PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy)
Oleh :
M. Nur Kholis NIM. 106046101660
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H /2010M
PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur)
Oleh :
M. Nur Kholis NIM. 106046101660
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H /2010M
i
PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy)
Oleh : M. Nur Kholis NIM. 106046101660
Di bawah bimbingan: Pembimbing I
Pembimbing II
M. Nuzul Wibawa, M.Ag.
Djaka Badranaya, SEI, ME NIP: 197705302007011008
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H /2010M ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Pertambangan Minyak Rakyat Perspektif Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mecapai gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 01 Januari 2011 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP: 195505051982031012
1. Ketua
Panitia Ujian Munaqasyah : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, (………………….) SH., MA., MM. NIP: 197107011998032002
2. Sekretaris
: Mu’min Roup, M.Ag. NIP: 150281979
(………………….)
3. Pembimbing I
: M. Nuzul Wibawa, M.Ag.
(………………….)
Djaka Badranaya, SEI, ME NIP: 197705302007011008
(………………….)
5. Penguji I
: Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA NIP: 195703121985031003
(………………….)
6. Penguji II
: H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH NIP: 197407252001121001
(………………….)
4
Pembimbing II
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 Muharram 1432 H 13 Desember 2010 M
M. NUR KHOLIS
iv
ABSTRAK M. Nur Kholis. NIM 106046101660. Pertambangan Minyak Rakyat: Perspektif Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur). Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H/2011 M. Isi: xi + 105 halaman + 19 lampiran, 34 literatur (1979-2010) Sebagai negara hukum, legalitas sebuah kegiatan ekonomi di Indonesia sangat dibutuhkan demi tercapainya jaminan pengakuan dari negara atas sebuah kegiatan ekonomi. Namun terkadang banyak faktor yang menyebabkan sebuah kegiatan ekonomi tidak terdaftar sebagaimana mestinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kepatuhan warga(kasus Wonocolo) terhadap Peraturan atau UU yang mengatur pertambangan rakyat. Dalam hal ini peneliti tidak hanya men-judge apakah kegiatan penambangan rakyat tersebut telah sesuai dengan konsep hukum yang berlaku, tetapi peneliti juga menggunakan kearifan lokal untuk menilai kasus yang terjadi disana. Lebih jauh peneliti juga berusaha menghadirkan perspektif konsep ekonomi islam untuk menganalisa kasus tersebut. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, Yaitu penelitian yang menggambarkan data dan informasi dilapangan berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan secara mendalam. Disamping itu penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah, atau penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ternyata kegiatan pertambangan minyak rakyat Wonocolo adalah ilegal. Tidak sesuai dengan peraturan yang ada, dan sikap pemerintah yang “diam” menjadi modal awal atas langgengnya penambangan tersebut bertahun-tahun. Tetapi diamnya PEMDA setempat menggunakan banyak pertimbangan, yang penulis sebut dengan “kearifan lokal” Kata Kunci:
Pertambangan Minyak Rakyat, Legalitas Kegiatan Ekonomi, (UUD 1945 Pasal 33 ayat 2, Pertambangan Rakyat Wonocolo
Pembimbing I
: M. Nuzul Wibawa, M.Ag.
Pembimbing II
: Djaka Badranaya, SEI, ME NIP: 197705302007011008
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah menjadikan Langit dan Bumi beserta isinya sebagai fasilitas manusia. Yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya tiada batasnya. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasulullah SAW, pembawa cahaya yang telah membebaskan manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan. Semua adalah skenario Tuhan Yang Maha Kuasa, ketika seseorang berhasil mencapai suatu kesuksesan, kita sebagai manusia hanya menjalankannya, dan diperintahkan berusaha dan berdoa untuk mencapai kemenangan itu termasuk di balik terselesaikannya skripsi dengan judul
“PERTAMBANGAN
MINYAK
RAKYAT
PERSPEKTIF
HUKUM
EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF” (Studi kasus di ds. Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur), maka setelah memanjatkan rasa puja dan puji syukur kepada Allah SWT, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH, Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Pembimbing skripsi, Bapak Nuzul Wibawa, M. Ag, pembimbing I, dan Bapak Djaka Badranaya SEI, ME, pembimbing II, yang telah memberikan banyak
vi
waktu, arahan, motivasi, dan masukan-masukan dalam membimbing penyusunan skripsi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. 4. Ayahanda Bapak Parlan dan Ibunda Insiyah, yang selalu mengingatkan akan pentingnya mencari ilmu, dan memberikan motifasi agar tidak pernah meninggalkan dunia pendidikan. 5. Om, Purwanto SH. dan Bule’ Syarifah Spd. yang telah memberikan dorongan moril dan materiil, serta selalu mengingatkan agar serius dalam belajar. Semoga Allah memberikan balasan dengan sebaik-baik balasan. Amiin…. 6. Saudara-kandung penulis tercinta, mbak Qo2m, Mbak Nurul, Mbak Zul, dan Firda dan Afif yang ikut memberikan semangat baik moril maupun materiil sehingga menjadi pemicu semangat tersendiri pada diri penulis. 7. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah terimakasih atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga bermanfaat di dunia dan akhirat. 8. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Perpustakaan Utama, terima kasih atas pelayanannya, tanpa mereka penulis akan sangat kesulitan mencari referensi dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. PS. C 2006, Bocah Rusuh, Tim futsal solid
(Penulis _olis_, Mumu, Defri,
Kacong, Rizal, Azhar, Saman ) sahabat UNIteds Darus-sunnah, sahabat ElfastNet, yang telah memberi warna dalam kisah perjalanan penulis selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah.
vii
10. Saudara Ihsan Panji sekeluarga yang telah membantu dan menerima penulis saat melakukan penelitian di Wonocolo dengan memberikan tempat persinggahan, semoga Allah membalas amal baik kalian dengan sebaik-baik balasan. 11. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ciputat, 08 Muharam 1432 H 13 Desember 2010 M
M. NUR KHOLIS
viii
DAFTAR ISI Halaman Judul Skripsi ..........................................................................................................i Lembar Pengesahan Pembimbing .......................................................................ii Lembar Pengesahan Panitia Ujian ......................................................................iii Lembar Pernyataan ..............................................................................................iv Abstrak ...................................................................................................................v Kata Pengantar .....................................................................................................vi Daftar Isi ................................................................................................................ix BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..............................................8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................8 D. Metode Penelitian............................................................................9 E. Review Kajian Terdahulu ...............................................................12 F. Sistematika Penulisan .....................................................................15 BAB II : LANDASAN TEORI PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pandangan Islam Tentang Sumber Daya Alam ..............................18 1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Ekonomi Islam ..........................................................................................21 2. Kepemilikan Dalam Hukum Islam............................................22 3. Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah (Ulil Amri) dalam Islam ....................................................................34 4. Kuasa Pertambangan dan Hak Atas Tanah ...............................39 B. Pandangan Hukum Positif Tentang Sumber Daya Alam ................40 1. Legalitas Kegiatan Ekonomi .....................................................40
ix
2. Ketentuan Umum Usaha Pertambangan Menurut Hukum Positif........................................................................................43 3. Ketentuan Hukum Pertambangan Rakyat .................................49 4. Perizinan Pertambangan ............................................................53 5. Kuasa dan Hak Kepemilikan Atas Tanah Pertambangan .........56 6. Persamaan dan Perbedaan Pengelolaan Tambang minyak dalam Ekonomi Islam dan Hukum Positif ...............................58 BAB III : PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT DESA WONOCOLO BOJONEGORO A. Profil Desa Wonocolo .....................................................................60 1. Profil Desa ..................................................................................60 2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat ....................................61 B. Pertambangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo .............................62 1. Sejarah Pertambangan Minyak Cepu ..........................................62 2. Sejarah Pertambangan Minyak Desa Wonocolo ........................66 3. Latar belakang penduduk melakukan penambangan ..................68 4. Perkembangan Pertambangan Minyak Desa Wonocolo .............70 5. Pengelolaan Pertambangan Rakyat Desa Wonocolo ..................71 BAB IV : PENGELOLAAN
TAMBANG
MINYAK
DI
DESA
WONOCOLO: (Perspektif Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif) A. Legalitas Pertambangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif....................................................80 B. Analisis Hukum Pertambangan Minyak Rakyat Wonocolo ...........85 C. Pelanggaran Terhadap Ketentuan Ulil Amri ...................................97 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan .....................................................................................101 B. Saran ................................................................................................102
x
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................104
DAFTAR LAMPIRAN Surat Keterangan Wawancara Kepada Pemda Bojonegoro Bag. Sumber Daya Alam .............................................................................................................106 Surat Keterangan Wawancara Kepada Kepala Desa .......................................107 Surat Keterangan Wawancara Kepada Pemilik Sumur ...................................108 Surat Keterangan Wawancara Kepada Tokoh Masyarakat ............................109 Data Hasil Wawancara Dengan Kasubag. Sumber daya Alam Pemda Bojonegoro .............................................................................................................110 Verbatim Wawancara dengan Hasil Penelitian .................................................114 Galeri Foto-Foto Penelitian ..................................................................................121
xi
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama yang universal, Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara umum, maupun terperinci, baik kehidupan yang berdimensi vertikal, mengenai tata cara beribadah kepada Sang Khalik, ataupun yang berdimensi horisontal tentang tata cara berinteraksi dengan sesama. Sebagai agama penutup, Islam telah memberikan banyak rambu-rambu pada setiap masalah. Hal ini seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al Quran, surat Al Maidah: 3, yang artinya: “Pada hari dimana Aku telah menyempurnakan bagi kalian agama kalaian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku, dan Aku ridho Islam sebagai agama kalian”. Dalam usaha mencukupi kebutuhannya setiap hari, manusia tidak dapat lepas dari kegiatan ekonomi. Dalam hal ini, sebagai seorang muslim, tentulah kita menginginkan suatu sistem yang “Halal” tidak hanya secara hukum positif tetapi juga menurut syariat Islam yang kita yakini. Karena seperti kita lihat sekarang, dampak ekonomi dengan sistem kapitalis dan liberalis tidak hanya menindas kaum lemah, tetapi juga hanya menguntungkan orang orang yang mempunyai modal dan lobi yang kuat terhadap penguasa. Sistem ekonomi kapitalis akan lebih memperkuat
2
kedudukan para pemilik modal. Sedangkan sistem ekonomi sosialis akan menjaga tokoh-tokoh dan golongannya.1 Negara kita terkenal dengan kekayaan alamnya, sudah tidak diragukan lagi tambang minyak, batu bara, timah, emas, laut luas dengan berbagai ikan didalamnya. Namun kekayaan alam itu hanya menyisakan pilu, ketika kita menengok kehidupan masyarakat di sekitarnya. Misalnya Papua, Bangka, Sulawesi, NTT dan sebagainya. Kehidupan masyarakat Papua yang masih sangat primitif
dan “super miskin”
padahal disatu sisi hutan di belantara Papua sangat kaya dengan tembaga dan emas. Sungguh ironi memang. Sehingga tidak heran jika efek ke belakang muncul berbagai gerakan separatis, yang disebabkan karena kemiskinan tersebut. Beberapa daerah memilih untuk melakukan otonomi, agar kekayaan di belakang rumahnya tidak hanya dimanfaatkan penguasa untuk mencari “tambahan”. Tidak perlu kita sebutkan berapa banyak anggota dewan yang terlibat teken kontrak dengan perusahaan asing ataupun swasta dalam negeri, demi memperkaya diri. –Maaf, saya tidak bermaksud mengarahkan pikiran anda kepada al Amin Nur Nasution-. Dewasa ini banyak profinsi yang mengajukan otonomi daerah. Banyak spekulasi mengenai sebab yang melatarbelakanginya, yang pasti kebanyakan mereka menghendaki kemajuan di daerah mereka, dan mandiri mengelola kekayaan hasil bumi di wilayah mereka. Sebut saja Aceh, setelah gagal dalam usahanya untuk melepaskan diri dari Indonesia, akhirnya mereka mau berdamai kembali dengan 1
Abdul Sami‟ al Misry. Pilar-pilar Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1990) Pengantar. xxvii
3
mengajukan syarat otonomi daerah. Belakangan Papua dengan Freeport, NTT dengan Newmont, dan Maluku. Apakah kita harus menunggu sikap berontak yang lebih besar mereka hanya untuk memberikan perhatian?? Perekonomian perencanaan pusat yang telah mengklaim dapat menjamin sasaran-sasaran material, bukan saja telah gagal klaimnya, melainkan juga telah mengalami krisis ekonomi serius yang tidak diragukan lagi meniscayakan kegagalan sistem ekonomi tersebut.2 Perkembangan pesat hanya terjadi di daerah pusat. Saya tidak bermaksud membuat statement bahwa, centralisasi itu jelek, namun apapun sistem yang sudah dianggap baik untuk dijalankan, perhatian dan keadilan terhadap rakyat perlu untuk diutamakan. Beberapa
waktu
yang
lalu
pemerintahan
daerah
Bangka
sempat
memberikan izin kepada masyarakat setempat untuk ikut menambang timah di pulau tersebut. Jika kita renungkan alasan yang di kemukakan PEMDA setempat cukup rasional memang, yaitu keadaan masyarakat yang begitu miskin, padahal berapa juta Dollar daerah itu menyumbang pundi-pundi negara melalui tambang timah. Di kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur terdapat sebuah desa yang melakukan pertambangan minyak. Tidak dapat dipungkiri bahwa efek dari dibiarkannya penambangan minyak ini membawa kemajuan
yang nyata bagi
masyarakat setempat, minimal banyak warga yang dapat bekerja meskipun hanya sebagai buruh.
2
Secara ekonomi perubahan itu begitu terasa, terutama setelah
Umer Chapra, Islam Dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000) hal. 2
4
kegiatan pertambangan tersebut dilepas Pertamina. Mungkin cerita kesejahteraan mereka akan berbeda jika mereka tidak ikut penambangan tersebut. Penambangan minyak secara turun temurun tersebut sudah berlangsung sejak zaman Belanda.3 Di kawasan desa Kedewan, 30 kilometer dari kabupaten Bojonegoro, sedikitnya hingga saat ini tersisa kira-kira 58 sumur minyak produksi dari ratusan titik sumur yang di masa lalu menjadi kekuasaan kolonial. Sumur-sumur itu tersebar di desa Wonocolo dan Hargomulyo. Setiap sumur produksi dikelola per kelompok dengan jumlah yang bervariasi. Misalnya sumur 56 di desa Wonocolo yang per harinya mampu menghasilkan minyak mentah 2.000 liter, dan dikelola oleh 24 orang. Semua yang kerja di sana warga Wonocolo. Dalam sehari, rata-rata 10 drum minyak mentah didapatkan dan dijual.4 Dahulu mereka diharuskan menjual minyak mentahya ke PT Pertamina, melalui koperasi yang sudah ditunjuk. Karena harga beli pertamina yang terlalu rendah, sejak 2006, masyarakat bisa menjual minyak solar hasil sulingan sendiri sesuai dengan harga pasar, 5tentunya setelah melalui banyak keberatan dan protes. Mereka tak lagi bergantung pada mekanisme pematokan harga melalui koperasi seperti yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya. Pada waktu menjual ke Pertamina
3
Budi sugiharto, Wonocolo: Ladang Minyak Berupah Rp 6000, artikel diakses pada 2 Juni 2010. Dari http://www.detiknews.com/read/2006/03/Wonocolo-ladang-minyak-berupah. 4
Budi sugiharto, Wonocolo: Ladang Minyak Berupah Rp 6000, artikel diakses pada 2 Juni 2010. Dari http://www.detiknews.com/read/2006/03/Wonocolo-ladang-minyak-berupah. 5
Deru liberalisasi di Wonocolo, artikel diakses pada tanggal 07 Juni 2010, dari http://keliekwisnu.multiply.com/
5
melalui KUD Bogosasono warga mendapatkan harga Rp 47.500 setiap drumnya. Kini setelah keran liberalisasi terbuka, masyarakat bisa menjual minyak solar hasil sulingan sendiri dengan harga Rp 200.000 per drum. Akhirnya mereka mengilang minyak mentah tersebut dan menjualnya sendiri.6 Sebenarnya pemerintah sendiri belum memberikan izin resmi “legalitas” kepada masyarakat untuk melakukan penambangan, namun dengan berbagai alasan serta keberatan masyarakat karena pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan mereka, mereka tetap melakukan penambangan tersebut. Bahkan berkali-kali pemerintah daerah tingkat 1 Jawa Timur berencana menutupnya. Tetapi dengan berbagai pertimbangan di lapangan, akhirnya selalu batal. Berkenaan dengan fakta diatas, agama Islam telah mengatur bagaimana mengelola kekayaan alam. Bagaimana mengatur suatu unsur yang menjadi hajat hidup orang banyak. Sebagaimana nabi Muhammad menegaskan dalam hadisnya,
“Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api”.7 Ibn
Qudamah berpendapat bahwa barang barang tambang yang berada
diatas permukaan bumi yang menjadi kebutuhan masyarakat umum antara lain garam, air, belerang, ter, aspal, mumia, minyak, batu nilam dan sejenisnya, tidak boleh dimiliki dengan cara menggarapnya, dan tidak boleh pula memberikannya 6
Budi sugiharto, Wonocolo: Ladang Minyak Berupah Rp 6000, artikel diakses pada 2 Juni 2010. Dari http://www.detiknews.com/read/2006/03/Wonocolo-ladang-minyak-berupah. 7
Imam Malik, Al Muawatta’, (Damasqus: Dar el Qalam). jilid 3. Hal. 277
6
kepada salah seorang tanpa melibatkan orang-orang islam yang lain.8 Dalam UUD 1945 pasal 33, ayat 2 juga ditegaskan bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Disamping itu ayat sebelumnya, (Pasal 33 ayat 1) juga mengatakan: “Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” Senada dengan ini, Undang-Undang Pokok Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967 Pasal (1) secara tegas menyatakan: “Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan endapan alam, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia, dikuasai dan dipergunakkan oleh negara untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat” Dengan adanya peraturan ini pertambangan minyak di desa Wonocolo seharusnya diatur dan dikelola oleh pemerintah pusat, tanpa meninggalkan kesejahteran masyarakat setempat, karena mereka adalah orang pertama yang merasakan dampak polusi dari penambangan tersebut. Pemegang otoritas (pemerintahan atau pemimpin lembaga) merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola aset publik, baik yang berupa barang maupun jasa, menjaga dan mengatur sistem pemanfaatannya bagi masyarakat.9 Namun, kembali kepada realitas
8
Husain Husain Syahatah. Perlindungan Asset Publik Dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Amzah, 2005) hal. 9. 9
Ibid, hal. 43
7
yang ada, mereka tidak ingin bernasib seperti masyarakat Papua, Bangka, Maluku, NTT, dan sebagainya. Masyarakat melihatnya ibarat dua mata koin yang tidak akan bertemu. Mereka menganggap, dikelola pemerintah berarti kesejahteraan mereka terlantarkan, terutama bagi mereka yang mempunyai wilayah kaya dengan Sumber Daya Alam. Bahkan sempat mencuat isu, bahwa kebodohan di daerah-daerah kaya Sumber Daya Alam sengaja dipertahankan. Bukan bermaksud memojokkan pemerintah, namun yang kita lihat, mereka tetap bodoh (red. Papua, NTT). Padahal sebagai penyelenggara kekuasaan, pemerintah seharusnya mendahulukan kepentingan rakyat. Senada dengan kaidah fiqh yang mengatakan:
“Tindakan seorang penguasa senantiasa untuk kepentingan rakyatnya”.10 Yang kita lihat, perhatian akan diberikan manakala telah terjadi tindakan anarkisme atau jika perlu harus ada korban jiwa terlebih dahulu. Tidak hanya kasus Mbah Priok, atau GAM di Aceh, tetapi untuk semua protes rakyat.
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pertambangan minyak yang terjadi di desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur, yang mana di sana terdapat pertambangan minyak yang dilakukan rakyat secara langsung, dan menjual hasilnya sendiri. Lebih jauh penulis akan
10
Nasrun Haroen. Figh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama.2007). hal. 13
8
meneliti masalah “legalitas” dan pengelolaan atas barang tambang yang mereka hasilkan, dan bagamana hukumnya jika barang tersebut berada pada tanah mereka sendiri. Bagaimana Ekonomi Islam mengaturnya? apakah dapat dibenarkan melalui konsep kepemilikan dalam Ekonomi Islam, dan Hukum Positif. Dalam hal ini penulis memberikan judul atas skripsinya dengan
“PERTAMBANGAN MINYAK
RAKYAT: PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM POSITIF”. (Studi kasus ds.Wonocolo kec. Kedewan kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur).
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah. Untuk memperjelas persoalan dan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk membatasi pembahasan dan penguraian masalah di dalamnya, agar lebih fokus dan tidak melebar kemana-mana. Dalam skripsi ini penulis akan memfokuskan pembahasannya menganai: 1. Bagaimana ketentuan Hukum Islam tentang pemanfaatan Sumber Daya Alam. 2. Bagaimana ketentuan Hukum Positif tentang pemanfaatan Sumber Daya Alam. 3. Bagaiman pelaksanaan dan legalitas pertambangan rakyat di Wonocolo. 4. Bagaimana pandangan Hukum Islam atas
pertambangan minyak rakyat di
Wonocolo. C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Berdasarkan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan umum bagi penulis dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana
9
perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif memandang pertambangan minyak tersebut. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui praktek pertambangan minyak di desa Wonocolo. b. Mengetahui konsep pengelolaan pertambangan minyak di desa Wonocolo. c. Mengetahui status penambangan dan pengelolaan hasilnya, jika dilihat dari perspektif Hukum Ekonomi Islam dan Hukum Positif. 2. Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Memberikan tambahan khazanah dalam keilmuan khususnya yang berkaitan dengan (pengelolaan) pertambangan minyak di tanah air. b. Mengetahui praktek pertambangan minyak yang terjadi di desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur. c. Mengetahui status “kehalalan” penambangan rakyat, sehingga dapat mencari solusinya dengan tepat, tanpa menelantarkan mereka, seandainya hal tersebut kurang sesuai dengan aturan yang berlaku. D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, Yaitu penelitian yang menggambarkan data dan informasi dilapangan berdasarkan
10
fakta yang diperoleh di lapangan secara mendalam11. Disamping itu penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah12, atau penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi. 2. Metode Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ada dua macam, yaitu library research dan field research.
Masing masing akan
dibahas sebagai berikut: a. Library Research Studi kepustakaan berarti melakukan penelusuran kepustakaan dan menelaahnya.13 Penulis mengadakan study kepustakaan melalui penelitian dan pengkajian buku-buku, kitab-kitab, majalah majalah, surat kabar, dan kepustakaan lainnya yang mendukung dan relevan terhadap masalah tersebut.
11
Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993) cet. Kedua, h. 309 12 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ed. Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997) cet. Ke 8, h.6 13
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES 1989), ed. Revisi, h. 192
11
b. Field Research Pertama, Penulis mengadakan wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten untuk dapat dimintai data. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara kepada kepala desa, tokoh masyarakat dan Para pemilik sumur minyak. Disamping itu penulis juga meminta dokumendokumen kepada pihak yang berwenang di lapangan. Kedua, penulis mengadakan pengamatan (observasi) ke lokasi area Pertambangan Rakyat Wonocolo untuk menyaksikan secara langsung kegiatan penambangan tersebut. 3. Metode Pengolahan dan Analisa Data Tehnik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan menggunakan pola fikir induksi. Tehnik ini dilaksanakan dengan metode interaktif sebagaimana dikemukakan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, yang terdiri dari tiga jenis kegitan, yaitu redukasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Redukasi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian
12
sekumpulan informasi tersusun yang menberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.14 Adapun sistem penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syahid 2007. E. Review Kajian Terdahulu Setelah penulis mengadakan penelusuran tentang pembahasan sejenis, yang telah diadakan sebelumnya, penulis menemukan beberapa skripsi dengan kata kunci pertambangan, yaitu: 1. Pada tahun 2008, telah ditulis sebuah skripsi oleh Muhammad Rosyidin, Nomor Induk Mahasiswa (103043127966) dengan judul “Pertambangan Timah Rakyat Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Otonomi Daerah”. Skripsi ini membahas tentang Praktek Penambangan Masyarakat Bangka Pasca diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 146/MPP/Kep/4/1999 tentang perubahan tata niaga timah, serta diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah sesuai PP No. 25 Tahun 2000, yang kemudian disalah tafsirkan oleh masyarakat Bangka -termasuk individu aparat pemerintahan- dengan terbukanya kesempatan untuk mengambil, memiliki dan menjual timah Bangka. Pada kesimpulannya, saudara Rosyidin mengatakan bahwa pertambangan timah yang ada di Bangka Induk masih jauh dari prinsip ramah lingkungan, masyarakat yang melakukan penambangan bersifat sporadis tanpa memperhatikan dampak 14 Matthew, B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: buku tentang sumber metode-metode baru, (Jakarta: UI press, 1992) h. 18
13
lingkungan, dan tidak ada upaya reklamasi terhadap lahan. Sedangkan Otonomi Daerah yang diharapkan mampu mengatur kesejahteraan masyarakat menuju lebih baik tidak dapat terwujud. Lebih jauh saudara Rosyidin mengatakan bahwa pertambangan timah masyarakat Bangka Induk jauh dari aturan (ketentuan) islam, dimana Islam mengajarkan untuk menghindari kerusakan, dan menyeru agar menjaga keberlangsungan ekosistem alam dalam jangka panjang. Skripsi yang disusun oleh saudara Rosyidin tersebut berbeda dengan skripsi yang akan disusun penulis. Pertama, skripsi tersebut dilakukan pada pertambangan timah di wilayah yang menjalankan otonomi daerah. Berbeda dengan skripsi ini yang mana di desa Wonocolo tidak terjadi otonomi daerah. Hal ini akan memberikan pengaruh lain, pertama pada perspektif masyarakat. Ketika mereka meyakini telah dijalankan otonomi daerah, sebagian masyarakat mengartikan hal tersebut sebagai terbukanya pintu lebar-lebar bagi siapa saja untuk melakukan penambangan, (menambang timah bukan suatu larangan lagi) walaupun tidak demikian sebenarnya. Kedua, skala penambangan timah di kabupaten Bangka Induk tersebut sangat besar dan dalam area yang sangat luas, berbeda dengan penambangan minyak ini yang sekupnya hanya kecil -sisa-sisa galian pada zaman kolonial- dan diperkiran untuk ukuran nasional minyak di perut desa Wonocolo tidaklah seberapa, dan
14
sumur minyaknyapun terbatas pada sisa-sisa galian belanda, sehingga wajar jika pemerintah tidak terlalu “ngotot” untuk melarangnya. Di samping itu pemerintah telah mencoba mengebor di wilayah tersebut, tetapi hasilnya tidak ekonomis. 2. Sekripsi yang disusun oleh Ahmad Dharief Dahlawy (104101003167) ini berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di area pengolahan PT Antam Tbk Unit bisnis pertambangan emas Pongkor Kabupaten Bogor. Dalam kesimpulannya disampaikan, dari 73 responden didapatkan data bahwa 86 % pekerja memiliki perilaku K3 yang sangat baik, 92% mempunyai pengetahuan Tentang K3 sangat baik. Dan tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan responden yang rendah atau yang tinggi terhadap perilaku K3. Tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pendidikan responden yang hanya lulus SLTP, SLTA, maupun PT dengan Perilaku K3Tidak ada perbedaan yang bermakna antara katagori tempat kerja responden indoor maupun outdoor dengan kategori perilaku K3. Skripsi ini sangat berbeda dengan pembahasan penulis dalam skripsinya yang lebih menyoroti aspek legalitas usaha pertambangan rakyat. 3. Selanjutnya skripsi dengan judul “Isolasi dan Seleksi Bakteri Indigenus Pendegradasi Minyak Bumi dari Tanah Lokasi Pertambangan Minyak Pertamina. Cepu Jawa Tengah”. Penulisnya adalah Teguh Hadi Wibowo (104095003074) tahun 2008. Skripsi ini membahas masalah pengaruh bakteri indigenus dari lokasi
15
pengeboran minyak bumi apakah memiliki kemampuan mendegradasi minyak bumi. Maka Sudah barang tentu sangat berbeda dengan skripsi yang disusun oleh penulis dari sasaran penelitiannya, yang mana lebih menekankan masalah aspek legalitas hukum, sedangkan skripsi ini membahas lingkungan
pertambangan,
yaitu yang berhubungan dengan bakteri. Hasilnya, Isolat2 bakteri mampu menghasilkan biosurfaktan yang berbeda-beda nilai (tingkatan) pada tiap minggunya. Dan hal ini akan memiliki pengaruh pada pendegradasian minyak bumi. F. Sitematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini, yang merupakan laporan hasil penelitian terdiri atas: BAB I PENDAHULUAN, Bab ini sebagai pengantar latar belakang masalah untuk menuju pendiskripsian isi skripsi, kemudian pembatasan dan perumusan masalah, tujuan diadakannya penelitian serta manfaatnya, metode penelitian review kajian terdahulu dan sitematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI, penulis menguraikan tentang pandangan Islam terhadap Sumber Daya Alam, Konsep pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Ekonomi Islam, dilanjutkan masalah Pertambangan yang penulis bagi dalam empat sub, yaitu pertambangan umum, pertambangan rakyat, perizinan pertambangan, dan kuasa pertambangan dan hak kepemilikan atas tanah pertambangan. Di samping itu penulis juga menguraikan masalah kepemilikan dalam Hukum Islam, legalitas
16
kegiatan ekonomi dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, persamaan dan perbedaan konsep pengelolaan pertambangan Hukum Islam dan Hukum Positif, dan terakhir penulis menguraikan masalah kedudukan, peran dan tanggung jawab pemerintah (Ulil Amri). BAB
III
GAMBARAN
UMUM
PERTAMBANGAN
MINYAK
DESA
WONOCOLO. Dalam bab ini penulis mengemukakan hal-hal yang berkaitan dengan desa Wonocolo, yang meliputi profil, kehidupan sosial ekonomi masyarakat, serta struktur masyarakat. Dan juga menjelaskan tentang pertambangan di Wonocolo yang meliputi sejarah pertambangan di desa tersebut, latar belakang penduduk melakukan penambangan,
perkembangannya
dari
waktu
ke
waktu,
dan
pengelolaan
pertambangan minyak di sana. BAB IV ANALISIS hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini penulis memaparkan tentang pengelolaan tambang minyak
di Wonocolo Perspektif hak
milik dalam Hukum Islam Dan Hukum Positif, serta tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap legalitas pertambangan minyak rakyat Di Wonocolo. Lebih jauh penulis menguraikan masalah keabsahan kepemilikan seseorang yang tidak memenuhi ketentuan Ulil Amri. BAB V PENUTUP, dalam bab terakhir ini penulis membuat kesimpulan dari uraian dan penjelasan penjelasan yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, dan selanjutnya memberikan saran-saran yang sekiraanya berguna dan bermanfaat untuk kepentingan bersama baik masyarakat maupun pemerintah. Di bagian akhir dari
17
penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa menuliskan Daftar Pustaka. Hal tersebut sabagai pertanggungjawaban ilmiah atas penulisan skripsi ini.
18
BAB II
A. Pandangan Islam Tentang Sumber Daya Alam Segala Sumber Daya Alam ditundukkan oleh Allah untuk diserahkan pengelolaannya kepada manusia. Hal ini terungkapkan dalam berbagai ayat seperti:
“Dan Dia-lah (Allah) yang telah menciptakan bagi kalian apa-apa yang ada di Bumi..” (QS. Al Baqarah[2] : 29) Namun, penundukan sumber sumber daya tersebut bukan untuk diserahkan kepemilikannya kepada manusia secara mutlak. Hanya Allah-lah satu-satunya pemilik hakiki atas sumber daya tersebut, sebagaimana penjelasan Allah dalam berbagai ayat, seperti surah An Nuur[24]: 33,
Disana ِAllah menyebutkan kalimat “Harta Allah yang di datangkan (anugerahkan) kepada kalian”. Allah SWT senantiasa menjadikan diri sebagai pemilik atas segala sesuatu, kemudian menganugerahkannya kepada manusia. Dan selanjutnya atas penganugerahannya tersebut, Allah SWT memberikan wewenang kepada manusia untuk mengusahakan dan memanfaatkan sumber daya tersebut.15 Kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati dan memberdayakan harta kekayaan (sumber daya) yang ada bukan sebagai pemilik
15
2007) hal. 28
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
19
hakiki.16 Allah SWT telah menghalalkan hak milik dalam batas-batas manusia sebagai khalifah, yang berfungsi sebagai pengatur dan pengelola alam agar dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia pada umumnya.17 Karena sumber daya tersebut tidak dimiliki secara mutlak oleh manusia, maka tugas manusia adalah mengemban amanah pengelolaan sumber daya tersebut. Manusia tidak dapat berbuat semaunya hingga dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi dirinya terlebih bagi sumber daya itu sendiri dan orang lain. Pemanfaatan sumber daya yang diperoleh tidak dapat dilakukan kecuali untuk kepentingan sesuai dengan ketentuan amanah yang diberikan. Sumber daya tidak diartikan sebagai alat pemuas kesenangan dunia, namun merupakan sarana untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat.18 Dalam Al Qur‟an banyak disebutkan ayat yang menyerukan dasar kerangka kerja perekonomian, diantaranya:
: “Makan dan minumlah kalian dari rizki yang diberikan Allah, dan janganlah berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan”(QS. Al Baqarah[2]: 60)
16
Abdul Sami‟ al Misry, Pilar-pilar Ekonomi Islam,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2006) hal. 27 17
Ibid, hal. 27
18
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 29
20
“Wahai sekalian manusia, makan-lah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syithan, sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu.” (al Baqarah[2]: 168)
“Dan janganlah kalian saling memakan harta kalian dengan cara yang bathil, dan jangan pula membawa urusan (pengaduan) kepada hakim agar kamu dapat mengambil harta manusia dengan jalan dosa padahal kamu mengetahui” (al Baqarah[2]: 188) Pada ayat pertama Allah melarang manusia secara tegas agar tidak melakukan pengerusakan atau hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan. Kemudian ayat kedua disebutkan larangan agar tidak mengikuti langkah-langkah syaithan. Hal ini karena, dalam agama Islam Syaithan dikenal sebagai mahluk yang suka membujuk kepada kerusakan (An-Naas [114]: 5). Semua ayat tersebut merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al Qur‟an dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam mendorong manusia untuk menikmati karunia yang diberikan Allah dan karunia
21
tersebut harus digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan baik berupa materi maupun nonmateri.19 Islam juga mendorong penganutnya untuk berjuang mendapatkan harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rambu-rambu tersebut antara lain mencari yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara bathil, tidak berlebih-lebihan atau melampaui batas, tidak mendzalimi, menjauhkan dari unsur riba maupun maisir (judi), tidak gharar, serta tidak melupakan kewajiban sosial berupa zakat, infak dan sedekah.20 1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Ekonomi Islam Oleh karena sumber-sumber daya yang ada di tangan manusia diberikan oleh Tuhan, maka manusia sebagai khalifah bukanlah pemilik sebenarnya. Ia hanya sebagai mahluk yang diberi amanat (titipan). Meskipun pengertian amanat ini tidak berarti “peniadaan kepemilikan prifat terhadap kekayaan”, tetapi memberikan sejumlah implikasi penting yang menciptakan perbedaan revolusioner dalam konsep kepemilikan sumber-sumber daya dalam Islam dan sistem ekonomi lainnya.21 Pertama, sumber-sumber daya itu dipergunakan untuk kepentingan semua, bukan untuk segelintir orang (al Baqarah[2]: 29) mereka harus dipergunakan secara adil bagi kesejahteraan semua orang.
209
19
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 30
20
ibid, hal. 30
21
Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press)2000. Hal.
22
Kedua, setiap orang harus mencari sumber-sumber daya dengan benar dan jujur, dengan cara yang telah ditetapkan oleh Al Qur‟an dan As Sunnah. Ketiga, meskipun sumber-sumber daya tersebut telah diperoleh melalui cara-cara yang benar, tetapi tidak boleh dimanfaatkan kecuali menurut persyaratan keamanatan, yaitu untuk kesejahteran bukan saja bagi si empunya sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk orang lain. Sifat mementingkan diri sendiri, tamak dan tidak mengindahkan moral, atau bekerja untuk kepentingan sendiri bukanlah sifat yang harus melekat pada manusia sebagai pemegang amanat. Keempat, tidak seorangpun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumber-sumber daya yang telah diberikan oleh Allah. Berbuat demikian disamakan oleh Al Quran dengan menyebarkan kerusakan (fasad) yang dilarang Allah (Al Baqarah[2]: 205).22 2. Hak Kepemilikan Dalam Hukum Islam a. Pengertian Hak Milik Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa arab Al milk ) (الملكyang artinya penguasaan terhadap sesuatu.23 Secara terminologi, ada beberapa definisi yang yang dikemukakan oleh para fuqaha, diantaranya oleh Mustafa Al Syalabi:
22
Ibid, hal. 210
23
AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) hal 47.
23
“Hak milik adalah keistimewaan (Ikhtishas) atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atas benda tersebut dan memungkinkan pemiliknya membelanjakan secara langsung selama tidak ada halangan syara‟”24 Sedangkan Dr. Wahbah Zuhaily dalam kitabnya “Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuhu” memberikan pengertian dengan:
“Milik adalah keistimewaan terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syara’” Halangan syara‟ yang membatasi kebebasan pemiliknya dalam bertasharruf ada dua: Pertama, halangan yang disebabkan karena pemiliknya dipandang tidak cakap secara hukum, seperti anak kecil atau safih (cacat mental), kedua halangan yang dimaksudkan untuk melindungi hak orang lain, seperti yang berlaku pada harta bersama, dan halangan yang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat umum.26
24
Ibid, hal 48.
25
Wahbah Al Zuhaily , Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuhu (Damaskus: Dar El Fikr, Juz 4
hal. 413 26
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 56
24
b. Sumber Kepemilikan Harta yang dikuasai manusia pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. Kedudukan manusia adalah sebagai mahluk yang diberi amanah (kepercayaan) untuk menguasai dan mendayagunakan harta tersebut sesuai dengan petunjuk Allah dan rasulnya. Walaupun demikian, tidak semua manusia dapat menguasai atau memilikinya sehingga ia dapat dengan bebas mendayagunakannya. Faktor faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain: 1) Penguasaan terhadap barang bebas (Ibraz al Mubahat), yaitu harta yang belum dimilki orang lain secara sah, dan tidak ada penghalang syara‟ untuk dimiliki. Untuk memiliki benda-benda bebas tersebut diperlukan dua syarat, yaitu: a) Benda bebas tersebut belum dikuasai oleh orang lain. Contohnya: seseorang mengumpulkan air dalam suatu wadah, maka orang lain tidak berhak mengambil air tersebut sebab telah dikuasai oleh seseorang. b) Adanya niat (maksud) untuk memiliki. Maka seseorang memperoleh harta bebas, tanpa adanya niat, tidak dianggap menguasai harta tersebut. Umpamanya seseorang memancing di sungai karena hobi, kemudian ikan hasil pancingannya ditinggalkan di pinggir sungai, tanpa niat memilikinya, maka dalam keadaan seperti ini ikan belum menjadi miliknya. 2) Khalafiyah, yaitu perpindahan sesuatu menjadi milik seseorang karena kedudukannya sebagai penerus pemilik lama, atau kedudukannya sebagai
25
pemilik barang tertentu yang telah rusak atau musnah, dan digantikan dengan barang baru oleh orang yang merusakkannya. Atas dasar pengertian diatas khalafiyah dibagi menjadi dua macam, yaitu: a) Khalafiyah syakhsy „an syakhsy, yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muwaris. b) Khalafiyah syai „an syai‟in, yaitu yaitu apabila seseorang merugikan orang lain atau menyerobot barang orang lain kemudian rusak di tangannya atau hilang, maka ia wajib mengganti kerugiannya. 3) Tawallud Mamluk, yaitu segala sesuatu yang lahir tumbuh dari objek hak yang telah dimiliki, menjadi hak bagi pemilik objek tersebut. Misalnya bulu domba menjadi milik bagi pemilik domba. 4) Akad, yaitu pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak (ketentuan) syari‟ah (Allah dan Rasul-Nya) yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad. Seperti akad jual beli, hibah, dan wasiat. Akad merupakan sumber utama kepemilikan. c. Hak Milik Pribadi Hak milik pribadi adalah hukum syara‟ yang berlaku bagi zat atau manfaat (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi, baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa), ataupun karena
26
dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya, seperti dibeli dari barang tersebut.27 Oleh karena itu setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan cara-cara tertentu, sesuai dengan aturan-aturan syariah. M. Shalahudin dalam bukunya (Asas-Asas Ekonomi Islam) menyebutkan lima sumber yang sah dalam hak milik pribadi, yaitu: 1) Bekerja
“Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah “ (Al-Jum‟ah[62]:10)
2) Warisan
“Allah mensyariatkan kepada kalian -tantang harta pusaka- yaitu bagi anak laki-laki dua kali dari bagian anak perempuan ” (An-Nisa‟[4]: 11) 3) Untuk menyambung hidup
- : “Dan orang-orang yang pada hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta” (Al Ma‟arij:24-25) 4) Pemberian negara kepada rakyat
27
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 67
27
Imam Bukhary telah meriwayatkan dari Abu Humaid As-Sa‟idi, yang mengatakan: …)
( “Penguasa daerah Ailah telah menghadiahkan sapi betina puti kepada Nabi SAW dan juga memakaikan kain burdah kepada beliau” (HR Bukhari)
5) Saling menolong/ hubungan yang halal antara manusia.
: “Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan, dan jangan tolongmenolong dalam keburukan” (Al-Maidah[5]: 2)
d. Hak Milik Umum Menurut Yuliadi (2001), harta milik umum adalah harta yang telah yang telah ditetapkan hak miliknya oleh As-Syari‟, dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama. Yusanto (2002) seseorang atau sekelompak kecil orang dibolehkan
mendayagunakan harta tersebut, akan tetapi mereka dilarang
menguasainya. Zallum (2002), mengelompakkan harta milik umum menjadi 3, yaitu: 1) Barang Tambang (Sumber Alam) yang jumlahnya tak terbatas. 28
Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhari, Shahih Bukhari, Birut: Dar Ibn Katsir, 1987. Jil. 2, Hal. 1411
28
Harta milik umum jenis pertama adalah barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tak terbatas, yaitu barang tambang yang diprediksi para ahli pertambangan mempunyai jumlah yang sangat melimpah. Hasil pendapatanya merupakan milik bersama, dan dapat dikelola oleh negara, atau negara menggaji tim ahli dalam pengelolaannya.29 Adapun barang tambang yang yang jumlahnya sedikit dan sangat terbatas digolongkan ke dalam milik pribadi. Hal ini seperti Rasulullah membolehkan Bilal bin Harits Al Mazany memiliki barang tambang yang sudah ada (sejak dulu) di bagian wilayah Hijaz. Saat itu Bilal telah meminta kepada Rasulullah SAW. Agar memberikan daerah tambang tersebut kepadanya. Beliaupun memberikannya kepada Bilal, dan boleh dimilikinya.30 Oleh karena itu pertambangan emas, perak dan barang tambang lainnya yang jumlah (depositnya) sangat sedikit, tidak ekonomis dan bukan untuk diperdagangkan tergolong milik pribadi. Seseorang boleh memilikinya, seperti halnya negara boleh memberikan barang tambang tersebut kepada mereka. Hanya saja mereka diwajibkan membayar khumus seperlima dari hasilnya kepada baitul maal. Baik yang dieksploitasinya itu sedikit ataupun banyak. 31
29
30
31
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 99 Riwayat lengkap beserta penjelasannya lihat Al Ahkam al Sulthaniyyah, hal. 394 M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 99
29
Adapun barang tambang yang jumlahnya banyak dan depositnya tidak terbatas menurut Abdullah (2002) tergolong kedalam kepemilikan umum bagi seluruh rakyat. Sehingga tidak boleh dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang. Tidak boleh diberikan kepada seseorang atau beberapa orang tertentu. Demikian juga tidak boleh memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya, tetapi wajib memberikannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat, dan mereka berserikat atas harta tersebut. Negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari bena-benda lain, meleburnya, menjualnya atas nama rakyat, dan menyimpan hasil penjualannya di baitul maal.32 Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang (depositnya) berjumlah banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari pemilikan Umum adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abidh bin Hamal al Mazaniy:
32
Ibid, hal. 100
30
“Dari Abyadh bin Hammal bahwasanya dia mengutus utusan kepada Rasulullah SAW. Untuk meminta (tambang) garam, kemudian Rasulullah memberikannya sebidang tambang, tatkala beliau memberikannya, berkata seorang yang ada dalam majlis apakah engkau mengetahui apa yang baru saja kau berikan kepadanya, sesungguhnya engkau seperti memberikan air yang mengalir, kemudian beliau menariknya kembali”
Tindakan Rasulullah SAW yang meminta kembali (tambang) yang telah diberikan kepada Abidh bin Hammal dilakukan setelah mengetahui bahwa tambang garam tersebut jumlah (depositnya) sangat banyak dan tidak terbatas. Ini merupakan dalil atas larangan individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum muslim. Larangan tersebut tidak terbatas pada tambang garam saja, cakupannya umum, yaitu diantaranya meliputi setiap barang tambang apapun jenisnya, asalkan memenuhi syarat bahwa barang tambang tersebut jumlah (depositnya) bagaikan air yang mengalir, yakni tidak terbatas. Perlu diperhatikan bahwa kepemilikan seseorang atas alat-alat dan industri ini bukan berarti boleh makukan eksploitasi barang tambang yang jumlahnya banyak untuk kepentingan mereka sendiri. Hal ini karena barang
33
Sulaiman Bin Al Asy‟ats al Sajistani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar el Kutub Al „Araby), jilid 3, hal. 139, No. hadits 3066
31
tambang tersebut merupakan milik seluruh rakyat, sehingga tak seorangpun dari mereka dapat memilikinya. Maka dari itu, negara dapat menyewa (membayar upah yang wajar dan terbatas) terhadap mereka untuk mengeksploitasi barang-barang tambang tersebut. Apa yang dihasilkan menjadi milik umum seluruh rakyat.34 2) Sarana sarana umum yang diperlukan oleh seluruh umat dalam kehidupan sehari-hari. Harta milik umum jenis kedua menurut An Nabhani (1990) dan Zallum (2002) adalah sarana umum yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat yang diperlukan dalam pemenuhan hidup sehari-hari, yang jika tidak ada akan menyebabkan perpecahan, seperti air. Rasulullah SAW telah menjelaskan secara rinci dan sempurna mengenai sifat-sifat sarana umum ini. Hal ini sebagaimana dimaksudkan dalam hadis beliau yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud:
34
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 103
32
“Kaum muslimin itu berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api”
Air, padang rumput dan api merupakan sebagian harta yang pertama kali dibolehkan oleh Rasulullah SAW untuk seluruh manusia. Mereka berserikat di dalamnya dan melarang mereka untuk memiliki bagian apapun didalam sarana umum tersebut, karena hal itu merupakan hak seluruh manusia.36 Namun kemudian harta tidak terbatas pada ketiga jenis yang disebutkan pada hadis di atas, tetapi meliputi semua benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum. 3) Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi pribadi tertentu untuk memilikinya. Harta milik umum yang ketiga adalah harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Menurut Al-Maliki (2001) hak milik umum jenis ini jika berupa sarana umum seperti pemilikan umum jenis pertama, maka dalilnya adalah dalil yang
35
Sulaiman Bin Al Asy‟ats Al Sajistani, Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 295, No. hadits
36
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 105
3479.
33
mencakup sarana umum. Hanya saja jenis ketiga ini menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya. Berbeda halnya dengan jenis pertama, yang asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya. Sehingga, misalnya boleh memiliki _secara pribadi_ sumur kecil yang tidak mengganggu hajat hidup orang banyak (umum).37 Dalil yang berkaitan dengan harta milik umum jenis ini adalah dalil yang digunakan pula pada jenis pertama, yaitu sabda Rasulullah SAW.
“Mina (menjadi) milik orang-orang yang telah sampai lebih dahulu”. (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah) Demikian juga diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Saat beliau memperbolehkan manusia berserikat dalam kepemilikan jalan umum, dan menghilangkan kemungkinan seseorang memilikinya secara pribadi. Mina adalah tempat yang sudah sangat terkenal, terletak di luar Makkah al Mukarramah, yaitu tempat singgahnya para jamaah haji setelah menyelesaikan wukuf di Arafah dengan tujuan untuk melaksanakan syi‟ar-syi‟ar ibadah haji yang sudah ditentukan, seperti melontar jumrah, menyembelih hewan had,
37
38
Ibid, hal. 108
Muhammad bin „isa Abu „Isa At Tirmidzi, Al Jami’ As Shahih Sunan At Tirmidzi, (Beirut: Dar Ehya Al Turas El „Araby) jil. 3, hal. 228 no. hadis 88
34
memotong hewan kurban dan bermalam di sana.39 Makna dari Mina munakhun man sabaq, (milik orang-oranng yang lebih dahulu sampai). Yaitu barang siapa yang lebih awal di tempat Mina, lalu menempatinya, maka tempat tersebut adalah baginya, karena Mina merupakan milik umum seluruh rakyat, dan bukan milik perorangan sehingga orang lain dilarang untuk memilikinya (menempatinya). 3. Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah (Ulil Amri) dalam Islam Tugas negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah normanorma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari. Adalah tugas negara membuat suatu badan khusus yang bertugas mengawasi dan meningkatkan kwalitas ekonomi, mengadili orang yang melanggar dan menegur orang yang lalai.40 Allah SWT mensifati orang-orang yang beriman yang diteguhkan kedudukannya di muka bumi dengan firman-Nya “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar”
252
39
M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 109
40
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997), hal.
35
Yang dimaksud dengan kata “diteguhkan” di bumi adalah bagi orang-orang yang beriman yaitu kekuasaan di tangan mereka. Pengaruh dari diteguhkan tampak pada ditegakkannya hak Allah yang paling menonjol yaitu shalat, terpeliharanya hak kemanusiaan terutama bagi fakir miskin, yaitu hak mereka dalam bagian dari zakat, tersebarnya kebaikan dan kebenaran serta ditentangnya kabatilan dan kerusakan. Dan inilah apa yang dimaksud dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Tampaklah bahwa peran negara di lapangan ekonomi mantap dan kokoh dalam menjaga norma dan kewajibannya itu dalam semua bidang tanpa terkecuali, yaitu produksi, konsumsi, distribusi dan transaksi.41 Sangatlah wajar apabila semua orang berusaha meminimalisasi risiko yang akan menimpa jiwa dan hartanya. Beberapa orang bergabung menjadi kelompok besar untuk mencapai maksud tersebut, agar dapat mengumpulkan cukup dana untuk melaksanakan usaha bersama dalam jangka yang panjang. Dan hal ini tidak dapat dilakukan oleh kelompok atau persatuan yang kecil. Organisasi yang besar di bentuk untuk melaksanakan tujuan semacam ini dengan skala yang besar. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa organisasi yang kecil dapat terkena dampak buruk oleh bentuk usaha besar atau wadah usaha semacam ini. Sehingga dapat menimbulkan konflik antar individu dan kelompok didalam masyarakat.42
41
Ibid, hal. 252
42
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal. 112
36
Oleh karena itu, negara harus mengambil alih tanggung jawab dan mengorganisasi secara nasional atau memberikan jaminan secara kolektif kepada seluruh masyarakat dalam bentuk jaminan sosial untuk menghindari kemungkinan konflik.43 Dan untuk memperbaiki efisiensi masyarakat yang lebih baik. Islam memandang bahwa tanggung jawab pemerintah bukan terbatas pada keamanan dalam negeri atau mempunyai sistem keamanan antisipasif dari serangan luar, tetapi pertanggungjawaban pemerintah ini juga harus merupakan bagian dari program pencapaian masyarakat yang makmur dan adil. Keadilan dalam masyarakat tidak mungkin tercipta tanpa keterlibatan pemerintah dalam membela yang lemah dan memberikan jaminan sosial kepada mereka, termasuk yang menyangkut masalah perekonomian. Pemerintah harus mampu menjadi “super power” dalam menindak setiap pelanggaran dan mengawasi ter-realisasinya firman Allah yang berbunyi:
“Janganlah sebagian diantara kalian memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bathil”. (QS. Al Baqarah[2]:188)
Dalam Islam, selain kebijakan dari para pemain atau pihak-pihak sentral ekonomi yang memang diharapkan dapat memberikan kestabilan dan kesejahteraan ekonomi, sistem ekonominya juga diyakini memiliki mekanisme sendiri dalam menjaga kestabilan tersebut. Eksistensi aturan syariah dan institusi dalam sistem 43
Ibid, hal. 113
37
ekonomi diharapkan dapat menjaga perekonomian dari salah laku para pemain ekonomi. Dan berkaitan dengan ini dalam perekonomian islam ada beberapa mekanisme ekonomi yang tidak akan berjalan dengan maksimal, ketika bukan negara yang menjalankannya, misalnya terlaksananya zakat dan atau pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran negara menjadi cukup sentral dalam sistem ekonomi islam.44 Institusi negara tidak lepas dari konsep kolektif yang ada dalam landasan moral dan syariah. Konsep ukhuwah, tawsiyah, dan khilafah merupakan landasan pembangunan institusi islam yang berbentuk negara. Negara dengan kosep tersebut yang juga dilengkapi dengan seperangkat regulasi syariah
diharapkan dapat
melayani dengan baik dan menyeluruh semua kebutuhan.45 Imam Ghazali menyebutkan bahwa agama adalah pondasi atau asas, sementara kekuasaan -dalam hal ini negara- adalah penjaga pondasi atau asas tadi. Lebih jauh Najetullah Siddiqi menegaskan bahwa masyarakat tidak akan dapat diorganisir atau diatur menggunakan prinsip-prinsip islam kecuali menggunakan negara sabagai media.46 Secara garis besar fungsi negara
yang dikemukakan Yusuf Qardhawi
terbagi pada dua hal, yaitu: 44
Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, (Jakarta: Paradigma, Aqsa publishing)
45
Ibid, hal. 358
46
Ibid. hal. 358
hal. 357
38
a. Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna bahwa negara harus menyediakan atau menjaga tingkat kecukupan atau kebutuhan minimum masyarakat. b. Negara berfungsi mendidik dan membina masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja negara adalah menyediakan fasilitas infrastruktur, regulasi, institusi, sumber daya manusia, pengetuahuan sekaligus kualitasnya.47 Sementara itu menurut Hasanuzzaman segala fungsi negara ditujukan untuk memastikan bahwa keadilan dan keseimbangan di masyarakat dapat terjaga. Fungsi negara ini menurut beliau terdiri dari: 1) Pembuatan kebijakan dan Legislasi, fungsi ini adalah untuk menekan inefisiensi dan diskriminasi. 2) Pertahanan negara . 3) Pendidikan dan penelitian. 4) Pembangunan dan pengawasan moral-sosial masyarakat. 5) Menegakkan hukum, menjaga ketertiban dan menjalankan hudud. 6) Mewujudkan kesejahteraan publik. 7) Hubungan luar negeri, selain bertujuan untuk memelihara hubungan baik dengan negara lain, negara juga dapat menggunakan misi diplomatiknya untuk
47
Ibid. 359
39
mengawasi potensi perlawanan atau konspirasi yang ingin menghancurkan negara.48 4. Kuasa Pertambangan dan Hak Atas Tanah Keberadaan tambang di sebidang tanah milik individu tertentu tidak cukup dijadikan dasar bagi penyerahan kepemilikan tambang itu –sebagai milik pribadikepada individu tersebut.49 Hak kepemilikan individu atas tanah mencul berdasarkan dua hal, yaitu reklamasi dan masuknya sebuah wilayah kepada Darul- Islam secara sukarela. Individu yang mereklamasi sebidang tanah mendapat hak atas tanah tersebut, sementara orang yang menyerah kepada Darul Islam secara suka rela diizinkan tetap memilik tanahnya.50 Menurut sebuah hadis, reklamasi terbatas pada hak atas tanah dan klaim terhadapnya, sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi:
Dari Rasulullah SAW. Bahwasanya beliau bersabda: “Barang siapa memakmurkan tanah yang tidak bertuan, maka ia ia lebih berhak atas tanah itu” (HR. Al Baihaqi)
48
Ibid, hal. 364
49
Muhammad Baqir Ash Shadr, Iqtishaduna, (Jakarta: Zahra, 2008) hal. 226
50
Ibid, hal. 227
51
Ahmad bin Al Husain bin „Ali bin Musa Abu Bakr Al Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al Kubra, (Makkah: Maktabah Darul Baaz, 1994M/ 1414H) Jilid 6, hal. 141
40
Lebih jauh Baqir Ash Shadr dalam bukunya (Iqtishaduna) menjelaskan bahwa tambang-tambang yang berada pada tanah milik individu, tidak menjadi properti individu pemilik tanah tersebut, namun hak individu pemilik tanah harus diperhatikan karena eksploitasi tambang bergantung pada kehendak (izin) si pemilik tanah.52 B. Pandangan Hukum Positif Tentang Sumber Daya Alam 1. Legalitas Kegiatan Ekonomi Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Hampir dapat dipastikan bahwa tujuan melakukan kegiatan ekonomi adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Tidak masalah, apakah kegiatan tersebut dilakukan oleh orang perorangan secara individu dan atau oleh kelompok orang dalam kerja sama atau siapa saja yang menjalankan perusahaan tersebut.53 Pencapaian memperoleh keuntungan tersebut harus dilakukan dengan melakukan suatu aktivitas/kegiatan sesuai bidang usaha masing-masing. Dalam rangka melakukan aktivitas tersebut, setiap pelaku ekonomi harus melakukan interaksi dan transaksi maupun hubungan hukum dengan banyak pihak. Hubungan hukum dilakukan antara produsen dengan para pemasok, distributor, konsumen, maupun pihak rekanan termasuk bank. Aktivitas yang baik dan sempurna adalah suatu aktivitas yang tidak merugikan pihak manapun karena hak dan
hal. 126
52
Muhammad Baqir Ash Shadr, Iqtishaduna, hal. 228
53
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, (Malang: Bayumedia publising),
41
kewajiban sudah proporsional. Untuk itu dibutuhkan legalitas yang memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Setiap aktivitas para pelaku ekonomi tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan prosedur dan syarat yang harus dipenuhi sesuai peraturan yang berlaku, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah dalam hal syarat formal maupun syarat materiil. Legalitas yang harus dipenuhi tersebut minimal terdiri atas dua legalitas utama, yaitu legalitas institusional dan legalitas operasional. Legalitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada bidang usaha tertentu. Apabila semua persyaratan sudah dipenuhi, perlu diikuti perolehan/pengesahan/izin dari instansi yang berwenang untuk pemberian pengesahan badan usaha. Dalam hal ini meliputi rangkaian tindakan pengesahan, pendaftaran dan pengumuman, sesuai dengan perundangan yang berlaku.54 Pengesahan dan pengumuman merupakan legalitas bagi setiap badan usaha sesuai dengan masing-masing badan usaha. Sementara itu yang berhubungan dengan pendaftaran dan perizinan lain merupakan rangkaian legalitas operasional. Yang dapat memperoleh legalitas operasional adalah pelaku usaha dan badan usaha yang sudah memperoleh legalitas institusional. Legalitas operasional kegiatan ekonomi berawal dari ketentuan Undang-Undang wajib daftar perusahaan, yaitu UndangUndang Nomor 3 Tahun 1983.
54
Ibid, hal. 126
42
Adapun tujuan dari undang-undang Nomor 3 Tahun 1983 tentang wajib daftar perusahaan adalah sebagai berikut: a. Melindungi perusahaan yang jujur. Tujuan pertama pendaftaran adalah untuk melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur, dan terbukti dari kemungkinan kerugian akibat praktik usaha yang tidak jujur, seperti persaingan curang, dan penyelundupan. b. Melindungi masyarakat atau konsumen. Tujuan kedua pendaftaran perusahaan adalah untuk melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan akibat perbuatan yang tidak jujur. c. Mengetahui perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, beroperasi serta berkedudukan di Indonesia melalui daftar perusahaan pada kantor pendaftaran perusahaan. d. Memudahkan
pembinaan,
pengarahan,
dan
pengawasan.
Yaitu
untuk
memudahkan pemerintah dalam melakukan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan, serta menciptakan iklim dunia usaha yang sehat melalui data yang dibuat secara benar dalam daftar perusahaan.55 Adapun perusahaan yang waib melakukan pendaftaran adalah sebagai berikut: 1) Perseroan terbatas (PT), koperasi, persekutuan komanditer (CV), Firma (Fa), dan perseorangan. 55
Ibid, hal. 127
43
2) Perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.56 2. Ketentuan Umum Usaha Pertambangan Menurut Hukum Positif. a. Pertambangan Pada Umumnya Pada ketentuan umum Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pasal (1) poin 6, dijelaskan tentang definisi usaha pertambangan, yaitu kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.57 Lebih lanjut, berdasarkan inventarisasi peraturan perundang-undang yang
berkaitan
dengan
masalah
pertambangan,
maka
kita
dapat
mengklasifikasikan bahwa kegiatan pertambangan berhubungan dengan seluruh kegiatan lain, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan jenis usaha bahan galian, pengelolaan usaha pertambangan, kuasa pertambangan, dan hubungannya dengan hak-hak atas tanah.58
56
Ibid, hal. 128
57
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, (Bandung: 2010) hal. 3 58
Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman, Analisa Dan Evaluasi Hukum Tentang Prosedur Perizinan Pertambangan Rakyat, (Jakarta:Departemen Kehakiman)1995. hal. 6
44
Jika kita memperhatikan ketentuan-ketentuan pokok pertambangan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 menegaskan, bahwa semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia, dan karenanya dikuasai dan dipergunakan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disitu, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsurunsur kimia, mineral, bijih-bijih dan segala macam batu-batuan termasuk batubatu mulia yang merupakan endapan alam.59 Dengan menempatkan negara dalam posisi sentral selaku pihak yang menguasai endapan-endapan alam yang merupakan aset nasional, maka negara selaku organisasi publik mempunyai wewenang untuk melakukan bentukbentuk hubungan hukum antara subyek hukum seperti perorangan atau badan hukum
dengan obyek
hukum,
yaitu
wilayah
pertambangan. Dalam
menjalankan kewenangannya ini, negara diikat oleh suatu prinsip, yaitu bahwa endapan-endapan alam yang merupakan aset nasional tersebut harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta empat asas yang tersurat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yaitu: Pertama, asas manfaat, keadilan dan keseimbangan. Kedua, keberpihakan kepada
59
Ibid, hal. 6
45
kepentingan bangsa. Ketiga, partisipasif, transparansi, dan akuntabilitas. Dan ke-empat berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.60 Oleh karena itu, setiap usaha pertambangan baru dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu memperoleh perizinan pertambangan dan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain dari pada itu, pemegang izin pertambangan baru boleh memiliki bahan galian yang digali untuk dijual setelah terlebih dahulu membayar iuran pertambangan.61 Bahan-bahan yang merupakan endapan alam tersebut dikelompokkan ke dalam tiga jenis atau golongan bahan galian: a) Golongan bahan galian strategis b) Golongan bahan galian vital c) Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kategori a dan b. Wewenang untuk menentukan pengelompokan bahan galian tersebut berada sepenuhnya di tangan pemerintah. Hal itu berarti, pemerintah berhak setiap saat mengubah pengelompokan. Bahan galian tertentu yang semula
60
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, hal. 7 61
Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman, Analisa Dan Evaluasi Hukum Tentang Prosedur Perizinan Pertambangan Rakyat, hal. 7
46
dikelompokkan tidak strategis dikemudian hari dapat diubah menjadi bahan galian strategis.62 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980, penggolongan bahan galian secara rinci diatur sebagai berikut: 1) Golongan bahan-bahan galian strategis yang terdiri atas: minyak bumi, bitumen cair, lilih bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara, batu bara muda, uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya. 2) Golongan bahan galian vital terdiri atas: besi, mangaan, molidben, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbale, seng, emas, platina, perak, air raksa, arsin, antimon, bbismut, uttrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya. 3) Golongan yang tidak termasuk ke dalam a dan b, terdiri atas: nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (balite), asbes, talk, mika, grafit, magnisit, batu setengah permata, pasir kwarsa, kaolin, yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, fieldspar, gips, bentonit, batu apung tras, absidian, perlit, tanah diatome, tanah serap, marmer, batu tulis, batu kapur, dlomit, kalsit,
62
Ibid, hal. 7
47
granit, andesit, basal, trkahit, tanah liat dan pasir, sepanjang tidak mengandung unsur bahan galian a dan b.63 Di Indonesia usaha pertambangan dapat dikelola oleh: a) Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Pertambangan b) Perusahaan negara c) Perusahaan daerah d) Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan daerah e) Koperasi f) Perusahaan swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik Indonesia, bertempat kedudukan di Indonesiadan bertujuan berusaha dalam lapangan pertambangan, dan pengurusnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia. g) Perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia, dan bertempat tinggal di Indonesia. h) Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan atau daerah dengan koperasi dan/atau badan/perseorangan swasta. i) Pertambangan rakyat.64 Walaupun banyak pihak tersebut di atas dapat melakukan pengelolaan usaha pertambangan, namun tidak berarti mereka dapat 63
Ibid, hal. 7
64
Ibid, hal. 9
48
melakukan usaha pertambangan untuk semua golongan bahan galian. Dalam kaitannya dengan usaha pengelolaan usaha pertambangan, undang-undang pokok pertambangan mengambil kebijaksanaan sebagai berikut: Pertama, golongan galian strategis pada dasarnya dikelola oleh: a) Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh memteri pertambangan. b) Peusahaan negara Kedua, golongan galian strategis hanya dapat dikelola pihak swasta, bila menteri pertambangan berpendapat bahwa pengelolaan oleh pihak swasta tersebut dillihat dari sudut kepentingan ekonomi dan perkembangan pertambangan lebih menguntungkan bagi negara. Ketiga, golongan galian strategis dapat dikelola oleh pertambangan rakyat, bila jumlah endapan bahan galian strategis tersebut kecil sehingga lebih efisien jika dikelola oleh pertambangan rakyat. Untuk golongan galian vital, Undang-Undang Pokok Pertambangan menggariskan kebijaksanaan sebagai berikut: Pada
dasarnya
golongan
galian
vital
dapat
diusahakan
pengelolaannya oleh: a) Badan atau perorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat menurut hukum yang berlaku di Indonesia. b) Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri pertambangan. c) Perusahaan negara. d) Perusahaan daerah.
49
e) Perusahaan
patungan
antara
negara
(pemerintah
pusat)
dengan
pemerintah daerah tingkat I, atau pemerintah daerah tingkat II, atau perusahaan daerah. f) Perusahaan patungan antara perusahaan negara dan atau perusahaan daerah dengan badan dan atau perseorangan swasta.65 Selanjutnya apabila ada pekerjaan-pekerjaan dalam rangka usaha pertambangan yang belum atau tidak dapat dilakukan sendiri oleh instansi pemerintah atau perusahaan negara, maka instansi pemerintah atau perusahaan negara tersebut selaku pemegang kuasa pertambangan dapat mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor dengan berpegang pada pedoman dan syarat-syarat yang diberikan Menteri Pertambangan. Perjanjian karya tersebut, bila menyangkut eksploitasi galian strategis, hanya dapat berlaku bila sudah memperoleh pengesahan dari pemerintah. Pemerintah
dapat
mengesahkan
perjanjian
karya
tersebut
setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.66 3. Ketentuan Hukum Pertambangan Rakyat Seperti kita ketahui pertambangan rakyat sudah lama berkembang di Indonesia. Sebelum ada perusahaan-perusahaan besar yang berskala nasional atau internasional, pertambangan rakyat atau sering dikenal sebagai penambang
65
Ibid, hal. 9
66
Ibid, hal. 10
50
tradisional sudah lama tumbuh dan berkembang di pulau-pulau di Indonesia. Kegiatan pertambangan yang dikelola oleh rakyat meliputi berbagai jenis galian, antara lain: emas, intan, pasir kuarsa, batu apung, dan lain sebagainya.67 Dalam kaitannya dengan pertambangan rakyat ini, Undang-Undang Pokok Pertambangan mengatur sebagai berikut: Pertama, bahwa tujuan dari pertambangan rakyat adalah memberikan kepada rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun negara dibidang pertambangan dengan bimbingan pemerintah. Kedua, pertambangan rakyat hanya dilakukan oleh rakyat setempat yang memegang kuasa (izin) pertambangan rakyat. Itu berarti orang-orang atau warga yang berasal dari luar atau bukan bagian warga setempat tidak dapat melakukan pertambangan di wilayah pertambangan rakyat (WPR).68
Pertambangan rakyat belakangan ini sering disorot oleh beberapa pihak, termasuk pemerintah, sehubungan dengan cara-cara mereka penambangan yang menggunakan teknologi yang terbelakang, sehingga menimbulkan dampak yang negatif pada lingkungan fisik, misalnya penggunaan merkuri oleh penambang emas telah mengakibatkan menumpuknya kandungan merkuri yang jauh melampaui ambang batas. Terlepas sejauh mana kebenaran dari laporan tentang tata cara penambangan mereka, yang perlu dilakukan pemerintah adalah bimbingan dan 67
Ibid, hal. 15
68
Ibid, hal. 15
51
bantuan tehnis, serta barang kali insentif lainnya kepada para penambang tradisional agar mereka dapat melakukan pengelolaan lingkungan sebaik-baiknya.69 Hal ini sangat penting, karena pada dasarnya mereka menggunakan cara-cara terbelakang bukan karena tidak mau menggunakan cara yang lebih aman dan ramah lingkungan, malaiankan karena memang kebanyakan mereka tidak berpendidikan dan kurang pembinaan.
Berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku, pengertian atau definisi pertambangan rakyat dijelaskan dalam peraturan sebagai berikut: a) Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal 2, huruf n, yang dimaksud dengan pertambangan rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b, dan c, seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk penghasilan sendiri. Pada pasal 11 ayat (2): disebutkan “Pertambangan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh rakyat setempat yang memegang kuasa (izin) Pertambangan Rakyat”.70 b) Peraturan Pemerintah no. 32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.
69
Ibid, hal. 16
70
Ibid, hal. 16
52
Pasal 5 ayat (4) berbunyi ”Izin Pertambangan Rakyat diberikan untuk jangka waktu selama-lamanya 5 tahun dan bila mana diperlukan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama”. c) Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01/p/201/M. PE/1986 tentang pedoman pengelolaan pertambangan rakyat bahan galian strategis dan vital (golongan A dan B). Yang dimaksud dengan pertambangan rakyat dalam peraturan menteri ini adalah: “Usaha bahan galian strategis (golongan a) dan vital (golongan b) yang dilakukan rakyat setempat yang bertempat tinggal di daerah bersangkutan untuk penghidupan mereka sendiri sehari-hari yang dilakukan secara sederhana”.71 Berdasarkan defisnisi pertambangan rakyat seperti yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pertambangan rakyat harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Dilaksanakan oleh rakyat setempat, yaitu berdasarkan hukum adat atau adat setempat atau penduduk yang sudah diterima sebagai penduduk setempat atau warga desa yang dalam wilayah kecamatan tempat terdapatnya bahan galian tersebut. 2) Diusahakan secara sederhana atau kecil-kecilan yang dikerjakan dengan alatalat sederhana dengan cara sendiri tanpa penelitian atau perencanaan serta perhitungan ekonomi terlebih dahulu. 71
Ibid, hal. 17
53
3) Untuk mata pencaharian mereka sendiri, yaitu tidak mencari keuntungan dan tidak ada perjanjian kerja sebagaimana lazimnya majikan dan karyawan. 4) Dapat memakai permesinan dengan jumlah kekuatan maksimal 25 PK. (kekuatan kecil) 5) Keadalaman sumuran dan terowongan buntu maksimal 25 meter. 6) Tidak memakai alat-alat berat dan bahan peledak. 7) Dilakukan hanya dalam wilayah pertambangan rakyat (WPR) setelah mendapatkan izin.72 4. Perizinan Pertambangan Perizinan
pertambangan
pada
umumnya
disebut
dengan
kuasa
pertambangan (KP), artinya hanya merupakan kuasa untuk melakukan usaha pertambangan yang diberikan oleh pemerintah kepada warga negara Indonesia.73 Perizinan pertambangan mempunyai 5 (lima) bentuk, yaitu: a. Kuasa Pertambangan (KP) Kuasa Pertambangan adalah perizinan pertambangan yang harus dimiliki untuk dapat mengusahakan bahan galian golongan A, B, serta C yang terletak di lepas pantai. KP dikeluarkan oleh menteri pertambangan dan energi, cq. direktur Jenderal Pertambangan Umum.
72
Ibid, hal. 18
73
Ibid, hal. 10
54
b. Kontrak Karya Adalah perizinan pertambangan
yang harus dimiliki perusahaan
asing/joint ventura untuk dapat mengusahakan galian golongan A dan B. Kontrak karya terdapat dua macam: 1) Antara pemerintah dan perusahaan asing, KK ini ditandatangani oleh menteri pertambangan dan Energi atas nama pemerintah. 2) Antara BUMN sebagai pemegang KP dan perusahaan asing/ join ventura khusus untuk bahan galian minyak, gas bumi dan batu bara. KK ini ditandatangani
oleh
Dirut
BUMN
dengan
persetujuan
menteri
Pertambangan dan Energi. c. Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Adalah perizinan pertambangan yang harus dimiliki untuk dapat mengusahakan bahan galian golongan C, kecuali di lepas pantai. SIPD diberikan oleh Gubernur (Kepala Daerah Tingkat I) atau Bupati (Kepala Daerah Tingkat II) untuk luas area tertentu. d. Suarat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR) Adalah bentuk perizinan pertambangan yang harus dimiliki untuk mengusahakan bahan galian golongan A, B dan C, oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan dengan alat-alat yang sederhana untuk mata pencaharian sendiri. SIPR ini diberikan kepada perseorangan atau koperasi.
Surat izin ini
55
dikeluarkan oleh Gubernur (Kepala Daerah Tingkat I) setelah mendapat persetujuan Menteri Pertambangan dan Energi. e. Penugasan Pertambangan (PP) Adalah perizinan pertambangan yang harus dimiliki oleh suatu instansi pemerintah untuk melaksanakan suatu penyelidikan umum dan eksplorasi dalam rangka inventarisasi bahan galian yang merupakan kekayaan alam Indonesia. PP dikeluarkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi cq. Dirjen Pertambangan Umum.74 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1969, kuasa
pertambangan dapat diberikan untuk satu atau beberapa usaha pertambangan, yaitu berupa: 1) Kuasa pertambangan penyelidikan umum berlaku untuk jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu satu tahun lagi. 2) Kuasa pertambangan eksplorasi berlaku untuk jangka waktu tiga tahun, yang dapat diperpanjang untuk dua tahun lagi, dan bila usaha pertambangan eksplorasi akan dilanjutkan dengan eksploitasi, maka dapat diperpanjang hingga tiga tahun lagi. 3) Kuasa pertambangan eksploitasi yang diberikan untuk jangka waktu tiga puluh tahun, yang dapat diperpanjang untuk dua puluh tahun lagi.
74
Ibid, hal. 11
56
4) Kuasa pertambangan pengolahan dan pemurnian diberikan untuk jangka waktu tiga puluh tahun yang dapat diperpanjang untuk setiap kali perpanjangan jangka waktunya sepuluh tahun. 5) Kuasa pertambangan pengangkutan dan penjualan untuk jangka waktu sepuluh tahun, yang dapat diperpanjang untuk setiap kali perpanjangan jangka waktunya lima tahun. 5. Kuasa dan Hak Kepemilikan Atas Tanah Pertambangan Fenomena yang kita lihat di Indonesia, dampak sosial dari suatu kegiatan usaha pertambangan dapat terwujud dalam bentuk konflik antara pemegang kuasa pertambangan dengan pemilik atau pemegang hak atas tanah yang menguasai sebidang tanah pada permukaan bumi. Pemegang kuasa pertambangan mempunyai hak untuk menambang bahan-bahan galian yang ada di dalam kandungan perut tanah. Sedangkan pemegang hak atas tanah mempunyai hak untuk menggarap permukaan tanah, dan sering sekaligus pemilik atas benda-benda yang ada diatas tanah tersebut. Pemegang
kuasa
pertambangan
hanya
mungkin
dapat
melakukan
penggalian jika tidak ada hambatan atau perlawanan dari pihak pemegang hak atas tanah. Dalam situasi seperti itu Undang-Undang Pokok Pertambangan menganut kebijaksanaan yang lebih berpihak pada kepentingan pemegang kuasa atas pertambangan. Pemilik atau pemegang hak atas tanah, atas alasan apapun tidak dapat
57
menghalangi atau menggagalkan kegiatan penggalian yang akan dilakukan pemegang kuasa pertambangan.75 Akan tetapi
undang-undang mewajibkan kepada pemegang kuasa
pertambangan untuk mengganti kerugian kepada pemegang hak atas tanah. Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 menegaskan, pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah, di dalam lingkungan daerah pertambangan maupun di luarnya, dengan tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun yang dapat atau tidak dapat diketahui lebih dahulu. Jumlah dan besarnya ganti rugi ditetapkan bersama melalui musyawarah bersama antara pemegang hak atas tanah dengan pemegang kuasa pertambangan. Bila kedua belah pihak tidak dapat mencapai mufakat tentang besarnya ganti rugi, maka keputusan tentang besarnya ganti rugi diserahkan kepada Menteri Pertambangan. Salah satu pihak yang tidak dapat menerima keputusan Menteri Pertambangan dapat mengajukan gugatan di depan Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi wilayah yang bersangkutan.76
75
Ibid, hal. 13
76
Ibid, hal. 14
58
6. Persamaan dan Perbedaan Konsep Pertambangan Dalam Hukum Ekonomi Islam dan Hukum Positif a. Persamaan 1) Kedua konsep tersebut mengakui bahwa kekayaan alam termasuk barang tambang yang terdapat dalam perut bumi, yang jumlah depositnya tak terbatas merupakan milik bersama (seluruh masyarakat). 2) Mengakui pemerintah/ulil amri sebagai organisasi tertinggi yang memegang otoritas
pada
sebuah
negara
untuk
mengelola
(mengeksploitasi
dan
mendistribusikan) kepada masyarakat luas, sehingga dapat dinikmati semua kalangan. 3) Membolehkan penyewaan tenaga dari luar (individu atau perusahaan swasta) untuk mengeksplorasi dengan ganti memberikan upah. 4) Dalam hal pertambangan rakyat/pertambangan yang dilakukan masyarakat setempat dalam skala kecil, boleh dilakukan dengan catatan membayarkan sejumlah uang (khumus/ iuran eksplorasi dan pajak pertambangan) kepada negara, sebagai pemasukan negara. b. Perbedaan 1) Dalam hukum positif, segala prosedur dan peraturan terkait proses pengambilan sampai pendistribusian kekayaan alam -termasuk barang tambang-, diserap dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia. Sedangkan dalam konsep
59
pertambangan ekonomi Islam diserap dari Al Quran dan hadis yang merupakan sumber utama dalam hukum islam. 2) Dalam hal pertambangan rakyat, penarikan iuran atau pajak pada sistem ekonomini islam khumus besarnya ditentukan berdasarkan hasil tambang, yaitu 1/5 atau (20%) dari hasil tambang. Sedangkan dalam Undang-Undang Pertambangan, penarikan iuran pertambangan ditentukan berdasarkan luas area dan periode (tahun) serta tergantung pada bidang usaha. 3) Konsep pengelolaan sumber daya alam dalam sistem ekonomi islam, manusia diposisikan
sebagai
wakil/pemegang
amanah
(titipan)
yang
harus
mendayagunakannya demi kepentingan umat secara luas, karena Allah-lah pemilik hakiki atas sumber daya alam tersebut. Sehingga dalam menjalankan tugas keamanatan tersebut tidak hanya didasari atas dorongan naluri kemanusiaan yang sama-sama memerlukan sumber daya yang ada, tetapi juga dalam rangka pengabdian diri kepada sang Khaliq. Sedangkan dalam hukum positif, telah disebutkan dalam Undang-Undang Pertambangan bahwa negara adalah menguasai kekayaan sumber daya alam tanpa ada pengakuan sebagai pemegang amanah Tuhan. Hal ini berimplikasi pada tidak adanya ruh ibadah dalam rangka mengabdi kepada Sang Khaliq, melainkan hanya atas dasar kebersamaan dan kemanusian yang sama-sama membutuhkan sumber daya alam tersebut.
60
BAB III PERTAMBANGAN MINYAK RAKYAT DESA WONOCOLO A. Profil Desa Wonocolo 1- Profil Desa Wonocolo adalah salah satu desa dari kecamatan Kedewan. Secara geografis nyaris terletak di perbatasan antara profinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah, namun tercatat sebagai bagian dari wilayah Jawa Timur. Wilayah perbukitan yang mendominasi Wonocolo, tidak membuat desa ini mempunyai hawa dingin, seperti daerah Puncak, Bogor. Mungkin dikarenakan area hutan di sekelilingnya yang sudah hampir gundul, tinggal pepohon kecil-kecil yang belum lama direboisasi. Sebelah timur Wonocolo berbatasan dengan desa Banyu Urip, sebelah selatan berbatasan dengan desa Ngantru, sebelah barat berbatasan dengan desa Kedewan, dan sebelah utara berbatasan dengan desa Kali Gede. Luas wilayah desa Wonocolo ± 140,00 km2. Dihuni oleh 460 kepala keluarga, atau 1913 jiwa.77 Wonocolo pernah menjadi pusat kegiatan penambangan minyak oleh Belanda, sehingga tidak heran jika di sekitar desa ini banyak sekali peninggalan bangunan-bangunan kuno yang digunakan oleh Belanda untuk mengatur kegiatan penambangan. Di sana kita akan menemui rumah-rumah tua
77
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jasmin, Kepala desa Wonocolo pada 11 November 2010 di Wonocolo.
61
yang sudah tidak dihuni, namun masih berdiri kokoh meskipun banyak kerusakan diatapnya, seperti gudang-gudang kosong, rumah-rumah pekerja, atau tempat persinggahan bagi menir-menir belanda, bahkan terdapat bekas kolam renang kuno yang konon sering digunakan oleh Para nyonya Belanda. Dan sekarang tempat-tempat tersebut dimiliki oleh PT. Pertamina. 2- Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Warga desa Wonocolo mayoritas beragama Islam. 90 % warganya bekerja dibidang penambangan. Baik yang resmi bekerja pada PT. Pertamina maupun menambang sendiri sumur-sumur peninggalan Belanda secara bergotong royong. Seorang pekerja yang tidak memiliki sumur mampu mendapatkan upah sekitar Rp. 50.000,- dari hasil upah mengilang minyak atau menimba sumur, yang ia kerjakan
dengan mesin bekas mobil yang
didongkrakkan. Pada sumur-sumur yang masih besar cadangan minyaknya, seorang pekerja dapat memperoleh upah hingga Rp. 100.000 dari hasil mengilang minyak saja, terutama setelah tahun 2006.78 Secara ekonomi, sejak 2006 warga desa Wonocolo mulai megalami peningkatan. Setelah PT. Pertamina membiarkan warga Wonocolo mengilang minyak hasil sumur-sumur mereka, warga setempat mendapatkan hasil yang begitu besar dari penambangan minyak ini. Bisa dibayangkan jika sebuah sumur yang dikelola oleh 11 orang seperti sumur W.06, dalam seminggu dapat
78
Ibid.
62
menghasilkan 13 drum, setiap drum dapat dijual dengan Rp. 750.000, setelah disuling. Untuk ukuran orang desa, uang sejumlah itu sudah cukup besar. Sehingga tidak heran jika beberapa tahun terakhir ini gaya hidup warga Wonocolo, sudah berubah. Hampir setiap pemuda di desa tersebut dapat membeli sepeda motor dengan mudah, walaupun terkadang masih tinggal di rumah-rumah yang sangat sederhana. Namun yang disayangkan adalah gaya hidup yang lebih menonjolkan penampilan luar tersebut. Disamping itu banyak pemuda desa Wonocolo yang terjebak pada sikap hidup berfoya-foya.79 B. Pertambangan Rakyat Desa Wonocolo 1. Sejarah Pertambangan Minyak Cepu Blok Cepu adalah mandala minyak dan gas seluas 167 ribu hektare, meliputi Blora di Jawa Tengah serta Bojonegoro dan Tuban di Jawa Timur. Di dalamnya mendekam 318 miliar liter minyak dan 36,8 miliar meter kubik gas. Banyu Urip merupakan salah satu lapangan minyak di blok itu. Laiknya daerah kaya migas, area seluas 4.000 hektare ini tandus.80 Keberadaan ladang minyak di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur berawal dari ketika warga setempat dikejutkan oleh rembesan cairan kehitaman
79
Wawancara pribadi dengan Sugianto, pemilik sumur minyak Wonocolo, Wonocolo 13 November 2010. 80
Metta Dharmasaputr, Muslihat Cukong di Ladang Cepu, artikel diakses pada 23 November2010, dari http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/2008/01/07/INT/mbm. 20080107.INT126018.id.html
63
yang mudah terbakar dari dalam tanah
pada tahun 1880.81 Inilah temuan
minyak pertama di wilayah yang kemudian dinamai Blok Cepu. Warga setempat menyebutnya latung. Berita penemuan cairan hitam ini akhirnya sampai kepada Belanda, dan pada tahun 1887 mereka sudah mulai mengebor minyak di Kuti dan Kruka, selatan Surabaya. Adrian Stoop, seorang sarjana pertambangan lulusan Sekolah Tinggi Tekhnik Delft Belanda pada tahun 1893 datang ke Dusun Ledok, Desa Wonocolo Kec. Kasiman Kab. Bojonegoro yang berbatasan dengan Cepu, dan membangun kilang minyak di Cepu. Untuk memperkuat kilang minyaknya tersebut, Adrian Stoop mendirikan perusahaan bernama Dordtsche Petroleum Maatschappij (DPM) yang namanya diambil dari desa tempat kelahirannya. Inilah perusahaan asing pertama yang mengebor minyak di Indonesia.82 Sampai tahun 1900 lebih dari 30 sumur ditemukan di Blok Cepu. DPM adalah perusahaan asing pertama di Indonesia yang mengelola minyak dan sekaligus sebagai titik awal pertambangan minyak di tanah Jawa. Seiring perjalanan sejarah, DPM berubah menjadi Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Dan setelah kemerdekaan Indonesia, BPM berubah lagi menjadi PTMRI, Permigan, Pusdik Migas, PPTMGB Lemigas, PPT Migas, 81
Metta Dharmasaputr artikel, Muslihat Cukong di Ladang Cepu. diakses pada 23 November2010, dari http.:/ /ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/2008/01/07/INT/mbm. 20080107 .INT126018.id.html 82
WR. Yanto, Ladang Minyak dan Perusahaan Minyak di Bojonegoro. artikel iakses pada 23 Noember 2010, dari http://smpn2balen.sch.id/html/index.php?id=berita&kode=27
64
dan terakhir menjadi Pusat Pendidikan dan Latihan Minyak Bumi dan Gas (Pusdiklat Migas). Saat ini Pusdiklat Migas telah berubah menjadi satu-satunya lembaga pendidikan tentang minyak di Indonesia, yaitu Akademi Minyak dan Gas (AKAMIGAS). Perubahan drastis dari tambang migas yang pertama kali menghasilkan minyak di pulau Jawa menjadi AKAMIGAS dikarenakan menipisnya cadangan-cadangan minyak diladang minyak Cepu. Dengan menipisnya ladang minyak tersebut, mengakibatkan ongkos produksi lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu, alat-alat berat yang dulu dipakai untuk eksploitasi minyak saat ini hanya digunakan sebagai alat peraga pendidikan di AKAMIGAS.83 Pada tahun 1987, berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 0177/K/1987 tanggal 5 Maret 1987, Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) seluas 973 km2 yang semula dikelola oleh PPT Migas diserahkan kepada PT. Pertamina UEP III lapangan Cepu. Wilayah tersebut terletak di 4 kabupaten, yaitu Grobogan, Blora, Bojonegoro dan Tuban. Dua kabupaten terakhir berada di Jawa Timur. Melalui penyerahan WKP ini, sejumlah lapangan minyak, yaitu Kawengan, Lapangan Ledok, Desa Wonocolo Kec. Kasiman Kab. Bojonegoro dan Nglobo/Semanggi yang terdiri dari 519 sumur minyak berpindah ke tangan PT. Pertamina UEP III. Kebijakan pemerintah tersebut bersumber pada Undang – Undang No. 44 tahun 1960 dan UU No. 8 tahun 1971. Dalam UU 83
WR. Yanto, Ladang Minyak dan Perusahaan Minyak di Bojonegoro. artikel iakses pada 23 Noember 2010, dari http://smpn2balen.sch.id/html/index.php?id=berita&kode=27
65
tersebut ditetapkan bahwa kuasa pertambangan minyak dan gas di Indonesia diberikan kepada PT. Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang mengelola Migas. PT. Pertamina UEP III Cepu sendiri mengebor ladang minyak pertama kali pada tahun 1989 di Desa Jepon Kec. Randublatung Kab. Blora Jawa Tengah. Tahun 1989, PT Humpuss Patragas, milik Tommy Soeharto, menyatakan minatnya ikut mengelola Blok Cepu dalam bentuk kerja sama bantuan teknis (technical assistant contract, TAC) selama 20 tahun hingga 2010. Selanjutnya tahun 1990, TAC PT Pertamina-Humpuss diteken pada 23 Januari. Tahun 1996 Humpuss melepas 49 persen saham ke Ampolex Cepu Ltd., sebuah perusahaan minyak Australia. Dan pada 1997 Mobil Oil membeli seluruh saham Ampolex. Kemudian pada 13 Juli 1998. Humpuss meminta izin menjual lagi 51 persen sahamnya ke Mobil Oil, dan empat bulan kemudian, Exxon Corporation merger dengan Mobil Oil menjadi ExxonMobil Oil.84 Tahun 1999 Menteri Pertambangan dan Energi menyetujui penjualan saham ke Exxon Mobil. PT. Pertamina juga menyetujui penjualan
dan
pengalihan hak operator kepada Exxon Mobil, dan hasilnya tahun 2000 Exxon Mobil resmi menjadi operator Blok Cepu melalui Mobil Cepu Ltd. Pada tanggal 29 Juni tahun 2001, Exxon mengajukan perpanjangan kontrak yang akan berakhir 2010 menjadi 2030, setelah menemukan cadangan minyak baru 84
WR Yanto, Ladang Minyak dan Perusahaan Minyak di Bojonegoro, artikel diakses pada 23 November 2010 dari http://smpn2balen.sch.id/html/index.php?id=berita&kode=27.
66
250 juta barel (39,75 miliar liter) di Banyu Urip. 2002 Komisaris PT. Pertamina setuju memperpanjang kontrak Exxon. Setahun kemudian (2003) Diadakan
negosiasi antara PT. Pertamina dan Exxon. 2004 Februari PT.
Pertamina setuju Exxon memperpanjang kontrak, namun
29 Juli, Dewan
Komisaris PT. Pertamina baru menyarankan direksi mempertahankan kontrak dengan Exxon Mobil hanya sampai 2010, dan setelah itu, PT. Pertamina mengelola sendiri Blok Cepu. April 2005 Pemerintah membentuk tim negosiasi Blok Cepu dan 25 Juni PT. Pertamina dan Exxon Mobil sepakati bagi hasil Blok Cepu. Pada 14 Maret 2006 Pemerintah menunjuk Exxon sebagai operator Blok Cepu. Dan 15 Juni, Planning of development (PoD) Banyu Urip disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.85 2. Sejarah Pertambangan Rakyat Wonocolo Pertambangan rakyat Wonocolo tidak bisa terlepas dari sejarah pertambangan Blok Cepu, sejak zaman Belanda. Sebagai area pertama tempat pengeboran oleh Belanda, sumur-sumur di Wonocolo bisa dikatakan lebih dangkal jika dibandingkan area yang sekarang dikelola PT. Pertamina. Ratarata kedalaman sumur-sumur di desa Wonocolo adalah 200-400 meter. Hal ini
85
Metta Dharmasaputra, Muslihat Cukong di Ladang Cepu, artikel diakses pada 23 November2010,darihttp://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/2008/01/07/INT/mbm.20080107 .INT126018.id.html
67
sangat berbada dengan kedalaman sumur yang dikelola oleh PT. Pertamina yang mencapai 800 meter.86 Belanda
yang
memulai
penambangan
di
Wonocolo,
tentu
membutuhkan banyak tenaga untuk menjalankan proyek penambangan tradisionalnya. Dari situ Belanda memanfaatkan warga setempat untuk menjadi pekerja suruhan pada proyek penambangan mereka. Akhirnya rakyat setempatpun menguasai cara-cara penambangan, secara turun-temurun warga setempat menguasai tehnik menambang minyak dengan cara tradisional, bahkan sampai penyulingannya.87 Kegiatan penambangan minyak dibawah prakarsa Belanda melalui BPM berlanjut sampai tahun 1942, sampai kedatangan tentara Jepang. Tetapi sebelum itu, pada tahun 1928 Belanda sempat membuka area penambangan baru di daerah Kawengan yang lebih luas, dan area inilah yang akhirnya sekarang di kuasai PT. Pertamina sebagai perusahaan negara yang dipercaya memegang Kuasa Pertambangan di Indonesia. Setelah ditinggalkan Belanda karena pindah ke Kawengan, sumur-sumur di Wonocolo diteruskan oleh warga setempat, dengan modal keahlian yang mereka warisi dari Belanda. Bahkan
86
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo 87
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13 November. Di area sumur minyak Wonocolo.
68
ada beberapa sumur yang masih dibantu peralatan oleh Belanda setelah ditinggal. Bertahun-tahun
masyarakat
setempat
menimba
sumur-sumur
peninggalan Belanda tersebut. Karena harga jual minyak yang terlalu murah, dahulu orang lebih suka mengambil pipa-pipa baja yang sempat dipasang belanda pada sumur-sumur minyak tersebut. Sehingga sumur-sumur yang tidak dikerjakan oleh warga, pipa-pipanya banyak yang hilang. Hal ini yang membuat sumur-sumur minyak tersebut belakangan ini sulit dicari. Apalagi ketika harga minyak sempat melambung, dan warga dibiarkan menyuling secara terang-terangan, warga Wonocolo berlomba lomba menemukan kembali sumur-sumur yang sudah tidak berpipa baja tersebut. Sehingga tidak heran jika dari sekitar 200 titik sumur yang tergambar pada peta peninggalan Belanda, hanya sekitar 59 sumur yang sekarang beroperasi di Wonocolo, karena sulit dicari.88 3. Latar Belakang Penduduk Melakukan Penambangan Semenjak Belanda meninggalkan sumur-sumur minyak yang telah mereka gali, masyarakat dihadapkan pada dua pilihan, yaitu bertani dan menambang sumur-sumur tersebut. Pada waktu itu banyak masyarakat lebih memilih menambang minyak dari pada bertani, karena seperti kebanyakan daerah yang memiliki kandungan minyak tinggi, permukaan tanah sekitar 88
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
69
Wonocolo tandus. Sehingga banyak warga menanami ladang mereka dengan pepohon jangka panjang, sperti pohon jati yang mana akan membutuhkan waktu lama untuk dapat memetik hasilnya. Disamping itu kebanyakan warga Wonocolo tidak memiliki tanah luas kecuali beberapa orang. Lama-kelamaan warga Wonocolo benar-benar tergantung pada usaha penambangan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Bahkan secara turun temurun mereka mewariskan sumur-sumur yang mereka kelola kepada anak-anak mereka. Seandainya sumur sudah mengering mereka tinggalkan dan mencari sumur baru untuk mereka perbaiki dan mereka timba dan biayai dari awal. Tidak jarang sumur baru yang mereka temukan untuk dikerjakan adalah sumur bekas yang dulu pernah dikelola seseorang, namun telah lama ditinggalkan karena telah kering. PT. Pertamina sendiri sebagai pemegang otoritas perminyakan negara tidak merambah ke sumur-sumur tua Wonocolo. Disinyalir karena biaya untuk men-service Sumur tua tidak sebanding dengan hasil yang akan di dapatkan. PT. Pertamina pernah mencoba mengebor sumur baru di area sumur tua Wonocolo, namun hasilnya tak seberapa, dan mengalami kerugian yang sangat besar. Padahal, dari segi teknologi peralatan
70
yang dipakai PT. Pertamina jauh lebih canggih dari pada yang digunakan warga setempat.89 4. Perkembangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo. Mulai tahun 2006 warga desa Wonocolo menyuling sendiri latung (minyak mentah) yang mereka timba dari sumur-sumur mereka. Sebenarnya, dari sejak dahulu sudah ada beberapa orang yang mulai menyuling sendiri, namun hal itu masih sembunyi-sembunyi, dan dalam sekala yang sangat kecil. dari PT. Pertamina. Mereka terang-terangan melakukan penyulingan sendiri setelah permintaan mereka kepada PT. Pertamina untuk menaikkan harga jual minyak mentah ke koperasi Bogo Sasono -bentukan PT. Pertamina-, tidak dipenuhi. Sebelum 2006, mereka di haruskan menjual latung kepada PT. Pertamina melalui koperasi Bogo Sasono dengan harga Rp 45.000,- dan para penambang meminta harga Rp.90.000,- per drum.90 Akhirnya PT. Pertamina menangkap warga yang melakukan penyulingan sendiri, serta menyita minyak sulingan mereka yang telah berwujud solar dan minyak tanah. Petugas PT. Pertamina mencegat minyakminyak sulingan tersebut pada perjalanan antara Wonocolo-Cepu yang berjarak kurang lebih 15 Km. bahkan ada yang memikul minyak sulingan tersebut lewat
89
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo. 90
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
71
tengah hutan, namun akhirnya PT. Pertamina mengetahuinya, dan melakukan penjagaan sampai ke dalam hutan-hutan yang dilalui pengangkut minyak tersebut. Hal tersebut tidak menyurutkan usaha mereka untuk menyuling sendiri latung yang mereka dapatkan. Walaupun ada yang sempat dimasukkan penjara, warga tidak berhenti sampai disitu. Karena dari awal warga sudah sepakat untuk memperjuangkan minyak ini bersama-sama. Kekompakan wargapun terlihat ketika mereka membayar iuran untuk menebus tetangga mereka yang di penjara karena tertangkap polisi. Pada akhirnya mereka berdemo ke PT. Pertamina agar menaikkan harga beli minyak mentah, atau membiarkan mereka menyuling sendiri. Dan sekarang, mereka dibiarkan menyuling sendiri minyak mentah yang mereka dapatkan.91 5. Pengelolaan Pertambangan Rakyat Desa Wonocolo a) Status Kepemilikan Hampir seluruh sumur minyak di Wonocolo berada pada tanah milik Perhutani. Tapi, Menurut sugianto –salah satu pemilik sumur-, walaupun tanah tersebut milik Perhutani, namun dahulu pada area penambangan, untuk tanah-tanah tersebut telah dibagikan kompensasi kepada pemegang hak atas tanah itu. Jadi setelah Belanda pergi, warga
91
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
72
setempat juga merasa berhak atas area tersebut, karena dalam kasus tanah ini, Belanda telah membayar kompensasi pula untuk tanah-tanah tersebut.92 Mengenai hak atas pengelolaan sebuah sumur, maka sesuai dengan aturan yang berlaku Di Wonocolo, yaitu siapa saja yang menemukan sumur peninggalan Belanda, maka dia berhak mengelola sumur tersebut.93 Sumursumur tersebut sebenarnya jumlahnya sangat banyak. Namun pada mulanya hanya beberapa sumur yang dikelola secara gotong royong oleh warga. Sisanya, sebagian ada yang belum di pasang casing oleh Belanda, biasanya disumbat dengan kayu besar agar tidak tertimbun tanah. Sebagian lagi sudah terpasang pipa casing, namun telah dijarah orang. Tak jarang pipa-pipa yang dijarah tersebut patah di pertengahan, sehingga menyebabkan sumur tersebut rusak. Terkadang sampai ada besi bekas rel kereta yang tertinggal di dalam sumur. Sumur-sumur inilah yang kemudian dicari banyak orang untuk diperbaiki, dipasang pipa dan ditimba. b) Sistem Pengelolaan Hampir semua sumur di Wonocolo dikelola secara berserikat.94 Biasanya sebuah sumur dimiliki oleh 10 sampai 30 orang. Modal akan
92
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo. 93
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo. 94
Wawancara pribadi dengan Jasmin. Kepala Desa Wonocolo. Dilakukan pada 11, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
73
dibayar bersama-sama, dan keuntungan akan dibagi bersama-sama sesuai besar modal yang dikeluarkan. Disamping itu ada juga yang mencari pemodal dari luar, kemudian warga wonocolo yang mengusahakannya, lalu hasil akan dibagi sesuai kesepakatan.95 Misalnya sumur W.06, mesin mobil bekas untuk menarik timba lantung dimodali oleh orang Solo, maka dia akan mendapat satu nama. Untuk penyedia tali baja (biasanya 200 meter) dan kerekan timba, mendapatkan satu nama. Untuk penyedia box (menara anjungan yang terbuat dari kayu gelondongan, biasanya berbentuk segitiga dengan tinggi kira-kira 10 meter) akan mendapatkan satu nama. penyedia 2 pipa baja (kebetulan sumur ini ditemukan tidak berpipa) akan mendapat satu nama. Pada sumur ini membutuhkan 16 pipa, maka untuk pipa saja ada 8 nama. Dari sini sumur W.06 dimiliki oleh 11 orang/nama. Dalam seminggu sumur ini mendapatkan minyak antara 11 sampai 13 drum. Maka ketika satu minggu sumur tersebut mendapatkan 11 drum, setiap nama akan mendapatkan satu drum latung (minyak mentah). Beberapa orang menyerahkan penyulingan penyulingan latung yang mereka dapatkan kepada orang lain dengan upah Rp. 100.000,- per drum. Hal ini mereka lakukan dengan alasan untuk membantu tetangga atau saudara yang belum
95
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
74
punya nama dalam sebuah sumur. Disamping itu ada juga yang memang tidak bisa menyuling sendiri dengan baik.96 c) Cakupan Wilayah Area pertambangan rakyat berada pada dua desa, Wonocolo dan Hargomulyo, namun karena Wonocolo lebih dominan dan disanalah cikal bakal pertambangan terjadi, desa ini lebih terkenal di kalangan luas.97 d) Kapasitas Produksi dan Omset Di Wonocolo, setiap sumur dapat menghasilkan latung dalam jumlah yang berbeda-beda. Sumur-sumur disana rata-rata sudah berpindah tangan berkali-kali dari satu kelompok orang ke kelompok yang lain. Semakin kesini cadangan minyak Wonocolopun juga semakin tipis. Terkadang setelah ditimba satu jam, sumur tersebut sudah tidak basah lagi, maka harus menunggu kira-kira setengah hari agar minyak berkumpul lagi. Tahun 1980 sampai 1990 adalah masa-masa kejayaan sumur Wonocolo selama rakyat menambang. Seluruh sumur wonocolo sertelah terakumulasi mampu menghasilkan minyak latung sampai 40 rit (1 rit = 5 ton) tapi saat itu rakyat masih diharuskan menjual ke PT. Pertamina melalui
96
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo. 97
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jasmin. Kepala Desa Wonocolo. Dilakukan pada 11, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
75
koperasi.98 Sehingga walaupun hasil minyak masih lumayan, tapi setelah dijual tetap saja hasilnya sedikit bagi warga. Sekarang, mereka menjual sendiri, harga jual sudah lumayan, tapi minyaknya yang sedikit. Misalnya sumur W.06, setaip hari hanya bisa diambil latungnya sebanyak maksimal 2 drum. Ada juga yang mendapatkan 10 drum, tetapi biasanya semakin banyak hasilnya semakin banyak juga anggotanya. Setiap drum yang belum disuling harganya Rp. 250.000,- dan Rp. 750.000 setelah disuling. Setiap drum mengandung gas 4 drigen, dan 2 drigen Solar. (1 drigen = 35 liter) satu drigen gas dijual Rp.160.000,- ribu, dan satu drigen solar dijual Rp. 100.000,Jadi rata rata setiap orang dapat mengantongi uang sebesar Rp. 3000.000,- perbulan. Kecuali jika penyulingan mereka serahkan sama orang lain, dan untuk menimbanya, mereka menyerahkan orang lain maka, setiap drum akan dipotong biaya suling dan biaya menimba sebesar Rp.250.000,-. Jadi untuk satu nama yang tidak ikut proses pengambilan dan penyulingan latung tersebut akan dipotong untuk membayar bagi tukang timba dan suling, sebesar Rp. 250.000,-. Dan hanya mendapat hasil Rp. 500.000,- per minggu.99
98
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo. 99
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
76
e) Penggunaan Teknologi Peralatan yang digunakan warga Wonocolo sekarang sudah berbeda dengan yang dahulu dilakukan. Sebelum tahun 1980-an pengambilan latung dari sumur dilakukan dengan menggunakan lier, tali yang ditarik oleh tenaga manusia, atau diputar dengan menggunakan bambu. (seperti kincir air). Tapi sejak tahun 1980 sampai sekarang, sumur-sumur di Wonocolo sudah menggunakan mesin mobil bekas yang direnovasi dan didongkrokkan, untuk menarik latung dari dasar sumur. Selain itu ada juga yang menggunakan mesin dompeng (mesin diesel). Peralatan kuno seperti Lier sudah tidak dipakai lagi.100 f) Pemasaran atau Distribusi Minyak-minyak Wonocolo adalah jenis minyak berat, yang mempunyai kwalitas kurang baik. Sehinga tidak semua orang mau membeli minyak ini. Oleh karena itu, minyak dari Wonocolo hanya dipasarkan ke daerah-daerah tertentu
seperti pesisir Tuban, Lamongan, Rembang dan
sekitarnya. Sasaran mereka adalah perahu-perahu nelayan, alat-alat pertanian dan truk-truk besar yang melintas di jalur pantura. Disamping itu, minyak hasil sulingan tradisional ini diedarkan ke daerah Ngawi, Sragen, dan Bojonegoro, untuk alat-alat pertanian.
100
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
77
Para nelayan di pesisir pantai Rembang sampai Lamongan tersebut lebih memilih minyak Wonocolo, karena mesin-mesin yang mereka gunakan adalah mesin dompeng, yang biaya perawatannya lebih murah dan gampang. Sehingga selisih harga solar dari Wonocolo, lebih banyak dibanding biaya perawatan mesin perahu mereka. Begitu juga untuk alatalat pertanian di daerah Ngawi, Sragen dan sekitarnya.101 Sistem pendistribusiannya, minyak-minyak hasil sulingan warga Wonocolo tidak ada yang dikumpulkan dan didistribusikan dengan mobil tangki, tapi dipasarkan hanya memakai motor-motor saja. Mereka (para rengkek yang mengecerkan minyak) dapat untung Rp. 60.000,- dari setiap 6 drigen yang dia bawa. Minyak sulingan Wonocolo dilarang keras didistribusikan dengan menggunakan Mobil tangki, terutama oleh pihak bupati, karena dikhawtirkan akan dikuasai oleh orang-orang tertentu, atau orang dari luar yang bermodal besar. Dengan tidak adanya mobil tangki beroperasi di sana, akan mempermudah bagi siapa saja (orang bawah) untuk ikut mengenyam rupiah dari sumur minyak ini. sehingga seluruh minyak dari Wonocolo hanya diedarkan oleh rengkek-rengkek dari berbagai daerah sekitar Bojonegoro. Selain itu uang yang didapat rengkek tidaklah seberapa,
101
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November. Di area sumur minyak Wonocolo.
78
maka polisi hanya bisa kasihan jika melihat para rengkek dengan motor butut, melintas di jalanan.102 g) Hubungan antara Pengusaha Dengan Masyarakat Setempat dan Pemerintah Sebenarnya, pada awalnya hampir tidak ada pengusaha yang terlibat di Wonocolo. Yang ada disana hanya serikat-serikat warga yang mengusahakan sumur-sumur peninggalan Belanda tersebut, atau buruhburuh yang menjadi tenaga penyulingan dan penarik latung. Jadi hampir seluruh warga setempat yang terlibat dalam proses ekonomi ini. Tetapi, beberapa tahun terakhir mulai ada pemodal-pemodal dari luar daerah yang ikut bermain di Wonocolo. Pengusaha dari luar ini, oleh kepala desa, dan melalui kesepakan warga, diharuskan untuk melibatkan warga setempat dalam mengusahakan sebuah sumur.103 Sampai 2010, tercatat sudah puluhan Pengusaha/ PT yang ikut menambang di Wonocolo, tetapi hanya dua PT yang bertahan sampai sekarang, yaitu PT. Tripika dan PT Ponix. Namun sayangnya, ada yang menyalahgunakan izin (secara lisan) yang diberikan Bupati untuk mensersive sumur, dengan membuat sumur (mengebor) di lokasi baru, yang
102
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November 2010. Di area sumur minyak Wonocolo. 103
Wawancara pribadi dengan Sugiyanto. Pemilik dan pengelola sumur. Dilakukan pada 13, November 2010. Di area sumur minyak Wonocolo.
79
mana hal itu hampir menyulut kemarahan warga setempat karena dengan mengebor sumur baru akan merugikan sumur-sumur lain di dekatnya.104 Tidak ada kompensasi khusus bagi warga dari para penambang, karena mayoritas warga sendiri yang menambang sumur-sumur tersebut. Begitu juga untuk pemerintah dari tingkat kepala desa sampai Bupati. Justru dahulu pernah ada penyuluhan dari Pemda dan PT. Pertamina yang memperhatikan mereka menyangkut Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), karena pada waktu itu warga setempat benar-benar miskin,
dan
banyak pula media yang mengangkat ironi kemiskinan mereka atas “emas hitam”
dibawah
rumah
mereka
ke
publik.105
Namun,
bagi
pengusaha/pemodal dari luar seperti dua PT. yang berhasil tadi, keduanya memberi sumbangan bagi desa Wonocolo yang dikenal dengan istilah Jatah.106
104
Wawancara pribadi dengan Jasmin. Kepala Desa Wonocolo. Dilakukan pada 11, November 2010. Di rumah beliau. 105
Wawancara pribadi dengan Mbah Miren. Pemilik dan Tokoh yang dituakan di Wonocolo. Dilakukan pada 12, November. Di rumah beliau. 106
Wawancara pribadi dengan Jasmin. Kepala Desa Wonocolo. Dilakukan pada 11, November 2010. Di rumah beliau.
80
BAB IV PENGELOLAAN TAMBANG MINYAK DI DESA WONOCOLO Perspektif Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif. A. Legalitas Pertambangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif. Seperti telah penulis uraikan di atas pada (BAB III) tentang praktek pertambangan rakyat di Wonocolo, maka pada bagian ini penulis akan menganalisa beberapa hal yang berkaitan dengan legalitas pertambangan rakyat Wonocolo. Sebenarnya kalau kita mempertimbangkan fakta-fakta pertambangan minyak warga Wonocolo yang meliputi beberapa hal, antara lain: Pertama, pertambangan minyak Wonocolo adalah penambangan yang memanfaatkan bekas sumur-sumur Belanda. Kedua, area pertambangan rakyat Wonocolo tidak ekonomis lagi jika dikelola oleh negara (PT pertamina). Ketiga, kemiskinan warga sekitar Wonocolo (terutama sebelum tahun 2006), di samping itu mayoritas warga Wonocolo saat ini tidak mempunyai ladang yang cukup untuk bertani sehingga dapat menjadi mata pencaharian tetap mereka. Ke-empat, tingkat pendidikan warga yang rendah. Berkenaan dengan hal ini penulis akan membuat beberapa analisa terkait dengan kasus pertambangan minyak warga yang terjadi di Wonocolo, antara lain meliputi:
81
Perizinan/Legalitas Berdasarkan keterangan dan informasi dari pihak-pihak terkait, mulai dari warga pengelola sumur, kades sampai pemda (bagian sumberdaya alam) maka penulis mendapatkan fakta bahwa seluruh partambangan rakyat di desa Wonocolo tidak didaftarkan secara resmi kepada pihak yang berwenang, kecuali izin lisan sampai ketingkat Kabupaten. Menurut penulis, dalam kontek Indonesia sebagai negara hukum, maka setiap tindakan atau usaha (dalam hal ini kegiatan ekonomi) yang tidak memenuhi ketentuan hukum yang telah ada, maka hal tersebut dianggap menyimpang dan merupakan sebuah pelanggaran. Meskipun izin lisan sampai pada tingkat kabupaten telah didapatkan warga, tapi hal tersebut tidak mempunyai kekuatan di depan hukum selama tidak ada surat izin resmi (hitam di atas putih) yang menyatakan legalitas kegiatan penambangan mereka. Sesuai dengan ketentuan hukum positif dalam hal pertambangan rakyat, maka setidaknya kegiatan ini harus didaftarkan sehingga sah dan legal, serta mempunyai SIPR (Surat Izin Pertambangan Rakyat) yaitu, bentuk
perizinan
pertambangan yang harus dimiliki seseorang atau kelompok warga, untuk mengusahakan bahan galian golongan A, B dan C, (kasus di Wonocolo adalah bahan Galian Golongan A, yaitu minyak bumi) oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan dengan alat-alat yang sederhana untuk mata pencaharian sendiri.
82
SIPR ini diberikan kepada perseorangan atau koperasi. Dahulu, surat izin ini dikeluarkan oleh Gubernur (Kepala Daerah Tingkat I) setelah mendapat persetujuan Menteri Pertambangan dan Energi. Kasus di Wonocolo adalah koperasi Bogosasono. Dan hal tersebut sesuai dengan ada Peraturan menetri ESDM Nomor 1 tahun 2008 Tetang Pengusahaan Sumur Tua , BAB I, pasal 2ayat 1, 2 dan 3 disebutkan:
(1) Kontraktor mempunyai kewajiban untuk mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi dari Sumur Tua yang masih terdapat kandungan Minyak Bumi berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis (2) Dalam ha1 Kontraktor tidak mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi dari Sumur Tua sebagaimana dimaksud pada ayat (I), KUD atau BUMD dapat mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi setelah mendapat persetujuan Menteri (3) Pengusahaan dan pemroduksian Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan KUD atau BUMD berdasarkan Perjanjian Memproduksi Minyak Bumi dengan Kontraktor.
Di samping itu pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, Pasal 47ayat (1) dan (2) juga disebutkan bahwa: 1) IPR (Izin Pertambangan Rakyat diberikan oleh bupati/walikota berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi. 2) IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh bupati/walikota.107
107
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-undangun Republik Indonesia: Pertambangan Mineral dan Batubara, (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2010), hal. 162
83
Jadi, meskipun tidak ekonomis lagi, pertamina sebagai Perusahaan Minyak Nasional tetap berhak, bahkan wajib mengusahakan sumur-sumur tua peninggalan Belanda tersebut. Kemudian pada ayat 2 disebutkan jika pertamina tidak mampu mengelola, maka jalan keluarnya adalah dikelola oleh KUD atau BUMD. Dan masyarakat yang hendak ikut menambang diperbolehkan dengan syarat menjadi anggota KUD, dan menjual hasil timbaannya kepada KUD dalam bentuk minyak mentah, yang nantinya akan disalurkan lagi ke Pertamina. KUD yang beroperasi harus mendapat rekomendasi dari Pemda dan terdaftar secara resmi. Dalam Hukum Islam, minyak dapat digolongkan ke dalam kategori (anNar). Yang terdapat pada hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud:
“Kaum muslimin itu berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api”
Pada mulanya, kata an naar hanya ditafsirkan sebatas api, yang dipakai untuk memasak, termasuk di dalamnya adalah kayu bakar yang terdapat di hutan.
84
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, ulama kontemporer menafsirkan juga dengan semua benda yang termasuk dalam sumber energi, meliputi di dalamnya minyak dan gas bumi, batu bara, dan barang-barang tambang energi lainnya, yang dapat digunakan dalam sumber energi. Jadi Api’ memuat segala hal yang tersirat dalam istilah energi.108 Jika kita merujuk hadis diatas, kata (
) menunjukkan
pemanfaatan sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak serta pelarangan privatisasi oleh individu atau kelompok tertentu atas barang yang dibutuhkan masyarakat luas tersebut. Semua orang berhak atas barang tersebut, karena sesungguhnya konsep pemerataan kekayaan dalam ekonomi islam adalah menjamin tercukupinya kebutuhan setiap individu, bersamaan dengan sumbersumber kekayaan yang terpencar-pencar. Apa yang dilakukan masyarakat Wonocolo terhadap sumur-sumur minyak peninggalan Belanda
sebenarnya boleh dilakukan. Hal ini
dilakukan Rasulullah SAW kepada Bilal bin Haris
seperti yang telah
mengenai
daerah yang
mengandung barang tambang yang jumlah (depositnya) hanya sedikit. karena barang tambang yang yang jumlahnya (cadangannya) sedikit dan sangat terbatas, digolongkan ke dalam milik pribadi. Rasulullah sendiri pernah membolehkan Bilal bin Harits Al Mazany memiliki barang tambang yang sudah ada (sejak dulu) di 108
Riza Aulia, Kebijakan Energi Dalam Islam, artikel diakses pada 10 Desember 2010, dari http://fikrulmustanir.blogspot.com/2010/03/kebijakan-energi-dalam-islam.html
85
bagian wilayah Hijaz. Saat itu Bilal telah meminta kepada Rasulullah SAW agar memberikan daerah tambang tersebut kepadanya. Beliaupun memberikannya kepada Bilal, dan boleh dimilikinya.109 Oleh karena itu pertambangan Emas, perak dan barang tambang lainnya yang jumlah (depositnya) sangat sedikit, tidak ekonomis dan bukan untuk diperdagangkan tergolong milik pribadi. Seseorang boleh memilikinya, seperti halnya negara boleh memberikan barang tambang tersebut kepada mereka. Hanya saja mereka diwajibkan membayar khumus seperlima dari hasilnya kepada baitul maal. Baik yang dieksploitasinya itu sedikit ataupun banyak.110 Dalam ekonomi Islam dikenakan Khumus sebagai ganti penguasaan atas barang tambang yang sedikit, maka dalam hukum ekonomi konvensional dikenal dengan iuran pertambangan, yang terdiri dari iuran eksplorasi dan iuran produksi. Disamping itu juga terdapat pajak yang harus dibayarkan kepada pemda setempat. Dari kedua sistem ini penulis tidak mendapatkan perbedaan yang esensial menyangkut khumus dan iuran pertambangn, kecuali hanya perbedaan istilah dan tata cara tapi maksudnya sama, yaitu agar negara mendapatkan pemasukan dari kegiatan pertambangan rakyat ini. B. Analisis Hukum Pertambangan Minyak Rakyat Wonocolo. Status kepemilikan Sebenarnya sumur-sumur minyak yang diusahakan di Wonocolo, adalah sumur-sumur peninggalan Belanda. Dahulu Belanda pernah membebaskan tanah 109 110
Al Mawardi, Al Ahkam al Sulthaniyyah, , hal. 394 M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, hal. 99
86
yang akan dibor menjadi area pertambangan, dengan memberikan kompensasi kepada para pemegang hak atas tanah. Belanda juga sempat mengontrak tanah warga yang mereka gunakan sebagai gudang gudang peralatan tambang. Tetapi, dalam hal ini menurut peraturan perundang-undangan, seharusnya peninggalan Belanda berupa asset-aset perekonomian diambil alih untuk dimiliki negara. Seperti yang tersurat dalam amanat Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda di Indonesia. Namun ternyata Negara melalui PT Pertamina tidak memanfaat sumur-sumur tersebut. Nasionalisasi ini bertujuan untuk memberikan
manfaat yang lebih luas
kepada masyarakat Indonesia serta memperkokoh keamanan dan pertahanan negara yang saat itu sedang berkonfrontasi dengan kerajaan Belanda dalam rangka pembebasan Irian Barat. Beberapa perusahaan yang penting bagi masyarakat dan dianggap menguasai hajat hidup orang banyak dinasionalisasi. Perusahaan farmasi, perkebunan, listrik, hingga pertambangan berubah kepemilikannya menjadi milik negara, dan beberapa perusahaan menjelma menjadi cikal bakal BUMN yang kita kenal sekarang seperti PLN, PTPN (Perkebunan) dan Garuda Indonesia Airline. Termasuk perusahaan-perusahaan pertambangan yang dahulu dimiliki pemerintahan kolonial. Pasca dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959 oleh Bung Karno, tidak kurang dari 600 perusahaan diambil alih dari Belanda, 100 perusahaan diantara berupa perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan.
87
Kasus di Wonocolo adalah ketika ditinggalkan Belanda, desa Wonocolo dalam keadaan kurang ekonomis. Hal itu juga yang menyebabkan Belanda dahulu sempat meninggalkannya dan berpindah ke Kawengan. Seharusnya sumur-sumur itu menjadi aset pendapatan bagi negara. Namun karena sudah tidak ekonomis lagi, negara pun akhirnya enggan mengurusinya. KUD yang seharusnya menjadi lini paling bawah untuk tetap meraup untung dari sumur tua itupun tidak maksimal dalam operasionalnya. Faktor penentuan harga beli dari masyarakat yang terlalu rendah dan kurangnya pengawasan kepada warga penambang, menyebabkan warga setempat “bermain sendiri “ dengan sumur-sumur tua tersebut. Oleh karena itu warga meneruskan sumur-sumur itu dan seolah lupa dengan KUD. Akhirnya dengan kemampuan seadanya yang mereka warisi dari Belanda mereka berjalan sindiri. Lebih dari sekedar pemindahan hak milik, nasionalisasi adalah salah satu langkah dalam upaya pemerataan hasil sumber-sumber alam. Dalam hal ini, penulis sangat setuju dengan nasionalisasi perusahaan eks-kolonial, atau penguasaan atas negara untuk mengelola sumber-sumber yang menjadi hajat hidup orang banyak. Karena negara adalah satu-satunya kekuatan yang dapat melakukan pemerataan hasil Sumber Daya Alam tersebut, serta satu-satunya organisasi yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat luas, membuat peraturan-peraturan demi terciptanya keamanan, dan terselenggaranya kehidupan yang harmonis dan sejahtera. Penulis tidak ingin memojokkan pemerintah menyangkut kemakmuran mereka, namun pada kasus daerah-daerah seperti Wonocolo, Bangka dan sebagainya,
88
penulis hanya ingin meng-ibaratkan kekayaan negara tidak ubahnya air yang mengalir di Sungai, atau parit. Selama air (kekayaan alam) tersebut dapat dapat mengalir (terdistribusikan) melalui parit-parit yang dibuat oleh negara dengan pengaturan dan pengawasannya, maka merupakan nilai tambah jika daerah sekitar sumber air itu berada menjadi lebih subur. Dan ini sangat wajar. Di sini penulis melihat bahwa, sesungguhnya apa yang dilakukan oleh warga Wonocolo menurut mereka adalah memanfaatkan sesuatu yang menjadi peninggalan Belanda, dan tidak didayagunakan oleh pemerintah karena kurang ekonomis. Akan tetapi Pemerintah dalam hal ini PT Pertamina melakukan langkah langkah yang sangat mencekik warga dengan membuat kebijakan-kebijakan yang sangat memberatkan. Seperti mangharusakan menjual hasil kerja mereka ke PT Pertamina melalui KUD yang terdaftar resmi, dengan harga tertentu jauh di bawah standar layak, yaitu saat konsumen luar berani membeli latung Wonocolo dengan harga Rp. 100.000/drum. Pertamina hanya membeli latung Wonocolo dengan harga Rp. 45.000/drum. Tentu hal ini sangat tidak wajar. Dan membuat warga mencari “celah” untuk meningkatkan pendapatan. Mereka dibiarkan menambang, namun ternyata hanya dimanfaatkan demi keuntungan PT Pertamina. Seandainya memang dianggap menyimpang dan illegal, maka lebih baik diberikan penyuluhan dan penertiban, atau diatur menggunakan Undang-Undang pertambangan rakyat yang telah ada, serta memberikan jalan keluar agar sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.
89
Sebelum tahun 2006, Pertamina begitu aktif men-cukongi latung-latung hasil timbaan warga. Pertamina dengan berani menentukan harga jual warga jauh di bawah harga pasar, dan setiap latung dari warga harus dijual ke Pertamina. Barang siapa yang berani menjual keluar dari Pertamina, maka akan ditangkap. Menurut penulis, apa yang dilakukan Pertamina tidak ubahnya seperti mengambil keuntungan dari sesuatu yang tidak dapat mereka lakukan istilah orang jawa (aji mumpung). Pertamina hanya memanfaatkan warga untuk menjadi pemasok latung dari sumursumur yang tidak dapat mereka upayakan karena pertimbangan ekonomis. Pertamina adalah perusahaan negara yang dipercaya menangani masalah permiyakan, dia juga yang harus menyediakan cadangan keperluan dalam negeri, bertanggung jawab memasok dan mendistribusikannya sampai ke daerah-daerah. Tapi, jika kita melihat cara PT Pertamina mengumpulkan latung dari warga Wonocolo, maka hal itu sangat tidak manusiawi. Pertamina tidak mau tahu, berapa modal masyarakat untuk membeli peralatan timba, serta usaha mereka untuk mengeluarkan sisa-sisa minyak di perut bumi, tapi dengan seenaknya Pertamina mewajibkan warga menjual hasil latung mereka ke PT Pertamina, dengan harga yang sangat rendah. Saya tidak ingin menyebut ini penindasan, jika masih ada kata-kata yang lebih santun. Selanjutnya mengenai status kepemilikan tambang yang berada pada tanah dengan milik individu, maka dalam hukum positif jelas telah diatur, bahwa demi terselenggaranya pemerataan kekayaan negara, maka tambang tersebut akan diambil
90
alih oleh negara. Meskipun terkadang harus melalui proses yang alot di pengadilan, namun biasanya pada akhirnya pengadilan lebih berpihak pada pemegang kuasa pertambangan (KP)dengan pertimbangan maslahat bersama. Tetapi pemegang kuasa pertambangan diharuskan membayar ganti rugi sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik tanah. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita menemukan konflik antara pemegang hak atas tanah dengan pemegang kuasa pertambangan. Pemegang kuasa pertambangan mempunyai hak untuk menambang bahan-bahan galian yang ada di dalam tanah, namun pemegang hak atas tanah mempunyai hak untuk mengolah dan memanfaatkan permukaan tanah. Konflik ini akan berlarut-larut jika pemerintah tidak dapat menjadi penengah diantara kedua belah pihak. Biasanya pemerintah lebih mendahulukan kepentingan pemegang kuasa pertambangan, dan mengharuskan membayar ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah. Namun terkadang hal itu tidak dapat menjadi solusi karena dengan uang ganti rugi tersebut belum tentu pemegang hak atas tanah mendapat ganti lokasi, yang biasanya yang mereka membutuhkan lokasi baru ketika tanah mereka di ambil. Menurut penulis, akan sangat tepat jika Pemerintah mau mencarikan solusi, tidak hanya member ganti rugi, tetapi juga mencarikan lokasi baru sehingga mereka tetap dapat bekerja, atau merelokasi warga jika area yang akan diambil menyangkut orang banyak seperti satu kampung. Di Wonocolo, sebenarnya pada awalnya banyak warga yang memiliki tanah luas untuk bercocok tanam. Namun, karena banyak calo yang membeli tanah
91
warga dengan harga yang lebih tinggi dibanding harga pasaran, maka warga pedesaan yang rata-rata kurang berpendidikan sangat mudah terayu apalagi setelah ditemukan cadangan minyak baru di desa Banyu Urip (2001), banyak para jutawan dari Surabaya yang menyebar calo untuk membeli tanah-tanah warga, akhirnya ketika PT. Pertamina hendak membebaskan tanah mereka, yang ia hadapi bukan lagi warga pedesaan, tetapi para calo yang sudah memprediksi bahwa PT. Pertamina akan membebaskan tanah warga. Ringkasnya bahwa barang-barang tambang adalah milik orang banyak, meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus. Maka barang siapa menemukan barang tambang atau petroleum pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan ia harus memberikannya kepada negara, berapun ukurannya.111 Sistem pengelolaan Pertambangan minyak rakyat desa Wonocolo pada dasarnya adalah pertambangan yang dilakukan warga setempat secara berkelompok-kelompok (berserikat), dan hasilnya dibagi sesuai sumbangsih atau kontribusi masing-masing anggota. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa setiap sumur dimiliki oleh beberapa nama yang didaftarkan dalam sumur tersebut. Dan setiap nama yang akan didaftarkan harus memberikan kontribusi-sebagai modal- yang akan diperhitungkan nilai dari pengorbanannya. Tidak jarang sumur yang dikelola, dikerjakan dalam
111
Ibid., hal. 73
92
jumlah besar anggota. Hal ini bertujuan selain agar tidak terasa
berat untuk
membiayai sebuah sumur. Menurut penulis, apa yang dilakukan warga Wonocolo adalah seperti Syirkah yang diajarkan dalam ekonomi islam. Seperti kita ketahui, dalam ekonomi islam diajarkan konsep tentang penyertaan modal, baik sama-sama berupa harta, atau salah satu berupa harta dan pihak lain berupa tenaga. Dalam prakteknya, secara tidak langsung di Wonocolo banyak menerapkan berbagai macam syirkah yang ada dalam konsep ekonomi islam. Misalnya, ketika mereka bersama-sama membiayai sebuah sumur, kemudian mengerjakannya pula bersama-sama, maka secara tidak langsung mereka menerapkan syirkah Inan. Kemudian ketika mereka bersama-sama mengerjakan sebuah sumur dengan modal dari pihak luar, maka secara tidak langsung diantara mereka terjadi syirkah wujuh, dan antara mereka dengan pihak luar terjadi syirkah mudharabah. Menurut penilaian penulis, dari sistem yang dijalankan oleh warga Wonocolo terlepas dari status legalitas usaha mereka,
tidak bertentang dengan
syariat islam, justru konsep syirkah dan bagi hasil inilah yang menjadi urat nadi sistem ekonomi islam. Dengan diterapkannya konsep seperti ini, maka solidaritas dan rasa kebersamaan antar warga akan semakin kuat. Dan ini menjadi nilai positif bagi mereka. Kasus di Wonocolo sebenarnya mirip dengan apa yang pernah terjadi pada masyarakat Bangka, ketika diberikan izin oleh Pemda setempat untuk dapat
93
menambang timah di lokasi-lokasi diluar area penambangan PT Timah. Alasan yang diutarakan pemda setempat adalah keadaan masyarakat yang sangat miskin dan memprihatinkan. Padahal banyak sekali tempat mereka memberikan pemasukan bagi negara. Sekiranya akan sangat membantu jika mereka diberi hak untuk mendapatkan bagian, atau jika pada akhirnya akan merelokasi atau menutup usaha mereka maka, memberi kesempatan mereka untuk mengumpulkan uang terlebih dahulu menurut penulis bukan hal yang tercela. Atau melaui program-program CSR (corporate social responsibility) kearah yang lebih mengembangkan keahlian warga setempat, melalui bimbingan-bimbingan dan pelatihan-pelatihan tertentu. Jika kita membandingkan kehidupan warga pesisir pantai utara dengan warga seperti Wonocolo, terkadang kita akan merasakan sebuah ketidakadilan. Di wilayah pesisir -yang kaya dengan sumber daya ikan- siapa saja boleh melayar mencari ikan. Sehingga kebanyakan kehidupan masyarakat pesisir lebih kuat ekonominya. Namun di daerah seperti di Wonocolo, Bangka, Timika, dan daerahdaerah lain semisalnya, kekayaan alam di dekat mereka telah dikuasai (diklaim) oleh negara. Sehingga seandainya mereka menjadi orang yang benar-benar taat hukum, mereka hanya bisa melihat ketika hutan disamping rumah mereka dipanen oleh negara. Mereka hanya bisa menonton ketika timah di belakang rumah mereka dikeruk negara. Mereka hanya bisa menyaksikan pompa-pompa minyak yang menganguk-angguk 24 jam setiap hari menyedot minyak mentah di samping rumah
94
mereka. Paling maksimal, dengan modal pendidikan yang rendah, mereka hanya bisa menjadi kuli panggul, itupun seandainya dibutuhkan. Dalam beberapa peraturan telah dijelaskan mengenai pertambangan rakyat, telah diberikan suatu kriteria bahwa yang dimaksud dengan pertambangan rakyat adalah: 1. Dilaksanakan oleh rakyat setempat, yaitu berdasarkan hukum adat/adat setempat. Atau penduduk yang sudah diterima menjadi penduduk setempat, atau warga desa yang sah dalam wilayah kecamatan tempat terdapatnya galian tersebut. 2. Diusahakan secara sederhana atau kecil-kecilan yang dikerjakan dengan alat-alat sederhana, dengan cara sendiri tanpa penelitian atau perencanaan, serta perhitungan ekonomi terlebih dahulu. 3. Untuk suatu pencaharian mereka sendiri, yaitu tidak ada perjanjian kerja layaknya majikan/karyawan. 4. Dapat memakai permesinan sejumlah kekuatan maksimal 25 PK. 5. Tidak memakai alat-alat berat dan bahan peledak. 6. Dilaksanakan dalam wilayah pertambangan rakyat, setelah mendapatkan izin pertambangan rakyat. Dari batasan utama yang diberikan oleh
Undang-Undang ini terdapat
beberapa hal yang menjadi permasalahan yang terjadi di wilayah Pertambangan Rakyat Wonocolo, yaitu:
95
1. Pelaksanaan kegiatan “Pertambangan Rakyat” di desa Wonocolo hanya berlandaskan pada izin lisan yang diberikan pemerintah daerah, dari Kepala Desa sampai pada tingkat Bupati. 2. Terdapatnya pendatang dari luar daerah yang turut melakukan penambangan dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih, bahkan yang awalnya hanya memanfaatkan sumur peninggalan belanda, belakangan para penambang dari luar sampai membuat mengebor sumur baru dengan modal yang sangan besar, dapat dikatakan Pertambangan Rakyat Wonocolo hanya dipakai untuk kedok, sehingga hal ini bisa dianggap masuk dalam kategori “menggunakan perhitungan ekonomi” dan hal ini dilarang dalam pertambangan rakyat. 3. Biasanya, dengan semakin meningkatnya kegiatan pertambangan pertambangan rakyat, maka akan menggangu kegiatan pertambangan yang sah, serta akan menimbulkan kerusakan lingkungan, terutama jika tidak dilaksanakan dengan benar, dan sesuai peraturan yang berlaku. Sebagai akibat dari adanya penambangan yang dilakukan dengan tidak benar, dapat menimbulkan kerusakan lingkungan antara lain: a. Pembukaan lahan tanpa ada yang bertanggung jawab untuk mereklamasinya. b. Pencemaran air oleh limbah di sekitar area pertambangan. Jika kita perhatikan, maka sisa-sisa sulingan yang masih mengandung zat kimia, atau material berat, dialirkan begitu saja ke parit parit, dan hal ini akan berbaha bagi keberlangsungan ekosistem dalam jangka panjang.
96
4. Sosial ekonomi, permasalahan sosial ekonomi, dalam kegiatan Pertambangan Rakyat yang dilakukan oleh rakyat,
meskipun dilakukan di wilayah Kuasa
Pertambangan (WKP), selain menimbulkan gangguan terhadap kegiatan eksplorasi, yang sedang dilakukan oleh pemegang KP atau KK, juga menimbulkan dampak negatif terhadap pemerintah, antara lain: a. Di bidang pendapatan negara Kerugian keuangan bagi negara akibat tidak dipungutnya iuran tetap dan iuran eksploitasi. Hal ini sangat jelas ketika rakyat Wonocolo tidak membayarkan iuran pertambangan atas usaha yang tidak ia daftarkan. b. Kerawanan Sosial dan Kamtibnas. Adanya pendatang yang lebih siap dan matang secara modal dan menejemen sehingga akan mengundang rasa kedengkian warga, dan tidak jarang ulah para pendatang ini yang menyebabkan kegiatan penambangan ditutup. Hal tersebut seperti penggunaan alat-alat berat, penambangan dalam kapasitas besar (untuk mencari keuntungan).
Untuk kasus di Wonocolo, sebuah perusahaan
pendatang pernah menyebabkan kerusakan sumur yang sempat menyebabkan kemarahan warga, yaitu terjadinya flowing pada 2006. Sebuah sumur yang dibor oleh sebuah PT dari luar Wonocolo menyemburkan minyak bercampur lumpur setinggi kira-kira 20 meter. Akhirnya sumur tersebut ditutup karena minyak yang keluar tidak dapat disuling dan hanya mencemari lingkungan
97
Sebenarnya yang harus dilakukan oleh pemda adalah membuat peraturan atau menerapkan konsep pertambangan rakyat yang telah ada dalam Undang-Undang Pertambangan rakyat. Hal ini untuk menjaga agar antara warga dan Pemda dapat sama-sama mendapatkan penghasilan. warga dapat bekerja dan pemda dapat pemasukan. Disamping itu ketika diterapkan UUD ini maka proses pertambangan akan semakin tertata dan tertib. Insallah… C. Pelanggaran Terhadap Ketentuan Ulil Amri Ulil Amri adalah pemegang perkara, maksudnya subjek yang dipercaya untuk memegang urusan umat. Kemudian bagaimana menurut hukum islam, jika ketentuan Ulil Amri tidak ditaati? Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum, maka Pemerintah adalah ulil amri bagi rakyat Indonesia, yang bertanggung jawab mengatur dan menegakkan hukum demi menjaga keharmonisan bersama. Dalam hal ekonomi, pemerintah bertanggung jawab atas pemerataan hasil-hasil pembangunan. Sebaliknya kita sebagai umat atau warga negara, diharuskan untuk mentaati setiap ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. Dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 59 disebutkan:
Artinya: wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasulNya, dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian jika kamu
98
berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al qur’an) dan rasul-Nya (as-sunnah) jika kamu bbenar-benar beriman kepada Allaah dan rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa[4]:59) Dari ayat ini jelas bahwa taat kepada Ulil Amri berada pada derajat ketiga setelah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Keberadaan pemerintah (peminpin) sangat dibutuhkan dalam rangka menjalankan hukum-hukum islam. Tanpa adanya seorang peminpin, umat islam sangat sulit untuk menjalankan syariat islam. Bahkan mengingat pentingnya mendirikan pemerintahan, Dr. Wahbah Zuhaili dalam bukunya Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuhu menyebutkan:
“
” Artiny: “Diwajibkan bagi kita untuk taat kepada Ulil Amri, mereka adalah para A’immah (pemimpin) atas urusan kita. Diriwayatkan oleh Hisyam Bin Urwah dari abu Hurairah Bahwasanya Rasulullah Bersabda: akan datang pada kalian setelah kematianku seorang penguasa yang memerintahkan kalian akan kedustaan dengan kedustaannya, dan kemaksiatan dengan kemaksiatannya, maka dengarkan mereka ketika yang dia katakana itu benar, dan taatilah atas apa-apa yang sesuai dengan kebenaran. Jika hal itu baik maka ada pahala bagimu dan baginya, namun jika hal itu buruk maka pahala bagimu dan tanggungan (dosa)bagi mereka”.
112
274.
Wahbah Zuhaily, Al Fiqh Alislamy wa Adillatuhu, (Suriah: Dar el fikr ) jilid 8, hal.
99
Dari keterangan diatas maka taat kepada Ulil Amri atas ketentuanketentuan yang telah ia buat adalah wajib. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah merupakan salah satu bentuk ketetapan Ulil amri yang harus kita patuhi. Di Wonocolo, selama proses penambangan tidak mematuhi ketentuan pemerintah (Ulil Amri) melalui Undang-Undang maupun perangkat hukum lain yang telah ada, maka hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Meskipun pada awalnya penguasan barang tambang yang sedikit cadangannya itu boleh penguasaannya, namun jika pemerintah membuat keputusan lain atau menetapkan prosedur yang harus dilalui, maka hal itu harus dipenuhi.
100
BAB: V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pembahasan dan analisa pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ke-5 ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan menyangkut permasalahan yang sedang penulis teliti, antara lain: 1. Dalam sistem ekonomi islam, pemilik hakiki atas kekayaan sumber daya alam adalah Allah SWT dan pemanfaatan sumber daya alam tersebut harus bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara luas. Manusia hanyalah sebagai pemegang amanah dalam mengelolanya, dan mereka berserikat di dalamnya. Seseorang dilarang memilikinya secara pribadi, dan negara sebagai pemegang kekuasaan bertanggung jawab atas pemerataan/ditribusi kekayaan sumber daya tersebut kepada semua masyarakat sehingga dapat dirasakan semua orang. Dalam hal sumbrdaya yang jumlah depositnya sedikit, seseorang atau warga boleh mengusahakannya dengan membayar khumus yang besarnya seperlima dari hasil tambang. 2. Sedangkan dalam hukum positif, disebutkan bahwa sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara dan digunakan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 11 tahun 1967. Dengan menempatkan negara sebagai pemegang posisi sentral selaku pihak yang menguasai sumber daya alam tersebut, maka negara berhak menentukan
101
peraturan-peraturan atau membuat regulasi terkait pengelolaan sumber daya alam, yang harus dipatuhi myarakat. Dalam hal pertambangan rakyat, seseorang atau kelompok kerja diharuskan membayar iuran pertambangan dan iuran eksplorasi yang besarnya ditentukan berdasar periode (tergantung bidang usaha) dan luas area. 3. Pertambangan rakyat Wonocolo adalah penambangan rakyat yang dilakukan secara turun-temurun oleh warga Wonocolo, pada sumur-sumur peninggalan Belanda. Penambangan ini tidak mempunyai dasar landasan hukum yang jelas. Sedangkan Izin (dalam bentuk lisan) atau pembiaran dari bupati tidak dapat menjamin legalitas kegiatan mereka karena tidak mempunyai dasar hukum, selama belum dinyatakan dalam bentuk tertulis yang berwujud Surat Izin Resmi. Untuk mendapatkan surat ini maka setiap penambang harus mendaftarkan usaha yang akan ia lakukan. Dan proses pendaftaran ini tidak dilakukan warga Wonocolo. 4. Pada kasus Wonocolo, penulis menilai penambangan ini adalah penambangan illegal. Sebenarnya, dalam konsep ekonomi islam sebagaimana diungkapkan oleh Imam Al Mawardi dalam bukunya Al Ahkam As Sulthaniyyah, untuk area pertambangan yang cadangan depositnya sedikit, maka seseorang boleh memilikinya, atau mengusahakannya. Dan penulis melihat kasus di Wonocolo adalah demikian adanya. Oleh karena itu, tidak mengapa ketika warga setempat mengusahakan sumur-sumur bekas tersebut, selama tetap membayar khumus
102
(iuran yang besarnya seperlima dari hasil penambangan area tersebut), atau pajak dan iuran pertambangan, sesuai ketentuan peraturan yang ada, dalam konteks hukum positif. Tapi sayangnya hal tersebut tidak dilalui. B. Saran Dari kesimpulan yang telah penulis paparkan di atas, penulis mempunyai beberapa saran yang mungkin dapat menjadi solusi bersama antara warga Wonocolo dengan pemerintah, antara lain: 1. Pemerintah daerah Bojonegoro agar mengadakan penyuluhan dan sosialisasi yang lebih
intensif
atas
peraturan
Perundang-Undangan
Pertambangan Rakyat, sehingga dapat membuka
yang
menyangkut
pemahaman masyarakat
setempat tentang peraturan Pertambangan Rakyat yang legal dan sah secara hukum. 2. Hendaknya pemerintah daerah Bojonegoro benar-benar mengupayakan penerapan Undang-Undang terkait Pertambangan Rakyat, agar maslahah dapat dicapai kedua belah pihak antara masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah. 3. Melegalkan kegiatan partambangan rakyat desa Wonocolo dengan mempermudah prosedur dan proses administrasinya, legalisasi ini dengan pertimbangan: a. Area sumur tua tidak ekonomis lagi jika di kelola oleh negara, dalam hal ini PT Pertamina.
103
b. Rakyat Wonocolo telah melakukan kegiatan penambangan pada sumur-sumur tua ini secara turun temurun sejak ditinggalkan Belanda, dan mereka tidak memiliki mata pencaharian lain. c. Seandainya harus ditutup karena dianggap merugikan, maka handaknya pemerintah memberikan lapangan pekerjaan lain atau memberikan pelatihan keahlian
tertentu
misalnya
melalui
program
CSR
(corporate
social
Responsibility), sehingga masyarakat Wonocolo yang rata-rata berpendidikan rendah ini mempunyai keterampilan lain dan dapat tetap bekerja mencukupi kebutuhan mereka.
104
DAFTAR PUSTAKA Al Bukhari, Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah. Shahih Bukhari. Birut: Dar Ibn Katsir, 1987. Al Sajistani, Sulaiman Bin Al Asy‟ats. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar el Kutub Al „Araby, 1987. Ash Shadr, Muhammad Baqir. Iqtishaduna. Jakarta: Zahra, 2008 Ahmad, Mustafa. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2001. Al „Assal, Ahmad Muhammaad dan Karim, Fathi Ahmad Abdul. Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1999. Al Baihaqi, Ahmad bin Al Husain bin „Ali bin Musa Abu Bakr. Sunan AlBaihaqi Al Kubra. Makkah: Maktabah Darul Baaz, 1994M/ 1414H. An Nabhani, Taqiyuddin. Sistem Ekonomi Islam. Bogor: al Azhar Press, 2009 Arikunto , Suharsimi. Manajemen Penelitian. cet. II. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993. Ash-Shawi, Shalah, dan Al-Mushlih, Abdullah. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2008. Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman. Analisa Dan Evaluasi Hukum Tentang Prosedur Perizinan Pertambangan Rakyat. Jakarta: Departemen Kehakiman, 1995 Chapra, M. Umer. Islam Dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press, 2000. Hartono, Sri Redjeki. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayu Media Publising, 2007. Lathif, Ah. Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Mas‟adi, Ghufron A.. Fiqh Muamalah Kontekstua, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
105
Matthew, B. Miles dan A. Michael Huberman. Analisa Data Kualitatif: Buku Tentang Sumber Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press, 1992. Muhammad, al Assal Ahmad, dan Fathi, Ahmad Abdul Karim. Sistem Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam. CV. Bandung: Pustaka Setia, 1999. Mujiono. Agama Ramah Lingkungan. Jakarta: Paramadina, 2001 Moleong, Lexy. Metodologi penelitian kualitatif. ed. Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997. Mujahidin, Akhmad. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007 Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. penerjemah Zaenal Arifin. Jakarta: Gema Insani, 1997. Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai Dan Moral Dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Rabbani Press, 2001 Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996. Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam. Jakarta: Paradigma, Aqsa publishing, 2007 Sami, al Misri Abdul. Pilar Pilar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Sholahuddin, M. Asas-Asas Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Singarimbun, Masri dan Effendi,Sofian. Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES 1989, ed. Revisi Saryono. Pengelolaan Hutan Tamah dan Air dalam perspektif Alqur’an. Jakarta: Radar Jaya Pratama, 2002 H. Salim HS., SH., M.S., Hukum Pertambangan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta 2007.
106
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-undangun Republik Indonesia: Pertambangan Mineral dan Batubara, (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Bandung: CV Nuansa Aulia, 2010 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010. Bandung: CV Nuansa Aulia, 2010. WR. Yanto. Ladang Minyak dan Perusahaan Minyak di Bojonegoro. artikel diakses pada 23 Noember 2010, dari http://smpn2balen.sch.id/html/index.php?id=berita&kode=27 Metta Dharmasaputra, Muslihat Cukong di Ladang Cepu, artikel diakses pada 23 November2010,darihttp://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/2008/01/07/INT/mbm. 20080107.INT126018.id.html Zuhaily ,Wahbah. Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuhu. Damaskus: Dar El Fikr, Juz 4. 1979
107
Wawancara Dengan Bagian Sumber Daya Alam Pemda Bojonegoro Apakah sudah ada sosialisasi menyangkut peraturan pertambangan rakyat di Wonocolo? Sudah. Beberapa kali, sekarangkan sudah ada peraturan yang baru, peraturan menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengusahaan tambang di sumur tua. Terus kalau ini pak, saya dengar di Wonocolo tu izin yang mereka pakai adalah izin secara lisan dari Bupati. Maksudnya mengizinkan tapi tidak secara tertulis? Bukan seperti itu, jadi sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Permen. No.1 Tahun 2008 itu, nanti bisa dicari di situ, yang bisa diizinkan itu adalah KUD atau BUMD. Jadi tidak bisa perorangan. Jadi orang perorang atau pemilik sumur itu nanti harus terbentuk dalam suatu wadah yaitu di KUD, atau nanti setor ke BUMD. Kasus di sana itu sekarang ada 2 KUD yang sudah mendapatkan rekomendasi. Kalau bupati tidak mengeluarkan izin. Ada rekomendasi, rekomendasi saja (buat KUD)soalnya bupati itu tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin dalam hal usaha hulu migas. Kalau itukan masuk ke usaha hulu migas, itu bupati tidak berhak untuk mengeluarkan izin, tapi bupati mempunyai kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada siapa saja yang mengajukan izin. Untuk masyarakat setempat yang berpindah-pindah sumur itu (pemda) pernah melarang pak? pindah-pindah maksudnya? Maksudnya sumurkan banyak itu pak? trus dicari trus ketemu digali, itu pernah dilarang nggak pak? selama itu dalam satu wadah KAU atau BUMD nggak apa-apa. Jadi yang penting setornya ke KUD atau ke BUMD gitu? He e.. tidak boleh diolah tidak boleh dijual umum. Itu soalnya wilayah kerja pertambangannya itu miliknya pertamina. Jadi nanti dari KUD atau BUMD itu nanti harus setor ke Pertamina. Saya liat disana itu ada penyulingan juga itu di tengah hutan itu? He e.. itu illegal itu.. Terus ke depan pak, itu kan banyak itu penyulingan penyulingan itu, rencana kedepan dari pemda sendiri?. Dari pemda sendiri mungkin kami mengusahakan
108
agar ada suatu solusi di daerah tersebut. Yang pertama untuk solusi pengambilannya dulu. Kemaren ada dua KUD ada beberapa she sebenarnya yang meminta rekomendasi kepada bupati, untuk mengelola itu, he e, yang diberikan rekomendasi itu dua KUD. KUD Sumber Pangan dan Usaha Jaya Bersama. Bogosasono sudah wanprestasi dengan Pertamina. Jadi sudah tidak bisa beroperasi lagi di sana itu. Soalnya dia udah wanprestasi dengan Pertamina, sudah beberapa tahun dia nggak setor. Yang sekarang masih ada itu ya yang dua tadi itu pak? he e. sekarang ini dalam rangka 2 KUD itu dalam rangka perizinan ke Pusat. Jadi belum ada lagi malah sekarang? Belum ada. Bogosasono kan udah wanprestasi dan yang dua ini baru mau? He e.. sekarang tinggal nunggu proses itu. Terus melihat apa yang terkjadi di Wonocolo itu bupati Bagaimana (pemdanya)? Sebetulnya kita ya menyanyangkan, he e .. sampai berlarut-larut seperti itu memang dahulu terkendala bogosasono kurang pengawasan. Kita hanya mempunyai kewenangan pada (kalau pemda) yang pertama (kalau di Migas ya) itu masalah lingkungan hidup yang kedua tata ruang. Semuanya masih,… pengawasan, dan yang lain-lain kita hanya membatu pemerintah lewat BP Migas . Kalau ada apaapa kita lapor ke BP Migas. Tapi kalau ga salah ada UU tahun 2010 itu yang memberikan kewenangan kepada DPRD (pemda) melalui rapat DPRD untuk memberikan izin pertambangan rakyat.. yang mana Coba liat?? Nomor berapa tahun berapa?? Saya malah belum tau. Kalau emang ada solusi malah lebih bagus lagi.. Jadi itu kegiatan illegal yang belum ditindak gitu ya pak? udah ditindak tegas. Jadi kegiatan disitu tu sudah dilokalisir di situ saja. Tidak boleh keluar. Mungkin yang bisa keluar hanya yang rengkek2 yang kecil2 itu. Itu masalah keamanan, itu sudah haknya aparat keamanan. Ranah keamanan.. Cuma kalau rengkek itu di mata Pemda gimana pak? itu tetap ilegal di mata hukum… Mungkin pemda punya kebijakan diluar peraturan? Lho,, kebijakan di luar peraturan ngga‟ bisa.. harus sesuai peraturan UU atau peraturan yang ada.. gitu..
109
Katanya dulu sempat ada tawar menawar antara warga dengan Pertamina gitu pak? He e.. kan dulu katanya sempat ada demo minta dilegalkan.. he e.. dan hasilnya?. Hasilnya nggak bisa.. Mereka bilang gini “ ini tu udah ada sejak zaman Belanda pergi, dan mereka teruskan, dan itu bertahun tahun dari masa ke masa tidak ada yang melarang? memeng betul.. makanya di situ itu ada suatu keistimewaan dulu diberikan oleh pusat,, sebelum ada peraturan ini (UU No. 1 Tahun 2008) tapi tetap mengikuti peraturan yang ada.. Ini udah ketemu pak (saya sebutkan bunyi pasal 21, UU Nomor 4 tahun 2009)?? Oh lain mas itu..
itu mineral dan batu bara selain migas… jadi beda.. yang migas
ada sendiri.. yang migas itu Nomor 11 tahun 2001. Jadi nggak masuk ke UU ini pak ya.. he e.. Terus.. saya ingin dengar kesimpulan sikap Pemda menyangkut penambangan rakyat Wonocolo?? ya sementara ini pemda ya kita mengajukan e.. mengusulkan untuk itu dilegalisasai dulu, dilegalkan (pengambilannya)… kita belum berbicara masalah penyulingannya itu… itu masalah pengolahan. Sedangkan penyulingan pun itu melanggar UU.. ada standarnya tersendiri dan itu jelas tidak sesuai standar. Sekarang kita memberikan rasa aman kepada penambang dulu sesuai peraturan gimana..nanti solusinya kita lihat dulu saat dilegalkan di lapangan gimana…, sementara ini harus dilegalkan dulu… kedepannya pak? kan katanya dulu pertamina pernah ngebor di area itu, dan akhirnya ternyata hasilnya tidak sebanding dengan modal (tidak ekonomis) dan analisa
saya
disini..
satu-satunya
yang
dapat
memanfaatkan
adalah
masyarakat… tapi pemda juga sebenarnya juga harus dapat bagian.. dari iuran atau pajak pertambangan? Kalau pemda dapat bagian dari Lighting Migas.. Dari masyarakat pak? ngga.. mungkin kalau KUD yang ada memberikan seperti suatu kompensasi untuk penambahan PAD ke kas daerah.. saya ngga tau. Soalnya kemarin yang ngatur bagian perokonomian itu.. sini hanya masalah tehnis saja..
110
Kedepan akan ditertibkan pak? ditertibkan.. harus itu.. nanti ke depan jika sudah legal.. itu dicarikan solusi terbaik sama-sama menguntungkan, gimana pertamina gimana rakyat, yang penting sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat… gimana caranya legal, yang jelas kan yang penting penambang... penambang itukan.. sementara ini kalau illegal gini kan ngga bisa maksimal… Coba liat lah permen No. 1 Tahun 2008 lah.. Terakhir pak, analisa masalah pertamina tidak ekonomis untuk Pertamina tapi masih kekeuh?? Oh itu.. itu ada mekanisme. Jadi wilayah yang tidak ekonomis itu dikembalikan dulu ke pemerintah, terus pemerintah bisa menawarkan ke daerah lewat BUMD atau lewat perorangan,, itu ada yang mau ngga gitu.. kalau ngga mampu, ya,, nanti ditenderkan ke yang lain yang mau.. tapi harus diserahkan dulu oleh Pertamina ke pemerintah.. Ada di permen no.1 tahun 2008 itu.
111
Verbatim Dari Hasil Wawancara Peneliti Bisa di ceritakan pak, kenapa warga menolak menjual ke pertamina?? Kanapa?? Apa pertamina itu.. Siapa yang modalin? Pertamina nggak ikut modalin kok, minyaknya mau di ambil… oh gitu pak? Iyalah.. inikan sampai puluhan juta ini (modalnya), apalagi kalau PT, sampai ratusan atau milyaran itu. PT (selevel) seperti Pertamina gitu pak? Jadi kayak gini,,, kalo yang modalnya banyak biasanya dibor samping.. padahal sebenarnya bor samping itukan sebenarnya tidak boleh. Bor samping dari ? Ya bukan titiknya… Itukan nggak bisa. Nggak ada,, izin ngebor itu kan tertentu… izin ngebor minyak itu. Iya. Nggak setiap orang. Tapi kalo disini mungkin udah (ada), sama puspita sama bupati. Tapi dalam suratnya itu sebenarnya servis aja. Nah, kemarin kejadian, yang di alang -alang (nunjuk keatas), yang di jalan tadi lho… oh itu.. , iya yang di gunung itu lho.. kemarenkan Flowing itu. Mbludak gitu pak? Keluar sendiri minyaknya? Iya, langsung campur lumpur, yang masuk TV itu lho. Itukan sampai rame. Kan tidak ada izinnya. Ya semua lepas tangan. Sekarang kalau izin ke bupati, pak saya mau disana (nambang). Iya,, kan tidak ada tertulis!!. Kan kalau ada kejadian, siapa yang ngasih izin? Saya g‟ pernah ngasih izin… kalau diatas kertas (izin), tidak bakal mau bupati ngasih izin kan? Nggak bisa. Dan nggak akan berani. Kemarin kan pada bingung, sampai gubernur juga kan. Sekarang kalau udah masuk TV, siapa yang berani, ditanya izinnya mana? lepas tangan semua kan? Nggak ada izinnya. Izin apa.. Sekarang kalau sumber sumurnya pak? sini itu memang sumbernya ga ada apaapanya. Nanti kalau mau gambar, peta eksplorasi di lek (om) Azis ono. Peta itu lho,, eksplorasi Wonocolo. Dia kan nduwe (punya). Jadi disini itu dulu Pertamina kan pernah ngebor yang sebelum masuk Wonocolo itu, sedalam 800 meter. Di tembak ke samping ke sini. Ya gak keluar. Rencananya kan bor samping,, (tapi) tetep nggak keluar. Ya sekarang kalau dia mau masuk sini ya nggak bisa kan. Soalnya sini itu sebelum Indonesia ada kan udah ada. Ya pas Belanda itu. Ini juga lagi nyari ini (Sambil nunjuk ke lubang galian). Tapi belum ketemu. Katany seh ada, Cuma masih susah. Berapa dalam ini pak? Baru segini, Cuma kadang ada (Minyak) mentahnya… Kalau kedalamannya pak? Disini itu lapisannya kan lapisan empat. (empat lapisan) pertama itu air tawar ya, dua air asin, ketiga itu minyak itu, dalamnya sekitar 60 sampai 190 meter. Lapisan 4 nya 200. Pokonya 190 sampai 210 itu lapisan 4, paling dalem 400. Makanya kalau ada PT ngebor sampai diatas 500 keluar tapi campur lumpur. Trus tidak bisa di kerjain lagi itu pak. Di tutup kan. Lha nggak ada izinnya.
112
Kalau izin disini gimana pak yang legal dan akui menurut warga? nggak ada. Ya pokonya kita begini, izin nggak ada, ya seumpama kita nyari sumur, kayak ini kan ketemu, ya udah ditimba di suling lalu dijual. Oh gitu,, itu ke kepala desa nggak ada izin apa gitu pak ya? Nggak ada. Kecuali kalau yang ngerjain itu PT (pengusaha dari luar) ya ngsihlah ke desa jatah berapa gitu. Disini itu namanya jatah. Jatang lantung itu lho… Kalau hasil dari menambang ini pak? Disini itu lain-lain tiap sumuran. Kalau disinikan satu drumnya kan 250 ribu, belum disuling itu pak belom. Disini itu minyak tanah sama bensin nya itu 140 liter. kan kalau di drum kan 240 ya, Sisanya solar 70 liter. Kalau di kurs ke uang jadinya itu 750 per drunya. udah jadi? Udah. Ongkos nya yang nyuling sama kayu 100 ribu. Yang nyuling bukan bapak sendiri. Bukan. Bagi-bagi kerjaan. Jadi kayak ini, ini sumur nya ini dalamnya baru 110. Ini kalau di petanya kan 300. Nah dulu kan nggak ada pipanya. Diambil orang gitu pak? Iya. Ini patungan (rombangan) dari hasil ini. Jadi dulu itu dua bulan di kumpulin, dapet berapa gitu di suling bareng-bareng, dikumpulin duitnya buat beli pipa. Pipanya kan satu itu satu 1,3 juta. Per batang 6 meter itu. Dulu ini pipanya beli 15 batang udah habis sekitar 30-an (juta) apaya? Tapi duitnya dari sini. Terus sebelum beli pipa ngambil (minyak) nya pake apa pak? Kerja. Dulu belum dapat. Jadi dulu itu alat ini (alat tua) itu bawa minyak, nah di kumpulin itu. Terus di beliin pipa. Lah.. sekarang kalau pertamina nggak tau menau kita kerja kayak gini, siapa yang ngasih biaya kerja ini, kita sendiri kan? Jadi sebenarnya illegal, tapi ya nggak bisa. Sekarang kayak pemerintah tu bisa nggak ngasih kerjaan ribuan orang disini itu. Oh ini ribuan orang pak?. Iyalah. Sekarang satu sumuran aja. Kerja bagian nyuling ada, bagian ngambil kayu ada,bagian yang bawa dari lokasi ke rumah ada. Pembelinya (rengkek). Banyak lah rentetannya dalam satu sumur itu kan. Yang paling banyak narik tenaga kerja yang mana pak? nggak, Sama sih. Disini itu kan 12. Seminggu dapetnya 12. Jadi seminggu itu dapat satu orang satu itu. Jadi seminngu 12. Iya 12 drum. Jadi seminngu dapet 750 ribu per orang pak??. Ya iya, dari satu drum itu tadi. Disni rata-rata satu sumur berapa orang pak? Ada yang 20, ada yang 30, nggak mesti. Kadang-kadang yang banyak itukan gini, sumurnya berat, kerjaannya berat ya.. iya. Butuh alat, butuh alat apa gitu ntar nyari orang, terus di kasih nama, kamu nyediain alat tak kasih nama sini. Terus butuh apa lagi, nyari orang lagi, ya kan tambah banyak orangnya. Jadi membaginya tambah banyak juga orangnya?. Iya. Soalnya diajak kan bawa alat. Kayak disini. Nyediain kayu Box, dapat satu nama. pipa? pipa belum. Terus kawat sama puteran katrol sama seling itu satu nama lagi. Jadi kayak gitu, dibagi-bagi. Hmm.. gitu pak ya..
113
Jadi disini kalo orang sini bebas nyari, kalo orang luar harus izin masuk ke desa dulu??. Nggak. Orang luar juga nggak papa, orang Banyu Urip… Orang luar nggak papa. Klo orang Cepu atau Bojonegoro kesana pak (luar daerah)? kalau orang luar itukan.. dia ngebor kan... Sumur sini rata rata yang rusak itu alatnya ketinggalan di dalam. Ada rel ada wuh macem-macem, kadang-kadang kan putus… gak bisa diambil kan nggak bisa dikerjain itu, jadi salah satu jalan ya di Bor. Sebenarnya ngebor kan nggak bisa, izin itu Exxon, Petro China yang punya izin ngebor itu. Kita hanya mengelola yang udah ada aja gitu? Iya… Servis… Cuma kadang disalahgunakan sama orang-orang yang punya uang. PT.. PT… itu kan modalnya milyaran itu… milyaran itu.. satu sumur itu bisa satu M itu… Itu dimodali dari awal lalu di kelola PT sendiri gitu pak? Peralatannya?? Kan kalau PT itu ada yang.. ada yang sumur dijual, missal ini punya rombangan, di jual sama PT, biasanya 50 juta, tapi yang punya sumur ini masih dapat bagian.. biasanya dia dapat bagian di kasih nyuling.. oh jadi nyulingnya di serahkan ke penjual sumur gitu pak?? Iya… banyak PT yang berhasil pak? Sumur 92,, dulu kadangkadang sampai 100 drum/hari itu… sama sumur inting,, sumur inting itu juga… lumayan juga.. (PT. Puspita dan PT Ponix). Cuma dua PT itu yang berhasil, selainnya gagal… banyak yang gagal pak?? buanyak.. buanyak.. Sini tu gini.. kadang-kadang banyak duit yang menguap.. pada hal-hal nggak jelas.. yang namanya pemodalnya orang Jakarta… kebanyakan orang Jakarta…. Yang modalin itu… orang kampung sini yang merantau gitu pak??? nggak ..nyari di internet bisanya… investor buat minyak… ya pada datang kesini… ya kaya inilah.. ngebor ada menaranya ngebornya pake mesin-mesin… tapi seharusnya nggak boleh pak ya?? Ya nggak boleh lah… Lha kan yang ngebur itu kan seharusnya punya BP Migas atau Pertamina kan… Izi pengelolaan minyak dan pengeboran itu kan nggak bisa… Cuman,, Wonocolo dipakai buat tutup aja… dia di luar Wonocolo nggak bisa ngebor.. banyak sumur tua sebenarnya,,, Cuma diluar Wonocolo nggak bisa.. disini pemda itu juga nggak bisa nutup ini… Kalau sikap pemerintah sendiri pak, nggak bisa nutup terus di biarin gitu pak?? Dibiarin.. nggak ngelarang pak? nggak… Cuma kadang-kadang gini… keluarnya.. keluar mbawa minyak itu ditangkapin… kalau pake tangki (mobil tangki) yang namanya illegal kan tetep ditangkep… tapi akhirnya tetep di lepaskan pak?..kadang-kadang… kadang di tangkep kadang dilepas, tinggal ngasih fee-nya berapa…
114
Yang aktif di Wonocolo ada berapa sumur pak? nggak ada 100… tapi sebenarnya ratusan.. Cuma banyak yang ilang.. ya itu yang sedang dicari-cari itu pak ya? Iya… namanya di dalam gini ya susah mau nyari gimana… kalau disini kalau sama rengkek.. kalau penjualannya pak?? dulu ada lah pemuda yang bawa tengki di kumpulin diatas sana, ya nggak boleh.. kalau disiini kalau dibawa rengkek aman itu… ya namanya rengkek diakan Cuma nyari buat makan… oh yang pake motor bawa derigen itu ya pak?? iya..tapi kalau udah pake mobil di tangkep itu… maksudnya partai besar gitu pak?? iya… jadi disini penjualannya perantaranya Cuma pake rengkek itu pak?? iya.. nggak ada yang ngumpulin pake tangki gitu? Nggak..nggak ada… ada disitu kayak koperasi lah yang nyoba lagi kemaren pake tangki… tapi katanya di tangkep.. kok ada lagi nggak tau she, tapi kebanyakan keluar pake motor (rengkek)…. Tadi kalau desa Wonocolo sumurnya ada berapa pak? disini itu ya.. ada dua bagian W sama D… kalau W itu ada 59 yang dipeta.. titik W itu.. jumlahnya 59 titik tapi kadang tiap titik ada 3-4 lubang.. nggak tau dulu itu apa gagal terus pindah sampingnya atau emang zaman dulu dibor 3-4 lubang ngak ada yang tau itu… tapi di petanya itu ada.. peta itu dari mana asalnya pak? peta ya zaman dulu.. dulu yang punya migas .. jadi peta migas?? Iya.. juga ada tanda-tandanya yang ada casing nya sama yang belum dipasang casing… Kalau pemakaian teknologinya pak disamping pake mobil seperti ini pak.. masih ada yang diputar atau ditarik gitu pak??dulu ditarik sama orang, kalau diputer ini.. seumpama alat nyepit (dibawah) baru pake diputer.. lier ini namanya,, kalau nimba sudah pake mesin mobil semua.. mesin semua ya pak, nggak ada yang pake lier lagi?? iya… sejak tahun 80-an sudah pake mobol semua.. yang lebih cangging dari ini nggak ada pak?? nggak ada… sama pertaminya ya… yang pake mesin pompa aja pernah dites kalah sama ini. Pernah dites satu sumur itu..per menit itu nggak ada satu gayung itu.. pantesan mereka kalah pak ya? Ya nggak..emang kalau di pertamina itu sudah menipis.. kalau disini pak? ya sama .. sudah nggak seperti dulu. Dulu tahu 80-an itu satu hari bisa mencapai 40 rit. 40 rit x 5 ton.. berapa itu.. itu berapa harganya?? Nah itu juga yang menyebabkan masyarakat berontak itu kan gini dulu itu kan minyak masuk KUD, KUD masuk Pertamina ya. Zaman dulu itu satu drumnya 30 ribu. Dibeli oleh Pertamina itu? Koperasi..!! ngakk boleh keluar. . Padahal dulu itu ,, (secara) illegal ya… dibawa ke Surabaya udah laku sekitar 100 ribu..bedanya jauh banget ya? Jauh banget… dijual ke Cepu aja lho udah 100 ribu mau.. dibeli Pertamina Cuma 35 ribu. Padahal Pertamina itu nggak tau menau kerjaan disini..harus dijual di sini (Pertamina) gitu..
115
Kembali ke awal lagi pak, jadi ini bisa di sebut sumur si A, itu karena dia yang menemukan dan menggali (mencari) gitu pak?? iya.. kadang-kadang gini, ini dulu tahun 80 udah pernah dikerjain orang satu rombongan gitu ya, terus udah keluar… udah empat kali… berganti orangnya? Iya.. yang terakhir saya ini..zaman dulu kan masih pake lier, yang muter-muter itu, ditarik gitu pak? iya.. pokonya orangnya nggak jalan, Cuma muter-muter.. Terus harapan orang Wonocolo sekarang apa pak? yah… pokonya bisa kerja di sini.. terus seumpama dikelola dibeli sama pertamina ya minimal sama seperti kita nyuling sendiri lah… Kalau Pertamina bikin peraturan gitu pak, nanti harus didaftarkan atau gimana gitu?? Selama ini belum pernah ada, Cuma memang dulu waktu nyuling pertama kali emang ditangkepin. Nyuling tangkep.. bikin lagi tangkep lagi ya namanya urusan perut… lagian, kan minyak ini banyak yang minati.. para sopir bus bus tronton beda berapa lah sama POM udah pada mau itu.. sopir-sopir, umpamanya dapat jatah solar dari bosnya 100 litar, dia beli minyak ini, kan udah berapa selisihnya… Kalau rengkek rengkek itu biasanya di jual kesiapa lagi?? Pengepul, di daerah Tuban.. di pinggir Pantura.. oh.. ada pengepulnya juga??iya.... kebanyakan sih untuk perahu.. para nelayan itu.. selainnya?? ke Kali Tido.. di pinggir jalan raya… tapi konsumsi banyakan masuk ke Rembang untuk Perahu… Bis, alat-alat pertanian mungkin?? Iya… tapi kebanyakan ke perahu sama pertanian . mobil itu ya nggak seberapa.. Jadi perahu itu, kan mesinnya dompeng.. jadi perawatannya murah.. asal bisa hidup (jalan) mereka masih untung.
116