9 STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NUNUKAN
Penyusunan strategi pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan dilakukan dengan pendekatan sistem. Sistem sebagaimana dijelaskan oleh para ahli merupakan kumpulan elemen-elemen/sub sistem yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Charles (2001) mengatakan bahwa sistem
perikanan terdiri dari tiga komponen/sub sistem utama yaitu sub sistem ekosistem alam, sumberdaya manusia dan manajemen.
Kompoenen-komponen tersebut
saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam upayanya mencapai tujuan sistem pengelolaan perikanan tangkap. Tujuan pengelolaan perikanan tangkap itu sendiri adalah tercapainya pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Bertanggung jawab artinya dalam melakukan pemanfaatan tersebut harus memperhatikan kaidah-kaidah sesuai
Code of Conduct for
Responsible Fisheries. Sedangkan berkelanjutan artinya bahwa pemanfaatan perikanan tangkap saat ini harus tetap memperhatikan ketersediaan sumberdaya ikan untuk generasi yang akan datang. Pearce dan Turner (1990) mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi, subject to pemeliharaan jasa dan kualitas sumberdaya alam setiap waktu. Pembangunan ekonomi tidak hanya mencakup peningkatan pendapatan per kapita riil tetapi juga elemen-elemen lain dalam kesejahteraan sosial. Pembangunan mencakup perubahan-perubahan struktural dalam ekonomi dan masyarakat. Pemeliharaan pelayanan (service) dan kualitas stok sumberdaya setiap waktu, berimplikasi pada aturan -aturan pemanfaatan sumberdaya dapat pulih pada tingkat yang lebih rendah atau sama dengan tingkat regenerasi dari sumberdaya yang bersangkutan dan penggunaan secara efisien sumberdaya tidak dapat pulih (non renewable resources), subject to mencari subtitusi sumberdaya dan kemajuan teknologi. Konsep
berkelanjutan
sebagaimana
dikatakan
Serageldin
(1996)
mencakup tiga dimensi yaitu dimensi tujuan ekonomi yang mencakup efisiensi, pemerataan dan pertumbuhan, dimensi tujuan sosial yang meliputi pemberdayaan, partisipasi, mobilitas sosial, kohesi sosial, identitas budaya dan pembangunan
142
kelembagaan dan dan dimensi ekosistem yang meliputi integrasi ekosistem, daya dukung, biodiversity dan permasalahan-permasalahan global. Sistem pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nunukan dibangun oleh tiga sub sistem pengembangan yaitu sub sistem pengembangan pemasaran produk perikanan yang menjelaskan mengenai pola distribusi hasil tangkapan dan pola interaksi sosial nelayan yang berpengaruh terhadap distribusi hasil tangkapan, sub sistem pengembangan produksi perikanan tangkap yang menjelaskan potensi sumberdaya ikan, komoditas unggulan, kapal dan alat tangkap, infrastruktur pelabuhan perikanan, pengolahan dan sumberdaya manusia, sub sistem kelembagaan pengelola perikanan tangkap yang menjelaskan kelembagaan dan sub sistem lingkungan strategis yang mempengaruhi pengembangan perikanan tangkap. Dalam konteks interaksinya dengan wilayah, maka sistem pengembangan perikanan tangkap ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis dimana sistem pengembangan perikanan tersebut berada. Penyusunan
strategi
didasarkan
pada
kaidah-kaidah
soft
system
methodology yang dikembangkan Checkland and Scholes (1990) dengan tahapan sebagai berikut :
9.1 Gambaran Masalah Pengembangan Perikanan Tangkap
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat diidentifikasi permasalahanpermasalahan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nunukan. Permasalahan tersebut dikelompokkan pada permasalahan peningkatkan produksi hasil tangkapan, pemasaran hasil tangkapan, permasalahan kelembagaan pengelola
perikanan
tangkap
dan
permasalahan
lingkungan
strategis.
Permasalahan-permasalahan tersebut dirangkum pada Gambar 25. 9.2 Identifikasi Solusi Atas Isu Aspek pengembangan sangat terkait dengan keinginan atau harapan akan suatu kondisi di masa yang akan datang. Namun demikian, harapan atau output tersebut belum tentu dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan karena adanya permasalahan-permasalahan yang dihadapi saat ini. Artinya terdapat gap antara kondisi saat ini dengan keinginan di masa yang akan datang. Oleh karena itu
143
diperlukan adanya intervensi keadaan saat ini menjadi kondisi yang diinginkan yang dinamakan tranformasi.
Produktifitas penangkapan relatif rendah Praktek penangkapan illegal (IUU Fishing. Pelabuhan perikanan yang belum memadai Kualitas sumberdaya manusia perikanan (nelayan) yang masih relatif rendah
Masih kurang memadainya infrastruktur dasar wilayah perbatasan Sistem koordinasi antar lembaga pemerintah yang belum berjalan efektif Masih terdapat kekosongan hukum tentang hubungan antar kedua Negara Ekspor barang dari Nunukan masih dalam bentuk barang mentah
Permasalahan pengembangan perikanan tangkap
Keterikatan nelayan dengan tauke Belum berkembangnya industri pengolahan dalam negeri di Nunukan Tidak adanya perkumpulan/asosiasi nelayan
Efektifitas sistem koordinasi yang belum optimal Adanya tumpang tindih kewenangan Belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan
Gambar 25 Penggambaran permasalahan pengembangan perikanan tangkap
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan maka dapat diidentifikasi kondisi saat ini yang akan ditransformasikan menjadi kondisi yang diinginkan di masa yang akan datang. Hasil identifikasi solusi tersebut disajikan pada Tabel 43. Berdasarkan fakta di lapangan, kondisi saat ini adalah (i) tingkat pendapatan nelayan yang masih rendah. Produktifitas penangkapan yang hanya 3,97 kg/orang hari belum memberikan kesejahteraan yang memadai. Oleh karena itu output yang diharapkan adalah pendapatan nelayan yang memadai dengan indikatornya adalah peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan.
Hal ini dapat
dilakukan bila ada transformasi dalam hal peningkatan produksi dan pembentukan nilai tambah (ii) kurangnya kemandirian dan posisi tawar nelayan. Oleh karena itu output yang diharapkan adalah nelayan yang mandiri dengan indikatornya adalah harga jual ikan yang lebih baik (iii) efektifitas pengelolaan perikanan
144
tangkap yang masih lemah yang terlihat dari masih banyaknya permasalahan perikanan yang belum terselesaikan seperti praktek IUU Fishing, kemiskinan nelayan serta kontribusi perikanan tangkap yang masih relatif rendah pada perekonomian wilayah dan (iv) kurangnya dukungan infrastruktur wilayah dalam pengembangan perekonomian. Tabel 43
Hasil analisis elemen yang diinginkan di masa yang kan datang Transformasi (sistem yang perlu diubah) Produksi dan nilai tambah
Output yang diharapkan Pendapatan nelayan yang memadai
Kurangnya kemandirian dan posisi tawar nelayan
Pemasaran hasil tangkapan dan hubungan sosial
Nelayan yang mandiri
Harga jual hasil tangkapan yang lebih baik
Efektifitas pengelolaan masih lemah
Kelembagaan pengelolaan
Kelembagaan pengelolaan yang efektif
Pengelolaan yang efektif
Kurangnya dukungan infrastruktur wilayah
Lingkungan strategis
Infrastruktur wilayah yang memadai
Peningkatan aksesibilitas Pertumbuhan ekonomi
Input/saat ini Tingkat pendapatan nelayan masih rendah
Indikator Peningkatan produksi Peningkatan pendapatan
9.3 Model Konseptual Pengembangan Perikanan tangkap 9.3.1 Sub sistem produksi dan nilai tambah Keberadaan sumberdaya ikan menjadi sangat penting dalam pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan. Sebagian besar potensi sumberdaya ikan di perairan Nunukan merupakan ikan demersal dan pelagis kecil. Oleh karena itu, dilihat dari karakteristiknya jenis ikan ini bukan merupakan ikan yang beruaya jauh sampai melintasi batas administratif negara sehingga memerlukan pengaturan pengelolaan dengan negara yang berbatasan. Meski demikian, aspek IUU fishing menjadi permasalahan yang cukup dominan. Letak perairan Kab. Nunukan yang berbatasan dengan negara lain sangat rawan terjadinya IUU Fishing tersebut baik yang dilakukan secara sengaja maupun karena masih belum jelasnya batas-batas
145
perairan kedua negara. IUU Fishing ini akan memicu konflik antara nelayan lokal dengan nelayan asing yang pada gilirannya akan mempengaruhi usaha penangkapan ikan dan mengurangi peluang diperolehnya hasil tangkapan karena sumberdaya ikan yang ada telah ditangkap oleh nelayan asing. IUU Fishing yang perlu dicermati tidak hanya penangkapan yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, tetapi juga oleh adanya kolaborasi antara nelayan Indonesia dengan pengusahapengusaha perikanan dari luar negeri. Penanganan IUU Fishing yang mampu menekan tingkat pencurian sumberdaya ikan akan berdampak pada ketersediaan sumberdaya ikan yang akan ditangkap nelayan.
Mereka mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan hasil tangkapan pada setiap trip penangkapan.
Faktor penting
selanjutnya adalah penggunaan alat tangkap yang efektif. Sebagaimana dijelaskan pada Bab 7 bahwa alat tangkap yang banyak digunakan di perairan Nunukan adalah payang dan gillnet yang memang sesuai dengan jenis ikan yang menjadi target penangkapan.
Jenis-jenis ikan yang menjadi komoditas unggulan
berdasarkan hasil analisa LQ, pertumbuhan produksi dan harga rata-rata adalah udang putih (Penaeus merguiensis), bawal hitam (Formio niger), teri (Stolephorus spp), tenggiri (Scomberomorus commerson), bawal putih (Pampus argenteus), udang bintik, kerapu lumpur (Epinephelus tauvina), arut (gerot-gerot) (Pomadasys maculatus), kuwe/putih (Caranx spp), pari kembang/pari macan (Dasyatis spp) dan Kurau (Eleutheronema tetradactylum). Aktifitas perikanan tangkap yang ada saat ini belum didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang memadai. Pelabuhan perikanan yang ada belum berfungsi dengan baik sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang no 31 tahun 2004 tentang Perikanan. UU ini menjelaskan bahwa ada 14 fungsi yang harus diemban pelabuhan perikanan dan baru dilaksanakan oleh pelabuhan perikanan (PPI Sebatik) hanya dua fungsi sebagaimana terlihat pada Tabel 44. Pada dasarnya keberadaan pelabuhan perikanan sangat penting bagi pengembangan perikanan di suatu wilayah, tidak hanya dalam konteks sebagai fishing base tetapi lebih jauh dari itu untuk menggerakkan perekonomian di wilayah tersebut.
146
Penanganan IUU Fishing
Pengembangan Industri Pengolahan
Ketersediaan sumberdaya ikan
Komoditas Unggulan
Pembangunan Pelabuhan Perikanan
Produktifitas penangkapan
Fasilitasi penyediaan kebutuhan melaut
Teknologi Penangkapan
Daya jangkau penangkapan
Peningkatan keterampilan nelayan
Peningkatan kemampuan armada penangkapan
Penguatan permodalan nelayan
Penguatan kelembagaan nelayan
Penyusunan kebijakan Peningkatan produksi dan nilai tambah
Gambar 26 Model konseptual bagi produksi dan nilai tambah pada pengembangan perikanan tangkap di Nunukan Tabel 44 No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pelaksanaan fungsi pelabuhan perikanan di Nunukan
Fungsi Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan Pelayanan bongkar muat Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan Pemasaran dan distribusi ikan Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan
Pelaksanaan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada
147
Lanjutan Tabel 44 No
Fungsi Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan 8. Pelaksanaan kesyahbandaran 9. Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan 10. Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal 11. pengawas kapal perikanan Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikana 12. Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari 13. Pengendalian lingkungan 14. Sumber : Hasil observasi lapangan
Pelaksanaan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Model konseptual dari sub sistem peningkatan produksi dan nilai tambah disajikan pada Gambar 26.
9.3.2 Sub sistem pemasaran hasil tangkapan dan hubungan sosial Pemasaran menjadi kunci penting dalam pengembangan perikanan tangkap.
Berdasarkan pembahasan di Bab 6 diketahui bahwa pasar produk
perikanan di Kabupaten Nunukan sebagian besar adalah wilayah Tawau Malaysia. Nelayan Nunukan sangat tergantung pada pasar Tawau.
Ketergantungan ini
semakin kuat lagi karena adanya keterikatan antara nelayan dengan pemilik modal dari Tawau. Menghindari Tawau sebagai daerah pemasaran merupakan langkah yang sulit. Hal ini disebabkan karena selama ini perekonomian Nunukan sangat dipengaruhi oleh keberadaan pasar Tawau. Aksesibilitas dari Nunukan ke daerah lain di Indonesia (terutama Kalimantan Timur) masih relatif lebih sulit dibandingkan dari Nunukan ke Tawau. Implikasinya adalah biaya distribusi dan menjadi lebih mahal yang berakibat produk hasil tangkapan tersebut tidak kompetitif lagi di pasar dalam negeri. Disamping itu karakteristik hasil tangkapan yang cepat mengalami penurunan mutu menyebabkan menjadi lebih sulit didistribusikan ke daerah lain di Indonesia dengan kondisi aksesibilitas transportasi yang ada saat ini. Di sisi lain, Tawau mampu menyerap seluruh hasil tangkapan yang ada dengan harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga di dalam negeri. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menjadikan Tawau sebagai pasar bagi hasil tangkapan dari Nunukan masih menjadi pilihan yang realistis. Namun
148
demikian perlu langkah-langkah strategis dalam rangka menjadikan pasar Tawau lebih menguntungkan bagi kepentingan pelaku usaha perikanan di Nunukan dan peningkatan pendapatan nasional dari sektor perikanan. Hanya saja perlu adanya transformasi hubungan antara nelayan dan pemilik modal. Faktor utama yang menyebabkan kemandirian dan posisi tawar nelayan lemah selama ini karena mereka tidak mempunyai kekuatan modal dan kekuatan pemasaran. Oleh karena itu aktifitas yang diperlukan adalah penyediaan skema permodalan yang mampu mengimbangi kelebihan skema pembiayaan yang diberikan para pemilik modal dari Tawau.
Berbagai kemudahan yang selama ini dirasakan nelayan dari
hubungannya dengan pemilik modal menyebabkan mereka kurang memahami adanya aktifitas eksploitatif terhadap mereka. Mereka hanya merasakan bahwa pemilik modal merupakan dewa penolong di saat mereka memerlukan dana untuk berbagai keperluan yang tidak terbatas pada kebutuhan operasional melaut. Kemudahan-kemudahan tersebut adalah mereka bisa mendapatkan dana tanpa harus memberikan agunan, proses yang relatif cepat, dapat mengajukan setiap saat mereka perlu tanpa harus menunggu jam kerja dan dapat mencakup segala keperluan sehari-hari. Mengharapkan kemampuan mereka secara individu jelas tidak mungkin.
Oleh karena itu mereka didorong untuk membentuk suatu
perkumpulan/asosiasi sebagai wadah penyatuan kepentingan mereka.
Wadah
inilah yang menjadi alat bagi mereka menghadapi tekanan dari mitra-mitra usaha mereka. Sehingga diharapkan hubungan eksploitatif yang selama ini berjalan dpat bergeser menjadi hubungan kemitraan yang lebih adil (fair) dan merupakan hubungan
yang
saling
menguntungkan.
Adanya
kemitraan
tersebut
memungkinkan untuk melakuka kontrak kerjasama pemasaran antara nelayan dengan para pemilik modal sehingga harga relatif stabil dan pasti. Upaya-upaya tersebut memerlukan suatu pemberdayaan dan pendampingan nelayan yang intensif yang bertujuan untuk memberikan kesadaran tentang permasalahan mendasar yang mereka hadapi, mengubah pola berfikir dari tadinya bersifat individualis menjadi bersifat kelompok, menyadarkan mereka akan kekuatan yang dimilikinya ketika mereka berkelompok. Dukungan pemerintah dalam berbagai hal tersebut sangat diperlukan baik baik dalam pembentukan lembaga dan penyertaan modal awal, pendampingan dan pemberdayaan maupun inisiasi
149
kerjasama dengan pihak negara tetangga dalam upaya membangun aliansi strategis. Model konseptual yang menjelaskan hal tersebut disajikan pada Gambar 27.
Pemberdayaan dan pendampingan nelayan
Pembentukan perkumpulan nelayan
Penyediaan modal awal
Kebijakan pemerintah
Hubungan kekerabatan nelayan
Kemitraan nelayan pedagang pengumpul dan pemilik modal
Kontrak pemasaran dengan pedagang Tawau
Kestabilan harga dan kepastian pasar
Fasilitasi kerjasama antar pemerintah
Peningkatan kemandirian dan posisi tawar nelayan
Gambar 27 Model konseptual bagi pemasaran dan hubungan sosial pada pengembangan perikanan tangkap di Nunukan
9.3.3 Sub sistem kelembagaan pengelolaan Kelembagaan merupakan aturan main pada suatu komunitas atau secara lebih formalnya adalah perangkat kemanusiaan yang memulukan interaksi antar manusia.
Sebagai konsekuensinya terdapat struktur insentif dalam interaksi
manusia tersebut baik secara politik, sosial maupun ekonomi (Charles, 2001). Bahasan kelembagaan mencakup dua aspek yaitu tata aturan pengelolaan dan organisasi pengelolaan. Tata aturan menjadi penting karena merupakan landasan yuridis formal yang menjadi pijakan bagi diselenggarakan suatu pengelolaan.
150
Kajian mengenai tata aturan ketercakupan aturan, kontradiksi antar aturan dan kekosongan aturan. Berdasarkan kajian Bab 8 terlihat bahwa belum ada aturan yang secara eksplisit mengatur pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan yang sifatnya menyeluruh.
Aturan yang ada hanya perizinan
pengoperasian alat tangkap pukat hela di perairan Kalimantan Timur. Padahal permasalahan perikanan tangkap terlebih di wilayah perbatasan relatif lebih kompleks, karena tidak hanya terkait dengan interaksi antar komponen perikanan tangkap di dalam negeri tetapi juga terkait dengan pelaku perikanan dari negara yang berbatasan. Dalam konteks organisasi pengelola, aspek koordinasi menjadi fokus perhatian. Hal ini disebabkan karena relatif banyaknya institusi yang terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. Pengaturan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan ini hendaknya mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan perikanan tangkap secara keseluruhan yang mencakup tujuan pembangunan secara ekonomi, sosial dan lingkungan dimana dalam terminologi yang disampaikan Charles (2001) dikatakan sebagai tujuan biologi/konservasi sumberdaya (biological/resource conservation),
sosial/pemerataan
(social/equity)
dan
ekonomi
(economic/productivity). Lebih jauh Charles mempertajam tujuan-tujuan ekonomi yang mencakup (i) produksi ikan (production of fish) yang sangat penting dalam konteks pemenuhan pasokan bahan pangan, (ii) efisiensi ekonomi (economic efficiency) yang mengarah pada penggunaan input produksi yang lebih efisien, (iii) ketenagakerjaan (employments) yang sering menjadi tujuan utama dalam pembangunan perikanan, tidak hanya terkait dengan perikanan tangkap itu sendiri tetapi lebih luas dari itu untuk mendukung pembangunan masyarakat pedesaan dan stabilitas sosial dan (iv) pembayaran luar negeri/keseimbangan pembayaran (foreign exchange/balance of payment) yang merupakan tujuan pada level nasional yaitu membawa pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks yang lebih luas tujuan pembangunan perikanan tersebut mendukung tujuan pembangunan sektor ekonomi yaitu diversifikasi industri (industry diversification), stabilitas sosial politik (sociopolitical stability), penurunan kesenjangan
desa-kota
(decreasing
rural-urban
drift
dan
pemeliharaan
151
keseimbangan pembangunan wilayah (maintaining a regional balance of development).
Memperkecil tumpang tindih kewenangan
Penguatan kelembagaan pengelola
Kebijakan pengembangan perikanan di perbatasan
Aturan pengelolaan
Kejelasan tugas pokok dan fungsi
Peningkatan Kerjasama pengelolaan dengan Malaysia
Koordinasi pengelolaan
Peningkatan efektifitas organisasi
Pengelolaan perikanan tangkap yang efektif
Gambar 28 Model konseptual bagi pengelolaan pada pengembangan perikanan tangkap di Nunukan
9.3.4 Sub sistem pengembangan lingkungan strategis Perikanan tangkap merupakan bagian dari sistem ekonomi wilayah Kabupaten Nunukan. Oleh karena itu perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan konstelasi perekonomian wilayah secara keseluruhan. Aspek-aspek yang berpengaruh tersebut diantaranya adalah ekonomi makro Kabupaten Nunukan, infrastruktur wilayah dan peraturan dan kebijakan daerah. Berdasarkan pembahasan Bab 9 diketahui bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan cepat disamping sektor pertambangan dan galian. Dalam jangka panjang sektor pertanian akan lebih kompetitif mengingat sektor ini merupakan sektor yang dapat pulih kembali dibandingkan dengan pertambangan
152
dan galian. Keberlanjutan dan pertumbuhan sektor pertanian sangat tergantung pada aspek pengelolaannya yang tepat. Keunggulan sektor pertanian pun terlihat dari nilai pertumbuhan proporsional yang paling besar dan bernilai positif. Artinya secara proporsional relatif unggul. Demikian pula halnya bila dilihat dari Pertumbuhan Pangsa Wilayah menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai daya saing yang paling tinggi. Sedangkan aspek infrastruktur masih mengahadpi kendala dengan lemahnya penyediaan infrastruktur yang diperlukan untuk memacu kegiatan perekonomian. Infrastruktur dasar tersebut adalah aksesibilitas perhubungan dari dank ke Nunukan maupun di dalam Kabupaten Nunukan sendiri, ketersediaan listrik dan penyediaan air bersih. Interaksi antar komponen sistem pengembangan tersebut diharapkan mampu mendukung pencapaian tujuan pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan yaitu meningkatkan pendapatan nelayan dan negara melalui penyempurnaan sistem perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri, menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan perbatasan melalui penanganan praktek IUU Fishing, dan meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.
153
Kebijakan pengembangan perikanan di perbatasan
Penyediaan infrastruktur
Pemberian insentif investasi
Peningkatan aksesibilitas
Pengembangan industri pengolahan pasca panen
Penurunan biaya produksi
Pertumbuhan ekonomi
Peningkatan arus barang
Pengembangan industri pendukung
Gambar 29 Model konseptual bagi lingkungan strategis pada pengembangan perikanan tangkap di Nunukan 9.3.5 Integrasi model Sub-sub model konseptual yang ada pada dasarnya merupakan suatu kesatuan yang saling berinteraksi untuk membangun suatu sistem pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Nunukan yang merupakan perbatasan antara Indonesia-Malaysia (Gambar 30). Hal yang sangat mendasar adalah perlu adanya kebijakan yang menyeluruh mengenai pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. Hal tersebut perlu dirumuskan dalam suatu masterplan (rencana induk) pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan.
154
Tujuan Pembangunan :
Indikator Keberhasilan :
Tujuan Model :
Model konseptual :
Meningkatkan pendapatan nelayan dan negara
Peningkatan produksi Peningkatan pendapatan
Menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan perbatasan
Meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
Peningkatan aksesibilitas Pertumbuhan ekonomi
Peningkatan harga jual
Pengelolaan yang efektif
Pendapatan nelayan yang memadai
Nelayan yang mandiri
Kelembagaan pengelolaan yang efektif
Infrastruktur wilayah yang memadai
Model peningkatan produktifitas dan nilai tambah
Model kemandirian nelayan dan hubungan sosial
Model kelembagaan pengelolaan
Model lingkungan strategis
Masterplan Pengembangan Perikanan Tangkap di Wilayah Perbatasan
Gambar 30 Integrasi model pengembangan perikanan tangkap di Nunukan
9.4 Perbandingan Model Konseptual dan Dunia Nyata Model konseptual merupakan kerangka ideal yang diharapkan dapat tercapai di masa yang akan datang yang merupakan agregat dari berbagai aktifitas transformasi yang dilakukan. Berdasarkan perbandingan antara model konseptual dan kondisi aktifitas yang dilakukan saat ini, sebagian besar aktifitas pada model konseptual tersebut belum dilaksanakan. Namun demikian ada juga aktifitas yang sudah dilaksanakan tetapi belum memberikan hasil yang efektif pada pencapaian indikator keberhasilan. Perbandingan model konseptual dan kondisi aktifitas saat ini disajikan pada Tabel 45-48.
155
Tabel 45
Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub sistem peningkatan produktifitas dan nilai tambah
Aktifitas pada model
Siapa yang mela kukan
Bagaimana dilakukan
Eksistensi
Bagai mana hasil nya
Tindakan yang diperlukan
Penyusunan kebijakan pengelolaan perikanan yang komprehensif Penguatan kelembagaan nelayan Peningkatan keterampilan nelayan
Belum ada
-
-
-
Menyusun masterplan/blue print kebijakan pengelolaan
Ada
Pemben tukan KUB
DKP Nunukan
Belum efektif
Penguatan kelembagaan nelayan
ada
pelatihan
DKP Nunukan
Peningkatan keterampilan nelayan
Penguatan permodalan Peningkatan kemampuan armada penangkapan
Belum ada
-
-
Belum menjang kau semua nelayan -
ada
motorisasi
DKP
Fasilitasi kebutuhan melaut Pembangunan pelabuhan perikanan Pengembangan industri pengolahan
Tidak secara kelembagan
-
-
PP baru jadi -
pembanguna n
DKP
-
-
Penanganan IUU Fishing
Sdh dilakukan
patroli
DKP, AL
Tabel 46
yang belum
Belum efektif, kurang tetap sasaran -
Masih belum optimal -
Belum optimal
Penguatan permodalan Upaya peningkatan daya jangkau armada penangkapan
Optimalisasi fungsi pelabuhan perikanan Percepatan pembangunan pelabuhan perikanan Pengembangan industri pengolahan diintegrasikan dengan PP Optimalisasi penanganan IUU fishing
Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub sistem pemasaran dan hubungan sosial
Aktifitas pada model
Eksistensi
Bagaimana dilakukan -
Siapa yang melakukan -
Bagai mana hasilnya -
Penyusunan kebijakan pemerintah
Belum ada
Pembentukan perkumpulan nelayan
Tidak ada
-
-
-
Tindakan yang diperlukan Menyusun masterplan/blue print kebijakan pengelolaan Pembentukan perkumpulan nelayan
156
Lanjutan Tabel 46 Aktifitas pada model
Eksistensi
Bagaimana dilakukan
Pemberdayaan dan pendampingan nelayan Fasilitasi kerjasama
Sudah ada
Penyuluhan
-
-
Kemitraan nelayan dan dengan pedagang
Sdh terbentuk
Kontrak pemasaran dengan pedagang Tawau
-
Tabel 47
Bagai mana hasilnya Belum efektif
Hubungan patron client
Nelayanpedagang
-
-
Belum memberi kan rasa keadilan -
-
Tindakan yang diperlukan Mengoptimalkan peran penyuluh perikanan Perlu dilakukan inisiasi kerjasama dalam bidang perikanan tangkap Formulasi ulang sistem kemitraan nelayan Inisiasi kerjasama
Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub kelembagaan pengelolaan
Aktifitas pada model Kebijakan pengembangan perikanan tangkap
Eksistensi
Melakukan reformulasi ulang tugas pokok dan fungsi Melakukan koordinasi pengelolaan Penguatan kelembagaan pengelola
Tabel 48
Siapa yang melakukan Badan pemberda yaan nelayan -
-
Bagaimana dilakukan -
Siapa yang melakukan -
Bagaimana hasilnya -
-
-
-
-
Sdh dilakukan
Rapat koordinasi
DKP
Belum efektif
Sdh dilakukan
Penyediaan sarana, SDM
DKP
Perlu ditingkatkan
Tindakan yang diperlukan Menyusun masterplan/blue print kebijakan pengelolaan Melakukan reformulasi ulang tugas pokok dan fungsi Melakukan pembagian kerja yang jelas Penguatan kelembagaan pengelola
Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub lingkungan strategis
Aktifitas pada model
Eksistensi
Bagaimana dilakukan
Siapa yang melakukan
Kebijakan pengem bangan perikanan tangkap
-
-
-
Bagaima na hasilnya -
Penyediaan infrastruktur Pemberian insentif investasi
Sedang dilakukan -
pembangu nan -
Instsnsi terkait -
Belum optimal -
Tindakan yang diperlukan Menyusun masterplan/blue print kebijakan pengelolaan Penyediaan infrastruktur Pemberian insentif investasi
157
Lanjutan Tabel 48 Aktifitas pada model Pengem bangan industri pengolahan Pengem bangan industri penunjang
Eksistensi
Bagaimana dilakukan
Siapa yang melakukan
Sdh dilakukan
-
-
Sdh dilakukan
-
-
Bagaima na hasilnya Belum optimal
Tindakan yang diperlukan Pengembangan industri pengolahan
Belum optimal
Pengembangan industri penunjang
9.5 Langkah Perubahan dan Pilihan Strategi Adanya berbagai kondisi dan tingkat kesulitan dalam implementasi aktifitas-aktifitas model konseptual memunculkan beberapa alternatif skenario pilihan prioritas pelaksanaan aktifitas tersebut. Pilihan skenario ini didasarkan pada tingkat kesulitan dan waktu pelaksanaan aktifitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dirancang tiga skenario yang dapat dipilih yaitu (i) skenario optimis dimana seluruh aktifitas model dilaksanakan. Apabila aktifitas model itu dilaksanakan diyakini indikator keberhasilan akan dapat dicapai semua (+). Skenario ini mensyaratkan adanya keterlibatan semua pihak secara penuh baik pemerintah pusat maupun daerah termasuk instansi-instansi teknis terkait. Mengingat cakupan aktifitasnya yang luas dan relatif lebih kompleks, maka skenario ini memerlukan korbanan yang besar baik dari sisi fokus perhatian, pendanaan maupun waktu yang diperlukan. Skenario selanjutnya adalah skenario moderat dengan pilihan dengan memprioritaskan strategi-strategi yang berpengaruh langsung dengan aktifitas penangkapan dan peningkatan pendapatan. Oleh karena itu aktifitas model yang dipilih adalah aktifitas-aktifitas pada sub sistem peningkatan produksi dan nilai tambah dan sub sistem pemasaran dan hubungan sosial.
Dua strategi ini
dipandang sangat strategis untuk mencapai indikator peningkatan pendapatan dan kemandirian nelayan. Dipilihnya skenario ini berimplikasi belum jelasnya (?) pencapaian indikator pengelolaan yang efektif, peningkatan aksesibilitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Namun demikian untuk indikator peningkatan produksi, peningkatan pendapatan dan harga jual dapat tercapai.
158
Alternatif terakhir adalah skenario pesimis yaitu mempertahankan kondisi yang saat ini terjadi dengan indikator A, B,C yang belum tentu tercapai dan indikator lainnya tidak akan tercapai (-). Skenario ini perlu dihindari karena berarti tidak ada upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan perikanan tangkap di Kab. Nunukan.
Tabel 49
Pilihan skenario pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nunukan Pilihan skenario
Skenario optimis : menjalankan seluruh aktifitas model konseptual
Skenario moderat : Menjalankan dua konseptuan 1 dan 2
sub
aktifitas
model
Skenario pesimis : Tidak menjalankan semua aktifitas model konseptual
Keterangan : A. Peningkatan produksi B. Peningkatan pendapatan C. Harga jual hasil tangkapan yang lebih baik D. Pengelolaan yang efektif E. Peningkatan aksesibilitas F. Pertumbuhan ekonomi
Indikator yang dipengaruhi A B C D E F A B C D E F A B C D E F
Kondisi indikator + + + + + + + + + ? ? ? ? ? ? + -
: tercapai : tidak tercapai
?
: diragukan
Pilihan yang rasional dari ketiga skenario tersebut adalah skenario moderat dimana korbanan yang dikeluarkan relatif tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan skenario pertama. Pilihan pertama memerlukan waktu lebih lama dan upaya yang lebih keras lagi untuk mencapainya. Sedangkan alternatif ketiga tidak diambil karena tidak adanya perkembangan pembangunan.
Oleh karena itu
strategi yang perlu dilakukan adalah : (1) Penyusunan masterplan/blue print kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan
159
Sampai saat ini pemerintah belum memiliki masterplan pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan.
Kompleksitas dan karakteristiknya
yang unik menuntut adanya kebijakan khusus dalam pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Kekhususan tersebut terkait dengan letak geografisnya yang berbatasan dengan negara lain sehingga variabel penentu pengembangannya menjadi lebih kompleks. Aspek-aspek yang kiranya perlu dimuat dalam masterplan tersebut adalah (i) potensi dan permasalahan sumberdaya alam (ii) potensi dan permasalahan sumberdaya manusia (iii) potensi dan permasalahan infrastruktur (iv) potensi dan permasalahan ekonomi, sosial, politik, budaya dan (v) potensi dan permasalahan kelembagaan (vi) skenario pengembangan dan (vii) pentahapan pengembangan perikanan tangkap.
(2) Penguatan kelembagaan nelayan Lembaga merupakan organisasi yang mempunyai kaidah yang mengatur atau mempengaruhi tindakan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari atau dalam usaha untuk mencapai tujuan tertentu (Tarmizi 2003). Kemandirian nelayan bisa terjadi apabila nelayan sebagai suatu entitas bergabung dalam suatu kelembagaan yang akan menjadi wadah memperjuangkan keinginan dan harapan mereka. Lembaga yang kiranya diperlukan nelayan Nunukan adalah lembaga yang mampu mengatasi persoalan-persoalan yang mereka hadapi terkait dengan teknis usaha penangkapan, permodalan dan pemasaran. (3) Peningkatan keterampilan nelayan Peningkatan keterampilan nelayan merupakan salah satu bagian dari proses penyuluhan. penguasaan
Peningkatan keterampilan ini lebih ditekankan pada
teknik-teknik
penangkapan
sehingga
dapat
meningkatkan
produktifitas penangkapan mereka. Saat ini unit penangkapan yang mereka miliki masih relatif tradisional dengan hasil tangkapan yang relatif masih rendah. Upaya yang dilakukan adalah mempersiapka mereka untuk mampu melakukan penangkpan dengan teknologi baru dan daerah penangkapan yang lebih jauh. Kondisi perairan pesisir yang selama ini menjadi tujuan penangkapan semakin lama akan semakin jenuh yang pada gilirannya produktifitas penangkapan akan
160
menurun.
Kondisi ini sebenarnya sudah terlihat dari penurunan angka
produktifitas nelayan yang telah dibahas sebelumnya. (4) Penguatan permodalan nelayan Permasalahan yang cukup penting dalam pengembangan perikanan tangkap adalah permodalan dimana untuk melakukan operasi penangkapan membutuhkan operasional yang tidak sedikit. Di sisi lain, sebagian besar nelayan merupakan nelayan tradisional yang tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai. Adanya pihak pedagang pengumpul atau tauke menjadi alternatif untuk mendapatkan dana tersebut meski pada akhirnya sangat membebani mereka. Lembaga keuangan formal pun sampai saat ini belum mampu untuk menggantikan peran pedagang pengumpul dan tauke ini. Hal ini disebabkan karena lembaga keuangan formal hanya bergerak dalam penyediaan dana, itupun dengan pengurusan administrasi yang berbelit. Sedangkan pedagang pengumpul dan tauke tidak hanya bergerak dalam penyediaan permodalan tetapi juga penyediaan akses pasar dimana seluruh hasil tangkapan nelayan dapat ditampung dan dipasarkan. Oleh karena itu lembaga keuangan yang dibentuk hendaknya mampu menangani hal-hal yang selama ini diperoleh nelayan dari para pedagang pengumpul dan tauke yaitu (i) mendapatkan dana sebesar yang mereka perlukan (ii) setiap saat dapat mengajukan pinjaman (iii) pengembalian disesuaikan dengan pola usaha penangkapan yang tidak teratur tetapi berdasarkan trip penangkapan (iv) tidak menggunakan agunan dalam bentuk materi.
(5) Peningkatan daya jangkau armada penangkapan ikan Armada penangkapan ikan nelayan Nunukan yang didominasi oleh armada skala kecil (perahu motor tempel) membawa implikasi pada (i) produksi yang rendah akibat produktifitas yang rendah, (ii) kemungkinan terjadinya overfishing di perairan pantai akibat kepadatan tangkap yang tinggi dan (iii) potensi konflik antar nelayan akibat kepadatan yang tinggi dan perluasan daerah tangkap yang hanya bersifat horizontal (keperairan wilayah tetangga) dan tidak vertikal.
Penurunan produktivitas dipahami
mengingat usaha penangkapan terkonsentrasi di daerah pantai dengan upaya penangkapan yang semakin banyak dan intensif, sementara potensi sumberdaya ikan di daerah tersebut
161
cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu, upaya-upaya motorisasi menjadi sangat penting untuk dilakukan.
(6) Optimalisasi fungsi dan percepatan pembangunan pelabuhan perikanan dan industri pengolahan Pelabuhan perikanan di perbatasan mempunyai nilai yang sangat strategis karena berfungsi dalam pra produksi, produksi dan pasca produksi penangkapan. Dalam konteks pra produksi nelayan dapat diarahkan untuk menyediakan bahan perbekalan melaut seperti bahan bakar minyak, es dan air. Selama ini kebutuhan tersebut didatangkan dari Tawau Malaysia. Penyediaan bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan Nunukan akan dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk asing sekaligus memperkuat ekonomi dalam negeri. Kegiatan produksi penangkapan akan relatif terjamin karena dengan adanya pelabuhan perikanan, kapal-kapal yang relatif besar dapat mendarat dan membongkar hasil tangkapannya di Nunukan. Selama ini dengan ukuran yang relatif kecil, kapalkapal tersebut merapat dan mendaratkan hasil tangkapannya di rumah masingmasing nelayan.
Hal ini sangat menyulitkan proses pendataan dan aktifitas
pengaturan lainnya. Disamping itu pelabuhan perikanan pun berfungsi sebagai basis pengolahan hasil tangkapan, minimal dalam bentuk barang setengah jadi sebelum dipasarkan ke Tawau Malaysia. Pengembangan industri pengolahan ikan sendiri diarahkan untuk memberikan nilai tambah bagi produk perikanan yang selama ini dipasarkan dalam bentuk bahan mentah.
Dampak pengganda ekonomi dari aktifitas
penangkapan justru terjadi di wilayah Tawau Malaysia.
Dalam prakteknya,
kebijakan pengembangan industri pengolahan ini akan mendapatkan resistensi dari para pengusaha pengolahan ikan dari Tawau yang selama ini mendapat pasokan ikan dari Nunukan. Oleh karena itu perlu dirumuskan kebijakan yang tepat dengan beberapa alternatif yaitu menarik pengusaha Tawau untuk melakukan investasi di Kabupaten Nunukan dengan beberapa insentif yang dapat diberikan atau industri pengolahan yang ada hanya sebatas industri pengolahan setengah jadi sehingga relatif tidak mempengaruhi industri pengolahan di Tawau Malaysia. Untuk mewadahi semua itu diperlukan suatu rencana induk (master
162
plan) pengembangan industri pengolahan yang terintegrasi dengan masterplan pembangunan pelabuhan perikanan. (7) Optimalisasi penananganan IUU fishing Penanganan IUU fishing dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu penanganan lunak dan penanganan keras. Penanganan halus ditujukan kepada para nelayan Nunukan yang relatif kurang memahami prinsipprinsip pengaturan penangkapan internasional.
Hal ini dimaksudkan supaya
mereka tidak melakukan pelanggaran dengan menangkap di perairan negara tetangga.
Terjadinya tindak pelanggaran penangkapan ikan terutama yang
dilakukan oleh nelayan-nelayan Indonesia salah satunya disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai praktek-praktek IUU Fishing dan implikasinya terhadap perkembangan perikanan maupun pembangunan nasional. Nelayan-nelayan tersebut sudah melakukan penangkapan ikan secara turun temurun pada daerah penangkapan tertentu. Oleh karena itu mereka tidak merasa melakukan pelanggaraan hanya karena perbedaan administrasi negara. Demikian pula halnya kerjasama penangkapan antara nelayan Indonesia dan Malaysia selama ini dilakukan tanpa ada kendala yang berarti. Hal ini disebabkan karena mereka mempunyai budaya dan asal keturunan yang sama yaitu berasal dari Bugis. Sedangkan penanganan keras ditujukan kepada nelayan-nelayan asing yang melakukan penangkapan di perairan Indonesia.
(8) Mengoptimalkan peran penyuluh perikanan Penyuluhan sangat penting dalam dalam pengembangan perikanan tangkap untuk nelayan-nelayan tradisional. Hal didasarkan pada kenyataan sebagian besar nelayan tradisional Nunukan mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah. Penyuluhan ini tidak hanya ditujukan untuk mengenalkan introduksi teknologi baru, tetapi yang lebih penting adalah membuka wawasan dan membangun kesadaran mereka. Kesadaran mengenai potensi dan kemampuan yang dimiliki, pentingnya inovasi dalam pengembangan usaha, manajemen usaha, kelembagaan dan kemitraan. Undang-undang Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengartikan penyuluhan sebagai berikut:
163
―proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.‖ Pada hakekatnya, berbicara tentang penyuluhan setidaknya menyangkut lima unsur yaitu: (1) proses pembelajaran, (2) ada subyek yang belajar, (3) pengembangan kesadaran dan kapasitas diri dan kelompok, (4) pengelolaan sumberdaya untuk perbaikan kehidupan, dan (5) diterapkannya prinsip berkelanjutan dari sisi sosial, ekonomi, dan menerapkan fungsi kelestarian lingkungan (Amanah 2007).
(9) Kerjasama pengelolaan dalam bidang perikanan tangkap Pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan relatif lebih kompleks dibandingkan dengan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah non perbatasan. Hal ini disamping disebabkan karena adanya berbagai kepentingan yang berbeda diantara kedua negara dengan pola pengaturan yang berbeda pula. Oleh karena itu yang sering terjadi adalah timbulnya konflik diantara keduanya. Konflik bisa terjadi adanya perbedaan individu, perbedaan budaya, perbedaan kepentingan dan terjadinya perubahan sosial di dalam masyarakat. Perbedaan individu/budaya terjadi karena perbedaan lingkungan yang membentuk kedua belah pihak yang melahirkan prinsip-prinsip nilai kebiasaan atau tatacara yang berbeda. Konflik dapat terjadi jika masing-masing pihak tidak dapat menerima atau menghormati prinsip atau sistem nilai yang dimiliki pihak lain (Soekanto 1982 dalam Hasyim 2007). Pada awalnya konflik tersebut terjadi antar nelayan kedua negara, namun pada perkembangannya dapat mengarah pada konflik antar negara. Berdasarkan fakta yang ada dimana negara-negara tersebut mempunyai kepentingan untuk melindungi kepentingan negara masing-masing, maka langkah yang strategis yang kiranya perlu dilakukan adalah melakukan kerjasama pengelolaan perikanan tangkap di wilayah yang berbatasan tersebut. Aspek yang penting dalam pengembangan perikanan tangkap dalam kaitannya dengan kerjasama di perbatasan adalah aspek penanganan IUU Fishing baik yang dilakukan oleh nelayan-nelayan Indonesia maupun Malaysia dan aspek
164
pemasaran dan pengembangan industri pengolahan hasil tangkapan. Sampai saat ini Tawau masih merupakan pilihan strategis pengembangan usaha perikanan tangkap. Oleh karena itu langkah rasional adalah membangun kerjasama dan kolaborasi dengan mereka. Hal ini disamping bertujuan untuk meredam konflik horizontal antar pelaku perikanan yang dapat berimplikasi pada konflik antar negara, yang juga tidak kalah pentingnya adalah untuk membangun perekonomian wilayah Nunukan berbasis perikanan tangkap. Hal-hal yang menjadi kekuatan dalam kolaborasi ini adalah adanya berbagai kesamaan antara Indonesia dan Malaysia, diantaranya adalah (i) kesamaan suku bangsa dimana baik nelayan Tawau maupun Nunukan berasal dari rumpun yang sama yaitu suku Bugis (ii) kesamaan bahasa (iii) kesamaan budaya dan kesamaan karakteristik sumberdaya ikan karena berada pada suatu wilayah perairan yang sama. Proses pembentukan kolaborasi pengelolaan perikanan tangkap antara pemerintah Indonesia dan Malaysia di wilayah Nunukan diyakini akan berjalan alot karena perbedaan kepentingan antar kedua negara. Oleh karena itu prinsip dan asumsi yang harus dipegang dalam manajemen kolaborasi perlu dilakukan (Wiratno et al 2004 dalam Purwanti 2008) , yaitu: 1) memperhatikan keragaman dan perbedaan kapasitas maupun fokus pengelolaan dari tiap pihak, sehingga diharapkan dapat saling melengkapi dalam berbagai peran yang dijalankan; 2) didasarkan pada pemikiran positif sesuai dengan tanggapan dan keadilan masyarakat; 3) berdiri atas prinsip pengelolaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban; 4) mendorong upaya menuju keadilan sosial; dan 5) hasilnya merupakan sebuah rencana kemitraan sebagai respon atas berbagai kebutuhan secara efektif. Langkah langkah yang kiranya dapat dilakukan dalam melakukan kolaborasi pengelolaan perikanan tangkap antara Indonesia dan Malaysia adalah (i) penetapan wilayah dan luasan yang akan menjadi obyek pengelolaan bersama (ii) penetapan potensi sumberdaya ikan yang ada (iii) penetapan kuota penangkapan masing-masing negara (iv) penetapan cakupan pengelolaan (v) penetapan mekanisme pengelolaan. Hal-hal tersebut dirumuskan bersama oleh suatu lembaga yang dibentuk atas kesepakatan kedua negara.
165
(10) Formulasi ulang sistem kemitraan nelayan Hubungan nelayan dengan pemilik modal selama ini lebih bersifat eksploitatif dimana hubungan tersebut kurang memberikan rasa keadilan bagi nelayan. Nelayan tidak mempunyai kekuatan posisi tawar yang memadai. Hal ini perlu diubah menjadi hubungan kemitraan.
Kemitraan merujuk pada suatu
hubungan kerjasama dimana para pihak yang terlibat mempunyai kedudukan yang sejajar.
Hubungan yang dibangun merupakan hubungan yang saling
menguntungkan. Oleh karena itu aspek-aspek yang potensi menjadi kekuatan nelayan perlu digali dan dikembangkan.