EVALUASI DAN ANALISIS WASTE PADA PROSES PRODUKSI KEMASAN MENGGUNAKAN METODE FMEA
SKRIPSI
ANISA 0606076942
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2010
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
EVALUASI DAN ANALISIS WASTE PADA PROSES PRODUKSI KEMASAN DENGAN METODE FMEA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik
ANISA 0606076942
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI 2010
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk Telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Anisa
NPM
: 0606076942
Tanda Tangan : Tanggal
: Juni 2010
ii
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : : :
Anisa 0606076942 Teknik Industri Evaluasi dan Analisis Waste pada Proses produksi Kemasan Menggunakan Metode FMEA
Telah siap diujikan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Hj. Erlinda Muslim, MEE
( …………..….......)
Penguji 1
: Ir. Fauzia Dianawati, Msi
( …………..….......)
Penguji 2
: Ir. Amar Archman, MEIM
( …………..….......)
Penguji 3
: Farizal, PhD
( …………..….......)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : Juni 2010
iii
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-NYA, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi gelar Sarjana Teknik Jurusan Industri pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain : (1) Ir. Hj. Erlinda Muslim, MEE. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi in;. (2) Seluruh karyawan Samudra Montaz Packaging Industry, antara lain : Pak Eko selaku supervisor PPIC, Pak Budi supervisor QC, Pak Wisnu, Pak Salim, Pak Lukito dan yang lainnya yang telah banyak membantu penulis dan dalam usaha memperoleh data yang diperlukan; (3) Kedua orang tua, Bapak dan Mama, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril dan materiil kepada peneliti dalam menyelesaikan
peelitian
skripsi
ini,
sehingga
dapat
menamatkan
pendidikannya di Universitas Indonesia ini. Semoga semua yang penulis kerjakan ini dapat memberikan kebanggaan pada kedua orang tua peneliti;
(4) Kakak dan adik saya yang telah memberikan dukungannya agar peneliti tetap semangat menyelesaikan skripsi ini; (5) Saudara-saudara saya lainnya yang juga turut memberikan doa kepada peneliti agar terselesaikannya skripsi ini. (6) Nina Putri Floria sebagai partner skripsi yang juga mengambil data di PT. Samudra Montaz yang telah memberikan saya berbagai e-book dan literatur mengenai lingkungan dan waste. (7) Sekarsari Pratiti, Ema farikhatin, Mutia, Rizky PI, dan Kurnia ASP yang menjadi tempat curahan hati dan selalu mendukung peneliti dalam proses
iv
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
pengerjaan skripsi. Terima kasih kalian semua sudah mau mendengarkan semua curahan hati saya;
(8) Lindi Anggraini yang sering menjadi teman diskusi dalam menggunakan ilmu-ilmu serta tools dalam teknik industri. Terima kasih atas saran, masukkan dan penjelasan-penjelasannya selama ini. (9) Seluruh teman-teman Teknik Industri 2006 lainnya yang telah berjuang bersamasama melewati masa-masa perkuliahan di Teknik Industri hingga mengerjakan skripsi ini. Terima kasih atas semua atas doa, semangat, bantuan, dan kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih banyak kekurangan, baik dalam cara penulisan maupun pengumpulan dan pengolahan data. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari para pembaca agar menjadi masukan untuk penulisan-penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Depok, 21 Juni 2010 Penulis
Anisa NPM. 0606076942
v
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Anisa
NPM
: 0606076942
Program Studi : Teknik Industri Departemen
: Teknik Industri
Fakultas
: Teknik
Jenis karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah yang berjudul : Evaluasi dan Analisis Waste Pada Proses produksi Kemasan Menggunakan Metode FMEA Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (datahouse), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 30 Juni 2010 Yang menyatakan
(Anisa)
vi
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
ABSTRAK Nama
: Anisa
Program Studi
: Teknik Industri
Judul Skripsi
: Evaluasi dan Analisis Waste Pada Proses Produksi Kemasan Menggunakan Metode FMEA
Dalam kondisi perekonomian yang sulit, setiap perusahaan, dalam industri manufaktur khususnya, harus mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Perusahaan harus dapat mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu yang merugikan finansial. Salah satu aspek yang selalu mempengaruhi keuntungan perusahaaan adalah waste hasil proses produksi. Semakin besar waste yang terjadi mengindikasikan semakin banyak bahan baku yang hilang dan terbuang sia-sia dalam proses produksi. Hal ini akan sangat merugikan perusahaan. Oleh karena itu pengendalian, penanganan dan pencegahan terhadap jumlah waste ini mutlak diperlukan oleh perusahaan. Penelitian ini memfokuskan pada upaya untuk mencari solusi-solusi untuk menurunkan atau meminimalisir jumlah waste yang timbul dengan menggunakan FMEA. Mula-mula diidentifikasikan jenis-jenis waste yang timbul, kemudian dicari akar permasalahan terjadinya insiden yang menyebabkan waste (insiden kecacatan), dan dilanjutkan dengan mencari solusi yang mungkin. Dari penelitian diketahui bahwa insiden kecacatan paling sering terjadi pada proses slitting, sehingga dari sini pulalah dihasilkan paling banyak waste. Sementara itu, penyebab utama yang muncul dari insiden pada masing-masing proses adalah gulungan tidak rata pada proses slitiing, muncul garis dari hasil printing, dan kupingan masuk pada proses laminating. Mayoritas kesalahan terjadi karena faktor manusia atau human error. Maka perlu dilakukan beberapa usaha untuk peningkatan dan pengendalian proses.
Kata kunci: waste, FMEA, diagram Pareto, cause-effect diagram, produk kemasan.
vii
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Anisa
Study Program
: Industrial Engineering
Tittle
: Evaluation and Analysis of Waste in Production Process of Packaging Using FMEA Method
In the difficult economic conditions nowadays, every company in the manufacturing industry should be able to compete with other companies. Company must be able to reduce costs that cause the financial disadvantage. One cost that always affects firm profits is the cost of waste in the production process. The more quantity of waste that appear, indicates that there are more material lost in production process. Therefore, the effort to control, treatment and prevention of waste is absolutely needed by the company This research focuses on finding the solutions to reduce and minimize the amount of waste using FMEA method. First things to do is identificate type of waste that appear, then we try to find the root causes of those incidents that cause waste and continues to make some solutions Based on survey results revealed that three of material that affects 80% of the cost of purchasing material is OPP film, PP cosmoplene and ink. The most frequently occurred incident is one that happen in slitting process, also from this incident the most widely waste produced. Meanwhile, the main causes that arise from incident at each process are the uneven rolls at slitting process, lines at printing process, and "kupingan masuk" on laminating process. Most of the mistakes happen from human error factor. So, it is needed to make some efforts to controlling the process and reduce the human error.
Keywords: waste, FMEA, Pareto diagram, cause-effect diagram, packaging.
viii
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... ii PENGESAHAN ..................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
1.PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2
Diagram Keterkaitan Masalah .................................................................. 2
1.3
Perumusan masalah .................................................................................. 4
1.4
Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
1.5
Batasan Penelitian .................................................................................... 4
1.6
Metodologi Penelitian .............................................................................. 5
1.7
Sistematika Penulisan ............................................................................... 8
2. LANDASAN TEORI ........................................................................................ 9 2.1
Proses Produksi ........................................................................................ 9
2.1.1.
Pengertian Proses Produksi ............................................................... 9
2.1.2
Jenis-Jenis Proses Produksi............................................................... 9
2.2
Waste. ..................................................................................................... 11
2.3
Kualitas................................................................................................... 18
2.4
Pareto Diagram ....................................................................................... 21
2.5
Cause-Effect Diagram/ Fishbone Chart ................................................. 22
2.5.1 Definisi Fishbone Chart ........................................................................ 22 2.5.2 Identifikasi Penyebab dalam Fishbone Chart ....................................... 23 2.5.3 Tipe-Tipe Fishbone Diagram ................................................................ 24
ix
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
2.6
FMEA ..................................................................................................... 24
2.6.1 Definisi FMEA ..................................................................................... 24 2.6.2 Prosedur Pelaksanaan FMEA ............................................................... 25 2.6.3 Pengertian Modus Kegagalan ............................................................... 26 2.6.4 Keuntungan dan Keterbatasan FMEA .................................................. 27 2.6.5 Menentukan Severity, Occurrence, Detection, dan RPN ..................... 28
3. METODE PENELITIAN ............................................................................... 29 3.1
Profil Perusahaan .................................................................................... 29
3.1.1
Sejarah Perusahaan ......................................................................... 29
3.1.2
Proses produksi ............................................................................... 30
3.1.3
Jenis Produk .................................................................................... 32
3.2
Pengumpulan Data ................................................................................. 33
3.2.1
Data yang Dibutuhkan .................................................................... 33
3.2.2
Tahap Pengumpulan Data ............................................................... 33
3.2.3
Objek Penelitian .............................................................................. 34
3.2.4
Data Penggunaan Material .............................................................. 36
3.2.5
Data Spesifikasi Harga Material ..................................................... 37
3.2.6
Data Jumlah Waste .......................................................................... 39
3.2.7
Data Insiden Kecacatan ................................................................... 43
3.3
Pengolahan Data ..................................................................................... 45
3.3.1
Pareto Diagram ............................................................................... 45
3.3.2
Fishbone Diagram ........................................................................... 47
3.3.3
FMEA ............................................................................................. 47
4.ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................................. 48 4.1
Analisa Kuantitas Waste......................................................................... 48
4.2
Analisa Penyebab Waste ........................................................................ 49
4.2.1
Penentuan Prioritas Penanganan Kecacatan ................................... 49
4.2.2
Penentuan Penyebab-penyebab Insiden Kecacatan ........................ 50
4.2.3
Model Failure Mode Effect Analysis (FMEA) ............................... 65
4.2.3.1
Pembuatan Cause-Failure Mode-Effect (CFME) ...................... 65
x
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
4.2.3.2 4.2.4
Mengubah Hasil CFME menjadi FMEA ................................... 69 Usulan Perbaikan ............................................................................ 78
4.2.4.1
Problem Identification and Correction Action (PICA).............. 79
4.2.4.2
Mistake Proofing atau Poka Yoke ............................................. 84
5.KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 86 5.1
Kesimpulan............................................................................................. 86
5.2
Saran ....................................................................................................... 87
REFERENSI ....................................................................................................... 89 LAMPIRAN......................................................................................................... 90
xi
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8
Daftar Material untuk Artikel Indomie rasa Sotomie...................... 35 Daftar Kebutuhan Material............................................................. 36 Anggaran Biaya (Pembulatan)........................................................ 38 Kuantitas Waste Hasil Kuesioner.................................................... 40 Laporan Overusage Material........................................................... 42 Laporan Overusage Material Jan-Mei 2010.................................... 43 Data Insiden Kecacatan pada Proses Printing................................ 44 Data Insiden Kecacatan Proses Laminating................................... 44 Data Insiden Kecacatan Proses Slitting.......................................... 44 Insiden keacatan yang Paling Dominan.......................................... 45 Parameter Variabel Severity............................................................ 65 Parameter Variabel Occurrence...................................................... 66 Parameter Variabel Detection......................................................... 66 Hasil Pengolahan FMEA untuk Gulungan Tidak Rata................... 68 Hasil Pengolahan FMEA untuk Garis............................................. 69 Hasil Pengolahan FMEA untuk Kupingan Masuk.......................... 70 Problem Identifictaion and Correction (PICA).............................. 76
xii
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah......................................................... 3 Gambar 1.2 Flowchart Metodologi Penelitian.................................................... 7 Gambar 2.1 Proses Produksi............................................................................... 9 Gambar 2.2 Ishikawa Diagram (Fishbone Chart)............................................... 22 Gambar 2.3 Fishbone Chart Untuk Mengetahui Failure Mode Suatu Masalah 26 Gambar 2.4 Proses dari FMEA.......................................................................... 27 Gambar 3.1 Pabrik PT. SMPI di Cikarang......................................................... 29 Gambar 3.2 Beberapa Produk Kemasan PT. SMPI............................................ 32 Gambar 3.3 Diagram Pareto Material yang Dominan terhadap Harga.............. 39 Gambar 3.4 (a) Persentase Kuantitas Waste OPP Film...................................... 41 Gambar 3.4 (b) Persentase Kuantitas Waste PP Cosmoplene............................. 41 Gambar 3.4 (c) Persentase Kuantitas Waste TInta............................................. 41 Gambar 3.5 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan Printing........................ 45 Gambar 3.6 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan Laminating................... 46 Gambar 3.7 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan Slitting......................... 46 Gambar 4.1 Fishbone Diagram untuk Gulungan Tidak Rata............................ 48 Gambar 4.2 Fishbone Diagram untuk Garis....................................................... 49 Gambar 4.3 Fishbone Diagram untuk Kupingan Masuk.................................... 50 Gambar 4.4 Diagram CFME untuk Gulungan Tidak Rata................................ 62 Gambar 4.5 Diagram CFME untuk Garis.......................................................... 63 Gambar 4.6 Diagram CFME untuk Kupingan Masuk....................................... 64
xiii
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Dalam kondisi perekonomian yang sulit seperti sekarang ini, setiap
perusahaan yang terlibat dalam industri manufaktur harus mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Keuntungan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi setiap perusahaan bisnia yang ingin sukses. Besarnya keuntungan ditentukan oleh penjualan yang kuat dan biaya yang rendah dalam keseluruhan operasi/ kegiatan dalam perusahaan. Penjualan ini sebagian besar ditentukan oleh kualitas yang bagus dan harga yang terjangkau. Meningkatkan kualitas dan mengurangi biaya adalah salah satu tugas yang paling penting untuk setiap perusahaan bisnis.1 Oleh karena itu perusahaan harus terus berusaha meningkatkan produktifitas dan keuntungan mereka namun tanpa melupakan kualitas dari produk yang dihasilkan. Maka perusahaan harus dapat senantiasa mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu yang dapat merugikan finansial perusahaan. Salah satu biaya yang selalu mempengaruhi keuntungan perusahaaan adalah biaya waste hasil proses produksi. Waste merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Waste ini dapat berupa benda padat, cair maupun gas. Hampir semua produk industry akan menjadi waste pada suatu waktu, dengan jumlah yang kirakira setara dengan jumlah konsumsinya. Dalam upaya menganalisa, mengevaluasi dan mengurangi waste ini, salah satu hal yang harus dilakukan perusahaan adalah menganalisa tentang penggunaan material di lapangan. Hal ini karena material merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam suatu proses produksi. Penggunaan material di lapangan seringkali menimbulkan sisa material atau waste yang cukup tinggi, usaha minimalisasi sisa material akan membantu perusahaan untuk meningkatkan keuntungan semaksimal mungkin, di samping itu dapat mengurangi pengaruh dampak lingkungan. Alternatif-alternatif untuk menanggulangi dan meminimalisasi sisa material sekaligus memperbaiki kinerja perusahaan tentunya harus dilakukan. 1
Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGrawHill Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
2
Oleh karen itu perlu dilakukan penelitian mengenai masalah tersebut. Minimalisasi sisa material yang timbul akan membantu perusahaan dalam meningkatkan keuntungan semaksimal mungkin. Beberapa penelitian dinegara maju sudah memperhatikan cara penanggulangan sisa material dengan metode daur ulang (recycling) sisa material, penggunaan kembali (reuse) sisa material dan mengurangi sisa material selama proses produksi berlangsung (reduce). Selain itu juga perlu dipikirkan mengenai usulan mengganti suatu material dengan material lainnya (replace) yang memiliki dampak lingkungan yang lebih sedikit. Namun semua metode itu masih sulit untuk diterapkan karena pada umumnya tempat sampah di Indonesia belum dipilah-pilah menurut jenis sampah, sehingga semua sampah dijadikan satu dalam satu tempat penampungan. Selain itu, dibutuhkan pula aplikasi teknologi yang canggih sehingga membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Maka perlu dicari solusi penanggulangan sisa material yang mungkin dilakukan di Indonesia yang berdasarkan pertimbangan segi biaya, teknologi yang masih sederhana, dan kepedulian terhadap lingkungan. Adapun salah satu perusahaan yang terlibat dalam industri manufaktur adalah PT. Samudra Montaz Packaging industry (PT. SMPI) yang memproduksi produk-produk kemasan. Seperti halnya dengan perusahaan lainnya, dalam setiap proses produksinya PT. SMPI menghasilkan sejumlah waste dan sisa material. Meskipun hanya sedikit namun waste ini akan berdampak pada pengurangan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu peneliti hendak mengevaluasi dan menganalisa tentang kuantitas waste yang terjadi ini. Setelah mengidentifikasikan penyebab-penyebabnya, maka dapat dipilih solusi dalam meminimalisasi jumlah waste ini. 1.2 Diagram keterkaitan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka diagram keterkaitan dari permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah seperti pada Gambar 1.1.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
3
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
4
1.3 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang dan juga diagram keterkaitan masalah yang sudah diuraikan, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai identifikasi waste dan material sisa yang muncul pada suatu kegiatan operasional industri manufaktur, yang akan dilanjutkan dengan menganalisa penyebab timbulnya waste tersebut sehingga dapat memberikan usulan kepada perusahaan mengenai pencegahan timbulnya material yang tidak memiliki value added ini. Selain itu, analisa mengenai waste ini juga akan dilihat dari segi estimasi kerugian biaya yang terjadi. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk Memberikan usulan solusi dalam pengendalian, penanganan dan pencegahan terhadap jumlah waste. 1.5 Batasan Penelitian Untuk mencapai tujuan-tujuan pebelitian di atas, maka ditentukan batasan masalah agar penelitian yang dilakukan juga tidka terlalu melebar. Batasan penelitian itu antara lain: 1. Penelitian dilakukan pada pabrik PT. Samudra Montaz Packaging Industry (PT. SMPI) yang terletak di Cikarang. 2. Proses produksi yang diteliti hanya proses produksi dari salah satu produk yang diproduksi pada perusahaan terkait, yaitu kemasan (artikel) Indomie Sotomie. 3. Pengertian waste pada penelitian ini adalah material sisa yang sudah tidak bisa digunakan yang berlebihan melampaui target penggunaan material yang sudah ditentukan yang dapat disebabkan oleh faktor kecerobohan pekerja, mesin atau peralatan kerja yang tidak berfungsi dengan baik, maupun karena material itu sendiri yang tidak bagus. Sedangkan material sisa yang dimaksud adalah material sisa proses produksi yang masih bisa digunakan kembali untuk proses selanjutnya sehingga tidak perlu dibuang. 4. Pengamatan di lapangan dilakukan selama bulan mei sampai juni 2010. Sedangkan data-data historis yang diambil adalah data proses produksi selama bulan maret hingga bulan mei 2010. Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
5
1.6
Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut ini: 1. Tahap awal penelitian. a. Menentukan topik penelitian yang akan dilakukan. b. Menentukan tujuan penelitian. c. Menentukan batasan-batasan dari penelitian. d. Melakukan studi literatur terhadap landasan teori yang berhubungan dengan topik penelitian, seperti masalah lingkungan, waste, material sisa, penanganan material (material handling), seven tools, dll. 2. Tahap pengumpulan data. Beberapa data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain: 1. Jenis produk, yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara dengan karyawan dan operator PT. SMPI. 2. Proses pembuatan produk, yang didapat dengan melihat proses produksi secara langsung dan juga bertanya kepada operator di lapangan. 3. Material dari komponen yang digunakan, yang diperoleh dari pengamatan dan dokumen perusahaan. 4. Kuantitas material yang digunakan, yang didapat dari dokumen perusahaan. 5. Kuantitas waste dan material sisa yang ada, yang didapat dari dokumen perusahaan dan perhitungan terhadap kuantias pemakain aktual bahan baku. 6. Data biaya pembelian material-material tersebut yang didapat dari dokumen perusahaan. 7. Jumlah produk cacat yang terjadi pada setiap proses produksi yang didapat dari pengamatan langsung di pabrik dan studi data historis dari dokumendokumen perusahaan. 8. Data penyebab cacat yang diperoleh dari pengamatan langsung ke pabrik, wawancara dan juga brainstorming dengan berbagai pihak. 3. Tahap pengolahan data dan melakukan analisis.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
6
1. Membuat
diagram
tulang
ikan
(Fishbone
Diagram)
untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya masalah utama. Fishbone Diagram juga dapat digunakan untuk membuat FMEA dengan terlebih dahulu membuat diagram CFME. Diagram CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan untuk mencaro akar permasalahan dari penyebab yang sudah diketahui. 2. Membuat FMEA (Failure Mode Effect Analysis) untuk memperoleh akarakar pernyebab yang lebih detail dan efek yang ditimbulkan terhadap proses internal. 3. Memberikan usulan langkah-langkah perbaikan (Improvement Phase) untuk meminimalisir kecacatan. Dalam proses ini dilakukan beberapa hal yaitu: (1) menyusun PICA (Problem Identification and Corrective Action) untuk menunjukkan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan; (2) membuat tindakan pencegahan (Preventive Activities) untuk mencegah terjadinya human error. 4. Memberikan usulan pengendalian untuk memonitor dan mengendalikan performa proses (Control Phase) dengan membuat Mistake Proofing sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan manusia (human Error). 4. Tahap akhir, yaitu tahap penarikan kesimpulan. Melakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil pengolahan data dan analisa, dan kemudian memberikan masukan kepada perusahaan mengenai usulan pencegahan dan minimalisasi waste serta material sisa. Keseluruhan metodologi penelitian yang dilakukan digambarkan dalam bentuk diagram alir sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
7
Gambar 1.2 Flowchart Metodologi Penelitian
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
8
1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
standard buku panduan penulisan skripsi yang terdiri dari lima bab. Sedangkan untuk langkah-langkah dari metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam bagan 1.3. Bab 1 adalah pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan dari dilakukannya penelitian, diagram keterkaitan masalah, ruang lingkup permasalahan, manfaat dari penelitian, batasan masalah, metodologi yang akan digunakan dalam penelitian dan juga sistematika penulisan. Bab 2 menjelaskan mengenai landasan teori yang menjadi acuan selama penelitian ini dilakukan. Landasan teori yang dijelaskan adalah tentang proses produksi, waste, manajemen material, seven tools, dll. Dasar teori ini diperoleh dari literatur, artikel, jurnal, skripsi, tesis, disertasi yang terkait dengan objek dan metode penelitian. Bab 3 menjelaskan mengenai profil perusahaan dan perihal pengumpulan data dan juga pengolahannya. Proses pengumpulan data akan dilakukan dengan meninjau beberapa dokumen-dokumen terkait, diskusi dan tanya jawab dengan para ahli dan para karyawan/ pekerja pada bagian perancangan dan produksi, pergudangan, perencanaan dan pengendalian inventory control (PPIC), dan quality control. Data variabel yang telah ditentukan akan diidentifikasi dan disajikan untuk memberikan gambaran awal kepada pembaca.
Bab 4 akan menjelaskan mengenai hasil dari pengolahan data dan juga analisisnya mengenai hasil-hasil yang didapatkan dari pengolahan data tersebut. Dijabarkan pula beberapa solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Bab 5 menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada penelitian ini. setelah itu diberikan pula saran tentang hasil penelitian juga dibahas dalam bab ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
9
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Proses Produksi
2.1.1. Pengertian Proses Produksi Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995). Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.
Gambar 2.1 Proses Produksi (Sumber: http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=178&fname=materi5.html )
Melihat kedua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa proses produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia. 2.1.2 Jenis-Jenis Proses Produksi Jenis-jenis proses produksi ada berbagai macam bila ditinjau dari berbagai segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi menjadi proses kimiawi, proses perubahan bentuk, proses assembling, proses transportasi dan proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 2002). Proses produksi dilihat dari arus atau flow bahan mentah sampai menjadi produk akhir, terbagi menjadi dua yaitu Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
10
proses produksi terus-menerus (Continous processes) dan proses produksi terputus-putus (Intermettent processes). Perusahaan menggunakan proses produksi terus-menerus apabila di dalam perusahaan terdapat urutan-urutan yang pasti sejak dari bahan mentah sampai proses produksi akhir. Proses produksi terputus-putus apabila tidak terdapat urutan atau pola yang pasti dari bahan baku sampai dengan menjadi produk akhir atau urutan selalu berubah (Ahyari, 2002). Penentuan tipe produksi didasarkan pada faktor-faktor seperti: (1) volume atau jumlah produk yang akan dihasilkan, (2) kualitas produk yang diisyaratkan, (3) peralatan yang tersedia untuk melaksanakan proses. Berdasarkan pertimbangan cermat mengenai faktor-faktor tersebut ditetapkan tipe proses produksi yang paling cocok untuk setiap situasi produksi. Macam tipe proses produksi dari berbagai industri dapat dibedakan sebagai berikut (Yamit, 2002): a.
Proses produksi terus-menerus Proses produksi terus-menerus adalah proses produksi barang atas dasar aliran produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan disuatu titik dalam proses. Pada umumnya industri yang cocok dengan tipe ini adalah yang memiliki karakteristik yaitu output direncanakan dalam jumlah besar, variasi atau jenis produk yang dihasilkan rendah dan produk bersifat standar
b.
Proses produksi terputus-putus Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas dasar aliran terusmenerus dalam proses produk ini. Perusahaan yang menggunakan tipe ini biasanya terdapat sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau menunggu untuk diproses, sehingga lebih banyak memerlukan persediaan barang dalam proses.
c.
Proses produksi campuran Proses produksi ini merupakan penggabungan dari proses produksi terusmenerus dan terputus-putus. Penggabungan ini digunakan berdasarkan kenyataan bahwa setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan kapasitas secara penuh.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
11
Waste. Waste merupakan material yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
2.2
proses. Waste adalah apabila sesuatu tidak memberikan nilai tambah, maka merupakan pemborosan (dari buku Henry Ford: “Today and Tomorrow”, 1922 ). Definisi lain dari waste adalah anything other than the minimum amount of equipment, materials, parts, space, and workers’ time, which are absolutely essential to add value to the product (Cho, Toyota). Dalam kehidupan manusia, waste dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi waste pada suatu waktu, dengan jumlah yang kirakira mirip dengan jumlah konsumsi. Industrial waste dapat berasal dari industry mekanik, industry obat-obatan, induatri karet, industri makanan dan minuman, dan lain-lain. Waste ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia dan potongan bahan), perlakukan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastic, kain/lap yang jenus dengan pelarut untuk pembersihan). Waste dari industri bahan kimia yang seringkali beracun, memerlukan perlakukan khusus sebelum dibuang. Waste dapat berada pada setiap fase material; solid (padat), liquid (cair), dan gas. Tujuh
pemborosan
dikenal
sebagai
“MUDA”.
“7-MUDA”
yang
dikembangkan oleh seorang pemimpin di Toyota, Mr. Taiichi Ohno. 1.
Produksi berlebih – Overproduction
2.
Menunggu – Waiting
3.
Memindahkan – Transporting
4.
Proses – Processing
5.
Persediaan – Inventory
6.
Gerakan – Motion
7.
Cacat – Defects
7 type pemborosan atau 7 waste ini tidak ada salahnya untuk kita pelajari sebagai tambahan pengetahuan, syukur kalau proses masing-masing pembaca bisa menemukan formula yang lebih jitu dari yang dipaparkan oleh Toyota. 1.
Produksi berlebih – Overproduction
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
12
Produksi berlebih dapat diartikan menghasilkan sesuatu secara berlebihan atau lebih cepat dari yang dibutuhkan pada tahap berikutnya. Toyota menyimpulkan pemborosan ini adalah yang paling buruk yang sering ditemukan di pabrik. Pemborosan ini disebabkan pembuatan produk lebih banyak jumlahnya dari jumlah yang dibutuhkan. Pada saat permintaan cenderung meningkat, efek dari pemborosan ini mungkin tidak terlihat, namun saat permintaan menurun, efek pemborosan ini berlipat ganda dan pabrik sering terjebak masalah dalam penyelesaian produk yang tidak terjual sebagai persediaan (stock) yang besar.Pemborosan ini akan menghabiskan bahan baku dan meningkatkan upah untuk pekerjaan yang tidak dibutuhkan, membuat persediaan yang tidak perlu yang butuh tambahan penanganan material, ruang penyimpanan dan tambahan kertas-kertas kerja, komputer, serta kerja forklift dan gudang, dan yang lainnya. Lebih jauh lagi kelebihan barang jadi menyebabkan kebingungan tentang apa yang perlu dilakukan lebih dulu. Ini juga mengalihkan konsentrasi karyawan dan menghalangi mereka untuk fokus pada objek atau masalah
yang
muncul
tiba-tiba
sehingga
membutuhkan
tambahan
pengawasan untuk karyawan dalam proses bekerjanya. Karyawan kelihatan sibuk padahal mereka melakukan yang tidak perlu, bahkan membutuhkan tambahan peralatan sehingga keluar biaya lagi. Karena produksi berlebih ini menciptakan banyak kesulitan yang mengaburkan masalah yang lebih besar dan mendasar, sehingga bisa disimpulkan pemborosan ini merupakan pemborosan yang paling buruk dan harus dihilangkan. Pemecahan sederhana, pertama-tama harus dimengerti bahwa mesin dan karyawan tidak harus
dimanfaatkan secara penuh,
selama
masih bisa memenuhi
permintaaan. Jika terjadi produksi berlebih, langkah yang harus dilakukan adalah dengan cara menutup keran, diperlukan keberanian dalam mengambil langkah ini karena masalah yang tersembunyi oleh produksi yang berlebihan akan terungkap. Konsepnya adalah hanya menjadwalkan dan memproduksi apa yang segera bisa dikirim dan memperbaiki changeover mesin atau memperpendek waktu set-up.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
13
Karyawan harus ditanamkan cara berpikir bahwa proses berikutnya adalah “pelanggan-pelanggan mereka”, karena pekerjaan proses berikut menggunakan hasil kerja dari proses sebelumnya. Maka harus dipastikan bahwa hanya karyawan hanya memproduksi sesuai dengan jumlah yang diinginkan pelanggan dengan kualitas tinggi, biaya rendah, dan pada waktu dibutuhkan. 2.
Menunggu – Waiting Yang dimaksud menunggu di sini adalah ketika seseorang atau sesuatu menunggu dengan diam dan tidak mengerjakan aktivitas apapun. atau Setiap saat waktu berjalan barang-barang tidak berpindah atau tidak diolah. Menunggu merupakan salah satu bentuk pemborosan yang sangat kentara dan banyak terjadi di organisasi apapun. Jika pemborosan produksi berlebih tidak mudah untuk diidentifkasi karena karyawan disibukkan oleh pekerjaannya mengurus barang jadi meskipun pekerjaannya tidak menambah nilai produk- tetapi pemborosan menunggu/waktu tunda biasanya lebih mudah dilihat. Kejadian ini muncul karena tidak ada inisiatif untuk menghilangkan pemborosan ini. Masalah menunggu tidak diungkapkan secara jelas dan kadang-kadang masalah diselesaikan sendiri oleh karyawan tanpa diketahui mandornya. Meskipun beberapa mandor lebih suka membiarkan keadaan ini selama masih mencapai target dan sesuai dengan jadwal produksi. Tetapi kondisi seperti itu tidak bisa dibiarkan. Lebih dari 95% material diolah dengan cara pengolahan batch tradisional dan antrian. Material siap proses menghabiskan banyak waktu menunggu untuk diolah atau menunggu proses berikutnya. Hal ini terjadi karena aliran material yang buruk, waktu pengolahan produksi yang terlalu lama, dan jarak antara proses kerja satu ke yang lainnya
terlalu
jauh.
Penanganannya
sebenarnya
mudah
yaitu
menghubungkan antar proses agar pasokan secara langsung dipakai ke dalam proses berikutnya 3.
Memindahkan – Transporting
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
14
Memindahkan atau mengangkut produk dari proses ke proses adalah kegiatan yang tidak menambahkan nilai ke dalam produk. Pergerakan yang berlebihan dan penanganan yang berlebihan bisa menimbulkan kerusakan serta kemungkinan mengakibatkan turunnya mutu produk. Hal ini sering disebabkan oleh layout pabrik yang buruk dimana proses sebelumnya atau proses berikutnya terletak saling berjauhan. Karyawan pengangkut material terbiasa dengan menangani proses pemindahan barang, padahal hal ini memunculkan biaya proses yang tidak menambahkan nilai jika dilihat dari sudut pandang pelanggan. Jika mau diukur, anda akan tercengang setelah mengetahui berapa KM sebuah material berjalan di pabrik sebelum benarbenar jadi sebuah produk. Pemborosan
transportasi
ini
sulit
dihilangkan
karena
proses
pemindahan material dan proses produksi yang menyatu. Kendala yang Sering ditemui adalah sulitnya menentukan urutan proses, proses mana yang harus didahulukan dan proses mana yang harus menjadi proses berikutnya. Untuk menghilangkan pemborosan ini harus ada perbaikan layout, koordinasi proses, metoda transportasi, penyimpanan, dan pengorganisasian tempat
kerja
harus
dipertimbangkan
dengan
sungguh-sungguh.
Tata letak direncanakan dengan baik bisa mengurangi transportasi material yang tidak diinginkan. Selain itu juga bisa menghindarkan penanganan material yang berulang.Dengan memetakan aliran produk bisa membuat pemborosan ini lebih mudah dilihat. 4.
Proses – Processing Metode proses produksi itu sendiri bisa jadi merupakan sumber masalah yang menghasilkan pemborosan. Langsung saya berikan contoh saja. Pekerjaan pemasangan metal, ternyata masih memerlukan pekerjaan tambahan untuk mengikir dan menghaluskan permukaan. Pekerjaan mengikir dan menghaluskan ini seharusnya tidak diperlukan jika proses pembuatan metal ditingkatkan detail serta mempertimbangkan kembali dari perancangan produk metal tersebut. Contoh lain pada suatu barang, aspek-
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
15
aspek pengecatan, pelapisan, atau proses pengencangan baut seharusnya tidak diperlukan lagi dalam pembuatan produk yang diinginkan. Pada operasional mesin bor, karyawan masih harus mendorong bahan agar tekanan bisa sesuai dengan hasil yang diinginkan. Hal ini bisa dipermudah dengan memasang silinder atau rantai otomatis. Dengan kekuatan putaran motor misalnya digunakan untuk mendorong produk yang dikerjakan sehingga bisa mengurangi keterlibatan karyawan. Sering terdengar istilah “membunuh nyamuk dengan bom”, hal ini terjadi di banyak pabrik. Penggunaan perlengkapan dengan tingkat akurasi tinggi dan mahal padahal sebenarnya cukup dengan alat yang lebih sederhana. Lebih parah lagi pabrik-pabrik itu menganjurkannya dengan cara memaksimalkan penggunaan aset (memproduksi dengan cara berlebihan untuk meminimalkan pergantian proses) dengan maksud untuk menutup biaya yang tinggi dari pergantian peralatan ini. Toyota terkenal dengan penggunaan peralatan otomatisasi berbiaya rendah digabungkan dengan manajemen bebas perawatan, bahkan sering menggunakan mesin yang lebih tua, investasi yang minim, perlengkapan yang lebih fleksibel, cellular manufacturing, dan menggabungkan setiap langkah-langkah secara signifikan yang akan mengurangi pemborosan proses yang tidak dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang inovatif yang mempermudah proses sehingga bisa mengurangi pemborosan pada bagian proses ini. 5.
Persediaan – Inventory Seperti yang telah dibahas di atas sehubungan dengan pemborosan kelebihan produksi, persediaan yang berlebihan juga meningkatkan biaya produksi. Persediaan ini membutuhkan tambahan dalam penanganan, ruangan, bunga pinjaman uang, tambahan orang, kertas kerja, dan lainnya. Barang berlebihan dalam proses adalah akibat dari produksi yang berlebihan dan menunggu. Kelebihan persediaan cenderung menyembunyikan masalah di dalam pabrik yang seharusnya bisa dikenali dan diperbaiki untuk meningkatkan kinerja operasionalnya. Bertambahnya persediaan akan menyebabkan meningkatnya lead-time, menghabiskan luas lantai produktif, Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
16
tertundanya
identifikasi
masalah,
dan
menghalangi
komunikasi.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan persediaan itu seharusnya tidak perlu, maka harus mencoba untuk mengurangi tingkat persediaan yang ada, Membuang material yang sudah tidak terpakai serta pengorganisasian tempat penyimpanan atau area kerja. Solusi
yang
ditawarkan
sebagai
berikut:
Diusahakan
tidak
memasukkan bahan baku atau material dalam jumlah yang besar ke dalam pabrik.
Solusinya
adalah
dengan
cara
pengiriman
dicicil.
Tidak
memproduksi barang yang tidak diinginkan oleh proses berikutnya. Membuat produk dalam lot-lot yang kecil sehingga jika suatu saat terdapat perubahan plan yang mendadak tidak menimbulkan loss yang besar. Dengan mulai mengurangi tingkat persediaan, maka dengan mudah akan menemukan lebih banyak masalah-masalah yang harus diarahkan sebelum tingkat persediaan dikurangi lebih jauh. Mengurangi persediaan akan menciptakan aliran langsung dari proses ke proses yang akan menghemat biaya. 6.
Gerakan – Motion Dari pengebangan definisi pemborosan di atas adalah “apapun yang dikeluarkan tetapi tidak menambah nilai pada produk sedapat mungkin harus dihilangkan.” Hal yang harus ditanamkan adalah “bergerak” tidaklah sama dengan “bekerja”. “Bergerak ” tidak otomatis menambah nilai pada produk. Pergerakan tangan, kaki, dan tubuh karyawan tidak selalu menambah nilai pada
produk.
banyak
contoh-contoh
dari
jenis
pemborosan
ini.
Seorang karyawan bisa disibukkan selama 3 jam mencari peralatanperalatan ke sekeliling pabrik tanpa menambah nilai sedikitpun pada produk. Sebaliknya malah menambah biaya produksi dari 3 jam upahnya yang tanpa hasil dan 3 jam waktu produksi yang tertinggal untuk pengiriman ke pelanggan. Mengangkat dan memindahkan mesin dimana pergerakannya bisa dikurangi dengan membuat komponen-komponen atau peralatan yang lebih dekat ke tempat penggunaannya atau bahkan bisa menghilangkan
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
17
pergerakan dengan menggunakan sistem seluncur atau menggunakan ban berjalan. Berjalan juga merupakan pemborosan gerakan, khususnya saat seorang karyawan bertanggung jawab pada pengoperasian beberapa mesin. Untuk itu mesin-mesin tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga waktu pergerakan
karyawan
bisa
dibuat
seminimal
mungkin.
Pemborosan ini berhubungan dengan ergonomi yang bisa dianalisis di semua gerakan seperti menekuk, meregang, berjalan, mengangkat, dan menggapai. Ergonomi juga merupakan persoalan kesehatan, keselamatan dan keamanan bagi karyawan di perusahaan. Pekerjaan dengan gerakan berlebihan sebaiknya dianalisis dan dirancang kembali (dengan MODAPTS) yang melibatkan para karyawan pabrik untuk memperbaiki kinerjanya. 7.
Cacat – Defects Pada saat terjadi cacat produk, karyawan pada proses berikutnya akan menciptakan pemborosan dengan menunggu serta menambah biaya pada produk. Lebih jauh lagi diperlukan kerja ulang terhadap produk atau bahkan produk rusak dan harus dibongkar. Jika cacat terjadi pada proses pemasangan, diperlukan tambahan karyawan untuk membongkarnya kembali
dan
tambahan
komponen
untuk
mengganti
yang
rusak.
Pemisahan material buruk dan material bagus juga membutuhkan tenaga, hal ini juga Menimbulkan pemborosan pada material dan sejumlah karyawan yang digunakan. Bahkan jika produk cacat ditemukan oleh pelanggan setelah dikirim, hal tersebut malah lebih buruk lagi. Tidak hanya biaya jaminan dan tambahan biaya pengiriman tetapi nama baik usaha kita di pasar bisnis akan hilang. Untuk mengatasi masalah ini, harus dibuat sistem yang bisa mengidentifikasi cacat atau kondisi yang dapat mengetahui kerusakan sehingga siapa saja yang ada di tempat itu dapat melakukan tindakan dengan segera. Tanpa sistem itu maka akan banyak rugi waktu. Pada pabrik besar yang dengan mesin-mesin otomatis yang bisa menghasilkan produk dalam waktu singkat harus ada sistem yang otomatis juga dalam mengidentifikasi Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
18
cacat atau kegagalan produk. Bagaimana mesin-mesin ini menghasikan produk yang baik dengan cepat jika tidak membangun sistem pencegahan dengan baik pula. Pemborosan cacat dan produk gagal ini berdampak langsung kepada kelangsungan hidup pabrik dimana produk cacat mengakibatkan kerja ulang atau bahkan harus dibuang (scrap), biaya yang dikeluarkan pun luar biasa. Biaya-biaya ini termasuk mengkarantina persediaan, memeriksa ulang, penjadwalan kembali, dan kehilangan kapasitas. Di banyak pabrik, total biaya dari cacat sangat berarti bagi persentase biaya produksi. Bagaimana akibatnya bila produk cacat ditemukan di pelanggan? Berapakah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan? Oleh karena itu, pencegahan yang paling efektif terhadap produk cacat dan kegagalan produk ini adalah dengan melibatkan karyawan dalam melakukan perbaikan proses yang berkesinambungan. Partisipasi karyawan sangatlah besar dalam mengurangi cacat di proses kerja. Mungkin saja limbah lingkungan yang dihasilkan oleh perusahaan, seperti bahanbahan berbahaya dirilis ke lingkungan, tidak secara eksplisit termasuk dalam tujuh limbah mematikan Sistem Produksi Toyota di atas. Namun, ini tidak berarti bahwa limbah mematikan tidak ada hubungannya dengan lingkungan. Bahkan perusahaan mungkin sudah melihat manfaat yang besar terhadap lingkungan dari implementasi Lean. Hal ini karena limbah lingkungan itu pasti terkait dengan, tujuh limbah mematikan.2
2.3
Kualitas Saat kita mendengar kata kualitas, kita biasanya berfikir tentang kondisi
suatu produk atau pelayanan yang sangat bagus yang memenuhi semua harapan atau ekspektasi kita. Ekspektasi ini berdasarkan pada fungsi yang lebih dengan harga yang terjangkau. 3
2
United States Environmental Protection Agency, 2007, The Lean and Environment Toolkit, United States of America 3 Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGrawHill Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
19
Pada Industri manufaktur, aktivitas yang berhubungan dengan kualitas dapat dibagi menjadi tahap (Park, 1996): 1.
Perencanaan produk: merencanakan fungsi, harga, daur hidup produk, dari produk yang bersangkutan
2.
Perancangan produk: merancang produk agar memiliki fungsi yang sudah ditetapkan pada tahap perencanaan produk
3.
Perancangan proses: merancang proses manufaktur agar memiliki fungsi yang sudah ditetapkan di dalam perancangan produk
4.
Produksi: proses pembuatan produk yang sebenarnya sehingga sesuai sesuai dengan kualitas yang sudah dirancang
5.
Penjualan: aktivitas untuk menjual produk hasil produksi
6.
Servis setelah penjualan: aktivitas pelayanan pelanggan seperti pemeliharaan dan servis produk Sebuah perusaahan perlu untuk membangun sistem kualitas secara
keseluruhan dimana didalamnya seluruh aktivitas berinteraksi untuk memproduksi produk sesuai rancangan kualitas dengan biaya yang minimum. Terdapat tiga karakteristik kualitas yang berbeda di dalam keseluruhan sistem kualitas (Park, 1996): 1.
Kualitas Desain: kualitas perencanaan, perancangan produk dan proses
2.
Kualitas Kesesuaian: kualitas produksi
3.
Kualitas Servis: kualitas dari penjualan dan servis setelah penjualan Beberapa definisi kualitas yang dikemukakan oleh lima pakar Total Quality
Management (TQM) adalah: 1. Juran (1964) Kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu terdiri dari lima ciri utama, yaitu: •
Teknologi, atau kekuatan atau daya tahan
•
Psikologis, yaitu citra rasa atau status
•
Waktu, yaitu kehandalan
•
Kontraktual, yaitu adanya jaminan
•
Etika, yaitu sopan santun, ramah, atau jujur Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
20
Kecocokan penggunaan produk yang memenuhi permintaan pelanggan adalah ciri-ciri produk berkualitas tinggi. 2. Crosby (1979) Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandardkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi. 3. Deming (1986) Kualitas
adalah
konsumen.perusahaan
kesesuaian harus
dengan
kebutuhan
benar-benardapat
memahami
pasar
atau
apa
yang
dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan 4. Feigenbaum (1983) Kualitas merupakan sesuatu yang perlu dilakukan terhadap kombinasi karakteristik
rekayasa dan manufaktur produk yang menentukan tingkat
dimana produk dapat memenuhi ekspektasi pelanggan 5. Garvin Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun dari kelima definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen – elemen sebagai berikut: •
Kualitas mencakup usaha memenuhi atau meebihi harapan pelanggan
•
Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
•
Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).
6. Taguchi (1987) Kualitas merupakan kerugian yang ditimbulkan oleh produk terhadap masyarakat setelah produk tersebut dikirimkan, terpisah dari kerugiankerugian lain yang disebabkan fungsi internal. Definisi taguchi terhadap kualitas berbeda dengan definisi pada umumnya. Kerugian yang dimaksud dapat disebabkan oleh variabilitas fungsi, atau dari efek samping yang berbahaya. Karena itu, jika produk mengorbankan masyarakat nol kerugian, maka produk tersebut terbuat dari kualitas terbaik. Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
21
2.4
Pareto Diagram Diagram pareto adalah salah satu dari 7 quality tools yang ada. Fungsi dari
Diagram Pareto adalah untuk dipergunakan mengidentifikasi dan mengevaluasi tipe-tipe/jenis-jenis Non Conformance. Pareto Chart dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19. Pareto Diagram digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil disebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan Pareto Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab suatu waktu. Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut frekuensi
terjadinya,
menurut
biaya,
menurut
waktu
terjadinya,
dapat
diungkapkan berbagai prioritas penanganannya tergantung pada kebutuhan spesifik yang ada. Dengan demikian tidak dapat begitu saja ditentukan bar yang terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya. Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang digunakan dalam membuat diagram pareto adalah (Eugene L. Grant, 1988): mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Jika pengkategorian Peta Kontrol sudah dibuat maka untuk membuat identifikasi ini adalah mudah. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu: -
Menentukan masalah yang akan diteliti.
-
Menentukan
data
apa
yang
akan
diperlukan
dan
bagaimana
mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu. -
Menentukan metode dan periode pengumpulan data.
-
Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
22
-
Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah.
-
Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total kejadian secara kumulatif.
-
Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.
-
Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut. Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting.
2.5 Cause-Effect Diagram/ Fishbone Chart 2.5.1 Definisi Fishbone Chart Ishikawa Diagram (juga disebut dengan Fishbone Chart) adalah suatu diagram yang menunjukkan penyebab dari suatu kejadian tertentu. Penggunaan umum dari fishbone chart ini adalah pada proses desain produk, yang gunanya untuk mengidentifikasi faktor potensial yang menyebabkan beberapa efek.
Gambar 2.2 Ishikawa Diagram (Fishbone Chart) (Sumber : http://www.envisionsoftware.com/Management/Fishbone_Diagram.html) Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
23
Fishbone Chart atau Ishikawa Diagram ini digunakan pertama kali oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1960. Beliau merupakan pionir dalam proses manajemen kualitas di perusahaan Kawasaki dan menjadi salah satu pendiri dari disiplin ilmu manajemen modern. Bersama dengan histogram, Pareto chart, check sheet, control chart, flowchart dan scatter diagram, fishbone chart termasuk ke dalam 7 alat dalam meningkatkan kualitas dari suatu sistem. Fishbone diagram digunakan pada ketika ingin meneliti kemungkinan penyebab dari sauatu permasalahan. 2.5.2 Identifikasi Penyebab dalam Fishbone Chart Penyebab yang ada dalam fishbone chart ini biasanya terdiri dari beberapa kumpulan penyebab. Dalam mengidentifikasi penyebab-penyebab tersebut dapat menggunakan suatu acuan yang disebut dengan 6M4. Variabel-variabel yang termasuk ke dalam 6M adalah sebagai berikut : 1.
Man
2.
Machine
3.
Methode
4.
Materials
5.
Money, and
6.
Mother nature (environment) Variabel Man mengidentifikasi penyebab timbulnya suatu kejadian dari
sisi pekerja atau operator yang berkaitan langsung dengan kejadian tersebut. Variabel Machine mengidentifikasi penyebab dari sisi peralatan dan mesin-mesin yang digunakan. Variabel Methode mengidentifikasi penyebab dari sisi metode yang digunakan oleh si operator. Variabel Material mengidentifikasi penyebab dari sisi material yang digunakan. Variabel Money mengidentifikasi penyebab dari sisi keuangannya. Sedangkan variabel Mother Nature mengidentifikasi penyebab dari sisi lingkungan tempat operator bekerja. Salah satu cara untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab ini adalah dapat dengan menggunakan teknik ‘5 Whys’. Tulang yang paling banyak berisi
4
Anonim. Ishikawa Diagram. < http://en.wikipedia.org/wiki/Ishikawa_diagram>, (modifikasi terakhir pada 11 Mei 2009, diakses pada 25 Mei 2009)
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
24
penyebab dapat disimpulkan sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya suatu kejadian. Konsep Ishikawa diagram atau fishbone chart dapat didokumentasikan dan dianalisa dengan menggunakan matriks. 2.5.3 Tipe-Tipe Fishbone Diagram Variasi yang terdapat pada fishbone diagram adalah sebagai berikut5: • Cause enumeration diagram • Process fishbone • Time-delay fishbone • CEDAC (cause-and effect diagram with addition of cards) • Desired-result fishbone • Reverse fishbone diagram
2.6.
FMEA
2.6.1 Definisi FMEA Definisi FMEA adalah suatu metode analisa potensi kegagalan, yang dilakukan sebelum desain produk direalisasikan (disebut design FMEA) dan/ atau sebelum proses produksi masal dimulai (disebut proses FMEA). Tujuan dari FMEA sendiri adalah sebagai “tindakan antisipasi” terhadap kemungkinan munculnya kegagalan, sehingga kegagalan tersebut dapat dicegah atau dikurangi risikonya. Pada umumnya, FMEA adalah suatu pendekatan sistem yang melibatkan analisis terhadap keseluruhan sistem untuk menentukan efek dari kegagalan komponen atau subsistem pada: 1. Seluruh aspek performa sistem 2. Kemampuan untuk mencapai tujuan dan persyaratan performa yang telah ditentukan. Dari definisi FMEA diatas dapat disimpulkan bahwa FMEA adalah suatu perangkat yang ditujukan untuk melakukan langkah pencegahan yang paling penting dalam sistem, desain, proses atau pelayanan (servis) untuk mencegah kegagalan dan kesalahan sebelum sampai pada pelanggan. FMEA memiliki 5
Tague, Nancy R., 2005, The Quality Toolbox Second Edition, ASQ Quality Press, Milwaukee
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
25
sasaran
untuk
mencegah
kerusakan,
mempertinggi
keselamatan,
dan
meningkatkan kepuasan konsumen. FMEA dilakukan pada tahap desain produk atau pada tahap proses pengembangan. Meskipun demikian melakukan FMEA pada produk dan proses yang sudah ada, juga memberikan manfaat yang sangat besar.
2.6.2
Prosedur Pelaksanaan FMEA Pelaksanaan
FMEA
sendiri
sangat
bervariasi
namun
semua
metodepenerapan bersumber pada standar yang dikeluarkan organisasi militer Amerika Serikat yang dikenal sebagai US MIL-STD-1629 yang berjudul Procedure for Performing of FMECA. Variasi yang dikemukakan banyak pakar seperti Prof. Hitoshi Kume berprinsip mengenali semua kecenderungan kegagalan pada setiap komponen pada suatu sistem dan memastikan efeknya pada operasi sistem. Pelaksanaan FMEA didasari oleh dua macam pendekatan yaitu pendekatan perangkat keras (hardware approach) dan pendekatan fungsi (functional approach). Pada pendekatan perangkat keras yang dipertimbangkan adalah kegagalan perangkat keras yang aktual seperti hubungan arus pendek, korosi dan kebocoran. Sedangkan pada pendekatan fungsi digunakan saat suatu item perangkat keras tidak bisa diidentifikasi secara unik atau pada saat fase desain dimana suatu perangkat keras belum sepenuhnya didefinisikan. Perlu diperhatikan bahwa kecenderungan kegagalan fungsional dapat menjadi efek kegagalan perangkat keras pada FMEA dengan pendekatan perangkat keras. FMEA sendiri dapat dilakukan dengan kombinasi kedua pendekatan di atas. Rao meringkas langakah-langkah dalam menerapkan FMEA dengan menganggap FMEA sebagai suatu metode semi-kuantitatif sebagai berikut : a.
Identifikasi seluruh kecenderungan kegagalan pada sistem.
3.
Definisikan hubungan antara penyebab, efek dan bahaya dari setiap kecenderungan kegagalan tersebut.
4.
Berikan prioritas dari masing-masing kecenderungan relatif terhadap probability of occurance, severity and detection capability.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
26
5.
Susun tindakan perbaikan yang merupakan follow up dari setiap kecenderungan kegagalan.
2.6.3
Pengertian Modus Kegagalan Hal yang paling fundamental dalam penerapan FMEA adalah mengerti
tentang konsep Modus Kegagalan (Failure Mode Concept). Modus kegagalan bukanlah kegagalan itu sendiri melainkan satu klasifikasi dari kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat pada kegagalan (a class of undesirable phenomena that can result in failure). Demikian juga, modus kegagalan bukanlah penyebab aktual dari kegagalan. Dari sisi penyebab, modus kegagalan adalah satu klasifikasi dari kejadian yang tidak diinginkan yang diakibatkan oleh suatu penyebab tertentu.
Gambar 2.3 Fishbone Chart Untuk Mengetahui Failure Mode Suatu Masalah (Sumber : http://www.quality-one.com/services/fmea.php)
Modus kegagalan adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan yang terletak antara kegagalan dan penyebabnya.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
27
Gambar 2.4 Proses dari FMEA
2.6.4
Keuntungan dan Keterbatasan FMEA Keuntungan yang didapatkan dari penggunaan metode FMEA dalam
menganalisa suatu kasus dalam manajemen risiko adalah sebagai berikut6: •
Meningkatkan kualitas, reliability, dan kemanan dari suatu produk atau proses.
•
Meningkatkan citra perusahaan dan daya saing.
•
Meningkatkan kepuasan pengguna.
•
Mengumpulkan informasi untuk menurunkan kegagalan di masa yang akan datang.
•
Identifikasi awal dan eliminasi potensi moda kegagalan.
•
Menekankan pencegahan masalah.
•
Meminimalkan perubahan akhir dan biaya terkait.
•
Mengurangi kemungkinan kejadian kegagalan yang sama di masa yang akan datang. Sedangkan beberapa keterbatasan yang ada pada metode FMEA adalah
karena FMEA sangat bergantung pada para anggota kelompok yang menguji kegagalan dari suatu produk, hal itu sangat bergantung pada pengalaman dari kegagalan sebelumnya. Jika suatu moda kegagalan tidak dapat diidentifikasi, bantuan eksternal sangat dibutuhkan dari konsultan yang sangat mengerti dengan tipe dari kegagalan produk. FMEA merupakan bagian dari sistem pengendalian kualitas, dimana proses dokumentasi sangat penting untuk dilakukan.
6
Anonym. Failure Mode and Effect Analysis. September 2008.
, (update terakhir 29 April 2009, diakses pada 11 Mei 2009)
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
28
2.6.5
Menentukan Severity, Occurrence, Detection dan RPN Setelah memehami proses produksi, langkah berikutnya dalam FMEA
adalah melakukan identifikasi serta memperkirakan semua kerusahakan yang terjadi. dalam identifikasi tersebut dapat ditentukan besarnya RPN (Risk Priority Number) berdasarkan 3 kriteria, yaitu: 1.
Severity, yaitu mengidentidikasi tingkat keseriusan akibat sebuah kerusakan yang dilihat dari sudut pandang keseluruhan sistem yang ada
2.
Occurrence, yaitu mengidentifikasi tingkat frekuesi/ keseringan terjadinya kerusakan.
3.
Detection, yaitu mengidentifikasi kemungkinan/ probabilitas bahwa suatu kerusakan dapat ditemukan. Dari keriga criteria tersebut kemudian dilakukan penilaian dengan
memberikan bobot (dapat digunakan skala 1-10 atau 1-5) untuk setiap criteria. Setelah itu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan RPN dengan mengalikan ketiga criteria tersebut. Dari hasil perhitungan RPN dilakukan pengurutan berdasarkan nilai RPNnya, dimulai dari nilai terbesar hingga terkesil. Komponen yang mempunyai nilai RPN terbesar adalah komponen paling kritis. Dari urutan tersebut dapat ditentukan komponen mana yang kritis dan tidak, sehingga dapat ditentukan skala prioritas pemeliharaan yang lebih baik. dengan demikian dapat dilakukan langkah pencecahan untuk mecegah terjadinya kerusakan-kerusakan potensial pada mesin dan peralatan yang ada pada masa mendatang.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
29
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Profil Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Samudra Montaz Packaging Industries (PT. SMPI) masuk ke dalam dunia industri fleksibel packaging, berawal dari industri kemasan sachet gula, garam, merica, dll yang disuplai untuk hotel-hotel dan restoran di seluruh Indonesia. Pada tahun 1974, PT. SMPI didirikan, berlokasi di daerah klender – Jakarta Timur, tepatnya di Jl. Pahlawan Revolusi No. 74, atas prakarsa dari Bapak H.T. Zagloel, SE. Perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1978 dengan masuknya mesin packaging fleksible (rotogravure, laminasi, dan beberapa mesin potong). Setelah itu, perusahaan ini selain memproduksi kemasan sachet, juga membuat kemasan untuk makanan, minuman, kosmetik, farmasi, insektisida, jamu, dll. Sejalan dengan pesatnya kebutuhan akan kemasan fleksibel, maka PT. SMPI juga meningkatkan jumlah karyawan dari 60 orang menjadi 250 orang. Hal ini mengingat jumlah kapasitas mesin dan banyaknya pesanan kemasan yang diterima, sehingga produksi dituntut untuk beroperasi selama 24 jam. Pada tahun 1996, didirikan pabrik kedua yang berlokasi di Cikarang dengan luas tanah kurang lebih 12,000 m2, dilengkapi dengan mesin-mesin laminasi dan tenaga kerja pendukung. Pada Gambar 3.1 dibawah dapat dilihat pabrik PT. SMPI yang ada di Cikarang.
Gambar 3.1 Pabrik PT. SMPI di Cikarang Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
30
Hingga saat ini PT SMPI telah memiliki hampir 200 customer yang terdiri dari perusahaan-perushaan besar hingga perusahaan kecil. Sebagai pelopor dalam pembuatan kemasan, saat ini PT. SMPI merupakan supplier terbesar dalam industri packaging di Indonesia. Dengan meraih 90% market share dari banyak hotelhotel bintang lima dan restoram-restoran ternama, menjadikan PT. SMPI sebagai market leader dalam bisnis ini.
3.1.2 Proses produksi PT. Samudra Montaz Packaging Industries (PT. SMPI) adalah sebuah
perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan packaging (kemasan) dari berbagai jenis produk hasil industry manufaktur lainnya seperti makanan, minuman, obat obatan, dan lain lain. Proses produksi yang dilakukan adalah berdasarkan pesanan (job order), dengan desain produk ditentukan oleh konsumen eksternal. Kegiatan produksi yang dilakukan tidak rutin dan berbeda beda urutannya sesuai dengan jenis pesanannya sehingga pengendalian produksinya menjadi lebih rumit. Berdasarkan proses produksinya, produk yang dihasilkan dibedakan atas dua jenis, yaitu : a.
Kemas bentuk (Fine Flexible Packaging), merupakan kemasan jadi yang masih dalam bentuk gulungan atau roll untuk diproses lebih lanjut oleh konsumen yang bersangkutan.
b.
Pengemasan (packaging), merupakan kemasan jadi yang sudah diproses lebih lanjut sehingga produk akhirnya berbentuk kantong (bag). Bahan baku yang digunakan di PT SMPI ini sesuai dengan permintaan dari pelanggan, yaitu : •
OPP (Oriented Poly Prophylen) Film
•
PET (Poli Esther)
•
Litho Paper
•
Alumunium Foil
Pemakaian bahan baku tersebut disesuaikan dengan desain dan kesepakatan yang telah disetujui oleh customer yang tercantum dalam SIP (Standar Instruksi Pengerjaan). Secara garis besar proses produksi di PT SMPI terdiri dari :
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
31
1.
Printing (pencetakan) Dalam proses ini terdapat mesin printing yang berfungsi untuk mencetak gambar dan tulisan suatu produk pada permukaan film atau kertas sesuai dengan pesanan customer. Terdapat 2 jenis mesin printing yang digunakan oleh PT. Ssmudra Montaz, yaitu GR-6 dan GR-8. Sesuai namanya, GR-6 digunakan untuk mencetak kemasan yang memiliki 6 komposisi warna. Sedangkan GR-8 untuk kemasan dengan 8 warna. Namun tidak jarang juga artkel yang memiliki 6 warna dicetak menggunakan mesin GR-8.
2.
Laminating (pelapisan) Proses laminasi ini berfungsi untuk melapisi suatu kemasan berupa film atau kertas yang sudah dicetak pada mesin printing. Pada PT SMPI ini, proses laminasi dibagi atas dua jenis : a.
Dry laminating, adalah proses laminasi yang dilakukan dengan menggunakan adhesive (lem) yang dikeringkan dengan dryer.
b.
Extrusion Laminating, adalah proses laminasi yang dilakukan dengan cara mencurahkan resin yang telah dicairkan atau menggunakan adhesive untuk laminasi tambahan dari bahan aluminium foil atau litho paper.
3.
Slitting (pemotongan) Pada proses ini hasil dari proses laminasi yang berbentuk roll jumbo dipotong menjadi beberapa bagian dengan menggunakan mesin slitting. Selain pemotongan, pada mesin ini dilakukan pemeriksaan atau pengecekan kualitas produk hasil proses pencetakan dan laminasi dengan cara mencari bagian bagian yang rusak untuk kemudian diberi tanda untuk dibuang.
4.
Bag Making Pada proses ini dilakukan penyekatan (sealing), pada sisi tengah (center sealing) maupun sisi samping (side sealing) dari kemasan yang sudah dicetak dan dilaminasi.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
32
3.1.3 Jenis Produk Adapun produk produk kemasan yang dihasilkan oleh perusahaan ini antara lain : a.
Kemasan instan noodle, seperti: Indomie
b.
Kemasan jamu, seperti: beras kencur jamu komplit, jahe wangi komplit, outer jamu komplit sido muncul, dll.
c.
Kemasan ice cream, seperti: Indoeskrim meiji, Campina, dll
d.
Kemasan snack, seperti: biscuit regal 125 gr, dll
e.
Kemasan agar agar, seperti: agar agar bintang wallet, agar agar dunia wallet, dll
f.
Kemasan minuman, seperti: lid cup air mineral, dll
g.
Kemasan gula, garam, dan merica sachet, seperti: Mc Donald, Dunkin Donuts, Grand Hyatt Hotel
Beberapa jenis produk kemasan PT. SMPI dapat dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini:
Gambar 3.2 Beberapa Produk Kemasan PT. SMPI
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
33
3.2 Pengumpulan Data 3.2.1 Data yang Dibutuhkan Berikut ini adalah data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini: 1.
Jenis Artikel produk
2.
Proses produksi yang dilewati
3.
Jenis dan jumlah bahan baku utama dan pembantu
4.
Spesifikasi harga dari masing-masing material
5.
Jumlah sisa material dan waste yang dihasilkan
6.
Jumlah produk cacat yang terjadi pada setiap proses produksi
7.
Data penyebab cacat
3.2.2 Tahap Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian, tahap pengumpulan data merupakan salah satu tahap yang penting. Dalam melakukan proses pengumpulan data ini, setiap data yang dibutuhkan harus dapat didefinisikan dengan baik, sehingga proses pengambilan data pun tidak dilakukan dengan sia-sia. Data yang didapatkan memang benar-benar data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu: 1.
Studi literatur Tahap pertama yang dilakukan adalah memperlajari tentang teori dan topik yang akan dibahas. Dalam proses ini, semua teori yang berhubungan dengan topik “waste” dan “material sisa” dikumpulkan dari berbagai sumber; buku, jurnal, internet, dll.
2.
Pengamatan secara langsung Pengataman secara langsung di lapangan bertujuan untuk mempelajari bagaimana proses produksi dalam setiap tahapnya berlangsung serta mengamati bagaimana material-material itu digunakan. Selanjutnya adalah melihat sisa material dan waste yang terjadi di lapangan, jenisjenisnya, serta penyebabnya.
3.
Pengumpulan data historis Tahap pengumpulan data historis merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian ini, karena dari data historis itulah diketahui jenis-jenis material yang digunakan, jumlah serta spesifikasinya, hingga jumlah Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
34
waste-nya yang merupakan salah satu data dokumentasi departemen Quanlity Control (QC). 4.
Wawancara dan Tanya Jawab Wawancara dan Tanya jawab ini dilakukan dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan material dan proses produksi produk. Peneliti kurang lebih sudah mewawancarai 4 orang yang berasal dari divisi berbeda, yaitu Gudang, PPIC, Produksi, dan Quality Control. Sementara, kegiatan tanya jawab secara singkat telah dilakukan dengan banyak pekerja baik dari divisi Produksi maupun Quality. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau uraian tentang kuantitas sisa material yang terjadi di lapangan, sumber dan penyebab timbulnya sisa material berdasarkan pengetahuan masing-masing orang.
3.2.3 Objek Penelitian Seperti yang telah dijelaskan di atas, PT SMPI memproduksi banyak jenis kemasan. Produk-produk tersebut disebut artikel. Untuk memudahkan penelitian, peneliti mengambil satu jenis artikel saja untuk diteliti mulai dari komposisi materialnya hingga proses produksi yang dilalui. Artikel itu adalah artikel Indomie rasa sotomie. Oleh karena produksi artikel yang tidak tentu dan sesuai dengan order dari customer, maka periode proses produksi untuk setiap artikel pun dilakukan berbeda-beda. Ada artikel yang diproduksi secara continuous dan ada juga yang diproduksi hanya sekali-kali namun langsung dalam jumlah yang besar. Hal itulah yang berlaku bagi artikel Indomie Rasa Sotomie ini. Maka peneliti mengambil salah satu data historis produksi artikel ini yang dilakukan pada bulan maret 2010 kemarin, dengan pertimbangan rentang waktu yang belum terlalu lama berlalu. Dari hasil studi lapangan diketahui bahwa artikel Indomie Rasa Sotomie melalui proses-proses berikut ini: 1.
Printing Proses penyetakan artikel ini dilakukan menggunakan mesin GR-6, karena artikel hanya memiliki 6 komposisi warna.
2.
Extrusion laminating
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
35
Setelah dicetak, artikel kemudian dilapisi dengan resin yang telah dicairkan. Hal ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai proses-proses yang terjadi di PT. SMPI 3.
Slitting Artikel kemudian digulung dan dipotong sesuai dengan ukuran. Biasanya 1 roll jumbo itu dipotong/ dibagi menjadi 4 roll kecil.
4.
Rewinding Setelah dipotong, artikel diperiksa kembali untuk melihat apakah terdapat kecatatan atau tidak dan apakah pemotongan yang dilakukan sudah tepat.
5.
Packaging Artikel Indomie yang sudah jadi dan telah dipotong kemudian dibungkus menggunakan plastik bening. Prosedur pengepakan ini sesuai dengan permintaan customer serta jarak distribusi artikel. Sehingga ada juga artikel yang dibungkus menggunakan ketas buram bahkan kayu.
Sementara itu dari data historis, peneliti mengetahui bahwa artikel Indomie rasa Sotomie ini menggunakan beberapa material utama dan material pembantu. Daftar material untuk artikel Indomie rasa sotomie tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut: Table 3.1 Daftar Material untuk Artikel Indomie Rasa Sotomie NAMA MATERIAL UTAMA
MATERIAL TINTA
MATERIAL SOLVENT LAIN LAIN
OPP FILM 20µ PP COSMOPLENE FC 9413 MB HAIMASTER WHITE 1777 OPP RED OPP GREEN OPP MEDIUM GOPP OPP WHITE GOPP OPP YELLOW GOPP OPP GREY GOPP OPP BLUE PPL BLACK ETHYL ACETATE METHYL ETHYL KETONE TOLUENE PAPER CORE POLOS
JENIS plastik bijih plastik bijih plastik
cairan
karton
UKURAN 1140 mm x 8000 m 25 Kg/ Zak 25 Kg/ Zak 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 18 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 180 Kg/ Drum 165 Kg/ Drum 170 Kg/ Drum 1500 x 76 x 7 m
(Sumber: PT. Samudra Montaz Packaging Industries) Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
36
3.2.4 Data Penggunaan Material Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, produk yang dipilih dalam penelitian ini adalah artikel Indomie Sotomie. Artikel ini membutuhkan beberapa bahan baku material dengan jenis dan jumlah yang berbeda. Daftar jenis material yang dibutuhkan beserta jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini: Tabel 3.2 Daftar Kebutuhan Material PRODUK JADI JUMLAH UKURAN
: ARTIKEL INDOMIE RASA SOTOMIE : 1306 ROLL : 280 mm x 1500 m PER-ROLL
NAMA MATERIAL UTAMA
MATERIAL TINTA
MATERIAL SOLVENT LAIN LAIN
JENIS
UKURAN
OPP FILM 20µ
Film plastik
1140 mm x 8000 m
PP COSMOPLENE FC 9413 MB HAIMASTER WHITE 1777 OPP RED OPP GREEN OPP MEDIUM GOPP OPP WHITE GOPP OPP YELLOW GOPP OPP GREY GOPP OPP BLUE PPL BLACK ETHYL ACETATE METHYL ETHYL KETONE TOLUENE PAPER CORE POLOS
Bijih Plastik Bijih plastik
25 Kg/ Zak 25 Kg/ Zak 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 18 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 15 Kg/ Kaleng 180 Kg/ Drum 165 Kg/ Drum 170 Kg/ Drum 1500 x 76 x 7 m
cairan
kertas
JUMLAH 10368.70 499744.55 7740 668.12 15 416 335 246 1252 65 57 77 1120 240 1040 300
SATUAN Kg m Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Buah
(Sumber: Data Perusahaan)
Data diatas merupakan jumlah kebutuhan material untuk produksi artikel Indomie Sotomie pada bulan Maret 2010, yaitu dari tanggal 17 Maret 2010 sampai 30 Maret 2010. Seperti yang terlihat dari gambar di atas, artikel Indomie Sotomie itu diproduksi sebanyak 1306 Roll sesuai dengan permintaan konsumen. Jumlah permintaan ini berbeda-beda setiap kalinya, serta tidak tentu waktu produksinya. Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui berapa rincian kebutuhan material untuk memproduksi satu buah artikel Indomie Sotomie. Namun dari data di atas kita dapat menghitung sendiri estimasi kebutuahn material per-satuan artikel tersebut. Sementara itu, penjelasan mengenai spesifikasi material yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
OPP Film Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
37
Plastik film yang digunakan untuk mencetak artikel adalah plastik jenis Orirnted Polypropylene dengan ketebalan 20µ. Palstik ini berfungsi untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap kelembaban. Jenis plastik ini biasa digunakan untuk mengemas makanan, produk tekstil, farmasi, dll. 2.
PP Cosmoplene PP Cosmoplene atau Polypropylene Cosmoplene adalah bijih plastik yang digunakan untuk melapisi plastik film. Dalam prosesnya, mula-mulai bijih pastik dicairkan kemudian ditempelkan kepada lembaran plastik untuk menghasilkan ketebalan tertentu.
3.
MB Haimaster Haimaster adalah campuran zat warna organik, minyak pelumas tidak beracun dan resin Polyethylene dengan kepadatan rendah. Serupa dengan PP Cosmoplene,
material ini juga berwujud bijih plastik yang digunakan pada proses laminating. MB Haimaster digunakan untuk memutihkan bagian dalam pastik film sehingga tidak terlalu bening. 4.
Tinta Terdapat banyak jenis tinta yang digunakan untuk artikel ini. Namun dalam proses penyetakannya (printing), jenis-jenis tinta ini dicampur dan dikombinasikan agar mendapatkan warna yang diinginkan. Artikel ini membutuhkan 6 kombinasi warna dan dicetak menggunakan mesin GR6.
5.
Pelarut Tinta (Solvent) Solvent digunakan untuk melarutkan dan mengencerkan tinta. Jumlah solvent yang digunakan tentunya bergantung pada jumlah tinta.
6.
Paper Core Polos Paper core adalah tabung yang menjadi tempat untuk menggulung lembaran kertas, plastik, dsb. Meski telah melalui berbagai proses dan campuran material, bahan utama dari paper core adalah kertas.
3.2.5 Data Spesifikasi Harga Material Dari seluruh material yang sudah dijelaskan di atas, hanya beberapa material yang akan diteliti dalam penelitian ini. Adapun pemilihan material ini dilakukan dengan analisa diagram pareto dari data biaya pembelian material. Hal ini agar Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
38
upaya minimalisasi waste material ini dapat lebih tepat sasaran dengan melihat material mana yang memiliki kontribusi paling besar terhadap biaya pembelian material, sehingga waste dari material-material itulah yang lebih diutamakan untuk diminimalisasikan. Daftar harga (yang telah mengalami pembulatan) untuk masing-masing material dapat dilihat dari Tabel 3.3 di bawah ini: Tabel 3.3 Anggaran Biaya (Pembulatan) Tahun 2010 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Material OPP Film PP Cosmoplene OPP Red OPP Green OPP Medium OPP White OPP Yellow OPP Grey OPP Blue New PPL Black MasterBatch Haimaster Ethyl Methyl Toluene Paper core
Jumlah (a) 10368.70 meter 7740.88 kg 15 kg 416 kg 335 kg 246 kg 1252 kg 65 kg 57 kg 77 kg 668.12 kg 1120 kg 240 kg 1040 kg 300 buah TOTAL BIAYA
Harga per satuan (b) Rp 17,000.00 Rp 16,000.00 Rp 30,000.00 Rp 30,000.00 Rp 17,000.00 Rp 20,000.00 Rp 23,000.00 Rp 23,000.00 Rp 26,000.00 Rp 23,000.00 Rp 25,000.00 Rp 9,500.00 Rp 12,000.00 Rp 9,000.00 Rp 17,000.00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total Harga (a x b) 176,267,900.00 123,854,080.00 450,000.00 12,480,000.00 5,695,000.00 4,920,000.00 28,796,000.00 1,495,000.00 1,482,000.00 1,771,000.00 16,703,000.00 10,640,000.00 2,880,000.00 9,360,000.00 5,100,000.00 401,893,980.00
(Sumber: Data Perusahaan) Maka dari hasil diagram pareto dihasilkan bahwa material perlu mendapatkan perhatian khusus mengenai penanganan waste adalah OPP Film, PP Cosmoplene, dan Tinta. Diagram Pareto yang menunjukkan dominasi ketiga material tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
39
Pareto Chart of C2 100
400000000
Count
60 200000000 40 100000000
20 0
0 C2 p op
fil
m
pp
Count Percent Cum %
Percent
80
300000000
sm co
o
en pl
e
ta tin
so
n lve
t
ch at b er
ha
im
r te as
he Ot
r
t as m 17626790012385408057089000 23400000 16703000 4950000 43.8 30.8 14.2 5.8 4.2 1.2 43.8 74.6 88.8 94.6 98.8 100.0
Gambar 3.3 Diagram Pareto untuk Material yang Dominan terhadap Harga 3.2.6 Data Jumlah Waste Dalam penelitian ini, waste yang dimaksud adalah sisa material hasil produksi yang sudah tidak memiliki value added sehingga tidak dapat digunakan kembali. Waste adalah output yang tidak diinginkan dan merupakan suatu kerugian yang harus diminimalisasi. Dalam mengamati dan menganalisa jumlah waste untuk tiga material yang telah dipilih berdasarkan dominasi terhadap harga yaitu OPP film, PP cosmoplene dan tinta, peneliti melakukan dua pendekatan yaitu dengan kuesioner dan data historis. Dari kedua sudut pandang ini peneliti kemudian akan mencoba membandingkan hal yang secara aktual terjadi di lapangan dengan apa yang dirasakan oleh para pekerja dan karyawan yang merupakan pengalaman kerja mereka selama ini. Berikut adalah penjabaran untuk kedua hal tersebut: 1.
Kuantitas Waste Berdasarkan Hasil Kuesioner Penyebaran dan pengumpulan data kuesioner dilakukan terhadap 40
orang responden. Para responden ini terdiri dari berbagai jabatan dan departemen dan dengan pengalaman kerja yang juga bervariasi. Adapun departemen yang diteliti adalah QC, PPIC, produksi dan gudang. Sementara itu, meski berasal dari jabatan yang berbeda-beda, mayoritas responden dari
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
40
kuesioner ini adalah para pekerja baik bagian produksi maupun QC. Berdasarkan deskripsi data hasil kuesioner, diperoleh presentase responden terhadap kuantitas waste yang dipilih untuk ketiga jenis material yang diteliti. Hal ini dapat dilihat pada Table 3.4 dibawah ini: Tabel 3.4 Kuantitas Waste Hasil Kuesioner No
Jenis Material
Kuantitas Waste
1 OPP Film 0 - 2% 2 PP Cosmoplene 0 - 2% 3 Tinta 0 - 2% (Sumber: Data Perusahaan)
Prosentase (Responden) 24 (60%) 29 (72.5%) 18 (45%)
Dari tabel diatas dapat dilihat mayoritas pilihan responden untuk masing-masing material. Sebanyak 24 dari 40 responden atau dengan persentase 60%, memilih kuantitas waste material OPP film diantara 0-2%, sedangkan sisanya memilih range 3-5% dan 6-8%. Hal ini menunjukkan pendapat responden terhadap besar kuantitas waste material ini pada range tersebut cukup kuat. Selanjutnya untuk material PP cosmoplene, terdapat 29 responden yang memilih kuantitas waste diantara 0-2%, yang menunjukkan nilai cukup tinggi yaitu dengan persentase 72.5%. Dan sisanya memilih range 3-5% dan 6-8%. Yang terakhir adalah persentase pilihan responden terhadap kuantitas waste tinta yang hasilnya adalah sebesar 45% atau hanya sebanyak 18 responden dari 40 yang ada. Meski merupakan pilihan terbanyak, nilai ini menunjukkan pedapat yang masih kurang kuat. Sisa responden memilih range 3-5% dan 6-8%. Adapun pilihan terbanyak kedua yang dipilih oleh reponden untuk jumlah waste material tinta ini adalah pada range 6-8%. Grafik persentase kuantitas waste ketiga material tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 3.4 (a-c) dibawah ini. Data hasil kuesioner yang lebih detail dapat dilihat pada Lampiran 2.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Responden
41
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Waste OPP Film
Responden
Gambar 3.4 (a) Persentase Kuantitas Waste OPP Film
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Waste PP Cosmoplene
Responden
Gambar 3.4 (b) Persentase Kuantitas Waste PP Cosmoplene
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Waste Tinta
Gambar 3.4 (c) Persentase Kuantitas Waste Tinta Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
42
2.
Kuantitas Waste Berdasarkan Data Historis Selain melalui kuesioner, peneliti juga mengetahui jumlah waste
material dari data historis yang ada pada perusahaan. Data historis ini berupa laporan overusage material dalam setiap kali proses produksi untuk setiap produk (artikel). Perlu diketahui bahwa 1 jenis artikel dapat memiliki banyak nomor Job ID. Hal ini sesuai dengan waktu produksinya. Untuk artkel Indomie Sotomie ini saja misalnya, artikel ini memiliki banyak Job ID karena diproduksi berkali-kali dan dalam satu bulan dapat lebih dari satu kali produksi. Pada Tabel 3.5 dibawah ini dapat dilihat salah satu contoh laporan overusage material untuk artikel Indomie Sotomie dengan Job ID 24966 yang diproduksi pada bulan Maret 2010: Table 3.5 Laporan Overusage Material Artikel : Indomie Sotomie Job ID : 24966 Mulai S/D: 18 - 25/3/2010 Target : 500000 meter lari Aktual : 499850 meter lari
ITEM
Target SPK
OPP film PP Cosmoplene Tinta
10374.00 kg 7697.89 kg 2460.00 kg
Aktual
Change SPK
Overusage
a 10430.70 kg 7740.88 kg 2647.00 kg
b 10370.89 kg 7716.36 kg 2459.26 kg
c=a-b 59.81 kg 24.52 kg 187.74 kg
% 0.57% 0.32% 7.09%
(Sumber: Data Perusahaan)
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk 1 kali produksi, terjadi penggunaan sia-sia atau waste material OPP film sebanyak 0.57%. Hal ini sesuai dengan pilihan responden. Kemudian pada material PP cosmoplene terjadi waste sebesar 0.32%. Hal ini juga sesuai dengan range 0-2% yang dipilih oleh responden. Namun untuk material tinta, terdapat perbedaan antara yang terjadi dilapangan dengan asumsi responden. Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa terjadi waste sebesar 7.09% untuk material tinta. Jumlah ini cukup besar dan bahkan melebihi target waste yang telah ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 5%. Namun data yang diperoleh untuk satu Job ID ini tidak dapat dijadikan patokan mengenai jumlah waste yang mayoritas terjadi dilapangan. Hal ini Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
43
karena mungkin saja terjadi kondisi khusus yang membuat jumlah waste menjadi lebih besar atau lebih kecil dan hal ini berarti terdapat data yang menyimpang. Maka selain laporan overusage diatas, peneliti juga menggunakan laporan lainnya yang terjadi selama bulan Januari hingga Mei 2010 untuk mengetahui rata-rata jumlah waste yang terjadi untuk masingmaisng material. Rekapitulasi persentase waste tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6 dibawah ini. Tabel 3.6 Rekapitulasi Laporan Overusage Material Jan-Mei 2010 No. 1 2 3
MATERIAL OPP film Tinta Cosmoplene
% WASTE 0.53% 0.94% 0.23%
(Sumber: Data Perusahaan)
Ternyata dari rekapitulasi overusage selama bulan Januari hingga Mei 2010 didapatkan jumlah waste material yang cukup normal dan tidak ada yang terlalu menyimpang. Dari kedua data waste tersebut dapat kita lihat bahwa hasil perhitungan dari data historis waste dan data hasil kuesioner yang dipilih oleh responden memiliki kesesuaian untuk ketiga material tersebut yaitu semuanya berada dalam range 0-2%. Data yang lebih detail mengenai overusage material ini dapat dilihat pada Lampiran 5. 3.2.7 Data Insiden Kecacatan Data insiden kecacatan adalah data jenis-jenis kecacatan yang terjadi di lapangan selama proses produksi berlangsung. Data ini diperoleh dari dokumentasi perusahaan. Adapun data insiden kecacatan yang digunakan adalah data pada bulan Januari hingga Mei 2010 yang merupakan waktu diproduksinya sejumlah artikel Indomie Sotomie yang telah dipilih sebagai objek penelitian. Rincian mengenail data insiden kecacatan ini dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Insiden kecacatan dikelompokkan berdasarkan proses tempat kejadian insiden. berikut ini adalah data insiden kecacatan yang terjadi yang dapat dilihat pada Tabel 3.7-9: Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
44
Tabel 3.7 Data Insiden Kecacatan pada Proses Printing Mesin No 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11
Kecacatan missprint garis tinta kering kotor/ bayang warna unstandard start awal bercak tinta keriput tinta sobekan printing bekas lap cylinder lain-lain
Printing GR 6 Waste (Meter Jumbo) Jan Feb Mar Apr 3920 2740 4240 2000 1650 5250 5360 3450 0 1400 200 250 0 0 0 200 700 0 0 200 3200 700 2430 4600 0 0 0 0 180 2100 0 500 750 450 600 390 668 291 368 190 450 0 500 0 (Sumber: Data Perusahaan)
Mei 4700 3060 200 300 0 2510 0 350 650 441 200
Tabel 3.8 Data Insiden Kecacatan pada Proses Laminating Mesin No 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12
Kecacatan jendol/ lembek delaminasi keriput laminasi PP bolong transparan pitch unstandard bintik laminasi sobek laminasi start awal kupingan masuk berat unstandrad lain-lain
Laminating EC-3 Waste (Meter Jumbo) Jan Feb Mar Apr 5600 500 1930 1880 4500 0 0 0 1000 950 5150 800 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1500 290 130 150 0 0 0 0 0 1450 1980 2300 6350 2180 3320 0 0 0 2180 1500 380 0 0 0
Mei 2710 0 2450 0 0 0 280 0 660 1060 2300 0
(Sumber: Data Perusahaan)
Tabel 3.9 Data Insiden Kecacatan pada Proses Slitting Mesin No 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
Kecacatan gulungan tidak rata gulungan kendor potongan tidak simetris joint unstandard meter kurang keriput slitting lain-lain
Slitting Waste (Meter Jumbo) Jan Feb Mar Apr 5400 3450 3450 3800 0 1250 1250 2000 0 0 2280 600 500 0 0 1900 600 700 390 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mei 3230 1760 1780 0 200 0 0
(Sumber: Data Perusahaan) Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
45
3.3 Pengolahan Data 3.3.1. Pareto Diagram Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan data ini adalah menganalisa tipe insiden yang ada untuk memilih insiden-insiden yang paling sering terjadi dan paling banyak menyebabkan waste. Pemilihan ini dilakukan dengan menggunakan salah satu seven tools yaitu Pareto Diagram. Dari hasil pengolahan Pareto Diagram akan diketahui jenis insiden kecacatan mana yang selanjutnya akan coba untuk ditangani dan diberikan solusi. Data yang digunakan untuk membuat diagram pareto adalah data insiden kecacatan yang ada pada tabel 3.8-10 di atas. diagram pareto akan dibuat dengan menggunakan software Minitab 14 dan untuk masing-masing proses. Hasil pengolahan data berupa diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 3.5, 3.6 dan 3.7 di bawah ini. Pareto Chart of Kecacatan pada Printing 60000
100
50000
80
40000
60
30000 40
20000
20
10000 0 Kecacatan pada Printing
Count Percent Cum %
Percent
Count
70000
t g g al ta er in w r tin a rin ti n nd p a n g i e i t l s k t u is pr cy ar a m n r ip p st nt a i e a t l k k s be ka so e b
0
r is
O
er th
18770 17600 13440 3130 2840 2050 1958 2550 30.1 28.2 21.6 5.0 4.6 3.3 3.1 4.1 30.1 58.3 79.9 84.9 89.5 92.8 95.9 100.0
Gambar 3.5 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Printing
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
46
Pareto Chart of Kecacatan pada Laminating 60000 100 50000
Count
60
30000
40
20000
20
10000 0
Kecacatan pada Laminating
Percent
80 40000
i i al er ad as as th a aw ndr in in m O t m m m le ta n ar la la / st ns ol ga ut de u d n p t n ri pi ra je ke ku be Count 129101262010350 6390 5980 4500 2730 Percent 23.3 22.7 18.7 11.5 10.8 8.1 4.9 Cum % 23.3 46.0 64.7 76.2 87.0 95.1 100.0 k su
0
k be
Gambar 3.6 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Laminating
Pareto Chart of Kecacatan pada Slitting 35000
100
30000 Count
20000
60
15000
40
Percent
80
25000
10000 20
5000 0 Kecacatan pada Slitting
0 or nd
r is et
rd er ng r th da ra k e n u O m a k ta si rk tid k an ns te a g u n e t tid m un ga in ul un an jo g l g n gu to po Count 19330 6260 4660 2400 1890 0 Percent 56.0 18.1 13.5 6.9 5.5 0.0 Cum % 56.0 74.1 87.6 94.5 100.0 100.0 a at
Gambar 3.7 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Slitting
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
47
3.3.2.Fishbone Diagram Setelah memilih prioritas penanganan masalah (insiden kecacatan), maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan penyebab-penyebab kecacatan. Identifikasi ini dilakukan menggunakan Fishbone Diagram. Diagram ini dibuat dengan melakukan brainstorming dengan para ahli di lapangan yang ada di perusahaan terkait. 3.3.3.FMEA Hasil Fishbone Diagram kemudian digunakan untuk membuat FMEA untuk menganalisa penyebab-penyebab dari masing-masing tipe insiden yang terpilih. Namun sebelum membuat tabel FMEA, terlebih dahulu dibuat diagram CFME. Diagram ini merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan
untuk mencaro akar permasalahan dari penyebab yang sudah diketahui. Berikut ini adalah parameter yang digunakan dalam untuk menentukan nilai skala dari variabel severity, occurance dan detection untuk masing-masing penyebab insiden yang diperoleh dari Fishbone Diagram.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
48
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Analisa Kuantitas Waste Dari pengolahan data-data mentah yang dilakukan pada Bab sebelumnya,
telah diketahui apa saja jenis dan jumlah material yang digunakan serta waste masing-masing material yang muncul saat produksi berlangsung. Dari data diketahui bahwa jumlah waste yang timbul rata-rata berada pada range 0-2%. Persentase waste material OPP film sebesar 0.53%, material tinta 0.94% dan material resin yaitu cosmoplene sebesar 0.23%. Nilai ini cukup kecil dan memang berada dibawah batas target waste yang telah ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya perusahaan sudah mampu menekan waste hingga jumlah yang diinginkan, dan hal ini berarti kinerja yang ditunjukkan oleh perusahaan sudah bagus sekali. Meski begitu, sejumlah waste yang dihasilkan itu tetap berupa hasil sisa yang tidak berguna dan tidak menghasilkan uang, bahkan terkadang malah memakan biaya untuk perusahaan menangani dan membuangnya. Oleh karena itu akan lebih baik lagi apabila jumlah waste itu dapat ditekan sedemikian rupa sehingga mendekati zero waste―karena tentu untuk mendapatkan zero waste adalah sangat sulit bahkan tidak mungkin. Selain itu meski rata-rata persentase waste yang timbul berada di dalam range yang cukup kecil, namun sesekali terjadi pula insiden yang tidak terkendali dengan jumlah waste yang cukup besar yaitu 7% hingga 10%. Insiden ini dapat terjadi karena faktor manusia (para pekerja) yang pada saat itu mungkin tidak dalam kondisi optimal―yang dipengaruhi oleh faktor luar, serta kondisi material yang sedang tidak bagus kualitasnya pada saat itu sehingga tidak dapat diproses. Hal-hal seperti itulah yang harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Maka tidak ada salahnya bagi semua perusahaan, bahkan sudah memiliki kinerja yang bagus dan produktif sekalipun, untuk terus memperbaiki dan mengevaluasi diri. Perusahaan juga perlu melakukan pengendalian potensi-potensi kegagalan sebagai “tindakan antisipasi” terhadap kemungkinan munculnya kegagalan, sehingga dapat dicegah atau dikurangi risikonya.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
49
4.2
Analisa Penyebab Waste Dalam menentukan dan menganalisa penyebab-penyebab munculnya waste,
digunakan model FMEA dan dilanjutkan dengan memberikan usulan perbaikan. Model FMEA ini dimulai dengan penentuan prioritas masalah―yang telah dilakukan
pada
Bab
sebelumnya―kemudian
mengidentifikasi
penyebab
menggunakan Fishbone, membuat diagram CFME, dan baru membuat tabel FMEA. 4.1
Penentuan Prioritas Penanganan Insiden Kecacatan Tahap pertama yang dilakukan setelah mendapatkan data tentang berbagai
insiden kecacatan yang terjadi selama proses produksi artikel Indomie Sotomie, adalah menentukan prioritas penanganan masalah. Hal ini dilakukan agar upaya penanganan dapat lebih efektif dengan memilih insiden yang paling sering terjadi atau yang paling banyak menghasilkan waste. Penentuan prioritas ini dilakukan dengan diagram Pareto yang berbasis pada Prinsip Pareto yang menyatakan bahwa 80% efek adalah akibat dari 20% penyebab yang ada7. Data yang digunakan untuk membuat diagram Pareto adalah data insiden kecacatan yang ada di Tabel 3.7, 3.8, 3.9. Hasil pengolahan data dengan diagram Pareto ini dapat dilihat pada Bab terdahulu yaitu pada Gambar 3.5, 3.6 dan 3.7. Pemilihan prioritas dilakukan untuk masing-masing proses dari 3 proses yang ada, sehingga diperoleh 3 insiden utama yang paling banyak menghasilkan waste saat pembuatan artikel Indomie rasa Sotomie ini. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa setiap proses memiliki spesifikasinya masing-masing sehingga penyebabnya juga pasti berbeda-beda dan tidak dapat digabungkan. Selain itu diharapkan juga bahwa upaya penanganan masalah ini dapat menyentuh seluruh proses yang dilalui oleh artikel, sehingga dicari akar permasalahan dari setiap proses untuk kemudian masing-masing ditangani. Adapun tiga insiden utama dari masing-masing proses tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
7
Schmidt et al, Knowledge Based Management, Air Academy Press & Associates, Colorado, 1999. Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
50
Tabel 4.1 Insiden Kecacatan yang Paling Dominan No 1 2 5
Insiden Kecacatan Garis Kupingan masuk Gulungan tidak rata
Total 18770 12910 19330
Presentase 30.10% 23.30% 56.00%
Pada tabel di atas terlihat bahwa pada proses printing, insiden yang paling banyak menghasilkan waste adalah cacat akibat timbulnya garis pada hasil penyetakan. Diantara insiden yang lain pada proses printing, insiden garis ini memiliki persentase sebesar 30.10%. Kemudian untuk proses laminating, insiden yang paling banyak adalah insiden kupingan masuk dengan persentase 23.30%. Adapun kupingan ini adalah sisa pinggiran di kiri dan kanan plastik yang pada proses laminating ini harus dipotong. Lalu untuk proses yang terakhir yaitu proses slitting dimana penggulungan lembaran plastik film menjadi roll dilakukan, insiden yang paling banyak menghasilkan waste adalah gulungan tidak rata sebanyak 56.00%. Dari persentase-persentase tersebut dapat dilihat pula bahwa secara keseluruhan proses, insiden yang paling banyak menghasilkan waste diantara lainnya dalam 5 bulan terakhir adalah insiden pada proses terakhir yaitu proses slitting yang berupa insiden gulungan tidak rata. Kemudian diikuti oleh insiden garis dan terakhir baru kupingan masuk. Selanjutnya untuk mencari sumber-sumber penyebab terjadinya insiden, akan dilakukan analisis sebab akibat dengan menggunakan Diagram sebab-akibat atau diagram Ishikawa atau Fishbone Diagram. 4.2
Penentuan Penyebab-penyebab Insiden Kecacatan Dengan menggunakan diagram pareto telah ditentukan bahwa yang menjadi
prioritas penanganan masalah adalah 3 insiden yaitu gulungan tidak rata, garis dan kupingan masuk. Ada banyak faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya insiden-insiden tersebut (dengan sumber yang bervariasi) dan faktor-faktor tersebut secara umum dibagi dalam kategori manusia, mesin, metode kerja, material dan lingkungan kerja. Kategori ini seperti yang digunakan dalam prinsip diagram sebab-akibat atau Fishbone Diagram (diagram tulang ikan). Diagram
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
51
tulang ikan adalah suatu pendekatan terstruktur untuk menyikapi potensi sebab terhadap suatu efek8 Tahap-tahap yang dilakukan untuk membuat diagram sebab-akibat atau Fishbone Diagram adalah sebagai berikut: 1. Menentukan karakteristik kualitas atau efek yang akan dicari sebabnya dan dalam hal ini efeknya adalah “Gulungan Tidak Rata”, “Muncul Garis”, dan “Kupingan Masuk” 2. Menentukan faktor-faktor atau kategori utama penyebab terjadinya efek. Kategori-kategori yang digunakan adalah manusia, mesin, metode kerja, material dan lingkungan kerja 3. Menentukan penyebab-penyebab spesifik berdasarkan masing-masing kategori 4. Menentukan penyebab-penyebab yang mana yang, untuk saat ini bisa dibuat menjadi konstan (constant), dan mana yang merupakan ganguan (noise) Untuk setiap insiden kecacatan akan dibuat masing-masing Fishbone Diagram-nya. Maka akan dibuat 3 buah diagram. Adapun Fishbone Diagram ini dibuat dengan bantuan dan hasil diskusi dengan supervisor departement QC, penanggung jawab proses printing, laminating dan slitting, dan juga bertanyatanya dengan para operator. Pada Gambar 4.2-4 berikut ini dapat dilihat Fishbone Diagram yang menunjukkan beberapa potensi penyebab terjadinya ketiga insiden kecacatan.
8
Schmidt et al, Knowledge Based Management, Air Academy Press & Associates, Colorado, 1999, hal. 127. Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
52
Gambar 4.1 Fishbone Diagram untuk gulungan tidak rata
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
53
Gambar 4.2 Fishbone Diagram untuk garis
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
54
Kupingan Masuk
Gambar 4.3 Fishbone Diagram untuk kupingan masuk
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
55
Ketiga gambar diatas menunjukkan sebab-akibat yang merupakan sumber variasi yang mungkin mengakibatkan terjadinya insiden gulungan tidak rata, garis dan kupingan masuk. Analisis untuk masing-masing insiden dan diagramnya adalah sebagai berikut.
Gulungan Tidak Rata 1.
Mesin Mesin merupakan salah satu aspek penting dalam suatu proses produksi.
Kondisi
mesin
dan
perlengkapannya
yang
bagus
akan
menghasilkan produk yang berkualitas pula. Pada umumnya, mesin yang digunakan untuk setiap proses yang ada di PT. SM adalah sudah tua, termasuk pula mesin yang yang untuk proses slitting. Mesin-mesin tersebut telah digunakan sejak PT. SM didirikan dan belum ada yang diganti (diperbaharui). Hal ini peneliti ketahui dari wawancara dengan seorang supervisor yang ada disana. Meski begitu, mesin-mesin tersebut masih dapat digunakan walau pasti tidak sesempurna performanya saat mesin tersebut baru digunakan. Adapun jenis mesin proses slitting adalah semi-manual yang mana masih sangat memerlukan peran operator dalam menjalankan dan mengawasinya. Oleh karena itu ketelitian dan kecekatan operator sangat diharapkan dalam menjalankan mesin ini. Kondisi mesin yang baik tentu tidak akan lepas dari sistem atau proses maintenance yang diterapkan. Dengan upaya pemeliharaan yang tepat dan teratur, suatu mesin yang meski telah berumur sangat lama akan dapat bekerja dengan baik. Maka maintenance yang buruk, tidak teratur, bahkan kurang (hanya sesekali dilakukan), pasti akan membuat kondisi/ performa mesin menjadi buruk. Selain karena faktor kondisi mesin secara umum, ada berbagai hal lainnya yang juga akan mempengaruhi timbulnya insiden kecacatan gulungan tidak rata dan menyebabkan waste. Kondisi salah satu tools mesin, yaitu kuku macan, yang tidak berfungsi karena rusak, akan sangat mempengaruhi hasil gulungan film. Kuku macan ini dikatakan rusak apabila saat di-setting untuk meregang atau merapat, dia tidak dapat melakukannya
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
56
dengan baik. Kerusakan ini tentu dapat disebabkan karena kurangnya dan buruknya sistem maintenance yang diterapkan untuk menjaga kinerja tools mesin. Kondisi ini dapat diperparah apabila stok/ cadangan/ inventori part kuku macan ternyata habis (stock-out), sehingga kuku macan yang dibutuhkan tidak tersedia saat dia hendak diganti. 2.
Material Material merupakan elemen dasar dari suatu hasil produksi. Input yang bagus akan menghasilkan output yang bagus, dan begitu sebaliknya. Kesalahan material yang dapat menyebabkan terjadinya cacat gulungan tidak rata adalah bila film plastik yang telah dilaminasi (WIP dari proses laminating) tidak sesuai dengan standard dan kondisi yang diharapkan. Hal ini contohnya adalah (1) WIP yang jendol/ lembek, yang ketebalannya terlalu tipis atau terlalu tebal; dan (2) WIP dengan ketebalan yang (sangat) bervariasi dalam satu roll film plastik. Tentu saja faktor-faktor tersebut merupakan output dari proses laminating. Oleh karena itu akar penyebab dari WIP laminating yang tidak sesuai itu adalah terjadinya kesalahan dalam proses laminating. Namun kesalahan ini tentu memiliki akar-akar penyebab lainnya yang merupakan wilayah proses laminating yang mempertanggungjawabkannya, bukan proses slitting. Maka dari contoh kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kecacatan saling berkalitan karena kecatatan yang satu disebabkan oleh kecacatan lainnya dan setiap proses memiliki keterkaitan satu sama lain. Sementara itu penyebab dari faktor material lainnya adalah apabila bahan plastik yang digunakan terlalu licin. Semakin licin suatu plastik, maka akan semakin rumit setting pada mesin yang harus dilakukan oleh operator. Namun kondisi material ini bukanlah output dari proses selanjutnya, melainkan merupakan kondisi awal material yang memang merupakan pesanan customer. Oleh karena itu, akan sedikit sulit untuk mencegah atau mengantisipasi penyebab yang satu ini. Terkadang perusahaan tidak punya kekuasaan untuk menentukan jenis atau spesifikasi material apa yang akan mereka gunakan serta tidak memiliki pilihan untuk menerima atau menolak Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
57
material yang telah dipilih oleh customer. Hal inilah yang dialami oleh PT. Samudra Montaz. Sebagai perusahaan yang melakukan produksi sesuai order khusus dari masing-masing customer-nya (make to order), perusahaan harus mampu memuaskan customer dengan memenuhi kondisi-kondisi yang diminta oleh customer, salah satunya adalah jenis dan kondisi fisik bahan baku material, yang mungkin sebenarnya tidak sesuai dengan mesin. Meski begitu perusahaan masih dapat berupaya memberikan opsi-opsi material alternatif yang juga dapat digunakan kepada customer. 3.
Manusia Manusia merupakan sumber terjadinya variasi karena manusia tidak seperti mesin yang relatif konstan bila sudah di-setting. Meski begitu, manusia merupakan salah satu kunci dari berhasil tidaknya suatu proses produksi. Manusialah yang menjalankan dan mengontrol mesin (tidak berlaku untuk automatic machine) dan menangani material mulai dari wujud bahan baku hingga bahan jadi. Sebagus apapun kondisi mesin dan material, namun apabila ditangani oleh manusia yang tidak ahli dan kompeten, pasti akan menghasilkan output yang tidak bagus pula. Operator yang tidak kompeten dapat disebabkan karena pengalaman mereka yang masih sedikit dan pemahaman mereka terhadap cara menjalankan mesin yang masih kurang. Penyebab lainnya adalah kurangnya motivasi kerja si operator sehingga dia menjadi tidak bekerja dengan baik dan maksimal. Kurangnya motivasi kerja ini mungkin disebabkan oleh status kepegawaian mereka yang belum pasti. Namun hal ini akan sulit ditangani atau dicegah di PT. SM karena dari informasi yang peneliti dapatkan, perusahaan tersebut sedang menggunakan kebijakan outsourcing besar-besaran dan tidak hendak merekrut karyawan tetap yang baru. Oleh karena itu untuk faktor yang satu ini, tergantung pada masing-masing perusahaan dalam menyikapi dan menyelesaikannya. Sementara itu, kondisi fisik operator juga memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap kinerja mereka. Sakit, lelah, mengantuk, dan lalai merupakan beberapa contoh dari kondisi fisik manusia yang mengganggu keselarasan jalannya produksi. Namun faktor ini cenderung tidak dapat Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
58
dikendalikan dan tergolong variable noise yang terlalu sulit atau mahal untuk digaja agar tetap konstan. Jadi untuk faktor yang satu ini dibutuhkan kesadaran dari masing-masing operator. 4.
Metode Kerja Kategori selanjutnya adalah metode kerja. Metode kerja berhubungan erat dengan 2 kategori lainnya yaitu manusia dan mesin. Hal ini karena metode kerja digunakan oleh manusia untuk menjalankan mesin dengan benar, sehingga metode kerja inilah yang menjadi acuan manusia dalam beroperasi. Sebagian besar kemungkinana penyebab terjadi gulungan tidak rata pada kategori ini adalah akibat setting yang tidak sesuai. Setting yang dimaksud antara lain setting tension break, setting kuku macan dan setting kecepatan menggulung lembaran plastik. Setting tension break yang tidak sesuai dapat menyebabkan tegangan gulungan menjadi terlalu kencang, sementara setting kuku macan yang tidak pas menyebabkan keregangan gulungan menjadi tidak rata. Semua setting ini sebenarnya sudah ada dalam standard operating procedure (SOP) dan standard instruction process (SIP) namun dalam pelaksanaannya dilapangan, masih saja sering terjadi kesalahan. Hal ini merupakan salah satu sumber variasi yang harus dikontrol. Meski begitu masalah ini terkadang menjadi pelik pada saat kondisi yang telah dijelaskan dan dijabarkan di dalam SOP menjadi berbeda dengan kondisi yang ada di lapangan. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti lingkungan, yang mempengaruhi proses secara acak dan tidak menentu. Saat menghadapi kondisi seperti ini, maka keahlian, kompetensi dan pengalaman operator lah yang sangat diperlukan untuk menyelesaikannya.
5.
Lingkungan Lingkungan kerja sangat mempengaruhi bagaimana operator dan bahkan mesin bekerja. Yang termasuk .lingkup lingkungan kerja di sini adalah tingkat kebisingan, kebersihan, penerangan, bahkan suhu udara disekitar area kerja. Area kerja yang kotor dapat membuat operator bekerja dengan tidak nyaman. Kondisi yang terlalu bising juga dapat membuat interaksi antar operator menjadi tergannggu dan tidak bisa mendengarkan Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
59
atau saling mengingatkan antar satu sama lain. Selain itu faktor kelistrikan juga mempengaruhi hasil akhir produksi. Apabila terjadi gangguan listrik, baik berupa listrik mati atau tegangan listri naik-turun, akan dapat mempengaruhi setting yang ada pada mesin. Namun secara keseluruhan, dari hasil pengamatan peneliti, suasana dan kondisi area kerja untuk proses slitting pada plant PT. SM yang terletak di Cikarang ini sudah cukup baik, khususnya untuk faktor kebersihan dan kebisingan.
Garis 1.
Mesin Serupa dengan analisa untuk kategori mesin pada proses slitting, bahwa mesin yang digunakan untuk proses printing juga sudah tua. Mesinmesin yang diimpor langsung dari jepang itu telah digunakan sejak PT. SM didirikan dan belum ada yang diganti (diperbaharui). Tentunya mesin-mesin tersebut juga masih dapat digunakan walau tidak sesempurna performanya saat mesin baru digunakan. Kondisi mesin yang baik tentu tidak akan lepas dari sistem atau proses maintenance yang diterapkan. Dengan upaya pemeliharaan yang tepat dan teratur, suatu mesin yang meski telah berumur sangat lama akan dapat bekerja dengan baik. Maka maintenance yang buruk, tidak teratur, bahkan kurang (hanya sesekali dilakukan), pasti akan membuat kondisi/ performa mesin menjadi buruk. Dua tools yang sangat mempengaruhi terjadinya insiden cacat garis adalah fenomatik dan tekanan angin doctor blade. Fenomatik merupakan tempat dudukan pisau yang memainkan atau menggerak-gerakkan pisau saat proses printing sedang berlangsung. Kecacatan dapat terjadi apabila fenomatik tidak berfungsi atau tidak “memainkan” pisau dengan benar. Penyebabnya adalah karena fenomatik kotor akibat tidak/ jarang dibersihkan dan maintenance terhadap fenomatik yang masih kurang. Perlu dijelaskan bahwa kegiatan membersihkan fenomatik bukan termasuk maintenance. Kegiatan membersihkan ini lebih menjadi tanggung jawab operator yang sehari-harinya mengontrol, menggunakan dan melihat fenomatik tersebut.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
60
2.
Material Untuk kecacatan garis ini ada 3 material yang mempengaruhi, yaitu tinta yang kotor, silinder kasar, dan doctor blade rusak. Sebenarnya diantara ketiganya yang termasuk dalam material sebagai bahan baku proses hanyalah tinta. Namun menurut supervisor yang membimbing peneliti, slinder dan doctor blade termasuk kategori material karena merupakan atribut yang terpisah dari mesin serta dapat di-restock. Baiklah, untuk material tinta, kesalahan yang sering terjadi yang menyebabkan hasil cetakan menjadi bergaris adalah tinta yang kotor. Penyebab kejadian ini adalah mungkin saja karena operator tidak memeriksa tinta dengan baik dan teliti, baik saat tinta sudah hendak digunakan pada printing maupun saat tinta baru tiba di gudang. Selain itu juga bisa karena proses penyimpanan material (sistem pergudangan) yang kurang baik. Selanjutnya adalah silinder yang kasar. Silinder merupakan cetakan gambar prototype artikel yang menjadi acuan dalam menyetak gambar. apabila silinder kasar, maka pada hasil cetakan pada film akan timbul garis sebagai salinan dari permukaan silinder. Adapun penyebab dari silinder kasar ini adalah karena krum (lapisan luar silinder) kotor yang berasal dari supplier dan bertanggungjawab langsung terhadapnya. Sehingga apabila ditemukan ada silinder yang kasar, perusahaan langsung mengklaimnya kepada supplier dan supplier harus membersihkan krum tersebut baru kemudian dikembalikan ke perusahaan. Namun masalahnya disini adalah bahwa kondisi kasar tidaknya silinder tidak bisa diperiksa dengan mata telanjang karena ukurannya yang sangat kecil. Maka mau tidak mau setiap silinder harus di-trial terlebih dahulu saat proses start awal printing. Apabila hasil dari sampel bergaris, maka pasti ada kesalahan pada silinder.
3.
Manusia Jenis gejala, modus dan penyebab untuk kategori manusia pada insiden kacacatan garis yang terjadi pada proses printing adalah serupa dengan insiden sebelumnya. Hal ini karena pada umumnya faktor manusia untuk setiap proses adalah sama, yang membedakan adalah mesin, metode dan materialnya. Jadi pada intinya yang menjadi penyebab timbulnya insiden Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
61
cacat garis adalah operator yang tidak kompeten, kondisi fisik operator yang sedang tidak baik dan operator yang tidak teliti dalam mengontrol jalannya proses. Detail mengenai akar penyebab dari maisng-masing penyebab itu dapat dilihat pada analisis sebelumnya untuk insiden gulungan tidak rata. 4.
Metode Kerja Metode kerja yang salah dalam proses printing yang secara langsung menyebabkan timbulnya garis adalah kesalahan pencampuran tinta baru dan bekas dan operator tidak menggunakan saringan tinta. Komposisi standar antara tinta baru dan tinta bekas adalah 80% dan 20%. Jadi tinta bekas yang digunakan tidak boleh lebih dari 20% tinta keseluruhan. Apabila terlalu banyak digunakan tinta bekas, dikhawatirkan tinta menjadi kotor karena tinta bekas yang merupakan tinta sisa proses printing sebelumnya itu memiliki kemungkinan sudah kotor. Meski begitu tinta bekas itu tetap dapat digunakan selama tidak melewati batas ambang komposisi pencampuran. Penggunaan kembali material sisa ini adalah sebagai salah satu upaya untuk efesiensi penggunaan material dan mengurangi jumlah material yang harus terbuang sia-sia. Selain itu ada pula kesalaha metode yang berupa ketidakpenggunaan saringan tinta saat proses printing. Saringan tinta ini berfungsi untuk mencegah tinta yang sedang/ akan digunakan tidak tercampur dengan tinta dari proses printing sebelumnya yang secara tidak sengaja masih bersisa dalam wadah tinta karena mungkin tidak selesai dibersihkan. Akibatnya tentu saja tinta menjadi kotor dan bisa saja kombinasi warna juga ikut berubah walaupun kemungkinannya sedikit.
5.
Lingkungan Sama halnya dengan kategori manusia, kategori lingkungan kerja ini juga memiliki gejala, modus dan penyebab kecacatan yang serupa dengan insiden sebelumnya. Penyebab-penyebab itu antara lain gangguan suara, gangguan listrik, kotor, dan suhu yang terlalu tinggi. Perbedaannya hanya terdapat pada faktor gangguan suara yang mana insiden kecacatan ini terjadi pada proses printing dengan mesinnya yang lebih berisik dan bising. Jadi gangguan suara yang terjadi pada proses ini lebih besar. Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
62
Kupingan Masuk 1.
Mesin Diantara proses lainnya, proses laminating yang menggunakan mesin EC-3 ini merupakan proses yang paling rumit dan membutuhakn setting yang lebih akurat serta memiliki banyak variable noise yang terus mengganggunya. Kondisi mesin yang masih bagus dimana setiap part-nya, termasuk sistem jaringan inti mesin, masih berfungsi dengan baik merupakan hal yang sangat penting. Adapun dua penyebab utama dari kategori mesin yang mempengaruhi munculnya insiden kupingan masuk adalah resin goyang dan silet pemotong kupingan tumpul. Kupingan adalah bagian sisa dari film yang ada dikanan-kirinya yang akan dipotong saat proses laminating sesuai dengan batas garis yang telah ada. Nah kadang kala terjadi insiden dimana kupingannya yang sudah atau belum terpotong itu secara tidak sengaja terlipat kedalam film sehingga membuat permukaannya menjadi lebih tebal. Untuk menangani hal ini operator harus menyetting kembali posisi-posisi deckle root yang ada dimesin. Penjelasan lebih lanjut mengenai setting deckle root dapat dilihat pada kategori mesin. Sementara itu silet pemotong kupingan yang tumpul juga dapat menajdi salah satu penyebabnya. Silet yang tumpul membaut potongan menjadi tidak rapih atau bahkan kupingan jadi tidak terpotong. Penyebab kejadian ini adalah bisa karena kualitas silet yang memang sudah kurang bagus dari awal part datang dari supplier dan bisa juga karena operator tida teliti untuk memeriksa silet setiap lima menit. Pemeriksaan ini perlu untuk melihat apakah silet sudah memotong dengan benar dan apabila ternyata pisau terlihat tumpul, maka pisau langsung diganti.
2.
Material Dua material utama yang digunakan pada proses laminating adalah resin PP Cosmoplene dan Mastebatch. Oleh karena itu kondisi setiap material ini mempengaruhi baik tidaknya proses yang berlangsung. Untuk material resin, penyebabnya adalah resin lembab atau terlalu basah. Hal ini dapat disebabkan oleh proses penyimpanan yang salah dimana resin tidak Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
63
diletakkan ditempat yang jauh dari jangkauan air atau kemungkinan basah oleh satu dan lain hal yang bisa saja tidak dapat dikendalikan seperti hujan atau banjir. Akibat dari resin yang lembab ini adalah saat dipanaskan dengan temperatur yang sudah sesuai, resin malah menjadi terlalu cair dan meluber kemana-mana. Maka untuk menangani hal ini setting temperature harus dimodifikasi kembali yang mana hal itu tidaklah mudah, dan apabila salah penyettingan akan menimbulkan insiden cacat lainnya yang tidak diharapkan. Sementara itu material masterbatch juga bisa kotor. Hal ini terjadi karena material handling yang salah dan operator tidak memeriksa material dengan baik. Adapun satu penyebab lainnya dari insiden kupingan masuk adalah kesalahan WIP printing trimming. Saat proses pencetakan terdapat kemungkinan gambar artikel yang terlalu dominan ke kanan atau ke kiri sehingga terdapat kemungkinan kupingan dimasing-masing sisi tidak sama besarnya. Hal ini disebut sebagai sisi lineslit tidak simetris. Akibatnya untuk proses laminating tentunya dibutuhkan setting deckle root yang lebih teliti agar kedua sisi pinggiran itu dapat disamakan dan dipotong dengan tepat. Penjelasan lebih lanjut tentang setting deckle root akan dijabarkan pada kategori metode kerja. Runutan kejadian ini kembali membuktikan bahwa setiap proses saling berkaitan satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa customer dari proses printing adalah proses laminating sehingga printing harus berusaha keras untuk menghasilka output yang benar sebagai input laminating. Kemudian customer proses laminating adalah slitting dimana laminating harus menghasilkan lembaran film yang memiliki ketebalan yang sesuai dan tidak bervariasi sehingga memudahkan kerja proses slitting dalam menggulung dan memotong-motong film menjadi roll-roll keci. 3.
Manusia Jenis gejala, modus dan penyebab untuk kategori manusia pada insiden kacacatan kupingan masuk yang terjadi pada proses laminating ini adalah serupa dengan dua insiden sebelumnya. Hal ini karena pada umumnya faktor manusia untuk setiap proses adalah sama, yang membedakan adalah mesin, metode dan materialnya. Jadi pada intinya yang menjadi penyebab Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
64
timbulnya insiden cacat kupingan adalah operator yang tidak kompeten, kondisi fisik operator yang sedang tidak baik dan operator yang tidak teliti dalam mengontrol jalannya proses. Detail mengenai akar penyebab dari maisng-masing penyebab itu dapat dilihat pada analisis sebelumnya untuk insiden gulungan tidak rata. 4.
Metode Kerja Sebagian besar kemungkinan penyebab terjadinya kupingan masuk pada kategori ini adalah akibat setting yang tidak sesuai. Setting yang dimaksud disini adalah setting suhu, setting deckle root dan setting kecepatan lembaran film (line speed). Setting temperature menjadi salah satu aspek yang terpenting dalam proses laminating. Temperature ini adalah untuk mencairkan resin dan juga untuk proses pengeleman resin dengan film. Ada banyak indicator suhu yang harus disetting oleh operator yang mana peneliti tidak mengetahui rinciannya. Namun meski telah di-setting sesuai dengan standard yang sudah ditetapkan, tidak jarang hasil laminasi menjadi tidak sesuai harapan yaitu ada yang jendol, lembek, keriput, dsb. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor noise pada proses ini. Selanjutnya adalah setting deckle root yang berfungsi untuk mengatur lebarnya kupingan yang akan dipotong. Setting ini juga berfungsi untuk mengontrol penyebaran resin cair pada lapisan film agar tidak terlalu meluber atau menumpuk pada satu tempat tertentu. Lalu yang terakhir adalah setting kecepatan putaran lembaran film. Operator juga harus teliti dalam melakukan setting kecepatan putaran lembaran film yang merupakan kecepatan putaran dari silicon rol saat berputar membawa lembaran film. Kecepatan putaran screw dapat dipengaruhi oleh kecepatan putaran lembaran film (Line Speed) karena semakin cepat lembaran film berjalan, maka resin juga harus semakin cepat keluar sebelum menimbulkan keluaran dengan pelapisan resin yang tidak merata.
5.
Lingkungan Sama halnya dengan kategori manusia, kategori lingkungan kerja ini juga memiliki gejala, modus dan penyebab kecacatan yang serupa dengan dua insiden sebelumnya. Penyebab-penyebab itu antara lain gangguan suara, Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
65
gangguan listrik, kotor, dan suhu yang terlalu tinggi. Namun yang membedakannya adalah bahwa untuk proses ini, faktor suhu sangat berpengaruh. Temperatur mesin yang harus di-setting juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan saat itu. Apabila cuaca sedang panas, maka operator harus sedikit mengurangi temperature mesin dan begitu juga sebaliknya. Selain itu mesin EC-3 yang didalamnya terdapat proses pencairan resin, menyebabkan area sekitar proses laminaring menjadi sangat panas. Hal ini pasti mengganggu pekerja. 4.3
Model Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan prosedur untuk
mengidentifikasikan dan menilai resiko-resiko yang berhubungan dengn potensi terjadinya suatu kegagalan. Ada dua tahap besar yang dilakukan dalam FMEA yaitu membuat diagram Cause-Failure Mode-Effect (CFME) dan kemudian mengubahnya kedalam sebuah tabel FMEA dan menganalisis hasilnya. 4.3.1 Pembuatan Cause-Failure Mode-Effect (CFME) Data yang dibutuhkan untuk membuat diagram ini adalah diagram sebab-akibat atau fishbone diagram yang telah dibuat pada sub-bab sebelumnya. CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan untuk mencaro akar permasalahan dari penyebab yang sudah diketahui. Hasil CFME untuk setiap insiden kecacatam dapat dilihat pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
66
Gambar 4.4 Diagram CFME untuk gulungan tidak rata
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
67
Gambar 4.5 Diagram CFME untuk garis
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
68
Gambar 4.6 Diagram CFME untuk kupingan masuk
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
69
Dari diagram CFME yang telah dibuat, yang menjadi karakteristik yang akan dicari penyebab (cause), modus kegagalan (failure mode) dan efeknya adalah kondisi gulungan tidak rata, garis dan kupingan masuk. Hal ini serupa dengan bagian kepala pada diagram sebab-akibat. Bagian kotak yang paling atas adalah akar penyebab masalah atau sumber variasi dari yang menyebabkan terjadinya ketiga insiden kecacatan. Sementara itu, kotak sebelum akar permasalahan adalah yang menjadi modus kegagalan dan kotak yang sesudah modus kegagalan adalah efeknya. Jadi yang diambil kedalam tabel FMEA adalah 3 kotak terakhir dari masing-masing cabang yang ada di diagram CFME. Teknik CFME ini sangat penting untuk mengidentidikasikan akar penyebab masalah sehingga penanganan masalahnya langsung dilakukan pada akar masalah. Diagram CFME penting agar tidak terjadi kesalahan, misalnya yang seharusnya menjadi modus kegagalan dinyatakan sebagai efek atau yang seharusnya menjadi efek sinyatakan sebagai modus kegagalan. Baiklah, setelah diagram CFME selesai dibuat dan dianalisa, maka langkah selanjutnya adalah membuat tabel FMEA.
4.3.2 Mengubah hasil CFME menjadi FMEA Hasil pembuatan CFME yang berupa urutan akar penyebab masalah, modus kegagalan dan efek dirangkum ke dalam tabel FMEA. Adapun skala yang digunakan untuk menilai masing-masing penyebab adalah 1-5. Hal ini untuk lebih memudahkan perhitungan. Skala penilaian dan parameter masing-masing variable dapat dilihat pada tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 berikut ini. Tabel 4.2 Parameter Variabel Severity Skala
Tingkat Severity
Kriteria Level
5
Emergency
Menyebabkan Insiden yang mengakibatkan timbulnya waste yang terlalu banyak dan sangat merugikan perusahaan
4
Critical
Menyebabkan insiden yang mengakibatkan timbulnya waste yang banyak
Parameter
Satuan
> 5,000,000
Rupiah
2,500,000 - 5,000,000
Rupiah
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
70
Skala
Tingkat Severity
Kriteria Level
Parameter
Satuan
Moderate
Menyebabkan insiden yang mengakibatkan timbulnya waste yang cukup banyak
500,000 - 2,500,000
Rupiah
2
Minor
Menyebabkan insiden yang mengakibatkan timbulnya waste yang masih bisa ditoleril
100,000 - 500,000
Rupiah
1
Warning
Menyebabkan insiden yang mengakibatkan timbulnya waste yang hanya sedikit
< 100,000
Rupiah
3
Tabel 3.11 Parameter Variabel Occurrence Tingkat Occurrence
Skala
Possible Failure Rate
Parameter
Satuan
5
Very High
Banyak waste berkali-kali setiap harinya (terusmenerus)
> 30
Kejadian/ Tahun
4
High
Sedikit waste yang timbul setiap harinya (sering)
26-30
Kejadian/ Tahun
3
Moderate
Beberapa meter waste setiap minggunya (kadang-kadang)
16-25
Kejadian/ Tahun
2
Low
Beberapa meter waste setiap bulannya (tidak biasa)
6-15
Kejadian/ Tahun
1
Remote
Sedikit waste yang timbul dalam setahun (jarang)
0-5
Kejadian/ Tahun
Tabel 3.12 Parameter Variabel Detection Skala
Tingkat Detection
Kriteria Level
5
Sangat Rendah
Tidak ada metode pendeteksian penyebab insiden atau tidak ada alert
4
Rendah
Metode pendeteksian belum ada/ keefektifan untuk dapat mendeteksi tepat pada waktunya
3
Cukup
Metode pendeteksian memiliki efektivitas yang sedang sehingga masih memerlukan cukup waktu untuk dapat mendeteksi
2
Tinggi
Metode pendeteksian cukup efektif sehingga dapat mendeteksi dalam waktu tertentu yang relatif cukup singkat
1
Sangat Tinggi
Metode inspeksi efektif sehingga kemungkinan terjadi kecacatan pasti terdeteksi dalam waktu singkat Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
71
Setelah menentukan nilai skala untuk masing-masing variabel di atas dari setiap penyebab tipe insiden. Maka proses penghitungan dengan menggunakan pendekatan FMEA ini dapat dilakukan. Hasil yang didapatkan dari proses penghitungan ini adalah untuk mengetahui nilai RPN dari masing-masing penyebab. Nilai RPN ini didapatkan dengan mengalikan ketiga nilai variabel di atas. Setelah didapatkan nilai RPN untuk masing-masing penyebab, maka dapat dipilih beberapa penyebab insiden yang memiliki nilai paling besar yang kemudian akan dicari solusi untuk menangani dan mengendalikannya. Rangkuman CFME untuk masing-masing insiden dapat dilihat pada tabel 4.5-7 dibawah ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
72
Tabel 4.5 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Gulungan Tidak Rata karakteristik diharapkan
Modus kegagalan potensial
Efek kegagalan potensial
Nilai Penyebab potensial
RPN
Current Control S
O
D
SxOxD
operator tidak ahli
tidak ada
4
3
4
48
tidak mengikuti SOP
tidak ada
2
2
4
16
operator tidak ahli
tidak ada
3
3
4
36
tidak mengikuti SOP
tidak ada
2
2
4
16
kurang pengawasan
inspeksi QC
3
3
2
18
pegawai baru
pelatihan/ training
3
3
2
18
operator tidak paham
kurang pelatihan
pelatihan/ training
4
3
2
24
maintenance kurang/ salah
tidak mengikuti SOP
tidak ada
2
2
2
8
perusahaan tidak memperbaharui mesin
tidak ada
3
2
2
12
kesalahan pemesanan material
tidak ada
4
2
3
24
tidak mengikuti SOP
tidak ada
2
2
2
8
inspeksi QC
3
4
3
36
tidak ada keterangan/ informasi kerja
tidak ada
2
2
2
8
papan keterangan sulit untuk dilihat
tidak ada
2
2
2
8
setting tension break tidak sesuai
tegangan gulungan terlalu kencang
setting kuku macan tidak pas
keregangan tidak rata
operator tidak kontrol jalannya proses
gulungan tidak rata
operator kurang pengalaman operator tidak kompeten
Gulungan Rata
kondisi mesin jelek mesin masih semi-manual stok material kuku macan habis kuku macan rusak maintenance kurang/ salah WIP proses laminating tidak benar
lingkungan kerja tidak informative
gulungan tidak rata
operator bingung dan melakukan kesalahan
kesalahan pada proses
laminating
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
73
Tabel 4.6 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Garis karakteristik diharapkan
Modus Kegagalan Potensial
Efek Kegagalan Potensial
Penyebab Potensial
Current control
Lapisan luar silinder kotor
Silinde kasar
kesalahan dari supplier
tidak memeriksa dengan baik
tinta kotor
pisau sudah aus
doctor blade rusak
RPN
S
O
D
SxOxD
klaim kepada supplier
4
3
4
48
tidak mengikuti SOP
tidak ada
4
2
2
16
maintenance kurang/ salah
tidak ada
3
2
2
12
operator tidak teliti memeriksa
tidak ada
4
3
3
36
maintenance kurang/ salah
tidak ada
2
2
3
12
selang angin bocor
tekanan angin doctor blade tidak seuai setting
kebersihan tidak dijaga
tidak ada
3
3
3
27
ada kotoran
fenomatik tak berfungsi
tidak dibersihkan sesuai SOP
tidak ada
3
2
3
18
operator salah mencampur tinta baru dan bekas
komposisi tinta baru dan bekas tidak sesuai
tidak mengikuti SOP
inspeksi QC
5
3
3
45
operator tidak menggunakan saringan tinta
tinta meluber dan menjadi kotor
tidak mengikuti SOP
inspeksi QC
2
2
2
8
operator tidak kontrol jalannya proses
tinta menjadi kotor
kurang pengawasan
inspeksi QC
3
3
2
18
pegawai baru
pelatihan/ training
3
3
2
18
kurang pelatihan
pelatihan/ training
4
3
2
24
tidak ada keterangan/ informasi kerja
tidak ada
2
2
2
8
papan keterangan sulit dilihat
tidak ada
2
2
2
8
Kotor
Tidak muncul garis pada hasil printing
Nilai
kurang pengalaman operator tidak kompeten tidak paham lingkungan kerja tidak informative
operator bingung dan melakukan kesalahan
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
74
Tabel 4.7 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Kupingan Masuk karakteristik diharapkan
Modus Kegagalan Potensial
setting temperatur belum pas
Efek Kegagalan Potensial suhu terlalu panas/ dingin
RPN
Current control S
O
D
SxOxD
tidak mengikuti SOP
tidak ada
4
3
2
24
kondisi mesin tidak berjalan sesuai setting
tidak ada
5
4
4
80
operator tidak memeriksa dengan baik
silet kupingan tumpul
tidak mengikuti SOP
tidak ada
3
3
3
27
setting deckle root tidak pas
resin goyang
tidak mengikuti SOP
tidak ada
4
3
3
36
sisi lineslit tidak simetris
WIP printing trimming
kesalahan proses printing
inspeksi QC
3
3
2
18
tidak mengikuti SOP
tidak ada
2
2
2
8
tidak mengikuti SOP
tidak ada
3
2
2
12
penyimpanan salah Kupingan tidak masuk
Nilai Penyebab Potensial
resin lembab tidak memeriksa dengan baik tidak memeriksa dengan baik
masterbatch kotor
tidak mengikuti SOP
tidak ada
2
2
2
8
operator tidak kontrol jalannya proses
kupingan terselip dan masuk kedalam film
kurang pengawasan
inspeksi QC
3
3
2
18
kurang pelatihan
pelatihan/ training
4
3
2
24
pegawai baru
pelatihan/ training
3
3
2
18
tidak ada keterangan/ informasi kerja
tidak ada
2
2
2
8
papan keterangan sulit dilihat
tidak ada
2
2
2
8
tidak paham operator tidak kompeten kurang pengalaman lingkungan kerja tidak informative
operator bingung dan melakukan kesalahan
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
75
Pada tabel diatas terlihat bahwa masing-masing penyebab kecacatan memiliki nilai RPN (Risk Priority Number) sendiri. Nilai ini diperoleh dari hasil perkalian antara “S” yang diambil dari kata “Severity”, “O” yang diambil dari kata “Occurrence”, dan “D” yang berarti “Detectability.” Penentuan angka-angka tersebut dilakukan secara subjektif melalui diskusi dengan pakar sekaligus pelaku dari masing-masing proses tersebut. Nilai RPN dapat dijadikan faktor yang menentukan prioritas penanganan masalah dari sekian banyak yang ada dalam tabel FMEA di atas. Maka dari berbagai modus kegagalan yang ada di masing-masing tabel FMEA diatas, peneliti mengambil masing-masing 3 modus dari setiap insiden untuk kemudian dianalisa lebih lanjut. Berikut ini adalah analisanya:
Gulungan Tidak Rata 1.
Setting tension break tidak sesuai Dari hasil FMEA ternyata setting tension yang tidak sesuai memiliki rating RPN terbesar yaitu sebesar 48. Modus ini menyebabkan tegangan gulungan menjadi terlalu kencang. Sebenarnya peneliti mengidentifikasikan ada dua penyebab potensial dari kegagalan ini, namun nilai terbanyak diperoleh oleh penyebab karena operator yang tidak ahli. Keahlian yang dimaksud disini adalah baik dari segi ilmu, pemahaman terhadap apa yang harus dilakukan, maunpun pengalaman. Terkadang apa yang tertulis secara teoritis di buku atau SOP tidak bisa diimplementasikan di lapangan karena adanya faktor eksternal yang tidak terkendali. Dalam menghadapi hal seperti ini, maka pengalaman pekerjalah yang lebih diutamakan. Pengalaman kerja membuat operator sudah terbiasa dengan apa yang dia lakukan tanpa perlu melihat keterangan atau merujuk kepada prosedur tertentu. Terkadang justru pengalaman seperti ini yang diperlukan melebihi ilmu secara teoritis dan pemahaman alur kerja.
2.
Setting kuku macan tidak pas Modus kedua yang juga memiliki rating RPN yang tinggi adalah setting kuku macan yang tidak pas. Hal ini menyebabkan keregangan menjadi tidak rata. Sama halnya dengan setting tension break diatas, penyebab potensial Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
76
dari kegagalan ini adalah operator yang tidak ahli. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya pengalaman dan oleh pemahaman yang kurang mengenai berbagai prosedur pelaksanaan proses produksi. 3.
WIP proses laminating tidak benar Modus ketiga yang memiliki rating terbanyak yaitu 36 adalah WIP proses laminating tidak benar. Akibat WIP yang salah yang dapat berupa film jendol atau lembek, film memiliki ketebalan yang bervariasi, dan sebagainya, proses slitting dapat berjalan kurang baik dan menghasilkan output gulungan yang tidak rata. Maka modus serta efek kegagalan ini sudah tentu adalah akibat dari terjadinya kesalahan dalam proses laminating baik dari segi mesin, metode maupun material. Sebenarnya setiap material selesai diproses, output tersebut diperiksakan terlebih dulu kepada QC untuk diminta pertimbangan apakah output berupa scrap atau tetap bisa diteruskan ke proses selanjutnya. Tidak jarang material output ini berakhir sebagai scrap. Namun apabila material sudah terlanjur diproduksi banyak, maka akan sulit untuk men-cancel-nya karena itu berarti sudah dihasilkan sejumlah waste yang sia-sia.
Garis 1.
Lapisan luar Silinder kotor Dalam insiden kecacatan garis, modus kegagalan yang memiliki nilai RPN paling besar adalah lapisan luar silinder yang kotor. Lapisan luar yang kotor ini menyebabkan silinder menjadi kasar dan saat film dicetak timbul garis sebagai salinan dari permukaan yang kasar itu. Adapun penyebab potensial dari kegagalan ini adalah kesalahan dari supplier itu sendiri. Untuk menanganinya perusahaan harus mengklaim kerusakan yang terjadi dan mengembalikan silinder ke supplier. Silinder kemudian diperbaiki oleh supplier dan dikirim kembali ke perusahaan setelah bersih. Apabila kesalahan supplier seperti ini hanya terjadi sesekali dan supplier juga merespon dengan baik, maka perusahaan masih dapat mempertahankan supplier tersebut. Namun jika tidak, akan lebih baik bila perusahaan mencari supplier pengganti. Hal ini karena silinder ini merupakan komponen yang Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
77
sangat penting dalam proses printing. Bila silinder terus-menerus rusak, maka akan banyak muncul waste film hasil printing berupa scrap garis. 2.
Operator salah mencampur tinta Modus kegagalan selanjutnya terjadi saat proses pencampuran tinta baru dan tinta bekas. Kesalahan dalam pencampuran ini menyebabkan komposisi antara tinta baru dan bekas menjadi tidak sesuai dimana seharusnya 80% tinta baru dan 20% tinta bekas. Apabila tinta bekas yang digunakan terlalu banyak maka campuran tinta memiliki kemungkinan kotor, karena bagaimanapun juga tinta bekas adalah tinta berlebih yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Namun jika terlalu banyak tinta baru juga tidak baik karena itu berarti pemborosan.
3.
Pisau doctor blade sudah aus Pisau doctor blade yang sudah aus mengindikasikan bahwa doctor blade rusak. Modus dan efek kegagalan ini disebabkan oleh maintenance yang kurang atau salah dan karena operator tidak teliti dalam memeriksa kondisi pisau yang seharusnya setelah beberapa meter-lari pisau diganti dengan yang baru.
Kupingan Masuk 1.
Setting temperatur belum sesuai Setting temperature adalah modus yang paling signifikan mempengaruhi benar tidaknya proses laminating yang berlangsung. Apabila temperatur tidak sesuai atau pas maka suhu mesin akan menjadi terlalu panas/ dingin. Ada banyak bagian mesin yang harus di-setting temperaturnya dan masingmasing bagian memiliki fungsinya sendiri. Salah satunya adalah T-Die yang berfungsi untuk menurunkan lelehan resin. Semakin tinggi suhu cetakan, semakin banyak resin yang dicurahkan, sehingga lapisan semakin tebal. Demikian yang terjadi sebaliknya bila suhu diturunkan. Hal seperti inilah yang harus dipikirkan oleh operator atau orang-orang yang ahli mesin laminating untuk menetapkan suhu optimal bagi masing-masing bagian sehingga semua proses berjalan dengan yang diharapkan. Dua penyebab potensial untuk modus ini adalah operator yang tidak mengikuti SOP dan Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
78
kondisi mesin yang tidak berjalan sesuai setting temperature yang sudah dilakukan. Dari hasil RPN, penyebab yang memiliki ranking paling besar adalah penyebab yang kedua yaitu kondisi mesin dengan nilai 80. 2.
Setting deckle root tidak pas Deckle root adalah pembatas dikiri-kanan tempat film berjalan yang digunakan untuk mengatur lebar kupingan dimasing-masing sisi dan membatasi penyebaran resin cair agar tidak meluber. Apabila setting deckle root tidak pas akan menyebabkan resin goyang yang berarti resin tidak menyebar secara merata di atas film. Penyebabnya adalah karena operator tidak mengikuti SOP saat melakukan setting tersebut. Operator harus memeriksa deckle root setiap beberapa menit dan menggeser-geser deckle root sesuai dengan lebar kupingan. Jangan sampai deckle root terlalu keluar karena dapat membuat resin luber dan jangan pula terlalu masuk karena kupingan dapat terlipat ke dalam film.
3.
Operator tidak memeriksa silet pemotong kupingan yang tumpul Silet pemotong yang ada di mesin laminating digunakan untuk memotong kupingan. Operator harus senantiasa memeriksa kondisi silet ini dan menjaga posisi silet agar tidak salah dan melenceng posisinya. Apabila operator tidak teliti maka silet bisa tumpul sehingga membuat pemotongan kupingan tidak sempurna bahkan mungkin tidak terpotong. Adapun penyebab potensialnya adalah karena operator tidak mengikuti SOP yang telah dibuat sebelumnya.
4.2.4.Usulan Perbaikan Memasuki tahap berikutnya setelah melakukan analisa dan identifikasi penyebab dengan fisgbone diagram, CFME dan FMEA, maka dilakukan upaya perbaikan dengan mengusulkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan terhadap sebab-sebab permasalahan tersebut. Tujuannya tentu saja agar penyebabpenyebab itu dapat diminimalisir bahkan dihilangkan sehingga perusahaan dapat mengefisiensikan dan mengoptimalkan setiap proses produksi dan materialmaterialnya sehingga jumlah waste pun berkurang.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
79
4.2.4.1. Problem Identification and Corrective Action (PICA) Salah satu tools yang digunakan dalam tahap ini adalah PICA. Di dalam PICA terdapat keterangan mengenai perbaikan apa yang perlu dilakukan terhadap masing-masing penyebab masalah dan juga penjelasan mengenai bagaimana perbaikan tersebut dapat dilaksanakan. Peneliti berusaha memberikan masukanmasukan usulan perbaikan terhadap proses berdasatkan analisis identifikasi penyebab cacat yang telah dibuat sebelumnya. Penjabaran usulan perbaikan yang berbentuk tabel PICA tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
80
Tabel 4.8 Problem Identification and Corrective Action (PICA) No
Masalah
Perbaikan
Mengapa
1
Setting tension break yang tidak sesuai karena keahlian operator yang kurang
Memperbaiki cara penyetelan tension break
Meningkatkan keahlian operator dan mengurangi human error
Bagaimana
Dimana
PIC
Mesin Slitting
QC
Mesin Slitting
QC
Mesin Slitting
QC
Mesin Slitting
QC
Mesin Slitting
QC
Membiasakan budaya berbagi ilmu di antara operator, khususnya antara senior dan junior
Mesin Slitting
QC
Memperbaiki bebagai setting mesin pada proses laminating
Mesin Laminating EC-3
Prod
Mendisiplinkan pekerja tetang pengendalian kualitas output pada setiap proses
Mesin Laminating EC-3
QC
Memberi ketegasan terhadap supplier tentang kualitas produk
Mesin Printing 6R
Pur
Mencari supplier lain yang lebih berkompeten
Mesin Printing 6R
Pur/ Sales
Training pengopersian mesin slitting untuk operator secara periodik (per 3 bulan) untuk meningkatkan keahlian dan ketelitian Melakukan penilaian kinerja karyawan Membiasakan budaya berbagi ilmu di antara operator, khususnya antara senior dan junior
2
3
4
Setting kuku macan yang tidak pas oleh operator yang kurang ahli
Memperbaiki cara penyetelan tension break
Hasil proses laminating yang tidak benar dan menjadi WIP bagi proses slitting
Memperbaiki proses laminating
Sillinder kasar karena lapisan luarnya kotor
Memperbaiki atau mengganti silinder
Meningkatkan keahlian operator dan mengurangi human error
Untuk mencegah timbulnya scrap pada proses slitting karena output dari laminating Untuk mencegah hasil printing yang bergaris
Training pengopersian mesin slitting untuk operator secara periodik (per 3 bulan) untuk meningkatkan keahlian dan ketelitian Melakukan penilaian kinerja karyawan
Kapan
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
81
No 5
6
Masalah
Perbaikan
Operator salah mencampur komposisi jumlah tinta baru dan bekas
Memperbaiki prosedur pencampuran tinta
Pisau doctor blade sudah aus karena kurang pengawasan dan kontrol proses
7
Mesin tidak bekerja dengan baik meski dengan setting temperatur yang telah sesuai
Mendisiplinkan kerja operator
Memperbaiki atau mengganti mesin
Mengapa Untuk mencegah campuran tinta yang kotor dan kurang berkualitas
Untuk mengurangi cacat akibat pisau laminating yang rusak
Untuk mengurangi cacat proses laminating
Bagaimana Membuat standard kerja pencampuran tinta Mendisiplinkan pekerja dalam penggunaan tinta baru dan bekas Membuat papan-papan informasi dan peringatan kerja untuk menegur dan mengingatkan pekerja yang mungkin lupa Mendisiplinkan pekerja dalam mengontrol jalannya proses Training pengoperasian mesin printing untuk operator secara periodik (per 3 bulan) untuk meningkatkan keahlian dan ketelitian Menyiapkan inventory part doctor blade agar tersedia saat dibutuhkan (jangan outof-stock) Membuat jadwal dan prosedur maintenance mesin yang efektif Mendisiplinkan pekerja tentang jadwal maintenance Membeli mesin baru
8
Setting deckel root yang tidak pas oleh operator
Memperbaiki cara penyetelan deckel root
Meningkatkan keahlian operator dan mengurangi human error
Kapan
Dimana
PIC
Mesin Printing 6R Mesin Printing 6R
QC
Mesin Printing 6R Mesin Printing 6R
QC
Mesin Printing 6R
QC
Mesin Printing 6R
PPIC/ Pur
Mesin Laminating EC-3 Mesin Laminating EC-3 Mesin Laminating EC-3
Maintenance QC Prod
Training pengoperasian mesin laminating untuk operator secara periodik (per 3 bulan) untuk meningkatkan keahlian dan ketelitian
Mesin Laminating EC-3
QC
Melakukan penilaian kinerja karyawan
Mesin Laminating EC-3
QC
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
82
No 9
Masalah Operator tidak memeriksa silet pemotong kupingan yang mungkin sudah tumpul
Perbaikan Mendisiplinkan kerja operator
Mengapa Mengurangi human error
Bagaimana Training pengoperasian mesin laminating untuk operator secara periodik (per 3 bulan) untuk meningkatkan keahlian dan ketelitian Melakukan penilaian kinerja karyawan Membuat papan-papan informasi kerja untuk menegur dan mengingatkan pekerja yang mungkin lupa
Kapan
Dimana
PIC
Mesin Laminating EC-3
QC
Mesin Laminating EC-3
QC
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
83
PICA dibuat berdasarkan data hasil analisa akar penyebab kegagalan yang telah diidentifikasi dengan menggunakan FMEA. Data yang digunakan untuk PICA diambil dari data FMEA yang memiliki RPN tetringgi yang menunjukkan bobot paling besar dan yang paling mempengaruhi timbulnya kecacatan. Secara umum kecacatan mayoritas disebabkan oleh faktor manusia dan mesin. Kecacatan akibat human error merupakan penyebab yang paling banyak dan sering terjadi. masalah manusia yaitu para operator, memang dibutuhkan perhatian lebih terhadap mereka. Para operator PT. SM bukannya tidak memiliki keahlian, namun saat ini di perusahaan itu sedang diberlakukan sistem outsourcing besar-besaran sehingga banyak karyawan baru dengan usia yang relatif muda. Jadi mereka perlu untuk dilatih dan di-briefing dengan serius saat awal perekrutan. Selain itu diharapkan juga kepada para operator senior dan supervisor untuk dapat membagi ilmu dan pengalaman mereka kepada para oursource muda tersebut. Hal ini karena sepertinya budaya berbagi ilmu dan pengetahuan atau transfer informasi atau sistem knowledge management antar pekerja belum berlaku disana. Beberapa malah ada yang takut dirinya tersaingi bila mereka membagi pengetahuan mereka kepada pekerja yang lain. Maka peneliti menyarankan agar sering dilakukan training serta acara kebersamaan yang melibatkan seluruh SDM di PT. SM baik dari level manager hingga outsource, agar nuansa berbagi dan kekeluargaan itu dapat dikembangkan. Training ini dapat dilakukan secara berkala yaitu 1 hingga 3 bulan sekali. Sedangkan untuk mesin, mereka memerlukan sistem maintenance atau pemeliharaan yang lebih agar dapat tetap bekerja dengan baik dan optimal meski telah berumur lama. Perusahaan bukan hanya harus membuat jadwal maintenance yang baik dan tepat, tapi juga menekankan kepada seluruh karyawannya tentang pentingnya maintenance mesin dan medisiplinkan mereka dalam melaksanakan maintenance sesuai jadwal yang telah dibuat. Namun hal ini tidak berlaku untuk mesin laminating. Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh, perusahaan sebenarnya menyadari “kenaehan” pada mesin laminating yang ada saat ini. mereka juga sudah pernah mendatangkan teknisi dari jepang untuk mencari tau penyebab dari ketidakteraturan suhu/ temperature mesin. Sayangnya bahkan para
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
84
teknisi itu tidak mengetahui penyebabnya. Mereka juga menyarankan agar mesin tersebut diganti dengan yang baru atau paling tidak perusahaan memebeli mesin yang baru sebagai pembanding dengan mesin yang ada saat ini. Dengan melihat perbedaan hasil lamimnating dan penyetingan, mungkin akan dapat diketahui apa sebenarnya “penyakit” yang diderita oleh mesin EC-3 yang ada sekarang.
4.2.4.2. Mistake proofing atau Poka Yoke Setelah langkah-langkah perbaikan diimplementasikan, maka salah satul upaya untuk memastikan bahwa keadaan setelah dilakukan perbaikan itu dapat tetap terkendali (control phase) adalah dengan menggunakan mistake proofing atau yang sering dikenal dengan istilah Poka Yoke. Poka yoke merupakan sebuah tools yang dibuat dengan tujuan mencegah terjadinya human error dengan membuat kesalahan itu disadari sebelum dilakukan. Penggunaan tools ini telah meluas pada dunia industri, khususnya pada proses yang sangat dominan dilakukan oleh manusia. Poka yoke merupakan tools pencegah error yang potensial dan telah banyak dibuktikan dapat meningkatkan produktifitas kerja. Sebenarnya pada area produksi PT. SM sudah terdapat beberapa papan peringatan untuk menjaga performa kerja para operator. Papan peringatan itu seperti himbauan untuk menggunakan material dengan efisien dan meminimalisir terjadi waste paling sedikit, mematikan alat-alat atau mesin yang sedang tidak digunakan untuk menghemat listrik, dan sebagainya. Namun menurut peneliti, papan peringatan ini belum spesifik dalam mengingatkan operator tentang cara kerja mereka ataupun hal-hal yang harus mereka hindari saat mereka mengoperasikan mesin-mesin. Hal ini khususnya untuk para operator muda yang baru masuk kerja. Oleh karena itu tidak ada salahnya bila papan atau tanda peringatan seperti itu ditambah. Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan beberapa pihak, maka ada beberapa lokasi yang sebaiknya dibuat mistake proofing secara sederhana. Pada bagian printing perlu dibuat mistake proofing berupa peringatan untuk selalu memeriksa kondisi doctor blade apakah masih bagus dan tidak aus. Selain itu juga perlu peringatan agar operator tidak malas dan lalai selalu menjaga kebersihan selang angin doctor blade dengan teratur guna mengurangi kemungkinan
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
85
terjadinya cacat garis.
Sementara itu pada proses laminating, perlu dibuat
peringatan mengenai setting-setting mesin yang harus dilakukan oleh operator. Seperti yang kita ketahui, setting temperatur adalah hal yang paling crucial pada proses ini, maka perlu dibuat papan peringatan atau informasi yang memuat tentang rentang suhu yang digunakan oleh mesin agar setting temperatur oleh operator tidak terlalu melenceng jauh dari standarnya. Operator juga perlu diingatkan untuk memeriksa pisau laminating setiap 5 menit untuk memastikan kondisi pisau yang masih bagus dan tidak tumpul, serta apakah proses pemotongan kupingan berjalan dengan benar sesuai dengan garis potong yang sudah ada. Hal ini karena tidak jarang potongan kupingan melenceng baik terlalu ke dalam maupun terlalu keluar sehingga membuat lebar kupingan disetiap sisi menjadi berbeda-beda. Yang terakhir yaitu proses slitting, perlu dibuat papan peringatan tentang setting tekanan pada tension break dan kuku macan. Khusus untuk kuku macan, operator juga harus selalu mengontrol kondisi part mesin yang satu ini karena meski setting kerenggangan kuku macan sudah benar tapi ternyata kondisinya sudah rusak, hasil penggulungan juga pasti tidak bagus dan mungkin menjadi tidak rata ataupun kendor. Pada intinya poka yoke yang dibuat adalah berdasarkan kesalahankesalahan kerja operator yang telah diidentifikasi pada fishbone diagram dan tabel FMEA di atas. Dengan berbagai papan peringatan dan informasi yang tersedia di lapangan itu, diharapkan operator dapat lebih disiplin dalam melaksanakan tugasnya menjalankan dan memeriksa mesin.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
86
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu plant PT.
Samudra Montaz yang terletak di Cikarang selama bulan Mei – Juli 2010 dan diolah serta dianalisa dengan metode FMEA, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: -
Material yang paling mempengaruhi biaya adalah OPP Film, PP Cosmoplene dan Tinta. Waste dari ketiga material itu yang harus dianalisa, dievaluasi dan kemudian berusaha diminimalisir. Sementara itu, kuantitas sisa material hasil pengumpulan data historis dan pengamatan di lapangan, tidak jauh berbeda dari hasil survey kuesioner.
-
Persentase waste material OPP film rata-rata sebesar 0.53%, material tinta 0.94% dan material cosmoplene sebesar 0.23%. Nilai ini cukup kecil dan sudah berada dibawah batas target waste yang telah ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 5%. Meski begitu, sesekali terjadi pula insiden yang tidak terkendali dengan jumlah waste yang cukup besar yaitu 7% hingga 10%.
-
Kecacatan yang terjadi adalah karena kecacatan yang ditimbulkan oleh kecacatan Lainnya yang saling berhubungan. Kecacatan pada proses printing dapat menyebabkan kecacatan pada proses laminating, kecacatan pada proses laminating menyebabkan kecacatan pada slitting, dan begitu seterusnya.
-
Setiap proses memiliki insiden kecacatan masing-masing, dan untuk memudahkan upaya penanganan masalah agar upaya penanganan ini dapat menyentuh seluruh proses yang dilalui oleh artikel, maka dari setiap proses dipilih 1 insiden yang paling dominan menghasilkan waste. Berikut ini adalah 3 jenis kecacatan yang dominan terjadi dilapangan berdasarkan hasil diagram Pareto: 1.
Gulungan artikel tidak rata pada proses slitting
2.
Timbul garis pada hasil penyetakan diproses printing
3.
Adanya kupingan yang masuk pada proses laminating
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
87
-
Dari hasil pengolahan menggunakan diagram Pareto, fishbone diagram dan prinsip FMEA diketahui bahwa penyebab utama timbulnya waste adalah karena faktor manusia dan faktor mesin. Faktor manusia ada pada keahlian operator dalam melakukan setting pada mesin dan kedisplinan mereka dalam melaksanakan jadwal maintenance yang telah dibuat. Sedangkan masalah pada mesin adalah usia mesin yang sudah cukup tua.
-
Untuk menangani faktor manusia dpat dilakukan beberapa tindakan berikut: 1. Melakukan Training operator secara periodik (per 3 bulan) untuk meningkatkan keahlian dan ketelitian dalam menjalankan setiap proses 2. Menerapkan sistem penilaian kinerja karyawan untuk lebih memotivasi pekerja dalam memperoleh nilai evaluasi tertinggi 3. Membiasakan budaya berbagi ilmu di antara operator, khususnya antara senior dan junior 4. Mendisiplinkan pekerja tentang jadwal maintenance sehingga jadwal yang telah dibuat tersebut tidak berakhir sisa-sia. 5. Mendisiplinkan pekerja dalam mengontrol jalannya proses dengan tidak bercanda atau berbicara hal yang tidak perlu saat sedang bekerja. 6. Membuat jadwal dan prosedur maintenance mesin yang efektif dan kalau perlu yang mudah dikerjakan dan dimengerti oleh operator sehingga mereka tidak malas untuk melakukannya.
-
Untuk mengatasi masalah mesin dapat dilakukan tindakan sebagai berikut: 1. Merancang proses yang optimal dan tahan terhadap faktor pengganggu. Hal ini khususnya dilakukan pada proses laminating dengan rancangan kombinasi setting temperaturnya. 2. Membeli mesin yang baru untuk mengganti mesin-mesin yang sudah tua dan sudah digunakan sejak perusahaan berdiri tersebut. 3. Menyiapkan inventori part-part mesin seperti doctor blade, yang tepat agar tersedia saat dibutuhkan (jangan out-of-stock).
-
Selain itu dapat dilakukan control terhadap peaksanaan tindakan perbaikan dengan mistake proofing yang peringatan yang dipasang di area produksi untuk menegur dan mengingatkan pekerja yang mungkin lupa, sebagai upaya pencegahan untuk menghindari atau mengurangi human error.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
88
5.2
Saran Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam pemilihan
parameter waste maupun tahap pelaksanaan. Dalam penelitian ini, waste hanya dilihat dari sisi material dan tidak termasuk mesin dan aspek lingkungan, sehingga besarnya energi yang digunakan oleh mesin selama proses produksi tidak dihitung atau diperhatikan. Oleh karena itu akan lebih baik jika jumlah waste ini juga dihitung dari jumlah energi, air, sampah, transportasi, emisi dan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terpakai yang termasuk di dalam The seven green wastes. Selain itu dari 7 lean waste yang ada, pada penelitian ini hanya diamati 3 jenis waste yaitu produk cacat (defects), proses yang tidak sesuai (Inappropriate processing), dan transportasi yang tinggi (Excessive transportation). Penelitian ini dilakukan hanya sampai pada tahap analisa dan rencana perbaikan/ pemberian usulan perbaikan (improvement) dan belum sampai pada tahap implementasi. Hasil penelitian ini masih berupa hasil analisa, sehingga dibutuhkan tindakan selanjutnya yaitu implementasi untuk membuktikan keefektifitasan upaya minimalisasi waste. Selain itu nilai pengurangan waste juga belum dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini karena belum adanya 2 kondisi yang dapat dibandingkan, yaitu kondisi aktual dan kondisi setelah perbaikan dilakukan, untuk menghitung besarnya keuntungan atau penghematan yang bisa didapatkan. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya perlu ditambahkan tahap implementasi dan tahap evaluasi dari usulan-usulan perbaikan yang diberikan.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
89
DAFTAR REFERENSI
7 Waste, 23 Maret 2010, , (diakses pada 20 Mei 2010) Departemen TI UI. (n.d.). Seri peningkatan kualitas pembelajaran TI UI-diagram keterkaitan masalah dalam skripsi dan tesis. Maret 13, 2009. Gaspersz, V., 2002, Total Quality management, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kramer, 1996, A Quality Control for Food Industry, Yogyakarta: The Avi Publishing Company. Limbah, , (diakses pada 10 Mei 2010) Montgomery, DC,. 1996, Introduction to Statistical Quality Control, New York: John Wiley & Sons, Inc. Pengolahan Sampah. , (diakses pada 10 Mei 2010) Perilaku Konsumen dan Produsen, , (diakses pada 12 Mei 2010) Skoyles, E.F., 1976, Material Wastage: A misuse of resources. Building Research and Practice. Tague, Nancy R., 2005, The Quality Toolbox Second Edition, Milwaukee: ASQ Quality Press. United States Environmental Protection Agency, 2007, The Lean and Environment Toolkit, United States of America. Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGraw-Hill.
Universitas Indonesia
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
90
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
KUESIONER
KUESIONER Yang terhormat Bapak/ Ibu Responden, Saya mahasiswa Program Sarjana Reguler Teknik Industri Universitas Indonesia sedang melakukan penelitian tentang “Analisa dan Evaluasi Sisa Material pada Proses Produksi Artikel Indomie Rasa Sotomie di PT. Samudra Montaz”. Penyebaran kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui kuantitas dan faktor-faktor penyebab terjadinya sisa material di lapangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan dalam melakukan evaluasi unuk meminimalisasi sisa material yang terjadi di lapangan. Untuk itu saya mngharapkan bantuan dan kerjasama yang baik dari bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Seluruh data yang diperoleh akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian, jadi saya menjamin kerahasiaan informasi yang Bapak/ Ibu berikan. Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/ Ibu yang telah meluangkan waktu untuk mengisis kuesioner ini.
A.
Data Responden Jenis Kelamin : Umur : Lama pengalaman kerja : Departemen : Jabatan :
B.
Kuantitas Sisa Material dari Masing-masing Jenis Material Petunjuk: Berilah tanda silang (x) pada salah satu kotak dari masing-masing jenis material dibawah ini yang menunjukkan kuantitas sisa material yang terjadi di lapangan.
No
Jenis material
1
OPP FILM 20µ
2
PP COSMOPLENE FC 9413
3
TINTA
kuantitas sisa material (presentase) 0-2%
3-5%
6-8%
-TERIMA KASIH-
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
9-11%
12-14%
>15%
91
LAMPIRAN 2
DATA KUESIONER
Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap 40 orang karyawan PT. SMPI yang berasal dari berbagai jabatan, mulai dari pekerja hingga manager departemen. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
0-2% 1 1 1 1
3-5%
OPP film 6-8% 9-11% 12-14% >15%
0-2% 1 1
3-5%
0-2% 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1
1 1 1 1
1 1
1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1
1
1
1 1 1
1 1 1
1
1 1
1 1 1 1 1 1
1 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1
1
1 1 1
1 1 1 1
1 14
1
1 1 1 1 1 1
1 1 1
1 2
0
0
0
29
Tinta 6-8% 9-11% 12-14% >15%
1
1
1
3-5%
1
1 1
24
PP Cosmoplene 6-8% 9-11% 12-14% >15%
1 1 1 1 6
1 5
0
0
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
0
18
8
1 14
0
0
0
92 OPP Film
Kuantitas Waste 0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15%
PP Cosmoplene Kuantitas Waste 0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15%
Tinta Kuantitas Waste 0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15%
responden
persentase
24 14 2 0 0 0 40
60.0% 35.0% 5.0% 0.0% 0.0% 0.0% 100.0%
responden 29 6 5 0 0 0 40
persentase 72.5% 15.0% 12.5% 0.0% 0.0% 0.0% 100.0%
responden 18 8 14 0 0 0 40
persentase 45.0% 20.0% 35.0% 0.0% 0.0% 0.0% 100.0%
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
93
LAMPIRAN 3
ANGGARAN BIAYA (PEMBULATAN)
Berikut ini adalah daftar biaya pembelian material-material, untuk membuat artikel indomie Sotomie, yang telah mengalami pembulatan nilai untuk memudahkan perhitungan.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Material OPP Film PP Cosmoplene OPP Red OPP Green OPP Medium OPP White OPP Yellow OPP Grey OPP Blue New PPL Black MasterBatch Haimaster Ethyl Methyl Toluene Paper core
Jumlah (a) 10368.70 meter 7740.88 kg 15 kg 416 kg 335 kg 246 kg 1252 kg 65 kg 57 kg 77 kg 668.12 kg 1120 kg 240 kg 1040 kg 300 buah TOTAL BIAYA
Harga per satuan (b) Rp 17,000.00 Rp 16,000.00 Rp 30,000.00 Rp 30,000.00 Rp 17,000.00 Rp 20,000.00 Rp 23,000.00 Rp 23,000.00 Rp 26,000.00 Rp 23,000.00 Rp 25,000.00 Rp 9,500.00 Rp 12,000.00 Rp 9,000.00 Rp 17,000.00
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total Harga (a x b) 176,267,900.00 123,854,080.00 450,000.00 12,480,000.00 5,695,000.00 4,920,000.00 28,796,000.00 1,495,000.00 1,482,000.00 1,771,000.00 16,703,000.00 10,640,000.00 2,880,000.00 9,360,000.00 5,100,000.00 401,893,980.00
94
LAMPIRAN 4
MATERIAL PALING DOMINAN BERDASARKAN ANALISIS PARETO
Jenis Material
No
SOLVENT
TINTA
1 OPP Film 2 PP Cosmoplene 3 OPP Red 4 OPP Green 5 OPP Medium 6 OPP White 7 OPP Yellow 8 OPP Grey 9 OPP Blue 10 New PPL Black Total 11 MasterBatch Haimaster 12 Ethyl 13 Methyl 14 Toluene Total 15 Paper core TOTAL
Harga Material
% dari Harga Material
Akumulatif
43.86%
43.86%
30.82%
74.68%
14.20%
88.88%
4.16%
93.04%
5.69%
98.73%
1.27%
100.00%
Rp 176,267,900.00 Rp 123,854,080.00 Rp 450,000.00 Rp 12,480,000.00 Rp 5,695,000.00 Rp 4,920,000.00 Rp 28,796,000.00 Rp 1,495,000.00 Rp 1,482,000.00 Rp 1,771,000.00 Rp 57,089,000.00 Rp 16,703,000.00 Rp 10,640,000.00 Rp 2,880,000.00 Rp 9,360,000.00 Rp 22,880,000.00 Rp 5,100,000.00 Rp 401,893,980.00
* tinta yang dihitung adalah akumulasi dari seluruh jenis tinta.
Dari table di atas dapat dilihat bahwa, material yang mempengaruhi 80% biaya material adalah 3 material berikut ini: 1.
OPP Film
2.
PP Cosmoplene
3.
Tinta
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
95
LAMPIRAN 5
OVERUSAGE MATERIAL JAN-MEI 2010
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat persentase waste/ overusage material untuk setiap produksi artikel Indomie rasa Sotomie selama bulan Januari hingga Mei 2010. No. 1 2 3 4 5
MATERIAL OPP film Tinta Solvent Cosmoplene MB Haimaster
JAN Job ID 24746 24773 0.4 -8.0 18.9 -0.1 1.3
FEB MAR APR MEI RATA-RATA Job ID Job ID Job ID Job ID WASTE PER 24791 24813 24854 24966 24881 24918 24986 25046 25975 25110 25141 MATERIAL 0.9 0.6 0.6 0.7 0.5 0.3 0.3 0.5 0.2 0.8 0.53 2.7 -11.6 7.6 -6.8 -9.8 -3.8 -8.5 -4.7 -3.0 -6.8 -4.79 60.6 12.3 14.1 30.1 19.0 6.4 15.2 32.6 0.2 11.7 20.10 0.3 0.7 -0.5 0.3 0.1 0.0 -0.2 1.0 -0.4 -0.2 0.3 0.11 11.9 5.2 5.1 -12.5 1.6 1.7 -1.4 3.4 4.6 -2.1 -1.5 1.44
Selanjutnya nilai persentase yang memiliki nilai minus (-), peneliti ubah menjadi 0%. Hal ini karena nilai minus berarti tidak ada overusage material yang terjadi―bahkan mungkin saja berlebih―sehingga nilai diubah menjadi 0 agar tidak mempengaruhi nilai persentase lainnya. Maka setelah diubah, persentase waste/ overusage material selama bulan Januari hingga Mei 2010 menjadi sebagai berikut: No. 1 2 3 4 5
MATERIAL OPP film Tinta Solvent Cosmoplene MB Haimaster
JAN Job ID 24746 24773 0.4 0.0 18.9 0.0 1.3
FEB MAR APR MEI RATA-RATA Job ID Job ID Job ID Job ID WASTE PER 24791 24813 24854 24966 24881 24918 24986 25046 25975 25110 25141 MATERIAL 0.9 0.6 0.6 0.7 0.5 0.3 0.3 0.5 0.2 0.8 0.53 2.7 0.0 7.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.94 60.6 12.3 14.1 30.1 19.0 6.4 15.2 32.6 0.2 11.7 20.10 0.3 0.7 0.0 0.3 0.1 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 0.3 0.23 11.9 5.2 5.1 0.0 1.6 1.7 0.0 3.4 4.6 0.0 0.0 2.90
Dari tabel diatas diperoleh rata-rata persentase waste untuk masing-masing material. Rata-rata persentase waste untuk 3 jenis material yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. OPP Film
: 0.53%
2. PP Cosmoplene
: 0.94%
3. Tinta
: 0.23%
Ket: Tanda strip (-) menunjukkan bahwa data tidak ditemukan
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
96
LAMPIRAN 6
REKAPITULASI WASTE ARTIKEL INDOMIE STOTOMIE BULAN MARET 2010 (JOB ID: 24966)
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.1 1.11
2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12
4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
mesin GR 6 missprint garis tinta kering kotor/ bayang warna unstandard start awal bercak tinta keriput tinta sobekan printing bekas lap cylinder lain-lain mesin GR6 total
mesin EC-3 jendol/ lembek delaminasi keriput laminasi PP bolong transparan pitch unstandard bintik laminasi sobek laminasi start awal kupingan masuk berat unstandrad lain-lain mesin EC-3 total
mesin slitting gulungan tidak rata gulungan kendor potongan tidak simetris joint unstandard meter kurang keriput slitting lain-lain mesin slitting total
waste (meter jumbo) 470 1250 200 0 0 750 0 0 200 124 500 3494 waste (meter jumbo) 500 0 250 0 0 0 40 0 500 920 0 0 2210 waste (meter jumbo) 2200 950 1000 0 140 0 0 4290
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
97
LAMPIRAN 7 No. 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
DATA DETAIL INSIDEN KECACATAN
MESIN mesin GR 6 missprint garis tinta kering kotor/ bayang warna unstandard start awal bercak tinta keriput tinta sobekan printing bekas lap cylinder lain-lain TOTAL mesin EC-3 jendol/ lembek delaminasi keriput laminasi PP bolong transparan pitch unstandard bintik laminasi sobek laminasi start awal kupingan masuk berat unstandrad lain-lain TOTAL mesin slitting gulungan tidak rata gulungan kendor potongan tidak simetris joint unstandard meter kurang keriput slitting lain-lain TOTAL WASTE PER ARTIKEL
24746 3000 600 0 0 700 500 0 0 300 256 0 5356
JAN Job ID 24773 24791 400 520 750 300 0 0 0 0 0 0 1250 1450 0 0 0 180 250 200 284 128 350 100 3284 2878
total 3920 1650 0 0 700 3200 0 180 750 668 450
FEB Job ID 24813 24854 1050 1690 950 4300 1000 400 0 0 0 0 0 700 0 0 800 1300 150 300 167 124 0 0 4117 8814
total 2740 5250 1400 0 0 700 0 2100 450 291 0
24966 470 1250 200 0 0 750 0 0 200 124 500 3494
MAR Job ID 24881 24918 2820 950 3180 930 0 0 0 0 0 0 1180 500 0 0 0 0 200 200 120 124 0 0 7500 2704
total 4240 5360 200 0 0 2430 0 0 600 368 500
APR Job ID 24986 25046 2000 0 2050 1400 250 0 200 0 200 0 1700 2900 0 0 500 0 150 240 93 97 0 0 7143 4637
total 2000 3450 250 200 200 4600 0 500 390 190 0
25975 2450 1410 0 0 0 460 0 250 200 131 0 4901
MEI Job ID 25110 25141 750 1500 800 850 0 200 0 300 0 0 1200 850 0 0 100 0 200 250 155 155 200 0 3405 4105
total
TOTAL WASTE PER INSIDEN
4700 3060 200 300 0 2510 0 350 650 441 200
17600 18770 2050 500 900 13440 0 3130 2840 1958 1150 62338
4500 4500 1000 0 0 0 500 0 0 1000 0 380 11880
1100 0 0 0 0 0 500 0 0 3100 0 0 4700
0 0 0 0 0 0 500 0 0 2250 0 0 2750
5600 4500 1000 0 0 0 1500 0 0 6350 0 380
500 0 0 0 0 0 50 0 0 1230 0 0 1780
0 0 950 0 0 0 240 0 1450 950 0 0 3590
500 0 950 0 0 0 290 0 1450 2180 0 0
500 0 250 0 0 0 40 0 500 920 0 0 2210
680 0 3500 0 0 0 50 0 1480 600 2180 0 8490
750 0 1400 0 0 0 40 0 0 1800 0 0 3990
1930 0 5150 0 0 0 130 0 1980 3320 2180 0
480 0 800 0 0 0 50 0 400 0 1500 0 3230
1400 0 0 0 0 0 100 0 1900 0 0 0 3400
1880 0 800 0 0 0 150 0 2300 0 1500 0
460 0 810 0 0 0 100 0 660 460 0 0 2490
1100 0 800 0 0 0 80 0 0 600 0 0 2580
1150 0 840 0 0 0 100 0 0 0 2300 0 4390
2710 0 2450 0 0 0 280 0 660 1060 2300 0
12620 4500 10350 0 0 0 2350 0 6390 12910 5980 380 55480
1000 0 0 500 600 0 0 2100 19336
2900 0 0 0 0 0 0 2900 10884
1500 0 0 0 0 0 0 1500 7128
5400 0 0 500 600 0 0
500 0 0 0 0 0 0 500 6397
2950 1250 0 0 700 0 0 4900 17304
3450 1250 0 0 700 0 0
2200 950 1000 0 140 0 0 4290 9994
0 300 780 0 250 0 0 1330 17320
1250 0 500 0 0 0 0 1750 8444
3450 1250 2280 0 390 0 0
400 100 600 1900 0 0 0 3000 13373
3400 1900 0 0 0 0 0 5300 13337
3800 2000 600 1900 0 0 0
480 610 0 0 200 0 0 1290 8681
1400 0 900 0 0 0 0 2300 8285
1350 1150 880 0 0 0 0 3380 11875
3230 1760 1780 0 200 0 0
19330 6260 4660 2400 1890 0 0 34540 152358
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
98
LAMPIRAN 8
KECACATAN DOMINAN BERDASARKAN ANALISA PARETO No. 4.1 1.2 1.1 1.6 2.10 2.1 2.3 2.9 4.2 2.11 4.3 2.2 1.8 1.9 4.4 2.7 1.3 1.10 4.5 1.11 1.5 1.4 2.12 1.7 2.4 2.5 2.6 2.8 4.6 4.7
Insiden Kecacatan gulungan tidak rata garis missprint start awal kupingan masuk jendol/ lembek keriput laminasi start awal gulungan kendor berat unstandrad potongan tidak simetris delaminasi keriput tinta sobekan printing joint unstandard bintik laminasi tinta kering bekas lap cylinder meter kurang lain-lain warna unstandard kotor/ bayang lain-lain bercak tinta PP bolong transparan pitch unstandard sobek laminasi keriput slitting lain-lain
% 12.69% 12.32% 11.55% 8.82% 8.47% 8.28% 6.79% 4.19% 4.11% 3.92% 3.06% 2.95% 2.05% 1.86% 1.58% 1.54% 1.35% 1.29% 1.24% 0.75% 0.59% 0.33% 0.25% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
% Kumulatif 12.69% 25.01% 36.56% 45.38% 53.85% 62.14% 68.93% 73.12% 77.23% 81.16% 84.22% 87.17% 89.22% 91.09% 92.66% 94.21% 95.55% 96.84% 98.08% 98.83% 99.42% 99.75% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%