perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI SMP NEGERI 2 SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh: DHIAN RISKIANA PUTRI G 0106042
Pembimbing: 1. Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. 2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
: Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta
Nama Peneliti
: Dhian Riskiana Putri
NIM
: G 0106042
Tahun
: 2010
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada: Hari
: Jumat
Tanggal
: 5 November 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A.
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
NIP. 130250480
NIP. 19781022 200501 1 002
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi. commit to user NIP. 19760817 200501 2 002
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul: Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta
Dhian Riskiana Putri, G 0106042, Tahun 2010
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada: Hari
: Selasa
Tanggal
: 9 November 2010
1. Pembimbing I Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A.
(
)
(
)
(
)
(
)
2. Pembimbing II Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. 3. Penguji I Dra. Suci Murti Karini, M.Si. 4. Penguji II Drs. Hardjono, M.Si.
Surakarta, ............................... Ketua Program Studi Psikologi
Koordinator Skripsi
Drs. Hardjono, M.Si NIP. 19760817 200501 2 002
Rin Widya Agustin, M.Psi. commit to user
iii
NIP. 19590119 198903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta,
November 2010
Dhian Riskiana Putri
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S. Asy-Syarh: 6)
“Manusia hanyalah berusaha, manusia hanyalah berencana, Allah lah yang menentukan, Allah lah yang memastikan segalanya” (Al-Maidany)
“Apabila seorang pelajar ingin meraih kesempurnaan ilmu, hendaklah ia menjauhi kemaksiatan dan senantiasa menundukkan pandangannya dari hal-hal yang haram untuk dipandang. Karena yang demikian itu akan membukakan pintu ilmu, sehingga cahaya Allah akan menyinari hatinya. Jika hati telah bercahaya, maka akan jelas baginya kebenaran. Sebaliknya, barangsiapa mengumbar pandangannya, maka akan keruhlah hatinya, dan selanjutnya akan gelap dan tertutuplah baginya pintu ilmu” (Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada: Orang-orang yang sangat aku cintai, dengan doa, cinta, bimbingan, dan kesabarannya dalam menuntunku mencapai cita-cita dan harapanku
Terimakasih kuucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada: 1. Ibu dan Bapak tercinta atas doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang tak akan pernah terhenti 2. Adikku tersayang, Dhimas Taufika Putra yang selalu memberikan doa, perhatian, dan bantuannya 3. Seluruh keluarga besarku dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini 4. Guru-guruku terhormat dan almamaterku tercinta
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang dan hidayah yang telah Allah SWT berikan kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, pengikut-pengikut beliau yang setia, serta seluruh umat beliau yang istiqomah sampai akhir jaman, dan semoga termasuk kita sekalian. Amin. Terselesaikannya skripsi ini telah melibatkan beberapa pihak, oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr. M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas fasilitas dan kebijakan beliau. 2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta serta selaku penguji II atas ijin dan juga semua bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A., selaku pembimbing akademik serta selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing II atas kesabaran beliau dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis/ 5. Ibu Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku penguji I yang telah bersedia to user memberikan kritik, saran, sertacommit masukan yang membangun
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak Drs. Rachmat Sutasman, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Surakarta dan Bapak Agus Budiarto, S.Pd., selaku Ketua Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta atas segala informasi dan bantuannya. 7. Adik-adik siswa kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta yang telah bersedia menjadi subjek penelitian. 8. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Winarsih, B.A. dan Bapak Drs. Eko Sarimo, atas semua kasih sayang, pengorbanan, nasihat, kesabaran, serta doa yang terus dipanjatkan bagi penulis. Syukron Jazakumullahu Khoiron Katsiron. 9. Adikku tersayang, Dhimas Taufika Putra atas kasih sayang, perhatian, dan bantuan yang telah diberikan. Semoga lancar dalam menjalankan perkuliahan. 10. Seluruh keluarga besar atas semangat, kasih sayang, doa, dan dukungannya. 11. Sahabat-sahabat terbaikku, Nopik, Ayuk, Aris, Retno, Cece, Krisna, Rofa, yang selalu memberikan motivasi bagi penulis. Jazakillah Khoir. 12. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS, khususnya angkatan 2006 untuk semangat dan kebersamaannya. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan. Mudah-mudahan segala bantuan dan doa yang telah diberikan, mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca. Amin. Wassalamu’alaikum wr.wb. Surakarta,
November 2010 Penulis,
commit to user
viii
Dhian Riskiana Putri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI SMP NEGERI 2 SURAKARTA Dhian Riskiana Putri G 0106042 ABSTRAK Program akselerasi adalah program khusus dalam dunia pendidikan yang bertujuan memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi anak berbakat intelektual untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dibandingkan dengan siswa program reguler. Program akselerasi untuk siswa-siswi berkemampuan tinggi merupakan salah satu topik penelitian terkemuka dalam dunia pendidikan. Siswa program akselerasi biasanya memiliki permasalahan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial berperan penting bagi perkembangan remaja agar dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Penyesuaian sosial seorang remaja dipengaruhi oleh faktor internal, seperti konsep diri, gambaran diri, body image, kepribadian, dan lain sebagainya, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga dan masyarakat sosial, pendidikan, kemampuan sosial, serta persahabatan atau kohesivitas kelompok teman sebaya, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakata. Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai penelitian populasi, sehingga tidak menggunakan teknik pengambilan sampel. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu skala penyesuaian sosial, skala body image, dan skala kohesivitas kelompok teman sebaya. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi dua prediktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 72,023, p 0,05, dan nilai R = 0,878. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang sgnifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,770 atau 77%, sumbangan efektif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 93,16%. Kata kunci: penyesuaian sosial, body image, kohesivitas kelompok teman commit to user sebaya
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
THE RELATIONSHIP BETWEEN BODY IMAGE AND PEER GROUP COHESIVENESS WITH SOCIAL ADJUSTMENT ON THE EIGHT GRADE STUDENTS OF ACCELERATION PROGRAM IN SMP NEGERI 2 SURAKARTA Dhian Riskiana Putri G 0106042 ABSTRACT Acceleration program is specially program in education world. Acceleration program’s aim is to give suitable service education for gifted children to finished their education faster than students of regular program. Acceleration program for gifted student is one of popular research topic in education world. Students of acceleration program usually had social adjustment problem. Social adjustment was instrumental for the development of adolescent so that can establish good relationship with other. Social adjustment an adolescent influenced by internal factor, such as self-concept, self-image, body-image, personality, etc., and also influenced by external factor, such as social and family environment, education, social ability, friendship or peer group cohesiveness, etc. This research’s aim is to know the relation between body image and peer group cohesiveness with sosial adjustment on the eight grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. This research subject is the eight grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. This research used all population as research subject called population research, so this research is not used sampling. The instruments of this research are social adjustment scale, body image scale, and peer group cohesiveness scale. The analysis method of this research is used two-predictor regression. The result showed that the value of F-test = 72,023, p 0,05, and the value of R = 0,878. The result could be concluded that the hypothesis of this research was received, and there was a significant relationship between body image and peer group cohesiveness with social adjustment on the eight grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. The value of R2 in this research is 0,770 or 77%, the effective contribution of body image is 5,2668% and the effective contribution of peer group cohesiveness is 71,7332%. The relative contribution of body image is 6,84% and the relative contribution of peer group cohesiveness is 93,16%. Keywords: social adjustment, body image, peer group cohesiveness
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..…
i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ……………………………….. iv MOTTO ……………………………………………………………………….. v PERSEMBAHAN …………………………………………………………….. vi KATA PENGANTAR ………………………………………………………... vii ABSTRAK …………………………………………………………………….. ix ABSTRACT …………………………………………………………………... x DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xi DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xv DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xvii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………….. 10 C. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 10 D. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 11 BAB II. LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian penyesuaian sosial ………………………………….. 13 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial ………... 14 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Aspek-aspek penyesuaian sosial ……………………………….. 17 4. Bentuk-bentuk penyesuaian sosial ……………………………... 19 B. Body Image 1. Pengertian body image …………………………………………. 22 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image ………………... 23 3. Aspek-aspek body image ……………………………………….. 25 4. Body image pada remaja ……………………………………….. 26 C. Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya 1. Pengertian kohesivitas ………………………………………….. 27 2. Pengertian kelompok teman sebaya ………………………...….. 29 3. Pengertian kohesivitas kelompok teman sebaya …...…………... 31 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya ………………………………….…….. 33 5. Aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya …...………... 35 6. Pengelompokan kelompok teman sebaya …………………........ 36 7. Kelompok teman sebaya pada remaja ...………………………... 38 D. Siswa Program Akselerasi 1. Pengertian program akselerasi ………………………………..... 40 2. Tujuan program akselerasi ……………………………………... 41 3. Keunggulan dan kelemahan program akselerasi ……………….. 42 E. Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Program Akselerasi ………………………………………………… 44 commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Kerangka Pikir ……………………………………………………... 49 G. Hipotesis ……………………………………………………………. 50 BAB III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian …………………………………….. 51 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian …………………………... 51 C. Populasi dan Sampel ……………………………………………….. 53 D. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber data …………………………………………………...... 54 2. Metode pengumpulan data ……………………………………... 55 E. Metode Analisis Data 1. Validitas instrumen penelitian ………………………………….. 62 2. Reliabilitas instrumen penelitian ……………………………….. 64 3. Uji hipotesis ……………………………………………………. 65 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian …………………………………….. 67 2. Persiapan penelitian …………………………………………….. 73 3. Pelaksanaan uji coba ……………………………………………. 79 4. Uji validitas dan reliabilitas …………………………………….. 80 B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian ……………………………………. 86 2. Pengumpulan data ……………………………………………… 87 3. Pelaksanaan skoring ……………………………………………. 88 commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Penyusunan nomor aitem baru untuk penghitungan analisis data ……………………………………………………. 89 C. Hasil Analisis Data dan Interpretasi 1. Uji asumsi dasar ………………………………………………... 91 2. Uji asumsi klasik ……………………………………………….. 94 3. Uji hipotesis …………………………………………………….. 99 4. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif ……………………. 102 5. Uji korelasi …………………………………………………..... 103 6. Analisis deskriptif ……………………………………………... 105 D. Pembahasan ……………………………………………………….. 109 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………………... 114 B. Saran ………………………………………………………………. 115 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 119 LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 127
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable ……………….. 57 Tabel 2. Blue Print Skala Body Image ………………………………………... 58 Tabel 3. Blue Print Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya …………… 60 Tabel 4. Blue Print Skala Penyesuaian Sosial ………………………………... 61 Tabel 5. Penentuan Kriteria Indeks Reliabilitas ……………………………… 65 Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Body Image ………………………………… 75 Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ….... 77 Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Sosial ……………………….... 78 Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Body Image ……………... 82 Tabel 10. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya …………………………………………… 83 Tabel 11. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesusian Sosial ……… 85 Tabel 12. Jumlah Siswa Kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 ………………………………. 86 Tabel 13. Tingkat Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin… 87 Tabel 14. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Body Image …………………… 89 Tabel 15. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……………………………………………………….. 90 Tabel 16. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Penyesuaian Sosial ………….... 90 Tabel 17. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………….... 91 Tabel 18. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Body Image ... 93 commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 19. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya …………………………………………… 93 Tabel 20. Hasil Uji Multikolinieritas …………………………………………... 95 Tabel 21. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan Body Image ………………………………………………………….. 96 Tabel 22. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……………………………… 97 Tabel 23. Hasil Uji Otokorelasi ………………………………………………. 98 Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) ………………. 100 Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Anova) ……….…………. 101 Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Model Summary) ………. 101 Tabel 27. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) ………………………. 103 Tabel 28. Korelasi Tiap-Tiap Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung … 104 Tabel 29. Deskripsi Data Empirik …………………………………………….. 105 Tabel 30. Deskripsi Data Penelitian …………………………………………... 106 Tabel 31. Kriteria Kategori Skala Penyesuaian Sosial dan Distribusi Skor Subjek ……………………………………………………….... 107 Tabel 32. Kriteria Kategori Skala Body Image dan Distribusi Skor Subjek ….. 108 Tabel 33. Kriteria Kategori Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dan Distribusi Skor Subjek …………………………………………….. 109
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala untuk Try Out dan Penelitian ……………………………. 127 Lampiran B. Data Try Out ……………………………………………………. 140 Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………………… 159 Lampiran D. Data Penelitian ………………………………………………….. 176 Lampiran E. Data Hasil Penelitian ……………………………………………. 194 Lampiran F. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ……………………. 197 Lampiran G. Data Kategorisasi ……………………………………………….. 202 Lampiran H. Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ………… 206 Lampiran I. Dokumentasi ……………………………………………………... 209
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Pelayanan pendidikan di Indonesia bagi siswa-siswi berinteligensi tinggi semakin meningkat ditandai dengan munculnya fenomena penyelenggaraan program percepatan belajar (kelas akselerasi) pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Program akselerasi untuk siswa-siswi berkemampuan tinggi merupakan salah satu topik penelitian terkemuka dalam dunia pendidikan (Neihart, 2007). Menurut Hawadi (2004) akselerasi adalah kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran pada waktu yang lebih cepat dan dalam usia yang lebih muda daripada usia konvensional atau reguler. Tujuan dari program akselerasi adalah memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi anak berbakat intelektual untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal. Kelas akselerasi pada awalnya dianggap sebagai solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar bagi siswa dengan IQ tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004) yang menyatakan bahwa siswa dengan IQ di atas normal memiliki keunggulan dalam hal kesehatan, penyesuiaan sosial, dan sikap moral. Pendapat ini memunculkan mitos bahwa siswa dengan IQ tinggi adalah anak
yang
berbahagia dan mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial, namun sebagian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
kelas akselerasi tidak sebaik yang diharapkan serta ditengarai membawa dampak negatif pada kehidupan sosial siswa. Siswa menjadi berkurang kesempatannya untuk bergaul dan berinteraksi dengan teman sebaya. Kurikulum program akselerasi menuntut siswa untuk dapat bekerja keras, mandiri, disiplin, dan bertanggungjawab, karena beban siswa akselerasi tidak sama bahkan jauh lebih berat dibandingkan dengan siswa pada program reguler. Permasalahan ini sering kali membuat siswa akselerasi lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar, sehingga waktu untuk bermain bersama teman sebaya menjadi berkurang (Maimunah, 2009). Para peneliti di bidang pendidikan memperkirakan bahwa sekitar 20-25% dari anak-anak berbakat mengalami masalah-masalah sosial dan emosional. Widodo (2006) mengungkapkan sebesar 15% siswa yang mengikuti program akselerasi menjadi introvert, tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pendapat, serta mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Fakta tersebut diperkuat oleh hasil penelitian berjudul ”Manajemen Sekolah Unggulan Program Akselerasi di SD H. Isriati Baiturrahman Semarang” yang dilakukan Endah (dalam Maghviroh, 2009) bahwa anak berbakat siswa akselerasi memiliki kesulitan penyesuaian sosial. Masalah penyesuaian sosial anak berbakat juga disebabkan karena adanya karakteristik anak berbakat yaitu kurang dapat bergaul, seperti dikemukakan Munandar (dalam Rahmawati dan Hartati, 2007) bahwa anak berbakat mempunyai ciri-ciri sosial diantaranya sukar bergaul dengan teman sebaya dan sukar menyesuaikan diri dalam berbagai bidang. Hasil penelitian Iswinarti (2002) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
menyebutkan bahwa sebagian anak dengan IQ tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, karena anak dengan IQ tinggi mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju, sehingga sering tidak sepadan dengan teman sebaya. Terdapat kcenderungan, anak berbakat hanya akan berteman akrab dengan teman yang memiliki kepandaian setingkat. Bergaul dengan teman yang mempunyai kepandaian setingkat, menyebabkan anak berbakat merasa mendapatkan teman sepadan untuk berdiskusi sebagai sarana memenuhi hasrat keingintahuan siswa akselerasi yang cukup besar. Penelitian penyesuaian sosial siswa akselerasi dilakukan pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta karena beberapa alasan, diantaranya ialah saat ini di Kota Surakarta hanya terdapat dua SMP yang menyelenggarakan program akselerasi, yaitu SMP Negeri 2 Surakarta dan SMP Negeri 9 Surakarta. Beberapa tahun yang lalu, SMP Negeri 1 Surakarta dan SMP Negeri 4 Surakarta juga menyelenggarakan program akselerasi, namun saat ini kedua SMP tersebut sudah beralih menyelenggarakan program pendidikan khusus lainnya, yaitu program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Berdasarkan hasil survey, interview, dan observasi yang telah dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa SMP Negeri 2 Surakarta belum pernah dipakai sebagai tempat penelitian oleh peneliti lain dalam bidang akselerasi, sedangkan SMP Negeri 9 Surakarta sudah pernah dijadikan tempat penelitian oleh peneliti sebelumnya dalam bidang akselerasi. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, peneliti memutuskan SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian mengenai penyesuaian sosial siswa akselerasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta dimulai pada tahun 2005 hingga saat ini masih berjalan. Sejak tahun 2005, program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta selalu menduduki peringkat pertama dalam pencapaian nilai UAN tertinggi se-ekskaresidenan Surakarta. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru pengampu kelas akselerasi yang juga merupakan ketua program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta, dapat diketahui bahwa siswa akselerasi lebih memiliki kemampuan berpikir dewasa serta mempunyai tanggung jawab lebih besar jika dibandingkan dengan siswa reguler, karena adanya tuntutan tugas yang berat bagi siwa akselerasi. Permasalahan yang tampak pada siswa akselerasi biasanya kurang bisa bergaul dengan teman dan terlihat kaku dalam pergaulan, sehingga memunculkan masalah dalam penyesuaian sosial. Hal ini terjadi karena adanya tekanan akademik yang menyebabkan siswa akselerasi sangat terpaku pada tugas-tugas yang diberikan. Usia siswa-siswa SMP dapat dikategorikan ke dalam masa remaja awal, yaitu berkisar antara umur 12-15 tahun (Monks dkk., 2004). Masa remaja secara global berlangsung antara umur 12 sampai dengan umur 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Ali dan Asrori (2004) mengungkapkan batasan usia pada masa remaja berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa ketika individu duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja itu sendiri, maupun bagi keluarga, ataupun juga bagi lingkungannya. Allan dkk. (2005) menyatakan bahwa periode perkembangan remaja awal memberikan commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak pengalaman menarik bagi individu mengenai berbagai macam perubahan yang dialami, diantaranya ialah perubahan biologis atau sering disebut dengan pubertas, perubahan dalam hubungan sosial dengan keluarga dan teman sebaya (peers), dan perubahan dalam bidang pendidikan yang biasanya terjadi pada saat individu berada pada sekolah menengah. Baker dkk. (1998) menjelaskan bahwa permasalahan yang banyak dialami oleh siswa berbakat sering terjadi pada sekolah dasar tingkat akhir atau pada masa sekolah menengah. Dilihat dari perspektif perkembangan sosial, anak pada usia tersebut sangat mungkin melakukan perbandingan dengan orang lain dan melakukan penilaian terhadap diri sendiri melalui proses perbandingan sosial. Penolakan dan penerimaan teman sebaya menjadi hal yang penting pada usia tersebut. Beberapa siswa berbakat memberikan perhatian yang lebih pada usaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar atau norma suatu kelompok agar dapat diterima dalam kelompok tersebut. Dilihat dari perspektif ketrampilan akademik, saat siswa duduk di sekolah dasar tingkat akhir atau sekolah menengah, pihak sekolah telah memberikan beberapa tuntutan khusus yang harus mampu dilakukan oleh siswa, seperti manajemen waktu, kemampuan dan ketrampilan belajar efektif, ketrampilan memecahkan masalah, dan sebagainya, sehingga remaja awal yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa sering mengalami permasalahan klinis (berhubungan dengan kesehatan mental) dan permasalahan sosial (berhubungan dengan individu lain dan lingkungan sosial).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Remaja awal adalah waktu ketika seorang individu mengalami banyak perubahan. Biasanya pada tahap remaja awal, individu mulai meninggalkan masa kecil dan mulai merasa nyaman pada kehidupan di sekolah menengah bersama beberapa siswa dan guru. Remaja awal juga merupakan waktu ketika anak berkembang secara mental, menentukan identitas diri, dan mengambil peran dalam kehidupan sosial (Holcomb dan McCoy, 2005). Pengaruh teman sebaya menurut pendapat Papalia dkk. (2009) paling kuat di saat masa remaja awal, biasanya memuncak di usia 12-13 tahun serta menurun pada masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir. Memasuki masa remaja, anak mulai melepaskan diri dari ikatan emosi dengan orang tua dan menjalin hubungan yang akrab dengan teman-teman sebaya. Havighurst (1972) menjelaskan beberapa tugas perkembangan remaja yang berhubungan dengan perkembangan sosial emosional, yaitu menjalin hubungan dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai suatu peran sosial, melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu kemandirian sosial dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja yang paling sulit ialah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Peningkatan keintiman, keakraban, dan komitmen terhadap kelompok teman sebaya tampak pada tahap remaja awal sampai dengan tahap remaja tengah (Joronen, 2005). Selama masa remaja, individu berusaha meningkatkan kualitas hubungan dengan lingkungan sosial. Remaja menjadi lebih kohesif, menjadi anggota suatu kelompok, dan bergabung dalam suatu kelompok tertentu. Kualitas commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keakraban pertemanan memberikan pengaruh terhadap perilaku sosial remaja. Huurre (2000) berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja menyebabkan remaja merasa perlu memiliki hubungan yang baik dengan orang tua, saudara, sahabat, teman, dan personil sekolah. Teman sebaya memainkan peran yang penting bagi remaja untuk mencapai kemandirian, meningkatkan hubungan dengan kelompok teman sebaya, meningkatkan keakraban, sebagai tempat berbagi pikiran ataupun perasaan sebagai dasar pembentukan persahabatan. Rabow
(dalam
Budiharto
dan
Koentjoro,
2004)
mendefinisikan
kohesivitas kelompok sebagai suatu pola hubungan persahabatan yang mempunyai ikatan untuk saling tolong menolong antar anggota kelompok. Baron dan Byrne (2005) mengartikan persahabatan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua individu atau lebih. Individu-individu tersebut menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, juga saling memberikan dukungan emosional satu sama lain. Cassidy dkk. (2003) menjelaskan bahwa kesamaan sikap dan nilai menjadi dasar penting bagi pembentukan persahabatan. Sears dkk. (1991) mengemukakan bahwa apabila individu sebagai anggota suatu kelompok saling menyukai satu sama lain dan dieratkan dalam ikatan persahabatan, maka kohesivitas kelompok tersebut akan semakin tinggi. Kohesivitas atau kebersamaan dalam lingkungan keluarga memberikan pengaruh pada proses penyesuaian sosial dan pencarian identitas diri seorang remaja (Schwartz, 2007). Dukungan dan kohesivitas kelompok teman sebaya (peer group), dukungan dari guru, serta kondisi lingkungan sekolah juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
berpengaruh terhadap konsep diri dan sosialisasi pada remaja awal. Hasil penelitian Tabassan dan Rafiq (1993) menyebutkan adanya perbedaan penyesuaian sosial diantara individu yang memiliki kelompok pertemanan dengan individu yang tidak memiliki kelompok pertemanan. Individu sebagai anggota suatu kelompok pertemanan lebih mudah menyesuaikan diri, lebih percaya diri, memiliki penyesuaian sosial dan emosional yang baik, serta mampu menjalankan tugas perkembangan secara maksimal. Remaja dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya, akan memperhatikan karakteristik personal dan karakteristik sosial teman sebaya, misalnya dari segi usia, tingkat kecerdasan, dan juga penampilan fisik (Cassidy dkk., 2003). Remaja cenderung memilih teman atau sahabat yang serupa dalam masalah gender, suku bangsa, sikap dan prestasi akademis (Papalia dkk., 2009). Remaja mulai lebih mengandalkan teman dibanding dengan orang tua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan secara sosial. Havighurst (1972) berpendapat bahwa perubahan dan perkembangan fisik yang pesat pada remaja membuat remaja menjadi lebih memperhatikan tubuh dan penampilan fisik, yang juga berpengaruh terhadap interaksi remaja dengan orang lain di lingkungan sekitar, terutama dengan teman sebaya. Pendapat ini diperkuat oleh Blyth dkk. (1985) bahwa hubungan dan interaksi dengan orang lain memungkinkan remaja melakukan perbandingan fisik dengan teman sebaya. Salah satu aspek psikologis dari pertumbuhan fisik pada masa remaja adalah remaja seringkali membangun citra sendiri mengenai tubuh. Perhatian yang berlebihan terhadap citra tubuh atau sering disebut sebagai body image ini commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih mencolok selama masa pubertas, pada tahap remaja awal dibandingkan dengan tahap remaja tengah atau akhir masa remaja (Santrock, 2007). Perhatian terhadap body image seorang individu sangat kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 18 tahun, baik pada remaja perempuan maupun remaja lakilaki. Thompson (2000) mengungkapkan bahwa perkembangan pada masa pubertas memberikan dampak dan perubahan fisik maupun psikologis bagi remaja perempuan dan juga remaja laki-laki, terutama berkaitan dengan perkembangan body image. Body image telah menjadi permasalahan yang banyak dialami remaja lakilaki dan remaja perempuan berusia 11-24 tahun (Wade dkk., 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fallon dan Rozin (dalam Prevos, 2005) menyebutkan bahwa permasalahan body image dialami oleh remaja perempuan dan juga remaja laki-laki. Sebesar 70% remaja perempuan merasa tidak puas dengan bentuk tubuh, sedangkan sebesar 30% remaja laki-laki merasa bahwa bentuk tubuh yang dimiliki sangat jauh dari gambaran tubuh ideal yang didambakan. Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Schur, dkk. (dalam Skemp-Arlt & Mikat, 2007)
menunjukkan bahwa 52% remaja
perempuan dan 48% remaja laki-laki berusaha menurunkan berat badan, untuk bisa memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan gambaran ideal. Thompson (2000) menjelaskan hanya sebesar 28% remaja laki-laki dan 15% remaja perempuan merasa puas terhadap seluruh bagian tubuh.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Remaja mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap penampilan fisik (Monks dkk., 2004). Apabila remaja mampu menerima keadaan fisik dengan rasa puas, remaja akan mampu melakukan penyesuaian dengan baik. Apabila remaja mempunyai persepsi negatif mengenai bentuk tubuh, hal ini dapat mempengaruhi proses sosialisasi pada individu tersebut. Hasil penelitian Ramirez dan Rosen (2001) menyatakan adanya hubungan signifikan antara body image dengan penyesuaian psikologis. Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: ”Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta”.
B. Rumusan Masalah Mengacu pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan didapat adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai body image, kohesivitas kelompok teman sebaya, dan penyesuaian sosial dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial, psikologi pendidikan, dan psikologi perkembangan, atau studi psikologi pada umumnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi orang tua, dapat memberikan wawasan tentang body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial, sehingga dapat memberikan lingkungan yang sesuai bagi anak akselerasi agar memiliki penyesuaian sosial yang baik. b. Bagi guru, dapat memberikan masukan dalam rangka menerapkan metode pendidikan yang sesuai pada siswa akselerasi serta memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi kekurangan dan kelemahan program akselerasi yang selama ini diterapkan. c. Bagi siswa, menambah pengetahuan tentang body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial, sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk mengembangkan body image positif dan menjalin hubungan persahabatan dengan kelompok teman sebaya agar dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa program akselerasi, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian penyesuaian sosial Walgito (2004) berpendapat bahwa penyesuaian dalam arti luas yaitu apabila individu dapat meleburkan diri dengan keadaan lingkungan sekitar, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri individu. Fahmi (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa penyesuaian adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu, demi terciptanya hubungan yang lebih serasi antara diri dengan lingkungan. Penyesuaian sosial sebagai kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 2004). Penyesuaian sosial adalah kesanggupan untuk bereaksi secara aktif dan harmonis terhadap realitas ataupun situasi sosial, mampu mengadakan reaksi sosial yang sehat, menghargai hak-hak sendiri dalam masyarakat, serta dapat bergaul dengan orang lain di lingkungan sosial (Kartono, 2005). Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan sosial, yaitu untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan sosial dengan harapan yang ada dalam diri individu. commit to user 13
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyesuaian sosial
adalah kemampuan untuk mematuhi norma-
norma dan peraturan sosial kemasyarakatan (Mu’tadin, 2002). Setiap masyarakat memiliki aturan dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nila-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Pada saat proses penyesuaian sosial, individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut, kemudian mematuhinya. Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, dapat dijelaskan bahwa penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan kelompok maupun lingkungan sosial, mereaksi secara tepat terhadap realitas dan situasi sosial yang terjadi dengan mematuhi norma-norma peraturan sosial kemasyarakatan, yang merupakan kebutuhan kehidupan sosial tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun lingkungan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial Schneiders (1985) berpendapat bahwa faktor lingkungan keluarga dan sekolah dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Penyesuaian dalam keluarga atau rumah 1) Hubungan yang sehat di antara keluarga Hubungan ini ditandai dengan adanya penyesuaian yang baik antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lainnya, sehingga ada rasa kasih sayang antara anggota keluarga. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua perlu diterapkan kepada anak, dan anak harus bisa menerima disiplin orang tua. Patuh terhadap otoritas orang tua merupakan langkah penting menuju penyesuaian yang baik di lingkungan masyarakat. b. Penyesuaian sosial di sekolah 1) Hormat dan mau menerima otoritas yang ada di sekolah. 2) Menunjukkan rasa tebaik dan partisipasi dalam kegiatan sosial. 3) Menjalin hubungan yang baik dengan teman dan guru. 4) Mau menerima larangan dan tanggung jawab. 5) Membantu sekolah untuk melaksanakan tujuan sesuai dengan fungsinya. Menurut Ali dan Asrori (2004) faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian sosial pada remaja, yaitu: a. Kondisi fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial pada remaja adalah hereditas, konstitusi fisik, sistem utama tubuh, serta kesehatan fisik. b. Kepribadian,
kepribadian
yang
penting
pengaruhnya
terhadap
penyesuaian sosial adalah kemauan dan kemampuan untuk berubah, pengaturan diri, realisasi diri, juga inteligensi. c. Edukasi atau pendidikan, hal-hal terkait dengan edukasi atau pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial individu adalah belajar, pengalaman, latihan, dan determinasi diri. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Lingkungan, lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penyesuaian sosial remaja meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta lingkungan masyarakat. Hurlock (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial, sebagai berikut: a. Hal-hal yang dipengaruhi dari kelahiran; merupakan sifat dasar seseorang, misalnya sifat pemalu, pendiam, yang melalui latihan atau bimbingan teratur, lambat laun akan berubah. b. Penyesuaian dan kebutuhan pribadi; artinya dalam proses penyesuaian, masing-masing individu berbeda-beda, tergantung pada persepsi individu terhadap kebutuhan-kebutuhan. Persepsi seseorang terhadap penyesuaian dan kebutuhan pribadi akan mempengaruhi penyesuaian individu dengan lingkungan sosial. c. Penyesuaian dan pembentukan kebiasaan; individu yang terbiasa terpenuhi keinginannya, akan selalu menuntut lingkungan untuk memenuhi apa yang diinginkan. Hal inilah yang harus dilatih sedini mungkin, agar individu dapat menyesuaikan diri dengan hal-hal baru yang ada di luar diri individu tersebut. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditunjukkan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial antara lain ialah penyesuaian di rumah, penyesuaian di sekolah, kondisi fisik, kepribadian, pendidikan,
lingkungan,
pembentukan kebiasaan.
faktor
kelahiran,
commit to user
kebutuhan
pribadi,
dan
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
3. Aspek-aspek penyesuaian sosial Hurlock (2004) mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian sosial sebagai berikut: a. Penampilan nyata (overt performance), penampilan yang diperlihatkan individu yang sesuai dengan norma yang berlaku di dalam kelompok. Hal ini berarti individu tersebut mampu memenuhi harapan kelompok dan diterima sebagai anggota suatu kelompok. b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, secara sosial dapat dianggap sebagai individu yang mampu menyesuaikan diri. c. Sikap sosial, individu mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, ikut berpartisipasi sosial, serta menjalankan peran dalam kelompok sosial. d. Kepuasan pribadi, ditandai dengan adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena dapat ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok dan mampu menerima diri sendiri apa adanya dalam situasi sosial. Menurut Soekanto (2003) ada beberapa aspek yang dapat mendasari penyesuaian sosial seseorang yaitu: a. Imitasi atau meniru, imitasi tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi ada aspek psikologis lain yang ikut berperan, yaitu sifat menerima dan mengagumi terhadap apa yang sedang diimitasi. b. Identifikasi, merupakan dorongan menjadi identik dengan orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
c. Simpati, simpati merupakan suatu proses yang diawali oleh suatu perasaan tertarik pada pihak lain, sehingga aspek emosi memegang peranan penting. Kartono (2005) berpendapat bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial terdiri dari: a. Memiliki perasaan atau afeksi yang kuat, harmonis, dan seimbang; sehingga selalu merasa bahagia dan mampu bersikap hati-hati. b. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi secara utuh; ditandai dengan adanya kepercayaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, memahami orang lain, dan kemampuan untuk mengontrol diri. c. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan, ditandai dengan kemampuan bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok. d. Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki ketahanan psikis untuk mengadakan adaptasi. e. Mempunyai kepribadian yang produktif, dapat merealisasikan diri dengan melaksanakan perbuatan sosial. Schneiders (1985) menyatakan bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial meliputi: a. Keharmonisan diri pribadi, kemampuan individu untuk menerima keadaan diri sendiri. b. Kemampuan mengatasi ketegangan konflik dan frustrasi, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri tanpa mengganggu kondisi emosi. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Keharmonisan
dengan
lingkungan,
kemampuan
individu
untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial yaitu penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.
4. Bentuk-bentuk penyesuaian sosial Bentuk
penyesuaian sosial,
yakni
akomodasi
yang artinya
penyesuaian diri untuk bertindak sesuai dengan hal yang baru dalam lingkungan,
dan
asimilasi
berarti
mendapatkan
kesan-kesan
baru
berdasarkan pada pola-pola penyesuaian yang sudah ada (Piaget dalam Sears dkk., 1991). Meichati (1983) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk penyesuaian pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu penyesuaian yang baik dan penyesuaian yang terganggu. a. Penyesuaian sosial yang baik Hurlock (2004) memberikan empat kriteria sebagai ciri penyesuaian sosial yang baik, yaitu: 1) Melalui sikap dan tingkah laku nyata (overt performance) yang diperlihatkan remaja. Apabila tingkah laku nyata seorang remaja sesuai dengan norma kelompok, maka remaja mampu memenuhi harapan kelompok dan diterima menjadi anggota kelompok tersebut. 2) Apabila remaja dapat menyesuaikan diri dengan setiap kelompok yang dimasuki.
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Pada penyesuaian diri yang baik, remaja memperlihatkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, memiliki keiginan untuk ikut terlibat dan berpartisipasi sosial, serta mampu menjalankan peran sebagai anggota kelompok. 4) Adanya rasa puas dan bahagia yang dimiliki individu karena dapat turut serta mengambil bagian dalam aktivitas kelompok, teman sebaya, ataupun orang dewasa lainnya. Selanjutnya Hurlock (2004) berpendapat bahwa individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik akan mampu mempelajari ketrampilan-ketrampilan sosial yang dibutuhkan, ketrampilan menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang tidak dikenal sehingga sikap individu terhadap orang lain akan menyenangkan, misalnya kesediaan membantu orang lain meski sedang mengalami kesulitan. b. Penyesuaian sosial yang terganggu Penyesuaian
sosial
yang
dilakukan
individu
terhadap
lingkungan sosial tidak selamanya berhasil dengan baik, terkadang juga mengalami kesulitan atau gangguan. Manifestasi dari kesulitan penyesuaian sosial akan mengganggu keseimbangan individu dalam kehidupan sehari-hari. Semiun (2006) menjelaskan bahwa penyesuaian yang baik diperoleh individu melalui proses belajar yang tidak terjadi dengan sendirinya. Apabila terjadi hubungan yang kurang lancar dengan orang lain, individu akan mengalami tekanan batin dan juga hambatancommit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hambatan dalam melakukan tugas-tugas perkembangan, seperti timbul rasa kecewa, frustrasi, tidak dapat mengatasi masalah dengan baik, bahkan sampai mengganggu kesehatan jiwa. Hurlock (2004) menyatakan bahwa penyesuaian sosial yang terganggu ditandai dengan adanya sifat egosentris, cenderung menutup diri, tidak sosial atau anti sosial, mengalami hambatan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kondisi yang menyebabkan kesulitan dalam penyesuaian sosial, antara lain: 1) Apabila pola perilaku yang buruk dikembangkan di lingkungan rumah, mengakibatkan anak mengalami kesulitan penyesuaian di luar rumah. 2) Apabila lingkungan rumah kurang memberikan model atau contoh perilaku yang layak untuk ditiru anak, kemungkinan anak akan mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosial diluar rumah. 3) Kurang memberikan motivasi kepada anak untuk belajar meletakkan penyesuaian sosial yang baik, akibatnya anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar dari individu yang lebih dewasa.
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Body Image 1. Pengertian body image Chaplin (2005) mengartikan body image adalah ide seseorang mengenai penampilan diri dihadapan orang lain dan bagi orang lain. Papalia dkk. (2009) menyatakan bahwa body image merupakan gambaran dan evaluasi individu tentang penampilan fisik diri sendiri. Thompson (2000) mengungkapkan body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat tubuh, ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik seseorang. Menurut Eysenck dkk. (dalam Thompson, 2000) menyatakan bahwa body image pada umumnya merupakan wadah pikiran mengenai tubuh seseorang yang bersifat dinamis, senantiasa berubah menurut informasi yang diterima dari lingkungan di sekitar individu. Body image ialah persepsi mental seseorang terhadap tubuh yang dimiliki, terutama mengenai ukuran dan bentuk tubuh (Sousa, 2008). Body image adalah bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik (Mappiare, 1982). Cash dan Pruzinsky (2002) menyebutkan bahwa body image merupakan sikap seseorang terhadap tubuh yang dimiliki berupa penilaian positif atau negatif. Na’imah dan Rahardjo (2008) menjelaskan body image sebagai sikap seseorang terhadap tubuh, persepsi mengenai bentuk dan ukuran tubuh berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman sosial terhadap atribut fisik yang dimiliki, serta penilaian atau cara pandang seseorang terhadap tubuh diri sendiri. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran, dan perasaan yang dimiliki individu terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, serta berat tubuh diri sendiri, yang mengarah kepada penampilan fisik berupa penilaian positif atau negatif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image Faktor-faktor yang mempengaruhi body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah: a. Media massa, isi tayangan media massa sangat mempengaruhi body image remaja, kerena media sering menggambarkan standar tubuh ideal. b. Keluarga, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi,
sehingga
mempengaruhi
body image anak melalui
permodelan, umpan balik, dan instruksi. c. Hubungan interpersonal, hubungan interpersonal membuat individu cenderung membandingkan diri sendiri dengan orang lain, umpan balik yang diterima individu akan mempengaruhi konsep diri termasuk perasaan diri terhadap penampilan fisik. Blyth
dkk.
(1985)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi body image antara lain: a. Reaksi dari orang lain, individu berusaha menjalin interaksi dengan orang lain agar dapat diterima oleh orang lain, sehingga individu akan commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memperhatikan
pendapat
atau
reaksi
yang
dikemukakan
oleh
lingkungan termasuk pendapat mengenai fisik atau tubuh. b. Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural idea, remaja cenderung lebih peka terhadap penampilan fisik dan seringkali membandingkan diri sendiri dengan orang lain, teman sebaya ataupun lingkungan sekitar. c. Identifikasi terhadap orang lain, beberapa individu merasa perlu mengubah penampilan agar serupa atau mendekati idola yang dianut untuk mendapatkan pengakuan dan peneriman lingkungan. Thompson (2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi body image ialah media massa, perbandingan sosial, dan jenis kelamin. Hurlock (2004) berpendapat bahwa faktor peranan seseorang dapat mempengaruhi body image. Tubuh bagi seorang individu berkaitan dengan peranan yang dipegang dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan. Terdapat suatu anggapan bahwa kedudukan atau peranan tertentu dalam pergaulan, akan lebih mudah diraih oleh seseorang yang mempunyai daya tarik fisik. Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi body image adalah faktor media massa, keluarga, jenis kelamin, perbandingan sosial, identifikasi terhadap orang lain, dan peranan yang dipegang individu dalam kehidupan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
3. Aspek-aspek body image Aspek-aspek body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah: a. Evaluasi penampilan (Appearance Evaluation) Penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik atau tidak menarik, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan. b. Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction) Kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian tubuh tertentu, seperti wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan. c. Kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation) Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari-hari, seperti kecenderungan malakukan diet untuk menurunkan berat badan, serta membatasi pola makan. d. Pengkategorian ukuran tubuh (self-classified weight) Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan menilai berat badan mereka. McCabe (dalam Na’imah dan Rahardjo, 2008) menjelaskan aspek body image terdiri dari: a. Aspek kognisi dan afeksi terhadap tubuh, mengungkap pikiran dan perasaan individu tentang kepuasan atau ketidakpuasan terhadap tubuh. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Aspek perilaku, mengungkap perilaku individu yang mementingkan bentuk tubuh dan penampilan melalui perilaku tertentu, seperti diet, olahraga, dan perawatan tubuh. c. Persepsi, mengungkap persepsi individu terhadap bagian tubuh tertentu. Blyth (1985) menyatakan aspek-aspek body image melibatkan aspek kognitif dan aspek afektif. Sousa (2008) menjelaskan bahwa body image terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan perseptual. Thompson (2000) menyebutkan aspek-aspek body image meliputi aspek perseptif, subjektif, dan behavioral. Gerner dan Wilson (2005) mengungkapkan beberapa aspek body image yaitu aspek perseptual, emosional atau subjektif, serta aspek behavioral. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa aspek-aspek body image yaitu evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.
4. Body image pada remaja Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja awal atau disebut dengan masa pubertas, sering membuat remaja merasa aneh terhadap tubuh yang dimiliki. Remaja menjadi sensitif dan sangat memperhatikan bentuk tubuh atau penampilan fisik (Langone dan Glickman, 2004). Remaja akan memiliki gambaran tubuh (body image) ideal berdasarkan persepsi diri sendiri dan cenderung bersifat subjektif. Skemp-Arlt dan Mikat (2007) commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengatakan bahwa permasalahan body image meningkat pada masa remaja awal sekitar usia 13-15 tahun. Gambaran tubuh atau body image pada remaja terbentuk berdasarkan persepsi indvidual dan juga berdasarkan penilaian orang lain. Havighurst (1972) menyebutkan salah satu tugas perkembangan remaja ialah bahwa remaja harus mampu menerima keadaan fisik dan memanfaatkan fisik secara optimal. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa body image pada remaja menyebakan remaja memiliki perhatian cukup besar terhadap penampilan fisik dan bentuk tubuh, hal ini terjadi karena adanya perubahan fisik yang sangat cepat pada masa pubertas.
C. Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya 1. Pengertian kohesivitas Rumusan asli istilah kohesivitas adalah dari disiplin fisika yaitu kekuatan atau daya tarik menarik diantara molekul-molekul suatu benda. Sebagaimana yang dikemukakan Kellerman (dalam Oktaviansyah, 2008) dengan menggunakan analogi ilmu fisika dan biologi menjelaskan kohesivitas sebagai suatu model proses sosial, yang menganggap kelompok sebagai molekul, atom-atom pembentuknya adalah individu-individu anggota kelompok, sedangkan kekuatan yang mengikat atom-atom terletak pada daya tarik interpersonal yang ada di dalam kelompok tersebut, commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga dapat dijelaskan bahwa kohesivitas merupakan daya tarik interpersonal yang menarik anggota untuk tetap berada dalam kelompok. Chaplin (2005) mengartikan kohesivitas sebagai rasa satu kesatuan yang terikat dan saling mendukung sehingga menggambarkan adanya kualitas ketergantungan di antara anggota kelompok. Sobur (2003) menjelaskan bahwa kohesivitas bersifat subjektif, memberikan warna emosional, dan juga memberikan arti pada anggota kelompok. Kohesivitas adalah pola nyata dari suatu hubungan, mempertegas, dan memperkuat hubungan. Kohesivitas merupakan derajat atau tingkat ketertarikan antar anggota kelompok. Festinger (dalam Baron dan Byrne, 2005) mengartikan kohesivitas sebagai kekuatan yang mendorong anggota suatu kelompok untuk tetap bertahan
dalam
kelompok,
saling
menyukai
antar
anggota,
dan
mempertahankan keinginan untuk saling memilki antar anggota kelompok. Adebayo dan Ogunleye (2010) mengartikan kohesivitas sebagai rasa kesatuan diantara anggota suatu kelompok. Wright dan Drewery (2006) mengemukakan bahwa kohesivitas adalah kebersamaan antar anggota kelompok yang terjadi karena adanya ketertarikan sosioemosional antar anggota kelompok. Ming (2004) berpendapat bahwa kohesivitas ialah karakteristik dalam suatu kelompok yang menyebabkan para anggota kelompok merasa sebagai satu kesatuan karena adanya kemampuan, harapan, dan tujuan yang sama, serta saling melakukan aktivitas kelompok secara bersama-sama.
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sears dkk. (1991) mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai kekompakan dan kesatuan yang dimiliki oleh setiap anggota dalam suatu kelompok. Robins (dalam Oktaviansyah, 2008) menyebutkan bahwa semakin kohesif suatu kelompok, para anggota kelompok akan semakin mengarah ke tujuan. Kelompok dengan tingkat kohesivitas tinggi biasanya memiliki tingkat ketertarikan yang kuat pada masing-masing anggota kelompok. Tingkat kohesivitas yang tinggi akan berkembang menjadi usaha memberikan yang terbaik bagi kelompok. Oktaviansyah (2008) menjelaskan bahwa pada kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi disertai adanya penyesuaian yang tinggi pula terhadap kelompok dan anggota kelompok tersebut. Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kohesivitas merupakan suatu kekuatan, kebersamaan, dan kesatuan antar anggota suatu kelompok.
2. Pengertian kelompok teman sebaya Teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Teman sebaya (peer)
adalah
sumber
afeksi,
simpati,
pengertian,
tempat
untuk
bereksperimen, serta tempat untuk membentuk hubungan yang mendalam dengan orang lain (Mappiare, 1982). Lingkungan kelompok teman sebaya (peer group) adalah lingkungan sosial pertama bagi remaja untuk belajar hidup bersama orang lain di luar lingkungan keluarga, merupakan suatu commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok baru dengan ciri, norma, dan kebiasaan yang berbeda dengan lingkungan keluarga. Horrock dan Benmoff (dalam Hurlock, 2004) mengungkapkan bahwa kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata para remaja yang menyiapkan remaja untuk mampu melakukan penyesuaian dengan lingkungan dan orang dewasa lainnya. Kelompok teman sebaya sebagai tempat untuk melakukan sosialisasi melalui nilai-nilai yang berlaku pada teman-teman sebaya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Wibowo (2004) bahwa kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk belajar mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial, membangun hubungan keakraban (intimacy), persahabatan, dan kerjasama. Walgito (2004) menyebutkan bahwa kelompok teman sebaya (peer group) merupakan kelompok primer dan juga kelompok informal. Kelompok primer adalah kelompok dengan interaksi sosial yang cukup intensif, cukup akrab, serta memiliki hubungan yang cukup baik diantara para anggota kelompok, sedangkan kelompok informal biasanya memiliki norma tidak tertulis. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok teman sebaya (peer group) adalah kelompok yang aggotanya memiliki usia hampir sama, memiliki ciri, norma, kebiasaan tersendiri, serta merupakan tempat awal bagi remaja untuk melakukan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pengertian kohesivitas kelompok teman sebaya Kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok. Kohesivitas ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar anggota kelompok yang bisanya senang untuk bersama-sama. Semua itu menunjukkan adanya kesatuan, keeratan, dan saling ketertarikan antar anggota kelompok
(Gitosudarmo dan Sudita dalam Budiharto dan
Koentjoro, 2004).
Berawal dari kohesivitas kelompok, akan muncul
kelompok-kelompok dalam remaja yang solid dengan tujuan, norma, dan perilaku tertentu, yang mendukung tujuan dari kelompok tersebut. Anggota dari kelompok yang kohesif biasanya mempunyai kesamaan pendapat dan tindakan (Walgito, 2004). Adanya kohesivitas dalam
suatu
kelompok
membuat
individu-individu
yang
menjadi
anggotanya akan bersedia melakukan kegiatan yang sama diantara anggota kelompok (Monks dkk., 2004). Individu cenderung berperilaku sama atau searah
dengan
anggota
lain
dalam
peer
group
yang
diminati.
Kecenderungan remaja untuk berperilaku searah dengan kelompok teman sebaya tidak terlepas dari keinginan remaja untuk diterima sebagai bagian dari kelompok, karena pada masa remaja terjadi dua pola pergerakan yaitu menghindar dari orang tua dan menuju kelompok teman sebaya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Zulkifli (2006) yang menyatakan bahwa remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok teman sebaya (peer group), sehingga sering kali orang tua dinomorduakan sedangkan kelompok teman sebaya (peer group) dinomorsatukan. Remaja commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang berhasil diterima di lingkungan kelompok teman sebaya (peer group) akan berusaha untuk tetap masuk dalam lingkungan teman sebaya tersebut, remaja akan berusaha mengikuti aturan atau kegiatan yang berlaku pada kelompok yang diikuti. Remaja dalam kelompok teman sebaya memiliki rasa ketergantungan yang kuat diantara anggota kelompok. Pengaruh kuat kelompok teman sebaya (peer group) merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa remaja (Mappiare, 1982). Remaja mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kelompok mengenai kode-kode tingkah laku yang ditetapkan sendiri. Remaja akan menghargai dan mematuhi
norma-norma dalam kelompok yang diikuti. Setelah
menyesuaikan bakat, minat dan nilai yang ada dalam kelompok, maka akan muncul rasa kohesif terhadap kelompok tempat remaja bergabung tersebut. Kohesivitas dapat pula merupakan suatu bentuk hubungan persahabatan yang mempunyai ikatan untuk saling membantu dan menolong antar anggota. Remaja yang telah bergabung dengan suatu kelompok dan merasa cocok, maka akan memunculkan kohesivitas yang kuat pada diri remaja, sehingga remaja akan menjunjung tinggi norma-norma kelompok sesuai dengan lingkungan yang ada pada kelompok tersebut. Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebaya (peer group), bahkan terkadang mengarah pada fanatisme, sehingga setiap anggota kelompok menyadari bahwa terdapat suatu kesatuan yang terkait dan saling mendukung (Santrock, 2007). Pada remaja, penerimaan diri commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan sosial. Remaja akan melakukan apapun agar dapat dimasukkan dalam anggota suatu kelompok yang diminati. Remaja yang tidak kohesif atau tidak dapat mengikuti aturan kelompok, akan dikucilkan sehingga dapat menyebabkan stres, frustrasi, serta kesedihan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kohesivitas kelompok teman sebaya adalah kekuatan dalam diri remaja sebagai bagian dari anggota suatu kelompok teman sebaya, sehingga memunculkan tindakan saling menjaga dan mempertahankan keutuhan kelompok, serta mencegah anggota meninggalkan kelompok. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk persahabatan yang cukup erat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya Menurut Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya, yaitu: a. Kebersamaan, kelompok memberikan remaja teman akrab yang bersedia menghabiskan waktu bersama-sama dalam setiap aktivitas. b. Stimulasi, kelompok memberikan informasi-informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan. c. Dukungan
fisik,
kelompok
memberikan
kemampuan, dan pertolongan pada para anggota.
commit to user
waktu,
kemampuan-
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
d. Dukungan ego, kelompok menyediakan harapan dan juga umpan balik yang dapat membantu remaja dalam menggambarkan diri sebagai individu yang mampu, menarik, dan berharga. e. Perbandingan sosial, kelompok menyediakan informasi tentang cara berhubungan dengan orang lain, baik hubungan dengan teman sebaya ataupun hubungan dengan orang dewasa lainnya. f. Keakraban atau perhatian, kelompok memberikan hubungan yang hangat, dekat, saling percaya antar anggota, hubungan yang berkaitan dengan pengungkapan diri. Baron dan Byrne (2005) rnengemukakan bahwa kohesivitas teman sebaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Adanya dukungan sosial, banyak penelitian menunjukkan apabila seseorang berada di bawah tekanan kelompok, maka individu tersebut cenderung akan menyetujui pendapat yang diberikan oleh kelompok, tetapi dengan adanya dukungan sosial, akan banyak menolong seseorang untuk mengumpulkan keberanian dalam menolak penilaian dan pendapat yang diberikan oleh kelompok. b. Ukuran kelompok, semakin sedikit jumlah anggota kelompok, maka tingkat kohesivitas kelompok semakin tinggi. c. Jenis kelamin, banyak penelitian menyimpulkan bahwa perempuan lebih kohesif dalam menjalin hubungan pertemanan daripada laki-laki. Monks dkk. (2004) menambahkan faktor yang mempengaruhi kohesivitas teman sebaya, yakni usia anggota. Pada usia tertentu, individu commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih sering melakukan kohesivitas terhadap suatu kelompok, yaitu pada masa remaja atau sekitar usia 12-21 tahun. Yessy (2003) menyebutkan faktor yang mempengaruhi kedekatan persahabatan, yaitu faktor internal seperti faktor biologis atau faktor temperamen, dan faktor eksternal, yaitu faktor dari lingkungan, seperti kemiskinan, penyakit prenatal, dan pengasuhan. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya (peer group) yaitu kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, keakraban atau perhatian, dukungan sosial, ukuran kelompok, jenis kelamin, usia anggota, dan juga lingkungan.
5. Aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya Shaw dan Costanzo (1989) berpendapat bahwa aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya antara lain: a. Interaksi, merupakan suatu hubungan dua individu atau lebih, saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku antar individu satu dengan individu yang lain. b. Pengaruh sosial, kelompok yang kohesif akan terdorong untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok sosial yang ada di lingkungan sekitar.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Produktivitas kelompok, individu dalam satu kelompok, lambat laun akan lebih sadar, lebih mudah mengerti, memahami kebutuhan anggota, serta lebih merasakan kebutuhan masing-masing anggota. d. Kepuasan, kelompok dengan tingkat keeratan tinggi cenderung memberikan rasa puas kepada anggota kelompok. Festinger (dalam Yusuf 1989) berpendapat bahwa aspek yang menjadi penentu suatu kohesivitas kelompok teman sebaya adalah daya tarik individu (individual attraction) dan juga adanya rasa saling tertarik antar anggota. Wibowo (2004) mengemukakan aspek kohesivitas kelompok teman sebaya adalah aspek individuality yang diwakili oleh adanya penegasan diri dan keberadaan diri, serta aspek connectedness diwakili oleh kepekaan dan mutualitas. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya yaitu interaksi, pengaruh sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan.
6. Pengelompokan kelompok teman sebaya Para ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa remaja, diantaranya dikemukakan oleh Mappiare (1982) yaitu: a. Kelompok Chums (sahabat karib), remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis kelamin yang sama, memiliki minat, kemampuan, dan kemamauan yang mirip. b. Kelompok Cliques (kelompok sahabat), terdiri dari dua pasang sahabat karib atau dua chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Remaja melakukan kegiatan bersama-sama, seperti menonton, rekreasi, pesta, dan lain-lain. c. Kelompok Crowds (kelompok banyak remaja), terdiri dari banyak remaja, karena besarnya kelompok, maka jarak emosi antar anggota cenderung renggang. Terdapat jenis kelamin yang berbeda, keragaman kemampuan, minat, dan kemauan diantara anggota crowds. Hal yang sama dimiliki adakah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh teman-teman dalam crowdsnya. d. Kelompok yang di organisir, kelompok yang sengaja dibentuk dan diorganisir oleh orang dewasa, biasanya melalui lembaga-lembaga tertentu, misalnya sekolah. Kelompok ini umumnya timbul atas dasar kesadaran
orang
dewasa
bahwa
remaja
sangat
membutuhkan
penyesuaian pribadi dan sosial, penerimaan dan keikutsertaan dalam kelompok-kelompok. e. Kelompok Gangs, kelompok yang terbentuk dengan sendirinya, pada umumnya merupakan akibat pelarian dari empat jenis kelompok tersebut di atas, yaitu kelompok remaja yang merasa tidak terpenuhi kebutuhan pribadi dan sosial mereka akibat penolakan teman sebaya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
atau ketidakmampuan remaja dalam menyesuaikan diri dengan keempat kelompok sebelumnya. Hurlock (2004) mengemukakan pengelompokan sosial remaja yang tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Mappiare, yaitu terdiri dari teman dekat (sahabat karib), kelompok kecil (kelompok teman dekat), kelompok besar (beberapa kelompok teman dekat dan kelompok teman kecil), kelompok yang terorganisasi (kelmpok yang dibina oleh orang dewasa), dan kelompok gang (remaja yang tidak termasuk dalam keempat kelompok sebelumnya). Berdasarkan beberapa penjelasan yang diutarakan di atas dapat diketahui bahwa pengelompokan teman sebaya terdiri dari kelompok sahabat karib, kelompok teman dekat, kelompok teman dekat dan kelompok teman kecil, kelompok yang dibina oleh orang dewasa, dan kelompok gang.
7. Kelompok teman sebaya pada remaja Kelompok pertemanan pada remaja menyebabkan remaja merasa dihargai, dicintai, dan dimengerti oleh teman sebaya. Remaja berusaha menerima nilai, norma, dan peraturan yang ada dalam kelompok (Yessy, 2003). Remaja akan menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya, sehingga tingkah laku, minat, sikap dan pikiran remaja banyak dipengaruhi oleh
kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya (peer group)
memberikan pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan, dan penyesuaian diri remaja. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelompok teman sebaya (peer group) pada remaja dapat memberikan manfaat positif yang dihubungkan dengan kedekatan atau keintiman hubungan antar pribadi, persahabatan, afeksi, komunikasi, dan cinta. Kelompok teman sebaya juga memberikan berbagai tipe perhatian kepada remaja dalam bentuk penghargaaan, pengakuan, status, dan sebagainya (Zulkifli, 2006). Kelompok teman sebaya mampu memenuhi kebutuhan remaja, misalnya kebutuhan untuk dimengerti, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan harga diri, kebutuhan rasa aman, dan sebagainya. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Papalia dkk. (2009) bahwa remaja mendapatkan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan moral dari teman sebaya. Kelompok teman sebaya menyediakan rasa aman bagi remaja untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditunjukkan bahwa kelompok teman sebaya (peer group) dalam kehidupan remaja memiliki pengaruh yang kuat baik menyangkut tingkah laku, minat, sikap, maupun pikiran remaja. Kelompok teman sebaya mampu memenuhi kebutuhan remaja, memberikan rasa aman, dukungan afeksi, emosi, moral dan juga dukungan sosial pada seorang remaja.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D.
Siswa Program Akselerasi
1. Pengertian program akselerasi Hawadi (2004) menjelaskan program akselerasi merupakan program pembelajaran yang diikuti oleh siswa dengan kecerdasan luar biasa, sehingga diharapkan kelas akselerasi ini mampu memenuhi kebutuhan layanan pendidikan khusus bagi siswa cerdas berbakat istimewa. Menurut Nulhakim (2007) bahwa program percepatan belajar atau akselerasi merupakan program kebijakan pendidikan untuk memberikan layanan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan keberbakatan akademik istimewa. Program percepatan belajar atau program akselerasi merupakan program layanan pendidikan yang diberikan kepada siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk dapat menyelesaikan masa belajarnya lebih cepat dari siswa lain pada kelas reguler (Putri dkk., 2005). Program akselerasi menurut Brody dan Mills (2005) merupakan program pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa agar dapat lulus lebih cepat dibandingkan anak-anak reguler. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa program akselerasi adalah suatu program pendidikan yang memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak cerdas berbakat istimewa agar dapat menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang lebih cepat.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tujuan program akselerasi Hawadi (2004) menyebutkan bahwa penyelenggaraan program akselerasi mempunyai dua tujuan, yaitu: a. Tujuan umum 1) Memberikan pelayanan terhadap peserta didik (akseleran) yang mempunyai karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektif. 2) Memenuhi hak asasi peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang dibutuhkan. 3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik. 4) Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan.
b. Tujuan khusus 1) Menghargai peserta didik yang mempunyai kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidkan lebih cepat. 2) Memacu kualitas atau mutu peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara berimbang. 3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Menurut Nulhakim (2007) tujuan dari program akselerasi adalah untuk memberikan perlakuan dan pelayanan pendidikan bagi siswa yang mempunyai
kemampuan
dan
kecerdasan
luar
biasa
mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan secara optimal. commit to user
agar
dapat
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa tujuan dari program akselerasi adalah sebagai sarana untuk memberikan layanan secara khusus bagi mereka yang mempunyai bakat dan kecerdasan istimewa. Adanya program akselerasi dapat memacu kualitas serta mutu peserta didik dalam aspek spiritual, emosional, intelektual secara berimbang.
3. Keunggulan dan kelemahan program akselerasi Neihart (2007) menyatakan bahwa program akselerasi memberikan beberapa manfaat, diantaranya siswa dapat lebih awal memasuki dunia sekolah, lebih awal masuk ke universitas, dan dapat mempercepat kelulusan, akan tetapi program akselerasi juga memberikan konsekuensi negatif terhadap aspek sosial dan emosional pada siswa akselerasi. Tawil
(2010)
menyebutkan
beberapa
keunggulan
program
akselerasi, antara lain: a. Lebih memberikan tantangan jika dibandingkan dengan kelas reguler. b. Memberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kemampuan. c. Siswa akan terstimulasi oleh lingkungan sosial karena berada dalam satu kelas dengan siswa lain yang memiliki kemampuan intelektual sebanding, sehingga tidak memungkinkan siswa untuk bermalasmalasan dalam belajar. d. Dapat lulus pada waktu yang lebih cepat. Keunggulan tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gross (1993) menemukan bahwa sebagian siswa cerdas commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelas akselerasi merasakan dampak positif, diantaranya materi pelajaran yang menantang, meningkatkan minat baca, sehingga kemajuan belajar juga menjadi lebih cepat. Tawil (2010) juga menyebutkan kelemahan program akselerasi, antara lain: a. Kesempatan siswa untuk bersosialisasi dengan teman sebaya berkurang, sehingga memunculkan permasalahan sosial dan emosional. b. Beban tugas yang terlalu banyak dapat menjadi tekanan bagi siswa dan mengganggu kesehatan mental siswa berbakat. c. Akselerasi atau percepatan pada bidang intelektual, belum dan kurang diikuti dengan percepatan pada aspek lain. Kelemahan kelas akselerasi tersebut didukung dengan hasil penelitian oleh Gross (1994) mengatakan bahwa program akselerasi cenderung menimbulkan masalah sosial emosional pada siswa akselerasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dijelaskan bahwa program akelerasi memiliki beberapa keunggulan, yaitu mempercepat kelulusan, memberikan tantangan pada siswa cerdas berbakat istimewa, dan memberikan lingkungan yang sesuai bagi anak berbakat, sedangkan kelemahan
program
akselerasi,
pada
umumnya
berkaitan
permasalahan penyesuaian sosial dan emosional siswa akselerasi.
commit to user
dengan
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E.
Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial Individu terkadang kurang begitu memperhatikan permasalahan interaksi dan penyesuaian sosial. Terutama pada siswa akselerasi yang terkesan hanya mementingkan aspek akademis saja, padahal sebagai makhluk sosial, anak cerdas berbakat istimewa juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat, pemikiran, sikap, dan juga aktivitas dari anggota masyarakat lainnya (Neihart, 2007). Tawil (2010) menjelaskan bahwa berada dalam kelas akselerasi menyebabkan anak menjadi jauh dari lingkungan sosial, serta menjadikan siswa akselerasi sebagai suatu kelompok khusus. Kurangnya pergaulan yang luas dan bervariasi dapat menyebabkan siswa akselerasi merasa sebagai anggota masyarakat dengan tingkatan tersendiri sehingga sulit melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosial sekitar. Kartika (dalam Maghviroh,
2009)
menjelaskan
hasil
penelitiannya
dengan
judul
”Manajemen Pendidikan Program Akselerasi Studi Kasus di SMP Negeri 2 Semarang” bahwa masalah yang biasa dihadapi oleh siswa akselerasi, di antaranya adalah masalah dengan teman sebaya, masalah sosial, masalah dengan guru dan orang tua, serta masalah kerja sama, dan perasaan sosial. Crown (2001) mengungkapkan bahwa siswa berbakat memiliki kesulitan dalam masalah komunikasi dan cenderung memilih kelompok teman sebaya sebagai tempat berbagi masalah. Baker dkk. (1998) commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyebutkan bahwa lingkungan sosial siswa berbakat termasuk teman sebaya, dapat memberikan pengaruh pada tingkat prestasi siswa berbakat. Kelekatan dan persahabatan teman sebaya pada sekolah menengah pertama ataupun pada sekolah menengah atas, mampu memberikan pandangan positif terhadap permasalahan yang dialami oleh siswa berbakat. Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian Chen dkk. (2008) yang mengindikasikan adanya hubungan signifikan antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan hubungan sosial remaja. Penerimaan teman sebaya memberikan dampak positif bagi pencapaian prestasi akademik dan juga berpengaruh terhadap kompetensi sosial seseorang. Hasil
penelitian
yang
berfokus
pada
kemampuan
sosial
menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisisasi seseorang. Aktivitas kelompok teman sebaya misalnya responsivitas, otonomi, kohesivitas, dan juga kelekatan antara individu dengan kelompok teman sebaya (Engels dan Rutger, 2002). Fakta ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Papalia dkk. (2009) bahwa kapasitas untuk membangun kedekatan dan keakraban dengan kelompok teman sebaya (peer group) berhubungan dengan penyesuaian diri psikologis dan kompetensi sosial. Fotti dkk. (2006) mengungkapkan bahwa kedekatan hubungan dengan teman sebaya (peers) dan penerimaan sosial berpengaruh terhadap penyesuaian psikologis remaja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Hasil penelitian Tarrant (2002) menunjukkan bahwa remaja pada usia 14-15 tahun seringkali melakuakan perbandingan sosial dengan orang lain, khususnya teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan tempat awal bagi remaja untuk mempelajari proses sosial yang akan digunakan remaja sebagai bekal untuk merealisasikan hubungan sosial dalam masyarakat di masa depan. Solichatun (2004) menyebutkan bahwa kedekatan remaja yang tinggi dengan kelompok teman sebaya dan kuatnya frekuensi kontak fisik dan emosional dengan suatu kelompok, biasanya dirasakan remaja sebagai kondisi yang memberikan rasa aman dalam menjalankan hubungan sosial. Kontak remaja dengan kelompok teman sebaya memungkinkan remaja memperoleh berbagai informasi dan pengalaman sosial yang dibutuhkan untuk memenuhi kepuasan personal dalam mengembangkan hubungan sosial dengan orang lain di luar lingkungan keluarga. Remaja awal yaitu berkisar antara usia 12-13 tahun merupakan masa yang ideal bagi individu untuk belajar membangun hubungan sosial (Roseth dkk., 2008). Usia tersebut adalah saat terjadinya perubahan fisik yang sangat cepat atau sering disebut sebagai masa pubertas. Remaja awal mulai memberikan perhatian lebih terhadap anatomi tubuh, teman sebaya (peers), serta penerimaan sosial. Santrock (2002) menjelaskan bahwa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan sosial emosional, kognitif, dan biologis. Perubahan sosial emosional meliputi perubahan dalam hubungan commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
individu dengan manusia lain, perubahan emosi, serta perubahan peran dalam konteks sosial. Perubahan sosial yang dialami remaja menyebabkan remaja harus menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan biologis mencakup perubahanperubahan dalam hakikat fisik individu. Remaja dalam melakukan perbandingan sosial dengan orang lain, khususnya teman sebaya, seringkali melihat dan membandingkan tubuh yang dimiliki dengan tubuh orang lain (Suprapto dan Aditomo, 2007). Menurut Na’imah dan Rahardjo (2008) bahwa pada masa remaja, terutama masa remaja awal, individu selalu disibukkan dengan tubuh dan penampilan fisik. Individu merasa perlu mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh. Citra tubuh atau sering disebut sebagai body image merupakan gambaran mental remaja dalam menilai bentuk tubuh dan penampilan fisik yang dimiliki. Hurlock (2004) mengemukakan bahwa body image adalah evaluasi dan persepsi terhadap keadaan fisik individu. Perkembangan biologis pada remaja terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, berkembangnya otot-otot tubuh, dan sebagainya. Hal tersebut membuat remaja menjadi sensitif terhadap gambaran fisik dan bentuk tubuh. Moore dan Smolak (2002) menyatakan bahwa body image berkaitan erat dengan kesehatan psikis seorang individu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Penampilan fisik yang menarik mempunyai arti penting dalam suatu hubungan sosial pada remaja (Rice dan Dolgin, 2002). Daya tarik fisik mempengaruhi perkembangan kepribadian, hubungan sosial, penerimaan teman sebaya, dan juga perilaku sosial seorang remaja. Gerner dan Wilson (2005) mengatakan bahwa penampilan fisik berhubungan dengan tingkat penerimaan teman sebaya, perolehan dukungan sosial, serta keakraban pertemanan. Papalia dkk. (2009) menjelaskan bahwa remaja yang sedang mengalami perubahan fisik, merasa nyaman saat menjalin hubungan dengan teman sebaya yang juga sedang mengalami perubahan serupa. Hurlock (2004) mengungkapkan bahwa individu dalam interaksi dengan teman sebaya mempunyai peluang yang sama untuk dapat mempelajari ketrampilan sosial dan berpartisipasi dalam kelompok, sehingga akan mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik. Apabila remaja memiliki body image positif, remaja akan merasa percaya diri dan mampu melakukan social adjusment atau penyesuaian sosial dengan baik. Remaja dengan body image negatif, akan selalu merasa tidak puas dengan bentuk tubuh dan cenderung mengalami social maladjustment atau permasalahan penyesuaian sosial. Program akselerasi dibuat bukan untuk membatasi pergaulan dan sosialisasi para siswa, namun dengan adanya pemadatan jadwal pelajaran dan singkatnya waktu yang diberikan, cenderung mengakibatkan proses sosialisasi dan penyesuaian sosial siswa akselerasi menjadi sangat berkurang. Terkecuali pada beberapa siswa tertentu yang mampu merespon commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tugas dengan baik, sehingga terkadang siswa akselerasi masih memiliki kesempatan untuk dapat bermain dengan teman-teman sebaya dari kelas reguler (Zuhdi, 2006). Berdasarkan uraian di atas, semakin tinggi body image dan kohesivitas peer group pada siswa program akselerasi maka akan mempengaruhi bagaimana penyesuaian sosial siswa akselerasi, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Kemampuan mengembangkan body image yang positif dan membina hubungan persahabatan yang kohesif dengan kelompok teman sebaya (peer group) akan meningkatkan kemampuan siswa akselerasi dalam melakukan penyesuaian sosial.
F.
Kerangka Pikir
Body image
Penyesuaian sosial
Kohesivitas kelompok teman sebaya Gambar 1. Kerangka Pikir
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya, masing-masing memiliki hubungan dengan penyesuaian sosial pada seorang remaja. Hubungan yang terjadi adalah hubungan positif, yaitu apabila remaja memiliki body image positif dan kohesivitas teman sebaya yang kuat, maka akan memiliki penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya, apabila remaja memiliki body image negatif dan kohesivitas teman sebaya yang tidak kuat, maka remaja tersebut akan mengalami gangguan atau hambatan dalam penyesuaian sosial.
G.
Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah diuraikan tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan positif antara body image dan kohesivitas peer group dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tergantung
: Penyesuaian sosial
2.
: a. Body image
Variabel bebas
b. Kohesivitas kelompok teman sebaya
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian Maksud definisi operasional yaitu untuk mengubah konsep-konsep pada variabel penelitian yang masih bersifat teoritik atau abstrak menjadi konsep yang dapat diukur secara empirik (Azwar, 2003). Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Penyesuaian sosial Penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan kelompok maupun lingkungan sosial, mereaksi secara tepat terhadap realitas dan situasi sosial yang terjadi dengan mematuhi normanorma peraturan sosial kemasyarakatan, yang merupakan kebutuhan kehidupan sosial tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun lingkungan. Penyesuaian sosial dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala penyesuaian sosial yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek commit to user 51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2004), yaitu aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi. Seberapa tinggi penyesuaian sosial akan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek melalui alat ukur skala model Likert. Semakin tinggi skor skala penyesuaian yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi penyesuaian sosial subjek, dan sebaliknya.
2. Body image Body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran, dan perasaan yang dimiliki individu terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, serta berat tubuh diri sendiri, yang mengarah kepada penampilan fisik berupa penilaian positif atau negatif. Body image dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala body image yang disusun oleh Yustisi (2009) berdasarkan aspek-aspek body image dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation QuestionnaireAppearance Scales)
yang dikemukakan oleh Cash dan Pruzinsky (2002),
yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh. Seberapa tinggi body image akan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek melalui alat ukur skala model Likert. Semakin tinggi skor skala body image yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi body image subjek, dan sebaliknya.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kohesivitas kelompok teman sebaya Kohesivitas kelompok teman sebaya adalah kekuatan dalam diri remaja sebagai bagian dari anggota suatu kelompok teman sebaya, sehingga memunculkan tindakan saling menjaga dan mempertahankan keutuhan kelompok, serta mencegah anggota meninggalkan kelompok. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk persahabatan yang cukup erat. Kohesivitas kelompok teman sebaya dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang disusun oleh Sakti (2008) berdasarkan aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya yang dikemukakan oleh Shaw dan Costanzo (1989), yaitu aspek interaksi, pengaruh sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan. Seberapa tinggi kohesivitas kelompok teman sebaya akan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek melalui alat ukur skala model Likert. Semakin tinggi skor skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi kohesivitas kelompok teman sebaya subjek, dan sebaliknya.
C. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan individu yang diselidiki paling sedikit mempunyai sifat atau arti sama (Hadi, 2004). Populasi merupakan sejumlah individu yang akan digeneralisasikan dari penelitian terhadap sampel penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII program akselerasi SMP commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negeri 2 Surakarta. Adapun jumlah populasi siswa kelas VIII program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 46 siswa. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diselidiki untuk menarik kesimpulan atau merumuskan generalisasi. Sampel merupakan contoh dari objek yang dipandang menggambarkan keadaan populasi (Hadi, 2004). Pada penelitian ini digunakan seluruh populasi sebagai sampel, karena jumlah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta yang sedikit, sehingga dalam penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai penelitian populasi.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai peneliti untuk memperoleh data yang diselidiki (Suryabrata, 2004). Kualitas data ditentukan oleh kualitas metode pengumpulan data dan alat ukur pengukuran, yaitu antara lain: 1. Sumber data a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dan merupakan data utama dalam penelitian. Data penelitian tersebut diperoleh dari skala psikologi yang digunakan dalam penelitian, yaitu skala penyesuaian sosial, skala body image, dan skala kohesivitas kelompok teman sebaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
b. Data sekunder Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari tempat penelitian, berupa pengumpulan data dan informasi tentang profil sekolah, jumlah pelajaran, daftar presensi siswa, surat keterangan sudah melakukan penelitian, serta dokumentasi. Data sekunder diperoleh dengan cara observasi dan interview kepada pihak-pihak yang terkait, seperti: kepala sekolah, ketua program akselerasi, dan juga siswa akselerasi yang menjadi subjek penelitian.
2. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian. Baik dan buruknya hasil suatu penelitian, bergantung pada teknik pengumpulan data, kualitas data, serta alat pengukuran data (Suryabrata, 2004). a. Data primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari alat pengumpulan data berupa skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini meliputi skala penyesuaian sosial, skala body image, dan skala kohesivitas kelompok teman sebaya. Skala yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dan berpedoman pada skala model Likert yang telah dimodifikasi, yaitu menghilangkan pilihan ragu-ragu, sehingga subjek akan memilih jawaban yang pasti ke arah yang sesuai atau tidak sesuai dengan diri subjek. Menurut Hadi commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1995) bahwa modifikasi skala model Likert dengan meniadakan kategori jawaban yang di tengah, berdasarkan beberapa alasan yaitu: 1) Kategori undecided mempunyai arti ganda, dapat diartikan belum mempunyai jawaban, atau belum memberikan keputusan, bisa juga diartikan netral, setuju, tidak setuju, atau bahkan ragu-ragu. Kategori jawaban ganda (multi interpretable) ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu instrumen. 2) Tersedianya
jawaban
yang
di
tengah
dapat
menimbulkan
kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect), terutama bagi subjek yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawaban ke arah setuju ataukah ke arah tidak setuju. 3) Maksud kategori jawaban Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju terutama untuk melihat kecenderungan pendapat subjek ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban tengah, akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga dapat mengurangi sejumlah informasi yang dapat dijaring dari subjek. Hal
senada
juga
diungkapkan
oleh
Arikunto
(2007)
bahwa
kemungkinan jawaban di tengah sedapat mungkin dihindari. Pada penelitian ini subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan diri subjek. Penyusunan aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi aitem favourable dan aitem unfavourable dibuat dalam empat alternatif jawaban. Cara penyekorannya adalah sebagai berikut: commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable Kategori Jawaban Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)
Penilaian Aitem Favourable (F) Unfavourable (UF) 4 1 3 2 2 3 1 4
a) Skala body image Body image dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala body image yang disusun oleh Yustisi (2009) berdasarkan aspek-aspek body image dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation Questionnaire-Appearance Scales)
yang dikemukakan oleh Cash dan
Pruzinsky (2002), yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh. Jumlah aitem total skala body image ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable. Skala body image ini memiliki koefisien validitas bergerak dari 0,325 sampai dengan 0,768 dengan p < 0,05 dan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,960. Skala body image ini dimodifikasi oleh peneliti dengan memperbaiki tata bahasa ataupun makna aitem-aitem, serta dengan mengurangi jumlah aitem skala pada penelitian sebelumnya. Perbaikan aitem dimaksudkan agar sesuai dengan kondisi subjek penelitian. Skala body image ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataanpernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat commit to user setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju). Penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula penyesuaian sosial subjek tersebut, dan sebaliknya.
Tabel 2. Blue Print Skala Body Image No. 1.
2.
3.
Aspek
Indikator Perilaku
Evaluasi Penampilan
1. Evaluasi terhadap penampilan dari diri pribadi dan dari orang lain
Kepuasan 1. Kepuasan terhadap terhadap Bagian wajah dan kulit Tubuh 2. Kepuasan terhadap tubuh bagian bawah/tengah/atas Kecemasan 1. Ketakutan atau Menjadi Gemuk kewaspadaan individu terhadap kegemukan dan berat badan 2. Kecenderungan melakukan diet dan membatasi pola makan
4.
Pengkategorian Ukuran Tubuh
1. Berat badan
2. Tinggi badan Jumlah (Persen)
commit to user
Nomor Aitem F UF 3, 7, 10, 11, 18, 20, 30, 36, 37, 39, 56
1, 4, 5, 13, 16, 25, 32, 48, 51, 50, 52, 58
42, 55
12, 22, 35
Jumlah (Persen)
23 (38,33%)
11 (18,33%) 40, 41, 45
19, 31, 33
2, 6, 8, 17
44, 60 12 (20%)
9, 27, 54
15, 34, 46
14, 43, 53, 57 47, 49, 59 30 (50%)
21, 23, 26, 29 24, 28, 38 30 (50%)
14 (23,33%) 60 (100%)
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Skala kohesivitas kelompok teman sebaya Kohesivitas kelompok teman sebaya dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang disusun oleh Sakti (2008) berdasarkan aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya yang dikemukakan oleh Shaw dan Costanzo (1989), yaitu aspek interaksi, pengaruh sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan. Jumlah aitem total skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem unfavourable. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini memiliki koefisien validitas bergerak dari 0,260 sampai dengan 0,868 dengan p < 0,05 dan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,963. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini dimodifikasi oleh peneliti dengan memperbaiki tata bahasa ataupun makna aitem-aitem, serta dengan menambah jumlah aitem skala pada penelitian sebelumnya. Perbaikan aitem juga dimaksudkan agar sesuai dengan kondisi subjek penelitian. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataanpernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju), sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semakin tinggi pula kohesivitas kelompok teman sebaya subjek tersebut, dan sebaliknya. Tabel 3. Blue Print Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya No. 1.
2.
Aspek
Nomor Aitem F UF
Indikator Perilaku
Interaksi
Aktivitas saling mempengaruhi antardua individu atau lebih
Pengaruh Sosial
Penyesuaian dan penerimaan dengan kondisi sosial
3.
Produktivitas Kelompok
Kuantitas dan kualitas aktivitas suatu kelompok
4.
Kepuasan
Perasaan puas dan bangga terhadap kelompok Jumlah (Persen)
Jumlah (Persen)
1, 2, 3, 4, 5, 41, 42, 57
6, 7, 8, 9, 10, 43, 44
15 (25%)
21, 22, 23, 24, 25, 49, 50, 58
26, 27, 28, 29, 30, 51, 52
15 (25%)
11, 12, 13, 14, 15, 45, 46, 59
16, 17, 18, 19, 20, 47, 48
15 (25%)
31, 32, 33, 34, 35, 53, 54, 60
36, 37, 38, 39, 40, 55, 56
15 (25%)
32 (53,33%)
28 (46,67%)
60 (100%)
c) Skala penyesuaian sosial Penyesuaian sosial dalam penelitian ini diungkapkan menggunakan skala penyesuaian sosial yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2004), yaitu aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi. Jumlah aitem total skala penyesuaian sosial ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem unfavourable. commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Skala penyesuaian sosial ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju), sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor
1 (sangat setuju), 2
(setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula penyesuaian sosial subjek tersebut dan sebaliknya. Tabel 4. Blue print Skala Penyesuaian Sosial No. 1.
2.
3.
Aspek Penampilan Nyata
Tingkah laku yang memenuhi harapan kelompok
Penyesuaian Diri terhadap Kelompok
Kemampuan menyesuaiakan diri secara baik dengan setiap kelompok yang dimasuki, baik kelompok teman sebaya ataupun kelompok orang dewasa lainnya
Sikap Sosial
Nomor Aitem F UF
Indikator Perilaku
Sikap menyenangkan orang lain serta berpartisipasi menjalankan peran dengan baik dalam kegiatan sosial
Jumlah (Persen)
1, 9, 17, 25, 28, 31, 49
5, 13, 21, 37, 41, 45, 50
14 (23,33%)
2, 10, 18, 26, 29, 32, 38, 51, 57
6, 14, 22, 42, 46, 52, 58
16 (26,67%)
3, 11, 19, 27, 30, 33, 53
7, 15, 23, 39, 43, 47, 54
14 (23,33%)
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Kepuasan Pribadi
Kepuasan ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok serta mampu menerima diri sendri apa adanya Jumlah (Persen)
4, 12, 20, 24, 35, 36, 48, 55, 59
8, 16, 34, 40, 44, 56, 60
16 (26,67%)
32 (53,33%)
28 (46,67%)
60 (100%)
b. Data sekunder Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi dan interview kepada kepala sekolah SMP Negeri 2 Surakarta mengenai orientasi kancah dan gambaran umum tentang profil SMP Negeri 2 Surakarta. Interview juga dilaksanakan terhadap ketua program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi tentang siswa akselerasi yang merupakan subjek penelitian. Selain itu, data sekunder yang dikumpulkan berupa dokumentasi tentang lokasi dan pelaksanaan penelitian, serta data lainnya yang dapat mendukung kelengkapan ataupun kesempurnaan penelitian ini.
E. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian dalam rangka menguji kebenaran hipotesis dan selanjutnya memberikan kesimpulan dari hasil yang diperoleh (Hadi, 2004). Penelitian ini menggunakan metode statistik dalam menganalisis data yang diperoleh, artinya bahwa metode ini memakai cara ilmiah untuk pengumpulan commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
data, penyusunan, penyajian, serta menganalisis data penyelidikan yang berbentuk angka-angka. Keseluruhan perhitungan dalam penelitian ini meliputi uji validitas, uji reliabilitas, dan analisis data dilakukan dengan
bantuan komputer
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16. Metode statistik menurut Hadi (2004) mempunyai tiga ciri pokok, yaitu: 1. Bekerja dengan angka-angka yang mempunyai dua arti yaitu sebagai jumlah dan nilai. 2. Bersifat objektif, sehingga unsur-unsur subjektif dapat dihindari. 3. Bersifat universal, dalam arti dapat digunakan hampir dalam semua bidang penelitian.
1. Validitas instrumen penelitian Validitas adalah tingkat kemampuan instrumen dalam mengukur atribut yang seharusnya diukur (Azwar, 2003). Uji validitas didasarkan pada validitas isi, yakni telaah dan revisi butir pernyataan berdasarkan pendapat profesional (professional judgement), yaitu pembimbing. Langkah selanjutnya adalah mencari korelasi antara tiap-tiap skor aitem dengan skor total aitemnya yang disebut dengan model uji validitas internal (Suryabrata, 2004). Validitas internal adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem.
Pada
tahap
ini
dilakukan
seleksi
aitem
berdasarkan
daya
diskriminasinya. Daya diskriminasi aitem adalah tingkat kemampuan aitem dalam membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem total (Azwar, 2003). Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi yang bernilai positif antara skor aitem dengan skor skala, berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti makin tiggi daya bedanya. Apabila koefisien korelasi rendah mendekati nol, berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik. Apabila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata berharga negatif, artinya terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan. Uji validitas internal dalam penelitian ini menggunakan teknik Bivariate Pearson atau sering disebut sebagai korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor aitem dengan skor total (Priyatno, 2009). Pengujian validitas internal menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: a. Jika r hitung
r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05), maka aitem
tersebut berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Jika r hitung
r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05), maka aitem
tersebut tidak berkorelsi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). Guna mempermudah perhitungan,
digunakan program Statistical
Product and Sevice Solution (SPSS) versi 16.
2. Reliabilitas instrumen penelitian Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji tingkat kestabilan hasil suatu pengukuran. Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2003). Batasan lain mengenai besarnya nilai koefisien reliabilitas yakni apabila nilai koefisien reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima, dan di atas 0,8 adalah baik (Priyatno, 2009). Penelitian ini menggunakan batasan reliabilitas menurut Arikunto (2007) commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa reliabilitas suatu skala dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha
0,6. Penentuan kriteria indeks reliabilitas sebagai berikut: Tabel. 5 Penentuan Kriteria Indeks Reliabilitas No. 1. 2. 3. 4. 5.
Interval 0,200 0,200 – 0,399 0,400 – 0,599 0,600 – 0,799 0,800 – 1,000
Kriteria Sangat Rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat Tinggi
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yaitu dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian, sehingga setiap belahan berisi aitem dengan
jumlah yang sama banyak
(Azwar, 2005). Teknik Alpha yang dikembangkan Cronbach dipilih untuk mengukur
reliabilitas
antaraitem,
karena
teknik
ini
dinilai mampu
menunjukkan indeks konsistensi yang cukup sempurna. Guna mempermudah perhitungan digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.
3. Uji hipotesis Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu untuk mengetahui hubungan antara body image dan kohesivitas peer group dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda atau disebut juga analisis regresi dua prediktor, dengan alasan karena penelitian ini commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdiri atas dua variabel bebas yaitu body image dan kohesivitas peer group, serta satu variabel tergantung yaitu penyesuaian sosial. Uji hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas satu dan variabel bebas lainnya secara bersama-sama dengan variabel tergantung (Hadi, 2004). Guna mempermudah perhitungan digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian Nama Sekolah
: SMP Negeri 2 Surakarta
Alamat Sekolah : Jalan Apel 3, Jajar, Laweyan, Surakarta, 57144 No. Telepon
: (0271) 712942
Status Sekolah
: Negeri
Akreditasi
:A
Visi Sekolah
: ”Unggul dalam Prestasi Berwawasan Imtaq dan Iptek”
Misi Sekolah
:
a. Melaksanakan pembelajaran dan pembinaan secara efektif dalam meningkatkan prestasi ujian nasional dan ujian sekolah. b. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan prestasi ulangan umum bagi siswa kelas VII dan VIII. c. Melaksanakan pembinaan kepada siswa untuk meningkatkan prestasi olahraga, kreatifitas, dan seni. d. Melaksanakan pembinaan kepada siswa dalam bidang keagamaan, pengetahuan, kepribadian, dan budi pekerti luhur. e. Melaksanakan pembinaan kepada siswa dalam bidang ketrampilan teknologi elektronika, sesuai dengan tuntutan jaman. commit to user 68
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain menyelenggarakan program reguler, pada tahun 2005, SMP Negeri 2 Surakarta juga mulai membuka program khusus, yaitu program akselerasi. Peneliti memilih SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian terhadap siswa akselerasi, karena saat ini di Kota Surakarta hanya terdapat dua SMP yang menyelenggarakan program akselerasi, yaitu salah satu diantaranya ialah SMP Negeri 2 Surakarta. Sebelum melakukan penelitiian, terlebih dahulu dilakukan survey awal untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan subjek penelitian. Orientasi awal dilakukan peneliti pada bulan April 2010 dengan menanyakan kepada pihak sekolah mengenai jadwal akademik pembelajaran siswa kelas VIII program akselerasi agar tidak mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar siswa kelas VIII program akselerasi sebagai subjek penelitian. SMP Negeri 2 Surakarta terletak di Jalan Apel nomor 3, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Berdasarkan hasil survey awal tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Surakarta. Pemilihan SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu sebagai berikut: a. Penelitian terhadap siswa program akselerasi, khususnya penelitian mengenai body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. b. Jumlah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta memenuhi syarat untuk dilaksakannya suatu penelitian. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Adanya ijin dari pihak SMP Negeri 2 Surakarta yang diperoleh peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. Berdasarkan
Panduan
Akselerasi
(2009)
menjelaskan
bahwa
kurikulum program akselerasi apabila dilihat dari tata urutan penyajian, satuan pelajaran, analisis program, serta jumlah jam pelajaran adalah sama seperti yang diterapkan pada program reguler. Perbedaannya ialah bahwa pada program reguler, satu semester ditempuh selama enam bulan, sedangkan pada program akselerasi, satu semester harus diselesaikan dalam waktu empat bulan. Waktu tiga tahun pada program reguler akan diselesaikan selama dua tahun pada program akselerasi. Kurikulum program akselerasi dikembangkan secara berdiferensiasi. Isi pelajaran berupa konsep dan proses kognitif tingkat tinggi, strategi instruksional yang akomodatif dengan gaya belajar anak berbakat, dan rencana yang memfasilitasi kinerja siswa. Komponen kurikulum berdiferensiasi meliputi: a. Materi pengalaman belajar yang menumbuhkan kreativitas. b. Pengembangan dinamisasi mental dan tindakan kreatif. c. Berorientasi pada proses, kegiatan aktif, penerapan tugas, serta memberi peluang kepada siswa untuk memilih sendiri kegiatan belajar yang sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. d. Komponen teknis, seperti: fasilitas, komposisi guru, pendekatan proses belajar mengajar, dan penggunaan metode mengajar yang bervariasi. Berdasarkan Panduan Akselerasi (2009) menyebutkan bahwa program akselerasi dibuka untuk memberikan kesempatan kepada siswa berbakat agar commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat menyelesaikan pedidikan dalam waktu yang lebih cepat daripada program reguler. Tujuan dibukanya program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta adalah sebagai berikut: a. Memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik spesifik dari segi perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. b. Memenuhi hak asasi siswa berbakat sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang dibutuhkan. c. Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan siswa. d. Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri siswa. e. Menimbang peran siswa sebagai aset masyarakat dan kebutuhan masyarakat untuk pengisian peran. f. Memberikan
penghargaan
kepada
siswa
berbakat
untuk
dapat
menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat. g. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran bagi siswa berbakat. h. Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan siswa berbakat. i. Memacu mutu siswa berbakat untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional, emosional secara seimbang. SMP Negeri 2 Surakarta memiliki kondisi fisik yang cukup baik dilengkapi dengan sarana prasarana yang menunjang keberlangsungan sistem belajar mengajar. Fasilitas-fasilitas yang tersedia di SMP Negeri 2 Surakarta antara lain: commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Fasilitas administrasi, satu ruang kepala sekolah, satu ruang wakil kepala sekolah, satu ruang guru, dan satu ruang tata usaha. b. Fasilitas untuk kegiatan belajar mengajar, 25 ruang kelas, satu perpustakaan, satu laboratorium IPA, satu laboratorium IPS, satu laboratorium bahasa, satu laboratorium komputer, satu ruang ketrampilan, 25 unit laptop, 25 buah LCD, dan komputer sebanyak 40 unit. c. Fasilitas penunjang pendidikan, satu ruang OSIS, satu ruang koperasi, satu ruang kegiatan ekstrakurikuler, satu ruang Bimbingan Konseling (BK), satu ruang fotokopi, dan satu ruang UKS. d. Fasilitas penunjang lainnya, satu masjid, satu ruang aula, satu lapangan basket, satu lapangan voli, area hotspot, dua gardu satpam, tiga kantin sekolah, satu ruang gudang, satu rumah penjaga, serta sepuluh toilet. Siswa program reguler ataupun siswa program akselerasi mempunyai kesempatan yang sama dalam penggunaan fasilitas sekolah. Fasilitas khusus yang disediakan bagi siswa program akselerasi ialah ruang multimedia, internet, AC, LCD, laptop, TV, VCD, dan kipas angin. Tenaga pendidik yang disediakan untuk siswa program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta diwajibkan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berpendidikan minimal S1. b. Mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. c. Memiliki pengalaman mengajar pada program reguler sekurang-kurangnya tiga tahun dengan prestasi yang baik. commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang anak berkemampuan khusus serta memahami mengenai program akselerasi. Kriteria siswa yang berhak mengikuti program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta antara lain: a. Memiliki kemampuan intelektual umum dengan IQ 125, ditunjang adanya kreativitas terhadap tugas, dan memiliki kecerdasan tinggi. b. Memiliki nilai rapor Sekolah Dasar (SD) minimal 7,0 untuk semua mata pelajaran. c. Lulus Tes Kemampuan Akademik Tertulis, khusus bidang matematika, bahasa indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan nilai sekurang-kurangnya 7,0. d. Lulus Tes Psikologi yang dilaksanakan oleh tim psikolog yang ditunjuk panitia, meliputi: Tes Inteligensi Umum, Tes Kreativitas, Tes Inventori Ketertarikan Terhadap Tugas, serta Tes Potensi Akademik. e. Lulus Tes Kesehatan yang dilaksanakan oleh dokter yang ditunjuk panitia. f. Lulus Tes Wawancara yang dilaksanakan oleh panitia. g. Informasi data subjek yang diperoleh dari calon siswa, orang tua, dan teman sebaya. h. Kesediaan calon siswa dan persetujuan orang tua. Standar kompetensi lulusan program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta, yaitu siswa diharapkan memiliki: a. Kualifikasi
perilaku
kognitif,
daya
tangkap
menyelesaikan setiap masalah yang dimiliki. commit to user
cepat,
kritis,
cepat
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kualifikasi perilaku kreatif, rasa ingin tahu, imajinatif, suka akan tantangan, berani mengambil resiko. c. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi, pemahaman diri sendiri dan orang lain, pengendalian diri, kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri, budi pekerti luhur. d. Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual, pemahaman apa yang harus dilakukan untuk mencapai kebahagiaan. 2. Persiapan penelitian Persiapan penelitian dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. a. Persiapan administrasi Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada kepala
sekolah
SMP
Negeri
2
Surakata
dengan
nomor
786/H27.1.17.3/TU/2010 agar dapat melaksanakan penelitian di SMP Negeri 2 Surakarta. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah, peneliti baru bisa melakukan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. b. Persiapan alat ukur commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini menggunakan tiga skala psikologi, yaitu skala body image, skala kohesivitas kelompok teman sebaya, dan skala penyesuaian sosial. Diperlukan persiapan yang matang agar alat ukur dalam penelitian ini layak dan siap untuk digunakan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini telah melalui prosedur validitas alat ukur yaitu melalui pengujian validitas isi. Pengujian validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian antara butir-butir aitem dalam alat ukur dengan blue print yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu pengujian validitas isi juga melihat kesesuaian antara aitem-aitem dengan definisi operasional yang hendak diungkap. Pengujian validitas isi dilakukan secara rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing. 1. Skala body image Skala body image dalam penelitian ini dimodifikasi dari skala body image yang disusun oleh Yustisi (2009) berdasarkan aspek-aspek body image dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation Questionnaire-Appearance Scales) yang dikemukakan oleh Cash dan Pruzinsky (2002), yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh. Jumlah aitem total skala body image ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable. Skala body image ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju). Penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula penyesuaian sosial subjek tersebut, dan sebaliknya. Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Body Image No. 1.
2.
3.
Aspek
Indikator Perilaku
Evaluasi Penampilan
2. Evaluasi terhadap penampilan dari diri pribadi dan dari orang lain
Kepuasan 3. Kepuasan terhadap terhadap Bagian wajah dan kulit Tubuh 4. Kepuasan terhadap tubuh bagian bawah/tengah/atas Kecemasan 3. Ketakutan Menjadi Gemuk atau kewaspadaan individu terhadap kegemukan dan berat badan 4.
4.
Pengkategorian Ukuran Tubuh
Kecenderunga n melakukan diet dan membatasi pola makan
2. Berat badan
2. Tinggi badan Jumlah (Persen)
commit to user
Nomor Aitem F UF 3, 7, 10, 11, 18, 20, 30, 36, 37, 39, 56
1, 4, 5, 13, 16, 25, 32 48, 51, 50, 52, , 58
42, 55
12, 22, 35
Jumlah (Persen)
23 (38,33%)
11 (18,33%) 40, 41, 45
19, 31, 33
2, 6, 8, 17
44, 60 12 (20%)
9, 27, 54
15, 34, 46
14, 43, 53, 57 47, 49, 59 30 (50%)
21, 23, 26, 29 24, 28, 38 30 (50%)
14 (23,33%) 60 (100%)
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya Skala kohesivitas kelompok teman sebaya dalam penelitian ini dimodifikasi dari skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang disusun oleh Sakti (2008) berdasarkan aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya yang dikemukakan oleh Shaw dan Costanzo (1989),
yaitu aspek interaksi, pengaruh sosial, produktivitas
kelompok, dan kepuasan. Jumlah aitem total skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem unfavourable. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju), sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, semakin tinggi pula kohesivitas kelompok teman sebaya subjek tersebut, dan sebaliknya. Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya No. 1.
Aspek Interaksi
Nomor Aitem F UF Aktivitas saling 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, mempengaruhi 5, 41, 42, 10, 43, 44 commitatau to user 57 antardua individu Indikator Perilaku
Jumlah (Persen) 15 (25%)
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih 2.
3.
4.
Pengaruh Sosial
Penyesuaian dan penerimaan dengan kondisi sosial
Produktivitas Kelompok
Kuantitas dan kualitas aktivitas suatu kelompok
Kepuasan
Perasaan puas dan bangga terhadap kelompok Jumlah (Persen)
21, 22, 23, 24, 25, 49, 50, 58
26, 27, 28, 29, 30, 51, 52
15 (25%)
11, 12, 13, 14, 15, 45, 46, 59
16, 17, 18, 19, 20, 47, 48
15 (25%)
31, 32, 33, 34, 35, 53, 54, 60
36, 37, 38, 39, 40, 55, 56
15 (25%)
32 (53,33%)
28 (46,67%)
60 (100%)
4. Skala penyesuaian sosial Skala penyesuaian sosial dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2004), yaitu aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi. Jumlah aitem total skala penyesuaian sosial ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem unfavourable.Skala penyesuaian sosial ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju), sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula penyesuaian sosial subjek tersebut, dan sebaliknya Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Sosial No. 1.
2.
3.
4.
Aspek
Indikator Perilaku
Penampilan Nyata
Tingkah laku yang memenuhi harapan kelompok
Penyesuaian Diri terhadap Kelompok
Kemampuan menyesuaiakan diri secara baik dengan setiap kelompok yang dimasuki, baik kelompok teman sebaya ataupun kelompok orang dewasa lainnya
Sikap Sosial
Kepuasan Pribadi
Sikap menyenangkan orang lain serta berpartisipasi menjalankan peran dengan baik dalam kegiatan sosial Kepuasan ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok serta mampu menerima diri sendri apa adanya
Jumlah (Persen)
Nomor Aitem F UF
Jumlah (Persen)
1, 9, 17, 25, 28, 31, 49
5, 13, 21, 37, 41, 45, 50
14 (23,33%)
2, 10, 18, 26, 29, 32, 38, 51, 57
6, 14, 22, 42, 46, 52, 58
16 (26,67%)
3, 11, 19, 27, 30, 33, 53
7, 15, 23, 39, 43, 47, 54
14 (23,33%)
4, 12, 20, 24, 35, 36, 48, 55, 59
8, 16, 34, 40, 44, 56, 60
16 (26,67%)
32 (53,33%)
28 (46,67%)
60 (100%)
3. Pelaksanaan uji coba Skala yang digunakan dalam penelitian harus dilakukan uji coba commit to user terlebih dahulu agar memenuhi syarat-syarat sebagai alat ukur yang baik, yakni
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
valid dan reliabel. Uji coba dilaksanakan hari Senin, tanggal 20 September 2010 pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB dengan memberikan skala body image, skala kohesivitas kelompok teman sebaya, dan skala penyesuaian sosial kepada 46 siswa kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Penelitian ini menggunakan try out terpakai, sehingga pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan satu kali, yaitu pada saat pelaksanaan uji coba (try out). Data yang diperoleh pada saat pelaksanaan uji coba akan digunakan untuk penghitungan uji validitas dan reliabilitas, yang selanjutnya langsung digunakan untuk penghitungan analisis data (uji hipotesisi). Sebanyak 46 eksemplar skala yang dibagikan, kesemuanya dapat terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diberikan skor serta dianalisis. Data skoring kemudian ditabulasikan untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas ketiga skala dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16. Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui aitem-aitem valid dan aitem-aitem gugur. Setelah diketahui aitem-aitem valid, selanjutnya dilakukan penyusunan kembali nomor aitem baru. Data skoring dari aitemaitem valid inilah yang akan digunakan dalam penghitungan analisis data dan interpretasi.
4. Uji validitas dan reliabilitas commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dilakukan pemberian skor pada hasil pengisian skala, selanjutnya dilakukan seleksi aitem skala psikologi untuk mendapatkan aitem valid dari masing-masing skala yang akan dipergunakan dalam proses analisis data. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dianalisis untuk mengetahui indeks daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur. Uji validitas internal dalam penelitian ini menggunakan teknik Bivariate Pearson atau sering disebut sebagai korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor aitem dengan skor total. Pengujian validitas internal menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: c. Jika r hitung
r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05) maka aitem
tersebut berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). d. Jika r hitung
r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05) maka aitem
tersebut tidak berkorelsi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). Uji reliabilitas digunakan untuk menguji tingkat kestabilan hasil suatu pengukuran. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2003). Penelitian ini menggunakan batasan reliabilitas menurut Arikunto (2007) bahwa reliabilitas suatu skala dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha 0,6. commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Skala body image Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor aitem dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 46 diperoleh nilai r tabel sebesar 0,291. Hasil uji validitas skala body image dapat diketahui bahwa dari 60 aitem, terdapat 27 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem 1, 3, 4, 5, 11, 12, 13, 16, 24, 25, 28, 30, 32, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 45, 48, 49, 50, 54, 56, 58 dan 60. Adapun aitem yang dinyatakan valid sebanyak 33 aitem dengan indeks daya beda berkisar antara 0,301 sampai dengan 0,676 yaitu aitem 2, 6, 7, 8, 9, 10, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 27, 29, 31, 33, 34, 35, 42, 43, 44, 46, 47, 52, 52, 53, 55, 57, dan 59. Rincian distribusi aitem valid dan gugur skala body image dapat dilihat pada tabel 9. Indeks daya beda masing-masing aitem skala body image terlampir. Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Body Image No. 1.
2.
3.
4.
Aspek Evaluasi Penampilan
Kepuasan terhadap Bagian Tubuh Kecemasan Menjadi Gemuk Pengkategorian Ukuran Tubuh Jumlah
Favourable Valid Gugur 7, 10, 18, 20
3, 11, 30, 36, 56, 37, 39
42, 55
40,41, 45
2, 6, 8, 9, 17, 54 27 14, 43, 47, 53, 49 57, 59 commit to12user 18
Unfavourable Valid Gugur 1, 4, 5, 13, 16, 51, 52 25, 32, 48, 50, 58
Jumlah Aitem Valid Gugur
6
17
19, 22, 31, 33, 35
12
8
3
15, 34, 44, 46
60
9
3
21, 23, 26, 29
24, 28, 38
10
4
15
15
33
27
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil uji reliabilitas skala body image menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,828. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas skala body image termasuk dalam kaegori sangat tinggi, sehingga skala body image dianggap cukup handal untuk digunakan sebagai alat ukur suatu penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
2. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor aitem dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 46 diperoleh nilai r tabel sebesar 0,291. Hasil uji validitas skala kohesivitas kelompok teman sebaya dapat diketahui bahwa dari 60 aitem, terdapat 16 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem 10, 12, 13, 16, 17, 18, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 36, 42, 46, dan 48. Adapun aitem yang dinyatakan valid sebanyak 44 aitem dengan indeks daya beda berkisar antara 0,292 sampai dengan 0,710 yaitu aitem 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 14, 15, 19, 20, 21, 23, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, dan 60. Rincian distribusi aitem valid dan gugur skala kohesivitas kelompok teman sebaya dapat dilihat pada tabel 10. Indeks daya beda masing-masing aitem skala kohesivitas kelompok teman sebaya.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 10. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya No. 1.
2.
3.
4.
Aspek Interaksi
Pengaruh Sosial Produktivitas Kelompok Kepuasan
Jumlah
Favourable Valid Gugur 1, 2, 3, 4, 5, 42 41, 57 21, 23, 22, 24, 49, 50, 25 58 11, 14, 12, 13, 15, 45, 46 59 31, 32, 33, 34, 35, 53, 54, 60 25 7
Unfavourable Valid Gugur 6, 7, 8, 9, 43, 10 44
Jumlah Aitem Valid Gugur 13
2
29, 30, 51, 52
26, 27, 28
9
6
19, 20, 47
16, 17, 18, 48
8
7
37, 38, 39, 40, 55, 56
36
14
1
19
9
44
16
Hasil uji reliabilitas skala kohesivitas kelompok teman sebaya menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,890. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas skala kohesivitas kelompok teman sebaya termasuk dalam kategori sangat tinggi sehingga skala kohesivitas kelompok teman sebaya dianggap cukup handal untuk dipergunakan sebagai alat ukur suatu penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
3. Skala penyesuaian sosial Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor aitem dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 46 diperoleh nilai r tabel sebesar 0,291. commit to user Hasil uji validitas skala penyesuaian sosial dapat diketahui bahwa dari 60
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aitem, terdapat 15 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem 3, 5, 6, 7, 14, 25, 41, 42, 46, 50, 52, 54, 55, 56, dan 57. Adapun aitem yang dinyatakan valid sebanyak 45 aitem dengan indeks daya beda berkisar antara 0,306 sampai dengan 0,636 yaitu aitem 1, 2, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 43, 44, 45, 47, 48, 49, 51, 53, 58, 59, dan 60. Rincian distribusi aitem valid dan gugur skala penyesuaian sosial dapat dilihat pada tabel 11. Indeks daya beda masing-masing aitem skala penyesuaian sosial terlampir. Tabel 11. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesuaian Sosial No. 1.
2.
3.
4.
Aspek Penampilan Nyata Penyesuaian Diri terhadap Kelompok Sikap Sosial
Kepuasan Pribadi
Jumlah
Favourable Valid Gugur 1, 9, 17, 28, 25 31, 49 2, 10, 18, 26, 57 29, 32, 38, 51 11, 19, 27, 30, 3 33, 53 4, 12, 20, 24, 55 35, 36, 48, 59 28 4
Unfavourable Valid Gugur
Jumlah Aitem Valid Gugur
13, 21, 37, 45
5, 41, 50
10
4
22, 58
6, 14, 42, 46, 52
10
6
15, 23, 39, 43, 47
7, 54
11
3
8, 16, 34, 40, 44, 60
56
14
2
17
11
45
15
Hasil uji reliabilitas skala penyesuaian sosial menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,914. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas skala penyesuaian sosial termasuk dalam kategoori sangat tinggi, sehingga skala penyesuaian sosial dianggap cukup handal dipergunakan sebagai alat ukur commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suatu penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII program
akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta. Jumlah populasi siswa kelas VIII program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 46 siswa. Pada penelitian ini digunakan seluruh populasi sebagai sampel, karena jumlah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta yang sedikit, sehingga dalam penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai penelitian populasi. Alasan penggunaan subjek siswa SMP kelas VIII karena siswa SMP kelas VIII pada umumnya berada pada rentang usia antara 13-15 tahun dan dimasukkan dalam kelompok remaja awal. Tabel 12. Jumlah Siswa Kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 Kelas VIII Akselerasi 1 VIII Akselerasi 2 Jumlah
Jenis Kelamin Putra Putri 10 12 5 19 15 31
Jumlah 22 24 46
Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai penelitian populasi, sehingga dalam penelitian ini tidak menggunakan teknik pengambilan sampel (sampling). Penelitian ini commit to user menggunakan try out terpakai, yaitu pengambilan dan pengumpulan data
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan satu kali, yakni pada saat pelaksanaan uji coba (try out). Data yang terkumpul digunakan untuk dua kepentingan atau dua uji, yakni penghitungan uji validitas dan reliabilitas seluruh aitem pada masing-masnig skala psikologi, serta digunakan untuk penghitungan alaisis data (uji hipotesis). Tabel 13. Tingkat Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Tingkat Body Image Tinggi Rendah Jumlah
Subjek Penelitian Frekuensi Persentase Putra Putri Putra Putri 8 13 53,333% 41,935% 7 18 46,667% 58,065% 15 31 100% 100%
2. Pengumpulan data Pengumpulan data penelitian dilakukan pada saat yang sama dengan pelaksanaan uji coba (try out) yaitu pada hari Senin, tanggal 20 September 2010, karena dalam penelitian ini menggunakan try out terpakai, artinya pengambilan dan pengumpulan data dilakukan satu kali dan digunakan untuk dua kepentingan atau dua uji, yakni penghitungan uji validitas dan reliabilitas seluruh aitem pada tiap-tiap skala psikologi, serta digunakan untuk penghitungan alaisis data (uji hipotesis). Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa skala body image yang terdiri dari 60 aitem, skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang terdiri dari 60 aitem, dan skala penyesuaian sosial yang terdiri dari 60 aitem. Pembagian dan pengisian skala dilakukan secara klasikal dengan menggunakan dua jam pelajaran setelah mendapatkan commit to user ijin dan tercapainya kesepakatan antara ketua program akselerasi, guru
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
pengampu mata pelajaran, serta peneliti. Pengumpulan data dilaksanakan di kelas VIII Akselerasi 2 pada pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. Dilanjutkan pengumpulan data di kelas VIII Akselerasi 1 pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. Sebelum siswa mengerjakan skala penelitian yang diberikan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan serta tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah subjek penelitian menyatakan kesediaan untuk membantu, kemudian peneliti menjelaskan tentang tata cara dan petunjuk pengisian skala serta memberikan contoh cara mengerjakan skala tersebut. Selama subjek mengerjakan skala penelitian, peneliti tetap berada di dalam kelas sampai subjek selesai mengerjakan, dan mengumpulkan kembali skala yang telah diisi kepada peneliti. Pengambilan skala dilakukan pada saat itu juga setelah skala selesai diisi oleh subjek. Skala yang dibagikan sebanyak 46 eksemplar yang kesemuanya dapat kembali kepada peneliti dan memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis.
3. Pelaksanaan skoring Setelah data terkumpul, kemudian dilanjutkan dengan pemberian skor pada hasil pengisian skala untuk keperluan analisis data. Ketiga skala menggunakan sistem penilaian dengan kategori Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Aitem-aitem dalam ketiga skala ini terdiri dari aitem favourable dan aitem unfavourable. Skor setiap aitem valid yang diperoleh subjek penelitian dijumlahkan untuk commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masing-masing skala. Skor total setiap aitem valid dari masing-masing skala inilah yang akan digunakan dalam penghitungan analisis data.
4. Penyusunan nomor aitem baru untuk penghitungan analisis data Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya adalah menyusun kembali aitem-aitem valid yang digunakan untuk penghitungan analisis data dan interpretasi. Tabel 14. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Body Image No.
Aspek
1.
Penampilan Nyata
2.
Penyesuaian Diri terhadap Kelompok
3.
4.
Sikap Sosial
Kepuasan Pribadi
Jumlah
Nomor Aitem Valid Favourable Unfavourable 7(3), 10(6), 51(28), 52(29) 18(10), 20(12) 19(11), 22(14), 42(23), 55(31) 31(19), 33(20), 35(22) 2(1), 6(2), 15(8), 34(21), 8(4), 9(5), 44(25), 46(26) 17(9), 27(17) 14(7), 43(24), 21(13), 23(15), 47(27), 53(30), 26(16), 29(18) 57(32), 59(33) 18 15
Jumlah
Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk penghitungan analisis data dan interpretasi.
commit to user
6 8
9
10 33
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 15. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya No. 1.
2.
3.
4.
Aspek Interaksi
Pengaruh Sosial
Produktivitas Kelompok Kepuasan
Jumlah
Nomor Aitem Favourable Unfavourable 1(1), 2(2), 3(3), 6(6), 7(7), 8(8), 4(4), 5(5), 9(9), 43(29), 41(28), 57(41) 44(30) 21(15), 23(16), 29(17), 30(18), 49(33), 50(34), 51(35), 52(36) 58(42) 11(10), 14(11), 19(13), 20(14), 15(12), 45(31), 47(32) 59(43) 31(19), 32(20), 37(24), 38(25), 33(21), 34(22), 39(26), 40(27), 35(23), 53(37), 55(39), 56(40) 54(38), 60(44) 25 19
Jumlah
13
9
8
14 44
Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk penghitungan analisis data dan interpretasi.
Tabel 16. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Penyesuaian Sosial No. 1.
2.
3.
4.
Aspek Penampilan Nyata Penyesuaian Diri terhadap Kelompok Sikap Sosial
Kepuasan Pribadi
Jumlah
Nomor Aitem Favourable Unfavourable 1(1), 9(5), 13(9), 21(16), 17(12), 28(22), 37(31), 45(37) 31(25), 49(40) 2(2), 10(6), 18(13), 26(20), 22(17), 58(43) 29(23), 32(26), 38(32), 51(41) 11(7), 19(14), 15(10), 23(18), 27(21), 30(24), 39(33), 43(35), 33(27), 53(42) 47(38) 4(3), 12(8), 8(4), 16(11), 20(15), 24(19), 34(28), 40(34), 35(29), 36(30), 44(36), 60(45) 48(39), 59(44) 28 17
Jumlah
10
10
11
14 45
Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk penghitungan analisis data dan interpretasi.
commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Hasil Analisis Data dan Interpretasi Penghitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi dasar, yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas, serta uji asumsi klasik, yang meliputi uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Penghitungan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16. 1. Uji asumsi dasar a. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi (Priyatno, 2009). Uji normalitas
dalam
penelitian
ini
menggunakan
uji
One
Sample
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar 5% atau 0,05. Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Penyesuaian Sosial
.122
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
46
.084
.934
46
.012
.965
46
.184
.978
46
.511
Body Image
.104
46
.200
*
Kohesivitas KTS
.089
46
.200
*
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan
hasil di
atas,
dapat dilihat
pada
kolom
Kolmogorov-Smirnov dan dapat diketahui bahwa nilai signifikansi penyesuaian sosial sebesar 0,084 sebesar 0,200
0,05 ; nilai signifikansi body image
0,05 ; serta nilai signifikansi kohesivitas kelompok teman
sebaya sebesar 0,200
0,05. Karena nilai signifikansi untuk seluruh
variable lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada variabel penyesuaian sosial, body image, dan kohesivitas kelompok teman sebaya berdistribusi normal. Angka statistik menunjukkan semakin kecil nilainya, maka distribusi data semakin normal.
b.
Uji linearitas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Uji linieritas biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linier. Pengujian pada program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 menggunakan Test for Linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila nilai signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2009).
commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 18. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Body Image ANOVA Table Sum of
Mean
Squares Penyesuaian Between Groups (Combined) Sosial * Body
Linearity
df
Square
F
Sig.
6233.942
30
207.798
1.723
.133
670.615
1
670.615
5.562
.032
5563.327
29
191.839
1.591
.173
1808.667
15
120.578
8042.609
45
Image Deviation from Linearity Within Groups Total
Tabel 19. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ANOVA Table
Sum of Squares Penyesuaian Between Groups (Combined) Sosial *
Linearity
7360.275 5929.762
Mean df
Square
F
262.867
6.549
.000
1 5929.762
147.737
.000
1.320
.279
28
Sig.
Kohesivitas Deviation
KTS
from
1430.513
27
52.982
682.333
17
40.137
8042.609
45
Linearity Within Groups Total
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara body image dengan penyesuaian sosial menghasilkan nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,032. Karena nilai signifikansi yang dihasilkan kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel body image dengan penyesuaian sosial terdapat hubungan yang linear.
Selain itu, diantara kohesivitas kelompok
teman sebaya dengan penyesuaian sosial juga menghasilkan nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi yang dihasilkan kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial juga terdapat hubungan yang linier.
2. Uji asumsi klasik a. Uji multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linier antara variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada pembahasan ini uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi. Pada umumnya, apabila nilai VIF lebih besar dari 5, maka suatu variabel bebas mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas yang lain (Priyatno, 2009).
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 20. Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients
Model 1
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B (Constant) Body Image Kohesivitas KTS
a
Std. Error
Beta
t
6.583
11.849
.189
.076
.183
.859
.076
Sig.
Tolerance
VIF
.556
.581
2.478
.017
.984 1.016
.835 11.334
.000
.984 1.016
a. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, dapat diketahui bahwa nilai variance inflation factor (VIF) kedua variabel bebas, yaitu variabel body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya adalah 1,016. Hal tersebut menunjukkan bahwa antarvariabel independen tidak terdapat persoalan multikolinearitas, karena nilai VIF yang didapat kurang dari 5.
b. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heterosedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan
varian dari
residual untuk semua pengamatan pada
model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah
tidak adanya gejala
heteroskedastisitas (Priyatno, 2009).
Metode pengujian untuk uji heteroskedastisitas pada penelitian ini commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan
uji Park, yaitu
nilai residual (Lnei2)
meregresikan
dengan masing-masing variabel independen (LnX1 dan LnX2). Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: 1.
Ho
: tidak ada gejala heteroskedastisitas
2.
Ha
: ada gejala heteroskedastisitas
3.
Ho diterima apabila –t tabel
t hitung
t tabel yang berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas dan Ho ditolak apabila t hitung atau –t hitung
t tabel
–t tabel, yang berarti terdapat heteroskedastisitas.
Tabel 21. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan Body Image Coefficients
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
a
Std. Error 2.368
13.338
-.035
2.954
Beta
t
Sig. .178
.860
-.012
.991
lnx1
a. Dependent Variable: lnei2
commit to user
-.002
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 22. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
1
a
(Constant)
Std. Error
-26.007
21.272
5.736
4.323
Beta
t
Sig.
-1.223
.228
1.327
.191
lnx2
.196
a. Dependent Variable: lnei2
Hasil penghitungan di atas menunjukkan bahwa nilai t hitung adalah -0,012 dan 1,327. Nilai t tabel dapat dicari dengan df = n – 2 atau df = 46 – 2 = 44 pada pengujian dua sisi (signifikansi 0,025), didapat nilai tabel sebesar 2,015. Karena t hitung (-0,012 dan 1,327) berada pada –t tabel
t hitung
t tabel, sehingga -2,015
-0,012 dan 1,327
2,015
maka Ho diterima, artinya pengujian antara Lnei2 dengan LnX1 dan Lnei2 dengan LnX2 tidak ada gejala heteroskedastisitas. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.
commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Uji otokorelasi Uji otokorelasi digunakan untuk mendeteksi apakah variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Pengujian otokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji DW (Durbin-Watson). Cara membaca hasil analisis yaitu dengan kriteria pengambilan jika nilai DW = 2, maka tidak terjadi otokorelasi sempurna sebagai rule of tumb (aturan ringkas). Jika nilai DW diantara 1,5 sampai dengan 2,5 maka data tidak mengalami otokorelasi. Apabila nilai DW otokorelasi positif, dan apabila nilai DW
1,5 disebut memiliki
2,5 sampai dengan 4 disebut
otokorelasi negatif (Priyatno, 2009). Tabel 23. Hasil Uji Otokorelasi b
Model Summary
Model 1
R .878
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.770
.759
Durbin-Watson
6.55728
2.261
a. Predictors: (Constant), Kohesivitas KTS, Body Image b. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,216. Hasil tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat masalah otokorelasi dalam penelitian ini, karena nilai DW sebesar 2,216 berada diantara 1,5 sampai dengan 2,5 maka data tidak mengalami otokorelasi. commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Uji hipotesis Setelah dilakukan uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik, langkah selanjutnya adalah melakukan penghitungan untuk menguji hipotesisi yang diajukan dengan teknik analisis regresi linear berganda atau analisis dua prediktor. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan F-test yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama). Hasil F-test menunjukkan variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen jika nilai p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil dari
level of significant
yang
ditentukan,
yaitu taraf signifikansi 0,05 atau nilai F hitung (pada kolom F) lebih besar dari nilai F tabel. Signifikan berarti hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk populasi, atau dengan kata lain dapat digeneralisasikan. Hasil F-test dari output program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 dapat dilihat pada tabel Anova. Nilai koefisien korelasi ganda (R) pada Model Summary digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y).
commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai R berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya apabila nilai r semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah (Priyatno, 2009). Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi ganda, adalah sebagai berikut: Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Interval Nilai R 0,000 – 0,199 0,200 – 0,399 0,400 – 0,599 0,600 – 0,799 0,800 – 1,000
Interpretasi Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Pada Model Summary juga didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). apabila nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, sebaliknya apabila nilai R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna.
commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda b
ANOVA Sum of Model 1
Squares
Df
Mean Square
Regression
6193.698
2
3096.849
Residual
1848.911
43
42.998
Total
8042.609
45
F 72.023
Sig. .000
a
a. Predictors: (Constant), Kohesivitas KTS, Body Image b. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda b
Model Summary
Model 1
R .878
R Square a
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.770
.759
6.55728
a. Predictors: (Constant), Kohesivitas KTS, Body Image b. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, didapatkan nilai p-value (pada kolom Sig.) sebesar 0,000
dari nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai
F hitung sebesar 72,023
dari nilai F tabel sebesar 3,124. Hal ini berarti
bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,878 menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang sangat kuat antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial. Hasil penghitungan tersebut juga menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2). Nilai ini digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R2
(R Square) sebesar 0,770 atau 77%, yang berari bahwa
persentase sumbangan pengaruh variabel independen yakni body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap variabel dependen yakni penyesuaian sosial sebesar 77%. Sisanya sebesar 23% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
4. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif Sumbangan relatif dan sumbangan efektif memberikan informasi tentang besarnya sumbangan pengaruh masing-masing variabel independen atau prediktor terhadap variabel dependen dalam model regresi. Perbedaan antara sumbangan relatif dengan sumbangan efektif yaitu sumbangan relatif menunjukkan ukuran besarnya sumbangan suatu variabel independen terhadap junlah kuadrat regresi, sedangkan sumbangan efektif menunjukkan besarnya sumbangan suatu variabel independen terhadap keseluruhan efektifitas garis regresi yang digunakan sebagai dasar prediksi. Hasil penghitungan menunjukkan: commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan sumbangan relatif
kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap
penyesuaian sosial sebesar 93,16%. b. Sumbangan efektif body image
terhadap penyesuaian sosial sebesar
5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Total sumbangan efektif body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,770 atau 77%.
5. Uji korelasi Uji
korelasi
dilakukan
untuk
mengetahui
besarnya
korelasi
antarvariabel dan untuk menguji keeratan (kekuatan) hubungan antara dua variabel (Priyatno, 2009). Keeratan hubungan dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (r). Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi ganda, adalah sebagai berikut: Tabel 27. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Interval Koefisien Korelasi (r) 0,000 – 0,199 0,200 – 0,399 0,400 – 0,599 0,600 – 0,799 0,800 – 1,000
commit to user
Interpretasi Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 28. Korelasi Tiap-Tiap Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung Correlations
Penyesuaian
Body
Kohesivitas
Sosial
Image
KTS
Penyesuaian Sosial Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
**
.000
46
46
46
Pearson Correlation
.289
1
.127
Sig. (2-tailed)
.052
N Kohesivitas KTS
.859
.052
N Body Image
.289
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.400
46
46
46
**
.127
1
.000
.400
46
46
.859
N
46
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan penghitungan didapatkan hasil sebagai berikut: a. Nilai korelasi antara body image dengan penyesuaian sosial adalah sebesar 0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p
0,05) menunjukkan
hubungan yang kurang signifikan artinya ada hubungan yang rendah antara body image dengan penyesuaian sosial. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena nilai r positif, artinya semakin tinggi body image maka akan semakin meningkatkan penyesuaian sosial.
b. Nilai korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0,05) menunjukkan hubungan yang signifikan artinya ada hubungan yang sangat kuat antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena nilai r positif, artinya semakin tinggi kohesivitas kelompok teman sebaya maka akan semakin meningkatkan penyesuaian sosial.
6. Analisis deskriptif Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi body image, kohesivitas kelompok teman sebaya, dan penyesuaian sosial pada subjek yang diteliti. Tabel 29. Deskripsi Data Empirik Descriptive Statistics Std. N
Minimum Maximum
Penyesuaian Sosial
46
123.00
Body Image
46
68.00
Kohesivitas KTS
46
114.00
Valid N (listwise)
46
Mean
Deviation
178.00 1.4217E2
13.36879
124.00
92.0217
12.91079
171.00 1.3757E2
13.00026
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 30. Deskripsi Data Penelitian Data Skala
Jml Sbjk
Data
Hipotetik Skor Min
Skor Maks
M
Empirik
SD
Skor Min
Skor Maks
M SD
PS
46
45
180
112,5
22,5
123
178
142,1739
13,36879
BI
46
44
132
82,5
16,5
68
124
137,5652
12,91079
Koh KTS
46
33
176
110
22
114
171
92,0217
13,00026
Keterangan: Jml Sbjk Min Maks M SD
: Jumlah Subjek : Minimal : Maksimal : Rerata : Standar Deviasi
a. Kategorisasi tingkat penyesuaian sosial berdasarkan nilai subjek Skala penyesuaian sosial akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2003). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 45 x 1 = 45 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 45 x 4 = 180. Maka jarak sebarannya adalah 180 – 45 = 135 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 135 : 6 = 22,5 sedangkan rerata hipotetiknya adalah 45 x 2,5 = 112,5. Apabila subjek digolongkan dalam lima kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 31. commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 31. Kriteria Kategori Skala Penyesuaian Sosial dan Distribusi Skor Subjek Subjek Standar Deviasi
(MH-3SD)
X
(MH-1,8SD)
Skor
Kategorisasi
Frek (∑N)
Persentase
45
X
72
Sangat Rendah
_
_
(MH-1,8SD)
X
(MH-0,6SD)
72
X
99
Rendah
_
_
(MH-0,6SD)
X
(MH+0,6SD)
99
X
126
Sedang
2
4,35
(MH+0,6SD)
X
(MH+1,8SD)
126
X
153
Tinggi
33
71,74
(MH+3SD)
153
X
180
Sangat Tinggi
11
23,91
46
100
(MH+1,8SD)
X
Jumlah
Rerata Empirik
142,1739
Berdasarkan kategorisasi skala penyesuaian sosial seperti yang terlihat pada tabel, dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.
b. Kategorisasi tingkat body image berdasarkan nilai subjek Skala body image akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2003). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 33 x 1 = 33 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 33 x 4 = 132. Maka jarak sebarannya adalah 132 – 33 = 99 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 99 : 6 = 16,5 sedangkan rerata hipotetiknya adalah 33 x 2,5 = commit to user
82,5. Apabila subjek
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digolongkan dalam lima kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 32.
Tabel 32. Kriteria Kategori Skala Body Image dan Distribusi Skor Subjek Subjek Standar Deviasi
(MH-3SD)
X
(MH-1,8SD)
Skor
33
X
Kategorisasi
52,8
Frek (∑N)
Persentase
Sangat Rendah
_
_
(MH-1,8SD)
X
(MH-0,6SD)
52,8
X
72,6
Rendah
2
4,35
(MH-0,6SD)
X
(MH+0,6SD)
72,6
X
92,4
Sedang
23
50
(MH+0,6SD)
X
(MH+1,8SD)
92,4
X
112,2
Tinggi
18
39,13
132
Sangat Tinggi
3
6,52
46
100
(MH+1,8SD)
X
(MH+3SD)
Jumlah
112,2
X
Rerata Empirik
92,0217
Berdasarkan kategorisasi skala body image seperti yang terlihat pada tabel, dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat body image yang sedang.
c. Kategorisasi tingkat kohesivitas kelompok teman sebaya berdasarkan nilai subjek Skala kohesivitas kelompok teman sebaya akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2003). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 44 x 1 = 44 dan skor commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 44 x 4 = 176. Maka jarak sebarannya adalah 176 – 44 = 132 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 132 : 6 = 22 sedangkan rerata hipotetiknya adalah 44 x 2,5 = 110. Apabila subjek digolongkan dalam lima kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 33. Tabel 33. Kriteria Kategori Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dan Distribusi Skor Subjek Subjek Standar Deviasi
(MH-3SD)
X
(MH-1,8SD)
Skor
44
X
Kategorisasi
70,4
Frek (∑N)
Persentase
Sangat Rendah
_
_
(MH-1,8SD)
X
(MH-0,6SD)
70,4
X
96,8
Rendah
_
_
(MH-0,6SD)
X
(MH+0,6SD)
96,8
X
123,2
Sedang
5
10,87
(MH+0,6SD)
X
(MH+1,8SD)
123,2
X
149,6
Tinggi
33
71,74
176
Sangat Tinggi
8
17,39
46
100
(MH+1,8SD)
X
(MH+3SD)
149,6
X
Jumlah
Rerata Empirik
137,5652
Berdasarkan kategorisasi skala kohesivitas kelompok teman sebaya seperti yang terlihat pada tabel, dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.
C. Pembahasan Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada commit to user siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Hal tersebut
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berdasarkan hasil output program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 dengan menggunakan penghitungan analisis regresi linier berganda, yakni nilai p-value sebesar 0,000 sedangkan nilai F hitung sebesar 72,023
dari nilai taraf signifikansi 0,05
dari nilai F tabel sebesar 3,124 serta
nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,878. Nilai R Square sebesar 0,770 menunjukkan bahwa sumbangan pengaruh dari body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya secara bersama-sama terhadap penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta yaitu sebesar 77%. Nilai R Square yang didapat juga merupakan hasil penjumlahan dari sumbangan efektif. Sumbangan efektif dari body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% sedangkan sumbangan efektif dari kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Terlihat bahwa kohesivitas kelompok teman sebaya memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh yang diberikan body image terhadap penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Berdasarkan hasil kategorisasi skala penyesuaian sosial, diketahui bahwa subjek penelitian memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi dengan nilai mean empirik sebesar 142,1739 berada pada rentang nilai antara 126 – 153. Hal ini diasumsikan karena subjek telah mengenal lingkungan sekolah dan teman sebaya selama kurang lebih satu tahun di kelas VII, serta dapat di terima oleh lingkungan, sehingga penyesuaian sosial dapat terbentuk dengan baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
Sesuai dengan pendapat Hurlock (2004) bahwa penyesuaian dikatakan baik apabila lingkungan di sekitar individu berada, dapat menerima individu tersebut dengan baik pula. Selain itu, kenyataaan di lapangan menunjukkan bahwa subjek penelitian yaitu siswa program akselerasi, pada umumnya merupakan anak-anak yang berada di kelas sosial ekonomi atas atau menengah ke atas, sehingga kemungkinan besar tidak memiliki permasalahan penyesuaian sosial. Sebagaimana pendapat yang diungkapkan Zulkifli (2006) bahwa individu dengan tingkat ekonomi rendah cenderung memilki permasalahan penyesuaian sosial. Hasil koefisien korelasi antara body image dan penyesuaian sosial yakni sebesar 0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p
0,05) menunjukkan
hubungan yang kurang signifikan artinya ada hubungan yang rendah antara body image dengan penyesuaian sosial. Tingkat body image pada subjek penelitian termasuk dalam kategori sedang dengan nilai mean empirik sebesar 92,0217 berada pada rentang nilai antara 72,6 – 92,4 artinya sebagian subjek memiliki body image positif, dan sebagian yang lain memiliki body image negatif. Meskipun tingkat body image subjek dalam penelitian ini berada dalam kategori sedang, namun tingkat penyesuaian sosial subjek berada dalam kategori tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena subjek mampu menerima keadaan diri dan tubuh apa adanya, sehingga subjek memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan diri yang tinggi akan membentuk konsep diri positif yang mampu mangarahkan individu untuk berpikir optimis dalam pergaulan, mampu mengekspresikan seluruh potensi dihadapan teman-teman sebaya, sehingga individu tersebut tidak akan menemukan kesulitan dalam penyesuaian sosial. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
Sesuai dengan pendapat Hurlock (2004) bahwa salah satu faktor yang turut mempengaruhi penyesuaian sosial adalah konsep diri, yaitu cara pandang dan penilaian individu pada diri sendiri yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial individu, terutama pada proses penyesuaian sosial yang dialami individu tersebut. Body image adalah bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik (Mappiare, 1982). Pendapat ini dibuktikan melalui hasil dari suatu penelitian yang dilakukan oleh Ary (2005) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial. Nilai korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p
0,05)
menunjukkan hubungan yang signifikan artinya ada hubungan yang sangat kuat antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial. Tingkat kohesivitas kelompok teman sebaya yang dimiliki subjek termasuk dalam kategori tinggi, dengan nilai mean empirik sebesar 137,5652 berada pada rentang nilai antara 123,2 – 149,6 begitu juga dengan tingkat penyesuaian sosial yang diperoleh subjek dapat digolongkan dalam kategori tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa individu yang mampu menyesuaikan diri dalam suatu kelompok sosial, cenderung memiliki penyesuaian sosial yang positif serta dapat menjalin relasi sosial pada lingkungan yang lebih luas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hurlock (2004) bahwa penyesuaian sosial merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Individu dengan teman yang sesuai taraf perkembangan dan usia relatif sama, commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mampu melakukan penyesuaian yang baik karena individu tersebut memiliki peluang yang sama untuk mempelajari berbagai ketrampilan sosial dan berpartisipasi dalam kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Green dan Wentzel (dalam Sawitri dkk., 2005) menemukan bahwa ada hubungan positif antara penerimaan sosial teman sebaya dengan penyesuaian sosial. Total sumbangan efektif dalam penelitian ini adalah sebesar 77%, sisanya sebesar 23% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Pada dasarnya, banyak faktor yang turut mempengaruhi penyesuaian sosial seperti yang diungkapkan oleh Schneiders (1985), antara lain yakni faktor internal; meliputi emosi, rasa aman, penerimaan diri, ciri pribadi, inteligensi, jenis kelamin, dan karakteristik individu dalam merespon pengalaman hidup, serta faktor eksternal; meliputi keluarga, teman sebaya, lingkungan masyarakat, dan budaya. Selain itu, masih terdapat banyak faktor menurut para ahli lainnya yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seorang individu. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan, antara lain hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja, sedangkan penerapan penelitian untuk populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda, memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan positif yang signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis regresi linier berganda, yaitu diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 dari nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 72,023
dari
nilai F tabel sebesar 3,124 serta nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,878. 2. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 93,16%. Sumbangan efektif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Total sumbangan efektif body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial ditunjukkan oleh nilai koefisien dterminasi (R2) sebesar 0,770 atau 77%.
commit to user 114
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hasil koefisien korelasi antara body image dengan penyesuaian sosial sebesar 0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p
0,05) menunjukkan hubungan
yang rendah antara body image dengan penyesuaian sosial. Hasil koefisien korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p
0,05) menunjukkan
hubungan yang sangat kuat antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial. 4. Tingkat penyesuaian sosial pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 142,1739), sedangkan tingkat body image pada subjek penelitian termasuk dalam kategori sedang (mean = 92,0217), serta tingkat kohesivitas kelompok teman sebaya pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 137,5652).
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: e. Bagi orang tua Lingkungan keluarga terutama orang tua memiliki kontribusi besar dalam pencapaian penyesuaian sosial yang baik bagi anak, dalam penelitian ini adalah bagi siswa akselerasi. Orang tua diharapkan berupaya membangun kemampuan penyesuaian sosial siswa akselerasi serta menciptakan lingkungan psikologis yang dapat mempertahankan terwujudnya penyesuaian sosial yang commit to user baik, yakni dengan memberikan penghargaan kepada siswa akselerasi terhadap
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerja keras dan prestasi yang telah diraih oleh siswa akselerasi. Orang tua diharapkan tidak terlalu memberikan penekanan dan tuntutan berlebihan kepada siswa akselerasi, justru sebaliknya orang tua diharapkan untuk terus memberikan dukungan dan motivasi kepada siswa akselerasi dalam menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya, masyarakat, dan lingkungan sekitar, sehingga di samping memiliki prestasi tinggi dalam bidang akademik, siswa akselerasi juga mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik di lingkungan sekitar.
f. Bagi lembaga pendidikan dan guru Guru atau pendidik diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan mengembangkan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa akselerasi dan melakukan evaluasi berkala terhadap kekurangan atau kelemahan program akselerasi yang telah diterapkan, agar tercapai tujuan pembelajaran yang lebih sempurna. Guru diharapkan tetap memberikan pengarahan dan penjelasan kepada siswa akselerasi, karena meskipun memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, namun siswa akselerasi tetap membutuhkan bimbingan guru dalam proses perkembangan sosial yang sedang dialami. Melihat pengaruh program akselerasi terhadap aspek perkembangan sosial siswa berbakat, maka diperlukan pembimbingan dan pendampingan bagi siswa akselerasi oleh guru bimbingan konseling atau psikolog untuk memberikan arahan yang berkaitan dengan aspek perkembangan sosial remaja. commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Upaya peningkatan penyesuaian sosial bagi siswa akselerasi, dapat dilakukan oleh
pihak sekolah atau lembaga pendidikan dan guru dengan
mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menyatukan siswa akselerasi dengan siswa reguler, sehingga proses sosialisasi siswa akselerasi dengan siswa reguler tetap dapat berlangsung dengan baik. Misalnya kegiatan keagamaan, pengajian, olahraga bersama, bakti sosial, bazaar, ajang kreativitas dan bakat, perlombaan majalah dinding, pentas seni, dan lain sebagainya. Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya merupakan suatu usaha untuk membangkitkan rasa sosial atau usaha memperoleh nilainilai sosial. Sehubungan dengan usaha kearah itu, pihak sekolah atau lembaga pendidikan hendaknya secara eksplisit ikut menanamkan paham rasa sosial yang demokratis. Guru memegang peranan penting dalam memahami kehidupan sosial siswa baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, guru diharapkan dapat membantu siswa yang mempunyai kesulitan dalam pergaulan dengan teman sebaya ataupun kesulitan dalam penyesuaian sosial lainnya.
g. Bagi siswa Siswa akselerasi diharapkan mampu meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi, menerima keadaan tubuh dan fisik secara positif, serta mengembangkan body image positif agar mampu mempertahankan hubungan persahabatan yang erat dengan kelompok teman sebaya, sehingga dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik di lingkungan masyarakat yang commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih luas. Siswa akselerasi dapat mempertahankan penyesuaian sosial yang baik dengan banyak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ataupun kegiatan sosial lainya di lingkungan rumah. h. Bagi peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih menyempurnakan penelitian ini. Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian sejenis atau penelitian dengan topik yang sama, diharapkan dapat memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyesuaian sosial, seperti kondisi fisik, pola asuh, perkembangan, kematangan intelektual, sosial, moral, serta emosi. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas populasi dan memperbanyak sampel, agar ruang lingkup dan generalisasi penelitian menjadi lebih luas, serta mampu mencapai proporsi yang seimbang, sehingga kesimpulan yang diperoleh akan lebih komprehensif. Penelitian berulang-ulang disertai perubahan dan penyempurnaan dalam teknik pengukuran, pemakaian alat ukur, prosedur penelitian, maupun perluasan ruang lingkup populasi penelitian, diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih baik.
commit to user