FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADOPSI PETERNAK SAPI PERAH TENTANG TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN
YUSRIADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Januari 2011
Yusriadi I 351080061
ABSTRACT YUSRIADI. I 351080061. Factors Associated with Adoption of Biogas Technology by Dairy Farmer in Enrekang Regency, South Sulawesi. Under the direction of AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN SUHUT SIMAMORA This study analysed factors associated with adoption of biogas technology amongst dairy farmers. There were 39 dairy cattle farmers in Enrekang Regency, South Sulawesi that had adopted tha biogas technology as research samples. Data were analysed by multiple correlation procedure using the excel 2007 program. Research results showed that factors related to adoption of biogas technology were age, education, income, experience, number of livestocks owned, number of family, contact with famers, contact with extension agent, the distance of digester the kitchen, ability to obtains information, time has of first knowing the biogas to adoption, farmers motivation, perception, and attitudes. The multiple correlation coefficeants of famers characteristics to their perception, attitudes, and adoption were 0.69, 0.61, 0.57 respectively. Coefficeants of determination of the farmers characteristics, perceptions and attitudes on the adoption of biogas technology was 0,38. Key words: dairy farmer, adoption biogas technology
RINGKASAN YUSRIADI. I 351080061. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN SUHUT SIMAMORA Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan dan mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak dalam pemanfaatan limbah ternak. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang yang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi ternak perah terbesar di Sulawesi Selatan, dengan populasi ternak perah kurang lebih 1500 ekor. Unit analisis adalah peternak sapi perah yang telah menggunakan biogas sebanyak 53 orang. Dengan menggunakan rumus Slovin, maka secara proporsional dapat ditentukan ukuran sampel peternak sebesar 39 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Data diambil dari sampel dengan tujuan untuk membuat generalisasi dari observasi yang dilakukan, sehingga perlu mempertimbangkan teknik pengumpulan data secara benar. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder baik itu data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang disajikan bukan dalam bentuk angka, seperti jenis kelamin, agama, status dan lain-lain sebagainya, sedangkan data kuantitatif diperoleh dalam bentuk mentah dari kuesioner dan catatan. Realibilitas instrument yang diperoleh melalui Cronbach Alpha. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2010. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan prosedur korelasi ganda dengan program excel 2007. Hubungan karakteristik peternak yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, besarnya keluarga, partisipasi, kontak dengan penyuluh, jarak instalasi biogas ke dapur, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu peternak tahu sampai menggunakan biogas, motivasi, persepsi dan sikap peternak tentang teknologi biogas, diuji dengan prosedur korelasi ganda dengan rumus berikut: R2 = r’ yx . r xx . r xy . Hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,69. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 satuan. Pengaruh peubah tersebut secara bersamasama pada persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,48 atau 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada persepsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 52 persen. Hubungan karakteristik peternak dengan sikapnya tentang teknologi biogas ialah 0,61. Hal ini berarti bahwa peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,61 satuan.
Selain itu, tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh bersama peubah-peubah karakteristik dengan sikap peternak tentang teknologi biogas ialah 0,38 atau 38 persen. Jadi, 62 persen selebihnya merupakan pengaruh peubah-peubah lain pada sikap peternak yang tidak diamati dalam penelitian ini. Hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan ialah 0,57. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, akan meningkatkan adopsi teknologi biogas sebesar 0,57 satuan. Secara bersama-sama karakteristik peternak berpengaruh pada adopsi teknologi biogas sebesar 0,32 atau 32 persen. Selebihnya tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor-faktor lain pada adopsi teknologi biogas mencapai 68 persen. Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap peternak secara bersama-sama berhubungan pada adopsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, persepsi peternak dan sikap peternak akan meningkatkan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,62 satuan. Secara bersama-sama peubah tersebut berpengaruh pada adopsi peternak tentang teknologi biogas 0,38 atau 38 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain pada adopsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 62 persen. Kata kunci: Peternak Sapi Perah, Adopsi Teknologi Biogas
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADOPSI PETERNAK SAPI PERAH TENTANG TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN
YUSRIADI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc
Judul Tesis
Nama NIM
: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Peternak Sapi Perah tentang Adopsi Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan : Yusriadi : I351080061
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua
Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA Anggota
Ir. Suhut Simamora, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi/Mayor
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Tanggal Ujian: 25 Januari 2011
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.Si
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur Alhamdulillah kami ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “faktorfaktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing, Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA, dan Ir. Suhut Simamora, MS sebagai pembimbing anggota serta Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan maupun saran demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta dan saudara serta semua keluarga atas do’a restunya dan dengan tulus telah memberikan dukungan moril maupun materil. Terima kasih juga untuk Program Mayor
Penyuluhan
Pembangunan
Fakultas
Ekologi
Manusia
Sekolah
Pascasarjana IPB yang telah memberikan izin serta memfasilitasi penulisan dalam penyusunan tesis ini, serta rekan mahasiswa PPN 2008 dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan memberikan banyak bantuan dan masukan. Demikian
tesis ini disusun, semoga dapat bermanfaat dalam
pengembangan penyuluhan di Indonesia terutama pengembangan teknologi biogas khususnya di Sulawesi Selatan.
Bogor,
Januari 2011
Hormat Kami
Penyusun
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Soppeng pada tanggal 13 Januari 1983 dari pasangan H. Muhammati dan Hj. A. Hajang. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 1996 lulus di SDN 201 Panangeang Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, 1999 lulus di SMP Negeri I Lilirilau Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, 2002 lulus di SMU Negeri I Lilirilau Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, 2007 penulis memperoleh gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Tahun 2008 penulis melanjutkan Program Magister (S2) pada Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.
Bogor,
Januari 2011
Yusriadi I 351080061
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR TABEL...................................................................................... DAFTAR GAMBAR................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ .
i ii iii iv
PENDAHULUAN ..................................................................................... Latarbelakang ....................................................................................... Masalah Penelitian ............................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................ Kegunaan Penelitian .................................................................. ......... Definisi Istilah ................................................................................ .....
1 1 3 3 4 5
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... . Pengertian Biogas .......................................................................... ..... Perkembangan Biogas ........................................................ ................. Manfaat Biogas .............................................................................. ..... Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas ............................... ..... Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas ... ..................................
7 7 8 10 16 17
Pengertian Adopsi ......................................................................... ...... Derajat Pengadopsian .......................................................................... Teori dan Konsep Adopsi Teknologi Biogas ..... ................................. Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas .......................
19 21 22 23
Karakteristik Peternak ....... .................................................................. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak ............. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Sikap Peternak .................. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Adopsi Teknologi Biogas .
27 34 38 41
KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................. ....... Kerangka Pikir ..................................................................................... Hipotesis ..............................................................................................
47 47 49
METODE PENELITIAN .................. ........................................................ Populasi dan Sampel ........................................................................... Disain Penelitian ................................................................................. Data dan Instrumentasi ........................................................................ Pengumpulan Data ............................................................................... Analisis Data ........................................................................................
50 50 53 54 63 63
Halaman HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. Hasil Penelitian .................................................................................... Hipotesis 1 ..................................................................................... Hipotesis 2 .................................................. .................................. Hipotesis 3 .................................................. .................................. Hipotesis 4 .................................................. .................................. Pembahasan .........................................................................................
64 64 64 65 66 67 69
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………… Kesimpulan ………….………………………………………………… Saran …………………………………………………………………
87 87 87
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
89
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
94
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas ........................................
15
2. Populasi sapi perah dan jumlah pengguna teknologi biogas di Kabupaten Enrekang ...........................................................................
51
3. Peubah, sub peubah dan indikator yang akan diukur pada penelitian .
54
4. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ........................... ..........................................
64
5. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan sikap peternak tentang teknologi biogas........................... ........................................................
65
6. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas ........................... ......................................................
66
7. Nilai koefisien korelasi karakteristik, persepsi, sikap dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas........................................................
67
DAFTAR GAMBAR 1. Model pengembangan peternakan sapi perah skala rumah tangga …
Halaman 11
2. Tahap pembentukan biogas …………………………………………
14
3. Model instalasi biogas menggunakan plastik sebagai digester …….
19
4. Hubungan antar peubah ……..………………………………………
48
5. Peta Kabupaten Enrekang …………………………………………..
52
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Distribusi peternak sapi perah yang menggunakan teknologi biogas Berdasarkan karakteristik peternak ..................................................
95
2. Tabel korelasi ..................................................................................
96
3. Korelasi karakteristik peternak dengan persepsi peternak ..............
97
4. Korelasi karakteristik peternak dengan sikap peternak ...................
99
5. Korelasi karakteristik peternak dengan adopsi peternak .................
101
6. Korelasi karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak ...............................................................................
103
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh dari hasil pengolahan susu dan penjualan anakan. Sebagai pendapatan sampingan, feses yang dihasilkan setiap hari diolah menjadi pupuk organik. Selain itu, untuk memanfaatkan feses tersebut digunakan teknologi biogas yang dapat mengurai feses ternak menjadi gas. Teknologi biogas ialah teknologi tepat guna
yang mudah digunakan oleh masyarakat dan
dipraktekkan, termasuk membangun ruang (instalasi) kedap udara tempat penguraian bahan-bahan organik (kotoran ternak). Kabupaten Enrekang merupakan salah satu sentra sapi perah di Sulawesi Selatan. Ternak perah sudah ada sejak lama di Kabupaten Enrekang. Ternak perah sangat cepat berkembang, karena Kabupaten Enrekang merupakan daerah pegunungan dan memiliki lahan yang luas untuk menanam pakan ternak. Selain itu, salah satu makanan khas masyarakat di Kabupaten Enrekang berbahan dasar susu yaitu dangke. Populasi ternak perah di Kabupaten Enrekang sebanyak 1100 ekor yang tersebar di beberapa Kecamatan. Jika satu ekor sapi perah menghasilkan feses antara 25 – 35 kg/hari, maka jumlah feses yang dihasilkan seluruh ternak perah setiap hari di Kabupaten Enrekang mencapai 27,5 – 37,5 ton/hari. Jumlah tersebut akan bertambah terus mengingat populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang semakin besar. Satu kilogram kotoran ternak dapat menghasilkan 60 liter biogas. Oleh karen itu, jika semua feses ternak sapi perah yang dihasilkan setiap hari di Kabupaten Enrekang diolah menjadi biogas, maka akan diperoleh kurang lebih 1.650.000 liter biogas atau 1.650 m3 biogas/hari. Memasak selama satu jam membutuhkan kurang lebih 500 liter biogas, jadi potensi feses tersebut dapat digunakan memasak selama 3300 jam dan jika setiap keluarga memasak selama
2
tiga sampai empat jam/hari, maka potensi biogas itu dapat digunakan oleh 1100 keluarga/hari. Feses ternak perah yang diolah dengan benar akan memberikan keuntungan bagi peternak. Contohnya, pengolahan feses menjadi pupuk organik dan pemanfaatan feses untuk biogas. Teknologi biogas merupakan teknologi yang memanfaatkan feses ternak menjadi gas. Gas hasil biogas terbentuk dari proses fermentasi feses ternak yang dicampur dengan air dan disimpan pada kondisi kedap udara. Gas yang dihasilkan dapat terbakar sehingga cocok digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Feses ternak jika dibiarkan menumpuk akan menimbulkan banyak masalah seperti; bau yang tidak sedap, sumber penyakit, dan jika dibuang ke sungai akan menimbulkan pencemaran lingkungan, serta membuat lingkungan sekitar kandang menjadi kotor. Pemerintah mencoba memperkenalkan teknologi biogas untuk membantu peternak dalam mengolah limbah peternakan. Biogas merupakan teknologi sederhana yang sudah ada sejak lama dan digunakan untuk memfermentasikan feses menjadi gas. Di Indonesia, biogas sudah ada sejak 1970-an. Beberapa kelebihan jika menggunakan teknologi biogas dibanding menggunakan minyak tanah, LPG, atau kayu bakar, diantaranya
mengubah feses menjadi energi,
mengurangi pencemaran lingkungan, menjaga kesehatan masyarakat yang ada di sekitar peternakan, pembuatannya relatif mudah, biaya relatif murah, alat-alat dan bahan dasarnya mudah diperoleh, mengurangi pengeluaran rumah tangga dan limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat. Di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, ada sekitar 242 orang yang mengelola usaha peternakan sapi perah. Semua tersebar di beberapa kecamatan. Kepemilikan rata-rata sapi perah di Kabupaten Enrekang antara 2 – 10 ekor. Feses yang dihasilkan oleh dua ekor dapat menghasilkan biogas untuk memasak kebutuhan sebuah keluarga. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak dalam menggunakan teknologi biogas, menjadi kendala yang menghambat diadopsinya biogas di kalangan peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.
3
Masalah Penelitian Biogas merupakan teknologi lama yang telah banyak dikembangkan di Kabupaten Enrekang. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak tentang teknologi biogas menjadi salah satu faktor penyebab teknologi ini belum berkembang. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Faktor apakah yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 2. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 3. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 4. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? 5. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi, sikap dan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan? Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa alasan untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas di kalangan peternak sapi perah. Adopsi merupakan proses pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 2. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak pada teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
4
4. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi oleh peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 5. Menentukan hubungan bersama karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi teknologi biogas peternak di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada orang lain terutama dinas-dinas atau instansi pemerintahan terutama yang ada di Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan umumnya. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, sehingga dalam pengembangannya
dapat
diketahui
faktor-faktor
yang
selama
ini
mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan 2. Bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak dalam pemanfaatan limbah ternak. Sehingga feses yang selama ini tidak dimanfaatkan dapat memberikan nilai tambah bagi peternak sapi perah. 3. Bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, sehingga biogas tidak hanya memanfaatkan feses ternak, tetapi juga memanfaatkan limbah rumah tangga dan pertanian untuk biogas, khususnya di Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan pada umunya.
5
Definisi Istilah Definisi istilah di bawah untuk memberikan suatu batasan tentang konsep yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diharapkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Faktor tersebut ialah sebagai berikut: Karakteristik peternak (X1) Karakteristik peternak ialah bagian dari individu peternak yang mendasari tingkah laku peternak, faktor ini terdiri dari: 1. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak peternak lahir sampai ke tahun terdekat pada saat pengamatan dilakukan. 2. Pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang ditempuh peternak. 3. Pendapatan adalah besarnya penghasilan yang diterima peternak dalam sebulan, yang dihitung dalam rupiah. 4. Motivasi adalah jumlah skor keinginan yang mendorong peternak untuk menggunakan biogas. 5. Pengalaman beternak adalah jumlah tahun peternak menjalankan usaha peternaknnya. 6. Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah satuan ternak (ST) sapi perah seorang peternak. 7. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah. 8. Intensitas kontak dengan kelompok adalah banyaknya pertemuan kelompok yang dihadiri peternak dalam tiga bulan terakhir. 9. Intensitas kontak dengan penyuluh adalah frekuensi peternak bertemu dengan penyuluh biogas dalam tiga bulan terakhir. 10. Jarak instalasi biogas ke dapur peternak adalah jarak antara instalasi biogas (khususnya penampung feses) dengan dapur peternak, (dalam meter).
6
Persepsi Peternak Pada Teknologi Biogas (X2) Persepsi ialah skor pemahaman peternak tentang teknologi biogas, yang meliputi: 1. Keuntungan relatif adalah apakah biogas lebih menguntungkan dibanding minyak tanah, LPG, bensin, dan kayu bakar. 2. Kompatibilitas adalah kesesuaian teknologi biogas dengan peternak lain. 3. Kompleksitas adalah tingkat kerumitan teknologi biogas. 4. Trialibilitas adalah kemudahan teknologi biogas untuk dicoba dalam skala kecil. 5. Observabilitas adalah hasil dari teknologi biogas dapat diamati. Sikap Peternak Pada Teknologi Biogas (X3) Sikap ialah skor yang menafsirkan kecendrungan peternak bertingkahlaku dalam mengadopsi teknologi biogas, yang terdiri dari: 1. Aspek kognisi merupakan kepercayaan individu mengenai teknologi biogas. 2. Aspek afeksi merupakan perasaan individu terhadap teknologi biogas. 3. Aspek konasi menunjukkan bagaimana kecenderungan bertingkahlaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan teknologi biogas. Adopsi Teknologi Biogas (Y) Adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah yaitu akor atau adopsi biogas oleh peternak sapi perah yang menggunakan teknologi setiap hari.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Biogas Pengertian Biogas Biogas (gas bio) merupakan gas yang timbul dari hasil fermentasi bahanbahan organik seperti, kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di dalam air dan disimpan di dalam tempat yang tertutup atau anaerob. Biogas ini sebenarnya dapat juga terjadi pada kondisi alami, namun untuk mempercepat dan menampung gas ini, maka diperlukan alat yang memenuhi syarat terbentuknya gas ini (Setiawan, 2007:35). Hambali et al. (2007:52) menyatakan bahwa biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti, kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayuran) difermentasikan atau mengalami proses metanisasi. Limbah yang selama ini tidak diolah dan dibiarkan menumpuk baik itu limbah pertanian, peternakan, dan limbah agro industri ternyata dapat menghasilkan suatu hal yang berguna. Contohnya, feses ternak yang selama ini hanya dipandang sebagai kotoran yang tidak bernilai. Ternyata dapat bermanfaat setelah diolah, tidak terlalu sulit untuk mengubah bahan tersebut menjadi gas, hanya mencampurkan bahan tersebut dengan air dan didiamkan dalam ruang hampa udara. Kotoran ternak atau limbah organik lainnya jika di masukkan dalam digester (tangki pengurai) dalam beberapa hari akan mengalami proses fermentasi dan terbentuklah gas. Contohnya biogas yang digunakan sekarang kebanyakan memanfaatkan feses ternak sebagai bahan bakunya, selain itu ada juga yang menggunakan dari limbah pertanian dari pabrik. Hampir sama yang disampaikan Shiddiq (2009) bahwa
biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses
pembusukan limbah organik (dari mahluk hidup) dengan bantuan bakteri dalam keadaan anaerob. Limbah organik ini dapat berupa kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah agro industri.
8
Menurut Simamora et al. (2006:12) bahwa biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan metan dan karbon dioksida
dan
proses
dekomposisi
anaerobik
dibantu
oleh
sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri metan. Feses ternak yang dimasukkan dalam tangki pengurai (digester) akan mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas yang mengandung metan, karbondioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen. Demikian juga halnya dengan pendapat Said (2007:1) menyatakan bahwa biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan biologis atau organik oleh organisme kecil pada kondisi tanpa oksigen (anaerob). Artikel yang dikutip Departemen Pertanian (2009:3) menjelaskan bahwan “biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob”. Teknologinya biogas merupakan teknologi sederhana yang memanfaatkan limbah yang tidak berguna lagi dengan proses penguraian. Kedua artikel diatas menjelaskan bahwa penguraian bahan organik secara anaerobik. Gas yang terbentuk akibat adanya proses fermentasi bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah pertanian maupun limbah rumah tangga dan gas yang dihasilkan adalah sebagian gas metane.
Perkembangan Biogas Gas metan sudah lama digunakan oleh bangsa Mesir, China dan Romawi kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil kalori. Proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metan (Nandiyanto dan Fikri, 2006) Sejak dulu, gas sudah ditemukan oleh manusia, gas yang selama ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari proses penguraian organisme atau yang sudah mati jutaan tahun yang lalu. Fosil tersebut bercampur
9
dengan unsur-unsur hara yang terpendam di dalam bumi. Teknologi yang diciptakan oleh manusia maka unsur tersebut diangkat kepermukaan bumi dan diproses menjadi gas, batubara dan lain-lain sebagainya. Menurut Haryati (2006:167) bahwa pemanfaatan biogas bukanlah hal yang baru, gas ini telah dipakai sekitar 200 tahun lalu. Pada era sebelum ada listrik, di Landon, biogas diperoleh dari saluran pembuangan di bawah tanah dan digunakan sebagai bahan bakar lampu jalan yang terkenal dengan nama gaslight, negara lain yang memanfaatkan biogas seperti, Tanzania, India, Cina dan Amerika Serikat. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk diterapkan dimasyarakat. Apalagi mengingat harga bahan bakar konvensional sekarang ini semakin mahal dan sulit diperoleh. Artikel Departemen Pertanian (2009) menjelaskan bahwa sejarah pemanfaatan biogas, diantaranya (1) Cina, sejak tahun 1975 “biogas for every household”. Tahun 1992 5 juta rumah tangga di Cina menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. (2) India, biogas dikembangkan pada tahun 1981 “the national project on bigas development” oleh departemen sumber energi non-konvensional. Pada tahun 1999, sebanyak 3 juta rumah tangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Ditambahkan pula oleh Nandiyanto dan Fikri (2006), alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset
10
dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman. Berdasarkan artikel Agro Tekno (2007), Indonesia sampai sekarang telah
banyak reaktor biogas yang telah berhasil dikembangkan, dimana teknologi ini di gunakan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak. Teknologi biogas telah banyak dikembangkan di Bali, Sulawesi, Sumatera terutama daerah Jawa. Contohnya di Desa Wangunsari, Lembang Kabupaten Bandung, dimana biogas telah digunakan oleh keluarga petani dan peternak. Manfaat biogas juga telah dirasakan oleh warga di Kabupaten Garut, Desa Cisurapan, Jawa Barat. Hampir semua kegiatan dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan beberapa Universitas seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan UPT BP-PTK LIPI Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan Irmawati tahun 2008 di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, beberapa peternak telah mampu mengembangkan teknologi Biogas, contohnya, di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Barru. Bahkan biogas telah digunakan selama 24 jam di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sinjai. Selain keberhasilan teknologi biogas, beberapa peternak belum mampu memaksimalkan penggunaan teknologi biogas. Contohnya di Sulawesi Selatan (Kabupaten Enrekang, Bulukumba, Sinjai, Barru, Sidrap, Soppeng dan Bone) beberapa peternak belum mampu memperbaiki kerusakan pada instalasi biogas, selain itu peternak juga berhubungan dengan penyuluh setempat. Kerusakan yang terjadi kebanyakan pada penampung gas, karena bahan yang digunakan dari bahan plastik sehingga mudah sobek dan hal yang sama terjadi di Nusapenida, Bali. Manfaat Biogas Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang menyediakan produk daging dan susu. Usaha peternakan sapi perah banyak dikembangkan karena mampu memproduksi susu tinggi. Selain itu, ada juga hasil sampingan berupa feses dan urin. Hasil sampingan ternak berupa limbah, semakin besar skala usaha semakin besar pula limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut jika tidak di kelola
11
dengan baik, maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu untuk mengatasi limbah tersebut, diciptakan teknologi biogas yang memanfaatkan limbah ternak menjadi energi. Keuntungan dari biogas yaitu dapat digunakan untuk memasak dan tenaga listrik, limbah dari biogas tersebut dapat diolah menjadi pupuk padat dan cair yang dapat digunakan langsung pada tanaman.
KELUARGA
Biogas (memasak dan listrik)
Usaha Sapi Perah
Anak & Susu
Limbah (feses & urin )
Pengolahan limbah PASAR
Pupuk padat & cair
PERTANIAN
Gambar 1. Model Pengembangan Sapi Perah Skala Rumah Tangga Menurut Haryati (2006:160) biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Di beberapa negara, biogas membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan dan
finansial.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa instalasi biogas adalah suatu penyediaan sumber energi desentralisasi yang sangat berguna. Contohnya di Tanzania biogas di hasilkan dari limbah kota dan industuri yang menghasilkan tenaga listrik dan pupuk. Departemen Pertanian (2009) dijelaskan bahwa manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan
12
untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, disamping itu produksi biogas juga menghasilkan sisa olahan kotoran ternak yang langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman atau budidaya pertanian. Biogas mempunyai banyak manfaat. Biogas merupakan hasil penguraian bahan organik dan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai sumber energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, pengganti minyak tanah. Di perjelas lagi oleh Setiawan (2007:35-37) bahwa kotoran ternak selain dijadikan pupuk kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas. Biogas merupakan proses fermentasi feses ternak diubah menjadi gas dalam kondisi anaerob. Menurut Hambali et al. (2007:57-61) bahwa ada tiga jenis bahan baku yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya kotoran hewan dan manusia, sampah organik dan limbah cair. a. Kotoran Hewan dan Manusia Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan mengatasi beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila dibandingkan limbah lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan yang menumpuk akan mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air masuk kedalam tanah atau sungai. Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran hewan sangat melimpah. Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah besar di peternakan maupun dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh rumah tangga. Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak 10 - 30 kg, seekor ayam menghasilkan kotoran 25 gram per hari dan seekor babi dewasa menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari. Berdasarkan hasil riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi menghasilkan 1,379 liter biogas.
13
b. Sampah Organik Padat Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik, organik dan khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, kegiatan rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Sampah organik ini dengan mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Potensi sampah di Indonesia sangat besar. Khususnya untuk rumah tangga, jumlah yang dihasilkan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat 5 kali lipat. Diprediksi peningkatan tersebut bukan saja karena pertambahan penduduk, tetapi juga karena meningkatnya timbunan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik menghasilkan biogas dengan komposisi metan 51,33 – 58,18% dan gas CO 2 41,82 – 48,67% campuran sampah organik tersebut dengan kotoran dapat meningkatkan komposisi metan dalam biogas. c. Limbah Organik Cair Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu proses yang sudah tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai penghasil limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan pertanian. Saat ini kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair dengan persentase sekitar 40 % dan diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama limbah cair adalah air (99%) sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, hanya limbah cair organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku biogas. Limbah tersebut diantaranya urin hewan, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair industri seperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem dan rumah potong hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan limbah cair dengan digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang berfungsi sebagai tempat hidup bakteri anaerob.
14
Menurut Irmawati (2008:7-8) pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi
sederhana,
perubahan struktur
bentuk
primer
menjadi bentuk
monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Selulosa (C6H12O5)n + nH2O n(C3H12O6 selulosa glukosa
Hidrolisis Glukosa
Pengasaman
(C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH Glukosa asam laktat CH3CH2CH2COOH+CO2+H2 asam butaman CH3CH2OH+CO2 etanol
Asam lemak dan alkohol
Metanogenik
4H2+CO2 2H2O + CH4 CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + CH4 CH3COOH+CO2 CO2 + CH4 CH3CH2CH2OOH+2H2+CO2 Ch3COOH+CH4
Selulosa Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas
15
Tabel 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas dapat dilihat dari tabel berikut :
Jenis Gas
Kotoran sapi
Biogas Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian
Metana (CH 4 ) Karbondioksida (CO 2 ) Nitrogen (N 2 ) Karbon Monoksida (CO)
65.7 27 2.3 0
54 – 70 45 – 27 0.5 – 3 0.1
Oksigen (O 2 ) Propena (C 3 H 8 ) Hidrogensulfida (H 2 S) Nilai Kalor (kkal/m3)
0.1 0.7 6513
6 Sedikit 4800 – 6700
Sumber : Harahap dalam Simamora et al. (2006). Diketahui bahwa biogas memiliki banyak kegunaan yang dapat membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, sampah atau limbah organik dapat digunakan untuk memasak dan menjalankan generator untuk pembangkit tenaga listrik. Kedua, limbah pertanian, perkebunan, dan peternakan yang selama ini dibuang sekarang ini sudah dapat dikelola dan dapat dimanfaatkan serta dapat menghindari adanya pencemaran lingkungan. Ketiga, limbah yang dihasilkan dari biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat, dan dapat digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, bioenergi adalah sumber energi terbarukan, yaitu sumber energi yang dapat tersedia kembali dalam jangka waktu tahunan, tidak seperti minyak bumi atau batu bara yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Teknologi ini juga membantu dalam hal pengolahan limbah serta memberikan hasil tambahan berupa pupuk cair dan pupuk padat, mengingat harga pupuk kimia sekarang yang semakin langka dan semakin mahal.
16
Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas Beberapa
faktor
yang
menyebabkan
pemerintah
mengembangkan
teknologi biogas. Hal tersebut diantaranya, rata-rata pendapatan peternak masih rendah, kebutuhan akan energi sangat tinggi, untuk memenuhi kekurangan energi listrik, menghemat biaya untuk bahan bakar minyak dan dibutuhkan teknologi tepat guna pada usaha peternakan. Pemerintah mendapat kendala dalam pengembangan teknologi biogas. Usaha peternakan di Indonesia untuk skala rumah tangga rata-rata masih kecil. Satu keluarga memelihara ternak antara dua sampai lima ekor. Selain itu, harga susu maupun produk olahan dari susu masih rendah. Di samping harga yang rendah produksi susu pun masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat dan harga bahan-bahan pokok semakin mahal. Adanya faktor-faktor tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima peternak masih rendah. Kebutuhan akan energi di masyarakat masih tinggi. Seperti memasak, menyalakan lampu, menjalankan mesin, dan lain-lain sebagainya, masyarakat masih mempergunakan energi yang berasal dari alam. Energi yang diperoleh dari alam yang telah mengalami pengolahan berupa, gas LPG, minyak tanah, bensin, solar. Jika dimanfaatkan terus menerus tanpa ada upaya untuk memperbaharuinya lama kelamaan energi ini akan habis, selain itu untuk memperbaharuinya butuh waktu yang lama. Intensitas penggunaan energi yang tinggi, menyebabkan pemerintah harus berpikir untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin hari semakin meningkat. Langkah yang ditempuh pemerintah yaitu mengurangi subsidi pada BBM sehingga seringnya terjadi pemadaman bergilir sehingga biaya hidup menjadi meningkat. Terjadinya hal tersebut, maka perlu diciptakan energi alternatif yang murah, tersedia sepanjang masa dan ramah lingkungan. Membantu masyarakat dalam menangani masalah kekurangan energi, pemerintah
mencoba
mengembangkan
teknologi
biogas.
Teknologi
ini
17
memanfaatkan limbah berupa limbah peternakan, pertanian maupun limbah dari pabrik tahu dan tempe menjadi energi. Menggunakan teknologi biogas, gas yang dihasilkan dari hasil fermentasi limbah yang berupa gas metan dan dapat terbakar sehingga dapat digunakan untuk memasak. Selain untuk memasak, gas ini juga dapat digunakan untuk menyalakan mesin dan untuk listrik. Pengembangan teknologi biogas, pemerintah menghadapi beberapa kendala. Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu mencoba membuat instalasi namun masih dalam skala besar. Skala besar, harus dikeluarkan biaya yang besar juga. Sehingga hanya masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi yang dapat menggunakan teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mencoba memodifikasi teknologi ini sehingga pembuatannya lebih murah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lain. Biogas sangat bermanfaat, seperti untuk memasak dengan menggunakan biogas skala rumah tangga, untuk peternak yang memiliki 2 ekor ternak dengan digester ukuran 2 m3 maka gas yang dihasilkan dapat digunakan memasak selama 2 jam/hari. Sisa keluaran hasil fermentasi biogas dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk. Menurut Said (2007:20) potensi gas yang akan dihasilkan oleh seekor ternak serta keuntungan yang diperoleh apabila menggunakan biogas. Satu unit reaktor biogas yang menggunakan umpan kotoran dari 2 – 4 ekor sapi perah mampu memenuhi kebutuhan memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang anggota keluarga, biogas yang dihasilkan tersebut setara dengan 1 – 2 liter minyak tanah per hari. Keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1 – 2 liter per hari, jika harga minyak tanah dipedesaan Rp 4.500,-/liter, berarti keluarga peternak bisa mengurangi pengeluaran sebesar Rp 1.642.500,- – Rp 3.285.000,per tahun.
18
Data yang disampaikan Syifaunindra (2008) bahwa potensi ketersediaan biogas yang dapat dipergunakan oleh rumah tangga masyarakat pedesaan setara dengan 10.985.502 liter minyak tanah, yang apabila kebutuhan rata-rata minyak tanah rumah tangga 1.25 liter/hari, maka energi biogas dapat dipenuhi 8.788.401 per rumah tangga. jika diasumsikan masyarakat pedesaan membeli minyak tanah seharga Rp 1.200,- per liter, jumlah uang yang biasanya untuk membeli minyak tanah dapat dipergunakan untuk keperluan lain sebanyak Rp 4,8 triliun. Subsidi pemerintah terhadap minyak tanah sekitar Rp 1.847,- per liter pada saat harga minyak tanah import 45 dollar Amerika Serikat dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Rp 9.000,-. Dengan demikian subsidi bahan bakar minyak tanah dapat disaving sebesar Rp 7,38 triliun. Jika membahas lebih jauh tentang keuntungan peternak sapi perah yang menggunakan biogas dengan tidak menggunakan biogas dapat kita lihat seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh. Mulai dari gasnya sampai pada pupuk organiknya. Ditinjau dari segi ekonomis biogas memberikan keuntungan lebih besar. Dengan harga bahan bakar minyak yang sekarang ini bertambah mahal dan semakin langka, peternak dapat memenuhi atau bahkan mengganti minyak tanah menjadi gas. Sebagai contoh, jika sekarang harga minyak tanah Rp 4.000,- liter, dan tiap rumah tangga menggunakan minyak tanah 2 – 3 liter setiap harinya, jadi dengan menggunakan teknologi biogas peternak dapat menghemat biaya Rp 8.000,- – Rp 12.000,- /hari. Hampir sama dengan yang dijelaskan Eirlangga (2007) bahwa nilai kalori dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 Kkal/m3 yang setara dengan setengah liter minyak disel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan untuk sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Penggunaan biogas sangat sederhana sama dengan penggunaan gas dan bahan bakar lainnya.
19
Kran Pengontrol
Gambar 3. Model Instalasi biogas Menggunakan Plastik sebagai Digester
Adopsi Pengertian Adopsi “Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Berbagai pengertian adopsi inovasi, maka pengertian yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tentang proses pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, dimana ada beberapa elemen yang penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dari keputusan yang telah diambil (Soekartawi, 1988:55-56). Adopsi diartikan penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara terbaik. Selanjutnya dikatakan mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah kepuasan yang manusiawi dan keputusan tersebut didasarkan pada empat hal,
20
yaitu (1) kemauan untuk melakukan sesuatu, (2) tahu cara yang akan dilakukan, (3) tahu cara melakukannya, (4) mempunyai sarana untuk melakukannya. Hampir sama dengan yang disampaikan Soejitno (1982) adopsi diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat dan teknologi “baru” yang disampaikan berupa pesan komunikasi (melalui penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi ini, dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun peralatan dan teknologi yang digunakan dalam kegiatan komunikasinya. Adopsi diartikan sebagai penerimaan dan penggunaan inovasi baru dari komunikan Berbeda pula dengan yang dijelaskan Totok (1993) adopsi, dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi merupakan proses penerimaan suatu yang “baru” yaitu menerima sesuatu yang ditawarkan dan yang diupayakan oleh pihak lain (penyuluh). Menurut Hasanuddin (2005:22) adopsi inovasi merupakan kemampuan petani dalam menggunakan suatu teknologi untuk kegiatan usaha taninya. Sedangkan menurut Subagiyo et al. (2005:313) proses adopsi merupakan proses pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk msyarakat setempat. Seorang petani yang menggunakan metode atau teknologi baru dalam usahanya dapat dianggap sudah mampu mengadopsi, namun dalam proses adopsi yaitu tahap tahu, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba dan tahap mengadopsi. Lima tahap tersebut tidak mutlak harus berurutan mulai satu sampai lima. Kenyataan ada petani yang dari awalnya tahu kemudian langsung mencoba dan menerapkannya, tanpa harus berminat dulu dan mengevaluasinya. Slamet dalam Mulyadi (2007:39) menyatakan bahwa proses adopsi inovasi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai
seseorang
tersebut
mengadopsi
(menerima,
menerapkan,
dan
21
menggunakan hal yang baru tersebut). Penerimaan atau penolakan inovasi ialah keputusan yang dibuat oleh seseorang dan memerlukan jangka waktu tertentu. Selain itu Ibrahim et al. (2003:66) menyatakan bahwa adopsi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru tersebut. Sedangkan Van den Ban dan Hawkins (1999:124), menyatakan bahwa adopsi itu menerapkan inovasi dalam skala besar setelah membandingkannya dengan metode yang lama. Diketahui bahwa adopsi merupakan proses dimana seseorang mulai mencoba sampai menggunakan suatu teknologi baru atau metode baru, yang dianggap dapat membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Petani atau peternak jika mengetahui adanya teknologi baru tidak langsung menggunakannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga mereka belum menggunakan teknologi tersebut. Sebagai contoh, teknologi biogas dimana memanfaatkan feses ternak sapi menjadi gas. Peternak tidak langsung menggunakannya, namun mereka perlu mengetahui keuntungan yang diperoleh setelah menggunakan teknologi tersebut. Derajat Pengadopsian Derajat pengadopsian merupakan kecepatan penerimaan suatu inovasi baru. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerimaan yang pengadopsian suatu ide baru dalam suatu priode tertentu. Rogers dalam Hanafi (1971), dijelaskan lebih lanjut bahwa salah satu variabel penjelas dari kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi itu sendiri. Selain sifat-sifat inovasi, hal lain yang dapat menjadi variabel penjelas kecepatan adopsi adalah (1) tipe keputusan inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, (3) ciri-ciri sistem sosial, (4) gencarnya usaha agen pembaharu dalam mempromosikan inovasi. Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Secara umum diharapkan bahwa tipe inovasi dapat dilakukan secara: (1) Sendiri (optional), keputusan yang dibuat individu dengan mengabaikan keputusan lain dalam
22
masyarakat sekitarnya, (2) Secara kelompok (kolektif), keputusan yang dibuat oleh individu-individu dalam suatu masyarakat yang setuju membuat keputusan bersama dan (3) Secara kekuasaan (otoriter), keputusan yang dipaksakan terhadap individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi. Menurut Rogers (2003), semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Oleh karena itu, salah satu jalan untuk mempercepat pengadopsian suatu teknologi adalah memilih unit pembuat keputusan yang lebih sedikit melibatkan orang. Kecepatan pengadopsian dipengaruhi juga oleh saluran komunikasi. Saluran komunikasi yaitu alat yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi dan mempengaruhi dalam kecepatan pengadopsian inovasi. Saluran komunikasi bisa berupa media massa seperti, televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain sebagainya. Hal lain yang juga dipertimbangkan dapat mempengaruhi kecepatan pengadopsian suatu inovasi adalah sistem sosial, terutama norma-norma sistem. Suatu sistem moderen tempo adopsi mungkin lebih cepat karena kurangnya rintangan sikap antara para penerima (dalam hal ini peternak). Sedangkan dalam sistem yang tradisional, mungkin tempo adopsi agak lebih lambat. Sifat lain yang mempengaruhi percepatan inovasi yaitu agen pembaharu. Agen pembaharu gencar melakukan usaha-usaha propomosi sehingga kecepatan pengadopsian dan usaha agen pembaharu. Tugas agen pembaharu adalah mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Agen pembaharu atau penyuluh harus mampu menggunakan metode penyuluhan yang tepat untuk membantu peternak membentuk pendapat dan mengambil keputusan. Teori dan Konsep tentang Adopsi Teknologi Biogas Menurut Ibrahim. et al. (2003:66) bahwa adopsi merupakan proses yang terjadi sejak seseorang pertama kali mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan). Pada awalnya, petani sasaran mengetahui suatu inovasi, yang dapat berupa sesuatu yang benar-
23
benar baru atau yang sudah lama ditemukan namun masih dianggap baru oleh petani sasaran. Petani sasaran tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani tersebut meninggalkan cara-cara lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui adanya suatu inovasi sampai untuk menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya. Keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya pengetahui sampai sadar dan mengubah sikap untuk melaksanakan ide baru tersebut, biasanya juga merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu berdasarkan dimensi waktu. Kata lain, perubahan yang dilakukan oleh seseorang merupakan proses yang memerlukan waktu dan tiap-tiap orang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi, misalnya karakteristik peternak, kondisi lingkungan dan teknologi yang diadopsi (Baba. 2008). Menurut Rogers (2003:168-169) bahwa keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak orang mengetahui adanya suatu inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya. Menerima atau menolak inovasi merupakan keputusan yang dibuat oleh seseorang, jika menerima maka seseorang akan menggunakan ide baru tersebut menolak inovasi tersebut karena merasa tidak sesuai dengan pribadinya dan untuk digunakan. Proses keputusan suatu inovasi tersebut terdiri dari pengetahuan (knowladge), persuasion, keputusan (decision), implementasi dan konfirmasi. Keputusan seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi dipengaruhi beberapa faktor, misalnya karakteristik individunya dan sifat inovasinya (teknologi). Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas Proses adopsi biogas merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan dimensi waktu. Mengadopsi biogas berlangsung mulai dari peternak tahu adanya teknologi biogas sampai peternak mau mencoba serta menggunakan teknologi ini terus-menerus. Adopsi teknologi biogas dapat dilihat dari keinginan peternak
24
menggunakan biogas dalam kegiatan rumah tangganya. Seperti, memasak maupun untuk tenaga listrik. a. Investasi Peternak pada Teknologi Biogas Investasi merupakan semua biaya yang dikeluarkan peternak untuk suatu unit biogas. Biaya investasi tersbut meliputi biaya bahan untuk konstruksi dan biaya upah pekerja. Selain itu ada juga biaya operasional yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan perbaikan. Biaya ini digunakan untuk mengganti plastik penampung yang bocor, perbaikan tangki pengurai (digester) dan pemeliharaan kompor. Ada beberapa hal yang dapat diamati pada investasi peternak pada teknologi biogas, diantaranya, biaya konstruksi biogas, biaya membangun digester, upah pekerja dan besarnya biaya operasional. Oleh karena itu, pengadopsian tentang teknologi biogas dapat diketahui dari investasi masyarakat tentang teknologi biogas. b. Penggunaan Tangki Pengurai (digester) Prinsip bangunan digester adalah menciptakan suatu ruang kedap udara yang menyatu dengan saluran pemasukan dan pembuangan. Saluran pemasukan berfungsi untuk saluran pemasukan feses atau kotoran ternak yang telah dicampur dengan air, sedangkan lubang pengeluaran bertujuan menyalurkan sisa hasil perombakan yang terjadi pada digester menuju bak pembuangan (Sri, 2009:5678). Menurut Said (2007), bahwa tangki digester bisa terbuat dari berbagai bahan seperti, beton, fiber, plastik, dan drum. Kapasitas dari digester dapat di sesuaikan dengan kebutuhan, semakin besar semakin bagus. Setiap digester dilengkapi lubang pemasukan dan pengeluaran sebagai tempat pemasukan feses dan keluarnya limbah biogas dari tangki pengurai. Pada ujung pemasukan dihubungkan sebuah bak dengan ukuran 50 x 50 cm sebagai tempat pencampur kotoran ternak. Pada ujung saluran pembuangan dibuat bak pembuangan dengan ukuran 100 x 50 cm. Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan tengki pengurai pada teknologi biogas, diantaranya intensitas peternak
25
memasukkan feses dalam digester, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi digester, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis-jenis digester dan tingkat pengetahuan peternak tentang model digester. c. Penggunaan Katup Fungsi katup pengaman adalah untuk menjebak air yang ikut keluar dari tangki digester serta sebagai lubang pengeluaran gas apabila produksi gas berlebih. Model katup bisa bermacam-macam, bentuk kotak, bentuk tabung dan lain sebagainya, serta bahan bahannya dapat dibuat dari bahan pipa, botol plastik maupun bahan fiber (Said, 2007). Irmawati et al. (2008) bahwa model instalasi biogas yang digunakan di Sulawesi Selatan menggunakan katup sebagai pengaman. Model yang digunakan berbentuk tabung dimana terdapat lubang pengeluaran dan pemasukan air. Air berfungsi untuk mengikat kandungan air yang ikut dari digester serta untuk menahan gas agar tidak keluar melalui lubang. Katup juga berfungsi tempat keluarnya gas apabila produksi gas berlebih. Komponen yang mendukung peternak tentang penggunaan katup pengaman pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi katup, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi air dalam katup, tingkat pengetahuan peternak tentang posisi katup pada instalasi biogas dan tingkat pengetahuan peternak tentang bahan yang dapat digunakan untuk katup. d. Penggunaan Penampung Gas Menurut Said (2007), bahwa fungsi penampung gas adalah untuk menampung gas yang telah diproduksi dari tangki pengurai (digester). Bahan yang digunakan untuk penampung gas biasanya dari bahan plastik dengan ukuran 120 x 400 cm dan ukuran penampung gas dapat disesuaikan dengan kebutuhan peternak. Sedangkan Irmawati et al. (2008), bahwa model instalasi yang dikembangkan di Sulawesi Selatan semuanya menggunakan penampung gas. Bahan yang digunakan yaitu bahan plastik dengan ukuran 120 x 400 cm, jenis plastik PE.
26
Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan penampung gas pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi penampung, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis plastik yang digunakan untuk penampung gas, tingkat pengetahuan peternak tentang kapasitas penampung gas yang dapat digunakan dan tingkat pengetahuan peternak posisi penampung gas agar gas dapat mudah keluar ke kompor. e. Penggunaan Kompor Menurut Said (2007), bahwa kompor biogas dapat dibuat dari kompor LPG yang telah dimodifikasi, selain itu bisa juga dibuat dari kaleng bekas dengan syarat yang sesuai sehingga menyerupai kompor. Prinsip kerja kompor biogas dapat mengeluarkan gas yang sesuai untuk kebutuhan pembakaran. Menurut Irmawati et al. (2008), menjelaskan bahwa setiap instalasi biogas memerlukan kompor sebagai tempat keluarnya gas sehingga dapat digunakan untuk memasak. Secara umum kompor yang digunakan oleh peternak yaitu kompor gas biasa. Kompor gas yang digunakan terlebih dahulu dimodifikasi agar cocok digunakan untuk biogas. Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan kompor pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi kompor, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis kompor yang cocok digunakan
untuk
kompor
biogas,
tingkat
pengatahuan
peternak
untuk
memodifikasi kompor LPG. f. Peternak Menggunakan Biogas untuk Keperluan Sehari-hari Menggunakan biogas dapat memberikan keuntungan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, biogas dapat digunakan untuk memasak. Gas yang diperoleh dari proses fermentasi mengandung gas metan dan mudah terbakar. Biogas dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak seperti minyak tanah dan gas LPG. Gas yang telah ditampung kemudian disalurkan ke kompor. Ukuran penampung gas sebanyak 4-5 m3 dapat digunakan untuk memasak untuk skala rumah tangga. Biogas juga dapat digunakan untuk menjalankan genset.
27
Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang intensitas penggunaan biogas untuk memasak sehari-hari diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang penggunaan teknologi biogas untuk mengolah feses ternak, tingkat penggunaan biogas untuk menjaga kebersihan lingkungan dan penggunaan biogas agar feses yang menumpuk di sekitar kandang. g. Peternak Melakukan Pemeliharaan pada Instalasi Biogas Keberlanjutan penggunaan teknologi biogas harus dilakukan dengan cara pemeliharaan secara rutin. Kerusakan pada tangki pengurai menjadi kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat. Pemeliharaan dilakukan dengan menjaga agar penampung gas dan digester terhindar dari benda-benda asing sehingga tidak bocor. Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang pemeliharaan teknologi biogas diantaranya, pemeliharaan peternak pada digester, intensitas pemeliharaan peternak pada penampung gas, pemeliharaan peternak pada kompor dan peternak menjaga agar saluran pada biogas tidak ada yang bocor. Karasteristik Peternak Umur Umur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja. Menurut Soekartawi (1988, 71), bahwa makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu tentang apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. Masyarakat yang masih muda memiliki kemampuan fisik lebih kuat untuk bekerja dan lebih cepat dalam menerima inovasi baru dibandingkan dengan yang berumur tua. Mengenai keterampilan, masyarakat yang berumur tua biasanya lebih terampil dalam mengelola usaha dibanding yang muda karena mereka lebih banyak memiliki pengalaman.
28
Pendidikan Menurut Hamalik (1999, 2:3) bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka dalam memahami suatu teknologi semakin mudah. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Margono dalam Setiadin (2005) menyatakan bahwa pendidikan warga belajar akan mempengaruhi pemahaman seseorang dalam mempelajari sesuatu baik berupa keterampilan maupun pengetahuan. Artinya hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar akan dapat membuatnya melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang dihadapi. Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak. Akibat tidak mengetahui manfaat teknologi tersebut kebanyakan peternak atau petani tidak berani mengadopsi suatu teknologi. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka semakin mudah dalam mencoba ide-ide baru. Pendapatan Pendapatan merupakan keutungan yang diperoleh petani atau peternak dari hasil usahanya. Pendapatan diperoleh setelah mengeluarkan semua biaya-biaya yang digunakan selama usaha berlangsung. Kondisi sekarang ini pendapatan peternak sangat mempengaruhi pola hidup peternak, dimana tingkat kebutuhan yang semakin meningkat namun pendapatan yang diperoleh tidak mengalami perubahan.
29
Pendapatan diukur dari penerimaan yang diterima peternak setelah dikurangi oleh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proses kegiatan peternakan. Keterbatasan dana dalam kegiatan peternakan dapat mempengaruhi adopsi peternak untuk mengadopsi teknologi biogas. Peternak per petani lebih mementingkan kebutuhan lain yang lebih mendesak yang harus dipenuhi. Motivasi Zainun (1989), menyatakan motivasi adalah menggambarkan hubungan dan harapan. Keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan suatu teknologi dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk menjalankan pekerjaannya. Teknologi yang sebelumnya hanya dicoba oleh seseorang akan digunakan sepenuhnya. Danim (2004:15), menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu atau keuntungan tertentu di lingkungan atau dunia kerjanya sendiri. Motivasi dapat mengarahkan orang dalam mengambil tindakan, sehingga motivasi merupakan proses yang mendorong manusia untuk mencapai tujuannya. Motivasi mempengaruhi seseorang dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan, oleh karena itu beberapa unsur motivasi, seperti motivasi positif, motivasi negatif, motivasi dari dalam dan motivasi dari luar. Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement Motivation Theory (Robbins, 1996:220) bahwa bagaimana suatu energi dari dalam diri dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Hal-hal yang memotivasi seseorang diantaranya : (1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya pengerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Kebutuhan akan prestasi mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. (2) Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Hal ini termasuk, kebutuhan akan perasaan diterima oleh
30
orang lain di lingkungan tempat tinggalnya. Kebutuhan rasa dihormati, kebutuhan untuk maju dan tidak gagal dan kebutuhan untuk ikut berpartisipasi. (3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Hal ini memotivasi seseorang demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Keterdedahan Peternak pada Informasi Biogas Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi. Sumber informasi dapat berasal dari media massa, tetangga, teman, petugas penyuluh pertanian, pedagang, pejabat desa, atau dari informan yang lain. Ketika petani belajar tentang ide baru atau inovasi baru, maka sumber informasi yang paling relevan yaitu berasal dari majalah-majalah pertanian, kemudian sumber informasi lain adalah para tetangga atau petani yang tinggal di sekitar dimana petani melakukan adopsi inovasi tersebut bertempat tinggal (Soekartawi, 1988). Sumber informasi sangat membantu petani maupun peternak untuk mengembangkan suatu teknologi baru. Sekarang ini semua informasi yang kita butuhkan dapat diperoleh dengan mudah. Teknologi biogas dengan mudah diakses baik dari majalah, surat kabar, televisi, radio dan yang lebih canggih lagi dengan menggunakan internet. Pengalaman Beternak Pengalaman dapat menunjukkan pengetahuan yang mendalam tentang usaha yang dikelola selama ini, sehingga akan berfikir untuk mempermudah pekerjaan yang selama ini digelutinya atau berfikir untuk meningkatkan produktivitas usahanya dengan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat yang berpola pikir seperti ini cenderung mencari teknologi sedangkan masyarakat yang selama ini merasa aman dengan pola usaha memiliki kecenderungan apatis terhadap sebuah teknologi.
Jika dikaitkan dengan teknologi biogas, maka
teknologi biogas betul-betul memerlukan suatu pengetahuan tinggi dan kemauan untuk menanggung resiko besar karena memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga pengalaman saja tidak cukup.
31
Jumlah Kepemilikan Ternak Jumlah kepemilikan ternak merupakan banyaknya ternak yang dimiliki seseorang. Menurut Soekartawi (1988:93), bahwa ukuran usaha tani berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala usaha tani dan sumber daya untuk keperluan adopsi inovasi. Hal ini di pengaruhi agar hasil yang diperoleh lebih bermanfaat. Menurut Irmawati et al. (2008), bahwa teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan ternak, karena akan menentukan jumlah feses yang diproduksi setiap harinya. Mengetahui produksi feses, besar digester dapat disesuaikan sehingga tidak terjadi lagi kekurangan feses ataupun kelebihan feses. Digester yang memiliki kapasitas lebih besar dari skala usaha peternak, maka produksi gas tidak akan optimal. Mengadopsi suatu teknologi dapat mempercepat peternak dalam mengembangkan skala usaha peternakannya. Skala kepemilikan ternak perah umumnya yang dikembangkan di Indonesia antara 2 sampai 5 ekor. Jumlah tersebut, biogas untuk skala rumah tangga sudah dapat diterapkan. Hal tersebut tidak menjamin peternak dapat mengadopsi teknologi biogas, sering kali peternak lebih memerlukan teknologi pengolahan pakan. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu tempat tinggal. Anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi. Menurut Soekartawi (1988:87), penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap seluruh sistem keluarga. Pada umumnya anggota keluarga sering dijadikan sebagai teman diskusi dan berkonsultasi dalam memutuskan untuk menerima suatu inovasi. Irmawati et al. (2008) bahwa jumlah anggota keluarga peternak menentukan banyaknya gas yang dibutuhkan untuk memasak. Anggota keluarga semakin besar jumlahnya, maka kebutuhan BBM semakin besar pula. Hal ini dihubungkan dengan kebutuhan biogas, maka semakin banyak anggota keluarga berarti semakin besar kapasitas digester yang dibutuhkan. Selain itu, anggota keluarga
32
juga dimanfaatkan oleh peternak sebagai tenaga kerja dalam mengelola usaha ternaknya. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia umumnya masih dikembangkan dalam skala rumah tangga. Satu rumah tangga mengelola satu usaha. Teknologi biogas dikembangkan masih dalam skala rumah tangga. Satu rumah tangga minimal menggunakan digester dengan ukuran 4 m3 dengan ukuran ini, untuk memasak dapat digunakan selama 2 - 3 jam. Semakin besar kapasitas digester semakin lama pula intensitas penggunaannya dalam memasak. Suatu keluarga makin banyak jumlah suatu keluarga intensitas memasaknya semakin tinggi juga. Jumlah keluarga dapat mempengaruhi efektivitas penggunaan biogas dalam keluarga, semakin tinggi intensitas seseorang memasak dalam keluarga otomatis jumlah gas yang diperlukan akan semakin meningkat. Frekuensi Kontak dengan Anggota Kelompok Peternak Menurut Yunasaf (2009) kelompok peternak sekarang belum dipandang sebagai unsur strategis sebagai media atau wadah terjadinya proses tranformasi dari peternak yang tradisional (gurem) menjadi sejatinya peternak (farmers). Pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat merupakan media dalam menyampaikan suatu inovasi baru yang akan disampaikan kepada peternak. Keanggotaan dalam kelompok dapat mempengaruhi peternak dalam proses pengadopsian suatu inovasi. Kegiatan yang dikembangkan pemerintah sekarang ini banyak disalurkan melalui kelompok yang berperan sebagai perantara anatara pemerintah dengan peternak. Inovasi baru dikembangkan dalam kelompok, diharapkan agar peternak dapat langsung melihat hasilnya dan diharapkan akan mengadopsi inovasi tersebut. Oleh karena itu, semakin sering kontak antara peternak dengan anggota kelompoknya, semakin besar peluang untuk mengetahui teknologi biogas dan mengadopsinya.
33
Frekuensi Kontak dengan Penyuluh Biogas Frekuensi kontak dengan penyuluh merupakan seberapa sering pertemuan atau kontak antara peternak dengan penyuluh. Semakin tinggi intensitas kontak antara peternak dengan penyuluh, semakin mudah peternak menangani kendalakendala yang dihadapi pada penggunaan instalasi biogas. Seorang penyuluh berkewajiban menyampaikan inovasi dan membantu sasaran dalam mengadopsi suatu teknologi. Prosesnya dilakukan secara terus menerus agar peternak dapat tahu, mau dan mampu mengadopsi suatu teknologi. Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Penyuluh sebagai agen perubahan, penyuluh memiliki beberapa peran diantaranya mengkomunikasikan inovasi pada sasaran dan sebagai akseleran, dalam mempengaruhi pengambilan keputusan sasaran untuk mengadopsi suatu inovasi, (Totok, 2009). Disimpulkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengadopsi suatu teknologi adalah frekuensi pertemuan dengan penyuluh. Seorang penyuluh harus menjelaskan keuntungan relatif yang akan diperoleh sasaran jika menggunakan suatu teknologi baru, membantu adopter memahami inovasi secara komprehensif, dan membantu adopter dalam menanamkan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat intensitas kontak antara peternak dengan penyuluh semakin cepat peternak dalam mengadopsi teknologi biogas. Jarak Rumah Peternak dengan Instalasi Biogas Jarak rumah peternak dengan instalasi biogas diukur berdasarkan seberapa jauh antara instalasi biogas dengan dapur peternak dan diukur dalam meter. Gas yang telah diproduksi kemudian dialirkan ke plastik penampung gas dan kemudian ke kompor. Gas ini tidak mempunyai tekanan, sehingga semakin jauh jarak antara penampung gas dengan kompor, semakin kurang gas yang keluar ke kompor. Gas yang diperoleh dari proses fermentasi merupakan gas metan yang dapat digunakan untuk memasak. Gas tersebut tidak berbahaya karena tidak mempunyai tekanan sehingga jika penampung gas bocor, gas akan menghilang
34
terbawa angin. Penampung gas yang terlalu jauh dari kompor, akan mempengaruhi kuatnya aliran gas dari penampung, sehingga sering dijumpai ada penampung gas yang penuh namun gas yang keluar di kompor hanya sedikit. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat penggunaan biogas di rumah tangga peternak. Oleh karena itu, semakin jauh instalasi biogas (khususnya penampung gas) dengan dapur peternak dapat mempengaruhi tekanan gas ke kompor.
Hubungan Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak tentang Teknologi Biogas Pareek dalam Seribulan (2003), persepsi didefinisikan sebagai peroses penerimaan,
menyeleksi,
mengorganisasikan,
mengartikan,
menguji
dan
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera dan data. Sedangkan Subagyo et al. (2005), persepsi merupakan proses pembuatan penilaian atau pembangunan kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di lapangan pengindraan seseorang. Penelitian Hasumati dan Ahlawat (2010) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, media massa, interaksi dengan masyarakat, kosmopolitan, adatistiadat, suku atau bangsa, kepemilikan lahan menunjukkan pengaruh positif pada persepsi. Senada dengan penelitian Kaliky dan Hidayat (2002), mengemukakan bahwa karakteristik individu turut mempengaruh pandangan/persepsi seseorang. terhadap suatu stimulus (objek). Secara psikologis setiap orang mempersepsi stimuli
sesuai dengan karakteristik personalnya. Karakteristik individu
diantaranya meliputi: umur, pendidikan, kepemilikan ternak, pendapatan keluarga, pengalaman beternak, kosmopolitan. Selanjutnya penelitian Lilis (2010), mengemukakan bahwa hubungan antara karakteristik dengan persepsi peternak sapi potong hubungannya positif namun sangat lemah. Karakteristik peternak diantaranya umur, pendidikan, pengalaman, kepemilikan ternak, hubungan individu dengan instansi terkait. Sedangkan pesepsi peternak tentang teknologi IB diantaranya tingkat pengetahuan
35
peternak, minat peternak dan penilaian peternak. Penilaian peternak terdiri dari peubah keuntungan peternak, kompatabilitas, kemudahan penerapan IB, triabilitas dan observabilitas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Nurlina bahwa banyak jumlah ternak tidak menunjang banyaknya peternak menggunakan teknologi. Masyarakat yang dianggap relatif homogen sebagai masyarakat agraris, secara individual memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga persepsi dan penerimaan peternak akan berbeda satu sama lain. Terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal, diantaraya: (a) Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitar sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan persepsi. (b) Set, adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set akan menyebabkan adanya perbedaan persepsi. (c) Kebutuhan, baik kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu. (d) Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi. (e) Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda, (Kunthi, 2005). Persepsi
adalah
sebuah
proses
saat
individu
mengatur
dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan persepsi yang dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dikemukakan oleh sekelompok peneliti yang berasal dari Universitas Princenton seperti Adelbert Ames, Jr, Hadley Cantril, Edward Engels, William H. Ittelson dan Adelbert Amer, Jr. Mereka mengemukakan konsep yang disebut dengan pandangan transaksional (transactional view). Konsep ini pada dasarnya
36
menjelaskan bahwa pengamat dan dunia sekitar merupakan partisipan aktif dalam tindakan persepsi. (Wikipedia, 2010). Rahmat dalam Aryanti, (2008) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukumhukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal dan struktural. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai dalam masyarakat. Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu: (1) Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. (2) Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. (3) Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi (Robbins, 2008). Persepsi adalah proses kognitif (di dalam pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimuli dari lingkungan yang dapat ditangkap melalui inderanya. Tiap-tiap orang mempunyai persepsi sendiri-sendiri karena: (a) perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli, (b) perbedaan kemampuan dalam menafsirkan atau memberi arti pada stimuli tersebut. Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap persepsi: (1) Karakteristik objek: penampilan, cara berkomunikasi dan status seseorang. (2) Karakteristik individu: konsep diri
37
seseorang. Konseptual kognitif, pengalaman, emosi, motivasi kebutuhan. (3) Karakteristik situasional: situasi sosial, situasi organisasi dan situasi alam. (www.ittelkom.ac.id, 2009). Menurut David, et al. (1985), persepsi manusia didominasi dua asumsi, diantaranya (1) Proses pembentukan kesan dianggap bersifat mekanis dan cendrung hanya membentuk sifat manusia yang member stimulus. (2) Proses itu berada pada di bawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikiran atau kognisi. Pembentukan tersebut bukan pada pendekatan teori belajar. Pembentukan tersebut secara mekanis menentukan terkumpulnya informasi tentang pemberi stimulus. Informasi
yang diterima secara selektif lalu
mengorganisasinya mejadi perilaku. Implikasi pokok dari pembentukan kesan adalah memproses tindak mekanis melainkan melibatkan usaha untuk melihat arti yang melekat pada objek pemberi stimulus. Secara umum manusia memiliki kemampuan khusus untuk memproses informasi dibanding dengan binatang. Oleh karenai itu, analisis terhadap persepsi manusia dimulai dari kemampuan memperoses informasi dalam diri. Robbins (1996) mengemukakan persepsi merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Jadi persepsi baik langsung maupun secara tidak langsung dapat juga dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda atau kerakteristik individunya. Inilah yang menyebabkan setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda pada suatu objek. Selain itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) pengaruh dari dalam diri seseorang itu sendiri dan (2) pengaruh dari luar diri seseorang. Kedua faktor tersebut memperlihatkan persepsi sebagai proses pencarian informasi, adapun alat untuk memperoleh informasi tersebut yaitu alat penginderaan. Beberapa teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi indivudu merupakan pemahaman individu tentang suatu objek yang telah diketahui sebelumnya. Persepsi seseorang muncul setelah mengetahui kekurangan atau kelebihan suatu objek dan persepsri setiap orang berbeda-beda. Adanya perbedaan
38
tersebut disebabkan karakteristik individu, motivasi atau dorongan yang berikan, dan lain sebagainya. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Sikap Peternak tentang Teknologi Biogas Pengaruh cepat lambatnya seseorang dalam mengadopsi inovasi menurut Rogers dalam Soekartawi, (1988), karena adanya perbedaan individu, umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, keberanian mengambil resiko serta sikap terhadap perubahan sosial. Hampir sama yang disampaikan Havelock dalam David et al. (1985), bahwa variabel individu pada dasarnya mempengaruhi kompetensi, penghargaan, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap. Sikap merupakan keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada suatu objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Selain itu sikap dapat juga didefinisikan sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif dari berbagai aspek individu. Sikap kita dapat dipengaruhi oleh orang lain, khususnya komunikasi yang terjadi melalui media massa di televisi, radio, majalah, surat kabar dan bukubuku. Proses perubahan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya : 1. Informasi. Informasi yang diperoleh seseorang dari media massa, dapat merubah sikap pada suatu ojek. 2. Komunikator, penyampaian pesan dari komunikator dengan baik sehingga mudah diterima oleh komunikan sehingga terjadi perubahan sikap. 3. Persepsi juga dapat berpegaruh pada perubahan sikap. Contohnya sebuah bis yang dihiasi dengan gambar wanita cantik, bintang film, gambar binatang, atau atlit terkenal yang dapat merubah sikap anda untuk menumpang bis tersebut dan tidak memilih bis yang tidak memiliki gambar. David et al. (1985) menyimpulkan bahwa sikap merupakan pratindakan, biasanya orang tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Semakin banyak disonansi timbul, semain banyak perubahan sikap. Jika terdapat
39
banyak tekanan pada individu untuk melakukan tindakan yang sesuai maka akan menimbulkan perubahan sikap. Faktor yang mempengaruhi sikap yaitu (1) jenis pekerjaan seseorang dan (2) tingkat penerimaan informasi. Dalam proses pengambilan keputusan apakah seseorang menerima atau menolak inovasi adalah banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern orang tersebut (misalnya pendidikan, status sosial, umur dan sebagainya) serta situasi ekstern atau situasi lingkungan (misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan mendengar radio, televisi, menghadiri temu karya dan sebagainya). Menurut pengambilan
Soekartawi
keputusan
dan
(1988), dalam
bahwa proses
adopsi ini
menyangkut banyak
faktor
proses yang
mempengaruhinya. Diantaranya (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, (b) adanya komfirmasi dari keputusan yang telah diambil.
Suatu
perubahan sikap yang dilakukan oleh petani atau oleh komunikan adalah merupakan proses yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap petani memerlukan waktu berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut di latarbelakangi pertani itu sendiri, misalnya kondisi lingkungan, karakteristik dan teknologi yang mereka adopsi. Penelitian Fenny (2009), mengemukakan bahwa karakteristik sosial antara lain umur, tingkat pendidikan dan kosmopolitan, demikian pula karakteristik ekonomi seperti luas lahan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap peternak. Hal ini disebabkan adanya kelompok dalam masyarakat yang bersifat konservatif. Kelompok konservatif merupakan mereka yang ekstrim yang paling mudah memusuhi orang dan mudah curiga, paling kaku dan paling suka memaksa, paling cepat menuduh orang lain atas kelemahan dan ketidak sempurnaannya. Paling tidak toleran dan paling cepat kecewa dengan orang lain dan tidak mau mengalah (dalam hal persepsi dan penilaian), mampu membela diri dan tidak patuh pada peraturan. Selanjutnya
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Winarni
(2001)
mengemukakan bahwa dengan karaktiristik sosial ekonomi yang berbeda-beda
40
akan membedakan respon petani terhadap ragam metode penyuluhan, baik berupa respon poitif maupun negatif. Umur petani berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode kunjungan, diskusi, ceramah dan demonstrasi. Pendidikan formal berhubungan nyata dengan metode diskusi dan demonnstrasi serta berhubungan tidak nyata dengan metode ceramah dan kunjungan. Pendidikan non formal petani berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode ceramah dan kunjungan sedangakan untuk metode diskusi dan demonstrasi berhubungan nyata. Tingkat kekosmopolitan berhubungan nyata dengan sikap petani terhadap metode ceramah, demonstrasi dan kunjungan. Pendapatan keluarga petani berhubungan nyata dengan sikap petani terhadap metode diskusi dan demonstrasi serta berhubungan tidak nyata dengan sikap petani terhadap metode ceramah dan kunjungan. Menurut pendapat Sri (2008), bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya, (1) Pengalaman pribadi, dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat, sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional. (2) Kebudayaan, pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. (3) Orang lain yang dianggap penting (Significant Others), yaitu: orang-orang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus, misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin, umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting. (4) Media massa, media massa berupa media cetak dan elektronik, dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita, Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, hingga membentuk sikap tertentu. (5) Institusi/lembaga pendidikan dan agama, institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang, hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang dan (6) Faktor emosional, Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego, dapat bersifat sementara
41
ataupun menetap (persisten/tahan lama), contoh: prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair).
Sikap merupakan keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada suatu objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari beberapa pendapatan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam mengambil keputusan. Karakteristik invidividu menyebabkan perilaku yang berbeda-beda, ada yang bersedia mengadopsi suatu teknologi baru ada pula yang menolah untuk mengadopsi teknologi baru (lagart). Hubungan Karakteristik Peternak dengan Adopsi Peternak tentang Teknologi Biogas Faktor-faktor penentu dalam proses adopsi sangat dipengaruhi oleh karakteristik penerimanya. Karakteristik penerima dapat berupa umur, pendidikan, pengalaman, pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah ternak/ luas lahan, kontak dengan penyuluh, infomasi yang diperoleh, media massa, motivasi, persepsi dan sikap. Oleh karena itu, faktor yang berhubungan dengan proses adopsi dapat berupa faktor pribadi maupun lingkungan sosial, kecepatan adopsi suatu inovasi baru sebagai suatu variabel yang tak bebas (tergantung) ditentukan oleh berbagai variabel bebas. Beberapa faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi, yaitu (1) macam dan proses adopsi, (2) apakah memberikan keuntungan atau tidak, (3) Kompatabilitas atau kelanjutan teknologi, (4) kompleksitas/teknologi makin mudah, (5) triabilitas/kemudahan, (6) observabilitas. Dengan adanya peran agen perubahan berupa kegiatan penyuluhan pertanian. Variabel lain yang mempengaruhi adopsi inovasi pada tahap ini yaitu, (a) tingkat pendidikan calon adopter dan anggota keluarganya, (b) tingkat kebutuhan informasi yang mereka perlukan, (c) hubungan dengan sumber-sumber informasi, (d) keaktifan dengan mencari informasi, (e) adanya sumber-sumber informasi, (f) dorongan masyarakat disekitarnya, (Soekartawi, 1988:61-65).
42
Kecepatan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya : (1) sifat inovasi itu
sifat ekstrinsik (dipengaruhi oleh keadaan lingkungan), (2) sifat
sasarannya, (3) cara pengambilan keputusan, (4) saluran komunikasi yang digunakan, (5) keadaan penyuluh dan (6) ragam sumber informasi, (Totok, 1993:69-76). Meurut Rogers dan Shoemaker (1971), memberikan ciri-ciri dan mengelompokkan keinovatifan seseorang sebagai berikut : a. Ciri sosial ekonomi, diantaranya, lebih berpendidikan, mempunyi status sosial yang lebih tinggi, mempunyai mobilitas yang lebih tinggi, mempunyai ladang yang lebih luas, berorientasi pada ekonomi komersial, mempunyai sikap yang lebih baik, mempunyai pekerjaan yang lebih spesifik. b. Ciri kepribadian, memiliki simpatik lebih besar, dogmatis, mempunyai kemampuan abstraktis yang lebih besar, mempunyai sikap mau mengambil resiko, lebih tinggi intelengensinya, mempunyai sikap yang lebih berkenan terhadap perubahan, mempunyai rasionalitas yang lebih baik tarhadap pendidikan/pengetahuan, tidak menyerah pada nasib, dan motivasi dan aspirasi meningkatkan taraf hidup. c. Ciri komunikasi, yaitu partisipasi sosial lebih tinggi, sering mengadakan komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial lain, sering mengadakan hubungan dengan agen perubahan, lebih mengadakan hubungan dengan orang asing, memberi motivasi lebih baik, menjadi anggota sistem sosial yang lebih moderen. Secara lebih terinci Rogers and Shoemaker (1971:157) menguraikan sifatsifat inovasi yang dapat mempengaruhi sifat adopsi , yaitu : (1) keuntungan relatif, inovasi akan cepat diadopsi jika memberikan keuntungan lebih dibandingkan teknologi yang sudah ada sebelumnya, (2) keterhubungan inovasi, inovasi akan cepat jika mempunyai keterhubungan dengan nilai-nilai atau kebiasaan yang ada pada adopter, (3) tingkat kerumitan, inovasi akan cepat diadopsi jika tidak rumit dilakukan, (4) mudah dicoba, inovasi akan cepat diadopsi jika inovasi mudah dicoba pada situasi yang ada pada petani, dan (5) dapat diamati, inovasi akan cepat diadopsi jika mudah dan cepat dilihat hasilnya.
43
Sikap petani pembinaan harus secara terprogram dan berkesinambungan sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah bersangkutan, melalui pembinaan petani diharapkan dapat timbul kepemimpinan nonformal di pedesaan yang akan mampu
menghimpun,
menggerakkan,
dan
mengarahkan
petani
dalam
melaksanakan usahataninya. Pembinaan petani diperlukan sarana dan prasarana untuk penyaluran informasi pertanian, pemilikan bahan-bahan informasi harus selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan sasaran atau pengguna. seperi jenis media penyuluhan pertanian mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga harus selalu dipertimbangkan dalam pemilikan media yang akan digunakan. Media penyuluhan pertanian diharapkan berperan sebagai sumber informasi, diharapkan mampu mempengaruhi pengetahuan, sikap, motivasi petani, dalam proses adopsi dan difusi inovasi pertanian, (Dinas Peternakan Kota Kendari, 2010). Masyarakat desa di Indonesia itu memang dapat kita pandang sebagai suatu bentuk masyarakat yang secara ekonomis terbelakang yang harus dikembangkan dengan berbagai cara. Orang desa tidak usah ditarik, didorongdorong untuk bekerja keras, hanya cara-cara dan irama bekerjanya itu harus diubah dan disesuaikan dengan cara-cara dan irama yang harus dipelihara, disiplin secara efisisen modern. Masyarakat kita yang sebagian besar petani dalam menanggapi suatu ide/informasi yang baru berbeda-beda, menurut karakteristik sosial ekonomi dari petani itu sendiri, dan perbedaan yang terjadi kadang sangat beragam.
Karakteristik
petani
meliputi
tingkat
pendidikan,
umur,
kekosmopolitanan dan tingkat kemampuan ekonominya. Memperkenalkan suatu hal/teknologi baru (inovasi) kepada masyarakat, maka sebelum orang tersebut mau menerapkannya, terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Pada proses adopsi terdapat tahapan-tahapan sebelum petani menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan itu adalah: Awarenes/kesadaran, Interest/tumbuhnya minat, Evolution/penilaian, Trial/mencoba, Arsoption atau menerima, (Suhardiyono, 1992). Pada penelitian yang telah dilaksanakan Suradisastra et al. (2007:117), menyatakan bahwa beberapa kondisi yang dapat dihimpun dari kelompok petani
44
sebagai bahan acuan percepatan proses adopsi teknologi diantaranya, (1) perbedaan tingkat keterdedahan (exposure), (2) perbedaan jenis dan tingkat penerapan teknologi pertanian, (3) perbedaan sikap dan persepsi, (4) perbedaan produksi dan produktivitas, dan (5) persepsi positif terhadap sumber informasi. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Hasanuddin, (2005:25-26), menyatakan bahwa tingkat adopsi inovasi dalam kegiatan usaha tani yaitu (1) sosial budaya, (2) jenis usaha taninya, (3) ketersediaan informasi bagi petani dan (4) sarana dan prasarana yang mendukung usaha pertanian tersebut. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Musyafak dan Ibrahim (2005:36) menyatakan bahwa keberhasilan adopsi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal yaitu jaminan pemasaran, harga produk, harga input, dan biaya. Berikutnya faktor internal seperti umur, pendidikan, sikap terhadap resiko, sikap terhadap perubahan, hubungan dengan lingkungannya, motivasi berkarya dan karakteristik psikologis. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Subagiyo, Rusidi dan Sekarningsih, (2005:305-309), menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi adopsi inovasi yaitu faktor internal yaitu motivasi, keterlibatan dalam organisasi, komunikasi interpersonal, tingkat kosmopolitan dan terpaan media massa. Faktor eksternal yaitu kebijakan pemerintah, peran tokohtokoh informal, formal, dan tokoh agama dan sistem sosial dan nilai-nilai/normanorma. Penelitian Walekhwa et al. (2009), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak, jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat. Selanjutnya temuan Bhatia (2002), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi difusi teknologi biogas di India diantaranya karakteristik teknologi, karakteristik pengguna, lingkungan makro, peran pemerintah dan organisasi-organisasi yang berkaitan. Kendala utama petani dalam pengadopsian
45
teknologi biogas di India yaitu lingkungan sekitar serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani. Temuan Suharyanto et al. (2002), menyatakan bahwa teknologi yang didesiminasikan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pengguna/petani. Sebaik apapun teknologi yang dihasilkan akan tidak berguna apabila tidak diadopsi oleh pengguna/petani. Perilaku pengguna banyak dipengaruhi, antara lain pemilihan sistem teknologinya, sangat kondisi individu, kondisi lingkungan baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial ekonomi. Selain peubah tersebut, ada beberapa peubah bebas diantaranya umur, pendidikan, pendapatan, luas lahan, sikap, pengetahuan dan norma sosial. Penelitian Syafruddin (2003), mengemukakan bahwa karakteristik responden merupakan salah satu aspek penting yang turut berpengaruh dalam mengadopsi inovasi dalam usahatani. Hasil penelitian Syafruddin menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi petani dalam mengadopsi suatu inovasi beternak ayam broiler dipengaruhi oleh faktor internal petani (pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak) dan faktor lain (tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan pasar). Peubah (1) Pengetahuan peternak, diartikan sebagai pemahaman dan penilaian terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. (2) Motivasi kerja peternak adalah dorongan atau kekuatan pada diri peternak baik dari dalam maupun dari luar sehingga mereka rela dan mau mengikuti tahapan-tahapan dalam mengadopsi inovasi yang dianjurkan. (3) Sikap peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler adalah kecenderungan yang berasal dari diri peternak yang didasarkan pada pengetahuan yang dia miliki yaitu tanggapan positif atau mendukung
(favorable)
dan
tanggapan
tidak
mendukung
atau
negatif
(unfavorable) terhadap inovasi tersebut. (4) Tingkat pendidikan peternak, kemampuan peternak dalam mengelola usahataninya sebagian ditentukan oleh tingkat pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal. (5) Pengalaman peternak diartikan sebagai pengetahuan peternak yang diperoleh melalui rutinitas kegiatan usahatani sehari-hari atau peristiwa yang pernah dialaminya. (6) Tenaga kerja adalah faktor produksi yang kedua dalam proses produksi pertanian. (7)
46
Modal usahatani faktor ketiga sesudah faktor alam dan tenaga kerja dalam proses produksi pertanian. (8) Ketersediaan sarana produksi secara lokal dalam jumlah dan kualitas yang memadai di suatu daerah dapat memperlancar kegiatan beternak; seperti bibit, pengandangan, pakan dan pemeliharaan. (9) Pasar diartikan sebagai proses transaksi antara penjual dan pembeli. Berdasarkan beberapa keterangan dan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi seseorang adalah karakteristik individu itu sendiri. Karakteristik individu diantaranya umur, pendidikan, aspek sosial budaya, pendapatan, pekerjaan, pengalaman, kontak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, motifasi, persepsi serta informasi yang mereka peroleh baik dari media cetak maupun media elektronik.
47
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Pemikiran Biogas merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat memanfaatkan limbah ternak menjadi sumber energi. Biogas (Gas Bio) merupakan gas yang timbul jika bahan-bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran manusia atau sampah, direndam di dalam air dan disimpan dalam tempat yang tertutup atau anaerob. Biogas pada umumnya dimanfaatkan sebagai salah satu sumber bahan bakar alternatif. Teknologi biogas telah lama ditemukan, namun pada kenyataannya, belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh peternak. Salah satu syarat diterima teknologi biogas, kesesuaian teknologi dengan karakteristik masyarakat. Kemampuan untuk menentukan sikap menerima teknologi erat hubungannya dengan karakteristik peternak (Umur, Pendidikan, Pendapatan, Motivasi, Keterdedahan peternak pada informasi, Pengalaman Beternak, Jumlah kepemilikan ternak, Jumlah anggota keluarga, kontak dengan anggota kelompok, Keikut sertaan dalam pelatihan biogas (jumlah jam), kontak dengan penyuluh biogas, Jarak rumah peternak dengan instalasi biogas (dalam meter)). Disamping itu juga dipengaruhi oleh sifatsifat teknologi itu sendiri seperti, keuntungan relatif, kompatibiliti, kompleksitas, trialabilitas, dan observabilitas. Menurut Jahi dalam Mursidi et al. (2008), proses adopsi inovasi merupakan proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi sampai saat membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi. Penelitian ini ingin diketahui seberapa besar pengaruh beberapa faktorfaktor yang mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Rogers dalam Hanafi (1981:145-146) bahwa seseorang akan mengadopsi suatu inovasi baru jika inovasi tersebut sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Kecepatan penyebaran inovasi dapat juga ditunjukkan dari persepsi seseorang tentang sifat-sifat inovasi, selain itu para agen pembaharu dapat mempraktekkan inovasi atau mengkaitkannya dengan kepercayaan dan sikap yang ada pada diri seseorang.
48
Gambar 4. Hubungan Antara Peubah
Karakteristik peternak (X1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman Beternak Jumlah ternak Jumlah anggota keluarga Partisipasi Peternak Kontak dengan penyuluh Jarak instalasi biogas dengan dapur peternak 10. Info teknologi biogas 11. Selang dari peternak tahu tentang teknologi biogas sampai menggunakan 12. motivasi
Persepsi Peternak pada Teknologi Biogas (X2) 1. keuntungan relatif (memberikan keuntungan atau tidak) 2. kompatibilitas (keterhubungan inovasi dengan situasi peternak) 3. kompleksitas (tingkat kerumitan) 4. trialibilitas (mudah dicoba) 5. Observabilitas (Dapat diamati)
Sikap Peternak (X3) 1. Kepercayaan (kognisi) 2. Perasaan atau keyakinan (afeksi) 3. Kecenderungan bertingkah laku (Konasi)
Adopsi Teknologi Biogas oleh Peternak (Y) 1. Investasi terhadap teknologi biogas 2. Menggunakan digester sebagai penampung feses 3. Menggunakan Katup (pengaman) 4. menggunakan Penampung gas 5. Menggunakan kompor LPG sbg kompor biogas 6. Menggunakan biogas untuk keperluan seharihari 7. Melakukan pemeliharaan pada intalasi biogas
49
Hipotesis Penelitian 1. Karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 2. Karakteristik peternak berhubungan dengan sikap peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3. Karakteristik peternak berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 4. Karakteristik, persepsi dan sikap peternak berhubungan dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
50
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua peternak sapi perah yang telah menggunakan teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Jumlah populasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang sebanyak 242 orang yang tersebar dibeberapa Kecamatan diantaranya, Kecamatan Baraka, Kecamatan Anggeraja, Kecamatan Alla, Kecamatan Maiwa, Kecamatan Cendana, Kecamatan Curio, Kecamatan Bungi, Kecamatan Enrekang dan Kecamatan Buntu Batu. Sampel Unit analisis pada penelitian ini adalah peternak sapi perah yang telah menggunakan biogas. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik Simpel Random Sampling. Teknik pengambilan sampel secara Simpel Random Sampling yaitu semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel. Dalam penelitian ini, semua peternak sapi perah yang ada dalam unit-unit kecamatan diambil secara random dan semua peternak sapi perah mempunyai peluang untuk menjadi responden. Menggunakan rumus Slovin dalam Sevilla (1993), maka ukuran sampel peternak sapi perah dengan tingkat kesalahan 8 % adalah :
N n = -------------1 + N(e)2
Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = Standar Error
51
Tabel. 2. Populasi sapi perah dan jumlah pengguna teknologi biogas di Kabupaten Enrekang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
Populasi Ternak
Jumlah Biogas
Enrekang 143 4 Cendana 519 39 Maiwa 7 Anggeraja 173 7 Alla 102 3 Baraka 41 Malua 10 Bungin 0 Buntubatu 13 Masalle 0 Curio 103 Baroko 40 Jumlah 1151 53 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, 2009. Keseluruhan peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah 255 orang
dengan populasi ternak perah sebanyak 1151 ekor, namun peternak yang menggunakan biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan sebanyak 53 orang. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin, maka secara proporsional dapat ditentukan ukuran sampel sebesar 39 responden. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak geografis kabupaten Enrekang berada di jantung Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan (kota Makassar) dengan jalan darat 235 km. Kabupaten Enrekang secara administrasi merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terdiri dari 12 Kecamatan, dengan luas wilayah 1.786,01 km atau sebesar 2,83 persen dari luas provinsi Sulawesi Selatan. Batas administrasi Kabupaten Enrekang sebagai berikur: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tanah Toraja, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng rappang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pinrang.
52
Gambar. 5. Peta Kabupaten Enrekang
53
Disain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah “ex Post Facto”, yaitu bentuk penelitian untuk menilai peristiwa yang telah terjadi untuk menemukan faktorfaktor penyebab melalui pengamatan dan penilaian kondisi faktual di lapangan. Pengamatan utama penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peternak dalam mengadopsi teknologi biogas dan mengukur seberapa besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi peternak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, dimana pengambilan data melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Data diambil dari sampel dengan tujuan untuk mendapatkan generalisasi dari observasi yang dilakukan, sehingga perlu mempertimbangkan teknik pengumpulan data secara benar. Hasil wawancara kemudian diolah dengan menggunakan korelasi ganda, dengan rumus sebagai berikut : Rumus mencari nilai R2 :
Rumus mencari koefisien korelasi ganda (R) :
Keterangan : R R2 r r’yx r xx r xy
= koefisien kerelasi = koefisien korelasi ganda = koefisien koralsi person = hasil perhitungan koefisien korelasi variabel Y ke variabel X = hasil perhitungan koefisien korelasi variabel X dengan X = hasil perhitungan koefisien korelasi variabel X ke variabel Y
54
Data dan Instrumen Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder baik itu data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang disajikan bukan dalam bentuk angka, seperti jenis kelamin, agama, status dan lainlain sebagainya, sedangkan data kuantitatif diperoleh dalam bentuk mentah dari kuesioner dan catatan. Data sekunder yaitu data pelengkap yang jawaban pertanyaan penelitian diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari responden atau sumber lain. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tabel 3. Peubah, sub peubah dan indikator yang akan diukur pada penelitian A. Karakteristik peternak (X1) No 1
Peubah
Sub Peubah
Karakteristik Umur Peternak (X1) Pendidikan Pendapatan
Motivasi peternak • Motivasi ekonomi
Indikator Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak peternak lahir sampai ke tahun terdekat pada saat pengamatan dilakukan. Pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang ditempuh peternak. Pendapatan adalah besarnya penghasilan yang diterima peternak dalam sebulan, yang dihitung dalam rupiah. Motivasi adalah jumlah skor keinginan yang mendorong peternak untuk menggunakan biogas. a. Skor keinginan peternak mengganti gas LPG/minyak tanah dengan biogas untuk memasak b. Skor keinginan peternak mengolah limbah biogas menjadi pupuk padat c. Skor keinginan peternak mengolah limbah biogas menjadi pupuk cair d. Skor tanggapan peternak tentang biogas dapat menghemat pengeluaran rumah tangga e. Skor peternak menggunakan limbah
55
Pengalaman beternak
biogas sebagai pupuk dapat mengurangi pengeluaran untuk pupuk urea a. Skor peternak menggunakan biogas, memudahkan bersosialisasi dengan peternak lain b. Skor peternak menggunakan biogas, untuk menjaga kesehatan masyarakat yang ada di lingkungan peternakan c. Skor tanggapan peternak bahwa biogas dapat mengurangi pencemaran lingkungan d. Skor tanggapan peternak bahwa biogas dapat menjaga kebersihan lingkungan a. Skor pemanfaatan limbah ternak menjadi energi b. Skor penggunaan biogas oleh peternak, agar menjadi contoh untuk peternak lainnya c. Skor penggunaan biogas agar menjadi peternak yang berhasil mengelola peternakan a. Jumlah jam dalam sehari peternak memperoleh informasi biogas dari televisi b. Jumlah jam peternak dalam sehari memperoleh informasi biogas dari radio c. Jumlah jam peternak dalam sehari memperoleh infomasi biogas dari majalah d. Jumlah jam peternak dalam sehari memperoleh informasi biogas dari surat kabar e. Jumlah jam peternak dalam sehari memperoleh informasi biogas dari buku Pengalaman beternak adalah jumlah tahun peternak menjalankan usaha peternaknnya.
Jumlah kepemilikan ternak
Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah satuan ternak (ST) sapi perah seorang peternak.
Jumlah anggota keluarga
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah.
• Motivasi social
• Motivasi pribadi
Tingkat keterdedahan peternak pada informasi biogas
56
Kontak dengan anggota kelompok
Intensitas kontak dengan kelompok adalah banyaknya pertemuan kelompok yang dihadiri peternak dalam tiga bulan terakhir.
Kontak dengan penyuluh biogas
Intensitas kontak dengan penyuluh adalah frekuensi peternak bertemu dengan penyuluh biogas dalam tiga bulan terakhir.
Jarak biogas dengan dapur
Jarak instalasi biogas ke dapur peternak adalah jarak antara instalasi biogas (khususnya penampung feses) dengan dapur peternak, (dalam meter).
Persepsi peternak (X2) No Peubah Sub peubah 1
Persepsi peternak tentang teknologi biogas (X2)
Keuntungan relatif
Kompatibilitas
Kompleksitas
Indikator a. Skor keuntungan menggunakan biogas dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah (dalam rupiah) b. Skor keuntungan menggunakan biogas dibandingkan menggunakan menggunakan gas LPG (dalam rupiah) c. Skor keuntungan menggunakan biogas dibandingkan menggunakan kayu bakar (dalam rupiah) d. Skor keuntungan menggunakan biogas dibandingkan menggunakan arang (dalam rupiah) a. Skor kesesuaian teknologi biogas dengan nilai-nilai yang dipercaya peternak setempat b. Skor kesesuaian teknologi biogas dengan kepercayaan peternak setempat c. Skor kesesuaian teknologi biogas dengan norma-norma peternak setempat d. Skor kesesuaian teknologi biogas dengan kegiatan pengolahan limbah peternakan yang sudah ada sebelumnya a. Skor kesulitan peternak memahami cara merakit instalasi biogas
57
Trialabilitas
Observabilitas
b. Skor kesulitan peternak menggunakan teknologi untuk memasak dibanding menggunakan minyak tanah/LPG c. Skor kesulitan peternak memasukkan feses pada tangki pengurai d. Skor kesulitan peternak menyediakan air untuk teknologi biogas e. Skor kesulitan peternak mengolah limbah biogas f. Skor kesulitan peternak merawat instalasi biogasnya a. Skor seberapa sering peternak memasukkan feses ke tangki pengurai dapat dicoba b. Skor seberapa sering peternak menggunakan gas biogas untuk memasak dapat dicoba c. Skor seberapa sering peternak menggunakan limbah biogas langsung ke tanaman dapat dicoba d. Skor seberapa sering peternak mengolah limbah biogas menjadi pupuk padat dan pupuk cair dapat dicoba a. Skor pembentukan gas pada digester dapat diamati oleh peternak b. Skor lama memasak dengan menggunakan biogas dapat diamati oleh peternak c. Skor penggunaan biogas untuk memasak tidak mempengaruhi bau makanan yang dimasak dapat diamati oleh peternak d. Skor gas dari biogas yang tidak mudah meledak dapat diamati oleh peternak e. Skor pupuk dari limbah biogas dapat diamati penggunaannya langsung pada tanaman f. Skor pengolahan limbah biogas menjadi pupuk padat dan pupuk cair dapat diamati oleh peternak
58
B. Sikap Peternak (X3) No Peubah Sub peubah 1
Sikap peternak tentang teknologi biogas (X3)
Kognisi
Afeksi
Konasi
Indikator a. Skor tingkat kepercayaan peternak pada biogas tidak mempengauhi bau makanan yang dimasak b. Skor tingkat kepercayaan peternak pada biogas dapat digunakan untuk memasak sama dengan minyak tanah dan LPG c. Skor tingkat kepercayaan peternak pada gas dari biogas tidak mudah meledak d. Skor tingkat kepercayaan peternak tentang limbah biogas yang dapat langsung dimanfaatkan pada tanaman e. Skor tingkat kepercayaan peternak limbah biogas dapat dijadikan pupuk cair dan pupuk padat f. Skor tingkat kepercayaan peternak pada limbah biogas sama baiknya dengan pupuk kimia a. Skor peternak merasa senang gas dari biogas dapat digunakan untuk memasak b. Skor peternak merasa senang bahwa biogas dapat menggantikan minyak tanah dan LPG untuk memasak c. Skor peternak merasa senang karena dengan biogas peternak lebih mudah menangani limbah ternaknya d. Skor peternak merasa senang karena limbah biogas dapat dijadikan pupuk cair dan pupuk padat e. Skor peternak tidak merasa jijik menggunakan teknologi biogas untuk memasak f. Skor peternak merasa senang karena dengan biogas dapat menjaga kebersihan lingkungan g. Skor peternak merasa dengan menggunakan teknologi biogas dapat mengurangi pencemaran lingkungan a. Skor tingkat kemauan peternak berinvestasi pada teknologi biogas
59
b. Skor tingkat kemauan peternak memasukkan feses pada tangki pengurai c. Skor tingkat kemauan peternak menyediakan air untuk teknologi biogas d. Skor tingkat kemauan peternak mengganti minyak tanah dan gas LPG untuk memasak e. Skor tingkat kemauan peternak merawat instalasi biogasnya f. Skor tingkat kemauan peternak memanfaatkan limbah biogas menjadi pupuk padat dan pupuk cair C. Derajat pengadopsian Peternak (Y) No
Peubah
Sub peubah
Indikator
1
Adopsi peternak sapi perah pada teknologi biogas (Y)
Investasi teknologi a. Besarnya biaya untuk biogas membangun konstruksi kandang agar limbah ternak langsung masuk ke tangki pengurai b. Bersarnya biaya untuk bahanbahan konstruksi biogas c. Besarnya biaya membangun digester d. Besarnya upah pekerja e. Besarnya biaya oprasional, biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan Derajat a. Menggunakan digester penggunaan sebagai tangki pengurai b. Menggunakan digester digester sebagai tempat penampungan feses c. Menggunakan digester agar gas hasil penguraian tidak terbuang begitu saja d. Menjaga digester agar tetap kedap udara e. Menggunakan digester agar feses tidak menumpuk disekitar kandang
60
Derajat penggunaan katup
a. Menggunakan katup sebagai pengaman b. Menggunakan katup untuk mengikat air yang ikut bersama gas dari digester c. Menggunakan air dalam katup untuk mengontrol jumlah gas d. Menggunakan air dalam katup agar gas yang digester langsung ke penampung gas dan tidak keluar melalui katup Derajat a. Menggunakan penampung penggunaan gas untuk menampung gas penampung Gas yang secara kontinu diperoduksi pada digester b. Menggunakan penampung gas sebagai tempat cadangan gas c. Menggunakan digester untuk menjaga gas agar tidak menguap di udara d. Penggunaan jenis plastik sebagai penampung gas Derajat a. Menggunakan kompor penggunaan sebagai tempat keluarnya gas kompor pada saat memasak b. Menggunakan kompor biasa menjadi kompor biogas c. Menggunakan kompor biogas sebagai tempat meletakkan panci, wajan dan alat-alat masak lainnya pada saat memasak d. Menggunakan kompor untuk mengontrol besar kecilnya gas yang keluar pada saat memasak Derajat a. Menggunakan biogas untuk penggunaan biogas menampung feses yang keluar untuk keperluan setiap hari sehari-hari b. Menggunakan biogas untuk menjaga kebersihan kandang c. Menggunakan biogas agar feses ternak tidak mencemari
61
Melakukan pemeliharaan pada instalasi biogas
lingkungan sekitar d. Menggunakan biogas agar tidak mengkontaminasi susu yang telah di perah e. Menggunakan biogas untuk mempermudah pekerjaan peternak f. Menggunakan biogas sebagai sumber energi alterbatif a. Intensitas pemeliharaan peternak pada digester b. Intensitas pemeliharaan peternak pada penampung gas c. Intansitas pemeliharaan peternak pada kompor d. Intensitas peternak menjaga agar saluran pada biogas tidak ada yang bocor
Instrumentasi Instrumentasi merupakan proses penyusunan instrumen yang digunakan sebagai alat ukur dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu berupa kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan peubah penelitian. Pengembangan instrumen dilakukan dengan cara (1) menentukan peubah-peubah yang ada di dalam penelitian, (2) mengembangkan sub-sub
peubah,
(3)
menetapkan
indikator
pada
setiap
peubah,
(4)
mengembangkan pertanyaan disetiap indikator, (5) menyusun kuesioner. Agar data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmah, instrumen penelitian diuji terlebih dahulu baik validitas maupun realibilitas. Validitas Instrumen Validitas atau kesahihan, menunjukkan seberapa dekat alat ukur menyatakan apa yang seharusnya diukur. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006), validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran itu megukur apa yang ingin diukur. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu dengan mendasarkan pada konsep dan definisi oprasional.
62
Mengetahui syarat kesahihan instrumen penelitian ini, maka dilakukan diantaranya (1) konsultasi pada dosen pembimbing dalam penyusunan instrumen, dan (2) melakukan iju coba instrumen sebelum digunakan dalam pengumpulan data. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan kemampuan suatu alat ukur dalam mengukur secara konsisten dan sebagai alat ukur yang tepat untuk mengukur gejala yang sama. Suatu penelitian dikatakan reliabel, andal, memiliki ketepatan atau presisi apabila memberikan nilai yang sama ataupun hampir sama jika pemeriksaan dilakukan berulang-ulang. Reliabilitas digunakan untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Langkah yang dilakukan untuk memperoleh instrument yang andal (reliable), maka digunakan uji coba lapangan terhadap 13 peternak sapi perah yang telah menggunakan biogas. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji reliabilitas instrument Alfa Cronbach (α) dalam software SPSS17. Hasil tersebut menunjukkan bahwa alat ukur yang telah diuji coba dapat digunakan dalam penelitian. Muhidin dan Abdurrahman (2007) mengelompokkan nilai uji reliabilitas sebagai berikut: (1) Kurang reliabel, nilai Alpa Cronbach 0,00 – 0,20 (2) Agak reliabel, nilai Alpa Cronbach 0,21 – 0,40 (3) Cukup reliabel, nilai Alpa Cronbach 0,41 – 0,60 (4) Reliabel, nilai Alpa Cronbach 0,61 – 0,80 (5) Sangat reliabel, nilai Alpa Cronbach 0,81 – 1,00
63
Pengumpulan Data Data dikumpulakan pada bulan April sampai bulan Mei 2010. Pengumpulan data dilakukan pada responden yaitu peternak sapi perah yang telah menggunakan biogas yang tersebar dibeberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (data primer). Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan bantuan dua orang enumerator yang telah telah diberi penjelasan sebelumnya tentang data yang akan dikumpulkan. Selain itu dikumpulkan juga data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Analisis Data Keseluruhan data yang dikumpulkan, ditabulasi dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan dalam pembahasan. Langkah awal yaitu mencari koofisien korelasi setiap variabel dengan menggunakan program SPSS, selanjutnya untuk mengetahui hubungan bersama variabel karakteristik (X1) dengan persepsi (X2), karakteristik (X1) dengan sikap (X3), karakteristik (X1) dengan adopsi (Y) dan katakteristik (X1), persepsi (X2) dan sikap (X3) dengan adopsi (Y) digunakan korelasi ganda dengan bantuan program excel 2007.
64
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hipotesis 1: Karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas Karakteristik peternak terdiri dari peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan persepsi peternak dapat diketahui pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman Jumlah Ternak Jumlah Keluarga Partisipasi Kontak dengan penyuluh Jarak instalasi biogas Info biogas Selang waktu tahu biogas Motivasi
r' x2x1 r' x2x1 .r x1x1 -0.014 -0.1 0.203 -0.04 0.268 0.391 0.147 0.163 0.134 -0.19 -0.262 -0.17 -0.125 -0.16
r x1x2 -0.014 0.203 0.268 0.147 0.134 -0.262 -0.125
0.024 0.080 -0.112
0.12 0.479 -0.28
0.024 0.080 -0.112
0.104 0.421
0.136 0.555
0.104 0.421
Hasil Perhitungan R2 = 0.48 r = 0.69
Keterangan: r’ x2x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi persepsi dengan karekteristik r x1x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r x1x2 = hasil perhitungan koefisien korelasi karekteristik dengan perspsi
65
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,69. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 satuan. Selanjutnya pengaruh peubah tersebut secara bersama-sama pada persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,48 atau 48%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada persepsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 52%. Hipotesis 2: Karakteristik peternak berhubungan dengan sikap tentang teknologi biogas Hubungan karakteristik peternak dengan sikapnya tentang teknologi biogas diuji dengan prosedur korelasi ganda. Hipotesis 2 dijelaskan dari hasil perhitungan koefisien korelasi ganda dan dapat diketahui pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman Jumlah Ternak Jumlah Keluarga Partisipasi Kontak dengan penyuluh Jarak instalasi biogas Info biogas Selang waktu tahu biogas Motivasi
r' x3x1 r’ x3x1 .r x1x1 r x1x3 0.066 0.028 0.066 0.254 0.069 0.254 0.099 0.3136 0.099 0.054 0.0837 0.054 -0.074 -0.301 -0.074 -0.257 -0.187 -0.257 -0.141 -0.019 -0.141 -0.095 0.004 -0.109 0.256 0.367
Hasil Perhitungan R2 = 0.38 r = 0.61
-0.055 -0.095 0.268 0.004 -0.134 -0.109 0.2633 0.4548
0.256 0.367
Keterangan: r’ x3x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi sikap dengan karekteristik r x1x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r x1x3 = hasil perhitungan koefisien korelasi karekteristik dengan sikap
66
Tabel 5 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan sikapnya tentang teknologi biogas ialah 0,61. Hal ini berarti bahwa peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,61 satuan. Selain itu, tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh bersama peubah-peubah karakteristik dengan sikap peternak tentang teknologi biogas ialah 0,38 atau 38%. Jadi, 62% selebihnya merupakan pengaruh peubah-peubah lain pada sikap peternak yang tidak diamati dalam penelitian ini. Hipotesis 3: Karakteristik peternak berhubungan dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas Hipotesis 3 dapat dijelaskan melalui Tabel 6 di bawah ini yang menunjukkan koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebagai berikut: Tabel 6. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak pada adopsi peternak tentang teknologi biogas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman Jumlah Ternak Jumlah Keluarga Partisipasi Kontak dengan penyuluh Jarak instalasi biogas Info biogas Selang waktu tahu biogas Motivasi
r' yx1 0.088 0.208 0.117 -0.168 -0.073 -0.246 0.015
r’ yx1 .r x1x1 0.306 0.131 0.251 -0.17 -0.26 -0.26 0.269
r x1y 0.088 0.208 0.117 -0.168 -0.073 -0.246 0.015
-0.062 -0.232 -0.243
-0.18 -0.08 -0.14
-0.062 -0.232 -0.243
0.309 0.049
0.206 -0.01
0.309 0.049
Hasil Perhitungan R2 = 0.32 r = 0.57
Keterangan: r’ yx1 = hasil perhitungan koefisien korelasi adopsi dengan karekteristik r x1x1 = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r x1y = hasil perhitungan koefisien korelasi karekteristik dengan adopsi
67
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan ialah 0,57. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, akan meningkatkan adopsi teknologi biogas sebesar 0,57 satuan. Secara bersama-sama karakteristik peternak berpengaruh pada adopsi teknologi biogas sebesar 0,32 atau 32%. Selebihnya tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor-faktor lain pada adopsi teknologi biogas mencapai 68%. Hipotesis 4: Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap dengan adopsi teknologi biogas Tabel 7 mengungkapkan karakteristik peternak yang terdiri peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi, persepsi dan sikap peternak yang secara kolektif berhubungan dengan adopsi teknologi biogas.
68
Tabel 7. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik, persepsi dan sikap peternak pada adopsi peternak tentang teknologi biogas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Variabel Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman Jumlah Ternak Jumlah Keluarga Partisipasi Kontak dengan penyuluh Jarak instalasi biogas Info biogas Selang waktu tahu biogas Motivasi Persepsi Sikap
r' yx 0.088 0.208 0.117 -0.168 -0.073 -0.246 0.015
r’ yx .r xx 0.258125 0.103119 0.389881 -0.10246 -0.31415 -0.3173 0.199568
r xy 0.088 0.208 0.117 -0.168 -0.073 -0.246 0.015
-0.062 -0.232 -0.243
-0.11455 0.102305 -0.25133
-0.062 -0.232 -0.243
0.309 0.049 -0.091 0.050
0.235284 0.18376 -0.45316 0.120824
0.309 0.049 -0.091 0.050
Hasil Perhitungan R2 = 0.38 r = 0.62
Keterangan: r’ yx = hasil perhitungan koefisien korelasi adopsi dengan semua variabel X r xx = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik r xy = hasil perhitungan koefisien korelasi semua variabel X dengan adopsi
Tabel 7 menunjukkan bahwa hubungan bersama antara karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, persepsi peternak dan sikap peternak akan meningkatkan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,62 satuan. Secara bersama-sama peubah tersebut berpengaruh pada adopsi peternak tentang teknologi biogas 0,38 atau 38%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain pada adopsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 62%.
69
Pembahasan Koofisien korelasi peubah karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas diantaranya motivasi, pendapatan, pendidikan, pengalaman, jumlah ternak, selang peternak tahu sampai peternak menggunakan biogas, jarak biogas dengan dapur peternak dan kontak peternak dengan penyuluh. Hasil tersebut masih sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 (lihat Tabel 4). Besarnya koefisien korelasi ini tercapai karena adanya sinergi pada peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak yang secara kolektif berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Pengaruh karakteristik peternak pada persepsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas sebesar 48 persen. Pengaruh tersebut masih tergolong lemah, karena faktor eksternal di luar penelitian ini memiliki pengaruh yang lebih besar. Besarnya pengaruh faktor ekternal tersebut dapat berupa tanggapan atau persepsi peternak masih kurang tentang gas dari biogas yang dapat digunakan memasak untuk sehari-hari, selain itu masih kurangnya peternak yang menggunakan teknologi biogas. Hal tersebut dapat terjadi, karena peternak yang belum menggunakan biogas beranggapan bahwa biogas yang ada sekarang tidak dapat bertahan lama, akibat konstruksinya yang mudah rusak. Persepsi muncul karena seseorang mengorganisir dan menginterpretasikan kesan yang mereka tangkap memalalui indera sehingga muncul suatu makna. Hal ini senada dengan pendapat Robbins (2001) persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Perilaku orang didasarkan pada persepsi akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri.
70
Artikel yang dikutip pada Management Consulting Courses (2011) mengemukakan bahwa persepsi mengacu pada cara seseorang untuk memahami dunia sekitarnya. Persepsi merupakan kumpulan proses pada individu yang menyadari kejadian sekitar yang kemudian diinterpretasikan terkait dengan informasi yang diterima. Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dapat berupa faktor internak dan faktor eksternal. Faktor internal berupa (a) batasandari sensor yang dimiliki, indera yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki batasan yang berdampak pada perbedaan respon bagi tiap situasi yang dihadapi. (b) faktor psikologis, seperti keperibadian, pengalaman, masa lalu, dan proses pembelajaran serta motivasi. Faktor ekternal berupa target yang diobsevasi dan situasi pada saat seseorang melihat suatu objek atau kejadian. Besarnya koefisien korelasi karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas nampak pada (1) bertambahnya keuntungan peternak yang menggunakan biogas dibandingkan dengan yang menggunakan minyak tanah, LPG, kayu bakar atau menggunakan arang untuk memasak, (2) bertambahnya penerimaan peternak tentang teknologi biogas karena sesuai dengan nilai-nilai yang dipercaya peternak setempat, serta sesuai dengan kegiatan pengolahan limbah peternakan yang sudah ada sebelumnya, (3) bertambahnya pemahaman peternak tentang cara merakit kompor biogas, memudahkan peternak memasak menggunakan biogas, memudahkan peternak memasukkan feses ke dalam
digester,
memudahkan
peternak
mengelola
limbah
biogas
dan
memudahkan peternak merawat teknologi biogas, (4) bertambahnya keinginan peternak untuk mencoba memasukkan feses ketangki pengurai, keinginan peternak mencoba memasak menggunakan biogas bertambah, bertambahnya keinginan peternak mencoba menggunakan limbah biogas pada tanaman dan mengolah limbah biogas menjadi pupuk oleh peternak bertambah, (5) bertambahnya pengalaman peternak menggunakan biogas untuk masak, keamanan penggunaan gas dari biogas karena tidak mudah meledak, dan biogas tidak mempengaruhi bau makanan yang dimasak. Karena ini senada dengan pendapat Rogers dalam Hanafi (1971), menyatakan sifat-sifat biogas seperti: (1) keuntungan relatif yang mengadopsian suatu inovasi. Keuntungan relatif terdiri
71
dari keuntungan ekonomis, dalam bentuk rendahnya biaya awal, kecilnya resiko, ketidak-nyamanan, hemat tenaga dan waktu serta imbalan yang diterima, (2) ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol tidak akan diadopsi secepat ide yang kompatibel dengan situasi masyarakat setempat, (3) kompatibilitas bisa berupa memberi jaminan yang lebih besar dan resiko lebih kecil oleh penggunanya. Suatu inovasi mungkin kompatibel jika ada kesesuaian dengan kepercayaan sosiokultural serta tingkat kebutuhan masyarakat dengan teknologi tersebut, suatu ide baru dapat digolongkan ke dalam kontinum ”rumit sederhana”. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan dari pihak lain tidak. (4) ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat dan (5) hasil inovasi-inovasi tertentu dapat dilihat dan dapat dikomunikasikan terhadap orang lain dan ada juga yang tidak bisa, sehingga dapat mempengaruhi adopsi seseorang. Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), menyatakan sifat-sifat inovasi diantaranya: (1) keuntungan relatif suatu teknologi baru, (2) kompatibilitas teknologi baru dengan kebiasaan pengguna, (3) kemudahan penggunaan teknologi baru, (4) derajad kerumitan teknologi yang rendah dan (5) kemudahan melihat hasil teknologi tersebut. Selanjutnya Robbins (1996), mengemukakan persepsi merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda atau karakteristik individunya. Selain itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) pengaruh dari dalam diri seseorang itu sendiri dan (2) pengaruh dari luar diri seseorang. Kedua faktor tersebut memperlihatkan persepsi sebagai proses pencarian informasi. Hasil penelitian ini senada dengan temuan Hasumati dan Ahlawat (2010) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, media massa, interaksi dengan masyarakat, kosmopolitan, adat-istiadat, suku atau bangsa, kepemilikan lahan
72
menunjukkan pengaruh positif pada persepsi. Sama halnya dengan penelitian Kaliky dan Hidayat (2002), mengemukakan bahwa karakteristik individu turut mempengaruhi pandangan/persepsi seseorang. terhadap suatu stimulus (objek). Secara psikologis setiap orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Karakteristik individu diantaranya meliputi: umur, pendidikan, kepemilikan ternak, pendapatan keluarga, pengalaman beternak, kosmopolitan. Selanjutnya temuan Lilis (2010), mengemukakan bahwa hubungan antara karakteristik dengan persepsi peternak sapi potong positif namun sangat lemah. Karakteristik peternak diantaranya umur, pendidikan, pengalaman, kepemilikan ternak, hubungan individu dengan instansi terkait. Sedangkan pesepsi peternak tentang teknologi IB diantaranya tingkat pengetahuan peternak, minat peternak dan penilaian peternak. Penilaian peternak terdiri dari peubah keuntungan peternak, kompatabilitas, kemudahan penerapan IB, triabilitas dan observabilitas. Sama halnya dengan pendapat Aryanti, (2008) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Penelitian ini searah dengan pendapat Kunthi (2005) bahwa terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal,
diantaranya: (a)
Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitar sekaligus, (b) Set merupakan harapan seseorang (c) Kebutuhan, kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu. (d) Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi. (e) Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Berdasarkan pernyataan yang dikutip pada www.ittelkom.ac.id (2009) bahwa persepsi adalah proses kognitif (di dalam pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimuli dari lingkungan yang dapat ditangkap melalui
73
inderanya. Tiap-tiap orang mempunyai persepsi sendirisendiri karena: (a) perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli, (b) perbedaan kemampuan dalam menafsirkan atau memberi arti pada stimuli tersebut. Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap persepsi: (1) Karakteristik objek: penampilan, penampilan, cara berkomunikasi dan status seseorang. (2) Karakteristik individu: konsep diri seseorang. Konseptual kognitif, pengalaman, emosi, motivasi kebutuhan. (3) Karakteristik situasional: situasi sosial, situasi organisasi dan situasi alam. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan adanya hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh pemerintah
setempat
yaitu
memperhatikan
karakteristik
peternak
untuk
menyalurkan bantuan teknologi biogas, dapat menentukan baik buruknya persepsi peternak tentang teknologi biogas. Hasil pengamatan dilapangan, peternak mengalami kendala dalam merawat instalasi biogas yang berbahan plastik. Plastik yang mudah sobek menyebabkan gas tidak dapat digunakan untuk memasak seperti gas LPG, minyak tanah dan kayu bakar. Koofisien korelasi karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan sikap peternak tentang teknologi biogas diantaranya motivasi, selang waktu peternak tahu sampai peternak menggunakan biogas, pendidikan, pendapatan, pengalaman dan jarak biogas dengan dapur peternak. Hasil korelasi setiap variabel tersebut masih sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama semua variabel karakteristik tersebut (ditunjukkan pada Tabel 5). Pengaruh karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 38 persen. Pengaruh tersebut sangat lemah dibandingkan faktor eksternal yang tidak diteliti pada penelitian ini yang mencapai 62 persen. Faktor tersebut dapat berupa pengaruh dari orang lain yaitu sikap seseorang sering juga dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekitar terutama orang yang memiliki pekerjaan yang berbeda. Tidak adanya pendampingan, instansi terkait atau pihak yang berkepentingan perlu melakukan pendampingan teruama pada peternak yang
74
baru menggunakan teknologi biogas untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi terutama jika terdapat kebocoran. Disisi lain, pembentukan sikap seseorang tergantung juga pada budaya. Hal tersebut searah dengan temuan Fenny (2009) bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok yang bersifat konservatif yaitu orang yang paling mudah memusuhi orang lain dan mudah curiga, paling suka memaksa dan paling cepat kecewa pada orang lain. Selanjutnya menurut Sri (2008) bahwa pembentukan sikap seseorang tergantung pada budaya tempat tinggal individu tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widiyanta (2002) yang menunjukkan bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting berpengaruh pada perubahan sikap. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ramdhani (2009), bahwa sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang dilakukan individu. Oleh karena itu, mempelajari
sikap
berarti
perlu
juga
mempelajari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses evaluatif, yaitu: (a) Faktor-faktor genetik dan fisiologik (umur), (b) Pengalaman Personal, (c) Pengaruh orang tua (keluarga), (d) Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat dan (e) Media massa adalah media yang hadir di tengah tengah masyarakat. Penelitian ini juga senada dengan temuan Mei dan Kurniasari (2008), keduanya mengemukakan bahwa kemampuan seseorang untuk menentukan sikap menerima teknologi erat hubungannya dengan karakteristik internal diantaranya umur, tingkat pendidikan formal dan non formal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja, kosmopolitan, permodalan, tata nilai adat, frekweinsi kontak dengan instansi terkait dan kerakteristik eksternal diantaranya kontak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, pengaruh tokoh masyarakat, ketersediaan sarana dan prasara. Disamping itu juga dipengaruhi oleh sifat-sifat teknologi itu sendiri seperti relative advantage, compatibility, complexcity, triability, observability dan ketersediaan input complementer. Selanjutnya hasil temuan Winarni (2001) mengemukakan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda akan membedakan respon petani
75
terhadap ragam metode penyuluhan, baik berupa respon poitif maupun negatif. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang diantaranya Umur, metode kunjungan, diskusi, ceramah, demonstrasi, pendidikan formal, pendidikan non formal petani, tingkat kekosmopolitan dan pendapatan keluarga petani. Berbeda dengan temuan di atas Fenny (2009), mengemukakan bahwa karakteristik sosial anatar lain umur, tingkat pendidikan dan kosmopolitan, begitu pula karakteristik ekonomi seperti luas lahan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap peternak. Hal yang mendasari keberhasilan program pengembangan peternakan tanpa ada pengaruh karakteristik pada sikap peternak, karena apabila peternak memperoleh kepercayaan dan kemudahan mendapatkan bantuan dan merasa yakin bahwa diri dan keluarganya akan mendapatkan manfaat besar dari setiap perbaikan yang terkandung dalam program-program pengembangan peternakan. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk khawatir bahwa peternak tidak akan responsif terhadap aneka rangsangan ekonomi dan kesempatan-kesempatan baru guna memperbaiki standar hidupnya. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Sri (2008), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya, (1) Pengalaman pribadi, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat (2) Kebudayaan, pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan (3) Orang lain yang dianggap penting (Significant Others), yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita (4) Media massa, berupa media cetak dan elektronik, dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita (5) Institusi/lembaga pendidikan dan agama, institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang dan (6) Faktor emosional, suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego, dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama).
76
Pendapat Rogers dalam Soekartawi, (1988), mengemukakan bahwa pengaruh cepat lambatnya seseorang dalam mengadopsi inovasi karena adanya perbedaan individu, umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, keberanian mengambil resiko dan sikap seseorang. Hal senada dikemukakan oleh Halim (1992), bahwa karakteristik individu merupakan suatu ciri atau sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dengan semua aspek kehidupan lingkungan sosial. Karakteristik individu dapat meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, status sosial, status ekonomi, bangsa dan lain-lain. Karakteristik individu yang menentukan perilakunya dan meliputi berbagai variabel seperti, motif, nilai, sikap kepribadian dan sikap berinteraksi satu sama lain. Hampir sama dengan pendapat Kurnia (2002), yang menyatakan sikap merupakan kecendrungan seseorang untuk mengetahui, merasakan dan bertindak terhadap suatu objek. Sikap bukanlah tingkah laku, tetapi merupakan kecendrungan untu merasa, berfikir, bertindak dan bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap suatu objek. Penentu sikap diantaranya: (1) keinginan individu yaitu keinginan seseorang untuk mencapai kepuasan, (2) informasi meliputi keinginan seseorang dalam mengembangkan pengetahuannya, (3) keyakinan individu akan suatu teknologi dan (4) kepribadian (refleksi dan kepribadian seseorang). Sama halnya dengan Soekartawi (1988), mengemukakan dalam proses pengambilan keputusan apakah seseorang menerima atau menolak inovasi adalah banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi interen orang tersebut (misalnya pendidikan, status sosial, umur dan sebagainya) serta situasi eksteren atau situasi lingkungan (misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan mendengar radio, televisi, menghadiri temu karya dan sebagainya). Dinas Peternakan Kota Kendari (2010), menjelaskan bahwa untuk mengubah
sikap
petani
pembinaan
harus
secara
terprogram
dan
berkesinambungan sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah bersangkutan, melalui pembinaan petani diharapkan dapat timbul kepemimpinan non formal di pedesaan yang akan mampu menghimpun, menggerakkan dan mengarahkan
77
petani dalam melaksanakan usahataninya. Pembinaan petani diperlukan sarana dan prasarana untuk penyaluran informasi pertanian, pemilikan bahan-bahan informasi harus selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan sasaran atau pengguna. seperi jenis media penyuluhan pertanian mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga harus selalu dipertimbangkan dalam pemilikan media yang akan digunakan. Media penyuluhan pertanian diharapkan berperan sebagai sumber informasi, diharapkan mampu mempengaruhi pengetahuan, sikap, motivasi petani, dalam proses adopsi dan difusi inovasi pertanian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas. Karakteristik peternak terdiri dari dimensi umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, dan motivasi peternak. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah setempat. Untuk meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas, maka perlu meningkatkan karakteristik peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Koofisein korelasi karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan adopsi peternak tentang diantaranya selang dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur. Hasil korelasi tersebut sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama semua variabel karakteristik. Hasilnya menunjukkan keeratan hubungan peubah karakteristik peternak dengan adopsi peternak di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan mencapai 0,57 (lihat Tabel 6). Hal tersebut disebabkan, karena setiap peubah dari karakteristik peternak secara bersama-sama memberikan konteribusi pada adopsi peternak tentang teknologi biogas dan nampak pada bertambahnya jumlah
jam penggunaan peternak memasak dengan biogas.
78
Besarnya koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas terjadi karena hubungan peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas dilakukan secara bersama-sama. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), bahwa beberapa hal yang mempengaruhi adopsi seseorang diantaranya umur, pendidikan, pola hubungan, motivasi, sifat adopsi, interaksi individual, kelompok, anggota keluarga dan sumber informasi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ibrahim et al. (2003), bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan seseorang mengadopsi inovasi, antara lain: umur, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, dan pola hubungan serta kegiatan penyuluhan. Senada dengan temuan Mei dan Kurniasari (2008), mengatakan bahwa kemampuan menentukan sikap menerima atau mengadopsi teknologi erat hubungannya dengan faktor internal dan eksternal pengguna. Karakteristik internal meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, alasan menggunakan teknologi, pendapatan pengguna, jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Kemudian faktor eksternal adalah kekosmopolitan pengguna teknologi, keanggotaan dalam kelompok, frekwensi interaksi dengan lembaga, ketersediaan sarana dan prasarana serta jenis pengambila keputusan. Penelitian Mursidi et al. (2008), menjelaskan bahwa variabel umur, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, alasan melakukan usaha, jumlah tenaga kerja, cosmopolitan, frekwensi kontak dengan penyuluh tidak memperlihatkan hubungan nyata, namun variabel pendidikan formal dan pendapatan petani memperlihatkan hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Azizi dan Nasution (2008), menyatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempunyai pengaruh terhadap teknologi, diantaranya:
79
umur, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga, cosmopolitan serta kontak dengan penyuluh. Selanjutnya hasil penelitian Walekhwa et al. (2009), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak, jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan temuan Suharyanto et al. (2002), menyatakan bahwa teknologi yang
didesiminasikan
diharapkan
mampu
meningkatkan
pendapatan
pengguna/petani. Sebaik apapun teknologi yang dihasilkan akan tidak berguna apabila tidak diadopsi oleh pengguna/petani. Perilaku pengguna banyak dipengaruhi, antara lain pemilihan sistem teknologinya, sangat kondisi individu, kondisi lingkungan baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial ekonomi. Selain peubah tersebut, ada beberapa peubah bebas diantaranya umur, pendidikan, pendapatan, luas lahan, sikap, pengetahuan dan norma sosial. Hasil temuan Hamalik (1999) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka semakin mudah memahami suatu teknologi. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya. Zainun (2004), menyatakan motivasi adalah menggambarkan hubungan dan harapan. Keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan suatu teknologi dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk menjalankan pekerjaannya. Teknologi yang sebelumnya hanya dicoba oleh seseorang akan digunakan
80
sepenuhnya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Danim (2004:15), menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu atau keuntungan tertentu di lingkungan atau dunia kerjanya sendiri. Motivasi dapat mengarahkan orang dalam mengambil tindakan, sehingga motivasi merupakan proses yang mendorong manusia untuk mencapai tujuannya. Motivasi mempengaruhi seseorang dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan, oleh karena itu beberapa unsur motivasi, seperti motivasi positif, motivasi negatif, motifasi dari dalam dan motivasi dari luar. Yunasaf et al. (2009) menyatakan bahwa kelompok peternak sekarang belum dipandang sebagai unsur strategis sebagai media atau wadah terjadinya proses tranformasi dari peternak yang tradisional menjadi sejatinya peternak (farmers). Pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat merupakan media dalam menyampaikan suatu inovasi baru yang akan disampaikan
kepada
peternak.
Keanggotaan
dalam
kelompok
dapat
mempengaruhi peternak dalam proses pengadopsian suatu inovasi. Disejelaskan lebih lanjut oleh Yunasaf bahwa pemahaman yang keliru dari sebagian orang yang menganggap bahwa adanya kelompok merupakan kepentingan dari dinas (pemerintah). Kelompok dapat merupakan media dalam menyampai suatu inovasi baru yang akan disampaikan kepada peternak. Bappenas (2000), menjelaskan bahwa usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak enam ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak dua ekor. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Oleh karena itu, semakin tinggi skala usaha peternakan sapi perah, semakin cepat pula peternak mengadopsi suatu teknologi. Hal senada dengan temuan Irmawati (2008), mengemukakan bahwa teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan ternak, karena akan menentukan jumlah feses yang diproduksi setiap harinya. Mengetahui produksi feses, besar digester dapat disesuaikan sehingga tidak terjadi lagi kekurangan
81
feses ataupun kelebihan feces. Digester yang memiliki kapasitas lebih besar dari skala usaha peternak, maka produksi gas tidak akan optimal. Dijelaskan lebih lanjut bahwa jumlah anggota keluarga peternak menentukan banyaknya gas yang dibutuhkan untuk memasak. Anggota keluarga semakin besar jumlahnya, maka kebutuhan BBM semakin besar pula. Hal ini dihubungkan dengan kebutuhan biogas, maka semakin banyak anggota keluarga berarti semakin besar kapasitas digester yang dibutuhkan. Selain itu, anggota keluarga juga dimanfaatkan oleh peternak sebagai tenaga kerja dalam mengelola usaha ternaknya. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan adanya hubungan karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas. Meningkatnya karakteristik peternak, akan meningkatkan jumlah jam penggunaan biogas untuk memasak oleh peternak. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah atau instansi yang terkait, bahwa penyaluran bantuan teknologi biogas perlu dikaitkan dengan karakteristik calon penggunanya. Pengamatan di lapangan bahwa banyak teknologi biogas yang mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi. Selain itu masih kecilnya perhatian pemerintah tentang kelangsungan teknologi biogas karena belum adanya solusi yang diberikan pemerinah untuk mengatasi instalasi biogas yang rusak. Desiminasi
teknologi
biogas
haruslah
digalakkan
dengan
melakukan
pendampingan pada peternak sapi perah. Selain desiminasi dalam pengembangan teknologi biogas perlu juga dilakukan penyuluhan oleh instansi terkait. Penyuluhan diperlukan agar peternak dapat mandiri dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Oleh karena itu, kendala yang dihadapi selama ini khususnya yang terjadi di Kabupaten Enrekang dapat teratasi. Peubah yang berhubungan positif dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas yaitu selang waktu dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, sikap peternak, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur, namun nilai tersebut tergolong sangat lemah. Oleh karena itu, digunakan koefisien korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas.
82
Koofisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa karakteristik, persepsi dan sikap peternak berhubungan dengan kemampuan peternak dalam mengadopsi teknologi biogas, dengan derajad hubungan mencapai 0,62 (dapat dilihat pada Tabel 7). Hal ini nampak pada bertambahnya jumlah jam penggunaan peternak memasak dengan biogas. Besarnya koefisien korelasi ganda karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi teknologi biogas terjadi karena hubungan peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, besarnya keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, motivasi, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi dilakukan secara bersama-sama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mei et al. (2008), menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat adopsi dipengaruhi karakteristik internal dan eksternal pengguna. Karakteristik internal terdiri dari, umur pendidikan formal, pendidikan nonformal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga, tingkat kosmopolitan, frekwensi kunjungan penyuluh, dan jenis pengambilan keputusan. Faktor eksternal terdiri dari kehadiran dalam kelompok, sarana dan prasarana, pengaruh tokoh masyarakat, dukungan kelembagaan, asal modal usaha, pemasaran dan urutan adat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Muhidin dan Abdurrahman (2007), menjelaskan bahwa besar kecilnya nilai korelasi antara dua atau lebih variabel X dengan variabel Y, terjadi ketika salah satu bagian variabel bebasnya dianggap konstan atau dibuat tetap. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maharani dan Hikmah (2008) mengemukakan bahwa karakteristik internal dan faktor internak pengguna dapat mempengaruhi tingkat adopsi seseorang. Temuan Mei dan Kurniasari (2008), mengemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan adopsi suatu teknologi oleh masyarakat. Faktor tersebut bukan hanya dari bentuk teknologinya, tetapi kemampuan masyarakat pengguna teknologi seperti pengetahuan, keterampilan dan permodalan serta sikap masyarakat pengguna teknologi.
83
Penelitian Syafruddin (2003), menjelaskan bahwa karakteristik responden merupakan salah satu aspek penting yang turut berpengaruh dalam mengadopsi inovasi dalam usahatani. Hasil penelitian syafruddin menemukan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi adopsi inovasi petani dalam mengadopsi suatu inovasi beternak ayam broiler dipengaruhi oleh faktor internal petani (pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak) dan faktor lain (tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan pasar). Sama halnya dengan hasil penelitian Bhatia (2002), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi difusi teknologi biogas di India diantaranya karakteristik teknologi, karakteristik pengguna, lingkungan makro, peran pemerintah dan organisasi-organisasi yang berkaitan. Kendala utama petani dalam pengadopsian teknologi biogas di India yaitu lingkungan sekitar serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani. Temuan Suradisastra et al. (2000:117), mengemukakan beberapa kondisi yang dapat dihimpun dari kelompok petani sebagai bahan acuan percepatan proses adopsi teknologi diantaranya, (1) perbedaan tingkat keterdedahan (exposure), (2) perbedaan jenis dan tingkat penerapan teknologi pertanian, (3) perbedaan sikap dan persepsi, (4) perbedaan produksi dan produktivitas, dan (5) persepsi positif terhadap sumber informasi. Penelitian yang dilaksanakan oleh Walekhwa et al. (2009), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak,jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat. Pendapat Suhardiyono (1992) mengemukakan bahwa masyarakat kita yang sebagian besar petani dalam menanggapi suatu ide/informasi yang baru berbeda-beda, menurut karakteristik sosial ekonomi dari petani itu sendiri, dan perbedaan yang terjadi kadang sangat beragam. Karakteristik petani meliputi tingkat
pendidikan,
umur,
kekosmopolitanan
dan
tingkat
kemampuan
ekonominya. Dalam memperkenalkan suatu hal/teknologi baru (inovasi) kepada
84
masyarakat, maka sebelum orang tersebut mau menerapkannya, terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Pada proses adopsi terdapat tahapan-tahapan sebelum petani menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan itu adalah: Awarenes/kesadaran, Interest/tumbuhnya minat, Evolution/penilaian, Trial/mencoba, Arsoption/menerima, Temuan Totok (2009), mengemukakan bahwa tolak ukut tingkat adopsi, yaitu: kecepatan atau selang waktu antara diterimanya informasi dan penerapan yang dilakukan, luas penerapan inovasi atau proporsi luas lahan yang telah “diberi” inovasi baru, serta mutu intensifikasi dengan membandingkan penerapan dengan “rekomendasi” yang disampaikan oleh penyuluhan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi tergantung pada proses perubahan perilaku yang diupayakan, prosesnya dapat berlangsung cepat dan dapat juga berlangsung lambat. Jika prosesnya melalui pemaksaan biasanya adopsinya berjalan cepat tetapi jika melalui pendidikan prosesnya dapat berlangsung lebih lambat. Selan itu, kecepatan adopsi dapat juga dipengaruhi sifat-sifat atau karakteristik teknologi, karakteristik calon pengguna, pengambilan keputusan adopsi, saluran atau media yang digunakan, dan kualifikasi penyuluh. Pendapat yang sama disampaikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971), memberikan ciri-ciri dan mengelompokkan keinovatifan seseorang sebagai berikut: (a) Ciri sosial ekonomi, diantaranya, lebih berpendidikan, mempunyai status sosial yang lebih tinggi, mempunyai mobilitas yang lebih tinggi, mempunyai lading yang lebih luas, lerorientasi pada ekonomi komersial, mempunyai sikap yang lebih baik, mempunyai pekerjaan yang lebih spesifik, (b) Ciri kepribadian, memiliki simpatik lebih besar, dogmatis, mempunyai kemampuan abstraktis yang lebih besar, mempunyai sikap mau mengambil resiko, lebih tinggi intelengensinya, mempunyai sikap yang lebih berkenan terhadap perubahan,
mempunyai
rasionalitas
yang
lebih
baik
tarhadap
pendidikan/pengetahuan, tidak menyerah pada nasib, dan motivasi dan aspirasi meningkatkan taraf hidup dan (c) Ciri komunikasi, yaitu partisipasi sosial lebih tinggi, sering mengadakan komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial lain, sering mengadakan hubungan dengan agen perubahan, lebih mengadakan
85
hubungan dengan orang asing, member motivasi lebih baik, menjadi anggota sistem sosial yang lebih modern. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan bahwa peningkatan adopsi peternak tentang teknologi biogas dapat dilakukan dengan cara yaitu (1) peningkatan pada peubah karakteristik peternak yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, dan motivasi peternak, (2) harus ada pengelolaan dan pengembangan teknologi biogas sehingga dapat memberbaiki persepsi peternak tentang teknologi biogas dan (3) peningkatan pada peubah sikap yang tediri dari komponen kognitif, afektif dan konasi. Pengaruh karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi pada penelitian ini sebesar 38 persen, hasil masih tergolong lemah. Dengan kata lain, pengaruh peubah lain yang tidak diteliti pada penelitian ini sangat kuat. Peubah yang tidak termasuk dalam penelitian ini dapat berupa karakteristik teknologi biogas, permodalan, biogas yang ada sekarang masih merupakan sumbangan dari pemerintah maupun kurangnya pelatihan biogas. Teknologi biogas yang ada di Kabupaten Enrekang ada tiga macam, diantaranya biogas yang berbahan dasar dari drum, fiber, dan plastik PE seperti yang sekarang ini banyak digunakan di Kabupaten Enrekang. Namun teknologi biogas yang ada sekarang memiliki banyak kekurangan seperti mudah bocor karena terbuat dari plastik. Masalah yang dihadapi peternak sapi perah di lokasi penelitian yaitu kebocoran yang terjadi pada penampung gas dan kebocoran ini sulit untuk dideteksi sehingga menyebabkan banyak teknologi biogas yang terbengkalai. Faktor lain yang dapat menghambat adopsi peternak tentang teknologi biogas karena teknologinya selama ini merupakan bantuan pemerintah setempat. Akibatnya banyak peternak yang tergantung pada proyek pemerintah. Peternak selalu berharap mendapatkan bantuan teknologi biogas dari pemerintah. Fektor ekternal yang dapat mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi
86
teknologi biogas yaitu tidak ada pelatihan khususnya biogas. Kurangnya peternak mengikuti pelatihan biogas menyebabkan pengetahuan peternak menjadi terbatas. Hal tersebut menjadi kendala utama bagi peternak dalam mengatasi kerusakan. Selain karakteristik teknologi biogas, sumber permodalan juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab kurang berkembangnya teknologi biogas di Kabupaten Enrekang. Satu unit reaktor biogas memelukan dana kurang lebih Rp 3.500.000,-, dan banyak peternak yang merasa berat mengeluarkan biaya sebesar itu. Temuan di lapangan diketahui bahwa kondisi wilayah Kabupaten Enrekang masih banyak terdapat potensi sumber daya lokal seperti kayu. Masyarakat setempat masih banyak yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. Ketersediaan potensi ini, menyebabkan masyarakat merasa belum kekurangan sumber energi terutama untuk bahan bakar memasak. Selain itu kayu bakar sangat mudah diperoleh dan masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab sehingga teknologi biogas kurang berkembang di Kabupaten Enrekang. Namun keadaan ini bukan tanpa masalah, pengunaan kayu bakar akan menyebabkan kebutuhan masyarakat akan kayu semakin meningkat, keadaan ini dapat menyebabkan kondisi alam sekitar menjadi rusak dan hutan menjadi gundul karena penebangan pohon. Selain itu, penggunaan kayu bakar menimbulkan asap sehingga mengganggu pernafasan, meninggalkan kerak yang berwarna hitam, dapat mempengaruhi bau makanan yang dimasak serta dapat mengkontaminasi susu yang akan dibuat dangke.
87
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan pada bagian terdahulu, maka dapat disimpulkan: 1. Faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan diantaranya: selang dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, sikap peternak, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur. 2. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas cukup erat. 3. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap peternak tentang teknologi biogas cukup erat. 4. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan adopsi teknologi biogas cukup erat. 5. Secara bersama-sama hubungan karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi juga cukup erat atau sedang Saran Saran-saran berikut ini dirumuskan berdasarkan kesimpulan diatas: 1. Desiminasi teknologi biogas perlu digalakkan dengan selang dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, sikap peternak, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur. 2. Perlu pelatihan untuk memperbaiki persepsi peternak tentang teknologi biogas. 3. Perlu penyuluhan untuk mengubah sikap peternak pada teknologi biogas. 4. Adopsi teknologi biogas perlu digalakkan dengan melakukan pendampingan terhadap peternak sapi perah.
88
5. Perlu penelitian lanjutan tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas yang belum diteliti pada penelitian ini.
89
DAFTAR PUSTAKA Aryanti. 2008. Pengertian Persepsi. http://teori-psikologi.blogspot.com /2008/05/pengertian-persepsi.html [4 November 2010] Azizi A, Nasution Z. 2008. Adopsi Teknologi Budidaya Ikan Kerapu Sistem Keramba Jaring Apung. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Baba S. 2008. Rekayasa Teknologi Biogas untuk diadopsi Peternak Sapi Potong di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong. Universitas Hasanuddin. Makassar Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2007. Biogas untuk generator listrik skala rumah tangga. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29(2). Bhatia R. 2002. Diffusion of renewable energy technologies in developing countries: a case study of biogas engines in India. Institute Of Economic Growth, Delhi, India. Enabling Future Energy Solutions. 4(18):1. Danim S. 2004. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Rineka Ciptas. Jakarta. David. O. Sears, Jonathan L. Freedam dan L. Anne Peplau. 1985. Psikilogi Sosial. Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Deptan. 2009. Program Bio Energi Pedesaan. http://www. Deptan.go.id/html [23 Februari 2009]. Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang. 2009. Populasi Sapi Perah. Enrekang, Sulawesi Selatan. Dinas Peternakan Kota Kendari. 2010. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. http//www. Googel.com. [4 november 2010]. Eirlangga. 2007. Energi Biru dari Kotoran Ternak. http://www.sampah sebagai biogas.com/html [15 Desember 2008]. Engel J F, Blackwell R D, Miniard P W. 1994. Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara, Jakarta. Fenny. A. 2009. Sikap Petani pada Program Community Development (CD) Sapi Sistem Bergulir dan Hubungannya dengan Karakterstik Sosial Ekonomi. http//www. Googel.com. [ 4 November 2010] Hamalik O. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi aksara, Jakarta Hambali E, Mudjalipah S, Tambunan A H, Pattiwiri. A W, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Agro Media. Jakarta Selatan. Hanafi A. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional Surabaya.
90
Haryati. 2006. Biogas : Limbah peternakan yang menjadi sumber energi alternatif. Wartazoa 16(3):167. Hasanuddin. 2005. Adopsi inovasi dalam kegiatan usaha tani pada beberapa spesifik sosial budaya petani di Provinsi Lampung. Agrijati 1(1):22 Hasumati. S, Ahlawat. S. 2010. Factors affecting perceptions of rural parents towards education of girl child in mehsana district-A gender analysis. International Research Journal. Hikmah, Maharani. Y. Kurniasari. N. 2008. Proses Difusi Teknologi Alat Tangkap Long Lina. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Ibrahim J B, Sudiyono A dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Bayumedia Publishing. Malang. Irmawati, Jamila dan Baba S. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Biogas di Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian Kerjasama Balitbanda. Ittelkom. 2009. Pengambilan Keputusan Individual. http://mhd.blog.ittelkom.ac.id /blog/files/2009/10/BAB-2a.pdf. [4 desember 2009] Kaliky. R, Hidayat. N. 2003. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Desa Kepuh Harjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. http/www.ntd.litbang.go.id. [5 November 2010] Kunthi. P. S. 2005. Persepsi Klien tentang Keefektifan Konselor dalam Melaksanakan Konseling Individual Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja dan Gender Konselor di SMA Negeri se-kota Semarang Tahun Ajaran 2004/2005. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Kurnia A. 2002. Hubungan antara jaringan komunikasi dengan petani terhadap sub sistem usaha tani berbasis padi berorientasi agribisnis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lilis. N. 2010. Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak Sapi Potong terhadap Inseminasi Buatan. http//www.dosctoc.com. [7 November 2010] Maharani. Y. dan Hikmah. 2008. Faktor-Faktor Tingkap Penentu Adopsi Paket Teknologi Alat Tangkap Mini Purse Seine. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Managemen Consulting Courses. 2011. Perception dan Person Perception. http://managementconsultingcourses.com/Lesson33Perception&Person Perception.pdf [27 Januari 2011] Mei D. E. Kurniasari N. 2008. Adopsi Teknologi Bididaya Ikan Nila Sistem Keramba Jaring Pung. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta
91
Mei D. E. Muhartono. R, Gatut. N. B. 2008. Proses Adopsi dan Pola Difusi Teknologi Mini Purse Seine. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Mcclellan CD. 1961. David C Mcclellan Motivational Needs Theory. http://bussinessballs.com/davidmcclelland.htm [desember 2009] Muhidin S, Abdurrahman M. 2007. Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Pustaka Setia, Bandung. Mulyadi. 2007. Pengadopsian inovasi pertanian suku pedalaman arfak [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mursidi, Hikmah, dan Zahri Nasution. 2008. Adopsi Teknologi Budidaya Udang Windu. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Nandiyanto dan Rumi F. 2006. Biogas Sebagai Peluang Pengembangan Energi Alternatif. http://www.energi alternatif.com/html. [23 Februari 2009] Ramdhani. 2009. Sikap dan Beberapa Definisi untuk http://www.google.com/definisi/pdf. [Januari 2009].
Memahaminya.
Robbins P.S (1996). Perilaku Organisasi, Jakarta. PT Prenhallindo. Robbins. R. Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. Prentice Hall, 2001, Jilid 1 Bab5. http://yasinta.wordpress.com/2008/09/04/persepsi-danpengambilan-keputusan-individual/[4 November 2010] Rogers M E. 2003. Diffusion of Innovation. Free Press. New York London Toronto. Said S. 2007. Membuat Biogas dari Kotoran Hewan. Bentara Cipta Prima. Jakarta Seribulan. 2003. Persepsi dan sikap siswa smu 69 pulau pramuka terhadap pelestarian pemanfaatan ekosistem sumber daya pesisir dan laut [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Setiadin. H. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anggota kelompok tani dalam berusaha tani: kasus usaha tani ikan air tawar di desa purwasari. kec. dramaga, kab. bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Setiawan A I. 2007. Pemanfaatan Kotoran Ternak. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarata. Sevilla C.G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Siddiq M. 2009. Hukum Biogas. http://www. Hukum Biogas.com/html. [26 februari 2009] Simamora S, Salundik, Sri S, Surajuddin. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Soejitno. 1982. Pengatar Penyuluhan Pertanian. Penerbit Hapsara. Surakarta
92
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Rajagrafindo Persada Soekanto S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali Jakarta. Sri. U. R. 2008. Psikologi Umum. Bab 1. http//www. Google.com/ sikap (Attitude). [4 November 2010] Sri. W. 2009. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta. Subagyo, Rusidi, dan Sekarningsih R. 2005. Kajian faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi usaha perikanan laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 18(2):313. Suhardiyono. 1992. Hubungan Karakteristik Soaial Ekonomi Petani dengan Sikap terhadap Ragam Metode Penyuluhan di Delanggu Kabupaten Klaten. http://eone87.wordpress.com/2010/04/02/. [11 November 2010] Suharyanto, Destialisma, Parwati I. A. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. Suradisastra. K, Sejati. W.K dan Supriyatna. Y. 2007. Potensi dan Kendala Adopsi Teknologi Pertanian pada Masyarakat Peladang Berpindah. Pusat Penelitian Sosial Eonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Syafruddin. 2003. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Universitas Gdajah Mada. Yogyakarta. Http://www.damandiri.or.id/detail.php. [8 November 2010] Syifaunindra. 2009. Biogas Sebagai Bahan Bakar Alternatif Asal Ternak. http://www.biogas sebagai bahan bakar alternatif asal ternak/ [25 mei 2008] Totok
M. 1993. Penyuluhan Pembangunan University Press. Surakarta.
Pertanian.
Sebelas
Maret
___________ 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Press, Surakarta. Van Den Ban A W dan Hawkins H S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakata. Mugisha. J. Drake. 2009. Biogas energy from family-sized digesters in Uganda: critical factors and policy implications. enabling future energy solutions. Enabling Future Energy Solutions 7(37):6-8. Widiyanta. 2002. Sikap Terhadap Lingkungan Alam. Fakultas Kedokteran, Program Studi Psikologi, Universitas Sumatera Utara. http://www.google.com/psiko-ari/pdf/digitized by USU digital library. [Januari 2009]
93
Wikipedia. 2010. Pengertian Persepsi. file:///www.google.com//D:/coba/ persepsi/wekipedia%20persepsi.htm. [5 November 2010] Winarni, 2001. Hubungan Karakteristik Soaial Ekonomi Petani dengan Sikap terhadap Ragam Metode Penyuluhan Di Delanggu Kabupaten Klaten. http//www.google.com [4 November 2010] Yunasaf U. 2008. Dinamika kelompok peternak sapi perah dan keberdayaan anggotanya di kabupaten bandung. [disertsi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Zainun B. 1989. Manajemen dan Motivasi. Balai Aksara. Jakarta.
Lampiran 1. Distribusi peternak sapi perah yang menggunakan teknologi biogas berdasarkan karakteristik peternak
Variabel Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman Jml. Ternak Jml. Keluarga Partisipasi Kntk. Penyuluh Jarak Info Lama Tahu Motivasi Persepsi Sikap Penggunaan
Muda (33,33) Rendah (35.90) Rendah (35,90) Krg. Berpengalaman (35,90) Sedikit (33,33) Sedikit (43,59) Rendah (56,41) Rendah (46,15) Dekat (35,90) Tidak Pernah (74,36) Baru (43,6) Rendah (35,90) Rendah (33,33) Rendah (38,46) Rendah (35,90)
Kategori (%) Sedang (35,90) Sedang (53,85) Sedang (33,33) Cukup (35,90) Sedang (33,33) Sedang (25,64) Sedang (17,95) Sedang (23,08) Sedang (38,46) Pernah (25,64) Sedang (28,2) Sedang (33,33) Sedang (35,90) Sedang (30,77) Sedang (33,33)
Tua (30,77) Tinggi (10,26) Tinggi (30,77) Berpengalaman (28,21) Banyak (33,33) Banyak (30,77) Tinggi (25,64) Tinggi (30,77) Jauh (25,64) Lama (28,2) Tinggi (30,77) Tinggi (30,77) Tinggi (30,77) Tinggi (30,77)
95
Lampiran 2. Tabel Korelasi dari.tahu. guna
motivasi
Persepsi
sikap
adopsi
.091
.145
.299
-.014
.066
.088
.104
-.100
.101
.024
.203
.254
.208
.173
-.048
-.175
-.007
-.075
.268
.099
.117
.109
.042
-.076
-.083
-.026
.233
.147
.054
-.168
.047
.210
.238
-.035
-.179
.014
-.005
.134
-.074
-.073
1
.261
-.070
.208
.064
-.017
-.117
-.262
-.257
-.246
-.031
.077
-.072
.010
-.125
-.141
.015
info
.118
-.124
-.045
-.026
-.164
.159
.209
.194
.209
1
.194
.047
1
-.216
.349
.077
.256
-.069
-.329
1
.214
-.176
-.057
-.233
-.216
.214
1
-.044
.706
.349
-.176
-.044
1
jml.ternak
-.077
-.057
.706
jml.keluarga
.256
-.233
-.164
Pendapatan Pengalaman
kntk. penyuluh
jarak
partisipasi
-.329
Pendidikan
pendidikan
jml. keluarga
pengalaman
Umur
umur
jml. ternak
pendapatan
Va ria b e l
-.069
-.045
.159
.109
.210
.261
1
.577
.118
-.026
.173
.042
.238
-.070
.577
1
-.029
.226
-.172
.117
.024
-.095
-.062
-.124
.104
-.048
-.076
-.035
.208
-.031
-.029
1
.627
.036
-.320
.080
.004
-.232
Info
.091
-.100
-.175
-.083
-.179
.064
.077
.226
.627
1
-.233
-.095
-.112
-.109
-.243
dari.tahu.guna
.145
.101
-.007
-.026
.014
-.017
-.072
-.172
.036
-.233
1
-.143
.104
.256
.309
-.095
-.143
1
0.421
.367
.049
Partisipasi kntk.penyuluh Jarak
Motivasi Persepsi Sikap Adopsi
96
.299
.024
-.075
.233
-.005
-.117
.010
.117
-.320
-.014
.203
.268
.147
.134
-.262
-.125
.024
.080
-.112
.104
0.421
1
0.861
-0.09
.066
.254
.099
.054
-.074
-.257
-.141
-.095
.004
-.109
.256
.367
0.861
1
.050
.088
.208
.117
-.168
-.073
-.246
.015
-.062
-.232
-.243
.309
.049
-0.091
.050
1
Lampiran 3. Korelasi Karakteristik Peternak pada Persepsi Peternak Hasil Perhitungan Rxx Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan
umur
1.871 0.415
-0.189
pendidikan 0.267
1.385 -0.572
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
0.367
-0.361
-0.395
-0.624
0.683
-0.465 2.566
kntk.penyuluh
jarak
info
-0.495
0.593
-0.627
-0.574
-0.431
0.294
-0.186
-0.290
0.113
0.218
0.252
0.256
0.163
-0.180
0.339
-0.196
-0.183
0.444
0.318
0.239
0.413
-0.258
-0.282
-0.079
2.070
0.056
-0.366
0.301
0.022
0.024
0.423
0.108
0.089
-0.154
0.393
0.364
-1.888
0.474
-0.326
0.201
0.021
-0.494
0.034
0.230
1.332
-0.355
0.018
-0.265
0.186
jml.ternak
0.373
0.563
-1.855
-0.531
2.579
-0.384
0.242
-0.563
jml.keluarga
-0.699
0.146
0.273
-0.012
-0.112
1.680
-0.878
0.597
partisipasi
0.715
0.040
-0.116
-0.222
-0.045
-0.861
2.073
pengalaman
-1.309
-1.268
0.195 0.246 0.666
dari.tahu.guna
motivasi
kntk.penyuluh
-0.630
-0.135
0.028
0.177
-0.332
0.622
Jarak
0.488
-0.455
0.177
-0.133
-0.467
-0.607
0.365
0.126
2.501
-1.805
-0.437
Info
-0.491
0.363
-0.047
0.185
0.568
0.374
-0.198
-0.447
-1.798
2.543
0.595
-0.056
dari.tahu.guna
-0.599
-0.144
0.043
0.127
0.044
0.303
-0.281
0.266
0.645
1.340
0.264
motivasi
-0.458
-0.260
0.119
-0.205
-0.001
0.231
-0.082
-0.002
-0.016
0.267
1.377
0.477 0.351
0.384
97
Nilai R'persepsi.x umur
Va ria b e l
pendidikan
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
.203
.268
.147
.134
-.262
-.125
-.014
Persepsi
kntk.penyuluh
.024
jarak
.080
info
-.112
dari.tahu.guna
.104
motivasi
0.421
Hasil Perhitungan R'persepsi,x . Rxx Va ria b e l
umur
Persepsi
-.098
pendidikan
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
-.043
.391
.163
-.191
-.170
-.158
Nilai R x,persepsi
98
Va ria b e l
Persepsi
umur
-.014
pendidikan
.203
pendapatan
.268
pengalaman
.147
jml.ternak
.134
jml.keluarga
-.262
partisipasi
-.125
kntk.penyuluh
.024
jarak
.080
info
-.112
dari.tahu.guna
.104
motivasi
0.421
Hasil Perhitungan: R2 =
0.48
Hasil Perhitungan: R=
0.69
kntk.penyuluh
.120
jarak
info
.479
-.280
dari.tahu.guna
.136
motivasi
0.555
Lampiran 4. Korelasi Karakteristik Peternak pada Sikap Peternak Hasil Perhitungan Rxx pendapatan
pengalaman
1.871
0.267
0.367
-0.361
jarak
info
dari.tahu.guna
motivasi
-0.495
0.593
0.627
-0.395
-0.624
0.683
-0.574
-0.431
0.415
1.385
-0.465
0.024
0.423
0.108
0.089
-0.154
0.393
0.294
-0.186
-0.290
-0.189
-0.572
2.566
0.364
-1.888
0.474
-0.326
0.201
0.021
0.113
0.218
0.252
-0.494
0.034
0.230
1.332
-0.355
0.018
-0.265
0.186
0.256
0.163
-0.180
jml.ternak
0.373
0.563
-1.855
-0.531
2.579
-0.384
0.242
-0.563
0.339
-0.196
-0.183
jml.keluarga
-0.699
0.146
0.273
-0.012
-0.112
1.680
-0.878
0.597
0.444
0.318
0.239
partisipasi
0.715
0.040
-0.116
-0.222
-0.045
-0.861
2.073
-0.282
-0.079
kntk.penyuluh
-0.630
-0.135
0.028
0.177
-0.332
0.622
0.301
0.022
Jarak
0.488
-0.455
0.177
-0.133
-0.467
-0.607
Info
-0.491
0.363
-0.047
0.185
0.568
0.374
Va ria b e l Umur pendidikan pendapatan pengalaman
umur
pendidikan
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
-1.309
kntk.penyuluh
-1.268
0.195 0.246 0.666 0.413
0.258 0.366
2.070
0.056
0.365
0.126
2.501
-1.805
-0.437
-0.198
-0.447
-1.798
2.543
0.595
-0.056
0.645
1.340
0.264
0.016
0.267
1.377
dari.tahu.guna
-0.599
-0.144
0.043
0.127
0.044
0.303
-0.281
0.266
motivasi
-0.458
-0.260
0.119
-0.205
-0.001
0.231
-0.082
-0.002
0.477 0.351
0.384
99
Nilai R' sikap.x Va ria b e l Sikap
Umur
pendidikan
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
kntk.penyuluh
jarak
info
dari.tahu.guna
motivasi
.066
.254
.099
.054
-.074
-.257
-.141
-.095
.004
-.109
.256
.367
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
kntk.penyuluh
jarak
info
dari.tahu.guna
motivasi
.314
.084
-.301
-.187
.268
-.134
Hasil Perhitungan R'sikap,x . Rxx Va ria b e l Sikap
Umur
pendidikan
.028
.069
-.019
-.055
Nilai R x,sikap Va ria b e l
Sikap
Umur
.066
pendidikan
.254
pendapatan
.099
pengalaman
.054
jml.ternak
-.074
jml.keluarga
-.257
partisipasi
-.141
kntk.penyuluh
-.095
Jarak
.004
Info
-.109
dari.tahu.guna
.256
Motivasi
100
.367
Hasil Perhitungan: R2 =
0.38
Hasil Perhitungan: R=
0.618
.263
0.455
Lampiran 5. Korelasi Karakteristik Peternak pada Adopsi Peternak Hasil Perhitungan Rxx Va ria b e l Umur pendidikan
Umur
pendidikan
1.871
0.267
0.415
1.385
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
kntk.penyuluh
0.367
-0.361
jarak
info
-0.395
-0.624
0.683
-0.465
0.024
0.423
0.108
-0.495
0.593
-0.627
-0.574
-0.431
0.089
-0.154
0.393
0.294
-0.186
-0.290
0.474
-0.326
0.201
0.021
0.113
0.218
0.252
0.256
0.163
-0.180
0.339
-0.196
-0.183
0.444
0.318
0.239
0.413
-0.258
-0.282
-0.079
2.070
0.056
-0.366
0.301
0.022
-0.189
-0.572
2.566
0.364
-1.888
-0.494
0.034
0.230
1.332
-0.355
0.018
-0.265
0.186
jml.ternak
0.373
0.563
-1.855
-0.531
2.579
-0.384
0.242
-0.563
jml.keluarga
-0.699
0.146
0.273
-0.012
-0.112
1.680
-0.878
0.597
partisipasi
0.715
0.040
-0.116
-0.222
-0.045
-0.861
2.073
pendapatan pengalaman
-1.309
-1.268
0.195 0.246 0.666
dari.tahu.guna
Motivasi
kntk.penyuluh
-0.630
-0.135
0.028
0.177
-0.332
0.622
Jarak
0.488
-0.455
0.177
-0.133
-0.467
-0.607
0.365
0.126
2.501
-1.805
-0.437
Info
-0.491
0.363
-0.047
0.185
0.568
0.374
-0.198
-0.447
-1.798
2.543
0.595
-0.056
0.645
1.340
0.264
-0.016
0.267
1.377
dari.tahu.guna
-0.599
-0.144
0.043
0.127
0.044
0.303
-0.281
0.266
motivasi
-0.458
-0.260
0.119
-0.205
-0.001
0.231
-0.082
-0.002
0.477 0.351
0.384
101
Nilai R' yx Va ria b e l Adopsi
Umur
pendidikan
.088
.208
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
.117
-.168
-.073
-.246
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
.251
-.166
-.264
-.263
partisipasi
.015
kntk.penyuluh
-.062
jarak
info
-.232
-.243
jarak
info
-.083
-.141
dari.tahu.guna
.309
motivasi
.049
Hasil Perhitungan R'yx . Rxx Va ria b e l Adopsi
Umur
pendidikan
.306
.131
partisipasi
.269
kntk.penyuluh
-.176
Nilai R x,y
102
Va ria b e l
adopsi
Umur
.088
Pendidikan
.208
Pendapatan
.117
Pengalaman
-.168
jml.ternak
-.073
jml.keluarga
-.246
Partisipasi
.015
kntk.penyuluh
-.062
Jarak
-.232
Info
-.243
dari.tahu.guna
.309
Motivasi
.049
Hasil Perhitungan: R2 =
0.32
Hasil Perhitungan: R=
0.571
dari.tahu.guna
.206
motivasi
-0.013
Lampiran 6. Korelasi karakteristik, Persepsi dan Sikap Peternak pada Adopsi Peternak Hasil Perhitungan : Rxx Va ria b e l Umur Pendidikan Pendapatan Pengalaman
dari.tahu. guna
motivasi
Persepsi
sikap
-0.488
-0.456
-0.530
0.944
-0.93
-0.570
0.414
-0.087
-0.381
0.812
-0.79
0.396
0.509
-0.185
0.245
0.733
-1.350
0.59
-0.381
0.312
0.043
0.105
0.129
0.018
-0.799
0.54
-0.300
0.255
-0.544
-0.374
0.405
-0.310
-0.391
0.034
0.41
kntk. penyuluh
pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml. keluarga
partisipasi
1.99
0.373
0.291
-0.436
-0.496
-0.638
0.815
-0.660
0.391
0.52
1.475
-0.534
-0.042
0.340
0.098
0.202
-0.295
-0.34
-0.671
2.908
0.534
-1.968
0.355
-0.528
-0.59
-0.038
0.374
1.417
-0.345
-0.017
-0.571
2.711
Umur
pendidikan
jarak
info
jml.ternak
0.36
0.536
-1.999
jml.keluarga
-0.70
0.133
0.144
-0.053
-0.010
1.749
-0.855
0.597
-0.793
0.513
0.232
0.054
0.118
0.26
0.85
0.150
-0.265
-0.327
-0.105
-0.842
2.231
-1.451
0.126
-0.070
-0.194
-0.282
1.105
-0.90
-0.79
-0.273
0.169
0.291
-0.227
0.620
-1.493
2.291
0.366
-0.573
0.168
0.211
-1.303
1.18
0.26
-0.624
0.614
0.103
-0.510
-0.738
0.064
0.436
3.171
-2.222
-0.465
0.993
-2.044
1.16
Info
-0.34
0.479
-0.318
0.034
0.579
0.450
0.000
-0.655
-2.225
2.811
0.629
-0.433
1.353
-0.82
dari.tahu.guna
-0.53
-0.068
0.091
0.110
-0.095
0.242
-0.215
0.162
-0.510
0.681
1.478
0.340
0.506
-0.78
-0.62
-0.359
0.552
-0.002
-0.140
0.067
-0.310
0.206
0.940
-0.371
0.341
1.988
-1.504
0.49
0.90
0.734
-1.059
-0.718
-0.361
0.160
1.069
-1.225
1.989
1.292
0.550
-1.449
7.468
-0.75
-0.689
0.324
0.429
0.773
0.178
-0.810
1.052
1.129
-0.798
-0.860
0.402
-5.871
Partisipasi kntk.penyuluh Jarak
Motivasi Persepsi Sikap
-5.94 6.29
103
Nilai R'yx Va ria b e l adopsi
Umur
pendidikan
Pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
.088
.208
.117
-.168
-.073
-.246
partisipasi
.015
kntk.penyuluh
-.062
jarak
info
-.232
-.243
jarak
info
0.1023
0.251
dari.tahu.guna
motivasi
Persepsi
sikap
.309
.049
-0.091
.050
dari.tahu.guna
motivasi
Persepsi
Sikap
0.23528
0.18376
-0.45316
0.121
Hasil Perhitungan R'yx . Rxx Va ria b e l
Umur
pendidikan
Pendapatan
pengalaman
jml.ternak
jml.keluarga
partisipasi
adopsi
0.258 13
0.10311923
0.389880953
-0.10246467
-0.3141526
-0.31730198
0.19956816
Nilai R x,y Va ria b e l
penggunaan
umur
0.088
pendidikan
.208
pendapatan
.117
pengalaman
-.168
jml.ternak
-.073
jml.keluarga
-.246
partisipasi
.015
kntk.penyuluh
-.062
jarak
-.232
info
-.243
dari.tahu.gun a
.309
motivasi
.049
Persepsi
-0.091
sikap
.050
104
Hasil Perhitungan: R2 =
0.38
Hasil Perhitungan: R=
0.62
kntk.penyuluh
-0.11455