Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGARUH PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PENYULUHAN TERHADAP KINERJA USAHA PETERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG (Effect of Perception and Participation in Extension Activities on Diary Cattle Farming Performance in Enrekang) SYAHDAR BABA1, ISBANDI2, T. MARDIKANTO3 dan WARIDIN2 1
2
Mahasiswa Doktor Ilmu Peternakan Universitas Diponegoro, Jl. Imam Bardjo No.5, Semarang Fakultas Peternakan dan Ekonomi Universitas Diponegoro, Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Semarang 3 Fakultas Pertanian UNS, Jl. Ir. Sutami No. 36 A, Surakarta
ABSTRACT Extension activities in Indonesia is gatting decreasing and could not fulfill farmers needs. This condition affects farmer performance. This study was aimmed: (1) to study relationship between farmers perception to extension activities and level of farmer participation in agriculture extension; (2) to study relationship between level of farmer participation in agriculture extension and farmers performance. The method used was non experimental survey to understand relationship among latent variable simultaneousely. Sample of 103 farmers were divided into two areas, namely: non central and central area of the dairy cattle development and selected by proportional random sampling method. The data analysis technique was simultaneously measurement with Structural Equation Model (SEM) assisted by computer application LISREL (Linear Structural Relationship) 8.30 version. The structural model indicated that farmer perception to agriculture extension had positive correlation toward level of participation in agriculture extension. Level of participation in agriculture extension had positive correlation toward farmer performance. So, if government will improve farmer performance, farmer perception has to be improved Key Words: Farmer’s Participation, Agriculture Extension, Farmers Perception ABSTRAK Pelaksanaan penyuluhan di Indonesia semakin lama semakin menurun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan petani. Kondisi ini dapat mempengaruhi turunnya kinerja usaha peternak. Penelitian dilakukan di kabupaten Enrekang bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi peternak terhadap tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan dan pengaruh tingkat partisipasi terhadap kinerja usaha peternak. Metode yang digunakan adalah metode survei non eksperimental dengan melihat keterhubungan antar variabel laten secara simultan. Lokasi penelitian dibagi menjadi 2 yaitu daerah sentra dan daerah non sentra. Jumlah responden 103 orang. Alat analisis adalah Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan bantuan program LISREL 8,30. Model struktural menunjukkan bahwa model dapat diterima sehingga ada kesesuaian antara model dengan data yang digunakan. Persepsi peternak terhadap penyuluhan berkorelasi positif secara signifikan dengan tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan. Demikian pula tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan berkorelasi positif secara signifikan dengan kinerja usaha. Kata Kunci: Partisipasi Petani, Penyuluhan Pertanian, Persepsi Petani
PENDAHULUAN Usaha sapi perah di kabupaten Enrekang memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha sapi perah pada umumnya di Indonesia. Peternak tidak menjual susu akan tetapi mengolahnya menjadi dangke untuk dijual.
208
Adopsi teknologi di bidang pakan, manajemen dan reproduksi masih berada pada kategori rendah dan sedang (BABA, 2008) padahal kebutuhan ternak perah yang dipelihara intensif sangat beragam mulai dari teknologi reproduksi, manajemen pemeliharaan, teknologi pakan, pengelolaan kesehatan ternak
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
dan penanganan pascapanen. Selain itu, usaha sapi perah padat modal dan membutuhkan strategi pemasaran produk yang tepat karena produknya cepat rusak (SHAMSUDDIN et al., 2007; DEVENDRA, 2007). Salah satu upaya memenuhi kebutuhan peternak sapi perah dalam mengembangkan usahanya adalah melalui kegiatan penyuluhan. Melalui kegiatan pembelajaran secara partisipatif, penyuluh dan peneliti mendampingi peternak untuk mendorong mereka dalam mengembangkan diri dan usahanya sehingga mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan (MARDIKANTO, 2009). Namun demikian, kinerja penyuluh dalam memenuhi kebutuhan petani semakin menurun yang ditandai dengan semakin menurunnya kinerja penyuluh (PUSPADI, 2002; MAWARDI 2004; KURNIAWAN dan JAHI, 2005). Kegiatan penyuluhan hanya berfokus pada transfer teknologi, parsial, terpusat dan umum padahal petani mengharapkan pemecahan masalah, holistik, serta menghargai lokalitas (SETIAWAN, 2005). Kecenderungan penurunan kinerja penyuluhan dapat menyebabkan petani meninggalkan penyuluhan sehingga partisipasi mereka menjadi rendah. Jika partisipasi dalam penyuluhan rendah dan hanya bersifat karikatif, maka harapan untuk meningkatkan kinerja usaha semakin jauh (MARDIKANTO, 2009). Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui (1) pengaruh persepsi peternak terhadap tingkat partisipasi dalam penyuluhan dan (2) mengetahui pengaruh tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan terhadap kinerja usaha. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Enrekang karena merupakan salah satu sentra usaha sapi perah di Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian di bagi atas daerah sentra dan non sentra pengembangan sapi perah. Daerah sentra meliputi kecamatan Cendana dan daerah non sentra meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Anggeraja, Enrekang, Alla dan Baraka. Pembagian daerah didasarkan pada perbedaan kinerja penyuluhan dan karakteristik peternak yang berbeda di daerah sentra dan non sentra pengembangan.
Populasi dan sampel Jumlah peternak sapi perah di kabupaten Enrekang tahun 2009 adalah 361 orang. Teknik penarikan sampel adalah proportional random sampling dengan memperhatikan proporsi peternak sentra (55,33%) dan non sentra (44,67%). Berdasarkan model penentuan sampel yang dikembangkan oleh ISAAC dan MICHAEL (SUGIYONO, 2008) diperoleh jumlah sampel 103 orang dengan proporsi sentra 57 orang dan nonsentra 46 orang. Deskripsi dan model keterkaitan variabel Variabel penelitian ini merupakan variabel laten yang diekspresikan oleh beberapa variabel yang dapat diobservasi. Variabel laten terdiri dari persepsi peternak, tingkat partisipasi dalam penyuluhan dan kinerja usaha. Untuk lebih jelasnya, deskripsi variabel disajikan pada Tabel 1. Analisis data Analisis menggunakan Structural Equation Model (SEM). Tujuan penggunaan SEM adalah menduga validitas model yang dibangun berlandaskan teori melalui pola ketergantungan dan saling ketergantungan ganda antara variabel bebas (eksogen) dan variabel terikat (endogen). Kelebihan SEM adalah memiliki kemampuan dalam menganalisis faktor yang tak terukur (variabel laten) dan mampu memperhitungkan kesalahan pengukuran dalam proses pendugaan koefisien untuk meningkatkan ketepatan hasil dugaan (KUSNENDI, 2008). Variabel laten dalam penelitian ini ada 3 yaitu persepsi peternak terhadap penyuluhan, tingkat partisipasi dalam penyuluhan dan kinerja usaha. Variabel eksogen (independen) hanya 1 yaitu persepsi peternak sedangkan variabel endogen (dependen) ada 2 yaitu tingkat partisipasi dan kinerja usaha. Hipotesis dalam penelitian ini ada 2 yaitu semakin tinggi persepsi peternak terhadap penyuluhan menyebabkan tingkat partisipasi dalam penyuluhan juga meningkat dan semakin tinggi tingkat partisipasi dalam penyuluhan menyebabkan kinerja usaha juga meningkat. Model keterkaitan dan hipotesis penelitian
209
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 1. Deskripsi variabel penelitian Variable laten
Variabel yang diobservasi
Persepsi peternak terhadap penyuluhan (PERSP)
Tingkat partisipasi (PTSP)
Kinerja usaha (KINU)
Instrumen
Persepsi terhadap materi penyuluhan (MTR)
Kesesuaian, kecukupan, kompatibilitas
Persepsi terhadap metode penyuluhan (MTD)
Kesesuaian waktu, kesempatan bertanya, berdiskusi, mengemukakan pendapat
Persepsi terhadap keahlian fungsional penyuluh (PEYL)
Kesesuaian bahasa, relasional, teknis, pemahaman kondisi
Persepsi terhadap sarana penyuluhan (ALT)
Kesesuaian alat bantu, alat peraga, ketersediaan
Tingkat partisipasi dalam perencanaan (RCN)
Penentuan materi, pemahaman potensi, kebutuhan dan permasalahan
Tingkat partisipasi dalam pelaksanaan (PLK)
Penyediaan sumber daya, mengemukakan pendapat, bertanya, berdiskusi
Tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil (MFT)
Pemanfaatan teknologi, pemanfaatan hasil
Rata-rata produksi susu (SUSU)
Produksi susu/jumlah laktasi
Produksi dangke (DNK)
Jumlah dangke per hari
Kontribusi Usaha (KONT)
Pendapatan dari sapi perah/pendapatan total
Jumlah inovasi (INV)
Jumlah inovasi yang digunakan dalam usahatani
RCN
PLK
MFT
SUSU
MTR MTD PEYL
Persepsi (PERSP)
Tingkat Partisipasi (PTSP)
Kinerja Usaha (KINU)
ALT
KONT INV
Gambar 1. Model keterkaitan antar variabel dalam SEM
210
DNK
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis SEM menggunakan Software Linear Structural Relationship (LISREL 8,30). HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi antar karakteristik responden Karakteristik peternak merupakan ciri-ciri yang melekat pada diri petani. Dalam penelitian ini, karakteristik peternak yang diukur adalah umur, lama berusahatani, pendidikan formal dan tingkat kosmopolitan. Adapun korelasi antar variabel tersaji pada Tabel 2. Dari hasil analisis terlihat bahwa umur berhubungan erat dengan lama berusaha. Semakin tua peternak, maka pengalaman usahanya semakin lama. Tabel 2 mengindikasikan bahwa peternak di kabupaten Enrekang telah mulai melakukan usaha sapi perah sejak masih muda. Peternak baru di kabupaten Enrekang pada umumnya merupakan peternak dengan umur muda. Sangat jarang mereka yang berumur tua ingin memulai usaha sapi perah. Hal ini disebabkan karena usaha sapi perah membutuhkan penerapan teknologi yang lebih kompleks serta modal yang cukup besar sehingga mereka yang berumur tua cenderung takut untuk memulai usaha sapi perah (ANONIMUS, 2001). Hanya mereka yang berumur muda yang memiliki keberanian untuk memulai berusaha sapi perah. Umur peternak memiliki korelasi negatif dengan tingkat pendidikan formal. Peternak yang memiliki pendidikan tinggi cenderung berusia lebih muda sedangkan mereka yang berpendidikan lebih rendah adalah peternak
yang sudah berusia tua. Karakteristik peternak di kabupaten Enrekang berbeda dengan karakteristik peternak sapi perah di Pulau Jawa cenderung berumur tua dengan tingkat pendidikan rendah (MASTUTI dan HIDAYAT, 2008). Jika umur dihubungkan dengan tingkat kekosmopolitanan, terdapat korelasi negatif dimana peternak dengan umur muda memiliki tingkat kekosmopolitanan yang tinggi sedangkan peternak yang berumur tua memiliki tingkat kekosmopolitanan yang rendah. Peternak berusia muda cenderung memiliki kontak yang lebih tinggi dengan sumber pengetahuan atau dunia di luar usahataninya dibandingkan dengan peternak yang lebih tua. Intensitas perjalanan mereka keluar daerah lebih tinggi baik untuk keperluan usahanya maupun untuk bertemu dengan teman-temannya. Faktor lain yang menentukan tingginya tingkat kosmopolit peternak muda adalah pengalaman usaha yang masih kurang sehingga mendorong mereka untuk melakukan komunikasi yang intensif dengan penyuluh. Setiap menemui masalah, peternak umur muda berkomunikasi dengan penyuluh ataupun menggunakan sumber informasi lain seperti buku, leaflet dan brosur. Adapun peternak berumur tua cenderung menggunakan pengalaman mereka atau bertanya ke teman sebagai upaya menyelesaikan masalahnya. Mereka tidak menggunakan buku atau sumber bacaan lain sebagai sumber referensinya (MARDIKANTO, 2009). Pendidikan formal berkorelasi positif dengan tingkat kosmopolit peternak. Peternak dengan pendidikan formal lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kosmopolit yang
Tabel 2. Korelasi antar komponen karakteristik peternak Karakteristik peternak Umur Lama berusaha Pendidikan formal Tingkat kosmopolitan
Umur
Lama berusaha
Pendidikan formal
Tingkat kosmopolit
1
0,410 (0,000)
-0,229 (0,020)
-0,254 (0,013)
1
-0,041 (0,680)
-0,111 (0,263)
1
0,355 (0,000) 1
Angka dalam kurung adalah taraf signifikansi Nilai korelasi lemah jika mempunyai nilai 0,00 – 0,25; agak kuat 0,26 – 0,50; kuat 0,51 – 0,75 dan sangat kuat 0,76 – 1,00
211
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
tinggi pula. Peternak yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi memiliki aktivitas lain di luar daerahnya seperti mata pencaharian pokok (guru, PNS di pemerintah kabupaten Enrekang) sehingga mereka selalu melakukan perjalanan ke luar daerah. Mereka juga secara sadar menjadikan penyuluh sebagai sumber informasi yang penting dalam mendukung usahataninya. Kemampuan berkomunikasi yang disebabkan karena pendidikan lebih tinggi menyebabkan intensitas kontak mereka dengan penyuluh juga tinggi. Guna melengkapi referensi mengenai usahatani ternaknya, peternak dengan pendidikan formal yang lebih tinggi menggunakan beberapa sumber bacaan seperti buku, leaflet dan brosur-brosur. Adopsi teknologi ditentukan oleh karakteristik peternak. Mereka yang berusia muda, pendidikan formal tinggi dan tingkat kosmopolit tinggi cenderung cepat mengadopsi teknologi (ANONIM, 2001; MARDIKANTO, 2009). Guna mempercepat difusi teknologi hendaknya diawali dengan menerapkan teknologi ke mereka yang tergolong early adopter. Kelompok ini diharapkan menjadi media difusi teknologi bagi peternak lainya. Hanya saja perlu kehati-hatian dalam memilih tipe peternak seperti ini karena mereka biasanya memiliki tipologi dan sumber daya yang berbeda dengan peternak tipe late majority dan laggard yang jumlahnya mencapai 44% (HAGMANN et al. 1999; ROGERS, 2003). 4,90
Uji kesesuaian model Hasil analisis Structural Equation Model (SEM) diperoleh model yang fit yang artinya ada kesesuaian antara model dengan data yang digunakan. Indikator yang digunakan adalah nilai Chi Square 13,43% cenderung rendah dengan significance probabilitas 0,416 yang lebih besar dari yang disyaratkan yaitu 0,05. Nilai Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) sebesar 0,018 yang lebih kecil dari 0,09. Nilai Comparative Fit Index (CFI) adalah 0,98 yang berarti lebih besar dari nilai yang disyaratkan yaitu 0,90. Menurut GOZHALI (2006) jika nilai Chi square, significance probability, RMSEA, dan CFI telah memenuhi syarat yang ditetapkan maka model dikatakan fit artinya terdapat kesesuaian antara model yang dibangun dengan data yang digunakan. Model fit diperoleh setelah mengeliminasi beberapa variabel observed yang tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel laten seperti persepsi terhadap sarana penyuluhan yang digunakan, partisipasi dalam perencanaan, skala usaha, dan rata-rata produksi susu. Validitas dan realibilitas variabel observed dapat dilihat pada Gambar 2 tentang nilai 2value dari model. Variabel laten persepsi peternak dalam penyuluhan disusun oleh variabel observed persepsi terhadap materi, persepsi terhadap metode dan persepsi
6,44
6,07 2,18
5,38 4,41
1,99
7,13 6,93
2,01
6,97
1,96
12,36
7,35 3,78
13,43
13
0,41550
0,018
Gambar 2. Hasil analisis Structural Equation Model berdasarkan 2
212
0,00
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
terhadap kemampuan fungsional penyuluh (Gambar 2). Variabel laten tingkat partisipasi disusun oleh dua variabel yang diobservasi yaitu tingkat partisipasi dalam pelaksanaan dan tingkat partisipasi dalam pemanfaatan hasil penyuluhan. Variabel laten kinerja usaha direfleksikan oleh variabel observasi produksi dangke per hari dan jumlah inovasi yang diterapkan. Hubungan kausalitas antar variabel laten dapat dilihat pada Tabel 3. Semakin tinggi persepsi peternak terhadap penyuluhan menyebabkan tingkat partisipasi dalam penyuluhan juga meningkat. Tingkat partisipasi dalam penyuluhan yang tinggi menyebabkan kinerja usaha juga meningkat yang ditandai oleh meningkatnya produksi dangke serta meningkatnya jumlah inovasi yang diterapkan dalam usahataninya. Pengaruh persepsi peternak terhadap penyuluhan terhadap tingkat partisipasi dalam penyuluhan Pengaruh materi dan metode serta kemampuan fungsional penyuluh terhadap tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan diperoleh hasil yang signifikan. Hal ini dilandasi oleh apa yang dikemukakan oleh KNOWLES (1996) dan SKILBECK (2006) bahwa petani sebagai orang dewasa, akan berpartisipasi dalam sebuah kegiatan jika apa yang disampaikan (materi) serta metode penyampaian sesuai dengan kebutuhan mereka. DOLISCA et. al. (2006) mengemukakan bahwa tingginya benefit yang diterima dari materi yang diberikan akan meningkatkan partisipasi petani dalam sebuah kegiatan. Kemampuan penyuluh dalam memberikan pemahaman terhadap manfaat program mampu meningkatkan partisipasi petani dalam sebuah kegiatan (QIAO, et al., 2009). Keadaan ini terjadi pula di kabupaten Enrekang. Peternak akan mengikuti kegiatan penyuluhan dengan antusias jika materi yang
disuluhkan menarik atau hal yang baru bagi mereka. Ini dibuktikan jika penyuluhan dilakukan oleh narasumber baru yang berasal dari luar kabupaten Enrekang, maka antusiasme peternak untuk mengikuti kegiatan penyuluhan sangat tinggi. Jumlah peternak yang hadir selalu melebihi kapasitas ruangan dan undangan yang disiapkan. Mereka sangat berharap memperoleh pengetahuan yang baru dari narasumber tersebut. Metode penyuluhan yang utama dilakukan di kabupaten Enrekang ada 2 yaitu metode penyuluhan kelompok (inisiasi penyuluh dan inisiasi peternak) dan metode penyuluhan perorangan. Pelaksanaan penyuluhan secara kelompok yang diinisiasi oleh penyuluh tidak terlalu diminati oleh peternak. Kesempatan petani untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan leluasa terkendala oleh waktu dan kesempatan. Selain itu, hanya petani tertentu saja yang memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat utamanya mereka yang memang telah terbiasa dalam mengemukakan pendapat. Adapun bagi peternak yang belum terbiasa mengemukakan pendapat terkadang malu-malu untuk mengemukakan pendapat. Lain halnya jika pertemuan diinisiasi oleh kelompok sebagaimana yang terjadi di daerah non sentra. Partisipasi peternak dalam mengemukakan pendapat, bertanya dan berdiskusi sangat terbuka. Mereka juga memiliki kesempatan yang luas untuk bertanya ke penyuluh ataupun ke peternak lainnya tanpa perasaan sungkan. Demikian pula metode penyuluhan perorangan, mampu meningkatkan partisiapsi peternak dalam penyuluhan. Faktor kemampuan fungsional penyuluh mempengaruhi tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan. Salah satunya adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh peternak. Jika penyuluh mampu berkomunikasi dengan baik dengan peternak maka tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan akan meningkat. Di kabupaten
Tabel 3. Hasil pengujian hubungan kausalitas variabel laten Variabel
Koefisien
t-value
Keterangan
Persepsi penyuluhan Tingkat partisipasi
0,65
3,99
Signifikan
Tingkat partisipasi Kinerja usaha
0,22
1,96
Signifikan
213
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Enrekang, penyuluh merupakan penduduk asli setempat yang telah bertugas cukup lama di daerahnya masing-masing. Sehingga, komunikasi dengan peternak dan penyuluh berjalan tanpa terkendala oleh kemampuan pemahaman bahasa. Peternak pun tidak mengalami kesulitan dalam menghubungi penyuluh jika mereka menemui masalah. Peternak tanpa segan menelepon penyuluh. Dalam pertemuan formal, peternak tidak mengalami kesulitan untuk menerima materi yang disuluhkan penyuluh karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dimengerti oleh peternak. Pengaruh tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan terhadap kinerja usaha peternak Partisipasi yang tinggi dalam pelaksanaan dan pemanfaatan hasil penyuluhan mampu meningkatkan kinerja usaha peternak utamanya dalam produktivitas usaha dan adopsi inovasi. Hal ini sesuai dengan pendapat ATARI et al. (2009) yang menyatakan bahwa perbedaan peternak yang berpartisipasi dengan tidak berpartisipasi adalah pada tingkat adopsi teknologi. Mereka yang berpartisipasi mampu mengadopsi teknik beternak yang ramah lingkungan serta mengembangkan jenis tanaman yang beragam. AMUDAVI et. al. (2009) menyatakan bahwa petani yang berpartisipasi dalam Farmer’s Field Days di Kenya juga mampu mengetahui bagaimana kinerja teknologi, manfaatnya, terampil dalam melaksanakan, mampu mengadopsi teknologi yang didiseminasikan serta meningkatkan pendapatan mereka. CONNEL et al. (2005) menerapkan penyuluhan partisipatif di Laos sebagai upaya meningkatkan adopsi teknologi hijauan makanan ternak memperoleh hasil yaitu terjadi peningkatan kemampuan menggembalakan ternak dari 2 – 5 ekor menjadi lebih dari 10 ekor, meningkatnya kemampuan penggemukan sapi dan kerbau sehingga mampu melakukan penjualan regular sejumlah 2 – 3 ekor per bulan, menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan babi hingga dapat dijual dari 12 bulan menjadi 5 – 6 bulan serta meningkatkan angka kelahiran kembar dan daya tahan kambing.
214
Manfaat partisipasi telah dikemukakan oleh IFE dan TESORIERO (2008) bahwa dengan partisipasi yang sebenarnya, kegiatan akan menjadi efisien dan efektif dan meningkatkan rasa memiliki oleh petani terhadap teknologi yang didiseminasikan. Partisipasi yang sebenarnya tidak hanya partisipasi turut serta akan tetapi partisipasi yang dimulai dari pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil dari kegiatan (COHEN dan UPHOF, 1980; MIKKELSEN, 2003). Karena itu, partisipasi yang tinggi dalam penyuluhan sangat diperlukan guna meningkatkan manfaat pelaksanaan penyuluhan. Hal yang sama terjadi di kabupaten Enrekang. Peternak yang berpartisipasi tinggi dalam penyuluhan mampu meningkatkan penerapan inovasi dalam usahataninya dan meningkatkan produksi dangke. Informasi dan teknologi yang diperoleh dari penyuluhan mampu diterjemahkan oleh peternak dalam usahataninya dalam bentuk penerapan atau adopsi inovasi yang tinggi dalam tiga aspek usaha peternakan yaitu breeding, feeding dan manajemen. Pengetahuan dasar dalam melaksanakan usaha sapi perah bagi peternak di kabupaten Enrekang diperoleh dari penyuluh seperti mengenali tanda-tanda berahi, dasardasar pemberian pakan, tatalaksana pemeliharaan, manajemen kesehatan, manajemen kandang, serta teknik pengolahan produk dangke. Materi penyuluhan yang diterima oleh peternak di kabupaten Enrekang dapat dikelompokkan dalam materi ilmu budidaya. Materi ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas usaha melalui perbaikan tiga aspek yaitu breeding, feeding dan manajemen dan telah diterapkan oleh peternak dalam usahataninya. Dari segi kelengkapan materi penyuluhan maka materi ini masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan materi yang seharusnya diterima oleh peternak. Menurut MARDIKANTO (2009), materi penyuluhan dapat berupa ilmu budidaya, ekonomi pertanian, pengelolaan sistem usahatani, kelembagaan petani serta politik pertanian. RIVERA dan QOMAR (2003) bahkan menambahkan pentingnya materi pendidikan wanita dan isu global seperti keamanan pangan dan pemanasan global.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Persepsi terhadap pelaksanaan penyuluhan yang tinggi mampu meningkatkan partisipasi peternak dalam penyuluhan. Persepsi yang paling penting diperhatikan adalah persepsi terhadap materi yang sesuai dengan kebutuhan peternak, metode yang memberi kesempatan kepada peternak untuk berpartisipasi, serta kemampuan fungsional penyuluh yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi peternak. 2. Tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan yang tinggi mampu meningkatkan kinerja usaha peternak. Partisipasi yang diharapkan adalah partisipasi dalam pelaksanaan penyuluhan dan pemanfaatan hasil penyuluhan. Peternak yang memiliki tingkat partisipasi tinggi dalam penyuluhan mampu meningkatkan adopsi teknologi dan rataan produksi dangke. UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini merupakan bagian dari disertasi penulis yang berjudul partisipasi peternak sapi perah dalam penyuluhan serta dampaknya terhadap peningkatan kinerja usaha peternak di kabupaten Enrekang. Ucapan terima kasih kepada peternak di kabupaten Enrekang yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini. Terima kasih pula kepada Promotor dan Ko-Promotor yang telah membimbing dan mengarahkan dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani, Jakarta. AMUDAVI, D.M., Z.R. KHAN, J.M. WANYAMA, C.A.O. MIDEGA, J. PITCHER, A. HASSANALI and J.A. PICKETT. 2009. Evaluation of Farmer’s Field Days as a Dissemination Tool for PushPull Technology in Western Kenya. Crop Protection 28: 225 – 235.
ATARI, D.O.A., E.K. YIRIDOE, S. SMALE and P.N. DUINKER. 2009. What motivates farmers to participate in the Nova Scotia environmental farm plan program? Evidence and Environmental Policy Implications. J. Env. Manag. 90: 1269 – 1279. BABA, S. 2008. Analisis tingkat adopsi usaha ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang. J. Vegeta 2 (4) Juli – Desember 2008. COHEN, J.M. dan N.T. UPHOFF. 1980. Participation’s Place in Rural Development: Seeking Clarity through Specificity. World Develop. 8: 213 – 235. CONNEL, G.J., V. PHOTAKOUN, O. PATHAMMAVONG and J. MILLAR. 2005. Participatory Extension Approaches in Support of Technology Development and Adaptation. Collaborate NAFRI, NAFES and NOUL, Laos. DEVENDRA, C. 2007. Constraint analysis to improve integrated dairy production system in developing countries: Importance of participatory rural appraisal. Trop. Anim. Health Prod. 39: 549 – 556. DOLISCA, F., D.R. CARTER, J.M. MCDANIEL, D.A. SHANNON and C.M. JOLLY. 2006. Factors Influencing Farmer’s Participation in Forestry Management Programs: A Case Study from Haiti. Forest Ecology and Management 236: 324 – 331. GHOZALI, I. 2006. Structural Equation Modelling; Model Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Badan Penerbit UNDIP, Semarang. HAGMAN, J., E. CHUMA, K. MURWIRA and M. CONNOLY. 1999. Putting Process into Practice: Operationalizing Participatory Extension. Agricultural Research & Extension Network, Germany. IFE, J. dan F. TESORIERO. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Diterjemahkan oleh: MANULLANG, S., N. YAKIN dan M. NURSAHID dari Community-Based Alternatives in an Angel of Globalization. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. KNOWLES, M. 1991. The Adult Learner: A Neglected Species. Gulf Publishing. Houston, Texas, USA. KURNIAWAN, R. dan A. JAHI. 2005. Kompetensi Penyuluh Pertanian di Tujuh Kecamatan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. J. Penyuluhan 1(1); 1 – 6.
215
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
KUSNENDI. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Satu dan Multigrup Sampel dengan LISREL. Alfabeta, Bandung. MARDIKANTO, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Press, Surakarta. MASTUTI, S. dan N.N. HIDAYAT. 2009. Peranan tenaga kerja perempuan dalam usaha ternak sapi perah di Kabupaten Banyumas. Anim. Prod. 11: 40 – 47. MAWARDI, S. 2004. Persoalan penyuluhan di Era Otonomi Daerah, SMERU Newsletter, www.smeru.or.id/newslet/2004/ed12/200412fi eld3.htm (16 Desember 2006). MIKKELSEN, B. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Diterjemahkan oleh: Nalle, M. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. PUSPADI, K. 2002. Rekonstruksi Sistem Penyuluhan Pertanian. Tidak Dipublikasi, Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
QIAO, G., L. ZHAO and K.K. KLEIN. 2009. Water User Association in Inner Mongolia: Factors that Influence Farmers to Join. Agric. Water Management 96; 822 – 830. RIVERA, W.M. dan M.K. QOMAR. 2003. Agricultural Extension, Rural Development and the Food Security Challenge. FAO the UN, Rome. SETIAWAN, A.P. 2005. Masalah-Masalah Penyuluhan Pertanian. J. Penyuluhan. 1(1): 57 – 61 SHAMSUDDIN, M., M.M. ALAM, M.S. HOSSEIN, W.J. GOODNER, F.Y. BARI, T.U. AHMED, M.M. HOSSAIN and A.H.M.S.I. KHAN. 2007. Participatory Rural Appraisal to Identify Needs and Prospect of Market-Oriented Dairy Industries in Bangladesh. Trop. Animal Health Prod. 39: 567 – 581. SKILBECK, M. 2006. Participation in Learning: Why, What, Where and How Do People Learn?. In: Lifelong Learning, Participation and Equity CHAPMAN, J., P. CHARTWRIGHT and E.J. MCGILP (Eds.). pp. 47 – 78. SUGIYONO. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). ALFABETA, Bandung.
DISKUSI
Pertanyaan: 1. Apakah yang dimaksud parameter kinerja penyuluhan atau kinerja penduduk ? 2. Apakah analisa menggunakan software atau manual? Jawaban: 1. Ada 4 parameter kinerja penyuluhan yang diamati antara lain materi dan assessment. 2. Analisa menggunakan software.
216