EVALUASI POLA PENGOBATAN DAN KETAATAN DENGAN HOME VISIT PADA PASIEN HIPERTENSI DI POLI LANSIA PUSKESMAS GONDOKUSUMAN I YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI – MARET 2010
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: C.A.Rosita Indah Aprianti NIM : 068114170
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
ii
iii
iv
Persembahanku… Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan… (Amsal 6:23)
Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya… (Matius 21:22)
Tidak ada sesuatu pun yang layak dipersembahkan bagi Yesus Kristus, selain iman dan kepercayaan. Namun aku percaya Dia selalu mendampingi, kulakukan semua tindakanku dengan senantiasa mengucap “Dalam Nama Yesus” maka niscaya, semua akan menjadi berkat…
Kupersembahkan karya ini kepada: Bapak Mukasi, Mamah Wiwik, dan Bunda Yayuk untuk bimbingan dan dukungan serta doa yang selalu kurasakan… Krisna Purna dengan cinta dan kesabaran, memberi warna dan makna hidup… Para sahabat dan almamater tercinta, Sanata Dharma… v
vi
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “EVALUASI POLA PENGOBATAN DAN KETAATAN DENGAN HOME VISIT PADA PASIEN HIPERTENSI DI POLI LANSIA PUSKESMAS GONDOKUSUMAN I YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI – MARET 2010”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, kritik, dan saran demi terselesaikannya skripsi ini, khususnya kepada : 1. Bapa di surga atas semua berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak dan Mamah (alm.), terimakasih atas cinta, motivasi, dukungan dan doa yang tak henti- hentinya mengalir kepada penulis. 3. Kepala Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta, Bapak drs. Andalusi Slamet, yang telah memberikan ijin pagi penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Gondokusuman I. 4. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt.
vii
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing
yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, serta memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. dan dr. Fenty, Sp.PK selaku dosen penguji atas kritik, saran, arahan dan waktunya. 7. Dosen- dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang tidak hanya memberikan bekal ilmu kepada penulis tetapi juga mengajarkan penulis untuk menjadi pribadi yang lebih humanis. 8. Kepala Bagian Tata Usaha Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta, Bapak SPJ. Susilo, S.Sos., yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus perijinan penelitian ini. Ibu Alma dari bagian pendaftaran dan rekam medis, atas kemurahan hatinya dalam membantu penulis mengambil data di bagian rekam medis. 9. dr. Rossa, dr. Ade dan dr. Ambar dari Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan membantu kelancaran peneliti dalam pengambilan data. 10. Segenap staf sekretariat Fakultas Farmasi (Cak Narto, Mas Dwi, Pak Mukminin) atas bantuannya dalam mempermudah dan memperlancar prosedur administrasi bagi penulis. 11. Keluarga besar Menur 11 Baciro (Bunda Yayuk, Tante Yanti, Tante Penny, Tante Enny, Om Joko, Om Bernhard, Om Rene, Om Komang, Maya, Riko, Atta, Tamara, Yu Las) terima kasih atas nilai hidup yang selama ini ditanamkan dan viii
diajarkan. Terima kasih pula untuk dukungan dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. 12. Krisna Purna Ratmara, terima kasih untuk cinta dan kebersamaannya sejak Desember 2008. Dukungan, banyak bantuan, perhatian, motivasi dan doa selalu penulis peroleh selama ini. Terima kasih sudah mau menjadi bagian penting dalam hidup penulis. Semoga kebersamaan ini bisa terjalin selamanya. 13. Sahabatku Citra Dewanti dan Maria Fea Yessy, terimakasih atas persahabatan yang sudah terjalin selama 7 tahun ini, terimakasih atas suka, duka, tawa, dan tangis yang boleh kita lalui bersama. Dan tidak lupa pula, terimakasih karena mau menjadi tempat berbagi dan berdiskusi kala penulis menemui kesulitan, baik pada saat masih menjalani masa perkuliahan, hingga penyusunan skripsi ini. 14. Sahabatku Dewi Susanti dan Nugraheni Tanti, terima kasih atas bantuannya selama ini kepada penulis, untuk diskusi dan masukannya hingga saat ini. 15. Sahabat- sahabatku yang lain : Giri Wardhana, Citra Puspitasari, Roberta Kristina Sulistyawati, Laksita Devi Saraswati. Terimakasih untuk persahabatan, motivasi, dan semangat yang senantiasa menyala dalam persahabatan kita. 16. Teman- teman FKK 06 khususnya kelas C : Helen, Yustin, Cik KD, Yensi, Atik, Lita, Ayem, Mbak Rian, Maya, Della, Ricky Paijo, Jeffry, Felix, Adi, dll serta teman- teman angkatan 2006 : Yenny, Irene Anindyajati, Yacob Adi, dll yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu, terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis serta atas dukungan yang diberikan. Tidak lupa teman- teman ix
KKN Alternatif XXXII Kelurahan Bener yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis. 17. Kakak angkatan, Stephanie Gunawan, Yuanita Rostiana Subastian, Andreas Donny, Imel, Sekar Chandra Dewi, Feri Dian Sanubari, Akursius Ronny, Donald Tandiose. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan berdiskusi dengan penulis. Adik angkatan, Diana Novitasari, Prastika Hapsari, Maria Silvia, terima kasih atas bantuan dan informasi yang selalu diberikan pada penulis. 18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun demi skripsi yang lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 22 Mei 2010 Penulis
C.A.Rosita Indah A.
x
xi
INTISARI Tekanan darah tinggi atau lebih dikenal dengan hipertensi bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu faktor resiko penting yang dapat mengarah pada terjadinya komplikasi kardiovaskular. Seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila mengalami kondisi dimana tekanan darah meningkat dari yang seharusnya yaitu sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, sehingga untuk mencapai manfaat klinis dilakukan penurunan tekanan darah dengan terapi yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola pengobatan hipertensi, serta memantau ketaatan pasien dalam menggunakan obat antihipertensi yang diberikan pada pasien hipertensi geriatrik di Puskesmas Gondokusuman I periode Februari – Maret 2010. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Kriteria inklusi subyek penelitian meliputi terdiagnosa hipertensi, berusia diatas 60 tahun, dan sudah berobat ke Puskesmas Gondokusuman I minimal 4 kali berturut-turut. Jumlah pasien yang dianalisis sebanyak 17 pasien. Karakteristik jenis kelamin yang paling banyak ditemukan adalah wanita (82%), berusia antara 60-69 tahun (53%), dan pasien dengan hipertensi tanpa penyakit penyerta (41,18%). Terdapat 18 golongan obat yang digunakan oleh pasien dengan penggunaan terbesar yakni analgesik-antipiretik non-narkotik (88,23%). Pada penggunaan obat antihipertensi, ditemukan 3 golongan antihipertensi dengan golongan terbanyak yang digunakan yaitu diuretik dan ACE inhibitor masing-masing pada 11 pasien (64,70%), dan kombinasi 2 jenis antihipertensi (70,59%). Pada evaluasi ketaatan pasien, ditemukan 5 pasien yang tidak taat (29%).
Kata kunci : hipertensi, antihipertensi, puskesmas, ketaatan pasien
xii
ABSTRACT High blood pressure well known as hypertension is not a disease, but an important risk factor that can lead into the occurrence of cardiovascular complications. A patient diagnosed suffering hypertension if the blood pressure increasing from the normal blood pressure, which is 120 mmHg for systolic and 80 mmHg for diastolic, so that the right therapy has to be done in order to reach the goal blood pressure. The aim of this research is to evaluate the pattern of hypertension treatment and also to monitor the geriatric patients’ compliance on using the antihypertension drugs that given to them by Puskesmas Gondokusuman I on February – March 2010 period. This was a non-experimental research with descriptive evaluative design and also prospective design. The inclusion criteria for subjects were hypertension diagnosed, age above 60 years old, and having treatment in Puskesmas Gondokusuman I at least 4 times in a row. Total amount of patients that were analyzed is 17 patients. The largest amount characteristics of patients’ gender is female (82%), with age ranging from 60-69 years old (53%), and patients with no compelling indication (41,18%). There were 18 classes of drugs which most used by patients was analgesic-antipiretic non-narcotics (88,23%). On the anti-hypertension use, 3 classes of anti-hypertension were found, with the largest class used were diuretic and ACE inhibitor on 11 patients (64,70%), respectively. For combination therapy, the most is 2 kinds of anti-hypertensions (70,59%). On the patients’ compliance evaluation, the incompliance were found on 5 patients (29%).
Keywords: hypertension, anti-hypertension, puskesmas, patients’ compliance
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………..vi PRAKATA .......................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. xi INTISARI............................................................................................................ xii ABSTRACT .......................................................................................................... xiii DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ...............................................................................................xviii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx BAB I PENGANTAR........................................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1. Perumusan masalah .................................................................................... 3 2. Keaslian penelitian ..................................................................................... 4 3. Manfaat penelitian ...................................................................................... 5 B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5 1. Tujuan umum ............................................................................................. 5 xiv
2. Tujuan khusus............................................................................................. 6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.................................................................. 7 A. Geriatri ........................................................................................................... 7 B. Tekanan Darah ............................................................................................... 8 C. Hipertensi ...................................................................................................... 8 1. Epidemiologi .............................................................................................. 9 2. Patofisiologi................................................................................................ 9 3. Etiologi ....................................................................................................... 10 4. Klasifikasi ................................................................................................... 11 5. Tanda dan Gejala Klinis ............................................................................. 12 6. Diagnosis dan Pemeriksaan ........................................................................ 13 7. Pedoman Pengobatan ................................................................................. 14 8. Penatalaksanaan.......................................................................................... 16 a. Diuretik Tiazid........ ............................................................................... 16 b. Beta-blocker .......................................................................................... 17 c. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ............................................. 18 d. Antagonis Angiotensin II....................................................................... 19 e. Calcium Channel Blocker ...................................................................... 19 D. Puskesmas ......................................................................................................20 E. Keterangan Empiris ........................................................................................ 21
xv
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 22 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 22 B. Definisi Operasional ....................................................................................... 22 C. Subyek Penelitian ........................................................................................... 24 D. Bahan Penelitian............................................................................................. 24 E. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 24 F. Tata Cara Pengumpulan Data ......................................................................... 24 1.Analisis situasi dan penentuan masalah ...................................................... 25 2. Tahap pengambilan data ............................................................................. 25 3.Tahap penyelesaian data .............................................................................. 26 G. Tata Cara Analisis Hasil................................................................................. 27 1. Karakteristik Pasien .................................................................................... 27 2. Profil Penggunaan Obat .............................................................................. 27 3. Evaluasi Drug Therapy Problem ................................................................ 27 H. Kesulitan Penelitian ....................................................................................... 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 29 A. Karakteristik Pasien........................................................................................ 29 1. Berdasarkan jenis kelamin.......................................................................... 29 3. Berdasarkan kelompok usia........................................................................ 31 4. Berdasarkan penyakit penyerta dan komplikasi ......................................... 32 B. Profil Penggunaan Obat.................................................................................. 34 a. Obat Antihipertensi..................................................................................... 34 xvi
b. Kombinasi Obat Antihipertensi .................................................................. 35 c. Obat Non Antihipertensi ............................................................................. 37 C. Evaluasi DTPs Kategori Ketaatan Pasien....................................................... 38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 43 A. Kesimpulan .................................................................................................... 43 B. Saran ............................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 69
xvii
DAFTAR TABEL Tabel I.
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII ...................................... 12
Tabel II.
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO ........................................... 12
Tabel III.
Persentase Penyakit Penyerta dan Komplikasi .............................. 32
Tabel IV.
Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi ....................................... 34
Tabel V.
Jenis dan Jumlah Kombinasi Obat Antihipertensi ......................... 36
Tabel VI.
Jenis dan Persentase Obat Non Hipertensi .................................... 37
xviii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII ................ 15 Gambar 2. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 30 Gambar 3. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia .......................... 31 Gambar 4. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Ketaatan .............................. 39 Gambar 5. Rata-rata Tekanan Darah Pasien Pada Home Visit .......................... 40 Gambar 6. Rata-rata Tekanan Darah Pasien Pada Pemeriksaan Puskesmas ......41
xix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi dengan Metode SOAP ........ 46 Lampiran 2. Pedoman Dasar Penatalaksanaan Hipertensi Dengan Penyakit Penyerta Berat Menurut JNC VII ..................................................................... 63 Lampiran 3. Surat Izin dari Dinas Perizinan ...................................................... 64 Lampiran 4. Surat Izin dari Dinas Kesehatan Kodya ......................................... 65 Lampiran 5. Surat Berhenti Penelitian ............................................................... 66 Lampiran 6. Biografi Penulis ............................................................................. 67
xx
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Hipertensi (tekanan darah tinggi) bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu faktor resiko penting yang dapat mengarah pada terjadinya komplikasi kardiovaskular. Menurut Walker (2003) seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila mengalami kondisi dimana tekanan darah meningkat dari yang seharusnya yaitu sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, sehingga untuk mencapai manfaat klinis dilakukan penurunan tekanan darah dengan terapi yang tepat. Penyakit ini menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, karena berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup. Secara akumulatif hal ini menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan, karena secara statistik jumlah penderita hipertensi terus meningkat dari waktu ke waktu (Anindya, 2009). Di Indonesia sendiri, telah dilakukan survei faktor resiko penyakit kardiovaskular yang dilakukan oleh proyek WHO yang bertempat di Jakarta. Hingga tahun 2000, secara umum ditemukan prevalensi hipertensi pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun berkisar 15%-20% (Anonim, 2008). Karena itu, penanganan hipertensi perlu diberi perhatian lebih untuk mencegah morbiditas dan mortalitas terkait dengan peningkatan tekanan darah (Anindya, 2009). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Gondokusuman I karena belum pernah
1
2
dilakukan penelitian dengan kajian hipertensi di puskesmas ini. Angka harapan hidup dari masyarakat di daerah Gondokusuman cukup tinggi. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik yang berobat di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I. Dengan demikian diusulkan penelitian yang berjudul Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Geriatri Di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari – Maret 2010. Penelitian ini bersifat prospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien. Dari data rekam medik tersebut dapat dievaluasi penggunaan obat-obat antihipertensi dalam penatalaksanaan hipertensi, khususnya pasien geriatri dan diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas layanan Puskesmas Gondokusuman I kepada pasien untuk mendapatkan outcome terapi yang optimal serta untuk mendukung pelaksanaan patient safety saat ini. Kemudian dalam penelitian ini pula, data pasien yang diperoleh dari rekam medis akan ditindaklanjuti dengan homevisit selama 1 bulan (4x) yaitu Februari – Maret, untuk mengevaluasi menggunakan DTPs kategori ketaatan pasien, yang mempengaruhi efektivitas terapi yang dijalani oleh pasien. Kondisi akhir pasien selama masa penelitian ini dapat dilihat dari respon dengan pengukuran tekanan darah pada saat homevisit dilakukan. Alasan dipilihnya kelompok usia geriatrik adalah karena seiring meningkatnya populasi lanjut usia, perlu antisipasi pada peningkatan jumlah pasien usia lanjut yang memerlukan bantuan dan perawatan medis. Golongan usia ini sering menderita sakit, oleh karena dengan semakin lanjutnya usia terjadi
3
berbagai kondisi yang memudahkan terjadinya penyakit antara lain proses degenerasi, penurunan daya tahan tubuh, pengaruh kebiasaan hidup seperti merokok, gangguan nutrisi, serta akibat adanya komplikasi-komplikasi berbagai penyakit. Timbulnya penyakit biasanya tidak hanya satu macam akan tetapi muncul berbagai penyakit, menyebabkan usia lanjut memerlukan bantuan, perawatan
dan
obat-obatan
untuk
proses
penyembuhan
atau
sekedar
mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah parah. Hal ini dapat mengakibatkan orang usia lanjut menggunakan banyak obat. Diperkirakan hingga tahun 2010 ini, populasi lansia di Indonesia mencapai 19.936.895 jiwa atau 8,48% dari total penduduk (Anonim, 2008). Karena itulah penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pola pengobatan, salah satunya dengan menggunakan DTPs kategori ketaatan pasien.
Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diteliti antara lain : 1. Seperti apa karakteristik pasien geriatrik dengan hipertensi pada Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I periode Februari – Maret 2010? (berdasarkan jenis kelamin pasien, umur, penyakit penyerta, dan komplikasi) 2. Seperti apa profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I? 3. Seperti apakah evaluasi pola pengobatan hipertensi pada geriatri di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I dengan DTPs kategori ketaatan pasien?
4
B. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Geriatrik Di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari – Maret 2010 belum pernah dilakukan. Penelitian terkait dengan masalah pola pengobatan hipertensi pada geriatrik yang pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah sebagai berikut : 1. Pola Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari – Juni 2000 oleh Yohana Yanuar Limbawati, 2001 2. Gambaran Peresepan Untuk Pasien Geriatri Penderita Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta Periode September – November 2003 oleh Nugraheni Yusinta Dewi, 2003 3. Evaluasi Peresepan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta: Pola Peresepan, Ketepatan Indikasi, Ketepatan Obat, Dan Ketepatan Pasien oleh Ajeng Mahanani, 2004 4. Pola Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Pakualaman Yogyakarta Periode Januari – Juni 2002 oleh Heni Ismawati, 2006 Perbedaan penelitian- penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah terletak pada obyek, lokasi, dan waktu penelitian.
5
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi tenaga kesehatan maupun peneliti mengenai penggunaan obat-obat antihipertensi pada pasien geriatrik penderita hipertensi di Puskesmas Gondokusuman I. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kotamadya Yogyakarta dalam membuat kebijakankebijakan di bidang kesehatan di masa mendatang, khususnya dalam penatalaksanaan pasien geriatrik dengan hipertensi.
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik di Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari – Maret 2010 sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat untuk membantu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien geriatrik dengan hipertensi periode tahun Februari – Maret 2010 (berdasarkan jenis kelamin pasien, umur, penyakit penyerta, dan komplikasi)
6
b. Mengetahui profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik dengan hipertensi di Puskesmas Gondokusuman I periode Februari – Maret 2010 c. Mengevaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik yang berobat di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I dengan DTPs kategori ketaatan pasien
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Geriatri Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dengan mempertahankan struktur fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (Martono, 2004). Berdasarkan data USA Bureau of The Sensus yang pernah melakukan sensus di Indonesia tahun 2000, jumlah lanjut usia sebesar 7,28% dari jumlah populasi dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah usia lanjut usia di Indonesia pun akan meningkat sebesar 11,34% (Anonim, 2008). Usia lanjut menurut WHO adalah seseorang dengan usia 65 tahun atau lebih, sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun. Faktor fisiologik dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsional anatomi akan semakin besar. Penurunan fungsional anatomi tersebut menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit pada organ tersebut. Selain itu faktor psikologis juga dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Masalah psikologis yang dialami oleh golongan lansia adalah mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang terjadi, seperti kemunduran badaniah. Dengan bertambahnya usia, kecepatan bergerak dan daya pikir akan menurun sehingga golongan lansia ini seringkali dianggap terlalu lamban. Selain itu, pada wanita lansia faktor psikologis terutama terjadi pada masa menopause (Martono, 2004).
7
8
B. Tekanan Darah Selama ventrikel kiri berkontraksi yang menunjukkan sistol, darah terpompa menuju saluran vaskuler supaya menghasilkan peningkatan yang tajam pada tekanan darah. Relaksasi ventrikel kiri terjadi pada saat diastol, dan tekanan darah menurun pada saat darah mengalir kembali ke bilik kanan jantung dari sistem venus. Inilah yang disebut dengan tekanan distolik. Pada saat mengukur tekanan darah (sebagai contoh 120/76 mmHg), angka pada numerator menunjukkan tekanan darah sistol dan denominator menunjukkan tekanan darah diastol. Tekanan darah memiliki ritme yang dapat diprediksi meskipun terjadi fluktuasi setiap harinya. Tekanan darah mencapai titik terendah pada malam hari, meningkat tajam di pagi hari hingga kemudian puncaknya berada di tengah hari (Kimble, 2005).
C. Hipertensi 1. Epidemiologi Diperkirakan pada 50 juta populasi penduduk Amerika, 30% diantaranya memiliki tekanan darah yang tinggi (≥140/90 mmHg), berdasarkan hasil survei yang dilakukan National Health and Nutrition Examination sepanjang tahun 1999–2000. Bedasarkan hasil survei tersebut prevalensi hipertensi pada pria sebesar 30,1% dan pada wanita 27,1%. Dari data tersebut tampak peningkatan yang signifikan pada wanita dari tahun 1988 – 2000, sedangkan prevalensi hipertensi pada pria cenderung tetap (Dipiro, 2005).
9
Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan hipertensi merupakan penyakit yang sangat umum ditemukan pada orang tua. Resiko seumur hidup yang ditimbulkan oleh berkembangnya hipertensi pada orang di usia > 55 tahun dengan normotensive mencapai 90%. Sebagian besar pasien memiliki tekanan darah pada taraf prehipertensi, sebelum akhirnya terdiagnosa hipertensi, dan sebagian besar diagnosa hipertensi terjadi pada dekade ketiga dan kelima usia seseorang. Sebelum mencapai usia 55 tahun, kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Sedangkan dari usia 55 hingga 74 tahun, jumlah wanita mengalami hipertensi lebih banyak daripada pria, bertambahnya usia diiringi dengan meningkatnya prevalensi dilihat dari perbedaan jenis kelamin (≥75 tahun). Pada populasi lansia (usia ≥60 tahun), prevalensi hipertensi pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 65,4% (Dipiro, 2005). 2. Patofisiologi Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer. Jika curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah perifer sama maka tekanan darah akan meningkat. Resistensi perifer dipengaruhi oleh viskositas darah, diameter pembuluh darah, dan elastisitas pembuluh darah. Viskositas darah yang semakin meningkat membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi pula agar darah dapat melewati pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi juga diperlukan untuk mendorong darah melewati pembuluh darah yang mengalami penyempitan (Setiawati dan Bustami, 1999).
10
Untuk dapat memahami penanganan yang tepat pada hipertensi dan penggunaan obat antihipertensi dalam terapi, maka kita harus memperdalam pemahaman tentang tekanan darah arterial beserta regulasinya. Berbagai macam faktor yang mempengaruhi tekanan darah memiliki andil dalam perkembangan hipertensi (Dipiro, 2005). 3. Etiologi Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak ditemukan, setidaknya pada 43 juta orang dewasa di Amerika Serikat memiliki tekanan sistol/diastol di atas 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan arterial menyebabkan terjadinya perubahan patologis pada vaskularisasi dan memicu terjadinya hipertropi di ventrikel kiri jantung. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke, yang nantinya mengarah pada terjadinya penyakit jantung koroner, dapat juga disertai dengan infark miokard dan jantung yang berhenti berdetak secara mendadak, sehingga mengarah pada kegagalan jantung, insufisiensi renal dan memicu terjadinya aneurisme di aorta (Goodman & Gilman, 2001). Hipertensi merupakan kondisi medis yang heterogen. Pada sebagian besar pasien, hipertensi merupakan akibat dari etiologi patofisiologi yang tidak diketahui (hipertensi esensial ataupun primer). Hipertensi semacam ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol. Tidak banyak pasien yang mengetahui penyebab spesifik dari hipertensi yang terjadi, yaitu hipertensi sekunder (Dipiro, 2005).
11
4. Klasifikasi Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang. Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC VII sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia. Mengingat kemudahan cara pengukuran tekanan darah dan karakteristik penduduk Indonesia berbeda dengan penduduk lainnya maka sudah seharusnya Indonesia memiliki klasifikasi hipertensi sendiri. Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee VII Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg) Normal <120 Dan <80 Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Tekanan darah dapat meningkat sesuai usia akibat penurunan fungsi organ tubuh. Tekanan darah pada orang muda (di bawah 18 tahun) sebaiknya tidak melebihi 130/80 mmHg dan sampai usia 60 tahun 150 mmHg, sedangkan pada usia lanjut di atas 65 tahun, 160/95 mmHg (Tan dan Rahardja, 2002). Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg) Optimal < 120 < 80 Normal < 130 < 85 Tingkat 1 (hipertensi 140-159 90-99 ringan)
12
Sub grup : perbatasan Tingkat 2 (hipertensi sedang) Tingkat 3 (hipertensi berat) Hipertensi sistol terisolasi Sub grup : perbatasan
140-149
90-94
160-179
100-109
≥ 180
≥ 110
≥ 140 140-149
< 90 < 90
5. Tanda dan Gejala Klinis Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi essensial. Kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial. Karena itu hipertensi di Indonesia saat ini dikenal sebagai the silent disease, terutama pada masyarakat modern (Anonim, 2007). Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut: pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. Gejala akibat
komplikasi
hipertensi
yang
pernah
dijumpai
adalah:
gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma. Sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan (Anonim, 2007).
13
Beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. Kebiasaan makan juga perlu diwaspadai. Pembatasan asupan natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi (Anonim, 2007). 6. Diagnosis/Pemeriksaan Hal yang paling mendasar adalah terapi yang tepat diawali dengan diagnosis yang tepat (Melmon & Morelli, 1992). Hipertensi didiagnosis berdasarkan keterulangannya (repeated), penetapan reprodusibilitas kenaikan tekanan darah (reproducible). Diagnosis biasanya berupa prediksi awal bagi pasien, jarang sekali disebutkan penyebab terjadinya hipertensi. Suatu penelitian mengindikasikan resiko kerusakan pada ginjal, jantung dan otak dipicu oleh meningkatnya tekanan darah. Bahkan pada kasus mild hypertension (tekanan darah ≥140/90 mmHg) pada usia muda ataupun dewasa dapat meningkatkan kemungkinan kerusakan organ (Katzung, 2001). Yang perlu diperhatikan adalah diagnosa hipertensi tergantung pada penetapan tekanan darah, bukan dari keluhan maupun gejala yang dirasakan oleh pasien. Karena pada sebagaian besar kasus, hipertensi tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatis), bahkan hingga kerusakan organ telah terjadi (Katzung, 2001). 7. Pedoman Pengobatan Terapi dengan antihipertensi yang efektif hampir sepenuhnya berhasil mencegah terjadinya stroke hemorrhagic, gagal jantung maupun insufisiensi renal
14
yang biasanya disebabkan oleh hipertensi. Uji klinik terdahulu menyarankan penurunan tekanan darah diastolik hingga mencapai 85 mmHg dengan harapan memperoleh manfaat terapi yang lebih baik daripada penurunan tekanan diastolik menjadi 90 mm Hg, terutama pada pasien dengan diabetes (Hansson, 1998) Berdasarkan informasi terbaru dari NICE (2006), beta-blocker tidak lagi direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada semua pasien. Beta-blocker kurang efektif mengurangi kejadian kardiovaskular mayor, terutama stroke, dibanding antihipertensi lainnya. Beta-blocker juga kurang efektif dibanding ACEi atau Calcium Channel Blocker (CCB) dihidropiridin untuk mengurangi risiko diabetes, terutama pada pasien yang mendapat duretik tiazid. Jika pasien yang menggunakan beta-blocker memerlukan antihipertensi lain, maka pilihan yang lebih dianjurkan diberikan adalah ACEi atau CCB, daripada tiazid. Berikut adalah pedoman penatalaksanaan hipertensi yang disusun oleh panitia JNC VII.
15
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII (Chobanian, 2003) Pedoman dari NICE (2006) yang baru mengemukakan bahwa diuretik tiazid atau CCB dihidropiridin merupakan terapi lini pertama untuk pasien lanjut usia. Namun harus diperhatikan fungsi ginjal selama terapi dengan tiazid karena pasien lanjut usia lebih beresiko mengalami gangguan ginjal. Pasien yang berusia lebih dari 80 tahun dapat diberi terapi seperti pasien berusia > 55 tahun.
16
8. Penatalaksanaan Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misal bendroflumetiazid), beta-blocker (misal propanolol, atenolol), Angiotensin Converting Enzymes (ACE) Inhibitor (misal captopril, enalapril), Antagonis Angiotensin II (misal candesartan, losartan), Calcium Channel Blocker (CCB, misal amlodipin, nifedipin) dan alpha-blocker (misal misal doksasozin). a. Diuretik Tiazid Diuretik
tiazid adalah diuretik dengan potensi
menengah yang
menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diurteik tiazid terjadi dalam waktu 1 -1 2 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 12 – 24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. b. Beta-blocker Beta-blocker memblok beta-adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta-2 banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat ditemukan di jantung,
17
sedangkan reseptor beta-1 juga dapat dijumpai di ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stimulator reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan miokardiak meningkatkan pacu jantung dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan pelepasan rennin, meningkatkan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta-blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadilah penurunan tekanan darah. Beta-blocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective beta-blocker) misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta-1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta-1 saja. Oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkospasme harus hati-hati. Beta-blocker yang non-selektif (misal propanolol) memblok reseptor beta-1 dan beta-2. Beta-blocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsik) misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulan beta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misal pada saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta saat adrenergik meningkat (misal saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker misalnya labetolol dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptor-alfa
18
perifer. Obat lain, misal caliprolol, mempunyai efek agonis beta-2 atau vasodilator. Beta-blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal, tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat-obat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Beta-blocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound. c. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Angiotensin converting enzymes inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang memacu pelepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin-reninaldosteron teraktivasi, misal pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretic, efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE
juga
bertanggungjawab
terhadap
degradasi
kini,
termasuk
bradikinin,yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat
19
untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEi harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi. Efek ini akan meningkat jika pasien memiliki kadar sodium rendah. d. Antagonis Angiotensin II Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan pelepasan aldosteron. Oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA) mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada steosis arteri yang berat, yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu. e. Calcium Channel Blocker Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan semua konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium.
20
Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misal nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin
(misal
verapamil)
dan
benzotiazipin
(misal
diltiazem).
Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan pacu jantung, serta mencegah angina. (Kimble, 2005)
D. Puskesmas Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Menurut Wijono (1999), Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya, puskesmas sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu. Puskesmas sebagai saran pelayanan kesehatan pemerintah, harus selalu meningkatkan mutu pelayanannya agar tetap menjadi pilihan masyarakat, termasuk dalam memberikan pelayanan pengobatan (Triwulaningsih, 2007). Berdasarkan Depkes RI (2006), obat sebagai salah satu unsur penting dalam upaya kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia saat dibutuhkan. Obat juga dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan.
21
Pasien yang berkunjung ke puskesmas mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah dibandingkan dengan pasien perkotaan. Latar belakang pendidikan petugas di kamar obat puskesmas sangat beragam mulai dari tenaga apoteker, asisten apoteker, perawat, dokter dan lain-lain (Depkes, 2002).
E. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pola pengobatan penyakit hipertensi yang meliputi golongan obat antihipertensi serta kombinasi obat antihipertensi yang digunakan, dan evaluasi ketaatan dengan melakukan home visit pada pasien geriatrik di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari – Maret 2010.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian
deskriptif
evaluatif
yang
bersifat
prospektif.
Penelitian
non
eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek tanpa ada manipulasi dari peneliti (Pratiknya, 1986). Penelitian deskriptif evaluatif artinya data yang telah diperoleh, dievaluasi berdasarkan guideline yaitu Joint National Committee (JNC) VII
kemudian
dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel dan atau gambar. Penelitian ini bersifat prospektif, pengambilan data dilakukan melalui home visit mulai hari keenam setelah pasien dating ke puskesmas, dilanjutkan dengan mengikuti perkembangan pasien setiap minggu selama 4 kali berurutan dalam periode Februari – Maret 2010.
B. Definisi Operasional 1. Pola penggunaan obat adalah gambaran peresepan obat yang meliputi pemilihan jenis dan golongan obat, serta terapi yang digunakan. 2. Pasien geriatrik adalah pasien, baik pria maupun wanita,yang berusia ≥ 60 tahun.
22
23
3. Pasien hipertensi adalah pasien yang terdiagnosa hipertensi pada saat berkunjung ke Puskesmas Gondokusuman I, dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali berturut-turut sebelum dilakukan pengambilan data pasien tersebut. 4. Rekam medis adalah dokumen yang berisi tentang identitas dan karakteristik pasien, anamnesis, pemeriksaan pasien serta pelayanan kesehatan lain yang diberikan pada pasien di Puskesmas Gondokusuman I pada periode Februari – Maret 2010. 5. Penyakit penyerta dan komplikasi adalah penyakit penyerta dan komplikasi yang tercatat sebagai diagnosa lembar rekam medik pada minggu pertama sebelum dilakukan home visit terhadap pasien. 6. Home visit adalah kegiatan mengunjungi pasien di tempat tinggalnya yang dilakukan pada hari keenam setelah pasien tersebut berobat ke puskesmas. Pada home visit ini, peneliti melakukan wawancara untuk menanyakan apakah cara penggunaan obat sudah tepat dan untuk mengetahui sisa obat, serta mengukur tekanan darah pasien dengan mercurial sphygmomanometer merk Sammora tipe TXJ-10A. 7. Ketaatan pasien yaitu keteraturan pasien dalam meminum antihipertensi yang diberikan, sesuai dengan waktu penggunaannya yang dilihat dari sisa obat yang dimiliki oleh pasien pada saat home visit dilakukan. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah semua pasien geriatrik berusia ≥ 60 tahun dengan diagnosis hipertensi, yang menggunakan obat antihipertensi dan tercatat di lembar
24
rekam medis Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari – Maret 2010, dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali berturut-turut sebelum dilakukan pengambilan data pasien.
D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien geriatrik dengan hipertensi di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I. Lembar rekam medis yang digunakan memuat identitas pasien, alamat, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, anamnesis, diagnosis dan terapi, serta kondisi akhir pasien, yang ditulis oleh dokter, perawat, dan asisten apoteker.
E. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai evaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik di Puskesmas Gondokusuman I ini dilakukan di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta dan tempat tinggal pasien yang menjadi subyek penelitian.
F. Tata Cara Penelitian 1. Analisis situasi dan penentuan masalah Analisis situasi dimulai dengan melihat data pasien hipertensi pada geriatrik dan obat yang digunakan pada pengobatan hipertensi pasien geriatrik di Puskesmas Gondokusuman I periode Februari – Maret 2010 yang diperoleh dari rekam medik Poli Lansia. Termasuk di dalam analisis situasi adalah diskusi
25
dengan pihak mitra dalam hal ini Puskesmas Gondokusuman I serta melakukan perijinan melalui Dinas Perijinan dan Dinas Kesehatan Kotamadya Yogyakarta. Kemudian dilakukan perumusan masalah dan penentuan subyek penelitian serta kriteria inklusi untuk penelitian. 2. Tahap pengambilan data Pengambilan data dilakukan secara prospektif yaitu follow up kondisi pasien yang dilihat dari tekanan darah dan keluhan masing-masing pasien pada hari keenam setelah kunjungan ke puskesmas setiap minggu, selama 4 minggu berurutan dengan home visit. Yang mendasari dilakukannya home visit adalah lembar rekam medis pasien yang memuat identitas, alamat tinggal, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, anamnesis, diagnosis dan terapi. Home visit akan dilakukan oleh peneliti setiap hari keenam setelah pasien berobat ke Puskesmas Gondokusuman I. Respon pasien terhadap terapi nantinya dipantau dengan pengukuran tekanan darah pada saat home visit, sehingga dapat diketahui kondisi akhir pasien selama periode penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien geriatrik dengan hipertensi yang berobat di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I yang mendapat terapi obat antihipertensi. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability samples yaitu besarnya peluang anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel tidak diketahui (Azwar, 2009). Salah satu bentuk sampel nonprobabilitas adalah yang diperoleh dengan pengambilan sampel secara kuota yang tujuannya adalah mengambil sampel sebanyak jumlah tertentu, yang dianggap dapat merefleksikan ciri populasi
26
(Azwar, 2009). Menurut Purwanto & Sulistyastuti (2007), quota sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada kelompok yang disebut kuota. Penentuan kuota didasarkan pada sifat populasi atau pertimbangan peneliti. Dari setiap kuota pengambilan sampel dilakukan secara random. Apabila jumlah yang diinginkan dan sesuai dengan kriteria inklusi selama periode penelitian sudah terpenuhi, maka pengambilan sampel akan dihentikan, untuk selanjutnya di follow up dengan home visit selama 4 minggu. Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 17 pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi. Ketujuhbelas pasien ini dicatat datanya melalui lembar rekam medik untuk kemudian dilakukan home visit. 3. Tahap penyelesaian data Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan atau gambar. Dilakukan pengelompokkan karakteristik pasien berdasarkan umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan komplikasi. Kemudian mengelompokkan semua obat antihipertensi yang diterima oleh pasien. Analisis dilakukan per kasus dengan menggunakan guideline Joint National Committee (JNC) VII.
G. Tata Cara Analisis Hasil Data dibahas secara deskriptif evaluatif dalam bentuk tabel dan atau gambar 1. Karakteristik Pasien a. Jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Masing-masing dibagi dengan jumlah kasus yang dianalisis kemudian dikalikan 100%
27
b. Persentase umur pasien pada kasus hipertensi yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok umur yaitu : 60 – 70 tahun, 71 – 80 tahun. Masingmasing dibagi dengan jumlah kasus yang dianalisis kemudian dikalikan 100% c. Persentase penyakit penyerta dan komplikasi yang dialami oleh pasien yang menerima antihipertensi. Masing-masing dibagi dengan jumlah kasus yang dianalisis kemudian dikalikan 100% 2. Profil Penggunaan Obat Persentase golongan dan jenis obat dihitung berdasarkan jumlah pasien yang menggunakan golongan obat dan jenis obat tertentu dibagi jumlah kasus yang dianalisis dan dikalikan 100% 3. Evaluasi Ketaatan Pasien Evaluasi ketaatan pasien dilakukan supaya dapat diketahui respon pasien terhadap terapi.
28
H. Kesulitan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menemui beberapa kesulitan diantaranya jumlah pasien hipertensi geriatrik yang masuk kriteria inklusi jumlahnya sedikit, dan hampir terjadi drop out. Penelitian yang bersifat prospektif ini membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga karena peneliti harus mengunjungi pasien satu per satu setiap minggunya. Selain itu, pasien berusia sangat lanjut, sehingga komunikasi peneliti dengan pasien sedikit terhambat. Informasi yang kurang relevan sering peneliti temui ketika mengunjungi pasien, karena itu peneliti kerap kali harus mengkonfirmasi ulang kepada dokter di Puskesmas GK I guna menanyakan kesesuaian resep dengan anamnesis pasien tiap minggunya. Kelemahan dalam penelitian ini adalah pengukuran tekanan darah yang dilakukan
subyektif
menurut
peneliti.
Peneliti
mahir
menggunakan
sphygmomanometer namun belum tervalidasi ataupun tersertifikasi dalam bidang pengukuran tekanan darah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian mengenai Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 didapatkan 17 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Hasil penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. Bagian pertama membahas karakteristik pasien (berdasarkan jenis kelamin, usia serta penyakit penyerta dan komplikasi). Bagian kedua membahas profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik dengan hipertensi, dan bagian terakhir membahas evaluasi ketaatan pasien.
A. Karakteristik Pasien Sebanyak 17 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia dan penyakit penyerta dan komplikasinya. 1. Persentase jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin Pengelompokkan pasien hipertensi berdasarkan jenis kelamin digunakan untuk mengetahui apakah jenis kelamin menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada seseorang. Bagget (2004) menyatakan bahwa tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia, tetapi pada umumnya wanita memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding pria pada usia yang sama. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien hipertensi wanita lebih banyak jumlahnya dibandingkan pria, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.
29
30
Gambar 2. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Dapat dilihat dalam Gambar 1 bahwa 82% pasien hipertensi berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan pustaka yakni angka kejadian hipertensi yang lebih besar pada wanita dibandingkan pria dapat disebabkan oleh faktor psikologis. Persentase insidensi hipertensi pada pria sebesar 18%. Bower (1995) menyatakan bahwa depresi lebih banyak diderita wanita daripada pria. Menurut Kaplan (2001), depresi atau stres dapat dianggap sebagai faktor penyebab hipertensi karena stres dapat menyebabkan hiperaktivitas sistem saraf simpatis. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah karena sekresi katekolamin yang meningkat. Katekolamin terdiri dari adrenalin dan noradrenalin yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal akibat kerja dari sistem saraf simpatis. Adrenalin dan noradrenalin menghasilkan efek yaitu peningkatan kontraksi jantung sehingga cardiac output meningkat dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, menurut Dipiro (2005), wanita lebih banyak menderita penyakit kardiovaskuler setelah menopause, hal ini berhubungan dengan hormon progestin
31
yang merupakan komponen penyusun kontrasepsi oral. Oleh karena itu disarankan bagi para wanita yang menggunakan kontrasepsi oral untuk memeriksakan tekanan darah mereka paling sedikit setiap 6 bulan. 2. Persentase jumlah pasien berdasarkan usia Pasien dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok usia yaitu 60 – 69 tahun dan 70 – 79 tahun. Pengelompokkan ini dimulai pada usia 60 tahun didasarkan pada definisi usia lanjut menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, selain itu range usia 17 pasien hipertensi yang masuk ke dalam kriteria inklusi yaitu antara 60 – 77 tahun. Gambar 3. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pasien hipertensi paling banyak terdapat pada usia 60 – 69 tahun (elderly) yakni sebesar 53% dan pasien kelompok usia 70 – 79 tahun (old) sebesar 47%. Hal ini sesuai dengan yang tercantum pada JNC VII yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi tertinggi terjadi pada orang-orang berusia 60-69 tahun, sedangkan pada orang yang berusia
32
lebih dari 70 tahun, jumlah kejadian hipertensi mencapai tigaperempat dari jumlah orang yang berusia 60-69 tahun. Meningkatnya tekanan darah pada lansia dapat disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat saat masih muda. Menurut Darmojo (2004), tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat bertambahnya pengapuran atau pengerasan pembuluh darah perifer sehingga elastisitasnya berkurang. Keadaan ini akan meningkatkan resistensi pembuluh perifer, dan tekanan darah meningkat. 3. Persentase jumlah pasien berdasarkan penyakit penyerta dan komplikasi Umumnya, pasien hipertensi geriatrik yang berobat di Puskesmas GK I memiliki penyakit lain yang menyertainya. Hal ini dapat didiagnosis dari keluhan, pemeriksaan tekanan darah maupun pemeriksaan laboratorium. Tabel III. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta dan Komplikasi No.
Diagnosa
1. Hipertensi tanpa penyakit lain Penyakit penyerta 2. Hipertensi dengan myalgia 3. Hipertensi dengan dispepsia 4. Hipertensi dengan arthralgia 5. Hipertensi dengan common cold 6. Hipertensi dengan osteo arthritis 7. Hipertensi dengan fascitis plantaris 8. Hipertensi dengan hiperurisemia dan fatigue Komplikasi 9. Hipertensi dengan DM2 10. Hipertensi dengan DM2 dan myalgia Total
Jumlah Pasien 7
Persentase (%) 41,18
1 1 1 1 1 1 1
5,88 5,88 5,88 5,88 5,88 5,88 5,88
2 1 17
11,76 5,88 100
Penyakit penyerta merupakan penyakit lain yang tidak ada kaitannya dengan hipertensi yang diderita oleh pasien, karena timbulnya penyakit penyerta ini bukan disebabkan oleh penyakit hipertensi itu sendiri. Hasil penelitian
33
menunjukkan sebesar 41,18% atau 7 pasien menderita hipertensi murni, tanpa disertai adanya penyakit lain. Dapat dilihat bahwa penyakit lain yang menyertai adalah gangguan otot dan sendi antara lain yaitu arthralgia, myalgia, osteo arthritis, dan dispepsia masing-masing sebesar 5,88%. Namun selama masa home visit, jumlah pasien yang mengalami dispepsia berkembang, hal ini diketahui peneliti dari keluhan dan obat yang ditemukan pada saat melakukan kunjungan. Hal ini menurut Shetty dan Woodhouse (2003), sekresi asam lambung, motilitas saluran pencernaan, dan luas area total absorpsi akan berkurang seiring bertambahnya usia. Namun menurut McQuaid (2004), dispepsia dapat pula disebabkan oleh makanan dan intoleransi obat. Disamping dapat meningkatkan tekanan darah, stres juga merupakan faktor pemicu terjadinya dispepsia. Saat seseorang sedang mengalami stres, maka gerakan ekpansi dan konstriksi di dalam perut akan melemah, sehingga proses pengiriman makanan ke usus halus pun terganggu. Hal ini yang kemudian menjadi rasa tidak nyaman di perut yang dirasakan oleh pasien. Penyakit lain yang ditemukan pada pasien adalah demam, hiperurisemia, dan fascitis plantaris yaitu masing-masing sebesar 5,88%. Selain penyakit penyerta, ditemukan juga komplikasi dari hipertensi yaitu Diabetes Mellitus 2 (DM2) yang ditemukan pada 3 orang pasien atau sebesar 17,65%. Komplikasi merupakan penyakit yang terjadinya disebabkan oleh penyakit kronis yang diderita pasien. Hipertensi merupakan penyakit yang sangat berpotensi untuk menimbulkan komplikasi, dan DM2 merupakan komplikasi yang umum terjadi. Hal ini disebabkan akibat kerusakan organ pankreas karena tidak
34
mampu lagi menghasilkan insulin dengan optimal. Karena itu, pasien hipertensi dengan komplikasi DM2 memperoleh terapi antidiabetika oral. B. Profil Penggunaan Obat Pola pengobatan antihipertensi dilihat melalui beberapa parameter antara lain: golongan dan jenis obat yang digunakan, serta kombinasi pemberian obat antihipertensi yang akan disajikan dalam Tabel III dan Tabel IV. 1. Penggunaan Obat Antihipertensi Obat oral antihipertensi yang disarankan oleh JNC VII adalah diuretik, Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), β-blocker, Calcium Channel Blocker (CCB), Central α2-agonist dan obat yang bekerja sentral, α1-blocker, serta direct vasodilator. Golongan diuretik jenis tiazid adalah obat yang disarankan sebagai terapi awal untuk pasien hipertensi. Table IV. Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi Yang Digunakan Oleh Pasien Hipertensi Geriatrik No. 1. 2. 3.
Golongan Obat Diuretik ACE inhibitor Calcium Channel Blocker (CCB)
Jenis Obat HCT captopril nifedipine amlodipine diltiazem
Jumlah Pasien 11 11 2 5 4
Persentase (%); n=17 64,70 64,70 11,76 29,41 23,52
Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan diuretik jenis tiazid sebesar 64,70% dan juga ACE inhibitor 64,70%. Pemilihan obat yang digunakan dalam terapi farmakologi pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan acuan yang digunakan. JNC VII merekomendasikan diuretik jenis tiazid sebagai terapi awal pada pasien hipertensi, baik tunggal
35
maupun kombinasi dengan golongan obat lain (ACE inhibitor, β-blocker, ARB, CCB). ACE inhibitor jenis captopril juga merupakan golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan. Hal ini karena ACE inhibitor dianggap memiliki beberapa keuntungan. Menurut Setiawati dan Bustami (1999), ACE inhibitor memiliki onset yang cepat dan penghambatan ACE inhibitor yang hampir maksimal dicapai pada waktu 15 menit setelah pemberian. Lama kerja (durasi) captopril relatif singkat, dengan efek maksimal yang berakhir dalam 8-12 jam, karena itu diberikan 2x sehari. Keuntungan lain menurut Massie (2004) adalah ACE inhibitor memiliki efek samping relatif lebih sedikit dibandingkan antihipertensi lainnya. Kemudian golongan Calcium Channel Blocker (CCB) jenis nifedipine sebesar 11,76%, amlodipine 29,41% dan diltiazem sebesar 23,52%. Hal ini sesuai dengan JNC VII yang menyatakan bahwa penggunaan CCB tidak menunjukkan perbedaan outcome yang signifikan dalam terapi hipertensi. JNC VII juga menyatakan bahwa CCB merupakan obat antihipertensi yang short-acting, sehingga tidak direkomendasikan dalam penatalaksanaan hipertensi. Penggunaan CCB pada pasien di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I dilakukan oleh dokter berdasarkan pertimbangan kondisi pasien, antara lain pasien mengalami batuk
berkepanjangan
ketika
mengonsumsi
captopril,
sehingga
dokter
memutuskan untuk menggantinya dengan CCB. Hal-hal ini yang menyebabkan CCB lebih sedikit digunakan dibandingkan antihipertensi lain seperti diuretik dan ACE inhibitor lain, seperti yang ditunjukkan pada penelitian ini.
36
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa Puskesmas Gondokusuman I hanya menggunakan 3 golongan obat antihipertensi. Hal ini terkait oleh pola peresepan dokter yang terbiasa menggunakan ketiga golongan tersebut yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Ruang obat di Puskesmas Gondokusuman I hanya mengajukan kebutuhan obat secara umum kepada Gudang Obat Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang pengadaannya dilakukan setiap bulan. Inilah yang membedakan pemberian obat antihipertensi kepada pasien di Puskesmas Gondokusuman I dengan di rumah sakit pada umumnya. 2. Penggunaan Kombinasi Obat Antihipertensi Menurut Chobanian, et al. (2003) pada umumnya pasien hipertensi membutuhkan terapi 2 atau lebih antihipertensi untuk mencapai tekanan darah target (<140/90 mm Hg atau 130/80 mm Hg untuk pasien yang disertai penyakit diabetes atau ginjal kronis). Jenis dan jumlah kombinasi obat antihipertensi yang digunakan pasien ditunjukkan pada tabel V. Tabel V. Jenis Dan Jumlah Kombinasi Obat Antihipertensi Yang Digunakan Oleh Pasien Hipertensi Geriatrik No.
Kombinasi Obat Antihipertensi
Satu jenis 1. Diuretik 2. ACE inhibitor Total Dua jenis 1. ACE inhibitor & CCB 2. Diuretik & ACE inhibitor 3. Diuretik & CCB Total Tiga jenis 1. Diuretik & ACE inhibitor & CCB Total keseluruhan
Jumlah Pasien
Persentase (%)
2 1 3
11,76 5,88 17,64
5 3 4 12
29,41 17,65 23,53 70,59
2 17
11,76 100
37
Dapat dilihat bahwa sebesar 17,64% pasien mendapatkan terapi dengan 1 jenis antihipertensi. Kemudian untuk terapi kombinasi dengan dua golongan obat antihipertensi sebesar 70,59% dan terapi kombinasi dengan 3 golongan obat antihipertensi sebesar 11,76%. Chobanian, et al. (2003) juga menyatakan bahwa jika tekanan darah yang akan diturunkan lebih dari 20/10 mm Hg, maka disarankan untuk memulai terapi menggunakan 2 jenis kelas terapi antihipertensi, dan umumnya mengandung 1 antihipertensi diuretik jenis tiazid. Berdasarkan JNC VII, pasien dengan hipertensi tingkat 2 menggunakan kombinasi 2 jenis kelas terapi antihipertensi yang salah satu obatnya adalah diuretik jenis tiazid. 3. Penggunaan Obat Non Antihipertensi Pemberian obat dari kelas terapi lain digunakan untuk mengatasi penyakit penyerta maupun komplikasi hipertensi, serta vitamin sebagai terapi suportif. Berdasarkan obat yang diresepkan dokter kepada para pasien, diketahui terdapat 10 macam kelas terapi obat. Dari hasil dapat dilihat bahwa penggunaan obat kelas terapi susunan saraf yaitu golongan analgesik-antipiretik non-narkotik sebesar 88,23%. Penggunaan analgesik non-narkotik untuk mengobati pusing maupun nyeri pada pasien hipertensi geriatrik sudah tepat, sebab menurut IONI (2008), obat yang bekerja sebagai analgesik non-narkotik mempunyai keuntungan yaitu tidak bersifat adiktif dan tidak menyebabkan toleransi sehingga aman digunakan oleh pasien usia lanjut. 99,96% pasien menerima vitamin yang berfungsi sebagai terapi suportif untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien yang berusia lanjut. Penggunaan
38
obat hormon, antibiotik, antiemetik, antianemik, antiplatelet, antiinfeksi mata, antiinfeksi topikal, dan antifungi masing-masing hanya diberikan pada 1 pasien yaitu 5,88%. Tabel VI. Penggunaan Obat Non Antihipertensi No.
1
2
3
4
5 6 7 8 9 10
Kelas Terapi
Jenis
ibuprofen 400 mg paracetamol 500 mg Na diklofenak 50 mg meloxicam 7,5 mg Sistem Neuro-Muskular betahistin 6 mg Mecobalamin 500 mcg allupurinol 100 mg diazepam 2 mg Hormon dexamethason 0,5 mg Biosanbe vitamin B1 vitamin B6 Vitamin vitamin B12 Neurovit E Becom C Pehavral gliserin guaiakolat 100mg Sistem Pernafasan ambroxol 30 mg DMP 15 mg Metabolisme metformin 500 mg glibenklamid 5 mg Sistem Kardiovaskular & Tromboaspilet 80 mg Hematopoetik sulfacetamid 15% Antibiotik amoxicillin 500 mg Alergi & Sistem Imunitas CTM Sistem pencernaan antasida domperidon 10 mg Dermatologi salicyl talc miconazole salep
8 6 1 1 1 1 2 1 1 1 2 3 4 6 1 1 1
Persentase (%); n=17 47 35 6 6 6 6 11 6 6 6 11 17 23 35 6 6 6
1 2 3 2 1
6 11 17 11 6
1 1 3 4 1 1 1
6 6 17 23 6 6 6
Jumlah
Penggunaan antiinflamasi non steroid, mukolitik ekspektoran dan antihiperurisemia masing-masing sebesar 11,76% atau 2 pasien.
39
Penggunaan obat kelas terapi saluran cerna sebanyak 4 pasien yaitu sebesar 23,53%. Penggunaan antivertigo dan antihistamin masing-masing ditemukan pada 3 pasien atau sebesar 17,65%. Antidiabetik oral ditemukan pada 5 pasien sebesar 29,41% guna mengatasi komplikasi akibat hipertensi kronis yang diderita pasien. C. Evaluasi Ketaatan Pasien Evaluasi ketaatan penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi geriatrik yang menjalani pengobatan di Puskesmas Gondokusuman I dilakukan dengan kunjungan kepada masing-masing pasien (home visit). Dari total 17 kasus yang dievaluasi penggunaan antihipertensinya, ditemukan sebanyak 5 kasus atau 29,41% yang tidak taat (incompliance) dan 12 kasus atau 70,59% yang taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Gambar 4. Evaluasi Ketaatan Pasien
Ketidaktaatan pasien dalam menggunakan obat antihipertensi ditemukan pada pasien dengan nomor kasus 2, 3, 4, 12, dan 14. Penyebab ketidaktaatan
40
pasien beranekaragam, mulai dari lupa, pergi keluar kota hingga enggan mengonsumsi obat apapun karena rasa tidak nyaman di perut yang dirasakan oleh pasien berusia lanjut yang rata-rata memiliki masalah dengan saluran cernanya
Gambar 5. Rata-rata Tekanan Darah Pasien pada Home Visit Kasus nomor 2 dan 7 termasuk ke dalam pasien yang mengalami gangguan saluran cerna, sehingga pasien tersebut tidak taat dalam mengonsumsi obat antihipertensinya. Akan tetapi, meskipun tidak taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi, tekanan darah pasien ini terjaga dalam kondisi tekanan darah target yaitu berkisar antara 130/80 mmHg sampai dengan 140/90 mmHg. Hal ini mungkin disebabkan oleh pola hidup sehat yang diterapkan. Kenaikan tekanan darah pada pasien ini terjadi akibat mengalami susah tidur. Gambaran mengenai perkembangan kondisi pasien yang tidak taat diambil dari pasien nomor kasus 3. Kasus 3 tergolong tidak taat sebab pasien ini terlambat berobat ke Puskesmas Gondokusuman I selama 3 hari dari yang seharusnya, dan
41
selama 3 hari tersebut pasien tidak mengonsumsi obat antihipertensinya sehingga tekanan darahnya meningkat pada saat dilakukan home visit.
Tekanan darah (mmHg)
Pemeriksaan Puskesmas 300 250 200 150 Diastolik
100
Sistolik
50
Sistolik Diastolik
0 1
2
3
4
Minggu
Gambar 6. Rata-rata Tekanan Darah Pasien pada Pemeriksaan Puskesmas Berdasarkan rata-rata tekanan darah pasien selama 4 minggu, dapat dilihat bahwa tekanan darah pasien geriatri stabil. Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap hari keenam setelah pasien berkunjung ke puskesmas. Dari data masingmasing pasien, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang taat dengan yang tidak taat. Rata-rata tekanan darah pasien berada dalam kisaran tekanan darah on therapy. Pada
nomor
kasus
12,
pasien
tidak
taat
dalam
mengonsumsi
antihipertensinya karena pergi ke luar kota selama 3 hari dan tidak membawa obat-obatannya. Pasien ini juga tidak berinisiatif untuk membeli obat antihipertensi sendiri di apotek terdekat. Pada kasus nomor 14 ketidak taatan
42
pasien disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar pasien yang tidak mendungkung. Pasien yang sudah berumur sangat lanjut ini (74 tahun) tinggal di rumah seorang putranya yang sudah berkeluarga dan cucu-cucu yang sudah remaja. Akibatnya jarang ada yang mengingatkan pasien untuk minum obat antihipertensi. Pasien tersebut juga menderita komplikasi DM2 dan sedang dalam terapi. Pasien merasa sudah cukup dalam minum obat dan sugesti yang dirasakan cukup baik, sehingga hal ini yang menjadi faktor ketidaktaatan pasien ini. Sebanyak 12 pasien lain taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi dilihat dari sisa obat yang mereka miliki. Meskipun taat dalam menggunakan obat antihipertensi, namun tekanan darah sebagian besar pasien tetap tinggi, hal ini disebabkan oleh faktor lain seperti susah tidur, rasa nyeri di bagian tubuh tertentu, yang menyebabkan efektivitas terapi menurun. Berdasarkan data yang ditunjukkan pada gambar 5, 6, 7, dan 8, tampak bahwa efektivitas terapi pada pasien sangat variatif, dan rata-rata tidak tampak perbedaan yang signifikan antara pasien yang taat dengan pasien yang tidak taat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian evaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatri di poli lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari – Maret 2010 maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (82%), berdasarkan usia terbanyak yaitu 60-69 tahun (53%) dan pasien tanpa penyakit penyerta (41,18%). 2. Pada profil penggunaan obat antihipertensi oleh pasien, terdapat 3 golongan antihipertensi yang digunakan. Golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan yaitu golongan diuretik jenis HCT dan ACE inhibitor jenis captopril, masing-masing sebesar 64,70% yang digunakan oleh 11 pasien. Untuk pemberian obat hipertensi yang terbanyak adalah kombinasi 2 jenis antihipertensi (29,41%) yaitu ACE inhibitor dan CCB. Pada profil penggunaan obat lain selain antihipertensi oleh pasien, terdapat 18 golongan dengan pemberian terbanyak adalah vitamin (99,96%) kemudian diikuti oleh analgesik-antipiretik (non narkotik) (88,23%). 3. Evaluasi ketaatan pasien dalam menggunakan obat antihipertensi ditemukan 5 pasien yang tidak taat (29%).
43
44
B. Saran Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah: Memberi dukungan lebih kepada pasien terutama yang sudah berusia lanjut, serta edukasi mengenai pentingnya ketepatan waktu pasien dalam menggunakan obat antihipertensi yang diresepkan oleh dokter kepada para pasien lanjut usia. Selain itu, Puskesmas dapat memberikan dukungan dalam bentuk pengadaan alat bantu ketaatan, misalnya dengan menyediakan alat penyimpan obat untuk 7 hari, dengan nama-nama hari yang tertulis pada wadah tersebut. Hal ini dirasa efektif, karena pengobatan hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang atau long life, sedangkan Puskesmas hanya dapat memberikan obat per minggu, terkait dengan pengadaan obat-obatan yang masih diatur dari Dinas Kesehatan pusat. Memotivasi maupun mengajak pihak Puskesmas bekerja sama untuk melakukan homevisit pada pasien usia lanjut, sehingga untuk ke depannya penelitian dapat bersifat prospektif dan berdasarkan pada medical evidence. Penelitian serupa dapat dilakukan di Puskesmas lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002, Daftar Tilik Jaminan Mutu (Quality Assurance) Pelayanan Kefarmasian di Pelayanan Kesehatan Dasar, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Anonim, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.189/MENKES/SK/III/2006 Tentang Kebijakan Obat Nasional, 4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Anonim, 2007, Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Himpunan Hipertensi Indonesia, http://dokter-medis.blogspot.com/2009/09/klasifikasi-hipertensi.html diakses tanggal 6 Februari 2010 Anonim, 2008, Pengantar Gerontologi, http://www.scribd.com/doc/2347194/Pengantar-Gerontologi.html, diakses tanggal 27 Januari 2010 Anindya, 2009, Hipertensi, http://www.rajawana.com/home-mainmenu-1/32-health/251hipertensi.pdf, diakses tanggal 27 Januari 2010 Azwar, S., 2009, Metode Penelitian, 88-89, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta Bagget, H., 2004, http://www.umcwy.org/CHC/Women_Hrt%20Disease.htm Diakses pada tanggal 28 April 2010 Bower, B., 1995, Depression: rates in women, men and stress effects across sexes, http://www.highbeam.com/library/doc0.asp diakses pada tanggal 28 April 2010 Chobanian, A.V., Bakris, G.L, Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo, J.L., Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., Wright, J.T., 2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 26; 59-64, National Institutes of Health, USA Cipolle, R.J and Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’s Guide, Second Edition, 175, McGraw-Hill, New York
45
46
Darmojo,B., 2004, Teori Proses Menua: Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Lanjut Usia, Edisi III, 3 – 12, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Departemen Kesehatan, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), 358-340, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta Dipiro, J.T., 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th Edition, 185-186, The McGraw-Hill Companies, USA Goodman & Gilman, 2001, The Pharmacological Basis Of Therapeutics, 10th Edition, 871, McGraw-Hill Companies, USA Hansson, 1998, Effects of intensive blood-pressure lowering and low-dose aspirin in patients with hypertension: principal results of the Hypertension Optimal Treatment (HOT) randomized trial, 351: 1755-1762, Lancet, USA Joint National Committee, 2004, The Seventh Report Of the Joint National Committee on: Prevention, Detection, Evaluation and Treatmentof High Blood Pressure, 12, 25-32, U.S Department Of Health and Human Services, USA Kaplan, N.M., 2001, Systemic Hypertension: Mechanism and Diagnosis, in Brawnwald E., Zipes D.P., Libby P., (Eds), Heart Disease, 6th Edition, 951-953, W.B.Saunders Company, USA Katzung, B. G., 2001, Basic & Clinical Pharmacology, 8th Edition, 133-143, 265278, The McGraw-Hill Companies, USA Melmon & Morrelli, 1992, Clinical Pharmacology: Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 52-54, McGraw-Hill,Inc., USA Massie, M.D., 2004, Systemic Hypertension, in Tierney, L.M., Mc Phee, S.J., Papodakis, M.A. (eds), Current Medical Diagnosis And Treatment (CMDT 2004), 43rd Edition, 408-420, Lange Medical Books, McGraw-Hill McQuaid, K.R., 2004, Alimentary Tract, in Tierney, L.M., Mc Phee, S.J., Papodakis, M.A. (eds), Current Medical Diagnosis And Treatment (CMDT 2004), 43rd Edition, 515, Lange Medical Books, McGraw-Hill Martono, H., 2004, Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua, Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Lanjut, Edisi III, 56-60, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006, Hypertension: Management Of Hypertension In Adults In Primary Care, NICE, London
47
Neal, M.J., 2002, Medical Pharmacology at a Glance, 4th Edition, 36-37, Blackwell Science, USA Notoadmojo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi 2, 92, Rineka Cipta, Jakarta Purwanto, E. A., Sulistyastuti, D. R., 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik Dan Masalah-Masalah Sosial, 49, Penerbit Gava Media, Yogyakarta Phillip, 2005, Menopause Women and Hypertension, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?itool:abstractplus&db=pub med&cmd diakses pada tanggal 29 April 2010 Setiawati, A., dan Bustami, Z.S., 1999, Antihipertensi, dalam Farmakologi Dan Terapi, Edisi IV, 315-342, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Shetty , H.G., and Woodhouse, K., 2003, Geriatrics, in Walker R., Edwards, C. (eds), Clinical Pharmacy and Theurapetics, 127-134, Churchill Livingstone, London Sulistyo & Basuki, 2006, Metode Penelitian, 185-186, Wedatama Widya Sastra, Jakarta Triwulaningsih, P., 2007, Pengaruh Pelaksanaan Revolving Fund System (RFS) Obat Di Puskesmas Kota Balikpapan Terhadap Seleksi Dan Penggunaan Obat, A-12, Tesis Program Studi S2 IKM, UGM, Yogyakarta Walker, Roger, Edwards, Clive, 2003, Clinical Pharmacy & Theurapetics, 3rd Edition, 155-175, Churcill Livingstone, USA Wijono, D., 1997, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Vol.1, P-35, Airlangga Press, Surabaya
48
Tabel VII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 1 No. RM 01.02.00999 Subyektif Ny. AP,perempuan,62 tahun. Riwayat: pada kunjungan tanggal 18 September 2006 terdiagnosa angina pectoris dengan tekanan darah 170/100 mm Hg. Anamnesis: kepala senut-senut, seluruh badan keju, tekanan darah: 140/90 mm Hg. Diagnosa:HT, Hiperurisemia, Fatigue. Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
Parameter 19/02/2010 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
26/02/2010 0
05/03/2010 0
12/03/2010 0
200 150 100
sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat captopril 25mg diltiazem allupurinol paracetamol antasida CTM salep antifungi
2x1 (XV) 3x1 (XX) 2x1 (X) 2x1 s.p.r 3x1 a.c 2x1 (VI) 2x u.e
Tanggal Periksa (2010) 13 20 27 06 Feb Feb Feb Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Pasien ini mengonsumsi 2 kombinasi obat antihipertensi dengan frekuensi penggunaan yang berbeda, namun pasien sangat taat karena pasien sudah menggunakan obat antihipertensi selama lebih dari 5 tahun. Rekomendasi Pasien sempat mengalami batuk sehingga penggunaan captopril pada minggu ketiga sempat dihentikan, sebaiknya dokter meresepkan obat dari golongan lain untuk dikombinasikan dengan diltiazem.
49
Tabel VIII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 2 No. RM 02.02.01382 Subyektif Ny. W,perempuan,75 tahun. Riwayat: mulai berobat di Puskesmas GK I sejak 29 Januari 2009 dan baru terdiagnosis hipertensi pada kunjungan tanggal 7 Juli 2009 dengan tekanan darah 180/100 mm Hg. Anamnesis: mual+muntah, tekanan darah: 140/90 mm Hg. Diagnosa: HT on Therapy; DM2 Obyektif Home visit 150 100 sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
Parameter 07/02/2010 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
14/03/2010 0
21/03/2010 4
28/03/2010 2
150 100 sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 01 08 15 22 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
metformin 2x1 XV captopril 12,5mg 2x1 XV captopril 25mg 2x1 XV ibuprofen 400mg 2x1 VI paracetamol 2x1 X Vit.B12 2x1 X Vit.B6 2x1 X antasida 3x1 X betahistin 2x1 s.p.r VI Penilaian Pasien ini memiliki potensi DTP karena ketidaktaatan dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Pasien menjadi tidak taat karena memiliki penyakit dispepsia yang menyebabkan rasa mual serta tidak nyaman di perut, sehingga mempengaruhi pasien dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Rekomendasi Noncompliance dari pasien ini disebabkan oleh rasa tidak nyaman di perut akibat penyakit dispepsia, sebaiknya dokter juga fokus pada terapi guna mengobati dispepsia ini dengan melanjutkan pemberian antasida.
50
Tabel XIX. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 3 No. RM 01.03.00094 Subyektif Bp. AW,laki-laki,77 tahun. Riwayat: mulai berobat di Puskesmas GK I sejak 17 Juli 2006 dan terdiagnosis hipertensi pada kunjungan tanggal 25 September 2006 dengan tekanan darah 150/80 mm Hg. Anamnesis: leher dan kaki keju, tekanan darah 140/80 mm Hg. Diagnosis: HT on Therapy, Myalgia Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik
50
diastolik
0 1
2
Parameter 23/02/2010 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
3
4
08/03/2010 0
15/03/2010 0
22/03/2010 9
150 100 sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 17 02 09 19* Febr Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
HCT 1-0-0 (VII) captopril 12,5mg 2x1 (XV) captopril 25mg 2x1 (XV) ibuprofen 400mg 2x1 (VI) p.c Na Diclofenac 2x1 (VI) Neurovit E 1x1 (III) antasida 3x1 (X) talk salisil s.u.c Penilaian Pasien ini berpotensi DTP noncompliance sebab terlambat berobat ke Puskesmas GK I selama 3 hari, sehingga selama 3 hari tersebut pasien ini tidak mengonsumsi obat antihipertensi kombinasinya (HCT 3 + captopril 6). Rekomendasi Karena pasien ini termasuk salah satu pasien yang rutin berobat, sebaiknya ada inisiatif dari tim Poli Lansia Puskesmas GK I untuk mengingatkan pasien melalui telpon apabila homevisit tidak mungkin dilakukan.
51
Tabel X. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 4 No. RM 01.01.05134 Subyektif Ny. T,perempuan,64 tahun. Riwayat: terdiagnosis hipertensi pertama kali pada kunjungan tgl.11 Agustus 2009 dengan tekanan darah 180/90 mm Hg . Anamnesis: terapi kombinasi Captopril 12,5mg 1-0-0 + HCT namun terjadi batuk berdahak, sehingga terapi diganti Captopril dengan Nifedipine, tekanan darah 140/90 mm Hg. Diagnosis: HT stage I Obyektif Home visit 160 140 120 100 80 60 40 20 0
sistolik diastolik
1
2
Parameter 04/03/2010 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
3
4
11/03/2010 0
18/03/2010 0
160 140 120 100 80 60 40 20 0
25/03/2010 0
sistolik diastolik
1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 25 05 12 19 Febr Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
HCT 1-0-0 (VII) nifedipine 2x1 (XV) pehavral 1x1 (X) Vit.B6 2x1 (X) Penilaian Pasien ini taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasi yang diperolehnya. Meskipun sudah taat mengonsumsi obat antihipertensi, namun pasien sering mengalami susah tidur, sehingga tekanan darahnya fluktuatif. Rekomendasi Sebaiknya pada saat berkonsultasi dengan dokter, dokter juga member edukasi tentang pentingnya waktu istirahat dalam pengelolaan hipertensi.
52
Tabel XI. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 5 No. RM 01.03.00042 Subyektif Ny. WW,perempuan,76 tahun. Riwayat: terdiagnosis hipertensi pada kunjungan tanggal 4 September 2006 dengan tekanan darah 180/90 mm Hg. Anamnesis: badan terasa dingin, tekanan darah: 155/90 mm Hg. Diagnosis: HT st.II Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
Parameter 21/02/2010 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
3
4
28/02/2010 0
07/03/2010 0
14/03/2010 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat HCT nifedipine CTM PK no.I s.u.c paracetamol biosanbe
1-0-0 (VII) 2x1 (XV) 2x1 (VI) 2x1 s.p.r 1x1 (III)
Tanggal Periksa (2010) 15 22 01 08 Febr Febr Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Pasien ini sangat taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasi yang diresepkan padanya. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh jangka waktu pasien dalam mengonsumsi obat yang sudah lama. Rekomendasi Melanjutkan pemantauan rutin tekanan darah pasien supaya terhindar dari penyakit komplikasi akibat hipertensi.
53
Tabel XII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 6 No. RM 01.01.00671 Subyektif Ny. W,perempuan,60 tahun. Riwayat: kunjungan pertama kali tanggal 22 Agustus 2006 dengan diagnosis hipotiroid, terdiagnosa hipertensi pada kunjungan tanggal 15 Maret 2008 dengan tekanan darah 190/90 mm Hg. Anamnesis: kepala pusing, nggeliyer, sering deg-degan, mudah merasa sesak, tekanan darah 170/100 mm Hg. Diagnosis: HT stage II Obyektif Home visit 200 100
sistolik
0
diastolik 1
2
3
Parameter 21/02/2010 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
28/02/2010 0
200 100 0
07/03/2010 0
14/03/2010 0
sistolik 1
2
3
4
diastolik
Penatalaksanaan Nama obat HCT captopril 25mg diltiazem paracetamol sulfacetamid TM ibuprofen 400mg domperidon betahistin Neurovit E
1-0-0 2x1 3x1 2x1 3xgtt 2x1 3x1 2x1 1x1
VII XV XX VI I VI X VI III
Tanggal Periksa (2010) 15 22 01 08 Febr Febr Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Pasien sudah taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasinya. Meskipun sudah taat dalam penggunaan obat, namun tekanan darah pasien ini masih tetap tinggi yang menyebabkan pasien sempat mengalami vertigo. Hal ini dikarenakan pasien kurang beristirahat akibat rasa pusing dan mual yang dirasakannya. Pasien ini juga baru saja menjalani operasi katarak pada mata kirinya. Dokter meresepkan kombinasi 3 antihipertensi sebab tekanan darah pasien kerap kali berada diatas 160/90 mmHg, sehingga pada saat home visit dilakukan, tekanan darah pasien merupakan tekanan darah on therapy. Rekomendasi Sebaiknya tekanan darah pasien tetap dipantau, serta diberi edukasi mengenai gaya hidup sehat guna menghindarkan terjadinya penyakit penyerta seperti konjungtivitis yang sempat dialami oleh pasien ini.
54
Tabel XIII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 7 No. RM 05.03.03035 Subyektif Ny. M,perempuan,73 tahun. Riwayat : terdiagnosa hipertensi pada kunjungan tanggal 23 September 2006 dengan tekanan darah 170/100 mm Hg. Anamnesis: perut perih dan mulas, tekanan darah 130/80 mm Hg. Diagnosis: HT stage II, dispepsia Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
Parameter 07/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
15/03 4
22/03 0
29/03 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat amlodipine 1x1 VII captopril 25mg 2x1 XV antasida 3x1 X talk salisil s.u.c I
Tanggal Periksa (2010) 01 08 16 23 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
Penilaian Pasien tidak taat karena sempat melewatkan 1x konsumsi captopril, hal ini disebabkan karena pasien mengalami dispepsia selama masa homevisit 4 minggu tersebut. Rasa perih pada perut terutama di malam hari yang dirasakan pasien membuatnya terkadang enggan untuk mengonsumsi apapun, termasuk obat antihipertensi. Rekomendasi Dokter sebaiknya juga fokus pada penyembuhan dispepsia yang diderita pasien ini, supaya dapat meningkatkan ketaatan pasien dalam menggunakan obat. Selain memberikan antasida, dokter dapat mengkombinasikan dengan obat golongan lain untuk mengurangi rasa tidak nyaman, misalkan dengan menambahkan antagonis H2 dalam terapi.
55
Tabel XIV. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 8 No. RM 01.02.00306 Subyektif Ny. S,perempuan,63 tahun. Riwayat: terdiagnosis HT pada kunjungan tanggal 25 September 2009 dengan tekanan darah 150/90 mmHg. Anamnesis: boyok kemeng, nyeri untuk duduk,kesemutan di ujung jari tangan, tekanan darah 150/100 mm Hg. Diagnosis: DM 2, HT, myalgia Obyektif 200 150 100
sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
Parameter 05/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
12/03 0
19/03 0
26/03 0
200 150 100
sistolik
50
diastolik
0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 27 6 13 20 Febr Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
glibenklamid ½ -0-0 V metformin 2x1 XV p.c captopril 25 mg 2x1 XV diltiazem 3x1 XX ibuprofen 400 mg 2x1 XI Neurovit E 1x1 III Vit.B12 2x1 X dextrometorphan 3x1 X CTM 2x1 VI Penilaian Pasien ini taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasi, namun tekanan darah pasien ini tetap tinggi sebab menderita komplikasi DM2. Rekomendasi Sebaiknya tetap dilakukan pemantauan terhadap kadar gula darah pasien serta pengontrolan tekanan darah pasien yang terlampau tinggi untuk pasien dengan komplikasi DM2. Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya dilakukan secara berkala (setiap bulan).
56
Tabel XV. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 9 No. RM 01.05.00178 Subyektif Bp.BW,laki-laki,68 tahun. Riwayat:berobat di Puskesmas GK I sejak 19/07/06 dengan diagnosis bronchitis, terdiagnosa HT pada kunjungan tanggal 18 Maret 2008 dengan tekanan darah 150/90 mm Hg. Anamnesis: kaki kemeng & kesemutan, tekanan darah 150/90 mm Hg. Diagnosis: HT, arthralgia Obyektif 150 100 sistolik 50
diastolik
0 1
2
3
Parameter 17/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
24/03 0
31/03 0
07/04 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 11 18 25 01 Mar Mar Mar Apr √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
HCT 1-0-0 VII ibuprofen 400mg 2x1 VI Neurovit E 1x1 III DMP 3x1 X amoxicillin 3x1 X ambroxol 3x1 X dexamethason 2x1 VI Becom.C 1x1 III Penilaian Pasien taat dan juga tekanan darah pasien ini cukup terkendali. Karena itu pasien hanya menggunakan diuretik golongan tiazid untuk mengelola tekanan darahnya. Namun penyakit penyerta seperti athralgia/myalgia kerap muncul. Rekomendasi Tekanan darah pasien sebaiknya tetap dipantau dengan baik serta diberi anjuran untuk menjalani gaya hidup bersih dan sehat.
57
Tabel XVI. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 10 No. RM 01.01.01477 Subyektif Ny.T,perempuan,75 tahun. Riwayat: berobat di Puskesmas GK I sejak 17 November 2006, pertama kali terdiagnosa HT pada kunjungan tanggal 13 Mei 2009 dengan tekanan darah 150/90 mm Hg. Anamnesis: meriang, nafsu makan turun, katarak mata kiri, tekanan darah 140/80 mm Hg. Diagnosis: HT on Therapy Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
Parameter Sisa obat
2
3
02/03 0
4
09/03 0
16/03 0
23/03 0
Pemeriksaan Puskesmas 160 140 120 100 80 60 40 20 0
sistolik diastolik
1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat HCT paracetamol sulfacetamid TM Vit.B6
1-0-0 VII 2x1 VI 3xgtt I 2x1 X
Tanggal Periksa (2010) 24 03 10 17 Febr Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Tidak berpotensi DTP karena sudah taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Rekomendasi Tetap dilakukan pemantauan tekanan darah dan juga pemeriksaan rutin terhadap mata sebelah kiri yang terkena katarak.
58
Tabel XVII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 11 No. RM 01.02.00081 Subyektif Bp.JS,laki-laki,64 tahun. Riwayat: tercatat di rekam medis pada tanggal 15 Juli 2006 untuk control tensi dengan tekanan darah 140/80 mm Hg,kemudian terkena stroke pada 12 Agustus 2008 dan dirujuk di RS DPT. Anamnesis: post stroke, fisioterapi di Bethesda,tekanan darah 180/110 mm Hg. Diagnosis: HT stage II Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
Parameter 10/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
3
4
17/03 0
24/03 0
31/03 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 04 11 18 25 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
amlodipin 1x1 VII captopril 25 mg 3x1 XX tromboaspilet 1x1 VII allupurinol 2x1 X Penilaian Pasien tidak berpotensi DTP karena sudah taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasi yang diperolehnya. Pasien taat karena selalu didampingi dalam menjalani aktivitas harian. Rekomendasi Tetap dilakukan pemantauan tekanan darah dan juga kadar gula darah pasien, serta memotivasi pasien untuk lebih banyak melakukan olah tubuh sesuai dengan kemampuan pasien.
59
Tabel XVIII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 12 No. RM 01.01.02937 Subyektif Ny.P,perempuan,62 tahun. Riwayat: - Anamnesis: nyeri kalo untuk jalan dan boyoknya, tekanan darah 150/90 mm Hg. Diagnosis: HT Obyektif 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
Parameter 07/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
3
4
14/03 0
21/03 8
28/03 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat HCT 1-0-0 VII captopril 25mg 2x1 XV captopril 12,5 mg 2x1 XV amlodipin 1x1 VII meloxicam 75 mg 2x1 VII Neurovit.E 1x1 III & V(15&22 Mar)
Tanggal Periksa (2010) 01 08 15 22 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Pasien berpotensi DTP sebab tidak taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasi yang diperolehnya. Hal ini disebabkan karena pasien pergi keluar kota selama 3 hari dan lupa membawa obat-obatan. Rekomendasi Tetap dilakukan pemantauan tekanan darah dan diberi edukasi mengenai pentingnya ketepatan waktu dalam penggunaan obat antihipertensi. Selain itu, pasien bisa meminta bantuan kerabat terdekat untuk memperoleh obat antihipertensi di apotek terdekat apabila lupa membawa obat pada saat tidak berada di rumah.
60
Tabel XIX. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 13 No. RM 04.01.01721 Subyektif Ny.S,perempuan,64 tahun. riwayat:sejak 27 Juni 2008 berkunjung ke Puskesmas GK I untuk kontrol tensi dengan tekanan darah pada waktu itu 160/90 mm Hg. Anamnesis: meriang sejak 2 hari yang lalu, tekanan darah 140/90 mm Hg. Diagnosis: HT on Therapy, common cold Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Parameter 03/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
10/03 0
17/03 0
24/03 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat captopril 12,5 mg captopril 25mg HCT dextrometorphan paracetamol ibuprofen 400 mg diazepam
2x1 2x1 1-0-0 3x1 2x1 2x1 2x1
XV XV VII X VI VI VI
Tanggal Periksa (2010) 25 04 11 18 Febr Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Ditinjau dari sisa obat dan frekuensi penggunaan, pasien relatif taat dalam menggunakan kedua obat antihipertensinya, sehingga tidak ditemukan potensi DTP akibat noncompliance. Rekomendasi Tekanan darah pasien tetap tinggi akibat mengalami demam sehingga kesulitan tidur, meskipun sudah taat dalam mengonsumsi obat, tekanan darah tetap harus dipantau.
61
Tabel XX. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 14 No. RM 01.02.00164 Subyektif Ny.P, perempuan, 74 tahun. Riwayat: tekanan darah pernah mencapai 180/120 mm Hg, kemudian sempat menjalani terapi Nifedipine sub-lingual sehingga tekanan darah menjadi 160/100 mm Hg. Anamnesis: leher tegang, tekanan darah 160/110 mm Hg. Diagnosis: HT stage II, DM2 Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
Parameter 08/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
15/03 6
22/03 0
29/03 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat amlodipin glibenclamid captopril 25 mg metformin Neurovit.E
1x1 ½-0-0 2x1 2x1 1x1
VII V XV a.c XX V
Tanggal Periksa (2010) 02 09 16 23 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
Penilaian Pasien berpotensi mengalami DTP sebab selama 6 hari hanya mengonsumsi captopril 1x sehari, sehingga pada minggu ketiga tidak diberi resep captopril karena masih melanjutkan obat yang tersisa. Rekomendasi Tekanan darah pasien sangat tinggi sebab mengalami komplikasi DM2, selain itu, gula darah pasien juga harus selalu dipantau. Pasien juga sebaiknya disarankan untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/olah raga sesuai dengan kemampuan pasien sendiri.
62
Tabel XXI. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 15 No. RM 01.03.03034 Subyektif Ny.SP, perempuan,65 tahun. Riwayat: terdiagnosa HT sejak kunjungan 13 Juli 2006 dengan tekanan darah 160/90 mm Hg. Anamnesis: pusing, kemeng di pundak, tekanan darah 150/90 mm Hg. Diagnosis: HT stage I, frozen shoulder Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
Parameter 14/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
21/03 0
28/03 0
04/04 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat amlodipin HCT ibuprofen 400 mg Vit.B12 dexamethason GG betahistin
1x1 1-0-0 2x1 2x1 2x1 3x1 2x1
VII VII VI VI X X VI s.p.r
Tanggal Periksa (2010) 08 15 22 29 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Pasien tidak berpotensi DTP karena taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasinya. Namun tekanan darah tetap tinggi, sebab sering mengalami susah tidur, sehingga dokter sempat meresepkan diazepam 2 mg untuk mengatasinya. Rekomendasi Tetap pantau tekanan darah pasien dan bila memungkinkan, lakukan konseling terhadap pasien ini untuk mengobati penyakit susah tidur yang diderita pasien ini.
63
Tabel XXII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 16 No. RM 02.01.00874 Subyektif Ny.WSU, perempuan, 75 tahun. Riwayat: sejak kunjungan tanggal 16 September 2007 kontrol HT dengan tekanan darah 180/95 mm Hg. Anamnesis: kurang tidur, tekanan darah 150/90 mm Hg. Diagnosis: HT Obyektif Home visit 200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
Parameter 23/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
30/03 0
06/04 0
13/04 0
200 150 100
sistolik diastolik
50 0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat HCT captopril 25 mg Vit.B Vit.B12
1-0-0 2x1 2x1 2x1
VII XV a.c X VI
Tanggal Periksa (2010) 17 24 31 07 Mar Mar Mar Apr √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian Pasien tidak berpotensi DTP karena sudah taat dalam menggunakan obat antihipertensi kombinasi. Tekanan darah yang tetap tinggi pada pasien ini dikarenakan kurang tidur. Rekomendasi Kurang/susah tidur kerap dialami oleh pasien yang berusia lanjut, sehingga pasien sebaiknya dimotivasi untuk menjalani hidup sehat dengan pola makan teratur dan beraktivitas sesuai kemampuan.
64
Tabel XXIII. Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari-Maret 2010 Pasien 17 No. RM 01.01.00477 Subyektif Ny.RK, perempuan, 77 tahun. Riwayat: sejak kunjungan 20 September 2006 sudah kontrol HT dengan terapi kombinasi Captopril+HCT, kemudian pada kunjungan tanggal 30 April 2008 obat diganti karena pasien mengalami batuk. Anamnesis: nyeri pada telapak kaki, tekanan darah 130/80 mm Hg. Diagnosis: HT on Therapy, fascitis plantaris Obyektif Home visit 150 100 sistolik 50
diastolik
0 1
2
3
Parameter 11/03 Sisa obat 0 Pemeriksaan Puskesmas
4
18/03 0
25/03 0
01/04 0
150 100 sistolik 50
diastolik
0 1
2
3
4
Penatalaksanaan Nama obat
Tanggal Periksa (2010) 05 12 19 26 Mar Mar Mar Mar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
HCT 1-0-0 VII diltiazem 3x1 XX ibuprofen 400 mg 2x1 VI Biosanbe 1x1 V Vit.B1 1x1 III mecobalamin 1x1 V Penilaian Meskipun sudah berusia sangat lanjut, pasien ini tidak berpotensi DTP karena taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi kombinasinya. Rekomendasi Tetap dilakukan pemantauan terhadap tekanan darah pasien.
65
Tabel XXIV. Pedoman Dasar Penatalaksanaan Hipertensi Dengan Penyakit Penyerta Berat Menurut JNC VII
BIOGRAFI PENULIS
C.A.Rosita Indah Aprianti merupakan anak pertama dari pasangan R.Mukasi dan Yohana S. (alm.), lahir di Curup pada tanggal 8 April 1988. Menempuh pendidikan awal di Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun 1993-1994. Melanjutkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Xaverius 20 Curup pada tahun 1994-2000. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Pangudi Luhur 1 Yogyakarta pada tahun 2000-2003. Tahun 2003-2006 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Yogyakarta. Pendidikan tinggi ditempuh di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2006 dan menyelesaikan studi pada tahun 2010. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis berpartisipasi aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan di kampus antara lain: Koordinator Humas BEMF Farmasi USD periode 2007-2008, Student Exchange Officer (SEO) 20072009, official delegate Farmasi USD untuk IPSF Congress di Taipei, Taiwan pada tahun 2007 dan di Bali pada tahun 2009, official delegate Farmasi USD untuk APPS di Penang, Malaysia 2009, panitia inisiasi Fakultas Farmasi USD pada tahun 2008, sebagai juara I Patient Counseling Event (PCE) untuk level beginner tingkat nasional di ITB, Bandung pada tahun 2009, dan official delegate Farmasi USD dan ISMAFARSI untuk IPSF Congress di Ljubljana, Slovenia pada tahun 2010, dan lain-lain.