Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
HUBUNGAN PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK BABI DALAM MENGELOLA LIMBAH DI KECAMATAN KERTEK WONOSOBO (RELATIONS BETWEEN PERCEPTION AND PARTICIPATION OF PIG FARMER IN MANAGING WASTE IN THE DISTRICT OF KERTEK WONOSOBO) Yans Pangerungan*, Hermin PurwaningsihdanTitik Warsiti FakultasPeternakanUniversitasJenderalSoedirman, Purwokerto Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan partisipasi peternak babi dalam mengelola limbah dan mengetahui hubungan antara persepsi (tanggapan) peternak babi dengan partisipasinya (perilaku) dalam mengelola limbah. Materi penelitian yang digunakan adalah peternak babi di Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Jumlah responden diambil berdasarkan sampel dan wawancara berdasarkan kuisioner yang sudah disiapkan. Analisis data yang digunakan adalah Korelasi Rank Spearman dan Uji t. Parameter yang diteliti meliputi persepsi dan partisipasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak babi di Kecamatan Kertek mempunyai persepsi dan partisipasi yang rendah terhadap pengelolaan limbah karena sebagian besar tingkat pendidikan peternak hanya sampai sekolah dasar. Kata kunci :persepsi, partisipasi, kompos serasah, peternak, hubungan. ABSTRACT This study aimed to determine perceptions and participation of pig farmers in managing waste and determine the relationship between perception (response) to the pig farmer participation (behavior) for waste management. The materialsused were a pig farmer in the district of Wonosobo regency Kertek. The number of respondents were taken based on the sample and were interviews based on questionnaires that had been prepared. Analysis of the data used was the Spearman Rank Correlation and t-test. The parameters examined included perceptions and participation. The results showed that pig farmers in the district of Kertek and low participation perception towards waste managementas most breeder education up to primary school. Key word :perception, participation, compost serasah, breeders, relationships. PENDAHULUAN Populasi penduduk tahun 2013 Kecamatan Kertek adalah 77.110 orang dengan rincian 39,427 persen laki-laki dan 37,683 persen perempuan dan terdiri atas 23.475 kepala keluarga. Berdasarkan umur produktif penduduk yaitu 15 – 55 (Rizky, 2005) tahun 11,675 persen adalah laki-laki dan 11,428 persen adalah perempuan. Peternak babi di Kecamatan Kertek pada umumnya sudah berpengalaman usaha ternak babi 15 sampai 20 tahun meskipun peternak mempunyai tingkat pendidikan sebagian besar hanya sampai sekolah dasar saja. Setiana (2005) berpendapat bahwa pengalaman seseorang berhubungan erat dengan kemampuannya dalam menguasai teknik-teknik dalam hal beternak yang baik. Semakin berpengalaman seorang dalam beternak, maka akan semakin tinggi pula kemampuan peternak dalam memelihara ternaknya, dengan demikian hasilnya akan semakin baik pula. 24
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
Persepsi peternak dalam mengelola usaha peternakannya berkaitan erat dengan karakteristik peternak. Karakteristik seseorang diantaranya meliputi tingkat pendidikan, umur, dan pengalaman beternak sangat berpengaruh. Menurut Thoha (1993) persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya dan proses pemahaman disalurkan melalui penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penciuman atau pancaindera. Fungsi persepsi dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu peristiwa yang dipahami, lingkungan terjadinya persepsi dan orang-orang melakukan persepsi oleh karena itu kemampuan peternak dalam mengelola limbah ternak babi dan mengolahnya menjadi kompos sangat dipengaruhi persepsi dan partisipasinya. Sebagian besar peternak babi di Kecamatan Kertek hanya berpendidikan sekolah dasar akibatnya kurang memiliki pengetahuan dalam beternak. Pengalaman seseorang berbanding lurus dengan umurnya. Semakin tua umur seseorang maka pengalaman yang didapat akan lebih banyak dan lebih matang. Peternak berumur tua akan mempertimbangkan segala persoalan secara hatihati karena sudah banyak pengalaman dialami serta menghindari resiko-resiko yang akan dihadapi. Babi dalam beberapa hal di Kecamatan Kretek Wonosobo berkompetisi dengan manusia dari aspek makanan, tetapi juga merupakan ternak yang baik dalam menghasilkan limbah sebagai bahan baku pupuk organik (kompos). Babi banyak dipelihara oleh peternak karena dapat menghasilkan kompos serta bersifat prolifik yaitu mampu beranak dalam jumlah banyak (6-12 ekor genjik per kelahiran) dan dapat melahirkan lima kali dalam dua tahun. Ternak babi dapat menghasilkan kotoran dan urine dalam jumlah yang relatif banyak. Melalui pengolahan limbah meskipun caranya sederhana di Wonosobo, peternak dapat mengubah kotoran babi menjadi kompos yang sangat bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah terutama untuk tanaman tembakau sebagai tanaman utama di derah tersebut. Kecamatan Kertek merupakan daerah pegunungan yang sangat cocok untuk usaha peternakan dan perkebunan. Populasi ternak babi di Wonosobo tahun 2011 adalah sebanyak 2.135 ekor dan semua ternak babi terkonsentrasi di Kecamatan Kertek. Di Kecamatan Kertek Wonosobo, babi banyak dipelihara oleh petani sebagai sumber pendapatan sampingan yaitu pendapatan berasal dari hasil genjik dan produksi kompos. Kompos tersebut dimanfaatkan petani untuk tanaman tembakau. Meskipun banyak menghasilkan kotoran babi yang berpotensi mencemari permukiman penduduk,peternak dapat diatasi keberadaan limbah ternak babi dengan cara mengolah kotoran tersebut menjadi pupuk kompos. Limbah diolah bertujuan untuk mencegah timbulnya pencemaran disamping ada maksud lain yaitu sebagai pupuk tanaman tembakau. METODE Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Wonosobo, yaitu Kecamatan Kertek. Materi Penelitian peternak babi di Kecamatan Kertek sebanyak 43 peternak. Metode pengambilan sampel wilayah menggunakan metode stratifikasi random sampling yaitu berdasarkan desa yang memiliki peternak babi di Kecamatan Kertek, sehingga diperoleh desa yang terpilih. Desa tersebut yaitu Desa Reco, Kapencar, Candiyasan, dan Candimulyo dan stratifikasi dibagi menjadi sangat banyak, banyak, sedang, dan sedikit. Penetapan sampel responden masing-masing diambil 20 persen dari jumlah peternak babi yang ada di wilayah desa terpilih. 25
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
Analisis Data Analisis data menggunakan deskriptif korelatif untuk menentukan jumlah babi dan jumlah kotoran atau feses. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan variabel x (persepsi) dan variabel y (partisipasi). Data dikumpulkan sebagai rank setelah observasi
Nilai koefisien korelasi Spearmen yangdiperoleh di uji menggunakan uji t dengan rumus:
Nilai t yang diperolehdibandingkandengannilai t table padaderajatbebas (N-2) padaprobabilitas 0,05dan 0,01.
Jika t hitung < t 0,05 berarti tidak ada hubungan antara X dan Y. Jika t hitung > t 0,05 berarti ada hubungan antara X dan Y. Jika t hitung < t 0,01 berarti ada hubungan sangat nyata antara X dan Y. (Singarimbun dan Effendi, 1995)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeliharaan Ternak Babi Peternakan babi di Kecamatan Kertek dipelihara secara sistem kering dan sebagai penghasil kompos serasah. Sistem ini diperkenalkan oleh seorang dokter hewan bernama Tejokusumo. Beternak babi sistem kering yaitu memelihara babi secara terkurung dalam kandang terus menerus tanpa pernah dimandikan atau disediakan tempat berkubang. Kandang dibersihkan hanya pada saat membongkar alas kandang dengan tujuan mengganti serasah baru dan mengambil serasah lama yang sudah berupa kompos. Alas kandang tersusun dari feses dan urin ternak babi juga menggunakan rumput kunai kering (Andropogon gayanus sp) dan sisa panen sayuran. Hijauan tersebut akan menyerap air dan panas sehingga mempercepat terjadinya kompos yang baik. Produksi Kompos Kemampuan peternak dalam mengolah limbah feses ternak babi dapat diketahui dari jumlah limbah yang berhasil di daur ulang menjadi produk kompos serasah. Selain untuk memupuk, kompos serasah dijual dengan cara borongan bila ada pemesan. Peternak dapat menghasilkan kompos serasah paling banyak 30 𝑚3 dengan jumlah kepemilikan ternak babi 10 ekor dan produksi kompos serasah paling sedikit 3 𝑚3 dengan jumlah kepemilikan ternak babi 1 ekor, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap 1 ekor babi rata-rata menghasilkan 3 𝑚3 produksi kompos serasah untuk setiap panen dan produksi kompos serasah di Kecamatan Kertek 6.405 𝑚3 . Produksi feses babi berdasarkan pengukuran sampel berkisar 1,6-3,4 kg/ekor/hari. Perhitungan tersebut mendapatkan hasil 7259 kg/hr feses bercampur urin atau 2613,24 ton limbah per tahun maka akan dapat dihasilkan kompos serasah dalam jumlah relatif tinggi. Berdasarkan wawancara dengan peternak, tanda-tanda kompos serasah sudah dapat dipanen bukan berasal dari ketinggian tetapi dari warna kompos sudah coklat kehitaman, serasah sudah hancur dan lembut terutama setelah 10 cm lapisan atas dipisah. Menurut Suryadarma 26
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
(2012). Ciri-ciri bahwa kompos serasah sudah dapat digunakan sebagai pupuk adalah kompos relatif sudah tidak mengalami perubahan fisik, warna kompos coklat, struktur kompos remah dan tidak menggumpal, merata dan seragam, teksturnya lebih halus dibanding pada awalnya, baunya mirip humus atau tanah yang bereaksi dengan asam, dan tumpukan kompos sudah tidak panas lagi. Karakteristik Peternak Tingkat pendidikan peternak babi tersebar dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi. Makin tinggi tingkat pendidikan peternak diharapkan akan mudah menerima inovasi teknologi yang dapat berfungsi untuk kemajuan usaha ternak babinya. Hasil survey menunjukkan peternak dengan tingkat pendidikan sekolah dasar sebanyak 63,8 persen, peternak dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 26,1 persen dan peternak dengan tingkat pendidikan akademi/tinggi sebanyak 10,1 persen. Mardikanto (1993) berpendapat bahwa peternak atau masyarakat dengan sumberdaya manusia yang tinggi akan menjadi inovator dalam menerima inovasi teknologi baru. Umur peternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas bekerja. Umur akan berpengaruh terhadap mental, pekerjaan dan dalam memberikan tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan. Rata-rata umur peternak babi di Kecamatan Kertek yaitu 40 tahun keatas dan dengan tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar. Hal tersebut didukung oleh pendapat Rizky (2005) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap kapasitas bekerja, umumnya hal ini berlangsung cepat mulai umur 15 tahun hingga puncaknya dicapai pada umur 55 tahun, kemudian berkurang dengan menurunnya pengalaman beternak, tanggapan peternak, dan rendahnya tingkat pendidikan. Peternak babi di Kecamatan Kertek rata-rata mempunyai pengalaman beternak babi sekitar 15 tahun, hal tersebut mengindikasikan bahwa peternak babi sudah cukup berpengalaman dalam memelihara babi namun tingkat pendidikan yang hanya sampai pada sekolah dasar membuat keterbatasan kemampuan analisis sehingga peternak kurang menguasai teknik-teknik beternak yang baik. Pendapat tersebut sesuai dengan Setiana (2005) bahwa pengalaman beternak berhubungan dengan kemampuan peternak dalam menguasai teknik-teknik beternak yang baik. Semakin banyak pengalaman seorang peternak, maka akan semakin tinggi pula kemampuan peternak dalam memelihara ternaknya, dengan demikian hasilnya akan semakin baik pula. Peternak berpengalaman akan memiliki banyak pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan peternak yang baru memulai. Petani yang sudah tua dalam mempertimbangkan keputusan relatif lebih lama apabila dibandingkan dengan petani muda, hal ini dikarenakan banyaknya pengalaman yang dialami, sehingga muncul sikap hati-hati serta mampu menghitung kemungkinan resiko yang akan dihadapi. Seorang peternak yang mempunyai pengalaman beternak lebih lama akan lebih mudah mengatasi masalah dibandingkan dengan peternak yang belum mempunyai pengalaman beternak, sehingga akan lebih berhasil di dalam usaha peternakannya (Hermanto, 1991). PersepsiPeternakBabiDalamMengelolaLimbah Persepsi peternak dalam mengelola limbah berkaitan dengan karakteristik peternak. Tingkat pendidikan, umur, dan pengalaman beternak mempengaruhi persepsinya. Thoha (1993) 27
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
berpendapat bahwapersepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya dan proses pemahaman disalurkan melalui penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penciuman. Fungsi persepsi dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu peristiwa yang dipahami, lingkungan terjadinya persepsi, dan orang-orang melakukan persepsi. Variabel lingkungan berpengaruh sangat besar terhadap seseorang begitu pun dengan peternak. Banyaknya peternak babi di Kecamatan Kertek yang hanya berpendidikan sekolah dasar berakibat kurangnya pengetahuan yang lebih diantaranya dalam mengelola kompos. Peternak hanya menjalani membuat kompos model serasah secara turun-temurun dan tidak ada inovasi yang lain untuk mengembangkan kompos. Pengalaman peternak juga berbanding lurus dengan umurnya. Semakin tua umur peternak maka pengalaman yang didapat lebih banyak dan lebih matang dibandingkan dengan umur yang lebih muda. Peternak yang lebih tua akan menghasilkan kompos serasah cenderung lebih banyak karena mempunyai pengalaman yang lebih dibandingkan dengan peternak yang muda. Hermanto (1991) berpendapat bahwa peternak berumur tua akan mempertimbangkan suatu dengan hatihati karena banyaknya pengalamannya yang sudah banyak dialami serta menghindari resiko-resiko yang akan dihadapi dalam mengambil keputusan Umur dan pengalaman peternak juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan peternak sehingga peternak hanya bisa membuat kompos serasah secara turun temurun dan tidak ada inovasi lain. Peternak yang tingkat pendidikannya tinggi akan mempunyai pengalaman beternak yang berbeda dibandingkan dengan peternak yang tingkat pendidikannya rendah dikarenakan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dan lebih mudah mengerti dan memahami serta mengantisipasi perkembangan usaha (Saydan, 1996). Menurut Hermanto (1996) bahwa Peternak dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lemah dalam posisi bersaing dalam usahanya. Seorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memberikan tanggapan (persepsi) yang baik karena mempunyai pengetahuan dan wawasan lebih luas dibandingkan dengan peternak yang mempunyai pendidikan lebih rendah. Pengetahuan dan wawasan yang lebih luas akan lebih mudah mengerti dan memahami serta mengantisipasi perkembangan usaha (Saydan, 1996). PartisipasiPeternakBabiDalamMengelolaLimbah Peternak dengan persepsi yang baik dalam mengelola limbah akan menunjukkan partisipasi yang baik pula sehingga kompos serasah yang dihasilkan dapat maksimal dan dapat memelihara lingkungan sekitar dengan baik dan lingkungan permukiman dapat nyaman untuk bertempat tinggal.Sebagian besar peternak tidak mampu berpartisipasi dengan baik dalam mengelola limbah, hal ini disebabkan persepsi peternak dalam mengelola limbah kurang baik sehingga partisipasi seseorang berbanding lurus dengan persepsinya dan persepsi berhubungan dengan karakteristik peternak, hal tersebut sesuai dengan pendapatKodim (1998) bahwa partisipasi seseorang berbanding lurus dengan persepsinya. Persepsi yang baik akan menghasilkan partisipasi yang baik pula. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi seseorang sehingga diperlukan persepsi yang baik untuk tercapainya tujuan.
28
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
HubunganAntaraPersepsidenganPartisipasiPeternakBabi Hasil analisis korelasi Spearmen menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara persepsi dengan partisipasi peternak babi di Kecamatan Kertek. Nilai t hitung yang diperoleh yaitu 29,899715 yang menunjukan hubungan sangat nyata antara persepsi dan partisipasi karena hasil t hitung lebih besar dari t 0,05 dan t 0,01.Hasil pengamatan menunjukan terdapat hubungan antara persepsi peternak dengan partisipasi peternak. Hubungan tersebut menunjukan bahwa persepsi dan partisipasi peternak masih rendah. Hal tersebut ditunjukan dengan kondisi peternakan yang belum teratur seperti kandang yang kurang bersih. Kandang hanya dibersihkan pada saat memanen kompos serasah sehingga setiap harinya area sekitar kandang kurang bersih. Secara fisik, limbah ternak babi dapat mencemari tanah dan air sehingga dilakukan usaha mengolah limbah ternak babi dengan cara membuat kompos oleh peternak. Kompos serasah yang dihasilkan oleh peternak dengan pendidikan yang tinggi, menghasilkan kompos serasah yang lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan yang rendah. Persepsi berbanding lurus dengan partisipasinya sehingga banyaknya hasil kompos serasah yang didapat tergantung dengan tingkat pengetahuan peternak. Kondisi ternak babi kurang dirawat dan kurang diperhatikan sehingga pertambahan bobot badan hariannya kurang. Peternak hanya memberikan pakan seadanya saja untuk ternak babinya karena peternak lebih mementingkan kotoran babi tersebut dan hasil kotoran tersebut dapat dijadikan kompos untuk memupuk tanaman tembakau. Walaupun peternak lebih mementingkan kotoran babi untuk dijadikan kompos, babi tersebut tetap dijual oleh peternak untuk hasil sampingan. Nilai korelasi Spearmen persepsi dan partisipasi sebesar 0,737466 dan dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung yaitu 29,899715, nilai ini dibandingkan dengan nilai t tabel pada probabilitas 5 % dan 1 % dengan derajat bebas N – 2 = 43 – 2 = 41. Hasilnya nilai t hitung > t 0,01 atau ( P < 0,01 ) berarti ada hubungan sangat erat antara persepsi peternak dengan partisipasi peternak. Semakin tinggi tingkat persepsi peternak maka akan semakin tinggi partisipasi dalam mengelola limbah. Saydan (1996) menyatakan bahwa seorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi akan memberikan tanggapan (persepsi) yang baik karena mempunyai pengetahuan dan wawasan lebih luas dibandingkan dengan yang mempunyai pendidikan lebih rendah. Pengetahuan dan wawasan yang lebih luas akan lebih mudah mengerti dan memahami serta mengantisipasi perkembangan usaha. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan bahwa peternak babi di Kecamatan Kertek mempunyai persepsi dan partisipasi yang rendah terhadap pengelolaan limbah karena sebagian besar tingkat pendidikan peternak hanya sampai sekolah dasar. Hal ini dibuktikan dari kondisi yang ada yaitu areal disekitar kandang babi atau lokalisasi kandang babi masih kotor dan kandang tidak terawat dengan baik sehingga kebersihan permukiman penduduk relatif masih kotor.
29
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
DAFTAR PUSTAKA Anugrah, E., 1995. Pengaruh Tingkat Pendidikan Peternakan Terhadap Motivasi Beternak dan Jumlah Ayam Buras Di Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Aryulina, D., dkk., 2004. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Surabaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. KamusBesarBahasa Indonesia.BalaiPustaka. Jakarta. Dinas
Peternakan Propinsi Jawa Tengah, 2001. AlternatifPenangananLimbah. Pengembangan Peternakan Rakyat Jawa Tengah. Semarang.
Proyek
Djajadi, M.Sholeh dan Nunung Sudibyo, 2002, Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik ZA dan SP36 Terhadap Hasil dan Mutu Tembakau Temanggung Pada Tanah Andisol, Jurnal LITTRI Vol. 8, No.1. Echols, John M. dan Shadily, H., 2003.Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. Guntoro, B, dan E. Sulastri. 1998. Dinamika kelompok tani-ternak Sapi Potong Sistem Kandang Kelompok di Kabupaten Bantul. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Hermanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Indrawijaya. 2002. PerilakuOrganisasi. SinarBaru Bandung. Kodim, A., 1998. FaktorFaktor yang mempengaruhi Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kota Administratif Jember. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press, Surakarta. Mochamad, J.A., 2004. Pengaruh Persepsi Mahasiswa tentang Pemilihan Dosen Pembimbing Skripsi Terhadap Proses Penyelesaian Skripsi. Skripsi Sarjana pada Jurusan Pemdidikan Teknik Bangunan FPTK UPI. Bandung. Muchtar, T.W., 2007. Studi Komparatif Persepsi dan Minat Siswa SMP tentang SMK. Skripsi Sarjana pada Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI. Bandung. Rizky, I., 2005. Hubungan Antara Karakteristik Peternak dan Motivasi Beternak Kambing Di Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga. Skripsi. Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto. Santosa, S. 1999. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara. Surabaya. Saydan, G. B. C. T. T., 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Rajawali. Jakarta. Sears, O.D., J.L. Freedman, and L.A. Peplas. 1999. PsikologiSosial. Edisi V. Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Setiana, L., 2005. TeknikPenyuluhandanpemberdayaanMasyarakat.Ghalian Indonesia. Bogor. Singarimbun, M. dan Effendi, S., 1995.MetodePenelitianSurvai. LembagaPenelitian, Pendidikan, danPeneranganEkonomidanSosial. Jakarta Sumaryadi, I.N., 2010, SosiologiPemerintahan. Penerbit: Ghalia Indonesia, Bogor. Suryadarma, I.G.P., 2012. Efektivitas Transformasi Energi dalam Pembuatan Biogas.Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. 30
Yans Pangerungan dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 24-31, September 2014
Thoha, M., 1993. Perilaku Organisasi. Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Yogyakarta. Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 6. Sekretariat Negara. Jakarta. Winarno, R., 1999. Peran Serta Masyarakat Perkotaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kotamadya Malang.JurnalLingkungan dan Pembangunan. Vol. 9 No. 3-4 Desember 1999.
31