OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRAT–ASAM FUMARAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Tyas Ayu Puspita 038114132
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
i
OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRAT–ASAM FUMARAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Tyas Ayu Puspita 038114132
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
ii
Skripsi Berjudul
OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRAT–ASAM FUMARAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
Yang diajukan oleh : Tyas Ayu Puspita 038114132
Telah disetujui oleh
Pembimbing
Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. Tanggal ....................................
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRAT–ASAM FUMARAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL Oleh : Tyas Ayu Puspita NIM : 038114132 Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 17 Februari 2007 Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt. Pembimbing:
(Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.)
Panitia Penguji: 1. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.
.............................
2. Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt.
............................
3. Christine Patramurti, M.Si, Apt.
............................
iv
Kata Persembahan Pengetahuan yang sejati adalah... Ketika itu didasarkan pada takut akan Tuhan.. Ketika itu dapat membawa kemuliaan bagi DIA.. Ketika itu dapat berguna untuk memulihkan dunia.. Ketika itu dapat berguna untuk menolong sesama.. Segala pengetahuan di bumi suatu saat akan berlalu Namun satu hal yang pasti Selagi hal itu ada, ku tak kan henti tuk mengusahakannya Supaya lewat pengetahuan yang ada padaku Dunia boleh melihat kebesaran-Nya Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
Filipi 4 : 13 Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus yang selalu menyertaiku Bapak dan Mama yang tak henti mendukung setiap langkah hidupku De’ Nares dan Danu yang selalu menyayangiku Seseorang yang selalu ada menemaniku Teman dan Sahabat yang mewarnai hidupku Almamaterku
v
PRAKATA Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menganugerahkan segala kemurahan, kekuatan, dan penyertaanNya sehingga skripsi berjudul Optimasi Campuran Natrium sitrat–Asam Fumarat dan Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada: 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., Selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah banyak membantu dan mendampingi dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. 3. Ibu Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna. 4. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.
vi
5. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, S.Si., Apt., selaku dosen yang telah banyak memberi bimbingan, kritik, dan saran dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. 6. Dr. Sudibyo Martono, M.S., selaku dosen yang telah membantu dalam penyediaan bahan berupa kurkumin baku sintesis. 7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. dan Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Apt. yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama pengerjaan skripsi ini. 8. Made Dwi Rantiasih dan Lucia Esti Purwandari yang telah menjadi rekan sekerja dalam pengerjaan skripsi ini dari awal sampai akhir sekaligus sebagai teman dan sahabat yang selalu mendukung dan memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 9. Para laboran: Bapak Musrifin, Bapak Iswandi, Mas Agung, Mas Otok, Mas Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andri, serta Bapak Kiran, laboran Laboratorium Galenika Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, yang telah banyak membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.
Penulis
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, ............................. Penulis
Tyas Ayu Puspita
viii
INTISARI
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian tentang optimasi campuran asam berupa natrium sitrat dan asam fumarat, dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Sifat fisik granul effervescent yang diuji meliputi kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang optimum. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Hasil pengolahan data dengan desain faktorial menunjukkan hasil bahwa natrium bikarbonat merupakan faktor yang diprediksi dominan dalam menentukan kecepatan alir granul effervescent. Waktu larut granul effervescent diprediksi dominan dipengaruhi oleh faktor interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat. Sedangkan campuran asam antara natrium sitrat dan asam fumarat diprediksi berpengaruh dominan dalam menentukan kandungan lembab granul effervescent. Dari contour plot super imposed ditemukan area optimum kombinasi campuran asam dan natrium bikarbonat dengan sifat fisik granul effervescent yang dikehendaki dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
Kata kunci : natrium sitrat, asam fumarat, natrium bikarbonat, ekstrak rimpang temulawak, granul effervescent, desain faktorial.
ix
ABSTRACT
The research were about optimization of acid combination between natrium citrate and fumaric acid, and sodium bicarbonate as excipients in granules effervescent of tumeric extract. The aims of this research were to observe which effect of sodium citrate–fumaric acid, sodium bicarbonate, or their interaction that was dominant in determining physical properties of effervescent granules of tumeric extract. They were effervescent granules’s flow rate, dissolution time, and moisture content. This research was also aimed to find out the optimum composition area of effervescent granules of tumeric extract. This research was pure experimental research using design factorial method with two factors and two levels. The result of calculation data with design factorial shown that natrium bicarbonate was predicted as the dominant factor in determining effervescent granules’s flow rate. Dissolution time of effervescent granules predicted dominantly determined by interaction factor between acid combination and sodium bicarbonate. Acid combination between sodium citrate and fumaric acid was predicted dominantly determined effervescent granules’s moisture content. It was found out the optimum composition area from acid combination and sodium bicarbonate with desired physical properties in effervescent granules of tumeric extract.
Key words: sodium citrate, fumaric acid, sodium bicarbonate, tumeric extract, effervescent granules, factorial design.
x
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v PRAKATA....................................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... viii INTISARI......................................................................................................... ix ABSTRACT....................................................................................................... x DAFTAR ISI.................................................................................................... xi DAFTAR TABEL............................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1. Permasalahan ....................................................................................... 3 2. Keaslian Penelitian............................................................................... 4 3. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4 B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA............................................................... 6 A. Temulawak................................................................................................. 6 1. Nama tanaman...................................................................................... 6
xi
2. Uraian tanaman .................................................................................... 6 3. Khasiat ................................................................................................. 7 4. Kandungan kimia ................................................................................. 8 B. Maserasi ..................................................................................................... 8 C. Ekstrak ...................................................................................................... 9 D. Kurkumin ................................................................................................... 10 E. Granul Effervescent.................................................................................... 11 F. Bahan-bahan Pembuatan Granul Effervescent ........................................... 14 1. Sumber asam ........................................................................................ 14 2. Sumber karbonat .................................................................................. 15 3. Bahan pengisi ....................................................................................... 15 4. Bahan pengikat..................................................................................... 15 G. Pemerian Bahan ......................................................................................... 16 1. Natrium sitrat anhidrat ......................................................................... 16 2. Asam fumarat ....................................................................................... 16 3. Natrium bikarbonat .............................................................................. 16 4. Laktosa ................................................................................................. 17 5. Aspartam .............................................................................................. 18 6. Polivinilpirolidon (PVP) ...................................................................... 18 H. Sifat Fisik Granul ...................................................................................... 19 1. Sifat alir................................................................................................ 19 2. Kandungan lembab .............................................................................. 19 3. Waktu larut........................................................................................... 19
xii
I. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri.......................................... 19 J. Desain Faktorial ......................................................................................... 21 K. Landasan Teori........................................................................................... 23 L. Hipotesis..................................................................................................... 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 26 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 26 B. Variabel dan Definisi Variabel................................................................... 26 C. Definisi Operasional .................................................................................. 27 D. Bahan Penelitian......................................................................................... 29 E. Alat Penelitian............................................................................................ 29 F. Skema Kerja Penelitian .............................................................................. 30 G. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 31 1. Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ...... 31 2. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang temulawak ............... 31 3. Pembuatan serbuk rimpang temulawak ............................................... 31 4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak .............................................. 32 5. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak........................................ 32 6. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak ...................................... 35 7. Penentuan level rendah dan level tinggi natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat .......................... 35 8. Formulasi dan pembuatan granul effervescent..................................... 37 9. Pencampuran bahan ............................................................................. 37 10. Pembuatan granul effervescent............................................................. 37
xiii
11. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent .......................................... 38 12. Penentuan rumus dan contour plot sifat fisik granul effervescent ....... 39 H. Analisis Hasil ............................................................................................. 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 40 A. Hasil Determinasi Simplisia Temulawak................................................... 40 B. Penyiapan dan Pembuatan Serbuk Simplisia rimpang Temulawak........... 40 C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak........................................ 42 D. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak ...................................... 44 1. Pemeriksaan organoleptis .................................................................... 45 2. Uji daya lekat ....................................................................................... 45 3. Uji viskositas........................................................................................ 46 4. Uji kandungan lembab ......................................................................... 46 5. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri .................................... 48 6. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri .................................. 51 E. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent ......................................... 54 F. Uji Sifat Fisik Granul Effervescent ............................................................ 58 1. Kecepatan alir ...................................................................................... 59 2. Waktu larut........................................................................................... 62 3. Kandungan lembab .............................................................................. 65 G. Optimasi Formula Granul Effervescent...................................................... 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 74 A. Kesimpulan ................................................................................................ 74 B. Saran........................................................................................................... 74
xiv
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 LAMPIRAN..................................................................................................... 78 BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 104
xv
DAFTAR TABEL I.
Notasi Formula Desain Faktorial ...................................................... 22
II.
Jumlah natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat untuk masing-masing formula granul effervescent ........................... 36
III.
Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ................ 37
IV.
Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak ............................ 44
V.
Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak........... 45
VI.
Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri .......................... 51
VII.
Hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku ............................................................ 52
VIII.
Hasil perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin ................. 53
IX.
Hasil uji sifat fisik granul effervescent.............................................. 59
X.
Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent ........ 59
XI.
Hasil perhitungan perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin................................................................ 81
XII.
Data uji viskositas ekstrak rimpang temulawak................................ 82
XIII.
Data uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak ............................... 83
XIV.
Data uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ................. 83
XV.
Kadar kurkumin dalam sampel ......................................................... 84
XVI.
Data uji kecepatan alir granul effervescent ....................................... 91
XVII.
Nilai respon kecepatan alir masing-masing formula......................... 91
XVIII.
Nilai efek terhadap kecepatan alir granul effervescent ..................... 92
xvi
XIX.
Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir ............................... 92
XX.
Data uji waktu larut granul effervescent............................................ 94
XXI.
Nilai respon waktu larut masing-masing formula............................. 95
XXII.
Nilai efek terhadap waktu larut granul effervescent.......................... 95
XXIII.
Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut.................................... 96
XXIV.
Data uji kandungan lembab granul effervescent ............................... 98
XXV.
Nilai respon kandungan lembab masing-masing formula................. 98
XXVI.
Nilai efek terhadap kandungan lembab granul effervescent ............. 99
XXVII. Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab ....................... 99
xvii
DAFTAR GAMBAR 1. 1,7-Bis-(4-hydroxy-3-methoxy-phenyl)-hepta-1,6-diene-3,5-dione atau kurkumin ............................................................................................ 10 2. Skema kerja penelitian ............................................................................... 30 3. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi sinar UV 254 nm ........................................................................................ 49 4. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi sinar UV 365 nm ........................................................................................ 50 5. Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin ............................................... 52 6. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku ....................................... 53 7. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent .............................................................. 60 8. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent .................................................................. 64 9. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul effervescent ...................................................... 66 10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent......................................... 70 11. Contour plot waktu larut granul effervescent............................................. 71 12. Contour plot kandungan lembab granul effervescent................................. 72
xviii
13. Contour plot super imposed sifat fisik granul effervescent........................ 73 14. Foto tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ........................ 78 15. Foto rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)......................... 78 16. Kromatogram kurva baku .......................................................................... 80 17. Foto ekstrak rimpang temulawak ............................................................... 82 18. Kromatogram sampel ................................................................................. 85 19. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ....................................... 102 20. Contoh hasil larutan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ...... 102
xix
DAFTAR LAMPIRAN 1. Foto tanaman dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 78 2. Data kurva baku larutan kurkumin baku.................................................... 79 3. Data perhitungan nilai recovery dan koefisien variasi............................... 81 4. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak.............................................. 82 5. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak ............................................ 86 6. Perhitungan level natrium sitrat-asam fumarat dan natrium bikarbonat.... 87 7. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.................. 91 8. Surat pengesahan determinasi .................................................................... 103
xx
1
1, 6, 27 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional di masyarakat bukan merupakan hal yang baru. Obat tradisional mulai muncul dan berkembang sejak jaman nenek moyang. Obat tradisional merupakan potensi dalam perkembangan dunia kefarmasian khususnya di Indonesia, namun sampai saat ini penggunaan obat tradisional masih terbatas khususnya dalam bidang bentuk sediaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang formulasi obat mendorong pengembangan obat tradisional dalam hal bentuk sediaan. Pengembangan formulasi obat dari bahan alam dapat menghasilkan suatu bentuk sediaan obat yang aman, berkhasiat, dan mudah diterima oleh masyarakat. Penelitian tentang pengembangan bentuk sediaan obat tradisional telah banyak dilakukan. Natalia (2006) telah melakukan penelitian tentang Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah. Dalam penelitian tersebut, dilakukan pengembangan formulasi ekstrak rimpang temulawak menjadi suatu bentuk sediaan granul effervescent karena hal ini dirasa penting mengingat temulawak memiliki khasiat dan kegunaan yang sangat beragam, salah satunya yaitu merangsang penciutan volume kandung empedu. Pemilihan bentuk sediaan effervescent didasarkan pada kelebihan bentuk sediaan ini. Penggunaan sediaan effervescent memungkinkan penyiapan larutan dalam
1
2
waktu seketika yang mengandung dosis obat yang tepat, selain itu rasa menyegarkan akibat CO2 yang dihasilkan dari reaksi effervescent merupakan keunggulan sediaan ini. Dalam penelitian tersebut telah dilakukan optimasi terhadap kombinasi sumber asam yaitu natrium sitrat dan asam fumarat sebagai eksipien granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Kandungan asam dan basa karbonat dalam sediaan effervescent sangatlah penting mengingat fungsinya yang terkait dengan kecepatan larut sediaan effervescent sebelum dikonsumsi. Asam dan basa karbonat dalam sediaan effervescent dengan adanya air akan bereaksi menghasilkan gas CO2 yang berfungsi dalam disintegrasi. Mengingat pentingnya kedua jenis eksipien tersebut, bukan hanya sumber asam saja namun juga sumber karbonat, maka perlu dilakukan optimasi terhadap campuran sumber asam dan sumber karbonat dalam pembuatan granul effervescent. Komposisi sumber asam dan sumber karbonat yang optimum akan menghasilkan granul effervescent dengan kualitas yang dikehendaki. Granul effervescent yang dihasilkan diharapkan memenuhi persyaratan uji sifat fisik seperti kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab granul effervescent. Dalam penelitian ini optimasi dilakukan terhadap campuran natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul effervescent. Sumber asam yang digunakan dalam penelitian merupakan kombinasi dari natrium sitrat dan asam fumarat karena dalam pembuatan granul effervescent dengan menggunakan satu jenis asam saja akan menimbulkan kesukaran. Apabila natrium sitrat saja yang digunakan maka akan menghasilkan
3
campuran yang lekat dan sukar menjadi granul. Selain itu granul effervescent yang dihasilkan tidak akan stabil karena mudah terjadi reaksi effervescent dini. Hal ini disebabkan sifat higroskopis dari natrium sitrat. Oleh karena itu dengan kombinasi kedua sumber asam ini diharapkan dapat dihasilkan granul effervescent yang stabil dan mudah larut dalam air. Sumber karbonat yang dipilih dalam penelitian ini adalah natrium bikarbonat karena merupakan sumber karbondioksida utama dalam sistem effervescent (Mohrle, 1980). Optimasi formula dilakukan dengan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Area komposisi formula granul effervescent yang optimum dapat diketahui lewat contour plot super imposed. Selain itu juga dapat diketahui efek yang dominan antara natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. 1. Permasalahan Permasalahan yang akan diteliti adalah: a. efek manakah yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, campuran natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya? b. apakah ditemukan area komposisi formula campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum dengan sifat fisik granul yang dikehendaki pada contour plot super imposed dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak?
4
2. Keaslian Penelitian Penelitian tentang penggunaan ekstrak rimpang temulawak dalam granul effervescent telah dilakukan. Natalia (2006) telah melakukan penelitian tentang Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah. Penelitian lain terkait penggunaan ekstrak rimpang temulawak dalam sediaan effervescent juga telah dilakukan oleh Anggraeni (2005) mengenai Optimasi
Formula
Tablet
Effervescent
Ekstrak
Temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Secara Granulasi Basah: Aplikasi Desain Faktorial. Optimasi Campuran Natrium Sitrat– Asam Fumarat dan Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial belum pernah dilakukan. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penggunaan campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. b. Manfaat Praktis Menghasilkan sediaan berupa granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang berkhasiat, mudah digunakan, praktis, dan dapat diterima oleh masyarakat.
5
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. mengetahui efek natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. b. menentukan area komposisi formula campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum pada contour plot super imposed dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Temulawak 1. Nama tanaman a. Nama tanaman: Curcuma xanthorrhiza Roxb. b. Sinonim: C. zerumbed majus Rumph. c. Nama daerah: temulawak (Sumatera); koneng gede, temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak (Jawa); temolabak (Madura); tommo (Bali); tommon (Sulawesi Selatan); karbanga (Ternate). d. Nama asing: Kiang huang (China), harida, haldi (IP), halud (Bengali), kurkum (Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tanil), kunong-huyung (Indochina). e. Nama simplisia: Curcumae Rhizoma (rimpang temulawak) (Dalimartha, 2000). 2. Uraian tanaman Terna tahunan (perennial) ini tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, berwarna hijau, pada sisi kiri dan kanan ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah keunguan. Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu yang bunganya keluar langsung dari rimpang yang panjangnya mencapai 40-60 cm. Bunga majemuk berbentuk bulir,
6
7
bulat panjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Mahkota bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu pada sore hari. Sejauh ini, temulawak belum pernah dilaporkan menghasilkan buah atau biji. Rimpang dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk bentuknya jorong atau gelondong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya ke arah samping, bentuknya bermacam-macam, dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil (Dalimartha, 2000). 3. Khasiat Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik. Rimpang temulawak digunakan juga digunakan untuk pengobatan radang hati (hepatitis), sakit kuning (jaundice), radang ginjal, radang kronis kandung empedu (kolesistitis kronik), meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut kembung, tidak nafsu makan (anoreksia) akibat kekurangan cairan empedu, demam, pegal linu, rematik, memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit, diare, batu empedu (kolelitiasis), kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia), haid tidak lancar, flek hitam di wajah, jerawat, wasir, dan produksi ASI sedikit (Dalimartha, 2000).
8
4. Kandungan kimia Temulawak mengandung fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlah bervariasi antara 4854% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh maka kadar patinya semakin rendah dan kadar minyak atsirinya semakin tinggi (Dalimartha, 2000). Kurkuminoid dalam temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Rimpang temulawak mengandung 1,6-2,2% kurkumin (Karden, 2003).
B. Maserasi Istilah maserasi berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya ”merendam” (Ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar (Anonim, 1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.
9
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986). Proses perkolasi memerlukan keterampilan operator yang lebih banyak daripada proses maserasi dan dari kedua proses, perkolasi mungkin lebih mahal dalam pelaksanaannya, karena memerlukan peralatan yang khusus dan waktu yang lebih banyak diperlukan oleh operator (Ansel, 1989). Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling banyak digunakan. Keuntungan maserasi dibandingkan dengan perkolasi dan ekstraksi countercurrent adalah sampel yang kecil dapat disiapkan dengan cara yang sama dengan batch produksi dan teknis. Namun kerugian metode ini yaitu bahwa proses ini tidak sepenuhnya dapat mengekstraksi senyawa (List dan Schmidt, 1989).
C. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim, 1979). Pada ekstrak tumbuhan jika bahan pengekstraksinya sebagian atau seluruhnya diuapkan, maka diperoleh ekstrak, yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi: 1. ekstrak encer (extractum tenue): sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang. 2. ekstrak kental (extractum spissum): sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sekitar 30%.
10
3. ekstrak kering (extractum siccum): sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya terbentuk suatu produk, yang sebaiknya menunjukkan kandungan lembab tidak lebih dari 5%. 4. ekstrak cair (extractum fluidum): sediaan ini dibuat sedemikian hingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair (Voigt, 1994).
D. Kurkumin Salah satu kandungan dalam rimpang temulawak yaitu kurkuminoid yang termasuk dalam golongan diarilheptanoid (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Kurkuminoid
dalam
rimpang
temulawak
terdiri
dari
kurkumin
dan
desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Kurkuminoid dalam rimpang temulawak sebesar 8000-20.000 ppm, sedangkan kurkumin sebesar 100-10.000 ppm (Duke, 1992). O H3CO
HO
O OCH3
OH
Gambar 1. 1,7-Bis-(4-hydroxy-3-methoxy-phenyl)-hepta-1,6-diene-3,5dione atau kurkumin
Kurkumin berupa serbuk kristal berwarna orange kekuningan dan memiliki titik lebur 183oC. Kurkumin larut dalam alkohol dan asam asetat glasial (Anonim, 1976). Kelarutan kurkumin dalam air yaitu sebesar 0,1 g/l (Anonim, 2006). Warna larutan kurkumin tidak selalu konstan, terkait dengan degradasi
11
kurkumin atau perubahan kurkumin dalam pelarut. Pada suasana asam, warna larutan kurkumin adalah kuning namun warnanya berubah menjadi orange kemerahan dalam suasana basa (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Pada suasana basa, kurkumin akan terdegradasi menjadi asam ferulat dan asam vanilat (Majeed, Vladimir, Uma, Rajendran, 1995). Kurkumin juga dapat terdegradasi dengan adanya cahaya (Tonnesen, Henegouwen, dan Karlsen, 1986).
E. Granul Effervescent Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali dan mengandung unsur obat dalam campuran kering, bila ditambah dengan air asam dan basanya bereaksi membebaskan karbondioksida sehingga menghasilkan buih (Ansel, 1989). Granul effervescent dapat dibuat dengan dua metode yaitu metode basah dan metode kering (Aulton, 2002). Metode basah yang dimaksud yaitu metode granulasi basah, sedangkan metode kering yaitu granulasi kering (Linberg, Engfors, Ericsson, 1992). Pada prinsipnya, proses granulasi dalam pembuatan granul effervescent sama dengan granul konvensional (Mohrle, 1980). Teknik granulasi basah meliputi pencampuran bahan kering dengan cairan penggranul untuk menghasilkan massa yang dapat digranul. Massa tersebut diperkecil ukuran partikelnya sehingga memiliki distribusi ukuran partikel yang optimum kemudian dikeringkan untuk menghasilkan granul yang kompresibel. Granulasi basah dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu dengan
12
menggunakan panas, menggunakan cairan nonreaktif, dan dengan cairan reaktif (Mohrle, 1980). 1. Granulasi basah Teknik granulasi basah meliputi pencampuran bahan kering dengan cairan penggranul untuk menghasilkan massa yang dapat digranul. Massa tersebut yang mungkin secara alami plastis dan kohesif, diperkecil ukuran partikelnya sampai mencapai distribusi ukuran partikel yang optimum dan kemudian dikeringkan untuk menghasilkan granul yang kompresibel. Cara lain yaitu dengan mengeringkan massa granul yang terbentuk baru kemudian diperkecil ukuran partikelnya (Mohrle, 1980). Metode granulasi basah dapat dilakukan dengan 3 macam cara: a. dengan panas Metode klasik dalam pembuatan granul effervescent meliputi penghilangan air dari bahan hidrat pada suhu yang rendah untuk membentuk massa granul. Proses ini sulit dikontrol untuk mencapai hasil yang reprodusibel (Mohrle, 1980). b. dengan cairan nonreaktif Pada metode granulasi basah dengan menggunakan cairan nonreaktif, cairan penggranul yang biasa digunakan seperti etanol dan isopropanol. Cairan ini ditambahkan pada bahan-bahan yang telah dicampur sebelumnya sampai cairan terdistribusi merata pada campuran. Bahan pengikat larut alkohol yang biasa digunakan seperti PVP dapat dilarutkan dalam cairan penggranul sebelum ditambahkan pada serbuk (Mohrle, 1980).
13
Keuntungan dari metode granulasi basah dengan menggunakan cairan nonreaktif adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu kontak dengan cairan penggranul atau panas pada proses pengeringan. Pada beberapa formulasi, dilakukan granulasi terpisah antara komponen asam dan basa untuk menghindari berbagai reaksi. Salah satu kerugian dari cara ini yaitu masih diperlukannya beberapa proses setelah granul dikeringkan. Kerugian lain yaitu uap dari cairan penggranul seringkali berbahaya sehingga harus dihilangkan dan dikumpulkan (Mohrle, 1980). c. dengan cairan reaktif Granulating agent yang paling efektif untuk campuran effervescent adalah air. Dalam proses ini air digunakan sebagai pengikat. Air selalu ditambahkan dalam bentuk semprotan halus pada bahan-bahan yang dipilih dalam formulasi ketika dilakukan pencampuran pada ribbon blender. Bahan-bahan tersebut harus lebih dapat melepaskan air yang diserap daripada menyerap dan mengikatnya. Salah satu kerugian dalam proses ini adalah bahwa formula yang mengandung bahan yang rentan terhadap air dan atau panas dapat terdegradasi dengan proses ini (Mohrle, 1980). 2. Granulasi kering Granulasi kering dapat dilakukan dengan peralatan khusus seperti roller compactor atau chilsonator. Prosedur lain dalam granulasi basah yaitu dengan slugging, dimana slug atau tablet besar dikempa menggunakan peralatan tablet khusus kemudian dibuat granul dengan karakteristik yang diinginkan (Mohrle, 1980).
14
F. Bahan-bahan Pembuatan Granul Effervescent Pemilihan bahan dalam pembuatan granul effervescent lebih rumit dibandingkan dengan bahan dalam pembuatan granul konvensional. Hal ini terkait dengan kandungan lembab. Sumber asam dan sumber karbonat dalam granul effervescent dengan adanya air akan bereaksi membebaskan CO2, hal ini akan menyebabkan granul hancur. Reaksi ini dapat berlangsung dengan adanya sejumlah kecil air yang terikat atau diserap oleh bahan penyusun granul. Jika hal ini terjadi setelah pembuatan granul, akan menyebabkan produk menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, bahan penyusun granul dipilih dalam bentuk anhidrat yang sedikit atau tidak menyerap lembab atau bentuk hidrat (mengikat air dalam molekulnya) yang stabil. Kelarutan bahan merupakan sifat lain yang penting dalam pembuatan granul effervescent. Jika bahan tidak larut, maka reaksi effervescent tidak akan terjadi dan granul tidak akan hancur secara cepat (Mohrle, 1980). 1. Sumber asam Keasaman yang diperlukan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu food acid, asam anhidrat, dan garam asam. Beberapa garam asam tertentu seperti natrium dihidrogen fosfat, dinatrium dihidrogen pirofosfat, garam asam sitrat, dan natrium asam sulfit digunakan dalam produk effervescent (Mohrle, 1980). Bentuk asam anhidrat dapat digunakan dalam produk effervescent. Ketika dicampur dengan air, asam anhidrat akan terhidrolisis menjadi bentuk asam yang bersesuaian, yang kemudian dapat bereaksi dengan sumber karbonat untuk
15
menghasilkan reaksi effervescent. Air tidak boleh digunakan dalam proses produksi yang melibatkan bentuk anhidrat karena anhidrat akan terlebih dahulu berubah menjadi bentuk asam yang bersesuaian sebelum produk digunakan (Mohrle, 1980). 2. Sumber karbonat Sumber karbonat digunakan sebagai bahan penghancur dan sumber timbulnya gas karbondioksida pada produk effervescent. Sumber karbonat yang biasa digunakan dalam produk effervescent adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) dan natrium karbonat (Na2CO3) (Mohrle, 1980). 3. Bahan pengisi Pada peracikan obat dalam jumlah yang sangat kecil diperlukan bahan pengisi, untuk memungkinkan suatu pengempaan. Bahan pengisi ini menjamin granul memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994). Pengisi juga dapat ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran (Banker dan Anderson, 1986). 4. Bahan pengikat Pengikat yaitu bahan yang dapat membantu untuk mengikat bahan-bahan lain menjadi satu. Beberapa bahan memerlukan pengikat untuk membantu menghasilkan granul. Sifat bahan pengikat yang digunakan untuk granul effervescent adalah memiliki kelarutan yang baik dalam air (water soluble), contohnya adalah polyvinylpyrrolidone atau polyvinylpyrrolidone-poly (vinyl acetate)-copolymer (Linberg, et. al, 1992).
16
G. Pemerian Bahan 1. Natrium sitrat anhidrat Natrium sitrat berbentuk anhidrat, mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H5Na2O7 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian berupa hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih. Kelarutan dalam bentuk hidrat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995). 2. Asam fumarat Meskipun keasamannya kuat namun asam fumarat tidak umum digunakan dalam sediaan effervescent karena kelarutannya yang rendah dalam air. Asam fumarat tidak higroskopis dan paling ekonomis diantara food acid (Mohrle, 1980). Asam fumarat merupakan sumber asam yang memiliki sifat kompresi yang paling baik (Mohrle, 1980). Asam fumarat berwarna putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, berupa serbuk kristal. Kelarutan dalam air yaitu 4,5 g/L dan dalam etanol (100%) adalah 36 g/L pada suhu 20 oC (Linberg, et. al, 1992). 3. Natrium bikarbonat Natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida utama dalam sistem effervescent. Natrium bikarbonat larut dalam air, tidak higroskopis, murah, dan banyak tersedia. Natrium bikarbonat merupakan sumber karbonat yang memiliki sifat kompresi yang paling baik (Mohrle, 1980). Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, berupa
17
serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Kelarutan, larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995). 4. Laktosa Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Laktosa memiliki rumus molekul C12H22O11. Pemerian berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara namun mudah menyerap bau. Kelarutan, mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995). Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling banyak dipakai karena tidak bereaksi dengan hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat maupun anhidrat. Laktosa bentuk anhidrat dapat menyerap lembab bila terkena udara sehingga meningkatkan kelembaban sediaan. Sediaan seperti itu harus dikemas secara hati-hati untuk mencegah terkena udara lembab (Banker dan Anderson, 1986). 5. Aspartam Aspartam merupakan dipeptida metil ester yang terdiri dari dua asam amino, yaitu fenilalanin dan asam aspartat. Senyawa ini mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut lemak atau minyak yang berfungsi sebagai pemanis (cit., Anggraeni, 2005). Aspartam merupakan pemanis non kalori, yang memiliki tingkat kemanisan 200 kali sukrosa dan banyak digunakan.
18
Aspartam stabil ketika kering namun dapat terhidrolisis dengan adanya lembab (Allen, 2002). Penggunaan aspartam sebagai pemanis buatan masih diijinkan di Indonesia berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun wajib mencantumkan peringatan fenilketonuria: mengandung fenilalanin, yang ditulis dan terlihat jelas pada label jika makanan atau minuman atau sediaan menggunakan pemanis buatan aspartam (Anonim, 2004). Batas penggunaan aspartam sebagai bahan pemanis tambahan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 208/Men.Kes./PER/IV/1985 tentang Pemanis Buatan adalah 0-40 mg/kg BB/hari (Anonim, 1985). 6. Polivinilpirolidon (PVP) PVP adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on. Dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000. Pemerian, berupa serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, dan higroskopis. Kelarutan, mudah larut dalam air, dalam etanol P, dalam kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul ratarata, praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979). PVP merupakan bahan pengikat pada granul effervescent yang efektif. Bahan ini biasanya ditambahkan pada serbuk untuk digranulasi baik kering dan kemudian dibasahi dengan cairan penggranul, atau dalam larutan dengan air, alkohol, atau hidroalkoholik (Mohrle, 1980).
19
H. Sifat Fisik Granul 1. Sifat alir Metode yang paling sederhana untuk menentukan sifat alir secara langsung yaitu dengan mengukur kecepatan dimana serbuk keluar melalui hopper. Hopper harus dipilih untuk menghasilkan model yang baik untuk pengukuran sifat alir (Staniforth, 2002). Menurut Guyot, apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram granul untuk mengalir lebih lama dari 10 detik (T > 10 detik) dapat dikatakan bahwa dalam fabrikasi pada skala industri akan dijumpai kesulitan dalam hal regularitas berat sediaan (cit., Fudholi, 1983). 2. Kandungan lembab Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat. Keseimbangan kandungan lembab dapat mempengaruhi aliran dan karakteristik kompresi serbuk, kekerasan granul dan tablet, serta stabilitas obat (Wedke, Serajudin, dan Jacobson, 1989). Persyaratan kandungan lembab untuk granul effervescent antara 0,4%-0,7 % (Fausett, Gayser, dan Dash, 2000). 3. Waktu larut Granul effervescent yang baik diharapkan terlarut dalam waktu sampai 1 atau 2 menit membentuk larutan yang jernih. Dengan kata lain residu yang tidak larut harus seminimal mungkin (Mohrle, 1980).
I. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri Kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri merupakan metode penetapan kadar suatu senyawa dengan mengukur kerapatan noda senyawa yang
20
bersangkutan, yang terlebih dahulu dipisahkan dengan cara kromatografi lapis tipis. Penetapan kadar suatu senyawa menggunakan KLT densitometri ada dua cara. Cara yang pertama yaitu penotolan dilakukan bersamaan antara senyawa baku dan senyawa yang bersangkutan, kemudian dielusi. Kadar senyawa bersangkutan ditentukan dengan membandingkan harga AUC (area under curve) terhadap senyawa baku. Cara yang kedua yaitu dengan membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC (Wardani, 2003). Alat TLC Scanner memiliki sumber sinar yang dapat digerakkan di atas bercak-bercak pada lempeng KLT atau lempeng KLT dapat digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal dari sumber sinar. Teknik pengukurannya dapat didasarkan atas sinar yang diserap (absorbansi), sinar yang dipantulkan (reflaktansi), atau sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Sinar yang datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan jumlah zat pada bercak yang terkena sinar tersebut. Penelusuran bercak dapat pula dilakukan secara horisontal maupun vertikal (scanning horizontal atau scanning vertical). Penelusuran bercak secara horisontal dapat dilakukan satu per satu atau apabila bercak yang diperoleh pada pelat segaris, dapat dilakukan penelusuran semua bercak sekaligus. Berdasarkan jalannya sinar, penelusuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penelusuran lurus dan zig-zag (naik turun). Pada penelusuran lurus, sinar yang mengenai bercak berjalan lurus dari kiri ke kanan. Pada penelusuran zig-zag, sinar mengenai bercak berjalan zig-zag dari kiri ke kanan. Penelusuran bercak
21
akan mendapatkan hasil yang baik apabila dilakukan pada panjang gelombang maksimum (Wardani, 2003). Dalam penetapan kadar kurkumin yang terdapat sebagai kurkuminoid, harus dipilih metode penetapan yang dapat memisahkan kurkumin dari turunan desmetoksinya. Metode penetapan kadar kurkumin dalam kurkuminoid secara KLT densitometri memiliki selektivitas, sensitivitas, dan ketelitian yang cukup tinggi, pengerjaannya mudah dan cepat, serta biaya yang dibutuhkan relatif murah (Martono, 1996).
J. Desain Faktorial Desain faktorial adalah desain yang dipilih untuk menentukan pengaruh secara simultan dari beberapa faktor dan interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990). Dalam desain faktorial terdapat beberapa istilah seperti faktor, level, efek, dan interaksi. Faktor adalah variabel yang menentukan variabel lain. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dari faktor. Efek faktor atau interaksi adalah rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
22
Tabel I. Notasi Formula Desain Faktorial Formula
Faktor A
Faktor B
Interaksi
1 a b ab
+ +
+ +
+ +
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor (A dan B) diperlukan 4 percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor). Keempat percobaan tersebut yaitu, (1) A dan B masing-masing pada level rendah, (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi. Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB Y
= respon hasil atau sifat yang diamati
XA, XB
= level bagian A dan B
b0, b1, b2, b12
= koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990). Konsep perhitungan efek adalah sebagai berikut: Efek faktor A
=
Efek faktor B
=
Efek faktor interaksi =
{ab + a} − {b + (1)} 2
{ab + b} − {a + (1)} 2
{(1) + ab} − {a + b} 2
23
Interaksi dapat diketahui dari grafik hubungan respon dan level faktor. Jika kurva menunjukan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika kurva menunjukkan garis yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon (Bolton, 1990). Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan yaitu mempunyai efisiensi yang maksimal dalam memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utamanya yaitu dapat mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis dalam arti dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Muth, 1999).
K. Landasan Teori
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Rimpang temulawak mengandung 1,6-2,2% kurkumin. Salah satu khasiat kurkumin dalam rimpang temulawak yaitu berperan dalam penciutan kandung empedu manusia. Ekstrak rimpang temulawak diperoleh dengan cara ekstraksi serbuk rimpang temulawak. Salah satu metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Zat-zat yang larut dalam cairan penyari akan tersari sebagai ekstrak.
24
Granul effervescent merupakan granul yang mengandung asam dan karbonat atau bikarbonat yang bereaksi dengan cepat pada penambahan air dengan melepaskan gas CO2. Keuntungan granul effervescent sebagai bentuk sediaan obat adalah kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugian dalam granul effervescent ialah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia. Sistem effervescent tidak stabil dengan adanya lembab.
Salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent adalah metode granulasi basah dengan menggunakan cairan non reaktif. Keuntungan dari metode ini adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu kontak dengan cairan penggranul atau panas pada proses pengeringan. Namun kerugiannya yaitu masih diperlukannya beberapa proses setelah granul dikeringkan. Selain itu uap dari cairan penggranul, biasanya etanol atau isopropanol, seringkali berbahaya sehingga harus dihilangkan dan dikumpulkan. Sumber asam dan sumber karbonat dalam granul effervescent dengan adanya air akan bereaksi membebaskan CO2, hal ini akan menyebabkan granul hancur. Garam-garam effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi 2 jenis asam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan ketika hanya digunakan satu jenis asam saja. Dalam hal ini dipilih kombinasi natrium sitrat dan asam fumarat. Natrium sitrat mudah larut dalam air namun di sisi lain sangat higroskopis. Asam fumarat memiliki sifat tidak higroskopis. Sehingga kombinasi sumber asam yang dipilih diharapkan dapat memperbaiki sifat dari campuran
25
asam secara keseluruhan. Sumber basa karbonat yang paling umum digunakan dalam sediaan effervescent yaitu natrium bikarbonat. Metode desain faktorial digunakan dalam optimasi formula granul effervescent dengan campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium
bikarbonat. Dengan campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat pada konsentrasi tertentu, diharapkan dapat dihasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan uji sifat fisik seperti kecepatan alir,
kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent. Hasil uji diolah berdasarkan rumus desain faktorial, Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB. Area komposisi formula granul effervescent yang optimum dapat ditentukan lewat contour plot super imposed. Selain itu dapat diketahui pula efek yang dominan
antara natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik granul effervescent.
L. Hipotesis
Diduga terdapat efek yang dominan antara natrium sitrat–asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Selain itu diduga ditemukan area
komposisi formula campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum dalam menghasilkan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dengan sifat-sifat fisik yang dikehendaki.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.
B. Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. variabel bebas: a. natrium sitrat-asam fumarat Level tinggi: 960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg) Level rendah: 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200 mg) b. natrium bikarbonat, level rendah 357 mg dan level tinggi 571 mg. 2. variabel tergantung Sifat fisik granul, meliputi kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab. 3. variabel pengacau terkendali Umur tanaman temulawak, sifat fisik ekstrak, RH lingkungan, dan suhu ruangan. 4. variabel pengacau tak terkendali Kandungan
lembab
awal
bahan-bahan
effervescent.
26
tambahan
pembuatan
granul
27
C. Definisi Operasional 1. Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali yang mengandung ekstrak rimpang temulawak sebagai bahan obat dengan natrium sitrat dan asam fumarat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa yang bereaksi cepat pada penambahan air dengan menghasilkan gas CO2. 2. Ekstrak rimpang temulawak adalah ekstrak yang diperoleh dari serbuk rimpang temulawak yang diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut etanol 96%. 3. Eksipien adalah bahan tambahan dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang berupa sumber asam (natrium sitrat–asam fumarat), sumber karbonat (natrium bikarbonat), dan bahan-bahan tambahan lain yang digunakan dalam pembuatan granul tersebut. 4. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang menentukan bahwa granul yang dihasilkan memenuhi persyaratan, meliputi kecepatan alir > 10 gram/detik, kandungan lembab 0,4%-0,7%, dan waktu larut ≤ 120 detik. 5. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Penelitian ini menggunakan 2 level yaitu level tinggi dan level rendah, level tinggi campuran asam adalah 960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg) dan level rendah campuran asam adalah 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200 mg) sedangkan untuk natrium bikarbonat sebesar 357 mg dan 571 mg.
28
6. Faktor adalah besaran yang memberikan pengaruh terhadap respon. Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu natrium sitrat–asam fumarat sebagai faktor pertama dan natrium bikarbonat sebagai faktor kedua. 7. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati. Dalam penelitian ini terdapat 3 respon yaitu kecepatan alir, kandungan lembab dan waktu larut. 8. Interaksi berarti bahwa efek faktor 1 yang diukur saat pada level rendah faktor 2 berbeda dengan efek faktor 1 ketika diukur pada level tinggi faktor 2, demikian juga sebaliknya. 9. Kecepatan alir adalah kecepatan granul dengan bobot 100 gram untuk mengalir melewati corong Hopper. Kandungan lembab adalah jumlah lembab yang terdapat dalam granul effervescent. Waktu larut adalah waktu yang dibutuhkan granul untuk larut dalam 200 ml air dengan pengadukan sebanyak 10 kali. 10. Komposisi optimum adalah komposisi natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan granul effervescent dengan kecepatan alir > 10 gram/detik, kandungan lembab 0,4%-0,7%, dan waktu larut ≤ 120 detik. 11. Contour plot adalah grafik yang memuat nilai respon sifat fisik granul effervescent berdasarkan persamaan desain faktorial. 12. Contour plot super imposed adalah grafik yang merupakan gabungan masingmasing contour plot sifat fisik granul effervescent yang digunakan untuk menentukan area komposisi optimum campuran asam (natrium sitrat-asam fumarat) dan natrium bikarbonat.
29
D. Bahan Penelitian 1. Bahan pembuatan ekstrak Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari Samigaluh, Kulon Progo dengan umur tanaman 2 tahun, etanol 96% (kualitas teknis), aquadest, dan heksan (kualitas teknis). 2. Bahan pembuatan granul effervescent Ekstrak rimpang temulawak, laktosa (kualitas farmasi), asam fumarat (kualitas farmasi), natrium sitrat anhidrat (kualitas farmasi), natrium bikarbonat (kualitas farmasi), aspartam (kualitas farmasi), PVP (kualitas farmasi), dan etanol 70%. 3. Bahan untuk KLT Densitometri Kloroform (pro analisis), etanol (pro analisis), aquadest, kurkumin baku hasil sintesis Curcumin Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, TLC Aluminium sheets precoated silica gel 60 F254 (20 x 20 cm) tebal 0,2 mm (E. Merck).
E. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), bejana stainless, neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur waktu alir (Laboratoriun FTS Padat USD), alat penguji kekentalan (Viscotester VT-04 RION), stopwatch digital (Illuminator, Casio), pengayak granul (Laboratory Sieve, IML), oven (Laboratorium Teknologi Sediaan Padat USD), evaporator (Buchi Rotavapor No.105108, Switzerland), lemari pendingin
30
(Refrigerator, Toshiba), Dual Wavelength Chromatoscanner Shimadzu CS-930 digabungkan dengan data recorder Shimadzu DR-2, Direct Reading Microbalance Shimadzu Type LM-20 (Readability 0,001 mg).
F. Skema Kerja Penelitian Pengumpulan bahan
Pembuatan sebuk rimpang temulawak
Pembuatan ekstrak rimpang temulawak
Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak
Pembuatan granul
Pembuatan granul asam
Pembuatan granul basa
Pencampuran granul asam dan basa
Uji sifat fisik granul effervescent
Analisis data
Kesimpulan
Gambar 2. Skema kerja penelitian
31
G. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menggunakan buku acuan Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2 (Dalimartha, 2000) untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb. 2. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang temulawak Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) diperoleh dari Samigaluh, Kulon Progo. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan rimpang temulawak dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari bagian tanaman lain. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis (± 3mm). Pengeringan rimpang temulawak dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam sampai kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering untuk memisahkan kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang rusak. Untuk menyempurnakan pengeringan maka dilakukan pengeringan dengan oven sebelum simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50oC sampai simplisia kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. 3. Pembuatan serbuk rimpang temulawak Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk kemudian diayak dengan derajat kehalusan (8/24) (Anonim, 1986).
32
4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak Ekstrak diperoleh dengan proses maserasi serbuk rimpang temulawak dengan cairan penyari berupa etanol 96%. Maserasi dilakukan dengan membasahi serbuk temulawak dengan cairan penyari dengan perbandingan serbuk dan cairan penyari yaitu 1:5 (Ansel, 1989) selama 4 hari (Voigt, 1994). Serbuk rimpang temulawak sejumlah 12 kg dibasahi dengan 60 l etanol 96%. Setelah 4 hari, sari diserkai dengan kain dan diambil cairan ekstraknya. Cuci sisa serbuk rimpang temulawak yang telah diperas dengan pelarut dan serkai kembali dengan kain sehingga volume total maserat yang diperoleh mencapai volume awal yaitu 60 l. Untuk memisahkan amilum, ekstrak yang diperoleh dibiarkan selama 2 hari di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya, kemudian endapan yang terbentuk (amilum) dipisahkan (Anonim, 1979). Ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan heksan dengan perbandingan volume 1:1 untuk menghilangkan resin dengan cara ekstraksi pelarut. Fase etanol diambil dan dilakukan penguapan menggunakan waterbath dengan suhu 50–60oC sampai tersisa 1/9 bagian dari bobot awal serbuk yang diekstraksi. 5. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak a. Pemeriksaan organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi: warna, bau, rasa, dan konsistensi ekstrak. b. Uji daya lekat Uji daya lekat dilakukan menggunakan dua buah gelas objek seluas 2,5 x 2,5 cm, kemudian dicari titik tengahnya. Kurang lebih 50 mg ekstrak diletakkan
33
pada titik tengah tersebut, kemudian ditutup dengan gelas objek yang lain dan ditekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang saling berlekatan dipasang pada alat uji dengan beban seberat 80 gram. Dicatat waktu yang diperlukan sampai kedua gelas objek terpisah (Voigt, 1994). c. Uji kandungan lembab Uji kandungan lembab dilakukan menggunakan metode gravimetri. Kurang lebih 10 g ekstrak yang telah ditimbang seksama, dipanaskan pada suhu 105 oC selama 5 jam kemudian ditimbang. Pemanasan dilanjutkan dan timbang setiap 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). d. Uji viskositas Uji ini dilakukan menggunakan viscotester electric. Ekstrak dimasukkan ke dalam bejana stainless steel dan dipilih rotor yang sesuai dengan konsistensi ekstrak. Rotor dipasang pada alat uji dan diatur sehingga rotor tercelup dalam ekstrak dan alat uji kemudian dihidupkan. Dicatat skala yang ditunjukkan oleh jarum sesuai nomor rotor yang dipakai. e. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri Timbang seksama lebih kurang 25 mg ekstrak rimpang temulawak kemudian larutkan dalam 10,0 ml etanol p.a. Lakukan pemisahan secara kromatografi lapis tipis diikuti deteksi bercak menggunakan sinar UV 254 nm dan 365 nm. Hitung nilai Rf kurkumin sampel kemudian bandingkan dengan nilai Rf kurkumin baku (Martono, 1996). Rf =
Jarak rambatan bercak (cm) Jarak pengembangan (cm)
34
f. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri 1). Penyiapan larutan baku kurkumin, perolehan kembali (recovery) dan koefisien variasi (CV) Timbang kurkumin sintesis seksama lebih kurang 25 mg, larutkan dalam etanol p.a. ad 25,0 ml (larutan induk = 1,0 g/l). Buat pengenceran larutan induk dengan etanol hingga diperoleh seri larutan baku yang mengandung kurkumin 0,12; 0,14; 0,18; 0,23; dan 0,35 μg/μl (masing-masing 4 kali) dengan cara mengambil 1,2; 1,4; 1,8; 2,3; dan 3,5 ml larutan induk kemudian diencerkan dengan etanol p.a. ad 10,0 ml. Semua larutan baku harus terlindung dari cahaya. Larutan ditotolkan sebanyak 1μl pada lempeng silica-gel 60 F254 kemudian segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran kloroform:etanol:aquadest (25:0,96:0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan lempeng silica-gel, dikeringkan dan secepatnya discanning dengan densitometer pada λ 420 nm. Hitung persamaan garis regresi linier untuk digunakan sebagai kurva baku. Kemudian dihitung kadar kurkumin (yang diperoleh kembali) dengan menggunakan persamaan garis regresi kurva baku hasil perhitungan. Selanjutnya dihitung nilai perolehan kembali dan koefisien variasinya. 2). Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak Hasil pemisahan sampel ekstrak rimpang temulawak yang telah dipisahkan secara kromatografi lapis tipis di-scanning densitometri seperti pada larutan baku. Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak dihitung berdasarkan kromatogram yang memiliki Rf sama dengan Rf kurkumin baku menggunakan
35
persamaan regresi linier dari kurkumin baku. Selanjutnya dihitung kadar rata-rata dan standar deviasinya (SD) (Martono, 1996). 6. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak Dosis kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak sebagai perangsang penciutan volume kandung empedu dalam penelitian “Efek Kurkumin Pada Kandung Empedu Manusia” adalah 20 mg untuk sekali minum (Lelo, 1998). Dosis kurkumin dihitung berdasarkan kadar kurkumin dalam ekstrak yang ditetapkan secara KLT densitometri. Dosis ekstrak rimpang temulawak dihitung sebagai dosis kurkumin dalam ekstrak. Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak = 6.11 %. Maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:
20 mg x100mg = 327,33 mg 6,11 mg 6. Penentuan level rendah dan level tinggi natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat
Berdasarkan desain faktorial dengan dua faktor (natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat) dan dua level. Dari penelitian sebelumnya diperoleh level rendah untuk natrium sitrat sebesar 200 mg, asam fumarat 200 mg, sedangkan level tinggi untuk natrium sitrat sebesar 1000 mg, asam fumarat 1000 mg (Natalia, 2006). Dari contour plot super imposed respon kecepatan alir dan waktu larut granul pada penelitian tersebut dapat ditemukan area optimum. Selanjutnya, dari area tersebut dapat diambil satu titik yang kemudian digunakan untuk menentukan level tinggi dan level rendah penelitian ini. Titik yang diambil untuk menentukan level campuran natrium sitrat dan asam fumarat yaitu titik
36
x1 : x2 = 915 : 457,5 (x1 adalah faktor natrium sitrat dan x2 adalah faktor asam fumarat). Menurut Wehling dan Fred, 2004, komposisi asam yang paling baik dalam sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot total. Bobot granul total yang ditentukan yaitu 2400 mg. Jadi jumlah campuran asam yang digunakan yaitu 600960 mg. Dengan demikian dapat ditentukan campuran natrium sitrat dan asam fumarat yang digunakan pada level rendah adalah 600 mg, sedangkan untuk level tinggi sebesar 960 mg. Dengan perbandingan antara natrium sitrat dan asam fumarat yang diperoleh dari titik yang diambil dari contour plot super imposed respon kecepatan alir dan waktu larut granul pada penelitian Natalia (2006), dapat ditentukan masing-masing jumlah natrium sitrat dan asam fumarat untuk tiap level campuran asam. Sedangkan jumlah natrium bikarbonat yang digunakan untuk level tinggi dan rendah dapat dihitung secara stoikiometri terhadap jumlah campuran natrium sitrat dan asam fumarat pada masing-masing level. Jumlah natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat hasil perhitungan untuk tiap formula adalah sebagai berikut: Tabel II. Jumlah natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat untuk masing-masing formula granul effervescent Formula
Natrium sitrat (mg)
Asam fumarat (mg)
Natrium bikarbonat (mg)
1 a b ab
400 640 400 640
200 320 200 320
357 357 571 571
37
7. Formulasi dan pembuatan granul effervescent
Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dibuat dalam 4 formula dengan variasi sumber asam dan basa. Tabel III. Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak Bahan (mg)
Formula 1
Formula a
Formula b
Formula ab
327
327
327
327
400 200 357 50 1061 21
640 320 357 50 1061 21
400 200 571 50 1061 21
640 320 571 50 1061 21
Ekstrak rimpang temulawak Natrium sitrat Asam fumarat Natrium bikarbonat Aspartam Laktosa PVP
8. Pencampuran bahan
Bahan-bahan dicampur sesuai dengan formula masing-masing dan dibuat dalam bentuk granul. Pencampuran bahan dan seluruh proses granulasi dilakukan pada ruangan tertutup dengan suhu 25oC dan kelembaban relatif 50-53%. 9. Pembuatan granul effervescent
Granul yang dibuat ada 2 macam yaitu granul asam dan granul basa. Granul asam dibuat dengan campuran ekstrak rimpang temulawak, sumber asam (natrium sitrat–asam fumarat), laktosa, dan PVP (dalam etanol 70% dengan konsentrasi 3%) sebagai cairan pengikat. Granul basa dibuat dengan campuran sumber basa (natrium bikarbonat), laktosa, aspartam, dan larutan PVP sebagai pengikat. Massa granul basah diayak dengan ayakan ukuran mesh no. 12, lalu granul dikeringkan. Granul asam dan granul basa dikeringkan dengan oven dengan suhu 45oC selama 3 hari sampai bobot konstan. Setelah kering, granul
38
diayak dengan ayakan 30/40 kemudian dilakukan pencampuran antara granul asam dan granul basa. Granul yang diperoleh kemudian diuji sifat fisiknya. 10. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent
a. Kecepatan alir Granul ditimbang seberat 100 gram kemudian dituang secara perlahanlahan ke dalam corong pengukur lewat tepi corong. Buka tutup corong, biarkan granul mengalir keluar. Dicatat waktu yang dibutuhkan granul sampai semua granul mengalir keluar dengan menggunakan stopwatch (Voigt, 1994). b. Waktu larut Penentuan waktu larut granul effervescent dilakukan dengan cara melarutkan sejumlah granul sesuai dengan bobot formula masing-masing ke dalam 200 ml air (Wehling, 2004), kemudian dicatat waktu mulai dimasukkan kedalam air sampai semua granul habis terlarut. Syarat waktu larut granul adalah ≤ 120 detik (Mohrle, 1980). c. Uji kandungan lembab Penentuan kandungan lembab granul dilakukan menggunakan oven. Oven dipanaskan pada suhu 105oC selama 5 menit. Ditimbang granul sejumlah 5 gram untuk masing-masing formula kemudian dimasukkan ke dalam oven. Atur waktu pengeringan hingga selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,25% (Ansel, 1989). Persen kandungan lembab yang ditunjukkan merupakan hasil bagi antara selisih bobot granul dengan bobot granul akhir dikalikan 100% (Voigt, 1994).
Kandungan lembab granul =
bobot awal - bobot akhir x 100 % bobot akhir
39
11. Penentuan rumus dan contour plot sifat fisik granul effervescent
Penentuan rumus sifat fisik granul effervescent dilakukan dengan metode desain faktorial dengan menggunakan rumus: Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB Y
= respon hasil atau sifat yang diamati
XA, XB
= level bagian A dan B
b0, b1, b2, b12
= koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Dari persamaan yang diperoleh, maka dapat dibuat contour plot sifat fisik granul effervescent serta contour plot super imposed untuk menentukan area optimum.
H. Analisis Hasil
Berdasarkan rumus Y = bo + b1XA + b2XB + b12XAXB dapat dibuat contour plot sifat fisik granul effervescent. Dari contour plot tersebut kemudian
digabungkan menjadi contour plot super imposed untuk mengetahui komposisi optimum kombinasi antara natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat.
40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Simplisia Temulawak Determinasi simplisia temulawak bertujuan untuk memastikan kebenaran rimpang yang digunakan dalam penelitian. Kesalahan penggunaan tanaman dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi dilakukan dengan pembuatan herbarium basah tanaman temulawak yang kemudian akan dicocokkan dengan buku acuan ”Atlas Tumbuhan Obat Indonesia” (Dalimartha, 2000). Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah benar-benar tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).
B. Penyiapan dan Pembuatan Serbuk Simplisia rimpang Temulawak Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) diperoleh dari Samigaluh, Kulon Progo. Pencucian rimpang temulawak dengan air mengalir dimaksudkan untuk menghilangkan tanah atau kotoran lain yang menempel pada rimpang. Sortasi basah dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan rimpang temulawak dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari bagian tanaman lain yang tidak diinginkan. Rimpang yang telah dikupas kulitnya kemudian diiris tipis-tipis (± 3mm). Pengirisan
ini
dimaksudkan
untuk
40
mempermudah
dalam
pengeringan,
41
pengepakan, dan penyerbukan. Pengirisan rimpang perlu dilakukan dengan ketebalan tertentu (± 3mm) karena pengirisan dengan ketebalan terlalu besar akan memperlama waktu pengeringan. Sebaliknya, semakin tipis irisan rimpang menyebabkan waktu pengeringan semakin cepat. Namun, irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap sehingga dapat mempengaruhi komposisi bau dan rasa. Oleh karena itu, pengirisan yang terlalu tipis sebaiknya dihindari. Pengeringan rimpang temulawak dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidah mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan akan menyebabkan kadar air dalam simplisia berkurang dan reaksi enzimatik terhenti sehingga penurunan mutu dan perusakan simplisia dapat dicegah. Penutupan dengan kain hitam dilakukan untuk mencegah kontak langsung rimpang dengan sinar matahari karena hal ini dapat menyebabkan zatzat yang mudah rusak akibat sinar matahari dapat berkurang. Sortasi kering dilakukan setelah simplisia kering yang ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Hal ini dilakukan untuk memisahkan kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang rusak. Untuk menyempurnakan pengeringan maka dilakukan pengeringan dengan oven sebelum simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50oC sampai simplisia kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga luas permukaan kontak antara simplisia dan cairan penyari menjadi lebih besar.
42
Semakin luas permukaan kontak antara simplisia dan cairan penyari maka penyarian akan semakin baik. Penyerbukan simplisia yang terlalu halus sebaliknya, harus dihindari karena ukuran partikel sebuk yang terlalu kecil menyebabkan ruang antar sel berkurang sehingga cairan penyari akan sulit untuk menembus ruang antar sel tersebut.
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak Ekstraksi bertujuan untuk mengambil zat-zat yang larut dalam cairan penyari. Metode yang digunakan dalam ekstraksi adalah maserasi menggunakan cairan penyari berupa etanol 96%. Hal ini dilakukan karena zat aktif berupa kurkumin larut dalam etanol. Selain itu, keuntungan penyarian menggunakan etanol yaitu dapat mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri sehingga ekstrak yang dihasilkan stabil dan awet (Anonim, 1986). Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Keuntungan metode ekstraksi maserasi ini adalah praktis, tidak membutuhkan cairan penyari yang banyak, dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Metode maserasi memungkinkan proses ekstraksi berjalan sekaligus dalam jumlah yang besar. Selain itu, dengan metode ini dapat dilakukan standarisasi ekstrak yang dihasilkan. Proses ekstraksi yang terstandar akan menghasilkan ekstrak yang reprodusibel, artinya jika proses ekstraksi dilakukan dengan cara yang dimaksud maka akan dihasilkan ekstrak yang kurang lebih sama karakteristiknya. Dalam hal ini, jika ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi maka ekstrak yang diperoleh
43
akan mengandung jumlah kurkumin yang kurang lebih sama. Hal ini terkait dengan kelarutan jenuh kurkumin dalam cairan penyari. Dalam proses ekstraksi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan kemudian melarutkan zat aktif yaitu kurkumin. Perbedaan konsentrasi kurkumin di dalam sel dengan cairan penyari di luar sel, menyebabkan zat aktif dapat tersari keluar dari dalam sel (Anonim, 1986). Setelah cairan penyari terjenuhkan dengan kurkumin maka proses penyarian akan berhenti. Kejenuhan sistem penyari inilah yang digunakan untuk menghasilkan ekstrak yang terstandar. Dalam pembuatan ekstrak rimpang temulawak ini, perendaman dilakukan selama 4 hari (Voigt, 1994) dengan perbandingan antara serbuk simplisia dan cairan penyari sebesar 1 : 5 (Ansel, 1989). Maserat yang diperoleh perlu didiamkan selama 2 hari untuk memisahkan amilum yang ikut tersari saat proses maserasi (Anonim, 1979). Pemurnian menggunakan metode ekstraksi pelarut dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa non polar yang ikut tersari saat proses maserasi, sebagai contoh yaitu resin. Pemurnian ini dilakukan diawal sebelum ekstrak dipekatkan karena pada tahap ini ekstrak masih memiliki konsistensi cair sehingga mudah untuk dilakukan ekstraksi pelarut. Pelarut untuk pemurnian yang dipilih adalah heksan karena merupakan pelarut non polar yang dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar yang terdapat dalam ekstrak. Heksan tidak bercampur dengan etanol sehingga kedua fase ini dapat dipisahkan menggunakan corong pisah. Fase heksan yang mengandung senyawa-senyawa non polar kemudian dibuang dan selanjutnya dilakukan penguapan ekstrak untuk
44
fase etanol. Penguapan dilakukan menggunakan penangas air dengan suhu 50– 60oC sampai tersisa 1/9 bagian dari bobot awal serbuk yang diekstraksi.
D. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak Uji standarisasi dilakukan terhadap ekstrak rimpang temulawak yang diperoleh dari maserasi serbuk rimpang temulawak dengan pelarut etanol 96%. Uji yang dilakukan meliputi pemeriksaan organoleptis, uji daya lekat, uji viskositas, uji kandungan lembab, dan uji kualitatif (nilai Rf kurkumin) dan kuantitatif (penetapan kadar kurkumin) menggunakan KLT densitometri. Hasil uji akan digunakan untuk standarisasi untuk mendapatkan kriteria-kriteria fisik yang sesuai dengan ekstrak rimpang temulawak yang diperoleh. Kriteria-kriteria ini nantinya akan digunakan untuk acuan sifat ekstrak rimpang temulawak pada produksi selanjutnya. Sifat-sifat fisik ekstrak yang berbeda akan menghasilkan sifat fisik granul effervescent yang berbeda pula. Dengan standarisasi ekstrak diharapkan jika menggunakan ekstrak rimpang temulawak dengan standar sifatsifat fisik yang sama maka akan menghasilkan granul effervescent dengan sifatsifat fisik yang kurang lebih juga sama. Berikut merupakan hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak: Tabel IV. Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak Uji Daya lekat (detik) Viskositas (dPaS) Kandungan lembab (%) Nilai Rf kurkumin Penetapan kadar kurkumin (%)
X 0,34 ± 0,01 1,68 ± 0,06 32,88 ± 7,56 0,54 ± 0,01 6,11 ± 0,39
45
1. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan sebagai pemeriksaan awal yang sederhana untuk mengetahui kualitas ekstrak secara organoleptis. Pemeriksaan organoleptis ini meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa yang diuji menggunakan pancaindera. Hasil pemeriksaan organoleptis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel V. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak Pemeriksaan organoleptis
Deskripsi
Bentuk Warna Bau Rasa
Konsistensi agak kental Coklat kehitaman Khas aromatis Pahit
2. Uji daya lekat
Daya lekat suatu ekstrak menggambarkan kemampuan ekstrak tersebut untuk melekat. Daya lekat ekstrak rimpang temulawak diukur dari waktu lekatnya. Semakin lama waktu lekat maka akan semakin besar kemampuan ekstrak tersebut untuk melekat. Sebaliknya, semakin cepat waktu lekatnya maka semakin kecil kemampuannya untuk melekat. Uji daya lekat diperlukan karena ekstrak rimpang temulawak yang akan digunakan dalam pembuatan granul effervescent akan berpengaruh pada daya ikat massa granul saat dilakukan granulasi basah. Uji daya lekat dilakukan menggunakan alat uji buatan Laboratorium Teknologi Sediaan Padat USD. Besarnya waktu lekat menunjukkan lamanya ekstrak tersebut melekat di antara dua gelas objek pada alat uji. Hasil uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak menunjukkan rata-rata waktu lekat ekstrak sebesar 0,34 detik dengan nilai SD sebesar 0,01.
46
3. Uji viskositas
Viskositas ekstrak menggambarkan kekentalan ekstrak tersebut. Uji viskositas ekstrak rimpang temulawak diperlukan karena viskositas ekstrak berpengaruh pada formulasi granul effervescent. Semakin kental ekstrak yang digunakan maka akan semakin sulit dalam formulasi karena ekstrak akan sulit untuk bercampur homogen dengan bahan-bahan yang lain saat proses granulasi. Uji viskositas ekstrak rimpang temulawak dilakukan menggunakan viscotester (tipe VT-04 E). Alat ini memiliki prinsip kerja berdasarkan hambatan
pemutaran rotor karena kekentalan bahan yang diuji. Viskositas bahan yang diuji dapat dilihat pada skala viscotester pada saat rotor diputar. Bentuk dan ukuran rotor disesuaikan dengan viskositas bahan yang diuji. Semakin kental suatu ekstrak maka akan semakin besar daya hambatnya terhadap putaran rotor. Dalam uji viskositas ekstrak rimpang temulawak ini digunakan rotor nomor 3 karena rotor ini dapat berputar dengan baik dalam ekstrak rimpang temulawak yang diuji. Dari hasil pengujian, ekstrak rimpang temulawak mempunyai viskositas rata-rata sebesar 1,68 dPaS dan nilai SD sebesar 0,06. 4. Uji kandungan lembab
Uji kandungan lembab ekstrak dilakukan untuk mengetahui kandungan pelarut yang tersisa setelah ekstrak dipekatkan. Pelarut yang digunakan dalam penyarian rimpang temulawak adalah etanol 96%. Pengujian kandungan lembab dalam ekstrak rimpang temulawak menggunakan metode gravimetri. Prinsip dari metode ini yaitu bahwa bobot yang hilang akibat pemanasan bahan uji dianggap sebagai lembab yang terkandung dalam bahan tersebut. Salah satu kelemahan
47
penggunaan metode ini dalam menetapkan kandungan lembab bahan-bahan dari tumbuhan adalah kemungkinan rusaknya bahan-bahan organik akibat pemanasan yang dapat terurai menjadi CO2 dan H2O. Air hasil penguraian bahan organik tersebut kemudian dihitung sebagai kandungan lembab. Selain itu, senyawasenyawa mudah menguap atau yang dapat menguap pada suhu pemanasan yang digunakan dalam penetapan kandungan lembab, juga dihitung sebagai kandungan lembab ekstrak yang diuji. Uji kandungan lembab dilakukan dengan pemanasan 105oC dan ditimbang tiap jam sampai selisih bobot kedua penimbangan tidak lebih dari 0,25%. Suhu yang digunakan untuk pemanasan harus dapat menguapkan sisa pelarut yang terdapat dalam ekstrak. Sisa pelarut dalam ekstrak tersebut kemungkinan adalah etanol dan air karena cairan penyari yang digunakan yaitu etanol 96%. Dengan demikian digunakan suhu di atas 100oC agar semua sisa pelarut dapat menguap karena titik didih air adalah 100oC. Dalam uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ini terdapat suatu kesulitan dalam penentuan waktu penguapan sampai selisih bobot kedua penimbangan tidak lebih dari 0,25%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengurangan bobot ekstrak yang dihitung sebagai kandungan lembab tidak sepenuhnya berasal dari sisa pelarut yang menguap. Senyawa-senyawa yang memiliki rantai hidrokarbon, dengan adanya pemanasan dapat terurai menjadi CO2 dan H2O. Air hasil peruraian senyawa hidrokarbon tersebut dapat terhitung sebagai kandungan lembab ekstrak. Faktor tersebut kemungkinan menjadi sebab
48
tidak tercapainya selisih bobot kedua penimbangan yang tidak lebih dari 0,25% walaupun pemanasan sudah dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama. Pencapaian selisih bobot kedua penimbangan yang tidak lebih dari 0,25% dalam uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ini sulit untuk dilakukan karena faktor-faktor di atas. Karena itu, penghentian pemanasan dilakukan sampai jam ke-14. Pada jam tersebut selisih bobot kedua penimbangan merupakan selisih yang terkecil. Pada jam-jam berikutnya, selisih bobot penimbangan ternyata menjadi lebih besar. Pencapaian selisih bobot kedua penimbangan yang tidak lebih dari 0,25% dalam uji kandungan lembab ini tidak mungkin dilakukan karena jika hal ini dilakukan, kandungan lembab yang terhitung bukan merupakan kandungan lembab ekstrak sebenarnya (Voigt, 1994). Dari hasil pengujian, ekstrak rimpang temulawak mempunyai kandungan lembab rata-rata sebesar 32,88% dan nilai SD sebesar 7,56. 5. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri
Hasil pemisahan kurkumin dan turunannya menunjukkan bahwa kurkumin terpisah sempurna dari turunannya yaitu demetoksi kurkumin. Deteksi bercak dilakukan menggunakan sinar UV 254 nm dan 365 nm. Pada kedua deteksi, warna bercak kurkumin sampel sama dengan warna bercak kurkumin baku, sedangkan nilai Rf kurkumin pada sampel juga sama dengan nilai Rf kurkumin baku. Hal ini menunjukkan bahwa bercak yang dimaksud benar-benar adalah bercak dari kurkumin. Berikut merupakan foto hasil pemisahan menggunakan KLT densitometri, deteksi bercak dengan sinar UV λ 254 nm dan 365 nm.
49
S 1 S2 S3
X1 X 2
X3 S4
S5
Gambar 3. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi sinar UV 254 nm
Keterangan: S1 : Kurkumin baku 0,12 µg/µl : Kurkumin baku 0,14 µg/µl S2 : Kurkumin baku 0,18 µg/µl S3 : Kurkumin sampel replikasi 1 X1 : Kurkumin sampel replikasi 2 X2 : Kurkumin sampel replikasi 3 X3 : Kurkumin baku 0,23 µg/µl S4 : Kurkumin baku 0,35 µg/µl S5
50
S 1 S2 S3
X1
X2 X3
S4 S 5
Gambar 4. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi sinar UV 365 nm
Keterangan: S1 : Kurkumin baku 0,12 µg/µl : Kurkumin baku 0,14 µg/µl S2 : Kurkumin baku 0,18 µg/µl S3 : Kurkumin sampel replikasi 1 X1 : Kurkumin sampel replikasi 2 X2 : Kurkumin sampel replikasi 3 X3 : Kurkumin baku 0,23 µg/µl S4 : Kurkumin baku 0,35 µg/µl S5
51
Berikut merupakan nilai Rf dan warna bercak hasil pemisahan dengan KLT densitometri: Tabel VI. Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri Bercak
Kurkumin baku Kurkumin sampel Demetoksi kurkumin
Rf
Visual
0,54 ± 0,00
Kuning
0,54 ± 0,01
Kuning
0,39 ± 0,01
Kuning
Warna bercak UV λ 254 nm UV λ 365 nm
Coklat kekuningan Coklat kekuningan Coklat kekuningan
Kuning kehijauan Kuning kehijauan Kuning kehijauan
Rf kurkumin baku dan kurkumin sampel sama-sama menunjukkan nilai 0,54. Selain itu pada ketiga deteksi bercak, warna yang sama juga ditunjukkan oleh bercak kurkumin baku dan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa bercak yang dimaksud pada sampel benar-benar merupakan bercak kurkumin. 6. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri
a. Pembuatan kurva baku Prinsip dasar penetapan kadar menggunakan KLT densitometri adalah mengukur kerapatan noda senyawa yang bersangkutan, yang terlebih dahulu dipisahkan dengan cara kromatografi lapis tipis (Wardani, 2003). KLT densitometri dapat digunakan untuk menetapkan kadar kurkumin. Pengukuran kerapatan bercak kurkumin didasarkan atas jumlah sinar yang diserap. Sinar yang digunakan dalam penetapan kadar kurkumin yaitu sinar UV dengan panjang gelombang 420 nm (Martono, 1996). Kurkumin dapat menyerap sinar tersebut karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom sebagai berikut:
52
O
O OCH3
H3CO
OH
HO
Keterangan: : gugus kromofor : gugus auksokrom Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin
Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku ditampilkan sebagai berikut: Tabel VII. Hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku Kadar kurkumin (µg/µl)
Area (x 105)
0,12 0,14 0,18 0,23 0,35
0,27107 0,32107 0,50799 0,70440 1,20423
Hasil analisis hubungan antara kadar kurkumin dan area kromatogram dengan persamaan regresi korelasi, diperoleh persamaan garis regresi untuk kurva baku Y = 4,1110X – 0,2369 dengan nilai koefisien relasi r = 0,9995. Hal ini memenuhi persyaratan linearitas yaitu > 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003). Dengan demikian kurva baku tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak. Berikut merupakan grafik kurva baku:
53
1.3
Area kromatogram
1.1 0.9 0.7 0.5 0.3 0.1 0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
Kadar
(µg/µl)
0.35
0.4
Gambar 5. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku
b. Perolehan kembali (recovery) dan koefisien variasi (CV) Berikut merupakan hasil perolehan kembali dan koevisien variasi kurkumin pada kadar masing-masing kadar: Tabel VIII. Hasil perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin Kadar kurkumin (µg/µl)
Recovery rata-rata (%)
CV (%)
0,12 0,14 0,18 0,23 0,35
98,67 101,38 99,65 99,48 100,94
0,34 0,35 1,62 0,74 0,96
Dengan hasil tersebut, metode analisis ini cukup valid dan dapat digunakan untuk menetapkan kadar kurkumin dalam sampel. Hal ini didasarkan pada nilai recovery 98-102% dan CV kurang dari 2% (Mulja dan Hanwar, 2003). c. Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak bertujuan untuk mengetahui kandungan kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak. Kadar kurkumin yang
54
diperoleh akan digunakan dalam penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak yang akan digunakan dalam pembuatan granul effervescent. Hasil penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak memperlihatkan kadar kurkumin rata-rata sebesar 6,11% dalam ekstrak dengan nilai SD sebesar 0,39.
E. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent
Ekstrak rimpang temulawak yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suatu sediaan effervescent yaitu granul effervescent. Pemilihan sediaan effervescent didasarkan pada penggunaannya yang mudah dan praktis, serta
kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika yang mengandung dosis obat yang tepat. Bentuk sediaan granul sendiri lebih mudah dan murah dalam pembuatannya jika dibandingkan dengan bentuk sediaan tablet. Sediaan ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bentuk sediaan obat yang berasal dari bahan alam. Suatu sediaan effervescent mengandung sumber asam dan sumber karbonat. Kedua bahan ini sangat penting dalam sediaan effervescent karena dengan adanya air, sumber asam dan sumber karbonat ini akan bereaksi membebaskan CO2. Sediaan effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi 2 jenis asam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan ketika hanya digunakan satu jenis asam saja. Dalam hal ini kombinasi sumber asam yang digunakan yaitu natrium sitrat dan asam fumarat. Natrium sitrat bersifat mudah larut dalam air namun di sisi lain juga sangat higroskopis. Asam fumarat memiliki sifat tidak higroskopis. Kombinasi sumber asam ini diharapkan dapat
55
memperbaiki sifat sumber asam secara keseluruhan. Syarat suatu sediaan effervescent yang harus larut dalam air membentuk larutan jernih dipengaruhi oleh
kelarutan bahan-bahan penyusunnya. Adanya air akan menyebabkan sumber asam dan sumber karbonat bereaksi membentuk CO2. Reaksi effervescent ini dapat terjadi jika bahan-bahan penyusunnya memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap air dari lingkungannya sebelum diaplikasikan. Hal ini menyebabkan reaksi effervescent terjadi secara prematur dan menyebabkan reaksi effervescent tidak lagi optimal saat diaplikasikan. Sifat kombinasi sumber asam yang dihasilkan diharapkan memiliki kelarutan yang baik dalam air dan kurang higroskopis. Natrium bikarbonat dipilih karena merupakan sumber karbonat paling umum digunakan dalam sediaan effervescent. Keberadaan sumber karbonat sangat penting dalam sediaan effervescent sehingga reaksi effervescent dapat terjadi. Dengan demikian optimasi dilakukan tidak hanya untuk kombinasi sumber asam namun juga antara sumber asam dan sumber karbonat sehingga granul effervescent yang dihasilkan memenuhi persyaratan sifat-sifat fisik granul effervescent. Berikut merupakan reaksi yang terjadi antara sumber asam dengan
sumber karbonat yang disebut reaksi effervescent. Reaksi antara natrium sitrat dan natrium bikarbonat: NaHCO3 +
C6H6Na2O7 + Æ Na3C6H5O7 + CO2 + H2O
Natrium bikarbonat Natrium sitrat
56
Reaksi antara asam fumarat dan natrium bikarbonat 2 NaHCO3 +
C4H4O4 + Æ Na2C4H2O4 + 2 CO2 + 2 H2O
Natrium bikarbonat Asam fumarat
Penentuan level sumber asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat sebagai sumber karbonat mengacu pada penelitian Natalia (2006) tentang Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Secara Granulasi Basah: Dengan Desain Faktorial. Penelitian ini menggunakan 2 level yaitu level tinggi dan level rendah. Level tinggi campuran asam adalah 960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg) dan level rendah campuran asam adalah 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200 mg) sedangkan untuk natrium bikarbonat sebesar 357 mg dan 571 mg. Dalam formulasi granul effervescent, pembuatan granul asam dan basa dilakukan secara terpisah. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya reaksi effervescent prematur, yaitu jika asam dan basa bercampur ditambah dengan
kehadiran air. Reaksi effervescent prematur dapat menyebabkan reaksi effervescent tidak lagi optimal saat diaplikasikan. Granul asam tersusun atas
ekstrak rimpang temulawak, sumber asam berupa natrium sitrat dan asam fumarat, laktosa sebagai bahan pengisi, dan PVP sebagai bahan pengikat. Granul basa mengandung sumber karbonat berupa natrium bikarbonat, aspartam sebagai pemanis, laktosa sebagai bahan pengisi, dan PVP sebagai bahan pengikat. Ekstrak rimpang temulawak ditambahkan pada granul asam karena zat aktif yang
57
terkandung dalam ekstrak berupa kukumin stabil dalam asam. Kurkumin dalam suasana basa dapat terurai menjadi asam ferulat dan asam vanilat. Penambahan kurkumin dalam granul asam bertujuan untuk menghindari hal tersebut. Laktosa sebagai bahan pengisi dan PVP sebagai bahan pengikat ditambahkan baik pada granul asam maupun basa. Aspartam sebagai bahan pemanis tidak ditambahkan pada granul asam melainkan granul basa karena dari hasil orientasi, jika aspartam ditambahkan pada granul asam, larutan yang dihasilkan setelah granul effervescent dilarutkan tidak akan membentuk larutan jernih. Hal ini kemungkinan
disebabkan aspartam terikat oleh ekstrak sehingga menghalangi kelarutannya. Pemanis perlu ditambahkan untuk menutupi rasa pahit dari ekstrak rimpang temulawak. PVP sebagai bahan pengikat terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol 70% sebelum dicampur dengan bahan-bahan yang lain. Hal ini dilakukan karena metode yang digunakan adalah granulasi basah yang membutuhkan cairan penggranul untuk membentuk massa granul yang akan dicetak. PVP dapat larut dalam etanol dan air, namun etanol dipilih dengan tujuan memperkecil keberadaan air dalam granul yang dapat memicu terjadinya reaksi effervescent dini. Dengan etanol, proses pengeringan granul basah menjadi granul kering juga dapat berlangsung lebih cepat karena etanol mudah menguap. Konsentrasi etanol sebesar 70% digunakan agar lebih efisien dibandingkan jika digunakan etanol 96%. Kandungan air dalam etanol 70% tidak menjadi masalah yang begitu berarti terkait dengan kemungkinan terjadinya reaksi effervescent dini karena granul asam dan granul basa dibuat secara terpisah.
58
Granul effervescent dibuat menggunakan metode granulasi basah. Bahanbahan granul asam dan granul basa masing-masing dicampur sampai membentuk massa granul yang siap dicetak. Setelah massa granul dicetak, granul dikeringkan dengan oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Pengeringan dilakukan sampai bobot konstan dengan tujuan untuk meminimalkan sisa cairan penggranul yang dapat memicu terjadinya reaksi effervescent dini. Granul yang sudah kering diayak menggunakan ayakan 30/40 (Allen, 2002). Granul kemudian diuji sifat fisiknya yang meliputi uji kecepatan alir, uji waktu larut, dan uji kandungan lembab granul. Semua proses pembuatan granul dan uji sifat fisik dilakukan pada ruangan dengan kelembaban relatif 50-53% dengan suhu ruangan 25oC. Kelembaban relatif lingkungan perlu dibuat minimal untuk menghindari kemungkinan terjadinya reaksi effervescent dini.
F. Uji Sifat Fisik Granul Effervescent
Pengujian sifat fisik granul effervescent meliputi uji kecepatan alir, uji waktu larut, dan uji kandungan lembab granul. Semua proses uji sifat fisik dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban relatif 50-53% dengan suhu ruangan 25oC. Berikut merupakan hasil uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak:
59
Tabel IX. Hasil uji sifat fisik granul effervescent Formula
Kecepatan alir (g/s)
Waktu larut (detik)
Kandungan lembab (%)
1 a b ab
79,29 ± 1,68 96,14 ± 3,22 84,47 ± 2,53 87,86 ± 1,03
77,22 ± 1,92 53,03 ± 2,59 53,12 ± 0,96 82,60 ± 3,11
0,59 ± 0,05 0,54 ± 0,12 0,74 ± 0,09 0,41 ± 0,21
Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel X. Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent Efek
Kecepatan alir
Waktu larut
Kandungan lembab
Campuran asam Natrium bikarbonat Interaksi
10,12 13,75 |-13,46|
2,64 2,74 26,84
|-0,19| 0,01 |-0,14|
1. Kecepatan alir
Pengujian sifat alir granul dilakukan dengan metode langsung yaitu dengan kecepatan alir Hopper. Metode ini merupakan metode uji sifat alir yang paling sederhana dan hasilnya mudah untuk diinterpretasikan (Gordon, et. Al, 1980). Granul perlu diuji sifat alirnya dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan alir granul terkait dengan fabrikasi pada skala industri dalam hal keseragaman bobot granul saat pengemasan. Persyaratan sifat alir granul dalam hal kecepatan alir granul adalah > 10 g/s. Menurut Guyot, apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram granul untuk mengalir lebih lama dari 10 detik atau kecepatan alir < 10 g/s, dapat dikatakan bahwa dalam fabrikasi pada skala industri akan dijumpai kesulitan dalam hal regularitas berat granul (cit., Fudholi, 1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir granul meliputi ukuran, bentuk,
60
densitas (Staniforth, 2002), kandungan lembab, tekstur permukaan granul (Banker dan Anderson, 1986), dan kerapuhan granul. Dari hasil uji kecepatan alir granul, semua formula memiliki kecepatan alir yang memenuhi persyaratan (> 10 g/s) sehingga dapat disimpulkan bahwa granul effervescent pada semua formula memiliki sifat alir yang baik. Hubungan
pengaruh peningkatan level campuran asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent ekstrak rimpang
100
100
90
90 kecepatan alir (g/s)
kecepatan alir (g/s)
temulawak, dibuat grafik sebagai berikut:
80
80
70
70
60
60 500
600
700
800
900
1000
Campuran asam (mg) Level rendah natrium bikarbonat
Level tinggi natrium bikarbonat
300
350
400
450
500
550
600
Natrium bikarbonat (mg) Level rendah campuran asam
Level tinggi campuran asam
Gambar 6. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent
Pada peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi, peningkatan kecepatan alir lebih besar terjadi pada penggunaan natrium bikarbonat level rendah dibandingkan penggunaan natrium bikarbonat level tinggi. Grafik yang semakin curam maka akan semakin besar efeknya dalam menentukan kecepatan alir. Kecuraman grafik dapat ditunjukkan lewat nilai slope (b). Dalam peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi, grafik natrium bikarbonat level rendah memiliki nilai b sebesar 0,0468 yang lebih
61
besar nilainya daripada nilai b pada grafik natrium bikarbonat level tinggi yaitu sebesar 0,0094. Pada peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level tinggi, campuran asam level tinggi lebih besar efeknya dalam mempengaruhi kecepatan alir dibandingkan dengan penggunaan campuran asam level rendah, yaitu menurunkan kecepatan alir. Dalam peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level tinggi, grafik campuran asam level tinggi memiliki nilai b sebesar |-0,0387| yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik campuran asam level rendah yaitu sebesar 0,0242. Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent menunjukkan adanya interaksi antara campuran asam dan natrium
bikarbonat dalam menentukan kecepatan alir pada level yang diteliti. Ketidaksejajaran garis pada grafik dapat dilihat dari besar nilai slope (b). Jika dua buah garis memiliki nilai b yang tidak sama maka hal ini menunjukkan adanya ketidaksejajaran garis. Adanya interaksi juga dapat dilihat dari hasil perhitungan efek interaksi dimana efek interaksi dalam menentukan kecepatan alir yaitu sebesar |-13.46|. Berdasarkan hasil perhitungan efek terhadap kecepatan alir granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, memperlihatkan bahwa efek natrium
bikarbonat diprediksi lebih dominan dalam menentukan kecepatan alir. Dalam hal ini natrium bikarbonat diprediksi dominan dalam menaikkan kecepatan alir karena nilai efek natrium bikarbonat positif. Efek campuran asam juga bernilai positif
62
berarti campuran asam berefek menaikkan kecepatan alir namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek natrium bikarbonat maupun efek interaksi. Efek interaksi bernilai negatif, berarti bahwa interaksi berefek menurunkan kecepatan alir namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek natrium bikarbonat. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa yang paling dominan dalam menentukan kecepatan alir adalah natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat diprediksi dominan dalam menentukan (menaikkan) kecepatan alir, diduga disebabkan kerapuhan granul basa lebih kecil dibandingkan dengan granul asam yang dihasilkan. Semakin besar kerapuhan maka kecepatan alir akan semakin kecil karena serbuk yang dihasilkan akibat kerapuhan granul akan menurunkan kecepatan alir. Serbuk yang memiliki ukuran partikel lebih kecil daripada granul mempunyai luas permukaan spesifik yang lebih besar daripada granul. Hal ini menyebabkan kohesi antar partikel serbuk menjadi besar sehingga serbuk akan sulit untuk mengalir. 2. Waktu larut
Pengujian waktu larut bertujuan untuk mengetahui kemampuan larut granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Uji waktu larut dilakukan dengan melarutkan granul effervescent ke dalam 200 ml air, kemudian dihitung waktu larutnya sampai semua granul effervescent terlarut. Persyaratan waktu larut granul effervescent menurut Mohrle (1980) adalah sampai 1 atau 2 menit membentuk
larutan jernih atau residu yang tidak larut harus seminimal mungkin. Proses larutnya granul effervescent diawali dari penetrasi air ke dalam granul yang dipermudah oleh adanya PVP sebagai bahan pengikat yang bersifat
63
hidrofilik. Adanya air akan menyebabkan sumber asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat bereaksi menghasilkan gas CO2 yang berperan dalam proses larutnya granul effervescent. Dalam penelitian, proses larutnya granul effervescent ekstrak rimpang temulawak memerlukan adanya pengadukan. Tidak adanya pengadukan akan menyebabkan granul yang larut karena reaksi effervescent terakumulasi pada bagian atas larutan, sehingga larutan yang
dihasilkan tidak dapat homogen. Pengadukan diperlukan agar larutan memiliki homogenitas yang baik. Selain itu pengadukan juga diperlukan untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi effervescent pada granul sehingga granul memiliki waktu larut yang baik. Granul asam dan granul basa yang dibuat terpisah menyebabkan suatu kesulitan tersendiri pada reaksi effervescent. Agar reaksi ini dapat terjadi harus ada kontak antara sumber asam pada granul asam dan sumber karbonat pada granul basa. Pengadukan akan menyebabkan kontak antara granul asam dan basa meningkat sehingga granul effervescent dapat larut dengan baik. Dalam hal ini, pengadukan yang diperlukan yaitu sebanyak 10 kali. Dari hasil uji waktu larut granul, semua formula memiliki waktu larut yang memenuhi persyaratan (≤ 120 detik) sehingga dapat disimpulkan bahwa granul effervescent pada semua formula memiliki waktu larut yang baik. Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, dibuat grafik sebagai berikut:
90
90
80
80 Waktu larut (detik)
Waktu larut (detik)
64
70
60
50
70
60
50
40
40
500
600
700
800
900
1000
300
Campuran asam (mg) Level rendah natrium bikarbonat
Level tinggi natrium bikarbonat
350
400
450
500
550
600
Natrium bikarbonat (mg) Level rendah campuran asam
Level tinggi campuran asam
Gambar 8. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent
Pada peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi, natrium bikarbonat level tinggi lebih besar efeknya dalam mempengaruhi waktu larut dibandingkan dengan penggunaan natrium bikarbonat level rendah, yaitu menaikkan waktu larut. Dalam peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi, grafik natrium bikarbonat level tinggi memiliki nilai b sebesar 0,0819 yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik natrium bikarbonat level rendah yaitu sebesar |-0,0672|. Pada peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level tinggi, campuran asam level tinggi lebih besar efeknya dalam mempengaruhi waktu larut dibandingkan penggunaan campuran asam level rendah, yaitu menaikkan waktu larut. Dalam peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level tinggi, grafik campuran asam level tinggi memiliki nilai b sebesar 0,1382 yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik campuran asam level rendah yaitu sebesar |-0, 1126|.
65
Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent menunjukkan adanya interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat dalam menentukan waktu larut pada level yang diteliti. Adanya interaksi juga dapat dilihat dari hasil perhitungan efek interaksi dimana efek interaksi dalam menentukan kecepatan alir yaitu sebesar 26,84. Berdasarkan hasil perhitungan efek terhadap waktu larut granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, memperlihatkan bahwa efek interaksi
diprediksi lebih dominan dalam menentukan waktu larut. Dalam hal ini interaksi diprediksi dominan dalam menaikkan waktu larut karena nilai efek interaksi positif. Efek campuran asam dan natrium bikarbonat juga bernilai positif berarti campuran asam dan natrium bikarbonat berefek menaikkan waktu larut namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek interaksi. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa yang paling dominan dalam menentukan waktu larut adalah interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat. 3. Kandungan lembab
Uji kandungan lembab granul effervescent ekstrak rimpang temulawak diperlukan untuk mengetahui kandungan lembab dalam granul. Hal ini dilakukan karena kandungan lembab dalam granul dapat berpengaruh pada sifat alir, kekerasan granul, kerapuhan granul, dan waktu larut granul effervescent. Kandungan lembab dalam granul effervescent harus dibuat seminimal mungkin untuk menghindari terjadinya reaksi effervescent secara prematur yang dapat mempengaruhi stabilitas granul. Jika reaksi effervescent prematur terjadi maka
66
reaksi effervescent tidak akan terjadi secara optimal saat aplikasi. Kandungan lembab dalam sediaan yang dibuat dari bahan alam juga dapat mempengaruhi stabilitasnya secara mikrobiologi. Adanya air dalam bahan alam dapat berpengaruh terhadap tumbuhnya jamur dan bakteri sehingga kualitas sediaan akan menurun. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kandungan lembab granul effervescent antara lain, suhu pengeringan granul, waktu pengeringan granul, dan
kelembaban relatif lingkungan. Oleh karena itu, seluruh proses pembuatan granul dan uji sifat fisik granul effervescent dilakukan pada ruangan dengan kelembaban relatif 50-53% untuk meminimalkan kandungan lembab granul. Dari hasil uji kandungan lembab granul, formula 1, a, dan ab memiliki kandungan lembab yang memenuhi persyaratan (0,4-0,7%), sedangkan formula b memiliki kandungan lembab > 0,7%. Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul
0.8
0.8
0.7
0.7 Kandungan lembab (%)
Kandungan lembab (%)
effervescent ekstrak rimpang temulawak, dibuat grafik sebagai berikut:
0.6
0.5
0.4
0.6
0.5
0.4
0.3
0.3
500
600
700
800
900
1000
Campuran asam (mg) Level rendah natrium bikarbonat
Level tinggi natrium bikarbonat
300
350
400
450
500
550
600
Natrium bikarbonat (mg) Level rendah campuran asam
Level tinggi campuran asam
Gambar 9. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul effervescent
67
Pada peningkatan jumlah campuran asam pada level rendah dan level tinggi, penurunan kandungan lembab lebih besar terjadi pada penggunaan natrium bikarbonat level tinggi dibandingkan penggunaan natrium bikarbonat level rendah. Dalam peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi, grafik natrium bikarbonat level tinggi memiliki nilai b sebesar
|-0,0009|
yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik natrium bikarbonat level rendah yaitu sebesar |-0,0002|. Pada peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level tinggi, campuran asam level rendah lebih besar efeknya dalam mempengaruhi kandungan lembab dibandingkan penggunaan campuran asam level tinggi, yaitu menaikkan kandungan lembab. Dalam peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level tinggi, grafik campuran asam level rendah memiliki nilai b sebesar 0,0007 yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik campuran asam level tinggi yaitu sebesar |-0,0006|. Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul effervescent menunjukkan adanya interaksi antara campuran asam dan natrium
bikarbonat dalam menentukan kandungan lembab pada level yang diteliti. Adanya interaksi juga dapat dilihat dari hasil perhitungan efek interaksi dimana efek interaksi dalam menentukan kecepatan alir yaitu sebesar |-0,14|. Berdasarkan hasil perhitungan efek terhadap kandungan lembab granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, memperlihatkan bahwa efek campuran
asam diprediksi lebih dominan dalam menentukan kandungan lembab. Dalam hal
68
ini campuran asam diprediksi dominan dalam menurunkan kandungan lembab karena nilai efek campuran asam negatif. Efek natrium bikarbonat bernilai positif berarti natrium bikarbonat berefek menaikkan kandungan lembab namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek campuran asam maupun interaksi. Efek interaksi bernilai negatif berarti interaksi berefek menurunkan kandungan lembab namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek campuran asam. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa yang paling dominan dalam menentukan kandungan lembab adalah campuran asam. Kandungan lembab granul effervescent dalam hal ini diduga dipengaruhi oleh kandungan lembab awal campuran asam dan natrium bikarbonat yang digunakan. Campuran asam antara natrium sitrat dan asam fumarat dominan dalam menentukan (menurunkan) kandungan lembab granul effervescent. Kandungan lembab campuran asam yang digunakan diduga lebih kecil dibandingkan kandungan lembab natrium bikarbonat. Walaupun ketiga bahan yang digunakan tersebut merupakan bahan anhidrat namun diduga kandungan lembab yang berbeda tersebut terkait dengan proses penyimpanan dan distribusi bahan. Dalam proses pengeringan granul, jika diasumsikan bahwa jumlah penguapan lembab antara granul asam dan basa adalah sama, maka kandungan lembab akhir granul effervescent dimungkinkan dipengaruhi oleh kandungan lembab awal bahan.
69
G. Optimasi Formula Granul Effervescent
Optimasi formula granul effervescent dilakukan untuk melihat kombinasi sumber asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat yang optimum sehingga dapat menghasilkan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang memenuhi persyaratan uji fisik granul. Hasil pengukuran sifat fisik granul effervescent yang telah diperoleh kemudian dibuat contour plot untuk masing-masing sifat fisik. Dari contour plot tersebut dipilih area yang memenuhi persyaratan uji sifat fisik granul effervescent. Area-area yang memenuhi persyaratan pada masing-masing uji sifat fisik granul kemudian digabungkan dalam contour plot super imposed. Dari contour plot super imposed ini dapat dilihat area yang optimum dari campuran asam dan natrium bikarbonat yang merupakan formula optimum granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Dari hasil perhitungan desain faktorial kecepatan alir, didapatkan persamaan Y = 5,1343 + 0,1092.X1 + 0,1290.X2 - 1,7474.10-4.X1.X2. Y merupakan respon kecepatan alir granul effervescent (g/s), X1 merupakan level campuran asam, dan X2 merupakan level natrium bikarbonat. Dari persamaan tersebut, dapat dibuat contour plot untuk kecepatan alir granul effervescent.
70
567
Natrium bikarbonat (mg)
537
507
477
447
417
387
357 600
650
700
750
800
850
900
950
Campuran asam (mg) 82 g/s
85 g/s
88 g/s
91 g/s
94 g/s
Gambar 10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent
Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area optimum granul effervescent yang memenuhi persyaratan kecepatan alir granul yaitu > 10 g/s.
Dengan demikian area > 10 g/s dipilih sebagai area optimum untuk menghasilkan kecepatan alir yang dikehendaki. Dari contour plot di atas, semua area memenuhi persyaratan kecepatan alir, maka semua area tersebut dipilih sebagai area optimum kecepatan alir. Persamaan desain faktorial untuk respon waktu larut granul effervescent adalah Y = 306,9726 – 0,3159.X1 -0,5306.X2 + 6,9669.10-4.X1.X2. Y merupakan respon waktu larut granul effervescent (detik), X1 merupakan level campuran asam, dan X2 merupakan level natrium bikarbonat. Dari persamaan tersebut, dapat dibuat contour plot sebagai berikut:
71
567
Natrium bikarbonat (mg)
537 507
477 447 417
387 357 600
650
700
750
800
850
900
950
Campuran asam (mg) 57 detik
64 detik
71 detik
78 detik
Gambar 11. Contour plot waktu larut granul effervescent
Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area optimum granul effervescent yang memenuhi persyaratan waktu larut granul yaitu ≤ 120 detik.
Dengan demikian area ≤ 120 detik dipilih sebagai area optimum untuk menghasilkan waktu larut yang dikehendaki. Dari contour plot di atas, semua area memenuhi persyaratan waktu larut, maka semua area tersebut dipilih sebagai area optimum waktu larut. Persamaan desain faktorial untuk respon kandungan lembab granul effervescent adalah Y = -0,3552 + 1,1472.10-3X1 + 2,8923.10-3.X2 - 3,6306.106
.X1.X2. Y merupakan respon kandungan lembab granul effervescent (%), X1
merupakan level campuran asam, dan X2 merupakan level natrium bikarbonat. Dari persamaan tersebut, dapat dibuat contour plot untuk kandungan lembab granul effervescent.
72
Gambar 12. Contour plot kandungan lembab granul effervescent
Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area optimum granul effervescent yang memenuhi persyaratan kandungan lembab granul yaitu 0,4-
0,7%. Granul yang kandungan lembabnya terlalu kecil dapat menyebabkan granul terlalu rapuh sedangkan granul dengan kandungan lembab terlalu tinggi akan berpengaruh pada stabilitas granul effervescent. Area 0,4-0,7% dipilih sebagai area optimum untuk menghasilkan kandungan lembab granul yang dikehendaki. Area optimum untuk masing-masing uji sifat fisik granul effervescent kemudian digabungkan menjadi satu dalam contour plot super imposed berikut ini:
73
Gambar 13. Contour plot super imposed sifat fisik granul effervescent
Dari contour plot super imposed di atas dapat ditemukan area komposisi formula campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Natrium bikarbonat merupakan faktor yang diprediksi dominan dalam menentukan kecepatan alir granul effervescent. Waktu larut granul effervescent diprediksi dominan dipengaruhi oleh interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat. Campuran asam antara natrium sitrat dan asam fumarat diprediksi berpengaruh dominan dalam menentukan kandungan lembab granul effervescent. 2. Ditemukan area komposisi formula campuran natrium sitrat–asam fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dengan sifat fisik yang dikehendaki.
B. Saran Perlu dikembangkan sediaan berupa tablet effervescent berdasarkan komposisi optimum formula granul effervescent yang dihasilkan.
74
75
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E., 2003, Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit, 1-3, 12-13, Agromedia Pustaka, Jakarta. Allen, L., 2002, The Art Science and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2nd Edition, 99, 118, American Pharmaceutical Association, Washington D.C. Anggraeni, P. D., 2005, Optimasi Formula Tablet Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Secara Granulasi Basah : Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Anonim, 1976, The Merck Index, 9th Edition, 348, Merck and Co., Inc., USA. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-9, 50, 338, 354, 400, 510, 782, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1985, Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 208/Men.Kes./PER/IV/1985 tentang Pemanis Buatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4-6, 601, 771, 1004, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2004, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan, http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/Kep.Ka. BPOM-Pemanis.pdf., Diakses pada 20 April 2006. Anonim, 2006, Product Information Curcumin, http://www.caymanchem.com, Diakses pada 19 September 2006. Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 212-217, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Aulton, M. E., 2002, Pharmaceuticals the Science of Dosage Form Design, 2nd Edition, 307-312, 618-619, 662-666, ECBS, Philadelphia.
76
Banker dan Anderson, 1986, Tablet, in Lachman, L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, terjemahan Siti Suyatmi, Edisi 3, 647-677, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Application, 2nd Edition, 308-553, Marcell Dekker, Inc., New York. Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, 182-186, Trubus Agriwidyo, Jakarta. Duke, 1992, Dr. Duke’s Phytochemical and Ethnobotanical Databases, http://sun.ars-grin.gov:8080/npgspub/xsql/duke/plantdisp.xsql?taxon= 332, Diakses pada 23 Januari 2006. Fassihi, A. K., dan Kanfer, I., 1986, Effect of Compressibility and Powder Flow Properties on Tablet Weight Variation in Drug Development and Industrial Pharmacy, 22, 1947-1968, Marcell Dekker, New York. Fausett, H., Gayser Jr., C., dan Dash, A., K., 2000, Evaluation of Quick Disintegrating Calcium Carbonate Tablets, http://www.pharmascitech.com/, Diakses pada 23 Januari 2006. Fudholi, A., 1983, Metodologi Formulasi Dalam Kompresi Direk, Medika 7, 9, 586-593. Gordon, R. E., Rosarske, T. W., dan Fonner, D. E., 1980, Granulation Technology and Tablet Characterization, in Lieberman, H. A., Lachman, L., dan Schawtz, J. B., Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Vol 2, 2nd Edition, 299-308, Marcell Dekker, Inc., New York. Lelo, A., Rasyid, A., Zain-Hamid, 1998, Efek Kurkumin Pada Kandung Empedu Manusia : Dalam Bentuk Sediaan Tablet, Kapsul, dan Bubuk, Majalah Kedokteran Hewan Unibraw, XIV, No. 3, 131-132. Linberg, N., Engfors, H., Ericsson, T., 1992, Effervescent Pharmaceuticals, in Swarbricck, J., Boylan, J.C., (e d s.), Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Vol 5, 45-71, Marcell Dekker, Inc., New York. List, P. H., Schmidt, P. C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, 107-112, CRC Press Inc., USA. Karden,
M., 2003, Temulawak, http://warintek.progressio.or.id/obat/ temulawak.htm, Diakses pada 11 November 2005.
77
Majeed, M., Vladimir, B., Uma, S., Rajendran, M. S., 1995, Curcuminoids Antioxidant Phytonutrients, Nutriscience Publishers, New Jersey. Martono, S., 1996, Penentuan Kadar Kurkumin Secara Kromatografi Lapis TipisDensitometri, Buletin ISFI Yogyakarta, 2, 4, 11-21. Mohrle, R., 1980, Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Volume 1, 284-362, Penerbit Warner Lambert Company, Morris Planis, New Jeresy. Mulja, M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik, Majalah Farmasi Airlangga, III, 2, 31-36. Muth, J. E., De., 1999, Basic Statisitca and Pharmaceutical Statistical Application, 265-294, Marcel Dekker, Inc., New York. Staniforth, J., 2002, Powder Flow, in Aulton, M. E., Pharmaceuticals the Science of Dosage Form Design, 2nd Edition, 205-208, ECBS, Philadelphia. Tonnesen, H. H., dan Karlsen, J., 1985, Studies on Curcumin and Curcuminoids, Alkaline Degradation of Curcumin, Original Papers, Departement of Galenical Pharmacy, Institute of Pharmacy, University of Oslo, Norway. Tonnesen, H. H., Vries, H., Henegouwen, G. B., dan Karlsen, J., 1986, Studies on Curcumin and Curcuminoid, Investigation of the Photobiological Activity of Curcumin Using Bacterial Indicator System, Journal of Pharmaceutical Sciences, 76, 5, 371-373. Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, 83-85, 165-167, 179, 202, 206-208, 223, 564, 568, 577-578, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wardani, T., 2003, Pengaruh Penambahan EM-4 (Effective Microorganism-4) Terhadap Kadar Kurkumin Pada Maserasi Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Wedke, D. A., Serajudin, A. T. M., dan Jacobson, H., 1989, Preformulation Testing, in Lieberman, H. A., Lachman, L., dan Schawtz, J. B., Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Vol 1, 2nd Edition, 53-57, Marcell Dekker, Inc., New York. Wehling
dan Fred, 2004, Effervescent Composition Including Stevia, http://www.pharmcast.com/patents100/yr2004/110204/6811793, Diakses pada 2 November 2004.
78
Lampiran 1. Foto tanaman dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Gambar 14. Foto tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Gambar 15. Foto rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
79
Lampiran 2. Data pembuatan kurva baku kurkumin
Tabel VII. Hubungan kadar kurkumin baku dan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku Kadar kurkumin (µg/µl)
Area (x 105)
0,12 0,14 0,18 0,23 0,35
0,27107 0,32107 0,50799 0,70440 1,20423
a = -0,2369 b = 4,1110 r = 0,9995 Persamaan garis regresi Y = 4,1110X-0,2369
80
1.3
5
Area kromatogram (x 10 )
Gambar 16. Kromatogram kurva baku
1.1 0.9 0.7 0.5 0.3 0.1 0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Kadar (µg/µl)
Gambar 6. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku
81
Lampiran 3. Data perhitungan nilai perolehan kembali dan koefisien variasi Tabel XI. Hasil perhitungan perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin Area (x 105)
Kadar (µg/µl)
0,25323 0,25030 0,25113 0,34572 0,35675 0,34986 0,50084 0,51193 0,48841 0,71065 0,70359 0,69668 1,21533 1,22949 1,20151
0,1192 0,1185 0,1187 0,1417 0,1420 0,1427 0,1795 0,1822 0,1764 0,2305 0,2288 0,2271 0,3233 0,3567 0,3499
X Kadar (µg/µl)
CV (%)
0,1188
0,34
0,1421
0,35
0,1794
1,62
0,2288
0,74
0,3533
0,96
Recovery (%) 99,33 98,75 98,92 101,21 101,43 101,98 99,72 101,22 98,00 100,22 99,48 98,74 100,94 101,91 99,97
X Recovery (%) 98,67
101,38
99,65
99,48
100,94
82
Lampiran 4. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak
Gambar 17. Foto ekstrak rimpang temulawak
1. Uji viskositas Tabel XII. Data uji viskositas ekstrak rimpang temulawak
Replikasi
Viskositas (dPas)
1 2 3 4 5 6
1,75 1,70 1,60 1,60 1,70 1,70
X SD
1,68 0,06
83
2. Uji daya lekat Tabel XIII. Data uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak
Replikasi
Daya lekat (detik)
1 2 3 4 5 6
0,34 0,35 0,34 0,35 0,34 0,32 0,34 0,01
X SD
3. Uji kandungan lembab Tabel XIV. Data uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak Replikasi
Bobot (gram)
Cawan Ekstrak Cawan + ekstrak Setelah 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam 9 jam 10 jam 11 jam 12 jam 13 jam 14 jam Ekstrak jam ke-14 Kandungan lembab X (%) Kandungan lembab (%) SD *n.a. = not available
1
2
3
4
84,3736 10,0648 94,4384 92,2311 91,9894 91,7317 91,6044 91,5218 91,4527 91,3528 91,2880 91,2281 91,1986 6,8250
85,4820 10,0358 95,5178 93,9559 93,7800 93,6401 93,5560 93,4804 93,4076 93,3212 93,2639 93,1907 93,1683 7,6863
76,4438 10,0336 86,4774 85,1770 85,0150 84,8546 84,7600 84,6592 84,5980 84,4858 84,4305 84,3698 84,3429 7,8991
87,1474 10,0094 97,1568 n.a.* n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 7,4875
96,2843 89,8713 10,0150 10,0270 106,2993 99,8983 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 7,8543 7,6513
47,4696 30,5674
27,0221
33,6815
27,5098
32,8833 7,5545
5
6
31,0496
84
4. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri (Perhitungan nilai Rf)
Rf =
jarak rambatan bercak (cm) jarak pengembangan (cm)
Tabel VI. Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri Bercak
Kurkumin baku Kurkumin sampel Desmetoksi kurkumin
Warna bercak
Rf
0,54 ± 0,00 0,54 ± 0,01 0,39 ± 0,01
Visual
UV 254 nm
UV 365 nm
Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Fluoresensi Kuning Fluoresensi Kuning Fluoresensi kuning
5. Uji kuantitatif (penetapan kadar kurkumin) menggunakan KLT densitometri Tabel XV. Kadar kurkumin dalam sampel Sampel
AUC (105)
Kadar (%)
1
1,13544
6,22
2
1,04244
6,03
3
1,04803
5,99
4
0,98238
5,51
5
1,09248
6,21
6
1,16177
6,70
X (%)
SD
CV (%)
6,11
0,39
6,34
85
Gambar 18. Kromatogram sampel
86
Lampiran 5. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak
Dosis kurkumin dalam ekstrak temulawak sebagai perangsang penciutan volume kandung empedu dalam penelitian “Efek Kurkumin Pada Kandung Empedu Manusia” adalah 20 mg untuk sekali minum (Lelo, 1998). Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak = 6,11 %. Maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah: 20mg x100 mg = 327,33mg 6,11mg
Dalam 40 gram serbuk rimpang temulawak menjadi 4,4 gram (1/9 berat serbuk mula-mula) ekstrak rimpang temulawak, sehingga dalam kadar kurkumin dalam rimpang kering temulawak sebesar:
6,11gram kurkumin = 0,68% . 900 gram serbuk
87
Lampiran 6. Perhitungan level natrium sitrat-asam fumarat dan natrium bikarbonat
Dari penelitian sebelumnya, level rendah untuk natrium sitrat sebesar 200 mg, asam fumarat 200 mg, sedangkan level tinggi untuk asam sitrat sebesar 1000 mg, asam fumarat 1000 mg (Natalia, 2006). Dari penelitian tersebut, jika dilihat contour plot super imposed dari respon kecepatan alir dan waktu larut granul,
dapat ditentukan level tinggi dan level rendah untuk natraium sitrat-asam fumarat. Titik yang diambil untuk menentukan level campuran natrium sitrat dan asam fumarat adalah titik yang terdapat dalam area contour plot super imposed. Titik yang diambil x1 : x2 = 915 : 457,5. Jadi, perbandingan antara natrium sitrat dan asam fumarat yaitu 2:1. Menurut Wehling dan Fred, 2004, komposisi asam yang paling baik dalam sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot total. Bobot granul total yang ditentukan yaitu 2400 mg. Jadi komposisi asam yang digunakan yaitu 600-960 mg. Dengan demikian campuran natrium sitrat dan asam fumarat yang digunakan pada level rendah yaitu 600 mg, sedangkan untuk level tinggi sebesar 960 mg. 1. Perhitungan level natrium sitrat dan asam fumarat:
a. Level rendah campuran asam
Natrium sitrat 2 x 600 mg = 400 mg 3
Asam fumarat 1 x 600 mg = 200 mg 3
88
b. Level tinggi campuran asam
Natrium sitrat 2 x 960 mg = 640 mg 3
Asam fumarat
1 x 960 mg = 320 mg 3
2. Perhitungan level natrium bikarbonat:
Reaksi antara natrium sitrat dan natrium bikarbonat: C6H6Na2O7 + Æ Na3C6H5O7 + CO2 + H2O
NaHCO3 +
Reaksi antara asam fumarat dan natrium bikarbonat 2 NaHCO3 +
C4H4O4 + Æ Na2C4H2O4 + 2 CO2 + 2 H2O
Berdasarkan kedua reaksi diatas maka dapat dihitung jumlah natrium bikarbonat yang digunakan sebagai level rendah dan level tinggi. a. Natrium bikarbonat untuk campuran asam level rendah 1). Jumlah natrium bikarbonat untuk 400 mg natrium sitrat adalah mol natrium sitrat = mol natrium bikarbonat gram berat gram berat = BM natrium sitrat BM natrium bikarbonat 0,400 X = 84,01 258,07 X = 0,130 gram = 130 mg
89
2) Jumlah natrium bikarbonat untuk 200 mg asam fumarat adalah mol asam fumarat = ½ mol natrium bikarbonat ⎞ ⎛ gram berat gram berat ⎟⎟ = ½ x ⎜⎜ BM natrium bikarbonat ⎝ BM asam fumarat ⎠
X ⎛ 0,200 ⎞ ⎜ ⎟ =½x 84,01 ⎝ 148 ⎠ X = 0,227 gram = 227 mg Sehingga jumlah total natrium bikarbonat untuk campuran asam adalah = 130 mg + 227 mg = 357 mg (digunakan sebagai level rendah)
b. Natrium bikarbonat untuk campuran asam level tinggi 1). Jumlah natrium bikarbonat untuk 640 mg natrium sitrat adalah mol natrium sitrat = mol natrium bikarbonat gram berat gram berat = BM natrium sitrat BM natrium bikarbonat 0,640 X = 84,01 258,07 X = 0,208 gram = 208 mg 2) Jumlah natrium bikarbonat untuk 320 mg asam fumarat adalah mol asam fumarat = ½ mol natrium bikarbonat ⎞ ⎛ gram berat gram berat ⎟⎟ = ½ x ⎜⎜ BM natrium bikarbonat ⎝ BM asam fumarat ⎠
90
X ⎛ 0,320 ⎞ ⎟ =½x ⎜ 84,01 ⎝ 148 ⎠ X = 0,363 gram = 363 mg Sehingga jumlah total natrium bikarbonat untuk campuran asam adalah = 208 mg + 363 mg = 571 mg (digunakan sebagai level tinggi)
91
Lampiran 7. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak 1. Kecepatan alir Tabel XVI. Data uji kecepatan alir granul effervescent Kecepatan alir (g/s)
Replikasi
1 2 3 4 5 6 X SD
1
a
b
ab
78,13 81,97 77,52 80,00 78,13 80,00 79,29 1,68
100,00 94,34 94,40 91,74 99,40 97,09 96,14 3,22
81,97 81,97 84,04 88,50 84,03 86,21 84,47 2,53
88,50 89,29 86,96 86,96 88,50 86,96 87,86 1,03
Tabel XVII. Nilai respon kecepatan alir masing-masing formula formula
asam
basa
interaksi
respon
1 a b ab
+ +
+ +
+ +
79,29 96,14 84,47 87,86
Perhitungan nilai efek Efek faktor A =
= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2
(96,14 − 79,29) + (87,86 − 84,47) 2
= 10,12 Efek faktor B =
= ((b-(1)) + (ab-a)) / 2 (84,47 − 79,29) + (87,86 − 79,29) 2
= 13,75
92
Efek interaksi =
= ((ab-b) - (a-1)) / 2
(87,86 − 84,47) − (96,14 − 79,29) 2
= -13,46
Tabel XXIII. Nilai efek terhadap kecepatan alir granul effervescent Efek
Kecepatan alir
Campuran asam Natrium bikarbonat Interaksi
10,12 13,75 |-13,46|
Tabel XIX. Nilai slope (b) grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam terhadap kecepatan alir Hubungan pengaruh peningkatan level natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir
Natrium bikarbonat Level rendah Level tinggi Campuran asam
Nilai b
0,0468 0,0094 Nilai b
Level rendah
0,0242
Level tinggi
|-0,0387|
Persamaan Umum
Y = b0 + b1.X1 + b2.X2 + b1.2.X1.X2 Formula-1 79,29 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2...............................................(1) Formula-a 96,14 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2...............................................(2) Formula-b 84,47 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2…………….........…..............(3)
93
Formula-ab 87,86 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2…....………………...…........(4) Eliminasi persamaan (1) dan (2) (1) 79,29 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2 (2) 96,14 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2 -16,85 = -360b1 - 128520 b1.2……………….......................................(5) Eliminasi persamaan (3) dan (4) (3) 84,47 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2 (4) 87,86 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2 -3,39 = -360 b1 – 205560 b1.2…………………............................... (6) Eliminasi persamaan (5) dan (6) (5) -16,85 = -360b1 - 128520 b1.2 (6) -3,39 = -360 b1 – 205560 b1.2 -13,46 = 77040 b1.2 b1.2 = -1,7474.10-4
Substitusi nilai b1.2 yang diperoleh ke persamaan (5) -16,85 = -360b1 - 128520 b1.2 -16,85 = -360b1 - 128520 (-1,7474.10-4) b1 = 0,1092
Substitusi nilai b1 dan b1,2 ke persamaan (1) dan (3) (1) 79,29=b0 + 600 (0,1092) + 357 b2 + 214200 (-1,7474.10-4) 51,20 = b0 + 357b2..............................................................................(7)
94
(3)84,47= b0 + 600 (0,1092) + 571 b2 + 342600 (-1,7474.10-4) 78,82 = b0 + 571b2............................................................................(8) Eliminasi persamaan (7) dan (8); 51,20 = b0 + 357b2 78,82 = b0 + 571b2 -27,61 = -214 b2 b2 = 0,1290
Substitusi nilai b2 ke persamaan (7) 51,20 = b0 + 357 (0,1290) b0 = 5,1343
Jadi persamaan design factorial untuk nilai kecepatan alir adalah: Y = 5,1343 + 0,1092.X1 + 0,1290.X2 - 1,7474.10-4.X1.X2
2. Waktu larut Tabel XX. Data uji waktu larut granul effervescent Waktu larut (detik)
Replikasi
1 2 3 4 5 6 X SD
Formula 1
Formula a
Formula b
Formula ab
76,59 76,57 74,88 78,68 80,25 76,35 77,22 1,92
52,14 57,97 50,28 52,5 52,94 52,32 53,03 2,59
51,86 54,53 53,53 52,53 53,66 52,62 53,12 0,96
85,12 76,82 84,72 81,44 83,78 83,72 82,60 3,11
95
Tabel XXI. Nilai respon waktu larut masing-masing formula formula
asam
basa
interaksi
respon
1 a b ab
+ +
+ +
+ +
77,22 53,03 53,12 82,60
Perhitungan nilai efek Efek faktor A
= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2 =
(53,03 − 77,22) + (82,60 − 53,12) 2
= 2,64 Efek faktor B
= ((b-(1)) + (ab-a)) / 2 =
(53,12 − 77,22) + (82,60 − 53,03) 2
= 2,74 Efek interaksi
= ((ab-b) - (a-1)) / 2 =
(82,60 − 53,12) − (53,03 − 77,22) 2
= 26,84
Tabel XXII. Nilai efek terhadap waktu larut granul effervescent Efek
Waktu larut
Campuran asam Natrium bikarbonat Interaksi
2,64 2,74 26,84
96
Tabel XXIII. Nilai slope (b) grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam terhadap waktu larut Hubungan pengaruh peningkatan level natrium bikarbonat terhadap waktu larut
Natrium bikarbonat Level rendah Level tinggi Campuran asam
|-0,0672| 0,0819
Level rendah
|-0, 1126|
Level tinggi
0,1382
Nilai b
Nilai b
Persamaan Umum
Y = b0 + b1.X1 + b2.X2 + b1.2.X1.X2 Formula-1 77,22 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2...........................................................(1) Formula-a 53,03 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2.........................................................(2) Formula-b 53,12 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2……………..........….............(3) Formula-ab 82,60= b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2…....………………...….....................(4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2) (1) 77,22 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2 (2) 53,03 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2 24,20 = -360b1 - 128520 b1.2………………................................................(5)
97
Eliminasi persamaan (3) dan (4) (3) 53,12 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2 (4) 82,60 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2 -29,48 = -360 b1 – 205560 b1.2………………….................................(6) Eliminasi persamaan (5) dan (6) (5) 24,195 = -360b1 - 128520 b1.2 (6) -29,48 = -360 b1 – 205560 b1.2 53,67 = 77040 b1.2 b1.2 = 0,6967.10-4
Substitusi nilai b1.2 yang diperoleh ke persamaan (5) 24,20 = -360b1 - 128520 b1.2 24,20 = -360b1 - 128520 (0,6967.10-4) b1 = -0,3159
Substitusi nilai b1 dan b1,2 ke persamaan (1) dan (3) (1) 77,22 = b0 + 600 (-0,3159) + 357 b2 + 214200 (0,6967.10-4) 117,55 = b0 + 357b2.............................................................................(7) (3)53,12= b0 + 600 (-0,3159) + 571 b2 + 342600 (0,6967.10-4) 3,99 = b0 + 571b2.............................................................................(8) Eliminasi persamaan (7) dan (8); 117,55 = b0 + 357b2 3,99 = b0 + 571b2 113,55 = -214 b2 b2 = -0,5306
98
Substitusi nilai b2 ke persamaan (7) 117,55 = b0 + 357 (-0,5306) b0 = 306,9728
Jadi persamaan design factorial untuk waktu larut adalah: Y = 306,9728 - 0,3159.X1 -0,5306.X2 + 0,6967.10-4.X1.X2
3. Kandungan lembab Tabel XXIV. Data uji kandungan lembab granul effervescent Kandungan lembab (%)
Replikasi
1 2 3 4 5 6 X SD
Formula 1
Formula a
Formula b
Formula ab
0,5768 0,5576 0,6546 0,5765 0,6319 0,5355 0,5882 0,0454
0,6232 0,6418 0,5467 0,4040 0,3679 0,6242 0,5346 0,1203
0,6343 0,7795 0,6826 0,7172 0,8910 0,7415 0,7410 0,0887
0,5779 0,4721 0,4700 0,2452 0,6095 0,0720 0,4078 0,2082
Tabel XXV. Nilai respon kandungan lembab masing-masing formula
formula
asam
basa
interaksi
respon
1 a b ab
+ +
+ +
+ +
0,5882 0,5346 0,7410 0,4078
Perhitungan nilai efek Efek faktor A =
= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2
(0,5363 − 0,5882) + (0,4078 − 0,7410)
= -0,1934
2
99
Efek faktor B =
= ((b-(1)) + (ab-a)) / 2 (0,7410 − 0,5882) + (0,4078 − 0,5346) 2
= 0,0130 Efek interaksi =
= ((ab-b) - (a-1)) / 2
(0,4078 − 0,7410) − (0,5346 − 0,5882) 2
= -0,1399
Tabel XXVI. Nilai efek terhadap kandungan lembab granul effervescent Efek
Kandungan lembab
Campuran asam Natrium bikarbonat Interaksi
|-0,1934| 0,0130 |-0,1399|
Tabel XXVII. Nilai slope (b) grafik hubungan peningkatan level campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam terhadap kandungan lembab Hubungan pengaruh peningkatan level natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab
Natrium bikarbonat Level rendah
|-0,0002|
Level tinggi
|-0,0009|
Campuran asam
Nilai b
Level rendah
0,0007
Level tinggi
|-0,0006|
Nilai b
Persamaan Umum
Y = b0 + b1.X1 + b2.X2 + b1.2.X1.X2 Formula-1 0,5882= b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2..................................................(1)
100
Formula-a 0,5346= b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2................................................(2) Formula-b 0,7410 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2………...….........…...............(3) Formula-ab 0,4078= b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2…....………………...….........(4) Eliminasi persamaan (1) dan (2) (1) 0,5882 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2 (2) 0,5346 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2 0,0535 = -360b1 - 128520 b1.2……………….......................................(5) Eliminasi persamaan (3) dan (4) (3) 0,7410 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2 (4) 0,4078 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2 0,3332 = -360 b1 – 205560 b1.2………………….................................(6) Eliminasi persamaan (5) dan (6) (5) 0,0535 = -360b1 - 128520 b1.2 (6) 0,3332 = -360 b1 – 205560 b1.2 -0.2797 = 77040 b1.2 b1.2 = -0,3631.10-5
Substitusi nilai b1.2 yang diperoleh ke persamaan (5) 0,0535 = -360b1 - 128520 b1.2 0,0535 = -360b1 - 128520 (-0,3631.10-5) b1 = 0,0012
101
Substitusi nilai b1 dan b1,2 ke persamaan (1) dan (3) (1) 0,5882=b0+ 600(0,0012)+ 357 b2+214200(-0,3631.10-5) 0,6774 = b0 + 357b2.............................................................................(7) (3) 0,7410=b0+600(0,0012)+571 b2+342600(-0,3631.10-5) 1,2963 = b0 + 571b2...........................................................................(8) Eliminasi persamaan (7) dan (8); 0,6774 = b0 + 357b2 1,2963 = b0 + 571b2 -0,6189 = -214 b2 b2 = 0,0029
Substitusi nilai b2 ke persamaan (7) 0,6774 = b0 + 357 (0,0029) b0 = -0,3552
Jadi persamaan design factorial untuk nilai kandungan lembab adalah: Y= -0,3552 + 0,0012.X1 + 0,0029.X2 - 0,3631.10-5.X1.X2
102
Formula 1
Formula a
Formula b
Formula ab
Gambar 19. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
Gambar 20. Contoh hasil larutan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
103
Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi
104
BIOGRAFI PENULIS
Tyas Ayu Puspita lahir di Surakarta pada tanggal 2 Desember 1984, merupakan putri pertama dari 3 bersaudara, pasangan Dharsono, S.H., M.M. dan Sri Rahayu. Penulis skripsi berjudul “Optimasi Campuran Natrium
Natrium Bikarbonat
Sitrat–Asam
Fumarat
dan
Sebagai Eksipien Dalam
Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial” ini pernah menempuh pendidikan di TK Lakhsmi 7 Surakarta pada tahun 1989 selama dua tahun. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Kristen Manahan Surakarta pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, kemudian di SLTP Negeri I Surakarta hingga tahun 2000. Setamat SLTP, penulis melanjutkan studi di SMU Negeri I Surakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Setelah selesai menempuh pendidikan SMU, penulis melanjutkan pendidikan ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis pernah memiliki pengalaman bekerja di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sebagai asisten praktikum Farmasetika Dasar tahun 2005-2006 dan FTS Solid tahun 2006.