50
BAB V TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU DAN PELUANG EKOWISATA Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia terletak di utara Jakarta yang secara administratif berada di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kawasan TNLKpS meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan. Kawasan ini terbentang seluas 107.489 ha (SK. Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002) yang secara geografis terletak pada 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106° 40' BT. Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (SK. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 6186/Kpts-II/2002 Tanggal 10 Juni 2002 tentang Struktur Organisasi Balai Taman Nasional).
5.1
Sejarah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Wilayah laut dikenal sebagai wilayah yang tidak mempunyai status hukum
kepemilikan (property right), sehingga sumberdaya perairan laut tersebut menjadi suatu obyek yang bersifat terbuka (open access) bagi semua pihak. Khusus di Kepulauan Seribu, usaha pengaturan wilayah perairan laut-nya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat (data sekunder Taman Naional Kepulauan Seribu, 2000)
51
Adanya indikasi potensi kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut di wilayah Kepulauan Seribu yang tinggi, maka wilayah Kepulauan Seribu ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 dan No. 6310/Kpts-II/2002 yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan. Luas wilayah 107.489 hektar dengan sekitar 44 buah pulau termasuk ke dalam Taman Nasional. Pulau-pulau yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan tempat ideal untuk snorkeling, berenang, atau menyelam. Kepulauan Seribu mempunyai pulau yang ditunjuk sebagai pulau suaka alam seperti Pulau Rambut dan Pulau Onrust yang ditunjuk sebagai pulau cagar budaya.
5.2
Karakteristik dan Keunikan Wilayah TNKpS mempunyai sumber daya alam yang khas yaitu keindahan alam
laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove, padang lamun, dan lain-lain. Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang tepian (fringing reef) dengan kedalaman 1 - 20 meter. Jenis ikan hias yang banyak ditemukan diantaranya adalah jenis-jenis yang termasuk dalam famili Chaetodontidae, Apogonidae dan Pomancanthidae, sedangkan jenis Ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi antara lain adalah Baronang (Family Siganidae), Ekor Kuning (Family Caesiodiae), Kerapu (Family Serranidae) dan Tongkol (Eutynus sp.).
52
Kawasan TNKpS merupakan habitat bagi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) yang dilindungi, dan keberadaannya cenderung semakin langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini. Selain dilakukan perlindungan terhadap tempattempat penelurannya seperti di Pulau Peteloran Timur, Penjaliran Barat, Penjaliran Timur dan Pulau Belanda, telah dilakukan juga pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan pelepasliaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa. Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara mengambil telur dari pulau-pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi alami. Anak penyu (tukik) hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali ke alam, dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap. Untuk jenis tumbuhan laut, Kawasan TNKpS ditumbuhi jenis lamun (seagrass) seperti thalasia dan enhalus, dan ganggang laut/ algae/rumput laut (seaweed) seperti Halimeda, Sargassum dan Caulerpa. Jenis-jenis tumbuhan darat yang banyak ditemukan antara lain adalah Kelapa (Cocos nucifera), Mengkudu (Morinda citrifolia), Ketapang (Terminalia catappa), Butun (Baringtonia asiatica), Sukun (Artocarpus atilis), Pandan Laut (Pandanus tectorius), Sentigi (Pemphis acidula), dan Cemara Laut (Casuarina equisetifolia). Di beberapa pulau juga ditemukan ekosistem mangrove yang di dominasi oleh jenis-jenis Bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicenia sp ), Tancang (Bruguiera sp.), Temu dan Prepat (Sonneratia sp ). Berbagai fenomena dan keindahan alam kawasan ini, membuat Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu menjadi salah satu obyek wisata yang potensial dan sumber pendidikan.
pengetahuan yang dapat digali sebagai sumber penelitian dan
53
Hampir semua pulau di Kepulauan Seribu telah menjadi daerah tujuan wisata terutama beberapa pulau yang telah dikelola oleh resort-resort wisata, seperti Pulau Sepa, Pulau Bira, Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Pelangi, Pulau Pantara (Hantu Timur), dan Pulau Matahari (Macan Besar). Walaupun tidak tersedia sarana dan prasarana wisata, beberapa pulau lainnya seringkali dijadikan obyek tujuan wisata termasuk pulau-pulau pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan snorkeling yang menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu, dan bangkai kapal-kapal karam. Lokasi-lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan sunrise, camping, birdwatching, berlayar (sailing), pemancingan (fishing),
dan olahraga jet-ski juga tersedia di sana.
Beberapa lokasi penyelaman antara lain yaitu Gosong Laga, Pulau Sepa, P. Petondan Barat dan Timur, Pulau Semut, Pulau Kuburan Cina, Pulau Kaliage, P. Opak Besar, Kecil Karang Pilang, Karang Kroya, Pulau Pramuka, Karang Bongkok, P. Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak serta P. Semak Daun. Selain itu, terdapat beberapa obyek/atraksi wisata bahari bernuansa pendidikan, kelautan dan pelestarian alam di pulau pemukiman baik yang sudah ada maupun yang akan dibangun yaitu : 1. Pusat Informasi Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2. Kawasan pendidikan ekosistem perairan laut dangkal pasang surut. 3. Kawasan pendidikan ekosistem perairan laut dangkal dan menyelam bersama Penyu. 4. Kawasan pendidikan ekosistem Padang Lamun (transplantasi dan pembibitan lamun) 5. Pusat perbenihan (hatchery) dan pemulihan (restocking) biota laut.
54
6. Pelestarian
(penetasan,
pembesaran
dan
pelepasan)
Penyu
Sisik
(Eretmochelys imbricata) dan rehabilitasi penyu dewasa. 7. Kebun bibit dan penanaman mangrove Kepulauan Seribu. 8. Aquarium miniatur kehidupan laut dan biota laut budidaya (ikan Kerapu, Bandeng, Kobia, Kerapu dan Udang) dan pelepasan (restocking). 9. BALIHO Selamat Datang (Jaring Apung Besar, penyebaran informasi Taman Nasional Laut, dan restocking). 10. Riset penelitian karang. 11. Percontohan budidaya karang, rajungan dan lainnya. 12. Budidaya ikan Kerapu (perbenihan dan pembesaran di keramba jaring apung). 13. Budidaya rumput laut (penanaman dan pengolahan). 14. Budaya nelayan dalam pembuatan jaring. 15. Sarana pesona pantai pasir putih (play ground dan out door training). 16. Pesona kehidupan masyarakat pulau dan pesona dermaga dan pantai. 17. Pelelangan ikan, galangan kapal dan budaya kesenian mayarakat pulau. 18. Makanan khas masyarakat pulau (kelapa muda, sukun, rumput laut, dodol, dan lain-lain) serta kerajinan tradisional. 19. Olah raga selam, snorkeling, perahu layar, memancing, dayung, dan lain-lain. 20. Fasilitas olah raga (tenis lapangan, voli pantai, badminton, fitness, basket ball dan tenis meja). 21. Sarana akomodasi dan konsumsi massal dan keluarga.
55
5.3
Wilayah dan Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
5.3.1
Wilayah dan Pencapaian ke Lokasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-
Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektar, terumbu karang tipe karang tepian (fringing reef), mangrove dan lamun. Bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan memiliki kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Dari jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan atau badan usaha. Aksesibilitas yang bisa dicapai untuk mencapai lokasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dapat melalui dua jalur alternatif, yaitu: 1. Dari Marina Jaya Ancol setiap hari tersedia kapal khusus melayani pengunjung yang ingin melihat obyek wisata bahari, dengan waktu tempuh antara 1-2 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan sebesar Rp. 35.000. 2. Dari Dermaga Muara Angke menuju Pulau Pramuka menggunakan kapal Fery sekitar 2.5 jam. Biaya transportasi yang harus dibayarkan adalah Rp.25.000
5.3.2
Zonasi,
Struktur Akses dan Kontrol Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu 5.3.2.1 Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Penetapan zonasi di TNLKpS didasarkan pada Keputusan Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.05/VI-KK/2004 yang
56
membagi kawasan TNLKpS ke dalam 4 zona, yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Pemukiman seperti yang terlihat dalam gambar 4. Dasar hukum yang melandasi penetapan zonasi di TNKLKpS adalah a. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. b. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. c. Peraturan Pemerintah Nomor 68 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. d. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan kawasan pelestarian alam perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. e. Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor 129/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 31 Desember 1996 tentang Pola pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung
57
o
o
5
5
o
10640’00 o
10625’00
o
5
o
5
PETELORAN o
10632’00
GOSONG o
PENJALIRAN
PETELORAN
o
10635’00 PENJALIRAN
o
10626’00
10628’00
o
5
o
5
o
5 NYAMPLUN SEBARU
SEBARU
KARANG HANTU (
SEMUT JUKUN
MELINTAN
o
5
BELAND K.A.
o
10633’36
o
10636’42 o
BIRA
GENTENG
5
o
5 38’ PAMAGAR
PANJAN KELAP KALIAGE
KALIAGE OPAK
Pramuka
KARANG KOTOK
U
KARANG
KOTOK KARANG
o
10633’00
SEMAK KARY
PANGGAN
o
o
10640’00
10625’00 o
o
5
5
Keterangan : Zona Inti
Zona Pemanfaatan
Zona Perlindungan
Zona Pemukiman
Gambar 4.
Peta Zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Sesuai SK Dirjen PHKA Nomor : SK. 05/IV-KK/2004)
58
Pembagian zonasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut : Zona Inti Zona Inti merupakan zona yang mutlak harus dilindungi, karena di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. Penekanan
pengelolaan
zona
ini
lebih
dikonsentrasikan
pada
upaya
mempertahankan keutuhan kondisi alam wilayah tersebut tanpa campur tangan manusia. Kegiatan yang diperbolehkan hanya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, dan penunjang budidaya. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu terdapat di tiga lokasi, yaitu Zona Inti I, Zona Inti II, dan Zona Inti III. Zona Inti I Diperuntukkan sebagai perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) terletak pada koordinat 5°27′00” - 5°29′00” LS dan 106°26′00″ - 106°28′00” BT, seluas 1.386 Ha meliputi perairan Pulau Gosong Rengat dan perairan sekitarnya. Zona Inti II Diperuntukkan sebagai perlindungan ekosistem mangrove dan tempat peneluran penyu terletak pada koordinat 5°26′36″ - 5°29′00” LS dan 106°32′00″ 106°35′00” BT, seluas 2.398 Ha meliputi perairan Pulau Penjaliran Timur dan Barat, Peteloran Barat dan Timur serta perairan sekitarnya. Zona Inti III Diperuntukkan sebagai perlindungan ekosistem terumbu karang terletak pada koordinat 5°36′00” - 5°37′00” LS dan 106°33′36″ - 106°36′42″ BT, meliputi perairan Pulau Belanda dan Kayu Angin Bira beserta perairan di sekitarnya.
59
Zona Perlindungan Zona perlindungan merupakan zona yang diperuntukan untuk melindungi zona inti, merupakan kawasan yang mendukung upaya perkembangbiakan jenis satwa termasuk satwa migran. Kegiatan yang dapat dikembangkan adalah untuk kepentingan pendidikan, penelitian,pengembangan ilmu pengetahuan,kegiatan penunjang budidaya dan wisata alam terbatas. Zona perlindungan terletak pada koordinat berada pada 5°24′00” - 5°30′00″ LS dan 106°25′00″ - 106°40’00” BT, seluas 26.28,50 ha,meliputi Pulau Buton, Jagung, Karang Mayang, Rengit, Nyamplung, Sebaru Besar dan Kecil, Lipan, Kapas, Bunder, Hantu Timur dan Barat, Yu Timur dan Barat, Satu dan Kelor Timur beserta perairannya. Pemanfaatan secara tidak langsung dapat dilakukan di dalam zona ini yaitu terhadap keberadaan daya tarik obyek wisata alam yang dapat dikunjungi secara terbatas. Kegiatan lain yang dapat dilakukan pada zona ini sudah diarahkan pada kepentingan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatakan sebagai salah satu unsur penunjang budidaya melalui penelitian.
Zona Pemanfaatan Wisata Zona pemanfaatan wisata merupakan zona yang dikembangkan untuk mengakomodasi
kegiatan
wisata
bahari.
Pada
kawasan
tersebut
dapat
dikembangkan sarana prasarana rekreasi dan pariwisata alam. Zona pemanfaatan wisata terletak pada koordinat 5°30′00″ - 5°38′00″ - 5°45′00″ LS dan 106°25′00” - 106°33′00” - 106°′00” BT, seluas ± 59634,50 ha meliputi Pulau Kelor Barat,
60
Gosong Laga, Gosong Sepa, Sepa Barat dan Timur, Jukung, Melinjo, Cina, Semut Besar dan Kecil, Melintang, Perak, Petondan Barat dan Timur, Panjang Bawah, KA. Melintang, KA. Putri, Tongkeng, Macan Kecil, Putri Besar dan Kecil, Matahari, KA. Bira, Bira Besar dan Kecil, Genteng Besar dan Kecil, Kuburan Cina dan Pulau Bulat beserta perairannya.
Zona Pemukiman Zona pemukiman merupakan zona yang mengakomodir kepentingan masyarakat
setempat
termasuk
sarana
prasarana
pengelolaan
dengan
memperhatikan aspek konservasi . zona ini terletak pada koordinat 5°38′00”5°45′00” LS dan 106°33′00”-106°40′00” BT, seluas + 17.121 ha yang meliputi Pulau Dua Barat dan Timur, Kaliage Besar dan Kecil, Semut, Karang Ketamba, Karang Mungu, Opak Besar dan Kecil, Karang Bongkok, Kotok Besar dan Kecil, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Karya Panggang dan Pramuka serta perairan sekitarnya. Daerah Penyangga berada di luar kawasan taman nasional yang berfungsi melindungi keberadaan taman nasional beserta ekosistemnya terhadap gangguan dari luar kawasan yang dapat membahayakan kelestarian potensi di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukkan masing-masing zona tersebut ternyata masih terjadi dalam hal penataan kawasan di TNLKpS. Contohnya pada zona pemukiman, meskipun upaya konservasi telah dilakukan, namun masih ada masyarakat yang tidak peduli dalam memperhatikan aspek konservasi tersebut, sehingga kawasan pemukiman juga menjadi salah satu penyebab gangguan yang terjadi pada lingkungan dan ekosistem yang ada.
61
Melalui hasil wawancara lapang, terlihat karakter masyarakat pulau yang cenderung acuh tidak acuh dengan hal-hal baru dan timbul kecenderungan munculnya individualisme dari tiap orang. Sehingga upaya sosialisasi yang intensif kepada masyarakat akan pentingnya kawasan TNLKpS dan sumberdaya alam hayati yang terkandung didalamnya, cenderung sulit siterima, hanya beberapa kelompok ataupun komunitas masyarakat yang menerima dan menertapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Materi Sosialisasi Zonasi TNLKpS, 2004).
5.3.2.2 Struktur Akses dan Kontrol Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Peluang masyarakat dalam memanfaatkan kawasan wisata yang ada di wilayah Taman Nasional bergantung pada seberapa besar akses dan kontrol yang diberikan oleh pihak Taman Nasional kepada masyarakat untuk berpartisiapsi dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan tersebut. Pola akses dan kontrol yang telah ada di wilayah taman Nasional Kepulauan Seribu dapat diklasifikasikan sebagaimana terdapat pada Tabel 10. Beberapa penjelasan tentang ketentuan perbuatan atau kegiatan yang dapat dilakukan di Taman Nasional menurut Zona menurut SK Dirjen PHKA nomor SK 05/IV-KK/2004 adalah sebagai berikut: a. Wisata Alam adalah kegiatan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara, untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan konservasi.
62
b. Wisata Bahari adalah kegiatan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara, untuk menikmati gejala keunikan, keindahan alam dan pemanfaatan sumberdaya laut, pulau, pantai, dan pesisir. c. Kegiatan menunjang budidaya adalah kegiatan pemanfaatan plasma nutfah, baik tumbuhan maupun satwa, yang terdapat dalam kawasan konservasi untuk kepentingan pemuliaan, penangkaran, dan budidaya yang dilakukan di luar kawasan konservasi. d. Wisata terbatas adalah kunjungan rekreasi dan olahraga yang bersifat sesaat saja, sedangkan akomodasi berada di Pulau Resort Wisata atau Pulau-Pulau Lain yang berada di luar Zona Inti dan Zona Perlindungan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Tidak terdapat pembangunan resort wisata atau
pembangunan lainnya, kecuali pembangunan sarana sederhana untuk mendukung kunjungan rekreasi dan olahraga sesaat tersebut. e. Pemanfaatan Tradisional adalah pemanfaatan sumber daya alam hayati yang ada dalam kawasan konservasi oleh masyarakat setempat yang secara tradisional kehidupan sehari-harinya tergantung pada kawasan konservasi. f. Pembinaan Habitat adalah kegiatan berupa pemeliharaan/ perbaikan lingkungan tempat hidup satwa dan atau tumbuhan dengan tujuan agar satwa dan atau tumbuhan tersebut dapat terus hidup dan berkembang secara dinamis dan seimbang. g. Pembinaan Populasi adalah kegiatan menambah atau mengurangi populasi satwa dan atau tumbuhan tertentu dengan tujuan agar satwa dan atau tumbuhan tersebut tetap berada pada kondisi yang dinamis dan seimbang.
63
h. Jasa Lingkungan adalah produk lingkungan alami dari kawasan konservasi yang dapat berupa udara segar, keindahan dan keunikan alam yang dapat dilihat, dirasa, dan atau dibau yang dapat memberikan kenyamanan bagi manusia. i. Budidaya kelautan alami tradisional adalah kegiatan budidaya perikanan laut yang berprinsip dasar pada penggunaan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan, dan mengutamakan kearifan ekologis, pelestarian alam dan budaya tradisional masyarakat, dengan rambu-rambu pengaturan sebagai berikut : 1)
Berlokasi dalam Zona Permukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2)
Mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat secara nyata (adanya transfer teknologi dan menjadi bapak angkat pada 2-3 tahun mendatang).
3)
Menggunakan jaring apung dan bangunan yang tidak merusak terumbu karang dan padang lamun.
4)
Melakukan restocking (pelepasan bibit ke alam/laut bebas) sekitar 10 % hasil budidaya.
5)
Membangun sarana yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata alam bahari.
6)
Biota laut yang dibudidayakan adalah jenis biota lokal (bukan jenis introduksi atau baru).
7)
Melakukan konservasi ekosistem perairan laut atau mengadakan dana konservasi.
8)
Secara periodik dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
64 Tabel 11. Perbuatan atau Kegiatan yang Dapat Dilakukan di Zona Taman Nasional menurut SK Dirjen PHKA nomor SK 05/IV-KK/2004 Zona Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Kegiatan Zona Inti
Zona Perlindungan
Zona Pemanfaatan Wisata
Zona Pemukiman
Pendidikan, penelitian, dan penunjang budidaya.
■
-
-
-
Monitoring SDA hayati dan ekosistemnya.
■
-
-
-
Membangun sarana prasarana untuk monitoring, yang tidak merubah bentang alam.
■
-
-
-
•
Pendidikan, penelitian, wisata terbatas, dan penunjang budidaya
-
■
-
-
•
Membangun sarana prasarana untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas, yang tidak merubah bentang alam. Pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan pemanfaatan jasa lingkungan.
-
■
-
-
-
■
■
■
• •
Pemanfaatan tradisional.
-
■
■
■
•
Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari.
-
-
■
■
•
Pengusahaan wisata alam/bahari oleh dunia usaha.
-
-
■
■
•
Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan restocking. Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari, yang tidak merubah bentang alam.
-
-
■
■
-
-
■
■
Budidaya kelautan alami tradisional.
-
-
• •
Diolah dari
-
■
Laporan keterpaduan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2004 dengan menggunakan kerangka tabel yang
dikembangkan oleh Adiwibowo et al., 2009 Keterangan: ■ Kegiatan yang dapat dilakukan di zona bersangkutan.
65
Wilayah laut umumnya dikenal sebagai wilayah yang bersifat akses terbuka (open access) bagi semua pihak. Khusus di Kepulauan Seribu, usaha pengaturan wilayah perairan laut-nya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat. Termasuk dilaksanakannya “Program Legalisasi dan Sertifikasi Pemanfaatan Tradisional Masyarakat Kepulauan Seribu di Zona Pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu” (dapat dilihat pada lampiran 1). Sekitar 60 % Masyarakat Kepulauan Seribu, tinggal di 5 Pulau Sangat Kecil yang berada di dalam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Mereka bermatapencaharian pokok sebagai nelayan dan hal ini sudah lama mereka lakukan, jauh sebelum pembentukan Taman Nasional. Mereka sudah dan sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya kelautan Kepulauan Seribu sehingga Program legalisasi dan sertifikasi telah diberlakukan untuk mengatasi masalah ini. Berbagai macam pola pemanfaatan Taman Nasional Kepulauan Sribu dapat diklasifikasikan sebagaimana yang terdapat pada Tabel 11. Pola pemanfaatan ruang di TNLKpS sedikit banyak mempengaruhi lingkungan yang ada didalamnya. Dari aktifitas pemanfaatan kawasan tersebut, muncul berbagai kendala dan tantangan dalam pengelolaan TNLKpS, terlebih lagi akses yang terbuka dalam kawasan perairannya sangat menyulitkan untuk melakukan upaya pemantauan dalam hal pengambilan biota laut baik dalam keadaan hidup atau mati, serta kuang kepedulian masyarakat pualu terhadap kebersihan lingkungan baik di sekitar tempat tinggal mereka, maupun di pulau lainnya sementara kebersihan merupakan faktor utama dalam penyelenggaraan wisata bahari di TNLKpS. Langkah sosialisasi secara menyeluruh dan tidak
66
melupakan kepentingan masyarakat menjadi langkah yang baik dalam menjalin kerjasama antara pihak Taman Nasional dengan masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan kawasan dan sumberdaya alam yang ada dengan bijaksana Tabel 12 . Pola Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Kawasan TNLKpS No. 1.
Kegiatan Penelitian
2.
Pendidikan
3.
Pariwisata
4.
Perikanan A. Perikanan Tangkap:
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
Aktivitas Penelitian Dasar Penelitian Terapan Dokumentasi Karya wisata Widya wisata Pelatihan Dokumentasi Berjemur Snorkeling SCUBA Diving Menangkap ikan (memancing, speargun) Olahraga air Mengumpulkan kerang-kerangan Fotografi/melihat keindahan alam Pancing Tongkol
2. Pancing Kotrex 3. Pancing Cumi-cumi 4. Jaring Kongsi/Muroami 5. Jaring Mayang/Pukat Kantong 6. Jaring Gebur 7. Jaring Gardan 8. Pengambilan Teripang 9. Pengambilan Kima 10. Pengambilan ikan hias dan karang hidup 11. Pengambilan Susu bundar 12. Pengambilan Kempak 13. Pengeboman ikan 14. Bagan (Bagan Jalan) 15. Bubu 1. Keramba Apung B. Perikanan Budidaya: 2. Keramba Tancap (Budidaya Kerapu) 3. Budidaya Rumput Laut 4. Budidaya Kerang Mutiara 5. Budidaya Udang 6. Budidaya Bandeng 5. Pertambangan 1. Pengambilan pasir laut Masyarakat 2. Pengambilan karang mati 6. Kehutananan Pengambilan pohon mangrove Sumber : Laporan keterpaduan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2004
67
5.4
Peluang Ekowisata di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Ekowisata Bahari Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah salah satu
kegiatan pengelolaan yang diupayakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan - kegiatan yang ada dalam paket ekowisata bahari Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kegiatan pengenalan ekosistem laut dan pesisir yang dikemas dalam berbagai bentuk dan kegiatan yang dilakukan di perairan yang dangkal dan pulau-pulau kecil (http://tnlkepulauanseribu.net). Adapun Ekowisata Bahari di Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari: Tabel 13. Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Kepulauan Seribu No. 1
Kegiatan Menikmati panorama alam bahari dengan fasilitas: a. Berperahu/kano/banana boat/katamaran/Jet ski b. Snorkeling c. Diving d. Memancing e. Aquarium bawah laut
2
Menikmati budaya masyarakat Kepulauan Seribu: Wisata Ngobor
3
Pengenalan ekosistem dan jenis mangrove dan teknik penanaman mangrove khusus di Kepulauan Seribu Pengenalan ekosistem dan jenis lamun dan teknik penanaman lamun Pengenalan teknik transplantasi karang hias Outbond: High Rope Observasi satwa: a. Pelestarian semi alami Penyu Sisik b. Rehabilitasi Elang Bondol (Haliastur indus) c. Hatchery biota langka Observasi lokasi budidaya perikanan: a. Budidaya ikan bandeng dan Proses Cabut duri ikan bandeng b. Sea Farming
4 5 6 7
8
Lokasi Sepanjang perjalanan dari Jakarta - Pulau tujuan: Pulau tujuan (Pulau Pemukiman, Pulau Resort Wisata) Pulau Pemukiman: P. Pramuka, P. Panggang, P. Kelapa, P. Harapan, P. Kelapa Dua Pulau Pramuka Pulau Pramuka Pulau Pramuka Pulau Pramuka -Pulau Pramuka, Pulau Sepa -Pulau Kotok -Pulau Pramuka Pulau Panggang
Sumber: http://tnlkepulauanseribu.net Berdasarkan
wawancara
di
lapangan,
sejalan
dengan
pesatnya
perkembangan pariwisata di TNLKpS sejak penghujung 2003, pembangunan
68
sarana
dan
prasarana
yang
tersedia
di
Pulau
Pramuka,
juga
terasa
perkembangannya, sehingga turut memacu didirikannya sarana pendukung baik dari masyarakat pihak-pihak lain yang bekerjasama dalam menyokong kebutuhan pengunjung dalam berwisata. Kondisi tersebut juga telah membantu masyarakat dalam menyokong kehidupan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Perkembangan sarana dan prasarana pariwisata sebagai penyokong kebutuhan pengunjung terlihat pada munculnya usaha katering dan pemandu wisata. Sebelum Tahun 2004 usaha katering berjumlah kurang lebih 3 orang saja, namun sejak tahun 2004 untuk kemudahan pengadaan makanan di P. Pramuka terutama untuk rombongan wisatawan/kegiatan pendidikan dan pelatihan, bisa ditemukan usaha katering dengan menu dan harga yang bervariasi. Sebelum tahun 2004 jasa pemanduan wisata laut/perairan kep. Seribu terbatas pada nelayan (untuk kegiatan memancing) dan pegawai TNLKpS (untuk kegiatan selam dan snorkeling), pada tahun 2004 berdiri Kelompok masyarakat “Elang Ekowisata” yang beranggotakan pemandu lokal penduduk asli Pulau Pramuka. Adapun dalam pengembangan ekowisata di Pulau Pramuka, Taman Nasional juga berusaha bermitra dengan kelompok-kelompok swadaya yang ada di masyarakat. Kegiatan ekowisata yang ada pun tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Sebagai contoh, dalam kegiatan penyelaman dan snorkeling, kelompok masyarakat yang bekerja di bidang ekowisata dapat memanfaatkan kelengkapan peralatan dari Taman Nasional serta membawa tamu mereka untuk melakukan penyelaman dan snorkeling di wilayah perairan Taman Nasional, tentu saja kegiatan ini melalui perizinan terlebih dahulu.
69
Selain itu, dikembangkan pula BTNLKpS melaksanakan kegiatan budidaya. Sebagian besar dari kegiatan budidaya ini telah dikelola masyarakat dan masih dalam pembinaan dari Taman Nasional. Kelompok masyarakat yang bekerja di bidang ekowisata pun dapat bekerja sama dengan kelompok-kelompok konservasi lainnya, sebagai upaya untuk menarik minat wisatawan agar tidak jenuh. Wisatawan ini biasanya didampingi oleh para pemandu wisata lokal untuk berkeliling mengenal berbagai macam budidaya yang ada di Pulau Pramuka dan berusaha mengajak wisatawan untuk berpastisipasi aktif dalam kegiatan konservasi seperti menanam mangrove, pelepasan penyu, transplantasi karang dan lain-lain.
70
BAB VI KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU 7.1
Perkembangan Kelompok Usaha Ekowisata di Pulau Pramuka Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) memiliki empat fungsi
kawasan yang salah satunya adalah fungsi pemanfaatan. Fungsi pokok TNLKpS ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat yang meliputi kegiatan pengembangan wisata alam dan usaha perikanan yang tidak merusak lingkungan. Pengembangan wisata ini pada awalnya dikembangkan oleh TNLKpS pada tahun 2000 dengan mengusung tema wisata pemukiman dengan maksud mendekatkan potensi perputaran ekonomi dari resort wisata ke pulau pemukiman masyarakat sekitarnya. Namun kegiatan wisata yang ini dirasa kurang optimal oleh masyarakat, karena kurangnya pelibatan peran masyarakat lokal dalam pelaksanaannya. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab bagi warga untuk membangkitkan pariwisata di TNLKpS melalui inisiasi warga sendiri. Ekowisata di Pulau Pramuka pada awalnya diinisiasi oleh warga melalui Forum Rembug Warga (FRW) dimana diikuti 60 orang dari warga pulau Panggang dan Pramuka yang telah diseleksi oleh panitia. Panitia ini dibentuk dari kerjasama pemerintah daerah dan Yayasan Kalpataru Bahari yang sekaligus menjadi pendamping peserta selama FRW berlangsung. FRW ini dilaksanakan di Ciloto, Bogor yang memakan waktu selama sebulan. Salah satu agenda FRW ini adalah membahas tentang permasalahan ekonomi yang dihadapi di Pulau Panggang dan Pramuka. Salah satu inisiasi yang diusulkan sebagai solusi permasalahan ini adalah mengembangkan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan. Salah satu bentuk kegiatan ekonomi ramah lingkungan yang ingin
71
dilakukan adalah melalui usaha ekowisata. Salah satu tujuan dari pembentukkan FRW ini adalah untuk mewujudkan kegiatan wisata alam mandiri yang berbasis konservasi di Kelurahan Pulau Panggang yang sekarang dikenal dengan ekowisata. Inisiasi tentang ekowisata ini melibatkan 7 orang inisiator didalamnya, proses ini terus berjalan sampai pada akhirnya terbentuk lembaga sebagai wadah kegiatan ekowisata yaitu ”Balong Ekowisata”. Namun dalam perjalanannya, timbul konflik intern dan perbedaan kepentingan antara anggotanya, sehingga Balong Ekowisata bubar. Hal ini juga membuat agenda FRW untuk mewujudkan kegiatan wisata berbasis konservasi menjadi tersendat dan Kalpataru menyatakan mundur sebagai fasilitator. Hal ini juga dikatakan oleh salah satu informan: Setelah bubar, Balong Ekowisata difasilitasi oleh Yayasan Terangi dan pemerintah kabupaten serta Balai Taman Nasional sebagai pembina. Selanjutnya, Balong Ekowisata berubah nama menjadi Elang Ekowisata pada tahun 2004 yang bergerak dalam bidang tour operator. Hal lain dikemukakan oleh salah satu informan: ’Sebenarnya, dahulu kami berharap pemkab memfasilitasi kelembagaan dari FRW dengan membantu membuat kelompok ekowisata yang ada ditingkatan masyarakat, tapi yang dipikir mereka berbeda dengan kita, bukannya penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan yang dilakukan malah menganggap bahwa balong adalah hanya tour operator sehingga mereka jadinya cuma memfasilitasi alat saja yaitu memberikan alat selam sebanyak 5 set, sehingga jadilah dikenal bentuk yang sekarang yaitu elang’. Hal inilah yang menimbulkkan kekecewaan antaranggota. Mereka berharap lembaga yang telah mereka bentuk memiliki peran yang lebih besar dalam pengembangan ekowisata, tidak hanya sekedar dipandang sebagai
72
kelompok tour operator saja.
Anggota insiator ekowisata sebagian besar
memecahkan diri ketika terbentuknya Elang Ekowisata dan membuat lembaga baru, baik yang sejenis sebagai tour operator maupun memilih untuk bekerja di bidang lain. Berbagai macam kelompok masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi mulai tumbuh setelah diadakannya FRW. Kelompok pemandu wisata lokal, kelompok konservasi, usaha katering, souvenir, homestay, villa dan usaha lainnya bermunculan sebagai sarana pendukung untuk menyokong kebutuhan pengunjung dalam berwisata. Kelompok usaha ekowisata yang terbentuk di Pulau Pramuka adalah Dolphin Ecotourism dan Elang Ekowisata. Berikut adalah profil kedua kelompok tersebut:
7.1.1
Dolphin Ecotourism Dolphin Ecotourism merupakan salah satu organisasi yang bergerak
dibidang wisata bahari di Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Pramuka. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 11 September 2007 oleh salah satu warga bernama Musleh. Awalnya pada tahun 2000, Musleh bergabung dengan Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu. Saat itu Suku Dinas Perikanan bekerjasama dengan masyarakat melakukan kegiatan transplantasi karang, dalam beberapa kesempatan kegiatan tersebut juga dihadiri oleh wisatawan maupun peneliti dari berbagai universitas. Melihat pengetahuan bahari dan pengetahuan medan pulau Pramuka yang sangat memadai, musleh sering kali diminta untuk mendampingi mereka untuk berwisata snorkeling, diving dan berkemah. Setelah
73
itu Musleh banyak melakukan kegiatan mendampingi tamu yang melakukan kunjungan ke pulau. Pada tahun 2003, Musleh bergabung dengan salah satu organisasi bahari di Pulau Pramuka dengan tekun membangun wisata bahari di Pulau Pramuka. Organisasi ini sempat berkembang dengan baik namun karena berbagai masalah yang terjadi di dalam organisasi akhirnya Musleh memutuskan untuk keluar dari organisasi tersebut. Berbekal dengan kepercayaan dari para tamu yang pernah berkunjung ke pulau dan kembali menghubungi Musleh untuk memandu mereka, akhirnya didirikanlah organisasi Dolphin Ecotourism pada tahun 2007. Seiring berjalannya waktu, organisasi Dolphin Ecotourism terus berkembang. Kini Dolphin Ecotourism beranggotakan 12 orang guide yang bertugas memberikan pelatihan, pengetahuan kelautan, dan memandu para tamu serta 1 orang yang bertugas mempromosikan wisata bahari Kepulauan Seribu kepada masyarakat luas melalui Dolphin Ecotourism. Semua anggota guide Dolphin Ecotourism berasal dari SMU setempat. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mereka untuk membangun kepercayaan diri, menambah pengetahuan dan wawasan bahari juga mengasah kemampuan berkemunikasi dengan para tamu. Semua ini akan menjadi pengalaman yang berharga saat mereka mencari pekerjaan setelah dari sekolah nanti. Dalam kegiatan operasionalnya, Dolphin Ecotourism didukung oleh berbagai pihak untuk menjamin kepuasan dan kenyaman para tamu. Pihak pendukung itu adalah para pemilik kapal penyeberangan, pemilik kapal ojek, pemilik penginapan, pengelola catering, penjaga pulau setempat, pengelola keramba, pengelola penangkaran
74
penyu dan tentunya instansi pemerintah setempat. Dukungan tersebut dituangkan dalam bentuk ikatan kerjasama sehingga profesionalisme dalam bekerja tetap terjaga. Menurut data yang dicatat, berikut adalah jumlah tamu yang datang dari tahun ke tahun: Tabel 14. Perkembangan Pengunjung Dolphin Ecotourism Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (Januari s.d Juni)
Jumlah Tamu (orang) 15 32 70 664 559 885 349
Sumber: Data sekunder Dolphin Ecotourism, 2009 Satu persatu fasilitas dan peralatan kami perbaiki dan kami tambah sehingga memenuhi standar pariwisata yang baik. Satu hal yang belum dapat Dolphin sediakan adalah peralatan selam (diving), pelatihan (tour guide), pelatihan diving dan sertifikasi diving, sehingga mereka mereka belum dapat melayani tamu yang berminat untuk menyelam dengan baik. Potensi wisata Pulau Pramuka sangat besar dan akan terus berkembang. Oleh karena itu, Dolphin Ecotourism mencoba selalu menjaga kelestarian laut dan terumbu karang Kepulauan Seribu.
7.1.2
Elang Ekowisata Kepulauan Seribu kaya akan sumberdaya alam, khusus ekosistem terumbu
karang. Sadar akan kekayaan tersebut, para pemuda Kepulauan Seribu yang berkedudukan di Kelurahan Panggang dengan cita-cita yang sama membentuk sebuah organisasi yang bernama Elang Ekowisata. Besarnya potensi sumberdaya
75
alam yang dapat dikembangkan di Kelurahan Pulau Panggang, merupakan motivasi bagi masyarakat pulau untuk berkomitmen mengembangkan Kelurahan Pulau Panggang khususnya sektor pariwisata. Setelah beberapa tahun mengalami perkembangan akhirnya kami harus mandiri dalam hal manajemen kepengurusan organisasi, akhirnya terbentuklah tatanan pengelolaan organisasi yang independen seperti sekarang ini dan siap memberi pelayanan pada tamu dan wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Seribu. Elang Ekowisata berdiri pada tanggal 22 November 2004 diharapkan menjadi salah satu cikal bakal perkembangan pariwisata Kepulauan Seribu dengan memiliki tujuan untuk memanfaatkan dan menjaga keuuthan ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu melalui kegiatan wisata yang berkelanjutan. Adapun visi dari Elang Ekowisata ini adalah: ”Memupuk rasa menjaga kelestarian laut serta olahraga laut, menyebarluaskan informasi keindahan alam Indonesia khususnya keindahan alam laut Kepualuan Seribu serta meningkatkan pariwisata Indonesia khususnya Kepulauan Seribu dengan tetap memperhatikan kelestarian alam dan kemakmuran masyarakat pulau”. Sedangkan misi dari Elang Ekowisata adalah sebagai berikut: o Elang Ekowisata mengajak, membina serta membantu para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan diri dan memajukan organisasi serta negara. o Elang Ekowisata memandu para wisatawan dari dalam maupun dari luar negeri sebagai investasi pengembangan organisasi dan negara
76
o Elang Ekowisata sebagai wadah yang dapat membina pemuda atau organisasi lain untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang berorientasi pada alam laut o Elang Ekowisata dapat bekerja sama dan bermitra sejajar dengan organisasiorganisasi lain dalam setiap kegiatan Elang Ekowisata. Seperti yang telah dijelaskan di paragraf awal, Taman Nasional memang pada awalnya sudah membuat program wisata pemukiman, namun kegiatan yang ada di dalamnya kurang melibatkan peran masyarakat lokal. Berdasarkan wawancara lapang, kegiatan pengembangan wisata alam di TNLKpS juga baru berkembang selama kurun waktu tiga tahun sejak tahun 2004 setelah FRW diadakan. Kegiatan wisata alam ini juga dirasakan masih kurang melibatkan peran masyarakat lokal. Langkah Balai TNLKpS tersebut ternyata menimbulkan pertanyaan dan kritikan dari kalangan masyarakat akan eksistensi dan fungsi TN, apakah sebagai badan konservasi ataukah sebagai penyelenggara wisata yang bersifat bisnis. Langkah BTNLKpS ini dianggap tidak kompatibel dengan inisiasi masyarakat yang berusaha mewujudkan wisata alam mandiri berbasis konservasi pada FRW yang telah diadakan pada tahun 2003. Masyarakat menginginkan terwujudnya kegiatan wisata alam berbasis konservasi dimana masyarakat lokal turut dilibatkan didalamnya. Tapi pada kenyataanya, kegiatan ekowisata ini diselenggarakan oleh pihak-pihak tertentu yang bermodal dan kurang adanya pelibatan masyarakat lokal. Kritikan dari masyarakat ini membuat Taman Nasional berusaha untuk memperbaiki kegiatan ekowisata ada selama ini. Pentingnya arti masyarakat bagi kelangsungan pelestarian alam dalam suatu kawasan Taman Nasional menjadi satu pendorong bagi pengelola TNLKpS
77
untuk merancang suatu kegiatan wisata alam bahari yang berbasiskan masyarakat. Wisata pendidikan dan konservasi laut di Pulau Pemukiman menjadi program unggulan yang ditawarkan TNLKpS kepada masyarakat. Wilayah Kelurahan Pulau Panggang yang bersentuhan langsung dengan aktifitas-aktifitas Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, memerlukan lembaga di tingkat masyarakat yang ikut berperan terhadap pembangunan laut dan kelautan di wilayahnya ke arah kelestarian fungsi dan manfaatnya. Didirikanlah Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan Samo-Samo (SPKP Samo-Samo) pada tanggal 15 Desember 2006 di Kelurahan Pulau Panggang. Warga yang pernah manjadi inisiator dalam FRW di minta oleh pihak Taman Nasional untuk bergabung didalamnya. Bergabung dalam SPKP SamoSamo membuat mereka ingin mencoba merealisasikan kembali tujuan FRW dahulu yang tertunda. Ternyata pihak Taman Nasional menyambut dengan baik ide tersebut dan berusaha untuk menjadi fasilitator untuk mewujudkan tujuan tersebut. Hal ini juga dikatakan oleh salah satu informan: ’Dibandingkan dengan pihak pemerintah yang lain ternyata pihak Taman Nasional paling merespon tujuan FRW ini, makanya SPKP juga dibentuk dengan ada perjanjian awal sebelumnya, kalau dasar program yang dipakai itu sama dengan FRW kami (masyarakat) setuju tapi jika tidak masyarakat menolak, untuk apa melakukan perencanaan yang berulang-ulang dari awal lagi kalau sebenarnya tujuannya itu-itu juga’. SPKP Samo-Samo ini dijadikan wadah bagi organisasi-organisasi kemasyarakatan yang telah tumbuh setelah FRW diadakan. Anggotanya terdiri dari kelompok Dewan Kelurahan, Pernitas, APL, Coral Reef, Elang Ekowisata, Clown Fish, Sea farming, RW, Gerakan Pramuka, Alam Lestari, Pondok karang, Gerakan Masjid, dan Dolphin Ecotourism. Atas dukungan dari berbagai kelompok
78
masyarakat yang ada maka terbentuklah tujuan Taman Nasional bersama dengan warga untuk menciptakan model desa konservasi di Kelurahan Pulau Panggang serta menciptakan kegiatan ekowisata yang berbasis konservasi di Pulau Pramuka. Mulailah pada awal tahun 2007 sampai dengan sekarang, kegiatan wisata alam di Taman Nasional ini melibatkan peran masyarakat. BTNLKpS mendorong upaya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat melalui legalisasi dan sertifikasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dengan tujuan membangun kemandirian masyarakat lokal dalam kepedulian dan aksi konservasi laut dan pembangunan kepariwisataan Kepulauan Seribu. Terkait dengan legalitas dan pembinaan pemanfaatan tradisional tersebut, sampai saat ini, BTNLKpS telah melakukan kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Pemanfaatan Tradisional Ikan (Ikan Hias dan Konsumsi), Budidaya Karang Hias, Budidaya Kerang Hias, dan Souvenir Kerajinan Karang dan Kerang Hias. BTNLKpS juga telah mengadakan berbagai pelatihan untuk menyelam dan pemandu wisata bagi masyarakat di Pulau Pramuka
yang
bertujuan
meningkatkan
kemampuan
masyarakat
ketika
mendampingi wisatawan yang datang. Program-program pelatihan yang diselenggarakan ini, dipandang dapat menimbulkan fungsi ganda yaitu selain akan mengharumkan nama kawasan ekowisata di Pulau Pramuka sebagai sarana promosi, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar obyek wisata. Sampai sekarang penyelenggaraan Ekowisata yang ada di Pulau Pramuka terus berkembang tidak hanya pihak dari Taman Nasional dan kelompok swadaya masyarakat yang telah ada, namun berkembang pula usaha-usaha ekowisata lain baik berasal dari masyarakat lokal maupun dari pihak masyarakat luar Pulau Pramuka.
79
7.2
Keterlibatan Masyarakat Pulau Pramuka Berdasarkan pengamatan lapang dan diskusi dengan beberapa masyarakat
Pulau Pramuka pada umumnya mereka mempunyai kemauan besar untuk bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan pengembangan ekowisata dan pemanfaatan lingkungan wisata untuk menambah penghasilan mereka. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan FRW yang diselenggarakan pada tahun 2003 yang bertujuan untuk mencari solusi permasalahan ekonomi di Kelurahan Panggang salah satunya dengan cara mewujudkan kegiatan wisata alam mandiri berbasis konservasi. Berdasarkan data yang didapatkan melalui kuesioner maka dapat diidentifikasikan adanya bentuk hubungan antara keterlibatan masyarakat yang diwakili oleh kelompok Dolphin Ecotourism dan Elang Ekowisata dengan pihak pemerintah yaitu Taman Nasional dalam usaha ekowisata di Pulau Pramuka. Berdasarkan tinjauan Arnstein (1969), menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi yang dicapai dalam hubungan antara Taman Nasional dengan masyarakat Pulau Pramuka. Baik anggota Dolphin Ecotourism maupun Elang Ekowisata terlibat dalam tingkat partisipasi sampai dengan tingkat kemitraan. Kedua kelompok ini tidak banyak memiliki perbedaan dalam hal keterlibatan mereka dalam usaha ekowisata. Berdasarkan hasil di lapangan, partisipasi pada tingkatan manipulasi terjadi ketika pihak Taman Nasional mengadakan berbagai macam kegiatan penyuluhan konservasi atau pelatihan pemandu wisata dan selam.. Kegiatan ini bersifat teknis dan bertujuan untuk mendidik dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk berkontribusi dalam upaya konservasi di kawasan TNLKpS. Komunikasi yang terbangun dalam kegiatan ini bersifat searah dan belum ada
80
bentuk keleluasaan responden dalam menyampaikan pendapat mereka. Tingkatan partisipasi ini banyak dialami oleh responden pelajar dan wanita. Tingkatan partisipasi pemberitahuan dan konsultasi dirasakan oleh warga ketika pihak Taman Nasional berusaha untuk mengidentifikasi keinginan masyarakat dan mendengarkan aspirasi mereka untuk mengadakan berbagai macam kegiatan pelatihan penunjang pariwisata seperti pelatihan selam dan pemandu wisata. Kegiatan ini diadakan setiap tahun sejak tahun 2007. Tingkatan partisipasi lain yang dapat teridentifikasi adalah placation (penentraman). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Tingkatan ini terjadi ketika masyarakat memberikan kritik kepada BTNLKpS atas langkah mereka dalam menyelenggarakan ekowisata yang kurang melibatkan masyarakat. Hal ini dinilai tidak kompatibel dengan tujuan mewujudkan kegiatan wisata mandiri berbasis konservasi yang diinisiasi masyarakat dalam FRW dimana masyarakat lokal terlibat didalamnya. Kritikan ini mendapat respon positif dari pihak BTNLKpS sehingga mulai pada tahun 2007 masyarakat mulai dilibatkan dalam kegiatan ekowisata di Taman Nasional. Tingkatan partisipasi lain yang terindikasi dalam hubungan antara Taman Nasional dengan masyarakat adalah tingkat partisipasi pada tingkat kemitraan. Tingkatan ini terjadi ketika warga berusaha untuk mewujudkan kembali tujuan FRW yang tertunda, melalui sebuah media yaitu SPKP yang difasilitasi oleh BTNLKpS. SPKP diharapkan menjadi wadah untuk mengaspirasikan pendapat
81
masyarakat yang beragam. Proses awalnya dibentuk suatu Forum Group discussion selama 5 hari untuk mengetahui apa yang sebenarnya menjadi keinginan
masyarakat,
saling
mengutarakan
pendapat,
brainstorming,
mengklasifikasikan kebutuhan masyarakat dan memilih kebutuhan yang paling dipenting diwujudkan. Selain bermitra dalam kegiatan SPKP ini, pada tingkatan kemitraan ini Dolphin ecotourism dan Elang Ekowisata memiliki keterlibatan yang berbeda dengan pihak Taman Nasional. Perbedaannya adalah Elang Ekowisata telah menjadi lembaga yang dibina dari tahun 2004 oleh Taman Nasional sedangkan Dolphin Ecotourism tidak mendapat pembinaan dari Taman Nasional. Elang Ekowisata ternyata memiliki akses untuk mengadakan upaya kerjasama dengan TNLKpS untuk kelangsungan kegiatan wisata di Pulau Pramuka. Upaya yang dilakukan adalah dalam hal peminjaman alat-alat penyelaman (diving) dan hal-hal lain yang bersifat teknis. Hal yang sama juga dilakukan oleh pihak TNLKpS dalam pelaksanaan kegiatan wisata, apabila jumlah tamu yang datang melampaui jumlah alat yang ada, maka pihak TNLKpS akan berkoordinasi dengan Elang Ekowisata untuk menggunakan sebagian dari peralatan yang dibutuhkan,misalnya tabung selam. Perjanjian kerjasama lainnya yang dibina dengan TNLKpS yakni SPTN Wilayah III (Pulau Pramuka) adalah dalam hal : 1. Peminjaman alat selam 2. Mangrove hal ini dilakukan apabila pengunjung ingin melakukan penanaman mangrove di Pulau Pramuka. 3. Rekomendasi tempat dan informasi 4. Pemakaian baliho sebagai spot selam
82
Menurut salah satu informan, partisipasi masyarakat terhadap usaha ekowisata di pulau ini memang memiliki perjalanan yang cukup kompleks: ’Mereka yang sekarang ini pelaku ekowisata seperti dolphin dan elang adalah pelaku yang terlibat secara nyata dalam ekowisata dan sebagian besar dari mereka memang pelajar, sedangkan yang masyarakat di FRW ini terlibat hanya dalam proses pembentukan. Sepertinya, ada dua generasi yang terbentuk di pulau ini, yang terlihat disini adalah masyarakat yang terlibat pada proses dan masyarakat yang terlibat pada aplikasi ekowisata. Seperti, ada mereka yang terlibat di kelas perencana dan ada yang di pelaksana, kalau mau jujur pelaku yang tebentuk sekarang tidak terlibat dalam proses awal, mereka munculnya belakangan sebagai efek kontribusi dalam pengembangan ekowisata. Mereka hanya masyarakat yang melihat peluang, mencoba masuk, dan mampu bekerja di ekowisata, itu juga sebenarnya merupakan suatu peran partisipasi dari mereka dalam ekowisata. Mereka yang ada sekarang ini adalah mereka yang berperan menguatkan ekowisata ini sebetulnya. Baik masyarakat perencana atau pelaksana, mereka sama-sama punya partisipasi. Masalahnya adalah ekowisata ini di pulau ini tidak melembaga, lembaga ekowisata yang direncanakan awal yaitu balong ekowisata malah bubar yang diharapkan menjadi rumah besar ekowisata dan distributor dari ekowisata, malah sekarang diterjemahkan secara lain manjadi tour operator sehingga pelaku2 yang ada sekarang menjadi tidak terorganisir, bekerja sendiri-sendiri sehingga bingung bagaimana mengukur sejauh mana mereka berpartisipasi di ekowisata ini. Dan pemunculan SPKP sekarang adalah bentuk lembaga yang baru muncul dan kami berharap ini menjadi wadah bersama-sama dalam mengembangkan ekowisata. Analoginya perkembangan ekowsiata di pulau ini seperti membuat rumah yang sudah ada pondasi kerangkanya tapi atap yang menaunginya belum ada, sama kayak bikin rumah juga udah ada perabotannya dulu tapi rumahnya ada belakangan’ Dari penggalan wawancara di atas dijelaskan bahwa, pada umumnya masyarakat Pulau Pramuka berpartisipasi dalam usaha ekowisata. Proses pengembangan usaha ekowisata juga masih berjalan sampai sekarang. Kekurangannya adalah belum adanya penguatan institusi lokal yang mengatur berbagai macam kegiatan ekowisata yang muncul akibat ada peluang pemanfaatan kawasan ekowisata baik secara ekonomi maupun ekologi yang berkembang di
83
masyarakat. Keberadaan institusi lokal berguna dalam mengatur hubungan antara penduduk, sumber daya dan pengunjung. Hal ini jelas membutuhkan perkembangan kelembagaan yang ada di sana. Yang paling baik adalah terbentuk lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima semua anggota masyarakat. Penguatan kelembagaan bisa dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan individu dengan ketrampilan kerja yang diperlukan. Penguatan kelembagaan dapat berbentuk forum atau perwakilan dari berbagai kelompok amsyarakat. Hal inilah yang salah satunya ingin diwujudkan dalam kerja sama antara Taman Nasional dan masyarakat dalam pembentukkan SPKP agar menjadi suatu wadah yang mampu menampung aspirasi masyarakat dan mengatur regulasi tentang ekowisata yang telah dan akan berkembang di Pulau Pramuka. Pihak BTNLKpS juga berusaha untuk mengkomuniaksikan ha
ini kepada pihak
Pemerintah Kabupaten Sampai saat ini partisipasi masyarakat masih terus berjalan untuk berusaha mewujudkan tujuan bersama antara Taman Nasional dengan masyarakat yaitu menciptakan model desa konservasi di Kelurahan Pulau Panggang serta menciptakan kegiatan ekowisata yang berbasis konservasi di Pulau Pramuka. Sampai saat ini, pendelegasian kekuasaan SPKP menjadi lembaga yang independen masih dalam proses dan musyawarah di BTNLKpS sehingga tingkatan partisipasi pada level teratas yaitu pendelegasian kekuasaan dan kontrol masyarakat masih belum tercapai.
84
BAB VII MANFAAT EKOWISATA SECARA EKOLOGI DAN EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI PULAU PRAMUKA 8.1
Manfaat Ekonomi Hasil dari data di lapangan membuktikan bahwa semua anggota kelompok
ekowisata ini merupakan tenaga kerja lokal. Terbukanya peluang kerja dan berusaha di pulau ini sebagai akibat dari pengembangan ekowisata ternyata mampu dimanfaatkan oleh penduduk lokal untuk menjadi pemandu wisata atau guide. Selain itu ada pula yang membuka usaha warung, kapal ojek, rumah makan, katering, jasa pertukangan dan lain-lain. Peluang kerja ini terutama dimanfaatkan oleh para pelajar dimana mereka mencoba bergabung di dalam kelompok ekowisata ini dan sebagian besar tujuan mereka adalah untuk mencari pengalaman, menambah wawasan mereka tentang wisata bahari serta yang tidak kalah penting yaitu memberikan masukan pendapatan tiap bulannya bag mereka. Kelompok-kelompok ekowisata ini memang sengaja merekrut anggota para pelajar dengan tujuan agar selanjutnya akan berkembang regenerasi kelompok dan kegiatan ekowisata yang lebih maju lagi dan para pelajar inilah yang dianggap tepat sebagai bibit regenerasi. Mereka dianggap mampu berpikir kritis dan kreatif untuk mengembangkan kegiatan ekowisata yang telah mereka jalani hingga saat ini. Sebagian besar responden yang bekerja sebagai pemandu wisata adalah para pelajar yang masih berstatus aktif. Jumlah reponden yang berstatus pelajar adalah 12 orang. Mereka bekerja hanya untuk menambah pengalaman dan memiliki uang saku yang lebih yang bisa digunakan untuk membayar keperluan sekolah mereka atau membantu orang tua. Sebagian besar dari mereka memang baru terlibat
85
dalam bidang ekowisata ini, sehingga pendapatan yang mereka dapatkan juga masih bervariasi setiap bulannya berkisar antara Rp. 200.000 sampai Rp. 700.000 setiap orangnya. Besarnya pendapatan ini tergantung pada berapa besar komisi yang diberikan oleh wisatawan kepada mereka. Para pelajar ini adalah anggota kelompok ekowisata yang ada di Pulau Pramuka. Sebagian besar alasan mereka untuk bergabung dalam kelompok ini dan bekerja sebagai pemandu wisata adalah untuk mencari pengalaman dan menambah uang saku sekolah. Mereka bergabung dengan cara mengajukan diri atau diajak teman. Mereka bekerja sebagai pemandu wisata hanya pada akhir pekan saja yaitu hari Sabtu dan Minggu karena pada akhir pekan mereka libur sekolah. Kegiatan yang mereka lakukan sebagai pemandu wisata diantaranya adalah mendampingi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka yang ingin menikmati objek wisata di Pulau ini. Kegiatan pendampingan yang mereka lakukan untuk para wisatawan biasanya berupa penyelaman dan atraksi wisata yang tidak hanya mengutamakan melihat dan menikmati pemandangan alam tetapi juga berusaha untuk menyadarkan wisatawan akan pentingnya melindungi ekosistem pesisir dan laut. Wisatawan pun diajak untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan konservasi di Pulau Pramuka. Biasanya kegiatan yang dilakukan adalah wisata bawah air dengan snorkeling dan menyelam, melihat tempat transplantasi karang hias, berkunjung ke tempat pengepul ikan, berkeliling pulau untuk memperkenalkan habitat hutan pantai, mangrove, lamun dan terumbu karang kepada wisatawan. Dengan snorkeling, wisatawan bisa menikmati keindahan taman koleksi yang mencakup ± 114 jenis karang hias yang terdapat di Kepulauan Seribu.
86
Lokasi tersebut merupakan media bagi wisatawan untuk ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam di pulau ini. Kelompokkelompok ekowisata dan ini juga bekerjasama dengan kelompok yang bekerja di bidang konservasi seperti KELONPIS (ikan hias), masyarakat APL (Area Perlindungan Laut) dalam melakukan monitoring untuk menjaga kualitas ekosistem tersebut. Secara tidak langsung, para pelajar ini yang juga bekerja sebagai pemandu wisata ternyata berkontribusi pada kegiatan konservasi melalui kegiatan pendampingan yang mereka lakukan terhadap wisatawan. Selain pelajar, masyarakat umum (non pelajar) juga dijadikan sebagai responden untuk mencari data seberapa jauh ekowisata berpengaruh terhadap masyarakat. Masyarakat yang menjadi reponden ini adalah para pelaku lama yang telah ataupun sedang bekerja dalam bidang ekowisata. Mata pencaharian utama mereka beragam diantaranya nelayan, pedangang, pegawai negeri, usaha jasa, dan ketua RW. Berdasarkan kuesioner maka didapatkan data pendapatan rata-rata perbulan dari responden umum yang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rata-rata Pendapatan Responden Umum (Non Pelajar) No 1 2 3 4 5 6 7
Rata-rata pendapatan perbulan (Rp/bulan) Mata pencaharian Mata pencaharian utama sampingan Pekerjaan Non Usaha Ekowisata Nelayan-ketua RW 1 300.000 Pedagang-ketua RW 1 300.000 Pekerjaan dengan Mata Pencaharian Tambahan di Ekowisata Nelayan-pemandu 2 300.000 200.000 wisata Pedagang-pemandu 1 300.000 500.000 wisata Pedagang (Catering) 1 1.500.000 Pegawai negeri1 1.000.000 700.000 pemandu wisata Pemandu wisata 1 2.500.000 Pekerjaan
Jumlah
Total 300.000 300.000 500.000 800.000 1.500.000 1.700.000 2.500.000
87
Sebagian dari reponden umum ini pernah tergabung dalam satu lembaga ekowisata yaitu Balong Ekowisata sehingga mereka termasuk pelaku lama dalam usaha ekowisata. Beberapa dari mereka yang bekerja sebagai nelayan, pedagang, dan pegawai negeri memilih untuk bekerja di bidang ekowisata dengan alasan menambah penghasilan, sebagai pengisi waktu luang dan wadah untuk menyalurkan hobi olahraga air. Berdasarkan kasus di lapangan, responden umum (non pelajar) ini merasa diuntungkan oleh adanya kegiatan ekowisata ini, selain membuka lapangan pekerjaan baru, mereka mengakui bahwa kegiatan ekowisata ini membawa keuntungan yaitu adanya peningkatan pendapatan serta dampak baik bagi konservasi lingkungan. Selain itu, berkembangnya ekowisata menyebabkan kebutuhan akan pangan bagi wisatawan meningkat sehingga mata pencaharian sebagai pengusaha katering dinilai menguntungkan. Biasanya para pemandu wisata, menggunakan jasa mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan wisatawan. Hal ini juga menjadi salah satu hal yang dicermati oleh para ketua RW. Sejak banyak wisatawan yang berkunjung ke pulau ini, banyak tumbuh usaha dagang yang dinilai sebagai salah satu usaha untuk menyokong kehidupan ekonomi masyarakat Pulau Pramuka. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi telah terjadi perubahan peluang usaha yang dinikmati oleh masyarakat pulau hingga saat ini sudah cukup berpengaruh, meskipun ada pula masyarakat yang merasa tidak diuntungkan dengan adanya kegiatan ekowisata ini. Seorang responden mengungkapkan : ’Memang belum ada pemerataan dalam segi hasil dan belum seluruh masyarakat menikmati ekowisata, masyarakat mungkin ada yang memiliki rasa iri, karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk berusaha, mengingat tingkat pendidikan masyarakat di pulau ini yang rendah sehingga peluang yang adabelum mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh mereka. Inilah yang menjadi kesulitan untuk
88
memberdayaakan masyarakat. Biasanya mereka-mereka ini dirangkul sedikit demi sedikit untuk memahami wisata itu sendiri. Ini merupakan suatu polemik di pulau’ Saat ini, dengan adanya kegiatan ekowisata masyarakat pulau pun sedang berusaha giat untuk memasarkan hasil produk olahan khas pulau kepada wisatawan dengan harapan bahwa dari kegiatan ini dapat membuat mata rantai yang memberikan prospek menguntungkan bagi pemasaran produk khas pulau. Dikemukakan oleh ketua Elang Ekowisata. ’Masing-masing dari pihak Taman Nasional, pemerintahan kabupaten, Dinas Pariwisata, masih belum bisa menciptakan produk yang membooming untuk pariwisata pulau ini atau pun produk yang nantinya dapat membantu untuk kebutuhan masyarakat. Masyarakat disini memang ditangkap aspirasinya tetapi hanya sebatas dibentuk menjadi proposal, harapannya ini mungkin akan menajdi satu keuntungan masyarakat nantinya. Tapi sampai saat ini pihak-pihak tersebut belum memberikan alternatif pekerjaaan yang baik bagi masyarakat dan ekowisata belum menimbulkan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara keseluruhan’. Respon dari wisatawan yang datang ke Pulau Pramuka dari tahun ke tahun semakin meningkat, ini menunjukan bahwa pramuka sudah layak untuk diperhitungkan menjadi salah satu tempat pariwisata. Melalui berbagai kegiatan dalam ekowisata bahari yang ditawarkan masyarakat pulau ini ternyata menjadikan Pulau Pramuka menjadi pulau wisata yang murah tetapi berkualitas dan tidak murahan.
8.2
Manfaat Ekologi Masyarakat di Pulau Pramuka yang menjadi lokasi penelitian, pada
umumnya berpandangan bahwa kegiatan ekowisata yang diselenggarakan di Pulau Pramuka ini memberikan dampak baik positif maupun negatif bagi
89
kehidupan masyarakat pulau. Mereka juga berpandangan menjaga keselarasan dalam melestarikan alam dengan kegiatan wisata merupakan hal yang penting. Artinya, pemanfaatan potensi alam yang ada di pulau dan sekitarnya oleh masyarakat harus dilakukan secara bijaksana. Berkenaan dengan kegiatan pengembangan ekowisata, pada umumnya masyarakat Pulau Pramuka tidak merasa keberatan. Bahkan ada sebagian besar responden mengemukakan dengan adanya ekowisata mereka dapat menikmati keindahan karang yang mulai membaik dari tahun ke tahun. Dari aspek sosial ekonomi dan budaya, masyarakat Kepulauan Seribu masih tergantung dari laut sebagai nelayan tangkap yang berpotensi merusak terumbu karang Pada mulanya, sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya laut khususnya ikan banyak menggunakan cara yang berbahaya dan bersifat destruktif sehingga membawa dampak negatif bagi karang-karang disekitar Pulau Pramuka. Dahulu nelayan menggunakan bom, potas dan muroami (jaring untuk menangkap ikan yang merusak terumbu karang). Tentu saja cara ini sangat merusak lingkungan dan terumbu karang. Hal ini mereka lakukan agar cepat mendapatkan hasil dengan jumlah ikan yang banyak namun semakin lama, karena menggunakan bahan kimia beracun, penjualan ikan-ikan tangkapan para nelayan ini pun juga ikut menurun yang disebabkan oleh buruknya kualitas dari ikan tangkapan sehingga konsumen pun enggan untuk membeli kembali. Pihak Taman Nasional pun berusaha untuk memberikan penyuluhan akan bahaya menggunakan bahan-bahan beracun ini. Mereka memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada nelayan tentang cara dan legalitas dalam menangkap ikan di kawasan ini yang merupakan kawasan Taman Nasional. Program
90
pemberdayaan masyarakat melalui program rehabilitasi karang telah di mulai sejak Tahun 2003 dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat. Secara ekologi program ini mampu mendukung penyelamatan terumbu karang, dengan menurunnya pencurian dan pengeboman terumbu karang sehingga tutupan karang menjadi naik karena nelayan berkewajiban untuk melakukan restoking karang ke alam. Upaya lain yang cukup efektif untuk merehabilitasi terumbu karang adalah dengan adanya budidaya transplantasi karang hias yang dikelola oleh masyarakat dan bekerjasama dengan pihak Taman Nasional dan kelompok masyarakat lainnya termasuk kelompok ekowisata. Kegiatan rehabilitasi ini ternyata memberikan beragam pilihan alternatif pekerjaan untuk menambah pendapatan masyarakat, karena disadari atau tidak, perubahan cara menangkap ikan ini cukup memakan waktu yang lama dan membutuhkan banyak kesabaran dan kerjasama dari berbagai pihak serta yang paling dirasakan adalah berkurangnya pendapatan yang didapatkan nelayan. Tetapi tidak banyak dari para nelayan ini yang terjun dalam bidang ekowisata. Sebagian besar memilih untuk bergabung dalam kelompok konservasi atau tetap bekerja sebagai nelayan tangkap. Beberapa
kegiatan
rehabilitasi
selain
rehabilitasi
karang
juga
diselenggarakan di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan yang diselenggarakan diantaranya adalah penanaman pohon Butun, pelepasan Penyu Sisik , dan penanaman mangrove. Taman Nasional Kepulauan Seribu mengadakan program Adopsi Pohon Butun yang dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata pendidikan konservasi bahari. Program Adopsi Pohon Butun ini dimaksudkan untuk melibatkan pengunjung/tamu dalam upaya pelestarian jenis butun di
91
Kepulauan Seribu. Pelestarian Penyu Sisik secara semi alami telah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) sejak 1997 di Pulau Pramuka. Selain di Pulau Pramuka, pelestarian Penyu Sisik secara semi alami dilakukan di Resort Pulau Sepa dalam bentuk kerjasama kemitraan yang sepenuhnya diawasi oleh BTNKpS. Kegiatan penanaman mangrove dalam rangka Rehabilitasi ekosistem mangrove di Taman Nasional Kepulauan Seribu dalam skala besar dimulai sejak tahun 2005 melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis (Gerhan). Metode penanaman mangrove yang direkomendasikan di Kepulauan Seribu adalah metode rumpun berjarak. Penggunaan metode ini dilatarbelakangi kondisi alam Kepulauan Seribu yang berupa pulau-pulau kecil yang sebagian besar tanahnya mengandung pasir dan sekit lumpur sehingga kurang mendukung untuk media tumbuh mangrove. Seiring dengan berkembangnya ekowisata, salah satu objek wisata yang dikembangkan dan diminati oleh wisatawan adalah transpalantasi karang. Sehingga peningkatan permintaan akan transplantasi karang dan pendapatan petani karang pun ikut meningkat. Peningkatan kualitas karang hias, dapat dilihat data potensi terumbu karang diseksi wilayah III Pulau Pramuka dan data rekapitulasi monitoring kebun induk budidaya karang hias di Kepulauan Seribu pada tahun 2005 (dapat dilihat pada lampiran 2). Terlihat disana pada tahun 1995 kondisi terumbu karang di wilayah Pulau Pramuka berada dalam kondisi buruk. Tetapi seiring dengan adanya penyuluhan dan adanya perkembangan ekowisata maka kualitas karang semakin membaik. Berbagai kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh Taman Nasional bersama dengan masyarakat pada dasarnya
92
bertujuan untuk mewujudkan konservasi mandiri di wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu dan meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan konservasi bahari.