat di sekitarnya dari keterdegradasian ekologis dan sosial ekonominya. Hutan mempunyai tiga fungsi yang harus
be~alan
seimbang dan
berkesinambungan yaitu fungsi ekonomi, sosial, dan ekologi. UU 41/1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan : (a) menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran proporsional; (b) mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari; (c) meningkatkan daya dukung
2
daerah
aliran
mengembangkan
sungai; kapasitas
(d) dan
meningkatkan keberdayaan
kemampuan
untuk
masyarakat
secara
partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan (e) menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi ekonomi sumber daya hutan sebagai sumber bahan baku untuk kepentingan bahan bangunan, industri, pemenuhan kayu bakar masyarakat, peningkatan pertumbuhan pendapatan daerah dan lain-lain. Di sisi Jain keterbatasan sumber daya hutan dan kepemilikan Jahan masyarakat yang relatif sempit mempertinggi tekanan terhadap kawasan hutan. Untuk mewujudkan hutan Jestari dan berkelanjutan perlu pemikiran dan tindak Janjut. Sejalan dengan tuntutan jaman, setelah era reformasi pengelolaan hutan dilakukan dengan menggunakan paradigma basis masyarakat dan stakeholder yang lain, agar diperoleh rasa kebersamaan, pemberdayaan dan keadilan, seluruh komponen masyarakat merasa memiliki dan ikut menjaganya. Hal ini juga sejalan dengan semangat merubah pola sentralistik menuju otonomi daerah sesuai dengan UU No 32 tahun 2004. Upaya ini diharapkan dapat h~~Js
rnetljoAw~ h~!!..~~ )~~
=nrna hutan. pengelola hutan, masyarakat, dan pemerintah baik
pusat maupun daerah. Arah yang dth!l!! ad~,.,~ ~e~~~~ ~~~ ~~ ~~~~P.h~r;.lt.an
masyarakat sekitar hutan, dan menjadi lebih terberdaya.
3
Esensi
dari
paradigma
baru
pengelolaan
hutan
adalah
mengedepankan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui pengembangan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap perubahan. eksternal. menetapkan
tujuan
pengelolaan
hutan
Untuk
maksud
pembangunan yang
lestari
tersebut,
kehutanan dan
pemerintah
adalah
meningkatkan
telah
mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Salman
(2004)
menguraikan
pergeseran
paradigma
dalam
pengelolaan hutan telah berlangsung sebelum terjadinya desentralisasi di Indonesia dari pengelolaan hutan berbasis negara (state-based forestry) ke. pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community-based forestry). Dalam
pergeseran
paradigma
tersebut
implementasi
community
development menjadi sebuah kebutuhan, mengingat community-based forestry membutuhkan entitas komunitas yang fungsional. Makna
desentralisasi
dalam
konteks
pembangunan
adalah
pergeseran unit manajemen pembangunan ke tingkat yang lebih lokal (Salman, 2005). Salah satu implikasi dari desentralisasi adalah semakin multiparadigmatiknya praktek pembangunan.
Demikian juga pelaku
pembangunan tidak lagi berada di tangan pemerintah pusat sepenuhnya, namun melibatkan kolaborasi organisasi negara, organisasi non-negara, organisasi swasta dan organisasi masyarakat sendiri.
4
Konsep
h~tan
kemasyarakatan (forest community) atau disingkat
HKm diperkenalkan oleh pemerintah yang intinya adalah membangun sistem pengelolaan hutan negara yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi Penyelenggaraan
hutan
kemasyarakatan
pokok hutannya.
(community
forestry)
dimaksudakan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan social yang terjadi di masyarakat. Sedang tujuan dari pembangunan hutan kemasyarakatan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup (PERMENHUT No: P.37/Menhut-ll/2007, tentang Hutan Kemasyarakatan) Program HKm pada dasarnya berintikan kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan melalui suatu sistem pengelolaan hutan yang menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku utama, mitra kerja, dan sebagai pihak yang harus mendapat bagian kesejahteraan yang memadai dari kegiatan pengelolaan hutan. Program HKm mengedepankan partisipasi masyarakat desa sebagai unsur utama dalam pengelolaan hutan dan diharapkan mampu mengatasi permasalahan lahan kritis yang terus meluas sebagai akibat dari kegagalan sistem pengelolaan hutan yang bersifat industrialisasi.
5
Dari keem'pat kabupaten yang ada di Provinsi DIY, Kabupaten Gunung Kidul merupakan kabupaten yang memiliki wilayah hutan paling luas. Luas hutan di kabupaten ini adalah 14.224,8770 ha yang terbagi menjadi : (a) Hutan Produksi seluas 12.208,48 ha, (b) Hutan Lindung seluas 254,9 ha, (c) Suaka Margasatwa seluas 434,6 ha, (d) Hutan AB seluas 991,447 ha, dan HDTK (Tahura seluas 617 ha, Wanagama I seluas
599,9
ha dan
Hutan
Penelitian
seluas
103 ha).
Dalam
pengelolaannya, hutan di Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 4 Bagian Daerah Hutan (BDH), yaitu : BDH Karangmojo (3.196,6 ha), BDH Paliyan (3.872,3 ha), BDH Panggang (1.597,4 ha), BDH Playen (4.310,7 ha).
Namun
pengelolaanya
dari
luasan
menjadi
hutan
negara yang
kewenangan
daerah,
ada tidak semua ada
yang
menjadi
kewenangan BKSDA,Taman Hutan Rakyat dan Fakultas Kehutanan UGM (Dinas Kehutanan Prop. DIY 2004). Tabel1. Luasan Hutan Negara dan Areal HKm tiap-tiap BDH No.
Bagian Daerah Hutan (BDH)
Luas HKm Luas HKm yang diberi yang ijin (ha) dicadangkan (ha) 233,45 617,80 3.002,30* 326,90 2.047,90 2.734,40 209,15 943,70 1.597,40 319,90 577,00 1.226,70 4.544,70
Luas Hutan Negara (ha)
BDH Playen BDH Paliyan BDH Panggang BDH Karangmojo Bagian Pengelolaan Hutan Produksi Kayu Putih 1.089,40 4.186,40 13.105,50 Jumlah Sumber : Laporan lnventarisasi dan identivikasi pencadangan Areal Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan Provinsi DIY Tahun 2000. Keterangan : * termasuk didalamnya hutan penelitian WANAGAMA seluas kurang lebih 625 ha.
1 2 3 4 5
6
Data
statistik
Dinas
Propinsi
Kehutanan
Daerah
lstimewa
Yogyakarta menunjukkan bahwa dalam kurang waktu 7 tahun (tahun 1999 - 2006) luas lahan kritis yang terdapat dalam kawasan hutan (baik didalam maupun luar kawasan) di Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta mengalami peningkatan dari 34.667 ha menjadi 138.722,88 ha atau ratarata 14.865,126 ha per tahun
(Di~en
RLPS, 2006). Kecenderungan
meluasnya lahan kritis juga terjadi pada areal Kawasan Hutan lindung Kabupaten
Gunungkidul,
akibat kegiatan
perambahan
oleh
lahan
masyarakat sekitar. Sebagian besar hutan di Gunungkidul gundul akibat pencurian, penebangan liar paling parah
te~adi
sekitar 1998. Di musim
kemarau, Gunungkidul sering menderita krisis air bersih.Apabila hal ini terus terjadi akan membawa dampak pada penurunan fungsi dari kawasan hutan yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem sekitar. Mengingat fenomena di atas, Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui SK Menhut No.622/Kpts-11/1995 yang dalam perjalanannya mengalami
perubahan-perubahan
untuk
"disempurnakan"
dengan
kebijakan terakhir adalah Peraturan Menteri Kehutanan No: P.37/Menhutll/2007
tentang
Hutan
No.433/Menhut-ll/2007
Kemasyarakatan
tentang
penetapan
dan
Kepmenhut
Areal
Kerja
Rl
Hutan
Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul untuk merehabilitasi hutan melalui program Hutan Kemasyarakatan yang dapat dijadikan sebagai alternatif pemecahan
masalah pengelolaan
hutan dan melibatkan
masyarakat secara partisipatif. Pengelolaan kawasan secara partisipatif ini
7
melalui satu pendekatan yaitu bagaimana dalam pengelolaan hutan lestari yang luasan kawasan hutannya relatif sempit, jumlah penduduk padat dan luas garapan penduduk relatif sempit mampu meningkatkan partisipasi masyarakat setempat. lmplementasi dari kebijakan HKm dari pemerintah pusat maka Pemda
Gunungkidul mengeluarkan
No.213/KPTS/2003
tentang
Keputusan
Pengelolaan
Bupati Gunungkidul
Hutan
Kemasyarakatan.
Berdasar Keputusan Bupati Gunungkidul No.204/KPTS/2007 tentang Pemberian lzin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) ada 35 Kelompok Tani Hutan yang memperoleh ijin tetap selama 35 tahun Disisi lain, untuk mengawal program Hutan Kemasyarakatan tersebut, berbagai upaya telah dilakukan antara lain dengan peningkatan partisipasi stakeholders melalui pembentukan berbagai forum komunikasi dan penguatan kelembagaan masyarakat tingkat lokal, juga melakukan pembenahan sistem pengelolaan hutan. Keterlibatan multipihak dalam pelaksanaan pembangunan Hutan Kemasyarakatan sangat penting karena program ini dari segi kelembagaan memerlukan syarat-syarat yang perlu didukung oleh instansillembaga diluar Departemen Kehutanan. Gubernur Daerah lstimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Keputusan Gubernur No.53/KEP/2006 tentang pembentukan Pokja Penguatan dan Pengembangan HKm DIY yang didalamnya berisi instansi DISHUTBUN Prov. DIY, DISHUTBUN Kab. Gunungkidul, BPDAS SOP, BPKH Wii.XI, BAPPEDA, Fahutan UGM, KPHKm, FKKM DIY, dan Kelompok Tani HKm.
8
Jika kolaborasi kehutanan multipihak adalah upaya membangun ke~asama
sinergis para pihak dalam pengelolaan sumberdaya hutan
maka kerjasama ini membutuhkan modal sosial, yaitu suatu hubungan saling percaya antar pihak yang mendukung tindakan bersama (kolektif) dan mempermudah akses terhadap semua sumberdaya yang diperlukan (Jacobs, dalam Rahman, 2005). Modal sosial dalam wujud kepercayaan kemudian menjadi kunci untuk mendorong kemitraan dan aliansi jangka panjang (Ring dan Van de Ven, dalam Rahman, 2005). Aspek kelembagaan merupakan salah satu hal terpenting dalam rencana pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Ada enam isu pokok dalam aspek kelembagaan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan yakni: pertama, kurangnya peran dan sinergitas diantara para pihak (stakeholder), baik sinergitas antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan; kedua, lemahnya akses masyarakat terhadap modal (finansial, lahan, saprodi), pasar, iptek, informasi, dan dalam proses pengambilan kebijakan; ketiga, melemahnya social capital (kepercayaan, kebersamaan, keempat,
partisipasi,
jejaring)
masyarakat yang
diberdayakan;
kesenjangan antara kebijakan dan pelaksanaan; kelima,
lemahnya posisi tawar masyarakat dalam kemitraan pengelolaan sumber daya hutan; dan keenam, lemahnya data dan informasi tentang masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta kurangnya kepedulian terhadap data. (permenhut, 2007,www.dephut.go.id)
9
Untuk itu penelitian ini ingin melihat proses perencanaan dan mekanisme pembentukan HKm, serta melihat sejauh mana keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul, Prop. Yogyakarta mampu meningkatkan unsur-unsur modal sosial dan mendorong kesejahteraan masyarakat serta kelestarian hutan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana proses perencanaan dan mekanisme pembentukan Hutan Kemasyarakatan di Kab.Gunungkidu? 2. Bagaimana keterlibatan multipihak dalam pelaksanaan pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul ? 3. Bagaimana
perubahan
unsur-unsur
modal
sosial
dibalik
berlangsungnya keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul? 4. Bagaimana perbaikan kesejahteraan dan kelestarian hutan dibalik keterlibatan multipihak. dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas,maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis proses perencanaan dan mekanisme pembentukan Hutan Kemasyarakatan di Gunungkidul.
10
2. Menganalisis keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Gunungkidul. 3. Menganalisis
perubahan
unsur-unsur
modal
sosial
dibalik
berlangsungnya keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Gunungkidul. 4. Menganalisis perbaikan kesejahteraan dan kelestarian hutan dibalik keterlibatan multipihak. dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Gunungkidul. D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat untuk : 1. Menjadi masukan bagi lnstansi kehutanan di daerah lain dalam melakukan pembangunan HKm yang melibatkan multipihak. 2; Bahan perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam mengkaji masalah pembangunan HKm yang melibatkan multipihak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses dan Mekanisme Perencanaan Pembangunan
Munurut
Tjokroamidjojo
(1992)
mendifinisikan
perencanaan
sebagai proses persiapan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk. mencapai tujuan tertentu. Dalam buku lainnya Conyers
dan Hills, 1994, (dalam Badrul Munir 2002) mendifinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusankeputusan atau pilihan-pilihan berbagai altematif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.
Berdasarkan definisi tersebut berarti ada empat elemen dasar perencanaan pembangunan, yakni : (1) Merencanakan berarti memilih; (2) Perencanaan Perencanaan
merupakan merupakan
alat alat
pengalokasian untuk
mencapai
sumberdaya;
(3)
tujuan;
(4)
dan
Perencanaan untuk masa depan. Perencanaan adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut (Widodo, 2006;3). Artinya dalam sebuah proses perencanaan, lembaga perencana wajib memperhatikan kondisi
sosial,
budaya,
ekonomi,
keamanan,
kondisi
fisik,
pembiayaan serta kualitas sumberdaya yang ada di wilayah tersebut.
segi
12
Perencanaan merupakan tahapan yang penting untuk dilalui dalam sebuah proses pembangunan karena dalam prakteknya pembangunan yang akan dilaksanakan akan menemui berbagai hambatan baik dari sisi pelaksana, masyarakat dan pihak lain. Alasan diperlukannya perencanaan dalam proses pembangunan adalah: (1) Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam masyarakat; (2) Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak pembangunan yang akan muncul setelah proses tersebut selesai, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi;
(3) Memberikan acuan batas waktu pelaksanaan
pembangunan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya. Perencanaan
dapat
ditinjau
dari
berbagai
sudut
pandang.
Wrihatnolo dan Nugroho (2006:39) mengumpulkan berbagai definisi antara lain: (1) Himpunan asumsi untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu; (2) Seleksi tujuan. Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapaiannya; (3) Pemilihan alternatif dan alokasi sumberdaya. Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumberdaya yang tersedia;
(4)
Rasionalitas.
Perencanaan adalah pemikiran rasional
13
berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekati sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian; (5) Proses penentuan masa depan. Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan
dike~akan
di
masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dengan
memperhatikan
pedoman-pedoman
perencanaan
pembangunan yang dikeluarkan oleh Bappenas (2000), ada lima tahapan penting dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan, yaitu : penyusunan kebijakan, penyusunan program, penyusunan pembiayaan, pemantauan
dan
evaluasi
kinerja,
dan
penyempumaan
program
pembangunan. Karena itu perencanaan pembangunan merupakan proses yang rasional, dinamis dan memiliki umpan balik.
Proses dan mekanisme perencanaan dalam pembangunan hutan kemasyarakat di Indonesia menggunakan pendekatan program, sebagai sebuah program HKm, memiliki pengertian suatu usaha yang menyangkut pemberdayaan organisasi untuk mencapai satu atau suatu set tujuan ingin dicapai oleh organisasi tersebut atau Suatu kesatuan yang melibatkan input, proses, output, outcome, benefit impact yang melibatkan on going feedback (umpan balik) yang terus menerus pada setiap tahapnya (Bulqis,2007) Program pembangunan merupakan penjabaran serangkaian upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah
14
ditetapkan sebelumnya. Program pembangunan umumnya bersifat lebih makro dan membuka peluang terhadap penemukenalan berbagai jenis proyek yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri mampu mencapai sasaran program. Program pembangunan bukan semata-mata merupakan rangkuman dari proyek-proyek, tetapi terdiri atas aktivitas-aktivitas ekonomi, sosial dan budaya yang dipilih berdasarkan prioritas. Tahapan sebuah program : 1. Proses Persiapan • Analisis Konteks • Analisis prioritas issu • Analisis kebutuhan • Analisis Khalayak • Analisis trend • Analisis Masukan • Kebijakan yang telah dilaksanakan •
Kine~a
perangkat kelembagaan
• Potensi sumberdaya dan lembaga 2. Penentuan strategi - Cara mencapai tujuan dan sasaran sesuai dengan kebijaksanaan 3. Proses perencanaan -
Menetapkan tujuan operasional program
tertentu berdasarkan masukan dari tahapan persiapan, menentukan khalayak sasaran prioritas, penyusunan pesan dan penyusunan kriteria keberhasilan pelaksanaan berdasarkan tujuan operasional.
15
4. Pengembangan- Tahapan uji coba dalam skala kecil. 5. Pelaksanaan
lmplementasi
lengkap
program
yang
sudah
direncanakan dan diuji cobakan 6. Pengendaliaan
Mencakaup
pemantauan,
evaluasi
priodik
pelakfanaan dan evaluasi kelayakan pencapaiaan program. 7. EvaluasJ - Menilai sejauh mana pencapaian tujuan operasional seperti yang telah ditetapkan pada tahapan perencanaan. Teori perencanaan yang ideal adalah yang tidak hanya mampu mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat,
namun juga
mampu memadukan berbagai nilai dari berbagai kepentingan yang terlibat (Hadi, 2001: 18), termasuk di antaranya masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut, sektor swasta yang menanamkan modalnya di wilayah yang bersangkutan dan pemerintah yang memiliki otorita di wilayah tersebut (Widodo, 2006; 11 ). Apabila suatu teori perencanaan tidak berhasil memahami kebutuhan masyarakat, maka hal itu menandakan bahwa teori perencanaan itu tengah mengalami krisis. Berbagai teori perencanaan diklasifikasikan secara bervariasi (Hadi, 2001:21). Hudson da/am Hadi (2001) membagi teori perencanaan menjadi lima kategori yaitu sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi dan radikal. Amien (2005:195-201) membagi perencanaan menjadi tiga tipologi pendekatan yaitu rasional komprehensif, partisipatif dan adaptif. Secara umum dalam beberapa kategori tersebut selalu ada beberapa kesamaan. Berikut dijelaskan lima kategori perencanaan menu rut Hudson.
16
Perencanaan sinoptik merupakan perencanaan yang menyeluruh, ditandai dengan tujuan yang jelas, evaluasi yang eksplisit dan jangkauan yang komrehensif, sehingga dikenal juga dengan perencanaan rasional komprehensif. Tujuan kebijakan dirumuskan secara jelas (Hadi, 2001 :22), masalah pembangunan dibagi ke dalam beberapa bidang (Amien, 2005: 197): Perencanaan inkremental lahir sebagai respon terhadap perencanaan sinoptik, merupakan perencanaan yang tidak kaku karena dibuat dan di up-date secara terus menerus. Perencanaan transaktif mengutamakan proses pembelajaran timbal balik sebagai aspek penting dari proses perencanaan. Perencanaan harus dilakukan melalui kontak langsung dengan masyarakat yang terpengaruh melalui dialog personal. Perencanaan masyarakat
dalam
advokasi proses
bertujuan
perencanaan
untuk
mengikutsertakan
dengan
mengakomodasi
gagasan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Perencanaan radikal memfokuskan perubahan struktural dalam masyarakat. Perencanaan dipandang sebagai aktivitas politik yang mencoba untuk merubah status quo yang biasanya berangkat dari aksi kolektif dari bawah. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan, maka akan semakin banyak pula konflik kepentingan yang terjadi di dalamnya sehingga harus direncanakan secara baik. Untuk mengatasinya ada beberapa aspek yang harus diperhatikan : (1) aspek lingkungan; (2) aspek kekuatan dan hambatan; (3) aspek lembaga perencana; (4) aspek ruang dan waktu (Widodo, 2006).
17
Perencanaan pembangunan kehutanan, tidak lepas dari lima kebijakan prioritas Dephut yang salah satu diantaranya adalah penguatan desentralisasi kehutanan. Ada dua kriteria dari penguatan desentralisasi kehutanan yaitu (1) jelasnya kewenangan pengurusan hutan dan (2) kesiapan kelembagaan pengurusan kehutanan. lndikator dari kesiapan kelembagaan pengurusan kehutanan antara lain: tersedianya sumberdaya manusia aparatur yang memadai, sarana-prasarana, dana dan adanya dukungan multipihak. Dukungan multipihak yang dimaksud dapat berupa dukungan perbankan dalam penyaluran kredit, forum multipihak dan program kegiatan multipihak (Dephut, 2004).
B.
Konsepsi Social Forestry
Social forestry dapat dipandang sebagai suatu istilah kolektif untuk
berbagai strategi pengelolaan hutan, yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sekitar hutan, terutama golongan miskin (Kartasubrata, 2003). Menurut Noronha (1982) dalam Kartasubrata 92003), social forestry berbeda dalam beberapa aspek dengan kehutanan yang bersifat komersil : 1. Social forestry umumnya mencakup pemanfaatan hasil hutan non-kayu. 2. Social forestry melibatkan langsung pihak penerima manfaat. Program social forestry bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk setempat dari hutan seperti kayu bakar, makanan ternak, pangan, kayu perkakas, kesempatan
ke~a.
pendapatan dan lingkungan
18
hidup (Tiwari, 1982 dalam Kartasubrata, 2003). Dalam palaksanaan social forestry dibutuhkan parubahan sikap patugas kahutanan. Maraka bukan
lagi bartugas manjaga hutan tarhadap gangguan masyarakat, malainkan harus bakarja sama dangan rakyat dalam budidaya pohon-pohonan, baik sacara parorangan maupun kalompok. Bratamih~rdja
(1987) dalam Kartasubrata (2003) manyabutkan ciri-
ciri panting dalam program parhutanan sosial sabagai barikut : 1. Matoda "bottom up" dalam panyuluhan dan pambinaan. 2. Partisipasi aktif dari rakyat dalam pangalolaan hutan sabagai raalisasi hubungan mitra sajajar. 3. Panggunaan lahan sacara optimum, baik bagi parhutani maupun bagi patani hutan. Karana tujuan program tarlatak baik didalam bidang sosial maupun di bidang taknis, maka bagian panting dari program parhutanan sosial adalah mangorganisasikan dan mambina patani hutan dangan tujuan untuk mancapai hubungan "mitra sajajar" antara patugas kahutanan dangan panduduk yang barpartisipasi dalam program. Pada Lokakarya Nasional Social Forestry yang dilaksanakan di Cimacan marumuskan ada anam prinsip Social Forestry yang harus ada dan tidak dapat diabaikan. Tanpa prinsip tarsabut, maka Social Forestry tidak dapat dibadakan dangan pandakatan pangalolaan hutan yang Jainnya yang bartumpu pada kapantingan pamarintah. Keenam prinsip tarsabut adalah (CIFOR, 2003):
19
1. Social forestry adalah sistem pengelolaan hutan SF adalah sistem pengelolaan hutan yang mencakup aspek ekologi,
ekonomi, sosial dan budaya. Sebagai sebuah sistem, pengelolaan hutan tidak lagi mementingkan aspek kayu semata. 2. SF ditujukan untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. lmplikasi dari prinsip ini adalah terjaminnya akses dan manfaat jangka panjang sumberdaya hutan sehingga mengharuskan adanya kepastian hak-hak masyarakat adat dan lokal atas sumberdaya lahan dan hutan. 3. Social forestry harus ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan Pemanfaatan sumberdaya hutan harus dibarengi dengan upaya rehabilitasi dan konservasi, perlindungan dan pengamanan hutan. 4. Menghormati dan mengakui keragaman inisiatif. Mendokumentasikan dan menyebarluaskan berbagai inisiatif yang ada adalah
upaya
yang
harus
dilakukan
sehingga
bisa
menjadi
pembe·lajaran bagi para inisiator di tempat lain. 5. Modorong proses kolaborasi multipihak. Dalam proses kolaborasi harus ada kejelasan hak, peran, tanggung jawab, manfaat,hubungan dan rasa saling percaya diantara para pihak. 6. Adanya dukungan kebijakan pemerintah SF harus didukung oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Dukungan kebijakan ini merupakan wujud dari komitmen pemerintah terhadap pengembangan SF serta untuk menjamin kepastian hukum.
20
Departemen Kehutanan (2004) mendefenisikan social forestry sebagai sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Social forestry dilaksanakan berdasarkan pengelolaan hutan berbasis permberdayaan
masyarakat
dengan
memperhatikan
prinsip-prinsip
manfaat dan lestari, swadaya, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan antar sektor, bertahap, berkelanjutan, spesifik lokal, dan adaptif. Tujuan pengembangan social forestry adalah terwujudnya sistem pengelolaan
hutan
yang
memberikan
akses
dan
peran
kepada
masyarakat di dalam dan sekitar kasawan hutan sebagai pelaku dan mitra utama pengelola hutan guna meningkatkan kesejahteraannya dalam rangka pengelolaan hutan lestari. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dalam pengembangan social forestry adalah: (a) mengendalikan kerusakan sumberdaya hutan; (b) meningkatkan partisipasi masyarakat; (c) meningkatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah; (d) mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan dalam rangka meningkatkan pendapatan; (e) percepatan rehabilitasi hutan dengan menyatukan semua sumberdaya: .masyarakat, pemerintah, dan swasta dalam kelembagaan kemitraan. (Dephut, 2003)
21
Pengembangan SF dilaksanakan berdasarkan prinsip (Dephut,2003): 1.
Manfaat
dan
lestari.Pengembangan
SF
harus
menjamin
peningkatan manfaat keragaman ekosistem yang berkesinambungan 2.
Kerakyatan. Pengembangan social forstry diarahkan dalam rangka mendorong penguatan ekonomi kerakyatan.
3.
Swadaya. Pengembangan SF dilaksanakan sesuai kemampuan masyarakat, melalui penumbuhkembangan keswadayaan.
4.
Kebersamaan dan Kemitraan.
5.
Keterbukaan dan Transparan. Pengembangan SF dilaksanakan dan dikelola secara terbuka dan transparan.
6.
Aturan Hukum. Pengembangan SF dilaksanakan sesuai aturan.
7.
Keterpaduan antar Sektor,dengan mensinergikan berbagai sektor secara terpadu,memperhatikan kepentingan lokal,regional,& nasional.
8.
Bertahap. SF adalah program jangka panjang yang perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan kapasitas SDA & SDM
9.
Berkelanjutan. Pengembangan SF diarahkan untuk terciptanya kemandirian masyarakat sehingga akan terjamin keberlanjutannya.
10. Spesifik lokal. Pengembangan SF dilaksanakan sesuai dengan karakteristik sumberdaya, sosial dan budaya setempat. Rambu-rambu dalam penyelenggaraan SF adalah sebagai berikut : 1. Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan, 2. Tidak memberikan hak kepemilikan atas kawasan hutan, 3. Tidak parsial tetapi pengelolaan hutan yang dilaksanakan secara utuh
22
Pengembangan social forestry dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan hutan lestari melalui strategi pokok yaitu : 1. Kelola kawasan merupakan rangkaian kegiatan prakondisi yang dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan social forestry dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hutan. 2. Kelola .kelembagaan merupakan rangkaian upaya dalam rangka optimalisasi pelaksanaan social forestry melalui penguatan organisasi, penetapan aturan, dan penigkatan kapasitas sumberdaya manusia. 3. Kelola usaha merupakan rangkaian kegiatan yang mendukung tumbuh dan berkembangnya usaha di areal social forestry melalui kemitraan dengan perimbangan hak dan tanggung jawab. C. Keterliba tan Multipiha k Perubahan konsep pengelolaan hutan memunculkan berbagai model keterlibatan multipihak dalam pengelolaan hutan, diantaranya: (1) Konsep
Pengelolaan
Hutan
Bersama
Masyarakat
(PHBM)
yang
merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama masyarakat dan atau stakeholders lainnya(Arief, 2001). (2) Working Group Tenure, Kelompok Kerja multipihak penanganan masalah penguasaan tanah di kawasan hutan, yang dibentuk dan difasilitasi oleh Dephut bersama dengan mitra-mitran)'a. lnisiatif penyelesaian konflik yang ditawarkan oleh Working Group Tenure adalah melalui pemetaan partisipatif dengan mengkaji sejarah masyarakat dan kawasan, fas!k lahe~. dampak ekologi dan social ekonomi masyarakat (WG-Tenure, 2004). (3)
23
Model Forest (MF), Konsep ini menekankan komitmen multipihak, adanya ke~asama
yang bersifat lokal dan inklusif, mencakup areal yang luas
sehingga dapat mempengaruhi kebijakan, transparan, saling bertukar informasi dan pengalaman dalam suatu jaringan. (4) Community forestry (SF), mempunyai enam prinsip yaitu merupakan sistem pengelolaan hutan, ditujukan untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup khususnya sumberdaya
menghormati
hutan,
mengakui
dan
keragaman
inisiatif,mendorong proses kolaborasi multipihak dan didukung oleh kebijakan pemerintah (Cifor, 2003) Belakangan ini banyak kelompok ornop yang bergerak dalam lingkup pengelolaan sumberdaya alam hutan mencoba pendekatan baru dalam melakukan advokasi hak-hak rakyat yang selama ini terpinggirkan dalam praktek-praktek kehutanan. Advokasi yang dulu selalu berarti berhadap-hadapan secara frontal dengan penguasa, dan kadang-kadang hanya
memperburuk
komunikasi
tanpa
hasil
yang
nyata,
mulai
ditinggalkan. Maka lahirlah genre baru kehutanan multipihak, sebuah pendekatan yang mendorong kolaborasi para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan. Dephut yang menguasai sumberdaya hutan di Indonesia termasuk salah satu pihak yang mendukung pendekatan kolaborasi
kehutanan
multipihak
ini.
Dalam
peresmian
pembangunanTaman Nasional Satang Gadis diKabupaten Mandailing Natal 24 Pebruari 2005, Menhut M.S Kaban menyampaikan pentingnya
24
kolaborasi sehingga dianggap sebagai suatu kebutuhan dalam rangka mengurangi atau menghilangkan konflik pengelolaan kehutanan dengan masyarakat. (Putnam, dalam Rahman, 2005) menyebutkan bahwa kolaborasi dapat juga disebut sebagai modal sosial. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma
(norms),
dankepercayaan
sosial
(social
trust)
yang
mendorong pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. Pengelolaan hutan Indonesia selama ini bersifat sentralistik dan cenderung soliter serta kurang mengakomodasi aspirasi para pihak termasuk pemerintah daerah dan masyarakat (Arief, 2001 :96). Pasca reformasi hal ini mengalami perubahan setelah
te~adi
penjarahan yang
dilakukan oleh masyarakat yang menganggap hutan tidak bertuan. lsu utama pengelolaan hutan lestari saat ini adalah
ke~asama
yang luas
(Emila, 2000). Kerusakan hutan selama ini dipicu oleh banyaknya konflik sosial yang bersumber pada masalah penguasaan tanah dan distribusi manfaat yang tidak adil serta tidak imbangnya peran para pihak terkait. Model
keterlibatan
multipihak
merupakan
suatu
sarana
membangun dialog yang banyak dibutuhkan terkait dengan reformasi kebijakan kehutanan dengan melibatkan semua stakeholder. Beberapa lembaga donor yang mendukung proses-proses multipihak di Indonesia antara lain: DFIO melalui program kehutanan multipihak, GTZ melalui proyek penguatan kemampuan manajemen di Dephut dan USAID dengan
25
program manajemen sumberdaya alam. Lembaga donor ini (DFID dan GTZ, 2003) mempelajari dan merangkum sebuah studi pada lima kasus pendekatan multipihak di Indonesia dan sampai pada kesimpulan bahwa sebagian besar proses kehutanan multipihak cenderung berakhir dengan kebuntuan dalam dialog. Rekomendasi yang diberikan adalah perbaikan dalam pelaksanaan proses melalui identifikasi yang lebih baik terhadap masalah-masalah khusus, analisis hambatan dan kesempatan serta komitmen untuk menindaklanjuti berbagai tindakan. Sementara itu (Adi, 2006) mengungkapkan bahwa pembangunan Hutan Kemasyarakatan melibatkan para pihak dengan menggunakan prinsip-prinsip : a. Perencanaan partisipatif,
bottom up, keterpaduan antar sektor,
transparan, melibatkan para pihak. b. Pemerintah,
Lembaga
Swadaya
Masyarakat
(LSM),
Swasta,
Perguruan Tinggi (PT) sebagai fasilitator. c. Pelaksana
aktif/aktor utama
adalah
masyarakat dalam wadah
kelompok. d. Dikelola secara lestari, keswadayaan, kebersamaan dan kemitraan e. Memberi manfaat langsung atau tidak langsung. Menurut Tadjudin (2000:6), terdapat tiga bentuk kepentingan yang menarik seseorang atau organisasi untuk terlibat dalam pengelolaan hutan. Pertama, motif subsistensi, yaitu keinginan untuk memanfaatkan hasil hutan guna memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Lazimnya
26
motif ini dimiliki oleh masyarakat setempat. Dua, motif sosial, seperti menciptakan keasrian dan keindahan, menyediakan tempat rekreasi, dan pengelolaan lingkungan lainnya. Motif yang sejalan dengan azas-azas pelestarian lingkungan ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Tiga, motif untuk memperoleh keuntungan komersial yaitu lazim juga dimiliki oleh pemerintah dan swasta dan kadangkala juga masyarakat. Pengelolaan kolaboratif diartikan sebagai kesepakatan dua atau lebih pemangku kepentingan untuk membagi informasi, peran, fungsi dan tanggungjawab dalam suatu hubungan dan mekanisme kemitraan yang disetujui secara bersama (Borrini-Feyebarend et al, dalam Anshari, 2006). Pembentukan pengelolaan kolaboratif dapat dimulai dari proses-proses kooperasi,
kemitraan
dan
akhirnya
kolaborasi.
Untuk
mencapai
kesetaraan dalam kolaborasi diperlukan waktu yang sangat panjang dan jika telah tercapai maka diharapkan akan tercapai tata kelola mandiri (self governance). Pada tahap ini diharapkan peranan pemerintah sebagai
otoritas tunggal berkurang. Darwo
(2004)
mengemukakan
kolaboratif adalah pengelolaan yang
bahwa
konsep
pengelolaan
mampu menampung banyak
kepentingan, membagi tanggung-jawab dan wewenang antar pemerintah dengan pengguna sumberdaya alam lokal. Pola pengelolaan kolaboratif digambarkan sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dan masyarakat. Pelaku pengelola kawasan tersebut, dari pihak pemerintah berperan
memegang
kebijakan,
dan
masyarakat
sebagai
subjek
27
pengelolanya mulai dari perencanaan hingga evaluasinya. Tadjudin (2000:86) lebih terperinci dalam penjelasannya mengenai pengelolaan kolaboratif.
Pertama,
pembelaan
pengelolaan
kolaboratif terhadap
kepentingan masyarakat dan hutan dilakukan dengan cara menempatkan masyarakat dan hutan sebagai salah satu stakeholder yang terlibat. Kedua, pengelolaan kolaboratif tidak hanya mengandalkan pendekatan dari bawah (partisipatif) namun juga menghargai keberadaan pendekata.n dari atas (inisiatif/skenario program). Dalam sebuah diskusi (Adi,
2006) mengungkapkan konsep
interseksi peran para pihak (stakeholder) dalam pelaksanaan HKm, yaitu:
Komitmen Social Assesment ldentifikasi Stakeho Bangun Kemitraan Prinsip 3 Bottomline ~ lnformasi; Akses; ~Diktat ~ Minimkan
Ekses
Regulasi-+ Jaminan Akses & Investasi, Monev, lnsentif, Fasilitasi dan Mediasi, dan perbaikan infrastruktur. Pemda --+ tenaga fasilitator
Bangun ~ Konsensus ~ Kapasitas --+ Susun Program
Gambar. 1. Peran Para Pihak (stakeholder) atau pelaku utama Keterangan : 1. lnterseksi antara Pemerintah dan Korporat untuk mendapatkan investasi yang aman dan kepastian usaha (kepastian kawasan); 2. lnterseksi antara Pemerintah dan Komuniti untuk mendapatkan perlindungan hak masy. dan penyelesaian konflik penggunaan lahan; 3. lnterseksi antara Korporat dan Komuniti untuk pemberdayaan masyarakat (kemitraan antara Perusahaan dan Masyarakat); 4. lnterse·ksi antara ketiga pelaku utama untuk fokus peningkatan peran, posisi,dan penguatan kelembagaan agar unit usaha lebih optimal.
28
Kolaborasi dalam perspektif Dephut kemudian dimaknai sebagai pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan
perundang~undangan
yang
berlaku dalam rangka meningkatkan efektivitas pengelolaan sumberdaya hutan (Permenhut No.19/Menhut-ll/2004). D.
Modal Sosial
Konsep modal sosial (social capital) diperkenalkan Robert Putnam (1993) sewaktu meneliti ltalia pada 1985. Masyarakatnya, terutama di ltalia Utara, memiliki kesadaran politik yang sangat tinggi karena tiap indvidu punya minat besar untuk terlibat dalam masalah publik. Hubungan antarmasyarakat lebih bersifat horizontal karena semua masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Menurut Putnam (1993), modal sosial adalah kemampuan wa.·ga untuk mengatasi masalah publik dalam iklim demokratis. Pilar modal sosial, menurut Paldam (2000), adalah kepercayaan (trust), eksistensi jaringan (network), dan kemudahan bekerja sama (ease of cooperation). Dalam kenyataannya, modal sosial seperti mata uan.g dengan dua sisi yang berbeda. (Aiim,YY,2002). Pandangan para pakar dalam mendefinisikan konsep modal sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama
menekankan pada jaringan hubungan sosial (social net-work), sedangkan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah
29
interaksi sosial. Pendapat kelompok pertama ini diwakili antara lain oleh para pakar berikut. Brehm & Rahn (1997) berpendapat bahwa modal sosial adalah
"jaringan
ke~asama
di
antara
warga
masyarakat
yang
memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi mereka". Cohen dan Prusak (2001) berpendapat bahwa "Social capital consists
of the stack of active connections among people: the trust, mutual understanding and shared values and behaviours that bind the members of. human networks and communities and make cooperative action possible". (Modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia: rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya
ke~asama).
(Ancok, 2003)
Pandangan kelompok pertama menekankan pada aspek jaringan hubungan sosial yang diikat oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami, dan kesamaan nilai, dan saling mendukung. Menurut pandangan kelompok ini modal sosial akan semakin kuat apabila sebuah komunitas atau organisasi memiliki jaringan hubungan kerjasama, baik secara internal komunitas/organisasi, atau hubungan kerjasama yang bersifat antar komunitas/organisasi. Pendapat pakar dari kelompok kedua diwakili antara lain oleh Fukuyama. Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai berikut: "social capital": the ability of people to work together for common
pUtposes in groups and organizations". Dengan bahasa yang lain Fukuyama
30
(1997) menjelaskan bahwa "Social capital can be defined simply as the existence of a certain set of informal values or norms shared among members of a group that permit cooperation among them" (Modal sosial
adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan te~alinnya
ke~asama
di antara mereka). (Ancok,2003)
Modal sosial merupakan komponen penting dalam pembangunan. lbarat pembangunan adalah sebuah mobil, modal sosial adalah mesinnya, dengan kata lain modal sosial merupakan penggerak pembangunan. Modal sosial adalah pondasi terbesar dalam pembangunan suatu bangsa. Modal sosial terdiri dari modal sosial individu, modal sosial rumah tangga dan modal sosial masyarakat. Modal sosial individu berupa keuletan,
ketangguhan,
kegigihan,
pengetahuan,
ketrampilan,
pengalaman dan harga diri. Kualitas modal sosial individu sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat pendapatan, tingkat keamanan dan tingkat kebebasan mengemukakan pendapat. lndividu-individu yang tangguh dan ulet akan membentuk rumah tangga tangga yang kokoh dan berkualitas. lndividu dan rumah tangga yang berkualitas akan membentuk kelembagaan masyarakat yang kuat. lndividu, rumah tangga dan kelembagaan yang kuat inilah yang akan melahirkan kreatifitas tinggi yang akan bisa bertahan terhadap dinamika kehidupan dan mampu mencari peluang untuk berkembang dan meningkatkan kualitas kehidupannya. (Bulqis, 2006)
31
Banyak perbedaan batasan antar ahli tentang social capital. Beberapa penulis menekankan pentingnya trust, sebagian social network, dan behavioral norms; Robert Putnam adalah contohnya. Ia menekan ada tiga elemen utama dalam SC, yaitu: rasa saling percaya (trust), norma yang disepakati dan ditaati (social norms), serta jaringan sosial (social network). Pengertian trust secara sederhana adalah: "willingness to take risk". Yaitu interaksi interaksi yang didasari perasaan yakin (sense of confidence), bahwa orang lain akan memberi respon sebagaimana
diharapkan, dan akan saling mendukung. Jadi, ada perasaan aman dalam berinteraksi (perceived safety) dengan orang. Perasaan ini memiliki wilayah jangkauan ("radius of trusf7 yang didefinisikan sebagai: "the circle of people among whom cooperative norms are operative". (Syahyuti,
2006) Tentang trust, menurut Francis Fukuyama, kehidupan ekonomi tergantung kepada ikatan moral kepercayaan sosial, yang memperlancar transaksi, memberdayakan kreatifitas perorangan, dan menjadi alasan kepada perlunya aksi kolektif. Ia merupakan ikatan tidak terucap dan tidak tertulis. Tentang norma, dapat dibedakan mulai dari norma resiprositas antara dua ternan, sampai kepada yang lebih mendasar, misalnya norma keagamaan. Social norms menyediakan kontrol sosial yang efektif. Ia tidak tertulis, namun menjadi panduan untuk menentukan apa pola perilaku yang diharapkan dari orang-orang dalam suatu masyarakat, yaitu perilakuperilaku yang dinilai baik di masyarakat. (Syahyuti,2006)
32
Satu ciri lain dalam social capital yang tinggi adalah banyaknya "the common", dimana sumberdaya menjadi milik umum (shared ownership). Sumber-sumber daya fisik dipahami sebagai "owned by no-one, used by all". lni hanya berjalan ketika trust hadir, dan sekaligus diimbangi dengan sanksi yang ketat. Social capital juga menuntut keaktifan warga, dimana yang dibutuhkan adalah people as creators, not as victim. Secara umum, ada delapan elemen yang berbeda dalam social capital, yaitu partisipasi pada komunitas lokal, proaktif dalam konteks sosial, perasaan trust dan safety, hubungan ketetanggaan (neighborhood connection), hubungan kekeluargaan dan pertemanan (family and friends connection), toleransi terhadap perbedaan (tolerance of diversity), berkembangnya nilai-nilai kehidupan (value of life), dan ikatan-ikatan
peke~aan
(work connection).
(Syahyuti, 2006). Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya. Meskipun interaksi
te~adi
karena berbagai alasan, orang-orang
berinteraksi, berkomunikasi dan kemudian menjalin
ke~asama
pada
dasamya dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi cara mencapai tujuan bersama yang
ti~ak
jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri secara
pribadi. lnteraksi semacam ini melahirkan modal sosial, yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk
mencapai tujuan bersama,
yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.
33
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung
beke~a
secara gotong-royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan. Sebaliknya, pada masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain, merebaknya 'kelompok kita' dan 'kelompok mereka', tiadanya kepastian hukum dan keteraturan sosial, serta seringnya muncul 'kambing hitam'. (Suharto, 2005) Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing) (Putnam, 1993 dalam Suharto,2005). Karenanya, modal sosial tidak akan habis jika
diperg~nakan,
melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal
sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan. (Coleman, 1988 dalam Suharto, 2005) Bersandar pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Spellerber, 1997; dalam Suharto, 2005): (1) Perasaan identitas (2) Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi (3) Sistem kepercayaan dan ideologi (3) Nilainilai dan tujuan-tujuan (4) Ketakutan-ketakutan (5) Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat (6) Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas (7) Opini mengenai kinerja pemerintah yang
34
telah
dilakukan
(8)
terdahulu
Keyakinan
dalam
lembaga-lembaga
masyarakat dan orang-orang pada umumnya (9) Tingkat kepercayaan. Di dalam literatur banyak kajian yang melihat kegunaan modal sosial di dalam kehidupan. Berbagai manfaat dari modal sosial adalah seperti berikut : (Ancok, 2003) 1. Manfaat pada masyarakat Seperti yang telah dikemukan sebelumnya dasar dari terbentuknya modal sosial adalah rasa percaya (trust). Kepercayaan (trust) menjadi pengikat masyarakat.
Pada
masyarakat yang
'low-trust'
ikatan
kelembagaan I institusi diikat oleh keanggotaan dalam keluarga. Karena dalam ikatan keluarga trust tidak perlu dipermasalahkan. 2. Manfaat pada organisasi Modal sosial akan memungkinkan manusia bekerjasama untuk menghasilkan sesuatu yang besar. Akumulasi pengetahuan akan berjalan lebih cepat melalui interaksi antar manusia yang berbagi wawasan. Hartanto ( 2002) mengemukakan beberapa proposisi tentang hubungan modal sosial dengan kemajuan organisasi. 3. Manfaat pada individu. Goleman (1995) mengemukakan konsep inteligensi emosional yang komponennya banyak kesamaannya dengan berbagai sifat yang mendukung terbentuknya modal sosial. Goleman berargumentasi bahwa kemajuan karir seseorang lebih ditentukan oleh kecerdasan emosional dari angka kecerdasan yang bersifat kognitif (Burt 1997).
35
Jika kolaborasi kehutanan multipihak adalah upaya membangun kerjasama sinergis para pihak dalam pengelolaan sumberdaya hutan maka
ke~asama
ini membutuhkan modal sosial, yaitu suatu hubun gan
saling percay a antar pihak yang mendukung tindakan bersama (kolektif) danmempermudah akses terhadap semua sumberdaya yang diperlukan .(Jacobs, dalam Rahman,2005). Kepercayaan dalam kolaborasi bisa dimulai dari rasa percaya antar aktor yang kemudian bisa ditingkatkan menjadi rasa percaya antar organisasi. (Mayer, Davis, and Schoorman, dalam Rahman, 2005) mengidentifikasi kemampuan, integritas dan perbuatan baik sebagai landasan paling penting untuk membangun kepercayaan dalam hubungan antar lemba ga . Dengan mengasumsikan bahwa kepentingan bersama para pihak kehutanan adalah menjamin kelanjutan fungsi ekonomi, sosial dan ekologi dari SDA maka menurunkan deraja t kepentingan pribadi atau politik dari aktor yang terlibat akan memberikan sumbangan untuk berjalannya kolaborasi. Modal sosial para pihak kehutanan dikembangkan dengan mengenali ciri-cirinya : pola komunikasi interaktif dan intensif, partisipasi dan pengawasan publik secara luas. (Basuki, Y.S,dalam Rahman,2005). Secara Hirarki Modal Sosial terdiri dari 3 tingkatan, yaitu : 1) Level Mikro : Jaringan kerjasama horizontal dari individu dan rumah tangga dalam struktur yang homogen; 2) Level Mezo :Jaringan kerjasama horizontal diantara kelompok-kelompok; 3) Level Makro : Jaringan kerjasama institusi di skala luas,seperti ekonomi/politik. (Muspida, 2007).
36
E. Kerangka Pemikiran Permasalahan yang terdapat dalam hutan lindung di Kabupaten Gunungkidul adalah pencurian kayu, perambahan lahan, penggenibalaan liar, perubahan status lahan dan meluasnya lahan kritis yang perlu mendapatkan penangangan lebih lanjut. Apabila hal ini tidak bisa diatasi maka kelestarian tegakan hutan yang ada di Hutan Lindung Gunungkidul akan berkurang dan pada akhirnya akan menyebabkan penurunan produktivitas lahan yang menjadi tumpuan bagi masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mengatasi berbagai permasalahan diatas dan juga untuk mewujudkan visi dan misinya, maka Dinas Kehutanan Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melakukan pembangunan Hutan Kemasyarakatan· di Kabupaten Gunungkidul yang dilaksanakan mulai tahun
1995/1996,
dengan
berpedoman
pada
Keputusan
Menteri
Kehutanan Nomor 622/Kpts-11/ 1995 tanggal 20 November 1995 tentang Pedoman Hutan Kemasyarakatan. Kebijakan tentang Hutan Kemasyarakatan ini terus berkembang, dan yang terakhir berpedoman pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:P.37/Menhut-ll/2007 dan Keputusan Bupati Nomor 213/KPTS/ 2003 tanggal 14 Juni 2003 tentang Hutan Kemasyarakatan. Luas areal yang dicadangkan sebagai lokasi Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul seluas 4.186,4 Ha yang terbagi dalam empat bagian daerah hutan (BDH), yaitu: Paliyan, Karangmojo, Playen dan Panggang.
37
Permenhut No.P.37/Menhut-ll/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, menyebutkan bahwa pengaturan Hutan Kemasyarakatan meliputi : 1. Penetapan Areal HKm, dimana areal HKm adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi yang belum
~i~ebani
haklizin
pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. 2. Perizinan dalam hutan kemasyarakatan, dilakukan melalui tahapan fasilitasi dan pemberian izin. Pelaksanaan fasilitasi dilakukan oleh pemerintah kabupaten dibantu oleh pemerintah pusat dan propinsi, serta dapat dibantu oleh pihak lain, antara lain: a. Perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat; b. Lembaga swadaya masyarakat; c. Lembaga Keuangan; d. Koperasi; dan e. BUMN/BUMD/BUMS 3. Pengaturan Hak dan Kewajiban pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) dan ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan kemasyarakatan (IUPHHK HKm). 4. Pembinaan, pengendalian dan pembiayaan. 5. Sanksi. Untuk itu dalam penelitian akan dilihat proses perencanaan dan mekanisme
pembangunan
Gunungkidul, Propinsi DIY.
Hutan
Kemasyarakatan
di
Kabupaten
38
Katarlibatan multipihak dalam palaksanaan pambangunan Hutan Kamasyarakatan di Kabupatan Gunungkidul sangat panting karana dangan manajaman kolaborasi yang tapat diharapkan palaksanaan pambangunan
Hutan
Kamasyarakatan
akan
labih
optimal
dalam
mawujudkan Visi dan Misi Dinas Kahutanan Kabupatan Gunungkidul, yakni mansejahterakan masyarakat dengan tetap malestarikan hutan. Dangan mangasumsikan bahwa kepantingan barsama para pihak kehutanan adalah menjamin kelanjutan fungsi ekonomi, sosial dan akologi dari sumberdaya hutan maka manurunkan darajat kepentingan pribadi atau kepentingan politik dari aktor-aktor yang tarlibat akan membarikan sumbangan panting untuk
be~alannya
kolaborasi. Modal sosial para pihak
kehutanan kemudian bisa dikambangkan dengan mangenali ciri-cirinya separti: pola komunikasi interaktif dan intansif, partisipasi dan pangawasan publik secara luas dengan tetap mengedepank an kesaimbangan dan keharmonisan. Pihak-pihak yang terlibat dalam mangawal pembangunan Hutan Kamasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul adalah Dinas Kahutanan Propinsi
DIY,
Dinas
Kehutanan
Kabupatan
Gunungkidul,
Balai
Pengelolaan Derah Aliran Sungai Serayu Opak Progo (BPDAS SOP), Forum Komunikasi Kahutanan Masyarakat (FKKM Korwil Yogyakarta), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH Wii.XI Jawa-Madura), Pusat Kajian Hutan Rakyat UGM (PKHR UGM), LSM Perhimpunan SHOREA, Kalompok Tani Hutan (KTH) Hutan Kamasyarakatan.
39
Mereka bergabung dalam Kelompok Kerja (POKJA) Penguatan dan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan yang disyahkan SK Gubernur DIY No.53/KEP/2006 tanggal 25 April 2006. Bagaimana motivasi/ kepentingan dan kontribusi/kegiatan dari para pihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan akan dipotret dalam penelitian ini. Selain itu penelitian juga ingin melihat sejauh mana peningkatan unsur-unsur modal sosial
dalam
keterlibatan
multipihak
dalam
pembangunan
Hutan
Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta. Dalam kesejahteraan
penelitian dan
ini
juga
kelestarian
akan hutan
dilihat dari
analsis
perbaikan
pembangunan
Hutan
Kemasyarakatn yang dilihat dari peningkatan ekonomi anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Hutan Kemasyarakatan dan peningkatan tutupan kawasan di lokasi Hutan Kemasyarakatan. Dari proses analisis yang dilakukan diharapkan akan dihasilkan rekomendasi pengembangan kehutanan multi pihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan khususnya di Kabupaten Gunungkidul dan daerah lain yang memiliki program Hutan Kemasyarakatan, sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan dapat segera terwujud, yaitu masyarakat sejahtera dan hutan lestari.
40
Untuk itu dalam gambar berikut akan tergambar Kerangka pemikiran dari penelitian ini, yakni : Proses Perencanaan dan Mekanisme Pembentukan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Gunungkidul, DIY
Pembangunan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
Perubahan Unsur Modal Sosial :
Keterlibatan Multipihak - Motivasi/Kepentingan - Kontribus/Kegiatan
!41""';..----.......::...~ -
'
'
Jaringan Sosial - Saling Kepercayaan - Norma-norma sosial
lr
• •
Peningkatan Ekonomi Anggota Kelompok Tani Peningkatan Tutupan Kawasan di Lokasi HKm
• •
Masyarakat Sejahtera Hutan Lestari
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
41
G. Definisi Operasional
1. Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Dalam hal ini pemanfaatan hutan lindung di Kabupaten Gunungkidul untuk memberdayakan masyarakat setempat 2. Keterlibatan multipihak, merupakan keterlibatan para pihak dalam proses
Hutan
pembangunan
Kemasyarakatan
di
Kabupaten
Gunungkidul, yang meliputi motivasi dan kontribusi. 3. Perencanaan
Pembangunan
Hutan
Kemasyarakatan
adalah
perencanaan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan sampai pada tahap pasca pemberian ijin definitif pengelolaan HKm 4. Kegiatan yang terintegrasi adalah kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa pihak yang berkepentingan dalam bentuk sharing sumberdaya untuk mencapai tujuan kegiatan. 5. Ana/isis keterlibatan multipihak adalah melihat keterlibatan masingmasing
pihak dalam
pembangunan
Hutan
Kemasyarakatan
di
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. 6. Modal
Sosial
adalah
seperangkat
nilai-nilai,norma-norma
dan
kepercayaan yang dapat mempermudah masyarakat bekerjasama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannya.
BAB Ill METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian mengenai "Keterlibatan multipihak dalam pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah /stimewa Yogyakarta" merupakan penelitian yang menggunakan metode
kualitatif. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mendalam tentang bagaimana proses perencanaan dan mekanisme pembentukan Hutan Kemasyarakatan. Selain itu untuk menganalisis keterlibatan multipihak dalam pelaksanaan pembangunan HKm, juga menganalisis perubahan unsur-unsur modal sosial dalam keterlibatan multipihak serta terakhir menganalisis perbaikan kesejahteraan dan kelestarian hutan dalam pembangunan HKm. Secara teoritis, metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan,
Pertama,
penyesuaiannya
lebih
mudah
apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan Ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong,2001).
Penelitian kualitatif juga bertujuan untuk
mengungkap proses pembentukan dan dinamika sebuah realitas sosial serta mengintrepretasikan makna dibalik pembentukan dan dinamika realitas tersebut. (Yin, 2000).
43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul dan Provinsi DIY dimana para pihak berada, namun fokus penelitian pada lokasi Hutan Kemasyarakatan di Gunungkidul. Penelitian dilaksanakan kurang lebih selama tiga bulan mulai Mei sampai dengan Agustus 2008. C. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data yang berhubungan dengan proses perencanaan dan mekanisme pembentukan HKm di Gunungkidul, peran dan kontribusi masing-masing pihak dalam pelaksanaan pembangunan HKm, perubahan unsur-unsur modal sosial dalam keterlibatan multipihak serta perbaikan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian kawasan Hutan Kemasyarakatan. Jenis data yang diperoleh pada penelitian ini ada dua, yang pertama yaitu data sekunder; merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain berupa dokumen tertulis (kondisi umum lokasi penelitian,seminar dan lokakarya Pembangunan HKm, peta, dokumen Rancangan Umum dan Ranteknis,peraturan mengenai HKm, Monev HKm oleh POKJA HKm). Kedua, adalah data primer, merupakan data asli yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat melalui metode wawancara atau observasi. Data primer yang didapatkan antara lain berupa informasi dan
opini
para
informan
mengenai
proses pembangunan
HKm,
keterlibatan multipihak, kegiatan yang telah dilaksanakan dan dampak pembangunan HKm dengan membandingkan empat Kelompok Tani HKm.
44
Jenis dan sumber data penelitian ini adalah :
"d an sum ber d ata yang d"1peroIe h Tbi2J ems a e Sumber Data Jenis Data Balai Pengelolaan DAS Data lokasi penelitian, kondisi Data Opak Progo , Serayu penduduk keadaan Sekunder geografis, serta aspek lain yang menyangkut Dinas Kehutanan Kab. Gunungkidul, BPS kondisi dan wilayah penelitian BPDAS Serayu Opak Hasil seminar, lokakarya dan Progo , Dinas Kehutanan workshop mengenai Hutan Kab. Gunungkidul,lnternet Kemasyarakatan BPKH Wii.XI Gunungkidul Peta Kabupaten Rancangan Umum dan Ranteknis BPDAS SOP Dishutbun Kab. Gunungkidul. HKm Gunungkidul BPDAS SOP,POKJA HKm, Peraturan per-UU-an mengenai Dishutbun Gunungkidul HKm HKm,Hasil MONEV program Perpustakaan dan Internet Hasil Penelitian atau evaluasi resmi pada "situs" yang sama 1. Pemerintah pusat: Wawancara pada berbagai pihak Data Dephut (BPDAS SOP, hal: (informan kunci) terkait pada primer BPKH Wil. XI) a.Proses perencanaan dan 2. Pemerintah Daerah: mekanisme pembentukan HKm Pemerintah propinsi dilihat multipihak b.Keterlibatan DIY (Dinas Kehutanan, dari peran dan kontribusi dan instansi terkait c.Kegiatan yang dilakukan para lainnya), Pemerintah pihak dalam pembangunan Kabupaten Gunung Hutan Kemasyarakatan Kidul (Dinas Kehutanan, d.Peningkatan unsur-unsur modal dan instansi terkait lain) sosial dalam keterlibatan 3. Swasta multipihak di pembangunan LSM 4. Hutan Kemasyarakatan. 5. Tokoh masyarakat e. Dampak ekonomi dan 6. Akademisi kelestarian Hutan dalam 7. Kelompok Tani Hutan Pembangunan HKm
D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan
data
merupakan
proses
yang
berlangsung
sepanjang penelitian dengan menggunakan seperangkat instrument yang telah disiapkan guna memperoleh informasi data melalui studi dokumen, wawancara, dan pengamatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan:
45
1. Studi dokumentasi Pada
penelitian
ini
banyak
dilakukan
studi
dokumen,
yang
diantaranya diharapkan terkumpul dari berbagai dokumen pertemuan seminar, lokakarya, hasil penelitian yang terkait dengan HKm dan laporan hasil proses pembetukan HKm, hasil Monev pelaksanaan HKm dari POKJA Hkm. Di samping itu juga dipelajari peraturan perundangan mengenai HKm, Rancangan umum dctn ranteknis pembangunan HKm. Dokumen yang ada digunakan secara hati-hati dan tidak asal diterima sebagaimana adanya. Ada kalanya data pada dokumen yang satu bertentangan dengan dokumen yang lain. Sehingga peneliti harus mampu menginterpretasikan apa yang tercantum dalam dokumen dan memilih data mana yang dianggap paling valid untuk dikutip. 2. Wawancara mendalam Wawancara jenis ini tidak dilaksanakan dengan struktur yang ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin memfokus pada permasalahan sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Teknik wawancara ini dilakukan penulis untuk memperoleh data primer dengan narasumber kunci yang dinilai dapat memberikan informasi yang akurat dan tepat mengenai keterlibatan multipihak dalam pembangunan hutan kemasyarakatan. Pelaksanaan wawancara menggunakan alat bantu berupa daftar panduan pertanyaan dan alat perekam. Sedangkan informan kunci dalam penelitian ini berasal dari berbagai institusi baik pemerintah, swasta,
46
perguruan tinggi, LSM
maupun tokoh masyarakat, terutama yang
tergabung dalam Kelompok Kerja Penguatan dan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan (POJKA HKm)
Adapun rincian institusi dan jumlah
informan kunci dimaksud, dapat dilihat pada tabel 3. Tabel3. lnstitusi dan jumlah informan yang diwawancarai
1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Daerah : a. Pemprov DIY b. Pemkab Gunungkidul 3. Dunia Usaha 4. LSM 5. Masyarakat 6. Akademisi JUMLAH 3. Pengamatan Langsung
lnstansi · 1. BPDAS SOP 2. BPKH Wil. XI 1. Dinas Kehutanan 2. Tenaga Fun_g_sional 1. Dinas Kehutanan 2. Dinas Perkebunan 1. Pelc:.ku usaha 1. FKKM 2. SHOREA 1. Kelompok Tanij4 KTH_}_ 1. Kehutanan UGM 11 lnstitusi
Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 14 orang
Pengamatan dilakukan untuk melihat langsung di lapangan (kawasan/petak tempat pembangunan HKm Gunungkidul) yang meliputi empat Kelompok Tani Hkm yang dibandingkan. Dalam kesempatan ini peneliti akan melakukan wawancara dengan perwakilan kelompok tani hutan yang memiliki peringkat baik dan kurang baik dari hasil evaluasi POKJA HKm mengenai pelaksanaan pembangunan HKm. Setelah melakukan pengamatan, peneliti berharap dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai lokasi penelitian serta aktivitas masing-masing multipihak dalam pembangunan HKm. Pada saat pengamatan juga dilakukan pengambilan gambar untuk melengkapi laporan.
47
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data akan dianalisis secara deskriptif. Penelitian secara deskriptif dimaksudkan untuk mendiskripsikan data penelitian sesuai dengan indikator yang akan diteliti, tanpa melakukan pengujian hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis, karena dalam penelitian ini penulis tidak membuat hipotesis. Hasil penelitian akan diterjemahkan
dan
diuraikan
secara
kualitatif sehingga
diperoleh
gambaran mengenai proses pembentukan HKm, keterlibatan multipihak dalam pembangunan HKm, sejauh mana peningkatan unsur-unsur modal sosial dalam keterlibatan multipihak dan analsisis perbaikan kesejahteraan anggota kelompok tani hutan dan kelestarian kawasan HKm. Langkahlangkah dalam analisis data kualitatif adalah sebagai berikut: 1. Display Data Display data adalah cara menyajikan data dengan memberikan variasi berupa bagan, gambar, tabeVmatriks atau grafik. Dalam laporan ini sebagian besar data ditampilkan dalam bentuk tabel. Tujuan pertama dari penelitian ini, yakni menganalisis bagaimana proses pembentukan HKm disajikan dalam bentuk uraian secara kronologis, kemudian dianalisis pihak mana saja yang terlibat dan apakah proses pembentukan HKm tersebut dapat dikatagorikan Top down atau Bottom-up;
Tujuan kedua yaitu keterlibatan multipihak dijelaskan dalam bentuk matriks sebagai berikut, disertai uraian penjelasan singkat dari multipihak.
48
Multipihak Pemerintah pusat Pemerintah daerah Kelompok Tani Perguruan Tinggi LSM
Motivasi/kepentingan
Kontribusi/kegiatan
Tujuan ketiga yaitu menganalisis peningkatan unsur-unsur modal sosial dalam pengelolaan Multipihak HKm. Analisis disajikan dalam bentuk uraian
mengenai
peningkatan
unsur-unsur
modal
sosial
berupa
kepercayaan, jaringan, dan norma sosial diantara para pihak yang terlibat dalam pembangunan HKm di Kabupaten Gunungkidul Tujuan keempat adalah menganalisis perbaikan kesejahteraan dan kelestarian hutan, analisis dilihat dari aspek dampak peningkatan pendapatan dari anggota kelompok tani HKm dengan membandingkan kelompok yang berhasil dan belum berhasil. Peningkatan kelestarian hutan dengan melihat peningkatan tutupan kawasan di lokasi HKm di Kelompok Tani HKm yang dibandingkan. 3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi Verifikasi
(menarik kesimpulan)
merupakan aktifitas analisis,
dimana pada awal pengumpulan data, peneliti mulai memutuskan apakah sesuatu bermakna atau tidak mempunyai keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan konvigurasi, hubungan sebab akibat dan proposisi. Dari data yang diperoleh, dilakukan pencarian makna dan hubungan serta keterkaitan antara data yang satu dengan lainnya. Melalui potongan-potongan data yang ada dapat membentuk suatu cerita utuh mengenai topik yang diambil dan terakhir ditarik suatu kesimpulan.
BABIV KEADAAN UMUM WI LAYAH PENELITIAN
A. Letak Geografis Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta, dengan lbukota Wonosari. Luas wilayahny~
1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi
DIY. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta dengan jarak ±39 km. Wilayah Gunungkidul dibagi menjadi 18 Kecamatan dan 144 desa, letak geografisnya :1100 21' sampai 1100 50' BT 70 46' sampai 80 09' LS Batas wilayah: Sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Klaten & Kab.
Sukoharjo, Jawa Tengah. Selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia. Barat berbatasan dengan Kab. Bantul & Kab. Sleman. Timur berbatasan dengan Kab.
Wonogiri Prop. Jawa Tengah. Gunungkidul
merupakan dataran tinggi dan bergunung-gunung, terletak di ujung tenggara kota Yogyakarta dengan jarak tempuh dari Yogya ke Wonosari ± 40Km. Slogannya adalah HANDAYANI berarti : Hijau, Aman, Normatif, Dinamis, Amal, Yakin, Asah Asih Asuh, Nilai Tambah, dan lndah.
B. Demografis Jumlah Penduduk akhir Tahun 2005 adalah sebanyak 759.859 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki, yaitu 387.186 perempuan dan 371.699 lakilaki, dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu Kec. Wonosari dengan
50
78.968 jiwa. Kepadatan penduduk 510 jiwa/KM2, sedangkan pertumbuhan penduduk adalah 1.006 Untuk mutasi Penduduk adalah lahir Tahun 2005 sebanyak 2.547 jiwa, mati 1.189 jiwa, datang 239 jiwa, dan pergi 591 Jiwa. Untuk penduduk berdasarkan usia adala sebagai berikut Usia 0-4 Tahun ( balita ) sebanyak 56.014 orang,(TK) 5-6 Tahun sebanyak 24.296 orang,Usia (SO) 7-12 Tahun adalah sebanyak 75.616 Jiwa sedang usia (SMP) 13 -15 Tahun sebanyak 40.052 jiwa, usia SMA 16-18 tahun sebanyak 40.077 Jiwa dan usia muda 0-14 Tahun sebanyak 181 667 jiwa dan usia pemuda antara 15-24 Tahun sebanyak 116.267 jiwa. Ditinjau dari jumlah pemeluk agama, pada tahun 2005 di Gunungkidul tercatat 726.626 umat Islam, 14.792 umat Kristen, 10.235 umat Katholik, 4.989 umat Hindu, dan 2.443.
C. Potensi Gunungkidul mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari pertanian, perikanan dan peternakan , hutan, flora dan fauna, industri, tambang serta potensi pariwisata. Pertanian yang dimiliki Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering tadah hujan (± 90 %) yang tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan. Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan sebagian besar sawah tadah hujan. Sumberdaya alam tambang yang termasuk golongan C berupa : batu kapur, batu apung, kalsit, zeolit, bentonit, tras, kaolin dan pasir kuarsa. Gunungkidul juga mempunyai panjang pantai yang cukup luas terletak di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, membentang sepanjang 65 Km.
51
D. Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan, 144 desa, 1431 dusun, 3114 RW, dan 7077 RT. Dari 144 desa, 82 desa masuk klasifikasi Swakarya dan desa 62 desa masih Swadaya. Tabel. 4. Luas wilayah Kecamatan di Gunungkidul
No
Kecamatan
Panggang Paliyan Tepus Rongkop Semanu Ponjong Karangmojo Wonosari Pia yen Patuk Nglipar Ngawen Semin Gedangsari Saptosari Girisubo Tanjungsari Purwosari JUMLAH Sumber : Gunungk1dul dalam
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Luas Wilayah (Km)
99,80 58,07 104,91 83,46 108,39 104,49 80,12 75,51 105,26 72,04 73,87 46,59 78,92 68,14 87,83 94,57 71,63 71,76 1.485,36 angka (2002)
Jumlah Des a
Jumlah Dusun
6 7 5 8 5 11 9 14 13 11 7 6 10 7 7 8 5 5 144
44 50 85 101 106 119 104 104 101 72 53 66 116 60 67 82 71 32 1.431
E. Topografi Hutan di Kabupaten Gunungkidul tersebar pada berbagai kelas kemiringan lererig, mulai dari kelas Jereng datar sampai dengan kelas lereng sangat curam. Pada BDH Panggang dan BDH Playen sebagian besar hutannya berada pada lereng curam (15-25 %) sampai dengan sangat curam (>45 %), sedangkan untuk BDH Karangmojo dan BDH
52
Paliyan sebagian besar hutannya berada pada lereng datar (0-8 %) sampai dengan miring (8-15 %). Untuk BDH Panggang, hutan yang berada pada lereng sangat curam mempunyai luas 962,6 ha, pada lereng curam seluas 105,7 ha, pada lereng sangat miring seluas 57,1 ha, pada lereng miring seluas 268,7 ha, dan pada lereng datar seluas 203,3 ha. Pada BDH Playen, dominasi luas hutan
te~adi
pada kemiringan
datar dengan luas 1. 726,0 ha, diikuti oleh hutan pada lereng sangat miring seluas 1.f,38,0 ha, hutan pada lereng miring seluas 890,2 ha, dan hutan pada lereng sangat curam seluas 158,4 ha. BDH Karangmojo memiliki hutan yang sebagian besar berada pada lereng datar dengan luas 1.853,6 ha, sebagian lagi berada pada lereng miring 842,6 ha, pada lereng sangat miring 221,9 ha, dan pada lereng curam 278,6 ha. Untuk BDH Paliyan dominasi luas hutan juga berada pac!a lereng datar dengan luas 1.866,3 ha, diikuti hutan pada lereng miring seluas 1.166,6 ha, hutan pada lereng sangat miring seluas 742,1 ha, hutan pada lereng curam 6,2 ha, dan hutan pada lereng sangat curam 91,1 ha. F. Jenis Tanah Secara
garis besar jenis tanah
yang ada di
Kabupaten
Gunungkidul antara lain adalah :(a) Kambisol, (b) Grumusol, (c) Regosol, (d) Aluvial, (e) Latosol, (f) Mediteran, dan (g) Renzina. Hutan di Kabupaten Gunungkidul tumbuh pada berbagai macam jenis tanah, mulai dari tanah yang mempunyai solum sangat tipis dan tidak subur seperti Mediteran/Renzina sampai dengan tanah yang mempunyai
53
solum tebal dan subur seperti aluviallkambisol/grumusol. Pada BDH Panggang seluruh hutannya seluas 1.597,4000 tumbuh di atas tanah mediteran. Pada BDH Paliyan seluruh hutannya seluas 1.095,6000 Ha tumbuh di atas tanah Latosol, untuk BDH Playen sebagian besar hutannya berada pada tanah mediteran dengan luas 3.622,0200 ha dan sebagian kecil atau 688,6800 Ha berada pada tanah latosol. Jenis tanah yang berada pada BDH Karangmojo cukup bervariasi. Untuk BDH Karangmojo sebagian besar hutannya tumbuh pada jenis tanah mediteran dengan luas 2.804,0280 ha, sedangkan sebagian kecil tumbuh pada berbagai jenis tanah, yaitu : 186,8489 ha tumbuh pada tanah aluvial, 133,4339 ha tumbuh pada tanah Grumusol, 65,9003 ha tumbuh pada tanah Latosol, dan 6,3889 ha tumbuh pada tanah Renzina. G. Keadaan Umum Pengelolaan Hutan
Kabupaten Gunungkidul sebagai Kabupaten dengan areal kawasan hutan terluas, terletak diwilayah Daerah Aliran Sungai Oyo dengan luas wilayah total mencapai 85.537,693 ha yang terbagi dalam 5 wilayah Sub DAS. Pada tabel 1 dapat dilihat pembagian wilayah DAS Oyo. Tbi5P . WI"I aya h DAS 0)YO d"I Kab upaten Gununglk"d ag1an a e . emb 1 uI NO SUBDAS LUAS (HA) %LUAS Widoro Kedung Gedang 1 18,80 17.915 2. Prambutan 43,35 41.303 Branjang 3. 7,14 6.806 4. Dengkeng 4,76 4.539 5. Oyo Hulu 24.729 25,95 .Sumber Data : Dinas Hutbun Kabupaten Gunungkidul,2005 Catatan : % Luas adalah luas Sub DAS/Iuas wilayah
54
Secara biofisik, wilayah Kab. Gunungkidul merupakan sebagian dari daerah pegunungan selatan. Urutan penyusun batuan pegunungan selatan yang tersingkap di daerah Kabupaten Gunungkidul dari tua ke muda, terdiri dari Formasi Kebo, Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitli, Oyo, Wonosari dan Kepek. Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah Prop. DIY yang secara rutin setiap tahun mengalami kekeringan pada waktu musim kemarau. Sungai yang mengalir di permukaan tanah umumnya hanya mengalir selama + 6 bulan (pada musim penghujan). Pengolahan tanah pertanian tegalan hanya dilakukan pada musim penghujan, sehingga sawah yang digarap oleh petani umumnya merupakan sawah tadah hujan. Di daerah cekungan Wonosari terdapat beberapa sungai kecil yang mengalirkan air tanah yang muncul di permukaan cekungan dan mengalir sepanjuang tahun dengan debit kecil terutama di musim kemarau Dengan kondisi topografi yang berbukit-bukit dan merupakan daerah karst, jenis tanaman kayuan yang mampu hidup dan berkembang di wilayah tersebut utamanya jati dan mahoni, baik pada kawasan hutan negara maupun pada wilayah hutan rakyat. Data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prop. DIY dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul memperlihatkan bahwa luasan kawasan hutan negara adalah seluas 13.229,4 ha dan hutan rakyat atau hutan hak seluas 12.615 ha. Hutan rakyat terbentuk sebagai pengaruh budaya masyarakat sebagai petani subsisten yang sangat tergantung pada produktivitas lahannya.
55
Umumnya, mereka menanami lahannya dengan tanaman semusim untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan tanaman kayuan sebagai tabungan mereka untuk kebutuhan yang bersifat insidentil dan mendesak (biaya sekolah anak, biaya membangun rumah). Budaya inilah yang mempengaruhi
berkembangnya
hutan
rakyat
pada
lahan-lahan
pekarangan dan tegalan milik penduduk. Perkembangan hutan rakyat yang cukup pesat, juga didorong oleh peningkatan nilai jual kayu dengan semakin berkurangnya pasokan kayu dari hutan negara. Pada saat ini, Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai daerah penghasil kayu jati dan mahoni bagi wilayah di sekitarnya. Pada tabel 2 dapat dilihat data luasan hutan rakyat dibandingkan dengan luasan lahan kritis yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul. Tabel6. Luas Hutan Rakyat dan Lahan Kritis di Kab. Gunungkidul NO LUAS HR(Ha) KECAMATAN LAHAN KRITIS (Ha) 1. Patuk 1.083 8385 2. Nglipar 1.124 859,0 3. Pia yen 391 134,0 4. Paliyan 326 183,0 5. Wonosari 337 266,0 6. Semanu 402 727,0 7. Ponjong 881 1.764,0 8. Karangmojo 372 336,0 9. Gedangsari 454 815,0 10 Saptosari 1.687 1.666,0 11. Semin 338 1.388 5 12. Ngawen 1.019,0 355 13. Panggang 1.661 1.523,0 14. Purwosari 1.183 1.306,0 Tanjungsari 15. 241 1.504,0 16. Tepus 527 1.343,0 17. Girisubo 520 2.469,0 18 Rongkop 733 1.618.0 JUMLAH 12.615 19.759 0 Sumber data : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Gunungkidul,2005
56
Pengelolaan kawasan hutan negara di wilayah Kab. Gunungkidul dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Propinsi DIY. Kawasan hutan negara menempati areal seluas 13.229,4 ha atau 8,82% dari luas wilayah, yang terbagi dalam 4 Bagian Daerah
Hutan/BDH
(Panggang,
Paliyan,
Karangmojo da~ Playen) serta 1 Bagian Pengelolaan Hutan Produksi Kayu Putih (BPHKP). Pada kawasan hutan BDH Playen terdapat areal hutan pendidikan WANAGAMA seluas 600 ha yang terletak pada 8 petak pada 2 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). Pada tabel 3 dapat dilihat pembagian
kawasan
hutan
negara di wilayah
Kab.
Gunungkidul
berdasarkan Bagian Daerah Hutannya. b G unung k"d 1 uI I a. T abe17. Luas Hut an Ne~ ara d"K LUAS WILAYAH NO BDH/BKPHP 1. 2. 3. 4. 5.
BPHKP se Kab. GK BDH Panggang BDH Paliyan BDH Karangmojo BDH Playen
4.544,70 1.597,40 2.734,40 1.226,70 3.002,30*)
Ket.
*) termasuk didalamnya Kawasan hutan Pendidikan Wanagama seluas + 600 ha
13.105,50 JUMLAH Sumber data: Dmas Kehutanan dan Perkebunan Prop. DIY,2005 Dengan pola pengelolaan agroforestry, wilayah hutan di Kabupaten Gunungkidul dikenal tidak hanya menghasilkan kayu. Hampir disemua lokasi hutan rakyat, penduduk menanam tanaman kayuan secara tumpangsari dengan tanaman semusim. Tanaman semusim umumnya hanya ditanam pada musim hujan, mengingat bahwa tanaman semusim membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya. Di beberapa wilayah, petani mengusahakan lebah madu dan sutera. Pada table 4 dapat dilihat
57
produksi hasil kehutanan tahun 2002. Pada saat ini, kondisi kawasan hutan negara di wilayah Kab. Gunungkidul telah rusak akibat penjarahan dan perambahan hutan. Penebangan secara liar pada lebih da5i 50% kawasan hutan negara telah mengakibatkan terbentuknya tanah-tanah kosong yang berstatus hutan produksi ataupun hutan konservasi. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya keberhasilan upaya reboisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prop. DIY karena beberapa faktor, seperti : -
Anggapan masyarakat/kelompok tani di sekitar hutan bahwa hutan negara adalah hutan yang ditanam oleh nenek moyang mereka
-
Dalam pelaksanaan reboisasi, petani hanya diperlakukan sebagai peke~a
yang tidak memiliki hak atau andil atas hasil reboisasi
(tanaman kayuan) - ·Letak kawasan hutan umumnya sangat jauh dari pennukiman 1 uI Tabe I 8 Prod UkSl. Has1·1 Kehut anan d.I WI·1 aya h Kab. Gunung k"d PRODUKSI SAT JENIS KOMODITAS NO 3.000,692 M3 1. Bambu 36.669,602 M3 2. Kayu iati 4.942,602 M3 3. Kayu mahoni 1.311,080 M3 4. Kayu sonokeling 749,447 M3 5. Kayu akasia 177,006 M3 6. Kayu bakar 1.759,125 M3 7. Kayu olahan (keluar daerah) 60.615,600 M3 8. Kayu olahan (konsumsi GK) 261,131 L 9. Madu 95,812 Kg 10 Sutera 130 kwt 11. Empon2 Sumber data : D1shutbun Kab. Gunungkldul,2005
58
Guna mencegah semakin meluasnya kerusakan kawasan hutan dan akibat buruk yang ditimbulkannya, telah diadakan pertemuan antar para pihak yang terkait dengan pengelolaan kawasan hutan di wilayah Kab. Gunungkidul. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa unsur utama yang menentukan keberhasilan pengelolaan kawasan hutan di
wilayah
Kabupaten
Gunungkidul
adalah
pelibatan
aktif
masyarakaUkelompok tani sekitar hutan. Kesepakatan ini sejalan dengan kebijakan Social Forestry yang direncanakan untuk diterapkan dalam pengelolaan hutan (baik hutan negara maupun hutan rakyat) oleh Departemen Kehutanan. Berdasarkan hasil pertemuan para pihak yang terkait dengan pengelolaan hutan di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Social Forestry direncanakan untuk dilaksanakan di seluruh kawasan hutan negara secara bertahap. Pada tahap awal, Social Forestry baru dilaksanakan di areal hutan negara seluas 1.949,9 he~
Salah satu lokasi untuk penyelenggaran Hutan Kemasyarakatan di Indonesia adalah Provinsi Dl Yogyakarta. Kegiatan HKm di Provinsi Dl Yogyakarta salah satunya berada di Kabupaten Gunungkidul. Luas hutan di Provinsi DIY menurut Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan No. 188.4/3710 tanggal 22-10-2003 adalah 18.044,9670 ha atau 5,6 % dari luas Provinsi DIY.
59
Hutan negara di Gunungkidul memiliki luasan terbesar bila dibandingkan dengan hutan negara di kabupaten lainnya di DIY. Berdasar data terbaru yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DIY luasan hutan negara di Gunungkidul adalah 14.224,877 ha. Luasan hutan negara yang ada di Provinsi DIY, telah dicadangkan sebagai areal Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 4.186,4 ha di Kabupaten Gunungkidul. Tabel berikut menyajikan luasan areal HKm yang dicadangkan pada tiap Bagian daerah Hutan (BDH) dan Resort Pemangkuan Hutan (RPH):
Tabe19. Sebaran area IHKm d.1mas1n ~-mas1ng, BDH • dan RPH Desa terdekat Luas (ha) BDH/RPH No --2,047.90 1 BDH Paliyan 386.10 Ke_pek, Karangduwet RPH Menggoro ---·--em Karangas 145.40 RPH Karangmojo 181.00 Jetis RPH Paliyan 505.20 Monggol, Giring RPH Giring_ -747.40 Giring, Sodo, Wareng, Wonosari, RPH Mulo Karang_asem, Mulo, Hargosari, Dengok RPH 82.80 Dengok Kedungwanglu 617.80 2 BDH Playen 39.10 Sunder RPH Bunder 131.80 Getas RPH Wonolagi 148.50 Bleberan RPH Gubugrubuh 160.20 Dlingo RPH Menggoran 138.20 Ban~usoco RPH Kepek 943.70 3 BDH Panggan_g SeloQamioro, Girisuko 459.30 RPH Bibal 484.40 Giriharjo, Giriwungu, Girisekar, Jetis RPH Blimbing 577.00 4 BDH Karangm ojo 120.50 Katongan RPH Nglipar 259.10 Kedungpoh, Watusigar, Kalitekuk, Jatiayu RPH Candi 163.90 Ngeposari, Candirejo RPH Semanu 33.50 Bejiharjo RPH Gelaran
4,186.40 Sumber: Rencana Pengelolaan Hutan DIY (2005)
BABV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PROSES PERENCANAAN DAN MEKANISME PEMBENTUKAN HKM 01 KABUPATEN GUNUNGKIDUL 1. Deskripsi Kebijakan HKm Gunungkidul Bert?icara tentang HKm Gunungkidul tidak terlepas dari sejarah pe~alanan
kebijakan di tingkat pusat. Pertama kali kebijakan HKm
dicanangkan oleh pemerintah sebagai satu proyek nasional tahun 1995. Berikut ini perjalanan kebijakan HKm di tingkat pusat dan Gunungkidul : Tabe I 10 Sejarah Hukum HKm Gunungkidul Produk Hukum
Tanggal
Kepmenhut Rl No.622/Kpts-ll/1995 Kepmenhutbun Rl No.677/Kpts-1111998 Kepmenhutbun Rl No.865/Kpts-1111998 Undang-undang No.41 1999 Kepmenhut Rl No.31/Kpts1112001 Surat Menhut Rl No. 728/Menhut-V/2001 kepada Gubernur/Bupati se-RI
20 Nopember 1995 7 Nopember 1998 13 Oktober 1998 30 September '99 12 Pebruari 2001 21 Mei 2001
7.
Surat Kepala Dishutbun DIY No.522.11/2032 kepada Gubernur
13 Desember 2001
8.
Surat Kadishutbun DIY N0.522. 11/2032 kepada Gubernur Surat BRLKT No.1 004/ BRLKT-OPS 2.1/2001 kepada Dishutbun Propinsi
13 Desember 2001
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
9.
24 Desember 2001
Tentang Pedoman HKm HKm Penyempurnaan Kepmenhutbun Rl No.677/Kots-1111998 Kehutanan Penyelenggaraan HKm Arahan penyelenggaraan HKm, berkaitan dengan ijin yang diberikan setelah dilakukan penyiapan masyarakat. ljin HKm; untuk ditindaklanjuti dalam bentuk ijin tumpangsari sementara menunggu dilakukan penetapan pencadangan areal oleh Men hut Usulan penetapan pencadangan areal HKm DIY •:• Dari hasil inventarisasi dan identifikasi telah dicadangkan areal4.186 Ha di Gunungkidul •:• Telah diberikan ijin awal kepada 3 KTHKm. •:• Usulan pencadangan areal sedang diproses oleh Baplan Kehutanan
l
i
61
10.
Surat Menhut Rl No.252/ Menhut-V/2002 kepada Gubemur DIY
25 Pebruari 2002
11.
Surat Gubemur DIY No.522/0647 kepada Bupati Gunungkidul
7 Maret 2002
Surat Kepala Dishutbun a.n.Gubemur DIY No.522/ 3648 kepada Bupati Gunungkidul 13. Surat Kepala Dishutbun a.n. Gubernur DIY No.522 /0368 kepada Bupati Gunungkidul 14. Keputusan Bupati Gunungkidul No.213/Kpts/2003 15. Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007
18 Desember 2002
12.
16. 17. 18.
Permenhut Rl No. P.37/ Menhut-1112007 Kepmenhut Rl No.433/ Menhut-1112007 Keputusan Bupati Gunung Kidul No.204/KPTS/2007
Usulan tentang pencadangan HKm DIY masih harus disempumakan Bupati dapat memberikan ijin sementara atas rekomendasi Gubenur c.q. Dishutbun DIY .:• Usulan tentang pencadangan HKm DIY masih harus disempumakan •!• Agar dipersiapkan dan diproses ijin sementara HKm di Gunungkidul Rekomendasi permohonan ijin HKm Kabupaten Gunungkidul untuk 12 KTH seluas 291,20 Ha
1 Maret 2003
Rekomendasi permohonan ijin HKm Kabupaten Gunungkidul untuk 23 KTH seluas 796,3 Ha
14 Juni 2003
Surat Keputusan Bupati Gunungkidul tentang Pengelolaan HKm Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. HKm
8 Januari 2007 7 September 2007 7 Desember 2007 12 Desember 2007
Penetapan Areal Ke~a HKm di Kab. Gng Kdl Pemberian lzin Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm) kepada Kelompok . Tani Hutan (KTH) se-Kabupaten GunungkiduiJ35 KTH)
Sumber : Data sekunder, 2008. 1.1. Kepmenhut No 622/1995 Pertama kali kebijakan HKm dimulai pada masa Menhut dipegang oleh Djamaludin S. dengan dikeluarkannya SK Menhut No. 622/Kpts11/1995 tentang Pedoman HKm. Secara umum, SK Menhut No 622/1995 merupakan
bentuk
pengakuan
pemerintah
cq
Dephut
untuk
mengembangkan pengelolaan hutan dengan skema HKm. Secara
prinsip,
konsep
HKm
yang
dikembangkan
dengan
Kepmenhut ini diletakkan dalam kerangka perizinan dalam pemanfaatan
62
hutan dan hak masyarakat dibatasi pada rehabilitasi hutan serta pemanfaatan hasil hutan non kayu. Pada perkembangannya, HKm telah menjadi instrumen pembangunan kehutanan versi pemerintah yang diakui sebagai model pembangunan hutan berbasis masyarakat. lni "HKm adalah sistem
tertuang dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi
pengelo/aan hutan berdasarkan fungsinya dengan mengikutsertakan masyarakat" Dengan redaksi "mengikutsertakan", Kepmenhut ini jelas memposisikan masyarakat pada kondisi marjinal dan tidak memberikan konsekuensi
bahwa
pengelolaan
didasarkan
pada
pendekatan
partisipatif. Nuansa kuat yang muncul adalah skema HKm dilaksanakan melalui pendekatan "proyek tumpangsari" dengan masyarakat sebagai obyeknya dalam pembangunan hutan. Apalagi ini diperkuat dengan pasal 13 ayat (1b) dimana peserta kegiatan HKm hanya diberi waktu untuk melakukan kegiatannya secara nyata dan terus menerus di areal HKm selama 2 tahun berturut-turut. Kekurangan lain adalah masyarakat hanya menjadi pelipur lara serta tukang penanaman hutan, karena lahan yang diikutkan dalam program ini hanya lahan yang kritis bahkan sudah rusak. lni semakin mempertegas bahwa mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan HKm hanya sebagai obyek untuk mendapatkan tenaga Walaupun
dari
sisi
ekologi
ide
untuk
ke~a
murah.
"memanfaatkan"
atau
mengikutsertakan rakyat untuk mereboisasi hutan patut dicatat. Usaha untuk
mengikutsertakan
masyarakat
dalam
pembangunan
dan
63
pemanfaatan hutan nampak sebagai itikad baik untuk membuka akses hutan bagi masyarakat sekitar hutan. Masyarakat digalakkan dalam program penanaman hutan kritis diharapkan mampu menghijaukan hutan padahal dari sisi ini negara dapat menghemat biaya
pen~naman
tanpa
imbal balik yang sepadan dari apa yang diperoleh oleh rakyat. Dukangan kepmenhut 622/1995 yang memberikan keuntungan kepada
masyarakat
mungkin
dari
fasilitasi
yang
diberikan
oleh
pemerintah dalam hal dana dan peningkatan kapasitas anggota kelompok.
lni terlihat ps.12 bahwa "Biaya untuk kegiatan HKm
dibebankan kepada Pemerintah" dan pasal 14 dimana "bimbingan, pengendalian, pengawasan terhadap HKm dan pembinaan terhadap peserta kegiatan HKm dilakukan oleh pemerintah melalui Kepala Kanwil kehutanan, dinas kehutanan dati I dan dati II, maupun oleh Direktur Jendral RLPS". Selain itu, prosedur untuk menjadi peserta relatif mudah dan dapat berupa perorangan, kelompok, atau koperasi seperti yang disebutkan dalam pasal6 ayat (1}. Penjelasan
dan
keterangan
pasal-pasal
diatas memberikan
gambaran dan catatan kepada kita bahwa HKm model 622/1995 masih banyak
kekurangan
dan
kelemahan.
Beberapa
kekurangan
dan
kelemahan itu adalah pertama, skema pengembangan HKm dengan model kepmenhut 622/1995 masih bersifat top down dan tidak partisipatif. lni ditunjukkan bahwa semua hal yang berkaitan dengan
pengelolaan HKm sangat ditentukan oleh pemerintah pusat cq dephut
yang dalam pelaksanaan operasionalnya diawasi dan dilaksanakan Kanwil
Kehutanan.
Kedua,
diskriminatif dan
tidak
dimana
adil,
masyarakat hanya boleh memanfaatkan hasil hutan non kayu dan kewajiban
dalam
pengelolaan
banyak
HKm
kepada
dibebankan
masyarakat, Ketiga, Masyarakat tidak didudukkan setara dan seimbang sebagai subyek tetapi diperlakukan sebagai obyek untuk melakukan rehabilitasr hutan pada lahan
~ritis
dengan upah murah.
1.2. Kepmenhu t 677/1998 Kebijakan HKm 622/1995 tidak bertahan lama seiring dengan perubahan kebijakan kehutanan di Dephut. Pada masa jabatan Menhut Dr. lr. Muslimin Nasution keluar kebijakan SK Menhutbun No. 677/Kpts11/1998 tentang HKm. Keluarnya SK Menhutbun ini membawa angin segar bagi masyarakat karena ada kandungan dalam SK tersebut yang menunjukkan kemajuan substansi dibanding dengan SK sebelumnya. Kemajuan secara substasi antara lain pertama, yaitu tentang pengaturan cakupan areal HKm yang tidak hanya di hutan produksi tetapi juga mencakup di hutan lindung. lni dapat dilihat dalam pasal 4 ayat 1
"kawasan hutan yang dapat dijadikan areal HKm adalah kawasan hutan produksi, lindung dan kawasan pele·starian a/am pada zonasi tertentu, yang tidak dibebani hak-hak lain di bidang kehutanan" Kedua,
pengembangan
memberdayakan
masyarakat.
"Pengembangan
HKm
sudah
HKm lni
memasukkan
dijelaskan
dilaksanakan
dengan
dalam
unsur
pasal
8
memberc:Jayakan
65
kelembagaan masyarakat setempat melalui wadah koperasi". lni juga
diperkuat pasal 2b yang memegang prinsip bahwa masyarakat bukan lagi obyek pelaksana tetapi juga sudah dianggap sebagai subyek. lni dibuktikan pada pasal 2 dimana masyarakat sebagai pelaku utama, sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistem pengusahaan sedangkan. pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan. Ketiga, ada peluang yang menunjukkan bahwa hasil hutan yang bisa dipungut oleh masyarakat tidak hanya non kayu tetapi juga kayu, seperti yang dijelaskan dalam pasal 7 ayat (2} "Pengusahaan HKm pada kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan cara mengusahakan hasil hutan non kayu dan komoditi lainnya serta jasa rekreasi lingkungan, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan, yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, perlindungan, pengamanan. pemungutan dan pemasaran yang berpedoman pada azas kelestarian"
Keempat, adanya kemajuan mengenai kejelasan hak kelola areal HKm dimana masyarakat diberi Hak Pengusahaan HKm untuk jangka waktu 35 tahun. Sebuah kemajuan yang cukup menyenangkan bagi masyarakat sebagai pengelola HKm yang diberi akses cukup lama untuk memanfaatkan HKm. lni tertera jelas pada pasal Pasal 5 ayat (4} "Hak Pengusahaan HKm diberikan untuk jangka waktu 35 tahun".
Kelima, dibukanya peran serta dan partisipasi pihak lain untuk melakukan fasilitasi-fasilitasi dalam pengembangan HKm. Urusan HKm bukan lagi dianggap sebagai urusan antara masyarakat dan pemerintah
66
belaka.
lni
bisa
Pengusahaan
dilakukan
HKm
(RIPHKM)
pada yang
dibentuknya merupakan
Rencana
lnduk
rencana
induk
pengelolaan HKm seperti yang tertera pada pasal 6 ayat (2) "RIPHKM disusun oleh pemegang hak dengan pembinaan dari Kepa/a Kantor Wilayah, yang dapat dibantu oleh LSM dan atau Perguruan Tinggi"
Keenam,
Ide
tentang
ekowisata,
dimana
hutan
dapat
dimanfaatkan dalam bentuk taman rekreasi. Masyarakat dikenalkan bahwa hutan bukan hanya memiliki fungsi ekonomi dari hasil kayu dan non kayu tetapi hutan punya fungsi ekologi. Kesadaran ekologi akan mendatangkan penghasilan dengan dikembangkanya ekowisata. Hal ini dijelaskan dalam pasal 7 ayat (3) yaitu, "Pengusahaan HKm pada kawasan hutan lindung dilaksanakan untuk pengusahaan hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan"
1.3. Kepmenhut 31/2001 Tiga tahun kemudian, pada masa jabatan Menhut DR. Nur Mahmudi Ismail, keluar kebijakan baru berupa keputusan menteri nomor 31/Kpts-11/2001 tentang Penyelenggaraan HKm. Salah satu alasan dikeluarkannya kepmenhut ini adalah SK sebelumnya dianggap tidak sesuai lagi dengan UU No. 41/1999 yang merupakan peraturan lebih tinggi dan menjadi konsideran bagi suatu kepmen sebagai pelaksana UU. Dibawah payung Kepmenhut No. 31/ 2001 Dephut mengelola sebuah proyek HKm di 10 propinsi. Ada 13 usulan pencadangan dari 13
67
kabupaten, Kabupaten Gunungkidul salah satu diantaranya. Dalam Kepmenhut
sudah menunjukkan kemajuan substansi maupun proses
Kelebihan dan kemajuannya dapat ditunjukkan antara lain: Pertama, penyelenggaraan HKm dikembangkan dalam kerangka memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya sehingga masyarakat sudah dianggap sebagai pelaku utama. lni tertera pada ps.3: "Penyelenggaraan HKm bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam penge/olaan hutan, dengan tetap menjaga ke/estarian
fungsi
hutan
dan
lingkungan
hidup
dalam
rangka
meningkatkan kesejahteraannya". Kedua, kepmenhut 31/2001 dipandang dapat memberikan peluang besar implementasi desentralisasi pengelolaan sumberdaya hutan. Kepmenhut ini memuat tentang kewenangan Bupati untuk memberikan izin kepada pokmas dalam pengelolan HKm dan proaktif dalam memfasilitasi masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat,
memperjuangkan
keadilan
ekonomi
dalam
mengelola
sumberdaya hutan secara lestari. Ketiga, adanya inisiatif HKm yang coba dikembangkan dengan menganut azas-azas demokrasi, keadilan sosial, akuntabilitas
publik,
dan kepastian hukum. Hal ini menjadi peluang bagi masyarakat untuk mengelola HKm secara jangka panjang dengan 'rasa aman',lni dijelaskan dalam pasal 2 yang menyatakan,
"HKm diselenggarakan dengan
berazaskan kelestarian fungsi hutan dari aspek ekosistem, kesejahteraan
68
masyarakat yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya a/am yang demokratis, keadilan sosial, akuntabilitas publik, serta kepastian hukum".
Keempat, penyelenggaraan HKm yang dikembangkan merupakan proses berbagi peran dan tugas antara pemerintah pusat, pemda, masyarakat, dan forum pemerhati kehutanan seperti yang dijelaskan dalam pasal 4 (1) "Ruang lingkup penyelenggaraan HKm meliputi pengaturan tugas dan fungsi serta tanggung jawab pemerintah, pemda, dan masyarakat dalam penyiapan
aspek-aspek penetapan wilayah pengelo/aan,
masyarakat,
perizinan,
pengelo/aan,
sampai
dengan
pengendalian". Proses bagi peran dan tanggung jawab dapat ditunjukkan
dengan: ./ Pemerintah Pusat (Menteri Kehutanan) : a.
Menetapkan wilayah pengelolaan HKm
b.
Pengaturan tentang : • lnventarisasi dan ldentifikasi wilayah pengelolaan HKm. • Tata cara dan prosedur permohonan ijin pengelolaan HKm. • Penyusunan rencana pengelolaan HKm. • Pengendalian penyelenggaraan HKm .
./ Pemerintah Daerah : a.
Pemerintah Provinsi (Gubernur) • Pertimbangan kepada Menhut atas usul penetapan wilayah HKm • Pengendalian penyelenggaraan HKm • Melaporkan penyelenggaraan HKm kepada Menteri Kehutanan.
69
b. Pemerintah kabupaten (Bupati) • Melaksanaan inventarisasi dan identifikasi wilayah HKm. • Mengusulkan penetapan wilayah pengelolaan HKm ke Menhut • Melaksanakan penyiapan masyarakat • Menetapkan kriteria masyarakat sebagai calon pengelola HKm • Memberikan/mencabut ijin HKm, • Melaksanakan pengendalian pelaksanaan HKm • Menyampaikan laporan penyelenggaraan HKm kepada Gubernur c. Forum HKm: • Membantu penyiapan masyarakat caJon pengelola HKm. • Membantu fasilitasi yang dilakukan pemerintah. • Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengurusan hutan. d. Masyarakat Melaksanaan pengelolaan (ha k dan kewajiban) penyelenggaraan HKm sesuai ketentuan yang berlaku. 1.4. Permenhut 37/2007 Enam tahun kemudian, pada masa jabatan Menhut MS.Kaban, keluar kebijakan baru berupa Permenhut nomor:P.37/Menhut-1112007 tentang HKm. Dengan dikeluarkannya kebijakan baru tentang HKm ini berarti Kepmen No 31/Kpts-11/2001 tentang Penyelenggaraan HKm dan Permenhut No. P.01/Menhut-1112004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Di Dalam dan atau Di Sekitar Hutan dinyatakan tidak berlaku.
70
Permenhut ini turun setelah adanya Peraturan Pemerintah No 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang memberikan mandat untuk segera membuat sebuah peraturan menteri sebagai peraturan pelaksana tentang HKm. Dengan disyahkannya Permenhut 37/2007 ini maka secara hierarki perundangan-undangan, implementasi HKm akan mengacu pada alur dibawah ini: UU 41/1999 tentang
Kehutanan
PP 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
Penjelasan Pasal 5 ·Hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat disebut HKm" BAB 111-+PEMANFAATAN HUTAN; Bag ian Kesebelas-+ Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau sekitar Hutan; Pasal 85-+Hutan Desa, HKm, dan Pola Kemitraan
Permenhut No.37/2007 tentang HKm
Perjalanan kebijakan HKm dengan mencermati keempat kebijakan (belum ditambah
Keputusan
Bupati Gunungkidul No.213/Kpts/2003
tentang Pengelolaan HKm di Gunungkidul) menggambarkan bahwa HKm masih nampak bias kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Terjadinya sebuah pelajaran tentang evolusi kekuasan. Evolusi kebijakan tentang HKm tergambar dalam tabel berikut ini:
71
Tabel 11. Evolusi Kebijakan HKm
·p
SK Menhut No.622/1995
SK Menhut No.677/1998
Kawasan yang digarap
Hutan lindung yang kritis atau rusak dan hutan produksi non HPH{Ps.3(1)}
Pemberi izin
Menteri dari usul Kanwii/Dinas Tk.l .{Ps.3(4)}
Peserta HKm
Perorangan, kelompok dan Koperasi {Ps.6(1)} - Lahan per orang 4 ha(Ps.8) -Hasil Hutan non kayu (Ps.9)
Hutan lindung pada zona tertentu dan utan produksi non HPH {Ps-4(_3)} Menteri atas usul Kanwil dng rekom.gubernur {Ps.4(3)} Koperasi {Ps.5(1)}
Substansi
'
d '
!
Hak Peserta
I I I
I
Kewajiban
I
I
I !
i ~
Dana
:
. ;
Pengawasan
i l
:'
o.
Pencabutan izin Rentang kendali Partisipasi
-Keamanan penataan, pengolahan dan menjaga kawasan hutan (Ps.11) -luran Hasil Hutan Non Kayu {Ps.11) Pemerintah (Ps.12)
SK Menhut No.31/2001 Luas karena semua hutan negara {Ps.1 ( 1)}
Bupati {Ps.1 (3,4)}
Kelompok dan koperasi {Ps.11 & 17} - Hak kelola 25 - Hak kelola 35 tahun (Ps.20) th {Ps.5(4)} - lzin sementara - Hasil berbeda untuk kelompok tiap jenis hutan (Ps.21) {Ps. 7(2-3)} -Hasil Kayu dan non kayu(Ps.u Penataan, -Penataan, pengolahan, pengolahan dan menjaga kawasan rehabilitasi, pemadaman hutan (Ps.13) kebakaran -luran Hasil Hutan (Ps.13) hutan(Ps.46)
Tidak jelas dari mana Dinas Tk.l dan II Kanwil Hut. (Ps.16) {Ps.14(2)} Dephut {Ps.13(1)} Menhut dg rekom kanwil (Ps.15) Dominan Menteri Ada delegasi ke paling menonjol kanwil Minim partisipasi Terbuka dari luar Dephut partisipasi PT,LSM,'Ps.6, 11)
Sebelum Permenhut 37/200 7
Kabupaten,sumber lain {Ps.25} Dominan Pemkab (Bab VI) Pemkab {Ps.57(2)} besar Delegasi ke pemkab Terbuka untuk PT, LSM,Masyarakat {Ps. 29,40,54)
Permenhut No.P.37/2007 Hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani haklizin pemanfaatan{Ps. 6} Menteri atas usul Gub/Bpt setelah diverifikasi Ps.S-10 Kelompok dan koperasi {Ps.14 & 20} - Hak kelola 35 tahun dapat diperpanjang setelah dievaluasi tiap 5 tahun (Ps.20) -Hasil Kayu dan non kayu {Ps.23-24) areal Penataan kerja, menyusu n kerja, rencana menyampaikan laporan,membayar PSDH (Ps.26) APBN,APBD dan sumber lain(Ps.37) Dominan Bupati (Ps.35) Bupati (Ps.39) Delegasi besar ke pemkab untuk Terbuka semua stakeholder (Ps.12)
diundangkan September 2007,
pelaksanaan HKm berdasarkan pada SK Menhut 31/2001 tentang Penyelenggaran HKm. Dalam sejarahnya, pelaksanaan HKm di Indonesia menurut SK 31/2001 belum pernah terimplementasi secara penuh. Banyak lokasi yang dicadangkan untuk pengelolaan HKm mandeg di tengah jalan.
72
Belum pernah ada lokasi areal HKm yang telah menyelesaikan tahapan penetapan wilayah areal HKm oleh Menhut apalagi sampai pada tahap pemberian ijin definitif pengelolaan HKm selama 35 tahun. Tahapan proses pelaksanaan HKm hanya sampai pada tahap pemberian izin sementara pengelolaan HKm yang berlaku sampai lima tahun. Persoalan . ini menjadi dilema pada areal-areal HKm dalam menunggu penetapan areal HKm untuk memproses pengelolaan HKm jangka panjang. Berbagai persoalan
mengham~)at
proses turunnya ijin pengelolaan
HKm jangka panjang. Kendala yang muncul seperti aturan/ kebijakan HKm yang masih belum jelas, belum adanya SK penetapan areal kerja HKm, belum adanya kriteria bagi kelompok penerima ijin jangka panjang. Oleh karena itu, berbagai upaya yang dilakukan oleh semua pihak di DIY, NTB
Lampung,
dan
pengambil
kebijakan
merupakan bahwa
HKm
upaya-upaya layak
untuk
untuk
meyakinkan
memperoleh
ijin
pengelolaan jangka panjang. Upaya yang dilakukan merupakan usaha untuk meraih keamanan jangka panjang (tenure) dalam pengelolaan HKm. Berbagai fasilitasi dan kegiatan untuk meraih ijin jangka panjang HKm, terfokus pad a tiga kegiatan utama, yaitu 1) pemantapan kawasan kelola HKm, 2) pemantapan kelembagaan kelompok tani, dan 3) pemantapan dukungan politik lokal. Pemantapan kawasan kelola HKm berkaitan dengan penyelesaian penataan
areal
kerja
HKm
perkelompok
dan
per
lahan
andil,
73
penyelesaian penanaman bagi lahan HKm yang masih kosong, tindakan penyulaman, pemeliharaan berupa wiwilan dan pruning, dan tindakan keamanan tegakan jati untuk areal HKm yang sudah masuk Kelas Umur (KU) II. Pemantapan kelola kawasan HKm merupakan pengelolaan yang bertujuan untuk mencapai target tutu pan Ia han di areal sampai 100 %. Artinya seluruh kawasan areal HKm sudah harus tertutupi dengan tanaman keras sebagai tanaman pokoknya. Praktik-praktik pengelolaan kawasan kelola HKm pada umumnya dilakukan dengan bentuk agroforestry yang merupakan pergeseran dari pola tradisional kepada pengelolaan hutan tanaman secara intensif. Di Lampung dan Nusa Tenggara Barat, praktik pengelolaan HKm umumnya berupa agroforestry dengan beragam jenis dan berorientasi pada pemanfaatan hasil hutan non kayu. Perpaduan komoditi perkebunan (kopi, kakao, karet, jambu mete) dengan tanaman kayu-kayuan (mahoni, albizia, acasia, jati) dan berbagai jenis pohon buah-buahan seperti duren, alpukat, petai, tangkil, dukuh, manggis, pinang dan pepaya, pisang serta jenis tanaman merambat seperti lada dan vanili banyak ditanam masyarakat. Jarak tanam dalam pola agroforestry di HKm di Lampung dan NTB belum diterapkan, tetapi lebih kepada penanaman berbagai jenis tanaman untuk membentuk stratifikasi tajuk yang optimal (Warta FKKM, Vol. 8 No.4, 2005). Dukungan politik lokal dilakukan dalam upaya untuk meraih dukungan
pengambil
kebijakan di daerah terutama
Provinsi dan
74
Kabupaten. Hal ini di dasari bahwa penyelenggaraan HKm yang dikembangkan merupakan proses berbagi peran dan tugas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan forum pemerhati kehutanan. Gubernur dan Bupati mempunyai peran penting dalam keberlanjutan
HKm.
penyelenggaraan
Gubernur
memberikan
pertimbangan kepada Menhut atas usulan penetapan wilayah areal kerja Bupati
HKm.
melakukan
memberikan/mencabut
ijin
fasilitasi
penyiapan
masyarakat,
dan
melakukan
pengendalian
HKm,
penyelenggaraan HKm. 2. Proses Perencanaan dan Mekanisme Pembentukan HKm Sebagai salah satu program Dephut untuk mengatasi degradasi kawasan hutan lindung di Gunungkidul dan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar hutan (khususnya anggota KTHKm),pembentukan HKm di Gunungkidul didesain oleh pemerintah pusat (Dephut) dengan difasilitasi oleh pemerintah daerah dan didukung oleh berbagai stake holder yang ada. Proses perencanaan dan mekanisme pembentukannya, meliputi: 2.1. Penetapan Areal Kerja HKm Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja HKm adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Kawasan hutan !indung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja HKm dengan ketentuan: a) belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaaten hasil hutan; b)menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.
75
Tata cara Penetapan Areal Kerja HKm dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. Pokmas setempat mengajukan permohonan izin kepada : Gubernur, pada areal kerja HKm lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya; Bupati/Walikota, pada areal kerja HKm yang ada dalam wilayah kewenangannya. b. Permohonan dilengkapi dengan sketsa areal kerja yang dimohon dan Surat Keterangan Kelompok yang memuat data dasar kelompok masyarakat dari Kepala Desa. c. Sketsa areal kerja antara lain memuat informasi mengenai wilayah administrasi pemerintahan, potensi kawasan hutan, koordinat dan batas batas yang jelas serta dapat diketahui luas arealnya. d. Berdasarkan permohonan-permohonan yang ada, selanjutnya: Gubernur atau Bupati/Walikota mengajukan usulan penetapan areal kerja HKm kepada Menteri setelah diverfikasi oleh tim yang dibentuk Gubernur atau Bupati/Walikota. e. Verfikasi dilakukan sebagai berikut : Verfikasi dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur Dinas prov. atau unsur Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan. Tim dapat didampingi oleh para pihak terkait terutama LSM yang menjadi fasilitator. Verfikasi dilakukan atas dasar kesesuian dengan rencana pengelolaan yang telah disusun oleh KPH atau pejabat yang ditunjuk. Tim melengkapi hasil inventarisasinya
76
dengan data dasar masyarakat dan data potensi kawasan. Verfikasi antara lain meliputi : keabsahan surat Kepala Desa serta kesesuaian areal untuk kegiatan HKm. f.
Berdasarkan dari hasil verfikasi yang telah dilakukan oleh Tim maka : Tim verfikasi dapat menolak atau menerima untuk seluruh atau sebagian permohonan
penetapan areal kerja HKm. Terhadap
permohonan yang ditolak tim verfikasi melaporkan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. Terhadap permohonan yang diterima untuk seluruh atau sebagian tim verfikasi menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur dan/atau Bupati/Walikota. hasil
g. Berdasarkan
verifikasi,
Gubernur
atau
Bu pati/Walikota
menyampaikan usulan penetapan areal kerja HKm kepada Menteri Kehutanan dilengkapi dengan peta lokasi calon areal kerja HKm dengan skala paling kecil 1 : 50.000, berdasarkan peta dasar yang tersedia (peta r u pa bumi), deskripsi wilayah antara lain keadaan fisik wilayah, data sosial ekonomi dan potensi kawasan hutan
yang
diusulkan.Terh adap
usulan
Gubernur
atau
8 u pati/Walikota, dilakukan verfikasi oleh tim verfikasi yang dibentuk oleh Menteri. Tim verfikasi beranggotakan unsur-unsur eselon
terkait
lingkup
Departemen
Kehutanan
yang
dikoordinasika n oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan dan bertanggung jawab kepada Menteri.
77
Kepala Badan Planologi Kehutanan sebagai koordinator Tim Verfikasi menugaskan UPT Departemen Kehutanan terkait untuk melakukan verfikasi ke lapangan. Verfikasi meliputi : kepastian hak atau jin yang telah ada serta kesesuaian dengan fungsi kawasan. Berdasarkan hasil verfikasi, tim verfikasi dapat menolak, menerima untuk seluruh atau sebagian usulan penetapan areal kerja HKm.
Terhadap
usulan yang
ditolak sebagian,
tim
verfikasi
menyampaikan pemberitahuan penolakan tersebut kepada Gubernur dan/atau 8 u pati/Walikota. Terhadap usulan yang diterima untuk seluruh atau sebagian Menteri menetapkan areal kerja HKm. 2.2. Perizinan HKm
Perizinan dalam Hutan Kemasyarakatan dilakukan melalui tahapan : a) Fasilitasi; dan b) pemberian izin. a. Fasilitasi. Fasilitasi bertujuan untuk: 1) Meningkatkan kemampuan
masyarakat setempat dalam mengelola organisasi kelompok; 2) Membimbing masyarakat mengajukan permohonan izin sesuai ketentuan yang berlaku; 3) Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam menyusun rencana kerja pemanfaatan HKm; 4) Meningkatkan
kemampuan
masyarakat
setempat
dalam
melaksanakan budidaya hutan melalui pengembangan teknologi yang tepat guna dan peningkatan n i I a i tambah hasil hutan; 5)
78
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat setempat melalui
pengembangan
pengetahuan,
dan
kemampuan
keterampilan; 6) Memberikan informasi pasar dan modal dalam
terhadap
saing
daya
meningkatkan
pasar
modal;
dan
setempat
masyarakat
akses
dan
masyarakat setempat
Meningkatkan
7)
kemampuan usaha
mengembangkan
dalam
pemanfaatan hutan dan hasil hutan. Jenis fasilitasi meliputi: 1) pengembangan kelembagaan kelompo k masyarakat setempat; 2) pengajuan permohonan izin; 3) penyusunan rencana kerja HKm; 4) teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan; 5) pendidikan dan latihan; 6) akses terhadap pasar dan modal; 7) pengembangan usaha. Fasilitasi wajib dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang dapat dibantu oleh Pemerintah dan Pemerintah Provinsi. Pelaksanaan Fasilitasi dapat dibantu oleh pihak lain, antara lain: tinggi/lembaga
1)perguruan masyarakat;
2)
lembaga
peneltian
swadaya
pengabdian
dan
masyarakat;
3)
lembaga
keuangan; 4) Koperasi; dan 5) BUMN/BUMD/BUMS. b. Pemberian lzin ljin Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm) bukan merupakan hak atas
kawasan
di pindahtangankan,
diagunkan,
kepemilikan
hutan. atau
IUPHKm
digunakan
dilarang
untuk
untuk
79
kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta dilarang. merubah status dan fungsi kawasan hutan. IUPHKm dapat diberikan kepada kelompo k masyarakat setempat yang telah mendapat Fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja HKm dengan surat Keputu~an
Menteri. IUPHKm yang berada pada:
a. hutan lindung, me I i put i kegiatan: 1) pemanfaatan kawasan; 2) pemanfaatan jasa lingkungan; 3) pemungutan hasil hutan bukan kayu. b. hutan produksi meliputi kegiatan: 1)pemanfaatan kawasan; 2) penanaman tanaman hutan berkayu; 3) pemanfaatan jasa lingkungan;
4)
pemanfaatan
hasil
hutan
bukan
kayu;
5.)
pemungutan hasil hutan kayu; dan 6) pemungutan hasil hutan bukan kayu. 8erdasarkan penetapan areal kerja HKm dan Fasilitasi, maka : Gubernur, pada areal kerja HKm lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan Menteri Cq. Direktur Jenderal Rehablitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial,
8 u pati/Walikota,
dan
Kepala
KPH.
8 u pati/Walikota, pad a areal kerja HKm yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Rehablitasi Lahan dan Perhutanan, Gubernur, dan Kepala KPH;
80
Kelompok masyarakat yang telah memiliki IUPHKm dan akan melanjutkan untuk mengajukan permohonan IUPHHK HKm wajib membentuk koperasi daaam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah diberikannya izin. IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat di perpanjang sesuai dengan hasil eyaluasi setiap 5 (lima) tahun. Permohonan IUPHHK HKm diajukan
oleh
pemegang
IUPHKm
yang
telah
berbentuk
koperasi kepada Menteri. Berdasarkan permohonan Menteri dapat menerima
atau
menolak.Terhadap
permohonan
yang
ditolak Menteri menyampaikan surat pemberitahuan.Terhadap permohonan yang diterima Menteri mengeluarkan IUPHHK HKm. Menteri dapat menugaskan penerbitan IUPHHK HKm kepada Gubernur. IUPHHK HKm hanya dapat dilakukan pada hutan produksi. IUPHHK HKm pada hutan produksi diberikan untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan tanaman berkayu yang merupakan hasil penanamannya.
2. 3. Rencana Kerja Rencana Kerja dalam HKm sebagaimana dimaksudkan sebagai acuan bag i pemegang IUPHKm dalam melaksanakan kegiatan
pengelolaan
hutan
dan
alat
Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota. dalam
HKm
te rd i r i
dari:
Rencana
pengendalian
bag i
Jenis rencana kerja
Umum;
dan
Rencana
81
Penyusunan
Operasional.
umum
rencana
rencana
dan
operasional dalam HKm dilakukan oleh pemegang IUPHKm dengan difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten/Kota atau pihak lain.
Dalam
rencana
penyusunan
kerja,
masyarakat
dapat
meminta Fasilitasi kepada pemerintah daerah pemberi izin atau pihak lain. Rencana Umum disahkan oleh : Gubernur, untuk areal kerja
HKm lintas Kabupaten/Kota yang ada dalam wilayah
kerjanya; 8 u pati/Walikota, untuk areal kerja HKm yang ada dalam wilayah kerjanya. Rencana Operasional disahkan oleh : Pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur, untuk areal kerja HKm lintas Kabupaten/Kota yang ada dalam wilayah kerjanya; Pejabat yang ditunjuk oleh 8 u pati/Walikota, untuk areal kerja HKm yang ada dalam wilayah kerjanya. Rencana umum dan rencana operasional disampaikan kepada pemerintah daerah dan pemberi izin sebagai bahan untuk pengendalian. 2.4. Pembinaan, Pengendalian dan Pembiayaan Pembinaan menjamin sesuai
dan
pengendalian
terselenggaranya
tujuan.
pemanfaatan
Pembinaan me I i put i
dimaksudkan
untuk
yang
efektif
HKm
pemberian:
pedoman;
bimbingan; pelatihan; arahan; dan/atau supervisi. Pengendalian meli put i kegiatan: monitoring; dan/atau evaluasi. Pembinaan
dan
pengendalian
dilakukan
oleh
Menteri,
Gubernur dan 8 u pati/Walikota. Menteri, berwenang membina dan
82
mengendalikan
kebijakan
HKm
yang
Gubernur,
dilaksanakan
dan/atau B u pati/Walikota; Menteri, Gubernur dan Bu pati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemanfaatan HKm yang dilaksanakan oleh pemegang izin: Menteri, menyusun pedoman penyelenggaraan pemanfaatan HKm, melakukan monitoring dan evaluasi; Gubernur, memberikan bimbingan, arahan dan supervisi, monitoring, dan evaluasi; B u pati/Walikota, melakukan Fasilitasi melalui kegiatan pendampingan, monitoring dan evaluasi secara partisipatif. Pembinaan pemanfaatan
HKm
dan
terhadap
pengendalian
berpedoman
pada
pelaksanaan
ketentuan
peraturan
perundangundangan. Hasil pengendalian digunakan sebagai bahan evaluasi, perbaikan perencanaan, pelaksanaan pemanfaatan HKm, dan perbaikan terhadap kebijakan HKm.
2.5. Pembiayaan Pembiayaan untuk penyelenggaraan HKm dapat bersumber dari: a) APBN; b) APBD; c) Sumber lain yang tidak mengikat.
2. 6. Sanksi Sanks i
berupa
penghentian
sementara
kegiatan
di
lapangan terhadap Pemegang izin usaha dalam HKm yang melanggar ketentuan berupa pencabutan izin dikenakan kepada pemegang izin usaha dalam HKm yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan.
83
Setelah menguraikan mekanisme Pembentukan HKm pada tataran kebijakan, maka berikut ini akan digambarkan perencanaan HKm di tingkat KTHKm. Perencanaan dalam pengelolaan HKm oleh KTHKm dilakukan dalam bentuk rencana kelola kelompok. Rencana kelola kelompok merupakan rancangan yang akan dilakukan oleh kelompok tani dalam rangka pengelolaan HKm. Perencanaan ini dibangun berdasarkan praktek-praktek keseharian kelompok tani dalam membangun hutan sehingga isi rencana kelola HKm lebih
b~nyak
berisi kebiasaan-kebiasaan dalam pembangunan
hutan. Rencana kelola kelompok ini juga merupakan salah · satu prasyarat yang harus dimiliki oleh kelompok untuk mengajukan izin pengelolaan HKm. Aturan-aturan internal kelompok yang mengikat dalam pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, dan aturan lainnya dalam pengelolaan organisasi; a. Aturan-aturan dalam pengelolaan HKm sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; b. Pengakuan dari masyarakat melalui Kepala Desa/Lurah; c. Rencana lokasi,luas areal kerja dan jangka waktu pengelolaan. Dengan demikian, untuk saat ini semua kelompok tani HKm sudah memiliki rencana kelola HKm yang sudah terimplementasi. Rencana kelola kelompok HKm ini berisi dan mengatur 4 hal, yaitu data pokok, kondisi lahan HKm, rencana pengelolaan, dan analisis hasil. Berikut Diagram rencana kelola Kelompok Tani HKm:
Diagram 1. Rencana Kelola Kelompok Tani HKm RENCANA KELOLA KELOMPOK TANI HKm
~
r
DATAPOKOK - ldentitas KTHKm - Peta Lokasi HKm - Organisasi
t
J KONDISI LAHAN HKm - Kondisi Fisik Areal HKm - Kondisi Ekologis
-
J RENCANA PENGELOLAAN Penataan Areal Kerja Penanaman Pemeliharaan Pemanenan Perlindungan
~ ANALISIS HASIL - Perkiraan Hasil dan Keuntungan yang diperoleh
I ~
PENATAAN AREAL KERJA - Penataan batas lahan HKm (Pematokan keliling lahan, pembagian andil, penentuan tapal batas, pembuatan jalan) - Penyiapan Lahan (Pembersihan lahan, pencangkulan dan pembuatan angel, pemupukan awal, pembuatan dan pemasangan acir )
PENANAMAN - Pencarian bibitlbenih (bibit jati untuk tanaman pokok dan biji secang untuk tanaman pagar) - Penanaman jati pada musim kemarau dan tanaman tumpangsari serta tanaman pagar pada musim hujan.
PEMELIHARAAN - Pendangiran - Pemupukan (pupuk kandang sebelum penanaman dan urea untuk tumpangsari setelah 2 minggu) - Pemangkasan cabang jati setelah 5 tahun dan penjarangan jati yang rapat sekalilthn
PEMANENAN - Peneresan tanaman dalam waktu 6 bulan sebelum pohon ditebang - Pemanenan dilakukan dengan system tebang habis per blok sesuai umur tanaman - Siklus daur yang digunakan dalam rencana kelola rata-rata 15 tahun
.
PERLIN DUNGAN - Penjagaan dalam rangka tanaman pokok dilakukan dengan kegiatan ronda secara bergilir - Pembuatan gubug jaga/pos ronda setiap blok - Koorcfinasi dengan petugas kehutanan
178
85
3. Tahapan Pelaksanaan HKm di Gunungkidul Tahapan pelaksanaan pembangunan HKm dimulai pada tahun 1995, dengan dicanangkannya Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu lokasi proyek penghijauan nasional. Berikut ini adalah tahapannya :
Hkm Pertama Kali Dicanangkan (11/1995)
Penyempurnaan program HKm (10/1998)
ljin HKm Sementara (12/2001)
Pembentukan POKJA HKm (04/2006)
Penetapan Areal Kerja HKm (12/2007)
Permenhut tentang HKm (11/2007)
Pedoman penyelenggaraan HKm (02/2001)
Pemberian ljin Definitif HKm (12/2007)
Diagram 2. Tahapan Pelaksanaan HKm Gunungkidul Pengembangan HKm di Gunungkidul saat ini sudah sampai pada pemberian izin definitif (IUPHKm) oleh Bupati Gunungkidul. Sampai saat ini, lahan HKm yang telah
dike~akan
oleh masyarakat sekitar hutan dan
sudah mendapatkan ijin tetap seluas 1.089,95 ha (26,48 %) dari luasan areal yang dicadangkan. lzin Pemanfaatan HKm (IUPHKm) tersebut dikeluarkan oleh bupati dan diperuntukkan kepada 35 kelompok tani HKm di Gunungkidul untuk selama 35 tahun.
86
lzin definitif HKm merupakan langkah awal dimulainya prosesproses produksi di areal HKm seperti tebangan penjarangan dan pengaturan hasil kayunya yang merupakan implementasi rencana kelolanya. Selanjutnya, saat ini sudah disiapkan replikasi untuk perluasan HKm pada sisa areal pencadangan HKm yang belum dikelola seluas 3.100 ha .. ldentifikasi dan penataan kawasan perluasan HKm sedang disiapkan dan dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kebutuhan benih unggul diareal HKm juga sedang disiapkan dengan membangun sumber benih di salah satu kelompok HKm yang merupakan kerjasama antara Fakultas Kehutanan UGM, Javlec, dan Shorea. Kebun benih rakyat ini nantinya diharapkan bisa memproduksi bibit unggul untuk memenuhi kebutuhan HKm, kebutuhan hutan milik, dan sebagai salah satu bisnis kelompok HKm untuk suplier benih unggul. Dalam mempersiapkan IUPHHK HKm maka kelompok tani HKm mendirikan koperasi atau bergabung dengan koperasi yang sudah ada di daerah terdekat. Dari 35 kelompok tani HKm di Gunungkidul tersebut bergabung menjadi 7 koperasi. Salah satu yang terpenting pasca penerimaan izin definitif HKm adalah segera dilakukan pengajuan usulan untuk melakukan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayunya (IUPHHK). Hal ini memang diatur dalam PP 06/2007 dimana kelompok yang sudah menerima izin definitif HKm diharusl(an mengajukan izin lagi jika ingin melakukan pamanfaatan kayu (penebangan) sesuai dengan rencana kelola dan siklus daurnya.
87
Pemberian ijin pengelolaan HKm 35 tahun tidak serta merta beranggapan bahwa pengelolaan dan fasilitasi HKm sudah selesai. Justru
dengan
adanya
ijin
tersebut,
pekerjaan
dan
fasilitasi
pengembangan HKm semakin berat. Dalam wawancara dengan Eko Budi Wiyono, S.Hut. (Ketua LSM Shorea sekaligus Pengurus POKJA HKm DIY)
meng~takan
ada beberapa pro£ ram yang sudah, sedang dan akan
berjalan dalam rangka pengembangan HKm, yaitu : a. Pemantapan kelompok tani HKm Pemantapan ini sebagai bentuk fasilitasi untuk peningkatan kelembagaan dan areal kawasannya. Pada saat ini sedang dilakukan ·pemetaan untuk memetakan per lahan andil pad a setiap kelompok tani HKm. Pemetaan partisipatif dirancang dengan serangkaian kegiatan yang didahului dengan pelatihan yang dilaksanakan pada bulan januari 2008. Pelatihan difasilitasi oleh Pokja HKm yang bekerjasama dengan BPKH wilayah XI. Pemetaan pertama kali dilakukan pada awal Februari dilokasi KTH Sedyo Lestari Karangasem Paliyan. Tim pemetaan merupakan tim multipihak yang terdiri dinas kabupaten, dinas provinsi, BPKH XI, LSM Shorea, dan kelompok tani sendiri. Pemetaan menggunakan alat GPS Tremble dengan tingkat kesalahan maksimal 1 m.
Pemetaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan memberikan informasi kondisi kawasan HKm dengan cara memetakan batas masing-masing
lahan
andil,
luasannya
riilnya,
dan jumlah
penggarap sebenarnya. Nah, disinilah data-data dan kondisi riil kelompok
88
dapat diketahui dan untuk memberikan motivasi dorongan bagi kelompok dalam mengerjakan hutan HKm,setelah dilakukan pemetaan kondisi riil kawasan dapat dipotret kemudian dilakukan perencanaan untuk rencana kelola,sebagai acuan pemanfaatan kawasan dan penebangan kayunya. b. Perluasan areal kerja HKm
Tahapan ini dilakukan dalam rangka untuk mencapai target 400.000 ha luasan HKm tahun 2009. Hal ini dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok atau masyarakat dalam memanfaatkan hutan negara. Perluasan HKm ini bertujuan untuk meningkatkan dampak yang lebih besar kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejaahteraan masyarakat. HKm diharapkan merupakan salah skema pengelolaan hutan yang berperan dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim dengan mempercepat tutupan lahan. c. Fasilitasi proses-proses produksi
Proses ini berkaitan dengan tindakan-tindakan produktif yang segera dilakukan pada areal kerja HKm. Beberapa tindakan harus segera dilakukan seperti tindakan penjarangan pada kawasan HKm di hutan produksi yang berumur 10 tahun lebih dan pengaturan has it kayunya. Penanaman dibawah tegakan, pemanfaatan hasil hutan non kayu (kakao, karet, dll) juga harus dilakukan untuk mendukung pendapatan selain kayu. Untuk kelompok HKm diareal hutan produksi, penyiapan proses produksi untuk memanfaatkan hasil hutan kayu juga harus dilakukan.
89
d. Pengembangan silvikultur intensif Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh tegakan kayu yang bagus dengan harga jual yang tinggi. Pengembangan ini perlu didukung dengan fasilitasi pembuatan kebun benih dan bibit unggul yang dikelola masyarakat.
Kebun
benih
rakyat
ini
nantinya
diharapkan
bisa
memproduksi bibit-bibit unggul untuk memenuhi kebutuhan HKm. Selain itu kebun benih rakyat bisa dijadikan salah satu bisnis kelompok HKm untuk suplier bibit unggul. e. Pengembangan microfinance Tujuan proses ini untuk memberikan alternatif pendanaan/modal dalam mengembangkan usaha alternatif kelompok selain kayu. Untuk itu, perlu juga difasilitasi pengembangan usaha disetiap kelompok dengan melihat potensi yang ada. Alternatif usaha ini sangat penting untuk menciptakan sumber pendapatan alternatif mencukupi kebutuhan hidup bulanan dan tahunan. Pengembangan kelompok menjadi koperasi berbadan hukum merupakan salah satu alternatif yang dikembangkan untuk mengakses pendanaan/modal pada lembaga-lembaga keuangan.
f. Fasilitas akses pasar Tahapan ini mengarah pada upaya-upaya menyediakan pasar yang mau menampung produk-produk pertanian dan hutan dari HKm. Baik itu berupa produk kayu, non kayu, maupun produk usaha yang dikembangkan kelompok HKm. Pada kegiatan HKm bulan ini diarahkan pada proses pengembangan dana, dengan membuka akses masyarakat I
90
kelompok untuk mengajukan pendanaan. Salah satu kelompok yang sedang dikawal adalah sedyo rukun, yang mengajukan dana untuk pengembangan ternak kambing. Dipilih kambing karena pertumbuhan yang cepat dan murah, sehingga penerima pinjaman kambing akan lebih banyak.
Pinjaman
diusulkan
pada
lembaga
CEF-Javlec,
dengan
mengajukan dana Rp. 20.000.000 yang akan dikembalikan selama dua tahun dengan bunga pinjaman 5% I 2 tahun. Sehingga dari dana tersebut akan dikembalikan sejumlah 21.000.000 (dua puluh satu juta rupiah). KTH Sedyo Lestari telah mendapatkan penguatan modal dari Dinas Pereknomian Kabupaten Gunungkidul senilai 200 juta untuk kegiatan simpan pinjam dan saprodi. Dinas Kehutanan dan Perkebunan juga sedang menyiapkan fasilitasi pemberian modal berupa hibah dengan nilai 30-40 juta per kelompok untuk 10 kelompok pad a tahun pertama ini.
g. Sertifikasi Proses
ini
mengarah
kepada
pengakuan
publik
bahwa
pengelolaan HKm yang dilakukan telah memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian hutan. Sertifikasi ini berujud berupa surat keterangan dari lembaga sertifikasi bahwa HKm telah dikelola secara lestari. Dengan demikian, produk-produk kayu dan non kayu yang dihasilkan dari areal HKm diakui secara legal pada level nasional dan internasional. Diharapkan akan ada penghargaan atau insentif dari publik atau internasional kepada kelompok masyarakat yang telah mengelola HKm secara lestari terutama dalam skema perdagangan karbon.
91
B.
KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HKM 01 KABUPATEN GUNUNGKIDUL Penyelenggaran HKm merupakan proses berbagi peran antara
semua pihak. HKm di Gunungkidul memiliki keunikan tersendiri karena banyak pihak yang terlibat didalamnya. HKm pada dasarnya merupakan program yang digagas oleh pemerintah untuk memberikan akses yang lebih kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan. Hal ini demi
terwujudnya
suatu
kondisi
masyarakat
sekitar
hutan
atau
masyarakat lokal yang semakin sejahtera kehidupannya dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi hutan. Kesejahteraan masyarakat lokal dan kelestarian hutan merupakan dua hal yang integral dan saling melengkapi. Pelaksanaan HKm di Gunungkidul melibatkan banyak pihak, baik yang berkaitan dengan sektor kehutanan maupun non sektor kehutanan. Dukungan dari non sektor kehutanan banyak dilakukan dalam rangka penguatan kelembagaan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berupa fasilitasi penguatan modal, fasilitasi pengembangan ternak, fasilitasi koperasi, dan fasilitasi pengembangan pertanian yang dilakukan oleh dinas-dinas terkait seperti dinas koperasi, dan dinas peternakan. Dengan
terbukanya
akses
dalam
mengelola
hutan
oleh
masyarakat dalam HKm mampu mendorong masyarakat mengelola hutan. Pembukaan akses hutan dalam HKm membuka pula peta aktor yang terlibat dalam program HKm, seperti terlihat dalam diagram berikut :
92
Dephut c.q BPDAS SOP BPKH Wil XI DIY
w
Pemprop DIY c.q. DISHUTBUN PROP. DIY
Pemkab GK c.q. DISHUTBUN I Kab. Gunungkidul
I
KOMISI 8 DPRD Kab.Gunungkidul
• CDK (PKL)
Sinder, Mantri, Mandor
~
-.
Perguruan Tinggi c.q. Fak.Kehutanan UGM
LAHAN HKm
l KPHKm Gunungkidul
Petani Non HKm
Petani HKm ~
Keterangan : 4
Pedagang Kayu dan Hasil Bumi Sumber : Laporan Tahunan
Pemerintah Desa (Pemdes)
.,
: Hubungan kurang harmonis : Menunjukkan lebih berkuasa : Ada hubungan/interaksi
KPHKmo~~!m 3. _.1::1uhunaanAntarAktor HKm
93
Ada 2 aktor utama yang menjadi pelaku pengembangan HKm yaitu masyarakat (Kelompok Tani HKm) dan pemerintah, dimana mereka saling
berinteraksi
dan
menyalurkan
kepentingan
masing-masing.
KTHKm menghendaki keterlibatannya tidak hanya di lapangan namun berharap dapat menjadi subyek dan bagian dari proses. Mereka ingin terlibat
dari
awal
(perumusan
dan
perencanaan),
pengelolaan,
pengawasan dan pemanfaatan. Dari sisi lain pemerintah juga membawa misi yang tidak selamanya sesuai dengan kehendak dan keinginan masyarakat. Gambaran multipihak (multistakeholder) yang dimaksud yaitu adanya kemitraan, kesetaraan "duduk sama rendah berdiri sama tinggi", dan adanya kebersamaan dalam bentuk gerakan sosial. Gerakan ini pada intinya mengandung tiga unsur utama yaitu hutan negara sebagai obyek, rakyat atau kelompok tani HKm diasumsikan sebagai subyek dan pemerintah (baik pusat maupun daerah) sebagai pihak yang berwenang. Pada tingkat lapangan kenyataannya lebih dari unsur stakeholder yang berperan, namun semuanya diharapkan merupakan perwujudan dari keberpihakan kepada rakyat untuk perubahan sosial dan gerakan sosial. Gerakan sosial disini bertujuan untuk melakukan perubahan atau pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hutan Gunungkidul. Dalam pengembangan HKm selama ini, secara umum beberapa upaya yang dilakukan oleh instansi terkait dan para pihak dalam rangka pengembangan HKm adalah sebagai berikut:
94
1 uI I ku Pengem b angan HKm Gunung1k"d T abe.I 12 Pea Pelaku Sekunder No Pelaku Primer No BPDAS SOP Yogyakarta 1 Petani (Kelompok Tani HKm) 1 BPKH Wil. XI Jawa-Madura Dinas Kehutanan Propinsi DIY 2 2 3. Komisi B DPRD Kabupaten Dinas Kehutanan Kabupaten 3 Gunun_gkidul Gunungkidul lnstansi Non kehutanan 4. Pemerintah Desa 4 5. PKHR UGM Yo_gyakarta 5. LSM 6. KPHKm 6. Pokja HKm DIY
1. Masyaraka t Petani (Kelompok Tani HKm)
Sebagian besar masyarakat Gunungkidul bermata pencaharian petani dan buruh tani, buruh tani atau petani penggarap adalah petani yang tidak memiliki lahan milik. Di Gunungkidul jumlah petani ini lebih banyak daripada petani yang memiliki lahan milik yang cukup. Rata-rata buruh tani hanya memiliki lahan pekarangan untuk pemukiman. Luasnya rata-rata sekitar 0,1 ha,sebagian lagi memiliki lahan di tempat lain: Mereka menyebutnya alas atau wono dan betul-betul menggantungkan hidupnya dari lahan milik baik yang berupa ladang,persawahan dan pekarangan. Masyarakat diorganisasi dengan membentuk kelompok-kelompok (lembaga)
menurut
kebutuhan
dan
kepentingannya.
Kelompok
masyarakat yang berbasis agama membentuk kelompok yasinan, ada juga yang berbasis umum seperti arisan RT/RW, kelompok pemuda dll. Masyarakat Gunungkidul yang mayoritas petani mengikatkan dirinya kepada kelompok masyarakat dengan basis pertanian dan kehutanan. Kelompok ini biasa disebut dengan Kelompok Tani Hutan (KTH).
95
Kegiatan awalnya adalah proyek penanaman di hutan negara yang kegiatan rutinnya adalah arisan dan simpan pinjam. Kelompok Tani HKm (KTHKm) merupakan kelompok tani yang secara nyata telah mengelola lahan HKm sejak terbitnya SK Menhut No.622/1995.
Mereka
mengelola
lahan
negara
dengan
sistem
tumpangsari karena memang aturan menghendaki seperti itu. Hasilnya pun dapat dilihat sampai sekarang. Kebutuhan akan lahan garapan (untuk pertanian) semakin mendesak, maka mereka akan terus masuk dalam
hutan negara untuk melakukan proyek penanaman dan
pemeliharaan. Pengalaman dan kemampuan yang tidak ternilai telah dimiliki petani dalam membangun hutan rakyat. Keberhasilan masyarakat Gunungkidul dalam membangun hutan rakyat merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan petani. Kemampuan, kearifan lokal, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hutan menjadi landasan pengembangan HKm di Gunungkidul. Berdasarkan sejarah pembentt.J kannya, kelompok tani berasal dari sekumpulan orang yang ikut mblandong 1 dan proyek penggarapan lahan terbuka(habis
ditebang)yang
menurut
istilah
mereka
program
penghijauan KTH biasa hidup di satu desa dan atau beberapa dusun di sekitar hutan. Pada awalnya, masyarakat tersebut dimobilisasi oleh petugas kehutanan dan tokoh masyarakat untuk membentuk kelompok proyek penghijauan. 1
Blandong adalah tenaga kerja yang pekerjaannya menebang kayu. lstilah ini berasal dari kata Blandongdiensten (Dinas Blandong) dari bahasa Belanda yang telah menjadi kata seharian masyarakat sekitar hutan.
96
Menurut Pak Ngabdani, ketua KTHKm Tani Manunggal, Bleberan, Playen, pembentukan KTHKm pertama kali sejak ada SK 31/2003,sedang pada tahun 1995 belum dibentuk KTHKm, berikut wawancaranya : Pola HKm tahun 1995 kami masih menjadi obyek (top down, keterlibatan masyarakat belum banyak, hanya disuruh nggarap (buruh tanam), ambil tanaman tumpangsarilsemusim tanpa ada kepastian kepemilikan tanaman pokok, tidak ada pembentukan KTH, namun sejak ada SK 3112003 baru ada pembentukan KTH. Terbitnya serat kekancingan(surat keputusan) Bupati Gunungkidul tentang pemberian izin sementara pengelolaan HKm disambut gembira oleh petani kelompok HKm dengan melakukan berbagai kegiatan pengelolaan hutan secara swadaya. (wawancara 15 juli 2008). Dalam tataran pelaksana di lapangan, pengelolaan HKm dilakukan oleh lembaga atau organisasi yang bernama kelompok tani. Ada 35 KTHKm dii Gunungkidul, KTHKm merupakan pemeran utama dalam pengelolaan HKm dan sebagai pengelola yang mempunyai izin kegiatan HKm untuk melaksanakan pengelolaan HKm. Kelompok tani HKm ini dipimpin oleh ketua kelompok yang dalam menjalankan organisasi kelompok dibantu oleh beberapa orang yang duduk dalam kepengurusan. lsu
kelembagaan
yang
terkait
dengan
perizinan
dalam
pelaksanaan HKm adalah keharusan bagi kelompok untuk berbadan hukum koperasi selama masa izin sementara. Hal ini disebabkan karena izin definitif hanya akan diberikan kepada koperasi sebagaimana tercantum dengan PP 06/2007 bagi yang berbasis kayu. Pada saat ini, sudah terbentuk 7 koperasi berbadan hukum yang merupakan gabungan 35 KTHKm di Gunungkidul. Berikut profil singkat dari 35 KTHKm dan 7 Koperasi:
96A
Tabel13. PROFIL SINGKAT 35 KELOMPOK TANI HUT AN KEMASY ARAKA TAN GUNUNGKIDUL
No I
Kelompok Tani Hutan Tani Manunggal
2 Sumber Wanajati IV
3 Sumber Wanajati I
4 Sedyo Rukun
5 Wana Makrnur
6 Wana Lestari I
7 Wana Lestari 11
8 Sedyo Lestari
9 Wonorejo
10 Karya Hutan
II Sedyo Makmur
Alarnat Dusun!Desa/ Kec Menggoran Ill Bleberan/ Playen Surulanangl Karangduwet/ Paliyan Kepekl Banyusoco/ Playen Gem poll Banyusuco/ Playen Ngaseml Getas/ Playen Ngasem/ Get as/ Playen Gubug Rubuh/ Getas/ Playen Karangasem 8/ Karangasem/ Paliyan Kepuhsari/ Katongan/ Nglipar Kalialangl Kalitekukl Semin Jragum/ Ngeposari/ Semanu
Jumlah anggota
Fungsi Kawasan
Ngabdani/ Hartono/ Radimin Wariyo/ Sudadi/ Kasidi Poniyo/ Sugina/ Saena Rosidi/ Sugiyati/ lsmintarti M. Subandi Sukiran/ Marto Wiyadi Wariyo/ Wakidi/ Saridjo
100
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
51
Hutan Produksi
Jati
49
Hutan Produksi
Jati
37
Hutan Produksi
Jati
Hutan Produksi
Jati
Hutan Produksi
Jati
lrsadl
122
Hutan Produksi
Jati
Hutan Produksi
Jati
Hutan Produksi
Jati
250
Hutan Produksi
Jati
115
Hutan Produksi
Jati
Pengurus K/S/8
114
160
Sunarto Parjo Suwito/ Sardi/ Karndi Wardoyo
Supriyatno/ Muryanto/ Suprihatin Tarnbiyo/ Mardi Suwarno/ Siswo Utomo
124
250
Kayu
Jenis Pohon Semusim
tahun tan am
Garapan (Ha) 40,00 2000
Luas/Lokasi dimohon Petak Petak RPHIBDH (Ha) nomor 103,50 88 Menggoran/ Playen
Kacang tanah, jagung,
2000
14,00
138,20
94
Kacang tanah, agung,
2000
I2,65
138,20
Kacang tanah,
2000
17,00
2000
Tanggal Ijin Sementara
Tanggal Ijin
312/K.PTS/2003 8 Des 2003
204/KPTS/2007 I2 Des 2007
Kepekl Paliyan
71/KPTS/2004 18Juni2004
216/KPTS/2007 I2 Des 2007
94
Kepekl Paliyan
67/KPTS/2004 16Juni2004
224/KPTS/2007 12 Des 2007
74,20
95
Menggoro/ Paliyan
86/KPTS/2004 23 Juni 2004
208/KPTS/2007 12 Des2007
35,00
82,00
71
Wonolegi/ Playen.
83/KPTS/2004 22 Juni 2004
2 I 7/KPTS/2007 12 Des2007
2000
39,40
63,10
73
Gubuk Rubuh/ Playen
69/KPTS/2004 18Juni2004
207/KPTS/2007 12 Des 2007
2000
57,40
85,40
74
Gubug Rubuh/ Playen
70/KPTS/2004 19Juni2004
2061KPTS/2007 12 Des 2007
2000
29,20
39,80
135
Karangmojo/ Paliyan
92/K.PTS/2004 1 Juli 2004
228/KPTS/2007 12 Des 2007
2000
100,00
120,50
37
Nglipar/ Karangmojo
74/KPTS/2004 19 Juni 2006
230/KPTS/2007 12 Des2007
Kacang tanah, pagung,
2000
40,00
50,00
60
Candi/ Karangmojo
309/KPTS/2003 4 Des 2003
214/KPTS/2007 12 Des 2007
Kacang tanah, j.iagung,
2000
115,00
163,90
161/162 Semanu/ Karangmojo
73/KPTS/2004 19 Juni 2006
214/KPTS/2007 12 Des 2007
~agung,
Kacang tanah, ~agung,
Kacang tanah, ~agung,
Kacang tanah, ~agung,
Kacang tanah, ~agung,
Kacang tanah, ~agung,
TETAP
968
No
Kelompok Tani Hutan
12 KusumaTani
13 Sumber Rejeki
14 Ngudi Makmur
15 MajuMakmur
16 Sido Maju II
17 Sido Dadi Ill
18 Ngudi Rejeki
19 Manunggal
20 SidoMaju IV
21 Ngudi Sampumo
22 Handayani
23 Mintasari
Alamat Dusun/Desa/ Kec Kepuhsaril Katongaol Ndipar Serpengl Pacarejo/ Semanu Ngampo/ Pacarejo/ Semanu Dengokl pacarejo/ Semanu Tahunan/ Karangduwet/ Paliyan Tahunan/ Karangduwetl Paliyan Tahunan/ Karangduwetl Paliyan Tahunan/ Karangduwet/ Paliyan Setro/ Karangduwet/ Paliyan Kemiril Mulusan/ Paliyan Paliyan Lor/ Karangduwet/ Paliyan Surulanangl Karangduwetl Paliyan
Pengurus KIS/B
Drs. Suparman
Sis Subur/ Sujiyono/ Sutimin Sudamo/ Wakiman Ngadipan Pojuno
Ngadiman/ Tukimin/ Sukino Warijo/ Sumidi/ AdiW Drs. Sutopo/ Pardiman/ Suhadi Dulrachmanl Sumidjo/ Pardiyo Harto Sentono/ Paiminl Yuanto Nurhuda/ Kasiranl Margiyo Adi Sakijo/ Suratno/ Marsono Suminto/ Ponijanl
Jumlah anggota
Fungsi Kawasan
250
Hutan Produksi
Jati
Hutan Produksi
Jati
93
Hutan Produksi
Jati
100
Hutan Produksi
28
Kayu
Jenis Pohon Semusim Kacang tanah,
tahun tan am
Garapan (Ha) 80,90 2000
~agung,
Kacang tanah,
LuasnLokasidnnohon Petak Petak RPH/BDH {Ha) nomor 80,90 51 Kenet/ Karangmojo
Tanggal Ijin Sementara
Tanggal ljin TETAP
78/KPTS/2004 21 Juni2004
21 0/KPTS/2007 12 Des 2007
2000
43,50
113,80
156
Mulo/ Paliyan
294/KPTS/2003 7Nop2003
235/KPTS/2007 12 Des 2007
Kacang tanah, jagung,
2000
31,00
64,20
159
Mulot Paliyan
292/KPTS/2003 6Nop2003
21 51KPTS12007 12 Des 2007
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
20,00
89,00
160
Mulot Paliyan
31 0/KPTS/2003 5 Des2003
232/KPTS/2007 12 Des 2007
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
10,00
105,60
128
Karangmojo/ Paliyan
311/KPTS/2003 5 Des2003
236/KPTS/2007 12 Des 2007
23
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
10,00
105,60
128
Karangmojo/ Paliyan
94/KPTS/2004 5 Juli 2004
238/KPTS/2007 12 Des 2007
69
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
10,00
105,60
128
Karangmojo/ Paliyan
308/KPTS/2003 4 Des2003
221/KPTS/2007 12 Des 2007
101
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
30,00
105,60
128
Karangmojo/ Paliyan
293/KPTS/2003 7Nop2003
205/KPTS/2007 12 Des 2007
38
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
10,00
105,60
128
Karangmojo/ Pa1iyan
307/KPTS/2003 18 Des 2003
212/KPTS/2007 12 Des2007
53
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
15,00
102,20
142
Paliyanl Paliyan
80/KPTS/2004 22 Juni 2004
209/KPTS/2007 12 Des 2007
78
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
20,00
139,90
97
Menggoro/ Paliyan
313/KPTS/2003 8 Des 2003
229/KPTS/2007 12 Des 2007
90
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
30,00
74,20
95
Menggoro/ Paliyan
82/KPTS/2004 5 Juni 2004
234/KPTS/2007 12 Des 2007
155
~agung,
Pursagi --
-
96C
Alamat No Ke1ompok Tani Hutan Dusun!Desa/ Kec Cangkringl 24 Sido Maju I Karangasem/ Paliyan Mu1usan/ 25 Sido Rukun Mu1usan/ Paliyan Suru1anangl 26 Sumber Wanajati II Karangduwet/ Paliyan Kepek III 27 Sumber Wanajati III Banyusoco/ P1ayen K1epu/ 28 Sido Mu1yo IV Banyusoco/ P1ayen 29 Margo Mu1yo II Prahu/ Girl Mu1yo/ Panggang 30 Sido Mu1yo I Turunan/ Girisuko/ Panggang 31 Sido Mu1yo III Turunan/ Girisuko/. Panggang 32 Sido Mu1yo V Nagasari/ Se1opamiorol Imogiri/Bantul 33 Ngudi Makmur DempuV Girisuko/ Panggang 34 Sido Raharjo Temuirengl Girisuko/ Panggang Temuirengl 35 Sido Dadi Girisuko/ Panggang JUMLAH
Sumbcr : Data sekunder diolah, 2008
Pengurus K/S/B Mitro Prawirol Jazim/ Saki man Wagito/ Suratno/ Kastimin Ngatimin/ Wamo/ Ngatijan Harjono/ Tum in/ Parso Basuki/ Wakid/ Jukiyo Parmorejo/ Parjiman/ Paijo Yatno Suwito/ Hamo/ Doto Soatmo/ Kusyanto/ Bagiyo Sukoco Adi Sumarto/ Suyanto/ DarjoUtomo Trisno Wiharjo/ Sutarmanl Wahadi. Adi Marwoto/
tahun tan am
Garapan (Ha) 2000 10,00
Luas/Lokasi dimohon Petak Petak RPHIBDH (Ha) nomor 39,80 135 Karangmojo/ Paliyan
Kacang tanah, jagung,
2000
25,00
102,20
142
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
20,00
138,20
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
15,00
87
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
40
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
57
Hutan Produksi
Jati
24
Hutan Produksi
71
48
Fungsi Kawasan
55
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
53
Hutan Produksi
Jati
60
Hutan Produksi
30
55
Datal
Musyanto Darmo Suparjo/ Paryono/ Musmanto
Jenis Pohon Kayu Semusim
Jum1ah anggota
90
2.363
Tanggal Ijin Sementara
Tanggal Ijin TETAP
291/KPTS/2003 4 Nop 2003
233/KPTS/2007 12 Des 2007
Paliyan/ Paliyan
76/KPTS/2004 21 Juni 2004
231/KPTS/2007 12 Des2007
94
Kepekl Paliyan
79/KPTS/2004 21 Juni 2004
213/KPTS/2007 12 Des 2007
138,20
94
Kepekl Paliyan
81/KPTS/2004 22 Juni 2004
222/KPTS/2007 12 Des2007
26,80
60,00
112
Biball Panggang
84/KPTS/2004 23 Juni 2004
227/KPTS/2007 12 Des 2007
2000
20,00
91,50
123
Blimbingl Panggang
66/KPTS/2004 23 Juni 2004
223/KPTS/2007 12 Des 2007
Kacang tanah, jagung,
2000
24,90
55,20
109
Biball Panggang
75/KPTS 2004 19 Juni 2004
211/KPTS 2007 12 Des 2007
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
17,40
155,80
108
Biball Panggang
77/KPTS/2004 21 Juni 2004
225/KPTS/2007 12 Des 2007
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah, jagung,
2000
26,80
155,80
108
Biball Panggang
85/KPTS/2004 23 Juni 2004
23 7/KPTS/2007 12 Des 2007
Hutan Produksi
Jati
Kacang tanah,
2000
20,00
95,00
119
Panggangl Panggang
70/KPTS/2004 I8 Juni 2004
226/KPTS/2007 12 Des 2007'
Hutan Produksi
Jati
2000
35,00
83,60
125
Blimbingl Panggang
64/KPTS/2004 10 Juni 2004
219/KPTS/2007 12 Des 2007
Hutan Produksi
Jati
2000
20,00
93,30
119
Panggangl Panggang
65/KPTS/2004 12 Juni 2004
218/KPTS/2007 12 Des 2007
~agung,
Kacang tanah, ~agung,
Kacang tanah, ~agung,
826,30
2.735,20
97
. No
Nama Koperasi
1
Koperasi Kusuma Tani
2
Koperasi Sedyo Makmur
3
Koptan Tani Manunggal
4
Koperasi Sedyo Lestari
5
Koperasi Wana Makmur
6
Koperasi Ngudi Makmur
7
Koperasi Rimba Lestari
---
..... ----
s
..
·~'-
·pen ge lola HKm Di Kab . , ____ . G --- ·-· kidul
Penanggungjawab
Ala mat Jeruk Legi Katongan Nglipar Gunungkidul Jragum Ngeposari Semanu Gunungkidul Menggoran II Bleberan Playen Gunungkidul Karangasem B Karangasem Paliyan Ngasem, Getas Playen Gunungkidul Ngampo Pacarejo Semanu Gunukidul Panggang Gunungkidul
Jumlah Anggota
·~---
No Badan Hukum
Luas HKm (Ha)
Lembaga (KTH)
Suparman, Drs
718
3
0389/BH/KDK/12.3/IV/2000
220,90
Tambiyo
254
1
518. 034/BH/11/2007
115,00
Ngabdani, S. Pd.
206
4
518.011/BH/IX/2004
84,65
Sardi, SP
811
13
0342/KDK.13.3/1N/1999
249,90
Ngadini
314
3
518.036/BH/IV/2007
131,80
3
51.043/BH/IX/2007
94,50
8
518.041/BHNI/2007
190,70
Sutarman '--
~,
Orang
Sudarno
.
Sumber : Data Sekunder diolah, 2008.
K
...
340
603 3.242
35
1087,45
98
Setelah turunnya ijin sementara pengelolaan HKm, ada tiga langkah yang dilakukan oleh KTHKm,yaitu :
• • • • •
kTam'HKm I 11 as Keompo TabeI 15 Akffit Kelola Usaha Kelola Kawasan Kelola Kelembagaan pemasangan patok 0 • usaha menyusun organisasi pertanian batas menyusL•n AD/ART lahan membersihkan jagung, 0 kelompok kacang tanah, pembuatan teras 0 melengkapi kebutuhan jalan pembuatan kedelai, padi 0 buku administrasi dan ketela pemeriksaan Membuat pas jaga benih menyiapkan 0 • Usaha Menyusun jadwal jaga pokok tanaman pemeliharaan dan regu jaga. pembuatan persemaian, 0 ternak penanaman o pemeliharaan tanaman Saat ini masyarakat sudah dapat menikmati hasilnya dari
pengelolaan
kawasan
tersebut.
Petani
sudah
memanen
hasil
tumpangsari hijauan makanan ternak, dan rencek tanaman pokok kayu jati.
Sedangkan di bidang kelola usaha, masyarakat menyiapkan
kelompok agar mampu mendukung usaha rehabilitasi hutan dan lahan dengan
segala
fungsinya.
Beberapa
kegiatan
usaha
tersebut
dimaksudkan agar anggota kelompok (petani) memperoleh penghasilan lain sebagai penyangga
kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak
tergantung semata dari usaha pengelolaan hutan. Hasil tanaman tumpangsari disamping
untuk makanan
pokok, juga dijual
untuk
keperluan sehari-hari. Usaha pemeliharaan ternak juga dilakukan dengan bahan baku limbah pertanian untuk pakan ternak. Usaha ini dilakukan karena dari ternak kambing dan sapi mendapatkan rupiah yang
99
menjanjikan. Dari usaha ternak ini juga menghasilkan pupuk untuk kebutuhan pertanian. Saat ditanyakan kendala menjalankan peran dalam Pembangunan HKm
di
Gunungkidui,Bapak
dari
Sardi
Sedyo
KTHKm
Lestari,
Karangasem mengatakan kapasitas sumberdaya manusia yang masih belum maju sebagai kendala utama, berikut pernyataan selengkapnya : Pemahaman anggota belum sama terhadap pengelolaan HKm, seperti bagaimana mengelola kawasan (ada yang cepat tanggap dan tidak), ada potensi gangguan dari petani non HKm, di koperasi ada potensi kredit macet. Pemasaran hasil panen KTHKm kurang lancar, seperti saat panen jagung me/impah Bulog meminta syarat dan kondisi yang karena keadaan belum tertentu (kadar basah minimal) memungkinkan (tidak ada lantai jemur permanen) tidak bisa diterima (wawancara, 16 Juli 2008) Pada kesempatan yang lain, Bapak Suyoto dari Kelompok Tani Mintosari, KaranQduwet mengatakan kapasitas penguruslah yang sering kali menghambat peran dari KTHKm dalam program HKm, selengkapnya: Ketua kami selama ini bekerja sendiri tidak melibatkan pengurus ataupun anggota yang lain, kalau ada dana tidak transparan, jadi meski nama kelompok ini masih menggunakan nama pak minto selaku ketua lama namun kami sudah tidak mempercayai lagi, jadi sekarang sudah kami ganti dengan pak Marsono. (wawancara, 16 Juli 2008) Dengan melihat kedala yang ada, pembenahan SDM pengurus dan anggota mutlak segera dibenahi agar pengelolaan HKm dapat lebih baik, dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa petani merupakan pemeran utama dalam pembangunan HKm di Gunungkidul, keterlibatan pembangunan
petani HKm
dalam adalah
wadah
Kelompok
sebagai
HKm
dalam
lapangan
dalam
Tani
pelaksana
mengelola kawasan, mengelola usaha, dan mengelola lembaga kelompok
100
dan koperasi. Peran dan kontribusi kegiatan dari KTHKm tidak bisa berjalan sendiri, diperlukan LSM sebagai pendamping dan instansi terkait sebagai fasilitator. Trend peningkatan keterlibatan masyarakat (kelompok tani) dalam
HKm
pembangunan
implemen~si
di
Gunungkidul
terjadi
pada
tahap
(pelaksanaan kegiatan), karena keterbatasan sumber
daya manusia tahapan perencanaan dan monev dilakukan oleh pihak pemerintah dan atau LSM/PT pendamping sebagai fasilitator.
2. lnstansi Pusat 2.1. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo BPDAS SOP merupakan unit pelaksana teknis Dephut di bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) di wilayah Yogyakarta. Sesuai dengan Renstra BPDAS SOP 2005-2009 visi dan misi dari BPDAS SOP adalah : Visi
1. "Terwujudnya Pengelo/aan DAS secara partisipatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.
3. 4.
5.
6. 7.
Misi Melakukan penyusunan rencana pengelolaan DAS secara partisipatif dan komprehensif Membangun dan menyebarluaskan informasi DAS secara kontinyu Membangun dan mengembangkan model pengelolaan DAS secara partisipatif Mengembangkan dan memantapan kelembagaan pengelola DAS Meningkatkan pengetahuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat sasaran kegiatan Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS secara komprehensif Meningkatkan kapabilitas SDM sebagai fasilitator pengelolaan DAS yang handal
101
Menurut informan pada instansi ini, lr.Ayu Dewi,M.Si, sampai saat ini peran yang dijalankan oleh BPDAS adalah mendampingi Dishutbun DIY karena bukan merupakan Tupoksi utamanya,petikan wawancaranya :
Kegiatan HKm itu dibawah koordinasi Dinas Hutan Propinsi, (karena dana pusat /angsung ke propinsi) jadi kami dari BPDAS hanya berperan mendampingi pemprop karena bukan tupoksi, BPDAS itu "nge/ink" ke Dirjen RLPS untuk "ngepush" dengan informasi kebijakan dari atas untuk melengkapi apa yang kurang dari kegiatan HKm di daera. Jadi kerjanya disini didorong dari bawah dan ditekan dari atas dengan berkumpul di POKJA HKm (Wawancara 15 Ju/i 2008). BPDAS selaku
UPT Pusat di daerah memainkan peran dalam
mendukung pengembangan program HKm dengan melakukan beberapa program kegiatan, yaitu : Menyusun Rancangan Teknik Social Forestry (RTSF), Pembentukan Areal Model Social Forestry di dua titik di Kabupaten Gunungkidul, Pelatihan ketrampilan Kelompok Tani Hutan (KTHHKm), Pendampingan dan penyuluhan kepada KTH, Koordinasi lntensif dengan stakeholder pengelola DAS. Hambatan dalam memainkan peran di Pengembangan HKm menurut lbu Ayu adalah waktu dan personil, dengan tupoksi utamanya saja kadang kewalahan apalagi ditambah dengan HKm, berikut petikan wawancaranya :
Kalo HKm dibilang sampingan saya tidak setuju karena saat persiapan launching oleh pak Wapres, kami se/alu mensuporl dengan berkoordinasi dengan pusat dan lapangan demi suksesnya acara, karena saya berpikir institusi pemerintah menentukan suksesnya program HKm karena 75 % anggaran dari sini, akan tetapi karena keterbatasan SDM dan Waktu sehingga diluar instansi pemerintahlah yang harus di depan. Saya ambil contoh ketika ada Forum DAS, BPDAS mensuport full dana, namun saat disuruh didepan maka forum itu seperti jalan ditempat (wawancara 15 Juli 2008).
102
BPDAS memiliki kepentingan dengan Pembangunan HKm di Gunungkidul karena ketika hutan lestari sebagai kawasan resapan air maka akan berimbas positif ke DAS dibawahnya. 2.2. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Berdasarkan Permenhut No.: P.13/Menhut-11/2005 tanggal 6 Mei 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dephut, Badan Planologi Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan perencanaan makro di bidang kehutanan dan pemantapan kawasan hutan. Untuk melaksanakan
tugas
tersebut
Badan
Planologi
Kehutanan
menyelenggarakan fungsi : penyiapan perumusan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi teknis di bidang penyusunan rencana dan statistik kehutanan,
inventarisasi
dan
perpetaan
hutan,
pengukuhan
dan
penatagunaan kawasan hutan serta pembentukan wilayah pengelolan kawasan hutan. Berikut adalah visi dan misi BPKH Wil XI : Visi "Terwujudnya Perencanaan Makro Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan untuk mendukung Penyelenggaraan Kehutanar."
1. 2. 3.
4. 5.
Misi Mewujudkan rencana-rencana kehutanan. Mengembangkan sistem informasi (spasial dan non spasial) kehutanan Menjam in keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. Mewujudkan unit pengelolaan hutan lestari. planologi Mengembangkan kelembagaan kehutanan.
Secara kelembagaan BPKH Wii.XI tidak memiliki seksi khusus yang menangani HKm, jadi peran yang dimainkan BPKH adalah melakukan pendampingan di POKJA HKm. Seperti disampaikan oleh informan BPKH, Bapak lr.Moeh.Firman Fahada,MP. :
103
Karena di BPKH bukan merupakan tupoksi utama kami, maka peran yang kami lakukan di program HKm ini adalah mendampingi POKJA dalam menjalankan tugasnya, khususnya yang berkaitan dengan penetapan tata batas kawasan. Pada pemetaan tata batas kami menyumbangkan SDM (tenaga GPS dan GIS), peralatan dan studio. Namun demikian BPKH Yogyakarta juga disupport dari BAPLAN Pusat karena kegiatan comunity development sedang digalakkan di pusat. Jadi kalau ada pengusulan peta dari Gunungkidul di pusat pasti dipercaya karena "kaidah BAPLAN" sudah ditanamkan oleh BPKH Wii.XI (Wawancara 10 Juli 2008).
Peran yang telah dimainkan oleh BPKH sendiri adalah : Pelatihan perpetaan, pendampingan, pemetaan batas wilayah, pemetaan KTH, penyusunan rencana kelola unit KTH. Untuk permasalahan tata batas di lokasi HKm menu rut Bapak Firman tidak masalah, berikut penuturannya: Sejarah lahan yang dicadangkan HKm adalah lahan-lahan yang tidak pemah berhasil "direhabilitasi", jadi dicadangkan saja untuk "dimiliki" oleh petani selama 35 tahun, jadi ada tidak ada Program HKm memang lahan itu sudah rusak, tapi begitu ada HKm jadi bagus dan upaya swadaya masyarakat sudah ada (wawancara 10 Juli 2008).
BPKH berkepentingan dengan program HKm karena pola HKm bisa dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi "pemantapan kawasan" sesuai
dengan
Tupoksi
BPKH.
Sedangkan
untuk
kendala
saat
memainkan peran, tidak ada kendala ujar beliau, namun hanya ketidak optimalan peran. Karena secara institusi tidak ada cantolannya program HKm ini, maka peran BPKH Wii.XI mengandalkan person yang concern terhadap program HKm, berikut petikan wawancaranya: Untung kepala Balai kami peduli terhadap program HKm jadi kami selaku staff dapat berperan di POKJA HKm, meskipun di anggaran tidak ada alokasi khusus untuk HKm (karena diusu/ pun akan dicoret karena bukan tupoksinya). Jadi kami khawatir ka/au nanti ada pergantian pimpinan yang kebetu/an "kurang peduli"(wawancara tangga/10fl/08).
104
Rangkuman keterlibatan instansi pusat dalam pembangunan HKm di Kabupaten Gunungkidul : 1 atan Inst ans1 pusatd aIam HKm T abeI 16 Keterl"b Kontribusi Motivasi/Kepentingan Para Pihak BPDAS SOP Me~agakond~iDaeffih •!• Menyusun RTSF Aliran Sungai (DAS) di ~:· Pembentukan Areal Model Social Foresty Gunungkidul tetap baik, tidak terdegradasi oleh •!• Melakukan pendampingan Kelompok Tani erosi di bagian hulu •!• Pelatihan ketrampilan KTHKm Batas kawasan HKm di •!• Pelatihan perpetaan BPKH Wii.XI •!• Pendampingan KTHKm Hutan negara dapat •!• Pemetaan batas wilayah diakui dengan jelas dan •!• Pemetaan partisipatif KTHKm oleh stakeholder guna mengatasi pemantapan •!• Penyusunan rencana kelola •!• Kajian hutan rakyat kawasan. Sumber : J\nahs1s data pnmer,2008. 3. Pemerintah Daerah
3.1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY Aktor yang berperan dalam HKm adalah pemerintah daerah, Posisi pemerintah dalam hal ini adalah regulator,fasilitator dan mediator. Dalam hal ini Dishutbun Propinsi DIY mempu 1yai visi dan misi sebagai berikut : Visi
1. terwujudnya kelestarian fungsi hutan dan kebun bagi kesejahteraan masyarakat
2.
3. 4. 5.
Misi Memantapkan dan melindungi keberadaa kawasan hutan dan kebun. Rehabilitasi hutan dan kebun serta lahan kristis. Meningkatkan konservasi sumber daya alam. Mengoptimalkan fungsi dan pemanfaatan hutan dan kebun secara adil. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Kehutanan dan Perkebunan.
Pada kesempatan wawancara dengan informan dari Dishutbun DIY Bapak lr. Tri Usodo, MP, menyatakan bahwa peran dari Dishutbun DIY dimulai sejak ada otonomi daerah karena program HKm pertama
105
(tahun
1995)
masih
ditangani
oleh
Kanwil
Kehutanan.
Berikut
pernyataanya:
Peran Dishutbun dimulai saat era otonomi daerah, Peran pemda pada dasamya adalah sebagai fasilitator,mediator,regulatordan membuat kebijakan yang dapat menjembatani antara pihak ketiga dan masyarakat serta mengoptimalkan pelayanan, peran yang telah dilakukan oleh Dishutbun adalah : Melaksanakan penyiapan KTHKm melalui Pelatihan Teknis dan Administrasi, serta Fasilitasi Penyelenggaraan HKm. Beberapa pelatihan yang dilakukan adalah penyempumaan rencana kelola kelompok, perbaikan .administrasi kelompok menuju koperasi berbadan hukum, dan bantuan modal kelompok untuk membentuk koperasi berbadan hukum. Tiap tahun APBD kabupaten menganggarkan dana penguatan modal dan pemberdayaan masyarakat dengan kisaran nilai 650 ribu- 3 juta per kelompok. (Wawancara tanggal, 10 Juli 2008). Sesuai dengan visi dan misi Dishutbun DIY maka secara kelembagaan program HKm "nyanthol" di bidang Kehutanan cq. Seksi Rehabilitasi lahan
dan didukung oleh Seksi Planologi Kehutanan dan
Produksi dan Pemasaran Hasil. Sedangkan untuk aparat di lapangan Dishut DIY mempunyai Bagian Daerah Hutan (Sinder) dan Rayon Pemangkuan Hutan (Mantri), dan polhut/mandor. Merekalah yang lebih banyak berinteraksi dengan
kelom~ok
tani HKm dan wilayah HKm
sendiri. Sehingga selain menjalankan tugas rutin tiap hari (perlindungan dan pengamanan hutan) juga sekaligus menyerap aspirasi masyarakat petani peserta program HKm, sehingga permasalahan dilapangan bisa segera dicarikan jalan keluarnya.
Peran Dishutbun DIY yang krusial
adalah saat mengawal KTHKm DIY untuk mendapatkan ijin definitif KTHKm yang sempat mandeg setelah tiga tahun keluarnya ijin sementara pengelolaan.
106
Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi kemandegan proses izin definitif tersebut adalah melakukan sarasehan petani HKm seDIY, Kegiatan selanjutnya adalah Diskusi Kebijakan HKm dan lokakarya HKm se-propinsi DIY. Banyak capaian yang telah dihasilkan dari kegiatan tersebut, yang pertama, terbentuknya Kelompok Kerja Penguatan dan Pengemba~gan
HKm di
DIY (Pokja
PPHKm
DIY),
dan
kedua,
terumuskannya program kerja bersama untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang berkaitan dengan izin pengelolaan jangka panjang. Hambatan dalam memainkan peran untuk pengembangan HKm di Kabupaten Gunungkidul menurut Bapak Tri Usodo adalah : Kendala kesibukan masing-masing personil anggota POKJA di institusinya masing-masing, masih adanya petani yang "nakal" sehingga pencurian kayu masih ada, internal kelompok yang belum padu betul, adanya rencana penataan Struktur dan Organisasi Tata Kerja (SOT) yang baru di lingkup Dishutbun DIY (wawancara tanggal 10 Ju/i 2008).
Namun dari kendala yang ada, menurut beliau usaha yang paling pokok untuk mengatasinya adalah "komitmen" antar stakeholder yang . sama dan kuata (ada atau tidak ada dana), peran dan fungsi yang dijalankan oleh para pihak sudah tepat. Semoga setelah ada SOT yang baru keberadaan POKJA HKm masih tetap dipertahankan. Satu hal lagi setelah launching penyerahan ijin definitif untuk KTHKm perlu dirumuskan adanya PERGUB tentang pelaksanaan HKm yang disesuaikan dengan kondisi lokal, untuk itu Dishutbun DIY memfasilitasi pertemuan para pihak.
107
3.2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkid ul Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, serta mempertimbangkan potensi, kondisi dan lingkungan baik internal maupun eksternal maka Visi dan misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul sampai dengan Tahun 2011 adalah : Misi kritis dan potensial kritis lahan si 1. Merehabilita 2. Mewujudkan perlindungan SDA hayati dan ekosistemnya 3. Mewujudkan peningkatan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya daing produk hutbun 4. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta SDM hutbun 5. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi baik intern dinas maupun dengan stake holders.
Visi Terwujudnya Sumberdaya Kehutanan dan Perkebunan yang Lestari dan Berdaya saing untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Peran Pemda gunungkidul dalam pengelolaan HKm tidak bisa lepas dari perubahan kebijakan nasional terutama dengan lahirnya UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah. Semenjak diberlakukannya HKm pada tahun 1995-2000, peran pemda Gunungkidul dalam HKm belum ada. Baru setelah diterbitkannya SK Menhut 31/2001 tentang penyelenggaraan
HKm
yang
konsiderannya
mengacu
pada
UU
No.22/1999, peran pemda cukup nyata. SK ini memuat tentang kewenangan bupati untuk memberikan izin kepada kelompok masyarakat dalam pengelolaan HKm, posisi pemerintah kabupaten yang strategis untuk lebih proaktif dalam memfasilitasi masyarakat dan partisipasi masyarak8t,
adanya
sistem
bagi
hasil
(share
of benefit),
dan
pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan lestari.
108
Misi 3 : Mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan secara seimbang dan lestari
Sasaran No
1.
No.
A. 4.
Ket
Tujuan Terwujudnya optimalisasi fungsi dan manfaat hutan secara seimbang dan lestari
Kebijakan SKPD Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan (negara)
Strategi
Uraian
lndikator
a. Terbentuk dan terberdayakannya kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKm)
- Jumlah kelompok HKm yang terbentuk dan terberdayakan
Program
Pemantapan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
-
lndikasi Kegiatan
lndikator Keluaran
- Jumlah · kelompok Hkm yang terbentuk dan terberdayakan
Kebijakan
Kerangka Anggaran - Pemberdaya an kelompok Hkm
Kerangka Kegulasi - Pembinaan dan bantuan modal kelompok
Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekita kawasan hutan (negara)
Program
-
Pemantapan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
Pagu lndikatif 5 tahun dan 1 tahun Transisi Rp
Sumber Dana
206.123.000
APBD Kab
Ket (Mitra SKPD/Lokasi)
Sumber : Renstra Dishutbun Gunungkidul, 2006 Dilihat dari renstra Dishutbun Gunungkidul nampak bahwa program Hutan Kemasyarakatan mendapat porsi yang "cukup" dalam pembangunan kehutanan di wilayail Gunungkidul. Dikaitkan dengan keterlibatan multipihak dikaitkan dengan sasaran program HKm (terbentuk dan terbedayakannya Kelompok HKm, maka diperlukan kerjasama dengan instansi lain, seperti Dinas Kehutanan Propinsi DIY, LSM, BPDAS, BPKH, dan lnstansi teknis di Kabupaten Gunungkidull.
109
Pengembangan HKm merupakan salah satu wujud implementasi kebijakan desentralisasi kehutanan karena dalam penyelenggaraan HKm peranan pemda terutama kabupaten sangat panting. Hal ini disebabkan karena seluruh aspek teknis pelaksanaan program HKm akan menjadi tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah. Dukungan kebijakan bupati dalam bentuk pemberian izin pengelolaan meskipun baru pada izin sementara dalam jangka 3-5 tahun. Menurut informan dari Dishutbun Gunungkidul Bapak lr.H.Murbani bahwa peran dari Dishutbun Gunung kidul adalah memberikan usaha fasilitasi dan pembinaan, berikut petikan wawancaranya : Pengembangan HKm di Gunungkidul tidak dimulai dari no/ tetapi sudah ada dan dirintis sejak tahun 1999 mela/ui kegiatan pembinaan dan peningkatan usaha pencegahan dan pemulihan kerusakan hutan, tanah dan air. Usaha-usaha fasilitasi dan pembinaan yang dilakukan Pemda Gununkidul melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan tertuju langsung kepada ke/ompok tani HKm (KTHKm) pada awal tahun 2002 yakni ketika diadakannya koordinasi Dishutbun Gunungkidu/ dengan 35 KTHKm. Sejak saat itu berbagai fasilitas dan pembinaan /angsung kepada kelompok tani HKm dilakukan,seperti penyelesaian cheking lokasi HKm, pembinaan aturan internal, sosialisasi penanaman tebu di KTHKm Bleberan dan penyempumaan izin HKm oleh KTHKm. (Wawancara tangga/21 Ju/i 2008)
Untuk personil di lapangan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul memiliki penyuluh kehutanan lapangan (PKL) di cabang dinas kehutanan (CDK). Merekalah yang merupakan ujung tombak dalam pembangunan HKm, yang hampir tiap hari berinteraksi dengan kelompok tani serta stake holder setingkat kecamatan. Salah satu peran CDK atau PKL adalah ikut dalam proses identifikasi dan inventarisasi kelompok-
110
kelompok masyarakat yang memiliki kearifan lokal, pada tahap selanjutna kearifan tersebut dapat dikembangkan untuk pengelolaan sumber daya. Wujud
nyata
dari
Dishutbun
Gunungkidul
adalah
adanya
pemberian bantuan dana dari APBD kepada KTHKm, bantuan tersebut digunakan untuk kegiatan pengembangan usaha, perbaikan administrasi kelompok, .kelembagaan dan rencana kelola. Dan akhirnya wujud dari dukungan
kebijakan
Gunungkidul
bupati
adalah
No.204/KPTS/2007
dikeluarkannya
SK
Bupati
pemberian
izin
usaha
tentang
pemanfaatan HKr:n (IUPHKm) kepada 35 KTHKm untuk 35 tahun. Ketika ditanyakan tentang kendala pelaksanaan program HKm, berikut pernyataan beliau :
Program HKm di Kabupaten Gunungkidul telah dilaksanakan oleh 35 kelompok tani hutan seluas 1. 087,5 Ha sejak tahun 1995. Didalam pelaksanaannya menunjukkan suatu prospek · positif baik dari sudut pandang pemerintah maupun masyarakat di sekitar kawasan hutan negara. Setelah /ebih satu dasa wa~a pelaksanaan HKm ada beberapa kendala yang dihadapi seperti kesiapan kelembagaan kelompok tani pengelola, teknis pengelolaan hutan, dan kendala pengembangan usaha kelompok (wawancara tangga/21 Juli 2008). Namun
kendala
yang
ada dapat diatasi dengan
kegiatan
pendampingan dan fasilitasi. Pendampingan ini tentunya melibatkan pemerintah,perguruan tinggi,dan LSM. Pendampingan tersebut meliputi teknis pengelolaan lahan dan administrasi kelembagaan dan organisasi menuju koperasi berbadan hukum. Pendampingan ini juga untuk meningkatkan kualitas SDM petani dan membantu menyusun rencana kelola jangka pendek,menengah dan panjang. Selanjutnya juga agar kelompok dapat mengolah hasil hutan dengan teknologi tepat guna agar
111
nantinya dapat mengembangkan usaha kelompok yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Selain menjalankan fungsi pendampingan Dishutbun Gunungkidul juga memfasilitasi pengkoordinasian kegiatan-kegiatan kelompok dengan melibatkan berbagai pihak. Semua agar terjadi suatu rencana dan pelaksanaa.n
pengelolaan
HKm
secara
sinergis,
terencana
dan
berkelanjutan. 3.3. Komisi B DPRD Kabupaten Gunungkidul Dasar kewenangan DPRD Kabupaten Gunungkidul didasarkan kepada UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Tata Tertib
DPRD
Kabupaten
Gunungkidul ]'Jo.
7/Kpts/2002.
Legislatif
merupakan lembaga perwakilan rakyat yang memiliki fungsi dan peran utama yatu budgeting, kontrol, dan legislasi. Peran yang jelas dari DPRD ini adalah menghasilkan produk hukum yang legal dan melalui kajian yang partisipatif, akademik, serta dapat mencakup berbagai pihak. Salah satu produk hukum tersebut adalah peraturan daerah (Perda) inisiatif yang mengatur pengelolaan HKm di Gunungkidul. Proses penyusunan Raperda HKm melaui suatu rangkaian kajian dan dialog yang panjang. Proses kajian tersebut dilakukan dari tingkat tim perumus, konsultasi publik di tingkat kelompok tani, BDH dan tingkat kabupaten. Salah satu kemajuan lain dari inisiasi perda lewat DPRD adalah masuknya anggaran HKm dalam APBD. Alokasi ini bisa dikatakan sebagai investasi dalam HKm karena HKm mempunyai potensi untuk
112
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari skema bagi hasil antara pemda dan KTHKm yang cukup besar. Hasil investasi dari HKm diharapkan dapat dipergunakan untuk pembangunan di Kabupaten Gunungkidul. Pada sisi lain masuknya HKm dalam APBD menunjukkan adanya perhatian Pemda dan DPRD terhadap HKm, sebuah ujud dukungan dari kebijakan yang cukup baik. 3.4. lnstansi Lain Yang Berkaitan Beberapa instansi lain yang berkaitan dengan kelompok juga mengadakan beberapa penyuluhan, pelatihan dan memberikan pinjaman modal. Beberapa instansi teknis yang selama ini jug~ berperan dalam pengembangan kelompok HKm adalah : Tabel17. lnstansi Non Kehutan Yang berperan di HKm Peran/bantuanlfasilitasi Penyuluhan tanaman semusim Penyuluhan dan assistensi teknis manajemen koperasi sampai ke pembentukan badan hukum koperasi Pinjaman lunak yang berkisar antara 100 Dinas Perekonomian 200 juta per koperasi Pinjaman lunak untuk penggemukan Dinas Peternakan ternak sebesar 50 - 100 juta per koperasi Balai Pengkajian Fasilitasi pengolahan hasil tanaman semusim Teknologi Pertanian (BPTP) Fasilitasi bibit unggul tanaman semusim dan alat saprodi .. Sumber: Ka11an Pelaksanaan HKm DIY,Dishutbun DIY,2007 . lnstansi Non Kehutanan Dinas Pertanian Dinas koperasi
Rangkuman
keterlibatan
instansi
pemerintah
pembangunan HKm di Kabupaten Gunungkidul :
daerah
dalam
113
Tabel18 Keterlibatan nstans1 pemda dalam HKm Para Pihak Motivasi/Kepentingan Kontribusi Dishutbun Menjaga kelestarian •!• Melaksanakan penyiapan Provinsi DIY hutan negara yang KTHKm melalui Pelatihan berada dibawah Teknis dan Administrasi, serta pemangkuannya agar Fasilitasi Penyelenggaraan dapat dijadikan sumber HKm. PAD Provinsi DIY dan •!• Tiap tahun APBD Provinsi kesejahteraan menganggarkan dana masyarakat setempat penguatan modal dan pemberdayaan masyarakat dengan kisaran nilai 650 ribu 3 juta per kelompok. •!• Memberikan stimulan kepada 10 KTHKm terbaik dengan pemberian bantuan ternak senilai 40 iuta rupiah •!• Koodinasi dengan 35 KTHKm. Meningkatkan Dishutbun •!• penyelesaian cheking lokasi Kabupaten kesejahteraan HKm masyarakat anggota Gunungkidul KTHKm, ketersediaan •!• pembinaan aturan internal •!• Penyuluhan oleh PKUCDK sumber air meningkat dan berharap bagi hasil •!• Pemberian stimulan dana HKm dapat kepada KTHKm meningkatkan PAD •!• Pemberian izin definitif kepada KTHKm •!• Melakukan inisiasi Raperda Komisi B Melakukan fungsi DPRD HKm inisiasi dan Gunungkidul pembahasan anggaran •!• Menyetujui pengalokasian anggaran untuk HKm demi sukses program HKm lnstansi Non Mensukseskan program •!• Penyuluhan tanaman semusim Kehutanan rutin instansi yang •!• Penyuluhan dan asistensi teknis dikaitkan dengan manajemen koperasi sampai kesuksesan program ber-BH HKm •!• Pinjaman lunak ke KTHKm 50100 juta •!• Fasilitasi pengolahan hasil tanaman semusim •!• Fasilitasi bibit unggul dan saprodi Sumber : Analisis data primer,2008.
114
4. Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat Aktor berikutnya adalah LSM dan PT yang idealnya bisa bermitra atau beroposisi dengan pemerintah, bukan sebagai bagian dari legalitas suatu proyek. Sifat konfrontatif, kompromis, atau pun persuasif terhadap pemerintah dalam membela kaum petani menjadi mindset para aktifis LSM. Posisi mereka bukan hanya sebagai pembantu dalam proses pembangunan hutan tetapi juga memiliki posisi panting dalam membantu proses pengembangan HKm yang diposisikan sebagai pihak luar yang netral untuk menjembatani masalah diantara pemerintah dan masyarakat. 4.1. Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) Fakultas Kehutanan UGM Fakultas Kehutanan UGM sebagai salah satu institusi perguruan tinggi yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pembangunan hutan dan pembangunan masyarakat sekitar hutan, terpanggil secara aktif untuk ikut mengembangkan masyarakat dan mengembangkan hutannya secara transparan,
demokratis
dan
berkeadilan.
Kegiatan
penelitian
dan
pengembangan kehutanan masyarakat yang dilaksanakan oleh Fakultas Kehutanan UGM merupakan bagian dari proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih mengakar kepada kehidupan riil masyarakat
Indonesia,
khususnya
tentang
wacana
kehutanan
masyarakat. Untuk semakin memantapkan peran Fakultas Kehutanan UGM dalam mengembangkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan program social forestry dan community forestry, Jurusan Manajemen
115
Hutan Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2000 membentuk Pusat Kajian
Hutan
Rakyat yang
disingkat dengan
PKHR
(Center for
Community Forestry Studies). Pusat kajian ini merupakan wadah untuk melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan pemberdayaan community forestry di Indonesia. Secara organisatoris dan kelembagaan, PKHR berada dalam lingkup organ Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Dalam pelaksanaan kegiatan PKHR bersifat otonom. Karena sifat otonom tersebut maka program kegiatan PKHR dapat dipersiapkan secara bersama-sama dengan mitra kerja yang berasal dari LSM, masyarakat, dan instansi pemerintah daerah. Dalam menjalankan kegiatan organisasi baik yang sifatnya aksi maupun penelitian, maka secara administratif dan keuangan, PKHR didukung sepenuhnya oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM. Menurut pendiri dan ketua PKHR, Prof.Dr.lr.H.San Afri Awang,M.Sc. keterlibatannya didalam program HKm adalah semenjak tahun 1996 sesaat setelah Kepmenhut 622/1995 digulirkan, mengenai peran yang dijalankan oleh Perguruan Tinggi, berikut adalah pendapatnya :
Kami selaku akademisi melakukan inisiasi awal, kajian-kajian konsep ,transfer knowledge, mengkritisi kebijakan HKm, membuat Pola HKm tahun 1995 hanya reboisasi biasa, bersifat konsorsium. keproyekan daripada program dengan pemain masih didominasi Dishutbun provinsi dan Kelompok Tani Hutan (KTH) sendiri, tanpa mengajak para pihak yang lain. Sehingga timbullah ide pembentukan FKKM yang mana Unhas (Prof.Syamsu A/am dan Dr. Yunus) terlibat aktif didalamnya, bahkan pertemuan FKKM pertama kami adakan di Ujung Pandang. Forum ini beranggotakan oleh Perguruan Tinggi dan NGO serta wakil pemerintah (wawancara tangga/14 Juli 2008).
116
Pekerjaan akademisi dalam program HKm dilaksanakan bersama dengan pihak lain seperti MFP-DFID,Ford Foundation, Javlec dan FKKM yang puncaknya terjadi pada Bulan September 2006 dengan menggelar "Pekan Raya Hutan dan Masyarakat" yang dihadiri oleh 3 menteri, KTH se Indonesia dan mendeklarasikan keluarnya ijin hutan rakyat sebagai embrio turunnya ijin definitif pengelolaan HKm dan pada saat yang sama keluar PP 6 tahun 2007. Untuk hal ini beliau mengemukakan komentar : Gerakan masyarakat sipil dalam penge/olaan hutan sudah menghasilkan buah, sekarang tinggal seberapa besar pemerintah mampu menyediakan lahan untuk dikelola oleh masyarakat sipil, karena target kami pemerintah menyediakan 30 % lahan untuk dikelola masyarakat dengan skema apapun. Masalahnya pemerintah tidak pemah mau percaya kepada kemampuan masyarakat dalam menge/ola hutan. Konsep-konsep HPH,HTJ, Taman Nasional adalah nonsense.Pengelolaan hutan oleh masyarakat adalah keniscayaan. Masyarakat hanya butuh lahan untuk dikelola, mengedukasi mereka lebih penting daripada hanya memberi bantuan. (wawancara tangga/14 Juli 2008). Untuk program HKm ini ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan PKHR dalam menunjang keberhasilan program antara lain : o
ldentifikasi dan rancang bangun sosial dalam penerapan programHKm
o
Pemetaan partisipatif areal hutan rakyaUcommunity forestry
o
Pelatihan dan lokakarya peningkatan manajemen hutan rakyaU community forestry untuk dinas/instansi terkait Saat ditanyakan kendala yang dihadapi UGM dalam menjalankan
peran di pembangunan HKm di Gunungkidul, beliau menyatakan bahwa so far tidak ada kendala yang dihadapi kecuali hanya beda paham dalam menafsirkan
kebijakan,
namun
selalu
dicari
jalan
tengahnya
Gunungkidul baginya kondisinya kondusif dalam pengembangan HKm.
di
117
4.2. Konsorsium Pengembangan HKm (KPHKm) Aktor selanjutnya adalah KPHKm (Konsorsium Pengembangan HKm) Kabupaten Gunungkidul yang digerakkan oleh para penggiat Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Faswil DIY, KPHKm sendiri beranggotakan empat LSM, yaitu PERSEPSI (Perhimpunan, untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial), PERDIKAN (Perkumpulan Peduli Lingkungan), YP2SU (Yayasan Peningkatan dan Pengembangan Sumberdaya Umat) dan Yayasan SHOREA. Menurut Eko Budi Wiyono, S.Hut dari KPHKm, program HKm pada awalnya tidak banyak yang "tertarik" untuk ikut nimbrung, baru setelah akhir 2005 pemerintah terlibat aktif, selengkapnya, berikut petikannya :
Tanpa bermaksud mengecilkan peran dan dukungan para pihak di Kabupaten Gunungkidul dan Propinsi DIY, proses pengembangan HKm di Gunungkidul tidak bisa meninggalkan peran Konsorsium Pengembangan HKm (KPHKm) yang melakukan pendampingan mulai tahun 2003 - sekarang. Dengan mengacu pada pasal 12 SK Menhut No.3112001 tentang penyiapan masyarakat, KPHKm memfasilitasi penguatan kelembagaan dan kapasitas teknis KTHKm dampingan (wawancara tangga/1 0 Juli 2008) Proses kegiatan
pengawalan
HKm dilakukan dengan
cara:
1)Pemaparan (ekspose) hasil kajian pelaksanaan HKm; 2)Diskusi multipihak penyerahan kewenangan pengelolaan hutan negara di provinsi DIY; 3)Audiensi dan publik hearing dengan komisi B DPRD Provinsi DIY; 4)Sarasehan
KTHKm;
5)Pelatihan
kelompok
tani
HKm
se-
Gunungkidui;6)Asistens kelompok dengan membantu pembuatan aturan internal dan rencana kelola sebagai syarat administratif ijin HKm.
118
Peran dan fungsi KPHKm diimplementasikan dalam berbagai bentuk program yang terencana. Tujuan dari program-program tersebut adalah : (1) meningkatkan kapasitas dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan melaui skema HKm; (2) meningkatkan kemampuan berorganisasi untuk memperbaiki posisi dan daya tawar masyarakat. terhadap stakeholder kehutanan yang lain; (3) memfasilitasi penyelesaian persoalan yang berkaitan yang berkaitan dengan HKm; (4) mendorong munculnya Perda Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Masyarakat (PSDHBM);
(5)
melakukan
inisiasi pembentukan dan
pengembangan Forum Pemerhati Hutan yang didukung oleh elemen multipihak; (6) mendokumentasikan seluruh proses pengembangan HKm Gunungkidul. Out put Program yang diharapkan adalah :
1. Masyarakat mampu dan terampil dalam mengelola kawasan hutan. 2. Terbentuknya kelompok tani hutan mandiri dengan mekanisme internal yang demokratis dan berdaulat serta mampu mengurangi intervensi pihak luar. 3. Terbentuknya jaringan petani hutan Gunungkidul dengan posisi dan daya tawar yang setara dengan multistakeholder kehutanan. 4. Persoalan yang berkaitan dengan HKm dapat diselesaikan. 5. Kelompok tani hutan memperoleh izin pengelolaan HKm. 6. Munculnya Perda tentang PSDHBM di DIY. 7. Terbentuknya Forum pemerhati HKm yang progresif.
119
Dalam melaksanakan misinya KPHKm menjalin kerjasama atau bermitra dengan berbagai stakeholder,yaitu: 1. 35 Kelompok Tani HKm di Gunungkidul. 2. Pemerintah pusat (BPDAS SOP dan BPKH Wii.XI) 3. Pemerintah daerah (provinsi DIY dan Kabupaten Gunungkidul 4. DPRD Kabupaten Gunungkidul 5. LSM dan Perguruan Tinggi. 4.3. Forum Komunikasi HKm Bagian Daerah Hutan (FKBDH) Munculnya istilah Forum Komunikasi HKm tingkat Bagian Daerah Hutan (FKBDH) itu sendiri telah ada sejak 2003, sejak program KPHKm periode pertama berlangsung. FKBDH ini dirintis bersamaan dengan konsultasi publik Raperda tentang pengelolaan HKm di Gunungkidul oleh Komisi B bekerjasama dengan KPHKm. Konsultasi publik tersebut berlangsung sepanjang bulan Oktober 2003 di BDH Playen BDH Karangmojo, BDH Paliyan, dan BDH Panggang. Forum ini dirintis menjadi
.
media komunikasi dan koordinasi KTHKm pada tingkat BDH dengan melibatkan
pihak-pihak
di
wilayah
tersebut,
sebagai
alternatif
penyelesaian masalah dalam pengelolaan HKm. Forum ini juga terbentuk karena saat itu media pertemuan KTHKm di level paguyuban petani seGunungkidul sebagai resolusi permasalahan tidak dapat berfungsi dan cenderung menimbulkan persoalan dikarenakan adanya kepentingan oknum pengurus. Paguyuban petani HKm sendiri telah dibekukan oleh 27 perwakilan kelompok tani HKm tanggal20 Desember 2003 di Yogyakarta.
120
Bapak lr.H. Murbani selaku Kasubdin Dishutbun Gunungkidul mengatakan FKBDH diperlukan agar rnemiliki fungsi koordinasi, fasilitasi, dan mediasi dar bawah ke atas. Berikut petikan wawancaranya : Pembentukan FKBDH ini bermaksud agar fungsi komunikasi dan koordinasi tetap berjalan dan tentunya /ebih mengefisienkan kinerja forum. Forum in beranggotakan perwakilan kelompok di wilayah BDH, pihak kecamatan,. pihak desa, perwakilan dusun, tokoh masyarakat, serta pihak-pihak terkait. Peran pemerintah desa dan kecamatan menjadi penting karena pihak tersebut yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Kedua pihak tersebut dinilai memiliki data dan lebih mengerti kondisi potensi dan permasa/ahan yang dihadapi masyarakat di wilayah masing-masing. Dengan dukungan tersebut nantinya akan lebih mempermudah koordinasi untuk mencari solusi, peningkatan SDM dan /ainnya berjalan lebih efektif, efisien dan tepat sasaran (wawancara tangga/ 21 Juli 2008). Adapun tujuan berdirinya FKBDH adalah untuk : 1) Terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat di tingkat kecamatan; 2) Sebagai media untuk berbagi peran, berbagi informasi tentang perkembangan HKm; 3) Menjalin hubungan baik antar pihak di tingkat kecamatan dengan semangat persatuan; 4) Mengkomunikasikan aspirasi masyarakat kepada pihak terkait. Untuk mencapai dan meraih tujuan yang akan dibangun dibentuk program FKBDH, yaitu : 1)Melakukan pendataan SDA dan SDM KTHKm di tingkat BDH/kecamatan; 2)Melakukan evaluasi terhadap pembukuan . administrasi dan keuangan KTHKm; 3)Mendorong peraturan desa tentang pengelolaan hutan; 4) Melakukan pemantauan perkembangan masyarakat
untuk
mendorong
dibentuknya
unit
usaha
produktif
masyarakat salah satunya koperasi tingkat kecamatan (Laporan Akhir KPHKm, 2007)
121
4.4. Pokja Penguatan dan Pengembangan HKm DIY Pokja penguatan dan pengembangan HKm DIY muncul karena didasari
oleh
berhentinya
proses
turunnya
ijin
tentang
definitif
pengelolaan HKm di DIY pada level kebijakan. Kebijakan HKm yang menggantung Keputusan
ini
berakibat
Menteri
tentang
pada
belum
pencadangan
ditandatanganinya areal
HKm
Surat
sehingga
implementasi HKm di lapangan menunggu dalam ketidakpastian. Pokja ini merupakan tim bertugas untuk mengawal dan menggiring proses pengembangan HKm di DIY sampai adanya kepastian tentang munculnya ijin pengelolaan jangka panjang HKm. Pokja beranggotakan dari berbagai instansi pemerintah baik daerah maupun pusat (Dishutbun Propinsi DIY dan Kabupaten Gunung Kidul dan Kulonprogo, Bapeda Gunungkidul dan Kulonprogo, Balai Pengelolaan DAS SOP, BPKH Wil. XI Jawa dan Madura, Pemerintah Desa), LSM dan Perguruan Tinggi. Dalam rangka mengemban tugasnya, POKJA HKm DIY telah melakukan beberapa program kegiatan, yaitu : 1) Monev HKm, untuk mengetahui perkembangan HKm pada level kelompok sebagai pengelola dan sekaligus untuk meningkatkan kinerja kelompok; 2) Upstreaming HKm tingkat nasional, kegiatan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka menunjukkan kepada pemerintah pusat tentang keseriusan daerah 3) Penyebarluasan kegiatan HKm kepada semua pihak, kegiatan ini bertujuan untuk memperluas perhatian publik ke pengembangan HKm DIY.
122
Diagram 4. Alur Kegiatan Pokja HKM DIY (PREPARATION) PERUMUSAN PERKEMBANGAN DAN Ut.~t.l
Hasil Sarasehan Petani HKm
t.l-ll-ll<m
Perkembanga n HKm dari para petani se DIY&
SARASEHAN PETANI HKm
LOKAKARYA HKm DIY
MONEVHKm
DISKUSI PERAN DAN POSISI INSTANSI KEHUTANAN DIY
Arah kebijakan HKm yanq belum ielas
Upstreaming HKm tinakat nasional
Hasil diskusi peran dan posisi instansi kehutanan DIY
Altematif solusi kebijakan dalam oenaelolaan HKm
Tahap I : Proses yang sudah dilakukan
D
ProseQ
Rumusan Program Bersama Penyebarluasan kegiatan HKm di
ntv
Dokumen Has() Keputusan
Q
Data
123 POKJA Penguatan dan Pengembangan HKmDIY
~
~
.......! Penyusunan 1"1 tim monev HKm (pendamping dan stat dinas kehutanan)
I
~
Retreat tim monev (stat dishutbun dan pendamping)
Terbentuknya tim monev HKm
Drat
..--
~:all
I L+ Rum us an Program Bersama
-
I-
Penyusunan drat kriteria dan indikator (K dan I) MONEVHKm
Konsultasi publik r----.1 atau simulasi K dan I ke petani dan stat . laoangan I
r+
LJ
Pelaksanaan MonevHKm
1---+
LnK
Penyusunan hasil monev
rr
Pemaparan dan diskusi hasil monev
Finalisasi draft K dan I Teridentifikasinya kebutuhan ::~~i~tP.n~i tP.Icni~
y.
Upstreaming HKm tingkat nasional
r-+
Diskusi anal isis peluang tuntuk dialog dengan
rr
~ Loby-loby
ke Deohut
r-.
Dialog pemprov DIY dengan Men hut
+
Hak pengelolaan jangka panjang
Penjajagan ljin pengelolaan jangka panjang
Penyebar1uasan keaiatan HKm DIY
Tahap II : Proses yang sudah dilakukan
D
ProsO
Dokumen Ha<> Keputusan
Q
Data
124
Dari beberapa hal yang berkaitan dengan pemetaan aktor HKm dapat diambil beberapa pelajaran,
pertama,
HKm telah mendukung konsep
desentralisasi sumber daya hutan. Kebijakan dalam SK Menhut No.31/2001 telah membuka Iebar-Iebar pada pemerintah daerah untuk mengatur dalam pemberian izin pada kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan negara. Pelajaran kedua, HKm yang dikembangkan di Gunungkidul telah mampu membuka akses sumberdaya hutan bagi rakyat. Rakyat diberi hak untuk pengelolaan hutan negara selama 25 tahun dengan telah keluaranya izin definitif pengelolaan HKm.Pelajaran ketiga, Keberadaan POKJA HKm DIY sebagai wadah para pihak dalam pembangunan HKm perlu dipertahankan keberadaanya mengingat perannya yang besar dalam mengawal turunnya izin definitive Tabel. 19 Rangkuman keterlibatan PT/LSM Kontribusi Motivasi/Kepe ntingan Para Pihak Transfer knowledge dan • ldentifikasi dan rancang bangun PKHR UGM penerapan dalam sosial laboratorium sebagai program HKm penelitian, kegiatan Lokakarya dan dan • Pelatihan pengembangan hutan manajemen peningkatan pemberdayaan community untuk rakyat forestry dinas/instansi/pokmas partisipatif areal • Pemetaan hutan rakyat •!• Ekspose hasil kajian HKm Pendampingan kelompok LSM •!• Pendampingan KTHKm masyarakat dalam rangka •!• Diskusi multipihak dan pemberdayaan memperbaiki posisi tawar •!• Audiensi dan publik hearing •!• Sarasehan KTHKm dengan masyarakat •!• Pelatihan KTHKm pemerintah dan mengawal ·:· Monev HKm Untuk POKJA HKm ·:· Upstreaming HKm tingkat proses menggiring Nasional pengembangan HKm ·:· Penyebarluasan klegiatan HKm pada semua pihak
125
J
LSM
Pemerintah Des a
s~oREA ·J BPKH Wil. XI
Pembangunan HKm Gunungkidul
Petani (Kelompok Tani HKm)
lnstansi Non Kehutanan
BPDAS Serayu Opak
1.Dinas Kehutanan Propinsi DIY 2.Dinas Kehutanan Kabupaten Gununakidul
PKHR UGM
Komisi B DPRD POKJA HKm DIY
0
Pemeran Utama
D
Diagram 5. Kontribusi Para Pihak Dalam HKm Gunungkidul Pemeran Pendamping I
Q
Pemeran pendamping II
D
Pemeran pendamping Ill
126
C. PERUBAHAN UNSUR MODAL SOSIAL DIBALIK KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HKm 01 GUNUNGKIDUL Penerapan kebijakan HKm di Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta yang. melibatkan banyak pihak baik dari masyarakat, pemerintah maupun LSM telah menyebabkan perubahan modal sosial diantara para pihak yang terlibat. Modal sosial yang mengalami perubahan sebagai akibat dari pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam hal ini Program HKm dianalisis dengan mengkaji perubahan tindakan bersama yang terkoordinasi dalam pencapaian tujuan bersama dengan indikator saling percaya (trust), jaringan (networking), dan norma-norma sosial (social norm) (Putnam dalam Muspida, 1993).
1. Saling Percaya (Mutual Trust) Modal sosial rasa saling percaya (trust) yang mengalami perubahan sebagai
akibat
diterapkannya
kebijakan
pembangunan
HKm
terhadap
keterlibatan para pihak adalah adanya kepercayaan antar pemerintah (Propinsi dan Kabupaten), Pemerintah dengan Masyarakat, pemerintah dengan LSM dan Masyarakat dengan LSM. Program HKm yang dijalankan pertama kali pada tahun 1995 pada awalnya hanya melibatkan pemerintah pusat dan Kelompok tani, namun dalam perkembangannya setelah mengalami evolusi kebijakan
sampai
membuka
jalan
keluarnya
untuk
Perme.1hut
masuknya
No.P.37/Menhut-ll/2007
multistakeholder dalam
telah
pelaksanaan
pembangunan HKm. Hubungan
antara
Pemerintah
(pusat-propinsi-daerah)
yang
pada
awalnya berjalan sendiri-sendiri, mulai tereliminir pada saat munculnya Kepmenhut Rl No.31/Kpts-ll/2001 yang memberikan kewenangan pemberian
127
izin pengelolaan HKm kepada Bupati/Walikota atas rekomendasi dari Gubernur.
Munculnya
rekomendasi
Gubernur
1 Maret 2003
tentang
permohonan ijin HKm dan turunnya SK Bupati Gunungkidul tentang pengelolaan HKm dapat dinilai telah terjadi kesepahaman dan kesepakatan antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten serta stakeholder kehutanan yang lain dalam penyelenggaraan HKm. Rasa percaya pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan HKm di Gunungkidul adalah diberinya kewenangan kepada masyarakat dalam bentuk kelompok tani untuk mengelola hutan negara, dengan mengacu pada ramburambu
bahwa
untuk mengubah
tidak
status
fungsi
kawasan
hutan,
memerankan masyarakat sebagai pelaku utama dan transparansi atau akuntabilitas publik. Program HKm tidak hanya sekedar memberikan alternatif berusaha kepada masyarakat agar mereka terlibat dalam mengelola
hutan~
melainkan juga pemberian kesempatan ::tan kepercayaan kepada masyarakat sekitar hutan untuk bersama-sama mengelola sumberdaya hutan agar dapat dicapai kesejahteraan masyarakat dengan senantiasa memperhatikan upaya pelestarian
hutan.
Pemberian
kepercayaan
ini
juga
menguntungkan
pemerintah disatu .sisi mengingat keterbatasan tenaga pengaman hutan, sehingga
keterlibatan
masyarakat
dapat
membantu
mengurangi
laju
deforestasi kawasan hutan Dalam hubungannya dengan LSM, pemerintah memberi porsi yang cukup besar, hal ini dapat dilihat dalam salah satu pasal Permenhut tentang HKm, dimana hak dari KTHKm adalah mendapat fasilitasi dari pemerintah kabupaten/kota yang dapat dibantu oleh antara lain: LSM, Perguruan Tinggi,
128
lembaga keuangan dll. Peran LSM semakin dipercaya oleh pemerintah untuk mendampingi kelompok tani hal ini sudah dinyatakan oleh seluruh informan yang penulis wawancarai,
karena kendala waktu dan tenaga instansi
pemerintah yang ada maka peran LSM pada pembangunan HKm di Gunungkidul menjadi dominan. Empat LSM dan PKHR UGM yang tergabung dalam Konsorsium Pengembangan HKm (KPHKm) telah menjembatani proses kegiatan HKm di Gunungkidul yang sempat mengalami stagnasi akibat lamanya proses perizinan HKm, tarik ulur kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta proses pencadangan lokasi HKm yang memakan waktu lama. Terlebih setelah terbentuknya POKJA HKm DIY, dimana semua
stakholder kehutanan berkumpul disitu. Dengan frekuensi pertemuan tiap hari sabtu pada awal terbentuknya dan sebulan sekali setelah launching pemberian izin definitif HKm menunjukkan komitmen para pihak dalam pengembangan HKm. Menurut penuturan saudara Exhwan dari LSM SHOREA, rasa percaya antar pihak dapat tercipta karena sama-sama memperoleh keuntungan, berikut wawancaranya :
Rasa percaya diantara kami selalu terjaga karena sama-sama memperoleh keuntungan, kejumutan komunikasi mulai hilang, tidak terbentur /agi masalah birokrasi, ada kesamaan visi bahwa program HKm harus ja/an, yang penting kerja enak di pokja ini. (wawancara, 10 Juli 08). Rasa percaya antar pihak dalam pembangunan HKm di Gunung Kidul dapat penulis rasakan saat mengikuti tiga kali pertemuan para pihak dalam forum yang berbeda, yang pertama adalah pertemuan antara MFP-DFID Bogor,JAVLEC Yogyakarta yang difasilitasi oleh LSM SHOREA dengan KTHKm Sedyo Lestari di Karangasem 8 Paliyan. Dalam forum itu masyarakat
129
anggota kelompok tani begitu terbuka mengungkapkan permasalahannya dan pihak LSM baik yang dari luar Yogya maupun dari lokal Yogya menanggapinya dengan baik. Inti dari pertemuan itu adalah adanya konsep penjualan karbon dalam mengurangi pemanasan global, petani di KTHKm ini diberikan pengertian bahwa kedepan keberhasilan program HKm tidak hanya dengan mengambil manfaat kayu dan non kayu saja namun juga dapat dimintakan kompensasi dari kesadaran kelompok dc.lam menjaga kelestarian hutan yang . berarti menyumbang oksigen untuk mengurangi pemanasan global akibat ulah negara-negara industri. Pertemuan
kedua
yang
diikuti penulis saat Raker penyusunan
Rancangan Peraturan Gubernur DIY tentang pengelolaan HKm di DIY. Pertemuan ini difasili tasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi DIY, dihadiri oleh Dinas Kehutanan Kabupaten, Bappeda, LSM, Dinas Pertanian, BPDAS SOP, BPKH Wii.XI, Biro Hukum Setda Propinsi. Dalam pertemuan itu terlihat sekali bagaimana antusiasme dari para pihak untuk
menindaklan-juti Kepmenhut
tentang pengelolaan HKm agar lebih membumi. Bahasan yang terpenting adalah formulasi bagi hasil antara pemerintah propinsi, kabupaten dan KTHKm untuk pemanfaatan hasil kayu dari program HKm. Pertemuan ketiga diadakan di Ruang Sidang 2 Kabupaten Gunung Kidul saat diadakan Presentasi Kajian legalitas Kayu Hutan Rakyat oleh PKHR UGM, pada pertemuan yang dihadiri oleh : Dishutbun Kabupaten Gunungkidul, Bappeda Gunungkidul, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perindagkop, Kantor Penyuluh Pertanian dan Kehutanan, Bagian Hukum Setda Kabupaten, LSM Perdikan, LSM SHOREA dan LSM ARUPA, serta perwakilan KTHKm.
130
Merekalah para pihak yang selama ini juga mengawal pelaksanaan program HKm di Kabupaten Gunungkidul.
Dalam forum pertemuan ini dapat kami
rasakan semangat kebersamaan para pihak dalam menyikapi masalah kehutanan (dalam hal ini hutan rakyat), aspek saling percaya dengan berbagi info mengenai hutan rakyat antar pihak terlihat dalam forum ini. Tabel 20. Perubahan Unsur Modal Sosial Saling Percaya setelah HKm Unsur Modal saling percaya Pengelolaan Lahan
Desentralisasi kehutanan Fasilitasi kelompok Antar aktor/pihak
Sebelum HKm
Setelah HKm
Pemerintah tidak memberikan ijin pengelolaan HKm Pengelolaan hutan dikendalikan pusat
Diberikannya ijin definitif pengelolaan HKm selama 35 tahun Pendelegasian wewenag kepada pemda untuk mengelola Pemberian kepercayaan ke LSM meningkat Semakin kuat saling kepercayaannya
Dominan instansi kehutanan Belum begitu kuat kepercayaannya
2. Jaringan (network) Jaringan (network) sebagai bagian dari modal sosial pembangunan HKm di Gunungkidul dianalisis dari jaringan yang terbentuk dari peran masingmasing pihak yang melibatkan diri dalam pembangunan HKm dari level yang paling rendah di tingkat kelompok sampai tingkat nasional. Sejak tahun 1995 pertama program HKm digulirkan di Gunungkidul sampai dengan kondisi tahun 2007 dimana telah dikeluarkan izin definitif pengelolaan kepada 35 kelompok tani HKm, banyak pihak yang terlibat. Secara fisik capaian yang diperoleh dari program HKm adalah
kondisi
kawasan HKm boleh dikatakan cukup berhasil. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh POKJA HKm menunjukkan bahwa 80 % kawasan HKm
131
yang dikelola oleh masyarakat sudah tertutup dengan tanaman keras, dari sebelumnya yang berupa tanah kosong dan kritis. Tanaman pokok yang dominan adalah jati dengan selang umur tanaman antara 4 sampai 11 tahun. Jaringan yang terbentuk oleh keterlibatan multipihak di Gunungkidul : a. Pada levellapangan,
Pelaksanaan HKm di dukung oleh kelembagaan yang bernama Kelompok tal"!i HKm. Kelompok tani HKm merupakan pemeran utama dalam pengelolaan HKm dan sebagai pengelola yang mempunyai izin kegiatan HKm untuk melaksanakan pengelolaan HKm. Kelompok tani ini beranggotakan masyarakat
sekitar
hutan,
yang
mempunyai
kesamaan
dalam
mata
pencaharian bergantung lahan, dan bersepakat untuk membentuk komunitas dalam suatu kelompok. Ada 35 kelom ook tani HKm di Gunungkidul
yang
sudah memegang izin definitif pengelolaan HKm dari bupati. lsu kelembagaan yang terkait dengan perizinan dalam pelaksanaan HKm adalah keharusan bagi kelompok untuk berbadan hukum koperasi selama masa izin sementara. Hal ini disebabkan karena izin definitif hanya akan diberikan kepada koperasi sebagaimana tercantum dengan PP 06/2007 bagi yang berbasis kayu. Keinginan kelompok untuk meningkatkan status kelembagaan KTHKm menjadi badan hukum koperasi telah difasilitasi dengan pelatihan koperasi dan asistensi teknis menejemen koperasi yang dilakukan oleh NGO LSM SHOREA, Subdinas Koperasi Gunungkidul, Dinas Kehutanan Kabupaten dan Dinas Kehutanan Propinsi. Dengan banyaknya KTH di gunungkidul yang jaraknya berdekatan, beberapa kelompok bergabung untuk
132
membentuk koperasi. Pada saat ini, 35 KTHKm di Gunungkidul bergabung dan sudah membentuk 7
~operasi
yang sudah mempunyai badan hukum.
b. Padaleveldesa Pemerintah desa mulai ikut memperkuat peran dalam pengelolaan HKm
dengan
menyusun
Peraturan
Desa
tentang
penyelenggaraan
pengelolaan HKm di masing-masing desa. Peraturan desa (perdes) tersebut mengatur tentang hak dan kewajiban petani HKm, kelompok HKm, dan pemerintah desa. Perdes tersebut hanya mengatur petani HKm sebagai warga desa untuk mengelola hutan negara, bukan mengatur tentang fisik kawasan hutan negara. c. Pada level kecamatan dan bagian daerah hutan Pengembangan HKm didukung oleh forum-forum multipihak pada tingkat kecamatan. Forum multipihak ini kemudian lebih dikenal dengan Forum Komunikasi Bagian Daerah Hutan (FKBDH). Pengurus forum multipihak orangorang yang berasal dari perwakilan beberapa institusi yang mempunyai concern terhadap HKm di BDH dan kecamatan dan beranggotakan semua
anggota kelompok tani yang berada di wilayah kecamatan tersebut. Pengurus FKBDH ini berasal dari perwakilan kelompok tani, kecamatan, kepala resort pemangkuan hutan, kepala BDH, pemerintahan desa (BPD dan Lurah), dan LSM. Fungsi Forum komunikasi BDH merupakan, pertama, wadah komunikasi antar pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap hutan negara untuk saling tukar informasi, mensikapi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehutanan dan HKm, dan kedua, sebagai ajang untuk mempererat hubungan pihak-pihak pemerhati kehutanan dari pemerintah ataupun masyarakat
133
d. Pada level kabupaten dan propinsi
Pengembangan HKm di Gunungkidul didukung oleh POKJA dengan nama Pokja Penguatan dan Pengembangan HKm DIY yang kemudian lebih dikenal dengan POKJA HKm DIY. POKJA HKm DIY beranggotakan dari berbagai instansi pemerintah di daerah (Dishutbun
Propinsi DIY dan
Kabupaten, Bapeda, BPDAS SOP), LSM, dan Perguruan Tinggi. POKJA HKm DIY muncul karena didasari oleh berhentinya proses turunnya ijin definitif tentang pengelolaan'HKm di DIY pada level kebijakan. Prof.San Afri Awang menilai bahwa kondisi jaringan yang ada diantara para pihak yang berkecimpung dalam pembangunan HKm di DIY telah
be~alan
lancar-lancara saja, berikut petikan wawancaranya:
Typikal kawasan hutan Gunungkidul itu unik dari 16 ribu hutan Yogyakarta, 13 ribu ha berada di Gunungkidul, tetapi pengelolalaannya masih oleh Propinsi DIY dan belum diserahkan ke kabupaten karena adanya sultan (daerah istimewa) sehingga para pihak yang berkecimpung di program HKm cenderung menghindari konflik (mencari jalan kompromis yang penting samasama enak) dan itu dimaklum oleh semua pihak. Sebagian besar pengelola hutan sudah menjalankan perannya masing-masing (tentunya disesuaikan dengan tupoksi masing-masing), meskipun belum maksimal namun ini optimal yang telah dilakukan oleh mereka, kadang yang membikin saya gusar pada pertemuan tertentu kadang pihak yang hadir mewakilkan kepada stafnya (apakah sebelum dan sesudah rapat ada komunikasi dengan pimpinannya)(wawancara 14 Ju/i 2008). Tabel 21.
Perubahan Unsur jaringan setelah HKm
· Unsur Modal jaringan Pengelolaan kawasan
Pengolahan lahan Pengembangan jaringan
Sebelum HKm
Setelah HKm
Pemerintah lokal kurang diberi peran Dilakukan sendiri
KTHKm, Pemerintah Desa diberi porsi besar dalam mengelola kawasan Dikerjakan bersama-sama kelompok Budaya berorganisasi memperluas wawasan dan pergaulan kelompok tani
Pergaulan hanya dominan didalam kelomp_ok tani
134
3. Norma-Norma Sosial (social norm)
Norma sosial (social norm)
sebagai bagian dari modal sosial yang
mengalami perubahan diantara para pihak yang terlibat dalam pembangunan HKm di Gunungkidul dilihat dari aturan-aturan yang ada di intern para pihak dan aturan antar pihak. Keterlibatan multipihak dalam pembangunan hutan kemasyaraka-
tan
di
Gunungkidul
mengacu
kepada
peraturan
yang
dikeluarkan oleh Dephut selaku pemangku program HKm, ada beberapa aturan yang dipakai rujukan, yaitu : Permenhut Rl P.37/2007,Kepmenhut Rl No.433/2007,
di
tingkat
kabupaten
Keputusan
Bupati
Gunungkidul
No.204/2007 dijadikan landasan berpijak untuk melaksanakan pembangunan HKm. Disamping aturan bersama tersebut para pihak tentunya memiliki tupoksi masing-masing. BPDAS SOP, BPKH WII.XI DIY sebagai instansi vertikal di daerah mempunyai norma tersendiri, karena meskipun kaki berada di daerah namun kepala berada di Jakarta. lni berarti perubahan norma sebagai modal sosial yang dijalankan oleh instansi pusat tidak bisa lari dari kebijakan pusat. Seperti diungkapkan oleh lr.Ayu Dewi,MP. dari BPDAS SOP sebagai berikut : Norma sebagai modal sosial berupa aturan-aturan yang kami anut sebagai pihak yang mendampingi Dinas Kehutanan dalam pembangunan HKm di Gunungkidul merupakan modifikasi aturan-aturan yang ada menyesuaikan dengan situasi kondisi spesifik lokal, dengan tanpa /ari dari rei yang ada (tupoksi masing-masing pihak), karena Hkm melibatkan banyak aspek (lahan milik Propinsi sedangkan rakyat milik Kabupaten) sehingga harus "dicreate" sedemikian rupa agar tidak terjadi gesekan-gesekan yang prinsipil. (wawancara 15 Juli 2008)
135
lnstansi Dinas Kehutanan dan Perkebunan baik di Propinsi maupun di Kabupaten sebagai pemimpin dalam program HKm tidak bisa serta merta sendiri-sendir, koordinasi antar instansi terkait (Dinas pertanian, Dinas
be~alan
PERINDAGKOP, Kantor Penyuluhan) maupun berkoordinasi dengan UPT pusat di daerah, memerlukan 'seni' tersendiri, dimana Dishutbun sebagai faslitator mampu menjembatani berbagai kepentingan para pihak. LSM -dan Perguruan Tinggi sebagai pihak yang netral juga tidak bisa serta merta
beroposisi
secara frontal
dan terbuka dalam
mengkritisi
pelaksanaan HKm di Gunungkidul, diperlukan kesantunan-kesantunan ala jawa agar norma-norma sosial yang melingkupi pelaksanaan HKm dapat dijalankan dengan baik dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Pada kesempatan terpisah Prof.San Afri Awang sebagai ketua Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) UGM menilai dampak dari keterlibatan multipihak terhadap
norma
sebagai
modal
sosial
adalah
adanya
kesepakatan-
kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi seperti pembentukan POKJA HKm DIY, berikut petikan wawancaranya :
Kesepakatan pembentukan POKJA HKm DIY merupakan campuran untuk 'mengcreate' norm baru, walaupun kolaborasi ada soal, nilai-nilai bulat dari masing-masing institusi yang terlibat tidak bisa dipaksa masuk dalam nilai kolaborasi, kepentingan pokja jadi lonjong, jadi norm dari institusi tidak bisa dipaksakan, bahkan ada norm baru yang terbentuk, kesediaan satu pihak untuk menurunkan egonya dalam artian mengalah untuk menang, agar ben:Jiri sama tinggi dan duduk sama rendah merupakan sesuatu yang indah disini (wawancara 14 Juli 2008) Meskipun tidak ada aturan tertulis yang mengatur peran masingniasing pihak dalam wadah POKJA HKm DIY, namun komitmen yang kuat diantara masing-masing pihaklah yang menjadikan Pokja masih awet. lr.Finnan Fahada,MP dari BPKH XI Yogyakarta menilai norma sosial diantara
136
pihak tidak lepas dari situasi kondisi budaya Yogyakarta yang masih kental rasa "jawanya:, berikut petikan wawancaranya : Yogyakarta sebagai derah istimewa menjadikan sultan sebagai raja dan sekaligus gubemur masih dijadikan patron yang kuat dalam pelaksanaan pembangunan disini, seperti program HKm, meskipun lokasi HKm di Gunungkidul dan tentunya pelaksananya rakyat sini namun pemangku kawasan dari propinsi DIY, hal itu tidak menjadi soal, dimaklumi semua pihak. lkatan para pihak di POKJA HKm, lebih didasarai rasa "tepo sliro", "andhap asor" antar pihak, namun tetap profesional, komitmen yang kuat diantara kami lebih bersifat _ke ikatan individu, jadi personil yang ada disini alhamdulillah semua komit untuk mensukseskan program HKm. Namun hal ini juga patut diwaspadai kedepan ketika ada perubaJ1an personil wakil instansi di POKJA (karena mutasi atau promosi) jangan sampai pengganti kami tidak memilki komitmen minimal sepertii kami, sehingga mengancam kelanggengan Pokja (wawancara, 10 Juli 08).
Penulis Gunungkidul
lebih
terha~ap
tertarik
kepada
dampak
pelaksanaan
HKm
di
perubahan-perubahan norma sosial yang ada di
Kelompok Tani Hutan, ada beberapa perubahan di KTHKm sebagai salah satu stake holder yang menyangkut norma sosial, seperti sebagai berikut: a. Pembangunan HKm telah memberikan kebiasaan kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya berkumpul dan berorganisasi dimana setiap kelompok mengadakan pertemuan rutin untuk menyelesaikan suatu persoalan. b. Pelaksanaan HKm telah memelihara tradisi masyarakat gotong royong seperti kerja bakti bersama dalam kelompok membuat lalahan, membuat jalan, dan pengamanan areal HKm dengan sukarela. Ronda bersama merupakan tindakan kolektif terbangun dalam bentuk organisasi sosial secara spontanitas yang didasari oleh kedekatan lahan. Setiap individu petani bersama-sama melakukan penjagaan atas kawasan HKm.
137
c. Satu bentuk kegiatan ritual adat adalah ritual untuk kelestarian hutan, yang dilakukan agar hutan aman dengan menyelenggarakan kenduri dan membuang syarat, serta doa-doa dari orang tua yang dianggap sesepuh desa. Pada intinya adanya HKm sebetulnya akan memelihara kelestarian budaya dan sosial masyarakatnya serta adat istiadat yang telah dilakukan nenek moyang sejak dulu. d. Sistem pemgelolaan kawasan, mereka memilki mekanisme yang dapat meminimalkan konflik antar anggota, maupun diluar anggota. Misalnya bila ada anggota kelompok melakukan pengolahan lahan biasa disebut perayaan atau gugur gunung, maka anggota lain membantu dan masingmasing anggota dibayar lebih kurang Rp.2.000, uang tersebut bukan milik mereka yang bekerja namun menjadi uang yang masuk kas kelompok. e. Didalam hal pemanenan hasil mereka memiliki aturan bahwa hasil dibagi secara adil antara anggota dengan milik kelompok. Tanaman tumpangsari menjadi
milik anggota tetapi tanaman pokok sebagian menjadi milik
kelompok (hasil berkisar 5%-15% untuk kelompok). Bila terjadi kematian anggota mereka juga sudah mengatur tentang hak waris. f.
Dalam hal penanaman, pemuliaan tanaman, maupun pemanenan mereka memilki kebiasaan tidak tertulis. Mereka memilih tanaman yang dapat hidup dengan tumpangsari sekaligus memilki ketahanan ekologis. Mereka melakukan pemuliaan tanaman dengan memakai pupuk organik dari buangan ternak mereka yang lebih murah dan ramah lingkungan. Kesepakatanpun dibuat dalam masa panen, mereka menyepakati dalam
138
aturan main kelompok bahwa panen dilakukan tidak dengan serentak tapi per petak, sehingga mereka dapat tetap menjaga ekosistem. Tabel. 22 Perubahan Unsur norma social setelah HKm Unsur Modal sosial norma sosial Budaya berkumpul Pengolahan kawasan
Peran para pihak
Sebelum HKm
Setelah HKm
Kurang begitu sering Secara individu
Sering mengadakan pertemuan kelompok Ada aturan bersama tidak tertulis yang disepakati (penanaman, pemeliharaan dan pemanenan) Bergabung di POKJA HKm dengan norma baru tidak tertulis yang disepakati (komitemen kuat)
Berjalan sesuai tupoksi masingmasing
Berdasarkan uraian mengenai peningkatan unsur modal sosial dalam keterlibatan multipihak dalam pembangunan HKm di Gunungkidul dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Rasa percaya (mutual trust) antar pihak yang terlibat dalam pembangunan HKm di Gunung Kidul mengalami peningkatan saat para pihak tergabung dalam POKJA HKm DIY, peningkatar. rasa percaya
te~adi
pada setiap level
keterlibatan. Jaringan (network) yang terbentuk dari level lapangan sampai dengan propinsi berjalan baik dengan mengeliminir sekat-sekat kendala birokrasi yang biasanya terjadi didalam tubuh instansi pemerintah. Norma sosial (social norms) yang berubah dalam pembangunan HKm di Gunungkidul dapat teramati di level lapangan, dimana kearifan lokal petani HKm dalam melakukan kelola kawasan, lembaga dan usaha mengalami kemajuan yang berarti.
139
D. PERBAIKAN KESEJAHTERAAN DAN KELESTARIAN HUTAN DIBALIK KETERLIBATAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN HKm Dl GUNUNGKIDUL
Pembangunan HKm di Gunungkidul pada dasarnya merupakan program yang digagas pemerintah untuk memberikan "akses" yang lebih kepada masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan. Hal ini demi terwujudnya suatu kondisi masyarakat sekitar hutan (baca: masyarakat lokal) yang semakin sejahtera kehidupannya dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi hutan. Kesejahteraan masyarakat lokal dan kelestarian hutan merupakan dua hal yang ibtegral dan saling melengkapi. Dengan kata lain, hutan tidak akan lestari apabila masyarakat sekitar hutan tidak diberi akses yang lebih luas secara nyata, baik de yure maupun de facto dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
Tanpa akses yang memadai, masyarakat masih saja hidup dibawah garis kemiskinan dan termarginalkan secara ekonomi. Juga berlaku sebaliknya, masyarakat sekitar hutan selamanya tak akan sejahtera, bilamana hutannya merana, rusak dan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat sekitar hutan. Hutan bagi masyarakat sekitar hutan di Gunungkidul mempunyai fungsi sebagai sumber pakan ternak, kayu bakar (rencek), buah-buahan, madu dan juga sumber m·ata air pada musim kemarau. Termasuk juga telah menjadi sumber ekonomi secara langsung yaitu dari hasil tanaman semusim serta nantinya dari panen tanaman pokok dalam program HKm. Penyelenggaraan HKm pada hakekatnya merupakan proses berbagi peran antara pemerintah pusat, kabupayen dan masyarakat. Berbagai peran yang dijalankan oleh multipihak dalam pembangunan HKm seperti yang diuraikan pada sub bab sebelumnya menunjukkan bahwa
140
keberhasilan pembangunan HKm di Kabupaten Gunungkidul tidak serta merta dapat dijalankan oleh masing-masing aktor tanpa saling
beke~asama.
Para aktor
yang tergabung dalam POKJA HKm DIY telah menjalankan beberapa program untuk menggapai tujuan akhir dari pembangunan HKm, yakni masyarakat sejahtera dan hutan lestari.
Perbaikan kesejahteraan masyarakat sekitar dan
kelestarian hutan dalam pembangunan HKm akan diukur dari
kine~a
kelompok
tani HKm (KTHKm) dalam Kelola Kawasan, Usaha dan Kelembagaan, dengan membandingkan KTHKm yang berhasil dan belum berhasil. lndikator KTHKm yang berhasil dan belum berhasil didasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh POKJA HKm DIY. Monev HKm adalah proses melihat dan memikirkan kembali secara menyeluruh yang dilakukan terus menerus atau berkala oleh berbagai pihak untuk mengetahui perkembangan dari pengelolaan HKm di DIY. Dalam melakukan monev ada 3 kriteria yang digunakan, yaitu pertama, kelola kelembagaan yaitu penilaian dilakukan terhadap
kine~a
organisasi KTHKm sebagai pengelola HKm yang
mencakup tentang organisasi KTH, AD/ART dan koperasi. Kedua, kelola kawasan yaitu peniaian yang dilakukan terhadap kawasan HKm yang dikelola KTH, meliputi kondisi tegakan saat ini dan rencana pengelolaannya. Ketiga, kelola usaha, yaitu penilaian yang dilakukan terhadap unit-unit usaha yang dilakukan sebagai alternatif tambahan
pendapatan kelompok. Monev dengan
kriteia dan indikatornya ini dilakukan kepada semua kelompok tani HKm pemegang ijin. Kelompok tani HKm yang memperoleh ijin jangka panjang (IUPHKm) be~umlah
35 kelompok di Gunungkidul. Kelompok-kelompok tersebut tersebar
141
dalam 4 kecamatan yaitu Kecamatan Nglipar 3 kelompok, Kecamatan Semanu 4 kelompok, Kecamatan Paliyan 13 kelompok, Kec Playen 7 kelompok dan panggang
8
kelompok.
Kebijakan
peraturan
Menhut
P37/kpts/2007
menyebutkan persyaratan berkoperasi bagi kelompok yang mengelola dan melakukan rencana pemanenan kayu, maka di Gunungkidul dibangun koperasi dengan pola gabungan kelompok-kelompok HKm. Saat ini telah terbentuk 7 koperasi yang· menjadi induk gabungan kelompok Tani HKm. Berdasarkan MONEV POKJA HKm DIY, dari 35 KTHKm di Gunung Kidul dari 3 kriteria yang digunakan (Ketola Lembaga, Kawasan dan Usaha) ada 4 KTHKm yang akan dibandingkan, dua terbaik dan dua belum berhasil, dua KTHKm terbaik adalah KTHKm Tani Manunggal yang beralamat di Menggoran II, Desa Bleberan, Kecamatan Playen dan KTHKm Sedyo Lestari yang beralamat di Karangasem B, Desa Karangasem, Kecamatan Paliyan. Untuk dua KTHKm yang •
mempunyai score rendah adalah : KTHKm Mintasari beralamat di Surulanang, Karangduwet, Paliyan dan KTHKm Sido Rukun yang berlamat di Mulusan, Mulusan, Paliyan. Berikut ini ringkasan hasil monev keempat KTHKm :
142
Tabel23. Hasii·MONEV KTHKm Gunungkidul
Kelola Kelembaga an
KTHKm TANI MANUNGG AL Kelola Kawasan
1. Dalam hal kelola kelembagaan, kelompok ini sudah sangat baik. 2. Pembukuan administrasi dan keuangan lengkap dan sudah difungsikan sejak lama. 3. Ada ruang administrasi tersendiri dengan rak buku yang khusus menyimpan buku dan dokumen penting. 4. Kelompok ini sudah berkoperasi memiliki badan hukum nomor 518.011/BH/IX/04.
1. Kelola kawasan oleh kelompok ini juga sudah baik. 2. Jati ditanam dengan rapi dan tumbuh subur. 3. Tata batas sudah dilakukan dan sudah selesai. 4. Ada rencana kelola kawasan yang baik sampai penghitungan nilai kayu akhir daur.
Kelola Usaha Ada 6 unit usaha yang dikembangkan kelompok yaitu penggemukan sapi, simpan pinjam, saprotan, pembuatan konsentrat sapi, perikanan, dan pembuatan makanan kecil.
Sumber : Hasil Monev Pokja HKm, 2006
Kondisi Kelembaga an
KTHKm SEDYO LESTARI Kondisi Kawasan
1. Pengurus lengkap, berfungsi sampai seksi2, 1. pengelolaan Ia han sudah optimal, jarak sudah tersosialisasi juga di KLMPK sub. tanam 2x4, merata 2-3 th, jumlah vegetasi > 2. Fungsional baik pengurs maupun anggota 75% kebutuhan anggota terjawab ~ 75% 2. rencana kelola ada, dilengkapi dengan 3. Administrasi lengkap, dokumen ad/art disahkan dokumen dan peta, dusun,sanksi sdh diterapkan dlam aturan internal 3. pelaksanaan sudah dilakukan, persemaian, 4. Koperasi sdah ber BH,no 0342/1999,modal 35 jt penanaman dan pemeliharaan 5. Kop belum fungsional , pengurus dan usaha belum 4. keamanan berjalan dan sudah diterapkan efektif berialan, kegiatan baru simpin dengan sanksi Sumber: Hasil Monev Pokja HKm, 2006
Kondisi Usaha Belum ada unit usaha kelompok usaha sebatas individu dalam kelompok
!
143
KTHKm MINTASARI Kondisi Kelembagaan
Kondisi Kawasan
1. Pengurus lengkap namun belum funbgsional, yang berfungsi hanya ketua, sekretaris dan bendahara .. 2. Tidak ada struktur, adiminstrasi kurang, dokumen kegiatan tidak punya, display tidak ada. 3. Belum ada dokumen pra koperasi. 4. Dokumen pra koperasi tidak ada, sebatas pembukuan arisan simpan pinjam
1. Pengelolaan areal baru 50 %, dengan vegetasi tidak merata 2. Tidak ada dokumen peta yang dipasang di dinding, ada di buku ijin, andil tidak ada. 3. Dokumen rencana kelola ada 4. Kegiatan : tidak ada persemaian, penanaman 50 %, pemeliharaan 50 %
Kondisi Usaha Belum ada unit usaha kelompok
I
Sumber : Hasil Monev Pokja HKm, 2006 KTHKm 5100 RUKUN Kondisi Kelembagaan
Kondisi Kawasan
Kondisi Usaha
1. Pengurus belum bekerja dengan baik, karena lWT tidak jelas. Tidak ada transparansi. 2. Jumlah anggota tidak sesuai dengan SK Bupati tentang pengelolaan sementara (lebih banyak) 3. Administrasi masih acak2an, meskipun sudah ada bukunya tapi tidak difungsikan. 4. AD/ART dan aturan internal tidak berjalan 5. Dokumen pra koperasi masih jauh dari standart perkoperasian
Hampir 100% Ia han digunakan digunakan untuk tumpang sari dan hanya ada tanaman pokok di batas andil.
1. Limbah hasil pertanian selama ini hanya cukup untuk cadangan pakan ternak dan diolah secara tradisional 2. Tidak ada rencana usaha apapun di kelompok ini.
Sumber: Hasil Monev Pokja HKm, 2006.
I
144
1. KTHKm TANI MANUNG GAL Berdasarkan hasil diskusi dengan pengurus serta anggota KTHKm Tani Manunggal dan pengamatan di lokasi didapat gambaran kelompok sebagai berikut:
Kawasan yang dikelola KTHKm Tani Manunggal berada di petak 86 RPH Menggoran, BDH Piayen, saat ini ditanami tanaman pokok 48.000 batang pohon jati dan 400 batang Munggur, MPTS adalah mangga 20 batang. Sedangkan hasil dari tumpangsari yaitu jagung 120 ton, ketela 150 ton dan kacang 50 ton, untuk non kayu kolonjono 1. 746 ton dan leresede 1.346 ton (wawancara 15 Juli 2008) Kekayaan yang dimiliki oleh KTHKm Tani Manunggal adalah : Rp.208 juta (34 juta koptan,74 juta BBM,100 juta bantuan). Asset lain adalah : komputer 1 unit, kandang ternak (10 juta), pondok kerja (15 juta) dan instalasi air. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok adalah : pertanian tumpangsari, simpan pinjam dan saprodi, ternak milik anggota dan kelompok, jual beli benih, pupuk hasil tumpangsari, simpan pinjam usp koptan, usp BBM, donasi, pengguliran dana dengan simpan jasa 2 % Menurut penuturan Bapak Hartono, setelah ada program HKm dapat menikmati hasil panen tumpangsari untuk membeli motor, sapi dan bisa menyekolahkan anak lebih tinggi, selain itu perumahan penduduk banyak yang sudah semi permanen. Dari sisi manfaat ekonomi rata-rata peningkatan pendapatan petani anggota KTHKm berkisar 300-500 ribu, memiliki cadangan pangan dan pakan ternak. Lahan yang dulu kosong akibat penjarahan sekarang sudah hijau, pencurian kayu turun drastis karena sudah ada aturan internal kelompok yang mengatur sanksi, juga diadakan jadwal ronda rutin yang dibantu Babinsa KORAMIL dan Polhut.
145
Sedangkan manfaat ekologi yang didapat mengurangi lahan kritis, mengurangi erosi, perlindungan satwa, sebagai sumber air dan timbul kesadaran akan pentingnya hutan. Saat ditanyakan kiat keberhasilan membina anggotanya, pak Ngabdani menuturkan : Kunci dari keberhasilan kelompok kami adalah bagaimana kita bisa memfasilitasi anggota,seperti pinjaman pupuk dan benih, jadi kalau mereka "diopeni" akan manut.Pemberdayaan anggota diutamakan sedang pengurus hanya jadi fasilitator, Open management (transparan) khususnya masalah dana, kalau di KTH tidak ada honor cuma kalau ada tamu memberi "tinggalan" buat temen2 pengurus, selain itu kami membentuk sub kelompok menjadi 6 (@20-30 orang anggota), sehingga mereka bisa berlatih berorganisasi (wawancara, 15 Ju/i 2008). Sekarang yang menjadi perhatian serius dari pengurus KTHKm adalah menanamkan kesadaran kepada petani bahwa pendapatan tidak hanya dari tumpangsari tapi dari tanaman pokok dengan jalan mencari terobosanterobosan komoditas lain dibawah tegakan, seperti iles-iles, empon-empon, suwek, lebah madu dll. Para pihak yang sering mengadakan pembinaan di KTHKm Tani Manunggal menurut pak Ngabdani, berurutan secara kuantitas adalah LSM SHOREA, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) CDK Playen,
Dishutbun Propinsi, Dishutbun Kabupaten,
BPDAS, BPKH, PKHR UGM. 2. KTHKm Sedyo Lestari Untuk kondisi KTHKm Sedyo lestari, dapat digambarkan sebagai berikut : Kawasan yang dikelola petak No. 135 RPH Karangmojo, BDH Paliyan seluas 29,20 Ha. Tanaman pokok berupa Jati sebanyak 30.160 batang, MPTS berupa mangga,pete dan melinjo. Tanaman tumpangsari jagung yang menghasilkan 80 ton, Ubi kayu 40 ton, padi gogo 300 Kg. Kegiatan yang dilakukan adalah :
146
pertemuan rutin, pengelolaan lahan dan hutan, simpan pinjam dan saprodi. Jumlah dana yang dimiliki Rp. 15 juta, asset lain : kantor, kursi, almari, alat usaha, buku-buku administrasi, data- data di dinding. Pak Parjo sebagai ketua menuturkan banyak perubahan yang dinikmati anggota setelah ada HKm, berikut tuturannya :
Setelah ada program HKm pendapatan anggota meningkat dengan ratarata 300-500 ribu, perumahan yang ada sekarang banyak semi permanen, bisa menyekolahkan anak sampai SMA, mempunyai sepeda motor, bisa membayar pajak, bisa pasang listrik, kesadaran mengelola hutan meningkat, ada usaha gaduh sapi, tenaga tebang, membikin mebel, bikin anyaman, bikin industri rumah tangga roti,empung. Usaha simpan pinjam, pembelian polowijo, usaha barang-barang bekas, toko koperasi dan temak gaduh sapi (per KK 2 sapi) (wawancara, 16 juli 2008). Aspek kelestarian hutan yang terlihat di kawasan KTHKm ini adalah perubahan tutupan kawasan yang mencapai 80 %, pencurian kayu turun karena kawasan dijaga bersama,
SL1dah
ada aturan kelompok tentang
pengamanan kawasan yang berisi antara lain kalau ada pelanggaran membikin surat pernyataan, jika diulangi dicabut ijin kelola kawasan kalau masih nekat dikeluarkan dari kelompok dan diserahkan ke petugas. Telah dibuat tiga sub kelompok dan 6 blok (berarti 6 pos jaga) dengan pola ronda bergilir siang dan malam. Kiat-kiat keberhasilan program KTHKm Sedyo lestari menurut Pak Sardi selaku sekretaris KTHKm adalah sesama pengurus harus transparan terutama dalam pengelolaan keuangan, ada saling percaya, sifat kegotongroyongan (guyub) masih terus dijaga baik sesama anggota atau diluar anggota. Keteladanan pengurus panting agar anggota percaya dan peduli kepada kelompok. Selain itu pengurus selalu menjalin kerjasama dengan pak mantri ataupun pak sinder, petugas penyuluh kehutanan lapangan dan LSM
147
pendamping dari SHOREA agar bersedia membina KTHKm Sedyo Lestari guna meningkatkan kemampuan sumber daya manusia anggota dan pengurus dengan mengadakan pelatihan ketrampilan pertanian dan peningkatan usaha. Menurut pengurus KTHKm yang sering mengadakan pembinaan di kelompok ini adalah
LSM Shorea, Dinas Kehutanan dan perkebunan
Kabupaten, Dinas Hutbun Propinsi,
BPTP, Penyuluh kehutanan lapangan
(PKL), BPDAS, BPKH, PKHR. 3. KTHKm MINTOSARI Kondisi KTHKm Mintasari berdasar pengamatan di lapangan serta hasil pertemuan dengan pengurus/anggota, didapat gambaran sebagai berikut : KTHKm Mintasari beralamat di Surulanang,Karangduwet,Paliyan menggarap petak 95, RPH Menggoro BDH Paliyan seluas 30 ha. Jenis pohon yang ada 15.000 batang,
MPTS berupa mlinjo,nangka,mangga sedangkan untuk
tumpangsarinya berupa ketela yang menghasilkan jagung sebesar 15.000 kg/ha, kacang 7.500 kg/ha dan ketela 3.000 kg/ha. Kegiatan yang dilakukan adalah penanaman dan pemeliharaan jati,arisan, simpan pinjam, tumpangsari. Asset yang dimiliki hanya Rp. 1 juta dan papan struktur serta buku-buku. Saat diadakan pertemuan dengan mereka, ternyata baru saja diadakan reorganisasi pengurus, karena pengurus yang lama (terutama ketua) dianggap tidak bisa bekerjasama dengan anggota, sehingga mayoritas mengadakan pergantian. Menurut
pak Suyoto dari pengurus baru, pergantian pengurus
dikarenakan roda organisasi tidak jalan, berikut penuturan selengkapnya :
KTHKm Mintasari itu pemah bongkar pasang pengurus selama 4 kali, karena tidak bisa berjalan organisasinya. Pengurus lama kalau ada apa-apa yang berkaitan dengan kelompok entah undangan, ada bantuan d/1 jarang disosialisasikan dengan anggota, jadi pengurus jalan sendiri. Kelompok kami
148
dinamai Mintosari karena ketua kami yang lama bemama pak suminto, maka kedepan kami akan mengganti menjadi KTHKm Mintosari baru (wawancara tanggal 17 Juli 2008) Untuk program
kerja dari KTHKm
sekarang adalah
melakukan
penghutanan kembali lokasi yang lama terbengkelai, serta menjaga lingkungan dengan gotong royong, arisan tiap minggu legi, swadaya bibit. Pihak-pihak yang sering melakukan pembinaan di kelompok ini adalah LSM SHOREA, Penyuluh Pertanian dan Kehutanan, Dinas Hutbun Kabupaten, Dishutbun Propinsi, BPTP, BPDAS, PKHR, BPKH. 4. KTHKm SIDO RUKUN
Situasi dan kondisi KTHKm Sido Rukun saat ini adalah : kelompok ini beralamat di Mulusan, Paliyan,mengelola petak no. 142 RPH Paliyan BDH Paliyan seluas 25 ha dengan status sebagai hutan produksi. Tanaman pokok adalah jati sebanyak 1.100 batang, MPTS adalah sirsat, nangka,mlinjo, sedangkan tumpangsari berupa ubi kayu, jagung, mangga, kedondong, kolonjon, mlanding dan turi. Kegiatan kelompok yang awalnya merupakan kelompok arisan dan simpan pinjam ini adalah penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok dan tumpangsari, sedangkan kegiatan usaha adalah simpan pinjam, dengan asset Rp. 1.600.000. Menurut penuturan dari Bapak Suratno, masalah yang dihadapi kelompok ini adalah kesadaran pengL rus dan anggota untuk berorgansasi masih belum tinggi, berikut petikan wawancaranya:
Sumber daya manusia di kelompok ini baik pengurus maupun anggota belum tinggi ditambah pengurus belum menjalankan tugasnya secara maksimal sehingga KTHKm ini masih ja/an di tempat. Penyuluhan yang sering dilakukan oleh bapak-bapak dari LSM maupun kehutanan kadang ada yang cepat tanggap dan ada yang acuh tak acuh, seperli cara tanam, ada yang
149
sudah mengikuti aturan ada yang masih tradisional sehingga hasilnyapun masih belu bagus (wawancara tangga/18 Juli 08). Berdasarkan masalah yang dihadapi sekarang, mereka berharap pembinaan dari pihak-pihak terkait (terutama LSM dan Dinas Kehutanan) agar tidak pernah putus, selain itu akan dilakukan reorganisasi pengurus dengan maksud ada upaya penyegaran agar roda organisasi dapat berjalan kembali. Pihak-pihak yang intensif membina di kelompok ini adalah LSM SHOREA, Penyuluh Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Gunungkidul, Dishutbun Propinsi DIY, BPTP, BPDAS, BPKH dan PKHR. Dari keempat KTHKm yang dibandingkan ternyata terdapat perlakuan yang sama dari para pihak, seperti yang diungkapkan Eko Budi Wiyono dari LSM SHOREA, beliau mengatakan bahwa perlakuan kepada semua KTHKm sama, namur, kemampuan Kelompok berbeda-beda, berikut petikannya:
Kami bekerjasama dengan para pihak Jain telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendampingi dan memfasilitasi kelompok namun ada beberapa kendala, seperti koordinasi antar pengurus dan anggota maupun antar anggota belum terbangun, permasalahan SDM, tokoh sentral belum bisa menggabungkan kemampuan pemikiran anggota kemampuan manajerial belum bagus, ini PR kami (wawancara, 10 Juli 08). Prof.DR.Ir.San Afri Awang,MS. juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, selaku pengurus POKJA HKm \l'lakil dari UGM menyatakan:
Pada awalnya kita berbagi tugas antara PKHR+NGO, Konsorsium HKm dan Pokja untuk mengcover 35 KTHKm yang ada, kami lebih bekerja pada aras mendobrak sumbatan-sumbatan kebijakan yang tidak mempercepat pelaksanaan program HKm, kalau ada yang detail teknis seharusnya personil yang tiap hari bersinggungan dengan KTHKm seharusnya dipacu untuk membina KTHKm yang ada seperti PPL,PKL, Mantri, mandor d/1. Menurut saya kalau ada KTHKm yang jelek lebih disebabkan oleh lemahnya SDM pengelola, pengurus tidak transparan, dulu ada paguyuban KTHKm tapi pengurusnya 'ngaco' jadi penguatan kelembagaan menjadi prioritas pihak-pihak yang mendampingi dan memfasilitasi KTHKm yang ada (wawancara, 14 Juli 2008).
150
Pendapat serupa disampaikan lbu lr.Ayu Dewi, M.Si dari BPDAS SOP Yogyakarta, beliau mengatakan faktor Sumber Daya Manusia menjadi alasan pembeda keberhasilan antar kelompok, berikut petikanya: Faktor pendidikan mempengaruhi kemampuan SDM pengurus maupun anggota, akses mereka ke dunia /uar kurang, karakteristik orang Gunungkidul adalah ketergantungan pada ketua ketat, cari orang 'kuat' di desa itu susah (tanpa gaji d/1, semua kembali ke SDMnya, seperti kasus pak Minto mungkin saja dia sebagai ketua sudah 'ngoprak-ngoprak' anggotanya, namun karena mereka ma/as jadi kesannya seperti dia bekerja sendirian (wawancara, 14 Juli 2008)
Menilik lebih jauh sebetulnya kelompok tani HKm yang ada di Gunungkidul umumnya berbasis modern dan bersifat elitis. Sulit dijumpai kelompok tani di Gunungkidul yang berbasis lokal (budaya/ adat istiadat) dan juga sulit dijumpai kelompok tani yang tidak "dikuasai" oleh segelintir orang dalam proses keorganisasian.KTHKm di Gunungkidul seluruhnya merupakan organisasi yang mengarah ke basis modern. Ciri khas yang menonjol yaitu kepengurusannya menggunakan struktur organisasi modem.Struktur pengurus yang terdiri dari ketua,sekretaris,dan bendahara dibantu beberapa seksi yang melaksanakan tugas-tugas teknis, menunjukkan bahwa mereka dibentuk dengan mengacu pada organisasi modern. Sebagai organisasi yang berbasis modern tidak selamanya dapat melaksanakan azas-azas yang lazim digunakan dalam organisasi modern. Sebagai contoh, ada hal unik dalam pembagian tugas dan kewajiban pengurus. Kebijakan pengelolaan keuangan di beberapa kelompok tani hutan bukan di tangan ketua atau bendahara, tetapi di tangan sekretaris, bendahara hanya sebagai kasir (pencatat) keluar masuknya uang.
151
Ada juga kelompok-kelompok yang cenderung elitis yang didominasi oleh tokoh-tokoh atau elite di kelompoknya terutama dalam pengambilan keputusan kelompok. Kelompok ini biasanya didominasi oleh satu atau dua orang yang menonjol dalam pengambilan keputusan kelompok, hal ini biasanya menyangkut penentuan wakil atau utusan keluar dan juga hal-hal yang berkenaan dengan keuangan. Dominasi. atau 'kekuasaan' ini dapat dikhawatirkan berdampak buruk dalam tubuh kelompok. Keadaan ini dapat dipahami apabila kita melihat sejarah terbentuknya kelompok yanng merupakan bentukan dari beberapa orang elit yang dekat dengan pengelola (baca:penguasa) hutan seperti mandor, mantri dan sinder. Bahkan ada beberapa kelompok yang didirikan oleh mantan mandor, mandor aktif, dengan atau tanpa mantri bersama tokoh masyarakat setempat yang disegani untuk mendirikan kelompok. Biasanya kelompok terbentuk karena tujuan yang isidentil seperti adanya perlombaan atau proyek penghijauan. Pada perkembangannya ada juga kelompok yang berusaha melakukan demokratisasi atau mengikis dominasi tokoh-tokoh tertentu dalam kelompok seperti mengutamakan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan, transparansi dalam pertanggungjawaban keuangan dan program kelompok. Pengurus KTHKm yang ada ditemukan masih banyak yang mempunyai tingkat pendidikan
belum tinggi.
Rendahnya tingkat pendidikan dapat
dikorelasikan memilki kecenderungan sulit menerima inovasi dan menciptakan kreativitas. Pernyataan tersebut memang belum tentu benar apabila dikaitkan antara
tingkat
pendidikan
dan
pembangunan
kehutanan.
Kenyataan
152
menunjukkan, tingkat pendidikan tinggi yang tidak dibarengi denga moral dah hati nurani luhur, maka hanya menimbulkan oknum-oknum berpikiran melakukan "kejahatan" sumberdaya alam dengan cara semakin canggih dan sulit diatasi. Berdasar uraian di bab ini dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan para pihak terhadap empat KTHKm yang penulis bandingkan ternyata sama. KTHKm Tani Manunggal dan Sedyo Lestari dapat meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian kawasannya karena kapasitas SDM pengurus lebih banyak sebagai pelayan anggota, keterbukaan dan transparansi lebih di kedepankan sehingga rasa percaya, tidak saling mencurigai terbangun antar pengurus maupun dengan anggotanya. Sebaliknya KTHKm Mintasari dan Sido Rukun nampaknya sedang belajar untuk menjadi kelompok yang lebih baik, ini terbukti
dengan
reorganisasi
pengurus
dan
pembenahan
organisasi.
Peningkatan kesejahteraan dan kelestarian kawasan KTHKm dapat terlihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel24. lndikator Kelestarian Kawasan 4 KTHKm
I
No 1
Sebelum Ada Program HKm Lokasi KTHKm Tani Manunggal relative gundul
2
Lokasi KTHKm Sedyo Lestari kondisi tandus
3
Lokasi KTHKm Mintosari lokasi bersemak
4
Lokasi KTHKm Sido Rukun lokasi gundul
Sumber: Monev Pokja HKm, 2006
Setelah Ada Program HKm - Tanaman pokok 48.000 batang pohon jati dan 400 batang Munggur - MPTS adalah mangga 20 batang. - Tanaman pokok berupa Jati sebanyak 30.160 batang, - MPTS: mangga,pete dan melinjo - Jenis pohon yang ada 15.000 btg - MPTS berupa mlinjo, nangka, mangga - Ta 1aman pokok adalah jati sebanyak 1.100 batang, - MPTS adalah sirsat, nangka, mlinjo
153
No 1
2 3 4
Tabel 25. lndikator kese·ahteraan an ota 4 KTHKm Sebelum HKm Setelah Ada Pro ram HKm KTHKm Tani - Hasil dari tumpangsari yaitu jagung 120 ton, ketela Manunggal 150 ton dan kacang 50 ton, untuk non kayu hasil panen kolonjono 1.746 ton dan leresede 1.346 ton. belum ba us - Asset Kelom ok R .208 "uta. Sedyo Lestari Tanaman tumpangsari jagung yang menghasilkan 80 anen kuran ton, Ubi ka u40 ton, adi o o 300 K . Mintosari Tumpangsarinya menghasilkan jagung sebesar 15.000 belum ba us k /ha, kacan 7.500 k /ha dan ketela 3.000 k /ha. Sido Rukun Tumpangsari berupa ubi kayu, jagung, mangga, masih ·elek kedondon , kolon·on, mlandin dan turi Sumbet : Monev Pokja HKm, 2006 Dalam berrbagai wawancara dengan pengurus dan atau anggota
empat KTHKrr· yang penulis amati ternyata ada beberapa perubahan yang telah dinikmati oleh anggota KTHKm setelah mengikuti program HKm, yaitu : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ta beI 26 . Ind"k . hteraan dan k 1 at or keseja i ta"nan ht e es u an Sebelum Ada Program HKm Setelah Ada Program HKm Rumah bambu Rumah semi permanen Menyekolahkan anak SMP Sekolah minimal SMA Kendaraan se_Q_eda 'onthel' Kendaraan bermotor Pembayaran pajak tidak lancer Pembayaran pajak lancar Penerangan non PLN Penerangan PLN Kesadaran mengelola kawasan Kesadaran mengelola kawasan rendah meningkat Usaha hanya bertani Ada diservikasi usaha Pencurian kayu tinggi Pencurian kayu berkurang Hasil panen sedikit Hasil panen meningkat Budaya gotong royong, ronda, Kebersamaan antar petani dan guyub belum intensif KTHKm meningkat Hutan gundul Tutupan kawasan 80% Sumber : Data pnmer, 2008. Dari tabel diatas terlihat dua KTHKm terbaik memiliki tingkat tutupan
kawasan dan kesejahteraan kelompok lebih tinggi dibanding dengan dua KTHKm rangking terbawah, ini menunjukkan bahwa dua KTHKm bawah perlu untuk ditingkatkan lagi dari segi kelestarian kawasaan maupun kesejahteraan dengan menguatkan kelembagaan kelompok dan peningkatan kapasitas pengurus dan anggota.
BABVI KESIMPULAN DAN SARAN A. 1. Proses
perencanaan
KESIMPULAN dan
mekanisme
pembentukan
HKm
di
Gunungkidul merupakan proses yang panjang dengan melalui evolusi kebija•:an
yang
dibangun
oleh
pemerintah
pusat (Departemen
Kehutanan) dengan fasilitasi sepenuhnya dari Pemerintah Propinsi DIY dan Kabupaten Gunungkidul serta dibantu oleh para pihak lain (Komisi B DPRD Gunungkidul, BPDAS SOP, BPKH Wii.XI, lnstansi Teknis pemprov dan pemkab,PKHR UGM, LSM SHOREA, dan Desa). 2. Keterlibatan multipihak dalam
pt~mbangunan
HKm di Gunungkidul
mencakup:1)Kelompok Tani HKm berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan melestarikan hutan sebagai sumber air dan pakan ternak masyarakat anggota maupun bukan anggota kelompok.
~ontribusinya
melakukan kelola kawasan, usaha dan
kelembagaan; 2) Pemerintah terdiri dari: Pemerintah pusat (BPDAS SOP,
BPKH
Wii.XI),kepentinganya
sejalan
dengan
azas-azas
pelestarian lingkungan sesuai dengan tupoksi masing-masing dan pemberdayaan masyarakat. Mereka berkontribusi dalam mendukung percepatan pembangunan HKm; Pemerintah Propinsi (Dishutbun DIY dan lnstansi teknis terkait), berkepentingan menjaga kelestarian hutan negara yang berada dibawah pemangkuannya agar dapat dijadikan sumber PAD Provinsi DIY dan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi
155
melakukan fasilitasi
dana dan SDM pendamping;
Pemerintah
Kabupaten (Dishutbun Gunungkidul dan instansi teknis terkait) : berkepentingan
secara
ekonomis
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat khususnya anggota Kelompok Tani HKm, secara ekologis meningkatkan ketersediaan sumber air dan berharap bagi hasil HKm dapat meningkatkan PAD Gunungkidul. Kontribusinya melakukan pembinaan dan pemberian bantuan dana; (3) LSM dan Perguruan Tinggi (Konsorsium Pengembangan HKm, Forum Komunikasi BDH, PKHR UGM, Pokja HKm DIY) : berkepentingan sebagai pihak yang netral mengawasi pelaksanaan pembangunan HKm dan menjembatani kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Kontribusi melakukan advokasi dan inisiasi kepada KTHKm. 3. Perubahan unsur-unsur modal sosial diantara pihak-pihak yang berkecimpung dalam pembangunan HKm di Gunung Kidul meliputi : rasa saling percaya (trust) antar pihak meningkat; jaringan (network) telah terbangun dari level terkecil sampai level nasional; norma-norma sosial (social norm), selain aturan legal formal ada beberapa norma sosial meskipun tidak tertulis namun disepakati dan dihormati antar pihak, terutama yang terjadi di antara anggota kelompok tani HKm. 4. Perbaikan kesejahteraan akibat keterlibatan multipihak dapat terlihat dari semakin meningkatnya kesejahteraan angota kelompok tani HKm yang dibandingkan. Kelestarian hutan dapat terlihat dari meningkatnya tutupan kawasan lokasi HKm yang teramati.
156
B. SARAN Beberapa saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Saran untuk Kelompok Tani HKm agar terus melakukan pembenahan kelembagaan (capacity building) dengan meningkatkan ketrampilan pengurus dan anggota menyesuaikan dengan perkembangan zaman b. Saran untuk Pemerintah sebagai pemegang wewenang pembangunan HKm,
untuk
memprioritaskan
sumber
daya
dan
untuk
dana
kelangsungan jangka panjang program HKm di Gunungkidul dengan menempatkan
kepentingan
masyarakat
petani
sejajar
dengan
kepentingan konservasi itu sendiri karena keberhasilan pembangunan HKm tergantung pada dukungan dari masyarakat sekitar. c. Saran untuk POKJA HKm DIY agar menjaga dan meningkatkan komitrr:en untuk mengawal pelaksanaan pembangunan HKm di DIY umumnya dan Gunungkidul khususnya meskipun ada pergantian personil anggotanya. d. Saran untuk LSM/Perguruan Tinggi agar tetap kritis mengawasi pelaksanaan pembangunan HKm di Gunungkidul terutama fungsi pendampingan dan pengawasan pelaksanaan HKm dilapangan.
e. Saran untuk dunia akademiklkeilmuan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut baik dalam hal manajemen perencanaan, partisipasi masyarakat, potensi konflik, peranan modal sosial maupun yang terkait dengan potensi HKm ~i Gunungkidul.
157
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Hari Prastowo. Peningkatan Usaha Masyarakat Sekitar Hutan Produksi. Makalah pada diskusi Regular PHBM Ill. CSF UnmuiTNC Samarinda-Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim. 31 Mei 2006. Adhuri, DS., R. lndrawasih, A. Wahyono, M. lmron, IGP Antariksa, H. Yudomustopo, S.Aii, J. Haba, H. Hidayat dan Sudiyono. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alan1 Secara Terpadu (Co-Management Sumberdaya A/am) Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Adnan, H. 2006. Be/ajar Bersama Mengelola Setara: Telisik Kolaborasi Kawasan Pengelolaan da/am Konservasi · dan http://jejakkelana.wordpress.com diakses 18 April2008. Alam, S. 2003. · Bentuk-Bentuk Pengelolaan Kehutanan Masyarakat di Sulawesi Selatan. Makalah yang disampaikan pada "Lokakarya persiapan perguruan tinggi dalam menunjang perluasan wilayah kehutanan masyarakat, tanggal 19-20 Agustus 2003. Bogar. Aliadi, Arif. Peluang dan tantangan dalam pengembangan KPH dan CBFM di Indonesia, Warta FKKM Vol. 5 No. 6 Juni 2002. Jakarta. Alim, YY, Modal Sosia/ Merajut Kebersamaan, www.polarhome.com diakses 23 Mei 2008. Amien, M. 2005. Kemandirian Lokal. Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ancok, Djamaludin, Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta, htttp://ancok.staff.ugm.ac.id diakses 26 Mei 2008. Angi, EM. 2005. Kebijakan Pemerintah Pusat di Bidang Konservasi dari Perspektif Daerah dan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur). CIFOR. Bogar Anonim, Teori Modal Sosial, www.public.brawijaya.ac.id diakses 26 Mei 2008. Anshari, GZ. 2006. Dapatkah Pengelo/aan Kolaboratif Menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum? CIFOR. Bogar.
158
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Bulqis,Sitti, 2006, Pemberdayaan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Kabupaten Mamasa Menuju Kemandirian dan Kesejahteraan Berlandaskan Nilai-nilai Budaya Daerah, Modul mata kuliah, PSKMP UNHAS, Makassar. CIFOR dan LATIN. 2003. Refleksi Empat Tahun Reformasi: Mengembangkan Sosial Forestry di Era Desentralisasi. CIFOR. Bog or. Darwo. 2004. Sistem Penge/olaan Ekosistem di luar Kawasan Konservasi. Presiding Ekspose "Strategi Pengelolaan Taman Nasional Pada Era Otonomi Daerah." Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Tingkat 1 Propinsi Riau, Pekanbaru, 8 Oktober. Departemen Pertanian. 2004. Pedoman Umum dalam rangka pemberdayaan masyarakat. http://www.deptan.go.id/ Home page BBKP/PKPM/pedum pendampingan.htm. diakses 8 April 2008 . Departemen Kehutanan. 2004. Kriteria dan lndikator Lima Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan www.dephut.go.id diakses 17 April2008 2004. Siaran Pers. Program Kehutanan Multipihak Fokuskan Pengentasan Kemiskinan Masyarakat yang Hidupnya Tergantung Sumberdaya Hutan www.dephut.go.id diakses 18 April 2008. Kehutanan Menteri Keputusan 1995. Kemasyarakatan. Hutan Pedoman tentang No.622/Kpts-ll/1995 Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 1998. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.677/Kpts-ll/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 1999. Keputusan Menteri Kehutanan dan penyempurnaan tentang No.865/Kpts-ll/1999 Perkebunan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.677/Kptsll/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan. Biro Hukum dan Or~'anisasi Departemen Kehutanan. Jakarta.
159
_ _ _ _ _ _ _ _ _ , 1999. Undang-undang No. 41/1999 tentang Kehutanan. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. Keputusan Menteri Kehutanan 2001. Hutan Penyelenggaraan tentang No.31/Kpts-ll/2001 Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kemasyarakatan. Kehutanan. Jakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2004. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.01/Menhut-ll/2004 tentang pemberdayaan masyarakat setempat didalam dan atau di sekitar hutan dalam rangka social forestry. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. -------------------· 2004. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-ll/2004 tentang Ko/aborasi Pengelolaan Kawasan Suaka A/am dan Kawasan Pelestarian A/am. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/Menhut-ll/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kehutanan. Jakarta. DFID dan GTZ. 2003. Analysis of Multistakeholder Forestry Processes in Indonesia. INSIST and partners. Yogyakarta DFID,
2006. Pendekatan Partisipatif. Panduan Pelaksanaan http://www.deliveri.org/Guidelini3S/implementation/ig 3/ig 3 2i.htm. diakses pada tanggal 17 April 2008.
Dinas Kehutanan Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta 2004. Data dan lnformasi (Statistik) Kehutanan Tahun 2004. Dewi, lndah Novita. 2007. Keterlibatan Multipihak Dalam Perencanaan Pembangunan Taman Nasional (Studi kasus pada Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Sulawesi Selatan). Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sa~ana Universitas Hasanuddin. Makassar. Dahlan, Lely Mardawati. 2002. Partisipasi Masyarakat dalam pembangunan hutan kemasyarakatan di Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sa~ana Universitas Hasanuddin. Makassar. Emila. 2000. Model Forest Approach: Proses Menuju Hutan Lestari? www.rimbawan.com diakses 18 April2008
160
FAO, 1995. Training Manual : In-country training workshop on monitoring and evaluation of forestry project and programs, 17-21 Juli 1995, Thimpu. Forestry planning and policy assistance for asia and the pacific region, Bangkok. Hadi, SP. 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kadir W,Abd. 2007. Pengembangan Social Forestry pada kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Borisallo, Tesis tidak diterbitkan.; program pasca sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar Kartasubrata, Junus. 2003. Social Forestry dan Agroforestry di Asia. Buku I Lab. Politik dan Sosial Kehutanan. Fakhutan IPB. Bogar. Moleong, Lexy.J.2001, Metodologi Penelitian Rosdakarya, Bandung.
Kualitatif,
PT.Remaja
Munggoro, D.W. 2004. Riwayat pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia. Bahan bacaan lokct latih Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Kerjasama Dephut dan The Ford Foundation. Bogar. Muspida, 2007, Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Kemiri Rakyat Di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, Disertasi tidak diterbitkan, Program Doktor Universitas Hasanuddin Makassar. Nuraedah. 2006. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam program Gerakan 'Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) di Kabupaten Pangkep. Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sa~ana Universitas Hasanuddin. Makassar. PSKMP, 2002. Modul Pelatihan Participatory Local Social Development Planning (PLSD). Modul I. Konsep dan Kerangka Pembangunan Sosial Lokal Partisipatoris. PSKMP-UNHAS. Makassar. Purnomo, Eko Priyo. 2005. Pengembangan Hutan Berbasis Rakyat Yang Berkelanjutan (Studi Kasus Pengembangan HKm Gunungkidul). Tesis tidak diterbitkan. Sekolah Pascasa~ana UGM Yogyakarta. Rahman, Zain Noor. Kolaborasi pengelolaan sumber daya hutan dan modal sosial para pihak. Buletin Belajar Antar Petani (BAP) Edisi Ill, September 2005, Yogyakarta. Rusli, Yetty, 2003. Social Forestry Pokok-pokok pikiran. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi Juni 2003. Jakarta.
161
Salman, Darmawan. 2005. Pembangunan Partisipatoris. Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan Program Studi Administrasi Pembangunan. Universitas Hasanuddin. Makasar. Salman, Darmawan. 2004. Kerangka Community Development untuk Pengelolaan Social Forestry. "Makalah disajikan dalam pembekalan bagi LSM yang terkait dalam kegiatan RHL" BP-DAS JeneberangWalanae, 3 November 2004. Makassar. Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan : Masyarakat Local, Politik dan Kelestarian Sumberdaya. Debut Press. Samarinda. Sepsiaji, Dhonawan dan Fuadi, Firman. 2004. HKm Meretas Jalan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kebijakan Modal Sosial dan 2005, Edi, Suharto, 2008. Mei 27 diakses /naskah.pdf www.policy.hu/suharto
Publik,
Syahyuti, 2006, Proposal Kegiatan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Dalam Upaya Membangun Kelembagaan dan Pemberdayaan Petani Miskin, BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, DEPARTEMEN PERTANIAN, www.geocities.com/syahyuti, diakses 26 Mei 2208, Jakarta. Tadjudin, Dj. 2000. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor UNHAS. 1999. Strategi Pengembangan Hutan Kemasyarakatan. Kumpulan Modul Pelatihan Petugas dalam rangka pembangunan Hutan Kemasyarakatan Propinsi Sulawesi Selatan (Bantuan OECF Tahun anggaran 1998/1999). Ke~asama Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas dengan BRU
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Jl. Brigjen Katamso No. 8 Telp./Fax (0274) 391539 Wonosari Gunungkidul
SURAT KETERANGAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Drs. Syamsudin, M.Si
NIP
:490 019 789
Jabatan
: Kepala Dinas
Menerangkan dengan sesungguhnya bahwa : Nama
: Suharno
NP
: P. 0204207510
Progran1 Studi
: Perencanaan Pembangumm Wilayah
Konsentrasi Studi
: Manajemen Perencanaan
Judul tesis
: Keterlibatan Multipihak dalam Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Gunungkidul
Telah melaksanakan penelitian di wilayah kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul.
-.
Drs. yamsudin, M.Si NIP. 490 019 789
-
-
Kabupaten Gununglddul
·-
140000
460000
470000
480000
---·- ....
\
PETA LOKASI PETAK HUTAN KEMASYARAKATAN KABUPATEN GUNUNGKIDPL
I
i I
..,
•
I
~
i t __ .,
ff:I . ..~. . _·,._
8g ~ •- ..,..__...J
'
·. ..I4\,
I
·,
....Jr-' •)
f,._: (.....
. I/'t'.
• . .,\.
KODYA DIY 1
I \ ('-"-"' ~ . ~
. . r--· 'J
I
KAB. 8La(AJ(
·,
..
·, .,
• 8
·,
,I I
·· ·~. - ·
,..,.
I
..
§
8" 8
g
•
u
8
~
\
;
I
KAB. BMTUL
----
I'
i
1
§..
.
I
I'OM.IONCI
PROP• .JAWA TEl'IGAH
•
II
\
'
I
- .-, · I
1'B'UI
,_
I
'
~·-~-'I (J i)
·-r ~-·· --:
-.
.;- -
eP.-1
r ~.· i)
0
/"'. /(
'·
- -·
;
Petak Hulan Kemasyarakatan (HKM) Petak Non-HKM
Sumber : 1. Pela Rupa Bum1 Indonesia Propinsi DIY 2003 2. Pela Kawasan Hutan Negara Propinsi DIY 3. Data Petak Hutan Kemasyaral
.....
I
····x-•• ~
440000
450000
1"00YA.JtAJt'T"
I
·'Vesr-s
~
430000
~A
V)
i 420000
Sungai
PtrrA nr8CT PWOPOial OAaAJC
'---..J
J
lb!A(ota Kabupaten Jalan Negara
-c
i.
-
t
Balas Kecamatan
\
I
·''\...._
I...
~
\
·•.
Balas Kabupaten
Balas Petak ~ -
! \
....
Jalan Propinsi
~;
;
•
Balas Desa
~.
~
8
I
KETERANGAN :
I~...
\
0
Skala l : 300.000
- - ·-·--
I
a*T
440000
41 0000
480000
.,_, rrG . . - . . . Sl.STDI llm*CTA.U< I'UIILTAS ~ UQ<
~
l
i.. I
·-· ~
; ...
t
r
.. ' '·.
' ..... .. .. .. -. .. ,.,
. ". ,.. .....
.t.,
·,
.,
I
'·
I
.I .'
..
!I .' \
I
.
\
•'
iI
'l'
,.I
/
...
;:'( ----,_
,\ .:
I
r ·-.,._,,- -':".
·,
I ,'
I
I l __
I '
···(
..
.
,,
1
..
~
/
~
::: t..:
c:
...I .,
:.... ~
' ,-.......,}
.... .... ,,...,. ...... ... ......[ '"''
":
,.
f .............;·.r'"""i.!
)···---·
[}~ ,ri,~ ..':
;
)
,.r-Jo . I
..•
-:
J,
..
......... ·...
'
:::
....
(
.
...
_1,.
'· '\
I
(
.. i
/
......
'I , ( "., I t ...~ ...:..~- ........... - ._,
I
/
r,
:.............. ·'.... )
) I
: l
,I
i
''
.'
'' ''
..
'
I I I I I I I I I I
129 ',
:·''"'~I.
I ;..
128
:
//:
.. ... ___ ______ ___
.
'
,,' \, .. .
l : \ '
., :
.~. 8.; ~r: o;r;
- :'
\
n:NTAHG
''
\ ·, 1'.
/
·-1,--._/7.
-- - --~
~.' .'>.: '
.)
PfM8EJUAH IZIN USAHA P£MAHFMTAN Ht/TAH ICEMASYAIWCATAH (IUPHICMj ICEPAOA Ka.OHPOIC TAHI, SEDYO LESTAAI, PAOtJKUHAH ICAAAHGASEH 8, OESA ICAIWIGAS£M, KECAMATAH PAIJYAH, ICAIIUPAn:N GI.JHUNGIClOlA.
. -·.·-'
.. -~- .. -- -~ :--~ ~ ... .......
••
•
·--~
'·.
.
r--.·........__.,
SICAl.\ 1 I l O -
·;:, ~
U
A
I C•
•eo
IIC.
'ilc..
~
'':
ICETERANGAN :
__
0
~
'~\
Balas Kecamatan
8
Jalan Lain
Balas~
Jalan Lokal Jalan Setapalc
1~3 -:"~
I
,. .... '
~;:-::-·/·}:.. -..: ._ ·-.. 1. ... -->·. ___ _
'/
~-
;c:;:..._-::: ...
Su09al dan anak sungal
....._-·.. -.
Oanau, Waduk
-'
--·- -..
'I
~
SUMlER DATA : - , I•
·r .
Areal Kerja Kelompok Tanl Sedyo lest
~
_c;:
:
L/
~
- ...
' ' - ...,
.• -
r;..v ·..
I
. ,,
I /'
I \.~ -.. :·
I_, _
PETA AREAL KERJA
I
-.,'t •\' l .•
I ;
r
I
'
•
fKJ'TS{2007
NOMOR :
(· n . , \J/1( I !/. :': :. / ,..-':. ~~~--~ ~-·· - .... .. .
.
···.• •. ..• . . . . • . ••. ,,
,
.,
\~\
',':
.'
, ,
lAM'IIWIIC£fltlru5AN ll8l1 QJIUIGIQIQ.
1. P!tJ Rupabumi lodoneslll Slr:N 1 : 25.000. 2. Pd.~ WMyah Baglin Da«ah H!Un (BOH) Proviri 0.1
Y~akarU
Skala 1 : 10.000. ) . Ulmplran SIC. Henteri Kehub!Nn No. T¥99lll .
--- --- --- .... .. .. . -- -.... .. -
.,.. '
· ~··
P[T A SITt:ASI KAdl:PA T£'\' Cl:SI.'SCICIIJ::..
SICAU. I : 1.000....
~
136
~-
~ ~ .. ·~..-
-... -.. -. . .... -
_--+----· - · --~~.
+ \
I
\
\ \.
I-
r
~
;!'....
"~l
<'
'<
'· .. ,
-~·-
'-.
'
-~------
f-
·,'-...
;---;__"'-... li ,.--:---.. ./
I
i I II
I ... } I
-. \.- .-
>---------------
\
\
'I
i
/
I
'
j
LECf:SDA :
'·
I
I
II
l..~ ---+---I I
0.C..: YI dip<\&1:1:=.
!f.-__
I
446400
t\
\ -~
l!i
I
---
s
~
"•L--. "' ---••··- - -- --••
~
------
-
~-;;oo --
Wonosari,
WAKJL BUPAn GUNU!\GKluUL.
HJ. BADI::>GAH. S.Sos.
_:.. -
~
··-- ---
',
-.
. 7"-\'J".iU I SJ·
..
...
,
• · ·<
-- ....
.
---- - --\
\\\ ?···· ;;;·<. . . \..] ~ ~ f ) I ._,
. 'v
lAMPIRAN KEI'IITUSAN IIUPAn GUI«MGGQDUL
I I I I I
• • •
I I /il ' I, I
NOMOR :
-~ ...... :-.-: .:-- ~ =-·.::: ~·..:.-.:;, ·.',!>,/·
I I
'
.
~~ I
/
I '-.....,
f
5ltAI.A 1 : " - -
u
:r~ , :
'-
A
tea
I
~·"'-, ! ~-}·' t •
II C.
;;;;
·--
·~
I
j
'.
'
... __________
I I ·~'·'~ESA I KARANGAS : I '\. '• I '. • I
~
~,
ICETERANGAN :
/--- ....
0
..
·
~
Batas Kecamatan
8
Jalan lain
Batas~
Jalan l.olcal Jalan Setapak
~~3 <_ ,.
/
1 · ____ _ .. .
·.,/
-..::.
! ,>·· . ·.
i
!
. '~-
'
~-
%:~:::_--;:::
\ '·. I
;
." .
p
#-
.. \ , .
-
-~
-:,:_.,. .... -·-:
-...
-
Su119<1l dan anak sungai Danau, Waduk
-
\
SUMlER DATA: 1. Peta Ruplbumi Indonesia Slrala 1 : 25.000. 2. Peta Wilayah s.gian Oa«ah Hlbn (BOH) Prolliri OJ YOC1(alcart.a Slcala 1 : 10.000.
i
I
Ito'""
Areal Kelja Kelompok Tani Sedyo Lestari Batas dan Nomor Petak
~
.0:
I
~
PETA AREAL KBRJA
i· ,.:·;.tl"
\'\ -JJJ i ·._-.-...
~
/Kf'TS/2007
TENTAHG PEMBEIUAN IZIN USAHA PEMANFMTAH Ht/TAH KEMASYAAAICATAN (I\JPHI04) KEPAOA KaQMPOIC TAHI, SB>YO l.ESTARI, PAOUKUHAN KARANGASEM 8, OESA KARANGASEM, KECAMATAH PAUYAH, KABUPAT£N GUNUNGKIOUl
- , I•
3 . lampiran SK. Henteri Kehut!lnan No.
Tanogal .
~.,
~-
136
~:- ~
Q' -.:::\.
.......... -----
jjl.~ /· II
II
r-. .. . ._ _ I
~
\
.,
• ••
'I :·.· I
..
I
\
'..., ,
•
I
•
-
:
I
--------
,,
i
.
/
; --·-···- -
~
\ -~
.~I;+
/
+;
/
(li
:•
-
:)
.. '·
P£TA SITt:ASI KAdt;,A Tt:S CtiS t;SCKilt::. SKALA I : I.OOO.toll
- ~· I
s
A
I, .
"
!
1.1
,~
-'
....
' ·,
,.....__·.-......·. ""'
t. ECESDA :
:
·---:·, ; .......... :.
--~
\
--------
:
.
\ . I ..
I .
.:. 446400 I
I
~H ~ ~
HI
,. ,.
(--:---/
~ -!... - - - -·
' I f. :
'~
I --!--._ --
0.....: YI dipetW::.
~ ~
i
~ -~
------------
-··- - - - - - · -··-
447300
:.
Wonosari, WAKIL BUPA TI GUNUSGKluUL.
Hj. BADI:':\GAH. S.Sos.
-----··
''
lAMPlRAH ICEPtiTUSAH IIUPI\n GUNUNGICJtXl.
i
7 :'n;,o•
1 IS
J ,-
/Kf'TS{1JXJ7
NOMOR :
...311'"
_,. ~
n:NTAHG PB4118UAH IZIN USAHA PEMANFMTAH I«
I
PETA AREAL KERJA 5ICAlA 1: 1.__
u
'
iI
87
A
ea.
••a. k..
iii!
I
I
I
I,
I~ -§
+
. ;;.· '
ICETUANGAN :
r2J
Areal Kerja Kelompolc Tanl Tanl MllllUnggal Batas dan Nomor Petak Balas Kecalniltan Batas pesa Jalan lain Jalan Lokal Jalan Setapalc
..
; --~ ., -·
~
0
· 5ungal dan analc sungai
Danau, Wadulc
SUMBE1t DATA:
~ --"
r: I
(
-
i...,_ -~
II U·4ff
~- ~ -~
~
~ --.
----·-- ___ .....
I
)D',: .
Kebosun&u Salu
I
i
L£G£., 1lA : '
!
~
/?! ' ~~ ::: / . /r '
11•1· :(f
-,·., -
----y-( -
I I(•· ""' ~ - ~.,· -
I
"'V·
.
:----\ ..._..;:
•
.~'-____
1. PeG Ruplbuml Indonesia Skala 1 : 25.000. 2. PeG Wlayah Biglin o-.h HIQn (BOH) PrcMnsl O.I Y09'(11carta Sbla 1 : 10.000. 3. ~n SK. Mentlerl Kehutanan No. Tanggal
. .-:::--"~!:...:::-..:::..: ~---- -- ...
.,t ,-.. -: :-:. ·-,. ..-~
... -;- \ ..._ /
,
,,
- ....:.
'-a3 - - ..; :_. . ._
110 : !t
l
_,!, ·-
-r 110 "40'
' 1•1 ~·)
Docnh y. Q;>dabn
WAKIL BUPATI CUl\1JNC KJDUL,
+
~fg()O
;o
Wonosari,
........ 1 - - - '
+ -....- : .....·
111
10
~-
-- . .. -
-- _;_
".(~
l •f ..
-
/
-
-
-· J -
442800
Hj. BADJI\GAH, S.Sos. •
443700 'I
..:
0
+
-- I :., ..
:· "'"'"' •
~ --- --- --- - -· -/ ..... · -1,.. ..... -·
\
:_
/ : \ /.---......----I:. j I \
1 '--
//'
,_,.. ... ......
~ ...
...... ,
SKAlA 1 : 10.000
u
- 5•11:11..
/
A
fC•
-l.s
I
.. ...
.: ', . . .:..,...-·""7-"""'\
-~,
~ . \
•
fl:iio
/ '<.
...
!!Ca •
-
~
,r-..
I I.
\
ICETl:RAHGAN :
',
___.-/
I
I
.
___
'--
.....
/
I
~
+
/-~-. _
0 DD
,
I
·~
.~ ·./ ·.
-. y---", '\
PETA AR&\L KERJA
0
/ /
/
~
+
'
-
KEPADA KELOMPOK TAN!, HINTASARI, PAOUKUHAN SURUlANANG, .OESA KAAANGOUWET, KECAMATAN PAUYAN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL
o
?/..
::-.· "' ·
TENTAHG PEMBBUAN IZIN USAHA PEMANFMTAN t«JTAN KEMASYAAAKATAN (IUPHKM}
/.,../
' /..- ;
§:
..
..:.,
/I ,: _..,....__
-..;.. ... ___ _______ _
li i. .!i
'-....
!
:
.;lo"'tot
I
0
...... ...
I.AMPIRAH ICEPIJTUSAN BUPAll GUNUNGl(IDUI. /KfTTS/2007 NOMOR :
I
'
t
•
f
--
~
Jalan Setapak
.... ..• --- ... -
\
/) ~-'-:..--
~ --
.....
.,o,, ,' \
\
Batas Kecamatan Batas Oe$a Jalan lain Jalan Lokal
-§
94
Areal Kerja Kelompok Tanl Mlntasari Batas dan Nomor Petak
... .,; r.
~
Sungai dan anak sungai
~_:)
Oanau, Waduk
SUMlER DATA : 1. ~ Rupabuml Indonesia Sbla 1 : 25.000. 2. ~ Wiayah Bagian Oalnh HtOn (BOH} Provinsi 0.1 Yoqyakarta Slcala 1 : 10.000. 3. Lamplran Sl<. Menter! Kehutanan No Tarwal
.. ---- --"';'- -
-· ; ' '"·I
·- . DESA KARA..'
l! tJ
.
l- - - r - suru~anang
--I
\
..:.. I
·,
, ------......._ I(ECAMATAN r fu.JTAN
___ .. ________ ..... _____ ... --- --- -...
)
--
\
'•
-~
\
"\
~\2_ · 442800
. -
-
- - ... ----·-·· -
·· -
~::;;;:~--·-··~--- Ill=·· "•"'
4«()1)()
ll ol·'l ·'
P£TA SITiiASI ICAI(.;PAT£S Gt:f\'tiro;CKIDl:L SKALA I : 1.000.000
A '
~~ ·
....: Ia·! HI
'',~·-... ·---. - - · ..
'o,
:n
: !:•
1111...:!,.
I in '' ·
WAKIL BUPA TT Gv~'l.IJ\GKIDUL.
Hj. BADli'GAH, S.Sos.
-------:.
-
o..:ru. Y1 d!pctahn
Wooosari,
.
.
s
- - 5(.'
~
I
I
.....
8
>~-=-
.
...
l ilt · ~(;'
_..
/
""
,'97 · .. ..
!l t.
40
'-------'- -
--\ y
~,
"1.
a~..i
I.AMPIRAH IC5'\11\JSAN BUPATI GUNUNGKIOUL "•
-.. .. .. .
--·
...
90
·'
NOMOR : .
'?
t/
v
,~
v
/'n'TS/207
n:HTANG
PEMBEIUAH IZIN USAHA f>E'WjfMTAN HUTAN KEMASYARAI(ATAN (IUPHKM) KEPAOA KELOMPOK TAN!. salVO RUKUN, PAOUKUHAN GEMBOL KETANGI, OESA BANYUSOCO, Ke:Aio4ATAN PLAYEN, KABUPATEN GUNUNGKIOUL
L
. ...
PETA A.RE.AL KERJA
~-
i ·:
SICAlA 1 : 10.000
u
',
.A
Kctange
A
91
jj
.~
tO.
ItO.
ak.
ii:J KETERANGAN :
~_ ....
+
0:
~
~
-~ ..
·sungai d.!., anak sungai
-~ -~
Oanau, Waduk
. ;,
.
.....
1:lC
r~ \ . §
~-
"'
\
..
\
\ ' \
., \
+
. /
'I \
\
v
~-,
96
I
)
\
·,,
' ~..... ----~ '· ·,_ .,\
-----. ........_
I I I
, \,_~_ . . . . . ~ J '
..
.
/)
Batas KeG'natln Batas Oesa Jalan Lain Jalan lokal )alan Seta;)(lk
-··-3
.,.
Areal Kelja Kelompok Tanl Sedyo Rukun Batas dan Nomor Petak
SUMlER DATA : 1. Peta Rupabum4 Indones:.'! Sbla 1 : 25.000. 2. Peta Wilaya/1 Bagian ~ Hutlln (BOH) Provinsl 0.1 Yogyakarta Skala 1 : 10.000 . 3. lampillln SIC. Menter~ Ker..tanan No. Tanggal.
'\
'-1
I
;!:.):';r.J. ~f(_;f,~' .~~ IJ . ,_,~<~ -~ .,...'f~;:t~
~
,... 94
"§
p;
SKALA I : 1.000.000
N
• ~r~;,
A
~•..;.{l;. .
(l~" . q"';f:..n.-<-~{Xlt. ~·-··-if.<....... . ~-r;-'"'-J.:.. '
9~
$"'{·vJr_t.;':
··~/j,i~f!~r:~tfi. .~ . ~ ~~ . ~ J\...~~ -..'-:-
<;.'
-- t ·1- -' ; ; '"1 ' ·"
"'-.....L.. u
..
r 11_ T; .,. -.....::.:._-·;'."' ~ \. ........::~-'}{) r: . LL J... ·t.,.
\
·If.
\..
PETA SITt;AS! KA!Ill'A TEN Ct11'11.ii\'CKIDl'
LEGENDA :
... ........
Oa
I: ., -.....
,.•
KECAJ\1ATA." P..UIYAJ\
WoDOSZ:1.. \VAKil BI:PATI GUJ\UJ\GKIDI:L,
Swulanang
:
-·· ·
442800
Jij. !IADISGAH, S.Sos. 443700
444500