PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN (Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI TIAR RONA DUMARIA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
TIAR RONA DUMARIA, D34102005. 2006. Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Peternakan. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Pembimbing Anggota : Prof.Dr.Ign. Djoko Susanto,SKM, APU Pengembangan usaha peternakan tidak bisa dilepaskan dari dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang terus mendorong pengembangan usaha peternakan bertujuan agar dapat menambah pendapatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan protein hewan secara berkesinambungan. Salah satu usaha untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan usaha peternakan adalah adanya penyuluhan. Penyuluhan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternak. Penyuluhan diharapkan dapat menimbulkan perubahan yang diinginkan oleh peternak. Perubahan ini dapat berbentuk perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) peternak sehingga mereka mampu beternak dan berusaha ternak lebih baik dan lebih menguntungkan. Desa Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai salah satu desa yang mengembangkan berbagai jenis ternak. Salah satu komoditi peternakan yang potensial di desa tersebut adalah ternak babi. Memelihara ternak babi selain dapat memberi keuntungan, ternak babi dapat juga dipelihara di daerah tropis atau di daerah beriklim sedang. Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. Mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan dari pertengahan bulan februari sampai akhir bulan maret di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Kesimpulan penelitian adalah: Karateristik peternak sebahagian besar berumur 37-42 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki yang paling dominan, pendidikan SLTA, pengalaman beternak 1-5 tahun, tanggungan peternak 3-6 orang, pendapatan peternak Rp. 400.000 – Rp. 600.000, luas lahan 0,25-0,5 ha, secara umum peternak ikut dalam kelompok dan selalu hadir dalam kegiatan kelompok. Tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan secara umum tergolong tinggi pada tingkat perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan untuk evaluasi tergolong dalam kategori sedang. Faktor internal (umur, pendidikan, pengalaman beternak, luas lahan) berpengaruh nyata dan sangat nyata dengan tingkat partisipasi peternka dalam kegiatan penyuluhan yaitu dalam pelaksanaan dan evaluasi penyuluhan, dan faktor eksternal (interaksi dengan pedagang, ketersediaan informasi) berpengaruh nyata dengan tingkat partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan yaitu dalam perencanaan dan evaluasi penyuluhan. Kata- kata kunci: Penyuluhan, Partisipasi, Peternak.
2
ABSTRACT Participate Breeder in Ranch Illumination (Case of Group of Pig’ Husbandry in Siborong-borong, Regency of North Tapanuli, Province of North Sumatera) Dumaria, T.R., Lumintang, R., and Susanto, D. Development of animal husbandry cannot be separated from government support. Government support which immediately is to motivate animal husbandry to increase society’s earnings and fulfill animal protein requirement continously. One of effort to maintain and develop animal husbandry is through extension education activities. Countryside of Siborong-borong, Regency of North Tapanuli, is one of countryside that developing various livestock type. Potential commodities in the countryside are pigs. Livestock of pigs can give advantage, and also can be maintain in tropical and sub tropical area. This research execute during 1,5 month start from mid February to March 2006 in Countryside of Siborong-borong. The data were collected through (1) primary data were collected on direct perception and interview using quesionnairs (2) secondary data were collected from reference substance, book, and obtained from the office of animal husbandry in Regency of North Tapanuli. Primary data is processed by statistical test of Rank Spearman by using computer program, SPSS for windows and used descriptive analysis to explain common things, that is society condition in countryside of Siborong-borong. Internal factor (such as age, education, ranch experience, wide farm) having very significant effect on participaties husbandries level in illumination activity in implementation and evaluation. External factor (such as interaction with merchant, information availability) having significant effect on participate husbandries level in illumination activity in the plan and evaluation. Keywords: Extension Education, Participate, Husbandry.
3
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN (Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
TIAR RONA DUMARIA D34102005
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
4
PARTISIPASI PETERNAK DALAM PENYULUHAN PETERNAKAN (Kasus Kelompok Peternak Babi Di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)
Oleh: TIAR RONA DUMARIA D34102005
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Richard. W.E. Lumintang, MSEA
Prof. Dr.Ign. Djoko Susanto, SKM, APU
NIP. 130 367 101
NIP. 140 020 648
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Ronny R. Noor, MRur. Sc. NIP. 131 624 188
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 September 1984 di Medan, Sumatera Utara. Penulis adalah anak keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Drs. R. Nafsi Siburian dan Ibu L. Manullang Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD ST Antonius V/VI Medan, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 3 Medan dan pendidikan sekolah menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 10 Medan. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi masuk IPB (USMI) pada tahun 2002. Pada tahun 2003 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada minat studi Komunikasi dan Penyuluhan pada Program Studi Sosial Ekonomi Ternak. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bogor dan pernah menjabat sebagai Departemen Pendanaan masa bakti 2005-2006. Penulis juga aktif dalam Persekutuan Okuimene Protestan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada komisi kesenian. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
6
KATA PENGANTAR Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Karunia dan Penyertaan-Nya bagi Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Peternakan (Kasus Kelompok Peternak Babi di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara)”. Skripsi merupakan tugas akhir akademik sebagai syarat penyelesaian studi pada Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna untuk kemajuan petenakan khususnya dalam penyuluhan peternakan. Akhir kata Penulis mengucapakan banyak terima kasih.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
7
DAFTAR ISI RINGKASAN..............................................................................................................
i
Halaman
8
ABSTRACT................................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
v
DAFTAR ISI..............................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL......................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang…………………………………………………………......... Perumusan Masalah…………………………………………………............. Tujuan Penelitian…………………………………………………………..... Manfaat Penelitian...........................................................................................
1 3 4 4
KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………………………....
5
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Penyuluhan…………………………………………………….... Partisipasi………………………………………………………………….... Pembangunan Desa………………………………………………………..... Usaha Peternakan……………………………………………………………
7 9 13 14
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu………………………………………………………........ Populasi dan Sampel…………………………………………........................ Desain Penelitian............................................................................................. Data dan Instrumen……………………………………………….................. Pengumpulan Data……………………………………………………........... Analisis Data……………………………………………………………........ Analisis Korelasional............................................................................... Analisis Deskriptif................................................................................... Definisi Istilah…………………………………………………………….......
16 16 16 16 18 18 18 18 18
KEADAAAN UMUM LOKASI Kondisi Daerah Penelitian……………………………………………………. Penyuluhan di Daerah Penelitian......................................................................
20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Internal Peternak................................................................................... Faktor Eksternal Peternak............................................................................... Partisipasi........................................................................................................ Hubungan antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal Peternak dengan Tingkat Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan.............................................
22 29 32 36
9
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.......................................................................................................
43
Saran.................................................................................................................
43
UCAPAN TERIMA KASIH.....................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
45
LAMPIRAN...............................................................................................................
47
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Berdasarkan Umur........................................................................................... 22
2.
Berdasarkan Jenis Kelamin.............................................................................
22
10
3.
Berdasarkan Tingkat Pendidikan....................................................................
23
4.
Berdasarkan Pendapatan.................................................................................
23
5.
Berdasarkan Pengalaman................................................................................
24
6.
Berdasarkan Tanggungan...............................................................................
25
7
Berdasarkan Partisipasi dalam Kelompok.....................................................
26
8. Kehadiran Peternak/Anggota Kelompok dalam Kegiatan Kelompok...........
26
9.
Berdasarkan Jumlah Ternak .........................................................................
27
10.
Berdasarkan Luas Lahan...............................................................................
28
11.
Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan.......................................................
28
12.
Tingkat Kesulitan Berinteraksi dengan Penyuluh.........................................
29
13.
Sikap Penyuluh……………………………………………………………..
30
14.
Pengikutsertaan Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan…………………..
30
15.
Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan……………………………………
32
16. Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Program Penyuluhan.......................
33
17. Tanggapan Peternak Terhadap Peran Penyuluh............................................
34
18. Tanggapan Peternak Terhadap Materi Penyuluhan.......................................
35
19. Tanggapan Peternak Terhadap Manfaat Penyuluhan....................................
35
20. Partisipasi Peternak dalam Evaluasi………………………………………..
36
21.
Nilai Korelasi Rank Spearman Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi dalam Penyuluhan............................................
37
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Gambar Kerangka Pemikiran........................................................................... 6
11
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Surat Keputusan Pembimbing Skripsi.......................................................
47
2.
Surat Izin Penelitian...................................................................................
48
12
3.
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman............................................................
49
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.000 pulau besar dan kecil membentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia dengan jumlah
13
penduduk lebih dari 220 juta orang tergolong negara terbesar keempat di dunia ditinjau dari jumlah penduduk. Indonesia juga negara kaya ditinjau dari sumber daya alam sehingga diperkirakan tergolong negara terbesar kelima dilihat dari sumberdaya alam. Jumlah penduduk yang banyak merupakan potensi yang besar tetapi juga merupakan beban yang berat. Kebutuhan pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan yang paling mendesak adalah kebutuhan lapangan kerja baru yang banyak harus tersedia setiap tahun. Justru masalah lapangan kerja baru dan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak negara, terutama negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini hanya akan dapat diatasi jika dapat dicapai kemajuan pada berbagai bidang terutama bidang ekonomi, teknologi, dan sosial. Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Salah satu sub sektor Pertanian yang tidak terpisahkan adalah peternakan. Pembangunan peternakan memiliki arti penting dan strategis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, baik dari segi pendapatan maupun kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Sektor peternakan mengalami permasalahan, salah satunya permasalahan yang timbul adalah: berkurangnya kebutuhan bekerja disektor peternakan terutama bagi golongan usia muda. Kondisi minimnya keterlibatan golongan usia muda di pedesaan pada sektor peternakan disebabkan oleh penerapan teknologi peternakan. Penerapan teknologi baru pada sektor peternakan dilakukan untuk mengimbangi pertambahan penduduk yang cepat guna tercapainya produktivitas peternakan. Pengembangan usaha peternakan tidak bisa dilepaskan dari dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang terus mendorong pengembangan usaha peternakan agar peranannya dapat menambah pendapatan masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan protein hewan bagi masyarakat dapat terus meningkat dan berkesinambungan. Sebagai salah satu usaha untuk tetap dapat mempertahankan dan mengembangkan usaha peternakan adalah adanya penyuluhan. Penyuluhan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternak. Penyuluhan diharapkan dapat menimbulkan perubahan yang diinginkan oleh peternak. Perubahan ini dapat berbentuk perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan
14
keterampilan (psikomotorik) peternak sehingga mereka mampu berternak dan berusaha ternak lebih baik dan menguntungkan. Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai salah satu desa yang mengembangkan berbagai jenis ternak. Ternak yang dipelihara terdiri dari ternak babi, sapi, ayam, kerbau dan kuda yang telah mampu menjadi sumber pendapatan bagi peternak dan keluarganya. Untuk itu perlu dikembangkan suatu kegiatan penyuluhan yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta melibatkan masyarakat desa dalam kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk pengembangan usaha peternakan. Salah satu komotidi peternakan yang potensial di desa tersebut adalah ternak babi. Memelihara ternak babi selain dapat memberi keuntungan, ternak babi dapat juga dipelihara di daerah tropis atau di daerah beriklim sedang. Kegunaan dari ternak babi bermacam-macam akan tetapi manfaat yang paling dominan adalah menghasilkan daging babi (pork). Daging yang dihasilkan oleh ternak babi dapat memenuhi satu atau dua kebutuhan daging babi yang dapat dikonsumsi oleh peternak dan keluarganya serta dapat dijual sebagai salah satu sumber pendapatan. Ternak babi berdasarkan peta data di dunia menduduki peringkat kedua setelah sapi dalam menyumbang protein hewan. Sedangkan di Indonesia ternak babi merupakan peringkat ketiga setelah ternak sapi dan unggas (Siagian, 2002). Selain itu hasil ikutan dari ternak babi juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi yaitu kulit babi dan bulu babi, dimana kulit babi sangat diperlukan untuk bahan pabrik kulit sedangkan bulunya dapat digunakan untuk berbagai kegunaan seperti dapat membuat sikat. Kotoran ternak babi juga dapat digunakan sebagai pupuk dalam perkebunan dan untuk tanaman. Ternak babi juga dapat digunakan sebagai hewan untuk penelitian. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan usaha ternak babi meliputi pengetahuan, pemikiran, ikut merencanakan, melaksanakan, menikmati keberhasilan dan menikmati hasil dari usaha yang dilakukan. Dalam hal ini, ada dua faktor penting yang mempengaruhi masyarakat di daerah pedesaaan terhadap usaha peternakan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat dan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar.
15
Perumusan Masalah
Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan adalah masyarakat sebagai tenaga kerja, dimana masyarakat harus memiliki pandangan yang benar tentang usaha peternakan dan memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan pekerjaannya, maka usaha tersebut akan menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi, sehingga secara tidak langsung akan dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan/konsumen. Partisipasi masyarakat memegang peranan penting dalam usaha pengembangan ternak babi, dimana partisipasi masyarakat terhadap program penyuluhan yang sudah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan menentukan keberhasilan program penyuluhan dan keberhasilan yang akan dicapai melalui penyuluhan dalam pengembangan usaha peternakan yang berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya peternak dan pendapatan peternak. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan? 2. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
16
1. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat desa dalam penyuluhan peternakan.
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Bahan pertimbangan atau masukan bagi pemerintah setempat dalam mengembangkan usaha peternakan melalui penyuluhan yang melibatkan partisipasi masyarakat desa. 2. Penelitian dapat menjadi sarana yang efektif dalam menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya dibidang penyuluhan peternakan. 3. Bagi pihak yang melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan dampak partisipasi peternak dalam penyuluhan terhadap usaha peternakan.
KERANGKA PEMIKIRAN
17
Kegiatan penyuluhan merupakan bagian dari usaha yang dilakukan pemerintah sebagai upaya pengembangan usaha peternakan. Keberhasilan penyuluhan ditentukan oleh bagaimana masyarakat memandang, menilai, dan ikut serta dalam kegiatan penyuluhan. Penyuluhan yang dilakukan harus sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari peternak atau sasaran. Keterlibatan masyarakat dengan kegiatan penyuluhan dalam rangka pembangunan peternakan sangat dibutuhkan, dimana peternak merupakan sasaran dari penyuluhan yang dilaksanakan. Peternak merupakan sumber yang paling tepat dalam penyusunan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring kegiatan penyuluhan serta pengembangan program penyuluhan. Partisipasi peternak dalam penyuluhan dapat memberikan gambaran akan keinginan, kemauan dan kesempatan yang ada baik pada diri peternak maupun penyuluh. Partisipasi peternak terhadap penyuluhan tidak terlepas dari faktor-faktor yang melekat dalam diri peternak yang mempengaruhi tingkat partisipasi dari masyarakat atau peternak terhadap penyuluhan. Terdapat hubungan antara faktor yang melekat pada individu (usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dengan tingkat kemampuan dan kemauan peternak untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan. Kemampuan dapat diperoleh dari pengalaman sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan pengalaman dalam peternakan yang mampu membentuk kemauan peternak untuk berpartisipasi. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku individu, makin tinggi pendidikan yang diperoleh seseorang selama hidupnya maka akan memberikan peningkatan kemampuan dan kemauan peternak untuk berpartisipasi. Tingkat pendapatan sesorang mempengaruhi motivasi dari sasaran untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan. Tingkat partisipasi peternak dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang dimiliki peternak yang berhubungan dengan partisipasinya dalam kegiatan penyuluhan. Penelitian yang dilakukan lebih menyoroti partisipasi peternak guna menemukan jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan yang dipengaruhi
18
oleh faktor yang melekat dalam diri individu. Berikut disajikan pada gambar 1 bagan hubungan antar peubah dengan partisipasi.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
-
Umur
- Interaksi dengan Penyuluh
-
Pendidikan
- Interaksi dengan Pedagang/Pengumpul
-
Pendapatan
- Ketersediaan Sistem Pasar
-
Jenis kelamin
- Ketersediaan Informasi
-
Tanggungan
-
Pengalaman beternak
-
Jumlah Ternak
-
Luas Lahan
-
Kegiatan Sosial/Kelembagaan/Kelompok
Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan -
Perencanaan Program Penyuluhan
-
Pelaksanaan Program Penyuluhan
-
Evaluasi Program Penyuluhan
Usaha Ternak Meningkat
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Faktor yang diteliti Faktor yang tidak diteliti TINJAUAN PUSTAKA
19
Penyuluhan Pengertian Penyuluhan Kartasapoetra (1991), menyatakan bahwa penyuluh dalam arti umum merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Penyuluhan dengan demikian merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal atau suatu sistem pendidikan diluar sistem persekolahan yang biasa, dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan sambil orang itu tetap mengerjakan sendiri. Sementara itu Samsudin dalam Sadly (2004), memberikan pengertian penyuluhan pertanian sebagai suatu cara atau usaha pendidikan yang bersifat non-formal untuk para petani dan keluarganya di pedesaan. Penyuluhan pertanian mengandung arti aktivitas pendidikan diluar bangku sekolah (non-formal) yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Selalu berhubungan dengan masyarakat petani di pedesaan yang sesuai dengan kepentingan atau kebutuhan pada waktu tertentu. 2.
Menggunakan cara-cara dan metode pendidikan khusus yang disesuaikan dengan sifat, perilaku, dan kepentingan petaninya.
3. Keberhasilan pelaksanaannya memerlukan bantuan berbagai aktivitas baik yang langsung menunjang pendidikan itu maupun yang tidak langsung. 4. Pelaksanaan pendidikan non-formal ini dilangsungkan dalam suasana kooperasi dan toleransi, musyawarah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan usaha tani. Menurut Sastraatmadja (1986), penyuluhan pertanian atau peternakan merupakan pendidikan non-formal yang ditujukan kepada petani atau peternak beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkan.
Peran Penyuluh Mengutip pernyataan Susanto dalam Maharani (2005) peran penyuluh Pertanian didalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi perlu secara jelas dirumuskan sehingga mudah dipahami berbagai pihak, mudah dioperasionalkan dan
20
keterkaitannya dengan kelembagaan formal dan tidak formal akan cenderung menguntungkan petani. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), peran penyuluh pertanian diharapkan dapat menampilkan diri sebagai: (1) sumber informasi bagi para petani tentang pembangunan pertanian (segi mikro) atau hal yang bersifat sebagai masukan bagi petani dalam pengambilan keputusan, (2) pendidik petani dalam rangka peningkatan intelegensia dan peningkatan kepercayaan pada diri sendiri, (3) penghubung dari/kepada sumber informasi, khususnya yang bersifat teknik, ekonomi, manajemen dan kemasyarakatan, (4) katalisator dan dinamisator para petani-ternak dalam rangka meningkatkan kerjasama, baik pada tingkat kelompok tani maupun pada tingkat koperasi, (5) penasehat/konsultan usahatani yang disesuaikan dengan kondisi sasaran, dan (6) pelatih dalam keterampilan khusus.
Metode Penyuluhan Metode penyuluhan pertanian atau peternakan dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi yaitu metode penyuluhan langsung dan tidak langsung, berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai yaitu metode berdasarkan pendekatan massal, pendekatan kelompok dan pendekatan individual dan berdasarkan indera penerima sasaran yaitu melalui penglihatan, pendengaran dan melalui kombinasi beberapa macam indera penerima (Suriatna,1988). Menurut Nasution (2002), dalam pandangan masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan atau penyebarserapan inovasi, ada lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara-cara baru yang dimaksud yaitu: 1. Keuntungan-keuntungan relatif (relative advantages); yaitu apakah cara-cara atau gagasan baru ini memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka yang akan menerimanya. 2. Keserasian (compability); yaitu apakah inovasi yang hendak didifusikan itu serasi dengan nilai-nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat-istiadat, dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan.
21
3. Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban yang baru. 4. Dapat dicobakan (trialability); yaitu bahwa suatu inovasi akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran kecil sebelum orang terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip manusia yang selalu ingin menghindari suatu risiko yang besar dari perbuatannya. 5. Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat dilihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam pikiran atau hanya dapat dibayangkan. Partisipasi Pengertian Partisipasi Soetrisno dalam Sadly (2004), menyatakan bahwa partisipasi adalah kemauan masyarakat untuk mendukung secara mutlak program-program yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Pengertian tersebut menimbulkan kesan bahwa ada subordinasi dalam suatu sistem, dimana perencana pembangunan yang dalam hal ini adalah pemerintah menjadi pihak yang menempati hierarki yang tertinggi dan masyarakat merupakan pihak yang menempati hierarki yang terendah. Hal ini menyebabkan adanya eksploitasi terhadap masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Partisipasi Masyarakat Secara sederhana, partisipasi dapat diartikan sebagai peran serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam satu kegiatan yang jika dikaitkan dengan pembangunan maka yang dimaksud adalah peran serta pembangunan. Partisipasi merupakan bentuk perilaku. Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukung, yaitu (1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu itu pada diri seseorang dan (2) terdapat
22
iklim atau lingkungan yang memungkinkan terjadi perilaku tertentu. (Ndraha, dalam Maharani, 2005). Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), partisipasi petani dapat dan sering dicapai secara informal. Agen penyuluhan dapat mendengarkan dengan seksama berbagai tipe petani diwilayah kerja, dengan tujuan memahami kebutuhan, tujuan serta peluang mereka. Agen penyuluhan dapat dan seharusnya belajar dari pengalaman petani yang berhasil serta menggunakan informasi ini untuk mengolah pesan-pesan penyuluhan yang diinginkan pada situasi setempat. Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berpikir manusia.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi menurut Pangestu (1995) adalah sebagai berikut: 1. Faktor internal yang mencakup karateristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karateristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. 2. Faktor eksternal meliputi hubungan pengelola proyek dengan sasaran dan pelayanan kegiatan. Hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan proyek tersebut. Soekanto (2000), menyatakan bahwa pelapisan masyarakat pertanian atau pedesaaan pada dasarnya didasarkan kepada luas lahan yang dikuasai. Lapisan atas mempunyai derajat partisipasi dalam suatu kegiatan pembangunan pertanian terkait dengan adanya adopsi dan inovasi, mereka merupakan pihak yang paling berani mengambil resiko dan mempunyai modal yang cukup untuk menerapkan inovasi. Pada masyarakat yang sudah berpikiran maju, tingkat partisipasi tidak lagi dipengaruhi oleh
23
luas lahan yang dikuasai seseorang, partisipasi lebih didasarkan pada tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Slamet dalam Arifah (2002), menyatakan bahwa cepat lambatnya proses adopsi inovasi oleh individu sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri pribadi yang terdiri dari: (1) umur; (2) pendidikan; (3) status sosial ekonomi; (4) pola hubungan (lokalit atau komposit); (5) keberanian mengambil resiko; (6) sikap terhadap perubahan; (7) motivasi berkarya; (8) aspirasi; (9) fatalisme; dan (10) diaknotisme. Menurut Sastropoetro (1986) dalam partisipasi bahwa unsur-unsur penting dan turut menentukan tingkat partisipasi adalah: 1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif/berhasil. 2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran. 3. Kesadaran yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan. 4. Enthousiasme yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain. 5. Adanya rasa tanggungjawab terhadap kepentingan bersama.
Bentuk Partisipasi Yadau dalam Asngari (2001), mengemukakan bentuk partisipasi peternak dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Davis dalam Handayani (2005), menyatakan bahwa ada delapan bentuk partisipasi yaitu: konsultasi dalam bentuk jasa, sumbangan berupa uang atau barang, mendirikan proyek berdikari yang dananya dari dermawan, mendirikan proyek berdikari yang dana dari masyarakat, sumbangan dalam bentuk kerja aksi massal mengerjakan proyek secara sukarela, mengadakan pembangunan dan membangun proyek yang bersifat otonom.
24
Jenis-jenis Partisipasi Ada empat jenis partisipasi yang dikemukakan oleh Pamudji (1997) yaitu: 1. Partisipasi dalam perencanaan kegiatan yaitu: keterlibatan dalam bentuk kehadiran, menyampaikan pendapat, dan pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan yaitu keterlibatan dalam bentuk penyediaan dana, pengadaan sarana, dan korbanan waktu/tenaga sejak persiapan kegiatan, pelaksanaan dan paska pelaksanaan kegiatan yang berupa pemeliharaan hasil-hasil kegiatan. 3. Partisipasi dalam pengendalian kegiatan (monitoring, pengawasan dan evaluasi) yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam bentuk: penyusunan pedoman pengendalian (meliputi survey partisipatif), pengumpulan data (melalui survey partisipatif) dan penilaiannya (melalui penilaiaan partisipatif). 4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan yaitu : keterlibatan masyarakat dalam bentuk pemanfaatan hasil kegiatan.
Pendekatan Penyuluhan dan Partisipasi Peternak Menurut Wardojo (1992), beberapa pendekatan penyuluhan yang dikenal di Indonesia yakni: 1. Pendekatan umum adalah pendekatan penyuluhan pertanian ini diterapkan pada peningkatan produksi prioritas padi, jagung, kedelai, dan ayam buras, dan peternakan lainnya. 2. Pendekatan komoditas adalah pendekatan ini antara lain melalui pola PIR-BUN dan perikanan. 3. Pendekatan latihan dan kunjungan adalah penyelenggaraan pendekatan ini terutama pada upaya peningkatan produksi tanaman padi dalam program Bimas. 4. Pendekatan partisipatif, diterapkan pada petani kecil, wanita tani, dan proyek P4K. 5. Pendekatan proyek adalah penyelenggaraannya antara lain pada usaha tani lahan kering, usaha tani konservasi, dan pengembangan ternak.
25
6. Pendekatan sistem usaha tani antara lain dilakukan pada usaha tani lahan kering dan usaha tani konservasi. Semua pendekatan itu menggunakan pendekatan kelompok.
Pembangunan Desa
Pokok-pokok Kebijaksanaan Pelaksanaan Pokok-pokok kebijaksanaan dalam pelaksanaan pembangunan desa, maka tidak dapat diabaikan pengertian, latar belakang, pendekatan, konsep maupun kenyataankenyataan kondisi masyarakat didaerah yang berbeda dikaitkan dengan masalah keterpaduan yang sangat penting artinya bagi pembangunan desa. Menurut Sajogyo dan Pudjiwati (1980) prinsip- prinsip pembangunan desa meliputi: a. Imbangan kewajiban yang serasi antara pemerintah dengan masyarakat. b. Dinamis dan berkelanjutan. c. Menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi. Pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan desa meliputi: a. Pemanfaatan sumber daya manusia dan potensi alam. b. Pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat. c. Peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat. d. Pengembangan tata desa yang teratur dan serasi. Objek dan subjek pembangunan desa adalah desa secara keseluruhan yang meliputi segala potensi manusia, alam dan teknologi, serta yang mencakup segala aspek kehidupan dan usaha yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Rejeki dan Herawati (1999), penyuluhan pembangunan sebagai bentuk komunikasi manusia yang lebih mengarah pada keterlibatan manusia secara langsung sehingga tujuan dari suatu penyuluhan lebih mudah dicapai. Komunikasi yang efektif adalah melalui komunikasi yang terjadi secara interpersonal, terutama yang menghadirkan dan melibatkan komunikator dan komunikan yang baik psikis maupun fisik dalam suatu lingkup sosial tertentu.
26
Usaha Peternakan Tipologi Usaha Peternakan Usaha peternakan adalah usaha dibidang peternakan yang dapat diselenggarakan dalam bentuk peternakan rakyat dan perusahaan peternakan (Dinas Peternakan, 2000 dalam Suhendar, 2004). Menurut Soehadji dalam Annisa (2005), tipologi usaha peternakan dibatasi berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak dan diklasifikasikan kedalam kelompok berikut: 1. Peternakan sebagai usaha sambilan, dimana ternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistence) dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak kurang dari 30%. 2. Peternakan sebagai cabang usaha, dimana petani peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) yang melibatkan ternak sebagai cabang usaha dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-70% (semi komersial atau usaha terpadu). 3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single comodity), dengan tingkat pendapatan usaha ternak 70%-100%. 4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100% (komoditi pilihan).
Pengembangan Usaha Menurut Riyanto dalam Suhendar (2004), pengembangan usaha merupakan suatu proses menuju tercapainya keadaan dewasa dan mapan (mantap), baik dari segi fisik maupun finansial. Pengembangan dilakukan untuk meningkatkan hasil yang diperoleh dengan jalan (menambah/mengurangi) sumber daya. Umumnya dilakukan apabila target produksi yang ditetapkan telah tercapai dan untuk meningkatkan produksi maka jalan yang ditempuh adalah menambah input/sumber daya (Cirylla dan Ismail,1998).
27
Ternak Babi Menurut Aksi Agraris, Kanisius (1980), ternak babi adalah merupakan salah satu sumber daging dan untuk pemenuhan sumber gizi yang sangat efisien diantara ternakternak yang lain, sehingga arti ekonomi sebagai ternak potong cukup tinggi. Hal ini antara lain adalah karena: 1. Babi memiliki konversi terhadap makanan yang cukup tinggi. Semua bahan makanan bisa diubah menjadi daging, lemak dengan sangat efisien. Menurut Goodwin dalam Kanisius (1980), untuk pembentukan 1 kg daging rata-rata diperlukan 3,5 kg makanan. 2. Ternak babi sangat peridi (prolific), satu kali beranak bisa 6-12 ekor, dan setiap induk bisa beranak dua kali dalam satu tahun. 3. Persentase karkas babi cukup tinggi, bisa mencapai 65-80%, sedangkan persentase karkas sapi hanya 50-60%, domba dan kambing 45-55%, kerbau 38%. 4. Daging babi kandungan lemaknya lebih tinggi, sehingga nilai energinya pun lebih tinggi, sedang kadar air lebih rendah. 5. Ternak babi sangat efisien dalam mengubah sisa-sisa makanan serta hasil ikutan pertanian, pabrik dan lain sebagainya. 6. Ternak babi mudah beradaptasi terhadap sistem pemakaian alat-alat perlengkapan kandang seperti tempat minum dan makan yang otomatis, sehingga biaya lebih bisa dihemat, karena tenaga buruh bisa dikurangi. Disamping segi-segi ekonomis yang menguntungkan, usaha ternak babi juga tak lepas dari segi-segi yang kurang menguntungkan, yaitu: 1. Sesuai dengan sosial budaya manusia, tidak semua orang makan daging babi. Dalam hal ini tidak seperti halnya daging ayam dan lain-lain yang bisa diterima oleh segala lapisan masyarakat. Usaha ternak babi tidak bisa diusahakan disembarang tempat atau tidak semudah usaha ternak-ternak lain. 2. Sesuai dengan sistem alat pencernaannya yang sangat sederhana (nonruminansia), maka ternak babi harus banyak makan dari bahan konsentrat dan hijauan dalam jumlah yang kecil saja. 3. Ternak babi sangat peka terhadap infeksi dari berbagai jenis penyakit dan parasit. 4. Harga babi yang kurang menentu.
28
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan mulai pertengahan bulan Februari sampai akhir bulan Maret 2006 di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat peternak babi didaerah Siborongborong, Kecamatan Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil sebanyak 31 orang dengan menggunakan metode bahan acak sederhana.
Desain Penelitian Penelitian ini menerapkan penelitian survai yang berbentuk deskriptif dan korelasional. Deskriptif digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kemudian korelasional digunakan untuk menjelaskan hubungan antar peubah. Survai dilakukan dengan metode wawancara dengan panduan kuisioner.
Data dan Instrumen Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data yang diolah lebih lanjut yaitu data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan dari para peternak adalah data primer melalui wawancara dengan panduan kuesioner. Sedangkan data sekunder diambil dari bahan rujukan, buku, dan data yang diperoleh dari kantor peternakan Kabupaten Tapanuli Utara. Data sekunder yang diambil berupa (1) kondisi daerah penelitian, (2) jumlah populasi ternak dan peternak, dan (3) jumlah penyuluh. Instrumen Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang mencakup partisipasi peternak dalam perencanaan program penyuluhan, pelaksanaan program penyuluhan, dan evaluasi program penyuluhan usaha peternakan. Kuisioner dibagi menjadi tiga bagian yang
29
dikategorikan kedalam variabel yaitu (1) variabel karakteristik individu peternak, (2) variabel eksternal peternak dan (3) variabel partisipasi peternak.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas Validitas dalam penelitian dari jawaban kuesioner digunakan rumus teknik korelasi product moment dan angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Rumus teknik nilai korelasi product moment menurut Ancok dalam Singarimbun dan Effendi (1989) adalah sebagai berikut:
r=
N (∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
[N ∑ X
2
][
− (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
2
]
keterangan : r
= angka korelasi
N
= jumlah sampel
X
= skor pernyataan tiap nomor
Y = skor total
Perhitungan validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment di atas pada pertanyaan yang ditanyakan pada kuesioner penelitian memiliki nilai validitas yang cukup tinggi.
Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Reliabilitas dapat juga diartikan sebagai indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat tersebut reliabel. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama.
30
Pengumpulan Data Penelitian dilakukan di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Data dikumpulkan melalui: 1. Pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. 2. Pengumpulan data sekunder dari bahan rujukan, buku, dan data yang diperoleh dari kantor peternakan Kabupaten Tapanuli Utara.
Analisis Data Analisis Korelasional Data primer yang terkumpul diolah dengan memakai uji statistik Rank Spearman dengan menggunakan program komputer SPSS for windows. Rumus korelasi peringkat Rank Spearman yang di gunakan adalah sebagai berikut: n
rs = 1 −
6∑ di 2 i =1
(
)
N N 2 −1
keterangan: d
= perbedaan ranking pada tiap pasang variabel
N
= jumlah pasang antar variabel
rs
= koefisien korelasi rank Spearman
1 dan 6
= bilangan koefisien
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum, yaitu kondisi masyarakat di desa Siborong-borong. Selain itu analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan tingkat partisipasi masyarakat dalam penyuluhan peternakan yang ada selama ini di Kabupaten Tapanuli Utara.
Definisi Istilah 1. Kantor Peternakan adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas untuk membangun dan mengembangkan subsektor peternakan. 2. Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk berusaha ternak.
31
3. Kegiatan Penyuluhan adalah semua aktivitas yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengembangan program penyuluhan. 4. Pelaksanaan Kegiatan adalah implementasi atau aplikasi dari program yang sudah direncanakan terlebih dahulu 5. Pembangunan Peternakan adalah usaha yang dilakukan untuk mengubah kondisi peternakan dari keadaan sekarang yang kurang baik menjadi kondisi baik yang diinginkan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak dan masyarakat. 6. Pendidikan adalah lamanya responden duduk di bangku sekolah formal. 7. Pengembangan Usaha adalah kegiatan pertambahan produksi terhadap kekurangan yang ada pada usaha peternakan. 8. Penyuluhan adalah proses komunikasi yang disengaja untuk memberikan informasi yang berguna untuk membantu peternak atau mahasiswa membentuk pendapat yang sehat dan dapat mengambil keputusan yang benar. 9. Peternakan adalah jenis usaha hewan yang mencakup semua jenis ternak yang ada dan tidak hanya didasarkan pada kuantitas atau jumlah dan tingkat kontribusinya dalam pembangunan. 10. Prioritas Usaha adalah posisi peternakan dipandang sebagai sumber pendapatan utama atau sampingan dalam kehidupan sehari-hari. 11. Tingkat Partisipasi adalah sering-tidaknya/frekuensi (dalam angka) peternak turut serta dalam setiap kegiatan penyuluhan. 12. Umur adalah usia peternak pada saat penelitian.
32
KEADAAN UMUM LOKASI
Kondisi Daerah Penelitian
Kabupaten Tapanuli Utara secara geografis terletak di bagian tengah Sumatera Utara pada 10 201-20 411 Lintang Utara dan 980 051- 990 161 Bujur Timur dan diapit oleh 5 (lima) Kabupaten yakni : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir, sebelah Timur dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Sebelah Barat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Kabupaten Tapanuli Utara memiliki luas wilayah 3.793,71 km2 termasuk didalamnya luas perairan Danau Toba yang berada di Kecamatan Muara, wilayah tersebut terdiri dari: lahan sawah 30.376 ha dan lahan kering 348.788 ha, dimana wilayah darat digunakan untuk pemukiman, sarana/prasarana sosial, ekonomi dan budaya yang berada di 15 Kecamatan dengan jumlah penduduk 260.471 jiwa. Menurut potensi diatas bahwa Kabupaten Tapanuli Utara sangat berpeluang besar sebagai daerah Pembangunan Peternakan yang disesuaikan dengan sumber daya dan tradisinya.
Penyuluhan di Daerah Penelitian
Penyuluhan di desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara dilaksanakan oleh Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) berbasis peternakan yang berada dibawah Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara. Penyuluhan yang dilaksanakan diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya yang ada (SDM, SDA dan Sumber daya sarana/teknologi, serta sumber daya kelompok) secara optimal sehingga dapat mendukung program pemerintah. Faktor-faktor yang mendukung dalam membangun usaha peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah: produksi pertanian yang digunakan sebagai sumber pakan ternak yang merupakan salah satu faktor pendukung dalam pengembangan ternak babi, karena rata-rata atau sebagian besar peternak di desa Siborong – borong dalam pemeliharaan dan produksi ternak babi masih menggunakan cara tradisional, di mana, produksi pertanian dan limbah pertanian dijadikan sebagai sumber pakan ternak. Dalam
33
upaya peningkatan genetik ternak terdapat pendukung kegiatan yaitu pos Inseminasi Buatan (IB) yang berlokasi di Kecamatan Siborong-borong, dalam pengembangan ternak babi, peternak di Kabupaten Tapanuli Utara telah melakukan pengawinan melalui kawin suntik Inseminasi Buatan (IB). Untuk melayani kesehatan hewan terdapat pos kesehatan hewan yang berlokasi di Kecamatan Siborong-borong yang ditangani oleh dokter hewan yang dibantu oleh petugas teknis peternakan. Penyediaan bibit ternak, di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara terdapat Balai Pembibitan Ternak Unggul Nasional (BPTUN) ternak babi dan kerbau Sinur Siborongborong. Dalam upaya pembinaan dan pengembangan usaha peternakan di Tapanuli Utara, Dinas Perikanan dan Peternakan memiliki petugas teknis peternakan yang ada saat ini adalah : 1. Dokter hewan
= 3 orang
2. Sarjana Peternakan
= 5 orang
3. Mantri hewan
= 7 orang
4.PPL berbasis peternakan
= 9 orang
Petugas teknis peternakan yang ada sangat minim untuk melayani bidang peternakan di 15 Kecamatan di Tapanuli Utara. Disamping itu pengetahuan tentang teknologi peternakan yang ada masih minim.
34
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Internal Peternak Umur Peternak mempunyai kisaran umur antara 25 sampai 66 tahun. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Berdasarkan Umur Umur peternak (tahun)
Persentase (%)
25 – 30
6,56
31 – 36
16,12
37 – 42
29,03
43 – 48
9,67
49 – 54
9,67
55 – 60
22,58
61 – 66
6,45
Total
100,00
Tabel 1 menunjukkan bahwa peternak yang berusia 37 – 42 tahun dan peternak yang berusia 55 – 60 tahun lebih banyak jumlahnya apabila dibandingkan dengan umur peternak yang lainnya masing – masing 29,03 % dan 22, 58 %.
Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi masyarakat untuk bertani-ternak. Hal ini dapat terlihat dari jumlah peternak laki – laki sebanyak 20 orang (64,51 %) dan jumlah wanita 11 orang (35,48 %) dari total responden penelitian yang dilakukan. Perbedaan jumlah peternak laki- laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel dibawah. Tabel 2. Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Persentase (%)
Laki – Laki
64,51
Perempuan
35,48
Total
100,00
35
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan peternak dilihat dari pendidikan formal terakhir yang diperoleh. Jenjang pendidikan dikategorikan dari tingkat pendidikan terendah yaitu tamatan Sekolah Dasar (SD) sampai lulusan dari perguruan tinggi atau sarjana. Tabel 3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Teakhir
Persentase (%)
SD
19,35
SLTP
35,48
SLTA
41,93
Sarjana
3,22
Total
100,00
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan peternak lulusan SD sebanyak 6 orang (19,35%) dan lulusan SLTP sebanyak 11 orang (35,48%). Tingkat pendidikan peternak yang lulus SLTA sebanyak 13 orang (41,93%) sedangkan peternak lulusan perguruan tinggi hanya 1 orang (3,22%). Dari data yang diperoleh semua peternak pernah mengenyam tingkat pendidikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa peternak masih punya keinginan yang kuat untuk belajar guna memperbaiki tingkat kehidupan kearah yang lebih baik.
Pendapatan Tingkat pendapatan peternak perbulannya didasarkan pada jumlah uang yang diperoleh dari usaha tani-ternak yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya lainnya. Tabel 4. Berdasarkan Pendapatan Penghasilan (Rp)
Persentase (%)
400.000 – 600.000
51,61
700.000 – 900.000
22,58
1.000.000 – 1.500.000
25,80
Total
100,00
36
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pendapatan peternak secara umum dari Rp 400.000 – 600.000. Pendapatan peternak setiap bulannya masih tergolong cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akan tetapi untuk keperluan lainnya seperti untuk biaya sekolah anak tidak mencukupi. Peternak masih merasa kurang sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan peternak cukup atau tidaknya dipengaruhi oleh jumlah tanggungan dari peternak.
Pengalaman Pengalaman peternak didasarkan dari awal peternak memulai usaha ternak sampai pada saat penelitian ini dilakukan. Pengalaman peternak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Berdasarkan Pengalaman Pengalaman (tahun)
Persentase (%)
1–5
61,29
6 – 15
25,80
16 – 30
12,90
Total
100,00
Dari Tabel dapat dilihat bahwa pengalaman peternak sebahagian besar berkisar diantara 1-5 tahun. Sedikitnya pengalaman peternak dalam usaha ternak diduga karena peternak lebih terfokus pada usaha pertanian dari pada peternakan, sehingga mereka baru memulai usaha peternakan sebagai usaha sampingan.
Tanggungan Tanggungan peternak dilihat dari jumlah orang yang menjadi tanggungan mulai dari istri, anak, dan orang lain yang menjadi tanggungan peternak. Tingkat tanggungan peternak didasarkan pada banyak tanggungan mulai dari yang tidak mempunyai tanggungan sampai pada tanggungan yang paling banyak yaitu 10 orang.
37
Tabel 6. Berdasarkan Tanggungan Banyak Tanggungan
Persentase (%)
Tidak ada
12,90
1–2
12,90
3–4
32,25
5–6
32,25
7–8
6,45
10
3,22
Total
100,00
Tabel 6 terlihat bahwa peternak yang mempunyai tanggungan berkisar anatar 3-4 dan 5-6 lebih banyak jumlahnya. Adanya peternak yang tidak memiliki tanggungan dikarenakan peternak belum menikah dan adanya peternak yang janda/duda yang anaknya sudah menikah atau bekerja sehingga tidak termasuk dalam jumlah tanggungan lagi.
Kegiatan Sosial/Kelompok/Kelembagaan Kegiatan sosial/kelompok peternak di Desa Siborong-borong dapat membantu peternak dalam pengembangan usaha tani ternaknya dan dapat memberikan kontribusi bagi partisipasi peternak dalam kegiatan yang dilakukan oleh kelompok maupun pemerintah seperti kegiatan penyuluhan, karena penyuluhan yang dilakukan melibatkan anggota kelompok. Peternak yang bukan anggota kelompok dapat terlibat dalam kegiatan penyuluhan. Adanya peternak yang tidak menjadi anggota kelompok disebabkan berbagai faktor yang terjadi dalam kelompok seperti adanya unsur ketidak percayaan diantara anggota kelompok dan tidak berjalannya kegiatan kelompok yang mengakibatkan beberapa peternak tidak lagi menjadi anggota kelompok. Jumlah peternak yang menjadi anggota kelompok dan tingkat partisipasi peternak dalam kelompok dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok dapat dilihat dalam Tabel 7.
38
Tabel 7. Berdasarkan Partisipasi dalam Kelompok Anggota kelompok
Persentase (%)
Ya
80,64
Tidak
19,35
Total
100,00
Tabel 7 memperlihatkan bahwa peternak yang menjadi anggota kelompok lebih banyak dibanding dengan peternak yang tidak menjadi anggota kelompok yaitu sebanyak 25 orang (80,64%) dan 6 orang (19,35%). Hal ini mengambarkan bahwa secara umum peternak yang menjadi responden dalam penelitian ini tertarik menjadi anggota kelompok. Tingkat kehadiran anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 8, dimana kehadiran peternak dalam setiap kegiatan kelompok dibagi dalam tiga kategori yaitu peternak yang selalu hadir sebanyak 23 orang (74,19 %), peternak yang kadang – kadang hadir sebanyak 2 orang (6,45 %) dan peternak yang tidak pernah hadir dalam kegiatan kelompok sebanyak 6 orang (19,35 %). Dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kehadiran Peternak/Anggota Kelompok dalam Kegiatan Kelompok. Kehadiran
Persentase (%)
Selalu
74,19
Kadang-kadang
6,45
Tidak pernah
19,35
Total
100,00
Bentuk kegiatan kelompok yang diikuti peternak adalah kegiatan kelompok tani ternak yang bertujuan untuk mengembangkan usaha tani ternak. Kegiatan ini juga merupakan sarana yang dipakai Pemerintah khususnya Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara untuk mendorong serta meningkatkan keterampilan peternak dalam usahanya sehingga peningkatan kesejahteraan peternak dapat tercapai.
39
Jumlah Ternak Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak dilihat dari banyaknya jumlah ternak yang dimiliki peternak. Dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Berdasarkan Jumlah Ternak. Jumlah Ternak
Persentase (%)
1-5 ekor
90,32
6-10 ekor
6,45
15 ekor
3,22
Total
100,00
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa peternak secara umum jumlah ternak babi yang dimiliki berkisar diantara 1-5 ekor sebanyak 28 orang (90,32%). Jumlah ternak yang dimiliki harus disesuaikan dengan luas lahan dan modal yang dimiliki peternak, karena untuk 1 ekor ternak babi pejantan/calon pejantan ruang yang dibutuhkan 1,85 m2 , babi induk/ calon induk ruang yang dibutuhkan 1,85 m2 , kandang pemisah babi habis lahir ruang yang dibutuhkan 1,85 m2, babi berat badan 9-18 kg ruang yang dibutuhkan 0,220,28 m2, babi berat 19-45 kg ruang yang dibutuhkan 0,37-0,46 m2, babi berat 45-70 kg ruang yang dibutuhkan 0,46-0,60 m2, babi berat 70-90 kg ruang yang dibutuhkan 0,740,84 m2 , babi berat 90-115 kg ruang yang dibutuhkan 0,93-1,02 m2.
Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki peternak adalah dilihat dari luasnya lahan yang digunakan untuk beternak, bertani dan tempat tinggal. Sebagian besar peternak melakukan usaha tani dan ternak babi disekitar rumahnya. Banyaknya luas lahan yang dimiliki peternak dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini.
40
Tabel 10. Berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan (Ha)
Persentase (%)
0,1 - 0,25
19,35
0,26 - 0,5
48,38
0,6 - 0,75
6,45
> 0,76
25,80
Total
100
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa peternak yang memiliki luas lahan 0,1000 – 0,2500 ha sebanyak 6 orang (19,35 %) luas lahan ini tergolong kecil untuk lahan beternak, bertani dan tempat tinggal. Hal ini dikarenakan ternak yang dipelihara adalah ternak babi yang memerlukan lahan yang luas untuk kandang yang menurut kegunaannya dapat dibagi tiga yaitu: (1) kandang induk, (2) kandang pengemukan, dan (3) kandang pejantan, dimana masing-masing kandang dibuat dengan ukuran dan perlengkapan yang berbeda-beda dengan dua macam tipe kandang yaitu: (1) kandang tunggal, yakni bangunan kandang yang terdiri dari satu baris saja dan (2) kandang ganda, yakni bangunan kandang yang terdiri dari dua baris yang letaknya bisa saling berhadapan ataupun bertolak belakang (AA, K., 1980) Peternak yang memiliki luas lahan 0,25 – 0,5 ha sebanyak 15 orang (48,38% ) dan jumlah peternak yang memiliki luas lahan 0,5 – 0,75 ha sebanyak dua orang (6,45%) luas lahan ini tergolong cukup untuk lahan ternak, tani dan tempat tinggal. Sedangkan peternak yang memiliki luas lahan > 0,75 ha sebanyak delapan orang (25,80%) sehingga luas lahan yang dimiliki mempengaruhi banyak tidaknya ternak yang dipelihara.
Tabel 11. Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan. Pemilik Lahan
Persentase (%)
Sendiri
74,41
Sewa
16,12
Orang tua
6,45
Total
100,00
41
Lahan yang dimiliki peternak kebanyakan adalah milik sendiri dengan memanfaatkan pekarangan rumah yang ada. Dari Tabel 11, peternak yang menjadikan lahan sendiri untuk beternak sebanyak 24 orang (74,41 %), peternak yang menyewa lahan sebanyak 5 orang (16,12 %) dan peternak yang menggunakan lahan orang tua atau warisan sebanyak 2 orang (6,45 %). Status kepemilikan lahan mempengaruhi pendapatan dan pengembangan usaha ternak yang dilakukan. Peternak yang memiliki lahan sendiri pendapatannya lebih tinggi jika dibanding dengan peternak yang tidak memiliki lahan sendiri, karena biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan dapat digunakan untuk keperluan usaha ternaknya seperti untuk pembelian pakan.
Faktor Eksternal Peternak
Interaksi dengan Penyuluh Hubungan yang baik antara peternak dengan penyuluh dibutuhkan dalam pencapaian tujuan penyuluhan. Salah satu faktor yang mendukung adalah adanya interaksi dengan penyuluh. Interaksi dengan penyuluh diukur berdasarkan tingkat kesulitan yang dihadapi peternak dalam berinteraksi, dilihat dari sikap penyuluh dan seberapa sering penyuluh mengikutsertakan partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan. Peternak yang tidak mengalami kesulitan berinteraksi dengan penyuluh sebanyak 80,64%, peternak yang cukup kesulitan berinteraksi sebesar 6,45% dan peternak yang merasa sangat kesulitan sebesar 12,90%. Dapat dilihat dalam tabel 12 dibawah ini. Tabel 12. Tingkat Kesulitan Berinteraksi dengan Penyuluh Frekuensi
Persentase (%)
Kesulitan
12,90
Agak kesulitan
6,45
Tidak sama sekali
80,64
Total
100,00
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada peternak yang merasa sikap penyuluh tidak baik terhadap peternak. Hampir semua peternak mengangap sikap
42
penyuluh sangat baik yaitu 74,19% sedangkan yang beranggapan bahwa sikap penyuluh terhadap peternak cukup baik sebanyak 25,80%. Seperti diperlihatkan pada Tabel 13 dibawah ini. Tabel 13. Sikap Penyuluh Frekuensi
Persentase (%)
Sangat baik
74,19
Cukup baik
25,80
Total
100,00
Pengikutsertaan partisipasi peternak dalam penyuluhan diperoleh hasil bahwa penyuluh sangat sering mengikutsertakan peternak dalam penyuluhan. Peternak yang sangat sering terlibat dalam kegiatan penyuluhan sebanyak 74,19%, peternak yang cukup sering terlibat sebanyak 16,12% dan peternak yang tidak sering terlibat sebanyak 9,67%. Seperti diperlihatkan pada Tabel 14 dibawah ini. Tabel 14. Pengikutsertaan Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Frekuensi
Persentase (%)
Sangat sering
74,19
Kurang sering
16,12
Tidak sering
9,67
Total
100,00
Data menunjukkan bahwa interaksi dengan penyuluh yang tidak mengalami kesulitan dipengaruhi oleh sikap penyuluh yang sangat baik kepada peternak yang berpengaruh pada partisipasi peternak dalam penyuluhan yang tergolong sangat sering atau bisa digolongkan dalam kategori tinggi.
Interaksi dengan Pedagang Beberapa faktor yang menjadi penentu keberhasilan dari penjualan produk di antaranya adalah interaksi dengan pedagang, jumlah pedagang yang menjual produk serta sikap dari pedagang. Peternak tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan pedagang. Hal ini disebabkan banyaknya pedagang yang membelil produk dan sikap dari
43
pedagang yang baik dalam melayani peternak yang menjual produk peternakannya, sehingga peternak dapat dengan mudah menjual produknya tanpa mengalami kesulitan.
Ketersediaan Sistem Pasar Peningkatan pendapatan peternak dilihat dari kondisi infrastruktur dan sistem pasar yang ada. Kondisi infrastruktur mempengaruhi penjualan produk peternakan ke tempat-tempat penjualan produk. Pengukuran kondisi infrastruktur dilihat dari kondisi untuk memasarkan produk, sarana transportasi, dan sarana komunikasi. Dalam pemanfaatan infrastruktur seperti jalan umum peternak tidak terlalu mengalami kesulitan karena jalan umum yang ada masih cukup baik dan transportasi yang tersedia tergolong cukup, sedangkan sarana komunikasi yang tersedia masih terbatas atau sedikit. Peternak menjual produk peternakannya ke pasar, rumah potong hewan (RPH), ke acara-acara pesta atau acara adat dengan sistem tawar menawar. Peternak menjual produk peternakannya dengan cara bertemu langsung dengan pedagang, RPH atau pembeli yang membeli produk dalam jumlah yang banyak untuk acara-acara pesta atau acara adat.
Ketersediaan Informasi Informasi tentang peternakan sangat dibutuhkan oleh peternak untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya. Tingkat ketersediaan informasi diukur dari berapa sering peternak mendapatkan informasi yang dipengaruhi oleh berapa banyak sumber informasi yang ada. Peternak di desa Siborong – borong memperoleh informasi tentang peternakan hampir seluruhnya berasal dari penyuluh. Selain untuk menyampaikan atau memberikan informasi, penyuluh juga melatih peternak untuk menggunakan teknologi baru dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak karena peternakan merupakan sumber mata pencaharian yang paling “aman” dalam menjamin kebutuhan hidup peternak. Penyampaian informasi dan pelatihan yang diberikan penyuluh berupa pertemuan – pertemuan secara formal maupun non-formal. Pertemuan formal seperti pertemuan yang diadakan oleh penyuluh pada waktu tertentu dan tempat tertentu dengan melibatkan seluruh peternak baik sebagai anggota kelompok maupun yang bukan anggota kelompok. Sedangkan pertemuan nonformal seperti kunjungan penyuluh secara langsung ke rumah
44
peternak dengan tujuan untuk mengobati ternak, membantu peternak yang mengalami kesulitan atau hanya untuk melihat perkembangan ternak. Sumber informasi yang hampir seluruhnya diperoleh dari penyuluh dirasakan peternak masih kurang dan peternak masih membutuhkan informasi yang lebih lengkap, tepat dan jelas dari sumber lainnya seperti dari buku, media massa dan sumber lainnya yang dapat menambah pengetahuan peternak.
Partisipasi Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berpikir manusia. Partisipasi sering dianggap mempermudah jalan untuk meraih kelompok sasaran yang lebih miskin dan kurang berpendidikan serta wanita. Partisipasi peternak dalam penyuluhan diukur dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Perencanaan Program Penyuluhan Perencanaan
program
penyuluhan
merupakan
proses
kegiatan
yang
mengembangkan kemampuan serta keterampilan dari peternak dalam memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan usaha peternakannya. Peran peternak dalam perencanaan program penyuluhan dalam penelitian di ukur dari unsur perencanaan seperti : (1) kehadiran rapat, (2) diskusi,(3) pendanaan, (4) persiapan kegiatan, dan (5) menyediakan peralatan atau perlengkapan. Tabel 15. Partisipasi Peternak Dalam Penyuluhan Tingkat Partisipasi Kegiatan Perencanaan
S (%)
J (%)
TP (%)
1. Kehadiran rapat
64, 51
12,90
22,58
2. Diskusi
61,29
12,90
25,80
3. Pendanaan
9,67
48,38
41,93
4. Persiapan kegiatan
41,93
38,70
19,35
5. Menyediakan peralatan
12,90
45,16
41,95
Keterangan : S = Sering ; J = Jarang; TP = Tidak pernah
45
kegiatan rapat dan diskusi masing – masing sebanyak 20 orang ( 64,51%) dan 19 orang (61,29%) kedua kegiatan perencanaan ini termasuk dalam kategori tinggi. Kegiatan perencanaan dalam hal pendanaan partisipasi peternak yang sering mengeluarkan dana untuk kegiatan penyuluhan sangat minim yaitu sebanyak tiga orang (9,67%). Partisipasi peternak yang sering aktif dalam kegiatan perencanaan seperti persiapan kegiatan serta persediaan perlengkapan dan peralatan masing- masing sebanyak 13 orang (41,90%) dan empat orang (12,90%). Setiap partisipasi yang tidak pernah diikuti oleh peternak mulai dari kehadiran rapat, diskusi, pendanaan, persiapan kegiatan dan persediaan alat serta perlengkapan, kenonaktifan peserta yang paling tinggi ada pada pendanaan dan persiapan peralatan yaitu sebanyak 13 orang (41,95%). Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi peternak dalam perencanaan program penyuluhan termasuk dalam kategori tinggi, pendanaan dan penyediaan peralatan termasuk dalam kategori rendah dan masuk dalam taraf kewajaran karena hampir seluruh kegiatan dibiayai oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara.
Pelaksanaan Program Penyuluhan Partisipasi peternak dalam pelaksanaan program penyuluhan dapat berupa kehadiran, dana, tenaga, ketersediaan waktu yang ada untuk mengikuti penyuluhan. Tingkat partisipasi peternak dilihat dari kehadiran dalam pelaksanaan program penyuluhan termasuk kategori tinggi karena banyak peternak yang hadir dalam program penyuluhan yaitu sebanyak 19 orang (61,29 %). Seperti pada Tabel 16. Tabel 16. Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Program Penyuluhan Tingkat Partisipasi Pelaksanaan Program Penyuluhan
S (%)
J (%)
TP (%)
1. Kehadiran
61,29
16,12
22,58
2. Dana
12,90
25,80
61,29
3. Tenaga
9,67
25,80
64,51
Keterangan : S = Sering ; J = Jarang; TP = Tidak pernah
46
Pada Tabel 16 terlihat bahwa peternak yang sering hadir selalu menyediakan waktu khusus untuk mengikuti program penyuluhan disamping kesibukan lainnya sesuai dengan pekerjaan utama dari peternak. Program penyuluhan biasanya dilakukan pada pagi hari atau siang hari. Pengeluaran dana pribadi oleh peternak pada saat program penyuluhan sangat rendah, peternak yang pernah mengeluarkan dana pribadi berjumlah 37,70% dan yang tidak pernah mengeluarkan dana sebesar 61,29%. Pengeluaran dana pribadi rendah di karenakan penyuluh langsung datang mengunjungi peternak dan pelaksanaan program penyuluhan biasanya diadakan di desa tempat tinggal peternak sehingga tidak diperlukan biaya transportasi. Pengeluaran peternak secara pribadi hanya terbatas pada pembelian obat dan biaya pengobatan jika ada ternak yang sakit. Sumbangan tenaga yang diberikan peternak sangat rendah yaitu mencapai 35,47%, sedangkan peternak yang tidak pernah menyumbangkan tenaga dalam pelaksanaan program sebesar 64,51%. Sumbangan tenaga yang sangat rendah karena kebanyakan dari peternak yang pernah hadir dalam pelaksanaan program penyuluhan lebih mengutamakan kehadiran pada saat pelaksaan program penyuluhan yang akan dilaksanakan. Tabel 17. Tanggapan Peternak Terhadap Peran Penyuluh Tanggapan Peternak Peran Penyuluh
SB(%)
CB(%)
TB (%)
1. Penyuluh sebagai sumber Informasi
35,48
64,51
-
2. Penyuluh sebagai katalisator
32,25
67,74
-
3. Penyuluh sebagai pendidik
35,48
64,51
-
4. Penyuluh dalam pengambilan keputusan
41,93
61,29
-
5. Peran Penyuluh untuk mencapai tujuan
41,93
61,29
-
Keterangan : SB = Sangat Baik; CB = Cukup Baik; TB= Tidak Baik
Peran penyuluh dalam pelaksanaan program penyuluh yang dikategorikan kedalam lima peran yaitu: Peran penyuluh sebagai sumber informasi, penyuluh sebagai katalisator, penyuluh sebagai pendidik, penyuluh membantu peternak dalam pengambilan keputusan, dan peran penyuluh dalam pencapaian tujuan penyuluhan.
47
Tidak adanya peternak yang menilai peran penyuluh dalam penyuluhan tidak baik, hal ini menunjukkan pandangan peternak secara umum bahwa penyuluh sudah cukup baik dalam melaksanakan tugas dan perannya dalam pelaksanaan penyuluhan.
Tabel 18. Tanggapan Peternak Terhadap Materi Penyuluhan Materi
Persentase (%)
Sangat jelas
32,25
Cukup jelas
67,74
Total
100,00
Secara umum peternak yang pernah mengikuti kegiatan penyuluhan menilai bahwa materi yang disampaikan dalam pelaksanaan program penyuluhan cukup jelas. Peternak yang menilai materi yang disampaikan sangat jelas dan cukup jelas masingmasing 32,25% dan 67,74%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa materi yang disampaikan oleh penyuluh cukup mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh peternak, hal ini menunjukkan bahwa materi yang disampaikan dapat dipahami peternak atau peternak memiliki kemampuan yang cukup baik untuk menyerap materi yang diberikan oleh penyuluh. Tabel 19. Tanggapan Peternak Terhadap Manfaat Penyuluhan Manfaat
Persentase (%)
Sangat baik
74,19
Cukup baik
25,80
Total
100,00
Tabel 19 memperlihatkan jumlah peternak yang menganggap manfaat dari penyuluhan sangat baik terhadap usaha peternakannya merupakan jumlah yang paling besar yaitu sebanyak 74,19% dan peternak yang menganggap manfaat dari penyuluhan cukup baik sebanyak 25,80%. Tidak ada peternak yang menganggap bahwa manfaat dari penyuluhan tidak baik untuk usaha peternakannya, menunjukkan manfaat dari penyuluhan sudah dirasakan oleh peternak dan peternak memiliki pandangan yang benar tentang penyuluhan serta mengerti akan arti penting penyuluhan bagi peningkatan usaha
48
ternak mereka, sehingga penyuluhan sangat diperlukan untuk menambah pengetahuan peternak tentang usaha peternakannya agar usaha peternakan mereka menjadi lebih maju.
Evaluasi Program Penyuluhan Evaluasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk perencanaan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Dalam mencapai keberhasilan penyuluhan di Desa Siborong-borong evaluasi memegang peranan yang sangat penting. Bentuk dan tingkat partisipasi peternak dalam evaluasi program penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Partisipasi Peternak dalam Evaluasi Frekuensi Unsur Evaluasi
SS (n) %
CS(n) %
TP (n) %
1. Kehadiran rapat
38,70
48,38
12,90
2. Diskusi
35,48
41,93
22,58
3. Perencanaan kegiatan selanjutnya
22,58
32,25
45,16
Keterangan : SS = Sangat Sering; CS = Cukup Sering; TP= Tidak Pernah
Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu: (1) kehadiran rapat, (2) diskusi, dan (3) perencanaan kegiatan selanjutnya. Hasil yang ada menunjukkan bahwa sebahagian besar peternak dalam evaluasi hanya menyampaikan pendapat atau keluhan atas keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan program penyuluhan, sedangkan partisipasi peternak dalam kegiatan selanjutnya masih rendah. Hal ini diduga karena peternak masih merasa bahwa pihak yang berwenang dalam hal ini Dinas Perikanan dan Peternakan yang berkewajiban untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam pelaksanaan program penyuluhan.
Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal Peternak dengan Tingkat Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan Hasil uji statistik dengan Rank Spearman antara faktor-faktor internal dan eksternal peternak dengan tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan menghasilkan nilai seperti pada Tabel 21. Nilai korelasi yang dihitung menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi peternak dalam program penyuluhan.
49
Tabel 21. Nilai Korelasi Rank Spearman antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi dalam Penyuluhan Faktor Internal dan Eksternal Peternak 1. Umur
Tingkat Partisipasi Perencanaan Pelaksanaan -0,030 0,039
Evaluasi -0,454*
2. Pendidikan
0,058
-0,495**
0,068
3. Pendapatan
-0,120
-0,034
-0,210
4. Tanggungan
0,302
0,005
0,186
5. Pengalaman Beternak
-0,207
-0,487**
-0,304
6. Jumlah Ternak
-0,041
-0,325
-0,086
7. Luas Lahan
0,011
-0,110
-0,428*
8. Kegiatan kelompok
0,296
0,197
-0,066
-0,159
0,216
-0,208
9. Interaksi dengan Penyuluh 10. Interaksi dengan Pedagang
0,389*
0,303
-0,064
11. Ketersediaan Sistem Pasar
0,156
0,070
0,134
-0,136
-0,104
0,364*
12. Ketersediaan Informasi
Keterangan : * nyata pada taraf 0,05 ** sangat nyata pada taraf 0,01
Umur Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang nyata antara umur peternak dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan. Hal ini diduga karena umur peternak tidak menghambat kemampuan peternak untuk memberikan bantuan dalam perencanaan penyuluhan yang berupa kehadiran rapat, diskusi, pendanaan, persiapan kegiatan dan menyediakan peralatan. Demikian juga dalam pelaksanaan penyuluhan yang berupa kehadiran, dana dan tenaga. Terdapat hubungan yang nyata dan negatif (-0,454*) antara umur peternak dengan tingkat partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan yang menggambarkan bahwa semakin tinggi umur peternak mengakibatkan tingkat partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah umur peternak maka tingkat partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan semakin tinggi. Hal ini diduga karena usia peternak berkaitan erat dengan kemampuan fisik seseorang yang mempengaruhi
50
kemampuan peternak untuk berpartisispasi dalam evaluasi program penyuluhan yang berupa kehadiran rapat, diskusi dan perencanaan kegiatan selanjutnya.
Pendidikan Hasil uji statistik dengan rumus korelasi Rank Spearman didasarkan pada latar belakang pendidikan peternak. Hasil perhitungan menunjukkan terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif (-0,495**) antara pendidikan dengan tingkat partisipasi peternak dalam pelaksanaan penyuluhan. Hubungan antara pendidikan dengan partisipasi peternak dalam pelaksanaan penyuluhan dikatakan sebagai hubungan yang berpola kenaikan yang berkebalikan diantara dua variabel, di mana semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka semakin rendah tingkat partisipasinya dalam pelaksanaan penyuluhan begitu juga sebaliknya semakin rendah pendidikan peternak maka semakin tinggi tingkat partisipasinya dalam pelaksanaan penyuluhan. Hal ini diduga karena pendidikan berpengaruh terhadap lebih mudah atau tidaknya peternak menangkap materi yang disampaikan. Peternak yang memiliki pendidikan yang tinggi, merasa lebih percaya diri pada kemampuan, keterampilan dan pengetahuan mereka dalam usaha ternak babi, sedangkan peternak yang pendidikannya rendah merasa kemampuan, keterampilan serta pengetahuannya dalam usaha ternak babi masih kurang atau masih rendah. Hubungan antara pendidikan dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan dan evaluasi penyuluhan tidak memiliki hubungan yang nyata. Tidak nyatanya hubungan tersebut diduga karena pendidikan peternak tidak berpengaruh dalam perencanaan dan evaluasi penyuluhan, latar belakang pendidikan yang didapat oleh peternak merupakan pendidikan umum. Untuk usaha peternakan khususnya ternak babi pendidikan yang diperoleh peternak merupakan pendidkan yang berasal dari pengalaman, orang tua, teman, penyuluh, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang Pertanian dan Peternakan.
Pendapatan Hasil uji korelasi antara pendapatan peternak dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata. Hubungan yang tidak nyata tersebut menjelaskan bahwa
51
penyuluhan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan peternak dalam usaha peternakan tidak tergantung pada pedapatan peternak, karena penyuluhan yang dilakukan sebahagian besar dibiayai oleh pemerintah, sehingga peternak tidak dipunggut biaya apapun.
Tanggungan Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tanggungan peternak dengan partisipasi peternak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan. Hal ini memberikan gambaran bahwa perbedaaan jumlah tanggungan peternak tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan. Banyak tidaknya jumlah tanggungan peternak tidak menghambat kemampuan peternak untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program penyuluhan.
Pengalaman Beternak Tidak terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman beternak dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan dan evaluasi program penyuluhan. Sejalan dengan tidak nyatanya hubungan tersebut, maka tingkat partisipasi peternak yang tinggi dalam perencanaan dan evaluasi penyuluhan tidak memiliki hubungan dengan pengalaman beternak yang tinggi. Peternak mungkin merasa pengalaman mereka dalam beternak masih tidak layak untuk ikut merencanakan dan mengevaluasi program penyuluhan yang dilaksanakan, karena penyuluhan yang ada sebahagian besar dilaksanakan oleh pemerintah. Terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif (-0,487**) antara pengalaman beternak dengan tingkat partisipasi peternak dalam pelaksanaan penyuluhan. Hubungan yang sangat nyata tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah pengalaman beternak maka tingkat partisipasi peternak dalam pelaksanaan penyuluhan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini mungkin disebabkan karena peternak yang merasa pengalamannya dan pengetahuan serta kemampuan dalam beternak masih kurang sehingga peternak merasa masih memerlukan penyuluhan.
52
Jumlah Ternak Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara jumlah ternak dengan partisipasi peternak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan. Hal ini memberikan gambaran bahwa usaha peternakan merupakan usaha sampingan, sehingga banyak tidaknya jumlah ternak yang dimiliki tidak menjadi penghambat peternak untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan.
Luas Lahan Hasil analisis statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif (-0,428*) antara luas lahan dengan tingkat partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan. Hubungan yang sangat nyata menggambarkan bahwa semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh peternak, maka menyebabkan tingkat partisipasi peternak dalam evaluasi semakin rendah atau sebaliknya. Hal ini diduga karena peternak yang memiliki lahan yang luas menyebabkan rendahnya keterlibatan peternak dalam penyuluhan, yakni dengan ikut mengevaluasi program penyuluhan. Terdapat hubungan yang tidak nyata antara banyak ternak dan luas lahan dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan dan pelaksanaan program penyuluhan. Tidak nyatanya hubungan tersebut mungkin disebabkan luas lahan tidak menentukan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan dan pelaksanaan program penyuluhan, wawasan dan keterampilan peternak pada saat penyuluhan yang sangat penting.
Kegiatan Kelompok Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara kegiatan kelompok dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan. Hal ini mengambarkan bahwa tidak ada hubungan antara kegiatan kelompok terhadap tingkat partisipasi peternak. Tingkat partisipasi peternak tidak dipengaruhi kegiatan kelompok ataupun keanggotaan kelompok karena peternak yang tidak mengikuti kegiatan kelompok atau tidak menjadi anggota kelompok dapat berpartisipasi dalam penyuluhan.
53
Interaksi dengan Penyuluh Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara interaksi dengan penyuluh terhadap tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyuluhan. Hal ini diduga karena peternak dalam berinteraksi dengan penyuluh tidak mengalami kesulitan yang menghambat partisipasi peternak dalam penyuluhan.
Interaksi dengan Pedagang Terdapat hubungan yang nyata (0,389*) antara interaksi pedagang dengan tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan penyuluhan. Hubungan yang nyata tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi interaksi peternak dengan pedagang maka tingkat partisipasi peternak dalam perencanaan penyuluhan semakin tinggi. Hal ini diduga karena peternak secara umum tidak mengalami kesulitan dalam menjual produk peternakannya kepada pedagang, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam perencanaan penyuluhan untuk peningkatan hasil produk peternakannya agar dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Hubungan yang tidak nyata antara interaksi dengan pedagang terhadap tingkat partisipasi peternak dalam pelaksanaan dan evaluasi penyuluhan. Hubungan tersebut menunjukkan interaksi dengan pedagang tidak mempengaruhi partisipasi peternak dalam pelaksanan dan evaluasi penyuluhan. Hal ini mungkin disebabkan dalam pelaksanaan dan evaluasi penyuluhan tidak diperlukan interaksi dengan pedagang.
Ketersediaan Sistem Pasar Tidak terdapat hubungan yang nyata antara ketersediaan sistem pasar dengan partisipasi peternak dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyuluhan. Hubungan yang tidak nyata tersebut menunjukkan bahwa ketersediaaan sistem pasar tidak menentukan tingkat partisipasi peternak. Partisipasi peternak ditentukan oleh peternak itu sendiri bukan berdasarkan ketersediaan sistem pasar, karena penyuluhan yang dilakukan lebih kepada peningkatan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan peternak terhadap usaha ternak mereka.
54
Ketersediaan Informasi Hasil uji statistik dengan korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata (0,364*) antara ketersediaan informasi dengan partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan informasi yang didapat dari penyuluh, teman/sesama peternak, LSM dan media massa mengakibatkan keterlibatan peternak dalam evaluasi. Partisipasi peternak dalam evaluasi berupa kehadiran rapat, diskusi dan perencanaan kegiatan selanjutnya memberikan gambaran bahwa ketersediaan informasi adalah salah satu fasilitator untuk mengetahui keinginan serta kebutuhan peternak. Hubungan antara ketersediaan informasi dengan partisipasi peternak dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan tidak nyata. Penyuluhan yang ada hampir semuanya berasal dari pemerintah, sehingga dalam merencanakan penyuluhan peternak tidak dilibatkan. Dalam pelaksanaan penyuluhan peternak tidak kesulitan dalam mendapatkan informasi tentang penyuluhan, karena penyuluhan lebih banyak dilakukan secara langsung dengan kunjungan kerumah-rumah peternak, sehingga ketersediaan informasi tidak mempengaruhi partisipasi peternak dalam penyuluhan.
55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan di Desa Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, dapat ditarik kesimpulan:. 1. Tingkat partisipasi peternak dalam penyuluhan secara umum tergolong tinggi pada tingkat perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan untuk evaluasi tergolong dalam kategori sedang. 2. Faktor internal, umur berpengaruh nyata dan negatif (-0,454*) terhadap partisipasi dalam evaluasi penyuluhan, pendidikan berpengaruh sangat nyata dan negatif (-0,495**) terhadap partisipasi dalam pelaksanaan penyuluhan, pengalaman beternak berpengaruh sangat nyata dan negatif (-0,487**) terhadap partisipasi dalam pelaksanaan penyuluhan, luas lahan berpengaruh nyata dan negatif (-0,428*) terhadap partisipasi dalam evaluasi penyuluhan. Faktor eksternal, interaksi dengan pedagang berpengaruh nyata (0,389*) terhadap partisipasi dalam perencanaan penyuluhan, ketersediaan informasi berpengaruh nyata (0,364*) terhadap partisipasi peternak dalam evaluasi penyuluhan.
Saran 1. Pemerintah hendaknya dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap fungsi dan tujuan penyuluhan dengan mensosialisasikan program penyuluhan 2. Pemerintah hendaknya menambah jumlah tenaga kerja yang potensial di bidang peternakan yang ditujukan sebagai penyuluh.
56
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan berkat serta kekuatan yang tak terhingga kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Mama, B’Roy, K’Debby, K’ Nella, B’Agus, K’Yanti, K’Mona, K’Vera, adikku Ronny, Keris, Ima, dan keponakanku Kezia yang banyak membantu baik, materi, motivasi, kasih sayang serta dukungan doa yang tiada henti diberikan kepada Penulis. Juga, kepada Ir. Richard. W. E. Lumintang, MSEA dan Prof, Dr, Ign. Djoko Susanto, SKM, APU yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan proposal penelitian hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu saya mengucapkan terima kasih kepada Ir. Pollung Siagian, MM dan Ir. Dewi Ulfa, MS yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Dinas dan seluruh jajaran staff Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara yang banyak memberi bantuan dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabat terkasih Samrin Sitorus yang memberi dukungan, semangat, doa, bantuan, juga menjadi teman dan sahabat baik dalam keadaan suka maupun duka, juga kepada Tocenk, Nita, Dian, Adit, Ria, Evi, Elsa, Desy, Erita, Desma, Benjamin, Guntur’ers, GMKI, PMK, anak-anak SEIP 39, 40, 41, THT 39 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas persahabatan yang indah serta dukungan dan semangatnya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan dan seluruh staff pegawai Fakultas Peternakan IPB atas bantuan dan kerjasamanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
57
DAFTAR PUSTAKA
Arifah, N. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu: Studi Kasus di Kelompok Tani Subur Jaya, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Annisa, S.Y., 2005. Kontribusi Usaha Peternakan Lebah Madu Terhadap Pendapatan Peternak Lebah Madu Apu Mellifera (Studi Kasus di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Skripsi Sosial Ekonomi Industri Peternakan Fakultas Peternakan) Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asngari, P.S., 2001. Peran Agen Pembaharu atau Penyuluhan dalam Usaha Memberdayakan (Enpowerment) Sumber Daya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cirylla. L. dan Ismail, 1998. Usaha Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara. 2005. Pengembangan Peternakan Babi Di Pedesaaan. 2005. Handayani, D., 2005. Partisipasi Remaja Dalam Usaha Ternak Ayam Kampung di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap. Skripsi. Sosial Ekonomi Industri Peternakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kanisius, Aksi Agraris. 1980. Kanisius.Yokyakarta.
Pedoman
Lengkap
Beternak
Babi.
Yayasan.
Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Maharani. 2005. Persepsi dan Partisipasi Petani-Ternak dalam Penyuluhan Pertanian Swakarsa. Skripsi. Sosial Ekonomi Industri Peternakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution, Z. 2002. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Ed. Revisis, PT RajabratindoPersada. Jakarta
58
Pangestu, M.H.T.1995. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (Studi Kasus di KPH Cianjur, Jawa Barat) Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Pamudji, O. S.1997. Menuju Pendekatan Pembangunan yang Partisipatif. Jakarta: Buletin Bina Swadaya Mandiri no 11 thn V, September 1997) Rejeki Sri. N. MC,dan F. Anita Herawati. 1999. Dasar-Dasar Komunikasi untuk Penyuluhan. Penerbit Universitas Atma Jaya Yokyakarta. Yokyakarta. Rogers dan Shoemarker. 1971. Communication of Inovation: a Cross-Cultural Approach. Coller Macmilan Publisher. London Sadly, A. 2004. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak dalam Penyuluhan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sagjogyo dan S. Pudjiwati Sadjogyo., 1980. Sosiologi Pedesaaan. Institut Pertanian Bogor. Sastropoetro, R.A.S. DRS., 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan disiplin dalam Pembangunan Nasional. Penerbit Alumni. Bandung. Sastradmadja,E. 1986. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Alumni. Bandung. Singarimbun,M., dan S. Effendi. 1989. Metodologi Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Siagian, PH. 2002. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Babi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor Suhendar. 2004. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah.Skripsi Sosial Ekonomi Industri Peternakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suriatna, S. 1988. Metode Penyuluhan Pertanian. Pt.Mediatama Sarana Perkasa.Jakarta Soekanto, S. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Pt Raja Grafindo Persada. Jakarta. Van den Ban, A. W. dan H. S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian Cetakan Pertama. Kanisius.Yokyakarta. Wardojo,. 1992. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad XXI. Pt Pustaka Swadaya Nusantara.
59
Correlations umur Spearman's rho
umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.030
.
.872
31
31
-.030
1.000
.872
.
31
31
N perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
perencanaan
N
Correlations umur Spearman's rho
umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.039
.
.835
31
31
.039
1.000
N pelaksanaan
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.835
.
31
31
Correlations umur Spearman's rho
umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
1.000
-.454(*)
.
.010
31
31
-.454(*)
1.000
.010
.
31
31
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations pendidikan Spearman's rho
pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
.058
.
.757
31
31
.058
1.000
.757
.
31
31
60
Correlations pendidikan Spearman's rho
pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.495(**)
.
.005
31
31
-.495(**)
1.000
N pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
pelaksanaan
.005
.
31
31
N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations pendidikan Spearman's rho
pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
1.000
.068
.
.715
31
31
.068
1.000
.715
.
31
31
Correlations evaluasi Spearman's rho
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengalaman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengalaman
1.000
-.304
.
.096
31
31
-.304
1.000
.096
.
31
31
Correlations pengalaman Spearman's rho
pengalaman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
-.487(**)
.
.005
31
31
-.487(**)
1.000
.005
.
31
31
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
61
Correlations pengalaman Spearman's rho
pengalaman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
-.207
.
.263
31
31
-.207
1.000
.263
.
31
31
Correlations pengalaman Spearman's rho
pengalaman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
-.207
.
.263
31
31
-.207
1.000
.263
.
31
31
Correlations perencanaan Spearman's rho
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
tanggungan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
tanggungan
1.000
.302
.
.099
31
31
.302
1.000
.099
.
31
31
Correlations tanggungan Spearman's rho
tanggungan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
.005
.
.978
31
31
.005
1.000
.978
.
31
31
62
Correlations tanggungan Spearman's rho
tanggungan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.186
.
.316
31
31
.186
1.000
.316
.
31
31
N evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
evaluasi
N
Correlations evaluasi Spearman's rho
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pendapatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pendapatan
1.000
-.210
.
.258
31
31
-.210
1.000
.258
.
31
31
Correlations pendapatan Spearman's rho
pendapatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
-.034
.
.856
31
31
-.034
1.000
.856
.
31
31
Correlations pendapatan Spearman's rho
pendapatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
-.120
.
.520
31
31
-.120
1.000
.520
.
31
31
63
Correlations perencanaan Spearman's rho
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.011
.
.952
31
31
.011
1.000
.952
.
31
31
N lahan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
lahan
N Correlations lahan Spearman's rho
lahan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.110
.
.556
31
31
-.110
1.000
.556
.
31
31
N pelaksanaan
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations lahan Spearman's rho
lahan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
1.000
-.428(*)
.
.016
31
31
-.428(*)
1.000
.016
.
31
31
evaluasi
kelompok
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kelompok
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
-.066
.
.726
31
31
-.066
1.000
.726
.
31
31
64
Correlations kelompok Spearman's rho
kelompok
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
.197
.
.288
31
31
.197
1.000
.288
.
31
31
Correlations kelompok Spearman's rho
kelompok
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
.296
.
.106
31
31
.296
1.000
.106
.
31
31
Correlations perencanaan Spearman's rho
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.159
.
.392
31
31
-.159
1.000
.392
.
31
31
N penyuluh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
penyuluh
N
Correlations penyuluh Spearman's rho
penyuluh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
.216
.
.244
31
31
.216
1.000
.244
.
31
31
65
Correlations penyuluh Spearman's rho
penyuluh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
1.000
-.208
.
.261
31
31
-.208
1.000
.261
.
31
31
evaluasi
pedagang
Correlations
Spearman's rho
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pedagang
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
-.064
.
.734
31
31
-.064
1.000
.734
.
31
31
Correlations pedagang Spearman's rho
pedagang
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
.303
.
.098
31
31
.303
1.000
.098
.
31
31
\ Correlations pedagang Spearman's rho
pedagang
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
.389(*)
.
.030
31
31
.389(*)
1.000
.030
.
31
31
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
66
Correlations perencanaan Spearman's rho
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.156
.
.403
31
31
.156
1.000
N pasar
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
pasar
.403
.
31
31
N
Correlations pasar Spearman's rho
pasar
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.070
.
.710
31
31
.070
1.000
.710
.
31
31
N pelaksanaan
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations pasar Spearman's rho
pasar
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
1.000
.134
.
.474
31
31
.134
1.000
.474
.
31
31
67
Correlations evaluasi Spearman's rho
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
informasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
informasi
1.000
.364(*)
.
.044
31
31
.364(*)
1.000
.044
.
31
31
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations informasi Spearman's rho
informasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelaksanaan
1.000
-.104
.
.576
31
31
-.104
1.000
.576
.
31
31
Correlations informasi Spearman's rho
informasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
perencanaan
1.000
-.136
.
.467
31
31
-.136
1.000
.467
.
31
31
68
Correlations perencanaan Spearman's rho
perencanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.041
.
.825
31
31
.041
1.000
N ternak
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
ternak
.825
.
31
31
N
Correlations ternak Spearman's rho
ternak
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.325
.
.075
31
31
-.325
1.000
.075
.
31
31
N pelaksanaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
pelaksanaan
N
Correlations ternak Spearman's rho
ternak
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
evaluasi
1.000
-.086
.
.647
31
31
-.086
1.000
.647
.
31
31
69
70
71