PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU
RACHMAN SYUHADA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK RACHMAN SYUHADA, C44051005. Pemanfaatan Perikanan Tangkap Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DINIAH dan MOCH. PRIHATNA SOBARI. Pulau Pramuka merupakan pusat administrasi dan pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, memiliki potensi perikanan tangkap dan pariwisata yang cukup besar. Kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka selama ini berjalan sendiri-sendiri, bahkan kegiatan pariwisata cenderung menekan kegiatan perikanan tangkap. Penelitian ditujukan untuk mengkaji potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka, permintan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dan strategi pengembangan wisata bahari berdasarkan potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka. Pendekatan dengan menggunakan metode biaya perjalanan dan SWOT digunakan untuk menganalisis pengembangan pariwisata bahari berdasarkan pemanfaatan perikanan tangkap di Pulau Pramuka. Hasil analisis menunjukkan nilai sumberdaya pariwisata yang didapat adalah Rp 50.055.848,60 dan Nilai Ekonomi Total (NET) dari sumberdaya pariwisata yang diperoleh ialah Rp 1.345.481.190.178,93. Hal tersebut menunjukkan tingginya permintaan wisata bahari. Hasil analisis SWOT menunjukkan untuk melakukan pengembangan wisata bahari di Pulau Pramuka harus menjalankan strategi agresif dengan memanfaatkan potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka. Kata Kunci : potensi perikanan tangkap, wisata bahari, strategi pemanfaatan potensi perikanan tangkap
ABSTRACT
Rachman SHUHADA, C44051005. Utilization of fisheries for the Development of Marine Tourism in the Pramuka Island, Thousand Islands District. Guided by DINIAH and Moch. Prihatna Sobari. Pramuka Island is the center of government administration and Administrative District Thousand Islands, has the potential of capture fisheries and tourism are considerable. Fishing activities and tourism activities in the Scout Island had been running alone, even tourism activity tends to suppress the activity of fishing. The study aimed to assess the potential of capture fisheries in the Scout Island, demanders maritime tourism in the Scout Island and nautical tourism development strategy based on the potential of capture fisheries on Scout Island. Approach using the SWOT method and travel expenses, are used to analyze the utilization of fisheries for the development of nautical tourism on the island of Scouting. The analysis showed the number of tourists make the consumer surpus value obtained is Rp 50,055,848.6 and. Total Economic Value (NET) obtained is Rp 1,345,481,190,178.93. This shows the high demand for marine tourism. The results of SWOT analysis shows for the development of nautical tourism on the Island Scout must execute an aggressive strategy to exploit the potential of capture fisheries on Scout Island. Keywords: utilization the potential of capture fisheries, marine tourism, the strategy of utilization of fisheries
PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU
RACHMAN SYUHADA
Skripsi Sebagai salah satu satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pemanfaatan Perikanan Tangkap Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu adalah karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Rachman Syuhada C44051005
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
SKRIPSI Judul Skripsi
: Pemanfaatan Perikanan Tangkap untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Nama Mahasiswa
: Rachman Syuhada
NRP
: C44051005
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Departemen
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Ir. Diniah, M.Si. NIP 196109241986022001
Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. NIP 196103161986011001
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 196212231987031001
Tanggal Lulus : 29 Juli 2011
KATA PENGANTAR
Skripsi ini mengungkapkan strategi pemanfaatan potensi perikanan tangkap dalam kegiatan wisata bahari di sekitar Pulau Pramuka. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan di Pulau Pramuka. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1) Dr.Ir. Diniah, M.Si. dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2) Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. sebagai ketua Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. sebagai dosen penguji tamu pada sidang ujian skripsi. 3) Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu yang telah memberikan izin penelitian dan pihak Kelurahan Pulau Panggang yang telah memberikan izin penelitian serta informasi mengenai obyek wisata Pulau Pramuka. 4) Kang Aldi, nelayan dan wisatawan di Pulau Pramuka yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai. 5) Kedua orang tua, ibu Nuning dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan moril kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6) Pipitiaku yang selalu setia mendampingi hingga akhir. 7) Andika “Jonih”, Arya “Pota”, Dinnari “Din”, Vivin “Mama” dan Yuli “Ulie” terima kasih atas keikhlasan dan kesabaran dalam persahabatan. 8) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2011 Rachman Syuhada
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1 Juli 1987 dari Bapak Suganda dan Ibu Lies Setiawati. Penulis merupakan anak kelima dari 6 bersaudara. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten luar biasa mata kuliah Dasar – Dasar Perikanan Tangkap pada tahun ajaran 2008/2009 dan tahun ajaran 2009/2010, serta menjadi asisten mata kuliah Praktek Laut Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga aktif pada kegiatan kampus seperti kepanitiaan acara seni dan kepanitiaan acara olahraga dan acara-acara yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa IPB. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian untuk menyusun skripsi dengan judul “Pemanfaatan Perikanan Tangkap untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu”. Selama menyelesaikan skripsi penulis dibimbing oleh Dr.Ir. Diniah, M.Si. dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. Penulis dinyatakan lulus pada tanggal 29 Juli 2011 dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. i DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v 1 PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ........................................................................................ Perumusan Masalah ................................................................................ Tujuan ..................................................................................................... Manfaat ...................................................................................................
1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap ................................................................................. 4 2.1.1 Alat penangkapan ikan ................................................................... 4 2.1.2 Nelayan .......................................................................................... 11 2.1.3 Kapal penangkapan ikan ................................................................ 12 2.2 Pariwisata Bahari ..................................................................................... 12 2.3 Permintaan Pariwisata ....................................................................…….. 13 2.4 Hubungan Pariwisata Dengan Perikanan Tangkap .................................. 13 2.5 Analisis SWOT ........................................................................................ 14 3 METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
Waktu dan Tempat ................................................................................... 16 Bahan dan Alat ........................................................................................ 16 Metode Penelitian .................................................................................... 16 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 16 Metode Pengambilan Contoh .................................................................. 18 Analisis Data ............................................................................................ 18 3.6.1 Analisis terhadap sektor perikanan tangkap ................................... 18 3.6.2 Analisis terhadap sektor pariwisata ................................................ 19 3.6.2.1 Kurva permintaan rekreasi ................................................. 19 3.6.2.2 Analisis persepsi dan apresiasi obyek wisata .................... 20 3.6.2.3 Evaluasi model permintaan pariwisata .............................. 21 3.6.3 Analisis SWOT ............................................................................... 24 3.6.3.1 Analisis faktor internal dan eksternal …………………… 25 3.6.3.2 Penentuan bobot setiap variabel ……………………….... 25 3.6.3.3 Penentuan peringkat (rating) ……………………………. 27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Kepulauan Seribu ....................................... 30 4.2 Keragaan perekonomian Kabupaten Kepulauan Seribu .......................... 36 4.3 Keragaan Perikanan Tangkap di Pulau Pramuka ..................................... 38 4.3.1 Alat penangkapan ikan .................................................................... 39 4.3.1.1 Bubu tambun ...................................................................... 39 4.3.1.2 Jaring ikan hias ................................................................... 41
4.3.1.3 Payang ................................................................................ 43 4.3.1.4 Pancing gandar ................................................................... 45 4.3.2 Nelayan ........................................................................................... 47 4.3.3 Armada penangkapan ikan ............................................................. 48 4.3.4 Produksi perikanan tangkap ............................................................ 49 4.3.5 Musim penangkapan ....................................................................... 50 4.3.6 Daerah penangkapan ....................................................................... 50 4.4 Keragaan Pariwisata di Pulau Pramuka ................................................... 50 4.4.1 Karakteristik responden .................................................................. 52 4.4.2 Fungsi permintaan pariwisata ......................................................... 62 4.4.3 Surplus konsumen dan nilai ekonomi obyek wisata ...................... 63 4.4.4 Evaluasi model permintaan pariwisata ........................................... 65 4.5 Hubungan Perikanan Tangkap dan Pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu ................................... 70 4.6 Analisis SWOT Strategi Pengembangan Potensi Perikanan Tangkap Terhadap Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka ....................................... 74 4.6.1 Identifikasi unsur SWOT pemanfaatan perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari ................................................... 74 4.6.2 Analisis matriks EFE (External Factor Evaluation) dan IFE (Internal Factor Evaluation) .......................................................... 79 4.6.3 Analisis SWOT .............................................................................. 82 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 85 5.2 Saran ........................................................................................................ 85 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 87 LAMPIRAN ....................................................................................................... 91
DAFTAR TABEL Halaman 1
Penilaian bobot faktor strategis eksternal ..................................................... 26
2
Penilaian bobot faktor strategis internal ....................................................... 27
3
Matriks External Factor Evaluation ............................................................ 28
4
Matriks Internal Factor Evaluation ............................................................. 28
5
Matriks SWOT ............................................................................................. 29
6
Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Kepulauan Seribu ...................... 31
7
Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin .........................
8
Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2008 .......................................................................... 39
9
Jumlah nelayan di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006 ................................................ 48
34
10 Jumlah unit budidaya di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ................................................................... 48 11 Jenis dan jumlah armada penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Panggang ............................................................................................ 49 12 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 ............................................................................... 49 13 Daerah asal responden Bulan Oktober 2010 ............................................... 53 14 Kelompok umur responden Bulan Oktober 2010 ........................................ 54 15 Tingkat pendidikan responden Bulan Oktober 2010 ................................... 55 16 Tingkat pendapatan responden Bulan Oktober 2010 ................................... 56 17 Lama kunjungan responden Bulan Oktober 2010 ....................................... 57 18 Biaya kunjungan responden lokal Bulan Oktober 2010 .............................. 58 19 Biaya kunjungan responden mancanegara Bulan Oktober 2010 ................. 59 20 Manfaat wisata responden Bulan Oktober 2010 .......................................... 60 21 Nilai keindahan kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ................................................................................................ 61 22 Nilai kenyamanan kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ..................................................................................... 61 23 Nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ..................................................................................... 62 24 Koefisien regresi variabel model permintaan pariwisata ............................. 63
i
25 Nilai VIF untuk variabel dalam fungsi permintaan wisata bahari ................ 69 26 Matriks IFE strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari Pulau Pramuka .................................................................. 80 27 Matriks EFE strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari Pulau Pramuka .................................................................. 80 28 Matriks SWOT pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari di Pulau Pramuka .............................................................. 83 29 Perangkingan alternatif strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari di Pulau Pramuka ................................. 84
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kelompok alat pukat kantong ....................................................................... 5
2
Kelompok alat tangkap perangkap dan penghadang .................................... 6
3
Kelompok alat tangkap pancing ………..…………………......................... 7
4
Kelompok alat tangkap gillnet ………..………………............................... 8
5
Muroami …………………………………………………........................... 9
6
Kelompok alat jaring angkat …………………………................................ 10
7
Jaring ikan hias ............................................................................................. 11
8
Diagram analisis SWOT ............................................................................... 25
9
Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Tahun 2002-2006 ............................................... 37
10 Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu dengan migas Tahun 2002-2006 ..................................................................................................... 38 11 Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu tanpa migas Tahun 2002-2006 ..................................................................................................... 38 12 Konstruksi bubu tambun ............................................................................... 40 13 Konstruksi jaring ikan hias ........................................................................... 42 14 Konstruksi payang ........................................................................................ 44 15 Konstruksi pancing gandar ........................................................................... 46 16 Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka Tahun 2007 – 2009 ....................................................................................... 51 17 Sebaran daerah asal responden Bulan Oktober 2010 ................................... 53 18 Sebaran kelompok umur responden Bulan Oktober 2010 ............................ 54 19 Sebaran tingkat pendidikan responden Bulan Oktober 2010 ....................... 55 20 Sebaran tingkat pendapatan responden Bulan Oktober 2010 ....................... 56 21 Sebaran lama kunjungan responden Bulan Oktober 2010 ............................ 57 22 Sebaran biaya kunjungan responden lokal Bulan Oktober 2010 .................. 58 23 Sebaran biaya kunjungan responden mancanegara Bulan Oktober 2010 ................................................................................................ 59 24 Sebaran nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ................................................................................................ 62 25 Kurva permintaan terhadap wisata ke Pulau Pramuka ................................. 64 iii
26 Grafik Normal Probability dengan pendekatan individu ............................. 67 27 Grafik Scatterplot dengan pendekatan individu ........................................... 68 28 Diagram analisis SWOT potensi perikanan tangkap terhadap pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka .................................... 81
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Fishing ground nelayan Pulau Pramuka .................................................... 91
2
Rekapitulasi data responden di kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ................................................................................... 92
3
Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Staf Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu ..................................................................................................................... 93
4
Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Kepala Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu ..................................................................................................................... 94
5
Hasil Regressi SPSS for Windows 19.0.039 dengan menggunakan Pendekatan Individu ................................................................................... 95
6
Perhitungan surplus konsumen dengan menggunakan software MS Excel 2007 ........................................................................................... 100
7
Unit Penangkapan Bubu Tambun .............................................................. 103
8
Unit Penangkapan Jaring Ikan Hias ........................................................... 104
9
Unit Penangkapan Pancing ......................................................................... 105
10 Obyek wisata Pulau Pramuka ..................................................................... 106
v
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai
negara
bahari, sudah
seharusnya
menempatkan
penanganan permasalahan pesisir dan kelautan dengan segala implikasinya sebagai prioritas tertinggi (BPS 2005). Satu sektor yang diprioritaskan untuk memanfaatkan kekayaan hayati laut ialah sektor perikanan dan kelautan. Di dalam sektor perikanan dan kelautan terdapat subsektor pariwisata bahari dan perikanan tangkap. Kedua subsektor tersebut dapat jika dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi sumber devisa yang besar bagi negara. Perikanan tangkap ialah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas (Monintja 1989). Menurut Nurita (2004), wisata bahari merupakan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan aspek wisata dengan memanfaatkan jasa lingkungan pesisir dan laut yang dilakukan baik di atas permukaan laut maupun di bawah permukaan laut. Menurut Nurita (2004), pengembangan wisata bahari merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya laut yang bersifat intangible. Wisata bahari peranannya hanya sebagai pemenuhan tingkat kepuasan bagi para wisatawan yang bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan (satisfaction level). Wisata bahari di dalam perjalanannya tidak akan pernah lepas dari peranan perikanan tangkap. Pulau Pramuka berada di utara Jakarta, memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap dan pariwisata yang cukup besar. Selain itu, Pulau Pramuka juga menjadi salah satu sentra perikanan tangkap Kepulauan Seribu Utara. Hal itu terlihat dari produksi perikanan tangkap per tahunnya sebesar 243 ton (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2008). Pariwisata bahari di Pulau Pramuka merupakan salah satu tujuan wisatawan, baik dari mancanegara maupun nusantara (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2008). Pulau Pramuka memiliki Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, saat ini sedang dikembangkan Wisata Pendidikan dan Konservasi Laut (Ditjen PHKA 2009).
Potensi perikanan tangkap, jika dimanfaatkan dengan optimal akan mendorong perkembangan wisata bahari di Pulau Pramuka yang nantinya akan memberi kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan perikanan tangkap untuk pengembangan wisata bahari di Pulau Pramuka.
1.2
Perumusan Masalah Kawasan Pulau Pramuka termasuk dalam kawasan pengembangan
pariwisata bahari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada umumnya dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu khususnya. Perikanan tangkap di Pulau Pramuka memiliki potensi dalam pengembangan pariwisata bahari, tetapi hingga awal tahun 2011 kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka berjalan sendiri-sendiri, bahkan kegiatan pariwisatanya cenderung menekan kegiatan perikanan tangkap. Permintaan terhadap pariwisata dipengaruhi oleh keadaan obyek wisata itu sendiri. Hal lain yang mempengaruhinya adalah biaya perjalanan, lama kunjungan, pendapatan, manfaat wisata, nilai keindahan, nilai kenyamanan dan nilai kunjungan wisata. Perubahan jumlah kunjungan atau permintaan terhadap pariwisata akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Pulau Pramuka yang sangat bergantung pada sektor pariwisata. Berdasarkan hal di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini : 1) Bagaimana keragaan perikanan tangkap di Pulau Pramuka ? 2) Bagaimana karakteristik dan persepsi wisatawan Pulau Pramuka ? 3) Bagaimana permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dan aspek apa saja yang mempengaruhi permintaan tersebut ? 4) Berapa nilai ekonomi obyek wisata Pulau Pramuka ? 5) Bagaimana kelayakan permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka ? 6) Bagaimana potensi perikanan tangkap dalam pengembangan wisata bahari di Pulau Pramuka ?
2
7) Bagaimana menyusun strategi pengembangan wisata bahari berdasarkan potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka ?
1.3
Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1) Mengungkap keragaan perikanan tangkap di Pulau Pramuka. 2) Menilai besarnya permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 3) Mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 4) Membuat strategi pengembangan wisata bahari berbasis perikanan tangkap di Pulau Pramuka.
1.4
Manfaat Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini ialah :
1) Sebagai masukan bagi pihak–pihak yang terkait dalam pengembangan wisata bahari berbasis perikanan tangkap di Pulau Pramuka. 2) Sebagai bahan untuk menyusun skripsi bagi penulis dalam rangka menyelesaikan tugas
akhir di Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perikanan Tangkap Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Menurut Monintja (1989), perikanan tangkap ialah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Definisi unit penangkapan ikan berdasarkan statistik perikanan tangkap Indonesia adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan, terdiri atas satu kapal penangkap ikan beserta nelayannya dan satu jenis alat penangkapan ikan, dapat dilengkapi dengan alat bantu penangkapan ikan. Menurut Monintja (1989), unit penangkapan ikan dapat juga didefinisikan sebagai kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan, terdiri atas nelayan dan satu jenis alat penangkapan ikan, dapat dilengkapi dengan alat bantu penangkapan ikan tanpa menggunakan kapal penangkap ikan.
2.1.1 Alat penangkapan ikan Menurut Diniah (2008), alat penangkapan ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan. Menurut Sudin Perikanan dan Kelautan Kab. Adm. Kep.Seribu (2008), kegiatan penangkapan ikan di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ditujukan untuk menangkap ikan pelagis dan ikan karang, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Alat penangkapan ikan yang beroperasi di Pulau Pramuka termasuk kedalam kelompok alat tangkap pukat kantong, perangkap dan penghadang, jaring angkat, drive in nets, pancing, jaring insang, alat tangkap lain-lain.
Pukat kantong Menurut Subani dan Barus (1989), pukat kantong adalah alat penangkap ikan berbentuk jaring yang terdiri dari kantong jaring, badan jaring dan kaki yang dipasang pada kedua sisi kiri kanan mulut jaring. Pengoperasian alat penangkapan ikan ini adalah dilingkarkan pada ikan sasaran tangkap. Beberapa alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok alat tangkap pukat kantong ialah payang, dogol dan pukat pantai (Gambar 1). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2005), payang merupakan alat penangkapan ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring. Payang terdiri atas dua bagian sayap, jaring bawah (bosoom), badan serta kantong jaring. Menurut Subani dan Barus (1989), dogol merupakan alat penangkap ikan yang terdiri atas badan, kantong dan sayap. Sayap dipasang pada kedua sisi mulut jaring dengan ciri khusus adalah bibir atas dari mulut jaring lebih menonjol keluar dibandingkan bibir bawah atau tali ris bawah lebih panjang dari tali ris atas. Pukat pantai ialah alat penangkapan ikan tradisional yang bentuknya seperti payang dan pengoperasiannya dilakukan di wilayah perairan pantai.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 1 Kelompok alat pukat kantong 5
Perangkap dan penghadang Menurut Subani dan Barus (1989), perangkap dan penghadang atau guiding and barriers ialah semua jenis alat penangkapan ikan yang berupa jebakan. Alat penangkapan ikan ini bersifat pasif dan terbuat dari bambu, rotan atau besi. Beberapa alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok alat tangkap perangkap dan penghadang ialah bubu dan sero (Gambar 2). Menurut Subani dan Barus (1989), bubu ialah alat tangkap berupa jebakan yang biasanya terbuat dari anyaman bambu atau besi. Sero ialah alat tangkap berupa penghadang jalur ruaya ikan yang dipasang di wilayah perairan dangkal atau pantai yang kedalamannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Sumber : Subani dan Barus (1989) Gambar 2 Kelompok alat tangkap perangkap dan penghadang
Pancing Menurut Subani dan Barus (1989), pancing adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari sejumlah utas tali dan sejumlah mata pancing. Setiap mata pancing menggunakan umpan atau tanpa umpan, baik umpan alami ataupun
6
umpan buatan. Beberapa alat penangkapan ikan yang termasuk ke dalam kelompok pancing ialah pancing gandar, pancing rawai dan pancing tonda (Gambar 3). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2008), pancing gandar ialah alat penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing yang dilengkapi dengan joran atau gandar dan menggunakan umpan. Pancing rawai ialah pancing yang terdiri dari tali utama yang kemudian pada tali tersebut secara berderet pada jarak tertentu diikatkan tali-tali cabang yang ujungnya diberi mata pancing. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2008), pancing tonda ialah pancing yang dilengkapi dengan batang rentang dan dioperasikan dengan cara ditarik menggunakan kapal.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 3 Kelompok alat tangkap pancing
Gillnet Menurut Subani dan Barus (1989), gillnet atau jaring insang ialah suatu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung,
7
pemberat, tali ris atas, tali ris bawah. Gillnet memiliki ukuran mata jaring yang besarnya disesuaikan dengan sasaran tangkap. Alat penangkapan ikan yang termasuk ke dalam kelompok gillnet ialah jaring rampus, drift gillnet, bottom gillnet, encircling gillnet, trammel net (Gambar 4). Menurut Standar Nasional Indonesia (2006), jaring insang dasar monofilamen atau yang biasa disebut jaring rampus ialah alat penangkapan ikan berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring sama besar di tiap bagiannya. Menurut Subani dan Barus(1989), drift gillnet ialah jaring insang yang pengoperasiannya dengan cara dihanyutkan mengikuti atau searah dengan arus air. Bottom gillnet ialah jaring insang yang pengoperasiannya dengan cara dipasang di dasar perairan. Encircling gillnet ialah jaring insang yang cara pengoperasiannya dilingkarkan pada kumpulan ikan sasaran tangkap. Trammel net ialah jaring insang yang terdiri dari tiga lapis jaring dan dioperasikan di dasar perairan.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 4 Kelompok alat tangkap gillnet
8
Drive-in net Menurut Subani dan Barus (1989), drive-in net ialah alat penangkapan ikan dengan penggiring, dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan terhadap ikan sasaran tangkap agar memasuki jaring yang telah dipasang. Menurut von Brandt (2005), drive-in net merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif karena ikan secara sukarela masuk ke dalam alat tangkap. Menurut Mukhtar (2005), salah satu alat tangkap yang dapat digolongkan ke dalam drive-in net atau alat tangkap dengan penggiring, ialah muroami (Gambar 5). Menurut Subani dan Barus (1989), pukat ikan karang (muro-ami) adalah suatu alat penangkapan ikan yang dibuat dari jaring, terdiri atas sayap dan kantong. Dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan ikan sasaran tangkap agar masuk ke bagian kantong yang telah dipasang terlebih dahulu. Alat ini cenderung tidak destruktif dan tidak merusak ekosistem, karena metode pengoperasiannya yang tidak merusak karang. Pengoperasian alat ini dilakukan oleh beberapa orang nelayan dengan berenang, serta mengejutkan ikan karang menggunakan alat penggiring.
Sumber : Mukhtar (2005)
Gambar 5 Muroami
Jaring angkat Menurut Subani dan Barus (1989), jaring angkat ialah suatu alat penangkapan ikan yang cara pengoperasiannya dengan cara mengangkat dan menurunkan jaring. Di dalam pengoperasiannya jaring angkat memiliki alat bantu
9
berupa lampu yang berfungsi sebagai attractor ikan. Beberapa alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok jaring angkat ialah bagan apung, bagan tancap dan bagan kapal (Gambar 6). Menurut Subani dan Barus (1989), bagan apung ialah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindahkan dari satu fishing ground ke fishing ground lain. Menurut Juniarti (1995), komponen bagan apung terdiri atas dek bagan, rumah bagan, roller, tali tarik, tali pemberat, pemberat, rakit, tali jangkar, jangkar, bingkai jaring dan jaring. Bahan yang digunakan untuk jaring ialah waring yang terbuat dari anyaman poly prophylene (PP). Menurut Subani dan Barus (1989), bagan tancap ialah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya tidak dapat dipindahkan dari satu fishing ground ke fishing ground lain. Seperti halnya pada bagan apung, bagan kapal juga merupakan jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindahkan dari satu fishing ground ke fishing ground lain, tetapi dibanding bagan apung, bagan kapal lebih mudah dalam berpindah fishing ground.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 6 Kelompok alat jaring angkat
10
Alat tangkap lain-lain Menurut Subani dan Barus (1989), alat-alat penangkapan ikan yang tidak termasuk ke dalam kelompok alat tangkap trawl, pukat ikan, pukat kantong, pukat cincin, pancing, perangkap, jaring insang, jaring angkat, drive-in net dan alat pengumpul, digolongkan ke dalam kelompok alat tangkap lain-lain. Salah satu alat penangkapan ikan yang termasuk ke dalam kelompok lain-lain ialah jaring pelingkar. Jaring ikan hias (Gambar 7) merupakan jaring pelingkar (encircling nets) yang hanya berperan sebagai alat bantu penangkapan ikan, tidak berdiri sendiri. Dalam operasi penangkapan ikan, setelah sasaran tangkap berhasil dikurung menggunakan jaring, kemudian proses penangkapan ikan dilakukan menggunakan serok.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 7 Jaring ikan hias 2.1.2 Nelayan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, dijelaskan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2008), nelayan dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.
11
2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Pada kategori ini nelayan tersebut juga memiliki pekerjaan lain. 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelyan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, sedangkan sebagian besar waktu lainnya digunakan untuk melakukan pekerjaan lain.
2.1.3 Kapal penangkapan ikan Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2008), kapal perikanan atau kapal penangkap ikan ialah perahu atau kapal yang langsung dipergunakan dalam operasi penangkapan ikan, biota air lainnya dan tanaman air. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2008), kapal perikanan dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Perahu tanpa motor, yaitu perahu yang tidak menggunakan tenaga mesin sebagai tenaga penggerak, tetapi menggunakan layar atau dayung untuk menggerakkan perahu. 2) Perahu motor tempel, yaitu perahu yang menggunakan mesin atau motor tempel sebagai tenaga panggerak yang diletakkan di bagian luar perahu, baik diletakkan di buritan maupun di sisi perahu. 3) Kapal motor, yaitu kapal yang menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak yang diletakkan di dalam kapal.
2.2
Pariwisata Bahari Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
12
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Menurut Yoeti (1996), pariwisata ialah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dengan tujuan rekreasi. Menurut Damardjati (2006), wisata bahari merupakan pemanfaatan pariwisata di atas kawasan air, sehingga pengembangannya secara lengkap dan profesional dapat dijadikan suatu obyek wisata yang menarik. Suatu obyek wisata bahari biasanya digambarkan sebagai obyek wisata air yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menyelam (scuba diving), berselancar (surfing), berperahu (boating) dan lain-lain.
2.3
Permintaan Pariwisata Menurut Yoeti (2006), sifat atau karakter permintaan untuk melakukan
perjalanan wisata pada dasarnya sangat berbeda dengan permintaan untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur (tangible goods). Perbedaan sifat atau karakter tersebut terlihat dari elastisitas permintaan pariwisata yang menunjukkan elastisitas langsung terhadap pendapatan dan biaya perjalanan. Permintaan pariwisata sangat peka terhadap keadaan sosial, politik dan keamanan, permintaan wisata selalu meningkat (expansion) berdasarkan musimnya (seasonality). Menurut Middleton (1994), permintaan pasar dan perilaku konsumen dalam perjalanan wisata menggambarkan dua dimensi, yaitu : 1) Faktor penentu Faktor penentu ialah faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor politik yang ada dalam suatu masyarakat yang membatasi jumlah permintaan terhadap perjalanan wisata. 2) Faktor motivasi Faktor motivasi adalah faktor internal yang ada dalam setiap individu seperti kebutuhan, keinginan dan impian.
2.4
Hubungan Pariwisata dengan Perikanan Tangkap Pemanfaatan potensi sektor perikanan tangkap terhadap pengembangan
sektor pariwisata selama ini masih kurang di Indonesia, padahal apabila keduanya digabungkan maka akan melahirkan rekreasi perikanan tangkap (recreational
13
fishing) yang apabila dimanfaatkan secara optimal akan menjadi tambahan bagi PDRB daerah dan income bagi perekonomian daerah (Badan Pusat Statistik 2005). Menurut Pitcher dan Hollingsworth (2002), perikanan tangkap rekreasi dapat diartikan sebagai kegiatan menangkap ikan untuk kesenangan. Selain sebagai suatu kesenangan, ada manfaat pelengkap yang didapat dari rekreasi perikanan, seperti keuntungan ekonomi, sumber makanan dan suatu pelatihan olah raga memancing (sport fishing) (Pitcher dan Hollingworth, 2002).
2.5
Analisis SWOT Menurut Ramli (2007), pengembangan ialah upaya memperluas atau
mewujudkan potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat kepada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar, lebih baik, memajukan sesuatu dari yang lebih awal kepada yang lebih akhir atau dari yang lebih sederhana menjadi yang lebih kompleks. Dilihat dari segi kualitatif, pengembangan berfungsi sebagai peningkatan meliputi penyempurnaan program ke arah yang lebih baik. Hal – hal yang dikembangkan meliputi aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan itu sendiri. Dari segi kuantitatif, fungsi pengembangan dalam memperluas jangkauan wilayah dan jangkauan program. Menurut Ramli (2007), pengembangan kawasan wisata harus didasarkan pada regulasi nasional maupun kesepakatan internasional. Menurut Ramli (2007), cara yang digunakan untuk mendapatkan suatu kemampuan strategis antara peluang–peluang eksternal dan kemampuan internal suatu daerah yang akan dikembangkan ialah dengan analisis situasi. Faktor-faktor pariwisata yang akan dianalisis untuk pengembangan pariwisata ialah : 1) Faktor internal Faktor internal ialah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor dan berasal dari dalam sektor tersebut. 2) Faktor eksternal Faktor eksternal ialah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor tetapi berasal dari luar sektor tersebut. Metode analisis situasi umum yang digunakan adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Menurut Middleton (1994),
14
analisis SWOT ialah suatu kerangka yang bermanfaat untuk penilaian yang dilengkapi dengan penyajian informasi yang relevan hingga proses diagnosis dan pemberian petunjuk yang terbaik dalam pengembangan hingga peramalan, yang selanjutnya dapat memberikan informasi untuk taktik dan strategi pemasaran. Menurut Rangkuti (2001), analisis SWOT merupakan identifikasi secara sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor internal serta peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui alternatif strategi pengembangan pariwisata yang paling baik. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif ialah memaksimalkan kekuatan dan kesempatan yang dimiliki serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
15
3 METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Oktober 2010.
Penelitian ini dilakukan di Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.
3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah unit penangkapan ikan
serta kelengkapannya dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka. Keterangan unit penangkapan ikan berupa hasil tangkapan, fishing ground dan konstruksi alat yang digunakan. Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kuesioner.
3.3
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan obyek kegiatan ialah
pariwisata bahari dan perikanan tangkap di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Menurut Nazir (2005), metode studi kasus adalah metode yang meneliti tentang status obyek peneliti yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk menggambarkan secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari kasus, atau status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas itu akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
3.4
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam peneilitian ini ialah data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif ialah jenis data deskriptif berupa gejala-gejala dalam bentuk dokumen, foto dan catatan-catatan pada saat penelitian. Data kuantitatif ialah jenis data deskriptif berupa angka-angka statistik (Sulistianto, 2010). Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara terhadap responden berdasarkan kuesioner yang telah disediakan dan melalui pengamatan
langsung terhadap kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata yang ada di Pulau Pramuka. Wawancara dilakukan terhadap beberapa pihak seperti wisatawan, nelayan, pengusaha dan penduduk setempat yang isinya meliputi informasi mengenai : 1) Sektor Perikanan meliputi kondisi perikanan tangkap, seperti nelayan, kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan, metode operasional alat penangkapan ikan, hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan. 2) Sektor Pariwisata meliputi a) Karakteristik wisatawan seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, intensitas kunjungan, daerah asal, persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata, biaya perjalanan, motivasi kunjungan dan kebutuhan akan wisata. b) Kondisi pariwisata bahari Pulau Pramuka seperti potensi pariwisata yang meliputi alat penangkapan ikan yang potensial untuk pariwisata, pemanfaatan hasil tangkapan untuk pariwisata, wilayah perairan yang cocok untuk pariwisata. c) Kondisi kependudukan setempat, seperti sosial, budaya, kebutuhan lapangan pekerjaan, demografi kependudukan. Data sekunder untuk penelitian ini didapat dari pengelola pemerintahan setempat, seperti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu, Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu serta Dinas Kelautan dan Perikanan DKI. Selain itu data sekunder juga didapat dari Badan Pusat Statistik Administrasi Kep. Seribu yang berisi : a)
Letak geografis dan keadaan alam wilayah Pulau Pramuka.
b) Monografi masyarakat Pulau Pramuka. c)
Profil obyek wisata dan potensi wilayah Pulau Pramuka.
d) Data volume dan nilai produksi ikan di Pulau Pramuka tahun 2005 - 2009. e)
Data perkembangan jumlah nelayan, kapal penangkap ikan dan alat penangkapan ikan di Pulau Pramuka tahun 2005 – 2009.
f)
Data perkembangan jumlah kunjungan wisatawan tahun 2005 – 2009.
17
3.5
Metode Pengambilan Contoh Pengambilan responden dalam penelitian ini menggunakan dua metode
yaitu metode purposive sampling dan metode accidental sampling. Hal ini dilakukan karena adanya beberapa perbedaan karakteristik antara dua populasi yang berbeda yaitu nelayan dan wisatawan. Menurut Nazir (2005), metode purposive sampling adalah penarikan sampel yang dipilih secara cermat menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel tersebut. Metode accidental sampling adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan tanpa perencanaan yang seksama, dengan responden yang dimintai informasi benar-benar diperoleh secara kebetulan tanpa suatu pertimbangan tertentu. Metode purposive sampling diterapkan pada 30 orang nelayan yang tinggal di wilayah Pulau Pramuka. Responden nelayan diambil berdasarkan jenis alat penangkapan ikan yang dominan, yaitu payang, bubu, pancing gandar dan jaring ikan hias. Kemampuan responden dalam menjawab dan memahami kuisioner yang diajukan sangat dipertimbangkan. Apabila responden tidak dapat memahami atau menjawab kuesioner maka akan diganti dengan responden yang lain. Metode accidental sampling diterapkan pada wisatawan. Jumlah responden wisatawan yang diambil ialah 30 orang. Menurut Walpole (1982), jumlah reponden 30 orang merupakan syarat minimal agar dapat dilakukan pendugaan parameter melalui metode statistika.
3.6
Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menggunakan tiga analisis.
Analisis yang digunakan ialah analisis terhadap sektor perikanan tangkap, analisis terhadap sektor pariwisata dan analisis menggunakan matriks SWOT.
3.6.1 Analisis terhadap sektor perikanan tangkap Sektor perikanan tangkap dianalisis dengan melihat volume hasil tangkapan, jumlah trip per tahun, jumlah kapal penangkapan ikan dan jumlah nelayan yang ada dalam suatu unit penangkapan ikan. Selain itu dilakukan analisis deskriptif
18
terhadap keragaan teknis unit penangkapan ikan dominan yang ada di lokasi penelitian.
3.6.2 Analisis terhadap sektor pariwisata Sektor pariwisata dianalisis dengan penghitungan permintaan rekreasi dan pembuatan kurva permintaan rekreasi. Selain itu analisis terhadap sektor pariwisata diuji menggunakan evaluasi ekonometrika.
3.6.2.1 Kurva permintaan rekreasi Metode yang digunakan untuk menganalisis permintaan rekreasi adalah travel cost method atau metode biaya perjalanan. Travel cost method merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan recreational value atau nilai rekreasi dari suatu lokasi atau obyek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar atau non market good or service (Sobari dan Anggraini 2008). Metode
biaya
perjalanan
di
dalam
penelitian
ini
menggunakan
pengelompokan pendapatan pengunjung berdasarkan pengeluaran individu atau untuk memperkirakan rata–rata kurva permintaan individu terhadap lokasi wisata, dalam pendekatan ini pengunjung dikelompokkan berdasarkan pengeluaran (Grigalunas 1998 diacu dalam Sobari dan Anggraini 2008). Fungsi permintaan dan surplus konsumen atas kunjungan wisata untuk model individual sebagai berikut : 1) Pendugaan fungsi permintaan =
1 0 1
2 2
3 3
4 4
5 5
Keterangan : X1 = Biaya perjalanan X2 = Lama kunjungan X3 = Pendapatan X4 = Persepsi responden X5 = Nilai waktu kunjungan
19
2) Transformasi fungsi permintaan di atas ke fungsi permintaan asal =
1 1
3) Menduga Konsumen surplus CS = U – b2 b2 =
xQ
4) Menghitung total benefit lokasi wisata =
×
Keterangan : NET = total manfaat ekonomi lokasi wisata CS = consumer TV = total kunjungan per tahun
3.6.2.2 Analisis persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata Penggunaan analisis persepsi dan apresiasi dilakukan untuk mengukur tingkat keindahan dan kenyamanan obyek wisata. 1) Keindahan alam Keindahan alam merupakan nilai relatif yang diberikan oleh manusia kepada alam yang memiliki ciri tertentu dan mendatangkan rasa ketertarikan atau kekaguman. Secara kuantitatif dapat dirumuskan :
Keterangan : = Keindahan alami (%) = Jumlah responden yang sepakat menyatakan “indah” = Jumlah seluruh responden Skor dari keindahan 80% : sangat indah 60% - 79% : lebih dari indah 40% - 59% : indah 20% - 39% : kurang indah <20% : tidak indah
20
2) Kenyamanan (Comfortability) Kenyamanan merupakan nilai yang diberikan oleh manusia terhadap suatu rasa kelapangan, ketentraman dan keamanan. Secara kuantitatif dapat dirumuskan :
Keterangan : = Kenyamanan alami (%) = Jumlah responden yang sepakat menyatakan “nyaman” = Jumlah seluruh responden Skor dari kenyamanan 80% : sangat nyaman 60% - 79% : lebih dari nyaman 40% - 59% : nyaman 20% - 39% : kurang nyaman <20% : tidak nyaman
3.6.2.3 Evaluasi model permintaan pariwisata Menurut Putri (2008), untuk mengetahui bahwa model yang diduga terpenuhi secara teori dan statistik digunakan evaluasi model dugaan. Kriteria yang digunakan ialah kriteria statistik, kriteria ekonometrika dan kriteria ekonomi.
Kriteria statistik Menurut Putri (2008), pengujian model regresi secara statistik diawali dengan pembuatan tabel analysis of variance (ANOVA) untuk Fhitung dan R2 (koefisien determinasi). Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel dependen dipengaruhi oleh variabel-variabel independen, sedangkan pengujian korelasi (r) digunakan untuk mengetahui keeratan antar hubungan variabel dependen dan independen Menurut Putri (2008), pengujian kebenaran hipotesa dilakukan dengan uji tstudent dan uji Fisher (F). Uji F dilakukan untuk mengetahui secara serentak variabel independen atau menguji koefisien regresi secara menyeluruh, sedangkan uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi parsial secara individu. Uji statistik Fisher (F) dalam penelitian ini mengajukan hipotesa :
21
H0 = b1 = b2 = b3 = b4 H1 = b1 ≠ 0, b2 ≠ 0, b3 ≠ 0, b4 ≠ 0 Keterangan : H0 = Hipotesis yang akan diuji H1 = Hipotesis alternatif b = Parameter populasi ( =
1)
×(
)
Keterangan : JKR = Jumlah kuadrat regresi JKD = Jumlah kuadrat residual n = Jumlah sampel k = Jumlah variabel Kriteria : Jika Fhitung < Ftabel berarti terima H0, artinya biaya perjalanan rata-rata, pendapatan
pertahun
dan
kualitas
persepsi
responden
tidak
mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan. Jika Fhitung > Ftabel berarti tolak H0, artinya biaya perjalanan rata-rata, pendapatan pertahun dan kualitas persepsi responden mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan. Uji statistik t dalam penelitian ini mengajukan hipotesa : H0 : Xi = 0 H0 : Xi ≠ 0 Kriteria : Jika thitung < ttabel berarti terima H0, artinya Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Q. Jika thitung > ttabel berarti tolak H0, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap Q.
Kriteria ekonometrika a) Normalitas Menurut Putri (2008), cara mendeteksi normalitas adalah dengan melihat grafik normal probability atau histogram, yaitu dengan melihat penyebaran titik pada sumbu diagonal untuk grafik normal probability sedangkan untuk histogram dngan melihat kurva yang berbentuk lonceng. Menurut Santoso
22
(2000), dasar pengambilan keputusan berdasarkan grafik normal probability adalah sebagai berikut : - Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. - Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. b) Homoskedasitas Menurut
Santoso
(2000),
model
regresi
linear
harus
memenuhi
homoskedasitas yaitu, varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain harus harus konstan. Jika tidak maka akan terjadi heteroskedasitas. Menurut Putri (2008), model regresi yang baik ialah jika tidak terjadi heteroskedasitas dan untuk mendeteksi hal tersebut digunakan grafik scatterplot. Grafik scatterplot digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya pola tertentu dimana sumbu X dan Y yang telah diprediksi dan sumbu Y residual yang telah distudentized, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : - Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur, maka telah telah terjadi homoskedasitas. - Jika tidak ada pola jelas, serta titik menyebar di atas atau di bawah sumbu pada angka nol pada sumbu Y, maka terjadi heteroskedasitas. c) Multikolinearitas Menurut Santoso (2000) diacu dalam Putri (2008), bahwa antar variabel X tidak boleh terjadi hubungan linear yang sempurna. Cara mendeteksi multikolinearitas adalah sebagai berikut : - Besaran VIF dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah memiliki nilai VIF di sekitar angka Tolerance mendekati 1. - Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,5).
23
d) Autokorelasi Menurut Gujarati (1997), autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Model regresi yang baik seharusnya bebas dari autokorelasi. Cara mendeteksi autokorelasi yaitu dengan uji Durbin-Watson dengan patokan sebagai berikut : - Angka Durbin-Watson di bawah -2 berarti ada autokorelasi - Angka Durbin-Watson di antara -2 hingga +2 berarti tidak ada autokorelasi - Angka Durbin-Watson di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Kriteria ekonomi Menurut Putri (2008), kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu fungsi atau model layak digunakan, apabila dilihat dari segi ekonomi. Secara apriori teori ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan biaya perjalanan menuju obyek wisata adalah negatif. Tanda negatif menunjukkan bahwa apabila jumlah biaya perjalanan yang dikeluarkan semakin tinggi, maka jumlah kunjungan wisata ke obyek wisata tersebut semakin rendah. Tanda yang diharapkan untuk variabel pendapatan adalah positif. Tanda positif menunjukkan bahwa apabila jumlah pendapatan bertambah, maka jumlah kunjungan wisatawan akan bertambah. Menurut Putri (2008), untuk tanda yang diharapkan pada variabel kualitas ialah positif. Variabel kualitas bertanda positif menunjukkan bahwa apabila kualitas wisatawan terhadap obye wisata semakin tinggi, maka jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata tersebut akan semakin tinggi.
3.6.3 Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2001), analisis SWOT ialah alat untuk menyusun suatu strategi dalam mengembangkan suatu kegiatan. Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor eksternal dengan faktor internal. Dengan
24
analisis ini, kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang (opportunity) dan ancaman (threat), yang merupakan faktor eksternal. Diagram dari analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 8.
Peluang
Mendukung Strategi Agresif
Mendukung Strategi Turn Around
Kelemahan
Kekuatan
Mendukung Strategi Defensif
Mendukung Strategi Diversifikasi
Ancaman Sumber : Rangkuti (2001)
Gambar 8 Diagram analisis SWOT
3.6.3.1
Analisis faktor internal dan eksternal Analisis faktor internal dapat dilakukan menggunakan matriks IFE,
sedangkan analisis faktor eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan matriks EFE (Rangkuti 2001). Tahap pertama yang harus dilakukan dalam menyusun matriks IFE dan EFE ialah dengan mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE serta semua peluang dan ancaman pada matriks EFE.
3.6.3.2
Penentuan bobot setiap variabel Menurut Kinnear dan Taylor (1991), penentuan bobot dilakukan dengan
jalan mengajukan analisis faktor strategis internal dan eksternal kepada pihak manajemen atau pakar dengan metode Paired Comparison. Menurut Kinnear dan 25
Taylor (1991) diacu dalam Putra (2009) metode Paired Comparison ialah metode yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu eksternal dan internal. Penentuan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. 2 = Jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator vertikal. 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. Bentuk penilaian pembobotan faktor strategis eksternal dari obyek wisata dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan bentuk penilaian pembobotan faktor strategis internal dari obyek wisata dapat dilihat pada Tabel 2. Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel menggunakan rumus :
Keterangan : = bobot variabel ke-i Xi = nilai variabel ke-i n = jumlah variabel i = 1, 2, 3, ...n Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
Total
A B C Total Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)
26
Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Internal
A
B
C
Total
A B C Total Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)
3.6.3.3
Penentuan peringkat (rating) Penentuan peringkat atau rating dilakukan oleh pihak - pihak terkait
seperti staf Dinas Pariwisata DKI Jakarta serta staf Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi pariwisata dan perikanan tangkap. Menurut Rangkuti (2001), perhitungan rating untuk masing – masing faktor dilakukan dengan cara memberikan skala 1 (poor) hingga 4 (outstanding) berdasarkan pengaruh faktor – faktor tersebut terhadap kondisi pariwisata dan perikanan tangkap di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Untuk matriks EFE, skala peringkat yang digunakan yaitu : 1 = rendah, respon kurang 2 = sedang, respon rata-rata 3 = tinggi, respon diatas rata-rata 4 = sangat tinggi, respon superior Untuk matriks IFE, skala peringkat yang digunakan yaitu : 1 = sangat lemah 2 = lemah 3 = kuat 4 = sangat kuat Selanjutnya untuk nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan rating akan ditampilkan dalam matriks berdasarkan analisis lingkungan dan situasi obyek wisata dengan bentuk seperti pada Tabel 3 dan 4.
27
Menurut David (2003), jika dilihat dari Tabel 7, total skor pembobotan tertinggi untuk suatu perusahaan ialah 4,0 dan total skor pembobotan terendah ialah 1,0 dengan rata – rata skor 2,5. Total skor 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang dan ancaman dengan baik. Strategi perusahaan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mengambil manfaat dari peluang dan meminimalisir ancaman yang ada. Menurut David (2003), jika dilihat dari Tabel 8, total skor pembobotan berkisar dari yang terendah 1,0 hingga yang tertingggi 4,0 dengan rata – rata skor 2,5. Total skor pembobotan di bawah 2,5 mengindikasikan kondisi internal perusahaan yang lemah. Total skor pembobotan di atas 2,5 mengindikasikan kondisi internal perusahaan yang kuat.
Tabel 3 Matriks external factor evaluation Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor
Rating
Skor
Peluang : 1. .. Ancaman : 1. .. Total
Sumber : David (2003)
Tabel 4 Matriks internal factor evaluation Faktor Strategis Internal
Bobot
Kekuatan : 1. .. Kelemahan : 1. .. Total Sumber : David (2003)
28
Keterkaitan faktor eksternal dan internal dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT seperti tercantum dalam Tabel 5. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dapat dihadapi dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi berdasarkan perumusan beberapa alternatif strategi. Penentuan peringkat terhadap alternatif strategi pengembangan pariwisata dilakukan berdasarkan nilai–nilai hasil penjumlahan bobot dari masing–masing unsur yang terkait dengan masing–masing strategi.
Tabel 5 Matriks SWOT IFAS EFAS Peluang (Opportunity) 3) Menentukan 5-10 faktor – faktor peluang eksternal
Ancaman (Threat) 4) Menentukan 5–10 faktor – faktor ancaman eksternal
Kekuatan (Strength) 1) Menentukan 5–10 faktor – faktor kekuatan internal Strategi SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Kelemahan (Weakness) 2) Menentukan 5–10 faktor – faktor kelemahan internal Strategi WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti (2001)
Keterangan : IFAS : Internal Strategic Factors Analysis Summary EFAS : External Strategic Factors Analysis Summary
29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keadaan Umum Kabupaten Kepulauan Seribu Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009),
Kabupaten Kepulauan Seribu terdiri atas 110 pulau, 11 pulau diantaranya dihuni penduduk dan 4 pulau lainnya tenggelam dikarenakan abrasi. Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya dan peruntukan lainnya. Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling dekat dengan Jakarta dengan jarak 7,98 mil laut atau 12,98 mil laut. Kawasan paling utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), luas Kabupaten Kepulauan Seribu kurang lebih 869,61 ha. Kabupaten Kepulauan Seribu terletak di lepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosonggosong karang antara 5010’00”-5059’30” LS dan antara 106019’30”-106044’50” BT. Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2010), batasbatas wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu secara administratif, yaitu : - Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. - Di sebelah selatan berbatasan dengan zona dalam Teluk Jakarta. - Di sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa. - Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa. Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2007), Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan salah suatu kawasan Taman Nasional Laut yang mempunyai ekosistem asli. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki dua kecamatan dengan enam kelurahan. Jumlah pulau menurut kelurahan di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Kepulauan Seribu No 1. 2. 3. No 1. 2. 3.
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara
Jumlah Pulau
Kelurahan Pulau Panggang Kelurahan Pulau Harapan Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kelurahan Pulau Untung Jawa Kelurahan Pulau Tidung Kelurahan Pulau Pari
13 30 36 Jumlah Pulau 15 6 10
Sumber : Kepulauan Seribu Dalam Angka (2009)
Iklim di Kabupaten Kepulauan Seribu adalah tropika panas dengan suhu maksimum 31,90C, suhu minimum 25,30C, dan suhu rata-rata 27,90C. Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki kelembaban udara maksimum sebesar 84% kelembaban udara minimum sebesar 67% (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Keadaan angin di Kabupaten Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon. Secara garis besar angin monsoon dapat dibedakan menjadi dua, yaitu angin musim barat yang terjadi pada Bulan Desember-Maret dan angin musim timur yang terjadi pada Bulan Juni-September. Musim Pancaroba terjadi antara Bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada Musim Barat bervariasi antara 7-20 knot, umumnya bertiup dari arah barat daya ke arah barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 7-20 knot biasanya terjadi pada Bulan Desember-Februari. Pada Musim Timur kecepatan angin sekitar 2,8 knot yang bertiup dari arah timur laut ke arah tenggara (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), musim hujan biasanya terjadi pada Bulan November-April dengan jumlah hari hujan antara 10-20 hari per bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada Bulan Januari dengan total curah hujan tahunan sekitar 1.779,1 mm. Musim kemarau terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari per bulan. Curah hujan terkecil terjadi pada Bulan Agustus. Kawasan Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki tofografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0 – 2 meter dpl (di atas permukaan laut). Luas 31
daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1 – 1,5 meter. Pada umumnya keadaan geologi di Kabupaten Kepulauan Seribu terbentuk dari batuan kapur, karang dan sedimen yang berasal dari Pulau Jawa dan Laut Jawa. Batuan Kabupaten Kepulauan Seribu tersusun dari bebatuan metamorfosa dan batuan beku (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak terdapat sumber hidrologi permukaan, seperti sungai dan mata air. Kondisi air tanah di wilayah Kepulauan Seribu sangat bergantung pada kepadatan vegetasinya. Di beberapa pulau berpenghuni terdapat sumber air berupa air tanah tidak tertekan yang dijumpai sebagai air sumur yang digali dengan kedalaman 0,5 – 4 meter. Air tanah tertekan dijumpai di beberapa pulau, seperti Pulau Pari, Pulau Untung Jawa dan Pulau Kelapa. Keberadaan air tanah di Kepulauan Seribu terkait dengan penyebaran endapan sungai purba yang menjadi dasar tumbuhnya karang (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Morfologi Kabupaten Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atoll maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir di seluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari, Pulau Kotok dan Pulau Tikus (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), kedalaman perairan di Kepulauan Seribu berbeda-beda, yaitu berkisar antara 0-40 meter. Di beberapa lokasi tercatat kedalaman mencapai lebih dari 70 meter, seperti lokasi antara Pulau Pari, Pulau Tikus dan Pulau Payung. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf), mencapai 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Hampir setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas (reef flat) dengan kedalaman bervariasi dari 50 cm pada pasang terendah hingga 1 meter pada jarak 60 meter hingga 80 meter dari garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Di dasar laut, tepi rataan karang sering diikuti oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70 cm dan mencapai dasar laut dengan kedalaman bervariasi.
32
Menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2008), ada tiga wilayah atau zona di perairan Kepulauan Seribu yaitu : 1) Zona Inti, meliputi zona daratan dan perairan laut yang mutlak dilindungi, di dalam wilayah ini tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh manusia, kecuali kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan pendidikan. Zona inti terdiri atas tiga lokasi, yaitu : Zona inti I meliputi perairan sekitar Pulau Gosong Rengat, pada posisi 5027’00” – 5029’00” LS dan 106026’00” –106028’00” BT, serta memiliki luas 1.389 ha. Zona inti II meliputi daratan dan perairan Pulau Penjaliran Barat, Penjaliran Timur, perairan P. Peteloran Barat, Peteloran Timur dan Gosong Penjaliran, pada posisi 5026’36” – 5029’00” LS dan 106032’00” – 106035’00” BT, serta memiliki luas 2.490 ha. Zona inti III meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Belanda, serta bagian Utara perairan Bira Besar, pada posisi 5036’00”–5045’00” LS dan 106033’36”–106036’42” BT, serta memiliki luas sekitar 570 ha. 2) Zona Bahari, merupakan zona perairan laut yang diperuntukkan untuk melindungi zona inti, di dalam wilayah ini hanya dapat dilakukan kegiatan sebagaimana kegiatan pada zona inti dan kegiatan wisata alam bahari terbatas. Zona bahari meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung, Rengit, Karang Buton, Karang Mayang pada posisi 5024’00” – 5030’00” LS dan 106025’00” –1060’40’00” BT serta memiliki luas sekitar 26.284,5 ha. 3) Zona Pemanfaatan Wisata, meliputi zona perairan laut yang di dalam wilayah ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti, zona bahari dan pengembangan wisata bahari serta di wilayah ini diperbolehkan melakukan penangkapan ikan. Zona pemanfaatan wisata meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur (Pantara), Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat, Yu Timur, Satu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur, Sepa Barat, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang, Perak, Kayu Angin Melintang, Panjang Bawah, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat, Putri Kecil, Putri Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan
33
Besar (Matahari), Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Katamba, Gosong Mungu, Kotok Besar dan Kotok Kecil pada posisi 5030’00” – 5038’00” LS dan 106025’00” – 1060’33’00” BT -1060’40’00” BT. Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2009 mencapai 21.071 jiwa, terdiri atas 8.329 laki-laki dan 12.742 perempuan. Rasio antara penduduk perempuan dan laki-laki ialah 10.307, yang berarti untuk setiap 100 penduduk laki-laki terdapat 103,7 penduduk perempuan (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Keterangan mengenai jumlah penduduk di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Kepulauan Seribu 4.203 4.126 Selatan Kepulauan Seribu 6.492 6.250 Utara Kabupaten 10.695 10.376 Sumber : Kepulauan Seribu Dalam Angka (2009)
Laki-Laki + Perempuan
Rasio Jenis Kelamin
8.329
101,87
12.742
103,87
21.071
103,07
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki area Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) yang merupakan kawasan perairan laut yang secara administratif, kawasan ini terletak di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) menjadi daya tarik utama untuk sektor pariwisata. Pariwisata di Kabupaten Kepulauan Seribu berorientasi kepada wisata bahari. Wisata bahari sesuai dengan karakteristik geografis Kepulauan Seribu terdiri dari banyak pulau yang dihubungkan oleh laut dan karakteristik kehidupan masyarakat setempat. Panorama laut di wilayah ini menjadi daya tarik alamiah bagi wisatawan. Panorama seperti pada saat matahari terbit dan matahari terbenam menjadi daya tarik tersendiri. Keindahan bawah laut dapat dinikmati dengan cara menyelam (scuba diving) dan snorkeling. Berlayar, mendayung, berenang dan 34
memancing, kegiatan berjemur dan bermain di pantai juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Hal tersebut dikarenakan wilayah Kepulauan Seribu merupakan ekosistem yang memiliki hamparan terumbu karang (coral reef) yang cukup luas dan relatif datar, serta jarang ditemui di tempat lain di Indonesia. Secara umum terdapat tiga tipe karang, yaitu karang tepian (fringing reef), karang penghalang (barrier reef) dan karang atoll (atoll reef) (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Karang di Kepulauan Seribu seluruhnya merupakan karang tepian (fringing reef). Selain terumbu karang, dijumpai pula jenis-jenis ikan konsumsi dan ikan hias, berbagai jenis udang, molluska, padang lamun, rumput laut dan komunitas mangrove di hampir seluruh pulau. Biota laut yang menjadi flagship species, antara lain Penyu Sisik (Eremochelys imbricata) dan Penyu Hijau (Chelonia mydas), Lumba-lumba (Tursiops sp), Kima Lubang (Tridacna crocea), Kima Besar (Tridacna maxima), Kima Pasir (Hippopus hippopus) dan Kima Sisik (Tridacna squamosa) (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010). Menurut Noor (2004), pada tahun 1998 kawasan TNKpS ini telah dipancang batas-batasnya dalam bentuk mooring buoy dan titik referensi. Selanjutnya pada tahun 2001 kegiatan pemancangan batas tersebut telah diresmikan keabsahan hukumnya melalui penandatanganan Berita Acara Tata Batas oleh Panitia Tata Batas yang diikuti dengan penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang penetapan fungsi Taman Nasional Kepulauan Seribu, menjadi seluas 107.489 ha. Pulau yang berada di kawasan TNKpS berjumlah 76 pulau, 20 pulau diantaranya telah dikembangkan sebagai pulau wisata, 6 pulau dihuni penduduk dan sisanya dikuasai perorangan atau badan usaha. Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 tentang perubahan fungsi cagar alam laut Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu telah menetapkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional dengan luas 108.000 ha. Pengelolaan kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu selanjutnya diserahkan kepada Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997
35
tanggal 31 Maret 1997 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional dan unit Taman Nasional. Untuk menghindari atau mengurangi tingkat kerusakan lingkungan pesisir dan terumbu karang yang ada, pemerintah telah menetapkan sebagian besar kawasan Kepulauan Seribu sebagai kawasan Taman Nasional Laut (TNL) Kepulauan Seribu (Noor 2004). Menurut Noor (2004), keunikan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu adalah ekosistem pesisir dengan terumbu karang yang
dimilikinya.
Ekosistem
pesisir
mempunyai
produktivitas
dan
keanekaragaman jenis biota yang tinggi. Pada awalnya TNL adalah merupakan cagar alam laut yang ditetapkan pada tahun 1982, pada saat itu merujuk pada undang-undang Pokok Kehutanan tahun 1967 dengan fungsi sebagai cagar alam laut. Pada tahun 1982 diselenggarakan kongres nasional taman laut sedunia yang berlangsung di Bali, dan diumumkan perubahan fungsi dari cagar alam laut Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Noor 2004). Menurut Noor (2004), keunikan TNL Kepulauan Seribu terletak pada ekosistem pesisir dengan terumbu karang yang dimilikinya. Ekosistem pesisir mempunyai produktivitas yang tinggi dengan keanekaragaman jenis biota laut yang tinggi pula. Terumbu karang berfungsi sebagai habitat, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi biota lain seperti molusca, crustacea, echinodermata, rumput laut dan jenis-jenis ikan karang. Begitu juga dengan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, disana terdapat keanekaragaman hayati berupa biota laut yang antara lain berupa berbagai jenis terumbu karang, ikan hias, rumput laut, ganggang laut dan molluska. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati karang yang tinggi, meliputi 67 genera dan subgenera yang mencakup paling sedikit 123 spesies karang.
4.2
Keragaan perekonomian di Kabupaten Kepulauan Seribu Perekonomian di Kabupaten Kepulauan Seribu sangat bergantung pada
peranan perikanan tangkap. Selama periode tahun 2002-2006 peranan perikanan tangkap dalam perekonomian Kabupaten Kepulauan Seribu terlihat dari kontribusinya terhadap PDRB yaitu lebih dari 98% total PDRB. Perikanan tangkap memiliki kontribusi besar di dalam perekonomian Kabupaten Kepulauan
36
Seribu dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 tetapi kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB sektor pertanian mengalamii trend yang menurun
Kontribusi terhadap sektor pertanian (%)
(Gambar 9). 100,00% y = -0,000x + 2,418 R² = 0,034
99,50% 99,00% 98,50% 98,00% 97,50% 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Sumber : Diolah dari BPS Kabupaten Kepulauan Seribu (2008)
Gambar 9 Perkembangan kontribusi PDRB sub sektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Tahun 2002-2006 Apabila dilihat pada PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu baik dengan minyak bumi dan gas bumi (Migas) maupun tanpa minyak bumi dan gas bumi (Non-Migas), kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB secara keseluruhan memiliki trend yang menurun (Gambar 10 dan 11), tetapi pada kontribusi PDRB Non-Migas dari tahun 2004 hingga pada tahun 2006 sektor perikanan tangkap mengalami peningkatan. Dari kondisi tersebut, terlihat walaupun peranan perikanan tangkap mengalami penurunan drastis di tahun 2003, tetapi peranan perikanan tangkap bertambah besar terhadap perekonomian Kabupaten Kepulauan Seribu. Oleh karena itu sudah seharusnya perikanan tangkap diberikan perhatian yang lebih baik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, sehingga keberadaan perikanan tangkap dapat menjadi sektor unggulan yang mendukung sektor lain, seperti sektor pariwisata terutama wisata bahari.
37
Kontribusi terhadap PDRB dengan Migas (%)
6,00% 5,00%
y = -0,006x + 12,21 R² = 0,648
4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Sumber : Diolah dari BPS Kabupaten Kepulauan Seribu (2008)
Kontribusi terhadap PDRB tanpa migas (%)
Gambar 10 Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu dengan migas Tahun 2002-2006
40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 2001
y = -0,021x + 43,43 R² = 0,250
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Axis Title
Sumber : Diolah dari BPS Kabupaten Kepulauan Seribu (2008)
Gambar 11 Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu tanpa migas Tahun 20022006 4.3
Keragaan Perikanan Tangkap di Pulau Pramuka Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu berpusat di
Pulau Pramuka dengan tujuan penangkapan ikan pelagis dan ikan karang, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Unit penangkapan ikan yang dominan dioperasikan oleh nelayan di Pulau Pramuka ialah payang, bubu tambun, pancing gandar dan jaring ikan hias.
38
4.3.1 Alat penangkapan ikan Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di wilayah Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan data pada Tabel 8, alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan ialah pancing dengan jumlah 532 unit.
Tabel 8 Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7
Alat tangkap Jumlah Pemilik Jumlah Unit Jaring dasar 21 21 Payang 20 22 Bubu besar 17 200 Bubu kecil 12 20 Jaring gebur 10 100 Muroami 10 10 Pancing 444 532 Total 534 905 Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (2008)
Pancing menjadi alat tangkap dominan dikarenakan faktor harga yang relatif lebih murah dibanding alat tangkap lain. Alat tangkap terbanyak kedua ialah bubu. Bubu banyak dipakai karena dapat dioperasikan secara optimal di perairan Kelurahan Pulau Panggang yang sebagian besar memiliki terumbu karang.
4.3.1.1 Bubu tambun Bubu tambun merupakan unit penangkapan ikan kedua terbanyak setelah pancing. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah unit bubu tambun di Pulau Pramuka
mencapai
200
unit.
Disebut
bubu
tambun
karena
dalam
pengoperasiannya, bubu tambun dipasang di terumbu karang dengan cara ditimbun atau ditutup dengan potongan karang dari terumbu karang yang ada di area tersebut. Pengoperasian bubu tambun memerlukan waktu yang cukup lama, sebab harus mencari terumbu karang hidup yang sesuai untuk menutupi bubu terlebih dahulu. Penutupan bubu menggunakan terumbu bertujuan sebagai kamuflase agar ikan karang tertarik memasuki bubu tambun. Bubu tambun terbuat dari bambu.
39
Konstruksi bubu tambun dapat dilihat pada Gambar 12. Mesh pada bubu tambun memiliki ukuran 3 cm.
Gambar 12 Konstruksi bubu tambun
Perahu motor yang digunakan untuk pengoperasian alat tangkap bubu tambun terbuat dari kayu. Perahu motor yang digunakan memiliki dimensi LxBxD adalah 8 meter x 1,8 meter x 1 meter. Jumlah nelayan yang mengoperasikan bubu tambun berkisar antara 2 hingga 4 orang. Perahu motor menggunakan tenaga penggerak dengan kekuatan 25 PK. Perahu motor untuk pengoperasian alat tangkap bubu tambun terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). Pengoperasian alat tangkap bubu tambun dilakukan melalui tahap persiapan, perjalanan menuju fishing ground, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke fishing base. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan berupa bahan makanan, es, bahan bakar solar sebanyak 10-15 liter, serta umpan bubu berupa potongan daging ikan betok hitam (Neoglyphidodon crossi) dan gonad bulu babi (Diadema sp.) yang telah dihaluskan. Selanjutnya nelayan berangkat menuju fishing ground pada pukul 07.00 dan sampai di fishing ground dalam waktu 1,5 - 2 jam. Biasanya pengoperasian bubu tambun dilakukan
40
di sekitar perairan Pulau Pari dan Pulau Karang Congkak (Lampiran 1). Fishing ground bubu tambun merupakan perairan dengan kepadatan terumbu karang yang cukup tinggi. Proses pemasangan (setting) bubu tambun biasanya memakan waktu 20-40 menit. Bubu dipasang dengan cara tunggal, masing - masing bubu dipasang dengan tali selambar dan pelampung tanda tersendiri. Bubu tambun dipasang diantara karang dan ditimbun dengan potongan karang. Menurut Santoso (2009), pemasangan bubu tambun dapat memicu kerusakan habitat terumbu karang. Sebaiknya pemasangan bubu tambun dilakukan hanya pada celah-celah terumbu karang tanpa diawali oleh penghancuran atau pemotongan terumbu karang terlebih dahulu. Semua bagian badan bubu ditimbun dengan karang kecuali bagian pintu. Waktu perendaman (soaking) bubu tambun bervariasi antara 4-5 jam bergantung pada kebutuhan nelayan. Proses hauling dilakukan dengan mengangkat bubu satu persatu. Selama proses hauling, setiap hasil tangkapan langsung dimasukkan ke dalam wadah yang berisi es. Kegiatan operasional bubu tambun berakhir pada pukul 16.00 dan nelayan langsung kembali ke fishing base pada pukul 17.00. Ikan hasil tangkapan bubu tambun ialah ikan kerapu koko (Epinephelus quoyanus), kerapu merah (Epinephelus fasciatus), kerapu hitam (Epinephelus ongus). Selain itu bubu tambun juga menangkap ikan baronang (Sigganus guttatus) dan ikan kakaktua (Scarus sp).
4.3.1.2 Jaring ikan hias Konstruksi alat tangkap jaring ikan hias yang dioperasikan di Pulau Pramuka terdiri atas bagian badan jaring yang terbuat dari bahan Polyamide monofilament dan tali ris yang terbuat dari bahan Polyetilen multifilament. Konstruksi alat tangkap jaring ikan hias dan alat bantunya dapat dilihat pada Gambar 13. Perahu motor yang digunakan untuk pengoperasian alat tangkap jaring ikan hias terbuat dari kayu. Perahu motor yang digunakan memiliki dimensi LxBxD adalah 5 meter x 1,8 meter x 1 meter. Jumlah nelayan yang mengoperasikan jaring ikan hias berkisar antara 2 hingga 6 orang. Perahu motor menggunakan tenaga
41
penggerak dengan kekuatan 18 PK. Perahu motor untuk pengoperasian alat tangkap jaring ikan hias terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri).
Gambar 13 Konstruksi jaring ikan hias
Pengoperasian alat tangkap jaring ikan hias dilakukan melalui tahap persiapan, perjalanan menuju fishing ground, setting, hauling, dan perjalanan kembali ke fishing base. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan berupa bahan makanan, es, peralatan scuba diving, dan bahan bakar solar sebanyak 15-20 liter. Selanjutnya nelayan berangkat menuju fishing ground pada pukul 07.00 dan sampai di fishing ground dalam waktu 1,5 – 2,5 jam. Pengoperasian jaring ikan hias dilakukan di sekitar perairan Pulau Pari, Pulau Air, Pulau Putri dan Pulau Karang Congkak (Lampiran 1). Kepadatan
42
terumbu karang di perairan tersebut tinggi, sehingga terdapat berbagai jenis ikan hias air laut yang memiliki habitat berupa terumbu karang. Jaring ikan hias dioperasikan di wilayah perairan dengan kepadatan terumbu karang yang cukup tinggi, karena gerombolan (schools) ikan hias hanya terdapat di wilayah dengan kepadatan terumbu karang tinggi. Proses pemasangan (setting) jaring ikan hias memakan waktu 20-30 menit. Proses pemasangan diawali dengan penyelaman ke wilayah terumbu karang dengan kedalaman perairan 3-5 meter, lalu gerombolan (schools) ikan hias yang menjadi sasaran dilingkari atau dikurung perlahan-lahan oleh dua nelayan penyelam menggunakan jaring hingga posisi jaring berhasil melingkari gerombolan ikan yang menjadi sasaran. Setelah dilingkari, ikan diambil menggunakan serok atau blewang kemudian ikan dimasukkan ke dalam wadah atau dongdang. Pada pukul 13.30 jaring ikan hias kembali diangkat ke atas kapal. Kegiatan operasional jaring ikan hias berakhir pada pukul 14.00 dan nelayan langsung kembali ke fishing base pada pukul 14.30. Volume ikan hasil tangkapan jaring ikan hias biasanya bervariasi bergantung pada pesanan atau order dari konsumen. Ikan hias yang biasanya menjadi pesanan konsumen ialah ikan belang ijo (Coris sp), ikan kiper strip delapan (Chaetodon octofasciatus), ikan triger biru (Odonus niger) dan ikan kepekepe (Chelmon rostratus). Dikarenakan ikan hias air laut memiliki nilai jual tinggi dan sangat diminati oleh baik wisatawan maupun pengusaha ikan hias maka nelayan Pulau Pramuka banyak yang mengoperasikan alat tangkap jaring ikan hias.
4.3.1.3 Payang Konstruksi alat tangkap payang yang dioperasikan di Pulau Pramuka terdiri atas bagian sayap, badan jaring dan kantong. Bagian sayap, badan jaring dan kantong alat tangkap payang yang dioperasikan di Pulau Pramuka terbuat dari bahan Polyamide multifilament dengan ukuran mata jaring (mesh) yang berbedabeda di tiap bagian. Selain itu payang yang dioperasikan di Pulau Pramuka memiliki pelampung tanda, pelampung, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar. Konstruksi alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 14.
43
Perahu motor yang digunakan untuk pengoperasian alat payang terbuat dari kayu. Perahu motor yang digunakan memiliki dimensi LxBxD adalah 8 meter x 2 meter x 1 meter. Jumlah nelayan yang mengoperasikan payang berkisar antara 12 hingga 15 orang. Perahu motor menggunakan tenaga penggerak dengan kekuatan 23 PK. Perahu motor untuk pengoperasian alat tangkap payang terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri).
Gambar 14 Konstruksi payang
Pengoperasian alat tangkap payang dilakukan melalui tahap persiapan, perjalanan menuju fishing ground, setting, hauling, dan perjalanan kembali ke fishing base. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu bahan makanan, es, dan bahan bakar solar sebanyak 25 - 30 liter. Selanjutnya nelayan berangkat menuju fishing ground pada pukul 05.30 dan sampai di fishing ground dalam waktu 2,5-3 jam. Biasanya nelayan payang melakukan operasi penangkapan ikan di luar perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKPs) (Lampiran 1).
44
Diawal pengoperasian alat tangkap payang, fishing master mencari gerombolan (schools) ikan yang terdapat di perairan fishing ground dengan cara memperhatikan ciri-ciri pergerakan gerombolan ikan seperti adanya burungburung pemburu ikan yang terbang menukik ke perairan, buih-buih air di permukaan laut dan perubahan warna permukaan laut akibat adanya pergerakan gerombolan ikan di bawahnya. Proses pemasangan (setting) payang dilakukan saat gerombolan ikan yang menjadi sasaran tangkap mulai terlihat, lalu dilakukan pengejaran terhadap ikan, setelah diperkirakan bahwa ikan dapat tertangkap maka jaring langsung diturunkan kedalam air mengelilingi gerombolan (schools) ikan dengan arah berlawanan arah jarum jam. Penurunan jaring dilakukan mulai dari pelampung tanda, lalu tali selambar hingga badan jaring setelah itu dilakukan penarikan (hauling) jaring yang dilakukan dari sisi kiri kapal. Lama waktu pemasangan jaring biasanya berkisar antara 15-20 menit sehingga bisa dilakukan 7-10 kali pemasangan (setting) didalam satu trip penangkapan ikan. Kegiatan operasional jaring ikan hias berakhir pada pukul 17.00 dan nelayan langsung kembali ke fishing base pada pukul 18.00. Ikan hasil tangkapan payang ialah ikan kembung laki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), tembang (Sardinella fimbriata), selar (Selaroides sp). Selain itu payang juga menangkap ikan ekor kuning (Caesio cunning) dan pepetek (Leiognathus dussumieri).
4.3.1.4 Pancing gandar Konstruksi alat tangkap pancing gandar yang dioperasikan di Pulau Pramuka terdiri atas bagian gandar atau tackle, roller, ring, pemberat, mata pancing atau hook dan benang pancing yang terbuat dari bahan Polyamide monofilament. Konstruksi alat tangkap pancing dapat dilihat pada Gambar 15. Perahu motor yang digunakan untuk pengoperasian alat pancing gandar terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). Perahu motor yang digunakan memiliki dimensi LxBxD adalah 9 meter x 2 meter x 1,2 meter. Jumlah nelayan yang mengoperasikan pancing berkisar antara 2 hingga 3 orang. Perahu motor menggunakan tenaga penggerak dengan kekuatan 23 PK.
45
Gambar 15 Konstruksi pancing gandar
Pengoperasian alat tangkap pancing gandar dilakukan melalui tahap persiapan, perjalanan menuju fishing ground, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke fishing base. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu bahan makanan, es, umpan berupa potongan daging ikan betok hitam (Neoglyphidodon crossi) dan bahan bakar solar sebanyak 10-20 liter. Nelayan berangkat menuju fishing ground pada pukul 05.30 dan sampai di fishing ground dalam waktu 30 menit – 1,5 jam. Biasanya pengoperasian alat tangkap pancing dilakukan di sekitar perairan Pulau Pari, Pulau Air, Pulau Semak Daun, Pulau Karang Congkak (Lampiran 1). Proses pemasangan (setting) pancing dimulai dari pelemparan mata pancing. Setelah mata pancing dilempar kemudian mata pancing (hook) dibiarkan terendam di dalam air (soaking) selama 20 menit hingga 40 menit. Proses hauling dilakukan saat ikan terkait di mata pancing. Proses hauling dilakukan dengan cara memutar roller untuk menarik mata pancing keluar dari permukaan air. Setelah ikan
46
berhasil diangkat keluar dari permukaan air, maka ikan dilepaskan dari mata pancing dan ikan dimasukkan ke dalam wadah. Waktu perendaman atau soaking yang relatif singkat, menyebabkan adanya beberapa kali proses setting dalam satu trip operasi penangkapan ikan. Kegiatan operasional pancing berakhir pada pukul 15.30 dan nelayan langsung kembali ke fishing base pada pukul 16.00. Ikan hasil tangkapan pancing ialah ikan tongkol (Auxis sp), kerapu bebek (Ephinephelus sp), kerapu koko (Epinephelus quoyanus) dan kurisi (Nemipterus nematophorus).
4.3.2 Nelayan Mayoritas masyarakat di Pulau Pramuka bermatapencaharian sebagai nelayan. Nelayan di Pulau Pramuka dibedakan menjadi nelayan tetap dan nelayan musiman. Nelayan tetap ialah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan ikan sepanjang tahun, sedangkan nelayan musiman ialah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan ikan hanya pada musim ikan saja. Nelayan yang ada di Pulau Pramuka umumnya merupakan nelayan pendatang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada tiga suku dominan yang mendiami Pulau Pramuka, yaitu Banten, Bugis dan Betawi (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2008). Menurut data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2006, setidaknya terdapat 897 nelayan di Pulau Pramuka. Jumlah nelayan di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 9. Selain berprofesi sebagai nelayan, masyarakat di Pulau Pramuka juga ada yang berprofesi sebagai pembudidaya ikan dan rumput laut. Sebagian besar usaha budidaya ikan di wilayah sekitar Pulau Pramuka ialah budidaya kerapu. Nelayan yang merangkap pembudidaya kerapu biasanya menyediakan pakan untuk kerapu dari hasil tangkapan sampingan alat tangkap bubu tambun yaitu ikan betok hitam (Neoglyphidodon crossi) (Santoso 2009). Jumlah unit budidaya ikan kerapu dan rumput laut dapat dilihat pada Tabel 10.
47
Tabel 9 Jumlah nelayan di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006 Lokasi
Jenis Nelayan Tetap
Musiman
Total
Pulau Panggang
1400
145
1545
Pulau Pramuka
800
97
897
2200
242
2442
Total
Sumber : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2006)
Tabel 10 Jumlah unit budidaya di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu No Jenis Budidaya Jumlah (unit) Pengelola 1 Budidaya Rumput Laut 75 Masyarakat 2 Budidaya Kerapu 150 Swasta/Masyarakat Total 225 Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (2008)
4.3.3 Armada penangkapan ikan Armada penangkapan ikan yang terdapat di wilayah Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang terbagi menjadi empat kelompok armada yaitu : - kapal motor - perahu motor - perahu layar (perahu tanpa mesin) - speedboat. Berdasarkan ukurannya, kapal motor terbagi menjadi tiga kelompok : - 1 – 5 GT - 5 – 10 GT - 10 – 20 GT Jangkauan daerah penangkapan ikan bervariasi bergantung pada ukuran kapal yang digunakan oleh nelayan. Selain digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, beberapa jenis kapal juga digunakan sebagai sarana transportasi dan rekreasi. Jenis kapal perikanan yang lebih banyak digunakan sebagai sarana transportasi dan rekreasi
48
ialah speedboat. Jumlah dan jenis armada penangkapan ikan yang ada di sekitar Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11 Jenis dan jumlah armada penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Panggang No 1 2 3 4
Jenis armada Kapal Motor Perahu Motor Perahu Layar (tanpa motor) Speedboat Total
Jumlah (unit) 253 123 37 17 430
Sumber : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2008)
4.3.4 Produksi perikanan tangkap Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu diperoleh dari berbagai jenis alat penangkapan ikan. Total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 mencapai 2.734.725 kg. Data jumlah produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6
Alat tangkap Pancing Payang Muroami Bubu Jaring Lainnya Total
Volume produksi Kg % 915.000 33,46 1.058.400 38,70 370.000 13,53 287.000 10,49 87.045 3,18 17.280 0,63 2.734.725 100,00
Nilai Produksi Rp* % 8.105.653 38,18 6.890.152 32,46 2.715.293 12,79 2.668.693 12,57 709.911 3,34 140.930 0,66 21.230.632 100,00
Keterangan : *) Pendekatan harga pasar di wilayah DKI Jakarta Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (2008)
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa volume produksi tertinggi diperoleh dari alat tangkap payang sebesar 1.058.400 kg atau 38,70% dari total volume produksi. Nilai produksi tertinggi diperoleh dari alat tangkap pancing sebesar Rp8.105.653 atau 38,18% dari total nilai produksi.
49
4.3.5 Musim penangkapan Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2008), di Pulau Pramuka terjadi tiga musim penangkapan setiap tahunnya yaitu musim barat, musim peralihan dan musim timur. Musim Barat terjadi pada Bulan Desember sampai dengan Bulan Maret dengan keadaan angin kencang dan ombak besar serta arus kuat. Pada Musim Barat sebagian besar nelayan memilih untuk tidak melaut sehingga produksi ikan mengalami penurunan. Musim peralihan terjadi dari Bulan April sampai dengan Bulan Mei dan Bulan Oktober sampai dengan Bulan November. Kondisi perairan sangat tenang dengan kecepatan angin bervariasi, sehingga semua alat penangkapan ikan dapat dioperasikan dengan hasil yang cukup baik. Pada musim ini nelayan memilih untuk melaut dengan tujuan sebagai persiapan tidak melaut di musim barat. Musim Timur berlangsung dari Bulan Juni sampai dengan Bulan September. Keadaan ombak relatif tenang sehingga semua alat penangkapan ikan dapat dioperasikan dengan hasil yang optimal.
4.3.6 Daerah penangkapan ikan Nelayan Pulau Pramuka melakukan operasi penangkapan ikan di beberapa wilayah perairan seperti perairan Pulau Air, Pulau Semak Daun, Pulau Karya, Pulau Pari, Pulau Kotok Besar, Pulau Kotok Kecil dan Pulau Karang Congkak. Nelayan Pulau Pramuka dapat melakukan penangkapan di seluruh wilayah perairan Kepulauan Seribu kecuali area konservasi alam (Lampiran 1). Nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan dengan tujuan tangkapan ikan karang konsumsi maupun ikan karang hias beroperasi di wilayah perairan terumbu karang. Ikan karang terdapat di perairan terumbu karang Kepulauan Seribu dengan kedalaman kurang dari 20 meter (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2008).
4.4
Keragaan Pariwisata di Pulau Pramuka Pulau Pramuka memiliki beberapa obyek wisata yang sering dikunjungi oeh
wisatawan nusantara maupun wisatawan asing. Obyek wisata yang terdapat di Pulau Pramuka ialah penangkaran penyu, penangkaran cucut, pembudidayaan
50
mangrove, terumbu karang Pulau Air, terumbu Karang Keling Cetek, terumbu Karang Keling Dalam dan terumbu karang Pulau Putri. Penangkaran penyu, penangkaran cucut dan pembudidayaan mangrove terletak di Pulau Pramuka. Pengelolaan obyek wisata ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu. Kegiatan yang biasa dilakukan di obyek wisata ini ialah mengamati penetasan telur penyu, pertumbuhan juvenile cucut dan penyu (tukik), pelepasan cucut dan penyu dewasa ke alam serta berjalan-jalan menikmati pemandangan mangrove di pagi atau senja hari. Selain itu wisatawan juga bisa menikmati hidangan laut yang disajikan di floating restaurant Nusa Resto yang terletak didekat penangkaran cucut. Terumbu karang Pulau Air dan terumbu Karang Keling Cetek merupakan obyek wisata yang berjarak 300 - 400 meter dari Pulau Pramuka. Wisatawan yang melakukan kunjungan ke obyek wisata ini biasanya bertujuan untuk melakukan snorkeling. Terumbu Karang Keling Dalam merupakan obyek wisata yang berjarak 400 meter dari Pulau Pramuka, sedangkan terumbu karang Pulau Putri merupakan obyek wisata yang berjarak 3 km dari Pulau Pramuka. Wisatawan yang berkunjung ke dua lokasi wisata ini biasanya bertujuan untuk melakukan diving.
Sumber : Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu (2010)
Gambar 16 Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka Tahun 2007-2009
Berdasarkan Gambar 16, dari tahun 2007 hingga tahun 2009 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka mengalami peningkatan pesat, yaitu dari 850 orang per tahun menjadi 21.645 orang per tahun untuk wisatawan
51
nusantara dan dari 226 orang per tahun menjadi 1.050 orang per tahun untuk wisatawan mancanegara.
4.4.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden pada saat penelitian yang dilakukan pada Bulan Oktober 2010 diperoleh dari hasil wawancara. Karakteristik responden terdiri dari daerah asal responden, umur responden, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, biaya kunjungan, lama kunjungan, persepsi responden dan nilai waktu yang hilang selama melakukan kunjungan.
4.4.1.1 Daerah asal responden Responden yang mengunjungi kawasan wisata Pulau Pramuka berasal dari berbagai daerah, yaitu Aceh, Medan, Tangerang, Jakarta, Ciamis, Cilegon, Ponorogo, Padang, Purwodadi, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor. Selain itu juga terdapat responden yang berasal dari luar Indonesia, seperti dari Berlin (Jerman), Manhattan (Amerika) dan Bavaria (Swiss). Responden terbanyak berasal dari Tangerang dan Jakarta dengan persentase sebesar 26,67% dan 16,67%. Responden terbanyak berasal dari dua daerah tersebut dikarenakan jarak yang lebih dekat dengan lokasi Pulau Pramuka dibandingkan dengan daerah lain, sehingga biaya perjalanan relatif lebih kecil. Data selengkapnya mengenai daerah asal responden dapat dilihat pada Tabel 13 dan sebaran daerah asal responden dapat dilihat pada Gambar 17.
Responden dengan jumlah terkecil berasal dari daerah-daerah seperti Aceh, Bavaria (Swiss), Bekasi, Ciamis, Cilegon, Medan, Padang, Ponorogo, Purwodadi dan Tasikmalaya dengan masing-masing persentase sebesar 3,33%. Responden dengan jumlah terkecil berasal dari luar Jakarta dan Tangerang dikarenakan jarak yang lebih jauh dari Pulau Pramuka, sehingga biaya perjalanan relatif lebih besar dan jumlah pengunjung lebih sedikit.
52
Tabel 13 Daerah asal responden Bulan Oktober 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Responden (orang) 1 2 1 1 2 3 1 1 5 1 1 1 1 8 1 30
Daerah asal Aceh Amerika Bavaria Bekasi Berlin Bogor Ciamis Cilegon Jakarta Medan Padang Ponorogo Purwodadi Tangerang Tasikmalaya Total Tasikmalaya 3,33%
Aceh 3,33%
Amerika 6,67%
Tangerang 26,67%
Persentase (%) 3,33 6,67 3,33 3,33 6,67 10,00 3,33 3,33 16,67 3,33 3,33 3,33 3,33 26,67 3,33 100,00
Bavaria 3,33% Bekasi 3,33% Berlin 6,67%
Purwodadi 3,33%
Bogor 10%
Ponorogo 3,33% Padang 3,33%
Medan 3,33%
Jakarta 16,67%
Cilegon 3,33%
Ciamis 3,33%
Gambar 17 Sebaran daerah asal responden Bulan Oktober 2010
4.4.1.2 Umur responden Responden yang mengunjungi kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki rentang umur 18-58 tahun. Responden terbanyak dari kelompok umur 26-30 tahun sebanyak 26,67 %, sedangkan responden yang paling sedikit dari kelompok umur 31-35 dan 41-45 masing-masing sebesar 3,33 %.
53
Responden terbanyak berasal dari kelompok umur produktif yaitu 26-30 tahun dikarenakan jenis wisata bahari di Pulau Pramuka kebanyakan berupa wisata laut dengan kegiatan snorkeling dan scuba diving, sehingga lebih banyak diminati oleh responden dari kelompok umur 26-30 tahun yang cenderung menyukai banyak variasi produk wisata. Data selengkapnya mengenai kelompok umur responden dapat dilihat pada Tabel 14 dan sebaran kelompok umur responden dapat dilihat pada Gambar 18.
Tabel 14 Kelompok umur responden Bulan Oktober 2010 No
Kelas umur (tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8
16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 >50 Total
41-45 tahun 3,33%
46-50 tahun 6,67%
>50 tahun 10%
Responden (orang) 7 6 8 1 2 1 2 3 30
Persentase (%) 23,33 20,00 26,67 3,33 6,67 3,33 6,67 10,00 100,00
16-20 tahun 23,33%
36-40 tahun 6,67%
31-35 tahun 3,33%
26-30 tahun 26,67%
21-25 tahun 20%
Gambar 18 Sebaran kelompok umur responden Bulan Oktober 2010
4.4.1.3 Tingkat pendidikan Responden yang mengunjungi kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sekolah
54
menengah atas (SMA) hingga magister (S2). Responden yang memiliki latar pendidikan sarjana (S1) merupakan pengunjung terbanyak dengan persentase sebesar 43,33 %, sedangkan responden yang memiliki latar pendidikan Diploma (D3) merupakan pengunjung yang paling sedikit dengan persentase sebesar 6,67 %. Responden terbanyak memiliki latar pendidikan sarjana (S1) sebab mayoritas responden berasal dari kelompok umur 26-30 tahun. Data selengkapnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 15 dan sebaran tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 19.
Tabel 15 Tingkat pendidikan responden Bulan Oktober 2010 No 1 2 3 4
Tingkat pendidikan SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Magister (S2) Total
Magister (S2) 16,67%
Sarjana (S1) 43,33%
Responden (orang) 10 2 13 5 30
Persentase (%) 33,33 6,67 43,33 16,67 100,00
SMA 33,33%
Diploma (D3) 6,67%
Gambar 19 Sebaran tingkat pendidikan responden Bulan Oktober 2010
4.4.1.4 Tingkat pendapatan Pendapatan responden yang mengunjungi kawasan wisata Pulau Pramuka berkisar antara Rp.800.000 - Rp.20.000.000. Responden terbanyak memiliki pendapatan di atas Rp.5.000.001 dengan persentase sebesar 30 %, sedangkan 55
responden yang memiliki pendapatan Rp.4.000.000 - Rp.5.000.000 merupakan pengunjung yang paling sedikit dengan persentase sebesar 3,33%. Data selengkapnya mengenai tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 16 dan sebaran tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 20.
Tabel 16 Tingkat pendapatan responden Bulan Oktober 2010 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat pendapatan (Rp) 500.000 - 1.000.000 1.000.001 – 2.000.000 2.000.001 – 3.000.000 3.000.001 – 4.000.000 4.000.001 – 5.000.000 >5.000.001 Total
Responden (orang) 6 6 5 3 1 9 30
>Rp.5.000.001 30%
Rp.4.000.0001Rp.5.000.000 3,33%
Persentase (%) 20,00 20,00 16,67 10,00 3,33 30,00 100,00
Rp.500.000Rp.1.000.000 20%
Rp.3.000.001Rp.4.000.000 10%
Rp.2.000.001Rp.3.000.000 16,67%
Rp.1.000.000Rp.2.000.001 20%
Gambar 20 Sebaran tingkat pendapatan responden Bulan Oktober 2010
4.4.1.5 Lama kunjungan Responden yang mengunjungi kawasan wisata Pulau Pramuka biasanya melakukan kunjungan selama 2-3 hari. Seluruh responden yang melakukan kunjungan ke Pulau Pramuka tidak pernah melakukan kunjungan selama 1 hari karena terbatasnya sarana transportasi menuju Pulau Pramuka, sehingga seluruh responden biasanya bermalam di penginapan yang terdapat di Pulau Pramuka. Mayoritas responden melakukan kunjungan selama 2 hari dengan persentase
56
sebesar 86,67%, sedangkan responden yang melakukan kunjungan selama 3 hari memiliki persentase sebesar 13,33%. Data selengkapnya mengenai lama kunjungan responden dapat dilihat pada Tabel 17 dan sebaran lama kunjungan responden dapat dilihat pada Gambar 21.
Tabel 17 Lama kunjungan responden Bulan Oktober 2010 No
Lama kunjungan (hari)
1 2
2 3 Total
Responden (orang) 26 4 30
Persentase (%) 86,67 13,33 100,00
3 hari 13,33%
2 hari 86,67%
Gambar 21 Sebaran lama kunjungan responden Bulan Oktober 2010
4.4.1.6 Biaya kunjungan Biaya kunjungan ialah biaya yang dikeluarkan oleh responden selama melakukan kunjungan wisata. Biaya kunjungan yang dikeluarkan oleh responden meliputi transportasi, penginapan, konsumsi, penyewaan sarana hiburan, biaya masuk kawasan wisata dan penggunaan fasilitas umum. Biaya kunjungan untuk responden lokal sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pengunjung. Biaya perjalanan responden lokal, yang terbesar dikeluarkan oleh responden ialah tiket masuk dan penginapan sebesar 46,31% dan 25,73%, sedangkan yang terkecil dikeluarkan ialah untuk penggunaan fasilitas umum sebesar 0,51%. Data selengkapnya mengenai biaya kunjungan responden
57
lokal dapat dilihat pada Tabel 18 dan sebaran biaya kunjungan responden lokal dapat dilihat pada Gambar 22.
Tabel 18 Biaya kunjungan responden lokal Bulan Oktober 2010 Nilai No Jenis Biaya Perjalanan Rp 1 Transportasi 110.000 2 Penginapan 150.000 3 Konsumsi 15.000 4 Tiket Masuk 270.000 5 Sewa sarana hiburan 35.000 6 Penggunaan fasilitas umum 3.000 Total 583.000
% 18,87 25,73 2,57 46,31 6,00 0,51 100,00
Fasilitas umum 0.51%
Sarana Hiburan 6.00%
Transportasi 18.87
Tiket Masuk 46.31%
Penginapan 25.73% Konsumsi 2.57%
Gambar 22 Sebaran biaya kunjungan responden lokal Bulan Oktober 2010
Biaya kunjungan untuk responden mancanegara sangat dipengaruhi oleh daerah asal pengunjung. Biaya kunjungan responden mancanegara yang terbesar dikeluarkan untuk transportasi dan tiket masuk sebesar 88,72% dan 5,91%, sedangkan yang terkecil dikeluarkan untuk penggunaan fasilitas umum sebesar 0,04%. Data selengkapnya mengenai biaya perjalanan responden mancanegara dapat dilihat pada Tabel 19 dan sebaran biaya kunjungan responden mancanegara dapat dilihat pada Gambar 23.
58
Tabel 19 Biaya kunjungan responden mancanegara Bulan Oktober 2010 Nilai No Jenis Biaya Perjalanan Rp % 1 Transportasi 6000000 88,72 2 Penginapan 200000 2,96 3 Konsumsi 60000 0,89 4 Tiket Masuk 400000 5,91 5 Sewa sarana hiburan 100000 1,48 6 Penggunaan fasilitas umum 3000 0,04 Total 6763000 100,00 Tiket Masuk Konsumsi 5.91% 0.89%
Sarana hiburan Fasilitas umum 1.48% 0.04%
Penginapan 2.96%
Transportasi 88.72%
Gambar 23 Sebaran biaya kunjungan responden mancanegara Bulan Oktober 2010 4.4.1.7 Persepsi responden Selama penelitian yang dilakukan pada Bulan Oktober 2010, diperoleh data yang menyatakan persepsi responden terhadap lokasi wisata Pulau Pramuka. Persepsi responden terdiri dari manfaat wisata, nilai keindahan dan nilai kenyamanan. 1)
Manfaat wisata Manfaat wisata ialah kesan yang timbul dari diri responden sendiri setelah
melakukan suatu kunjungan wisata ke suatu lokasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kunjungan wisata ke Pulau Pramuka menimbulkan tiga reaksi manfaat yaitu positif, netral dan negatif.
59
Manfaat positif dari wisata yang dirasakan oleh responden akan memberikan penyegaran atau refreshing terhadap semangat kerja atau kondisi psikologis lain yang sebelumnya telah jenuh. Manfaat wisata positif memiliki persentasi sebesar 63,3%. Manfaat netral yang dirasakan oleh responden tidak memberikan penyegaran (refreshing) atau tidak menambah kejenuhan terhadap semangat kerja atau kondisi psikologis lain yang sebelumnya telah jenuh. Manfaat wisata netral memiliki persentasi sebesar 20,00%. Manfaat atau reaksi negatif yang dirasakan oleh responden akan menambah kejenuhan terhadap semangat kerja atau kondisi psikologis lain yang sebelumnya telah jenuh. Manfaat wisata negatif memiliki persentasi sebesar 16,67%. Data manfaat wisata responden dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Manfaat wisata responden Bulan Oktober 2010 No
Manfaat wisata
1 2 3
2)
Positif Netral Negatif Total
Responden (orang) 19 6 5 30
Persentase (%) 63,33 20,00 16,67 100,00
Nilai keindahan Menurut 73,33% responden kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki
kondisi alam yang indah, sedangkan 26,67% responden menyatakan sebaliknya. Berdasarkan kriteria dari Ditjen PHPA, nilai keindahan yang berkisar antara 60% - 79% menunjukkan bahwa kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki kondisi alam yang lebih dari indah. Keindahan alam kawasan wisata Pulau Pramuka menjadi faktor penarik kunjungan wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Kawasan ini merupakan area perairan yang hampir seluruhnya ditutupi oleh terumbu karang, terutama wilayah Karang Keling Dalam, Karang Keling Cetek dan Karang Langka-Langka. Keindahannya dapat dinikmati melalui kegiatan snorkeling dan scuba diving. Nilai keindahan kawasan wisata Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 21.
60
Tabel 21 Nilai keindahan kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 Responden Persentase No Persepsi pengunjung (orang) (%) 1 Indah 22 73,33 2 Tidak indah 8 26,67 Total 30 100,00
3)
Nilai kenyamanan Menurut 80% responden bahwa kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki
kondisi yang nyaman, sedangkan 20% responden menyatakan sebaliknya. Berdasarkan kriteria dari Ditjen PHPA, nilai kenyamanan 80% menunjukkan bahwa kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki kondisi lingkungan yang sangat nyaman. Kenyamanan kawasan wisata Pulau Pramuka dirasakan oleh para wisatawan baik nusantara maupun mancanegara dikarenakan tersedianya fasilitas seperti penginapan, restoran, toilet, RSUD Kepulauan Seribu, pusat informasi wisata dan lain-lain. Data nilai kenyamanan kawasan wisata Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Nilai kenyamanan kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 Responden Persentase No Persepsi pengunjung (orang) (%) 1 Nyaman 24 80 2 Tidak Nyaman 6 20 Total 30 100,00
4.4.1.8 Nilai waktu yang hilang selama melakukan kunjungan Setiap responden memiliki waktu produktif untuk bekerja dan sebagian dari waktu produktif tersebut digunakan untuk melakukan kunjungan rekreasi sehingga sebagian waktu produktifnya hilang. Nilai waktu produktif tersebut dapat dikonversikan dengan uang. Nilai waktu yang hilang selalu berbanding lurus dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh wisatawan sehingga nantinya nilai waktu kunjungan juga akan berbanding lurus dengan intensitas kunjungan. Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, nilai waktu kunjungan didominasi oleh nilai waktu kunjungan dengan kisaran Rp50.000,00 – Rp150.000,00 dengan persentase sebesar 34%, sedangkan nilai waktu kunjungan dengan kisaran Rp350.001,00 – Rp450.000,00 memiliki persentase terkecil yaitu 3%. Data selengkapnya mengenai nilai waktu kunjungan responden dapat dilihat
61
pada Tabel 23 dan sebaran nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 24.
Tabel 23 Nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010
No Nilai waktu kunjungan (Rp) 1 50.000 - 150.000 2 3 4 5 6
150.001 – 250.000 250.001 – 350.000 350.001 – 450.000 450.001 – 550.000 >550.001 Total
450.001550.000 17%
350.001450.000 3%
Gambar 24
>550.001 13%
250.001350.000 10%
Responden (orang) 10
Persentase (%) 34
7 3 1 5 4 30
23 10 3 17 13 100
50.000-150.000 34%
150.001250.000 23%
Sebaran nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010
4.4.2 Fungsi Permintaan Pariwisata Permintaan wisata (Q) berdasarkan pendekatan individu ke Pulau Pramuka menggambarkan tingkat kepuasan responden terhadap obyek wisata di Pulau Pramuka. Permintaan wisata di Pulau Pramuka dilakukan dengan meregresikan tujuh variabel, yaitu biaya perjalanan (X1), lama kunjungan (X2), pendapatan (X3), manfaat wisata (X4), nilai keindahan (X5), nilai kenyamanan (X6) dan nilai kunjungan wisata (X7). Hasil analisis regresi disajikan pada Tabel 24. 62
Tabel 24 Koefisien regresi variabel model permintaan pariwisata No Variabel Coefficients Standard Error P-value 1,3275
0,1045
- 0,0000000215
0,0000000107
0,0569
X2
- 0,20161
0,5971
0,7388
4
X3
- 0,000000267
0,000000139
0,0683
5
X4
- 0,03194
0,1823
0,8625
6
X5
0,07097
0,2871
0,8071
7
X6
- 0,17009
0,3081
0,5865
8
X7
0,0000017320
0,0609
1
Intercept
2
X1
3
2,248212
0,00000342
Sumber :Diolah dari Lampiran 5 Keterangan : R Square Adjusted R Square Standard Error Fhitung Ftabel
= 0,2598 = 0,0243 = 0,5644 = 1,0298 = 0,3956
Pada Tabel 24 dapat diketahui nilai koefisien regresi dari variabel-variabel penduga yang diduga mempengaruhi permintaan pariwisata di Pulau Pramuka. Berdasarkan nilai koefisien regresi tersebut dapat dibuat persamaan permintaan pariwisata : Q = 2,248 – 0,0000000215 X1 – 0,20161 X2 – 0,000000267 X3 – 0,03194 X4 + 0,0709 X5 – 0,17009 X6 + 0,00000342 X7 Keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
= Biaya perjalanan = Lama kunjungan = Pendapatan = Manfaat wisata = Nilai keindahan = Nilai kenyamanan = Nilai kunjungan wisata
4.4.3 Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Perhitungan surplus konsumen dilakukan dengan pendekatan individu menggunakan intensitas kunjungan sebagai ukuran tingkat kepuasan. Variabel 63
bebas yang digunakan ialah biaya perjalanan yang merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan responden dalam melakukan satu kali kunjungan wisata ke Pulau Pramuka. Biaya perjalanan dijadikan sebagai variabel bebas dikarenakan kondisi Ceteris Paribus. Ceteris Paribus ialah kondisi dimana variabel-variabel selain variabel biaya dianggap konstan atau diabaikan sehingga tidak mempengaruhi analisis yang sedang dilaksanakan. Kurva permintaan wisata (Gambar 25) didapat dari penurunan fungsi permintaan sebelumnya, yang menghasilkan fungsi : Q = 1,5561 – 0,0000000215X1 atau X1 = (1,5564 – Q) / 0,0000000215
Gambar 25 Kurva permintaan terhadap wisata ke Pulau Pramuka
Berdasarkan Lampiran 5, kurva permintaan wisata Pulau Pramuka menyatakan bahwa produk wisata Pulau Pramuka akan tetap diminati selama biaya atau harga produk wisata tidak melebihi rata-rata biaya perjalanan yaitu Rp4.106.233,33. Nilai Surplus Konsumen (CS) wisata Pulau Pramuka sebesar Rp50.055.848,68 didapat dari hasil persamaan : CS =
1 2
(B - Bi) Qi
64
Nilai surplus konsumen Rp50.055.848,68 menunjukkan daya beli konsumen terhadap produk wisata bahari Pulau Pramuka ialah Rp50.055.848,68. Nilai Ekonomi Total (NET) obyek wisata di Pulau Pramuka merupakan hasil perkalian nilai surplus konsumen (CS) dengan jumlah kunjungan dalam satu tahun (TV). Jumlah kunjungan yang digunakan ialah jumlah kunjungan tahun 2009 sebesar 26.880 kali. Berdasarkan Lampiran 5, nilai ekonomi total diperoleh sebesar Rp1.345.481.190.178,93.
Nilai tersebut
menunjukkan biaya
yang harus
dikeluarkan apabila obyek wisata di Pulau Pramuka mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat digunakan untuk menarik kunjungan wisatawan lagi. Nilai Ekonomi Total (NET) obyek wisata di Pulau Pramuka akan meningkat seiring dengan meningkatnya kunjungan responden ke lokasi obyek wisata di Pulau Pramuka. Sebaliknya jika jumlah kunjungan wisata berkurang maka Nilai Ekonomi Total (NET) obyek wisata di Pulau Pramuka juga akan berkurang.
4.4.4 Evaluasi model permintaan pariwisata Untuk mengetahui kelayakan suatu model maka diperlukan evaluasi model. Evaluasi model dapat dilakukan dengan beberapa kriteria, yaitu kriteria statistik, kriteria ekonometrika dan kriteria ekonomi. 4.4.4.1 Kriteria statistik Berdasarkan hasil pendugaan koefisien regresi (Lampiran 5) diketahui nilai R Square (R2) sebesar 0,2598 yang mengindikasikan bahwa permintaan pariwisata di Pulau Pramuka dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang termasuk kedalam model sebesar 25,98% dan sisanya sebesar 74,02% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model dugaan. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,0243 menjelaskan bahwa hubungan atau korelasi antara permintaan pariwisata dengan variabel-variabel yang digunakan adalah positif. Nilai Standard Error sebesar 0,5644 merupakan nilai galat baku dari model secara keseluruhan yang menunjukkan adanya kemungkinan bias pada nilai dari model yang diduga sebesar 05644. Nilai Fhitung sebesar 1,0298 lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabel sebesar 0,3956 sehingga bisa disimpulkan semua variabel penduga yang digunakan secara bersamaan memberikan pengaruh nyata terhadap permintaan
65
pariwisata pada selang kepercayaan 95%. Hal ini berarti model fungsi permintaan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Uji tstudent digunakan untuk melihat pengaruh masing masing variabel. Berdasarkan Lampiran 5, pengaruh masing-masing variabel dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Biaya perjalanan (X1) Nilai P-value biaya perjalanan (X1) diperoleh sebesar 0,06. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X1 berpengaruh nyata terhadap intensitas kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 94% atau taraf nyata alpha = 0,06. 2) Lama kunjungan (X2) Nilai P-value lama kunjungan (X2) diperoleh sebesar 0,74. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X2 berpengaruh nyata terhadap intensitas kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 26% atau taraf nyata alpha = 0,74. 3) Pendapatan (X3) Nilai P-value pendapatan (X3) diperleh sebesar 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X3 berpengaruh nyata terhadap intensitas kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 93% atau taraf nyata alpha = 0,07. 2)
Manfaat wisata (X4) Nilai P-value manfaat wisata (X4) diperoleh sebesar 0,86. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X4 berpengaruh nyata terhadap intensitas kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 14% atau taraf nyata alpha = 0,86.
3)
Nilai keindahan (X5) Nilai P-value nilai keindahan (X5) diperoleh sebesar 0,81. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X5 berpengaruh nyata terhadap intensitas kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 19% atau taraf nyata alpha = 0,81.
6) Nilai kenyamanan (X6) Nilai P-value nilai kenyamanan (X6) diperoleh sebesar 0,59. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X6 berpengaruh nyata terhadap intensitas
66
kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 41% atau taraf nyata alpha = 0,59. 7) Nilai kunjungan wisata (X7) Nilai P-value nilai kunjungan wisata (X7) diperoleh sebesar 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X7 tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas kunjungan pada selang kepercayaan sebesar 93% atau taraf nyata alpha = 0,07.
4.4.4.2 Kriteria ekonometrika Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam uji kriteria ekonometrika adalah sebagai berikut : 1) Normalitas Pengujian normalitas untuk permintaan wisata bahari Pulau Pramuka dengan pendekatan individu dapat dilihat pada Gambar 26. Berdasarkan Gambar 26 terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar sumbu diagonal. Dengan demikian, model regresi linier layak digunakan untuk prediksi fungsi permintaan berdasarkan masukan variabel independennya.
Gambar 26 Grafik Normal Probability dengan pendekatan individu
67
2) Homoskedasitas Grafik scatterplot untuk fungsi permintaan sebelum dan sesudah gempa bumi dengan pendekatan individu dapat dilihat pada Gambar 27. Berdasarkan Gambar 27. dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar dan membentuk pola tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, model linier memenuhi asumsi heteroskedasitas, sehingga model regresi linier tidak layak digunakan untuk prediksi fungsi permintaan. Menurut Putri (2003), cara mengatasi masalah heteroskedasitas diantaranya adalah dengan menggunakan Weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedasitas) dan dengan menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan heteroskedasitas.
Gambar 27 Grafik Scatterplot dengan pendekatan individu
3) Multikoliniearitas Pengujian multikolinearitas dapat dilihat melalui besaran nilai VIF. Apabila besaran nilai tersebut berada di sekitar angka 1, maka model tersebut bebas multikolinearitas. Nilai VIF untuk variabel dalam fungsi permintaan wisata bahari disajikan dalam Tabel 25. Berdasarkan masukan nilai, ada 4 variabel
68
yang memiliki yang memiliki nilai tidak berada di sekitar angka 1, yaitu variabel biaya perjalanan, lama kunjungan, pendapatan dan nilai kunjungan wisata. Dengan demikian, model regresi linier tidak layak untuk digunakan dalam prediksi fungsi permintaan wisata Pulau Pramuka.
Tabel 25 Nilai VIF untuk variabel dalam fungsi permintaan wisata bahari Variabel
Nilai VIF
Biaya perjalanan
2,574
Lama kunjungan
3,881
Pendapatan
45,346
Manfaat wisata
1,822
Nilai keindahan
1,518
Nilai kenyamanan
1,430
Nilai kunjungan wisata
63,463
Sumber : Data primer (diolah) 2010
4) Autokorelasi Nilai Durbin-Watson untuk permintaan rekreasi Pulau Pramuka ialah 1,660. Nilai 1,660 terletak diantara nilai -2 hingga +2 yang berarti tidak memiliki autokorelasi. Dikarenakan tidak adanya auto korelasi maka model regresi linier layak digunakan untuk digunakan sebagai prediksi fungsi permintaan berdasarkan masukan variabel independennya.
4.4.4.2 Kriteria ekonomi Variabel biaya perjalanan menuju obyek wisata memiliki tanda negatif, yang menunjukkan bahwa apabila jumlah biaya perjalanan yang dikeluarkan semakin tinggi, maka jumlah kunjungan wisata ke obyek wisata Pulau Pramuka semakin rendah. Tanda yang dimiliki oleh variabel lama kunjungan ialah negatif, yang berarti semakin lama masa kunjungan yang dibutuhkan maka akan mengurangi keinginan wisatawan melakukan kunjungan. Tanda yang diharapkan untuk variabel pendapatan adalah positif, akan tetapi hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tanda untuk pendapatan adalah negatif.
69
Kualitas wisata terdiri atas manfaat wisata, nilai keindahan dan nilai kenyamanan. Variabel kualitas wisata bertanda positif menunjukkan bahwa apabila kualitas wisatawan terhadap obyek wisata semakin tinggi, maka jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata tersebut akan semakin tinggi. Akan tetapi hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tanda untuk kualitas wisata adalah negatif kecuali variabel nilai keindahan. Variabel nilai waktu kunjungan memiliki tanda positif, padahal tanda yang diharapkan ialah negatif yang berarti semakin besar nilai waktu kunjungan yang dirasakan, maka jumlah kunjungan wisata ke obyek wisata Pulau Pramuka semakin rendah. Variabel biaya dan nilai waktu kunjungan yang tinggi menunjukkan produk wisata bahari Pulau Pramuka sebagai barang mewah.
4.5
Hubungan Perikanan Tangkap dan Pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu Keberadaan subsektor perikanan tangkap dapat dijadikan komoditas wisata
yang menarik di Pulau Pramuka, bahkan subsektor perikanan tangkap dapat menjadi komoditas wisata unggulan yang menjadi ciri khas wisata bahari di Pulau Pramuka. Dengan keberadaan subsektor perikanan tangkap, aktivitas yang dilakukan wisatawan di dalam kegiatan pariwisata bahari di Pulau Pramuka bukan hanya mengamati penangkaran penyu dan penangkaran cucut, menikmati pemandangan alam, snorkling serta diving, tetapi juga wisata perikanan tangkap, sehingga subsektor perikanan tangkap tidak hanya berperan sebagai pendukung sektor pariwisata bahari tetapi juga menjadi suatu bagian yang sangat penting bagi pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Keunikan yang dimiliki oleh kegiatan perikanan tangkap dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Lokasi obyek wisata yang berdekatan dengan Pulau Pramuka semakin mendukung besarnya potensi perikanan tangkap terhadap pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Selama ini wisata bahari Pulau Pramuka hanya terpusat pada paket wisata snorkling dan diving dengan kisaran harga Rp380.000 – Rp1.500.000. Unit penangkapan ikan di Pulau Pramuka selain menjadi alat transportasi didalam mengunjungi lokasi snorkling,
70
diving dan penangkaran cucut juga memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan dalam pengembangan pariwisata bahari ini seperti : 1) Atraksi wisata tour penangkapan ikan 2) Pemanfaatan kapal penangkapan ikan sebagai sarana wisata memancing (fishing) dan berperahu (boating) 3) Menghidupkan kembali Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Pulau Pramuka sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. 4) Pemanfaatan hasil tangkapan sebagai pasokan ke restoran dan penginapan di Pulau Pramuka. Wisata penangkapan ikan merupakan trip penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dan diikuti oleh wisatawan dengan jangka waktu singkat yaitu 2 - 3 jam. Operasional unit penangkapan ikan dapat dilakukan di perairan Pulau Kelurahan Pulau Panggang, sehingga dapat dijangkau dengan waktu yang singkat dari Pulau Pramuka sebagai fishing base. Payang, pancing, jaring ikan hias dan bubu dapat dijadikan sarana operasional didalam kegiatan wisata penangkapan ikan. Selama ini wilayah perairan Pulau Pramuka dimanfaatkan untuk perikanan komersil, padahal wilayah perairan Pulau Pramuka termasuk kedalam zona inti Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang di wilayah tersebut dilarang dimanfaatkan untuk perikanan komersil. Dengan merubah perikanan komersil menjadi perikanan wisata, selain menjadi sumber penghasilan bagi nelayan, perikanan wisata juga menjadi salah satu metode konservasi di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Operasional payang yang dilakukan pada pagi hari dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tour penangkapan ikan. Wisatawan dapat melihat bagaimana urutan aktivitas nelayan mulai dari pencarian gerombolan (schools) ikan oleh fishmaster
(tekong),
pengejaran
gerombolan
ikan,
pemasangan
jaring,
pengangkatan jaring, serta penyortiran ikan hasil tangkapan. Wisatawan yang tertarik dapat mencoba bersama nelayan untuk melakukan aktivitas tersebut, sehingga menjadi daya tarik tersendiri dalam melakukan tour penangkapan ikan. Wisatawan yang ingin menikmati keunikan dari operasional unit penangkapan payang dapat menyewa dengan tarif per paket Rp650.000,00 dengan kapasitas 8 orang wisatawan. Tour payang dalam satu hari dapat dilakukan sebanyak 2 – 3
71
kali, sehingga dapat menambah penghasilan nelayan sebesar Rp1.300.000,00 – Rp1.950.000,00 per hari setiap hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Operasional pancing yang dapat dilakukan baik pada pagi hari maupun siang hari dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tour penangkapan ikan. Wisatawan dapat melihat bagaimana nelayan melakukan operasional unit penangkapan pancing. Wisatawan juga dapat melakukan pemancingan menggunakan pancing yang ada baik alat pancing sewa maupun alat pancing yang dibawa sendiri. Didalam tour
operasional pancing wisatawan dapat melatih kesabaran dan
keahlian didalam memancing sehingga wisatawan akan menikmati suasana dari memancing, ditambah selama waktu soaking (perendaman) mata pancing wisatawan dapat menikmati pemandangan gugus kepulauan di Kelurahan Pulau Panggang. Wisatawan yang ingin menikmati operasional unit penangkapan pancing dapat menyewa dengan tarif per paket Rp500.000,00 dengan kapasitas 5 orang wisatawan. Tour pancing dalam satu hari dapat dilakukan sebanyak 2 – 3 kali, sehingga dapat menambah penghasilan nelayan sebesar Rp1.000.000,00 – Rp1.500.000,00 per hari setiap hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Operasional bubu yang dilakukan pada pagi hari dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tour penangkapan ikan. Wisatawan dapat melihat bagaimana urutan aktivitas nelayan mulai dari pencarian terumbu karang yang ideal untuk peletakkan bubu, pemasangan bubu, perendaman bubu (soaking), pengangkatan bubu, serta penyortiran ikan hasil tangkapan. Wisatawan yang tertarik dapat mencoba bersama nelayan untuk melakukan aktivitas tersebut, selain itu selama menunggu waktu perendaman (soaking) bubu wisatawan dapat menikmati pemandangan gugus kepulauan di Kelurahan Pulau Panggang, sehingga menjadi daya tarik tersendiri dalam melakukan tour penangkapan ikan. Wisatawan yang ingin menikmati keunikan dari operasional unit penangkapan bubu dapat menyewa dengan tarif per paket Rp400.000,00 dengan kapasitas 6 orang wisatawan. Tour bubu dalam satu hari dapat dilakukan sebanyak 2 – 3 kali, sehingga dapat menambah penghasilan nelayan sebesar Rp800.000,00 – Rp1.200.000,00 per hari setiap hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Operasional jaring ikan hias yang dapat dilakukan baik pada pagi hari maupun pada siang hari dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tour penangkapan
72
ikan. Wisatawan dapat melihat bagaimana urutan aktivitas nelayan mulai dari pencarian gerombolan ikan, penyelaman untuk pengambilan ikan menggunakan jaring dan blewang/serok (scoop) serta penyortiran ikan hasil tangkapan. Wisatawan yang tertarik dapat mencoba menyelam bersama nelayan untuk melakukan aktivitas tersebut, selama penyelaman untuk pengambilan ikan wisatawan dapat menikmati keindahan terumbu karang wilayah perairan Kelurahan Pulau Panggang dan bisa memilih ikan hias yang ingin ditangkap dan dibawa sebagai cinderamata hidup. Wisatawan yang ingin menikmati keunikan dari operasional unit penangkapan payang dapat menyewa dengan tarif per paket Rp400.000,00 dengan kapasitas 4 orang wisatawan. Tour payang dalam satu hari dapat dilakukan sebanyak 2 – 3 kali, sehingga dapat menambah penghasilan nelayan sebesar Rp800.000,00 – Rp1.200.000,00 per hari setiap hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Selain dari tour operasional unit penangkapan ikan, wisatawan juga bisa menyaksikan event tahunan yaitu Enjoy Jakarta Marine Festival. Acara Enjoy Jakarta Marine Festival mulai diadakan pada tahun 2009 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan tujuan untuk mempromosikan wisata bahari yang tersebar di seluruh wilayah Kepulauan Seribu. Pulau Pramuka menjadi tempat berlangsungnya event ini. Kesempatan ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan oleh nelayan untuk menyelenggarakan wisata berperahu (boating). Wisatawan akan dibawa mengelilingi wilayah perairan Kelurahan Pulau Panggang menggunakan kapal nelayan yang telah diberi hiasan. Kegiatan perikanan tangkap lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata adalah kegiatan pelelangan ikan yang diadakan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pulau Pramuka. Pemanfaatan kegiatan pelelangan ikan terkendala dengan matinya TPI Pulau Pramuka yang disebabkan oleh seluruh nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya hanya di TPI Muara Angke. Padahal kegiatan lelang ikan yang memiliki ciri khas dan keunikan yang berbeda di tiap TPI dapat menarik minat wisatawan, karena itu kegiatan pelelangan ikan di Pulau Pramuka perlu dihidupkan kembali. Umumnya wisatawan pariwisata bahari memiliki minat cukup besar dalam mengkonsumsi makanan laut (seafood) dengan cita rasa khas daerah wisata yang
73
dikunjunginya. Karena itu, hasil tangkapan nelayan yang telah dilelang juga dapat berperan dalam kegiatan wisata bahari. Hasil tangkapan berperan sebagai pasokan makanan di restoran dan penginapan di Pulau Pramuka. Selain itu keberadaan Nusa Resto sebagai floating restaurant menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Pramuka.
4.6
Analisis SWOT Strategi Pemanfaatan Perikanan Tangkap Untuk Pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka Dengan analisis SWOT, kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness),
yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang (opportunity) dan ancaman (threat), yang merupakan faktor eksternal. Analisis SWOT strategi pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dilakukan dengan cara menentukan bobot dan rating yang disajikan nantinya dalam matriks IFE dan EFE. Keterkaitan faktor eksternal dan internal dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT sehingga dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dapat dihadapi dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi berdasarkan perumusan beberapa alternatif strategi
4.6.1 Identifikasi unsur SWOT pemanfaatan perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari Identifikasi unsur kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), yang merupakan faktor internal serta unsur peluang (opportunity) dan ancaman (threat), yang merupakan faktor eksternal dilakukan untuk pembuatan matriks IFE dan EFE. Matriks IFE dan EFE nantinya akan digunakan dalam perumusan matriks SWOT. 4.6.1.1 Kekuatan Terdapat lima hal yang menjadi kekuatan dari pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Kelima hal tersebut diuraikan lebih lanjut. 1) Keindahan dan Kenyamanan Obyek Wisata Kawasan wisata bahari Pulau Pramuka memiliki daya tarik alam yang cukup
74
baik. Hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran terhadap persepsi pengunjung yang 73,33% menyatakan bahwa kawasan wisata bahari Pulau Pramuka “indah”, sehingga berdasarkan skala skor dapat dikategorikan sebagai tempat dengan tingkat keindahan “lebih dari indah”. Keindahan alam berupa hamparan terumbu karang di perairan dangkal, hamparan padang lamun di sekitar Pulau Pramuka dan posisi pulau-pulau yang berdekatan membrikan pemandangan yang indah yang dapat menarik wisatawan baik mancanegara maupun nusantara untuk berkunjung. Dilihat dari faktor kenyamanan, responden yang menyatakan “nyaman” sebanyak 80%. Berdasarkan skala skor dapat dikategorikan sebagai tempat dengan tingkat kenyamanan “sangat nyaman”. Ketersediaan fasilitas dan keramahan penduduk membuat wisatawan baik mancanegara maupun nusantara merasa nyaman untuk melakukan kegiatan wisata. 2) Lokasi obyek wisata dan Pulau Pramuka berdekatan Obyek wisata di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara berada tidak jauh dari Pulau Pramuka sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap. Jarak terdekat ialah lokasi snorkeling dan daerah pengoperasian alat tangkap jaring ikan hias, yaitu di perairan Karang Keling Cetek dan Karang Keling Dalam yang berjarak 300-400 meter dari Pulau Pramuka. Jarak terjauh adalah lokasi snorkeling, scuba diving dan daerah pengoperasian alat tangkap pancing dan jaring ikan hias, yaitu di perairan Pulau Putri yang berjarak 3 km dari Pulau Pramuka. Kondisi demikian menjadi suatu keuntungan tersendiri dalam menarik wisatawan untuk mencoba melakukan wisata perikanan di Pulau Pramuka. 3) Sumberdaya alam yang potensial untuk wisata bahari Kawasan wisata bahari Pulau Pramuka memiliki sumberdaya alam yang potensial bagi aktivitas pariwisata bahari, sehingga produk yang ditawarkan menjadi bervariasi. Produk wisata bahari seperti wisata snorkling dan diving yang ditawarkan oleh kawasan wisata bahari Pulau Pramuka dapat meminimalisir kejenuhan wisatawan. Selain itu variasi produk wisata bahari seperti jasa wisata penangkapan ikan dapat dimanfaatkan secara optimal melalui operasi penangkapan ikan, sehingga secara langsung dapat
75
menambah pendapatan nelayan. 4) Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan ikan Pariwisata bahari di Pulau Pramuka tidak terlepas dari peranan nelayan dan armada penangkapan ikan. Upaya pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka seyogyanya juga didukung oleh adanya peningkatan ketersediaan nelayan dan armada penangkapan ikan sebagai bagian dari pariwisata bahari. Nelayan sebagai bagian dari pariwisata bahari Pulau Pramuka, sekaligus menjadi penyedia produk laut seperti ikan, serta bertugas sebagai tour guide bagi wisatawan baik untuk kegiatan snorkeling, scuba diving, maupun hanya berkeliling menjelaskan wilayah dan sejarah Pulau Pramuka. Trend peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan ikan di Pulau Pramuka akan mendukung upaya pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 5) Nilai Ekonomi wisata besar
Berdasarkan perhitungan nilai ekonomi dengan pendekatan individu, Nilai Ekonomi Total adalah Rp1.345.481.190.178,93. Nilai tersebut sangat besar dan merupakan nilai yang akan hilang jika kawasan wisata Pulau Pramuka tidak terpelihara dengan baik, sehingga tidak mampu lagi menarik wisatawan. Nilai ekonomi yang tinggi menunjukkan bahwa wisatawan mampu membayar lebih tinggi untuk menikmati wisata di Pulau Pramuka.
4.6.1.2 Peluang Terdapat empat hal yang menjadi peluang dari pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Keempat hal tersebut diuraikan lebih lanjut. 1) Peningkatan jumlah wisatawan Berdasarkan hasil pengolahan data, jumlah wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara meningkat hampir setiap tahunnya. Peningkatan jumlah
wisatawan
merupakan
peluang
sangat
mendukung
upaya
pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 2) Tingkat pendidikan wisatawan menengah ke atas Karakteristik pendidikan wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Pulau Pramuka adalah 33,33% SMA, 6,67% D3, 43,33% S1 dan 16,67% S2.
76
Hampir 70% wisatawan memiliki tingkat pendidikan di atas SMA. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh terhadap selera dan motivasi bagi wisatawan untuk mencoba atraksi wisata yang ada di kawasan wisata Pulau Pramuka, seperti snorkling dan diving. Tingkat pendidikan wisatawan yang tinggi sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 3) Peningkatan tren wisata bahari Berdasarkan data dari The National Marine Fisheries Services (NMFS), pariwisata bahari merupakan salah satu jenis pariwisata yang populer dengan permintaan yang terus bertambah. Tren peningkatan wisata bahari, baik secara global maupun nasional, dapat memberi pengaruh yang baik terhadap upaya pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka yang sempat lesu pada tahun 1995 sampai dengan awal tahun 2000. 4) Pesatnya perkembangan internet dan teknologi Pesatnya perkembangan internet dan teknologi dapat memberi pengaruhbaik bagi pemasaran pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Pemasaran wisata bahari di Pulau Pramuka yang semula hanya bersifat mouth to mouth atau melalui pembicaran saja dan pamflet dari suku dinas pariwisata Kepulauan Seribu menjadi lebih luas lagi karena dapat melakukan pemasaran melalui internet. Perkembangan internet dan teknologi memberi dampak sangat besar terhadap pengurangan
biaya
pemasaran.
Penggunaan
internet
dapat
menjadi
diversifikasi cara pemasaran pariwisata bahari di Pulau Pramuka.
4.6.1.3 Kelemahan Terdapat tiga hal yang menjadi kelemahan dari pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Ketiga hal tersebut diuraikan lebih lanjut. 1) Strategi promosi belum jelas dan belum berorientasi pasar Didalam strategi promosi wisata bahari Pulau Pramuka belum ada penentuan target konsumen, segmentasi dan fokus posisi pasar yang jelas. Hal tersebut menyebabkan promosi yang dilakukan baik oleh pihak swasta melalui internet maupun oleh pihak dinas pariwisata melalui flyer atau selebaran
77
menjadi tidak optimal. 2) Fasilitas kurang lengkap Sarana penunjang di kawasan wisata Pulau Pramuka masih kurang optimal pengoperasiannya. Kawasan wisata Pulau Pramuka memiliki fasilitas berupa dua unit restoran, satu unit floating restaurant, lebih dari 20 unit penginapan (homestay) dan sebuah rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu, tetapi fasilitas di kawasan wisata Pulau Pramuka banyak mengalami kerusakan dan tidak penah diperbaiki. Di seluruh kawasan Kelurahan Pulau Panggang kurang mendapat pasokan listrik. Pasokan listrik di Pulau Pramuka hanya disokong oleh sebuah generator yang hanya bisa difungsikan selama 12 jam per hari sehingga menghambat upaya upaya pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 3) Rendahnya brand awareness Brand awareness atau citra diri dari wisata bahari Pulau Pramuka tidak terpromosikan dengan baik. Promosi yang dikedepankan oleh dinas pariwisata lebih sering tentang pariwisata pesisir Jakarta dan Pulau Pramuka hanya diklasifikasikan sebagai salah satu dari pariwisata pesisir Jakarta dengan informasi yang seadanya. Hal tersebut menyebabkan hanya wisatawan yang pernah mengunjungi Pulau Pramuka yang mengetahui informasi lengkap mengenai Pulau Pramuka.
4.6.1.4 Ancaman Terdapat tiga hal yang menjadi ancaman dari pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. Ketiga hal tersebut diuraikan lebih lanjut. 1) Peningkatan persaingan antar pulau Peraturan mengenai otonomi daerah menyebabkan peningkatan persaingan antar pulau di sektor pariwisata bahari di Kabupaten Kepulauan Seribu baik di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara maupun Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Sejumlah investor telah menanamkan modal di bidang pariwisata bahari di Kepulauan Seribu, sehingga meningkatkan
78
pendapatan di satu pulau dari bidang pariwisata bahari, namun hal ini dapat menjadi ancaman bagi pariwisata bahari di pulau lain. Sebagai contoh, pengembangan pariwisata bahari di Pulau Harapan dan Pulau Putri telah mematikan pariwisata bahari di Pulau Tidung dan mulai mengurangi pendapatan dari bidang pariwisata bahari di Pulau Pramuka. 2) Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia Berkembangnya pariwisata bahari di Pulau Pramuka memberi dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau
Pramuka
menyebabkan
penambahan
pembangunan
fasilitas
penginapan, namun tidak diikuti oleh pembangunan fasiitas pengolahan limbah dan pengelolaan lingkungan yang baik. Limbah yang berasal dari wisatawan seringkali mengotori lingkungan wisata Pulau Pramuka baik di darat maupun di air sehingga secara langsung member pengaruh buruk pada lingkungan sekitar Pulau Pramuka. 3) Tidak ada hukum yang mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di Pulau Pramuka Perizinan pembangunan usaha wisata di Pulau Pramuka sebenarnya belum ada hukum yang mengaturnya. Jumlah pembangunan usaha seringkali tidak mengindahkan jumlah sumberdaya yang tersedia baik lahan maupun sumberdaya yang lainnya, sehingga posisi penginapan di Pulau Pramuka menjadi terlalu berdempetan dan menimbulkan kesan kumuh di beberapa bagian pulau, khususnya bagian selatan dan timur pulau. Selain itu biaya jasa tour guide ilegal memiliki yang lebih rendah dibandingkan nelayan tour guide resmi membuat banyak pengusaha lebih memilih jasa tour guide ilegal dibanding nelayan tour guide yang memiliki izin resmi dari Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu.
4.6.2 Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation) dan IFE (Internal Factor Evaluation) Analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dilakukan dengan cara menentukan bobot dan rating yang disajikan dalam matriks IFE dan EFE. Penentuan bobot dan rating dilakukan oleh staf Suku Dinas Pariwisata Kabupaten
79
Administrasi Kepulauan Seribu dan staf Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 26 dan matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 26 Matriks IFE strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari Pulau Pramuka Faktor Strategi Internal Kekuatan : 1. Keindahan dan Kenyamanan Obyek Wisata 2. Lokasi obyek wisata dan Pulau Pramuka berdekatan 3. Sumberdaya alam yang potensial untuk wisata bahari 4. Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan 5. Nilai Ekonomi wisata besar Kelemahan : 1. Strategi promosi belum jelas dan belum berorientasi pasar 2. Fasilitas kurang lengkap 3. Rendahnya brand awareness Total Sumber : Diolah dari Lampiran 2 dan 3
Bobot
Rating
Skor
0,14 0,14 0,14 0,13 0,12
3 3 3 4 3
0,43 0,41 0,41 0,52 0,36
0,10 0,11 0,12
3 2 2
0,30 0,23 0,24
1,00
23
2,90
Tabel 27 Matriks EFE strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari Pulau Pramuka Faktor Strategi Eksternal Peluang : 1. Peningkatan Jumlah Wisatawan 2. Tingkat Pendidikan Wisatawan Menengah Keatas 3. Tren wisata bahari yang meningkat baik secara global maupun nasional 4. Pesatnya perkembangan internet dan teknologi Ancaman : 1. Peningkatan persaingan antar pulau 2. Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia 3. Tidak ada hukum yang mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di Pulau Pramuka Total Sumber : Diolah dari Lampiran 2 dan 3
Bobot
Rating
Skor
0,17 0,13 0,14 0,16
3 3 4 4
0,50 0,38 0,57 0,64
0,15 0,11 0,15
2 3 2
0,30 0,32 0,30
1,00
21
3,01
Berdasarkan hasil pengolahan faktor-faktor internal menunjukkan total skor 2,8961 dan hasil pengolahan faktor-faktor eksternal menunjukkan total skor 3,0066. Total skor matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) yang menunjukkan angka diatas 2,5 memiliki arti bahwa 80
kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh potensi perikanan tangkap didalam pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka mampu mengatasi kelemahan dan ancaman yang ada. Dari hasil analisis pada matriks IFE dan EFE, kemudian dilihat posisi kuadran dari strategi pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dalam diagram analisis SWOT (Gambar 28). Posisi kuadran tersebut diperoleh dengan menghitung selisih total skor peluang dan ancaman yang dijadikan titik pada sumbu vertikal, dan selisih total skor kekuatan dan kelemahan yang dijadikan titik pada sumbu horizontal. Hasil perhitungan selisih total skor diperoleh ordinat (1,3647;1,1732) yang terletak pada kuadran 1. Posisi kuadran 1 menunjukkan bahwa potensi perikanan tangkap menjadi kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dengan mendukung kebijakan pengembangan dengan strategi agresif. Strategi agresif yang digunakan bertujuan untuk mengoptimalkan peluang wisata bahari yang ada dengan kekuatan sumberdaya Pulau Pramuka.
Peluang
(1,3647;1,1732)
Kelemahan
Kekuatan
Ancaman Sumber : Diolah dari Tabel 26 dan 27
Gambar 28 Diagram analisis SWOT potensi perikanan tangkap terhadap pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka
81
4.6.3 Analisis SWOT Matriks SWOT dari pembuatan strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 28. Formulasi alternatif strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari di Pulau Pramuka dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT (Tabel 28). Dari matriks SWOT kemudian dilakukan perankingan (Tabel 29). Dari hasil perankingan pada Tabel 29, diperoleh tiga prioritas strategi dengan ranking tertinggi. Ketiga strategi yang dapat diajukan dalam pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka ialah : 1) Peningkatan kualitas pariwisata Pulau Pramuka agar lebih memenuhi standar pariwisata. Implikasi dari alternatif strategi ini ialah : (a) Peningkatan fasilitas keamanan dan kesehatan, agar wisatawan dapat berwisata dengan aman dan nyaman. (b) Peningkatan penggunaan peralatan keselamatan (safety gear) pada setiap unit penangkapan yang digunakan dalam kegiatan pariwisata bahari di Pulau Pramuka. (c) Peningkatan penjagaan kualitas lingkungan wisata Pulau Pramuka agar keindahan dan kenyamanan wisata di Pulau Pramuka tetap terjaga. 2) Penambahan atraksi wisata dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik. Implikasi dari alternatif strategi ini ialah : (a) Pemanfaatan tempat pelelangan ikan (TPI) Pulau Pramuka sebagai obyek wisata. (b) Pemanfaatan kegiatan operasional unit penangkapan ikan bukan hanya sebagai transportasi menuju area snorkeling dan diving, tetapi juga sebagai atraksi wisata penangkapan ikan. (c) Pengembangan kegiatan Marine Festival menjadi acara tahunan. 3) Melakukan strategi pemasaran wisata dengan targeting dan positioning tertentu. Implikasi dari alternatif strategi ini ialah : (a) Memanfaatkan kemampuan finansial konsumen baik dari segmen menengah keatas maupun segmen menengah kebawah dengan cara
82
menawarkan kegiatan wisata yang dikemas kedalam paket-paket kegiatan wisata yang sesuai dengan keinginan dan keuangan wisatawan. (b) Memasarkan wisata Pulau Pramuka tidak hanya melalui Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu, tetapi juga melakukan pemasaran melalui media elektronik seperti internet. Pemasaran kegiatan pariwisata melalui internet (pasca 2008) terbukti lebih mampu menarik wisatawan baik domestik maupun internasional untuk datang ke Pulau Pramuka dibanding pemasaran melalui Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu (pra 2008).
Tabel 28 Matriks SWOT pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari di Pulau Pramuka
IFAS
EFAS
Peluang (Opportunity): 1. Peningkatan Jumlah Wisatawan 2.Tingkat Pendidikan Wisatawan Menengah Keatas 3.Tren wisata bahari yang meningkat baik secara global maupun nasional 4.Pesatnya perkembangan internet dan teknologi Ancaman (threat) : 1. Peningkatan persaingan antar pulau 2. Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia 3. Tidak ada hukum yang mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di Pulau Pramuka
Kekuatan (Strength): 1. Keindahan dan Kenyamanan Obyek Wisata 2. Lokasi obyek wisata dan Pulau Pramuka berdekatan 3. Sumberdaya alam yang potensial untuk wisata bahari 4. Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan 5. Nilai Ekonomi wisata besar
Kelemahan (Weakness): 1. Strategi promosi belum jelas dan belum berorientasi pasar 2. Fasilitas kurang lengkap 3. Rendahnya brand awareness
Strategi SO
Strategi WO
SO1 Peningkatan kualitas pariwisata Pulau Pramuka agar lebih memenuhi standar pariwisata (S1, S2, S3, S4, S5, O3, O4) SO2 Penambahan atraksi wisata dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik (S1, S2, S3, S4, O2,O3) Strategi ST
WO1 Melakukan strategi pemasaran wisata dengan targeting dan positioning tertentu (W1,W2, O1, O2, O3, O4) WO2 Meningkatkan kualitas fasilitas Pulau Pramuka agar lebih memenuhi standar pariwisata (W1,W2, O1, O2, O3) Strategi WT
ST1 Meningkatkan kualitas SDM dalam bidang pariwisata bahari demi kepuasan pengunjung (S4, S5, T1) ST2 Pembuatan perizinan yang jelas untuk mengatur usaha wisata bahari milik swasta, sehingga wisatawan terhindar dari pemilik usaha wisata ilegal. (S5, T2, T3)
WT1 Meningkatkan promosi produk wisata yang menjadi ciri khas Pulau Pramuka sehingga dapat bersaing dengan pulau lain (W1,W3, T1)
83
Tabel 29 Perankingan alter natif strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari di Pulau Pramuka Alternatif
Keterkaitan unsur
strategi
SWOT
SO1 SO2 WO1
S1, S2, S3, S4, S5, O3, O4 S1, S2, S3, S4, O2,O3 W1,W2, O1, O2, O3, O4 W1,W2, O1, O2, O3
WO2 ST1 ST2 WT1
S4, S5, T1 S5, T2, T3 W1,W3, T1
Nilai
0,4326+0,4053+0,4053+0,5224+ 0,3548+0,5716+0,6432=3,3352 0,4326+0,4053+0,4053+0,5224+ 0,3750+0,5716=2,7122 0,2973+0,2252+0,5001+0,3750+ 0,5716+0,6432=2,6124 0,2973+0,2252+0,5001+0,3750+ 0,5716=1,9692 0,5224+0,3548+0,2976=1,1748 0,3548+0,3213+0,2978=0,9739 0,2973+0,2252+0,2976=0,8201
Ranking
1 2 3 4 5 6 7
Sumber : Diolah dari tabel 28
84
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1)
Perkembangan peranan perikanan tangkap di dalam perekonomian Kepulauan Seribu pada tahun 2002-2006 memiliki trend yang menurun, tetapi pada tahun 2004-2006 mulai terjadi peningkatan sedikit demi sedikit. Unit penangkapan yang dominan terdapat di Pulau Pramuka ialah payang, jaring ikan hias, bubu tambun dan pancing gandar. Operasi penangkapan ikan dilakukan mulai dari wilayah perairan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara hingga seluruh wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Seribu.
2)
Fungsi permintaan wisata di Pulau Pramuka ialah : Q = 2,248 – 0,0000000215X1 – 0,20161 X2 – 0,000000267 X3 – 0,03194 X4 + 0,0709 X5 – 0,17009 X6 + 0,00000342 X7 atau Q = 1,5561 – 0,0000000215X1 Nilai surplus konsumen yang didapat
adalah Rp50.055.848,68. Nilai
Ekonomi Total (NET) yang diperoleh ialah Rp1.345.481.190.178,93. 3)
Permintaan wisata di Pulau Pramuka dipengaruhi oleh biaya perjalanan, lama kunjungan, pendapatan, manfaat wisata, nilai keindahan, nilai kenyamanan dan nilai kunjungan wisata. Biaya perjalanan merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap permintaan wisata di Pulau Pramuka.
4)
Tiga strategi yang dapat dilaksanakan untuk memaksimalkan potensi perikanan tangkap di dalam pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka, yaitu peningkatan kualitas pariwisata Pulau Pramuka agar lebih memenuhi
standar
pariwisata,
penambahan
atraksi
wisata
dengan
memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik, serta melakukan strategi pemasaran wisata dengan targeting dan positioning tertentu.
5.2
Saran Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan Pemerintah Daerah
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dapat melakukan pengelolaan pengembangan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dengan memanfaatkan potensi
dari kegiatan perikanan tangkap di Pulau Pramuka melalui sosialisasi metode penangkapan ikan menggunakan unit penangkapan ikan yang ada di Pulau Pramuka
sebagai
atraksi
wisata.
Pengelolaan
tersebut
nantinya
dapat
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat Pulau Pramuka. Model regresi linier di dalam penelitian ini ternyata tidak layak digunakan untuk prediksi fungsi permintaan, maka sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan analisis Weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedasitas) dan dengan menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas.
86
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Sumberdaya Laut dan Pesisir. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Hal 3-4 [BPS] Badan Pusat Statistik Adm. Kep. Seribu. 2008. Kepulauan Seribu Dalam Angka (2007). Jakarta: BPS Adm. Kep. Seribu. Badan Pusat Satistik. 170 hal. . 2010. Kepulauan Seribu Dalam Angka (2009). Jakarta.: BPS Adm. Kep. Seribu. Badan Pusat Satistik. 190 hal. Damardjati RS. 2006. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Cetakan Ketujuh. Edisi Revisi. Jakarta: PT PradnyaParamita. Hal 159. David FR. 2003. Strategic Management Concepts and Cases, 10th ed. New Jersey: Pearson Education Inc. P: 150-151 Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2008. Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta.170 hal. Dinas Perikanan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2008. DKI Jakarta Tahun 1992-2007. DKI Jakarta: Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 62 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2006. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal PHKA. 2009. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Jakarta: Direktorat Jenderal PHKA Departemen Kehutanan. Diunduh Dari http://ditjenphka.go.id [19 September 2009]. Grigalunas TA, Robert JJ, James AO. 1998. Natural Resources Damage Assesment Manual for Tropical Ecosystem. International Maritime Organization. Gujarati DN. 1997. Ekonometrika Dasar. Zain S. Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Basics Econometrics. 1024 hal. Kinnear TL dan Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Approach 4th ed. USA : McGraw Hill. Juniarti R. 1995. Studi Tentang Uji Coba Bagan Apung dengan Bouke ami di Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.120 hal.
87
Middleton VTC. 1994. Marketing In Travel and Tourism, 2nd ed. Oxford : Butterworth-Heinemann Ltd. P: 36-37. Monintja DR. 1989. Perikanan Tangkap di Indonesia. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 47 hal. Mukhtar. 2005. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan. Kendari: Fakultas Perikanan. Universitas Muhamadiyah Kendari. Diunduh dari http://mukhtarapi.blogspot.com [19 September 2009]. Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 74-75 hal. Noor A. 2004. Solusi Alternatif Pembangunan yang Berkelanjutan di Kawasan Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 210 Hal. Nurita D. 2004. Analisis Permintaan Rekreasi dan Strategi Pengembangan Wisata Bahari “Pantai Kalianda Resort” Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Program Studi Manajemen Bisnis & Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2006. Laporan Tahunan 2006 Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu. DKI Jakarta : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. . 2008. Laporan Tahunan 2008 Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu. DKI Jakarta : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pitcher TC dan C Hollingworth. 2002. Fishing for Fun : Where`s The Catch. Di dalam : Pitcher TC dan C Hollingworth, editor. Recreational Fisheries : Ecological, Economic and Social Evaluation. Oxford : Blackwell Science Ltd. P: 1. Proyeksi Mercator Selat Sunda-Tanjung Priok. 1993. Atlas Indonesia. Jakarta: TNI Angkatan Laut. Dinas Hidro Oseanografi. Puspita. 2008. Efisiensi Teknis Unit Penangkapan Muroami dan Kemungkinan Pengembangannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 5-10. Putra AG. 2009. Sinergitas Perikanan Tangkap Dengan Pariwisata Bahari di Pelabuhan Ratu, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 113 hal. Putri FW. 2008. Analisis Permintaan Rekreasi Pantai Parangtritis Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen
88
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 130 hal.
Ilmu
Ramli N. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Grafindo. Hal: 4950. Rangkuti F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 18-35 Raspati RP. 2008. Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 7-10. Santoso S. 2000. Buku latihan SPSS Versi 11.5 : Statistik Parametrik. Jakarta: Gramedia. Saptaji T. 2005. Hasil Tangkapan Utama dan Sampingan Unit Penangkapan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi. [Skripsi] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.70 hal. Sobari MP dan E Anggaraini. 2008. Teknik Penilaian Ekonomi Sumberdaya Kawasan dengan Pendekatan Travel Cost Method. Modul Pelatihan Penilaian Sumberdaya Kawasan dan Lahan (13-22 Oktober 2008). Bogor: Kerjasama antara Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Hal 3-15. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2005. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Panjang. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 5 hal. . 2006. Bentuk Baku Konstruksi Jaring Insang Dasar Monofilamen. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 5 hal. . 2008. Istilah dan Definisi – Bagian 4 : Pancing. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 5 hal. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Nomor 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 248 hal. Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu. 2010. Laporan Kunjungan Wisata Kepulauan Seribu Utara 2007-2009. Jakarta: Dinas Pariwisata DKI Jakarta. 3 hal. Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepuluan Seribu. 2008. Laporan Tahunan. Jakarta: Suku Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Sulistianto E. 2010. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Di Kawasan Perairan Kota Bontang. [Tesis] (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 158 hal. 89
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tentang perubahan fungsi cagar alam laut Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional dan unit Taman Nasional. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang penetapan fungsi Taman Nasional Kepulauan Seribu. [TFB] Tartar Fishing Brigade. 2008. Peta Kepulauan Seribu P1000. Jakarta: TarTar Fishing Brigade. Diunduh Dari http://tartarfishing.blogspot.com [5 Agustus 2010]. Undang-Undang Republik kepariwisataan.
Indonesia
Nomor
10
Tahun
2009
tentang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan. von Brandt A. 2005. Fish Catching Methods of The World. London: WileyBlackwell. 523p. Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika Edisi Ke 3: Bambang S. Penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari Introduction to Statistics 3rd edition. 516 hal. Yoeti OA. 2006. Tours and Travel Marketing. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Hal 107-118.
90
LAMPIRAN
Lampiran 1 Fishing ground Pulau Pramuka
91
Lampiran 2 Rekapitulasi data responden di kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010
No
Nama
Umur (tahun)
Jenis Kelamin
Daerah Asal
Tingkat Pendidikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rosnidar Lukman Wati Arman Ningrum Michelle Hafidi Raditya Phillipe Bonnie Pohan Elviza Edi Mila Siti Arum Dorthy Ninda Aldi Deni Nunung Pepin Yogi Zuliani Setiawan Salmul Wilis Erick Ozzy Baskoro
49 36 45 32 22 28 50 19 29 26 58 55 29 20 25 26 56 18 29 20 38 24 20 20 25 26 24 28 19 24
P L P L P P L L L P L P L P P P P P L L P L L L L P P L L L
Aceh Jakarta Ciamis Cilegon Tangerang Amerika Ponorogo Tangerang Berlin Berlin Tangerang Padang Purwodadi Bogor Tangerang Jakarta Medan Tangerang Tasik Bekasi Jakarta Bavaria Jakarta Tangerang Tangerang Bogor Bogor Manhattan Jakarta Tangerang
S1 S1 S1 S1 D3 S2 S1 SMA S2 S2 S2 S1 SMA SMA S1 SMA S1 SMA SMA SMA S1 S1 SMA SMA S1 S1 D3 S2 SMA S1
Pendapatan (Rp) 5000000 3500000 4000000 3000000 1500000 8000000 6000000 800000 20000000 18000000 7000000 8000000 2500000 2000000 3000000 1500000 7000000 800000 1500000 800000 4000000 10000000 1000000 1000000 2500000 2500000 2000000 15000000 900000 1800000
Lama Kunjungan (hari) 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3
Intensitas Kunjungan (kali/tahun) 1 1 1 1 2 1 1 2 3 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2
Biaya Perjalanan (Rp) 410000 401000 395000 583000 480000 400000 405000 350000 13500000 86000000 393000 495000 488000 367000 360000 490000 497000 372000 550000 350000 426000 6500000 350000 380000 450000 350000 300000 7800000 430000 535000
Manfaat Wisata Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Netral Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Netral Netral Netral Netral Positif Positif Netral Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif
Nilai Keindahan
Nilai Kenyamanan
Indah Indah Indah Indah Indah Indah Tidak indah Indah Indah Indah Tidak indah Tidak indah Indah Indah Indah Indah Tidak indah Tidak indah Indah Indah Tidak indah Indah Tidak indah Indah Tidak indah Indah Indah Indah Indah Indah
Nyaman Nyaman Nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman Nyaman Nyaman Tidak nyaman Nyaman Tidak nyaman Nyaman Tidak nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Tidak nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman Nyaman
Nilai Waktu Kunjungan (Rp) 333.333,33 233.333,33 266.666,67 200.000 100.000 533.333,33 400.000 533.333,33 2.000.000 1.800.000 466.666,67 533.333.33 166.666,67 133.333,33 200.000 100.000 466.666,67 53.333,33 100.000 53.333,33 266.666,67 1.000.000 66.666.67 66.666.67 166.666,67 166.666,67 133.333,33 1.000.000 60.000 180.000
Wisata Pengganti Ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada
92
Lampiran 3 Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh staf Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Tabel Penilaian Bobot Strategi Internal A B C D
Faktor Penentu Keindahan dan Kenyamanan Obyek Wisata Lokasi obyek wisata dan Pulau Pramuka berdekatan Sumberdaya alam yang potensial untuk wisata bahari Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan
A 0 2 2 2
B 2 0 2 2
C 2 2 0 2
D 2 2 2 0
E 2 2 2 2
F 3 3 3 2
G 3 3 2 2
H 3 2 2 2
Total 17 16 15 14
Bobot 0.1532 0.1441 0.1351 0.1261
E F G H
Nilai Ekonomi wisata besar Strategi promosi belum jelas dan belum berorientasi pasar Fasilitas kurang lengkap Rendahnya brand awareness
2 1 1 1
2 1 1 2
2 1 2 2
2 2 1 2
0 2 1 2
2 0 3 2
3 1 0 2
2 2 2 0
15 10 11 13 111
0.1351 0.0901 0.0991 0.1171 1
A
B
C
D
E
F
G
Total
Bobot
Total Tabel Penilaian Bobot Strategi Eksternal Faktor Penentu A
Peningkatan Jumlah Wisatawan
0
2
2
2
2
3
2
13
0.1548
B
Tingkat Pendidikan Wisatawan Menengah Keatas
2
0
2
2
3
2
1
12
0.1429
C
Tren wisata bahari yang meningkat baik secara global maupun nasional
2
2
0
2
2
3
2
13
0.1548
D
Pesatnya perkembangan internet dan teknologi
2
2
2
0
3
3
2
14
0.1667
E
Peningkatan persaingan antar pulau
2
1
2
1
0
1
3
10
0.1190
F
Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia Tidak ada hukum yang mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di Pulau Pramuka
1
2
1
1
3
0
1
9
0.1071
2
3
2
2
1
3
0
13
0.1548
84
1
G
Total
93
Lampiran 4 Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Kepala Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Tabel Penilaian Bobot Strategi Internal A B C D
Faktor Penentu Keindahan dan Kenyamanan Obyek Wisata Lokasi obyek wisata dan Pulau Pramuka berdekatan Sumberdaya alam yang potensial untuk wisata bahari Produk bervariasi dengan kualitas yang cukup baik
A 0 2 2 2
B 2 0 2 2
C 2 2 0 2
D 2 2 2 0
E 2 2 2 2
F 2 2 3 3
G 2 2 2 2
H 3 2 2 2
Total 15 14 15 15
Bobot 0.1351 0.1261 0.1351 0.1351
E F G H
Nilai Ekonomi wisata besar Strategi promosi belum jelas dan belum berorientasi pasar Fasilitas kurang lengkap Rendahnya brand awareness
2 2 2 1
2 2 2 2
2 1 2 2
2 1 1 2
0 3 3 2
1 0 3 2
1 1 0 3
2 2 1 0
12 12 14 14 111
0.1081 0.1081 0.1261 0.1261 1
Total Tabel Penilaian Bobot Strategi Eksternal Faktor Penentu
A
B
C
D
E
F
G
Total
Bobot
A
Peningkatan Jumlah Wisatawan
0
3
3
2
2
3
2
15
0.1786
B
1
0
2
2
1
2
1
9
0.1071
C
Tingkat Pendidikan Wisatawan Menengah Keatas Tren wisata bahari yang meningkat baik secara global maupun nasional
1
2
0
2
1
3
2
11
0.1310
D
Pesatnya perkembangan internet dan teknologi
2
2
2
0
2
3
2
13
0.1548
E
Peningkatan persaingan antar pulau
2
3
3
2
0
2
3
15
0.1786
F
Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia Tidak ada hukum yang mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di Pulau Pramuka
1
2
1
1
2
0
2
9
0.1071
2
3
2
2
1
2
0
12
0.1429
84
1
G
Total
94
Lampiran 5 Hasil regresi SPSS for Windows 19.0.039 dengan menggunakan Pendekatan Individu
Descriptive Statistics Mean Intensitas Kunjungan
Std. Deviation
N
1,4667
0,57135
30
Biaya Perjalanan
4160233,3333
15720514,16129
30
Lama Kunjungan
2,1333
0,34575
30
4820000,0000
5060829,97146
30
Manfaat Wisata
2,4667
0,77608
30
Nilai Keindahan
1,7333
0,44978
30
Nilai Kenyamanan
1,8000
0,40684
30
376666,6667
482028,75862
30
Pendapatan
Nilai Waktu Kunjungan
Correlations
Pearson Correlation
Intensitas
Intensitas
Biaya
Lama
Kunjungan
Perjalanan
Kunjungan
Pendapatan Manfaat Wisata
Nilai Keindahan
Nilai
Nilai Waktu
Kenyamanan
Kunjungan
1,000
-0,101
0,198
0,019
0,036
0,098
-0,030
0,091
Biaya Perjalanan
-0,101
1,000
0,570
0,621
0,168
0,146
-0,342
0,689
Lama Kunjungan
0,198
0,570
1,000
0,601
0,274
0,237
-0,049
0,719
Pendapatan
0,019
0,621
0,601
1,000
0,051
0,034
-0,082
0,977
Manfaat Wisata
0,036
0,168
0,274
0,051
1,000
0,566
0,306
0,117
Nilai Keindahan
0,098
0,146
0,237
0,034
0,566
1,000
0,075
0,094
-0,030
-0,342
-0,049
-0,082
0,306
0,075
1,000
-0,104
0,091
0,689
0,719
0,977
0,117
0,094
-0,104
1,000
0,000
0,298
0,147
0,460
0,425
0,302
0,438
0,316
Biaya Perjalanan
0,298
0,000
0,001
0,000
0,188
0,221
0,032
0,000
Lama Kunjungan
0,147
0,001
0,000
0,000
0,071
0,104
0,398
0,000
Pendapatan
0,460
0,000
0,000
0,000
0,394
0,429
0,334
0,000
Manfaat Wisata
0,425
0,188
0,071
0,394
0,000
0,001
0,050
0,268
Nilai Keindahan
0,302
0,221
0,104
0,429
0,001
0,000
0,346
0,310
Nilai Kenyamanan
0,438
0,032
0,398
0,334
0,050
0,346
0,000
0,292
Nilai Waktu
0,316
0,000
0,000
0,000
0,268
0,310
0,292
0,000
Kunjungan
Nilai Kenyamanan Nilai Waktu Kunjungan Sig. (1-tailed)
Intensitas Kunjungan
Kunjungan
95
Lampiran 5 (Lanjutan) N
Intensitas
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Biaya Perjalanan
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Lama Kunjungan
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Pendapatan
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Manfaat Wisata
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Nilai Keindahan
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Nilai Kenyamanan
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Nilai Waktu
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Kunjungan
Kunjungan
Variables Entered/Removed
b
Variables Model
Variables Entered
1
Nilai Waktu
Removed
Method . Enter
Kunjungan, Nilai Keindahan, Nilai Kenyamanan, Manfaat Wisata, Lama Kunjungan, Biaya Perjalanan, Pendapatan a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Intensitas Kunjungan
96
Lampiran 5 (Lanjutan) b
Model Summary
Change Statistics
Model
R
1
0,510a
Adjusted
Std. Error of
R Square
R Square R Square
the Estimate
Change
0,260
0,024
0,565
F Change
0,260
1,103
df1 7,000
df2
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
22,000
0,396
1,660
a. Predictors: (Constant), Nilai Waktu Kunjungan, Nilai Keindahan, Nilai Kenyamanan, Manfaat Wisata, Lama Kunjungan, Biaya Perjalanan, Pendapatan b. Dependent Variable: Intensitas Kunjungan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2,459
7,000
0,351
Residual
7,007
22,000
0,319
Total
9,467
29,000
F
Sig.
1,103
0,396
a
a. Predictors: (Constant), Nilai Waktu Kunjungan, Nilai Keindahan, Nilai Kenyamanan, Manfaat Wisata, Lama Kunjungan, Biaya Perjalanan, Pendapatan b. Dependent Variable: Intensitas Kunjungan
97
Lampiran 5 (Lanjutan) Coefficients
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
1
(Constant)
Std. Error
Beta
a
Correlations t
Sig.
Zero-order
Partial
Collinearity Statistics Part
Tolerance
VIF
2,248
1,327
1,694
0,104
Biaya Perjalanan
-2,149E-8
0,000
-0,591
-2,009
0,057
-0,101
-0,394
-0,369
0,389
Lama Kunjungan
-0,202
0,597
-0,122
-0,338
0,739
0,198
-0,072
-0,062
0,258
3,881
-2,674E-7
0,000
-2,368
-1,917
0,068
0,019
-0,378
-0,352
0,022
45,346
Manfaat Wisata
-0,032
0,182
-0,043
-0,175
0,863
0,036
-0,037
-0,032
0,549
1,822
Nilai Keindahan
0,071
0,287
0,056
0,247
0,807
0,098
0,053
0,045
0,659
1,518
-0,170
0,308
-0,121
-0,552
0,586
-0,030
-0,117
-0,101
0,699
1,430
3,421E-6
0,000
2,886
1,975
0,061
0,091
0,388
0,362
0,016
63,463
Pendapatan
Nilai Kenyamanan Nilai Waktu
2,574
Kunjungan a. Dependent Variable: Intensitas Kunjungan
Collinearity Diagnostics
a
Variance Proportions Condition Eigenvalue
Index
(Constant)
Biaya
Lama
Perjalanan
Kunjungan
Nilai Pendapatan Manfaat Wisata
Nilai Waktu
Model
Dimension
Nilai Keindahan Kenyamanan
1
1
6,148
1,000
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Kunjungan 0,00
2
1,381
2,110
0,00
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
0,340
4,253
0,00
0,52
0,00
0,01
0,01
0,00
0,00
0,01
4
0,056
10,464
0,02
0,10
0,01
0,00
0,38
0,09
0,06
0,00
5
0,038
12,670
0,00
0,06
0,01
0,00
0,24
0,46
0,27
0,00
6
0,021
17,034
0,01
0,16
0,09
0,03
0,21
0,39
0,42
0,02
7
0,014
21,011
0,09
0,01
0,04
0,24
0,17
0,05
0,25
0,17
8
0,002
51,189
0,88
0,04
0,86
0,72
0,00
0,01
0,00
0,80
a. Dependent Variable: Intensitas Kunjungan
98
Lampiran 5 (Lanjutan) Residuals Statistics Minimum Predicted Value
Maximum
a
Mean
Std. Deviation
N
0,794
2,554
1,467
0,291
30,000
-2,310
3,734
0,000
1,000
30,000
0,147
0,563
0,267
0,118
30,000
Adjusted Predicted Value
-0,629
5,548
1,463
0,967
30,000
Residual
-0,957
0,740
0,000
0,492
30,000
Std. Residual
-1,696
1,311
0,000
0,871
30,000
Stud. Residual
-2,079
2,141
0,060
1,110
30,000
Deleted Residual
-4,548
3,275
0,004
1,309
30,000
Stud. Deleted Residual
-2,265
2,352
0,069
1,152
30,000
Mahal. Distance
1,002
27,927
6,767
7,196
30,000
Cook's Distance
0,004
8,088
0,501
1,618
30,000
Centered Leverage Value
0,035
0,963
0,233
0,248
30,000
Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value
a. Dependent Variable: Intensitas Kunjungan
99
Lampiran 6 Perhitungan surplus konsumen dengan menggunakan software MS Excel 2007
Regression Statistics Multiple R 0,509685763 R Square 0,259779577 Adjusted R Square 0,024254896 Standard Error 0,564374956 Observations
ANOVA
30
df
SS
MS
Regression Residual
7 22
2,45925 7,00742
Total
29
9,46667
F
0,351321 1,102982 0,318519
Significance F 0,395559496
Intercept X Variable 1 X Variable 2 X Variable 3 X Variable 4 X Variable 5 X Variable 6
Coefficients 2,248212256 -2,14871E-08 -0,201611981 -2,67354E-07 -0,031937761 0,070970551 -0,170095138
Standard Error t Stat P-value 1,32747803 1,693597 0,104455 1,06951E-08 -2,00907 0,056957 0,597123228 -0,33764 0,738836 1,3945E-07 -1,9172 0,068289 0,182262506 -0,17523 0,862502 0,287100297 0,247198 0,807047 0,308084527 -0,55211 0,586442
X Variable 7
3,42089E-06
1,73204E-06 1,975064 0,060941
Rata-rata Biaya Perjalanan (X1)
= 4.106.233,33
Rata-rata Lama Kunjungan (X2)
= 2,13
Rata-rata Pendapatan (X3)
= 4.820.000
Rata-rata Manfaat Wisata (X4)
= 2,47
Rata-rata Nilai Keindahan (X5)
= 1,73
Rata-rata Nilai Kenyamanan (X6)
= 1,8
Rata-rata Nilai Waktu Kunjungan (X7)
= 376.666,67
100
Lampiran 6 (Lanjutan) Q = 2,248 – 0,0000000215 X1 – 0,20161 X2 – 0,000000267 X3 – 0,03194 X4 + 0,0709 X5 – 0,17009 X6 + 0,00000342 X7 Q = 2,248 – 0,0000000215B – 0,20161(2,13) – 0,000000267(4820000) – 0,03194(2,47) + 0,0709(1,73) – 0,17009(1,8) + 0,00000342(376666,67) = 1,5561
0,0000000215
B=0 Q = 1,5561 – 0,0000000215 (0)
Q = 0 Q + 0,0000000215B = 1,5561
Q = 1,5561
0,0000000215B = 1,5561 B = 1,5561 / 0,0000000215 = 72.418.208,81
B = 4.106.233,33 Q = 1,5561 - 0,0000000215 (4.106.233,33) = 1,4667
101
Lampiran 6 (Lanjutan)
CS =
1
(B - Bi) Qi = 2
1 2
(72.418.208,81 - 4.106.233,33) x 1,4667
= 50.055.848,68
NET = CS x PV = 50.055.848,68 x 26.880 = 1.345.481.190.178,93
102
Lampiran 7 Unit penangkapan bubu tambun
Kapal
Badan bubu tambun
Blongsong bubu tambun
103
Lampiran 8 Unit penangkapan jaring ikan hias
Kapal
Serok (Blewang)
Badan Jaring
Wadah (Dongdang)
104
Lampiran 9 Unit penangkapan pancing
Kapal
Mata Pancing
Gulungan Benang Pancing
105
Lampiran 10 Obyek wisata Pulau Pramuka
Gerbang Pulau Pramuka
Jetty Pulau Pramuka
106
Lampiran 10 (Lanjutan)
Rumah Daur Ulang
Taman Bacaan
Penginapan 1
Penginapan 2
Dermaga Pulau Pramuka
Kapal Transportasi Jakarta-P. Pramuka
107
Lampiran 10 (Lanjutan)
Floating Restaurant
Penangkaran Penyu Sisik
Penyu Sisik (Hawksbill Turtle) Remaja
Kapal Transportasi Snorkling
Wadah Bayi Penyu Sisik
Transplantasi Karang
108
Lampiran 10 (Lanjutan)
Budidaya Mangroove
Penangkaran Cucut
Pelepasan Cucut
109
Lampiran 10 (Lanjutan)
Pulau Air
Pulau Semak Daun
Karang Keling Cetek
Karang Keling Dalam
Karang Pulau Air
110