LAPORAN AKHIR TAHUN
DISEMINASI TEKNOLOGI MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU (PSDSK)
PENANGGUNG JAWAB PENELITI UTAMA
SYARIFAH RAIHANAH
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2012
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Kemajuan Tahun 2012. Program Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi dan Kerbau bertujuan Meningkatkan populasi sapi potong di Provinsi Aceh dengan dukungan IPTEK untuk memenuhi kebutuhan daging sapi. Oleh karena itu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh selaku lembaga yang berwenang melakukan teknologi mendukung swasembada daging sapi dan kerbau mencoba melalui kegiatan Program Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi dan Kerbau untuk memfasilitasi ketersediaan daging sapi dan kerbau sekaligus membina petani peternak sapi dan kerbau yang ada di Provinsi Aceh dengan harapan dapat menyediakan daging sapi dan kerbau yang bermutu di tingkat petani peternak. Ucapan terima kasih kepada Bapak Kepala Balai dan teman-teman yang terlibat dalam tim kegiatan ini yang telah banyak membantu dalam melaksanakan kegiatan ini dilapangan sejak dari awal sehingga kegiatan Program Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi dan Kerbau, terlaksana dengan baik hingga siapnya laporan akhir ini. Demikian laporan ini kami buat dan kami sampaikan, segala kritikan dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar laporan ini menjadi lebih baik dan kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, Desember 2012 Penanggung Jawab Kegiatan,
Ir. Syarifah Raihanah NIP. 196106031996032001
RINGKASAN Mulai tahun 2010 dan 2011 BPTP Aceh telah melakukan program pendampingan teknologi di tiga lokasi kabupaten/kota yaitu: (1) Aceh Besar (2) Bireun dan (3) Aceh Utara. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain (1) Identifikasi kebutuhan pendampingan dan diseminasi, (2) pembinaan petani dan (3) implementasi teknologi sesuai kebutuhan teknologi dimasing-masing kabupaten. Pada tahun 2012 kegiatan pendampingan dilaksanakan di kabupaten Aceh Timur. Tiga Kabupaten terdahulu yaitu Aceh Besar, Biruen dan Aceh Utara tetap akan di dampingi walaupun tidak kontinyu, dengan implementasi teknologi yang lebih diintensifkan terhadap pengaruh implementasi teknologi yang diterapkan pada tahun 2010 dan 2011. Tujuan 2012 meliputi yaitu: (1) Melakukan diseminasi dan pendampingan teknologi dalam pelaksanaan PSDSK pada dua kelompok di satu kabupaten (2) Meningkatkan keterampilan para peternak dan penyuluh/petugas lapang sapi potong dalam teknologi pakan (feeding), reproduksi (breeding), manajemen (cara pemeliharaan, veteriner dan sanitasi lingkungan), dan limbah kotoran sapi dan (3) Memperbaiki angka Servis per Conception (S/C), Conception Rate (C/R), Calving Internal (CI) dan estrus post Partus (Epp) sapi menjadi lebih baik. Metodelogi pelaksanaan Lingkup kegiatan tahun 2012 yang akan dilaksanakan di dua kelompok di satu kabupaten binaan yaitu Aceh Timur. Didampingi oleh koordinator wilayah yang dibantu oleh penyuluh pendamping ditingkat kabupaten. Pelaksanaan kegiatan dimulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2012. Kegiatan ini meliputi : a) Temu Teknis teknologi PKP (Penunjang Keberhasilan Pembibitan), b) Bimbingan penerapan teknologi PKP, c) Pelatihan petani dan petugas, dan d) Penyiapan materi penyuluhan dalam bentuk juknis untuk menunjang peningkatan kinerja reproduksi induk melalui teknologi reproduksi, dan manejemen pemeliharaan untuk mencapai S/C > 1,55 , CR>70%, estrus post partus partus < 90 hari, dan PBBH anak pra sapih > 0,4 kg. Persiapan awal kegiatan dilakukan melalui survey dengan metode pemahaman pedesaan dalam waktu singkat secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal). Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan/desk study/review dan survey di lapangan serta teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner yang telah disiapkan. Data yang dikumpulkan terdiri dari biofisik wilayah pengkajian, sosial ekonomi, dan budaya setempat. Bimbingan penerapan teknologi PKP terhadap sapi potong yang dilakukan oleh peneliti BPTP Aceh, bersama-sama dengan petugas dinas setempat yang dilakukan secara partisipatif. Bimbingan tersebut dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilan terhadap peternak dalam hal manajemen pemeliharaan induk bunting, penggunaan pakan, serta teknologi reproduksi untuk menunjang peningkatan angka kebuntingan (S/C < 1,55, CR > 70%, estrus post partus < 90 hari, dan PBBH anak pra sapih > 0,4 kg). Bimbingan penerapan teknologi dilakukan baik secara teori di dalam kelas maupun praktek di lapangan. Teknologi introduksi yang diterapkan adalah sebagai berikut: (1) Pemberian Urea Molases Block (UMB) menggunakan sebagai sumber protein, vitamin dan mineral, (2) Pemberian konsentrat 1 % dari berat badan (dedak dan sagu), (3) Pembuatan dan pemberian jerami padi fermentasi untuk penyediaan pakan serat, (4) Treatment flushing pada induk bunting dua bulan sebelum dan dua bulan sesudah melahirkan, (5) Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) dari bahan lokal, dan (6) Pembuatan kompos dari kotoran sapi dengan menggunakan EM 4 sebagai decomposer. Hasil dari kegiatan-kegiatan bimbingan penerapan PKP, pelatihan petani dan petugas, serta bimbingan manajemen pemeliharaan di lokasi pendampingan, ternyata dapat meningkatkan keterampilan peternak dan produktivitas ternak. Hal ini terlihat dari adanya perubahan nilai Service Per Conception (S/C), Conception Rate (C/R), Calving Internal (CI) dan Estrus Post Partus (Epp) menjadi lebih baik yaitu 1.8, 60%, 12 bulan dan 40 hari. Selain itu PBBH anak prasapih mencapai 0.38 kg/hari, untuk jenis sapi aceh dan untuk jenis sapi peranakan bali 0.42 kg/hari Key Word : Pendampingan, Daging Sapi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................... RINGKASAN ..................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................ I.
Halaman i ii iii iv vi
PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Tujuan .................................................................................... 1.2.1. Tujuan Tahun 2012 ....................................................... 1.3. Keluaran ................................................................................. 1.3.1. Keluaran Tahun 2012..................................................... 1.4. Hasil yang diharapkan .............................................................. 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak.................................................
1 1 1 2 2 2 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1. Peran Sapi Potong dalam Pemenuhan Konsumsi Daging di Aceh ... 2.2. Pola Usaha Ternak Sapi Potong.................................................. 2.3 Peran Teknologi dalam Menunjang Swasembada Daging Sapi ......
3 3 3 4
III. METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1. Ruang Lingkup.......................................................................... 3.2. Pendekatan .............................................................................. 3.3. Tahapan Pelaksanaan................................................................
5 5 5 5
IV. HASIL PEMBAHASAN ................................................................. 4.1. Gambaran Umum Lokasi............................................................ 4.1.1. Karakteristik Biofisik....................................................... 4.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi ........................................... 4.1.3. Keragaan Usaha Tanaman dan Usaha Ternak .................. 4.2. Koordinasi Kegiatan dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten .. 4.3. Data Induk Produktif dan Kondisi Kesehatan Reproduksi .............. 4.4. Bimbingan Penerapan Teknologi PKP .......................................... 4.5. Demplot PKP ............................................................................ 4.5.1. Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Induk Sapi Potong Pra dan Post Partus/Flushing .......................................... 4.5.2. Pemberian Urea Molases Blokc (UMB) ............................. 4.5.3. Pembuatan dan Pemberian Jerami Padi Fermentasi untuk Penyediaan Pakan Serat ....................................... 4.5.4. Pencegahan Penyakit pada Sapi Potong ..........................
8 8 8 8 10 10 11 12 14 14 14 14 15
4.5.5. Demplot Kebun Rumput ................................................. 4.5.6. Pengolahan Pupuk Organik ............................................ 4.6. Keragaan Reproduksi Ternak di Lokasi Pendampingan ................
15 17 17
V. KESIMPULAN ............................................................................. VI. KINERJA HASIL KEGIATAN ........................................................
20 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN .......................................................................................
22 24
DAFTAR TABEL
No. Judul 1. Keragaan Luas Lahan Menurut Penggunaan di Desa Alue Nibong Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur ...................................... 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur ........................................................ 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur ............................ 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur ............................ 5. Populasi Ternak di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur ....................................................................... 6. Induk Produktif di Lokasi Pendampingan PSDS Tahun 2012 ................... 7. Materi Bimbingan Penerapan Teknologi PKP dan Penguatan Kelompoktani ..................................................................................... 8. Keragaan Ternak yang Diberi Perlakuan Flushing di Kelompok Nibong Raya dan kelompok Nalueng Raja, Desa Alue Nibong, Kecamatan Peurelak, Kabupaten Aceh Timur ......................................................... 9. Keragaan Reproduksi Induk Sapi Potong di Lokasi Pendampingan PSDS di Desa Alue Nibong Kecamatan Peureulak ..................................
Hal. 8 9 9 9 10 11 12
14 18
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Secara nasional kebutuhan daging sapi di Indonesia masih kurang sekitar 135
juta ton (35%) dari jumlah kebutuhan 385 juta ton per tahun. Sedangkan di Provinsi Aceh kebutuhan daging sapi sekitar 30.210 ton yang dapat dipenuhi secara internal dari sapi lokal hanya 87,25%, sisanya sekitar 4000 ton didatangkan dari luar Provinsi Aceh (Badan investasi dan promosi Aceh, 2009). Padahal populasi sapi di Provinsi Aceh mencapai 462.840 ekor (BPS Aceh, 2011). Apabila 25% saja dari jumlah tersebut bisa sebagai sumber daging dan rata-rata minimal dapat menghasilkan 250 kg per ekor, sebenarnya Aceh tidak kekurangan daging bahkan dapat mengekspo, salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan daging di Provinsi Aceh adalah kondisi ternak kurang baik, produktivitas HMT rendah, SDM peternak dan petugas yang kurang menunjang sehingga mengakibatkan angka service per conception (S/C >2) conception rate (CR) kurang dari 70%, Calving Internal (CI) diatas 16 bulan, Estrus post partus masih diatas 90 hari. Oleh karena itu Pemerintah Aceh secara positif merespon program Kementerian Pertanian dalam rangka Program Swasembada Daging Sapi Kerbau (PSDSK) pada tahun 2014, dengan membangun kawasan-kawasan sentra produksi sapi potong, sehingga BPTP Aceh sebagai salah satu UPT Badan Litbang Pertanian berkewajiban dan berperan untuk mendukung keberhasilan program tersebut. Mulai tahun 2010 dan 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh telah melakukan program pendampingan teknologi di 3 lokasi kabupaten/kota yaitu: (1) Aceh Besar (2) Bireuen dan (3) Aceh Utara. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain (1) Identifikasi kebutuhan pendampingan dan diseminasi, (2) pembinaan petani dan (3) implementasi teknologi sesuai kebutuhan teknologi dimasing-masing kabupaten. Pada tahun 2012 kegiatan pendampingan dilaksanakan di kabupaten
Aceh Timur. Tiga
Kabupaten terdahulu yaitu Aceh Besar, Bireuen dan Aceh Utara tetap akan di dampingi walaupun tidak kontinyu, dengan implementasi teknologi yang lebih diintensifkan terhadap pengaruh implementasi teknologi yang diterapkan pada tahun 2010 dan 2011.
1.2.
Tujuan Meningkatkan populasi sapi potong di Provinsi Aceh dengan dukungan IPTEK
untuk memenuhi kebutuhan daging sapi.
1.2.1.Tujuan Tahun 2012 1. Melakukan diseminasi dan pendampingan teknologi dalam pelaksanaan PSDSK pada dua kelompok di satu kabupaten. 2. Meningkatkan ketrampilan para peternak dan penyuluh/petugas lapang sapi potong dalam teknologi pakan (feeding), reproduksi (breeding), manajemen (cara pemeliharaan, veteriner dan sanitasi lingkungan), dan limbah kotoran sapi. 3. Memperbaiki angka Service per Conception (S/C), Conception Rate (C/R), Calving Internal (CI) dan Estrus Post Partus (Epp) sapi menjadi lebih baik 1.3.
Keluaran Peningkatan populasi sapi potong mendukung tercapainya swasembada daging
sapi di Provinsi Aceh yang di dukung oleh aspek teknis (teknologi), manajemen serta kebijakan yang terpadu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 1.3.1. Keluaran tahun 2012 a. Terlaksananya diseminasi dan pendampingan teknologi dalam pelaksanaan PSDSK pada kabupaten. b.
Peningkatan ketrampilan para peternak dan penyuluh/petugas lapang sapi potong dalam manajemen, teknologi pakan, reproduksi, dan pengolahan limbah kotoran sapi.
1.4.
Hasil yang diharapkan Melakukan pendampingan terhadap dua kelompok di satu kabupaten (Aceh
Timur) diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi penunjang keberhasilan pembibitan (pakan, manajemen dan teknologi reproduksi) dari peneliti ke petani, kemudian terjadi difusi dari petani kooperator ke petani non kooperator.
1.5.
Perkiraan Manfaat Dan dampak Petani memahami dan menerapkan teknologi penunjang keberhasilan pembibitan
(PKP) terdiri dari teknologi pakan, reproduksi, manajemen pemeliharaan dan pengolahan kompos sehingga dicapai peningkatan angka kebuntingan (S/C <1,55), CR > 70%, estrus post partus < 90 hari dan PPBH anak pra sapih > 0,4 kg.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Peran Sapi Potong dalam Pemenuhan Konsumsi Daging di Aceh Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun
peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005; Santi 2008) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono et al. 2007). Sapi potong merupakan komoditas andalan bagi provinsi Aceh, Kebutuhan daging sapi di provinsi Aceh 30,210 ton dan dapat dipenuhi secara internal dari sapi lokal hanya 87,25 % sisanya sekitar 4000 ton didatangkan dari luar Aceh (Badan Investasi Aceh , 2009), sementara itu produksi daging nasional menghasilkan 2.070.234 ton (Dinas Peternakan, 2006). 2.2. Pola Usaha Ternak Sapi Potong Budidaya ternak sapi potong dilakukan dalam dua tipe, yaitu tipe peternakan rakyat dan tipe industri/swasta yang dikelola dalam skala besar dan dilakukan oleh perusahaan feedloter. Aktivitas usaha swasta dalam memelihara ternak sapi potong biasanya dalam bentuk penggemukkan sapi (feedloter), sapi dipelihara dalam kurun waktu tertentu dan diberikan pakan kualitas baik untuk memperoleh pertambahan berat badan yang diinginkan, selanjutnya dijual. Sedangkan usaha ternak sapi potong dikalangan peternak/rakyat biasanya merupakan campuran (mix farming) antara pembesaran dan pembibitan, dengan ciri skala usaha rumah tangga dan kepemilikan ternak sedikit, menggunakan teknologi sederhana, bersifat padat karya, dan berbasis azas organisasi kekeluargaan (Aziz dalam Yusdja dan Ilham 2004). Usaha ternak sapi potong pembibitan sampai saat ini masih diusahakan secara tradisional, belum dilakukan sebagai tujuan usaha komersial dengan target-target produksi yang jelas, belum dilakukan pencatatan (recording) untuk mengetahui kinerja reproduksi ternak. Dengan demikian pemeliharaan dan pengembangbiakan sapi masih merupakan bagian minor dari kegiatan usahatani, dengan orientasi sebagai tabungan, dan penyedia tenaga kerja, atau untuk mengisi waktu luang, serta untuk meningkatkan produktivitas lahan (Hadiana, et.al., 2007).
2.3.
Peran Teknologi dalam Menunjang Swasembada Daging Sapi Untuk memacu peningkatan kinerja usaha ternak sapi potong rakyat diperlukan
strategi atau dukungan teknologi yang tepat. Teknologi yang dapat diimplementasikan pada peternakan rakyat antara lain perbaikan kualitas pakan yang diberikan dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di lokasi seperti pemberian gamal, lamtoro dan kaliandra yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan dengan rumput atau jerami. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein diperlukan penggunaan probiotik untuk meningkatkan efisiensi ransum. Probiotik adalah suplemen dalam bentuk jasad renik hidup yang dapat meningkatkan bobot badan, efisiensi ransum (feed conversion ratio) dan menambah kesehatan ternak. Peningkatan cadangan energi tubuh yang biasanya ditandai dengan kenaikan bobot badan merupakan usaha untuk menormalkan proses estrus pada induk sapi (Winugroho, 2002). Akibat perbaikan bobot badan, status reproduksi sapi meningkat seperti kenaikan persentase kebuntingan sapi SO di Sumba dari 25 menjadi 90% (Winugroho et al., 1996) serta perpendekan jarak beranak sapi Bali dari 15 bulan menjadi 13 bulan (Winugroho et al., 1995). Teknologi yang diimplementasikan dapat memperbaiki kinerja reproduksi ternak sapi yang pada akhirnya dapat memberikan peningkatan pendapatan peternak melalui peningkatan produksi ternak serta mendukung program swasembada daging di Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai lembaga penelitian dan pengkajian berperan aktif dalam program pendampingan PSDS melalui teknologi.
III. 3.1
METODA PENELITIAN
Ruang Lingkup Lingkup kegiatan tahun 2012 yang akan dilaksanakan di dua kelompok di satu
Kabupaten yaitu Kabuten Aceh Timur yang dibantu oleh penyuluh pendamping ditingkat kabupaten. Pelaksanaan kegiatan dimulai Januari sampai Desember 2012. Kegiatan ini meliputi : a) Temu teknis teknologi PKP (Penunjang Keberhasilan Pembibitan), b) Bimbingan penerapan teknologi PKP, c) Pelatihan petani dan petugas, dan d) Penyiapan materi penyuluhan dalam bentuk juknis untuk menunjang peningkatan kinerja reproduksi induk melalui teknologi reproduksi, dan manejemen pemeliharaan untuk mencapai S/C < 1,55, CR> 70%, estrus post partus partus < 90 hari, dan PBBH anak pra sapih > 0,4 kg 3.2. Pendekatan Kegiatan Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi dilakukan secara partisipatif di kelompok terpilih melibatkan peneliti/penyuluh BPTP Aceh, dinas/instansi terkait, petugas, dan kelompok tani/peternak. Persiapan awal kegiatan dilakukan melalui survey dengan metode pemahaman pedesaan dalam waktu singkat secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal). Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan/desk study/review dan survey di lapangan serta teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner yang telah disiapkan. Data yang dikumpulkan terdiri dari biofisik wilayah pengkajian, sosial ekonomi dan budaya setempat. 3.3. Tahapan Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan kegiatan Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging sapi antara lain : (1). Konsultasi dan Koordinasi Kegiatan dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Koordinasi dilaksanakan pada dinas/instansi terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pelaksanaan program PSDSK di tingkat Provinsi dan Kabupaten, masalah dan hambatan yang di hadapi, kebutuhan teknologi serta metoda dan media diseminasi yang diinginkan peternak. Terkoordinasinya rencana pelaksanaan program PSDSK di tingkat provinsi dan
Kabupaten, diharapkan kegiatan diseminasi teknologi mendukung swasembada daging sapi dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan . (2). Pengumpulan Data Induk Produktif dan Kondisi Kesehatan Reproduksi Pengumpulan data induk produktif dilaksanakan kelompok ternak yang di dampingi. Pengumpulan data meliputi catatan reproduksi setiap induk produktif (identitas, birahi, kawin dan melahirkan) dan kondisi kesehatan reproduksinya. (3). Melaksanakan Bimbingan Penerapan Teknologi PKP Bimbingan penerapan teknologi PKP terhadap sapi potong yang dilakukan oleh tim peneliti dan pengkaji BPTP Aceh, bersama-sama dengan petugas instansi terkait yang dilakukan secara partisipatif. Bimbingan tersebut dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilan terhadap peternak dalam hal manajemen pemeliharaan induk bunting, penggunaan pakan, serta teknologi reproduksi untuk menunjang peningkatan angka kebuntingan (S/C < 1,55, CR > 70%, estrus post partus < 90 hari, dan PBBH anak pra sapih > 0,4 kg). Bimbingan penerapan teknologi dilakukan baik secara teori di dalam kelas maupun praktek di lapangan. Teknologi introduksi yang diterapkan :
Pemberian Urea Molases Block (UMB) sebagai sumber protein, vitamin dan mineral.
Pemberian konsentrat 1 % dari berat badan (dedak dan sagu )
Pembuatan dan pemberian jerami padi fermentasi untuk penyediaan pakan serat
Treatment flushing pada induk bunting dua bulan sebelum dan dua bulan sesudah melahirkan
Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) dari bahan lokal
Pembuatan kompos dari kotoran sapi dengan menggunakan EM-4 sebagai decomposer
(4). Melaksanakan Pelatihan Petani dan Petugas Pelatihan dan petugas dilaksanakan untuk menyiapkan tenaga-tenaga terampil dan profesional dalam berbagai aspek usaha ternak sapi potong seperti pakan, reproduksi, kesehatan hewan, pengolahan dan pemanfaatan kotoran sapi untuk pembuatan pupuk organik. Upaya tersebut berbentuk kegiatan didalam ruang dan kegiatan diluar ruang/lapangan untuk aspek teknis, dan manejemen.Tujuan Pelatihan petani dan petugas adalah : a. Mengembangkan pengetahuan petani sapi potong dalam aspek pakan, reproduksi, manejemen, dan pengolahan limbah kotoran sapi.
b. Mengembangkan kemampuan menyusun formulasi ransum berbagai jenis pakan (konsentrat, complete feed, feed additive, sumber serat, dll). c. Mengembangkan ketrampilan petani dalam aplikasi teknologi usaha ternak sapi potong, pengolahan limbah ternak dan limbah pertanian untuk produksi pakan dan pupuk organik. Petani dan petugas dibekali dengan pengetahuan tentang teknologi tepat guna, mengembangkan keterampilan dan menumbuhkan kelembagaan sesuai fungsi dan kebutuhan petani. Kegiatan dilaksanakan melalui metode pertemuan dan diskusi secara partisipatif, kunjungan lapang dan praktik tentang aplikasi teknologi. (5). Melaksanakan Bimbingan Manajemen Pemeliharaan Bimbingan manajemen pemeliharaan sapi potong dilaksanakan secara bersamasama antara Peneliti/Penyuluh BPTP dengan Petugas Instansi terkait. Bimbingan manajemen pemeliharaan antara lain mencakup penyediaan pakan dan pengelolaan kandang. (6). Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) dilakukan secara periodik untuk mengetahui keragaan teknologi, adopsi teknologi, dan dampak aplikasi teknologi pada setiap lokasi sasaran. Secara umum kegitan Monev direncanakan akan dilaksanakan sebanyak tiga kali yaitu pada awal kegiatan, pertengahan dan akhir kegiatan pendampingan. Aspek yang dimonitoring dan dievaluasi meliputi aspek teknis, sosial ekonomis dan kelembagaan. (7). Analisis Data dan Pelaporan Data teknis ditabulasi dan dianalsis secara deskriptif. Analisis alokasi biaya penggunaan teknologi penunjang pembibitan. Untuk mengukur tingkat keunggulan adopsi teknologi dapat digunakan analisis marjinal B/C ratio (MBCR). Untuk mengukur tingkat perubahan pengetahuan petani maupun penyuluh, petugas lapangan, akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner pre test dan post test pada saat pelatihan maupun demonstrasi teknologi yang disampaikan. Pelaporan dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pendampingan. Pelaporan dilakukan pada tengah kegiatan.
dan akhir tahun pelaksanaan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Program Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi dan Kerbau melalui kegiatan Pendampingan PSDSK untuk mendukung
peningkatan angka
kebuntingan (S/C<1,5) CR >70%, estrus post partus <90 hari dan PBBH anak >0,4 kg dilakukan di satu kabupaten yaitu kabupaten Aceh Timur. Desa Alue Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu desa yang terpilih untuk dijadikan tempat kegiatan diseminasi teknologi PSDSK. Adapun batasan desa adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan desa Damar Tutong Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Punti Sebelah Barat berbatasan dengan desa Alue Rambong Sebelah Timur berbatasan dengan desa Balee Bayu dan Seuneubok Aceh 4.1.1 Karakteristik Biofisik Desa Alue Nibong memiliki kemiringan lahan <8%, pH tanah 5,5–5,9 dengan curah hujan bulan basah 3–5 bulan dan bulan kering 3–5 bulan. Untuk mengetahui keragaan luas lahan menurut penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Keragaan Luas Lahan Menurut Penggunaan di Desa Alue Nibong Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur
No.
Penggunaan Lahan
Luas Lahan (Ha)
1.
Irigasi Desa
25
2.
Sawah Tadah Hujan
102
3.
Pekarangan
124
4.
Lahan Sawah
127
5.
Tegalan
180
6.
Ladang
90
7.
Perkebunan
420
Jumlah
10.868
4.1.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Penduduk desa Alue Nibong kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur ber jumlah 3.732 jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki 1.621 jiwa dan 2.111 jiwa berjenis kelamin Perempuan.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur
No.
Tingkat Umur (Tahun)
Jumlah (Jiwa)
1.
0 – 10
1.188
2.
11 – 20
995
3.
21 – 30
666
4.
31– 40
539
5.
41 – 50
495
6.
51 – 60
422
7.
> 60
180
Jumlah Tabel 3.
4.485
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur
No.
Mata Pencaharian
Jumlah (jiwa)
1.
Petani Tanaman Pangan
461
2.
Peternak
120
2.
Pekebunan
40
3.
Nelayan
4.
Pedagang
10
5.
Lain-lain
95
-
Jumlah
726
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
1.
Belum /tidak sekolah
2.
SD/sederajat
3.
SLTP/sederajat
840
4.
SLTA/sederajat
838
5.
Akademi/sederajat
30
6.
Perguruan Tinggi/sederajat
17
Jumlah
940 1.061
3.726
4.1.3. KERAGAAN USAHA TANAMAN DAN USAHA TERNAK Usaha tani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur yang dominan untuk tanaman pangan adalah padi seluas 25 Ha, palawija 10 Ha sedangkan usaha perkebunan yang dominan adalah tanaman sawit mencapai 420 ha.
Kemudian untuk jenis usaha ternak yang banyak
diusahakan adalah; ternak ayam buras, diikuti dengan sapi, kambing, itik, kerbau, domba dan entok, sedangkan menurut kelompok ada 5 kelompok tanaman pangan dan 3 kelompok ternak. Tabel 5. Populasi Ternak di Desa Aloe Nibong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur
No.
Jenis Ternak
Jumlah (ekor)
1.
Ayam Buras
2.
Sapi
470
3.
Kambing
350
4.
Itik
340
5.
Kerbau
240
6.
Domba
214
7.
Entok
155
4.2
5.650
Koordinasi Kegiatan dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Koordinasi dilaksanakan dengan dinas/instansi terkait baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten dengan tujuan untuk sinkronisasi program dan mengetahui sejauh mana perkembangan pelaksanaan program PSDS di tingkat provinsi dan kabupaten, masalah/hambatan yang dihadapi, serta kebutuhan teknologi untuk mempercepat tercapainya program swasembada daging sapi. Hasil koordinasi kegiatan dengan dinas/instansi terkait diantaranya adalah pelaksanaan identifikasi induk produktif, pengembangan pakan dengan bahan baku lokal, dan percepatan peningkatan populasi melalui flushing dan sinkronisasi estrus. Identifikasi induk produktif dilaksanakan untuk mengetahui populasi induk produktif di setiap lokasi pendampingan, termasuk status fisiologisnya yang terkait dengan pelaksanaan program sinkronisasi estrus. Produksi pakan berbasis bahan baku lokal potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pakan baik secara kualitas maupun kuantitas dengan harga seefisien mungkin. Beberapa keunggulan dapat diperoleh apabila produksi pakan dengan
bahan baku lokal dapat dikembangkan, diantaranya adalah pendistribusian lebih mudah karena jarak antara tempat pengolahan dengan lokasi peternak lebih dekat, harga lebih murah dengan kualitas standar, memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan pakan komersial buatan pabrik, nilai tambah dari kegiatan pengolahan dan diversifikasi pemanfaatan limbah menjadi pakan dapat diperoleh langsung oleh para petani/peternak di pedesaan, dan mendukung program agribisnis ternak pedesaan. Percepatan peningkatan populasi dapat dilakukan melalui teknologi flushing dan sinkronisasi estrus. Flushing merupakan pemberian ransum yang mengandung protein dan energi tinggi (12 dan 65%) untuk mempercepat terjadinya birahi atau memperpendek days open sapi induk. Pelaksanaan flushing dapat dikombinasikan dengan tindakan sinkronisasi estrus yaitu induk dibuat mengalami estrus dalam waktu yang bersamaan agar sapi indukan bunting bersama-sama sesuai jadwal. 4.3
Data Induk Produktif dan Kondisi Kesehatan Reproduksi Identifikasi induk produktif untuk mengetahui kondisi induk sapi produktif dan
kinerja reproduksinya telah dilaksanakan di lokasi pendampingan. Kegiatan identifikasi induk produktif dilaksanakan agar teknologi yang diintroduksikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, kinerja reproduksi dan kondisi status fisiologis ternak di setiap lokasi pendampingan. Hasil identifikasi induk produktif di lokasi pendampingan PSDS tahun 2012 disajikan pada Tabel berikut: Tabel 6. Induk Produktif di Lokasi Pendampingan PSDS Tahun 2012 No
Nama Kelompok
Jumlah Induk Produktif (Ekor)
Rerata Umur Induk (Thn)
1.
Nibong Raya
10
2,9
2.
Nalueng Raja
20
2,5
Status Fisiologis Induk Terkini
Menyusui 30% Bunting 10% Sudah di-IB belum di-PKB 20% Kosong 40 % Menyusui 0,2% Bunting 0% Sudah di-IB sebelum di-PKB 96% Kosong 0,2%
Ket: Data bulan Februari-Oktober 2012
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa
populasi induk di lokasi
pendampingan PSDS dengan status fisiologis menyusui adalah 20-30%. Pemeliharaan sapi induk yang sedang menyusui perlu diarahkan pada kontrol kesehatan, yaitu melalui kecukupan nutrisi dan pencegahan/pengobatan penyakit yang intensif. Upaya mencukupi kebutuhan nutrisi pada sapi induk di akhir masa laktasinya dapat dilakukan bersamaan dengan tindakan flushing (Puslitbangnak, 2007). Selain itu, penyapihan pedet juga
merupakan hal yang harus diperhatikan. Hasil penelitian Affandhy, dkk., 2008 menunjukkan bahwa CR sapi induk pada umur penyapihan 12 minggu lebih tinggi (81,8%) bila dibandingkan CR sapi induk pada umur sapih 16 minggu (66,7%), selain itu diperoleh pula CI yang lebih baik. Populasi induk produktif di lokasi pendampingan dengan status fisiologis bunting adalah 10-20% dengan umur kebuntingan 8 bulan perlu diberi ransum yang mengandung protein dan energi tinggi. Pemberian ransum sebelum melahirkan (steaming up) bertujuan untuk membentuk kondisi badan yang bagus (skor 6-7) dan memperkecil terjadinya penurunan berat badan induk karena menyusui pedetnya. Kondisi badan induk yang tetap cukup bagus setelah laktasi sekitar dua bulan, akan mempercepat terjadinya estrus kembali. Induk dengan status fisiologis kosong atau tidak bunting di lokasi pendampingan sebesar 40%. Faktor-faktor yang menyebabkan kondisi induk dalam kondisi kosong atau tidak bunting perlu diketahui lebih lanjut agar memperoleh solusi yang tepat untuk penanganannya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kinerja reproduksi ternak kurang optimal antara lain adalah: 1) penyakit reproduksi, 2) buruknya sistem pemeliharaan, 3) tingkat kegagalan kebuntingan, dan 4) masih adanya pengulangan inseminasi dimana gangguan reproduksi merupakan salah satu penyebabnya. 4.4
Bimbingan Penerapan Teknologi PKP Bimbingan penerapan teknologi PKP dilaksanakan melalui beberapa kegiatan
yaitu: 1) pembinaan kelompoktani, 2) pertemuan kelompoktani secara berkala, dan 3) pembinaan langsung di lapangan. Materi yang telah diberikan dalam bimbingan penerapan teknologi PKP maupun penguatan kelompoktani disajikan pada Tabel berikut: Tabel 7. Materi Bimbingan Penerapan Teknologi PKP dan Penguatan Kelompoktani No. 1.
Kabupaten Aceh Timur
Materi Budidaya Hijauan Makanan Ternak, Demontrasi Fermentasi Jerami; Demonstrasi Pemberian Urea Molases Block, Penanganan reproduksi pada induk sapi potong, Pemanfaatan dan pengenalan berbagai jenis leguminos sebagai sumber protein untuk pakan ternak, Pengenalan berbagai penyakit reproduksi pada induk sapi potong, pengenalan cara penyusunan ransum dari bahan lokal, demonstrasi pembuatan MOL dan Demonstrasi pembuatan pupuk kompos
Bimbingan penerapan teknologi budidaya hijauan makanan ternak (HMT) dan Urea Molases Block (UMB) sebagai pakan tambahan sangat
dibutuhkan di
lokasi
pendampingan. Sebagai tindak lanjut untuk memperkenalkan teknologi tersebut adalah
pelaksanaan demplot penanaman HMT dan demonstrasi pemberian Urea Molases Block (UMB). Persiapan demplot penanaman HMT telah dilaksanakan diantaranya yaitu menginventarisir jumlah/luas lahan milik peternak yang dapat ditanami HMT dan rencana pengelolaan kebun HMT oleh kelompok. Melalui demplot penanaman HMT diharapkan peternak mengenal dan mengetahui jenis-jenis rumput unggul dan leguminosa serta tidak ragu-ragu dalam memberikan pakan yang berkualitas tersebut sebagai pakan ternak, karena selama ini peternak lebih cenderung memberikan jerami dan rumput lapang pada ternaknya. Kegiatan diseminasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam upaya mempercepat pemasyarakatan inovasi teknologi (adopsi), terutama yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, melalui berbagai metoda, seperti: peragaan teknologi, komunikasi tatap muka, dan pengembangan media informasi. Peragaan teknologi merupakan kegiatan yang mendemonstrasikan keunggulan teknologi (Hendayana, 2005). Kegiatan peragaan yang telah dilaksanakan adalah demonstrasi fermentasi jerami, pembuatan MOL dan pembuatan pupuk kompos. Pemberian Urea Molases Block secara kontinyu dapat memelihara kondisi rumen sapi untuk meningkatkan pencernaan pakan berserat tinggi seperti jerami padi. Urea Molases Block dapat diberikan secara jilatan agar sapi dapat mengatur sendiri kebutuhannya. Penguatan kelompoktani merupakan salah satu materi pembinaan agar kelompoktani mengetahui tujuan dan manfaat kelompok, memahami tugas dan fungsi organisasi dalam kelompoktani. Selain itu, pembinaan mengenai administrasi kelompok diberikan dengan tujuan agar petani terutama pengurus kelompok memahami dan dapat melaksanakan tertib administrasi kelompok. Untuk itu setiap kelompok harus dilengkapi buku administrasi seperti: susunan pengurus dan anggota, agenda kegiatan, daftar hadir musyawarah, notulen musyawarah, kas, inventaris, dan buku tamu. Pembinaan kelompoktani difokuskan kepada peningkatan fungsi dan manfaat kelompoktani untuk menumbuhkan motivasi berkelompok melalui kegiatan-kegiatan pembinaan yang bertujuan mengarahkan pembentukan kelompoktani yang sehat, aktif dan partisipatif. Hasil pembinaan yang telah dilaksanakan diantaranya adalah motivasi untuk berkelompok dan kemajuan yang dicapai oleh kelompoktani sudah ada, walaupun belum memuaskan. Pertemuan kelompok dilakukan secara berkala setiap bulan untuk menentukan berbagai kegiatan usaha ternak, mengantisipasi berbagai permasalahan
yang timbul di lapangan, menambah pengetahuan dan keterampilan peternak, dan topik lain yang perlu dibahas secara bersama-sama. 4.5
Demplot PKP
4.5.1 Pemberian Pakan Tambahan terhadap Induk Sapi Potong Pra dan Post Partus/Flushing Pakan tambahan/flushing diberikan terhadap induk sapi potong selama dua bulan sebelum melahirkan dan dua bulan setelah melahirkan. Pakan tambahan yang diberikan terdiri dari 1,5 kg dedak, UMB, dan obat cacing. Keragaan ternak yang mendapat perlakuan flushing dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 8. Keragaan Ternak yang Diberi Perlakuan Flushing di Kelompok Nibong Raya dan kelompok Nalueng Raja, Desa Alue Nibong, Kecamatan Peurelak, Kabupaten Aceh Timur Jenis Sapi No. 1. Sapi Aceh
2.
Hasil Rerata 13 kg 0,38 kg/hari 97 hari 17 kg 0,42kg/hari 93 hari
Uraian Bobot Lahir Anak PBBH Anak EPP Bobot Lahir Anak PBBH Anak EPP
Sapi Peranakan Bali
4.5.2 Pemberian Urea Molases Block (UMB) Untuk meningkatkan sumber protein pakan sapi pembibitan sapi potong, diperlukan
pakan
suplemen
urea
molases
block
yang
dibeli,
karena
dilokasi
pendampingan bahan-bahan untuk pembuatan UMB tidak tersedia jadi untuk saat ini lebih efisien dibeli hasil buatan pabrik. Jumlah ternak percobaan sebanyak 10 ekor. Disamping itu, juga diberi pakan berupa jerami fermentasi dan rumput serta leguminosa gamal yang tumbuh disekitar kandang sapi. Berdasarkan pengamatan selama 3 bulan diperoleh hasil rerata meningkatkan pertambahan berat badan induk sapi sebesar 58 kg/ekor (0,7 kg/ekor/hari). 4.5.3 Pembuatan dan Pemberian Jerami Padi Fermentasi untuk Penyediaan Pakan Serat Untuk penyediaan pakan serat pada musim kemarau karena produksi rumput berkurang, ditempuh dengan membuat fermentasi jerami. Tujuan pembuatan fermentasi jerami adalah meningkatkan kualitas jerami padi dan meningkatkan daya cerna jerami padi fermentasi jerami diberikan untuk 10 ekor ternak yang ada dilokasi pendampingan rerata konsumsi adalah 6 kg/hari.
4.5.4 Pencegahan Penyakit pada Sapi Potong Pada umumnya penyakit yang menyerang sapi adalah mencret dan cacing. Untuk pencegahan penyakit cacing, dilakukan pemberian obat cacing setiap 6 bulan sekali. Penyakit mencret banyak menyerang pedet akibat kurang minum kolostrum setelah beranak. Pencegahannya: setelah beranak, segera pedet mendapat kolostrum dan pemberian pakan yang baik pada induk, dua bulan sebelum beranak dan 2 bulan setelah beranak. Pengobatan penyakit mencret menggunakan ½ liter air kelapa. 4.5.5 Demplot Kebun Rumput a. Persiapan Pembuatan Demplot Kebun Rumput Persiapan pembuatan demplot kebun rumput atau HMT dilakukan dengan menyepakati rencana pengolahan demplot kebun rumput meliputi; pengolahan tanah, pemupukan, penentuan jenis bibit rumput yang akan ditanam, cara penanaman, dan pemeliharaan kebun rumput. Berdasarkan hasil kesepakatan demplot kebun rumput yang tersedia direncanakan akan diolah secara bersama oleh anggota kelompok melalui gotong royong. Pengembangan HMT di Lokasi pendampingan ada beberapa tempat dan lebih kurang seluas 1 ha. Jenis hijauan pakan ternak yang ditanam direncanakan terdiri atas bibit rumput gajah.
Sekeliling kebun rumput akan ditanam pohon leguminosa sebagai sumber
hijauan pakan ternak, selain mengandung serat kasar juga mengandung protein yang cukup tinggi. Fungsi tanaman pohon leguminosa selain sebagai sumber hijauan pakan ternak juga sebagai pelindung atau pagar kebun rumput. Tanaman leguminosa yang akan ditanam terdiri atas gamal, Beberapa tanaman hijauan pakan ternak telah tumbuh di lokasi pengkajian dengan kondisi yang tersebar dibeberapa tempat dan belum dibudidayakan secara intensif. Oleh karena itu, beberapa tanaman hijauan pakan ternak yang telah tumbuh akan dibudidayakan di lokasi kebun rumput dengan jarak tanam yang teratur sehingga dapat menjadi salah satu lokasi koleksi sumber hijauan pakan ternak. Pengolahan lahan dilakukan dengan membersihkan gulma yang banyak tumbuh di lahan demplot kebun rumput dan membersihkan beberapa tanaman yang menaungi lahan agar lahan lebih banyak mendapat cahaya matahari yang masuk. Setelah pembersihan gulma dan mengurangi tanaman yang melindungi areal kebun rumput dilakukan pengolahan tanah untuk menggemburkan tanah. Untuk penanaman bibit rumput dilakukan dengan pembuatan bedengan setinggi 20 – 30 cm untuk memperlancar aliran air dan penataan jarak tanam.
Setelah pengolahan tanah dilakukan pemupukan sebelum penanaman bibit rumput. Pemupukan kebun rumput dilakukan dengan memanfaatkan kompos yang telah dibuat anggota kelompok. Untuk pemeliharaan kebun rumput selanjutnya disepakati jadwal kerja bakti setiap bulan untuk melakukan pemupukan dan pemeliharaan tanaman. b. Pengolahan Tanah dan Penanaman Bibit Rumput Pengolahan tanah merupakan langkah awal untuk menanam bibit rumput di lahan demplot kebun rumput. Berdasrakan kesepakatan awal maka pengolahan tanah dillakukan secara bersama-sama anggota kelompok, karena demplot kebun rumput nantinya akan menjadi kebun rumput kelompok yang diharapkan dapat menjadi sumber bibit rumput bagi peternak lainnya. Setelah ada kebun rumput ini diharapkan peternak yang lain dapat mengembangkannya di lahan sendiri dengan mengambil benih rumput dari demplot kebun rumput. Demplot kebun rumput diharapkan dapat menjadi percontohan bagi peternak untuk mengetahui berbagai jenis rumput pakan yang berkualitas sebagai hijauan pakan ternak. Pengolahan tanah dilakukan dengan membersihkan gulma yang banyak tumbuh di lahan demplot kebun rumput dan membersihkan beberapa tanaman yang menaungi lahan agar lahan lebih banyak mendapat cahaya matahari yang masuk. Setelah pembersihan gulma dan mengurangi tanaman yang melindungi areal kebun rumput dilakukan pemupukan dengan memanfaatkan limbah kotoran ternak yang telah diolah menjadi kompos. Penggunaan kompos sebagai pupuk bagi kebun rumput diharapkan dapat meningkatkan minat peternak dalam mengolah limbah kotoran ternak menjadi kompos yang pemanfaatannya dapat dilakukan baik untuk tanaman pangan (padi, palawija, dan sayuran) di lokasi pengkajian dan bermanfaat pula bagi perkebunan rumput yang menghasilkan hijauan pakan ternak. Setelah dilakukan pengolahan tanah dan pemupukan kemudian dibuat guludan setinggi 20-30 cm agar penataan tanaman dapat lebih teratur dan untuk memperlancar aliran air, sehingga tidak ada air yang tergenang dan sebagai tempat untuk jalan bagi peternak yang akan memelihara dan memanen rumput. Setelah dibuatkan bedengan direncanakan akan dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 1x1 meter, sesuai dengan tingkat pertumbuhan bibit rumput yang akan ditanam umumnya lebih memerlukan ruang yang lebih lebar untuk pertumbuhannya.
4.5.6 Pengolahan Pupuk Organik Untuk meningkatkan sanitasi kandang dan memperoleh nilai tambah dari usahaternak maka anggota kelompok dianjurkan untuk melaksanakan pengolahan limbah ternak. Oleh karena itu, untuk memfasilitasi kelompok peternak agar limbah ternak dapat dikendalikan dan mempunyai nilai tambah sebagai pupuk organik. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pupuk organik adalah pemasaran dan kesulitan dalam memperoleh dekomposer, karena dekomposer belum terdapat disekitar peternak. Oleh karena itu sedang dilakukan kajian untuk mengatasi masalah kesulitan dekomposer ini dengan menyisakan pupuk matang sekitar 20% untuk digunakan sebagai inokulan dan penggunaan Mikro Organisme Lokal (MOL). 4.6
Keragaan Reproduksi Ternak di Lokasi Pendampingan Salah satu faktor penyebab penurunan populasi dan produktivitas sapi potong
pada usaha peternakan rakyat di lokasi pengkajian adalah rendahnya kinerja reproduksi sapi induk setelah beranak, yang ditunjukkan dengan Estrus post partus (EPP) yang panjang, kawin berulang (S/C > 2) dan tingkat kebuntingan yang rendah sehingga jarak beranaknya (CI) menjadi panjang. Kondisi ini dapat ditunjukkan dengan pakan yang diberikan pada saat akhir kebuntingan dan selama laktasi belum sesuai dengan kebutuhan ternak. Rendahnya nutrisi yang dikonsumsi induk selama laktasi serta penyusuan pedet tanpa pembatasan dapat menurunkan tingkat asupan nutrisi untuk pemeliharaan tubuh dan sistem reproduksi. Untuk meningkatkan produktivitas sapi induk di lokasi pendampingan adalah perbaikan manajemen pemeliharaan induk melalui perbaikan pakan. Secara normal suatu kelompok ternak sapi yang dikelola dengan baik, menghasilkan angka konsepsi (CR) 65-70% pada perkawinan atau inseminasi pertama dengan jumlah inseminasi per konsepsi (S/C) sebanyak 1,3-1,7. Jarak beranak yang lama merupakan kendala inefisiensi produktivitas sapi potong dengan penyebab utama adalah keterlambatan estrus pertama "post-partum". Tubuh induk yang terlalu kurus tidak saja mengurangi produksi air susu tetapi juga memperlambat gejala birahinya. Kondisi tubuh induk erat hubungannya dengan status cadangan energi tubuhnya sedangkan cadangan energi tersebut erat hubungannya dengan gizi yang dikonsumsinya sebelum bunting dan beranak. Bila kondisi tubuh tersebut di bawah standar maka pakan tambahan "pre" dan "post-partum" harus diberikan. Untuk lebih jelasnya data keragaan reproduksi di lokasi pendampingan disajikan pada Tabel berikut:
Tabel 9. Keragaan Reproduksi Induk Sapi Potong di Lokasi Pendampingan PSDS di Desa Alue Nibong Kecamatan Peureulak
3
Jumlah Induk Produktif (Ekor) 10
Jumlah Kelahiran (Ekor) 6
3
10
6
Kelompok
S/C
CR (%)
EPP (Bulan)
Nibong Raya
1.8
60
Nalueng Raja
1.8
60
Data periode EPP induk sapi potong di lokasi pendampingan masih diatas 120 hari, dimungkinkan oleh sistem pemeliharaan, khususnya tatalaksana pakan dan pemberian pakan masih seadanya. Peternak hanya memberikan hijauan berupa rumput lapangan, dan sebagian kecil rumput unggul seperti rumput gajah pada ternaknya. Pemberian pakan tambahan sangat jarang sekali diberikan dan tidak beraturan. Efisiensi reproduksi sangat tergantung pada pola pemeliharaan, yaitu sekitar 95% dipengaruhi oleh pakan, kesehatan dan faktor lingkungan (Toelihere). Pemberian pakan berkualitas rendah secara nyata akan menurunkan tingkat kesuburan ternak dan kemampuan penampilan reproduksi sapi betina. Penampilan birahi akan lebih nyata pada sapi betina dengan kondisi baik atau tidak kurus. Oleh sebab itu, pemberian pakan tambahan yang tepat dan ekonomis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penampilan reproduksi. Peranan peternak dalam keberhasilan inseminasi buatan sangat besar, karena keberhasilan inseminasi akan sangat tergantung kepada ketepatan peternak dalam mendeteksi birahi dan melaporkannya kepada inseminator. Tingkat pengetahuan peternak tentang reproduksi kurang baik, hanya dua orang anggota kelompok yang dapat menggambarkan tanda-tanda birahi, inilah
yang menjadi kendala dalam
mendeteksi birahi di kelompok karena anggota kelompok juga menjadi buruh tani sehingga waktu yang dimiliki peternak untuk mengamati induk sapi potong yang sedang birahi terbatas, dan akhirnya urusan pengelolaan induk sapi diserahkan kepada anggota keluarga yang lain. Jarak beranak yang lama merupakan kendala inefisiensi produktivitas sapi potong. Penyebab utamanya adalah keterlambatan estrus pertama "post-partum". Tubuh induk yang terlalu kurus tidak saja mengurangi produksi air susu tetapi juga memperlambat gejala birahinya. Kondisi tubuh induk erat hubungannya dengan status cadangan energi tubuhnya sedangkan cadangan energi tersebut erat hubungannya dengan gizi yang di konsumsinya sebelum bunting dan beranak. Bila kondisi tubuh
tersebut di bawah standar maka pakan tambahan "pre" dan "post-partum" harus diberikan sedangkan bila kondisi tubuh induk di atas standar maka penerapan teknik pakan tambahan ini tidak diperlukan. Diharapkan bahwa strategi pemberian pakan tambahan yang efisien akan memperbaiki tingkat kebuntingan dan "calving rate" yang saat ini rata-rata dilaporkan dibawah 40% saja. Disimpulkan bahwa pakan tambahan ("feed supplement") pada periode "pre-" dan "post-partum" berpengaruh nyata pada pemunculan estrus pertama setelah beranak.
V. KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi di Provinsi Aceh dapat disimpulkan bahwa produktivitas ternak sapi Aceh ber peluang untuk ditingkatkan ini dikarenakan hal-hal berikut:
Peternak khususnya di lokasi pendampingan bersedia dan mampu mengadopsi teknologi yang diintrooduksikan termasuk manajemen pemeliharaan ternak.
Adanya peran aktiftenaga penyuluhdan dan petugas teknis dilapangan serta dinas terkait.
Tersedianya sarana pendukung dan sumber daya lokal.
VI. KINERJA HASIL KEGIATAN Pelaksanaan Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi Dan Kerbau (PSDSK) di Aceh pada umumnya berjalan mendekati baik, yang dimulai dari koordinasi Dinas/Instansi terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, terutama dalam penentuan/penetapan lokasi. Khusus dalam pendampingan/pengawalan teknologi dalam usahatani telah dilakukan perakitan beberapa komponen teknologi budidaya melalui pendekatan pemilihan teknologi PSDSK baik itu teknologi dasar maupun teknologi pilihan sesuai kebutuhan lokasi dengan memperhatikan aspek lingkungan atau sumberdaya yang tersedia, sehingga diperoleh teknik budidaya yang spesifik lokasi, upaya ini dilakukan untuk pencapaian peningkatan produktivitas ternak sapi untuk memenuhi daging. Selanjutnya lokasi PSDSK di Aceh adalah Kabupaten Aceh Timur dengan satu kelompok mempunyak 20 ekor ternak sapi. Diperlukan dukungan kebijakan infrastruktur yang memadai terutama kebun rumput, perkandangan, induk sapi serta saprodi lainnya. Keluaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah inovasi dalam mewujudkan PSDSK, sehingga dapat dilakukan secara optimal. Manfaat dari kegiatan ini adalah terjadi sinkronisasi dan inovasi teknologi PSDSK dalam meningkatkan produktivitas ternak sapi, terutama dalam hal pengadaan bakalan yang berkualitas baik. Namun demikian, dampak dari kegiatan tersebut baru dapat dilihat pada dua tahun yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2008. Pedoman Teknis Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Anonimous. 2010. Sapi Peranakan Ongole (PO). http://www.infoternak.com/sapi-poperanakan ongole, 15 Desember 2010. Apriyantono Anton. 207. Menteri Pertanian Pencanangan PSDS tahun 2010. http://antonapriyantono.com/2007/09/14/mentan-canangkan-percepatanswasembada-daging-sapi-2010/ Badan Investasi dan Promosi Aceh. 2009. Aceh Dalam Menuju Ketahanan Pangan Dinas Peternakan (2006), Laporan Tahunan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2006. Dinas Peternakan Provinsi Aceh. Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Ditjenak (Direktorat Jenderal Peternakan). 2006. Statistik Peternakan Tahun 2005. Ditjenak, Jakarta. Dirjen Peternakan. 2008. Pedoman Teknis Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Hadiana, H., Sri Rahayu, Sondi Kuswaryan, Andre Ravianda, dan Ahmad Firman., 2007, Road Map Pengembangan Peternakan Provinsi Jawa Barat, karja sama Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Hendraningsih, L. 2004. Pengaruh Pemberian Probiotik Bakteri Selulolitik dan Metode Pemberian Pakan Terhadap Penampilan Domba Ekor Gemuk. Laporan Penelitian Program Dosen Muda. Dirjen Dikti. Jakarta. Jasmal A Syamsu. 2010. Edisi Tiga : Swasembada Daging Sapi 2014. http://jasmal. blogspot.com/2010/01/edisi-tiga-swasembada-daging-sapi-2014.html Mersyah, R. 2005. Desain sistem budi daya sapi potong berkelanjutan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Minish.G.L, and D.G., Fox. 1979. Beef Production and Management. Preston Publishing Co.Incc. A. Pretince Hall Co. Reston, Virginia Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan dan Veteriner Mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014 Preston, TR and R.A. Leng. 1990. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in The Tropics and Sub-Tropics. Pemenbul Books. Armidale. Santi, W.P. 2008. Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil IB terhadap Pcmberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Setiyono, P.B.W.H.E., Suryahadi, T. Torahmat, dan R. Syarief. 2007. Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan 30(3): 207−217. Talib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitan sapi potong nasional. Wartazoa 11(1): 10 19. Wahyudi, A. dan L. Hendraningsih. 2004. Peningkatan Kemampuan Bakteri Selulolitik Rumen Sebagai Probiotik Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian Program UBERHAKI. Dirjen DIKTI. Jakarta. Wallace, R.J., and C. James Newbold. 1992. Probiotics for Ruminant. In Fuller, R. Probiotics The Scientific Basic. Chapman Hall. London. New York. Tokyo. Melbourne. Caracas Wijono, D.B., Maryono, dan P.W. Prihandini. 2004. Pengaruh stratifikasi fenotipe terhadap laju pertumbuhan sapi potong pada kondisi foundation stock. hlm. 16−20. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 4−5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Winugroho, M. 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan Untuk Memperbaiki Efisiensi Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian. Yusdja, Y. dan N. Ilham. 2004. Tinjauan kebijakan pengembangan agribisnis sapi potong. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 2(2): 167−182.
Lampiran 1 : DAFTAR RISIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN UNIT KERJA/UPT
: BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
NAMA PIMPINAN
: Ir. T. Iskandar, MSi
NIP
: 19580121 198303 1 001
KEGIATAN
: Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi Dan Kerbau (PSDSK) : 1. CPCL
TUJUAN KEGIATAN
2. Penanaman Rumput 3. Manajemen Pemeliharaan 4. Bakalan yang berkualitas baik
No
Risiko
Penyebab
Dampak
1.
Petani Kurang Koperatif
Kelompok yang kurang aktif atau belum mantap
2.
Bahan dasar pembuatan mineral blok tidak tersedia di lokasi. Bahan dekompuser untuk pembuatan jerami fermentasi tidak tersedia dengan mudah dan murah
Tidak ada limbah pabrik gula di Aceh
3.
Jauhnya sumber dekompuser dari lokasi.
Informasi tidak sampai (terputus) terutama teknologi anjuran sehingga kegiatan usahatani kurang baik Harga pakan yang berkualitas mahal, mineral tidak bisa diberikan dengan kontinyu. Tidak kontinyunya ketersediaan pakan berkualitas.
Disusun Tanggal : Desember 2012 Penjab Kegiatan :
Ir. Syarifah Raihanah NIP. 19610603 199603 2 001
Lampiran 2 :
PENANGANAN RESIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
UNIT KERJA/UPT
: BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
NAMA PIMPINAN
: Ir. T. Iskandar, MSi
NIP
: 19580121 198303 1 001
KEGIATAN
: Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging Sapi Dan Kerbau (PSDSK) : 1. CPCL
TUJUAN KEGIATAN
2. Penanaman Rumput 3. Manajemen Pemeliharaan 4. Bakalan yang berkualitas baik No 1.
Resiko Petani Kurang Koperatif
Penyebab Kelompok yang kurang aktif atau belum mantap
Dampak Informasi tidak sampai (terputus) terutama teknologi anjuran sehingga kegiatan usahatani kurang baik
Upaya Penanganan Benah kelompok dan meningkatkan intensitas pembinaan oleh Dinas/Instansi terkait
2.
Bahan dasar pembuatan mineral blok tidak tersedia di lokasi. Bahan dekompuser untuk pembuatan jerami fermentasi tidak tersedia dengan mudah dan murah
Tidak ada limbah pabrik gula di Aceh
Harga pakan yang berkualitas mahal, mineral tidak bisa diberikan dengan kontinyu. Tidak kontinyunya ketersediaan pakan berkualitas.
Akan dicari bahan pengganti.
3.
Jauhnya sumber dekompuser dari lokasi.
Akan dicari alternatif bahan pengganti dekompuser.
Disusun Tanggal : Desember 2012 Penjab Kegiatan :
Ir. Syarifah Raihanah NIP. 19610603 199603 2 001
Lampiran 3. Organisasi Pelaksana Kegiatan
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama Ir. Syarifah Raihanah /19610603 199603 2 001 Ir. Nani Yunizar /19590623 198803 2 001 Ir. Elviwirda / 19690326 200112 2 001 Bardi Ali. S.Pt / 19600423 198503 1 001 Cut Nina Herlina, Spi/ 19640717 198503 2 003 Ir. M. Nasir, Msi/ 19641012 199703 1 001 Fitriah/ 19820513 200701 2 001
Jabatan dalam Kegiatan
Uraian Tugas
Mengkoordinir Kegiatan mulai Penanggung Jawab dari perencanaan, pelaksanaan di lapangan sampai pelaporan Membantu dalam pelaksanaan di Penyuluh lapangan dan penulisan laporan Membantu dalam pelaksanaan di Penyuluh lapangan dan penulisan laporan Menyusun RDHP/RODHP, Teknisi pelaksanaan di lapangan dan pembuatan laporan Menyusun RDHP/RODHP, Penyuluh pelaksanaan di lapangan dan pembuatan laporan Menyusun RDHP/RODHP dan Peneliti Non Klas penyusun laporan Administrasi
PUMK
Alokasi Waktu (Jam/mg) 20 15 10 10 10 10 15