1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN TB PARU YANG MENGALAMI RIWAYAT HEMOPTISIS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) MAKASSAR Oleh : ANDI DESIMUSVIRASARI Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu Keperawatan ABSTRAK : Penderita TB paru sering terjadi batuk darah, adanya batuk darah menimbulkan kecemasan karena sering dianggap batuk darah merupakan suatu tanda yang berat dari penyakitnya. Kecemasan pada saat batuk darah akan menyebabkan klien menahan batuk dengan upaya supaya batuk darah tidak banyak keluar.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas dan peran keluarga dengan tingkat kecemasan klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini merupakan klien TB paru yang mengalami hemoptisis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar, yaitu 38 orang yang kemudian diperoleh sampel 38 orang dengan cara total sampling. Data yang dianalisis dengan uji alternatif Kolmogorov-Smirnov Z melalui program SPSS. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas, peran keluarga dengan tingkat kecemasan klien TB paru yang mengalami hemoptisis karena nilai p > α 0,05. Dalam penelitian ini disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas, dan peran keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis. Disarankan untuk petugas dan keluarga dalam melakukan pelayanan kesehatan tidak hanya memperhatikan kondisi fisik tetapi juga perhatikan kondisi psikis klien agar kecemasan yang dialaminya dapat diatasi. Kata Kunci : TB Paru, Hemoptisis, Jenis Kelamin, Dukungan Petugas, Peran Keluarga
2
PENDAHULUAN Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau diberbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultra violet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari (Rab, 2010) Klien tuberculosis paru sering meminta pertolongan dari tim kesehatan seperti keluhan batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, demam anoreksia, mual, dan penurunan berat badan. Pada kondisi klinis, klien dengan tuberculosis paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya dari tingkatan tidak mengalami kecemasan, kecemasan ringan, kecemasan sedang, dan kecemasan berat. Kecemasan yang dialami klien merupakan respon psikologis terhadap keadaan stress yang dialaminya karena adanya perasaan takut yang membuat hati tidak tenang dan timbul rasa keraguraguan. Apabila klien tuberculosis yang disertai batuk darah mengalami kecemasan, maka klien akan terfokus pada masalah yang sedang dihadapi, memaksa pikiran untuk terus-menerus memikirkan masalahnya yang akan memicu otak secara emosional, yang menimbulkan dampak kurang baik
bagi fisik dan psikis klien (Muttaqin, 2008) Tingginya resiko angka kematian pada klien hemoptisis akibat akumulasi bekuan darah pada jalan nafas disebabkan oleh kecemasan yang tinggi sehingga pasien takut untuk batuk mengeluarkan darah dan klien lebih cenderung untuk menahan batuk. Peran perawat sangat penting untuk membimbing klien untuk tidak takut batuk mengeluarkan darah karena banyaknya batuk darah dapat diganti dengan cairan infus atau transfusi darah sehingga banyaknya darah yang keluar bukan masalah utama tetapi yang lebih penting adalah menghindari terjadinya akumulasi bekuan darah dijalan nafas (Alsagaff, 2007) Kecemasan pada saat hemoptisis yang dialami klien merupakan respon psikologik terhadap keadaan stress yang dialaminya dimana terdapat perasaan takut yang membuat hati tidak tenang dan timbul rasa keragu-raguan. Kecemasan berat sampai panik dimana terjadi ketakutan pasien untuk batuk mengeluarkan darah merupakan resiko yang harus dihindari karena memungkinkan terjadinya supucation/chocking (bekuan darah yang tidak dapat dikeluarkan dengan batuk) yang berlanjut pada tersumbatnya jalan nafas, asfiksia dan kematian (Alsagaff, 2007) Berdasarkan data WHO Global Tuberculosis Report (2012), ada sekitar 9 juta penderita TB dengan kasus baru pada tahun 2011 dan 1.4 juta orang yang meninggal dunia karena tuberkulosis, 430.000 diantaranya telah terinfeksi HIV. Dari data tersebut, Indonesia berada dalam
3
urutan ke-4 dengan angka insiden tertinggi di dunia setelah negara India, Cina, dan Afrika Selatan, dengan jumlah penderita sekitar 500.000 orang. Angka prevalensi TB Paru di Sulawesi Selatan tahun 2011 adalah 107 per 100.000 dari target renstra 231 per 100.000 penduduk, Case Detection Rate (CDR) sebesar 51,9%, dan angka keberhasilan pengobatan TB paru sebesar 88.93% dari target renstra 85% (Kemenkes RI, 2012) Laporan khusus hemoptisis klien TB paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar, data menunjukkan kasus hemoptisis klien TB paru pada tahun 2011 yaitu 415 orang, pada tahun 2012 yaitu 450 orang, dan tahun 2013 berjumlah 281 orang (Arsip Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat, 2014) METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik menggunakan rancangan cross sectional, yaitu subjek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel pada saat penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas dan peran keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar pada tanggal 12 juni-12 juli. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar dengan jumlah sampel 38 orang dengan cara total sampling. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Umur Berdasarkan data yang diperoleh, hasil distribusi frekuensi jenis kelamin dapat dilihat pada pada tabel 1 yang ada dibawah ini. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber
n 22 16 38
% 57,9 42,1 100,0
: Data Primer
Terdapat 22 responden (57,9%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 16 responden (42,1%) berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin yang terbanyak menderita TB paru yang mengalami hemoptisis adalah jenis kelamin laki-laki. b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Berdasarkan data yang diperoleh, hasil distribusi frekuensi dukungan petugas dapat dilihat pada tabel 2 yang ada dibawah ini. Dukungan Petugas Cukup Baik
n
%
5 33
13,2 86,8
4
Jumlah Sumber
38
100,0
: Data Primer
Ada 5 responden (13,2%) yang mengatakan cukup dan 33 responden (86,8%) mengatakan baik. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan petugas diberikan pada responden sebanyak 33 (86,8%) yang mengatakan baik. c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Keluarga Berdasarkan data yang diperoleh, hasil distribusi frekuensi peran keluarga dapat dilihat pada tabel 4 yang ada dibawah ini. . Peran n % Keluarga Cukup 4 10,5 Baik 34 89,5 Jumlah 36 100,0 Sumber
: Data Primer
Dalam penelitian ini, hasil distribusi frekuensi pada tabel 4 diperoleh hasil peran keluarga responden yang mengatakan cukup sebanyak 4 (10,5%), dan yang mengatakan dukungan keluarga baik sebanyak 34 (89,5%). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan petugas diberikan pada responden sebanyak 34 (86,8%) yang mengatakan baik. d. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Berdasarkan data yang diperoleh, hasil distribusi frekuensi tingkat kecemasan dapat dilihat pada tabel 6 yang ada dibawah ini.
Tingkat Kecemasan Cemas berat Cemas sedang Cemas ringan Jumlah Sumber
n
%
10 18 10 38
26,3 47,4 26,3 100,0
: Data Primer
Dalam penelitian ini, Hasil distribusi frekuensi pada tabel 6 diperoleh hasil tingkat kecemasan, ada 10 responden (26,3%) yang mengalami cemas berat, 18 responden (47,4%) mengalami cemas sedang, dan 10 responden (26,3%) yang mengalami cemas ringan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan yang dialami responden yang terbanyak adalah cemas sedang. e. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Berdasarkan data yang diperoleh, hasil distribusi frekuensi usia dapat dilihat pada tabel 8 yang ada dibawah ini. Usia Dewasa awal (20-40 tahun) Dewasa madya (41-56 tahun) Jumlah Sumber
n
%
20
52,6
18
47,4
38
100,0
: Data Primer
Dalam penelitian ini, Hasil distribusi frekuensi pada tabel 8 diperoleh hasil usia, ada 20 responden (52,6%) di usia dewasa awal 20-40 tahun yang menderita TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis, dan 18 responden (47,4%) di usia dewasa
5
madya/setengah baya 41-56 yang menderita TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis. Hal ini menunjukkan bahwa kecemasan yang dialami responden yang terbanyak dialami oleh usia 20-40. Analisis Bivariat f. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kecemasan Berdasarkan data yang diperoleh, hasil analisis bivariat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan dapat dilihat pada tabel 10 yang ada dibawah ini. Tingkat kecemasan Jenis kelamin
Cemas berat
Cemas sedang
Cemas rigan
Jumlah
Laki-laki
n 6
% 27,3
n 9
% 40,9
n 7
% 31,8
n 22
% 100.0
Perempuan
4
25,0
9
56,3
3
18,8
16
1000
Jumlah
10
26,3
18
47,4
10
26.3
38
100,0
Sumber
p value
hemoptisis pada jenis kelamin lakilaki dan perempuan yang terbanyak adalah cemas sedang. Hasil uji alternatif Kolmogorov-Smirnov Z diperoleh p value = 0, 398 dengan tingkat kemaknaan = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p > yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar. g. Hubungan Dukungan Petugas dengan Tingkat Kecemasan Berdasarkan data yang diperoleh, hasil analisis hubungan antara dukungan petugas dengan tingkat kecemasan dapat dilihat pada tabel 11 yang ada dibawah ini.
0,398
: Data Primer
Dari 22 responden (100%) yang berjenis kelamin laki-laki ada 6 responden (27,3%) yang mengalami cemas berat, 9 responden (40,9%) Sumber yang mengalami cemas sedang, Sumberdan 7 responden (31,8%) yang mengalami cemas ringan. Sedangkan dari 16 responden (100%) yang berjenis kelamin perempuan ada 4 responden (25%) yang mengalami cemas berat, 9 responden (56,3%) yang mengalami cemas sedang, dan 3 responden (18,8%) yang mengalami cemas berat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat
Dukungan petugas
Cemas berat
Tingkat kecemasan Cemas Cemas sedang ringan
Jumlah
n
%
n
%
n
%
n
%
Cukup
1
20,0
2
40,0
2
40,0
5
100.0
Baik
9
27,3
16
48,5
8
24,2
33
1000
Jumlah
10
26,3
18
47,4
10
26,3
38
100,0
P value
0,328
Sumber
: Data Primer
Berdasarkan analisis bivariat yang ada pada tabel 11, dari 5 responden (100,0%) dukungan petugas yang mengatakan cukup, ada 1 responden (20%) yang mengalami cemas berat, 2 responden (40%) yang mengalami cemas sedang, dan 2 responden (40%) yang mengalami cemas ringan. Sedangkan dari 33 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan baik, ada 9 responden (27,3%) yang
6
mengalami cemas berat,16 responden (48,5%) yang mengalami cemas sedang, dan 8 responden (24,2%) yang mengalami cemas ringan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis pada dukungan petugas yang mengatakan baik yang terbanyak adalah cemas sedang. Hasil uji alternatif Kolmogorov-Smirnov Z diperoleh p value = 0, 328 dengan tingkat kemaknaan = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p > yang artinya tidak ada hubungan antara dukungan petugas dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar. h. Hubungan Peran Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Berdasarkan data yang diperoleh, hasil analisis hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan dapat dilihat pada tabel 12 yang ada dibawah ini. Tingkat kecemasan Peran keluarga
Cemas berat
Cemas sedang
Jumlah
Cemas ringan
Cukup
n 1
% 25,0
n 3
% 75,0
n 0
% 0
n 4
% 100,0
Baik
9
26,5
15
44,1
10
26,3
34
100,0
Jumlah
10
26,3
18
47,4
10
26,3
38
100,0
P value
0,556
Sumber
: Data Primer
Berdasarkan analisis bivariat yang ada pada tabel 12, dari 4 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan cukup, ada 1 responden (25%) yang
mengalami cemas berat, dan 3 responden (75%) yang mengalami cemas sedang, dan tidak ada responden yang mengalami cemas ringan. Sedangkan dari 34 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan baik, ada 9 responden (26,5%) yang mengalami cemas ringan, dan 15 responden (44,1%) yang mengalami cemas sedang, dan 10 responden (29,4%) yang mengalami cemas ringan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis pada peran keluarga yang mengatakan baik yang terbanyak adalah cemas sedang. Hasil uji alternatif Kolmogorov-Smirnov Z diperoleh p value = 0,556 dengan tingkat kemaknaan = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p > yang artinya tidak ada hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar. PEMBAHASAN i. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kecemasan Peneliti menganalisis 38 sampel dalam penelitian. Dari 22 responden (100%) yang berjenis kelamin laki-laki, ada 6 responden (27,3%) yang mengalami cemas berat, dan 9 responden (40,9%) yang mengalami cemas sedang, dan 7 responden (31,8%) yang mengalami cemas ringan. Sedangkan dari 16 responden
7
(100%)yang berjenis kelamin perempuan ada 4 responden (25%) yang mengalami cemas berat, dan 9 responden (56,3%) yang mengalami cemas sedang, dan 3 (18,8) responden yang mengalami cemas ringan. Hasil penelitian ini memperlihatkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan karena nilai ρ (0,398 ) > α (0,05). Peneliti menganalisa alasan hasil penelitian mengenai jenis kelamin, bahwa perempuan lebih sering mengalami kecemasan daripada laki-laki, itu menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan karena dapat dilihat pada tabel 10 bahwa laki-laki lebih banyak mengalami kecemasan daripada perempuan, hal ini disebabkan karena responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, untuk itu perbedaan jenis kelamin tidak ada hubungan dengan tingkat kecemasan. Namun karena masih banyaknya laki-laki dan perempuan mengalami kecemasan untuk itu keluarga dan petugas rumah sakit selalu memperhatikan masalah kecemasan klien. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arida Nuralita (2002), yaitu tidak ada hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas dan peran keluarga terhadap tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami hemoptisis karena nilai >0,05. Dimana jenis kelamin dan kecemasan (0,843 > 0,05), dukungan petugas (0,606 > 0,05), dan peran keluarga (0, 432 > 0,05).
Namun, hal ini tidak sesuai dengan penelitian Saida (2012) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan klien TB paru yang disertai dengan batuk darah di rumah sakit angkatan laut DR.Mintohardjo Jakarta ada hubungan antara jenis kelamin, dengan kecemasan klien TB paru yang disertai batuk darah karena nilai <0,05. j. Hubungan Dukungan Petugas dengan Tingkat Kecemasan Dari hasil uji Chi-square terdapat 3 sel yang memiliki nilai kemaknaan lebih dari 5. Dengan hasil tersebut, maka uji yang digunakan adalah uji alternatif yaitu Kolmogorov-Smirnov Z dengan ρ value = 0,398. Nilai ini lebih besar dari α = 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara dukungan petugas dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis. Dalam penelitian ini, dari 5 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan cukup, ada 2 responden (40%) yang mengalami cemas berat, dan 2 responden (40%) yang mengalami cemas sedang, dan 2 responden (40%) yang mengalami cemas ringan. Sedangkan dari 33 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan baik, ada 9 responden (27,3%) yang mengalami cemas berat, dan 16 responden (48,5%) yang mengalami cemas sedang, dan 8 responden (24,2%) yang mengalami cemas ringan. Untuk itu, hampir sebagian besar responden mengatakan dukungan
8
petugas baik, tidak hanya memperhatikan masalah pengobatan responden tetapi petugas juga memberi perhatian khusus salah satunya memberikan motivasi agar tetap semangat dalam menjalani pengobatan sehingga tingkat kecemasannya menurun. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arida Nuralita (2002), yaitu tidak ada hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas dan peran keluarga terhadap tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami hemoptisis karena nilai >0,05. Dimana jenis kelamin (0,843 > 0,05), dukungan petugas (0,606 > 0,05), dan peran keluarga (0, 432 > 0,05). k. Hubungan Peran Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Peneliti menganalisa 38 sampel dalam penelitian. 4 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan cukup, ada 1 responden (25%) yang mengalami cemas berat, dan 3 responden (75%) yang mengalami cemas sedang, dan tidak ada responden yang mengalami cemas ringan. Sedangkan dari 34 responden (100%) dukungan petugas yang mengatakan baik, ada 9 responden (26,5%) yang mengalami cemas berat, dan 15 responden (44,1%) yang mengalami cemas sedang, dan 10 responden (29,4%) yang mengalami cemas ringan. Hasil penelitian ini memperlihatkan tidak ada hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru
yang mengalami hemoptisis karena nilai ρ (0,556) > α (0,05). Peneliti menganalisa bahwa alasan hasil penelitian mengenai peran keluarga tidak ada hubungan dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis karena hampir seluruh responden yang diteliti mengatakan peran keluarga baik. Walaupun keluarga sibuk dengan urusan masing-masing mereka tetap meluangkan waktu untuk mendampingi responden dalam menjalani perawatan. Jika salah satu anggota keluarga tidak sempat datang, mereka selalu bergantian, sehingga tingkat kecemasan responden dapat teratasi dengan adanya perhatian dari anggota keluarga. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Saida yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan klien TB paru yang disertai dengan batuk darah di rumah sakit angkatan laut DR.Mintohardjo Jakarta ada hubungan antara peran keluarga, dengan kecemasan klien TB paru yang disertai batuk darah karena nilai <0,05. Namun berbeda dengan penelitian Arida Nuralita (2002), yaitu tidak ada hubungan antara jenis kelamin, dukungan petugas dan peran keluarga terhadap tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami hemoptisis karena nilai >0,05. Dimana jenis kelamin (0,843 > 0,05), dukungan petugas (0,606 > 0,05), dan peran keluarga (0, 432 > 0,05). SIMPULAN
9
1.
2.
3.
Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis Tidak ada hubungan antara dukungan petugas dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis Tidak ada hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien TB paru yang mengalami riwayat hemoptisis
SARAN 1.
2.
3.
Meskipun perempuan lebih rentan mengalami kecemasan dibanding laki-laki, dalam melakukan pelayanan kesehatan petugas tidak harus membedakan jenis kelamin karena setiap individu pasti mengalami kecemasan. Meskipun dukungan petugas sudah baik dalam mengatasi kecemasan, untuk itu lebih ditingkatkan lagi mutu pelayanan petugas terhadap klien agar lebih optimal dalam menurunkan tingkat kecemasan. Peran keluarga sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan anggota keluarga yang sakit tidak hanya memperhatikan kondisi fisik tetapi juga perhatikan kondisi psikisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press, Surabaya Arida, Nuralita. 2002. Kecemasan Klien TB Paru Yang Mengalami Hemoptisis. Universitas Gadja Mada, Yogyakarta Azwar A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta Crampton J . 2002. Manajemen stress dan stress. Jurnal manajemen Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Cetakan ke8. Bakti Husada, Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Bakti Husada, Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis Cetakan ke2. Cetakan Kedua, Jakarta Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2008. Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2007. Pemerintah Kota Makassar, Makassar Friedman, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset Teori dan Praktik. EGC, Jakarta Garoll, Allan H. Albert G. Mulley. 2009. Obat perawatan primer. Evaluasi kantor
10
dan manajemen pasien dewasa Hawari, Dadang. 2007. Sejahtera di Usia Senja Dimensi Psikologi Pada Lanjut Usia (Lansia). FKUI, Jakarta Jindal, SK. Shankar, PS. Raoof S. et al. 2011. Buku teks kedokteran paru dan kritis, New Delhi Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2011. Bakti Husada, Jakarta Kusuma,
W. 1997. Kedaruratan Psikiatri. Bina Aksara, Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika, Jakarta Mazbow. 2009.Apa itu dukungan sosial?.( Online), (www.masbow.com/2009/ 08/apa-itu-dukungansosial.html diakses 20 Januari 2014) Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta
Pitrak, David. 2007. Diagnosa dan Manajemen TB Paru. Jurnal Asosiasi Medikal, Amerika Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC, Jakarta Puji, Esse dkk. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi 10. STIK Makassar, Makassar Rasyid R, Mangunegoro H. 2002. Berbagai Permasalahan dalam Penyakit Tuberculosis Paru. Dalam Faisal Yunus, Menaldi Rosmen, Achmad Hudoyo, Achmad Mulawarman, Boedi Swidarmoko, Ed.Pulmonologi Klinik. Balai Penerbit FKUI, Jakarta Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. TIM, Jakarta Saida. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan Klien TB Paru Yang Disertai Dengan Batuk Darah. Universitas Muhammadiyah, Jakarta Smet, B. 2009. Psikologi Kesehatan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Smith I. 2003. Patogenesis Mycobacterium Tuberculosis dan Determinats Molekul Virus. Clinical Ulasan Mikroba
11
Suliswati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC, Jakarta Tim Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberculosis (GERDUNAS-TB). 2007. Pedoman Nassional Penanggulangan Tuberculosis, Jakarta : Depkes Tylor, S, E. 2009. Psikologi Kesehatan. McGraw-Hill, Inc, Singapore WHO. 2010. Tuberculosis di Southwilayah Asia Timur laporan daerah 2010. WHO, New Delhi WHO. 2012. Laporan TB global 2012, (online), (www.who.int/tb, diakses 20 Januari 2014) Warta
GEDURNAS TB. 2010. Buletin Triwulan Warta GEDURNAS TB Volume 16, Jakarta
Weinberger, Steven E. 2008. Prinsip Pengobatan Paru , USA Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga, Surabaya