Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS SAMATA KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA TAHUN 2014 SRI IRMADAMAYANTI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Kesehatan Masyarakat ABSTRACK Maternal Mortality Rate (MMR) in Indonesia is still very high when compared to ASEAN countries such as Malaysia 10 per 1,000 live births, Thailand 20 per 1,000 live births, Vietnam 18 per 1,000 live births, Brunei 8 per 1,000 live births and Singapore 3 per 1,000 live births. Maternal mortality rate in Indonesia in 2010 is targeted to be 125 per 100,000 live births The aim of this research is to know association between age, knowledge, education, parity and hormonal contraceptive using in contraceptive acceptors in Samata primary health care Somba opu district Gowa regency. This was survey analytic research with cross sectional study design. The population was hormonal contraceptive acceptors. The number of sample was 215 respondents which was chosen by simple random sampling. This research revealed that there was association between knowledge (p=0,004), and education (p=0,009) to injection hormonal contraceptive using. Meanwhile, age (p=0,139) and parity (p=0,084) has no association with injection hormonal contraceptive using It can be concluded that there is a relationship between knowledge and education on the use of injection contraceptive, and there is no relationship between age and parity on the use of injection contraceptive. Recommended to society to improve knowledge by taking participate in local family planning programs. And for health provider to provide maximum service. Keywords : injection contraception, age, knowledge, education, parity
PENDAHULUAN Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.Pada tahun 1994 (SDKI) AKI di Indonesia adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI tersebut sangat lambat, yaitu menjadi 334 per Kontrasepsi Hormonal
100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 (SDKI) dan 307 per 100.000 kelahiran hidup, sementara pada tahun 2010 ditargetkan menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) selama kurun waktu 20 tahun telah berhasil diturunkan secara tajam, yaitu 59 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
Page 1
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 1989 - 1992 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002 – 2003. Namun angka tersebut masih di atas negara-negara seperti Malaysia 10 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 20 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, Brunei 8 per 1000 kelahiran hidup dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup dan saat ini mengalami penurunan cukup lambat Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program KB sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi seseorang, baik itu untuk kesehatan reproduksi wanita maupun kesehatan reproduksi pria (SDKI 2002/2003). Jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, tahun 2011 sebanyak 241 juta jiwa, dan sampai dengan bulan Maret tahun 2012 mencapai 245 juta jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia menjadi negara keempat dengan penduduk terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat. Selama rentang tahun 2000 - 2010, kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun. Angka ini mengalami kenaikan dibanding periode tahun 1999-2000 yang masih sebesar 1,45% (BKKBN, 2012). Secara garis besar masalah pokok dibidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang besar dengan laju petumbuhan penduduk yang relative masih tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, struktur umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan (Winjosastro, 1999 dalam Purba, 2009). Laju pertumbuhan penduduk ditentukan oleh tingkat kelahiran dan kematian.Adanya perbaikan pelayanan kesehatan menyebabkan tingkat kematian penduduk rendah, sedangkan laju tingkat Kontrasepsi Hormonal
kalahiran tetap tinggi hal ini merupakan penyebab utama ledakan penduduk (Prawirohardjo, 2010). Keluarga Berencana (KB) merupakan hal yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan social budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Handayani,2010). Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga berencana adalah suatu upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Dengan meperkenalkan nilai, budaya dan norma yang baru tentang KB kepada masyarakat diharapkan dapat mengubah pola pikir, sikap dan prilaku masyarakat terhadap pogram KB. Gagasan KB memerlukan pendekatan atas pertimbangan kemanusiaan dengan mengurangi risiko bahaya pada ibu yang melahirkan serta resiko kematian anak yang terjadi pada peristiwa kelahiran. Cara mengubah ketidaktahuan masyarakat dalam pemilihan alat kontrasepsi diantaranya melalui pendidikan( Sajuatini,2008). Program Keluarga Berencana (KB) ini bertujuan untuk membentuk Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).Yang dimaksud keluarga kecil Page 2
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 yaitu keluarga dengan 2 anak (catur warga) atau dengan tiga anak (panca warga).Kesejahteraan keluarga adalah suasana tingkat keserasian pemenuh kebutuhan-kebutuhan keluarga secara keseluruhan.Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dimaksudkan untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk sekecil mungkin, dan meningkatkan kualitas manusia yang baik ditinjau dari segi kesehatan, pendidikan, tingkat kehidupan yang layak (Irianto, 2012). Kebijakaan keluarga Berencana adalah kehamilan dini, kehamilan terlalu telat, kehamilan-kehamilan terlalu mendesak jaraknya dan terlalu sering melahirkan dan banyak anak. Alat kontrasepsi sangat berguna dalam program KB, akan tetapi tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya.Pelayanan Kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia.Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri dari berbagai macam metode kontrsepsi yang tersedia.Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit.Tidak hanya karena banyaknya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008). Dalam upaya mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 sesuai dengan visi Kontrasepsi Hormonal
dan misi pogram keluarga berencana nasional perlu mendapatkan dukungan data dan informasi yang cepat, tepat ,akurat dan berkesinambungan. Keluarga yang berkualitas yaitu keluarga yang maju, mandiri dan sejahtera (BKKBN, 2006). Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat kontrasepsi. Macam-macam metode kontrasepsi tersebut adalah intra uterine devices (IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk wanita (MOW), metode operatif untuk pria (MOP), dan kontrasepsi pil.Alat kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya murah dan dapat diterima oleh pasangan suami istri. Kontrasepsi suntik adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan memasukan cairan atau obat berupa suntikan hormonal kedalam tubuh. Suntikan ini bertujuan untuk mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lender rahim tipis dan atrofi, menghambat transportasi gamet oleh tuba. Memiliki efektifitas yang tinggi yaitu sebesar 0,3 kehamilan/tahun, asal penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jenis suntikan yang sering digunakan adalah suntikan progestin dengan jenis Depo Medroksi progesterone Asetat (Depoprovera/DMPA), yang mengandung 150 mg DMPA, diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntikan Intramuscular ( didaerah bokong) (saifuddin,2006). Menurut hasil pendataan jumlah akseptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Tangan-Tangan Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2011 adalah berjumlah 726 jiwa dengan pemakaian pil 269 jiwa (31%) suntikan 385 Page 3
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 jiwa (55%), implant 46 jiwa (9,0%) dan AKDR 26 (5,0%) . Purba (2009) menemukan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan yaitu faktor prediposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, jarak rumah kepuskesmas, waktu tempuh dan biaya), faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan). Penelitian lain yang dilakukan oleh Widiyawati dkk (2012) menemukan hubungan bermakna faktor pendidikan dan dukungan suami terhadap pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di wilayah kerja Puskesmas Batuah Kutai Kartanegara. Studi lain mengemukakan adanya hubungan yang bermakna antara faktor harga perolehan kontrasepsi dan jumlah anak terhadap permintaan kontrasepsi (Woyanti, 2005). Berdasarkan data dari Kabupaten Gowa pada bulan Desember tahun 2013 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah 122,258 peserta, dan untuk peserta KB Aktif yang terdiri dari: IUD aktif 1.330, Suntikan aktif 32.232, Pil aktif 16.573, implant aktif 2.921dan Kondom 63. Berdasarkan data dari Kecamatan Sombo Opu pada bulan Januari tahun 2014 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah 20.318 peserta, dan untuk peserta KB aktif yang terdiri dari IUD 1.007, Suntikan aktif 6.313, Pil aktif 4.392, Implant 826 dan kondom 377. Berdasarkan data dari Puskesmas Samata dari 6 kelurahan untuk jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah 9.973 peserta. Dan khusus untuk Kelurahan Samata jumlah peserta KB aktif adalah 503 peserta, yang terdiri dari IUD 25 peserta, Suntikan aktif 247 peserta, Pil aktif 178 peserta, Implant 39 peserta dan Kondom 8 peserta.
Kontrasepsi Hormonal
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif yang bersifat observasional analitik yaitu dengan menggunakan rancangan cross sectional study yaitu mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang diukur pada saat yang bersamaan. Populasi adalah seluruh akseptor KB hormonal yang datang melakukan pemeriksaan dibagian KIA di Puskesmas Samata Kecematan Somba Opu Kabupaten Gowa Tahun 2014. Dengan jumlah populasi sebesar 464 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan menggunakan metode simple ramdom sampling dimana cara penarikan sampel diambil secara acak sederhana yang berjumlah 215 responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Samata kecamatan somba opu Kabupaten Gowa sejak tanggal 19 juni- 17 juli 2014. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh bahwa jumlah penggunaan alat kontrasepsi hormonal selama bulan januari adalah sebanyak 215 akseptor. Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Umur Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Umur (Tahun) n % 11 5,1 15-20 42 21,9 21-25 52 24,2 26-30 57 26,5 31-35 27 12,6 36-40 21 9,8 41-45 215 100,0 Jumlah Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase umur tertinggi berkisar antara Page 4
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 umur 31-35 sebanyak 57 orang ( 26,5%), sedangakan persentase umur yang terendah berada antara umur 15-20 tahun sebanyak 11 orang (5,15%). Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Pekerjaan n % 102 47,4 Tidak bekerja 78 63,3 Wiraswasta 35 16,3 PNS 215 100,0 Jumlah Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 215 responden terdapat sebagian besar yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 102 orang (47,4%) dan sebagian kecil yang bekerja sebagai PNS sebanyak 35 orang (16,3%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Umur n % 148 68,8 < 20 dan >35 tahun 67 31,2 20-35 tahun 215 100,0 Jumlah Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase penggunaan alat kontrasepsi terdapat umur berisiko sebanyak 148 orang (68,8%) dan umur yang tidak berisiko sebanyak 67 orang (31,2%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Pengetahuan n % 130 60,5 Cukup 85 39,5 Kurang 215 100,0 Jumlah Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase pengguna kontrasepsi terdapat berpengetahuan cukup sebanyak 130 Orang (60,5%) dan berpengetahuan kurang sebanyak 85 orang (39,5 %). Kontrasepsi Hormonal
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Pendidikan n % 104 48,4 Tinggi 111 51,6 Rendah 215 100,0 Jumlah Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase pengguna kontrasepsi yang berpendidikan tinggi sebanyak 104 orang (48,4%) dan berpendidikan rendah 111 orang (51,6%). Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Paritas Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Paritas n % 115 53,5 Nullipara 100 46,5 Multipara 215 100,0 Jumlah Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase pengguna kontrasepsi yang memiliki paritas nullipara sebanyak 115 orang (53,5%) dan paritas multipara sebanyak 100 orang ( 46,5%). Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Penggunaan Alat n % Kontrasepsi 122 56,7 Suntik 93 43,3 Bukan Suntik 215 100,0 Jumlah Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase penggunaan kontrasepsi lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntik sebanyak 122 orang (43,3%) dari pada yang menggunakan kontrasepsi bukan suntik sebanyak 93 orang (56,7%).
Page 5
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014
Tabel 8. Hubungan Umur Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Umur
<20 dan >35 20-35 Jumlah
Penggunaan Alat Kontrasepsi Bukan Suntik Suntik n % n % 36, 32, 79 69 7 1 20, 11, 43 24 0 2 12 56, 43, 93 2 7 3
Jumlah
(p)
67 21 5
% 100, 0 100, 0 100, 0
(0,181)
Tabel 9. Hubungan Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Pengetah uan akseptor
n Cukup
84
Kurang
38
Jumlah
12 2
% 68, 9 31, 1 56, 7
n 46 47 93
Jumlah (p)
%
n
%
49, 5 50, 0 43, 3
13 0
10 0,0 10 0,0 10 0,0
85 21 5
%
Tinggi
45
Rendah
77
Jumlah
12 2
46, 9 64, 7 56, 7
(0,004)
n
Jumlah (p)
% 53, 1 35, 3 43, 3
51 42 93
n
%
96 11 9 21 5
100, 0 100, 0 100, 0
0,009
Tabel 10 menunjukkan bahwa 96 akseptor yang berpendidikan tinggi dengan menggunakan kontrasepsi suntik adalah sebanyak 45 orang (46,9%), dan yang bukan kontrasepsi suntik sebanyak 51 orang (96%). Sedangkan dari 119 akseptor yang berpendidikan rendah yang menggunakan alat kontrasepsi suntik adalah sebanyak 77 orang (64,7%), dan yang bukan kontrasepsi suntik sebanyak 42 orang (35,3%). Tabel 11. Hubungan Paritas Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Penggunaan Alat Kontrasepsi Paritas
Suntik n
Tabel 9 menunjukkan bahwa 130 akseptor dengan pengetahuan cukup yang menggunakan kontrasepsi suntik sebanyak 84 orang (69,9%), dan yang bukan kontrasepsi suntik sebanyak 46 orang (49,5%). sedangkan dari 85 akseptor dengan tingkat pengetahuan kurang yang menggunakan kontrasepsi suntik adalah sebanyak 38 orang (31,1%) dan yang bukan kontrasepsi suntik sebanyak 47 orang ( 50,5%).
Kontrasepsi Hormonal
Pendidik an akseptor
Penggunaan Alat Kontrasepsi Bukan Suntik Suntik n
n 14 8
Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa 148 responden yang umurnya berisiko terdapat 69 orang (32,1%) bukan kontrasepsi suntik dan terdapat 79 orang(36,7%) yang menggunakan kontrasepsi suntik. Sedangkan dari 67 responden yang umurnya tidak berisiko terdapat 24 orang (11,2 %) yang bukan kontrasepsi suntik dan terdapat 43 orang (20,0 %) yang menggunakan kontrasepsi suntik.
Penggunaan Alat Kontrasepsi Bukan Suntik Suntik
Tabel 10. Hubungan Pendidikan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa
Nullipara
59
Multipara
63
Jumlah
12 2
% 48, 4 51, 6 56, 7
Bukan Suntik n 56 37 93
Jumlah (p)
%
n
%
60, 2 39, 8 43, 3
11 5 10 0 21 5
10 0,0 10 0,0 10 0,0
0.084
Tabel 11 menunjukkan bahwa 115 akseptor dengan paritas ≤3 anak (nullipara) yang menggunakan kontrasepsi suntik sebanyak orang 59 orang (48,4% ), dan yang bukan suntik sebanyak 56 orang (60,2% ) Sedangkan dari 100 akseptor dengan paritas >3 anak (multipara) yang menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 63 orang (51,6%) dan bukan kontrasepsi suntik sebanyak 37 orang (39,8%) Page 6
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 Hubungan Umur Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal. Umur diartikan sebagai hal yang sangat berperan dalam penentuan untuk menggunakan alat kontrasepsi karena pada fase-fase tertentu dari umur menentukan tingkat reproduksi seseorang. Umur yang terbaik bagi seorang wanita adalah antara 20-30 tahun karena pada masa inilah alatalat reproduksi wanita sudah siap dan cukup matang untuk mengandung dan melahirkan anak. Bila ditinjau pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional maka masa mencegah kehamilan (<20tahun) dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan yang disarankan pil KB, AKDR/IUD, dan kondom sedangkan pada masa menjarangkan kehamilan (20-30tahun) dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan AKDR/IUD, pil KB, suntikan, Implant/susuk, kondom dan kontap. Pada masa mengakhiri kehamilan (>30 tahun) dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan kontap, AKDR/IUD, Implant, suntik, pil KB, dan kondom. Hasil penelitian menunjukan dari 148 responden yang umurnya berisiko terdapat 69 orang (32,1%) yang bukan suntik dan terdapat 79 orang (36,7%) yang menggunakan suntik. Sedangkan dari 67 responden yang umurnya tidak berisiko terdapat 24 orang ( 11,2 %) yang bukan suntik dan terdapat 43 orang ( 20,0 %) yang menggunakan suntik. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai P = 0.139 (P >α 0,05). Artinya Ho diterima yang berarti bahwa tidak adanya hubungan antara umur dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB. Hal ini disebabkan karena banyaknya responden yang pertama kali menggunakan kontrasepsi suntik dan yang tidak menggunakan suntik berada pada umur yang berisiko yaitu < 20 tahun dan ≥ 35 tahun, kenyataan di lapangan didapatkan bahwa Kontrasepsi Hormonal
sebagian responden yang hamil pada usia < 20 tahun dan ≥ 35 tahun yang merupakan umur yang sangat berisiko, karena secara fungsi dari organ reproduksi sendiri belum matang dan belum siap untuk mengandung dan melahirkan dan pada umur ≥ 35 tahun menjadi sangat berisiko karena umur yang tergolong tua, dalam hal ini umur yang tergolong tua akan mengalami penurunan fungsi tubuh, sehingga risiko untuk hamil tua menjadi lebih tinggi risikonya. Berdasarkan hasil yang didapatkan dilapangan bahwa semakin tinggi umur aksptor semakin matang untuk mengandung dan melahirkan baik secara fisik, psikologis, maupun kemampuan berfikir secara rasional. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizali dkk tentang Faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik di Kelurahan Mattoangin Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2013. Hubungan Pengetahaun dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik. Pengetahuan didefinisikan sebagai asil dari tahu dan mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pengguna kontrasepsi terdapat berpengetahuan cukup sebanyak 130 Orang (60,5%) dan berpengetahuan kurang sebanyak 85 orang (39,5%). Setiap individu memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat pengetahuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, keterpaparan informasi dan pengalaman (Irmayati, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang baik sangat didukung oleh tingkat pengetahuan orang tua yang Page 7
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 baik dalam memberikan informasi tentang seks (Hurlock, 2004). pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya dari pada tidak tahu sama sekali. Pembentukan pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh faktor internal yaitu cara individu dalam menanggapi pengetahuan tersebut dan eksternal yang merupakan stimulus untuk mengubah pengetahuan tersebut menjadi lebih baik lagi.(Syafrudin, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 85 akseptor dengan tingkat pengetahuan kurang yang menggunakan suntik adalah sebanyak 38 orang (31,1%) dan yang bukan suntik sebanyak 47 orang ( 50,5%) sedangkan dari 130 akseptor dengan pengetahuan cukup yang menggunakan suntik adalah sebanyak 84 orang (69,9%), dan bukan suntik adalah sebanyak 46 orang (49,5%). Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X2 hitung (8,300) > X2 tabel (3,841) dan nilai P = 0.004 (P <α 0,05). Artinya Ho ditolak yang berarti bahwa hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dilapangan bahwa, semakin tinggi tingkat pengetahuan akseptor tentang alat kontrasepsi maka akan cenderung memilih alat kontrasepsi suntik karna ibu yang berpengetahuan cukup termasuk tahu tentang keamanan, cara pemakaian, efek samping dan komplikasinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizali dkk tentang Faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik di Kelurahan Mattoangin Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2013. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik (p = 0,000 < α = 0,05). Nilai koefisien φ (phi) = 0,341 Hal ini berarti hubungan sedang atau dapat dikatakan bahwa variabel pengetahuan Kontrasepsi Hormonal
berkontribusi sebesar 34,1% terhadap pemilihan metode kontrasepsi suntik. Secara teoritis diketahui bahwa pengetahuan mempunyai kontribusi yang besar dalam mengubah perilaku seseorang untuk berbuat sesuatu. Hubungan Pendidikan dengan Penggunaan Kontrasepsi Suntik. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan jumlah anak, dan keinginan terhadap jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat yang dapat dinikmati bila ia mempunyai jumlah anak sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah anak. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 104 akseptor dengan tingkat pendidikan tinggi dan menggunakan suntik adalah sebanyak 39 orang (32%) dan yang bukan suntik sebanyak 65 orang ( 69%) sedangkan dari 111 akseptor dengan tingkat pendidikan rendah yang menggunakan suntik sebanyak 83 orang (68%), dan bukan suntik sebanyak 28 orang (30.1%).%). Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X2 hitung (30,394) > X2 tabel (3,841) dan nilai P = 0.000 (P <α 0,05). Artinya Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Page 8
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB. Berdasarkan hasil yang didapatkan dilapangan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akseptor lebih mudah mengerti dibandingkan yang berpendidikan rendah. Hal ini karna pendidikan mempunyai peran penting untuk menyerap informasi sehingga dapat merubah pola pikir/tingkah laku dalam menilai sesuatu yang secara tidak langsung akan membantu akseptor memilih alat kontrasepsi yang tepat jelas dan rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rifa’I Ali yang menemukan bahwa terdapat hubungan pendidikan dengan penggunaan kontrasepsi pada dengan nilai p = 0,000. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa banyaknya pendidikan aseptor yang hanya sampai sekolah dasar sehingganya mereka kurang menggunakan alat kontrasepsi dan bahwa ada yang tidak mengetahui fungsi dari alat kontrasepsi tersebut, olehnya banyaknya aseptor yang kurang meminati untuk menggunakan alatkontrasepsi membuat jarak umur persalinan sangat dekat antara persalinan pertama dan yang kedua begitu pun seterusnya. Penelitian Gopar menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antarapendidikan responden dengan penggunaan alat kontrasepsi, dengan nilai p < 0,005.Dimana semakin baik pendidikan seseorang dalam hal ini para aseptor maka mereka akan menggunakan kontrasepsi yang dianggap baik menurut mereka. Hubungan Paritas dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik. Seorang ibu untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang ibu mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.
Kontrasepsi Hormonal
Saat ini di tengah-tengah masyarakat masih ada yang menganut konsep tradisional yaitu cenderung memilih untuk memiliki anak dalam jumlah yang banyak. Jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi, maka jumlah anak yang banyak bisa menjadi sumber daya bagi keluarga untuk menambah penghasilan orang tua. Sebagian besar responden mempunyai jumlah anak hidup yang cukup ( ≤2 anak) alasan mereka menunda untuk mempunyai anak karena ingin mempunyai keluarga kecil bahagia sejahtera serta tidak ingin terbebani ketika mempunyai jumlah anak yang banyak seperti tidak mampu membiayai kebutuhan anak ketika sudah dewasa, tidak mampu untuk menyekolahkan anak dan lain sebagainya. Tetapi ada pula keluarga yang menginginkan jumlah anak yang banyak, dengan alasan bahwa banyak anak banyak rejeki dan apabila mempunyai banyak anak dapat membantu orang tua dalam mencari tambahan pendapatan orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 115 akseptor dengan paritas nullipara yang menggunakan kontrasepsi suntik adalah sebanyak 59 orang (48.4%) dan yang bukan suntik sebanyak 56 orang ( 50,5%) sedangkan dari 100 akseptor dengan paritas multipara yang bukan suntik adalah sebanyak 31 orang (39.8%). Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square didapatkan nilai X2 hitung (2,981) < X2 tabel (3,841) dan nilai P = 0.084 (P >α 0,05). Artinya Ho diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB. Berdasarkan hasil yang didapatkan dilapangan bahwa ada pengaruh paritas dengan dengan penggunaan kontrasepsi suntk karna akseptor tersebut baru memutuskan untuk untuk jadi akseptor setelah memiliki anak lebih dari 3 orang dan menyadari beban keluarga yang semakin meningkat. Dengan jumlah anak yang semakin banyak maka kebutuhan ekonomi Page 9
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 semakin meningkat dan Semakin sering seorang ibu melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hasil Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rifa'i Ali tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Ala Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Puskesmas Buhu Kabupaten Gorontalo yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi suntik dengan nilai p =0,222. Walapun jumlah anak mereka sudah lebih dari 2 orang, mereka enggan menggunakan alat kontrasepsi, terlebih lagi yang hanya mempunyai anak 2 atau kurang dari 2, mereka malah tidak menggunakan alat kontrasepsi, hal tersebut dikarenakan mereka masih menggunakan mitos bahwabanyak anak maka banyak pula rejeki. Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa tahun 2014 dapat disimpulkan sebagai berikut : ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan pendidikan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB, dan tidak ada hubungan antara umur dan paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB. Saran. Kepada masyarakat agar menamabah wawasan dan pengetahuan dengan ikut serta dalam program KB yang ada didaerahnya, perlu meningkatkan pengetahuan yang mendalam mengenai KB suntik terutama dalam hal efek samping tau keluhan-keluhan yang terjadi dalam pemakaian KB suntik oleh petugas kesehatan terutama pemberi pelayanan, dan bagi instiusi pendidikan, perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan Kontrasepsi Hormonal
dengan penggunaan alat kontrasepsi di tempat lain.
1.
DAFTAR PUSTAKA Anita, Nurlaila R. 2012. FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Akseptor Kb Tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Wilayah Kerja Puskesmas Tangan Kecamatan Tangan Tangan. (online) (http//lppm. Stikesubudiyah.ac.id, diakses 9 Februari 2014
2.
Arlina,w, dkk. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal Pada Akseptor KB Dikelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton. (online) (http//repository.unhas.ac.id, diakses 8 Februari 2014)
3.
Atikah Proverawati, dkk. 2010. Buku Panduan Memilih Kontraespsi. Yogyakarta: Nuha Medika.
4.
Everet,S., (2008), Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi,edisi 2. Jakarta: EGC.
5.
Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rima.
6.
Hartanto, Hanafi., (2005). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
7.
Irianto, Koes. 2012. Keluarga Berencana Untuk Para Medis Dan Nonmedis. Bandung: Irama Widya
8.
Mantra, I.B., 2006. Demografi Umum, Edisi 2, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Page 10
Artikel Kesehatan Reproduksi 2014 9.
10.
Mutiara, E., 1998. Beberapa factor yang Berhubungan dengan Penggunaan Kontrasepsi di Wilayah Indonesia Timur (Analisis Data SDKI 1994). Tesis Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan masyarakat universitas Indonesia, Depok. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
18.
Sulistyawati, 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.
19.
Suratun, Sri Maryani, DKK. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Pelayanaan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.
20.
Widiyawati, dkk. 2012. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) di Wilayah Kerja Puskesmas Batuah Kutai Kartanegara. Jurnal Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
11.
Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
12.
Pinem Saroha. 2009. kesehatan reproduksi dan kontrasepsi. Jakarta: EGC
21.
Prawirohadjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
22.
BKKBN.2006. Buku panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trisada
13.
14.
Saifudin, B.A. et al, 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
15.
Siswosudarmo, dkk., 2001. Teknologi Kontrasepsi,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
16.
Sitopu selli D, 2012. Hubungan Pengetahuan Akseptor Keluarga Berencana Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Di Puskesmas Helvetia Medan. Jurnal Dosriani, (online) (http://uda.ac.id, diakses 8 Februari 2014.) Soekanto,S., 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
17.
Kontrasepsi Hormonal
Page 11