STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS
SABAR JAYA TELAUMBANUA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Mei
2009
Sabar Jaya Telaumbanua NRP C451070041
ABSTRACT SABAR JAYA TELAUMBANUA. A Study of Capture Fisheries Development in Nias Regency. Supervised by M. FEDI A. SONDITA and EKO SRI WIYONO.
Major types of fish resources available in Nias waters are reef fish, skipjack tuna, eastern little tuna, and tuna. Until now, there is no local fishery management plan to promote the fishery. This research was conducted to determine the first priority of fish commodity and development strategy for the fisheries. The method used in this study was survey method which was conducted from December 2007 until November 2008. Data were collected through field surveys to discover detailed characteristics of each of the three species groups and to identify perceptions of two key respondents from each of four stakeholder groups on local marine fisheries development. The data were analyzed using AHP to determine the prioritised fish commodity. Information of the fishery was analyzed using SWOT analysis to identify some development strategies. The AHP concluded that coral fishes are the most prioritized fish while skipjack tuna/eastern little tuna, and tuna were the second and third prioritized fish commodity. The result of optimization analysis with LGP revealed that for the utilization of fish resource potential in Nias water, the number of fishing gear units which were appropriate to operate in fishing activity was 222 units of hand lines, 95 gill nets with big mesh size, and 0 unit of small-mesh size gill nets. The strategy used to develop the marine fisheries is giving fishermen some technical and managerial trainings in order to improve the quality of human resources in Nias Regency. In line with this, it is expected that the regional government should formulate a blue print of the most prioritized fish development in Nias Regency through strategy of human resource development in capture fisheries skills.
Keywords: fisheries commodity, strategy, development, Nias
RINGKASAN
SABAR JAYA TELAUMBANUA. Studi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan EKO SRI WIYONO. Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias. Potensi sumberdaya perikanan yang terkandung di wilayah perairan laut Kabupaten Nias cukup tersedia namun pemanfaatannya masih belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas unggulan di Kabupaten Nias dan menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias secara optimum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dilaksanakan mulai bulan Desember 2007 sampai dengan bulan November 2008. Penentuan komoditas unggulan menggunakan analytical hierarchy process (AHP) dan penentuan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias menggunakan Analisis SWOT berdasarkan aspek biologi, teknik, ekonomi, dan sosial. Hasil AHP menunjukkan bahwa prioritas pertama alternatif pengembangan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah ikan karang dengan rasio kepentingan 0,447 pada inconsistency terpercaya 0,08, prioritas kedua adalah ikan cakalang/tongkol dengan rasio kepentingan 0,384 pada inconsistency terpercaya 0,08, dan komoditas paling terakhir adalah ikan tuna, pada inconsistency terpercaya 0,08. AHP juga menunjukkan urutan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Prioritas pertama adalah usaha penangkapan berkelanjutan mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan rasio 0,248 pada inconsistency terpercaya 0,05. Kedua adalah peningkatan gizi masyarakat dengan rasio 0,228 pada inconsistency terpercaya 0,05. Ketiga adalah penyerapan tenaga kerja dengan nilai rasio 0,197 pada inconsistency terpercaya 0,05. Keempat adalah peningkatan ekonomi masyarakat dengan nilai rasio 0,194 pada inconsistency terpercaya 0,05. Prioritas alternatif terakhir adalah adalah peningkatan PAD dengan nilai rasio 0,133 pada inconsistency terpercaya 0,05 Hasil analisis potensi didapatkan bahwa potensi ikan kerapu adalah CMSY = 167 ton/tahun dengan EMSY = 1745 unit/tahun, ikan kakap mempunyai CMSY = 199 ton/tahun dengan EMSY = 1789 unit/tahun, ikan bambangan mempunyai CMSY = 200 ton/tahun dengan EMSY = 1331 unit/tahun, ikan kurisi mempunyai CMSY = 164 ton/tahun dengan EMSY = 1471 unit/tahun, ikan tuna mempunyai CMSY = 843 ton/tahun dengan EMSY = 162 unit/tahun, ikan cakalang mempunyai CMSY = 712 ton/tahun dengan EMSY = 267 unit/tahun, dan ikan tongkol mempunyai potensi dengan CMSY = 515 dan EMSY = 192 unit/tahun. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan Nias adalah pancing dan gill net. Katagori pancing ada dua yaitu pancing 5 GT dengan lama operasional 3-5 hari di laut di sebut pancing mingguan dan pancing 0,5 GT dengan waktu operasi di laut 0,5-1 hari. Begitu juga dengan gill net dibagi dua katagori yaitu gill net bermata besar (5 inci) 5 GT dengan lama operasional 3-5 hari di laut di sebut gill
net mingguan dan gill net bermata kecil (3 inci) 0,5 GT dengan waktu operasi di laut juga 0,5-1 hari yang disebut gill net harian. Fishing ground meliputi perairan Kabupaten Nias sampai ke perairan Pulau Banyak di Nangroe Aceh Darussalam. Setiap jenis unit penangkapan ikan yang diteliti memiliki kelayakan usaha yang cukup baik: pancing mingguan 5 GT mempunyai nilai NPV sebesar Rp. 1.063.843.059, Net B/C sebesar 11, IRR sebesar 166 %, keuntungan usaha per tahun Rp.53.656.000, pancing harian 0,5 GT mempunyai nilai NPV sebesar Rp. 25.688.918, Net B/C 5, IRR 166%, keuntungan usaha per tahun Rp. 4.258.800. Gill net bermata besar 5 GT mingguan mempunyai nilai NPV Rp. 1.254.677.888, Net B/C 8, IRR 123 %, keuntungan usaha per tahun Rp. 41.047.000. Gill net bermata kecil 0,5 GT harian mempunyai nilai NPV sebesar Rp. 25.725.052, Net B/C 4, IRR 116 %, keuntungan usaha per tahun Rp. 1.853.333. Lembaga yang terkait dengan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Nias terdiri atas lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perikanan, himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) cabang Kabupaten Nias. Keberadaan 5 kelompok nelayan binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias sangat mempengaruhi kegiatan usaha penangkapan di Kabupaten Nias. Unit penangkapan ikan khususnya kapal 5 GT baik pancing maupun gill net bermata besar, dimiliki oleh pengusaha yang memperkerjakan 3 orang nelayan. Secara optimal untuk memanfaatkan potensi perikanan di Kabupaten Nias diperlukan 222 unit pancing, 95 unit gill net bermata besar dan gill net bermata kecil 0 unit. Diantara 6 strategi yang teridentifikasi, strategi 5 (melakukan pelatihan teknik dan manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM di Kabupaten Nias) diperkirakan akan mempunyai pengaruh/dampak terbesar terhadap keberhasilan pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Nias (WAS 442,87). Urutan prioritas strategi selanjutnya adalah strategi 1 (mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar dan ikan karang yang lestari dan berkelanjutan) dengan nilai WAS 386,94, strategi 2 (pembangunan sarana/ prasarana dan peningkatan armada penangkapan secara terencana) dengan nilai WAS 326,8, strategi 3 (peningkatan penyuluhan oleh dinas terkait tentang daerah yang strategi operasional penangkapan (fishing ground) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan) dengan nilai WAS 286,08, strategi 6 (melakukan kerjasama dalam pengelolaan sumber daya perikanan antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) dengan nilai WAS 223,86, dan terakhir adalah strategi 4 (peningkatan kerjasama dan koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan angkatan laut Sibolga dalam hal pengawasan dan penertiban izin operasional kapal penangkapan ikan) dengan nilai WAS 137,32. Kata Kunci : komoditas unggulan, strategi, pengembangan, Nias
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS
SABAR JAYA TELAUMBANUA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc
LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis
: Studi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias
Nama Mahasiswa : Sabar Jaya Telaumbanua NRP
: C451070041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc Ketua
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Teknologi Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc
Prof. Dr. Ir.Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 29 Mei 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala berkat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar magister pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis yang berjudul “Studi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias”, merupakan karya tesis yang dapat penulis sumbangkan. Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc dan Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si., sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga selesainya tesis ini.
2
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan staf, Ketua Koordinator Mayor Teknologi Perikanan Tangkap, dan Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, atas segala perhatian dan penyediaan fasilitas selama penulis melaksanakan pendidikan.
3
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias dan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias yang telah bekerjasama dalam penyediaan program beasiswa berupa dana Bantuan Pendidikan Pascasarjana selama mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
4
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
5
Rekan-rekan kerja dan teman-teman mahasiswa/i yang selalu memberikan motivasi selama masa pendidikan.
6
Ayahnda (almarhum) dan ibunda tercinta beserta seluruh keluarga dan semua pihak yang tidak sempat penulis satu persatu atas segala perhatian dan bantuannya sehingga tesis ini rampung.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan. Saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan agar lebih memberikan bobot terhadap kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap pemgembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dan daerah lain yang memiliki karakteristik serupa dengan Kabupaten Nias serta Indonesia pada umumnya.
Bogor,
Mei
2009
Sabar Jaya Telaumbanua
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Daso Kecamatan Tuhemberua Kabupaten Nias Sumatera Utara pada tanggal 25 November 1982 dari ayah Fatolosa Telaumbanua dan Fatiami Nazara. Penulis merupakan putra ke sepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan SD Negeri 071038 Ombolata Sawo I tamat 1994. SLTP Negeri 3 Gunungsitoli tamat 1997. SMU Negeri 3 Gunungsitoli tamat tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Program S-1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Bung Hatta PadangSumatera Barat hingga pada tahun 2004 menyelesaikan skripsi dan mendapat gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) dengan judul “Studi Pemanfaatan Teknologi Rumpon Dalam Pengoperasian Purse Seine Di Perairan Sumatera Barat” di bawah bimbingan Ir. Suardi ML (Pembimbing I) dan Bukhari, S.Pi, M.Si (Pembimbing II) dan penulis lulus sebagai lulusan terbaik, predikat “Dengan Pujian”. Tahun 2005 penulis lulus tes seleksi CPNS di Pemerintah Daerah Kabupaten Nias. Tahun 2006 ditempatkan di Kantor Camat Tuhemberua sebagai staf pemerintahan. Tahun 2007 penulis dimutasikan ke Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias sebagai staf pada Subdis Pengembangan Prasarana. Pada tahun yang sama penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
ix
1
PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 1.5 Hipotesis ............................................................................................ 1.6 Kerangka Pemikiran...........................................................................
1 2 2 4 4 4 5
2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Sumberdaya Perikanan Laut .............................................................. 2.2 Pengembangan Perikanan Tangkap ................................................... 2.3 Komponen-komponen Utama Sistem Perikanan Tangkap ................ 2.3.1 Masyarakat.............................................................................. 2.3.2 Sarana produksi ....................................................................... 2.3.3 Proses produksi ....................................................................... 2.3.4 Prasarana pelabuhan/PPI......................................................... 2.3.5 Unit pengolahan ikan .............................................................. 2.3.6 Unit pemasaran........................................................................ 2.4 Pembangunan Berkelanjutan .............................................................
9 9 10 12 12 14 14 17 18 19 20
3
METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ........................................ 3.2.1 Evaluasi kinerja usaha perikanan tangkap unggulan di Kabupaten Nias...................................................... 3.2.1.1 Analisis aspek biologi ................................................ 3.2.1.2 Analisis aspek teknik.................................................. 3.2.1.3 Analisis aspek ekonomi.............................................. 3.2.2.4 Analisis aspek sosial .................................................. 3.2.2 Pengumpulan data untuk pemilihan komoditas unggulan ....... 3.3 Teknik Pengambilan Contoh.............................................................. 3.4 Analisis Hierarki Proses (AHP) ......................................................... 3.4.1 AHP untuk penentuan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Nias .................................................................... 3.4.1.1 Membuat struktur hierarki untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Nias .................... 3.4.2 AHP untuk penentuan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ...................................................... 3.4.2.1 Membuat struktur hierarki untuk penentuan
22 22 24 27 27 27 28 30 31 32 33 33 34 34
tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ...................................................... 3.4.3 Pembuatan skala perbandingan ................................................ 3.4.3.1 Menghitung matriks ................................................... 3.4.3.2 Menghitung matriks pendapat gabungan ................... 3.4.3.3 Pengolahan horisontal ................................................ 3.4.3.4 Pengolahan vertikal .................................................... 3.4.3.5 Revisi pendapat .......................................................... 3.5 Analisis Optimalisasi Alat Penangkapan Ikan ................................... 3.6 Prioritas Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap KomoditasUnggulan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan............... 3.6.1 Analisis strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Nias....................................................... 3.6.2 Analisis prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.......................................................
35 35 36 37 38 39 40 43 45 45 47
4
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................... 4.1 Keadaan Geografis............................................................................. 4.2 Pemerintahan .................................................................................... 4.3 Kependudukan ........ .......................................................................... 4.4 Ketenagakerjaan................................................................................. 4.5 PDRB ................................................................................................ 4.6 Perikanan Tangkap............................................................................. 4.6.1 Nelayan..................................................................................... 4.6.2 Alat penangkapan ikan ............................................................. 4.6.3 Musim dan daerah penangkapan ikan ...................................... 4.6.4 Fasilitas pendukung kegiatan operasi penangkapan ikan.........
49 49 50 51 51 52 52 52 54 55 56
5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 5.1 Kinerja Usaha Perikanan Tangkap Ikan Unggulan di Kabupaten Nias ............................................................................................................. 5.1.1 Sumberdaya ikan unggulan di Kabupaten Nias........................ 5.1.1.1 Komposisi hasil tangkapan......................................... 5.1.1.2 Trend hasil tangkapan ................................................ 5.1.1.2.1 Ikan kerapu (Spenephelus sp.)..................... 5.1.1.2.2 Ikan kakap (Lutjanus spp.) .......................... 5.1.1.2.3 Ikan bambangan (Lutjanus spp.) ................. 5.1.1.2.4 Ikan kurisi (Nemipterus sp.) ........................ 5.1.1.2.5 Ikan tuna(Thunnus sp.)................................ 5.1.1.2.6 Ikan cakalang (Katsuwonus sp.).................. 5.1.1.2.7 Ikan tongkol (Auxis sp) ............................... 5.1.2 Teknologi Penangkapan Ikan ................................................... 5.1.2.1 Pancing ulur (handline) .............................................. 5.1.2.1.1 Spesifikasi pancing ulur .............................. 5.1.2.2 Gill net bermata besar ................................................ 5.1.2.3 Gill net bermata kecil ................................................. 5.1.3 Kelayakan usaha unit penangkapan ikan.................................. 5.1.4 Kelembagaan perikanan dan status kepemilikan unit
61 61 61 62 64 64 66 67 69 71 72 74 76 76 76 83 87 90
penangkapan di Kabupaten Nias.............................................. 5.1.5 Komoditas unggulan ................................................................ 5.1.5.1 Perbandingan kepentingan antara kriteria-kriteria ..... 5.1.5.2 Perbandingan kepentingan Kriteria terhadap komoditas ikan unggulan ........................................... 5.1.5.3 Prioritas komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ........................................ 5.1.6 Tingkat kepentingan dan prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ............................... ... 5.1.6.1 Perbandingan kepentingan antara aktor dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ............................................................................ 5.1.6.2 Perbandingan kepentingan antara faktor-faktor yang berperan dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias........................ 5.1.6.3 Prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ...................................................... 5.1.7 Optimalisasi alat penangkapan ikan......................................... 5.1.8 Strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias .......................................................................................... 5.1.8.1 Prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ........................................ 5.2 Pembahasan........................................................................................
6
91 92 92 94 98 99
99
100 106 108 118 119 120
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 132 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 132 6.2 Saran .................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 133 LAMPIRAN
.................................................................................... 138
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Nias.....................................
12
2 Persentase Jenis dan jumlah alat tangkap yang dominan di operasikan di wilayah perairan Kabupaten Nias tahun 2006......................
16
3 Jumlah kapal/perahu nelayan di Kabupaten Nias tahun 2006 ....................
16
4 Lokasi penelitian di Kabupaten Nias ..........................................................
22
5 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian...........................................
24
6 Kriteria dan indikator dalam menentukan komoditas unggulan .................
31
7 Skala banding berpasangan.........................................................................
36
8 Matriks elemen n.........................................................................................
37
9
Menjumlahkan nilai dalam setiap kolom, matrik normalisasi dan vektor prioritas ....................................................................................
37
10 Nilai indeks acak (RI) matriks berordo 1-15 .............................................
39
11 Formulasi aspek biologi, aspek teknik, aspek ekonomi, dan aspek sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias...............................
46
12 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Nias dari tahun 2002 - 2007 ....................................................................................
53
13 Jumlah nelayan berdasarkan RTP menurut kategori usaha di Kabupaten Nias tahun 2002-2007..........................................................
54
14 Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan laut (unit) menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Nias tahun 2002-2007.............................
55
15 Fasilitas pendukung kegiatan operasi penangkapan ikan...........................
56
16 Perkembangan jumlah produksi ikan di Kabupaten Nias (Ton) dari tahun 2002 – 2007...................................................................
61
17 Komposisi hasil tangkapan ikan demersal/karang dengan alat alat tangkap pancing di Kabupaten Nias....................................................
62
18 Komposisi hasil tangkapan tuna dengan alat pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil...................................................
63
19 Komposisi hasil tangkapan cakalang dengan alat tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil........................
63
20 Komposisi hasil tangkapan tongkol dengan alat tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil........................
64
21 Spesifikasi kapal yang menggunakan alat tangkap pancing .....................
77
22 Spesifikasi teknis alat tangkap pancing untuk ikan karang........................
79
23 Spesifikasi teknis alat tangkap pancing untuk ikan tuna dan cakalang......................................................................................................
81
24 Spesifikasi teknis alat tangkap pancing untuk ikan tongkol ......................
83
25 Spesifikasi kapal yang menggunakan alat tangkap drift gill net bermata besar di Kabupaten Nias...............................................................
84
26 Spesifikasi alat tangkap drift gill net bermata besar di Kabupaten Nias ......................................................................................
85
27 Spesifikasi kapal yang menggunakan alat tangkap drift gill net bermata kecil ..............................................................................................
88
28 Spesifikasi alat tangkap drift gill net bermata kecil di Kabupaten Nias ............................................................................................................
86
29 Nama kelompok nelayan binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias ..........................................................................................
91
30 Kelembagaan pengusaha perikanan di Kabupaten Nias ............................
92
31 Skor untuk alternatif prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ........................................................................ 107
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran kajian pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ...........................................................................................
8
2
Sistem agrobisnis perikanan tangkap (Kesteven 1973 dimodifikasi oleh Monintja 2001).................................................................................... 13
3
Strategi pengembangan produk.................................................................... 19
4
Beberapa kegiatan utama produk agribisnis perikanan, dari produksi hingga sampai di tangan konsumen ............................................................. 20
5
Peta lokasi penelitian ................................................................................... 23
6
Diagram alir pendekatan penelitian ............................................................. 26
7
Hierarki komoditas unggulan di Kabupaten Nias ........................................ 41
8
Hierarki tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias......... 42
9
Pangkalan pendaratan ikan di Desa Teluk Belukar Kecamatan Gunungsitoli Utara yang masih dalam proses pembangunan ...................... 58
10 Pembangunan tempat pelelangan ikan (TPI) di desa Teluk Belukar Kecamatan Gunungsitoli Utara yang berdampingan dengan TPI yang masih dalam proses pembangunan...................................................... 58 11 Pembangunan pangkalan depot BBM di Desa Botolakha Kecamatan Tuhemberua guna untuk membantu nelayan dalam perbekalan operasiona penangkapan ikan ...................................................................... 59 12 Pabrik es dengan kapasitas 10 ton/hari namun sampai saat ini masih belum berfungsi karena tidak ada pihak swasta yang berkeinginan untuk mengelolanya sehingga nelayan belum merasakan manfaat dari keberadaan pabrik es tersebut yang berlokasi di Kelurahan Pasar Gunungsitoli Kecamatan Gunungsitoli........................................................ 59 13 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Desa Sirombu Kecamatan Sirombu yang berdampingan dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dimana nelayan tidak berminat berlabuh dan tambat di lokasi tersebut karena hantaman gelombang yang cukup besar........................................... 60 14 Dermaga di Desa Bozihona Kecamatan Idanogawo yang masih dalam proses pembangunan namun nelayan lebih senang menyandarkan perahu/kapal motornya ke pantai ................................................................. 60
15 Perkembangan jumlah produksi ikan laut di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 .......................................................................................... 62 16 Perkembangan jumlah produksi ikan kerapu di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007....................................................................................... 64 17 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007 ..................................... 65 18 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk Penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Nias tahun 2002-2007........................................ 66 19 Perkembangan jumlah produksi ikan kakap di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 .......................................................................................... 66 20 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk Penangkapan ikan kakap di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 ........................................ 67 21 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kakap di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 ......................................... 67 22 Perkembangan jumlah produksi ikan bambangan di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 .......................................................................................... 68 23 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan bambangan di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 ............................... 68 24 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan bambangan di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 ........................... 69 25 Perkembangan jumlah produksi ikan kurisi di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 .......................................................................................... 69 26 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kurisi di Kabupaten Nias tahun 2002-2007......................................... 70 27 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kurisi di Kabupaten Nias tahun 2002-2007......................................... 70 28 Perkembangan jumlah produksi ikan tuna di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 .......................................................................................... 71 29 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing, gill net besar bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007 ................... 72 30 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing, gill net bermata besar
dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007 ................... 72 31 Perkembangan jumlah produksi ikan cakalang di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007........................................................................................ 73 32 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007........... 73 33 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing, gill net bermata besar dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Nias, tahun 2002 – 2007........... 74 34 Perkembangan jumlah produksi ikan tongkol di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007........................................................................................ 74 35 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007.............. 75 36 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007.... 76 37 Kapal pancing mingguan 5 GT dan Kapal pancing harian 0,5 GT.............. 77 38 Desain dan konstruksi alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan karang........................................................................................................... 79 39 Desain dan konstruksi alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang......................................................................................... 81 40 Desain dan konstruksi alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan tongkol ......................................................................................................... 82 41 Kapal drift gill net bermata besar yang ada di Kabupaten Nias................... 84 42 Desain dan konstruksi alat tangkap drift gill net bermata besar .................. 87 43 Alat tangkap drift gill net bermata besar yang terdiri dari badan jaring, pelampung kecil, dan pelampung besar; cincin dari besi sebagai pemberat; pelampung tanda ......................................................................... 87 44 Kapal drift gill net bermata kecil dan drift gill net bermata kecil................ 89 45 Desain dan konstruksi alat tangkap drift gill net bermata kecil................... 89
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Produksi Ikan (Ton) tahun 2004 di Kabupaten Nias .................................. 138 2 Perairan Nias sebagai lokasi utama kegiatan penangkapan ikan karang oleh nelayan lokal dan pendatang................................................... 140 3 Lokasi nelayan Nias melakukan penangkapan ikan karang pada area terumbu karang di perairan Nias bagian Utara........................................... 141 4 Lokasi nelayan Nias melakukan penangkapan ikan karang pada area terumbu karang di perairan Nias bagian Barat ........................................... 142 5 Potensi perikanan unggulan di Kabupaten Nias ......................................... 143 6 Analisis usaha unit penangkapan pancing mingguan 5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias ................................................................ 153 7 Cashflow unit perikanan pancing mingguan 5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias....................................................................................... 154 8 Analisis usaha unit penangkapan alat tangkap pancing harian 0,5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias ................................................................. 155 9 Cashflow unit perikanan pancing harian 0,5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias........................................................................................... 156 10 Analisis usaha unit penangkapan gill net mingguan 5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias ...................................................................................... 157 11 Cash flow unit perikanan gill net mingguan5 GT oleh Nelayan di Kabupaten Nias....................................................................................... 158 12 Analisis usaha unit penangkapan alat tangkap pancing harian 0,5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias ................................................................ 159 13 Cashflow unit perikanan gill net bermata kecil 0,5 GT oleh Nelayan di Kabupaten Nias....................................................................................... 160 14 Penerimaan total penerimaan per tahun hasil tangkapan pancing 0,5 GT, pancing 5 GT, Gill Net bermata kecil 0,5 GT, dan Gill net bermata besar 5 GT Posisi kriteria komoditas ikan unggulan pada level kedua (setelah goal) pada aplikasi program Software Expert Choice AHP............. 161 15 Posisi kriteria komoditas ikan unggulan pada level kedua (setelah goal) pada aplikasi Program Software Expert Choice AHP...................................... 162
16 Rasio kepentingan kriteria dalam penentuan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ........................................................ 162 17 Pembandingan kriteria tingkat produksi dan harga terhadap komoditas ikan unggulan ............................................................................................. 163 18 Kriteria permintaan pasar lokal terhadap komodidas ikan
unggulan ...... 163
19 Kriteria peluang ekspor antara pulau terhadap komodidas ikan unggulan. 164 20 Kriteria sarana dan prasarana penunjang terhadap komoditas ikan unggulan ..................................................................................................... 164 21 Kriteria keterkaitan ke depan dan ke belakang terhadap komoditas ikan unggulan ...................................................................................................... 165 22 Kriteria skala pengembangan terhadap komoditas ikan unggulan ............. 165 23 Dukungan dan peran pemerintah terhadap komoditas ikan unggulan....... 166 24 Kriteria penyerapan tenaga kerja terhadap komoditas ikan unggulan........ 166 25 Kriteria ketersediaan teknologi terhadap komoditas ikan unggulan ...................................................................................................... 167 26 Hasil sruktur hierarki komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ...................................................................................... 167 27 Prioritas alternatif komoditas ikan unggulan di Kabupaten Nias ............... 168 28 Posisi peranan aktor dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias......................................................................... 168 29 Rasio Kepentingan antara aktor dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ....................................................................................... 169 30 Kepentingan faktor potensi sumberdaya SDI dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ............................... 169 31 Rasio kepentingan pada faktor potensi sumberdaya SDI dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di KabupatenNias. 170 32 Kepentingan faktor sarana dan prasarana dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 170 33 Rasio kepentingan faktor sarana dan prasarana dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ..................... 171
34 Kepentingan faktor potensi sumberdaya SDM dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 171 35 Rasio kepentingan faktor potensi sumberdaya SDM dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ..................... 172 36 Kepentingan faktor potensi teknologi dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 172 37 Rasio kepentingan faktor potensi teknologi dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 173 38 Kepentingan faktor peluang pasar dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 173 39 Rasio kepentingan faktor peluang pasar dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 174 40 Kepentingan faktor unit penangkapan dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 174 41 Rasio kepentingan faktor unit penangkapan dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ................................ 175 42 Urutan prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias............................................................................................................. 175 43 Analisis optimalisasi alat penangkapan ikan .............................................. 176 44 Kondisi aspek teknis, aspek biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias........................................................ 179 45 Faktor strategi internal kekuatan (Strengths = S) dan kelemahan (Weaknesses = W) ....................................................................................... 178 46 Faktor strategi eksternal peluang (Opportunities = O) dan ancaman (Threats = T................................................................................................. 178 47 Hasil analisis matriks SWOT ..................................................................... 179 48 Hasil analisis matriks IFE (internal factor evaluation).............................. 180 49 Hasil analisis matriks EFE (external factor evaluation) ............................ 181 50 Pengaruh setiap strategi terhadap faktor SWOT perikanan tangkap Kabupaten Nias............................................................................ 182
DAFTAR ISTILAH
AHP
: Merupakan metode yang menstruktur masalah dalam bentuk hierarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif
Alat penangkapan ikan
: Sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan.
Analisis finansial
: Analisis terhadap kegiatan usaha dengan memperhitungkan biaya dan manfaat dalam suatu usaha dengan meggunakan alat ukur NPV, Net B/C dan IRR.
Biaya investasi
:
Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan suatu kegiatan usaha.
Biaya tetap
:
Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan biaya operasional kegiatan.
Biaya Variabel
:
Biaya yang besarnya tergantung dari out put yang akan dihasilkan dalam satu satu tahun yang dinyatakan dalam rupiah.
B/C ratio
: Merupakan rasio aktivitas dari jumlah nilai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran investasi selama umur investasi.
Cash flow
: Merupakan arus kas atau aliran kas yang ada dalam suatu periode tertentu.
CPUE
:
Jumlah hasil tangkapan yang diambil per unit alat tangkap
Fishing ground
:
Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat di lakukan.
Drift gill net
:
Jenis gill net yang berbentuk empat persegi panjang dengan panjang tali ris bawah sama dengan atau lebih kecil daripada panjang tali ris atas yang
pengoperasiannya dipasang tegag lurus dan dihanyutkan di dalam perairan mengikuti gerakan arus selama jangka waktu tertentu, dimana salah satu ujung unit gill net diikatkan pada perahu/kapal atau kedua ujung gill net dihanyutkan di perairan FPI
:
Perbandingan kemampuan tangkap antar alat tangkap selanjutnya dinyatakan dalam bentuk indeks.
Hasil tangkapan
:
Merupakan porsi dari hasil tangkapan yang akan di daratkan di pangkalan penangkapan ikan atau didistribusikan ke pasar.
Investasi
:
Usaha menanamkan faktor-faktor produksi dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek dengan tujuan untuk memperoleh manfaat keuangan atau non keuangan yang layak dikemudian hari.
IRR
:
Merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil intern.
Kapal perikanan
:
Kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, dan pelatihan atau eksplorasi perikanan.
Kelembagaan
:
Aturan main (rules of the game) dalam suatu masyarakat.
LGP
:
Perluasan dari linear programming yang mempunyai banyak tujuan untuk melakukan analisis manajemen secara kuantitatif.
Nelayan
:
Orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
NPV
:
Nilai bersih sekarang perbandingan antara PV
merupakan kas bersih
dengan PV investasi.
investasi
selama
umur
Over fishing
:
Suatu kondisi dimana jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu.
Pengembangan
:
Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan.
Pemanfaatan yang berkelanjutan
:
Cara mengeksploitasi sumberdaya yang tidak mengarah pada penurunan jangka panjang dari ukuran dan keragaman hewan-hewan air.
Perikanan
:
Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis.
Penangkapan ikan
:
Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Pengelolaan perikanan
:
Proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakan hukum dari aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan lainnya.
Perikanan tangkap
:
Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
Sumberdaya ikan
:
Potensi semua jenis ikan.
Sumberdaya perikanan
:
Terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, dan sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.
SWOT
:
Identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi dimana analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Unit penangkapan ikan
:
Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan.
Upaya penangkapan ikan
:
Menunjukkan jumlah alat penangkapan ikan berjenis khusus (jumlah dari unit penangkapan ikan atau kapasitas mesin total dari unit penangkapan ikan) yang digunakan di daerah penangkapan ikan dalam satuan waktu tertentu.
1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara umum. Potensi sumberdaya perikanan yang terkandung di wilayah perairan laut Kabupaten Nias sebesar ± 162.436 ton/tahun, sementara tingkat pemanfaatannya baru mencapai 10.235,57 ton per tahun dari berbagai komoditi perikanan ekonomis yang ada sehingga tingkat pemanfaatannya belum optimal (DKP Nias 2008). Nikijuluw (2005), menyatakan bahwa Pulau Nias dan beberapa pulau kecil di sekitarnya adalah kawasan kaya ikan. Karena tingkat pasar yang jauh, teknologi yang sederhana, pengetahuan masyarakat yang terbatas membuat potensi sumberdaya ikan yang ada ini belum dimanfaatkan secara optimal. Masalah yang kompleks sehingga menyebabkan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Nias belum dilakukan secara optimal adalah bahwa (1) hingga saat ini sebagian besar usaha perikanan merupakan usaha perikanan berskala kecil, sehingga jarak jangkau operasi penangkapan ikan terbatas. Umumnya masih menggunakan perahu tanpa motor sekitar 64,04 %, sedangkan persentase yang menggunakan motor tempel (0,5 GT) 32,01 %, persentase kapal motor 5 GT 3,34 %, dan persentase kapal motor 5-10 GT 0,56 % (DKP pangkalan pendaratan ikan (PPI)/pelabuhan
Nias 2006),
(2) jumlah
yang sangat terbatas. Kondisi ini
menyebabkan pemasaran ikan terbatas, harga ikan tidak bisa bersaing karena terbatasnya pembeli, (3) mutu ikan masih rendah, (4) keterbatasan modal Pemerintah Kabupaten Nias untuk menyediakan dana yang besar bagi investasi di bidang perikanan tangkap, (5) belum terjangkaunya fasilitas kredit, disebabkan kepercayaan lembaga keuangan kepada nelayan masih rendah, karena usaha penangkapan ikan beresiko tinggi, (6) kemampuan manajemen nelayan rendah, menyebabkan belum terarahnya pola pengelolaan usaha untuk pengembangan usaha, (7) faktor alam perairan Nias dengan gelombang yang besar, menjadikan kegiatan operasi penangkapan ikan memiliki ketergantungan yang tinggi pada kondisi alam, (8)
nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan hanya berorientasi konsumtif bukan beorientasi kepada bisnis perikanan. Untuk itu di Kabupaten Nias perlu pengembangan sektor perikanan tangkap yang baik dan ideal. Pengembangan tersebut dilakukan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan kebutuhan optimal dari setiap komponen atau subsistemnya, sehingga perlu dilakukan suatu studi pengembangan perikanan tangkap yang dapat menjadi acuan kebijakan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal dengan memperhatikan aspek biologi, teknik, ekonomi, sosial, dan kebijakannya. Studi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa potensi sumberdaya perikanan laut tersedia dan belum dikelola sepenuhnya.
1.2 Perumusan Masalah
Eksploitasi terhadap sumberdaya ikan di Kabupaten Nias baru mencapai 6,30 % dari potensi (DKP Nias 2008). Kondisi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan terhadap sumber daya ikan di perairan Kabupaten Nias belum optimum. Beberapa faktor permasalahan yang terkait dengan hal itu adalah (1) pemanfaatan sumber daya ikan masih berorientasi di sekitar pantai. Penyebab ini adalah ketidakterjangkaunya nelayan dalam penyediaan unit penangkapan yang berkapasitas di atas 10 - 30 GT untuk bisa menjangkau lokasi fishing ground yang jauh dari pantai. (2) Sumber daya manusia pada usaha penangkapan ikan di Kabupaten Nias masih rendah sehingga adopsi teknologi juga rendah, (3) aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Kabupaten Nias baik nelayan dari luar Kabupaten terutama Sibolga maupun nelayan asing yang mengoperasikan alat tangkap secara tidak bertanggungjawab. Penggunaan pukat dan aktivitas pengemboman terhadap pemanfaatan ikan karang telah menyebabkan kondisi habitat yang semakin terancam, (4) Pulau Nias pada tahun 2005 mengalami bencana yang merusakkan sarana dan prasarana perikanan tangkap serta lingkungan perikanan. Proses rehabilitasi sektor ini tentu memerlukan perencanaan yang matang, (5) identifikasi terhadap komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Nias yang belum jelas. Kondisi ini juga mempengaruhi status terhadap pemanfaatan sumber daya ikan di Kabupaten Nias yang masih rendah dan (6)
identifikasi strategi pengembangan perikanan tangkap yang diterapkan oleh pemerintah daerah yang masih belum jelas arahnya sehingga strategi yang ada selama ini dinilai kurang tepat dan hanya berjalan ditempat dengan demikian pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias tidak optimal. Berpijak dari permasalahan tersebut salah satu langkah awal agar pemanfaatan terhadap sumber daya ikan di perairan Kabupaten Nias bisa optimum perlu dilakukan studi pengembangan perikanan tangkap. Studi ini akan memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada sehingga diharapkan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias bisa optimum. Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dapat didekati melalui pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut : 1
Bagaimana menentukan komoditas unggulan perikanan? Penentuan komoditas unggulan ini didasarkan pada kriteria dan indikatornya.
2
Bagaimana strategi yang dilakukan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Studi terhadap aspek biologi, teknis, ekonomi, dan sosial komoditas perikanan unggulan akan menjawab terhadap evaluasi strategi yang akan diterapkan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias sehingga pemanfaatan terhadap komoditas unggulan perikanan bisa optimum. Aspek biologi menyangkut tentang besarnya potensi sumberdaya ikan unggulan, aspek teknis menyangkut tentang
unit penangkapan komoditas unggulan
perikanan, aspek ekonomi menyangkut tentang kelayakan investasi dan pendapatan usaha, dan aspek sosial menyangkut tentang kelembagaan perikanan yang ada di Kabupaten Nias. Berdasarkan pendekatan di atas, maka di dalam penelitian ini akan menjawab jenis komoditas unggulan perikanan yang ada di Kabupaten Nias dan strategi apa yang diharapkan di dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Nias dapat menjadi optimum sehingga diharapkan akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi perikanan di Kabupaten Nias yang berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan usaha penangkapan ikan yang berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1 Menentukan komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Nias. 2 Menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias secara optimum.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1 Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan dan perencanaan pembangunan perikanan tangkap
di Kabupaten Nias.
Kebijakan dan perencanaan dalam hal ini adalah penyusunan strategi dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan unggulan dengan unit penangkapan yang digunakan sehingga perikanan tangkap di Kabupaten Nias dapat dimanfaatkan secara optimum. 2 Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti selanjutnya untuk penelitian dan pengembangan perikanan unggulan di Kabupaten Nias yang mencakup penentuan lokasi dan pemetaan secara detail fishing ground komoditas unggulan perikanan, efesiensi pengoperasian unit penangkapan, desain dan konstruksi yang produktif alat penangkapan ikan komoditas unggulan perikanan, dan identifikasi sistem terbaik dalam menjawab permasalahan sistem pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
1.5 Hipotesis Penelitian Di antara jenis berbagai sumber daya ikan yang dapat diakses nelayan Nias, salah satu diantaranya perlu dijadikan prioritas agar pengembangan perikanan tangkap menjadi optimum. Untuk mewujudkan perikanan yang optimum, sumber daya perikanan yang ada (diantaranya adalah armada penangkapan ikan) perlu ditentukan jumlahnya sesuai dengan faktor-faktor yang menjadi kendala seperti stok ikan, jumlah nelayan, teknologi alat penangkapan ikan, BBM , es, air tawar , dan sebagainya.
1.6 Kerangka Pemikiran Dengan permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka diperlukan suatu pemikiran teoritis dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk memberi solusi optimal terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perikanan tangkap dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan laut secara optimal di Kabupaten Nias. Dengan demikian pengembangan perikanan tangkap tangkap di Kabupaten Nias harus berbasis sumberdaya ikan, dalam arti pemilihan jenis sumberdaya ikan (komoditas) ditentukan oleh tujuan pengelolaan perikanan demi keberlanjutan sumberdaya perikanan, usaha, maupun pendapatan yang diterima oleh nelayan. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut dilakukan tidak langsung ditujukan pada ikannya, tetapi lebih cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan dan perbaikan kondisi lingkungan (Suseno 2007). Selanjutnya Syafril (1993) dalam Yuliansyah (2002) menyatakan bahwa pembangunan perikanan berkaitan erat dengan proses pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya dana yang tersedia. Berdasarkan sifat sumberdaya alamnya, pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan. Untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan disuatu perairan diperlukan informasi tentang potensi sumberdaya ikan yang ada. Dengan analisis trend maka diketahui nilai potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya yang ada di perairan Kabupaten Nias. Berdasarkan hal tersebut maka dalam wilayah perairan Kabupaten Nias, usaha perikanan tangkap dapat dilakukan pengembangannya sesuai dengan tujuan pembangunan perikanan tangkap itu sendiri di Kabupaten Nias. Alkadri et al. (2001) dalam Daryanto (2003), menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak bagi suatu wilayah. Kriteria-kriteria tersebut, adalah (1) harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, (2) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) mampu bersaing
dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, (4) memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku, (5) memiliki status teknologi yang terus meningkat, (6) mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, (7) dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, (8) tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, (9) pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan (keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lainnya), dan (10) pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Namun diantara kriteria-kriteria tersebut faktor yang paling penting dalam hal menentukan komoditas unggulan perikanan adalah sumber daya ikan (jenis dan stok sumber daya ikan) dan peluang pasar. Jenis alat tangkap yang digunakan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan unggulan tersebut harus diketahui dan dideskripsikan secara jelas dengan tujuan untuk mengurangi dampak sosial ekonomi yang mungkin terjadi dengan persyaratan sesuai dengan kondisi perairan, tujuan ikan tangkapan, tidak menimbulkan dampak sosial, dapat dijangkau, mudah didapatkan, serta mempunyai efesiensi teknis maupun ekonomis yang tinggi atau boleh dikatakan deskripsi dari alat tangkap ini menyangkut tentang aspek biologi, teknik, ekonomi dan sosial. Dengan deskripsi alat tangkap yang digunakan tersebut, tentunya harus jelas seberapa besar kemampuan jenis alat tangkap yang digunakan dalam pemanfaatkan sumberdaya unggulan yang ada dan tidak menghabiskan ketersediaan potensi sumberdaya perikanan yang tersedia di perairan sehingga diharapkan tetap lestari. Dalam rangka menentukan ukuran yang menyeluruh baik secara finansial maupun ekonomi tentang biaya investasi dan kelayakan investasi yang ditanamkan pada usaha perikanan tangkap dan fasilitas lainnya yang dikembangkan di perairan Kabupaten Nias, maka diperlukan penilaian investasi yakni dengan cara membandingkan semua penerimaan yang diperoleh dari investasi dengan pengeluaran yang harus dikorbankan selama proses investasi dilaksanakan. Kemudiaan penerimaan dan pengeluaran dinyatakan dalam bentuk uang agar dapat dibandingkan dan harus diperhitungkan ke dalam waktu yang sama, yakni dengan
mengembalikannya ke dalam nilai sekarang. Penilaian kelayakan ekonomi kriteria investasi itu penting, tentunya dimaksudkan agar supaya alat tangkap yang dikembangkan tersebut dapat diserap oleh masyarakat nelayan.
Sementara itu
analisis pendapatan usaha (keuntungan = π) perlu dilakukan guna untuk mengukur apakah kegiatan yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Kusumastanto (1984) menyatakan bahwa baik pengeluaran maupun penerimaan yang berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran maupun penerimaan yang berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyatakan dalam bentuk arus tunai. Metode penilaian dengan menggunakan nilai sekarang terhadap arus tunai dikenal sebagai Discounted Cash Flow Methods. Kemudian dalam menilai investasi tersebut digunakan berbagai kriteria, diantara beberapa kriteria yang sering digunakan adalah dengan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) yang meliputi kriteria-kriteria : net persent value (NPV), internal rate of return (IRR), benefit – cost ratio (BC-Ratio). Dalam suatu proyek tertentu apabila persyaratan kriteria-kriteria tersebut dipenuhi, yakni NPV ≥ 0 : IRR ≥ interest rate dan BC ratio ≥ 1 maka dapat disimpulkan bahwa investasi pada pengembangan usaha perikanan tangkap di perairan Kabupaten Nias layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya. Kombinasi dari alat tangkap yang digunakan perlu diidentifikasi variabel – variabel yang berperan dalam mengoptimalisasi perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Optimalisasi ini dilakukan dan dianalisis dengan menggunakan linear goal programming (LGP) kemudian dilakukan penyusunan strategi demi keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Nias sehingga tujuan dari pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias tercapai. Dengan demikian pengembangan dan pemanfaatan terhadap komoditas unggulan perikanan dan strategi yang digunakan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi perikanan di Kabupaten Nias sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan usaha penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Pengembangan perikanan tangkap berbasis sumberdaya ikan untuk tujuan pengelolaan
Aspek Biologi
Aspek Teknis
Aspek ekonomi
Potensi dan jenis komoditas unggulan belum jelas
Kapasitas dan deskripsi unit penangkapan komoditas unggulan belum jelas
Kelayakan investasi dan pendapatan usaha belum jelas
Aspek Sosial
Kelembagaan perikanan tangkap unggulan yang belum jelas
Rendahnya produksi hasil tangkapan dan gagalnya usaha pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias
-
Analisis potensi sumberdaya ikan Analisis komoditas unggulan Deskripsi unit penangkapan komoditas unggulan Analisis tujuan pembangunan perikanan tangkap Optimalisasi alat penangkapan ikan Strategi pengembangan perikanan tangkap
1. 2. 3. 4.
Gambar 1
Masalah
Peningkatan ekonomi Penyerapan tenaga kerja Peningkatan PAD Usaha Penangkapan berkelanjutan
Kerangka pemikiran kajian pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Dampak
Pendekatan/ analisis
Hasil yang diharapkan nn
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Perikanan Laut Sumber daya perikanan merupakan modal dasar pembangunan perikanan dan pemanfaatannya diperlukan bagi kesejahteraan masyarakat sebesar-besarnya. Perlu diketahui bahwa sifat sumberdaya perikanan adalah tidak terbatas, sehingga pemanfaatannya harus lebih berhati-hati agar tidak terjadi kepunahan. Upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan ini berada dalam suatu sistem yang berhubungan dengan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana perikanan, pasca`panen dan pemasaran, pembangunan teknologi, agribisnis perikanan, dan kelembagaan perikanan (Baskoro 2006). Kegiatan pengembangan pemanfaatan sumberdaya perikanan perlu juga dilandasi oleh studi-studi dasar setiap komponen pemanfaatan sumberdaya perikanan serta interaksinya (Haluan 1996). Lebih lanjut Widodo dan Suadi (2006), menyatakan bahwa sumberdaya perikanan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumberdaya ini harus tetap rasional untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumbernya. Menurut Naamin (1987) mengemukakan bahwa secara umum sumberdaya hayati laut dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok yakni : (1) Sumberdaya ikan demersal, yaitu jenis ikan hidup di atau dekat perairan. (2) Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berada disekitar permukaan. (3) Sumberdaya pelagis besar, yaitu jenis ikan oseanik yang beruaya sangat jauh (seperti tuna dan cakalang). (4) Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya. Charles (2001), menjelaskan bahwa ada empat kelompok utama jenisjenis ikan yaang umum ditangkap oleh nelayan, yaitu : (1) Ikan, yakni jenis hewan yang bertulang belakang, bersirip, dan bersisik (jenisjenis ikan yang dikenal secara umum). (2)
Krustasea, yaitu kelompok invertebrata dengan rangka luar atau dalam (udang, lobster, kepiting).
(3) Molluska, yaitu kelompok invertebrata dengan cangkang luar atau dalam (misalnya kerang, abalone, cumi-cumi). Secara biologi kelompok ini terdiri dari bivalve dan gastropoda. (4) Echinodermata seperti lili laut, bintang laut, bulu babi, teripang dan lain-lain. Nikijuluw (2005)
menjelaskan bahwa wilayah perairan Nias yang
termasuk dalam perairan Samudera Hindia merupakan kawasan yang memiliki peluang pengembangan perikanan laut lepas dan oseanik yang unggul di Indonesia. Kelompok ikan tuna yang termasuk di dalamnya cakalang (skipjack), tuna sirip kuning (yellowfin tuna), ikan-ikan pedang (swordfih) dan ikan-ikan layaran (sailfish) adalah jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang banyak terdapat di perairan kawasan Barat Sumatera ini. Diperkirakan potensinya sekitar 386 ribu ton yang dapat ditangkap secara lestari (sustainable) sepanjang tahun. Sejauh ini, tingkat pemanfaatannya baru sekitar 49 % yang artinya bahwa pengembangan kedepan masih sangat memungkinkan. Kelompok ikan lainnya yang lebih terdapat di kawasan ini adalah ikanikan pelagis kecil. Potensi lestarinya mencapai 526 ribu ton per tahun. Pemanfaatannya telah mencapai 50 %, umumnya oleh nelayan skala kecil dan rakyat di kawasan pesisir. Seiring dengan permintaan domestik ikan pelagis yang terus meningkat sepanjang tahun, industri penangkapan kelompok ikan pelagis ini memiliki peluang pengembangan yang juga besar (Nikijuluw 2005). Pulau Nias juga kaya akan sumberdaya ikan-ikan karang. Karena tingkat pasar yang jauh, teknologi yang sederhana, pengetahuan masyarakat yang terbatas membuat potensi sumberdaya ikan yang ada ini belum dimanfaatkan secara optimal (Nikijuluw 2005).
2.2 Pengembangan Perikanan Tangkap Baskoro (2006) menyatakan bahwa pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya terarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu sendiri maupun lingkungannya. UU No. 31/2004 tentang perikanan juga mangamanatkan bahwa pengelolaan perikanan, termasuk kegiatan perikanan tangkap, harus dilakukan berdasarkan asas manfaat,
keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efesiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. Dahuri (2002) menjelaskan bahwa strategi pembangunan perikanan memerlukan dana investasi yang besar, sumberdaya manusia yang handal (profesional) dalam jumlah yang memadai, dan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan secara cermat dan matang. Akan tetapi sehubungan dengan keterbatasan dana, sumberdaya manusia, dan waktu maka sektor-sektor perikanan yang perlu mendapatkan prioritas pengembangan adalah yang memenuhi enam kriteria berikut : (1) Potensi pengadaan atau supply capacity-nya besar, (2) memiliki peluang besar (agregate demand) yang besar juga, baik itu berasal dari permintaan pasar lokal, nasional, maupun global (ekspor); (3) memiliki efisiensi tinggi dalam pengertian merupakan sektor usaha yang menguntungkan (profitable), (4) dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah relatif besar, (5) mampu membangkitkan pengaruh kebelakang (backward linkage effects) dan pengaruh keterkaitan ke depan (forward linkage effect ) yang besar, sehingga menciptakan pengaruh pengganda (multiplier effects) yang besar pula; (6) bahan baku (input) yang digunakan dalam proses produksi (pembangunan) sektor tersebut seluruhnya atau sebagian besar berasal dari daerah setempat atau daerah lainnya di Indonesia. Selanjutnya, Dahuri (2002) menjelaskan untuk mewujudkan sistem perikanan usaha perikanan tangkap nasional maka perlu kebijakan dan program yang bersifat terobosan (breakthrouhg),
bukan kebijakan dan program yang sifatnya sekedar
mengikuti pendekatan rutin-birokratik) atau “pendekatan proyek” seperti yang selama ini terjadi. Ada lima kebijakan yang dapat ditempuh untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap nasional yaitu : (1) Optimalisasi tingkat penangkapan ikan sesuai potensi lestari pada setiap wilayah perikanan, (2) penanganan dan pengolahan hasil perikanan, (3) transportasi dan pemasaran hasil perikanan, (4) pengembangan prasarana dan prasarana, (5) sistem usaha kemitraan usaha perikanan secara terpadu dan saling menguntungkan.
2.3 Komponen-komponen utama sistem perikanan tangkap Nurhakim (2006) menjelaskan bahwa perikanan tangkap adalah suatu upaya/kegiatan yang menyangkut pengusahaan sumberdaya di laut atau perairan
umum melalui cara penangkapan baik secara komersial atau tidak. Kegiatan ini meliputi penyediaan prasarana, sarana, kegiatan penangkapan, penanganan hasil tangkapan, pengolahan serta pemasaran hasil. Mulyadi (2005) mengemukakan bahwa komponen-komponen yang berperan dalam sistem perikanan tangkap adalah masyarakat, sarana produksi, proses produksi, sarana pelabuhan, sumberdaya ikan, pengolahan, pemasaran, dan aspek legal. Secara diagramatik, keterkaitan komponen-komponen tersebut digambarkan oleh Monintja (2001) seperti tersaji pada Gambar 2, dimana pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik dengan uraian sebagai berikut :
2.3.1
Masyarakat Masyarakat merupakan salah satu
faktor penting yang menunjang
keberhasilan suatu sistem pengembangan perikanan tangkap, khususnya dalam upaya pengembangan perikanan tangkap yang modern yang berorientasi bisnis. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi sumber ketersediaan konsumen yang potensial dan bila tersedianya konsumen pengguna maka akan menarik minat bagi para investor dalam menanamkan modal investasinya, karena mereka menganggap sektor perikanan dapat memberikan nilai keuntungan yang menjajikan (profitable). Nelayan adalah bagian dari masyarakat sekaligus sebagai unit penangkapan yang mempunyai peranan sangat penting dalam sistem pengembangan perikanan tangkap.
Nelayan pada umumnnya dibagi atas 3 yaitu nelayan penuh nelayan
sambilan utama, dan nelayan sambilan tambahan.
Tabel 1 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Nias Nelayan Tahun Jumlah Nelayan sambilan penuh utama 2003 6.619 4.686 1.355 2004 3.290 1.950 957 2005 3.293 1.952 957 2006 6.015 4.324 1.233 Sumber : Data statistik DKP Nias Tahun (2006)
Nelayan sambilan tambahan 578 383 384 458
Membangun Membuat Menyelenggarakan
MASYARAKAT Konsumen Modal Teknologi Pembinaan DEVISA
Domestik Ekspor SARANA PRODUKSI : Galangan Kapal Pabrik alat Diklat TK
Dijual Membayar
UNIT PEMASARAN
Pendistribusian Penjualan Segmen Pasar
Memasok
PROSES PRODUKSI
UNIT PENANGKAPAN Kapal Alat Penangkapan Ikan Nelayan Menangkap
PRASARANA PELABUHAN
Produk dijual oleh Diolah
ASPEK LEGAL SISTEM INFORMASI
Menangkap
UNIT SUMBER DAYA
Spesies Habitat Musim/Ling. fisik
Gambar 2
Hasil tangkapan didaratkan
UNIT PENGOLAHAN : Handling Processing Packaging
Sistem agrobisnis perikanan tangkap (Kesteven 1973 dimodifikasi oleh Monintja 2001).
2.3.2
Sarana produksi Salah satu permasalahan perikanan tangkap adalah kerusakan lingkungan dan
menurunnya stok ikan yang diakibatkan oleh penggunaan sarana produksi yang dilarang seperti bahan peledak, bahan kimia beracun, hilangnya alat tangkap pada saat operasi, dan penggunaan alat tangkap tidak selektif. Pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam untuk memperoleh manfaat maksimal dengan mengusahakan kontuinitas produksinya. Tujuan pengelolaan sumberdaya adalah untuk memperoleh hasil yang optimal dan terus-menerus serta terjamin kelestariannya (Nikijuluw 2007). Suboko (2009) mengemukakan bahwa masuknya para investor dapat menumbuhkan dan menyemarakkan sektor lainnya yang terkait dengan perikanan tangkap, terutama pengembangan sarana produksi seperti : fasilitas penyediaan mesin dan bahan alat perikanan, penyediaan fasilitas docking dan perbengkelan, alat bantu penangkapan. Kondisi tersebut, dengan sendirinya akan menciptakan lapangan kerja baru dan menyerap tenaga kerja.
Sutisna (2007) mengemukakan bahwa untuk
mendukung keberhasilan pembangunan bisnis perikanan tangkap dalam era globalisasi saat ini, perlu dilakukan pengembangan sumberdaya manusia di bidang penangkapan ikan agar siap pakai, yang dalam pelaksanaannya akan didukung dengan upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga kerja, dalam hal ini sumberdaya manusia dibidang penangkapan ikan terutama awak kapal yang meliputi nakhoda, mualim, Kepala Kamar Mesin (KKM), fishing master, dan Anak Buah Kapal (ABK).
2.3.3 Proses Produksi Ayodhyoa (1987) menyatakan bahwa penanganan proses-proses produksi perikanan perlu dilaksanakan dengan penerapan ilmu dan teknologi yang sesuai. Untuk mewujudkan sebuah sistem usaha perikanan tangkap nasional, perlu kebijakan dan program yang bersifat terobosan (breakthrough) yaitu berdasarkan pendekatan sistem industri perikanan tangkap. Berdasarkan pada pendekatan sistem tersebut, Widodo dan Suadi (2006) mengemukakan bahwa untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap nasional perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
1) Upaya optimalisasi antara ketersediaan sumberdaya (stock) ikan dengan tingkat penangkapan (effort) pada setiap wilayah penangkapan ikan. Hal ini sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang efisien dan menguntungkan (profitable) secara berkelanjutan. Apabila tingkat penangkapan ikan di suatu wilayah penangkapan melebihi potensi lestarinya (maximum suistable yield, MSY), maka akan terjadi fenomena tangkap lebih (overfishing) yang berakibat pada menurunnya hasil tangkapan persatuan upaya (catch per unit of effort), pada gilirannya mengakibatkan penurunan pendapatan nelayan. Mengingat potensi perikanan di Perairan Kabupaten Nias cukup besar maka perlu
dilakukan
upaya
pemanfaataanya
secara
optimal
dan
didalam
pemanfaatannya perlu perencanaan dan pengelolaan secara berkelanjutan. Jenis ikan ekonomis utama yang berada di Perairan Kabupaten Nias adalah tuna, cakalang, cucut, tenggiri, tongkol, layang, terbang, kembung, kakap, dan kerapu (Lampiran 1). 2) Pengembangan teknologi penangkapan yang bersifat selektif, efisien dan ramah lingkungan (eco-friendly), yang disainnya disesuaikan dengan kondisi oseanografis fishing ground, sifat biologis ikan sasaran, serta siklus hidup dan dinamika populasi ikan. Baskoro (2006) mendeskripsikan bahwa dilihat dari segi oseanografi, keadaan topografi dasar perairan, banyaknya jenis-jenis ikan, udang dan biota lainnya dengan tingkah laku dan sifat-sifat yang berbeda, sudah tentu memerlukan alat penangkap dan cara penangkapan yang berbeda-beda pula di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang diantaranya mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversty rendah, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial. Di perairan Kabupaten Nias jenis alat tangkap yang umum dioperasikan oleh nelayan-nelayan adalah jenis alat tangkap yang umumnya dioperasikan tidak jauh dari pantai, kurang beragam dan lama waktu melaut tidak bersifat harian. Hal ini disebabkan karena keterbatasan modal untuk
menyediakan kapal dan alat tangkap dengan jangkauan operasinya jauh dari pantai. Tabel 2
Persentase jenis dan jumlah alat tangkap yang dominan dioperasikan di wilayah perairan Kabupaten Nias Tahun 2006 NO. Jenis Alat Tangkap Jumlah (Unit) Persentase (%) 1. Pukat kantong : a. Pukat pantai 118 3,06 2. Jaring insang : a. Jaring insang hanyut 403 10,45 b. Jaring insang tetap 269 6,98 c. Trammel net 34 0,88 3. Jaring angkat : 0,13 a. Bagan tancap 5 4. Pancing : a. Rawai tetap 451 11,70 b. Pancing lainnya 2.113 54,80 5. Perangkap : a. Bubu 23 0,60 b. Perangkap 275 7,13 6. Lain-lain 165 4,28
Sumber : Data statistik DKP Nias (2006).
3) Kapal penangkap ikan harus sesuai dengan kondisi oseanografis fishing ground, sifat biologis ikan sasaran, serta siklus hidup dan dinamika populasi ikan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi teknis penangkapan ikan. Tabel 3 Jumlah kapal/perahu nelayan di Kabupaten Nias Tahun 2006 NO 1
2 3
Jenis Kapal/Perahu Perahu tanpa motor : a. Jukung b. Perahu papan : - Kecil - Sedang - Besar Motor Tempel Kapal Motor : a. < 5 GT b. 5-10 GT
Jumlah (Unit)
Persentase (%)
1.316
25,5
926 567 493
17,97 11,00 9,57
1.649
32,01
172 29
3,34 0,56
Sumber : Data statistik DKP Nias ( 2006). 4) Disamping penerapan manajemen perikanan yang baik, pemerintah (goverment) perlu menerapkan suatu regulasi mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab sebagaimana yang tertuang FAO - Code of Conduct for Responsible Fisheries, yang dewasa ini bergaung di dunia internasional.
Committee on Fisheries, FAO telah menyepakati tentang International Plan of Action on illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing yang mengatur mengenai (1) praktik illegal seperti pencurian ikan, (2) praktik perikanan yang tidak dilaporkan (unreported), dan (3) praktik perikanan yang tidak diatur sehingga menganjam kelestarian stok ikan global (unregulated). Pemeliharaan habitat sumberdaya ikan, sehingga rekruitmen dan pertumbuhan individu ikan terus membaik sekaligus menekan kematian alamiah ikan. Hal ini penting karena habitat yang sehat dan produktif akan mendukung produktivitas dan sumberdaya ikan yang mendiaminya. Wiyono (2006) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kebijakan yang dapat digunakan sebagai regulasi dalam memelihara kelangsungan sumberdaya hayati ikan laut diantaranya berupa penerapan marine protected area (MPA) dan close season.
2.3.4
Prasarana pelabuhan/PPI Murdiyanto (2004) mengemukakan bahwa pelabuhan harus dapat berfungsi
dengan baik yaitu dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas pokok (basic facilities) maupun fasilitas fungsional (functional facilities). Fasilitas pokok pelabuhan terdiri atas fasilitas perlindungan (protective facilities), fasilitas tambat (mooring facilities) dan fasilitas perairan pelabuhan (water side facilities). Fasilitas perlindungan berfungsi melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan perubahan kondisi oseanografis (gelombang, arus, pasang, aliran pasir, erosi, luapan air di muara sungai dan sebagainya). Fasilitas mooring digunakan untuk kapal bertambat, bongkar muat ikan, berlabuh, dan idle berthing. Fasilitas ini dapat berupa dermaga pendaratan, mooring guys, bollards, piers, dan slipways. Fasilitas perairan berguna untuk pintu masuk pelabuhan dan manuver kapal di areal pelabuhan dan manuver kapal di areal pelabuhan untuk kapal berlabuh (anchorage). Fasilitas dapat berbentuk alur atau kanal pelayaran atau kolam pelabuhan. Fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut seperti bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan supply kebutuhan bahan bakar minyak dan pelumas, tempat
penanganan dan pengolahan ikan, fasilitas darat untuk perbaikan jaring, perbengkelan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, layanan kebutuhan air bersih dan perbekalan melaut (makanan, sarana penangkapan dan sebagainya), instalasi pengolahan limbah dan saluran pembuangannya, layanan komunikasi, layanan kesejahteraan sosial bagi nelayan dan umum dan lain sebagainya. Klasifikasi pelabuhan yang ada di Kabupaten Nias sebagai pendukung dalam sistem perikanan tangkap adalah termasuk pelabuhan tipe D yaitu pangkalan pendaratan ikan (PPI). PPI dimaksudkan sebagai prasarana pendaratan ikan yang dapat menangani produksi ikan sampai dengan 5 ton per hari, dapat menampung kapal perikanan sampai ukuran 5 GT sejumlah 15 unit sekaligus (Murdiyanto 2004). Pemerintah daerah Kabupaten Nias sebelumnya telah membangun satu unit Pangkalan Pendaratan Ikan di Pusat Pasar Gunungsitoli yang merupakan pusat perekonomian masyarakat Nias tetapi setelah terjadi gempa bumi Pangkalan Pendaratan Ikan tersebut sudah tidak berfungsi lagi dan Pemerintah Daerah sekarang melakukan rekonstruksi dengan membangun dua unit Pangkalan Pendaratan Ikan yaitu satu unit di Nias Bagian Utara dan satu unit di Nias bagian Barat.
2.3.5 Unit pengolahan ikan Perikanan tangkap yang berorientasi bisnis menuntut ketersediaan komoditas perikanan dari segi kuantitas dan terlebih lagi kualitas, agar komoditas tersebut mempunyai nilai tambah yaitu dengan tetap terjaganya mutu hasil tangkapan. Ikan hasil tangkapan perlu mendapat perlakuan (handling) di atas kapal pasca penangkapan untuk menghindari penurunan kualitas. Setelah tiba di pelabuhan ikan tersebut diproses untuk menghindari penurunan kualitas. Setelah tiba di pelabuhan ikan tersebut diproses untuk menghindari penurunan mutu seperti pencucian dengan air bersih, buang sisik, buang isi perut dan insang dan tahap akhir pengelolaan komoditas ikan hasil tangkapan yaitu dengan pengepakan (packaging) agar komoditas tersebut terlindungi dan tahan lama. Strategi pengembangan produk di gambarkan oleh Charles (2001) dalam Masyahoro (2004), sebagai berikut :
IKAN DITANGKAP DI LAUT
IKAN UTUH DI KAPAL IKAN
INPUT ROW MATERIAL
MENDARAT di PP/PPI
INDUSTRI PENGOLAHAN
TENAGA KERJA BIAYA PROCESSING PEMBUNGKUS
OUTPUT/ BENTUK OLAHAN
BENTUK GAYA MUTU KESEMPATAN
PRODUK AKHIR
KONSUMEN TERAKHIR HASIL SAMPINGAN
Gambar 3 Strategi pengembangan produk
Sedangkan sistem pengolahan produk tangkapan yang dilakukan oleh nelayan-nelayan di Kabupaten Nias masih bersifat tradisionil. Pengembangan produk olahan seperti ikan asinan atau bentuk olahan lainnya masih belum berkembang, sementara kebiasaan yang
dilakukan oleh nelayan hanya menghasilkan produk
sampingan dalam bentuk ikan asap yang masih belum dijadikan sebagai hasil industri rumah tangga perikanan sebagai penyuplai pasar dan sekaligus pendukung kegiatan perekonomian.
2.3.6 Unit pemasaran Pemasaran adalah suatu proses atau kegiatan yang menyalurkan produk dari produsen ke konsumen sehingga menjadi jembatan antara produsen dengan konsumen dan menguntungkan. Sementara itu, konsumen menghendaki produk yang tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat harga. Menurut (Effendi & Oktariza 2006) hal yang umum dalam kegiatan pemasaran adalah mencakup informasi pasar, sortasi dan grading, pengangkutan, pengumpulan dan/atau penyimpanan, penjualan dan penyajian, serta promosi produk agribisnis hasil perikanan.
Produksi
Informasi Pasar
Pengumpulan
Sortasi dan grading
Pengangkutan
Penyimpanan
Penjualan
Promosi
Gambar 4 Beberapa kegiatan utama produk agribisnis perikanan, dari produksi hingga sampai di tangan konsumen. 2.4 Pembangunan Berkelanjutan Dahuri (2000) menyatakan bahwa pengembangan berkelanjutan dapat juga diartikan sebagai laju pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tidak melampaui kemampuan pulih, dan resultan dampak negatip yang ditimbulkan tidak melebihi kemampuan kawasan pesisir/laut untuk menetralisirnya. Fauzi dan Anna (2002) menyatakan bahwa walaupun konsep keberlanjutan dalam perikanan mulai dipahami, namun sampai saat ini masih menghadapi kesulitan dalam mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri. Khususnya ketika kita dihadapkan pada permasalahan mengintegrasikan informasi dari keseluruhan aspek yang mempengaruhi keberlanjutan perikanan tersebut, baik aspek ekologi, sosial, ekonomi maupun etik secara holistik. Dahuri (2002) menyatakan bahwa suatu kawasan pembangunan perikanan secara
ekonomis
dianggap
berkelanjutan
jika kawasan
tersebut
mampu
menghasilkan barang dan jasa secara berkesinambungan serta menghindarkan ketidakseimbangan yang ekstrim antara sektor yang dapat mengakibatkan kehancuran produksi. Pembangunan perikanan secara ekologis manakala basis ketersediaan stok sumberdayanya dapat dipulihkan secara stabil dan tidak terjadi eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya yang dapat diperbaharui. Pembangunan perikanan secara sosial berkelanjutan apabila seluruh kebutuhan dasar bagi semua penduduk terpenuhi, terjadi distribusi pendapatan, tumbuhnya kesempatan berusaha secara adil, kesetaraan gender, dan akuntabilitas serta partisipasi politik.
Muhammad (2002) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan didasarkan pada tingkat ekologi (ecological sustainability) dan keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability). Keberlanjutan ekologi didasarkan pada upaya memelihara keberlanjutan biologi cadangan ikan (biomassa) sehingga tidak melewati daya dukungnya, yaitu pemanfaatan sumberdaya perikanan pada tingkat total allowable catch (TAC) sebesar 80 % dari MSY. Keberlanjutan sosio-ekonomi didasarkan pada keberlanjutan ekonomi dengan memperhatikan kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat ekonomi rumah tangga nelayan. Imron (2000) mengemukakan juga bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan membutuhkan landasan kebijakan yang tepat agar dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Untuk jenis-jenis ikan yang melakukan migrasi maka ketersediaannya di suatu perairan pada waktu tertentu dalam satu tahun perlu dipelajari dan dipahami agar pengelolaannya dapat dilakukan dengan tepat. Terdapat tiga pendekatan yang dapat dipergunakan sebagai dasar pengelolaan sumberdaya bersama tersebut, yaitu a) berdasarkan pertimbangan historis, b) pertimbangan kepentingan ekonomi, dan c) pertimbangan aspek bio-oseanografi jangka panjang. Ketiga pendekatan ini sangat fungsional untuk dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan pengalokasiannya diantara berbagai pihak berpentingan.
yang
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Kabupaten Nias adalah terletak di sebelah Barat Pulau Sumatera yang mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Propinsi Sumatera Utara) dan dikelilingi oleh Samudera Hindia. Penelitian ini dilakukan di 6 (enam) kecamatan dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Nias. Tempat yang dikunjungi adalah desa/kelurahan berdasarkan jumlah nelayan, luas wilayah atau jangkauan operasional penangkapan, dan jumlah serta jenis alat penangkapan ikan.
Tabel 4 Lokasi penelitian di Kabupaten Nias No
Kecamatan
Kelurahan/Desa
1
Kecamatan Lahewa
Balofadorotuho
2
Kecamatan Tuhemberua
Botolakha
3
Kecamatan Gunungsitoli Utara
Teluk Belukar
4
Kecamatan Gunungsitoli
Moawo
5
Kecamatan Idanogawo
Kelurahan pasar Gunungsitoli Bozihona
6
Kecamatan Sirombu
Sirombu
Penelilitian dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan, mulai dari bulan Desember 2007 s/d November 2008. Kegiatan penelitian dimulai dari penyusunan rencana penelitian, orientasi lapangan, pengumpulan data di lokasi penelitian, pengolahan data dan analisis data di IPB – Bogor serta penyusunan tesis.
2
1
3
6
Gambar 5 Peta lokasi penelitian.
Samudera Hindia
4
5
N
3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode survei (Arikunto 2006). Pengumpulan data di lapangan dilakukan untuk mengetahui : (1) kondisi umum perikanan tangkap di Kabupaten Nias (2) jenis ikan unggulan (3) spesifikasi teknis unit-unit penangkapan ikan unggulan (4) wawancara terhadap responden. Responden tersebut terdiri atas stakeholders baik pihak pemerintah atau swasta guna mengetahui persepsi mereka terhadap pengembangan perikanan tangkap, serta untuk mengetahui kebijakan yang akan diambil dalam mengatasi permasalahan, dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan, antara lain; kuesioner untuk ikan unggulan, kuesioner untuk tujuan pembangunan perikanan tangkap, dan kuesioner untuk deskripsi penangkapan ikan unggulan. Rincian dari jenis data yang dikumpulkan mencakup peluang pengembangan perikanan tangkap yang didasarkan pada informasi trend potensi perikanan tangkap, kondisi perikanan pada saat ini yang meliputi armada penangkapan, nelayan, peralatan dan lain-lain. Data dan informasi yang dikumpulkan berasal dari 3 sumber yaitu; (1) dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian (2) responden dengan wawancara menggunakan kuisioner dan (3) mengikuti operasi penangkapan dengan jaring insang (gill net) dan informasi penangkapan ikan unggulan dengan pancing diperoleh melalui wawancara terhadap nelayan. Rincian jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian No 1
2
Peruntukkan analisis Data yang dikumpulkan hasil Analisis potensi Komposisi tangkapan, trend hasil perikanan. tangkapan per tahun, trend produktivitas perikanan tangkap (ton/armada/tahun). Analisis ini menggunakan aplikasi microsoft excel. Sedangkan data yang digunakan adalah data time series 6 Tahun. Deskripsi unit Inventarisasi spesifikasi penangkapan ikan unit penangkapan. unggulan.
Sumber data Data Sekunder : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias. Data Primer : Hasil wawancara dari nelayan, pedagang ikan, dan pengusaha perikanan tangkap. Data primer : Nelayandan pengusaha perikanan tangkap.
Tabel 5 (Lanjutan)
No 3
4
5
6
Peruntukkan analisis Data yang dikumpulkan Sumber data Seleksi komoditas Berdasarkan kriteria yang Data Sekunder : unggulan dengan telah ditetapkan Statistik DKP analisis AHP. Kabupaten Nias dan Nias dalam angka. Data primer : DKP Kab. Nias, Nelayan, pedagang ikan, pengusaha perikanan tangkap, masyarakat umum, LSM/NGO. Penentuan Tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias melalui analisis AHP
Persepsi responden (stakeholder) tentang tujuan utama pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias
Data Sekunder : Renstra DKP Kabupaten Nias Data Primer : Hasil kuisioner dan wawancara dengan responden (stakeholder) Optimasi perikanan Berdasarkan hasil analisis Data potensi tangkap terpilih dari potensi dengan linear goal programming (LGP) Strategi SWOT pada aspek biologi, Data primer : pengembangan teknis, sosial, dan Wawancara mendalam perikanan tangkap ekonomi. dengan Kadis DKP terpilih dengan Kabupaten Nias, analisis SWOT. Komisi D DPRD Kabupaten Nias, dan Peneliti. Data sekunder : Renstra, Lakip, Laporan Tahunan DKP Kabupaten Nias, dan Nias dalam angka.
Survei
Data Primer
Kinerja Usaha Perikanan Tangkap Ikan Unggulan di Kabupaten Nias: - SDI - Teknologi - Ekonomi - Sosial
Komoditas Unggulan
Data Sekunder
Optimalisasi Alat Penangkapan Ikan
Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias
Gambar 6 Diagram alir pendekatan penelitian.
Tingkat Kepentingan dan Prioritas Tujuan Pembangunan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias
3.2.1
Evaluasi kinerja usaha perikanan tangkap unggulan di Kabupaten Nias Kinerja usaha perikanan tangkap unggulan dievaluasi melalui pendekatan
aspek biologi, teknik, ekonomi, dan sosial. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan pada batasan, yaitu; usaha perikanan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil yang berpangkalan di Kabupaten Nias.
3.2.1.1 Analisis aspek biologi Analisis aspek biologi yaitu menganalisis komposisi hasil tangkapan, trend hasil tangkapan per tahun, trend produktivitas armada pancing dan gill net (ton/kapal/tahun) dengan menggunakan aplikasi microsoft excel. Perhitungan potensi perikanan dilakukan dengan menggunakan data time series selama 6 tahun (2002-2007) dan menganalisisnya dengan menggunakan persamaan Schaefer (1954, 1957) dalam Widodo dan Suadi (2006) sebagai berikut : EMSY
= (a/2b)
CMSY
= (a2/4b) dimana,
EMSY
= upaya yang menghasilkan produksi yang maksimum
CMSY
= tingkat produksi maksimum
a
= Intersep
b
= Slope
3.2.1.2 Analisis aspek teknik Analisis aspek teknik dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menginventarisasi spesifikasi unit penangkapan sebagai berikut: (1)
Armada penangkapan (kapal) meliputi; kapasitas kapal (GT), dimensi utama (Panjang = L, lebar = B, dan dalam =D), dan spesifikasi mesin yang digunakan.
(2)
Alat tangkap meliputi; spesifikasi mini purse seine (panjang, lebar, dalam, dan bahan yang digunakan)
(3)
Nelayan meliputi; jangka waktu penangkapan, modus pengoperasian, sistem bagi hasil, dan harga penjualan ikan.
3.2.1.3 Analisis aspek ekonomi Analisis ekonomi yang dimaksud dalam hal ini adalah analisis dari segi investasi dan keuntungan/pendapatan usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Nias baik usaha perikanan pancing maupun gill net. Suatu usaha atau kegiatan ekonomi dianggap dapat dilaksanakan, bila dapat diharapkan: (1) memberikan keuntungan untuk memenuhi setiap kewajiban jangka pendek, (2) likuiditasnya terpelihara meskipun pada saat-saat tertentu perusahaan dalam kesulitan, (3) berkembang kemampuannya membiayai operasi terutama dari modal sendiri dan bukan kredit pada suatu saat, dan (4) dapat membayar semua beban pembiayaan. Dengan demikian, kelayakan finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah usaha atau kegiatan akan menguntungkan dalam suasana persaingan, resiko bisnis, kondisi perekonomian, tidak stabil dan lain-lain. Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), untuk mengevaluasi kelayakan finansial dapat digunakan 3 (tiga ) kriteria investasi yang penting, yaitu net present value (NPV), net benefit cost ratio (net B/C) dan internal rate of return (IRR). Kriteria investasi yang digunakan untuk pengujian/ evaluasi kelayakan usaha secara finansial didasarkan pada discounted criterion. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (benefit) serta biaya-biaya (cost) selama umur ekonomis usaha (in the future) nilai-nilai saat ini (at present=t0) diukur dengan nilai uang sekarang (present value), yaitu dengan menggunakan discounting factor. Kriteria tersebut adalah: (1) Perhitungan net present value (NPV), n
NPV =
Bt Ct
(1 i) t 1
t
dimana : Bt = benefit pada tahun ke – t Ct = biaya pada tahun ke-t i
= tingkat Bunga (%)
n
= umur ekonomis
t
= 1,2,3,.........,n
Kriteria : NPV > 0, usaha layak/menguntungkan NPV = 0, usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, usaha tidak layak/rugi
(2) Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) IRR = ij +
NPV1 (i2 i1 ) , NPV1 NPV 2
dimana i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV positip i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatip
Kriteria = apabila IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku (9,5%), maka usaha layak untuk dilaksanakan
(3) Perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) n
Net B/C =
Bt Ct
(1 i) t 1 n
Ct Bt
(1 i) t 1
Kriteria : B/C > 1
t
t
,
(Untuk Bt-Ct > 0)
,
(Untuk Bt-Ct<0)
=
usaha layak untuk dilaksanakan (feasible)
B/C = 1
= usaha layak dalam kondisi break event point
B/C < 1
= usaha tidak layak untuk dilaksanakan
Sedangkan
analisis pendapatan usaha (keuntungan) pada umumnya
digunakan untuk mengukur apakah kegiatan yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Menurut Schaefer (1954); Gordon (1954) dalam Ghaffar et al (2007), model analisis pendapatan usaha ini disusun dari model parameter biologi, biaya operasi penangkapan, dan harga ikan. Asumsi yang digunakan adalah harga ikan per kg (P) dan biaya penangkapan per unit penangkapan (C) adalah konstan, sehingga total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah: TR = P.C dimana: TR = total revenue (penerimaan total) P = harga rata-rata ikan hasil survey per kg (Rp) C = jumlah produksi ikan (kg)
Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan : TC = C.E
dimana: TC = total cost (biaya penangkapan total) C = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp) E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit) Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah: π = TR – TC Selanjutnya untuk perhitungan total penerimaan hasil tangkapan dari usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Nias dihitung berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, musim penangkapan, jumlah hasil tangkapan per trip, berat hasil tangkapan per trip (kg), hasil tangkapan utama, dan harga ikan hasil tangkapan per kg.
3.2.1.4 Analisis aspek sosial Analisis aspek sosial dalam penelitian ini yaitu; (1) analisis kelembagaan dan, (2) analisis kepemilikan unit penangkapan. (1)
Analisis kelembagaan Analisis kelembagaan dilakukan untuk melihat sejauh mana hubungan
antara kelembagaan dengan pengembangan usaha perikanan tangkap ikan unggulan di Kabupaten Nias. Analisis ini dilakukan secara deskriptif yaitu dengan mempelajari karakteristik kelembagaan perikanan yang ada di Kabupaten Nias. Fakta yang ada selanjutnya dilakukan interpretasi mengenai keberadaan lembaga di tengah masyarakat, kemudian dikemukakan beberapa alternatif pemecahan yang memungkinkan, terutama berkenaan dengan pengaruh kelembagaan terhadap perkembangan usaha perikanan tangkap ikan unggulan di Kabupaten Nias. Analisis ini dilakukan secara deskriptif. (2)
Analisis kepemilikan unit penangkapan Analisis kepemilikan unit penangkapan dilakukan untuk melihat seberapa
besar status kepemilikan unit alat tangkap dan bagaimana sistem pembagian hasil. Analisis ini dilakukan secara deskriptif.
3.2.2
Pengumpulan data untuk pemilihan komoditas unggulan Terdapat beberapa kriteria dan indikator yang digunakan untuk
menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak yang ada di Perairan Kabupaten Nias seperti yang disajikan pada Tabel 6 sedangkan untuk melakukan analisis jenis sumberdaya ikan sesuai dengan kriteria dan indikator tersebut di atas maka dilakukan analisis dengan proses hierarki analisis (PHA). Dengan analisis PHA
tersebut maka dapat ditentukan prioritas komoditas
unggulan yang akan dikembangkan di Kabupaten Nias. Tabel 6 Kriteria dan indikator dalam menentukan komoditas unggulan No 1
Kriteria keunggulan Produksi selalu ada dan Harganya tinggi
2
Permintaan pasar lokal tinggi
3
Peluang ekspor/antar pulau tinggi
4
5
Indikator Rata-rata produksi ≤ 200 kg/trip/kapal. Harga rata-rata Rp. 20.000/kg. Menyuplai kebutuhan konsumsi ikan sebanyak 442.019 jiwa penduduk Kabupaten Nias Eksport ≤ 10 ton/minggu/spesies. Daerah untuk ekport
(lokal) antara lain; Sibolga, Medan, Padang, Pekan Baru; sedangkan eksport untuk ke luar negeri pasar utamanya adalah Singapura. Prasarana dan sarana penunjang ada Prasarana meliputi pelabuhan/PPI, pabrik es,TPI, sedangkan sarana yang dimaksud adalah kapal penangkap ikan, alat tangkap, nelayan, dan SDI (fishing ground). Adanya keterkaitan ke depan dan ke Pengembangan usaha belakang penangkapan ikan ini akan dapat mendorong
Tabel 6 (Lanjutan)
No
Kriteria keunggulan
6
Skala pengembangan yang besar
7
Adanya dukungan dan peran dalam kebijakan regional dan nasional
8
Penyerapan tenaga kerja yang tinggi
9
Adanya ketersediaan teknologi
Indikator tumbuhnya industri-industri baru, baik hulu maupun hilir. Industri hulu dalam hal ini adalah industri penyedia sarana produksi seperti kapal, alat tangkap, perbekalan, dan perbengkelan sedangkan industri hilir adalah industri pengolahan dan pengawetan ikan, pengiriman barang, koperasi/perbankkan, dan pasar. Mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam skala usaha yang besar. Menunjang upaya peningkatan PAD Meningkatkan pendapatan masyarakat Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Nias adalah 155.053 jiwa. Dari jumlah itu dapat menyerap tenaga kerja sebesar 6 % untuk usaha penangkapan ikan baik di sektor produksi maupun di sektor pengolahan dan pemasaran produknya. Teknologi penangkapan ikan cukup tersedia dan selalu berkembang seperti fish finder, echo sounder, dan satelit.
3.3 Teknik Pengambilan Contoh Mengingat daerah penelitian yang luas, penyebaran nelayan, keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta pertimbangan, agar tujuan penelitian ini dapat dicapai,
maka ditentukan beberapa wilayah contoh yang mempunyai usaha perikanan tangkap yang dapat mewakili seluruh populasi yang ada di wilayah penelitian. Menurut Parel et al. (1975) dalam Ihsan (2000), metode penarikan contoh yang sesuai untuk populasi yang menyebar pada wilayah yang luas adalah dengan metode penarikan contoh secara bertingkat (multi stage sampling). Penarikan contoh secara bertingkat berdasarkan wilayah dilakukan sebagai berikut : (a) Populasi penarikan contoh tingkat pertama merupakan kecamatan yang terdapat pada wilayah penelitian, yakni 15 kecamatan yang merupakan jumlah wilayah pesisir yang ada di Kabupaten Nias. Dengan mempertimbangkan jumlah nelayan pemilik, usaha perikanan tangkap, produksi hasil tangkapan perikanan laut serta kemungkinan pelaksanaannya, dipilih 6 kecamatan contoh diantaranya : Kecamatan Lahewa, Kecamatan Tuhemberua, Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Idanogawo dan Kecamatan Sirombu sebagai contoh pertama. (b) Dari populasi contoh tingkat pertama, dilakukan penarikan contoh tingkat kedua untuk memilih desa/kelurahan contoh dengan menggunakan prosedur yang sama dengan penarikan contoh tingkat pertama. Pemilihan desa/kelurahan contoh dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan jenis unit perikanan tangkap yang ada diwilayah tersebut serta saran dan petunjuk dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias. Berdasarkan pertimbangan tersebut, untuk kecamatan Lahewa dipilih satu desa yaitu Desa Balofadorotuho; Kecamatan Tuhemberua dipilih satu desa yaitu desa Botolakha; Kecamatan Gunungsitoli Utara dipilih satu desa yaitu Desa Teluk Belukar; Kecamatan Gunungsitoli dipilih dua desa/Kelurahan yaitu Kelurahan Pasar Gunungsitoli dan Desa Moawo;; Kecamatan Idanogawo dipilih satu desa yaitu Desa Bozihona; dan Kecamatan Sirombu dipilih satu desa yaitu Desa Sirombu. (c) Dari contoh tingkat kedua, dilakukan pencatatan nelayan pemilik yang melakukan usaha penangkapan ikan menurut jenis alat tangkap yang digunakan. Untuk setiap desa/kelurahan contoh, diambil sampel secara purposive sebanyak 10 % berdasarkan jenis alat tangkap yang ada di wilayah tersebut. Penentuan dari jumlah nelayan yang diambil sebanyak 10 % tersebut mempunyai kriteria antara
lain; kehadiran pada saat di lapangan, kesediaan untuk berkomunikasi dengan penulis dan pengalaman nelayan dalam usaha perikanan tangkap. Secara statistik Ada 2 jenis alat tangkap yang dominan beroperasi di perairan Kabupaten Nias yaitu pancing (hand line) dan jaring insang hanyut (drift gill net) yang terdiri dari drift gill net bermata besar dan drift gill net bermata kecil.
3.4 3.4.1
Analisis Hierarki Proses (AHP) AHP untuk penentuan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Nias Penentuan komoditas unggulan didasarkan pada kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan antara lain (1) tingkat produksi dan harga, (2) permintaan pasar lokal, (3) peluang ekspor/antar pulau, (4) sarana dan prasarana penunjang, (5) keterkaitan ke depan dan kebelakang, (6) skala pengembangan, (7) dukungan dan peran pemerintah, (8) penyerapan tenaga kerja, (9) ketersediaan teknologi, dan (10) pengembangan yang berkelanjutan dan lestari. Sementara calon alternatif yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Nias dibagi atas 3 yaitu : (1) Tuna, (2) Cakalang/Tongkol, dan (3) Ikan Karang.
3.4.1.1 Membuat struktur hierarki untuk penentuan komoditas unggulan di di Kabupaten Nias Hierarki pengambilan keputusan dalam penentuan komoditas unggulan (Gambar 7) dalam menunjang tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dibagi atas 3 tingkatan yaitu tingkat 1 merupakan fokus pada komoditas unggulan, tingkat 2 merupakan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, dan tingkat 3 adalah calon alternatif komoditas unggulan yang layak dikembangkan untuk menunjang tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Jumlah responden yang diambil untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka tentang komoditas unggulan yang layak dikembangkan adalah berjumlah 8 orang dan masing-masing berjumlah 2 orang yang terdiri dari nelayan, pedagang ikan, pengusaha perikanan tangkap, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias. Pengambilan responden ini dianggap sebagai key informant yang benar-benar mengetahui permasalahan pokok perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
3.4.2 AHP untuk penentuan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Penentuan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dilakukan dengan menggunakan analisis AHP. Aktor atau pelaku yang berperan adalah nelayan, pengusaha perikanan tangkap, pedagang ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Bappeda Kabupaten Nias sedangkan faktor yang berperan adalah potensi sumberdaya ikan (SDI), sarana dan prasarana, potensi sumberdaya manusia (SDM), adopsi teknologi, peluang pasar, aspek kelembagaan, dan unit penangkapan. Dari analisis di atas akan diperoleh alternatif tujuan pembangunan perikanan tangkap yang diharapkan di Kabupaten Nias seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat, peningkatan PAD, dan usaha penangkapan yang berkelanjutan.
3.4.2.1 Membuat struktur hierarki untuk penentuan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Hierarki
pengambilan
keputusan
dalam
penentuan
tujuan
utama
pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias (Gambar 8) dibagi atas 4 tingkatan yaitu tingkat 1 merupakan fokus terhadap pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias, tingkat 2 merupakan aktor/ pelaku yang berperan dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias, tingkat 3 merupakan faktorfaktor yang berperan dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias, dan tingkat 4 merupakan alternatif tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Jumlah stakeholders yang diambil dalam penentuan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah adalah sebanyak 10 orang dimana masing-masing aktor yang diambil adalah sebanyak 2 orang. Pengambilan responden ini dianggap sebagai key informant yang benar-benar mengetahui permasalahan pokok perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Saaty (1991), teknik perbandingan berpasangan dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada stakholders, bisa seorang ahli, atau bukan ahli, tetapi yang penting adalah terlibat dan mengenal dengan baik permasalahan yang dinilai. Jika stakeholders merupakan suatu kelompok, maka seluruh anggota kelompok itu diusahakan dapat mencapai konsensus dalam memberikan pendapatnya.
3.4.3 Pembuatan skala perbandingan Pembuatan skala perbandingan ditujukan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria/kepentingan yang setingkat di atasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hierarki atau dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparation). Tabel 7 Skala banding berpasangan Tingkat Definisi Kepentingan 1 Kedua elemen sama pentingnya
3
5
Penjelasanmempunyai Dua elemen pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Elemen yang atu sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian dari elemen yang lain sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting dari Pengalaman dan penilaian pada elemen yang lain sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen dengan dari elemen lainnya kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9
Satu elemen tidak mutlak lebih Bukti yang mendukung penting daripada elemen yang lainnya elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6.8
Kebalikan
Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan
nilai Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i Sumber : Saaty (1993).
3.4.3.1 Menghitung matriks Prinsip penilaian pada AHP bila terdapat m kriteria yang dibandingkan, maka harus dihasilkan m matriks, setiap sel Cij Formulasi matriks individu adalah sebagai berikut: Tabel 8 Maktriks elemen n C1 C2 …. Cn C1 1 A12 …. Aln C2 1/a12 1 …. A2n …. …. …. …. …. Cn 1/a1n 1/a2n …. 1 Keterangan : C1. C2, .. Cn = Set elemen satu tingkat keputusan dalam hierarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan niiai kepentingan Ci terhadap Cj. Analisis selanjutnnya adalah menghitung nilai-nilai dari matrik untuk mendapatkan vektor prioritas (VP) . Selain itu juga dilakukan sintesis berbagai pertimbangan dan mendapatkan nilai konsistensi.
Tabel 9 Menjumlahkan nilai dalam setiap kolom, matrik normalisasi dan Vektor Prioritas C1 C2 …. Cn Matriks normalisasi VP C1 1 A12 …. a1n 1/J1 a12/J2 …. aln/Jn P1 C2 1/a1n 1 …. a2n A21/J1 1/J2 …. a2n/Jn P2 …. …. …. …. …. …. …. …. …. …. Cn 1/a1n 1/a2n …. 1 an1/J1 an2/J2 …. 1/Jn Pn I J1 J2 …. Jn ∑VP 3.4.3.2 Menghitung matriks pendapat gabungan Matriks pendapat gabungan merupakan matriks baru yang elemen-elemennya (gij) berasal dan rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai ratio konsistensi (CR) memenuhi syarat. Tujuan dari penyususunan matriks pendapat gabungan ini adalah untuk membentuk suatu matriks yang mewakili matriks-matriks pendapat individu yang ada. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari elemen-elemen hierarki yang mewakili semua responden. Pendapat gabungan ini menggunakan formula sebagai berikut : gij =
a k m
m
ij k 1
keterangan : m = jumlah responden dan aij = matriks/pendapat individu
3.4.3.3 Pengolahan horisontal Pengolahan
horisontal
digunakan
untuk menyusun
prioritas elemen
keputusan pada hierarki keputusan dengan tahapan sebagai berikut : Perkalian baris (Zi) dengan menggunakan rumus : Zi = n aij k n
kj 1
Keterangan : Zi = vektor eigen/perkalian baris,
N = Jumlah elemen yang dibanding
m = jumlah responden,
k = Kolom Pertama
aij = Nilai entri setiap matriks pada baris i dan kolom j (1) Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vektor) n
n
Evpi =
aij ( k ) j 1
n n aij ( k ) i 1 j 1 n
Zi n
Zi
, dimana Vpi = Vektor prioritas elemen i
i 1
Zi = Perkalian baris I
(2) Perhitungan akar ciri atau nilai eigen (eigen value] maksimum (λ max) dengan rumus ; VA = aij X Vp dengan VA = (V aij) Keterangan : VA adalah vektor antara VB =
VA denganVB Vbi Vp
Keterangan : VB adaiah nilai eigen n
max
VB i 1
n Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung penyimpangan konsistensi dan consistency ratio (CR) apakah jawaban dan responden berpengaruh terhadap keabsahan hasil.
Indeks konsistensi (CI) merupakan matriks acak/random dengan skala 1-9 dan kebalikannya sebagai Indeks random (RI). Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai ratio konsistensi (CR) CR =
CI RI
Dimana : RI - Indeks acak (Random Indeks) dari matrik berordo 1-15 seperti tertera pada Tabel 11. Tabel 10 Nilai indeks acak (RI) matriks berordo 1-15 n 1 2 3 4 5
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12
n 6 7 8 9 10
RI 1.24 1.32 1.41 1.45 2.49
n 11 12 13 14 15
RI 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59
3.4.3.4 Pengolahan vertikal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. Jika CVjj didefinisikan sebagai nilai prioritas ke-i pada tingkat ke-j terhadap sasan utama maka 3
CVij =
CH
:
(t, i -1)xVWt(i-1)
t 1
Untuk i = 1,2,3,.....p, j = 1,2,3,.....r, t= 1,2,3,......s Keterangan : CHij (t,i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat diatasnya (t-1), yang diperoleh dari pengolahan horisontal VW t(i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal p
=
Jumlah tingkat hierarki keputusan
r
=
Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i ke (i-1)
s
=
Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-1)
3.4.3.5 Revisi pendapat Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai konsistensi ratio (CR) dapat cukup tinggi (>0,1) dengan mencari deviasi RMS (Rood Mean Square) dari baris (aij) dan perbandingan nilai bobot kolom (Wi/Wj) dan merevisi pendapat pada baris yang mempunyai nilai terbesar. n
λ max
(a j 1
ij
Wi / W j )
Catatan dari beberapa ahli bahwa jika jumlah revisi terlalu besar, sebaliknya responden itu dihilangkan. Oleh karena itu revisi ini sangat terbatas mengingat
akan
terjadi
penyimpangan
dari
jawaban
(Saaty
1991)
Tingkat I FOKUS
Tingkat II KRITERIA
KOMODITAS UNGGULAN
Tingkat Produksi dan Harga
Permintaan Pasar Lokal
Peluang Ekspor/Antar Pulau
Tingkat III ALTERNATIF Ikan tuna
Sarana dan Prasarana Penunjang
Keterkaitan Kedepan dan Kebelakang
Ikan cakalang/tongkol
Skala Pengembangan
Dukungan dan Peran Pemerintah
Ikan Karang
Gambar 7 Hierarki komoditas unggulan di Kabupaten Nias.
Penyerapan Tenaga Kerja
Ketersediaan Teknologi
Tingkat I FOKUS
Tingkat II AKTOR
Tingkat III FAKTOR
Tingkat IV ALTERNATIF TUJUAN
PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS
NELAYAN
POTENSI SDI
PENYERAPAN TENAGA KERJA
PENGUSAHA PERIKANAN TANGKAP
SARANA DAN PRASARANA
PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT
PEDAGANG IKAN
POTENSI SDM
DKP NIAS
POTENSI TEKNOLOGI
PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT
BAPPEDA
PELUANG PASAR
PENINGKATAN PAD
Gambar 8 Hierarki tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
LSM / NGO
UNIT PENANGKAPAN
USAHA PENANGKAPAN BERKELANJUTAN
3.5 Analisis Optimalisasi Alat Penangkapan Ikan Model linear goal programming (LGP) merupakan perluasan dari model linear programming yang mempunyai banyak tujuan ditambah dengan sepasang variabel deviasional yang akan muncul difungsi tujuan dan difungsi kendala tujuan (goal constraint). Variabel deviasional berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya (Sutisna 2007). Berdasarkan hasil identifikasi, ada 19 macam sasaran yang hendak di capai dari upaya optimalisasi pengembangan perikanan tangkap tersebut, antara lain : (1) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kerapu sesuai Catch (C) MSY kerapu, (2) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kakap sesuai Catch (C) MSY kakap, (3) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan bambangan sesuai Catch (C)
MSY
bambangan, (4) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kurusi sesuai Catch (C) MSY kurusi, (5) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan tuna sesuai Catch (C) MSY tuna, (6) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan cakalang sesuai Catch (C) MSY cakalang, (7) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan tongkol sesuai Catch (C) MSY tongkol, (8) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kerapu sesuai Effort (E) MSY kerapu, (9) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kakap sesuai Effort (E) MSY kakap, (10) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan bambangan sesuai Effort (E) MSY bambangan, (11) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kurusi sesuai Effort (E) MSY kurusi, (12) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan tuna sesuai Effort (E) MSY tuna, (13) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan cakalang sesuai Effort (E) MSY cakalang, (14) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan tongkol sesuai Effort (E) MSY tongkol, (15) Mengoptimalkan penggunaan BBM, (16) Mengoptimalkan penggunaan air tawar, (17) Mengoptimalkan penggunaan es, (18) Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja, (19) Mengoptimalkan retribusi terhadap PAD.
Model umum persamaan matematis dari LGP adalah: Fungsi Tujuan: Minimumkan l
m
Z Pk (dBi dAi ) k 0 i 1
Kendala-kendala Tujuan: n
a X dB dA b ij
j
i
i
i
j 1
Atau : a11x1 + a12x2 +.....+ a1nxn + dB1 – dA1 = b1 a21x1 + a22x2 +.....+ a2nxn + dB1 – dA1 = b2 . ai1x1 + ai2x2 +.....+ ainxn + dBi - dAi = bi dimana : Pk = Urutan prioritas dBi = deviasi ke bawah dAi = deviasi ke atas aij = Koefisien kendala tujuan, yaitu berhubungan dengan variabel tujuan Xj = variabel keputusan bi = Tujuan atau target yang ingin dicapai Secara umum ada 3 jenis kendala tujuan yang berlainan yaitu ; 1 Kendala tujuan pertidaksamaan lebih kecil sama dengan (≤). Untuk kendala tujuan jenis ini pertidaksamaannya dikurangi dengan variabel deviasi ke Atas (dA) 2
Kendala tujuan pertidaksamaan lebih besar sama dengan (≥). Untuk kendala tujuan jenis ini pertidaksamaannya ditambah dengan variabel deviasi ke Bawah (dB)
3
Kendala tujuan persamaan (=). Untuk kendala tujuan jenis ini persamaannya dikurangi dengan variabel deviasi ke Atas (dA) dan ditambah dengan variabel deviasi ke Bawah (dB)
3.6 Prioritas Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Unggulan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
Komoditas
Menyusun alternatif pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan berkeadilan di Kabupaten Nias menggunakan analisis SWOT. SWOT adalah analisis yang digunakan para perencana strategis daerah atau bisnis (Rangkuti 2006).
3.6.1
Analisis strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Nias Analisis strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT, dilakukan
agar dapat merencanakan ke depan tentang pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias yang meliputi aspek teknis, aspek biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Keempat aspek ini memegang peranan penting dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Analisis ini memformulasikan keempat aspek di atas menjadi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam usaha pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias (Tabel 11).
Tabel 11 Formulasi aspek biologi, aspek teknik, aspek ekonomi, dan aspek sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias
Kekuatan (Strengths)
Faktor Internal
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportunities) Faktor eksternal Ancaman (Threats)
Aspek biologi Aspek biologi apa yang menjadi faktor kekuatan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek teknik Aspek teknik apa yang menjadi faktor kekuatan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek ekonomi Aspek ekonomi apa yang menjadi faktor kekuatan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek biologi apa yang menjadi faktor kelemahan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek biologi apa yang menjadi faktor peluang dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek biologi apa yang menjadi faktor ancaman dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek teknik apa yang menjadi faktor kelemahan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek teknik apa yang menjadi faktor peluang dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek ekonomi apa yang menjadi faktor kelemahan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek ekonomi apa yang menjadi faktor peluang dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek ekonomi apa yang menjadi faktor ancaman dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek teknik apa yang menjadi faktor ancaman dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
Aspek sosial Aspek sosial apa yang menjadi faktor kekuatan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek sosial apa yang menjadi faktor kelemahan dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek sosial apa yang menjadi faktor peluang dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Aspek sosial apa yang menjadi faktor ancaman dalam pengembangan Perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
3.6.2 Analisis Prioritas Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Nias Faktor internal dan eksternal kemudian dievaluasi untuk mengetahui seberapa penting kedua faktor ini dalam pengembangan usaha perikanan tangkap terpilih. Evaluasi yang dilakukan dalam faktor internal yaitu dengan membuat matriks internal factor evaluation (IFE) dan faktor eksternal yaitu membuat matriks external factor evaluation (EFE). Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: (1)
Menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias
(2)
Memberikan nilai 1 sampai 4 pada skala kontribusi setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap faktor kunci internal dan eksternal. Nilai 4 = kontribusi sangat kuat; nilai 3= kotribusi kuat; nilai 2 = kontribusi lemah; dan nilai 1 = kontribusi sangat lemah.
(3)
Penentuan nilai share untuk setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari faktor kunci internal dan eksternal dengan menggunakan rumus: nilai share
i i
dimana: i
= nilai skala kontribusi setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
Σi = Jumlah nilai skala kontribusi setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. (4)
Penentuan bobot dari share untuk setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap faktor kunci, dengan menggunakan rumus: Bobot
j 2
dimana: j
= nilai share setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
(5)
Memberikan rating setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci internal dan eksternal dengan menggunakan nilai 1 – 4. Nilai 4 = kontribusi
sangat kuat; nilai 3 = kotribusi kuat; nilai 2 = kontribusi lemah; dan nilai 1 = kontribusi sangat lemah. (6)
Penentuan skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci, dengan menggunakan rumus: Skor B R
dimana: B = bobot R = rating setiap komponen faktor SWOT Mengembangkan pola strategi perlu adanya pengembangan alernatif strategi yang diambil untuk menghasilkan strategi yang tepat dalam pengembangan perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias. Pola strategi yang dimaksud berpijak pada situasi ril kondisi eksternal maupun internal yang dibuat kedalam matriks SWOT (ancaman, peluang, kelemahan, dan kekuatan). Alternatif yang ditentukan dalam strategi SWOT
melalui pendekatan
matriks quantitative strategic planing management (QSPM), sebagai berikut: (1)
Menuliskan peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan.
(2)
Memberikan bobot pada masing-masing peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan. Bobot ini harus identik dengan bobot yang diberikan pada matriks EFE dan IFE.
(3)
Menuliskan alternatif strategi yang akan dievaluasi.
(4)
Bila faktor yang bersangkutan ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan, maka pemberian nilai attractiveness score (AS) berkisar antara 1 sampai dengan 4. Nilai 1 = pengaruh strategi sangat lemah terhadap faktor SWOT; nilai 2 = pengaruh strategi lemah terhadap faktor SWOT; nilai 3 = pengaruh strategi kuat terhadap faktor SWOT; dan nilai 4 = pengaruh strategi sangat kuat terhadap faktor SWOT. Bila tidak ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan jangan berikan angka pada AS.
(5)
Menghitung weighted attractiveness score (WAS) dengan menggunakan rumus: WAS = B x AS dimana: B = bobot AS = nilai AS (attractiveness score)
(6)
Menghitung total dari weighted attractiveness score (WAS)
(7)
Alternatif strategi yang memiliki total weighted attractiveness score (WAS) terbesar merupakan alternatif strategi yang paling baik di gunakan dalam pengembangan perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Nias.
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1
Keadaan Geografis Kabupaten Nias adalah salah satu daerah kabupaten di Propinsi Sumatera
Utara yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) yang disebut Pulau Nias, mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Propinsi Sumatera Utara). Daerah Kabupaten Nias merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah. Banyaknya pulau-pulau kecil yang dihuni oleh penduduk adalah sebanyak 11 buah dan yang tidak dihuni ada sebanyak 16 buah. Luas wilayah Kabupaten Nias adalah sebesar 3.495,40 km² (4,88 % dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikelilingi oleh Samudera Hindia.. Menurut letak geografis, Kabupaten Nias terletak pada garis 0º12’ – 1º32’ Lintang Utara (LU) dan 97º – 98º Bujur Timur (BT) dekat dengan garis khatulistiwa dengan batas-batas wilayah :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Pulau-pulau Banyak Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Pulau Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara.
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia.
Kabupaten Nias secara geografis berada di Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di Samudera Hindia. Topografi perairannya agag landai hingga sekitar 25 – 50 m dari pantai, lalu langsung curam baik disisi Samudera Hindia maupun pada sisi yang menghadap daratan Sumatera. Kondisi alam/topografi daratan Pulau Nias sebahagian besar berbukitbukit sempit dan terjal serta pegunungan dengan tinggi di atas permukaan laut bervariasi antara 0 - 800 m, yang terdiri dari dataran rendah hingga bergelombang sebanyak 24 %, dari tanah bergelombang hingga berbukit-bukit 28,8%, dan dari berbukit hingga pegunungan mencapai 51,2% dari seluruh luas daratan. Akibat kondisi alam yang demikian mengakibatkan adanya 102 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar yang ditemui hampir di seluruh kecamatan. Dari 443 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Nias, sebanyak 93 desa /kelurahan (21 %) terletak di daerah pantai, dan 350 desa/kelurahan (79%) berada di daerah bukan pantai/ pegunungan. Demikian juga menurut ketinggian di atas permukaan laut, ada sebanyak 236 desa/kelurahan (53%) berada pada ketinggian 0 - 500 m, 114 desa/ kelurahan (26%) berada pada ketinggian 500 - 700 m, dan 93 desa/ kelurahan (21%) berada pada ketinggian di atas 700 m.
4.2 Pemerintahan Secara administratif pemerintahan Kabupaten Nias terdiri dari 33 wilayah Kecamatan dengan banyaknya desa/kelurahan 443, yaitu 439 desa yang berada di daerah pedesaan (urban) dan 4 Kelurahan yang berada di daerah perkotaan (rural). (sebelumnya hanya 14 kecamatan dan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nias Nomor 05 Tahun 2005 tanggal 14 Desember 2005 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Nias, Kabupaten Nias dimekarkan menjadi 32 Kecamatan). Banyaknya desa/kelurahan yang tergolong klasifikasi Swadaya adalah 195 desa (44,02%), Swakarya 96 desa (21,76%), dan Swasembada 152 desa (34,31 %).
Klasifikasi
ini
merupakan
ukuran
kemajuan
yang
dicapai
suatu
desa/kelurahan dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban, sosial budaya, dan kedaulatan politik masyarakatnya.
Dikatakan Desa Swadaya apabila tingkat kemajuan indikator tersebut di atas di bawah tingkat kemajuan kota dan nasional, Desa Swakarya apabila tingkat kemajuan indikator tersebut di atas sama atau lebih besar bila dibanding tingkat kemajuan di kabupaten/kota tetapi lebih rendah bila dibanding dengan nasional, dan Desa Swasembada apabila tingkat kemajuan indikator tersebut di atas sama atau lebih besar bila dibanding dengan kemajuan tingkat nasional.
4. 3 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Nias tahun 2006 adalah 442.019 jiwa dengan 2
kepadatan penduduk 126 jiwa/km , dan 81.242 rumahtangga dengan rata-rata banyaknya anggota rumahtangga 5 jiwa. Laju Pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 - 2005 adalah 1,36% per tahun.
4. 4 Ketenagakerjaan Pada tahun 2005 di Kabupaten Nias terdapat 270.696 penduduk yang tergolong dalam usia kerja (15 tahun atau lebih), 196.523 (73%) diantaranya terserap dalam lapangan kerja (bekerja), sedangkan lainnya adalah mencari pekerjaan sebanyak 13.335 jiwa, bersedia bekerja sebanyak 6.401, dan bersekolah/mengurus rumatangga/lainnya ada sebanyak 54.437 jiwa. Penduduk yang bekerja sebahagian besar masih berlatar pendidikan SD ke bawah yaitu 148.101 jiwa (75,36%) terdiri dari penduduk yang tidak/belum pernah sekolah sebanyak 41.611 jiwa, tidak/belum tamat SD sebanyak 47.318 jiwa, tamat SD sebanyak 59.172 jiwa, sedangkan yang berlatar pendidikan SLTP ke atas sebanyak 48.242 (24,63%) terdiri dari berpendidikan SLTP 24.662 jiwa, tamat SLTA 19.710 jiwa, dan tamat universitas 4.050 jiwa. Secara umum, pada tahun 2005 jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja di Kabupaten Nias adalah sebesar 209.558 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang bukan tergolong angkatan kerja adalah sebesar 60.830 jiwa. Menurut lapangan usaha, berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) tahun 2004 dapat dilihat bahwa dari jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, sebanyak 89,97 persen diantaranya terserap di sektor pertanian, 2,30% di sektor industri, dan 7,73% di sektor jasa-jasa.
4.5
PDRB PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang memberikan
petunjuk sejauh mana perkembangan dan struktur ekonomi suatu daerah dalam suatu kurun waktu. Pada tahun 2006 PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Nias adalah Rp. 2.710.471,62 juta meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu Rp. 2.412.961,43 juta. Sektor Pertanian masih tetap merupakan sektor yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Nias yaitu sebesar Rp. 1.205.293,43 juta. kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu Rp. 512.690,03 juta, sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan Rp. 289.650,31 juta. 4.6 Perikanan Tangkap Keadaan perikanan tangkap di Kabupaten Nias mempunyai perhatian yang unik untuk dikaji dan diperhatikan. Daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Nias dibagi atas 3 kategori, yaitu (1) daerah penangkapan ikan yang tidak jauh dari pantai menggunakan perahu tanpa motor, (2) daerah penangkapan ikan ≤ 3 mil dari pantai dengan menggunakan perahu bermotor, dan (3) daerah penangkapan ikan ≥ 12 mil dari pantai juga dengan menggunakan perahu bermotor dalam arti jangka waktu penangkapannya bersifat mingguan. Dari ketiga daerah penangkapan tersebut sasaran yang yang menjadi tujuan penangkapan adalah ikan karang, tongkol, dan sedikit tuna dan cakalang. Unit penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan oleh nelayan masih didominasi unit penangkapan ikan skala kecil (tradisional), sedangkan unit penangkapan semi modern jumlahnya masih sedikit.
4.6.1
Nelayan Nelayan adalah bagian dari unit penangkapan yang mempunyai peranan
sangat penting. Keberhasilan kegiatan oparasi penangkapan ikan ditentukan oleh sumberdaya nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan unit penangkapan ikan yang dimiliki.
Berdasarkan kepemilikan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk usaha penangkapan ikan, nelayan dikelompokkan berdasarkan atas kepemilikan unit penangkapan dan buruh. Nelayan pemilik adalah orang yang memiliki unit penangkapan atau armada penangkapan ikan sedangkan nelayan buruh adalah orang yang bertugas untuk mengoperasikan armada penangkapan ikan. Umumnya nelayan ini memperoleh biaya operasional penangkapan ikan dari nelayan pemilik (juragan). Di dalam pembagian hasil tangkapan, para nelayan buruh ini mendapatkan bagian yang sudah ditentukan. Saat ini jumlah nelayan di Kabupaten Nias dalam lima tahun terakhir mengalami perkembangan secara fluktuatip namun kegiatan perikanan sudah menjadi bagian kegiatan ekonomi dalam peningkatan pendapatan masyarakat terutama masyarakat nelayan di Kabupaten Nias.
Tabel 12 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Nias dari tahun 2002 2007 No
Tahun
Jumlah
Nelayan Penuh
Nelayan
Nelayan
sambilan utama
sambilan tambahan
1
2002
6246
4797
1019
430
2
2003
6619
4686
1355
578
3
2004
3290
1950
957
383
4
2005
3293
1952
957
384
5
2006
6015
4324
1233
458
6
2007
6701
4825
1340
536
Sumber : Buku tahunan statistik DKP Nias (2008).
Berdasarkan data statistik tahun 2002 – 2007 jumlah rumah tangga perikanan (RTP) di Kabupaten Nias sebanyak 6242 – 6701. Dari jumlah RTP tersebut pada umumnya memiliki kondisi sosial yang masih di bawah garis kemiskinan bila dibanding dengan masyarakat lainnya. Kemiskinan yang dihadapi tersebut meliputi material, pendidikan, dan status sosial, yang semua itu bukan disebabkan karena terbatasnya sumberdaya ikan tetapi erat hubungannya dengan terjadinya perubahan ekonomi, belum meratanya pembangunan serta disebabkan oleh perilaku budaya sebagian besar nelayan yang belum mendukung ke arah
perubahan yang positif. Jumlah nelayan perikanan laut berdasarkan RTP menurut kategori usaha di Kabupaten Nias di sajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah nelayan berdasarkan RTP menurut kategori usaha di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007 Tahun Kategori Usaha
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1152
1234
763
765
863
856
Jukung
1511
1506
454
455
1316
1259
Kecil
1797
1912
545
545
926
901
Sedang
694
786
645
645
567
572
Besar
289
310
310
310
493
481
518
575
404
404
1649
1566
0 – 5 GT
225
260
143
145
172
170
5 – 10
56
36
26
36
29
29
6242
6619
3290
3305
6015
5834
Tanpa perahu
Perahu tanpa motor
Motor tempel
Kapal motor
GT Jumlah
Sumber : Buku tahunan statistik DKP Nias (2008).
Jumlah perahu bermotor/kapal motor yang telah mempunyai izin untuk usaha penangkapan ikan masih sedikit bila dibandingkan dengan perahu bermotor/kapal motor yang masih belum mempunyai izin untuk usaha penangkapan ikan. Hal ini disebabkan karena nelayan tidak termotivasi untuk memperoleh izin penangkapan disamping kurangnya sosialisasi dan fasilitas yang di sediakan oleh pemerintah daerah juga kurang memadai atau tidak bermanfaat menurut mereka. 4.6.2 Alat penangkapan ikan Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nias pada umumnya masih tradisional meskipun sebagian ada yang semi tradisional. Jenis dan jumlah unit alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan di Kabupaten Nias bervariasi sesuai dengan sasaran yang menjadi tujuan penangkapannya. Pancing adalah alat yang paling dominan digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan demersal (ikan karang) dan ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol mengingat biaya pengadaan alat tangkap ini harganya lebih murah dan metode penangkapannya lebih mudah. Kemudian disusul dengan gill net sedangkan alat
penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan disekitar pantai umumnya digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil. Tabel 14 Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan laut (unit) menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Nias tahun 2002-2007 Tahun Alat tangkap
NO
1
Pukat pantai
2
Jaring
insang
2002
2003
2004
2005
2006
2007
30
36
36
30
118
113
360
375
381
254
403
397
hanyut 3
Jaring insang tetap
512
520
313
248
269
270
4
Trammel net
42
62
18
27
34
32
5
Bagan perahu
56
36
-
-
-
-
6
Bagan tancap
12
12
5
5
5
5
7
Rawai tetap
370
480
309
309
451
442
8
Pancing yang lain
2425
2431
2446
1957
2113
2119
9
Bubu
40
40
13
15
23
22
Sumber : Buku tahunan statistik DKP Nias (2008).
4.6.3 Musim dan daerah penangkapan ikan Kegiatan
operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di
Kabupaten Nias sangat dipengaruhi oleh musim. Di Kabupaten Nias dikenal dengan dua musim oleh nelayan yaitu musim timur dan musim barat. Musim timur mulai bulan Juni sampai dengan Juli. Pada musim ini, arah angin bertiup dari timur menuju barat dan saat itu pula gelombang menjadi besar disertai angin bertiup sangat kencang sehingga banyak nelayan yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan. Pada musim ini nelayan mengistilahkannya sebagai musim paceklik. Musim barat yaitu arah angin bertiup dari barat menuju arah timur. Musim barat terjadi pada bulan Januari sampai Mei dimana musim ini nelayan dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan tenang, angin tidak bertiup kencang, dan gelombangpun lebih kecil sehingga nelayan mengistilahkan musim ini sebagai musim puncak dimana banyak ikan yang diperoleh oleh nelayan pada saat menangkap. Sedangkan untuk bulan Agustus sampai dengan Desember nelayan mengistilahkannya sebagai musim sedang dalam memperoleh hasil tangkapan.
Daerah penangkapan ikan/fishing ground (Lampiran 2 – 4) sebagai tempat pengoperasian alat tangkap ikan oleh nelayan di Kabupaten Nias tidak hanya terkonsentrasi pada satu daerah penangkapan melainkan tersebar dibeberapa daerah penangkapan dengan unit penangkapan ikan tertentu dan sasaran ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Perahu dan perahu bermotor yang melakukan operasi penangkapan ikan yang menangkapnya bersifat harian, daerah penangkapannya tidak jauh dari pantai sekitar ≤ 3 mil atau 2 – 3 jam perjalanan dari pantai ke daerah penangkapan (fishing ground) di sekitar perairan Kabupaten Nias. Hal ini berbeda
dengan nelayan yang menangkap ikan bersifat
mingguan/merantau selama 3 – 5 hari. Daerah penangkapannya disamping daerah perairan Nias juga termasuk sebagian perairan Aceh dan perairan Sibolga. Jarak menuju daerah penangkapan (fishing ground) sekitar ≥ 12 mil atau lama waktu perjalanan 6- 8 jam. 4.6.4
Fasilitas pendukung kegiatan operasi penangkapan ikan Fasilitas pendukung kegiatan operasi penangkapan ikan yang digunakan
oleh nelayan di Kabupaten Nias masih belum cukup memadai. Fasilitas ini ada sebagian yang telah siap dibangun namun masih belum ada operasionalnya untuk dimanfaatkan langsung oleh nelayan berkaitan dengan keberadaan fasilitas tersebut tidak strategi menurut pandangan nelayan terutama untuk berlabuh dan tambat pada perahu atau kapal motor. Di samping itu juga ada fasilitas yang sedang dibangun serta dalam proses tender. Fasilitas tersebut dilihat pada Tabel berikut. Tabel 15 Fasilitas pendukung kegiatan operasi penangkapan ikan di Kabupaten Nias Tahun No Jenis Fasilitas Status Sumber Dana Pembangunan 1 Pangkalan Pendaratan 2006 Proses kelanjutan badan Ikan (PPI), Tempat pembangunan rehabilitasi Pelelangan Ikan, dan Depot BBM, dan rekonstruksi Pabrik Es di Desa (BRR) Nias Teluk Belukar Kecamatan Gunungsitoli Utara
Tabel 15 (Lanjutan)
No 2
Tahun Pembangunan Pabrik es kapasitas 10 2006 ton per hari Jenis fasilitas
3
Pabrik es curah dengan kapasitas 1 ton per hari
2006
4
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan di Desa Sirombu Kecamatan Sirombu Jetty/tambatan perahu di 3 lokasi yaitu ; Humene di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, Bozihona di Kecamatan Idanogawo, dan Gazamanu di Kecamatan Bawalato
2007
Mini Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Depot BBM di Desa Botolakha Kecamatan Tuhemberua Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Depot BBM di Kelurahan Pasar Lahewa
2008
5
6
7
Sumber: Hasil penelitian (2008).
2007
2008
Status Telah selesai namun sampai saat ini masih belum bisa operasional Telah selesai dan berhenti operasionalnya mengingat es curah tersebut tidak diminati oleh nelayan karena cepat mencair Proses Kelanjutan pembagunan
Sumber Dana ADB ETESP
DKP Pusat
dana alokasi khusus (DAK)
Telah selesai dibangun tetapi masih ada kelanjutan pembangunannya namun nelayan tidak berniat menambatkan perahu atau kapal motornya mengingat fasilitas tersebut tidak strategis menurut mereka Baru ADB pelaksanaan ETESP pembangunan
Dalam tender
-
proses DAK
-
Gambar 9
Pangkalan Pendaratan Ikan di Desa Teluk Belukar Kecamatan Gunungsitoli Utara yang masih dalam proses pembangunan walaupun menurut nelayan pembangunan tersebut tidak strategis karena gelombang cukup besar.
Gambar 10 Pembangunan tempat pelelangan ikan (TPI) di Desa Teluk Belukar Kecamatan Gunungsitoli Utara yang berdampingan dengan keberadaan pembangunan pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang masih dalam proses pembangunan.
Gambar 11 Pembangunan pangkalan depot BBM di Desa Botolakha Kecamatan Tuhemberua guna untuk membantu nelayan dalam perbekalan operasional penangkapan ikan.
Gambar 12 Pabrik Es dengan kapasitas 10 ton per hari namun sampai saat ini masih belum berfungsi karena tidak ada pihak swasta yang berkeinginan untuk mengelolanya sehingga nelayan belum merasakan manfaat dari keberadaan pabrik es tersebut yang berlokasi di Kelurahan Pasar Gunungsitoli Kecamatan Gunungsitoli.
Gambar 13 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Desa Sirombu Kecamatan Sirombu yang berdampingan dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dimana Nelayan tidak berminat berlabuh dan tambat di lokasi tersebut karena hantaman gelombang yang cukup besar.
Gambar 14
Dermaga di Desa Bozihona Kecamatan Idanogawo yang masih dalam proses pembangunan namun nelayan lebih senang menyandarkan perahu/kapal motornya ke pantai.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kinerja Usaha Perikanan Tangkap Ikan Unggulan di Kabupaten Nias Kegiatan usaha penangkapan ikan unggulan dengan pancing, drift gill net bermata besar, dan drift gill net bermata kecil dilakukan oleh nelayan lokal yang ada di Kabupaten Nias.
5.1.1. Sumber daya ikan unggulan di Kabupaten Nias Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Nias adalah sebesar ± 162.436 ton/tahun namun yang dimanfaatkan hanya sekitar 5,52 % (DKP Nias 2006). Data dalam lima tahun terakhir sebagaimana ditujukan pada Tabel 16 memperlihatkan bahwa pemanfaatan potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Nias dalam enam tahun terakhir masih sangat rendah. Tabel 16 Perkembangan jumlah produksi ikan di Kabupaten Nias (Ton) dari Tahun 2002 – 2007 NO Tahun Produksi (Ton) 1 2002 5445 2 2003 5568 3 2004 5676 4 2005 5051 5 2006 8970 6 2007 10325 Sumber : Buku tahunan statistik DKP Nias (2008).
Pada Gambar 15 memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah produksi ikan di Kabupaten Nias dalam enam tahun terakhir (2002 – 2007) terjadi secara fluktuatif dimana pada Tahun 2005 produksi tangkapan mengalami penurunan. Penurunan ini di akibatkan karena peristiwa bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang menyebabkan sarana produksi nelayan mengalami kerusakan total sehingga nelayan kehilangan status pekerjaannya sebagai nelayan dan takut lagi melaut ke laut karena trauma oleh karena bencana tersebut. Namun pada tahun 2006 dan tahun 2007 jumlah produksi ikan hasil tangkapan nelayan mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena kepada nelayan
diberikan bantuan sarana alat tangkap dan
pelatihan oleh instansi atau NGO terkait secara grastis sehingga nelayan di Kabupaten
Nias kembali melaut dan sektor perikanan tangkap semakin menjadi bagian dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Nias.
Gambar 15 Perkembangan jumlah produksi ikan laut di Kabupaten Nias Hasil pengamatan dilapang terdapat beberapa
jenis ikan hasil
tangkapan dari dua jenis alat tangkap yang umumnya digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nias antara lain terdiri dari perikanan perikanan demersal perikanan karang seperti kerapu,
kakap, bambangan dan
atau
kurisi maupun
perikanan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol. 5.1.1.1 Komposisi hasil tangkapan Berdasarkan wawancara dengan nelayan yang ada di Kabupaten Nias diperoleh bahwa proporsi hasil tangkapan ikan demersal/karang yang tertangkap dengan alat tangkap pancing disampaikan pada Tabel 17 berikut. Tabel 17 Komposisi hasil tangkapan ikan demersal/karang dengan alat tangkap pancing di Kabupaten Nias Proporsi Hasil Tangkapan Pancing Kerapu Kakap Bambangan Kurusi Tahun Tangkapa Tangkapa Tangkapa Tangkapan n (ton) % n (ton) % n (ton) % (ton) % 2002 127 14 155 14 54 9 84 12 2003 127 14 155 14 54 9 84 12 2004 133 15 166 15 54 9 87 13 2005 108 12 130 12 113 19 105 15 2006 191 21 229 21 153 25 154 22 2007 221 24 265 24 175 29 178 26 Keterangan : Proporsi (persentasi) dihitung berdasarkan jumlah total keempat jenis ikan .
Tabel di atas menunjukkan bahwa bahwa jumlah tangkapan terbanyak selama 6 tahun terakhir (2002 – 2007) adalah terjadi pada tahun 2007 dimana keempat jenis ikan karang tersebut berkisar 24 % sampai 29 %. Kemudian untuk proporsi hasil tangkapan ikan tuna dengan alat tangkap pancing, gill net besar, dan gill net kecil disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Komposisi hasil tangkapan tuna dengan alat tangkap pancing, gill net besar, dan gill net kecil Proporsi Hasil Tangkapan (ton) Tahun Tuna Dalam % Pancing Gill Net Besar Gill Net Kecil 2002 36 123 558 15 2003 36 120 561 15 2004 36 123 557 15 2005 4 9 65 2 2006 60 137 988 25 2007 68 157 1115 28 Keterangan : Proporsi (persentase) dihitung berdasarkan jumlah total hasil tangkapan ketiga jenis alat tangkap.
Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa jumlah tangkapan terbanyak selama 6 tahun terakhir (2002 – 2007) adalah terjadi pada tahun 2007 dimana persentase hasil tangkapan terbanyak terjadi pada tahun 2007 sebesar 28,17 % dan persentase hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 1,64 %. Penurunan hasil tangkapan ini diakibatkan oleh faktor bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang melanda kepulauan Nias pada tahun 2005. Faktor ini menyebabkan aktivitas untuk kegiatan penangkapan ikan menurun sehingga menyebabkan hasil tangkapan juga menurun. Tabel 19 Komposisi hasil tangkapan cakalang dengan alat tangkap pancing, gill net besar, dan gill net kecil Proporsi Hasil Tangkapan (ton) Dalam Tahun Cakalang % Pancing Gill Net Besar Gill Net Kecil 2002 48 117 527 17 2003 48 114 530 17 2004 49 117 530 18 2005 3 5 39 1 2006 59 97 697 21 2007 68 111 792 24 Keterangan : Proporsi (persentase) dihitung berdasarkan jumlah total hasil tangkapan ketiga jenis alat tangkap.
Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa jumlah tangkapan ikan tuna terbanyak selama 6 tahun terakhir (2002 – 2007) adalah terjadi pada tahun 2007 dimana persentase hasil tangkapan terbanyak terjadi pada tahun 2007 sebesar 24,57 % dan persentase hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 1,20 %. Penurunan hasil tangkapan ini juga diakibatkan oleh faktor bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang melanda kepulauan Nias pada tahun 2005. Faktor ini menyebabkan aktivitas untuk kegiatan penangkapan ikan menurun sehingga menyebabkan hasil tangkapan juga menurun. Tabel 20 Komposisi hasil tangkapan tongkol dengan alat tangkap pancing, gill net besar, dan gill net kecil Proporsi Hasil Tangkapan Tahun Tongkol Dalam % Pancing Gill Net Besar Gill Net Kecil 2002 65 73 334 16 2003 65 71 339 16 2004 66 74 340 16 2005 11 8 62 3 2006 96 73 527 23 2007 109 84 597 26 Keterangan : Proporsi (persentase) dihitung berdasarkan jumlah total hasil tangkapan ketiga jenis alat tangkap.
5.1.1.2 Trend hasil tangkapan 5.1.1.2.1 Ikan kerapu (Spenephelus sp.) Trend produksi perkembangan hasil tangkapan kerapu di tampilkan pada Gambar 16. Pada Gambar tersebut menunjukkan bahwa produksi tertinggi ikan kerapu terjadi pada tahun 2007 yaitu berkisar 221 ton dan produksi terendahnya
Hasil Tangkapan (Ton)
terjadi pada tahun 2005 yaitu berkisar 108 ton.
250,0000 200,0000 150,0000 100,0000 50,0000
0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 16
Perkembangan jumlah produksi ikan kerapu di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007.
Jumlah
armada alat tangkap pancing yang beroperasi di Perairan
Kabupaten Nias dan perairan sekitarnya untuk penangkapan ikan kerapu, mencapai jumlah armada tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 2446 unit dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 1957 unit. Terjadi penurunan ini disebabkan karena faktor bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang melanda kepulauan Nias pada tahun 2005. Faktor ini menyebabkan sarana produksi penangkapan ikan mengalami kerusakan. Namun pada tahun 2007 unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kerapu ini cenderung mulai meningkat yaitu mencapai 2119 unit. Perkembangan jumlah unit alat tangkap
Upaya penangkapan (unit)
pancing untuk penangkapan ikan kerapu dapat dilihat pada Gambar 17.
y = -84,943x + 172516 R2 = 0,5648
3000 2500 2000
1500 1000 500 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 17 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007. Produktivitas unit penangkapan pancing (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan kerapu pada Gambar 18 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 0,10 ton/kapal/tahun dan terendah pada tahun 2003 sebesar 0,05 ton/kapal/tahun.
Produktivitas (ton/unit)
y = 0,0107x - 21,395 R2 = 0,7524
0,1200 0,1000 0,0800 0,0600 0,0400 0,0200 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 18 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Nias tahun 2002 -2007. 5.1.1.2.2
Ikan kakap (Lutjanus spp.)
Trend produksi perkembangan hasil tangkapan kakap di tampilkan pada Gambar 19. Pada Gambar tersebut menunjukkan bahwa produksi tertinggi ikan kakap terjadi pada tahun 2007 yaitu berkisar 247 ton dan produksi terendahnya terjadi pada tahun 2005 yaitu berkisar 130 ton. Hasil tangkapan (ton)
300,0000 250,0000 200,0000 150,0000 100,0000 50,0000 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 19 Perkembangan jumlah produksi ikan kakap di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007. Jumlah
armada alat tangkap pancing yang beroperasi di Perairan
Kabupaten Nias dan perairan sekitarnya untuk penangkapan ikan kakap, mencapai jumlah armada tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 2446 unit dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 1957 unit. Terjadi penurunan ini disebabkan karena faktor bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang melanda kepulauan Nias pada tahun 2005. Faktor ini menyebabkan sarana produksi penangkapan ikan mengalami kerusakan. Namun pada tahun 2007 unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kakap ini cenderung mulai naik yaitu mencapai 2119 unit.
Perkembangan jumlah unit alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan kakap
Upaya penangkapan (unit)
dapat dilihat pada Gambar 20.
3000
y = -84,943x + 172516 R2 = 0,5648
2500 2000
1500 1000 500 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 20 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kakap di Kabupaten Nias tahun 2002 -2007 Produktivitas unit penangkapan pancing (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan kakap pada Gambar 21 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 0,12 ton/kapal/tahun dan terendah pada
Produktivitas (ton/unit)
tahun 2003 sebesar 0,06 ton/kapal/tahun. y = 0,0125x - 24,96 R2 = 0,751
0,1400 0,1200 0,1000 0,0800 0,0600 0,0400 0,0200
0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 21 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kakap di Kabupaten Nias tahun 20022007. 5.1.1.2.3
Ikan bambangan (Lutjanus spp.)
Trend produksi perkembangan hasil tangkapan bambangan di tampilkan pada Gambar 22. Pada Gambar tersebut menunjukkan bahwa produksi tertinggi ikan bambangan terjadi pada tahun 2007 yaitu berkisar 175 ton dan produksi
terendahnya terjadi selama tiga tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2002, 2003, dan 2004 yaitu sebesar 54 ton.
Hasil tangkapan (ton)
200,0000 150,0000 100,0000 50,0000 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 22 Perkembangan jumlah produksi ikan bambangan di Kab. Nias tahun 2002 – 2007. Jumlah
armada alat tangkap pancing yang beroperasi di Perairan
Kabupaten Nias dan perairan sekitarnya untuk penangkapan ikan bambangan, mencapai jumlah armada tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 2446 unit dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 1957 unit. Terjadi penurunan ini disebabkan karena faktor bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang melanda kepulauan Nias pada tahun 2005. Faktor ini menyebabkan sarana produksi penangkapan ikan mengalami kerusakan. Namun pada tahun 2007 unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan bambangan ini cenderung mulai naik yaitu mencapai 2119 unit. Perkembangan jumlah unit alat tangkap pancing
Upaya penangkapan (unit)
untuk penangkapan ikan bambangan dapat dilihat pada Gambar 23.
3000
y = -84,943x + 172516 R2 = 0,5648
2500 2000 1500 1000 500 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 23 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan bambangan di Kabupaten Nias tahun 2002-2007.
Produktivitas unit penangkapan pancing (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan bambangan pada Gambar 24 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 0,08 ton/kapal/tahun dan
Produktivitas (ton/trip)
terendah pada tahun 2004 sebesar 0,02 ton/kapal/tahun. 0,0900 0,0800 0,0700 0,0600 0,0500 0,0400 0,0300 0,0200 0,0100 0,0000 2002
y = 0,014x - 28,072 R2 = 0,8771
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 24 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan bambangan di Kabupaten Nias tahun 2002-2007. 5.1.1.2.4
Ikan kurisi (Nemipterus sp.)
Trend produksi perkembangan hasil tangkapan kurisi di tampilkan pada Gambar 25. Pada Gambar tersebut menunjukkan bahwa produksi tertinggi ikan kurusi terjadi pada tahun 2007 yaitu berkisar 178 ton dan produksi terendahnya terjadi selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2002, 2003, yaitu sebesar
Hasil tangkapan (ton)
84 ton.
200,0000 150,0000 100,0000 50,0000 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 25 Perkembangan jumlah produksi ikan kurisi di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007. Jumlah
armada alat tangkap pancing yang beroperasi di Perairan
Kabupaten Nias dan perairan sekitarnya untuk penangkapan ikan kurisi, mencapai
jumlah armada tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 2446 unit dan terendah pada Tahun 2005 yaitu sebesar 1957 unit. Terjadi penurunan ini disebabkan karena faktor bencana alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang melanda kepulauan Nias pada tahun 2005. Faktor ini menyebabkan sarana produksi penangkapan ikan mengalami kerusakan. Namun pada tahun 2007, unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan bambangan ini cenderung mulai naik yaitu mencapai 2119 unit. Perkembangan jumlah unit alat tangkap pancing
Upaya penangkapan (unit)
untuk penangkapan ikan kurusi dapat dilihat pada Gambar 26.
3000
y = -84,943x + 172516 R2 = 0,5648
2500 2000
1500 1000 500 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 26 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kurusi di Kabupaten Nias tahun 20022007.
Produktivitas unit penangkapan pancing (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan kurisi pada Gambar 27 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 0,08 ton/kapal/tahun dan terendah pada
Produktivitas (ton/unit)
tahun 2004 sebesar 0,03 ton/kapal/tahun. 0,1000
y = 0,0109x - 21,725 R2 = 0,8832
0,0800 0,0600 0,0400 0,0200
0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 27
Perkembangan produktivitas penangkapan pancing untuk penangkapan ikan kurisi di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007.
5.1.1.2.5
Ikan tuna (Thunnus sp.)
Trend produksi perkembangan hasil tangkapan tuna diperoleh dari jumlah total hasil tangkapan setelah dilakukan standarisasi pada tiga jenis alat tangkap yang umum digunakan yaitu pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil. Pada Gambar
28. tersebut menunjukkan bahwa produksi tertinggi ikan
tuna terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar
1339 ton dan produksi terendahnya
terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 78 ton.
Hasil tangkapan (ton)
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 28 Perkembangan jumlah produksi ikan tuna di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007.
Jumlah armada alat tangkap diperoleh dari hasil standarisasi pada ketiga jenis alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap tuna yaitu pancing, gill net bermata besar, gill net bermata kecil yang beroperasi di Perairan Kabupaten Nias. Dari hasil standarisasi tersebut diperoleh bahwa jumlah armada tertinggi yang beroperasi dari ketiga jenis alat tangkap setelah dilakukan standarisasi adalah pada tahun 2004 sebesar 210 unit dan terendah pada tahun 2007 sebesar 154 unit. Perkembangan jumlah unit alat tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil untuk penangkapan ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 29.
y = -9,7334x + 19704 R2 = 0,4915
Upayapenangkapan
250 200 150 100 50 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 29 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007. Produktivitas unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan tuna pada Gambar 30 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 8,7 ton/kapal/tahun dan terendah pada
Produktivitas (ton/unit)
tahun 2005 sebesar 0,5 ton/kapal/tahun.
10,0000 9,0000 8,0000 7,0000 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 2002
y = 0,8734x - 1746,6 R2 = 0,346
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 30 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten Nias tahun 2002-2007. 5.1.1.2.6 Ikan cakalang (Katsuwonus sp.) Trend produksi perkembangan hasil tangkapan cakalang diperoleh dari jumlah total hasil tangkapan setelah dilakukan standarisasi pada tiga jenis alat
tangkap yang umum digunakan yaitu pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil. Pada Gambar 31 tersebut menunjukkan bahwa produksi tertinggi ikan cakalang terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar
971 ton dan produksi
terendahnya terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 47 ton. Hasil tangkapan (ton)
1200 1000 800 600 400 200 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 31 Perkembangan jumlah produksi ikan cakalang di Kabupaten Nias tahun 2002 – 2007. Jumlah armada alat tangkap diperoleh dari hasil standarisasi pada ketiga jenis alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap cakalang yaitu pancing, gill net bermata besar, gill net bermata kecil yang beroperasi di Perairan Kabupaten Nias. Dari hasil standarisasi tersebut diperoleh bahwa jumlah armada tertinggi yang beroperasi dari ketiga jenis alat tangkap setelah dilakukan standarisasi adalah pada tahun 2003 sebesar 219 unit dan terendah pada tahun 2007 sebesar 157 unit. Perkembangan jumlah unit alat tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil untuk penangkapan ikan cakalang dapat
Upaya Penangkapan (unit)
dilihat pada Gambar 32.
y = -9,9331x + 20109 R2 = 0,4915
250 200 150 100 50 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 32 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Nias tahun 2000-2007.
Produktivitas unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan cakalang pada Gambar 33 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 6,2 ton/kapal/tahun dan
Produktivitas (ton/unit)
terendah pada tahun 2005 sebesar 0,3 ton/kapal/tahun.
7,0000
y = 0,4106x - 819,74 R2 = 0,1636
6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 33 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Nias, tahun 2002-2007. 5.1.1.2.7
Ikan tongkol (Auxis sp.)
Trend produksi perkembangan hasil tangkapan tongkol diperoleh dari jumlah total hasil tangkapan setelah dilakukan standarisasi pada tiga jenis alat tangkap yang umum digunakan yaitu pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil.
Pada
Gambar
34.
tersebut menunjukkan bahwa produksi
tertinggi ikan tongkol terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 790 ton dan produksi
Hasil tangkapan (ton)
terendahnya terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 82 ton. 7,0000 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 34 Perkembangan jumlah produksi ikan tongkol di Kabupaten
Nias tahun 2002 – 2007. Jumlah armada alat tangkap diperoleh dari hasil standarisasi pada ketiga jenis alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap tongkol yaitu pancing, gill net bermata besar, gill net bermata kecil yang beroperasi di Perairan Kabupaten Nias. Dari hasil standarisasi tersebut diperoleh bahwa jumlah armada tertinggi yang beroperasi dari ketiga jenis alat tangkap setelah dilakukan standarisasi adalah pada tahun 2004 sebesar 231 unit dan terendah pada tahun 2007 sebesar 169 unit. Perkembangan jumlah unit alat tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil untuk penangkapan ikan cakalng dapat
Upaya penangkapan (unit)
dilihat pada Gambar 35. 300
y = -10,719x + 21699 R2 = 0,4915
250 200 150 100 50 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 35 Perkembangan jumlah unit penangkapan pancing, gill net bermata besar,dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Nias tahun 2002-2007.
Produktivitas unit penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi (produksi per kapal per tahun) yang beroperasi di Kabupaten Nias untuk penangkapan ikan tongkol pada Gambar 36 menunjukkan bahwa produktivitasnya cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 5 ton/kapal/tahun dan terendah pada tahun 2005 sebesar 0,4 ton/kapal/tahun.
Produktivitas (ton/unit)
5,0000
y = 0,4167x - 832,89 R2 = 0,3105
4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 36 Perkembangan produktivitas penangkapan pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil setelah dilakukan standarisasi untuk penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Nias tahun 2002-2007. 5.1.2
Teknologi penangkapan ikan Teknologi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nias
secara umum di bagi atas 3 yaitu pancing, drift gill net bermata besar, dan drift gill net bermata kecil. 5.1.2.1 Pancing ulur (hand line) 5.1.2.1.1 Spesifikasi pancing ulur (hand line) Pancing ulur (hand line) merupakan alat tangkap yang paling banyak digunakan dan dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Nias untuk menangkap ikan terutama ikan demersal/karang dan ikan pelagis besar. Pancing yang digunakan ini selain pengoperasiannya yang sederhana juga mengeluarkan biaya investasi yang bisa dijangkau oleh nelayan untuk pengadaannya. Berdasarkan waktu pengoperasiannya pancing dibagi atas dua yaitu pancing yang bersifat mingguan artinya nelayan melakukan penangkapan ikan dilaut selama 3 – 5 hari dan pancing yang bersifat harian artinya nelayan melakukan penangkapan ikan selama setengah hari saja (8 – 10 jam). Contoh unit penangkapan ikan untuk masing-masing alat pancing tersebut disajikan pada Gambar 37. Nelayan yang bersifat mingguan biasanya membawa anak buah kapal (ABK) sebanyak 3 - 4 orang sementara pancing yang bersifat harian cukup 1 – 2 orang saja. Rata-rata nelayan yang pengoperasian bersifat mingguan mempunyai ukuran kapal LOA = 12 – 17 m, B = 2,5 – 3 m, dan D = 1,0 – 1,5 m. Mesin kapal yang digunakan adalah inboard engine dengan rata – rata kekuatan 23 PK. Satu kali trip dibutuhkan bahan bakar solar 280 liter bergantung pada jarak daerah penangkapan
ikan yang dituju. Sedangkan nelayan yang bersifat harian rata-rata menggunakan ukuran kapal dengan LOA = 4 – 8 m, B = 0,6 – 1 m, dan D = 0,4 – 0,8 m dengan tipe mesin inboard engine yang berkekuatan 5,5 PK. Satu kali trip dibutuhkan bahan bakar bensin 5 – 10 liter bergantung pada jarak daerah penangkapan ikan yang dituju. Tabel 21 Spesifikasi kapal yang menggunakan alat tangkap pancing Spesifikasi
Pancing mingguan
Pancing harian
1 Dimensi utama :
Panjang
12 – 17 m
4–8m
Lebar
2,5 – 3 m
0,6 – 1 m
Dalam
1,0 – 1,5 m
0,4 – 0,8 m
2 Tonnage
3 - 5 GT
0,5 GT
3 Mesin
Inboard (23 – 45 PK)
Inboard (5,5 PK)
4 Alat bantu
Fish finder, kompas, dan radio SSB
Sumber : Hasil penelitian (2008)
(a)
(b)
Gambar 37 (a) Kapal pancing mingguan 5 GT dan (b) Kapal pancing harian 0,5 GT
Walaupun mempunyai waktu penangkapan yang berbeda, namun secara umum spesifikasi pancing
yang digunakan adalah sama yaitu pancing ulur
dengan menggunakan banyak mata pancing dalam satu tali utama (main line), beberapa tali cabang (branch line) dengan tanpa umpan. Sebagai pengganti umpan adalah berupa sayatan-sayatan yang terbuat dari plastik berwarna yang dipasang pada bagian mata pancing yang berfungsi untuk menarik ikan agar mendekati mata pancing dan akhirnya tertangkap. Pengoperasian pancing ulur ini juga berbeda sesuai dengan jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Pengoperasian pancing ulur untuk menangkap ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol dilakukan dengan menggiring gerombolan ikan dimana berada, sehingga penangkapan ini disebut dengan penangkapan yang bersifat dinamis sedangkan pengoperasian pancing ulur untuk menangkap ikan karang dilakukan secara tetap dengan menyesuaikan keadaan karang yang menjadi rumah bagi ikan karang tersebut atau disebut dengan penangkapan yang bersifat statis. Secara umum ada 3 spesifikasi pancing yang digunakan untuk penangkapan ikan unggulan di Kabupaten Nias yaitu : 1) Pancing ulur (hand line) untuk ikan karang Pancing untuk penangkapan ikan karang (Gambar 38) terdiri atas beberapa bagian yaitu : roller, tali utama I (main line I), kili-kili (swivel), tali utama II (main line II), tali cabang (branch line), mata pancing (hook), dan pemberat (sinker) dengan penjelasan sebagai berikut : a)
Roller berfungsi sebagai tempat menggulung tali pancing. Roller terbuat dari bahan plastik buatan pabrik berbentuk silinder dengan diameter sekitar 15 – 20 cm.
b)
Tali utama I (main line I) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 150 sampai dengan 100 dengan panjang 200 meter.
c)
Kili-kili (swivel) terbuat dari besi (fabricant) yang berfungsi menghindari terjadinya kusut pada tali pancing akibat gerakan ikan saat terkait mata pancing. Nomor kili-kili (swivel) ini sekitar 3 atau 4.
d)
Tali utama II (main line II) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 40 dengan panjang dari kili-kili (swivel) adalah 6 meter.
e)
Tali cabang (branch line) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 30 dengan panjang 20 cm. Tali cabang ini berfungsi sebagai pengikat mata
pancing (hook) ke tali utama II (main line II). Jarak antara tali cabang (branch line) ke tali utama II (main line II) adalah 0,5 meter. f)
Mata pancing (hook) yang digunakan adalah mata pancing bernomor 12 dan terbuat dari timah. Jumlah mata pancing (hook) ini dalam tali utama II sekitar 17 sampai 19 buah. Pada ujung tangkai kailnya dipasang perambut atau sayatan plastik berwarna yang berfungsi sebagai umpan buatan untuk menarik ikan agar mendekati alat tangkap dan akhirnya tertangkap.
g)
Pemberat terbuat dari besi timah dengan berat 250 sampai 500 gram sebanyak 1 buah yang ikat pada ujung tali pancing utama II (main line II).
Gambar 38 Desain dan konstruksi alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan karang
Tabel 22 No
Spesifikasi teknis alat tangkap pancing untuk ikan karang Ukuran
(panjang
Spesifikasi
Bahan/Bentuk
1
Roller
PlastikKayu /Silinder
15 – 20 cm
1 buah
2
Tali utama I
Monofilament nomor
100-200 m
1 gulung
/diameter)
Jumlah
150
3
Kili-kili (swivel)
Besi
Nomor 3 atau 4
1 buah
4
Tali utama II
Monofilament nomor
6m
1 gulung
20 cm
1 gulung
40 5
Tali cabang
Monofilament nomor 20 atau 30
6
Mata pancing
Timah
Nomor 12
17-19 buah
7
Pemberat
Besi/timah
250-500 gram
1 buah
8
Bulu-bulu
Berwarna
-
17-19 buah
Sumber: Hasil penelitian (2008).
2) Pancing ulur (hand line) untuk ikan tuna dan cakalang Pancing untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang (Gambar 39) terdiri atas beberapa bagian yaitu : roller, tali utama I (main line I), kili-kili (swivel), tali utama II (main line II), tali utama III (main line III), tali cabang (branch line), dan mata pancing (hook) dengan penjelasan sebagai berikut : a)
Roller berfungsi sebagai tempat menggulung tali pancing. Roller terbuat dari bahan plastik buatan pabrik berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20 – 30 cm.
b)
Tali utama I (main line I) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 200 sampai 150 dengan panjang 150 - 200 meter.
c)
Kili-kili (swivel) terbuat dari besi (fabricant) yang berfungsi menghindari terjadinya kusut pada tali pancing akibat gerakan ikan saat terkait mata pancing. Nomor kili-kili (swivel) ini sekitar 3 atau 4 sebanyak 2 buah.
d)
Tali utama II (main line II) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 60 dengan panjang 20 meter.
e)
Tali utama III (main line III) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 60 dengan panjang dari kili-kili (swivel) kedua adalah 8 meter.
f)
Tali cabang (branch line) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 40 atau 50 dengan panjang 1 meter. Tali cabang ini berfungsi sebagai pengikat
mata pancing (hook) ke tali utama III (main line III). Jarak antara tali cabang (branch line) ke tali utama III (main line III) adalah 1 meter. g)
Mata pancing (hook) yang digunakan adalah mata pancing bernomor 12 dan terbuat dari timah. Jumlah mata pancing (hook) ini dalam tali utama III sekitar 12 sampai 18 buah. Pada ujung tangkai kailnya dipasang perambut atau sayatan plastik berwarna yang berfungsi sebagai umpan buatan untuk menarik ikan agar mendekati alat tangkap dan akhirnya tertangkap.
Tabel 23 No
Spesifikasi teknis alat tangkap pancing untuk ikan tuna dan cakalang Ukuran
(panjang
Spesifikasi
Bahan/Bentuk
1
Roller
Plastik/Silinder
20-30 cm
1 buah
2
Tali utama I
Monofilament nomor
150-200 m
1 gulung
/diameter)
Jumlah
200-150
3
Kili-kili (swivel)
Besi
Nomor 3 atau 4
2 buah
4
Tali utama II
Monofilament nomor
20 m
1 gulung
8m
1 gulung
1m
1 gulung
60 5
Tali utama III
Monofilament nomor 60
6
Tali cabang
Monofilament nomor 40 atau 50
7
Mata pancing
Timah
Nomor 12
12-18 buah
8
Perambut
Berwarna
-
17-19 buah
Sumber: Hasil penelitian (2008)
Gambar 39 Desain dan konstruksi alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang 3) Pancing ulur (hand line) untuk ikan tongkol Pancing ulur (hand line) untuk penangkapan ikan tongkol (40) terdiri atas beberapa bagian yaitu : roller, tali utama I (main line I), kili-kili (swivel), tali utama II (main line II), tali utama III (main line III), tali cabang (branch line), dan mata pancing (hook) dengan penjelasan sebagai berikut : a)
Roller berfungsi sebagai tempat menggulung tali pancing. Roller terbuat dari bahan plastik buatan pabrik berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20 – 30 cm.
b)
Tali utama I (main line I) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 200 sampai 150 dengan panjang 150 - 200 meter.
c)
Kili-kili (swivel) terbuat dari besi (fabricant) yang berfungsi menghindari terjadinya kusut pada tali pancing akibat gerakan ikan saat terkait mata pancing. Nomor kili-kili (swivel) ini sekitar 3 sebanyak 2 buah.
d)
Tali utama II (main line II) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 80 dengan panjang 20 - 25 meter.
e)
Tali utama III (main line III) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 40 dengan panjang dari kili-kili (swivel) kedua adalah 6 meter.
f)
Tali cabang (branch line) terbuat dari tali pancing monofilament nomor 30 dengan panjang 1 meter. Tali cabang ini berfungsi sebagai pengikat mata pancing (hook) ke tali utama III (main line III). Jarak antara tali cabang (branch line) ke tali utama III (main line III) adalah 1 meter.
g)
Mata pancing (hook) yang digunakan adalah mata pancing bernomor 12 dan terbuat dari timah. Jumlah mata pancing (hook) ini dalam tali utama III sekitar 20 buah. Pada ujung tangkai kailnya dipasang perambut atau sayatan plastik berwarna yang berfungsi sebagai umpan buatan untuk menarik ikan agar mendekati alat tangkap dan akhirnya tertangkap.
Gambar
40 Desain dan konstruksi alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan tongkol.
Tabel 24 No
Spesifikasi teknis alat tangkap pancing untuk ikan tongkol Ukuran
(panjang
Spesifikasi
Bahan/Bentuk
1
Roller
Plastik/Silinder
20-30 cm
1 buah
2
Tali utama I
Monofilament nomor
150-200 m
1 gulung
/diameter)
Jumlah
200-150
3
Kili-kili (swivel)
Besi
Nomor 3
2 buah
4
Tali utama II
Monofilament nomor
20-25 m
1 gulung
6m
1 gulung
1m
1 gulung
80 5
Tali utama III
Monofilament nomor 40
6
Tali cabang
Monofilament nomor 30
7
Mata pancing
Timah
Nomor 11 atau12
20 buah
8
Perambut
Berwarna
-
20 buah
Sumber: Hasil penelitian (2008)
Pengoperasian ketiga pancing di atas secara bersamaan digunakan oleh nelayan tergantung dimana daerah pegoperasiannya dilakukan baik penangkapan pancing yang bersifat mingguan maupun pancing yang bersifat harian. Penangkapan dengan alat tangkap pancing ini dibagi atas dua yaitu penangkapan ikan pelagis maupun penangkapan ikan demersal/karang. Penangkapan ikan pelagis dilakukan dengan menggiring gerombolan ikan baik tuna, cakalang, maupun tongkol dengan kecepatan kapal disesuaikan dengan gerombolan ikan. Sedangkan penangkapan ikan demersal dilakukan secara statis atau kapal tidak bergerak dengan kata lain penangkapan ikan karang dilakukan daerah yang ada karang. Untuk mengetahui daerah fishing ground pada penangkapan ikan pelagis, nelayan menggunakan tanda-tanda dengan cara tanda-tanda tradisional seperti adanya burung yang menukik dan menyambar di atas air, air berbuih atau ikanikan meloncat di atas permukaan air laut.
5.1.2.2 Gill net bermata besar Dikatakan gill net bermata besar (Gambar 41) karena mempunyai ukuran yang panjang
rata – rata 1980 meter dan kedalaman 13,5 meter, mempunyai
ukuran mata jaring 5,5 inci dan sasaran penangkapannya adalah ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol. Alat tangkap ini merupakan drift gill net (jaring insang hanyut) permukaan dan rata-rata mempunyai ukuran spesifikasi yang sama.
Tabel 25 Spesifikasi kapal yang menggunakan alat tangkap drift gill net bermata besar Spesifikasi Pancing mingguan 1 Dimensi utama :
Panjang
12 – 17 m
Lebar
2,5 – 3 m
Dalam
1,5 – 2 m
2 Tonnage
5 GT
3 Mesin
Inboard (23 – 45 PK)
4 Alat bantu
Kompas dan radio SSB
Sumber: Hasil penelitian (2008)
Pengoperasiannya ada yang bersifat mingguan dan ada juga yang bersifat harian. Pengoperasian yang bersifat mingguan maksudnya adalah melakukan pengoperasian penangkapan ikan selama 3 – 5 hari dengan melakukan 6 – 10 proses setting dan hauling. Selama operasi menggunakan bahan bakar solar sebamyak 210 liter per trip. Sedangkan gill net yang pengoperasiannya bersifat harian melakukan penangkapan bersifat setengah hari atau disebut dengan satu malam karena dilakukan pada malam hari yang berlangsung selama 8 – 10 jam operasi dan rata-rata 1 kali dilakukan proses setting dan hauling. Gill net yang bersifat mingguan maupun yang bersifat harian mempunyai ukuran kapal yang sama dengan spesikasi ukuran panjang rata-rata LOA = 12 – 17 m, B = 2,5 – 3 m dan D = 1,0 – 1,5 m. Mesin kapal yang digunakan adalah inboard engine dengan rata – rata kekuatan 23 – 45 PK.
Gambar 41 Kapal drift gill net bermata besar yang ada di Kabupaten Nias.
Bentuk alat tangkap drift gill net bermata besar yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nias adalah
berbentuk empat persegi panjang dengan
ukuran mata jaring sama yaitu 5,5 inci pada seluruh jaring, dan lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjang jaring (Gambar 42). Pada bagian atas jaring dipasang pelampung dan pada bagian bawah dipasang pemberat. Bahan pelampung yang digunakan adalah karet campuran sintetis yang berbentuk oval. Pelampung ini mempunyai daya apung besar, mudah didapatkan dan murah harganya serta tahan lama. Sedangkan pemberat yang digunakan adalah besi padat berbentuk lingkaran yang digantungkan pada badan jaring bagian bawah.
Tabel 26 Spesifikasi alat tangkap drift gill net besar di Kabupaten Nias Bagian jaring Material Panjang (m) Besar mata (Inchi) Badan jaring Arida L 21 (210 1980 m (40 set) 5,5 inchi D/15) Bagian tali Tali ris atas (pelampung kecil) Tali ris bawah Tali pelampung besar (putih) Tali pemberat/cincin Tali selambar Tali pelampung tanda
Material PE
Diameter (mm) 6
Panjang (m) 1980
PE PE
6 3
1980 8
PE PE PE
3 12 3
8 50 3
Perlengkapan Material Diameter lain (mm) Pelampung PVC 40/23 kecil (coklat) Pelampung Plastik 140 besar (putih) Pemberat Timah 12/170 Lampu lantera Sebagai pelampung tanda Sumber: Hasil penelitian (2008)
W (gram)
Jumlah
40 gram
1320
140 gram
120
500 gram
120 3 unit
Prosedur pengoperasian gill net bermata besar baik yang bersifat mingguan maupun harian sama, hanya lama/waktu saja yang berbeda dalam kegiatan penangkapan tetapi jumlah setting-hauling yang dilakukan dalam satu malam rata-rata 1 – 2 kali. Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) umumnya didasarkan pada kebiasaan dan pengalaman nelayan dalam melakukan operasi yaitu di sekitar perairan Kabupaten Nias baik ke arah utara – selatan maupun antara pulau Nias dengan pulau Sumatera. Kapal berangkat menuju fishing ground sekitar pukul 16.00 WIB dan setelah 2 jam sampai ke daerah fishing
ground.
Sebelum
melakukan
penurunan
alat
tangkap
nelayan
memperhatikan arah arus. Bila arah arus sudah diketahui maka haluan kapal diarahkan memotong arah arus dan selanjutnya alat tangkap diturunkan. Nelayan mulai mempersiapkan penurunan jaring (Setting) sekitar 19.00 WIB dengan lama penurunan 2 – 3 jam. Penebaran jaring dilakukan oleh 2 orang ABK dibagian lambung depan kanan kapal dan kapten kapal (1 orang) yang dekat dengan buritan kapal . Lama setting dilakukan selama 1 – 1,5 jam dan
proses drifting dilakukan selama 4 – 6 jam. Kapal dimatikan dengan jangkar dipasang agar berada tetap di sekitar daerah alat tangkap dioperasikan. Proses hauling atau penarikan jaring dimulai sekitar pukul 02.00 WIB dan selesai sekitar pukul 04.00 WIB. Proses ini dimulai dengan penarikan pelampung tanda, badan jaring dan kemudian pemberat. Bersamaan dengan itu nelayan melepaskan hasil tangkapan jaring dan begitu seterusnya sampai penarikan piece jaring terakhir selesai dilakukan. Hasil tangkapan untuk gill net yang pengoperasian mingguan berkisar 150 – 700 kg tergantung musimnya ikan sedangkan gill net bermata besar yang pengoperasiannya harian hasil tangkapannya berkisar 25 – 100 kg. Rata-rata hasil tangkapan dijual dengan harga menurut musim ikan. Untuk musim puncak (Januari – Mei) rata-rata hasil tangkapan dijual Rp. 18.000 per kg, musim sedang (Agustus – Desember) dengan harga rata-rata dijual Rp. 22.500 per kg, dan musim paceklik (Juni – Juli) dengan harga rata-rata dijual Rp. 25.000 per kg.
Gambar 42 Desain dan konstruksi alat tangkap drift gill net bermata besar.
(b)
(a)
(c)
Gambar 43 (a) Alat tangkap drift gill net bermata besar yang terdiri dari badan jaring, pelampung kecil, dan pelampung besar, (b) Cincin dari besi sebagai pemberat, dan (c) Pelampung tanda.
5.1.2.3
Gill net bermata kecil Dikatakan gill net bermata kecil karena mempunyai ukuran panjang rata-
rata 225 m dan dalam jaring 13,5 m dengan ukuran mata jaring 3 inci dan tujuan penangkapannya adalah ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol. Gill net ini disebut drift gill net (jaring insang hanyut) permukaan. Pengoperasiannya dilakukan rata-rata selama 8 jam dan proses setting – hauling berlangsung 3 – 4 kali dalam satu kali trip.
Nelayan ada yang melakukan
pengoperasian pada malam hari dari jam 18.00 wib – 06.00 wib pagi hari dan ada juga nelayan yang melakukan pengoperasiannya dari jam 04.00 wib subuh pagi sampai dengan 13.00 wib siang hari. Gill net bermata kecil ini mempunyai ukuran panjang kapal rata – rata dengan LOA = 4 – 8 m, B = 0,6 – 1 m, dan D = 0,4 – 0,8 dengan tipe mesin inboard engine yang berkekuatan 5,5 PK. Satu kali trip dibutuhkan bahan bakar bensin 5 – 10 liter bergantung pada jarak daerah penangkapan ikan yang dituju.
Tabel 27 Spesifikasi kapal yang menggunakan alat tangkap drift gill net bermata kecil di Kabupaten Nias Spesifikasi
Ukuran
1 Dimensi utama :
Panjang
4–8m
Lebar
0,6 – 1 m
Dalam
0,4 – 0,8 m
2 Tonnage
0,5 GT
3 Mesin
Inboard (5,5 PK)
4 Alat bantu
-
Sumber: Hasil penelitian (2008)
Drift gill net bermata kecil ini terdiri atas tali selambar terbuat dari bahan polyethylene (PE) diameter 6 mm dengan panjang 10 m dan, tali ris atas sekaligus sebagai tali pelampung terbuat dari polyethylene (PE) diameter 4 mm dengan panjang 250 m, pelampung kecil sebanyak 225 buah, tali pelampung besar terbuat dari bahan polyethylene (PE) diameter 3 mm dengan panjang 2 m, pelampung besar sebagai pelampung tanda sebanyak 2 buah, badan jaring dari benang polyamide (PA) nomor 6, tali pemberat terbuat dari bahan polyethylene (PE) diameter 3 mm dengan panjang 1 meter, dan pemberat/batu sebanyak 3 buah dengan berat 1-2 kg.
Tabel 28 Spesifikasi alat tangkap drift gill net kecil di Kabupaten Nias Spesifikasi Tali selambar Tali ris atas (pelampung kecil) Tali pelampung besar Tali pemberat/batu Badan jaring Pelampung kecil Pelampung besar/tanda Sumber: Hasil penelitian (2008)
Material PE PE
Diameter (mm) 6 4
Panjang (m) 10 250
PE PE PA Gabus Plastik
3 3 6 40 mm x 80 mm 140
2 1 225 225 buah 2 buah
(a)
(b)
Gambar 44 (a) Kapal drift gill net bermata kecil dan (b) Drift gill net bermata kecil
Gambar 45 Desain dan konstruksi alat tangkap drift gill net bermata kecil.
Pengoperasian gill net bermata kecil umumnya di lakukan pada pagi hari meskipun ada sebagian nelayan yang melakukan pengoperasian alat tangkap pada malam hari. Pada pagi hari dimulai sekitar pukul 04.00 WIB dan kembali ke fishing base antara pukul 12.00 – 14.00 WIB bergantung pada daerah operasi penangkapan. Sedangkan pengoperasian pada malam hari dilakukan mulai pada pukul 18.00 WIB sampai pagi hari atau kembali ke fishing base sekitar pukul
06.00 WIB. Jumlah setting dan hauling dalam satu kali trip penangkapan sekitar 2 – 4 kali. Pencarian fishing ground dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman dan kebiasaannya melaut, yaitu dengan melihat kondisi perairan dan sekitarnya. Fishing ground juga dapat ditentukan berdasarkan informasi dari nelayan lainnya dan jumlah hasil tangkapan trip sebelumnya di tempat tersebut. Persiapan setting dilakukan setelah kapal tiba di fishing ground, yaitu mematikan mesin kapal dan siap untuk menawurkan jaring. Posisi nelayan saat akan menurunkan pelampung tanda, pemberat tambahan dan badan jaring adalah di lambung kapal. Saat proses penurunan jaring dilakukan, mesin dinyalakan kembali dan kapal bergerak perlahan dengan kecepatan rendah. Waktu setting sekitar 30 menit bergantung pada jumlah lembar jaring. Jaring dipasang selama 2 – 2,5 jam dan bersamaan dengan itu nelayan menurunkan jangkar kapal. Proses hauling dilakukan dengan mengangkat pelampung tanda terlebih dahulu, pemberat tambahan dan kemudian badan jaring. Penanganan hasil tangkapan dilakukan di atas kapal, yaitu dengan melepaskan ikan hasil tangkapan dari badan jaring dan memasukkannya ke dalam ember atau keranjang. Umumnya hasil tangkapan trip jaring berkisar 2,5 – 15 kg. Total penjualan hasil tangkapan per trip 100 % menjadi milik nelayan itu sendiri, karena status kepemilikan sarana alat tangkap adalah milik nelayan itu sendiri.
5.1.3
Kelayakan usaha unit penangkapan ikan Analasis kelayakan investasi dan keuntungan usaha dari unit-unit
penangkapan yang ada di Kabupaten Nias menunjukkan usaha yang cukup baik (Lampiran 6 – 14) diperoleh bahwa unit penangkapan pancing dibagi dua yaitu (a) untuk pancing mingguan 5 GT diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 1.063.843.059, nilai Net B/C sebesar 11, dan nilai IRR sebesar 166 % serta keuntungan usaha per tahun sebesar Rp. 74.756.000, (b) untuk pancing harian 0,5 GT diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 25.688.918, nilai Net B/C sebesar 5, dan nilai IRR sebesar 166%, serta keuntungan usaha per tahun sebesar Rp. 4.258.800. Sedangkan untuk analasis kelayakan investasi dan keuntungan usaha untuk unit penangkapan drift gill net juga dibagi atas dua berdasarkan waktu pengoperasiannya yaitu (a) drift
gill net bermata besar yang mingguan 5 GT diperoleh nilai NPV sebesar Rp.1.254.677.888, nilai Net B/C sebesar 8, dan nilai IRR sebesar 123 %, serta keuntungan usaha per tahun sebesar Rp. 41.047.000, (b) drift gill net bermata kecil 0,5 GT harian diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 25.725.052, nilai Net B/C sebesar 4, dan nilai IRR sebesar 116 % serta keuntungan usaha per tahun sebesar Rp. 1.853.333. Dari analisis di atas dapat dikatakan bahwa unit-unit penangkapan tersebut memenuhi kriteria-kriteria kelayakan investasi dan diperoleh keuntungan usaha yang cukup besar. Keuntungan usaha untuk perikanan pancing lebih besar bila dibandingkan dengan keuntungan usaha perikanan gill net. Hal ini disebabkan karena biaya investasi untuk perikanan pancing tidak membutuhkan pengeluaran yang besar dan harga hasil tangkapan bila dijual ke pasar cukup tinggi.
5.1.4
Kelembagaan perikanan dan status kepemilikan unit penangkapan di Kabupaten Nias Kelembagaan perikananan yang ada di Kabupaten Nias terdiri atas
lembaga sosial budaya perikanan yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang perikanan dan himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) cabang Kabupaten Nias, serta kelompok nelayan atas binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dan lembaga yang bergerak langsung di bidang usaha penangkapan. Lembaga – lembaga tersebut berperan penting dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Nias. Dari pembentukan kelompok nelayan atas binaan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Nias juga memegang peran penting pembangunan perikanan di Kabupaten Nias.
Tabel 29 No
Nama kelompok nelayan binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Nama kelompok Alamat
1
Maju bersama
Kecamata Afulu
2
Karamodoi
Kecamatan Tuhemberua
3
Sepakat
Kecamatan Gunungsitoli idanoi
4
Samowua
Kecamatan Gunungsitoli utara
5
Maju Bersama
Kecamatan Gunungsitoli Idanoi
Sumber: Hasil penelitian (2008) Dalam status kepemilikan unit alat tangkap sekitar 100 % unit penangkapan pancing dan drift gill net bermata besar yang bermuatan 5 GT dimiliki oleh pengusaha perikanan tangkap. Unit-unit penangkapan ini dalam setiap 1 unit memperkerjakan nelayan sebanyak 3 – 4 orang. Untuk unit penangkapan pancing dan drift gill net kecil status kepemilikannya bersumber dari 100 % modal milik pribadi nelayan atau bantuan pemerintah/NGO.
Tabel 30
Kelembagaan pengusaha perikanan di Kabupaten Nias
No
Nama perusahaan
Jenis usaha
1
KM. Ifan
Penangkapan ikan pelagis
2
KM. Asean II
Penangkapan ikan pelagis
3
KM. Kurnia Baru
Penangkapan ikan pelagis
4
KM. Emmanuel
Penangkapan ikan pelagis
5
KM. Situhung
Penangkapan ikan pelagis
6
KM. Simanari
Penangkapan ikan pelagis
7
KM. Bumi Kencana
Penangkapan ikan pelagis
8
KM. Anak Rantau I
Penangkapan ikan karang
9
KM. Anak Rantau II
Penangkapan ikan karang
10
KM. Anak Rantau III
Penangkapan ikan karang
11
KM. Samolala
Penangkapan ikan karang
12
KM. Lewio
Penangkapan ikan karang
13
KM. Mitra
Penangkapan ikan karang
14
KM. Sinar Laut
Penangkapan ikan karang
15
KM. Erni
Penangkapan ikan karang
16
KM. Harapan Kita
Penangkapan ikan karang
Sumber: Hasil penelitian (2008)
5.1.5 Komoditas unggulan 5.1.5.1 Perbandingan kepentingan antara kriteria-kriteria Pada bahasan sebelumnya disebutkan bahwa kriteria komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias meliputi antara lain (1) tingkat produksi dan harga, (2) permintaan pasar lokal, (3) peluang ekspor/antar pulau, (4) sarana dan prasarana penunjang, (5) keterkaitan ke depan dan kebelakang, (6) skala pengembangan, (7) dukungan dan peran pemerintah, (8) penyerapan tenaga kerja, dan (9) ketersediaan teknologi. Lampiran 15 memperlihatkan posisi kriteria-kriteria tersebut pada level II dimana menunjukkan hasil analisis rasio kepentingan setiap kriteria setelah diolah menggunakan Program Software Expert Choice AHP. Dalam kaitan dengan rasio kepentingan kriteria untuk seleksi komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias, pada Lampiran 16, menunjukkan bahwa keterkaitan ke depan dan ke belakang dengan indikator bahwa pengembangan usaha penangkapan ikan ini akan dapat mendorong tumbuhnya industri-industri baru baik hulu maupun hilir, memiliki rasio kepentingan paling penting dibandingkan dengan 8 kriteria lainnya yaitu 0,139 pada inconsistency terpercaya 0,09.
Batas inconsistency yang diperbolehkan
secara statistik adalah maksimum 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan ke depan dan ke belakang sangat penting terkait dengan komoditas unggulan dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Nias secara optimal. Ketersediaan teknologi merupakan kriteria kedua paling penting dalam pemanfaatan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias
yang ditandai oleh rasio kepentingan kedua 0,137 pada
inconsistency terpercaya 0,09. Kriteria ini termasuk urutan kedua karena teknologi merupakan hal yang penting dalam pemanfaatan komoditas ikan unggulan karena hal ini berkaitan langsung dalam kegiatan penangkapan komoditas ikan-ikan unggulan tersebut. Kriteria yang mempunyai rasio kepentingan ketiga adalah penyerapan tenaga kerja dengan nilai 0,135 pada inconsistency terpercaya 0,09. Berdasarkan rasio kepentingan tersebut, maka pemanfaatan komoditas ikan unggulan tersebut diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja terutama nelayan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Skala pengembangan merupakan kriteria yang memiliki rasio kepentingan keempat dengan nilai 0,123
pada inconsistency terpercaya 0,09, hal ini berarti bahwa pemanfaatan komoditas ikan unggulan nantinya mampu memberikan peluang yang besar untuk pengembangannya ke depan. Kriteria yang mempunyai rasio kepentingan kelima adalah sarana dan prasarana dengan nilai 0,116 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ketersediaan sarana dan prasarana akan memberikan kelancaran dalam upaya pemanfaatan dan pengembangan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Peluang pasar lokal merupakan kriteria rasio kepentingan keenam dengan nilai 0,113 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ini berarti bahwa komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias mempunyai nilai permintaan tinggi dan peluang pasar yang sangat terbuka di Kabupaten Nias itu sendiri. Kriteria tingkat produksi dan harga merupakan kriteria yang mempunyai rasio kepentingan ketujuh dengan nilai 0,094 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ini berarti bahwa komoditas ikan unggulan mempunyai produksi yang tinggi dan harganya juga dapat memberikan keuntungan besar dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Nias. Dukungan dan peran pemerintah merupakan kriteria yang mempunyai rasio kepentingan kedelapan dengan nilai 0,074 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ini berarti diperlukan peran dan dukungan pemerintah dalam mendorong dan mengfasilitasi pemanfaatan dan pengembangan komoditas ikan unggulan tersebut. Peluang ekspor antara pulau merupakan kriteria dengan rasio kepentingan paling rendah dalam kegiatan perikanan tangkap yaitu hanya 0,068 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti peluang ekspor antara pulau tidak begitu diutamakan mengingat permintaan pasar lokal dan tingkat konsumsi lokal yang tinggi terhadap komoditas ikan unggulan tersebut di Kabupaten Nias.
5.1.5.2 Perbandingan unggulan
kepentingan
Kriteria
terhadap
komoditas
ikan
Kriteria tingkat produksi dan harga (Lampiran 17), ikan karang merupakan komoditas ikan unggulan yang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,483 pada inconsistency terpercaya 0,01. Ikan cakalang/tongkol merupakan komoditas unggulan yang mempunyai rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,353 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan ikan yang mempunyai rasio kepentingan
terendah adalah ikan tuna dengan nilai 0,164 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini berarti bahwa ikan karang dilihat dari sisi produksinya tinggi karena penangkapannya tidak tergantung musiman, mudah dijangkau oleh nelayan, dan sumberdayanya tersedia, sedangkan dari sisi harganya juga dapat memberikan nilai keuntungan ekonomi bagi nelayan. Sedangkan untuk komoditas unggulan ikan pelagis yaitu cakalang/tongkol bila dibandingkan dengan tuna, produksi cakalang/tongkol lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi ikan tuna tetapi dari sisi harga ikan tuna lebih tinggi harganya bila dibandingkan dengan ikan cakalang/tongkol walaupun dari sisi produksinya cukup rendah, hal ini disebabkan karena
fishing ground tuna cukup jauh untuk bisa dijangkau oleh nelayan
mengingat sarana tangkap yang sangat terbatas. Untuk pembandingan kriteria peluang pasar lokal pada Lampiran 18, menunjukkan bahwa ikan karang juga yang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,470 pada inconsistency terpercaya 0,09 disusul ikan cakalang/tongkol dengan nilai rasio kepentingan 0,395 pada inconsistency terpercaya 0,09 sedangkan yang terendah adalah ikan tuna dengan nilai rasio kepentingan 0,136 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti bahwa permintaan pasar lokal terhadap ikan karang tinggi mengingat juga produksinya juga yang tinggi. Pada pembandingan kriteria peluang ekspor antara pulau Lampiran 19, menunjukkan juga bahwa ikan karang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,692 pada inconsistency terpercaya 0,02. Disusul dengan ikan cakalang/tongkol dengan nilai rasio kepentingan 0,209 pada inconsistency terpercaya 0,02 dan rasio kepentingan yang terendah adalah ikan tuna dengan nilai rasio kepentingannya 0,099 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini berarti bahwa ikan karang selain mempunyai permintaan pasar lokal yang tinggi juga mempunyai peluang ekspor antara pulau terutama ke Sibolga yang merupakan daerah perikanan tangkap yang cukup maju di wilayah pantai Barat Sumatera. Untuk pembandingan kriteria sarana dan prasarana penunjang pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa ikan karang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,508 pada inconsistency terpercaya 0,08. Cakalang/tongkol merupakan rasio kepentingan yang kedua dengan nilai 0,394 pada inconsistency
terpercaya 0,08 dan yang merupakan rasio kepentingan terendah adalah ikan tuna dengan nilai 0,098 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini berarti bahwa akses untuk pemanfaatan dan penangkapan ikan karang mendukung bila dilihat dari sarana dan prasarana penunjangnya yang cukup memadai. Untuk penangkapan cakalang/tongkol mapun tuna tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup lengkap disamping membutuhkan biaya yang cukup besar untuk operasional penangkapannya. Pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa kriteria keterkaitan ke depan dan kebelakang, ikan karang merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,477 pada inconsistency terpercaya 0,02, tuna merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,364
pada
inconsistency terpercaya 0,02 sedangkan yang terendah adalah komoditas cakalang/tongkol yang memiliki kepentingan rasio kepentingan terendah 0,159 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini disebabkan karena ikan karang maupun tuna merupakan komoditas yang bisa melibatkan segala sumberdaya yang ada untuk pengembangan kegiatan perikanan tangkap, baik industri hulu maupun hilir akan muncul dan mengambil bagian dalam suatu kegiatan bisnis perikanan sehingga akan berdampak pada peningkatan ekonomi di Kabupaten Nias. Pada kriteria skala pengembangan sebagaimana pada ditujukan Lampiran 22, menunjukkan bahwa rasio kepentingan ikan karang juga merupakan yang tertinggi dengan nilai 0,483 pada inconsistency terpercaya 0,01. Komoditas cakalang/tongkol merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,383 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan yang terendah adalah komoditas ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,135 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini berarti bahwa peluang pengembangan ke depan untuk skala yang besar terhadap ikan karang terutama dan ikan cakalang/tongkol cukup terbuka melihat kedua komoditas ini mempunyai rata-rata produksi yang tinggi dan daerah fishing groundnya tidak begitu sulit untuk didapatkan sedangkan komoditas ikan tuna dalam skala pengembangan sebenarnya sangat terbuka, hanya penangkapan ikan tuna ini memerlukan fasilitas tangkap dan biaya operasional yang besar mengingat
daerah fishing groundnya sangat jauh dimana berada di wilayah
perairan
samudera yang terbuka. Untuk kriteria dukungan dan peran pemerintah terhadap ketiga jenis komoditas unggulan itu seperti pada Lampiran 23 menunjukkan bahwa ikan cakalang/tongkol mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,621 pada inconsistency terpercaya 0,02, sedangkan ikan karang merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,222 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan yang terendah adalah ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,156 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dan peran pemerintah terhadap ikan cakalang/tongkol sangat besar mengingat komoditas ini merupakan jenis ikan pelagis besar yang penangkapannya tidak berdampak pada pengrusakan lingkungan yang dapat menggagu keberadaannya di suatu perairan, disamping juga potensi jenis ikan ini besar bila dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan dukungan dan peran pemerintah terhadap penangkapan ikan karang memang ada, hanya
saat
ini
pemerintah
daerah
sedang
mengsosialisasikan
tentang
penyelematan ekosistem terumbu karang mengingat ekosistem tersebut sedikit terancam akibat penangkapan ikan karang oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan maupun penggunanaan potas/racun ataupun bom, yang umumnya dilakukan oleh nelayan dari luar daerah terutama nelayan dari Sibolga dan sebagian kecil dari nelayan lokal. Dukungan dan peran pemerintah terhadap komoditas ikan tuna sedikit ada tetapi karena faktor fishing groundnya yang jauh, tentunya memerlukan akses biaya yang besar sehingga pemerintah daerah kurang sedikit berinisiatif dalam mendorong stakeholder untuk pemanfaatan komoditas tersebut. Pada kriteria penyerapan tenaga kerja komoditas ikan cakalang/tongkol merupakan komoditas yang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,551 pada inconsistency terpercaya 0,01, sedangkan ikan karang merupakan komoditas yang kedua dengan rasio kepentingan 0,303 pada inconsistency terpercaya 0,01 dan terendah adalah komoditas ikan tuna dengan nilai rasio kepentingannya
0,146
pada
inconsistency
terpercaya
0,01
sebagaimana
diperlihatkan pada Lampiran 24. Ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan cakalang/tongkol mempunyai peluang penyerapan tenaga kerja yang tinggi
mengingat potensi komoditas ini juga tinggi disamping permintaan pasar yang semakin meningkat, sehingga apabila dimanfaatkan dalam usaha besar akan memberikan juga pengaruh yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Alasan penyerapan tenaga kerja pada pemanfaatan ikan karang merupakan yang kedua disebabkan karena pemanfaatan komoditas ini jika dimanfaatkan secara terus menerus
kedepan
akan
mengancam
kelestarian
ekosistemnya,
makanya
pemerintah daerah dalam hal ini tidak begitu mendorong untuk penangkapan ikan karang karena ekosistemnya yang semakin lama sifatnya semakin merusak lingkungan akibat dari penangkapan yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan ikan tuna merupakan komoditas yang penyerapan tenaga kerjanya terendah, hal ini disebabkan karena usaha penangkapan ikan tuna ini memerlukan biaya yang besar sehingga belum banyak pihak pengusaha tangkap maupun investor untuk berinvestasi pada usaha penangkapan tuna ini walaupun dilihat dari potensinya cukup besar untuk dimanfaatkan. Kriteria ketersediaan teknologi pada Lampiran 25 menunjukkan bahwa ikan karang memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai 0,433 pada inconsistency terpercaya 0,01. Ikan cakalang/tongkol merupakan yang kedua dengan rasio kepentingan 0,407 pada inconsistency terpercaya 0,09, dan ikan tuna merupakan yang terendah dengan rasio kepentingan 0,159 pada inconsistency terpercaya 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi untuk usaha penangkapan ikan karang tersedia. Beberapa pengusaha tangkap maupun nelayan saat ini sudah mampu mengadopsi teknologi seperti fish finder, radio komunikasi, dan sonar untuk pengoperasian penangkapan ikan karang. Begitu juga dengan usaha penangkapan ikan cakalang/tongkol dimana teknologi penangkapannya juga tersedia bahkan beberapa pengusaha tangkap maupun nelayan sudah mampu untuk berinvestasi pada usaha perikanan ini dengan modal yang cukup besar. Sedangkan ketersediaan untuk usaha penangkapan tuna masih kurang dimana pengusaha
tangkap
maupun
nelayan
membutuhkan biaya yang cukup besar.
tidak
berani
berinvestasi
karena
5.1.5.3
Prioritas komoditas ikan unggulan perikanan tangkap Kabupaten Nias
di
Prioritas penentuan, pemanfaatan, dan pengembangan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ini ditentukan secara terstruktur dengan mempertimbangkan semua kriteria yang ada. Pertimbangan tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio kepentingan antara kriteria, rasio kepentingan pembandingan antara kriteria terhadap komoditas ikan unggulan, dan rasio kepentingan opsi (alternatif komoditas ikan unggulan yang dikembangkan) sebagaimana dapat dilihat srukturnya pada Lampiran 26. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka yang menjadi prioritas alternatif komoditas ikan unggulan yang pertama untuk pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah ikan karang dengan
rasio
kepentingan 0,447 pada inconsistency terpercaya 0,08, prioritas alternatif komoditas ikan unggulan yang kedua adalah ikan cakalang/tongkol dengan rasio kepentingan 0,384 pada inconsistency terpercaya 0,08, dan terakhir yang menjadi prioritas alternatif komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah ikan tuna dengan rasio kepentingan 0,169 pada inconsistency terpercaya 0,08 (Lampiran 27). 5.1.6 Tingkat kepentingan dan prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dengan analisis AHP 5.1.6.1 Perbandingan kepentingan antara aktor dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Aktor atau pelaku dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias terdiri dari nelayan, pengusaha perikanan tangkap, pedagang ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan, badan perencanaan pembangunan daerah (BAPPEDA), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Lampiran 28 memperlihatkan posisi aktor-aktor tersebut pada level II setelah diolah menggunakan program AHP. Dalam kaitan dengan rasio kepentingan peranan aktor dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias, Lampiran 29 menunjukkkan bahwa peran aktor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias mempunyai rasio kepentingan paling penting bila dibandingkan dengan peran 5
aktor lainnya yaitu 0,243 pada inconsistency terpercaya 0,03. Batas inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah maksimum 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias merupakan aktor kunci utama dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Hal ini tidak terlepas dari peran Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias yang berperan sebagai penyusun/perencana, pelaku, dan pengarah kebijakan dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Nelayan merupakan aktor kedua yang paling penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias yang ditandai oleh rasio kepentingan kedua sebesar 0,203 pada inconsistency terpercaya 0,03. Hal ini disebabkan karena nelayan merupakan aktor/pelaku yang langsung berhubungan dengan kegiatan penangkapan dan pemanfaatan SDI. Keberadaan nelayan akan menentukan seberapa besar produksi tangkapan dari pemanfaatan SDI tersebut. Dari kegiatan itu akan berpengaruh langsung dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Aktor yang mempunyai rasio kepentingan ketiga adalah pengusaha perikanan tangkap dengan nilai 0,167 pada inconsistency terpercaya 0,03. Ini menunjukkan bahwa peran pengusaha perikanan tangkap dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias sangat penting dimana perannya adalah menginvestasikan modalnya dalam penyediaan sarana produksi yang digunakan oleh nelayan untuk kegiatan penangkapan dan pemanfaatan SDI. Aktor keempat yang mempunyai rasio kepentingan adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Nias dengan nilai rasio 0,139 pada inconsistency terpercaya 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa aktor ini berperan penting dalam mendesain dan merencanakan serta bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten dalam mengambil kebijakan untuk mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Aktor yang mempunyai rasio kepentingan yang kelima adalah pedagang ikan dengan nilai rasio 0,126 pada inconsistency terpercaya 0,03. Hal ini disebabkan karena aktor ini berhubungan langsung dengan nelayan atau pengusaha perikanan tangkap di Kabupaten Nias dalam memasarkan hasil tangkapan sehingga sangat
signifikan dan berpengaruh langsung dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Aktor terakhir yang mempunyai nilai rasio kepentingan terendah adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan nilai rasio 0,123 pada inconsistency terpercaya 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa peran dari LSM dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias sangat berpengaruh kecil. Ini disebabkan karena tidak adanya LSM lokal yang berkompeten dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. 5.1.6.2
Perbandingan kepentingan antara faktor-faktor yang berperan dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Ada beberapa faktor yang berhubungan dalam mewujudkan tujuan
pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias antara lain potensi sumberdaya ikan, sarana dan prasarana, potensi sumberdaya manusia, potensi teknologi, peluang pasar, dan unit penangkapan. Lampiran 30
menunjukkan
posisi faktor-faktor tersebut setelah diolah melalui program AHP. Pada Lampiran 31 terlihat bahwa faktor potensi SDI terhadap tujuan pembangunan perikanan tangkap menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja mempunyai rasio kepentingan tertinggi yaitu 0,320 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini berarti bahwa dengan adanya potensi SDI maka akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam menyerap tenaga kerja untuk menangkap, memasarkan, dan mengelola SDI akan tersebut. Usaha penangkapan berkelanjutan terhadap faktor potensi SDI merupakan tujuan pembangunan yang mempunyai rasio kepentingan kedua dengan nilai 0,256 pada inconsistency terpercaya 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan terhadap potensi SDI diharapkan dapat memberikan usaha penangkapan yang berkelanjutan. Berkelanjutan berarti potensi SDI tetap lestari tanpa menimbulkan adanya over fishing. Peningkatan gizi masyarakat merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan ketiga terhadap faktor potensi SDI dengan nilai rasio 0,225 pada inconsistency terpercaya 0,02. Ini berarti bahwa pemanfaatan terhadap potensi SDI
akan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan gizi
masyarakat di Kabupaten Nias. Peningkatan ekonomi masyarakat dan peningkatan pendapatan PAD merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai nilai rasio kepentingan hampir sama yaitu 0,100 dan 0,099 pada inconsistency terpercaya 0,02. Ini berati bahwa pemanfaatan potensi sumberdaya ikan akan memberikan pengaruh
langsung terhadap peningkatan
ekonomi masyarakat dan peningkatan PAD Kabupaten Nias. Lampiran 32
menunjukkan posisi sarana dan prasarana dalam
mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias setelah diolah melalui program AHP. Faktor sarana dan prasarana terhadap tujuan pembangunan perikanan tangkap pada Lampiran 33 menunjukkan bahwa peningkatan PAD mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai rasio 0,333 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sarana dan prasarana yang berhubungan dengan kegiatan perikanan tangkap akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan PAD. Tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan kedua terhadap faktor sarana dan prasarana adalah peningkatan ekonomi masyarakat dengan nilai rasio 0,187 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan faktor sarana dan prasarana akan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Peningkatan gizi masyarakat merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan ketiga terhadap faktor ketersediaan sarana dan prasarana 0,177 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya ketersediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap akan memperlancar pemanfaatan produk perikanan yang berpengaruh langsung terhadap peningkatan gizi masyarakat. Tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan keempat adalah penyerapan tenaga kerja dengan nilai rasio 0,175 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya juga ketersediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam hal adalah tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan penangkapan ikan, pengawetan dan pengolahan ikan, pemasaran ikan, dan tenaga pengelolaan
perikanan. Tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan terendah terhadap ketersediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap adalah usaha penangkapan berkelanjutan dengan nilai rasio 0,128 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tersedianya sarana dan prasarana perikanan tangkap memberikan pengaruh yang rendah terhadap usaha penangkapan berkelanjutan. Untuk itu ketersediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap perlu dipertimbangkan agar memberi pengaruh yang besar terhadap usaha penangkapan yang berkelanjutan. Pada
Lampiran 34
menunjukkan posisi potensi SDM dalam
mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias setelah diolah melalui program AHP. Rasio Kepentingan Faktor potensi sumberdaya SDM dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di
Kabupaten Nias pada Lampiran 35
menunjukkan bahwa usaha penangkapan berkelanjutan mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai rasio 0,329 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini berarti bahwa dengan potensi SDM yang terampil akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap usaha penangkapan yang berkelanjutan. Potensi SDM dalam hal ini adalah SDM yang mengetahui lokasi fishing ground yang strategis, penguasaan pengoperasian teknologi alat tangkap yang sesuai dengan fishing ground dan SDM yang memiliki nilai managemen yang bagus dalam mengelola dan menghasilkan suatu kebijakan yang positif agar usaha penangkapan berkelanjutan. Peningkatan ekonomi masyarakat merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap yang kedua terhadap faktor potensi SDM dengan nilai rasio 0,194 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya potensi SDM akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Pengaruh dalam hal ini adalah kemampuan SDM dalam memanfaatkan potensi SDI. Dengan potensi SDM yang terampil maka secara langsung juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat. Tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan ketiga terhadap faktor potensi SDM adalah peningkatan gizi masyarakat dengan nilai rasio 0,186 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya potensi SDM yang terampil akan memberikan langsung terhadap
peningkatan gizi masyarakat. Pengaruhnya dalam hal ini adalah kemampuan SDM terutama dalam hal pasca panen/produksi. Kegiatan pengolahan dan pengawetan hasil tangkapan akan berpengaruh terhadap mutu produk yang baik. Produk yang berkualitas secara signifikan akan memberikan pengaruh langsung terhadap peningkatan gizi masyarakat. Faktor potensi SDM terhadap penyerapan tenaga kerja, merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan keempat dengan nilai rasio 0,164
pada inconsistency terpercaya
0,09. Hal ini berarti dengan tersedianya SDM yang terampil secara langsung dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Tujuan pembangunan perikanan tangkap mempunyai rasio kepentingan
terendah terhadap faktor potensi SDM adalah
peningkatan PAD dengan nilai rasio 0,127 pada inconsistency terpercaya 0,09. Hal
ini menunjukkan bahwa ketersediaan potensi SDM yang terampil tidak
begitu memberikan pengaruh penting terhadap peningkatan PAD. Pada
Lampiran 36 menunjukkan posisi potensi teknologi dalam
mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias setelah diolah melalui program AHP. Rasio Kepentingan faktor potensi teknologi dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten
Nias
pada
Lampiran
37
menunjukkan bahwa usaha penangkapan berkelanjutan merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap yang mempunyai rasio kepentingan tertinggi dengan nilai rasio 0,370 pada inconsistency terpercaya 0,07. Hal ini berarti bahwa ketersediaan teknologi akan memberikan pengaruh yang besar terhadap keberlanjutan usaha penangkapan di Kabupaten Nias. Dengan adanya teknologi, maka kemampuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan lebih efesien, efektif, dan produktif. Peningkatan gizi masyarakat mempunyai rasio kepentingan kedua terhadap faktor potensi teknologi dengan nilai rasio 0,216 pada inconsistency terpercaya 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya teknologi akan dapat menentukan sumberdaya ikan yang tertangkap dan terpilih yang secara langsung akan dapat berpengaruh dalam peningkatan gizi masyarakat. Peningkatan ekonomi masyarakat mempunyai rasio kepentingan ketiga dengan nilai rasio 0,172 pada inconsistency terpercaya 0,07. Ini berarti bahwa ketersediaan teknologi dapat juga meningkatkan ekonomi masyarakat. Rasio
kepentingan yang keempat adalah penyerapan tenaga kerja oleh karena faktor ketersediaan teknologi dengan nilai rasio 0,154 pada inconsistency terpercaya 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan dan penguasaan teknologi dapat juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Nias. Rasio kepentingan yang terendah pada tujuan pembangunan perikanan tangkap terhadap faktor ketersediaan teknologi adalah peningkatan PAD Kabupaten Nias. Ini menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi memberikan pengaruh yang kecil terhadap peningkatan PAD. Pada Lampiran 38 menunjukkan posisi peluang pasar dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias setelah diolah melalui program AHP. Rasio Kepentingan faktor peluang pasar pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten
dalam mewujudkan tujuan Nias
pada
Lampiran
39
menunjukkan bahwa rasio kepentingan peningkatan gizi masyarakat merupakan yang tertinggi terhadap faktor peluang pasar dengan nilai rasio 0,330 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa semakin terbukanya peluang pasar atau permintaan pasar yang tinggi akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan gizi masyarakat. Rasio kepentingan kedua terhadap faktor peluang pasar adalah peningkatan ekonomi masyarakat dengan nilai rasio 0,260 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peluang pasar yang cukup terbuka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Rasio kepentingan yang ketiga adalah usaha penangkapan berkelanjutan dengan nilai rasio 0,155 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan pasar juga diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap keberlanjutan usaha penangkapan. Keterbukaan pasar harus dapat mempertimbangkan potensi sumberdaya ikan agar tetap terjamin kelestariannya. Rasio kepentingan yang keempat adalah penyerapan tenaga kerja dengan nilai rasio 0,152 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan peluang pasar juga akan dapat menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dalam hal ini adalah tenaga kerja yang berperan dalam penangkapan, pengawetan, pengolahan, dan pemasaran sumberdaya sesuai dengan keinginan pasar. Rasio kepentingan terendah adalah peningkatan PAD
dengan nilai rasio 0,102 pada inconsistency terpercaya 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar akan memberikan pengaruh yang rendah terhadap peningkatan PAD. Pada
Lampiran
40 menunjukkan posisi unit penangkapan
dalam
mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias setelah diolah melalui program AHP. Faktor unit penangkapan dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias pada Lampiran 41 menunjukkan bahwa rasio peningkatan ekonomi masyarakat yang merupakan tujuan pembangunan perikanan tangkap memiliki rasio kepentingan tertinggi dengan nilai rasio 0,303 pada inconsistency terpercaya 0,06. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan unit penangkapan baik jenis maupun jumlahnya akan berpengaruh penting terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Rasio kepentingan kedua terhadap faktor unit penangkapan adalah penyerapan tenaga kerja dengan nilai rasio 0,233 pada inconsistency terpercaya 0,06. Hal ini juga menunjukkan bahwa faktor adanya unit penangkapan baik jenis maupun jumlahnya akan memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Rasio kepentingan ketiga terhadap faktor unit penangkapan adalah
usaha penangkapan berkelanjutan
dengan nilai rasio 0,215 pada inconsistency terpercaya 0,06. Hal ini menunjukkan bahwa faktor unit penangkapan baik jenis maupun jumlahnya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap keberlanjutan usaha penangkapan. Rasio kepentingan keempat terhadap faktor unit penangkapan adalah peningkatan PAD dengan nilai rasio 0,133 pada inconsistency terpercaya 0,06. Sedangkan yang memiliki rasio kepentingan terendah terhadap faktor unit penangkapan adalah peningkatan gizi masyarakat dengan nilai rasio 0,116 pada inconsistency terpercaya 0,06.
5.1.6.3 Prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap Nias
di
Kabupaten
Prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ditentukan secara tersruktur dengan mempertimbangkan semua aktor/pelaku beserta faktor-faktor yang berperan di dalam mewujudkan tujuan pembangunan
perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Pertimbangan tersebut ditujukan dalam bentuk rasio kepentingan antar aktor/pelaku, rasio kepentingan faktor, dan rasio kepentingan opsi (alternatif tujuan pembangunan perikanan tangkap) di Kabupaten Nias. Pada Lampiran 42 di atas menunjukkan bahwa usaha penangkapan berkelanjutan mempunyai rasio kepentingan tertinggi sebagai prioritas untuk tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dengan nilai rasio 0,248 pada inconsistency terpercaya 0,05. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias sebagai sasaran utama adalah usaha penangkapan yang berkelanjutan dalam arti pemanfaatan terhadap sumberdaya ikan harus tetap lestari sehingga usaha penangkapan dapat berkelanjutan. Rasio kepentingan yang kedua adalah peningkatan gizi masyarakat dengan nilai rasio 0,228 pada inconsistency terpercaya 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa prioritas kedua dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah dengan peningkatan produksi penangkapan ikan terhadap aspek pemanfaatan SDI bertujuan untuk peningkatan gizi masyarakat di Kabupaten Nias. Rasio kepentingan yang ketiga adalah penyerapan tenaga kerja dengan nilai rasio 0,197 pada inconsistency terpercaya 0,05. Dalam arti bahwa pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias mampu memberikan peningkatan penyerapan tenaga kerja terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan. Rasio kepentingan yang keempat adalah peningkatan ekonomi masyarakat dengan nilai rasio 0,194 pada inconsistency terpercaya 0,05. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan terhadap sumberdaya perikanan secara langsung memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Rasio kepentingan yang terakhir untuk tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah peningkatan PAD dengan nilai rasio 0,133 pada inconsistency terpercaya 0,05. Hal ini berarti bahwa tujuan pembangunan perikanan tangkap juga secara langsung akan dapat memberikan pendapatan daerah yang disebut Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tabel
31
Skor untuk alternatif prioritas tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Alternatif Aktor Skor Faktor Skor Skor Prioritas Prioritas NLY 0,203 PSDI 0,044 SP 0,041 PSDM 0,025 PT 0,047 PP 0,032 UP 0,014 PTK 0,197 3 PPT 0,167 PSDI 0,042 SP 0,021 PSDM 0,019 PT 0,038 PP 0,019 UP 0,028 PEM 0,194 4 PI 0,126 PSDI 0,018 SP 0,01 PSDM 0,039 PT 0,024 PP 0,021 Goal UP 0,013 PGM 0,228 2 DKP 0,243 PSDI 0,049 SP 0,023 PSDM 0,035 PT 0,026 PP 0,071 UP 0,039 PPAD 0,133 5 BAPPEDA 0,139 PSDI 0,029 SP 0,015 PSDM 0,018 PT 0,019 PP 0,049 UP 0,009 UPB 0,248 1 LSM 0,123 PSDI 0,022 SP 0,013 PSDM 0,018 PT 0,023 PP 0,036 UP 0,011 Sumber: Hasil penelitian (2008).
5.1.7 Optimalisasi alat penangkapan ikan Optimalisasi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias ini dimaksudkan untuk menentukan alokasi optimal tiga jenis alat tangkap yang
terdapat di Kabupaten Nias yaitu pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil. Jumlah armada perikanan tangkap tersebut saat ini adalah pancing 2119 unit, gill net bermata besar 18 unit, dan gill net bermata kecil 379 unit. Berdasarkan hasil identifikasi, ada 19 macam sasaran yang hendak di capai dari upaya optimalisasi pengembangan perikanan tangkap tersebut, antara lain : (1) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kerapu sesuai Catch (C) MSY kerapu, (2) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kakap sesuai Catch (C) MSY kakap, (3) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan bambangan sesuai Catch (C)
MSY
bambangan, (4) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kurisi sesuai Catch (C) MSY kurisi, (5) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan tuna sesuai Catch (C) MSY tuna, (6) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan cakalang sesuai Catch (C) MSY cakalang, (7) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan tongkol sesuai Catch (C) MSY tongkol, (8) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kerapu sesuai Effort (E) MSY kerapu, (9) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kakap sesuai Effort (E) MSY kakap, (10) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan bambangan sesuai Effort (E) MSY bambangan, (11) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kurisi sesuai Effort (E) MSY kurisi, (12) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan tuna sesuai Effort (E) MSY tuna, (13) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan cakalang sesuai Effort (E) MSY cakalang, (14) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan tongkol sesuai Effort (E) MSY tongkol, (15) Mengoptimalkan penggunaan BBM, (16) Mengoptimalkan penggunaan air tawar, (17) Mengoptimalkan penggunaan es, (18) Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja, (19) Mengoptimalkan retribusi terhadap PAD. Bahasan berikut ini akan membahas pencapaian kesembilan belas sasaran itu untuk optimalisasi unit perikanan tangkap dalam rangka pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias (Lampiran 43).
(1) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kerapu sesuai Catch (C) MSY kerapu Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY kerapu di Kabupaten Nias adalah 167 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan kerapu di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan kerapu dari unit tangkapan pancing adalah 0,1 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan kerapu sesuai Catch (C) MSY kerapu dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.1 X1 + DA1 <= 167 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan kerapu sesuai Catch (C) MSY kerapu tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA1 = 0.
(2) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kakap sesuai Catch (C) MSY kakap Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY kakap di Kabupaten Nias adalah 199 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan kakap di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan kakap dari unit tangkapan pancing adalah 0,1 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan kakap sesuai Catch (C) MSY kakap dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.01 X1+DA2<=199 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan kakap sesuai Catch (C) MSY kakap tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA2 = 0.
(3)
Mengoptimalkan hasil tangkap ikan bambangan sesuai Catch (C) MSY bambangan Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY bambangan di Kabupaten
Nias adalah 200 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan bambangan di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan bambangan dari unit tangkapan pancing adalah 0.05 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan bambangan
sesuai Catch (C) MSY bambangan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.05 X1+DA3<=200 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan bambangan sesuai Catch (C) MSY bambangan tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA3 = 0.
(4) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan kurisi sesuai Catch (C) MSY kurisi Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY kurisi di Kabupaten Nias adalah 164 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan kurisi di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan kurusi dari unit tangkapan pancing adalah 0.05 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan kurusi sesuai Catch (C) MSY bambangan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.05X1+DA4<=164 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan kurisi sesuai Catch (C) MSY kurisi tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA4 = 0.
(5) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan tuna sesuai Catch (C) MSY tuna Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY tuna di Kabupaten Nias adalah 843.5020 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan tuna di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan tuna dari unit tangkapan pancing adalah 0.02 ton/tahun, gill net bermata besar 4 ton/tahun, dan gill net bermata kecil 1.8 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan tuna sesuai Catch (C) MSY tuna dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.02X1+4X2+2X3+DA5<=843 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan tuna sesuai Catch (C) MSY tuna
tercapai bila alokasi pancing yang
dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit. hal ini ditandai oleh nilai DA5 = 0.
(6) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan cakalang sesuai Catch (C) MSY cakalang Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY cakalang di Kabupaten Nias adalah 712 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan cakalang di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan cakalang dari unit tangkapan pancing adalah 0.02 ton/tahun, gill net bermata besar 3ton/tahun, dan gill net bermata kecil 1.5 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan cakalang sesuai Catch (C) MSY cakalang dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.02X1+3X2+1.5X3+DA6<=712 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan cakalang sesuai Catch (C) MSY cakalang tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit. hal ini ditandai oleh nilai DA6 = 0.
(7) Mengoptimalkan hasil tangkap ikan tongkol sesuai Catch (C) MSY tongkol Berdasarkan hasil analisis data lapang, MSY tongkol di Kabupaten Nias adalah 515,0491 ton/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap ikan tongkol di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap rata-rata ikan tongkol dari unit tangkapan pancing adalah 0,03 ton/tahun, gill net bermata besar 2,4 ton/tahun, dan gill net bermata kecil 1 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap ikan tongkol sesuai Catch (C) MSY tongkol dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0.03X1+2X2+1X3+DA7<=515 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan hasil tangkap ikan tongkol sesuai Catch (C) MSY tongkol tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit. hal ini ditandai oleh nilai DA7 = 0.
(8) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kerapu sesuai Effort (E) MSY kerapu
Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY kerapu di Kabupaten Nias adalah 1745 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Nias. Kemampuan jumlah unit rata-rata alat penangkapan ikan kerapu dari unit tangkapan pancing adalah 1 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit tangkap pancing untuk penangkapan ikan kerapu sesuai Effort (E) MSY kerapu dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 1X1 + DA8 <= 1745 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan kerapu sesuai Effort (E) MSY kerapu tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA8 = 0.
(9) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kakap sesuai Effort (E) MSY kakap Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY kakap di Kabupaten Nias adalah 1788 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan kakap di Kabupaten Nias. Kemampuan jumlah unit rata-rata alat penangkapan ikan kakap dari unit tangkapan pancing adalah 1 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit tangkap pancing untuk penangkapan ikan kakap sesuai Effort (E) MSY kakap dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 1X1+DA9<=1788 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan kakap sesuai Effort (E) MSY kakap tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA9 = 0.
(10) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan bambangan sesuai Effort (E) MSY bambangan Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY bambangan di Kabupaten Nias adalah 1331 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan bambangan di Kabupaten Nias.
Kemampuan jumlah unit rata-rata alat penangkapan ikan bambangan dari unit tangkapan pancing adalah 1 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit tangkap pancing untuk penangkapan
ikan
bambangan sesuai Effort (E) MSY bambangan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 1X1 + DA10 <= 1331 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan bambangan sesuai Effort (E) MSY bambangan tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA10 = 0.
(11) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan kurisi sesuai Effort (E) MSY kurisi Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY kurisi
di
Kabupaten Nias adalah 1471 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan kurisi di Kabupaten Nias. Kemampuan jumlah unit rata-rata alat penangkapan ikan kurisi dari unit tangkapan pancing adalah 1 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit tangkap pancing untuk penangkapan ikan kurisi sesuai Effort (E) MSY kurisi dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 1X1 + DA11 <= 1471 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan kurisi sesuai Effort (E) MSY kurisi tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, hal ini ditandai oleh nilai DA11 = 0.
(12) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan tuna sesuai Effort (E) MSY tuna Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY di Kabupaten Nias adalah 162 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten Nias. Kemampuan hasil tangkap ratarata ikan tuna dari unit tangkapan pancing adalah 0 unit/tahun, gill net bermata besar 1 unit/tahun, dan gill net bermata kecil 0.5 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil untuk penangkapan ikan tuna sesuai
Effort (E) MSY tuna dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0X1 + 1X2+ 0.5X3+ DA12 <= 162 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan tuna sesuai Effort (E) MSY tuna tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, dimana hal ini ditandai oleh nilai DA12 = 0.
(13) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan cakalang sesuai Effort (E) MSY cakalang Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY di Kabupaten Nias adalah 267 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten Nias. Kemampuan jumlah unit ratarata alat penangkapan ikan cakalang dari unit tangkapan pancing adalah 0 unit/tahun, gill net bermata besar 1 unit/tahun, dan gill net bermata kecil 0.5 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata penangkapan
kecil
ikan cakalang sesuai Effort (E) MSY cakalang
untuk dalam
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0X1+1X2+0.5X3+DA13<=267 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan cakalang sesuai Effort (E) MSY cakalang tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, dimana hal ini ditandai oleh nilai DA13 = 0.
(14) Mengoptimalkan upaya tangkap ikan tongkol sesuai Effort (E) MSY tongkol Berdasarkan hasil analisis data lapang, Effort (E) MSY di Kabupaten Nias adalah 192 unit/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum jumlah unit tangkapan untuk penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Nias. Kemampuan jumlah unit rata-rata alat penangkapan ikan tongkol dari unit tangkapan pancing adalah 0 unit/tahun, gill net bermata besar 1 unit/tahun, dan gill net bermata kecil 0.5 unit/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan unit
tangkap pancing, gill net bermata besar, dan gill net bermata kecil
untuk
penangkapan ikan tongkol sesuai Effort (E) MSY tongkol dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 0X1 + 1X2 + 0.5X3 + DA14 <= 192 Berdasarkan hasil olahan LINDO, sararan mengoptimalkan unit tangkap ikan tongkol sesuai Effort (E) MSY tongkol tercapai bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, dimana hal ini ditandai oleh nilai DA14 = 0.
(15) Mengoptimalkan penggunaan BBM Berdasarkan hasil analisis data lapang, jenis BBM dalam hal ini untuk kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Nias terdiri dari bensin, solar, dan minyak tanah. Besarnya ketersedian bensin, solar, dan minyak yang dipasok oleh 3 SPBU yang ada di Kabupaten Nias antara lain bensin tersedia 11.116.896 liter/tahun, solar tersedia 13.344.000 liter/tahun, dan minyak tanah tersedia 14.160.000 liter/tahun. Ketersedian ketiga BBM ini sebagai patokan maksimum dalam pengoperasian unit dan jenis alat tangkap dikhususkan masingmasing sebesar 5 % sehingga kebutuhan bensin sebesar 555.845 liter/tahun, solar sebesar 667.200 liter/tahun, dan minyak tanah dibutuhkan sebesar 708.000 liter/tahun. Data penggunaan bensin rata-rata oleh armada yang beroperasi menunjukkan pancing 2171 liter/tahun, gill net bermata besar 763 liter/tahun, dan gill net bermata kecil 2200 liter/tahun. Untuk penggunaan solar rata-rata oleh armada yang beroperasi menunjukkan pancing 167 liter/tahun, gill net bermata besar 6622 liter/tahun, dan gill net bermata kecil tidak menggunakan solar dalam pengoperasiannya. Sedangkan nilai rata-rata penggunaan minyak tanah oleh armada yang beroperasi menunjukkan pancing 1086 liter/tahun, gill net bermata besar 418 liter/tahun, dan gill net bermata kecil 1100 liter/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan penggunaan BBM dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 2171X1+763X2+2200X3+DA15<=555845 167X1+6622X2+DA16<=667200 1086X1+418X2+1100X3+DA17<=708000
Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, maka sasaran mengoptimalkan penggunaan BBM adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA15 = 0, DA16 = 0, dan nilai DA17 = 0.
(16) Mengoptimalkan penggunaan air tawar Data lapang menunjukkan total pasokan rata-rata
air tawar yang
disediakan oleh PDAM tirtanadi yang ada di Kabupaten Nias adalah 11.116.896 liter/tahun. Ketersedian air tawar ini dijadikan sebagai patokan maksimum dalam penggunaan dan pengoperasian jenis dan unit alat tangkap yang ada sebesar 5 % atau 333.844.000 liter/tahun. Rata-rata penggunaan air tawar oleh armada yang beroperasi menunjukkan pancing 201 liter/tahun, gill net bermata besar 7758 liter/tahun, dan gill net bermata kecil tidak membutuhkan air tawar untuk operasi karena penangkapannya yang bersifat sementara. Dengan demikian, model persamaan
matematis
mengoptimalkan
penggunaan
air
tawar
dalam
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 201X1+7758X2+DA18<=333844000 Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, maka sasaran mengoptimalkan penggunaan air tawar adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA18= 0.
(17) Mengoptimalkan penggunaan es Data lapang menunjukkan total pasokan rata-rata
es yang ada di
Kabupaten Nias adalah 3.650.000 kg/tahun. Ketersedian es ini dijadikan sebagai patokan maksimum dalam penggunaan dan pengoperasian jenis dan unit alat tangkap yang ada. Rata-rata penggunaan es oleh armada yang beroperasi menunjukkan pancing 382 kg/tahun, gill net bermata besar 19783 kg/tahun, dan gill
net
bermata kecil
tidak
membutuhkan
es
untuk operasi
karena
penangkapannya yang bersifat sementara. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan penggunaan es dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah :
382X1 + 19783X2 + DA19 <= 3650000 Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, maka sasaran mengoptimalkan penggunaan es adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA19= 0.
(18)
Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja Jumlah nelayan produktif secara keseluruhan di Kabupaten Nias adalah
6701 orang. Jumlah ini dijadikan sebagai patokan tenaga kerja yang digunakan pada pengoperasian armada penangkapan ikan. Jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan pancing sekitar 2 orang, gill net bermata besar 3 orang, dan gill net bermata kecil 1 orang. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 2X1 + 3X2 + 1X3 + DB20 >= 9303 Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, maka sasaran mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah sedikit-dikitnya akan tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB20= 8572.
(19) Mengoptimalkan retribusi terhadap PAD Pemerintah daerah mengharapkan bahwa target pendapatan daerah yang ideal diharapkan dari sektor perikanan tangkap adalah Rp. 3.012.077.200. Berdasarkan data di lapang, bahwa rata-rata retribusi yang diperoleh dari armada alat tangkap yang beroperasi menunjukkan pancing memberikan retribusi sebesar Rp. 2.231.052 per tahun, gill net bermata besar memberikan retribusi sebesar Rp. 17.807.292 per tahun, dan gill net bermata kecil memberikan retribusi sebesar Rp. 1.975.000
per
tahun.
Dengan
demikian,
model
persamaan
matematis
mengoptimalkan retribusi terhadap PAD dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias adalah : 2231052X1 + 17807292X2 + 1975000X3 + DA21 <=3012077200
Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing yang dioperasikan sebanyak 222 unit, gill net bermata besar 95 unit, dan gill net bermata kecil 0 unit, maka sasaran mengoptimalkan retribusi terhadap PAD akan tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA21= 0.
5.1.8 Strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Dalam menganalisis suatu strategi pengembangan perikanan tangkap di suatu daerah maka maka perlu memperhatikan kondisi aspek teknik, aspek biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial yang menjadi komponen faktor internal dan eksternal (Lampiran 44). Komponen setiap faktor kunci internal terdiri dari kekuatan dan kelamahan (Lampiran 45) dan komponen setiap faktor kunci eksternal juga terdiri dari peluang dan ancaman (Lampiran 46). Keempat kondisi pada setiap komponen tersebut dijadikan sebagai kriteria bahwa komponen-komponen itu yang menjadi penentu pengembangan (eksistensi) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Selanjutnya setiap komponen faktor internal dan faktor eksternal dilakukan analisis pengembangan alternatif strategi dengan menggunakan pendekatan matriks SWOT, untuk melihat keterkaitan faktor internal dan eksternal. Hasil yang diharapkan munculnya beberapa masalah yang dianggap perlu untuk diprioritaskan dan diselesaikan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias pada Lampiran 47. Berdasarkan hasil analisis SWOT, didapatkan 6 pola strategi dalam menyusun pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias. Strategi tersebut antara lain; strategi S – O yaitu Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar dan ikan karang yang lestari dan berkelanjutan dan Pembangunan sarana/ prasarana dan peningkatan armada penangkapan secara terencana; strategi W – O yaitu melakukan pelatihan teknik dan manajemen
untuk meningkatkan
kualitas SDM di Kabupaten Nias; strategi S – T yaitu; peningkatan penyuluhan oleh dinas terkait tentang daerah yang strategi untuk operasional penangkapan (fishing ground) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan dan peningkatan kerja sama/koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan angkatan laut cabang Nias - Sibolga dalam hal pengawasan dan penertiban
izin operasional kapal penangkapan ikan ; dan strategi W – T yaitu; Melakukan kerjasama dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan antara Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Nias dengan Dinas Kelautan dan perikanan Kota madya Sibolga. 5.1.8.1 Prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Pada hasil analisis sebelumnya, untuk mendapatkan prioritas strategi maka dilakukan penilaian bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal. Penilaian faktor internal (kekuatan dan kelemahan) menggunakan matriks IFE (internal factor evaluation) pada Lampiran 48 dan penilaian faktor eksternal (peluang dan ancaman) menggunakan matriks EFE (external factor evaluatioan) pada Lampiran 49. Skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci internal untuk komponen faktor kekuatan dan kelemahan berkisar dari 20,00 sampai
57,16. Sedangkan skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT
terhadap faktor kunci eksternal untuk komponen faktor peluang dan ancaman berkisar dari 34,62 sampai 100,00. Diantara 6 strategi yang teridentifikasi (Lampiran 50), strategi 5 (melakukan pelatihan teknik dan manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM di Kabupaten Nias) dengan nilai WAS 442,87 diperkirakan akan mempunyai pengaruh/dampak terbesar terhadap keberhasilan pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Nias. Urutan prioritas strategi selanjutnya adalah strategi 1 (mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar dan ikan karang yang lestari dan berkelanjutan) dengan nilai WAS 386,94, strategi 2 (pembangunan sarana/ prasarana dan peningkatan armada penangkapan secara terencana) dengan nilai WAS 326,8, strategi 3 (peningkatan penyuluhan oleh dinas terkait tentang
daerah yang strategi operasional penangkapan (fishing
ground) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan) dengan nilai WAS 286,08, strategi 6 (melakukan kerjasama dalam pengelolaan sumber daya perikanan antara Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Nias dengan Dinas Kelautan dan
perikanan Kotamadya Sibolga serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) dengan nilai WAS 223,86, dan terakhir adalah
strategi 4 (peningkatan kerja sama dan koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan angkatan laut Sibolga dalam hal pengawasan dan penertiban izin operasional kapal penangkapan ikan) dengan nilai WAS 137,32. 5.2 Pembahasan Keadaan perikanan tangkap di Kabupaten Nias mempunyai perhatian yang unik untuk dikaji dan diperhatikan. Daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Nias dibagi atas 3 kategori, yaitu (1) daerah penangkapan ikan yang tidak jauh dari pantai menggunakan perahu tanpa motor, (2) daerah penangkapan ikan ≤ 3 mil dari pantai dengan menggunakan perahu bermotor (0,5 GT). Kedua kategori ini, nelayan menggunakan waktu operasi penangkapan paling lama 1 hari saja di laut karena keterbatasan kapasitas kapal dan perbekalan. Umumnya alat tangkap yang digunakan adalah pancing ulur sekitar 97,1% dari jumlah unit dan jaring insang bermata kecil (3 inci) sekitar 95,5% dari jumlah unit, dan (3) daerah penangkapan ikan ≥ 12 mil dari pantai menggunakan perahu bermotor (≤ 5 GT) dengan waktu operasi penangkapan berlangsung selama selama 2–5 hari di laut baik di perairan Nias, perairan antara Nias dengan Sibolga hingga ke perairan pulau-pulau banyak Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Umumnya alat tangkap yang digunakan adalah pancing ulur sekitar 2,9% dari jumlah unit dan jaring insang bermata besar (5,5 inci) sekitar 4,5 % dari jumlah unit. Unit-unit penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Nias masih didominasi unit penangkapan skala kecil (teknologi sederhana), unit penangkapan yang menggunakan teknologi maju (fish finder, global position system (GPS), dan radio SSB) masih sedikit. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam Hermawan et al. (2006) menyatakan bahwa ditinjau dari pengusahaannya, perikanan tangkap nasional masih didominasi oleh perikanan tangkap skala kecil dengan berbagai karakteristiknya sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas nelayan. Monintja (1987) mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas nelayan adalah jenis dan tingkat teknologi penangkapan ikan yang dimiliki oleh para nelayan.
Potensi perikanan di Kabupaten Nias sebenarnya cukup tersedia terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar mengingat posisinya yang strategis berada di dalam perairan Samudera Hindia (Wudianto et al. 2003), karena kapasitas armada yang kurang besar (kapasitas yang diharapkan 10-30 GT) untuk beroperasi di perairan lepas pantai dan bahkan di zona ekonomi eksklusif (ZEE), maka pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar ini masih kurang dari yang diharapkan. Yulistyo et al. (2006) mengemukakan bahwa terbatasnya armada perikanan berukuran besar yang mampu beroperasi di perairan lepas pantai dan bahkan di zona ekonomi eksklusif (ZEE), telah dimanfaatkan oleh kapal asing untuk menangkap ikan di perairan tersebut dengan berbagai modus operasi. Setiap jenis unit penangkapan ikan yang diteliti memiliki kelayakan usaha yang cukup baik: pancing mingguan 5 GT mempunyai nilai NPV sebesar Rp. 1.063.843.059, Net B/C sebesar 11, IRR sebesar 166 %, keuntungan usaha per tahun Rp.53.656.000, pancing harian 0,5 GT mempunyai nilai NPV sebesar Rp. 25.688.918, Net B/C 5, IRR 166%, keuntungan usaha per tahun Rp. 4.258.800. Gill net bermata besar 5 GT mingguan mempunyai nilai NPV Rp. 1.254.677.888, Net B/C 8, IRR 123 %, keuntungan usaha per tahun Rp. 41.047.000. Gill net bermata kecil 0,5 GT harian mempunyai nilai NPV sebesar Rp. 25.725.052, Net B/C 4, IRR 116 %, keuntungan usaha per tahun Rp. 1.853.333. Hasil penelitian Ihsan (2000) pada analisis ekonomi proyek pengembangan usaha perikanan gill net hanyut di daerah Kabupaten Pinrang dengan discount factor (DF) 12% menunjukkan nilai NPV sebesar Rp. 16.137.398, Net B/C 2,49, dan IRR sebesar 35,95%. Demikian juga dengan hasil penelitian Arsyad (2005) pada analisis ekonomi unit penangkapan gill net hanyut menunjukkan nilai NPV sebesar Rp. 19.022.474, Net B/C sebesar 2,72, dan IRR sebesar 70% pada discount factor (DF) 21%. Untuk perikanan pancing hasil penelitian Baruadi (2004) menunjukkan nilai NPV sebesar Rp. 41.691.557, Net B/C sebesar 3,69, dan IRR sebesar 75,71% pada discount factor (DF) 12%. Perbandingan nilai kelayakan investasi pada usaha perikanan di atas menunjukkan bahwa usaha perikanan oleh nelayan Kabupaten Nias baik perikanan pancing maupun gill net hanyut menunjukkan pengeluaran investasi
dan biaya operasional yang cukup besar dengan mendapatkan keuntungan yang juga cukup besar. Hanya sedikit dari jumlah nelayan Kabupaten Nias yang memiliki modal untuk menjalankan usaha kegiatan penangkapan ikan ini. Secara umum usaha penangkapan ikan dimodali dan dimiliki oleh pengusaha perikanan tangkap yang hanya memperkerjakan nelayan untuk melakukan penangkapan ikan di laut. Hal ini dibuktikan bahwa dari jumlah nelayan di Kabupaten Nias sebanyak 6701 0rang, persentase nelayan masih menggunakan perahu tanpa motor sekitar 64,04%, persentase yang menggunakan motor tempel (0,5 GT) 32,01%, dan persentase kapal motor 5 GT 3,34 %, serta persentase kapal motor 5-10 GT 0,56% (DKP
Nias 2006).
Untuk itu dalam memajukan usaha perikanan tangkap di
Kabupaten Nias perlu adanya subsidi pemerintah daerah dan pencairan pengkreditan perbankan dengan suku bunga yang masih terjangkau oleh nelayan agar usaha perikanan tangkap di Kabupaten Nias dapat lebih optimal sehingga pendapatan nelayan dan kesejahteraan nelayan secara khusus meningkat dan perekonomian masyarakat Kabupaten Nias secara umum akan berkembang. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Nias adalah ikan karang. Dengan potensi ikan karang yang ada dan peluang
pasar yang tinggi di daerah ini, menjadikan ikan karang sebagai
komoditas unggulan perikanan yang berpeluang untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis AHP, dari 3 komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Nias sebagai prioritas untuk dikembangkan dalam peningkatan pendapatan nelayan Nias dan sekaligus pengembangan perekonomian Kabupaten Nias yaitu; (1) tuna, (2) cakalang/tongkol, dan ikan karang. Hasil dengan menggunakan analisis AHP menunjukkan bahwa ikan karang merupakan alternatif prioritas sebagai komoditas unggulan perikanan untuk pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias dengan rasio kepentingan 0,447, kedua cakalang/tongkol dengan rasio kepentingan 0,384, dan terakhir adalah tuna dengan rasio kepentingan 0,169 pada inconsistency terpercaya 0,08. Diperindag Kupang kerjasama dengan LPUNC Kupang (2006) berhasil mengidentifikasi komoditas unggulan perikanan di Kupang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan pelagis kecil merupakan komoditas unggulan perikanan di Kupang. Faktor potensi dan peluang pasar sumberdaya ikan pelagis kecil
merupakan prioritas pengembangan perikanan di Kupang, dimana pada Tahun 2004 dari total produksi ikan-ikan pelagis kecil di NTT, sebesar 10.4% dihasilkan oleh Kabupaten Kupang dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 13.4%. Produksi hasil tangkapan yang ada tentu akan lebih meningkat lagi apabila usaha penangkapan itu dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang lebih baik. Ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan pelagis kecil di wilayah perairan laut Kabupaten Kupang memiliki peluang yang sangat p0tensial dan prospektif. Rehata (2003) melaporkan bahwa jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap tergantung pada alat tangkap yang digunakan. Hasil tangkapan utama dari penggunaan alat tangkap purse seine adalah jenis-jenis ikan tongkol, tembang, kembung, dan julungjulung. Dari total produksi ikan-ikan pelagis kecil pada tahun 2004, sekitar 50%-nya (2,320.0 ton) merupakan ikan-ikan pelagis kecil hasil penangkapan dengan alat purse seine, yang terdiri dari : 40% adalah ikan tongkol, kembung 5%, 35% ikan tembang, dan 20% lainnya adalah ikan julung-julung. Koefisien-koefisien inilah yang akan digunakan sebagai dasar untuk perkiraan produksi ikan-ikan pelagis. Jenis alat tangkap yang direkomendir dari pengkajian ini adalah alat angkap purseseine yang dioperasikan dengan kapal motor yang berukuran 5 GT. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan penangkapan ini dapat menjangkau wilayah perairan laut yang lebih luasa/jauh. Dibandingkan dengan alat tangkap yang lain seperti bagan perahu ataupun bagan tanam. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peluang pasar ikan pelagis kecil di Kupang cukup baik. Tingkat konsumsi ikan bagi penduduk NTT pada tahun 2004 mencapai sekitar 17.14 kg/kapita yang baru mencapai sekitar 68.56% dari strandar konsumsi ikan nasional yaitu 25 kg. Ikan-ikan pelagis kecil hasil tangkapan nelayan, umumnya dipasarkan dalam bentuk ikan segar yang dijual langsung kepada masayarakat di tempat pendaratan perahu (pendaratan ikan). Hanya sebagian kecil dari hasil tangkapan itu dijual dalam bentuk olahan berupa ikan kering/asin terutama untuk ikan teri. Proses pengolahan ikan-ikan itupun dilakukan melalui proses yang sederhana dan dalam skala kecil dalam lingkup rumah tangga. Kondisi pengolahan semacam di atas akan mempengaruhi kualitas yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual pula. Saluran pemasaran ikan yang terjadi selama ini adalah dari nelayan produsen dijual kepada pedagang
pengumpul dan dari pedagang pengumpul dijual kepada pedagang pengecer dan dari pedagang pengecer/keliling ke konsumen. Hasil penelitian Abdul dan Agus (2006) dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dalam penentuan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap Kabupaten Cilacap menunjukkan bahwa dari 27 komoditas jenis ikan yang didaratkan di Kabupaten Cilacap, terdapat 8 jenis komoditas ikan unggulan berdasarkan nilai LQ tertinggi antara lain ikan cakalang (LQ=23,27), bawal putih (LQ=9,72), udang (LQ=8,77) (layur=8,38), bawal hitam (LQ=6,75), cucut (LQ=6,14), cumi-cumi (LQ=1,40), dan kakap (LQ=1,22). Apabila nilai LQ lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa komoditas tersebut mampu untuk diekspor. Penentuan komoditas unggulan ini didasarkan atas potensi sumberdaya ikan yang bersangkutan cukup melimpah sehingga hasil tangkapan yang didapatkan oleh nelayan semakin besar dan permintaan pasar cukup tinggi terutama untuk pemenuhan kebutuhan ekspor, sehingga hal ini menyebabkan peningkatan pendapatan nelayan dan sekaligus memberikan kontribusi pada peningkatan perekonomian Kabupaten Cilacap. Efektifitas penangkapan ikan karang di perairan Kabupaten Nias dan perairan sekitarnya dalam pemanfaatan ikan karang sebagai komoditas unggulan yang terus menerus diekploitasi, selain menggunakan penangkapan ikan dengan pancing ulur juga dilakukan penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan bahan peledak (blast fishing), penggunaan racun (cyanide fishing) dan muroami (cang net), sedangkan non-ilegal tetapi bersifat merusak adalah jaring insang dasar, panah ikan, bubu, dan berbagai jaring lingkar lainnya, yang terutama dilakukan oleh nelayan dari luar Nias, seperti Sibolga dan nelayan-nelayan asing lainnya. Tindakan ini sudah termasuk dalam kegiatan destructive fishing yang menjadi salah satu bentuk praktek kenelayanan yang sudah lama terjadi di Indonesia (Zaelany et al. 2006). Hasil penelitian LIPI (2007) menyatakan bahwa persentase terumbu karang hidup di perairan Kabupaten Nias berada antara 4 % - 36 %, dengan rerata persentase tutupan karang hidup 11 %. Persentase ini menurun dari tahun ke tahun yang diakibatkan oleh destructive fishing yang dilakukan oleh sebagian nelayan lokal dan nelayan pendatang pada umumnya (Aceh dan Sibolga). Untuk itu
diharapkan pemerintah daerah Kabupaten Nias bersama dengan pemerintah Kota Sibolga dan pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam bekerja sama dalam pengelolaan sumber daya sebagai common property. Darmawan (1999) mengemukakan bahwa kendala yang menghalangi terwujudnya koordinasi dan kerjasama antara instansi adalah prioritas utama tiap institusi yang berbeda, keterbatasan dana, keterbatasan kualitas dan kualitas SDM, dan belum adanya kesepakatan nasional mengenai visi, misi, dan strategi pencapaian tujuan pembangunan perikanan di Indonesia. Pada saat ini program COREMAP telah memasuki fase akselerasi. LIPI merupakan lembaga pelaksana COREMAP I, yang selanjutnya untuk tahap II Departemen Kelautan dan Perikanan dipercaya sebagai pelaksana COREMAP II. Definisi dari program COREMAP II adalah upaya pengelolaan kekayaan laut dan pesisir khususnya ekosistem terumbu karang dan sumberdaya ikannya secara berkelanjutan, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proyek COREMAP II dirancang untuk mengatasi permasalahan yang mempunyai pengaruh besar terhadap kerusakan terumbu karang, sebagai berikut; (1) lemahnya pengelolaan dalam menghadapi ancaman perusakan, (2) ketidakjelasan institusi penanggung jawab dan kurang memadainya kapasitas kelembagaan, (3) lemahnya kebijaksanaan dan kerangka hukum, dan (4) kurangnya informasi mengenai terumbu karang. COREMAP II yang didanai oleh ADB dilaksanakan di Wilayah Indonesia barat, meliputi Provinsi Sumatra Utara (Kabupaten Nias dan Tapanuli Tengah), Sumatra Barat (Kabupaten Mentawai) dan Kepulauan Riau ( Kota Batam, Kabupaten
Kepri, Kabupaten
Natuna). Program kegiatan ini di
Kabupaten Nias telah berjalan dengan baik dan berdampak pada kesadaran nelayan lokal untuk mempertahankan kelestarian terumbu karang agar usaha penangkapan ikan berkelanjutan. Fauzi dan Anna (2002) mengemukakan bahwa keberlanjutan adalah merupakan kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumber daya dan masyarakat itu sendiri. Konsep pembangunan perikanan yang keberlanjutan mengandung aspek keberlanjutan ekologi (ecological sustainability), keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability), keberlanjutan kesejahteraan komunitas/masyarakat (community
sustainability), dan keberlanjutan kelembagaan (sustainability institutional). Lebih lanjut Suseno (2007) menjelaskan bahwa prinsip pengelolaan perikanan meliputi empat hal, yaitu : (1) Prinsip kehati-hatian (precautionary principle). Prinsip kehati-hatian dalam konteks pengelolaan perikanan termasuk dalam Pasal 7.5 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) 1995. Pasal itu menyebutkan, negara harus memberlakukan pendekatan yang bersifat kehatihatian secara luas demi konservasi, pengelolaan, dan pengusahaan sumberdaya
hayati
akuatik
guna
melindunginya
dan
mengawetkan
lingkungan akuatiknya. Lebih lanjut, CCRF 1995 menekankan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pendekatan yang bersifat kehatihatian, di antaranya ketidakpastian yang bertalian dengan ukuran dan produktivitas stok ikan, titik rujukan, kondisi stok yang berhubungan dengan titik rujukan tersebut, tingkat persebaran mortalitas penangkapan dari dampak kegiatan penangkapan, termasuk ikan buangan terhadap spesies bukan target dan spesies terkait (dependent species) serta keadaan lingkungan dan sosial ekonomi. Dalam menghadapi ketidakpastian sistem perikanan dan mengambil tindakan dengan pengetahuan yang tidak lengkap, pendekatan yang bersifat kehatihatian mengharuskan beberapa hal, antara lain (FAO 1995) : a Pertimbangan kebutuhan generasi mendatang dan upaya menghindari perubahan yang potensial tidak dapat dipulihkan. b Identifikasi awal dan hasil terhadap langkah untuk menghindari atau memperbaikinya dengan segera. c Tiap langkah perbaikan yang diperlukan harus segera diawali tanpa penundaan dan langkah itu harus segera diawali tanpa penundaan dan langkah itu harus mencapai tujuannya dengan segera pada skala waktu tidak lebih dari dua atau tiga dasawarsa. d Jika dampak yang paling mungkin dari penggunaan sumberdaya adalah ketidakpastian, harus ada prioritas untuk melestarikan kapasitas produktif dari sumberdaya tersebut.
e Kapasitas memanen dan mengolah harus sepadan dengan tingkat pelestarian sumberdaya yang diperkirakan, peningkatan dalam kapasitas selanjutnya harus ditahan jika produktivitas sumberdaya sudah sangat tidak pasti. f Semua kegiatan penangkapan harus memiliki hak pengelolaan terlebih dahulu dan tunduk pada tinjauan ulang secara berkala. g Kerangka kerja kelembagaan dan hukum untuk pengelolaan perikanan yang di dalamnya dilembagakan rencana pengelolaan yang melaksanakan butir-butir di atas untuk setiap perikanan. h Penempatan secara tepat tanggung jawab pembuktian yang memuaskan dengan cara melekatkan persyaratan di atas. (2) Prinsip tanggung jawab (responsible principle). Pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab tidak memperbolehkan hasil tangkapan melebihi jumlah potensi lestari yang boleh ditangkap. Hal itu karena pengelolaan perikanan dipengaruhi tingkat fluktuasi dalam kegiatan penangkapan tiap tahun secara signifikan. Namun, tidak berarti tangkapan tahunan tidak pernah melampaui produksi bersih tahunan. Dalam lingkup kebanyakan strategi permanen, variabilitas alami dan ketidakpastian menjadi sedemikian rupa sehingga hasil tangkapan ikan mungkin melampaui produksi dalam beberapa tahun. (3) Prinsip keterpaduan (comprehensif principle). Prinsip keterpaduan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan hal yang penting untuk diupayakan. Lewat keterpaduan di antara stakeholders yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan akan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, terakomodasikannya kepentingan masing-masing pihak serta keterpaduan antara hulu-hilir dan antarsektor. Prinsip keterpaduan itu akan teraktualisasikan dalam bentuk saling tukar informasi dan akses diantara stakeholders dalam meningkatkan kualitas
pengelolaan
berkelanjutan.
sumberdaya
kelautan
dan
perikanan
secara
Prinsip
keterpaduan
itu
pun
bersifat
dimensional
dengan
konteks
pembangunan berkelanjutan, yaitu berdimensi ekologis, ekonomis, sosialbudaya, hukum, dan kelembagaan serta politik. Dengan demikian, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan akan berjalan dengan baik. (4) Prinsip berkelanjutan (sustainable principle). Pembangunan berkelanjutan didefenisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi
akan
datang.
Konsep
pembangunan
berkelanjutan
adalah
pembangunan yang mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi, dan sosial. Setiap komponen itu saling berhubungan dalam satu sistem yang dipicu kekuatan dan tujuan. Sektor ekonomi dipakai melihat pengembangan sumberdaya manusia, khususnya lewat peningkatan konsumsi barang dan jasa pelayanan. Sektor lingkungan difokuskan pada perlindungan integritas sistem ekologi. Sektor sosial bertujuan untuk meningkatkan hubungan antara manusia, pencapaian aspirasi individu dan kelompok, serta penguatan nilai dan institusi. Sementara itu, Charles (2001) mengungkapkan, konsep pembangunan berkelanjutan mengandung aspek : a Keberlanjutan ekologi: memelihara keberlanjutan stok/biomas sehingga melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem dengan perhatian utama. b Keberlanjutan sosio-ekonomi: memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu. Mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan perhatian berkelanjutan. c Keberlanjutan komunitas: keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat harus menjadi perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan. d Keberlanjutan kelembagaan: menyangkut pemeliharaan aspek finansial dan administrasi yang sehat sebagai syarat ketiga pembangunan perikanan. Selanjutnya, Charles (2001) menyebutkan, ada tiga komponen kunci dalam sistem perikanan berkelanjutan, yaitu:
a Sistem alam (natural system) yang mancakup ikan, ekosistem, dan lingkungan biofisik. b Sistem manusia (human system) yang mencakup nelayan, sektor pengolah, pengguna, komunitas perikanan, dan lingkungan sosial.ekonomi/budaya. c Sistem pengelolaan perikanan (fishery management system) yang mencakup perencanaan
dan
kebijakan
perikanan,
managemen
perikanan,
pembangunan perikanan, dan penelitian perikanan. code of conduct for responsible fisheries (CCRF) merupakan tatalaksana yang memuat asas dan standar internasional mengenai sikap atau perilaku dalam praktek yang bertanggungjawab di perairan nasional maupun ZEE yang diberlakukan
termasuk
dalam
kegiatan
perikanan
tangkap.
Maksud
diberlakukannya CCRF dalam kegiatan subsektor perikanan tangkap adalah untuk menjamin konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati perairan melalui perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Butir-butir dalam prinsip-prinsip umum CCRF tersebut antara lain: (1) melindungi ekosistem perairan, (2) menjamin ketersediaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, (3) mencegah kondisi tangkapberlebi (overfishing), (4) rehabilitasi populasi perikanan dan habitat kritis, (5) mengupayakan konservasi, (6) penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, (7) pengontrolan yang efektif terhadap upaya-upaya penangkapan di laut, (8) mencegah konflik antar nelayan skala kecil, menengah dan industri, (9) penjaminan mutu hasil tangkapan, (10) penjaminan terhadap keamanan dan keselamatan kapal, alat tangkap dan BAK dan, (10) manajemen pengelolaan perikanan tangkap yang terpadu antar instansi/lembaga. Tenaga kerja yang akan terjun di usaha penangkapan ikan hendaknya menguasai prinsip-prinsip CCRF ini. Meski ketentuan tersebut tidak mengikat, karena indonesia merupakan bagian dari masyarakat dunia, maka hendaknya tidak mengabaikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam CCRF tersebut, mengandung nilai-nilai berkelanjutan sumberdaya ikan dan usaha penangkapan itu sendiri. Perhatian terhadap CCRF berimplikasi terhadap pengembangan perikanan nasional yang tidak hanya diarahkan untuk pengekploitasian sumber daya
perikanan sebesar-besarnya, tetapi juga diarahkan untuk mendukung pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab (responsible) Rekomendasi strategi dalam pengembangan perikanan karang di Kabupaten Nias yaitu melakukan pelatihan teknik dan manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM. Mangkuprawira dan Hubeis (2007) mengemukakan bahwa dengan pelatihan dan managemen untuk peningkatan kualitas SDM maka pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan yang ditetapkan akan tercapai. Berdasarkan pengamatan, kondisi SDM nelayan di Kabupaten Nias masih cukup rendah. Rendahnya kapasitas SDM nelayan di Kabupaten Nias dikarenakan beberapa hal, diantaranya; tingkat pendidikan yang rendah, penguasaan IPTEK yang rendah, rendahnya kemampuan manajerial serta keterbatasan teknologi yang digunakan. Pendekatan yang dilakukan dalam mengatasi terjadinya krisis SDM ada dua yaitu; (1) pendekatan pendidikan formal misalnya pemerintah daerah membuka peluang berdirinya sekolah kejuruan khusus perikanan sehingga SDM bidang perikanan di Kabupaten Nias semakin maju baik dari segi pengetahuan yang menyangkut tentang perikanan maupun secara teknis mempunyai keterampilan dalam penangkapan, pengolahan, dan pemasaran hasil tangkapan dan (2) pendekatan pendidikan informal misalnya mengadakan pelatihan/diklat, magang, studi banding, dan penyuluhan bagi para nelayan (Kusumastanto 2003). Strategi pengembangan SDM melalui pelatihan teknik dan manajemen kepada stakeholder yang terkait dalam kegiatan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Nias dimaksudkan bukan hanya untuk berorientasi pada peningkatan produksi tangkapan secara terus menerus tetapi dimaksudkan pada pemanfaatan sumberdaya ikan yang berbasis pada pengelolaan dan kehati-hatian. Pelatihan teknik dan manajemen ini dimaksudkan juga untuk peningkatan pengetahuan stakeholder terutama nelayan dan pengusaha perikanan tangkap di dalam mengadopsi teknologi penangkapan ikan yang produktif dan ramah lingkungan disamping mampu mengatur pendapatannya dari hasil tangkapan sehingga berpengaruh pada kesejahteraan nelayan itu sendiri dan usaha penangkapan yang berkelanjutan.
Wawan dan Wirman (2003) menyatakan bahwa faktor sumberdaya manusia merupakan faktor vital dalam proses pengembangan bisnis kelautan perikanan yang akan berjalan
penciptaan dan penguatan SDM handal serta
IPTEK perlu dilakukan melalui pembentukan jaringan kerja yang melibatkan unsur universitas yang berbasis pada sektor perikanan, pemerintah daerah dan swasta/pribadi serta pihak legislatif. Untuk itu pemerintah Kabupaten Nias diharapkan mampu mengalokasikan dan menyediakan anggaran khusus minimal 20 % dari total anggaran setiap tahunnya yang bersumber baik dari APBD maupun dana dari pusat ataupun bantuan donor luar negeri dalam menunjang kegiatan pelatihan teknis dan managemen sumberdaya manusia. Dari anggaran yang tersedia selama ini untuk pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Nias sebesar Rp. 6.862.000.000 per tahun, diperkirakan hanya 8 % yang terserap untuk program pengembangan SDM (Pemkab Nias 2007). Untuk menunjang pengembangan SDM pemerintah daerah juga terus membenahi dan membangun sarana dan prasarana pendukung kegiatan perikanan tangkap melalui penambahan jumlah boat 5 GT dan alat tangkap bagi nelayan, pembangunan pangkalan pendaratan ikan (PPI) serta depot bahan bakar minyak (BBM) untuk menunjang operasional kegiatan penangkapan ikan sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan dapat diusahakan secara optimal.
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1 Urutan prioritas jenis ikan unggulan dari Nias berdasarkan analytical hierarchy process (AHP) adalah ikan karang (rasio kepentingan 0,447), cakalang/tongkol (rasio kepentingan 0,384), dan tuna (rasio kepentingan 0,169). Ikan karang merupakan komoditas yang harus diprioritaskan pengembangannya. 2 Strategi melakukan pelatihan teknik dan manajemen usaha penangkapan ikan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) di Kabupaten Nias dari hasil analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) dengan nilai weighted attractiveness score (WAS) 442,87 diperkirakan akan mempunyai pengaruh/dampak terbesar terhadap keberhasilan pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Nias.
6.2 Saran 1 Perlu elaborasi dalam rangka pengembangan perikanan karang. Pelatihan dan manajemen untuk pengembangan sumberdaya manusia dalam penangkapan ikan karang dapat dilakukan melalui studi banding stakeholder terkait ke daerah lain, penyuluhan dan pengembangan kapasitas kelembangaan perikanan tangkap, serta pembangunan sekolah menengah kejuruan perikanan di Kabupaten Nias. 2 Perlu penelitian lebih lanjut tentang alat penangkapan ikan karang dan teknologi yang tepat untuk pengembangan perikanan karang yang produktif dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul KM, Agus S. 2006. Sondita MFA, Sobari MP, Simbolon D, Puspito G, Pane AB, Editor. Analisis Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Di dalam :Menuju Paradigma Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan Kerja sama antara DKP - IPB- BRR NAD NIAS. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Bogor: FPIK IPB. 372-379 hlm. Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. 370 hlm. Arsyad MA. 2005. Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna Di Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ayodhyoa H. 1987. Iptek Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Indonesia. Buletin PSP FPIK IPB 1:5-13. Baruadi ASR. 2004 Model Pengembangan Kegiatan Perikanan Tangkap Ikan Pelagis Di Provinsi Gorontalo (Tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Baskoro MS. 2006. Sondita MFA dan Solihin I, editor. Alat Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan. Di dalam : Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Kenangan Purnabakti Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja. Bogor: FPIKIPB .7- 18 hlm. Charles A. 2001. Sustainable Fishereis System. London: Oxford Blackwell Science 370 p. Dahuri R. 2000. Kebijaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan. Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil. Lombok: Makalah Seminar dan Kongres Kelautan Nasional KTT III. 15 November 2000. 40 hlm. _______. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Pesisir dan Lautan. Bogor : FPI KIPB. 233 hlm. Darmawan. 1999. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Melalui Kerjasama Dan Koordinasi Antara Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha: Suatu Konsep Kelembagaan. Buletin PSP FPIK IPB 8:35-42.
Deperindag Kupang. Analisis Komoditas Unggulan Dan Peluang Usaha enangkapan Ikan Pelagis Kecil Kerja Sama Dengan Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana Kupang. Kupang: 37 hlm DKP Nias . 2006. Buku Tahunan Statistik Perikanan Kabupaten Nias. Hasil Survey Produksi Perikanan. Gunungsitoli.32 hlm. . Rencana Strategi (Renstra). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias 2006-2011. Gunungsitoli : Pemerintah Kabupaten Nias. 34 hlm 2008. Buku Tahunan Statistik Perikanan Kabupaten Nias. Hasil Survey Produksi Perikanan. Gunungsitoli.36 hlm. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Defenisi dan Klasifikasi Statistik Perikanan Tangkap. Jakarta: DKP. 135 hlm. _________________________________. 2005. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan. Jakarta: DKP. 135 hlm. Effendi I dan Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. 161 hlm. FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome. 41 p Fauzi A, Anna S. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan: Aplikasi Pendekatan Rapfish (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan PKSPL IPB 4: 43-55. Gulland JA. 1991. Fish Stock Assessment. A Manual Basic of Methods. John Wiley & Sons. Chihcester – New York – Brisbane – Toronto - Singapure. 223 p. Haluan J. 1996. Studi Pemanfaatan Dan Potensi Sumberdaya Perikanan Di Perairan Sibolga, Pantai Barat Sumatera. Buletin PSP FPIK IPB 5:38-45. Handoko TH. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yokyakarta: BPFE . 462 hlm. Hermawan M, Sondita MFA, Fauzi A, Monintja DR. 2006. Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil. Buletin PSP FPIK IPB 15:1-19. Ihsan. 2000. Kajian Model Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Secara Optimal di Daerah Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Imron M. 2000. Stok Bersama Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Di Wilayah Perairan Indonesia. Buletin PSP FPIK IPB 9:41-52.
Kadarsan HW. 1984. Keuangan dan Pembiayaan Perusahaan Pertanian Dalam Hubungannya dengan Ilmu Ekonomi dan Keuangan. Bogor: IPB(Tidak Dipublikasikan). Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ke-2. Jakarta : Kencana. 239 hlm. Kusumastanto T. 1984. Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Utara Irian Jaya (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. _____________. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 153 hlm. Mangkuprawira TBS, Hubeis AV. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia. 212 hlm. Mangkusubroto K dan Trisnadi CL. 1985. Analisa Keputusan. Pendekatan Sistem Manajemen Usaha dan Proyek. Bandung: I T B. 271 hlm. Masyahoro ABD. 2004. Model Pengembangan Purse Seine yang Berkelanjutan di Perairan Kabupaten Parigi Moutong, Teluk Tomini (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Monintja DR. 2001. Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Prosiding Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: IPB. 156 hlm. ___________. 1987. Beberapa Teknologi Pilihan Untuk Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut Di Indonesia. Buletin PSP FPIK IPB 1:14-26. Muhammad S. 2002. Kajian Ekonomi Rumah Tangga Nelayan. Analisis Simulasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Berkelanjutan (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan. Divisi Buku Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 223 hlm. Murdiyanto B. 2004. Pelabuhan Perikanan. Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor: FPIK IPB. 142 hlm. Naamin N. 1987. Perikanan laut di Indonesia. Prospek dan Problema Pengembangan Sumberdaya Perikanan Laut. Seminar Laut Nasional II. Jakarta. Narbuko C, Achmadi A. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. 206 hlm.
Nikijuluw VPH. 2005. Politik Ekonomi Perikanan Bagaimana dan Kemana Bisnis Perikanan?. Jakarta: PT FERACO. 314 hlm. Nikijuluw VPH, Poeloe J, Dahlan MN, Purba CB. 2007. Sistem Alternatif Manajemen Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Nurhakim S. 2006. Sondita MFA, Sobari MP, Simbolon D, Puspito G, Pane AB, Editor. Peran Lembaga Riset DKP dalam Mewujudkan Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Di dalam :Menuju Paradigma Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan Kerja sama antara DKP - IPB- BRR NAD NIAS. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Bogor: FPIK IPB. 33- 47 hlm. Pemerintah Kabupaten Nias. 2007. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Nias Tahun Anggaran 2008. Gunungsitoli. hlm 87-91. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknis Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 89 hlm. Saaty TL. 1991. Decision Making for Leader: The Analytical Process for Decision Complex Word Edisi Bahasa Indonesia (Terjemahan oleh Ir. Liana S). Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. 270 hlm. Suboko B. Pengembangan Industri Kelautan Dan Perikanan Indonesia. Di dalam: Rangkaian Rembug Nasional Kelautan. Seminar Nasional Evolusi Kelautan Nusantara; IPB Convention Center - Bogor, 30 -31 Januari 2009. Pascasarjana FPIK Institut Pertanian Bogor. hlm 1-17 Suseno. 2007. Menuju Perikanan Berkelanjutan. Jakarta: Pustaka Cidesindo. 161 hlm. Sutisna DH. 2007. Model Pengembangan Perikanan Tangkap di Pantai Selatan Provinsi Jawa Barat (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Wawan E, Wirman S. 2003. Strategi Agribisnis Kelautan Perikanan. Bandung: Alqaprint Jatinangor. 201 hlm. Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajah Mada University Press. 250 hlm. Winardi, Manuputy AEW. 2007. Baseline Ekologi Nias. Jakarta: COREMAP II – LIPI.
Wudianto, Wagiyo K, Wibowo B. 2003. Sebaran Daerah Penangkapan Ikan Tuna di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumber Daya dan Penangkapan PRPT BRKP DKP 9:19-27. Wiyono ES. 2006. Mengapa Sebagian Besar Perikanan Dunia Overfishing? Suatu Telaah Manajemen Perikanan Konvensional. Inovasi : Vol 6: 33-36 hlm. Zaelany A, Sondita MFA, Purwaka T, Haluan J. 2006. Persepsi Tiga Stakeholder Terhadap Pekerjaan Nelayan Bom Ikan di Pulau Barrang Lompo, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Pesisir dan Lautan PKSPL IPB 7: 39-51. Yuliansyah H. 2002. Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan Nelayan di Kepulauan Riau Dalam Perspektif Otonomi Daerah (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yulistyo, Baskoro MS, Monintja DR, Iskandar BH. 2006. Analisis Kebijakan Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Berbasis Ketentuan Perikanan yang Bertanggung Jawab di Ternate, Maluku Utara. Buletin PSP FPIK IPB 15:7284.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Produksi ikan (Ton) Tahun 2006 di Kabupaten Nias No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Jenis Ikan Tuna Ikan lainnya Tongkol Cakalang Layar Cucut Terbang Layur Tenggiri Selar Kembung Tenggiri Papan Kakap Tetengkek Kerapu Kurusi Bambangan Biji Nangka Teri Lencam Talang-talang Pari Bianatang lainnya Belanak Peperek Kuwe Gulamah Lemuru Bawal Putih Ekor Kuning Gerot-gerot Japuh Alu-alu Beloso Cumi-cumi Parang-parang Julung-julung Remis Tembang Manyung Kuro/senangin Sunglir Bawal Hitam Lidah Sebelah Teripang Tiram Sewangi Udang Dogol
Jumlah (Ton) 1184,8 897,1 695,9 528,8 456,9 423,6 418,5 312,7 305,01 302,9 265,5 258 229,3 198,1 191,4 154,6 153,9 152,7 146,9 107 106,7 104,6 87,2 81,4 71,8 69,2 62,1 52,8 52,1 46,5 45 42,3 36,5 35,9 33,2 26,2 24,7 22,6 21,1 20,1 18 17,7 17 14,3 13,9 12,7 12,4 11,7 10,2
Persentase 13,77 10,42 8,09 6,14 5,31 4,92 4,86 3,63 3,54 3,52 3,08 3,00 2,66 2,30 2,22 1,80 1,79 1,77 1,71 1,24 1,24 1,22 1,01 0,95 0,83 0,80 0,72 0,61 0,61 0,54 0,52 0,49 0,42 0,42 0,39 0,30 0,29 0,26 0,25 0,23 0,21 0,21 0,20 0,17 0,16 0,15 0,14 0,14 0,12
No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 JUMLAH
Jenis Ikan Udang Putih Terubuk Kepiting Udang Barong Rajungan Udang Windu Mener Gurita Udang Lainnya Simping
Sumber : Data statistik DKP Nias (2006).
Jumlah (Ton) 8,3 5,1 4,8 4,8 4,7 4,6 3,6 3,5 2,7 2,2 8606,31
Persentase 0,10 0,06 0,06 0,06 0,05 0,05 0,04 0,04 0,03 0,03 100,00%
Lampiran 2 Perairan Nias sebagai lokasi utama kegiatan penangkapan ikan karang oleh nelayan lokal dan pendatang
Sumber : Baseline ekologi Nias (LIPI 2007).
Lampiran 3 Lokasi nelayan Nias melakukan penangkapan ikan pada area terumbu karang di perairan Nias bagian Utara
Keterangan : Luas area tutupan karang; Freenging reefs = 2.966 ha, Patch reefs = 650 ha, dan Shoal = 1.250 ha Sumber : Baseline ekologi Nias (LIPI 2007).
Lampiran 4 Lokasi nelayan Nias melakukan penangkapan ikan pada area terumbu karang di perairan Nias bagian Barat
Fringing reef 578,26 ha Patch reef 406,22 ha
Keterangan: Luas area tutupan karang; Freenging reefs = 578,26 ha dan Patch reefs =406,22 ha Sumber : Baseline ekologi Nias (LIPI 2007).
Lampiran 5 Potensi perikanan unggulan di Kabupaten Nias 1 Ikan kerapu (Spenepelus sp.) Tahun
C (ton) 127 127 133,2 107,6 191,4 220,83 907,03 151,1716667
2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
Pancing E (unit) 2425 2431 2446 1957 2113 2119 13491 2249
SUMMARY OUTPUT
CPUE 0,05237 0,05224 0,05446 0,05498 0,09058 0,10421 0,40885 0,06814 EMSY(a/2b) = 1745,335743 CMSY(a2/4b) = 167,1039686 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 0,191486331E - 0,0000548566E2
Regression Statistics Multiple R 0,502272446 R Square 0,25227761 Adjusted R Square 0,065347013 Standard Error 0,022327185 Observations 6
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 4 5
SS 0,000672769 0,001994013 0,002666782
Coefficients 0,191486331 -5,48566E-05
MS 0,000672769 0,000498503
Standard Error 0,106565605 4,72204E-05
F 1,349579009
Significance F 0,309947377
t Stat 1,796886816 -1,161713824
P-value 0,146769156 0,309947377
Lower 95% -0,104387222 -0,000185961
Upper 95% 0,487359883 7,62483E-05
Lower 95,0% -0,104387222 -0,000185961
Upper 95,0% 0,487359883 7,62483E-05
Lampiran 5 (Lanjutan)
2 Ikan kakap (Lutjanus spp.) Pancing
Tahun C (ton)
E (unit)
CPUE
2002 2003 2004 2005 2006 2007
155,3000 155,3000 166,2000 130,1900 229,3000 264,8700
2425 2431 2446 1957 2113 2119
0,0640 0,0639 0,0679 0,0665 0,1085 0,1250
TOTAL Rata2
1101,16 183,53
13491 2249
0,4959 0,0827 EMSY(a/2b) = 1788,84481 CMSY(a2/4b) = 198,9817538 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 0,2224695544E - 0,0000621825E2
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,4875186944 R Square 0,2376744774 Adjusted R Square 0,0470930968 Standard Error 0,0263282031 Observations 6,0000000000
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1,0000000000 4,0000000000 5,0000000000
SS 0,0008644592 0,0027726971 0,0036371564
Coefficients 0,2224695544 -0,0000621825
MS 0,0008644592 0,0006931743
Standard Error 0,1256620957 0,0000556823
F 1,2471022963
t Stat 1,7703791517 -1,1167373444
Significance F 0,3266573339
P-value 0,1513726388 0,3266573339
Lower 95% -0,1264243561 -0,0002167812
Upper 95% 0,5713634649 0,0000924163
Lower 95,0% -0,1264243561 -0,0002167812
Upper 95,0% 0,5713634649 0,0000924163
Lampiran 5 (Lanjutan)
3 Ikan bambangan (Lutjanus spp.) Tahun C (ton) 54,0000 54,0000 54,0000 113,9000 153,9000 175,5900 605,39 100,90
2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
Pancing E (unit) 2425 2431 2446 1957 2113 2119 13491 2249
SUMMARY OUTPUT
CPUE 0,0223 0,0222 0,0221 0,0582 0,0728 0,0829 0,2805 0,0467 EMSY(a/2b) = 1331,420212 CMSY(a2/4b) = 199,9818834 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 0,300403857E - 0,000112813E2
Regression Statistics Multiple R 0,851313236 R Square 0,724734226 Adjusted R Square 0,655917782 Standard Error 0,016436957 Observations 6
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 4 5
SS 0,002845309 0,001080694 0,003926003
MS 0,002845309 0,000270174
Coefficients 0,300403857 -0,000112813
F 10,53141064
Standard Error 0,078452087 3,4763E-05
Significance F 0,031518065
t Stat 3,829137848 -3,245213497
P-value 0,018631846 0,031518065
Lower 95% 0,082585943 -0,000209331
Upper 95% 0,518221771 -1,62958E-05
Lower 95,0% 0,082585943 -0,000209331
Upper 95,0% 0,518221771 -1,62958E-05
Lampiran 5 (Lanjutan)
4 Ikan kurisi (Nemipterus sp.) Tahun
C (ton) 84,4000 84,4000 87,6000 105,6000 154,6000 178,3300 694,93 115,82
2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
Pancing E (unit) 2425 2431 2446 1957 2113 2119 13491 2249
CPUE 0,0348 0,0347 0,0358 0,0540 0,0732 0,0842 0,3166 0,0528
SUMMARY OUTPUT
EMSY(a/2b) = 1471,451729 CMSYa2/4b) = 164,5382912 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 0,22364076E - 0,0000759932E2
Regression Statistics Multiple R 0,742995878 R Square 0,552042875 Adjusted R Square 0,440053594 Standard Error 0,016183822 Observations 6
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 4 5
SS 0,001291096 0,001047664 0,00233876
MS 0,001291096 0,000261916
Coefficients 0,22364076 -0,0000759932
F 4,929426
Standard Error 0,077243898 3,42276E-05
Significance F 0,090588973
t Stat 2,895254714 -2,220231069
P-value 0,044328448 0,090588973
Lower 95% 0,009177317 -0,000171024
Upper 95% 0,438104202 1,90379E-05
Lower 95,0% 0,009177317 -0,000171024
Upper 95,0% 0,438104202 1,90379E-05
Lampiran 5 (Lanjutan)
5 Ikan tuna (Thunnus sp.) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
Pancing 0,0061 0,0063 0,0061 0,0061 0,0070 0,0052 0,0369 0,0061 C total 692,3000 692,3000 696,0000 47,5000 852,8000 970,9200 3951,82 658,64
C (ton) 36,4425 36,4425 36,3714 3,9493 60,1435 67,9965 241,35 40,22
Pancing E (unit) 2425 2431 2446 1957 2113 2119 13491 2249
Fishing Power Index (FPI) Gill net besar Gill Net Kecil 1,0000 0,5017 1,0000 0,4955 1,0000 0,4728 1,0000 0,5983 1,0000 0,4566 1,0000 0,3374 6,0000 2,8623 1,0000 0,4770 E std 213,4784 219,2841 214,0688 172,0162 211,8426 156,8219 1187,5119 197,9186
CPUE std 3,2430 3,1571 3,2513 0,2761 4,0256 6,1912 20,1443 3,3574
CPUE 0,0150 0,0150 0,0149 0,0020 0,0285 0,0321 0,1075 0,0179
C (ton) 123,5483 120,2773 122,9673 9,2313 136,9832 156,9035 669,91 111,65
Gill Net Besar E (unit) 36 36 36 20 24 18 170 28
CPUE 3,4319 3,3410 3,4158 0,4616 5,7076 8,7169 25,0747 4,1791
C (ton) 557,9093 561,1803 557,1614 64,6193 987,6733 1114,6000 3843,14 640,52
Gill Net Kecil E (unit) 324 339 345 234 379 379 2000 333
CPUE 1,7219 1,6554 1,6150 0,2762 2,6060 2,9409 10,8153 1,8026
Lampiran 5 (Lanjutan)
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics
Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error
0,13951465 0,019464338 -0,225669578 2,102660508
Observations
6
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 4 5
SS 0,351054497 17,68472484 18,03577934
MS 0,351054497 4,42118121
Coefficients 5,335834195 -0,009996258
EMSY(a/2b) = 266,8915877 CMSY(a2/4b) = 712,0446299 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 5,335834195E - 0,009996258E2
F 0,079402875
Standard Error 7,073394472 0,035474749
Significance F 0,792085805
t Stat 0,754352697 -0,281785157
P-value 0,492614207 0,792085805
Lower 95% -14,30305726 -0,108489951
Upper 95% 24,97472565 0,088497436
Lower 95,0% -14,30305726 -0,108489951
Upper 95,0% 24,97472565 0,088497436
Lampiran 5 (Lanjutan)
6 Ikan cakalang (Katsuwonus sp.) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
Pancing 0,0061 0,0063 0,0061 0,0061 0,0070 0,0052 0,0369 0,0061 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
C (ton) 48,3605 48,3605 48,6190 3,3181 59,5722 67,8235 276,05 46,01
Pancing E (unit) 2425 2431 2446 1957 2113 2119 13491 2249
Fishing Power Index (FPI) Gill net besar 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 6,0000 1,0000
C total 692,3000 692,3000 696,0000 47,5000 852,8000 970,9200 3951,82 658,64
E std 213,4784 219,2841 214,0688 172,0162 211,8426 156,8219 1187,5119 197,9186
CPUE 0,0199 0,0199 0,0199 0,0017 0,0282 0,0320 0,1216 0,0203
Gill Net Kecil 0,5017 0,4955 0,4728 0,5983 0,4566 0,3374 2,8623 0,4770 CPUE std 3,2430 3,1571 3,2513 0,2761 4,0256 6,1912 20,1443 3,3574
C (ton) 116,7462 113,6553 117,0465 5,5227 96,6151 111,4421 561,03 93,50
Gill Net Besar E (unit) 36 36 36 20 24 18 170 28
CPUE 3,2430 3,1571 3,2513 0,2761 4,0256 6,1912 20,1443 3,3574
C (ton) 527,1933 530,2842 530,3345 38,6592 696,6126 791,6544 3114,74 519,12
Gill Net Kecil E (unit) 324 339 345 234 379 379 2000 333
CPUE 1,6271 1,5643 1,5372 0,1652 1,8380 2,0888 8,8206 1,4701
Lampiran 5 (Lanjutan)
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,13951465 R Square 0,019464338 Adjusted R Square -0,225669578 Standard Error 2,102660508 Observations 6
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 4 5
SS 0,351054497 17,68472484 18,03577934
MS 0,351054497 4,42118121
Coefficients 5,335834195 -0,009996258
EMSY(a/2b) = 192,383224 CMSY(a2/4b) = 515,0490794 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 5,354407402E - 0,013915994E2
F 0,079402875
Standard Error 7,073394472 0,035474749
Significance F 0,792085805
t Stat 0,754352697 -0,281785157
P-value 0,492614207 0,792085805
Lower 95% -14,30305726 -0,108489951
Upper 95% 24,97472565 0,088497436
Lower 95,0% -14,30305726 -0,108489951
Upper 95,0% 24,97472565 0,088497436
Lampiran 5 (Lanjutan)
7 Ikan tongkol (Auxis sp.) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2 Tahun
C (ton) 65,3008 65,3008 66,4050 11,3321 96,0533 109,1217 413,51 68,92
2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
Pancing 0,0131 0,0134 0,0130 0,0131 0,0149 0,0110 0,0786 0,0131
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TOTAL Rata2
C total 473,1000 481,1000 82,1000 695,9000 790,5800 2995,8800 5518,66 919,78
Pancing E (unit) 2425 2431 2446 1957 2113 2119 13491 2249
CPUE 0,0269 0,0269 0,0271 0,0058 0,0455 0,0515 0,1837 0,0306
Fishing Power Index (FPI) Gill net besar Gill Net Kecil 1,0000 0,5017 1,0000 0,4955 1,0000 0,4728 1,0000 0,5983 1,0000 0,4566 1,0000 0,3374 6,0000 2,8623 1,0000 0,4770
E std 237,9671 239,8014 156,1446 278,4152 222,6866 993,4712 2128,4861 354,7477
CPUE std 1,9881 2,0062 0,5258 2,4995 3,5502 3,0156 13,5854 2,2642
C (ton) 73,9340 71,9766 74,9769 8,8460 73,0613 84,0919 386,89 64,48
Gill Net Besar E (unit) 36 36 36 20 24 18 170 28
CPUE 2,0537 1,9993 2,0827 0,4423 3,0442 4,6718 14,2941 2,3823
C (ton) 333,8652 335,8227 339,7181 61,9220 526,7854 597,3663 2195,48 365,91
Gill Net Kecil E (unit) 324 339 345 234 379 379 2000 333
CPUE 1,0304 0,9906 0,9847 0,2646 1,3899 1,5762 6,2365 1,0394
Lampiran 5 (Lanjutan)
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,284497452 R Square 0,0809388 Adjusted R Square -0,1488265 Standard Error 1,499633627
Observations
6
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 4 5
SS 0,79221427 8,995604059 9,787818329
MS 0,79221427 2,248901015
Coefficients 5,354407402 -0,013915994
EMSY(a/2b) = 192,383224 C MSY (a2/4b) = 515,0490794 Fungsi Produksi : Y (CPUE) = a - bE C = aE - bE2 C = 5,354407402E - 0,013915994E2
F 0,352267292
Standard Error 5,044799276 0,023446502
Significance F 0,584767264
t Stat 1,061371743 -0,593521096
P-value 0,348354038 0,584767264
Lower 95% -8,652200854 -0,079013919
Upper 95% 19,36101566 0,051181932
Lower 95,0% -8,652200854 -0,079013919
Upper 95,0% 19,36101566 0,051181932
Lampiran 6 Analisis usaha unit penangkapan pancing mingguan 5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias No Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal Penangkapan 50.000.000 1.2 Peralatan alat tangkap Pancing 2.000.000 1.3 Mesin Induk 23 PK 30.000.000 1.4 Mesin lampu 800 Watt 1.200.000 1.4 Kompas 250.000 1.5 Radio SSB 2.300.000 1.7 Fish finder 7.500.000 1.8 GPS 3.500.000 1.6 Fiber isi 100 Kg Sebanyak 8 buah 4.800.000 1.7 Jerigen isi 35 liter sebanyak 10 buah 500.000 Jumlah 102.050.000 2 Biaya Tetap 2.1 Biaya penyusutan 2.1.1 Penyusutan kapal penangkapan 10.000.000 2.1.2 Peralatan alat tangkap Pancing 400.000 2.1.3 Mesin Induk 23 PK 6.000.000 2.1.4 Mesin lampu 800 Watt 240.000 2.1.5 Kompas 50.000 2.1.6 Radio SSB 460.000 2.1.7 Fish finder 1.500.000 2.1.8 Satelit 700.000 2.1.9 Fiber isi 100 Kg Sebanyak 8 buah 960.000 2.1.10 Jerigen isi 35 liter sebanyak 10 buah 100.000 Jumlah 20.410.000 2.2 Biaya perawatan 2.2.1 Perawatan kapal penangkapan 6.600.000 2.2.2 Perawatan mesin 2.400.000 Jumlah 9.000.000 3 Biaya tidak tetap 3.1 Minyak tanah 1.760.000 3.2 Bensin 6.160.000 3.3 Solar 73.920.000 3.4 Oli 2.860.000 3.5 Es 12.320.000 3.6 Air 264.000 3.7 Perbekalan 13.200.000 3.8 Upah ABK 26.400.000 Jumlah 136.884.000 Total Biaya 268.344.000 Total Penerimaan 343.000.000 Keuntungan 74.656.000
Lampiran 7 Cash flow unit perikanan pancing mingguan 5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias
Uraian 1. Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 1.2 Nilai sisa Jumlah Pemasukan 2. Arus keluar Investasi 1.1 Kapal Penangkapan 1.2 Peralatan alat tangkap Pancing 1.3 Mesin Induk 23 PK 1.4 Mesin lampu 800 Watt 1.4 Kompas 1.5 Radio SSB 1.7 Fish finder 1.8 GPS 1.6 Fiber isi 100 Kg Sebanyak 8 buah 1.7 Jerigen isi 35 liter sebanyak 10 buah Jumlah 2.2 Biaya Operasional 3.1 Minyak tanah 3.2 Bensin 3.3 Solar 3.4 Oli 3.5 Es 3.6 Air 3.7 Perbekalan 3.8 Upah ABK
2
0
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
0
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
4
7
8
9
10
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
343.000.000
50.000.000 2.000.000 30.000.000 1.200.000 250.000 2.300.000 7.500.000 3.500.000 4.800.000 500.000
50.000.000 2.000.000 30.000.000 1.200.000 250.000 2.300.000 7.500.000 3.500.000 4.800.000 500.000
102.050.000
102.050.000
Jumlah Biaya perawatan 2.2.1 Perawatan kapal penangkapan 2.3.2 Perawatan alat tangkap 2.2.2 Perawatan mesin Jumlah Jumlah Pengeluaran
3
Tahun Proyek 5 6
1
0
102.050.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
1.760.000 6.160.000 73.920.000 2.860.000 12.320.000 264.000 13.200.000 26.400.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
136.884.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
6.600.000 2.000.000 2.400.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 249.934.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
11.000.000 147.884.000
Net-benefit DF (9,5%) 9,50% PV NPV Net B/C IRR
(102.050.000) 1,00
195.116.000 0,91
195.116.000 0,83
195.116.000 0,76
195.116.000 0,70
195.116.000 0,64
93.066.000 0,58
195.116.000 0,53
195.116.000 0,48
195.116.000 0,44
195.116.000 0,40
-102.050.000 1.063.843.059 11 166%
178.188.128
162.728.884
148.610.853
135.717.674
123.943.081
53.989.130
103.369.889
94.401.725
86.211.621
78.732.074
Lampiran 8 Analisis usaha unit penangkapan alat tangkap pancing harian 0,5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias No 1
2 2.1
2.2
3
Uraian Investasi 1.1 Kapal Penangkapan 1.2 Peralatan alat tangkap Pancing 1.3 Mesin 5,5 PK 1.4 Lampu Petromaks 2 buah Jumlah Biaya Tetap Biaya penyusutan 2.1.1 Penyusutan kapal penangkapan 2.1.2 Peralatan alat tangkap Pancing 2.1.3 Mesin Induk 5,5 PK 2.1.4 Lampu Petromaks Jumlah Biaya perawatan 2.2.1 Perawatan kapal penangkapan 2.2.2 Perawatan petromaks 2.2.2 Perawatan mesin Jumlah Biaya tidak tetap 3.1 Minyak tanah 3.2 Bensin 3.7 Perbekalan 3.8 Upah ABK Jumlah Total Biaya Total Penerimaan Keuntungan
Nilai (Rp) 3.000.000 500.000 2.500.000 400.000 6.400.000
999.000 166.500 832.500 133.200 2.131.200 300.000 150.000 560.000 1.010.000 4.400.000 15.400.000 4.400.000 0 24.200.000 33.741.200 38.000.000 4.258.800
Lampiran 9 Cash flow unit perikanan pancing harian 0,5 GT oleh nelayan di Kabupaten Nias Tahun Proyek 1 2
0
Uraian 1. Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 1.2 Nilai sisa Jumlah Pemasukan
3
0
38.000.000
38.000.000
38.000.000
0
38.000.000
38.000.000
38.000.000
4.400.000 15.400.000 4.400.000 0 24.200.000
4.400.000 15.400.000 4.400.000 0 24.200.000
4.400.000 15.400.000 4.400.000 0 24.200.000
2.3.1 Perawatan kapal penangkapan
300.000
300.000
300.000
2.3.2 Perawatan Petromax
150.000
150.000
150.000
2.3.3 Perawatan mesin
560.000
560.000
560.000
2. Arus keluar 2.1 Biaya Investasi 2.1.1 Kapal Penangkapan 2.1.2 Peralatan alat tangkap Pancing 2.1.3 Mesin 5,5 PK 1.4 Lampu Petromaks 2 buah Sub Jumlah 2.2 Biaya Operasional 2.2.1 Minyak tanah 2.2.2 Bensin 2.2.3 Perbekalan 2.2.4 Upah ABK Sub Jumlah 2.3 Biaya perawatan
Sub Jumlah Jumlah Pengeluaran Net-benefit DF (9,5%)
3.000.000 500.000 2.500.000 400.000 6.400.000
6.400.000 -6.400.000 1,00
1.010.000 25.210.000 12.790.000 0,91
1.010.000 25.210.000 12.790.000 0,83
1.010.000 25.210.000 12.790.000 0,76
11.680.365
10.667.000
9.741.553
9,50% PV NPV Net B/C IRR
-6.400.000 25.688.918 5 166%
Lampiran 10 Analisis usaha unit penangkapan gill net bermata besar 5 GT mingguan oleh nelayan di Kabupaten Nias No
Uraian
1
Investasi
1.1 Kapal Penangkapan
50.000.000
1.2 Jaring Gillnet
79.080.000
1.3 Mesin Induk 23 PK
30.000.000
1.4 Mesin lampu 800 Watt 1.4 Kompas
2
1.6 Fiber isi 100 Kg Sebanyak 8 buah
4.800.000
Jumlah Biaya Tetap
500.000 167.430.000
Biaya penyusutan 2.1.1 Penyusutan kapal penangkapan
10.000.000
2.1.2 Penyusutan jaring gillnet
15.816.000
2.1.4 Mesin lampu 800 Watt 2.1.5 Kompas
3
250.000 1.600.000
2.1.3 Mesin Induk 23 PK
2.2
1.200.000
1.5 Radio HT 1.7 Jerigen isi 35 liter sebanyak 10 buah
2.1
Nilai (Rp)
6.000.000 240.000 50.000
2.1.6 Radio HT
320.000
2.1.7 Fiber isi 100 Kg Sebanyak 8 buah
960.000
2.1.8 Jerigen isi 35 liter sebanyak 10 buah
100.000
Jumlah Biaya perawatan
33.486.000
2.2.1 Perawatan kapal penangkapan
6.600.000
2.2.3 Perawatan alat tangkap
5.040.000
2.2.2 Perawatan mesin
2.400.000
Jumlah Biaya tidak tetap
14.040.000
3.1 Minyak tanah
1.480.000
3.2 Bensin 3.3 Solar
5.180.000 46.620.000
3.4 Oli
2.405.000
3.5 Es
15.540.000
3.6 Air
222.000
3.7 Perbekalan
11.100.000
3.8 Upah ABK
22.200.000
Jumlah
104.747.000
Total Biaya
319.703.000
Total Penerimaan
360.750.000
Keuntungan
41.047.000
Lampiran 11 Cashflow unit perikanan gill net bermata besar 5 GT mingguan oleh nelayan di Kabupaten Nias Tahun Proyek Uraian
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
1. Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan
0
1.2 Nilai sisa Jumlah Pemasukan
360.750.000 -
0
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
-
-
-
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
360.750.000
2. Arus keluar 2.1 Biaya Investasi 2.1.1 Kapal Penangkapan
50.000.000
50.000.000
2.1.2 Jaring Gillnet
79.080.000
79.080.000
2.1.3 Mesin Induk 23 PK
30.000.000
30.000.000
1.200.000
1.200.000
2.1.4 Mesin lampu 800 Watt 2.1.5 Kompas
250.000
250.000
2.1.6 Radio HT
1.600.000
1.600.000
2.1.7 Fiber isi 100 Kg Sebanyak 8 buah
4.800.000
4.800.000
2.1.8 Jerigen isi 35 liter sebanyak 10 buah Sub-Jumlah
500.000
500.000
167.430.000
167.430.000
2.2 Biaya Operasional 2.2.1 Minyak tanah
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
1.480.000
2.2.2 Bensin
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
5.180.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
46.620.000
2.2.4 Oli
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.405.000
2.2.5 Es
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
15.540.000
222.000
222.000
222.000
222.000
222.000
222.000
222.000
222.000
222.000
222.000
2.2.7 Perbekalan
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
11.100.000
2.2.8 Upah ABK
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
22.200.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
104.747.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
6.600.000
2.2.3 Solar
2.2.6 Air
Sub-Jumlah 2.3 Biaya perawatan 2.3.1 Perawatan kapal penangkapan
2.3.2 Perawatan alat tangkap
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
5.040.000
2.3.3 Perawatan mesin
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
14.040.000
14.040.000
14.040.000
14.040.000
14.040.000
14.040.000
14.040.000
14.040.000
Sub-jumlah
5.040.000 2.400.000 14.040.000
5.040.000 2.400.000 14.040.000
167.430.000
118.787.000
118.787.000
118.787.000
118.787.000
118.787.000
286.217.000
118.787.000
118.787.000
118.787.000
118.787.000
Net-benefit
-167.430.000
241.963.000
241.963.000
241.963.000
241.963.000
241.963.000
74.533.000
241.963.000
241.963.000
DF (9,5%)
1,00
241.963.000 0,44
241.963.000 0,40
106.910.876
97.635.503
Jumlah Pengeluaran
0,91
0,83
0,76
0,70
0,64
0,58
0,53
0,48
9,50% PV NPV Net B/C IRR
-167.430.000,00
220.970.776
201.799.796
1.254.677.888 8 123%
184.292.051
168.303.243
153.701.592
43.237.830
128.188.813
117.067.409
Lampiran 12 Analisis usaha unit penangkapan alat tangkap gill net bermata kecil 0,5 GT harian oleh nelayan di Kabupaten Nias No Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal Penangkapan 3.000.000 1.2 Peralatan alat tangkap Gill Net 3.600.000 1.3 Mesin 5,5 PK 2.500.000 1.4 Lampu Petromaks 2 buah 400.000 Jumlah 9.500.000 2 Biaya Tetap 2.1 Biaya penyusutan 2.1.1 Penyusutan kapal penangkapan 1.000.000 2.1.2 Peralatan alat tangkap Gill Net 720.000 2.1.3 Mesin Induk 5,5 PK 833.333 2.1.4 Lampu Petromaks 133.333 Jumlah 2.686.667 2.2 Biaya perawatan 2.2.1 Perawatan kapal penangkapan 300.000 2.2.2 Perawatan petromaks 150.000 2.2.3 Perawatan alat tangkap 250.000 2.2.4 Perawatan mesin 560.000 Jumlah 1.260.000 3 Biaya tidak tetap 3.1 Minyak tanah 4.400.000 3.2 Bensin 15.400.000 3.7 Perbekalan 4.400.000 3.8 Upah ABK Jumlah 24.200.000 Total Biaya 37.646.667 Total Penerimaan 39.500.000 Keuntungan 1.853.333
Lampiran 13 Cash flow unit perikanan gill net bermata kecil 0,5 GT harian oleh nelayan di Kabupaten Nias Uraian 1. Arus Masuk
Tahun Proyek 1 2
0
3
1.1 Nilai hasil tangkapan
0
39.500.000
39.500.000
39.500.000
1.2 Nilai sisa
0
-
-
-
Jumlah Pemasukan
0
39.500.000
39.500.000
39.500.000
4.400.000
4.400.000
4.400.000
2.2.2 Bensin
15.400.000
15.400.000
15.400.000
2.2.3 Perbekalan Sub Jumlah 2.3 Biaya perawatan
4.400.000 24.200.000
4.400.000 24.200.000
4.400.000 24.200.000
2.3.1 Perawatan kapal penangkapan
300.000
300.000
300.000
2.3.2 Perawatan Petromax
150.000
150.000
150.000
2.3.3 Perawatan Alat Tangkap
250.000
250.000
250.000
2.3.3 Perawatan mesin
560.000
560.000
560.000
1.260.000
1.260.000
1.260.000
9.500.000 9.500.000 1,00
25.460.000
25.460.000
25.460.000
14.040.000 0,91
14.040.000 0,83
14.040.000 0,76
-9500000
12821917,81 25.725.052 4 116%
11709513,98
10693620,07
2. Arus keluar 2.1 Biaya Investasi 2.1.1 Kapal Penangkapan 2.1.2 Peralatan alat tangkap Gill net 2.1.3 Mesin 5,5 PK 2.1.4 Lampu Petromaks 2 buah Sub Jumlah 2.2 Biaya Operasional
3.000.000 3.600.000 2.500.000 400.000 9.500.000
2.2.1 Minyak tanah
Sub Jumlah Jumlah Pengeluaran Net-benefit DF (9,5%) 0,095 PV NPV Net B/C IRR
Lampiran 14
Penerimaan total penerimaan per tahun hasil tangkapan pancing 0,5 GT, pancing 5 GT, Gill net bermata kecil 0,5 GT, dan Gill net bermata besar 5 GT
Pancing 0,5 GT Musim
Paceklik (Juni-juli)
Sedang (Agustus-Desember)
Puncak (Januari-Mei)
Jumlah Trip (8-10 jam/trip)
20
100
100
Rata-rata hasil tangkapan per trip (kg)
2,5
5
10
Total Hasil Tangkapan per musim (kg)
50
500
1000
Rata-rata harga ikan (Rp)/(kg) tiap musim
30.000
27.000
23.000
Penerimaan per musim (Rp)
1.500.000
13.500.000
23.000.000
Total penerimaan dalam 1 Tahun (Rp)
38.000.000
Jenis ikan Hasil tangkapan utama
Ikan karang seperti kerapu, kakap, bambangan, kurisi
Pancing 5 GT Musim
Paceklik (Juni-juli)
Sedang (Agustus-Desember)
Puncak (Januari-Mei)
Jumlah Trip (5 hari/trip)
4
20
20
Rata-rata hasil tangkapan per trip (kg)
200
250
400
Total Hasil Tangkapan per musim (kg)
800
5.000
8.000
Rata-rata harga ikan (Rp)/(kg) tiap musim
30.000
27.000
23.000
Penerimaan per musim (Rp)
24.000.000
135.000.000
184.000.000
Total penerimaan dalam 1 Tahun (Rp)
343.000.000
Jenis ikan Hasil tangkapan utama
Ikan karang seperti kerapu, kakap, bambangan, kurisi
Gill net bermata kecil 0,5 GT Musim
Paceklik (Juni-juli)
Sedang (Agustus-Desember)
Puncak (Januari-Mei)
Jumlah Trip (5 hari/trip)
20
100
100
Rata-rata hasil tangkapan per trip (kg)
2,5
5
15
Total Hasil Tangkapan per musim (kg)
50
500
1500
Rata-rata harga ikan (Rp)/(kg) tiap musim
25.000
22.500
18.000
Penerimaan per musim (Rp)
1.250.000
11.250.000
27.000.000
Total penerimaan dalam 1 Tahun (Rp)
39.500.000
Jenis ikan Hasil tangkapan utama
Tuna, Cakalang, Tongkol
Gill net bermata besar 5 GT Musim
Paceklik (Juni-juli)
Sedang (Agustus-Desember)
Puncak (Januari-Mei)
Jumlah Trip (5 hari/trip)
2
15
20
Rata-rata hasil tangkapan per trip (kg)
150
300
700
Total Hasil Tangkapan per musim (kg)
300
4500
14000
Rata-rata harga ikan (Rp)/(kg) tiap musim
25.000
22.500
18.000
Penerimaan per musim (Rp)
7.500.000
101.250.000
252.000.000
Total penerimaan dalam 1 Tahun (Rp)
360.750.000
Jenis ikan Hasil tangkapan utama Sumber: Hasil penelitian (2008)
Tuna, Cakalang, Tongkol
Lampiran 15 Posisi kriteria komoditas ikan unggulan pada level kedua (setelah goal) pada aplikasi Program Software Expert Choice AHP.
Lampiran 16
Rasio kepentingan kriteria dalam penentuan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 17 Pembandingan kriteria tingkat produksi dan harga terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 18
Kriteria permintaan pasar lokal terhadap komodidas ikan unggulan.
Lampiran 19 Kriteria peluang ekspor antara pulau terhadap komodidas ikan unggulan.
Lampiran 20 Kriteria sarana dan prasarana penunjang terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 21 Kriteria keterkaitan ke depan dan ke belakang terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 22 Kriteria skala pengembangan terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 23 Dukungan dan peran pemerintah terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 24 Kriteria penyerapan tenaga kerja terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 25 Kriteria ketersediaan teknologi terhadap komoditas ikan unggulan.
Lampiran 26 Hasil sruktur hierarki komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 27 Prioritas alternatif komoditas ikan unggulan di Kabupaten Nias.
Lampiran 28 Posisi peranan aktor dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 29 Rasio Kepentingan antara aktor dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Nias.
Lampiran 30 Kepentingan faktor potensi sumberdaya SDI dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
tangkap
Lampiran 31
Rasio kepentingan pada faktor potensi sumberdaya SDI dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 32 Kepentingan faktor sarana dan prasarana dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
tujuan
Lampiran 33 Rasio Kepentingan faktor sarana dan prasarana dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 34
Kepentingan faktor potensi sumberdaya SDM dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 35 Rasio Kepentingan faktor potensi sumberdaya SDM dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 36
Kepentingan faktor potensi teknologi dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 37 Rasio kepentingan faktor potensi teknologi dalam mewujudkan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran
tujuan
38 Kepentingan faktor peluang pasar dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 39
Rasio kepentingan faktor peluang pasar dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 40 Kepentingan faktor unit penangkapan dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 41 Rasio kepentingan faktor unit penangkapan dalam mewujudkan tujuan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Nias.
Lampiran 42 Urutan prioritas tujuan pembangunan perikanan Kabupaten Nias
tangkap
di
Lampiran 43 Analsisis optimalisasi alat penangkapan ikan MIN DA1+DA2+DA3+DA4+DA5+DA6+DA7+DA8+DA9+DA10+DA11+DA12+DA13+DA1 4+DA15+DA16+DA17+DA18+DA19+DB20+DB21 SUBJECT TO 0.0681X1+DA1<=167.1040 0.0827X1+DA2<=198.9818 0.0467X1+DA3<=199.9819 0.0528X1+DA4<=164.5383 0.0179X1+4.1791X2+1.8026X3+DA5<=843.5020 0.0203X1+3.3574X2+1.4701X3+DA6<=712.0446 0.0306X1+2.3823X2+1.0394X3+DA7<=515.0491 1.06135X1+DA8<=1745.3357 1.06135X1+DA9<=1788.8448 1.06135X1+DA10<=1331.4202 1.06135X1+DA11<=1471 0.0044X1+1.000X2+0.4770X3+DA12<=161.9078 0.0061X1+1.000X2+0.4770X3+DA13<=266.8916 0.0131X1+1.000X2+0.4770X3+DA14<=192.3832 2171X1+763X2+2200X3+DA15<=555845 167X1+6622X2+DA16<=667200 1086X1+418X2+1100X3+DA17<=708000 201X1+7758X2+DA18<=333844000 382X1+19783X2+DA19<=3650000 2X1+3X2+1X3+DB20>=9303 2231052X1+17807292X2+1975000X3+DA21<=3012077200 END
Lampiran 43 (Lanjutan) LP OPTIMUM FOUND AT STEP 3 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 8572.387 VARIABLE VALUE REDUCED COST DA1 0.000000 1.000000 DA2 0.000000 1.000000 DA3 0.000000 1.000000 DA4 0.000000 1.000000 DA5 0.000000 1.000000 DA6 0.000000 1.000000 DA7 0.000000 1.000000 DA8 0.000000 1.000000 DA9 0.000000 1.000000 DA10 0.000000 1.000000 DA11 0.000000 1.000000 DA12 0.000000 1.000000 DA13 0.000000 1.000000 DA14 0.000000 1.000000 DA15 0.000000 1.000894 DA16 0.000000 1.000350 DA17 0.000000 1.000000 DA18 0.000000 1.000000 DA19 0.000000 1.000000 DB20 8572.386719 0.000000 DB21 0.000000 1.000000 X1 222.594223 0.000000 X2 95.141464 0.000000 X3 0.000000 0.967487 DA21 0.000000 0.000000 ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 151.945343 0.000000 3) 180.573257 0.000000 4) 189.586746 0.000000 5) 152.785324 0.000000 6) 441.911896 0.000000 7) 388.098022 0.000000 8) 281.582184 0.000000 9) 1509.085327 0.000000 10) 1552.594482 0.000000 11) 1095.169800 0.000000 12) 1234.749634 0.000000 13) 65.786926 0.000000 14) 170.392319 0.000000 15) 94.325745 0.000000 16) 0.000000 0.000894 17) 0.000000 0.000350 18) 426493.531250 0.000000 19) 333061152.000000 0.000000 20) 1682785.500000 0.000000 21) 0.000000 1.000000 22) 821246208.000000 0.000000 NO. ITERATIONS= 3
Lampiran 44
Kondisi aspek teknis, aspek biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nias Aspek teknik Aspek biologi Aspek ekonomi Aspek sosial
Kekuatan (S)
(I)
Bantuan sarana alat tangkap selalu ada baik dari pemerintah maupun lembaga donor/NGO*.
Sumber daya ikan tersedia**.
Usaha perikanan gillnet (jaring tongkol) dan perikanan pancing menguntungkan**.
Adanya penampung semua jenis Ikan karang ( ikan ekonomis penting) di Sibolga **.
Jumlah sumber daya manusia (nelayan) cukup tersedia**.
Komposisi hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan ekonomis penting**.
Armada Perikanan gill net (jaring tongkol) dan perikanan pancing layak untuk dijalankan (ditingkatkan)**.
Kondisi Kabupaten Nias yang aman (stabil)*.
Perkembangan produksi hasil tangkapan gill net (jaring tongkol) dan pancing yang tidak terdata**.
Harga ikan hasil tangkapan ditetapkan oleh pemilik kapal**.
Kesadaran nelayan dalam mengurus izin usaha penangkapan ikan masih rendah**.
Rantai pemasaran antar wilayah lama, panjang, dan membutuhkan biaya yang sedikit besar*.
Retribusi nelayan untuk pembayaran pajak terhadap hasil tangkapan masih rendah*.
Usaha perikanan gillnet (jaring tongkol) dan perikanan pancing menguntungkan**.
Kondisi aman*.
Letak geografis yang dekat dengan lokasi fishing gound (Samudera Hindia)**. Keahlian dan keterampilan Sumberdaya manusia/nelayan masih rendah**. Managemen pengelolaan perikanan yang masih rendah*. Kelemahan (W)
(E)
Peluang (O)
Ancaman (T) Keterangan :
Pembangunan fasilitas penunjang yang tidak terencana dan tidak bermanfaat serta tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan *. Kawasan ZEE mempunyai peluang untuk dimanfaatkan terutama dalam penangkapan ikan pelagis besar*.
Hasil tangkapan relatif banyak**.
Peluang ekspor ikan karang**.
Sumber daya ikan pelagis besar cukup tersedia* .
Tingkat pengrusakan lingkungan terutama ekosistem terumbu dan mangrove karang yang semakin terancam terutama efek dari penangkapan ikan karang maupun kondisi alam yaitu gempa bumi dan tsunami**.
Perkembangan produksi hasil tangkapan gill net (jaring tongkol) dan pancing yang tidak terdata**.
* = Pendapat responden.
**
= Pendapat peneliti.
Kabupaten
Nias
Nelayan cukup terbuka menerima teknologi baru**. Harga ikan hasil tangkapan di ditetapkan oleh pemilik kapal**.
yang
dalam
Adanya kapal patroli pengawasan oleh angkatan laut sibolga* Adanya kapal pukat ikan yang dioperasikan oleh nelayan Sibolga*.
Lampiran 45 No 1 2 3 4 1 2 3 4
Faktor strategi internal kekuatan (Strengths = S) dan kelemahan (Weaknesses = W) Faktor Kunci Internal Kekuatan (Strengths = S) Ketersediaan bantuan sarana alat tangkap selalu ada baik dari pemerintah maupun lembaga donor/NGO Ketersediaan yang cukup jumlah sumberdaya manusia (nelayan) di Kabupaten Nias Posisi letak geografis yang dekat dengan lokasi fishing gound (Samudera Hindia) Adanya penampung semua jenis ikan karang ( ikan ekonomis penting) di Sibolga Kelemahan (Weakness = W) Keahlian dan keterampilan Sumberdaya manusia/nelayan masih rendah Managemen pengelolaan perikanan tangkap yang masih rendah Pembangunan fasilitas penunjang yang tidak terencana dan tidak bermanfaat serta tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan Kesadaran nelayan dalam mengurus izin usaha penangkapan ikan masih rendah
Lampiran 46 No 1 2 1
2 3 4
Faktor strategi eksternal peluang (Opportunities = O) dan ancaman (Threats = T) Faktor Kunci eksternal Peluang (Opportunities = O) Lokasi yang dekat dengan kawasan ZEE mempunyai peluang untuk dimanfaatkan terutama dalam penangkapan ikan pelagis besar Peluang ekspor untuk ikan karang Ancaman (Threats = T) Tingkat pengrusakan lingkungan terutama ekosistem terumbu karang dan mangrove yang semakin terancam terutama efek dari penangkapan ikan karang maupun kondisi alam yaitu gempa bumi dan tsunami yang baru terjadi akhir-akhir ini Perkembangan produksi hasil tangkapan gill net (jaring tongkol) dan pancing yang tidak terdata Adanya kapal patroli pengawasan oleh angkatan laut sibolga Adanya kapal pukat ikan yang dioperasikan oleh nelayan Sibolga di Perairan Kabupaten Nias
Lampiran 47 Hasil analisis matriks SWOT Kekuatan (Strengths = S) Ketersediaan bantuan sarana alat tangkap selalu ada baik dari pemerintah maupun lembaga donor/NGO. 2 Ketersediaan yang cukup jumlah sumberdaya manusia(nelayan) di Kabupaten Nias. 3 Posisi letak geografis yang dekat dengan lokasi fishing gound (Samudera Hindia). 4 Adanya penampung semua jenis ikan karang ( ikan ekonomis penting) di Sibolga. 1
Faktor kunci internal
Kelemahan (Weaknesses = W) Keahlian dan keterampilan Sumberdaya manusia/nelayan masih rendah.
1
2
Managemen pengelolaan perikanan tangkap yang masih rendah.
3
Pembangunan fasilitas penunjang yang tidak terencana dan tidak bermanfaat serta tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan.
4
Kesadaran nelayan dalam mengurus izin usaha penangkapan ikan masih rendah.
Faktor kunci eksternal Peluang (Opportuniies = O) Lokasi yang dekat dengan kawasan ZEE mempunyai peluang untuk dimanfaatkan terutama dalam penangkapan ikan pelagis besar. 2 Peluang ekspor untuk ikan karang. 1
1
2
3
4
Ancaman (Threats = T) Tingkat pengrusakan lingkungan terutama ekosistem terumbu karang dan mangrove yang semakin terancam terutama efek dari penangkapan ikan karang maupun kondisi alam yang rawan gempa bumi dan tsunami seperti yang baru terjadi akhirakhir ini. Perkembangan produksi hasil tangkapan gill net (jaring tongkol) dan pancing yang tidak terdata. Adanya kapal patroli pengawasan oleh angkatan laut Sibolga. Adanya kapal pukat ikan yang dioperasikan oleh nelayan Sibolga di Perairan Kabupaten Nias.
Strategi SO 1 Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar dan ikan karang yang lestari dan berkelanjutan (S1, S2, S3, O1). 2 Pembangunan sarana/ prasarana dan peningkatan armada penangkapan secara terencana (S1, S2, S3, S4, O1, O2). Strategi S T 3 Peningkatan penyuluhan oleh dinas terkait tentang daerah yang strategi operasional penangkapan (fishing ground) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan (S1, S2, S3, T1). 4 Peningkatan kerja sama dan koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan angkatan laut sibolga dalam hal pengawasan dan penertiban izin operasional kapal penangkapan ikan (S1, S3, T3, T4).
5
Strategi W O Melakukan pelatihan teknik dan manajemen untuk meningkatkan kualitas SDM di Kabupaten Nias (W1,W2, O1, O2).
Strategi W T 6 Melakukan kerja sama dalam pengelolaan sumber daya perikanan antara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kotamadya Sibolga serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (W1,W2, T1, T2, T4).
Lampiran 48 Hasil analisis matriks IFE (internal factor evaluation) No
Faktor Kunci Internal
Skala
Share
Bobot
Rating
Skor
3
21,43
10,72
3
32,16
3
21,43
10,72
3
32,16
4
28,57
14,29
4
57,16
4
28,57
14,29
4
57,16
2
20,00
10,00
2
20,00
2
20,00
10,00
2
20,00
3
30,00
15,00
3
45,00
3
30,00
15,00
3
45,00
Faktor Kekuatan (S)
1 2 3 4
1 2 3
4
Ketersediaan bantuan sarana alat tangkap selalu ada baik dari pemerintah maupun lembaga donor/NGO. Ketersediaan yang cukup jumlah sumber daya manusia(nelayan) di Kabupaten Nias. Posisi letak geografis yang dekat dengan lokasi fishing ground (Samudera Hindia). Adanya penampung semua jenis ikan karang (ikan ekonomis penting) di Sibolga. Faktor Kelemahan (W) Keahlian dan keterampilan Sumber daya manusia/nelayan masih rendah. Managemen pengelolaan perikanan tangkap yang masih rendah. Pembangunan fasilitas penunjang yang tidak terencana dan tidak bermanfaat serta tidak adanya monitoring atau pendamping dari pemberi bantuan. Kesadaran nelayan dalam mengurus izin usaha penangkapan ikan masih rendah.
Total
308,64
Lampiran 49 Hasil analisis matriks EFE (external factor evaluation) No 1
2 1
2 3 4
Faktor Kunci Eksternal Faktor Peluang (O) Lokasi yang dekat dengan kawasan ZEE mempunyai peluang untuk dimanfaatkan terutama dalam penangkapan ikan pelagis besar. Peluang ekspor untuk ikan karang. Faktor Ancaman (T) Tingkat pengrusakan lingkungan terutama ekosistem terumbu karang dan mangrove yang semakin terancam terutama efek dari penangkapan ikan karang maupun kondisi alam yang rawan gempa bumi dan tsunami seperti yang baru terjadi akhir-akhir ini. Perkembangan produksi hasil tangkapan gill net (jaring tongkol) dan pancing yang tidak terdata. Adanya kapal patroli pengawasan oleh angkatan laut Sibolga. Adanya kapal pukat ikan yang dioperasikan oleh nelayan Sibolga di perairan Kabupaten Nias.
Skala
Share
Bobot
Rating
Skor
4
50
25,00
4
100,00
4
50
25,00
4
100,00
3
23,08
11,54
3
34,62
4
30,77
15,39
4
61,56
3
23,08
11,54
3
34,62
3
23,08
11,54
3
34,62
Total Keterangan: Skala/Rating 1 = Kontribusi sangat lemah, Kontribusi sangat kuat.
365,42 3 = Kontribusi kuat,
2 = Kontribusi lemah, 4 =
Lampiran 50
Pengaruh setiap strategi terhadap faktor SWOT perikanan tangkap Nias Strategi SO
Faktor
Strategi ST
Strategi WO
Bobot
Strategi 1 AS WAS S1 10,72 S2 10,72 S3 14,29 S4 14,29 W1 10,00 W2 10,00 W3 15,00 W4 15,00 O1 25,00 O2 25,00 T1 11,54 T2 15,39 T3 11,54 T4 11,54 Jumlah
3 3 3 2 2 4 3 3 -
32,16 32,16 42,87 28,58 30,00 100,00 75,00 46,17 386,94
Strategi 2 AS WAS 3 2 2 2 4 2 3 3 2 -
32,16 21,44 28,58 20 30,00 30,00 75,00 75,00 24,62 326,8
Strategi 3 AS WAS 4 2 3 2 2 2 2 3 -
42,88 28,58 30,00 20,00 30,00 50,00 50,00 34,62 286,08
Strategi 4 AS WAS 3 4 4
45,00 46,16 46,16 137,32
Strategi 5 AS WAS 3 4 2 4 3 2 3 2 3 2 3 -
32,16 42,88 28,58 40,00 30,00 30,00 45,00 50,00 75,00 23,08 46,17 442,87
Kabupaten
Starategi WT Strategi 6 AS WAS 2 2 2 3 2 4
20,00 50,00 50,00 34,62 23,08 46,16 223,86
Keterangan: Rating 1 = Pengaruh strategi sangat lemah terhadap faktor SWOT, 2 = Pengaruh strategi lemah terhadap faktor SWOT, 3 = Pengaruh strategi kuat terhadap faktor SWOT, 4 = Pengaruh strategi sangat kuat terhadap faktor SWOT.