KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU
Oleh : HESTI WORO TRIUTAMI I34051032
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Abstract Hesti Woro Trutami. I34051032. Involve of Pramuka’s Island Community towards Ecotourism Exertion in Kepulauan Seribu. (Supervised by SOERYO ADIWIBOWO) One of natural resource management form which is becoming a public attention recently is ecotourism exertion. Several nation park has developed this ecotourism activities. For instance, is “Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu”. The utilization opportunities of the ecotourism area depends on accses and control patterns that given by national park to involve community’s participation in managing ecotourism areas, so that ecotourism can give economic and ecological benefits to community at the same time. This reaserch was review about community’s participation level in ecotourism exertion and the economic and ecoligic benefit for the community in Pramuka Island, Kepulauan Seribu.
Key words: ecotourism, community, participation, economic, ecologic
RINGKASAN HESTI WORO TRIUTAMI. Keterlibatan Warga Pulau Pramuka dalam Usaha Ekowisata di Kepulauan Seribu. SOERYO ADIWIBOWO. Perkembangan pariwisata yang amat pesat dewasa ini cenderung melaju ke arah spesifikasi minat wisatawan terhadap jenis perjalanan atau jenis wisata yang dilakukan. Salah satu jenis wisata yang akhir-akhir ini semakin mendapatkan perhatian dan banyak dilakukan adalah ekowisata. Beberapa destinasi dari taman nasional mencoba untuk mengembangkan ekowisata ini. Salah satunya adalah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Hal ini menunjukkan potensi obyek yang terdapat dalam kawasan konservasi dapat dijadikan sebagai pilihan tujuan wisata alam yang menarik. Kawasan pariwisata dipandang memiliki keunggulan dalam hal peningkatan nilai tambah dalam hal merangsang pertumbuhan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah tujuan ekowisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan pengembangan ekowisata. Agar pengembangan ekowisata dapat berkelanjutan dan efektif, pandangan dan harapan masyarakat setempat memiliki hak mutlak dan akses terhadap kawasan ekowisata, pengembangan ekowisata lestari tidak akan terwujud apabila penduduk setempat merasa diabaikan. Peluang masyarakat dalam mengakses kawasan tergantung pada sejauhmana struktur akses dan kontrol dari Taman Nasional dapat membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola kawasan ekowisata. Peluang akses terhadap kawasan ekowisata yang didapatkan masyarakat ternyata mampu menumbuhkan peluang ekonomi. Salah satunya adalah usaha ekowisata yang dikelola oleh kelompok swadaya masyarakat. Kegiatan usaha dalam bidang ekowisata yang terbentuk di masyarakat ini menimbulkan manfaat bagi kehidupan masyarakat, diantaranya adalah manfaat ekologi dan ekonomi. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam usaha ekowisata di Kepulauan Seribu dan untuk mengetahui manfaat ekonomi bagi warga Pulau Pramuka dan Manfaat Ekologi bagi Kepulauan Seribu akibat keterlibatan warga tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survei yang dilengkapi dengan metode wawancara dengan informan, dan observasi. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta. Lokasi ini dipilih secara purposive (sengaja) karena pulau ini berada di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (zona pemukiman) yang tengah giat menyelenggarakan usaha ekowisata. Responden yang diambil sebanyak 20 orang yang berasal dari 2 kelompok usaha pemandu wisata yang ada di Pulau Pramuka. Teknik pengambilan responden dilakukan dengan metode purposive sampling Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan reponden adalah SMA dan sebagian besar dari reponden masih berstatus aktif sebagai pelajar. Bagi responden pelajar, rata-rata pendapatan mereka adalah Rp. 200.000,00-Rp. 700.000,00. Sedangkan sisanya adalah repsonden yang berkerja dalam usaha yang berkaitan dengan ekowisata dengan rata-rata pendapatan mencapai Rp. 500.000,00-Rp. 2.500.000,00. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan adanya tingkatan partisipasi pada tahapan kontrol masyarakat dalam mengembangkan usaha ekowisata. Hal ini dibuktikan salah satunya dari adanya inisiasi masyarakat membentuk Forum Rembug Warga yang salah satunya bertujuan untuk mengembangkan usaha ekowisata. Manfaat ekonomi yang didapatkan masyarakat dari kegiatan ekowisata ini adalah terbukanya peluang bekerja bagi para pemuda, sedangkan masnfaat ekologi yang dirasakan oleh masyarakat antara lain adalah semakin membaiknya kondisi terumbu karang di kawasan Pulau Pramuka akibat adanya kegiatan transplantasi karang.
KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU
Oleh : HESTI WORO TRIUTAMI I34051032
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama
:
Hesti Woro Trutami
NRP
:
I34051032
Departemen
:
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
:
Keterlibatan Warga Pulau Pramuka dalam Usaha Ekowisata di Kepulauan Seribu
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan
untuk memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembagan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor.
Menyetujui , Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal pengesahan:
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI
SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU” ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SEMUA DATA DAN INFORMASI YANG DIGUNAKAN TELAH DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA KEBENARANNYA.
Bogor, September 2009
Hesti Woro Triutami I34051032
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Hesti Woro Triutami yang dilahirkan pada tanggal 8 Juni 1987 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak (Alm.) Heru Santoso dan Ibu Sukesti. Pendidikan yang pertama kali ditempuh penulis adalah Tman Kanak-Kanak Tunas Harapan Bogor pada tahun 1992-1993. Kemudian penulis melanjutkan di Sekolah Dasar Mekarsari II Bogor pada tahun 1993-1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Depok pada tahun 1999-2002, dan Sekolah Menengah Umum 1 Ciputat pada tahun 20022005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan memilih Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, khususnya anggota kepanitiaan Event besar di IPB seperti Art IPB’s Days 2006 (AIDS 2006), Futsal Nasional tahun 2006 dan 2007, Indonesian Futsal League (IFL) 2007, COOL AND KEEN IN ART IPB CONTEST (COOKIES) 2007, Communication and Comunity Development Expo (COMMNEX) 2008 serta tergabung sebagai anggota Divisi Jurnalistik,
Himpunan
Mahasiswa
Peminat
Ilmu-ilmu
Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) 2007-2008.
Komunikasi
dan
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
”Pengembangan Usaha
Ekowisata: Partisipasi Masyarakat dan Manfaat Ekowisata bagi Kehidupan Masyarakat di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”. Dalam skripsi ini penulis mencoba mengkaji tipologi dan proses partisipasi masyarakat terhadap pengembangan usaha ekowisata serta manfaat ekowisata bagi kehidupan masyarakat di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun materi sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. selaku dosen pembimbing Studi Pustaka, serta pembimbing skripsi yang selama ini telah
memberikan
bimbingan dan arahan penuh kesabaran. 2.
Dosen penguji yaitu bapak Ir.Saharudin, MS dan Ir. Murdianto, MSi yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis.
3.
Orang tua dan kakak tercinta yang telah memberikan dukungan, perhatian dan semangat kepada penulis untuk melakukan segala aktivitas pendidikan. Terima kasih atas doanya
4.
Tantri, teman sekamarku, yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan perhatian selama penulis melakukan penelitian.
5.
Seluruh responden dan informan dalm penelitian ini.
ii
6.
Para Staf Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
7.
Teman-teman seperjuangan D3 Ekowisata IPB Angkatan 43, Universitas Nusa Bangsa dan PSP 42: Wawan, Dayu, Fajar, Hasbi, Abay, Ray, dan Nano. Terima kasih atas bantuan dalam melakukan penelitian, keceriaan yang diberikan, dan berbagai pengalaman yang diberikan kepada penulis selama penelitian.
8.
Sahabat-sahabat KPM 42 : Koe, Puty, Nits, Taye, Egi, Indah, dan yang lainnya yang sering saya repotkan. Vina dan Rio yang menjadi teman selama di Pulau Pramuka. Semoga persahabatan kita tidak hanya di masa perkuliahan saja.
9.
Aida, selaku rekan seperjuangan dan sebimbingan mulai dari Studi Pustaka sampai skripsi. Terima kasih atas dorongan, kritikan dan masukan untuk penulis.
10.
Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi ini. Oleh
karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Bogor, September 2009 Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................iii DAFTAR TABEL ....................................................................................................v DAFTAR GAMBAR................................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................4 1.4 Kegunaan Penelitian ...........................................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5 2.1 Ekowisata .............................................................................................................5 2.2 Perkembangan Ekowisata ....................................................................................11 2.3 Hubungan antara Ekonomi dan Konservasi dalam Ekowisata ............................15 2.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Ekowisata..........................................................17 2.5 Akses Masyarakat terhadap Kawasan Ekowisata ................................................28 2.6 Kerangka Pemikiran.............................................................................................29 2.7 Hipotesis Penelitian..............................................................................................31 2.7 Definisi Operasional.............................................................................................31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................33 3.1 Metode Penelitian ...............................................................................................33 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................................33 3.3 Penentuan Responden dan Informan...................................................................34 3.4 Teknik Pengumpulan Data..................................................................................35 3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...............................................................37 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................38 4.1 Keadaan Wilayah ................................................................................................38 4.2 Kondisi Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang ..........................................43 4.3 Karakteristik Responden di Pulau Pramuka .......................................................46 BAB V TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU DAN PELUANG EKOWISATA .........................................................................50 5.1 Sejarah Taman Nasional Luat Kepulauan Seribu ................................................50
iv
5.2 Karakteristik dan Keunikan Wilayah ...................................................................51 5.3 Wilayah dan Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu ....................................55 5.4 Peluang Ekowisata di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu..........................67 BAB VI KETERLIBATAN MASYARAKAT PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU .............................70 7.1 Perkembangan Kelompok Usaha Ekowisata di Pulau Pramuka ..........................70 7.2 Keterlibatan Masyarakat di Pulau Pramuka.........................................................89 BAB VII MANFAAT EKOWISATA SECARA EKOLOGI DAN EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI PULAU PRAMUKA ..................................84 8.1 Manfaat Ekonomi Ekowisata terhadap Peluang Kerja dan Peningkatan Pendapatan Responden .......................................................................................84 8.2 Manfaat Ekologi Ekowisata terhadap Rehabilitasi Karang ................................88 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................93 8.1 Kesimpulan ..........................................................................................................93 8.2 Saran.....................................................................................................................94 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................97 LAMPIRAN..............................................................................................................99
v
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks Tabel 1 Delapan Tingkatan Partisipasi Masyarakat menurut Arnstein (1969) .......21 Tabel 2 Jenis Data yang Diperlukan dalam Penelitian ...........................................36 Tabel 3 Luas Wilayah Pulau-pulau di Kelurahan Pulau Panggang ........................41 Tabel 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang...........................................44 Tabel 5 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin .................................................45 Tabel 6 Jumlah Jiwa dan KK di Tiap RW ..............................................................45 Tabel 7 Jumlah Penduduk di Tiap Pulau Pemukiman ............................................45 Tabel 8 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................................46 Tabel 9 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan .........................................46 Tabel 10 Atribut Individu Responden.......................................................................47 Tabel 11 Kegiatan yang dapat dilakukan di Taman Nasional menurut Zona menurut SK Dirjen PHKA nomor SK 05/IV-KK/2004 (diadaptasi berdasarkan PP No 68 Tahun 1998 dan Permenhut NoP.56/MenhutII/2006) ..............................................................................64 Tabel 12 Pola Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Kawasan TNLKpS ..................66 Tabel 13 Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Kepulauan Seribu ......................67 Tabel 14 Perkembangan Pengunjung Dolphin Ecotourism ......................................74 Tabel 15 Rata-rata Pendapatan Responden Umum (Non Pelajar) ............................86 Lampiran Tabel 1 Data Potensi Terumbu Karang di Seksi Wilayah III Pulau Pramuka ..........102 Tabel 2 Rekapitulasi Monitoring Pembangunan Kebun Induk (F0) Budidaya Karang Hias di Kepulauan Seribu pada Tanggal 5 Maret 2005....................103
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Gambar Gambar Gambar
1 2 3 4
Halaman Teks Kerangka pemikiran Partisipasi Masyarakat dalam Ekowisata ...........30 Pulau Pramuka dalam gugusan Kepulauan Seribu...............................39 Pulau Pramuka......................................................................................42 Peta Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Sesuai SK Dirjen PHKA Nomor : SK. 05/IV-KK/2004) .......................................57
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara ”megadiversity“ sumberdaya hayati
di dunia, kekayaan satwa dan flora yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati di nusantara ini adalah nyata. Keanekaragaman hayati merupakan aset bangsa yang harus dimanfaatkan secara bijak dan hati-hati agar tidak rusak dan berguna tidak hanya bagi negara Indonesia saja tetapi juga bagi negara lain. Konsep taman nasional muncul sebagai upaya untuk melakukan konservasi terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan pembangunan, konsep taman nasional juga mengalami perkembangan tidak hanya sebagai daerah konservasi saja maka diperkenalkanlah pariwisata alam sebagai perwujudan konsep ekowisata (Riyanto, 2005). Perkembangan pariwisata yang amat pesat dewasa ini cenderung melaju ke arah spesifikasi minat wisatawan terhadap jenis perjalanan atau jenis wisata yang dilakukan. Salah satu jenis wisata yang akhir-akhir ini semakin mendapatkan perhatian dan banyak dilakukan adalah “ekowisata”. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini. Salah satunya adalah Taman Nasional Kepulauan Seribu. Saat ini ada kecenderungan masyarakat untuk berwisata ke daerah yang masih asli dan alami. Hal ini menunjukkan peluang pemanfaatan kawasan konservasi sebagai pilihan tujuan wisata alam. Potensi obyek wisata alam yang berada dalam kawasan taman nasional dan kawasan pelestarian alam yang lain, apabila dikembangkan dengan baik akan dapat memberikan sumbangan
2
pendapatan bagi negara dan penciptaan lapangan kerja serta sumber pendapatan bagi masyarakat setempat (Riyanto, 2005). Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah tujuan ekowisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan perkembangan ekowisata. Peran serta masyarakat di dalam memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama ekowisata tidak dapat diabaikan. Hal yang terpenting adalah upaya memberdayakan masyarakat setempat dengan mengikutsertakan mereka dalam berbagai kegiatan ekowisata (Brandon, 1993 seperti dikutip oleh Sugiarti, 2000). Untuk itu pengelola harus dapat menghimbau masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif secara positif dalam perkembangan ekowisata dengan memelihara lingkungan di sekitar mereka. Agar perkembangan ekowisata dapat berjalan dengan baik, masyarakat setempat yang berada di sekitar daerah tujuan ekowisata seharusnya memiliki hak mutlak dan akses terhadap kawasan ekowisata, perkembangan ekowisata lestari tidak akan terwujud apabila penduduk setempat merasa diabaikan, dan hanya dimanfaatkan serta merasa terancam oleh kegiatan ekowisata. Menurut Ribot dan Peluso, 2003 seperti dikutip oleh Adiwibowo et al., 2009 akses diartikan sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu (the ability to derive benefits from things) dan dimaknai sebagai ”sekumpulan kekuasaan” (”a bundle of powers”) berbeda dengan properti yang memandang akses sebagai ”sekumpulan hak” (”bundle of rights”). Sehingga bila dalam studi properti ditelaah relasi properti utamanya yang berkenaan dengan klaim atas hak, maka dalam studi tentang akses ditelaah relasi kekuasaan untuk memperoleh manfaat dari sumberdaya. Hal ini yang paling penting adalah meyakinkan dan membuktikan
3
kepada penduduk setempat bahwa ekowisata memang dapat memberikan keuntungan kepada penduduk setempat (Panos, 1995 seperti dikutip oleh Sugiarti, 2000), sebab tanpa bukti nyata mereka tidak akan termotivasi untuk mendukung program pelestarian lingkungan (Harrison, 1995 seperti dikutip oleh Sugiarti, 2000). Namun apakah kelompok-kelompok usaha ekowisata ini memang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam perkembangan ekowisata yang berada di kawasan Taman Nasional? sejauhmana tingkat partisipasi yang dicapai oleh mereka? bagaimana proses yang ditempuh sehingga tumbuh partisipasi tersebut? serta sejauhmana manfaat yang terbentuk di masyarakat sekitar kawasan ekowisata? Maka dalam penelitian ini akan dicoba untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi perumusan masalah penelitian.
1.2
Rumusan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan
dikaji adalah: 1. Apa bentuk keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam memanfaatkan usaha ekowisata di Kepulauan Seribu? 2. Sejauhmana keterlibatan warga tersebut membuahkan manfaat ekonomi bagi warga Pulau Pramuka dan manfaat ekologi bagi Kepulauan Seribu?
4
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin peneliti dapatkan dari perumusan masalah tersebut
adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bentuk keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam memanfaatkan usaha ekowisata di Kepulauan Seribu 2. Mengetahui manfaat ekonomi bagi warga Pulau Pramuka dan manfaat ekologi bagi Kepulauan Seribu yang terjadi akibat keterlibatan warga dalam usaha ekowisata.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam
menerapkan berbagai konsep dan teori partisipasi dalam perkembangan sesuai dengan realita yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini juga dilakukan untuk memperoleh gambaran serta informasi mengenai manfaat ekowisata bagi kelompok masyarakat lokal di bidang ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, memberi masukan berupa data dan informasi mengenai partisipasi masyarakat yang memberikan peluang besar terhadap upaya peningkatan pengelolaan daerah ekowisata. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan pemikiran bagi kepentingan pengelola sektor pariwisata untuk mewujudkan perkembangan ekowisata di kawasan wisata alam pada khususnya dan daerah tujuan ekowisata lain pada umumnya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Ekowisata
2.1.1
Perkembangan Ekowisata di Indonesia Menurut Gatot (1999), ekowisata mulai menjadi isu nasional di Indonesia
semenjak Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Nasional yang diselenggarakan oleh Pact-Indonesia dan WALHI, bulan April 1995. Acara tersebut menghasilkan suatu rumusan dalam kegiatan ekowisata, masyarakat setempat harus dilibatkan dalam pengelolaan ekowisata secara proporsional. Sejak saat itu, ekowisata mulai menjadi perhatian beberapa kalangan seperti LSM, Instansi Pemerintah, Lembaga Usaha Pariwisata, Lembaga Penelitian, dan Perguruan Tinggi. Sudah banyak pertemuan seperti seminar, lokakarya, dan forum diskusi dilakukan, dan sudah banyak pula kajian dan kebijakan yang dihasilkan. Akan tetapi produk ekowisata yang ada di Indonesia masih terbatas. Perkembangan ekowisata semenjak mulai dikenal pada awal tahun 1990-an, hingga akhir tahun 1999 masih sangat lambat. Padahal bila melihat dari potensinya seharusnya jumlah produk ekowisata sudah cukup banyak. Banyak hal yang menyebabkan lambatnya perkembangan ekowisata di Indonesia, antara lain: 1. Belum adanya pedoman yang dapat mendorong ekowisata menjadi kegiatan pelestarian alam dan ekonomi berkelanjutan 2. Masih rendahnya pemahaman ekowisata oleh berbagai stakeholder terutama dari kaum birokrat yang dapat dianggap sebagai pendorong maupun pelaksana kegiatan ekowisata
6
3. Masih adanya keraguan terhadap kebenaran konsep ekowisata yang dapat dijadikan sebagai kegiatan ekonomi berkelanjutan yang sekaligus mampu memberdayakan masyarakat setempat. Untuk mempercepat perkembangan ekowisata harus dilakukan suatu kajian yang mendalam, karena metoda dan pendekatan ekowisata di setiap daerah akan berbeda-beda; proses sosialisasi ekowisata kepada kalangan pemerintah daerah, pengusaha swasta bidang perjalanan wisata, lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan persepsi dan pemahaman yang benar terhadap bidang ekowisata ini; serta penyebarluasan kisah keberhasilan (succes stories) berbagai lembaga yang berada di dalam dan di luar negeri dalam mengembangkan ekowisata yang berdampak langsung terhadap pelestarian alam serta meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar daerah tujuan ekowisata.
2.1.2
Pengertian Ekowisata Beberapa istilah yang muncul dan berkaitan dengan usaha pembaharuan
bidang usaha pariwisata, seperti alternative tourism, nature tourism, responsible tourism, spesial interest, dll. Ecotourism merupakan istilah yang dianggap tepat, karena arti dan komitmen yang sangat jelas terhadap kelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat (Gatot, 1999). Istilah ecotourism, berasal dari kata : 1. Ecological 2. Economical 3. Evaluating community opinion
7
bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, ekowisata berasal dari kata : 1. Ekologi, artinya ekologi sebagai sumberdaya dan daya tarik ekowisata, dan ekowisata memberikan kontribusi positif terhadap upaya pelestarian alam dan lingkungan 2. Ekonomi, artinya bahwa ekowisata merupakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan 3. Evaluasi Kepentingan dan Opini masyarakat, artinya ekowisata mempunyai kepedulian terhadap peningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan tersebut, serta ekowisata merupakan suatu upaya peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang diharapkan masyarakat yang diberdayakan ekonominya tersebut dapat memberikan kontribusinya pula terhadap pelestarian alam dan lingkungan. Menurut Gatot (1999), belum ada istilah yang tepat dalam menerjemahkan istilah ecotourism ke dalam bahasa Indonesia, ada yang menerjemahkan ekowisata dengan istilah wisata ekologis dan ada pula yang menterjemahkan sebagai ekowisata walaupun ekowisata sebagai istilah yang paling enak didengar dan ringkas, istilah ini sebenarnya tidak memenuhi kaidah bahasa indonesia yang benar yaitu wisata ekologi. Kesepakatan yang disepakati dalam simposium dan semiloka ecotourism pada April 1995 yang diselenggarakan PACT/WALHI dan Januari serta Juli 1996 yang diselenggarakan kembali oleh INDECON, dihasilkan rumusan yang merupakan hasil pengembangan dari defenisi yang dikeluarkan oleh The Ecotourism Society yaitu : ”Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana
8
tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar Daerah Tujuan Ekowisata” Definisi diatas menjelaskan, ada lima hal yang mendasari kegiatan ekowisata yaitu : 1. Perjalanan wisata yang bertanggung jawab, 2. Di daerah-daerah yang masih alami (nature mode) atau di daerah yang dikelola secara kaidah alam, 3. Tujuannya selain untuk menikmati pesona alam, juga untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai fenomena alam dan budaya, 4. Memberikan dukungan terhadap upaya-upaya konservasi alam, dan 5. Meningkatkan pendapatan masayarakat setempat Daya tarik objek dan kegiatan ekowisata Unsur yang paling penting yang menjadi daya tarik dari sebuah daerah tujuan ekowisata adalah: 1. Kondisi alamnya, contoh : hutan tropis dan terumbu karang 2. Kondisi flora dan fauna yang unik, langka, dan endemik, seperti raflesia, badak jawa, komodo dan orang utan 3. Kondisi fenomena alamnya, seperti : Gunung Krakatau dan Danau Kelimutu 4. Kondisi adat dan budaya, seperti Baduy dan Sumba Kegiatan (activity) ekowisata juga merupakan daya tarik dalam sebuah produk ekowisata. Atraksi dan kegiatan ekowisata dapat berbentuk antara lain :
9
o Diving o Bird watching o Game fishing o Wild life viewing Mengemas Produk Ekowisata Sesuai dengan definisi ekowisata, maka sebuah produk ekowisata dapat dikategorikan sebagai produk ekowisata jika memenuhi kriteria sebagai berikut : o Bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan alam dan budaya yang ditimbulkannya, o Dilakukan di daerah alami atau yang dikelola sesuai dengan kaidah alam, o Melibatkan unsur-unsur pendidikan dan pemahaman terhadap lingkungan dan budaya daerah tujuan ekowisata, serta o Mendukung upaya konservasi dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Berdasarkan kategori di atas maka tentunya sebuah produk ekowisata harus direncanakan dengan baik dan sebuah produk ekowisata harus bermuatan pendidikan dengan informasi yang relevan berdasarkan hasil interpretasi para pelaksana kegiatan ekowisata, dan mampu mendukung upaya konservasi kawasan tersebut (Gatot, 1999).
2.2
Perkembangan Ekowisata Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan
wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan
10
kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan 1 . 2.2.1 Unsur-unsur Pengembangan Ekowisata Pengembangan ekowisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu: 1. Sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal. 2. Masyarakat Pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan, pada dasarnya dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. 3. Pendidikan Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat
1
http://www.ekowisata.info/study_kelayakan_ekowisata.htm. diakses tanggal 6 april 2009 jam 19.24 WIB
11
dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. 4. Pasar Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. 5. Ekonomi Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatankegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan. 6. Kelembagaan Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif
12
baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan social cost dan ecological-cost dalam pengembangannya. Masalah yang mendasar adalah bagaimana membangun pengusaha yang berjiwa pengabdi masyarakat dan lingkungan atau lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pilihan kedua, yaitu mengembangkan lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha berwawasan lingkungan dilihat lebih memungkinkan, dengan cara memberikan pelatihan manajemen dan profesionalisme usaha. Untuk hal ini diperlukan bentuk kerja sama dan kemitraan yang nyata yang bersifat lintas sektor, baik ditingkat lokal, nasional, bahkan jika memungkinkan tingkat internasional, secara sinergis saling menguntungkan, tidak bersifat eksploitatif, adil dan transparan dengan pembagian tugas yang jelas. Aktualisasi dari kerja sama ini, juga dimungkinkan bagi daerah yang akan mengembangkan Daerah Tujuan Ekowisata dengan memanfaatkan potensi Taman Wisata Alam dan Taman Nasional yang ada di wilayahnya. Pemerintah daerah setempat dapat memprakarsai pembentukan suata “Badan” (“board”) yang akan mengelola ekowisata secara profesional.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekowisata Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut: 1. Konservasi o
Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri.
13
o
Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan.
o
Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan konservasi.
o
Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari.
o
Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis.
2. Pendidikan Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 3. Ekonomi o
Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat.
o
Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun nasional.
o
Dapat menjamin kesinambungan usaha.
o
Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional.
4. Peran Aktif Masyarakat o
Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat
o
Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.
14
o
Menggugah
prakarsa
dan
aspirasi
masyarakat
setempat
untuk
pengembangan ekowisata. o
Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat.
o
Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.
5. Wisata o
Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung.
o
Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi.
o
Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan.
o
Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.
2.2.3 Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati, antara lain: 1. Aspek Pencegahan o
Menguragi dampak negatif dari kegiatan ekowisata dengan cara:
Pemilihan lokasi yang tepat (menggunakan pendekatan tata ruang)
Rancangan pengembangan lokasi yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung.
15
Rancangan atraksi/kegiatan yang sesuai denan daya dukung kawasan dan kerentanan.
o
Merubah sikap dan perilaku stakeholder, mulai dari pengelola kawasan, penyelenggara ekoturisme (tour operator) serta wisatawan itu sendiri.
o
Memilih segmen pasar yang sesuai.
2. Aspek Penanggulangan o
Menyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (control of visitor).
o
Menentukan waktu kunjungan
o
Mengembangkan
pengelolaan
kawasan
(rancangan,
peruntukan,
penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya manusia, peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada fasilitas. 3. Aspek Pemulihan o
Menjamin mekanisme pengembalian keuntungan ekowisata untuk pemeliharaan fasilitas dan rehabilitasi kerusakan lingkungan.
o
Peningkatan kesadaran pengunjung, pengelola dan penyedia jasa ekowisata.
2.3
Hubungan antara Ekonomi dan Konservasi dalam Ekowisata Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah
tujuan ekowisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan perkembangan ekowisata. Peran serta masyarakat di dalam memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama ekowisata tidak dapat diabaikan (Sugiarti, 2000). Adapun keuntungan ekonomi yang diperoleh dari
16
ekowisata harus dimanfaatkan untuk melestarikan lingkungan, misalnya digunakan untuk mengadakan sarana yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Kegiatan pariwisata yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi dipergunakan untuk menunjang usaha konservasi kekayaan alam dan budaya. Perkembangan ekowisata yang mendasarkan pada lingkungan alam dan budaya sebagai daya tarik utamanya akan berimplikasi pada pelestarian lingkungan. Semua bentuk pariwisata pada prinsipnya, perlu dikelola berdasarkan asas kesinambungan baik secara ekologis, sosial, kultural, maupun finansial. Ekowisata
berbeda
dengan
bentuk
pariwisata
lainnya
dalam
hal
ketergantungannya kepada perlindungan ekosistem dan unsur budaya yang terkandung didalamnya. Alam dan budaya adalah aset mutlak ekowisata. Keuntungan ekonomi yang diperoleh dari ekowisata harus dimanfaatkan untuk melestarikan lingkungan, misalnya digunakan untuk mengadakan sarana yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Sarana tersebut antara lain dapat berupa lokasi perkemahan, kamar kecil, pusat interpretasi. Program konservasi murni yang tidak dikaitkan dengan kegiatan lain seperti rekreasi adalah konsep masa lalu yang kurang efektif sehingga perlu direvisi. Kegiatan pariwisata yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi dipergunakan untuk menunjang usaha konservasi kekayaan alam dan budaya. Manfaat dari pengembangan ekowisata ini dengan demikian adalah semakin terpeliharanya kelestarian lingkungan, karena tanpa lingkungan yang berkualitas ekowisata tidak akan dapat dikembangkan. Ekowisata dan konservasi adalah kegiatan yang saling melengkapi. Di satu sisi ekowisata tergantung pada kelestarian lingkungan alam yang menarik para wisatawan untuk datang dan
17
sebaliknya keuntungan yang didapatkan dari kegiatan ekowisata akan dimanfaatkan bagi konservasi lingkungan disekitarnya. Tentu saja untuk mencapai hal ini diperlukan pengelolaan aset ekowisata secara baik dan profesional. Para pengelola pariwisata dihadapkan pada tugas berat untuk menjaga keseimbangan antara tetap lestarinya daya tarik wisata alam dan meningkatkan pendapatan ekonomi dari kegiatan ekowisata tersebut. Manfaat lainnya dari perkembangan ekowisata berhubungan dengan pendapatan ekonomi yang diberikan oleh pengembang ekowisata, penduduk setempat akan tergerak untuk ikut menjaga kelangsungan daya tarik ekowisata.
2.4
Keterlibatan Masyarakat dalam Ekowisata Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah
tujuan ekowisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan perkembangan ekowisata. Peran serta masyarakat di dalam memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama ekowisata tidak dapat diabaikan. Hal yang terpenting adalah upaya memberdayakan masyarakat setempat dengan mengikutsertakan mereka dalam berbagai kegiatan ekowisata. Pengelola harus dapat menghimbau masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif secara positif dalam perkembangan ekowisata dengan memelihara lingkungan di sekitar mereka. Agar perkembangan ekowisata dapat berkelanjutan dan efektif, pandangan dan harapan masyarakat setempat memiliki hak mutlak, perkembangan ekowisata lestari tidak akan terwujud apabila penduduk setempat merasa diabaikan, dan hanya dimanfaatkan serta merasa terancam oleh kegiatan ekowisata.
18
Masyarakat yang merasakan hasil dari ekowisata akan merasa tergerak untuk ikut melindungi alam yang menjadi daya tarik ekowisata tersebut dan menjaga lingkungan dari kerusakan. Hal yang paling penting adalah meyakinkan dan membuktikan kepada penduduk setempat bahwa ekowisata memang dapat memberikan keuntungan kepada penduduk setempat (Panos, 1995 seperti dikutip oleh Sugiarti, 2000), sebab tanpa bukti nyata mereka tidak akan termotivasi untuk mendukung dan terlibat didalamnya (Harrison, 1995 seperti dikutip oleh Sugiarti, 2000). Keterlibatan masyarakat dalam usaha ekowisata pada penelitian ini akan ditinjau berdasarkan konsep partisipasi
2.4.1
Konsepsi Partisipasi Masyarakat Secara umum partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, yang dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi. Ada pula yang mengartikan partisipasi atau peran serta masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non elit) dan yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elit) (Santosa, 1990 seperti dikutip oleh Afif, 1992). Adapun tentang partisipasi masyarakat ini ada yang beranggapan bahwa tidak diperlukan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat secara langsung karena masyarakat telah terwakili oleh wakil mereka di lembaga perwakilan (legislatif) yang dipilih melalui pemilihan umum. Namun melihat kenyataan bahwa para wakil rakyat tersebut sering kali tidak lagi menyuarakan kepentingan konstituennya. Hampir semua keputusan yang menyangkut hajat hidup orang
19
banyak dilakukan oleh eksekutif maka partisipasi masyarakat diperlukan untuk proses pendemokratisasian dalam pengambilan keputusan di tingkat legislatif dan eksekutif (Santosa, 1990 seperti dikutip oleh Afif, 1992). Melibatkan masyarakat dalam usaha ekowisata juga dapat menimbulkan perasaan memiliki dan keinginan untuk berkontribusi dari masyarakat terhadap penerapan program ekowisata di daerah tersebut. Untuk melakukan hal ini, diperlukan pendekatan partisipatif yang akan memakan waktu yang lama, tetapi dengan pendekatan ini ternyata akan dapat mengurangi atau menghindari terjadinya konflik antar pihak yang terlibat. Lebih jauh lagi, dengan partisipasi akan terjadi peningkatan harapan masyarakat luas terhadap pemenuhan kebutuhan mereka. Masyarakat akan bersedia untuk menerima tanggung jawab, peran dan resiko ketika bekerjasama dengan pihak pemerintah, swasta maupun mitra dalam proses pengembangan program ekowisata. Ketika kondisi ekonomi menjadi semakin sulit, serta lebih sedikit dana masyarakat yang tersedia untuk melaksanakan program pengembangan ekowisata ini maka mitra di luar lembaga pemerintah dapat selalu berperan, baik dalam hal uang ataupun hal lain. Kemitraan dapat membantu memelihara atau meningkatkan pelayanan kepada publik. Tingkat keterlibatan masyarakat melalui kemitraan terhadap usaha ekowisata diharapkan tinggi. Pengelola kawasan ekowisata biasanya selalu enggan untuk melibatkan masyarakat, dengan alasan bahwa masyarakat biasanya apatis dan membuang-buang waktu. Dampaknya, masyarakat juga tidak merasa memiliki dan tidak ingin berkontribusi pada program ekowisata tersebut.
20
Kemitraan yang dibina dalam usaha ekowisata lebih diarahkan bagi para pihak yang telibat di dalamnya untuk saling bertukar informasi, dana dan tenaga sehingga terdapat pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang nantinya diterima oleh semua pihak yang terlibat. Pengelola memiliki tanggung jawab untuk melakukan pendekatan partisipasi terhadap masyarakat. Hal inilah yang coba diterapkan dalam ekowisata berbasis masyarakat dimana terdapat distribusi sebagian kekuasaan dari pengelola kepada masyarakat agar mereka juga dapat mengelola kawasan sesuai dengan kebutuhan dan pengetahuan lokal masyarakat. Sebagaimana pengamatan Arnstein (1969) seperti dikutip oleh Mitchell (1997), sebuah pendekatan partisipasi menunjukkan distribusi kekuasaan dari pengelola ke masyarakat. Berdasarkan hal ini,
Arnstein
berpendapat
bahwa
berbagai
tingkatan
pelibatan
dapat
diindentifikasikan, mulai dari tanpa partisipasi sampai dengan pelimpahan kekuasaan seperti yang dipaparkan pada Tabel 1. Critical review terhadap kelemahan teori Arnstein ini adalah bahwa konsep partisipasi yang didefinisikan ternyata diukur dari delapan variabel yang ditinjau dari sudut pandang pihak yang mendorong partisipasi (dalam hal ini adalah Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu).
21
Tabel 1. Delapan Tingkatan Partisipasi Masyarakat menurut Arnstein (1969) Tingkatan Partisipasi 1. Manipulasi 2. Terapi 3. Pemberitahuan 4. Konsultasi 5. Placation 6. Kemitraan 7. Pendelegasian kekuasaan
Hakekat Kesertaan
Tingkatan Pembagian Kekuasaan Tidak ada partisipasi
Komitmen resmi Pemegang kekuasaan mendidik masyarakat Hak-hak masyarakat dan pilihan-pilihannya Tokenism diidentifikasikan Masyarakat didengar, tetapi tidak dipakai sarannya Saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan Timbal balik Tingkatan kekuasaan dinegosiasikan masyarakat Masyarakat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh program
8. Kontrol Masyarakat Tingkatan 1 dan 2 yaitu manipulasi dan terapi merupakan partisipasi yang bersifat mendidik dan mengobati. Dalam tangga pertama dan kedua ini Arnstein menganggap itu bukan bentuk partisipasi. Tingkatan 3 sampai dengan 5 yaitu pemberitahuan, knsultasi dan placation termasuk dalam tingkatan kekuasaan ״tokenism ״, dimana rakyat/masyarakat diperbolehkan mengeluarkan pendapat dan pendapat mereka didengarkan namun masyarkat tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pendapat tersebut akan dipertimbangkan oleh pihak pengambil keputusan. Pemegang kekuasaan lebih menentukan semua keputusan. Sedangkan pada tingkatan 6 sampai dengan 8 yaitu kemitraan, pendelagasian kekuasaan dan kontrol masyarakat, rakyat mempunyai pengaruh didalam proses pengambilan keputusan, pada tingkatan ini masyarakat dan pemerintah melakukan proses tawar menawar. Dalan studi ini, tingkatan
22
partisipasi Arnstein akan diaplikasikan dari sudut pandang warga masyarakat yang memanfaatkan usaha ekowisata yang terdapat di Kepulauan Seribu. Tingkatan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Manipulasi (manipulation). Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau ”menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum). 2. Terapi (therapy). Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Informasi (information). Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed back). 4. Konsultasi (consultation). Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan
23
bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penentraman (placation). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. 6. Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan. 7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power). Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.
24
8. Pengendalian warga (citizen control). Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah.
2.4.2
Manfaat Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat diperlukan dalam konteks ekowisata dan kaitannya
untuk menunjang konservasi sumberdaya alam (Mitchell, 1997) agar: 1. Dapat menampung reaksi dan mendapatkan umpan balik terhadap keputusan yang akan diambil sehingga dengan demikian dapat mengeliminir dampak, meningkatkan kualitas dari keputusan yang diambil, dan menghindari konflik yang berkepanjangan 2. Dapat mengakomodasi aspirasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya yang pada akhirnya akan lebih menjamin dukungan masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam. 3. Proses penyampaian informasi dan pendidikan kepada masyarakat dapat berlangsung lebih efektif. 4. Dapat menjamin adanya proses pengidentifikasian permasalahan yang sesungguhnya
terjadi
dan
kebutuhan-kebutuhan
bagi
alternatif
penanggulangannya yang pada akhirnya akan menjamin adanya penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam. 5. Dapat menggali ide dan menumbuhkan kreatifitas masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dari pengelolaan sumberdaya hutan
25
6. Terjaminnya proses demokratisasi sehingga jaminan untuk pencapaian yang nyata dari tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Untuk menentukan bentuk partisipasi masyarakat itu, maka perlu ditentukan masyarakat mana yang dimaksud. Kelompok masyarakat yang terkait atau berkepentingan terhadap sumberdaya hutan tidak selalu berarti masyarakat yang secara fisik berada dekat dengan sumberdaya tersebut namun bisa termasuk juga kelompok masyarakat kota misalnya yang menikmati atau mengkonsumsi sumberdaya tersebut. Tidak semua kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan
terhadap
sumberdaya
hutan
memiliki
kemampuan
untuk
mempengaruhi kebijaksanaan yang berdampak pada kehidupannya, maka masyarakat yang dimaksudkan khususnya adalah masyarakat yang paling besar terkena dampak dari kebijaksanaan alokasi sumberdaya hutan yang saat ini berlangsung yaitu masyarakat yang hidupnya didalam atau diperbatasan kawasan sumberdaya hutan.. Ciri-ciri kelompok masyarakat ini umumnya mempunyai ״bargaining power ״yang sangat lemah, tidak punya sarana dan kemampuan untuk memperjuangkan kepentingannya, karena sering menjadi “kambing hitam” dari kerusakan hutan (Afif, 1992).
2.4.3
Bentuk-bentuk Partisipasi Adapun bentuk-bentuk partisipasi itu sendiri sangat luas. Umumnya
bentuk partisipasi yang muncul dan berkembang di Indonesia adalah bentuk “support participation” dimana partisipasi yang diarahkan pada mobilisasi dukungan program-program (Santosa, 1990 seperti dikutip oleh Afif, 1992).
26
Partisipasi masyarakat sering pula diterjemahkan sebagai kerelaan masyarakat untuk menerima ganti rugi meskipun dalam musyawarah tidak terjadi kesepakatan, kerelaan berkorban untuk orang banyak, kesediaan untuk menerima kehadiran sebuah proyek. namun jarang sekali yang mempermasalahankan partisipasi masyarakat dari sudut kepentingan masyarakat itu sendiri. Bentuk-bentuk
partisipasi
yang
selain
mobilisasi
hampir
kurang
dikembangkan (Santosa, 1990 dalam Afif, 1992), seperti misalnya: 1. Peluang untuk turut serta dalam merencanakan pemanfaatan, 2. Peluang untuk turut serta dalam investasi yang disesuaikan dengan kemampuan yang mereka miliki, 3. Peluang untuk memberikan saran dan umpan balik terhadap suatu kebijaksanaan dan atau rencana pengelolaan, 4. Peluang
untuk
mengambil
inisiatif
dan
memutuskan
bentuk-bentuk
pengelolaan, 5. Peluang untuk merumuskan permasalahan dan merencanakan alternative, 6. Peluang untuk terlibat dalam monitoring, 7. Peluang untuk turut serta melakukan pengelolaan lingkungan.
2.2.4 Sosialisasi Kegiatan Ekowisata pada Masyarakat Ketika menjalankan kegiatan ekowisata salah satu persyaratan utamanya adalah mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat. Proses sosialisasi ekowisata biasanya dilakukan pada saat pengurusan perijinan sedang berlangsung. Mekanisme sosialisasi terhadap kegiatan ekowisata ini dapat dilakukan melalui saresehan, lokakarya tingkat desa, maupun melalui pertemuan dan pendekatan
27
yang bersifat door to door (Sudarto, 1999). Menurut Kelsey dan Hearne (1955) seperti dikutip oleh Mugniesyah (2006) setiap tipe pendekatan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan perilaku subyek penyuluhan. Adapun jenis-jenis metode yang ada dalam kategori pendekatan kepada masyarakat adalah: 1. Pendekatan individual mencakup: demonstarasi, kunjungan rumah, panggilan kantor, korespondensi dan telepon, 2. Pendekatan kelompok mencakup: pertemuan umum, metode demonstrasi, pelatihan, kursus, 3. Pendekatan massal mencakup: berita/kisah keberhasilan, surat edaran, pameran, buletin, dan poster, 4. Pengaruh tidak langsung, seperti dari tetangga ke tetangga, ngobrol dan kunjungan, pengamatan sepanjang jalan. Media penyampaian program menurut Mugniesyah (2006) terdiri dari beberapa teknik yaitu: 1. Dari luar sistem yaitu dengan menggunakan publikasi lewat mass media (TV, radio, surat kabar, majalah), ceramah dan dialog terpimpin, 2. Dari dalam sistem yaitu dengan diskusi keompok dan dialog non terpimpin, 3. Latihan keterampilan yaitu dengan demonstrasi cara dan hasil. Secara perlahan-lahan, akan timbul perasaan cinta dan memiliki terhadap sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka. Jika perasaan ini telah tercipta pada masyarakat setempat, maka kelanggengan dan pelestarian sumberdaya alam yang ada di Taman Nasional maupun di daerah konservasi akan terjaga dengan sendirinya.
28
2.5
Akses Masyarakat terhadap Kawasan Ekowisata Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya menekankan perlu adanya partisipasi masyarakat, tetapi partisipasi itu akan diatur kembali dengan peraturan perudangan-undangan. Partisipasi yang diatur berlebihan justru akan menghambat kerelaan, keinginan sendiri dan kreatifitas dalam upaya melibatkan diri dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu perubahan yang dikehendaki, dalam hal ini partisipasi masyarakat partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan wisata. Jaminan bahwa masyarakat mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam pengelolaan sumberdaya alam hayati sebetulnya sangat positif dalam hal kontrol akses ke sumberdaya alam hayati dan pengetahuan tradisionalnya, termasuk hak menyangkut pemberian izin akses ke pihak lain. peluang kontrol masyarakat yang mestinya cukup efektif terhadap praktek-praktek pencurian
sumberdaya
genetika
jadi
mandul
karena
proses
izin
eksploitasi/penelitian sepenuhnya ada di tangan pemerintah (LIPI atau Departemen terkait). Masyarakat tidak mempunyai wewenang dan tidak terlibat dalam proses pemberian izin tersebut. Di sisi lain, jaminan dan peluang keikutsertaan masyarakat dalam proses pengontrolan kemungkinan pengambilan illegal sumberdaya hayati tidak secara eksplisit dinyatakan (LATIN, 1997).
29
2.6
Kerangka Pemikiran Daerah Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah kunjungan
wisata alam. Salah satu tempat tujuan wisata alam yang diminati wisatawan adalah Pulau Pramuka yang berada dalam wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu. Taman Nasional ini dikelola oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan kegiatan konservasi. Kawasan pariwisata dipandang memiliki keunggulan dalam hal peningkatan nilai tambah bagi masyarakat sekitar maupun pemerintah sehingga mampu merangsang pertumbuhan kesempatan kerja secara langsung dan tidak langsung, baik di sektor formal maupun informal. Untuk mempersiapkan masyarakat agar mampu berkontribusi mengelola kawasan secara lebih baik di masa yang akan datang, maka pemerintah melalui Balai Taman Nasional menyusun program-program yang melibatkan masyarakat secara langsung diantaranya pemberdayaan masyarakat dan pendidikan lingkungan. Peluang masyarakat dalam mengakses kawasan tergantung pada sejauhmana struktur akses dan kontrol dari Taman Nasional dapat membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola kawasan ekowisata. Terkait dengan pola akses dan kontrol terhadap kawasan tersebut, perlu dikaji tentang tingkat dan bentuk partisipasi masyarakat yang diukur pada kelompok/golongan tertentu dilokasi tertentu yang menerima atau memperoleh program tertentu dari ekowisata di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Menurut Arnstein, 1969 tingkatan partisipasi terdiri dari: manipulasi (komitmen resmi), terapi (pemegang kekuasaan mendidik rakyat), pemberitahuan (hak-hak masyarakat dan pilihan-pilihannya mulai diidentifikasikan), konsultasi
30
(masyarakat didengar tetapi tidak dipakai sarannya), placation (saran masyarakat diterima
tetapi
tidak
selalu
dilaksanakan),
kemitraan
(timbal
balik
dinegosiasikan), pendelegasian kekuasaan (masyarakat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh program), dan kontrol oleh masyarakat. Tingkat partisipasi juga dipengaruhi oleh karakteristik program ekowisata yang disosialisasikan di dalam masyarakat. Adapun sosialisasi kegiatan diukur dari tipe pendekatan dan media penyampaian pesan yang dilakukan oeh pihak pengembang ekowisata. Kerangka pemikiran ini dikonstruksikan seperti yang terlihat pada gambar 1. Struktur akses dan kontrol TNLKpS
Karakteristik alam kepulauan seribu
Peran para pihak dalam kegiatan ekowisata
Peluang ekonomi ekowisata
Kelompok usaha ekowisata
Keterlibatan/partisipasi warga
Manfaat: • Ekonomi • Ekologi
Keterangan:
= mempengaruhi = saling mempengaruhi
Gambar 1. Kerangka pemikiran Keterlibatan Masyarakat dalam Usaha Ekowisata
31
2.8
Hipotesis Penelitian Untuk mengarahkan penelitian ini, dirumuskan hipotesis berikut:
Keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam usaha ekowisata di Kepulauan Seribu mampu menimbulkan manfaat ekonomi dan ekologi masyarakat. Atas dasar hipotesis tersebut, dikembangkanlah hipotesis uji sebagai berikut: Ho : Keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam usaha ekowisata tidak mampu membangkitkan manfaat ekonomi dan ekologi H1 : tolak Ho
2.9
Definisi Operasional Definisi operasional merupakan konsep-konsep yang dibuat untuk
membantu dalam pengumpulan data di lapangan, yang selanjutnya membentu dalam mengolah serta menganalisis data. Sejumlah konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Struktur akses dan kontrol adalah jenis kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan di setiap zona yang ada di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu berdasarkan menurut SK Dirjen PHKA nomor SK 05/IV-KK/2004. 2. Karateristik alam Kepulauan Seribu adalah potensi alam yang ada di Kepulauan Seribu yang dimanfaatkan menjadi objek wisata. 3. Peluang ekonomi adalah jenis kegiatan ekonomi yang tumbuh di masyarakat Pulau Pramuka akibat adanya keterlibatan masyarakat dalam usaha ekowisata. 4. Peran para pihak dalam kegiatan ekowisata adalah kegiatan sosialisasi dari pihak-pihak yang berperan dalam ekowisata. Ukurannya terdiri dari pendekatan individu, kelompok, massal, dan pengaruh tidak langsung.
32
5. Tingkatan keterlibatan warga masyarakat diukur berdasarkan konsep partisipasi yang dikembangkan oleh Arnstein (1969) yang terdiri dari manipulasi (komitmen resmi), terapi (pemegang kekuasaan mendidik rakyat), pemberitahuan
(hak-hak
masyarakat
dan
pilihan-pilihannya
mulai
diidentifikasikan), konsultasi (masyarakat didengar tetapi tidak dipakai sarannya), placation (saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan), kemitraan (timbal balik dinegosiasikan), pendelegasian kekuasaan (masyarkat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh program), dan kontrol oleh masyarakat 6. Kelompok usaha ekowisata adalah kelompok swadaya masyarakat yang berkembang di Pulau Pramuka yang bergerak di bidang usaha ekowisata khususnya pemandu wisata. 7. Manfaat ekowisata adalah keuntungan yang diterima dan dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan pengembangan kegiatan ekowisata di sekitar tempat tinggal mereka. manfaat ekowisata akan dibagi menjadi manfaat ekonomi yaitu peningkatan pendapatan dan peluang kerja, serta manfaat ekologi yaitu adanya rehabilitasi terumbu karang.
33
BAB III METODOLOGI 3.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan
metode wawancara dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat partisipasi, bentuk partisipasi masyarakat, sosialisasi ekowisata serta manfaat ekowisata dikumpulkan dengan menggunakan metode survei. Metode penelitian survei adalah metode pengambilan sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, Masri dan Effendi, 1989). Untuk memperkuat hasil survei dan wawancara dengan masyarakat lokal, juga dilakukan wawancara dengan pedoman pertanyaan dengan informan untuk menelaah tingkat keterlibatan masyarakat lokal terhadap usaha ekowisata dan manfaat ekowisata. Tipe penelitian ini adalah eksplanatory, yakni berusaha mengetahui ada atau tidak pengaruh variabel keterlibatan masyarakat dengan manfaat ekonomi dan ekologi yang diperoleh masyarakat.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Lokasi
ini dipilih secara purposive (sengaja) karena pulau ini berada di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (zona pemanfaatan) yang tengah giat menyelenggarakan usaha ekowisata. Konsep taman nasional juga mengalami perkembangan tidak hanya dikenal sebagai daerah konservasi saja tetapi sebagai daerah pariwisata alam sebagai perwujudan konsep ekowisata. Penelitian ini telah dilaksanaan pada bulan Mei-Juni 2009.
34
3.3
Penentuan Responden dan Informan Unit pengamatan dari penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah
unit individu. Responden dipilih dengan teknik pengambilan sampel tertentu setelah mengetahui gambaran kondisi setempat. Responden diambil secara purposive sampling berdasarkan kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang terkait atau mendukung kegiatan ekowisata. Usaha ekowisata yang terdapat di pulau
Pramuka
lebih
banyak
dikembangkan
oleh
kelompok-kelompok
masyarakat, sehingga kelompok-kelompok ini dipilih secara sengaja karena dianggap mampu memberikan gambaran ekowisata dan partisipasi masyarakat terhadap perkembangan ekowisata di pulau Pramuka. Terdapat sebelas kelompok swadaya masyarakat yang terdapat di Pulau Pramuka. Mereka tergabung dalam Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP). Kelompok swadaya yang dipilih adalah yaitu Dolphin Ecotourism dan Elang Ekowisata. Data kualitatif diperoleh juga dari informan yang dipandang mengetahui kondisi masyarakat setempat dengan prinsip snowball sampling (bola salju), untuk melengkapi data serta informasi yang diperoleh dari responden. Informan yang diwawancarai terdiri dari pihak pengelola wisata, tokoh-tokoh masyarakat, serta anggota kelompok swadaya masyarakat. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 20 orang yang merupakan anggota tour operator ekowisata dan orangorang yang telah menjadi pelaku lama dalam kegiatan ekowisata.
35
3.4
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode survei dengan menggunakan kuesioner pada sejumlah responden yang berjumlah 20 orang. Dilakukan pula wawancara dengan panduan pertanyaan kepada sejumlah informan untuk memperkuat dan validasi hasil wawancara dengan metode survei. Selama studi di lapangan telah dilakukan observasi terhadap kegiatan pendampingan wisatawan yang dilakukan oleh para anggota tour operator, pengamatan objek wisata dan kegiatan konservasi yang dilakukan dalam ekowisata oleh Taman Nasional dan masyarakat. Data sekunder juga diperoleh dari instansi terkait (Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya) berupa dokumen-dokumen tentang potensi wilayah ekowisata dan profil kawasan ekowisata. Data primer yang diambil meliputi karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendapatan, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan), tingkat dan bentuk partisipasi masyarakat, sosialisasi kegiatan ekowisata serta manfaat ekonomi dan ekologi yang dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini pengamatan pola hidup masyarakat dan diskusi dengan informan kunci juga membantu dalam pengumpulan data primer. Informan kunci berasal dari pihak-pihak terkait baik dari masyarakat maupun dari pengelola kawasan wisata. Data sekunder meliputi keadaan umum wilayah desa, dokumendokumen bersejarah serta data-data penunjang data primer lainnya. Jenis data yang diperlukan dan dikumpulkan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
36
Tabel 2. Jenis Data yang Diperlukan dalam Penelitian No. 1.
Aspek Atribut individu
2.
Variabel umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, serta tingkat pendapatan
Sasaran Responden
Pengumpulan Data Kuesioner
Struktur akses dan kontrol TNLKpS
Informan
Data Sekunder
3
Karateristik alam Kepulauan Seribu
Data sekunder
4.
Kelompok ekowisata
• lingkup kegiatan ekowisata • pihak-pihak yang terlibat dalam mendorong partisipasi masyarakat
Pemandangan, pantai, kekhasan atraksi budaya, adat istiadat, pengelola ekowisata
5.
Peran para pihak dalam kegiatan ekowisata
Sosialisasi kegiatan ekowisata: • Tipe pendekatan
Responden, informan dan pengelola
Kuesioner dan wawancara terstruktur
6.
Keterlibatan/ partisipasi masyarakat
Responden
Kuesioner, wawancara terstruktur.
7.
Manfaat ekowisata
Bentuk kegiatan partisipasi yang di tinjau dari segi level partisipasi (pemberitahuan, konsultasi, placation, kemitraan, pendelegasian, kontrol) Ekonomi: peningkata pendapatan, peluang usaha Konservasi: rehabilitasi terumbu karang
Responden dan pengelola
Kuesioner, wawancara terstruktur, observasi,studi pustaka.
Pedoman wawancara, observasi,studi pustaka
37
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data kuantitatif dilakukan melalui tabel frekuensi. Data dari hasil kuesioner akan diolah kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi.. Data yang dianalisa secara kualitatif yaitu data tentang usaha ekowisata, sosialisasi kegiatan ekowisata, manfaat ekowisata. akan diinterpretsikan dalam bentuk matriks, tabel dan deskripsi kata untuk melengkapi data kuantitatif.
38
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang
terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah 11 kali luas daratan kota Jakarta dengan luas lautan 6.997.50 Km2 dan luas daratan 864.59 Ha. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu berjumlah 106 pulau dengan peruntukan yang beragam diantaranya 11 pulau untuk pemukiman, 9 pulau wisata umum, 36 pulau wisata lainnya, 4 pulau dengan bangunan sejarah, 2 pulau cagar alam serta sisanya digunakan untuk penghijauan atau untuk peruntukan khusus. Sesuai dengan peruntukan dan karakteristik tersebut, maka kebijaksanaan pembangunan DKI Jakarta dalam mengembangkan Kepulauan Seribu lebih diarahkan pada peningkatan kegiatan pariwisata, meningkatan kualitas kehidupan masyarakat nelayan dengan peningkatkan budidaya laut, pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan konservasi ekosistem terumbu karang dan mangrove Hal ini sejalan dengan visi dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu “Menjadikan Kepulauan Seribu sebagai ladang dan taman kehidupan bahari yang berkelanjutan”. Penduduk Kepulauan Seribu terdiri dari beberapa suku diantaranya Bugis, Banten, Madura dan Betawi. Jumlah penduduk di Kepulauan Seribu mencapai 20,376 jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata-rata berkisar 3,5% pertahun. Sebagai masyarakat pesisir, sebagian besar mata pencaharian mereka adalah nelayan dan sebagian kecilnya bekerja di bidang pertukangan dan jasa. Sebagai
39
akibat dari krisis ekonomi global yang terjadi saat ini membuat sektor pariwisata semakin lesu, keadaan ini membuat pulau-pulau peruntukan pariwisata eksklusif menjadi sepi wisatawan dan pengembangan infrastruktur pulau-pulau indah lainnya yang berpotensi sebagai tempat wisata menjadi tertunda. Untuk meningkatkan upaya pelayanan kepada masyarakat khususnya di sektor pertambangan dan energi, pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu telah mengupayakan tersedianya pasokan listrik yang memadai bagi masyarakat Kepulauan Seribu. Suplai listrik kini mulai tersedia di wilayah Kepulauan Seribu bagian selatan dan secara bertahap menyusul di Kepulauan Seribu bagian utara.
Pramuka
Gambar 2. Pulau Pramuka dalam Gugusan Kepulauan Seribu
40
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2001, Kepulauan Seribu ditingkatkan statusnya dari kecamatan di bawah Kotamadya Jakarta Utara menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan ibukota Pulau Pramuka. Sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah gugusan Kepulauan Seribu (gambar 1). Dahulu Pulau Pramuka dikenal dengan sebutan Pulau Elang. Pulau ini mulai dihuni penduduk yang sebagian besar berasal dari Pulau Panggang pada tahun 1972. Saat itu, Pulau Panggang yang berjarak seperempat jam dengan speedboat dari Pulau Pramuka memiliki kepadatan penduduk yang dinilai sangat tinggi. Untuk itu, melalui SK. Gubernur DKI, dimulailah proses transmigrasi dari Pulau Panggang ke Pulau Pramuka. Pulau Pramuka merupakan salah satu dari 11 pulau peruntukan penghunian yang ada di Kepulauan Seribu. Jumlah penduduk dari pulau ini mencapai 1004 jiwa. Pulau ini termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Luas pulau Pramuka mencapai 16 hektar. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 1986/2000, wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 13 pulau dengan luas yang dapat dilihat pada Tabel 3.
41
Tabel 3. Luas Wilayah Pulau-pulau di Kelurahan Pulau Panggang No 1 2 3
Nama pulau Pulau panggang Pulau pramuka Pulau karya
Luas (ha) Keterangan 9 Pemukiman 16 Pemukiman 6 perkantoran/Tempat Pemakaman Umum (TPU) 3 Navigasi Pulau peniki 4 0,50 Peristirahatan Pulau karang bongkok 5 0,60 Peristirahatan Pulau karang congkak 6 20,75 Pariwisata Pulau kotok besar 7 2,90 Peristirahatan Pulau air besar 8 0,20 Peristirahatan Pulau gosong sekati 9 0,75 Pulau Hunian Utama (PHU) 10 Pulau semak daun - Peristirahatan 11 Pulau gosong pandan 1,10 Peristirahatan 12 Pulau opak kecil 1,30 Pulau Hunian Utama (PHU) 13 Pulau kotok kecil Jumlah 62,10 Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta tersebut jumlah pulau yang ada di Kelurahan Pulau Panggang berjumlah 16 pulau namun akibat abrasi air laut sampai saat ini secara fisik berkurang menjadi 13 pulau. Adapun batas wilayah Kelurahan Pulau Panggang sebagai berikut: Sebelah utara : berbatasan dengan perairan Kelurahan Pulau Kelapa Sebelah timur : berbatasan dengan perairan Pulau Jawa Sebelah barat : berbatasan dengan perairan Laut Jawa Sebelah selatan : berbatasan dengan perairan Kelurahan Pulau Tidung. Untuk menuju ke pulau Pramuka dapat ditempuh melalui dermaga Muara Angke.
Sebagai
pusat
pemerintahan
kabupaten,
pulau
Pramuka
mulai
menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Kepulauan Seribu seperti rumah dinas bupati dan pejabat kabupaten, RSUD Kepulauan Seribu yang mampu menyediakan pelayanan rawat inap dan penanggulangan hiperbari, Masjid Agung, doking kapal nelayan, Tempat
42
Pelelangan Ikan (TPI), penyediaan instalasi prasarana air bersih, fasilitas olah raga dan lain sebagainya.
Gambar 3. Pulau Pramuka Selain sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman, pulau dengan luas 16 ha ini juga menjadi tujuan wisata umum bagi masyarakat sehingga disini terdapat homestay dengan biaya penyewaan yang beragam dan terjangkau, tergantung pada fasilitas yang mampu diberikan. Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu hingga kini berusaha untuk menyediakan fasilitas kegiatan wisata sebagai upaya untuk meningkatkan potensi wilayah yang ada di pulau Pramuka. Pulau Pramuka sendiri, berada dalam wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu yaitu dalam zona pemukiman. Zona pemukiman merupakan zona yang mengakomodir kepentingan masyarakat setempat termasuk sarana prasarana pengelolaan dengan memperhatikan aspek konservasi. Penjelasan tentang zonasi dapat dilihat selengkapnya pada pembahasan subbab Taman Nasional Kepulauan Seribu.
43
4.2
Kondisi Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 KK (660 Keluarga Pra
Sejahtera), diantaranya 65 % bermukim di Pulau Pemukiman (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Harapan) yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. sebagian masyarakat melakukan kegiatan budidaya hasil laut berupa budidaya transplantasi karang hias, budidaya ikan hias, dan pelestarian mangrove. Adapun jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kelurahan Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 4. Jika dilihat dari Tabel 4, maka dapat dikatakan bahwa penduduk lebih banyak junlahnya di usia muda (0-14 tahun) dan usia produktif (15-64 tahun), dan cenderung menurun jumlahnya pada penduduk usia tua (65-75 tahun keatas). Hal ini menunjukkan bahwa angkatan kerja produktif di Kelurahan Panggang lebih besar dari pada angkatan kerja nonproduktif. Tabel 5 menjelaskan bahwa populasi penduduk pria di Kelurahan Pulau Panggang selalu lebih besar dibandingkan populasi penduduk wanita dari tahun ke tahun. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa peran kepala keluarga didominasi oleh laki-laki dan hanya sedikit perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga. Pulau pemukiman yang ada di Kelurahan Pulau Panggang memang hanya terdiri dari dua pulau yaitu Panggang dan Pramuka, populasi warga lebih banyak berada di pulau Panggang dibandingkan pulau Pramuka dan persentase laki-laki selalu lebih besar dari pada perempuan, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Penduduk Kelurahan Pulau Panggang yang telah mengenyam pendidikan dasar 9 tahun ternyata memiliki jumlah yang cukup besar yaitu 2883 orang atau
44
mencakup lebih dari setengah dari jumlah populasi penduduk yang ada. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang berpendidikan tidak tamat SD dan tidak bersekolah juga masih menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 1937 orang atau kira-kira sekitar sepertiga dari jumlah populasi dan sisa jumlah penduduk yang ada serta
mampu mengenyam tingkat pendidikan SMA, akademik dan
perguruan kecil relatif sedikit yaitu 699 orang saja, gambaran pupulasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang No
Umur
WNI WNA Jumlah Laki- Perempuan Jumlah Laki- Perempuan Jumlah (orang) laki laki 431 418 849 849 265 262 527 527 263 260 522 522 239 261 500 500 237 223 460 460 223 246 469 469 219 190 409 409 201 186 287 287 220 137 357 357 122 120 242 242 149 136 285 285 111 113 234 234 83 77 160 160 42 34 76 76 23 17 40 40 4 7 11 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
00-04 05-09 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75 keatas jumlah 2.832
2.662
5.519
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
5.519
45
Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin No 1 2 3 4 5 6 7
Tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 2.195 2.096 2.235 2.116 2.270 2.147 2.288 2.175 2.783 2.638 2.802 2.662 2.832 2.687
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah (orang) 4.291 4.351 4.417 4.463 5.421 5.463 5.519
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
Tabel 6. Jumlah Jiwa dan KK di Tiap RW No Tahun Jumlah KK Jumlah Jiwa RW Laki- Perempuan (orang) Laki- Perempuan laki laki 1 2001 5 1.048 99 1.147 2.166 2.072 2 2002 5 1.136 86 1.222 2.195 2.096 3 2003 5 1.154 86 1.240 2.235 2.116 4 2004 5 1.159 91 1.250 2.270 2.147 5 2005 5 1.170 73 1.263 2.288 2.175 6 2006 5 1.283 38 1.321 2.783 2.638 7 2007 5 1.170 151 1.321 2.802 2.662 8 2008 5 1.174 147 1.321 2.826 2.678
Jumlah (orang) 4.238 4.291 4.351 4.417 4.463. 5.421 5.463 5.519
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
Tabel 7. Jumlah Penduduk di Tiap Pulau Pemukiman No 1 2
Nama pulau Pulau panggang Pulau pramuka
Luas Jumlah Kepala Keluarga Penduduk (ha) Laki- Perempuan (orang) Laki- Perempuan laki laki 9 2302 1883 3905 851 83
Jumlah (orang) 934
16
810
804
1614
323
64
367
25
2832
2687
5519
1174
147
1321
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
46
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7
Jenjang pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMA Tamat Akademi Tamat Perguruan Tinggi Jumlah
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 511 498 496 432 1206 1162 253 262 325 315 18 9 23 9 2832 2678
Jumlah (orang) 1009 928 2368 515 640 27 32 5519
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian Nelayan PNS TNI POLRI Pensiunan/veteran Pedagang Jasa/pertukangan Karyawan swasta Lain-lain
Jumlah (orang) 1567 192 2 7 9 102 22 21 58
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008
Tabel 9 menjelaskan bahwa mata pencaharian penduduk yang ada di Kelurahan
Pulau
Panggang
terdiri
dari
nelayan,
PNS,
TNI,
POLRI,
pensiunan/veteran, pedagang, jasa/pertukangan, karyawan swasta, dan lain-lain. Sebagian besar penduduk Kelurahan Pulau Panggang memang bermata pencaharian sebagai nelayan, PNS, dan pedagang.
4.3 Karakteristik Responden di Pulau Pramuka Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah anggota kelompok swadaya masyarakat yang terlibat dalam usaha ekowisata yang ada di Pulau
47
Pramuka. Kelompok swadaya masyarakat yang terlibat langsung dengan kegiatan ekowisata adalah Dolphin Ecotourism dan Elang Ekowisata. Tabel 10. Atribut individu reponden No 1 2
3
4
Atribut Individu Responden Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SD SMP SMA Usia 15-19 tahun 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun Pekerjaan Nelayan Pedagang Pegawai negeri Jasa (pemandu wisata) Lainnya (ketua RW)
Jumlah Responden (n=20 orang)
Persentase (%)
18 12
90 10
2 11 7
10 55 35
13 3 1 3
65 15 5 15
2 2 1 13 2
10 10 5 65 10
Responden yang berasal dari kelompok Dolphin Ecotourism berjumlah 7 orang, sedangkan dari kelompok Elang Ekowisata berjumlah 6 orang. Responden yang berasal dari kelompok-kelompok ini sebagian besar masih berstatus pelajar aktif. Selain pelajar aktif, responden yang diambil juga berasal dari masyarakat non pelajar yaitu mereka yang memiliki mata pencaharian sampingan di bidang ekowisata yang berjumlah 5 orang dan ketua RW yang ada di Pulau Pramuka yang berjumlah 2 orang. Menurut jenis kelaminnya, secara umum persentase responden laki-laki dibandingkan dengan responden perempuan yaitu 90 % untuk laki-laki dan 10 % untuk perempuan. Sebagian besar reponden penelitian ini adalah laki-laki, pada umumnya para wanita belum merasa tertarik untuk terlibat dalam kegiatan ekowisata ini atau memilih untuk menjadi pedagang atau ibu
48
rumah tangga saja.Tingkat pendidikan dibedakan menjadi tidak berpendidikan, pendidikan SD, pendidikan SMP, pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi. Persentase pendidikan responden adalah 35% mengenyam pendidikan SMA dan yang lainnya adalah berstatus pelajar aktif dengan tingkat pendidikan akhir yaitu SMP sebanyak 55%, dan sisanya 10% mengenyam pendidikan SD. Ditinjau dari segi umur, sebagian besar berkategori remaja, yaitu pada interval umur 10-19 tahun dengan persentase sebesar 65%, dan selebihnya adalah umur muda pada interval 20-29 dengan persentase 15% dan sisanya adalah umur dewasa pada interval 30-49 dengan persentase 20%. Kategori usia remaja berpotensi untuk menumbuhkan bibit dengan bekal pengetahuan dan wawasan luas tentang ekowisata bahari dan diharapkan kelak akan menjadi penggerak ekowisata di pulau ini. Kategori usia muda dan dewasa juga sangat berpotensi dalam mengembangkan ekowisata karena pada usia ini merupakan masa dimana manusia mampu berpikir dan bertindak secara optimal, sehingga ada harapan bahwa keterlibatan masyarakat dalam ekowisata. Berdasarkan data di lapangan, sebagian besar reponden bekerja dalam bidang jasa yaitu pemandu wisata sebanyak 65%, yang lainnya bekerja sebagai nelayan 10%, pedagang 10%, dan pegawai negeri 5% dan menjabat sebagai ketua RW 10%.
Sebagian besar alasan mereka yang bekerja dalam bidang adalah
karena diajak oleh teman dan ingin mencari pengalaman baru dengan bergabung dengan kelompok masyarakat (tour operator), sedangkan mereka yang bekerja sebagai nelayan beralasan karena tidak memiliki kemampuan lain dan ingin menambah pengetahuan tentang nelayan. responden yang memilih bekerja sebagai pegawai negeri beralasan karena adanya kebutuhan hidup serta adanya
49
kesempatan bekerja di lingkup Pemerintahan Daerah sehingga dia memilih untuk bekerja disana dan responden lainnya yaitu yang menjabat sebagai ketua RW di Pulau Pramuka memilih bekerja sebagai RW karena telah dilakukan secara turun temurun dari keluarganya. Beberapa dari responden juga memiliki pekerjaan sampingan. mereka yang pekerjaan utamanya di bidang selain jasa pemandu wisata, menggunakan waktu luang mereka untuk menambah penghasilan dengan bekerja di bidang ekowisata. dan ada pula mereka yang pekerjaan utamanya di bidang jasa pemandu wisata memiliki pekerjaan sampingan sebagai nelayan atau pun pedagang untuk menambah pengetahuan dan pendapatan mereka.
50
BAB V TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU DAN PELUANG EKOWISATA Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia terletak di utara Jakarta yang secara administratif berada di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kawasan TNLKpS meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan. Kawasan ini terbentang seluas 107.489 ha (SK. Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002) yang secara geografis terletak pada 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106° 40' BT. Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (SK. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 6186/Kpts-II/2002 Tanggal 10 Juni 2002 tentang Struktur Organisasi Balai Taman Nasional).
5.1
Sejarah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Wilayah laut dikenal sebagai wilayah yang tidak mempunyai status hukum
kepemilikan (property right), sehingga sumberdaya perairan laut tersebut menjadi suatu obyek yang bersifat terbuka (open access) bagi semua pihak. Khusus di Kepulauan Seribu, usaha pengaturan wilayah perairan laut-nya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat (data sekunder Taman Naional Kepulauan Seribu, 2000)
51
Adanya indikasi potensi kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut di wilayah Kepulauan Seribu yang tinggi, maka wilayah Kepulauan Seribu ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 dan No. 6310/Kpts-II/2002 yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan. Luas wilayah 107.489 hektar dengan sekitar 44 buah pulau termasuk ke dalam Taman Nasional. Pulau-pulau yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan tempat ideal untuk snorkeling, berenang, atau menyelam. Kepulauan Seribu mempunyai pulau yang ditunjuk sebagai pulau suaka alam seperti Pulau Rambut dan Pulau Onrust yang ditunjuk sebagai pulau cagar budaya.
5.2
Karakteristik dan Keunikan Wilayah TNKpS mempunyai sumber daya alam yang khas yaitu keindahan alam
laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove, padang lamun, dan lain-lain. Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang tepian (fringing reef) dengan kedalaman 1 - 20 meter. Jenis ikan hias yang banyak ditemukan diantaranya adalah jenis-jenis yang termasuk dalam famili Chaetodontidae, Apogonidae dan Pomancanthidae, sedangkan jenis Ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi antara lain adalah Baronang (Family Siganidae), Ekor Kuning (Family Caesiodiae), Kerapu (Family Serranidae) dan Tongkol (Eutynus sp.).
52
Kawasan TNKpS merupakan habitat bagi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) yang dilindungi, dan keberadaannya cenderung semakin langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini. Selain dilakukan perlindungan terhadap tempattempat penelurannya seperti di Pulau Peteloran Timur, Penjaliran Barat, Penjaliran Timur dan Pulau Belanda, telah dilakukan juga pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan pelepasliaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa. Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara mengambil telur dari pulau-pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi alami. Anak penyu (tukik) hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali ke alam, dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap. Untuk jenis tumbuhan laut, Kawasan TNKpS ditumbuhi jenis lamun (seagrass) seperti thalasia dan enhalus, dan ganggang laut/ algae/rumput laut (seaweed) seperti Halimeda, Sargassum dan Caulerpa. Jenis-jenis tumbuhan darat yang banyak ditemukan antara lain adalah Kelapa (Cocos nucifera), Mengkudu (Morinda citrifolia), Ketapang (Terminalia catappa), Butun (Baringtonia asiatica), Sukun (Artocarpus atilis), Pandan Laut (Pandanus tectorius), Sentigi (Pemphis acidula), dan Cemara Laut (Casuarina equisetifolia). Di beberapa pulau juga ditemukan ekosistem mangrove yang di dominasi oleh jenis-jenis Bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicenia sp ), Tancang (Bruguiera sp.), Temu dan Prepat (Sonneratia sp ). Berbagai fenomena dan keindahan alam kawasan ini, membuat Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu menjadi salah satu obyek wisata yang potensial dan sumber pendidikan.
pengetahuan yang dapat digali sebagai sumber penelitian dan
53
Hampir semua pulau di Kepulauan Seribu telah menjadi daerah tujuan wisata terutama beberapa pulau yang telah dikelola oleh resort-resort wisata, seperti Pulau Sepa, Pulau Bira, Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Pelangi, Pulau Pantara (Hantu Timur), dan Pulau Matahari (Macan Besar). Walaupun tidak tersedia sarana dan prasarana wisata, beberapa pulau lainnya seringkali dijadikan obyek tujuan wisata termasuk pulau-pulau pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan snorkeling yang menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu, dan bangkai kapal-kapal karam. Lokasi-lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan sunrise, camping, birdwatching, berlayar (sailing), pemancingan (fishing),
dan olahraga jet-ski juga tersedia di sana.
Beberapa lokasi penyelaman antara lain yaitu Gosong Laga, Pulau Sepa, P. Petondan Barat dan Timur, Pulau Semut, Pulau Kuburan Cina, Pulau Kaliage, P. Opak Besar, Kecil Karang Pilang, Karang Kroya, Pulau Pramuka, Karang Bongkok, P. Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak serta P. Semak Daun. Selain itu, terdapat beberapa obyek/atraksi wisata bahari bernuansa pendidikan, kelautan dan pelestarian alam di pulau pemukiman baik yang sudah ada maupun yang akan dibangun yaitu : 1. Pusat Informasi Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2. Kawasan pendidikan ekosistem perairan laut dangkal pasang surut. 3. Kawasan pendidikan ekosistem perairan laut dangkal dan menyelam bersama Penyu. 4. Kawasan pendidikan ekosistem Padang Lamun (transplantasi dan pembibitan lamun) 5. Pusat perbenihan (hatchery) dan pemulihan (restocking) biota laut.
54
6. Pelestarian
(penetasan,
pembesaran
dan
pelepasan)
Penyu
Sisik
(Eretmochelys imbricata) dan rehabilitasi penyu dewasa. 7. Kebun bibit dan penanaman mangrove Kepulauan Seribu. 8. Aquarium miniatur kehidupan laut dan biota laut budidaya (ikan Kerapu, Bandeng, Kobia, Kerapu dan Udang) dan pelepasan (restocking). 9. BALIHO Selamat Datang (Jaring Apung Besar, penyebaran informasi Taman Nasional Laut, dan restocking). 10. Riset penelitian karang. 11. Percontohan budidaya karang, rajungan dan lainnya. 12. Budidaya ikan Kerapu (perbenihan dan pembesaran di keramba jaring apung). 13. Budidaya rumput laut (penanaman dan pengolahan). 14. Budaya nelayan dalam pembuatan jaring. 15. Sarana pesona pantai pasir putih (play ground dan out door training). 16. Pesona kehidupan masyarakat pulau dan pesona dermaga dan pantai. 17. Pelelangan ikan, galangan kapal dan budaya kesenian mayarakat pulau. 18. Makanan khas masyarakat pulau (kelapa muda, sukun, rumput laut, dodol, dan lain-lain) serta kerajinan tradisional. 19. Olah raga selam, snorkeling, perahu layar, memancing, dayung, dan lain-lain. 20. Fasilitas olah raga (tenis lapangan, voli pantai, badminton, fitness, basket ball dan tenis meja). 21. Sarana akomodasi dan konsumsi massal dan keluarga.
55
5.3
Wilayah dan Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
5.3.1
Wilayah dan Pencapaian ke Lokasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-
Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektar, terumbu karang tipe karang tepian (fringing reef), mangrove dan lamun. Bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan memiliki kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Dari jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan atau badan usaha. Aksesibilitas yang bisa dicapai untuk mencapai lokasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dapat melalui dua jalur alternatif, yaitu: 1. Dari Marina Jaya Ancol setiap hari tersedia kapal khusus melayani pengunjung yang ingin melihat obyek wisata bahari, dengan waktu tempuh antara 1-2 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan sebesar Rp. 35.000. 2. Dari Dermaga Muara Angke menuju Pulau Pramuka menggunakan kapal Fery sekitar 2.5 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan adalah Rp.25.000
5.3.2
Zonasi,
Struktur Akses dan Kontrol Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu 5.3.2.1 Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Penetapan zonasi di TNLKpS didasarkan pada Keputusan Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.05/VI-KK/2004 yang
56
membagi kawasan TNLKpS ke dalam 4 zona, yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Pemukiman seperti yang terlihat dalam gambar 4. Dasar hukum yang melandasi penetapan zonasi di TNKLKpS adalah a. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. b. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. c. Peraturan Pemerintah Nomor 68 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. d. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. e. Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor 129/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 31 Desember 1996 tentang Pola pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung
57
o
o
5
5
o
10640’00 o
10625’00
o
5
o
5
PETELORAN o
10632’00
GOSONG o
PENJALIRAN
PETELORAN
o
10635’00 PENJALIRAN
o
10626’00
10628’00
o
5
o
5
o
5 NYAMPLUN SEBARU
SEBARU
KARANG HANTU (
SEMUT JUKUN
MELINTAN
o
5
BELAND K.A.
o
10633’36
o
10636’42 o
BIRA
GENTENG
5
o
5 38’ PAMAGAR
PANJAN KELAP KALIAGE
KALIAGE OPAK
Pramuka
KARANG KOTOK
U
KARANG
KOTOK KARANG
o
10633’00
SEMAK KARY
PANGGAN
o
o
10640’00
10625’00 o
o
5
5
Keterangan : Zona Inti
Zona Pemanfaatan
Zona Perlindungan
Zona Pemukiman
Gambar 4.
Peta Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Sesuai SK Dirjen PHKA Nomor : SK. 05/IV-KK/2004)
58
Pembagian zonasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut : Zona Inti Zona Inti merupakan zona yang mutlak harus dilindungi, karena di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. Penekanan
pengelolaan
zona
ini
lebih
dikonsentrasikan
pada
upaya
mempertahankan keutuhan kondisi alam wilayah tersebut tanpa campur tangan manusia. Kegiatan yang diperbolehkan hanya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, dan penunjang budidaya. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu terdapat di tiga lokasi, yaitu Zona Inti I, Zona Inti II, dan Zona Inti III. Zona Inti I Diperuntukkan sebagai perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) terletak pada koordinat 5°27′00” - 5°29′00” LS dan 106°26′00″ - 106°28′00” BT, seluas 1.386 Ha meliputi perairan Pulau Gosong Rengat dan perairan sekitarnya. Zona Inti II Diperuntukkan sebagai perlindungan ekosistem mangrove dan tempat peneluran penyu terletak pada koordinat 5°26′36″ - 5°29′00” LS dan 106°32′00″ 106°35′00” BT, seluas 2.398 Ha meliputi perairan Pulau Penjaliran Timur dan Barat, Peteloran Barat dan Timur serta perairan sekitarnya. Zona Inti III Diperuntukkan sebagai perlindungan ekosistem terumbu karang terletak pada koordinat 5°36′00” - 5°37′00” LS dan 106°33′36″ - 106°36′42″ BT, meliputi perairan Pulau Belanda dan Kayu Angin Bira beserta perairan di sekitarnya.
59
Zona Perlindungan Zona perlindungan merupakan zona yang diperuntukan untuk melindungi zona inti, merupakan kawasan yang mendukung upaya perkembangbiakan jenis satwa termasuk satwa migran. Kegiatan yang dapat dikembangkan adalah untuk kepentingan pendidikan, penelitian,pengembangan ilmu pengetahuan,kegiatan penunjang budidaya dan wisata alam terbatas. Zona perlindungan terletak pada koordinat berada pada 5°24′00” - 5°30′00″ LS dan 106°25′00″ - 106°40’00” BT, seluas 26.28,50 ha,meliputi Pulau Buton, Jagung, Karang Mayang, Rengit, Nyamplung, Sebaru Besar dan Kecil, Lipan, Kapas, Bunder, Hantu Timur dan Barat, Yu Timur dan Barat, Satu dan Kelor Timur beserta perairannya. Pemanfaatan secara tidak langsung dapat dilakukan di dalam zona ini yaitu terhadap keberadaan daya tarik obyek wisata alam yang dapat dikunjungi secara terbatas. Kegiatan lain yang dapat dilakukan pada zona ini sudah diarahkan pada kepentingan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatakan sebagai salah satu unsur penunjang budidaya melalui penelitian.
Zona Pemanfaatan Wisata Zona pemanfaatan wisata merupakan zona yang dikembangkan untuk mengakomodasi
kegiatan
wisata
bahari.
Pada
kawasan
tersebut
dapat
dikembangkan sarana prasarana rekreasi dan pariwisata alam. Zona pemanfaatan wisata terletak pada koordinat 5°30′00″ - 5°38′00″ - 5°45′00″ LS dan 106°25′00” - 106°33′00” - 106°′00” BT, seluas ± 59634,50 ha meliputi Pulau Kelor Barat,
60
Gosong Laga, Gosong Sepa, Sepa Barat dan Timur, Jukung, Melinjo, Cina, Semut Besar dan Kecil, Melintang, Perak, Petondan Barat dan Timur, Panjang Bawah, KA. Melintang, KA. Putri, Tongkeng, Macan Kecil, Putri Besar dan Kecil, Matahari, KA. Bira, Bira Besar dan Kecil, Genteng Besar dan Kecil, Kuburan Cina dan Pulau Bulat beserta perairannya.
Zona Pemukiman Zona pemukiman merupakan zona yang mengakomodir kepentingan masyarakat
setempat
termasuk
sarana
prasarana
pengelolaan
dengan
memperhatikan aspek konservasi . zona ini terletak pada koordinat 5°38′00”5°45′00” LS dan 106°33′00”-106°40′00” BT, seluas + 17.121 ha yang meliputi Pulau Dua Barat dan Timur, Kaliage Besar dan Kecil, Semut, Karang Ketamba, Karang Mungu, Opak Besar dan Kecil, Karang Bongkok, Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Karya Panggang dan Pramuka serta perairan sekitarnya. Daerah Penyangga berada di luar kawasan taman nasional yang berfungsi melindungi keberadaan taman nasional beserta ekosistemnya terhadap gangguan dari luar kawasan yang dapat membahayakan kelestarian potensi di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukkan masing-masing zona tersebut ternyata masih terjadi dalam hal penataan kawasan di TNLKpS. Contohnya pada zona pemukiman, meskipun upaya konservasi telah dilakukan, namun masih ada masyarakat yang tidak peduli dalam memperhatikan aspek konservasi tersebut, sehingga kawasan pemukiman juga menjadi salah satu penyebab gangguan yang terjadi pada lingkungan dan ekosistem yang ada.
61
Melalui hasil wawancara lapang, terlihat karakter masyarakat pulau yang cenderung acuh tidak acuh dengan hal-hal baru dan timbul kecenderungan munculnya individualisme dari tiap orang. Sehingga upaya sosialisasi yang intensif kepada masyarakat akan pentingnya kawasan TNLKpS dan sumberdaya alam hayati yang terkandung didalamnya, cenderung sulit siterima, hanya beberapa kelompok ataupun komunitas masyarakat yang menerima dan menertapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Materi Sosialisasi Zonasi TNLKpS, 2004).
5.3.2.2 Struktur Akses dan Kontrol Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Peluang masyarakat dalam memanfaatkan kawasan wisata yang ada di wilayah Taman Nasional bergantung pada seberapa besar akses dan kontrol yang diberikan oleh pihak Taman Nasional kepada masyarakat untuk berpartisiapsi dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan tersebut. Pola akses dan kontrol yang telah ada di wilayah taman Nasional Kepulauan Seribu dapat diklasifikasikan sebagaimana terdapat pada Tabel 10. Beberapa penjelasan tentang ketentuan perbuatan atau kegiatan yang dapat dilakukan di Taman Nasional menurut Zona menurut SK Dirjen PHKA nomor SK 05/IV-KK/2004 adalah sebagai berikut: a. Wisata Alam adalah kegiatan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara, untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan konservasi.
62
b. Wisata Bahari adalah kegiatan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara, untuk menikmati gejala keunikan, keindahan alam dan pemanfaatan sumberdaya laut, pulau, pantai, dan pesisir. c. Kegiatan menunjang budidaya adalah kegiatan pemanfaatan plasma nutfah, baik tumbuhan maupun satwa, yang terdapat dalam kawasan konservasi untuk kepentingan pemuliaan, penangkaran, dan budidaya yang dilakukan di luar kawasan konservasi. d. Wisata terbatas adalah kunjungan rekreasi dan olahraga yang bersifat sesaat saja, sedangkan akomodasi berada di Pulau Resort Wisata atau Pulau-Pulau Lain yang berada di luar Zona Inti dan Zona Perlindungan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Tidak terdapat pembangunan resort wisata atau
pembangunan lainnya, kecuali pembangunan sarana sederhana untuk mendukung kunjungan rekreasi dan olahraga sesaat tersebut. e. Pemanfaatan Tradisional adalah pemanfaatan sumber daya alam hayati yang ada dalam kawasan konservasi oleh masyarakat setempat yang secara tradisional kehidupan sehari-harinya tergantung pada kawasan konservasi. f. Pembinaan Habitat adalah kegiatan berupa pemeliharaan/ perbaikan lingkungan tempat hidup satwa dan atau tumbuhan dengan tujuan agar satwa dan atau tumbuhan tersebut dapat terus hidup dan berkembang secara dinamis dan seimbang. g. Pembinaan Populasi adalah kegiatan menambah atau mengurangi populasi satwa dan atau tumbuhan tertentu dengan tujuan agar satwa dan atau tumbuhan tersebut tetap berada pada kondisi yang dinamis dan seimbang.
63
h. Jasa Lingkungan adalah produk lingkungan alami dari kawasan konservasi yang dapat berupa udara segar, keindahan dan keunikan alam yang dapat dilihat, dirasa, dan atau dibau yang dapat memberikan kenyamanan bagi manusia. i. Budidaya kelautan alami tradisional adalah kegiatan budidaya perikanan laut yang berprinsip dasar pada penggunaan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan, dan mengutamakan kearifan ekologis, pelestarian alam dan budaya tradisional masyarakat, dengan rambu-rambu pengaturan sebagai berikut : 1)
Berlokasi dalam Zona Permukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2)
Mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat secara nyata (adanya transfer teknologi dan menjadi bapak angkat pada 2-3 tahun mendatang).
3)
Menggunakan jaring apung dan bangunan yang tidak merusak terumbu karang dan padang lamun.
4)
Melakukan restocking (pelepasan bibit ke alam/laut bebas) sekitar 10 % hasil budidaya.
5)
Membangun sarana yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata alam bahari.
6)
Biota laut yang dibudidayakan adalah jenis biota lokal (bukan jenis introduksi atau baru).
7)
Melakukan konservasi ekosistem perairan laut atau mengadakan dana konservasi.
8)
Secara periodik dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
64 Tabel 11. Perbuatan atau Kegiatan yang Dapat Dilakukan di Zona Taman Nasional menurut SK Dirjen PHKA nomor SK 05/IV-KK/2004 Zona Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Kegiatan Zona Inti
Zona Perlindungan
Zona Pemanfaatan Wisata
Zona Pemukiman
Pendidikan, penelitian, dan penunjang budidaya.
■
-
-
-
Monitoring SDA hayati dan ekosistemnya.
■
-
-
-
Membangun sarana prasarana untuk monitoring, yang tidak merubah bentang alam.
■
-
-
-
•
Pendidikan, penelitian, wisata terbatas, dan penunjang budidaya
-
■
-
-
•
Membangun sarana prasarana untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas, yang tidak merubah bentang alam. Pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan pemanfaatan jasa lingkungan.
-
■
-
-
-
■
■
■
• •
Pemanfaatan tradisional.
-
■
■
■
•
Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari.
-
-
■
■
•
Pengusahaan wisata alam/bahari oleh dunia usaha.
-
-
■
■
•
Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan restocking. Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari, yang tidak merubah bentang alam.
-
-
■
■
-
-
■
■
Budidaya kelautan alami tradisional.
-
-
• •
Diolah dari
-
■
Laporan keterpaduan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2004 dengan menggunakan kerangka tabel yang
dikembangkan oleh Adiwibowo et al., 2009 Keterangan: ■ Kegiatan yang dapat dilakukan di zona bersangkutan.
65
Wilayah laut umumnya dikenal sebagai wilayah yang bersifat akses terbuka (open access) bagi semua pihak. Khusus di Kepulauan Seribu, usaha pengaturan wilayah perairan laut-nya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat. Termasuk dilaksanakannya “Program Legalisasi dan Sertifikasi Pemanfaatan Tradisional Masyarakat Kepulauan Seribu di Zona Pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu” (dapat dilihat pada lampiran 1). Sekitar 60 % Masyarakat Kepulauan Seribu, tinggal di 5 Pulau Sangat Kecil yang berada di dalam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mereka bermatapencaharian pokok sebagai nelayan dan hal ini sudah lama mereka lakukan, jauh sebelum pembentukan Taman Nasional. Mereka sudah dan sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu sehingga Program legalisasi dan sertifikasi telah diberlakukan untuk mengatasi masalah ini. Berbagai macam pola pemanfaatan Taman Nasional Kepulauan Sribu dapat diklasifikasikan sebagaimana yang terdapat pada Tabel 11. Pola pemanfaatan ruang di TNLKpS sedikit banyak mempengaruhi lingkungan yang ada didalamnya. Dari aktifitas pemanfaatan kawasan tersebut, muncul berbagai kendala dan tantangan dalam pengelolaan TNLKpS, terlebih lagi akses yang terbuka dalam kawasan perairannya sangat menyulitkan untuk melakukan upaya pemantauan dalam hal pengambilan biota laut baik dalam keadaan hidup atau mati, serta kuang kepedulian masyarakat pualu terhadap kebersihan lingkungan baik di sekitar tempat tinggal mereka, maupun di pulau lainnya sementara kebersihan merupakan faktor utama dalam penyelenggaraan wisata bahari di TNLKpS. Langkah sosialisasi secara menyeluruh dan tidak
66
melupakan kepentingan masyarakat menjadi langkah yang baik dalam menjalin kerjasama antara pihak Taman Nasional dengan masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan kawasan dan sumberdaya alam yang ada dengan bijaksana Tabel 12 . Pola Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Kawasan TNLKpS No. 1.
Kegiatan Penelitian
2.
Pendidikan
3.
Pariwisata
4.
Perikanan A. Perikanan Tangkap:
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
Aktivitas Penelitian Dasar Penelitian Terapan Dokumentasi Karya wisata Widya wisata Pelatihan Dokumentasi Berjemur Snorkeling SCUBA Diving Menangkap ikan (memancing, speargun) Olahraga air Mengumpulkan kerang-kerangan Fotografi/melihat keindahan alam Pancing Tongkol
2. Pancing Kotrex 3. Pancing Cumi-cumi 4. Jaring Kongsi/Muroami 5. Jaring Mayang/Pukat Kantong 6. Jaring Gebur 7. Jaring Gardan 8. Pengambilan Teripang 9. Pengambilan Kima 10. Pengambilan ikan hias dan karang hidup 11. Pengambilan Susu bundar 12. Pengambilan Kempak 13. Pengeboman ikan 14. Bagan (Bagan Jalan) 15. Bubu 1. Keramba Apung B. Perikanan Budidaya: 2. Keramba Tancap (Budidaya Kerapu) 3. Budidaya Rumput Laut 4. Budidaya Kerang Mutiara 5. Budidaya Udang 6. Budidaya Bandeng 5. Pertambangan 1. Pengambilan pasir laut Masyarakat 2. Pengambilan karang mati 6. Kehutananan Pengambilan pohon mangrove Sumber : Laporan keterpaduan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2004
67
5.4
Peluang Ekowisata di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Ekowisata Bahari Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah salah satu
kegiatan pengelolaan yang diupayakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan - kegiatan yang ada dalam paket ekowisata bahari Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kegiatan pengenalan ekosistem laut dan pesisir yang dikemas dalam berbagai bentuk dan kegiatan yang dilakukan di perairan yang dangkal dan pulau-pulau kecil (http://tnlkepulauanseribu.net). Adapun Ekowisata Bahari di Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari: Tabel 13. Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Kepulauan Seribu No. 1
Kegiatan Menikmati panorama alam bahari dengan fasilitas: a. Berperahu/kano/banana boat/katamaran/Jet ski b. Snorkeling c. Diving d. Memancing e. Aquarium bawah laut
2
Menikmati budaya masyarakat Kepulauan Seribu: Wisata Ngobor
3
Pengenalan ekosistem dan jenis mangrove dan teknik penanaman mangrove khusus di Kepulauan Seribu Pengenalan ekosistem dan jenis lamun dan teknik penanaman lamun Pengenalan teknik transplantasi karang hias Outbond: High Rope Observasi satwa: a. Pelestarian semi alami Penyu Sisik b. Rehabilitasi Elang Bondol (Haliastur indus) c. Hatchery biota langka Observasi lokasi budidaya perikanan: a. Budidaya ikan bandeng dan Proses Cabut duri ikan bandeng b. Sea Farming
4 5 6 7
8
Lokasi Sepanjang perjalanan dari Jakarta - Pulau tujuan: Pulau tujuan (Pulau Pemukiman, Pulau Resort Wisata) Pulau Pemukiman: P. Pramuka, P. Panggang, P. Kelapa, P. Harapan, P. Kelapa Dua Pulau Pramuka Pulau Pramuka Pulau Pramuka Pulau Pramuka -Pulau Pramuka, Pulau Sepa -Pulau Kotok -Pulau Pramuka Pulau Panggang
Sumber: http://tnlkepulauanseribu.net Berdasarkan
wawancara
di
lapangan,
sejalan
dengan
pesatnya
perkembangan pariwisata di TNLKpS sejak penghujung 2003, pembangunan
68
sarana
dan
prasarana
yang
tersedia
di
Pulau
Pramuka,
juga
terasa
perkembangannya, sehingga turut memacu didirikannya sarana pendukung baik dari masyarakat pihak-pihak lain yang bekerjasama dalam menyokong kebutuhan pengunjung dalam berwisata. Kondisi tersebut juga telah membantu masyarakat dalam menyokong kehidupan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Perkembangan sarana dan prasarana pariwisata sebagai penyokong kebutuhan pengunjung terlihat pada munculnya usaha katering dan pemandu wisata. Sebelum Tahun 2004 usaha katering berjumlah kurang lebih 3 orang saja, namun sejak tahun 2004 untuk kemudahan pengadaan makanan di P. Pramuka terutama untuk rombongan wisatawan/kegiatan pendidikan dan pelatihan, bisa ditemukan usaha katering dengan menu dan harga yang bervariasi. Sebelum tahun 2004 jasa pemanduan wisata laut/perairan kep. Seribu terbatas pada nelayan (untuk kegiatan memancing) dan pegawai TNLKpS (untuk kegiatan selam dan snorkeling), pada tahun 2004 berdiri Kelompok masyarakat “Elang Ekowisata” yang beranggotakan pemandu lokal penduduk asli Pulau Pramuka. Adapun dalam pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Taman Nasional juga berusaha bermitra dengan kelompok-kelompok swadaya yang ada di masyarakat. Kegiatan ekowisata yang ada pun tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Sebagai contoh, dalam kegiatan penyelaman dan snorkeling, kelompok masyarakat yang bekerja di bidang ekowisata dapat memanfaatkan kelengkapan peralatan dari Taman Nasional serta membawa tamu mereka untuk melakukan penyelaman dan snorkeling di wilayah perairan Taman Nasional, tentu saja kegiatan ini melalui perizinan terlebih dahulu.
69
Selain itu, dikembangkan pula BTNLKpS melaksanakan kegiatan budidaya. Sebagian besar dari kegiatan budidaya ini telah dikelola masyarakat dan masih dalam pembinaan dari Taman Nasional. Kelompok masyarakat yang bekerja di bidang ekowisata pun dapat bekerja sama dengan kelompok-kelompok konservasi lainnya, sebagai upaya untuk menarik minat wisatawan agar tidak jenuh. Wisatawan ini biasanya didampingi oleh para pemandu wisata lokal untuk berkeliling mengenal berbagai macam budidaya yang ada di Pulau Pramuka dan berusaha mengajak wisatawan untuk berpastisipasi aktif dalam kegiatan konservasi seperti menanam mangrove, pelepasan penyu, transplantasi karang dan lain-lain.
70
BAB VI KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU 7.1
Perkembangan Kelompok Usaha Ekowisata di Pulau Pramuka Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) memiliki empat fungsi
kawasan yang salah satunya adalah fungsi pemanfaatan. Fungsi pokok TNLKpS ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat yang meliputi kegiatan pengembangan wisata alam dan usaha perikanan yang tidak merusak lingkungan. Pengembangan wisata ini pada awalnya dikembangkan oleh TNLKpS pada tahun 2000 dengan mengusung tema wisata pemukiman dengan maksud mendekatkan potensi perputaran ekonomi dari resort wisata ke pulau pemukiman masyarakat sekitarnya. Namun kegiatan wisata yang ini dirasa kurang optimal oleh masyarakat, karena kurangnya pelibatan peran masyarakat lokal dalam pelaksanaannya. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab bagi warga untuk membangkitkan pariwisata di TNLKpS melalui inisiasi warga sendiri. Ekowisata di Pulau Pramuka pada awalnya diinisiasi oleh warga melalui Forum Rembug Warga (FRW) dimana diikuti 60 orang dari warga pulau Panggang dan Pramuka yang telah diseleksi oleh panitia. Panitia ini dibentuk dari kerjasama pemerintah daerah dan Yayasan Kalpataru Bahari yang sekaligus menjadi pendamping peserta selama FRW berlangsung. FRW ini dilaksanakan di Ciloto, Bogor yang memakan waktu selama sebulan. Salah satu agenda FRW ini adalah membahas tentang permasalahan ekonomi yang dihadapi di Pulau Panggang dan Pramuka. Salah satu inisiasi yang diusulkan sebagai solusi permasalahan ini adalah mengembangkan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan. Salah satu bentuk kegiatan ekonomi ramah lingkungan yang ingin
71
dilakukan adalah melalui usaha ekowisata. Salah satu tujuan dari pembentukkan FRW ini adalah untuk mewujudkan kegiatan wisata alam mandiri yang berbasis konservasi di Kelurahan Pulau Panggang yang sekarang dikenal dengan ekowisata. Inisiasi tentang ekowisata ini melibatkan 7 orang inisiator didalamnya, proses ini terus berjalan sampai pada akhirnya terbentuk lembaga sebagai wadah kegiatan ekowisata yaitu ”Balong Ekowisata”. Namun dalam perjalanannya, timbul konflik intern dan perbedaan kepentingan antara anggotanya, sehingga Balong Ekowisata bubar. Hal ini juga membuat agenda FRW untuk mewujudkan kegiatan wisata berbasis konservasi menjadi tersendat dan Kalpataru menyatakan mundur sebagai fasilitator. Hal ini juga dikatakan oleh salah satu informan: Setelah bubar, Balong Ekowisata difasilitasi oleh Yayasan Terangi dan pemerintah kabupaten serta Balai Taman Nasional sebagai pembina. Selanjutnya, Balong Ekowisata berubah nama menjadi Elang Ekowisata pada tahun 2004 yang bergerak dalam bidang tour operator. Hal lain dikemukakan oleh salah satu informan: ’Sebenarnya, dahulu kami berharap pemkab memfasilitasi kelembagaan dari FRW dengan membantu membuat kelompok ekowisata yang ada ditingkatan masyarakat, tapi yang dipikir mereka berbeda dengan kita, bukannya penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan yang dilakukan malah menganggap bahwa balong adalah hanya tour operator sehingga mereka jadinya cuma memfasilitasi alat saja yaitu memberikan alat selam sebanyak 5 set, sehingga jadilah dikenal bentuk yang sekarang yaitu elang’. Hal inilah yang menimbulkkan kekecewaan antaranggota. Mereka berharap lembaga yang telah mereka bentuk memiliki peran yang lebih besar dalam pengembangan ekowisata, tidak hanya sekedar dipandang sebagai
72
kelompok tour operator saja.
Anggota insiator ekowisata sebagian besar
memecahkan diri ketika terbentuknya Elang Ekowisata dan membuat lembaga baru, baik yang sejenis sebagai tour operator maupun memilih untuk bekerja di bidang lain. Berbagai macam kelompok masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi mulai tumbuh setelah diadakannya FRW. Kelompok pemandu wisata lokal, kelompok konservasi, usaha katering, souvenir, homestay, villa dan usaha lainnya bermunculan sebagai sarana pendukung untuk menyokong kebutuhan pengunjung dalam berwisata. Kelompok usaha ekowisata yang terbentuk di Pulau Pramuka adalah Dolphin Ecotourism dan Elang Ekowisata. Berikut adalah profil kedua kelompok tersebut:
7.1.1
Dolphin Ecotourism Dolphin Ecotourism merupakan salah satu organisasi yang bergerak
dibidang wisata bahari di Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Pramuka. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 11 September 2007 oleh salah satu warga bernama Musleh. Awalnya pada tahun 2000, Musleh bergabung dengan Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu. Saat itu Suku Dinas Perikanan bekerjasama dengan masyarakat melakukan kegiatan transplantasi karang, dalam beberapa kesempatan kegiatan tersebut juga dihadiri oleh wisatawan maupun peneliti dari berbagai universitas. Melihat pengetahuan bahari dan pengetahuan medan pulau Pramuka yang sangat memadai, musleh sering kali diminta untuk mendampingi mereka untuk berwisata snorkeling, diving dan berkemah. Setelah
73
itu Musleh banyak melakukan kegiatan mendampingi tamu yang melakukan kunjungan ke pulau. Pada tahun 2003, Musleh bergabung dengan salah satu organisasi bahari di Pulau Pramuka dengan tekun membangun wisata bahari di Pulau Pramuka. Organisasi ini sempat berkembang dengan baik namun karena berbagai masalah yang terjadi di dalam organisasi akhirnya Musleh memutuskan untuk keluar dari organisasi tersebut. Berbekal dengan kepercayaan dari para tamu yang pernah berkunjung ke pulau dan kembali menghubungi Musleh untuk memandu mereka, akhirnya didirikanlah organisasi Dolphin Ecotourism pada tahun 2007. Seiring berjalannya waktu, organisasi Dolphin Ecotourism terus berkembang. Kini Dolphin Ecotourism beranggotakan 12 orang guide yang bertugas memberikan pelatihan, pengetahuan kelautan, dan memandu para tamu serta 1 orang yang bertugas mempromosikan wisata bahari Kepulauan Seribu kepada masyarakat luas melalui Dolphin Ecotourism. Semua anggota guide Dolphin Ecotourism berasal dari SMU setempat. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mereka untuk membangun kepercayaan diri, menambah pengetahuan dan wawasan bahari juga mengasah kemampuan berkemunikasi dengan para tamu. Semua ini akan menjadi pengalaman yang berharga saat mereka mencari pekerjaan setelah dari sekolah nanti. Dalam kegiatan operasionalnya, Dolphin Ecotourism didukung oleh berbagai pihak untuk menjamin kepuasan dan kenyaman para tamu. Pihak pendukung itu adalah para pemilik kapal penyeberangan, pemilik kapal ojek, pemilik penginapan, pengelola catering, penjaga pulau setempat, pengelola keramba, pengelola penangkaran
74
penyu dan tentunya instansi pemerintah setempat. Dukungan tersebut dituangkan dalam bentuk ikatan kerjasama sehingga profesionalisme dalam bekerja tetap terjaga. Menurut data yang dicatat, berikut adalah jumlah tamu yang datang dari tahun ke tahun: Tabel 14. Perkembangan Pengunjung Dolphin Ecotourism Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (Januari s.d Juni)
Jumlah Tamu (orang) 15 32 70 664 559 885 349
Sumber: Data sekunder Dolphin Ecotourism, 2009 Satu persatu fasilitas dan peralatan kami perbaiki dan kami tambah sehingga memenuhi standar pariwisata yang baik. Satu hal yang belum dapat Dolphin sediakan adalah peralatan selam (diving), pelatihan (tour guide), pelatihan diving dan sertifikasi diving, sehingga mereka mereka belum dapat melayani tamu yang berminat untuk menyelam dengan baik. Potensi wisata Pulau Pramuka sangat besar dan akan terus berkembang. Oleh karena itu, Dolphin Ecotourism mencoba selalu menjaga kelestarian laut dan terumbu karang Kepulauan Seribu.
7.1.2
Elang Ekowisata Kepulauan Seribu kaya akan sumberdaya alam, khusus ekosistem terumbu
karang. Sadar akan kekayaan tersebut, para pemuda Kepulauan Seribu yang berkedudukan di Kelurahan Panggang dengan cita-cita yang sama membentuk sebuah organisasi yang bernama Elang Ekowisata. Besarnya potensi sumberdaya
75
alam yang dapat dikembangkan di Kelurahan Pulau Panggang, merupakan motivasi bagi masyarakat pulau untuk berkomitmen mengembangkan Kelurahan Pulau Panggang khususnya sektor pariwisata. Setelah beberapa tahun mengalami perkembangan akhirnya kami harus mandiri dalam hal manajemen kepengurusan organisasi, akhirnya terbentuklah tatanan pengelolaan organisasi yang independen seperti sekarang ini dan siap memberi pelayanan pada tamu dan wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu. Elang Ekowisata berdiri pada tanggal 22 November 2004 diharapkan menjadi salah satu cikal bakal perkembangan pariwisata Kepulauan Seribu dengan memiliki tujuan untuk memanfaatkan dan menjaga keuuthan ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu melalui kegiatan wisata yang berkelanjutan. Adapun visi dari Elang Ekowisata ini adalah: ”Memupuk rasa menjaga kelestarian laut serta olahraga laut, menyebarluaskan informasi keindahan alam Indonesia khususnya keindahan alam laut Kepualuan Seribu serta meningkatkan pariwisata Indonesia khususnya Kepulauan Seribu dengan tetap memperhatikan kelestarian alam dan kemakmuran masyarakat pulau”. Sedangkan misi dari Elang Ekowisata adalah sebagai berikut: o Elang Ekowisata mengajak, membina serta membantu para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan diri dan memajukan organisasi serta negara. o Elang Ekowisata memandu para wisatawan dari dalam maupun dari luar negeri sebagai investasi pengembangan organisasi dan negara
76
o Elang Ekowisata sebagai wadah yang dapat membina pemuda atau organisasi lain untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang berorientasi pada alam laut o Elang Ekowisata dapat bekerja sama dan bermitra sejajar dengan organisasiorganisasi lain dalam setiap kegiatan Elang Ekowisata. Seperti yang telah dijelaskan di paragraf awal, Taman Nasional memang pada awalnya sudah membuat program wisata pemukiman, namun kegiatan yang ada di dalamnya kurang melibatkan peran masyarakat lokal. Berdasarkan wawancara lapang, kegiatan pengembangan wisata alam di TNLKpS juga baru berkembang selama kurun waktu tiga tahun sejak tahun 2004 setelah FRW diadakan. Kegiatan wisata alam ini juga dirasakan masih kurang melibatkan peran masyarakat lokal. Langkah Balai TNLKpS tersebut ternyata menimbulkan pertanyaan dan kritikan dari kalangan masyarakat akan eksistensi dan fungsi TN, apakah sebagai badan konservasi ataukah sebagai penyelenggara wisata yang bersifat bisnis. Langkah BTNLKpS ini dianggap tidak kompatibel dengan inisiasi masyarakat yang berusaha mewujudkan wisata alam mandiri berbasis konservasi pada FRW yang telah diadakan pada tahun 2003. Masyarakat menginginkan terwujudnya kegiatan wisata alam berbasis konservasi dimana masyarakat lokal turut dilibatkan didalamnya. Tapi pada kenyataanya, kegiatan ekowisata ini diselenggarakan oleh pihak-pihak tertentu yang bermodal dan kurang adanya pelibatan masyarakat lokal. Kritikan dari masyarakat ini membuat Taman Nasional berusaha untuk memperbaiki kegiatan ekowisata ada selama ini. Pentingnya arti masyarakat bagi kelangsungan pelestarian alam dalam suatu kawasan Taman Nasional menjadi satu pendorong bagi pengelola TNLKpS
77
untuk merancang suatu kegiatan wisata alam bahari yang berbasiskan masyarakat. Wisata pendidikan dan konservasi laut di Pulau Pemukiman menjadi program unggulan yang ditawarkan TNLKpS kepada masyarakat. Wilayah Kelurahan Pulau Panggang yang bersentuhan langsung dengan aktifitas-aktifitas Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, memerlukan lembaga di tingkat masyarakat yang ikut berperan terhadap pembangunan laut dan kelautan di wilayahnya ke arah kelestarian fungsi dan manfaatnya. Didirikanlah Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan Samo-Samo (SPKP Samo-Samo) pada tanggal 15 Desember 2006 di Kelurahan Pulau Panggang. Warga yang pernah manjadi inisiator dalam FRW di minta oleh pihak Taman Nasional untuk bergabung didalamnya. Bergabung dalam SPKP SamoSamo membuat mereka ingin mencoba merealisasikan kembali tujuan FRW dahulu yang tertunda. Ternyata pihak Taman Nasional menyambut dengan baik ide tersebut dan berusaha untuk menjadi fasilitator untuk mewujudkan tujuan tersebut. Hal ini juga dikatakan oleh salah satu informan: ’Dibandingkan dengan pihak pemerintah yang lain ternyata pihak Taman Nasional paling merespon tujuan FRW ini, makanya SPKP juga dibentuk dengan ada perjanjian awal sebelumnya, kalau dasar program yang dipakai itu sama dengan FRW kami (masyarakat) setuju tapi jika tidak masyarakat menolak, untuk apa melakukan perencanaan yang berulang-ulang dari awal lagi kalau sebenarnya tujuannya itu-itu juga’. SPKP Samo-Samo ini dijadikan wadah bagi organisasi-organisasi kemasyarakatan yang telah tumbuh setelah FRW diadakan. Anggotanya terdiri dari kelompok Dewan Kelurahan, Pernitas, APL, Coral Reef, Elang Ekowisata, Clown Fish, Sea farming, RW, Gerakan Pramuka, Alam Lestari, Pondok karang, Gerakan Masjid, dan Dolphin Ecotourism. Atas dukungan dari berbagai kelompok
78
masyarakat yang ada maka terbentuklah tujuan Taman Nasional bersama dengan warga untuk menciptakan model desa konservasi di Kelurahan Pulau Panggang serta menciptakan kegiatan ekowisata yang berbasis konservasi di Pulau Pramuka. Mulailah pada awal tahun 2007 sampai dengan sekarang, kegiatan wisata alam di Taman Nasional ini melibatkan peran masyarakat. BTNLKpS mendorong upaya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat melalui legalisasi dan sertifikasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dengan tujuan membangun kemandirian masyarakat lokal dalam kepedulian dan aksi konservasi laut dan pembangunan kepariwisataan Kepulauan Seribu. Terkait dengan legalitas dan pembinaan pemanfaatan tradisional tersebut, sampai saat ini, BTNLKpS telah melakukan kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Pemanfaatan Tradisional Ikan (Ikan Hias dan Konsumsi), Budidaya Karang Hias, Budidaya Kerang Hias, dan Souvenir Kerajinan Karang dan Kerang Hias. BTNLKpS juga telah mengadakan berbagai pelatihan untuk menyelam dan pemandu wisata bagi masyarakat di Pulau Pramuka
yang
bertujuan
meningkatkan
kemampuan
masyarakat
ketika
mendampingi wisatawan yang datang. Program-program pelatihan yang diselenggarakan ini, dipandang dapat menimbulkan fungsi ganda yaitu selain akan mengharumkan nama kawasan ekowisata di Pulau Pramuka sebagai sarana promosi, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar obyek wisata. Sampai sekarang penyelenggaraan Ekowisata yang ada di Pulau Pramuka terus berkembang tidak hanya pihak dari Taman Nasional dan kelompok swadaya masyarakat yang telah ada, namun berkembang pula usaha-usaha ekowisata lain baik berasal dari masyarakat lokal maupun dari pihak masyarakat luar Pulau Pramuka.
79
7.2
Keterlibatan Masyarakat Pulau Pramuka Berdasarkan pengamatan lapang dan diskusi dengan beberapa masyarakat
Pulau Pramuka pada umumnya mereka mempunyai kemauan besar untuk bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan pengembangan ekowisata dan pemanfaatan lingkungan wisata untuk menambah penghasilan mereka. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan FRW yang diselenggarakan pada tahun 2003 yang bertujuan untuk mencari solusi permasalahan ekonomi di Kelurahan Panggang salah satunya dengan cara mewujudkan kegiatan wisata alam mandiri berbasis konservasi. Berdasarkan data yang didapatkan melalui kuesioner maka dapat diidentifikasikan adanya bentuk hubungan antara keterlibatan masyarakat yang diwakili oleh kelompok Dolphin Ecotourism dan Elang Ekowisata dengan pihak pemerintah yaitu Taman Nasional dalam usaha ekowisata di Pulau Pramuka. Berdasarkan tinjauan Arnstein (1969), menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi yang dicapai dalam hubungan antara Taman Nasional dengan masyarakat Pulau Pramuka. Baik anggota Dolphin Ecotourism maupun Elang Ekowisata terlibat dalam tingkat partisipasi sampai dengan tingkat kemitraan. Kedua kelompok ini tidak banyak memiliki perbedaan dalam hal keterlibatan mereka dalam usaha ekowisata. Berdasarkan hasil di lapangan, partisipasi pada tingkatan manipulasi terjadi ketika pihak Taman Nasional mengadakan berbagai macam kegiatan penyuluhan konservasi atau pelatihan pemandu wisata dan selam.. Kegiatan ini bersifat teknis dan bertujuan untuk mendidik dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk berkontribusi dalam upaya konservasi di kawasan TNLKpS. Komunikasi yang terbangun dalam kegiatan ini bersifat searah dan belum ada
80
bentuk keleluasaan responden dalam menyampaikan pendapat mereka. Tingkatan partisipasi ini banyak dialami oleh responden pelajar dan wanita. Tingkatan partisipasi pemberitahuan dan konsultasi dirasakan oleh warga ketika pihak Taman Nasional berusaha untuk mengidentifikasi keinginan masyarakat dan mendengarkan aspirasi mereka untuk mengadakan berbagai macam kegiatan pelatihan penunjang pariwisata seperti pelatihan selam dan pemandu wisata. Kegiatan ini diadakan setiap tahun sejak tahun 2007. Tingkatan partisipasi lain yang dapat teridentifikasi adalah placation (penentraman). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Tingkatan ini terjadi ketika masyarakat memberikan kritik kepada BTNLKpS atas langkah mereka dalam menyelenggarakan ekowisata yang kurang melibatkan masyarakat. Hal ini dinilai tidak kompatibel dengan tujuan mewujudkan kegiatan wisata mandiri berbasis konservasi yang diinisiasi masyarakat dalam FRW dimana masyarakat lokal terlibat didalamnya. Kritikan ini mendapat respon positif dari pihak BTNLKpS sehingga mulai pada tahun 2007 masyarakat mulai dilibatkan dalam kegiatan ekowisata di Taman Nasional. Tingkatan partisipasi lain yang terindikasi dalam hubungan antara Taman Nasional dengan masyarakat adalah tingkat partisipasi pada tingkat kemitraan. Tingkatan ini terjadi ketika warga berusaha untuk mewujudkan kembali tujuan FRW yang tertunda, melalui sebuah media yaitu SPKP yang difasilitasi oleh BTNLKpS. SPKP diharapkan menjadi wadah untuk mengaspirasikan pendapat
81
masyarakat yang beragam. Proses awalnya dibentuk suatu Forum Group discussion selama 5 hari untuk mengetahui apa yang sebenarnya menjadi keinginan
masyarakat,
saling
mengutarakan
pendapat,
brainstorming,
mengklasifikasikan kebutuhan masyarakat dan memilih kebutuhan yang paling dipenting diwujudkan. Selain bermitra dalam kegiatan SPKP ini, pada tingkatan kemitraan ini Dolphin ecotourism dan Elang Ekowisata memiliki keterlibatan yang berbeda dengan pihak Taman Nasional. Perbedaannya adalah Elang Ekowisata telah menjadi lembaga yang dibina dari tahun 2004 oleh Taman Nasional sedangkan Dolphin Ecotourism tidak mendapat pembinaan dari Taman Nasional. Elang Ekowisata ternyata memiliki akses untuk mengadakan upaya kerjasama dengan TNLKpS untuk kelangsungan kegiatan wisata di Pulau Pramuka. Upaya yang dilakukan adalah dalam hal peminjaman alat-alat penyelaman (diving) dan hal-hal lain yang bersifat teknis. Hal yang sama juga dilakukan oleh pihak TNLKpS dalam pelaksanaan kegiatan wisata, apabila jumlah tamu yang datang melampaui jumlah alat yang ada, maka pihak TNLKpS akan berkoordinasi dengan Elang Ekowisata untuk menggunakan sebagian dari peralatan yang dibutuhkan,misalnya tabung selam. Perjanjian kerjasama lainnya yang dibina dengan TNLKpS yakni SPTN Wilayah III (Pulau Pramuka) adalah dalam hal : 1. Peminjaman alat selam 2. Mangrove hal ini dilakukan apabila pengunjung ingin melakukan penanaman mangrove di Pulau Pramuka. 3. Rekomendasi tempat dan informasi 4. Pemakaian baliho sebagai spot selam
82
Menurut salah satu informan, partisipasi masyarakat terhadap usaha ekowisata di pulau ini memang memiliki perjalanan yang cukup kompleks: ’Mereka yang sekarang ini pelaku ekowisata seperti dolphin dan elang adalah pelaku yang terlibat secara nyata dalam ekowisata dan sebagian besar dari mereka memang pelajar, sedangkan yang masyarakat di FRW ini terlibat hanya dalam proses pembentukan. Sepertinya, ada dua generasi yang terbentuk di pulau ini, yang terlihat disini adalah masyarakat yang terlibat pada proses dan masyarakat yang terlibat pada aplikasi ekowisata. Seperti, ada mereka yang terlibat di kelas perencana dan ada yang di pelaksana, kalau mau jujur pelaku yang tebentuk sekarang tidak terlibat dalam proses awal, mereka munculnya belakangan sebagai efek kontribusi dalam pengembangan ekowisata. Mereka hanya masyarakat yang melihat peluang, mencoba masuk, dan mampu bekerja di ekowisata, itu juga sebenarnya merupakan suatu peran partisipasi dari mereka dalam ekowisata. Mereka yang ada sekarang ini adalah mereka yang berperan menguatkan ekowisata ini sebetulnya. Baik masyarakat perencana atau pelaksana, mereka sama-sama punya partisipasi. Masalahnya adalah ekowisata ini di pulau ini tidak melembaga, lembaga ekowisata yang direncanakan awal yaitu balong ekowisata malah bubar yang diharapkan menjadi rumah besar ekowisata dan distributor dari ekowisata, malah sekarang diterjemahkan secara lain manjadi tour operator sehingga pelaku2 yang ada sekarang menjadi tidak terorganisir, bekerja sendiri-sendiri sehingga bingung bagaimana mengukur sejauh mana mereka berpartisipasi di ekowisata ini. Dan pemunculan SPKP sekarang adalah bentuk lembaga yang baru muncul dan kami berharap ini menjadi wadah bersama-sama dalam mengembangkan ekowisata. Analoginya perkembangan ekowsiata di pulau ini seperti membuat rumah yang sudah ada pondasi kerangkanya tapi atap yang menaunginya belum ada, sama kayak bikin rumah juga udah ada perabotannya dulu tapi rumahnya ada belakangan’ Dari penggalan wawancara di atas dijelaskan bahwa, pada umumnya masyarakat Pulau Pramuka berpartisipasi dalam usaha ekowisata. Proses pengembangan usaha ekowisata juga masih berjalan sampai sekarang. Kekurangannya adalah belum adanya penguatan institusi lokal yang mengatur berbagai macam kegiatan ekowisata yang muncul akibat ada peluang pemanfaatan kawasan ekowisata baik secara ekonomi maupun ekologi yang berkembang di
83
masyarakat. Keberadaan institusi lokal berguna dalam mengatur hubungan antara penduduk, sumber daya dan pengunjung. Hal ini jelas membutuhkan perkembangan kelembagaan yang ada di sana. Yang paling baik adalah terbentuk lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima semua anggota masyarakat. Penguatan kelembagaan bisa dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan individu dengan ketrampilan kerja yang diperlukan. Penguatan kelembagaan dapat berbentuk forum atau perwakilan dari berbagai kelompok amsyarakat. Hal inilah yang salah satunya ingin diwujudkan dalam kerja sama antara Taman Nasional dan masyarakat dalam pembentukkan SPKP agar menjadi suatu wadah yang mampu menampung aspirasi masyarakat dan mengatur regulasi tentang ekowisata yang telah dan akan berkembang di Pulau Pramuka. Pihak BTNLKpS juga berusaha untuk mengkomuniaksikan ha
ini kepada pihak
Pemerintah Kabupaten Sampai saat ini partisipasi masyarakat masih terus berjalan untuk berusaha mewujudkan tujuan bersama antara Taman Nasional dengan masyarakat yaitu menciptakan model desa konservasi di Kelurahan Pulau Panggang serta menciptakan kegiatan ekowisata yang berbasis konservasi di Pulau Pramuka. Sampai saat ini, pendelegasian kekuasaan SPKP menjadi lembaga yang independen masih dalam proses dan musyawarah di BTNLKpS sehingga tingkatan partisipasi pada level teratas yaitu pendelegasian kekuasaan dan kontrol masyarakat masih belum tercapai.
84
BAB VII MANFAAT EKOWISATA SECARA EKOLOGI DAN EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI PULAU PRAMUKA 8.1
Manfaat Ekonomi Hasil dari data di lapangan membuktikan bahwa semua anggota kelompok
ekowisata ini merupakan tenaga kerja lokal. Terbukanya peluang kerja dan berusaha di pulau ini sebagai akibat dari pengembangan ekowisata ternyata mampu dimanfaatkan oleh penduduk lokal untuk menjadi pemandu wisata atau guide. Selain itu ada pula yang membuka usaha warung, kapal ojek, rumah makan, katering, jasa pertukangan dan lain-lain. Peluang kerja ini terutama dimanfaatkan oleh para pelajar dimana mereka mencoba bergabung di dalam kelompok ekowisata ini dan sebagian besar tujuan mereka adalah untuk mencari pengalaman, menambah wawasan mereka tentang wisata bahari serta yang tidak kalah penting yaitu memberikan masukan pendapatan tiap bulannya bag mereka. Kelompok-kelompok ekowisata ini memang sengaja merekrut anggota para pelajar dengan tujuan agar selanjutnya akan berkembang regenerasi kelompok dan kegiatan ekowisata yang lebih maju lagi dan para pelajar inilah yang dianggap tepat sebagai bibit regenerasi. Mereka dianggap mampu berpikir kritis dan kreatif untuk mengembangkan kegiatan ekowisata yang telah mereka jalani hingga saat ini. Sebagian besar responden yang bekerja sebagai pemandu wisata adalah para pelajar yang masih berstatus aktif. Jumlah reponden yang berstatus pelajar adalah 12 orang. Mereka bekerja hanya untuk menambah pengalaman dan memiliki uang saku yang lebih yang bisa digunakan untuk membayar keperluan sekolah mereka atau membantu orang tua. Sebagian besar dari mereka memang baru terlibat
85
dalam bidang ekowisata ini, sehingga pendapatan yang mereka dapatkan juga masih bervariasi setiap bulannya berkisar antara Rp. 200.000 sampai Rp. 700.000 setiap orangnya. Besarnya pendapatan ini tergantung pada berapa besar komisi yang diberikan oleh wisatawan kepada mereka. Para pelajar ini adalah anggota kelompok ekowisata yang ada di Pulau Pramuka. Sebagian besar alasan mereka untuk bergabung dalam kelompok ini dan bekerja sebagai pemandu wisata adalah untuk mencari pengalaman dan menambah uang saku sekolah. Mereka bergabung dengan cara mengajukan diri atau diajak teman. Mereka bekerja sebagai pemandu wisata hanya pada akhir pekan saja yaitu hari Sabtu dan Minggu karena pada akhir pekan mereka libur sekolah. Kegiatan yang mereka lakukan sebagai pemandu wisata diantaranya adalah mendampingi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka yang ingin menikmati objek wisata di Pulau ini. Kegiatan pendampingan yang mereka lakukan untuk para wisatawan biasanya berupa penyelaman dan atraksi wisata yang tidak hanya mengutamakan melihat dan menikmati pemandangan alam tetapi juga berusaha untuk menyadarkan wisatawan akan pentingnya melindungi ekosistem pesisir dan laut. Wisatawan pun diajak untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan konservasi di Pulau Pramuka. Biasanya kegiatan yang dilakukan adalah wisata bawah air dengan snorkeling dan menyelam, melihat tempat transplantasi karang hias, berkunjung ke tempat pengepul ikan, berkeliling pulau untuk memperkenalkan habitat hutan pantai, mangrove, lamun dan terumbu karang kepada wisatawan. Dengan snorkeling, wisatawan bisa menikmati keindahan taman koleksi yang mencakup ± 114 jenis karang hias yang terdapat di Kepulauan Seribu.
86
Lokasi tersebut merupakan media bagi wisatawan untuk ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam di pulau ini. Kelompokkelompok ekowisata dan ini juga bekerjasama dengan kelompok yang bekerja di bidang konservasi seperti KELONPIS (ikan hias), masyarakat APL (Area Perlindungan Laut) dalam melakukan monitoring untuk menjaga kualitas ekosistem tersebut. Secara tidak langsung, para pelajar ini yang juga bekerja sebagai pemandu wisata ternyata berkontribusi pada kegiatan konservasi melalui kegiatan pendampingan yang mereka lakukan terhadap wisatawan. Selain pelajar, masyarakat umum (non pelajar) juga dijadikan sebagai responden untuk mencari data seberapa jauh ekowisata berpengaruh terhadap masyarakat. Masyarakat yang menjadi reponden ini adalah para pelaku lama yang telah ataupun sedang bekerja dalam bidang ekowisata. Mata pencaharian utama mereka beragam diantaranya nelayan, pedangang, pegawai negeri, usaha jasa, dan ketua RW. Berdasarkan kuesioner maka didapatkan data pendapatan rata-rata perbulan dari responden umum yang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rata-rata Pendapatan Responden Umum (Non Pelajar) No 1 2 3 4 5 6 7
Rata-rata pendapatan perbulan (Rp/bulan) Mata pencaharian Mata pencaharian utama sampingan Pekerjaan Non Usaha Ekowisata Nelayan-ketua RW 1 300.000 Pedagang-ketua RW 1 300.000 Pekerjaan dengan Mata Pencaharian Tambahan di Ekowisata Nelayan-pemandu 2 300.000 200.000 wisata Pedagang-pemandu 1 300.000 500.000 wisata Pedagang (Catering) 1 1.500.000 Pegawai negeri1 1.000.000 700.000 pemandu wisata Pemandu wisata 1 2.500.000 Pekerjaan
Jumlah
Total 300.000 300.000 500.000 800.000 1.500.000 1.700.000 2.500.000
87
Sebagian dari reponden umum ini pernah tergabung dalam satu lembaga ekowisata yaitu Balong Ekowisata sehingga mereka termasuk pelaku lama dalam usaha ekowisata. Beberapa dari mereka yang bekerja sebagai nelayan, pedagang, dan pegawai negeri memilih untuk bekerja di bidang ekowisata dengan alasan menambah penghasilan, sebagai pengisi waktu luang dan wadah untuk menyalurkan hobi olahraga air. Berdasarkan kasus di lapangan, responden umum (non pelajar) ini merasa diuntungkan oleh adanya kegiatan ekowisata ini, selain membuka lapangan pekerjaan baru, mereka mengakui bahwa kegiatan ekowisata ini membawa keuntungan yaitu adanya peningkatan pendapatan serta dampak baik bagi konservasi lingkungan. Selain itu, berkembangnya ekowisata menyebabkan kebutuhan akan pangan bagi wisatawan meningkat sehingga mata pencaharian sebagai pengusaha katering dinilai menguntungkan. Biasanya para pemandu wisata, menggunakan jasa mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan wisatawan. Hal ini juga menjadi salah satu hal yang dicermati oleh para ketua RW. Sejak banyak wisatawan yang berkunjung ke pulau ini, banyak tumbuh usaha dagang yang dinilai sebagai salah satu usaha untuk menyokong kehidupan ekonomi masyarakat Pulau Pramuka. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi telah terjadi perubahan peluang usaha yang dinikmati oleh masyarakat pulau hingga saat ini sudah cukup berpengaruh, meskipun ada pula masyarakat yang merasa tidak diuntungkan dengan adanya kegiatan ekowisata ini. Seorang responden mengungkapkan : ’Memang belum ada pemerataan dalam segi hasil dan belum seluruh masyarakat menikmati ekowisata, masyarakat mungkin ada yang memiliki rasa iri, karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk berusaha, mengingat tingkat pendidikan masyarakat di pulau ini yang rendah sehingga peluang yang adabelum mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh mereka. Inilah yang menjadi kesulitan untuk
88
memberdayaakan masyarakat. Biasanya mereka-mereka ini dirangkul sedikit demi sedikit untuk memahami wisata itu sendiri. Ini merupakan suatu polemik di pulau’ Saat ini, dengan adanya kegiatan ekowisata masyarakat pulau pun sedang berusaha giat untuk memasarkan hasil produk olahan khas pulau kepada wisatawan dengan harapan bahwa dari kegiatan ini dapat membuat mata rantai yang memberikan prospek menguntungkan bagi pemasaran produk khas pulau. Dikemukakan oleh ketua Elang Ekowisata. ’Masing-masing dari pihak Taman Nasional, pemerintahan kabupaten, Dinas Pariwisata, masih belum bisa menciptakan produk yang membooming untuk pariwisata pulau ini atau pun produk yang nantinya dapat membantu untuk kebutuhan masyarakat. Masyarakat disini memang ditangkap aspirasinya tetapi hanya sebatas dibentuk menjadi proposal, harapannya ini mungkin akan menajdi satu keuntungan masyarakat nantinya. Tapi sampai saat ini pihak-pihak tersebut belum memberikan alternatif pekerjaaan yang baik bagi masyarakat dan ekowisata belum menimbulkan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara keseluruhan’. Respon dari wisatawan yang datang ke Pulau Pramuka dari tahun ke tahun semakin meningkat, ini menunjukan bahwa pramuka sudah layak untuk diperhitungkan menjadi salah satu tempat pariwisata. Melalui berbagai kegiatan dalam ekowisata bahari yang ditawarkan masyarakat pulau ini ternyata menjadikan Pulau Pramuka menjadi pulau wisata yang murah tetapi berkualitas dan tidak murahan.
8.2
Manfaat Ekologi Masyarakat di Pulau Pramuka yang menjadi lokasi penelitian, pada
umumnya berpandangan bahwa kegiatan ekowisata yang diselenggarakan di Pulau Pramuka ini memberikan dampak baik positif maupun negatif bagi
89
kehidupan masyarakat pulau. Mereka juga berpandangan menjaga keselarasan dalam melestarikan alam dengan kegiatan wisata merupakan hal yang penting. Artinya, pemanfaatan potensi alam yang ada di pulau dan sekitarnya oleh masyarakat harus dilakukan secara bijaksana. Berkenaan dengan kegiatan pengembangan ekowisata, pada umumnya masyarakat Pulau Pramuka tidak merasa keberatan. Bahkan ada sebagian besar responden mengemukakan dengan adanya ekowisata mereka dapat menikmati keindahan karang yang mulai membaik dari tahun ke tahun. Dari aspek sosial ekonomi dan budaya, masyarakat Kepulauan Seribu masih tergantung dari laut sebagai nelayan tangkap yang berpotensi merusak terumbu karang Pada mulanya, sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya laut khususnya ikan banyak menggunakan cara yang berbahaya dan bersifat destruktif sehingga membawa dampak negatif bagi karang-karang disekitar Pulau Pramuka. Dahulu nelayan menggunakan bom, potas dan muroami (jaring untuk menangkap ikan yang merusak terumbu karang). Tentu saja cara ini sangat merusak lingkungan dan terumbu karang. Hal ini mereka lakukan agar cepat mendapatkan hasil dengan jumlah ikan yang banyak namun semakin lama, karena menggunakan bahan kimia beracun, penjualan ikan-ikan tangkapan para nelayan ini pun juga ikut menurun yang disebabkan oleh buruknya kualitas dari ikan tangkapan sehingga konsumen pun enggan untuk membeli kembali. Pihak Taman Nasional pun berusaha untuk memberikan penyuluhan akan bahaya menggunakan bahan-bahan beracun ini. Mereka memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada nelayan tentang cara dan legalitas dalam menangkap ikan di kawasan ini yang merupakan kawasan Taman Nasional. Program
90
pemberdayaan masyarakat melalui program rehabilitasi karang telah di mulai sejak Tahun 2003 dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat. Secara ekologi program ini mampu mendukung penyelamatan terumbu karang, dengan menurunnya pencurian dan pengeboman terumbu karang sehingga tutupan karang menjadi naik karena nelayan berkewajiban untuk melakukan restoking karang ke alam. Upaya lain yang cukup efektif untuk merehabilitasi terumbu karang adalah dengan adanya budidaya transplantasi karang hias yang dikelola oleh masyarakat dan bekerjasama dengan pihak Taman Nasional dan kelompok masyarakat lainnya termasuk kelompok ekowisata. Kegiatan rehabilitasi ini ternyata memberikan beragam pilihan alternatif pekerjaan untuk menambah pendapatan masyarakat, karena disadari atau tidak, perubahan cara menangkap ikan ini cukup memakan waktu yang lama dan membutuhkan banyak kesabaran dan kerjasama dari berbagai pihak serta yang paling dirasakan adalah berkurangnya pendapatan yang didapatkan nelayan. Tetapi tidak banyak dari para nelayan ini yang terjun dalam bidang ekowisata. Sebagian besar memilih untuk bergabung dalam kelompok konservasi atau tetap bekerja sebagai nelayan tangkap. Beberapa
kegiatan
rehabilitasi
selain
rehabilitasi
karang
juga
diselenggarakan di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan yang diselenggarakan diantaranya adalah penanaman pohon Butun, pelepasan Penyu Sisik , dan penanaman mangrove. Taman Nasional Kepulauan Seribu mengadakan program Adopsi Pohon Butun yang dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata pendidikan konservasi bahari. Program Adopsi Pohon Butun ini dimaksudkan untuk melibatkan pengunjung/tamu dalam upaya pelestarian jenis butun di
91
Kepulauan Seribu. Pelestarian Penyu Sisik secara semi alami telah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) sejak 1997 di Pulau Pramuka. Selain di Pulau Pramuka, pelestarian Penyu Sisik secara semi alami dilakukan di Resort Pulau Sepa dalam bentuk kerjasama kemitraan yang sepenuhnya diawasi oleh BTNKpS. Kegiatan penanaman mangrove dalam rangka Rehabilitasi ekosistem mangrove di Taman Nasional Kepulauan Seribu dalam skala besar dimulai sejak tahun 2005 melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis (Gerhan). Metode penanaman mangrove yang direkomendasikan di Kepulauan Seribu adalah metode rumpun berjarak. Penggunaan metode ini dilatarbelakangi kondisi alam Kepulauan Seribu yang berupa pulau-pulau kecil yang sebagian besar tanahnya mengandung pasir dan sekit lumpur sehingga kurang mendukung untuk media tumbuh mangrove. Seiring dengan berkembangnya ekowisata, salah satu objek wisata yang dikembangkan dan diminati oleh wisatawan adalah transpalantasi karang. Sehingga peningkatan permintaan akan transplantasi karang dan pendapatan petani karang pun ikut meningkat. Peningkatan kualitas karang hias, dapat dilihat data potensi terumbu karang diseksi wilayah III Pulau Pramuka dan data rekapitulasi monitoring kebun induk budidaya karang hias di Kepulauan Seribu pada tahun 2005 (dapat dilihat pada lampiran 2). Terlihat disana pada tahun 1995 kondisi terumbu karang di wilayah Pulau Pramuka berada dalam kondisi buruk. Tetapi seiring dengan adanya penyuluhan dan adanya perkembangan ekowisata maka kualitas karang semakin membaik. Berbagai kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh Taman Nasional bersama dengan masyarakat pada dasarnya
92
bertujuan untuk mewujudkan konservasi mandiri di wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu dan meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan konservasi bahari.
93
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan
sebagai berikut: Kegiatan pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu ternyata mendapat respon positif dari masyarakat dan pihak pemerintah serta telah diadakan beberapa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan untuk para wisatawan dan pengetahuan tentang konservasi serta ekosistem pesisir. Kegiatan ini merupakan salah satu cara bagi penyelenggara
ekowisata
untuk
berpartisipasi
dalam
kegiatan-kegiatan
kepariwisataan yang ada di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Partisipasi
masyarakat dalam hubungannya dengan pihak pemerintah
(Taman Nasional) sifatnya masih terbatas pada tingkat kekuasaan masyarakat yaitu masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, adanya proses tawar menawar dan masyarakat memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan. Tingkat partisipasi masyarakat yang teridentifikasi dalam hubungan ini telah sampai pada tahap kemitraan. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan. Tingkatan ini terjadi ketika warga berusaha untuk mewujudkan kembali tujuan FRW yang tertunda, melalui sebuah media yaitu SPKP yang difasiliatsi oleh BTNLKpS. SPKP diharapkan menjadi wadah untuk
94
mengaspirasikan pendapat masyarakat yang beragam. Proses awalnya dibentuk suatu Forum Group discussion selama 5 hari untuk mengetahui apa yang sebenarnya menjadi keinginan masyarakat, saling mengutarakan pendapat, brainstorming, mengklasifikasikan kebutuhan masyarakat dan memilih kebutuhan yang paling dipenting diwujudkan. Manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat diantaranya adalah terbukanya peluang kerja bagi para pemuda dan adanya peningkatan pendapatan bagi mereka yang memang memiliki pekerjaan sampingan di bidang ekowisata. Manfaat ekologi yang dirasakan oleh masyarakat diantaranya adalah perbaikan kondisi terumbu karang dari tahun ke tahun serta timbulnya kesadaran amsyarakat untuk menjaga sumberdaya alam laut dan pesisisr yang ada di sekitar mereka. Ternyata sebagaimana hipotesis yang telah dirumuskan, maka hipotesis penelitian ini teruji yaitu tolak Ho yang menyatakan bahwa keterlibatan warga Pulau Pramuka mampu membangkitkan manfaat ekonomi dan ekologi.
8.2
SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa hal yang seyogyanya perlu
diperlukan oleh pemerintah daerah terutama Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, pihak Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepuluan Seribu, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, serta lembaga-lembaga/kelompok swadaya masyarakat lokal. 1. Dilihat
dari
kesiapan
masyarakat
untuk
merespon
positif
dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka dapat dikatakan masih kurang siap, sedangkan pengembangan ekowisata tetap berjalan. Oleh karena itu,
95
masyarakat perlu dibina secara intensif untuk menjadi masyarakat yang sadar ekowisata yaitu masyarakat yang tidak hanya memanfaatkan hasil-hasil pengembangan ekowisata tetapi juga turut bertanggungjawab dalam menjaga lelestarian alam di Pulau Pramuka. 2. Perlu adanya upaya penguatan institusi lokal yang cukup serius yang melibatkan banyak pihak yang terkait untuk mewujudkan pengembangan ekowisata yang berbasis konservasi dan berbasis masyarakat yang lebih baik. 3. Untuk mewujudkan konsep bottom-up, hendaknya partisipasi amsyarakat tidak dicampuri dengan hal yang merusak partisipasi yang biasanya bersifat komersialisme. Misalnya insentif setiap selesai acara. 4. Potensi pemanfaatan ekowisata oleh masyarakat lokal untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sangat besar. Oleh karena itu sosialisasi program dan peran aktif kelompok swadaya masyarakat perlu ditingkatkan agar masyarakat mempunyai sarana untuk menampung aspirasi mereka. Diharapkan kegiatan ekowisata yang dilaksanakan merupakan hasil keputusan dan sesuai dengan keinginan warga masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan, bukan hanya kelompok tertentu saja. 5. Perlu dilakukan upaya promosi yang dikemas menarik untuk kawasan ekowisata di Pulau Pramuka ini sehingga mampu menarik wisatawan dari berbagai daerah bahkan negara untuk datang berkunjung. 6. Untuk mendapatkan informasi lebih mendalam tentang hasil pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu terhadap masyarakat sekitar. Menyadari kelemahan
96
sedikitnya jumlah contoh yang diambil maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih baik lagi agar diperoleh gambaran pengembangan ekowisata secara keseluruhan dari masyarakat yang ada di Pulau Pramuka.
97
DAFTAR PUSTAKA Adiwobowo, Soeryo, et al. 2009. Analisis Isu Permukiman di Tiga Taman Nasional Indonesia. Bogor: SAINS Sajogyo Institute. Afif, Suraya. A. 1992. Makalah Utama : Partisipasi Masyarakat dalam Menunjang Konservasi Biodiversity di Hutan disampaikan dalam Lokakarya Konservasi Biodiversity di Hutan Produksi. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Hersey, Paul dan Kenneth H. Blanchard. 1982. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumberdaya Manusia. Jakarta:Penerbit ErlanggaMitchell, Bruce. 1997. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Mitchell, Bruce. 1997. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Muhtaman, Dwi. R. 1997. Akses Pemanfaatan Sumberdaya Keanekaragaman Hayati. Bogor: Laboratorioum Konservasi Tumbuhan, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Parthana, I Gede Surya. 1997. Studi Peranan Ekoturisme terhadap Pendapatan Domestik Sekitar Kawasan Wisata Taman Nasional Bali Barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S. Sugiarti, Rara. 2000. Ekowisata, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pelestarian Lingkungan dipresentasikan dalam Prosiding Semiloka Nasional: Konservasi Biodiversitas untuk Perlindungan dan Penyelamatan Plasma Nutfah di Pulau Jawa. Surakarta: Panitia Konservasi Biodiversitas Flora dan Fauna di Gunung Lawu, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret. Sudarto, Gatot. 1999. Ekowisata: Wahana Pelestarian Alam, Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Kalpataru Bahari bekerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Tampubolon, Saut Hasiholan. 1997. Partisipasi Masyarakat Desa Sekitar dalam Pengelolaan Wanawisata Curug Nangka di KPH Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
98
Wulaningsih, Endah Tri. 2004. Tinjauan terhadap Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pembangunan Pariwisata. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
99
LAMPIRAN
100
LAMPIRAN 1
Nomor
:
Lampiran Perihal
: : Legalisasi Pemanfaatan Tradisional di Zona Pemukiman Taman Nasional Laut.
Juni 2004
Kepada Yth. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Di Jakarta Dalam upaya pemantapan pelaksanaan TUPOKSI Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS), dan upaya pemaduserasian pembangunan Kabupaten Kepulauan Seribu (yang masyarakat dan daerahnya sangat tergantung pada sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu) dengan penguatan pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, bersama ini kami (dengan pertimbangan utama pada fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati), akan segera melaksanakan Program Legalisasi dan Sertifikasi Pemanfaatan Tradisional Masyarakat Kepulauan Seribu di Zona Pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Program tersebut merupakan salah satu pokok rumusan perencanaan dan pengkajian pembangunan multistakeholder Kepulauan Seribu yang telah diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2003 mulai dari tingkat Kelurahan sampai dengan tingkat Kabupaten. Dengan program tersebut diharapkan (1) Masyarakat Kepulauan Seribu mendapatkan kepastian usaha dan legalitas usaha, (2) PAD dapat digali untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat dan konservasi sumberdaya kelautannya, (3) korupsi/suap jalanan dapat dihilangkan atau menghilangkan biaya siluman yang sangat tinggi, sehingga ekonomi masyarakat lebih efisien dan sumberdaya lestari, (4) Sumberdaya Kelautan (Terumbu Karang, Padang Lamun, dan Mangrove) dapat optimal fungsi dan lestari keberadaannya, (5) TNL sebagai KPA dapat optimal fungsi dan lestari keberadaannya sesuai zonasinya, dan khusus zona pemukiman akan dapat membangun citra bahwa TNL dikelola oleh, dari dan untuk Masyarakat, dan (6) Penegakan hukum dapat tegas, konsekuen dan konsisten. Untuk pelaksanaan program legalisasi dan sertifikasi tersebut, mulai tahun 2003 telah dilakukan survey inventarisasi potensi sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu (utamanya kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu), baik jenis potensial pasar dan non pasar, maupun kualitas dan
101
kuantitas tutupan dan potensinya. Survey akan diselesaikan pada tahun 2004 ini, dan data hasilnya akan dijadikan sebagai dasar utama pemberian legalisasi periijinan dan sertifikasi pemanfaatan sumberdaya alamnya termasuk pemanfaatan tradisional dalam Zona Pemukiman TNL. Program legalisasi dan sertifikasi akan diberlakukan di seluruh Kepulauan Seribu termasuk dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu kecuali Zona Inti, Zona Perlindungan dan Zona Pemanfaatan Wisata, karena sekitar 60 % Masyarakat Kepulauan Seribu tinggal di 5 Pulau Sangat Kecil yang berada di dalam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dan sudah sejak lama sebelum pembentukan Taman Nasional sudah bermatapencaharian pokok sebagai NELAYAN dan sangat tergantung pada sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu. Secara garis besar, khusus yang berkaitan dengan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, LEGALISASI akan diarahkan pada pemberian IJIN Pemanfaatan Tradisional (Budidaya Karang, Budidaya Kelautan/Perikanan, Penangkapan Ikan Hias, Penangkapan Ikan Konsumsi, Penangkapan Biota Laut) pada Zona Pemukiman TNL oleh Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan rekomendasi BTNKpS, dan dengan memperhatikan daya dukung sumberdaya kelautan lestari dan pengawasan yang terstruktural baik oleh BTNKpS, Pemda Kabupaten, dan Lembaga Independent (Terangi, MAC, PKSPL IPB, LIPI, dll). Sedangkan SERTIFIKASI, merupakan instrumen perijinan profesional yang akan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi (Sucofindo, SGS, MAC, dll) dengan pra kondisi kawasan/lapangan, pembinaan masyarakat dan teknologi yang akan dilakukan secara sinergis oleh Marine Aquarium Council (MAC), BTNKpS, Pemda Kabupaten, dan Terangi. Dengan adanya SERTIFIKASI yang tidak lain akan dijadikan sebagai instrumen profesional dalam penguatan fungsi konservasi SDA (perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan) dan TUPOKSI BTNKpS dalam pengelolaan TNL Kepulauan Seribu, utamanya akan memberikan pengaturan, pembinaan dan dampingan kepada Masyarakat Kepulauan Seribu agar dapat memanfaatkan sumberdaya alamnya secara optimal dan lestari, baik kualitas dan kuantitas pemanfaatan sumberdaya alamnya maupun memberikan jaminan keberlangsungan kegiatan pengambilan, budidaya dan perdagangan ikan dan karang hias, yang sebesar-besar kemanfaatnya bagi Masyarakat Kepulauan Seribu. Kunci pokok laporan kami adalah (1) Masyarakat Kepulauan Seribu sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu, yang apabila tidak diatur pemanfaatannya, SDA akan rusak dan kemanfaatannya tidak efektif dan efisien, (2) Pemanfaatan Tradisional dalam TNL sebagai KPA diperbolehkan (Penjelasan Pasal 32 UU Nomor 5 tahun 1990, dan Pasal 31 PP Nomor 68 tahun 1998), (3) Pemanfaatan
102
Tradisional akan dapat mendukung dan menguatkan pengelolaan TNL secara nyata, (4) Legalisasi dan sertifikasi merupakan instrumen profesional yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan SDA, meningkatkan PAD untuk konservasi SDA, dan menurunkan pungutan ilegal (suap dan korupsi jalanan), dan (5) kemanfaatan legalisasi dan sertifikasi sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian SDA-nya. Program/Kegiatan yang telah dilaksanakan berkaitan dengan LEGALISASI dan SERTIFIKASI tersebut adalah Revisi Zonasi Pengelolaan TNL Kepulauan Seribu, dimana saat ini telah terdapat Zona Pemukiman yang mengakomodasikan kebutuhan pokok masyarakat dalam pemanfaatan tradisional di Zona Pemukiman TNL Kepulauan Seribu. Sedangkan Program/Kegiatan terkait lainnya yang sudah dibahas oleh multistakeholder Kepulauan Seribu dan saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPRD DKI Jakarta adalah Revisi Perda DKI Jakarta Nomor 11 tahun 1992 dan Nomor 6 tahun 1999, yang mengakomodasikan pemanfaatan karang (pengambilan dan budidaya karang), penangkapan ikan hias, dan pemanfaatan tradisional (Budidaya Kelautan Alami Tradisional) di Zona Pemukiman TNL. Selain itu sedang dilakukan proses pengusulan adanya kuota karang untuk Propinsi DKI Jakarta, dimana Pemda Kabupaten dan Propinsi segera akan melakukan pembahasan dengan LIPI, Dephut dan instansi terkait lainnya. Berkaitan dengan program legalisasi dan sertifikasi pemanfaatan tradisional di zona pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dimohonkan dapat diberikan Pedoman Pemanfaatan Tradisional di Taman Nasional Laut, yang mengakomodasikan Masyarakat Setempat/Lokal dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan konsumsi, budidaya perikanan dan kelautan, pembangunan kebun induk karang, pengambilan karang, budidaya karang, pengambilan ikan hias, dan pengambilan kerang hias, seperti Pedoman Pemanfaatan Sarang Burung Walet di Zona Pemanfaatan Tradisional di Taman Nasional (tersurat di SK Menhut Nomor 100/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003). Demikian dilaporkan, mohon petunjuk selanjutnya. KEPALA BALAI, Ir. Sumarto, MM NIP. 710 008 025 Tembusan Kepada Yth. 1. Sekretaris Ditjen PHKA Dephut. 2. Direktur Konservasi Kawasan Ditjen PHKA Dephut. 3. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen PHKA Dephut. 4. Kepala Balai KSDA DKI Jakarta selaku Koordinator Wilayah.
102 85 Lampiran 2 No.
Pulau
1
2
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Pramuka Karya Panggang Semak Daun Pandan Karang Bongkok Karang Congkak Opak Kecil Opak Besar (Timur) Opak Besar (Barat) Kaliage Besar Kaliage Kecil Gosong Pramuka
DATA POTENSI TERUMBU KARANG DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III PULAU PRAMUKA Rata-Rata Tutupan (%) Non Acropora Total Kategori Zonasi Acropora 4
5
12,38 5,10 13,10 5,40 2,22
20,93 29,43 19,71 56,10 45,20
14. Karang Balik layar 5,73 15. Kotok Besar
16. Kotok Kecil
16,83
6
7
9,95 21,14 24,93 40,00 23,13 27,31 15,95 33,31 34,53 32,81 61,50 47,42 24,73 22,72 22,29
Buruk Buruk Buruk Sedang Buruk Buruk Buruk sedang sedang Sedang Bagus sedang Buruk Buruk Buruk
34,24 14,75 16,26 34,20 27,43 33,83
Sedang Buruk Buruk Sedang Buruk Sedang
8 Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemukiman Zona Pemanfaatan Wisata
Zona Pemanfaatan Wisata
Keterangan 9
1995 2003 1995 1989 2000 2000 2000 2004 2004 2004 1998 1998 2003 2000 2003 1998 2000 2003 2000 2001 2003
85 103 18.
Sangputra
P. Untung Jawa
-
-
-
-
BIBIT
PEMELIHARAAN
PROSENTASE KEBERHASILAN KEBUN INDUK
KEMITRAAN
REKAPITULASI 19. Aristocratama Binausaha P. Untung Jawa MONITORING PEMBANGUNAN KEBUN INDUK (F0) BUDIDAYA KARANG HIAS DI KEPULAUAN SERIBU PADA TANGGAL 5 MARET 2005 NO
NAMA PERUSAHAAN
NELAYAN MITRA
1.
Gloria
Hj. Romla Juli
C
C
D
D
2.
Asia Pasific Aquatics
Muhadi, Marjuki
B
C
D
D
3.
Intisamudera Lestari
Maman, Junaedi (Dedy)
D
A
A
D
4.
Vivaria
Satip, Nanang
D
D
D
D
5.
Mai Umbara, Slamet
D
B
C
A
6.
Aneka Tirta Surya Dharma Inti Persada (pramuka)
Abdul Kadir
B
A
A
A
7.
Cahaya Baru
Mujahidi (Ego), Robin
B
A
A
A
8.
Dinar
Mahmudin (Mahyudin)
B
B
B
D
9.
Aqua Marindo
Mastuni, Mastur (Ledeng)
D
C
D
D
10.
Golden Marindo Persada
H. Juli, Nurmila
D
B
C
A
11.
Banyu Biru
Rauf
B
B
C
A
12.
Pasific Aneka Mina
Sanwani (Wanik)
D
C
B
A
13.
Bekael Eksa Gemilang
Darip, Bahrun (Simon)
B
A
A
A
14.
Trisentosa Intrabuana Niaga
Syahbudin(Deny), Simin
A
A
A
A
15.
Syaefudin (Saepudin/Pudin)
B
A
A
A
16.
Serico Gema Pratama Kharisma Surya Lestari (pramuka)
Mahmudin
C
A
A
A
17.
Bluster
Kamid
D
B
B
D
85104
CATATAN:
A B
KONDISI BIBIT SEBAGAI INDUK KARANG HIS 8 RAK BIBIT UNGGUL 4 RAK BIBIT UNGGUL
A B
FREKUENSI PEMELIHARAAN FO SETIAP MINGGU. SETIAP DUA MINGU.
A B
C
1 RAK BIBIT UNGGUL
C
SETIAP BULAN
C
D
0 RAK BIBIT UNGGUL
D
TIDAK PERNAH
D
PROSENTASE KEBERHASILAN FO > 70 % HIDUP DAN SEHAT 40-70 % HIDUP DAN SEHAT 20-40 % HIDUP DAN SEHAT < 20 % HIDUP DAN SEHAT
KUALITAS KEMITRAAN NELAYAN DAN PERUSAHAAN A KOMUNIKASI, TEKNIS, DAN SEJAHTERA B TIDAK (KOMUNIKASI, TEKNIS DAN SEJAHTERA)
85 105
LAMPIRAN 3 Nomor Responden: …………… Pengembangan Ekowisata: Partisipasi Masyarakat dan Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Peneliti bernama Hesti Woro Triutami merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Peneliti berharap anda bersedia mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitias dan jawaban anda dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaannya mengisi kuesioner ini.
KUESIONER Tanggal wawancara Lokasi Wisata RT/RW Kelurahan Kecamatan
:………………………………………….. :……………………………………………. :…………………………………………… :……………………………………………. :……………………………………………
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 2009
85 106
I. Identitas Responden 1. Nama 2. Jenis kelamin 3. Umur 4. Pendidikan terakhir
: Bapak/Ibu……………. : a. laki-laki b. perempuan : …….tahun : a. tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMA e. Perguruan tinggi
1.2 Ragam Pekerjaan 1.2.1 Mata pencaharian/pekerjaan utama *): a. nelayan e. pegawai negeri b. pedagang asongan f. jasa penginapan c. buruh industri g. jasa akomodasi (payung, rental, angkot) d. pedagang/ warungan h. lainnya………………. Sejak tahun:….. Mengapa saudara memilih pekerjaan ini? a. tidak memiliki keterampilan lain b. turun temurun (hubungan keluarga) c. kenal dengan pengusaha d. diajak teman e. lainnya…………… 1.2.2 Mata pencaharian/pekerjaan sampingan **): a. nelayan e. pegawai negeri b. pedagang asongan f. jasa penginapan c. buruh industri g. jasa akomodasi (payung, rental, angkot) d. pedagang/ warungan h. lainnya………………. Sejak tahun:…… Mengapa saudara memilih pekerjaan ini sebagai alternatif **)? a. tidak memiliki keterampilan lain b. turun temurun (hubungan keluarga) c. kenal dengan pengusaha d. diajak teman e. lainnya…………… *) : pilih salah satu **): jawaban boleh lebih dari satu
85 107 107
II. Manfaat Kegiatan Ekowisata 1. dengan adanya program ekowisata di kawasan ini, apakah anda merasakan adanya peningkatan pendapatan Tambahan pendapatan akibat adanya kegiatan ekoiwsata (Rp/satuan waktu)
Bentuk kegiatan yang meningkatkan pendapatan
Catatan
2. dari kegiatan ekowisata ini adakah manfaat pelestarian lingkungan yang anda dirasakan? Manfaat yang dirasakan sekarang
Manfaat mendatang
Deskripsi keadaan(dahulu vs sekarang)
Deskripsi keadaan (dahulu vs sekarang)
3. Menurut anda apakah pentingnya program ekowisata ini? 4. Apakah yang anda harapkan dari program ekowisata ini?
85 108
III. Tingkat Kedalaman Partisipasi Masyarakat 1. apakah anda pernah mendapat penyuluhan mengenai program ekowisata? a. pernah b. tidak pernah c. tidak tahu 2. apakah anda pernah terlibat dalam pengelolaan program ekowisata tersebut? a. pernah b. tidak pernah c. tidak pernah tahu adanya program. 3. bagaimana anda dapat terlibat dalam program tersebut? a. mengajukan diri(kesadaran diri) b. ditunjuk/mewakili c. diwajibkan d. diundang e. sebatas menerima program f. lainnya……………………. alasan anda terlibat?………………………………………… 4. siapa sajakah yang terlibat dalam pengelolaan program ekowisata di desa ini? a. aparat pemerintahan b. lembaga kemasyarakatan c. warga masyarakat d. pemuka masyarakat e. LSM f. lainnya,………………….. 5. siapakah yang mengusulkan gagasan ekowisata? a. aparat pemerintahan b. lembaga kemasyarakatan c. warga masyarakat d. pemuka masyarakat e. LSM f. lainnya,………………….. 6. siapakah yang mendominasi pengelolaan program? • siapakah yang sering berkunjung mengadakan kegiatan ekowisata? • siapakah yang sering mendampingi anda ketika terlibat dalam kegiatan ekowisata? a. aparat pemerintahan f. lainnya.............................. b. lembaga kemasyarakatan c. warga masyarakat d. pemuka masyarakat e. LSM
109 85
Penilaian terhadap Program 1 2 3 Sangat Buruk Sangat tidak setuju Tidak menguntungkan Hasil ikan tetap Terumbu karang memburuk
Sangat baik Sangat setuju Sangat menguntungkan Hasil ikan meningkat Terumbu karang membaik
7. apakah warga masyarakat pada umumnya menerima program tersebut?(berdasarkan tabel diatas) a. ya b. tidak c.ragu-ragu 8. apakah masyarakat mendapatkan kesempatan untuk memberikan masukan? a. ya b. tidak • apakah dibentuk forum tersendiri untuk menyebarkan kegiatan ini?dalam bentuk apa? • apakah anda tahu tujuan dari pengembangan ekowisata tersebut? • apakah anda diperkenankan menyampaikan pendapat/ide/usulan atau tanggapan?(3) • apakah pengelola melaksanakan ide2 tersebut?(4) • jika terjadi pengajuan usulan dari masyarakat atau perbedaan pendapat, apakah ada upaya negosiasi yang dilakukan oleh pengelola?jika ada, upaya apa yang dilakukan?(5) • apakah anda terlibat dalam hal: perencanaan?apa kegiatannya perencanaan dan pelaksanaan?apa kegiatanya perencanaan, pelaksanaan dan monitoring?apa kegiatannya perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi?apa kegiatannya(6) • apakah masyarakat diberikan izin untuk memanfaatkan daerah ekowisata?membuka usaha?melestarikan terumbu karang?(akses dan kewenangan untuk mengelola dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kegiatan ekowisata yang telah ada?)(7) • apakah sampai sekarang kegiatan ekowisata, dimana anda terlibat, masih ada campur tangan dari pengelola?jika masih ada, dalam bentuk apa?(8)
85110 •
apakah tujuan kegiatan ekowisata yanga ada sekarang sudah sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat (8)?
9. media sarana apa saja yang digunakan oleh pengelola menyebarluasan program ekowisata kepada masyarakat? a. musyawarah seluruh warga b. surat pemberitahuan c. selebaran d. papan pengumuman e. media massa f. lainnya………………………….. 10. pendekatan apakah yang digunakan oleh pengelola menyebarluaskan program ekowisata kepada masyarakat? a. pendekatan perorangan b. pendekatan kelompok c. musyawarah seluruh warga d. pendekatan tidak langsung(obrolan) e. selebaran-selebaran pengumuman f. lainnya………………………..
untuk
untuk
85 111
Panduan Pertanyaan Untuk Informan dari Masyarakat 1. bagaimana muncul dan berkembangnya ekowisata di desa ini? 2. bagaimana rencana pengelolaan program ekowisata disusun?siapa saja yang terlibat? 3. bagaimana rencana tersebut disampaikan kepada warga desa?media/ alat apa yang digunakan?siapa yang terlibat?pendekatan apa yang digunakan? 4. apakah pihak pengelola memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penataan kawasan ekowisata? apakah ada kesempatan untuk menyampaikan pendapat? berupa apa? 5. bagaimana kehidupan warga sebelum dan sesudah penataan kawasan ekowisata? 6. bagaimana pelaksanaan pengelolaan kawasan ekowisata yang dilakukan oleh pihak pengelola?apa tanggapan anda? 7. pernahkah warga masyarakat merasa keberatan terhadap pengelolaan tersebut?siapa saja?kenapa? 8. bagaimana tanggapan pihak pengelola? 9. siapa saja yang dilibatkan dalam penyelesaian masalah-masalah program ekowisata? 10. menurut anda, bagaimana seharusnya pengelolaan program ekowisata yang baik? Panduan Pertanyaan Untuk Informan dari Pihak Pengelola 1. apakah tujuan dari penataan kawasan ekowisata di pulau pramuka? 2. bagaimana upaya untuk mencapai tujuan tersebut?mengapa? 3. apakah tujuan tersebut sudah terpenuhi?jika sudah, apa bentuknya. Jika belum, berapa persentasenya? 4. apakah pihak pengelola menyampaikan rencana program ekowisata kepada masayarakat?mengapa dan bagaimana caranya? 5. apa pekerjaan yang ditawarkan dari pihak pengelola kepada warga desa? 6. bagaimana pengelolaan kawasan ekowisata dilakukan? 7. bagaimana warga desa menanggapi cara pengelolaan kawasan? 8. bagaimana tanggapan pihak pengelola jika terdapat keberatan-keberatan atau usulan yang ditunjukkan warga desa?mengapa? 9. siapa saja yang diikutsertakan dalam menyelesaikan keberatan dari warga desa? mengapa? Panduan Pertanyaan wawancara terstruktur(FGD) 1. apakah anda terlibat dalam kegiatan ekowisata? 2. siapakah yang menginisiasi gagasan ekowisata? 9. apakah pengelola ekowisata mengkomunikasikan gagasannya kepada masyarakat? bagaimana cara pengelola menyampaikan gagasan kegiatan ini? 10. bagaimana awal prosesnya pengembangan gagasannya? 11. terdiri dari berapa tahap?kegiatan apa saja yang dilakukan pada awalnya? 12. apakah dibentuk forum tersendiri untuk menyebarkan kegiatan ini?dalam bentuk apa? 13. apakah anda tahu tujuan dari pengembangan ekowisata tersebut?
85 112
14. apakah anda diperkenankan menyampaikan pendapat atau tanggapan?(3) 15. apakah ada kesempatan untuk menyampaikan ide/usulan? 16. apakah pengelola melaksanakan ide2 tersebut?(4) 17. jika terjadi perbedaan pendapat, apakah ada upaya negosiasi yang dilakukan oleh pengelola?(5) 18. apakah anda terlibat dalam hal perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi?(6) 19. siapa sajakah pihak yang terlibat didalamnya? 20. adakah pihak yang mendominasi pengambilan keputusan?siapa? 21. apakah masyarakat memiliki akses untuk mengelola dan bertanggung jawab terhadap program ekowisata yang telah ada?(7) 22. apakah sampai sekarang kegiatan ekowsiata, dimana anda terlibat, masih ada campur tangan dari pengelola?dalam bentuk apa?(8) 23. apakah tujuan kegiatan ekowisata yanga ada sekarang sudah sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat? 24. apakah manfaat ekonomi yang didapat? 25. apakah manfaat ekologi yantg didapat? 26. adakah kendala yang dihadapi?berupa apa? 27. upaya apakah yang ditempuh untuk menyelesaikannya?oleh siapa? 28. bagaimana tanggapan pihak pengelola?
85113
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI
Penangkaran penyu sisik Penanaman mangrove
Transplantasi karang
Penanaman karang
Pelepasan penyu sisik
Balai TNLKpS