SKRIPSI
STUDI ASPEK KEBISINGAN DI UNIT STAMPING SHOP, KARAWANG PLANT PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
Oleh : KOKOH BAIQUNI F14050305
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
i
STUDI ASPEK KEBISINGAN DI UNIT STAMPING SHOP, KARAWANG PLANT PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : KOKOH BAIQUNI F14050305
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN STUDI ASPEK KEBISINGAN DI UNIT STAMPING SHOP, KARAWANG PLANT PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : KOKOH BAIQUNI F14050305 Dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1987 di Jakarta Tanggal lulus, Menyetujui, Bogor, …………………………
Ir. Susilo Sarwono
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M. Agr
Ariyus Arifin S. T.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Pembimbing III
Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian
iii
Kokoh Baiquni. F14050305. Studi Aspek Kebisingan di Unit Stamping Shop, Karawang Plant PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Di bawah bimbingan : Susilo Sarwono, M. Faiz Syuaib, Ariyus Arifin. 2009 RINGKASAN Skripsi adalah tugas akhir calon sarjana yang harus diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertanian. Skripsi tersebut dapat disusun sebagai hasil penelitian ataupun magang di suatu perusahaan yang relevan. Sedangkan skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun berdasarkan hasil magang selama tiga bulan di unit Stamping Shop, Karawang Plant PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA (PT TMMIN). Sebagai salah satu perusahaan yang memproduksi mobil maupun komponen mobil, PT TMMIN menjalankan aktivitas produksi dengan menggunakan mesin-mesin dalam skala besar. Kondisi mesin-mesin besar tersebut turut membentuk lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap hasil kerja manusia. Penggunaan mesin-mesin dalam industri dapat menimbulkan akibat yang kurang baik bagi kesehatan jika tidak dicermati dengan baik. Pada saat mesin beroperasi, muncul efek yang merugikan bagi perkerja, yaitu getaran dan kebisingan atau yang biasa disebut dengan noise yang berhubungan dengan pekerja. Kebisingan di area stamping termasuk dalam kebisingan impulsif berulang. Berdasarkan pengolahan data diperoleh informasi bahwa tingkat kebisingan pada Pattern 3 lebih kecil dibandingkan dengan Pattern 1, sedangkan Pattern 1 memiliki tingkat kebisingan yang lebih kecil dibandingkan dengan Pattern 2 (Pattern 3 < Pattern 1 < Pattern 2). Secara umum pada ketiga Pattern tersebut, tingkat kebisingan di area kerja karyawan mencapai nilai di atas 95 dB. Tingkat kebisingan tersebut menurut standar kebisingan Menteri Tenaga Kerja sudah melewati ambang batas yang diizinkan. Berdasarkan pengolahan hasil kusioner terhadap operator, diperoleh tiga informasi utama, yaitu : (1) Tingkat eksposur kebisingan yang diterima operator setelah menggunkan earplugs sudah sesuai dengan standar; (2) Sebagian besar dari mereka tidak merasakan adanya gangguan akibat kebisingan terhadap dirinya; (3) Sebagian besar dari mereka selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) khusunya telinga yang lebih dikenal dengan Alat Pelindung Telinga (APT) dalam hal ini adalah earplugs pada jam kerja. Upaya pengendalian yang dilakukan oleh PT TMMIN adalah menggunakan earplugs Jenis Tri-SealTM Reusable Silicone Ear Plugs sebagai standar kerja di Stamping shop. Tingkat kebisingan yang melebihi standar kebisingan menyebabkan diperlukanya penanganan-penanganan lebih ditambah dengan masih ada kendala-kendala dalam melaksanakan kebijakan penggunaan earplugs. Maka PT TMMIN disarankan untuk membuat zona-zona yang mewajibkan karyawan maupun tamu yang datang untuk menggunakan earplugs atau tidak, berdasarkan tingkat kebisinganya, orang yang boleh masuk ke dalam area tertentu, serta aktivitas yang diperbolehkan di dalamnya. Zona itu adalah Ears Protection Device Zone (EPD Zone).
iv
Toyota Training Center (TTC) sebagai bagian dari Human Resouce Development memiliki kapasitas untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kerja karyawan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kerja. Perancangan materi dan kegiatan training yang disusun diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan karena materi dan kegiatan training tersebut dirancang berdasarkan hasil observasi selama kegiatan magang. Rancangan materi dan kegiatan training tersebut terdiri dari, (1) Efek fisik dan psikologi dari kebisingan dan kehilangan pendengaran; (2) Pemilihan, menggunakan, dan merawat alat pelindung telinga (earplugs); (3) Peraturan dan tanggung jawab pekerja dan pimpinan dalam menghadapi Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
v
RIWAYAT HIDUP Penulis, Kokoh Baiquni dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Hasanuddin Sidik dan Rohaitoh. Penulis menempuh pendidikan di TK Islam RPI Jakarta lulus tahun 1993, SD Islam RPI Jakarta lulus tahun 1999, SLTP Negeri 15 Jakarta lulus tahun 2002, dan SMA Negeri 3 Jakarta lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Tingkat Persiapan Bersama IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian dengan kurikulum mayorminor. Mayor yang diambil adalah Mayor Teknik Pertanian dengan mengambil mata kuliah penunjang, yaitu Dasar-dasar Arsitektur Lanskap, Teori Disain Lanskap, Dasar-dasar Komunikasi, Metode Statistika, Ekonomi Sumberdaya. Pada tahun 2008 penulis menjadi bagian dari Ergonomika dan Elektronika Pertanian (ERGOTRON) dengan dosen pembimbing akademik Ir. Susilo Sarwono dan Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M. Agr. Selama melakukan kegiatan magang di PT TMMIN penulis dibimbing pula oleh Bapak Miftahudin dan Bapak Ariyus Arifin. Selama perkuliahan, penulis tercatat sebagai asisten praktikum mata kuliah Fisika Umum untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama semester ganjil tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Futsal pada tahun 2005-2007. Selain itu penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB tahun 2006-2007. Penulis melakukan praktek lapang pada tahun 2008 di Pusat Penelitan Teh dan Kina (PPTK), Gambung, Bandung, Jawa Barat dengan judul "Aspek Mesin Pengolahan Teh Hitam di Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Bandung, Jawa Barat". Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan di IPB dengan judul tugas akhir "Studi Aspek Kebisingan di Unit Stamping Shop, Karawang Plant PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia".
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta sahabat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang berjudul "Studi Aspek Kebisingan di Unit Stamping Shop, Karawang Plant PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia". Laporan magang ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Susilo Sarwono, selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr, selaku dosen pembimbing II serta Bapak Ariyus selaku pembimbing III atas bimbingan, arahan, masukan, dan kemudahan dalam penyusanan skripsi ini. 2. Dr. Ir. I Wayan Astika, M. Si. sebagai dosen penguji atas kritik dan saran yang diberikan selama sidang. 3. Bapak Miftahudin, selaku Departemen Head TOYOTA TRAINING CENTER (TTC)
Human
Resource
Division
(HRD)yang
memberikan
penulis
kesempatan untuk magang di PT TMMIN. 4. Bapak Ferdy, Bapak Juhartono, Bapak Sumadi, dan Bapak Arif Munandar serta seluruh karyawan PT TMMIN terutama HRD/TTC yang telah membantu penulisan selama melaksanakan kegiatan magang di PT TMMIN. 5. Hasanuddin Sidik (ayah), Rohaitoh (Ibu), Rifka Jamalia, Rizki Amelia, atas doa dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Rika Kemala Sari yang selalu mendukung, menyemangati, memberikan masukan dan sabar menemani penulis dalam penyelesain skripsi ini. 7. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan empat puluh dua yang mengisi harihari penulis dengan penuh suka cita. 8. Teman-teman Progam Administrasi (PA) PT TMMIN yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan penuh keceriaan.
i
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan laporan magang ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan penmgalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat menyusun laporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga laporan magang ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, Agustus 2009
Kokoh Baiquni
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... viii I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................. 3 II. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG ...................................................... 4 A. DESKRIPSI KEGIATAN.................................................................... 4 B. METODE KERJA................................................................................ 4 III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ...................................................... 12 A. SEJARAH PERUSAHAAN ................................................................ 12 B. PERKEMBANGAN TOYOTA ............................................................................. 13 C. VISI DAN MISI PERUSAHAAN. ...................................................... 16 D. STUKTUR ORGANISASI PT TMMIN.............................................. 17 E. TOYOTA INTERNSHIP PROGRAM ................................................... 18 F. LETAK DAN LUAS PERUSAHAAN................................................ 19 G. KEGIATAN DIVISI-DIVISI PERUSAHAAN................................... 21 IV. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 24 A. ERGONOMIKA .................................................................................. 24 B. SUARA ................................................................................................ 25 1. KEBISINGAN ............................................................................... 25 2. TIGA UNSUR SUARA ................................................................. 26 3. FREKWENSI DAN PANJANG GELOMBANG ......................... 26 4. GARIS BENTUK KENYARINGAN ............................................ 27 5. AKIBAT-AKIBAT KEBISINGAN............................................... 28 C. ALAT YANG DIPAKAI DALAM PENGUKURAN DAN ANALISA .................................................................................. 31 1. SOUND LEVEL METER................................................................ 32 2. MIKROFON .................................................................................. 35
iii
3. LEVEL RECORDER ...................................................................... 35 4. AUDIO RECORDER...................................................................... 36 5. ALAT ANALISIS FREKWENSI.................................................. 38 D. PENILAIAN KUANTITATIF KEBISINGAN ................................... 39 1. TINGKAT TEKANAN SUARA DAN TINGKAT TEKANAN SUARA BERBOBOT A (TINGKAT KEBISINGAN) ................. 40 2. TINGKAT PERSENTIL (LAN, T) ................................................... 41 3. TINGKAT TEKANAN SUARA BERBOBOT A YANG SEPADAN DAN KONTINYU (LAEQ).......................................... 42 4. TINGKAT EKSPOS TERHADAP SUARA (LAE)........................ 43 5. TIPE-TIPE KEBISINGAN ........................................................... 44 E. DESIBEL ............................................................................................. 46 1. DEFINISI DAN PERHITUNGAN LOGARITMA ...................... 46 2. TAMBAHAN DECIBEL (KOMBINASI ENERGI/ KEKUATAN) .............................................................................. 47 3. PERBEDAAN TINGKAT DECIBEL (KOMPENSASI UNTUK KEBISINGAN LATAR BELAKANG)......................................... 49 4. TINGKAT DECIBEL RATA-RATA (KEKUATAN RATA-RATA) ............................................................................... 49 F. PROPAGASI SUARA (RAMBATAN SUARA)................................ 50 1. KEKUATAN SUARA DARI SUMBER DAN TINGKAT KEKUATAN SUARA ................................................................... 50 2. PROPAGASI SUARA ................................................................... 51 G. STANDAR KEBISINGAN ................................................................. 52 H. CARA MENGURANGI KEBISINGAN............................................. 53 I. PROSES STAMPING.......................................................................... 56 1. PROSES PEMBENTUKAN.......................................................... 57 2. PROSES PEMOTONGAN ............................................................ 57 V. PEMBAHASAN ....................................................................................... 59 A. ASPEK KHUSUS (ANALISIS KEBISINGAN)................................. 60 1. SUMBER BISING ......................................................................... 61 2. POLA SEBARAN KEBISINGAN ................................................ 62
iv
3. ANALISIS HASIL OBSERVASI ................................................. 64 4. PENGENDALIAN KEBISINGAN................................................ 69 5. EARS PROTECTION DEVICE ZONE (EPD ZONE) .................... 71 B. ASPEK UMUM ................................................................................... 73 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 76 A. KESIMPULAN ................................................................................... 76 B. SARAN ............................................................................................... 76 1. UNTUK INSTITUSI...................................................................... 76 2. UNTUK PERUSAHAAN.............................................................. 77 3. UNTUK MAHASISWA ................................................................ 77 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78 LAMPIRAN..................................................................................................... 80
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Sound Level Meter (YFE YF-22 IEC 651 TYPE II).................. 5
Gambar 2.
Peta Lokasi Head Office dan Plant Sunter 2 .............................. 19
Gambar 3.
Peta Lokasi Plant Sunter 1.......................................................... 20
Gambar 4.
Peta Lokasi Plant Karawang....................................................... 21
Gambar 5.
Layout PT TMMIN Plant Karawang.......................................... 21
Gambar 6.
Gelombang Sinusoidal................................................................ 27
Gambar 7.
Garis Bentuk Kenyaringan.......................................................... 28
Gambar 8.
Prinsip Dasar dari Sound Level Meter ........................................ 33
Gambar 9.
Karakteristik Frekwensi dari Alat-Alat Ukur Tingkat Kebisingan .................................................................................. 40
Gambar 10. Tingkat Tekanan Suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu............................................................................... 43 Gambar 11. Tingkat Ekspos Terhadap Suara ................................................. 44 Gambar 12. Kondisi Ruang Kerja Stamping Shop ......................................... 60 Gambar 13. Pola Sebaran Kebisingan untuk Pattern 1 .................................. 63 Gambar 14. Pola Sebaran Kebisingan untuk Pattern 2 .................................. 63 Gambar 15. Pola Sebaran Kebisingan untuk Pattern 3 .................................. 63 Gambar 16. Grafik Daily Noise Dose Operator Ketika Menggunakan Earplugs...................................................................................... 65 Gambar 17. Grafik Efek yang Dirasakan Operator Akibat Kebisingan ......... 67 Gambar 18. Grafik Alasan Tidak Menggunakan Earplugs ............................ 68 Gambar 19. Tri-SealTM Reusable Silicone Ear Plugs ..................................... 71
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Identitas Diri Karyawan sebagai Subjek Kegiatan Magang............ 6 Tabel 2. Sejarah Perkembangan Toyota ........................................................ 16 Tabel 3. Jenis-jenis dari Akibat-Akibat Kebisingan...................................... 29 Tabel 4. Perbedaan-Perbedaan Antara Sound Level Meter dan Precision Sound Level Meter........................................................... 32 Tabel 5. Penyetelan-Penyetelan Utama untuk Sound Level Meter................ 34 Tabel 6. Jenis-Jenis Mikrofon dan Karakteristiknya ..................................... 35 Tabel 7. Tipe-Tipe Analisis Frekwensi ......................................................... 38 Tabel 8. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan Tertentu.......... 45 Tabel 9. Tipe-Tipe Kebisingan Lingkungan.................................................. 46 Tabel 10. Tabel Singkat logaritma................................................................... 46 Tabel 11. Tabel Singkat dari Penggabungan Energi ....................................... 47 Tabel 12. Jumlah dB(A) yang Harus Ditambahkan ke Bunyi Terbesar .......... 48 Tabel 13. Kompensasi Pembacaan Alat Pengukur Tingkat Kebisingan untuk Efek-Efek Kebisingan Latar Belakang (Unit-Unit: Db)........ 49 Tabel 14. Nilai Ambang Batas Lama Kerja yang Diizinkan dalam Sehari ..... 52 Tabel 15. Bebeapa Standar Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Lama Kerja Kontinu yng Diperkenankan .......................................... 53 Tabel 16. Item Part yang Diproduksi oleh Mesin Pos C dan Pos A pada Pattern 1, Pattern 2, dan Pattern 3 ................................................. 62 Tabel 17. Peredaman Kebisingan Berbagai Jenis APT .................................. 70
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT TMMIN................................................ 81 Lampiran 2. General Report........................................................................... 82 Lampiran 3. EPD Zone Report....................................................................... 83 Lampiran 4. Pola Sebaran Kebisingan Pattern 1 ........................................... 84 Lampiran 5. Pola Sebaran Kebisingan Pattern 2 ........................................... 85 Lampiran 6. Pola Sebaran Kebisingan Pattern 3 ........................................... 86 Lampiran 7. Kuisioner Tenaga Kerja............................................................. 87 Lampiran 8. Tingkat Kebisingan Tiap Mesin Pattern 1 Pada Produksi Part. 90 Lampiran 9. Tingkat Kebisingan Tiap Mesin Pattern 2 Pada Produksi Part. 91 Lampiran 10. Tingkat Kebisingan Tiap Mesin Pattern 3 Pada Produksi Part. 92 Lampiran 11. Nama dan Gambar Item Part yang Diproduksi di Stamping Shop Karawang Plant untuk Pos A dan Pos C .......... 93
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Institut Pertanian Bogor sebagaimana perguruan tinggi lainnya dituntut untuk
menghasilkan
sarjana-sarjana
yang
mampu
mengembangkan
kemampuan dan profesi keilmuannya. Untuk tujuan tersebut, sebagai tugas akhir calon sarjana diharuskan menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertanian. Skripsi tersebut dapat disusun sebagai hasil penelitian ataupun magang di suatu perusahaan yang relevan. Kegiatan magang diharapkan mampu menjadi wadah atau sarana pembelajaran dan menimba pengalaman bagi mahasiswa sebelum terjun ke dunia kerja dalam usaha mengintegrasikan juga mensinergikan pendidikan dan penelitian dengan pengabdian masyarakat luas nantinya. Dengan berbekal ilmu pengetahuan serta pengalaman yang diperoleh dari bangku kuliah, diharapkan mahasiswa dapat mengerti, memahami, membandingkan, dan mengaplikasikan dengan praktek secara nyata. Dengan landasan rasional sebagaimana dijelaskan di atas, maka penulis memilih untuk melaksanakan magang di perusahaan (industri) yang berkaitan dengan ilmu keteknikan sebagai tugas akhir untuk menyusun skripsi. Pilihan ini diharapkan mampu memberikan bekal pengalaman kerja serta gambaran yang lebih jelas mengenai hal-hal apa saja yang ada dalam kenyatan di lapangan dalam dunia kerja yang sebenarnya. Hasil yang diperoleh selama kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk keperluan akademik mahasiswa dan juga bermanfaat sebagai bahan masukkan bagi pengambil kebijakan di perusahaan. PT
TOYOTA
MOTOR
MANUFACTURING
INDONESIA
(TMMIN) merupakan kerjasama perusahaan antara PT Astra International Tbk. dari Indonesia dan Toyota Motor Corporation dari Jepang. Perumusan kerjasama tersebut terjadi pada tahun 1971; sampai tahun 2009, 95 % saham Toyota Motor Manufacturing Indonesia dipegang oleh Toyota Motor Corporation (TMC) dan 5 % dipegang oleh PT Astra International Tbk.
1
Untuk meningkatkan kualitas produk dan kemampuan produksi, Karawang Plant, dengan teknologi terbaru di Indonesia diselesaikan pada tahun 1998 dengan fasilitas state-of-the-art dan peningkatan kualitas serta sistem manajemen lingkungan. Sebagai salah satu perusahaan yang memproduksi mobil maupun komponen mobil, PT TMMIN menjalankan aktivitas produksi dengan menggunakan mesin-mesin dalam skala besar. Kondisi mesin-mesin besar tersebut turut membentuk lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap hasil kerja manusia. Kondisi lingkungan kerja yang baik adalah kondisi yang memungkinkan manusia melaksanakan kegiatanya dengan optimal, sehat, aman, dan selamat. Pencegahan terjadinya kecelakaan kerja merupakan tindakan yang tepat untuk menghindari resiko terjadinya kecelakaan kerja. Pengunaan mesin-mesin dalam industri dapat menimbulkan akibat yang kurang baik bagi kesehatan jika tidak dicermati dengan baik. Pada saat mesin beroperasi, muncul efek yang merugikan bagi perkerja, yaitu getaran dan kebisingan atau yang biasa yang disebut dengan noise yang berhubungan dengan pekerja. Dalam jangka pendek, kebisingan di atas ambang batas yang diizinkan akan mengakibatkan turunya produktifias dari para pekerja. Dalam jangka panjang, kebisingan akan berefek negatif bagi kesehatan terutama munculnya masalah
pendengaran
dan
berkurangnya
konsentrasi
sehingga
dapat
menyebabkan kecelakaan kerja. Masalah kebisingan tersebut dialami pula oleh pekerja PT TMMIN. Oleh karena itu, masalah kebisingan menjadi pembahasan utama di dalam laporan magang ini. Salah satu usaha pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja untuk
menangani
masalah
kebisingan
tersebut
adalah
dengan
memasyarakatkan program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas pekerja. Salah satu unsur yang digalakkan dalam program K3 adalah pengendalian kebisingan dalam pabrik. PT TMMIN mendukung usaha pemerintah tersebut dengan menjadikan K3 sebagai Company Wide Program. Dengan demikian, PT TMMIN menjadi tempat yang representatif bagi mahasiswa untuk melaksanakan magang dalam
2
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mengenai aspek ergonomika/K3 (kebisingan) dalam ruang kerja. Walaupun PT TMMIN merupakan perusahaan yang bergerak di industri otomotif, tapi ilmu-ilmu yang didapatkan selama di Departemen Teknik Pertanian dapat diaplikasikan dalam menganalisis serta memecahkan beberapa masalah yang selanjutnya menjadi masukan kepada pengambil kebijakan perusahaan untuk mengurangi dampak negatif kebisingan sebagaimana yang penulis lakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini. Melalui kegiatan magang ini, diharapkan dapat memperkaya wawasan, informasi, dan pengalaman kerja sebagai dasar pengaplikasian pengetahuan dan teori dasar yang telah diperoleh selama perkuliahan. Hasil dari kegiatan magang ini disusun dalam bentuk skripsi yang berfungsi sebagai tugas akhir mahasiswa yang nantinya akan disidangkan sebagai syarat kelulusan kuliah di Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
B. TUJUAN 1. Mengetahui tingkat eksposur kebisingan, daily noise dose, dan persepsi subjektif karyawan terhadap kebisingan di Stamping Shop, Karawang Plant PT TMMIN. 2. Mengetahui pola sebaran kebisingan di area Stamping Shop. 3. Menentukan zonasi Ears Protection Device (EPD Zone) di area Stmaping Shop.
3
II. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG A. DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT TMMIN. Kegiatan magang ini dimulai tanggal 1 April sampai dengan 30 Juni 2009. Waktu pelaksanaanya disesuaikan dengan jam kerja karyawan, yaitu delapan jam kerja yang dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB selama lima hari dalam seminggu. Waktu istirahat kurang lebih selama 60 menit yang dimulai dari pukul 11.45 WIB sampai dengan pukul 12.45 WIB. Aspek yang dikaji dalam pelaksanaan kegiatan magang ini terdiri dari aspek umum dan aspek khusus. Aspek umum meliputi identifikasi profil perusahaan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan supporting training. Aspek khusus meliputi analisis kondisi kebisingan selama proses produksi pembuatan komponen-komponen kendaraan dengan cara pengempaan di stamping shop. Untuk pemenuhan tugas umum kagiatan magang dilaksanakan di Head Office (Human Resouce Division/Toyota Training Center Departement) PT TMMIN, sedangkan untuk pemenuhan tugas khusus dilaksanakan di Stamping Shop, Karawang Plant, Jawa Barat.
B. METODE KERJA Secara umum, metode yang digunakan untuk menjalankan kedua aspek dalam kegiatan magang adalah : 1. Perkenalan dengan pimpinan dan staf perusahaan Untuk saling mengenal antara staf-staf perusahaan sebagai pihak yang membantu pelaksanaan praktek lapangan ini dengan pelaksana kegiatan magang. 2. Pengamatan di lapangan Untuk mengetahui kondisi lapangan secara visual (langsung) sehingga akan dapat diketahui keadaan fisik dari obyek yang akan diamati. Dalam pengamatan tersebut juga dilakukan pengukuran-pengukuran sederhana guna memperoleh data-data yang dibutuhkan untuk analisis lebih lanjut.
4
3. Wawancara Untuk mengklasifikasikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan dengan menanyakan langsung kepada pihak yang terkait. 4. Latihan Kerja / Magang Melakukan praktek kerja secara langsung di lapangan guna memeperoleh pengalaman dan keterampilan kerja. 5. Studi Pustaka Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur untuk mendukung datadata di lapangan dan sebagai bahan analisis. Sedangkan untuk menjalankan aspek khusus, digunakan beberapa metode, yaitu : 1. Peralatan, Subjek, dan Objek a. Peralatan yang digunakan 1) Sound Level Meter (SLM) SLM (Gambar 1) adalah alat yang paling sederhana (kecil, mudah dibawa, dan dapat digenggam oleh tangan) untuk mengukur kebisingan. Yang terdiri dari microphone, ampliflier, dan indicating meter. SLM mengubah fluktuasi tekanan suara kedalam sinyal elektrik yang menampilkan angka-angka amlitudo dari sinyal. (Lipscomb, 1978)
Gambar 1. Sound Level Meter (YFE YF-22 IEC 651 TYPE II) Di dalam kegiatan magang ini SLM digunakan untuk mengukur kebisingan di setiap sumber bising di Stamping Shop, yaitu mesin tempa FUKUI Pos A dan Pos C.
5
2) Komputer dan alat tulis Kedua alat ini berfungsi sebagai pencatat dan pengolah data. 3) Earplugs Alat ini digunakan untuk melindungi penulis dari kebisingan selama pengambilan data di stamping shop. b. Subjek Subjek di dalam kegiatan magang ini terdiri dari operator yang bekerja bersentuhan langsung dan berada di sekitar mesin tempa. Berikut tabel yang menunjukkan identitas diri karyawan yang nantinya digunakan sebagai pertimbangan dalam menganalis dampak kebisingan. Tabel 1. Identitas Diri Karyawan sebagai Subjek Kegiatan Magang Nama
Pengalaman Kerja
Karyawan Karyawan 1 Karyawan 2 Karyawan 3 Karyawan 4 Karyawan 5 Karyawan 6 Karyawan 7 Karyawan 8 Karyawan 9 Karyawan 10 Karyawan 11 Karyawan 12 Karyawan 13 Karyawan 14 Karyawan 15 Karyawan 16 Karyawan 17 Karyawan 18 Karyawan 19 Karyawan 20 Karyawan 21
Usia 22 24 19 26 19 21 20 20 20 22 29 37 30 20 43 25 24 27 26 20 21
Pekerjaan
Operator Pos Ao
Operator Pos C
Dandori dan Forklift
Tahun 1 5 0 5 0 1 0 0 9 0 6 14 7 1 20 4 4 5 5 0 1
Bulan Minggu 10 10 8 4 11 8 17 11 11 10 1 0 1 0 0 7 10 1 1 9 9
2 2 0 0 1 4 0 0 1 2 3 0 3 0 0 2 0 0 0 0 0
Merasa Ada Gangguan Pendengaran Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak
Persepsi objektif karyawan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tanpa dilakukan
6
analisis lanjutan yang bersifat kuantitatif. Untuk memenuhi tujuan itu dibutuhkan minimal 10 % dari total populasi untuk dijadikan sample. Karyawan yang bekerja bersentuhan langsung dengan sumber bising berjumlah sekitar 50 orang dengan demikian dibutuhkan sekitar 5 orang sebagai sample. Namun, agar didapat hasil yang lebih relevan diambil 21 orang karyawan sebagai sample untuk analisis persepsi subjektif. Ke-21 karyawan tersebut dipilih melalui pendekatan judgmental sampling, di mana sample dipilih karena dianggap layak dan dapat mewakili dari keseluruhan populasi. c. Objek Objek yang dianalisis adalah kondisi kebisingan keseluruhan di Stamping Shop yang dipengaruhi oleh suara-suara yang dihasilkan oleh mesin-mesin yang berada di unit pabrikasi area tersebut. Stamping Shop merupakan area dimana proses pengepresan pembuatan body kendaraan dilakukan. Lempengan-lempengan baja dicetak menjadi bagian-bagian dari body kendaraan seperti kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen body subassembly (kabin, dek, dan rangka chasis) di area stamping seluas 10.000 m2. Pencetakan lempengan-lempengan baja tersebut dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas yang disediakan di Stamping Shop yaitu 2 proses Pos A tonase 2.400 ton dengan 450 stroke/jam dan Pos C kapasitas tonase 700 ton dengan 620 stroke/jam. Mesin tempa (press machine) yang digunakan untuk mencetak lempengan baja tersebut berjenis FUKUI. 2. Metode Pengambilan Data a. Tahap pendahuluan Tahap ini dilakukan sebagai observasi untuk mengenal kondisi lapang dan percobaan pengambilan data untuk mengetahui kemungkinan permasalahaan yang terjadi selama melakukan pengambilan data. Ada beberapa hal yang dilakukan dalam tahap pendahuluan ini, yaitu : 1) Menentukan pendekatan yang akan digunakan untuk mengurangi efek kebisingan. Efek kebisingan dapat didekati dari aspek Man,
7
Machine, Material, dan Methode. Setelah melakukan observasi, ditentukan pendekatan yang digunakan adalah Machine dan Man. 2) Menentukan sumber bising yang paling mempengaruhi kondisi kebisingan area stamping. Sumber bising di area stamping adalah mesin stamping (Pos A dan C), forklift (klakson, mesin), alarm crane. Setelah melakukan observasi dan percobaan pengukuran, diketahui sumber kebisingan utama di area stamping adalah mesin stamping. 3) Menentukan faktor-faktor yang menimbulkan kebisingan pada mesin stamping. Faktor-faktor yang menimbulkan kebisingan pada mesin stamping adalah kecepatan jatuhnya penempa (velocity), tonase yang diberikan kepada alat tempa (tonnage), luas permukaan yang bersentuhan antara material dengan dies (surface area), dan ketebalan material yang akan ditempa (Material thickness). Agar mendapatkan hasil analisa yang lebih fokus dan mendalam,
maka
faktor
yang
paling
diperhatikan
dalam
pengambilan dan pengolahan data adalah luas permukaan yang bersentuhan antara material dengan dies (surface area). 4) Menentukan asumsi dasar yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data, yaitu bahwa faktor-faktor kebisingan yang dihasilkan oleh mesin stamping (velocity, tonnage, dan material thickness), serta faktor-faktor lingkungan (suhu, cuaca, waktu kerja, hambatan) di area stamping adalah sama selama pengukuran. 5) Melalui observasi awal ini, diketahui bahwa area stamping yang sangat luas mengakibatkan tingkat kebisingan yang diukur dan diolah mencerminkan kemungkinan tingkat kebisingan terbesar di area stamping. 6) Menentukan waktu pengukuran kebisingan berdasarkan asumsi, pendekatan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebisingan. Sistem kerja stamping shop berdasarkan loading material yang masuk ke mesin stamping. Untuk memenuhi permintaan item part welding shop, stamping shop membagi sistem kerja menjadi tiga
8
Pattern, yaitu Pattern 1, 2, dan 3. Tiap Pattern terjadi beberapa kali pergantian dies. Pattern 1 terjadi enam kali pergantian dies, Pattern 2 terjadi enam kali pergantian dies, Pattern 3 terjadi 7 kali pergantian dies. Sehingga pengukuran dilakukan pada tiap dies dalam tiap Pattern dengan pengulangan pengukuran sebanyak tiga kali. 7) Stamping shop memiliki 2 shift kerja, yaitu shift pagi (Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB) dan shift malam (Pukul 20.30 WIB sampai dengan pukul 05.00 WIB). Pengukuran dilakukan pada shift pagi saja. Karena kebisingan pada tiap shift tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga hanya diperlukan pengukuran pada satu shift saja, yaitu shift pagi. b. Tahap pelaksanaan pengambilan data Sesuai dengan pendekatan dalam mengurangi kebisingan yang terdiri dari Machine dan Man, maka data yang dibutuhkan terdiri dari data pungukuran objektif secara langsung di tempat kerja yang terkait dengan tingkat kebisingan di area stamping dan data kondisi persepsi subjektif operator. 1) Pengukuran objektif secara langsung di tempat kerja Pengukuran kebisingan dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan pada area stamping yang luasnya 100 x 100 meter. Pengambilan data kebisingan hanya dilakukan di sumber bising, yaitu mesin tempa FUKUI Pos A dan Pos C, dengan menggunakan SLM. Pengambilan data kebisingan dilakukan tiap dies dalam tiap Pattern. Pengulangan pengambilan data kebisingan sebanyak tiga kali dengan waktu pengukuran selam 30 detik untuk tiap data. 2) Persepsi subjektif operator Data mengenai kondisi operator diperoleh melalui pemberian kuisioner kepada 21 orang operator yang biasa terlibat langsung dalam pekerjaan maupun berada atau beraktivitas di sekitar sumber bising. Pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner terdiri dari
9
identitas diri, kondisi lingkungan kerja, perilaku kerja karyawan, dan keluhan-keluhan terkait gangguan pendengaran yang dirasakan karyawan. 3. Metode Pengolahan Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan cara : a. Pembuatan pola sebaran kebisingan di area stamping. 1) Menentukan jarak titik yang ingin diketahui tingkat kebisingan terhadap sumber bising dengan menggunakan rumus phytagoras. 2) Menentukan tingkat kebisingan sebuah titik yang dipengaruhi oleh sumber
kebisingan
dengan
menggunakan
rumus
sound
propagation. SL1 – SL2 = 20 log (r2/ r1)...................................................... (1) Dimana : SL1 = intensitas suara kebisingan 1 pada jarak r1 SL2 = intensitas suara kebisingan 2 pada jarak r2 r1
= jarak ke sumber bising yang pertama
r2
= jarak ke sumber bising yang kedua
3) Menentukan tingkat kebisingan sebuah titik yang dipengaruhi oleh beberapa sumber dengan menggunakan rumus energy combination. Ln L1 L2 10 10 10 L = 10 log10 + 10 + ... + 10
Dimana : L
...................................... (2)
= tingkat kebisingan (dB)
L1, L2, Ln = tingkat kebisingan sebuah titik dari n sumber bising 4) Menghubungkan titik-titik yang mempunyai tingkat kebisingan yang sama di area stamping untuk mendapatkan kontur kebisingan dengan menggunakan software Surfer32. b. Menganalisa tingkat kebisingan dan membandingkan dengan ambang standar K3 ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. 1) Menentukan
waktu
yang
diperbolehkan
untuk
tereksposur
kebisingan dengan batas kerja selama 8 jam kerja dengan menggunakan rumus exposure duration.
10
T (min) =
480 2
( l −85 ) / 3
................................................................. (3)
Dimana : T = waktu tereksposur yang diperbolehkan (menit) L = Tingkat kebisingan yang dialami pekerja (dB) 2) Menentukan kelayakan tingkat kebisingan yang tereksposur oleh pekerja dalam satu hari. Dengan menggunakan rumus daily noise
dose dengan nilai kelayakan standar < 1.
C C C D = 1 + 2 + ... + n Tn T1 T2 Dimana : D
..................................................... (4)
= Daily noise dose
C1, C2, Cn = Total waktu eksposur pada tingkat kebisingan yang telah ditentukan T1, T2, Tn = durasi eksposur dimana kebisingan pada level tersebut akan berbahaya. c. Menganalisa hasil kuisioner yang diberikan kepada para pekerja yang hasilnya akan disajikan dalam bentuk persentase sebagai referensi subjektif dari pekerja yang bersangkutan dalam kaitanya dengan dampak kondisi lingkungan kerja yang dirasakan oleh pekerja tersebut.
11
III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN Sakichi Toyoda sebagai pendiri organisasi Toyota di Jepang, lahir pada tahun 1867 sebagai anak tukang kayu yang mulai hidupnya saat Jepang mulai termodernisasi. Sakichi Toyoda banyak menyumbang kemajuan Jepang melalui beberapa penemuannya yang paling terkenal yaitu alat tenun yang otomatis. Karakteristik dari penemuannya itu bila benang putus maka mesin akan berhenti otomatis. Kebiasaan mesin berhenti apabila terdapat kasalahan tetap tinggi sebagai salah satu prinsip yang penting bagi Toyota dewasa ini. Sakichi banyak membuat pembaruan dalam penyelidikannya agar alat tenunnya lebih efisien dan ekonomis. Pada tahun 1926, didirikan Toyoda Automatic Loom Works yang akan melahirkan Toyota Motor Corporation. Sakichi Toyoda memberikan sebagian dari hasil pembuatan alat tenun tersebut kepada putranya yaitu Kiichiro yang ingin berbuat hal yang sama terhadap mobil setelah berkeliling ke Amerika Serikat dan Eropa untuk melihat penggunaan mobil, sehingga ia berpendapat bahwa zaman mobil akan datang ke Jepang. maka pada tahun 1933 ditambah divisi mobil dalam Toyoda Automatic Loom Works. Tahun 1935, pembuatan bentuk asli pertama kendaran selesai yang bermuatan lima penumpang disebut Toyota A1 dan Truck G1. Dua tahun kemudian Kiichiro memisahkan diri dari Toyoda Automatic Loom Works, kemudian mendirikan Toyota Motor Company sebagai kelembagaan yang menetapkan just-in time production adalah melakukan pengiriman part yang betul, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang betul, dan tidak ada kelebihan stock atau tidak diperlukan di gudang. Setelah perang dunia kedua, ekonomi Jepang mengalami krisis yang mempengaruhi krisis
keuangan pada perusahaan Toyota. Akibatnya
perusahaan tidak mampu membayar gaji para karyawannya, sehingga untuk menanggulangi permasalahan keuangan yang semakin merugi tersebut pada bulan April 1950 Toyota dipecah menjadi Toyota Motor Company dan Toyota Motor Sales Company.
12
Pada
bulan
Juni
1950,
pertentangan
karyawan
mengenai
ketidakmampuan membayar gaji berakhir dan perusahaan mulai beroperasi dengan manajemen baru. Tahun 1951, dua orang staf Toyota mengunjungi Amerika Serikat untuk belajar metode manajemen modern, dan di Ford Motor Company mereka melihat sistem saran atau ide perbaikan dan slogan “Kualitas dan Keselamatan Kerja“ yang menimbulkan ilham untuk menempatkan sistem yang sama di Toyota. Dengan ilham tanda-tanda tersebut di pilih “Produk yang Baik dari Pemikiran Baik” sebagai slogan Toyota tahun 1953. Pada tahun 1953, fasilitas produksi pertama yang aklusif untuk membuat kendaraan penumpang bagi keluarga yaitu motomachi plant selesai dibangun dengan menanamkan modal yang merupakan resiko yang besar pada saat itu. Tahun 1955, Toyota memperkenalkan “Crown” yang dikembangkan tanpa memanfaatkan bantuan dari luar, lalu dua tahun kemudian Toyota mulai mengekspor mobil tersebut ke Amerika Serikat walaupun akhirnya gagal karena tidak dapat digunakan untuk perjalanan jauh dan cepat di Amerika Serikat. Selama tahun 1960, industri mobil Jepang tumbuh pesat dan pasar ekspor dan dalam negeri ketika Toyota memperkenalkan TQC (Total Quality Control) dengan maksud meningkatkan derajat produksi mobil yang berstandar mutu internasional pada tahun 1961. Untuk mempunyai daya saing lebih besar yang diperlukan agar sukses dalam pasar yang ketat pada tahun 1980-an maka Toyota Motor Corporation dan Toyota Motor Sales Company bergabung membentuk Toyota Motor Compony. Perubahan besar dalam sejarah Toyota termasuk pembentukan NUMMI yaitu suatu usaha kolektif antara Toyota dengan Amerika Serikat pada tahun 1984 sampai saat ini memproduksi jenis kendaraan Prims “GM dan Corolla” untuk Toyota.
B. PERKEMBANGAN TOYOTA PT Toyota Astra Motor sebagai perusahaan pelopor industri otomotif Indonesia memiliki komitmen untuk selalu mengutamakan kepuasan
13
pelanggan dan senantiasa terus-menerus menciptakan inovasi terbaiknya. Guna mewujudkan visi perusahaan Toyota untuk menjadi perusahaan industri otomotif berkelas internasional, Toyota juga mempunyai misi untuk tetap unggul di bidang otomotif dan kepuasan pelanggan, selalu memberikan konstribusi
bagi
pembangunan
ekonomi
dan
sosial,
meningkatkan
kesejateraan melalui pembinaan kepercayaan dengan karyawan, dealer dan pemasok, memelihara kelangsungan hidup dan keselamatan kerja, serta menjunjung tinggi kemampuan individu tanpa mengesampingkan kerja sama tim. PT Toyota Astra Motor diresmikan pada tanggal 12 April 1971, mempunyai peranan semula hanya sebagai importir kendaraan Toyota namun setahun kemudian sudah berfungsi sebagai distributor. Demi kepuasan produk yang dimiliki para penggunanya, Toyota juga menghadirkan beragam produk terbaiknya yang terbukti banyak diminati. Variasi produk andalannya meliputi kendaraan serba guna diantaranya yaitu Kijang dan Dyna; sedan unggulannya yaitu Soluna, Corolla dan Camry; serta kendaraan CompletelyBuilt-up (CBU) yang mewah yaitu Crown, Previa, RAV4, dan Land Cruiser Turbo. PT Toyota Astra Motor menyadari bahwa inovasi dalam menciptakan mobil berkualitas tinggi mutlak diperlukan demi memenuhi komitmen utama yaitu kepuasan pelanggan. Itulah yang mendorong Toyota yang melengkapi setiap fasilitas produksinya dengan teknologi tinggi, misalnya robotisasi yang digunakan pada proses penggencetan dan pencetakan body untuk menjaga konsistensi dan hasil yang prima; rancang bagun dengan CAD/CAM yang digunakan untuk analisa hasil proses dengan komputer serta penggelasan berteknologi mutakir; serta spot welding untuk memberikan hasil yang lebih akurat. Pada tahun 1998, pabrik mesin Toyota berhasil meraih penghargaan internasional berupa sertifikasi ISO 9002 untuk manajemen pengendalian kualitas di bidang manufaktur. Di lain pihak, pabrik perakitan di Sunter berhasil mendapatkan setifikasi ISO 14001 untuk pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan Toyota benar-benar menerapkan teknologi
14
canggih yang berwawasan lingkungan yang dibuktikan dengan adanya instalasi pengelolahan air limbah. Terhitung sejak 15 Juli 2003, TAM berubah menjadi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan didirikan Toyota-Astra Motor (TAM) sebagai distributor. Dengan kepemilikan saham yaitu PT Astra International Tbk sebesar 5% dan Toyota Motor Corporation sebesar 95%. Dengan aktivitas utamanya yaitu sebagai pabrik perakit produk Toyota, pabrik pembuat mesin, jig, dies dan komponen otomotif, juga sebagai eksportir kendaraan Toyota dan part komponen kendaraan. PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia memiliki kantor pusat (Head Office) yang berlokasi sama dengan TAM yaitu di Sunter Jakarta Utara, sedangkan untuk produksinya PT TMMIN memiliki dua lokasi kawasan produksi yaitu pertama yang berada di Sunter dengan jenis kegiatan produksi pabrik pengecoran, pencetakan, mesin, perakitan. Dan satu lagi berlokasi di Karawang International Industries City (KIIC) Karawang Barat dengan kegiatan produksi pabrik pencetakan dan perakitan. Karawang Plant mulai beroperasi semenjak Februari 1998, terletak di tol Jakarta-Cikampek KM 47, Teluk jambe, Karawang, Jawa Barat. Dibangun di atas lahan seluas 1.000.000 sqm. Karawang plant di rancang untuk memproduksi mobil-mobil Toyota khusus kendaraan penumpang dengan kapasitas 30.000 unit pertahun. Kegiatannya mulai dari Stamping (beberapa panel), Welding, Painting, Assembling untuk mobil penumpang, misalnya Soluna, Corolla Camry. Pada saat ini, lokasi yang dulunya jauh dari pemukiman masyarakat, baik masyarakat yang bekerja di PT Toyota Astra Motor maupun masyarakat umum. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan agar kegiatan kegiatan sehari-hari perusahaan tidak menggangu masyarakat sekitar. Pihak perusahaan telah berupaya mengurangi dampak buruk, baik berupa limbah, polusi udara, ataupun suara dengan cara melakukan perbaikan dan pengelolahan limbah. Hal ini di lakukan selain untuk menjaga lingkungan juga untuk mendapatkan sertifikasi standar ISO 14001 sehingga PT Toyota Astra Motor menjadi pabrik yang ramah lingkungan. Secara umum perkembangan PT Toyota Motor Manufacturing dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2. Sejarah Perkembangan Toyota Tahun Perkembangan PT Toyota-Astra Motor (TAM) resmi didirikan sebagai importir dan 1971 distributor kendaraan Toyota di Indonesia Pabrik perakitan PT Multi Astra didirikan 1973 Mendirikan PT Toyota Mobilindo, pabrik komponen kendaraan niaga 1976 Peluncuran Kijang generasi pertama 1977 Peresmian Parts Center 1982 Pabrik mesin PT Toyota Engine Indonesia mulai beroperasi 1982 Ekspor perdana Kijang ke beberapa negara Asia-Pasifik 1987 Peluncuran Kijang ke 200.000 dan produksi Toyota ke-500.000 1989 Kijang Lintas Nusa, Banda Aceh-Larantuka sekitar 6000 km, 1995 memperingati "Indonesia Emas" (50 tahun merdeka) Peluncuran unit produksi Toyota ke 1.000.000 1996 Peresmian pabrik mobil modern di Karawang 2000 TAM berubah menjadi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia [TMMIN] dan didirikan TAM sebagai distributor. Produksi Kijang ke2003 1.000.000 unit. Peluncuran Toyota Avanza sebagai kendaraan hasil kolaborasi TAM2004 TMMIN dan PT Astra Daihatsu Motor C. VISI DAN MISI PERUSAHAAN. Visi : Menjadi yang terdepan di dalam bidang manufacturing maupun distribusi sebagai upaya kami untuk menjadi perusahaan otomotif berkelas internasional. Misi : a. Menjadi pemimpin dalam industri otomotif Indonesia b. Selalu mengutamakan kepuasan pelanggan c. Selalu memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi dan sosial d. Meningkatkan kesejahteraan melalui pembinaan kepercayaan dengan karyawan, dealer, dan pemasok e. Memelihara kelangsungan lingkungan hidup dan keselamatan kerja f. Menjunjung tinggi kemampuan invidu tanpa mengesampingkan kerjasama tim Filosofi : a. Memproduksi barang dan jasa yang berkualitas tinggi dengan langkahlangkah yang professional guna memberikan kontribusi kepada negara, bangsa dan masyarakat.
16
b. Berkembang bersama karyawan, dealer dan supplier atas dasar kepercayaan dan saling menghargai.
D. STUKTUR ORGANISASI PT TMMIN Bagi suatu perusahaan, keberadaan struktur organisasi memberikan beberapa sumbangan dukungan yang sangat berarti dan positif. Hal ini didasarkan pada apa yang terkandung di dalam struktur keorganisasian itu sendiri yang memuat gambaran tentang suatu wewenang dan tanggung jawab yang terarah diantara pelaku di perusahaan. Seperti kita ketahui bahwa keefektifan suatu perusahaan akan tergantung dari pada manajemen yang ditetapkan pada perusahaan tersebut, serta manajemen yang baik akan tercapai apabila tugas serta wewenang yang diemban oleh masing-masing pelaku organisasi perusahaan dapat terarah dan memberikan informasi yang jelas. Struktur organisasi dari satu perusahaan berkaitan erat dengan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan job description masing-masing komponen. Struktur organisasi juga terdiri dari beberapa hubungan yang relatif tetap dan mantap antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan. Tujuan utama dari kelompok organisasi adalah menyalurkan prilaku orang dan kelompok di dalam suatu pekerjaan untuk menghasilkan hasil yang efektif dan efisien. Empat keputusan penting dari manajemen dalam menentukan struktur organisasi adalah menentukan spesialisasi pekerjaan, departemenisasi, menentukan tentang kendala dan penampilan wewenang. Keempat keputusan penting tersebut saling berhubungan dan saling berkaitan satu sama lain. Walaupun masing-masing mempunyai persoalan khusus tertentu yang dapat dipertimbangkan terpisah dari yang lain. Pada PT TMMIN, keberadaan struktur organisasi sama halnya dengan perusahaan-perusahaan lainnya yang menganggap penting dan positif. Dalam hal ini struktur organisasi yang ditetapkan oleh PT TMMIN adalah organisasi staf dan organisasi garis. Hal tersebut dipilih dengan pertimbangan agar fungsi personal dan administrasi secara struktural, baik vertikal maupun horizontal dapat tetap berjalan secara serasi dan seimbang.
17
Struktur organisasi di PT TMMIN, didasarkan pada pembagian tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan kegiatan atau usaha di perusahaan tersebut. Badan tertinggi adalah Board Of Director (BOD). Secara lengkap struktur organisasi PT TMMIN dapat dilihat pada Lampiran 1.
E. TOYOTA INTERNSHIP PROGRAM Toyota sebagai salah satu perusahaan otomotif terbesar dunia kian hari mengalami pangsa pasar yang terus naik. Secara langsung hal ini jelas akan meningkatkan kuntitas produksi per harinya. Untuk mencapai target kuantitas tersebut dibutuhkan pula tenaga lebih, baik berupa mesin, equipment maupun tenaga manusia. Tenaga manusia yang dibutuhkanpun harus benar-benar
handal. Oleh karena itu Toyota
menggunakan beberapa metode untuk melakukan perekrutan karyawan. Beberapa metode tersebut akan dijelaskan seperti dibawah ini : 1. Langsung Merekrut secara langsung dari umum melalui informasi di internet maupun lewat media cetak dan informasi. 2. Kerjasama dengan universitas Perekrutan
melalui
universitas-universitas
yang
dianggap
cukup
berkualitas. Melalui hal ini diharapkan mendapat bibit yang bernar-benar bermutu dan mampu bersaing. 3. Intership Program Proses kerjasama dengan universitas yang saling menguntungkan. Dari pihak Universitas sendiri akan mempermudah bagi para mahasiswanya untuk mendapatkan tempat kerja praktek. Bagi pihak Toyota mahasiswa tersebut diharapkan mampu membrikan inovasi maupun improvement untuk meningkatkan unjuk kerja perusahaan tersebut. Toyota Internship Program memberi kewajiban bagi para pesertanya untuk melakukan improvement dan mempresentasikannya di Head Office yaitu di Human Resources Division. Di program ini terlihat hubungan timbal balik, bagi mahasiswa sendiri yang membutuhkan tempat kerja praktek. Bagi
18
Toyota program ini juga merupakan salah satu jalan untuk melakukan perekrutan karyawan. Perekrutan karyawan baru ditinjau dari beberapa aspek. Selain dilihat dari unjuk kerja di Lapangan, yaitu dengan cara rekomendasi dari mentor supaya orang yang bersangkutan ditarik untuk menjadi karyawan Toyota. Perekrutan juga dilihat dari hasil penilaian pada saat proses presentasi improvement yang telah dibuat. Di sini mahasiswa dituntut untuk bisa beradaptasi dan mampu untuk mengatur waktu secara tepat. Dengan mengikuti program ini diharapkan mehasiswa telah melakukan adaptasi dengan dunia kerja dan siap bekerja ketika dibutuhkan. Keuntungan lain bagi mahasiswa selain membantu proses kelulusan, kesempatan bekerja. Sebuah tawaran yang cukup menarik untuk melakukan kerja praktek.
F. LETAK DAN LUAS PERUSAHAAN PT TMMIN mempunyai beberapa lokasi kantor dan plant yaitu: 1. Kantor Pusat (Head Office) Kantor pusat PT TMMIN berada di Jl. Yos Sudarso, Sunter II, Jakarta 14330. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan Websitenya adalah http://www.toyota.co.id.
Gambar 2. Peta Lokasi Head Office dan Plant Sunter 2
19
2. Sunter I Plant Salah satu pabrik PT TMMIN berada di Jl. Laks. Yos Sudarso, Sunter I, Jakarta 14330. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Lokasi Plant Sunter 1 3. Sunter II Plant Salah satu pabrik PT TMMIN berada di Jl. Gaya Motor Raya, Sunter II, Jakarta 14330. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. 4. Karawang Plant Sedangkan pabrik yang terakhir dan memiliki teknologi yang lebih modern dibandingkan dengan pabrik-pabrik PT TMMIN yang ada di Indonesia berada di Jl. Permata Raya Lot DD-1, Kawasan Industri KIIC (Tol Jakarta-Cikampek Km 47) Karawang, West Java 41361. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Karawang Plant mulai dibangun pada tanggal 26 Mei 1996 dan mulai beroperasi pada tanggal 10 Maret 1998. Pada plant dengan luas 1.000.000 m2 ini terdapat empat shop dan beberapa gedung lainnya yaitu: a. Press Shop dengan luas bangunan 6.000 m2 b. Welding Shop dengan luas bangunan 20.000 m2 c. Painting Shop dengan luas bangunan 13.200 m2 d. Assembly Shop dengan luas bangunan 24.000 m2
20
Gambar 4. Peta Lokasi Plant Karawang Gedung lainnya dengan luas bangunan 15.000 m2. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah layout Karawang Plant PT TMMIN, yaitu:
Gambar 5. Layout PT TMMIN Plant Karawang G. KEGIATAN DIVISI-DIVISI PERUSAHAAN Kegiatan yang dilakukan di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dapat dispesifikasikan menjadi kegiatan pada tiap-tiap plant, yaitu : 1. Stamping Plant a. Manufaktur bagian-bagian body stamping untuk keperluan pembuatan kendaraan komersial Toyota. b. Manufaktur frame untuk kendaraan komersial Toyota. c. Manufaktur bagian-bagian sub-assembly dari body seperti : enginehood, back-door, rear-door, front-door. d. Manufaktur tanki bahan bakar, pipa pengeluaran untuk kendaraan komersial dan kendaraan penumpang.
21
e. Manufaktur peralatan stamping dan alat bantu perakitan untuk pembuatan body. f. Mengekspor peralatan stamping ke Thailand dan Filiphina serta alat bantu perakitan ke Venezuela, Jepang dan Pakistan 2. Engine Plant a. Manufaktur mesin 5K, 7K dan 1TR (1500cc, 1800cc, 2000cc sampai 2700cc) untuk produk Kijang dan Kijang Innova. b. Manufaktur mesin 14B (3600cc) untuk produk Toyota Dyna. c. Manufaktur mesin 5A (1500cc) untuk produk Toyota Soluna. d. Manufaktur mesin 7A (1800cc) untuk produk Toyota Corolla dan Corona. e. Manufaktur mesin 5S (2400cc) untuk produk Toyota Camry. f. Manufaktur mesin 2JS (3000cc) untuk produk Toyota Crown. g. Melakukan proses pemesinan bagian-bagian mesin seperti : inhaust manifold, exhaust manifold, fly-whell, crank-shaft, crank-cap, blok silinder, kepala silinder, penutup kepala silinder dan piston. h. Melakukan ekspor mesin tipe 5K ke Malaysia dan Jepang. 3. Casting Plant Membuat blok silinder, crank-shaft, crank-cap dan flywheel untuk lebih lanjut di mesin di engine plant. 4. Parts Center Memproduksi, menjual, mendistribusikan bagian-bagian dari kendaraan yang di jual oleh Toyota. 5. Training Center Melakukan training baik bagi para mekanik Toyota maupun unutk umum, yang diantaranya mencakup kegiatan kerja magang kerja bagi para pelajar. 6. Assembly Plant Melakukan perakitan kendaraan jenis : a. Kijang Innova 2000cc bensin dan 2400cc diesel. b. Fortuner 2700cc bensin dan 4000cc V6. c. Tuck Dyna 3600cc diesel 4 roda dan 6 roda (PT Sugity) d. Land Cruiser 4200cc Standard dan Deluxe.
22
e. Soluna 1500cc 16 valve XLI dan GLI f. Corolla 1800cc 16 valve Twin Cam EFI g. Camry 2400cc 16 valve Twin Cam EFI h. Crown 3000cc 24 valve Twin Cam EFI (Royal Saloon dan Automatic Transmition) 7. Welding Plant a. Produksi : Body, Frame (Chasiss), CKD Part, welding jig. b. Body Shop 1) Floor Space = 20,16 m2 2) Kapasitas produksi maksimum = 90.000 per 2 shift per tahun dengan tack time 2,3 menit per unit. 3) Produksi Body (KF Shell Body, Crown, Land Cruiser) dan CKD (KF part ke Malaysia dan Vietnam) 4) Special feature : a) Body : robot auto spot welding, 6 robot untuk di under body dan 16 robot untuk di main body respot. b) Frame : robot CO2 welder, 4 robot untuk di side rail CKD dan 8 robot untuk di side rail Reguler.
23
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. ERGONOMIKA Ergonomika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan Nomos berarti aturan atau hukum alam. Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et.al. (1979), ergonomi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang atau pekerja yang ada di dalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman, dan nyaman. Menurut Eko Nurmianto (2004), istilah ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi,
fisiologi,
psikologi,
engineering,
manajemen,
dan
disain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana antara manusia, fasilitas kerja, dan lingkungan kerja dapat saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi dapat berperan pula sebagai disain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), peningkatan variasi pekerjaan, dan lainlain. Menurut International Ergonomics Association (IEA), ergonomika dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara manusia dan elemen lainya dalam sistem yang berhubungan dengan perancangan, pekerjaan, produk dan lingkungannya untuk mendapatkan kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia (Syuaib, 2003). Human Factors (disebut juga Human Engineering) adalah nama lain ergonomika yang biasa digunakan di Amerika Utara dan sebagian Amerika Serikat. Zander (1972) menyatakan bahwa ergonomika atau human factors adalah serupa, keduanya memfokuskan pada manusia dan hubungannya
24
dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan yang digunakan pada pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya ergonomika memiliki tujuan penting. Pertama, menaikkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain yang dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan pengguna, mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktifitas. Kedua, menaikkan keinginan tertentu manusia; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan kerja, dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan stress (Fitriani, 2003).
B. SUARA 1. KEBISINGAN Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan dapat membahayakan konsentrasi kerja, merusak pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja (Wilson, 1989). Bunyi dikatakan bising apabila mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengar, dan mengurangi efektifitas kerja. Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan dianggap istimewa dalam hal : 1. Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak. 2. Kerusakannya
setempat
dan
sporadis
dibandingkan
dengan
pencemaran air dan pencemaran udara (bising pesawat udara merupakan pengecualian). Mengenai karakteristik [1] di atas, ada masalah mengenai bagaimana menempatkan kebisingan antara tingkat penilaian subjektif seorang individu yang menangkapnya sebagai "kebisingan" dan tingkat
25
fisik yang dapat diukur secara obyektif. Dengan karakteristik [2], tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya dan siapa korbannya, sebagaimana yang sering terjadi ada korban-korban dari kebisingan akibat piano dan karaoke.
2. TIGA UNSUR SUARA Seseorang yang menangkap suara dari sumber suara akan merasakan nyaring, tinggi, dan nada suara yang dipancarkan. Ini adalah tolak ukur yang menyatakan mutu sensorial dari suara dan dikenal sebagai tiga unsur dari suara. Sebagai ukuran fisik dari kenyaringan, ada amplitudo dan tingkat tekanan suara. Untuk tingginya suara adalah frekwensi. Tentang nada, ada sejumlah besar ukuran fisik, kecenderungan jaman sekarang adalah menggabungkan segala yang merupakan sifat dari suara, termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spektral sebagai "nada".
3. FREKWENSI DAN PANJANG GELOMBANG Pikirkan sejenak tentang partikel-partikel dari mana udara dibuat. Di mana partikel-partikel ini padat, tekanan udara bertambah, di mana partikel-partikel jarang, tekanan berkurang. Gejala yang disebarkan oleh perubahan tekanan ini disebut sebagai gelombang suara. Suatu gelombang suara memancar dengan kecepatan suara dengan gerakan seperti gelombang. Jarak antara dua titik geografis (yaitu dua titik di antara mana tekanan suara maksimum dari suatu suara murni dihasilkan) yang dipisahkan hanya oleh satu periode dan yang menunjukkan tekanan suara yang sama dinamakan "gelombang suara", yang dinyatakan sebagai λ (m). Kemudian, apabila tekanan suara pada titik sembarangan berubah secara periodik, jumlah berapa kali di mana naik-turunnya periodik ini berulang dalam satu detik dinamakan "frekwensi", yang dinyatakan sebagai f (Hz, lihat Gambar 6.). Suara-suara berfrekwensi tinggi adalah suara tinggi, sedangkan yang berfrekwensi rendah adalah suara rendah. Hubungan
26
antara kecepatan suara c (m/s), gelombang λ dan frekwensi f dinyatakan sebagai berikut: c = f x λ ............................................................................................. (5) Panjang gelombang dari suara yang dapat didengar adalah beberapa sentimeter dan sekitar 20 m. Kebanyakan dari obyek di lingkungan kita ada dalam lingkup ini. Mutu suara, yang dipengaruhi oleh kasarnya permukaan-permukaan yang memantulkan suara, tingginya pagar-pagar dan faktor-faktor lainnya, akan berbeda sebagai perbandingan dari panjang gelombang terhadap dimensi obyek, karena itu masalahnya menjadi lebih rumit.
Gambar 6. Gelombang Sinusoidal
4. GARIS BENTUK KENYARINGAN Dikatakan bahwa batas perbedaan suara yang bisa terdengar oleh rata-rata orang adalah 20 - 20,000 Hz, tetapi bisa terdengarnya tersebut tergantung pada frekwensi. Tes-tes (hearing) psikiatris menghasilkan garis bentuk kenyaringan seperti yang tampak pada Gambar 7. Kurva menggunakan 1000 Hz dan 40 dB sebagai referensi untuk suara murni dan memplot suara referensi ini dengan tingkat-tingkat yang bisa terdengar dari kenyaringan yang sama pada berbagai frekwensi. Seperti diperlihatkan pada Gambar 7, kenyaringan suara yang diterima oleh telinga manusia bervariasi karena dua sifat-sifat fisik yaitu
27
tingkat tekanan suara dan frekwensi. Bahkan dalam lingkup yang bisa terdengar, frekwensi-frekwensi rendah dan tinggi sulit untuk ditangkap dibutuhkan kepekaan tinggi pada lingkup 1 - 5 kHz.
Gambar 7. Garis Bentuk Kenyaringan Apabila tingkat kenyaringan dari suatu suara dikurangi, pada suatu titik tertentu, suara tidak lagi terdengar. Tingkat ini juga berbeda sesuai dengan frekwensi. Tingkat ini diindikasikan sebagai tingkat minimum yang bisa terdengar (garis titik-titik) pada Gambar 7. Tingkat minimum yang bisa terdengar pada 20 dB atau lebih dipandang sebagai kesulitan pendengaran.
5. AKIBAT-AKIBAT KEBISINGAN Menurut definisi kebisingan yang disebutkan di atas, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orangorang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus di mana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terekspos terhadap kebisingan tersebut.
28
Kebisingan yang terjadi dalam pabrik dapat mengganggu kinerja pekerja dan pada taraf buruk yang dapat menyebabkan kehilangan fungsi pendengaran. Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pekerja, maka perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Kebisingan dapat meliputi variasi yang luas dari situasi bunyi yang dapat merusak pendengaran. Kebisingan di lingkungan kerja berakibat buruk bagi kesehatan, diantaranya
adalah
pendengaran,
kehilangan
gangguan
pada
pendengaran susunan
syaraf
sementara, pusat
merusak
dan
organ
keseimbangan, serta dapat menurunkan kinerja berupa kurangnya perhatian terhadap pekerjaan, komunikasi dan konsentrasi sehingga terjadi kesalahan-kesalahan dalam bekerja. Berikut ini tabel yang menjelaskan akibat-akibat yang dihasilkan oleh kebisingan. Tabel 3. Jenis-Jenis dari Akibat-Akibat Kebisingan Akibat-akibat badaniah
Tipe Kehilangan pendengaran Akibat-akibat fisiologis
Akibat-akibat psikologis
Gangguan emosional Gangguan gaya hidup Gangguan pendengaran
Uraian Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, Perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan. Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering Kejengkelan, kebingungan Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb. Merintangi kemampuan mendengarkann TV, radio, percakapan, telpon dsb.
Sumber : www.menlh.go.id
Menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia bising dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitasnya tidak terlalu keras, misalnya : suara mendengkur. 2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena teriakan atau tanda bahaya tenggelam dalam bising sumber bunyi.
29
3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise). Merupakan bunyi yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas kebisingan. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain : a. Jika peningkatan ambang dengar > 80 dB(A), menyebabkan kerusakan pendengaran sebagian. b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 - 125 dB(A), menyebabkan gangguan pendengaran sementara. c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 - 140 dB(A), bisa menyebabkan telinga sakit. d. Jika peningkatan ambang dengar < 150 dB(A), menyebabkan kehilangan pendengaran permanen. McCornick dan Sanders (1970) menyatakan bahwa secara garis besar, ditinjau dari penyebabnya, gangguan pendengaran dikelompokan menjadi dua, yaitu : 1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan kontinyu Kebisingan kontinyu menyebabkan gangguan pendengaran sementara yang biasanya bisa sembuh dalam beberapa jam atau hari setelah terkena bising jika terpapar pada selang waktu yang pendek. Akan tetapi dengan tambahan terkena bising, daya penyembuh akan menurun dan terus menurun sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran permanen. 2. Gangguan pendengaran akibat kebisingan tidak kontinyu Hal ini disebabkan karena kebisingan yang timbul selang-seling (mesin yang dioperasikan sesaat), impulsif berulang (mesin tempa), dan impulsif
(senjata
api).
Tekanan
kebisingan
tinggi
ini
dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama tergantung berapa sering dan intensitas yang ditimbulkan.
30
Menurut Chanlett (1979), menyatakan bahwa selain berdampak pada gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainya, yaitu : a. Gangguan tidur dan istirahat b. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja, c. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar dan lain-lain, d. Dalam segi psikologis, seperti stress, penyakit mental, dan perubahan sikap atau kebiasaan. Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja dibagi menjadi dua golongan (Soemanegara, 1975), yaitu : 1. Tidak mempengaruhi sistem penginderaan tetapi mempengaruhi berupa keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit. 2. Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara maupun bersifat permanen (tetap), terdiri dari : a. Accoustic trauma, yaitu tiap-tiap pelukan insidental yang merusakan sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letupan senjata api, ledakan-ledakan atau suara dahsyat. b. Occuptional deafness, yaitu kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh kebisingan atau suara gaduh yang terus menerus di lingkungan kerja.
C. ALAT YANG DIPAKAI DALAM PENGUKURAN DAN ANALISA Terdapat banyak skala jenis alat ukur kebisingan dan analisis suara. Semakin berkembangnya teknologi menyebabkan alat pengukuran semakin modern dan sederhana dengan kemampuan lebih stabil dalam pengoperasian, dapat dibawa kemana-mana, menggunakan baterai, dan dapat digunakan untuk berbagai skala pengukuran. Input dari alat ukur ini adalah sinyal akustik. Komponen yang digunakan adalah transducer yang mana dapat menangkap perubahan tekanan suara ke dalam bentuk sinyal yang berikutnya akan diubah menjadi voltase. Hasil dari transducer tersbut masih terlalu kecil (mV) sehingga dibutuh amplifier untuk menguatkan sinyal elektrik tersebut. Setelah itu, sinyal elektik
31
tersebut akan dikondisikan menjadi nilai dari tingkat kebisingan yang nantinya akan ditunjukkan oleh layar. 1. SOUND LEVEL METER Sound Level Meter merupakan alat ukur kebisingan yang paling sederhana. Sound Level Meter merubah perubahan tekanan suara ke sinyal elektrik yang menggerakkan/merubah pointer atau layar display yang sesuai dari amplitudo sinyal. Sound Level Meter didisain untuk mengukur tingkat kebisingan secara langsung dalam rms tekanan suara. a. Tipe-Tipe Sound Level Meter Ada dua tipe sound level meter: tipe biasa dan tipe presisi. Perbedaan-perbedaan antara keduanya tercantum dalam Tabel 4. Untuk pengukuran kebisingan pada umumnya, tipe biasa dipakai, sedangkan tipe presisi dipakai bila akurasi diperlukan. Dalam tahun-tahun terakhir ini, alat ukur yang dapat mengukur tingkat suara untuk tingkat persentil, tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu (LAeq) dan tingkat pengeksposan suara (LAE) telah menjadi pilihan untuk digunakan. Instrumen semacam ini berguna untuk mengukur kebisingan lalu lintas mobil dan kereta api. Tabel 4. Perbedaan-Perbedaan Antara Sound Level Meter dan Precision Sound Level Meter Pembeda
1.5 dB
Precision Sound Level Meter 0.7 dB
20-8,000Hz
20-12,500Hz
Sound Level Meter
Dukungan verifikatif Lingkup frekwensi Sumber : www.menlh.go.id
b. Prinsip Dasar dari Sound Level Meter Prinsip dasar dari sound level meter tampak pada Gambar. 8. Perubahan-perubahan sangat kecil dalam tekanan suara/sinyal akustik dijabarkan menjadi sinyal-sinyal listrik oleh mikrofon. Sebanding dengan tekanan suara, sinyal-sinyal listrik melalui rangkaian kompensasi frekwensi dan suatu rangkaian deteksi RMS (root mean square), dan akhirnya ditunjukkan pada meteran dalam dB.
32
Sound Level Meter memiliki tiga buah standard untuk merespon jaringan frekwensi. Beberapa sekala pengukuran yang dapat dibaca oleh SLM adalah skala pengukuran A, B, dan C. Kebanyakan pengukuran kebisingan lingkungan menggunakan skala pengukuran A.
Karakteristik A Karakteristik C Mikrofon
Pre-amplifier (penguat)
Input + Attenuator (peredam)
Rangkaian kompensasi frekwensi
(Level recorder, audio recorder) Keluaran AC Keluaran AC Output + Attenuator (peredam)
Linier
Rangkaian deteksi RMS
Meteran
Karakteristik F (Cepat) Karakteristik S (Lambat)
Gambar 8. Prinsip Dasar dari Sound Level Meter c. Kalibrasi Sebelum dan sesudah pengukuran-pengukuran, diperlukan untuk mengecek bahwa bacaan yang ditayangkan adalah benar dan kalibrasikan sound level meter. Kalibrasi dapat dilakukan dengan dua cara: secara internal dengan sinyal-sinyal listrik atau secara akustik dengan kalibrator suara atau pistonphon. Kalibrasi internal dilakukan dengan menggunakan referensi tegangan pada rangkaian-rangkaian listrik dari sound level meter serta amplitudo
disesuaikan.
Penyesuaian
dilakukan
dengan
membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh fitur kalibrasi internal terhadap nilai yang ditampilkan oleh sound level meter. Kalibrasi akustik dilakukan dengan menyisipkan generator suara atau pistonphon ke dalam mikrofon dari sound level meter dan menggunakan tekanan suara referensi. Skala penuh (FS) dari sound level meter yang dipakai oleh masukan sinyal kalibrasi disetel 6 dB lebih tinggi dari pada tingkat tekanan suara dari sinyal kalibrasi normal. Dalam kalibrasi, penyesuaian frekwensi dari sound level meter tidak dilakukan dan audio recorder disetel pada karakteristik datar atau linier. Kalibrasi yang sesungguhnya membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh kalibrator suara terhadap nilai yang ditampilkan oleh
33
sound level meter. Sedangkan kalibrasi internal hanya menyetel rangkaian-rangkaian dari sound level meter dengan menggunakan sinyal-sinyal listrik, kalibrasi akustik memungkinkan si pengguna untuk
menyetel
kepekaan
dari
sound
level
meter
termasuk
mikrofonnya. d. Penyetelan Sound Level Meter Untuk mengukur dengan sound level meter, sejumlah penyetelan harus dilakukan. Penyetelan-penyetelan ini akan berbeda menurut tujuan pengukuran. Beberapa contoh diberikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Penyetelan-Penyetelan Utama untuk Sound Level Meter Hal (item) yang ditaksir
Lingkup tingkat
Tingkat persentil Tingkat pengeksposan suara
Tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu
Setel pada lingkup pengukuran yang cocok untuk lapangan
Level recorder Audio recorder
Karakteristik Karakteristik Waktu pengukuran pemukulpengukuran frekwensi rataan waktu Karakteristik Karakteristik Setel seperti A F (Cepat) diperlukan Mulai dan Karakteristik Karakteristik akhiri secara A S (Lambat) manual Karakteristik F (Waktu mengukur tingkat persentil secara simultan) Karakteristik 10 menit atau Karakteristik lebih A S (Waktu mengukur hanya tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu) Mulai dan Karakteristik Setel dari akhiri secara A level recorder manual Karakteristik Setel dari alat Mulai dan datar atau analisa selama akhiri secara linier analisa manual
Sumber : www.menlh.go.id
34
2. MIKROFON Mikrofon atau transducer merupakan bagaian terpenting dari sistem pengukuran kebisingan, dibutuhkan stabilitas yang sangat tinggi dan sangat sensitif. Fungsi dasar mikrofon adalah mengubah gelombang suara ke sinyal elektrik. Terdapat tiga tipe mikrofon yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan lingkungan, yaitu keramik, dinamik, dan kondensor. Karakteristik dari ketiga jenis mikrofon tersebut dapat dilihat pada table berikut. Tabel 6. Jenis-Jenis Mikrofon dan Karakteristiknya Jenis Mikrofon Mikrofon keramik/kristal Mikrofon dinamik
Mikrofon kondensor
Karakteristik Stabil dan ketidakrataan Dapat melihat frekwensi yang kecil, interval dinamik yang lebar, relative tidak sensitif terhadap perubahan kelembapan Sangat rata Dapat digunakan pada suhu tinggi Dapat mengirimkan sinyal tanpa menggunakan kabel yang panjang Frekwensi terbatas Dapat terpengaruh oleh medan magnetic Sangat sensitif Untuk semua frekwensi Interval dinamik yang lebar Stabil Merespon frekwensi yang tinggi Relatif tidak dipengaruhi oleh getaran
Sumber : Lipscomb, 1978
3. LEVEL RECORDER a. Penyetelan Suatu level recorder adalah instrumen pengukuran analog yang merekam sinyal outputt dari sound level meter atau alat lain pada kertas perekam dengan menggunakan tingkat tekanan suara berbobot A (dB) untuk sumbu vertikal dan waktu untuk sumbu horisontal. Pada umumnya, sinyal-sinyal dari sound level meter merupakan input dari terminal masukan AC. Karena itu, perlu untuk menyetel karakteristik pemukul-rataan waktu (karakteristik F atau S) dari level recorder (Gambar 8). Dalam hal ini, juga perlu untuk menyesuaikan
35
skala penuh dari level recorder pada skala dari sound level meter. Dan, kecepatan penyodoran kertas (biasanya 1 mm/detik atau 3 mm/detik sudah cukup) juga harus disetel. Ketika pengukuran dimulai, petugas mencatat waktu perekaman, lokasi, skala penuh dan informasi lainnya pada kertas perekam. Perekam-level recorder sering digunakan untuk mengukur kebisingan pesawat terbang dan kereta api. b. Kalibrasi Bila level recorder dihubungkan dengan sound level meter, dia harus dikalibrasikan. Kalibrasi dilakukan dengan dengan memasukkan suara sinyal kalibrasi dari kalibrator atau pistonphon, dan menyetel posisi pena sehingga dia menunjukkan titik 6 dB kurang dari skala penuh perekam, dengan menggunakan penyetel perekam. 4. AUDIO RECORDER Sebuah audio recorder merekam output sinyal-sinyal listrik dari sound level meter, oleh karena itu dia efektif terhadap penganalisaan terinci gejala dan hal itu sukar di lapangan dan tidak mudah direproduksi. Sekarang, kecenderungan terbanyak adalah perekaman digital dengan perekam digital yang menggunakan pita audio digital sebagai medium perekaman. Meskipun perekam-perekam analog unggul dalam merekam dalam ben frekwensi tinggi, perekam-perekam digital adalah jauh lebih baik dalam hal waktu perekaman yang kontinyu dan lingkup (perekaman) dinamik. Juga lebih baik untuk mengunakan precision sound level meter untuk audio recorder. a. Digital Recording Karena sinyal-sinyal dari sound level meter adalah input ke dalam perekam sebagaimana sinyal-sinyal listrik yang sebanding dengan intensitas dari tingkat tekanan suara, perlulah untuk menyetel tegangan input maksimum. Perlu hati-hati di sini karena tegangan input dari sound level meter akan berbeda menurut tipe sound level meter. Contoh, misalnya perekam digital memungkinkan tegangan input maksimum 1, 2, 5 atau 10 V. Bila sound level meter yang dihubungkan
36
dengan perekam mempunyai tegangan outputt maksimum 4 V (hatihati karena meteran-sound level meter memberikan kelonggaran di atas skala penuh), maka penyetelan tegangan input maksimum sampai 5 V akan memungkinkan semua data terekam. Lagi pula, akan perlu untuk menyetel kecepatan pita dan, bila terdapat banyak colokan input, maka channel input perlu disetel pula. Sebelum pengukuran, rekamlah suara sinyal kalibrasi selama 30 detik atau lebih. Lalu, pada awal pengukuran, sesuaikan lingkup tingkat dari sound level meter terhadap suara sasaran. Pada tahap ini, rekamlah pula skala penuh dari sound level meter dengan kertas perekam atau pengumuman bersama, dengan informasi terkait seperti waktu perekaman dan lokasi. Dalam menganalisa data, ambillah suara sinyal kalibrasi yang terekam sebanyak 6 dB kurang dari skala penuh dari sound level meter. Pengukuran-pengukuran biasanya dilakukan tanpa kompensasi frekwensi dari meteran tingkat kebisingan, karena itu setel perekam pada karakteristik datar atau linier. b. Analog Recorder Dalam menggunakan audio recorder, yang paling perlu adalah menyetel tingkat perekaman pada tingkat yang cocok. Dengan menyetel tingkat perekaman, sesuaikan sinyal maksimum (tekanan suara) yang diijinkan oleh sound level meter dengan tingkat perekaman dari
audio
recorder.
Contoh,
misalkan
sound
level
meter
memungkinkan tekanan suara seketika melebihi skala penuh dengan 13 dB (tingkat itu dapat terukur). Ketika menggunakan perekam ini, setel tingkat perekaman sehingga tingkat input dari perekam analog terindikasikan sebagai -13 dB tatkala suatu sinyal yang sepadan dengan skala penuh dari sound level meter dimasukkan. Suatu perekam analog dikalibrasikan dengan memasukkan suara sinyal kalibrasi ke dalam sound level meter dengan pistonphon atau kalibrator. Skala penuh dari sound level meter disetel dengan cara yang sama dengan tatkala mengkalibrasikan level recorder: setel dari tombol penyesuaian tingkat input sehingga tingkat input perekam
37
menunjukkan -19 (13 + 6) dB ketika sinyal kalibrasi diinput (Apabila perekam dapat menyesuaikan tingkat secara otomatis, perhatikan bahwa perlu untuk meng-OFF-kan tombol ini). Rekamlah suara sinyal kalibrasi selama 30 detik atau lebih. Setelah merekam sinyal kalibrasi, hendaknya sangat hati-hati untuk tidak menekan tombol penyesuaian tingkat dari perekam. Ketika mulai mengukur, sesuaikan lingkup tingkat dari sound level meter dengan suara target. Pada saat ini, pastikan untuk merekam skala penuh dari sound level meter. Dalam menganalisa data, ambilah suara sinyal kalibrasi terekam sebesar 6 dB lebih rendah dari skala penuh dari sound level meter. Juga, pengukuran-pengukuran dengan audio recorder biasanya dilakukan tanpa kompensasi frekwensi dari sound level meter, maka itu setel perekam pada karakteristik datar atau linier. 5. ALAT ANALISIS FREKWENSI Ketika
menginvestigasi
langkah-langkah
pengedapan
suara,
informasi tingkat tekanan suara berbobot A saja tidak cukup. Perlu untuk mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik suara dengan analisa frekwensi. Tabel 7. Tipe-tipe Analisis Frekwensi Alat analisis frekwensi Alat analisa oktaf
Filter Pas (Pass) ben oktaf
Lebar ben normal Lebar proporsional
Alat analisa oktaf 1/3
Pas (Pass) ben oktaf 1/3
Lebar proporsional
Alat analisa FFT
FFT
Lebar sepadan
Obyektif Penaksiran kebisingan dan langkah penanggulangan pada umumnya Penaksiran kebisingan dan langkah penanggulangan pada umumnya penanggulangan pada sumber kebisingan
Sumber : www.menlh.go.id
38
Untuk kebisingan pabrik, tingkat tekanan suara dianalisa dengan ben oktaf, tetapi tingkat tekanan suara diukur setiap 1/3 ben oktaf apabila analisa terinci diperlukan. Lagi pula, bila resolusi frekwensi dibutuhkan, maka diperlukan alat analisa FFT (Fast Fourier Transform).
D. PENILAIAN KUANTITATIF KEBISINGAN Karena telinga manusia rata-rata tidak peka terhadap semua frekwensi, persepsi manusia tentang kenyaringan bukanlah hanya ditentukan oleh seluruh tingkat tekanan bunyi tetapi juga sangat tergantung atas distribusi frekwensi di dalam bunyi. Untuk memuaskan penjelasan efek bising terhadap manusia, Suatu
nilai
yang
tunggal
yang
berhubungan
dengan
persepsi
psychophysiologic bunyi sangat diperlukan. Untuk hal itu, terdapat tiga skala pengukuran untuk sound level meter agar mempermudah penilaian tentang bising. Tiga skala pengukuran itu adalah skala pengukuran A, B, dan C. Selain ke tiga itu masih ada skala-skala lain yang jarang digunakan, yaitu skala pengukuran D dan Z. Skala pengukuran A berfungsi untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekwensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35–135 dB). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 7 dimana skala pengukuran A berada di 40 phon yang menunjukkan sensitifitas telinga manusia pada tingkat tekanan suara yang rendah. Selain itu juga pada Gambar 9 ditunjukkan bahwa karakteristik dari skala pengukuran A dpat membedakan bunyi-bunyi dengan frekwensi di bawah 500 Hz. Skala pengukuran A juga dapat digunakan untuk mengukur kebisingan lingkungan yang relatif terhadap psikologi, fisik, dan sosial dari bising. Skala pengukuran A juga merupakan nilai yang valid dan sering digunakan untuk mengevaluasi kebisingan lingkungan yang kompleks. Skala pengukuran A memiliki dua tujuan penting, yaitu : 1. Memberikan
suatu
nilai
ukuran
tingkat
kebisingan
melalui
penggambungan tingkat suara pada seluruh frekwensi. 2. Memberikan skala untuk tingkat kebisingan sebagai
pengalaman dan
perasaan oleh telinga manusia.
39
Skala pengukuran B digunakan untuk suara dengan kekerasan yang moderat (>40dB) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi. Skala pengukuran C digunakan untuk suara yang sangat keras (>45 db) yang menghasilkan gambaran respons terhadap bising antara 20 sampai dengan 20000 Hz.
Gambar 9. Karakteristik Frekwensi dari Alat-Alat Ukur Tingkat Kebisingan
1. TINGKAT TEKANAN SUARA DAN TINGKAT TEKANAN SUARA BERBOBOT A (TINGKAT KEBISINGAN) Suara adalah gejala di mana partikel-partikel di udara bergetar dan menyebabkan perubahan-perubahan dalam tekanan udara, karena itu intensitasnya dinyatakan sebagai tekanan suara. (Pascal adalah suatu unit [Pa] dan energi yang diperlukan untuk getaran (juga dinamakan "tenaga suara dari sumber ", unit-unit watt [W]). Bila dinyatakan dalam Pascal, intensitas dari suara dinamakan "tekanan suara" dan menggunakan suatu unit referensi dari 20
Pa. Ini hampir sama dengan tekanan suara dari
suara minimum yang ditangkap oleh telinga manusia. Tingkat tekanan suara didefinisikan sebagai 10 x logaritma rasio dari tekanan suara efektif pangkat dua terhadap tekanan suara referensi efektif (20
Pa), dan
dinyatakan dengan formula di bawah ini. Pendekatan ini diterima demi
40
mudahnya anotasi, seperti suatu suara dengan 100 dB akan mempunyai tekanan suara sebesar 100.000 kali tekanan suara referensi dengan seterusnya menjadi terdiri dari banyak digit. Unit-unit itu adalah desibel (dB). Demikian pula, intensitas suara didefinisikan secara kwantitatif sebagai tingkat kekuatan suara karena kekuatan suara dari unit-unit sumber (10-12 W). Seperti halnya dengan tingkat tekanan suara, unit-unit di sini menggunakan
desibel.
Dalam
menilai
kenyaringan
suara,
perlu
mempertimbangkan perbedaan cara bagaimana suara ditangkap karena frekwensi. Untuk itu, alat-alat ukur tingkat kebisingan menggunakan rangkaian penyesuaian frekwensi yang mengasimilasikan kepekaan telinga manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik penyesuaian frekwensi ini adalah seperti yang terlihat pada Gambar 8, tetapi pada umumnya digunakan karakteristik A. Tingkat kenyaringan yang didapat sesudah penyesuaian frekwensi ini dinamakan "Tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat kebisingan)".
Tingkat tekanan suara berbobot A = 10Log
Tingkat tekanan suara = 10Log
P2 P02
PA2 ............................. (6) P02
................................................. (7)
di mana, P0 = 20µPa
2. TINGKAT PERSENTIL (LAN, T) Kenyaringan kebisingan fluktuasi dengan waktu, karena itu perlu mempertimbangkan fluktuasi selama satu periode waktu ketika menilai tingkat tekanan suara berbobot A. Dua indeks populer adalah tingkat persentil dan tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu. Tingkat kebisingan yang, untuk N% periode dari waktu yang diukur, sama atau lebih besar dari tingkat tertentu, dinamakan "Tingkat persentil N-persen". Variabel ini dinyatakan sebagai LAN dan suatu tingkat 50% (LA50) diambil sebagai titik tengah, 5% (LA5) sebagai batas atas dari
41
lingkup 90% dan 95% (LA95) sebagai batas bawah dari lingkup 90% yang sama. Dalam pengukuran yang menggunakan faktor waktu aktual, praktek pada umumnya mengambil contoh tingkat tekanan suara berbobot A pada interval waktu yang konstan, peroleh distribusi frekwensi kumulatifnya, kemudian mendapatkan tingkat persentil spesifik. Pada umumnya, dalam penilaian kebisingan lingkungan, sebaiknya mengambil 50 atau lebih contoh pada interval 5 detik atau kurang.
3. TINGKAT TEKANAN SUARA BERBOBOT A YANG SEPADAN DAN KONTINYU (LAEQ) Tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu banyak dipakai di seputar dunia sebagai indeks untuk kebisingan. Itu didefinisikan sebagai "tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama suatu periode waktu T, yang dinyatakan sebagai jumlah energi rata-rata". Itu dinyatakan dengan formula di bawah ini.
1 2 PA2 L Aeq = 10Log dt ........................................................... (8) ∫ 2 t − t P 2 1 1 0 LA 2 L An 1 LA1 L Aeq = 10Log 10 10 + 10 10 + ... + 10 10 n
.................................. (9)
di mana : P0 = Tekanan suara referensi (20 Pa) PA = Tekanan suara berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (Pa) Periode waktu adalah dari waktu t1 sampai waktu t2, sedangkan jumlah contoh-contoh tingkat tekanan suara berbobot A adalah n.
42
Gambar 10. Tingkat Tekanan Suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu 4. TINGKAT EKSPOS TERHADAP SUARA (LAE) Tingkat ekspos terhadap suara digunakan untuk menyatakan kebisingan satu kali atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan kontinyu. Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan tetap 1 detik yang kontinyu dari energi sepadan. Karena kebisingan kereta api dapat dianggap sebentar-sebentar, "kebijakan
untuk
mengatasi
kebisingan
dalam
penambahan
atau
penyempurnaan jalur kereta api dalam skala besar (Jawatan Lingkungan Jepang, Des. 1995)" adalah dengan mengukur tingkat ekspos terhadap suara dari setiap kereta api yang lewat dan mendapatkan tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu (Gambar 11.).
1 L Ae = 10Log T0 di mana : T0
PA2 ∫1 P02 dt ................................................................. (10) 2
= Waktu referensi (1 detik)
t1 - t2 = Waktu yang diperlukan untuk lewatnya satu kereta api
43
Gambar 11. Tingkat Ekspos Terhadap Suara Formula untuk mendapatkan tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu dari tingkat pengeksposan suara dari setiap kereta api yang lewat adalah sbb: LAe 2 L Aen 1 LAe1 10 10 = 10Log 10 + 10 + ... + 10 10 T
L Ae
................................. (11)
T: Waktu (detik) yang ditargetkan untuk LAeq. Dari jam 07:00 sampai dengan 22:00 adalah 54,000 detik. Dari jam 22:00 sampai dengan 07:00 adalah 32,400 detik. Tingkat kekuatan sepadan juga dapat dicapai dengan menggunakan kekuatan rata-rata dari suatu tingkat ekspos terhadap suara (LAE) dan jumlah n kereta api sebagai berikut:
L Aeq
L Ae 1 = 10Log n × 10 10 T
........................................................... (12)
5. TIPE-TIPE KEBISINGAN Menurut Suma’mur (1996); kebisingan dalam lingkungan kerja dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, antara lain : 1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekwensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dan lainlain.
44
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekwensi yang sempit (steady state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain. 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, pesawat terbang di lapangan udara, dan lain-lain. 4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, dan lan-lain. 5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan. Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang diukur dengan satuan desibel (dB) seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan Tertentu Tingkat Bising (dB(A)) 0-20 20-40
40-60
60-80
80-100
100-120
>120
Sumber Bunyi Gemerisik daun Suara gemerisik Perpustakaan Percakapan Radio pelan Percakapan keras Rumah gaduh Kantor Perusahaan Radio keras Jalan Peluit polisi Jalan raya Pabrik Tekstil Pekerjaan Mekanis Ruang Ketel Mesin turbin uap Mesin Diesel besar Kereta bawah tanah Ledakan bom Mesin jet Mesin roket
Skala Intensitas Sangat tenang
Waktu Kontak (Jam)
Tenang
215
Sedang
211
Keras
27
Sangat Keras
23
Sangat Amat Keras
2-1
Menulikan
2-2
219
Sumber : Suharsono (1991)
Setelah introduksi tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu, kategori kebisingan lingkungan dari JIS direvisi seperti yang diperlihatkan pada Tabel 9.
45
Tabel 9. Tipe-Tipe Kebisingan Lingkungan Jumlah kebisingan Kebisingan spesifik Kebisingan residual Kebisingan latar belakang
Semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu. Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan dapat diidentifikasikan. Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu. Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu. Penting untuk membedakan antara kebisingan residual dengan kebisingan latar belakang.
Sumber : www.menlh.go.id
E. DESIBEL Desibel (dB) adalah kwantitas logaritmis yang dipakai sebagai unitunit tingkat tekanan suara berbobot A. Ini dilakukan untuk dua alasan: pertama untuk menyederhanakan plot-plot multipel seperti terpampang pada Gambar 7, kedua untuk secara kira-kira menyebandingkan kwantitas logaritmik dari stimulus untuk stimulus akustik yang diterima telinga manusia dari luar. Untuk menilai kebisingan, perlu untuk menghitung tambahnya atau kurangnya tingkat tekanan suara berbobot A rata-ratanya dan sebagainya. Dan ini memerlukan pengetahuan dasar tentang perhitungan logaritma. 1. DEFINISI DAN PERHITUNGAN LOGARITMA Bilangan 1000 dapat dituliskan sebagai 103, tetapi bila fungsi ini dituliskan log10 dengan menggunakan bilangan dasar 10, maka itu menjadi log10103 = 3. Dalam hal ini, logaritma dari bilangan dasar 10 103 adalah 3. (Kalkulasi desibel selalu dikerjakan dengan bilangan dasar 10, oleh sebab itu bilangan dasar dihilangkan dalam anotasi di bawah ini.) Logaritma dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan kalkulator, sekalipun demikian di bawah ini diperlihatkan contoh dari nilai-nilai hasil logaritma. Tabel 10. Tabel Singkat Logaritma 3 4 5 6 7 8 9 10 N 1 2 log n 0 0.301 0.477 0.602 0.699 0.778 0.845 0.903 0.954 1.0
46
2. TAMBAHAN DESIBEL (KOMBINASI ENERGI/KEKUATAN) Untuk meneliti efek dari suara-suara besar yang dipancarkan secara simultan dari banyak sumber, desibel ditambahkan. Formulanya adalah di bawah ini. Metode penambahan ini dinamakan "kombinasi energi (kombinasi kekuatan)". L2 Ln L1 10 10 10 L = 10 Log 10 + 10 + ... + 10
.............................................. (13)
di mana : L1, L2 ... LN = Tingkat tekanan suara pada tiap-tiap sumber (dB) Dengan metode yang disederhanakan untuk menghitung suara yang digabungkan mungkin terdapat perbedaan antara tingkat-tingkat tekanan suara berbobot A dan menambahkan nilai yang diberikan oleh perbedaan itu pada nilai yang lebih besar dari kedua nilai-nilai desibel itu. Untuk menghitung jumlah yang lebih dari dua sumber, carilah perbedaan tingkat antara setiap dua sumber itu secara berurutan dari arah yang paling besar ke bawah. Apabila perbedaan dalam tingkat ini lebih besar dari 10 dB atau lebih, penambahan dengan cara penggabungan dapat diabaikan. Tabel 11. Tabel Singkat dari Penggabungan Energi Perbedaan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tingkat Nilai yang 3.0 2.5 2.1 1.8 1.5 1.2 1.0 0.8 0.6 0.5 0.4 0.3 ditambahkan Sumber : www.menlh.go.id
Jika jumlah sumber bising lebih dari satu maka pertambahan yang terjadi pada intensitas kebisingan tersebut bisa dijumlahkan secara aljabar dan mengunakan Tabel 10. Tekanan suara dari dua sumber bunyi secara alajabar adalah :
P2
SPL
SPL = anti log = 10 10 ............................................................ (14) 2 P0 10 dengan menggunakan persamaan tekanan suara dua sumber bunyi :
(P )r2 = (P1 )2r + (P2 )2r
.......................................................................... (15)
47
Dimana : SPL = Sound Propagation Level r
= rata-rata
Jika persamaan (14) dimasukkan ke dalam persamaan (15) dan kedua ruas dibagi dengan
didapat :
Pr2 P12 P22 = + ................................................................................. (16) P02 P02 P02 Apabila terdapat banyak sumber bunyi, maka : 2 Pr2 ∑ P1 = = ∑10 0.1×SPL ................................................................ (17) 2 2 P0 P0
Dimana : P1 = tekanan suara di sumber 1 P2 = tekanan suara di sumber 2 Resultan dari kedua sumber bising tersebut tidak bisa ditambahkan secara langsung karena skala kebisingan adalah logaritmik sehingga resultan bising dari kedua sumber tersebut tergantung dari perbedaan tingkat kebisingan antara kedua sumber tersebut, seperti terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah dB(A) yang Harus Ditambahkan ke Bunyi Terbesar Perbedaan antara sumber bunyi (dB(A)) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16
Jumlah yang harus ditambahkan (dB(A)) 3.0 2.6 2.1 1.8 1.5 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.3 0.2 0.1
Sumber : Wilson (1989)
48
3. PERBEDAAN TINGKAT DESIBEL (KOMPENSASI UNTUK KEBISINGAN LATAR BELAKANG) Untuk mengkompensasikan kebisingan latar belakang, perbedaan desibel dihitung. Rumusnya seperti di bawah ini. L2 L1 L3 = 10 log 10 10 − 10 10 ................................................................... (18)
Kompensasi kebisingan latar belakang menggunakan L1 (dB) sebagai jumlah tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang ditargetkan dan kebisingan latar belakang, dan L2 (dB) sebagai kebisingan latar belakang. Rumus akan memperkirakan kebisingan yang ditargetkan L3 (dB) dengan mendapatkan perbedaannya. Sebagai jalan pintas untuk menghitung tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan latar belakang, dicantumkan untuk mendapat perbedaan antara nilai dB gabungan dan nilai dB dari kebisingan latar belakang, dan mengurangi nilai kompensasi dengan nilai dB dari kebisingan gabungan (dapat dilihat pada Tabel 13). Seperti dapat dimengerti dari Tabel 13, apabila kebisingan latar belakang adalah 10 dB atau lebih, dibawah kebisingan gabungan dB, efeknya terhadap kebisingan yang ditargetkan dapat diabaikan. Apabila perbedaan antara kebisingan gabungan dan kebisingan latar belakang adalah kecil (di bawah 4 dB dalam JIS), maka ada kemungkinan terjadi kesalahan, sehingga kompensasi yang benar tidak mungkin. Tabel 13. Kompensasi pembacaan alat pengukur tingkat kebisingan untuk efekefek kebisingan latar belakang (Unit-unit: dB) Perbedaan antara bila ada kebisingan 4 5 6 7 8 9 10 atau lebih latar belakang dan bila tidak ada Nilai kompensasi -2 -1 0 Sumber : www.menlh.go.id
4. TINGKAT DESIBEL RATA-RATA (KEKUATAN RATA-RATA) Nilai desibel dari kekuatan gabungan rata-rata dapat disebut juga kekuatan rata-rata (energi rata-rata). Hal tersebut dapat dinyatakan dengan rumus berikut.
49
L Ave
L1 L2 Ln 10 10 10 = 10 log 10 + 10 + ... + 10 .............................................. (19)
Apabila dibandingkan dengan formula kombinasi kekuatan, maka menjadi sebagai berikut. Lave = L-10log n (dB) ........................................................................ (20) Oleh sebab itu, pengurangan 10log n dari nilai kekuatan gabungan memberikan kita kekuatan rata-rata.
F. PROPAGASI SUARA (RAMBATAN SUARA) 1. KEKUATAN
SUARA
DARI
SUMBER
apabila
suatu
DAN
TINGKAT
KEKUATAN SUARA Suara
dipancarkan
sumber
bergetar,
tetapi
kenyaringan dari suara yang dipancarkan berubah tergantung pada intensitas dari sumber. Intensitas ini didefinisikan sebagai energi suara yang dipancarkan dari sumber dalam 1 detik dan dinamakan "kekuatan suara dari sumber (P)" (unit-unit dari watts [W]). Tingkat indikasi untuk intensitas dari kekuatan suara ini dinamakan "tingkat kekuatan suara (PWL)". PWL = 10 log
P ............................................................................... (21) P0
P SPL = 10 log P ref
2
......................................................................... (22)
Dimana : SPL = tingkat tekanan kebisingan (dB) P
= tekana suara (N/m2)
Pref = tekanan bunyi referensi (2x10-5 N/m2) P0
= 10-12 W
Seperti dituliskan di atas bahwa tingkat kekuatan suara sama dengan tingkat tekanan suara. Tetapi, di mana tingkat tekanan suara mengekspresikan kenyaringan suara yang dimonitor dalam suatu titik sembarang, tingkat kekuatan suara mengekspresikan intensitas dari kekuatan akustik yang dipancarkan oleh suatu sumber.
50
2. PROPAGASI SUARA Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dan sumber bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat kebisingan dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan : Pada suatu titik berjarak r meter dari sumber suara sederhana, hubungan antara tingkat kekuatan suara (dB), tingkat intensitas suara IL (dB) dan tingkat tekanan suara SPL (dB) adalah sbb. Untuk sumber diam : SPL = IL = PWL - 20log r- 11 (Lapangan bebas) ............................ (24) SPL = IL = PWL - 20log r- 8 (Lapangan setengah bebas) ............... (25) Atau dapat disederhanakan menjadi SL1 – SL2 = 20 log (r2/ r1).................................................................. (26) Untuk sumber bergerak : SL1 – SL2 = 10 log (r2/ r1).................................................................. (27) Dimana : SL1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r1 SL2 = intensitas suara sumu kebisingan 2 pada jarak r2 r1
= jarak ke sumber bising yang pertama
r2
= jarak ke sumber bising yang kedua
Yang dimaksudkan disini ialah bahwa, apabila tingkat kekuatan suara tidak dapat diukur secara langsung, tingkat kekuatan suara dari sumber dapat diperkirakan dari tingkat tekanan suara yang diukur pada suatu titik yang jauh dari sumber. Itu juga merupakan formula dasar yang digunakan secara terbalik untuk meramalkan kenyaringan dari suara yang menyebar ke dalam lingkungan, dari tingkat kekuatan suara. Mudah untuk mengingat aturan bahwa tingkat tekanan suara berbobot A berkurang dengan 6 dB pada jarak dua kali lipat. Ini terjadi bila sumber suara sederhana, tetapi katakanlah ada suatu jalan atau rel kereta api, yang merupakan suatu sumber suara sederhana linier tak terbatas dalam lapangan setengah bebas, maka suara berkurang dengan 3 dB bila jaraknya dua kali lipat. Tentu saja kalkulasi ini memperkirakan adanya lapangan suara bebas; pengukuran yang sesungguhnya akan
51
bervariasi tergantung pada apakah ada hambatan-hambatan atau tidak, dan juga pada kondisi cuaca.
G. STANDAR KEBISINGAN Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan nilai Ambang Batas (NAB), antara lain menyebutkan NAB Faktor Fisika di tempat kerja 85 dB(A). Bila kebisingan melebihi NAB maka waktu pemaparan (Exposure Limit) ditetapkan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Ambang Batas Lama Kerja yang Diizinkan dalam Sehari Intensitas kebisingan (dB(A)) 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139
Lama mendengar per hari 8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 menit 7.5 menit 3.75 menit 1.88 menit 0.94 menit 28.12 detik 14.06 detik 7.03 detik 3.52 detik 1.76 detik 0.88 detik 0.44 detik 0.22 detik 0.11 detik
Catatan : Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat. Sumber : Menaker (1999)
Untuk melindungi pekerja dari efek kebisingan yang membahayakan, maka sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) tentang kebisingan juga telah diatur secara Internasional oleh ISO (International Standard Organization), ILO (Internationa Labour Organitazation) dan OSHA (Occupational Safety
52
and Health Association), serta di Indonesia diatur oleh MENAKER seperti disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15. Bebeapa Standar Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Lama Kerja Kontinu yng Diperkenankan Intensitas (dB) OSHA Indonesia 90 85 92 95 88 97 100 91 105 94 110 97 115 100
ISO 85 88 91 94 97 100
ILO 90 92 95 97 100 105 110 115
Waktu Kerja (Jam) 8 6 4 3 2 1 0.5 0.25
H. CARA PENGENDALIAN KEBISINGAN Pada lingkuanga kerja,
kebisingan
yang terjadi tidak boleh
menimbulkan kerugian pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Untuk meminimalkan efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia. Menurut Peterson dalam Tampang (1999), bahwa upaya pengendalian kebisingan diantarannya sebagai berikut : a) Pengendalian
keteknikan,
yaitu
memodifikasi
peralatan
penyebab
kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan dan proses tersebut berjalan dengan bahan kontruksi yang tepat. b) Pengendalian sumber kebisingan, yaitu dilakukan dengan subtitusi antar mesin, proses, dan material terutama penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada masing-masing peralatan dan mesin lama maupun baru. c) Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan peredam getaran, rongga resonansi, dan peredam suara (isolator). d) Alat Pelindung Diri (APD), yaitu menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT), misalnya earplugs, earmuffs, dan helmet. Alat-alat tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 25 dB sampai 50 dB. Menurut Hutagalung (2007), permasalahan yang berkaitan dengan kebisingan dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan sistematik
53
dimana sistem perpindahan semua suara dipecah menjadi tiga elemen, yaitu sumber suara, jalur transmisi suara, dan penerimaan akhir. Metode yang umumnya digunakan untuk mengendalikan sumber suara kebisingan antara lain, yaitu menggunakan peralatan dengan tingkat kebisingan rendah, menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat dengan insulasi, silencer (peredam sumber kebisingan), dan vibration damper (peredam sumber getaran). Jalur transmisi suara juga dapat dimodifikasi agar kebisingan berkurang dengan cara melakukan pengadaan penghalang dan absorpsi oleh peredam. Kebisingan juga dapat dikendalikan dengan memodifikasi elemen penerimaan akhir, yaitu dengan melakukan improvisasi sistem operasi, improvisasi pola kerja, dan penggunaan alat pelindung pendengaran. Menurut McCormick dan Sanders (1987), untuk Alat Pelindung Diri (APD) terutama telinga terdapat dua tipe Alat Pelindung Telinga (APT), yaitu APT permanen (earmuffs, earplugs, dan headphone) dan APT tidak permanen (sumbat telinga seperti kapas kering atau basah dan glassdown). Menurut Sembodo (2004), selain sumbat telinga dan tutup telinga, untuk mengurangi kebisingan ada juga yang menggunakan helmet. Jika sumbat telinga mampu mengurangi kebisingan 8–30 dB dan tutup telinga 25–40 dB, sedangkan helm mampu mengurangi kebisingan 40–50 dB. Selain hal-hal tersebut terdapat pengendalian kebisingan dengan memperhatikan kondisi kerja mesinya yang biasa disebut kontrol engineering. Kontrol engineering ini ditujukan pada sumber bising dan sebara kebisingan, misalnya : a) Pemeliharaan mesin (maintenance), yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain. b) Mengurangi vibrasi/getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin, kecepatan putaran, atau isolasi. c) Mengubah proses kerja, misalnya pukulan diganti dengan kompresi. d) Mengganti mesin bising tinggi ke mesin yang kurang bising. e) Mengurani transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menggunakan bahan peredam suara pada didinding dan langit-langit kerja.
54
Selain cara pengendalian yang telah disebutkan di atas, terdapat cara pengendalian kebisingan yang lebih modern yaitu Active Noise Control (ANC). ANC adalah modifikasi medan bunyi, terutama penghilangan medan bunyi oleh alat elektro akustik. ANC adalah satu metoda elektronik yang dapat mengurangi atau memindahkan bunyi yang tak dikehendaki oleh suatu gelombang tekanan yang diproduksi dari amplitudo yang sama tetapi membalikkan bunyi yang tak dikehendaki. Ketika gelombang kebalikan yang dihasilkan secara elektronis ditambahkan kepada bunyi yang tak dikehendaki, akan terjadi penghilangan bunyi. Metoda ANC semakin populer karena dapat memiliki berbagai macam kegunaan. Sebagai contoh ruang 3D, seperti daerah yang terdapat kehidupan dan sangat sulit untuk dicapai, atau seorang penumpang yang duduk di dalam pesawat terbang atau gerbong. Dalam bentuk yang paling sederhananya, suatu sistem kendali yang mengatur suatu sumber suara untuk menghasilkan suatu medan bunyi yang dapat menyerang/menggangu bunyi. Sumber suara seperti itu disebut penghilangan/gangguan suara, dan hasilnya adalah tidak ada bunyi sama sekali. Dalam prakteknya tentu saja ANC sangatlah rumit. ANC berbeda dari metode-metode yang lebih tradision atau yang lebih pasif untuk mengendalikan bunyi dan vibrasi yang tak dikehendaki. Contoh pengendalian kebisingan yang pasif, seperti isolasi/penyekatan, knalpotknalpot, mengurangi vibrasi, menggunakan peredaman, pengendalian dengan penyerapan. Teknik-teknik pengendalian pasif bekerja lebih baik pada frekwensi pertengahan dan frekwensi tinggi. Tetapi perlakuan-perlakuan yang pasif akan sulit digunakan untuk frekwensi rendah. Ukuran dan massa dari perlakuan-perlakuan yang pasif biasanya bergantung pada perubahan gelombang akustik, membuat mereka lebih tebal dan lebih massif karena frekwensi yang lebih rendah. beban yang ringan dan ukuran yang kecil dari sistem yang aktif bisa menjadi manfaat yang penting. Terdapat empat hal utama dalam ANC, yaitu : 1. Plant; sistem yang secara fisik harus dikendalikan; contohnya adalah headphone dan udara disekitarnya.
55
2. Sensor; mikrofon-mikrofon, akselerometer-akselerometer, atau perantiperanti lain yang dapat merasakan adanya gangguan dan memonitor seberapa baik sistem kendali itu sedang bekerja. 3. Actuator; peranti-peranti yang secara fisik mengubah hasil respon dari plant. Biasanya mereka adalah peranti-peranti electromechanical seperti pembangkit-pembangkit suara atau vibrasi. 4. Controller; suatu pengolah sinyal (biasanya digital) yang memerintahkan actuator untuk melakukan apa yang harus dikerjakan. Pengendali dasarnya adalah sinyal dari sensor, dan biasanya, di beberapa pengetahuan tentang bagaimana plant bereaksi terhadap actuator.
I. PROSES STAMPING Pada proses proses produksi pembuatan komponen-komponen kendaraan, dari raw material sampai keluar menjadi barang jadi, material tersebut harus melewati berbagai tahapan proses. Salah satunya adalah proses pengepresan (stamping). Pada dasarnya proses penekanan atau stamping mengunakan teknik tumbukan yaitu dengan menekan / menumbuk suatu material (blank material) pada suatu mesin menjadi bentuk yang diinginkan. Yang dimana mesin press adalah mesin yang menompang sebuah landasan dan sebuah penumbuk, sebuah sumber tenaga, dan suatu mekanisme yang menyebabkan penumbuk bergerak lurus dan tegak menuju landasanya. Untuk menghasilkan kualitas pengepresan yang baik, perlu adanya alat-alat pendukung dalam melakukan proses produksi. Alat-alat pendukung mesin press antara lain adalah Dies. Dies merupakan suatu cetakan yang digerakan oleh mesin press untuk menekan bahan/material untuk menghasilkan barang yang sesuai dengan contoh. Proses pembengkokan dan pemotongan pada mesin press haruslah sesuai dengan standar yang ada di perusahan. Begitu juga pada saat pemasangan dies itu sendiri. Cetakan atau dies dapat digolongkan baik menurut jenis spesifikasi operasi mesin press maupun menurut jenis cetakannya. Penggolongan
56
sederhana yang mencakup jenis cetakan dari dies itu sendiri adalah sebagai berikut: 1. PROSES PEMBENTUKAN Proses pembentukan adalah proses dimana logam ditekan dengan tekanan yang besar sampai dengan batas kemampuan parts tersebut berubah bentuk seperti yang diinginkan. Dies dapat dikelompokan lagi menjadi : a. Draw Yaitu suatu proses pembentukan material. Draw ini merupakan proses awal pada mesin press/stamping sebelum dilanjutkan ke proses-proses berikutnya. Untuk proses draw ini bisa dilakukan untuk dua kali proses. b. Bending Yaitu suatu proses penekukan part yang hanya dilakukan satu kali per stroke. c. Flange Yaitu suatu proses penekukan material yang lebih dari satu pada setiap stroke-nya. d. Curling Yaitu suatu proses pembentukan diameter. e. Burring Yaitu suatu proses penekukan keliling pada bagian dalam lubang. f. Stamp Proses yang dilakukan dalam stamp ini sama dengan Draw tetapi dalam stamp sendiri tidak menggunakan cushion. g. Bulge Yaitu suatu proses pembesaran dari diameter pipa.
2. PROSES PEMOTONGAN Proses pemotongan adalah proses dimana material dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan agar material tersebut dapat dikerjakan ke dalam proses berikutnya. Proses pemotongan ini dapat dikelompokan lagi menjadi :
57
a.
Cutting Yaitu suatu proses pemotongan material yang masih berbentuk lembaran (blank material)
b.
Trim Yaitu sutu proses pemotongan material pada bagian tepi. Biasanya proses ini adalah lanjutan dari proses sebelumnya seperti draw, stamp dan sebagainya.
c.
Pierce Yaitu suatu proses pembuatan lubang pada material.
d.
Cam Trim / Pierce Sama seperti proses pierce tetapi pada proses ini pembuatan lubang yang dilakukan dari stamping material.
e.
Separate Yaitu suatu proses pemotongan pelat menjadi 2 bagian.
f.
Slit Yaitu suatu proses penyobekan sebagian material.
g.
Nocthing Yaitu suatu proses pemotongan sebagian material atau sebuah coakan kecil.
58
V. PEMBAHASAN
Walaupun PT TMMIN telah menggunakan mesin-mesin berat dan modern dalam proses produksi mobil, akan tetapi masih memiliki tanggung jawab sosial akan masyarakat sekitar untuk diberikan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak seluruhnya mesin-mesin berat dan modern digunakan dalam produksi mobil tetapi hanya mesin-mesin berat dan modern yang tepat guna sehingga tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan target produksi tetap tercapai. Karena manusia masih
digunakan
dalam
proses
produksi
mengakibatkan
PT
TMMIN
mengembangkan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja menjadi company wide program untuk melindungi karyawan sehingga produktifitas kerja tetap terjaga. Human Resouce Division (HRD) yang bertanggung jawab atas pengembangan karyawannya merasa bertanggung jawab atas kemampuan dan pengetahuan karyawan tentang keamanan dan keselamatan kerja. Rasa tanggung jawab inilah yang menimbulkan HRD harus membuat sebuah materi safety training yang berkaitan tentang kebisingan. Untuk menyusun konsep safety training yang tepat sasaran maka harus dilakukan pengukuran dan observasi mendalam tentang kondisi lapangan yang sebenarnya terjadi. Untuk mendapatkan semua itu diperlukan sesorang yang mengerti tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Hal itu sesuai dengan bidang studi yang diambil, yaitu Teknik Pertanian dengan bagian Ergonomika dan Elektronika Pertanian. Ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti program sarjana dapat diaplikasikan untuk menganalisis dan memberikan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi PT TMMIN khususnya HRD melalui penyusunan konsep training yang sesuai, misalnya training yang berhubungan dengan ergonomika adalah konsep safety training. Berdasarkan uraian tersebut, maka secara garis besar pembahasan di dalam laporan magang ini dibedakan menjadi dua, yaitu aspek khusus dan aspek umum. Aspek khusus berkaitan dengan analisa kondisi, pengaruh, dan alternatif pemecahan masalah kebisingan di stamping shop. Sedangkan aspek umum berkaitan dengan pembuatan konsep safety training terutama yang berhubungan dengan kebisingan.
59
A. ASPEK KHUSUS (ANALISIS KEBISINGAN) Salah satu pokok permasalahan yang timbul dari pengoperasian peralatan mekanis dalam berbagai bidang adalah kebisingan. Kebisingan yang terjadi di tempat kerja menyebabkan berbagai gangguan terhadap kesehatan dan konsentrasi para pekerja. Selama ini gangguan-gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan kurang dirasakan oleh para pekerja dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka waktu yang lama kebisingan ini dapat menimbulkan berbagai gangguan, diantaranya yaitu gangguan psikologis, fisiologis,
komunikasi,
dan
lainnya.
Berikut
gambar-gambar
yang
menunjukkan bahwa masalah kebisingan di stamping shop harus lebih diperhatikan.
(a)
(b)
Keterangan : (a) Karyawan yang seharusnya tidak mendapatkan resiko akibat kebisingan mesin stamping. (b) Sumber bising dan karyawan yang memiliki resiko tertinggi akibat kebisingan.
Gambar 12. Kondisi Ruang Kerja Stamping Shop Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan secara teknis maupun administratif. Pengendalian secara teknis meliputi pengendalian pada sumber suara, sepanjang jalur suara, dan pada penerima suara. Pengendalian secara administratif fokus pada menejemen, misalnya rotasi pada pekerja antara tempat kerja bising dengan tempat kerja yang tenang. Analisis kebisingan ini dilakukan dalam ruang lingkup yang lebih spesifik. Karena kebisingan suatu areal dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga diperlukan pendekatan-pendekatan untuk mempermudah dalam menganalisis kebisingan itu. Pendekatan-pendekatan itu adalah :
60
1) Menganalisis hanya melalui aspek Machine dan Man. 2) Mesin stamping sebagai sumber bising yang mempengaruhi penyebaran kebisingan. 3) Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan pada mesin stamping adalah luas permukaan yang bersentuhan antara material dengan dies (surface area). 4) Mengasumsikan bahwa faktor-faktor kebisingan yang dihasilkan oleh mesin stamping (velocity, tonnage, dan material thickness), serta faktorfaktor lingkungan (suhu, cuaca, waktu kerja, hambatan di area stamping) adalah sama selama pengukuran. 5) Area stamping yang sangat luas mengakibatkan tingkat kebisingan yang diukur dan diolah mencerminkan kemungkinan tingkat kebisingan terbesar di area stamping. 6) Waktu pengukuran kebisingan dilakukan pada tiap dies dalam tiap Pattern. Dan dilakukan pada satu shif pagi saja. 1. SUMBER KEBISINGAN Stamping Shop merupakan area dimana proses pengepresan pembuatan body kendaraan dilakukan. Lempengan-lempengan baja dicetak menjadi bagian-bagian dari body kendaraan seperti kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen body subassembly (kabin, dek, dan rangka chasis) di area stamping seluas 10.000 m2. Kondisi kebisingan keseluruhan di Stamping Shop dipengaruhi oleh suara-suara yang dihasilkan oleh mesin-mesin yang berada di unit pabrikasi area tersebut. Kebisingan di area stamping termasuk dalam kebisingan impulsif berulang. Karena kebisingan hanya timbul jika penampa dan material saling bersentuhan dan berulang terus menerus sampai material habis. Pencetakan lempengan-lempengan baja tersebut dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas yang disediakan di Stamping Shop yaitu 2 proses A pos tonase 2.400 ton dengan 450 stroke/jam dan C pos kapasitas 700 ton dengan 620 stroke/jam.
61
2. POLA SEBARAN KEBISINGAN Untuk memenuhi permintaan item part welding shop, stamping shop membagi sistem kerja menjadi tiga Pattern, yaitu Pattern 1, 2, dan 3. Tiap Pattern terjadi beberapa kali pergantian dies. Pattern 1 terjadi enam kali pergantian dies, Pattern 2 terjadi enam kali pergantian dies, Pattern 3 terjadi 7 kali pergantian dies. Berikut tabel yang menjelaskan item part yang diproduksi oleh Stamping Shop untuk tiap Pattern yang dianalisis (Pattern 1, 2, 3). Tabel 16. Item Part yang Diproduksi oleh Mesin Line C dan Line A pada Pattern 1, Pattern 2, dan Pattern 3 No. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7
Line C Item Part dan Mesin Pattern 1 67147.8 OKO 20 57413.4 OKO 30, 40, dan 50 61341.2 OKO 20 57613 OKO 10 dan 30 61723.4 OKO 10 55741 OKO 30 Pattern 2 61615.6 OKO 10 61641.2 OKO 40 dan 10 61621.2 OKO 10 61733 OKO 10 57611 OKO 10 dan 20 61734 OKO 10 Pattern 3 61343.4 OKO 20 63134 OKO 20 63135 OKO 40 55711 OKO 20 53713.4 OKO 30 61633.4 OKO 10 dan 30 67145.6 OKO 20
Line A Item Part dan Mesin 53321 OKO 40 dan 30 61112 OKO 70 dan 80 53311 OKO 50 63111 OKO 90 61111 BLK JPE 67143.4 OKO 30 dan 40 67149 OKO 30 dan 40 67111.2 OKO 30 61111 OKO 70 dan 80 61111.2 BLK Vietnam 67141.2 OKO 30 53811.2 OKO 30 dan 40 67115 OKO 30 dan 40 61112 OKO 100 67113.7 OKO 30 61112 BLK NSC -
Berdasarkan pengolahan data tingkat kebisingan dan analisis gambar pola sebaran kebisingan (Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15), diperoleh informasi bahwa tingkat kebisingan pada Pattern 3 lebih kecil
62
dibandingkan dengan Pattern 1, sedangkan Pattern 1 memliki tingkat kebisingan yang lebih kecil dibandingkan dengan Pattern 2 (Pattern 3 < Pattern 1 < Pattern 2).
Gambar 13. Pola Sebaran Kebisingan untuk Pattern 1
Gambar 14. Pola Sebaran Kebisingan untuk Pattern 2
Gambar 15. Pola Sebaran Kebisingan untuk Pattern 3
63
Secara umum pada ketiga Pattern tersebut, tingkat kebisingan di area kerja karyawan mencapai nilai di atas 95 dB. Untuk jam kerja karyawan selama 8 jam kerja, tingkat kebisingan ini menurut standar kebisingan Menteri Tenaga Kerja sudah melewati ambang batas yang diizinkan. Karena untuk 8 jam kerja standar kebisingan yang diizinkan adalah 85 dB. Tingkat kebisingan pada sumber bising dapat dilihat pada Lampiran 7, 8, dan 9. Tingkat kebisingan ini merupakan kemungkinan tingkat kebisingan maksimum yang dihasilkan oleh mesin stamping. Alasan pengambilan nilai maksimum sebagai nilai tingkat kebisingan area stamping terkait dengan keinginan perusahaan untuk memberikan penjagaan maksimum terhadap kesehatan karyawan, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat ditanggulangi lebih awal.
3. ANALISIS HASIL OBSERVASI Sebagai pihak yang sangat berpengaruh dalam proses produksi dan bersentuhan langsung dengan mesin sebagai sumber bising, maka apa yang dirasakan oleh operator menjadi penting pula untuk dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan penanganan kebisingan. Untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi operator, maka dilakukan pemberian kuisioner terhadap operator yang benar-benar bersentuhan langsung selama jam kerjanya dengan sumber bising. Berdasarkan pengolahan hasil wawancara dengan operator, diperoleh tiga informasi utama, yaitu : a. Tingkat Eksposur Kebisingan Tingkat eksposur kebisingan adalah tingkat kebisingan yang diterima oleh operator selama jam kerja. Untuk mengurangi efek kebisingan akibat waktu eksposur dan tingkat kebisingan yang tinggi, PT TMMIN memiliki standar dengan menyediakan dan mengharuskan operator stamping shop untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) khsusunya telingan atau lebih sering disebut Alat Pelindung Telinga (APT), yaitu earplugs.
64
Tingkat eksposur kebisingan ini dapat dianalisis melalui gambar penyebaran kebisingan pada tiap Pattern. Analisa ini dilakukan pada daerah-daerah di mana operator paling sering berada pada saat waktu produksi. Rata-rata untuk tiap Pattern nilai eksposur kebisingan mencapai lebih dari 95 dB tergantung dari jarak operator ke sumber bising. Hal ini menunjukkan bahwa kebisingan yang diterima oleh operator sudah melewati ambang batas kebisingan yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja, yaitu 85 dB untuk kerja selama 8 jam. b. Daily Noise Dose Pengukuran daily noise dose kebisingan ini dilakukan hanya pada area Line C. LineA tidak dilakukan analaisis ini dikarenakan di LineA tidak terlalu banyak operator yang bersentuhan dengan sumber bising. Mesin pada LineA sudah memiliki hambatan kebisingan yang terbuat dari lempeng besi. Selain itu, operator tidak bersentuhan langsung dengan sumber bising.
Gambar 16. Grafik Daily Noise Dose Operator Ketika Menggunakan Earplugs Setelah melakukan pengolahan data didapat bahwa Daily Noise Dose operator setelah menggunakan earplugs sudah sesuai dengan standar. Hal ini ditunjukan dengan nilai standar yang dibawah 1 pada
65
Gambar 16. Namun, kondisi tersebut hanya berlaku jika operator yang berada di Line C untuk post 1, 2, 3, dan 4 menggunakan earplugs. Pengukuran daily noise dose dilakukan berdasarkan waktu minimum produksi, yaitu jika loading yang dilakukan hanya untuk 300 pieces material atau 30 menit untuk tiap dies. Berdasarkan Gambar 16. diperoleh beberapa informasi, yaitu : 1) Pos C 1 pada Pattern 1 memiliki tingkat kebisingan tertinggi pada saat proses produksi item part 57413.4 OKO 30, 40, dan 50. Proses di Pos C 1 disebut drawing. Proses drawing ini menghasilkan tingkat kebisingan yang cukup berbahaya karena pada proses ini luas permukaan yang bersentuhan antara dies dengan material sangat besar. 2) Pos C 2 pada Pattern 2 memiliki tingkat kebisingan tertinggi pada saat proses produksi item part 61615.6 OKO 10. Proses di Pos C 2 disebut trim. 3) Pos C 3 pada Pattern 2 memiliki tingkat kebisingan tertinggi pada saat proses produksi item part 61641.2 OKO 40 dan 10. Proses di Pos C 3 disebut fleng. Pada proses Pos C 3 ini memiliki tingkat kebisingan yang terendah dibandingkan dengan Pos-Pos lain. Hal ini dikarenakan pada Pos C 3 kebanyakan digunakan hanya sebagai penghantar material menuju Pos C 4 sehingga tidak menimbulkan kebisingan. 4) Pos C 4 pada Pattern 2 memiliki tingkat kebisingan tertinggi pada saat proses produksi item part 61615.6 OKO 10. Proses di Pos C 4 disebut dengan holing. 5) Tingkat kebisingan untuk Line C terus menurun dari Pos C 1 sampai dengan Pos C 4. Penurunan ini dikarenakan proses yang dilakukan berbeda-beda. Proses yang berbeda-beda itu juga mengakibatkan luas permukaan yang bersentuhan antara material dan dies semakin kecil.
66
c. Persepsi Subjektif Operator 1) Efek yang Dirasakan oleh Operator Pemberian kuisioner yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang efek yang dirasakan oleh operator dilakukan kepada operator yang bekerja di Line C, Line A, Dandori, Forklift. Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh gambaran umum ke-21 responden tersebut dan dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Grafik Efek yang Dirasakan Operator Akibat Kebisingan Sebagian besar dari mereka tidak merasakan adanya gangguan akibat kebisingan terhadap dirinya (57 %), 24 % pernah merasakan kehilangan pendengaran sementara, 9 % mengalami gangguan-gangguan lain, 5 % merasakan telinganya berdengung disertai kehilangan pendengaran sementara, 5 % merasakan telingnya berdengung/berdesis, dan 0 % yang merasakan keilangan pendengaran permanen. 2) Alasan Tidak Menggunakan Alat Pelindung Telinga (Earplugs) Upaya pengendalian kebisingan yang dilakukan oleh PT TMMIN
yang
berhubungan
dengan
APT
adalah
dengan
menggunakan earplugs sebagai standar kerja di Stamping shop. Pemberian kuisioner yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang alasan tidak menggunakan earplugs dilakukan kepada
67
operator yang bekerja di Line C, Line A, Dandori, Forklift. Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh gambaran umum ke-21 responden tersebut dan dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Grafik Alasan Tidak Menggunakan Earplugs Sebagian besar dari mereka selalu menggunakan earplugs pada jam kerja (85 %), 5 % menyatakan bahwa tidak menggunakan earplugs karena earplugs-nya hilang, 5 % menyatakan bahwa tidak menggunakan
earplugs
karena
earplugs-nya
rusak,
5
%
menyatakan bahwa tidak menggunakan earplugs karena sakit dan tidak nyaman. Secara umum, Stamping Shop memiliki tingkat eksposur kebisingan 95 dB. Hal ini berarti berada di atas ambang batas yang ditentukan oleh Departemen Tenaga Kerja (85 dB). Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan telah menerapkan standar K3 sebagai mana yang seharusnya yaitu penggunaan earplugs yang sesuai. Setelah penggunaan earplugs, maksimun daily noise dose yang diterima oleh berkisar 0.35 sudah sesuai dengan standar karena nilai daily noise dose sudah dibawah satu. Dengan demikian tingkat eksposur yang di atas ambang batas tidak terlalu mengancam, kondisi tersebut didukung oleh besarnya jumlah operator yang telah menggunakan earplugs
68
selama bekerja (85 %). Hasil analisis persepsi subjektif menunjukkan bahwa 57 % operator tidak mengalami gangguan pendengaran. Hal ini masih perlu menjadi perhatian perusahaan untuk mengurangi jumlah operator yang mengalami gangguan pendengaran melalui pengendalian kebisingan. 4. PENGENDALIAN KEBISINGAN Pengendalian kebisingan merupakan suatu hal yang wajib diterapkan dalam suatu pabrik yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu.
Namun,
pengendalian
kebisingan
tersebut
tidak
boleh
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perancangan pabrik, yatiu faktor kelayakan ekonomi, faktor safety, kemudahan operasi alat, dan kemudahan maintenance. Jika sifat opersi suatu mesin mengeluarkan bunyi melebihi nilai ambang batas 85 dB(A), maka perlu dilakukan pengendalian kebisingan. PT TMMIN berusaha mengendalikan kebisingan dengan pendekatan terhadap dua aspek, yaitu Machine dan Man. Aspek
Machine
diaplikasikan
secara
teknis
atau
kontrol
engineering. Akan tetapi, upaya pengendalian kebisingan yang fokus pada aspek Machine (teknis atau kontrol engineering) tidak memungkinkan untuk dilakukan di PT TMMIN karena jika PT TMMIN mengaplikasikan upaya tersebut maka upaya tersebut akan bertentangan dengan prinsipprinsip dasar perancangan pabrik. Oleh karena itu, PT TMMIN lebih fokus pada pendekatan aspek Man untuk mengendalikan kebisingan tersebut. Penurunan kemampuan mendengar akibat suara bising di lingkungan kerja pada tahap awal biasanya tidak dirasakan karena gangguan yang muncul bersifat sementara. Karyawan baru menyadari adanya gangguan pendengaran saat gangguan tersebut telah masuk pada tahap ketulian yang permanen dan tidak dapat disembuhkan lagi. Oleh karena itu, tindakan yang terpenting adalah dengan melakukan pengendalian kebisingan dan pemeliharaan pendengaran.
69
Tabel 17. Peredaman Kebisingan Berbagai Jenis APT
Jenis Pelindung
Sumbat kapas Sumbat kapas berlilin Sumbat wol gelas Sumbat Tercetak Sesuai Telinga ybs Penutup berperapat busa Penutup berperapat cairan Helm penerbang
125 Hz 2 (2) 6 (4) 7 (4) 15 (7) 8 (6) 13 (6) 14 (4)
250 Hz 3 (2) 10 (5) 11 (5) 15 (8) 14 (5) 20 (6) 17 (5)
Peredaman Kebisingan dB(A) 500 1000 2000 Hz Hz Hz 4 8 12 (3) (3) (6) 12 16 27 (4) (5) (7) 13 17 29 (4) (7) (6) 16 17 35 (5) (5) (5) 24 34 36 (6) (8) (7) 33 35 38 (6) (6) (7) 29 32 48 (4) (5) (7)
4000 Hz 12 (4) 32 (9) 35 (7) 41 (5) 43 (8) 47 (8) 59 (9)
8000 Hz 9 (5) 26 (9) 31 (8) 28 (7) 31 (8) 41 (8) 54 (9)
Keterangan : Angka dalam kurang merupakan menyatakan penyimpangan (deviasi) standar Sumber : SPLN 46-1 : 1981
Upaya
tersebut
salah
satunya
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri dalam hal ini adalah alat pelindung telinga (APT). alat pelindung telinga ditempat bising adalah suatu hal yang mutlak yang harus tersedia untuk menjaga kesehatan pendengaran karayawan. Dalam Buuku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (1984), dijelaskan bahwa fungsi APT adalah untuk menurunkan intensitas kebisingan yang mencapai alat pendengaran. Pengurangan intensitas kebisingan dari APT ini tergantung dari macamnya, cara pemakaianya, serta keteraturan penggunaanya. Tabel 17. menunjukan jenis APT dengan tingkat peredaman kebisingan berdasarkan kisaran frekwensi. Upaya pengendalian yang dilakukan oleh PT TMMIN yang berhubungan denga APT adalah menggunakan earplugs sebagai standar kerja di Stamping shop. Pada umumnya Earplugs (sumbat telinga) dapat dibuat dari kapas, plastik, karet alami, dan karet sintetis. Di stamping shop PT TMMIN, earplugs yang digunakan dibuat dari karet sintetis. Jenis
70
earplugs yang digunakan adalah Tri-SealTM Reusable Silicone Ear Plugs seperti yang ditunjukan oleh gambar di bawah ini.
Gambar 19. Tri-SealTM Reusable Silicone Ear Plugs Jenis earplugs ini mampu mengurangi kebisingan sampai dengan 25 dB(A). Pengurangan tekanan kebisingan tersebut tergantung pada longgar tidaknya pemasangan sumbat telinga yang menutupi lubang telinga. Daya proteksi alat ini kurang baik untuk tingkat bising diatas 100 dB(A). Alat ini tidak dapat dipakai bila ada infeksi pada telinga. Kelemahan penggunaan alat ini adalah sukar dimonitor karena dari jauh tidak terlihat, harus disediakan dalam berbagai ukuran sesuai dengan lubang telinga, akan mudah hilang karena ukuranya yang kecil, perlu perawatan untuk menjaga kebersihan alat.
5. EARS PROTECTION DEVICE ZONE (EPD ZONE) Tingkat kebisingan yang melebihi standar kebisingan menteri tenaga kerja menyebabkan diperlukanya penanganan-penanganan lebih untuk mengurangi efek-efek negatif dari kebisingan sehingga kesehatan karyawan pada khususnya, dan orang-orang yang masuk ke dalam area stamping pada umumnya, tetap terjaga dan proses produksi tidak terganggu. Berdasarkan Gambar 18. masih ada kendala-kendala dalam melaksanakan
kebijakan
penggunaan
earplugs.
Selain
itu,
untuk
mendukung PT TMMIN dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, maka disarankan untuk membuat zona-zona yang mewajibkan karyawan maupun tamu yang datang untuk menggunakan earplugs atau tidak, berdasarkan tingkat kebisinganya, orang yang boleh masuk ke dalam area tertentu, serta
71
aktivitas yang diperbolehkan di dalamnya. Zona itu adalah Ears Protection Device Zone (EPD Zone). EPD Zone dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan tingkat kebisinganya, yaitu zona untuk tingkat kebisingan di atas 100 dB (Red Zone), zona untuk tingkat kebisingan yang berada pada rentang 85 dB sampai dengan 100 dB (Yellow Zone ), dan zona untuk tingkat kebisingan di bawah 85 dB (Green Zone ). Gambar detail dan keteranganya dapat dilihat pada Lampiran 3. Fungsi utama pembuatan zona ini sebagai pengingat karyawan maupun orang-orang yang berada di area stamping dan membedakan zona-zona yang diperbolehkan untuk karyawan dan tamu. Ide ini disarankan karena pembuatan EPD Zone tidak memerlukan biaya yang mahal tetapi efektif untuk mengingatkan dan membatasi karyawan agar terhindar dari efek negatif kebisingan. Dan EPD Zone ini berlaku jika proses produksi sedang berlangsung. Red Zone memiliki tingkat kebisingan lebih dari 100 dB. Red Zone merupakan zona yang paling membutuhkan keamanan lebih, karena banyak aktifitas-aktifitas produksi yang cukup berbahaya. Orang yang boleh masuk ke zona satu hanyalah karyawan stamping yang memang memiliki kewajiban untuk berada di area Red Zone. Di Red Zone diwajibkan untuk menggunakan earplugs. Dan di Red Zone tidak diperbolehkan untuk melakukan percakapan maupun diskusi baik dalam jumlah kecil maupun besar. Yellow Zone memiliki tingkat kebisingan antara 85 dB sampai dengan 100 dB. Semua orang (karyawan stamping maupun tamu) dapat masuk ke Yellow Zone ini. Untuk berada di Yellow Zone ini tetap diwajibkan untuk menggunakan earplugs sesuai dengan keperluan. Dan di Yellow Zone ini diperbolehkan untuk melakukan percakapan maupun diskusi baik dalam jumlah kecil maupun besar asalkan menggunakan pengeras suara agar komunikasi berjalan dengan lancar. Green Zone memiliki tingkat kebisingan kurang dari 85 dB. Semua orang (karyawan stamping maupun tamu) dapat masuk ke Green Zone ini. Untuk berada di Green Zone ini boleh menggunakan atau tidak
72
menggunakan earplugs sesuai dengan keperluan, misalnya jika berada pada area maintenance dan sedang melakukan perbaikan atau perawatan yang menimbulkan kebisingan maka dianjurkan untuk menggunakan earplugs, walaupun kebisingan itu hanya sebentar. Dan di Green Zone ini diperbolehkan untuk melakukan percakapan maupun diskusi baik dalam jumlah kecil maupun besar.
B. ASPEK UMUM Isu safety training muncul berdasarkan pada kebijakan dasar perusahaan dan peraturan pemerintah untuk mengembangkan budaya keamanan, kesehatan, dan lingkungan kerja. Di PT TMMIN hal tersebut diupayakan melalui usaha-usaha yang konsisten untuk meningkatkan kewaspadaan dan partisipasi karyawan dalam mengimplementasikan aktifitasaktifitas, perbaikan yang berkelanjutan, dan pengecekan ulang terhadap area kerja, yang terdiri dari standarisasi kerja dan visualisasi, pengurangan resiko, pencegahan dan penguasaan atas masalah, penghematan energi, meningkatkan efisiensi, serta pendidikan dan training. Semua usaha tersebut dilakukan untuk mencapai Zero Accident. Toyota Training Center (TTC) sebagai bagian dari Human Resouce Development memiliki kapasitas untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kerja karyawan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kerja. Kebisingan yang selama ini tidak terlalu diperhatikan, sekarang akan mendapatkan porsi lebih di dalam training. Pelatihan merupakan bagian yang terpenting untuk mengurangi efekefek yang diterima oleh karyawan perusahaan. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang kebisingan baik efek maupun penanggulangannya akan berdampak peningkatan tanggung jawab untuk memelihara diri maupun memelihara perlengkapan perlindungan diri. Materi kebisingan yang masuk ke dalam safety training diberikan kepada karyawan-karyawan terutama yang ruang kerjanya memiliki kebisingan yang lebih. Materi tentang kebisingan ini dapat diberikan untuk karyawan baru maupun pimpinan atau manajemen. Sampai saat laporan
73
magang ini disusun, materi dan kegiatan training ini masih dalam tahap perancangan. Perancangan materi dan kegiatan training yang disusun diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan karena materi dan kegiatan training tersebut dirancang berdasarkan hasil observasi selama kegiatan magang. Rancangan materi dan kegiatan training tersebut terdiri dari : 1. Efek fisik dan psikologi dari kebisingan dan kehilangan pendengaran Materi ini menjelasakan tentang dampak yang akan dialami oleh karyawan jika terkena kebisingan di luar standar baik secara fisik maupun psikologi. Untuk secara fisik dampak yang akan jelas terlihat adalah pengurangan daya pendengaran baik sementara maupun selamanya. 2. Pemilihan, menggunakan, dan merawat alat pelindung telinga Materi ini bertujuan untuk memilih, cara menggunakan, dan merawat alat pelindung
telinga
sehingga
karyawan
dapat
menentukan
dan
menggunakan APT sesuai dengan standar dan nyaman. Untuk hal ini, akan mengurangi langsung dampak akibat dari kebisingan. 3. Peraturan dan tanggung jawab pekerja dan pimpinan dalam menghadapi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) NIHL merupakan akibat yang paling ditakuti dari efek kebisingan. Sehingga pekerja maupun pimpinan harus memperhatikan akibat dari kebisingan itu. Materi ini tidak hanya diberikan untuk karyawan biasa saja, materi ini bisa juga diberikan untuk section head sampai departement head untuk memperhatikan kesehatan karyawanya. Berdasarkan pemberian kuisioner terhadap karyawan-karyawan stamping shop,
100 % karyawan mengetahui bahwa di area stamping
terdapat faktor-faktor kebisingan dan 76.19 % karyawan menyatakan bahwa kebisingan tersebut mengganggu pembicaraan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainya sehingga cara berbicara harus berteriak dengan lawan bicara pada jarak > 1 meter. Sedangkan 71.43 % menyatakan bahwa mereka tidak mengalami gangguan pendengaran. Data tersebut menunjukan bahwa karyawan stamping shop belum menyadari bahwa mereka sebenarnya sudah mengalami gangguan pendengaran. Hal ini menunjukan bahwa materi
74
pertama dan ketiga dirasakan perlu diberikan kepada karyawan-karyawan stamping shop (khususnya) maupun karyawan–karyawan yang bekerja di ruang yang memiliki kebisingan tinggi Sedangkan materi ke dua dirasakan perlu untuk diberikan kepada karyawan stamping shop (pada khusunya) maupun karyawan-karyawan lain karena berdasarkan hasil kuisioner terdapat 5 % menyatakan bahwa tidak menggunakan APT karena APT-nya hilang, 5 % menyatakan bahwa tidak menggunakan APT karena APT-nya rusak, 5 % menyatakan bahwa tidak menggunakan APT karena sakit dan tidak nyaman.
75
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Secara umum, Stamping Shop memiliki tingkat eksposur kebisingan 95 dB. Hal ini berarti berada di atas ambang batas yang ditentukan oleh Departemen Tenaga Kerja (85 dB). Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan telah menerapkan standar K3 sebagai mana yang seharusnya yaitu penggunaan earplugs yang sesuai. Setelah penggunaan earplugs, maksimun daily noise dose yang diterima oleh berkisar 0.35 sudah sesuai dengan standar karena nilai daily noise dose sudah di bawah satu. Dengan demikian tingkat eksposur yang di atas ambang batas tidak terlalu mengancam, kondisi tersebut didukung oleh besarnya junlah operator yang telah menggunakan earplugs selama bekerja (85 %). Hasil analisis persepsi subjektif menunjukkan bahwa 55 % operator tidak mengalami gangguan pendengaran. Hal ini masih perlu menjadi perhatian perusahaan untuk mengurangi jumlah operator yang mengalami gangguan pendengaran melalui pengendalian kebisingan. Pengendalian kebisingan yang dapat dilakukan perusahaan selain dengan mengharuskan karyawan menggunakan alat pelindung diri khusunya alat pelindung telinga dalam hal ini adalah earplugs, masih ada cara-cara lain yang dapat mengurangi kebisingan tersebut, yaitu membuat zona-zona wajib menggunakan earplugs yang fungsinya sebagai pengingat karyawan maupun tamu jika masuk ke dalam Stamping Shop, dan memberikan materi tentang kebisingan dalam bentuk training kepada karyawan baik karyawan baru maupun karyawan lama.
B. SARAN 1. UNTUK INSTITUSI a. Magang sebagai tugas akhir merupakan cara yang baik untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa. Berbeda dengan praktek lapang, magang lebih terlibat dalam kegiatan kerja, sehingga kegiatan magang sebagai tugas akhir disarankan untuk dipertahankan.
76
b. Untuk mempermudah dalam pelaksanaan kegiatan magang lebih baik jika ada buku penuntun magang yang menjelaskan seluruh kegiatan maupun hal-hal penting lainya sampai dengan informasi tentang cara penulisan laporan.
2. UNTUK PERUSAHAAN a. Perusahaan disarankan membuat EPD Zone untuk menurunkan kemungkinan penurunan kesehatan karyawan maupun produksi akibat dari gangguan kebisingan. b. Safety Training merupakan salah satu cara yang baik untuk mengurangi efek-efek yang mungkin akan dialami oleh karyawan. Penentuan materi training lebih baik dilakukan setelah ada observasi langsung ke lapangan, sehingga materi yang diberikan tepat sasaran sesuai kondisi lapangan.
3. UNTUK MAHASISWA Faktor-faktor kebisingan yang mempengaruhi kebisingan di area stamping shop banyak sekali. Oleh karena itu, mahasiswa-mahasiswa yang menjadikan magang sebagai tugas akhir dan memilih PT TMMIN sebagai tempat magang serta memiliki tema kebisingan di Stamping Shop Karawang Plant untuk menganalasi faktor-faktor kebisingan tersebut sehingga didapat hasil yang akurat.
77
DAFTAR PUSTAKA Buchari, 2007. Kebisingan dan Hearing Conservation Program. USU Respository. [terhubung berkala]. http://digilih.usu.ac.id/download/ft/07000749.pdf [10 Juli 2009] Chanlett, ET. 1979. Environmental Protection. Edisi Kedua. USA: MC Graw-Hill Book Company. Fitiyani. D. 2003. Uji Kebisingan dan Getaran Mekanis pada Traktor Tangan Yanmar Y5T-DX dan Perkasa 85-DI Terhadap Operator. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Haryadi, Heru. 2008. Analisis Kebisingan pada Proses Pengolahan Tebu di PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Himpunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1984. Pedoman Keselamatam dan Kesehatan Pekerja. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia. Jakarta. Hutagalung, Michael. 2007. Pengendalian Kebisingan dalam Pabrik Kimia. [terhubung berkala]. http://www.majarikanayakan.com/2007/12/pengendalian-kebisingandalam-pabrik-kimia/. [10 Juli 2009] Lipscomb, D. M. 1978. Noise and Audiology. University Park Press. Baltimore. Maryland. McCornick, E. J. And Mark S. Sanders. 1970. Human Factor in Engineering and Design. Tata Mc Graw-Hill Book Co., New Delhi. Moriber, G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacee, Inc. Boston. Nurmiantio, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.Edisi Kedua. Guna Widya. Surabaya. Santoso, Budi. 2008. Analisis Kebisingan pada Proses Produksi Gula pada Stasiun Masakan, Putaran, dan Power House di PG Bungamayang, Lampung. Sembodo, Joko. 2004. Evaluasi Kebisingan di Industri Terhadap Kenyamanan dan Kesehatan Pekerja. (Studi Kasus di PT XYZ). Skripsi. Fateta-IPB. Bogor. Soemanegara, R. 1975. Ketulian Akibat Pekerjaan dan Pemeliharaan Indera Pendengaran di dlam Lingkungan Bising. Majalah Hiegene Peusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja VIII (2): 27-29. Lembaga Hiperkes. Depatemen Tenaga Kerja, Tyransmograsi dan Koperasi. Jakarta.
78
SPLN 46-1. 1981. Stadard Perusahaan Umum Listrik Negara. [terhubung berkala]. http://www.pln-km.com/e-standard/data_spln/SPLN_461_1981.pdf [29 Juli 2009] Suharsono, H. 1991. Dampak pada Udara dan Kebisingan. Bahan Kuliah AMDAL. PPLH-IPB, Bogor. Suma’mur, P. K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehtan Kerja. Gunung Agung. Jakarta. Sutalaksana, Z. Iftikar, at. Al. 1987. Teknik Tata Cara Kerja. TI – ITB. Bandung. Sutalaksana, et.al. Syuaib. M. F. 2003. Ergonomics study on The Process of Mastering Tractor Operation. Disertasi. Tokyo University of Agriculture and Technology. Tokyo. Japan. Wilson, Charles E. 1989. Noise Control : Measurement, Analysis and Control of Sound and Vibration. Harper & Row Publisher, Inc. New York, USA. Zander, J. 1972. Ergonomics in Machine Design. N. V. Veenman and Zonen.Wageningen
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT TMMIN
DIRECTORATE
DEPARTMENT
Assy & Painting
- AssyProduction - Painting Engineering Service - Painting Production - A & P Maintenance - Assy Engineering Service
Press & Welding
- PressProduction - Body Production - Frame Production
- Engineering Service - Maintenance
Machining
- Production - Engineering Service
- Maintenance - Inspection
Jig Tooling
- Techincal & TPC - Jig Design
- Jig Fabrication
Stamping Production
- Production - Engineering Service
- Machine Maintenance
Stamping Tools
- Digital Engineering - Technical Engineering
- Tools Manufacturing
Casting
- Production - Engineering Service
- Maintenance
Packing & Vanning
- Packing & Vanning #1 - Packing & Vanning #2
- Engineering & Adm
Quality
Quality
- QC Engineering #1 - QC Engineering #2 - QC Inspection
- Quality Engineering Service - QA #1 Technical-QA - QA #2 Warranty-QA2
Plant Administration
Plant Administration
KARAWANG PLANT SUNTER PLANT - Material Control & PPGA - MCDP & PPGA Sunter I - Utility - Utility - Planning Adm & Control - MCDP & PPC Sunter II - Logistic Operation - PPGA Sunter II KARAWANG-SUNTER PLANT - Project Planning & Cost Control - Safety, Hygiene & TPM
Production Control & Export Import
Production Control & Export Im port
- Component Export & Import - Vehicle Export & Import - Logistic Planning & Operation
Purchasing
Purchasing
- Purchasing Engineering - Purchasing #1 - Purchasing #2
- Purchasing #3 - Purchasing Planning Special Project
Engineering
Engineering
-
Vehicle Development Product Engineering I Product Engineering II Product Engineering III
- Vehicle Evaluation - Engineering Adm Government Regulatory Affairs (Vehicle)
Finance & ISTD
Finance
-
Accounting Costing Tax Management Financial Control
- Financing - Administration - Profit Planning
Information System & Technology
- Planning - Finance & Procurement - Infrastructure System Support - Production System Support - Karawang Oprat. Support
Human Resources
-
General Affairs
- Administration - Security - General Purchasing - Com munity Relations - Building Maint.& Telecomunication
Plant Karawang
Board of Directors Plant Sunter I
Corporate Planning
DIVISION
Plant Sunter II
Internal Audit
Human Resources & General Affairs
- New Model Project Management - Planning & Control
HR Planning & Develop. - Industrial Relations Rem uneration & Data Center - HR Support to Supplier Safety,Health,Environment & Gov. Relations Training Center
81
82
83
84
85
86
Lampiran 7. Kusioner Tenaga Kerja KUISIONER TENAGA KERJA
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk megisi kuisioner ini. Adapun kuisioner ini untuk kepentingan penelitian tentang pendengaran dan tidak akan mempengaruhi konduite, status
maupun kelangsungan pekerjaan
Bapak/Ibu/Saudara. Hasil kuisioner ini akan kami rahasiakan untuk kepentingan penelitian. Jadi, kami mohon Bapak/Ibu/Saudara menjawab pertanyaan dengan singkat dan benar. Bila ada pertanyaan yang tidak Bapak/Ibu/Saudara pahami tanyakan kepada saya. I.
IDENTITAS DIRI 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Jenis kelamin : (…) Laki-laki,
(…) Perempuan
4. Pendidikan
4. Tamat SMU
: 1. Baca tulis 2. Tamat SD
5. Tamat Akademi
3. Tamat SMP
6. Tamat Perguruan Tinggi
5. Jabatan Kerja : …………………………, Bagian 6. Lama Kerja
: …………………...
: (……) Tahun, (……) Bulan, (……) Minggu
II. LINGKUAN KERJA 1. Berapa lama Bapak/Ibu/Saudara bekerja ? a. 8 jam sehari b. < 8 jam sehari, yaitu … c. > 8 jam sehari, yaitu … 2. Apakah ada waktu istirahat kerja ? a. Ada
b. Tidak ada
3. Apakah pada waktu istirahat, aktivitas pekerjaan seluruhnya berhenti ? a. Ya
b. Tidak
4. Bila tidak, bagaimana cara mengatur pekerjaan tersebut ? a. Istirahat dan bergantian dengan teman. b. Lain-lan, sebutkan……
87
5. Apakah ada waktu libur pada bagian Bapak/Ibu/Saudara bekerja ? a. Ada
b. Tidak ada
6. Adakah faktor kebisingan pada bagian Bapak/Ibu/Saudara bekerja ? a. Ada
b. Tidak ada
7. Bila ada kebisingan, apakah kebisingantersebut menggagu pembicaraan antara pekerja yang saatu dengan pekerja yang lainya sehingga cara berbicara harus berteriak dengan lawan bicara pada jarak > 1 meter? a. Ya
b. Tidak
8. Pernakah Bapak/Ibu/Saudara
diberi penjelasan tentang kegunaan alat
pelindung telinga ? a. Pernah 9. Pernahkah
b. Tidak pernah Bapak/Ibu/Saudara
diberi
penjelasan
tentang
cara
menggunakan alat pelidung telinga ? a. Pernah
b. Tidak pernah
10. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara memilih alat pelindung telinga ? a. Pernah
b. Tidak pernah
11. Siapa yang member penjelasan tentang kegunaan alat pelidung telinga,cara menggunakan daan memilihara alat pelindung telinga ? a. Tenaga kesehatan
c. Tim khusus
b. Manajer
d. Lain-lain, sebutkan…
III. PERILAKU 1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) sewaktu bekerja di tempat yang ebisingannya tinggi ? (Ya/Tidak) 2. Bila Ya, sebutkan jenis alat pelindung telinga tersebut : a. Kapas
d. Helmet
b. Sumbat telinga (ear plug)
e. Lain-lain, sebutkan ….
c. Tutup telinga (ear muft) 3. Bila memekai APT (Alat Pelindung Telinga), apakah APT yang Bapak/Ibu/Saudara
pakai merupakan APT yang digunakan oleh
perusahaan ? (Ya/Tidak)
88
4. Sebutkan alas an Bapak/Ibu/Saudara tidak memakai APT perusahaan : a. APT yang disediakan terasa sakit/gatal apabila digunakan b. APT yang disediakan telah hilang c. APT yang disediakan telah rusak d. Lain-lain, Sebutkan … 5. Apabila tidak menggunakan APT, sebutkan alasannya : ………. a.
Belum diberika perusahaan
b.
Lain-lain, sebutkan …
6. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara mengalami gangguan pendengaran ? a. Pernah b. Tidak pernah 7. Bila pernah, jenis gannguannya adalah …. a. Berdengung atau berdesis b. Kurang dengar sementara c. Tidak bias mendengar d. Berdengung dan kurang dengar sementara e. A, b, dan c benar f. Lain-lain, sebutkan… 8. Bila pernah, apakah tindakan Bapak/Ibu/Saudara ? a. Tidak berbuat apa-apa b. Meminta saran ke teman-teman sekerja dan atasa c. Pergi ke dokter perusahaan untuk berobat d. Tidak bekerja e. Lain-lan, sebutkan…
89
Lampiran 8. Tingkat Kebisingan Tiap Mesin Pattern 1 Pada Produksi Part Line C No. 1
2
3
4
5
6
Item Part dan Mesin 67147.8 OKO 20 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 57413.4 OKO 30, 40, dan 50 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 61341.2 OKO 20 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 57613 OKO 10 dan 30 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 61723.4 OKO 10 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 55741 OKO 30 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4
Line A Tingkat Kebisingan dB(A) 109.1 106.7 104.9
Item Part dan Mesin 53321 OKO 40 dan 30 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4
Tingkat Kebisingan dB(A) 89.3 88.4 89.6
61112 OKO 70 dan 80 112 106.2 106.8 104.4 97.6 112.5 107.6
Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 53311 OKO 50 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4
93.8 97.7 97.2 96.9 92.3 90.4 92.8 92.4
63111 OKO 90 105.1 102.8 103 106.3 107 104.5 105.8 107.6 108.8 109.1
Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 61111 BLK JPE Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4
88.6 89.3 93.6 89.9 -
90
Lampiran 9. Tingkat Kebisingan Tiap Mesin Pattern 2 Pada Produksi Part Line C
Line A Tingkat No. Item Part dan Mesin Kebisingan Item Part dan Mesin dB(A) 1 67143.4 OKO 30 dan 61615.6 OKO 10 40 Mesin pos C 1 101 Mesin pos Ao 1 Mesin pos C 2 106.7 Mesin pos Ao 2 Mesin pos C 3 - Mesin pos Ao 3 Mesin pos C 4 106.8 Mesin pos Ao 4 2 61641.2 OKO 40 dan 67149 OKO 30 dan 10 40 Mesin pos C 1 98.5 Mesin pos Ao 1 Mesin pos C 2 103.6 Mesin pos Ao 2 Mesin pos C 3 106 Mesin pos Ao 3 Mesin pos C 4 105.1 Mesin pos Ao 4 3 61621.2 OKO 10 67111.2 OKO 30 Mesin pos C 1 103.4 Mesin pos Ao 1 Mesin pos C 2 103.6 Mesin pos Ao 2 Mesin pos C 3 - Mesin pos Ao 3 Mesin pos C 4 103.6 Mesin pos Ao 4 4 61111 OKO 70 dan 61733 OKO 10 80 Mesin pos C 1 100.7 Mesin pos Ao 1 Mesin pos C 2 105 Mesin pos Ao 2 Mesin pos C 3 101.8 Mesin pos Ao 3 Mesin pos C 4 103.3 Mesin pos Ao 4 5 57611 OKO 10 dan 61111.2 BLK 20 Vietnam Mesin pos C 1 98.9 Mesin pos Ao 1 Mesin pos C 2 101.5 Mesin pos Ao 2 Mesin pos C 3 - Mesin pos Ao 3 Mesin pos C 4 102.1 Mesin pos Ao 4 6 61734 OKO 10 Mesin pos C 1 104.3 Mesin pos Ao 1 Mesin pos C 2 104.1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos C 3 103 Mesin pos Ao 3 Mesin pos C 4 101.9 Mesin pos Ao 4
Tingkat Kebisingan dB(A)
97.4 92.2 89.7
97.9 96.5 92.4 93.3 91.4 91.6 95
93.8 98.4 98.7 96.5
88.9 -
91
Lampiran 10. Tingkat Kebisingan Tiap Mesin Pattern 3 Pada Produksi Part Line C No. 1
2
3
4
5
6
7
Item Part dan Mesin 61343.4 OKO 20 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 63134 OKO 20 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 63135 OKO 40 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 55711 OKO 20 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 53713.4 OKO 30 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 61633.4 OKO 10 dan 30 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4 67145.6 OKO 20 Mesin pos C 1 Mesin pos C 2 Mesin pos C 3 Mesin pos C 4
Line A Tingkat Kebisingan dB(A) 108.00 107.10 98.60 103.9 100.2 98.2 104.3 99.3 97.2 110.2 111.1 101.5 103.8 106.4 104.3
Item Part dan Mesin 67141.2 OKO 30 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 53811.2 OKO 30 dan 40 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 67115 OKO 30 dan 40 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 61112 OKO 100 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 67113.7 OKO 30 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4
Tingkat Kebisingan dB(A) 90.9 93.4 92 89.5 91.6 95.9 94.7 91.9 91 93.2 93.9 87.2 87.8 92 95.3 96.7 97.9 99.6
61112 BLK NSC 104.40 109.40 105.60 106.30 108.50 105.80
Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4 Mesin pos Ao 1 Mesin pos Ao 2 Mesin pos Ao 3 Mesin pos Ao 4
88.3 -
92
Lampiran 11. Nama dan Gambar Item Part yang Diproduksi di Stamping Shop Karawang Plant untuk Line A dan Line C
93
94
95
96
97
98