SKRIPSI
VALIDASI METODE ANALISIS FTALAT SEBAGAI MIGRAN DARI KEMASAN PADA SIMULAN PANGAN
Oleh OXYANA SARAVIRGIZMA F24060958
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
VALIDASI METODE ANALISIS FTALAT SEBAGAI MIGRAN DARI KEMASAN PADA SIMULAN PANGAN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh OXYANA SARAVIRGIZMA F24060958
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Oxyana Saravirgizma. F24060958. Validasi Metode Analisis Ftalat Sebagai Migran Dari Kemasan Pada Simulan Pangan. Di bawah bimbingan Harsi D. Kusumaningrum dan Winiati P. Rahayu. RINGKASAN Teknologi kemasan pangan berkembang sangat dinamis seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi. Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak selalu memperhatikan aspek keamanan bagi kesehatan manusia sehingga perlu pengaturan dari pemerintah untuk menjamin keamanan produk kemasan tersebut. Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) mengadaptasi prosedur operasi standar metode analisis European Union (2001) untuk metode analisis ftalat sebagai migran dari kemasan dengan menggunakan n-heptana sebagai simulan pangan mewakili pangan berlemak dan berminyak berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memvalidasi metode tersebut agar tersedia suatu metode analisis migrasi ftalat yang valid (absah) dan terpercaya. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu tahap persiapan, validasi metode analisis migrasi ftalat dari kemasan pada simulan pangan, dan pengujian metode pada sampel. Penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) dan dietilheksil ftalat (DEHP) serta diisononil ftalat (DINP) sebagai analit. Parameter validasi yang diujikan antara lain Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ), linieritas, kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), dan spesifisitas (selektivitas). Sebelum kegiatan validasi dan pengujian dilaksanakan, seluruh alat gelas yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam dilanjutkan pembilasan dengan aseton untuk mendegradasi ftalat pada alat. Pada pengujian validasi metode analisis didapatkan nilai konsentrasi yang dapat dikuantitasi oleh instrumen sebesar 0,2 untuk DEHP dan 0,6 ppm untuk DINP. Pengujian linieritas untuk DEHP dan DINP menghasilkan koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan pengujian cemaran yaitu lebih atau sama dengan 0,98. Namun pada perhitungan koefisien variasi, DEHP menghasilkan nilai diluar batas penerimaan yaitu 5%. Hal ini disebabkan karena pengukuran pengulangan sampel yang dilakukan di hari yang berbeda sehingga meningkatkan variasi dari hasil yang diharapkan. Perolehan kembali pada pengujian kecermatan untuk DEHP dan DINP masih berada di dalam rentang penerimaan, yaitu 80% hingga 100%. Uji keseksamaan (presisi) pada penelitian ini dilakukan terhadap instrumen dan metode analisis. Uji terhadap instrumen dilakukan dengan menggunakan standar ftalat pada tiga level konsentrasi, sedangkan uji terhadap metode dilakukan terhadap sampel yang mengandung analit. Kedua uji ini, baik pada DEHP maupun DINP, menghasilkan nilai RSD dibawah kriteria penerimaan berdasarkan Consumer Product Safety Commission (CPSC) yaitu ± 10%. Spesifisitas dari metode dapat dilihat berdasarkan kromatogram yang dihasilkan. Pada perhitungan terlihat bahwa kromatogram yang dihasilkan cukup spesifik dengan nilai resolusi jauh diatas batas penerimaan berdasarkan yaitu ≥ 1,5. Dari kelima parameter yang
diujikan, dapat dikatakan bahwa metode analisis migrasi ftalat dari kemasan pada simulan pangan menghasilkan data yang valid (absah). Selanjutnya dilakukan pengujian metode langsung dengan menggunakan lima belas jenis sampel kemasan. Pada pengujian ini juga dilakukan perhitungan nilai migrasi ftalat berdasarkan prosedur operasi standar metode analisis European Union (2001). Dari kelima belas jenis sampel tersebut, hanya delapan sampel kemasan yang menunjukkan adanya migrasi DEHP dari kemasan ke simulan pangan, dan seluruhnya menghasilkan nilai diatas batas penerimaan berdasarkan Scientific Committee on Toxicity, Ecotoxicity and the Environment (CSTEE) yaitu 1,67 μg/min/10cm2. Sementara pada pengujian DINP, hanya satu sampel kemasan yang menunjukkan adanya migrasi ke simulan pangan, yaitu sampel berkode K. Nilai yang dihasilkan pun masih berada dalam batas penerimaan berdasarkan CSTEE dalam EU (2001), yaitu 6,67 μg/min/10cm2.
Judul Skripsi : Validasi Metode Analisis Ftalat Sebagai Migran Dari Kemasan Pada Simulan Pangan Nama
: Oxyana Saravirgizma
NIM
: F24060958
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum, MSi)
(Prof. Dr. Ir. Winiati P Rahayu, MS)
NIP : 19640502.199303.2.004
NIP : 19560813.198201.2.001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP : 19650814.199002.1.001
Tanggal Lulus : ……………………..
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bambang Bandarsyah dan Isra Miryanti, dilahirkan di Bandung tanggal 10 September 1988. Penulis memiliki seorang adik bernama Ardho Mahamada. Penulis memulai pendidikan pertamanya di Taman Kanak-kanak Gunung Bungsu selama tiga tahun, kemudian dilanjutkan di Sekolah Dasar 04 Pagi Pondok Kopi pada tahun 1994 hingga 2000. Sekolah Menengah Pertama dimulai tahun 2000 hingga 2003 di SMP Negeri 252 Jakarta. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 12 Jakarta hingga tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007. Selama masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Agriaswara. Setelah mendapatkan jurusan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) selaku staf Hubungan Masyarakat (Humas) periode 2008 hingga 2010. Selain itu, penulis juga aktif sebagai reporter dan kemudian sebagai redaktur pelaksana di majalah peduli pangan dan gizi Emulsi periode 2008 hingga 2010. Penulis juga mengikuti kegiatan di klub Tari Saman ‘Bungong Puteh’ periode 2008 hingga 2010. Beberapa kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain ‘Training HACCP’, ‘BAUR 2008’, ‘Segilima’, dan ‘IFOODEX 2009’ sebagai staf Humas pada periode kerja di HIMITEPA. Penghargaan yang pernah di dapat penulis selama masa studi di IPB antara lain juara 2 lomba cerita pendek ‘COOKIES 2006’, juara 1 lomba cerita pendek ‘RED CUPS 2009’, dan juara 1 lomba ‘Business Plan 2009’ HIMASILKAN-IPB. Penulis juga mengambil Minor Komunikasi dan menjadi asisten untuk mata kuliah dasar-dasar komunikasi periode 2009 – 2010.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini dilaksanakan dan didanai oleh Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) Badan POM RI. Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi tugas akademik dan merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan baik moril dan materil dari berbagai pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis secara khusus ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Mama, Papa, dan Ado yang senantiasa mendampingi dalam suka dan duka, dan memberikan dukungan terbesar kepada penulis baik moril maupun materil.
2.
Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum, MSi selaku pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan waktu dan perhatian serta bimbingan yang penuh kesabaran kepada penulis sejak perkuliahan dimulai hingga skripsi ini selesai.
3.
Prof. Dr. Winiati P Rahayu, MS selaku Kepala PROM yang telah memberikan penghargaan terbesar kepada penulis berupa kepercayaan untuk menyelesaikan salah satu proyek di Pusat Riset Obat dan Makanan Badan POM RI.
4.
Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA. selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu dan membagi ilmunya dengan penulis.
5.
Ibu Wiwi Hartuti, SFarm. Apt. selaku pembimbing teknis di PROM yang telah bersedia memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis
6.
Seluruh staf dan dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bimbingan, kerjasama, serta kepercayaan selama penulis menyelesaikan studinya.
i
7.
Erren Aprita P, Dwi Ayu M, Arini Nurul S, Rifka Prahesty, Arief Fazry, Belinda Bunga N, Restymaya T R, dan Rarisa T B R, sahabat bagi penulis.
8.
Intan Hermalinda dan Austin Vicars, para pendengar terbaik yang selalu dapat meringankan beban penulis.
9.
Desi Ratih, Febriani, Siti Sri Utami, Widya Eka P, dan seluruh keluarga besar ITP 43, 42, dan 44 atas semangat dan dukungannya.
10.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membimbing dan membantu penulis hingga skripsi ini selesai. You guys are the greatest gift ever! Tak ada gading yang tak retak, penulis pun menyadari skripsi ini tidak luput
dari kesalahan. Namun penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Wassalam.
Bogor, 22 September 2010
Oxyana Saravirgizma
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………
v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… vi DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. vii I. PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1 A. LATAR BELAKANG …………………………………………….. 1 B. TUJUAN PENELITIAN ………………………………………….. 2 C. MANFAAT PENELITIAN ……………………………………….. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 4 A. KEMASAN PANGAN ……………………………………………. 4 B. SIMULAN PANGAN ……………………………………………... 5 C. FTALAT …………………………………………………………... 6 1. Di-(2-Etilheksil) Ftalat (DEHP) ………………………………..
7
a. Karakteristik ………………………………………………… 7 b. Penggunaan …………………………………………………. 8 c. Metabolisme ………………………………………………... 8 d. Dampak pada Tubuh ……………………………………….. 8 2. Diisononil Ftalat (DINP) …………………………………….....
9
a. Karakteristik ………………………………………………… 9 b. Penggunaan …………………………………………………. 10 c. Metabolisme ………………………………………………… 10 d. Dampak pada Tubuh ………………………………………… 11 D. MIGRASI KEMASAN PANGAN …………………………………. 11 E. ANALISIS FTALAT MENGGUNAKAN GC-MS ………………… 12 F. VALIDASI METODE ……………………………………………… 15 1. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) …... 15 2. Linieritas ………………………………………………………… 16 3. Kecermatan (Accuracy) …………………………………………. 17 4. Keseksamaan (Precision) ……………………………………….. 18
iii
5. Spesifisitas (Selektivitas) ……………………………………….. 19 III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………
20
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ………………………….. 20 B. BAHAN DAN ALAT ……………………………………………… 20 C. METODE …………………………………………………………... 20 1. Persiapan Analisis Menggunakan GC-MS ……………………. 20 a. Pembuatan Larutan Standar Internal Benzyl Butyl Phthalate (BBP) ………………………………………………………. 22 b. Pembuatan Larutan Baku Ftalat (DEHP dan DINP) ………
23
2. Validasi Metode Analisis Ftalat Sebagai Migran dari Kemasan pada Simulan Pangan ………………………………………...... 23 a. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) ………………………………………………………. 23 b. Linieritas ……………………………………………………. 24 c. Kecermatan (Accuracy) …………………………………….. 25 d. Keseksamaan (Precision) …………………………………… 26 e. Spesifisitas (Selektivitas) …………………………………… 27 3. Pengujian Sampel ………………………………………………. 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... 30 A. VALIDASI METODE ANALISIS ………………………………… 30 1. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) ….. 30 2. Linieritas ………………………………………………………... 31 3. Kecermatan (Accuracy) ………………………………………… 33 4. Keseksamaan (Precision) ……………………………………….. 34 5. Spesifisitas (Selektivitas) ……………………………………….. 37 B. PENGUJIAN SAMPEL ……………………………………………. 42 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 45 A. KESIMPULAN …………………………………………………….. 45 B. SARAN ……………………………………………………………... 45
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 46 LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 51
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Rentang penerimaan nilai recovery (APVMA, 2004) ……………. 17 Tabel 2. Kriteria penerimaan presisi (APVMA, 2004) ……………………. 19 Tabel 3. Kondisi dan parameter GC-MS (EU, 2001) ……………………… 21 Tabel 4. Kondisi ion analit (EU, 2001) ……………………………………. 21 Tabel 5. Jenis sampel untuk pengujian sampel …………………………..... 29 Tabel 6. Hasil uji LOD dan LOQ analisis migrasi DEHP dan DINP ……... 30 Tabel 7. Hasil uji perolehan kembali analisis migrasi DEHP dan DINP ………………………………………………………… 33 Tabel 8. Hasil uji presisi analisis migrasi DEHP …………………………. 35 Tabel 9. Hasil uji presisi analisis migrasi DINP ………………………….. 36 Tabel 10. Hasil uji presisi metode DEHP dan DINP pada sampel plastik …. 36 Tabel 11. Hasil perhitungan nilai resolusi untuk DEHP dan DINP ………… 42 Tabel 12. Hasil uji DEHP pada sampel plastik ……………………………... 43
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur kimia umum dari ester ftalat ………………………….
6
Gambar 2. Struktur kimia DEHP …………………………………………..
7
Gambar 3. Struktur kimia DINP ……………………………………………
10
Gambar 4. Instrumen GC-MS Shimadzu seri QP-2010 ……………………
14
Gambar 5. Kurva linieritas antara konsentrasi DEHP (ppm) dan. normalisasi (NS-NB) …………………………………………… 31 Gambar 6. Kurva linieritas antara konsentrasi DINP (ppm) dan normalisasi (NS-NB) …………………………………………… 32 Gambar 7. Kromatogram (a) blanko n-heptana; (b) standar DEHP 1 ppm; (c) sampel plastik (kode B) …………………………………….. 38 Gambar 8. Kromatogram (a) blanko n-heptana; (b) standar DINP 1 ppm; (c) sampel plastik (kode K) …………………………………….. 39 Gambar 9. Tampilan kromatogram DINP pada program GC-MS Real Time Analysis ……………………………………………… 41
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Larutan Standar Internal Benzyl Butyl Phthalate (BBP) ……………………………………… 52 Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Baku Ftalat (DEHP dan DINP) ……………………………………………………….. 53 Lampiran 3. Diagram Alir Uji Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) (LIPI, 2009) …………………………..
54
Lampiran 4. Diagram Alir Uji Linieritas (EMA, 1995 dan IUPAC, 2002) ………………………………………………. 55 Lampiran 5. Diagram Alir Uji Kecermatan (Accuracy) (CDER, 1995 dan EMA, 1995) ……………………………………………. 56 Lampiran 6. Diagram Alir Uji Keseksamaan (Precision) Sampel (Harmita, 2004) ……………………………………………..
57
Lampiran 7. Diagram Alir Uji Keseksamaan (Precision) Standar (Harmita, 2004) …………………………………………….. Lampiran 8. Diagram Alir Pengujian Sampel (EU, 2001) …………........
58 59
Lampiran 9. Perhitungan LOD dan LOQ …………………………………. 60 Lampiran 10. Data Uji Linieritas DEHP …………………………..............
61
Lampiran 11. Data Uji Linieritas DINP ……………………………………. 63 Lampiran 12. Data Uji Kecermatan (Accuracy) DEHP ………………........
65
Lampiran 13. Data Uji Kecermatan (Accuracy) DINP …………………….. 66 Lampiran 14. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Standar DEHP ……………………………………. 67 Lampiran 15. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Standar DINP ……………………………………... 68 Lampiran 16. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Sampel (DEHP) …………………………………… 69 Lampiran 17. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Sampel (DINP) …………………………………… 70 Lampiran 18. Data Pengujian Sampel (DEHP) ……………………………... 71 Lampiran 19. Data Pengujian Sampel (DINP) ……………………………… 74
vii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penggunaan
kemasan
pangan
seumur
dengan
peradaban
manusia.
Masyarakat modern saat ini praktis tidak lepas dari peran kemasan pangan yang digunakan untuk mewadahi pangan baik pangan segar maupun pangan olahan. Teknologi kemasan pangan berkembang sangat dinamis seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi. Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak selalu memperhatikan aspek keamanan bagi kesehatan manusia sehingga perlu pengaturan dari pemerintah untuk menjamin keamanan produk kemasan tersebut. Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) adalah salah satu unsur penunjang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). PROM bertugas melaksanakan kegiatan di bidang riset produk terapetik, keamanan pangan, dan toksikologi serta bertanggung jawab melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang dapat membahayakan kesehatan. Di antara berbagai jenis bahan kemasan pangan yang dikenal, plastik menempati porsi penggunaan terbesar. Di Indonesia plastik terkenal karena dapat menyamai atau bahkan melebihi karakteristik dari jenis kemasan lainnya. Selain itu plastik sangat ringan dan terbuka kemungkinan lebar untuk berbagai desain dan dekorasi. Dalam proses pembuatannya, berbagai bahan tambahan sering ditambahkan ke dalam bahan dasar plastik dengan maksud untuk mempengaruhi sifat fisik, warna, dan atau bentuk kemasan. Salah satu bahan tambahan tersebut adalah pemlastis atau plasticizer. Pemlastis ditambahkan ke dalam bahan dasar plastik untuk meningkatkan fleksibilitas sebagai bahan pengemas agar lebih mudah dibentuk sesuai penggunaan. Jenis plastik yang paling banyak menggunakan pemlastis adalah polivinil klorida (PVC) karena sifatnya yang kaku, getas, dan sulit diproses. Namun pemlastis ini akan menjadi masalah jika berpindah dari kemasan ke dalam bahan pangan yang dikemas. Ftalat atau ester ftalat adalah salah satu senyawa kimia turunan asam ftalat yang sering digunakan sebagai pemlastis. Bahaya utama ftalat terhadap kesehatan adalah bersifat toksik dalam paparan tinggi dan jangka panjang, terutama pada organ reproduksi dan hati (Strutt, 1997). Berbagai negara telah mengatur ketentuan mengenai bahan kemasan pangan, termasuk pemlastis. Dalam lingkup 1
nasional, Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan memuat ketentuan mengenai pemlastis yang dilarang dan yang diizinkan untuk digunakan sebagai bahan tambahan dalam kemasan pangan. Terdapat tiga senyawa ftalat yang dilarang dan tujuh senyawa ftalat yang diizinkan sebagai pemlastis kemasan pangan. Tiga senyawa ftalat yang dilarang adalah butil-metil karboksibutil-ftalat, dimetilsikloheksil ftalat dan isomer-isomernya, dan metil-metilkarboksietil ftalat. Jenis ftalat yang diizinkan adalah butilbenzil ftalat (BBP), di-(2-etilheksil) ftalat (DEHP), difenil ftalat (DPP), di-n-heksil ftalat (DNHP), diisodesil ftalat (DIDP), diisononil ftalat (DINP), dan disikloheksil ftalat (DCHP). Bahan pemlastis yang ditambahkan pada produksi plastik mencapai 30% dari total kemasan (Cooper, 2007). Penggunaan ftalat sangat luas, karena sebesar 93% pemlastis yang digunakan adalah ftalat (Cadogan, 2006). European Union (2001) menerbitkan prosedur operasi standar (SOP) untuk penentuan migrasi ftalat dari mainan anak ke saliva dengan instrumen GC-MS. Pusat Riset Obat dan Makanan BPOM RI kemudian mengadaptasi prosedur operasi standar tersebut untuk pengembangan metode analisis ftalat sebagai migran dari kemasan plastik pada simulan pangan pada tahun 2009. Validasi perlu dilakukan
terhadap
mengkonfirmasi
metode
bahwa
analisis
metode
tersebut
analisis
untuk
tersebut
memastikan
sudah
sesuai
dan untuk
peruntukannya. Ada lima parameter validasi berdasarkan Ibrahim (2009), yaitu batas deteksi dan kuantisasi, linearitas dan rentang, kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), dan spesifisitas. Untuk validasi metode tersebut akan diambil dua jenis ftalat untuk diuji yaitu DEHP dan DINP. Kedua jenis ftalat tersebut serta satu jenis ftalat lainnya yaitu DIDP mewakili lebih dari 85% total produksi ester ftalat di daerah Eropa barat (ECOBILAN, 2001). B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memvalidasi metode analisis komponen ftalat sebagai migran, terutama DEHP dan DINP dari kemasan pada simulan pangan menggunakan instrumen GC-MS. Metode analisis ftalat sebagai migran dari kemasan pada simulan pangan dapat dinyatakan valid jika hasil perhitungan dapat memenuhi kriteria penerimaan dari tiap parameter validasi. 2
C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan pengetahuan mengenai analisis ftalat sebagai migran dari kemasan, serta tersedianya suatu metode analisis ftalat sebagai migran yang valid dan terpercaya.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEMASAN PANGAN The Packaging Institute International yang dikutip oleh Agus (2004) mendefinisikan kemasan (packaging) sebagai menutup suatu produk, item, atau mengemas dalam kantong pembungkus, kantong, kotak, cangkir, baki, kaleng, tube, botol atau bentuk kontainer lain untuk melaksanakan salah satu atau lebih fungsi berikut: menyimpan, proteksi dan atau pengawetan, komunikasi dan kegunaan atau kinerjanya. Jika sebuah kontainer berfungsi menurut salah satu atau lebih dari fungsi tersebut maka dianggap sebagai suatu pengemas. Menurut Soekarto dan Wulandari (2004) berdasarkan fungsinya, kemasan pangan digolongkan sebagai kemasan pangan primer, sekunder, tersier, dan quartener. Kemasan primer langsung mewadahi dan berkontak dengan produk pangan. Kemasan berikutnya berfungsi sebagai pengaman produk serta sarana kemudahan dalam penanganan, pengangkutan, dan penggunaan oleh konsumen. Kemasan produk pangan memiliki banyak fungsi: a. Melindungi produk terhadap pengaruh mekanik dan fisik b. Mencegah kontaminasi : terhadap mikroba, bahan kimia, benda asing c. Mempertahankan keawetan/mutu produk d. Memudahkan penanganan (transportasi, pemupukan, pindah tempat) e. Memberi informasi produk (labeling) f. Memberi pelayanan pada konsumen (mudah dipakai, mudah disimpan) g. Memberi bentuk dan daya tarik produk Pemilihan jenis kemasan untuk produk pangan ini lebih banyak ditentukan oleh preferensi konsumen yang semakin tinggi tuntutannya. Misalnya kemasan kecap yang tersedia di pasar adalah kemasan botol gelas, botol plastik dan kemasan sachet, atau minuman jus buah yang tersedia dalam kemasan karton laminasi atau gelas plastik, sehingga konsumen bebas memilih kemasan mana yang sesuai untuknya, dan masing-masing jenis kemasan mempunyai konsumen tersendiri (Julianti dan Nurminah, 2006). Bahan dasar kemasan dalam Griffin et al. (1985) dibagi kedalam empat kategori utama: keramik, logam, bahan tumbuh-tumbuhan, dan plastik. Keramik
4
termasuk tembikar dan barang pecah-belah. Logam termasuk timah, baja, dan adakalanya tembaga, kuningan, dan campuran antara timah hitam dan timah putih. Bahan tumbuh-tumbuhan antara lain kayu, serat kayu dan jenis tumbuhan lain, gabus, karet, dan sejenisnya. Plastik mencakup seluruh golongan substansi alami maupun buatan manusia. Kebanyakan kemasan dapat terbuat dari dua atau lebih bahan dasar tersebut. Berdasarkan Hutapea (2008) yang dikutip oleh Pratiwi (2009), diantara berbagai jenis bahan kemasan pangan yang dikenal, plastik menempati porsi penggunaan terbesar. Kemudahan dibentuk, fleksibilitas yang tinggi dan tampilan yang menarik dengan aneka warna cetakan merupakan sejumlah alasan mengapa plastik lebih dominan dibandingkan dengan bahan kemasan lain dalam beberapa dekade terakhir. Dalam proses pembuatannya, berbagai bahan tambahan sering ditambahkan ke dalam bahan dasar plastik dengan maksud untuk mempengaruhi sifat fisik, warna dan atau bentuk kemasan. Bahan-bahan tambahan tersebut, antara lain: pemlatis (plasticizer), antimikroba (antimicrobial), pengawet (preservative), pembentuk busa (blowing agent), perekat (adhesive), pewarna (colorant), anti statik, penahan api (flame retardant), pelumas (lubricant), pengisi (filler), penstabil (stabilizer), dan pemutih (bleaching). B. SIMULAN PANGAN Menurut McCort-Tipton dan Pesselman dalam Risch (1999) yang dikutip oleh Pratiwi (2009), simulan pangan adalah larutan yang dapat menyerupai aksi pelepasan komponen dari pangan yang berair, asam, beralkohol, dan berlemak. Simulan pangan digunakan sebagai pengganti pangan pada uji migrasi kemasan. Uji dengan pangan langsung terkadang sulit dilakukan karena produk pangan merupakan matriks yang sangat kompleks. Berdasarkan Schäfer dalam Sinclair dan Barnes (2007), ada empat jenis simulan pangan yang diregulasikan oleh European Union (EU). Keempat jenis simulan pangan tersebut antara lain: air untuk pangan berair (pH>4,5); asam asetat 3% untuk pangan asam (pH<4,5); etanol 10% untuk pangan beralkohol; dan minyak zaitun untuk pangan berminyak atau berlemak. EU menyarankan penggunaan simulan pengganti yang meliputi isooktana, etanol 95%, dan polifenilena oksida termodifikasi untuk pangan berlemak, jika penggunaan 5
simulan sebelumnya s a kurang seesuai. EU merekomenndasikan ppula penggu unaan simulan untuk u pangaan yang lebiih spesifik, misalnya untuk u ikan ssegar, asin, asap, pedas, dallam bentuk pasta mengggunakan simulan air destilasi daan minyak zaitun z rectified, campuran trigliserida t gung, sintetis, miinyak sunfllower, atau minyak jag dan sebaggainya (McC Cort-Tiptonn dan Pessellman dalam m Risch (19999) yang diikutip oleh Pratiw wi (2009)). Peraaturan Kepaala Badan POM P No. HK.00.05.5 H 5.6497 tangggal 20 Ag gustus 2007 (BPO OM, 2007) mengatur penggunaan p n simulan beerdasarkan jjenis pangan dan kondisi prroses pengoolahan serta penyimpan nan pangan yang dikem mas. Penggu unaan simulan unntuk plastikk meliputi air, a heptana, dan alkohhol 8% yangg bervariasi suhu dan waktuu perendamaannya. C. FTAL LAT Ftalaat atau esteer ftalat addalah ester dari asam ftalat. Estter ftalat berupa dialkil- atau alkil-arill ester dari asam 1,2-b benzendikarrboksilat. Ester ftalat umum u digunakann di industrii kimia. Estter ftalat dap pat berfunggsi sebagai aaditif yang dapat meningkattkan fleksibbilitas padaa resin viny nyl; ini merrupakan funngsi ftalat yang paling bannyak dimannfaatkan. Jeenis ester fttalat yang digunakan d ssecara kom mersial memiliki rantai r sampping alkil deengan jumlaah atom karrbon bervariiasi, mulai dari d 1 hingga 133 buah. Strruktur kimia ester ftaalat secara umum dappat dilihat pada Gambar 1. Ester ftalaat dengan jumlah atom m karbon 1 hingga 4 ddigunakan secara s luas, term masuk untukk produk-pproduk pang gan dan faarmasi. Nam mun ester ftalat dengan juumlah atom m karbon kuurang dari 6 jarang diigunakan seebagai pem mlastis utama karrena bersifatt sangat vollatil (Stanleey et al., 20003). Secara umum, sem makin panjang rantai sam mping alkillnya, semaakin meninngkat volaatilitas, efissiensi mun menuruunkan kem mampuan ek kstrasi plastisasi, kemudahann untuk dipproses, nam ECOBILAN N, 2001). oleh air (E
Gambar 1. Struktur G S kim mia umum daari ester ftallat (sumbber: http://www.alken-m murray.com m/Phthalates2.html)
6
Ftalaat diprodukssi pertama kali k pada tah hun 1920ann dan telah m mulai dipro oduksi dalam jum mlah besarr sejak tahhun 1950aan. Berbagai negara telah men ngatur ketentuan tentang peemlastis kem masan pang gan, misalnnya Uni Eroopa (Comm mision F Reguulation, CF FR, Title 21)), dan Directive EC), Ameriika Serikat (Code of Federal Jepang (F Food Sanitaation Law). Penggunaaan senyawaa pemlastis dalam kem masan pangan teelah diatur mulai m dari yang dibattasi hingga dilarang (R Rosyianie et e al., 2008). 1. Dii-(2-Etilhek ksil) Ftalat (DEHP) N Nama lain untuk senyyawa ini ad dalah dioktiil ftalat (DO OP) dan biis (2etilhekksil) ftalat (BEHP). ( Naama dagang g untuk DE EHP melipuuti Platinol DOP, D Octoill, Silicol 1550, Bisoflexx 81, dan Eviplast E 800 (ATSDR, 2007). Strruktur kimia DEHP ditunnjukkan dallam Gambaar 2.
Gaambar 2. Strruktur kimiaa DEHP (www w. cerhr.nieehs.nih.gov//chemicals/ddehp/dehp-eeval.html) a. Karakterristik DEHP adalah a cairaan tidak berwarna dann hampir tiddak berbau yang dipproduksi daari reaksi estterifikasi an ntara anhidrrat ftalat denngan 2-etilh heksil alkkohol. Senyyawa ini tidak t dapatt dievaporaasi dengann mudah karena k meemiliki titikk didih 385°C pada 101 13 hPa. DEH HP memilikki titik leleh h pada -500°C dan dennsitas 0.98 g/cm³ (20°C). Bobot molekul m DE EHP sebesaar 390 g/m mol. Senyaawa ini laruut lebih mu udah dalam m bahan sepperti bensin n, dan miinyak darippada dalam m air. Seny yawa ini terdapat t dii dalam pllastik, khhususnya baahan vinil, yang kem mungkinan mengandunng 40% DEHP, D waalaupun biaasanya jugga terdapatt dalam juumlah yanng lebih seedikit (A ATSDR, 20007).
7
b. Penggunaan Produksi global DEHP pada tahun 1994 mencapai angka sekitar 1 hingga 4 juta ton per tahun, dengan volume produksi di Eropa Barat mencapai 595.000 ton per tahun. Kegunaan utama DEHP adalah sebagai pemlastis pada produk polimer, terutama pada plastik PVC. Kandungan DEHP pada polimer fleksibel beragam, namun umumnya mencapai 30% (w/w). DEHP memiliki beberapa keunggulan sehingga banyak dipakai sebagai pemlastis. Keunggulan tersebut di antaranya: karakteristik gelasi yang baik, efisiensi pemlastisan yang baik, dan sifat viskositas yang baik (ECOBILAN, 2001). c. Metabolisme Populasi manusia yang paling besar resiko untuk terpapar DEHP adalah pekerja, konsumen termasuk pasien, dan paparan secara tidak langsung melalui lingkungan. Metabolisme DEHP mencakup beberapa jalur dan menghasilkan bermacam metabolit. Langkah utama dari metabolisme DEHP adalah hidrolisis oleh lipase membentuk MEHP (mono-(2-etilheksil)
ftalat)
dan
2-etilheksanol.
Substansi
tersebut
diekskresikan melalui urin, terutama sebagai metabolit MEHP, namun ekskresi via empedu juga terjadi pada tikus. Sebagai tambahan, terdapat beberapa data pada hewan dan manusia yang menunjukkan bahwa DEHP dapat ditransfer melalui air susu ibu. Jangka waktu dihasilkannya metabolit dan proses ekskresi sangat kompleks dan tergantung pada jenis spesies, jenis kelamin, umur, perbedaan kondisi antar-individu, dan jumlah paparan terhadap DEHP (JRC, 2008). d. Dampak pada Tubuh Studi toksisitas DEHP menghasilkan nilai LD50 > 20.000 mg/kg BB pada tikus dan > 10.000 mg/kg BB pada mencit (JRC, 2008). Studi menggunakan mencit dan tikus hamil yang terpapar melalui mulut dengan dosis tinggi juga berdampak pada perkembangan janin, meliputi kecacatan lahir dan bahkan kematian janin. DEHP atau produk hasil uraiannya dapat melewati plasenta bayi. Oleh karena itu, manusia yang terpapar dosis
8
tinggi DEHP selama hamil kemungkinan memiliki bayi dengan berat lahir yang rendah dan gangguan perkembangan sistem syaraf (ATSDR, 2007). Nilai NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) yang bersifat toksik pada testis sebesar 4,8 mg/kg/hari, dimana tikus yang sedang dalam masa perkembangan menunjukkan tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan tikus dewasa. Studi tersebut menunjukkan bahwa DEHP juga
dapat
menyebabkan
gangguan
pada
fungsi
endokrin
dan
mempengaruhi perkembangan organ seks jantan (JRC, 2008). Yang perlu diperhatikan dari uji yang dilakukan terhadap konsumen anak-anak adalah kemungkinan adanya pengaruh terhadap testis, tingkat kesuburan dan toksisitas terhadap ginjal akibat paparan berulang yang bersumber dari mainan anak-anak (JRC, 2008). Toksisitas DEHP dalam jaringan lain kurang terkarakterisasi dengan baik, walaupun dampak pada tiroid, ovarium, ginjal, dan darah telah dilaporkan dalam beberapa studi hewan. Perubahan struktur dan fungsi ginjal terjadi pada beberapa tikus percobaan yang terpapar. Walaupun begitu, terdapat ketidak konsistenan perubahan ginjal yang terlihat, sehingga perubahan ginjal tikus dapat dinyatakan tidak berbeda nyata (ATSDR, 2007). Tubuh manusia menyerap dan memecah DEHP berbeda dengan tikus dan mencit. Oleh karena itu, akibat yang terlihat pada tikus dan mencit setelah paparan dengan DEHP mungkin tidak terjadi pada manusia dan hewan tingkat tinggi seperti monyet (primata). TDI (Tolerable Daily Intake) untuk DEHP adalah 37 μg/kg BB (EU, 2001). 2. Diisononil Ftalat (DINP) Diisononil ftalat (DINP) atau nama inggrisnya Diisononyl phthalate merupakan ester dari asam 1,2-benzendikarboksilat dengan struktur kimia ditunjukkan dalam Gambar 3. a. Karakteristik DINP merupakan campuran isomer yang memiliki cabang alkil membentuk 8 hingga 10 atom karbon, tetapi porsi terbesar dari campuran memiliki rantai yang terdiri atas 9 atom karbon. DINP diproduksi dari
9
reaaksi esterifiikasi antaraa anhidrat ftalat f dengaan C9 oxoaalkohol (iso ononil ftaalat). DINP merupakann cairan beerminyak yaang kental (viskositas 100150 mPa.s) daan larut dalaam lemak teetapi tidak begitu b larut dalam air. DINP D k didih > 4000°C, densittas 0.975 (2 20°C), meemiliki titikk leleh pada -50°C, titik dann kelarutan dalam air 0.6 0 µg/l (20°C) (JRC, 2003). 2
Gaambar 3. Strruktur kimiaa DINP (w www.chemiicalbook.com/CAS\GIF F\68515-48-0.gif) b. Penggunaaan Sebanyaak 95% DIINP digun nakan sebaagai pemllastis, 5% nya diggunakan unttuk polimerr (misalnya karet), aplikkasi non-poolimer menccakup catt, bahan peenyegel, tintta tekstil, pernis, p dan perekat (JR RC, 2003). Pada forrmulasi PV VC, total DIINP yang ditambahkan d n sekitar 200-40% tapi dapat puula mencapaai 55%. Varriasi jumlah DINP padaa produk akkhir sangat besar, b muulai dari 1% hingga lebih dari 50%. DIN NP memilikki efisiensi sifat pem mlastisan yang y lebih rendah r dariipada DEHP karena bberat moleku ulnya seddikit lebih besar darippada DEHP P (418 g/m mol). Hal inni menyebaabkan jum mlah penam mbahan DIN NP yang diigunakan seebagai pemllastis juga harus lebbih banyak untuk menndapatkan tingkat fleksibilitas yanng sama deengan yanng dihasilkaan oleh DEH HP (ECOBIILAN, 20011). c. Metabolissme Data meengenai tokksikokinetik k DINP meenunjukkann bahwa melalui jalur gastro-iintestinal (GI), ( absorrpsi DINP menurun seiring deengan meeningkatnyaa dosis; sebbagai tambaahan, absorppsi substanssi ini tampaaknya meengikuti mekanisme m saturasi. Persentase maksimum m substansi yang disserap dalam m kurun wakktu 7 hari kurang k dari 4%. Absorrpsi melaluii kulit padda manusiaa masih lebbih rendah dibandingkan pada ttikus pada studi
10
komparatif secara in vitro. DINP mengalami de-esterifikasi menjadi monoester yang selanjutnya dimetabolisme dengan oksidasi rantai samping kelompok ester atau dengan hidrolisis menjadi asam ftalat. Di jaringan, DINP dapat disimpan di hati, ginjal, otot dan lapisan adiposa. Metabolit DINP diekskresikan melalui urin dan sebagian kecil melalui feses (JRC, 2003). d. Dampak pada Tubuh DINP tidak diklasifikasikan sebagai “berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia”. Menurut Cadogan (2006), DINP akhirnya dinyatakan “bebas risiko” sesuai dengan revisi peraturan untuk penggunaan pada mainan. DINP dapat digunakan dalam semua aplikasi kecuali mainan anak-anak dan dot. Menurut data toksikokinetik, absorpsi DINP melalui saluran pencernaan menurun seiring dengan meningkatnya dosis (49% pada dosis rendah 50 mg/kg dan 39% pada dosis tinggi 500 mg/kg pengeluaran di urin). Studi secara in vitro menunjukkan absorpsi DINP pada kulit manusia lebih rendah dibandingkan pada kulit tikus (JRC, 2003). Angka NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) untuk toksisitas kronis terhadap hati oleh DINP sebesar 88 mg/kg/hari dengan asumsi terjadinya perubahan biokimia pada fungsi hati dan peningkatan bobot hati. Sedangkan angka NOAEL terhadap ginjal ditetapkan sebesar 88 mg/kg/hari berdasarkan terjadinya peningkatan bobot ginjal (JRC, 2003). DINP tidak bersifat mutagenik secara in vitro dalam uji mutasi bakteri atau gen mamalia dan DINP juga tidak bersifat genotoksik. Dampak karsinogenik juga tidak terjadi pada manusia (JRC, 2003). TDI (Tolerable Daily Intake) untuk DINP adalah 150 μg/kg BB (EU, 2001). D. MIGRASI KEMASAN PANGAN Menurut Castle dalam Sinclair dan Barnes (2007), migrasi merupakan transfer massa dari sumber eksternal ke dalam makanan melalui proses submikroskopik. Proses migrasi ini dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas dari pangan yang dikemas. Crosby (1981) yang dikutip oleh Pratiwi (2009)
11
menyatakan migrasi sebagai proses pemindahan dua arah yang akan terus berlangsung hingga potensi kimia dari pangan sama dengan potensi kimia yang terdapat pada kemasan. Migrasi merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk menjelaskan interaksi antara kemasan dengan produk terkemas. Walaupun migrasi dapat berasal pula dari bahan pangan ke dalam kemasan, yang lebih dikhawatirkan adalah migrasi dari bahan kemasan ke dalam pangan. Dalam studinya, Farhoodi et al. (2008) menemukan pengaruh suhu terhadap migrasi ftalat dari kemasan PET pada asam asetat sebagai simulan yogurt, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin tinggi pula tingkat migrasinya. Bošnir et al. (2007) melakukan studi migrasi ftalat dari kemasan pada minuman ringan dan air mineral dan mendapati bahwa nilai migrasi pada minuman ringan 5 hingga 40 kali lebih besar dibandingkan pada air mineral. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pH pada minuman ringan yang rata-rata dibawah 3, sedangkan ratarata nilai pH air mineral diatas 5. Hal tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan migrasi akibat suhu dan derajat keasaman. Migrasi dapat meningkat seiring dengan meningkatnya waktu kontak, suhu kontak, konsentrasi bahan kimia dalam kemasan, luas area kontak, dan sifat agresif dari bahan pangan yang dikemas. Namun tingkat migrasi juga dapat menurun seiring dengan meningkatnya bobot molekul bahan kimia dalam kemasan, sifat inert bahan kemasan, keberadaan lapisan penahan, dan apabila kontak terjadi dalam kondisi kering atau secara tidak langsung (Castle dalam Sinclair dan Barnes, 2007). Pustaka mengenai studi migrasi ftalat pada pangan masih sangat sulit ditemui. Hal ini disebabkan karena kompleksitas interaksi antara kemasan dan bahan pangan itu sendiri (Lee, 2008). Adapun metode analisis ftalat pada pangan berdasarkan survei pada 19 metode analisis yang dilaporkan oleh JRC akan menghasilkan nilai yang berbeda tergantung matriks pangan, proses produksi, dan jenis kemasan yang digunakan. Namun dalam survei tersebut tidak dijelaskan metodologi maupun hasil secara spesifik (Wenzl, 2009). E. ANALISIS FTALAT MENGGUNAKAN GC-MS David et al. dalam Staples (2003) menyebutkan bahwa analisis ester ftalat paling sering dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Pada 12
beberapa laboratorium di Eropa, terdapat beberapa alternatif instrumen untuk analisis migrasi ftalat, yaitu Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), Gas
Chromatography-Flame
Ionisation
Detection
(GC-FID)
dan
Gas
Chromatography-Electron Capture Detection (GC-ECD) (Wenzl, 2009). Ester ftalat bervariasi mulai dari yang paling volatil yaitu dimetil ftalat (DMP) hingga didodesil ftalat dapat dianalisis dengan Capillary Gas Chromatography (CGC) karena sifatnya yang cukup volatil dan stabil terhadap panas. Deteksi keberadaan ester ftalat dapat dilakukan dengan beberapa jenis detektor, antara lain Flame Ionisation Detector (FID), Electron Capture Detection (ECD), atau Mass Spectrometry (MS). GC-FID jarang digunakan karena sifatnya yang kurang spesifik untuk ester ftalat. Beberapa metode resmi (metode US EPA 606 dan 8060) menggunakan detektor ECD untuk analisis ester ftalat. Walaupun detektor ECD cukup sensitif untuk ester ftalat, spesifitasnya cukup terbatas karena ECD merespon lebih sensitif terhadap komponen halogen. Detektor yang paling penting dalam analisis ester ftalat adalah Mass Spectrometry (David et al. dalam Staples, 2003). Pada prinsipnya, sejumlah kombinasi teknik dapat digunakan untuk analisis bermacam-macam komponen. GC-MS merupakan metode yang lebih disukai untuk menganalisis migran yang sangat volatil. Dengan merangkaikan MS pada GC, identifikasi dapat menjadi lebih mudah (Veraart dan Coulier dalam Sinclair dan Barnes, 2007). Pada studi kandungan ftalat di rantai makanan (Jarošová, 2006), kuantifikasi dilakukan dengan menggunakan High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Farhoodi et al. (2008) melakukan analisis migrasi ftalat dari botol PET pada minuman yogurt lokal menggunakan instrumen GC-FID. Sedangkan Bošnir et al. (2007) menggunakan instrumen GC-ECD dalam studinya mengenai migrasi ftalat dari kemasan plastik pada minuman ringan dan air mineral. EU (2001) dan CPSC (2009) menggunakan instrumen GC-MS untuk menganalisis migrasi ftalat dari mainan anak berbahan polivinil klorida (PVC) pada simulan saliva. Pada metode tersebut, simulan yang digunakan untuk mewakili saliva adalah larutan garam dan pelarut yang digunakan adalah sikloheksana. Peraturan BPOM RI (2007) masih terbatas pada migrasi global atau
13
total dimana unsur-unsurnya tidak diketahui secara pasti. Namun, dalam peraturan ini sudah diatur mengenai simulan berdasarkan jenis pangan dan kondisi proses pengolahan serta penyimpanan pangan yang dikemas. BPOM RI mengembangkan metode analisis migrasi ftalat berdasarkan prosedur standar EU (2001) dengan mengganti simulan pangan dan perlakuan ekstraksi. Simulan pangan yang digunakan adalah n-heptana untuk mewakili pangan berlemak dan berminyak dengan perlakuan perendaman pada suhu 38°C untuk mewakili kondisi pengisian panas di bawah 66°C (BPOM, 2007). Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) merupakan kombinasi dari dua instrumen analisis: kromatografi gas untuk pemisahan komponen berdasarkan fase gas dari sebuah campuran yang kompleks, dan spektrometer massa untuk mengkonfirmasi identitas komponen tersebut dan mengidentifikasi komponen asing (Niessen dalam Niessen, 2001). Kromatografi gas memanfaatkan sebuah kolom kapiler yang tergantung pada dimensi kolom (panjang, diameter, dan ketebalan film) serta tahap properti (misalnya 5% fenil polisiloksana). Perbedaan sifat kimia antara molekul yang berbeda dalam sebuah campuran akan memisahkan molekul-molekul ketika sampel mengalir sepanjang kolom. Setiap molekul memiliki jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi) untuk keluar dari (elusi dari) kromatografi gas. Hal ini memungkinkan spektrometer massa yang berada di hilir untuk menangkap, mengionisasi, mempercepat, melenturkan, dan mendeteksi molekul terionisasi secara terpisah. Spektrometer massa melakukannya melalui pemecahan setiap molekul menjadi fragmen terionisasi dan mendeteksi fragmen ini dengan rasio mass to charge (m/z). Contoh instrumen GC-MS terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Instrumen GC-MS Shimadzu seri QP-2010
14
Gabungan GC dan MS menghasilkan identifikasi substansi yang lebih baik dan akurat dibandingkan bila digunakan secara terpisah. Kedua komponen tersebut memiliki keterbatasan jika digunakan terpisah. Spektrometer massa biasanya memerlukan sampel yang sangat murni. Kromatografi gas yang menggunakan detektor tradisional (misalnya Flame Ionization Detector) dapat mendeteksi beberapa molekul yang memiliki waktu retensi sama, sehingga menghasilkan dua atau lebih molekul untuk ko-elusi. Kadang-kadang dua molekul yang berbeda dapat juga memiliki pola fragmen terionisasi yang sama dalam spektrometer massa (spektrum massa). Gabungan GC dan MS sangat tidak memungkinkan dua molekul yang berbeda akan bersikap dengan cara yang sama di kedua komponen tersebut. Oleh karena itu, bila hasil identifikasi spektrum massa muncul pada karakteristik waktu retensi dalam analisis GC-MS, hal ini menunjukkan terdapat analit sasaran pada sampel (McNair dan Miller, 1998). F. VALIDASI METODE Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Berdasarkan Harvey (2000), validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding. Dalam praktiknya, biasanya memungkinkan untuk merancang percobaan yang akan dilakukan sehingga karakteristik validasi yang sesuai dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang cukup dan menyeluruh mengenai kemampuan suatu prosedur analisis, seperti : spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi (kecermatan), dan presisi (keseksamaan) (EMA, 1995). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis : 1. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) Limit deteksi suatu prosedur analisis adalah jumlah terkecil dari analit dalam sampel yang dapat dideteksi namun belum tentu dapat dikuantisasi
15
sebagai angka yang tetap. Limit kuantisasi suatu prosedur analisis adalah konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Batas deteksi (LOD) untuk suatu prosedur analisis adalah suatu titik dimana analisis dimungkinkan, yang dapat ditentukan dengan pendekatan statistik berdasarkan pengukuran ulangan blanko (sampel negatif) atau dengan pendekatan empiris dengan mengukur sejumlah konsentrasi analit. Batas kuantisasi (LOQ) atau konsentrasi dimana data kuantitatif dapat dihasilkan dengan derajat kepercayaan yang tinggi, dapat ditentukan dengan pendekatan serupa (Armbruster et al., 1994). Dalam Giese (2004), terdapat dua cara untuk menentukan LOD dan LOQ, yaitu dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan analisis blanko berulang. LIPI (2009) menyatakan bahwa prinsip uji Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) pada metode yang menggunakan instrumen dilakukan dengan membuat sederet blanko contoh atau blanko metode (blanko yang diperoleh melalui prosedur analisis seperti yang diperlakukan kepada sampel) sebanyak 7 – 10 kali ulangan kemudian diukur respon blanko tersebut dan dicari nilai deviasi standarnya. LOD dicari dengan menghitung konsentrasi analit dalam rata-rata blanko contoh ditambah dengan tiga kali nilai standar deviasi, sedangkan LOQ ditentukan dengan cara yang hampir sama hanya ditambah sepuluh kali nilai standar deviasi. 2. Linieritas Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Linieritas dapat diuji secara informal dengan membuat plot residual yang dihasilkan oleh regresi linier pada respon konsentrasi dalam satu seri kalibrasi (IUPAC, 2002). Linieritas harus dievaluasi dengan inspeksi visual terhadap plot sinyal yang merupakan fungsi dari konsentrasi analit. Jika terdapat hubungan yang linier, hasil uji harus dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan 16
garis
regresi.
Dalam
penentuan
linieritas,
direkomendasikan
untuk
menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA, 1995). Rentang penerimaan linieritas tergantung dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r) ≥ 0,999 (CDER, 1994). Sementara untuk uji cemaran, BPOM (2001) mensyaratkan kriteria penerimaan linieritas untuk pada minimum lima level konsentrasi dengan koefisien regresi (r) ≥ 0,98. Dalam Harmita (2004) dan Ibrahim (2009), disebutkan satu parameter sekunder yang perlu diperhitungkan jika nilai koefisien regresi yang didapatkan tidak memenuhi standar (r ≥ 0,98), yaitu koefisien variasi (Vxo) dimana nilainya harus lebih dari 5%. 3. Kecermatan (Accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Dalam beberapa literatur, data dari parameter lineritas digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel yang di spike. Namun, data dari parameter lineritas tidak selalu identik terhadap data kalibrasi dari prosedur analisis rutin, sehingga studi recovery biasanya menggunakan nilai yang didapat dari data kalibrasi pada rentang kerja (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya (FAO, 1998). Untuk pengujian cemaran, nilai recovery biasanya diujikan dalam rentang kerja antara 80 hingga 120% (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005; Harmita, 2004; CDER, 1994). Tabel 1 menunjukkan rentang penerimaan persentase perolehan kembali berdasarkan APVMA (2004). Tabel 1. Rentang penerimaan nilai recovery (APVMA, 2004) Kandungan analit dalam sampel (%) ≥ 10 ≥1 0,1 hingga 1 < 0,1
Rentang penerimaan recovery (%) 98 - 102 90 - 110 80 - 120 75 - 125
17
Akurasi harus diujikan pada sampel yang di spike dengan sejumlah cemaran yang telah diketahui jumlahnya (EMA, 1995). CDER (1994) merekomendasikan agar parameter akurasi diujikan pada tiga level konsentrasi, sedangkan Ibrahim (2009) merekomendasikan pengujian pada satu level konsentrasi dengan tiga kali pengulangan untuk metode analisis cemaran agar dapat dikatakan valid. 4. Keseksamaan (Precision) Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya dibagi dalam
dua
kategori:
keterulangan
(repeatability)
dan
ketertiruan
(reproducibility). Keterulangan adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan pereaksi dan peralatan yang sama. Ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, termasuk analis yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari analisis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan (Harvey, 2000). Berdasarkan Giese et al. (2004), jenis presisi yang paling penting adalah keterulangan, sedangkan ketertiruan hanya bersifat sebagai tambahan. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (RSD). Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif adalah sekitar 2,5%, pada kadar satu per seribu adalah 5%, pada kadar satu per sejuta (ppm) adalah 16%, dan pada kadar part per billion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2% (Harmita, 2004). Berdasarkan Ibrahim (2009), pada pengujian cemaran nilai RSD tidak boleh lebih dari 20%. Berikut adalah kriteria penerimaan parameter presisi berdasarkan APVMA (2004):
18
Tabel 2. Kriteria penerimaan presisi (APVMA, 2004) Analit dalam sampel (%) ≥ 10,0
Nilai Presisi (%) ≤2
1,0 hingga 10,0
≤5
0,1 hingga 1,0
≤ 10
< 0,1
≤ 20
5. Spesifisitas (Selektivitas) Spesifisitas adalah kemampuan suatu metode analitik untuk mengukur secara akurat suatu analit dengan adanya interferensi yang bisa diharapkan ada dalam matriks sampel. Spesifisitas suatu metode diuji dengan membandingkan hasil dari sampel yang mengandung pengotor dengan hasil sampel yang tidak mengandung pengotor. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, spesifisitas dapat ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Persulessy dalam Imankhasani, 2005). Suatu metode dikatakan memiliki spesifisitas yang baik apabila menghasilkan nilai resolusi lebih dari 1,5 antara puncak analit dengan komponen pengganggu (Ibrahim, 2009). Pada dasarnya, spesifisitas dapat diuji secara langsung atau tidak langsung. Pendekatan secara tidak langsung ditinjau dari penerimaan parameter akurasi. Pendekatan secara langsung ditinjau dari keberadaan komponen pengganggu (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Cara yang terakhir dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu komponen pengganggu pada larutan standar murni. Jika diperkirakan tidak adanya komponen pengganggu pada sampel, spesifisitas dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil uji sampel dengan standar (EMA, 1995).
19
III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini bertempat di Laboratorium Kimia Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) Badan POM RI, Jakarta. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus 2010. B. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan, antara lain: larutan standar ftalat (di-(2etilheksil) ftalat (DEHP), dan diisononil ftalat (DINP)), larutan standar internal butil benzil ftalat (BBP), sampel kemasan plastik, simulan pangan n-heptana, aseton, tisu, dan aluminium foil. Alat-alat dan instrumen yang digunakan, antara lain: gelas piala, labu takar, corong gelas, sudip, pinset, gunting, penggaris, termometer, mikropipet, oven, Gas Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) seri QP-2010 Shimadzu, penangas air, inkubator, dan neraca analitik. C. METODE Metode penelitian ini terbagi atas tiga tahap utama: 1. Persiapan Analisis Ftalat Menggunakan GC-MS Tahap persiapan dilakukan dengan mengkalibrasi semua instrumen dan alat-alat gelas, menyiapkan semua pereaksi dan pelarut yang diperlukan, baku pembanding yang akan digunakan, serta mempersiapkan program perhitungan statistika (manual dan komputer). Perlakuan pendahuluan dalam penelitian ini mengacu pada EU (2001), yaitu dengan pembilasan dan pengeringan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam, lalu pembilasan dengan aseton dan nheptana sebagai pelarut. Perlakuan ini dipilih karena tidak memakan waktu yang terlalu lama dan peralatan gelas sudah kering pada waktu yang ditentukan. Adapun pembilasan dengan aseton setelahnya bertujuan untuk mendegradasi ftalat yang mungkin masih tersisa pada peralatan gelas. Kondisi
dan
parameter
instrumen
Gas
Chromatography-Mass
Spectrometer (GC-MS) di atur berdasarkan EU (2001) sesuai Tabel 3, sedangkan kondisi ion yang harus dipantau untuk DEHP dan DINP
20
ditunjukkan dalam Tabel 4. Spektrum massa untuk semua jenis ftalat (kecuali dimetil ftalat) hampir sama. Ion utama untuk DEHP adalah m/z 149 yang dihasilkan dari fragmentasi gugus alkil ester dan cincin furan. Selain ion tersebut, ion kedua yang penting adalah m/z 279 yang dihasilkan dari fragmentasi lepasnya satu gugus alkil. Ion kedua ini berbeda untuk setiap jenis ftalat sehingga dapat digunakan untuk pembedaan saat deteksi oleh spektrometer massa (David, 2003). Tabel 3. Kondisi dan parameter GC-MS (EU, 2001) Parameter Kolom Injeksi Oven Gas pembawa Jalur transfer Deteksi Mode Suhu awal Tekanan Tekanan pulse Waktu pulse Aliran purge Waktu purge Aliran total Gas saver Aliran saver Waktu saver
Kondisi 30 m x 0,25mm I.D. x 0,25μm df HP-5MS cool on-column, splitless, 1 μl, oven track mode 50°C, 1 menit, 30°C/menit hingga 280°C, 15°C/menit hingga 320°C, 3 menit Helium, 1 ml/menit (36,2 cm/detik), aliran tetap (52,6 kPa) 325°C MS dalam mode SIM Pulsed splitless 290°C 7,64 psi 35,0 psi 0,50 menit 20,0 ml/menit 2,0 menit 23,05 ml/menit On 20,0 ml/menit 2,5 menit
Tabel 4. Kondisi ion analit (EU, 2001) Analit DEHP DINP Ion primer 149 149 Ion sekunder 279 293 Ion Analit
Ada lima metode yang dapat digunakan dalam analisis kuantitatif dengan instrumen GC-MS, antara lain normalisasi area, normalisasi area dengan faktor respon, standar eksternal, dan standar internal. Metode untuk analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar internal dengan menggunakan Benzyl Butyl Phtalate (BBP) (EU, 2001). Metode ini
21
berguna untuk teknik yang tidak reprodusibel, dan untuk situasi dimana analis tidak dapat melakukan kalibrasi berulang kali. BBP dipilih karena memenuhi syarat sebagai standar internal yang baik berdasarkan McNair dan Miller (1998), yaitu berelusi dekat dengan puncak analit (menit ke-11), teresolusi baik dari puncak target (Rs ≥ 1,5), secara kimia serupa dengan analit dan tidak bereaksi dengan komponen sampel, memiliki kemurnian tinggi (96%), dan tidak mudah bereaksi dengan analit. BBP ditambahkan ke dalam sampel dengan konsentrasi yang sama dengan analit. Dalam perhitungan, puncak analit dibagi dengan puncak BBP berdasarkan teknik analisis kuantitatif standar internal pada GC-MS (Tahid, 2010). Pada penelitian ini, nilai standar internal yang dilambangkan sebagai Ns/Nsi dari tiap-tiap larutan uji dikurangi dengan nilai standar internal blanko sehingga didapatkan nilai normalisasi (NS – NB). Model perhitungan ini dilakukan untuk mengurangi noise atau drift yang mungkin muncul selama analisis (Wenzl, 2009). Hubungan antara bentuk puncak dan konsentrasi sampel dihitung menggunakan tinggi puncak. Pengukuran tinggi puncak lebih cepat daripada pengukuran luas puncak. Tinggi puncak biasanya digunakan jika cuplikan lebih kecil dari 10 μg untuk kolom kemas dan 0,1 μg untuk kolom kapiler (McNair dan Bonelli, 1988). a. Pembuatan Larutan Standar Internal Benzyl Butyl Phthalate (BBP) Larutan standar internal Butyl Benzyl Phthalate (BBP) dibuat dengan mengencerkan larutan stok BBP konsentrasi 106 ppm. Sebanyak 10 µL larutan stok BBP 106 ppm tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditepatkan volumenya dengan larutan n-heptana menjadi larutan baku BBP 103 ppm. Dari larutan baku BBP 103 ppm tersebut kemudian diambil sebanyak 10 µL ke dalam labu takar 10 ml, dan ditepatkan volumenya dengan larutan n-heptana menjadi larutan baku BBP 1 ppm. Diagram alir pembuatan larutan standar internal BBP dapat dilihat pada Lampiran 1.
22
b. Pembuatan Larutan Baku Ftalat (DEHP dan DINP) Larutan baku ftalat (DEHP dan DINP) dibuat dengan melakukan pengenceran terhadap larutan stok ftalat konsentrasi 106 ppm. Sebanyak 10 µL larutan stok ftalat 106 ppm tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditepatkan volumenya dengan larutan n-heptana menjadi larutan baku ftalat 103 ppm. Diagram alir pembuatan larutan baku ftalat dapat dilihat pada Lampiran 2. 2. Validasi Metode Analisis Ftalat Sebagai Migran dari Kemasan pada Simulan Pangan a. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) Prinsip dari uji ini adalah untuk menentukan konsentrasi terendah ftalat yang dapat dideteksi (LOD) dan dikuantisasi (LOQ) oleh instrumen dengan tingkat keseksamaan yang dapat diterima (Harmita, 2004). Pada uji ini kondisi perlakuan perendaman sama seperti pada uji yang menggunakan sampel plastik, hanya saja menggunakan n-heptana sebanyak 1 ml sebagai pengganti sampel plastik. Setelah diinkubasi pada suhu 38°C selama 30 menit, sampel di ambil sebanyak 5 ml dan dievaporasi hingga terbentuk residu kering. Residu tersebut kemudian ditambah 1 ml n-heptana sebagai pelarut dan 1 ml standar internal BBP 1 µg/ml. Larutan kemudian di vortex hingga homogen. Sebanyak 1,5 ml larutan kemudian dipindah ke dalam vial dan dianalisis dengan instrumen GC-MS berdasarkan kondisi dan parameter yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir uji LOD dan LOQ dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengulangan untuk uji ini dilakukan sebanyak tujuh kali. Dari tiaptiap ulangan kemudian dihitung nilai standar internal dengan rumus: NSI
Ns/Nsi
tinggi puncak analit tinggi puncak standar internal BBP 1 ppm
Nilai LOD kemudian didapatkan dengan menghitung rata-rata nilai standar internal ditambah dengan tiga kali standar deviasi dari nilai standar
23
internal ketujuh ulangan, sedangkan nilai LOQ ditentukan dengan menghitung rata-rata nilai standar internal ditambah dengan sepuluh kali standar deviasi nilai standar internal dari ketujuh ulangan. Berikut adalah rumus perhitungan untuk nilai LOD dan nilai LOQ (LIPI, 2009) : Nilai LOD = [rata-rata NSI] + 3*standar deviasi NSI Nilai LOQ = [rata-rata NSI] + 10*standar deviasi NSI Nilai
LOD
dan
nilai
LOQ
hasil
perhitungan
kemudian
diinterpolasikan terhadap salah satu nilai konsentrasi standar yang didapatkan dari kurva linieritas untuk mendapatkan konsentrasi LOD dan LOQ (dalam satuan ppm). Berikut adalah rumus perhitungan interpolasi nilai LOD/LOQ terhadap konsentrasi terendah pada kurva linieritas: LOD/LOQ
Nilai LOD/LOQ x NSI a
a
Keterangan : NSI
= nilai standar internal
[a]
= konsentrasi terendah pada kurva linieritas yang diketahui
NSI a
= nilai standar internal dari konsentrasi a yang digunakan dari kurva linieritas
b. Linieritas Prinsip dari uji ini adalah untuk melihat kelinieran pengukuran dengan membandingkan hubungan antara konsentrasi ftalat dengan nilai normalisasi yang dihasilkan (BPOM, 2001). Cara kerja uji ini mengunakan standar ftalat sebanyak 0; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8 µl yang masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Kemudian 20 µl BBP 103 ppm ditambah ke dalam masing-masing labu dan ditepatkan volumenya dengan n-heptana. Tiap labu kemudian di vortex agar larutan di dalamnya homogen. Sebanyak 1,5 ml dari tiap larutan kemudian dipindah ke dalam vial dan dianalisis dengan instrumen GC-MS berdasarkan kondisi dan parameter yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir uji linieritas dapat dilihat pada Lampiran 4. Kurva linieritas didapatkan dari 24
hubungan antara nilai normalisasi (NS – NB) dan konsentrasi ftalat yang digunakan, dimana NS adalah nilai standar internal sampel dan NB adalah nilai standar internal blanko. Persamaan yang didapatkan dari kurva ini akan dihitung nilai koefisien korelasi (r) dan koefisien variasi (Vxo) untuk melihat linieritas. Nilai koefisien korelasi dihitung berdasarkan rumus (Walpole, 1995): ∑ Xi X yi y Xi X yi y
r
/
Sedangkan nilai koefisien variasi diperoleh berdasarkan rumus (Harmita, 2004): S y⁄x .100% b .X
Vxo ∑
dengan, S y⁄x Keterangan : S(y/x)
= simpangan baku residual respon analitik
b
= slope pada kurva
n
= banyak sampel (standar) yang digunakan
y
= nilai y yang seharusnya; didapatkan dari a + bx
yi
= nilai y dari data yang dimasukkan pada persamaan
c. Kecermatan (Accuracy) Langkah awal dalam uji kecermatan adalah dengan membuat standar ftalat dengan konsentrasi 1 ppm. Sebanyak 1 µl larutan baku ftalat 103 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditepatkan volumenya dengan n-heptana. Larutan ini nantinya akan di-spike dengan sampel standar ftalat konsentrasi 3; 4; dan 5 ppm. Larutan sampel standar ftalat dibuat dengan menambah larutan baku ftalat 103 ppm sebanyak 3; 4; dan 5 µl ke dalam labu takar 10 ml. Masingmasing larutan kemudian ditambah 2 ml larutan standar ftalat 1 ppm yang telah dibuat sebelumnya. Selanjutnya kedalam tiap labu ditambah 20 µl 25
BBP 103 ppm dan ditepatkan volumenya dengan n-heptana. Sebanyak 1,5 ml dari tiap larutan kemudian dipindah ke dalam vial dan dianalisis dengan instrumen GC-MS berdasarkan kondisi dan parameter yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir uji kecermatan dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) dengan persamaan sebagai berikut (Harmita, 2004): % Rec
Ct
Cu x 100% Cs
Keterangan : Ct = konsentrasi terukur (pada data dilambangkan sebagai NS) Cu = konsentrasi standar (pada data dilambangkan sebagai NB) Cs = konsentrasi sampel d. Keseksamaan (Precision) Prinsip dari uji ini adalah untuk melihat keseksamaan (presisi) pengukuran ftalat yang dihasilkan oleh instrumen GC-MS. Ada dua uji keseksamaan yang dilakukan, yaitu presisi instrumen terhadap standar dan presisi instrumen terhadap sampel. Pada uji presisi instrumen terhadap standar, sampel yang digunakan adalah sampel standar ftalat pada tiga level konsentrasi, yaitu 1; 2; dan 3 ppm. Cara pembuatan standar ini sama dengan pembuatan standar ftalat pada uji sebelumnya. Standar ftalat sebanyak 1; 2; dan 3 µl masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Kemudian 20 µl BBP 103 ppm ditambah ke dalam tiap-tiap labu dan ditepatkan volumenya dengan n-heptana. Tiap labu kemudian di vortex agar larutan didalamnya homogen. Sebanyak 1,5 ml dari tiap larutan kemudian dipindahkan ke dalam vial dan dianalisis dengan instrumen GC-MS berdasarkan kondisi dan parameter yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Uji presisi metode terhadap sampel dilakukan dengan menggunakan sampel plastik yang mengandung analit yang dituju (DEHP atau DINP). Sampel plastik yang akan digunakan digunting hingga berukuran 3 cm x 3
26
cm. Sampel tersebut kemudian direndam dalam larutan n-heptana suhu 38°C selama 30 menit. Setelah itu larutan dievaporasi hingga terbentuk residu kering lalu ditambah 1 ml BBP 1 ppm dan 1 ml n-heptana. Sebanyak 1,5 ml larutan kemudian dipindah ke dalam vial dan dianalisis dengan instrumen GC-MS berdasarkan kondisi dan parameter yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir uji keseksamaan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Nilai presisi kemudian dinyatakan sebagai persen RSD (Relative Standard Deviation) (Walpole, 1995): RSD
SD x 100% X
Keterangan : RSD
= standar deviasi relatif
SD
= standar deviasi
X
= nilai rata-rata
Xi
= nilai ke-i
e. Spesifisitas (Selektivitas) Uji spesifisitas (selektivitas) ditentukan berdasarkan data dan kromatogram yang telah diperoleh dari uji-uji sebelumnya. Hasil kromatogram standar dan sampel harus menunjukkan waktu retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi tidak boleh ada gangguan yang dapat dilihat dari kromatogram larutan blanko (Harmita, 2004). Jika terdapat komponen pengganggu pada kromatogram, spesifisitas masih dapat ditentukan dengan menghitung nilai resolusi (Rs) antara analit dan komponen pengganggu. Nilai resolusi dapat dihitung dengan rumus (Persulessy, 2005): Rs
2
Trb Wa
Tra Wb
Keterangan : Tra,b
= Waktu retensi dari puncak a dan b dengan Trb> Tra
wa,b
= Lebar puncak area a dan b dari garis dasar 27
3. Pengujian Sampel Pada penelitian ini dilakukan pengujian metode terhadap sampel kemasan jenis plastik. Uji ini dilakukan untuk melihat besarnya ftalat yang berpindah dari sampel kemasan pada simulan pangan. Sampel yang digunakan serta kode untuk masing-masing sampel dijabarkan dalam Tabel 5. Diagram alir pengujian sampel dapat dilihan pada Lampiran 8. Pada uji ini juga dilakukan perhitungan nilai migrasi berdasarkan EU (2001) untuk melihat besarnya nilai migrasi yang terjadi dari masing-masing sampel. Parameter yang perlu diperhitungkan dalam metode ini adalah suhu, waktu, luas permukaan, dan ketebalan sampel. Karena tebal sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari 1 mm, maka parameter ketebalan dapat diabaikan. Setiap sampel plastik digunting dengan ukuran 3 cm x 3 cm lalu direndam dalam larutan n-heptana suhu 38°C selama 30 menit. Sampel kemudian dikeluarkan dan sebanyak 5 ml dari larutan tersebut dipindahkan ke dalam gelas piala yang lain. Larutan tersebut kemudian dievaporasikan hingga terbentuk residu kering. Residu kering tersebut kemudian ditambahkan 1 ml BBP 1 ppm dan 1 ml n-heptana. Sebanyak 1,5 ml larutan kemudian dipindahkan ke dalam vial dan dianalisis dengan instrumen GC-MS berdasarkan kondisi dan parameter yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Konsentrasi didapatkan dengan memasukkan nilai normalisasi dari tiap-tiap sampel ke dalam kurva linieritas. Dalam hal ini, kurva linieritas diasumsikan sama
dengan
kurva
kalibrasi.
Hal
ini
dilakukan
karena
tidak
memungkinkannya dilakukan kalibrasi untuk setiap uji. Nilai migrasi dihitung berdasarkan rumus (EU, 2001): Migrasi (μg/menit/10cm2) = C ppm x V rendam Heptana ml x V evaporasi ml x 10cm L perm cm2 x 2 x t rendam menit x V heptana pengenceran ml Keterangan : C
=
konsentrasi ftalat (ppm).
V
=
volume heptana yang digunakan untuk merendam, evaporasi, dan pengenceran (ml).
28
L perm
=
luas permukaan sampel yang digunakan (cm2).
t rendam
=
waktu perendaman sampel (menit).
Tabel 5. Jenis sampel kemasan untuk pengujian No
Kode
Kemasan
1
A
Wadah lauk 4 sekat
Ukuran 17,8 x 17,8 cm, transparan
2
B
Wadah makan siang
Ukuran 22,5 x 22,5 cm, transparan
3
C1
4
C2
5
D1
6
D2
7
E
Wadah cake nampan (tutup)
Ukuran 29,5 x 26 cm, tutup transparan, alas warna coklat
8
F
Wadah bolu gulung (tutup)
Ukuran 21,5 x 12 cm, tutup transparan, alas warna coklat
9
G
Wadah tart kotak (tutup)
Ukuran 20 x 20 cm, tutup transparan, alas warna putih
10
H1
Wadah cake (tutup)
11
H2
Wadah cake (alas)
12
I
Wadah hamburger
13
J1
Wadah cake (tutup)
14
J2
Wadah cake (alas)
15
K
Wadah mentega
Wadah cake bundar (tutup) Wadah cake bundar (alas) Wadah cake kecil (tutup) Wadah cake kecil (alas)
Gambar
Keterangan
Ukuran d=24 cm, tutup transparan, alas kuning
Ukuran 8,3 x 8,3 cm, tutup transparan, alas warna coklat
ukuran 10 x 20 cm, tutup transparan, alas warna putih Ukuran 9 x 12 cm, transparan Ukuran 22,5 x 11 cm, tutup transparan, alas warna putih Ukuran 14,5 x 15 cm, warna kuning
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. VALIDASI METODE ANALISIS Validasi prosedur analitik merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja prosedur tersebut memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan. Validasi metode analisis wajib dilaksanakan dan secara berkala dilakukan pengkajian ulang (verifikasi) untuk menjamin bahwa metode tersebut tetap sesuai dengan tujuan penggunaannya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya (handal/absah) (BPOM, 2001). 1. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) Data pada Tabel 6 menyatakan bahwa instrumen Gas ChromatographyMass Spectrometry (GC-MS) dapat mengkuantisasi analit DEHP dengan konsentrasi 0,2 ppm dan analit DINP pada 0,6 ppm dengan nilai RSD yang dapat diterima, yaitu dibawah 10% (CPSC, 2009). Tabel 6. Hasil uji LOD dan LOQ analisis migrasi DEHP dan DINP Data
Analisis
Perhitungan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 Ulangan 7 SD RSD RSD (%) Nilai LOD Nilai LOQ LOD (ppm) LOQ (ppm)
NSI DEHP 0,1557 0,1407 0,1307 0,1328 0,1344 0,1274 0,1358 0,1368 0,0093 0,0682 6,82 0,1648 0,2300 0,1 0,2
DINP 0,0874 0,0886 0,0725 0,0800 0,0722 0,0861 0,0929 0,0828 0,0081 0,0977 9,77 0,1071 0,1637 0,4 0,6
Keterangan: NSI = nilai standar internal (Ns/Nsi); X = rata-rata nilai standar internal sampel; SD = standar deviasi; RSD = relative standard deviation; LOD = Limit of Detection; LOQ = Limit of Quantitation
30
Perhitungan LOD dan LOQ dapat dilihat pada Lampiran 9. Persentase RSD yang dihasilkan pun cukup rendah, yaitu 6,82% untuk DEHP dan 9,77% untuk DINP. Nilai tersebut termasuk rendah jika dibandingkan dengan standar penerimaan berdasarkan CPSC (2009) yaitu ± 10%. Castle dalam Sinclair dan Barnes (2007) menyebutkan bahwa GC-MS dapat digunakan untuk analisis migrasi komponen kimia dalam rentang ppm hingga ppb. 2. Linieritas Berdasarkan Ibrahim (2009), persyaratan data linieritas untuk validasi metode bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien regresi (r) lebih besar atau sama dengan 0,98 untuk pengujian cemaran. Kurva linieritas didapatkan dari hubungan antara nilai normalisasi (NS – NB), dimana NS merupakan nilai standar internal sampel dan NB merupakan nilai standar internal blanko. Persamaan yang didapat dari kurva linieritas DEHP adalah y = 0,454x + 0,721 dengan koefisien regresi (r) sebesar 0,996. Rentang konsentrasi DEHP maupun DINP yang diujikan antara 1 ppm hingga 8 ppm. Kurva linieritas
Normalisasi (NS - NB)
untuk DEHP ditunjukkan oleh Gambar 5. 5
y = 0.454x + 0.721
4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
Konsentrasi (ppm)
Gambar 5. Kurva linieritas antara konsentrasi DEHP (ppm) dan normalisasi (NS - NB) Persamaan yang didapat untuk kurva linieritas DINP adalah y = 0,345x – 0,125 dengan nilai koefisien regresi (r) sebesar 0,997. Kurva linieritas untuk DINP ditunjukkan oleh Gambar 6. Dari kedua nilai tersebut baik DEHP dan DINP menunjukkan linieritas yang baik. Data uji linieritas dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.
31
Normalisasi (NS - NB)
3
y = 0.345x - 0.125 2 1 0 0
2
4
6
8
10
Konsentrasi (ppm)
Gambar 6. Kurva linieritas antara konsentrasi DINP (ppm) dan normalisasi (NS - NB) Dalam Harmita (2004) dan Ibrahim (2009) juga disebutkan parameter lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan kelinieran suatu kurva, yaitu koefisien variasi fungsi (Vxo). Syarat penerimaan untuk linieritas yang baik adalah jika Vxo tidak melebihi 5,0%. Nilai ini biasanya digunakan untuk memperkuat kelinieran suatu metode apabila nilai koefisien regresi yang didapatkan lebih rendah dibandingkan yang seharusnya. Koefisien variasi fungsi didapatkan dari menghitung simpangan baku residual (Sy) dari persamaan yang didapatkan. Nilai koefisien variasi fungsi (Vxo) untuk analisis DEHP sebesar 8,5% dan untuk analisis DINP sebesar 4,3%. Tingginya nilai koefisien variasi fungsi (Vxo) ini kemungkinan besar disebabkan oleh pengulangan yang dilakukan pada hari yang berbeda pada beberapa konsentrasi tertentu. Perbedaan hari ini dapat memberikan nilai normalisasi yang berbeda jauh antar pengulangan, hal ini disebabkan karena sebagian pelarut n-heptana sudah menguap selama penyimpanan sehingga mengakibatkan konsentrasi analit dalam sampel menjadi semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai persentase RSD pada beberapa konsentrasi. Walaupun parameter nilai koefisien variasi fungsi bukanlah parameter utama dalam penentuan linieritas, proses homogenisasi dan introduksi sampel pada hari yang sama perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
32
3. Kecermatan (Accuracy) Kecermatan (akurasi) dari suatu prosedur analisis menggambarkan kedekatan antara nilai yang dianggap sebagai nilai benar atau nilai referensi yang diterima dengan nilai yang ditemukan (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2004). Dalam Harmita (2004) kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Pengujian dilakukan dengan membuat sampel awal ftalat pada konsentrasi 1 ppm dan sampel dengan penambahan larutan standar ftalat mulai dari konsentrasi 3; 4; dan 5 ppm. Pemilihan konsentrasi didasarkan pada konsentrasi standar yang digunakan pada pengujian parameter linieritas. Hasil uji perolehan kembali dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji perolehan kembali analisis migrasi DEHP dan DINP Analit DEHP
DINP
Konsentrasi Analit (Cs) (ppm) 3
NS - NB
RSD (%)
Konsentrasi (ppm)
Recovery (%)
0,8621
8,13
2,59
86,21
4
1,0072
7,32
4,03
100,72
5
1,1033
12,16
5,52
110,33
3
0,8349
2,96
2,50
83,49
4
0,8621
6,66
3,45
86,21
5
0,8607
4,49
4,30
86,07
Keterangan: Cs = konsentrasi sampel yang di spike standar 1 ppm; NS - NB = normalisasi nilai standar internal sampel terhadap blanko; RSD = relative standard deviation; % Recovery = persentase perolehan kembali
Pada uji akurasi, nilai standar internal dari tiap sampel (NS) dikurangkan dengan nilai standar internal dari blanko (NB). Berbeda dengan parameter lainnya, blanko yang digunakan dalam uji akurasi atau perolehan kembali (% recovery) adalah blanko yang telah ditambahkan 2 ml larutan standar DEHP atau DINP 1 ppm seperti perlakuan pada sampel 3; 4; dan 5 ppm. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya terukur, atau dalam rumus perolehan kembali berdasarkann Harmita (2004) dilambangkan sebagai nilai Ct – Cu. Pada pengujian DEHP, nilai standar internal blanko (NB) sebesar 0,1052, sedangkan pada pengujian DINP, nilai
33
standar internal blanko (NB) sebesar 0,0302. Data uji kecermatan dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Kriteria penerimaan untuk parameter akurasi tergantung pada matriks sampel, prosedur pengolahan sampel, dan konsentrasi analit pada sampel. Nilai rata-rata persentase perolehan kembali harus berada dalam rentang berdasarkan APVMA (2004). Nilai perolehan kembali pada analisis migrasi DEHP untuk 3; 4; dan 5 ppm berturut-turut adalah sebesar 86,21; 100,72; dan 110,33%. Sedangkan perolehan kembali pada analisis migrasi DINP pada level konsentrasi yang sama berturut-turut adalah sebesar 83,49; 86,21; dan 86,07%. Maka berdasarkan Tabel 1, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa akurasi memenuhi syarat dalam rentang 75 – 125% (APVMA, 2004). Nilai perolehan kembali Chen (1998) dalam penelitiannya menghasilkan pengukuran DINP dalam saliva pada rentang 100 ± 17%, sedangkan CPSC (2009) menghasilkan nilai 74 hingga 109% pada penelitiannya terhadap simulan saliva. Kenaikan persentase perolehan kembali yang nyata pada pengukuran DEHP dijelaskan dalam FAO (1998), dimana perilaku analit yang ditambahkan tidak selalu sama. Pada konsentrasi yang tinggi, persentase perolehan kembali diperkirakan akan mendekati 100%. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih rendah, perolehan kembali cenderung lebih rendah. Bagaimanapun juga, nilai perolehan kembali dengan variabilitas yang rendah yang paling diinginkan. Nilai RSD yang dihasilkan dari pengujian DEHP lebih besar dibandingkan pada pengujian DINP. Walaupun kedua komponen menghasilkan nilai perolehan kembali yang masih berada dalam rentang penerimaan berdasarkan APVMA (2004), namun terlihat bahwa DINP menghasilkan data yang lebih baik dibandingkan DEHP. Tingginya nilai RSD DEHP pada 5 ppm (12,26%) disebabkan karena pengulangan yang dilakukan pada hari yang berbeda untuk konsentrasi yang sama, dimana sebagian besar pelarut n-heptana telah menguap menyebabkan konsentrasi larutan berubah. 4. Keseksamaan (Precision) Keseksamaan (presisi) menunjukkan kedekatan diantara hasil-hasil pengujian yang independen dibawah kondisi yang ditentukan. Derajat 34
kedekatan ini ditunjukkan oleh nilai Relative Standard Deviation (RSD). Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%. Berdasarkan Ibrahim (2009) batas penerimaan nilai RSD untuk pengujian cemaran harus lebih kecil atau sama dengan 20%. Berdasarkan CPSC (2009), kromatogram dikatakan stabil apabila menghasilkan nilai RSD ± 10%. Uji ini dilakukan untuk melihat keseksamaan instrumen terhadap standar ftalat, dan keseksamaan instrumen terhadap sampel. Pada pengujian presisi instrumen terhadap standar ftalat digunakan larutan standar ftalat dengan konsentrasi 1; 2; dan 3 ppm. Pemilihan konsentrasi didasarkan pada standar yang digunakan dalam linieritas. Pengukuran dari tiap konsentrasi kemudian dilakukan sebanyak enam kali ulangan (Ibrahim, 2009). Tabel 8. Hasil uji presisi analisis migrasi DEHP pada beberapa konsentrasi Data Analisis
Perhitungan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 (ppm) SD RSD (%)
NSI DEHP pada beberapa konsentrasi 1 ppm 2 ppm 3 ppm 1,3380 1,8929 2,0213 1,3837 1,8195 2,1136 1,2691 1,6600 2,0856 1,2727 1,6401 2,0662 1,2916 1,6994 2,1414 1,2527 1,7090 1,9827 1,3013 1,7368 2,0685 1,3 2,2 2,9 0,0499 0,0986 0,0587 3,84 5,68 2,84
Keterangan: NSI = nilai standar internal sampel (Ns/Nsi); X = rata-rata nilai standar internal; X (ppm) = konsentrasi dari rata-rata nilai standar internal; SD = standar deviasi; RSD = relative standard deviation
Nilai RSD (Relative Standard Deviation) analisis migrasi DEHP menggunakan larutan standar 1; 2; dan 3 ppm berurut-turut adalah sebesar 3,84; 5,68; dan 2,84% (Tabel 8). Sedangkan pada analisis migrasi DINP pada level konsentrasi yang sama sebesar 6,68; 1,54; dan 3,19% (Tabel 9). Berdasarkan CPSC (2009), kromatogram dinyatakan stabil apabila persen deviasi tiap konsentrasi ± 10%. Hasil ini menunjukkan bahwa analisis migrasi DEHP dan DINP dengan instrumen GC-MS menghasilkan data yang cermat
35
atau memiliki keterulangan yang baik. Data uji presisi terhadap standar dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Tabel 9. Hasil uji presisi analisis migrasi DINP pada beberapa konsentrasi Data Analisis
Perhitungan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 (ppm) SD RSD (%)
NSI DINP pada beberapa konsentrasi 1 ppm 2 ppm 3 ppm 0,2590 0,5028 0,9647 0,2701 0,5018 0,9416 0,2746 0,4925 0,9153 0,2825 0,5102 0,8830 0,2970 0,5150 0,9178 0,3108 0,5066 0,9521 0,2823 0,5048 0,9291 1,2 1,8 3,1 0,0189 0,0078 0,0297 6,68 1,54 3,19
Keterangan: NSI = nilai standar internal sampel (Ns/Nsi); X = rata-rata nilai standar internal; X (ppm) = konsentrasi dari rata-rata nilai standar internal; SD = standar deviasi; RSD = relative standard deviation
Uji presisi selanjutnya dilakukan terhadap metode dengan menggunakan sampel yang mengandung analit yang akan diukur. Sampel dengan kode B untuk DEHP dan kode K untuk DINP. Pengujian dilakukan sebanyak enam kali pengulangan untuk tiap sampel (Ibrahim, 2009). Tabel 10. Hasil uji presisi metode DEHP dan DINP pada sampel plastik Data Analisis
Perhitungan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 (ppm) SD RSD (%)
NSI DEHP 1,6646 1,5865 1,6688 1,6584 1,6186 1,6106 1,6346 2,08 0,03 2,08
DINP 0,0875 0,0824 0,0723 0,0784 0,0833 0,0719 0,0793 0,3 0,01 7,91
Keterangan: NSI = nilai standar internal sampel (Ns/Nsi); X = rata-rata nilai standar internal; X (ppm) = konsentrasi dari rata-rata nilai standar internal; SD = standar deviasi; RSD = relative standard deviation; DEHP menggunakan plastik kode B; DINP menggunakan plastic kode K
36
Pengujian presisi metode pada DEHP dan DINP menghasilkan nilai persentase RSD masing-masing 2,08 dan 7,91% (Tabel 10). Maka berdasarkan APVMA (2004) dan CPSC (2009) nilai dari kedua jenis uji presisi untuk DEHP dan DINP memenuhi syarat untuk menyatakan bahwa instrumen dan metode yang digunakan dalam analisis ini akan menghasilkan keterulangan yang stabil. Data uji presisi terhadap sampel dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. 5. Spesifisitas (Selektivitas) Spesifisitas adalah kemampuan suatu metode analitik untuk mengukur secara akurat suatu analit dengan adanya interferensi yang bisa diharapkan ada dalam
matriks
sampel.
Spesifisitas
suatu
metode
dilihat
dengan
membandingkan hasil dari sampel yang mengandung pengotor dengan hasil sampel yang tidak mengandung pengotor (Persulessy dalam Imankhasani, 2005). Pada Harmita (2004) dijelaskan bahwa pada uji spesifisitas, hasil kromatogram standar dan sampel harus menunjukkan waktu retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi tidak boleh ada gangguan yang dapat dilihat dari kromatogram larutan blanko. Jika terdapat komponen pengganggu yang berada di sekitar puncak analit, metode masih dapat dikatakan spesifik jika memberikan nilai resolusi (Rs) lebih besar dari 1,5 (Ibrahim, 2009). Pengujian
spesifisitas
dilakukan
dengan
membandingkan
hasil
kromatogram antara pengukuran pada satu konsentrasi ftalat dengan pengukuran menggunakan sampel plastik dan pengukuran terhadap blanko. Blanko yang digunakan adalah n-heptana yang diperlakukan sama seperti standar namun tanpa penambahan analit. Kromatogram standar DEHP pada konsentrasi 1 ppm dan kromatogram blanko n-heptana menunjukkan tiga komponen pada waktu retensi 9,4; 11,0; dan 11,6 menit. Gambar 7 menunjukkan tampilan DEHP pada kromatogram.
37
Waktu retensi
(a)
Waktu retensi
(b)
Waktu retensi
(c) Gambar 7. Kromatogram (a) blanko n-heptana; (b) standar DEHP 1 ppm; (c) sampel plastik (kode B)
38
Waktu retensi
(a)
Waktu retensi
(b)
Waktu retensi
(c)
Gambar 8. Kromatogram (a) blanko n-heptana; (b) standar DINP 1 ppm; (c) sampel plastik (kode K)
39
Analit yang muncul di kromatogram pada menit ke-9,4 kemungkinan berasal dari lingkungan atau peralatan yang kurang bersih. Dari hasil penelitian sebelumnya (Pratiwi, 2009) diketahui bahwa BBP sebagai standar internal memiliki waktu retensi 11 menit, sedangkan DEHP memiliki waktu retensi 11,6 menit. Kromatogram pada Gambar 7 menunjukkan adanya komponen pengganggu pada waktu retensi yang cukup jauh yaitu 9,4 menit. Belum diketahui jenis komponen pengganggu tersebut dan penyebab munculnya komponen tersebut pada kromatogram, namun komponen tersebut muncul cukup jauh sebelum BBP sebagai standar internal (Rs ≥ 1,5), sehingga tidak perlu dilakukan perhitungan nilai resolusinya terhadap analit. Selain komponen pengganggu pada menit ke-9,4, tidak ada puncak komponen lain yang muncul berdekatan dengan puncak BBP dan terutama dengan puncak DEHP. Pengujian spesifisitas pada DINP lebih rumit dibandingkan pada DEHP. Hal ini disebabkan karena DINP merupakan campuran isomerik dimana setiap komponen dalam campuran tersebut akan memberikan perilaku yang berbeda tergantung pada perlakuan (JRC, 2003). Perhitungan konsentrasi DINP dilakukan dengan menjumlahkan seluruh puncak yang terbaca pada kromatogram pada rentang waktu tertentu (David et al. dalam Staples, 2003). Pada metode CPSC (2009), DINP dihasilkan pada menit 11 hingga 12, sedangkan metode Health Canada (2007) menghasilkan DINP pada menit 10,10 hingga 10,80. Dalam penelitian ini, kuantifikasi DINP dilakukan dengan menjumlahkan seluruh puncak pada waktu retensi 12,0 hingga 13,3 menit. Waktu retensi ini didapatkan berdasarkan pengukuran DINP menggunakan larutan standar. Gambar 8 menunjukkan tampilan DINP pada kromatogram pada bagian yang diberi lingkar merah. Pada analisis sampel, jumlah komponen pengganggu yang muncul lebih banyak, yang kemungkinan merupakan hasil uraian monomer atau pemlastis lain yang digunakan yang nilai rasio m/z sama dengan salah satu nilai rasio m/z milik analit (DINP). Dalam pengoperasiannya, kromatogram GC-MS menghasilkan puncak yang terdiri dari dua garis yang menggambarkan ion yang dituju, yaitu garis merah untuk ion pertama dan garis biru untuk ion kedua. Pada uji DINP, m/z
40
149 digambarkan dengan garis merah dan m/z 293 digambarkan dengan garis biru. Contoh tampilan kromatogram dapat dilihat pada Gambar 9. Analit DINP yang terbaca akan menghasilkan puncak yang terdiri dari kedua garis tersebut. Dari kromatogram diatas terlihat munculnya puncak komponen lain antara menit ke-4,7 hingga 9,5. Puncak-puncak pengganggu ini merupakan komponen yang memiliki ion (m/z) yang sama dengan ion sekunder DINP yaitu 293, namun tidak memiliki ion (m/z) yang sama dengan ion primer DINP yaitu 149. Untuk ion-ion ini tidak perlu dilakukan perhitungan resolusi karena muncul sebelum standar internal (BBP) pada menit ke-11.
Gambar 9. Tampilan kromatogram DINP pada program GC-MS Real Time Analysis Sementara pada menit ke 11,6 yang ditunjukkan oleh kromatogram (Gambar 8) muncul puncak komponen lain yang memiliki ion (m/z) sama dengan ion primer DINP yaitu 149, namun tidak memiliki ion (m/z) yang sama dengan ion sekunder DINP yaitu 279. Komponen ini diperkirakan merupakan DEHP yang mengotori kolom GC-MS akibat penggunaan sebelumnya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk membersihkan kolom adalah dengan conditioning semalaman, yakni membersihkan kolom dengan menggunakan pelarut yang dipakai (McNair et al., 1998). Spesifitas juga dilihat dari nilai resolusi antara puncak analit dengan puncak dari komponen pengganggu. Resolusi adalah ukuran keefisienan kolom dan pelarut (fase diam). Resolusi dapat menerangkan sempitnya puncak, dan juga pemisahan antara dua maksimum puncak (Gritter et al., 1991). Perhitungan nilai resolusi ini dilakukan pada blanko, standar 1 ppm, dan sampel yang mengandung analit yang sama dengan sampel pada
41
kromatogram (Gambar 7 dan Gambar 8). Perhitungan dilakukan terhadap komponen terdekat yang muncul sebelum maupun sesudah puncak analit. Tabel 11. Hasil perhitungan nilai resolusi untuk DEHP dan DINP Analit
Sampel
Trb
Tra
Wb
Wa
DEHP
Blanko Standar 1 ppm
11,65 11,62 11,60 11,94 12,02 14,03 12,51 14,24 12,61
11,02 10,99 10,98 11,60 11,66 13,27 11,66 13,31 11,65
0,086 0,117 0,103 0,060 0,087 0,134 0,070 0,073 0,077
0,110 0,113 0,093 0,103 0,193 0,087 0,080 0,077 0,070
Sampel (B) DINP
Blanko Standar 1 ppm Sampel (K)
Resolusi (Rs) 6,449 5,470 6,367 4,172 2,557 6,842 11,333 12,493 13,102
Keterangan: Trb = waktu retensi puncak analit b; Tra = waktu retensi puncak analit a; Wb = lebar puncak area b; Wa = lebar puncak area a
Pada Tabel 11 terlihat bahwa kromatogram dari setiap analit memiliki nilai resolusi (Rs) ≥ 1,5 (Ibrahim, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa kromatogram yang dihasilkan untuk metode analisis migrasi dengan instrumen GC-MS bersifat spesifik. Dari kelima parameter validasi yang diujikan terhadap metode analisis migrasi ftalat dari kemasan pada simulan pangan dengan instrumen GC-MS, semua nilai berada dalam kriteria penerimaan sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini valid (absah). B. PENGUJIAN SAMPEL Setelah dilakukan validasi metode analisis ftalat (DEHP dan DINP) sebagai migran pada simulan pangan, dilakukan pengujian sampel untuk melihat besar konsentrasi ftalat yang bermigrasi dari kemasan pada simulan pangan. Sampel kemasan yang digunakan dalam pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Kelima belas sampel ini dipilih secara acak dan sebagian besar merupakan kemasan mika berbahan dasar plastik PP atau PVC. Tabel 12 adalah data yang dihasilkan dari pengujian DEHP pada lima belas macam sampel. Pengujian DINP juga dilakukan terhadap kelima belas macam sampel yang sama, namun hanya satu sampel yang menunjukkan keberadaan DINP yaitu
42
sampel kode K dengan konsentrasi DINP 0,3882 ppm dan nilai migrasi 1,80 μg/menit/10cm2. Tabel 12. Hasil uji DEHP pada sampel plastik No
Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A B C1 C2 D1 D2 E F G H1 H2 I J1 J2 K
Konsentrasi Migrasi DEHP (ppm) (μg/menit/10cm2) 1,29 5,99 1,97 9,13 -1,50 n.d 7,86 36,38 1,70 7,89 5,61 25,97 11,66 5,4 16,03 7,42 12,05 5,58 -0,02 n.d -0,59 n.d -0,65 n.d -0,30 n.d -0,51 n.d -0,65 n.d
Keterangan: Ns/Nsi = nilai standar internal sampel; NS – NB = normalisasi nilai standar internal sampel terhadap blanko; C = konsentrasi ftalat berdasarkan persamaan linieritas; n.d = tidak terdekteksi
Berdasarkan Scientific Committee on Toxicity, Ecotoxicity and the Environment (CSTEE) yang dikutip oleh EU (2001), disebutkan Guidance Value atau nilai migrasi maksimum yang diizinkan untuk beberapa jenis ftalat, yaitu untuk DEHP sebesar 1,67 μg/min/10cm2 sementara untuk DINP sebesar 6,67 μg/min/10cm2. Nilai ini belum dinyatakan secara spesifik mengenai kondisi uji dan perlakuan yang digunakan. Mengacu pada nilai tersebut, terlihat bahwa terdapat beberapa jenis plastik yang menghasilkan nilai migrasi yang cukup tinggi. Data pengujian sampel dapat dilihat pada Lampiran 18 dan pada Lampiran 19. Pada sampel C dan D, dapat dibandingkan besar migrasi dari bagian alas kemasan lebih besar dibandingkan dari bagian tutup, sedangkan sebagian sampel lainnya memberikan nilai nol. Nilai ini bukan berarti tidak ada DEHP yang bermigrasi. Hanya saja konsentrasi ftalat yang terdeteksi dihitung dengan memasukkan nilai normalisasi ke dalam kurva linieritas sebagai pengganti kurva kalibrasi. Jadi mungkin saja terjadi migrasi dari kemasan pada simulan, hanya saja
43
nilainya terlalu kecil dibandingkan standar yang digunakan pada penentuan linieritas. Berbeda dengan analisis DEHP, nilai nol pada analisis DINP terjadi karena memang tidak ada DINP yang terbaca pada kromatogram. Hal ini dapat berarti dua hal, yaitu memang tidak ditambahkannya DINP pada sampel, atau memang tidak terjadi migrasi dari kemasan. Nilai migrasi yang dihasilkan oleh sampel K juga berada di bawah nilai migrasi maksimum berdasarkan CSTEE (EU, 2001) yaitu 6,67 μg/min/10cm2. Nilai migrasi maksimum untuk DINP lebih tinggi dibandingkan DEHP karena DINP memiliki daya plastisasi yang lebih lemah, sehingga biasanya ditambahkan pada plastik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu, bobot molekul DINP yang lebih besar dibandingkan DEHP membuatnya lebih tahan terhadap suhu tinggi dan proses ekstraksi (Strutt, 1997; ECOBILAN, 2001). Sifat tersebut membuat sebagian besar industri kemasan beralih menggunakan DINP. Hal ini tercatat dalam Cadogan (2006), dimana pemakaian DINP dan DIDP mengalami kenaikan tren konsumsi sebagai pemlastis di Eropa dari 35% pada tahun 1999 menjadi 60% pada tahun 2005. Sementara DEHP mengalami penurunan tren dari 42% pada tahun 1999 menjadi 21% pada tahun 2005.
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Metode analisis ftalat sebagai migran dari kemasan pada simulan pangan yang dikembangkan oleh Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) telah divalidasi berdasarkan lima parameter validasi, yaitu LOD dan LOQ, linieritas, kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), dan spesifisitas. Hasil validasi terhadap DEHP dan DINP yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengujian berada dalam rentang penerimaan; nilai LOD dan LOQ memiliki RSD ≤ 10%, uji linieritas menghasilkan nilai koefisien korelasi > 0,98, nilai akurasi berada dalam rentang 75 – 125%, nilai RSD pada uji keseksamaan ≤ 10%, dan nilai resolusi untuk uji spesifisitas lebih dari 1,5. Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa metode analisis ftalat sebagai migran dari kemasan pada simulan pangan adalah valid (absah). Dari kelima belas sampel kemasan pangan, hanya delapan sampel yang menunjukkan migrasi ftalat dari kemasan ke simulan pangan dengan nilai diatas nilai migrasi DEHP maksimum berdasarkan CSTEE (EU, 2001) yaitu 1,67 μg/min/10cm2, sedangkan ketujuh sampel lainnya tidak menghasilkan nilai migrasi. Pada analisis migrasi DINP, hanya sampel berkode K yang menghasilkan nilai migrasi yang berada dibawah nilai migrasi DINP maksimum berdasarkan CSTEE (EU, 2001) yaitu 6,67 μg/min/10cm2. B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan pengembangan serta validasi metode analisis ftalat sebagai migran dari kemasan dengan menggunakan simulan yang mewakili jenis pangan yang berbeda, atau pengembangan serta validasi metode analisis migrasi ftalat dengan melakukan perbandingan tingkat migrasi dari berbagai jenis kemasan plastik.
45
DAFTAR PUSTAKA [APVMA] Australian Pesticides and Veterinary Medicines Authority. 2004. Guidelines for the Validation of Analytical Methods for Active Constituent, Agricultural and Veterinary Chemical Products. http://www.apvma.gov.au/publications/guidelines/docs/gl_69_analytical_me thods.pdf [21 Juli 2010] [ATSDR] Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2007. ToxFAQs™ for Di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP). http://www.atsdr.cdc.gov/tfacts9.pdf [15 Maret 2010] Agus, G. 2004. Toksisitas dan persyaratan wadah pangan. Di dalam : Lokakarya Wadah Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan, 14 Oktober. [Prosiding]. BPOM, Jakarta. Armbruster, D. A., M. D.Tillman, dan L. M. Hubbs. 2004. Limit of Detection (LOD)/Limit of Quantification (LOQ): Comparison of the empirical dan the statistical methods exemplified with GC-MS assays of abused drugs. Clin. Chem. 40 (7) : 1233-1238. [BPOM] Badan POM RI. 2007. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan. BPOM, Jakarta. [BPOM] Badan POM RI. 2001. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik. BPOM, Jakarta. Biscardi, D., S. Monarca, R. De Fusco, F. Senatore, P. Poli, A. Buschini, C. Rossi, dan C. Zani. 2003. Evaluation of the migration of mutagensycarcinogens from PET bottles into mineral water by Tradescantiaymicronuclei test, Comet assay on leukocytes and GC-MS. Sci Total Environ 302 : 101-108. Bošnir, J., D. Puntarić, A. Galić, I. Škes, T. Dijanić, M. Klarić, M. Grgić, M. Čurković, dan Z. Šmit. 2007. Migration of phthtalates from plastic containers into soft drinks and mineral water. Food Technol. Biotechnol. 45 (1) : 91-95. Cadogan, D. 2006. Plasticisers: An Update. www.pvc-forum.com/?M=N&action= download&external=true&id=48. [25 Maret 2010] Castle, L. 2007. Chemical migration into food: An overview. Di dalam : Chemical Migration and Food Contact Materials (C. Richard Sinclair dan Karen A Barnes, eds.). CRC, Florida. [CDER] Center for Drug Evaluation and Research. 1994. Reviewer Guidance : Validation of Chromatographic Methods. http://www.fda.gov/downloads/ Drugs/GuidanceComplianceRegulatoryInformation/Guidances/UCM134409 .pdf. [17 Maret 2010]
46
[CPSC] Consumer Products Safety Commision United States. 2009. Test Method: CPSC-CH-C1001-09. Standard Operating Procedure for Determination of Phthalates. http://www.cpsc.gov/about/cpsia/phthalatesop.pdf [17 Maret 2010] Chen, S. B. 1998. Appendix A: Migration of DINP from Polyvinyl Chloride (PVC) Children’s Products. U.S Consumer Product Safety Commission. Bethesda, MD. http://www.cpsc.gov/phth/exp.pdf. [1 Juni 2010] Cooper, I. Plastics and chemical migration into food. Di dalam : Chemical Migration and Food Contact Materials (C. Richard Sinclair dan Karen A Barnes, eds.). CRC, Florida. Crosby, N. T. 1981. Food Packaging Material: Aspect of Analysis and Migration of Contaminants. Applied Science Publisher, London. David, F., P. Sandra, B. Tienpont, F. Vanwalleghem dan M. Ikonomou. 2003. Analytical methods review. Di dalam : The Handbook of Environmental Chemistry Vol. 3, Part Q (C. A. Staples, ed.). Springer, Berlin. ECOBILAN. 2001. Eco-Profile of High Volume Commodity Phtalate Esters (DEHP/DINP/DIDP). http://www.ecpi.org/upload/documents/webpage/ document31.pdf [22 Maret 2010] Edwards, J. K. Phthalates. http://www.alken-murray.com/Phthalates2.html. [19 Juli 2010] [EMA] The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products. 1995. ICH Topic Q 2 B. Validation of Analytical Procedures : Methodology. http://www.pharmacontract.ch/support/pdf_support/Q2a.pdf. [17 Maret 2010] Ermer, J. 2005. Performance parameters, calculations and tests. Di dalam : Method Validation in Pharmaceutical Analysis (J. Ermer dan J.H.McB.Miller, eds.). WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. [EU] European Union. 2001. Standard Operation Procedure for: Determination of Release of Phthalate Plasticisers in Saliva Simulant. http://ec.europa.eu/enterprise/sectors/chemicals/files/studies/phthalates3_en. pdf [25 Maret 2010] Farhoodi M., Z. Emam-Djomeh, dan M. R. Ehsani. 2008. Effect of environmental conditions on the migration of di(2-ethylhexyl) phthalate from PET bottles into yogurt drinks: influence of time, temperature, and food simulant. Arab J Sci Eng 33(2B) : 279-287. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Validation of Analytical Methods for Food Control. A Report of a Joint FAO/IAEA Expert
47
Consultation, 2-4 December. w8420e00.pdf. [17 Maret 2010]
ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/007/w8420e/
Giese, G. 2004. Method Validation. Institute of Hygiene and Environment, City of Hamburg. http://www.havakalitesi.cevreorman.gov.tr/english/ training_46/paper_method_validation.pdf. [1 Juni 2010] Griffin, R. C., S. Sacharow, dan A. L. Brody. 1985. Principles of Package Development. Second Edition. An AVI Book, New York. Gritter, R. J., J. M. Bobbitt, dan A. E. Schwarting. Pengantar Kromatografi: Terbitan Kedua. Penerbit ITB, Bandung. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Di dalam : Majalah Ilmu Kefarmasian, Desember., Vol. 1, No.3, pp. 117 – 135. Departemen Farmasi FMIPA-UI. Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. McGraw-Hill Companies, Inc., USA. Health Canada. 2007. Book 5 - Laboratory Policies and Procedures. Part B: Test Methods Section, Method C-34. Determination of Phthalates in Polyvinyl Chloride Consumer Products. http://www.sfenvironment.org/downloads/ library/canadian_testing_protocol.pdf [25 Maret 2010] Hutapea, R. 2008. Kajian Estimasi Paparan Zat Kontak dengan Pangan (Food Contact Substances) dalam Kemasan Pangan. BPOM, Jakarta. Ibrahim, S. 2009. Implementasi Validasi Pengujian Mutu Sediaan Farmasi Untuk Penjaminan Khasiat, Keamanan, dan Mutunya. Penataran Sertifikasi Kompetensi Apoteker, ISF Jawa Barat-Sekolah Farmasi ITB, 13-14 Maret 2009. Jakarta. [IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistry. 2002. Harmonized guidelines for single-laboratory validation of methods of analysis. Pure Appl. Chem. 74 (5) : 835-855. Jarošová, A. 2006. Phthalic Acid Esters (PAEs) in the Food Chain. Czech J. Food Sci. 24 (5) : 223-231. [JRC] Joint Research Centre European Commision. 2003. 1,2Benzenedicarboxylic Acid, Di-C8-11-Branched Alkyl Esters, C9-Rich and Di-“Isononyl” Phtalate (DINP). Summary Risk Assessment Report. http://ecb.jrc.ec.europa.eu/documents/Existing-Chemicals/RISK_ASSESS MENT/SUMMARY/dinpsum046.pdf. [22 April 2010] [JRC] Joint Research Centre European Commision. 2008. Bis (2-Ethylhexyl) Phthalate (DEHP). Summary Risk Assessment Report. http://ecb.jrc.ec.europa.eu/documents/Existing-Chemicals/RISK_ASSESS MENT/SUMMARY/dehpsum042.pdf [22 April 2010] 48
Julianti, E. dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar: Teknologi Pengemasan. Universitas Sumatera Utara, Medan. Lee, Dong Sun, K. L. Yam, dan L. Piergiovanni. 2008. Food Packaging Science and Technology. CRC Press, New York. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2009. Petunjuk umum uji kinerja (validasi) metode analisis. Kursus teknik analisis dan validasi/verifikasi metoda spektrometri serapan atom (AAS), Bandung. McCort-Tipton, M., dan R. L. Pesselman. 1999. What simulant is right for my intended end use?. Di dalam : Food Packaging: Testing Methods and Applications. (S. J. Risch, ed.). American Chemical Society, Washington DC. McNair, H. M. dan E. J. Bonelli. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Penerbit ITB, Bandung. McNair, H. dan J. M. Miller. 1998. Basic Gas Chromatography. Techniques in Analytical Chemistry. John Willey & Sons, Inc., New York. Niessen, W. M. A. 2001. Principles and instrumentation of gas chromatographymass spectrometry. Di dalam : Current Practice of: Gas ChromatographyMass Spectrometry. Chromatographic Science Series, Vol. 86 (W.M.A. Niesen, ed.). Marcel Dekker, Inc., New York. Niino, T., T. Asakura, T. Ishibashi, T. Itoh, S. Sakai, H. Ishiwata, T. Yamada dan S. Onodera. 2001. Monoester formation by hydrolysis of dialkyl phthalate migrating from polyvinyl chloride products in human saliva. J. of Health Sci. 47(3) : 318 – 322. Persulessy, A. E. 2005. Tinjauan singkat cara memvalidasi metoda pengukuran. Di dalam : Warta Kimia Analitik. (Imankhasani, ed.). Pusat Penelitian Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. No : 15 tahun XI. Bandung. Pratiwi, R. 2009. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan Analisis Migrasi DEHP ke Dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan Makanan Badan POM RI. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rosyianie, Y., D. Pangaribuan, dan R. Hutapea. 2008. Pemlastis (Plasticiser) dalam Plastik untuk Kemasan Pangan. Buletin Keamanan Pangan BPOM RI. Volume 13/Tahun VII/2008. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Schäfer, A. 2007. Regulation of food contact material in the EU. Di dalam : Chemical Migration and Food Contact Materials (C. Richard Sinclair dan Karen A Barnes, eds.). CRC, Boca Raton, Florida, USA.
49
Soekarto, S. T. dan N. Wulandari.2004. Pencemaran bahan berbahaya dari wadah/kemasan (indirect food additives). Di dalam : Lokakarya Wadah Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan, 14 Oktober. [Prosiding]. BPOM, Jakarta. Stanley, M. K., K.A. Robillard, dan C.A. Staples. 2003. Introduction. Di dalam : The Handbook of Environmental Chemistry Vol. 3, Part Q (C. A. Staples, ed.). Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg. [STP] Sentra Teknologi Polimer. 2009. Pelatihan Teknologi Plastik: Kajian Keamanan Kemasan Pangan, 18-20 Mei. Jakarta. Strutt, M. 1997. What’s wrong with PVC: The Science Behind a Phase-Out of Polyvinyl Chloride Plastics. Greenpeace UK, London. Tahid. 2010. Analisis Kualitatif – Kuantitatif. Kursus Kalibrasi, Verifikasi dan Troubleshooting GC dan GC – MS, RSChem Learning Centre, 3 – 7 Mei. Bandung. Veraart, R, dan L. Coulier. 2007. Compliance testing of chemical migration from food contact material. Di dalam : Chemical Migration and Food Contact Materials (C. Richard Sinclair dan Karen A Barnes, eds.). CRC, Florida. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika: Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wenzl, T. 2009. Methods for the Determination of Phthalates in Food. Outcome of a Survey Conducted among European Food Control Laboratories. European Communities, Belgium.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Larutan Standar Internal Benzyl Butyl Phthalate (BBP)
Larutan stok BBP 106 µg/ml sebanyak 10 µL dimasukkan dalam labu ukur 10 ml
Ditambahkan n-heptana hingga tera
Divortex hingga homogen
Larutan stok BBP 103 µg/ml
Sebanyak 10 µL dimasukkan dalam labu ukur 10 ml Ditambahkan n-heptana hingga tera
Divortex hingga homogen
Larutan stok BBP 1 µg/ml
52
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Baku Ftalat (DEHP dan DINP)
Larutan stok ftalat 106 µg/ml sebanyak 10 µL dimasukkan dalam labu ukur 10 ml
Ditambahkan n-heptana hingga tanda tera
Divortex hingga homogen
Larutan baku DEHP 103 µg/ml
53
Lampiran 3. Diagram Alir Uji Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) (LIPI, 2009)
Larutan n-heptana 1 ml
Ditambahkan dalam 50 ml n-heptana 38°C
Diinkubasi pada suhu 38°C selama 30 menit
Diambil sebanyak 5 ml
Dievaporasi
Ditambahkan 1 ml n-heptana
Ditambahkan 1 ml BBP 1 µg/ml Divortex hingga homogen
Larutan sampel
Disiapkan 7 kali ulangan
Sebanyak 1,5 ml dari larutan dimasukkan dalam vial Dianalisis dengan GC-MS
LOD dan LOQ
54
Lampiran 4. Diagram Alir Uji Linieritas (EMA, 1995 dan IUPAC, 2002)
Larutan baku ftalat 103 µg/ml sebanyak 0; 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; dan 80 µl ukuran masingmasing dimasukkan dalam labu ukur 10 ml
Ditambahkan 20 µl BBP 103 µg/ml
Ditambahkan n-heptana hingga tanda tera
Divortex hingga homogen
Larutan blanko dan standar DEHP 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 µg/ml
Sebanyak 1,5 ml dari masing-masing larutan dimasukkan dalam vial
Dianalisis dengan GC-MS
Kurva Linieritas
55
Lampiran 5. Diagram Alir Uji Kecermatan (Accuracy) (CDER, 1994 dan EMA, 1995)
Larutan baku ftalat 103 µg/ml sebanyak 30; 40; dan 50 µl masing-masing dimasukkan dalam labu ukur 10 ml
Ditambahkan 2 ml larutan standar DEHP 1 µg/ml (tanpa standar internal BBP 103 µg/ml) Ditambahkan 20 µl BBP 103 µg/ml
Ditambahkan n-heptana hingga tanda tera
Divortex hingga homogen
Larutan sampel akurasi 3; 4; dan 5 µg/ml
Sebanyak 1,5 ml dari masing-masing larutan dimasukkan dalam vial
Dianalisis dengan GC-MS
Akurasi Metode
56
Lampiran 6. Diagram Alir Uji Keseksamaan (Precision) Sampel (Harmita, 2004)
Sampel kemasan plastik 3 x 3 cm
Direndam dalam 50 ml n-heptana suhu
Diinkubasi pada suhu 38°C selama 30 menit
Diambil sebanyak 5 ml
Dievaporasi
Ditambahkan 1 ml n-heptana
Ditambahkan 1 ml BBP 1 µg/ml Divortex hingga homogen
Larutan sampel
Disiapkan 6 kali ulangan
Sebanyak 1,5 ml dari larutan dimasukkan dalam vial Dianalisis dengan GC-MS
Presisi Metode
57
Lampiran 7. Diagram Alir Uji Keseksamaan (Precision) Standar (Harmita, 2004)
Larutan baku ftalat 103 µg/ml sebanyak 0; 10; 20; dan 30 µl ukuran masing-masing dimasukkan dalam labu ukur 10 ml
Ditambahkan 20 µl BBP 103 µg/ml
Ditambahkan n-heptana hingga tanda tera
Divortex hingga homogen
Larutan blanko dan standar DEHP 1; 2; dan 3 µg/ml
Disiapkan masing-masing larutan sebanyak 6 x ulangan
Sebanyak 1,5 ml dari masing-masing larutan dimasukkan dalam vial Dianalisis dengan GC-MS
Presisi Instrumen
58
Lampiran 8. Diagram Alir Pengujian Sampel (EU, 2001)
Sampel kemasan plastik 3 x 3 cm
Direndam dalam 50 ml n-heptana 38°C
Diinkubasi pada suhu 38°C selama 30 menit
Diambil sebanyak 5 ml
Dievaporasi
Ditambahkan 1 ml n-heptana
Ditambahkan 1 ml BBP 1 µg/ml Divortex hingga homogen
Larutan sampel
Disiapkan 6 kali ulangan
Sebanyak 1,5 ml dari larutan dimasukkan dalam vial Dianalisis dengan GC-MS
Migrasi Sampel
59
Lampiran 9. Perhitungan LOD dan LOQ •
•
DEHP
DINP
Nilai LOD
= 0,1368 + (3 x 0,0093)
= 0,1648
Nilai LOD
= 0,0828 + (3 x 0,0081)
= 0,1071
Nilai LOQ
= 0,1368 + (10 x 0,0093)
= 0,2300
Nilai LOQ
= 0,0828 + (10 x 0,0081)
= 0,1637
= 0,1 ppm
= 0,2 ppm
= 0,4 ppm
= 0,6 ppm
60 60
Lampiran 10. Data Uji Linieritas DEHP No
Data
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Blangko heptana ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 1.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 2.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 3.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 4.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 5.0 ppm ulangan 1 ulangan 2
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
0.1142 0.0902 0.1042
0.1029
0.0120
0.1170
11.70
862295 616472 1468325 1055802 1199228 858512
1.3988 1.3907 1.3969
1.3954
0.0042
0.0030
0.30
1.2926
1014788 1488068 1454613
579569 854495 822564
1.7509 1.7415 1.7684
1.7536
0.0137
0.0078
0.78
1.6507
2068376 943447 2251760 1050033 2217128 1037504
2.1924 2.1445 2.1370
2.1579
0.0300
0.0139
1.39
2.0551
2405506 944157 2550218 1074532 2139830 866830
2.5478 2.3733 2.4686
2.4632
0.0873
0.0355
3.55
2.3604
2155962 2183490
2.9521 3.0428
2.9839
0.0511
0.0171
1.71
2.8810
DEHP
BBP
Ns/Nsi
26873 24609 29354
235352 272777 281808
730316 717583
NS-NB
61 61
Lampiran 10. (lanjutan) No 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Data ulangan 3 Baku 6.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 7.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 8.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
NS-NB
3.5607 3.5612 3.3953
3.5058
0.0956
0.0273
2.73
3.4029
569199 521929 843590
4.0333 4.1241 3.7925
3.9833
0.1714
0.0430
4.30
3.8805
565756 837961 724785
4.7771 4.5119 4.5841
4.6244
0.1371
0.0296
2.96
4.5215
DEHP
BBP
Ns/Nsi
2068742
699687
2.9567
2804577 3077262 2238710
787644 864111 659346
2295774 2152496 3199283 2702669 3780832 3322478
62
62
Lampiran 11. Data Uji Linieritas DINP No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Data Blangko heptana ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 1.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 2.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 3.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 4.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
204369 0.023634 140350 0.021012 159832 0.015366
0.0200
0.0042
0.2112
21.12
78003 312065 0.249958 72065 278279 0.258967 107521 285275 0.376903
0.2953
0.0708
0.2399
23.99
0.2753
177496 318136 0.557925 138487 280538 0.493648 173997 332330 0.523567
0.5250
0.0322
0.0613
6.13
0.5050
250750 312065 0.803518 230807 239241 0.964747 241187 256148 0.941592
0.9033
0.0872
0.0965
9.65
0.8833
358703 245549 1.46082 272943 238234 1.145693 374056 299721 1.248014
1.2848
0.0724
0.0563
5.63
1.2648
DINP
4830 2949 2456
BBP
Ns/Nsi
NS-NB
63 63
Lampiran 11. (lanjutan) No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Data Baku 5.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 6.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 7.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Baku 8.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
NS-NB
482609 292885 1.647776 486251 314238 1.547397 490082 323296 1.515893
1.5704
0.0689
0.0439
4.39
1.5504
594148 283154 2.098321 591495 286208 2.066661 570153 272347 2.09348
2.0862
0.0171
0.0082
0.82
2.0662
476323 252288 1.888013 488320 240658 2.029104 774449 256280 3.021886
2.3130
0.6180
0.2672
26.72
2.2930
745372 277779 2.683327 710016 272254 2.607918 712497 278309 2.560093
2.6171
0.0621
0.0237
2.37
2.5971
DINP
BBP
Ns/Nsi
64 64
Lampiran 12. Data Uji Kecermatan (Accuracy) DEHP
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Data Blanko ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 3.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 4.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 5.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
Tinggi Area DEHP
Tinggi Area BBP
Ns/Nsi
20398 16333 16883
181397 156611 170957
462825 508338 402356
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
0.1124 0.1043 0.0988
0.1052
0.0069
0.0655
6.55
237442 243638 207307
1.9492 2.0864 1.9409
1.9922
0.0817
0.0410
4.10
1.8870
2.5862
86.21
647595 601144 656504
266293 226022 255762
2.4319 2.6597 2.5669
2.5528
0.1145
0.0449
4.49
2.4476
4.0289
100.72
949357 799548 792602
317362 232999 266922
2.9914 3.4316 2.9694
3.1308
0.2607
0.0833
8.33
3.0256
5.5163
110.33
NS - NB Konsentrasi
% Recovery
65 65
Lampiran 13. Data Uji Kecermatan (Accuracy) DINP No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Data Blanko ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 3.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 4.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 5.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
Tinggi Area DINP
Tinggi Area BBP
Ns/Nsi
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
6385 8052 5925
199795 252587 222106
0.0320 0.0319 0.0267
0.0302
0.0030
0.1003
10.03
134169 147140 156013
177393 186495 210596
0.7563 0.7890 0.7408
0.7620
0.0246
0.0323
3.23
0.7319
2.5048
83.49
170381 192111 191995
172638 172611 170899
0.9869 1.1130 1.1234
1.0744
0.0760
0.0707
7.07
1.0443
3.4486
86.21
231324 237697 275951
173220 181834 193043
1.3354 1.3072 1.4295
1.3574
0.0640
0.0472
4.72
1.3272
4.3033
86.07
NS - NB Konsentrasi
% Recovery
66 66
Lampiran 14. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Standar DEHP
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Data Baku 1.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6 Baku 2.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6 Baku 3.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6
Tinggi Area DEHP
Tinggi Area BBP
Ns/Nsi
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
1049857 1129249 1075599 1097038 1145691 1142360
784668 816093 847555 861957 887029 911940
1.3380 1.3837 1.2691 1.2727 1.2916 1.2527
1.3013
0.0499
0.0384
3.84
1252720 1267308 1289426 1254661 1314109 1253600
661807 696527 776774 765009 773256 733542
1.8929 1.8195 1.6600 1.6401 1.6994 1.7090
1.7368
0.0986
0.0568
5.68
2001289 1979172 1988540 1973258 2037139 1997048
990076 936382 953466 955036 951313 1007253
2.0213 2.1136 2.0856 2.0662 2.1414 1.9827
2.0685
0.0587
0.0284
2.84
67 67
Lampiran 15. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Standar DINP No
Data
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Baku 1.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6 Baku 2.0 ppm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6 Baku 3.0 ppm ulangan1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6
Tinggi Area DEHP
Tinggi Area BBP
Ns/Nsi
Rata-rata Ns/Nsi
SD
RSD
%RSD
72065 95941 102456 102079 109217 115439
278279 355251 373144 361308 367676 371482
0.2590 0.2701 0.2746 0.2825 0.2970 0.3108
0.2823
0.0189
0.0668
6.68
188473 188136 186667 188823 190780 189219
374872 374947 379057 370107 370450 373502
0.5028 0.5018 0.4925 0.5102 0.5150 0.5066
0.5048
0.0078
0.0154
1.54
230807 241187 269343 260043 257357 277514
239241 256148 294265 294516 280392 291485
0.9647 0.9416 0.9153 0.8830 0.9178 0.9521
0.9291
0.0297
0.0319
3.19
68 68
Lampiran 16. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Sampel (DEHP) No
Data
1 2 3 4 5 6
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6
Tinggi Area DEHP 1887757 1795252 1953955 1893945 1869164 1773105
Tinggi Area BBP 1134075 1131569 1170856 1142026 1154831 1100864 SD RSD %RSD
Ns/Nsi 1.6646 1.5865 1.6688 1.6584 1.6186 1.6106 1.6346 0.0340 0.0208 2.08
69
69
Lampiran 17. Data Uji Keseksamaan (Precision) Instrumen GC-MS Terhadap Sampel (DINP)
No
Data
1 2 3 4 5 6
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 5 ulangan 6
Tinggi Area DINP 42293 44383 36838 40153 43790 41283
Tinggi Area BBP 483572 538550 509356 511899 525539 574216 SD RSD %RSD
Ns/Nsi 0.0875 0.0824 0.0723 0.0784 0.0833 0.0719 0.0793 0.0063 0.0791 7.91
70
70
Lampiran 18. Data Pengujian Sampel (DEHP) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Sampel
Blanko
A
B
C1
C2
Blanko
D1
Ulangan
DEHP
BBP
Ns/Nsi
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
65228 64739 77841 213492 189279 241667 51848 47231 7586086 68344 73860 81187 445650 465860 460383 55129 55672 54780 141908 148395 142199
120641 123891 155555 116534 101989 133869 24080 21342 3694018 118898 129057 153935 90499 97179 97249 24055 23373 22586 36149 38383 37453
0.5407 0.5225 0.5004 1.8320 1.8559 1.8052 2.1532 2.2131 2.0536 0.5748 0.5723 0.5274 4.9244 4.7938 4.7341 2.2918 2.3819 2.4254 3.9256 3.8662 3.7967
Rata-rata Ns/Nsi
SD
%RSD
NS - NB
C (μg/ml)
Migrasi (μg/menit/10cm2)
0.5212
0.0202
3.87
1.8310
0.0253
1.38
1.3098
1.2935
5.99
2.1399
0.0805
3.76
1.6187
1.9726
9.13
0.5582
0.0267
4.78
0.0370
-1.5046
-6.97
4.8174
0.0973
2.02
4.2962
7.8585
36.38
2.3664
0.0681
2.88
3.8628
0.0645
1.67
1.4965
1.7039
7.89
71 71
Lampiran 18. (lanjutan) No 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Sampel D2
E
F
G
Blanko
H1
H2
I
Ulangan
DEHP
BBP
Ns/Nsi
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
549787 536579 523785 607310 564475 748571 698376 689810 914276 626640 585866 759976 2209 2699 2700 16756 19298 18958 15753 18537 18304 22003 22788 22472
97316 95471 92728 68868 66833 94680 66157 64923 91770 70531 68383 92072 13977 18001 17568 19974 21766 21566 26466 30512 29568 38782 39542 37876
5.6495 5.6203 5.6486 8.8185 8.4461 7.9063 10.5563 10.6250 9.9627 8.8846 8.5674 8.2541 0.1580 0.1499 0.1537 0.8389 0.8866 0.8791 0.5952 0.6075 0.6190 0.5674 0.5763 0.5933
Rata-rata Ns/Nsi 5.6395
SD
%RSD
NS - NB 3.2731
C (μg/ml) 5.6094
Migrasi (μg/menit/10cm2) 25.97
0.0166
0.29
8.3903
0.4586
5.47
6.0239
11.6565
5.40
10.3814
0.3642
3.51
8.0150
16.0334
7.42
8.5687
0.3152
3.68
6.2024
12.0487
5.58
0.1539
0.0057
3.72
0.8682
0.0257
2.95
0.7143
-0.0158
-0.07
0.6073
0.0119
1.96
0.4534
-0.5894
-2.73
0.5790
0.0132
2.28
0.4251
-0.6516
-3.02
72
72
Lampiran 18. (lanjutan) No 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Sampel J1
J2
K
Ulangan
DEHP
BBP
Ns/Nsi
1 2 3 1 2 3 1 2 3
11612 11086 11001 13786 13754 13682 20760 24409 24242
15325 15232 14999 21294 21275 21294 37089 42032 40297
0.7577 0.7278 0.7334 0.6474 0.6465 0.6425 0.5597 0.5807 0.6016
Rata-rata Ns/Nsi 0.7397
SD
%RSD
NS - NB 0.5858
C (μg/ml) -0.2984
Migrasi (μg/menit/10cm2) -1.38
0.0159
2.15
0.6455
0.0026
0.40
0.4916
-0.5054
-2.34
0.5807
0.0209
3.60
0.4268
-0.6479
-3.00
73 73
Lampiran 19. Data Pengujian Sampel (DINP)
DINP
BBP
Ns/Nsi
Rata-rata Ns/Nsi
SD
%RSD
1
6385
199795
0.0320
0.0279
0.0070
24.92
2
8052
252587
0.0319
3
3
4875
245269
0.0199
4
1
42293
483572
0.0875
0.0807
0.0077
9.55
2
44383
538550
0.0824
3
36838
509356
0.0723
No Sampel Ulangan 1 2
5 6
Blanko
K
NS NB
0.0528
C Migrasi (μg/ml) (μg/menit/10cm2)
0.3882
1.80
74
74