STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN PACITAN BERBASIS PADA DISTRIBUSI IKAN YANG DIDARATKAN DI PPP TAMPERAN
DANANG SETIAWAN
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK DANANG SETIAWAN, C44070059. Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan Berbasis pada Distribusi Ikan yang Didaratkan di PPP Tamperan. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan WAWAN OKTARIZA. Distribusi dan pemasaran produk merupakan faktor kunci yang sangat berperan dalam menjamin keberlanjutan dan kesinambungan usaha perikanan tangkap. Namun demikian, dalam aktivitas di lapangan masih banyak ditemui kendala. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui aktivitas pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan dan strategi pengembangannya. Penelitian ini menggunakan metode survey untuk mengetahui aktivitas pemasaran, sedangkan untuk menentukan strategi pengembangan pemasaran digunakan analisis SWOT (strenghs weaknesses opportunties threats) dan QSPM (quantitive strategic planning matrix). Hasil analisis menunjukkan bahwa ada empat saluran pemasaran dan saluran pemasaran ketiga yang terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang lokal Pacitan dan konsumen merupakan saluran pemasaran yang paling efektif dengan nilai fisherman’s share tertinggi yaitu sebesar 70% sedangkan margin terbesar terdapat pada saluran 1 yang terdiri dari nelayan, pengambek, pabrik dan ekspor dengan total margin sebesar Rp 27.000,00. Berdasarkan analisis SWOT dan QSPM strategi yang dapat diambil untuk pengembangan pemasaran di PPP Tamperan yaitu melengkapi fasilitas cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner bahari, menarik investor untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan, serta memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal dan menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan. Kata kunci: distribusi, perikanan tangkap, PPP Tamperan, strategi
STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN PACITAN BERBASIS PADA DISTRIBUSI IKAN YANG DIDARATKAN DI PPP TAMPERAN
DANANG SETIAWAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan yang Berbasis pada Distribusi Ikan yang Didaratkan di PPP Tamperan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 12 September 2011 Danang Setiawan
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
Judul Skripsi
: Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan yang Berbasis pada Distribusi Ikan yang Didaratkan di PPP Tamperan
Nama Mahasiswa
: Danang Setiawan
Nomor Induk
: C44070059
Program Studi
: Teknologi dan Manjemen Perikanan Tangkap
Departemen
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui : Pembimbing 1,
Pembimbing 2,
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si NIP. 19691106 199702 1 001
Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP. 19661016 199103 1 004
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 18 Agustus 2011
KATA PENGANTAR
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011 ini adalah pemasaran hasil tangkapan dan strategi pengembangannya, dengan judul Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan yang Berbasis pada Distribusi Ikan yang Didaratkan di PPP Tamperan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini; 2. Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku penguji tamu; 3. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini; 4. Bapak Choirul Huda selaku pengelola PPP Tamperan, Bapak Djohan selaku Kepala UPT Pelayanan dan Pengembangan TPI Tamperan, Bapak Nurdin Toha selaku staff TPI Tamperan, Mas Fauzi, Bapak Marsono, dan Keluarga Besar Bapak Bibit Sumarno; 5. Bapak, Ibu, Mbak Ika, Mas Agus dan Si kecil Adit yang selalu memberikan do’a, motivasi, inspirasi dan semangat kepada penulis; 6. Fika Radiastini yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis; 7. Roisul Ma’arif dan Oktavianto Prastyo D atas bantuannya selama penelitian dan pengolahan data; 8. Keluarga Coklaterz (Andy Rahayu, Mustofa, An Syahrul dan Zaim Pranata) atas do’a, dukungan dan semangatnya; 9. Keluarga besar Keluarga Mahasiswa Klaten (Alpukat, Kompeten, Vanilla, KMK 47’) yang telah memberikan persahabatan, do’a dan dukungannya;
10. Teman-teman seperjuangan PSP 44, adik-adik PSP 45, dan PSP 46 atas segala dorongan, inspirasi dan semangat kepada penulis; 11. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2011 Danang Setiawan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 25 Juli 1989 dari Bapak Joko Sartono dan Ibu Siti Aisyah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 1 Karanganom pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Metode Observasi Bawah Air pada tahun ajaran 2010/2011. Pada tahun 2010 penulis menerima program hibah pendanaan bidang kewirausahaan yaitu “Program Mahasiswa Wirausaha”. Penulis juga aktif di berbagai organisasi kampus IPB seperti staff Divisi PSDM BEM FPIK periode 2009-2010, staff Divisi Litbang Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2010-2011, dan Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) Bogor periode 2010-2011. Dalam rangka untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan yang Berbasis pada Distribusi Ikan yang Didaratkan di PPP Tamperan” dan dinyatakan lulus dalam sidang sarjana pada tanggal 18 Agustus 2011.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................xi DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ........................................................................................ Permasalahan .......................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 3 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6 2.1 2.2 2.3 2.4
Perikanan Tangkap.................................................................................. 6 Definisi Pemasaran ................................................................................. 8 Lembaga dan Saluran Pemasaran ........................................................... 9 Struktur Pemasaran, Perilaku Pasar, dan Keragaan Pasar ......................12 2.4.1 Struktur pasar (market struktur) ..................................................12 2.4.2 Perilaku pasar (market conduct) ..................................................14 2.4.3 Keragaan pasar (market performance) ........................................14 2.5 Margin Pemasaran ..................................................................................15 2.6 Strategi Pemasaran .................................................................................15 2.7 Unit Penangkapan Ikan...........................................................................16 2.7.1 Pancing tonda...............................................................................16 2.7.2 Purse seine...................................................................................19 2.8 Analisis External Factor Evaluation (EFE) ...........................................22 2.9 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) .............................................22 2.10 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) ........23 2.11 Analisis IE ..............................................................................................24 2.12 Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ....................25 3 METODOLOGI ...........................................................................................26 3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................26 3.2 Metode Penelitian....................................................................................26 3.3 Metode Pengambilan Data ......................................................................27 3.3.1 Data primer .................................................................................27 3.3.2 Data sekunder..............................................................................27 3.4 Analisis Data ..........................................................................................28 3.4.1 Analisis pemasaran hasil tangkapan ............................................28 3.4.2 Analisis strategi pengembangan pemasaran ................................30 3.5 Batasan dan Konsep ................................................................................36
x
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN.........................................38 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian .........................................................38 4.1.1 Kondisi geografi dan topografi ...................................................38 4.1.2 Kondisi demografi ......................................................................40 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan................... 40 4.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan ................................................... 45 4.3.1 Daerah penangkapan ikan .......................................................... 45 4.3.2 Musim penangkapan ikan .......................................................... 45 4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Tamperan................................. 45 4.4.1 Produksi hasil tangkapan di PPP Tamperan .............................. 45 4.4.2 Armada penangkapan ikan......................................................... 46 4.4.3 Alat tangkap ................................................................................50 4.4.4 Nelayan .......................................................................................55 4.4.5 Rumpon.......................................................................................57 4.4.6 Sarana dan prasarana di PPP Tamperan......................................59 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 61 5.1 Hasil Tangkapan ......................................................................................61 5.2 Pemasaran Hasil Tangkapan....................................................................61 5.2.1 Lembaga dan saluran pemasaran ................................................62 5.2.2 Struktur pasar ..............................................................................64 5.2.3 Analisis perilaku pasar ................................................................65 5.2.4 Analisis keragaan pasar...............................................................67 5.2.5 Analisis margin pemasaran .........................................................71 5.3 Strategi Pengembangan Pemasaran.........................................................72 5.3.1 Faktor internal .............................................................................73 5.3.2 Faktor eksternal...........................................................................75 5.3.3.Matriks internal factor evaluation (IFE) dan matriks eksternal factor evaluation (EFE).............................................. 78 5.3.4 Analisis SWOT ...........................................................................83 5.3.5 Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)........ 88 6 KESIMPULAN ........................................................................................... 91 6.1 Kesimpulan............................................................................................. 91 6.2 Saran ....................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................93 LAMPIRAN.......................................................................................................96
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi Perikanan Tangkap Per Jenis Ikan di Kabupaten Pacitan Tahun 2004 – 2009................................................................................................... 1 2 Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten Pacitan Tahun 2005-2009 .......................................................................................... 2 3 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon........................................19 4 Matriks strenghs weaknesses opportunties threats (SWOT)........................24 5 Matriks evaluasi faktor internal ....................................................................31 6 Matriks evaluasi faktor eksternal ..................................................................32 7 Matriks strenghs weaknesses opportunities threats (SWOT).......................33 8 Matriks QSPM ..............................................................................................35 9 Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan ............................38 10 Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai .......................... 39 11 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Pacitan ................................................ 40 12 Tempat Pendaratan Ikan di 7 (tujuh) Kecamatan di Kabupaten Pacitan ..... 41 13 Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan tahun 2005 – 2010 ........................................................................... 43 14 Produksi per jenis ikan selama tahun 2004 – 2010 di Kabupaten Pacitan... 44 15 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP tamperan tahun 2006-2010 .......................................................................................... 46 16 Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun 2006-2010 ......................................................................................... 47 17 Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun 2006 – 2010 ............. 51 18 Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun 2006 – 2010..................... 55 19 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Tamperan.......................................................................................... 60 20 Distribusi margin ikan tuna 20+ pada saluran 1 .......................................... 68 21 Distribusi margin ikan baby tuna pada saluran 2......................................... 69 22 Distribusi margin ikan Cakalang pada saluran 3 ......................................... 70 23 Distribusi margin ikan Cakalang pada saluran 4 ......................................... 71 24 Fisherman’s share tiap saluran .................................................................... 71 25 Matrik IFE pengembangan pemasaran ikan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur (2011) ......................................................................... 79
xii
26 Matrik EFE pengembangan pemasaran ikan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur (2011) ....................................................................................... 81 27 Matriks SWOT pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur (2011) ....................................................................................... 84
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Saluran tataniaga hasil perikanan tambak dan laut (segar dan olahan) yang umum dijumpai di pulau Jawa ...................................................................... 12 2 Pancing tonda dalam operasi penangkapan. ................................................. 17 3 Purse seine yang melingkar penuh ............................................................... 20 4 Kapal purse seine .......................................................................................... 20 5 Matriks internal-eksternal (IE)...................................................................... 24 6 Peta kabupaten Pacitan, propinsi Jawa Timur .............................................. 26 7 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kabupaten Pacitan ....................... 42 8 Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan .............................................. 48 9 Konstruksi kapal purse seine di Kabupaten Pacitan ..................................... 49 10 Lampu bantu ................................................................................................. 50 11 Desain alat tangkap pancing tonda................................................................ 52 12 Mata pancing dan umpan buatan .................................................................. 52 13 Alat tangkap pancing tonda........................................................................... 52 14 Desain alat tangkap jaring purse seine.......................................................... 54 15 Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan............................................... 56 16 Nelayan purse seine di Kabupaten Pacitan ................................................... 57 17 Desain rumpon di Kabupaten Pacitan........................................................... 58 18 Pemberat dari cor semen ............................................................................... 59 19 Yellowfin tuna (Thunnus albacares) hasil tangkapan pancing tonda............ 61 20 Saluran pemasaran yang terbentuk di PPP Tamperan .................................. 63 21 Matriks IE ..................................................................................................... 83
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penentuan bobot faktor strategis internal (Responden1)................................ 96 2 Penentuan bobot faktor strategis internal (Responden 2)............................... 97 3 Penentuan bobot faktor strategis internal (Responden 3)............................... 98 4 Penentuan bobot faktor strategis internal (Responden 4)............................... 99 5 Penentuan bobot faktor strategis eksternal (Responden 1) ............................100 6 Penentuan bobot faktor strategis eksternal (Responden 2) ............................101 7 Penentuan bobot faktor strategis eksternal (Responden 3) ............................102 8 Penentuan bobot faktor strategis eksternal (Responden 4) ............................103 9 Rata-rata faktor strategis internal ...................................................................104 10 Rata-rata faktor strategis eksternal .................................................................105 11 Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) .............................106 12 Dokumentasi selama penelitian......................................................................107
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Pacitan terletak di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif terbagi atas 12 wilayah kecamatan, 5 kelurahan dan 171 desa dengan posisi antara 110'55'' – 111'25'' Bujur Timur dan 7'55'' – 8''17'' Lintang Selatan. Kabupaten Pacitan memiliki garis panjang pantai mencapai 70 km dan memiliki potensi perikanan tangkap yang besar. Setiap tahunnya produksi perikanan yang dihasilkan cenderung meningkat sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1 Produksi perikanan tangkap per jenis ikan di Kabupaten Pacitan Tahun 2004 – 2010 No
Jenis Ikan
Produksi (kg) 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
tuna
-
-
74.231
1.153.236
1.181.905
1.688.588
1.589.989
2
cakalang
-
-
21.23
556.782
725.847
959.927
1.352.778
3
bawal/dorang
44.817
67.069
84.03
40.816
3.719
-
-
4
kembung
69.13
90.8
109.837
84.252
5.539
66.36
164.230
5
udang lobster
68.442
23.759
11.133
41.134
28.017
9.163
7.802
6
udang merah
3.629
2.784
6.079
2.176
-
1.414
55
7
rebon
99.818
28.128
65.002
52.376
90.344
-
43.021
8
teri
205.036
51.61
96.556
35.07
56.395
27.369
62.376
9
tongkol/abon
356.026
190.478
184.242
163.584
448.314
394.9
493,711
10
lemuru
174.33
85.495
90.557
66.737
109.208
72.789
179.559
11
tengiri
73.248
77.485
51.885
63.32
192.337
4.022
13.763
12
layur
325.796
177.454
192.523
133.094
120.935
350.297
117.273
13
lain-lain
757.89
900.828
979.029
810.635
475.912
1.430.989
4.562.544
1.934.702
1.559.549
1.871.600
3.114.661
3.438.472
4.555.143
5.056.898
Jumlah
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2011
Dengan potensi perikanan tangkap yang besar tersebut Kabupaten Pacitan mempunyai peluang untuk menjadi pemasok ikan laut ke daerah-daerah di Pulau Jawa. Salah satu daerah yang menghasilkan produksi perikanan tangkap terbesar di Kabupaten Pacitan adalah Kecamatan Pacitan. Kecamatan Pacitan pada periode
2
2005 - 2009 merupakan produsen terbesar dalam menyumbangkan hasil perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan. Hal ini dapat terlihat dalam Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan Tahun 2005 – 2010 Jumlah Produksi (Kg.) 2005 2006 2007 2008 Donorojo 5.365 1.748 32.803 1.533 Pringkuku 212.115 308.484 326.685 374.561 Pacitan 645.363 489.827 2.155.665 2.434.137 Kebonagung 242.216 430.186 210.771 84.779 Tulakan 52.312 159.358 65.607 117.185 Ngadirojo 326.213 264.089 222.100 307.616 Sudimoro 75.965 217.908 101.030 118.661 Jumlah 1.559.549 1.871.600 3.114.661 3.438.472 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2011 Kecamatan
2009 18.279 406.560 3.671.989 128.611 96.906 216.301 16.497 4.555.143
2010 49.957 331.982 3.896.408 18.240 80.966 535.322 144.023 5.056.898
Kecamatan Pacitan memiliki 2 buah Tempat Pelelangan Ikan yaitu di Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan di Kelurahan Sidoharjo. Salah Satu dari 2 lokasi TPI saat ini telah menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), yaitu PPP Tamperan dan merupakan produsen ikan laut terbesar di Kecamatan Pacitan. PPP Tamperan diresmikan operasional minimumnya pada tanggal 29 Desember 2007 oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. PPP Tamperan terletak di sebelah selatan Kabupaten Pacitan dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Komoditas ikan yang terdapat di perairan Kabupaten Pacitan (Samudera Hindia) yaitu jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, tongkol, tenggiri, marlin, serta lemadang dan ikan yang menjadi komoditas utamanya adalah ikan tuna dan cakalang. Dalam suatu agribisnis terjaminnya pemasaran dari produk yang dihasilkan merupakan salah satu kunci yang sangat berperan dalam menjamin kesuksesan dan kesinambungan usaha. Jika pasar tidak dapat menyerap produk yang dihasilkan maka proses perputaran roda produksi akan terganggu sehingga akan mengakibatkan kegiatan usaha tersendat (Fauzi, 2008). Begitu pula dalam usaha perikanan tangkap, apabila perikanan tangkap tangkap ingin semakin berkembang maka distribusi dan pemasaran hasil tangkapannya juga harus terjamin. Pelabuhan perikanan khusunya PPP Tamperan harus bisa memfasilitasi para pelaku bisnis seperti nelayan dan pedagang untuk melakukan aktivitas
3
distribusi dan pemasaran hasil tangkapan sehingga bisnis perikanan tangkap dapat terus berjalan, karena selain tempat mendaratkan hasil tangkapan pelabuhan perikanan juga mempunyai fungsi memfasilitasi kegiatan pemasaran dan pendistribusi hasil tangkapan sesuai dengan UU No. 31 tahun 2004 Pasal 41 ayat 1 tentang Pelabuhan Perikanan yang berbunyi, dalam rangka pengembangan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi, antara lain: sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan pendistribusian ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyedia fasilitas pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan, PPP Tamperan memerlukan penilaian dan evaluasi pemasaran yang telah dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif pemasaran yang telah dilakukan dan perkembangan pemasaran yang perlu dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan yang Berbasis pada Distribusi Ikan yang Didaratkan di PPP Tamperan 1.2 Permasalahan Menurut Fauzi (2008), Dalam suatu agribisnis terjaminnya pemasaran dari produk yang dihasilkan merupakan salah satu kunci yang sangat berperan dalam menjamin kesuksesan dan kesinambungan usaha. Jika pasar tidak dapat menyerap produk yang dihasilkan maka proses perputaran roda produksi akan terganggu sehingga akan mengakibatkan kegiatan usaha tersendat. Kegiatan pemasaran diperlukan untuk melihat tindakan-tindakan dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke konsumen melalui fungsi pemasaran yang dapat memperlancar kegiatan tersebut. Fungsi-fungsi pemasaran mencakup fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran akan mempengaruhi biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran.
4
Kegiatan pemasaran sangat dipengaruhi oleh informasi pasar yang diperoleh. Tersedianya informasi, terutama informasi permintaan dan harga, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan yang akan diperoleh. Sistem pelelangan di PPP tamperan tidak berjalan karena sebagian besar nelayan di PPP Tamperan sudah terikat kerjasama yang mengharuskan menjual semua hasil tangkapannya kepada pengambek sehingga nelayan hanya berperan sebagai penerima harga. Pedagang perantara memiliki posisi tawar yang lebih tinggi karena berhubungan langsung dengan pasar sehingga mengetahui kondisi harga, permintaan dan penawaran di pasar. Selain itu, beberapa permasalahan pemasaran lain seperti belum tersedianya fasilitas dari pemerintah untuk mempertahankan mutu ikan menjadi permasalahan pemasaran yang selalu membatasi kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh nelayan dan pedagang di PPP Tamperan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kegiatan pemasaran pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan yang selama ini sudah dilakukan? 2) Bagaimana pola pemasaran dan distribusi yang dilakukan oleh nelayan di PPP Tamperan? 3) Berapa margin pemasaran lembaga yang terdapat pada setiap saluran pemasaran? 4) Apa saja permasalahan pemasaran yang ada dan bagaimana solusi untuk mengatasi hal tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian 1) Mengetahui dan mendeskripsikan pola dan distribusi serta pemasaran hasil tangkapan yang ada di PPP Tamperan 2)
Menganalisis margin dan fisherman’s share pemasaran lembaga yang terdapat pada setiap saluran pemasaran
3)
Menentukan alternatif strategi pengembangan distribusi dan pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan untuk menunjang pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan.
5
1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Institut Pertanian Bogor. 2) Bagi pemerintah sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan pemasaran hasil tangkapan serta pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan. 3) Sebagai informasi dan bahan rujukan bagi pihak lain yang berkepentingan.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan menurut UU No.45 tahun 2009 tentang perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam kegiatan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkan. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem, yang terdiri atas beberapa elemen atau subsistem yang saling berkaiatan dan mempengaruhi satu sama lain. Elemen yang yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya disebut komponen-komponen perikanan tangkap. Menurut Kesteven (1973) yang dikutip oleh Monintja (2001) sistem perikanan terdiri atas subsistem: 1) Sarana produksi Salah satu indikator berkembangnya usaha perikan tangkap sangat tergantung pada berjalannya fungsi sarana produksi dengan optimal. Sarana produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi air tawar, instalasi listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja. 2) Usaha penangkapan Usaha penangkapan terdiri atas unit penangkapan dan unit sumberdaya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, dan nelayan. Unit sumberdaya terdiri atas
7
spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta musim. 3) Prasarana (pelabuhan) Pelabuhan perikanan beserta fasilitasnya merupakan indikator penting dalam keberhasilan usaha penangkapan ikan. Kondisi dermaga, kolam pelabuhan, TPI, suplai air tawar, depot BBM, kios perbekalan, bengkel alat dan docking merupakan fasilitas penentu kesinambungan usaha penangkapan ikan di laut. 4) Unit pengolahan Unit pengolahan sering disebut sebagai unit agroindustri perikanan, merupakan rantai yang tidak terpisahkan dari usaha penangkapan ikan. Hasil tangkapan selain dijual segar, sebagian lainnya perlu prosees pengawetan atau perubahan produk sesuai permintaan pasar. Fasilitas ini perlu memiliki jenis dan kapasitas terpasang yang memadai. 5) Unit pemasaran Unit pemasaran merupakan unit penentu harga dan pendapatan usaha penangkapan. Unit pemasaran mengkaji terbentuknya pasar yang sempurna dengan kapasitas yang memadai serta proses rantai pemasarannya. 6) Masyarakat pembina/penyedia layanan pendukung Peran lembaga pemerintah, peran sistem informasi, aspek peraturan dan kapasitas usaha, penguasaan teknologi merupakan unsur pendukung keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Masyarakat juga berperan sebagai konsumen. Konsep sistem perikanan menurut Nurani (2008), mencakup tiga subsistem, yaitu: 1) subsistem kegiatan usaha perikann, 2) subsistem pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas, serta 3) subsistem kebijakan dan kelembagaan. Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur lebih difokuskan pada subsistem kegiatan usaha perikanan. Kegiatan usaha perikanan merupakan proses untuk menghasilkan produksi ikan yang dilakukan nelayan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang ada, selanjutnya dilakukan proses penanganan, pendistribusian dan pemasaran, dengan tujuan akhir adalah memperoleh nilai manfaat atau keuntungan.
8
2.2 Definisi Pemasaran Pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke titik konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Kotler (1993), pemasaran merupakan proses manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan, penawaran dan penukaran produk yang bernilai, batasan pemasaran mempunyai arti yang begitu luas mencakup berbagai konsep inti seperti penentuan kebutuhan, keinginan pasar dan efisiensi dari pada para pesaing, secara umum pemasaran adalah suatu kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan barang dan jasa. Pertukaran adalah konsep yang melandasi pemasaran. Agar terjadi pertukaran maka lima kondisi berikut harus dipenuhi, yaitu: (1) sekurangkurangnya dua pihak, (2) masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi pihak lain, (3) masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan mengirim suatu produk kepada pihak lain, (4) masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak tawaran pihak lain, (5) masing-masing pihak percaya dan berhubungan baik dengan pihak lain (Kotler, 1993). Tujuan akhir dari pemasaran menurut Hanfiah dan Saefuddin (1983) adalah menempatkan barang-barang ke tempat konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus
barang
yang
meliputi
proses
pengumpulan
(konsentrasi),
proses
pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi). Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barangbarang yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah lebih besar, agar dapat disalurkan ke pasar-pasar eceran secara lebih efisien. Equalisasi (pengimbangan) merupakan proses tahap kedua dari arus barang, terjadi di antara proses konsentrasi dan proses dispersi. Proses equalisasi ini merupakan tindakantindakan penyesuain permintaan dan penawaran, berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas. Dispersi atau penyebaran merupakan proses tahap terakhir dari arus barang, dimana barang-barang yang telah dikumpulkan disebarkan ke arah konsumen atau pihak yang menggunakannya.
9
Pemasaran dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan pendekatan yang berbeda. Seperti pendekatan fungsional atau fungsi pemasaran, pendekatan organisasional atau kelembagaan yang meliputi seluruh partisipian yang terlibat dalam pendekatan subsistem komoditas, analisis kelembagaan didasarkan pada identifikasi saluran pemasaran utama. Dimana analisis mengenai saluran pemasaran tersebut menyediakan pengetahuan yang sistematis bagaimana arus barang dan jasa mengalir dari titik asal (produsen) sampai titik akhir (konsumen). Pendekatan ini meliputi mengenai margin dan biaya pemasaran. 2.3 Lembaga dan Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah cara atau sistem untuk menyampaikan produk yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen (petani), pedagang pengumpul, pedagang antar kota dan sebagainya (Setiorini, 2008). Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), lembaga pemasaran (tataniaga) adalah badanbadan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dengan nama barang-barang bergerak dari pihak produsen samapai pihak konsumen. Ke dalam istilah lembaga pemasaran ini termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen, sifat komoditas, skala produksi dan kekuatan modal yang dimiliki Lembaga pemasaran menurut Sudiyono (2001), menurut penguasaan terhadap komoditi yang diperjualbelikan dapat dibedakan atas tiga : 1) Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti perantara, makelar (Broker, Selling Broker dan Buy Broker). 2) Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang diperjualbelikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan importir. 3) Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang diperjualbelikan, seperti perusahaan-perusahaan penyediaan fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian (surveyor).
10
Saluran pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa akan sangat menentukan nilai keuntungan dari suatu produk dan berpengaruh pada pembagian penerimaan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran. Dalam memilih
saluran
pemasaran
ada
beberapa
faktor
penting
yang harus
pertimbangkan (Sudiyono 2001), yaitu : 1) Pertimbangan pasar, meliputi konsumen sasaran akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli, dan volume pemasaran. 2) Pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar dan berat harga, tingkat kerusakan dan sifat teknis barang 3) Pertimbangan intern perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan. 4) Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran, meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan. Menurut Kotler (1993) Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung serta terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa yang siap digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Saluran pemasaran dikarakteristikan dengan jumlah tingkat saluran pemasaran. Setiap perantara yang menjalankan pekerjaan tertentu untuk mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih mendekati pembeli akhir bisa akan membentuk tingkat saluran, karena produsen dan pelanggan akhir kedua-duanya melaksanakan pekerjaan tertentu dan keduanya merupakan bagian dari setiap salauran pemasaran. Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu : (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen dan konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan
11
konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus 1987). Panjang-pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), tergantung pada beberapa faktor, antara lain : 1) Jarak antara produsen dan konsumen. Semakain jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang pula saluran yang ditempuh oleh produk. 2) Cepat tidaknya produk rusak Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat 3) Skala produksi Apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produksi yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. 4) Posisi keuangan pengusaha Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran. Pola saluran pemasaran untuk produk perikanan relatif agak berbeda dengan pola saluran pemasaran produk non perikanan. Hal ini dikarenakan produk Perikanan mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau produk olahan) dari produsen samapai konsumen pada dasarnya menggambarkan proses pengumpulan maupun penyebaran. Pola saluran pemasaran produk perikanan barang konsumsi adalah seperti terlihat pada Gambar 1.
12
DI DAERAH PRODUKSI DAN SEKITARNYA
PRODUSEN PL
R
L HC G DI LUAR
AG DAERAH
P E N G O L A H
PRODUKSI
G
G
IM R
R
HC Keterangan Gb. 1 Pi = pengumpul lokal R = Pedagang eceran L = lembaga pelelangan I.M = Institusional market Ag = Agen grosir HC = Konsumen akhir (rumah tangga) G = grosir Sumber : Hanafiah dan Saefuddin, 1983
Gambar 1 Saluran tataniaga hasil perikanan tambak dan laut (segar dan olahan) yang umum dijumpai di pulau Jawa. 2.4 Struktur Pasar, Perilaku Pasar dan Keragaan Pasar 2.4.1 Struktur pasar (market structure) Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut bebagai ukuran, deskripsi produk atau deferensiasi produk, syarat-syarat masuk atau penguasaan pangsa pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Terdapat empat karakteristik pasar yang perlu dipertimbangkan dalam
13
menentukan struktur pasar, yaitu : jumlah atau ukuran pasar, kondisi atau keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, tingkat pengetahuan informasi pasar yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan (Dahl dan Hammond diacu dalam Setiorini 2008). Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) diklasifikasikan menjadi dua struktur pasar yaitu : 1) Pasar bersaing sempurna yang mempunyai ciri-ciri antar lain : terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagaian kecil dari barang dan jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga (penjual dan pembeli berperan sebagai penerima harga, barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar). 2) Pasar bersaing tidak sempurna, dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopolistik, monopoli dan duopoli. Karakteristik pasar persaingan murni adalah jumlah penjual dan pembeli relatif banyak dan seimbang dalam jumlah sehingga harga yang terbentuk merupakan hasil akhir dari interaksi penawaran dan permintaan. Petani secara individu tidak dapat mempengaruhi harga bebas sebab pangsa pasar (market share) yang dimiliki petani tersebut sangat kecil sekali (Sudiyono, 2001). Pasar persaingan monopolistik mempunyai 3 karakteristik utama yaitu, produk yang dihasilkan berbeda corak, jumlah penjual relatif banyak dan adanya persaingan tidak sempurna, terdiri dari banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai harga dan bukan atas harga dengan produk yang bercorak (Sudiyono, 2001). Karakteristik utama pasar oligopoli adalah adanya beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang homogen ataupun berbeda corak, sehingga tindakan perusahaan satu mempengaruhi dan mendapatkan reaksi perusahaan lain. Oligopoli yang menghasilkan produk yang homogen disebut oligopoli murni, sedangkan oligopoli yang menghasilkan produk berbeda corak disebut oligopoli terdeferensi (Sudiyono, 2001).
14
Struktur pasar produk perikanan yang banyak dijumpai dalam praktek adalah pasar persaingan monopolistik dan oligopoli (Sudiyono, 2001). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal : 1) Bagian pangsa pasar (market share) yang dimiliki petani umumnya sangat kecil, sehingga petani dalam pemasaran produk pertanian bertindak sebagai penerima harga (price taker). 2) Produk pertanian pada umumnya diproduksi secara masal dan homogen sehingga apabila petani menaikkan harga komoditi yang dihasilkan akan menyebabkan konsumen beralih untuk menkonsumsi komoditi yang dihasilkan petani lainnya. 3) Komoditi yang dihasilkan mudah rusak (perishable), sehingga harus secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga. 4) Lokasi produksi terpencil dan sulit dicapai oleh alat transportasi yang mudah dan cepat. 5) Petani kekurangan informasi harga dan kualitas yang diinginkan konsumen, sehingga petani mudah diperdaya lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan petani. 6) Adanya kredit dan pinjaman dari lembaga kepada petani yang mengikat. 2.4.3 Perilaku pasar (market conduct) Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar di mana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian. Perilaku sebagai pola tanggapan dan penyesuaian mengantisipasi keadaan pasar di dalam usaha untuk mencapai tujuannya. Perilaku ini juga memahami bagaimana suatu produk yang dipasarkan mengalir dari tangan produsen ke tangan konsumen. Perilaku suatu pemasar akan sangat jelas pada saat beroperasi, misalkan dalam penentuan harga, promosi usaha, pangsa pasar, penjualan, pembelian, siasat pemasaran dan lain sebagainya (Dahl dan Hammond 1977 diacu dalam Setiorini 2008). 2.4.4 Keragaan pasar (market performance) Menurut Dahl dan Hammond (1977) yang diacu dalam Fauzi (2008), keragaan pasar adalah situasi sebagai resultat (hasil) dari struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya dan
15
volume produksi yang pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari : (1) harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan ditingkat konsumen, (2) margin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat pasar. Kajian keragaan pasar pada akhirnya akan memberikan hubungan apakah pasar berjalan atau berfungsi secara baik atau tidak, pemahaman keragaan pasar bisa memberikan perbaikan pasar yang efisien. 2.5 Margin Pemasaran Margin pemasaran adalah keuntungan atau selisih harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen, sedangkan selisih antara margin total pedagang dengan biaya total yang telah dikeluarkan selama proses mengalirnya barang dari produsen ke konsumen disebut keuntungan pemasaran (Soekartawi 1989 diacu dalam Fauzi 2008). 2.6 Strategi Pemasaran Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangan nya, konsep strategi terus berkembang. Menurut Chandler (1962) diacu dalam rangkuti (2003) menyebutkan bahwa strategi merupakan alat untuk mnecapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi pemasaran adalah sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang melandasi manajer pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis dan pemasaran yang ditetapkan pada pasar sasaran tertentu (Kotler, 2000). Sedangkan Ferrel, Lucas, dan Luck (1994) diacu dalam Firman (2006) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai panduan dari metode-metode dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan dari perusahaan pada target pasar yang spesifik. Ferrel, Lucas, dan Luck (1994) diacu dalam Firman (2006) juga mengungkapkan bahwa proses perencanaan strategi pemasaran mencakup: 1) Indentifikasi atau perumusan sasaran dan tujuan dari organisasi 2) Indentifikasi atau perumusan strategi pada level korporat 3) Indentifikasi atau perumusan sasaran dan tujuan pemasaran
16
4) Indentifikasi atau perumusan strategi pemasaran 5) Indentifikasi atau perumusan rencana pemasaran Menurut Mc donald dan Keegan (1999) strategi pemasaran (marketing strategies) harus muncul dalam rencan pemasaran (marketing plans), Strategi adalah bagaimana sasaran dapat dicapai, sebagai berikut: 1) Kebijakan produk yang berisi elemen-elemen seperti funsi, desain, ukuran, dan pengepakan. 2) Kebijkan harga yang harus diikuti oleh grup produk dalam segmen pasar. 3) Kebijakan distribusi bagi saluran distribusi dan tingkat layanan konsumen. 4) Kebijakan promosi untuk berkomunikasi dengan konsumen, yang digolongkan ke dalam beberpa kegiatan yang relevan seperti perikalanan, penjualan personal, dan promosi penjualan. 2.7 Unit Penangkapan Ikan 2.7.1 Pancing tonda Unit penangkapan pancing tonda terdiri dari beberapa komponen yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1) Kapal dan nelayan Pengoperasian tonda memerlukan perahu atau kapal yang selalu bergerak di depan gerombolan ikan sasaran. Ukuran perahu atau kapal yang dipakai berkisar antara 0,5–10 GT. Ukuran kapal dan kekuatan untuk sub surface trolling harus lebih besar dan dapat dilengkapi dengan berbagai peralatan bantu terutama untuk menggulung tali (Sudirman, 2004). Penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari. Kegiatan penangkapan bisa menggunakan perahu layar, perahu/kapal motor. Biasanya tiap perahu membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali kurang lebih dua per tiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan (Subani dan Barus, 1989). Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri satu orang nakhoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi
17
penangkapan berlangsung. Umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 m, dengan ruang kemudi di bagian depan kapal (haluan) dan dek tempat bekerja berada di bagian belakang kapal (buritan) (Sainsbury, 1971). Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Bila untuk menangkap ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot). Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot (Nugroho, 1992). 2) Alat tangkap pancing tonda Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang termasuk dalam kelompok pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal (Sudirman, 2004). Pancing tonda sangat terkenal dikalangan nelayan Indonesia karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya sangat mudah untuk menangkap tuna berukuran kecil di dekat permukaan. Pengoperasian pancing tonda memerlukan perahu/kapal yang bergerak di depan gerombolan ikan sasaran (Nugroho, 1992). Pancing tonda disebut juga pancing tarik dan ada pula yang menyebutnya pancing irid, pancing klewer (Jawa), pancing pengencer (Bawean), kabe lanjeng, kabe lancam, pancing pamelasan (Bali), pancing rampit, ketaba sela (Ambon, Maluku Selatan), dan lain-lain. Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line) yang pada prinsipnya adalah sama (Subani dan Barus, 1989).
Sumber: Subani dan Barus, 1989
Gambar 2 Pancing tonda dalam operasi penangkapan
18
3) Umpan Umumnya ikan mendeteksi mangsa melalui reseptor yang dimilikinya, dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1998) Umumnya pancing tonda menggunakan umpan tiruan (imitation bait), ada pula yang menggunakan umpan benar (true bait). Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam (chicken feaders), bulu domba (sheep wools), kain-kain berwarna menarik, bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya: cumi-cumi, ikan, dan lain-lainnya) (Subani dan Barus, 1989). Umpan merupakan satu-satunya perangsang bagi ikan untuk mendekati mata pancing dalam pengoperasian pancing tonda. 4) Rumpon Rumpon biasa juga disebut dengan Fish Agregation device (FAD), yaitu suatu alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul dalam suatu catchable area. Bahan dan komponen dari rumpon bermacam-macam, tetapi secara ringkas setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen seperti pada Tabel 3. Di Indonesia, umumnya rumpon masih menggunakan bahan-bahan alami, sehingga daya tahannya juga sangat terbatas. Nelayan umumnya menggunakan pelampung dari bambu, sedangkan tali temalinya masih menggunakan bahan alamiah, biasanya dari rotan dan pemberatnya menggunakan batu sedangkan atraktornya daun kelapa. Rumpon jenis ini biasanya dipasang di peraiaran dangkal dengan tujuan mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil. Rumpon laut dalam menggunakan tali-temali dari sintetic fibres (tali nylon), dengan tujuan utama mengumpulkan ikan layang, tuna, dan cakalang.
19
Tabel 3 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon No.
Komponen
1
Float
2
Tali tambat (mooring line)
3
Pemikat ikat (atractor)
4
Pemberat (bottom sinker)
Sumber: Sudirman, 2004
Bahan
Bambu Plastik Tali Wire Rantai Swivel Daun kelapa Jaring bekas Batu Beton
5) Hasil tangkapan Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol, cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kuwe. Hasil tangkapan lapisan dalam terutama cumi-cumi, sedangkan untuk lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lain-lain (Subani dan Barus, 1989). 2.7.2 Purse seine Unit penangkapan pancing tonda terdiri dari beberapa komponen yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1) Alat tangkap purse seine Purse seine adalah alat (gear) yang digunakan untuk menangkap ikan pelagik yang membentuk gerombolan. Purse seine pertama kali dipergunakan di Perairan Rhode Island untuk menangkap ikan menhaden (brevoortia tyrannus). Selanjutnya, purse seine dipatenkan atas nama Berent Velder dari Bergen di Norwegia pada tanggal 12 Maret 1859. Kemudian pada tahun 1870 panjang purse seine diubah dari 65 fathom menjadi 250 fathom (1 fathom = 1,825 m). Dari bentuk inilah purse seine diperkenalkan ke negara-negara Scandinavia pada tahun yang sama. Prinsip menangkap ikan dengan purse seine ialah melingkari gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk dinding vertikal, dengan demikian gerakan ikan ke arah horizontal dapat dihalangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari ke arah bawah jaring (Uktolseja dalam Sudirman 2004).
20
Sumber : Mangunsukarto et al., 1985 Gambar 3 Purse seine yang melingkar penuh Purse siene biasa disebut juga jaring mangkok, karena jaring tersebut waktu dioperasikan menyerupai mangkuk. Ada juga yang menyebutkan sebagai pukat cincin karena pada bagian jaring bawah jaring ini menggunakan cincin yang dilengkapi tali selerek (tali kolor) yang gunanya menyatukan bawah jaring pada saat operasi (Mangunsukarto et al., 1985). 2) Kapal Kapal atau perahu yang digunakan dalam perikanan purse siene di beberapa daerah berbeda dalam hal jumlah,ukuran,bahan yang digunakan,mesin yang digunakan,ataupun kelengkapan yang lainnya (Mangunsukarto et al., 1985).
Sumber : Mangunsukarto et al., 1985
Gambar 4 Kapal purse seine
21
Kapal-kapal purse siene biasanya terbuat dari kayu,baja, atau bahan fiber. Kapal purse siene traisional biasanya terbuat dari kayu atau kayu yang dilapisi fiber. Sedangkan purse siene modern menggunakan baja yang memiliki daya tahan yang lebih lama (Mangunsukarto et al., 1985). 3) Nelayan Menurut Mangunsukarto et al. (1985), Nelayan yang mengoperasikan purse siene berjumlah 10 orang, yaitu: (1) Juru mudi : bertanggung jawab pada pelaksanaan operasi penangkapan secara keseluruhan (2) Wakil tekong : nelayan yang membantu tugas tugas tekong (3) Juru mesin : merawat mesin motor (4) Tukang haluan : melihat gerombolan ikan dan hambatan-hambatan yang menghalangi pelayaran bagian depan (5) Tukang batu : membuang dan mengangkat jangkar (6) Tukang jaring : memperbaiki jaring jika terjadi kerusakan (7) Juru arus : menentukan arah arus pada saat akan dimulai setting (8) Juru lampu : menjaga lampu petromaks saat dilakukan setting dan hauling (9) Juru masak : memenuhi kebutuhan makanan nelayan (10) Percilen : menata dan menarik jaring dikapal saat hauling. 4) Alat bantu Menurut Mangunsukarto et al. (1985), Peralatan bantu pada purse siene meliputi : (1) Rumpon : untuk menarik ikan-ikan kecil yang menggunakan rumpon sebagai makanannya pada akhirnya rumpon ini akan menarik ikan-ikan besar yang akan menjadi tujuan penangkapan (2) Pencahayaan : untuk menangkap ikan-ikan yang bersifat foto taksis positif pada malam hari (3) Pancing tangan : untuk mendeteksi gerombolan dan jenis ikan yang ada disekitar rumpon (4) Scop net : untuk mengangkat hasil tangkapan dari purse siene dari air keatas kapal untuk dilakukan penyortiran atau dimasukan langsung ke palka.
22
(5) Perlengkapan dek : menarik tali selerek / tali kolor menarik caduk, dan untuk menarik tali jangkar. 5) Hasil tangkapan Hasil tangkapan purse seine adalah jenis kembung (Rastrelliger kanagurta), layang (Decapterus sp) bawal hitam (Formio niger), macam-macam selar (Caranx sp) dan lain-lain (Subani 1989). Sedangkan menurut DKP (2009) hasil tangkapan purse seine meliputi : madidihang (yellowfin tuna), tuna mata besar (bigeye tuna),
albakora (albacore),
cakalang (skipjack tuna), ikan
pedang (swordfish), setuhuk hitam (black marlin), ikan layaran/jangilus (indopacific sailfish), tongkol krai (frigate tuna), tongkol como (kawa-kawa/ eastern little tuna), tenggiri (narrow-barred spanish mackerel), cucut botol (longnose velvet dogfish), cucut lanjam (spinner shark), lemadang (common dolphin fish), layang/benggol (indian scad), selar kuning (yellowstripe scad), sunglir (rainbow runner), kwee (bigeye trevally), tetengkek (torpedo scad), talang-talang (talang queenfish), layang deles (shortfin scad), teri (anchovies), japuh (rainbow sardine),
tembang (goldstripe
sardinella),
lemuru (bali
sardinella),
banyar/kembung lelaki (indian mackerel), slengseng (spotted chub mackerel), dan lain-lain. 2.8 Analisis External Factor Evaluation (EFE) Menurut David (2006), Analisis EFE yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
eksternal
perusahaan.
Data
eksternal
dikumpulkan
untuk
menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan politik, pemerintah, hukum teknologi, persaingan pasar industri dimana perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. 2.9 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) Menurut David (2006), analisis IFE digunakan untuk mengetahui faktorfaktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data internal perusahaan dapat digali dari beberapa fungsioanal
23
perusahaan, misal dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi, dan produksi/ operasi. 2.10 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) Menurut Rangkuti (2005), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Maka, perencana strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini. Hal ini disebut analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2005), strategi yang dihasilkan dalam matriks SWOT mempunyai empat kemungkinan, yaitu: (1) Strategi SO : strategi ini memanfaatkan seluruh kekuatan (S) untuk merebut dan memanfatkan peluang (O) sebesar-besarnya; (2) Strategi ST : strategi yang memanfaatkan kekuatan (S) yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (T), (3) Strategi WO : strategi ini bertujuan untuk memanfaatkan peluang (O) untuk meminimalkan kelemahan (W) yang ada; (4) Stategi WT : strategi yang diambil untuk meminimalkan kelemahan (W) yang ada serta menghindari ancaman (T).
24
Tabel 4 Matriks strenghs weaknesses opportunties threats (SWOT) STRENGTHS (S) Menentukan 5-10 faktor-faktor EFAS kekuatan internal OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO Strategi yang Menentukan 5-10 menggunakan kekuatan faktor-faktor untuk memanfaatkan peluang eksternal peluang THREATS (T) STRATEGI ST Strategi yang Menentukan 5-10 menggunakan kekuatan faktor-faktor untuk mengatasi ancaman ancaman internal IFAS
Keterangan: IFAS : Internal Strategi Factors Analysis Summary EFAS : Eksternal Strategic Factors Analysis Summary Sumber : Rangkuti, 2005
WEAKNESS (W) Menentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal STRATEGI WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
2.11 Analisis IE Analisis Matriks Internal Eksternal (IE) adalah analisis yang dilakukan dengan tujuan memposisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel. Parameter yang digunakan dalam analisis Internal-Eksternal (IE) meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan keadaan eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan analisis ini adalah memperoleh staregi bisnis ditingkat corporate yang lebih detail (Rangkuti, 2005). Dalam analisis IE posisi perusahaan akan ditempatkan ke dalam sebuah analisis yang terdiri atas sembilan sel seperti pada Gambar 5. Total nilai IFE yang diberi bobot Kuat Rata-rata Lemah 3,0-4,0 2,0-2,99 1,0-1,99 Tinggi Total 3,0-4,0 nilai EFE yang Sedang Diberi 2,0-2,99 bobot Rendah 1,0-1,99 Sumber : David, 2006
I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
IX
Gambar 5 Matriks internal-eksternal (IE)
25
Menurut David (2006), Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu: (1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (intregasi ke depan, intregasi ke belakang dan integrasi horizontal). (2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahanan dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dalam pengembangan pasar. (3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak menguntungkan. Strategi yang digunkan adalah strategi defensif (divestasi dan likuidasi). 2.12 Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Menurut David (2006), analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara obyektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Konsep QSPM menentukan daya tarik dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dapat dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal.
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Penelitian bertempat di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia Digital, 2000 yang diacu dalam Ma’arif, 2011
Gambar 6 Peta Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur 3.2 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan aspek yang diteliti pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur. Menurut Singarimbun (1995), penelitian metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengkajian obyek penelitian meliputi jalur-jalur pemasaran, pelaku pasar dan pengembangan pasar di PPP Tamperan.
27
3.3 Metode Pengambilan Data Pengambilan responden dipilih secara sengaja (purposive sampling). Purposive sampling adalah metode pengambilan responden yang dilakukan sengaja tetapi dengan pertimbangan tertentu (Made, 2006). Pemilihan responden dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner. Responden yang dituju antara lain nelayan, pengambek, pedagang ikan, pihak TPI, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Responden yang digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas pemasaran di PPP Tamperan terdiri dari 13 pedagang ikan, 7 nelayan, 5 pengambek, dan Kepala UPTD. Pengambilan responden untuk penilaian matriks SWOT diambil dari stakeholder yang terlibat dalam aktivitas pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, diantaranya yaitu : UPT (Unit Pelaksana Teknis) Provinsi yang diwakili staf seksi pelayanan teknis, UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pelayanan dan Pengembangan Pelabuhan oleh kepala UPTD, pengambek dan pedagang kecil. 3.3.1 Data primer Data primer diperoleh dari observasi dan hasil wawancara di lapangan dengan pihak yang terkait dengan kegiatan pemasaran hasil tangkapan yaitu nelayan, pedagang dan pihak instansi yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan, dan TPI. Data primer yang diambil terdiri dari : 1) Jenis hasil tangkapan 2) Pelaku pasar dan jalur-jalur distribusi hasil tangkapan 3) Sebaran harga ikan 4) Daerah pemasaran hasil tangkapan 5) Problematika pemasaran hasil tangkapan 3.3.2 Data sekunder Data sekunder berdasarkan dari data time series lima tahun terakhir. Data sekunder dikumpulkan dari Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pacitan, serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari :
28
1) Data jumlah unit penangkapan ikan 2) Data volume dan jumlah produksi perikanan laut 3) Data tujuan pemasaran hasil tangkapan 4) Keadaan umum wilayah 3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis pemasaran hasil tangkapan Analisis ini untuk menjelaskan hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Tamperan serta menjelaskan distribusi dan pemasaran hasil tangkapan, meliputi: lembaga dan saluran pemasaran, struktur pemasaran (market structur), perilaku pasar (market conduct), dan keragaan pasar (market performance). 1) Analisis lembaga dan saluran pemasaran Analisis ini dilakukan untuk mengindentifikasi saluran pemasaran yang ada untuk mengetahui proses penyampaian produk dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu, melalui analisis saluran dan lembaga pemasaran dapat dilihat fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Dengan analisis lembaga pemasaran ini dapat dilihat sejauh mana peran lembaga pemasaran dalam menjaga mutu produk sebelum sampai ke tangan konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987) 2) Analisis struktur pasar (structure market) Analisis struktur pasar di PPP Tamperan dilihat berdasarkan pemasaran, keadaan produk yang diperdagangkan, pengetahuan konsumen dan harga dan biaya serta mudah tidaknya keluar atau masuk dari pasar. Struktur pasar dapat diketahui dengan melihat jumlah penjual atau pembeli yang terlibat, keadaan atau sifat produk, informasi pasar, serta hambatan untuk masuk dan keluar pasar (Sudiyono, 2001). 3) Analisis perilaku pasar (market conduct) Perilaku pasar di PPP Tamperan dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan dan pembayaran harga, dan kerjasama diantara lembaga-lembaga pemasaran. Perilaku pasar akan sangat jelas pada saat beroperasi, misalkan dalam penentuan harga, promosi usaha, pangsa
29
pasar, penjualan, siasat pemasaran dan lain sebagainya (Dahl dan Hammong, 1977 diacu dalam Setiorini 2008). 4) Keragaan pasar (market performance) Keragaan pasar di PPP Tamperan dapat dilihat dari : (1) harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan ditingkat konsumen, (2) margin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat pasar. Kajian keragaan pasar pada akhirnya akan memberikan hubungan apakah pasar berjalan atau berfungsi secara baik atau tidak, pemahaman keragaan pasar bisa memberikan perbaikan pasar yang efisien. Menurut Dahl dan Hammond (1977) yang diacu dalam Fauzi (2008). Perhitungan fisherman share : FS = HP/HK x 100% Keterangan : HP = harga jual produsen (Rp/kg) HK = harga beli konsumen akhir (Rp/Kg) 5) Analisis margin pemasaran Margin pemasaran dihitung melalui selisih harga di satu titik pemasaran dengan harga di titik rantai pemasaran lainnya. Informasi mengenai margin pemasaran yang ada. Secara matematik hubungan antara keuntungan dan margin pemasaran dinyatakan sebagai berikut (Sudiyono, 2002) MP = Hpi – HSi = BP + π Keterangan : MP : Margin Pemasaran (Rp/kg) Hpi : Harga beli lembaga ke i (Rp/kg) HSi : Harga Jual lembaga ke i (Rp/kg) BP : Biaya Pemasaran (Rp/kg) Π : Keuntungan lembaga pemasaran (Rp/kg)
30
3.4.2 Analisis strategi pengembangan pemasaran Dalam membuat analisis strategi pemasaran ada 6 tahapan yang harus dilakukan, dan dijelaskan sebagai berikut : 1) Penentuan bobot Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan metode paired comparison (Kinnear and Taylor, 1991). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penentuan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Adapun keterangan dari setiap skalanya adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Indikator horizontal adalah faktor-faktor internal atau eksternal pada lajur horizontal, sedangkan indikator vertikal adalah faktor-faktor eksternal atau internal pada lajur vertikal. Metode ini membandingkan secara berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruh terhadap perusahaan. Bobot setiap variabel dapat diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel dengan menggunakan rumus :
Ket : ai = Bobot Variabel ke i Xi = Nilai Variabel
n faktor internal
= 10
n faktor eksternal = 10
i = 1, 2, 3,......, n 2) Analisis IFE (Internal Factor Evaluation) Menurut David (2006), tahapan kerja analisis IFE sebagai berikut: (1) Membuat daftar critical succes faktor (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk aspek internal kekuatan dan kelemahan perusahaan. (2) Menentukan bobot (weight) dari masing-masing critical succes faktor dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) samapai 0,0 (tidak penting) berdasarkan
31
tingkat penting relatif terhadapa keberhasilan perusahaan. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0. (3) Memberi rating antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor dimana : 1 = kelemahan utama 2 = kelemahan kecil 3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan utama Mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel. Tabel 5 Matriks evaluasi faktor internal Faktor strategis internal Kekuatan: 1................................... : Kelemahan: 1. : Total Sumber: David, 2006
Bobot
Rating
Skor
(4) Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Skor total berkisar 1,0-4,0 dengan nilai rata-rata 2,5. Jika nilai rata-rata dibawah 2,5 menunjukkan perusahaan yang lemah secara internal dan jika nilai rata-rata di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. 3) Analisis EFE (External Factor Evaluation) Menurut david (2006), tahapan kerja analisis EFE sebagai berikut : (1) Membuat daftar critical succes faktor (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk aspek eksternal peluang dan ancaman perusahaan. (2) Menentukan bobot (weight) dari masing-masing critical succes faktor dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) samapai 0,0 (tidak penting) berdasarkan tingkat penting relatif terhadapa keberhasilan perusahaan. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0. (3) Memberi rating antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor dimana : 1 = kelemahan utama 2 = kelemahan kecil
32
3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan utama (4) Mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel. (5) Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Skor total berkisar 1,0-4,0. Skor total 4,0 menggambarkan bahwa perusahaan merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam perusahaan. Sedangkan jika skor total 1,0 menggambarkan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peluang yang ada dan tidak memerhatikan ancaman eksternal. Tabel 6 Matriks evaluasi faktor eksternal Faktor strategis Eksternal Peluang: 1................................... : Ancaman: 1. : Total Sumber: David, 2006
Bobot
Rating
Skor
4) Analisis SWOT Setelah dilakukan analisis dengan matriks IFE dan EFE, dilanjutkan dengan analisis matriks SWOT. Analisi SWOT bertujuan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) dan meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Analisis SWOT menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu startegi S-O, strategi W-O, strategi W-T. Menurut David (2006). Langkahlangkah menggunakan matriks SWOT adalah sebagai berikut: (1) Dalam sel opportunitis (O), diperoleh sejumlah peluang (2) Dalam sel threats (T), diperoleh beberapa ancaman (3) Dalam sel strengths (S), didapatkan beberapa kekuatan (4) Dalam sel weaknesses (W), didapatkan beberapa kelemahan (5) Membuat kemungkinan strategi dari perusahaan berdasarkan pertimbangan kombinasi empat kotak faktor strategi tersebut. Kemungkinan alternatif strategi yang dapat dihasilkan yaitu:
33
(1) Strategi S-O : strategi dibuat dengan memanfaatkan kekuatan seluruhnya dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya (2) Strategi W-O : stratgi dibuat dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk meminimalisir kelemahan yang ada. (3) Strategi S-T : strategi dibuat dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada. (4) Strategi W-T : strategi yang digunakan bersifat defensif dan meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman yang ada Tabel 7 Matriks strenghs weaknesses opportunties threats (SWOT) IFAS EFAS
STRENGTHS (S) Menentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal
WEAKNESS (W) Menentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O) Menentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal
STRATEGI SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T) Menentukan 5-10 faktor-faktor ancaman internal
STRATEGI ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
Keterangan: IFAS : Internal Strategi Factors Analysis Summary EFAS : Eksternal Strategic Factors Analysis Summary Sumber : Rangkuti, 2005
5) Analisis IE Menurut David (2006), Analisis IE didasarkan pada dua dimensi kunci; yaitu: total rata-rata IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan total rat-rata EFE yang diberi bobot pada sumbu y. Dari total rata-rata yang diturunkan dari masingmasing divisi, dapat disusun matriks IE pada tingkat korporasi. Pada sumbu x, total rata-rata IFE yang diberi bobot 1,0-1,99 menunjukkan posisi nilai internal yang lemah. Nilai 2,0-2,99 dianggap menengah, dan nilai dari 3,0-4,0 dianggap kuat. 6) Analisis QSPM (quantitive strategic planning matrix) Setelah menemukan beberapa alternatif strategi, perusahaan harus mampu mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik dan paling cocok dengan
34
kondisi internal perusahaan serta lingkungan eksternal. Dalam hal ini, analisis menggunakan matriks QSPM. Menurut David (2006), ada 6 langkah yang harus diikuti untuk membuat matriks QSPM, yaitu: (1) Membuat daftar peluang dan ancaman, kekuatan dan kelemahan perusahaan di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi ini diambil dari matriks IFE dan EFE, minimal sepuluh eksternal dan sepuluh internal yang dimasukkan ke dalam QSPM (2) Memberi bobot pada masing-masing eksternal dan internal key succes faktor ini sama dengan yang ada di analisis matriks EFE dan IFE. (3) Mengevaluasi secara terpisah masing-masing alternatif strategi yang dihasilkan oleh analisis matriks SWOT dan IE pada tahap analisis dan identifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan dan pelaksanaannya. Alternatif strategi tersebut dicatat secara terpisah berdasarkan hasil analisis setiap analisis dibagaian atas baris QSPM. Strategistrategi tersebut dikelompokkan ke dalam kesatuan yang mutually exclusive jika memungkinkan. (4) Menentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores-AS) yaitu angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif tertentu. Nilai daya tarik ditentukan dengan mengevaluasi masingmasing faktor internal atau eksternal kunci. Jika faktor tertentu mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat, maka strategi tersebut harus dibandingkan secara relatif terhadap faktor kunci tersebut. Secara spesifik, Nilai Daya Tarik harus diberikan untuk masing-masing strategi untuk mengindikasikan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lainnya, dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Batasan Nilai daya Tarik (Attractiveness Scores) adalah sebagai berikut: 1 = tidak menarik 2 = agak menarik 3 = secara logis menarik 4 = sangat menarik
35
(5) Menghitung Total Nilai Daya Tarik yang diperoleh dari perkalian bobot dengan
AC
pada
masing-masing
baris.
Total
Nilai
Daya
Tarik
mengindikasikan daya tarik relatif masing-masing alternatif strategi. (6) Menghitung penjumlahan Total Nilai daya Tarik (Sum Total Attractiveness Score-TAS). Semua Total Nilai Daya Taraik dijumlahkan dan nilai tertinggi yang menunjukkan bahwa alternatif strategi itu menjadi pilihan utama pada hasil analisis pada setiap analisis. (7) Menghitung penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Score-TAS). Semua total Nilai Daya Tarik dijumlahkan dan nilai tertinggi yang menunjukkan bahwa alternatif strategi itu menunjukkan bahwa alternatif strategi itu menjadi pilihan utama pada hasil analisis pada setiap analisis Kolom sebelah kiri dari matriks QSPM terdiri dari faktor internal dan eksternal kunci atau faktor dari analisis IFE dan EFE yang diperoleh dari tahap pengumpulan
data.
Barisan
atas
terdiri
dari
alternatif
strategi
yang
direkomendaasikan . Kolom bobot adalah bobot daya tarik yang diterima oleh masing-masing faktor internal dan eksternal kunci. Matriks QSPM dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Matriks QSPM Faktor- Faktor Kunci
Alternatif strategi Bobot
Faktor Eksternal :
Faktor Internal :
Sumber : David (2006)
Strategi 1 AS
TAS
Strategi 2 AS
TAS
Strategi... AS
TAS
Strategi 10 AS
TAS
36
3.5 Batasan dan Konsep 1) Batasan penelitian Penelitian ini hanya dibatasi saluran pemasaran, lembaga-lembaga pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, margin pemasaran, fisherman’s share, serta strategi pengembangan pemasaran ikan komoditas utama (Tuna dan Cakalang)
dengan
menggunakan
metode
SWOT
(Strengths,
Weakness,
Opportunity, Threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) di PPP Tamperan, Pacitan , Jawa Timur. 2) Konsep penelitian Konsep penelitian merupakan penjelasan dan penyamaan persepsi antara peneliti dengan pembaca untuk mengurangi kesalahan pemahaman. Konsep yang perlu dijelaskan dari penelitian ini yaitu: (1)
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan di laut.
(2)
Pengambek adalah orang yang memiliki kapal dan alat tangkap serta meminjamkan modal kepada nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
(3)
Pedagang lokal Pacitan adalah pedagang perantara berasal dari daerah Pacitan yang membeli ikan dari pengambek untuk dijual dalam jumlah kecil secara langsung kepada konsumen akhir.
(4)
Pedagang luar Pacitan adalah pedagang perantara yang berasal dari luar daerah Pacitan seperti Ponorogo, Wonogiri dan daerah sekitar Pacitan yang membeli ikan dari pengambek untuk dijual dalam jumlah kecil secara langsung kepada konsumen akhir.
(5)
Pedagang besar di pasar (Jakarta/Semarang) adalah orang yang membeli ikan di pasar Jakarta atau Semarang dalam jumlah besar dari pengambek dan menjualnya ke lembaga pemasaran dibawahnya
(6)
Konsumen akhir adalah orang yang membeli ikan untuk dikonsumsi dan tidak menjualnya kepada pihak lain.
(7)
Saluran pemasaran adalah rangkaian dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ikan mulai dari produsen sampai konsumen.
37
(8)
Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran untuk menyalurkan barang dari produsen sampai konsumen.
(9)
Harga jual ikan adalah harga ikan yang diterima oleh suatu lembaga pemasaran yang menjual ikan kepada lembaga pemasaran lainnya dan diukur dalam rupiah per kg (Rp/kg).
(10) Harga beli ikan adalah harga ikan yang diterima oleh suatu lembaga pemasaran yang membeli ikan dari lembaga pemasaran lainnya dan diukur dala rupiah per kg (Rp/kg) (11) Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dengan harga yang dibayar oleh pembeli terkhir dan diukur dalam rupiah per kg (Rp/kg). (12) Fisherman’s share adalah harga yang diterima nelayan sebagai imbalan kegiatan usaha dalam menghasilkan komoditi tertentu dibandingkan dengan harga yang diterima konsumen akhir (sampai data yang diperoleh) dan diukur dalam prosentase. (13) Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan lingkungan dalam (intern) yang mempengaruhi aktivitas pemasaran ikan di PPP Tamperan. (14) Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan lingkungan luar (ekstern) yang mempengaruhi aktivitas pemasaran ikan di PPP Tamperan.
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Kondisi geografi dan topografi Kabupaten Pacitan terletak di pesisir Selatan Propinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pacitan terbagi atas 12 o
wilayah kecamatan, 5 kelurahan, dan 171 desa dengan posisi antara 110 55’ – o
111
25’ BT dan 7
o
o
55’ – 8
17’ LS. Secara geografis Kabupaten Pacitan
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kabupaten Trenggalek
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Samudera Hindia
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Pacitan mempunyai luas wilayah 1.389,8742 km2 dengan luas wilayah laut mencapai 532,82 km2. Kondisi alamnya sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang mengelilingi kabupaten. Wilayah Kota Pacitan berupa daratan rendah, selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah Barat sampai Timur di bagian Selatan. Tabel 9 Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Luas Wilayah Kewenangan Panjang Garis Pantai 4 mil 12 mil ZEEI (mil) (km) (mil2) (km2) (km2) (mil2) (km2) (mil2) Donorojo 4,52 8,371 18,08 62,01 186,04 54,24 3.100,62 904 Pringkuku 8,52 15,779 34,08 116,89 350,67 102,24 5.844,54 1.704 Pacitan 1.39 2,574 5,56 19,17 57,20 16,68 953,41 278 Kebonagung 10,17 18,835 40,68 139,53 418,59 122,04 6.976,48 2.034 Tulakan 1,94 3,593 7,76 26,62 79,85 23,28 1.330,85 388 Ngadirojo 5,69 10,538 22,76 78,07 234,20 68,28 3.903,28 1.138 Sudimoro 5,95 11,019 23,80 81,63 244,89 71,40 4.081,44 1.190 Total 38,18 70,709 152,72 523,82 1.571,44 458,16 26.190,62 7.636 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2010 Kecamatan
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa Kabupaten Pacitan memiliki panjang pantai sepanjang 70,709 km dengan luas wilayah kewenangan perairan 4 mil sebesar 523,82 km2 atau 152,72 mil2, luas wilayah kewenangan perairan 12
39
mil sebesar 1.571,44 mil2 atau 458,16 km2 dan 26.190,62 km2 atau 7.636 mil2 untuk luas wilayah kewenangan perairan ZEE. Kondisi pantai Kabupaten Pacitan terdiri dari pantai yang landai dan curam/terjal. Perincian panjang pantai tiap kecamatan berdasarkan kondisi pantai tercantum dalam Tabel 10 berikut : Tabel 10 Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai Panjang Pantai (km) Curam Landai 1. Donorojo Sendang 4,1 0 Widoro 0,75 1,771 Kalak 1,75 0 2. Pringkuku Watukarung 1 2 Dersono 1,5 1 Candi 1 2,279 Jlubang 1 0 Poko 2 0 Dadapan 4 0 3. Pacitan Kel. Sidoharjo 0,287 1 Kel. Ploso 0 0,858 Kembang 0,3 0,129 4. Kebonagung Sidomulyo 1,050 1,047 Wora-Wari 1,970 0,124 Katipugal 1,076 1,016 Klesem 3,478 1,229 Karangnongko 0,953 0,616 Kalipelus 1,589 1,549 Plumbungan 1,875 1,263 5. Tulakan Jetak 3,593 0 6. Ngadirojo Sidomulyo 2,5 2,9 Hadiwarno 3,438 1,7 7. Sudimoro Sumberejo 1,096 1,930 Sukorejo 0,895 0,750 Pager Lor 2,932 0 Pager Kidul 2,885 0,531 47,017 23,692 7 kecamatan 26 desa/kel Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2010 No.
Kecamatan
Desa / Kelurahan
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki pantai dengan kondisi curam terpanjang yaitu Kelurahan Jetak dengan panjang pantai curam sepanjang 3,593 km sedangkan daerah yang memiliki pantai dengan kondisi landai terpanjang yaitu Kelurahan Candi dengan panjang pantai curam sepanjang 2,279 km. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui pula bahwa Total panjang pantai
dengan kondisi curam di Kabupaten Pacitan yaitu sepanjang
47,017 km dan pantai dengan kondisi landai sepanjang 23,692 km.
40
4.1.2 Kondisi demografi Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2010 di Kecamatan Tulakan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Pacitan sebesar 540.516 orang, yang terdiri dari 263.919 laki-laki dan 276.597 perempuan. Tulakan dan Pacitan merupakan dua kecamatan dengan urutan teratas yang berpenduduk terbanyak, yaitu masingmasing berjumlah 77.273 orang dan 73.020 orang. Dengan luas wilayah sekitar 1.389,87 km2, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Pacitan sebesar 389 orang per km2. Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya yaitu Kecamatan Pacitan sebesar 947 orang per km2. Kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya yaitu Kecamatan Pringkuku, sebesar 223 orang per km2. Penduduk Pacitan terus bertambah dari waktu ke waktu hal ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Pacitan No 1 2 3 4 5
Tahun 1971 1980 1990 2000 2010
Jumlah Penduduk (ribu jiwa) 476,6 478,0 514,1 525,8 540,5
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2011
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dari tahun 1971-2010 terus meningkat. Pada tahun 1971 penduduk Pacitan sebanyak 476,6 ribu jiwa, tahun 1980 sebanyak 478,0 ribu jiwa, tahun 1990 sebanyak 514,1 ribu jiwa, tahun 2000 sebanyak 525,8 ribu jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 540,5 ribu jiwa. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan Wilayah kegiatan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan meliputi 7 (tujuh) kecamatan pantai, yaitu: 1) Kecamatan Pacitan; 2) Kecamatan Pringkuku; 3) Kecamatan Kebonagung; 4) Kecamatan Tulakan;
41
5) Kecamatan Ngadirojo; 6) Kecamatan Sudimoro; 7) Kecamatan Donorojo. Aktivitas perikanan di pesisir pantai Pacitan yang saat ini telah dikembangkan berupa perikanan tangkap terkendali yang mengandung arti bahwa penangkapan ikan memperhatikan rambu-rambu kelestarian sumberdaya, sehingga dapat menghindari terjadinya over fishing. Aktivitas perikanan tangkap ini juga didukung adanya Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yang terdapat di Tamperan, Kelurahan Sidoharjo. Tempat pendaratan ikan tersebar di 7 (tujuh) kecamatan pantai yang jumlah keseluruhan mencapai 17 buah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Tempat pendaratan ikan di 7 (tujuh) kecamatan di Kabupaten Pacitan. No.
Kecamatan
1 2 3
Sudimoro Ngadirojo Tulakan
4
Kebonagung
5
Pacitan
6
Pringkuku
7
Donorojo
Tempat Pendaratan Ikan Pantai Ngobyok Pantai Tawang Pantai Godeg Pantai Pidakan Pantai Wawaran Pantai Dangkal Pantai Kaliuluh Pantai Tawang Pantai Bakung Pantai Srengit Pantai Bagelon Pancer Pantai Teleng Tamperan Pantai Watukarung Pantai Srau Pantai Klayar
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai sarana untuk pemasaran hasil tangkapan nelayan terdapat di 6 (enam) tempat pendaratan ikan yaitu: 1) Kecamatan Pacitan sebanyak 2 buah yaitu di Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan di Kelurahan Sidoharjo; 2) Kecamatan Pringkuku di Pantai Watukarung Desa Watukarung; 3) Kecamatan Kebonagung di Pantai Wawaran Desa Sidomulyo; 4) Kecamatan Ngadirojo di Pantai Tawang Desa Sidomulyo; 5) Kecamatan Sudimoro di Pantai Karangturi, Ngobyok Desa Sumberejo.
42
Salah satu dari enam lokasi TPI saat ini telah menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yaitu PPP Tamperan. TPI ini telah diresmikan pada tanggal 29 Desember 2007 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono
TPI Tamperan
TPI Teleng
TPI Watukarung
TPI Tawang
TPI Ngobyok
TPI Wawaran
Gambar 7 Lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kabupaten Pacitan Komoditas yang terdapat di pesisir dan laut Kabupaten Pacitan terdiri dari beberapa jenis : 1) Ikan pelagis besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran besar seperti tuna, cakalang, tongkol, tengiri, marlin dan lemadang; 2) Ikan pelagis kecil, ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran kecil seperti kembung, lemuru, rebon, keri, kuwe, pisang-pisang, julung-julung, layang, kuniran, golok-golok, lencam dan cumi-cumi; 3) Ikan demersal besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran besar seperti cucut, pari, tiga waja, kakap merah, kakap putih dan kerapu;
43
4) Ikan demersal kecil, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran kecil seperti lobster, layur, manyung, sebelah, bawal, udang, peperek, kurisi dan pogot. Berdasarkan data jumlah produksi ikan yang berhasil ditangkap, terlihat adanya fluktuasi produksi dari tahun ke tahun dan Kecamatan Pacitan merupakan produsen terbesar sepanjang tahun, sedangkan Kecamatan Donorojo merupakan produsen terkecil. Peningkatan produksi yang besar terjadi di Kecamatan Pacitan pada tahun 2007. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa produksi perikanan tangkap di Kecamatan Pacitan pada tahun 2006 sebesar 489.827 kg menjadi 2.155.665 kg pada tahun 2007. Peningkatan produksi yang mencapai sekitar 500 persen ini merupakan dampak positif dari ditingkatkannya TPI Tamperan menjadi PPP pada tahun 2007 sehingga hal ini juga mempengaruhi pula produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan yaitu meningkat hampir 100 persen dari tahun 2006 yaitu sebesar 1.871.600 kg menjadi 3.114.661 kg pada tahun 2007 Tabel 13 Jumlah produksi perikanan tangkap Kabupaten Pacitan per kecamatan tahun 2005 – 2010 No.
Kecamatan
2005 2006 1 Donorojo 5.365 1.748 2 Pringkuku 212.115 308.484 3 Pacitan 645.363 489.827 4 Kebonagung 242.216 430.186 5 Tulakan 52.312 159.358 6 Ngadirojo 326.213 264.089 7 Sudimoro 75.965 217.908 Jumlah 1.559.549 1.871.600 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2011
Jumlah Produksi (Kg.) 2007 2008 32.803 1.533 326.685 374.561 2.155.665 2.434.137 210.771 84.779 65.607 117.185 222.100 307.616 101.030 118.661 3.114.661 3.438.472
2009 18.279 406.560 3.671.989 128.611 96.906 216.301 16.497 4.555.143
2010 49.957 331.982 3.896.408 18.240 80.966 535.322 144.023 5.056.898
Jenis ikan hasil tangkapan sangat bervariasi, yang dibedakan menjadi : ikan demersal, ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, Crustaceae (udang). Secara rinci produksi per jenis ikan selama lima tahun terahir di Kabupaten Pacitan sebagaimana pada Tabel 14 berikut:
44
Tabel 14 Produksi per jenis ikan selama tahun 2004 – 2010 di Kabupaten Pacitan: Produksi (kg) No
Jenis Ikan
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Tuna
-
-
74.231
1.153.236
1.181.905
1.688.588
1.589.989
2
Cakalang
-
-
21.230
556.782
725.847
959.927
1.352.778
3
Bawal/dorang
44.817
67.069
84.030
40.816
3.719
4
Kembung
69.130
90.800
109.837
84.252
5.539
66.360
164.230
5
Udang lobster
68.442
23.759
11.133
41.134
28.017
9.163
7.802
6
Udang merah
3.629
2.784
6.079
2.176
-
1.414
55.000
7
Rebon
99.818
28.128
65.002
52.376
90.344
8
Teri
205.036
51.610
96.556
35.070
56.395
27.369
62.376
9
Tongkol/abon
356.026
190.478
184.242
163.584
448.314
394.900
493.771
10
Lemuru
174.330
85.495
90.557
66.737
109.208
72.789
179.559
11
Tengiri
73.248
77.485
51.885
63.320
192.337
4.022
13.763
12
Layur
325.796
177.454
192.523
133.094
120.935
350.297
117.273
13
Julung-julung
13.748
54.444
64.593
24.920
22.639
427.000
3.254
14
46.909
64.292
79.119
41.050
22.444
1.922
3.864
15
Tiga Waja Ekor kuning / pisangpisang
975.000
25.940
44.996
25.395
9.359
6.314
2.724
16
Ikan kue
11.951
62.178
55.439
27.520
183.000
652.000
5.744
17
Petek
30.573
14.503
20.077
-
-
-
-
18
Manyung
107.910
94.340
140.540
95.063
12.904
15.163
15.225
19
Kurau
31.874
52.242
46.253
-
-
403.000
3.783
20
Cucut/Kelong
69.204
113.610
123.507
68.833
33.276
19.521
18.918
21
Pari
74.350
90.302
94.785
45.860
9.556
42.675
28.653
22
Kakap
23.670
59.812
25.642
38.397
19.053
4.826
5.733
23
Remang
19.511
11.531
14.007
-
-
-
-
24
Kerapu
20.125
15.112
27.088
12.567
728.000
3.342
2.610
25
Laying
-
-
-
24.835
10.879
270.648
514.249
26
Marlin
-
-
-
24.286
834.000
-
27
Sebelah
-
-
-
24.316
1.183
736.000
658.000
28
Lemadang
-
-
-
16.852
4.555
35.210
85.110
29
Kuniran
-
-
-
17.661
40.635
490.000
1.870
30
Golok golok
-
-
-
14.900
-
560.000
-
31
Udang jerbung
-
-
-
8.067
3.087
-
43.021
32
Lencam
-
-
-
7.688
16.000
411.000
-
33
Cumi cumi
-
-
-
1.631
147.000
1.429
521.000
34
Peperek
-
-
-
1.632
2.965
408.000
510.000
38
Lain-lain
83.755
121.293
164.249
1.317.238
281.468
575.177
1.536.261
JUMLAH 1.934.702 1.559.549 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2011
1.871.600
3.114.661
3.438.472
4.555.143
5.056.898
3.105
-
45
Berdasarkan pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa jenis ikan hasil tangkapan yang mendominasi produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan yaitu ikan tuna sebesar 1.589.989 kg dan ikan cakalang sebesar 1.352.778 kg pada tahun 2010. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui pula bahwa jumlah produksi ikan tuna dan cakalang selalu mendominasi produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan dibanding jenis ikan hasil tangkapan yang lainnya mulai tahun 2007 sampai 2010. 4.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan 4.3.1 Daerah penangkapan ikan Daerah operasi penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Pacitan meliputi Teluk Pacitan dan luar Teluk Pacitan. Daerah operasi di dalam meliputi Teluk Pacitan, Teluk Panggul, Teluk Sidomulyo, Teluk Sudimoro, dan Teluk Taman. Di luar Teluk Pacitan meliputi Watukarung, Jogoboyo, Wates, Klopan, Srau, Wawaran, Hadiwarno, Bawur, Cucung, Watu Mureb, dan Laut Bremen. 4.3.2 Musim penangkapan ikan Nelayan di Pacitan menentukan musim penangkapan ikan dengan metode yang disebut “Pranoto Mongso”. Nelayan harus mengetahui musim terlebih dahulu sebelum melaksanakan operasi penangkapan ikan, karena dapat diketahui keadaan angin, gelombang, arus, ombak, jenis-jenis ikan dan musim ikannya. Musim penangkapan ikan dibagi menjadi dua musim, yaitu musim puncak pada bulan Mei – September dan musim paceklik pada bulan Desember – Februari. 4.4
Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPP Tamperan
4.4.1 Produksi hasil tangkapan di PPP Tamperan Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Tamperan dari tahun 2006-2009 cenderung meningkat. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2009. Pada tahun 2008 produksi hanya sebesar 1.969.000 kg dan meningkat lebih dari 100 persen menjadi 3.607.000 kg pada tahun 2009. Peningkatan ini diakibatkan karena meningkatnya pengoperasian alat tangkap pancing tonda dan purse seine
46
dengan menggunakan kapal motor pada tahun 2009. Secara rinci produksi hasil tangkapan di PPP tamperan dari tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 15 berikut: Tabel 15 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP tamperan tahun 2006-2010 No.
Tahun
Produksi (kg)
1 2006 1.230.800,67 2 2007 1.126.750,92 3 2008 1.696.000 4 2009 3.607.000 5 2010 4.013.456 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2011
Nilai Produksi (Rp) 4.879.624.850 10.653.744.120 8.480.000.000 24.420.000.000 22.070.000.000
4.4.2 Armada penangkapan ikan Armada penangkapan ikan di PPP Tamperan terbagi menjadi dua yaitu Perahu Motor Tempel (PMT) dan Kapal Motor (KM). Perahu motor tempel merupakan
perahu
yang
menggunakan
mesin
luar
(outboard).
Jenis
armada/perahu ini mengoperasikan alat tangkap jaring insang hanyut, jaring insang tetap, trammel net, payang, dogol, dan krendet. Kapal motor merupakan armada penangkapan ikan yang menggunakan mesin dalam (inboard). Jenis kapal ini mengoperasikan alat tangkap purse seine dan pancing. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan merupakan pelabuhan perikanan tipe C. Sebelumnya pelabuhan ini masih dalam bentuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tamperan dan resmi menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan pada tanggal 29 Desember 2007. Menurut Murdiyanto (2003), pelabuhan perikanan tipe C adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan pantai. Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT. Armada penangkapan di PPP Tamperan pada tahun 2006 – 2008 mengalami penurunan jumlah, dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009. Jumlah armada yang beroperasi di PPP Tamperan mencapai angka tertinggi pada tahun 2006. Namun, untuk jenis kapal motor mengalami peningkatan dari tahun 2006 –2010. Hal ini disebabkan dominasi kapal motor untuk alat tangkap purse seine dan pancing tonda yang begitu kuat, sehingga banyak nelayan perahu
47
motor tempel beralih menjadi nelayan kapal motor. Ikan tuna merupakan hasil tangkapan terbesar yang didaratkan di pelabuhan ini. Adanya rumpon membuat banyak kapal motor yang beroperasi disana. Tabel 16 Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun 20062010 Jumlah Kapal/Perahu Perikanan (Unit) Perahu Motor Tempel Kapal Motor 1 2006 892 31 2 2007 177 78 3 2008 27 88 4 2009 54 264 5 2010 228 368 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2011 No.
Tahun
Jumlah 923 255 115 318 596
Armada penangkapan ikan di PPP tamperan banyak didominasi oleh kapal motor. Kapal motor yang banyak beroperasi di PPP Tamperan yaitu kapal tonda dan kapal purse seine, dijelaskan sebagai berikut : 1) Kapal tonda Kapal motor yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing tonda ini berbahan kayu dengan dimensi panjang 16-17 meter, lebar 3-3,5 meter dan tinggi 1-2 meter. Rata-rata nelayan Kapal Tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan menggunakan dua buah mesin inboard yang terdiri dari mesin utama bermerek Yanmar dan mesin bantu bermerek Jangdong berkekuatan 30 PK. Mesin inboard ini menggunakan bahan bakar solar dan menghabiskan + 450 liter dalam satu kali trip. Penggunaan dua buah mesin ini dimaksudkan untuk menambah kekuatan kapal dalam mendukung operasi penangkapan ikan (Ma’arif, 2011). Kapal tonda di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 8.
48
Gambar 7. Kapal tonda di Kabupaten Pacitan Sumber: Ma’arif, 2011
Gambar 8 Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan Menurut Ma’arif (2011), kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan, menggunakan alat bantu berupa GPS (Global Positioning System), kompas, dan alat keselamatan di laut berupa life jacket. Alat bantu GPS digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ditandai dengan rumpon laut dalam yang ditanam di perairan. Perbaikan kapal dilakukan setiap kali ada kerusakan kecil atau kerusakan besar. Bagian haluan kapal digunakan untuk menyimpan perbekalan dan tempat istirahat, karena bagian haluan ini terlindung dari hujan dan panas. Bagian buritan kapal digunakan untuk tempat penyimpanan alat tangkap. Pengoperasian pancing tonda dilakukan di bagian sisi kanan dan kiri kapal. Tempat penyimpanan hasil tangkapan diletakkan pada palka kapal. Kapasitas palka kapal dapat memuat hasil tangkapan sebesar 4-6 ton. Sebelumnya, palka kapal ini diisi terlebih dahulu dengan es curah. 2) Kapal purse seine Kapal motor yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap purse seine berbahan kayu dilapisi fiber dengan dimensi panjang 16-19 meter, lebar 6
49
meter dan tinggi 2-3 meter. Ukuran kapal purse seine di Tamperan berkisar antara 25-30 GT. Rata-rata nelayan kapal purse seine di Tamperan, Kabupaten Pacitan menggunakan 1 buah mesin inboard bermerk Mitshubisi yang merupakan modifikasi mesin truk. Mesin inboard ini menggunakan bahan bakar solar dan menghabiskan +/- 1 ton dalam satu kali trip.Selain mesin penggerak baling-baling ada mesin tambahan untuk penerangan atau lampu. Mesin tambahan ini berfungsi untuk menghasilkan listrik yang akan digunakan untuk menghidupkan lampu di atas kapal untuk menggiring dan menarik perhatian ikan. Kapal purse seine di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Konstruksi kapal purse seine di Kabupaten Pacitan Dalam pengoperasiannya, nelayan purse seine di Tamperan menggunakan lampu yang dihanyutkan di atas pelampung. Hal ini digunakan untuk menjaga gerombolan ikan agar tetap berada pada suatu area setelah gerombolan ikan tersebut digiring dengan lampu di atas kapal untuk di bawa menjauhi rumpon.
50
Lampu ini dilengkapi oleh generator yang juga diletakkan di atas pelampung. Lampu bantu ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Lampu bantu Kapal purse seine di Tamperan, Kabupaten Pacitan menggunakan alat bantu berupa GPS (Global Positioning System), kompas, dan alat keselamatan di laut berupa life jacket. Alat bantu GPS digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ditandai dengan rumpon laut dalam yang ditanam di perairan. Perbaikan kapal dilakukan setiap kali ada kerusakan kecil atau kerusakan besar. Bagian tengah kapal digunakan untuk palka menyimpan ikan kemudian ke belakang merupakan ruang kemudi nahkoda dilanjutkan ruang mesin yang diatasnya merupakan tempat beristirahat, dan paling belakang merupakan dapur memasak. Alat tangkap diletakkan dibagian pinggir kanan dek di bagian belakang sedangkan bagian kiri dek belakang digunakan untuk tempat drum air tawar. Tempat penyimpanan hasil tangkapan diletakkan pada palka kapal. Kapasitas palka kapal dapat memuat hasil tangkapan sebesar 4-6 ton. Sebelumnya, palka kapal ini diisi terlebih dahulu dengan es curah. 4.4.3 Alat tangkap Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Tamperan antara lain: purse seine, jaring insang hanyut, pancing, jaring insang tetap, payang, trammel net, dogol dan lain-lain (krendet). Berdasarkan Tabel 17 alat tangkap jenis pancing merupakan alat tangkap yang memiliki jumlah paling banyak dari tahun 2006 – 2010. Jumlah terbesar terdapat pada tahun 2006, yaitu sebesar 9.634 unit. Pada tahun 2007 tidak
51
ada data alat tangkap yang masuk dalam statistik Dinas Perikanan Kabupaten Pacitan. Tabel 17 Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun 2006 – 2010 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Alat tangkap Purse seine
Tahun (UNIT) 2006 16
Jaring insang hanyut Pancing
149 9.634
Jaring insang tetap Payang Trammel net
610 49 592
Dogol 39 7 Lain-lain (Krendet) 310 8 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2011
2007
2008
4
2009 13
2010 23
2
62
62
462
875
866
27
-
-
20
44
44
-
15
15
15
-
-
-
1
-
-
328
-
Alat penangkapan ikan di PPP tamperan banyak didominasi oleh pancing tonda dan purse seine. Alat tangkap ini merupakan alat tangkap menyumbangkan ikan hasil tangkapan terbesar di PPP Tamperan. Alat tangkap tonda dan purse seine dijelaskan sebagai berikut : 1) Alat tangkap tonda Menurut Ma’arif (2011), Pancing tonda di PPP Tamperan memiliki dua bagian utama yaitu tali pancing dan mata pancing tanpa pemberat. Jumlah pancing tonda yang dioperasikan dalam satu kapal sebanyak enam sampai delapan buah pancing. Desain pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 11. Bagian-bagian pancing tonda terdiri dari: (1) Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk persegi dan bulat. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai pengoperasian (2) Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilamen dengan panjang 22,5 meter (3) Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan stainless steel. Kili-kili berfungsi agar tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian (4) Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan nylon monofilament dengan panjang 6 cm
52
(5) Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari serat-serat kain sutra berwarna mencolok dan ada juga yang berbentuk menyerupai cumi-cumi. Umpan dibuat sedemikian rupa untuk menarik ikan mendekat (6) Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dan besi dengan nomor 3, 4, 7, dan 9. Mata pancing yang digunakan merupakan rangkaian 3 buah pancing kili-kili yang membentuk mata pancing segitiga. penggulung tali utama kili-kili tali cabang umpan mata pancing Sumber: Ma’arif, 2011
Gambar 11 Desain alat tangkap pancing tonda
Gambar 12 Mata pancing dan umpan buatan
Gambar 13 Alat tangkap pancing tonda
Pengoperasian alat tangkap ini dilakukan di rumpon yang dipasang oleh pemilik kapal dan masing-masing kapal memiliki rumpon sendiri. Lama trip operasi penangkapan pada kapal tonda di Kabupaten Pacitan adalah satu minggu. Operasi penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada pagi, siang, dan sore
53
hari secara bergantian. Pancing tonda ini dioperasikan mulai pukul 5.00-18.00 WIB. Selain membawa pancing tonda, ada beberapa alat tangkap yang juga dibawa dalam satu kapal, antara lain hand line, dan pancing layang-layang. Metode pengoperasian pancing tonda ini dilakukan dengan metode trolling. Metode ini diawali dengan pemasangan umpan buatan pada kail. Kail ini memiliki tiga mata dengan ukuran yang sama tiap matanya. Umpan buatan terbuat dari kain sutra atau plastik yang berwarna mencolok untuk menarik perhatian ikan agar mendekati umpan. Pancing diturunkan diturunkan ke perairan dan ditarik di sekitar rumpon. Tali pancing dipegang oleh nelayan atau terkadang tersambung pada buritan dan sisi kanan atau kiri kapal. Pengoperasian pancing ini dilakukan secara berulang selama setting. Kedalaman perairan daerah penangkapan ikan adalah 2000-5000 meter. 2) Alat tangkap purse seine Jaring purse seine yang digunakan nelayan di PPP Tamperan ini memiliki panjang sekitar 210-400 m dengan lebar 80-130 m. Bagian kantong terbuat dari bahan PA dengan ukuran mesh size 1 inci, bagian badan jaring terbuat dari bahan PA dengan mesh size 2 inci, dan bagian pinggir jarring memiliki mesh size 3 inci. Pemberat yang dipakai menggunakan terbuat dari timah hitam dengan jarak pemasangan 7-10 cm dan pelampung terbuat dari synthetic rubber dengan jarak pemasangan 21-25 cm. Purse line terbuat dari kuralon dengan diameter 20 mm dan cincin terbuat dari kuningan dengan dengan jarak 10-15 m. Pengoperasian alat tangkap ini dilakukan di perairan sekitar rumpon yang dipasang oleh pemilik kapal dan masing-masing kapal memiliki rumpon sendiri. Lama trip operasi penangkapan pada kapal purse seine di Kabupaten Pacitan adalah 5-10 hari tergantung dari hasil tangkapan dan cuaca. Operasi penangkapan dengan purse seine dilakukan pada malam hari memanfaatkan sifat fototaksis ikan pada cahaya lampu untuk menggiringnya. Desain jaring purse seine dapat dilihat pada Gambar 14.
54
a
a c
b
d
e
f
c
g
j
Keterangan a : pelampung tanda b : pelampung (synthetic rubber) c : Jaring bagian samping, PA= 3 inchi d : tali ris atas, P= 210-400 m e : badan jaring, PA= 2 inchi
i
h
f : Jaring bagian atas, PA= 1 inchi g : tali penarik h : pemberat (timah) i : tali ris bawah, P= 210-400 m j : cincin
Gambar 14 Desain alat tangkap jaring purse seine Operasi penangkapan dimulai dengan menggiring ikan dari rumpon dengan menggunakan lampu yang berada di atas kapal menjauhi rumpon. Hal ini dilakukan agar ketika operasi penangkapan tidak terganggu oleh rumpon. Setelah ikan berada jauh dengan rumpon maka lampu kapal mulai dimatikan dari depan hingga akhirnya lampu yang menyala hanya tinggal dibagian belakang. Kemudian lampu bantu yang dilengkapi generator mulai diturunkan ke air dan lampu di atas kapal dimatikan. Gerombolan ikan yang awalnya berada di bawah kapal akan berpindah dibawah lampu bantu, saat itulah kapal mulai menjauhi lampu dan menurunkan alat tangkap (setting) melingkari gerombolan ikan tersebut. Ujung alat tangkap akan bertemu ketika kapal sudah selesai melingkari gerombalan ikan dan saat itulah nelayan mulai menarik tali ris bagian bawah agar ikan tidak bisa lolos lewat bawah. Ketika gerombolan ikan sudah terkepung sempurna, nelayan mengambil lampu bantu dan mulai menarik jaring (hauling) dengan dimulai dari tali ris bawah dan pemberat dibantu dengan wins dilanjutkan menarik jaring
55
bagian atas. Dalam mengambil hasil tangkapan nelayan menggunakan serok (scop net) dan juga ganco untuk ikan-ikan yang berukuran besar. 4.4.4 Nelayan Nelayan di PPP Tamperan berasal dari berbagai daerah, seperti Pacitan, Pekalongan, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Secara mayoritas, nelayan andon mendominasi jumlah nelayan di PPP Tamperan. Nelayan andon ini berasal dari daerah di luar Pacitan atau bahkan luar Jawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat, nelayan andon yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur ini biasanya mengoperasikan alat tangkap pancing. Jumlah nelayan yang berada di PPP Tamperan pada tahun 2006 – 2009 disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun 2006 – 2010 No 1 2 3
Nelayan Nelayan tetap Nelayan sambilan Nelayan andon
2006 3.352 51 40
Tahun (Orang) 2007 2008 2009 422 108 158 38 60 137 550
400
1010
2010 148 143 972
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2011
Jumlah nelayan pada tahun 2006 didominasi oleh nelayan tetap sebesar 3.352 orang. Namun, tahun 2007 – 2010 nelayan andon mendominasi jumlah nelayan di PPP Tamperan. Nelayan andon bertempat tinggal di sekitar PPP Tamperan. Mereka juga menempati perumahan nelayan andon yang disediakan oleh pihak pengelola PPP Tamperan. Pada musim paceklik, mereka pulang ke daerah asalnya masing-masing, dan kembali lagi ketika musim puncak tiba. Jumlah nelayan sambilan mengalami fluktuasi. Jumlah terbesar nelayan sambilan pada tahun 2010 sebesar 143 orang. Nelayan yang paling mendominasi di PPP Tamperan adalah nelayan pancing tonda dan purse seine, dijelaskan sebagai berikut : 1) Nelayan pancing tonda Menurut Ma’arif (2011), nelayan kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan terdiri dari lima sampai enam orang, terdiri dari juru mudi dan anak buah kapal (ABK). Nelayan kapal tonda memiliki tugas yang berbeda di setiap operasi
56
penangkapan ikan. Tugas yang dilakukan tergantung dari keahlian dan pengalaman setiap nelayan. Juru mudi kapal bertugas mengemudikan kapal dan menentukan daerah operasi penangkapan ikan, sedangkan ABK bertugas sebagai pelaksana teknis, seperti: mempersiapkan dan menurunkan alat tangkap untuk setting, menaikkan alat tangkap ketika hauling, penanganan hasil tangkapan di kapal, dan merapikan alat tangkap. Sebagian besar nelayan kapal tonda memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan berstatus sebagai nelayan penuh. Sistem bagi hasil telah ditentukan dari awal dengan persetujuan pemilik kapal dan nelayan. Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai dengan jumlah ABK yang turut melaut, sedangkan nakhoda kapal mendapatkan bagian dua kali lipat dibandingkan ABK lain.
Gambar 15 Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan 2) Nelayan purse seine Nelayan kapal purse seine di Tamperan, Kabupaten Pacitan terdiri dari 3035 orang, terdiri dari nahkoda, wakil nahkoda, juru mesin, juru lampu, juru arus, juru bandul, juru kidang/ juru orang, juru masak, dan anak buah kapal (ABK). Nelayan kapal tonda memiliki tugas yang berbeda di setiap operasi penangkapan ikan. Tugas yang dilakukan tergantung dari keahlian dan pengalaman setiap nelayan.
57
Pembagian tugas nelayan purse seine di PPP Tamperan sebagai berikut: (1) Nahkoda : mengemudikan kapal dan menentukan daerah operasi penangkapan ikan. (2) Wakil nahkoda ; membantu nahkoda. (3) Juru mesin/ motoris : merawat mesin motor (4) Juru arus : menentukan arah arus pada saat akan dimulai setting (5) Juru lampu : menjaga lampu petromaks saat dilakukan setting dan hauling (6) Juru bandul : menarik pemberat (7) Juru kidang : mengumpulkan ABK untuk ikut melaut (8) Juru masak : mempersiapkan makanan selama melaut (9) ABK : sebagai pelaksana teknis, seperti: mempersiapkan dan menurunkan alat tangkap untuk setting, menaikkan alat tangkap ketika hauling, penanganan hasil tangkapan di kapal, dan merapikan alat tangkap. Sebagian besar nelayan kapal purse seine memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan berstatus sebagai nelayan penuh. Sistem bagi hasil telah ditentukan dari awal dengan persetujuan pemilik kapal dan nelayan. Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai dengan jumlah ABK yang turut melaut, sedangkan nakhoda kapal mendapatkan bagian dua kali lipat dibandingkan ABK lain.
Gambar 16 Nelayan purse seine di Kabupaten Pacitan 4.4.5 Rumpon Menurut Ma’arif (2011), Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang tujuannya untuk mengumpulkan ikan agar lebih mudah ditangkap dengan
58
alat tangkap. Rumpon yang dipasang di perairan Selatan Pacitan digunakan sebagai alat bantu penangkapan pancing tonda dan purse seine . Konstruksi rumpon yang digunakan relatif sama yaitu terdiri dari empat bagian utama diantaranya pelampung tanda, tali, atraktor dan pemberat, sedangkan perbedaanya hanya terdapat pada posisi penempatannya. Rumpon-rumpon nelayan Tamperan terletak disekitar posisi koordinat 10o-12o LS dan 100o-110o BT dengan jarak sekitar 200-250 mil sedangkan Letak rumpon purse seine biasanya lebih dekat ᵒ ᵒ
dari pada rumpon pancing tonda. Posisi rumpon purse seine terletak pada 8 -9 LS ᵒ
ᵒ
dan 100 -110 BT dengan jarak 100-150 mil. Desain rumpon dapat dilihat pada Gambar 17. Pelampung (Gabus) Kayu Atraktor (pelepah kelapa) Sambungan
Panjang:
Pemberat
7.500 m
Tali rumpon Ban mobil
Pemberat Sumber: Ma’arif, 2011
Gambar 17 Desain rumpon di Kabupaten Pacitan Rumpon ini dipasang pada kedalaman 5000 meter. Kepemilikan rumpon yang dipasang tersebut berasal dari pemilik kapal. Masing-masing kapal memiliki satu buah rumpon tersendiri. Pelampung tanda terbuat dari gabus yang dilapisi dengan kayu dengan panjang 3 meter, dan lebar 3 meter. Tali terbuat dari tali tambang yang berukuran panjang 7500 meter, atraktornya terbuat dari pelepah
59
daun kelapa yang berjumlah 100 buah, pemberatnya terbuat dari semen cor berbentuk balok yang berjumlah 50 buah, tiap pemberatnya berbobot 70 kilogram. Pemberat yang terpasang pada atraktor berjumlah 1 buah tiap atraktor dengan bobot 25 kilogram.
Gambar 18 Pemberat dari cor semen 4.4.6 Sarana dan prasarana PPP Tamperan Fasilitas kepelabuhanan di PPP Tamperan sudah cukup baik dan lengkap. Fasilitas PPP Tamperan dapat dilihat pada Tabel 19, dan kegiatan perikanan di Tamperan dapat dilihat pada Lampiran. Pembagian fasilitas PPP Tamperan terdiri dari: 1) Fasilitas pokok, adalah sarana yang diperlukan untuk kepentingan seperti, keselamatan pelayaran dan tempat tambat labuh serta bongkar muat yang meliputi: (1) Breakwater (2) Sarana tambat labuh, yaitu dermaga, tiang tambat, pelampung tambat, dan kolam pelabuhan (3) Sarana transportasi, yaitu jembatan, jalan, dan area parker (4) Lahan PPP 2) Fasilitas fungsional adalah sarana yang langsung dimanfaatkan untuk kepentingan manajemen pelabuhan perikanan dan dapat dimanfaatkan oleh perorangan atau badan hukum yang meliputi: (1) Sarana pemasokan bahan bakar untuk kapal (2) Sarana pemasaran, meliputi: tempat pelelangan ikan (TPI), penanganan, dan penyimpanan hasil tangkapan
60
(3) Kantor pelabuhan dan kantor keamanan 3) Fasilitas penunjang adalah sarana yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum yang meliputi: (1) Sarana kesejahteraan nelayan yaitu tempat penginapan, kios perbekalan, dan tempat ibadah (2) Sarana pengolahan pelabuhan yaitu rumah tamu, dan pos pemeriksaan.
Tabel 19 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Tamperan No 1.
JENIS FASILITAS
Fasilitas Pokok 1. Lahan PPP 2. Breakwater 3. Dermaga Caisson 4. Kolam labuh 2. Fasilitas Fungsional 1. Gedung TPI 2. Kantor Pelabuhan 3. Ground Resevoir 4. Power House 5. Menara Air 6. SPBN 7. Toilet 3. Fasilitas Penunjang 1. Tempat Penginapan 2. Kantin 3. Musholla 4. Pos Jaga 5. Pasar ikan 6. Tempat parker 7. Plengsengan bukit Sumber: Pengelola PPP Tamperan, 2010
VOLUME KAPASITAS
KONDISI
2,05 Ha 460,9 m 234 m 4,5 Ha
Baik Baik Baik Terjadi sedimentasi
720 m2 220 m2 35 m2 20 m2 18 m2 45 m2 30 m2
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
220 m2 45 m2 100 m2 12,6 m2 288 m2 1 unit 270 m2
Baik Baik Baik Baik Belum berfungsi Baik Baik
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang mendominasi di PPP Tamperan adalah tuna dan cakalang. Kedua jenis ikan ini merupakan ikan hasil tangkapan utama dari pancing tonda dan purse seine. Dari hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa hasil tangkapan tuna dari kapal tonda didominasi dari jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares). Selain itu ada jenis bigeye tuna (Thunnus obesus) yang tertangkap dengan jumlah relatif sedikit sedangkan hasil tangkapan yang lainnya adalah cakalang, tongkol, tenggiri, lemadang, marlin dll. Hasil tangkapan utama dari unit penangkapan purse seine di PPP Tamperan
terdiri
dari
Yellowfin
baby
tuna
(Thunnus
albacares),
cakalang (Skipjack tuna), tongkol. Hasil tangkapan lainnya yaitu jenis kembung (Rastrelliger kanagurta), layang (Decapterus sp) bawal hitam (Formio niger), lemadang (Common dolphin fish) dan lain-lain.
Gambar 19 Yellowfin tuna (Thunnus albacares) hasil tangkapan pancing tonda 5.2 Pemasaran Hasil Tangkapan Pemasaran hasil tangkapan pancing tonda dan purse seine di PPP Tamperan memiliki pola-pola pemasaran yang sama. Dalam pembahasan ini tidak semua jenis ikan dianalis pola pemasarannya namun hanya ikan tuna dan cakalang saja yang dianalisis karena komoditas ini merupakan komoditas utama dan dinilai dapat mewakili pola pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan. Dari hasil
62
pengamatan di lapangan pola yang didapat, baik hasil tangkapan dari nelayan pancing tonda maupun purse seine hanya dijual ke pengambek. Hal ini terjadi karena nelayan telah terikat kerjasama dengan pengambek. Selain itu nelayan juga tidak bisa bebas menjual hasil tangkapannya ke sembarang pengambek. Nelayan harus menjual semua hasil tangkapannya kepada pengambek yang memberikan modal kepada nelayan tersebut. Penjelasan lebih lanjut dapat di lihat di sub bab 5.2.2 dan penjelasan mengenai pola pemasaran lebih lanjut bisa dilihat di sub bab 5.2.1. 5.2.1 Lembaga dan saluran pemasaran Lembaga pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan terdiri dari nelayan, pengambek, pabrik pengolahan ikan, pedagang pengecer daerah Pacitan, pedagang pengecer luar daerah Pacitan. Nelayan menjual ikan hasil tangkapannya kepada pengambek, dari pengambek ikan dijual langsung kepada pabrik pengolahan ikan atau ke pasar luar daerah atau dijual ke pedagang kecil daerah Pacitan, pedagang kecil luar Pacitan. Sebagian besar nelayan hanya menjual hasil tangkapannya kepada pengambek karena adanya faktor keterikatan dengan pedagang pengumpul, keterbatasan informasi pasar dan modal. Penjualan langsung kepada pengambek membuat nelayan tidak perlu mencari tempat penjualan lain sehingga tidak menanggung biaya pemasaran. Saluran pemasaran yang terbentuk di PPP Tamperan terdiri dari 4 yaitu: 1) Saluran pemasaran 1 : Nelayan – Pengambek – Pabrik Aneka Tuna Indonesia (ATI) – Ekspor 2) Saluran pemasaran 2 : Nelayan – Pengambek – Pedagang Besar di Pasar Jakarta atau Semarang 3) Saluran pemasaran 3 : Nelayan – Pengambek – Pedagang lokal Pacitan – Konsumen 4) Saluran pemasaran 4 : Nelayan – Pengambek – Pedagang luar Pacitan – Konsumen
63
Saluran pemasaran yang terbentuk di PPP Tamperan dapat dilihat pada Gambar 20.
Nelayan
Pengambek
Pabrik
Pasar (Jakarta / Semarang)
Pedagang lokal Pacitan
Pedagang luar Pacitan (Ponorogo, Wonogiri dll)
Konsumen
Ekspor
Keterangan : : Saluran 1 : Saluran 2
: Saluran 4 : Saluran 3
Gambar 20 Saluran Pemasaran di PPP Tamperan Saluran 1 sampai 4 terjadi ketika ikan yang didaratkan di PPP Tamperan berlimpah sedangkan pada kondisi sepi ikan atau ikan yang didaratkan sedang sedikit saluran pemasaran yang hanya terjadi pada saluran 3 dan 4. Hal ini dapat terjadi karena ketika sedang sepi ikan, ikan yang dimiliki pengambek akan habis untuk memenuhi permintaan pasar lokal yaitu dijual ke pedagang lokal Pacitan dan pedagang luar Pacitan sedangkan ketika ikan melimpah pengambek masih akan mempunyai banyak ikan walaupun sudah dijual ke pedagang lokal Pacitan dan pedagang luar Pacitan sehingga pengambek akan menjual sebagian ikannya ke pasar luar daerah yaitu ke pabrik dan pasar Jakarta atau Semarang. Pada saluran 1 akan tetap terjadi selama ikan yang didaratkan memiliki ukuran 20+ dan memiliki kualitas yang bagus walaupun secara umum ikan yang didaratkan di PPP Tamperan sedang sedikit.
64
5.2.2 Struktur pasar (structure market) Struktur pasar yang terbentuk pada masing-masing lembaga pemasaran diuraikan di bawah ini: 1) Nelayan dengan pengambek Struktur pasar yang dihadapi oleh nelayan dengan pengambek mengarah kepada struktur pasar monopsoni. Dimana jumlah pembeli hanya satu orang atau sebuah badan pembeli. Sebenarnya jumlah pengambek tidak hanya satu orang namun nelayan tidak bisa bebas menjual ikan hasil tangkapannya kepada semua pengambek, nelayan hanya bisa menjual semua ikannya kepada satu pengambek. Hal ini terjadi karena antara nelayan dengan pengambek sudah memiliki ikatan kuat dan sulit untuk dipisahkan. Setiap pengambek dapat membeli ikan dari nelayan sekitar 1-15 ton/harinya tergantung dari kapal yang dimiliki dan musim tangkapan. 2) Pengambek dengan pedagang luar Pacitan Struktur pasar yang dihadapi oleh pengambek dengan pedagang luar Pacitan mengarah kepada struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang luar Pacitan sebagai pembeli lebih banyak dari pada jumlah pengambek. Pada kondisi supply ikan sedikit posisi tawar (bargaining position) pengambek lebih kuat dari pada pedagang luar Pacitan. Sebaliknya ketika kondisi supply banyak posisi tawar (bargaining position) pedagang luar Pacitan lebih kuat dari pengambek. Hal ini terjadi karena produk perikanan lebih ditentukan oleh kondisi penawaran yang ada, sedangkan permintaan produk perikanan cenderung tetap. Volume pembelian setiap pedagang luar pacitan pada saat penelitaian berkisar antara 100-200 kg/hari 3) Pengambek dengan pedagang lokal Pacitan Struktur pasar yang dihadapi oleh pengambek dengan pedagang lokal Pacitan mengarah kepada struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang lokal Pacitan sebagai pembeli lebih banyak dari pada jumlah pengambek. Pada kondisi supply ikan sedikit posisi tawar (bargaining position) pengambek lebih kuat dari pada pedagang lokal Pacitan. Sebaliknya ketika kondisi supply banyak posisi tawar (bargaining position) pedagang lokal Pacitan lebih kuat dari pengambek. Hal ini terjadi karena produk perikanan lebih ditentukan oleh kondisi penawaran yang ada, sedangkan permintaan produk perikanan cenderung tetap. Volume
65
pembelian setiap pedagang lokal Pacitan pada saat penelitaian berkisar antara 50100 kg/hari. 4) Pengambek dengan pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang Struktur pasar yang dihadapi oleh pengambek dengan pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang mengarah kepada struktur pasar oligopsoni, dimana jumlah pengambek sebagai penjual lebih banyak dari pada pedagang besar di pasar Semarang atau Jakarta. Pada kondisi ini berlaku pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang sebagai price maker dan pengambek sebagai price taker. Volume setiap penjualan ikan setiap pengambek ke pedagang di pasar Jakarta/ Semarang pada saat penelitaian berkisar antara 5-10 ton. Penjualan ini jangka waktunya tidak menentu karena tergantung hasil ikan yang dimiliki. Apabila jumlah ikan yang dimiliki banyak maka penjualan ikan ke Jakarta atau Semarang bisa perminggu bahkan perhari, akan tetapi jika jumlah ikan sedang sedikit maka penjualan ini tidak terjadi karena ikan sudah habis dijual ke pasar lokal. 5) Pengambek dengan pabrik Struktur pasar yang dihadapi oleh pengambek dengan pabrik mengarah kepada struktur pasar monopsoni, dimana hanya terdapat sebuah lembaga pembeli yaitu pabrik (PT. Aneka Tuna Indonesia) dan jumlah penjual sebagai pengambek banyak sehingga dalam pasar ini ini berlaku pihak pabrik sebagai price maker dan pengambek sebagai price taker. Penjualan ke pabrik ini hampir sama dengan penjualan ke pasar Jakarta atau Semarang yaitu volumenya tergantung ikan yang didaratkan, namun penjualannya bisa lebih kontinyu karena ikan pancing tonda biasanya mendapatkan hasil tangkapan ikan yang berukuran di atas 20 kg. 5.2.3 Analisis perilaku pasar (market conduct) Menurut Dahl dan Hammong (1977) yang diacu dalam Setiorini (2008), perilaku pasar di PPP Tamperan dapat dianalisis dengan mengamati beberapa hal, diantaranya yaitu praktek penentuan harga, sistem pembayaran harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran. 1) Praktek penentuan harga Cara penentuan harga yang terjadi pada pemasaran ikan hasil tangkapan di PPP Tamperan ditentukan melalui dua cara yaitu penentuan harga oleh lembaga pemasaran di atasnya dan berdasarkan tawar-menawar. Penentuan harga oleh
66
lembaga pemasaran di atasnya terjadi pada nelayan dengan pengambek. Nelayan sebagai produsen tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga karena bargaining position yang dimiliki oleh nelayan lemah. Posisi tawar (bargaining position) nelayan yang lemah disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki dan akses untuk masuk ke pasar (informasi pasar). Hal ini mengakibatkan nelayan hanya sebagai penerima harga (price taker), sedangkan harga ditentukan oleh pengambek. Penentuan harga melalui tawar-menawar terjadi pada lembaga pemasaran pengambek, pedagang lokal Pacitan, pedagang luar Pacitan, dan pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang. Tawar-menawar dilakukan berdasarkan kesepakatan walaupun masih terdapat lembaga pemasaran yang memegang kendali terhadap harga. Semakin banyak informasi pasar yang dimiliki oleh suatu lembaga pemasaran maka akan semakin kuat posisinya dalam penentuan harga. Harga yang terjadi di PPP tamperan berdasarkan pada jumlah ikan yang didaratkan, jika ikan yang didaratkan melimpah maka harga ikan akan turun begitu pula sebaliknya. 2) Sistem pembayaran harga Sistem pembayaran ikan antar lembaga di PPP Tamperan terdiri dari dua cara yaitu sitem pembayaran tunai dan sistem pembayaran kredit : (1) Sistem pembayaran tunai Sistem pembayaran ini dilakukan antara pedagang lokal Pacitan, pedagang luar Pacitan, pedagang besar di pasar Semarang atau Jakarta, dan PT. ATI dengan pengambek sehingga setiap penjualan ikan pengambek akan langsung mendapatkan uang karena setiap penjualannya dibayar dengan sistem tunai. (2) Sistem pembayaran kredit Sistem pembayaran ini dilakukan antara pengambek dengan nelayan. Pembayaran dilakukan setiap kali habis masa penangkapan (bulan gelap) atau setara dengan 1 bulan. Setelah habis satu kali masa penangkapan (satu bulan) pengambek dan nelayan akan melakukan pembayaran dengan perhitungan bagi hasil berdasarkan hasil tangkapan dan biaya operasional yang digunakan selama satu kali masa penangkapan tersebut.
67
(3) Kerjasama antar lembaga pemasaran Kerjasama yang terjadi antara nelayan dan pengambek merupakan kerjasama jual-beli yang mengikat. Nelayan yang sudah terikat kerjasama dengan pengambek harus menjual semua hasil tangkapannya kepada pengambek yang telah memberikannya modal tersebut sehingga jual-beli antar lembaga ini bersifat tertutup. Hal ini mengakibatkan pedagang tidak bisa membeli ikan langsung kepada nelayan. Kerjasama antara pengambek dengan pedagang perantara (pedagang lokal Pacitan dan pedagang luar Pacitan) merupakan kerjasama jualbeli yang tidak mengikat dan bersifat terbuka. Pengambek bebas menjual ikan ke semua pedagang perantara begitu pula sebaliknya dan pedagang baru bisa leluasa untuk keluar masuk pasar. Kerjasama antara pengambek dengan pedagang di pasar Jakarta atau Semarang bersifat terbuka, pengambek bisa menjual ikannya bebas kepada semua pedagang di pasar Jakarta atau Semarang asalkan harganya sesuai. Sedangkan kerjasama antara pengambek dengan pabrik tidak ada kerjasama yang mengikat yang berarti setiap ada ikan pengambek bisa menjual kepada pabrik asalkan harga dan kualitas sesuai tanpa ada sistem kontrak yang mengharuskan pengambek memasok ikannya secara kontinyu kepada pabrik. 5.2.4 Analisis keragaan pasar Kajian
mengenai
keragaan
pasar
dilakukan
untuk
memberikan
pemahaman tentang kondisi usaha berfungsi secara baik atau tidak. Keragaan pasar dapat dilihat dari: 1) Harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan konsumen 2) Margin pemasaran dan penyebarannya pada setiap pasar Harga, margin dan fisherman’s share setiap saluran pemasaran dijelaskan sebagai berikut : 1) Harga pemasaran, margin pemasaran dan fisherman’s share pada saluran 1 Pada saluran 1 lembaga pemasaran yang terlibat terdiri dari nelayan, pengambek, pabrik (PT. ATI). Pemasaran ikan pada saluran 1 ini sebagian besar yaitu ikan-ikan dengan ukuran besar atau dikategorikan ke dalam ikan 20+. Harga beli ikan tuna 20+ dari nelayan sebesar Rp 21.000,-/kg sedangkan harga jual ke pabrik tergantung grade ikan. Jika ikan termasuk bagus maka pabrik akan menghargai ikan dengan harga Rp 64.000,-/kg sedangkan jika kualitas ikan berada
68
di bawahnya maka pabrik akan membeli dengan harga Rp 48.000,-/kg. Selain ikan-ikan berukuran besar pabrik-pabrik pengolahan juga menerima ikan-ikan dengan ukuran kecil seperti baby tuna dan cakalang dengan ukuran di atas 1 kg. Harga beli ikan baby tuna dari nelayan Rp 8.000,-/kg dan harga jual di pabrik Rp 11.000,-/kg sedangkan cakalang dibeli dari nelayan dengan harga Rp 7.000,/kg dan dijual ke pabrik dengan harga Rp 10.000,-/kg. Margin harga untuk baby tuna dan cakalang apabila ikan dijual ke pabrik tidak jauh berbeda apabila dijual di daerah Pacitan namun pabrik memiliki permintaan (demand) yang konsisten dan lebih banyak jika dibandingkan dengan pasar lokal. Rincian harga, margin, dan fisherman’s share dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Distribusi margin ikan tuna 20+ pada saluran 1. Lembaga pemasaran Nelayan Harga jual Pengambek Harga beli Harga jual Margin Pabrik Harga beli Farmer's share (%)
Saluran 1 (Rp/kg) 21.000 21.000 48.000 27.000 48.000 43,75
Dalam saluran ini pengambek memperoleh margin penjualan yang tinggi yaitu mencapai Rp 27.000,-/kg sedangkan bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) pada saluran 1 sebesar 43,75%. 2) Harga pemasaran, margin pemasaran dan fisherman’s share pada saluran 2 Pada saluran 2 lembaga pemasaran yang terlibat terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang. Ikan-ikan yang dipasarkan melalui saluran pemasaran ini merupakan ikan-ikan yang berukuran kecil yaitu ikan cakalang dan baby tuna dll. Harga beli ikan baby tuna dari nelayan Rp 8.000,-/kg dan harga jual di pasar Rp 12.000,-/kg sedangkan cakalang dibeli dari nelayan dengan harga Rp 7.000,-/kg dan dijual ke pasar dengan harga Rp 11.000,-/kg. Rincian harga, margin, dan fisherman’s share dapat dilihat pada Tabel 21.
69
Tabel 21 Distribusi margin ikan baby tuna pada saluran 2. Lembaga pemasaran Nelayan Harga jual Pengambek Harga beli Harga jual Margin Pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang Harga beli Farmer's share (%)
Saluran 2 (Rp/kg) 8.000,00 8.000,00 12.000,00 4.000,00 12.000,00 66,67
Dalam saluran ini pengambek memperoleh margin penjualan sebesar Rp 4.000,-/kg sedangkan bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) pada saluran 2 sebesar 66,67%. 3) Harga pemasaran, margin pemasaran dan fisherman’s share pada saluran 3 Pada saluran 3 lembaga pemasaran yang terlibat terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang lokal Pacitan. Ikan-ikan yang dipasarkan melalui pemasaran ini merupakan ikan-ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Pacitan yaitu seperti ikan cakalang, baby tuna, lemadang, pisang-pisang dll namun jenis ikan yang mendominasi saluran pemasaran ini adalah baby tuna dan cakalang. Harga beli ikan baby tuna dari nelayan Rp 8.000,-/kg dan harga jual ke pedagang lokal Pacitan Rp 10.000,-/kg sedangkan pedagang lokal Pacitan menjualnya dengan harga Rp 12.000,-/kg. Ikan cakalang dibeli dari nelayan dengan harga Rp 7.000,-/kg dan dijual ke pedagang lokal Pacitan dengan harga Rp 8.000,-/kg sedangkan pedagang lokal Pacitan menjualnya dengan harga Rp 9.500,-/kg. Rincian harga, margin, dan fisherman’s share dapat dilihat pada Tabel 22.
70
Tabel 22 Distribusi margin ikan Cakalang pada saluran 3. Lembaga pemasaran Nelayan Harga jual Pengambek Harga beli Harga jual Margin Pedagang lokal Pacitan Harga beli Harga jual Margin Konsumen Harga beli Total margin Total keuntungan kotor Farmer's share (%)
Saluran 3 (Rp/kg) 7.000,00 7.000,00 8.000,00 1.000,00 8.000,00 10.000,00 2.000,00 10.000,00 3.000,00 3.000,00 70
Dalam saluran ini pengambek memperoleh margin penjualan sebesar Rp 1.000,-/kg dan pedagang lokal Pacitan memperoleh margin sebesar Rp 2.000,/kg sedangkan bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) pada saluran 3 sebesar 70%. 4) Harga pemasaran, margin pemasaran dan fisherman’s share pada saluran 4 Pada saluran 4 lembaga pemasaran yang terlibat terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang luar Pacitan. Ikan-ikan yang dipasarkan melalui pemasaran ini sama dengan ikan pada saluran 3 hanya saja tujuan pemasarannya berbeda. Harga beli ikan baby tuna dari nelayan Rp 8.000,-/kg dan harga jual ke pedagang luar Pacitan Rp 10.000,-/kg sedangkan pedagang luar Pacitan menjualnya dengan harga Rp 13.000,-/kg. Ikan cakalang dibeli dari nelayan dengan harga Rp 7.000,/kg dan dijual ke pedagang luar Pacitan dengan harga Rp 8.000,-/kg sedangkan pedagang luar Pacitan menjualnya dengan harga Rp 11.000,-/kg. Rincian harga, margin, dan fisherman’s share dapat dilihat pada Tabel 23. Dalam saluran ini pengambek memperoleh margin penjualan sebesar Rp 1.000,-/kg dan pedagang luar Pacitan memperoleh margin sebesar Rp 3.000,00 sedangkan bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) pada saluran 4 sebesar 63,64%.
71
Tabel 23 Distribusi margin ikan cakalang pada saluran 4. Lembaga pemasaran Nelayan Harga jual Pengambek Harga beli Harga jual Margin Pedagang luar Pacitan Harga beli Harga jual Margin Konsumen Harga beli Total margin Total keuntungan kotor Farmer's share (%)
Saluran 4 (Rp/ Kg) 7.000,00 7.000,00 8.000,00 1.000,00 8.000,00 11.000,00 3.000,00 11.000,00 4.000,00 4.000,00 63,64
Menurut Soekartawi (2002), Efisiensi pemasaran dapat diukur dengan acuan persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi atau nilai fisherman’s sharenya tinggi. Tabel 24 Fisherman’s share tiap saluran. Saluran Pemasaran Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4
Fisherman’s Share 43,75 % 66,67 % 70 % 63,64 %
Berdasarkan Tabel 24, besarnya fisherman’s share dari masing-masing saluran memiliki besaran yang berbeda-beda. Bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) terbesar terdapat pada saluran 3 yaitu sebesar 70 % sehingga saluran 3 relatif efisien dari saluran pemasaran lainnya. Pada saluran 3 didapatkan fisherman’s share lebih besar dikarenakan pertukaran informasi pasar pada saluran 3 relatif lebih mudah dan tujuan pasarnya juga tidak terlalu jauh sehingga biaya pemasaran pun lebih sedikit. 5.2.5 Analisis margin pemasaran Pada saluran 1 pengambek memperoleh margin Rp 27.000,-/kg dari penjualan ikan tuna 20+. Margin ini bisa lebih tinggi jika ikan yang dijual ke pabrik memiliki mutu yang lebih bagus. Hal ini bisa terjadi karena tuna
72
merupakan ikan ekonomis penting dan merupakan komoditas ekspor sehingga harga tuna dipasaran internasional cukup tinggi sedangkan pengambek bisa mendapatkan harga rendah dari nelayan karena sistem kerjasama antara nelayan dan pengmabek yang mengharuskan nelayan menjual ikan sesuai dengan harga yang ditentukan pengambek. Pada saluran 2 pengambek memperoleh margin sekitar Rp 4000,-/kg dari penjualan ikan yang dijual di pasar-pasar luar daerah. Margin ini bisa berubahubah berdasarkan harga ikan yang berlaku di pasar pada penjualan. Harga di pasar bersifat fluaktuatif tergantung pada banyaknya jumlah ikan dari daerah yang dibawa ke pasar, jika sedang musim ikan dan daerah-daerah penghasil ikan mengirim ikannya ke pasar maka harga ikan akan turun begitu pula sebaliknya. Pada saluran 3 pengambek memperoleh margin dari penjualan ikan Rp. 1000,-/kg dan pedagang lokal Pacitan memperoleh margin Rp 2.000,-/kg. Margin pada saluran ini tidak terlalu besar karena para lembaga pemasaran lebih mudah bertukar informasi mengenai harga di pasaran. Pada saluran 4 margin yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan saluran 3 yaitu pengambek memperoleh margin Rp 1000,-/kg sedangkan pedagang luar Pacitan memperoleh margin Rp 3000,-/kg. Margin yang didapat pengambek pada saluran ini sama dengan saluran 3 dikarenakan harga yang diberlakukan pengambek terhadap pedagang luar Pacitan sama dengan pedagang lokal, namun biasanya pedagang luar Pacitan membeli ikan lebih banyak dari pedagang lokal. Sedangkan margin pedagang luar Pacitan lebih besar dibanding pedagang lokal dikarenakan biaya transportasi yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan pedagang lokal Pacitan. 5.3 Strategi Pengembangan Pemasaran Strategi pengembangan pemasaran dilakukan untuk menentukan langkah apa yang selanjutnya dapat diambil agar pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan lebih berkembang. Berdasarkan hasil analisis pemasaran di sub bab 5.2 masih ditemukan permasalahan-permasalahan dalam aktivitas pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, permasalahan-permasalahan tersebut harus segera dicari alternatif solusinya dan dengan alternatif solusi tersebut maka akan
73
diketahui pula strategi pengembangan yang bisa diambil. Penentuan strategi ini menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, dan Threats) dengan penentuan faktor internal dan eksternal terlebih dahulu. 5.3.1 Faktor internal Faktor
internal
berupa
kekuatan
(strength)
yang
mempengaruhi
pengembangan pemasaran di PPP Tamperan dijelaskan dibawah ini. 1) Sumberdaya ikan yang melimpah Sumberdaya ikan di Kabupaten Pacitan masih melimpah. Hal ini terlihat dari jumlah produksi hasil tangkapan yang terus meningkat mulai tahun 20052010 seperti yang disajikan pada Tabel 1. Produksi hasil tangkapannya pada tahun 2010 mencapai 5.056.898 kg dengan nilai produksi sebesar Rp 50.568.980.000,-. 2) Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP Mulai Desember 2007 status pelabuhan perikanan Tamperan ditingkatkan menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Peningkatan status ini diikuti dengan peningkatan fasilitas yang ada di dalamnya sehingga dapat mendorong produktivitas pelabuhan ini sesuai dengan Tabel 15. 3) Kondisi keamanan yang kondusif Kondisi keamanan di PPP Tamperan dan sekitarnya memiliki kondisi keamanan yang kondusif, tidak ditemui preman atau pungutan liar. Hal ini sangat mendukung untuk aktivitas bongkar muat ataupun pemasaran hasil tangkapan sehingga banyak pengusaha, nelayan dan pedagang datang ke PPP Tamperan. 4) Lokasi yang dekat dengan kota kabupaten PPP Tamperan terletak di sebelah Barat Laut kota Kabupaten Pacitan. Letaknya hanya berjarak +/- 5 km dari kota kabupaten, sehingga aktivitas pemasaran ikan ke pemukiman penduduk dan ke Kota Pacitan lebih mudah. 5) Peran aktif pemerintah dan pengusaha dalam pengembangan perikanan tangkap Peran pemerintah dan pengusaha yang tinggi dalam mengembangkan perikanan di Kabupaten Pacitan merupakan faktor kekuatan yang sangat baik untuk mempengaruhi pengembangan pemasaran di PPP Tamperan. Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini sedang mengembangkan perikanan tangkap yang dirangkum dalam program minapolitan. Dalam program ini pemerintah akan meningkatkan produksi perikanan tangkap
74
dengan peningkatan fasilitas yang menunjang aktivitas perikanan tangkap termasuk di daerah Pacitan. Selain itu pemerintah juga menggandeng para pengusaha untuk bersama-sama mengembangkan perikanan tangkap yang sudah ada. Adapun faktor internal berupa kelemahan (weakness) dijelaskan dibawah sebagai berikut : 1) Belum tersedianya fasilitas cold storage. PPP Tamperan belum memiliki fasilitas untuk mempertahankan mutu seperti cold storage sehingga ketika musim banyak ikan para pengambek akan kesulitan untuk menampung ikan-ikan mereka. Biasanya pengambek akan menyewa cold storage yang ada di luar daerah untuk menampung ikan-ikan mereka sehingga mereka
akan cenderung mengalami
kerugian
karena
penambahan biaya yang dikeluarkan dan kemunduran mutu ikannya. 2) Proses pelelangan yang tidak berjalan Proses pelelangan yang ada di PPP Tamperan tidak berjalan dikarenakan sistem kerjasama antara nelayan dengan pengambek sehingga setiap ikan yang di daratkan di PPP Tamperan sudah ada pemiliknya, apabila pedagang ingin membeli ikan maka pedagang harus membeli kepada pengambek. Di TPI hanya berlangsung aktivitas penimbangan ikan untuk pendataan hasil tangkapan dan penentuan jumlah retribusi. Tidak adanya proses pelelangan ini menyebabkan harga ikan ditingkat nelayan rendah dan sulitnya pedagang baru untuk membeli ikan di PPP Tamperan. 3) Keterikatan nelayan dengan pengambek Sistem kerjasama antara nelayan dan pengambek membuat harga ikan ditingkat nelayan sulit untuk mengikuti harga dipasaran. Nelayan bertindak sebagai price taker sedangkan pengambek sebagai price maker (lihat pada sub bab 5.2.3 c) . 4) Lokasi yang jauh dari tujuan pasar Pacitan merupakan kabupaten yang letaknya diujung barat sebelah Selatan propinsi Jawa Timur dan letaknya berbatasan langsung dengan Jawa Tengah sehingga letaknya jauh dari ibu kota propinsi (Surabaya) yaitu 282 km. Walaupun letaknya berbatasan langsung dengan Jawa Tengah namun letaknya juga cukup
75
jauh dari kota besar di Jawa Tengah maupun DIY yaitu jaraknya 165 km dari Solo dan 169 km dari Yogyakarta. Selain itu, jalan menuju Pacitan berkelok-kelok, naik turun pegunungan, sepi dan tak jarang jalan ini sering putus dikarenakan longsor sehingga lokasi yang jauh dari tujuan pasar ini mejadi salah satu kelemahan dalam pengembangan pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan. 5) Belum beroperasinya pasar khusus yang menjual ikan HT PPP Tamperan sebenarnya sudah menyediakan tempat untuk pasar ikan, namun respon pedagang dan perhatian dari pemerintah masih kurang sehingga sampai sekarang pasar ini belum beroperasi. Dengan adanya pasar khusus ikan sebenarnya bisa mempermudah masyarakat untuk mendapatkan ikan dan juga memudahkan pemasaran ikan hasil tangkapan. 5.3.2 Faktor eksternal Faktor eksternal berupa peluang (opportunities) yang mempengaruhi pengembangan pemasaran di PPP Tamperan dijelaskan di bawah ini. 1) Program minapolitan oleh KKP Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah kepemimpinan Fadel Muhammmad meluncurkan program baru yang diberi nama minapolitan. Minapolitan merupakan konsep pembangunan ekonomi berbasis perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan. Prinsip-prinsip yakni berdasarkan integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi. Minapolitan ibarat sebuah kota dimana memiliki keanekaragaman aktivitas ekonomi, perdagangan, jasa, pelayanan, kesehatan yang saling mendukung dan memiliki sarana dan prasarana serta karakteristik kawasan minapolitan terdiri dari sentra-sentra produksi dan usaha berbasis perikanan yang efek domino (Multi Flie Effece) terhadap perekonomian didalam dan diluar kawasan (Anonim, 2010). Dengan program ini pemerintah akan meningkatkan produksi perikanan tangkap dengan peningkatan fasilitas yang menunjang aktivitas perikanan tangkap untuk mencapai target peningkatan produksi sebesar 353% di tahun 2014. 2) Globlasisasi dan AFTA Dengan adanya arus globlalisasi yang semakin kuat dan disepakatinya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), Indonesia akan menghadapi persaingan yang sangat tinggi dengan negara-negara lain, baik dalam regional ASEAN
76
maupun dalam lingkup internasinal. Kesepakatan AFTA pada nantinya membuat setiap Negara ASEAN terbuka untuk keluar masuknya produk maupun input produksi dari dan ke luar negeri. Dalam tataran mikro, hal ini menyebabkan setiap perusahaan di Indonesia tidak hanya harus menghadapi pesaing dari dalam, tetapi juga berhadapan langsung dengan pesaing dari luar negeri. Tetapi disisi lain ini merupakan peluang besar untuk memasarkan produk ke luar negeri. perdagangan bebas ini Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan ekspor hasil perikanan. 3) Target peningkatan ekspor oleh pemerintah Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan nilai ekspor produk perikanan Indonesia tahun 2011 sebesar US$ 3,2 miliar, naik sekitar 20,30% dari ekspor tahun 2010 yang ditargetkan sebesar US$ 2,6 miliar.Target peningkatan ekspor ikan yang dicanangkan pemerintah ini tentunya merupakan peluang pasar yang sangat baik bagi usaha perikanan tangkap di dalam negeri untuk memasarkan hasil tangkapannya ke negara lain. 4) Trend gaya hidup sehat Sekarang ini masyarakat dunia maupun Indonesia sudah mulai menerapkan trend gaya hidup sehat dengan beralih dari mengkonsumsi daging merah (sapi atau ayam) ke daging putih (ikan). Perubahan trend gaya hidup ini akan memperbesar peluang pasar, baik di dalam negeri maupun internasional. 5) Peluang wisata bahari Kabupaten Pacitan memiliki potensi wisata bahari yang sangat besar. Dengan garis pantai mencapai 70 km kabupaten Pacitan memiliki peluang bahari yang sangat besar bahkan tidak sedikit pantai di kabupaten Pacitan memiliki pemandangan yang indah. Pantai-pantai di kabupaten Pacitan selain berpasir cokelat seperti di pantai Teleng Ria ada juga yang berpasir putih seperti pantai Srau dan Watu Karung. Adapun faktor eksternal berupa ancaman (threat) dijelaskan sebagai berikut. 1) Cuaca dan musim yang tidak menentu Cuaca dan musim di perairan Selatan Jawa kian hari kian tak menentu, apalagi perairan Selatan Jawa berbatasan langsung dengan samudera Hindia
77
sehingga ombaknya besar. Musim panen atau paceklik ikan pun sekarang sulit untuk diprediksi, begitu pula cuaca di tengah laut sering tak bersahabat sehingga nelayan tidak berani untuk melaut. 2) Konsumsi ikan perkapita masih masyarakat Indonesia masih rendah Pada tahun 2009 konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia baru mencapai 30,17 kg per kapita per tahun atau masih di bawah anjuran Pola Pangan Harapan sebesar 31,40 kg per kapita per tahun (Anonim, 2010). Dengan konsumsi ikan per kapita yang masih rendah ini berarti peluang pasar di dalam negeri masih rendah pula. 3) Fluktuasi harga ikan di luar pasar Pacitan Ikan hasil tangkapan merupakan produk yang pasokan dipasarannya tidak bisa ditentukan, karena produksinya tergantung musim dan cuaca. Sehingga hal ini menyebabkan harganya naik-turun di pasar-pasar ikan seperti (Jakarta atau Semarang). Naik-turunnya harga berdasarkan pada pasokan ikan dari daerah penghasil ikan, Jika pasokan ikan sedang melimpah atau sedang musim ikan maka harganya akan turun begitu pula apabila jumlah ikan berkurang maka harganya akan merangkak naik. Ketika ikan sedang melimpah dan harga ikan sedang turun maka pemilik ikan di Pacitan terpaksa menjual ikannya dengan harga ikan rendah karena mereka tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menampung ikan tersebut sehingga mereka akan cenderung mengalami kerugian. 4) Persaingan antar pedagang ikan tinggi Dengan jumlah pedagang ikan dari luar Pacitan yang semakin meningkat maka tak dipungkiri persaingan untuk mendapatkan ikan juga akan meningkat. Persaingan ini akan semakin kuat apabila jumlah hasil tangkapan yang didaratkan sedang sedikit. Pedagang yang bermodal kecil (pedagang dari Pacitan) akan semakin kesulitan untuk mendapatkan ikan dari pengambek karena pedagangpedagang yang bermodal besar atau yang berasal dari luar daerah Pacitan berani membayar ikan lebih tinggi dari pengambek. Selain itu mereka juga mengambil ikan dalam jumlah besar sehingga pedagang kecil tidak memperoleh jatah ikan untuk dibeli.
78
5) Gangguan nelayan luar daerah Gangguan dari nelayan luar daerah ini terjadi karena perebutan daerah penangkapan ikan (DPI). Pada awalnya konflik ini berawal dari pembuatan rumpon oleh nelayan dari Jakarta di sekitar daerah penangkapan ikan (DPI) nelayan Pacitan. Pembuatan rumpon ini menyebabkan ikan-ikan di rumpon nelayan Pacitan berkurang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa nelayan dari luar daerah tsb juga menangkap ikan di rumpon milik nelayan Pacitan. Puncak dari konflik ini yaitu pembakaran beberapa rumpon milik nelayan Pacitan sehingga selama 3 bulan terakhir (Maret-Mei) pendaratan hasil tangkapan di PPP Tamperan berkurang. 5.3.3 Matriks internal factor evaluation (IFE) dan matriks eksternal factor evaluation (EFE) Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap staregi pengembangan pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, maka dapat disusun matriks IFE yang berisi kekuatan dan kelemahan serta matriks EFE yang berisis peluang dan ancaman disertai dengan bobot dan rating. Penentuan bobot dan rating dilakukan oleh 4 responden diantaranya adalah UPT (Unit Pelaksana Teknis ) Provinsi yang diwakili staf seksi pelayanan teknis, kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pelayanan dan Pengembangan Pelabuhan, pengambek dan pedagang kecil. Bobot dan rating kemudian dikalikan untuk memperoleh skor, sedangkan untuk mendapatkan skor akhir internal dan eksternal maka skor dari keempat responden tersebut dirata-rata. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan wawancara dengan responden maka terindentifikasi 10 faktor yang mempengaruhi faktor internal yang terdiri dari 5 kekuatan dan 5 kelemahan. Kekutan yang dimiliki terdiri dari: (1) Sumberdaya ikan yang masih melimpah; (2) Ditingkatkannya status pelabuhan menjadi PPP; (3) Lokasi yang dekat dengan kota kabupaten; (4) Peran aktif pemerintah dan pengusaha dalam pengembangan perikanan tangkap; (5) Kondisi keamanan yang kondusif. Kelemahan yang dimiliki terdiri dari : (1) Kurangnya fasilitas mempertahankan mutu ikan; (2) Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan; (3) Proses lelang yang tidak berjalan; (4) Letak yang secara
79
geografis jauh dari tujuan pasar; (5) Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul. Tabel matriks IFE pengembangan pemasaran di PPP Tamperan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Matrik IFE pengembangan pemasaran ikan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur (2011) Faktor strategis internal A B C D E F G H I J
Kekuatan Sumberdaya ikan yang masih melimpah Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten Peran aktif pemerintah dan pengusaha dalam pengembangan perikanan tangkap Kondisi keamanan yang kondusif Kelemahan Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan Proses lelang yang tidak berjalan Letak yang secara geografis jauh dari kota tujuan pasar Keterikatan nelayan dengan pengambek Total
Rata-rata
Skor
Bobot
Rating
0.120 0.129 0.094
3.50 3.75 2.50
0.418 0.485 0.236
0.095 0.115
2.75 3.25
0.262 0.372
0.096 0.077 0.084 0.074 0.115 1
2.75 2.25 2.50 2.25 3.25
0.265 0.173 0.211 0.167 0.375 2,963
Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE di atas maka dapat disimpulkan bahwa pihak pengelola secara organisasi internal berada dalam kondisi rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,963. Pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa kekuatan utama pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan terletak pada ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP dengan skor 0,485. Dengan adanya peningkatan status ini tidak dipungkiri bahwa aktivitas perikanan di pelabuhan juga meningkat seiring semakin lengkapnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. Dengan fasilitas yang semakin meningkat semakin banyak pula nelayan yang datang ke pelabuhan, banyak pengusaha yang berinvestasi dan banyak pula pedagang yang datang untuk membeli ikan sehingga peningkatan status pelabuhan ini merupakan kekuatan utama dalam pengembangan pemasaran di PPP Tamperan. Faktor kedua yaitu sumberdaya ikan yang masih melimpah dengan skor sebesar 0,418, hal ini dapat dilihat dari hasil produksi tahun 2010 mencapai jumlah sebesar 5.056.898 kg. Faktor ketiga yaitu kondisi keamanan yang kondusif dengan skor sebesar 0.372. Faktor keamanan merupakan faktor yang penting karena pengusaha,
80
nelayan ataupun pedagang akan enggan datang jika kondisi keamanan di suatu pelabuhan sangat rawan seperti banyak preman, banyak kasus pencurian atau kasus pemalakan. Faktor keempat yang merupakan kekuatan yaitu adanya peran aktif pemerintah dan pengusaha dalam pengembangan perikanan tangkap dengan skor sebesar 0.262. Peran dan kerjasama yang baik ini dapat terlihat dari sering diadakannya pertemuan antara pemerintah dengan pengambek ataupun pedagang untuk mengatasi permasalahan yang ada sehingga kebijakan yang diambil pemerintah akan menguntungkan kedua belah pihak. Faktor terakhir yang menjadi kekuatan yaitu lokasi pelabuhan yang dekat dengan kota kabupaten dengan skor sebesar 0,236. Dengan lokasi pelabuhan yang dekat dengan kota kabupaten pedagang akan lebih mudah memasarkan ikan ke pemukiman penduduk ataupun ke pasar-pasar begitu pula jika orang-orang di kota kabupaten ingin membeli ikan bisa langsung datang ke pelabuhan. Kelemahan utama yaitu keterikatan nelayan dengan pengambek dengan skor 0,375. Sistem kerjasama ini menyebabkan nelayan hanya sebagai penerima harga dan juga tidak bebas memasarkan ikan kemana saja. Kelemahan kedua yaitu kurang tersedianya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan dengan skor sebesar 0,265. Kurangnya fasilitas ini menyebabkan pemilik ikan akan mengeluarkan banyak biaya untuk menyewa cold strage yang adanya di luar kota pada saat musim panen ikan selain itu kualitas ikan juga akan menurun karena ikan yang tidak bisa tertampung akan mendapatkan penangan mutu yang kurang. Selanjutnya kelemahan ketiga yaitu proses lelang yang tidak berjalan dengan skor sebesar 0,211. Dengan proses lelang yang tidak berjalan harga ikan akan cenderung dimonopoli suatu lembaga pemasaran selain itu pedagang baru juga akan sulit untuk mendapatkan ikan. Kelemahan keempat yaitu belum adanya pasar khusus ikan dengan skor sebesar 0,173. Pasar khusus yang menjual hasil laut akan mempermudah menemukan demand dan supply hasil laut. Sedangkan kelemahan terakhir yaitu PPP Tamperan terletak jauh dari kota tujuan pasar dengan skor sebesar 0,167. Letak geografis PPP Tamperan yang jauh dari kota tujuan pasar menyebabkan biaya pemasaran tinggi sehingga hal ini juga merupakan kelemahan walaupun tidak kuat.
81
Pada faktor eksternal terdapat 5 peluang dan 5 ancaman. Peluang yang dimiliki terdiri dari : (1) Program minapolitan oleh pemerintah; (2) Globlasisasi dan AFTA; (3) Trend gaya hidup sehat; (4) Target peningkatan ekspor oleh pemerintah; (5) Kondisi perekonomian yang kian membaik. Ancaman yang dimilki terdiri dari : (1) Cuaca dan musim yang tak menentu; (2) Rendahnya konsumsi ikan perkapita; (3) Fluktuasi harga ikan di luar pasar Pacitan; (4) Persaingan antar pedagang ikan tinggi; (5) Gangguan nelayan luar daerah. Tabel matriks EFE pengembangan pemasaran ikan di PPP Tamperan dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Matrik EFE pengembangan pemasaran ikan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur (2011) Faktor strategis eksternal Peluang A B C D E F G H I J
Program minapolitan oleh pemerintah Globlasisasi dan AFTA Trend gaya hidup sehat Target peningkatan ekspor Peluang wisata bahari Ancaman Cuaca dan musim yang tak menentu Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita Fluktuasi harga ikan di pasaran Persaingan yang tinggi Gangguan nelayan luar daerah Total
Rata-rata
Skor
Bobot
Rating
0.116 0.104 0.073 0.086 0.098
2.75 2.75 2.00 2.25 3.25
0.320 0.285 0.147 0.193 0.319
0.128 0.085 0.093 0.101 0.117 1
4.00 2.50 2.75 2.75 3.50
0.511 0.211 0.256 0.276 0.409 2.925
Berdasarkan hasil analisis matriks EFE, diperoleh jumlah skor rata-rata untuk faktor eksternal sebesar 2,925. Nilai ini memperlihatkan bahwa kemampuan pihak pengelola dalam merespons peluang dan ancaman berada dalam level ratarata. Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa program minapolitan yang dicanangkan pemerintah menduduki urutan pertama sebagai peluang yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Hal ini bisa dilihat dari skor sebesar 0,320. Peluang kedua yang dapat dimanfaatkan secara optimal yaitu kondisi perekonomian bangsa yang kian membaik, hal ini dibuktikan dengan skor sebesar 0,319. Peluang selanjutnya yang bisa dimanfaatkan yaitu globalisasi dan AFTA
82
dengan skor sebesar 0,285. Dengan adanya globalisasi para pelaku bisnis perikanan mempunyai peluang untuk meningkatkan pangsa pasar dalam negeri maupun luar negeri. Peluang berikutnya
yaitu target peningkatan ekspor
perikanan oleh pemerintah. Hal ini menjadi peluang yang sangat baik bagi pelaku usah perikanan jika kedua pihak saling berkoordinasi. Peluang terakhir yang bisa dimanfaatkan yaitu trend gaya hidup sehat. Dengan adanya trend ini maka diharapkan permintaan ikan akan meningkat sehingga hal ini akan menjadi peluang pasar yang baik baik di dalam maupun luar negeri. Peluang ini mendapatkan skor sebesar 0,147 dari responden. Sedangkan faktor utama yang menjadi ancaman pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan adalah cuaca dan musim di pairan Selatan Pacitan yang tak menentu. Dengan kondisi ini nelayan tidak akan berani melaut jika cuaca di laut tidak bersahabat begitu pula musim ikan yang semakan sulit diprediksi sehingga hal ini sangat mempengaruhi produksi ikan di PPP Tamperan. Ancaman selanjutnya yang menduduki peringkat kedua yaitu gangguan dari nelayan luar daerah dengan skor sebesar 0,409. Berdasarkan wawancara ganguan ini berlangsung sekitar bulan Januari-april 2011 dan mempengaruhi hasil tangkapan sehingga hal ini merupakan ancaman yang serius bagi aktivitas usaha perikanan tangkap di PPP Tamperan. Ancaman berikutnya adalah persaingan yang tinggi ditingkat pedagang kecil. Banyaknya pedagang dari luar daerah yang bermodal lebih besar membuat pedagang kecil dari Pacitan tidak mendapat ikan jika sedang ikan sedikit. Persaingan yang tinggi ini mendapatkan skor sebesar 0,276. Ancaman keempat yaitu fluktuasi harga ikan dipasaran. Ancaman ini mendapatkan skor sebesar 0,256. Fluktuasi harga ikan ditingkat pengambek atau pun di pasaran membuat para lembaga-lembaga pemasaran mengalami kerugian bahkan berhenti sementara melakukan aktivitas pemasaran. Ancaman terakhir yang perlu diwaspadai adalah masih rendahnya konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia sehingga peluang pasar untuk pasar dalam negeri masih relatif rendah, hal ini mendapatkan skor sebesar 0,211. Berdasarkan dari perhitungan matriks IFE dan EFE diperoleh jumlah skor rata-rata sebesar 2,963 dan 2,925. Penggabungan antara nilai IFE dan EFE pada
83
matriks IE akan menunjukkan pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan berada pada sel ke lima (V) seperti yang terlihat pada Gambar 21. Total Rata-rata Tertimbang IFE
Tinggi (3,0-4,0) Total Sedang Rata-rata (2,0-2,99) Tertimbang EFE Rendah (1,0-1,99)
Kuat (3,0-4.0) I
Rata-rata (2,0-2,99) II
Lemah (1,0-2,99) III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Gambar 21 Matriks IE Berdasarkan gambar matriks IE di atas dapat diketahui bahwa pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan berada pada sel lima (V) sehingga strategi terbaik yang sebaiknya dilakukan adalah menjaga dan mempertahankan posisi yang selama ini sudah diraih. Kebijakan yang umum dari strategi ini adalah dengan melakukan penetrasi pasar dan mengembangkan produk. Artinya pengelola harus mempertahankan posisinya dengan terus mengembangkan produknya dan melakukan penetrasi ke ceruk pasar yang potensial dan selama ini belum tergarap, selain dengan tetap menjaga konsistensi dan kualitas produk. 5.3.4 Analisis Strenght, Weakness, Opportunities, dan Threats (SWOT) Setelah melakukan analisis terhadap faktor internal dan eksternal, selanjutnya dapat diformulasikan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT, yang merupakan kombinasi dari strategi SO, WO, ST dan WT. Perumusan strategi dilakukan dengan mempertimbangkan keempat faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah diidentifikasi. Strategi yang dihasilkan merupakan kombinasi SO (strengths-Opportunities), ST (Strenghts-Threats), WO (Weaknesses-Opportunities) dan WT (WeaknessesThreats) yang dirangkum dalam matriks SWOT. Perumusan strategi bisnis yang dibangun dengan menggunakan matriks SWT dapat dilihat pada Tabel 27.
84
Tabel 27 Matriks SWOT pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur 2011
IFAS EFAS
Peluang (Opportunities) O1. Program minapolitan oleh pemerintah; O2. Globlasisasi dan AFTA; O3.Trend gaya hidup sehat; O4. Target peningkatan ekspor oleh pemerintah; O5. Peluang wisata bahari.
Ancaman (Threats) T1. Cuaca dan musim yang tak menentu; T2. Rendahnya konsumsi ikan perkapita; T3. Fluktuasi harga ikan di pasaran; T4. Persaingan yang tinggi; T5. Gangguan nelayan luar daerah.
Kekuatan (Strengths) S1. Sumberdaya ikan yang masih melimpah; S2. Ditingkatkannya status pelabuhan menjadi PPP; S3. Lokasi yang dekat dengan kota kabupaten; S4. Peran aktif Pemerintah dan Pengusaha dalam pengembangan perikanan tangkap; S5. Kondisi keamanan yang kondusif. SO SO1.Memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal dan menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan. (S1,O1,O2,O3,O4) SO2. Merawat dan mengoptimalkan penggunaan fasilitas pelabuhan yang sudah ada serta meningkatkan fasilitas yang belum ada sesuai program KKP (S2,O1) SO3. Mempertahankan keamanan yang sudah tercipta untuk menunjang aktivitas perikanan tangkap dengan menggandeng semua stakeholder yang ada (S4,S5,O1,O2) ST ST1. Membuat papan informasi DPI dan cuaca di perairan selatan Jawa (S1,S2,T1) ST2. Melakukan promosi hasil bahari dengan mengadakan kampanye gemarikan (S1,S3,S4,S5, T2) ST3. Meningkatkan pengawasan operasional penangkapan ikan (S1,S4,S5,T5)
Kelemahan (Weaknesses) W1. Kurangnya fasilitas mempertahankan mutu ikan; W2. Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan; W3. Proses lelang yang tidak berjalan; W4. Letak yang secara geografis jauh dari kota tujuan pasar; W5. Keterikatan nelayan dengan pengambek. WO WO1.Melengkapi fasilitas yang belum tersedia seperti cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner bahari untuk menunjang pemasaran ikan HT. (W1,W2,W4 O1,O3,O4,O5) WO2.Menarik investor untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan. (W4, O1,O2,O4) WO3.Pemberian pinjaman modal lunak jangka panjang kepada nelayan oleh pemerintah. (W3,W5,O1)
WT WT1. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama setiap stakeholder untuk mengatasi berbagai permasalahan (W1,W2,W3,W4,W5,T3,T4)
85
Dari analisis matriks SWOT didapatkan 4 macam strategi yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Strategi Strengths-Opportunity (SO) Strategi SO adalah strategi menggunakan kekuatan yang dimilki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan dari kekuatan dan peluang yang diperoleh, maka strategi yang sebaiknya dilakukan stakeholder yang ada di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur yaitu memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal dan menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan. Sumberdaya ikan yang masih melimpah di perairan Selatan Jawa harus dimanfaatkan secara bijaksana, pemerintah dalam hal ini harus mengawasi pemanfaatan yang dilakukan masyarakat agar pemanfaatannya tidak berlebihan sehingga sumberdaya ikan akan tetap lestari. Selain itu, pemerintah juga harus membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung aktivitas perikanan tangkap supaya pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada bisa optimal sehingga target peningkatan produksi bisa tercapai. Strategi kedua yang dapat dilakukan yaitu merawat dan mengoptimalkan penggunaan fasilitas pelabuhan yang sudah ada serta meningkatkan fasilitas yang belum ada sesuai program KKP. Fasililitas yang sudah ada di PPP Tamperan harus dirawat dan digunakan secara optimal agar keberadaannya dapat benarbenar dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam hal ini semua stakeholder yang yang terlibat harus saling bekerjasama dan berkoordinasi. Sedangkan fasilitas yang belum ada harus segera ditambahkan dengan meminta bantuan kepada pemerintah pusat dalam hal ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Strategi yang terakhir yaitu mempertahankan keamanan yang sudah tercipta untuk menunjang aktivitas perikanan tangkap. Dengan adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antar stakeholder yang ada di PPP Tamperan untuk menjaga kondisi keamanan yang kondusif maka kegiatan perikanan tangkap di PPP Tamperan juga akan berjalan dengan lancar termasuk pula aktivitas pemasaran hasil tangkapannya. 2) Strategi Weakness-Opportunity (WO) Strategi WO adalah Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi WO yang dapat digunakan yaitu melengkapi
86
fasilitas yang belum tersedia seperti cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner baharinya untuk menunjang pemasaran ikan HT. Pengadaan cold storage harus segera dilakukan karena ketika musim banyak ikan para pemilik ikan akan kebingungan menempatkan ikannya sehingga tak jarang dari mereka harus rela menanggung kerugian dengan menyewa cold storage di luar daerah. Sedangkan dengan pembuatan pasar ikan lengkap dengan wisata kuliner baharinya berarti pemerintah bisa membaca potensi perikanan tangkap dan wisata bahari yang dimiliki. Dengan potensi pariwisata bahari yang sangat besar seharusnya kabupaten Pacitan dapat mensinergikannya dengan sektor perikanan tangkap dengan membuat pasar khusus yang menjual hasil perikanan lautnya lengkap dengan tempat wisata kuliner baharinya sehingga akan semakin menggerakkan
sektor
pariwisata
dan
perikanan
tangkapnya
sekaligus
mempermudah pemasaran ikan hasil tangkapan di PPP Tamperan. Strategi selanjutnya yaitu menarik investor untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan. Strategi ini akan sangat membantu aktivitas pemasaran hasil tangkapan karena para lembaga pemasaran tidak perlu membuang banyak biaya transportasi untuk memasarkan ikannya di kota-kota tujuan pasar seperti Jakarta, Semarang ataupun Surabaya jika di Pacitan sudah ada pabrik yang menerima ikan hasil tangkapannya. Startegi terakhir yang didapat yaitu pemberian pinjaman modal lunak jangka panjang kepada nelayan oleh pemerintah. Pemberian modal lunak ini akan sangat bermanfaat bagi nelayan yang ingin melepaskan diri dari kerjasama dengan pengambek. Dengan mandirinya nelayan maka harga ikan ditingkat nelayan akan meningkat karena nelayan tidak akan menjadi pihak penerima harga (price taker) lagi akan tetapi nelayan akan menjadi pihak pembuat harga (price maker) sehingga dengan hal ini pula nelayan bisa menjual ikan kepada siapapun dan pelelangan ikan di TPI bisa berjalan. 3) Strategi Strengths-Threats (ST) Strategi ST yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk menghindari ancaman. Strategi ST pertama yang dapat dilakukan adalah membuat papan informasi DPI dan cuaca di perairan Selatan Jawa. Informasi ini akan sangat
87
berguna bagi nelayan untuk mengetahui kondisi cuaca di tengah laut sehingga nelayan memaksimalkan operasi penangkapan ikan. Strategi kedua yang dapat diambil yaitu dengan melakukan promosi hasil bahari dengan mengadakan kampanye gemarikan. Acara kampanye ini bisa dilakukan di pusat kota dengan mengadakan berbagai lomba seperti: lomba masak ikan, lomba makan ikan atau memecahkan rekor dengan membakar ikan bersama. Selain diadakan di pusat kota kampanye gemarikan bisa dilakukan di instansi pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD) dengan juga memberikan informasi mengenai keuntungan dari mengkonsumsi ikan sehingga akan menanamkan ketertarikan mengkonsumsi ikan sejak kecil sehingga selain membuka peluang pasar domestik dengan meresap produksi perikanan, gerakan ini juga akan mencerdaskan bangsa. Strategi yang ketiga yaitu meningkatkan pengawasan operasional penangkapan ikan. Pengawasan operasional penangkapan sangat mutlak diperlukan karena untuk menjaga sumberdaya ikan yang ada dari perusakan nelayan sekitar ataupun gangguan dari nelayan luar daerah. Tanpa adanya pengawasan yang ketat maka akan sering terjadi konflik antar nelayan di tengah laut seperti yang terjadi di perairan Selatan Pacitan akhir-akhir ini. 4) Strategi Weakness-Threats (WT) Strategi WT merupakan strategi untuk mengurangi kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi yang bisa diambil yaitu meningkatkan koordinasi dan kerjasama setiap stakeholder untuk mengatasi berbagai permasalahan. Langkah yang bisa diambil dengan strategi ini yaitu dengan sering-sering mengadakan pertemuan antara semua stakeholder yang ada yaitu pemerintah dalam hal ini pengelola pelabuhan dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) kabupaten Pacitan dengan nelayan, pengambek dan pedagang ikan. Dengan sering diadakannya pertemuan ini maka akan diketahui permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi dan dapat pula disepakati solusi penyelesainnya tanpa merugikan pihak tertentu.
88
5.3.5 Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Tahap akhir dari analisis formulasi strategi adalah pemilihan strategi terbaik menggunakan analisis Quantitative Startegic Planning Matrix (QSPM). Bobot pada masing-masing faktor internal dan eksternal sama dengan bobot yang digunakan pada matriks IFE dan EFE. Pemberian nilai Attractiveness Score (AS) pada QSPM menunjukkan kemenarikan relatif satu strategi terhadap strategi yang lainnya. Selanjutnya, hasil penilaian AS dikalikan dengan bobot untuk menghasilkan total nilai daya tarik atau Total Attractiveness Score (TAS). Nilai TAS ini menunjukkan daya tarik daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif yang dihasilkan dari analisi SWOT. Berdasarkan hasil analisis QSPM, strategi yang paling tepat untuk dilaksanakan berdasarkan urutan yaitu: 1) Strategi 4 (WO1) melengkapi fasilitas yang belum tersedia seperti cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner bahari untuk menunjang pemasaran ikan HT (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 6,03). 2) Strategi 5 (WO2) menarik investor untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 5,57). 3) Strategi 1 (SO1) memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal dan menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 5,277). 4) Strategi 8 (ST2) melakukan promosi hasil bahari dengan mengadakan kampanye gemarikan (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 5,2). 5) Strategi 10 (WT1) meningkatkan koordinasi dan kerjasama setiap stakeholder untuk mengatasi berbagai permasalahan. (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 5,15). 6) Strategi 3 (SO3) mempertahankan keamanan yang sudah tercipta untuk menunjang aktivitas perikanan tangkap. (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 4,75). 7) Strategi 7 (ST1) membuat papan informasi DPI dan cuaca di perairan selatan Jawa. (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 4,275).
89
8) Strategi 9 (ST3) meningkatkan pengawasan operasional penangkapan ikan (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 4,24). 9) Strategi 2 (SO2) merawat dan mengoptimalkan penggunaan fasilitas pelabuhan yang sudah ada serta meningkatkan fasilitas yang belum ada sesuai program KKP. (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 4,23). 10) Strategi 6 (WO3) pemberian pinjaman modal lunak jangka panjang kepada nelayan oleh pemerintah. (dengan nilai Total Atrractiveness Score sebesar 4,083). Berdasarkan hasil analisis QSPM maka diperoleh tiga strategi terbaik yaitu : 1)
Melengkapi fasilitas yang belum tersedia seperti cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner bahari untuk menunjang pemasaran ikan HT. Pengadaan cold storage harus segera dilakukan karena ketika musim banyak ikan para pemilik ikan akan kebingungan menempatkan ikannya sehingga tak jarang dari mereka harus rela menanggung kerugian dengan menyewa cold storage di luar daerah. Dengan pembuatan pasar ikan lengkap dengan wisata kuliner bahari berarti pemerintah bisa membaca potensi perikanan tangkap dan wisata bahari yang dimiliki. Penggabungkan potensi perikanan tangkap yang ada dengan potensi wisata bahari yang dimiliki ini akan semakin menggeliatkan bisnis pariwisata yang sudah ada di Pacitan sekaligus mempermudah pemasaran ikan hasil tangkapan di PPP Tamperan.
2) Menarik investor untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan. Strategi ini akan sangat membantu aktivitas pemasaran hasil tangkapan karena para lembaga pemasaran tidak perlu membuang banyak biaya transportasi untuk memasarkan ikannya ke kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang ataupun Surabaya jika di Pacitan sudah ada pabrik yang menerima ikan hasil tangkapannya. 3) Memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal dan menjaga kelestariannya
dengan
cara
mengawasi
kegiatan
penangkapan
ikan.
Sumberdaya ikan yang masih melimpah di perairan Selatan Jawa harus dimanfaatkan secara bijaksana, pemerintah dalam hal ini harus mengawasi pemanfaatan yang dilakukan masyarakat agar pemanfaatannya tidak
90
berlebihan sehingga sumberdaya ikan akan tetap lestari misalnya dengan pembatasan jumlah rumpon. Selain itu, pemerintah juga harus membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung aktivitas perikanan tangkap supaya pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada bisa optimal sehingga target peningkatan produksi bisa tercapai.
6 KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian serta berpedoman pada tujuan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Saluran pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur terdiri dari empat saluran. Saluran 1 terdiri dari nelayan, pengambek, pabrik dan ekspor. Saluran 2 terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang besar di pasar Jakarta atau Semarang. Saluran 3 terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang lokal Pacitan dan konsumen. Saluran 4 terdiri dari nelayan, pengambek, pedagang luar Pacitan dan konsumen. Ikan hasil tangkapan di PPP Tamperan dipasarkan kebeberapa daerah diantaranya: dipasarkan di daerah Pacitan sendiri, daerah sekitar Pacitan (Wonogiri, Ponorogo, Yogyakarta, Surakarta dan sekitarnya) dan kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. 2) Margin pemasaran total pada saluran 1 sebesar Rp. 27.000,00 per kg, saluran 2 sebesar Rp. 4000,00 per kg, saluran 3 sebesar Rp. 3000,00 per kg, saluran 4 sebesar Rp. 4000,00 per kg. Berdasarkan margin pemasaran total pada masing-masing saluran diperoleh bahwa margin pemasaran total terbesar terdapat pada saluran 1 (nelayan, pengambek, pabrik dan ekspor) sebesar Rp. 27.000,00 per kg. 3) Bagian yang diterima nelayan (fisherman’s share) pada saluran 1 sebesar 43,75%, saluran 2 sebesar 66,67%, saluran 3 sebesar 70% dan saluran 4 sebesar 63,64%. Bersarkan perhitungan fisherman’s share terbesar terdapat pada saluran 3 (nelayan, pengambek, pedagang lokal Pacitan dan konsumen) yaitu sebesar 70 % sehingga pemasaran yang dilakukan pada saluran 3 relatif efisien dari saluran pemasaran lainnya yang terdapat di PPP Tamperan. fisherman’s share yang didapat pada saluran 3 bisa lebih besar karena pemasaran HT pada saluran 3 memiliki pertukaran informasi pasar yang relatif lebih mudah dan tujuan pasarnya juga tidak terlalu jauh sehingga biaya pemasaran pun lebih sedikit.
92
4) Perumusan strategi dari faktor internal diperoleh total nilai sebesar 2,963 dan faktor eksternal sebesar 2,965. Alternatif strategi yang dapat dirumuskan yaitu, melengkapi fasilitas yang belum tersedia seperti cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner bahari, menarik investor untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan, dan memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal serta menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan. 6.2 Saran Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menunjang pengembangan pemasaran hasil tangkapan di PPP Tamperan, Pacitan, Jawa Timur, yaitu: 1) Melengkapi fasilitas yang belum tersedia seperti cold storage dan pasar ikan lengkap dengan tempat wisata kuliner bahari; 2) Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk membangun pabrik pengolahan dan ekspor ikan di Pacitan, baik dari segi penarikan investor maupun dari segi ketersediaan ikan untuk mensuplai bahan baku; dan 3) Mengawasi kegiatan penangkapan ikan dengan cara membatasi jumlah rumpon yang dipasang di perairan Selatan Pacitan agar kelestarian ikan tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Konsumsi Ikan Masyarakat Indonesia Rendah. [terhubung tidak berkala]. www.economy.okezone.com. [21 Juni 2011] David F. R. 2006. Manajemen Strategis: Konsep dan Kasus. Ed ke-10. Sulistio P dan Mahardika H, Penerjemah. Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari : Concept and Cases of Strategic Management. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Profil Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan Tahun 2009. Pacitan: DKP. Fauzi S. 2008. Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan Lele Di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan. Bahan Kuliah. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 149 hal. Gunarso W. 1998. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. Bahan Kuliah. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.119 hal. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Pasal 41 ayat 1. [terhubung tidak berkala]. www.kp3k.kkp.go.id. [18 Maret 2011]. Kinnear and Taylor. 1991. Marketing Reaserch. An Applied Method. USA : MeGraw – Hill. Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta. Kotler P dan Keller KL. 2007. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Media. Limbong W. H dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ma’arif S. 2011. Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda Di Pacitan Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna [Skripsi]. Bogor: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mangunsukarto, K,B. Mardiyanto dan T. Hestirianto. 1985. Modula Alat-Alat Penangkapan Ikan. Buku II : Desain Alat-Alat Penangkapan Ikan.
94
Depdikbud. Proyek Sisidiksat BKS PTN INTIM-IPB-USAID/AED. Bogor. Milasarai D. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah Berbasis Perikanan Tangkap secara Terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 146 hal Monintja D. 1989. Pengantar Perikanan Tangkap di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 49 hal . 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal 12. Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Nugroho P. 1992. Studi Tentang Penangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Sekitar Rumpon di Perairan Waigeo, Sorong. Skripsi. Bogor: Institut Nurani TW. 2008. Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah [Disertasi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis – Reorientasi Konsep. Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Saefuddin AM dan Hanafiah AM. 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta : UI Press. Sainsbury J.C. 1971. Commercial Fishing Method Second Edition. London: Fishing News Book Ltd. 207 hal. . 1986. Commercial Fishing Method Third Edition. London: Fishing News Book Ltd. 359 hal. Setiorini F. 2008. Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan Mas Di Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M dan Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. 245 hal.
95
Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. . 2002. Pemasaran Pertanian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Sudirman. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.65 hal. Umar H. 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wirartha I. M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: ANDI.
Lampiran 1 Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal (Responden1) Factor strategis internal A B C D E F G H I J
Sumberdaya ikan yang masih melimpah
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
TOTAL
BOBOT
RATING
2
3
2
2
3
3
2
3
3
23
0.128
4
3
1
1
3
3
2
3
2
19
0.106
3
1
1
1
2
1
1
1
13
0.073
2
2
3
3
1
2
1
18
0.101
3
3
3
1
3
2
22
0.123
3
3
1
1
1
13
0.073
2
1
1
1
12
0.067
2
2
2
22
0.123
4
1
16
0.089
3
21
0.117
3
179
1.000
Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP
1
Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten
3
2
Peran Pemerintah dan Pengusaha
2
1
3
Kondisi keamanan yang kondusif
2
3
3
2
Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan
1
1
3
1
1
Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan HT
1
1
3
1
1
2
Proses lelang yang tidak berjalan
2
3
3
2
2
3
3
Sumberdaya ikan yang masih melimpah
1
1
3
2
2
2
3
1
Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul
1
2
3
2
2
2
3
3
3
JUMLAH
14
16
27
14
14
22
26
13
19
14
Lampiran 2 Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal (Responden 2) Factor strategis internal A B C D E F G H I J
Sumberdaya ikan yang masih melimpah
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
TOTAL
BOBOT
RATING
3
3
3
3
2
3
3
3
2
25
0.136
4
3
3
3
2
3
3
3
2
24
0.130
4
2
2
2
3
3
3
1
18
0.098
3
2
2
3
3
3
1
18
0.098
3
3
3
2
3
1
18
0.098
4
3
3
3
2
20
0.109
3
2
2
1
12
0.065
2
2
1
13
0.071
2
1
12
0.065
2
24
0.130
4
184
1.000
Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP
2
Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten
1
1
Peran Pemerintah dan Pengusaha
1
1
2
Kondisi keamanan yang kondusif
1
1
2
2
Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan
1
1
3
2
2
1
1
1
1
2
1
Proses lelang yang tidak berjalan
1
1
1
1
3
1
2
Lokasi yang jauh dari kota besar
1
1
1
1
2
1
2
2
Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul
2
2
3
3
3
2
3
3
3
JUMLAH
11
12
19
18
22
16
25
24
25
Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan HT
12
Lampiran 3 Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal (Responden 3) Factor strategis internal A B C D E F G H I J
Sumberdaya ikan yang masih melimpah
A
B 2
C 3
D 3
E 3
F 2
G 3
H 3
I 3
J 2
TOTAL 24
BOBOT 0.131
RATING 4
3
3
3
3
3
3
3
2
24
0.131
4
1
3
1
1
2
2
1
13
0.071
2
2
1 1
2 3 3
3 3 3
3 3 3
1 2 2
17 20 22
0.093 0.109 0.120
3 3 4
3
3
1
17
0.093
3
2
1
11
0.060
2
1
11
0.060
2
24
0.131
4
183
1.000
Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP
1
Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten
1
1
Peran Pemerintah dan Pengusaha
1 1 2
1 2 2
3 3 3
2 3
1
Kondisi keamanan yang kondusif Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan HT
1
1
3
2
2
1
Proses lelang yang tidak berjalan
1
1
2
1
1
1
1
Lokasi secara geografis jauh dari kota besar
1
1
2
1
1
1
1
2
Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul
2
2
3
3
3
2
3
3
3
JUMLAH
11
13
25
19
19
13
20
25
25
13
Lampiran 4 Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal (Responden 4) Factor strategis internal A B C D E F G H I J
Sumberdaya ikan yang masih melimpah
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
TOTAL
BOBOT
RATING
1
1
2
1
2
2
2
2
2
15
0.083
2
3
3
3
3
3
3
3
3
27
0.150
4
3
2
3
3
3
3
3
24
0.133
3
1
2
2
2
2
2
16
0.089
2
3
3
3
3
3
23
0.128
3
2
2
2
2
15
0.083
2
2
2
2
15
0.083
2
2
2
15
0.083
2
2
15
0.083
2
15
0.083
2
180
1.000
Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP
3
Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten
3
1
Peran Pemerintah dan Pengusaha
3
1
1
Kondisi keamanan yang kondusif
3
1
1
3
Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan
2
1
1
2
1
Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan HT
2
1
1
2
1
2
Proses lelang yang tidak berjalan
2
1
1
2
1
2
2
Lokasi secara geografis jauh dari kota besar
2
1
1
2
1
2
2
2
Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul
2
1
1
2
1
2
2
2
2
JUMLAH
22
9
11
21
12
21
21
21
21
21
Lampiran 5 Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal (Responden 1) Factor strategis eksternal A B C D E F G H I J
Program minapolitan leh pemerintah
A
B 3
C 3
D 2
E 1
F 1
G 3
H 3
I 3
J 1
TOTAL 20
BOBOT 0.112
RATING 4
3
2
3
1
3
3
3
1
21
0.117
3
1
1
1
2
2
1
1
11
0.061
2
1
1
1
3
3
1
14
0.078
2
1
3
2
3
2
19
0.106
3
3
3
3
3
23
0.128
4
3
3
1
18
0.101
2
3
1
16
0.089
3
1
15
0.084
2
22
0.123
3
179
1.000
Globlasisasi dan AFCTA
2
Trend gaya hidup sehat
1
1
Target peningkatan ekspor
1
1
2
Potensi wisata bahari
1
1
3
3
Cuaca dan musim yang tak menentu
1
1
3
3
3
Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita
1
2
3
2
2
1
Fluktuasi harga ikan di pasaran
1
2
3
1
1
1
3
Persaingan yang tinggi
1
2
2
3
1
1
2
2
Gangguan dari nelayan luar daerah
2
2
3
3
2
1
3
3
3
JUMLAH
11
15
25
20
15
9
23
24
25
12
Lampiran 6 Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal (Responden 2) Factor strategis eksternal A B C D E F G H I J
Program minapolitan oleh pemerintah
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
TOTAL
BOBOT
RATING
1
1
1
1
1
2
2
3
2
14
0.075
1
3
3
1
1
2
3
3
3
22
0.118
3
1
1
1
1
2
3
3
15
0.080
2
1
1
2
2
3
3
18
0.096
2
1
3
2
3
3
22
0.118
4
3
3
3
3
26
0.139
4
2
3
3
20
0.107
3
3
3
19
0.102
2
1
10
0.053
2
21
0.112
3
187
1.000
Globlasisasi dan AFCTA
3
Trend gaya hidup sehat
2
1
Target peningkatan ekspor
2
2
2
Potensi wisata bahari
3
2
3
2
Cuaca dan musim yang tak menentu
3
3
3
3
2
Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita
3
2
3
2
1
1
Fluktuasi harga ikan di pasaran
3
2
2
2
1
1
2
Persaingan yang tinggi
2
1
1
1
1
1
1
1
Gangguan dari nelayan luar daerah
3
2
3
3
1
1
2
3
3
JUMLAH
24
16
21
18
10
9
18
20
27
24
Lampiran 7 Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal (Responden 3) Factor strategis eksternal A B C D E F G H I J
Program minapolitan oleh pemerintah
A
B 3
C 3
D 3
E 3
F 2
G 3
H 2
I 2
J 3
TOTAL 24
BOBOT 0.133
RATING 4
3
2
2
1
2
1
1
2
15
0.083
3
1
1
1
1
1
1
1
9
0.050
2
2
1
2
1
1
2
15
0.083
3
1
2
1
1
2
15
0.083
3
3
2
2
3
24
0.133
4
1
1
2
15
0.083
3
2
3
24
0.133
4
3
24
0.133
4
15
0.083
4
180
1.000
Globlasisasi dan AFCTA
1
Trend gaya hidup sehat
1
1
Target peningkatan ekspor
1
2
3
Potensi wisata bahari
1
2
3
2
Cuaca dan musim yang tak menentu
2
3
3
3
3
Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita
1
2
3
2
2
1
Fluktuasi harga ikan di pasaran
2
3
3
3
3
2
3
Persaingan yang tinggi
2
3
3
3
3
2
3
2
Gangguan dari nelayan luar daerah
1
1
3
2
3
1
2
1
1
JUMLAH
12
20
27
21
22
12
21
12
12
21
Lampiran 8 Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal (Responden 4) Factor strategis eksternal A B C D E F G H I J
Program minapolitan leh pemerintah Globlasisasi dan AFCTA Trend gaya hidup sehat Target peningkatan ekspor Potensi wisata bahari Cuaca dan musim yang tak menentu Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita Fluktuasi harga ikan di pasaran Persaingan yang tinggi Gangguan dari nelayan luar daerah JUMLAH
A
B 2
C 2 2
D 2 2 2
E 3 3 3 3
F 1 1 1 1 1
G 2 2 2 2 3 3
H 2 2 2 2 3 3 3
I 1 1 1 1 2 3 1 1
2 2 2 1 3 2 2 2 3
2 2 3 3 2 2 3 3
2 3 3 2 2 3 3
3 3 2 2 3 3
3 1 1 2 3
1 1 1 1
1 3 3
3 3
3
19
22
22
22
22
9
21
23
14
J 1 1 1 1 1 3 3 3 3
TOTAL 16 16 16 16 20 27 17 15 23 25
BOBOT 0.084 0.084 0.084 0.084 0.105 0.141 0.089 0.079 0.120 0.131
17
191
1.000
RATING 2 2 2 2 3 4 2 2 3 4
Lampiran 9 Rata-rata Faktor Strategis Internal Factor strategis internal A B C D E F G H I J
Sumberdaya ikan yang masih melimpah Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten Peran Pemerintah dan Pengusaha Kondisi keamanan yang kondusif Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan HT Proses lelang yang tidak berjalan Lokasi yang secara geografis jauh dari kota besar Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul JUMLAH
Responden 1
Responden 2
Responden 3
Responden 4
Rata-rata
Skor
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Bobot
Rating
0.128
4
0.136
4
0.131
4
0.083
2
0.120
3.50
0.418
0.106
3
0.130
4
0.131
4
0.150
4
0.129
3.75
0.485
0.073
2
0.098
3
0.073
2
0.133
3
0.094
2.50
0.236
0.101
3
0.098
3
0.093
3
0.089
2
0.095
2.75
0.262
0.123
3
0.098
4
0.109
3
0.128
3
0.115
3.25
0.372
0.073
2
0.109
3
0.120
4
0.083
2
0.096
2.75
0.265
0.067
2
0.065
2
0.093
3
0.083
2
0.077
2.25
0.173
0.123
4
0.071
2
0.060
2
0.083
2
0.084
2.50
0.211
0.089
3
0.065
2
0.060
2
0.083
2
0.074
2.25
0.167
0.117
3
0.130
4
0.131
4
0.083
2
0.115
3.25
0.375
1.000
2.963
Lampiran 10 Rata-rata Faktor Strategis Eksternal Factor strategis eksternal
Responden 1
Responden 2
Responden 3
Responden 4
Rata-rata
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Bobot
Rating
Skor
A
Program minapolitan oleh pemerintah
0.112
4
0.136
1
0.133
4
0.084
2
0.116
2.75
0.320
B
Globlasisasi dan AFCTA
0.117
3
0.130
3
0.083
3
0.084
2
0.104
2.75
0.285
C
Trend gaya hidup sehat
0.061
2
0.098
2
0.050
2
0.084
2
0.073
2.00
0.147
D
Target peningkatan ekspor
0.078
2
0.098
2
0.083
3
0.084
2
0.086
2.25
0.193
E
Peluang wisata bahari
0.106
3
0.098
4
0.083
3
0.105
3
0.098
3.25
0.319
F
Cuaca dan musim yang tak menentu
0.128
4
0.109
4
0.133
4
0.141
4
0.128
4.00
0.511
G
Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita
0.101
2
0.065
3
0.083
3
0.089
2
0.085
2.50
0.211
H
Fluktuasi harga ikan di pasaran
0.089
3
0.071
2
0.133
4
0.079
2
0.093
2.75
0.256
I
Persaingan yang tinggi
0.084
2
0.065
2
0.133
4
0.120
3
0.101
2.75
0.276
J
Gangguan nelayan luar daerah
0.123
3
0.130
3
0.083
4
0.131
4
0.117
3.50
0.409
JUMLAH
2.925
Lampiran 11 Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) Alternatif Strategi Critical Success factor
Bobot
Strategi 1 AS
TAS
Strategi 2 AS
Strategi 3
TAS
AS
TAS
Strategi 4 AS
Strategi 5
Strategi 6
TAS
AS
TAS
AS
TAS
Strategi 7 AS
TAS
Strategi 8 AS
TAS
Strategi 9 AS
Strategi 10
TAS
AS
TAS
Kekuatan Sumberdaya ikan yang masih melimpah Ditingkatkannya pelabuhan menjadi PPP
0.120
4
0.48
2
0.24
3
0.36
4
0.48
4
0.48
3
0.36
4
0.48
3
0.36
4
0.48
2
0.24
Lokasi yang dekat dengan kota Kabupaten
0.13
3
0.39
4
0.52
3
0.39
3
0.39
3
0.39
1
0.13
3
0.39
2
0.26
3
0.39
2
0.26
0.09
1
0.09
1
0.09
2
0.19
4
0.38
2
0.19
1
0.09
1
0.09
4
0.38
1
0.09
2
0.19
Peran Pemerintah dan Pengusaha Kondisi keamanan yang kondusif
0.1
3
0.29
3
0.29
4
0.38
3
0.29
3
0.29
4
0.38
2
0.19
4
0.38
3
0.29
3
0.29
0.12
2
0.23
3
0.35
4
0.46
3
0.35
3
0.35
1
0.12
2
0.23
2
0.23
3
0.35
3
0.35
Kelemahan Kurangnya fasilitas untuk mempertahankan mutu ikan Belum adanya pasar khusus yang menjual ikan HT
0.1
3
0.29
4
0.38
2
0.19
4
0.38
3
0.29
1
0.1
1
0.1
1
0.1
1
0.1
3
0.29
0.08
1
0.08
3
0.23
2
0.15
4
0.31
3
0.23
1
0.08
1
0.08
2
0.15
1
0.08
3
0.23
0.08
2
0.17
3
0.25
2
0.17
2
0.17
2
0.17
4
0.34
1
0.08
1
0.08
1
0.08
3
0.25
0.07
1
0.07
1
0.07
1
0.07
3
0.22
4
0.3
2
0.15
1
0.07
4
0.3
1
0.07
2
0.15
0.12
2
0.23
1
0.12
1
0.12
2
0.23
1
0.12
4
0.46
1
0.12
1
0.12
2
0.23
3
0.35
Peluang Program minapolitan oleh pemerintah Globlasisasi dan AFCTA
0.12
4
0.46
4
0.46
4
0.46
4
0.46
4
0.46
3
0.35
4
0.46
4
0.46
3
0.35
3
0.35
0.1
4
0.42
2
0.21
3
0.31
2
0.21
4
0.42
2
0.21
3
0.31
3
0.31
3
0.31
2
0.21
Trend gaya hidup sehat
0.07
3
0.22
1
0.07
1
0.07
3
0.22
1
0.07
1
0.07
1
0.07
3
0.22
1
0.07
1
0.07
Target peningkatan ekspor
0.09
4
0.34
1
0.09
2
0.17
2
0.17
4
0.34
1
0.09
3
0.26
2
0.17
3
0.26
2
0.17
Peluang di bidang wisata bahari
0.1
2
0.2
1
0.1
2
0.2
4
0.39
1
0.1
1
0.1
1
0.1
4
0.39
1
0.1
2
0.2
0.13 0.09 0.09
3 1 2
0.38 0.09 0.19
2 1 1
0.26 0.09 0.09
1 1 2
0.13 0.09 0.19
2 4 4
0.26 0.34 0.37
3 1 4
0.38 0.09 0.37
3 1 2
0.38 0.09 0.19
4 1 1
0.51 0.09 0.09
2 4 3
0.26 0.34 0.28
2 1 1
0.26 0.09 0.09
2 2 3
0.26 0.17 0.28
0.1
2
0.2
1
0.1
3
0.3
3
0.3
2
0.2
3
0.3
2
0.2
3
0.3
1
0.1
4
0.4
0.12
4
0.47
2
0.23
3
0.35
1
0.12
3
0.35
1
0.12
3
0.35
1
0.12
4
0.47
4
0.47
Proses lelang yang tidak berjalan Letak geografis yang jauh dari kota besar Keterikatan nelayan dengan pedagang pengumpul
Ancaman Cuaca dan musim yang tak menentu Masih rendahnya konsumsi ikan perkapita Fluktuasi harga ikan di pasaran Persaingan yang tinggi Gangguan dari nelayan luar daerah Total
5.28
4.23
4.75
6.03
5.57
4.08
4.28
5.2
4.24
5.15
Lampiran 12 Dokumentasi selama penelitian