Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Butas
Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Butas La Ode Hasiara Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda
Abstract: The objective of research is to describe the attitude and behavior of the officer in the implementation of the local revenue and expense budget in Butas Regency. This implementation of the local revenue and expense budget begins from the setting of this budget in KUA and PPAS because both agencies are acting as the base organizations in driving the wheel of local government. Research method is qualitative with grounded theory approach. This theory involves systematic procedures such as analysis and discussion. Result of research is subjected to the data categorization based on three stages, (1) open coding, (2) axial coding, and (3) selective coding. These three categories will show up other name representing the previous data category name but principally may not eliminate the significance of data in the previous name. Result of research indicates some attitudes and behaviors of the officer in the implementation of the local revenue and expense budget (APBD). These attitudes are related to the behavior shown among governmental officers, in which passive and active attitudes are estimated. Both attitudes produce submissive, compliance and obedient behaviors in the implementation of the local revenue and expense budget. Keywords: attitude, officer’s behavior, the implementation of APBD Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja daerah di Kabupaten Butas. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mulai dari tahap penyusunan KUA dan PPAS sebab kedua bentuk kebijakan tersebut merupakan dasar penyusunan anggaran pendapatan dan belanja pada organisasi pemerintah daerah. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Teori ini mencakup prosedur-prosedur yang sistematis seperti analisis dan diskusi. Penelitian ini dilakukan dalam 3 (tiga) kategori utama, yaitu: (1) open coding, (2) aksial coding, dan (3) selektif coding. Ketiga kategori tersebut dapat memunculkan nama lain dari data kategori sebelumnya, namun tidak menghilangkan makna yang terkandung dalam ketegori data sebelumnya. Hasil penelitian ini menemukan beberapa sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sikap dan perilaku yang ditunjukkan aparatur dalam melaksanakan APBD adalah sikap pasif dan sikap aktif, dimana sikap pasif adalah sikap menerima kebijakan KUA dan PPAS, sedangkan sikap aktif adalah sikap yang ditunjukkan aparatur dalam melaksanakan KUA dan PPAS. Sikap dan perilaku tersebut menunjukkan kepatuhan aparatur pemerintah daerah melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Kata Kunci: sikap, perilaku aparatur, melaksanakan APBD
Harapan reformasi dan otonomi daerah adalah desentralisasi, hal ini dijelaskan dalam Alquran tentang desentralisasi dikhawatirkan jangan sampai berlebihan akibatnya mengandung risiko daerah Alamat Korespondensi: La Ode Hasiara, Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda
menjadi terbagi-bagi, sehingga tidak terkontrol dengan baik (QS An Nisaa [4]:59). Otonomi daerah saat ini sangat gencar dibicarakan di mana-mana. Hal tersebut bukan merupakan ”sesuatu yang baru” di dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia. Sebetulnya ketika negara Republik Indonesia merdeka, isu otonomi daerah sudah mulai muncul. Buktinya tampak dalam Pasal 18A Undang-undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa pembagian
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 105
ISSN: 1693-5241
105
La Ode Hasiara
daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil dalam bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan UU. Sedangkan harapan masyarakat terhadap reformasi, disamping perbaikan struktur pemerintahan di daerah, juga ada perbaikan kehidupan masyarakat di daerah. Pemerintah mengeluarkan KetetapanMPR-RI.No.XV/-MPR-/1998, tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemerintah secara bersamaan menyempurnakan UU No. 22 Tahun 1999, dan disempurnakan dengan UU No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah dan UU.No.25 Tahun 1999, sebagaimana disempurnakan dengan UU No.33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai dasar penyelenggaraan otonomi daerah yang diikuti dengan pengawasan atas penyelenggaraan kedua UU tersebut. Misi utama dari kedua Undang-undang tersebut adalah desentralisasi. Mardiasmo (2002) menyampaikan secara umum bahwa reformasi sektor pemerintah mencakup perubahan format lembaga, dan pembaharuan alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga pemerintahan di daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparansi, dan akuntabel sehingga cita-cita reformasi, menciptakan good governance dapat tercapai. Dimensi reformasi lembaga pemerintah daerah dan lembaga di bawahnya dalam rangka pemberian pelayanan publik dengan memberikan otonomi dan desentralisasi tanggung jawab pemerintah daerah lebih diarahkan pada pemberian pelayanan kepada masyarakat secara umum.
Sikap Dapat dilakukan identifikasi dari sejumlah pengertian sikap tersebut misalnya; Rokeach (1968), Myers (1983), Poedjawijatna (1987), Nouri dan Parket (1996), McClung (1999), Chong dan Wentzel (2002), Walgito (2004), Moenir (2000), Gerungan (2004), Sofyandi dan Garniva (2007), Suprijanto (2007), Mantja (2007), Thoha (2007), Shaleh (2008), dan Azwar (2009), Sobur (2009), maka dapat dinyatakan bahwa setiap orang memiliki dua macam sikap, yaitu sikap positif dan negatif. Sikap positif dapat 106
bereaksi terhadap berbagai hal dan diikuti dengan perbuatan yang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak, sedangkan sikap negatif tidak memberikan tanggapan dan bahkan menghindarinya. Sikap senang/bahagia/gembira atas kepuasan kerja yang diraih sehingga termotivasi untuk menghadapi pekerjaan berikutnya, kepuasan kerja tersebut merupakan sikap positif terhadap pekerjaannya (Sofyandi dan Garniva, 2007:91). Sikap merupakan cita-cita atau keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, sehingga tujuan dicapai secara maksimal (Ma’rat & Kartono, 2006:6365).
Perilaku Sementara itu, pakar lain ada yang berbicara tentang perilaku, diantaranya Branca (1964), Sartain, et al., (1967), Woodworth (1971), Koentjaraningrat (1974), Skiner (1976), Crider (1983), Baron dan Byrne (1984), Poedjawijatna (1987), Nimran (1999), Walgito (2004), Luthans (2005), Mar’at dan Kartono (2006), Mantja, (2007), Walgito (2007), Yusuf dan Nurihsan (2008). Mereka, juga mempunyai pandangan yang sama tentang perilaku manusia yakni, sebagai respon aktif dan pasif terhadap stimulus yang diterima dari berbagai simbol, baik dari dalam maupun dari luar. Hal tersebut tidak dapat diabaikan karena manusia memiliki karakteristik khusus untuk selalu beraktivitas dan dapat diamati berdasarkan perilaku yang dibentuk sebagai hasil proses kejiwaan.
Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Secara umum telah dikemukakan oleh beberapa penulis terdahulu bahwa sikap aparatur ada dua macam, yaitu sikap positif dan negatif. Sikap positif dapat memberikan tanggapan atas reformasi akuntansi keuangan daerah yang dapat ditandai dari berbagai kegiatan yang diikuti aparatur pemerintah daerah. Misalnya, kegiatan pelatihan akuntansi keuangan pemerintah daerah, pendalaman undang-undang, pelatihan sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah dan berbagai kursus atau seminar pada objekobjek tertentu yang relevan dengan pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah yang dimulai
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 11 | NOMOR 1 | MARET 2013
Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Butas
dari proses penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran sampai pertanggungjawaban anggaran melalui laporan keuangan pemerintah daerah. Pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah yang dilakukan di Kabupaten Butas dikelompokkan dalam 3 (tiga) tahapan. Tahap pertama, adalah tahap penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, terdiri atas (1) Penyusunan KUA merupakan upaya untuk menetapkan kebijakan umum anggaran dengan melakukan identifikasi atas semua rencana yang akan dilakukan. Tahap kedua, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, berupa pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Tahap ketiga, pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah, melalui laporan keuangan pemerintah daerah. Tahap ketiga ini memuat (1) pencatatan dan pertanggungjawaban penggunaan dana. Sikap dan perilaku aparatur atas pencatatan, baik penerimaan maupun pengeluaran harus dilakukan dengan disiplin. Pencatatan yang sah, jika ada buktibukti yang sah dari penjual (Wa Ode Sitti Raymuna, 2008). Pencatatan tersebut dilakukan di tiga tempat, yaitu: di BUD, bagian akuntansi BPKAD, dan di masing-masing SKPD.
Anggaran, dan Ka. Sub. Anggaran. (2) Sekretariat, dibantu oleh salah satu Staf yang dapat dipercaya. (3) Kepala Bidang Akuntansi Keuangan Daerah, dibantu oleh Ka. Sub. Bagian Akuntansi Keuangan Daerah. (4) Kepala Bid. Perbendaharaan, dan dibantu oleh Ka. Sub. Bidang Perbendaharaan. (5) Bidang Kekayaan Daerah, dan dibantu oleh Ka.Sub. Bidang Kekayaan Daerah. (6) Bendaharan Umum Daerah. Jumlah informan kunci dalam penelitian sekitar sembilan orang. Kesembilan orang ini merupakan kunci dalam mencari berbagai sumber informasi sensasi dan persepsi aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah di Kabupaten ”Butas” di Indonesia.
METODE
Instrumen Penelitian
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan grounded theory berdasarkan fenomena, pendekatan interpretatif. Model grounded theory lebih mengarah pada pendekatan perspektif emic, dari pada pendapat peneliti. Perspektif emic, lebih memperhitungkan kebenaran informan kunci, tentang bagaimana memandang sesuatu dengan berdasarkan penafsiran atas fenomena, ketimbang memaksakan pandangan peneliti.
Instrumen utama dalam penelitian ini, adalah peneliti sendiri dan dilengkapi dengan instrumen lain, seperti: (1) buku catatan, (2) kamera, (3) handycam, dan (4) radio tape dan lain-lain instrumen yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam perolehan data lapangan. Menurut, Harun (2007) alat untuk merumuskan permasalahan dan fokus serta tujuan penelitian, peneliti sebagai instrumen utama dan dibantu oleh informan kunci.
Setting Lokasi Penelitian
Tahapan pengumpulan data
Penelitian ini dilakukan pada kabupaten Butas, yang terletak di bagian Timur Indonesia, pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Butas di Pasarwajo.
Pengumpulan data, dilakukan dalam tiga tahapan, tahap pertama dilakukan pendekatan dengan melakukan pengamatan dari jauh, tahap kedua melakukan pengamatan dan wawancara mendalam dengan informan kunci, dan tahab ketiga adalah melakukan diskusi tentang temuan diperoleh melalui tahap pertama, kedua dan ketiga sebagai dasar dalam menetapkan pemahaman sikap dan perilaku aparatur
Analisis dan Kriteria Informan Unit analisis Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, dengan informan: (1) Kepala Bidang
Data Penelitian Data penelitian ini diperoleh dari interpretasi fenomena.Peneliti dapat mencermati melalui pengamatan, menelaahan, berdasarkan fenomena yang dapat diamati, misalnya: (a) hasil observasi, (2) wawancara mendalam dengan berbagai nara sumber, (3) dokumentasi, baik dokumen pribadi, maupun dokumen resmi berupa laporan keuangan akuntansi keuangan pemerintah daerah, maupun dokumen pendukung lainnya.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
107
La Ode Hasiara
dalam melaksanakan anggaran pendaparan dan belanja daerah.
Analisis Data dan Kriteria Informan Analisis Data Studi ini menggunakan istilah analisis yang bertujuan untuk melakukan pengkajian dan analisis di masing-masing sub topik. Alasannya, metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Kerena itu, setiap data harus dianalisis guna memahami sikap dan perilaku aparatur pemerintah. Selain itu, analisis diartikan sebagai suatu penyelidikan dan pemeriksaan terhadap hubungan antar bagian yang memiliki keterkaitan sehingga dapat memberikan pemahaman secara keseluruhan dari berbagai topik. Sementara Strauss dan Corbin (1990), serta Rahim dan Rahman (2004) menyatakan bahwa pendekatan grounded theory mengenali 3 (tiga) model analisis yang dapat dipakai, yaitu: pertama, open coding merupakan analisis data dilakukan dengan cara identifikasi data melalui kategorisasi dan penamaan yang ditemukan dalam transkrip wawancara dengan informan. Kedua, axial coding merupakan perpaduan antara cara berpikir induktif dan deduktif dengan menghubungkan berbagai kategori yang sama atau mirip dalam bentuk susunan kodekode yang sama. Data-data tersebut tentu data yang diperoleh dari open koding. Ketiga, selective coding merupakan proses memilahan kategorisasi akhir sebagai penghubung antara ketegori satu dengan yang lainnya dan kategori tersebut mempunyai fenomena yang sama. Dalam grounded theory kategori utama dapat menghubungkan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Hubungan tersebut bagaikan seutas benang, kategori tersebut memintal yang lain, memadukan dan memberi sebuah alur. Sehingga jalinan semua kategori yang memperkuat di sekitar inti disebut sebagai selective coding.
Kriteria Informan Soenarto (1993) mengemukakan alasan utama pemilihan informan kunci terkait dengan keandalan data. Karena itu, peneliti bisa melakukan pendekatan secara individu yang terkait dengan bidang akuntansi keuangan pemerintah daerah. Bidang-bidang yang 108
melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah adalah cukup banyak, di antaranya kepala bidang masing-masing SKPD yang mempunyai relevansi, seperti bendahara penerima pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu. Masing-masing bidang tersebut melakukan pertanggungjawaban sesuai kewenangan masing-masing. Berikut ini adalah nama dan karakteristik informan terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, adalah sebagai berikut. Pertama, H. Kaharuddin Syukur adalah aparatur yang ditunjuk pemerintah daerah sebagai pejabat BUD, memiliki karakteristik kumanistik, dan agamais dan menyatu dengan seluruh aparatur di badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD). Kedua, H. Muchlis Muchsin merupakan aparatur di badan pengelola keuangan dan aset daerah, yang membidang sebagai Ka. Bidang Anggaran di BPKAD, sifat dan karakteristik beliau adalah humanis dan disiplin. Ketiga, Sumitro merupakan aparatur yang ditempatkan di BPKAD sebagai Ka. Bagian Penghapusan Aset Daerah, sifat dan karakteristik beliau adalah selalu berbicara berdasarkan bukti. Keempat, Hj. Sarsiah sebagai aparatur BPKAD, yang ditempatkan sebagai Ka. Bidang Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah, sifat dan karakteristik beliau adalah humanis, agamis dan bekerja selalu ingat perintah dan larangan Allah serta petujuk dan nasehat orang tua, beliau selalu berkata ingat janji, dan hati-hati mengeluarkan ucapan, karena semua yang keluar dari mulut kita, itu merupakan hak orang lain. Kelima, Wa Ode Sitti Raymuna adalah aparatur BPKAD, yang ditempatkan sebagai Ka. Bag. Akuntansi Umum, sifat dan karakteristik beliau adalah mau belajar dan tidak malu bertanya kepada siapa saja yang dianggap paham terhadap akuntansi keuangan pemerintah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan KUA-APBD dan PPAS, yang dibahas dalam penyusunan RKASKPD. RKA SKPD merupakan singkatan dari Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKASKPD disusun berdasarkan Nota Kesepakatan KUA dan PPA. Nota kesepakatan itu dituangkan dalam SE (surat edaran) bupati yang dikeluarkan awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 11 | NOMOR 1 | MARET 2013
Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Butas
RKA-SKPD sangat penting karena terkait dengan proses penyusunan dokumen anggaran setiap tahun. RKA-SKPD disusun sebagai pedoman anggaran pada masing-masing SKPD. Setiap tahun, RKA selalu berubah. Karena itu, perubahan harus disosialisasikan kepada seluruh SKPD. RKA-SKPD memuat beberapa perencanaan, antara lain rencana pendapatan, rencana program dan kegiatan SKPD dan rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.
Rencana Kerja Anggaran Pendapatan (RKAPSKPD) RKAP-SKPD merupakan pengalokasian sumber daya keuangan pemerintah berdasarkan struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan kode rekening. RKAP-SKPD merupakan prioritas dan pelaporan jumlah anggaran pendapatan (PPJAP). Prioritas pelaporan jumlah anggaran tersebut diberikan kepada setiap SKPD setiap program dan kegiatan. PPJAP merupakan acuan dalam penyusunan RKAP-SKPD. Usaha-usaha peningkatan PAD ini sangat penting karena PAD itulah yang nantinya akan dialokasikan untuk pembiayaan program dan kegiatan masingmasing SKPD. Jika sumber pendapatan minimal maka otomatis anggaran untuk pembiayaan akan tidak terpenuhi dengan maksimal. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh informan berikut. ”Saya melihat sendiri usaha-usaha yang dilakukan dinas pendapatan daerah untuk meningkatkan PAD. Usaha-usaha tersebut berupa penyuluhan, penagihan, dan pemungutan. Kalau tidak salah, ada 19 SKPD yang membidangi penyuluhan, penagihan, dan pemungutan PAD. Ke-19 SKPD tersebut ada keinginan untuk melakukan usaha-usaha mau meningkatkan PAD. Upaya-upaya yang dilakukan memberikan penyuluhan kepada WP, terutama yang berhubungan dengan rencana kerja anggaran pendapatan dan belanja daerah. Salah satu usaha yang dilakukan sebelum penyuluhan adalah melakukan pertemuan sesama anggota penyuluh. Mereka membahas masalah-masalah yang dihadapi aparatur di lapangan, agar target PAD dapat dicapai” (H. La Zani Kuasa BUD). Dari pernyataan informan di atas, dapat ditemukan beberapa sikap dan perilaku. Pertama, sikap
aparatur ada keinginan melakukan usaha-usaha peningkatkan PAD. Hal ini tampak pada kemauan mereka merancang program-program peningkatan PAD. Salah satu usaha yang dilakukan adalah sosialisasi dengan masyarakat wajib pajak. Kemauan ini merupakan sikap yang muncul pada diri aparatur. Sikap tersebut merupakan respon dari tuntutan tanggung jawab sebagai aparat yang harus memenuhi setiap tugasnya. Dorongan lainnya adalah bahwa pendapatan daerah mau tidak mau harus ditingkatkan agar pembiayaan dapat terpenuhi dengan baik. Kedua, sikap aparatur daerah yang berupa kemauan bekerjasama dengan seluruh aparatur terkait untuk bersama-sama meningkatkan PAD. Sikap ini muncul dari dorongan bahwa mereka tidak mungkin bekerja sendiri-sendiri. Pekerjaan meningkatkan PAD bukan pekerjaan mudah dan singkat. Dorongan inilah yang membuat mereka harus mau bekerja dalam tim dan selalu melakukan koordinasi. Masalah-masalah dan kendala di lapangan pasti selalu ada. Tidak semua wajib pajak dapat diajak bekerja sama. Di antara mereka banyak yang belum memiliki kesadaran untuk mau bekerjasama membayar pajak. Oleh karena itu, perlu strategi khusus agar target yang dibebankan dapat tercapai. Strategi itulah yang perlu dibahas dalam tim dan memerlukan pemikiran bersama. Penyuluhan dan sosialisasi dilakukan agar wajib pajak sadar tentang pentingnya mereka membayar pajak. Dengan kesadaran yang mereka miliki, otomatis mereka akan dengan sukarela membayar pajak. Penyuluhan dan sosialisasi yang baik dan transparan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur daerahnya. Penyuluhan dan sosialisasi yang baik juga akan meminimalisir anggapananggapan miring pada diri aparatur. Wajib pajak akan mengerti dan memahami ke mana dan untuk apa pajak yang mereka setorkan. Jika masyarakat selaku wajib pajak sudah percaya maka dengan sendirinya mereka akan dengan mudah membayar pajak. Sikap yang kedua juga memunculkan satu perilaku. Perilaku yang muncul yaitu kerjasama antar aparat terkait untuk meningkatkan PAD. Dari data wawancara diketahui bahwa ada 19 SKPD yang membidangi penyuluhan, sosialisasi, penagihan, dan pemungutan pajak, hal ini merupakan bukti adanya kerjasama, serta adanya pembagian tugas untuk masing-masing aparatur.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
109
La Ode Hasiara
Perilaku kerjasama juga tampak dalam koordinasi dan pertemuan yang dilakukan oleh sesama anggota penyuluh guna membicarakan agenda penyuluhan dan sosialisasi. Selain membahas kegiatan pokok, kegiatan tersebut juga sebagai media silaturrahim sesama anggota penyuluh guna saling memberikan informasi tentang teknik-teknik yang ditempuh sehingga dapat memberikan pemahaman kepada wajib pajak. Pertemuan semacam ini banyak memberikan manfaat terutama agar sesama aparatur saling membagi pengalaman masing-masing sehingga dari pengalaman tersebut dapat memberikan informasi kepada aparatur lainnya. Berikut ditampilkan salah satu gambar bentukbentuk pertemuan yang sering dilakukan. Pesan moral dan falsafah hidup diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pesan-pesan tersebut juga merupakan budaya kerajaan Butas. Pesan moral dan falsafah hidup itulah yang selalu mewarnai kehidupan mereka sehari-hari, terutama dalam mengemban tugas sebagai aparatur pemerintahan yang diamanatkan oleh rakyat. Hal ini disampaikan informan yang enggan disebutkan namanya berikut. ”Mereka selalu diwanti-wanti oleh atasan untuk bekerja dengan baik, hati-hati, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan oleh siapaun. Beliau selalu mengingatkan setiap bawahannya agar taat dan mengingat petuah para leluhur yang telah mengakar selama ini. Petuah itu harus kita jaga bersama karena merupakan suatu tradisi dan kekayaan budaya”. Ungkapan informan di atas menunjukkan adanya sikap aparatur yang bersedia menjunjung tinggi falsafah hidup dan ajaran moral dari leluhurnya. Ajaran moral dan falsafah hidup itu adalah sesuatu yang mulia yang ditanamkan secara turun-temurun. Hal ini dilakukan agar dalam menjalani tugas dan kehidupannya sehari-hari aparatur menjadi berhati-hati dan tidak terjerumus pada perbuatan tercela. Salah satu petuah tentang ajaran moral dan falsafah hidup masyarakat Butas antara lain di bawah ini. Bolimo Arataa Somanamo Karo Bolimo Karo Somanamo Lipu Bolimo Lipu Somanamo Sara Bolimo Sara Somanamo agama
110
Artinya: Biarlah harta hancur dan binasa asalkan diri/ badan selamat. Biarlah diri/badan hancur asalkan kampung/daerah/negara selamat. Biarlah kampung/ daerah/negara hancur asalkan adat/hukum terpelihara. Biarlah adat/hukum hancur asalkan agama tetap terpelihara/selamat. Dari falsafah tersebut tampak bahwa masyarakat Butas sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Agama menjadi sesuatu yang paling utama. Biarlah semuanya hancur asalkan agama tetap terpelihara di hati. Jika masih ada agama di hati orang akan tetap kuat menjalani kehidupan meskipun berbagai cobaan, musibah, ujian, dan godaan mendera. Itulah falsafah kerajaan Butas yang sampai sekarang tetap terpelihara dan diamanatkan kepada generasi muda. Siapapun yang menjadi pemimpin di daerah Butas harus menjaga nilai-nilai budaya kerajaan Butas tersebut.
Rancangan Penentuan Standar Belanja dan Pembiayaan (RPSBP) Rancangan Penentuan Standar Belanja dan Pembiayaan (RPSBP) tidak bisa dipisahkan dari RKAP (Rencana Anggaran dan Pendapatan). RPSBP disusun dan dirinci berdasarkan kelompok, jenis, dan objek belanja yang disesuaikan dengan RKAP. Setiap anggaran belanja dan pembiayaan yang disusun harus juga mempertimbangkan jumlah anggaran yang tersedia. Analisis standar belanja dapat melibatkan semua SKPD terkait. Dalam analisis tersebut juga dilakukan penilaian terhadap kewajaran anggaran setiap beban kerja yang diusulkan dalam program dan kegiatan di masing-masing SKPD. Program dan kegiatan tersebut dikaitkan dengan kebijakan anggaran, komponen, tingkat pelayanan yang akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kemampuan SKPD melaksanakan semua program dan kegiatan yang telah dicanangkan pemerintah selama satu tahun anggaran. ”Pertama-tama kami akan membuat rencana anggaran belanja yang harus dikaitkan dengan sumber PAD. Anggaran belanja harus sesuai dengan sumber dana yang tersedia. Hal ini tentu masih berupa estimasi atau perkiraan. Jika ternyata sumber dana tertentu itu tidak cukup maka kami boleh melakukan revisi. Atau jika tidak, pemerintah daerah dapat mengambil
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 11 | NOMOR 1 | MARET 2013
Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Butas
dari anggaran sumber pendapatan pembiayaan yang lain, berdasarkan target pelayanan yang diharapkan. Namun, dalam menyusun estimasi tersebut kami harus betul-betul teliti agar dikemudian hari tidak banyak revisi atau pengalihan sumber pendapatan karena ketidaksesuaian estimasi yang kami susun” (Nurani Kepala Bagian Evaluasi Anggaran). Ibu Nurani, salah satu pegawai yang membidangi evaluasi anggaran menyatakan bahwa kewajaran belanja yang akan dianggarkan harus dikaitkan dengan sumber rencana pendapatan daerah. Kewajaran akan dinilai berdasarkan hubungan kesesuaian antara sumber dana dengan rencana penggunaan dana. Sumber pendapatan dapat diambil misalnya pajak, retribusi, dan sumber pembiayaan lainnya. Dari beberapa ungkapan informan tersebut dapat ditemukan beberapa sikap aparatur. Pertama, sikap aparatur pemerintah yang menunjukkan adanya kesediaan untuk membuat perkiraan rencana belanja. Sikap tersebut muncul karena dorongan tugas yang dibebankan terhadap aparatur. Aparatur dituntut untuk membuat perkiraan rencana pembiayaan, belanja dengan teliti, dan mempertimbangkan prioritas kepentingan daerah. Kategorisasi Hubungan Katerkaitan Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan RKAP dan RKAB pada Tahap Open Coding Hasil wawancara tersebut merupakan ungkapan yang disampaikan informan di lapangan. Ungkapan tersebut masih merupakan sebaran data yang belum tertata. Pada bagian ini dilakukan penataan data-data tersebut sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada pembaca. Tujuan dari kategorisasi data adalah untuk memisahkan yang mana sikap dan yang mana perilaku aparatur pemerintah pada saat proses penyusunan rencana anggaran. Pemilahan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang sikap dan perilaku (aparatur) pemerintah daerah. Usaha untuk membedakan antara sikap dan perilaku bukan perkara mudah karena kedua istilah ini dibentuk dari kata benda. Namun sebenarnya, dalam operasionalnya kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Cukup banyak data lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara, namun tidak semua data tersebut disampaikan. Oleh karena itu, dilakukan kategorisasi data tersebut. Data-data yang dianalisis
pada tahap akhir merupakan perwakilan dari data sebelumnya dan semakin banyak melakukan kategorisasi semakin baik (Strauss dan Corbin, 2003).
Ketegorisasi Hubungan Keterkaitan Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan RKAP- SKPD dan PSBP pada Tahap Axial Coding Pada bagan di atas, menghubungkan keterkaitan antara sikap dan perilaku, namun tidak semua sikap yang muncul ditampilkan, akan tetapi hanya memunculkan perwakilan sikap tertentu sebagai wakil sikap yang lain. Demikian pula perilaku, juga hanya menampilkan satu jenis perilaku sepanjang perilaku tersebut telah mewakili perilaku yang lainnya. Berikut ini akan diuraikan kategorisasi sikap dan perilaku sebagai berikut.
Hubungan Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Pelaksanaan RKAP Pertama, sikap aparatur pemerintah yang berkeinginan meningkatkan PAD. Sikap tersebut mendorong aparatur berperilaku melakukan penyuluhan, sosialisasi, penagihan, pemungutan pajak dan retribusi. Sikap dan perilaku tersebut muncul dari dorongan pada diri aparatur untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya dan tuntutan agar pembiayaan daerah dapat terpenuhi dengan baik. Sikap dan perilaku tersebut sebagai wujud kepatuhan aparatur dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Tanggung jawab tersebut merupakan sikap dan perilaku yang mewakili sikap dan perilaku yang kedua, dan kelima pada kategorisasi tahap awal (open coding) Kedua, sikap tanggung jawab yang dimiliki aparatur pemerintah daerah, tampak melalui perilaku yang dimunculkan, yaitu aparatur menggali potensi daerah yang belum tersentuh. Sikap dan perilaku tersebut diwujudkan dengan memanfaatkan potensi daerah yang belum digali selama ini, sehingga dengan sikap dan perilaku tersebut tercermin ada perhatian aparatur untuk meningkatkan PADnya. Munculnya sikap dan perilaku ini akibat adanya tuntutan dari luar, dalam hal ini adalah amanat undangundang otonomi daerah dan Permendagri menuntut agar aparatur daerah berupaya menggali potensi daerah. Sedangkan sikap dan perilaku yang ketiga ini
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
111
La Ode Hasiara
hanya dapat mewakili sikap dan perilaku keempat di tahap awal. Ketiga, sikap aparatur yang bersedia menjunjung tinggi falsafah hidup dan ajaran moral dari leluhurnya. Sikap tersebut memunculkan perilaku aparatur yang selalu jujur dan mengutamakan kepentingan masyarakat serta nilai-nilai agama yang dianut aparatur dalam menyusun anggaran pendapatan daerah.
anggaran. Rencana anggaran belanja merupakan salah satu tolak ukur kinerja aparatur dalam menggunakan penilaian kinerja keuangan. Selain itu, rencana anggaran merupakan embrio dari APBD.
Hubungan Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Pelaksanaan RKAB
SKPD dan RKAB pada Tahap Selective Coding
Pertama, sikap aparatur pemerintah yang menunjukkan adanya kesediaan untuk membuat perkiraan rencana belanja. Perilaku yang muncul dari sikap tersebut adalah perilaku aparatur yang telah menyusun RPSBP. Sikap dan perilaku tersebut muncul karena dorongan tugas yang dibebankan terhadap aparatur. Sikap dan perilaku tersebut juga mewakili sikap dan perilaku kedua, ketiga, dan ketujuh yang telah disampaikan pada analisis dan pembahasan ditahap open coding. Kedua, sikap kejujuran yang ada pada diri aparatur. Sikap jujur ini dipengaruhi oleh adanya pengaruh budaya, agama dan budi pekerti luhur yang betul-betul tertanam di benak masyarakat Butas. Sikap tersebut memunculkan perilaku menyusun anggaran belanja yang sebenarnya. Sikap kejujuran yang dimiliki aparatur Butas menjadikan mereka tidak melakukan mark up dalam menyusun anggaran pembiayaan di masingmasing SKPD. Ketiga, sikap yang berupa keinginan aparatur untuk mempermudah pekerjaannya. Perilaku aparatur yang muncul dari sikap ini adalah perilaku menyusun PSBP berdasarkan susunan anggaran tahun sebelumnya. Perilaku ini merupakan respon dari keinginan untuk mempermudah penyusunan RPSBP dan keinginan untuk membuat RPSBP secara efektif dan efisien. Sikap dan perilaku ini, hanya mewakili sikap dan perilaku yang keenam ditahap open coding. Keempat, sikap aparatur pemerintah daerah berhati-hati dalam menyusun rencana anggaran belanja. Perilaku yang muncul dari sikap ini adalah perilaku aparatur yang menyusun rencana anggaran belanja dengan teliti, detail, dan mempertimbangkan dengan seksama aspek kewajaran. Dorongan yang memunculkan sikap dan perilaku ini adalah adanya aspek penilaian kinerja aparatur dalam penyusunan 112
Kategorisasi Hubungan Katerkaitan Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan RKAP Pada tahap selective coding dilakukan untuk perampingan data dan pembahasan. Perampingan tersebut bukan berarti menghilangkan makna yang terkandung dalam isi open coding maupun axial coding di atas, akan tetapi mengurangi pengungkapan secara berulang-ulang. Pada tahap ini dibuat kategorisasi dengan nama lain untuk menunjukkan ciri teorisasi yang akan dibentuk dan mendekati pemaknaan kata yang disimbolkan. Dari kategorisasi akhir tersebut ditemukan beberapa sikap dan perilaku yang lebih mencolok dalam melaksanakan RKAP dan RKAB. Sikap dan perilaku tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, sikap kejujuran yang melekat pada diri masing-masing aparatur. Sikap tersebut memunculkan perilaku jujur aparatur dalam melakukan penagihan dan penyetoran semua penerimaan PAD ke kas daerah. Hal ini memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan PAD. Peningkatan PAD mendorong aparatur untuk lebih meningkatkan penyuluhan, sosialisasi, penagihan, pemungutan pajak, dan retribusi. Sikap dan perilaku tersebut muncul dari dorongan untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya dan tuntutan agar pembiayaan daerah dapat terpenuhi dengan baik. Sikap dan perilaku tersebut merupakan wujud keyakinan aparatur bahwa jujur merupakan sikap yang diridhoi oleh Allah Swt. Kedua, sikap tanggung jawab yang dimiliki aparatur pemerintah daerah tampak pada perilaku yang dimunculkan, yaitu aparatur menggali potensi daerah yang belum tersentuh. Hal itu diwujudkan dengan memanfaatkan potensi daerah yang belum digali selama ini sehingga dapat meningkatkan PAD. Sikap dan perilaku tersebut muncul akibat adanya tuntutan dari luar, yaitu amanat undang-undang otonomi daerah dan Permendagri yang menuntut agar aparatur daerah berupaya menggali potensi daerahnya.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 11 | NOMOR 1 | MARET 2013
Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Butas
Ketiga, sikap aparatur yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual yang dianutnya, yaitu agama islam sebagai falsafah hidup. Sikap tersebut memunculkan perilaku aparatur yang selalu jujur dan mengutamakan kepentingan masyarakat dalam menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap jujur sangat dipegang teguh aparatur dalam pelaksanaan RKAP dan RKAB. Sikap tersebut dapat memelihara nilai-nilai spiritual dan menjadi filter perilaku dalam melaksanakan RKAP dan RKAB. Sikap dan perilaku jujur dapat mewarnai 6 sikap dalam pelaksanaan RKAP. Keenam sikap tersebut juga mendorong terciptanya 6 perilaku. Ke 6 sikap dan perilaku tersebut merupakan sikap dan perilaku yang terimbas dari sikap jujur yang ditanamkan aparatur dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi daerah sekaligus ditanamkan pula pada pelaksanaan anggaran belanja daerah. Oleh karena itu, ke 6 sikap dan perilaku aparatur tersebut sama-sama mendorong terciptanya pendapatan daerah yang selalu meningkat dan memenuhi target yang dicanangkan pemerintah sesuai dengan undang-undang otonomi daerah. Dari hasil analisis PSBP ditemukan 8 sikap yang memunculkan 8 perilaku pula. Kedelapan sikap dan perilaku tersebut juga merupakan perwujudan sikap jujur yang dimiliki aparatur sehingga penggunaan belanja sesuai dengan peruntukannya masing-masing. Kedelapan sikap dan perilaku tersebut membentuk kinerja aparatur yang mengarahkan pada anggaran pembiayaan yang didasarkan pada prinsip kejujuran dan kewajaran dalam pembiayaan daerah. Kedelapan sikap dan perilaku tersebut juga membentuk rencana anggaran yang efektif dan efisien dengan mengutamakan kepentingan masyarakat banyak. Selain itu, semua keinginan untuk melakukan penyuluhan pajak dan retribusi daerah selalu didasarkan atas nilai-nilai agama dan budaya yang dianut oleh masyarakat Butas.
Saran Untuk meningkatkan PAD secara maksimal maka penyuluhan, sosialisasi pajak dan retribusi daerah
terus digalakan. Selain peningkatan PAD juga penyampaian laporan pertanggungjawaban penerimaan pajak dan retribusi lebih mengutamakan kehati-hatian dan kejujuran. Penghitungan belanja yang dilakukan aparatur pemerintah daerah di Kabupaten Butas juga mengutamakan sikap kehati-hatian dan kejujuran. Dengan demikian, perilaku yang tampak dalam melakukan semua kegiatan tidak melanggar etika, normanorma agama yang dianut dalam kehidupan seharihari.
DAFTAR RUJUKAN ———————. 2000. Al.Qur’an dan Terjemahannnya. Bandung: Penerbit CV Penerbit Diponegoro. Azwar, S. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Baron, R.A., dan Byrne, D. 1984. Social Psychology. Understanding Human Interaction. Fourth Edition. Allyn and Bacon Inc, Boston. Branca, A.A. 1964. Psychology. The Science of Behavior. Allyn and Bacon, Inc. Belmont, California. Chong, V.K., & K.M.Chong. 2002. Budget Goal Commitment and Informational Effect of Budget Participation on Performance. A Structural Equation Modeling Approach, Journal Behavioral Research In Accounting 12, Halaman197-229. Crider, A.B., Goethals, G.R., Kavanaug, R.D., & Solomon, P.R. 1983.Psychology. Scott, Foresman and Co., Glenview, Illionois. Gerungan, W.A. 2004. Psychologi Sosial. (editor Bahasa: Budhi, Januar). Bandung: Penerbit PT Refika Aditama. Harun, H.R. 2007. Metode Penelitian Kualitatif untuk Pelatihan. Bandung: Penerbit CV Mandar Maju. Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Aksara Baru. Luthans, F. 2005. Perilaku Organisasi. Yuwono, Purwanti,P.Arie, Rosari (penerjemah). Yogyakarta: Penerbit Andi. Yusuf, S., dan Nurihsan, Juntika, A. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Ma’arat, S., dan Kartono, L.I. 2006. Perilaku Manusia, Pengantar Singkat tentang Psikologi. Bandung: Penerbit Refika Aditama. Mantja, W. 2007. Bahan Perkuliahan; Mahasiswa Magister Pendidikan Jurusan Manajemen Pendidikan, UM. Malang. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi. McClurg, L.N. 1999. Organizational Commitment in The Temporary Help Service Industry. Journal of Applied Management Studies. Halaman 5–26.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
113
La Ode Hasiara
Miftah, T. 2007. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Penerbit Rajawali Pers. Jakarta. Myers, D.G. 1983. Social Psycchology. International Student Edition. Mc Graw-Hill International Book Company. Tokyo. Moenir, A.S. 2000. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Nimran, U. 1999. Perilaku Organisasi”, Surabaya: Penerbit Citra Media. Nouri, H., dan R.J. Parker. 1996. The Effect of Organizational Commitment on Relation Between Budgetary Participation and Budgetary Slack, Behavioral Research In Accounting 8. Halaman 74–90. Parker, I. 2008. Psikologi Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Andi. Poedjawijatna. 1987. Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia). Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Rahim, A., dan Abdul, R. 2004. A Grounded Theory Study of Accounting Practices in Islamic Organizations, International Islamic University. Malaysia. Rokeach, M.1968. Belifs, Attitude, and Values. A Theory of Organization and Change. Jossey-Bass Inc. Publisher. San Fransisco. Sartain, A.G., Nort, A.J., Strange, J.R., & Chapman, M.1967. Psychologi, Understanding Human Beavior. Kogakusha Co.Ltd. Tokyo. McGraw-Hill Book Company. Shaleh, A.R. 2008. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Penerbit Prenanda Media Group. Secord, P.F., and Backman, C.W. 1964. Social Psychology. Kogasuka, Tokyo. McGraw-Hill. Sobur, A.2009. Psikologi Umum, Bandung: Penerbit CV Pustaka Setia. Sobur, A. 2009. Simiotika Komunikasi. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
114
Soenarto. 1993. Makalah Desain Penelitian Studi Kasus; Disampaikan pada Penataran Penelitian Studi Kasus: Lembaga Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta. Sofyandi, H., dan Garniwa, I. 2007. Perilaku Organisasiona. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Skinner, B.F. 1976. About Behaviorism. Vintage Books, New York. Suryabrata, S. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Suriasumantri, J.S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Suprihanto, J. 2007. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Bagian Penerbit STIE-YKPN. Strauss, G., dan Sayles, L. 1990. Manajemen Personalia, Segi dalam organisasi, Individu, Kelompok kerja, Keterampilan Manajerial, Struktur Organisasi dan Fungsi Personalia. Jakarta: Penerbit PT Pustaka Binaman Pressindo. Strauss, A., dan Juliet, C. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tatalangkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Offset. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990, tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Dasar 1945. Walgito, B. 2004. Psikologi Sosial; Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit CV Andi Offset. Woodworth, R.S., dan Schlosberg, H.1971. Experimental Psychology. Oxford & IBH Publishing Co., New Delhi.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 11 | NOMOR 1 | MARET 2013