Hanny Aryunda Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Ekowisata Kepulauan Seribu Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 22 No. 1, April 2011, hlm.1 – 16
DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA KEPULAUAN SERIBU Hanny Aryunda Magister Rancang Kota Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung E-mail:
[email protected]
Abstrak Kepulauan Seribu memiliki kekayaan bahari yang berlimpah ruah sehingga menjadi salah satu atraksi wisata bagi para wisatawan. Kegiatan ekowisata tentu menghasilkan dampak bagi daerah lokalnya. Hal ini yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu mengidentifikasi dampak ekowisata yang terjadi di wilayah tujuan wisata Kepulauan Seribu, terutama dampak ekonomi. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung ke masyarakat, instansi pemerintah, wisatawan, dan tokoh masyarakat. Dari penelitian ini diketahui bahwa secara umum ekowisata yang terjadi di Kepulauan Seribu menyebabkan dampak ekonomi yang positif bagi pengembangannya. Pernyataan masyarakat mengindikasikan terjadinya peningkatan dari segi pendapatan dan/atau usaha yang berkaitan dengan kegiatan ekowisata di Kepulauan Seribu. Selain itu, kegiatan ekowisata menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi masyarakat lokal maupun masyarakat di luar wilayah Kepulauan Seribu. Peningkatan pendapatan juga terjadi pada penerimaan daerah, terutama dari sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perlu adanya pembenahan terhadap objek ekowisata dan pelatihan terhadap masyarakat lokal mengenai ekowisata yang berlangsung di daerahnya untuk meningkatkan minat dan daya tarik wisatawan untuk meningkatkan ekonomi lokal wilayah Kepulauan Seribu. Kata kunci: ekowisata, dampak ekonomi, peningkatan pendapatan, ketenagakerjaan, pendapatan pemerintah
Abstract Kepulauan Seribu has abundant marine wealth to become one of the tourism attractions for tourists. Ecotourism activities would result in impacts to the local area. It is the goal in this study, namely to identify the impact of eco-tourism in the Kepulauan Seribu tourism destination region, especially the economic impact. Primary data obtained through observations and interviews directly to the public, government agencies, tourists, and community leaders. From this research is generally known that ecotourism is happening in the Thousand Islands led to a positive economic impact for its development. Public statements indicate an increase in terms of income and / or businesses associated with tourism activities in the Kepulauan Seribu. In addition, ecotourism activities provide significant employment for local people and communities outside of the Kepulauan Seribu region. Increased revenues also occur in the reception area, especially from trade, hotels and restaurants. It needs a revamping of the ecotourism attraction and training of local people about the ongoing ecotourism in the region to increase interest and tourist attraction to boost the local economy of Kepulauan Seribu region. Keywords: ecotourism, economic impacts, increased income, employment, government revenues
1. Pendahuluan
untuk mendorong pembangunan pada wilayahwilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata. Hal ini disebabkan karena pariwisata memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak),
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Soemardjan, 1974:58), pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis 1
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya (Hartono, 1974:45).
Sejak dulu kawasan Kepulauan Seribu terkenal dengan wisata pesisirnya. Di kawasan ini, selain memancing dan berenang, wisatawan juga dapat mengagumi keindahan alam bawah laut dangkal dengan menyelam. Namun, seiring dengan perkembangan suatu kawasan ekowisata, terdapat berbagai dampak terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat lokal di kawasan pengembangan ekowisata tersebut. Dampak yang terjadi dapat bersifat positif maupun negatif. Hal ini dapat mempengaruhi keberlangsungan pariwisata yang terjadi di Kepulauan Seribu tersebut.
Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor yang tidak berbeda dengan sektor ekonomi lainnya karena dalam proses perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh di sektor sosial dan ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah perubahan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang mencakup aspek sosial dan ekonomi untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Hal ini perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang bersangkutan. Proses pembangunan dan pengembangan suatu wilayah dapat ditunjang oleh potensi wisata yang dimilikinya.
2. Dampak Ekonomi Ekowisata Ekowisata, menurut Janianton Damanik dan Helmut F. Weber (2006), merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus yang seringkali diposisikan sebagai lawan dari wisata massal. Sebenarnya, yang membedakannya dari wisata masal adalah karakteristik produk dan pasar dari kegiatan tersebut. Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya pariwisata. Masyarakat Ekowisata Internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, (The International Ecotourism Society, TIES: 2000).
Aktivitas ekowisata sebagai salah satu bagian dari industri pariwisata akan berinteraksi dengan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat lokalnya, terutama dari segi ekonomi, sosial budaya, fisik, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya aktivitas ekowisata ini akan mempengaruhi jalannya perekonomian dan berbagai fenomena sosial dan budaya setempat. Industri pariwisata saat ini telah maju dengan cukup pesat. Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang datang untuk berkunjung ke destinasi-destinasi wisata di Indonesia, salah satunya adalah Kepulauan Seribu. Selain itu, pariwisata dalam negeri (domestic tourism) juga berkembang melebihi pariwisata pada satu atau dua dekade yang lalu. Dengan potensi pariwisata Indonesia yang sangat besar, hal ini tentu akan menarik semakin banyak wisatawan yang datang untuk berwisata ke destinasi wisata tersebut.
2.1 Wisata Kepulauan Kecil Wisata kepulauan kecil tidak terlalu berbeda dari bentuk-bentuk wisata lain dalam konteks wisata itu sendiri, namun isu yang menyangkut fenomena wisata kepulauan ini adalah beragam dan rumit (Poetschke, 1995). Isu-isu ini beragam dari isu kebijakan dan perencanaan yang dilaksanakan oleh pemerintah hingga isu operasional yang dihadapi oleh individu
2
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
penyedia jasa (Hall & Oehlers, 2000; Colin, 1996). Salah satu dari perhatian utamanya adalah bahwa pulau-pulau mikro secara fisik sangat kecil sehingga potensi pengembangan terhadapnya terbatas (Sinha & Bushell, 2002). Terdapat kesepakatan umum bahwa pengembangan wisata di kepulauan kecil cukup sulit.
(1982:15) terjadi dengan asumsi sebagai berikut: ada serangkaian variabel yang berhubungan dengan cara bagaimana ia mempengaruhi sifat, arah, dan besaran dampak pariwisata; memberikan dampak secara perlahan dan berinteraksi antar sesama variabel; beroperasi secara berkelanjutan, yang berubah-ubah seiring dengan waktu dan seiring dengan permintaan wisata serta perubahan struktur dalam industri pariwisata; merupakan hasil dari proses yang rumit dalam hubungan antara wisatawan, tuan rumah, dan lingkungan di destinasi wisata; dan penilaian dampak harus meliputi seluruh tahap pengalaman berwisata mulai dari persiapan, perjalanan, selama berkunjung, dan setelah perjalanan.
Satu aspek yang membatasi pengembangan wisata di kawasan kepulauan adalah ketidakcukupannya dalam menyediakan akses. Banyak daerah tujuan wisata kepulauan menemukan kenyataan bahwa daerah tersebut harus bergantung pada layanan perusahaan penerbangan dan pelayaran yang membuat keputusan berdasarkan keuntungan terbesar dari para stakeholder dan tidak terlalu memberikan perhatian yang nyata terhadap pulau tersebut. (Conlin & Baum, 1995, hal. 6).
Antara dan Paning (1999) mengemukakan bahwa pariwisata mempunyai keterkaitan ekonomi yang sangat erat dengan banyak sektor, melalui open-loop effect dan inducedeffect (di samping istilah yang sudah umum dikenal sebagai trickle-down effect dan multiplier effect). Peranan pariwisata juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja, walaupun tidak ada angka pasti untuk sektor pariwisata dalam catatan statistik. Namun, meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran dapat menggambarkan peranan sektor kepariwisataan tersebut.
Pariwisata pada pulau kecil seringkali menciptakan efek ekonomi yang tidak diinginkan. Salah satu dari efek tersebut berkaitan dengan kontrol asing pariwisata dan aktivitas yang berkaitan dengan pariwisata. Wisatawan yang masuk seringkali diatur oleh operator/pihak wisata asing yang sering memiliki kekuatan dalam menetapkan perihal yang berkaitan dengan pariwisata di daerah tujuan tersebut. Selain itu, pendirian wisata dalam skala besar pada pulau-pulau tersebut sering menjadi milik asing, dan hal ini dapat menjurus pada pengembangan yang tidak berkelanjutan terhadap pulau itu sendiri (Briguglio, L., & Briguglio, M., 1996, p.3).
Dampak pariwisata terhadap perekonomian dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Secara umum dampak tersebut dikelompokkan oleh Cohen (1984) sebagai berikut: dampak terhadap penerimaan devisa; dampak terhadap pendapatan masyarakat; dampak terhadap peluang kerja; dampak terhadap harga dan tariff; dampak terhadap distribusi manfaat dan keuntungan; dampak terhadap kepemilikan dan pengendalian; dampak terhadap pembangunan; dan dampak terhadap pendapatan pemerintah.
2.2 Dampak Ekonomi Pariwisata Pariwisata merupakan fenomena yang komposit dan memberikan pengaruh karena adanya perbedaan hubungan karakteristik wisatawan dengan karakteristik destinasi. Pengaruh pariwisata oleh Mathieson dan Wall
3
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
yang tinggi menjadi ancaman bagi masyarakat setempat. Harga di daerah tujuan wisata menjadi berkali-kali lipat karena wisatawan mampu membeli dengan harga yang lebih tinggi. Masyarakat pun harus menguras uang yang lebih dalam untuk mendapatkan kebutuhannya.
Pariwisata memberikan keuntungan sebagai dampak positif dan kerugian sebagai dampak negatif. Beberapa keuntungan dari pariwisata terhadap perekonomian di antaranya adalah sebagai berikut: salah satu sumber devisa negara; menghasilkan pendapatan bagi masyarakat; menghasilkan lapangan pekerjaan; meningkatkan struktur ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dari industri pariwisata menjadikan struktur ekonomi masyarakat menjadi lebih baik, masyarakat dapat memperbaiki kehidupan dari bekerja di industri pariwisata; membuka peluang investasi; mendorong aktivitas wirausaha (enterpreneurships).
c. Peningkatan frekuensi impor. Wisatawan datang dari berbagai negara yang membawa kebiasaan sehari-hari ke destinasi wisata sehingga penyedia jasa dan produk wisata harus menyesuaikan dan menyediakan kebutuhan tersebut. Akibatnya, pengusaha pariwisata harus mengimpor produk dan jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan. Sebagai contoh, wisatawan Eropa terbiasa minum anggur (wine), sementara Indonesia bukan negara penghasil minuman tersebut sehingga pengusaha pariwisata harus mengimpor dari negara di tempat produk tersebut dihasilkan.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut, pariwisata memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat di antaranya sebagai berikut: a. Bahaya ketergantungan (overdependence) terhadap industri pariwisata. Beberapa daerah tujuan wisata menjadi sangat tergantung dari kepariwisataan untuk kehidupannya. Hal ini menjadikan wisatawan sangat rentan terhadap perubahan permintaan wisata. Pariwisata merupakan industri yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti harga, gaya hidup, politik, dan ketersediaan energi. Apabila faktor-faktor itu mengganggu kepariwisataan, maka masyarakat yang menggantungkan hidup pada pariwisata akan terganggu.
d. Produk musiman. Sifat pariwisata tergantung dari musim. Ketika musim sepi kunjungan, wisatawan jarang berkunjung sehingga penghasilan penduduk berkurang. Produsen yang mengandalkan kehidupan penjualannya sepenuhnya di industri pariwisata akan mengalami masalah keuangan. e. Pengembalian modal lambat (low rate return on investment). Industri pariwisata merupakan industri dengan investasi yang besar dan pengembalian modal yang lambat. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi pengusaha pariwisata dalam mendapatkan pinjaman untuk modal usaha.
b. Peningkatan inflasi dan nilai lahan. Ada kemungkinan lain yang membawa kehidupan masyarakat di daerah tujuan wisata menjadi lebih buruk. Inflasi dan peningkatan nilai lahan di daerah tujuan wisata menjadi konsekuensi dari pengembangan pariwisata. Resiko wisatawan membeli lahan dengan harga
f.
4
Mendorong timbulnya biaya eksternal lain. Pengembangan pariwisata menyebabkan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
munculnya biaya eksternal lain bagi penduduk di daerah tujuan wisata, seperti biaya kebersihan lingkungan, biaya pemeliharaan lingkungan yang rusak akibat aktivitas wisata, dan biaya peluang lain.
2) Perkirakan tingkat rata-rata pengeluaran wisatawan (sering kali di dalam lingkup perdagangan tertentu) dalam wilayah lokal. Rata-rata pengeluaran didapat dari survei sampel atau seringkali diadaptasi dari studi lain. Perkiraan pengeluaran harus didasari pada sampel yang menggambarkan populasi wisatawan yang bervariasi tiap musimnya, jenis-jenis wisatawan, dan lokasi dalam lingkup wilayah studi. Sebagaimana pengeluaran dapat berbeda tiap wisatawan, akan lebih baik untuk memperkirakan rata-rata pengeluaran dengan mendasari sampel sekitar 50-100 pengunjung dalam tiap bagian wisata. Bagian pariwisata tersebut dijabarkan untuk menangkap perbedaan dalam pengeluaran antara masyarakat lokal terhadap wisatawan, kegiatan wisata siang terhadap kegiatan wisata malam, tipe akomodasi (motel, wilayah camping, rumah musiman, dengan teman dan kerabat), dan tipe transportasi (darat, laut, udara, dan sebagainya). Dalam kebanyakan studi dampak wisata, sangatlah berguna untuk mengidentifikasi pola pengeluaran dari bagian kegiatan yang penting. Dengan mengalikan jumlah wisatawan dengan rata-rata pengeluaran per orang didapat perkiraan pengeluaran wisatawan lokal dalam wilayah tersebut. Perkiraan pengeluaran wisatawan akan lebih akurat jika riwayat pengeluaran yang jelas dan perkiraan penggunaan merupakan kunci dari bagian pariwisata. Perkiraan penggunaan dan pengeluaran merupakan dua bagian yang paling penting dari penaksiran dampak ekonomi. Ketika digabungkan, keduanya menangkap jumlah uang yang dibawa wisatawan ke dalam wilayah tersebut. Pengganda dibutuhkan hanya jika ingin melihat efek sekunder dari pengeluaran pariwisata.
2.3 Mengukur Dampak Ekonomi Pariwisata Dampak ekonomi pariwisata seringkali dinilai sebagai variasi dari formula sederhana berikut (Stynes, 1999): Dampak Ekonomi Pariwisata = Jumlah Wisatawan x Rata-rata Pengeluaran x Pengganda
Persamaan tersebut secara jelas memberikan tiga tahapan dan pengukuran atau model yang sesuai: 1) Perkirakan perubahan jumlah dan jenis wisatawan yang mengunjungi wilayah tersebut berdasarkan kebijakan atau kegiatan yang berlaku. Perkiraan atau proyeksi dari kegiatan wisatawan umumnya timbul dari model permintaan atau sistem tertentu untuk mengukur tingkat kegiatan wisata dalam suatu wilayah. Perkiraan dampak ekonomi akan mengarah pada perkiraan yang baik terhadap jumlah dan tipe wisatawan. Hal ini didapat dari pengukuran kegiatan wisatawan yang teliti, model permintaan yang baik, dan pertimbangan yang baik pula. Langkah ini biasanya merupakan penghubung yang paling lemah dalam studi dampak pariwisata karena hanya sedikit wilayah yang memiliki perhitungan akurat wisatawan, apalagi model yang baik untuk memperkirakan perubahan dalam kegiatan pariwisata atau memisahkan wisatawan lokal dari wisatawan dari luar wilayah tersebut.
5
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
3. Analisis Dampak Ekonomi Kepulauan Seribu
3) Gunakan perubahan dalam pengeluaran pada model ekonomi wilayah atau sejumlah pengganda untuk menentukan efek sekundernya. Efek sekunder pariwisata diukur dengan menggunakan pengganda atau model ekonomi wilayah. Pengganda umumnya timbul dari dasar ekonomi atau model input-output dari ekonomi wilayah. Dalam kebanyakan kasus pengganda diambil atau diadaptasi dari pengganda yang telah ada atau dari studi lainnya. Umumnya, pengganda bernilai tinggi di daerah yang lebih luas dan rendah di daerah kecil yang pengembangan ekonominya lebih terbatas. Kesalahan yang umum terjadi adalah mengadaptasi pengganda skala besar ke dalam wilayah lokal. Hal ini akan menghasilkan perkiraan yang jauh melebihi efek pengganda lokal yang seharusnya. Pengganda dapat pula digunakan untuk memperoleh jumlah pendapatan atau ketenagakerjaan yang ditimbulkan per dolar penjualan. Rasio ini akan beragam dari satu wilayah ke wilayah lain dan melintasi sektor ekonomi individual yang disebabkan oleh kepentingan ketersediaan tenaga kerja yang relatif dalam tiap industri dan upah yang berbeda serta tingkat upah dalam wilayah yang berbeda di suatu Negara. Perkiraan ketenagakerjaan umumnya tidak selalu sama sehingga memberikan kesulitan untuk membandingkannya dalam suatu lingkup industri dengan jumlah ketenagakerjaan musiman dan sambilan yang berbeda. Pendapatan atau nilai tambah seringkali merupakan ukuran yang dipilih untuk melihat kontribusi pariwisata terhadap ekonomi wilayah.
Dampak yang terjadi akan diidentifikasi melalui penduduk Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang berada pada pulaupulau berpenghuni seperti Pulau Pramuka dan Pulau Panggang serta beberapa pulau resort seperti Pulau Air dan Pulau Semak Daun, melalui pemilik dan tenaga kerja usaha terutama yang berkaitan dengan pariwisata yang ada di pulau-pulau tersebut, dan beberapa narasumber dari pihak aparat pemerintah dan tokoh masyarakat yang terkait. Dilihat dari stakeholder pariwisata, diketahui terdapat 3 stakeholder, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Untuk mengidentifikasi dampak pariwisata terhadap penduduk, ketiga stakeholder tersebut dijadikan responden. Dengan demikian responden dari penelitian ini adalah masyarakat (rumah tangga di Kabupaten Kepulauan Seribu), swasta (selaku usaha pariwisata di Kabupaten Kepulauan Seribu baik formal maupun informal), dan pemerintah (aparat pemerintah di Kabupaten Kepulauan Seribu). Penelitian juga dilakukan kepada responden wisatawan yang berkunjung ke daerah wisata. Penentuan responden yang memiliki keterkaitan usaha dengan pariwisata dapat ditentukan pada 5 komponen usaha yang terkait dengan kegiatan pariwisata, yaitu usaha akomodasi, usaha makanan dan minuman, usaha transportasi, usaha cinderamata, dan usaha lainnya. Kelima komponen tersebut ditentukan berdasarkan kecenderungan pengeluaran wisatawan kepada kelima komponen tersebut selama berwisata. Pemilihan responden masyarakat dilakukan dengan metode purposive sampling. Dari 110
6
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu, ditentukan 5 pulau, yaitu: a. Pulau Pramuka dan Pulau Panggang merupakan pulau penghuni yang menjadi sumber utama responden masyarakat. Kedua pulau ini juga menjadi tujuan wisata bagi para wisatawan; b. Pulau Air dan Pulau Semak Daun merupakan pulau resor yang menjadi salah satu tujuan wisata terutama wisata bahari; c. Pulau Panggang merupakan pulau penghuni yang berada di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dan manjadi salah satu pulau singgah wisatawan.
Kabupaten Kepulauan Seribu. Mayoritas responden yang memiliki usaha yang berkaitan langsung dengan kegiatan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Seribu ini menyatakan peningkatan pendapatan sejak pariwisata semakin berkembang di daerah tersebut. Hal ini meliputi akomodasi, restoran/makanan dan minuman, transportasi, dan souvenir. Jasa-jasa dan perdagangan-perdagangan informal seperti PKL dan warung-warung juga menyatakan mengalami peningkatan pendapatan yang cukup besar karena banyaknya wisatawan yang membeli dagangan mereka. Tabel 1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Usaha terhadap Kondisi Peningkatan Pendapatan Usaha
Gambar 1 Peta Kepulauan Seribu
Jenis Usaha Akomodasi Makanan dan minuman Transportasi Souvenir/Cinderamata Jasa Perdagangan lainnya Total
Meningkat (%) 100
Tetap (%) 0
Menurun (%) 0
100
0
0
85,7 100 79,2 92,3 81,8
14,3 0 20,8 7,7 18,2
0 0 0 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden di Kabupaten Kepulauan Seribu menyatakan mengalami peningkatan pendapatan yaitu sebanyak 81,8% dari total seluruh responden yang diwawancarai. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan wisata di Kepulauan Seribu memberikan efek secara langsung terhadap ekonomi masyarakat di daerah tersebut.
Berdasarkan data sekunder dari BPS, diketahui jumlah populasi yang akan disurvei (jumlah penduduk) adalah 22.705 jiwa, dengan menggunakan asumsi nilai α adalah sebesar 15%, maka didapatkan perhitungan sebagai berikut: n = N / (1 + Ne2) n = 22.705 / (1 + (22.705 x (0.15)2)) = 44,36 ~ 45 responden
Tabel 2 Jumlah Responden Berdasarkan Rentang Pendapatan per Bulan dari Sektor Pariwisata Rentang Pendapatan <1.000.000 1.000.000 – 2.000.000 2.000.001 – 3.000.000 3.000.001 – 4.000.000 > 4.000.000
3.1 Pendapatan Masyarakat Dapat diketahui bahwa pariwisata memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap meningkatnya pendapatan usaha masyarakat di
Jumlah 13 15 7 4 7
Sumber: Hasil Analisis, 2010
7
Persentase 26,67 33,33 15,56 8,89 15,56
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
Berdasarkan hasil survei, pendapatan masyarakat dari sektor pariwisata terbesar berada pada rentang Rp. 1.000.001,00Rp.2.000.000,00 yaitu sebanyak 15 responden atau sekitar 33,33 persen dari keseluruhan total responden. Nilai ini umumnya diperoleh oleh para responden yang bekerja di bidang transportasi dan souvenir kecil seperti ojek perahu dan beberapa pedagang-pedagang kaki lima yang berada di wilayah tersebut.
Rp.300.000,00-Rp. 399.999,00 yaitu sebesar 43,33% dan Rp. 400.000,00- Rp. 499.999,00 yaitu sebesar 36,67%. Nilai ini digunakan dengan ditunjang oleh asumsi dan hasil wawancara bahwa akhir pekan adalah hari dimana jumlah wisatawan banyak berkunjung ke wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, sehingga lama/waktu berlibur yang digunakan oleh para wisatawan adalah sekitar 2 hari 1 malam. Dengan demikian, untuk wisata 2 hari 1 malam di Kepulauan Seribu, wisatawan ratarata mengeluarkan uang sebesar Rp.300.000,00 hingga Rp. 500.000,00.
Responden yang menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh setiap bulannya lebih besar dari Rp. 4.000.000,00 adalah sebanyak 7 orang atau 15,56% dari total seluruh responden yang diwawancarai. Kelompok pendapatan ini merupakan para penyewa tempat penginapan seperti wisma dan homestay serta terdapat seorang pemilik usaha catering yang termasuk ke dalam kelompok pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000,00.
Namun, dapat pula terlihat adanya sejumlah wisatawan yang mengeluarkan lebih dari Rp.500.000,00. Hal ini terjadi pada kelompok wisatawan yang menginap di wisma-wisma dimana harga kamar per malamnya relatif lebih mahal daripada harga kamar per malam di homestay. Selain itu, ada pula wisatawan yang mengunjungi wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu lebih dari 2 hari 1 malam sehingga harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk biaya penginapan.
Mayoritas para penyewa kapal dan peralatan untuk kegiatan wisata seperti snorkeling, menyelam, dan memancing serta pemandu wisata ke beberapa pulau di sekitarnya termasuk ke dalam kelompok pendapatan Rp.2.000.001,00-Rp.3.000.000,00 yaitu sebanyak 7 responden atau 15,56% dari total responden dan kelompok pendapatan Rp.3.000.001,00-Rp. 4.000.000,00 sebanyak 4 responden atau 8,89%.
Umumnya para wisatawan berwisata bersama kerabat atau saudaranya sehingga biaya penginapan seringkali ditanggung bersama. Hal ini menyebabkan jumlah uang yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit daripada bila wisatawan berwisata inap di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu sendirian. Sistem penyewaan homestay yang menyediakan rumah sewa untuk kapasitas penghuni yang lebih banyak juga menarik kelompokkelompok tertentu untuk hanya menyewa satu atau dua homestay bersama-sama sehingga pengeluaran mereka menjadi lebih hemat.
Tabel 3 Jumlah Responden Wisatawan Berdasarkan Rentang Pengeluaran per Kunjungan Wisata Rentang Pengeluaran 200.000 – 299.999 300.000 – 399.999 400.000 – 499.999 > 500.000
Jumlah 1 13 11 5
Persentase 3,33 43,33 36,67 16,67
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Ketika diwawancarai mengenai manfaat adanya ekowisata di Kepulauan Seribu bagi kehidupan mereka, para responden masyarakat di Kabupaten Kepulauan Seribu memberikan
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rentang pengeluaran wisatawan per kunjungan wisata ke Kepulauan Seribu terbesar adalah
8
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
dua jawaban: adanya peningkatan pendapatan berupa keuntungan dari usaha yang mereka lakukan dan tidak ada manfaat sama sekali. Sebanyak 84% atau 38 responden menyatakan bahwa pariwisata di Kepulauan Seribu memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka, seperti contohnya bagi para pedagang kaki lima, dagangan mereka menjadi lebih laku atau bagi para penyedia homestay dan rumah makan, wisata menjadi sumber pendapatan yang menghasilkan jauh lebih besar daripada pekerjaan asli mereka. Namun, terdapat 16% atau 7 responden yang menyatakan bahwa wisata di Kepulauan Seribu tidak memberikan dampak positif apapun bagi kehidupan mereka terutama dari sektor ekonomi. Jawaban ini banyak diberikan oleh para responden yang tidak secara aktif bergerak sebagai penyedia usaha bagi sektor pariwisata Kepulauan Seribu (hanya bekerja paruh waktu atau tidak tetap).
Kabupaten Kepulauan Seribu. Pada akhir pekan khususnya hari Sabtu, mayoritas nelayan akan berlayar membawa kapalnya ke Pelabuhan Muara Angke di pagi hari untuk mengangkut para wisatawan yang berangkat dari Muara Angke yang ramai pada akhir pekan. Hal ini merupakan peluang tambahan pendapatan bagi para nelayan-nelayan tersebut. Untuk masyarakat yang tidak memiliki kapal, usaha homestay menjadi peluang utama dalam menambah pendapatan. Masyarakat membangun homestay di rumah-rumahnya sendiri sehingga mirip seperti rumah kost atau membangun rumah lain di tempat yang dekat maupun jauh dari rumahnya. Tidak jarang ketika akhir pekan, beberapa masyarakat bahkan menyewakan rumah tinggalnya sendiri kepada para wisatawan sementara pemilik rumah tersebut menginap di rumah saudaranya yang umumnya juga berada di pulau tersebut atau di pulau sekitarnya.
3.2 Peluang Kerja Kegiatan ekowisata di Kepulauan Seribu memberikan peluang kerja yang cukup besar bagi masyarakat setempat. Namun, peluang kerja ini lebih bersifat tidak langsung dan/atau tidak tetap. Hal ini disebabkan karena penduduk Kepulauan Seribu cenderung tetap berprofesi sebagai petani laut sebagai pekerjaan tetapnya, sedangkan pekerjaan di bidang pariwisata dilakukan secara sambilan/tidak tetap. Pekerjaan yang dilakukan di sektor wisata berupa jasa sewa perahu antarpulau, transportasi kapal dari dan menuju pelabuhan di Jakarta, jasa sewa alat-alat menyelam, memancing, dan snorkeling, tour guide, serta penyewaan home stay.
Untuk pulau-pulau seperti Pulau Ayer, Pulau Kotok, Pulau Putri dan pulau peruntukan wisata lainnya, terutama pulau-pulau yang dikelola oleh swasta, tenaga kerja yang digunakan kebanyakan berasal dari luar Kepulauan Seribu; sedikit penduduk lokal yang dipekerjakan biasanya bekerja sebagai pekerja kasar berupa pesuruh, petugas keamanan, penjaga tempat penginapan, dan sebagainya. Program pemerintah mencakup pelatihan dan penyuluhan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki minat dalam bidang pariwisata. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat bagi pengembangan pariwisata Kepulauan Seribu.
Menurut hasil wawancara, usaha transportasi mulai berjalan semenjak tahun 2002. Hingga kini, para nelayan sering menyewakan perahunya sekaligus sebagai pemandu untuk digunakan oleh para turis yang datang ke
9
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
Gambar 2 Asal Tenaga Kerja yang Digunakan oleh Masyarakat dan Pelaku Usaha Wisata Setempat
pekerjanya tersebut. Namun, berdasarkan hasil survei, terdapat beberapa usaha akomodasi maupun rumah makan yang menyewa jasa pekerja dari lokal sekaligus dari luar wilayah tersebut (Pulau, DKI Jakarta, maupun luar DKI Jakarta). Gambar 3 Persentase Responden Menurut Mata Pencaharian yang Dilakukan Sebelum Mengalami Perubahan
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Dilihat dari daerah asal tenaga kerja yang digunakan seperti tergambarkan pada Gambar 3 di atas, terlihat bahwa sebagian besar tenaga kerja yang dipekerjakan oleh masyarakat setempat khususnya yang membuka usaha akomodasi, rumah makan, serta transportasi merupakan penduduk lokal dari dalam satu pulau yang menunjukkan persentase sebesar 61%.
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Dari hasil survei masyarakat, diketahui bahwa sebesar 45% responden tidak mengalami perubahan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tetap melakukan pekerjaan utamanya dan melakukan pekerjaan di sektor pariwisata secara insidental untuk menambah pendapatan. Umumnya kelompok yang tidak mengalami perubahan pekerjaan ini adalah para nelayan dan beberapa pedagang yang memang telah berjualan di pulau tersebut dari sebelum wisata di Kepulauan Seribu mulai ramai.
Pekerja yang berasal dari luar pulau terbagi atas tiga asal: dari pulau lain, dari DKI Jakarta, dan dari luar DKI Jakarta. Persentase pekerja yang berasal dari pulau lain adalah sebesar 19%, yang berasal dari DKI Jakarta sebesar 16%, dan yang berasal dari luar DKI Jakarta adalah sebesar 4%. Adapun pekerja yang berasal dari luar DKI Jakarta banyak dari pulau Jawa yang dibawa dari daerah asal pemberi kerja tersebut.
Sementara itu, jenis mata pencaharian sebelum mengalami perubahan yang terbanyak kedua adalah perdagangan, yaitu sebanyak 21%. Pekerjaan sebagai buruh dan tidak bekerja sebelumnya masing-masing mencakup 10% dari total responden. Responden yang menyatakan tidak bekerja sebelum melakukan pekerjaan yang sekarang adalah responden yang baru menamatkan bangku sekolah/kuliah sehingga tidak bekerja sebelumnya. Jenis mata pencaharian lainnya adalah karyawan, pegawai negeri, dan ibu rumah tangga.
Hal tersebut di atas dapat memperlihatkan bahwa daerah tujuan wisata banyak didatangi oleh tenaga kerja. Terjadinya migrasi tenaga kerja ke Kabupaten Kepulauan Seribu sekaligus menjadi bukti terbukanya peluang dan kesempatan kerja yang tercipta oleh adanya kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata. Selain itu, sifat informalitas masih sering terjadi dalam penyediaan lapangan kerja. Hal ini dilihat dari adanya masyarakat yang membawa pekerja dari daerahnya sendiri dengan alasan agar dapat lebih mengenal
10
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
3.3 Harga Dan Tarif, Distribusi Manfaat dan Keuntungan, Serta Kepemilikan dan Pengendalian
2007. Pemanfaatan sumber daya kelautan bagi wisata bahari secara berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, menambah lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta dalam skala luas dapat mendorong perkembangan wilayah dan meningkatkan PAD dan devisa negara serta meningkatkan kondisi lingkungan bahari. Kepemilikan dan pengendalian lahan di Kabupaten Kepulauan Seribu terbagi atas tiga jenis: Milik pemerintah, milik swasta, dan milik perorangan. Dari 104 pulau yang telah terdata dalam gugusan Kepulauan Seribu, lebih dari sebagian dari keseluruhan jumlah pulau dikelola oleh sektor non-pemerintah, yaitu oleh sektor swasta sebesar 31% atau sebanyak 32 pulau dan perorangan sebesar 34% atau 36 pulau. Pemerintah mengelola sebesar 28% atau sebanyak 29 pulau dari keseluruhan pulau, dengan pengelolanya adalah Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Kanwil Departemen Kehutanan, PHPA, Pemerintah DKI Jakarta, Ditjen Pertahanan Laut, dan Pertamina. Sebanyak 7% atau 7 pulau sisanya belum memiliki pengelola.
Kegiatan ekowisata di kepulauan Seribu secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh terhadap harga dan tarif yang berlaku, manfaat dan keuntungan, serta kepemilikan dan pengendalian terhadap aktivitas dan fisik Kepulauan Seribu. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya harga dan tarif untuk bahan-bahan pokok yang berlaku di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bernilai sama dengan harga dan tarif yang digunakan di darat (DKI Jakarta). Dalam memenuhi kebutuhannya, para masyarakat dan pedagang terutama dari sektor akomodasi dan makanan/minuman di Kepulauan Seribu membeli bahan baku dari luar wilayah kepulauan yaitu di dua titik utama: Muara Angke di Jakarta dan Muara Saban di Tangerang. Gambar 4 Persentase Lokasi yang Didatangi Responden untuk Memperoleh Bahan Baku
3.4 Pendapatan Pemerintah Pendapatan pemerintah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar Rp.59.240.700.000,00 pada tahun 2006 meningkat sebesar 5,06% menjadi Rp.62.240.050.000,00 pada tahun 2007 dan terus meningkat sebesar 6,69% menjadi Rp.66.402.750.000,00 pada tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan yang cukup tinggi bagi pendapatan pemerintah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain itu, terjadi pula peningkatan pada sektor jasa-jasa sebagai salah satu pendapatan dari bidang wisata yaitu dari Rp 19.453.410.000,00 pada tahun 2006 menjadi Rp.20.049.690.000,00 pada tahun 2007, yang
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Jika meniadakan sektor pertambangan dari distribusi persentase PDRB, maka persentase pemanfaatan sektor perdagangan, hotel dan restoran bagi PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan yang terbesar dari seluruh jenis lapangan usaha yaitu sebesar 38,82% dari keseluruhan persentase distribusi pada tahun, menurun 0,77% dari tahun 2007. Sektor pertanian memberikan distribusi kedua terbesar dengan memegang persentase sebesar 27,60% dari keseluruhan persentase distribusi pada tahun 2008, menurun 0,21% dari tahun 11
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
menunjukkan peningkatan sebesar 3,06%. Peningkatan terus terjadi sehingga pada tahun 2008 pendapatan pemerintah dari sektor jasa menjadi Rp. 21.075.080.000,00. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 5,11%.
menjadikan Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai daerah penunjang wisata regional maupun nasional diperlukan penggalian dan penataan obyek wisata yang ada dan melengkapi sarana penunjangnya. Usaha pembenahan perlu dilakukan meliputi strategi dan penjabaran sapta pesona pariwisata kedalam segala unsur dan kegiatan pemerintah dan kemasyarakatan, memperindah daerah tujuan wisata dan wilayah-wilayah lain yang dilewati maupun wilayah-wilayah pedesaan guna mendukung wisata alam. Disamping itu diperlukan juga peningkatan sadar wisata dalam menunjang pembangunan Nasional sehingga Kabupaten Kepulauan Seribu dapat menjadi bagian dari benang merah dalam sektor pariwisata.
Tabel 4 PDRB atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha 2006-2008 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-jasa PDRB dengan Migas PDRB Tanpa Migas
2006 30.185,68 933.061,33 4.685,96
2007 31.206,86 937.342,5 4.796,13
2008 32.456,81 940.366,83 5.011,24
556,11
566,16
592,43
13.976,30
14.466.83
15.264,48
59.240,70
62.240,05
66.402,75
4,025.75
4.059,82
4.188,09
6.938,48
7.009,3
7.396,76
19.453,41
20.049,69
21.075,08
1.072.123,71
1.081.737,43
1.092.754,48
139.062,38
144.394,90
152.387,65
Dari tabel 5 terlihat bahwa pada tahun 2008, Kabupaten Kepulauan Seribu mampu menyerap jumlah pengunjung sebanyak 133.023 jiwa dan meningkat sekitar 6,17 persen pada tahun 2009 yang menarik jumlah pengunjung sebanyak 141.227 jiwa. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah pengunjung pada bulan Mei hingga September, yang menunjukkan adanya pengaruh musim terhadap waktu berkunjung wisatawan ke Kepulauan Seribu dimana waktu terbaik untuk berkunjung adalah bulan Maret hingga Agustus.
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Selain itu, sektor pengangkutan dan komunikasi juga mengalami peningkatan nilai dalam PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu yaitu dari Rp. 4.025.750.000,00 pada tahun 2006 menjadi Rp. 4.059.820.000,00 pada tahun 2007 yang menunjukkan peningkatan sebesar menjadi 0,85% dan terus meningkat pesat sehingga terjadi kenaikan sebesar 3,16% menjadi Rp. 4.188.090.000,00 pada tahun 2008. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan penggunaan sektor pengangkutan dan jasa terutama sejak pariwisata berkembang di Kepulauan Seribu.
Tabel 5 Pengunjung Wisatawan Kabupaten Kepulauan Seribu 2008-2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki potensi obyek pariwisata yang sangat baik, sehingga mampu menjadi salah satu pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan berdampak positif pula pada pengembangan wilayah di daerah sekitar. Untuk dapat lebih
12
Jumlah Pengunjung Wisata Mancanegara Nusantara Jumlah 2008 222 3265 3487 108 1748 1856 224 6912 7136 222 4943 5165 253 8030 8283 317 8424 8741 257 11029 11286 391 14351 14742 155 2998 3153 420 43376 43796 169 9667 9836
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
Bulan Desember Jumlah Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Januari Februari Maret April Mei Juni Jumlah
Jumlah Pengunjung Wisata Mancanegara Nusantara Jumlah 271 15271 15542 3009 130014 133023 2009 165 7705 7870 116 1484 1600 125 7224 7349 235 6832 7067 219 12847 13066 229 8798 9027 367 11326 11693 541 11059 11600 452 50897 51349 254 4948 5202 228 6297 6525 386 8493 8879 3317 137910 141227 2010 174 8621 8795 237 4674 4911 198 7002 7200 269 7256 7525 287 7869 8156 307 7978 8285 1472 43400 44872
Nilai yang diperoleh di atas merupakan perkiraan jumlah pengeluaran wisatawan selama berwisata di Kabupaten Kepulauan Seribu dalam rentang waktu enam bulan tersebut. Dengan kata lain, sekitar Rp.17.948.800.000,00 telah diterima menjadi pemasukan bagi Kabupaten Kepulauan Seribu. Pemerintah berupaya meningkatkan pemasukan daerah dengan melakukan berbagai promosi untuk memperkenalkan Kepulauan Seribu bagi masyarakat luar. Adapun agendaagenda yang dijalankan adalah sebagai berikut: festival Pulau Seribu yang menyajikan budaya serta adat dan istiadat lokal; pemilihan Abang dan None untuk mewakili Kepulauan Seribu di acara Abang dan None DKI Jakarta; pemilihan putera/puteri bahari untuk menjadi duta wisata Kepulauan Seribu; road show; penyuluhan rutin kepada masyarakat lokal (Sadar Wisata); studi banding terhadap daerah wisata lainnya; transplantasi terumbu karang di kawasan perairan Kepulauan Seribu; pelaksanaan kebersihan serta pembangunan akomodasi; pelatihan wisata baharí pada masyarakat (terutama untuk menjadi diving guide) bekerja sama dengan Sudin Perikanan DKI Jakarta.
Sumber: Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu, 2010
Seperti yang telah dijelaskan pada Bagian II, dampak ekonomi pariwisata dapat dinilai sebagai variasi dari formula sederhana berikut: Dampak Ekonomi Pariwisata = Jumlah Wisatawan x
Rata-rata Pengeluaran Pengganda
x
Namun, karena penulis hanya melihat dampak primer wisata yang merupakan total/besarnya pengeluaran wisatawan di dalam suatu daerah selama berwisata tanpa melihat dampak sekundernya terhadap wilayah tersebut, maka variabel Pengganda ditiadakan. Berdasarkan hasil survei primer yang dilakukan oleh penulis, diperoleh rata-rata pengeluaran responden wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Seribu selama dua hari satu malam adalah sebesar Rp. 398.333,00 (~Rp. 400.000,00). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perkiraan dampak ekonomi pariwisata Kabupaten Kepulauan Seribu selama Januari hingga Juni 2010 adalah sebagai berikut:
3.5 Pembangunan Kabupaten Kepulauan Seribu dapat dikatagorikan sebagai daerah otonomi yang baru terbentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pada tahap ini tentunya dibutuhkan pembangunan dan konstruksi yang baik dan intensif serta sesuai dengan penggunaan lahan yang ditetapkan guna membentuk suatu kawasan yang ideal secara fisik. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa PDRB Sektor Bangunan dan Konstruksi Kabupaten
Total Pengeluaran Wisatawan= 44,872 jiwa x Rp 400.000,00 = Rp 17.948.800.000,00
13
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
Kepulauan Seribu pada tahun 2008 berjumlah Rp. 15.264.480.000,00 dan berperan sebesar 10,01% dari total PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu (Tanpa Migas) pada tahun 2008. Jumlah PDRB ini meningkat dari tahun sebelumnya yang menunjukkan nilai sebesar Rp. 14.466.830.000,00 sehingga peningkatan yang terjadi adalah sebesar 5,51%. Sebelumnya, sektor bangunan juga mengalami peningkatan dari pendapatan yang diperoleh tahun 2006 yaitu sebesar Rp.13.976.300.000,00 yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar 3,51%.
Berkaitan dengan bangunan dan konstruksi, pembangunan yang dilakukan harus aman, strategis, efektif, efisien, serta memikirkan rencana pembangunan jangka panjang dimana adanya prioritas kebutuhan wilayah dan kemungkinan perubahan bangunan dan konstruksi pada masa yang akan datang. Sistem bangunan dan konstruksi yang baik akan menimbulkan keamanan, kenyamanan, dan keefisienan kawasan, dimana akan meningkatkan kualitas kehidupan dan daya tarik kawasan tersebut. Ancaman di sektor bangunan terutama sekali berasal dari kondisi alam yang merupakan kepulauan kecil dan berpotensi mengalami penggerusan sehingga berpotensi tenggelam. Hal ini menyebabkan perlu adanya pemantauan dan perhitungan yang benar dalam membangun wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu.
PDRB Sektor Pengangkutan dan Komunikasi mengalami peningkatan sebesar Rp.4.025.750.000,00 pada tahun 2006 menjadi Rp. 4.059.820.000,00 pada tahun 2007 yang menunjukkan peningkatan sebesar menjadi 0,85%. Peningkatan ini semakin pesat sehingga terjadi kenaikan 3,16% yaitu sebesar Rp. 4.188.090.000,00 pada tahun 2008. Peningkatan ini disebabkan oleh sudah semakin banyaknya pengoperasian transportasi dari dan ke pulau-pulau yang berada di gugusan Kepulauan Seribu. Selain itu, perkembangan Kabupaten Kepulauan Seribu menjadi daerah wisata mendorong pertumbuhan PDRB pada sektor ini.
Pembangunan konstruksi dihadapkan pada permasalahan keterbatasan keuangan daerah dan kemungkinan bantuan pemerintah atasan yang semakin kecil. Hal ini menyebabkan pembangunan menjadi terhambat, salah satunya dapat dilihat dari penerangan yang masih menggunakan sistem bergilir. Di sisi lain pembangunan di sektor pariwisata terkendala pada alam/cuaca buruk dan berkaitan dengan suasana kondusif di Ibukota (DKI Jakarta). Selain itu pertumbuhan penduduk yang terjadi juga memicu permintaan terhadap tempat tinggal dan fasilitas pendukung kehidupan. Ketersediaan lahan yang terbatas di Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan hambatan yang cukup signifikan dalam mengadakan pembangunan dan konstruksi dalam jumlah besar.
Pembangunan di Kepulauan Seribu berpotensi besar dalam mendukung daya hidup wilayah. Permasalahan pengadaan bangunan dan konstruksi dari sektor dana dan perawatan dapat diusahakan dengan cara bekerjasama dengan pihak swasta. Selain dana yang dikeluarkan pemerintah akan lebih sedikit, bekerjasama dengan swasta juga memberikan peluang investasi yang besar pada Kabupaten Kepulauan Seribu. Pada kasus ini pemerintah bertindak sebagai pengawas dan pemberi bantuan bagi pihak swasta dan masyarakat.
14
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
4. Kesimpulan
pendapatan kedua terbesar setelah pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata memberikan pengaruh secara nyata dalam meningkatkan pendapatan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain itu, pariwisata memberikan dampak ekonomi pariwisata yang dapat dinilai dengan mengalikan jumlah wisatawan dengan pengeluaran wisatawan selama berwisata di Kabupaten Kepulauan Seribu dalam rentang waktu tertentu. Untuk bulan Januari hingga Juni 2010, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu menerima pemasukan sekitar Rp.17.948.800.000,00. Nilai ini tergolong tinggi untuk jumlah pemasukan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Pengembangan kawasan ekowisata di Kabupaten Kepulauan Seribu memberikan dampak yang sangat baik terhadap perekonomian masyarakat di wilayah tersebut. Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Seribu berpengaruh yang cukup besar terhadap meningkatnya pendapatan usaha masyarakat di wilayah tersebut. Penduduk yang memiliki usaha yang berkaitan langsung dengan kegiatan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Seribu ini mengalami peningkatan pendapatan sejak pariwisata semakin berkembang di daerah tersebut. Hal ini meliputi Akomodasi, Restauran/Makanan dan Minuman, Transportasi, dan Souvenir. Jasa-jasa dan perdagangan-perdagangan informal seperti PKL dan warung-warung.
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki potensi obyek pariwisata yang sangat baik, sehingga mampu menjadi salah satu pendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan berdampak positif pula pada pengembangan wilayah di daerah sekitar. Untuk dapat lebih menjadikan Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai daerah penunjang wisata regional maupun nasional diperlukan penggalian dan penataan obyek wisata yang ada dan melengkapi sarana penunjangnya.
Terhadap sisi peluang kerja, pengembangan kawasan ekowisata di Kabupaten Kepulauan Seribu juga memberikan lapangan kerja yang cukup baik bagi para masyarakatnya. Penggunaan tenaga kerja lokal juga menjadi salah satu indikasi bahwa sektor pariwisata menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. Selain itu, para pendatang yang berasal dari daerah lain juga mendapat kesempatan untuk memperoleh pekerjaan di Kabupaten Kepulauan Seribu.
Sarana dan prasarana yang sangat penting untuk dikembangkan adalah sarana transportasi. Hal ini dikarenakan banyak wisatawan yang menginginkan kualitas dan kuantitas/frekuensi pelayaran yang lebih baik. Dengan meningkatkan mutu transportasi, maka wisatawan akan semakin mudah dan mau untuk mengunjungi Kepulauan Seribu sehingga jumlah pengunjung yang datang akan bertambah. Penambahan wisatawan akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat karena adanya pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan tersebut. Hal ini dapat menjadi pengaruh baik bagi kehidupan
Kepemilikan dan pengendalian pulau-pulau di Kepulauan Seribu mayoritas berada pada pihak non-pemerintah, yaitu swasta dan perorangan. Pemerintah yang mengelola beberapa pulau di Kepulauan Seribu adalah Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Kanwil Departemen Kehutanan, PHPA, Pemerintah DKI Jakarta, Ditjen Pertahanan Laut, dan Pertamina. Pendapatan pemerintah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan
15
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 22/No.1 April 2011
Colin, M Hall. 1996. Tourism and Politics: Policy, Power and Place. Chichester: John Wiley. Conlin, M dan Baum, T. 1995. Island Tourism: Management Principles and Practices. Chichester: John Wiley. Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Indonesia: Penerbit ANDI. Hall, C. M. dan Oehlers, A. 2000. Tourism and Politic in South and Southeast Asia. Dalam C. M. Hall dan S. Page (Eds), Tourism in South and Southeast Asia: Issues and Cases (pp. 77-93). Oxford: ButterworhHeinemann. Hartono, Hari. 1974. Perkembangan Pariwisata, Kesempatan Kerja, dan Permasalahannya. Prisma No. 1 1974. Mathieson, A. And Wall, G.. 1982. Tourism: Economic, Physical and Social Impacts. Oxford: Pitman Publishing. Poetschke. 1995. Key Success Factors for Public Private Sector Partnership in Island Tourism Planning. Dalam Baum, T. dan Conlin, M. V. Chichester: Wiley. Pusat Data dan Informasi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta. 2005. Dampak Ekonomi Pariwisata: Neraca Satelit Pariwisata Nasional Tahun 2006.pdf. Sinha, C. dan Bushell R. 2002. The Linkage between Biodiversity and Tourism: A Study of Ecotourism in Coastal Village in Fiji. Pacifik Tourism Review 6(1): 24-36. Soemardjan, Selo. 1974. Pariwisata dan Kebudayaan. Prisma No. 1 1974 Stynes, Daniel J. 1999. Economic Impact of Tourism. Minnesota: Department of Park, Recreation & Tourism Resources, Michigan State University. The International Ecotourism Society. 2000. Ecotourism Statistical Fact Sheet. World Tourism Organization. 2002. The Economic Impact of Tourism in the Islands of Asia and the Pacific. Madrid: World Tourism Organization.
perekonomian masyarakat maupun pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. Usaha pembenahan perlu dilakukan meliputi strategi dan penjabaran sapta pesona pariwisata kedalam segala unsur dan kegiatan pemerintah dan kemasyarakatan, memperindah daerah tujuan wisata dan wilayah-wilayah lain yang dilewati maupun wilayah-wilayah pedesaan guna mendukung wisata alam. Disamping itu diperlukan juga peningkatan sadar wisata dalam menunjang pembangunan Nasional sehingga Kabupaten Kepulauan Seribu dapat menjadi bagian dari benang merah dalam sektor pariwisata. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Arief Rosyidie untuk arahan dan bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis. Terima kasih juga kepada dua mitra bestari yang telah memberikan komentar yang berharga. Daftar Pustaka Antara, M dan N. Panning. 1999. Keterkaitan antara Pariwisata dengan Pertanian di Bali: Tinjauan dengan Model Social Accounting Matrix. Paper ini disampaikan dalam Seminar Pariwisata Berkelanjutan menurut Perspektif Orang Bali. Puslit Kebudayaan dan Pariwisata Universitas Udayana, 3 Agustus 1999. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2009. Jakarta Dalam Angka 2009. Briguglio, L dan Briguglio M.. 1996. Sustainable Tourism in Maltese Islands. London: Pinter. Cohen, E. 1984. The Impact of Tourism on the Physical Environment, Annals of Tourism Research 5(2), p.215-237.
16