KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT KARYAWAN PELABUHAN (Studi Kasus pada Masyarakat Muslim Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun Oleh : LILIS SURYANI NIM : 111 06 015
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010
MOTTO
Hidup adalah ikhtiar dhohir dan batin Bahagia adalah harapannya, harapan di dunia maupun akhirat Puncak bahagia adalah Ridho Illahi sebagai muara segala harapan dan ikhtiar dari dunia Dan sabar serta tawakal adalah kunci menghadapi cobaan dan rintangan kehidupan
PERSEMBAHAN 1. Almamaterku 2. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa menyayangiku, berjuang untukku, tak kenal lelah mendampingi langkahku dan tak pernah berhenti berdo‟a untukku serta mengajariku untuk tegar berdiri di tengah badai kehidupan. Semoga Allah meridhoi ketulusannya. 3. Kakakku tersayang, kak Miftah, meskipun jauh namun terasa begitu dekat, selalu mengenalkan aku pada kebesaran Allah, memberi ketenangan dan kedamaian hatiku, mengajarkan aku untuk merasakan nikmatnya kehidupan. Semoga Allah meridhoi dan menjaga di manapun Allah menempatkan kakak. Aku sangat berharap bisa bertemu kakak. 4. Adik-adikku, arif dan fatih yang selalu menghibur dan membuat aku semangat. 5. Sobat-sobat terbaikku, ifah, mita, anis, cusmi, mut, triwid, always friend n‟ don‟t forget me 6. Seseorang yang pernah singgah di hatiku, makasih banyak atas motivasi dan semua yang pernah aku terima darimu. Semoga bahagia selalu dan semoga Allah selalu meridhoimu. Apapun takdir yang „kan kita terima itulah yang terbaik. InsyaAllah. Amin 7. Ustadz Kahir, makasih banyak atas segala perhatian, bantuan, bimbingan, do‟a dan motivasi untukku selama ini. Semoga Allah membalas kebaikannya.
KATA PENGANTAR
.
.
Segala puji dan syukur bagi Allah yang selalu memberikan nafas kehidupan bagi hamba-hambaNya dan menciptakan kita dalam keadaan mencintai agamaNya dan berpegang pada syariatNya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Agung Muhammad SAW. Cahaya kemuliaan akhlaknya bak mentari yang bersinar abadi sepanjang zaman dan menjadi suri tauladan bagi kita semua. Skripsi ini disusun guna memenuhi kewajiban dan sebagai pelengkap untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang ilmu tarbiyah. Adapun judul skripsi ini
adalah
KEHIDUPAN
SOSIAL
KEAGAMAAN
MASYARAKAT
KARYAWAN PELABUHAN (Studi Kasus pada Masyarakat Muslim di Kebonharjo RW 8 Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010). Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara motil maupun materiil. Untuk itu penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku ketua STAIN Salatiga 2. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Program Studi PAI 3. Yedi Efriadi, M. Ag selaku pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan memberi petunjuk dalam penulisan skripsi ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya Islam adalah agama kebersatuan, agama kasih sayang, serta kecenderungan untuk saling mengenal dan hidup menyatu antar pemeluknya adalah pangkal bagi ajaran-ajarannya. (Hammadi, 2006:1). Hal inilah yang diajarkan dalam QS. Al Hujurat ayat 13, yaitu:
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Depag, 1989:847)
Atas dasar ayat tersebut dapat difahami bahwa tiap manusia diciptakan oleh Allah tidak untuk sendiri ataupun menyendiri melainkan untuk berinteraksi dengan manusia lain dan ciptaan Allah yang lain agar tujuan hidup tercapai. Kita fahami sebuah yang
ditulis
oleh
Beny
Ridwan
(Dosen
ungkapan menyentuh hati STAIN Salatiga)
bahwa
“indahnya kebersamaan dalam persaudaraan adalah sebuah anugerah Tuhan yang teramat mahal buat mereka yang terikat dalam keimanan”. (Buletin Lokal, edisi 6, 2009:10). Karena itulah kebersamaan, perdamaian menjadi dambaan tiap umat manusia. Namun realita yang ada tak seirama
dengan harapan. Untuk memperoleh kedamaian, ada berbagai tantangan dan rintangan menghadang. Sebagaimana telah menjadi rumus kehidupan di dunia bahwa tidak ada kehidupan tanpa tantangan. Begitu pula dalam berinteraksi dengan sesama, ada berbagai faktor yang dapat mengurangi intensitas hubungan sosial seseorang. Salah satunya adalah faktor ekonomi yang menuntut
seseorang
harus
bekerja
guna
memenuhi
kebutuhan
ekonominya. Dan secara langsung maupun tidak langsung waktu bekerja menjadi faktor berkurangnya waktu seseorang untuk bergaul dengan sesamanya. Apalagi jam kerja yang terlalu padat kadang membuat seseorang jauh dari komunitasnya, bahkan tidak mengenal kondisi sekelilingnya. Hal
tersebut
sering
kita
jumpai
di
masyarakat
lingkungan
perkotaan, yang mana kesibukan mereka bekerja cenderung membuat renggang hubungan sosialnya. Apalagi para pendatang dan bukan warga tetap yang kurang berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya sehingga hubungan dengan masyarakat setempat terkesan kaku. Inilah faktor ekonomi dan kesibukan kerja yang seringkali menjadi alasan seseorang malas bergabung dengan sesamanya apalagi aktif mengadakan kegiatan sosial,
kecuali
syukuran
saat-saat
atau
mempersiapkannya.
pesta
tertentu yang
diperlukan, melibatkan
misalnya: banyak
walimahan,
orang
untuk
Demikian halnya yang tampak pada masyarakat Kebonharjo kota Semarang. Sebagian besar penduduk yang tersebar di RW 8 memanfaatkan pabrik-pabrik yang terdapat di kawasan pelabuhan Tanjung Mas sebagai ladang rizki untuk mereka. Karena memang tingkat ekonomi masyarakat ini masih bisa dibilang menengah ke bawah dan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sebagian besar mereka bekerja sebagai karyawan pelabuhan dan pabrik-pabrik di kawasan ini. Sebagaimana kita ketahui secara umum jam kerja pabrik yang diatur dari pagi hingga sore, ditambah jam lembur yang menuntut karyawan harus pulang sampai malam hari. Karena memang untuk perusahaan atau sektor swasta mempunyai jumlah jam kerja per minggu 39 jam jika hari Sabtu diliburkan, namun jika tidak libur jam kerja menjadi 43 jam, yang terinci tiap harinya mulai pukul 08.00 sampai pukul 17.00, dengan istirahat makan satu jam pada hari biasa dan sekitar dua jam untuk hari Jumat. Sedangkan untuk hari Sabtu jika tidak libur jam kerja mulai pukul 08.00 sampai pukul 12.00. (Anoraga, 2005:30). Sedangkan jam kerja para karyawan yang tinggal di Kebonharjo ini dimulai jam 07.00 sampai jam 16.00 dan apabila ditambah dengan jam lembur maka para karyawan pulang sampai jam 21.00. Kesibukan seperti inilah yang membuat para karyawan pulang dengan beban capek dan menghabiskan sisa waktunya untuk istirahat sebelum pagi datang lagi untuk
bekerja
lagi. Sehingga
waktu
untuk
bertemu bersama dapat
dikatakan kurang, bahkan kadang perhatian terhadap keluargapun juga berkurang. Dan hal ini membawa dampak pula terhadap perkembangan pendidikan
anak.
pengaruh-pengaruh
Kurangnya negatif
perhatian
lingkungan
orangtuanya
mudah
sekali
menyebabkan mempengaruhi
perilaku anak, sehingga hal ini menjadi problem bagi para orangtua dan juga masyarakat. Sebagai seorang yang paling dekat anak, peran utama seorang ibu sangat diperlukan dalam pendidikan anak. Namun di Kebonharjo RW 8 ini justru mayoritas kaum wanita, khususnya ibu-ibu rumahtangga yang bekerja sebagai karyawan pabrik, karena memang pabrik-pabrik di kawasan ini merupakan pabrik-pabrik konveksi. Hal ini terjadi karena pekerjaan di pelabuhan tempat suami mereka bekerja bersifat musiman, dan sebagian lagi harus mencari kerja ke luar kota karena pekerjaan di pelabuhan yang tidak mesti adanya. Walaupun demikian tidak sedikit dari mereka yang berusaha mewujudkan kerukunan, kebersamaan juga kerjasama dalam kehidupan sehari-hari dan dalam forum-forum sosial seperti PKK, kumpulan arisan, kumpulan remaja (karang taruna) maupun forum keagamaan seperti pengajian rutin mingguan atau bulanan. Hal ini karena merupakan implementasi keberagamaan mereka dan juga kebutuhan hidup sosial mereka, yang mana keberagamaan sebagian dari mereka yang bisa dikatakan masih pas-pasan namun karena jiwa sosial yang tinggi membuat mereka antusias bergabung dalam forum-forum tersebut.
Melalui forum-forum inilah rasa kebersamaan, saling percaya dan kerjasama muncul di antara mereka, sehingga tidak ada beban untuk saling membantu satu sama lain. Sebagai contoh para pekerja pabrik yang mempunyai anak yang belum bisa mandiri mereka titipkan pada tetangga terdekat untuk dijaga sementara mereka bekerja. Hal ini mereka lakukan agar pengawasan dan pemenuhan kebutuhan anak sementara mereka kerja tetap bisa dilakukan meskipun harus melalui orang lain. Namun karena harus mengikuti jam kerja pabrik dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00 dan kadang jika ada jam lembur harus pulang sampai pukul 19.00 atau 21.00 mereka kehilangan waktu yang maksimal untuk memperhatikan pendidikan dan perilaku keseharian anak-anaknya sehingga tidak bisa diingkari lingkungan yang merusak sedikit banyak mempengaruhi moral anak-anak mereka. Inilah yang sering menjadi problem bagi para karyawan pabrik di Kebonharjo RW 8 ini. Dengan melihat sebagian bentuk kehidupan sosial dan problem yang muncul sebagaimana telah penulis paparkan di atas, penulis ingin meneliti lebih lanjut bagaimana kehidupan dan interaksi sosial mereka dan problem-problem apa saja yang muncul. Untuk itu penulis mengambil judul
sebagai
MASYARAKAT
berikut:
KEHIDUPAN
KARYAWAN
SOSIAL
PELABUHAN
(Studi
KEAGAMAAN Kasus
pada
Masyarakat Muslim di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010).
B. Fokus Penelitian 1. Bagaimana kehidupan sosial keagamaan karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010 ? 2. Apa problematika kehidupan sosial keagamaan karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010 ? 3. Apa solusi yang ditempuh
untuk
mengatasi
permasalahan
sosial
keagamaan karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus
penelitian
maka
tujuan
penelitian
dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kehidupan sosial keagamaan karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010. 2. Untuk
mengetahui
problematika
kehidupan
sosial
keagamaan
karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010. 3. Menemukan solusi yang ditempuh untuk mengatasi problematika kehidupan sosial keagamaan karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 Kelurahan TanjungMas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2010.
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada aspek pendidikan Islam khususnya yang berhubungan dengan interaksi sosial keagamaan atau dengan kata lain kesalehan sosial. Hal ini merupakan salah satu aspek keberagamaan seseorang yang mana selain menunaikan kewajiban ritual ibadahnya seorang yang beragama juga mempunyai kewajiban menunaikan hablumminannas. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengkaji sosial keagamaan dengan melihat fenomena-fenomena sosial yang terjadi di lingkungan kita, khususnya yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan. E. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahfahaman mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini, maka penulis akan memaparkan makna beberapa istilah pokok yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Kehidupan Sosial Dalam
kamus
sosiologi
dijelaskan
makna
social
adalah
berkenaan dengan perilaku interpersonal atau yang berkaitan dengan proses
sosial.
(Soekanto,
1993:464).
Sedangkan
dalam
kamus
psikologi, social berarti hubungan seorang individu dengan yang lainnya dari jenis yang sama atau pada sejumlah individu yang membentuk lebih banyak atau lebih sedikit kelompok-kelompok yang
terorganisir juga tentang kecenderungan-kecenderungan dan impulsimpuls yang berhubungan dengan lainnya. (Drever, 1986:447) Jadi dapat difahami arti kehidupan sosial yaitu gejala-gejala atau proses hubungan antar manusia yang mempengaruhi kesatuan manusia itu sendiri. (id.wikipedia.org/wiki/sosiologi). 2. Keagamaan Berasal dari kata dasar agama yang berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Sedangkan keagamaan adalah yang berkaitan atau berhubungan dengan agama. (Depdiknas, 2007:12) 3. Masyarakat Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. (Depdiknas, 2007:721) Sedangkan dalam kamus sosiologi disebutkan makna society (masyarakat) adalah kelompok manusia yang sedikit banyak mempunyai kesatuan yang tetap dan tersusun dalam aktivitas kolektif mereka dan merasakan bahwa mereka dapat bersatu. (Sapoetra, 1992:394)
4. Karyawan Pelabuhan Karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor,
perusahaan,
dsb)
dengan
mendapat
gaji
atau
upah.
(Depdiknas, 2007). Pelabuhan, berasal dari kata dasar labuh yang berarti “turun”, dengan berimbuhan pe-an berarti tepi laut atau sungai tempat kapal berhenti. (Poerwadarminta, 2006) Jadi karyawan pelabuhan yang dimaksud di sini adalah orang yang bekerja pada pelabuhan termasuk orang yang bekerja pada pabrik-pabrik yang ada di kawasan pelabuhan ini. Jadi kehidupan sosial keagamaan yang dimaksud di sini adalah cara hidup atau
suatu proses yang dilakukan masyarakat ini untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, membangun kebersamaan juga kerjasama sebagaimana yang diajarkan Islam. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif, yaitu
penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya: perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dll secara holistic dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah, (Moleong,
2008:6),
yaitu
dengan
cara
menganalisis dan mengklasifikasikan realitas.
menggali,
menuturkan,
Dengan demikian penelitian ini bertujuan mendiskripsikan fenomena kehidupan sosial keagamaan masyarakat pekerja di area pelabuhan serta keutuhan problem yang ada dengan menggunakan landasan
berfikir
fenomenologis
sebagai landasan pokok
dalam
penelitian kualitatif, yang mana berupaya memahami apa yang ada yang menimbulkan fenomena atau problem. Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian studi kasus, yaitu
salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. (Robert K, Yin,
2004:1). Pada umumnya studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. Kasusnya mungkin sebuah organisasi, sekumpulan orang seperti kelompok kerja atau kelompok sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu maupun kampanye. (Daymon, 2008:162). Dan penelitian ini mengambil kasus kelompok kerja atau kelompok sosial yaitu masyarakat muslim pelabuhan maupun pabrik di area ini. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kebonharjo RW.8 Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang.
Lokasi dipilih karena letak lokasi yang
memang dekat dengan pelabuhan TanjungMas, dan kurang lebih 1,5 km dari lokasi telah memasuki area pabrik dan pelabuhan. Dan area inilah yang kebanyakan dimanfaatkan oleh warga sebagai tempat bekerja. Di samping itu karakteristik kehidupan sosial warga yang bekerja di pabrik yang jelas terlihat berbeda antara warga tetap dengan warga pendatang yang tinggal di kos atau di rumah-rumah
kontrakan. Perbedaan yang terlihat adalah cara mereka berinteraksi di lingkungannya. Yang mana warga pendatang kebanyakan enggan atau bahkan sama sekali tidak bergabung dengan warga lain dalam kegiatan-kegiatan bersama maupun dalam kehidupan keseharian. Alasan lain pemilihan lokasi ini adalah sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang masalah yaitu antusias warga
pekerja pabrik dan pelabuhan dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti kerja bakti, kumpulan-kumpulan keagamaan, kerukunan, dan kegiatan sosial
lainnya maupun
keharmonisan
hubungan
antar anggota
masyarakat. 3. Sumber Data Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua, pertama, sumber data primer, yaitu manusia yang mana kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai menjadi sumber utama dalam sebuah penelitian kualitatif.
Hal ini dilakukan dengan melihat,
mendengar dan bertanya, karena dalam penelitian kulitatif ketiga kegiatan ini dilakukan secara “sadar” yang berarti perencanaan penelitian memang telah dilakukan oleh peneliti, kemudian “terarah” yang berarti segala informasi yang tersedia tidak semuanya digali oleh peneliti, dan “bertujuan” yang berarti penelitian bertujuan mencari data yang diharapkan dapat dicapai guna memecahkan masalah penelitian. (Moleong, 2008:157-158)
Untuk memperoleh informasi tersebut sumber data primer sebagai obyek penelitian diambil dengan menggunakan teknik sampling yaitu melalui purposive sampling, artinya sampel dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Informan dipilih berdasarkan pengalaman terhadap fenomena yang diteliti. (Daymon, 2008:243). Dalam penelitian ini sampel tersebut adalah warga RW 8 yang bekerja sebagai karyawan pabrik maupun pelabuhan. Sumber data primer berikutnya adalah tokoh masyarakat maupun tokoh agama dan beberapa warga setempat yang hidup berdampingan dengan karyawan-karyawan tersebut yang dapat memberikan informasi sesuai penelitian. Sumber data kedua yaitu sumber data tertulis atau dokumen yang relevan dengan fokus penelitian sebagai sumber data sekunder. Sumber data ini dapat berupa buku-buku, majalah, makalah, jurnal penelitian, foto, dan lain-lain yang dapat memberikan informasi guna melengkapi kebutuhan data yang diperlukan dalam penelitian ini. 4. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara yang dipilih adalah wawancara tak berstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan namun tetap pada fokus penelitian. Dalam hal ini informan bebas mengutarakan pendapat ataupun informasi tanpa dibatasi atau diatur oleh peneliti.
b. Observasi Observasi dilakukan untuk melihat dan mengamati kehidupan sosial
sehari-hari
pengalaman
masyarakat
yang
diperoleh
dan dari
mencatat
pengalaman-
pengamatan.
Sebagaimana
dikatakan bahwa “observasi pada aktivitas manusia memberi data bagi peneliti mengenai perilaku dan proses sosial ketika orangorang
menjalankan
peran
dalam
dunia
realitas
sosialnya”.
(Daymon, 2008:321) c. Dokomentasi Dokumen dapat
berupa tulisan,
catatan,
suara atau gambar
sebagai bahan atau data tambahan dalam sebuah penelitian yang dapat memberikan pemahaman historis. Studi dokumen dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat data-data atau catatancatatan juga gambar atau foto di ketua RT atau RW dan rumah warga yang dapat memberikan informasi seputar fokus penelitian ini. 5. Pengecekan Keabsahan Data Pengecekan trianggulasi, memanfaatkan
yaitu
keabsahan teknik
sesuatu
yang
data
dilakukan
pemeriksaan lain.
dengan
keabsahan
data
(Moleong, 2008:330).
teknik yang Teknik
trianggulasi dilakukan guna mengecek atau sebagai pembanding terhadap
data
itu. Tehnik trianggulasi ini menggunakan trianggulasi
sumber yaitu mengecek kembali keabsahan data melalui waktu dan alat
yang berbeda dengan jalan membandingkan hasi pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi dan membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 6. Analisis Data Analisis data penelitian ini dilakukan dengan melalui tahap antara lain, reduksi data, yaitu memilah-milah data dan membuang data yang dianggap tidak sesuai. Sintesis data, yaitu data yang diperlukan dihubungkan satu sama lain, dan Verifikasi data, yaitu penarikan kesimpulan sehingga didapat teori umum. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini merupakan gambaran penyusunan skripsi yang tersusun sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori ini akan membahas tentang pengertian kehidupan sosial keagamaan, dimensi kehidupan sosial keagamaan antara lain dimensi ritual, dimensi perayaan hari-hari besar keagamaan, dimensi interaksi dan dimensi akhlak. Kemudian akan dipaparkan pula faktor-faktor yang
mempengaruhi kehidupan sosial keagamaan seperti faktor pekerjaan, keagamaan, pendidikan dan geografi. Akhir dari bab landasan teori ini akan dikemukakan karakteristik umum kehidupan sosial keagamaan pada masyarakat pelabuhan. BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN Di dalam bab ini akan penulis paparkan gambaran lokasi penelitian, kegiatan-kegiatan ritual kolektif yang dilakukan, interaksi sosial dalam masyarakat, akhlak karyawan dan masyarakat Kebonharjo RW 8 secara umum, problematika kehidupan sosial keagamaan, dan solusi yang ditempuh untuk mengatasi problem tersebut serta faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial keagamaan masyarakat. BAB IV PEMBAHASAN Bab ini memuat tentang kegiatan ritual keagamaan di masyarakat merupakan media berinteraksi secara vertikal maupun horisontal, kegiatan perayaan hari-hari besar keagamaan sebagai momentum dalam menanamkan nilai-nilai Islam, Interaksi sosial sebagai upaya untuk hidup bermasyarakat dan akhlak sebagai alat kontrol sosial. BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan akhir dan saran-saran
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kehidupan Sosial Keagamaan Dalam kehidupan kita sebagai anggota masyarakat, istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa istilah sosial pada dasarnya mengarah pada hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi dapat difahami bahwa sosial merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat yang digunakan sebagai acuan dalam interaksi sosial. (http://www.depsos.go.id/modules.php) Dari keterangan istilah sosial di atas, maka dapat ditarik makna kehidupan sosial yaitu gejala-gejala atau proses hubungan antar manusia yang mempengaruhi kesatuan manusia itu sendiri. (id.wikipedia.org/wiki/sosiologi). Misalnya dalam hal bermasyarakat, agama, budaya, adat istiadat, lingkungan hidup, berbangsa dan bertanah air. Dan sebagai dasarnya adalah hal yang dapat mewujudkan keadilan di antara mereka, karena keadilan merupakan satusatunya tujuan dari diberlangsungkannya kehidupan bermasyarakat. (Mahmud, 2004:99) Jika dikaitkan dengan agama maka makna kehidupan sosial keagamaan dapat dirumuskan sebagai suatu proses saling interaksi antar manusia dalam lingkup keagamaan, seperti saling interaksi dalam merealisasikan ajaran-ajaran
agama ke dalam kehidupan bermasyarakat dengan cara-cara tertentu baik dalam dimensi ritual maupun dimensi sosial lainnya.
B. Dimensi Sosial Keagamaan 1. Dimensi Ritual Semua agama mengenal ritual, karena tiap agama mempunyai ajaran tentang ritual tersebut. Adapun tujuan ritual adalah sebagai pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Di samping itu ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan obyek yang suci dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.
(Heruhoerudin.blogspot.com/2009/04/ritual).
Hampir
semua
masyarakat yang melakukan ritual keagamaan didasari oleh kepercayaan, sehingga kepercayaan kepada sesuatu yang sakral itulah yang menimbulkan adanya ritual. Adapun dimensi ritual dalam kehidupan sosial dapat dilihat dari ritual-ritual ibadah berikut ini : a. Dzikir Al qur‟an memberikan petunjuk bahwa dzikir tidak hanya dilakukan dengan duduk tenang, merenung dan mulut komat kamit, “tetapi dzikir bersifat implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif”. (Syukur, 2004:45). Dzikir yang bersifat individual dapat dilakukan secara lisan dengan mengucap tasbih, tahmid, tahlil dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk membimbing hati untuk selalu mengingat Allah dan
iman dalam hatinya
menjadi semakin mantap sehingga dapat
mengendalikan tiap perbuatannya. Selain itu dzikir sosial juga banyak disebut dalam Al qur‟an. Misal dalam firman Allah QS. At-taubah (9):103
Artinya :“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Depag, 1989: )
Ayat tersebut memberikan informasi kepada kita bahwa dzikir sosial dapat dilakukan dengan aktifitas sosial, salah satunya yaitu menginfakkan sebagian harta atau berzakat sebagai wujud kepekaan dan kepedulian sosial di samping melakukan hal-hal lain yang bermanfaat bagi orang lain. Dzikir sosial ini merupakan implementasi dari dzikir individual yang melalui lisan maupun mata hati. Kemudian dzikir yang disertai dengan pemaknaan dan penghayatan terhadap apa yang diucapkan tentu akan menumbuhkan akhlaqul karimah.
Misalnya,
ketika
mengucap
Allahuakbar
maka
akan
menumbuhkan sifat lemah lembut, sebab hanya Allahlah yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Ketika mengucapkan Ya Ghaffar maka akan menumbuhkan sifat sabar dan pemaaf. Ucapan Ya Rahman Rahim akan
menumbuhkan sifat kasih sayang, dan sebagainya. Sehingga jiwa seseorang akan diliputi kesadaran bahwa Allah selalu melihat setiap perbuatan manusia. Menurut Saiful Mujani, direktur Freedom Institute UIN Jakarta, tradisi ritual dzikir yang bersifat kolektif seperti yasin, tahlil, manakib, istighosah, dan sebagainya, akan melibatkan kita dalam persoalan yang bersifat umum, publik dan kemasyarakatan. Karena dalam tradisi tersebut terdapat dua fungsi ganda. Di samping terdapat dimensi transidental (niat ibadah kepada Allah), juga terdapat dimensi sosial yang menuntun kita pada relasi dengan orang-orang sekitar, bertemu, menyapa, bercakap, maupun bertukar pendapat, sehingga menumbuhkan keakraban dan membangun kebersamaan. (http://www.syarikat.org/content/ritual) b. Sholat berjamaah Sebagaimana kita ketahui bahwa sholat berjamaah yang mana mempunyai nilai pahala lebih besar daripada sholat munfarid dengan perbandingan dua puluh tujuh derajat. Karena di dalam sholat berjamaah terdapat beberapa nilai akhlak sebagai pelajaran bagi kita untuk berinteraksi sosial. Nilai-nilai akhlak dalam sholat berjamaah dapat kita lihat dalam halhal berikut: 1) Jika kita amati di dalam pelaksanaan sholat berjamaah terdapat dua komponen yang harus seiring sejalan,yaitu antara imam dan mu‟adzin.
Seorang imam tidak akan langsung berdiri di depan jamaah sebelum mu‟adzin mengumandangkan iqamah. 2) Pada hubungan antara imam dan makmum, di dalamnya diajarkan pula kejujuran antara keduanya, yakni ketika sang imam batal wudlu maka ia harus meninggalkan jamaah dan salah satu makmum yang terdekat dengannya segera menggantikannya. Begitu juga makmum yang batal wudlu ketika sholat maka segera meninggalkan jamaah tanpa mengganggu jamaah lain. 3) Ketika makmum mendapati kesalahan imam maka ia harus menegurnya atau mengingatkannya. 4) Ma‟mum tidak akan mendapatkan pahala sholat berjamaah jika tidak berniat mengikuti imam, serta tidak sah sholatnya jika ia mendahului imam dalam melaksanakan rukun-rukun sholat. 5) Prinsip persamaan derajat di antara sesama manusia dapat dilihat pada hak menempati shaf terdepan bagi siapapun yang datang lebih awal. Tidak peduli orang berpangkat atau rakyat biasa, semuanya mempunyai hak yang sama dalam menempati shaf. 6) Mempererat tali silaturrahim sesama muslim dengan sering bertemu bersama-sama melaksanakan sholat juga tradisi berjabat tangan dan saling memberi salam. Di samping nilai akhlak tersebut di dalam sholat berjamaah juga diajarkan pula nilai keindahan yang dapat kita lihat dari anjuran untuk meluruskan dan merapikan shaf sebelum sholat dimulai.
Demikianlah sholat jamaah mengajarkan kita untuk selalu memupuk persamaan yang dikemas dalam kata persatuan dan kesatuan serta membuang jauh segala bentuk perpecahan. Eksistensi ibadah ini dapat dilihat ketika di luar sholat seorang muslim menjadikan sholat sebagai penuntun ke arah perbuatan yang terbebas dari berbagai bentuk kekejian dan kemungkaran.
(Ihdasana.wordpress.com/2009/07/01).
Hal
ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan sholat tidak hanya sekedar ritual yang terdapat dalam ruku‟, sujud dan lainnya, namun pelaksanaan sholat mempunyai dampak positif dalam interaksi seorang hamba kepada Tuhannya sehingga berdampak pula terhadap interaksi sosial seseorang dalam masyarakatnya yang pada akhirnya tercipta kehidupan yang rukun, tenteram dan damai dalam masyarakat.
2. Dimensi Perayaan Hari Besar Keagamaan Pada dasarnya agama tidak hanya memerintahkan kepada umatnya untuk beribadah secara ritual saja melainkan juga beribadah pada wilayah sosial sebagai wujud penghambaan diri secara total pada Sang Pencipta. Namun masih ada pemeluk agama yang kurang memperhatikan hal ini dan mengabaikan hubungan sosialnya sehingga menimbulkan fanatik berlebihan atas agama yang dianutnya. Perayaan hari besar keagamaan merupakan salah satu alternatif yang bisa dijadikan sebagai langkah awal dalam meminimalisir simbolisasi agama
yang
mengarah
kepada
sikap
eksklusif
dan
intoleran.
(achmadarifin.multiply.com). Arifin menjelaskan dengan memanfaatkan
berbagai media seni dan budaya, perayaan hari besar keagamaan tidak hanya sarat akan dimensi ritual yang menarik untuk dinikmati oleh umat yang bersangkutan, tetapi umat agama lain juga dapat memetik pesan moral keagamaan dari perayaan tersebut. Adapun fungsi sosial yang terdapat dalam perayaan hari besar keagamaan adalah sebagai berikut: a. untuk menjawab pertanyaan tentang peran agama dalam menghadapi berbagai permasalahan sosial. Hari besar agama sering dipandang sebagai sebuah momen yang tepat untuk melakukan refleksi terhadap ajaran-ajaran agama yang berkenaan dengan berbagai bentuk kehidupan di masyarakat. Sehingga tema-tema yang dipilih dalam perayaan tersebut seringkali disesuaikan dengan kondisi masyarakat pada waktu diadakannya perayaan tersebut, sehingga pesan moral bersifat universal dan dapat disimak oleh semua umat beragama. Misalnya tentang kemerosotan moral, kemiskinan, persaudaraan, dan sebagainya. b. sebagai sarana untuk mengimplementasikan seruan-seruan moral tersebut dalam kegiatan-kegiatan sosial yang hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perayaan hari besar keagamaan biasanya diiringi dengan kegiatankegiatan sosial seperti pembagian makanan, pengobatan massal, bakti sosial, dan lain-lain. Hal ini tentu menjadi sarana untuk meningkatkan
kepedulian sosial sebagaimana agama mengajarkannya serta menjawab peran agama terhadap permasalahan sosial yang sedang terjadi. Apabila kedua fungsi tersebut dilaksanakan secara optimal, tentu keraguan akan peran agama dalam kehidupan sosial masyarakat akan hilang dengan sendirinya. 3. Dimensi Interaksi Interaksi mengandung pengertian suatu hubungan atau relasi antara dua atau lebih orang atau individu. (Santoso, 2004:11). Interaksi terjadi karena individu tidak hidup sendirian, melainkan bersama individu lain yang saling membutuhkan satu sama lain. Secara fitrah manusia senantiasa membutuhkan dan menjalin hubungan dengan orang lain. Bagaimanapun sikap individualistis seseorang, ia akan tetap membutuhkan orang lain, meskipun sangat sulit dan terbatas. Kebutuhan itulah yang mendorong adanya interaksi sosial antar individu tersebut. Karena di dalam interaksi tersebut terjadi kontak sosial dan saling komunikasi antar individu yang menjadi syarat adanya interaksi sosial tersebut. Kontak sosial berarti hubungan satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial yang mana masing-masing pihak bereaksi antar satu dengan yang lainnya meski tidak harus bersentuhan fisik. Dan komunikasi berarti berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Dan hubungan yang terjadi antar individu tersebut tidak hanya berdasarkan ikatan darah, tetapi juga berdasarkan ikatan lain yang dapat menyatukan, mengeratkan dan mengangkat derajat serta martabat hubungan
interaksi tersebut, seperti visi dan prinsip, profesi dan pekerjaan, keintiman dan persahabatan, kesukuan dan nasionalisme, perniagaan dan ekonomi serta akidah. Faktor akidah ini dikategorikan sebagai ikatan yang paling mulia dan tinggi, bahkan melebihi ikatan yang terjalin berdasarkan hubungan darah. (Hamadi,2006:11). Karena akidah yang dimiliki oleh setiap pemeluk agama menjadi dasar bagi segala perilakunya. Dan hal ini yang menyebabkan munculnya kelompok-kelompok sosial agama dalam masyarakat yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Simbolsimbol ritual dalam beribadah ataupun cara berinteraksi dengan sesamanya, menunjukkan identitas masing-masing dalam kehidupan sosial keagamaan di masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adanya interaksi adalah sebagai berikut: a. Faktor imitasi Sebagaimana arti imitasi yang berarti peniruan. Dengan berimitasi ini muncul tingkah laku yang seragam yang mampu memberi motivasi kelompok masyarakat tertentu untuk menciptakan budaya yang menunjukkan bahwa budaya tersebut merupakan hasil interaksi individu dengan yang lain dalam kelompoknya. (Santoso, 2004:13) b. Faktor sugesti Sugesti yang dimaksud adalah pengaruh psikis yang datang dari dirinya sendiri maupun dari oranglain yang pada umumnya
diterima tanpa adanya kritik. Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dirumuskan sebagai suatu proses di mana seseorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. (Ahmadi, 1999:59) Bedanya sugesti dengan imitasi ialah sugesti dilakukan dengan memberikan suatu pandangan atau pengertian atau sikap dari dirinya yang kemudian diterima oleh oranglain begitu saja, sedangkan imitasi adalah seseorang menerima atau mengikuti sebagian atau salah satu dari oranglain. c. Faktor identifikasi Menurut Sigmund Freud identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan individu lain. Identifikasi sebagai proses menyamakan dirinya dengan individu lain. Sebagai contoh diberikan oleh Gerungan, dorongan anak untuk menjadi seperti ayah dan ibunya. Anak mengambil sikapsikap orang tuanya yang dapat ia mengerti norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak dan menggunakan sistem norma dan sikap orangtuanya dalam tingkah laku sehari-hari, apabila anak menghadapi situasisituasi baru yang belum ia kenal. (Gerungan, 1996:67)
4. Dimensi Akhlak Para ulama cukup beragam dalam menginterpretasikan tentang apa yang dimaksud dengan akhlak. Murtadha Muthahari mengatakan bahwa akhlak mengacu pada suatu perbuatan yang bersifat manusiawi, yaitu perbuatan yang mempunyai nilai…seperti berterima kasih, hormat kepada orang tua, dan sebagainya. Ada pula yang mengatakan bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang bermuara dari perasaan saling mencintai. Perbuatan akhlak adalah semua jenis perbuatan yang diperuntukkan bagi orang lain. (Al Munawar, 2005:28). Menurut Ibnu Maskawaih (320-421 H/932-1030 M), akhlak is the state of the soul which causes it to perform its action without thought and deliberation. Akhlak adalah suatu kondisi jiwa yang menyebabkan ia bertindak tanpa memerlukan pemikiran dan timbangan yang mendalam. (tarbiyah-dwiwahyudiharfi.blogspot.com) Sedangkan menurut Imam Al Ghozali
akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan dan pertimbangan. (Al Ghozali, 1992:26). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama maka dinamakan akhlak yang baik. Akan tetapi manakala ia
melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk. (Makin, 2007: ). Dari beberapa pengertian tentang akhlak di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa
akhlak
merupakan
suatu
kondisi
jiwa
yang
menghubungkan kita dengan orang lain yang dapat mendorong atau mempengaruhi untuk melakukan perbuatan baik dan buruk, disengaja dan tanpa berfikir lama. Orang yang mempunyai akhlak akan melakukan tindakan yang ditujukan untuk orang lain dan ia akan mendapat respek dari orang lain pula atas apa yang ia lakukan. Dan tidak bisa dipungkiri hal ini akan membentuk pula suatu peradaban di dalam masyarakat sehingga muncul kelompok-kelompok sosial masyarakat dengan ciri khas tertentu. Akhlak sangat berkaitan erat dengan pendidikan agama. Karena justru dalam agama didapat ajaran pokok tentang akhlak, baik akhlak terpuji maupun tercela. Dan ukuran baik atau buruk mengenai akhlak adalah baik atau buruk dalam pandangan agama dan masyarakat. Dengan demikian ajaran agama tentang nilai-nilai akhlak mulia hendaklah difahami sebaik mungkin sebagai landasan untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Karena akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Selain itu akhlak mulia mempunyai pengaruh dalam tegaknya suatu masyarakat. karena akhlak mulia adalah dasar ditegakkannya perintah Allah dalam jiwa manusia. Jika jiwa memiliki akhlak dan perilaku mulia maka
tidak diragukan lagi ia akan mengagungkan syiar-syiar Allah dan komitmen manhaj agamanya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Hajj (22):
Artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”. (Depag, 1987:516)
Di samping itu akhlak juga dapat menjadi alat penilaian terhadap kesempurnaan iman seseorang dengan melihat perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
C. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Sosial Keagamaan 1. Faktor Pekerjaan Ada ribuan laki-laki dan perempuan yang sangat menyayangi kerja dengan rasa kecintaan sejati dan mendapatkan sukses dalam pekerjaannya. Dengan
begitu
kerja
memberikan
kepada
seseorang
promosi,
persahabatan, komunikasi sosial yang terbuka, kedudukan sosial, prestise dan status. (Kartono, 1994:149) Karena itulah tidak sedikit orang dengan suka hati bekerja terus menerus meskipun ia tidak lagi membutuhkan benda-benda materiil. Menurut Kartono (1994:146&147) “di dalam bekerja terdapat nilai sosial dalam bentuk pengakuan, penghargaan, respek dan kekaguman kawan-kawan terhadap pribadinya…, sehingga hampir semua orang merasa bahwa kerja itu menyajikan persahabatan dan kehidupan sosial… dan mengikat individu pada pola interrelasi kemanusiaan dalam satu sektor masyarakat”. 2. Faktor Keberagamaan
Berdasarkan
hasil
studi
para
ahli
sosiologi,
religiusitas
sesungguhnya merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan setiap orang. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung (interdependence) dengan semua faktor yang ikut membentuk struktur sosial di masyarakat mana pun. (Fauzi, 2007:80) Oleh karena itu agama tidak bisa dipisahkan dari ruang publik. Agama benar-benar direvitalisasikan untuk melapangkan jalan bagi terciptanya kedamaian hidup, kesejahteraan dan keadilan sosial. Melalui pengalaman beragama, yaitu penghayatan dan pemaknaan terhadap apa yang diyakini dan diterima dari berbagai segi kehidupannya, manusia menjadi memiliki kepekaan dan kemampuan untuk mengenal dan memahami eksistensi Tuhan. Dari sistem kepercayaan terhadap agama-agama tersebut, nilainilai serta praktik-praktik keagamaan mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkah laku sosial masyarakat. Dalam hal ini agama berperan sebagai kontrol sosial. Dalam menjaga terbinanya pola-pola kelakuan dan kaidah-kaidah sosial masyarakat, agama memberikan limitasi dan pengkondisian terhadap perilaku individu atau masyarakat itu sendiri dan memberikan sangsi-sangsi terhadap segala pelanggaran atas norma-norma agama, sehingga terwujud keadilan sosial berbasis agama.
3. Faktor Geografis
Pada dasarnya geografi mempelajari berbagai gejala yang berkaitan dengan ruang muka bumi sebagai tempat berkembangnya kehidupan. Di dalamnya selalu menaruh perhatian pada persebaran, perubahan dan keterkaitan antara gejala fisik dan sosial pada berbagai tempat di permukaan bumi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Daldjoeni (1991:51) bahwa “geografi memberikan pengaruhnya yang penting terhadap seluk beluk persebaran makhluk tetumbuhan, hewan dan manusia pula” serta memberikan pengaruh terhadap aktivitas manusia. Di samping itu geografi juga mengkaji “social outcomes” sebagai produk dari kemampuan manusia dalam mengelola lingkungannya. (freedownload.books.net/pengaruh-geografis terhadap kehidupan sosial). Gejala geografi fisik tertentu yang mempengaruhi perubahan di muka bumi misalnya, perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia dan kembali menimbulkan dampak terhadap manusia antara lain: letak pemukiman manusia beserta fasilitas pendukungnya, pola pemukiman yang bisa membentuk pola tersebar, memusat, kompak, fragmen dan sebagainya serta bentuk-bentuk pusat kebudayaan masyarakat dan polapola pembauran kebudayaan. Berdasarkan sejarah, manusia mengadaptasikan dirinya dengan berbagai
tindakan
terhadap
lingkungan
yang
ditempatinya
guna
mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu mereka mengadakan interaksi dengan berbagai unsur yang terdapat di dalam lingkungannya
sehingga muncul kelompok-kelompok sosial dengan karakteristik tertentu berdasarkan geografis wilayahnya. Pandangan mutakhir mengenai geografi ditandai dengan adanya kajian-kajian geografis yang bersifat tematik dalam suatu wilayah, terutama interaksi antar manusia dan lingkungannya. Sebagai contoh, wilayah
industri
yang
mana
terdapat
berbagai
macam
pabrik,
memunculkan mayoritas mata pencaharian penduduk berlatarbelakang bisnis. 4. Faktor Pendidikan Konsep pendidikan dalam Islam merupakan satu proses long life education. Hal ini sesuai dengan perintah tentang mencari ilmu sejak lahir sampai akhir hayat. Menurut Rasman, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang baik dan bertaqwa, yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syari‟ah Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya kepada Allah. (abu-kholilah.blogspot.com) Dengan demikian, pendidikan Islam ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap muslim yang merdeka. Hal ini akan mewujudkan perkembangan yang seimbang di dalam diri individu dengan nilai-nilai keislaman tersebut. Sehingga akan dihasilkan individu yang beriman, berilmu pengetahuan, berakhlak tinggi dan beramal sholih,
serta selanjutnya terbentuk suatu masyarakat yang harmonis, saling menghormati dan bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Jadi lingkup pendidikan Islam tidak hanya memberikan pembinaan otak saja, akan tetapi juga berusaha membina pribadi yang unggul untuk membentuk masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai keislaman. Hal ini mencakup perkara-perkara seperti pendidikan ketauhidan, akal, akhlak, akidah, estetika serta pendidikan sosial. Yang mana pada akhirnya melahirkan individu yang seimbang untuk hidup dalam kebahagiaan dunia dan akhirat, berbakti pada bangsa dan negara. Ringkasnya, pendidikan dalam Islam merupakan rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan akal, mental dan spiritual untuk menjalankan tugas sebagai seorang „abd dan khalifah di bumi ini. Dengan demikian pendidikan berperan dalam mempersiapkan kemampuan dan keahlian pada generasi penerus agar mempunyai kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat. Dalam Islam kemampuan dan keahlian tersebut dilandasi dengan kesatuan akidah dan syari‟ah untuk mengimbangi tuntutan dunia maupun akhirat.
D. Kehidupan Sosial Keagamaan dan Problemnya Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali jika mereka berinteraksi antarsesamanya dengan baik dan benar. Interaksi antaranggota masyarakat hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu
terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling memenuhi kebutuhan dan memberi manfaat. (Mahmud, 2004:96) Sebagai contoh masyarakat yang menggantungkan pemenuhan kebutuhan ekonominya dengan bekerja di pelabuhan. Masyarakat pelabuhan dimaknai sebagai kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan pelabuhan dan menggantungkan mata pencaharian pada sektor-sektor industri yang ada, maupun pemanfaatan kawasan ini sebagai area untuk memperoleh pendapatan, misalnya mencari ikan, berdagang dan bekerja di kapal. Kehidupan sosial dan keagamaan mereka tentu tidak luput dari aktivitasaktivitas sosial yang ada di antara mereka, baik secara ritual maupun perilakuperilaku sosial yang mereka tunjukkan dalam interaksinya. Dengan demikian secara
langsung
maupun tidak
langsung berbagai aktivitas tersebut
menunjukkan keberagamaan mereka serta karakteristik kehidupan sosial mereka.
Problematika Sosial Agama Pada
umumnya
agama
diyakini
oleh
pemeluknya
sebagai
pembawa nilai-nilai luhur seperti perdamaian, ketenangan dan kedamaian jiwa, kerukunan dan nilai-nilai luhur lainnya. Dengan kata lain agama hadir
di
muka
bumi
dengan
membawa
seperangkat
ajaran
yang
berorientasi pada kebajikan. Sehingga setiap perilaku yang menyimpang akan dipandang sebagai sebuah kontradiksi dari ajaran itu dan kesalahan sebagai akar masalahnya akan ditujukan kepada pelaku penyimpangan, bukan kepada ajaran agama. Karena agama beserta ajaran-ajarannya
merupakan
pedoman
hidup
bagi
pemeluknya.
Akan
tetapi
walau
bagaimanapun agama diturunkan untuk umat manusia. Sehingga agama harus berinteraksi dengan segala bentuk peradaban manusia dari waktu ke waktu. Untuk itu dalam mentransformasikan ajaran-ajarannya ada sejumlah kesulitan yang menjadi tantangan yang harus dihadapi. Pemahaman yang salah dan parsial atas teks-teks ajaran agama seringkali
memunculkan
kesenjangan
antara
doktrin
agama
dengan
perilaku atau gerak sosial yang terjadi di masyarakat. Di samping itu perbedaan pemahaman dan motivasi untuk mempertahankan kebenaran atau kesucian agama seringkali menimbulkan kekacauan di masyarakat. Sebagai contoh seperti yang sedang marak saat ini adanya kekerasan berlabel agama. Adapun berbagai penelitian mengenai kesalehan sosial ataupun kehidupan
sosial
keagamaan,
banyak
dilakukan
oleh
peneliti.
Di
antaranya disertasi Mohammad Sobary yang berjudul “Kesalehan Sosial”, memfokuskan penelitian pada kehidupan sosial ekonomi yang tidak bisa lepas dari peran penting agama. Kesalehan ritual (kesalehan individu) dan
ekonomi
menunjukkan
kontribusi
penting
dalam
pembentukan
semangat sosial dan etos kerja. Penelitian ini menampilkan kajian dengan pendekatan sosiologis dan metode etnografi pada masyarakat Suralaya, Kecamatan Bumi, Kabupaten Tangerang. Wilayah ini menjadi salah satu wilayah yang terkena sasaran pembangunan kota baru. Sehingga hal ini merubah stuktur
sosial masyarakat
dari struktur
pedesaan manjadi
struktur
perkotaan.
masyarakat
sebagai
Namun sarana
ajaran
agama
kelangsungan
tetap
hidup
ditempatkan mereka di
oleh
samping
keseriusan dalam dunia perekonomian. Penelitian terkait dilakukan juga oleh M. Yusuf Asry (Peneliti Puslitbang
Kehidupan
Keagamaan)
memberikan
rekomendasi
bahwa
fenomena keragaman dalam pemahaman keagamaan dalam teologi dan ibadah sosial berdampak pada tinggi rendahnya etos kerja ekonomi masyarakat Islam. Untuk itu perlu ditingkatkan sosialisasi nilai-nilai dasar etos kerja yang normative melalui wadah yang netral seperti MUI.
BAB III PAPARAN DATA PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi 1. Keadaan Geografis Wilayah Kampung Kebonharjo RW 8 merupakan wilayah kelurahan Tanjung Mas Semarang Utara. Kampung ini mempunyai luas wilayah ± 1.432 m². Adapun batas-batas wilayah RW 8 kampung Kebonharjo ini adalah sebagai berikut: Batas sebelah Timur
: Asrama Sidodadi dan RW 11
Batas sebelah Utara
: wilayah RW 9
Batas sebelah Barat
: wilayah RW 9 dan kampung Baru tikung
Batas sebelah Selatan : wilayah RW 7 2. Keadaan Monografi Penduduk Penduduk di Kebonharjo RW 8 seluruhnya berjumlah 2.219 orang yang tersebar di 8 RT. Jumlah tersebut dapat dilihat dari perincian sebagai berikut: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan KK Nomor RT 01 02 03 04 05 06 07 08 Jumlah
Jumlah KK 45 43 42 43 44 42 40 43 342
Laki-laki 134 135 147 156 131 129 134 129 1095
Perempuan 122 127 141 126 133 176 170 129 1124 2219
Data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Buruh industry
143
2
Buruh bangunan
69
3
Pengangkutan
35
4
Pedagang
73
5
Nelayan
5
6
Lain-lain
57
Data Penduduk Berdasarkan Agama No
Agama
Jumlah
1
Islam
2
Protestan
11
3
Katholik
-
4
Hindu
-
5
Budha
-
6
Penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan YME
2204
4
3. Stuktur Organisasi Sebagaimana umumnya suatu kelompok orang yang membentuk masyarakat, tentu mempunyai sistem pemerintahan yang mana berfungsi sebagai pusat pengaturan kemasyarakatan. Untuk itu berikut penulis gambarkan struktur organisasi kepengurusan masyarakat Kebonharjo RW 8 dan kepengurusan mushola Sirojul Mukhlisin sebagai pusat keagamaan di masyarakat RW 8.
Struktur Organisasi RW 8 KETUA RW Wagiran
WAKIL KETUA Suyoto
BENDAHARA Sali Suwito
SEKSI-SEKSI 1. Kematian
: Nyamin
2. Pembangunan
: Heri Kiswanto
3. Keamanan
: Suparjo
4. Sosial Umum
: Tarsono
5. Humas
: Siman
6. Agama
: Hartoyo
Struktur Organisasi Pengurus Mushola “Sirojul Mukhlisin” KETUA TAKMIR KH. Ruslan
PENASEHAT Marijan
BENDAHARA Sugiarto
USTADZ/USTADZAH Arifin, Mufid, Wati, Nia, Tika, Purnomo, Desi, Galuh, Siman, Arum, Nur jannah
IMAM MUSHOLA Hartoyo
4. Daftar Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Wagiran Hartoyo Kunawan Suwadi Suwito Dewan Barjo Sahono Rahayu Parti Daryati Listyani Dalimin Wiwin Tutik Ema Darwati Nita Sholihah Jasmo Maryono Bandi Susanto Junaedi Agus Juwariyah Jiati Heni Anton Pujiati
Status Pekerjaan Ketua RW Imam Mushola Ketua RT 6 Ketua RT 5 Ketua RT 7 Karyawan Pelabuhan Tokoh Agama Tokoh Masyarakat Karyawan PT Famous Karyawan PT Praoe Layar Karyawan PT Metec Karyawan PT Metec Karyawan Pelabuhan Karyawan Pelabuhan Karyawan PT Ristex Karyawan PT Luxindo Karyawan PT Aparel Karyawan PT Aparel Karyawan PT Luxindo Karyawan Pelabuhan Karyawan Pelabuhan Karyawan Pelabuhan Karyawan Pelabuhan Karyawan Pelabuhan Karyawan Pelabuhan Karyawan PT Ristex Karyawan PT Famous Karyawan PT Famous Tokoh Agama Pengurus PKK
B. Dimensi Kehidupan Sosial Keagamaan 1. Kegiatan Ritual Keagamaan Sebagaimana telah menjadi kewajiban bagi umat beragama, ibadah merupakan tuntutan yang harus dilakukan sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah, baik secara individual maupun secara kolektif dan masing-
masing mempunyai nilai yang berbeda. Demikian pula masyarakat Kebonharjo RW 8 dengan mayoritas penduduk beragama Islam, ibadah individual maupun kolektif mewarnai intensitas keberagamaan masyarakat ini. Bagi warga yang bekerja sebagai karyawan pabrik dan pelabuhan, ritual ibadah kolektif seperti sholat berjamaah, pengajian, yasinan dan tahlilan, dan lainnya, dapat mereka lakukan dengan pertimbangan waktu antara ibadah tersebut dengan waktu bekerja. Karena tuntutan ekonomi yang lebih mendesak untuk dipenuhi, sehingga intensitas keberagamaan mereka dari segi pelaksanaan ritual ibadah dapat dikatakan “pasang surut”. Artinya, ketika kesibukan kerja benar-benar sedang berada di hadapan mereka, maka ritual-ritual ibadah menjadi terbengkalai dan kadang agama hanya menjadi status saja. Dan mereka melaksanakan perintah-perintah keagamaan jika waktu longgar atau hati sedang dalam keadaan semangat. Namun dalam ibadah-ibadah yang bersifat kolektif mereka lebih antusias mengikutinya di masyarakat. Interaksi keagamaan yang tampak dapat ditemui dalam ibadah-ibadah kolektif seperti sholat berjamaah, kegiatan yasin tahlil, manakib dan pembacaan Al Barjanji. a. Sholat berjamaah Mushola “Sirojul Mukhlisin” yang ada di kampung Kebonharjo RW 8 jarang dipenuhi jamaah pada waktu-waktu sholat yang bersamaan dengan waktu mereka bekerja, seperti dhuhur dan ashar. Karena kondisi mereka yang masih berada di lokasi kerja. Termasuk karyawan pabrik
yang mana kebanyakan mereka melakukan sholat baik berjamaah maupun secara munfarid di mushola atau masjid yang ada di pabrik tempat mereka bekerja pada jam-jam istirahat. Karena waktu yang disediakan adalah satu jam untuk makan, sholat dan istirahat. Sehingga pada waktu sholat dhuhur dan ashar mushola ini hanya dihadiri oleh jamaah dari warga yang berada di rumah atau bekerja di luar rumah yang masih sempat pulang pada waktu sholat tiba dan tidak terikat jam kerja pabrik atau instansi tempat mereka bekerja. Untuk sholat maghrib dan isya‟ sebagian mereka yang tinggal dekat dengan musholalah yang melakukan sholat berjamaah. Atau berjamaah di mushola atau masjid di kampung lain yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Karena di RW 8 hanya terdapat satu mushola saja, itupun tidak dapat memuat banyak jamaah walaupun satu RT saja. Di sisi lain sebagian mereka lebih memilih sholat di rumah, karena kondisi tubuh yang letih, lelah juga letak mushola yang lumayan berjarak dari tempat mereka tinggal, apalagi jika mereka lembur kerja, maka jamaah yang hadir hanya beberapa orang saja. Dan orang-orang inilah yang dinilai warga memiliki kesadaran beribadah dan keimanan yang lebih dibandingkan yang lain. Menurut mbak yayuk, salah seorang informan yang bekerja sebagai karyawan di PT. Famous, “hanya orangorang yang sadar dan kuat imannya saja yang menjalankan sholat secara rutin apalagi berjamaah”. Menurutnya sebagai orang islam yang beriman, kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah harus ditaati dan
dilaksanakan sebaik-baiknya. Karena hal inilah yang membedakan antara muslim yang mu‟min dengan yang bukan mu‟min. Sedangkan untuk sholat subuh memang butuh perjuangan batin yang benar-benar kuat untuk menjalankannya apalagi secara berjamaah di mushola atau masjid. Pak Barjo, salah satu tokoh agama RT 5 menjelaskan bahwa sholat subuh merupakan sholat yang paling berat untuk dijalani dan memerlukan perjuangan batin yang lebih kuat untuk melakukannya. Padahal pahala sholat subuh jauh lebih besar daripada sholat-sholat wajib yang lain, apalagi jika dilakukan secara berjamaah, pahalanya sama dengan melakukan sholat sunnah semalam suntuk, namun banyak yang kurang menghiraukannya. Selain itu dari segi kesehatan dapat kita rasakan dengan bangun pagi kita mendapatkan oksigen dari udara sejuk dan murni di pagi hari dan gerakan-gerakan sholat merupakan pengaturan pernafasan kita. Selanjutnya, Pak Barjo menjelaskan “manfaat untuk saya pribadi, saya bisa dekat dengan Pak Mus (Imam masjid di kampung sidodadi), ustadz-ustadz yang ada di sana, jadi saya bisa mengambil ilmu dari mereka. Kemudian bisa kenal dekat dengan jamaah lainnya. Sehingga di samping aktif mengikuti yasinan di sini saya juga punya banyak relasi dari jamaah sana”. Jadi intinya selain manfaat secara pribadi yang diperoleh juga hikmah sosial dapat dirasakan. Jadi sholat berjamaah bagi para karyawan pabrik ataupun pelabuhan merupakan perjuangan batin yang sungguh-sungguh dengan
membagi waktu dengan jam kerja mereka. Walaupun mereka juga mengetahui keutamaannya namun waktu dan kesempatan yang terbentur aturan pabrik, juga kondisi tubuh yang lelah serta kurangnya kesungguhsungguhan melaksanakannya kadang menjadi kendala untuk tetap menjalankan sholat baik secara munfarid maupun secara berjamaah. Bagi mereka yang menjaga ibadah sholatnya di samping kesibukannya mencari nafkah berpendapat bahwa sholat jamaah selain mendapat pahala yang lebih dibanding sholat munfarid juga mempererat persaudaraan dan kerukunan dengan sering bertemu atau berjabat tangan ketika di mushola atau masjid. Pak Hartoyo, imam mushola Sirojul Mukhlisin menceritakan bahwa sering ada orang yang rajin berjamaah yang suatu ketika sempat berselisih dan ketika bertemu dalam sholat jamaah serta mengulurkan tangan untuk berjabat seusai salam, maka setelah selesai sholat mereka kembali rukun seperti sediakala. Selain itu ada yang mengatakan lebih khusyu‟ melakukan sholat berjamaah dibandingkan dengan sholat di rumah atau sendirian juga menambah ilmu dan keyakinan dengan mengikuti ceramah singkat yang kadang diadakan seusai sholat. Namun ada pula yang mengatakan sholat berjamaah dilakukan karena sudah terbiasa berjamaah dan bersama-sama sehingga jika sholat sendirian merasa kurang mantab apalagi rumahnya berhimpitan dengan mushola atau masjid. Sedangkan bagi remaja khususnya yang bekerja di pabrik kebanyakan mereka memberikan alasan jarang berjamaah karena tidak
ada teman seusia mereka yang pergi berjamaah sehingga merasa canggung jika harus ke mushola atau masjid melakukan sholat jamaah dengan orang-orang dewasa atau usia lanjut. Kecuali pada bulan Ramadhan yang mana justru banyak jamaah remaja yang hadir walaupun hanya pada waktu sholat isya‟ dan mengikuti sholat tarawih berjamaah. Dan kadang-kadang ada yang mengikuti sholat jamaah dari maghrib karena ada acara buka bersama yang diadakan seusai sholat maghrib setiap harinya. b. Yasin dan tahlil Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin warga yang dilaksanakan sekali dalam seminggu dengan pemilihan hari yang berbeda-beda pada tiap-tiap RT serta bergilir dari satu rumah ke rumah lain. Kebanyakan dilaksanakan pada hari Kamis malam. Karena seperti yang telah mereka ketahui keutamaan membaca surah yasin dan tahlil ada pada hari tersebut. Namun ada juga yang melaksanakan di luar hari tersebut, misalnya hari Sabtu malam dengan alasan anggota yang ikut dalam kegiatan ini mempunyai waktu lebih santai karena esok hari libur kerja. secara umum sebagian besar warga termasuk para karyawan pabrik dan pelabuhan mengikuti kegiatan keagamaan tersebut dengan antusias, namun hal tersebut belum dapat tercermin dalam kehidupan sehati-hari, karena mereka kurang menghayati atau memahami makna kegiatan tersebut.
“Kegiatan ini diadakan untuk mempertebal keimanan”, kata bapak Sahono, tokoh masyarakat di RT 5. Beliau menambahkan bahwa keadaan lingkungan kini telah banyak membawa pengaruh negatif baik bagi anakanak, remaja maupun dewasa yang belum maupun sudah berkeluarga. Oleh karena itu selain untuk mendoakan arwah di alam kubur, kegiatan semacam ini juga bertujuan sebagai siraman rohani untuk mereka pribadi maupun untuk disampaikan kepada keluarga mereka. Di samping itu juga sebagai peringatan bagi mereka yang percaya bahwa kematian bisa datang kapan saja dan tidak ada yang mengetahui kapan datangnya. Sehingga dengan mengikuti kegiatan ini kita dapat mengetahui bekal apa saja yang harus dipersiapkan sebelum kematian itu datang pada kita. Di samping itu Pak Kunawan, seorang tokoh agama di RT 7 dan juga karyawan di sebuah pabrik menjelaskan bahwa kegiatan ini dapat menambah keakraban dan persaudaraan di antara anggota-anggota yang hadir dengan dilakukannya secara anjangsana dari satu rumah ke rumah lain. Sehingga jika suatu saat ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia dan keluarganya ingin mengadakan dzikir bersama untuk mendoakan arwah tersebut, maka jamaah ini siap diundang ke rumah untuk melakukan dzikir tersebut sesuai permintaan tuan rumah. Umumnya kegiatan warga ini diadakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Walau demikian segala usia juga dapat mengikutinya. Mereka tampak antusias mengikuti kegiatan ini namun kebanyakan hanya sebagai simbol ritualitas saja,
karena belum tercermin dalam perilaku sehari-hari. Sebagaimana yang pernah penulis temui orang yang aktif mengikuti kegiatan semacam ini, namun dalam masyarakat masih menampakkan perilaku yang kurang baik, misalnya, berbicara atau berpakaian kurang sopan, bertengkar antara suami istri, berjudi, kenakalan-kenakalan remaja juga masih nampak di sana. Adapun motivasi dan alasan mereka mengikuti kegiatan semacam ini bermacam-macam pendapat. Sebagian mereka mengatakan kegiatan semacam ini dapat meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Diusia yang semakin bertambah bukan harta benda yang diperbanyak untuk menghadapi maut yang sewaktu-waktu akan datang, tetapi amal yang mampu menolong kelak di akhirat. Di samping itu sebagian mereka juga mengatakan, rejeki memang harus dicari namun yang berhak memberikan
hanya
mengesampingkan
Allah.
ibadah
Dengan
kepada
Allah
demikian juga
tidak
interaksi
perlu dengan
masyarakat. Apapun alasan pekerjaannya dan waktunya, asal ada kemauan kuat tentu semua dapat diatur tanpa mengabaikan salah satunya karena manusia tidak dapat hidup di dunia sendirian, sehingga hubungan yang baik dengan masyarakat perlu dijalin untuk meningkatkan kerukunan. Sehingga “bisa saling mengingatkan jika di antara kita punya kekurangan atau kesalahan”, kata mbak Tutik, karyawan PT. Ristex. Apalagi kehidupan di kota yang mana makin banyak pengaruh-pengaruh negatif perkembangan jaman yang mudah datang dan merusak moral
masyarakat. Sehingga perlu membentengi diri dengan iman dan taqwa kepada Sang Pencipta agar tidak hanyut dalam hal-hal yang akan merugikan diri sendiri maupun masyarakat. Ada pula yang berpendapat mengikuti kegiatan sosial mempunyai maksud agar tidak terkesan angkuh dalam masyarakat jika kita dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat semacam ini, sehingga suatu saat membutuhkan oranglain maka kita tidak dikucilkan oleh orang lain. Mbak Yayuk, seorang karyawan PT. Famous menceritakan pengalamannya tentang pentingnya ibadah dan menjalankan kewajiban sebagai hamba Allah. Dia menceritakan bahwa dia pernah bermimpi bertemu adiknya yang telah meninggal dunia karena penyakit dan menyampaikan penyesalannya karena semasa hidupnya jarang sekali melaksanakan sholat dan ikut bergabung dengan warga dalam kegiatankegiatan sosial warga, termasuk kegiatan yasin dan tahlil ini maupun kegiatan keagamaan lainnya, dikarenakan sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga adiknya tersebut menderita di alam kubur. Kemudian adiknya berpesan agar memperingatkan istrinya supaya melaksanakan sholat dan meningkatkan ibadah serta tidak enggan sering-sering berinteraksi dengan tetangga, agar disegani pula oleh tetangga. Untuk itu informan ini menyampaikan bahwa dirinya semakin yakin bahwa kehidupan tidak berhenti sampai kita mati saja. Akan tetapi masih ada kehidupan setelah kematian. Untuk itu tidak ada yang lain yang harus kita perbuat sebagai bekal untuk kehidupan kelak setelah kita
meninggalkan dunia selain meningkatkan ibadah baik secara vertikal maupun horisontal untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Adapun kegiatan ini tidak khusus membaca yasin dan tahlil saja, namun juga ada pembacaan asmaul husna. Di awali dengan pembukaan, sambutan shohibul hajat atau tuan rumah dilanjutkan hadiah surah Al Fatihah, pembacaan asmaul husna, yasin dan tahlil serta doa kemudian istirahat yang disambung dengan laporan keuangan dan diakhiri dengan membaca surah Al Ashr sebagai penutup. Dari susunan acara tersebut selain acara inti yaitu yasin tahlil, ternyata terdapat pembacaan asmaul husna. Hal ini mengandung makna bahwa dengan 99 nama-nama baik Allah dapat menjadi perantara terkabulnya doa yang kita panjatkan kepada Allah. Jika kita mempunyai permohonan kepada Allah maka sudah selayaknya kita mengagungkan dzat yang kita jadikan tempat meminta suatu keinginan. Demikian penjelasan yang dapat penulis tangkap dari penceramah saat mengikuti kegiatan di RT 5. c. Pembacaan Al barjanji dan manakib Kegiatan ini diadakan untuk menunjukkan kecintaan sebagai umat Nabi Muhammad SAW dan untuk mempelajari serta meneladani sifatsifat orang sholeh yang menjadi kekasih Allah. Ada masyarakat yang mengadakannya sebagai kegiatan mingguan, bulanan, juga ada pula yang melaksanakannya setahun sekali, yaitu dua belas hari berturut-turut menjelang hari kelahiran Nabi SAW, tanggal 12 Maulud. Dan di luar
waktu tersebut juga dilaksanakan ketika acara selapanan atau cukur rambut bayi yang baru lahir. Ibu Sinem, warga dari RT 1 mengatakan sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki yang lebih yang diberikan oleh Allah warga sering mengadakan syukuran yang diwujudkan dengan mengadakan acara pembacaan manakib dan mengundang tetangga dan kerabat terdekat. Adapun makna kegiatan pembacaan Al barjanji ini menurut tokoh agama di RT 6, bapak Nyamin menjelaskan bahwa sebagai umat Nabi Muhammad SAW sudah selayaknya kita memuji dan meneladani sifatsifatnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membaca Al barjanji ini. Karena bagi yang mampu memahami makna tiap lafadz yang dibaca, maka akan didapat pelajaran di dalamnya yang dapat dipetik. Namun bagi yang belum mampu memahaminya, Rosulullah telah berjanji akan memberikan syafa‟at kepada umatnya yang mau bersholawat kepadanya. Ibu Kustinah, salah satu anggota jamaah yasin tahlil RT 5 mengatakan bahwa kegiatan pembacaan manakib biasanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja saat usia kehamilan mencapai tujuh bulan, ada juga yang mengadakannya saat acara selapanan bayi atau syukuran pernikahan. Kemudian bapak Suwadi, ketua RT 5 mengatakan tujuan kegiatan manakib tersebut adalah untuk memohon kepada Allah agar hajatnya diridhoi untuk mempunyai anak yang sholeh sholihah atau rumah tangga
yang bahagia seperti yang diteladankan oleh Rosulullah atau orang-orang sholeh yang dikisahkan dalam Al Barjanji atau manakib. 2. Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan Sebagaimana yang sering dilakukan kaum muslimin pada umumnya, perayaan atau peringatan hari-hari besar Islam juga sering diadakan oleh masyarakat Kebonharjo RW 8. Baik dari perkumpulan remaja maupun perkumpulan bapak-bapak dan ibu-ibu, ketika menjelang tanggal hari besar atau hari bersejarah dalam Islam, maka rencana untuk mengadakan peringatan selalu mereka singgung pada saat pertemuan, meskipun kadang rencana tersebut tidak dapat terlaksana. Namun pengurus atau remaja mushola sering mengadakan acara peringatan tersebut, misalnya peringatan Isra‟ Mi‟raj, Maulud Nabi, Nuzulul Qur‟an, malam Lailatul Qadar dan khotmil Qur‟an. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pengurus mushola dapat penulis ringkas bahwa kegiatan-kegiatan perayaan tersebut diadakan untuk seluruh warga dengan maksud sebagai berikut: a. Sebagai momentum untuk melakukan refleksi atau perenungan tentang pentingnya peran agama dan moralitas dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam menghadapi berbagai bentuk penyimpangan moral yang mudah melanda masyarakat perkotaan. b. Dengan modal religiusitas dan moralitas yang baik masyarakat dapat membendung segala bentuk budaya asing dan modern yang mengancam rusaknya sendi-sendi kehidupan.
c. Masyarakat yang ikut terlibat dalam kegiatan ini diharapkan mampu menunjukkan nilai-nilai moralitas sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki dalam pergaulan sehari-hari. Ketua RW 8, bapak Wagiran menambahkan, “jane nggih sedoyo kegiatan ngaji-ngaji niku tujuan umume ngaten niku, tapi katah-katahe sami mboten nggatekke, mahami inti maknane, dados mung anut grubyuk pokoke melu”. “sebenarnya semacam itu juga tujuan umum dalam setiap kegiatan sosial keagamaan yang diadakan di masyarakat ini. Namun sedikit dari mereka yang mampu merenungi dan memahami makna penting kegiatan yang diikuti, jadi mereka asal ikut dalam kegiatan yang diadakan”. Untuk itulah kegiatan tersebut terkesan hanya sebatas rutinitas saja yang tidak memberikan refleksi sosial terhadap pelakunya. 3. Interaksi Sosial Masyarakat Kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat seperti tersebut di atas merupakan wujud interaksi masyarakat dengan sesamanya, termasuk di antara para karyawan pabrik atau pelabuhan. Hal ini dapat dilihat melalui simbol-simbol ajaran agama yang mereka gunakan dalam interaksi di masyarakat, seperti ucapan salam, kalimah toyibah, berjabat tangan, cara berbicara yang sopan baik dalam forum atau majelis maupun dalam komunikasi sehari-hari meskipun hal ini belum menjadi akhlak sehari-hari dalam
arti,
secara
mayoritas
anggota
masyarakat
ini
belum
mengimplementasikannya dalam interaksi sosial kecuali orang-orang yang dinilai mempunyai tingkat religiusitas yang lebih baik. Di samping masih kurangnya kesadaran beragama juga gaya hidup modern sebagai masyarakat
kota membuat nilai-nilai keagamaan belum sepenuhnya tercermin dalam kehidupan sosial. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut proses saling mengenal antar anggota terkesan lebih akrab. Pembicaraan yang terdengar sebelum atau di sela-sela acara tersebut menunjukkan keakraban mereka dibanding dalam kesehariannya yang mana jarang bertemu karena sibuk dengan pekerjaan. Pembicaraan tersebut misalnya rencana untuk meningkatkan semangat anggota atau warga lain yang belum bergabung untuk beribadah atau mengaji
bersama,
kepedulian
sosial
atau
kebersamaan
dengan
mengumpulkan uang kas, rencana perbaikan organisasi dan sebagainya. Namun pembicaraan tersebut juga tidak luput dari pembicaraan tentang gosip-gosip yang sedang terjadi. Di samping itu komunikasi mereka ditunjukkan dengan kebiasaan saling memanggil door to door ketika hendak berangkat ke pertemuan dengan maksud mengajak atau mengingatkan. Atau untuk menumbuhkan semangat warga untuk aktif mengikuti pengajian, maka anggota jamaah mengadakan program untuk jangka waktu tertentu misalnya sebulan sekali mengundang mubaligh untuk memberikan mauidhoh hasanah dalam pertemuan tersebut. Di samping itu juga diberikan uang meja kepada yang berketempatan untuk pengajian atau pertemuan. Keakraban antara para pekerja pabrik atau pelabuhan dengan warga sekitar juga tampak pada saat diadakan pengajian mauidhoh hasanah yang merupakan kegiatan rutin antar RW setiap bulan dan kebetulan untuk bulan
Mei dimana penulis sedang melakukan observasi ini, lokasi pengajian jatuh pada RW 8. Semua pengurus beserta warga menyambut dengan antusias anggota
pengajian
dari
RW
lain.
Mereka
saling
bekerja
sama
mempersiapkan snack dan hidangan serta berbagai keperluan pengajian. Karena memang kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Minggu, dan mereka sedang libur kerja. Meskipun ketika lokasi pengajian jatuh pada RW lain di antara mereka tidak banyak yang mengikuti, karena memang hanya para pengurus kegiatan RW 8 dan beberapa orang warga yang ditunjuk sebagai wakil untuk pengajian ini, itupun kadang masih banyak yang tidak mengikuti. Namun sambutan mereka terhadap warga RW lain yang hadir menunjukkan keakraban dan kerukunan di antara mereka. Mengajak berbincang-bincang sambil menunggu acara dimulai atau membahas rencana-rencana kegiatan yang ingin diadakan oleh jamaah ini dan juga pembicaraan tentang keorganisasian jamaah ini. Kemudian ketika bulan ramadhan, keakraban mereka ditunjukkan dengan saling membangunkan tetangga pada waktu sahur. Atau dengan keliling kampung kadang sambil membawa bunyi-bunyian dari kaleng bekas, rantang, bambu dan sebagainya. Atau dengan mengetuk pintu dari satu rumah ke rumah lain saling membangunkan di antara tetangga terdekat. Hal ini biasanya dilakukan oleh remaja mushola atau petugas ronda kampung.
Komunikasi kepada warga kampung lain juga mereka lakukan untuk mengabarkan kematian seseorang dengan menyuruh anak-anak untuk membunyikan peluit atau terompet berkeliling ke seluruh kampung terdekat dengan imbalan tertentu. Ketika penulis tanya kepada mas Dewan, sopir truk pelabuhan,”Mas, kenapa mesti dengan peluit, apakah tidak diumumkan lewat masjid atau mushola dengan loudspeaker seperti itu misalnya, bagaimana kalau dikira cuma anak-anak yang main saja?”. Jawab Mas Dewan, “ya, itulah salah satu wujud keakraban dan komunikasi di sini, kalau cuma dikabarkan lewat mushola, banyak yang tidak dengar, karena kampungnya berisik, kayak yang kamu lihat, tiap rumah membunyikan musik yang beda-beda. Dan suara peluit yang digunakan untuk ini beda dengan yang dimainkan anak-anak, jadi suara peluit untuk menyampaikan kabar duka itu sengaja dibuat khusus”. Demikian komunikasi nonverbal di masyarakat ini juga ada yang unik seperti tersebut di atas. Meskipun secara umum kehidupan masyarakat
kota dipandang sebagai
masyarakat
individualistis. Namun meskipun tidak seperti masyarakat pedesaan, masyarakat RW 8 ini masih terlihat interaksi sosial di antara mereka dalam hal-hal tertentu seperti di atas. Selain itu kebersamaan mereka diwujudkan pula dalam tadarus Al Qur‟an setiap malam bulan Ramadhan oleh remaja dan bapak-bapak serta tirakatan pada malam Nuzulul Qur‟an dan malam Lailatul Qadar. Dan kaum ibu-ibu menyediakan makanan ringan yang sering disebut jaburan secara bergilir.
Adapun wujud kepedulian sosial mereka lakukan dengan berinfaq dan membayar zakat yang diberikan secara langsung kepada yang berhak menerimanya dengan maksud kedekatan dengan penerima zakat lebih erat atau melalui pengurus mushola. 4. Akhlak di Masyarakat Anggota masyarakat
muslim karyawan pelabuhan di
RW 8
menunjukkan akhlak yang berbeda-beda berdasarkan tingkat religiusitasnya. Sebagaimana yang penulis cermati di kampung ini, bahwa tingkat religiusitas sangat berpengaruh terhadap akhlak seseorang di masyarakat. Akhlak yang baik yang tampak dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan tingginya pemahaman ajaran agama dan intensitas dalam ritual-ritual
ibadah
seseorang.
Artinya,
mereka
yang
senantiasa
menampakkan akhlak baik kepada tetangganya maupun lingkungan sosialnya cenderung memiliki tingkat pemahaman ajaran agama yang lebih dibanding
mereka
yang
sering
sembarangan
berperilaku
dalam
kesehariannya. Misalnya yang tampak pada karyawan pabrik atau pelabuhan di Kebonharjo RW 8 ini, orang yang rajin melaksanakan ritual-ritual ibadah baik secara individual maupun kolektif dan mengetahui makna pelaksanaan ritual tersebut cenderung menunjukkan sikap sopan, baik dan berbudi kepada tetangganya atau orang-orang sekitarnya daripada orang yang hanya sekedar hadir dalam kegiatan keagamaan, namun kurang memahami makna kegiatan yang diikuti. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang aktif mengikuti kegiatan sosial dan keagamaan namun perilaku yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari belum merefleksikan keberagamaannya.
Selain itu masih banyak pula keluarga yang penulis temui yang mana di tengah-tengah kesibukan mencari pemenuhan ekonomi termasuk yang bekerja di pabrik atau pelabuhan masih meluangkan waktu untuk memperhatikan pendidikan agama untuk anak dan keluarga. C. Problematika Kehidupan Sosial Keagamaan 1. Problematika dalam kegiatan ritual keagamaan Secara umum problematika yang muncul pada kegiatan-kegiatan ritual keagamaan di Kebonharjo RW 8 disebabkan karena pertama, permasalahan waktu yang mana para karyawan yang bekerja di pabrik harus terikat jam kerja pabrik yang menuntut para karyawan bekerja sesuai target produksi, sehingga mereka berangkat kerja pagi hari dan pulang sore atau bahkan sampai malam hari. Hal tersebut mereka lakukan karena desakan ekonomi untuk hidup di lingkungan perkotaan yang menuntut hampir semua kebutuhan ekonomi dicapai dengan uang. Alasan kedua problematika muncul karena perasaan gengsi atas status sosial ekonomi. Sehingga hal tersebut semakin mendorong mereka untuk giat bekerja dan berlomba-lomba mencapai tingkat sosial yang sama atau lebih tinggi dengan orang yang dianggap lebih bergengsi. Karena hal itulah seringkali menyebabkan menurunnya semangat keberagamaan mereka. Bahkan ibadah-ibadah wajib sekalipun dapat mereka tinggalkan. 2. Problematika dalam kegiatan perayaan hari-hari besar Islam Sebagai umat muslim yang cinta kepada agamanya, maka ia akan berupaya secara pribadi maupun bersama-sama dengan muslimin lainnya untuk mengagungkan syiar-syiar Allah. Salah satunya dengan memperingati
dan merayakan hari-hari besar dan bersejarah bagi umat muslim yang mana melalui hal tersebut dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya ketaqwaan kepada Allah SWT. Demikian halnya di Kebonharjo RW 8, kegiatan tersebut berpusat di Mushola “Sirojul Mukhlisin”. Ketika tiba hari-hari penting dan bersejarah tersebut segenap pengurus mempersiapkannya dengan antusias agar acara berjalan dengan lancar, meriah dan penuh susasana religius. Namun sebagaimana yang dikatakan pak Hartoyo dan salah satu ustadz mushola, mas Mufid, kurang lebih dua tahun terakhir ini jarang sekali di RW 8 mengadakan acara peringatan keagamaan. Hal ini terjadi karena beberapa alasan sebagai berikut: a. tidak ada dukungan dari ketua takmir, karena ketua takmir telah beralih pekerjaan ke luar kota dan jarang berada di rumah. b. kepengurusan yang sulit untuk dihandle kembali karena para pengurus yang kebanyakan kini sudah berkeluarga dan juga bekerja di luar kota. c. kurangnya kesadaran beragama dari warga sekitar. Sehingga jarang mendukung kegiatan yang diadakan para remaja mushola. Seperti kegiatan rebana yang dibentuk oleh remaja kurang mendapat perhatian dan dukungan warga karena dianggap mengganggu ketenangan. Hal-hal itulah yang menyebabkan menurunnya semangat para anggota pengurus mushola untuk kembali mengadakan peringatanperingatan hari-hari bersejarah dalam Islam.
3. Problematika dalam interaksi sosial di masyarakat Problem yang muncul di dalam interaksi sosial terlihat pada kelompok karyawan yang tinggal di rumah-rumah kos. Kebanyakan mereka masih berusia lajang dan lulusan SMA yang datang dari kampung untuk mencari pengalaman hidup di kota. mereka cenderung menciptakan komunitas sendiri dengan kawan-kawan kos saja dan tidak terlihat akrab dengan warga sekitar, bahkan ada juga yang tidak akrab dengan pemilik kos, padahal mereka tinggal satu atap. Dalam kesehariannya para penghuni kos cenderung lebih banyak menghabiskan waktu di kamar kos dan di lokasi kerja. Jika libur kerja mereka memanfaatkan waktu tersebut untuk pulang kampung atau pergi bersama kawan-kawannya. Kemudian problem selanjutnya yang muncul di dalam interaksi sosial ini adalah masalah pembagian zakat. Pada dasarnya sebagai wujud kepedulian sosial umat muslim terhadap saudaranya yang lemah dan kekurangan dapat dilakukan salah satunya dengan menunaikan kewajiban membayar zakat. Dan hasil pengumpulannya seharusnya dibagikan kepada orang yang benar-benar berhak menerimanya. Akan tetapi yang sering terjadi di Kebonharjo RW 8 ini adalah tidak adil dan meratanya pembagian zakat. Hal tersebut terjadi karena pendataan para penerima zakat kurang teliti dan tidak dilakukan secara langsung terjun ke lapangan tetapi hanya berdasarkan perkiraan saja. Sehingga seringkali warga yang benar-benar berhak menerima zakat tidak terdaftar.
4. Problematika dalam akhlak Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kegiatan keagamaan dan ibadah yang dilakukan oleh para karyawan paabrik dan pelabuhan belum sepenuhnya menunjukkan implikasi terhadap akhlak mereka. Hal ini dapat diketahui dengan masih banyaknya penyimpangan-penyimpangan moral dalam kehidupan sehari-hari, seperti ucapan-ucapan yang kurang sopan, pertengkaran, KDRT, judi, mabuk, perselingkuhan serta kenakalankenakalan remaja. Hal tersebut tidak hanya tampak dari para karyawan yang jarang terjun dalam kegiatan keagamaan, tetapi juga mereka yang aktif dalam kegiatan keagamaan. Karena motivasi mereka mengikuti kegiatan cenderung karena untuk mencari relasi karena setiap hari selalu di pabrik, juga didorong oleh keinginan menjaga gengsi. Jadi motivasi untuk meningkatkan intensitas keberagamaan hanya terlihat pada beberapa orang saja. D. Solusi yang Ditempuh untuk Mengatasi Problematika Kehidupan Sosial Keagamaan 1. Susunan acara pengajian yang variatif Hal ini dimaksudkan untuk menarik motivasi para warga khususnya bagi mereka yang bekerja di pabrik dan pelabuhan agar mengikuti pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya. Karena ini merupakan salah satu upaya pembinaan moral warga. Susunan acara variatif yang dimaksud adalah dengan mengundang penceramah yang berganti-ganti antara pengajian pertama dengan pengjian berikutnya agar pengajian yang diadakan terkesan tidak monoton dan
membosankan. Hal itu dilakukan pada acara yasin tahlil dan pengajian bulanan antar RW. Dengan demikian kegiatan yasin tahlil tidak hanya sebatas membaca surah yasin dan tahlil saja, akan tetapi juga terdapat siraman rohani melalui ceramah yang disampaikan oleh mubaligh yang diundang. Untuk mendukung kemudahan warga dalam membaca dan memahami makna bacaan yasin tahlil, ayat Al Qur‟an lainnya maupun bacaan Al barjanji dan manakib maka pada pertengahan bulan Mei diadakan pembelajaran Al Qur‟an untuk warga usia dewasa dan usia lanjut yang belum mampu maupun belum lancar membaca Al Qur‟an maupun belum mampu mengenal abjad Arab. Serta pembelajaran fiqh untuk mendukung kualitas ibadah warga yang belum memahaminya. Di samping itu dilakukan pula pemberian uang meja kepada pihak yang berketempatan untuk kegiatan tersebut, sehingga hal itu dapat membantu shohibul bait dalam menyediakan snack untuk jamaah. 2. Reorganisasi kepengurusan mushola Para pengurus yang dirasa tidak mampu lagi menjalankan tugasnya secara penuh tanggungjawab maka diadakan reorganisasi kepengurusan dengan merencanakan anggota pengurus dipilih orang yang benar-benar dapat diandalkan untuk memegang tanggung jawab, lebih spesifiknya adalah orang yang tidak terlalu sibuk dengan pekerjaan. Hal tersebut dilakukan agar kegiatan-kegiatan yang seharusnya rutin diadakan oleh pengurus mushola tidak berhenti dan hilang, karena mushola
merupakan pusat keagamaan bagi warga RW 8. Dengan adanya pengurus yang baru maka segala kegiatan dapat diatur lebih rapi dan terorganisasi seperti pengaturan pembagian zakat yang mana serimg terjadi ketidakadilan karena tidak meratadan juga pengaturan waktu latihan-latihan seperti rebana, atau kegiatan-kegiatan fun learning untuk anak-anak TPA dilakukan ketika kebanyakan masyarakat libur kerja atau ketika suasana santai. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak mengganggu masyarakat sekitar mushola. Di samping itu juga dimaksudkan agar penanaman nilai-nilai Islam dalam masyarakat dapat menumbuhkan semangat keberagamaan masyarakat tanpa membuat warga masyarakat merasa terganggu dengan berbagai kegiatan tersebut. Serta untuk menciptakan ukhuwah islamiyah antara sesama warga. Dalam pelaksanaannya, kegiatan perayaan tersebut tidak hanya melibatkan usia-usia remaja atau dewasa saja, namun juga anak-anak TPA juga sering sekali menunjukkan kreatifitas mereka untuk memeriahkan acara perayaan tersebut. Seperti MTQ, hadroh, baca puisi islami, tartil qur‟an, sholawat. Untuk itulah diadakan pembinaan kreatifitas anak-anak setiap dua minggu sekali. 3. Meningkatkan keamanan kampung Salah satu upaya menciptakan kedamaian dan keamanan masyarakat maka ketika terdapat kasus yang meresahkan warga, para perangkat dibantu warga setempat segera menyelidiki pelaku dan disidang untuk diberi peringatan dan apabila perangkat sudah tidak mampu menangani maka
diserahkan kepada pihak yang berwajib. Di samping itu kegiatan keamanan kampung diadakan secara bergilir dengan disusunnya jadwal ronda malam serta denda bagi mereka yang tidak melaksanakan ronda tersebut. 4. Mengupayakan peningkatan pendidikan agama di dalam maupun di luar rumah Yakni dengan menciptakan suasana religius dalam keluarga seperti sholat berjamaah di dalam keluarga juga membimbing keberagamaan anak seperti sholat, mengaji, mengajari berperilaku sopan dan sering diajak ke majlis-majlis ta‟lim agar anak terbiasa dengan lingkungan religius. Karena menurut ibu Kustinah “jika anak dibiasakan hal-hal yang baik sejak kecil maka hal itu akan mudah melekat pada jiwa anak sehingga membentuk kepribadian anak ketika usia dewasa nanti sebagaimana yang ditanamkan orangtuanya. Karena ketika usia anak-anak, mereka lebih mudah menyerap pembiasaan atau pendidikan yang mereka terima, sehingga ketika mereka dewasa kepribadian itu telah melekat pada dirinya untuk menghadapi berbagai problem yang muncul dalam hidupnya”. Di samping menerapkan pendidikan agama di rumah
mereka
melakukannya pula di luar rumah, dalam arti menitipkan pendidikan agama pula pada madrasah atau TPQ terdekat. Jadi ketika mereka bekerja atau belum dapat memberikan pendidikan agama yang lebih maka anak mendapat pendidikan pula dari madrasah. Dan orang tua mengawasi serta memberikan pemahaman semampunya ketika berada di rumah bersama keluarga.
Seperti itulah wujud usaha mereka dalam memperhatikan akhlak anak-anak dan keluarga. Karena mereka merasa tidak mau sia-sia atas kerja keras mereka untuk anak dan keluarga karena tidak ada ketentraman dalam rumah tangga karena retaknya keluarga atau akhlak anak-anak di tengah lingkungan yang rawan dengan kemerosotan moral. Dan hasil dari pendidikan serta pemahaman pada ajaran-ajaran agama yang diterapkan dalam keluarga dapat dilihat sebagaimana penulis temui, seperti kebiasaan anak mencium tangan kedua orang tuanya dan mengucap salam ketika berpamitan untuk pergi sekolah atau mengaji, perilaku yang sopan serta ramah terhadap orang lain, suka membantu oranglain, keberhasilan studi tingkat tinggi dan sebagainya. Di samping itu hubungan yang harmonis dalam keluarga, cara pemecahan masalah yang dilakukan secara bijaksana bermusyawarah tanpa harus ada pertengkaran serta terbinanya hubungan yang baik antar anggota keluarga dan masyarakat. E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Sosial Keagamaan 1. Faktor Pekerjaan Sebagaimana
telah
dipaparkan
sebelumnya,
mayoritas
warga
Kebonharjo RW 8 bekerja sebagai karyawan pabrik dan pelabuhan. Di samping itu mereka memanfaatkan lokasi pelabuhan untuk berdagang bagi mereka yang tidak bekerja di pelabuhan atau pabrik yang ada di area tersebut. Kedekatan interaksi mereka di masyarakat salah satu faktornya dipicu oleh kesamaan pekerjaan atau lokasi kerja. Yang mana keakraban mereka tampak dalam komunikasi kesehariaannya tentang pekerjaan mereka
ataupun kegiatan sosial yang ada meskipun tidak secara keseluruhan dapat membawa pengaruh pada para karyawan dalam kehidupan di masyarakat atau motivasi keberagamaan mereka. Ada beberapa pabrik yang memang mengadakan kegiatan bakti sosial sebagai wujud kepedulian sosial terhadap sesama. Atau kegiatan yang diadakan antara karyawan sendiri seperti pengajian rutin yang dilakukan secara bergilir, rekreasi dan arisan yang menambah keakaraban di antara mereka. Selain itu adanya kegiatan keagamaan yang diadakan dapat memotivasi keberagamaan mereka di dalam keluarga atau dalam kehidupan bermasyarakat di samping sibuk sehari-hari di lokasi kerja. Meskipun kegiatan tersebut dilakukan pada hari-hari libur namun masih ada pula beberapa dari mereka yang kurang mempedulikan kebersamaan tersebut. Karena di samping kurang tertanamnya jiwa solidaritas antar sesama rekan kerja juga tuntutan ekonomi yang semakin mendesak. Karena saat ini banyak dari kaum pria atau suami mereka yang menganggur karena pengurangan tenaga kerja pabrik. Hal ini terjadi karena kebanyakan pabrik yang ada di area pelabuhan ini merupakan pabrik konveksi dan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja pria kecuali yang lihai menjahit. Di samping itu kaum pria yang dahulu banyak yang bekerja di pelabuhan khususnya kuli-kuli kapal atau service kapal kini banyak yang menganggur karena tenaga manusia telah diganti dengan container. Demikian ungkapan ibu Darwati, karyawan PT. Aparel.
Hal ini menyebabkan keresahan ekonomi dalam keluarga dan masyarakat. Sebagai akibatnya kaum wanita atau istri bertambah peran disamping mengurus rumah tangga juga menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja di pabrik serta berbagai usaha sampingan dilakukan seperti jual pulsa, pedagang asongan ketika kapal berlabuh, industri kecil-kecilan di rumah dan lain-lain. Bagi suami mereka yang faham keadaan tersebut mereka juga tidak segan-segan mencari jalan rejeki lain seperti memancing ikan, kuli bangunan, tukang batu, pedagang keliling dan sebagainya. Namun menurut keterangan mbak Lis, seorang karyawan PT. Metec tidak sedikit pula kaum pria yang merasa gengsi berdagang atau usahausaha serabutan seperti tersebut di atas. Sehingga mereka menganggur di rumah atau pergi ke luar kota seperti Tegal, Kalimantan, Jakarta dan sebagainya. Yang mana dalam hitungan bulan mereka baru pulang kepada keluarganya. Dan itupun tidak semuanya tercukupi kebutuhan keluarga yang ditinggalkannya sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kaum wanita atau istri mencari sumber penghasilan lain selama suaminya pergi. Bahkan ada pula suami setelah keluar kota malah menelantarkan keluarga yang ditinggalkannya, mereka jarang sekali pulang bahkan ada yang sama sekali tidak kembali kepada keluarganya. Hal ini yang menjadi beban mental seorang istri atau anak. Dan ketika mereka tidak tahan dengan keadaan tersebut moral pun tidak lagi dipegang. Seperti perselingkuhan, kenakalan remaja yang menghinggapi anak dan rendahnya tingkat religiusitas. Ajaran agama hanya menjadi simbol-simbol saja.
Namun bagi mereka yang jiwanya tertanam spiritualitas yang tinggi maka dalam kondisi tersebut malah memicu semangat keberagamaanya. Seperti aktif menjalankan ibadah, mengikuti kegiatan-kegiatan warga, memperbanyak relasi dengan berinteraksi dalam masyarakat menanamkan pendidikan agama pada keluarga agar moral tetap terjaga dan fikiran juga sehat. 2. Faktor Keberagamaan Sebagaimana telah dipaparkan dalam kajian teori bahwa agama tidak dapat dipisahkan dari ruang publik karena dengan berlandaskan agama terciptanya kedamaian dalam tatanan masyarakat dapat tercapai. Demikian pula yang tampak dalam warga Kebonharjo RW 8, yang mana anggota masyarakat yang masih menjadikan agama sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-harinya maka perilaku mereka dalam masyarakat dapat terkontrol sehingga kondisi di masyarakat dirasakan nyaman damai dan kerukunan antar warga dapat terjalin dengan baik. Meskipun masih terdapat pula beberapa warga yang hanya menjadikan agama sebagai status maupun simbol saja, dalam arti pengetahuan yang mereka miliki dan ritual ibadah yang mereka laksanakan belum diimplementasikan dalam kehidupan sosialnya. Untuk
itu guna
menambah pengetahuan tentang agama dan
meningkatkan keyakinan terhadap ajaran-ajaran Islam maka pengurus mushola sepakat mengadakan kegiatan pembelajaran Al qur‟an dan fiqh untuk dewasa dan masyarakat yang lanjut usia. Kegiatan ini dilaksanakan
tiga kali dalam seminggu ba‟da sholat isya‟ pada hari Sabtu, Minggu, dan Senin. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat RW 8 yang belum mampu membaca Al qur‟an serta mereka yang ingin memperdalam fiqh. Untuk itu pembelajaran Al qur‟an ini dimulai dari pembelajaran qiroati bagi masyarakat yang sama sekali belum mengenal huruf Al qur‟an. Dan pembelajaran
fiqh
dilakukan
lima
belas
menit
sebelum
dimulai
pembelajaran Al qur‟an. Meskipun tingkat pengetahuan keagamaan mereka dapat dikatakan paspasan namun interaksi dalam masyarakat menunjukkan refleksi sosial dari keberagamaan mereka. Seperti kerukunan di antara mereka yang ditunjukkan dengan saling membantu, saling menghargai dan bekerjasama. Dan kebersamaan yang ditunjukkan melalui perkumpulan-perkumpulan keagamaan atau arisan menambah keakraban hubungan mereka. Ibu Parminah mengatakan bahwa memang dari segi pengetahuan tentang agama kebanyakan dari warga dapat dikatakan kurang dan terbatas pada hal-hal umum dan yang sudah menjadi kebiasaan saja. Seperti sholat, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat, dan lain-lain. Dan mereka menganggap segala perbuatan baik atau pelaksanaan ritual-ritual ibadah seperti sholat, puasa, mengaji itu bermaksud menambah pahala, hikmah yang lain mereka kurang memahaminya. Jadi secara umum hanya sebatas itu mereka memahami keberagamaan seorang muslim. Dan dalam pelaksanaan ritual ibadah sebagaimana yang pernah disinggung sebelumnya bahwa ibadah-ibadah yang bersifat kolektif yang
cenderung lebih tampak mereka lakukan secara antusias. Berbagai macam kegiatan keagamaan yang mereka dirikan dalam bentuk perkumpulanperkumpulan, sebagian kelompok mengadakannya karena berpedoman pada ajaran yang telah difahami namun ada pula yang mengadakannya hanya berdasar pada umumnya masyarakat melakukan. Sedangkan untuk ritual ibadah yang bersifat individu kurang mereka perhatikan dan tampak antusias jika bulan ramadhan tiba dengan alasan seperti yang mereka fahami bahwa bulan ramadhan adalah bulan penuh pahala. Kemudian perilaku sosial terjadi karena pengaruh dari interaksi antar anggota masyarakat, baik dari lingkup sosial masyarakat maupun lingkup keagamaan. Jadi berbagai macam perilaku di masyarakat muncul karena pergaulan seseorang dengan lawan bergaulnya. Jika seseorang sering bergaul dengan orang yang rajin ibadah dan baik budi pekertinya maka dia juga akan berperilaku demikian dan sebaliknya dia akan berperilaku yang meresahkan orang lain jika ia bergaul dengan orang yang kurang baik perilakunya. Bahkan ajaran agamapun yang tertanam pada jiwa seseorang dapat dikalahkan dengan kesalahan dalam pergaulan. 3. Faktor Pendidikan Jika dilihat dari tingkat pendidikan, masyarakat karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8 rata-rata adalah lulusan sekolah lanjutan (tingkat menengah dan tingkat atas) bahkan ada juga yang tidak tuntas sekolah karena kekurangan biaya atau drop out karena kasus tertentu. Setelah itu untuk mempertahankan kehidupannya mereka terjun dalam dunia kerja yang
dalam hal ini adalah pabrik atau perusahaan di kawasan pelabuhan. Dan karena itulah pendidikan agama masyarakat ini juga kurang tertanam pada anggotanya. Hal itu karena keterikatan karyawan dengan jam kerja dan pekerjaan yang tidak ringan pula sehingga hal ini mengalahkan waktu untuk menumbuhkan intensitas keberagamaan seseorang. Akan tetapi untuk membangun keakraban dan kebersamaan di antara mereka dan anggota masyarakat yang lainnya merekapun antusias untuk bersama-sama mengadakan berbagai kegiatan sosial maupun keagamaan di masyarakat dan hal itu mampu memberikan pengaruh positif terhadap anggotanya, sehingga sebagian besar mereka yang tergabung dalam kelompok tersebut dapat menunjukkan perilaku sosial yang positif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian setidaknya common moral norm (norma-norma moral bersama) lebih mereka perhatikan dalam menciptakan stabilitas masyarakat. Sehingga meskipun pekerjaan sebagai karyawan banyak menyita waktu, namun melalui kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat tersebut dapat menjadi perantara terbinanya interaksi sosial termasuk dalam hal keagamaan di antara mereka. 4. Faktor Geografis Letak geografis suatu wilayah tertentu mempengaruhi mayoritas mata pencaharian suatu penduduk yang menghuninya. Sebagaimana telah dikatakan
pada
bab
sebelumnya
bahwa
untuk
mempertahankan
eksistensinya manusia mengadaptasikan dirinya dengan berbagai perilaku berdasar kondisi geografis wilayah yang ditempatinya. Untuk itu wilayah
bahari seperti pantai atau pelabuhan juga memberikan pengaruhnya terhadap individu yang tinggal di sekitarnya. Demikian gambaran kampung Kebonharjo yang merupakan salah satu kampung di area pelabuhan Tanjung Mas. Kehidupan masyarakatnya mengandalkan area ini sebagai mayoritas mata pencaharian mereka melalui berbagai pekerjaan dengan memanfaatkan area ini. Salah satunya pekerjaan sebagai karyawan. Adanya berbagai pabrik di sekitar pelabuhan sangat mendukung perekonomian penduduk. Sehingga mayoritas penduduknya mengandalkan
pabrik-pabrik
tersebut
untuk
memenuhi
kebutuhan
ekonominya. Demikian kehidupan mereka yang disibukkan dengan pekerjaan yang diatur oleh jam kerja. Sehingga interaksi yang sering ditemui adalah bertemakan ekonomi dan pekerjaan. Meskipun juga terdapat interaksi keagamaan di antara mereka, namun secara umum kehidupan sosial mereka dilatarbelakangi oleh ekonomi dan kerja. Adapun kehidupan sosial keagamaan yang dipengaruhi faktor geografis seperti wilayah Kebonharjo ini dapat dilihat dari berbagai macam bentuk interaksi sosial dalam perkumpulan atau kegiatan yang diadakan oleh karyawan di masyarakat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Dan sebagaimana pengamatan penulis, keberagamaan masyarakat ini khususnya para karyawan pelabuhan cenderung terlihat dalam kegiatan-kegiatan perkumpulan sosial. Namun secara pribadi hanya sebagian kecil dari mereka saja yang menunjukkan simbol-simbol keagamaan mereka dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai contoh dzikir, ucapan salam, berjabat tangan, bersholawat, dan sebagainya cenderung tampak ketika mengikuti kegiatan sosial dan hal itu jarang ditemui dalam kesehariannya.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kegiatan Ritual Keagamaan Sebagai Media Berinteraksi Secara Vertikal dan Horisontal 1. Media berinteraksi secara vertikal Pada dasarnya ritual ibadah kolektif yang diikuti oleh masyarakat Kebonharjo RW 8 mengandung nilai spiritual untuk menjalin interaksi dengan Allah. Nilai spritual tersebut merupakan tujuan pokok seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan ibadah kepada Sang Pencipta melalui ritual-ritual tertentu. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tujuan diadakannya ritual-ritual ibadah baik secara individual maupun kolektif, diantaranya meningkatkan dan mempertebal keimanan. Hal ini menunjukkan masyarakat karyawan pelabuhan ini mempunyai jiwa yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai tempat bernaung dan tempat meminta di saat tidak ada yang mampu memberikan apa yang diinginkan. Meskipun ada kalanya sering terabaikan karena kesibukan duniawi, namun ketika dapat mengikuti kegiatan keagamaan atau dapat melaksanakan ibadah tanpa merasa terbebani itu menjadi hal yang sangat berarti ditengah kesibukan itu. Sehingga melalui berbagai kegiatan keagamaan di masyarakat dapat menjadi sarana seseorang untuk menumbuhkan semangat mendekatkan diri pada Allah serta memotivasi untuk melakukan ibadah. Bagaimanapun
keadaan seseorang
hati nuraninya
senantiasa
membutuhkan suatu
kebahagiaan tertentu yang tidak dapat dinilai dengan materi, namun seringkali nafsu dunia yang menutupi hal yang haq itu Adapun rendahnya tingkat spiritualitas seseorang seringkali dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang menyibukkannya dalam urusan terpenuhinya kebutuhan tersebut. Untuk itulah hubungan dengan Tuhannya menjadi renggang. Namun ketika seseorang dihadapkan kepada persoalan yang rumit dalam kehidupannya, maka seringkali ia akan berusaha mengadu, mengeluh dan kembali kepada satu dzat yang Agung, yaitu Allah SWT. Inilah jiwa manusia pada hakikatnya adalah jiwa yang selalu merindukan Rabbnya. 2. Media berinteraksi secara horisontal Dalam kehidupannya seseorang tidak luput dari sarana-sarana sosial yang dapat mengantarkannya dalam berinteraksi dengan sesamanya. Salah satu sarana tersebut adalah aktivitas sosial keagamaan yang diadakan di dalam masyarakat. melalui aktivitas tersebut seseorang akan selalu berhadapan dengan orang lain yang mana akan terjadi proses komunikasi antara dirinya dengan orang lain yang ada dalam kelompok tersebut. Hal itu menjadi suatu cara seseorang untuk melepaskan diri dari kejenuhan dan kesendiriannya atau terjebaknya seseorang dalam kesibukan tertentu. Di samping itu seseorang akan dapat mempelajari beberapa hikmah di dalam interaksi tersebut yang dapat membangun emosional seseorang untuk membina hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Di antara hikmah tersebut adalah:
a. Ukhuwah islamiyah Dengan diadakannya jamaah-jamaah pengajian secara anjangsana merupakan salah satu upaya terciptanya kebersamaan, kesatuan serta kerukunan di dalam masyarakat. Sehingga meskipun pabrik menjadi bagian dari kehidupan yang cenderung menyita banyak waktu, namun melalui jamaah-jamaah tersebut ternyata dapat mengurangi atau bahkan meleburkan rasa egois maupun acuh tak acuh yang sering terjadi. Di samping itu jika dilihat dari motivasi mereka mengadakan atau mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut adalah untuk menambah keakraban di antara anggota dapat difahami bahwa hal tersebut merupakan upaya membina hubungan sosial yang baik di antara mereka. Meskipun lingkungan tempat tinggal mereka merupakan lingkungan perkotaan dan kesibukan kerja menjadi kendala utama, namun semangat sosial mereka tertanam baik untuk menciptakan persaudaraan di antara mereka. b. Solidaritas Solidaritas merupakan saling ketergantungan antara satu individu dengan individu lain atau satu kelompok dengan kelompok lain. Adanya jamaah-jamaah pengajian maka hubungan antar warga dapat terbina baik dengan landasan ajaran-ajaran Islam, sehingga solidaritas yang muncul dapat membawa pada kerukunan antar warga dan terciptalah kedamaian hidup bermasyarakat. Untuk menumbuhkan jiwa solidaritas seseorang harus memulai dari diri sendiri untuk selalu berusaha memahami kebutuhan dan kepentingan orang lain, sehingga orang lain juga akan
peduli dengan kita. Dengan demikian solidaritas antara sesama dapat terbentuk dengan baik. c. Kerjasama Setelah tercipta rasa solidaritas di antara warga, maka tidak sulit bagi seseorang untuk saling membantu satu sama lain jika suatu ketika ada hal yang tidak dapat dikerjakan atau diselesaikan sendiri, misalnya jika ada tetangga punya hajat pernikahan, khitanan, tasyakuran kelahiran, dan sebagainya. Dengan demikian ajaran Islam untuk menciptakan akhlak mulia dapat dilihat dari kerjasama yang tercipta di antara mereka. Dan dalam membangun interaksi yang baik seseorang dapat mempelajari common moral norm (norma-norma moral bersama). Seperti kesopanan, dalam berbicara maupun berpenampilan. Dari sana seseorang dapat mengontrol perilakunya ketika berada dalam lingkungan sosial agar tercipta keteraturan dalam hidup bermasyarakat. d. Kasih sayang Orang yang semakin tinggi tingkat keimanannya maka cenderung mempunyai jiwa kasih sayang yang tinggi pula terhadap sesamanya. Karena Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling menyayangi dan mengasihi di antara sesamanya. Sehingga dalam keadaan apapun mereka senantiasa bersama dan bersatu. Sebagaimana kegiatan bakti sosial melalui pembayaran zakat, santunan kepada anak yatim piatu dan pengelolaannya
menunjukkan
ritual
ibadah
yang
mereka
mengandung nilai tauhid dan memupuk jiwa sosial yang tinggi.
ikuti
Dari penjelasan tersebut dapat difahami bahwa dalam kondisi kesibukan apapun sehingga seseorang akan merasa jenuh dengan kesibukan itu, maka ia akan merasa selalu membutuhkan sesuatu yang lain baik secara pribadi maupun sosial yang dapat menghapus rasa kesendiriannya yang mampu menjadi tempat untuk berbagi rasa. Meskipun secara materi ia telah cukup mendapatkan obyek yang memenuhi kebutuhan ekonominya, namun secara psikologis ia tetap membutuhkan relasi dengan Tuhan maupun manusia lain untuk saling berkomunikasi juga menjalin kerjasama sehingga kebutuhan hidup secara batiniyah terpenuhi. Dalam kehidupan sosialnya hal ini sebagaimana teori homo homini socius yang diungkapkan oleh Adam Smith yang pada intinya mengatakan bahwa bagaimanapun kondisi manusia dia akan terikat dengan lingkungannya khususnya lingkungan sosialnya. Bahkan manusia yang tinggal di hutan sekalipun ia akan tetap membutuhkan kehadiran manusia lain untuk membentuk harga dirinya (self esteem). Meskipun secara biologis manusia merasa tercukupi kebutuhannya tanpa campur tangan orang lain, namun hal tersebut tidak mutlak dapat terjadi karena secara psikologis jiwanya hampa dan merasa sepi seolah-olah dia telah mati. Untuk itu dengan memanfaatkan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang ada seperti kegiatan ritual yasin tahlil dapat dilakukan penanaman ajaran-ajaran Islam yang tidak hanya sebatas penjelasan teori saja namun teori tersebut dikontekstualkan dengan kondisi-kondisi masyarakat yang
sedang dialami. Hal itu dapat memberikan sentuhan hati yang mendorong seseorang untuk lebih memahami pentingnya mengikuti ritual-ritual keagamaan. Selain manfaat sosial juga diperoleh manfaat individu yaitu membina interaksi dan akidah seseorang.
B. Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan sebagai Momentum dalam Menanamkan Nilai-Nilai Islam Secara umum perayaan hari-hari besar keagamaan, khususnya Islam dapat menjadi langkah awal untuk menanamkan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam kehidupan manusia yang mana masyarakatnya kurang memperhatikan ajaran tersebut dan tidak menjadikan agama sebagai landasan pokok segala keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan diadakannya bermacammacam kegiatan dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada umat muslimin untuk sedikit demi sedikit membuka hatinya untuk melihat hikmah yang terkandung di dalam peringatan tersebut. Sehingga hal itu dapat menjadi motivasi bagi dirinya dalam beribadah kepada Allah SWT. Berbagai sejarah di masa lalu yang diperingati pada hakikatnya merupakan upaya membangun jiwa guna memperbaiki akidah sehingga dapat menjadi pedoman dalam melakukan suatu perbuatan. Dengan demikian kegiatan yang diadakan untuk merayakan peringatan tersebut dapat diisi dengan kegiatan-kegiatan yang mampu mengetuk jiwa yang pada akhirnya nanti dapat menumbuhkan keberagamaan yang lebih baik dalam diri seseorang. Seperti kegiatan bakti sosial berupa santunan kepada anak yatim piatu pada waktu peringatan Maulud Nabi SAW dapat menjadi sarana menumbuhkan
sikap kepedulian sosial terhadap sesama. Melalui kegiatan ini rasa kasih sayang dapat terbentuk dalam jiwa seseorang sehingga kesadaran akan ajaranajaran agama dapat tumbuh. Oleh karena itu moment-moment keagamaan dapat menjadi sarana untuk menciptakan masyarakat yang peduli akan ajaranajaran agama melalui berbagai kegiatan religius maupun sosial. Dengan melihat beberapa tujuan peringatan hari-hari besar Islam dalam bab sebelumnya dapat diambil pengertian bahwa untuk menumbuhkan nilainilai Islam dalam masyarakat pelabuhan khususnya masyarakat Kebonharjo RW 8 dapat dimulai dengan mengadakan kegiatan yang mampu menarik kepekaan jiwa seseorang seperti melalui kegiatan pendalaman makna suatu kegiatan keagamaan serta kegiatan bakti sosial. Hal itu membuat komunikasi antar sesama menjadi lebih dekat dan akrab sehingga keberagamaan seseorang dapat tumbuh dengan memahami makna yang terdapat dalam kegiatan tersebut.
C. Interaksi Sosial sebagai Upaya Bermasyarakat Kondisi pabrik yang menuntut karyawan bekerja sesuai target produksi cenderung membuat intensitas komunikasi di antara para karyawan berkurang. Sehingga berbagai interaksi yang terlihat di antara mereka dalam masyarakat seperti mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat cenderung dipicu oleh keinginan untuk mempunyai banyak relasi, menghilangkan kejenuhan selama di dalam pabrik dan juga agar tidak dikucilkan oleh anggota masyarakat yang lain di samping keinginan untuk bertauhid dengan sebenar-benarnya. Dengan demikian melalui kegiatan sosial sebagaimana dipaparkan di atas dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami ajaran-ajaran Islam
sehingga kegiatan yang ada tidak hanya sebatas rutinitas saja namun dapat memberikan implementasi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Tidak hanya itu, latar belakang daerah asal ternyata juga memberikan pengaruh terhadap mereka sehingga mudah untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat di sekitarnya sehingga kegiatan keagamaan mudah dibentuk jika terdapat kesamaan tujuan dan keinginan di antara mereka. Karena sebagian besar mereka merupakan pendatang dari berbagai daerah. Untuk itulah guna membangun kebersamaan dan interaksi yang baik di antara warga, maka diadakan berbagai perkumpulan resmi seperti PKK, rutinan RT, dan sebagainya yang mana dapat menambah keakraban dan jiwa kebersamaan di antara anggota masyarakat yang mana dalam kesehariannya mereka disibukkan dengan pekerjaan di dalam maupun di luar rumah. Hal tersebut di atas merupakan fitrah manusia yang ingin selalu hidup bersama-sama dengan manusia lainnya. Untuk itu dalam waktu-waktu tertentu seseorang berusaha untuk melakukan sesuatu yang mampu menghubungkan dirinya dengan orang lain walaupun kecil prosentasinya sekalipun. Bahkan diungkapkan oleh Sigmund Freud, manusia akan tetap membutuhkan orang lain yang dapat membentuk harga dirinya. Secara psikologis seseorang akan dapat hidup jika ia dapat berinteraksi dan dengan orang lain, namun ia akan merasa mati ketika jiwanya hampa dan sendiri tanpa ada orang lain dalam hidupnya, sekalipun secara materi ia dapat tercukupi segala kebutuhannya.
D. Akhlak sebagai Alat Kontrol Sosial Sebagaimana umumnya dalam kehidupan sosial, tiap anggota atau kelompok masyarakat karyawan pelabuhan ini mempunyai akhlak atau perilaku sosial yang berbeda-beda dan tentunya beragam pula faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah tingkat pemahaman seseorang tentang ajaran-ajaran agama. Seperti pengamatan penulis bahwa tingkat pemahaman agama masyarakat ini masih dapat dikatakan masyarakat yang awam akan agama. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka mencari pengetahuan tentang agama, mereka bergantung kepada tokoh-tokoh atau pemuka agama terdekat mereka (taklid) baik melalui kegiatan formal maupun secara pribadi bertanya kepada tokoh agama tersebut. Namun tingkat pengetahuan agama tersebut bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi akhlak mereka. Sehingga tidak mutlak benar jika dikatakan semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang terhadap agama maka semakin baik pula akhlaknya. Sesuai pengamatan penulis bahwa ada beberapa warga yang dinilai mempunyai pengetahuan tinggi tentang agama jika dibandingkan dengan yang lain, namun belum menunjukkan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama. Serta tidak mutlak pula orang yang menunjukkan pribadi yang kurang baik karena rendahnya pengetahuan tentang agama yang dimiliki. Kondisi psikologis juga mempengaruhi adanya perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat pengetahuan dan intensitas seseorang pada kegiatan kegamaan.
Sehingga perilaku yang muncul merupakan pelampiasan dari terguncangnya psikologis seseorang. Seperti desakan ekonomi, kekacauan dalam rumah tangga, pengaruh negatif lingkungan, dan sebagainya. Akhlak bersumber dari wahyu dan bukan dari rasio atau akal, meskipun akal juga memberikan kontribusi dalam memahami wahyu. Sehingga perbuatan akhlak telah tertanam dalam jiwa seseorang dan telah menjadi kepribadian. Karena itulah akhlak menjadi alat kontrol sosial seseorang dalam kehidupan sosialnya yang menuntun seseorang dalam melakukan perbuatan. Akhlak dapat dibina berdasarkan ajaran-ajaran agama sehingga perbuatan akhlak terpancar dari akidah yang dimiliki seseorang. Dengan demikian akhlak yang seperti inilah yang akan membentuk keteraturan dan membentuk peradaban yang tinggi suatu masyarakat. Untuk itulah kegiatan pendalaman makna yang terkandung dalam yasin, tahlil dan lain-lain dapat membantu masyarakat dalam mempertebal akidah sehingga akhlak mulia dapat tercermin dalam kehidupan di masyarakat. Dengan demikian kondisi jiwa tiap-tiap anggota masyarakat yang dipenuhi nilai-nilai agama akan dapat membentuk keteraturan maupun kedamaian dalam masyarakat.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pemaparan beberapa bab dalam tulisan ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kehidupan sosial keagamaan pada masyarakat yang sibuk dengan pekerjaan cenderung bersifat ritual saja. Di samping motivasi ketauhidan interaksi sosial yang nampak cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani maupun rohani seperti keinginan mempunyai patner dan berkomunikasi dengan sesamanya. 2. Problem-problem yang muncul di dalam kehidupan sosial keagamaan pada masyarakat yang sibuk dengan pekerjaan cenderung dipengaruhi oleh faktor minimnya pengetahuan tentang agama dan kurangnya pendidikan agama yang diterapkan dalam keluarga. Hal tersebut terjadi karena kesibukan mereka dengan pekerjaannya. 3. Solusi yang ditempuh untuk mengatasi problem-problem tersebut antara lain: a. Penyusunan acara-acara pengajian dan ritual-ritual ibadah kolektif lainnya secara variatif. Yaitu dengan menambahkan ceramah mauidhoh hasanah pada susunan acara yang mana penceramah yang diundang berbeda satiap kegiatan diadakan.
b. Pemberian uang meja untuk konsumsi pada pihak yang berketempatan untuk kegiatan pengajian. c. Untuk mendukung semangat membaca Al Qur‟an khususnya pada waktu kegiatan rutin mingguan, maka diadakan pembelajaran Al Qur‟an untuk usia dewasa dan usia lanjut serta pendalaman fiqh untuk mendukung pemahaman warga tentang fiqh ibadah. d. Pendidikan agama untuk anak dalam keluarga masyarakat karyawan pelabuhan diupayakan melalui majlis-majlis ta‟lim seperti TPA atau TPQ terdekat guna menjaga akhlak dan keberagamaan anak selama mereka tidak dapat
sepenuhnya melakukan dan mengawasi pendidikan
keagamaan anak. B. Saran-saran 1. Untuk menanamkan nilai-nilai ajaran Islam di dalam masyarakat yang anggota-anggotanya disibukkan oleh pekerjaan khususnya masyarakat Kebonharjo RW 8 dapat dilakukan dengan pendekatan kontekstualitas atau tematik atas teori yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Sehingga hal tersebut lebih menyentuh jiwa, mudah difahami dan mempermudah dalam menumbuhkan semangat religiusitasnya. Karena waktu yang terbatas untuk memperdalam ajaran agama dan berinteraksi tersebut. 2. Berdasarkan faktor internal (ketauhidan dan kebutuhan) yang mendorong adanya interaksi sosial seperti tersebut di atas, maka perlu pembinaan emosional yang mana dapat dilakukan melalui interaksi sosial tersebut. Karena sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa didalam interaksi
sosial dapat dipelajari common moral norm yaitu norma-norma moral bersama. C. Kata Penutup Dengan mengharap ridho Allah SWT, penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah karena berkat Rahmat serta pertolonganNya skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Di samping itu skripsi ini dapat terwujud juga karena bantuan dari berbagai pihak yang terkait. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih dengan harapan semoga amal kebaikan mereka diterima di sisi Allah SWT dan dibalas dengan balasan yang lebih baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kebaikan penulis di masa yang akan datang. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi masyarakat karyawan pelabuhan di Kebonharjo RW 8. Akhir kata penulis berharap semoga Allah senantiasa meridhoi niat baik dan amal kita semua dan semoga perlindunganNya serta petunjukNya senantiasa mengalir dalam setiap langkah kita. Amin Ya Robbal „Alamiin.
DAFTAR PUSTAKA Al Ghozali, Imam. 1992. Ihya‟ Ulumuddin. Semarang: Asy Syifa‟. Al Munawar, Said Agil Husin. 2005. Aktualisasi Nilai-Nilai Qur‟an dalam Sistem Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press. Anoraga, Panji. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Daldjoeni, N. 1991. Ras-Ras Umat Manusia: Biogeografis, kulturhistoris, sosiopolitis. Bandung: Citra Aditya Bakti. Daymon, Christine dan Immy Holloway. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relation dan Marketing Comunication. Yogyakarta: Bentang. Depag RI. 1989. Al Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Gema Risalah Press. Depdikas. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Drever, James. 1986. Kamus Psikologi. Jakarta: Bina Aksara. Fauzi, Muhammad. 2007. Agama dan Realitas Sosial Renungan & Jalan Menuju Kebahagiaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. Hamadi, Ali. 2006a. Bergaul Ala Rosulullah:25 Kiat Sukses Bersosialisasi yang Islami. Jakarta: Cendekia. 2006b. Hablumminannas:1000 Langkah Sukses dalam Hubungan Sosial. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Kartono, Kartini. 1994. Psikologi Sosial untuk Manajemen Perusahaan dan Industri. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. Makin, 2007. Nilai-Nilai Spiritual dan Sosial di dalam Majelis Dzikir Tahlil di RW 07.Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga:Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Santoso, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara. Sapoetra, Hartini G Karta. 1992. Kamus Sosiologi dan Kependudukan. Jakarta: Bumi Aksara. Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syukur, Amin. 2004. Tasawuf Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://Freedownload.books.net/pengaruh-geografis terhadap kehidupan sosial. Diakses pada 21 Mei 2010 http://Ihsadana.wordpress.com/2009/07/01.Nilai Ibadah Sholat dari Kisah Luqmanul Hakim. M.Harmin Abdul Azis. Diakses pada 13 Mei 2010 www.Pa_tual.net/id/pengadilan_agama. Agar Tidak Hanya Menang Teori Memaknai Sholat dan Keshalehan. Edi Hudiata. Diakses pada 13 Mei 2010 www.suarapembaruan.com/index.php. Diakses pada 15 Juni 2010 http://tarbiyah-dwiwahyudiharfi.blogspot.com. ulama.Diakses pada 16 Juni 2010
Pengertian
akhlak
http://www.depsos.go.id/modules.php. Diakses pada 16 Juni 2010
menurut
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lilis Suryani
Tempat/tanggal lahir
: Semarang, 06 Agustus 1987
NIM
: 11106015
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: WNI
Alamat
: RT 005 RW 002 Dk. Jetis Ds. Jetis Kec. Kaliwungu Kab. Semarang
Pendidikan
:
1. TK Kusuma Bhakti Semarang Tahun 2. SD Negeri Jetis 01 Tahun 3. SLTP Negeri 02 Ampel Tahun 2002 4. SMK PGRI 02 Salatiga Tahun 2005 5. STAIN Salatiga Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jetis, 21 Juli 2010 Hormat Saya
Lilis Suryani
Daftar Pertanyaan
1. Kegiatan sosial keagamaan apa saja yang ada di RW 8 ? 2. Bagaimana partisipasi warga khususnya para karyawan pabrik dan buruh pelabuhan dalam kegiatan tersebut ? 3. Bagaimana interaksi sosial karyawan pabrik dan pelabuhan dengan warga lainnya ? 4. Apakah akhlak karyawan mencerminkan keberagamaannya ? 5. Apakah masyarakat masih peduli dengan penyimpangan-penyimpangn moral yang mungkin terjadi ? Dan bagaimana pembinaan akhlak dilakukan ?
Jawaban 1. Yasin tahlil sebagai kegiatan keagamaan rutin mingguan yang diadakan semua RT di RW 8, kecuali RT 8 tidak ada kegiatan keagamaan yang diadakan warga. Kemudian peringatan Isra‟ Mi‟raj, Maulud Nabi, Khotmil Qur‟an dan Nuzulul Qur‟an. Di samping itu kegiatan ritual kolektif lainnya juga diadakan oleh beberapa warga seperti Al barjanji, manakib, pengajian rutinan bulanan antar RW. 2. Untuk warga yang tidak terikat jam kerja formal seperti pabrik serta yang lebih mempunyai kesadaran beragama maka sebagian besar mereka mengikutinya dengan antusias. Sedangkan untuk karyawan pabrik partisipasi mereka dalam kegiatan dipengaruhi oleh pekerjaan mereka. Sehingga jika waktu-waktu luang di samping kesibukannya maka sebagian waktu tersebut digunakan untuk berinteraksi dengan warga lain termasuk mengikuti kegiatan warga. 3. Secara umum interaksi terjalin dengan baik. Apalagi bagi mereka yang lebih memahami makna dalam setiap kegiatan keagamaan yang diikuti, Namun karena kegiatan tersebut cenderung bersifat ritual saja, maka masih banyak penyimpangan moral sebagai pelampiasan emosi, seperti berbicara kurang sopan, berjudi, mabuk juga pertengkaran. 4. Akhlak (akhlak mulia) yang tampak pada karyawan muncul karena kepercayaan akan adanya pahala yang akan diberikan Allah jika melakukan
ibadah dengan rajin. Sedangkan untuk perbuatan yang berhubungan dengan orang lain cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk menjalin kerukunan. Namun seringkali faktor negatif lingkungan dan desakan kebutuhan ekonomi mempengaruhi munculnya perilaku yang buruk pula. 5. Kepedulian terhadap penyimpangan moral dilakukan di antaranya dengan mengadakan pembelajaran Al Qur‟an dan fiqh untuk warga usia dewasa dan usia lanjut, karena di dalam pembelajaran tersebut disisipkan pelajaran akhlak pula. Selain itu pengajian-pengajian rutinan yang dibuka untuk segala usia juga merupakan wujud kepedulian terhadap akhlak warga.
Catatan Lapangan 1
1. Metode pengumpulan data : Wawancara 2. Hari/tanggal
: Rabu, 30 Juni 2010
3. Lokasi
: Rumah mbak Yayuk RT 05
4. Sumber data
: Karyawan pabrik
5. Deskripsi data
:
Aktivitas para karyawan pabrik secara umum sebelum berangkat kerja. Seperti mengurus anak, menyiapkan sarapan. Karena bangun tidur sudah agak siang maka banyak yang tidak melakukan sholat subuh. Dan untuk sholat wajib lainnya bagi mereka yang melaksanakannya lebih memilih sholat dirumah maupun di lokasi kerja. Jam kerja pabrik umumnya dimulai pukul 07.00 sampai 16.00. Jika ada jam lembur maka sampai pukul 18.00 atau 21.00. Sedangkan untuk pabrik swasta seperti PT. Famous jam kerja dimulai pukul 08.00 sampai 16.00.
Catatan Lapangan 2
1. Metode pengumpulan data : Wawancara, dokumentasi 2. Hari/tanggal
: Rabu, 05 Juli 2010
3. Lokasi
: RT 08, Mushola Sirojul Mukhlisin
4. Sumber data
: Bapak Hartoyo, foto kegiatan
5. Deskripsi data
:
Kegiatan sholat berjamaah hanya dilakukan oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar mushola, karena sebagian warga melakukan sholat di masjid di kampung sidodadi. Sedangkan untuk para karyawan pabrik maupun pelabuhan hanya sedikit sekali yang berjamaah. Kecuali pada bulan Ramadhan, mushola dipenuhi jamaah pada sholat maghrib, isya‟ serta tarawih. Kegiatan perayaan hari besar keagamaan selalu dilakukan, namun karena kurangnya koordinasi maka dua tahun terakhir ini tidak mengadakan peringatan hari besar. Adapun peringatan yang sering diadakan adalah Isra‟ Mi‟raj, Maulud Nabi SAW, Khotmil Qur‟an dan Nuzulul Qur‟an. Dalam perayaan tersebut disertai pula kegiatan bakti sosial dengan kerjasama dengan RW 9, 10, dan 11. Kegiatan tersebut berupa santunan kepada anak yatim piatu
Catatan Lapangan 3
1. Metode pengumpulan data : Wawancara, dokumentasi 2. Hari/tanggal
: Rabu, 10 Juli 2010
3. Lokasi
: Rumah bapak RW di RT 03
4. Sumber data
: Ketua RW, foto-foto kegiatan
5. Deskripsi data
:
Pekerjaan para buruh pelabuhan terjadi secara musiman. Ketika pelabuhan sedang membutuhkan tenaga kerja maka para buruh bekerja tak kenal waktu dan kadang tidak sempat pula pulang ke rumah kerena khawatir pekerjaan akan digantikan orang lain. Namun ketika tenaga mereka tidak dibutuhkan maka mereka menganggur dalam jangka waktu yang cukup lama misalnya kurang lebih dua bulan. Karena itulah keaktifan mereka dalam kegiatan sosial maupun kegiatan keagamaan tergantung pada pekerjaan mereka. Pertengahan bulan Mei diadakan pembelajaran Al qu‟an bagi warga usia dewasa dan usia lanjut yang belum mampu mengenal huruf Arab dan belum mampu membaca Al qur‟an. Foto kerja bakti karyawan pelabuhan bersama warga menanggulangi banjir.
Catatan Lapangan 4
1. Metode pengumpulan data : Observasi, dokumentasi 2. Hari/tanggal
: Kamis, 15 Juli 2010
3. Lokasi
: Rumah Ibu Kustinah RT 05
4. Sumber data
: Pengamatan, foto kegiatan
5. Deskripsi data
:
Kegiatan Yasin Tahlil sebagai kegiatan rutinan mingguan RT 05. Kegiatan ini dipimpin oleh bapak RT dan mengundang pembicara untuk memberikan mauidhoh hasanah. Kegiatan inti diawali dengan pembacaan Al Fatihah, dilanjutkan pembacaan Asmaul Husna, surah yasin kemudian tahlil dan mauidhoh hasanah oleh mubaligh yang diundang. Foto kegiatan pembacaan manakib dan Al Barjanji diiringi terbangan dalam acara selapanan kelahiran bayi.