Seminar NasionalPeternakandan Veteriner 1997
SINKRONISASI BIRAHI SECARA BIOLOGIS DADA KAMBING PERA'NAKAN ETAWAH Um ADIATI, HASTONO,
RSG. SIANTuRi, THAIv4tIN D. CHANIAGo
dan I-K.
SuTAMA
Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, CiawiBogor 16002
ABSTRAK Penelitian dilakukan terhadap 40 ekor kambing Peranakan Etawah (PE) betina dewasa yang dibagi menjadi empat kelompok secara acak. Tiga kelompok ternak diisolasi dari pejantan selama 7 minggu, kemudian ternak jantan dimasukkan secara tiba-tiba di setiap kelompok yang sebelumnya telah diberi "progestagen" secara intravaginal selama tiga hari (Kelompok TI), diberi "progestagen" selama tiga hari dan pada saat spon dicabut diberi 15 IU PMSG/kg berat badan (Kelompok T2), dan tidak mendapat "progestagen" dan PMSG (Kelompok T3). Sebagai kontrol adalah ternak yang terns menerus dengan pejantan dan tidak mendapat "progestagen" (Kelompok T4) . Ternak dikawinkan secara alami dan sekitar 5 hari setelah timbul birahi semua ternak dilaparoskopi untuk menentukan tingkat ovulasi . Hasil pengamatan menunjukan bahwa "onset" birahi yang terjadi bervariasi antara 26-36 jam setelah pencabutan spon dan introduksi pejantan . Ternak yang mendapat penyuntikan PMSG (T2) menunjukan birahi 10 jam lebih awal akan tetapi tidak ada perbedaan yang nyata di antara kelompok perlakuan . Demikian pula tingkat ovulasi tertinggi didapat pada perlakuan T2 (2,44 _+ 2,2) dengan tingkat kebuntingan terendah T3 (30%) . Rataan jumlah anak sekelahiran antar kelompok sama yaitu 1,7 . Dari Hasil penelitian ini dapat disimpulkan ballwa isolasi pejantan dan pemberian "progestagen" dapat menyerentakkan birahi pada kambing Peranakan Eta%vah . Kata kunci : Kambing PE, progestagen, isolasi pejantan, PMSG PENDAHULUAN Di Indonesia ternak kambing Peranakan Etawah (PE) digunakan sebagai penghasil daging dan hanya sebagian kecil kambing PE sebagai penghasil susu. Ternak ini umumnya dipelihara di pedesaan dan merupakan persilangan antara kambing Etawah (tipe perah) dengan kambing Kacang, dengan kineda yang sangat beragam akibat dari tidakadanya sistem breeding dan seleksi terarah (SUBANDRIYO, 1993) . Faktor penting untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing PE ini adalah melalui peningkatan kemampuan reproduksi indtdc dan pengaturan perkawinannya . Perkawinan secara serempak/bersamaan akan mempermudah manajemen pemeliharaan induk, anak dan produksi dapat diatur sesuai dengan permintaan pasar yang ada. Untuk itu perlu dilakukan dengan cara penyerentakan birahi (sinkronisasi) . Ada dua metode sinkronisasi yang umum dilakukan pada ternak ruminansia kecil yaitu sinkronisasi secara biologis dan kimiawi/hormonal. Pada sitilcronisasi secara biologis, ternak betina (induk) harus diisolasi secara fisik, penglihatan dan ban dari ternak jantan dalam pefode tertentu . Kemudian ternak jantan secara tiba-tiba diintroduksikan kepada kelompok ternak betina tersebut . Introduksi pejantan secara tiba-tiba ini dapat menstimulir
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
timbulnya birahi pada betina yang diisolasi (CHESWORTH et al., 1974 ; KNIGHT, 1983). Lama waktu isolasi pejantan yang efektif untuk sinkronisasi betina adalah'sekitar 30 hari (OLDHAM, 1980). Sinkronisasi secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan hormon sintetik yang mempunyai efek seperti progesteron yang umum disebut dengan progestagen . Progestagen yang umum dipakai untuk sinkronisasi birahi pada kambing adalah FGA (Flugeston acetate) atau MAP (Medroxyprogesterone acetate). Pada penelitian ini diamati kinerja reproduksi kambing PE yang disinkronisasi secara biologis. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Bali Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Sejumlah 40 ekor kambing Peranakan Etawah (PE) betina dewasa dibagi secara acak menjadi empat kelompok, masingmasing kelompok 10 ekor. Tiga kelompok ternak diisolasi dari pejantan selarna 7 minggu, kemudian ternak jantan dimasukkan secara tiba-tiba di setiap kelompok yang sebelumnya telah diberi "progestagen" (Spon yang mengandung 40 mg flugeston acetate, Cronogest Intervet International B.V., Boxmeer, Holand) secara intravaginal selama tiga hari (Kelompok TI), diberi "progestagen" selama tiga hari dan pada saat spon dicabut diberi 15 IU PMSG/kg berat badan (Kelompok T2), dan tidak mendapat "progestagen" dan PMSG (Kelompok T3). Sebagai kontrol adalah ternak yang terus menerus dengan pejantan dan tidak mendapat "progestagen" (Kelompok T4) . Ternak dikawinkan secara alami dan sekitar 5 hari setelah timbul birahi semua ternak dilaparoskopi untuk menentukan tingkat ovulasi . Semua kelompok ternak mendapat pakan yang sama yaitu Rumput gajah, kaliandra, ampas tahu dan konsentrat (16% PK, 68% TDN). Banyaknya pakan yang diberikan per ekor/hari dapat dilihat pada Tabel 1 . Air minum disediakan ad libitum. Ternak ditimbang setiap 2 minggu dan pada saat anak lahir langsung dipisah dari induknya dan diberi susu induknya dalam botol. Anak disapih pada umur tiga bulan. Tabel 1 . Jumlah pemberian pakan berdasarkan status fisiologis Jenis bahan pakan
Masa isolasi-bunting
Masa kebuntingan
Masa laktasi
Rumput gajah (kg) Kaliandra (kg)
3
3
3
0,5
0,5
0,5
500
1 700
1,5 700
-
200
200
-
50
100
Ampas tahu (kg)
Konsentrat (gr) Bungkil kedele (gr) Molases (gr)
1
Peubah yang diamati adalah "onset" birahi dari introduksi pejantan, tingkat ovulasi, kebuntingan dan kinerja beranak, tingkat kematian anak dan produksi susu. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan beda antar perlakuan diuji dengan uji wilayah berganda Duncan (STEEL dan ToRRIE, 1991).
41 2
SeminarNasional Perernakan-dan Veteriner 1997
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja reproduksi Dari -basil pengamatan -didapatkan hampir semua ternak _menunjukan tanpa-tanda birahi setelah pencabutan spon clan introduksi pejantan tanpa atau dengan penyuntikan PMSG.1Kanya 5% dari ternak yang tidak menunjukan birahi. Pada Tabel 2 nampak bahwa 3anda timbulnya birahi berkisar 26-36 jam dengan rataan 32,67 jam . Untuk kelompok-kelompok ternak yang diisolasi dari . pejantan, pemasangan spon baik yang dikombinasi dengan penyuntikan PMSG maupun kontrol ticlak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara Tl(35,13 jam), T2(26,89 jam) clan T3(36 jam) terhadap "onset" birahi. Hanya pada kelompok T2 yang rnendapat penyuntikan PMSG "onset" birahi terjadi lebih awal sekitar 10 jam dibandingkan dengan kelompok TI clan T3. Ini terlihat bahwa penyuntikan PMSG -dengan dosis 15 IU/kg berat badan dapat mempercepat terjadinya birahi karena PMSG merupakan hormon yang mempunyai aktivitas biologis menyerupai FSH clan LH serta banyak digunakan untuk tujuan superovulasi (AMSTRONG et al., 1983) . Hasil penelitian ini sesuai dengan basil penelitian yang dilakukan ARTININGSIH et al. (1996) bahwa PMSG dapat memperpendek "onset" birahi 16-24 jam pada kambing PE dara. Tabel 2. Pengaruh isolasi pejantan terhadap kinedja reproduksi kambing PE Peubahreproduksi Jumlah induk JuniJah yang birahi Rataan tingkat ovulasi Onset birahi setelah spons dicabut clan introduksi pejantan (jmn) Tingkat kebuntingan (%) Rataan lama kebuntingan (hari) Litter size Ratio anak betina clanjantan (%)
Perlakuan TI
T2
T3
T4
10 9 1,67+0,5 35,13+9,9
10 9 2,44+2,2 26,89+1,97
10 10 0,9+0,7 36,00 + 14,96
10 10 1,7+0,7 -
66,7 148,6 1,7 40
33,3 148 1,7 40-
30 147,7 1,7 60
100 148,6 1,8 37,5
Tingkat ovulasi pada kelompok TI, T2 clan T3 berturut-tunit adalah 1,67 +_ 0,5 ; 2,44 _+ 2,2 clan 0,9 _+ 0,7 (P>0,05). Tingkat ovulasi tertinggi didapat pada kelompok T2 (2,44) yaitu kelompok yang mendapat penyuntikan PMSG 15 IU/kg berat badan, hal ini terlihat bahwa penyuntikan PMSG cukup berespon pada ovarium . Hasil ini tidak jauh berbeda dengan basil penelitian ARTMINGSIH et al. (1996) yang juga menggunakan closis penyuntikan 15 IU/kg berat badan PMSG dengan tingkat ovulasinya 2,6 . Rataan lama kebuntingan 148 hari, ternyata masih dalam kisaran normal . Menurut SITORUS clan TIUWULANINGSIH (1981) kebuntingan yang normal bervariasi dari 138 - 159 hari. Didapatkan pula bahwa lama kebuntingan pada induk yang mengandung anak kembar lebih pendek dibandingkan dengan anak tunggal .
Sennnar Narionat
Peternakan don Vetenner 1997
Pada penelitian ini diperoleh tingkat kebuntingan pada kelompok T3 lebih rendah (30%) dibandingkan pada kelompok T1 (66,7%), T2 (33,3%) dan T4 (100%). Rendahnya tingkat kebuntingan kemungkinan disebabkan kualitas sperma pejantan sudah menurun karena dalam waktu singkat harus mengawini banyak induk-induk yang birahi atau karena kurang tepatnya waktu mengawinkan temak tersebut . Menurut DEVENDRA dan Bttw4s (1983) waktu yang terbaik mengawinkan kambing minimal 12 jam setelah timbulnya tanda-tanda birahi pertama. Rataan "litter size" pada penelitian ini adalah 1,7 . Kinerja produksi Rataan berat badan induk pada saat diunulai penelitian adalah 34,4 kg. Setelah beranak, berat badan induk pada kelompok T1, T2, T3 dan T4 masing-masing meningkat 6,7; 8,7; 10,4 dan 7,2 kg (Tabel 3) menuniukkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan cukup menunjang pertumbuhan foetus dan perbaikan kondisi tubuh induk . Tabel 3. Kinerja produksi kambing PE disinkronisasi birahi secara biologis Peubah produktivitas
Perlakuan T1
T2
T3
T4
BB awal (kg)
34,8
33,6
34,9
34,4
BB beranak(kg) PBB selama bunting (gr)
41,5 44,7
42,3 58,0
45,3 69,3
41,6 48,0
_3,9+0.97 3.5+0,82
_4,3+0,10 3,5+0,18
4,2+0,28 3,6+0,40
3,5+0,65 3,4+0,67
Berat lahir (kg/ekor ) - Jantan - Betina Berat sapih (kg/ekor) : - Jantan - Betina PBBH (gr/ekor) : - Jantan - Betina Total berat sapih/induk (kg)
l l _+ 1,26 7,9+0,99
_10,6+0,53 8,2+ 1,13
_11,3+0,99 9,1+2,42
_9,9+0,91 9,9+1,77
75,9+_17,10 54,2+23,26 18,8
70,2+6,49 6,49 51,9+14,53 16,1
78,9+7,86 7,86 61,5+23,76 16,7
70,9+11,4 73,0+23,3 16,6
Tingkat kematian anak (%)
30
0
0
6,3
1379,47+ 248,45
1063,35+ 919,63
1904,07+ 702,76
1180,58+ 471,91
Rataan produksi susu 90 hari (gr)
-
Rataan berat lahir anak jantan pada kelompok T1, T2, T3 dan T4 masing-masing adalah 3,9; 4,3; 4,2 clan 3,5 kg/ekor {rataan 4,0 kg/ekor), sedangkan berat lahir anak betina berturut-turut 3,5; 3,5; 3,6 dan 3,4 kg/ekor (rataan 3,5 kg/ekor). Pertumbuhan anak selama pra-sapih (90 hari) diperoleh anak jantan tumbuh iebih cepat dari anak betina (74,0 vs 60,2 gr/ckar/hari), dengan rataan berat sapih umur 90 hari untuk anak jantan 10,7 kg dan betiba'B,8 kg. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan StrcAMA et at. (1995) yaitu laju pertumbuhan dari umur 7 - 13 minggu pada kambing PE jantan (104,0 gr/ekor/hari) lebih tinggi
414
Seminar Nasional Peternakan don Ileternner 1997
dibandingkan dengan kambing betina (77,9 gr/ekor/hari) . Total berat sapih per induk beranak pada masing-masing perlakuan T1, T2, T3 dan T4 adalah 11,8 ; 16,1 ; 16,7 dan 16,6 kg . Tingkat kematian anak pra-sapih secara keselurtthan adalah 11%, hasil ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian sebeltunnya. Hal ini karena manajemen anak setelah lahir lebih ditingkatkan (diperhatikan) dengan cara anak setelah lahir langsung dipisahkan dari induknya untuk menghindari terinjak induk dan disusui dengan botol sehari 2 kali dengan jumlah rata-rata pemberian susu 600 ml/ekor/hari .
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa isolasi dari pejantan dan pemberian "flugeston acetate" dapat menyerentakkan birahi pada kambing PE . Onset birahi terpendek tetjadi pads ternak yang mendapatkan perlakuan spons yang dikombinasi penyuntikan 15 IU PMSG per kg berat badan. PMSG ini dapat memperpendek onset birahi sekitar 10 jam. Demikian pula dengan tingkat ovulasi yang tertinggi juga terjadi pada perlakuan progestagen dan PMSG yaitu 2,44 .
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada saudara Maulana, Balntiar, Riad dan Mulyawan teknisi program ruminansia kecil dan teman-teman yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini .
DAFTAR PUSTAKA
AmsTRONG, D . P ., A.P . PLIZNER, G .M . WARwRs, M.M . RALPH and R.F . SEAmARK . 1983 . Endocrine responses of goats after induction of superovulasi with PMSG and FSH . J . Reprod . Fert . 67 : 395 - 401 . ARTIATINGSIH, N . M., PURwANTARA. B ., AcHIAm, R .K dan SUTAmA, I.K . 1996. Pengaruh penyuntikan Pregnant Mare Serum Gonadotrophin terhadap kelahiran kembar pada kambing Peranakan Etawah . 1 . Ilmu Ternak dan Vet 2(1) : 11 - 16 . CHESwoRTH, J.M . and A . TAIT . 1974 . A note on effect of the presence of rams upon the amount of luteinizing hormone in the blood of ewes. Anim . Prod . 19 : 107 -110 . DEvENDRA, C . and M. BURNS . 1983 . Goat production in the tropic . Commonwealth Bureaux . London . p . 64 74 : 90 - 116 . KNIGHT, T.W . 1983, Ram induced stimulation of ovariuln and oestrus activity in anoestrus ewes . a review . Proc . Aust . Soc . Anim. Prod. 13 : 321 -324 . OLDHAM, C.M. 1980 . Stimulation of ovulation in seasonally or lactationally anovular ewes by rams. Proc .
Aust. Anim . Prod . 13 : 73 -74 .
SITGRUs, P . dan E . TRIWIJLANINGSIH . 1981 . Pertonnan kambing Peranakan Etawah . Bull . Lembaga Penelitian Peternakan 2 : 14 -23 . SUBANDRIYO. 1993 . Potensi dale produktivitas ternak kambing di Indonesia . Prosiding Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di wilayah Indonesia Bagian Timur, Surabaya, Jawa Timur, 28 - 29 Juli 1992, pp : 139 - 155 .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
I.G .M. BUDIARSANA, H . SETIYANTO dan A. PRIYANTL 1995 . Productive and reproductive performances of young Etawah-Cross does . J. Ilmu Tenak dan, Vet. 1(2) : 81 -85 .
SuTAMA, I.K ., STEEL, R.G .D
York.
and J.H .
ToRxiE .
1981 . Principles and Procedures of Statistics Mc. Graw-Hill Book Co ., New