ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PEMBUATAN CRANKCASE DAN PENERAPAN TBP UNTUK MEMPREDIKSI COST REDUCTION DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
SKRIPSI
AQMARINA INDRA F14070051
MAYOR TEKNIK PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
WORKLOAD ANALYSIS IN PRODUCTION PROCESS OF CRANKCASE AND IMPLEMENTATION OF TBP TO PREDICT COST REDUCTION IN PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
Aqmarina Indra and Sam Herodian Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 56 93 807 414, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT
Toyota Business Practice is a way to apply the Toyota Way clearly at work everyday with the basic concept is a method to solve the problem. Toyota Business Practice consists of 8 steps, there are problem clarification, breakdown analysis, target setting, root cause analysis, countermeasures, see countermeasures through, evaluation, Standardization. Toyota Business Practice used to analyze the Cost Reduction activities. By using analysis of Toyota Business Practice found that the interior and electrical section is a major section of CR less with specification resin material for supplier Sugity. Based on the analysis known that to get the CR affected by materials and processes (manufacturing). In the workload analysis, for measurement by measuring heart rate during calibration step test and work. Measurements were done in CC 2TR and CC 1TR. In the measurement of operator CC 2TR taken four subjects, whereas operator CC 1TR taken two subjects. The first, measurements of heart rate during the calibration step test and the values obtained Increase Ratio of Heart Rate and Work Energy Cost-step test. Second, heart rate measurements were taken while working to get the value of Work Energy Cost and Total Energy Cost. From the measurement results obtained subject A, B, D (at 07:30-12:00) including categories of workload being, (at 12:30-16:00) heavy workload categories. On measurements during the month of Ramadhan for subjects C, E, F (at 07:30-12:00) including categories of workload being, subject C (at 12:30-16:00) category workload is very heavy-weight, subjects E, F categories of workload being.
Keywords: Toyota Business Practice, Cost Reduction, resin material, workload
Aqmarina Indra. F14070051. Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase dan Penerapan TBP untuk Memprediksi Cost Reduction di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sam Herodian, MS. 2011
RINGKASAN
Toyota Business Practice (TBP) merupakan cara untuk menerapkan Toyota Way secara jelas dipekerjaan sehari-hari dengan inti konsep adalah metode untuk pemecahan masalah. Toyota Business Practice ini terdiri atas 8 (delapan) langkah, yaitu problem clarification, breakdown analysis, setting target, root cause analysis, countermeasure, see countermeasure through, evaluation, standardization. Selama magang di divisi Purchasing, penulis mendapatkan proyek membuat manual book untuk resin material dengan proses injection. Resin material yang digunakan untuk kendaraan ini terdiri atas beberapa tipe, yaitu Polypropylene (PP), Acrylic Butadiene Styrene (ABS), Toyota Super Olefin (TSOP), Polycarbonate (PC), Polyamide (PA), Polyethylene (PE), Polycetal (POM). Dari beberapa material tersebut material tipe PP yang paling banyak digunakan untuk membuat part. Part dari resin material ini dibuat dengan proses injection. Proses injection, yaitu proses dengan melelehkan raw material kemudian diinjeksikan ke dalam mold (cetakan). Pada magang ini juga dilakukan kegiatan menganalisis aktivitas Cost Reduction (CR) untuk model IMV (Innovative Multipurpose Vehicle) dengan menggunakan prinsip Toyota Business Practice, yang disajikan dalam bentuk A3 report. Proyek pembuatan manual book untuk resin material yang diberikan secara garis besar berhubungan dengan aktivitas Cost Reduction. Analisis aktivitas Cost Reduction ini dilakukan karena di tahun 2011 ini divisi Purchasing memiliki target untuk bisa melakukan CR sebesar 2.5% dari current, tetapi hingga bulan Mei 2011 baru berhasil dicapai 1.99% (Rp 83,853 M) untuk produk n-CPP sehingga disini terdapat perbedaan sebesar 0.51% (Rp 21,350 M). Perbedaan yang diperoleh ini dalam Toyota Business Practice dinamakan dengan problem yang nanti akan dicarikan penanggulangannya. Berdasarkan analisa menggunakan Toyota Business Practice, target CR kurang terpenuhi pada bagian interior dengan spesifikasi resin material pada supplier Sugity. Target CR yang kurang terpenuhi ini dipengaruhi dua hal, yaitu material dan proses (manufacturing). Dari business process yang ada di departemen Purchasing no.1, diperoleh titik terjadinya problem (point of occurance), yaitu Genba. Kegiatan Genba dapat dikatakan tidak terlalu rutin dilakukan oleh buyer karena kendala waktu yang sempit, sehingga biasanya langsung ke tahap negosiasi. Tujuan utama dari aktivitas CR ini adalah untuk mendapatkan harga yang terbaik, harga yang terbaik ini dapat diperoleh dengan mengetahui besarnya target harga yang ditawarkan ke pihak supplier. Besarnya harga yang ditawarkan ke supplier ini dapat diperoleh dengan mengetahui berapa besarnya penghematan yang bisa diperoleh Toyota dari proyek yang ada. Besarnya penghematan ini dapat diperoleh dengan kita mengetahui point-point apa saja yang bisa dilakukan pengurangan (reduce). Berdasarkan analisis Toyota Business Practice, salah satu faktor yang mempenagruhi CR adalah harga raw material, M/C tonnage, cyle time. Berdasarkan data dari quuatation, diperoleh bahwa semakin besar mesin Tonnage yang digunakan maka semakin tinggi (lama) cycle time pembuatan part tersebut dan semakin kecil luas dari part maka semakin kecil tonnage yang digunakan. Proses injection sendiri dipengaruhi oleh temperatur leleh dari raw material, batas tekanan (pressure limit), waktu tahan (holding time), waktu penekanan (holding pressure), temperatur cetakan, kecepatan injeksi, dan ketebalan dinding cetakan (wall thickness). Selain itu, CR juga bisa diperoleh melalui kegiatan benchmarking, Genchi Genbutsu. Pada analisis beban kerja yang dilakukan di core making line, khususnya pada operator di Core Crankcase. Pada Core Ccrankcase ini terdiri atas dua bagian, yaitu Core Crankcase 2TR dan Core Crankcase 1TR. Perbedaan keduanya terletak pada berat crankcase, jumlah operator,
dan coating (pelapisan) yang diberikan. Dimana pada CC 2TR terdiri atas dua opearator, operator 1 bertugas membersihkan mesin die dan cavity die, membersihkan bari atau sirip crankcase, meyemprotkan water silicone, karbon, dan memindahkan crankcase ke meja setting, sedangkan operator 2 bertugas melakukan coating crankcase dengan rheotex, memindahkan crankcase ke dolly, dan mengganti dolly. Pada CC 1TR ini hanya terdiri atas satu operator, yang bertugas membersihkan mesin die dan cavity die, menyemprotkan water silicone, membersihkan bari, coating dan menyemprotkan rheotex, memindahkan crankcase ke dolly, dan mengganti dolly. Crankcase 2TR ini memiliki berat 11.84 kg dan volume 2.7 liter, sedangkan CC 1TR memiliki berat 12.24 kg dan volume 2.0 liter. Subjek yang dianalisis tingkat beban kerjanya terdiri atas 4 (empat) subjek di CC 2TR (2 subjek untuk operator 1 dan 2 subjek untuk operator 2) dan 2 (dua) subjek di CC 1TR. Analisis beban kerja ini dilakukan dengan mengukur denyut jantung subjek saat kalibrasi step test dan kerja. Untuk kalibrasi step test dilakukan dengan 3 (tiga) frekuensi, yaitu 20 siklus/menit, 25 skilus/menit, dan 30 siklus/menit. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor (HRM), metronome, dan bangku step test. Pertama, dilakukan kegiatan pengukuran antorpometri subjek (usia, tinggi badan, dan berat badan), data ini diperlukan untuk mengetahu nilai Basal Metabolic Energy. Langkah kedua, dilakukan kalibrasi step test dengan urutan istirahat selama 5 menit, step test 20 siklus/menit selama 3 menit, istirahat 5 menit, step test 25 siklus/menit selama 3 menit, istirahat 5 menit, step test 30 siklus/menit, istirahat 3 menit. Hasil kalibrasi step test dapat diperoleh nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) dan Work Energy Cost Step Test (WECst), dari kedua nilai tersebut dapat diperoleh pesamaan daya dalam bentuk Y = ax + b, dimana Y adalah nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) dan X adalah Work Energy Cost (WEC). Langkah ketiga, dilakukan pengukuran denyut jantung saat kerja dengan diakhiri istirahat selama 5 menit. Setelah itu diperoleh nilai IRHR kerja, nilai ini dimasukkan ke dalam persamaan daya, sehingga diperoleh WEC kerja. Setelah itu dapat diketahui konsumsi energi total (TEC) dengan menjumlahkan nilai Basal Metabolic Energy (BME) dan Work Energy Cost (WEC) kerja. Nilai TEC ini dapat dinormalisasi dengan menghilangkan faktor berat badan dan diperoleh TEC’. Hasil pengukuran denyut jantung kerja untuk subjek A,B,D pada pukul 07.30 – 12.00 termasuk kategori beban kerja “sedang”, sedangkan pada pukul 12.30 – 16.00 kategori beban kerja “berat”. Pada pengukuran yang dilakukan saat bulan ramadhan untuk subjek C,E,F pada pukul 07.30 – 12.00 termasuk kategori beban kerja “sedang”, sedangkan pada pukul 12.30 – 16.00 kategori beban kerja “berat-sangat berat” untuk subjek C, tetapi untuk subjek E dan F masih termasuk kategori beban kerja “sedang”. Nilai konsumsi energi rata-rata untuk subjek A,B (o/p 1 CC 2TR) 46.3748 kal/kg.menit, subjek C,D (o/p 2 CC 2TR) 44.6923 kal/kg.menit, dan subjek E, F (o/p 3 CC 1TR) 28.9 kal.kg.menit. Terjadinya peningkatan denyut jantung ini dapat dikarenakan oleh temperature dan kelembaban udara sekeliling, tingginya pembebanan otot statis dan semakin sedikitnya otot yang terlibat dalam suatu kondisis kerja, kecepatan (jumlah produksi).
Kata kunci : Toyota Business Practice, Cost Reduction (CR), resin material, beban kerja
ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PEMBUATAN CRANKCASE DAN PENERAPAN TBP UNTUK MEMPREDIKSI COST REDUCTION DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : AQMARINA INDRA F14070051
MAYOR TEKNIK PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase dan Penerapan TBP untuk Memprediksi Cost Reduction di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
Nama
:
Aqmarina Indra
NIM
:
F14070051
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Sam Herodian, MS
Albertus Hatmadji, ST
NIP 19620529 198703 1 002
Mengetahui, Ketua Departmen Teknik Mesin dan Biosistem
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase dan Penerapan TBP untuk Memprediksi Cost Reduction di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
September 2011
Yang membuat pernyataan
Aqmarina Indra F14070051
© Hak cipta milikAqmarina Indra, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilin, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1989 dari pasangan Indra Hadi dan Marsia Indracaya, sebagai putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Islam, Jakarta Timur pada tahun 1993-1995. Pada tahun 1995-2001 penulis melanjutkan pendidikannya di SDN Penggilingan 09 Pagi. Pada periode 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 236 Jakarta Timur, dan pada periode 2004-2007 melanjutkan di SMA Negeri 103 Jakarta Timur. Penulis diterima di IPB melalui jalur Pengembangan Minat Bakat (PMDK) pada tahun 2007 di Fakultas Teknologi Pertanian, departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Selama di bangku perkuliahan penulis aktif di organisasi Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) pada tahun 2008-2009 sebagai staf Ristek dan tahun 2009-2010 sebagai sekretaris Ristek. Selain itu penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan di lingkungan IPB. Pada bulan Juni sampai Agustus 2010, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Agro Mitra Madani BSP unit Jambi, Sumatra Utara dengan judul Mempelajari Aspek Ergonomika pada Proses Pengolahan Kelapa Sawit di PT. Agro Mitra Madani, BSP unit Jambi. Pada bulan Maret sampai Juli 2010 penulis melakukan magang dan menyelesaikan skripsinya dengan judul Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase dan Penerapan TBP untuk Memprediksi Cost Reduction di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan judul Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase dan Penerapan TBP untuk Memprediksi Cost Reduction di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Skripsi ini penulis susun dari hasil kegiatan magang sejak bulan Maret sampai Juli 2011. Dengan telah selesainya magang hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Ir. Sam Herodian, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan.
2.
Bapak Albertus Hatmadji selaku Manager departemen Purchasing no.1 pada PT. Toyota Motor Manufaturing Indonesia dan selaku mentor yang telah membimbing dan membantu Penulis selama magang.
3.
Bapak Wahyu SP selaku departemen head pada Interior and Electrical Section dan selaku mentor yang telah membimbing penulis dan membantu Penulis selama magang.
4.
Bapak Okie dan Bapak Wsinu selaku anggota buyer pada departemen Purchasing no.1 yang telah membimbing penulis dan membantu Penulis selama magang
5.
Bapak Hendrick dari divisi Engineering di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia atas kesediaannya memberikan pengetahuan dan bantuan selama Penulis melakukan magang di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
6.
Bapak Andri, Bapak Subhan, Bapak Mukhri, Bapak Heru, Bapak Awaludin, dan Ibu Silvi dari PT. Sugity Creative atas kesediaannya memberikan pengetahuan dan bantuan selama Penulis melakukan magang di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
7.
Bapak Juganda, Bapak Suranto, Bapak Zainal, Bapak Muslih, dan Bapak Ferry pada divisi Casting Plant yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melakukan pengambilan data untuk penelitian beban kerja serta memberikan pengetahuan dan bantuan selama Penulis disana.
8.
Segenap karyawan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesai, khususnya divisi Purchasing departemen Purchasing no.1 yang selama ini memberikan saran dan dukungan selama Penulis melakukan magang di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
9.
Papa, Mama, irsyad, dan dhila yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materil, semangat serta do’a yang diberikan hingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak akan dapat melakukan yang terbaik tanpa adanya do’a, dukungan, cinta, kasih sayang, perhatian, serta semangat dan didikan dari Papa dan Mama sejak kecil.
10. Teman-teman TEP 44 untuk kebersamaan selama 3 tahun di Teknik Pertanian, canda, tawa, ilmu, dan pengalaman yang dijalani bersama. 11. Sahabat penulis Ilmiyah dan teman-teman di Pondok Ginastri dan Wisma Agung atas dukung dan sarannya terhadap penulis.
xii
12. Atiqotun Fitriyah, Ratih Kartikasari, Muammar Tawarudin Akbar, Teguh Juansyah Gumilang teman-teman seperjuangan untuk kebersamaan selama berada dalam satu bimbingan di Teknik Pertanian, canda, tawa, sedih, pengalaman, dan ilmu. 13. M. Farid F., Angelina Novita, Asih Setianingsih, Sri Wulan Larasati, Wiwik, Siti, dan Lisa selaku teman-teman seperjuangan magang di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian, khususnya pada studi gerak dan waktu.
Jakarta, September 2011
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ................. ………xii DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. .................. ……...xiv DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. .................. ………xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ……. xvii I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... …... 1 II. PROFIL PERUSAHAAN ............................................................................................... …… 3 2.1 SEJARAH PERUSAHAAN ………………...…………………………………………… 3 2.2. PERKEMBANGAN PERUSAHAAN…………………………………………………… 4 2.3. RUANG LINGKUP USAHA……………………………………………………………. 6 2.4. PROSES PRODUKSI …………………………………………………………………… 7 2.4.1 LOKASI PERUSAHAAN DAN PLANT ........................................................ …… 7 2.4.2 PEMBAGIAN PLANT ..................................................................................... …… 7 2.4.2.1 SUNTER PLANT ................................................................................. …… 7 2.4.2.2 KARAWANG PLANT ........................................................................ …… 8 2.5. TOYOTA INTERNSHIP PROGRAMME ……………………………………………… 10 III. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. …... 11 3.1. TOYOTA BUSINESS PRACTICE ………………………………………………. .... …… 11 3.2. ERGONOMI ………………………………………………………………. ............ …… 14 3.3. BEBAN KERJA (WORKLOAD) ………………………………………………………. 15 3.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BEBAN KERJA ……………………………… 18 3.5. DAMPAK BEBAN KERJA …………………………………………………………… 18 3.6. METODE STEP TEST……………………………………....................................... ….. 18 IV. METODOLOGI ……………………………………………………….. ........................ ….. 19 4.1 DESKRIPSI KEGIATAN ......................................................................................... ….. 19 4.2 METODE KERJA ..................................................................................................... ….. 19 4.2.1 ASPEK UMUM .............................................................................................. ….. 19 4.2.2 ASPEK KHUSUS ........................................................................................... ….. 20 V. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………………………….. 26 5.1. PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ............................................................. …. 26 5.2. ASPEK UMUM (ANALISIS MASALAH DENGAN MENGGUNAKAN TOYOTA BUSINESS PRACTICE) ………………………………………………………………. 26 5.2.1 BACKGROUND .............................................................................................. ….. 26 5.2.2 ANALISIS TOYOTA BUSINESS PRACTICE (TBP) ...................................... …. 27 5.3.ASPEK KHUSUS (ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PEMBUATAN CRANKCSE DI CORE MAKING LINE) ………………………………… .............. ….. 45 5.3.1 PENDAHULUAN .......................................................................................... ….. 45 5.3.2 KALIBRASI SUBJEK .................................................................................... ….. 47 5.3.3 PENGUKURAN BEBAN KERJA SAAT PEMBUATN CRANKCASE ........ …. 52 VI. SIMPULAN………………….……………………………………………………………….. 56 VII. REKOMENDASI ............................................................................................................ ……... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ ………58 LAMPIRAN ……………………………………………………………………………… .... ………59
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Perkembagan Perusahaan Toyota ........................................................................ 5 Tabel 2. Tingkat Beban Kerja Fisik Berdasarkan Parameter Fisiologis ........................... 17 Tabel 3. Kategori Kualitatif Beban Kerja Berdasarkan IRHR .......................................... 18 Tabel 4. Konversi BME Ekivalen dengan VO2 Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh ..... 23 Tabel 5. Perbedaan harga raw material untuk kendaraan tipe IMV 4 dan IMV 5 ............ 27 Tabel 6. Countermeasures (Penanggulangan) .................................................................. 36 Tabel 7. See Countermeasures Through ........................................................................... 37 Tabel 8.Evaluasi proses Cost Reduction ........................................................................... 38 Tabel 9. Cost Reduction scuff plate .................................................................................. 41 Tabel 10. Cost Reduction Garnish S/A back door outside………………………..……..42 Tabel 11. Spesifikasi Produk ............................................................................................ 46 Tabel 12. Standarisasi Kerja Operator .............................................................................. 47 Tabel 13.Karakteristik dan Antropometri Subjek ............................................................. 48 Tabel 14 .Data HR rest dan HR step test tiap subjek ........................................................ 50 Tabel 15. Nilai IRHR dan WEC Tiap Subjek Saat Step Test ............................................ 50 Tabel 16. Persamaan Daya Tiap Subjek………………………………………….……..52 Tabel 17. Data Denyut Jantung dan IRHR Pekerja Core Crankcase……………………54 Tabel 18. Data Konsumsi Energi Kerja OperatorCrankcase 2TR dan Crankcase 1TR….55
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.Proses Pengecatan dengan Sistem Robotic ........................................................ 9 Gambar 2. Visualisasi dari masalah ................................................................................. 11 Gambar 3.Breakdown Problem dan Klalarifikasi Point of Occurance ............................. 12 Gambar 4.Skema dan Penentuan Target ........................................................................... 13 Gambar 5.Skema Root Cause Analysis ............................................................................. 13 Gambar 6.Skema Pelaksanaan Countermeasures ............................................................. 14 Gambar 7.Bagan Alir Pengukuran beban Kerja ................................................................ 20 Gambar 8.Bagan Alir Pengambilan Data Denyut Jantung Kalibrasi Step Test ................. 21 Gambar 9.Alat Heart Rate Monitor yang Digunakan ....................................................... 22 Gambar 10.Bagan Alir Pengambilan Data Denyut Jantung Saat Aktifitas Kerja ............. 23 Gambar 11.Bagan Rancangan Percobaan Pengambilan Data di Lapangan ...................... 25 Gambar 12.Clarify the Problem ........................................................................................ 27 Gambar 13.Breakdown Problem Langkah 1 ..................................................................... 28 Gambar 14. Perbandingan Bagian (Section) Berdasarkan Komponen .............................. 29 Gambar 15.Breakdown Analysis langkah 2 ...................................................................... 29 Gambar 16. Breakdown Problem Langkah 3 .................................................................... 30 Gambar 17. Breakdown Problem langkah 4 ..................................................................... 33 Gambar 18.Skema Business Process ................................................................................ 33 Gambar 19. Skema Point of occurance and Problem to Tackle ………………………...34 Gmabr 20. Skema Setting Target ..................................................................................... 35 Gambar 21. Root Cause Analysis ...................................................................................... 35 Gambar 22. Konsumsi Resin Material untuk Kendaraan Tipe IMV................................. 38 Gambar 23. Scuff Plate ..................................................................................................... 39 Gamabr 24. Grafik hubungan M/C Tonnage dan cycle time dari supplier Sugity ............ 40 Gamabr 25. Grafik hubungan M/C Tonnage dan cycle time dari supplier Astra Otoparts 40 Gamabr 26. Grafik hubungan M/C Tonnage dan cycle time dari supplier Deloyde ......... 40
xv
Gamabr 27. Grafik hubungan M/C Tonnage dan cycle time dari supplier Sanko register............................................................................................. 40 Gamabr 28. Garnish S/A back door outside..................................................................... 41 Gambar 29. Bagian Detail Plastic Injection Machine....................................................... 43 Gambar 30. Standar APD Saat Memasuki Daerah Produksi ............................................ 45 Gambar 31. Layout Core Crankcase................................................................................. 46 Gambar 32. Grafik Hasil Pengukuran HR Kalibrasi Step Test Subjek A (Operator 1) ..... 49 Gambar 33 Grafik Hasil pengukuran HR Kalibrasi Step Test Subjek C (Operator 2) ...... 49 Gambar 34. Grafik Hasil pengukuran HR Kalibrasi Step Test Subjek E (Operator 3) ..... 49 Gambar 35. Grafik Korelasi IRHR dan WEC subjek A saat Step Test ............................. 51 Gambar 36. Grafik Korelasi IRHR dan WEC subjek C saat Step Test ............................ 51 Gambar 37. Grafik Korelasi IRHR dan WEC subjek E saat Step Test ............................. 51 Gambar 38. Hasil Pengukuran Denyut Jantung Subjek A Ulangan ke-2 (o/p 1) .............. 52 Gambar 39. Hasil Pengukuran Denyut Jantung Subjek A Ulangan ke-3 (o/p 1) .............. 53 Gambar 40. Hasil Pengukuran Denyut Jantung Subjek D Ulangan ke-2 (o/p 2) ............. 53 Gambar 41. Hasil Pengukuran Denyut Jantung Subjek D Ulangan ke-3 (o/p 2) .............. 53
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Struktr Organisasi Perusahaan ...................................................................... 60 Lampiran 2 Struktur Organisasi Divisi Purchasing. ......................................................... 61 Lampiran 3.Schedule Activity ........................................................................................... 62 Lampiran 4.A3 Report ...................................................................................................... 63 Lampiran 5.Time Sheet Study............................................................................................ 64 Lampiran 6.Grafik Denyut Jantung Saat Kalibrasi Step Test ............................................ 65 Lampiran 7.Grafik Persamaan WECst dan IRHR ............................................................. 66 Lampiran 8.Grafik HR Kerja Operator Crankcase .......................................................... 67
xvii
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di era pembangunan dan kemajuan teknologi yang begitu pesat ini, Institut Pertanian Bogor seperti perguruan tinggi lainnya dituntut untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang tidak hanya mempunyai kemampuan intelektual tetapi juga terampil dan mampu mengembangkan kemampuan dan ilmu-ilmu yang diperolehnya selama masa kuliah. Salah satu cara yang diterapkan, yaitu setiap mahasiswa diharuskan untuk membuat tugas akhir baik dalam bentuk penelitian ataupun magang. Hasil yang diperoleh selama kegiatan tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar kesarjanaan. Para mahasiswa didalam dunia akademis sebenarnya hanya diperkenalkan dengan konsep-konsep dan teknologi yang ada dalam dunia kerja. Akan tetapi, ilmu yang diajarkan di dunia akademis berbeda dengan penerapannya di dunia kerja sebenarnya, hal ini dikarenakan selalu terjadi modifikasi dan pembaharuan terhadap konsep-konsep yang ada. Perubahanperubahan tersebut terus terjadi dan harus dilakukan agar tidak tertinggal oleh para pesaingnya dan kehilangan pangsa pasar. Berbekal dengan ilmu dan pengalaman yang diperoleh, natinya diharapkan kegiatan magang ini dapat menjadi wadah pembelajaran dan menimba ilmu bagi mahasiswa sebelum masuk ke dunia kerja. Dalam era globalisasi banyak perusahaan yang memberikan perhatian khusus pada efisiensi, efektifitas, dan produktivitas. Ketiga faktor tersebut dapat digunakan perusahaan untuk mengetahui secara optimal sumber daya yang dimiliki serta seberapa besar target perusahaan yang telah tercapai. Salah satu faktor yang berpengaruh untuk bisa mencapai target, yaitu faktor waktu dan pekerja. Selain itu, dengan mengetahui tingkat beban kerja karyawan selama bekerja merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian perusahaan. Beban kerja atau work load merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisa aktivitas-aktivitas yang timbul beserta beban kerja yang diakibatkan dari aktivitas tersebut. Untuk mengetahui tingkat beban kerja yang diterima dapat dengan mengukur dan menganalisis parameter-parameter fisiologis pada tubuh manusia, yaitu yang berhubungan dengan konsusmsi energi diantaranya denyut jantung, laju pernafasan, suhu tubuh, dan aktivitas otot. Dengan mengetahui tingkat dari beban kerja yang diterima maka dapat diberikan solusi yang terbaik untuk mengurangi beban kerja yang diterima. Dalam pengukuran beban kerja nanti akan menggunakan parameter denyut jantung, yang memanfaatkan kecendrungan perubahan laju denyut jantung terhadap kerja yang dilakukan sehingga dapat diketahui tingkat beban kerja yang dirasakan. Hasil yang diperoleh dari pengukuran beban kerja ini dapat berguna untuk memperbaiki tingkat produktivitas kerja, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan karena berdampak pada peningkatan produktivitas. Selain itu, juga dapat memberikan saran untuk kondisi yang kerja yang terbaik, sehingga Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi lebih baik. Salah satu perusahaan yang peduli akan kelelahan pekerjanya terutama Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah Toyota Motor Corporation (TMC) yang merupakan salah satu perusahaan produsen mobil terbesar di dunia. Untuk di Indonesia PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, anak cabang dari TMC. Kepedulian Toyota ini terlihat dengan dibuat aktivitas SHE (Safety, Health, Environmental) patrol. Aktivitas ini dilakukan khususnya di pabrik Sunter 1, Sunter 2, maupun Karawang. Aktivitas tersebut dijalankan untuk memonitor
1
kinerja di lapangan terutama mengungkapkan potensi-potensi bahaya yang muncul. Untuk bisa mengungkapkan potensi-potensi bahaya yang muncul sering dilakukan pengecekan langsung ke lapangan atau biasa disebut Genba Genchi Genbutsu. Genba ini berarti turun langsung ke lapangan, sedangkan Genchi Genbutsu berarti pergi dan lihat. Oleh karena itu, Genba Genchi Genbutsu berarti turun ke lapangan untuk melihat keadaan yang sebenarnya terjadi secara langsung. Hasil yang diperoleh ini kemudian dicatat, diinvestigasi, dan dilakukan improvement. Walaupun PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan perusahaan otomotif, tetapi ilmu yang diperoleh selama kuliah di deprtemen Teknik Mesin dan Biosistem dapat diaplikasikan dalam menganalisis, melihat secara langsung kondisi aktual yang pernah dipelajari selama di perkuliahan, serta dapat memberikan masukan kepada perusahaan. Selama kegiatan magang ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman kerja sebagai dasar untuk mengaplikasikan ilmu dan teori dasar yang diperoleh selama kuliah. Hasil yang dilakukan selama magang ini akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang nantinya akan disidangkan sebagai syarat kelulusan dari departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
1.2 Tujuan Tujuan Umum 1. Mengaplikasikan ilmu Teknik Pertanian dalam bidang ergonomika dan memberikan pengalaman kerja bagi mahasiswa. 2. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan profesional mahasiswa melalui penerapan ilmu, latihan kerja, dan pengamatan teknik-teknik yang diterapkan di lapangan, serta melatih mahasiswa dalam menghayati, menganalisa, serta memecahkan permasalahan yang terjadi di lapangan secara sistematis
Tujuan Khusus 1. 2. 3.
Menemukan Cost Reduction (CR) dengan menggunakan prinsip Toyota Business Practice (TBP) pada kendaraan tipe IMV 4 dan IMV5. Mengetahui tingkat beban kerja serta memberikan usulan sistem dan metode kerja yang lebih baik di line core making, khususnya bagian core crankcase. Membandingkan tingkat beban kerja operator core crankcase antar waktu.
2
II.
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan Sakichi Toyoda adalah pendiri organisasi Toyota di Jepang, beliau lahir pada tahun 1867 sebagai anak seorang tukang kayu yang memulai kehidupannya saat Jepang sudah memulai modernisasi di negaranya. Sakichi Toyoda ini merupakan seorang tukang dan penemu, dia tinggal di desa terpencil di luar Nagoya. Pada saat itu, pemintalan adalah industri utama dan pemerintah Jepang berkeinginan untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil, dengan mendorong pembentukan industri-industri rumah tangga di seluruh Jepang. Sebagai anak lakilaki, Toyoda belajar perkayuan dari ayahnya, kemudian dia menerapkan keahliannya dengan merancang dan membuat mesin tenun dari kayu. Pada tahun 1894, ia mulai membuat alat tenun manual yang lebih baik dari alat tenun yang sudah ada. Sakichi Toyoda ini banyak menyumbangkan kemajuan teknologi bagi negaranya melalui penemuan-penemuannya. Toyoda terus-menerus mencoba, memperbaiki, dan menemukan sesuatu yang baru, hingga dia berhasil menghasilkan salah satu penemuan terkenalnya, yaitu mesin tenun otomatis canggih yang menjadi “sama terkenalnya dengan permata Mikimoto dan biola Suzuki” (Toyoda, 1987 dalam Toyota Ways). Mesin tenun ini akan berhenti secara otomatis apabila ada benang yang putus. Penemuan ini kemudian berevolusi menjadi sebuah sistem yang lebih luas yang menjadi salah satu dari dua pilar Toyota Production System, yang disebut jidoka (otomasi dengan sentuhan manusia). Pada intinya, jidoka berarti menciptakan kualitas pada saat anda memproses bahan baku atau “pencegahan kesalahan”. Hal inilah yang memungkinkan untuk merancang operasi dan peralatan sedemikian, sehingga pekerja tidak terikat pada mesin dan bebas melakukan pekerjaan lain yang memberi nilai tambah (Toyota ways). Sakichi banyak melakukan pembaharuan terhadap penemuan mesin tenunnya agar terlihat lebih efisiesn dan ekonomis. Kemudian Sakichi memberikan sebagian hasil pembuatan alat tenun kepada putranya, Kiichiro Toyoda. Sakichi Toyoda memberikan tugas kepada anaknya untuk membangun bisnis mobil, karena dia beranggapan mobil akan menjadi teknologi masa depan. Oleh karena itu, Kiichiro dikirim ke Tokyo Imperial University untuk belajar teknik mesin, dia berfokus pada teknologi mesin. Dia memperoleh banyak pengetahuan mengenai cara pengecoran dan pemrosesan komponen logam dari Toyoda Automatic Loom Works. Pada tahun 1926, didirikan Toyoda Automatic Loom Works yang merupakan asal muasal dari Toyota Motor Corporation. Kemudian pada tahun 1935 ditambahkan divisi mobil pada Toyoda Automatic Loom Works. Setelah itu, berdirilah Toyota Motor Company pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik tenun Otomatis Toyota. Divisi mobil perusahaan tersebut kemudian dipisahkan pada 27 Agustus 1937 untuk menciptakan Toyota Motor Corporation seperti saat ini. TMC ini juga sebagai kelembagaan yang menetapkan just in time production, yaitu melakukan pengiriman part yang benar, pada waktu yang tepat dengan jumlah yang tepat, dan tidak ada kelebihan stock atau tidak ada penumpukan barang di gudang. Prinsip ini diperolehnya dari perjalanan studinya ke pabrik Ford di Michigan untuk melihat industir mobil dan juga melihat sistem supermarket AS yang menggantikan barang-barang di rak segera setelah pelanggan membelinya. Berangkat dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan otomatif yang cukup terkemuka di seluruh dunia. Merek yang memproduksi satu mobil tiap enam detik ini ternyata menggunakan penamaan Toyota lebih karena penyebutannya lebih enak daripada memakai nama keluarga pendirinya, Toyoda.
3
Perekonomian Jepang mengalami krisis setelah Perang Dunia II, yang secara langsung juga menyebabkan krisis keuangan Toyota. Krisis yang terjadi ini, menyebabkan perusahaan semakin merugi karena tidak mampu menanggulangi permasalahan keuangan negara, sehingga pada bulan April 1950 Toyota dipecah menjadi dua, yaitu Toyota Motor Corporation dan Toyota Motor Sales Company. Kemudian pada bulan Juni 1950, pertentangan karyawan tentang ketidakmampuan membayar gaji berakhir dan perusahaan memulai menggunakan manajemen baru. Tahun 1951, Toyota mengirimkan dua orang karyawannya untuk belajar metode manajemen modern di Amerika Serikat, Ford Motor Company. Di sana mereka memperoleh ide untuk menempatkan sistem yang sama di Toyota, yaitu “Produk yang baik dari pemikiran yang baik” (sebagai slogan Toyota tahun 1953). Tahun 1960, industri mobil Jepang tumbuh dengan pesat baik di pasar ekspor maupun dalam negeri. Kemudian tahun 1961, Toyota memperkenalkan Toyota Quality Control (TQC) untuk meningkatkan derajat produksi mobil yang berstandar mutu internasional. Dalam rangka mempertahankan daya saing yang lebih besar dari pihak-pihak lain, maka Toyota Motor Corporation dan Toyota Motor Sales Company bergabung kembali menjadi Toyota Motor Corporation pada tahun 1980-an. Ini merupakan perubahan besar dalam sejarah industri otomatif dunia, terutama ditambah lagi dengan pembetukan NUMMI, yaitu usaha kolektif antara Toyota dan Amerika Serikat pada tahun 1984 hingga saat ini merupakan perubahan besar dalam sejarah Toyota, dengan memproduksi jenis kendaraan Prims “GM dan corolla” untuk Toyota.
2.2 Perkembangan Perusahaan PT. Toyota Astra Motor merupakan perusahaan pelopor industri otomatif Indonesia, yang memiliki komitmen untuk selalu mengutamakan kepuasan pelanggan dan senantiasa untuk terusmenerus menciptakan inovasi terbaik. PT. Toyota Astra Motor diresmikan pada tanggal 12 April 1971, perusahaan ini berperan sebagai importir dan distributor kendaraan Toyota di Indonesia. PT. Toyota Astra Motor ini merupakan joint venture antara PT. Astra Internasional Tbk (saham 51%) dengan Toyota Motor Corporation (saham 49%), Jepang. Selama 30 tahun, PT. Toyota Astra Motor telah memainkan peranan penting dalam pengembangan industri otomatif di Indonesia, serta membuka lapangan pekerjaan termasuk dalam indsutri pendukungnya. Saat ini, PT. Toyota-Astra Motor telah memiliki pabrik produksi seperti Stamping, Casting, Engine, dan Assembly di area industri Sunter, Jakarta. Untuk meningkatkan kualitas produk dan kemampuan produksi, pabrik Karawang yang menggunakan teknologi terbaru di Indonesia telah selesai dibangun pada tahun 1998, beserta dengan sistem manajemen kualitas dan lingkungan. PT. TAM juga telah berhasil mencatat keberhasilan dalam membangun jaringan penjualan dan purna jual di seluruh Indonesia, dimana terdiri atas 5 main dealer dan 75 dealer yang mengoperasikan 142 outlet penjualan dan 101 outlet purna jual. Pada 15 Juli 2003, PT. TAM membagi perusahaannya menjadi dua, yaitu TMMIN (Toyota Motor Manufacturing Indonesia) yang berkonsentrasi pada manufaktur (produksi dan export) dan TAM yang berkonsentrasi sebagai distributor dalam negeri. Dimana, kepemilikan saham TMMIN sebesar 5% untuk PT. Toyota Astra Motor Tbk dan 95% oleh Toyota Motor Corporation, dengan aktivitas utamnya sebagai pabrik perakit produk Toyota, pabrik pembuatan mesin, jig ,dies, dan komponen otomatif, juga sebagai eksportir kendaraan Toyota dan part komponen kendaraan, sedangkan untuk PT. TAM sebesar 60% sahamnya dikuasai oleh PT. Astra Internasional dan 40% oleh TMC. PT. TMMIN ini berlokasi sama dengan PT. TAM, yaitu di Sunter, Jakarta Utara. PT. TMMIN selama beberapa tahun akhirnya semakin memiliki
4
jaringan yang luas dan berhasil mencapai posisi tertinggi di pasar otomatif. Untuk mencapai penjualan tertinggi di pasar internasional PT.TMMIN juga mengekspor komponen-komponen otomatif dan kendaraan ke beberapa negara. Perkembangan perusahaan Toyota dapat dilihat pada Tabel 1. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1. Perkembangan perusahaan Toyota TAHUN 12 April 1971 1 Januari 1972 April 1973 Mei 1973 November 1976 1977 Oktober 1979 Oktober 1979 Agustus 1981 November 1982 Desember 1982 Februari 1984 Februari 1985 November 1986 1987 1989 Januari 1989
Mei 1989 Juli 1989 Maret 1991 Agustus 1992 Desember 1993 Desember 1994 1996
Maret 1996 Mei 1996 Agustus 1998 2000
PERKEMBANGAN Peresmian PT. Toyota-Astra Motor (TAM) sebagai importir dan distributor kendaraan Toyota di Indonesia PT. TAM mulai beraksi sebagai perakit dan distributor kendaraan merk Toyota di Indonesia Didirikan pabrik perakitan PT. Multi Astra Peresmian gedung PT. TAM yang berada di jalan Jendral Soedirman Berdiri PT. Toyota Mobilindo sebagai pabrik komponen body kendaraan Niaga Toyota dan mulai diperkenalkan Kijang pertama kali diluncurkan ke publik Yayasan Toyota Astra Motor mulai didirikan Peluncuran unit produksi Toyota ke 100,000 Generasi Kijang kedua diperkenalkan Pusat layanan suku cadang PT. TAM diresmikan Pabrik mesin PT. Toyota Engine Indonesia mulai beroperasi Peluncuran unit produksi Toyota ke 300,000 Peluncuran unit produksi Toyota ke 100,000 Generasi Kijang ketiga diperkenalkan Ekspor perdana Kijang ke beberapa Ekspor perdana Kijang ke beberapa Negara Asia-Pasifik Penggabungan PT. Toyota Astra Motor, PT Toyota Mobilindo, PT Toyota Engine Indonesia, dan PT. Multi astra menjadi satu perusahaan bernama PT. Toyota Astra Motor Mesin Toyota tipe 5K yang dibuat di Indonesia mulai di eksport ke Malaysia Peletakan batu pertama pembangunan pabrik pengecoran komponen mesin Blok mesin Toyota tipe 5K mulai dieksport ke Jepang Generasi Kijang keempat diperkenalkan Peresmian fasilitas pengolaan limbah pabrik PT TAM Penjualan Toyota mencapai 79,431 unit dan tercatat di dalam pemimpin pasar Merger 4 perusahaan Toyota di Indonesia: PT. Toyota-Astra Motor, PT. Multi Astra, PT. Toyota Mobilindo, dan PT. Toyota Engine Indonesia Penetapan kantor pusat PT. TAM di Sunter II Peresmian Karawang Plant baru Menerima ISO 14001 (Assy Plant), ISO 9002 (Engine Plant) Pabrik mobil moderen Karawang diresmikan
5
TAHUN 1 Agustus 2003
Januari 2003 1 Agustus 2003 2004
PERKEMBAGAN TAM berubah menjadi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan didirikan TAM sebagai distributor. Produksi Kijang ke1,000,000 unit Menerima ISO 90001:2000 (Quality Management System) Menerima ISO 9001 (Quality Management) Peluncuram Toyota Avanza sebagai kendaraan hasil kolaborasi TAMTMMIN dan PT. Astra Daihatsu Motor. Peluncuran Kijang Generasi V, Kijang Innova.
http://www.toyota.co.id/company/about/profile/
PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia yang memiliki komitmen selalu mengutamakan kepuasan pelanggan sebagai perusahaan pelopor industri otomotif Indonesia, senantiasa terus menerus menciptakan inovasi terbaiknya. Hal ini selaras dengan visi dan misi PT. TMIIN, yaitu: Visi : menjadi yang terdepan di dalam bidang manufacturing maupun distribusi sebagai upaya untuk menjadi perusahaan otomatif berkelas internasional. Misi : 1. Menjadi pemimpin dalam industri otomatif Indonesia 2. Selalu mengutamakan kepuasasn pelanggan 3. Selalu memberikan kontirbusi bagi pembangunan ekonomi dan sosial 4. Meningktakan kesejahteraan melalui pembinaan kepercayaan dengan karyawan, dealer, dan supplier 5. Memelihara kelangsungan lingkungan hidup dan keselamatan kerja 6. Menjunjung tinggi kemampuan individu tanpa mengesampingkan kerjasama tim
2.3 Ruang Lingkup Usaha Usaha utama PT. TMMIN dan PT. TAM adalah memproduksi kendaraan yang dikategorikan kedalam tiga jenis, yaitu: a. Passanger car : Camri, Corrola Altis, Souna b. Commercial car : Tyota kijang, Dyna c. General purpose car : Crown, previa, Rav-4, Land cruiser (kendaraan sejenis jeep) Disamping itu juga menjual kendaraan yang diperbarui di seluruh wilayah Indonesia, yaitu: 1. Completely Built Up /CBU diimpor dari Thailand : Toyota Yaris, Toyota Vios, Toyota All new Corrola Altis, Toyota New Camry, Toyota Fortuner dengan mesin diesel 2. Completely built up/ CBU diimpor bentuk Jepang : Toyota Previa, Toyota Land Cruiser LC200, Lexus, Toyota new Alphrad 3. Completely Knock Down / CKD dirakit di Indonesia : Toyota new avanza, Toyota Rush, Toyota Kijang Innova, Toyota Fortuner dengan Gasoline Egine Sedangkan usaha lainnya, meliputi: a. Pemegang lisensi importir perakit dan pendistribusian kendaran bermotor merk Toyota b. Pembuat mesin jigs, dies, dan komponen mobil Toyota c. Pengekspor kendaraan Toyota, komponen jigs serta diesel
6
2.4 Proses Produksi 2.4.1 Lokasi Perusahaan dan Plant Kantor pusat Toyota ini terletak di Jalan Yos Sudarso, Sunter II Jakarta 14330, sedangkan untuk plant terdapat di tiga tempat, yaitu di daerah Sunter I, Sunter II, dan Karawang. Sunter I plant ini digunakan sebagai tempat untuk kegiatan pembuatan dan perakitan serta pengemasan mesin untuk dibawa ke Karawang. Pada Sunter I terdapat tempat Machining Division, Packing Vanning Division, PWPET Division (jig). Sunter II plant digunakan untuk kegiatan pengecoran, pencetakan, dan pengemasan. Sunter II ini terletak di jalan Laks. Yos Sudarso, Sunter II Jakarta-Utara, disini terdapat Casting Division, Stamping Production Division, PWPET Division (die), Packing Vanning Division. Sedangkan, untuk Karawang Plant yang berlokasi di Karawang Internasional Industri City (KIIC), Teluk Jambe, Jawa Barat yang berlangsung kegiatan pencetakan, pengelasan, pengecatan, perakitan, dan kontrol kualitas. Karawang plant ini terdapat beberapa divisi, yaitu Tosho Division, Assembly Division, Press and Welding Division.
2.4.2 Pembagian plant Kegiatan produksi di PT. Toyota Manufactruing Indonesia dilakukan di Sunter Plant dan Karawang Plant. 2.4.2.1 Sunter Plant Sunter Plant ini memiliki lahan seluas 310,898 m2 dengan luas bangunan 175,986 m2. Sunter Plant ini memiliki konsep untuk memadukan teknologi modern dan keahlian sumber daya manusia, sehingga hal inilah yang membuat Sunter Plant sebagai tulang punggung dari PT. Toyota Manufacturing Indonesia. Divisi yang ada di Sunter Plant, yaitu: 1. Stamping Shop Stamping plant ini digunakan sebagai tempat untuk memproduksi press part untuk Innove, Avanza, dan Dyna atau Hino (cabin). Stamping Plant ini memiliki luas area 64,247 m2 dengan kapasitas produksi 96,000 unit. Kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Manufaktur bagian-bagian body stamping untuk keperluan pembuatan kendaraan komersial Toyota b. Manufaktur frame untuk kendaraan komersial Toyota c. Manufaktur bagian-bagian sub-assembly dari body seperti : engine hood, back-door, reardoor, front-door. d. Manufaktur tangki bahan bakar, pipa pengeluaran untuk kendaraan komersial dan kendaraan penumpang. e. Manufaktur peralatan stamping dan alat bantu perakitan untuk pembuatan body. f. Mengekspos peralatan stamping ke Thailand dan Filipina serta alat bantu perakitan ke Venezuela, Jepang dan Pakistan. 2. a.
Casting plant Pembentukan Komponen Mesin
7
Pada tempat ini terjadi proses pembentukan komponen mesin dengan volume produksi mencapai 1,000 tons/bulan (2 shift). Pada pabrik ini memproduksi blok silinder 5K, 7K, 1TR dan 2 TR, Crank shaft 7K, Crank cap 5 K, 7K, dan flywheel 14B untuk lebih lanjut di mesin di engine shop. b. Pembentukan Cetakan Dalam hal memenuhi kebutuhan dari membuat cetakan untuk proses press, maka casting plant didukung oleh fasilitas untuk menciptakan produk berukuran besar (maksimal 8 ton), seperti Induction Holding Furnance dengan kapasitas 8 ton, Overhead Crane dengan kapasitas 20/40 ton, Sand Blasting dengan kapasitas 10 ton/short, Sand Mixer dengan kapasitas/ton 10 ton/ 20 tons, Sand Reclaimer Unit dengan kapasitas /jam 10 ton/20 ton, Vacuum Sand Conveyor dengan kapasitas /jam 10 ton/20 ton, dan Drying Oven dengan 4 heater dan blowers capacity. 3. Engine shop a. Manufaktur mesin 5K, 7K, dan ITR (1,500cc, 1,800cc, 2,000cc sampai 2,700cc) b. Manufaktur mesin 14B (3,600cc) untuk produk Toyota Dyna c. Manufaktur mesin 5A (500cc) untuk produk Toyota Soluna d. Manufaktur mesin 7A (1,800cc) untuk produk Toyota Corolla dan Corona e. Manufaktur mesin 5S (2,400cc) untuk produk Toyota Camry f. Manufaktur mesin 2JS (3,000cc) untuk produk Toyota Crown g. Melakukan proses permesinan bagian-bagian mesin seperti : inhaust manifold, exhaust manifold, fly-wheel, crank-shaft, crank-cap, blok silinder, kepala silider, penutup kepala silinder dan piston h. Melakukan ekspor mesin tipe 5K ke Malaysia dan Jepang 4. Packing and Vanning Plant Packing plant ini memiliki luas 7,200 m2 dengan kapasitas produksi mencapai 4,200 unit/bulan untuk komponen Avanza dan 5,000 unit/bulan untuk kompoenen Innova. Semua produk yang akan diekspor akan dilakukan pengepakan disini. 5.
Waste Water Treatment PT. TMMIN juga peduli terhadap lingkungan sekitarnya dari berbagai limbah yang dihasilkan, maka dibangun fasilitas Waste Water Treatment. Pembangunan Waste Water treatment ini membuat PT. TMMIN mendaptkan sertifikat ISO 14001 untuk Environmental. Limbah yang ada ditempat ini dan nantinya akan diproses secara kimia dan biologi.
2.4.2.2 Karawang Plant Karawang Plant ini memiliki tanah seluas 1,000,000 m2 dengan luas bangunan 300,000 2 m dan kapasitas produksi 100,000 unit mobil/tahun ini memiliki konsep pabrik otomotif kelas dunia yang memadukan teknologi tinggi, keahlian sumber daya manusia, dan kepedulian terhadap karyawan dan lingkungan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Karawang Plant, antara lain: 1. Stamping shop Stamping shop ini merupakan tempat pembuatan body kendaraan dengan cara pengepressan, dimana lempengan-lempengan baja dicetak menjadi body kendaraan seperti kerangka, tangki bahan bakar, dan komponen sub-assembly. Pada stamping shop ini memiliki
8
fasilitas 2 proses, yaitu A line yang memiliki tonnage 2400 T dengan 450 stroke/jam, sedangkan C line memiliki kapasitas 700 T dengan 620 stroke/jam. 2. Welding shop Welding shop ini merupakan tempat proses penyambungan atau pengelasan bagian body kendaraan, yang digunakan untuk menghasilkan satu bagian utuh. Proses pengerjaannya, yaitu dengan cara meyatukan seluruh pressed part yang diproduksi oleh Stamping shop dengan hasil akhir satu body kendaraan utuh. a. Produksi : Body, Frame (Chassis), welding jig, CKD part b. Body Shop 1) Kapasitas produksi maksimum = 90,000 per 2 shift per tahun dengan takt time 2.5 menit per unit. 2) Produksi Body (KF Shell Body, Crown, Land Cruiser) dan CKD (KF Part ke Malaysia dan Vietnam) 3) Special feature : a) Body : robot auto spot welding, 6 robot untuk di under body dan 6 robot untuk di main body respot b) Frame : robot CO2 welder, 4 robot untuk di side rail CKD dan 8 robot untuk di side rail regular. 3.
Painting shop Painting shop ini merupakan tempat untuk pemberian anti karat (electo deeping coating), pengisian celah sambungan, dan pengecatan. Painting shop ini memiliki fasilitas pengecatan primer dan top proses dengan system robotic, sehingga hasil pengecatan berkualiatas tinggi. Selain itu, kedua puluh robot yang digunakan juga memberikan jaminan keamanan proses dan ramah lingkungan. Proses pengecatan dengan sistem robotic dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses pengecatan dengan sistem robotic 4.
Assembling shop Assembling shop ini merupakan tempat perakitan satu body kendaraan utuh menjadi sebuah kendaraan utuh siap jalan, mulai dari pemasangan mesin, interior, eksterior hingga roda kendaraan. 5.
Test Course Setiap kendaraan yang telah melalui proses assembling akan dilakukan test course, yaitu saran untuk uji coba kendaraan baru yang memiliki luas area 45,630 m2. Pada test course ini akan dilakukan uji performa kendaraan mulai dari kemampuan mesin hingga kedinamisan body.
9
6.
Common Yard Meruapakan fasilitas yang diguanakan bersama oleh PT. TMMIN, PT. TAM, dan main dealer sebagai delivery Center unit-unit ekspor dan domestik, sekaligus juga sebagai Centralized Stock-Dealer yang dilengkapi dengan DIO Shop untuk pemasangan aksesoris dan sec-up dengan konsep production line. Untuk menjamin safety operation, Karawang Common Yard dilengkapi dengan Global Logistic Safety Management dan Fresh Factory Quality untuk menjamin kendaraan baru yang menggunakan sarana transportasi car carrier saat diterima customer. 7.
Environment Management System (Proses Pengolahan Limbah Modern) PT. TMMIN memiliki kepeduliaan yang tinggi terhadap lingkungannya, dengan membuat konsep Environment Management System yang meliputi pemulihan regulasi dan menghilangkan complain (zero complaint), meminimalkan resiko kerusakan lingkungan, meningkatkan kinerja lingkungan melalui proses produksi, serta pengembangan lingkungan masyarakat sekitar. Selain itu, untuk menjamin pengolahan limbah tersebut memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah maka dilakukan pengujian di laboratorium. Oleh karena itu, pada bulan Juni 2000 Karawang Plant mendapatkan sertifikat ISO 14001 untuk Environment Management System.
2.5 Toyota Internship Programme Karyawan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia diperoleh dalam beberapa cara, yaitu: 1. Secara langsung : yaitu, merekrut karyawannya dengan menyebarkan berita lowongan pekerjaan melalui berbagai media informasi seperti media cetak dan elektronik (internet). 2.
Kerjasama dengan universitas Disini Toyota bekerjasama dengan berbagai universits yang dianggap memenuhi persyaratan yang ada. Untuk perekrutan sendiri biasanya bekerjasama dengan direktorat karir di setiap univeristas, biasanya untuk mahasiswa tingkat akhir yang sedang mencari pekerjaan. 3.
Internship Program For University Student Pada program ini Toyota bekerjasama dengan universitas, dimana untuk kedua belah pihak saling menguntungkan. Untuk universitas sendiri akan mendapatakan tempat bagi mahasiswnya dalam melakukan kerja praktek, sedangkan untuk pihak Toyota dapat memperoleh improvement dari mahasiswa magang, yang nantinya dapat bermanfaat bagi perusahaan. Selain itu, apabila mahasiswa magang memiliki kualifikasi baik, maka dapat direkomendasikan untuk menjadi karyawan. Program Internship Program for Univeristy Student ini, setiap pesertanya diberikan suatu proyek dan setiap problem yang ada harus dianalisis dengan menggunakan TBP (Toyota Bussiness Practice).
10
III.
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Toyota Business Practice (TBP) Saat sekarang ini, anggota Toyota berasal dari seluruh dunia dengan perbedaan budaya, sehingga untuk menyatukan semua anggota dibuat Toyota Way. Toyota way ini menyampaikan nilai-nilai dan tindakan dimana seluruh tim Toyota harus menerapkannya dalam pekerjaan. Untuk memahami Toyota Way tidak hanya cukup dengan mepelajarai buku Toyota way 2001, sehingga dikembangkan Toyota Business Practice (TBP) untuk menerapkan Toyota Way pada pekerjaan karyawan sehari-hari. Toyota Way ini didukung oleh dua pilar utama, yaitu continous improvement dan respect for people. Untuk continous improvement terdiri atas tiga elemen penting, yaitu: challenge, kaizen (continous improvement), yaitu meningkatkan operasi bisnisnya secara kontinu dan selalu dilandas inovasi dan evaluasi, dan yang ketiga genchi genbutsu (go and see). Sedangkan untuk respect for people, terdiri atas dua elemen, yaitu respect dan teamwork. Toyota dalam kegiatannya tidak hanya difokuskan pada melayani konsumen saja, tetapi juga pada pekerjanya karena dengan menghargai dan meningkatkan teamwork berarti dapat meningkatkan Toyota Way untuk continous improvement. Toyota dalam mendefinisikan problem-nya itu dengan adanya perbedaan atau celah (gap) antara ideal situation (kondisi ideal) dan current situation (situasi sekarang ini). Problem bagi Toyota dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu problem type setting dan problem type event. Toyota percaya bahwa dengan menemukan suatu problem (masalah) dan berhasil menemukan countermeasure, maka dapat mengantarkan kepada Kaizen. Langkah dan proses dari problem solving, yaitu: 1.
Klarifikasi masalah (problem)
Permasalahan digambarkan dengan suatu celah (gap) antara ideal situation dan current situation. Pertama, tentukan ultimate goal (tujuan) dari pekerjaan kita. Setelah itu, pahami current situation dari pekerjaan tersebut kemudian klarifikasikan ideal situation dan bagiamana seharusnya current situation itu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. ULTIMATE GOAL
kontribusi IDEAL SITUATION Apakah telah memberikan kontribusi terhadap ultimate goal?
GAP=PROBLEM
CURRENT SITUATION Ideal situation setara dengan standard (ideal situation-standard) dimana dapat kita tentukan dengan jelas.
Gambar 2. Visualisasi dari masalah (problem)
11
2.
Breakdown problem
Langkah selanjutnya dari TBP yaitu, breakdown problem (pemecahan masalah), pada langkah ini masalah dijabarkan dengan mencari apa saja yang menyebabkan ideal situation (kondisi ideal) tersebut tidak tercapai. Proses yang dilakukannya meliputi, pemecahan masalah, identifikasi masalah yang menjadi prioritas, spesifikasikan point of occurance (titik kejadian yang menjadi pusat kejadian masalah tersebut) dengan cara mengecek proses kerja yang dilakukan melalui Genchi Genbutsu ( go and see). Kategori yang sering digunakan untuk memudahkan dalam breakdown problem adalah: a. What / apa? b. When / kapan? c. Where / dimana ? d. Who / siapa ?
Gambar 3. Breakdwon problem dan klarifikasi point of occurance Untuk memudahkan dalam pemecahan masalah harus menentukan masalah (problem) berdasarkan prioritas, oleh karena itu kita harus menguji proses (alur operasi) untuk menemukan point of occurance melalui “GENCHI GENBUTSU” (go and see). Masalah yang terdapat pada point of occurance ini disebut problem to tackle (permasalahan yang harus diatasi). Skema untuk breakdown problem dan klarifikasi point of occurance dapat dilihat pada Gambar 3 diatas.
3.
Setting Target
Langkah selanjutnya menentukan target apa yang ingin dicapai dari permasalahan. Proses yang dilakukan dapat dengan menggunakan pola SMART (Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, Time base). Skema dari setting target dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah.
12
Gambar 4. Skema dalam penentuan target
4.
Root Cause Analysis
Untuk memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang terjadi, maka analisis point of occurance dari berbagai sudut pandang, yaitu dari 4 aspek (man, machine, method, dan material). Pertama, gunakan kata “mengapa” dan pikirkan semua possibel cause yang mungkin terhadap problem to tackle. Skema untuk root cause analysis dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema root cause analysis
5.
Membuat Rencana Countermeasures
Pada langkah ini kembangkan countermeasures yang mungkin, tentukan nilai countermeasures yang memiliki andil penting. Untuk mempermudah dalam membuat rencana countermeasures dapat menggunakan analisa 5W 1H, yaitu: a. What : solusi penanggulangan b. Why : sasaran atau target c. Where : tempat d. When : kapan waktunya e. Who : siapa penanggung jawab f. How : Detail aktivitas
13
6.
Pelaksanaan Cuntermeasures (See Countermeasures Through)
Langkah selanjutnya adalah see countermeasures, yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan countermeasures yang ada, yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat pada langkah 5. Skema dari pelaksanaan countermeasure dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Skema pelaksanaan Countermeasures
7.
Evaluasi Hasil dan Proses
Lamgkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengevaluasi hasil yang diperoleh. Proses yang terjadi pada langkah ini adalah: a. Evaluasi proses dan hasil terhadap target dan sharing dengan pihak terkait, dengan menggunakan tolak ukur yang sama (tool, satuan, periode waktu) b. Evaluasi dari tiga sudut pandang, yaitu customer, Toyota, dan diri sendiri c. Evaluasi pula efek samping yang tidak diharapkan baik dalam bentuk Quality, cost, delivery, safety, dan lain-lain. d. Buat ringkasan tentang keuntungan yang diperoleh dari adanya improvement e. Bila hasil dari penanggulangan kurang memuaskan, periksa kembali rencana kerjanya.
8.
Standarisasi Proses yang Berhasil
Tetapkan proses yang berhasil sebagai sebuah preseden (teladan) baru dan buatlah menjadi standar sehingga orang lain dapat merasakan keberhasilan yang sama. Bagikan standarisasi proses dengan orang dan divisi lain (YOKOTEN) sehingga dapat men-support pembuatan dari organiasasi lainnya. Langkah-langkah yang ada, yaitu: a. Tetapkan keberhasilan sebagai standar yang baru (standarisasi) b. Sharing keberhasilan (YOKOTEN) c. Mulai melakukan KAIZEN selanjutnya KAIZEN ini merupakan proses meningkatkan level atau nilai output yang dihasilkan ketika bekerja keras untuk mencapai “ideal situation” .
3.2 Ergonomi Istilah ergonomika berasal dari kata ergonomics atau ergonomik, yang terdiri dari dua kata yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum), sehingga dapat didefiniskan studi tentang aspekaspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
14
engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi berkaitan juga dengan optimasi, efisiensi., kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Ergonomi ini disebut juga sebagai “Human Factors”. Pada perkembangannya ergonomika terdiri atas marko ergonomik, yaitu berkaitan pada interaksi semuanya dan mikro ergonomik, yaitu menilai atau mengamati satu demi satu, seperti manusianya, alatnya, tugasnya, dan lain-lain. Penerapan ergonomi pada umumnya seperti aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja, platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), jalan atau lorong, dan lain-lain. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk peraga visual. Hal ini dilakukan untuk mendaptkan optimasi, efisiensi kerja, dan hilangnya resiko kesehatan akibat metoda kerja yang kurang tepat. Tujuan ergonomi ini adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi dan membuat rasa aman, nyaman pada suatu desain yang ada. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi dengan demikian akan menurunkan jumlah karyawan yang tidak masuk kerja (absenteeism). Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi. Hal ini dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, antara lain memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman (comfort), nyaman (convenience) dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk (performance) kerja yang meyakinkan (Gempur, 2004). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja. Ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), maka dengan diterapkannya ergonomi diharapkan resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat berkurang dan insiden berbagai penyakit akibat kerja menurun. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari suatu pekerjaan seperti peningkatan kemudahan penggunaan sistem, penurunan kesalahan, dan peningkatan produktivitas. Bila berdasarkan dari segi reabilitas dan kualitas produksi, maka penerapan ergonomi diharapkan dapat mempertahankan kualitas produk. Berdasarkan segi psikologi, ergonomi diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan pengembangan pribadi. Ergonomi secara konkrit juga dapat meningkatkan kenyamanan, peningkatan keamanan, penurunan kelelahan dan stres kerja, serta kesempatan untuk pengembangan diri (Sulistomo, 2002).
3.3 Beban Kerja (Workload) Dalam melakukan pekerjaaan fisik manusia memerlukan energi, sehingga di dalam tubuh kita ada sistem yang dapat mengubah energi kimia yang ada pada makanan menjadi energi
15
mekanik dan panas. Apabila beban kerja yang diterima meningkat, maka berakibat kebutuhan energi juga meningkat sehingga konsumsi oksigen juga meningkat. Konsumsi oksigen yang meningkat ini berarti denyut jantung untuk menyalurkan oksigen keseluruh tubuh juga meningkat dan keringat yang dihasilkan juga meningkat ( Irfan Lubis, 1998). Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Menurut Permendagri no.12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Sedangkan menurut Komarruddin, Analisis Beban Kerja (ABK) adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dari sudut pandang ergonomik setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban kerja disini dapat berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, mendorong. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan berdasarkan pada empat parameter fisiologis, (Irfan Lubis, 1998), yaitu: 1. Konsumsi oksigen Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi adalah proses oksidasi, sehingga konsumsi oksigen dapat dihitung jumlah energi ekuivalennya. Konsumsi energi bersih pada tiap kegiatan dapat diketahui dengan mengurangi konsumsi energi total dengan energi untuk metabolisme basal. Perhitungan beban kerja fisik dengan mempergunakan konsumsi energi dapat memberikan hasil yang akurat. Kelemahan metode ini adalah besarnya alat ukur yang mengganggu pergerakan dalam bekerja 2. Laju paru-paru dan frekuensi pernapasan Laju paru-paru dan frekuensi pernapasan akan seimbang dengan konsumsi oksigen, sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernapasan dapat dihitung besarnya konsumsi oksigen dan pada akhirnya dapat dihitung pula besarnya beban kerja. 3. Denyut jantung Darah adalah pembawa bahan bakar untuk otot, maka peningkatan pengeluaran energi akan meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat diasosiasikan sebagai rendahnya konsumsi oksigen yang juga menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis. 4. Suhu tubuh Efisiensi maksimum dari penggunaan tenaga manusia untuk pengerjaan tenaga mekanis adalah 20% dan selebihnya dikeluarkan dalam bentuk panas. Suhu tubuh dapat dijadikan indikator pengukuran beban kerja fisik oleh tubuh, karena pada tiap peningkatan beban kerja maka suhu tubuh meningkat pula. Berdasarkan pengujian dengan mempergunakan empat parameter fisiologis diatas, maka tingkat beban kerja fisik dapat digolongkan dalam beberapa tingkat, seperti pada Tabel 2 dibawah ini:
16
Tabel 2. Tingkat beban kerja fisik berdasarkan Parameter Fisiologis (Sanders dan McCornick, 1987) Tingkat kerja Istirahart sangat ringan ringan sedang berat sangat berat luar biasa berat
Konsumsi energi dalam 8 jam (kkal) <720 768-1200 1200-2400 2400-3600 3600-4800 4800-6000 >6000
Konsumsi energi (kkal/menit) <1.5 1.6-2.5 2.5-5.0 5.0-7.5 7.5-10.0 10.0-12.5 >12.5
konsumsi okesigen (liter/menit) <0.3 0.32-0.5 0.5-1.0 1.0-1.5 1.5-2.0 2.0-2.5 >2.5
denyut (jantung/menit) 60-70 65-75 75-100 100-125 125-150 150-180 >180
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji beban kerja adalah melalui pengukuran denyut jantung. Dalam Pramana (2009), dikatakan bahwa untuk mempresentasikan beban kerja melalui denyut jantung terdapat dua terminologi beban kerja yang dijadikan acuan, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif merupakan besar total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktifitas, sedangkan beban kerja kualitatif merupakan suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan yang dirasakan oleh subjek. Terminologi beban kerja kuantitatif menggambarkan besaran terukur beban yang ditanggung subjek dalam melakukan suatu aktifitas, dimana dalam hal ini konsumsi energi kerja (energy cost). Dalam melakukan aktifitas sehari-hari manusia membutuhkan energi, dimana jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktifitas disebut Total Energy Cost (TEC). Nilai TEC ini merupakan penjumlahan Basal Metabolis Energy (BME) dan Work Energy Cost (WEC). Menurut Syuaib, dalam Pramana (2009), BME merupakan konsumsi energi yang dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia. Sedangkan WEC merupakan jumlah energi tambahan yang harus dikeluarkan oleh tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Dalam terminologi energi kerja, terdapat Total Energy Cost per weight (TEC’), yaitu nilai dari TEC dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seorang subjek saat berkatifitas atau melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu dihitung untuk memperoleh nilai Total Eergy Cost (TEC) pada masing-masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Perbandingan relatif yang dijadikan tolak ukur dalam pengkategorian beban kerja berdasarkan kualittif adalah Increase Ratio of Heart Rate (IRHR). IRHR ini merupakan perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktiiftas terhadap denyut jantung saat istirahat (Lovita, 2009). Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR dapat dilihat pada Tabel 3.
17
Tabel 3. Kategori kualitatif beban keerja berdasarkan IRHR
Kategori Ringan Sedang Berat Sangat Berat Luar biasa berat
Nilai IRHR 1.00 < IRHR < 1.25 1.25 < IRHR < 1.50 1.50 < IRHR < 1.75 1.75 < IRHR < 2.00 2.00 < IRHR
(sumber : Syuaib dalam Praman, 2009)
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Beban kerja Rodahl dan Manuaba dalam Lilis Dian, 2008 menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja seperti: a. Tugas-tugas yang dilakukan (bersifat fisik), seperti tata ruang kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja. Sedangkan yang berhubungan dengan mental seperti tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan. b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir (shift), kerja malam, sistem gaji. 2. Faktor internal Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatic (jenis kelamin, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan).
3.5 Dampak Beban Kerja Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan beban kerja terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulakn stress kerja (Manuaba, dalam Lilis 2008).
3.6 Metode Step Test Step test ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk kalibrasi denyut jantung. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya dapat dengan mudah mengatur selang beban kerja hanya dengan mengubah tinggi bangku dan intensitas langkah. Selain itu, metode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan sepeda ergonometer. Metode step test ini dapat digunakan dalam pengkalibrasian kurva denyut jantung saat bekerja dan denyut jantung sebelum bekerja. Dalam metode ini, faktor usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi merupakan faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur (Chairul Sholeh, 2011).
18
IV.
METODOLOGI
4.1 Deskripsi Kegiatan Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 20 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya mengikuti jam kerja karyawan, yaitu 8 jam kerja dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga 16.45 WIB dengan waktu istirahat selama 45 menit yaitu dari pukul 12.00 WIB hingga pukul 12.45 WIB. Kegiatan magang dilakukan 5 hari dalam seminggu dari hari Senin hingga hari Jum’at. Aspek yang dikaji dalam kegiatan magang ini terdiri dari aspek umum dan aspek khusus. Aspek umum meliputi malaksanakan proyek yang diberikan, yaitu berhubungan dengan pembuatan manual book untuk resin material dengan proses injection dan membuat A3 report dengan menggunakan prinsip TBP. Aspek khusus meliputi analisis beban kerja pada proses pembuatan crankcase di core making line, Casting Plant. Untuk pemenuhan tugas umum kegiatan magang dilaksanakan di Head Office (Purchasing Division/ Purchasing no.1 Department/ Buyer) PT. TMMIN, sedangkan untuk pemenuhan tugas khusus dilaksanakan di Casting Plant, Sunter II.
4.2 Metode Kerja Secara umum, metode yang digunakan untuk menjalankan aspek umum dan aspek khusus dalam kegiatan magang adalah :
4.2.1 Aspek Umun 1. Perkenalan dengan pimpinan dan staf perusahaan Untuk saling mengenal antar staf-staf perusahaan sebagai pihak yang membantu pelaksanaan magang ini dengan pelaksana kegiatan magang. 2. Observasi dan Pengambilan Data Observasi dilakukan untuk mengenal sistem kerja yang dilakukan di Purchasing dan untuk membantu dalam menyelesaikan project nantinya. Pengambilan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu : Genba, bertemu dengan supplier, diskusi dengan manager head, section head, buyer, dan engineering. 3. Perencanaan Improvement Permasalahan yang diperoleh dianalisis dan dicari pemecahannya dengan prinsip TBP. Pemecahan permasalahan mengacu pada perbaikan terhadap manajemen kerja, cara memperoleh cost reduction, tentang resin material, dan menemukan permasalahan yang kurang menjadi perhatian sebelumnya. 4. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas dari pekerjaan yang telah dilakukan selama ini dan terhadap hasil yang diperoleh dari manual book yang dibuat. Pada langkah ini hasil yang diperoleh akan dibahas kembali dan dicari pemecahannya.
19
5. Studi Pustaka Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur untuk mendukung data-data di lapangan dan sebagai bahan analisis.
4.2.1 Aspek Khusus 1.
Perkenalan dengan pimpinan dan staf yang terlibat Perkenalan ini dimaksudkan untuk menyampaikan tujuan dari pengambilan data ini dan persamaan persepsi sehingga dari kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan dari penelitian. Bagan alir pengukuran beban kerja mulai dari pengamatan pendahuluan hingga diperoleh hasil dan kesimpulan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Bagan alir pengukuran beban kerja 2. Pengamatan Pendahuluan Kegiatan ini sebelum penelitian dimulai, untuk menyesuaikan metode pengambilan data, mendapatkan gambaran kondisi kerja dan lingkungan kerja, dengan mengamati proses produksi, lama bekerja, dan lain-lain. Dari hasil pengamatan ini dipilih pekerjaan pada pembuatan
20
crankcase di line core making. Pemilihan didasarkan pertimbangan karena kondisi lingkungan yang panas, berdebu, operator sering berjalan untuk melakukan pengecekan mesin, dan terdapat kegiatan handling. Selain itu, juga dilakukan penentuan subjek pengukuran dan memberikan simulasi cara pemakaian alat HRM dan prosedur pengukuran beban kerja nantinya. 3.
Pengambilan data Pengambilan data beban kerja ini dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor (HRM) dan seluruh aktivitas yang dilakukan subjek dicatat di time sheet study (Lampiran 5). Time sheet study ini berfungsi untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan subjek selama pengukuran berlangsung sehingga dapat mempermudah dalam proses pengolahan data. Pengambilan data terdiri atas dua kegiatan, yaitu kalibrasi step test, pengukuran beban kerja fisik saat kerja. a.
Kalibrasi Step test Sebelum dilakukan pengukuran denyut jantung dilakukan kalibrasi denyut jantung pada setiap subjek pengukuran, dengan metode step test. Step test ini merupakan kegiatan turun naik bangku step test, dengan ketinggian bangku tertentu biasanya berkisar 25-35 cm, disini penulis menggunakan bangku step test setinggi 25 cm. Step test ini dilakukan dengan frekuensi 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Frekuensi step test ini akan dilakukan selama 3 menit dengan diselingi istirahat selama 5 menit. Bagan alir metode kalibrasi step test dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Bagan alir pengambilan data denyut jantung kalibrasi step test
21
Metode kalibrasi step test dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Metronome diatur pada kecepatan yang diinginkan 2) Siapkan alat pengukur denyut jantung dan pasang pada subjek pengukuran 3) Step test dilakukan sesuai irama dengan bunyi metronome 4) Kegiatan dilakukan pada frekuensi metronome yang berbeda (frekuensi 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit). 5) Ketentuan untuk menentukan nilai denyut jantung rata-rata baik saat KST ataupun kerja adalah sebagai berikut: a) Denyut jantung pada saat istirahat adalah denyut jantung rata-rata dari data stabil terendah, minimal enam data stabil. Data yang diambil adalah denyut jantung yang tidak berada pada menit-menit awal dan akhir. Hal ini dikarenakan pada menit awal dan akhir denyut jantung dikhawatirkan masih dipengaruhi oleh faktor psikologis b) Pada saat KST, data yang diambil adalah denyut jantung tertinggi pada menit-menit akhir. Data yang diambil diusahakan data stabil minimal enam data. Heart Rate Monitor (HRM) yang digunakan saat pengukuran dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Alat Heart Rate Monitor (HRM) yang digunakan
b.
Beban kerja saat aktivitas pembuatan crankcase Pegambilan data beban kerja dengan mengukur denyut jantung, yaitu disini pekerja di core crankcase 2TR dan 1TR. Perekaman data dimulai saat subjek step test hingga bekerja. Pengukuran beban kerja saat aktivitas pembuatan crakcase dilakukan dari pukul 07.30 – 16.00, dengan lama pengukuran aktivtas kerja selama 30 menit. Pengukuran denyut jantung pertama dilakukan pagi hari jam 07.30 selama 30 menit setelah itu subjek istirahat 5 menit. Pengulangan kedua dilakukan setelah hot time, yaitu waktu istirahat selama 10 menit yang ditetapkan perusahaan setelah bekerja selama 2.5 jam. Pengulangan kedua ini dilakukan pukul 09.30 selama 30 menit dan istirahat 5 menit. Pengulangan ketiga, pukul 12.30 selama 30 menit dan istirahat 5 menit. Pengulangan keempat, pukul 14.30 selama 30 menit dan diakhiri istirahat selama 5 menit. Bagan alir pengukuran kerja disajikan pada Gambar 10.
22
Gambar 10. Bagan alir pengambilan data denyut jantung saat aktifitas kerja
4.
Pengolahan data Pengolahan data diawali dengan menghitung nilai BME (Basal Metabolic Energy) untuk masing-masing subjek. Nilai BME ini dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan adalah dengan menghitung dimensi tubuh, ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh yang kemudian dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). BME ini diperoleh dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari table konversi BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh, dapat dilihat ada Tabel 4. Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan persamaa Du’Bois (Syuaib dalam Lovita 2009):
A = H 0.725 × W 0.25 × 0.007246
………………………………………………………(1)
Tabel 4. Tabel Konversi BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan Luas permukaan Tubuh (sumber: Numanjiru dalam Syuaib, 2003) 1/1000 m2 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
136 148 161 173 186 198 210 223 235
137 150 162 174 187 199 212 224 236
138 151 162 176 188 200 213 225 238
140 152 164 177 189 202 214 226 239
141 153 166 178 190 203 215 228 240
142 155 167 179 192 204 217 229 241
143 156 168 181 193 205 218 230 243
145 157 169 182 194 207 219 231 244
146 158 171 183 195 208 220 233 245
147 159 172 184 197 209 221 234 246
Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan HRM.Untuk perhitungan nilai HR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif dan valid. Normalisasi nilai HR dapat dilakukan dengan cara membandingan nilai HR saat istirahat dan nilai HR saat bekerja, yang dinamakan Increase of Heart Rate Monitor (IRHR). IRHR ini dapat dirumuskan:
23
IRHR =
HR work ………………………………………………………………………………(2) HR rest
Ket : HR work HR rest
= Denyut jntung saat melakukan pekerjaan (denyut/menit) = denyut jantung saat istirahat (denyut/menit)
Untuk mendapatkan Work Energy Cost (WEC), maka pertama kita harus mendapatkan nilai Work Energy Cost Step Test (WECST), yaitu nilai energi kerja yang digunakan saat melakukan step test. Irawan dalam Praman (2009), untuk perhitungan WECST dirumuskan dengan persamaan berikut : w× g × h× 2 f WEC ST = 4.2 × 1000 )
Ket : WECST w g h f
………………………………………………………………………...(3
= Work Energy Cost Step Test (kkal/menit) = berat badan (kg) = percepatan gravitasi (9.8 m/s2) = tinggi bangku step test (meter) = frekuensi step test (siklus/menit)
Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC pada saat melakukan aktifitas dapat dilakukan dengan cara membuat hubungan grafik korelasi antara WECST terhadap IRHR. Setiap subjek memiliki tiga data WECST karena subjek melakukan tiga kali step test. Titik ini nantinya akan membentuk korelasi linier antara WECST terhadap IRHR dan menghasilkan persamaan linier. Menurut Irawan dalam Pramana (2009) grafik korelasi WECST terhadap IRHR dapat diperoleh dengan bentuk umum:
Y = aX + b ………………………………………………..………………................................(4 ) Ket : Y X
= IRHR = WEC (kkal/menit)
Kemudian data-data tersebut dinormalisasi dengan menggunakan persamaan (2) sehingga dihasilkan nilai IRHR. Nilai IRHR yang diperoleh dimasukkan ke persamaan (4) sehingga nilai WEC kerja dapat diketahui. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan (TEC) dapat dihitung menggunakan data BME (Basal Metabolic Energy) dan WEC (Work Energy Cost).
TEC = WEC + BME ………………………………………………………………………. (5) Ket : WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) TEC = Total Energy Cost (kkal/menit) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)
24
Dalam terminologi kebutuhan energi kerja, terdapat istilah Total Energy Cost per weight (TEC’). TEC’ merupakan nilai dari TEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu dihitung untuk mengetahui nilai TEC masing-msing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Nilai TEC’ dapat dirumuskan sebagai berikut:
TEC ' =
TEC ……………………………………………………………………………. w
(6) Ket : TEC’ = TEC ternormalisasi (kkal/kg.menit) TEC = Total Energy Cost (kkl/menit) w = berat badan (kg) Skema rancangan percobaan yang akan dilaksanakan untuk pengambilan data di lapangan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Bagan rancangan percobaan pengambilan data di lapang Setelah diperoleh data dibuat rencana perbaikan yang mengacu pada hasil pengukuran yang telah dilakukan dan dianalisis. Kemudian diskusi dan analisis dari hasil pengukuran yang diperoleh.
25
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan Kegiatan Magang Kegiatan magang yang penulis lakukan merupakan bagian dari Toyota Internship Programme for University Students (IPUS), yaitu program magang yang diselenggarakan bekerja sama dengan pihak universitas atau institusi pendidikan. Selama magang penulis ditempatkan di divisi Purchasing (PuD), tugas dari divisi yaitu melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pembelian material produksi dan non-produksi (consumable) seperti bahan bakar untuk operasional mesin, oli, dan lain-lain. Kegiatan di divisi Purchasing juga selalu berhubungan dengan supplier, quality, delivery, dan safety supplier. Selama magang ini penulis membantu kegiatan di departemen Purchasing no.1 (buyer). Pada departemen Purchasing no.1 ini terdiri atas empat bagian, yaitu service part and component section, chassis and engine section, body and exterior section, dan interior and electrical section tempat penulis selama magang. Struktur organisasi dari divisi Purchasing dapat dilihat pada Lampiran 2. Bagi peserta magang IPUS diharuskan untuk menganalisis suatu masalah dan melakukan perbaikan untuk menanggulangi masalah tersebut dengan menggunakan Toyota Business Practice (TBP) dan hasil yang diperoleh akan dituangkan dalam bentuk A3 report. Tema yang penulis ambil dalam TBP ini adalah Cost Reduction Activity untuk kendaraan tipe IMV 4 (Kijang Innova) dan IMV 5 (Fortuner). Hal ini dikarenakan pada tahun 2011 divisi Purchasing memiliki target untuk bisa mendapatkan Cost Reduction (CR) sebesar 2.5 % dari current (keadaan sebenarnya), akan tetapi sampai saat ini bulan Mei 2011 target tersebut belum bisa tercapai. CR dilakukan untuk mengimbangi harga raw material yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, akan tetapi walaupun terjadi CR diharapkan tanpa mempengaruhi kualitas produk. Selain membuat A3 report, penulis juga diberikan project oleh departemen Purchasing (buyer) no.1, membuat manual book untuk resin material dengan proses injection. Hal ini dikarenakan resin material merupakan material yang cukup banyak digunakan untuk kendaraan. Pada manual book ini secara garis besar berisi informasi mengenai tipe resin material, proses injection, proses plating, perhitungan biaya, cara menentukan machine tonnage. Aktivitas yang penulis lakukan selama magang ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam penulisan A3 report format penulisan yang disajikan terdiri atas background, clarify the problem, breakdown analysis, setting target, root cause analysis, countermeasure, see countermeasure through, evaluation, standardization (Lampiran 4).
5.2 Aspek Umum (Analisis Masalah dengan Menggunakan Toyota Business Practice (TBP)) V.2.1 Background Latar belakang pemilihan tema Cost Reduction Activity dikarenakan rencana dari divisi Purchasing di tahun 2011 untuk bisa melakukan Cost Reduction (CR) sebesar 2.5 % dari current (kondisi sebenarnya) untuk kendaraan tipe IMV 4 dan IMV 5, hal ini disebabkan harga untuk
26
raw material mengalami peningkatan tiap tahunnya termasuk untuk tipe resin material, seperti dapat dilihat untuk beberapa material pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan harga raw material untuk kendaraan tipe IMV 4 dan IMV 5 Grade X660T LA880T LA880WT-BTWT11BK02 (Black) AZ564GTL-BT
TSOP1 TSOP5 PP2
TMMIN price US$/kg (OCT09-MAR10) (0ct10-Mar11) 2.08 2.01 1.97 1.90 2.093 2.03 1.8 1.66
Harga material yang meningkat ini tentu saja akan mempengaruhi manufacturing cost untuk pembuatan part (komponen) pada IMV 4 dan IMV 5 menjadi tinggi dan berarti berpengaruh besar terhadap keuntungan perusahaan. Selain manufacturing cost, equipment operating cost (energy cost, maintenance cost), labor cost (biaya untuk tenaga kerja) dan service division cost adalah hal yang mempengaruhi harga suatu part nantinya sehingga perlu untuk diperhatikan. Untuk bisa mendapatkan CR pertama dengan menganalisa berdasarkan section, kemudian berdasarkan supplier. Setelah itu, dapat diperoleh supplier mana yang CR-nya masih kurang. Untuk Toyota ini memiliki dua kategori supplier dalam pembuatan part, yaitu CPP (Central Purchasing Part) dan n-CPP (nonCentral Purchasing Part). Dalam hal aktivitas untuk mendapatkan CR, hanya bisa dilakukan untuk supplier n-CPP. Hal ini dikarenakan, untuk supplier n-CPP dapat ditentukan sendiri oleh buyer sehingga bisa dinegosiasi sedangkan untuk CPP ditentukan oleh TMAP.
5.2.2 Analisis Toyota Business Practices (TBP) a.
Clarify the problem (klarifikasi masalah)
Tujuan dari klarifiasi problem ini adalah membuat permasalahan menjadi jelas. Problem yang ada akan digambarkan dalam bentuk celah (gap) antara current situation (keadaan saat ini) dengan ideal situation (keadaan yang diharapkan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Clarify the problem
27
Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa problem yang ada termasuk jenis problem type setting, yaitu permasalahan yang ada muncul karena kondisi ideal yang ada diciptakan atau dibuat sendiri. Dimana divisi Purchasing menginginkan kondisi ideal di tahun 2011 CR bisa dilakukan sebesar 2.5 % dari current. Akan tetapi sampai bulan Mei 2011 divisi Purchasing baru berhasil mencapai CR sebesar 1.99% (Rp 83,854 milyar). Oleh karena itu, disini terdapat terdapat celah (gap) antara kondisi ideal dan kondisi saat ini, yaitu sebesar 0.51 % (Rp 21,350 milyar) CR yang harus dicapai. Tujuan (ultimate goal), yaitu untuk meningkatkan CR untuk menjadi harga yang terbaik di wilayah Asia. b.
Breakdown analysis
Langkah selanjutnya adalah breakdown problem (pemecahan masalah). Masalah atau gap yang ada antara kondisi ideal dengan kondisi saat ini dapat dikerucutkan dengan menganalisis berdasarkan section (bagian) yang ada untuk kendaraan, yaitu interior and electrical section, body and exterior section, chassis and engine section,dan service and component section. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Breakdwon problem langkah 1 Pada langkah breakdwon problem ini mencari potensi-potensi yang menjadi akar masalah, yaitu disini belum bisa terpenuhinya target CR sebesar 0.51% (Rp 21,350 M). Permasalahan dari target CR yang belum terpenuhi ini kemudian dicari potensi akar masalahnya, langkah pertama dipecahkan berdasarkan section (bagian). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa interior and electrical section merupakan section yang CR-nya masih kurang, yaitu sebesar 1.63 % (Rp 33,882 milyar). Besarnya CR yang belum bisa tercapai ini menyebabkan interior and electircal section menjadi akar permasalahan sehingga perlu dianalisis penyebabnya. Bagian interior ini memiliki komponen (part) yang lebih banyak dibandingkan lainnya (Gambar 14).
28
Gambar 14. Perbandingan bagian (section) berdasarkan komponen Interior dan electrical section dapat dijabarkan lagi lebih spesifik, langkah kedua pemecahan masalahnya berdasarkan raw material yang digunakan untuk bagian interior. Pada interior digunakan empat jenis material, yaitu resin material, seat, rubber, dan others. Dari keempat jenis material, seat yang paling banyak digunakan tetapi dalam pembuatan part (komponen) Toyota hanya men-supply dari satu (1) supplier, yaitu TBINA sehingga sulit untuk dilakukan CR. Selain itu, untuk TBINA target CR telah terpenuhi, balance (seimbang). Oleh karena itu, resin material dipilih menjadi akar masalah, selain merupakan material terbanyak kedua yang digunakan untuk interior, yaitu sekitar 6% dan supplier-nya banyak yang belum memenuhi target CR. Hal ini berarti prioritas penyelesaian berikutnya fokus pada resin material, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Breakdown analysis langkah kedua Akan tetapi resin material ini, cakupannya masih terlalu besar sebab interior part dari resin material dibuat oleh banyak supplier. Oleh karena itu, resin material dipecah lagi berdasarkan supplier. Pada Gambar 16, dapat dilihat target CR masih kurang dicapai untuk supplier Astar Otoparts sebesar Rp 168 M, Innoac Rp 791 M, dan Sugity Rp 3,605 M. Dalam
29
analisis berdasarkan TBP dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah berdasarkan nilai yang paling mempengaruhi dalam hal ini yaitu Sugity.
Gambar 16. breakdown problem langkah ketiga Supplier Sugity ini memiliki andil yang cukup besar dalam pembuatan part kendaraan tipe IMV4 (154 part name) dan IMV5 (19 part name). Part yang dibuat oleh Sugity ini kebanyakan melalui proses injection. Proses injection ini biasanya digunakan untuk material thermoplastic, karena material ini memiliki titik leleh yang rendah. Resin material disini akan meleleh ketika dipanaskan. Cetakan yang digunakan pada proses injection ini terbuat dari steel atau aluminium. Resin material yang digunakan oleh Sugity, terdiri atas beberapa tipe yaitu: 1. Polypropylene Polypropylene (PP) ini memiliki titik leleh yang cukup tinggi (190-2000C), sedangkan titik kristalisasinya antara 130-1350C. PP ini memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bahan kimia (chemical resistance) tetapi ketahanan terhadap benturan (impact strength) rendah. Polypropylene ini terbagi atas tiga jenis, yaitu: a. PP -1 PP -1 ini termasuk ke dalam jenis homopolymer karena hanya terbuat dari polypropylene. PP -1 ini memiliki sifat ketahanan benturan rendah (low impact), sehingga biasa digunakan pada part yang kecil dan hanya memiliki kapasitas yang kecil. Material ini biasanya digunakan di mesin. b. PP -2 PP-2 ini termasuk ke dalam co-polymer, karena terbuat dari campuran etilen dan propylene. PP-2 ini memiliki sifat ketahanan terhadap benturan sedang (medium impact),
30
contohnya digunakan seperti pada part Door trim (D/T), scuff plate, garnish, dan sebagainya. Biasanya material ini disimbolkan dengan “>PP/PE<”. c. PP -3 PP -3 ini termasuk ke dalam blok co-polymer, yang memiliki sifat high impact (ketahanan terhadap benturan tinggi). 2.
Acrylic Butadine Styrene (ABS) ABS ini merupakan salah satu produk thermoplastic. ABS ini terbuat dari campuran resin dan rubber (karet), karena memiliki kandungan butadine yang memudahkan penempalan material lain sehingga part yang terbuat dari material ABS ini dapat dicat. Pada ABS ini terdiri atas tiga monomer pembentuk, yaitu: a. Akrilonitril : bersifat tahan terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas. b. Butadiene : tahan terhadap benturan terhadap dan memiliki sifat liat (toughness). c. Styrene : menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses. Berbagai sifat lebih lanjut juga dapat diperoleh dengan penambahan aditif sehingga diperoleh grade ABS yang bersifat menghambat nyala api, transparan, tahan panas tinggi, tahan terhadap sinar UV, tahan bahan kimia - biaya proses rendah, liat, keras, kaku-dapat direkatkan, tahan korosi - dapat dielektroplating, dan dapat didesain menjadi berbagai bentuk, memberi kilap permukaan yang baik. Part yang biasanya terbuat dari material ABS ini seperti radiator grill, arm rest, emblem. 3. Toyota Super Olefin (TSOP) Resin material yang dibuat sendiri oleh Toyota, yang memiliki beberapa tingkatan dari TSOP1 – TSOP7, setiap tingkatan memiliki karakteristik yang berbeda, seperti: a. TSOP5 Memiliki sifat tahan terhadap sinar radiasi (UV) sehingga tidak akan mengalami peunturan. Material ini biasanya digunakan untuk part yang langsung terkena sinar matahari, seperti instrument panel, console box, dsb. b. TSOP7 Memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bentur (impact resistant), lentur, dan bisa dicat (plating). Material ini biasanya digunakan untuk bumper, karena part ini sangat rentan terhadap terjadinya tabrakan. 4. Polyacetal or Polyoxymethylene (POM) Memiliki sifat heat resistance, chemical resistance, tahan terhadap benturan, lentur. Material ini biasanya digunakan untuk bumper side. Selain itu, juga ada tipe resin material lain antara lain: 1. Polycarbonate (PC) Polycarbonate (PC) ini memiliki sifat ketahanan terhadap benturannya tinggi, tahan terhadap perubahan cuaca, tahan panas, mudah untuk diproses. Biasanya part yang terbuat dari material ini seperti lampu. 2.
Polyamide (PA) Polyamide atau biasa disebut nylon ini memiliki sifat memiliki kekuatan yang tinggi (high strength), chemical resistance, fatigue resistance. Biasanya material PA ini digunakan untuk part
31
yang keras seperti bracket handle. Untuk PA ini terdiri atas dua jenis, yaitu PA 6 (untuk hanger, seat shoulder belt) dan PA 66 (untuk pada lampu-stopper back door). 3. Polyethylene Memiliki sifat tahan terhadap panas dan rigidity (kekakuan), biasa digunakan untuk part outer mirror, plug hole. 4. Poly vinyl Chloride (PVC) Material ini biasanya digunakan untuk seat atau bagian sandaran dudukan.
Pada Sugity ini diketahui bahwa dalam pembuatan part-nya dilakukan dengan proses injection, yaitu melelehkan resin material kemudian material tersebut diinjek oleh screw injector melalui nozzle ke mold (cetakan), setelah itu molding unit menutup dan cavity akan menahan tekanan yang diberikan sedangkan core membentuk part. Sugity ini memiliki tiga pabrik (factory) yang berlokasi di Cibitung, dimana factory I untuk kegiatan assembly, factory II untuk resin injection dan resin painting, factory III untuk resin injection dan resin plating, dan factory IV untuk resin injection, parts assembly, parts packing. Dalam proses injection tekanan yang diberikan untuk membentuk part tergantung dari besarnya machine tonnage yang digunakan, disini Sugity memiliki beberapa machine tonnage, antara lain 80T, 150T (Thermosetting), 170T, 230T (electric injection), 350T, 650T, 1300T, 1600T, 2500T, dan 3500T. Toyota dalam penentuan harga part dipengaruhi oleh material cost (biaya material), process cost (biaya proses), Factory Over Head (FOH), dan depreciation. Untuk biaya material, terdiri atas harga raw material dan harga vendor-vendor. Harga raw material Sugity ini dapat dikatakan hampir mendekati dengan harga dari supplier lain dan bisa dikatakan relatif murah. Harga raw material yang berbeda antar supplier karena belum adanya centralisasi tempat pembelian raw material. Sedangkan untuk harga v-v ini sudah pasti dari supplier, tidak bisa dilakukan CR. Kemudian dari segi process cost, karena Sugity ini kegiatannya fokus pada proses injection yang berhubungan dengan machine tonnage, cycle time, dan weight (berat). Dari data yang ada untuk pembuatan part belum jelas mengapa untuk suatu part, seperti Garnish S/A back door outside yang menggunakan M/C Tonnage 350 T memiliki cycle time 1.02 menit lebih lama dibandingkan dengan scuff plate dengan M/C Tonnage 650T , cycle time 0.75 menit. Padahal M/C tonnage, cycle time, berat, dan surface treatment dalam setiap part yang dibuat sangat mempengaruhi produktifitas yang berkaitan dengan keuntungan perusahaan. Selain itu, disini belum ada informasi apakah ada hubungan antara M/C tonnage, cycle time, dan berat part. Kemudian dilihat dari FOH, yaitu penjumlahan biaya material dan biaya proses, termasuk juga perhitungan untuk pengiriman, pengemasan, tenaga kerja, listrik, air, dan sebagainya. Untuk PT TMMIN ini sendiri menetapkan sebesar 15 % dari total biaya material dan biaya proses, yang dirumuskan sebagai berikut:
FOH = (biaya material + biaya proses ) ×15% Depreciation ini merupakan biaya penyusutan, seperti mesin, jig, mold, dan sebagainya yang dirumuskan dengan: tooling price Investment + int erest . Depreciation = = tooling life time volume (quantity ) / M × 2 years
32
Untuk biaya depresiasi, telah terdapat kesepakatan antara supplier dengan Toyota ditetapkan selama 2 tahun. Karena Sugity dalam proses pembuatannya dengan proses injection, maka apabila terjadi kerusakan pada mesinnya hanya diganti bagian tertentu saja seperti mold (cetakannya) sehingga biaya perbaikan tidak terlalu besar. Dalam analisis yang dilakukan dengan TBP, maka dalam pemilihan prioritas didasarkan padahal hal yang paling mempengaruhi. Pada langkah ini dipilih prioritas penyelesaian pada manufacturing cost karena masih ada informasi aktual yang belum diperoleh baik dalam hal proses, material yang mempengaruhi CR nantinya.
Gmabar 17. Breakdown problem langkah keempat Langkah berikutnya dalam menganalisi penyebab kurang terpenuhi CR adalah dengan mengklarifikasi point of occurance dari problem yang ada. Point of occurance ini merupakan titik kejadian dimana problem itu terjadi, dalam hal ini berkaitan dengan business process yang terjadi pada proses pembelian di departemen Purchasing no.1 . Gambar skema dari business process yang juga merupakan point of occurance dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Skema Business process 1.
Request for Quuatation (RFQ)
Business process merupakan standar kerja yang telah ada di departemen Purchasing no.1, langkah pertama adalah Request for Quuatation (RFQ). RFQ ini merupakan permintaan yang berasal dari buyer kepada supplier yang berisi daftar part yang akan dibuat. Disini bukan merupakan point of occurance karena disini merupakan awal dari negosiasi antara buyer dan supplier. Pada langkah ini dalam menentukan harga supplier akan menganalisis drawing kemudian membuat rancangan biaya untuk membuat part yang diminta dan mengisi format quuatation. 2.
Quuatation diterima
Langkah berikutnya adalah quuatation diterima oleh buyer. Setelah supplier menyelesaikan rancangan biaya yang dibuatnya kemudian buyer akan menerima balasan
33
quuatation yang dikirimnya. Pada balasan ini nantinya berisi estimasi harga untuk daftar part yang diminta. Langkah ini tidak terdapat point of occurance yang menyebabkan kurang terpenuhinya target CR. 3.
Evaluasi harga
Langkah berikutnya adalah mengevaluasi quuatation yang telah diterima. Pada langkah ini buyer akan mengecek apakah harga yang diberikan sesuai dan juga membandingkan antara supplier satu dengan supplier lainnya. Pada langkah ini bukan menjadi point of occurance yang menyebabkan kurang terpenuhinya target, akan tetapi bisa menjadi langkah awal dari buyer untuk bisa mendapatkan CR atau kadai finding dan buyer disini harus jeli. Apabila terdapat kejanggalan dan dirasa harga yang diberikan kurang sesuai, maka untuk memastikannya bisa dengan cara Genchi Genbutsu (go and see) atau turun langsung ke lapangan. 4.
GENBA
Setelah buyer menganalisa secara detail harga yang diberikan, maka hal berikutnya yang seharusnya dilakukan oleh buyer adalah Genba. Genba ini merupakan kegiatan kunjungan ke pabrik untuk melihat secara langsung kejadian yang sebenarnya terjadi di lapangan. Oleh karena itu, dapat saling memberikan saran dan solusi antara kedua belah pihak untuk project yang akan dibuat nantinya. Akan tetapi pada kenyataannya buyer masih bisa dikatakan cukup jarang melakukan Genba, meskipun buyer ini sering melakukan kunjungan ke supplier untuk membahas project tetapi sering tidak diikuti dengan Genba karena kendala waktu yang sempit. Padahal Genba ini cukup membantu untuk mendapatkan CR, baik dari manufacturing, negosiasi biaya depresiasi, packing, delivery, dsb. Seperti informasi tentang manufacturing, M/C tonnage, cycle time, dan berat part disini belum ada informasi apakah ada hubungan antara ketiganya. Selain itu, apakah untuk part tertentu bisa diganti penggunaan raw material-nya dan belum adanya kumpulan data yang merekap semua ini. Informasi lebih lanjut tentang proses dan material yang mempengaruhi harga part masih belum jelas, sehingga masih banyak diperlukan informasi aktual yang dapat membantu mendapatkan CR ini salah satu satu caranya yang paling akurat dengan sering dilakukannya Genba dan benchmarking (studi banding), karena Genba masih kurang dilakukan maka point of occurance terdapat pada langkah Genba, seperti pada Gambar 19.
Gambar 19. Skema point of occurance dan problem to tackle
34
c.
Problem to tackle
Pada Gambar 20 setelah diperoleh point of occurance dari business of process, langkah selanjutnya adalah problem to tackle. Dari Genba diperoleh ternyata informasi buyer tentang material dan proses (manufacturing) dalam kaitan untuk mendapatkan CR masih kurang. Buyer masih kurang memiliki data aktual mengapa terjadi perbedaan harga raw material antar supplier. Selain itu, belum diketahuinya apakah ada hubungan antara tonnage yang digunakan dengan cycle time, weight, dan cost. Maka problem yang akan ditangani disini berdasarkan dari titik kejadian yang ada, yaitu buyer belum memliki informasi aktual baik tentang process cost dan material cost (manufacturing cost) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding. d.
Setting target
Setelah menemukan masalah yang ditangani, maka langkah berikutnya adalah menentukan target yang akan dicapai. Penentuan target ini digunakan pola SMART (Specific, Measurable, Achievable, Resonable, Time base). Target yang akan ditetapkan disini adalah semua informasi aktual tentang process cost, material cos (manufacturing) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding sudah diperoleh dan tersusun dalam sebuah buku panduan. Untuk skema dari setting target ini dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Skema setting target e.
Root cause analysis Langkah berikutnya adalah menganalisis akar permasalahan yang dapat menyebabkan masalah terjadi. Untuk menemukan akar masalah dilakukan pengecekan pada semua aspek (4M : Man, Method, Machine, Material). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Root cause analysis
35
Pada Gambar 21 diatas dapat dilihat dari faktor machine disini bukan menjadi topik analisis dan bukan termasuk root cause karena tidak mempengaruhi buyer dalam mendapatkan informasi aktual tentang material dan proses sehingga dapat diabaikan. Kemudian dilihat dari faktor material, data mengenai proses dan material masih mentah hanya berupa data yang ada saja dan apabila terjadi kejanggalan baru dilakukan pengecekan. Hal ini dikarenakan pekerjaan buyer cukup banyak dan tidak memiliki waktu untuk menyusun semua data yang berpotensi terjadi CR dan ini bukan menjadi topik analisis karena sulit diatasi sehingga bukan merupakan root cause. Kemudian dianalisis dari segi metode, yaitu belum adanya metode aktual untuk mendapatkan informasi yang mempengaruhi CR karena belum ada kumpulan data yang berhubungan dengan potensi terjadinya CR. Dari faktor man, dimana pengalaman atau informasi buyer masih kurang karena tidak adanya training untuk buyer baru, buyer baru langsung on the job development (bekerja sesuai tugasnya). Disini dari dua faktor yang memiliki alasan utama sama, yaitu metode dan man kedua faktor ini jika digabungkan dapat dikarenakan belum adanya manual book atau kumpulan informasi yang berisi ilmu tentang process cost, material cost (manufacturing) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding yang tersusun secara rapi atau manual book. Dalam hal ini dikarenakan target CR masih kurang untuk supplier Sugity, maka difokuskan pada pembahasan mengenai proses injection dan resin material. Dari breakdown problem yang menjadi prioritas penyelesaian masalah adalah buyer belum memliki informasi aktual baik tentang process cost dan material cost (manufacturing cost) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding (dalam hal ini tentang proses injection dan resin material). Dimana informasinya banyak diperoleh dengan cara Genba, Benchmarking, dan sharing dengan buyer, engineering, dan supplier. Kemudian pada analisis berikutnya ternyata didapatkan informasi tidak adanya buku panduan atau manual book yang berisi ilmu tentang process cost, material cost, dan yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding. Oleh karena itu, perlu dibuat manual book yang berisi informasi tentang proses dalam hal ini proses inejection dan material cost (resin material) untuk mempermudah dalam menemukan CR dan manufacturing. f. Countermeasure Langkah selanjutnya setelah diperoleh root cause adalah membuat countermeasures (penanggulangan). Untuk rencana penanggulangan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Countermeasures (penanggulangan)
36
Pada tabel 6 diatas dapat dilihat, rencanan penanggulangan masalah yang akan dilakukan, pertama memplejari tentang part name untuk model IMV dan posisi penempatan part tersebut, dengan mengetahuinya maka akan memudahkan untuk mengetahui tipe raw material apa yang tepat untuk digunakan part tersebut. Setelah itu, kemudian mempelajari tentang material yang digunakan, disini untuk material yang dipelajari lebih difokuskan pada resin material dan raw material yang dibuat sendiri oleh Toyota. Setelah mengetahui tentang material, kemudian mempelajari proses pembuatan part ini. Untuk proses pembuatan part ini lebih difokuskan pada proses injection, disini mempelajari mekanisme pembuatan part-nya, bagian-bagian dari mesin injection, dan juga memplejari proses plating untuk part. Setelah itu, mempelajari cara menentukan mesin tonnage dan perhitungan cost. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah besarnya tonnage yang digunakan untuk pembuatan suatu part dapat diganti, apakah tonnage berpengaruh dengan berat part-nya, cycle time, dan cost, sehingga bisa diperoleh CR dan kadai.
g.
See countermeasure through Langkah selanjutnya setelah dibuat rencana penanggulangan, yaitu pelaksanaan countermeasures sesuai rencana yang telah dibuat. Untuk dapat mengontrol sejauh mana pelaksanaan countermeasures dapat dibantu dengan menggunakan control chart, untuk table control-nya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. See countermeasures through Activity
Dimana
Kapan
Mempelajari material (resin material)
TMMIN
Apr
mempelajari proses injection
Supplier
4-Apr
memplejari proses plating
TMMIN Supplier
Genba (process, material)
Supplier
mempelajari cara menentukan mesin tonnage yang digunakan
Supplier
mempelajari cara perhitungan cost meghitung biaya plating
Bagaimana membaca buku bertemu supplier bertemu engineering
Evaluasi
Genba bertemu engineering
4Apr 20May 24Maret 31Maret
11-May
Genba Genba bertemu supplier, dikusi dengan departemen head dan section head
bertemu supplier, diskusi May- June dengan departemen head dan section head bertemu supplier dan Supplier 9-Jun diskusi dengan buyer TMMIN
h.
Evaluation Setelah semua tahap terlaksana dan semua informasi yang ada dituangkan dalam manual book, maka tahap berikutnya adalah evaluasi. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil total yang telah dicapai dari awal proses hingga akhir proses, dapat dilihat pada Tabel 8.
37
Tabel 8. Evaluasi proses Cost Reduction Sebelum penanggulangan
Setelah penanggulangan
tidak ada informasi mengenai material
telah ada informasi/panduan tentang material (yang digunakan, spesifikasi, sumber)
telah ada informasi/ panduan tentang proses (langkah pembuatan part tidak ada informasi dengan proses mengenai proses pembuatan part injection, menetukan mesin tonnage, cycle time, dan biaya) tidak ada standar cara menentukan CR dan kadai
Hasil evaluasi
semua data tentang material, proses,biaya,d an cara mendapatkan CR dan kadai telah tersusun
telah ada standar
a. Material diketahui bahwa untuk 1(satu) kendaraan digunakan resin material sebanyak 294.259 kg, urutan konsumsi resin material dari penggunaan terbanyak yaitu: 1. Polypropylene (PP) sebanyak 69.381 kg/pcs 2. TSOP 5 sebanyak 11.539 kg/pcs 3. TSOP 1sebanyak 10.366 kg/pcs 4. ABS sebanyak7.552 kg/pcs 5. POM sebanyak 0.8637 kg/pcs Sedangkan harga raw material yang berbeda disebabkan karena setiap supplier resin material memiliki source raw material yang berbeda-beda negara asalnya. Sulit untuk membuat supplier menggunakan source raw material yang sama karena belum adanya centralisasi dari Toyota sendiri untuk raw material yang digunakan.
RESIN MATERIAL CONSUMPTION OKTOBER 2010
CONSUMPTION (kg/pcs)
80 60 40 20 0
PP
TSOP- TSOPABS 5 1
POM
PVC
PC + ABS
ASA VITAX
PBT
PE
AES
PF
PA.66 PA.6
Series1 69.381 11.539 10.366 7.5519 0.8637 0.821 0.021 0.6766 0.3796 0.1266 0.087 0.084 0.066
0.01
RESIN MATERIAL
Gambar 22. Konsumsi resin material untuk kendaraan tipe IMV b.
Proses Pada mesin plastic injection biasanya dinyatakan dalam satuan ton frce atau biasa disebut ton. Kapasitas mesin injection bervariasi mulai dari yang kecil (sekitar 50 Ton) sampai dengan yang besar (sekitar 3000 Ton). Untuk Sugity ini dalam proses pembuatan part-nya memiliki mesin injection mulai dari 80T, 150T (Thermosetting), 170T, 230T (electric injection), 350T,
38
650T, 1300T, 1600T, 2500T, dan 3500T. Dalam menentukan besar machine tonnage yang digunakan dipengaruhi oleh ukuran part, tipe material yang digunakan, dan rata-rata pressure (tekanan) untuk tiap material, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: F P= A ………………………………………………………………………………………..(7) Dimana, P F A
: Average press material (kgf/cm2) : Tonnage machine (ton) : Projection area (cm2)
Contoh part dari resin material yang dibuat oleh Sugity ini:
Gambar 23. Scuff plate Contoh perhitungan untuk menentukan besar machine tonnage yang digunakan untuk membuat scuff plate sebagai berikut : Dari informasi drawing, diketahui part tersebut memiliki panjang 530 mm dan lebar 125 mm. Spesifikasi material yang akan digunakan adalah PP-2 dengan tipe TSM 5514G-2L / AZ564G. PP ini dipilih karena memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bahan kimia (chemical resistance) tetapi ketahanan terhadap benturan (impact strength) rendah. 1.
Pertama hitung luas part-nya dirumuskan sebagai berikut:
A = P × l = 530mm × 125mm = 66 250mm 2 = 662.5cm 2 2. Berdasarkan spesifikasi material yang digunakan, diperoleh average press (P), yaitu 400 kgf/cm2 (tergantung dari supplier). Sehingga untuk machine tonnage yang digunakan dapat dihitung dengan rumus:
F = P × A = 400kgf / cm 2 × 662.5cm 2 = 265 000kgf = 265 ton f 3.
Karena scuff plate ini memiliki dua posisi kanan-kiri, sehingga dikalikan dua, yaitu: F = 265 ton f × 2 = 530 ton f
Sehingga machine tonnage yang digunakan adalah 530 ton f, tetapi karena Sugity tidak memiliki M/C tonnage seberat itu maka digunakan M/C tonnage yang mendekatinya, yaitu 650 ton. Ini berarti daya tahan cavity juga 650 ton (clamping force) dan kekuatan injeksi juga 650 ton. Apabila menggunakan M/C tonnage kurang dari 530 ton, maka dapat menyebabkan terjadi short shots yaitu proses pengerasan resin material sebelum material tersebut mengisi rongga-rongga cetakan secara penuh akibat kurang tepatnya temperatur dan tekanan. Dalam pembuatan scuff plate dengan M/C tonnage 650 ton menggunakan cycle time 0.75 menit dengn berat scuff plate 0.2737 kg.
39
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari supplier untuk resin material, ternyata dapat diperoleh informasi bahwa semakin besar M/C tonnage yang digunakan maka semakin besar cycle time yang dibutuhkan, ini dapat dilihat pada Gambar 24, 25, 26, 27.
Gambar 24. Grafik hubugan M/C tonnage dan cycle time dari supplier Sugity
Gambar 25. Grafik hubungan M/C tonnage dan cycle time dari supplier Astra Otoparts
Gambar 26. Grafik hubugan M/C tonnage dan cycle time dari supplier Deloyde
Gambar 27. Grafik hubungan M/C Tonnage dan cycle time dari supplier Sanko register
40
Berdasarkan data yang diperoleh, diperoleh hubungan antara M/C Tonnage dan cycle time dan apabila ingin dilakukan peningkatan jumlah produksi salah satu faktor yang mempengaruhi adalah M/C Tonnage. Untuk dua contoh sample part, yaitu scuff plate dan Garnish S/A back door outside (Gambar 28) terdapat beberapa perbedaan. Hal ini dikarenakan pada scuff plate (pijakan), yang sering berhubungan dengan pintu dan rentan terhadap benturan dan chemical resistance sehingga material yang cocok adalah tipe PP. Sedangkan garnish back door yang terletak diluar (di bagian belakang mobil), sering terkena sinar matahari dan rentan terhadap perubahan cuaca sehingga raw material yang cocok digunakan adalah ABS4 (plat).
Gambar 28. Garnish S/A back door outside Selain itu, tonnage yang digunakan untuk scuff plate lebih besar dibandingkan garnish back door karena scuff plate memiliki luas permukaan yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan persamaan (7) bahwa semakin luas part maka semakin besar machine tonnage yang digunakan. Lebih lamanya cycle time untuk garnish S/A back door outside karena adanya proses plating dan juga dipengaruhi oleh temperature leleh untuk ABS cukup tinggi yaitu 180-2400C. Harga untuk garnish S/A back door outside jauh lebih mahal, pertama dikarenakan harga untuk biaya material seperti raw material ABS4 (plat), yaitu $2.5317 sedangkan PP $1.8000. Selain itu, biaya v-v untuk garnish back door lebih besar karena memiliki jumlah 8 (delapan) part name, yaitu protector back door (3), clip back door (4), bolt stud (1), bolt square (2), bolt (2), gasket (5). Untuk scuff plate apabila dalam proses pembuatannya menggunakan M/C Tonnage 550 ton f, yang dimiliki oleh Astra Otoparts dengan harga machine rate Rp 2,100/min maka harga untuk part tersebut menjadi: STRUCTURE 1. Material cost (Rp) 2. Process cost
CALCULATION METHOD = berat part × h arg a material = 0.2737 kg × USD 1.8000 × 9,690 = Rp 4774 M .rate × cyletime = [ Rp 2,100 / min × 0.75 min] + [ Rp 475 / min × 0.25 min] = Rp 1694
3.V-V
Rp 868
4. Factory Over Head
Rp 556 + Rp 210
Total price = Rp 8102 / pcs Cost reduction yang dapat diperoleh untuk part scuff plate apabila menggunakan M/C Tonnage 550 dari Astra Otoparts dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Cost Reduction Part name Scuff plate
M/C Tonnage 650 Rp 10,020 /pcs
M/C Tonnage 550 Rp 8,102/pcs
Cost Reduction Rp 1,918/pcs
% CR 19.14
41
Sedangkan untuk Garnish S/A back door outside yang diproduksi Sugity dengan spesifikasi : raw material ABS 4 (plat), dengn luas part 114.3 cm2 , perhitungan untuk menentukan mesin Tonnage berdasarkan persamaan (7) sebagai berikut: 1) Berdasarkan spesifikasi material yang digunakan, diperoleh average press (P) untuk ABS , yaitu 500 kgf/cm2 (tergantung dari supplier). Sehingga untuk machine tonnage yang digunakan dapat dihitung dengan rumus:
F = P × A = 500kgf / cm 2 × 114.3 cm 2 = 57,150 kgf = 57.15 ton f 2) Karena garnish S/A back door outside ini memiliki dua posisi kanan-kiri, sehingga dikalikan dua, yaitu: F = 57.15 ton f × 2 = 114.3 ton f Sehingga machine tonnage yang digunakan adalah 114.3 ton f, tetapi kenyataannya dalam pembuatan garnish S/A back doo outisde dengan M/C tonnage 350 ton menggunakan cycle time 1.02 menit dengn berat scuff plate 0.3263 kg. Apabila dalam proses pembuatannya menggunakan M/C Tonnage 170 ton f, yang besar tonnage tidak terlalu jauh dari hasil perhitungan sebelumnya maka harga untuk part tersebut menjadi: STRUCTURE
CALCULATION METHOD
Material cost
= berat part × h arg a material = 0.3432 kg × USD 2.1630 × 9,690 = Rp 7,193
Process cost
M .rate × cyletime = [ Rp 1,730 / min × 1.02 min] + [ Rp 475 / min × 3.42 min] = Rp 3,389
V-V
Rp 36,033
Factory Over Head
Rp 5,084 + Rp 1,017 + Rp 5, 084 + RP 9,151 Total price = Rp 66,951 / pcs
Perhitungan untuk biaya plating : STRUCTURE
CALCULATION METHOD
Area of plating
114.3 cm / pcs × 1.5 = 171.45 cm2 / pcs
Material cos t plating
= 171.45 cm 2 / pcs × 0.398 (nikel ) = 68.24 ¥/pcs × 106 = Rp 7,234/pcs
Process cost
2
1474.3 = 246 ¥/pcs × 106 = Rp 26,046/pcs 6
¥ 152/pcs × 106 = Rp 16,112 / pcs
Man Power (plating)
22 ¥/pcs ×106 = Rp 2,332/pcs
Hanger Cost
Total price plating = Rp 51,724 / pcs Cost reduction yang dapat diperoleh untuk Garnish S/A back door outside apabila menggunakan M/C Tonnage 170 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Cost Reduction Part name Garnish S/A B/D outside
M/C Tonnage 350 Rp 122,020 /pcs
M/C Tonnage 170 Rp 118,675/pcs
Cost Reduction Rp 3,345/pcs
% CR 2.74
42
Secara sederhana prinsip kerja dari mesin injection, yaitu: 1. Pertama raw material akan dikeringkan di dalam dryer Tujuan pengeringan ini untuk menguapkan uap air yang terdapat didalam pellet (menghindari cacat pada material dan cetakan akibat pemanasan dan tekanan yang tinggi saat memasuki cetakan) dan mempercepat proses pelelehan material. Penggunaan dryer tergantung dari kelembaban material,dapat dipengaruhi oleh kelembaban ruang produksi. Untuk beberapa material seperti PP (Polyproyplene) yang mengadung “Talc” biasanya tidak diperlukan pengeringan, karena “talc” berfungsi sebagai pengering (menolak uap air) sehingga menjaga material agar tetap kering. 2. Raw material yang telah kering masuk ke hopper 3. Dari hopper akan jatuh ke dalam screw, di dalam screw material akan dialirkan sesuai arah putaran poros. Dalam perjalan dari hopper ke nozzle akan terjadi pemanasan oleh barrel. Kemudian dengan tekanan screw akan ditekan melalui lubang kecil yang dinamakan nozzle. 4. Setelah melewati nozzle, akibat tekanan screw raw material akan mengalir mengisi ronggarongga cetakan sampai pada kondisi tidak mendapatkan tekanan lagi. 5. Setelah itu akan mengalami proses pemdinginan di dalam cetakan (mold), sehingga mengeras dan berubah fase menjadi padat, kemudian dikeluarkan dari mold . Bagian detail dari plastic mesin injection dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Bagian detail plastic injection machine
Sedangkan dalam proses injection ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Temperatur leleh dari raw material (melt temperature) 2. Batas tekanan (pressure limit) Apabila tekanan terlalu rendah maka raw material tidak akan keluar atau terinjeksi. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan terseburnya raw material dari dalam cetakan sehingga menyebabkan proses produksi tidak efisien. 3. Waktu tahan (holding time) yaitu, waktu yang diukur saat temperature leleh yang di-set telah berhasil melelehkan semuanya. 4. Waktu penekanan (holding pressure) yaitu, durasi yang diperlukan untuk memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh. Waktu penekanan ini bergantung pada besar kecilnya dimensi cetakan (mold) 5. Temperature cetakan (mold temperature)
43
yaitu, temperature pemanasan awal cetakan sebelum dituangi plastik material yang meleleh. 6. Kecepatan injeksi (injection rate) yaitu, kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesinmesin injeksi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini. 7. Ketebalan dinding cetakan (wall thickness) Semakin tebal dinding cetakan, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya cacat shrinkage. Oleh karena itu, langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan CR, yaitu: LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENDAPATKAN CR 1. Langkah yang disarankan a. Analisis biaya i.Cari biaya apa yang terbesar diantara part yang ada? ii.Bandingkan dengan part dari supplier lain yang sejenis b. Cari fungsi asli dari part tersebut Dengan diketahuinya fungsi asli part dapat ditentukan raw material yang tepat i. Apakah mungkin mengganti raw material ke grade yang lebih rendah (lebih murah) ii. Apakah mungkin dikurangi ketebalan (thickness) part c. Pecahkan masalah yang ada berdasarkan aspek-aspek yang mungkin Seperti design, metode manufacturing, tenaga kerja, biaya mold, dan lain-lain d. Rencana perbaikan i. Pemeriksaan untuk CR terhadap semua aspek yang mungkin termasuk material, bentuk. ii. Kembangkan teknologi atau teknik baru e. Evaluasi Adakan evaluasi mengenai hubungan antara biaya dan teknik, kualitas, produksi, pasar, dan lain-lain 2. Proses cost a. Cek berapa mesin tonnage yang sebaiknya digunakan b. Cek berapa lama mesin tersebut sudah digunakan. Apabila bukan mesin baru bisa negosiasikan harganya. c. Cek cycle time dengan cara mengambil beberapa sample part yang sedang dibuat d. Cek apakah cycle time atau mesin tonnage yang digunakan dapat diganti
44
5.3 Aspek Khusus (Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase di Core Making Line) 5.3.1 Pendahuluan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang peduli terhadap kesehatan dan keselamatan karyawan, serta setiap orang yang berada di lingkungan PT. TMMIN. Hal ini dapat dilihat dengan dibuatnya SHE patrol ( Safety, Health, Environment), yang dilakukan di lingkungan pabrik, yaitu di Sunter I, Sunter II, dan Karawang. Aktivitas ini dijalankan untuk memonitor kinerja di lapangan terutama mengungkapkan potensi-potensi bahaya yang muncul. Selain karyawan, setiap orang yang masuk di lingkungan PT TMMIN harus mematuhi prosedur-prosedur (safety rule), seperti berjalan di jalur hijau yang telah disediakan, dilarang menelpon atau sms dalam keadaan bekerja maupun berjalan, disaat menyebrang diharuskan menenggok kanan kiri terlebih dahulu. Safety di PT TMMIN ini dibedakan menjadi dua, yaitu safety pabrik dan safety supplier. Untuk safety pabrik selain safety rule yang harus dipatuhi, juga diharuskan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) setiap akan memasuki daerah produksi. Standar APD yang digunakan di pabrik dapat dilihat pada Gambar 30. Evaluasi safety yang dilakukan divisi SHE terbagi dua, yaitu management dan shop floor. Management ini berhubungan dengan orang atau siklus kerjanya, sedangkan shop floor berhubungan dengan lingkungan kerjanya.
Gambar 30. Standar APD saat memasuki daerah produksi Untuk shop floor (lingkungan kerja) PT. TMMIN telah memiliki banyak cara untuk menjaga keselamatan karyawannya, seperti dibuat jalur hijau untuk area berjalan, naik turun tangga sesuai arah, di daerah produksi dipisahkan terdapat area khusus forklift, dibuat cerobong penghisap debu di daerah produksi, lantai di dalam pabrik selalu dibersihkan setiap hot time, disetiap line produksi terdapat OASIS (kantor) untuk tempat karyawan berisitirahat. Sedangkan untuk safety management (berhubungan dengan orang atau siklus kerja) untuk di area pabrik, karyawan harus menggunakan APD saat memasuki area produksi, dalam satu hari kerja diberikan waktu istirahat 10 menit, yaitu jam 09.30, 14.00, 16.00, dan selama 45 menit untuk
45
istirahat siang, makan, sholat. Selain itu, dilakukan rolling tiap minggu antara pekerja shift pagi dan shift malam. Analisis beban kerja ini dipilih karena saat ini pengukuran beban kerja masih belum banyak dilakukan di industri manufacturing, apalagi di PT. TMMIN operator pabrik bekerja sambil berdiri berjam-jam. Selain itu, faktor lingkungan yang panas, berdebu, dan bising dapat mempengaruhi tingkat beban kerja. Pengukuran beban kerja ini dilakukan di Casting plant pada Core Making line, proses pembuatan crankcase. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui tingkat beban kerja dan membuat saran perbaikan pada proses tersebut. Crankcase ini merupakan rumah bagi crankshaft atau badan yang memegang semua bagian part secara bersama-sama, seperti core front, core rear, core water jacket. Untuk core crankcase ini terbuat dari pasir atau material sejenisya. Pengukuran beban kerja di core making line dilakukan pada dua jenis pekerjaan, yaitu crankcase 2TR dan crankcase 1TR. Pada pekerjaan tersebut terdapat perbedaan baik dari jumlah orang, dimana crankcase 2TR terdiri atas 2 (dua) operator sedangkan crankcase 1TR hanya 1(satu) operator dan spesifikasi produk berbeda (Tabel 11) tetapi dengan kondisi lingkungan yang sama. Layout core crankcase dan posisi ketiga operator tersebut disajikan pada Gambar 31. Tabel 11. Sepesifikasi produk
Gambar 31. Layout core crankcase
46
Setiap operator di core crankcase memiliki Tabel Standarisasi Kerja (TSK), yaitu instruki kerja yang menggambarkan dengan jelas kondisi pekerjaan di tempat tersebut yang sekaligus menggambarkan masing-masing proses kegiatan di dalam suatu tempat kerja. Langkah kerja dari setiap operator dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Standarisasi kerja operator
V.3.2 Kalibrasi subjek Pengukuran beban kerja pada crankcase 2TR terdiri atas empat subjek, dimana yang bekerja sebagai operator 1 adalah subjek A dan B, sedangkan operator 2 adalah subjek C dan subjek D. Untuk crankcase 1TR (operator 3) terdiri atas dua subjek pengukuran, yaitu subjek E dan subjek F. Pengukuran dimulai dengan mengukur karakterisitik subjek, meliputi tinggi badan dan berat badan. Data yang diperoleh ini digunakan untuk memperoleh nilai BME (Basal Metabolic Energy) dari pendekatan volume oksigen pada tubuh, dengan mengkonversi BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 4). Setelah itu dilakukan kalibrasi subjek untuk menormalisasi nilai denyut jantung melalui kegiatan step test, yaitu turun naik bangku step test dengan frekuensi berbeda-beda, disini digunakan frekuensi 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit dengan tinggi bangku
47
step test 25 cm. Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek A dan nilai BME subjek dari data antropometri, dapat dirumuskan sebagai berikut: Subjek A :
A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 A = (165) 0.725 × (60) 0.425 × 0.007246 = 1.67 m 2 VO2 = 207 liter / menit [Tabel.4] 214 × 5 × 1 BME = = 1.035 kkal / menit 1000
Untuk karakterisitik dan antopometri subjek lainnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik dan antropometri subjek
Subjek
Jenis kelamin
Usia (tahun)
A B C D E F
laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki
30 28 19 22 27 28
Berat badan Tinggi badan (kg) (cm) 60 60 59 60 65 65
165 173 164 171 165 172
Pekerjaan CC 2TR (o/p 1) CC 2TR (o/p 1) CC 2TR(o/p 2) CC 2TR(o/p 2) CC 1TR (o/p 3) CC 1TR (o/p 3)
Pengalaman Kerja (tahun) 8 8 1 1 7 8
A (m2)
VO2 (liter/menit)
BME (kkal/menit)
1.67 1.73 1.65 1.72 1.73 1.78
207 214 204 213 214 220
1.035 1.07 1.02 1.065 1.07 1.1
Data denyut jantung subjek saat step test yang telah tercatat dalam HRM kemudian dipindahkan dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik denyut jantung saat KST tercatat diawal pengukuran denyut jantung tinggi (Gambar 32, 33, 34) hal ini dikarenakan subjek telah mengalami beberapa kegiatan sebelum itu seperti berjalan dari tempat parkir atau loker ke OASIS, mengecek kondisi plant sebelum bekerja, dan subjek juga masih menyesuaikan dengan alat HRM. Dari grafik yang disajikan dibawah juga dapat dilihat terjadi peningkatan denyut jantung sesuai dengan meningkatnya frekuensi step test dan denyut jantung pada istirahat berikutnya juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan denyut jantung diawal istirahat. Hal ini dikarenakan pengaruh dari meningkatnya frekuensi step test, oleh karena itu untuk mendapatkan nilai IRHR saat step test dalam perhitungannya dilakukan perbandingan antara HR step test dengan HR saat istirahat awal. Hasil pengukuran denyut jantung KST subjek A yang bekerja sebagai operator 1 disajikan pada Gambar 32, subjek C yang bekerja sebagai operator 2 pada Gambar 33, dan subjek E yang bekerja sebagai operator 3 pada Gambar 34, sedangkan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada beban kerja fisik ini berhubungan dengan kegiatan yang menggunakan otot sebagai kegiatan sentral sehingga dapat menyebabkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh yang dapat dideteksi melalui perubahan konsumsi oksigen, denyut jantung, temperature tubuh, dan lain-lain biasanya hal ini berkaitan dengan tinggi badan dan berat badan subjek.
48
Gambar 32. Grafik hasil pengukuran HR kalibrasi step test subjek A (operator 1)
Gambar 33. Grafik hasil pengukuran HR kalibrasi step test subjek C (operator 2)
Gambar 34. Grafik hasil pengukuran HR kalibrasi step test subjek E (operator 3) Keterangan : R1 : istirahat 1 ST1 : step test 1(20 siklus/menit) R2 : istirahat 2 ST2 : step test 2 (25 siklus/menit) R3 : istirahat 3 ST3 : step test 3 (30 siklus/menit) R4 : istirahat 4 Untuk pengambilan data HR rest, dari data yang ada diambil minimal 6 data dengan nilai HR terkecil. Sedangkan untuk HR step test diambil minimal 6 data dengan nilai HR terbesar
49
tetapi bukan yang berada dimenit-menit akhir saat step test dikarenakan apabila di menit awal dan akhir data yang diperoleh masih tidak stabil. Untuk contoh perhitungan data HR rest, HR work, dan IRHR untuk Mr. A pada step test 20 siklus/menit, sebagai berikut: 72 + 72 + 72 + 72 + 72 + 72 + 71 + 71 + 71 + 71 + 71 + 71 + 71 + 71 + 7171 = 71.37 denyut / menit 16 107 + 107 + 107 + 107 + 107 + 107 + 107 + 108 + 108 + 108 + 108 + 108 + 108 + 108 = 107.5 denyut / menit HR step test = 14 HR step test 107.5 IRHR = = = 1.502 HR rest 71.57
HR rest =
Data HR rest dan HR step test subjek lainnya dengan tingkat frekuensi berbeda dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Data HR rest dan HR step test tiap subjek
SUBJEK A B C D E F
R1 72.53 73.54 71.57 70.05
ST1 107.5 107.5 106.6 107.75
HR (denyut jantung/menit) R2 ST2 R3 73.89 116.75 74.56 78.5 117.55 78.56 118.42 79.5 73.5 118.36 78.5 76.55
ST3 122.65 122 123.46 122.56
R4 84.43 84.5 84.07 79.45
70.57 70.54
108.83 108.6
72.29 75.54
118.69 118.8
124.93 125.4
83.4 78.5
76.64 76.5
Setelah data IRHR step test tiap subjek diperoleh, maka dapat dihitung jumlah energi yang dikeluarkan atau Work Energy Cost saat step test (WECst). Nilai WECst merupakan nilai konsumsi energi subjek untuk proses metabolisme tubuh dan melakukan kerja. WECst ini dipengaruhi oleh berat badan, tinggi bangku step test, frekuensi step test tersebut. Contoh perhitungan WECst untuk subjek A adalah sebagai berikut, sedangkan untuk nilai WECst subjek lainnya disajikan pada Tabel 15. f ST 1 = 20 siklus / menit f ST 2 = 25siklus / menit f ST 3 = 30 siklus / menit 60 × 9.8 × 0.25 × 2(20) = 1.4 kkal / menit 4.2 × 1000 = 1.75 kkal / menit = 2.1 kkal / menit
WEC ST 1 = WEC st 2 WEC st 3
Tabel 15. Nilai IRHR dan WEC tiap subjek saat step test
SUBJEK A B C D E F
ST1 (20 siklus/menit) WECST IRHR (kkal/menit) 1.482 1.400 1.462 1.400 1.489 1.377 1.538 1.400 1.542 1.517 1.540 1.517
ST 2 (25 siklus/menit) WECST IRHR (kkal/menit) 1.610 1.750 1.598 1.750 1.655 1.721 1.690 1.750 1.682 1.896 1.684 1.896
ST 3 (30 siklus/menit) WECST IRHR (kkal/menit) 1.691 2.100 1.659 2.100 1.725 2.065 1.750 2.100 1.770 2.275 1.778 2.275
50
Nilai IRHRst dan WECst yang ada kemudian dimasukkan ke dalam grafik yang membentuk hubungan linier. Grafik ini berfungsi untuk menghasilkan persamaan daya, dengan bentuk persamaan Y = ax + b. Persamaan daya ini diperoleh dengan cara memasukkan nilai IRHRst dan WECst subjek tiap frekuensi step test, dimana x adalah untuk WECst dan y adalah IRHRst. Setelah diperoleh persamaan daya, maka dapat diketahui nilai WEC saat kerja, dengan mengganti Y dengan nilai IRHR kerja sehingga nanti diperoleh nilai X atau WEC kerja. Grafik hubungan WECst dan IRHRst untuk subjek A dapat dilihat pada Gambar 35, subjek C pada Gambar 36, subjek E Gambar 37, dan untuk subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Gambar 35. Grafik korelasi IRHR dan WEC subjek A saat step test
Gambar 36. Grafik korelasi IRHR dan WEC subjek C saat step test
Gambar 37. Grafik korelasi IRHR dan WEC subjek E saat step test
51
Tabel 16. Persamaan daya tiap subjek
Subjek
Persamaan kalibrasi (y = IRHR ; x = WEC)
R2
A B C D E F
Y = 0.298 x + 1.071 Y = 0.281 x + 1.080 Y = 0.343 x + 1.032 Y = 0.302 x + 1.129 Y = 0.300 x + 1.094 Y = 0.314 x + 1.072
0.983 0.953 0.947 0.94 0.983 0.985
Dari persamaan daya yang ada pada Tabel 16. tiap subjek memiliki koefisien determinasi (R2) yang merupakan koefisien linier sebagai hubungan antara dua peubah acak X dan Y, yang memiliki nilai berkisar dari nol sampai dengan satu (0 < r < 1). Persamaan diatas juga menggambarkan kemampuan fisiologis (kemampuan cardiovaskuler dan serat otot) tiap subjek. Dari keenam subjek pengukuran di core crankcase, subjek C memiliki slope a yang lebih tinggi yaitu 0.343 dengan memiliki IRHR terbesar saat step test 1.725 dan WEC terbesar 2.065 kkal/menit. Sedangkan slope a terendah adalah subjek B yaitu 0.281 dengan nilai IRHR terbesar 1.659 dan WEC terbesar 2.100. Perbedaan slope ini menunjukkan perbedaan kenaikan IRHR terhadap beban kerja yang dirasakan.
5.3.3 Pengukuran Beban Kerja Saat Pembuatan Crankcase Setelah kalibrasi, pengukuran denyut jantung saat kerja dimulai. Pengukuran denyut jantung dilakukan setelah subjek menggunakan APD secara lengkap dan berada di posisi kerjanya. Pengukuran kerja dilakukan selama 30 menit diawal kerja. Pengukuran denyut jantung dilakukan sebanyak empat kali ulangan, yaitu pukul 07.30 (ulangan pertama), pukul 09.30 (ulangan kedua), pukul 12.30 (ulangan ketiga), dan pukul 14.30 (ulangan keempat). Dimana pada setiap ulangan selalu dimulai dengan kalibrasi step test dengan frekuensi 25 siklus/menit dan diakhir dengan istirahat selama 5 menit. Grafik denyut jantung saat kerja pada tiap subjek (tiap ulangannya) terjadi peningkatan denyut jantung. Seperti hasil pengkuran denyut jantung subjek A pada ulangan ke-2 dan ulangan ke-3 yang disajikan pada Gambar 38 dan 39.
Gambar 38. Hasil pengukuran denyut jantung subjek A ulangan ke-2 (bekerja sebagai o/p 1)
52
Gambar 39. Hasil pengkuran denyut jantung subjek A ulangan ke-3 (bekerja sebagai o/p 1) Dari hasil pengukuran terlihat perbedaan denyut jantung saat kerja antara subjek A dan subjek B yang bekerja sebagai operator 1 dengan subjek C dan subjek D yang bekerja sebagai operator 2. Dimana subjek A dan subjek B memiliki HR kerja lebih tinggi dibandingkan subjek C dan D, karena pada subjek A dan B waktu kerja yang dibutuhkan operator untuuk satu crankcase dari kegiatan membersihkan bari atau sirip crankcase sampai memindahkan crankcase ke meja setting adalah 1menit 19 detik dengan jeda waktu untuk crankcase berikutnya adalah 6 detik. Selain itu pada kedua subjek ini pada setiap awal produksi, atau pada waktu tertentu atau setelah hot time melakukan kegiatan pembersihan mesin die base mandril, cavity die, dan mengoperasikan mesin panel dengan total waktu selama 1menit 30 detik. Sedangkan untuk subjek C dan D waktu kerja yang dibutuhkan untuk satu crankcase adalah 1menit 5detik dengan waktu jeda untuk crankcase berikutnya adalah 26 detik. Grafik denyut jantung subjek D yang bekerja sebagai operator 2 pada ulangan ke-2 dan ke-3 dapat dilihat pada Gambar 40 dan 41.
Gambar 40. Hasil pengkuran denyut jantung subjek D ulangan ke-2 (bekerja sebagai o/p 2)
53
Gambar 41. Hasil pengkuran denyut jantung subjek D ulangan ke-3 (bekerja sebagai o/p 2) Pada operator crankcase 1TR (subjek E dan F) waktu kerja yang dibutuhkan satu produksi crankcase dari kegiatan membersihkan bari atau sirip sampai peletakkan crankcase ke dolly adalah 1menit 57 detik dan memiliki waktu jeda untuk crankcase berikutnya 10 detik. Selain itu, subjek E dan F juga melakukan kegiatan membersihkan mesin die base madril, cavity die, dan mengoperasikan mesin panel selama 1 menit 30detik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, walaupun pekerjaan yang dilakukan oleh operator 1 TR (subjek E dan F) merupakan gabungan pekerjaan dua operator crankcase 2TR, akan tetapi subjek A,B,C,D (operator CC 2TR) memiliki HR kerja lebih tinggi dari subjek E dan F (operator CC 1TR). Hal ini dikarenakan produksi untuk CC 2TR lebih banyak daripada CC 1TR, dapat dilihat selama pengukuran 30 menit untuk CC 2TR berhasil menghasilkan CC 2TR 4 dolly ( 20 pasang crankcase), sedangkan untuk CC 1TR. Data denyut jantung kerja dan IRHR kerja subjek A,B,C,D,E,F dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Data denyut jantung dan IRHR pekerja core crankcase SUBJEK
Hari / tanggal
A
Jum'at, 19 agst Jum'at, 8 Juli
B
selasa, 16 Agst 2011
C
selasa, 16 Agst 2011
D
selasa, 12 Juli 2011
E
kamis, 18 Agst 2011
F
Jum'at, 19 agst 2011
Jam
Ulangan
7:30 - 08:00 9:30 - 10:00 13:10 - 13:40 14:44 - 15:15 7:30 - 08:00 9:30 - 10:00 12:36 - 13:00 15:15 - 15:15 7:30 - 08:00 9:30 - 10:00 12:30 - 13:00 14:15 - 14:45 7:30 - 08:00 9:30 - 10:00 12:30 - 13:00 14:15 - 14:45 07:30 - 08:00 09:30 - 10:00 12:30 - 13:00 14:15 - 14:45 07:30 - 08:00 09:30 - 10:00 13:10 - 13:40 14:44 - 15:15
U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4
R1 72.53 72.54 74.53 75.43 73.54 74.56 74.47 76.53 71.57 71.55 71.55 71.53 70.05 71.47 71.45 72.56 70.57 70.46 71.4 71.53 70.54 71.31 71.7 72.42
ST1 107.5 105.7 104.71 105 107.5 107.45 105.09 104.4 106.6 103.3 103.85 103.71 107.75 102.64 103.5 102.6 108.83 102.44 103.44 104.4 108.6 103.44 103.44 103.45
Heart Rate (denyut jantung/menit) Kalibrasi R2 ST2 R3 ST3 R4 73.89 116.75 74.56 122.65 84.43 88.5 82.54 83.56 78.5 117.55 78.56 122 84.5 84.5 83.5 87.63 73.5 118.42 79.5 123.46 84.07 77.43 75.55 75.5 76.55 118.36 78.5 122.56 79.45 76.45 81.58 80.44 72.29 118.69 76.64 124.93 83.4 71.53 74.54 73.54 75.54 118.8 76.5 125.4 78.5 75.5 72.64 74.54
Kerja (W) 103 109 118 127 107 109 119 129 103 107 122 136 103 105 114 119 96 92 95 105 86 76 96 102
IRHR Tingkat Rerata Istirahat Kalibrasi Kerja (W) beban kerja IRHR kerja (R5) (ST) sedang 84.61 1.420 sedang 84.62 1.457 1.503 1.575 berat 86.61 1.443 1.627 berat 88 1.409 1.751 sedang 74.42 1.455 sedang 84 1.461 1.482 1.577 berat 84.49 1.409 1.618 berat 86.73 1.402 1.754 sedang 77 1.439 sedang 77.61 1.443 1.495 1.635 berat 84.48 1.451 1.705 84.48 1.449 1.900 sangat berat sedang 86.5 1.470 sedang 88.47 1.465 1.499 1.574 berat 86.54 1.448 1.627 berat 88.54 1.436 1.699 sedang 84.61 1.360 sedang 84.61 1.452 1.304 1.375 sedang 85.41 1.468 1.346 sedang 87.44 1.462 1.488 sedang 76.61 1.219 sedang 84.61 1.466 1.077 1.276 sedang 87.44 1.451 1.361 sedang 88.54 1.443 1.446
Setelah diperoleh data HR kerja dari tiap ulangannya dihitung nilai IRHR kerja, yang diperoleh dari perbandingan HR kerja dengan istirahat awal dalam hal ini istirahat awal saat sebelum melakukan kalibrasi, karena belum dipengaruhi oleh apapun. Untuk ulangan ke-1 (pukul 07.30 – 08.00) semua subjek A, B, D termasuk kategori tingkat beban kerja sedang, karena nilai IRHR kerja yang diperoleh masih berada disekitar 1.25 < IRHR < 1.50. Ulangan ke-2 (pukul 09.30 – 10.00) setelah istirahat hot time, yaitu istirahat selama 10 menit. Pada ulangan ke-2 semua subjek pengkuran mengalami peningkatan denyut jantung tetapi masih dalam golongan tingkat beban kerja sedang. Ulangan ke-3 (pukul 12.30 – 13.00) setelah istirahat selama 30 menit untuk makan siang dan sholat, disini terlihat terjadi peningkatan HR kerja yang cukup tinggi untuk pekerja di core crankcase. Dimana untuk pekerja di core crankcase 2TR. IRHR kerja semua subjek pengukuran mengalami peningkatan denyut jantung dan tingkat beban kerja berubah menjadi kategori berat. Ulangan ke-4 (pukul 14.30 – 15.00) terjadi peningkatan HR kerja yang cukup tinggi untuk semua subjek di core crankcase 2TR, subjek A, B, D memiliki HR kerja diatas 120 denyut/menit sehingga termasuk kategori beban kerja berat.
54
Pada subjek C,E,F yang pengukuran dilakukan saat bulan ramadhan diperoleh hasil untuk ulangan ke-1 (pukul 07.30 -08.00) termasuk kategori beban kerja sedang dengan nilai IRH berkisar 1.20 < IRHR < 1.45. Untuk ulangan ke-2 (pukul 09.30 – 10.00) termasuk kategori beban kerja sedang, sedangkan untuk ulangan ke-3 (pukul 12.30-13.00) untuk subjek C mengalami peningkatan denyut jantung sehingga menjadi kategori beban kerja berat dengan nilai IRHR 1.705 dan pada ulangan ke-4 (pukul 14.15 – 14.45) terjadi peningkatan denyut jantung kerja kerja mencapai 136 denyut jantung/menit dan termasuk kategori beban kerja sangat berat dengan nilai IRHR 1.900. Untuk subjek E dan F pada ulangan ke-2 (pukul 09.30 – 10.00) masih termasuk beban kerja sedang, untuk ulangan ke-3 dan ke-4 meskipun terjadi peningkatan denyut jantung tetapi masih termasuk kategori beban kerja sedang dengan nilai IRHR berkisar 1.35 < IRHR < 1.50. Untuk subjek E dan F ini pada ulangan ke-3 dan ke-4 juga terjadi peningkatan waktu kerja operator untuk satu crankcase menjadi 1 menit 27 detik lebih cepat dari pagi hari. Setelah diperoleh nilai IRHR kerja kemudian dapat diperoleh nilai WEC kerja, dengan menggunakan persamaan daya yang diperoleh dari KST. Caranya dengan mengganti Y dengan IRHR kerja sehingga diperoleh nilai X (WEC kerja). Selanjutnya dapat dihitung nilai konsumsi total energi kerja (TEC) dengan menjumlahkan nilai WEC kerja dengan BME. Nilai TEC dapat dinormalisasi dengan menghilangkan faktor berat badan, yaitu membandingkan nilai TEC dengan berat badan subjek sehingga diperoleh nilai konsumsi energi kerja total ternomalisasi (TEC’). Data konsumsi energi kerja operator di core crankcase 2TR dan 1TR dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Data konsumsi energi kerja operator core crankcase 2TR dan 1TR Subjek
Pekerjaan
A B C D E F
o/p 1 o/p 1 o/p 2 o/p 2 o/p 3 o/p 3 Rerata
berat badan 60 60 59 60 65 65
Rerata IRHR kerja 1.575 1.577 1.635 1.574 1.375 1.276 1.502
Beban kerja berat berat berat berat sedang sedang sedang
BME (kkal/menit) 1.035 1.070 1.020 1.065 1.070 1.100 1.060
WEC (kkal/menit) 1.691 1.769 1.758 1.473 0.937 0.650 1.380
TEC TEC' TEC' (kkal/menit) (kkal/kg.menit) (kal/kg.menit) 45.4333 2.726 0.045 47.3167 2.839 0.047 47.0847 2.778 0.047 42.3000 2.538 0.042 30.8769 2.007 0.031 26.9231 1.750 0.027 2.440 0.040 39.989
Berdasarkan Tabel 18. Dapat dilihat bahwa subjek B mengkonsumsi energi sangat tinggi, yaitu 47.3167 kal/kg.menit hal ini dikarenakan semakin banyak kebutuhan untuk aktivitas otot bagi suatu jenis pekerjaan, maka semakin banyak energi yang dikonsumsi. Hal ini dapat dilihat dari waktu kerja untuk operator 1, waktu kerja yang dibutuhkan untuk satu produk crankcase dari kegiatan membersihkan bari atau sirip crankcase sampai memindahkan crankcase ke meja setting adalah 1menit 19 detik dengan jeda waktu untuk crankcase berikutnya adalah 6 detik, sedangkan pada operator 2 waktu kerja yang dibutuhkan untuk satu crankcase 1 menit 30 detik, dengan waktu jeda untuk crankcase berikutnya lebih lama yaitu, 26 detik. Selain itu juga dapat dilihat dari jumlah crankcase yang dihasilkan selama pengukuran berlangsung, dimana untuk operator 1 ini sebanyak 4 dolly (20 pasang crankcase). Tingkat beban kerja ini tidak hanya bergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot. Oleh karena itu, meningkatnya denyut jantung ini dapat dikarenakan oleh temperature dan kelembaban udara sekeliling, tingginya pembebanan otot statis dan semakin sedikitnya otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja (Nurmianto, 2008).
55
VI.
SIMPULAN
Toyota Business Practice (TBP) merupakan cara untuk menerapkan Toyota Way secara jelas dipekerjaan sehari-hari dengan inti konsep adalah metode untuk pemecahan masalah. Toyota Business Practice ini terdiri atas 8 (delapan) langkah, yaitu problem clarification, breakdown analysis, setting target, root cause analysis, countermeasure, see countermeasure through, evaluation, standardization. Selama magang di divisi Purchasing, penulis mendapatkan proyek membuat manual book untuk resin material dengan proses injection. Resin material yang digunakan untuk kendaraan ini terdiri atas beberapa tipe, yaitu Polypropylene (PP), Acrylic Butadiene Styrene (ABS), Toyota Super Olefin (TSOP), Polycarbonate (PC), Polyamide (PA), Polyethylene (PE), Polycetal (POM). Dari beberapa material tersebut material tipe PP yang paling banyak digunakan untuk membuat part. Part dari resin material ini dibuat dengan proses injection. Selama magang penulis juga diharuskan membuat A3 report dengan menggunakan analisis Toyota Business Practice, tema dari A3 report adalah aktivitas Cost Reduction (CR) untuk model IMV 4 dan IMV 5. Aktivitas untuk mendapatkan CR ini dilakukan karena tahun 2011 divisi Purchasing memiliki target CR sebesar 2.5% dari current, sedangkan sampai bulan Mei 2011 ini CR baru diperoleh 1.99 % (Rp 83,853 M) untuk n-CPP. Oleh karena itu, diperoleh perbedaan antara kondisi saat ini dan kondisi ideal, yang dinamakan problem sebesar 0.51 % (Rp 21,350 M). Berdasarkan analisa menggunakan Toyota Business Practice, target CR kurang terpenuhi pada bagian interior dengan spesifikasi resin material dari supplier Sugity. Target CR kurang bisa terpenuhi dipengaruhi dua hal, yaitu material dan proses (manufacturing). Dari kegiatan analisis akar masalah, didapatkan akar masalah belum adanya buku panduan yang berisi informasi aktual mengenai material dan proses (manufacturing) yang mempengaruhi CR. Berdasarkan data-data dari quuatation, diperoleh hubungan antara M/C Tonnage dan cycle time dan apabila ingin dilakukan peningkatan jumlah produksi salah satu faktor yang mempengaruhi adalah M/C Tonnage, karena semakin besar mesin Tonnage yang digunakan maka semakin tinggi (lama) cycle time pembuatan part tersebut dan semakin kecil luas dari part maka semakin kecil tonnage yang digunakan. Dari dua sample part yang diambil, untuk scuff plate apabila menggunakan tonnage 550 T untuk pembuatannya maka dapat diperoleh CR Rp 1,918/pcs sedangkan untuk garnish S/A back door outside dapat diperoleh CR Rp 8,835/pcs apabila menggunakan mesin tonnage 170 T. Pada analisis beban kerja, pengukuran denyut jantung kerja untuk subjek A,B,D pada pukul 07.30 – 12.00 termasuk kategori beban kerja “sedang”, sedangkan pada pukul 12.30 – 16.00 kategori beban kerja “berat”. Pada pengukuran yang dilakukan saat bulan ramadhan untuk subjek C,E,F pada pukul 07.30 – 12.00 termasuk kategori beban kerja “sedang”, sedangkan pada pukul 12.30 – 16.00 kategori beban kerja “berat-sangat berat” untuk subjek C, tetapi untuk subjek E dan F masih termasuk kategori beban kerja “sedang”. Nilai konsumsi energi rata-rata untuk subjek A,B (o/p 1 CC 2TR) 46.3748 kal/kg.menit, subjek C,D (o/p 2 CC 2TR) 44.6923 kal/kg.menit, dan subjek E, F (o/p 3 CC 1TR) 28.9 kal.kg.menit. Terjadi peningkat denyut jantung ini dapat dikarenakan oleh temperature dan kelembaban udara sekeliling, tingginya pembebanan otot statis dan semakin sedikitnya otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja, kecepatan (jumlah produksi).
56
VII. REKOMENDASI 1. Untuk institusi Kegiatan magang sebagai pemenuhan tugas akhir untuk mahasiswa, memberikan pengaruh positif. Selain menambah pengetahuan mahasiswa juga memberikan pengalaman kerja yang akan dihadapi setelah lulus nanti. Oleh karena itu, diharapkan kegiatan magang ini dapat terus dilakukan untuk mahasiswa tingkat akhir.
2.
Untuk mahasiswa Ilmu yang diperoleh selama kuliah di departemen Teknik Mesin dan Biosistem (mayor Teknik Pertanian) ternyata berhubungan dan dapat diaplikasikan dengan industri otomotif atau manufacturing, sehingga untuk mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan ilmunya selama kuliah ke semua bidang jangan hanya terfokus pada bidang pertanian saja. Penelitian serupa terutama di industri manufacturing diharapkan dapat dilakukan lagi dengan line yang berbeda, karena pengukuran beban kerja masih amat jarang dilakukan.
3. Untuk perusahaan a. Perusahaan sebaiknya memberikan training terlebih dahulu bagi karyawan baru, terutama training sesuai dengan divisinya. b. Harga untuk raw material dan besarnya penggunaan mesin tonnage lebih diperhatikan lagi, karena berpotensi diperolehnya CR c. Sebaiknya dalam penentuan besarnya mesin tonnage dapat dinegosiasikan lagi dengan supplier agar penggunaan mesin tonnage tidak terlalu jauh dari perhitungan yang ada. d. Untuk membatu dalam menemukan CR dan menambah informasi, sebaiknya dibuat jadwal rutin untuk dilakukannya kegiatan Genchi Genbutsu dan Benchmarking. e. Antara operator 1 dan operator 2 di core crankcase 2TR perlu dilakukan rolling dua kali per hari untuk mengimbangi tingkat beban kerja. f. Untuk peletakkan selang sebagai alat untuk membersihkan mesin die diperhatikan jangan berselimpangan. g. Perlu dipasangkan kipas atau semacam hembusan angin di beberapa daerah yang sering operator berada.
57
DAFTAR PUSTAKA Fazriansyah, Muhammad. 2008. Analisis Beban Kerja Pada Proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT Aneka Inti Persada, Minamas Plantation, Teluk siak estate,Riau [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hasnan, Ahmad. Plastic Injection Prosess. www.oke.or.id [ 9May 2011] Irawan, Ludy Catur. Analisis Beban Kerja Pada Kegiatan Tebang dan Muat Tebu Secara Manual di PG. Bungamayang milik PTPN VII (persero), Lampung [skripsi] . Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor Liker, Jeffery K. dan Michael Houses. 2008. Toyota Ways. Amerika : The McGraw-Hill. Mc cormick, E.J. 1970. Human factors in engineering, McGraw Hill. United state of America. Mujiarto, Imam. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif, Traksi Vol. 3 No.2. AMNI : Semarang. Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi, Konsep Dasar, dan Aplikasinya (edisi kedua). Surabaya: Guna Widya. Polar. 2008. Polar accurex plus. www.polar-danmark.dkk [8 Agustus 2011]. Polar
personal trainer. September 2011]
https://www.polarpersonaltrainer.com/index.ftl?ses=unauth
[
23
Prihandini, Ratu Tania. 2008. Analisis Beban Kerja Fisik Pada Proses Pemanenan Tebu di PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa barat [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Prihatini, Lilis Dian. 2007. Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan. Purnomo, Hari. 2000. Pengaruh Kelembaban, Temperature Udara, dan Beban Kerja terhadap Kondisi Faal Tubuh Manusia, Logika Volume 4, Nomor 5. Fakultas Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia. Sholeh, Chairul. 2011. Analisis Beban Kerja pada Budidaya padi sawah (studi komparasi antara metode konvensional dan organik) [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Toyota Indonesia. 2010. Profil Toyota. http://www.toyota.astra.co.id/company/about/profile.html [ 13 Juni 2011]. Toyota Institute. 2005. Toyota Business Practices, Problem Solving (Basic) Ver 1.3. Jepang : Toyota Motor Corporation.
58
.
LAMPIRAN
59
Lampiran 1. Struktur organisasi perusahaan
60
Lampiran 2. Sturktur organisasi divisi Purchasing
61
Lampiran 3. Kegiatan yang dilakukan
62
Lampiran 4. A3 report
63
64
Lampiran 5. Time Sheet Study Time study Sheet Kegiatan Operator Nama subjek Jenis kelamin Tinggi /berat Usia Hari/tanggal Jam Cuaca Kegiatan :
: : : : : : :
code cm tahun
: /
suhu
:
kg
kebisingan :
65
Lampiran 6. Grafik denyut jantung saat kalibrasi step test
66
Lampiran 7. Grafik persamaan WECst dan IRHR
67
Lampiran 8. Grafik HR kerja operator crankcase
68
Lampiran 8 (lanjutan). Grafik HR kerja operator crankcase
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA PURCHASING DIVISION PURCHASING NO.1 DEPARTEMENT
Name : Aqmarina Indra Education : S1 Institut Pertanian Bogor(Teknik Mesin dan Biosistem) Departemen : Purchasing no.1
Checked
Prepared
A. Hatmadji
Wahyu SP
Aqmarina Indra
Theme: Cost Reduction Activity Date :
I. PERSONAL DETAIL
Approved
23
/
June
2011
/
Sheet Number
Internship Period : 21 March - 20 Jun 2011 Division : Purchasing
I. BACKGROUND Vehicle sales and production in domestic market will reach 1 million unit/years in 2014. At the same time, competition among Car Brands is getting more severe. Because of that Toyota keep trying to improvement, yet price of material often has increase. So division Purchasing make a plan to get cost reduction to balance impact cost up due to material cost increasing (maintain competitives cost)
II. Analysis Toyota Bisnis Practices Step 1 Clarify the Problem
Step 2 . Breakdown Analysis
< Ultimate Goal >
< By raw material>
< by supplier >
SEAT 13 %
TBINA 0.00%
to be the best cost in Asia region
< Point of occurance >
material cost
SGT: - 1.11 % (-Rp 3,605 B)
Achieve 2011 cost reduction : 2.5 % Rp 105,203 B
IR3 : -0.52% (-Rp 791 B)
Interior and electrical section - 1.63 % (- Rp 33, 822 B)
RESIN 6%
Buyer still no have actual information about material and process
depreciation
FTR:- 1.05 %(-Rp ( p 914 B)) RUBBER 4%
IRC:- 0.54 %(- Rp 398 B) ITG:- 0.5 % (-Rp 271 B)
Service and component section + 0.2 % (+ Rp 580 B)
IKP
: - 0.49%
OTHERS 1%
NITTO :0.00 % AMT : 0.00 %
< Machine >
Machine not influence to get information
< Methode >
< Material >
data that affect CR not enough (raw data)
no actual methode to get information that influence CR
buyer experience is low
no collection data which content with CR
no training for new buyer
ii. Apakah mungkin dikurangi ketebalan (thickness ) part
Buyer have many work and don't have time to arrange
c. Pecahkan masalah yang ada berdasarkan aspek-aspek yang mungkin Seperti design , metode manufacturing , tenaga kerja, biaya mold , dan lain-lain Rencana perbaikan
< Man >
i. Pemeriksaan untuk CR terhadap semua aspek yang mungkin termasuk material, bentuk. ii. Kembangkan teknologi atau teknik baru e. Evaluasi Adakan evaluasi mengenai hubungan antara biaya dan teknik, kualitas, produksi, pasar, dan lain-lain
no manual book
2. Cara untuk mengembangkan ide a. b.
Benchmarking atau studi banding Diskusi
c.
Genchi Genbutsu
3. Proses cost a. Cek berapa mesin tonnage yang sebaiknya digunakan
< Root Cause >
b. Cek berapa lama mesin tersebut sudah digunakan. Apabila bukan mesin baru bisa negosiasikan harganya. c. Cek cycle time dengan cara mengambil beberapa sample part yang sedang dibuat
< Countermeasures >
d. Cek apakah cycle time atau mesin tonnage yang digunakan dapat diganti e. Apakah mungkin coating suatu part tersebut dihilangkan
Step 7 Evaluation process and result
Before improvement
no information about material
no information about process make a part
no standarization to find CR
After countermeasures
Evaluation result
there is a information or guidance about material (specification material, consumption resin material, and source raw material) All data about material, process, cost, there is a information or guidance about process and how to get CR already (step to make part with arrange injection, how to determine machine tonnage, cycle time, and cost) there is a standarisasi
Activity
Dimana
Kapan
study material (resin material)
TMMIN
Apr
study process injection
Supplier
4-Apr
TMMIN study plating
Supplier
Genba (process, material)
Supplier
study how to determine machine tonage
Supplier
study calculation cost
TMMIN
study plating cost
Supplier
Bagaimana reading book meet supplier meet engineering
11-May
Masalah yang ditangani
item
Genba bertemu engineering
4Apr 20May 24Maret 31Maret
Evaluasi
Genba Genba meet supplier, discuss with supplier, departemen head and section head
meet supplier, discuss May- June with supplier, departemen head and section head meet supplier, discuss 9-Jun with supplier, departemen head and section head
Step 6 See Countermeasures Through
All actual information about process cost, material cost, and to find CR, kadai already checked, arrange in one manual book
man, metode
Root Cause
Countermeasures I
Apr II III IV
V
study about part in vehicle study about resin material Identification resin no training material consumption in material parts (no study about process manual (process injection and book) plating) study about calculationand determine machine tonnage study about cost Step 5 Develop Countermeasures
Schedule May I II III IV
V
I
June II III
Step 4 Root Cause Analysis
Analisis biaya i.Cari biaya apa yang terbesar diantara part yang ada?
ii.Bandingkan dengan part dari supplier lain yang sejenis b. Cari fungsi asli dari part tersebut Dengan diketahuinya fungsi asli part dapat ditentukan raw material yang tepat i. Apakah mungkin mengganti raw material ke grade yang lebih rendah (lebih murah)
d.
RFQ
DWA : 0.00%
1. Langkah yang disarankan a.
FOH
ICH: 0.99 % (Rp 745 )
Ch Chassis i and d engine i section ti - 0.11 % (- Rp 623 B)
Cost reduction achievement still : - 1.99 % Rp 83,853 B (non-CPP)
Quatation received
< Problem to Tackle >
DLD :1.29 % (Rp 1,196 B)
Body and exterior section + 1.03 % (+ Rp 12,515 B)
< Current Situation >
cost evaluation
cost
AOP : - 1.25% (-168 B)
< Problem >
Unachieve cost reeduction - 0.51 % Rp 21,350 B
GENBA
process
< Break Down>
< Ideal Situation >
Benchmarking Activity
Step 3 Target Setting
Contribution
Price approval