Rekayasa teknologi biogas untuk diadopsi peternak sapi potong di Sulawesi Selatan Syahdar Baba Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Abstrak Teknologi biogas dikenal di Indonesia sejak tahun 1980 . Namun kenyataannya, betum berkembang dengan balk . Permasatahan utamanya adalah pada adopsi inovasi yang tidak berjalan dengan balk. Adopsi inovasi harus dipandang sebagai proses yang membutuhkan waktu dan dipengaruhi oteh banyak faktor . Modet penyuiuhan harus disesuaikan dengan tahapan adopsi peternak mulai dari sadar, minat, menitai, metakukan percobaan, adopsi dan komitmen serta loyalitas terhadap adopsi inovasi tersebut . Kemampuan penyutuh dalam membangun kredibilitasnya juga mempengaruhi adopsi inovasi . Keadaan inovasi yang meUputi teknotogi tersebut harus dibutuhkan, menguntungkan, kesetarasan, mengeliminir faktor pembatas, sumberdaya peralatan tersedia, terjangkau secara finansial, dan sederhana dan tidak rumit menentukan kecepatan adopsi inovasi teknologi biogas . Key Word : Biogas, adopsi inovasi, kredibilitas penyuluh, karakteristik inovasi
Pendahuluan Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya ; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida ("http ://id.wikipedia.org/wiki/Bioga s", 2007). Secara umum, biogas mengandung gas Metan (CH4) 65,7%, Karbon Dioksida (C02) 27%, Nitrogen (N2) 2,3%, Karbonmonoksida (CO) 0,0%, Oksigen (02) 0,1%, Propen (C3H8) 0,7%, Hidrogen sulfida (H2S) tidak terukur dan nilai kalor 6513 . Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya . Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio dan basil yang diperoleh memuaskan. Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik . Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam . Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat,
140
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan . Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Pencernaan Selulosa 1 . Hidrolisis Faktor yg berpengaruh :
selulosa
glukosa
Glukosa
- PH - Temperature 2 . Pengasaman - Laju Pengisian - Waktu tinggal dalam digester
(C6HuO5)n+nH2O ---I' n(C6H]206)
I
(C6H,206)n + nH2O -- CH 3CHOH000H asamlaktat glukosa -d` CH3CH2CH2000H + CO 2 + H2 asam butirat -; CH3CmOH+C02 etanol
Asam Lemak dan Alkohol
- Toxicity 3 . Metanogenik
4H2 + CO2 -; 2H 20 +CH4 CH3CH2OH + CO2 -~ CH3COOH + CH4 CH,COOH + C02 -~ CO 2 + CH4 CH3CH2CH2000H + 2H2 + CO2 --y CH,COOH + CH4
Metan + CO z
Gambar 1 Tahap Pembentukan Biogas (FAO, 1978) Sumber : Teguh Wikan Widodo, Dkk . 2007 . Biogas sebenarnya telah dipakai di Cina, Mesir, dan Roma Kuno sejak lama. Perkembangan pemanfaatan biogas di Cina dan India adalah yang tercepat dibanding negara-negara lain . Pada tahun 1980 Negeri Tirai Bambu ini telah memiliki 7 juta unit intalasi biogas, sedangkan India saat ini telah memiliki 12 juta unit . Di Indonesia sebenarnya biogas sudah diperkenalkan sejat tahun 1980-an, namun perkembangannya sangat lambat, dan baru pada tahun 1990-an mulai dimanfaatkan . Lambatnya perkembangan biogas di Indonesia tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mensubsidi bahan bakar minyak triliunan rupiah setiap tahun . Adanya subsidi menyebabkan harga BBM sangat murah, sehingga masyarakat menjadi manja dan lebih memilih minyak sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak setiap hari .
Potensi dan Permasalahan Ternak Sapi Potong di Sulawesi Selatan
Usaha petemakan sapi potong di Sulawesi Selatan telah lama dikenal sebagai salah satu lumbung ternak di Indonesia . Namun demikian, potensi tersebut lambat laun semakin menurun seiring dengan semakin menurunnya populasi sapi potong yang ada. Sebagai gambaran, pada awal tahun 1990-an, populasi sapi di Sulawesi Selatan lebih dari 1 juta ekor. Pada tahun 2007, populasi sapi potong di Sulawesi Selatan menurun 668 .622 ekor dengan jumlah peternak individu 141 .008 orang dan kelompok tani ternak 247 kelompok (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan, 2008) . Seiring dengan perkembangan usaha ternak sapi potong yang semakin intensif, menimbulkan berbagai macam potensi permasalahan . Menurut Sihombing (2007) bahwa untuk menghasilkan 1 kg susu dihasilkan 2 kg kering feses dan untuk memproduksil kg daging
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
1 41
dihasilkan 25 kg feses . Jadi bisa dibayangkan di Sulawesi Selatan dengan potensi populasi mencapai 668.622 ekor berapa besar limbah yang dihasilkan setiap tahunnya. Limbah ternak tersebut merupakan sumber pencemar lingkungan yang sangat serius jika tidak ditangani dengan baik. Kontribusi emisi metan (CI-14) dari peternakan mencapai 20-35% dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Gas metan tersebut terbentuk melaiui proses fermentasi kotoran temak (feses dan urine) oleh mikroba secara anaerob . Selain menyebabkan kerusakan ozon, gas metan juga menjadi sumber bau yang dapat mengganggu masyarakat di sekitar kandang, bahkan jika menghirup gas metan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian . Limbah cair ternak dapat menyebabkan pencemaran lingkungan perairan . Penelitian Wibowomoekti (1997) dari limbah cair RPH cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfda dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu, limbah cair merupakan media pertumbuhan yang baik untuk berbagai bibit penyakit seperti cacing dan mikroba patogen lainnya . Bahkan ternak yang tidak dikandangkan dapat menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Selain kotorannya yang berceceran dimana-mana, temak tersebut juga dapat mengganggu tanaman pertanian masyarakat sekitar . Jika hal ini terjadi, biasanya akan menjadi sumber konflik antara pemilik lahan dan tanaman dengan pemilik ternak . Ternak yang tidak dikandangkan juga lebih rawan terhadap kasus pencurian yang belakangan masih marak terjadi di Sulawesi Selatan. Dalam rangka mengatasi permasalahan yang muncul dalam usaha ternak sapi potong, maka pemanfaatan teknologi biogas dapat menjadi alternatif pemecahan masalah . Pemanfaatan feces untuk memproduksi biogas dapat menghindari kerusakan lapisan ozon serta dapat menjadi sumber penerimaan bagi peternak dari penjualan limbah padat biogas sebagai pupuk organik dan limbah cair sebagai pupuk cair. Selain itu, kelangkaan bahan bakar minyak dari fosil dapat diatasi dengan memenuhi kebutuhan dari biogas untuk kebutuhan memasak dan penerangan . Proses Adopsi Teknologi Biogas Oleh Peternak Sapi Potong
Proses adopsi suatu inovasi merupakan suatu rangkaian proses yang berkesinambungan dalam penyuluhan pertanian . Paradigma penyuluhan pertanian tidak lagi hanya fokus pada transfer of technology, tetapi juga sudah merupakan advisory work bagi petani peternak, Human resources development dan empowerment (Uwe Jens Nagel, 1997) . Dengan demikian, adopsi inovasi saat ini tidak hanya bekerja pada tataran bagaimana teknologi tersebut dapat diterima oleh masyarakat tetapi melingkupi bagaimana masyarakat secara sadar mau dan mampu secara mandiri mengadopsi suatu teknologi . Adopsi inovasi mengandung pengertian yang sangat kompleks dan dinamis . Hal ini disebabkan karena proses adopsi suatu inovasi merupakan proses pengambilan keputusan dimana dalam proses ini banyak faktor yang bekerja secara simultan dalam mempengaruhinya. Upaya agar petani dapat mengadopsi suatu inovasi merupakan pekerjaan yang harus dilakukan secara terus menerus karena proses adopsi merupakan proses dimensi
1 42
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
waktu. Dalam kenyataannya, petani biasanya tidak begitu saja menerima suatu teknologi tetapi untuk sampai pada tahapan mereka mau menerima ide-ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama. Keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya mengetahui sampai sadar dan mengubah sikap untuk melaksanakan ide baru tersebut, biasanya juga merupakan hasil dari urut-urutan kejadian dan pengaruh tertentu berdasarkan dimensi waktu . Dengan kata lain, perubahan sikap yang dilakukan oleh peternak adalah merupakan proses yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap peternak berbeda satu sama lainnya . Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi peternak itu sendiri, misalnya kondisi karakteristik peternak, kondisi lingkungan dan karakteristik dari teknologi yang mereka adopsi (Rogers E dan Shoemaker, 1971) . Secara ringkas, tahapan proses adopsi inovasi menurut Rogers, E . (1983), dibagi atas tahapan mengetahui dan menyadari, menaruh minat, menilai, melakukan percobaan dan penerapan atau adopsi teknologi . Tahapan ini lebih dilengkapi oleh beberapa ahli pemasaran seperti Engel dkk (1994) bahwa setelah mengadopsi teknologi (membeli suatu produk) diperlukan untuk membangun suatu komitmen, loyalitas dan kepercayaan terhadap teknologi tersebut sehingga peternak dapat mengadopsinya secara berkelanjutan . Mengetahui dan menyadari
Agar peternak dapat menaruh minat terhadap teknologi biogas, maka diperlukan adanya kegiatan penyuluhan melalui berbagai metode, media, dan materi yng menarik bagi petani . Sehingga peternak akan menyadari dan mengetahui bahwa : 1 . Cara mereka menangani limbah feces dengan membuang atau tidak mengelolanya adalah keliru . Banyak masalah yang dapat muncul karena tingkah laku tersebut seperti mencemari udara, tanah dan air . 2 . Penanganan limbah feces ternak dapat menjadi sumber pendapatan barn melalui produksi pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Selain itu, pemanfaatan biogas dapat mengurangi biaya bahan bakar minyak untuk memasak dan listrik 3 . Pemanfaatan teknologi biogas dapat mengatasi masalah yang mereka hadapi selama ini dalam melakukan usaha sapi potong serta mengurangi beban biaya hidup sehari-hari . Pada tahapan ini, peternak sudah menyadari bahwa cara-cara penanganan feces yang dilakukan selama ini adalah keliru sehingga harus ditinggalkan . Terdapat cara baru yang lebih baik dan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam usaha sapi potong. Di sini peternak akan menentukan sikapnya, yaitu menaruh perhatian, atau acuh tak acuh terhadap informasi baru yang telah diterima. Peran penyuluh dalam berkomunikasi kepada peternak menjadi penting sehingga dapat menimbulkan sikap petani untuk menaruh perhatian trhadap teknologi biogas . Menaruh minat
Peternak yang telah sadar akan pentingnya teknologi biogas akan menaruh minat untuk mengadopsi teknologi tersebut . Pada umumnya peternak merupakan peternak subsisten yang sangat rentan terhadap resiko kegagalan (Scott, 1976) sehingga mereka merasa perlu untuk
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potung - Patu, 24 November 2008
1 43
memperoleh informasi yang lebih banyak tentang teknologi biogas . Proses pencarian dapat dilakukan melalui pencarian informasi di dalam ingatan (pencarian internal) ataukah mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal) . Sekali lagi, peran penyuluh di tantang agar dapat lebih intensif dalam menyampaikan teknologi biogas sehingga peternak mau meningkatkan taraf pengambilan keputusannya . Menilai
Setelah petemak memperoleh informasi yang lebih banyak serta mendapat penjelasanpenjelasan dari sesama peternak yang tergolong mudah mengadopsi (innovators dan early adopter) maka pengetahuannya menjadi lebih banyak dan keragu-raguannya akan sebuah resiko mulai pudar . Hal ini disebabkan karena mereka telah melihat secara langsung manfaat yang dapat diperoleh dari teknologi biogas yang telah dikembangkan oleh temannya sesama petemak. Pada tahapan ini penyuluh harus dapat memberikan penjelasan yang lebih terinci dan jelas sehingga peternak memiliki keberanian untuk mencoba teknologi biogas tersebut . Melakukan percobaan
Pada tahapan ini, peternak sudah ingin mencoba menerapkan teknologi biogas . Mereka sudah ingin menerapkand alam usahataninya . Peran penyuluh dalam menuntun peternak agar secara teknis dapat mempraktekkan teknologi biogas secara mandiri . Penyuluh harus aktif melakukan supervisi, karena apabila mengalami kegagalan maka kepercayaan peternak akan teknologi biogas akan sirna seketika . Hilangnya kepercayaan akan menyulitkan untuk mengadopsi kembali teknologi biogas yang telah disuluhkan (trauma) . Penerapan atau adopsi teknologi
Pada tahapan ini, petani akan menerapkan teknologi biogas secara terus-menerus dalam kegiatan usahataninya . Perulangan demi perulangan yang berhasil semakin membuat petani bergairah dalam menerapkan teknologi biogas . Pada akhirnya, petani merasakan manfaat penerapan teknologi biogas . Pada tahapan ini, peran penyuluh lebih kepada proses pendampingan dalam menemukenali masalah yang mungkin muncul dalam penerapan teknologi biogas . Membangun komitmen, loyalitas dan kepercayaan
Tahapan lebih lanjut adalah membangun komitmen, loyalitas dan kepercayaan peternak terhadap teknologi biogas . Pada tahapan ini, petani tidak hanya mengadopsi teknologi biogas, tetapi sudah siap untuk berinvestasi secara mandiri sehingga komitmen dan loyalitasnya terhadap teknologi biogas dapat dibuktikan . Selain itu, peran penyuluhan dalam membangun kepercayaan peternak terhadap teknologi demikian penting demi menjamin proses difusi teknologi yang mudah kepada peternak laimrya . Proses adopsi tekologi biogas sebagaimana yang telah disebutkan merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan dimensi waktu . Sistem penyuluhan harus terus dilaksanakan dengan komitmen agar peternak dapat menyelesaikan sendiri masalahnya melalui pendampingan dari penyuluh . Sistem penyuluhan yang dikembangkan terkait dengan metode penyuluhan yang digunakan yang harus diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta tahapan adopsi yang sedang terjadi . Selain itu, media penyuluhan haruslah murah,
1 44
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
menarik, tepat, dan dapat meningkatkan gairah peternak dalam mengadopsi teknologi biogas (Mardikanto, 1993). Tak kalah pentingnya adalah peran penyuluh sebagai komunikator (sumber informasi) haruslah kredibel atau dapat dipercaya . Kredibilitas merupakan seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator . Salah satu faktor untuk membangun kepercayaan antara komunikator (penyuluh) dengan sasaran komunikasi adalah kredibilitas sumber yang didefenisikan oleh Effendi sebagai kejujuran (honesty), keramahan (friendliness), dan menyenangkan (Effendi, 1998) . Namun, yang perlu disadari bahwa kredibilitas tidak terletak pada komunikator, tetapi terletak pada persepsi komunikan terhadap komunikator . Sehingga, seorang komunikator harus tanggap terhadap kondisi atau keadaan komunikan . Kredibilitas ini penting karena sasaran akan percaya dan yakin terhadap informasi yang disampaikan oleh sumber yang dianggap kredibel. Agar persoalan membangun kredibilitas lebih dapat dipahami, maka beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh penyuluh agar kredibel adalah sebagai berikut : 1 . Kecakapan yang berarti sumber tersebut memiliki pengetahuan yang cukup dan berkualitas . Permasalahan dan detail pelaksanaan biogas dapat dijelaskan dengan baik dan tersetruktur yang hanya dapat diperoleh jika seorang komunikator telah menerapkannya terlebih dahulu. 2 . Bertujuan. Komunikator tidak mempunyai motivasi lain dalam melaksanakan program tersebut serta mengungkapkan fakta apa adanya . Kelebihan dan kelemahan teknologi biogas harus disampaikan sampai pada akhirnya peternak memutuskan untuk mengadopsi salah satu teknologi biogas yang tersedia. 3. Berkarakter. Sumber yang memiliki kejujuran, tekun, terpercaya, dapat diandalkan, kuat dan setia atau tabah akan lebih dipercaya dan dapat meyakinkan sasaran . Dalam hal ini sumber yang memberikan informasi tidak hanya kredibel, kompoten tetapi akan lebih dipercaya oleh komunikan bila mempunyai karakter sifat etis dan mental seperti yang telah disebutkan . 4 . Berkepribadian . Sumber yang berkepribadian hangat, ramah dan perhatian akan menumbuhkan kepercayaan yang kuat dari sasarannya, karena karakter ini menyajikan keseluruhan dan kecenderungan emosi dan perilaku seseorang . Percepatan Adopsi Teknotogi Biogas
Kecepatan adopsi inovasi ditentukan pula oleh sifat dari inovasi tersebut . Teknologi biogas yang akan diintroduksikan harus memenuhi syarat tersebut . Syarat yang harus dipenuhi oleh teknologi meliputi : 1 . Teknologi biogas harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh peternak . Peternak harus sadar bahwa biogas akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi selama ini dalam menghindari pencemaran udara, air dan tanah akibat feces yang bertumpuk tanpa penanganan yang tepat . Teknologi biogas harus dilahirkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi peternak bukan karena permasalahan yang dihadapi oleh penyuluh atau peneliti karena dengan kesadaran peternak akan kebutuhannya, teknologi akan mudah diadopsi (Bunch, 1992) .
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
1 45
2. Teknologi biogas harus memberi keuntungan kepada peternak . Penanganan teknologi biogas harus terintegrasi dari hulu ke hilir sehingga mampu memberikan keuntungan kepada peternak . Keuntungan yang diperoleh haruslah ril yang diperoleh dari pemanfaatan gas (mengurangi biaya rumah tangga), pupuk organik padat dan pupuk organik cair (tambahan pendapatan). Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988) yang menyatakan bahwa teknologi baru haruslah memberikan keuntungan yang relatif lebih besar dari nilai yang dihasilkan teknologi lama . 3 . Teknologi biogas harus mempunyai kompatibilitas/keselarasan . Pengertian kompatibilitas sangat beragam tetapi oleh Van Den Ban dan Hawkins (1999) kompatibilitas diterjemahkan sebagai keterkaitan dengan nilai sosial budaya, kepercayaan, gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan keperluan dirasakan oleh petani. Olehnya itu, teknologi biogas dijelaskan sebagai bagian dari pertanian terpadu yang terkait dengan usaha tani pertanian yang telah dikenal oleh petani selama ini . 4. Teknologi biogas harus dapat mengatasi faktor-faktor pembatas . Agar dapat bekerja secara optimal, digester biogas membutuhkan syarat teknis tertentu seperti suhu, pH, kelembaban dan toxicity sehingga rekayasa teknologi harus dapat meminimalisir faktor pembatas tersebut . Digester yang dibuat sudah harus langsung dapat mengakomodasi syarat teknis yang dibutuhkan agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal . 5. Teknologi biogas harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada . Desain teknologi biogas harus menggunakan bahan dan peralatan yang sudah ada di sekitar masyarakat tanpa harus mendatangkan dari luar wilayah kerja peternak . Misalnya saja untuk kebutuhan digester haruslah menggunakan alat dan bahan yang sudah ada di sekitar lokasi peternak sehingga dapat dijangkau oleh mereka . 6. Teknologi biogas harus terjangkau secara finansial . Selain teknologi biogas harus menguntungkan, juga secara finansial dapat dijangkau oleh keuangan peternak . Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan alat dan bahan untuk digester karena 90% biaya biogas terletak pada biaya digester. Jika peralatan digester dapat dihemat maka biaya pembuatan biogas juga dapat dikurangi . 7 . Teknologi Biogas harus sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba . Meskipun teknologi biogas merupakan proses bekerjanya syarat fisik dan biologis serta fisika, akan tetapi, teknologi tersebut harus disederhanakan sehingga dapat dicerna oleh peternak . Prinsip kerjanya harus disederhanakan sehingga secara teknis dapat dikerjakan sendiri oleh peternak . Berdasarkan syarat-syarat tersebut, teknologi biogas dapat direkayasa sesuai dengan kebutuhan peternak sehingga dapat diadopsi dengan baik . Sehingga, proses adopsi teknologi biogas dapat berjalan dengan cepat dan dapat disebarkan (didifusikan) ke peternak lainnya . Rekayasa Teknologi Biogas
Ada banyak tipe pembangkit biogas yang telah diciptakan dan dikembangkan . Tidak kurang dari Kolombia, Etiopia, Tanzania, Vietnam dan Kamboja telah mengembangkan pembangkit dengan harga murah, dengan tujuan utama mereduksi biaya produksi dengan menggunakan bahan bahan baku yang tersedia di lokal dan instalasi dan proses operasi yang sederhana. (Botero dan preston 1987 ; Solarte 1995 ; Chater 1986; Sarwatt et aL, 1995; Soeum 1994; Khan 1996) . Model yang digunakan ini berbasis dari model "red mud PVC" yang
146
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
dikembangkan oleh Taiwan seperti dijelaskan oleh Pound et al. (1981) yang kemudian lebih disederhanakan lagi oleh Preston dan kawan kawan untuk pertama kali di Etiopia (Preston unpubl .), dan Kolombia (Botero dan Preston 1987) dan terakhir dikembangkan di Vietnam (Bui Xuan An et al., 1994) . Dalam pembuatan instalasi biogas ada empat komponen utama yang yang hares dibuat . Keempat komponen itu adalah bak pencampur, digester, penampung gas dan kompor .
Bak Pencampur Bak pencampur adalah tempat pencampuran kotoran ternak dengan air agar tercipta media yang baik bagi pertumbuhan bakteri sehingga dapat menghasilkan gasbio secara optimal . Bahan untuk pembuatan bak pencampur dapat bermacam-macam, tergantung bahan yang tersedia diwilayah bersangkutan . Bahan-bahan yang sering digunakan antara lain tembok, drum yang dibelah dan ember besar. Penempatan bak pencampur hares lebih tinggi daripada digester . Hal ini dimaksudkan agar kotoran ternak lebih mudah masuk dari bak pencampur ke dalam digester .
Digester Digester adalah tempat terjadinya fermentasi bahan-bahan organik yang selanjutnya akan menghasilkan gasbio . Digester harus dibuat kedap udara, hal ini disebabkan proses fermentasi yang terjadi adalah secara anaerob (tidak ada oksigen) . Digester biogas dapat dibuat dengan berbagai tipe dan ukuran, tergantung pada bahan dan anggaran yang tersedia. Digester fixedom
Model digester ini terbuat dari tembok berbentuk kubah . Kelebihan digester fixdom yaitu memiliki kapasitas besar (10-30 m 3), sehingga mampu menghasilkan gasbio dalam jumlah yang besar dan memiliki daya tahan yang sangat lama. Kelemahannya yaitu biaya pembuatannya sangat mahal, diperlukan ternak dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan kotoran, rentan terjadi kerusakan jika terjadi pergerakan tanah dan jika terjadi kerusakan atau kebocoran sulit diperbaiki kembali . Digester plastik PE
Model digester plastik adalah digester yang terbuat dari plastik. Kelebihan digester plastik yaitu harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan model fixdom, kapasitasnya agak besar (5-12 m 3), sehingga gasbio yang dihasilkan pun cukup besar . Kelemahannya yaitu daya tahannya kurang dan mudah robek jika tidak dirawat dengan baik . Digester tangki air .
Model digester fiber adalah menggunakan fiber atau tangki air sebagai digester. Kelebihan digester fiber yaitu harganya murah, daya tahan seumur hidup, tidak mudah rusak dan kebutuhan kotoran ternak tidak terlalu banyak sehingga dapat diaplikasikan pada peternak sekala rumah tangga, serta bahan bakunya dapat kita temukan hampir diseluruh wilayah Indonesia . Kelemahannya yaitu kapasitasnya relatif kecil (1-2 m 3), namun demikian, biogas yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari .
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
1 47
Gambar 2 Digester Tangki Air Jika kita melihat perbandingan ketiga tipe digester yang telah dikembangkan, maka tipe digester tangki air dan plastik PE merupakan tipe yang paling sesuai dengan karakter peternak di Indonesia . Hal ini disebabkan peternak di Indonesia umumnya memelihara sapi dalam jumlah kecil (2-5 ekor) dan sifatnya hanya sebagai usaha sampingan . Selain itu, biaya pembuatan digester tipe plastik dan tangki air ini harganya relative murah dan mudah diperoleh . Penampung Gas
Penampung gas adalah wadah yang berguna untuk menampung gas yang dihasilkan dari digester sebelum gas tersebut dipergunakan . Penampung gas dapat dibuat dari berbagai bahan yang memiliki sifat elastis seperti plastik dan karet (ban dalam) . Volume penampung gas tergantung pada digester yang digunakan, semakin besar digester yang digunakan maka penampung gasnya pun juga harus semakin besar agar biogas yang dihasilkan tidak banyak terbuang
1 48
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
Gambar 3 Penampung Gas Kompor
Untuk bahan bakar biogas tidak diperlukan kompor khusus, sebab biogas memiliki sifat mudah terbakar. Kompor untuk biogas dapat menggunakan kompor biogas yang telah banyak dijual atau dengan menggunakan kompor gas yang telah *dimodifikasi . Selain pada kompor, biogas juga dapat dipergunakan untuk menyalakan lampu petromax dan generator listrik . Untuk generator listrik, saat ini telah banyak jenis dan model generator yang menggunakan bahan bakar biogas .
Kesimpulan
Agar teknologi biogas dapat diadopsi oleh peternak sapi potong, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1 . Teknologi biogas harus lahir dari kesadaran peternak akan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan usaha sapi potong 2 . Pemilihan metode, media dan materi penyuluhan harus disesuaikan dengan tahapan adopsi peternak yng dimulai dari tahap mengetahui dan menyadari, menaruh minat, menilai, melakukan percobaan, mengadopsi dan serta membangun komitmen, kepercayaan dan loyalitas peternak 3 . Rekayasa teknologi biogas harus disesuaikan dengan kondisi peternak untuk dapat menerima sebuah teknologi yaitu dibutuhkan, menguntungkan, keselarasan, mengeliminir faktor pembatas, sumberdaya peralatan tersedia, terjangkau secara finansial, dan sederhana dan tidak rumit .
Daftar Pustaka
Bunch, R. 2001 . Dua Tongkol Jagung : Pedoman Pengembangan Pertanian Berpangkal pada Rakyat . Edisi Kedua, Yayasan Obor Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan. 2008 . Statistik Peternakan Sulawesi Selatan Tahun 2007 . Dinas Peternakan Sul-Sel Jln Veteran Utara, Makassar
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
1 49
Effendi, O .U. 2003 . Ilmu, Teori dan Filsafat Ilmu Komunikasi . Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung . Engel, J .F ., Blackwell, RD ., Miniard, P . W. 1994 . Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara, Jakarta . Mardikanto, T. 1993 . Penyuluhan Pembangunan Pertanian . USM Press, Surakarta. Rogers, E . Dan Shoemaker . 1971 . Communication of Innovations : A Cross Cultural Approach . Second Edition . New York : The Free Press . . 1983 . Diffusion of Innovation . The Free Press, a Division of MacMillan Publishing Co . Inc. New York . Scott . 1976 . Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara . LP3ES, Jakarta. Soekartawi . 1988 . Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian . UI . Press, Jakarta Teguh W.W. A. Asari, Ana Nurhasanah. 2007 . Teknologi Pemanfaatan Limb-oh Ternak Untuk Biogas. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian Uwe Jens Nagel . 1997 . Improving Agricultural Extension . FAO, Rome .
1 50
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008