STUDI ADOPSI DAN DAMPAK DISEMINASI TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI MENDUKUNG FARMER MANAGED-EXTENSION ACTIVITIES (FMA) DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
Oleh : Nurdiah Husnah Repelita Kallo
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI SELATAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2010
STUDI ADOPSI DAN DAMPAK DISEMINASI TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI MENDUKUNG FARMER MANAGED-EXTENSION ACTIVITIES (FMA) DI SULAWESI SELATAN Nurdiah Husnah, Repelita Kallo ABSTRAK Kinerja BPTP selama pelaksanaan FEATI, ditunjukkan melalui studi adopsi dan dampak penerapan teknologi. Tujuan kegiatan ini adalah (1) mengidentifikasi proses adopsi dan dampak kegiatan diseminasi teknologi penggemukan sapi dalam mendukung kegiatan Poktan/Gapoktan; (2) Memetakan dampak adopsi teknologi penggemukan sapi pada tingkat Poktan/Gapoktan ; (3) menginventarisir upaya lanjutan atau kebijakan yang perlu dilakukan dalam percepatan adopsi teknologi penggemukan sapi pada tingkat Poktan/Gapoktan. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode survei dan metode fenomenologi. Analisa data menggunakan analisis deskriptif dan statistik. Proses adopsi teknologi penggemukan sapi pada FMA dan di luar FMA melalui penggunaan metode diseminasi yaitu (a) pembelajaran dan (b) demplot teknologi penggemukan sapi dengan tiga jenis teknologi introduksi. Indikator dampak penyebaran teknologi penggemukan sapi menunjukkan fakta bahwa sebanyak 75 % FMA mengajukan proposal penggemukan sapi dalam kegiatan FEATI/P3TIP. Dampak berupa berkembangnya penyelenggaraan kemitraan usaha ternak melalui pentahapan peningkatan peran kelembagaan pemerintah dengan swasta dan melibatkan petani dalam hal ini FMA sebagai upaya legitimasi kesepahaman dan upaya proteksi terhadap penyalahgunaan Memorandum Of Understanding (MOU). Untuk mempertahankan keberlanjutan adopsi dan melalui (a) Kerjasama dengan Bakorluh, Bapel dan BPP Pelaksana FEATI/P3TIP; (b) Melaksanakan lokakarya untuk menginventarisasi kebutuhan teknologi yang difasilitasi oleh Pemda setempat; (d) Mengaktifkan pembelajaran pada petani di luar FMA dan (e) Pelaksanaan demonstrasi teknologi penggemukan sapi di luar FMA. Beberapa usaha potensil yang dapat dikembangkan sebagai peluang kerjasama adalah (a) pengembangan usaha pengangkutan pakan hijauan lokal seperti jerami dan rumput gajah; (b) Pengembangan usaha pengolahan limbah ikan menjadi tepung ikan; (c) Pemberdayaan pemuda tani untuk mengumpulkan dan menjual limbah ikan di TPI Lappa Kabupaten Sinjai sebagai sumber pendapatan baru; (e) Pengembangan usaha pakan konsentrat dalam kemasan berskala rumah tangga dan berbahan baku limbah ikan TPI.
Kata Kunci : adopsi, dampak, penggemukan sapi Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 2 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
II. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Diseminasi atau penyebarluasan hasil penelitian dan pengkajian pertanian kepada pengguna, merupakan bagian integral dari kegiatan penelitian dan pengembangan.
Kegiatan-kegiatan penyebarluasan
teknologi pertanian spesifik lokasi oleh BPTP harus dalam konteks hubungan konsultatif dan bekerjasama dengan instansi terkait baik di tingkat propinsi dengan komisi teknologi, kabupaten maupun kota (Adnyana, 1996b).
Untuk meningkatkan kinerja diseminasi teknologi
pertanian, Badan Litbang Pertanian mencoba melakukan pemberdayaan petani yang berbasis teknologi dan informasi adalah P3TIP (Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi Informasi Pertanian) atau FEATI (Farmer
and
Empowerment
Information Project).
through
Agricultural
Tecnology
and
Program ini memfasilitasi kegiatan penyuluhan
pertanian yang dikelola oleh petani (Farmer Managed-Extension Activities FMA). Melalui kegiatan ini, petani di fasilitasi untuk merencanakan dan mengelola sendiri kebutuhan belajarnya sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan petani. P3TIP/FEATI dapat dijadikan titik tolak dalam membenahi berbagai diseminasi yang telah dilakukan, melalui upaya memetakan diseminasi yang
telah
dilakukan,
dan
dilihat
efektivitasnya,
terutama
dalam
percepatan diseminasi teknologi yang dihasilkan serta umpan balik dalam penyempurnaan teknologi.
Melalui program ini terbuka kesempatan
untuk menata kembali pola dan sistem identifikasi masalah yang ada di wilayah masing-masing, baik yang perlu dikaji lebih lanjut, maupun yang memerlukan sedikit sentuhan teknologi. Hal ini terkait dengan keberadaan Komisi
Teknologi
di
setiap
provinsi,
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
melalui
P3TIP,
BPTP
dapat
Page 3 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
merevitalisasi komisi tersebut sehingga dapat menjadi mitra kerja yang lebih efektif dalam pembangunan pertanian di daerah. Keberhasilan pelaksanaan pendekatan ini membutuhkan dukungan berbagai pihak terkait yang memahami peran dan posisinya dalam mendukung pengembangan usahatani. Program FEATI dirancang dengan menerapkan strategi yang membutuhkan keterlibatan berbagai pihak yang direfleksikan dalam komponen dan kegiatan yang saling terkait untuk mendukung pemberdayaa petani. Untuk itu pemahaman yang menyeluruh terhadap keterkaitan antar komponen dan sub-komponen mutlak dipahami oleh para pelaksana kegiatan. b. Tujuan dan Keluaran Kegiatan Tujuan Dalam studi adopsi dan dampak diseminasi teknologi penggemukan sapi mendukung farmer managed-extension activities (FMA) bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi proses adopsi dan dampak kegiatan diseminasi teknologi
penggemukan
sapi
dalam
mendukung
kegiatan
Poktan/Gapoktan 2. Memetakan dampak adopsi teknologi penggemukan sapi pada tingkat Poktan/Gapoktan 3. Menginventarisir upaya lanjutan atau kebijakan yang perlu dilakukan dalam percepatan adopsi teknologi penggemukan sapi pada tingkat Poktan/Gapoktan Keluaran Keluaran yang diharapkan dalam studi adopsi teknologi
penggemukan sapi
mendukung
dan dampak diseminasi
farmer managed-extension
activities (FMA) adalah : Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 4 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1. Hasil identifikasi proses adopsi dan dampak kegiatan diseminasi teknologi
penggemukan
sapi
dalam
mendukung
kegiatan
Poktan/Gapoktan 2. Gambaran dampak adopsi teknologi penggemukan sapi pada tingkat Poktan/Gapoktan 3. Inventaris berbagai upaya lanjutan atau kebijakan yang perlu dilakukan dalam percepatan adopsi teknologi penggemukan sapi pada tingkat Poktan/Gapoktan
III. METODE PELAKSANAAN STUDI ADOPSI DAN DAMPAK a. Penentuan Parameter dan Indikator Adopsi dan Outcome/Dampak Kegiatan
FEATI/P3TIP
dimulai
dengan
melakukan
koordinasi
dengan pelaksana kegiatan FEATI/P3TIP Provinsi Sulawesi Selatan dan pelaksana di 6 (enam) Kabupaten Penyuluhan, KIPPK dan Dinas.
yang
berkedudukan di Bapel
Parameter dan indikator adopsi dan
dampak kegiatan FEATI/P3TIP ditentukan oleh beberapa hal
sebagai
berikut : 1. Untuk melihat tingkat adopsi digunakan beberapa indikator yaitu : (a) Teknologi Jenis teknologi Jumlah komponen teknologi Jumlah komponen teknologi yang diterapkan Karakteristik teknologi yang didesiminasikan (b) Proses Adopsi Metode diseminasi Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 5 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
(c) Adopter Jumlah Karakteristik (d) Volume Luasan Populasi 2. Untuk melihat dampak teknologi yang diterapkan digunakan beberapa indikator yaitu : (a) Difusi Jumlah adopter baru Luasan/populasi (b) Peningkatan Produktivitas Produksi sebelum adopsi Produksi setelah adopsi (c) Peningkatan Penerimaan Penerimaan sebelum adopsi Penerimaan setelah adopsi (d) Kemitraan Jumlah mitra Bentuk kerjasama Materi kerjasama Nilai kerjasama Mitra Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 6 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
b. Lokasi dan Waktu Survey studi adopsi dan dampak dilaksanakan di Kabupaten Sinjai (lokasi P3TIP) pada bulan Oktober 2010. c. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara yang dipandu dengan menggunakan kuesioner. diharapkan pula bahwa inovasi yang diintroduksikan semakin luas diterapkan oleh petani lainnya yang tidak dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan FEATI/P3TIP, dengan kata lain, inovasi tersebut terdiseminasi dengan swadaya masyarakat.
Studi
Adopsi dan Dampak Diseminasi Teknologi Penggemukan Sapi memuat beberapa kelompok informasi, yaitu: a. Identitas Responden b. Komponen Teknologi Penggemukan Sapi c. Dampak kegiatan FEATI terhadap pembiayaan kegiatan pengkajian dan diseminasi di BPTP d. Adopsi dan Dampak Diseminasi teknologi BPTP pada kegiatan Poktan dan Gapoktan e. Dampak pemanfaatan teknologi BPTP terhadap kegiatan usahatani dan Poktan/Gapoktan d. Analisis Data Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis dengan alat analisis statistik sederhana dan diuraikan secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 7 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Identitas Responden Kemampuan akses responden dalam hal ini petani, terhadap suatu inovasi sangat dipengaruhi oleh kondisi internalnya yang meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan usahatani, luas usahatani, status pemilikan lahan, gengsi masyarakat, sumber informasi yang digunakan, dan tingkat hidup seseorang (Lionberger, 1960).
Secara lengkap akan
diuraikan dalam tabel berikut : Tabel. 1. Identitas Responden No.
Uraian
1. 2. 3. 4. 5.
Umur (th) Pendidikan (th) Tanggungan Pengalaman (th) Status Sawah (ha) Milik 6. Status Kebun (ha) Milik 7. Status Ternak (ekor) Milik 8. Mata Pencaharian Utama Sampingan 9. Pendapatan Utama Sampingan 10. Kondisi Jalan 11. Jarak rumah – Ibukota kab.(Km) 12. Jarak rumah – Pasar Input (Km) 13. Jarak rumah – Pasar Output (Km) 14. Jarak rumah – BPP (Km) 15. Kondisi Sarana Transportasi Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Responden FMA Luar FMA 36 49 9 6 5 4 12 20 1,83
0.2
1,25
1,75
6
4
Tani Ternak
Tani Ternak
10 jt/th 30 jt/th Baik 16 15 1 13 Lancar
9 jt/th 10 jt/th Baik 22 2,50 0,5 15 Lancar
Page 8 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambaran data di atas menunjukkan bahwa responden masih sangat produktif, sehingga berpeluang sebagai sumberdaya manusia yang dapat
menunjang ketrampilan pengelolaan usaha ternak. secara teknis
maupun ekonomis perlu diinput dengan berbagai teknologi produksi sesuai yang mereka butuhkan, manajemen usaha yang lebih profesional untuk mengembangkannya sebagai usaha agribisnis ke depan. Kemampuan akses responden, sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang mereka miliki, karena dengan tingkat pendidikan menengah sudah dapat mengolah hasil kerja pikir untuk melakukan suatu terobosan.
Namun demikian dengan kemampuan tersebut masih
dibutuhkan upaya memberi pemahaman dan pembelajaran sehingga teknologi yang mereka terapkan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. Tingkat pendidikan responden dalam wilayah binaan
pada
umumnya masih pada tingkat dasar, sementara pada wilayah non binaan sudah berada pada tingkat menengah. Perbedaan ini disebabkan oleh keterjangkauan masyarakat yang rendah terhadap dunia pendidikan yang pada era 20 tahun terakhir masih berpusat di ibukota Kabupaten.
Jarak
ibukota kabupaten dari wilayah binaan ± 16 km, sementara dari wilayah non binaan ± 22 km.
Hal tersebut salah satu kendala yang dihadapi
masyarakat pada era tersebut.
Namun dengan pesatnya pembangunan
selama ini jarak yang relatif jauh tersebut sudah dapat dijangkau dengan mudah dan cepat.
Kondisi jalan yang baik,
memberikan banyak
kemudahan akses para petani ke berbagai pasar input. Akses
petani ke pasar output tidak begitu sulit karena pada
umumnya petani menjual ternaknya di tempat.
Di satu sisi memberikan
kemudahan pada petani karena terjadi efisiensi biaya transport gambaran jarak, kondisi jalan dan transportasi menunjukkan aksesibiltas yang relatif Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 9 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
baik bagi petani untuk berinteraksi dengan berbagai kelembagaan yang ada di sekitar wilayah binaan maupun non binaan.
Salah satunya akses
ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), hal tersebut menunjukkan bahwa akses petani terhadap teknologi cukup baik karena berada dekat dengan sumber teknologi dalam hal ini BPP yang menyediakan berbagai materi teknologi dalam berbagai jenis media dan bisa dimanfaatkan petani dalam mencari referensi penggunaan teknologi. b. Komponen Teknologi Penggemukan Sapi Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh petani, penyuluh dan peneliti sebagi nara sumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan macam yang akan diujicoba/demonstrasikan sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan kemampuan petani secara teknis untuk menerapkan teknologi. Secara detail akan diuraikan komponen teknologi penggemukan sapi berdasarkan jenisnya yaitu : 1. Teknologi Perkandangan (a) Perkandangan secara komunal 2. Teknologi pakan hijauan lokal (jerami padi/rumput gajah) secara adlibitum atau 10 % bobot badan diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore hari)
3. Teknologi pakan Konsentrat 1,5 kg/ekor/hari (dedak padi 1,35 kg/ekor/hari, tepung ikan 0,13 kg/ekor/hari dan pikuten 25 gr/ekor/hari) diberikan 1 kali pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan hijauan
Terdapat 3 (tiga) komponen teknologi penggemukan sapi potong yang diintroduksi dalam kegiatan demonstrasi/ uji coba.
Kesemua
komponen diterapkan oleh petani binaan di Desa Pattalassang dengan pendekatan
yang
bersifat
partisipatif
dalam
tahap
pelaksanaan,
pemanfaatan dan evaluasi. Dari ketiga jenis partisipasi petani tersebut secara akumulatif akan mendorong integritas petani melalui partisipasi Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 10 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dalam penerapan komponen-komponen teknologi saat ujicoba, kemudian mendorong rasa memiliki terhadap teknologi introduksi melalui partisipasi dalam pemanfaatan teknologi tersebut,
selanjutnya akan mendorong
rasa tanggungjawab terhadap pengembangan teknologi tersebut ke depan. Hal tersebut dilakukan pada saat pelaksanaan demonstrasi teknologi penggemukan sapi melalui program FEATI/P3TIP oleh BPTP Sulawesi Selatan.
Melalui partisipasi dalam tiga tahap kegiatan akan
mampu mempercepat proses transfer teknologi ke petani.
Sehingga
dengan demikian hasil yang diperoleh dalam kegiatan demonstrasi teknologi penggemukan sapi akan memberi makna bagi petani dalam menerapkan teknologi tersebut untuk dikembangkan dengan prinsip agribisnis.
Keterlibatan dan keikutsertaan petani dalam beberapa
tahapan penting pelaksanaan demonstrasi teknologi merupakan suatu garansi bagi terselenggaranya proses transfer teknologi untuk diadopsi petani. Beberapa
materi
yang
dipelajari
peserta
pada
kegiatan
pembelajaran FMA tentang penggemukan sapi adalah : (1) Teknik menentukan berat badan sapi, pemilihan sapi akalan (2) pengembangan HMT, (3) Pemberian pakan tambahan dan hijauan makanan ternak melalui rumput unggul (4) fermentasi jerami padi menjadi pakan ternak yang berkwalitas dengan penambahan bakteri jenis starbio
(5)
Pengenalan biogas (6) Kemitraan dengan lembaga keuangan dan pemasaran. Hasil
yang diperoleh dari kegiatan ini adalah pertambahan bobot
badan harian sapi yang digemukkan. Kinerja teknis teknologi yang akan diurai
dan
dibahas
meliputi
penimbangan
sapi
untuk
mengetahui
pertambahan bobot badan harian (PBBH), dimana tingkat efektivitasnya ditunjukkan oleh besarnya tingkat kenaikan. Hasil yang dicapai pada Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 11 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kegiatan penggemukan sapi potong ini memberikan rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi sebesar 0,38 kg/ekor/hari. Secara riel dapat dihitung selisih PBBH sapi yang digemukkan (0,384 kg/ekor/hari) dengan PBBH sapi kontrol (0,027 kg/ekor/hari) yaitu sebesar 0,357 kg/ekor/hari, atau 130 persen. Dari data analisa usahatani, demonstrasi penggemukan sapi diperoleh MBCR sebesar 3,0.
c. Parameter dan Indikator Penggemukan Sapi
Adopsi
dan
Dampak
Teknologi
Kegiatan FEATI/P3TIP dimulai dengan melakukan koordinasi dengan pelaksana kegiatan FEATI/P3TIP Provinsi, KIPPK dan Dinas.
Bapel Penyuluhan,
Parameter dan indikator adopsi dan dampak kegiatan
FEATI/P3TIP ditentukan oleh beberapa indikator.
Untuk melihat tingkat
adopsi digunakan beberapa indikator yang akan diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 1. Indikator Adopsi Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Uraian Jenis Teknologi
Jumlah Komponen Teknologi Jumlah Komponen Teknologi yang Diterapkan Karakteristik teknologi yang didesiminasikan
Responden FMA - Teknologi Perkandangan - Teknologi Pakan Hijauan - Teknologi pakan Konsentrat 5 5 - Mudah dilaksanakan - Menguntungkan - Daya adaptasi baik
Luar FMA - Teknologi Pakan Hijauan - Teknologi pakan Konsentrat 3 2 - Mudah dilaksanakan - Menguntungkan
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Berdasarkan tabel di atas tersebut menunjukkan bahwa dari 3 (tiga) jenis teknologi yang diintroduksi dan diterapkan petani dalam Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 12 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kegiatan demonstrasi teknologi penggemukan sapi di FMA, namun petani di luar FMA hanya menerapkan 2 (dua) jenis teknologi yaitu teknologi pakan dan teknologi pemeliharaan. Beberapa alasan dikemukakan oleh petani di FMA maupun di luar FMA terkait dengan teknologi perkandangan, sebagai berikut : Tabel 2.Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Penggemukan Sapi Jenis Responden Teknologi FMA Luar FMA Teknologi Perkandangan Kelebihan Menjamin keamanan Proses pemeliharaan dan ternak penggemukan Lebih mudah di beri pakan berlangsung secara intensif Proses penggemukan berlangsung secara intensif Mudah dikontrol Mudah dirawat Kekurangan Membutuhkan biaya Membutuhkan biaya pembuatan kandang pembuatan kandang Membutuhkan biaya Membutuhkan biaya pengangkutan pakan pengangkutan pakan hijauan hijauan Teknologi Pakan Hijauan Kelebihan Tersedia sepanjang waktu Tersedia sepanjang Mudah perolehannya waktu Mudah perolehannya Mudah penggunaannya Mudah penggunaannya Kekurangan Teknologi Pakan Konsentrat Kelebihan Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot harian pada sapi badan harian pada sapi Performan sapi lebih Biaya pakan murah sehat Mudah membuat Biaya pakan murah campuran pakan Mudah membuat Mencari substitusi campuran pakan sumber protein dari bungkil kelapa, kulit kakao, kulit kacang & batang pisang Kekurangan Tepung ikan tidak tersedia Tepung ikan tidak di pasar tersedia di pasar Harus mengolah limbah Harus mengolah limbah ikan menjadi tepung ikan menjadi tepung Kesulitan memperoleh pikuten Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 13 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Salah satu indikator adopsi teknologi penggemukan sapi pada petani FMA dan di luar FMA adalah proses adopsi yang dialami petani melalui metode diseminasi dan media diseminasi yang digunakan, lebih jelasnya akan diuraikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Indikator Adopsi Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Berdasarkan Proses Adopsi Proses Adopsi
Responden FMA
Metode Diseminasi Pembelajaran
Teknik menentukan badan sapi
Luar FMA berat
Pemilihan sapi bakalan Pengembangan HMT Pemberian pakan tambahan dan hijauan makanan ternak melalui rumput unggul
Teknik pengolahan pakan hijauan Teknik pembuatan pakan konsentrat oleh FMA
Fermentasi jerami padi menjadi pakan ternak yang berkwalitas dengan penambahan bakteri jenis starbio Pengenalan biogas Kemitraan dengan lembaga keuangan dan pemasaran. Demplot Media Diseminasi Cetak
Elektronik
Teknologi perkandangan Teknologi pakan hijauan Teknologi pakan konsentrat Leaflet penggemukan sapi Makalah penggemukan sapi Grafik PBBH sapi Grafik persentase kenaikan PBBH sapi Laporan kegiatan penggemukan sapi Foto digital proses pembuatan pakan konsentrat Video pembuatan pakan
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
-
Leaflet penggemukan sapi
-
Page 14 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
konsentrat
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Indikator adopsi lainnya pada jumlah dan karakter adopternya dengan berbagai unsur pendukungnya, secara detail akan diuraikan pada table berikut ini : Tabel 4. Indikator Adopsi Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Berdasarkan Adopter Adopter Jumlah Adopter Perempuan (org) Laki-Laki (org) Karakter Adopter Umur (th) Tingkat Pendidikan (th) Pengalaman beternak (th)
Responden FMA 45 9 36
Luar FMA 35 2 23
36 9
49 9
12
20
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani
berada pada usia 35 tahun dan 45 tahun.
menunjukkan bahwa secara fisik masih
Hal tersebut
memiliki kemampuan yang
cukup baik untuk melakukan aktivitas usahatani dan usaha ternaknya. Termasuk di dalamnya menerapkan berbagai teknologi yang tersedia untuk meningkatkan kinerja usahanya.
Namun demikian masih perlu
bimbingan lebih lanjut untuk menerapkan suatu komponen teknologi, karena tingkat ketrampilan seseorang akan dapat dicapai dengan meningkatkan frekuensi aktivitas yang sama. Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
kapasitas sumberdaya manusia. Namun peningkatan
kapasitas seseorang dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan pendidikan formal, dimana makin tinggi tingkat pendidikan formal petani akan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya, sehingga akan lebih cepat memahami fenomena yang ada, yang selanjutnya akan Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 15 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
menanamkan pengertian, sikap dan mempengaruhi kemampuan petani untuk bertindak lebih
tanggap terhadap suatu inovasi teknologi.
Sebagian besar petani FMA memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, sehingga memberikan gambaran kapasitas yang cukup optimal untuk melakukan interaksi dengan dunia luar.
Kapasitas tersebut salah
satunya adalah kemampuan mengakses informasi dan teknologi relatif lebih baik. Meskipun dalam berkomunikasi masih sangat terpengaruh oleh kebudayaan setempat yang melekat kuat sehingga masih terdapat kendala dalam transfer teknologi.
Oleh karena itu dibutuhkan
pendekatan dialogis untuk berinteraksi sehingga
komunikasi dapat
terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan memudahkan upaya transfer teknologi ke depan.
Kualitas interaksi yang baik akan
menghasilkan komunikasi yang timbal balik, dalam arti akan terjadi umpan balik secara alami. Pengalaman
merupakan
ujung
tombak
dari
suatu
proses
penemuan, dimana pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam hal ini
petani-peternak
akan
menjadi
usahatani-ternaknya ke depan.
referensi
bagi
pengembangan
Oleh sebab itu sangatlah penting
menggambarkan pengalaman karena merupakan penggambaran tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki, pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah. Berdasarkan pengalaman yang sudah relatif banyak dalam menjadi indikator bahwa
banyak pengetahuan yang sudah dimiliki
mereka dalam pemeliharaan sapi potong,
sehingga dengan melakukan
interaksi dan komunikasi yang baik akan lebih mudah berlangsungnya proses transfer teknologi.
Namun demikian teknologi pembuatan pakan
konsentrat yang menggunakan bahan lokal merupakan hal baru bagi mereka sehingga
akan membawa dampak pada peningkatan mutu
pemeliharaan sapi potong.
Kondisi usaha ternak sapi potong
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
yang
Page 16 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dikelola petani kooperator masih sangat tradisional dan belum tersentuh oleh teknologi, sehingga peluang peningkatan produksi dan pendapatan masih sulit dicapai demikian juga dengan ketersediaan sumberdaya pendukung, dimana secara keseluruhan
akan turut
mempengaruhi
situasi dan kondisi permintaan ternak sapi yang terkait dengan harga dan tingkat keuntungan yang diperoleh. Indikator selanjutnya dalam melihat tingkat adopsi petani FMA terhadap teknologi penggemukan sapi melaui pengamatan populasi sebelum dan sesudah penerapan teknologi introduksi yang akan diuraikan dalam tabel berikut ini : Tabel 5. Indikator Adopsi Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Berdasarkan Volume Volume
Responden FMA
Populasi Sebelum teknologi (ekor/th) Setelah teknologi (ekor/th) Persentase (%)
Luar FMA
penerapan penggemukan
5
10
penerapan penggemukan
15
18
peningkatan
67
44
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada petani FMA ada penambahan populasi ternak sapi sebanyak 10 ekor/th, dimana sebelum penerapan teknologi penggemukan sapi petani hanya memiliki 5 ekor sapi per tahun dan setelah penerapan teknologi penggemukan sapi menjadi 15 ekor sapi per tahun. Sementara penambahan ternak sapi milik petani di luar FMA adalah 8 ekor/th. Persentase pemilikan sapi antara petani FMA dan petani di luar FMA masing-masing adalah 67 % dan 44 %.
Perbedaan yang cukup signifikan dapat kita lihat antara
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 17 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
petani FMA dan luar FMA karena pembelajaran yang diperoleh petani FMA
dengan
menggunakan
berbagai
metode
yang
diikuti
oleh
penggunaan media diseminasi yang dapat diterima dan dijangkau oleh petani. Indikator dampak teknologi penggemukan sapi berdasarkan penyebaran adopternya atau difusi yaitu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap
anggota
suatu
sistem
social.
Adapun
uraian
tentang
penyebarannya akan ditampilkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 6. Indikator Dampak Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Berdasarkan Difusi (Penyebaran) Difusi Jumlah Adopter Baru Populasi
Responden FMA Luar FMA 25 8 15 – 16 ekor/th/org 10 – 12 ekor/th/org
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa penyebaran informasi teknologi penggemukan sapi bertujuan sebagai proses diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
Dalam kaitan tersebut yang menjadi sasaran atau
adopter adalah individu, dimana penyebarannya pada FMA sebanyak 25 orang dan di luar FMA sebanyak 8 orang. Dan sebanyak 75 % FMA mengajukan proposal penggemukan sapi dalam kegiatan FEATI/P3TIP. Proses
difusi teknologi penggemukan sapi karena
pertukaran
informasi yang merupakan suatu ide baru antara seorang individu ke seseorang
atau
beberapa
orang
lain.
Esensi
komunikasi
yang
berlangsung dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 18 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi tersebut (potential adopter) dengan menggunakan saluran komunikasi tertentu. Oleh karena itu
membutuhkan waktu yang relatif cukup untuk
penyebarannya secara luas. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal: 1) proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi; 2) keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir); dan 3) rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu. Suatu teknologi akan diterima oleh sasaran apabila dapat menunjukkan
perubahan
terhadap
penerimaan
yang
cenderung
meningkat, hal itu menjadi satu indikator penting dalam penyebaran teknologi (difusi).
Kondisi penerimaan petani sebelum dan setelah
menerapkan teknologi penggemukan sapi pada FMA maupun di luar FMA akan diuraikan dalam tabel berikut ini : Tabel 7. Indikator Dampak Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Terhadap Peningkatan Penerimaan Peningkatan Penerimaan Penerimaan sebelum adopsi teknologi penggemukan sapi (Rp/th) Penerimaan setelah adopsi teknologi penggemukan sapi (Rp/th) Selisih (Rp/th) Persentase Peningkatan (%)
Responden FMA Luar FMA Rp. 6.000.000,-/ th Rp. 2.000.000,-/th
Rp. 30.000.000,-/th
Rp. 7.000.000,-/th
Rp. 24.000.000,-/ th 400 %
Rp. 5.000.000,-/th 150 %
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 19 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Tabel
di
atas
menunjukkan
bahwa
terjadi
peningkatan
penerimaan sebesar Rp. 30.000.000,- per tahun untuk petani di FMA dan Rp. 7.000.000,- per tahun untuk petani di luar FMA.
Persentase
kenaikannya pun sangat signifikan, sehingga dapat memotivasi petani untuk menerapkan teknologi tersebut.
Tingginya kenaikan tersebut
juga karena performa sapi yang mengkilap karena pemberian mineral (pikuten) sehingga memberi nilai tambah. Indikator dampak yang dapat diamati dalam transfer teknologi penggemukan sapi adalah dengan terbentuknya kerjasama atau mitra dengan pihak lain yang dapat memberikan keuntungan bagi petani apabila menerapkan teknologi tersebut.
Uraian tentang hal tersebut
dalam tabel sebagai berikut : Tabel 8. Indikator Dampak Teknologi Penggemukan Sapi Pada Kegiatan Poktan/Gapoktan Terhadap Pengembangan Kemitraan Pengembangan Kemitraan Jumlah Mitra sebelum adopsi teknologi penggemukan sapi Jumlah Mitra setelah adopsi teknologi penggemukan sapi Bentuk kerjasama yang terjalin Materi yang dikerjasamakan Nilai hasil kerjasama (Rp) Siapa mitra kerjasama
Responden FMA -
Luar FMA -
3
2
Pembelian antar pulau
Pembelian lokal
Penjualan ternak sapi
Penjualan ternak sapi Rp. 7.000.000,-/th Pedagang Lokal
Rp. 30.000.000,-/th Pedagang Antar Pulau
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kemitraan yang diupayakan petani FMA dalam memasarkan ternak sapi hasil penggemukan sudah merambah pasar
antar pulau,
pilihan pada pedagang antar pulau
karena harga jual yang relatif tinggi dengan tingkat permintaan yang Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 20 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
lebih baik.
Potensi
penyelenggaraan
pengembangan kemitraan untuk mendukung
kemitraan
usaha
ternak
melalui
pentahapan
peningkatan peran kelembagaan yang sudah ada melalui kesepakatan antara pemerintah dengan swasta dan melibatkan petani dalam hal ini FMA sebagai upaya legitimasi kesepahaman dan upaya proteksi terhadap penyalah gunaan Memorandum Of Understanding (MOU). Kelembagaan yang terlibat perlu ditingkatkan kinerjanya melalui pola kemitraan yang mampu menciptakan percepatan
pencapaian
Pengembangan
pola
nilai
kemitraan
tambah diharapkan
keseimbangan pada dalam
berusahatani.
dapat
memberikan
kesepakatan yang secara hukum dapat dipertanggung jawabkan oleh masing-masing pihak, seperti perlunya aturan dalam bentuk kontrak kerjasama antar pihak yang bermitra. Contoh : kerjasama antar petani dengan bank, kerjasama antar petani dengan koperasi.
Kinerja
keorganisasian dan kelembagaan kemitraan usaha pertanian yang dinilai sehat, dalam arti memiliki daya saing tinggi, seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Saling Ketergantungan antar pelaku
Integrasi antar kelembagaan
Kelembagaan FMA
-
Iklim Usaha : Persaingan sehat Kemudahan usaha Kepastian hukum
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 21 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambar 1 : Kinerja Kelembgaaan Kemitraan Usahatani Kakao V. UPAYA MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN ADOPSI DAN PERLUASAN DAMPAK a. Keterkaitan kegiatan dengan Bakorluh, Bapeluh dan Dinas Terkait dari sisi pelaksanaan kegiatan dan dukungan pembiayaan Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan teknologi melalui Program FEATI/P3TIP dilaksanakanlah demonstrasi teknologi penggemukan sapi di Desa Pattalassang, Kecamatan Sinjai Timur oleh BPTP Sulawesi Selatan. Kegiatan ini diikuti oleh peternak yang ada di Desa Patalassang dan desa sekitarnya. Teknologi yang didemonstrasikan
antara lain cara
penyusunan ransum dari limbah pertanian untuk pakan ternak dan konsentrat dengan melibatkan petani dalam proses pembuatan pakan konsentrat, kepercayaan
sehingga berdampak pada bertambahnya keyakinan dan yang
dapat
mendorong
minat
yang
dilakukan
untuk
sehingga
mampu
menerapkannya. Upaya-upaya
mempertahankan
keberlanjutan adopsi dan semakin memperluas dampak antara lain melalui hal-hal berikut : 1. Kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam penyebaran (difusi) dan perluasan dampak teknologi penggemukan sapi
adalah sebagai
berikut : Bakorluh Provinsi Sulawesi Selatan BKPD Sulawesi Selatan Bapel Penyuluhan, KIPPK dan Dinas Pelaksana FEATI/P3TIP Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 22 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2. Keterkaitan kerjasama yang dilakukan bersifat
koordinasi dan
konsultatif melalui beberapa kegiatan antara lain : Melaksanakan Peneliti
lokakarya Peningkatan hubungan efektivitas antara
Penyuluh
yang
salah
satu
tujuannya
adalah
menginventarisasi kebutuhan teknologi serta pola penerapan dan pengembangannya di tingkat petani yang difasilitasi oleh Pemda setempat Lokakarya yang menghasilkan rekomendasi pengembangan sapi potong
sebagai
komoditi
unggulan
bidang
peternakan
dan
usahatani potensial di kabupaten Sinjai yang difasilitasi oleh Pemkab setempat Mengaktifkan pembelajaran pada petani di luar FMA Pelaksanaan demonstrasi teknologi penggemukan sapi di luar FMA 3. Dari berbagai kegiatan tersebut terdapat beberapa usaha potensil yang dapat dikembangkan sebagai peluang kerjasama yang mungkin dapat dikerjasamakan antara lain : Pengembangan usaha pengangkutan pakan hijauan lokal seperti jerami dan rumput gajah dan pembiayaannya dapat bersumber dari FMA Pengembangan usaha pengolahan limbah ikan menjadi tepung ikan dan pembiayaannya dapat bersumber Pemkab Sinjai Pengembangan kerjasama dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa Kabupaten Sinjai sebagai sumber bahan baku dalam pengolahan tepung ikan
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 23 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pemberdayaan pemuda tani untuk mengumpulkan dan menjual limbah ikan di TPI Lappa Kabupaten Sinjai sebagai sumber pendapatan baru Pengembangan usaha pakan konsentrat dalam kemasan berskala rumah tangga dan berbahan baku limbah dan pembiayaannya bisa bersumber dari FMA b. Peran BPTP BPTP merupakan instansi yang mempunyai peran sangat penting dalam transfer teknologi.
Upaya yang dilakukan dalam aplikasinya
merupakan realisasi yang diwujudkan dalam mengantisipasi kebutuhan petani di tingkat lapang, sekaligus menopang program pembangunan daerah
di
sektor
pertanian.
Kebijakan
yang
merealisaasikan program pembangunan tersebut
ditempuh
untuk
melalui dua sisi
pendekatan, yaitu : 1) Pendekatan koordinasi 2) Pendekatan kerjasama Langkah kebijakan
melalui pendekatan ini merupakan wujud
nyata merentangkan promosi startegis teknologi yang dihasilkan. Selain itu juga merupakan upaya mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Dalam mengantisipasi masalah BPTP melakukan langkah kebijakan perencanaan promosi teknologi menyeluruh dengan membentuk komisi pengkajian teknologi pertanian
dan tim teknis.
Upaya ini didasarkan
pada kenyataan bahwa inovasi teknologi pertanian merupakan usaha kolektif yang melibatkan berbagai pelaku. Hasil pengkajian dan perakitan teknologi pertanian BPTP yang di diseminasikan dapat berupa komponen teknologi, paket, teknologi formula, data dan informasi serta alternatif kebijakan pembangunan Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 24 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
pertanian tingkat pusat atau dalam
wilayah (Badan Litbang, 1999).
mengkomunikasikan
memasyarakatkan
hasil-hasil
dan
menginformasikan
baru
inovasi
teknologi,
BPTP atau apapun
bentuk/modelnya sangat disesuaikan pada situasi dan kondisi petani sebagai sarana transfer teknologi. Pada dasarnya penerapan sistem informasi
tidak
hanya
sekedar
tujuan
memperkenalkan
teknologi/memperagakan teknologi tetapi berbagai situasi dan kondisi sasaran menjadi lingkungan organik, mewarnai, mendasari dinamika dalam pengambilan keputusan sasaran (Pusluh, 2000). Karena itu perlu kearifan
dalam
penerapan
informasi/mengimformasikan
atau
memasyarakatkan teknologi ke pengguna yaitu dengan menggelar misalnya. Jadi informasi yang diberikan harus benar, sehingga hasilnya akan menunjukkan dampak diterima atau tidak, berguna atau tidak, suka atau tidak. Pada akhirnya informasi teknologi tersebut perlu ditindak lanjuti dengan dinamika respon dari unsur pengaturan pelayanan untuk penciptaan dan perekayasaan iklim yang lebih kondusif dalam penerapan informasi pertanian yang telah dipilih.
Kemasan metodologis penyuluhan
pertanian di BPTP yaitu model atau cara/teknik dalam penyampaian materi/teknologi kepada pengguna. Sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi BPTP memanfaatkan berbagai media sebagai sarana transfer
teknologi.
Sebagai
acuan
BPTP
melakukannya
dengan
mengkomunikasikan /promosi teknologi hasil penelitian secara langsung dan tidak langsung.
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 25 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Proses adopsi teknologi penggemukan sapi pada FMA dan di luar FMA melalui penggunaan metode diseminasi yaitu (a) pembelajaran dengan berbagai materi yang akan mendukung penerapan teknologi penggemukan sapi dan (b) demplot teknologi penggemukan sapi dengan tiga jenis teknologi yaitu teknologi perkandangan, teknologi pakan hijauan dan teknologi pakan konsentrat.
Terkait dengan itu
maka kemampuan teknis petani dapat dicapai apabila diikuti oleh kemauan keras untuk berubah dan komitmen yang tinggi untuk disiplin menerapkan aturan-aturan teknis suatu teknologi. Kedisiplinan tersebut perlu disepakati khusus dalam penggunaan ternak sapi sebagai tenaga kerja dalam pengolahan tanah sementara
dalam
proses penggemukan. 2. Proses adopsi teknologi yang berlangsung ini memberikan gambaran bahwa dalam kegiatan FEATI/P3TIP selama kurun waktu 3 tahun perlu dilakukan revitalisasi
terhadap kelembagaan dan diseminasi karena
fakta menunjukkan bahwa memberi pengetahuan dan pemahaman kepada petani terhadap suatu teknologi memerlukan pendekatan yang tepat agar interaksi yang dilakukan mampu membangun komunikasi yang baik sehingga proses transfer teknologi dapat dilakukan dengan mudah dan lancar. Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 26 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3. Indikator
dampak
penyebaran
teknologi
penggemukan
sapi
menunjukkan fakta bahwa sebanyak 75 % FMA mengajukan proposal penggemukan sapi dalam kegiatan FEATI/P3TIP. Esensi komunikasi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi tersebut (potential adopter) dengan menggunakan saluran komunikasi tertentu. 4. Kensenjangan
komunikasi disebabkan karena proses penggalian
pengetahuan bagi petani binaan terhadap berbagai komponen teknologi tersebut masih berlangsung seiring dengan berjalannya waktu.
Pada saat proses pencarian berakhir maka akan menciptakan
keyakinan bagi mereka akan manfaat suatu komponen teknologi. Untuk memahami hakekat dan manfaat satu komponen teknologi manusia normal membutuhkan waktu yang relatif dan tergantung pada kemampuan seseorang mengolah informasi dan data. Keyakinan yang tinggi terhadap hakekat suatu komponen teknologi itu akan memotivasi seseorang untuk mengadopsi. 5. Dampak berupa berkembangnya kemitraan yang diupayakan petani FMA dalam memasarkan ternak sapi hasil penggemukan sudah merambah pasar
antar pulau.
Potensi
pengembangan kemitraan
untuk mendukung penyelenggaraan kemitraan usaha ternak melalui pentahapan peningkatan peran kelembagaan yang sudah ada melalui kesepakatan antara pemerintah dengan swasta dan melibatkan petani dalam hal ini FMA sebagai upaya legitimasi kesepahaman dan upaya proteksi terhadap penyalah gunaan Memorandum Of Understanding (MOU). Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 27 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan adopsi dan semakin memperluas dampak antara lain melalui hal-hal (a) Kerjasama dengan Bakorluh Provinsi Sulawesi Selatan, BKPD Sulawesi Selatan,
Bapel Penyuluhan, KIPPK dan Dinas Pelaksana
FEATI/P3TIP; (b) Melaksanakan
lokakarya Peningkatan hubungan
efektivitas antara Peneliti Penyuluh yang salah satu tujuannya adalah menginventarisasi kebutuhan teknologi serta pola penerapan dan pengembangannya di tingkat petani yang difasilitasi oleh Pemda setempat;
(c)
Lokakarya
yang
menghasilkan
rekomendasi
pengembangan sapi potong sebagai komoditi unggulan bidang peternakan dan usahatani potensial di kabupaten Sinjai yang difasilitasi oleh Pemkab setempat; (d) Mengaktifkan pembelajaran pada petani di luar FMA dan (e) Pelaksanaan demonstrasi teknologi penggemukan sapi di luar FMA 7. Beberapa usaha potensil yang dapat dikembangkan sebagai peluang kerjasama yang mungkin dapat dikerjasamakan antara lain (a) pengembangan usaha pengangkutan pakan hijauan lokal seperti jerami dan rumput gajah dan pembiayaannya dapat bersumber dari FMA; (b) Pengembangan usaha pengolahan limbah ikan menjadi tepung ikan dan pembiayaannya dapat bersumber Pemkab Sinjai; (c) Pengembangan kerjasama dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa
Kabupaten
Sinjai
sebagai
sumber
bahan
baku
dalam
pengolahan tepung ikan; (d) Pemberdayaan pemuda tani untuk mengumpulkan dan menjual limbah ikan di TPI Lappa Kabupaten Sinjai sebagai sumber pendapatan baru; (e) Pengembangan usaha pakan konsentrat dalam kemasan berskala rumah tangga dan berbahan baku limbah dan pembiayaannya bisa bersumber dari FMA B.
Saran-saran
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 28 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1. Perlu Peningkatan fungsi dan peran setiap kelembagaan yang ada, disamping mencari peluang kehadiran kelembagaan lain, yang mendukung pengembangan usaha ternak dan usaha penyedia sarana produksi serta usaha pengolahan tepungikan sebagai bahan baku pakan konsentrat untuk mendukung pengembangan sapi yang tangguh dan kompetitif. 2. Peranan FMA harus ditingkatkan, karena sangat berperan dalam percepatan proses alih teknologi untuk pemberdayaan ekonomi pedesaan.
Kelembagaan
penyuluhan membantu petani untuk
meningkatkan keterampilan manajerial maupun kemampuan teknis, kelembagaan penelitian diharapkan menyebarluaskan teknologi hasilhasil penelitian dan melakukan pembinaan berkelanjutan bagi petani, kelembagaan pemasaran perlu memberikan informasi pasar dan mencari peluang pasar. C. Rekomendasi 1. Perlu pengkajian yang dapat memberikan kebijakan baru tentang pemberdayaan kemitraan
kelembagaan
dalam
petani
usahatani
dan
pengembangan
komoditi
unggulan,
pola tanpa
mengesampingkan aspek lokal dan terintegrasi dengan beberapa lembaga terkait. 2. Upaya yang ditempuh dalam transfer teknologi melalui demonstrasi teknologi membutuhkan kemampuan
petani
proses
dalam
yang
membuka
sangat diri
terkait
untuk
dengan
kepentingan
pengembangan wawasan. Hal tersebut dapat ditempuh dengan jalan melakukan kegiatan yang sifatnya partisipatif dengan memberikan kesempatan petani mengemukakan masalah dan kendala yang dihadapi secara global maupun spesifik.
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 29 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3. Pengembangan agribisnis di pedesaan perlu terus digali dan dikaji untuk lebih memantapkan pengetahuan dan pemahaman petani dan pelaku agribisnis lainnya tentang sinergitas sub sistem agribisnis yang telah berkembang dan yang memiliki potensi pengembangan ke depan yang lebih baik.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
pemahaman mendalam tentang SISTEM AGRIBISNIS secara utuh, lengkap dan tuntas. DAFTAR PUSTAKA Abbas, S,. 1990. Pedoman Penyusunan dan Pelaksanaan Programa Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. BIP Ciawi. A.W. Van Den Ban dan H.S. Hawkins,1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Aidar, G, Nurdiah H, Idaryani,. 2004. Kajian Efektivitas Media Cetak Dan Audiovisual DalamDiseminasi Teknologi Pertanian Di Sulawesi Selatan Azis, M,. 2004. Kebutuhan dan Sistem Transfer Teknologi Mendukung Peningkatan Pendapatan Usahatani Terpadu Dalam Kawasan Danau Tempe di Sulawei Selatan Badan Litbang Pertaian, 1999. 2004. Deptan. Jakarta.
Renstra Badan Litbang Pertanian, 1999 –
Departemen Pertanian, 2000. Pedoman Pemilihan Metode Penyuluhan Pertanian. Pusluh. Deptan. Jakarta. Departemen Pertanian, 2001. Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Partisipatif Spesifik Lokal Penerapan Pendekatan Penyuluhan Pertanian Partisipatif (Memfokuskan Kembali Penyuluhan Pertanian Kepada Petani-Nelayan). Badan Pengembangan SDM Pertanian. Deptan. Jakarta. Departemen Pertanian, 2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelengaraan Penyuluhan Pertanian. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Deptan. Jakarta. Dwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainuddin. 1996. Pengembangan Ternak Berwawasan Agribisnis di Pedesaan dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Pemilihan Bibit yang Tepat. Jurnal Litbang Pertanian XV (1) : 6 – 15. Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 30 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Lionberger dan Gwin. 1983. Communications Strategis Illionis. The Interstate Orienters and Publisher. Inc. --------------, 1991. Technology Transfer From Researchers to Users. University of Missiory. Missiory. -------------, Prabowo T. dan Mahyuddin Syam, 1988. Hubungan Penelitian dan Penyuluhan dalam Sistem Usahatani. Dalam Risalah Sistem Usahatani di Lima Agroekosistem. Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani, 14 - 15 Desember 1988. Puslitbangtan. Bogor. Mardikanto. T., 1993. Metode Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret Univercity Prees. Surakarta. Matheus, S,. 2006. Integrasi Padi – Ternak. Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian Sulawesi Selatan di Makassar 5 Nopember 2006. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Pusluh, 2000. Pedoman Pemilihan Departemen Pertanian. Jakarta.
Metode
Penyuluhan
Pertanian.
Salfina, D.D. Siswansyah, M. Sabran dan Sunardi,. 2001. Pengkajian Peningkatan Productivitas Sapi Potong melalui Perbaikan Manajemen Pakan dan Kesehatan Ternak di Lahan Kering dan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimntan Tengah. Salfina, D.D. Siswansyah, M. Sabran dan Sunardi,. 2001. Pengkajian Peningkatan Productivitas Sapi Potong melalui Perbaikan Manajemen Pakan dan Kesehatan Ternak di Lahan Kering dan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Salfina, N., Ahmad, Deddy D. Siswansyah, dan Dewa K.S.Swastika,. 2004. Kajian Sistem usa Ternak Sapi Potong di Kalimantan Tengah. Jornal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Volume 7 Nomor 2, Juli 2004. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Laporan Studi Adopsi dan Dampak Teknologi Penggemukan Sapi
Page 31 www.sulsel.litbang.deptan.go.id