STUDI PERBANDINGAN PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLRES GORONTALO DAN KEJAKSAAN NEGERI GORONTALO
Iraniasary tabi Pembimbing I: Dr. Fence m. Wantu, SH.,MH Pebimbing II: Dolot Alhasni Bakung, SH.,MH Jurusan ilmu hukum
ABSTRAK Proses penyidikan perkara Tindak Pidana Korupsi Di Polres Gorontalo dan Kejaksaan Negeri Gorontalo, Dalam tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi di Polres Kota Gorontalo melibatkan 4 (empat) orang personil. Jumlah kasus tindak pidana korupsi yang ditangani pada Tahun 2010 sampai Tahun 2013 yakni berjumlah 1 (satu) kasus. Sedangkan penanganan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Gorontalo melibatkan 3 (tiga) orang personil yang bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Jumlah kasus yang ditangani oleh ke jaksaan sejak Tahun 2010 sampai Tahun 2013 yakni berjumlah 10 (sepuluh) kasus Tindak Pidana Korupsi. Penanganan kasus tindak pidna korupsi di kejaksaan tidak berbeda jauh dengan penanganan kasus tindak pidana korupsi yang ada di kepolisian. Tujuan penelitian yakni Untuk menganalisis dan mengidentifikasi proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi di Polres Gorontalo dan Kejaksaan Negeri Gorontalo dan untuk menganalisis perbandingan persamaan dan perbedaan proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi di Polres Gorontalo dan Kejaksaan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian, proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi di Polres Gorontalo dan Kejaksaan Negeri Gorontalo yakni sudah berdasarkan ketentuan dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), namun dilihat dari kenyataan yang ada di masyarkat saat ini proses penyidikan masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Perkara korupsi yang ditangani cenderung bersifat lambat baik dari penegakan hukumnya an penegak hukum itu sendiri. Perbedaan proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi di Polres Gorontalo dan Kejaksaan Negeri Gorontalo yakni sama-sama berlandaskan pada Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), sedangakan perbedaanya yakni Jumlah personil penyidik, Jumlah kasus yang ditangani, Proses gelar perkara sebelum pelimpahan berkas ke penuntut umum, Faktor penghambat dalam melakukan penyidikan. Kata Kunci : Penyidikan, Korupsi, Tindak Pidana
PENDAHULUAN Dalam penanganan tindak pidana korupsi, tentunya pemerintah melibatkan beberapa penegak hukum yakni penyidik, penuntut umum dan hakim. Dalam tahap penyidikan tindak pidana korupsi yang berwewenang melakukan penyidikan adalah aparat keplisian, kejaksaan dan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi (KPK). Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan merupakan suatu tahap terpenting dalam kerangka hukum acara pidana di Indonesia karena dalam tahap ini pihak penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan buktibukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut. penyidikan perkara Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Kepolisian Kota Gorontalo dan Kejaksaan Negeri Gorontalo. Dalam tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi di Polres Kota Gorontalo melibatkan 4 (empat) orang personil. Jumlah kasus tindak pidana korupsi yang ditangani pada Tahun 2010 sampai Tahun 2013 yakni berjumlah 1 (satu) kasus. Penanganan tindak pidana korupsi diawali dengan penyelidikan terhadap informasi kasus korupsi yang diterima, hasil penyelidikan kemudian akan di publikasiakan dan akan dilanjutkan dengan proses penyidikan. Sebelum pelimpahan berkas perkara penyidikan ke jaksa penuntut umum, hasil penyidikan kemudian di publikasikan, yakni tim penyidik akan melakukan gelar perkara terhadap data-data yang diperoleh dalam penyidikan dengan mengundang pihak kejaksaan dan Badan Pengawas Keuangan. Sedangkan penanganan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Gorontalo melibatkan 3 (tiga) orang personil yang bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Jumlah kasus yang ditangani oleh ke jaksaan sejak Tahun 2010 sampai Tahun 2013 yakni berjumlah 10 (sepuluh) kasus Tindak Pidana Korupsi. Penanganan kasus tindak pidna korupsi di kejaksaan tidak berbeda jauh dengan penanganan kasus tindak pidana korupsi yang ada di
kepolisian. Penaganan perkara korupsi juga diawali dengan tahap penyelidikan terhadap informasi-informasi tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi. Hasil penyelidikan kemudian akan dipublikasikan untuk kemudian dilanjutkan dengan tahap penyidikan. Dari hasil penyidikan akan dilakukan tahap gelar perkara antara tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi dan Kepala Kejaksaan Negeri Gorontalo. Dasar hukum yang digunakan oleh penyidik kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana korupsi sama halnya dengan dasar hukum yang digunakan dalam penganan tindak pidana korupsi yang ada di kejaksaan, yakni berdasarkan pada Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Adapun prosedur penyidikan tindak pidana korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan terdapat perbedan yang sangat signifikan yakni diantaranya dalam hal jumlah kasus yang di tamgani 3 (tiga) tahun terakhir dan prosedur gelar perkara. Sebagai penyidik, tentunya pihak kepolisian dan kejaksaan juga memiliki cara tersendiri untuk melakukan segala cara agar perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani akan cepat terselesaikan selama cara tersebut tidak keluar dari ketentuan undang-undang yang diberlakukan. Dengan demikian kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi oleh masing-masing kedua instansi juga berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan yang telah diuraikan diatas menumbuhkan minat penulis untuk mengadakan penelitian dan pengkajian
tentang “Studi Perbandingan Proses
Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi Di Polres Dan Kejaksaan Negeri Gorontalo” METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian secara normatif. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan secara kualitatif. Sumber bahan hukum yang di gunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum dn tersier. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang tepat, maka metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode stratified random sampling. analisis data yang digunakan bersifat analisis deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi di Kepolisian Informasi tentang dugaan adanya tindak pidana korupsi, dapat bersumber dari berbagai macam sumber informasi antara lain yakni berupa berita-berita yang ada di media cetak dan media elektronik, laporan oleh masyarakat secara langsung maupun laporan dari Lembaga Suwadaya Masyarakat (LSM). Setelah memperoleh keterangan dan beberapa bukti yang cukup, maka pihak kepolisian akan melakukan tindakan selanjutnya yakni dengan membentuk tim prnyelidik dan disertai dengan surat perintah penyelidikan untuk mengetahui ada tidaknya tindak pidana korupsi tersebut. Dalam surat perintah tersebut secara singkat dijelaskan tentang dugaan korupsi yang terjadi, susunan tim penyelidik dan asal informasi yang telah diperoleh. Dengan diserahkanya berkas hasil penyelidikan tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi ke pihak penyidik, maka akan dibentuk pula tim penyidik yang disertai dengan surat perintah penyidikan atau yang disingkat dengan P-8. Dalam surat tersebut dicantumkan berupa keterangan identiras lengkap dari tesangka, serta penjelasan secara singkat tentang dugaan tindak pidana korupsi dan susunan tim penyidik sebagaimana pada surat perintah penyelidikan. Dalam tahap penyidikan, penyidik akan melakukan rencana pemanggilan terhadap saksi-saksi untuk dimintai keterangan dan dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sebelumnya penyidik akan mengeluarkan surat panggilan kepada tersangka, saksi dan bahkan saksi ahli tiga hari sebelum menghadap penyidik. Namaun bila dalam panggilan yang diajukan sebanyak tiga kali panggilan terdakwa belum juga dating menghadap, maka kepolisian akan melakukan jemput paksa. Setelah menerima keterangan dari saksi-saksi yang bersangkutan, tahap selanjutnya yakni pihak penyidik akan melakukan pemanggilan kepada trdakwa terkait pemeriksaan terhadap tindak pidana korupsi
yang dilakukannya. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan terdakwa akan dilanjutkan dengan penyitaan terhadap barang bukti berupa suratsurat dan dokumen-dokumen penting serta barang bukti lainya berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dianggap penting dalam penyidikan perkara pidana korupsi yang akan didahului dengan penerbitan surat izin penggeledahan dan penyitaan. Dari hasil pemeriksaan penyidikan, apabila keterangan-keterangan dari saksi-saksi dan terdakwa dianggap sudah benar dan alat bukti dinyatakan sudah lengkap, hasil penyidikan dicantumkan dalam bentuk laporan Berita Acara Pemeriksaan dan dikoordinasikan dengan apakah berkas perkara tersebut sudah benar-benar lengkap yang kemudian akan dilakukan pelimpahan berkas perkara kepada penuntut umum (P21). Proses Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan pihak pnyidik kejaksaan dapat memperoleh pengaduan laporan/informasi dari masyarakat yang mengetahui tentang duagaan adanya tindak pidana korupsi, dari media cetak surat kabar, dari media elektronik maupun dengan mencari sendiri kasus-kasus dugaan korupsi dengan mengutus intelijen. Dalam mencari informasi intelijen dari kejaksaan beroperasi cenderung melakukan secara tertutup maupun terbuka. Operasi tertutup artinya intelijen dalam mencari data dan keterangan dilakukan tanpa adanya publikasi dan tanpa member tahu kepada setiap orang atau pihak tertentu yang dimintai informasi tentang adanya tindak pidana korupsi. Sedangkan tertutup yakni intelijen mengambil data dan keterangan dengan cara memanggil pihak-pihak tertentu untuk dimintai informasi, namun hasil dari penyelidikan tetap dirahasiakan. Hasil penyelidikan kemudian akan dilampirkan dalam bentuk laporan, dimana laporan tersebut berisikan waktu dan tanggal dari penerimaan informasi, penjelasan tentang dugaan adanya tindak pidana korupsi dan disertai dengan identitas dari si pengadu/pelapor dan penerima laporan. Dalam laporan tentang dugaan tndak pidana korupsi yang memiliki indikasi kuat bahwa informasi tersebut benar-benar telah terjadi perbuatan korupsi kemudian akan di tindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) KUHAP. Namun apabila informasi tersebut dianggap belum melengkapi unsur-unsur
tentang adanya kerugian Negara, maka kejaksaan wajib mengembalikan laporan tersebut kepada intelijen untuk dilengkapi. Setelah laporan dianggap sudah lengkap, maka akan dilanjutkan dengan tahap penyelidikan. tersebut dengan membentuk tim penyelidik yang kemudian disertai dengan dikeluarkannya surat perintah penyelidikan. Surat perintah penyelidikan bila telah diterbitkan, aka akan dilanjutkan dengan tahap penyelidikan. Pada tahap ini tim penyelidik akan melakukan penelusuran perkara lebih lanjut apakah perkara tersebut benar-benar sudah mengandung unsure tindak pidana korupsi atau belum. Hal ini dapat diketahui dengan mencari dokumen-dokumen atau data-data yang dianggap penting dan alat-alat bukti lainya menurut ketentuan dalam undang-undang. Hasil penyelidikan yang sudah dianggap lengkap kemudian akan disusun dalam bentuk laporan oleh tim penyelidik kejaksaan dan kemudian hasil penyelidikan akan dipaparkan untuk dikoordinasikan dalam memberikan kesimpulan apakah hasil penyelidikan tersebut sudah dapat dilakukan penyidikan. Apabila dianggap sudah benar-benar lengkap, tim penyelidik kemudian menyerahkan langsung hasil penyelidikan tersebut kepada pihak penyidik kejaksaan untuk dilakukan tahap selanjutnya yakni tahap penyidikan perkara. Tahap penyidikan tidak berbeda jauh dengan tahap penyelidikan. Sebelum melakukan penyeidikan maka akan dibentuk tim penyidik yang kemudian akan disertai dengan penerbitan surat perintah penyidikan. Pada tahap ini tim penyidik akan melakukan panggilan terhadap saksi dan terdakwa untuk dimintai keterangan-keterangan perkara korupsi yang sedang dalam pemeriksaan. Dalam pemanggilan saksi dan tersangka tim penyidik kejaksaan akan memberikan surat panggilan kepada saksi dan terdakwa selambat-lambatnya tiga hari sebelum menghadap. Pemanggilan ini juga dapat dilakukan kepada saksi-saksi ahli untuk dimintai keterangan selanjutnya, dimana penaganan penyidikan ini tidak jauh berbeda dengan penanganan tindak pidana umum. Namun dalam panggilan pertama terdakwa tidak datang menghadap, maka akan dilakukan surat perintah panggilan ke dua. Pemanggilan ini dilakukan sebanyak tiga kali. Apabila dalam panggilan yang ketiga terdakwa belum mengahadap juga. Kejaksaan akan melakukan jemput paksa terhadap terdakwa. Proses selanjutnya yakni tim
penyidik kejaksaan akan melakukan penyitaan dan penggledahan terhadap suratsurat penting dan harta benda yang ada sangkut pautnya dengan perkara kerugian Negara yang sedang ditangani. Sebelum melakukan penggledahan dan penyitaan, tim penyidik harus memiliki surat izin untuk melakukan penggledahan dan penyitaan sebagai bukti bahwa penggledahan dan penyitaan ini benar-benar dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana korupsi yang sedang berjalan. Setelah proses penyidikan sudah dianggap lengkap, maka data-data hasil pemeriksaan akan dicantumkan dalam bentuk Berita Acara Perkara (BAP) yang ditanda tangani oleh penyidik, saksi, dan terdakwa. Tahap selanjutnya yakni pemberkasan perkara yang kemudian dilaporkan kepada kepala kejaksaan negeri untuk di analisis dan diteliti lebih lanjut apakah kasus ini benar-benar merupakan kasus tindak pidana korupsi dan untuk membuat rencana dakwaannya. Dalam analisis tersebut akan ditentukan apakah kasus ini merupakan kasus tindak pidana korupsi, maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Namun apabila ditemukan tidak memiliki cukup bukti bahwa kasus ini bukan merupakan kasus tindak pidana korupsi, dengan sendirinya kasus ini batal demi hokum. Proses tuntutan perkara akan dihentikan sebagaimana dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a HUHAP dan akan dikeluarkan surat penetapan pemberhentian penyidikan (SP3). Apabila kasus tersebut ternyata merupakan kasus tindak pidana korupsi maka hasil penyidikan akan dilanjutkan dengan tahap penuntutan dan akan dilimpahkan ke tahap persidangan.
Perbandingan Proses Penyidikan Oleh Kepolisian Dan Kejaksaan Adapun proses penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan memiliki perbandingan baik dari persamaan dan perbedaan dalam melakukan pemeriksaan perkara korupsi. Dalam tahap proses penyidikan yang ada di kepolisian dan proses penyidikan yang ada di kejaksaan tidak jauh berbeda. Pemeriksaan penyidik kepolisian dan penyidik kejaksaan menggunakan langkah yang sama yakni dengan berdasarkan proses penyidikan yang sudah ditetapkan dalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dengan tugas dan wewenangnya masing-masing. Dengan demikian dasar hukum yang digunakan dalam penyidikan oleh kedua instansi tersebut yakni sama-sama mengacu pada Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun adapun perbedaan yang ditemui oleh penulis dari penyidik kepolisian dan penyidik kejaksaan selaku penyidik tindak pidana korupsi. Dalam hal ini mengenai struktur organisasi jumlah personil yang terlibat dalam pemeriksaan tindak pidana korupsi. Pada instansi kepolisian Kota Gorontalo penyidik tindak pidana khusus bagian korupsi beranggotakan 4 (empat) personil dan pada umumnya struktur organisasi yang ada di kepolisia sipilih langsung oleh kapolres Gorontalodan bersifat tetap. Sedangkan struktur organisasi yang ada di Kejaksaan Negeri Gorontalo hanya beranggotakan 3 (tiga) personil dan tidak bersifat tetap sebab pada suatu waktu dapat berubah-ubah. Karena dalam instansi kejaksaan tidak ada perbedaan antara satu dan lainya semua berhak melakukan penyidikan selama orang tersebut telah di tunjuk oleh Kepala Kejaksaan Negeri baik saat itu juga dan dipercayayi mampu dalam melakukan penyidikan perkara tindak pidana khusus terutama korupsi. Maka sejak itulah orang tersebut berkewenangan penuh dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana khusus. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah kasus Tindak Pidana Korupsi yang ditangani oleh Polres Gorontalo sejak tahun 2010 sampai Tahun 2013 sebanyak 1 (satu) kasus, sedangkan jumlah kasus Tindak Pidana Korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Gorontalo sejak Tahun 2010 sampai Tahun 2013 sebanyak 10 (sepuluh) kasus. Proses penyidikan perkara yang ada di kepolisian juga lebih membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan proses penyidikan yang ada di kejaksaan. Dalam penanganan penyidikan perkara di kepolisian membutuhkan waktu kurang lebih 8 bulan dan di kejaksaan membuthkan kurang lwbih minimal 6 bulan. Walaupun proses penyidikan tindak pidana tidak memiliki batas waktu yang tidak tetap seperti halnya pidana umum, namun dapat terlihat jelas bahwa penyidik Kejaksaan Negeri Gorontalo lebih banyak berperan dalam menangani kasus Tindak Pidana Korupsi di bandingkan penyidik Polres Gorontalo. Menurunnya peranan penyidik kepolisian dalam menangani perkara
Tindak Pidana Korupsi, tentu tidak lepas dari faktor-faktor yang diantaranya adalah kesulitan dalam memperoleh data atau dokumen-dokumen asli pada saat penyidikan berlangsung. Sebab dalam Tindak Pidana Korupsi dokumen-dokumen asli tersebut merupakan salah satu alat bukti utama selain tersangka dan saksi. Selain itu faktor moral juga sangat mempengaruhi penegakan hukum, karena tindakan penegak hukum yang tegas terhadap hukum
sangat mempengaruhi
keberhasilan penanganan suatu tindak pidana. Selain itu yang membedakan penyidikan yang ada di kepolisian dan kejaksaan yakni mengenai prosedur pelaksanaan gelar perkara. Dalam melakukan gelar perkara penyidik kepolisian mengundang kejaksaan dan pengacara dan instansi yang terkait khususnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan sbagai tolak ukur untuk menentukan kesimpulan apakah perkara tersebut layak dilanjutkan ke tahap selanjutnya atau akan di berhentikan dalam hal ini perkara bisa saja ditutup jika ditemui perkara tersebut ternyata tidak mengakibatkan adanya kerugian Negara. Sedangkan dalam lingkungan kejaksaan, gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan tidak mengundang kepolisian, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hanya dilakukan di kalangan jaksa saja. Sebab dalam perhitungan kerugian Negara, penyidik kejaksaan menyerahkan langsung kepada pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kejaksaan akan mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) apabila dalam penyidikan kasus tindak pidana mengalami kendala dalam menentukan jumlah kerugian uang Negara, sehingga kejaksaan membutuhkan bantuan audit dari BPK. Dalam melakukan tugas dan wewenangnya sebagai penyidik, kepolisian dan kejaksaan tentunya memiliki caracara tersendiri untuk mempercepat penyidikan agar perkara korupsi tersebut cepat terselesaikan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pastinya dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik, kedua instansi tersebut sering mengalami kendalakendala atau hambatan-hambatan yang dapat memperlambat proses penyidikan perkara. Hal ini juga dapat memberikan perbedaan proses penyidikan perkara korupsi yang ada di kepolisian dan di kejaksaan.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik kepolisian Kota Gorontalo yang berhasil di wawancarai oleh penulis yakni : 1. Menemukan data-data atau dokumen-dokumen asli 2. Membongkar kasus-kasus pejabat-pejabat tertentu 3.
Untuk mendapatkan keterangan ahli yang berada di luar wilayah Gorontalo. Hambatan-hambatan inilah yang sering ditemui oleh penyidik kepolisian
dalam mengusut perkara tindaak pidana korupsi, sebab pada masaalah pertama, untuk menemukan data-data dan dokumen-dokumen asli biasanya pelaku-pelaku yang terkait dengan sengaja menghilangkannya sebelum proses penyelidikan dan penyitaan dilakukan. Contoh kecilnya yakni data-data yang terrdapa di dalam computer. Bisa saja langsung dihapus sehingga data-data tersebut hilang. Kendala yang kedua yang dapat menyebabkan proses penydikan menjadi lambat yakni membongkar kasus-kasus pejabat-pejabat tertentu. sebab dalam melakukan pemeriksaan, yang menjadi alasan utama agar pejabat tersebut tidak diperiksa yakni karena tugas keluar daerah dengan waktu yang tidak jelas. Sehingga penyidik harus menunggu waktu yang lama untuk melakukan pemeriksaan. Ketiga yang menjadi kendala kepolisian dalam melakukan penyidikan yakni keterangan ahli yang berada diluar daerah. Kesulitannya yaitu untuk mendatangkan saksi ahli untuk dimintai keterangan-keterangan tentang kasuskasus korupsi yang sedang ditangani. Demikian juga pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan tidak jauh berbeda dengan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik kepolisian yang ada di kepolisian. Adapun kendala-kelndala yang sering dihadapi oleh penyidik kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu : 1. Alat bukti 2. Saksi 3. Terdakwa
4. Kurangnya personil kejaksaan 5. Lamanya perhitungan kerugian Negara Dalam hal alat bukti yang menjadi kendala adalah bahwa alat bukti tersebut sering ditemukan hilang oleh jaksa untuk membantu proses penyidikan baik itu alat bukti yang sengaja dihilangkan oleh terdakwa maupun alat bukti yang sudah habis atau tidak sepenuhnya habis dipakai oleh terdakwa, sehingga untuk mendapatkan keterangan alat bukti tersebut jaksa melakukan upaya paksa terhadap saksi yang berkaitan terhadap alat bukti tersebut untuk menggantikan keterangan-keterangan yang membantu proses penyidikan. Mengenai saksi yang menjadi kendala dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi adalah bahwa saksi yang berada di luar daerah. Dalam memperoleh keterangan saksi, penyidik Kejaksaan Negeri Gorontalo harus melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan kejaksaan luar di mana saksi berada. Koordinasi ini juga memakan waktu cukup lama melihat kesibukan jaksa luar. sering saksi juga tidak ditemukan berada di tempat pada saat akan di temui, sehingga penyidik kejaksaan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh keterangan saksi tersebut. Kendala lain yaitu mengenai terdakwa yang sering juga memberika data dan keterangan yang berbelit-belit, terdakwa sering dalam keadaan sakit apabila dilakukan penyidikan terhadap dia sehingga memperlambat proses penyidikannya dan terdakwa sering melarikan diri apabila dilakukan penyidikan terhadap dia. Sehingga jaksa melakukan upaya yaitu jaksa melakukan pembantaran terhadap terdakwa yang sakit untuk di rawat dirumah sakit tetapi tidak mengurangi masa tahanannya dan melakukan pengejaran untuk menangkap terdakwa yang melarikan diri dengan melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian. Kurangnya personil penyidik kejaksaan juga sangat mempengaruhi proses penyidikan. personil Kejaksaan Negeri Gorontalo yang bergerak dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi hanya berjumlahkan tiga personil. Ketiga personil ini selain sebagai penyidik mereka juga berperan sebagai penyelidik. Sehingga penyidik kejaksaan merasa kesulitan karena selain untuk melakukan penyelidikan mereka juga harus ekstar bekerja keras melakukan penyidikan dengan berbagai kendala-kendala selalu di temukan dilapangan. Perhitungan
kerugian Negara yang membutuhkan waktu yang cukup lama juga sering menjadi hambatan proses penyidikan tindak pidana korupsi. Sebab perhitungan kerugian negar merupakan inti dari pemeriksaan perkara korupsi. Karena suatu perkara dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi apabila tindakan tersebut dapat merugikan keuangan Negara ataupun daerah. Sehingga dalam melakukan perhitungan kerugian Negara harus benar-benar dialkukan dengan teliti walaupun harus membutuhkan waktu yang cukup lama. Adapun upaya yang dilakukan untuk mempercepat penyidikan oleh penyidik kepolisian dan penyidik kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus tindak pidana korupsi yakni dengan melakukan kerjasama dan saling koordinasi satu sama lain. Baik dari kepolisian kekejaksaan ataupun dari kejaksaan ke kepolisian. Selain itu, sangat di perlukan juga partisipasi dari seluruh kalangan baik dari instansi-instansi yang terkait dan bahkan masyarat. Dilihat dari sudut pandang pendekatan hukum, dasar hukum yang digunakan dalam melakukan pemberantasan tindak pidana di Indonesia sebenarnya
sudah
dapat
dikatakan
cukup
memadai.
Karena
sudah
diberlakukannya sejumlah peraturan perundang-undangan yang sifatnya anti korupsi. Antara lain Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Suap, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan saat ini sudah diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain dari undang-undang tersebut masih juga diberlakukan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negri Sipil. Dengan mengaacu pada Undang-Undang No. 28 Tahun 1989, maka subjek hokum yang diatur menyangkut seruh penyelenggara negarayang berasal dari lembaga tertinggi Negara, lembaga tinggi Negara sampai gubernur, walikota, bupati, Pemimpin Proyek (PIMPRO), direksi badan usaha milik Negara/Daerah (BUMN/D), jaksa dan hakim. Seluruh
perangkat hukum yang diatur dalam berbagai undang-undang tersebut sudah sangat kuat untuk menjerat para pelaku tindak pidana korupsi. Namun dalam praktiknya, permasalahan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilakukan dengan pendekatan hokum semata-mata. Karena penyakit ini sudsash menyebar luas keseluruh tatanan social dan pemerintahan hampir di banyak Negara. Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan tidak hanya semata-mata bersifat represif, tetapi juga harus bersifat preventif dan rehabilitative. Pendekatan preventif yang ampuh adalah antara lain dengan menciptakan iklim kerja yang sehat dalam lingkup tugas pemerintahan baik ditingkat pusant dan ditingkat daerah. Tanpa langkah preventif yang dimaksud maka pemberantasan korupsi hanya akan berhasil mengatasi gejala saja dan bukan menghancurkan akar penyebabnya yang tumbuh subur di kalangan masyarakat. KESIMPULAN 1. Proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang ada di Polres Gorontalo dan penyidikan yang ada di Kejaksaan Negeri Gorontalo sudah berjalan berdasarkan ketentuan hukum yang ada yakni KUHAP. Penanganan tindak pidana korupsi diawali dengan penyelidikan terhadap informasi kasus korupsi yang diterima, hasil penyelidikan kemudian akan di publikasiakan dan akan dilanjutkan dengan proses penyidikan. Sebelum pelimpahan berkas perkara penyidikan ke jaksa penuntut umum, hasil penyidikan kemudian di publikasikan, yakni tim penyidik akan melakukan gelar perkara terhadap datadata yang diperoleh dalam penyidikan sebelum dilimpahkan kejaksa penuntut umum. Namun apabila dilihat dari kenyataan yang ada, proses penyidikan masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Perkara korupsi yang sementara ditangani cenderung memakan waktu lama. Baik faktor penegak hukum yang kurang maksimal maupun faktor dari penegak hukum itu sendiri yang dengan sengaja memperlambat kasus tersebut. 2. Perbandingan proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Polres Gorontalo dan di Kejaksaan Negeri Gorontalo yakni dari segi persamaannya, proses
penyidikannya sama-sama berlandaskan pada Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan perbedaan proses penyidikannya adalah : . Jumlah personil penyidik a. Jumlah kasus yang ditangani b. Proses gelar perkara sebelum pelimpahan berkas ke penuntut umum c. Faktor penghambat dalam melakukan penyidikan
Daftar Pustaka Romli Atmasasmita, 2002. Korupsi, Good Governance, Dan Komisi Anti Korupsi Di Indonesia. Jakarta: Percetakan Negara RI. Peter Marzuki, 2005. Penelitian Hukum, Jakarta: kencana media group Kitab Undang Hukum Acara Pidana