perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AKTUALISASI DIRI DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI DAN KEMANDIRIAN PADA ATLET PENYANDANG CACAT YANG DIBINA DI BADAN PEMBINA OLAHRAGA CACAT (BPOC) KOTA SURAKARTA
SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh: Rades Rasyidana G0105042
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan sesunggguhnya bahwa apa yang ada dalam skripsi ini, sebelumnya belum pernah terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, sepanjang pengamatan dan sepengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dipergunakan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.
Surakarta, Juli 2011
Rades Rasyidana
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
: Aktualisasi Diri Ditinjau dari Kepercayaan Diri dan Kemandirian pada Atlet Penyandang Cacat yang Dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta
Nama peneliti
: Rades Rasyidana
NIM/ Semester
: G0105042
Tahun
: 2011
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan pembimbing dan penguji skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada: Hari : Senin Tanggal : 25 Juli 2011
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Dra. Sri Wiyanti, M.Si. NIP 195208141984032001
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. NIP 197810222005011002
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi. commit to user NIP 197608172005012002
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: Aktualisasi Diri Ditinjau dari Kepercayaan Diri dan Kemandirian pada Atlet Penyandang Cacat yang Dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta Rades Rasyidana, G0105042, tahun 2011 Telah diuji dan disahkan oleh pembimbing dan penguji skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari : Senin Tanggal : 25 Juli 2011
Tim Penguji
Ketua Dra. Sri Wiyanti, M.Si.
(___________________)
Sekretaris Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
(___________________)
Anggota I Drs. Hardjono, M.Si.
(___________________)
Anggota II Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.
(___________________)
Surakarta, ___________________ Mengetahui, Ketua Program Studi Psikologi
Koordinator Skripsi
Drs. Hardjono, M.Si. commit to user Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP 195901191989031002 NIP 197608172005012002 iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Sungguh, ALLAH beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Anfal: 46) Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah: 5-6) Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S. Ar-Rahmaan: 13)
Man shabara zhafira. (A. Fuadi)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada: Orang tuaku , Ibu Siti Chanah & Bapak Drs. Badawi serta keluarga besarku, untuk segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan. Sahabat-sahabatku, untuk kebersamaan dan kebahagian yang tak ternilai. Purwanto, untuk segala perhatian dan dukungan dalam menyelesaikan karya ini. Almamaterku, untuk segala ilmu yang berharga dan pengalaman yang luar biasa. Terima kasih sebesar-besarnya......
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, nikmat, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penyelesaian skripsi bukanlah akhir dari pencapaian akan tetapi merupakan awal untuk memulai perjuangan dan meniti karir di masa yang akan datang dengan lebih baik. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan di awal memasuki masa perkuliahan. 2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam perijinan penelitian dan selaku penguji I yang telah bersedia menguji serta memberikan masukan, saran dan kritik yang bermanfaat bagi penulis. 3. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Stuudi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pengarahan di awal penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M.Si., selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan, dan selaku pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini 6. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si., selaku penguji kedua yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, saran serta kritik yang bermanfaat bagi penulis. 7. Bapak Budi Haryanto selaku Ketua Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis sehingga dapat melakukan penelitian. 8. Bapak Kliwon, S.Psi., selaku Sekjen BPOC Kota Surakarta yang telah membantu kelancaran dalam proses penelitian serta memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 9. Bapak Aziz, Mas Nova, Mas Iswiyanto, dan Roni yang telah membantu dalam proses penelitian, serta atlet-atlet binaan BPOC Kota Surakarta yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. 10. Seluruh dosen Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyalurkan ilmu, pengalaman, dan memberikan kebersamaan yang luar biasa, dan segenap staf yang telah membantu dalam hal admistrasi. 11. Orang tuaku, Ibu Siti Chanah dan Bapak Drs. Badawi, yang telah memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis sehingga sampai pada pencapaian ini.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Kakak-kakakku mas To (alm), mbak Mul, mas Fajar, mas Anik, mas Nahar, mas Rofiq, mas Afif, dan mas Iqin atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan. 13. Purwanto untuk semua doa, harapan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. 14. Sahabat-sahabat Psikologi ’05; Ridha, Rika, Nuly, Diah, Dita, Nita, Maya, Vita, Desti, Uwi, Jefri, Isiya, Arum, Tiara, Maria, Neni, Mea, Amna, Nia, Ferdi, Anggra, Nifa, Evlin, Agnes, Retno, Kikit, Ganis Yunita, Gannis Eka, Rizna, So’im, Nur, Iin, Nora, Putri, Hastin, Yuri, Dwinta, dan Made yang telah memberikan keceriaan, semangat, motivasi, dan kebersamaan yang begitu berharga. 15. Keluarga kecilku, OASE (Jefri, Diah, Rika, Ridha, Isiya, Dita, Uwi), atas kebersamaan dan keceriaan selama ini sehingga penulis lebih bersemangat lagi untuk meraih impian di masa mendatang. 16. Kakak tingkat 2004 atas bantuan, masukan, keceriaan dan kebersamaannya serta adik tingkat 2006, 2007, 2008 atas kebersamaan dan keceriaannya. Semoga hasil penelitian dapat bermanfaat di dalam membantu aktualisasi diri penyandang cacat khususnya dan pengembangan ilmu psikologi secara umum.
Surakarta, Juli 2011
commit to user
ix
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK AKTUALISASI DIRI DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI DAN KEMANDIRIAN PADA ATLET PENYANDANG CACAT YANG DIBINA DI BADAN PEMBINA OLAHRAGA (BPOC) KOTA SURAKARTA Rades_Rasyidana G0105042 Penyandang cacat mempunyai kebutuhan untuk mengembangkan bakat dan potensinya sebagai wujud aktualisasi dirinya seperti manusia normal pada umumnya. Bagi atlet penyandang cacat, prestasi yang diperoleh merupakan wujud dari keberhasilannya dalam beraktualisasi diri dan untuk memperolehnya dibutuhkan faktor mental yang mendukung, diantaranya kepercayaan diri dan kemandirian. Kedua faktor tersebut akan menjadikan seorang atlet penyandang cacat mampu mengeliminasi hal-hal negatif yang ada pada dirinya dan mampu memperoleh prestasi yang gemilang, serta menumbuhkan tanggung jawab pada dirinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan responden atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan studi populasi dengan try out terpakai pada sejumlah 41 responden. Pengumpulan data menggunakan Skala Aktualisasi Diri, Skala Kepercayaan Diri, dan Skala Kemandirian. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil perhitungan menunjukkan nilai F test sebesar 16,223 > F tabel 3,245 dengan p-value 0,000 < 0,05 dan nilai koefisien korelasi ganda (R) sebesar 0,679 yang berarti ada hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri. Selanjutnya, diketahui nilai korelasi rx1y sebesar 0,679 pada p < 0,05 yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri, dan nilai korelasi rx2y sebesar 0,473 pada p < 0,05 yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara kemandirian dengan aktualisasi diri. Sumbangan efektif kepercayaan diri dan kemandirian sebesar 46,1% yang ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,461.
Kata kunci: aktualisasi diri, kepercayaan diri, dan kemandirian
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT SELF-ACTUALIZATION OBSERVED FROM SELF-CONFIDENCE AND INDEPENDENCE OF THE DISABLED ATHLETES TRAINED IN BADAN PEMBINA OLAHRAGA CACAT (BPOC) KOTA SURAKARTA Rades_Rasyidana G0105042 Disabled people have a need to expand their talents and potentials as a manifestation of self-actualization as a normal human being in general. For athletes with disabilities, achievement is a manifestation of success in selfactualization and supporting mental factors are required to obtain success, such as self-confidence and independence. Those factors will enable disabled athlete to eliminate the negative matters and succeed in accomplishing excellent achievement, and also contribute sense of responsibility. The purpose of this research is to find out the relationship between self-confidence and independence with self-actualization of the disabled athletes trained in Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. The approach which was used in this study was a quantitative approach, with respondents were the disabled athletes trained in Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. This research was a population study of 41 respondents. Collecting data used Self-Actualization Scale, Self-Confidence Scale, and Independence Scale. Techniques of data analysis used multiple regression analysis The calculation result showed the value of F test of 16.223 > F table 3.245 with p-value 0.000 < 0.05 and value of multiple correlation coefficient (R) of 0.679, which means there was a positive relationship and significant correlation between self-confidence and independence with self-actualization. Furthermore, it is known rx1y correlation value of 0.679 at p < 0.05, which means there was a significant positive relationship between self-confidence with self-actualization, and value rx2y correlation of 0.473 at p < 0.05, which means there was a significant positive relationship between independence with self-actualization. Effective contribution of self-confidence and independence which indicated 46.1% from the coefficient of determination (R Square) of 0.461.
Keywords: self-actualization, self-confidence, and independence
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iv
MOTTO ..........................................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
x
ABSTRACT .....................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xvi
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
12
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
12
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
13
LANDASAN TEORI A. Aktualisasi Diri .............................................................................
15
1. Pengertian aktualisasi diri ........................................................ commit to user
15
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri ..................
18
3. Sifat-sifat pengaktualisasi diri ..................................................
20
4. Dimensi aktualisasi diri ...........................................................
26
B. Kepercayaan Diri ..........................................................................
28
1. Pengertian kepercayaan diri ....................................................
28
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri ..............
29
3. Aspek-aspek kepercayaan diri .................................................
32
4. Proses pembentukan kepercayaan diri .....................................
34
5. Ciri-ciri orang yang percaya diri ..............................................
36
C. Kemandirian ..................................................................................
38
1. Pengertian kemandirian ............................................................
38
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian .....................
40
3. Aspek-aspek kemandirian ... ...................................................
43
4. Ciri-ciri orang yang mandiri ....................................................
45
5. Jenis-jenis kemandirian ............................................................
47
D. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Kemandirian dengan Aktualisasi Diri pada Atlet Penyandang Cacat .............................
48
E. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Aktualisasi Diri pada Atlet Penyandang Cacat ...............................................................
53
F. Hubungan antara Kemandirian dengan Aktualisasi Diri pada Atlet Penyandang Cacat .........................................................................
54
G. Kerangka Pemikiran ......................................................................
56
H. Hipotesis ........................................................................................ commit to user
58
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian .....................................................
60
B. Definisi Operasional .....................................................................
60
1. Aktualisasi diri..........................................................................
60
2. Kepercayaan diri ......................................................................
61
3. Kemandirian .............................................................................
62
C. Populasi dan Sampel .....................................................................
62
1. Populasi ..................................................................................
62
2. Sampel ................................................................................... .
63
D. Metode Pengumpulan Data ...........................................................
63
E. Validitas dan Reliabilitas ...............................................................
69
1. Validitas ....................................................................................
69
2. Reliabilitas ................................................................................
70
F. Teknik Analisis Data .....................................................................
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian ......................................................................
72
1. Orientasi tempat penelitian ......................................................
72
2. Persiapan administrasi .............................................................
75
3. Persiapan alat pengumpulan data .............................................
75
B. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................
77
1. Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian ..............................
77
2. Uji validitas dan reliabilitas .....................................................
78
3. Pengumpulan data penelitian ................................................... commit to user
85
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
C. Analisis Data ..................................................................................
85
1. Uji asumsi dasar ......................................................................
86
2. Uji asumsi klasik ......................................................................
88
3. Uji hipotesis ..............................................................................
90
4. Analisis deskriptif ....................................................................
93
5. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif ..............................
96
D. Pembahasan ...................................................................................
97
PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................
101
B. Saran ............................................................................................. 101 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 104 LAMPIRAN ....................................................................................................
commit to user
xv
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Distribusi Skor Skala ............................................................
64
Tabel 2. Blue Print Skala Aktualisasi Diri ....................................................
65
Tabel 3. Blue Print Skala Kepercayaan Diri .................................................
66
Tabel 4. Blue Print Skala Kemandirian ........................................................
68
Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Aktualisasi Diri yang Valid dan Gugur .....
80
Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan Gugur ..
82
Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kemandirian yang Valid dan Gugur .........
84
Tabel 8. Uji Normalitas .................................................................................
86
Tabel 9. Uji Linearitas ...................................................................................
87
Tabel 10. Uji Anova .........................................................................................
91
Tabel 11. Hasil Korelasi Ganda (R) dan R Square ........................................ .
92
Tabel 12. Korelasi Parsial Antar Variabel ........................................................
93
Tabel 13. Deskripsi Data Penelitian .................................................................
94
Tabel 14. Kategorisasi Responden dan Distribusi Skor Responden .................
95
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pemikiran ........................................................ ................
commit to user
xvii
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Alat Ukur Penelitian ............................................................ 110
LAMPIRAN B Data Uji Coba Skala Penelitian ..........................................
121
LAMPIRAN C
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Penelitian .......... 134
LAMPIRAN D
Data Penelitian ...................................................................
141
LAMPIRAN E
Analisis Data Penelitian ......................................................
148
LAMPIRAN F Kelengkapan Administrasi ..................................................
160
LAMPIRAN G
163
Dokumentasi .......................................................................
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia yang terlahir di dunia tidak semuanya mempunyai kondisi tubuh yang lengkap, artinya banyak terjadi kekurangan atau ketidaksempurnaan fisik pada orang-orang tertentu sehingga menjadi bentuk kecacatan. Banyak dilihat pada bayi yang dilahirkan setiap waktunya terdapat beberapa diantaranya yang mengalami kondisi cacat tubuh. Kecacatan tersebut bervariasi, ada yang mengalami kecacatan tubuh bagian atas, ada yang mengalami kecacatan bagian bawah, bahkan ada juga yang mengalami cacat kedua-duanya. Banyak negara di dunia tidak mempunyai data yang akurat tentang jumlah penduduknya yang mengalami kecacatan. Negara-negara tersebut tidak terlalu aktif melakukan usaha pengumpulan data yang akurat, dan data yang diperoleh hanya bergantung pada angka perkiraan yang dibuat oleh WHO yaitu dengan perkiraan bahwa jumlah penyandang cacat sekitar 10 persen dari seluruh penduduk suatu negara. Menurut laporan William Kennedy Smith dari Lembaga Rehabilitasi di Chicago, Amerika Serikat, di seluruh dunia ada sekitar 600 juta penduduk yang menderita cacat dan diantaranya sekitar 80 persen ada di Asia. Sementara itu, di Indonesia sendiri ada sekitar 20-25 juta penyandang cacat (Suyono, 2009). Data yang kurang akurat tentang jumlah penduduk yang mengalami kecacatan menyebabkan rendahnya perhatian dari masyarakat dan pemerintah untuk membantu menanganinya terutama di bidang pendidikan. Penyandang cacat commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada saat ini tak ubahnya seperti bagian kecil dari masyarakat dengan kondisi yang kurang beruntung dan terkesan terbuang dari masyarakat karena kecacatannya. Masyarakat menganggap penyandang cacat sebagai suatu objek yang patut diberikan belas kasihan (Ashriati, dkk., 2006). Para penyandang cacat sering mendapat perlakuan yang kurang adil baik dari lingkungan maupun keluarga. Dikemukakan oleh Mulyadi (2009, dikutip dari www.kompas.com) bahwa perhatian orangtua terhadap anaknya yang cacat umumnya berbeda dengan perhatian kepada anaknya yang normal, bahkan anak yang cacat sering disembunyikan karena dipandang sebagai aib keluarga. Kehidupan yang dijalani setiap manusia tentunya tidak lepas dari berbagai permasalahan yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan jaman, misalnya dalam hal ekonomi, pendidikan, sosial, dan psikologi. Oleh Wirjasantosa (1984) dijelaskan bahwa masalah-masalah tersebut dialami pula oleh para penyandang cacat, karena selain menghadapi masalah umum sebagaimana manusia pada umumnya juga menghadapi masalah khusus karena kecacatan yang dimiliki. Penyandang
cacat
menghadapi
masalah
yang
lebih
kompleks
dibandingkan manusia pada umumnya, terlebih karena masalah khusus akibat kecacatan yang dimiliki. Permasalahan khusus yang dihadapi pun tidak sekedar masalah secara fisik saja melainkan secara psikis atau mental. Lauster (1997), menyatakan bahwa sikap dan pandangan negatif dari masyarakat terhadap penyandang cacat menyebabkan kurang percaya diri, minder, dan merasa tidak berguna. Disebutkan pula bahwa aktualisasi dan pengembangan potensi commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepribadian menjadi terhambat sehingga menjadikan penyandang cacat menjadi pesimistis dalam menghadapi tantangan, takut dan khawatir dalam menyampaikan gagasan, ragu-ragu dalam menentukan pilihan dan memiliki rasa takut untuk bersaing dengan orang lain serta berdampak pula pada rendahnya kepercayaan dirinya. Seiring berjalannya waktu menuju perkembangan dunia menuju masa sekarang ini, peran setiap individu mulai mendapatkan perhatian dari masyarakat dunia. Peran-peran penyandang cacat pun tidak dapat dipandang sebelah mata lagi. Faturokhman (2010) menjelaskan bahwa dengan ditetapkannya tanggal 3 Desember sebagai Hari Internasional Penyandang Cacat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa maka menjadikan para penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama serta mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Berdasarkan hal tersebut para penyandang cacat berhak memperoleh upaya-upaya yang memudahkannya untuk mandiri serta berhak mendapatkan pelayanan medis, psikologis dan fungsional, rehabilitasi medis dan sosial, pendidikan, pelatihan ketrampilan, konsultasi, penempatan kerja, dan semua jenis pelayanan yang memungkinkannya untuk mengembangkan kapasitas dan ketrampilan secara maksimal. Perhatian pemerintah dalam menangani para penyandang cacat juga mulai terlihat dalam berbagai hal. Kementerian Sosial sebagai institusi pemerintah yang bertanggung jawab pada pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para penyandang
cacat,
memiliki program commit to user
yang
bertujuan
untuk
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menumbuhkembangkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat dalam rangka memberdayakan para penyandang cacat dengan pendekatan berbasis institusi dan non institusi melalui Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK), Loka Bina Karya (LBK) dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM), ketiga sistem itu diarahkan pada upaya pelayanan dan rehabilitasi secara utuh yang mencakup rehabilitasi medis, pendidikan, dan rehabilitasi vokasional (Tira, 2009). Perhatian pemerintah terhadap penanganan para penyandang cacat juga tampak pada bidang ketenagakerjaan. Pemerintah menetapakan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan penyandang
(UU
cacat
Ketenagakerjaan)
untuk
mendapatkan
sebagai
landasan
perlindungan
hukum
bagi
kesempatan
kerja
sebagaimana layaknya orang normal (Rachmadsyah, 2010). Landasan hukum tentang ketenagakerjaan akan lebih menjamin para penyandang cacat dalam menyalurkan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mengembangkan dirinya secara maksimal terutama dalam bidang pekerjaan. Wadah yang menaungi para penyandang cacat juga sudah mulai banyak dan berkembang, selain wadah yang dibentuk oleh Kementerian Sosial juga terdapat wadah bagi penyandang cacat yang dibentuk oleh Kementerian Pertahanan. Kementerian Pertahanan mendirikan Pusat Rehabilitasi Kementerian Pertahanan, yang merupakan wadah bagi penyandang cacat personel Kementerian Pertahanan dalam melakukan proses refungsionalisasi dan pengembangan secara terarah dan terpadu sehingga diharapkan penyandang cacat Kementerian Pertahanan mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar di dalam kehidupan bermasyarakat (Redaksi DMC, 2009). Adanya wadah atau badan commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut akan sangat membantu para penyandang cacat dalam mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya. Dewasa ini, keterbatasan fisik tidak lagi menjadi halangan bagi penyandang cacat untuk tetap berkreasi dan berprestasi serta berkompetisi. Dikatakan oleh Supriatman (dalam Tira, 2010) bahwa dengan diadakannya pameran kreasi dan seni diharapkan dapat menjadikan penyandang cacat sebagai pribadi yang bertanggung jawab atas karya seni yang dihasilkan dan dapat meningkatkan kemampuannya sehingga akan terlihat bahwa penyandang cacat juga mampu berkompetisi dan dapat beraktualisasi diri. Banyak cara yang ditempuh untuk membuktikan eksistensi para penyandang cacat, selain bidang seni ada juga bidang olahraga (Opi, 2008). Olahraga bagi penyandang cacat dijadikan media untuk mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki, mengingat setiap manusia selain mempunyai kekurangan juga mempunyai kelebihan, kemampuan, dan keunikan sendiri. Pilihan sebagai atlet bagi para penyandang cacat memang dapat dimaklumi karena dengan media olahraga para penyandang cacat dapat membuktikan bahwa dirinya mampu berkompetisi dan meraih prestasi. Kegiatan olahraga tidak membutuhkan banyak persyaratan dan setiap orang berhak mengikutinya termasuk para penyandang cacat. Media olahraga akan sangat membantu para penyandang cacat dalam mengeksplorasi bakat-bakat keolahragaan yang terpendam dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga
atlet
penyandang
cacat
mampu
mengaktualisasikan
dirinya.
Keberhasilan aktualisasi diri seorang atlet dapat dilihat pada prestasi-prestasi yang telah dicapainya (Adisasmito, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Prestasi yang ditorehkan oleh penyandang cacat melalui bidang olahraga memang cukup menarik untuk dikaji dan dicermati. Banyak kalangan mulai dari pemerintah, pemerhati olahraga sampai masyarakat umum menaruh perhatian pada torehan prestasi para atlet nasional baik di kancah dalam maupun luar negeri. Menurunnya prestasi atlet non cacat selama kurang lebih 40 tahun terakhir sangat disayangkan oleh berbagai pihak (Maksum, 2007). Prestasi yang mengecewakan tersebut terobati dengan semakin pesatnya prestasi atlet penyandang cacat baik di kancah nasional maupun internasional. Kemajuan prestasi para atlet penyandang cacat saat ini memberikan kesadaran kepada masyarakat dan pemerintah bahwa kecacatan bukan lagi menjadi faktor penghambat bagi seseorang untuk berhasil. Para atlet penyandang cacat juga membuktikan bahwa dirinya adalah orang-orang yang pantas diperhitungkan potensinya di mata masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari berbagai pihak, terutama pihak yang secara langsung membina para atlet penyandang cacat. Adanya pembinaan dan dukungan kepada atlet penyandang cacat, maka akan menumbuhkan rasa percaya diri, kemandirian, dan harga diri (Tira, 2009). Peran pemerintah juga terlihat dari adanya suatu wadah pembinaan bagi atlet penyandang cacat yang bernaung di bawah KONI, yaitu BPOC (Badan Pembina Olahraga Cacat). BPOC berusaha mengoptimalkan capaian prestasi olahraga bagi penyandang cacat sesuai dengan bakat dan kemampuannya. BPOC Pusat yang terletak di kota Surakarta menjadi pusat bagi pembinaan atlet penyandang cacat secara nasional. Kota Surakarta dalam perkembangannya selain merupakan lokasi BPOC Pusat, juga mempunyai BPOC cabang kota Surakarta. BPOC kota commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
Surakarta yang mempunyai sekretariat di kompleks BBRSBD (Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa) Jalan Tentara Pelajar Jebres Surakarta. Pembinaan atlet di BPOC Kota Surakarta dapat dikatakan cukup baik karena selain dengan memberikan penjadwalan dalam latihan setiap hari, BPOC kota Surakarta juga menyediakan peralatan olahraga yang layak, siap pakai, dan lengkap. Kota Surakarta juga mempunyai fasilitas tempat olahraga yang lengkap. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan kepada pembina, pelatih, dan atlet binaan BPOC kota Surakarta, ditemukan sejumlah atlet yang masih merasa kurang percaya diri dan minder ketika bertanding dengan atlet yang mempunyai prestasi nasional dan internasional. Selain itu, pada atlet pemula terlihat malu dan sungkan untuk memulai pembicaraan dengan orang yang baru dikenal. Diperoleh pula informasi bahwa atlet binaan BPOC kota Surakarta mempunyai antusiasme dan kemandirian dalam berlatih, atlet tersebut berlatih walaupun tidak ada jadwal dari pelatih. Adanya informasi di atas maka pembinaan mental juga diperlukan para atlet selain pembinaan fisik (latihan). Keberhasilan BPOC kota Surakarta dalam pembinaan atlet-atletnya tampak pada prestasi yang telah ditorehkan oleh atlet-atlet binaanya. Salah satu prestasi yang baru-baru ini ditorehkan oleh para atlet BPOC kota Surakarta adalah pada ajang PORCAPROV (Pekan Olahraga Cacat Provinsi) 2009 di Surakarta, BPOC kota Surakarta berhasil meraih 28 medali emas, 22 medali perak, dan 10 medali perunggu dari cabang olahraga atletik, renang, tenis meja, catur, dan bulu tangkis. Hasil tersebut menempatkan Surakarta sebagai juara umum dalam PORCAPROV 2009. Atlet-atlet binaan BPOC kota Surakarta juga seringkali commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diandalkan oleh Kontingen Jawa Tengah pada kejuaraan nasional sebagai pemasok atlet berprestasi Jawa Tengah. Proses pencapaian prestasi para atlet penyandang cacat sebagai wujud dari aktualisasi tidak secara instan diperoleh. Berbagai usaha dilakukan untuk menunjukkan aktualisasi diri para atlet
penyandang cacat. Usaha tersebut
meliputi rehabilitasi dan fungsionalisasi para atlet penyandang cacat untuk mengurangi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh kecacatannya dan mengembangkan potensinya agar menjadi kemampuan yang nyata (Wirjasantosa, 1984). Keberhasilan atlet penyandang cacat dalam berprestasi juga tidak terlepas dari faktor-faktor psikologis yang menjadi kunci keberhasilan prestasi. Kepercayaan diri atau keyakinan akan kemampuan diri merupakan salah satu faktor yang menunjang seorang atlet penyandang cacat dalam berprestasi sebagai wujud aktualisasi dirinya (Adisasmito, 2007). Kepercayaan diri akan menjadi modal besar bagi para atlet penyandang cacat, karena keyakinan untuk memampukan segala kelebihan dan kemampuan yang dimiliki akan mendorong seorang atlet untuk
mencapai tujuan yang
diiinginkan, yaitu meraih prestasi yang gemilang. Cox (2002) menegaskan bahwa kepercayaan diri secara umum merupakan bagian penting dari karakteristik kepribadian seseorang yang dapat memfasilitasi kehidupan seseorang. Lebih lanjut, dikatakan bahwa kepercayaan diri yang rendah akan memiliki pengaruh negatif terhadap penampilan atlet. Kurangnya rasa percaya diri pada atlet tidak akan menunjang tercapainya prestasi yang tinggi. Kurang percaya diri berarti juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
meragukan kemampuan diri sendiri dan cenderung untuk mempersepsikan segala sesuatu dari sisi negatif, sehingga menjadi bibit ketegangan, khususnya pada waktu menghadapi pertandingan melawan pemain yang seimbang kekuatannya, sehingga ketegangan tersebut akan berakhir pada kegagalan. Penampilan atlet juga tidak terlepas dari keadaan psikis dan fisik serta situasional yang menyertai di setiap suatu pertandingan. Hasil penelitian Yulianto dan Nashori (2006) pada atlet Tae Kwon Do menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri terhadap prestasi atlet Tae Kwon Do. Hal tersebut berarti bahwa kepercayaan diri memegang andil yang penting bagi pencapaian prestasi seorang atlet. Keberhasilan dalam berprestasi juga berarti pula pada keberhasilan atlet tersebut dalam beraktualisasi diri. Kepercayaan diri pada atlet terutama pada atlet penyandang cacat perlu ditanamkan sejak dini ketika atlet tersebut terjun untuk pertama kali dalam suatu pertandingan olahraga. Hal tersebut perlu dilakukan karena pada umumnya atlet pemula didera oleh rasa malu dan minder karena kecacatan yang dialami. Brown (dalam Hartanti, dkk., 2004) menyatakan bahwa konsentrasi dan percaya diri memungkinkan seorang atlet mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan dan dapat menguasai situasi permainan termasuk lawan mainnya dengan baik. Prestasi adalah bukti dari keberhasilan seorang atlet dalam beraktualisasi diri, kepercayaan diri salah satu faktor yang menunjangnya. Aktualisasi diri juga tampak pada seseorang yang berfungsi secara otonom (Maslow, 1994). Disebutkan pula bahwa perkembangan seseorang yang beraktualisasi diri tergantung pada potensi dan sumber-sumber dari dalam dirinya. Bagi para commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
penyandang cacat adanya kekurangan sarana dan fasilitas yang menunjang di tempat-tempat umum, termasuk tempat olahraga, tidak menjadikannya untuk bergantung ataupun minta dikasihani. Para penyandang cacat yang dikasihani atau diberi perhatian yang berlebih akan menjerumuskannya menjadi generasi malas dan hanya tahu ”terima beres” tanpa pernah berpikir untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan melalui jalan usaha sendiri, dengan kata lain penyandang cacat tidak akan pernah mandiri dan akan terus tergantung kepada belas kasihan orang lain. Usaha menjadikan seorang penyandang cacat menjadi orang yang mandiri dimulai dari lingkungan keluarga. Hal yang pertama dilakukan oleh anggota keluarga teruatama orang tua adalah dengan memberi semangat atau spirit bagi penyandang cacat tersebut. Selanjutnya, menanamkan keyakinan bahwa didalam kekurangan yang dimiliki terdapat potensi yang baik dalam diri penyandang cacat yang dapat dikembangkan. Pemberian perlakuan yang tidak membedakan dengan orang normal juga merupakan awal yang baik, sehingga akan timbul keyakinan diri dan kepercayaan bahwa penyandang cacat mampu melakukan hal yang sama seperti halnya orang normal untuk berkarya (Irfandi, 2009). Sikap mandiri atau kemandirian akan menjadikan atlet terutama atlet penyandang cacat lebih bertanggung jawab terhadap segala tindakan dan perbuatannya, baik di luar maupun dalam konteks berolagraga. Maksum (2007) menyatakan bahwa trait kepribadian mandiri merujuk pada kesediaan atlet untuk melakukan sesuatu secara sendiri, mengarahkan diri sendiri, dan bertanggung jawab. Atlet yang mandiri adalah atlet yang tidak hanya berlatih ketika ada program dari pelatih, tetapi juga secara autodidak melakukan latihan sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
Disebutkan pula bahwa pribadi mandiri adalah pribadi yang independen dan menyukai tanggung jawab pribadi, banyak mengambil inisiatif dan mampu mengelola dirinya sendiri secara bertanggung jawab. Hasil penelitian Nuryoto (1993) menunjukkan bahwa kemandirian pada remaja cenderung berkembang pada masa remaja dan sikap kemandirian tersebut lebih tinggi terjadi pada remaja perempuan. Penelitian lain yang menunjukkan hubungan yang signifikan tentang kemandirian adalah hasil penelitian Yunita, dkk. (2002) pada anak penderita asma menyebutkan bahwa kemandirian yang tinggi akan meningkatkan motivasi berprestasi anak sehingga mampu mencapai prestasi yang gemilang. Kemadirian menjadi suatu kunci keberhasilan bagi pencapaian prestasi atlet, terutama atlet penyandang cacat karena dengan keterbatasan secara fisik serta keterbatasan sarana olahraga bagi penyandang cacat akan menjadi dorongan tersendiri untuk memaksimalkan potensi olahraga dan meraih prestasi dalam bidang olahraga. Media olahraga dapat pula menjadi suatu sarana bagi atlet penyandang cacat untuk menjadi pribadi yang bebas atau tidak tergantung pada orang lain karena kebanyakan olahraga bagi penyandang cacat merupakan pertandingan individu (perorangan) yang menuntut berkembangannya potensi dan kemampuan diri sendiri walaupun seorang tersebut terbatas secara fisik. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa modal dasar untuk optimalisasi dalam mencapai keberhasilan berolahraga secara kompetitif adalah kepercayaan diri dan kemandirian, sehingga individu betul-betul dapat mengaktualisasikan dirinya secara sempurna. Untuk itu peneliti tertarik untuk commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengadakan penelitian yang berkenaan dengan kepercayaan diri, kemandirian, dan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat dengan judul ”Aktualisasi Diri Ditinjau dari Kepercayaan Diri dan Kemandirian pada Atlet Penyandang Cacat yang Dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan positif antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta? 2. Apakah ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta? 3. Apakah ada hubungan positif antara kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui hubungan positif antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Mengetahui hubungan positif antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
3.
Mengetahui hubungan positif antara kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi tentang pentingnya kepercayaan diri dan kemandirian pada atlet penyandang cacat pada khususnya dan pada penyandang cacat non atlet pada umumnya, sehingga dapat digunakan sebagai modalitas dalam mengembangkan potensi, bakat, dan kapasitas yang dimiliki, sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal.
b.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi pemahaman kepada para pelatih olahraga pada tingkat kompetisi tentang pentingnya kepercayaan diri dan kemandirian sebagai modal dasar untuk optimalisasi prestasi khususnya pada atlet penyandang cacat.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi atlet pada umumnya dan atlet penyandang cacat pada khususnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat mendorong dan meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian atlet sehingga dapat mencapai prestasi commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
optimal dengan memanfaatkan potensi, bakat, dan kapasitas yang dimiliki sebagai bentuk aktualisasi dirinya. b.
Bagi pelatih dan pembina atlet, diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai dorongan atau motivasi untuk lebih memperhatikan faktor mental atau psikologis para atlet sehingga muncul suatu keseimbangan diri atlet yang dibina/dilatih.
c.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dalam melakukan penelitian-penelitian berikutnya, terutama yang berkaitan dengan aktualisasi diri penyandang cacat.
d.
Bagi masyarakat pada umumnya, adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta informasi bahwa penyandang cacat, khususnya atlet, mampu untuk berprestasi sehingga akan tumbuh penghargaan serta pemberian apresiasi kepada penyandang cacat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Aktualisasi Diri 1. Pengertian aktualisasi diri Manusia tidak semuanya terlahir sempurnya. Banyak diantaranya yang terlahir dengan kecacatan, baik secara fisik maupun mental. Terlahir dengan kecacatan tidak membatasi seseorang untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Bakat dan potensi yang dimiliki para penyandang cacat dapat diarahkan pada berbagai bidang, misalnya olahraga. Olahraga digunakan untuk menunjukkan eksistensi para penyandang cacat dan dipakai sebagai media untuk beraktualisasi diri. Maslow (1994) mendefinisikan aktualisasi diri sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu serta pemenuhan semua kualitas dan kapasitasnya. Setiap individu mempunyai kelebihan dan kekurangan, serta bakat dan potensi yang menyertainya. Hal tersebut menjadikan setiap individu mempunyai peluang yang sama dalam mengembangkan bakat dan potensinya dalam upayanya mencapai aktualisasi diri. Dikatakan oleh Maslow (dalam Goble, 1987) bahwa pribadi yang teraktualisasi
dilukiskan
sebagai
pribadi
yang
menggunakan
dan
memanfaatkan secara penuh bakat, kapasitas, dan potensi yang dimilikinya untuk memenuhi dirinya dan melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya. Individu yang mengaktualisasikan dirinya melakukan yang commit to user
15
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbaik dengan mengembangkan semua bakat, kapasitas dan potensinya untuk mendapatkan kepuasan dirinya. Kepuasan diri bagi seorang atlet terlihat pada prestasi yang diperolehnya, sehingga atlet tersebut akan mengoptimalkan usahanya dengan melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya. Menurut Maslow (1959) setiap individu memilik perjuangan atau kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk mengaktualisasikan diri. Perjuangan untuk mengaktualisasi diri dimulai dengan memenuhi atau memuaskan kebutuhannya yang berada pada tingkat yang rendah dan berkembang pada kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu (Maslow; dalam Schultz, 1991): a. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan makanan, air, udara, tidur, dan seks. Kebutuhan tersebut dipuaskan demi kelangsungan hidup individu. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar yang minimal harus terpenuhi dalam kehidupan individu. b. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan akan jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari ketakutan dan kecemasan. Kebutuhan akan rasa aman membuat individu tidak menderita dan merasa terancam. c. Kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan membangun suatu hubungan akrab dan penuh perhatian dengan orang lain atau dengan orang-orang pada umumnya. Setiap individu membangun suatu hubungan dengan memberi dan menerima commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
cinta. Kebutuhan akan memiliki dan cinta menjadikan seorang individu tidak merasa kesepian dan terisolasi. d. Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan akan penghargaan dibedakan menjadi dua macam, yaitu penghargaaan yang berasal dari orang lain dan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan dari orang lain adalah yang utama dan diperoleh berdasarkan pandangan orang lain tentang seorang individu. Penghargaan tersebut dapat berupa reputasi, kekaguman, status, popularitas, atau keberhasilan. Penghargaan terhadap diri sendiri membuat seorang individu merasa yakin dan aman akan dirinya serta merasa berharga dan adekuat (serasi, seimbang). Pemenuhan akan kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah akan mendorong individu untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi yaitu aktualisasi diri. Aktualisasi diri oleh Rogers (dalam Schultz, 1991) diartikan sebagai proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi psikologis yang dimiliki individu yang unik. Keunikan potensi psikologis membuat proses dan pencapaian aktualisasi diri setiap individu berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Pencapaian dari aktualisasi diri diperoleh dengan melakukan dan mengembangkan berbagai macam kegiatan yang menyenangkan dan bermakna. Pengalaman dan belajar khususnya pada masa kanak-kanak menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan seseorang dalam melakukan aktualisasi diri. Sikap orang tua terhadap anak yang terlalu dominan ataupun yang terlalu memberi kebebasan akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
menghambat aktualisasi diri. Pendekatan yang efektif adalah sikap yang bijaksana antara sikap dominan dan memberi kebebasan. Seiring berjalannya waktu aktualisasi diri mengalami pergeseran dari fisiologis ke psikologis karena aktualisasi diri merupakan proses yang akan terus berlangsung dan berjalan dinamis. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa aktualisasi diri adalah proses perkembangan dan penggunaan bakat, kapasitas, serta potensi psikologis yang dimiliki individu dengan melakukan yang terbaik yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri Individu yang beraktualisasi diri akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Maslow (dalam Koeswara, 1991; Schultz, 1991; & Goble, 1987) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi seorang individu dalam beraktualisasi diri, antara lain: a. Faktor internal, yang terdiri atas: 1) Adanya rasa takut, ketidaktahuan, dan keraguan dari individu untuk mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga potensipotensi tersebut tetap laten dan tidak berkembang. Lurhs (2006) mengemukakan bahwa untuk mendorong individu beraktualisasi diri yaitu dengan meningkatkan kepercayaan dirinya. Adanya kepercayaan diri akan membuat individu tidak ragu-ragu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Perasaan aman yang kuat. Proses perkembangan menuju kematangan akan menuntut kesediaan individu untuk mengambil risiko, membuat kesalahan, dan melepaskan kebiasaan lama yang tidak konstruktif. Hal-hal tersebut akan mengancam dan menakutkan karena adanya perasaan aman yang kuat, sehingga menyebabkan individu bergerak mundur memenuhi kebutuhan akan rasa aman. 3) Proses perkembangan. Anak-anak akan mampu menjalani prosesproses perkembangan dengan baik jika diasuh dalam suasana aman, hangat, dan bersahabat. Kondisi yang sehat maka akan merangsang perkembangan dan individu akan terdorong untuk menjadi yang terbaik, sedangkan pengalaman masa kanak-kanak yang malang akan menghambat aktualisasi dirinya. b. Faktor eksternal, terdiri atas: 1) Lingkungan
masyarakat.
Adanya
kecenderungan
untuk
mendepersonalisasi individu dan perepresian sifat-sifat, bakat, atau potensi-potensi akan menghambat upaya seorang individu dalam beraktualisasi diri. Individu membutuhkan suatu lingkungan yang menunjang untuk dapat beraktualisasi diri. 2) Sosial ekonomi. Kondisi soaial ekonomi dapat membatasi kesempatan seseorang dalam beraktualisasi diri. Perbedaan kondisi sosial ekonomi memungkinkan terjadinya proses aktualisasi diri yang berbeda pula, karena faktor sosial ekonomi akan menentukan arah dan bentuk commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aktualisasi diri seseorang. Hal tersebut berkaitan dengan adanya fasilitas dan sarana penunjang. 3) Tipe pekerjaan. Tipe pekerjaan yang membebaskan individu melakukan pekerjaan menurut caranya sendiri akan dapat menunjang individu tersebut dalam melakukan aktualisasi dirinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa aktualisasi diri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
3. Sifat-sifat pengaktualisasi diri Individu yang mengaktualisasikan dirinya akan menunjukkan beberapa sifat.Upaya mengaktualisasi diri memiliki beberapa sifat. Maslow (1994; dalam Schultz, 1991) menjelaskan tentang sifat-sifat pengaktualisasi diri yang ditunjukkan oleh individu yang telah mencapainya. Sifat-sifat pengaktualisasi diri terbagi menjadi dua, yaitu: a. Sifat umum, terdiri atas (Maslow; dalam Schultz, 1991): 1) Individu telah cukup memuaskan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang rendah secara teratur, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, serta penghargaan. 2) Individu terbebas dari psikosis, neurosis, atau gangguan-gangguan patologis lain. Individu yang terganggu secara psikologis akan mengalami hambatan yang besar dalam mengaktualisasi diri.
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Individu tersebut merupakan model pematangan dan kesehatan, serta memenuhi diri dengan menggunakan kapasitas dan kualitasnya secara penuh. 4) Individu tersebut mengetahui tentang dirinya dan mengetahui tujuan hidupnya. Hal tersebut menjadikan individu lebih terarah dalam mengaktualisasi dirinya. 5) Pengaktualisasi diri pada umumnya adalah orang yang telah setengah tua atau lebih tua. Orang yang lebih muda dianggap tidak mengembangkan perasaan yang kuat akan identitas dan otonomi, serta pengabdian diri, karena orang yang lebih muda sedang menuju ke arah kematangan. Walaupun demikian, orang yang lebih muda mempunyai kecenderungan untuk tumbuh dengan baik ke arah aktualisasi diri yang memungkinkannya untuk mencapai aktualisasi diri pada usia yang lebih tua. b. Sifat khusus, terdiri dari (Maslow, 1994): 1) Mengamati realitas secara efisien. Orang yang mengaktualisasi diri mengamati objek-objek dan orang-orang di dunia sekitarnya secara objektif. Individu melihat dunia sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang diinginkan atau dibutuhkannya. Pengaktualisasi diri adalah orang yang teliti dan waspada sehingga dapat menemukan dengan cepat adanya ketidakjujuran, serta dapat melihat sesuatu secara adil atau tidak berat sebelah. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Penerimaan umum atas kodrat, orang lain dan diri sendiri. Orang yang mengaktualisasi diri menerima diri sendiri, kelemahan, dan kekuatan dirinya tanpa keluhan atau kesusahan, serta menerima kodratnya sebagaimana adanya. Pengaktualisasi diri tidak hidup dengan berpurapura atau memalsukan diri, serta tidak bersembunyi di belakang peran-peran sosial yang ada. 3) Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran. Pengaktualisasi diri bertingkah laku secara terbuka dan langsung tanpa pura-pura serta dapat memperlihatkan emosinya dengan jujur, dengan kata lain pengaktualisasi diri bertingkah laku wajar sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Pengaktualisasi diri juga bersikap bijaksana dan penuh perhatian terhadap perasaan orang lain, sehingga permainan sosial sering kali dilakukan untuk menghindari konflik dengan orang lain. 4) Fokus
pada
masalah-masalah
mengaktualisasikan
diri
di
mempunyai
luar
dirinya.
perasaan
Orang
dedikasi
yang dalam
pekerjaannya. Pekerjaan adalah sesuatu yang ingin dilakukan, dan tidak semata-mata untuk mendapatkan penghasilan. Pekerjaan yang ditekuni oleh pengaktualisasi diri melebur dengan liburan, lelucon, hiburan, istirahat, dan kegemarannya. 5) Kebutuhan akan privasi dan independensi. Orang-orang yang mengaktualisasikan diri memiliki suatu kebutuhan yang kuat untuk pemisahan dan kesunyian. Individu tidak tergantung pada orang lain commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
untuk kepuasannya dan dengan demikian individu dapat memenuhi kebutuhan sendiri berdasarkan kepentingan dan keperluannya. 6) Berfungsi secara otonom. Pengaktualisasi diri berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik. Individu tidak tergantung pada dunia yang nyata untuk kepuasannya karena pemuasan dari motif-motif pertumbuhan datang dari dalam. Perkembangannya tergantung pada potensi-potensi dan sumbersumber dari dalam dirinya sendiri. 7) Apresiasi yang senantiasa segar. Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri senantiasa menghargai pengalaman-pengalaman tertentu meskipun pengalaman itu seringkali terulang. Pengaktualisasi diri tetap menikmatinya dengan suatu perasaan kenikmatan yang segar dan menyenangkan. 8) Pengalaman-pengalaman mistik atau ”puncak”. Ada kesempatan bagi orang-orang yang mengaktualisasikan diri mengalami ekstase (kegembiraan yang lepas), kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap, sama seperti pengalaman keagamaan yang mendalam. 9) Minat sosial. Pengaktualisasi diri memiliki perasaan empati dan afeksi yang kuat dan dalam terhadap semua orang, juga suatu keinginan untuk membantu kemanusiaan. Pengaktualisasi diri cenderung menjalin hubungan pribadi yang erat dan mendalam, lebih akrab dari persahabatan di antara kebanyakan orang. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Hubungan antarpribadi. Pengaktualisasi diri mampu mengadakan hubungan yang lebih kuat dan lebih sehat dengan orang lain dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya. Individu mampu memiliki cinta yang lebih besar dan persahabatan yang lebih dalam, dan identifikasi yang lebih sempurna dengan individu lain. 11) Struktur watak demokratis. Pengaktualisasi diri membiarkan dan menerima semua orang tanpa memperhatikan kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik atau agama, ras, atau warna kulit. Selain itu, individu bertingkah laku lebih pengertian daripada sekedar mengerti pada orang lain. 12) Perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk. Pengaktualisasi diri membedakan dengan jelas antara sarana dan tujuan. Baginya, tujuan atau cita-cita jauh lebih penting daripada sarana untuk mencapainya. Pengaktualisasi diri juga sanggup membedakan antara baik dan buruk, benar dan salah. 13) Perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan. Humor pengaktualisasi diri bersifat filosofis; humor yang menertawakan orang lain pada umumnya. Kerapkali humor bersifat instruktif, yang dipakai langsung kepada hal yang dituju dan juga menimbulkan kesenangan. Hal itu adalah humor yang bijaksana. 14) Kreativitas. Kreativitas merupakan suatu sifat yang diharapkan oleh seseorang pengaktualisasi diri. Pengaktualisasi diri adalah asli, commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
inventif, dan inovatif, meskipun tidak selalu dalam pengertian menghasilkan suatu karya seni. 15) Resistensi terhadap inkulturasi. Pengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh sosial, untuk berpikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Individu mempertahankan otonomi batin, dan dibimbing oleh dirinya sendiri. Sifat-sifat pengaktualisasi diri juga dikemukakan oleh Rogers (dalam Schultz, 1991 dan Baihaqi, 2008), yaitu sebagai berikut: a. Keterbukaan pada pengalaman. Keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensif, sehingga seseorang bebas untuk mengalami semua perasaan dan sikap, serta tanpa adanya suatu hal yang harus dilawan karena tidak ada yang mengancam. b. Kehidupan
eksistensial.
Kecenderungan
seseorang
untuk
hidup
sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan. Setiap pengalaman dirasa segar dan baru, sehingga ada kegembiraan pada setiap pengalaman tersebut. c. Kepercayaan terhadap organisme diri sendiri. Seseorang percaya akan keputusan yang diambilnya karena data yang digunakan untuk mencapai suatu keputusan adalah tepat dan seluruh kepribadian mengambil bagian dalam proses pembuatan keputusan tersebut. d. Perasaan bebas. Rogers percaya bahwa orang yang semakin sehat secara psikologis maka akan semakin pula mengalami kebebasan untuk memilih commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan bertindak. seseorang akan melihat adanya banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan sesuatu yang diinginkannya. e. Kreativitas. Adanya perasaan yang bebas membuat orang yang mengaktualisasikan diri akan bertingkah laku yang spontan, berubah, tumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas sifat-sifat pengaktualisasi dari Maslow mencakup keseluruhan sifat, oleh karena itu maka peneliti menggunakan sifatsifat pengaktualisasi diri dari Maslow dan menyimpulkan bahwa sifat-sifat pengaktualisasi diri antara lain: mengamati realitas secara efisien; penerimaan umum atas kodrat, orang lain, dan diri sendiri (kepercayaan terhadap diri sendiri); spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran; fokus pada masalah di luar dirinya; kebutuhan akan privasi dan independensi (bebas); berfungsi secara otonom; apresiasi yang senantiasa segar terhadap pengalaman; pengalaman mistik atau “puncak”; minat sosial; hubungan antarpribadi; struktur watak demokratis; perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk; perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan; kreativitas; dan resistensi terhadap inkulturasi.
4. Dimensi aktualisasi diri Sifat-sifat khusus yang ditunjukkan oleh pengaktualisasi diri dapat disusun atau diklasifikasikan ke dalam
dimensi aktualisasi diri. Dimensi
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut
disusun
oleh
Hall
(2008)
berdasarkan
sifat-sifat
khusus
pengaktualisasi diri dari Maslow, sebagai berikut: a. Dimensi kebudayaan, yang terdiri dari sifat berfungsi secara otonom; resistensi terhadap inkulturasi; dan minat sosial. b. Dimensi filosofis, yang terdiri dari sifat mengamati realitas secara efisien; kebutuhan akan privasi dan independensi; dan perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan. c. Dimensi emosional, yang terdiri dari sifat spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran; apresiasi yang senantiasa segar; dan pengalaman mistik atau “puncak”. d. Dimensi interpersonal, yang terdiri dari sifat penerimaan umum atas kodrat, orang lain, dan diri sendiri; hubungan antarpribadi; dan struktur watak demokratis. e. Dimensi intelektual, yang terdiri dari sifat fokus pada masalah di luar dirinya; perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk; dan kreativitas. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahu bahwa dimensi aktualisasi diri terdiri atas dimensi kebudayaan, dimensi filosofis, dimensi emosional, dimensi interpersonal, dan dimensi intelektual. Kelima dimensi tersebut selanjutnya akan digunakan oleh peneliti dalam penyusunan skala aktualisasi diri.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kepercayaan Diri 1. Pengertian kepercayaan diri Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Menurut Hakim (2005) kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Bandura (1977) juga menjelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkannya. Kepercayaan diri yang dimiliki seseorang akan digunakan dalam usaha menampilkan tindakan dan perilaku yang diarahkan pada tujuan yang hendak dicapainya, termasuk waktu dan cara melakukannya. Taylor (2003) mengemukakan bahwa orang-orang yang percaya diri merasa dirinya aman dengan mengetahui bakatnya, sangat rileks dan ingin mendengar dan belajar dari orang lain. Orang yang mempunyai kepercayaan diri memahami betul tentang segala sesuatu yang ada pada dirinya baik itu kelebihan maupun kekurangannya, sehingga tidak perlu membandingkannya dengan orang lain. Mastuti (2008), mendefinisikan kepercayaan diri sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut merasa memiliki kompetensi, yakni mampu dan percaya bahwa dirinya bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Oleh Lauster (1997) dijelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindaknnya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dan memiliki dorongan untuk berprestasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan sehingga bisa mencapai tujuan di dalam hidupnya. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi dapat dilihat dari sikap dan kemampuan yang pasti untuk melangkah mengembangkan potensinya dan diyakini sebagai suatu cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri Kepercayaan diri dibentuk melalui suatu proses yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyertainya. Menurut Mangunharja (dalam Ashriati, dkk., 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri adalah: commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Faktor fisik. Keadaan fisik seperti kegemukan, ketinggian, cacat anggota tubuh atau rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang jelas terlihat oleh orang lain. Hal tersebut akan menimbulkan perasaan tidak berharga terhadap keadaan fisik, karena seseorang sangat merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang tidak dapat bereaksi secara positif akan menimbulkan rasa minder yang berkembang menjadi rasa tidak percaya diri. b. Faktor mental. Seseorang akan percaya diri karena mempunyai kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian khusus yang dimilikinya. Keahlian yang dimiliki seseorang menunjukkan suatu kelebihan yang dapat membentuk kepercayaan diri dan merupakan modal dasar untuk mencapai keberhasilan yang optimal serta mampu mengatasi hambatan yang terjadi. c. Faktor sosial. Kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan sosial dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap orang. Sikap positif orang tua dan anggota yang lainnya akan menambah keyakinan untuk maju mengembangkan diri secara optimal untuk mencapai tujuan hidup dan masa depan yang gemilang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
Menurut Ruwaida, dkk. (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri antara lain: a. Konsep diri dan harga diri. Menurut Denny (dalam Ruwaida, dkk., 2006) terbentuknya kepercayaan diri seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang didapat melalui pergaulan dalam suatu kelompok dan konsep diri yang positif membuat seseorang dapat menghargai dirinya. b. Kondisi fisik. Kumara (1988) menjelaskan bahwa perkembangan kepercayaan diri diawali dengan pengenalan diri secara fisik dan cara seseorang menilai dirinya, menerima atau menolaknya. Penerimaan terhadap kondisi fisik akan menimbulkan rasa puas dan dapat menaikkan harga dirinya. c. Kegagalan dan kesuksesan. Kegagalan hidup yang dialami seseorang cenderung membuatnya kurang percaya diri, sehingga timbul perasaan tidak mampu dalam dirinya. Sebaliknya, keberhasilan atau kesuksesan yang diperoleh seseorang akan meningkatkan kepercayaan dirinya. d. Pengalaman hidup. Fahmy (1983) menyatakan bahwa pemenuhan akan kasih sayang, rasa aman, dan harga diri adalah tiga macam kebutuhan yang cukup dominan bagi anak, sehingga apabila tidak terpenuhi akan berakibat fatal baik pertumbuhan dan perkembangan mental. e. Pendidikan. Menurut Anthony (dalam Ruwaida, dkk., 2006) tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan seseorang menjadi tergantung dan berada di bawah kekuasaan orang lain yang lebih baik darinya. Sebaliknya, seseorang akan mampu memenuhi tantangan hidup dengan penuh kepercayaan diri dan kekuatan serta memperhatikan situasi dari commit to user sudut kenyataan.
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Peran lingkungan keluarga. Pada tahap perkembangan, lingkungan keluarga mempengaruhi psikologis seseorang karena keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap orang. Mastuti (2008) menyatakan bahwa orang tua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, dan kasih sayang serta kelekatan emosi yang tulus kepada anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri antara lain faktor-faktor yang berasal dari individu sendiri (kondisi mental dan fisik), pengalaman, pendidikan, dan faktor sosial (meliputi keluarga dan lingkungan sosial).
3. Aspek-aspek kepercayaan diri Menurut
Lauster
(dalam
Ruwaida,
dkk.,
2006),
aspek-aspek
kepercayaan diri antara lain: a. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap seseorang tentang dirinya bahwa dirinya mengerti dengan sungguh-sungguh akan sesuatu yang dilakukannya. b. Optimis, yaitu sikap seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan, dan kemampuannya. c. Objektif, yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau sesuatu dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau yang menurut dirinya sendiri. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. e. Rasional dan realistis, yaitu analisa terhadap sesuatu masalah, sesuatu hal, suatu kejadian dengan menggunakan hal yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Kumara (dalam Yulianto dan Nashori, 2006) mengemukakan bahwa ada empat aspek kepercayaan diri, yaitu: a. Kemampuan menghadapi masalah. Ashriati, dkk. (2006) menyatakan bahwa kepercayaan diri akan memperkuat motivasi atau semangat untuk mencapai keberhasilan. Kepercayaan diri juga membawa kekuatan dalam menentukan langkah dan merupakan faktor utama dalam menghadapi suatu masalah. b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya. Seseorang yang mempunyai
kepercayaan
diri
memiliki
keyakinan
diri
dapat
mengarahkannya pada tugas tertentu yang didasari kemampuan dan ketrampilan. c. Kemampuan dalam bergaul. Grinder (dalam Martani dan Adiyanti, 1991) menyebutkan bahwa proses pembentukan kepercayaan diri dipengaruhi oleh interaksi di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Faktor kondisi, yaitu lingkungan yang kondusif akan sangat membantu dalam proses tersebut. Kumara (1988) juga mengemukakan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri bersikap tidak mementingkan diri sendiri dan bertoleransi.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Kemampuan menerima kritik. Seseorang dapat meningkatkan kepercayaan dirinya dengan meminta penilaian yang objektif dari orang lain mengenai dirinya. Penilaian tersebut akan membantu menginformasikan tentang kekuatan dan kekurangan pada diri seseorang, sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kepercayaan diri (Mastuti, 2008). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek kepercayaan diri antara lain: keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan, rasional dan realistis, kemampuan bergaul, serta kemampuan menerima kritik. Aspek kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini antara lain keyakinan akan kemampuan diri, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan, kemampuan dalam bergaul, dan kemampuan menerima kritik. Pada aspek keyakinan akan kemampuan diri dan kemampuan dalam bergaul jumlah aitem dibuat lebih banyak karena kedua aspek dianggap lebih penting dalam mengungkap kepercayaan diri subjek.
4. Proses pembentukan kepercayaan diri Kepercayaan
diri
bersumber
dari
nurani,
bukan
dibuat-buat.
Kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala yang diinginkan dan dibutuhkan dalam hidup, serta terbina dari keyakinan diri sendiri (Angelis, 2003). Rasa percaya diri akan muncul apabila seseorang tidak mempunyai ketergantungan terhadap suatu hal. Seseorang sangat yakin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
dengan sesuatu yang ada dalam dirinya dan yakin akan kemampuannya (Ruwaida, dkk., 2006). Waterman (dalam Martani dan Adiyanti, 1991) menunjukkan bahwa untuk membentuk kepercayaan diri diperlukan situasi yang memberikan kesempatan untuk berkompetisi, karena menurut Markus dan Wurf (dalam Martani dan Adiyanti, 1991) seseorang belajar tentang dirinya sendiri melalui interaksi langsung dan komparasi sosial. Interaksi langsung dan komparasi sosial akan membantu individu memperoleh informasi tentang dirinya dan menilai dirinya sendiri. Hal tersebut akan membuat individu dapat memahami dirinya sendiri dan tahu mengenai dirinya yang kemudian akan berkembang menjadi kepercayaan diri. Dikatakan oleh Hakim (2005) bahwa secara garis besar, terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai berikut: a. Terbentuknya kepribadian yang sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya. c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Ciri-ciri orang yang percaya diri Menurut Hakim (2005), ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh orangorang yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, antara lain: a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan sesuatu, b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai, c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi, d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi, e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya, f. Memiliki kecerdasan yang cukup, g. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup, h. Memiliki keahlian atau ketrampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya ketrampilan berbahasa asing, i. Memiliki kemampuan bersosialisasi, j. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik, k. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, l. Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Sikap tersebut akan semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang ketika menghadapi masalah hidup yang berat. Mastuti
(2008),
juga
mengungkapkan
tentang
ciri-ciri
atau
karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, di antaranya adalah: a. Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan commit to user pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain.
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok. c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain - berani menjadi diri sendiri. d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil). e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada keadaan serta mandiri). f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya. g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa ciri-ciri kepercayaan diri antara lain: tenang dalam mengerjakan sesuatu, mempunyai potensi
dan
kemampuan,
mampu
menetralisasi
ketegangan,
mampu
menyesuaikan diri dan berkomunikasi, yakin kepada diri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, tidak ragu-ragu, merasa diri berharga, tidak menyombongkan diri,
memiliki
keberanian
untuk
bertindak,
mampu
bersosialisasi diri, mempunyai internal locus of control, dan memiliki harapan yang realistis.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kemandirian 1.
Pengertian kemandirian Kemandirian
merupakan
suatu
sikap
yang
harus
ada
dan
dikembangkan oleh setiap individu. Hal tersebut terkait dengan kepentingan setiap individu dalam menjalani kehidupannya sehingga menjadikan kemandirian suatu aspek kepribadian yang dianggap penting dalam kehidupan individu. Bagi individu yang mempunyai fisik tidak lengkap (cacat), perlu diberi pelatihan kemandirian sedini mungkin mengingat adanya keterbatasan fisik yang dimiliki dan keterbatasan fasilitas yang ada di lingkungan untuk mengembangkan kemandirian secara alami. Kemandirian yang dimiliki akan menjadikan seorang individu mampu dan memecahkan sendiri masalah yang dihadapi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (Astuti, 2002). Masrun, dkk. (1986) mengemukakan bahwa kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti autonomy, independency, dan self reliance. Menurut Masrun, dkk. (1986) kemandirian adalah suatu sifat yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri, dan untuk kebutuhan diri sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak secara orisinal, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan-tindakannya, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
percaya terhadap kemampuan sendiri, menghargai keadaan dirinya sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Bhatia (dalam Masrun, dkk., 1986) berpendapat bahwa independency merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, dan bahkan mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain. Menurut Barnadib (dalam Mutadin, 2002) yang mengemukakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Seorang individu yang mengarahkan dan mengatur perilakunya sendiri tanpa bantuan orang lain berarti dirinya telah meminimalisir pengaruh orang lain dalam pengambilan keputusan ataupun tindakan yang akan diambilnya. Individu tersebut akan berusaha untuk memampukan dirinya dalam memecahkan masalah kehidupan yang dialaminya. Johnson dan Medinnus (1969) mengemukakan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang aktivitasnya berdasarkan kemampuan sendiri karena
mendapatkan
kepuasan
atas
perilaku
eksploratif,
mampu
memanipulasi lingkungan dan mampu berinteraksi dengan teman sebayanya. Menurut Hurlock (1990) keinginan yang kuat untuk mandiri pada seseorang berkembang mulai awal remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode remaja berakhir. Hal tersebut mendorong remaja untuk commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memikirkan terlebih dahulu sesuatu yang hendak dilakukan atau dikatakan secara lebih matang. Sikap kemandirian tersebut dipengaruhi oleh perlakuan dan kebiasaan pada masa perkembangan sebelumnya, yaitu masa kanakkanak. Monks dan Ferguson (1983) menyebutkan bahwa dalam masa perkembangannya
remaja
mengalami
proses
belajar
menyelaraskan
keinginan-keinginan dan kemampuan-kemampuannya secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya dalam hubungannya dengan harapan-harapan serta kesempatan yang tersedia di dalam masyarakat. Kemandirian pada remaja tercermin dalam kemantapan diri, kepercayaan diri, dan jenis pencapaian yang telah direalisasikan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak atas dorongan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain dan percaya pada diri sendiri. Seorang individu akan berusaha agar dirinya mampu untuk menghadapi masalah atau hambatan yang dihadapi dalam kehidupannya.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian Menurut Masrun, dkk. (1986), tingkat kemandirian dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a. Faktor-faktor yang bersifat kodrati: 1) Umur. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa umur merupakan variabel yang berpengaruh terhadap kepribadian individu. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Semakin bertambahnya umur serta melalui proses belajar, orang semakin tidak bergantung dan mampu secara mandiri menentukan hidupnya sendiri. 2) Jenis kelamin. Pria cenderung dianggap lebih mandiri daripada wanita, hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap keduanya serta anggapan bahwa pria itu lebih kuat dan wanita cenderung lebih lemah yang menyebabkan perbedaan peranan di masyarakat. 3) Urutan
kelahiran.
Peranan
faktor
ini
dalam
mempengaruhi
perkembangan kepribadian dapat dikatakan bekerja secara tidak langsung melalui adanya kebutuhan manusia akan perhatian dari lingkungannya ketika seseorang masih berada dalam masa kanakkanak. Adanya perbedaan urutan kelahiran, anak-anak dihadapkan pada masalah persaingan diantara mereka untuk mendapatkan kasih sayang orang tua mereka. b. Faktor yang berasal dari lingkungan: 1) Faktor yang tidak permanen yaitu peristiwa-peristiwa penting dalam hidup seseorang yang mengakibatkan terganggunya integritas dan kepribadian seseorang untuk sementara waktu. Misalnya kematian orang yang dicintai, bencana alam, dan perceraian. 2) Faktor yang permanen. Faktor ini mengubah tingkah laku seseorang dalam waktu yang lebih panjang. Faktor ini meliputi faktor pendidikan commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan faktor pekerjaan. Kedua faktor tersebut mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan terbentuknya kemandirian pada diri seseorang. Misalnya seseorang yang berpendidikan tinggi diharapkan lebih mandiri daripada yang tidak berpendidikan. Dikatakan oleh Nuryoto (1993), bahwa selain faktor tahap perkembangan dan peran jenis yang mempengaruhi kemandirian, ada faktor lain yang mempengaruhi kemandirian yaitu: kecerdasan, lingkungan tempat tinggal, perlakuan orang tua terhadap anak, sosial ekonomi keluarga, dan jenis kelamin. Ali
dan
Asrori
(2004)
mengemukakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kemandirian, yaitu: a. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor ini masih menjadi perdebatan karena pendapat lain bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya. b. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata ”jangan” tanpa disertai alasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebaliknya, jika orang tua membiasakan dan memberikan kesempatan untuk mandiri kepada anak sedini mungkin maka akan menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian pada anak tersebut. c. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan
kompetisi
positif
akan
memperlancar
perkembangan
kemandirian. d. Sistem kehidupan di masyarakat. Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi individu yang ada di masyarakat tersebut dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terbentuknya kemandirian pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: umur, jenis kelamin, urutan kelahiran, pendidikan, pola asuh, sosial ekonomi, sistem kehidupan di masyarakat, dan pekerjaan.
3.
Aspek-aspek kemandirian Masrun, dkk. (1986) menunjukkan ada aspek utama kemandirian, yaitu: a. Aspek bebas. Hal ini ditunjukan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendaknya sendiri, bukan karena orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Aspek progresif dan ulet. Ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan, serta mewujudkan harapan-harapan. c. Aspek inisiatif. Unsur-unsur yang termasuk dalam komponen ini adalah kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara original, kreatif, dan penuh inisiatif. d. Aspek pengendalian dari dalam (internal locus of control). Unsur-unsur yang termasuk dalam komponen ini adalah adanya perasaan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya, kemampuan mengendalikan tindakan serta kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri. e. Aspek kemantapan diri (self-esteem, self-confidance). Komponen ini mencakup aspek rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Hidayat (dalam Meiyanto, 1989) mengartikan kemandirian sebagai perilaku yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: a. Aspek tanggung jawab. Aspek ini mencakup sikap tanggung jawab seseorang atas keputusan, tindakan, dan perasaannya sendiri. b. Aspek percaya pada diri sendiri. Kemandirian adalah perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada kemampuan diri sendiri (Johnson dan Medinnus, 1969).
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Aspek kreativitas. Pribadi yang mandiri menunjukkan kreativitasnya dengan memampukan dirinya untuk mengambil inisiatif dan berpikir original (Masrun, dkk., 1986). Berdasarkan penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek kemandirian antara lain bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam, kemantapan diri, tanggung jawab, dan kreativitas. Aspek kemandirian yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam, dan kemantapan diri.
4.
Ciri-ciri orang yang mandiri Seseorang
yang
mempunyai
kemandirian
atau
mempunyai
kecenderungan sikap mandiri akan menunjukkan ciri-ciri yang tercermin dalam perilaku, pemikiran, maupun tindakannya. Spencer dan Kass (1970) mengemukakan tentang ciri-ciri yang ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai kemandirian, yaitu: a. Mampu mengambil inisiatif, b. Mampu mengatasi masalah, c. Penuh ketekunan, d. Memeperoleh kepuasan dari usahanya, e. Berusaha menjalankan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Lindzey dan Aronson (dalam Meiyanto, 1989) menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang mandiri antara lain: a. Menunjukkan adanya usaha untuk mengejar prestasi, b. Menunjukkan rasa percaya diri yang besar, c. Mempunyai rasa ingin tahu yang menonjol. Ali dan Asrori (2004) menjelaskan bahwa sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut. Dikutip oleh Kartadinata, 1988 dari Lovinger (dalam Ali dan Asrori, 2004) bahwa pada tingkat mandiri, individu menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan, b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain, c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti nilai keadilan sosial, d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan, e. Toleran terhadap ambiguitas, f. Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment), g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal, h. Responsif terhadap kemandirian orang lain, i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain, j. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan. Berdasarkan penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa ciri-ciri yang commit to user ditunjukkan oleh individu yang mempunyai kemandirian antara lain: mampu
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengambil
inisiatif,
mampu
mengatasi
masalah,
penuh
ketekunan,
memeperoleh kepuasan dari usahanya, berusaha menjalankan sesuatu tanpa bantuan orang lain, menunjukkan adanya usaha untuk mengejar prestasi, menunjukkan rasa percaya diri yang besar, mempunyai rasa ingin tahu yang menonjol,
realistik
dan
objektif,
toleran,
responsive,
dan
mampu
mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan.
5.
Jenis-jenis kemandirian Maslow (dalam Ali dan Asrori, 2004) membedakan kemandirian menjadi dua jenis, yaitu: a. Kemandirian
aman
(secure
autonomy),
yaitu
kekuatan
untuk
menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan itu digunakan untuk mencintai kehidupan dan membantu orang lain. b. Kemandirian tidak aman (insecure autonomy), yaitu kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku menentang dunia. Kondisi seperti ini sering disebut sebagai selfish autonomy atau kemandirian mementingkan diri
sendiri.
Misalnya
tampak pada usaha
seorang anak
yang
mengupayakan dirinya untuk mendapatkan simpati dan perhatian dari orang tuanya ketika dirinya mempunyai adik yang baru lahir, atau dengan kata lain dirinya berusaha merebut perhatian orang tuanya lagi karena adanya rasa cemburu kepada adiknya. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Havighurst (dalam Mutadin, 2002) mengemukakan empat jenis kemandirian, yaitu: a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan untuk mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua. b. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. c. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. d. Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai jenisjenis kemandirian, meliputi kemandirian aman, kemandirian tidak aman, kemandirian emosi, kemandirian ekonomi, kemandirian intelektual, dan kemandirian sosial.
D. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Kemandirian dengan Aktualisasi Diri pada Atlet Penyandang Cacat Setiap
individu
mempunyai
kesempatan
yang
sama
dalam
mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki, baik itu individu yang terlahir sempurna maupun tidak sempurna. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya kelebihan pada masing-masing individu, walaupun pada individu tersebut terdapat kekurangan secara fisik. Ketidaksempurnaan secara fisik yang dialami oleh commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagian individu dapat menimbulkan berbagai masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan individu yang terlahir sempurna. Masalah yang dihadapi para penyandang cacat berpengaruh pula pada usaha mengembangkan dan memanfaatkan bakat dan potensi yang dimiliki, atau dengan kata lain terhambat dalam proses aktualisasi diri. Aktualisasi diri penyandang cacat diharapkan dapat menumbuhkan rasa kepuasan tersendiri oleh individu yang telah mencapainya. Dijelaskan oleh Alwisol (2008) bahwa aktualisasi diri dapat diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi sosok yang sesuai dengan harapannya, dan menjadi kreatif dalam mencapai puncak prestasi potensinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2007) pada remaja penyandang tunanetra menunjukkan bahwa kebutuhan aktualisasi diri pada subjek tergolong tinggi. Hasil yang
sama juga ditunjukkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Ratnaningsih (2007) pada remaja. Keduanya menyatakan bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri pada subjek penelitian masing-masing tergolong tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang mengalami kecacatan juga mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, seperti halnya individu yang normal pada umumnya. Berbagai kendala yang dihadapi baik dari penyandang cacat itu sendiri maupun dari lingkungan akan menghambat pencapaian aktualisasi diri yang optimal. Berbagai usaha ditempuh oleh para penyandang cacat dalam mencapai aktualisasi diri. Wirjasantosa (1984) menjelaskan bahwa usaha tersebut meliputi rehabilitasi dan fungsionalisasi para penyandang cacat yang menjadi atlet, yaitu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
dengan mengurangi hambatan yang disebabkan oleh kecacatannya dan mengembangkan potensinya agar menjadi kemampuan yang nyata. Pilihan untuk menjadi atlet bagi penyandang cacat dijadikan sarana untuk menunjukkan bahwa dirinya mampu tetap berkreasi dan berprestasi serta berkompetisi dalam bidang olahraga, sehingga tercapai aktualisasi dirinya sesuai yang diharapkan. Atlet penyandang cacat menghadapi masalah yang berbeda dengan atlet normal pada umumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pembina dan pelatih di BPOC kota Surakarta diketahui bahwa atlet penyandang cacat yang baru pertama kali terjun dalam pertandingan (atlet pemula) sering didera rasa malu dan minder karena kecacatan yang dialami. Oleh sebab itu, maka perlu ditanamkan rasa percaya diri pada atlet tersebut. Menurut Hakim (2005) kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Atlet yang mempunyai kepercayaan diri akan merasa yakin akan kemampuannya untuk berolahraga dan mampu mencapai tujuan yang diharapkannya. Hasil penelitian Yulianto dan Nashori (2006) pada atlet Tae Kwon Do menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri terhadap prestasi atlet Tae Kwon Do. Hal tersebut berarti bahwa kepercayaan diri memegang andil yang penting bagi pencapaian prestasi seorang atlet. Kepercayaan diri akan menjadi penentu pada performa atlet tersebut dalam suatu pertandingan. Weinberg dan Gould (dalam Dimyati 2005) mengemukakan bahwa rasa percaya diri memberikan dampak positif terhadap emosi, konsentrasi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
sasaran, usaha, strategi, dan momentum. Rasa percaya diri yang tinggi akan menjadikan atlet lebih tenang, ulet, tidak mudah patah semangat, terus berusaha mengembangkan strategi dan membuka berbagai peluang untuk memperoleh momentum atau saat yang tepat untuk bertindak. Pencapaian prestasi oleh para atlet penyandang cacat dapat diartikan sebagai keberhasilannya dalam mengaktualisasikan dirinya, karena para penyandang cacat mempunyai keyakinan akan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat memunculkan sikap positif terhadap diri sendiri untuk percaya pada kemampuan yang dimiliki, atau dengan kata lain muncul rasa percaya diri khususnya pada bidang olahraga. Para penyandang cacat mengalami masalah khusus karena kecacatan yang dialami secara fisik, yaitu berupa gangguan untuk melakukan aktifitas hidup harian. Hal tersebut terjadi karena adanya keterbatasan sarana dan fasilitas di lingkungan publik bagi para penyandang cacat, tidak terkecuali para atlet penyandang cacat di tempat berolahraga. Adanya keterbatasan tersebut menyebabkan para penyandang cacat termasuk atlet penyandang cacat tidak dapat mengembangkan secara optimal kemandiriaannya di dalam kehidupannya. Hal tersebut juga untuk menepis anggapan di masyarakat bahwa penyandang cacat adalah individu yang pantas untuk dikasihani atau diberi perhatian berlebih. Usaha menjadikan seorang penyandang cacat menjadi orang yang mandiri dimulai dari lingkungan keluarga, yaitu dengan memberi semangat atau spirit bagi penyandang cacat tersebut. Selanjutnya, menanamkan keyakinan bahwa didalam kekurangan yang dimiliki terdapat potensi yang baik dalam dirinya yang dapat dikembangkan. Pemberian perlakuan yang tidak membedakan dengan orang commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
normal merupakan awal yang baik untuk mengembangkan kemandirian, sehingga akan timbul keyakinan diri dan kepercayaan bahwa penyandang cacat mampu melakukan hal yang sama seperti halnya orang normal untuk berkarya (Irfandi, 2009). Sikap mandiri atau kemandirian akan menjadikan atlet terutama atlet penyandang cacat lebih bertanggung jawab terhadap segala tindakan dan perbuatannya, baik di luar maupun dalam konteks berolahraga. Pribadi mandiri adalah pribadi yang independen dan menyukai tanggung jawab pribadi, banyak mengambil inisiatif dan mampu mengelola dirinya sendiri secara bertanggung jawab (Maksum, 2007). Hasil penelitian Yunita, dkk. (2002) pada anak penderita asma menyebutkan bahwa kemandirian yang tinggi akan meningkatkan motivasi berprestasi anak sehingga mampu mencapai prestasi yang gemilang. Hal tersebut berati bahwa kemandirian dapat membantu dalam pencapaian prestaasi yang gemilang. Bagi atlet, pencapaian prestasi yang gemilang adalah ketika dirinya mampu menjadi juara dalam pertandingan sebagai wujud aktualisasi dirinya, dengan memanfaatkan dan mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki khususnya dalam bidang olahraga. Maslow
(1994)
menjelaskan
bahwa
pada
individu
yang
mengaktualisasikan diri akan menunjukkan sifat khusus yaitu kebutuhan akan privasi dan independensi. Individu yang mengaktualisasikan diri dalam memenuhi kebutuhannya tidak membutuhkan orang lain atau tidak bergantung pada orang lain. Hal tersebut terjadi juga pada atlet penyandang cacat, ketika mampu mengaktualisasikan dirinya berarti mampu memenuhi kebutuhan diri dan tidak commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tergantung kepada orang lain, bahkan dimungkinkan dapat mencapai titik kepuasannya.
E. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Aktualisasi Diri pada Atlet Penyandang Cacat Manusia terlahir dalam kondisi fisik yang berbeda-beda, diantaranya ada yang terlahir dengan kondisi fisik yang tidak lengkap, atau dengan kata lain mengalami kecacatan. Permasalahan yang dihadapi oleh penyandang cacat pun lebih kompleks daripada manusia pada umumnya. Hal tersebut dijelaskan oleh Wirjasantosa (1984) terjadi karena penyandang cacat selain menghadapi masalah umum sebagaimana manusia pada umumnya juga menghadapi masalah khusus karena kecacatan yang dimiliki. Seiring berjalannya waktu peran setiap individu mulai mendapat perhatian dari masyarakat, tidak terkecuali peran para penyandang cacat dalam beberapa bidang. Bagi para penyandang cacat, keterbatasan fisik tidak lagi menjadi halangan bagi penyandang cacat untuk tetap berkreasi dan berprestasi serta berkompetisi (Opi, 2008). Olahraga bagi penyandang cacat dijadikan media untuk menunjukkan eksistensi dan aktualisasi dirinya dengan mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya. Maslow (1994) menjelaskan bahwa aktualisasi diri adalah perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu serta pemenuhan semua kualitas dan kapasitasnya. Pencapaian aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat terlihat dari pencapaian prestasi yang diperolehnya. Keberhasilan dalam berprestasi yang dicapai oleh atlet penyandang cacat tidak commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terlepas dari faktor-faktor psikologis, diantaranya adalah kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang yang tinggi akan meningkatkan penampilan atlet yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasinya (Adisasmito, 2007). Menurut Weinberg dan Gould (dalam Dimyati, 2005), rasa percaya diri memberikan dampak positif terhadap emosi, konsentrasi, sasaran, usaha, strategi, dan momentum. Rasa percaya diri yang tinggi akan menjadikan atlet lebih tenang, ulet, tidak mudah patah semangat, terus berusaha mengembangkan strategi dan membuka berbagai peluang bagi atlet tersebut untuk memperoleh momentum atau saat yang tepat untuk bertindak. Selain itu, kepercayaan diri khususnya bagi atlet penyandang cacat juga berperan dalam mengatasi rasa malu dan minder karena kecacatan yang dialami, sehingga perlu ditanamkan sejak dini ketika atlet tersebut terjun untuk pertama kali dalam pertandingan olah raga. Hasil penelitian Nugroho (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan diri seseorang sangat mempengaruhi seseorang dalam mengembangkan dan memanfaatkan bakat dan potensi yang dimilikinya atau dalam beraktualisasi diri.
F. Hubungan antara Kemandirian dengan Aktualisasi Diri pada Atlet Penyandang Cacat Kemandirian merupakan aspek kepribadian yang dianggap penting bagi kehidupan setiap manusia, sehingga akan menjadikan seseorang mampu dan mau memecahkan masalahnya sendiri (Astuti, 2002). Hal tersebut berlaku bagi setiap commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
individu baik yang normal maupun individu yang terlahir dengan kecacatan. Kemandirian akan mengarahkan individu dalam berpikir dan bertindak secara kreatif dan penuh inisiatif (Masrun, dkk., 1986), serta mampu mengelola dirinya secara bertanggung jawab dan percaya pada dirinya sendiri (Yunita, dkk., 2002). Bagi penyandang cacat yang bergelut dalam dunia olahraga, kemandirian akan lebih mendorong dirinya untuk lebih bertanggung jawab dalam segala tindakan dan perbuatannya terutama dalam berolahraga yaitu dengan melakukan sendiri dan mengarahkan diri sendiri (Maksum, 2007). Hal tersebut berarti bahwa dirinya mempunyai privasi dan independensi dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kepentingan dan keperluannya, yaitu berolahraga dan berprestasi. Kemandirian menjadi suatu hal yang harus ada dan dikembangkan terutama oleh penyandang cacat termasuk juga atlet penyandang cacat karena keterbatasan sarana dan fasilitas yang menunjang di tempat-tempat umum, termasuk fasilitas berolahraga
akan
mempengaruhi
para
atlet
penyandang
cacat
untuk
mengembangkan diri. Watson dan Lindgren (dalam Nuryoto, 1993) menyatakan bahwa tingkah laku mandiri meliputi pengambilan inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat dan gigih dalam usahanya, serta melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Sikap mandiri yang dimiliki seorang atlet penyandang cacat khususnya, akan menjadi kunci keberhasilan dalam pencapaian prestasi yang gemilang karena dengan keterbatasan yang dimiliki akan lebih mendorong atlet tersebut dalam memaksimalkan potensi di bidang olahraga, atau beraktualisasi diri dalam bidang olahraga. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Kerangka Pemikiran Kecacatan dan penyandang cacat menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Kecacatan yang dialami para penyandang cacat tidak hanya menimbulkan masalah umum tetapi juga masalah khusus, baik secara fisik maupun mental. Hal tersebut dapat menyebabkan proses aktualisasi diri dan pengembangan potensi kepribadian menjadi terhambat, sehingga dapat membuat para penyandang cacat menjadi kurang percaya diri. Seiring berjalannya waktu menuju perkembangan dunia ke masa sekarang ini peran individu mulai mendapat perhatian khusus dari masyarakat, termasuk didalamnya peran penyandang cacat. Berbagai cara ditempuh oleh para penyandang cacat untuk membuktikan eksistensinya, salah satunya dalam bidang olahraga. Pembinaan dan dukungan bagi penyandang cacat yang berprofesi sebagai atlet oleh BPOC akan menumbuhkan rasa percaya diri, kemandirian, dan meningkatkan harga diri. Berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan segala potensi keolahragaan yang dimiliki guna tercapainya aktualisasi diri dan diperolehnya prestasi yang gemilang. Faktor-faktor psikologis menjadi kunci keberhasilan prestasi gemilang, diantara adalah faktor kepercayaan diri dan kemandirian. Kedua faktor tersebut sangat membantu atlet penyandang cacat untuk mengatasi persaan minder, takut, dan tidak dapat mengarahkan diri sendiri yang berakibat pada kurangnya kepercayaan diri dan kemandiriannya. Kepercayaan diri akan menjadikan atlet penyandang cacat yakin akan kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya walaupun secara fisik tidak lengkap. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dimilikinya kepercayaan diri dapat mengeliminasi hal-hal negatif yang ada pada diri atlet penyandang cacat terutama pada atlet pemula, terlebih untuk mengatasi rasa malu dan minder karena kecacatan yang dialami. Faktor selanjutnya adalah kemandirian yang diarahkan pada sikap tidak tergantung kepada orang lain. Kemandirian diperlukan mengingat adanya keterbatasan sarana dan fasilitas bagi penyandang cacat di tempat umum, termasuk di tempat olahraga. Keterbatasan tersebut akan mendorong atlet penyandang cacat untuk memaksimalkan potensi olahraga dan meraih prestasi yang gemilang. Kemandirian ditanamkan sedini mungkin oleh keluarga dengan memberikan semangat atau spirit dan menanamkan keyakinan bahwa didalam kekurangan yang dimiliki terdapat potensi yang dapat dikembangkan. Sikap mandiri atau kemandirian menjadikan atlet penyandang cacat lebih bertanggung jawab terhadap segala tindakan dan perbuatannya serta menjadikannya pribadi yang bebas atau tidak bergantung kepada orang lain. Uraian di atas menggambarkan kerangka pemikiran didalam penelitian ini yang dapat dituangkan dalam suatu bagan berikut ini:
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepercayaan Diri
2
1 Aktualisasi Diri
Kemandirian
3
Bagan 1 Kerangka Pemikiran Keterangan: 1. Hubungan antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri. 2. Hubungan antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri. 3. Hubungan antara kemandirian dengan aktualisasi diri.
H. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Sumadi Suryabrata, 2004). Hipotesis yang hendak dibuktikan dalam penelitian ini adalah: 1.
Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
3.
Ada hubungan positif antara kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam penelitian dan penentuan fungsinya masing-masing. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung
: aktualisasi diri
2. Variabel bebas
: a. kepercayaan diri b. kemandirian
B. Definisi Operasional 1. Aktualisasi diri Aktualisasi diri didefinisikan sebagai proses perkembangan dan penggunaan bakat, kapasitas, serta potensi psikologis yang dimiliki individu dengan melakukan yang terbaik yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya baik kaitannya dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya. Aktualisasi diri diungkap melalui Skala Aktualisasi Diri yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi aktualisasi diri yang diklasifikasikan oleh Hall (2008) dari sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh para pengaktualisasi diri. Dimensi aktualisasi diri tersebut meliputi: dimensi kebudayaan, dimensi filosofis, dimensi emosional, dimensi interpersonal, dan dimensi intelektual. commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat aktualisasi diri yang dilakukan, dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat kemandirian seseorang. 2. Kepercayaan diri Kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan dapat mempertanggungjawabkannya serta mampu berinteraksi dengan baik sehingga bisa mencapai tujuan di dalam hidupnya. Kepercayaan diri diungkap dengan Skala Kepercayaan Diri yang disusun oleh peneliti. Skala tersebut dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kepercayaan diri. Lauster (dalam Ruwaida, dkk., 2006) menyebutkan aspekaspek kepercayaan diri meliputi keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, serta rasional dan realistis. Oleh Kumara (dalam Yulianto dan Nashori, 2006) disebutkan aspek-aspek kepercayaan diri meliputi kemampuaan menghadapi masalah, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya, kemampuan dalam bergaul, serta kemampuan menerima kritik. Adapun aspek yang digunakan dalam penyusunan Skala Kepercayaan Diri merupakan gabungan aspek-aspek dari dua tokoh tersebut yang dianggap sesuai dengan penelitian, yaitu: keyakinan akan kemampuan diri, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan, kemampuan dalam bergaul, dan kemampuan menerima kritik. Semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri, dan sebaliknya, semakin rendah skor yang didapat maka semakin rendah pula tingkat kepercayaan diri. commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan individu dalam berpikir secara inisiatif dan bertindak atas dorongan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dan mengejar prestasi, menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain serta percaya pada diri sendiri. Skala Kemandirian dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Masrun, dkk. (1986), yaitu: bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian diri, dan kemantapan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya, dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat kemandirian seseorang.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 2004). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta, sebanyak 41 responden. Kriteria responden dalam penelitian ini yaitu responden merupakan atlet penyandang cacat dan atlet tersebut dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) kota Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian populasi karena terbatasnya commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah responden yang memenuhi kriteria, maka seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili populasi dengan memenuhi kriteria yang ada di dalam populasi. Oleh karena jumlah responden yang memenuhi kriteria sangat terbatas maka seluruh anggota populasi dijadikan sampel penelitian. Penelitian ini merupakan studi populasi dengan responden penelitian seluruh atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. Adanya keterbatasan jumlah responden dan lokasi responden yang menyebar sehingga penelitian ini menggunakan try out terpakai.
D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu Skala Kepercayaan Diri, Skala Kemandirian, dan Skala Aktualisasi diri. Ketiga skala tersebut dibedakan atas aitem pernyataan favourable dan aitem pernyataan unfavourable. Aitem favourable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu. Aitem unfavourable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai negatif dari suatu pernyataan tertentu. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model skala likert yang telah dimodifikasi, sehingga hanya ada empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Alternatif jawaban ”ragu-ragu” tidak digunakan karena jawaban tersebut merupakan jawaban yang mengambang atau tidak berpendapat (netral merupakan kecenderungan subjek untuk memilihnya), sehingga hal ini sedapat mungkin untuk dihindari (Azwar, 2003). Tabel 1 Tabel Distribusi Skor Skala
Pilihan Jawaban Sangat Sesuai (SS) Sesuai (S) Tidak Sesuai (TS) Sangat Tidak Sesuai (STS) 1.
Bentuk Pernyataan Favourable Unfavourable 4 1 3 2 2 3 1 4
Skala aktualisasi diri Skala aktualisasi diri disusun berdasarkan dimensi aktualisasi diri yang diklasifikasikan oleh Hall (2008) dari sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh pengaktualisasi diri. Dimensi aktualisasi diri tersebut meliputi: dimensi kebudayaan, dimensi filosofis, dimensi emosional, dimensi interpersonal, dan dimensi intelektual. Aitem dari skala aktualisasi diri terdiri atas aitem favourable dan unfavourable dengan masing-masing empat alternatif jawaban.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2 Blue Print Skala Aktualisasi Diri
Konsep Dasar
Dimensi
Indikator
Proses 1. Dimensi 1.1. Mampu berfungsi perkembangan kebudaya secara otonom dan penggunaan an 1.2. Memiliki resistensi bakat, kapasitas, terhadap inkulturasi serta potensi (mempunyai pendirian psikologis yang tertentu) dimiliki 1.3. Memiliki minat sosial individu dengan 2. Dimensi 2.1. Mengamati realitas melakukan yang filosofis secara efisien terbaik yang 2.2. Mempunyai kebutuhan dapat akan privasi dan mengembangka independensi n kemampuan 2.3. Mempunyai perasaan dirinya baik humor yang tidak kaitannya menyinggung dengan dirinya 3. Dimensi 3.1. Memiliki spontanitas, sendiri maupun emosiokesederhanaan, dan dengan nal kewajaran lingkungannya 3.2. Memiliki apresiasi yang segar 3.3. Memiliki pengalaman mistik/ “puncak” 4. Dimensi 4.1. Memiliki penerimaan interperso umum atas kodrat, nal orang lain, dan diri sendiri 4.2. Memiliki hubungan antarpribadi 4.3. Memiliki struktur watak demokratis dalam pergaulan dengan orang lain 5. Dimensi 5.1. Fokus pada masalah intelekdi luar dirinya tual 5.2. Mampu membedakan antara sarana dan tujuan; baik dan buruk (kemampuan dalam menentukan fokus dan mempunyai standard moral yang tegas) 5.3. Memiliki kreativitas Jumlah commit to user
No. Aitem Fav. Unfav. 1, 2 3, 4 5, 6
7, 8
Jumlah
Total
4 4 12
9, 10 13, 14
11, 12 15, 16
4 4
17, 18
19, 20
4 12
21, 22
23, 24
4
25, 26, 27
28, 29
5
30, 31
32, 33
4
34, 35
36
3
37, 38, 39
40, 41
5
42, 43
44, 45
4
46, 47
48
3
49, 50
51, 52
4
53, 54, 55
56, 57
5
12
12
12
58, 59
33
60
27
3
60
60
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Skala kepercayaan diri Skala kepercayaan diri disusun berdasarkan aspek-aspek kepercayaan diri, meliputi: keyakinan akan kemampuan diri, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan, kemampuan dalam bergaul, dan kemampuan menerima kritik. Jumlah aitem pada aspek keyakinan akan kemampuan diri dan kemampuan dalam bergaul dibuat lebih banyak karena kedua aspek dianggap lebih penting dalam mengungkap kepercayaan diri responden. Aitem skala kepercayaan diri terdiri atas aitem favourable dan unfavourable dengan masing-masing empat alternatif jawaban. Tabel 3 Blue Print Skala Kepercayaan Diri
Konsep Dasar
Aspek
Keyakinan 1. Keyakinan seseorang akan terhadap segala kemampuan kelebihan dan diri kemampuan yang dimilikinya untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang 2. Bertanggung diharapkan dan jawab dapat terhadap mempertangkeputusan dan gungjawabkantindakan nya serta mampu berinteraksi dengan baik sehingga bisa mencapai tujuan di dalam hidupnya
Indikator 1.1. Percaya akan kemampuan yang dimiliki 1.2. Mengerti akan hal yang dilakukan 1.3. Optimis dalam melakukan sesuatu 2.1. Mampu dan berani menanggung segala sesuatu 2.2. Mampu mengarahkan tugas sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan 2.3. Mampu menyelesaikan sesuatu sesuai commit to user dengan yang diharapkan
No. Aitem Fav. Unfav. 1, 2, 4, 5 3
Jumlah
Total
5
6, 7
8, 9
4
10, 11
12, 13
4
14, 15
16, 17
4
18, 19
20, 21
4
13
12
22, 23
24, 25
4
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konsep Dasar
Aspek
Keyakinan 3. Kemampuan seseorang dalam bergaul terhadap segala kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan dapat mempertang4. Kemampuan gungjawabkanmenerima nya serta kritik mampu berinteraksi dengan baik sehingga bisa mencapai tujuan di dalam hidupnya Jumlah
3.
Indikator 3.1. Mampu berhubungan sosial dengan orang lain 3.2. Mampu menghadapi keadaan lingkungan dengan baik 3.3. Tidak mementingkan diri sendiri dan toleransi 4.1. Mampu berpikir objektif
No. Aitem Fav. Unfav. 26, 28, 29 27
Jumlah 4
30, 31, 32
33, 34
35, 36
37, 38
4
39, 40
41, 42
4
4.2. Mampu menganalisa masalah
43, 44
45, 46
4
4.3. Mampu menerima kritik dari orang lain
47, 48
49, 50
4
24
50
26
5 13
12
Skala kemandirian Skala kemandirian disusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Masrun, dkk. (1986), yaitu: bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian diri, serta kemantapan diri. Aitem skala kemandirian terdiri atas aitem favourable dan unfavourable dengan masing-masing empat alternatif jawaban.
commit to user
Total
50
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4 Blue Print Skala Kemandirian
Konsep Dasar
Kemampuan individu dalam berpikir secara inisiatif dan bertindak atas dorongan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dan mengejar prestasi, menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain serta percaya pada diri sendiri
Aspek 1. Aspek bebas
Indikator 1.1. Bertindak atas kemauan sendiri
1.2. Tidak bergantung pada orang lain 2. Aspek 2.1. Berusaha progresif dan mengejar prestasi ulet dan mewujudkan harapan 2.2. Memiliki ketekunan 2.3. Mampu merencanakan sesuatu 3. Aspek 3.1. Berpikir orisinal inisiatif 3.2. Bertindak dengan kreatif 3.3. Memiliki inisiatif 4. Aspek 4.1. Mampu pengendalimengatasi an diri masalah 4.2. Mampu mengendalikan tindakan 4.3. Mampu mempengaruhi lingkungan 5. Aspek 5.1. Percaya akan kemantapan kemampuan diri sendiri 5.2. Mampu menerima keadaan 5.3. Merasa puas dengan hasil usahanya Jumlah
commit to user
Aitem Fav. Unfav. 1, 2, 3 4, 5
Jumlah
Total
5
6, 7
8, 9
4
10, 11
12
3
13, 14
15
3
16, 17
18
3
19, 20 22, 23
21 24
3 3
25, 26 28, 29
27 30
3 3
31, 32
33
3
9
9
9
9 34, 35
36
3
37, 38
39
3
40, 41
42
3 9
43, 44
29
45
16
3
45
45
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas berarti tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004). Uji validitas yang pertamatama dilakukan adalah menguji validitas isi lewat pengujian terhadap isi tes (alat ukur) dengan analisis rasional atau lewat review professional judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing. Setelah itu, uji daya beda dilakukan dengan menggunakan analisis Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan komputer program SPSS 17 for Windows. Analisis tersebut dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor aitem dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi, hal ini dikarenakan agar tidak terjadi koefisien aitem total yang overestimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya) (Priyatno, 2008). Aitem yang valid akan ditentukan berdasarkan besarnya nilai Corrected Item-Total Correlation pada hasil output SPSS yang memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 0,25 (Azwar, 2003). Aitem yang bernilai kurang dari 0,25, selanjutnya akan disisihkan dan tidak digunakan untuk analisis data. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Reliabilitas Reliabilitas alat ukur merujuk kepada konsistensi hasil pengukuran jika alat ukur itu digunakan oleh subjek yang sama dalam waktu yang berlainan atau jika alat ukur digunakan oleh subjek yang berbeda dalam waktu yang sama ataupun berlainan (Suryabrata, 2006). Uji reliabilitas pada penelitian ini dengan menggunakan formula Alpha Cronbach, dengan bantuan program SPSS 17 for Windows. Koefisien reliabilitas alpha diperoleh melalui penyajian bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden (single-trial administration). Skala yang diestimasi reliabilitasnya dibelah menjadi dua atau tiga bagian, sehingga setiap belahan berisi aitemaitem dengan jumlah yang sama banyak (Azwar, 2004).
F. Teknik Analisis Data Data pada penelitian ini berupa data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan, sehingga analisis yang digunakan adalah analisis statistik dengan bantuan program SPSS 17 for Windows. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitiaan ini yaitu Analisis Regresi Linear Berganda. Analisis Regresi Linear Berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2, X3,..., Xn) dengan variabel dependen (Y) (Priyatno, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepercayaan diri dan commit to user kemandirian, sedangkan variabel dependennya adalah aktualisasi diri.
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Analisis data dengan teknik Analisis Regresi Linear Berganda dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi, yaitu uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik. Uji asumsi dasar terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas, sedangkan uji asumsi klasik terdiri dari uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji otokorelasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi tempat penelitian Penentuan tempat penelitian dan persiapan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti sebelum melaksanakan penelitian. Penentuan tempat penelitian ini disesuaikan dengan populasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh penulis, sehingga penelitian mengenai “Aktualisasi Diri Ditinjau dari Kepercayaan Diri dan Kemandirian pada Atlet Penyandang Cacat” ini dilaksanakan di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta berdiri pada tahun 1970. Pada mulanya atlet-atlet yang dibina di BPOC Kota Surakarta merupakan para tentara korban perang di Irian dan Timor Timur yang mendapat rehabilitasi di RC Prof. Dr. Soeharso. Selanjutnya, pada tahun 1982 BPOC Kota Surakarta mulai aktif untuk menerima atlet dari kalangan penyandang cacat umum (bukan tentara). BPOC Kota Surakarta menempati kantor sekretariat di Kompleks BBRSBD (Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa) Jl. Tentara Pelajar Jebres Surakarta. BPOC Kota Surakarta sebagai suatu badan atau wadah bagi para atlet penyandang cacat mempunyai visi, misi, serta tujuan organisasi sebagai berikut:
commit to user
72
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Visi
: Terwujudnya kesetaraan dan keseimbangan pembinaan olahraga
cacat. b. Misi
:
1) Mengatur pemberian bimbingan dan pelaksanaan pelatihan olahraga cacat. 2) Mengusahakan dan mengatur pembiayaan pelatihan olahraga cacat. 3) Mengusahakan dan mengatur pembiayaan pengiriman atlet cacat berprestasi dalam pertandingan antar daerah dan di luar Indonesia. 4) Mengusahakan peningkatan prestasi, kesejahteraan, dan pendidikan atlet c. Tujuan : 1) Membentuk watak kepribadian penyandang cacat yang mencintai nilai kemanusiaan, kejujuran dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. 2) Mewadahi
penyandang
cacat
untuk
berperan
serta
dalam
Pembangunan Nasional melalui kegiatan olahraga cacat. 3) Mewujudkan dunia olahraga cacat yang lebih maju, berkeadilan, bermartabat sejajar dengan keberadaan olahraga pada umumnya. 4) Membentuk kebugaran fisik dan mental agar tetap sehat dan kuat melalui kegiatan olahraga. 5) Memupuk kesatuan dan persatuan antar atlet serta persatuan dan persahabatan bangsa Indonesia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
6) Berupaya mengharumkan nama daerah melalui pencapaian prestasi olahraga cacat. 7) Memperkuat gerakan perjuangan untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Jumlah atlet yang dibina di BPOC Kota Surakarta sampai dengan tahun 2011 ada 41 atlet, berusia antara 20-44 tahun, serta terdiri dari 29 atlet pria dan 12 atlet wanita. Jumlah tersebut meliputi atlet berprestasi dan belum berprestasi (tahap pemula). Cabang olahraga yang digeluti meliputi: a. Renang, b. Bulutangkis, c. Tenis meja, d. Catur, e. Panahan, f. Voli duduk, g. Sepak bola, h. Atletik (lari, balap kursi roda, lempar cakram, lempar lembing). Jenis kecacatan yang dialami oleh atlet meliputi tuna daksa, tuna grahita, dan tuna netra. Atlet-atlet binaan BPOC Kota Surakarta sering kali diandalkan sebagai pemasok atlet atau tulang punggung bagi tim BPOC Provinsi Jawa Tengah, yaitu diantaranya pada kejuaraan PORCANAS tahun 2004 di Palembang dan PORCANAS tahun 2008 di Kalimantan Timur. Prestasi yang baru-baru ini commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditorehkan oleh atlet-atlet binaan BPOC Kota Surakarta yaitu pada kejuaraan PORCAPROV tahun 2009 di Surakarta. Pada kejuaraan tersebut BPOC Kota Surakarta keluar sebagai juara umum dengan meraih 28 medali emas, 22 medali perak, dan 10 medali perunggu.
2. Persiapan administrasi Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Peneliti
meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada Ketua Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta dengan nomor surat 820/H27.1.17.3/TU/2010 tertanggal 09 Desember 2010 agar peneliti dapat melakukan penelitian di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. Setelah mendapatkan surat pengantar penelitian dan mendapatkan persetujuan dari Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta, peneliti baru bisa melakukan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
3. Persiapan alat pengumpulan data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi yang terdiri dari skala aktualisasi diri, skala kepercayaan diri, dan skala kemandirian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
a. Skala aktualisasi diri Skala aktualisasi diri yang digunakan pada penelitian ini disusun berdasarkan dimensi aktualisasi diri. Dimensi tersebut diklasifikasikan oleh Hall (2008) dari sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh pengaktualisasi diri, meliputi dimensi kebudayaan, dimensi filosofis, dimensi emosional, dimensi interpersonal, dan dimensi intelektual. Skala aktualisasi diri dalam penelitian ini berjumlah 60 aitem, terdiri dari 33 aitem favorable dan 27 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. b. Skala kepercayaan diri Skala kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek kepercayaan diri. Aspek kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Lauster (dalam Ruwaida, dkk., 2006) dan Kumara (dalam Yulianto dan Nashori, 2006), meliputi keyakinan akan kemampuan diri, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan, kemampuan dalam bergaul, dan kemampuan menerima kritik. Skala kepercayaan diri dalam penelitian ini berjumlah 50 aitem, terdiri dari 26 aitem favorable dan 24 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. c. Skala kemandirian Skala kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Masrun, dkk. commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1986), meliputi bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian diri, dan kemantapan diri. Skala kemandirian dalam penelitian ini berjumlah 45 aitem terdiri dari 29 aitem favorable dan 16 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. Ketiga skala psikologi yang telah disusun kemudian dikenakan review professional judgement dengan dosen pembimbing sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada responden. Skala psikologi yang telah dinilai mampu untuk mengungkap atribut yang akan diukur, kemudian digunakan untuk uji coba terhadap responden penelitian.
B. Pelaksanaan Penelitian 1.
Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian populasi (studi populasi) dengan try out terpakai. Hal tersebut dilakukan karena jumlah responden yang terbatas, serta lokasinya yang menyebar. Uji coba terhadap skala psikologi dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari skala psikologi tersebut. Pelaksanaan uji coba dilakukan antara tanggal 09-25 Januari 2011 dengan responden atlet penyandang cacat binaan BPOC Kota Surakarta sebanyak 41 atlet. Pelaksanaan uji coba dilakukan di beberapa tempat, yaitu di tempat latihan responden, sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti oleh subjek. Tempat-tempat tersebut diantaranya di BBRSBD (Balai Besar commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rehabilitasi Sosial Bina Daksa), lapangan panahan di Jagalan, lapangan bulutangkis di Papahan Karanganyar, dan stadion Manahan. Skala yang telah terkumpul dan telah selesai diisi oleh responden kemudian diskor, dan selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas pada masing-masing skala.
2.
Uji validitas dan reliabilitas Skala yang telah terkumpul dan diisi oleh responden, kemudian diskor pada setiap jawaban aitem. Pemberian skor sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan. Skor untuk aitem favourable yaitu SS (Sangat Sesuai) bernilai 4, S (Sesuai) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 1. Skor untuk aitem unfavourable yaitu SS (Sangat Sesuai) bernilai 1, S (Sesuai) bernilai 2, TS (Tidak Sesuai) bernilai 3, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 4. Perhitungan validitas dan reliabilitas aitem dari ketiga skala dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 17 for Windows. a. Uji validitas Uji validitas dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 17 for Windows. Kevalidan setiap aitem dilihat dari nilai Corrected ItemTotal Correlation pada hasil output SPSS. Aitem yang dinyatakan valid adalah aitem yang memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 0,25 (Azwar, 2003). Hasil uji validitas ketiga skala adalah sebagai berikut: commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Skala aktualisasi diri Penghitungan validitas skala aktualisasi diri diperoleh hasil dari 60 aitem yang diujicobakan diperoleh 32 aitem yang valid dan 28 aitem yang gugur. Aitem yang valid adalah aitem nomor 3, 5, 10, 11, 12, 13, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 28, 30, 31, 32, 33, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 44, 47, 49, 50, 51, 52, 56, 57, dan 58. Aitem yang gugur adalah aitem nomor 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 27, 29, 34, 36, 42, 43, 45, 46, 48, 53, 54, 55, 59, dan 60. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) yang bergerak dari 0,255 sampai dengan 0,628 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala aktualisasi diri yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini:
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Aktualisasi Diri yang Valid dan Gugur No.
1.
2.
3.
4.
5.
Dimensi
Dimensi kebudayaan
Indikator
1.1. Mampu berfungsi secara otonom 1.2. Memiliki resistensi terhadap inkulturasi (mempunyai pendirian tertentu) 1.3. Memiliki minat sosial Dimensi 2.1. Mengamati realitas filosofis secara efisien 2.2. Mempunyai kebutuhan akan privasi dan independensi 2.3. Mempunyai perasaan humor yang tidak menyinggung Dimensi 3.1. Memiliki spontanitas, emosional kesederhanaan, dan kewajaran 3.2. Memiliki apresiasi yang segar 3.3. Memiliki pengalaman mistik/ “puncak” Dimensi 4.1. Memiliki penerimaan interpersonal umum atas kodrat, orang lain, dan diri sendiri 4.2 Memiliki hubungan antarpribadi 4.3. Memiliki struktur watak demokratis dalam pergaulan dengan orang lain Dimensi 5.1. Fokus pada masalah di intelektual luar dirinya 5.2. Mampu membedakan antara sarana dan tujuan; baik dan buruk (kemampuan dalam menentukan fokus dan mempunyai standard moral yang tegas) 5.3. Memiliki kreativitas commit to Jumlah
No. Aitem Favourable Unfavourable Valid Gugur Valid Gugur 1, 2 4 3
Jumlah
4
5
6
-
7, 8
4
10 13
9 14
11, 12 -
15, 16
4 4
-
17, 18
19, 20
-
4
-
21, 22
23, 24
-
4
25, 26
27
28
29
5
30, 31 35
-
32, 33
-
4
34
-
36
3
37, 38, 39
-
40, 41
-
5
-
42, 43
44
45
4
47
46
-
48
3
49, 50 -
-
51, 52
-
4
53, 54, 56, 57 55
-
5
59 18
60 10
3 60
58 user
15
17
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Skala kepercayaan diri Penghitungan validitas skala kepercayaan diri diperoleh hasil dari 50 aitem yang diujicobakan diperoleh 30 aitem yang valid dan 20 aitem yang gugur. Aitem yang valid adalah aitem nomor 4, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 47, dan 49. Aitem yang gugur adalah aitem nomor 1, 2, 3, 9, 10, 13, 14, 19, 22, 26, 27, 33, 35, 36, 37, 44, 45, 46, 48, dan 50. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) yang bergerak dari 0,259 sampai dengan 0,605 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala kepercayaan diri yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini:
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan Gugur No.
1.
2.
3.
4.
Aspek
Keyakinan akan kemampuan diri
Indikator
1.1. Percaya akan kemampuan yang dimiliki 1.2. Mengerti akan hal yang dilakukan 1.3. Optimis dalam melakukan sesuatu Bertanggung 2.1. Mampu dan berani jawab menanggung terhadap segala sesuatu keputusan 2.2. Mampu dan tindakan mengarahkan tugas sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan 2.3. Mampu menyelesaikan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan Kemampuan 3.1. Mampu dalam berhubungan sosial bergaul dengan orang lain 3.2. Mampu menghadapi keadaan lingkungan dengan baik 3.3. Tidak mementingkan diri sendiri Kemampuan 4.1. Mampu berpikir menerima objektif kritik 4.2. Mampu menganalisa masalah 4.3. Mampu menerima kritik dari orang lain Jumlah
No. Aitem Favourable Unfavourable Valid Gugur Valid Gugur 1, 2, 3 4, 5 -
Jumlah
5
6, 7
-
8
9
4
11
10
12
13
4
15
14
16, 17
-
4
18
19
20, 21
-
4
23
22
24, 25
-
4
-
26, 27
28, 29
-
4
30, 31, 32
-
34
33
5
-
35, 36
38
37
4
39, 40 43
-
-
4
44
41, 42 -
45, 46
4
47
48
49
50
4
13
commit to user
13
17
7
50
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Skala kemandirian Penghitungan validitas skala kemandirian diperoleh hasil dari 45 aitem yang diujicobakan diperoleh 25 aitem yang valid dan 20 aitem yang gugur. Aitem yang valid adalah aitem nomor 1, 3, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18, 20, 22, 25, 27, 30, 32, 33, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, dan 45. Aitem yang gugur adalah aitem nomor 2, 4, 5, 6, 7, 9, 15, 16, 19, 21, 23, 24, 26, 28, 29, 31, 34, 35, 38, dan 44. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) yang bergerak dari 0,251 sampai dengan 0,673 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala kemandirian yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini:
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Kemandirian yang Valid dan Gugur No.
1.
2.
3.
4.
5.
Aspek
Indikator
Aspek bebas 1.1. Bertindak atas kemauan sendiri 1.2. Tidak bergantung pada orang lain Aspek 2.1. Berusaha mengejar progresif dan prestasi dan ulet mewujudkan harapan 2.2. Memiliki ketekunan 2.3. Mampu merencanakan sesuatu Aspek 3.1. Berpikir orisinal Inisiatif 3.2. Bertindak dengan kreatif 3.3. Memiliki inisiatif Aspek 4.1. Mampu mengatasi pengendalian masalah diri 4.2. Mampu mengendalikan tindakan 4.3. Mampu mempengaruhi lingkungan Aspek 5.1. Percaya akan kemantapan kemampuan sendiri diri 5.2. Mampu menerima keadaan 5.3. Merasa puas dengan hasil usahanya Jumlah
No. Aitem Favourable Unfavourable Valid Gugur Valid Gugur 2 4, 5 1, 3 -
Jumlah
5
-
6, 7
8
9
4
10, 11
-
12
-
3
13, 14 17
16
18
15 -
3 3
20 22
19 23
-
21 24
3 3
25 -
26 28, 29
27 30
-
3 3
32
31
33
-
3
-
34, 35
36
-
3
37
38
39
-
3
40, 41
-
42
43
44
45
15
14
10
3 -
3 6
45
b. Uji reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas. Uji reliabilitas ini menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach, dan perhitungannya dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 17 for Windows. Hasil commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
output perhitungan reliabilitas dari SPSS 17 for Windows selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C (halaman 134). Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) skala aktualisasi diri sebesar 0,822, koefisien reliabilitas (rtt) skala kepercayaan diri sebesar 0,827, dan koefisien reliabitias (rtt) skala kemandirian sebesar 0,775. Nilai rtt ketiga skala tersebut > 0,60 sehingga dapat dinyatakan bahwa ketiga skala tersebut reliabel (Priyatno, 2008).
3.
Pengumpulan data penelitian Data yang diperoleh dari hasil uji coba dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya, maka akan diperoleh aitem-aitem skala yang valid dan gugur. Dikarenakan
jumlah
responden
yang terbatas
maka
penelitian
ini
menggunakan try out terpakai. Pada penelitian dengan try out terpakai instrumen penelitian yang berupa skala psikologi diberikan kepada responden sebanyak satu kali, setelah diisi kemudian diskor untuk selanjutnya digunakan untuk uji validaitas dan reliabilitas. Data yang valid digunakan sebagai data penelitian yang selanjutnya akan digunakan untuk analisis.
C. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
program SPSS 17 for Windows. Perhitungan dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi, yaitu uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik. 1.
Uji asumsi dasar a. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui populasi data terdistribusi secara normal atau tidak. Data yang diuji adalah sebaran data pada skala aktualisasi diri, skala kepercayaan diri, dan skala kemandirian. Uji normalitas dilakukan dengan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan komputer program SPSS 17 for Windows. Data dikatakan normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) (Priyatno, 2008). Hasil uji normalitas pada variabel aktualisasi diri diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,936 dengan Asymp. Sig. (2-tailed) 0,345 (0,345 > 0,05). Hasil uji normalitas pada variabel kepercayaan diri diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,929 dengan Asymp. Sig. (2-tailed) 0,354 (0,354 > 0,05). Hasil uji normalitas pada variabel kemandirian diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,468 dengan Asymp. Sig. (2-tailed) 0,981 (0,981 > 0,05). Tabel 8 Uji Normalitas Variabel Aktualisasi Diri Kepercayaan Diri Kemandirian
Kolmogorov-Smirnov Z 0,936 0,929 0,468 commit to user
p 0,345 0,354 0,981
Keterangan Normal Normal Normal
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan keterangan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa variabel aktualisasi diri, kepercayaan diri, dan kemandirian mempunyai sebaran data yang normal. Hasil uji normalitas selengkapnya dapa dilihat pada Lampiran E (nomor 1 halaman 149). b. Uji linearitas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui bentuk linearitas hubungan antara veriabel bebas dan variabel tergantung. Pengujian linearitas dengan menggunakan Test for Linearity dengan bantuan komputer program SPSS 17 for Windows. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (pada kolom linearity) kurang dari 0,05. Uji linearitas hubungan antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri diperoleh Sig. pada kolom linearity sebesar 0,000 (0,000 < 0,05), sedangakan uji linearitas hubungan antara kemandirian dengan aktualisasi diri diperoleh Sig. pada kolom linearity sebesar 0,004 (0,004 < 0,05). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 9 Uji Linearitas Variabel Kepercayaan Diri dengan Aktualisasi Diri Kemandirian dengan Aktualisasi Diri
Sig. Pada kolom Linearity 0,000 0,004
Keterangan 0,000 < 0,05 (linear) 0,004 < 0,05 (linear)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara masing-masing variabel bebas dan variabel tergantung bersifat linear. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
Hasil uji linearitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E (nomor 2 halaman 150).
2.
Uji asumsi klasik a. Uji multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linier antar variabel bebas dalam model regresi. Pada analisis regresi dua prediktor, model harus terbebas dari multikolinearitas. Deteksi multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka dapat dinyatakan bahwa model terbebas dari multikolinearitas (Nugroho, 2005). Hasil uji Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance pada hasil output SPSS tabel coefficients tiap-tiap variabel memiliki VIF sebesar 2,006 (2,006 < 10) dan nilai Tolerance sebesar 0,498 (0,498 > 0,1). Berdasarkan hasil uji multikolinearitas tersebut maka dapat dinyatakan bahwa model regresi dua prediktor terbebas dari multikolinearitas dan dapat digunakan dalam penelitian. Hasil uji multikolinearitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E (nomor 3 halaman 151). b. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat gejala heteroskedastisitas apabila: 1) Titik-titik data menyebar di atas dan dibawah atai di sekitar angka 0. 2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali 4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola (Nugroho, 2005). Hasil analisis pola gambar Scatterplot (pada lampiran E nomor 4, halaman 152) menunjukkan bahwa pola gambar titik-titik data menyebar, tidak mengumpul di atas atau di bawah saja, dan tidak berpola sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. c. Uji otokorelasi Uji otokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik otokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya otokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji D-W). Model regresi linear berganda commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbebas dari otokorelasi jika nilai Durbin-Watson terletak di antara -2 sampai +2 (Santoso, 2000). Hasil uji otokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,469. Nilai tersebut terletak di antara -2 sampai +2 sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi terbebas dari otokorelasi. Hasil uji autokorelasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E (nomor 5 halaman 152).
3.
Uji hipotesis Uji hipotesis dilakukan setelah uji asumsi terpenuhi. Teknik yang digunakan dalam uji hipotesis adalah teknik analisis regresi linear berganda. a. Uji simultan F Pada analisis regresi linear berganda dapat diketahui nilai F-test, yang digunakan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel bebas terhadap variabel tergantung. Nilai F-test dapat dilihat dari output SPSS pada tabel ANOVA. Hasil F-test menunjukkan variabel bebas secara bersama-sama berhubungan terhadap variabel tergantung jika p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau F hitung (pada kolom F) lebih besar dari F tabel (Nugroho, 2005). Level of significant atau tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5% (0,05). Melalui hasil uji ini dapat diperoleh keputusan diterima tidaknya uji hipotesis. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan perhitungan dengan SPSS, pada tabel ANOVA diperoleh p-value 0,000 < 0,05 artinya signifikan, sedangkan F hitung 16,223 > F tabel 3,245 artinya signifikan. Hasil yang signifikan menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama berhubungan terhadap variabel tergantung, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri dapat diterima. Hasil output tabel ANOVA dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini: Tabel 10 Uji Anova ANOVAb Model
Sum of Squares
Mean df
Square
a.
Regression 2513.945 2 1256.972 Residual 2944.299 38 77.482 Total 5458.244 40 Predictors: (Constant), kemandirian, kepercayaan diri
b.
Dependent Variable: aktualisasi diri
1
F 16.223
Sig. .000a
Pada tabel Model Summary diperoleh nilai koefisien korelasi ganda (R) yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tergantung secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antar variabel bebas (X1 dan X2) secara bersama-sama terhadap variabel tergantung (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat (Priyatno, 2008). commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil output tabel Model Summary diperoleh nilai R sebesar 0,679. Oleh Sugiyono (2007) diberikan pedoman interpretasi koefisien korelasi bahwa nilai R yang terletak antara 0,60 – 0,799 berarti kuat. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinyatakan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri. Hasil output tabel Model Summary juga diperoleh nilai R² (R Square) sebesar 0,461 atau 46,1%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel bebas (kepercayaan diri dan kemandirian) terhadap variabel tergantung (aktualisasi diri) sebesar 46,1%, sedangakan sisanya sebesar 53,9% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Hasil output tabel Model Summary dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini: Tabel 11 Hasil Korelasi Ganda (R) dan R Square Model Summary Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .679 .461 .432 8.80236 a. Predictors: (Constant), kemandirian, kepercayaan diri
b. Uji korelasi parsial Berdasarkan hasil output SPSS diketahui pula hubungan antara tiaptiap variabel bebas (kepercayaan diri dan kemandirian) dengan variabel tergantung (aktualisasi diri) yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut berikut di bawah ini: commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 12 Korelasi Parsial Antar Variabel
Pearson Correlation Sig. (1tailed) N
aktualisasi diri kepercayaan diri kemandirian aktualisasi diri kepercayaan diri kemandirian aktualisasi diri kepercayaan diri kemandirian
aktualisasi diri kepercayaan diri kemandirian 1.000 .679 .473 .679 1.000 .708 .473 .708 1.000 . .000 .001 .000 . .000 .001 .000 . 41 41 41 41 41 41 41 41 41
Besar perhitungan korelasi antara variabel kepercayaan diri dengan aktualisasi diri yang dihitung dengan koefisien korelasi rx1y adalah 0,679 dan p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri. Besar perhitungan korelasi antara variabel kemandirian dengan aktualisasi diri yang dihitung dengan koefisien korelasi rx2y adalah 0,473 dan p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kemandirian dengan aktualisasi diri.
4.
Analisis deskriptif Berikut disajikan analisis deskriptif data penelitian guna memperoleh gambaran umum mengenai data penelitian sebagai berikut dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E (nomor 7 halaman 154).
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 13 Deskripsi Data Penelitian
Skala Aktualisasi diri Kepercayaan diri Kemandirian
Jumlah Responden
Data Hipotetik Skor Skor Min Maks
MH
SD (σ)
Data Empirik Skor Skor Min Maks
ME
SD (σ)
41
32
128
80
16
50
115
98,5
11,681
41
30
120
75
15
61
115
92,4
9,182
41
25
100
62,5
12,5
54
96
79,3
7,802
Keterangan: M : Mean SD (σ) : Standar Deviasi Berdasarkan deskripsi data penelitian di atas, selanjutnya akan dilakukan kategorisasi responden. Kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor responden dalam populasi terdistribusi secara normal sehingga dapat dibuat skor hipotetik yang terdistribusi menurut model normal. Kategorisasi yang dipakai adalah kategorisasi jenjang yang bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2003). Kategorisasi jenjang membagi responden menjadi tiga golongan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Norma yang dipakai adalah sebagai berikut: X < (μ – 1,0σ)
= rendah
(μ – 1,0σ) ≤ X < (μ + 1,0σ)
= sedang
(μ + 1,0σ) ≤ X
= tinggi
Keterangan: X : raw score skala μ : mean atau nilai rata-rata σ : standar deviasi commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan norma kategorisasi responden di atas, maka dapat diperoleh kategorisasi responden dan distribusi skor responden seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 14 Kategorisasi Responden dan Distribusi Skor Responden Variabel Aktualisasi Diri Kepercayaan Diri Kemandirian
Kategorisasi Kategori Skor Rendah X < 64 Sedang 64 ≤ X < 96 Tinggi 96 ≤ X Rendah X < 60 Sedang 60 ≤ X < 90 Tinggi 90 ≤ X Rendah X < 50 Sedang 50 ≤ X < 75 Tinggi 75 ≤ X
Jumlah Jumlah Persentase 1 2,4% 12 29,3% 28 68,3% 12 29,3% 29 70,7% 10 24,4% 31 75,6%
Rerata Empirik
98,5
92,4
79,3
a. Skala aktualisasi diri Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa dari 41 responden yaitu atlet penyandang cacat, 1 orang memiliki tingkat aktualisasi diri yang rendah, 12 orang memiliki tingkat aktualisasi diri yang sedang, dan 28 orang memiliki tingkat aktualisasi diri yang tinggi. Diketahui pula rerata empirik sebesar 98,5, nilai tersebut masuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa atlet penyandang cacat memiliki tingkat aktualisasi diri yang tinggi. b. Skala kepercayaan diri Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa dari 41 responden yaitu atlet penyandang cacat, 12 orang memiliki tingkat kepercayaan diri yang sedang dan 29 orangcommit memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Diketahui pula rerata empirik sebesar 92,4, nilai tersebut masuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa atlet penyandang cacat memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. c. Skala kemandirian Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa dari 41 responden yaitu atlet penyandang cacat, 10 orang memiliki tingkat kemandirian yang sedang dan 31 orang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Diketahui pula rerata empirik sebesar 79,3, nilai tersebut masuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa atlet penyandang cacat memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
5.
Sumbangan relatif dan sumbangan efektif Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui sumbangan relatif kepercayaan diri terhadap aktualisasi diri sebesar 98,54% dan sumbangan relatif kemandirian terhadap aktualisasi diri sebesar 1,46%. Sumbangan efektif kepercayaan diri terhadap aktualisasi diri sebesar 45,42% dan sumbangan efektif kemandirian terhadap aktualisasi diri sebesar 0,68%. Total sumbangan efektif kepercayaan diri dan kemandirian terhadap aktualisasi diri sebesar 46,1%, yang ditunjukkan pada nilai koefisien determinasi (R Square) yaitu 0,461. Perhitungan sumbangan relatif dan sumbangan efektif selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E (nomor 8 halaman 156). commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Pembahasan Hasil uji hipotesis dengan teknik analisis regresi linier berganda pada uji simultan F diperoleh nilai F test 16,223 (F test > F tabel 3,245) dengan p-value 0,000 (p < 0,05) dan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,679. Pada uji korelasi parsial antar variabel diperoleh nilai koefisien korelasi rx1y (kepercayaan diri dengan aktualisasi diri) sebesar 0,679 dengan p-value 0,000 (p < 0,05) dan koefisien korelasi korelasi rx2y (kemandirian dengan aktualisasi diri) sebesar 0,473 dengan p-value 0,001 (p < 0,05). Diperoleh pula nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,461. Berdasarkan hal tersebut di atas maka diketahui bahwa “ada hubungan positif antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta”. Kepercayaan diri dan kemandirian secara bersama-sama mendukung aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta. Diketahui pula bahwa terjadi hubungan yang kuat antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri. Kepercayaan diri dijelaskan oleh Lauster (1997) sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga dirinya tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya dan memiliki dorongan untuk berprestasi. Atlet penyandang cacat yang memiliki kepercayaan diri dapat terlihat dari sikap atau perasaan yang menunjukkan yakin terhadap kemampuan yang dimilikinya. Ketika hal tersebut didukung dengan adanya kemandirian yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
ditampakkan pada setiap keputusan dan tindakan yang diputuskannya sendiri serta dengan adanya rasa tanggung jawab maka atlet akan mampu mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu diraihnya prestasi dari setiap pertandingan yang diikutinya, sebagai wujud dari keberhasilannya dalam beraktualisasi diri. Adanya kepercayaan diri dan kemandirian yang positif atau tinggi akan mampu mendorong aktualisasi diri yang positif atau tinggi pula. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ketua BPOC Kota Surakarta menyatakan bahwa atlet penyandang cacat binaan BPOC Kota Surakarta merupakan penyumbang atlet dan medali terbanyak bagi Kontingen Jawa Tengah dalam kejuaraan tingkat nasional. Diperoleh pula hasil bahwa “ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta”. Hasil tersebut memperkuat penelitian yang dilakukan Nugroho (2009) yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan aktualisasi diri. Dikemukakan pula oleh Afiatin dan Martaniah (1998) bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya, sehingga kepercayaan diri seorang atlet penyandang cacat akan sangat berperan dalam pencapaian aktualisasi dirinya. Hasil selanjutnya diketahui bahwa “ada hubungan positif antara kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta”. Kemandirian merupakan salah satu sifat khusus yang dimiliki oleh seorang pengaktualisasi diri, yaitu kebutuhan akan privasi dan independensi (Maslow, 1994). Hal ini berarti commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa aktualisasi yang dilakukan oleh atlet penyandang cacat akan dipengaruhi oleh kemandiriannya. Ketika seorang atlet merasa perlu berlatih tanpa ada program dari pelatih dan mampu mengambil inisiatif untuk latihan secara mandiri maka akan semakin memacunya untuk lebih berprestasi. Pada umumnya, pembinaan atlet masih bersifat formal dan kegiatankegiatannya terjadwal sesuai dengan arahan dari organisasi. Berkaitan dengan usaha pencapaian aktualisasi diri, maka akan lebih baik jika pada diri atlet perlu diberikan pembinaan secara psikologis agar mempunyai kepercayaan diri yang utuh serta diberikan kesempatan untuk berlatih sesuai dengan cabang olahraga yang diminati baik secara terjadwal maupun mandiri. Berdasarkan
nilai
koefisien
determinasi
(R²)
diketahui
besarnya
sumbangan efektif kedua variabel bebas (kepercayaan diri dan kemandirian) terhadap variabel tergantung (aktualisasi diri) yaitu sebesar 0,461. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebesar 46,1% variabel aktualisasi diri dijelaskan oleh variabel kepercayaan diri dan kemandirian. Sisanya sebesar 53,9% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lainnya. Menurut Maslow (dalam Koeswara, 1991; Schultz, 1991; & Goble, 1987) variabel lain yang mempengaruhi aktualisasi diri selain kepercayaan diri dan kemandirian antara lain proses perkembangan, tipe pekerjaan, lingkungan, adanya perasaan aman yang kuat, serta sosial ekonomi. Sumbangan efektif kepercayaan diri terhadap aktualisasi diri sebesar 45,42%, dan sumbangan efektif kemandirian terhadap aktualisasi diri sebesar 0,68%. Besarnya sumbangan efektif kemandirian terhadap aktualisasi diri sangat kecil sehingga dapat dikatakan tidak efektif. Hal tersebut terjadi karena pada penelitian ini, commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel kepercayaan diri lebih berperan bagi pencapaian aktualisasi diri responden. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hartanti, dkk. (2004) juga menyatakan bahwa kepercayaan diri menempati urutan aspek psikologis atlet yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemandirian dalam pencapaian prestasi atlet sebagai wujud aktualisasi diri. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Setyobroto (2002) yang menyatakan bahwa kepercayaan diri yang dimiliki atlet akan menunjangnya dalam mencapai prestasi. Penelitian ini dapat digunakan pada penelitian lainnya yang berkaitan tentang penyandang cacat dengan memperhatikan dukungan terhadap kepercayaan diri dan kemandirian serta faktor-faktor lain yang mendukung aktualisasi diri sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Ada hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri dan kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
2.
Ada hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
3.
Ada hubungan positif dan signifikan antara kemandirian dengan aktualisasi diri pada atlet penyandang cacat yang dibina di Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kota Surakarta.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat memberikan beberapa saran, diantaranya: 1.
Kepada atlet penyandang cacat, diharapkan dapat lebih rajin mengikuti latihan baik secara terjadwal maupun mandiri sehingga akan lebih sering bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang, selanjutnya diharapkan akan commitketika to userberhadapan dengan banyak orang. lebih percaya diri dan tidak minder
101
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
Atlet penyandang cacat juga diharapkan lebih sering mengikuti kejuaraan baik di tingkat regional maupun nasional dan internasional, sehingga lebih sering berinteraksi dengan lawan secara jujur dan sportif (persaingan yang sehat) sehingga hal tersebut akan meningkatkan percaya dirinya, terlebih bila sering menjuarai pertandingan. Ketika kepercayaan diri telah berfungsi secara penuh maka dalam melakukan segala sesuatu, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak terlalu tergantung kepada orang lain atau dengan kata lain akan mempunyai kemandirian yang penuh pula. 2.
Kepada pelatih dan pembina. Faktor mental atau psikologis berperan dalam pencapaian prestasi atlet sehingga perlu adanya pembinaan terhadap kemampuan mental atau psikologis pada atlet penyandang cacat akan menimbulkan keseimbangan pada diri atlet yang dilatih, disamping latihan fisik yang diberikan. Pembinaan mental dapat dilakukan pada saat latihan maupun secara berkala. Berbagai cara dapat digunakan dalam upaya pembinaan mental ini, misalnya dengan memutarkan video tentang profil atlet yang sukses, FGD (Focused Group Discussion) tentang efektifitas pembinaan dan pelatihan dalam kaitannya dengan capaian prestasi antara pelatih atau pembina dengan atlet, dan berbagi pengalaman kepada atlet tentang pertandingan-pertandingan yang pernah diikuti atau disaksikan oleh pelatih.
3.
Kepada peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut dengan memperluas cakupan bahasan, misalnya: a.
Meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri yang belum disebutkan dalam penelitian ini, yaitu antara lain proses perkembangan, commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tipe pekerjaan, lingkungan, perasaan aman yang kuat, dan sosial ekonomi. b.
Memperbanyak responden penelitian, mengingat penelitian ini dilakukan pada populasi yang terbatas (jumlah sedikit), dan meneliti atlet penyandang cacat yang dibina di BPOC di luar kota Surakarta.
c.
Membandingkan antara atlet penyandang cacat pria dengan wanita.
Peneliti selanjutnya diharapkan memperluas cakupan bahasan penelitian yang akan dilakukan karena adanya kelemahan pada penelitian ini, diantaranya keterbatasan responden sehingga penelitian ini menggunakan try out terpakai, dan keterbatasan literatur yang digunakan. 4.
Kepada masyarakat pada umumnya, dengan mengapresiasi prestasi yang diperoleh atlet penyandang cacat, maka akan menjadi motivasi dan pandangan yang positif bagi orang-orang normal yang memiliki kemampuan di bidang olahraga dan di bidang lain untuk lebih bersemangat mencapai hasil yang optimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, L.S. 2007. Mental Juara: Modal Atlet Berprestasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Afiatin T., dan Martaniah, S.M. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Psikologika, 6 (3), 66-79. Ali, M., dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang: UPT Penerbitan UMM. Angelis, B.D. 2003. Percaya Diri; Sumber Sukses dan Kemandirian. (Alih Bahasa: Baty Subakti). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ashriati, N., Alsa, A., dan Suprihatin, T. 2006. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik Pada SLB – D YPAC Semarang. Jurnal Psikologi Proyeksi, 1 (1), 47-58. Astuti, P. 2002. Kemandirian dan Kekerasan terhadap Istri. Buletin Psikologi, Tahun X, No. 2, Desember 2002, 74-83. Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baihaqi, M.I.F. 2008. Psikologi Pertumbuhan, Kepribadian Sehat untuk Mengembangkan Optimisme. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Bandura, A. 1977. Self-Efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change. Psychological Review, 84 (2), 191-215. Cox, R.H. 2002. Sport Psychology, Concepts, and Applications. Dubuque: Wm.C Brow Publishers. Dimyati. 2005. Kepercayaan Diri Atlet toPON commit user DIY Menghadapi PON XVI di Palembang. Jurnal Psikologi, 32 (1), 24-33.
104
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fahmy, M. 1983. Penyesuaian Diri. (Alih Bahasa: Zakiah Daradjat). Jakarta: N.V Bulan Bintang. Faturokhman, D. 2010. Peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat dan HAM. www.hipenca.weebly.com. Diakses tanggal 17-12-2010 pukul 09.01 WIB. Goble, F.G. 1987. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow. (Alih Bahasa: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius. Hadi, S. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi. Hakim, T. 2005. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Hall, L.M. 2008. Self-Actualization Psychology. Washington, D.C: Library of Congress. Hartanti,Yuwanto, L., Pambudi, I.R., Zaenal, T., dan Lasmono, H.K. 2004. Aspek Psikologis dan Pencapaian Prestasi Atlet Nasional Indonesia. Anima, Indonesian Psychological Journal, 20 (1), 40-54. Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih Bahasa: Istidwiyanti). Jakarta: Erlangga. Irfandi, S. 2009. Penyandang Cacat Tak Perlu Dikasihani. www.riaunews.com. Diakses tanggal 14-08-2009, pukul 12.44 WIB. Johnson, R.C., dan Medinnus G.R. 1969. Child Psychology; Behavior and Development. New York: John Wiley & Sons, Inc. Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Kumara, A. 1988. Studi Pendahuluan tentang Validitas dan Reliabilitas The Test of Self Confidence. Laporan Penelitian. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Lauster, P. 1997. Tes Kepribadian. (Alih Bahasa: D.H. Gulo). Jakarta: Gaya Media Pratama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
Luhrs, E. 2006. Leveraging Individual Potential to Optimize Recruiting and Retention and drmatically Impact Your Bottom Line. www.boom.inc.com. Diakses tanggal 08-05-2011, pukul 13.30 WIB. Maksum. 2007. Kualitas Pribadi Atlet: Kunci Keberhasilan Meraih Prestasi Tinggi. Anima Indonesian Psychological Journal, 22 (2), 108-115. Martani, W., dan Adiyanti, M.G. 1991. Kompetensi Sosial dan Kepercayaan Diri Remaja. Jurnal Psikologi, Tahun XVIII (1), 17-20. Maslow, A.H. 1959. New Knowledge in Human Values. Indiana: Regnery/ Gateway Inc. ______. 1994. Motivasi dan Kepribadian 2. (Alih Bahasa: Nurul Imam). Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Masrun, Martono, Haryanto F.R., Harjito, P., Utami, M.S., Bawani, N.A., et.al. 1986. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). Laporan Penelitian. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Mastuti, I. 2008. 50 Kiat Percaya Diri. Jakarta: Hi-Fest Publishing. Meiyanto, S. 1989. Perbedaan Kemandirian antara Mahasiswa yang Sudah KKN dengan Mahasiswa yang Belum KKN dan Antara Mahasiswa Laki-Laki dengan Perempuan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Laporan Penelitian. (Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Monks, F.J., & Ferguson, T.J. 1983. Gifted Adolescents: An Analysis of Their Psychosocial Development. Journal of Youth and Adolescence, 12 (1), 118. Mulyadi, S. 2009. Duh, Sudah Cacat Disingkirkan Pula!. www.kompas.com (edisi Selasa, 12 Mei 2009). Diakses tanggal 20-12-2010 pukul 07.07 WIB. Mutadin, Z. 2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja. www.e-psikologi.com. Diakses tanggal 17-11-2009, pukul 11.10 WIB. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset. Nuryoto, S. 1993. Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin, dan Peran Jenis. Jurnal Psikologi, Tahun XX (2), 48-58. Opi. 2008. Hasyim Selalu Terbentur Dinding Kolam. www.tribunbatam.com. Diakses tanggal 12-08-2009, pukul 12.38 WIB. Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Rachmadsyah, S. 2010. Kesempatan Kerja bagi Penyandang Cacat. www.hukumonline.com. Diakses tanggal 17-12-2010 pukul 09.00 WIB. Redaksi DMC. 2009. Penyandang Cacat Dephan Diharapkan Mampu Melaksanakan Fungsi Sosialnya secara Wajar. www.dmcindonesia.web.id. Diakses tanggal 17-12-2010 pukul 09.00 WIB. Ruwaida A., Lilik S., dan Dewi R. 2006. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dan Dukungan Keluarga dengan Kesiapan Menghadapi Masa Menopause. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 8 (2), 76-99. Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. (Alih Bahasa: Yustinus). Yogyakarta: Kanisius. Spencer, T.D., dan Kass, N. 1970. Perspectives in Child Psychology; Research and Review. New York: McGraw-Hill Inc. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Suryabrata, S. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suyono, H. 2009. Mewujudkan Masyarakat Beradab Bersama Aksi Penyandang Cacat. www.dradio1034fm.or.id. Diakses tanggal 17-11-2009, pukul 09.46 WIB. commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Taylor, R. 2003. Confidence In Just Seven Days. (Alih Bahasa: Imam Khoiri). Yogyakarta: Diva Press. Tira. 2009. SoIna yang Ke-20 Prestasi bagi Penyandang Cacat Tuna Grahita. www.yanrehsos.depsos.go.id. Diakses tanggal 17-11-2009, pukul 09.47 WIB. ______. 2010. Pameran Kreasi dan Seni Penyandang Cacat Menyambut Hipenca 2010. www.yanrehsos.depsos.go.id. Diakses tanggal 17-12-2010, pukul 09.02 WIB. Wirjasantosa, R. 1984. Supervisi Pendidikan Olahraga. Jakarta: UI Press. Yulianto, F., dan Nashori, F. 2006. Kepercayaan Diri dan Prestasi Atlet Tae Kwon Do. Jurnal Psikologi UNDIP, 3 (1), 55-62. Yunita, R.D., Wimbarti, S., dan Mustaghfirin. 2002. Kemandirian dan Motivasi Berprestasi pada Anak Penderita Asma. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 6 (1), 70-78.
commit to user