SIFAT KIMIA, FISIK DAN MIKROBIOLOGI SNACK EKSTRUSI YANG DIPERKAYA TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI DELVIA CITRA RESTY
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DELVIA CITRA RESTY D14204015. 2008. Sifat Kimia, Fisik dan Mikrobiologi Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur sebagai Sumber Protein Selama Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Zakiah Wulandari, S. TP., MSi : Ir. Niken Ulupi, MS
Snack ekstrusi adalah makanan ringan yang dibuat dengan menggunakan proses ekstrusi dari bahan baku pati. Snack ekstrusi memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, namun rendah protein. Kadar protein snack ekstrusi penting ditingkatkan, karena snack ekstrusi sebagian besar dikonsumsi oleh anak-anak yang membutuhkan asupan protein untuk pertumbuhannya. Kadar protein pada snack ekstrusi dapat ditingkatkan dengan menambahkan protein nabati ataupun hewani. Tepung putih telur memiliki kadar protein sebesar 75% (Standardisasi Nasional Indonesia, 1996). Penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein dalam snack ekstrusi. Snack ekstrusi memiliki kadar air maksimal 4% (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Kadar air yang rendah menyebabkan snack ekstrusi memiliki sifat higroskopis atau mudah menyerap air. Penyerapan air dapat mengakibatkan terjadinya perubahan karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi pada snack ekstrusi selama penyimpanan dan distribusi. Perubahan ini dapat diminimalkan dengan pengemasan produk. Kemasan yang cocok untuk produk yang bersifat higroskopis adalah aluminium foil berlaminasi plastik. Penyimpanan merupakan suatu upaya untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal seperti aktivitas kimia, fisik dan mikrobiologi sehingga suatu produk tetap dapat dinikmati oleh konsumen. Faktor yang sangat mempengaruhi proses penyimpanan adalah kelembaban dan suhu ruangan. Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar air dan aktivitas air pada snack ekstrusi, sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi produk snack ekstrusi yang diperkaya dengan tepung putih telur sebagai sumber protein yang disimpan selama dua bulan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB, SEAFAST Center IPB, Laboratorium Bagian IPT Perah Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Analisis Mutu Pangan ITP Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu dari bulan Oktober 2007 hingga Januari 2008. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah lama penyimpanan yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0,2,4,6, dan 8 minggu. Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologis dari snack ekstrusi yang disimpan selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu. Sifat kimia yang diamati terdiri atas kadar air dan aktivitas air (aw). Sifat fisik yang diamati meliputi indeks penyerapan air (IPA), kekerasan dan derajat pengembangan, sedangkan untuk sifat mikrobiologis yang diamati adalah total plate
count (TPC) dan total kapang khamir. Data sifat kimia dan fisik dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), sedangkan data hasil pengukuran sifat mikrobiologi dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Budiman (2008) dan Pitriawati (2008) formulasi snack ekstrusi terbaik adalah snack ekstrusi dengan subsitusi tepung putih telur terhadap grits jagung sebesar 15%. Karateristik kimia, fisik dan mikrobiologi snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur sebagai sumber protein mengalami perubahan selama dua bulan penyimpanan. Peningkatan kadar air, aktivitas air (aw), Indeks Penyerapan Air (IPA), kekerasan, total plate count dan total kapang khamir terjadi pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan. Perlakuan penyimpanan tidak mempengaruhi derajat pengembangan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15 % sebagai sumber protein. Kata-kata kunci : snack ekstrusi, tepung putih telur, penyimpanan
ABSTRACT Chemical, Physical, and Microbial Characteristics of Extrusion Snack Which Enrich with Egg White Powder as Protein Resources during Storage Resty, D. C., Z. Wulandari, and N. Ulupi Extrusion snack was made from starch using cooking extrusion system. Extrusion snack contained less protein and hygroscopic characteristic. Added egg white powder flour could improve extrusion snack protein content. Hygroscopic characteristic and the packaging was not good caused decrease extrusion snack quality during storage. The aim of this research was to analyze chemical, physical, and microbial characteristics of extrusion snack which enrich egg white powder during two month storage. The research used is completely randomized design with three replications and five treatment storage times, there are namely 0, 2, 4, 6 and 8 weeks. Data of chemical and physical characteristics were be analyze by statistic method. Data of microbial characteristics were be analyze by description. The result showed that protein content, carbohydrate, and hygroscopic characteristic of extrusion snack, packaging and storage caused increase water absorption index, hardness degree, water content, water activity (aw), total plate count and total ofyeast and mould of extrusion snack with 15% egg white powder during storage. The storage treatment were not significantly difference for swallowing degree of extrusion snack which enrich with egg white powder as protein resources. Keywords : Extrusion Snack, Egg White Powder, Storage
SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBILOGI SNACK EKSTRUSI YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN
DELVIA CITRA RESTY D14204015
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBILOGI SNACK EKSTRUSI YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SELAMA PENYIMPANAN
Oleh Delvia Citra Resty D14204015
Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Mei 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Zakiah Wulandari, S.TP, M. Si NIP. 132 206 246
Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Januari 1987 di Kerinci, Jambi. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Anwar M. dan Ibu Ernida. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD N 1 Koto Beringin, Kerinci. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP N 1 Air Hangat, Kerinci dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMU N 1 Bangko, Merangin. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2004. Penulis aktif di berbagai organisasi meliputi Staf Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Fakultas Peternakan (2005-2006), Staf Departemen Keputrian Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al-An’amm Fakultas Peternakan (2005-2007), Staf Departemen Riset dan Edukasi Unit Kegiatan Mahasiswa Forum for Scientific Studies Institut Pertanian Bogor (2005-2006), dan Staf Departemen Kewirausahaan Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (2005-2007). Penulis aktif mengikuti lomba-lomba karya tulis ilmiah diantaranya Lomba Karya Tulis Asrama Putri TPB IPB 2005 (Jamur Kampuchea), Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Penelitian 2007 (Optimasi Pembuatan Snack Ekstrusi dengan Penambahan Tepung Putih Telur sebagai Sumber Protein), Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa 2007 Bidang Kesejahteraan Rakyat (Pengembangan Ayam Kebal Flu Burung sebagai Strategi Jangka Panjang Pencegahan Wabah Flu Burung), Lomba Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2007 UNS (Simulasi Pengolahan Limbah Rumah Tangga Daerah Perkotaan untuk Menghasilkan Energi Alternatif Studi Kasus Kota Jakarta), dan Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan (Komersialisasi Kentucky Rabbit sebagai Bahan Pangan Bergizi Tinggi). Prestasi yang pernah diraih penulis diantaranya Juara III Olimpiade Kimia Kabupaten Merangin tahun 2003, Juara II Lomba Karya Tulis Asrama Putri TPB IPB tahun 2005 dan Finalis Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa Bidang Kesejahteraan Rakyat tingkat Nasional tahun 2007. Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Susu.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sifat Kimia, Fisik dan Mikrobiologi Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur sebagai Sumber Protein Selama Penyimpanan”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini membahas tentang karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur sebagai sumber protein yang disimpan selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu. Karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur mengalami perubahan selama penyimpanan. Kandungan protein, karbohidrat, dan sifat higroskopis, kemasan dan kondisis penyimpanan snack ekstrusi berpengaruh terhadap peningkatan kadar air, aktivitas air (aw), Indeks Penyerapan Air (IPA), kekerasan, total plate count dan total kapang khamir pada snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur 15% selama penyimpanan. Perlakuan penyimpanan tidak mempengaruhi derajat pengembangan snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur 15% sebagai sumber protein. Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai kelemahan. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan lebih lanjut. Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN...............................................................................................
ii
ABSTRACT ……………………………………………………………….
iv
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………..
vii
KATA PENGANTAR .................................................................................
viii
DAFTAR ISI …...........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiii
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Telur Ayam ...................................................................................... Putih Telur ............................................................................ Tepung Putih Telur .............................................................. Jagung .............................................................................................. Ekstrusi ............................................................................................. Ekstruder .............................................................................. Snack Ekstrusi ...................................................................... Gelatinisasi ....................................................................................... Pengemasan Snack Ekstrusi ............................................................. Perubahan Selama Penyimpanan ..................................................... Perubahan Kimiawi ............................................................. Perubahan Fisik..................................................................... Perubahan Mikrobiologis .....................................................
3 3 4 5 7 7 8 10 11 13 13 15 17
METODE .....................................................................................................
19
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Rancangan ........................................................................................ Peubah yang Diamati ........................................................... Analisis Data ........................................................................ Prosedur ........................................................................................... Penelitian Tahap I ............................................................................ Penelitian tahap II ............................................................................ Pembuatan Tepung Putih Telur .......................................... Pembuatan Snack Ekstrusi .................................................. Pengemasan ........................................................................ Penyimpanan........................................................................
19 19 20 20 20 21 21 24 24 25 26 26
Pengukuran Peubah ......................................................................... Kadar Air (SNI 01-2891-1992) ........................................... Aktivitas Air (aw) (AOAC, 1995) ....................................... Indeks Penyerapan Air (IPA) ………………….................. Derajat Pengembangan ....................................................... Kekerasan ........................................................................... Total Plate Count (TPC) (SNI 19-2897-1992) ................... Total Kapang Khamir (SNI 19-2897-1992) .......................
27 27 27 27 28 28 28 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
30
Penelitian Tahap I ............................................................................ Penelitian Tahap II ........................................................................... Kadar Air .............................................................................. Aktivitas Air (aw) ................................................................. Indeks Penyerapan Air ......................................................... Derajat pengembangan ....................................................... Kekerasan ............................................................................ Total Plate Count ................................................................ Total Kapang Khamir ........................................................... Penentuan Kelayakan Produk .........................................................
30 31 31 33 34 36 37 38 40 41
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
42
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
44
LAMPIRAN .................................................................................................
47
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Ekstruder Ulir Tunggal Merk BALDOR SEAFAST Center IPB ...
7
2. Penampang Ekstruder Ulir Tunggal ...............................................
7
3. Mekanisme Gelatinisasi Pati ...........................................................
11
4. Hubungan Kadar Air, Aktivitas Air dan Kecepatan Reaksi dalam Bahan Makanan ..............................................................................
15
5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur ................................
25
6. Diagram Alir Proses Pembuatan Snack Ekstrusi ............................
26
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Telur dalam 100 gram Bahan ..........................................
3
2. Komposisi Kimia Tepung Putih Telur ...............................................
5
3. Kandungan Gizi Grits Jagung ...........................................................
6
4. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat ..........................................
9
5. Batas aw Minimal untuk Pertumbuhan Mikroorganisme ....................
18
6. Hasil Uji Kimia, Fisik, dan Organoleptik Snack Ekstrusi ………….
22
7. Penentuan Nilai Berdasarkan Standar Snack Ekstrusi ……………...
23
8. Penentuan Formulasi Snack Ekstrusi Terbaik ....................................
30
9. Kadar Air Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan .........................................................................
31
10. Aktivitas Air (aw) Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan .......................................................
34
11. Indeks Penyerapan Air Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan .............................................
35
12. Derajat Pengembangan Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan ............................................
36
13. Kekerasan Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan .......................................................................
37
14. Total Plate Count pada Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan .............................................
39
15. Total Kapang Khamir (TKK) pada Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan ................................
40
16. Hasil Pengamatan Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan …………………………………...
41
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Gambar Snack Ekstrusi .....................................................................
48
2. Analisis Keragaman Kadar Air ..........................................................
48
3. Hasil Uji Tukey Kadar Air .................................................................
48
4. Analisis Keragaman Aktivitas Air (aw) ..............................................
48
5. Hasil Uji Tukey Aktivitas Air ............................................................
48
6. Hasil Uji Kruskal-Wallis Indeks Penyerapan Air ..............................
48
7. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Indeks Penyerapan Air …………………...........................................................................
49
8. Analisis Keragaman Derajat Pengembangan ....................................
49
9. Analisis Keragaman Kekerasan .........................................................
49
10. Hasil Uji Tukey Kekerasan ...............................................................
49
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan bahan pangan hasil ternak yang bernilai gizi tinggi, karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Komposisi utama zat gizi telur terdiri atas 75% air, 12% protein dan 10% lemak (Parker, 2003). Protein sebagian besar terdapat pada putih telur, sedangkan lemak banyak terdapat pada kuning telur. Komponen terbesar dalam putih adalah protein dan air. Kandungan air dan kandungan protein yang tinggi pada putih telur menyebabkan telur menjadi bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable). Tepung putih telur dibuat dari putih telur segar melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengawetan dengan cara mengurangi kadar air pada putih telur, sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Metode pengeringan yang biasanya digunakan antara lain pan drying, freeze drying dan foaming drying. Tepung putih telur dapat digunakan sebagai bahan tambahan pengolahan pangan dari campuran bahan kering. Snack atau makanan ringan merupakan jenis makanan yang diminati oleh banyak orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. Jenis makanan ringan sangat banyak baik dalam bentuk dan cara pengolahannya. Salah satu jenis snack yang cukup digemari yaitu snack ekstrusi. Snack ekstrusi adalah makanan ringan yang dibuat dengan menggunakan proses ekstrusi dari bahan baku pati. Snack ekstrusi memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, namun rendah protein. Kadar protein snack ekstrusi ini penting untuk ditingkatkan, karena snack ekstrusi sebagian besar dikonsumsi oleh anak-anak yang membutuhkan asupan protein untuk pertumbuhannya. Kadar protein pada snack ekstrusi dapat ditingkatkan dengan menambahkan protein nabati ataupun hewani. Tepung putih telur merupakan salah satu protein hewani yang memiliki kadar protein minimal sebesar 75% (Standarisasi Nasional Indonesia, 1996). Penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein dalam snack ekstrusi. Snack ekstrusi memiliki kadar air maksimal 4% (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Kadar air yang rendah menyebabkan snack ekstrusi memiliki sifat higroskopis atau mudah menyerap air. Penyerapan air dapat mengakibatkan terjadinya perubahan karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi pada snack ekstrusi
selama penyimpanan dan distribusi. Perubahan ini dapat diminimalkan dengan pengemasan produk. Kemasan yang cocok untuk produk yang bersifat higroskopis adalah aluminium foil berlaminasi plastik. Penyimpanan merupakan suatu upaya untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal seperti aktivitas kimia, fisik dan mikrobiologi sehingga suatu produk tetap dapat dinikmati oleh konsumen. Faktor yang sangat mempengaruhi proses penyimpanan adalah kelembaban dan suhu ruangan. Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar air dan aktivitas air pada snack ekstrusi, sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu. Kemasan yang cocok dan kondisi penyimpanan yang baik diharapkan dapat mempertahankan mutu karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi pada snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi produk snack ekstrusi yang diperkaya dengan tepung putih telur sebagai sumber protein yang disimpan selama dua bulan.
TINJAUAN PUSTAKA Telur Ayam Telur ayam telah lama dikonsumsi manusia dan digunakan dalam produksi makanan. Telur adalah salah satu bahan pangan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti lemak, protein, vitamin, mineral serta memilki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Stadelman and Cotteril (1995) menyatakan bahwa telur memiliki tiga komponen pokok yaitu putih telur (58%), kuning telur (31%), dan kerabang (11%). Komposisi kandungan telur diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Telur dalam 100 gram Bahan Komposisi Telur Utuh Kuning Telur Kalori (Kkal) 150 353 Air (%) 75 49 Protein (%) 12 18 Lemak (%) 10 29 Karbohidrat (%) 2 Sangat sedikit Sumber : Parker, 2003.
Putih Telur 45 88 12 Sangat sedikit
Putih Telur Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda kekentalannya (Winarno dan Koswara, 2002). Lapisan putih telur terdiri dari lapisan encer bagian luar (23,3%), lapisan kental luar (57,3%), lapisan encer dalam (16,8%) dan khalazaferous (2,7%) (Stadelman and Cotteril, 1995). Lapisan putih telur kental bagian luar akan menempel pada kulit telur. Khalazaferous atau kalaza dekat dengan kuning telur dan membentuk struktur seperti kabel serta menjaga kuning telur tetap di tengah. Kalaza juga dapat memberikan petunjuk tentang kesegaran telur, yaitu penampakkan kalaza terlihat jelas pada telur yang bermutu tinggi (Winarno dan Koswara, 2002). Protein merupakan salah satu komponen terbesar yang terdapat dalam putih telur. Protein putih telur terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin 1,5% dan protein globular yaitu ovalbumin 54%, konalbumin 13%, ovomukoid 11% lisosim 3,5%, globulin 8%, flavoprotein 8%, ovoglikoprotein 5%, ovomakroglobulin 5%, ovoinhibitor 1%, dan avidin 0,5% (Stadelman dan Cotteril, 1995).
Karbohidrat dalam putih telur terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk bebas dan terikat dengan protein. Karbohidrat bebas berupa glukosa sebesar 0,4% dari total putih telur, sedangkan yang terikat berupa glikoprotein sebesar 0,5% dari total putih telur. Glikoprotein telur mengandung gugus mannosa dan galaktosa (Stadelman and Cotteril, 1995). Tepung Putih Telur Tepung putih telur diperoleh dengan cara pengeringan putih telur. Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur ada empat macam, yaitu pengeringan semprot (spray drying), pengeringan secara lapis tipis (pan drying), pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan busa (foaming drying) (Winarno dan Koswara, 2002). Pengeringan semprot merupakan metode yang paling sering digunakan untuk memproduksi tepung. Prinsip metode ini adalah menyemprotkan cairan telur ke dalam aliran udara panas, sehingga permukaan cairan telur menjadi sangat luas dan pengeringan berlangsung dengan cepat. Pengeringan semprot biasa digunakan untuk telur utuh dan kuning telur, tetapi tidak digunakan untuk membuat tepung putih telur. Putih telur dapat menggumpal, sehingga menyumbat peralatan pengering semprot (Winarno dan Koswara, 2002). Metode pengeringan secara lapis umumnya digunakan untuk membuat tepung putih telur. Jenis alat pengering yang digunakan adalah oven dan water jacketed pan. Pengeringan telur yang dilakukan pada suhu 40-45 °C dengan tebal lapisan sekitar 6 mm dan lama pengeringan 22 jam menghasilkan tepung telur dengan kadar air 5% (Winarno dan Koswara, 2002). Proses pengeringan beku dimulai dengan penguapan air dari bahan baku secara sublimasi, yang prosesnya berlangsung dalam keadaan vakum. Teknik pengeringan beku menghasilkan kualitas yang baik tetapi biaya yang digunakan cukup mahal (Winarno dan Koswara, 2002). Pengeringan busa digunakan untuk mengeringkan bahan cair yang dapat dibusakan, misalnya putih telur. Pembentukan busa menghasilkan luas permukaan yang besar sehingga mempercepat proses pengeringan. Pengeringan cara ini hampir sama dengan pengeringan cara lapis (Winarno dan Koswara, 2002).
Stadelman dan Cotteril (1995) menjelaskan bahwa glukosa merupakan gula pereduksi yang terdapat dalam putih telur. Glukosa dapat bereaksi dengan senyawa lain yang dapat menyebabkan penurunan mutu tepung telur. Reaksi yang terjadi adalah reaksi gula dengan protein yang disebut reaksi Maillard dan reaksi antara glukosa dan sepalin. Reaksi Maillard menyebabkan tepung telur berwarna coklat, sedangkan reaksi glukosa dengan sepalin mengakibatkan terjadinya off-flavor. Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Putih Telur Komposisi Jumlah ----------------------- % ----------------------Kadar air Maks 8 Kadar protein Min 75 Kadar lemak Maks 1 Gula pereduksi Maks 0,5 Kadar abu total Maks 5 Sumber : SNI 01-4323-1996.
Jagung Jagung (Zea mays) merupakan tanaman berumah satu Monoecious, letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk genus Zea dan famili Poaceae (Muhadjir,1988). Definisi jagung menurut SNI 013920-1995 adalah jagung pipilan hasil tanaman jagung berupa biji kering yang telah dilepaskan dan dibersihkan dari tongkolnya. Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung putih varietas
“Bayu”. Jagung varietas “Bayu”
merupakan salah satu tipe jagung yang sedang dikembangkan oleh peneliti di BB Biogen, Bogor. Jagung putih adalah jagung yang terdiri sekurang-kurangnya 90% biji berwarna putih dan sebanyak-banyaknya 10% jagung berwarna lain (Standardisasi Nasional Indonesia, 1995). Komponen dasar biji jagung secara kimiawi terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Pati merupakan karbohidrat utama dalam jagung. Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yaang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 1992). Derajat pengembangan dari bahan berpati dipengaruhi oleh rasio amilosa/amilopektin, kadar air, ukuran partikel, kadar lemak dan tipe dan kadar protein (Faubion dan Hoseney, 1982). Granula pati
jagung umumnya mengandung amilosa (27%) dan amilopektin (73%). Total gula pada biji jagung adalah 1-3%. Fraksi-fraksi protein jagung terdiri atas albumin (3,2%), globulin (1,5%), prolamin atau zein (47,2%) dan glutein (35,1%). Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1-4) dari struktur cincin piranosa. Amilopektin merupakan komponen pati yang memiliki bentuk bercabang-cabang. Ikatan yang ada yaitu α-(1-4) pada rantai lurusnya dan ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya (Winarno, 1992). Dibandingkan amilopektin, amilosa lebih tahan terhadap kerusakan mekanik selama berada di dalam aliran alat ekstrusi, juga diperlukan suhu yang lebih tinggi untuk menambah kelarutannya. Amilopektin akan membentuk suatu produk makanan yang ringan, porous, garing, dan renyah. Amilosa cenderung menghasilkan produk keras dan proses mekar terjadi secara terbatas (Muchtadi et al., 1988). Jagung yang digunakan dalam pembuatan produk ekstrusi adalah dalam bentuk grits. Grits adalah butiran jagung yang dibuat dari jagung dengan ukuran kira-kira seperti beras menir. Menir jagung yang umum digunakan untuk snack berukuran flaking (6-3,5 mesh), kasar (14-10 mesh), atau medium (28-14 mesh). Ukuran jagung yang terlalu kecil menyebabkan adonan tergelincir (Maga, 1991). Jagung yang terbaik untuk proses ekstrusi berukuran sekitar 12 mesh seperti jagung CG (corn grits) II. Penggunaan grits jagung (berasan jagung) pada pembuatan snack bertujuan untuk menghasilkan produk ekstrusi yang renyah dan mudah mengembang (Muchtadi et al., 1988). Grits jagung mempunyai kandungan gizi yang cukup baik untuk membuat produk snack. Kandungan gizi dari grits jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Gizi Grits Jagung Kandungan Gizi Nilai ----------------------- % ---------------------Air 13,0-14,5 Protein 6,5-8,0 Abu 0,2-0,3 Lemak 0,5-1,0 Serat 0,2-0,4 Karbohidrat 75,85 Sumber : Harper, 1981
Ekstrusi Ekstruder Ekstruder merupakan alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi bahan pangan dengan beragam formula bahan baku dan menghasilkan bentuk produk irregular (Faridi, 1994). Tipe ekstruder berdasarkan jumlah ulirnya terbagi atas ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda (Muchtadi et al., 1988). Contoh ekstruder dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Ekstruder Ulir Tunggal Merk BALDOR SEAFAST Center IPB
Gambar 2. Penampang Ekstruder Ulir Tunggal Sumber : Britannia Encycopedia Inc., 1996
Muchtadi et al. (1988) menyatakan bahwa gelatinisasi/pemasakan,
pemotongan
molekular,
fungsi ekstruder meliputi pencampuran,
sterilisasi,
pembentukan dan penggelembungan/pengeringan (puffing drying). Kinerja ekstruder dipengaruhi oleh konfigurasi ulir dan kecepatan putarannya, tekanan balik pada cetakan, serta sifat karakteristik bahan yang diekstrusi. Kemampuan ekstruder yaitu menggabungkan bahan baku, memasak, teksturisasi dengan cepat, berlanjut, dan efisien (Harper, 1981). Operasi ekstruder dimulai dengan pemasukan bahan ke dalam feed hoper. Ulir ekstruder akan mendorong bahan melewati ruang dan akhirnya celah sempit sehingga menghasilkan produk dengan tekstur tertentu. Ekstruder akan melepaskan energi mekaniknya menuju bagian ulir yang pendek. Pemotongan berlangsung sangat cepat sehingga terjadi kerusakan mekanis molekul-molekul berukuran besar. Molekul yang terdenaturasi tersebut akan tersusun dalam medan aliran sehingga potensial untuk membentuk molekul baru dengan struktur silang. Struktur tersebut yang nantinya menjadi ekstrudat dengan beragam tekstur (Muchtadi et al., 1988). Snack Ekstrusi Snack ekstrusi merupakan produk ekstrusi pati-patian, sehingga memerlukan bahan yang mengandung banyak pati (Muchtadi et al.,1988). Snack adalah makanan ringan yang dimakan dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari (Muchtadi et al., 1988). Definisi snack menurut SNI 01-2886-2000 yaitu makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan. Persyaratan mutu snack ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 4. Makanan ringan beragam dari segi bentuk, cara pengolahan dan penyajiannya (Muchtadi et al., 1988). Snack terbagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama seperti keripik kentang, singkong dan cracker. Kelompok snack kedua, mengalami proses lebih lanjut setelah keluar dari ekstruder yaitu pemotongan menjadi bagianbagian yang lebih kecil dan pengeringan untuk menurunkan kadar air dan kelompok ketiga yaitu snack yang setelah diekstrusi masih memerlukan pengolahan lanjut seperti pengeringan dan penggorengan (Harper, 1981).
Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat Jenis Uji Satuan Keadaan Bau Rasa Warna Kadar Air % b/b Kadar Lemak Kadar Lemak Tanpa Proses % b/b Penggorengan % b/b 3.2 Kadar Lemak dengan Proses Penggorengan 4 Kadar Silikat % b/b 5 Bahan Tambahan Makanan 5.1 Pemanis Buatan No 1 1.1 1.2 1.3 2 3 3.1
5.2 6 6.1 6.2 6.3 6.4 7 8 8.1 8.2 8.3
Pewarna Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Kapang E.coli
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/g Koloni/g Koloni/g APM/g
Persyaratan Normal Normal Normal Maksimal 4 Maksimal 30 Maksimal 38 Maksimal 0,1 Sesuai dengan SNI 010222-1995 dan Permenkes no. 722/Menkes/Per/IX/1988 s.d.a. Maksimal 1,0 Maksimal 10 Maksimal 40 Maksimal 0,05 Maksimal 0,5 Maksimal 1,0 x 104 Maksimal 50 Negatif
Sumber: SNI 01-2886-2000
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, snack
dibedakan dua macam
yaitu: snack yang menggunakan satu bahan utama seperti jagung atau beras yang hanya ditambahkan bahan pencita rasa seperti garam, gula dan bumbu penyedap lainnya. Kelompok kedua adalah snack yang menggunakan bahan dasar dan bahan tambahan lainnya yang dicampur untuk memperoleh produk ekstrusi yang mempunyai nilai gizi yang baik, daya cerna dan mutu fisik serta organoleptik yang lebih tinggi. Protein hewani dapat dijadikan sebagai sumber alternatif pada makanan ringan produk ekstrusi (Muchtadi et al.,1988). Harper (1981) menyatakan bahwa penambahan bahan tambahan seperti sumber protein maksimal 15% dengan tanpa terjadi perubahan karakteristik yang nyata pada snack ekstrusi yang dihasilkan.
Gelatinisasi Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55-65°C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula (reversible). Pembengkakan granula pati dapat terjadi secara maksimal saat mencapai suhu tertentu (suhu gelatinisasi) sehingga menyebabkan granula pati menjadi irreversible. Perubahan ini disebut gelatinisasi (Winarno, 1992). Suhu gelatinisasi merupakan suatu kisaran suhu dimana proses gelatinisasi berlangsung dari awal sampai berakhir sempurna. Kisaran suhu gelatinisasi pada umumnya dibagi dalam tiga titik suhu yaitu suhu awal (To), suhu puncak (Tp) dan suhu akhir gelatinisasi (Tc). Suhu gelatinisasi pati merupakan sifat khas untuk masing-masing pati. Suhu gelatinisasi ini diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi jagung yaitu suhu awal 67oC, suhu puncak 78oC, dan suhu akhir yaitu 95oC. Peleburan granula pati terjadi pada suhu yang lebih tinggi diatas suhu gelatinisasinya (Muchtadi et al., 1988). Proses utama yang dialami oleh bahan pangan pati-patian yang diekstrusi adalah perlakuan suhu tinggi yang akan mengakibatkan pati mengalami gelatinisasi. Selama proses gelatinisasi terjadi kerusakan ikatan hidrogen intramolekul. Kerusakan tersebut mengakibatkan struktur granula berubah dan lepasnya gugus hidroksil. Gelatinisasi tidak terjadi jika rasio pati dan air sangat besar. Proses ekstrusi dengan kadar air rendah menyebabkan pati mengalami peleburan. Proses tersebut tetap diikuti oleh gelatinisasi tetapi hanya sebagian pati (Muchtadi et al., 1988). Mekanisme gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Granula pati mentah yamg terdiri atas amilosa (helix) dan amilopektin (bercabang-cabang)
Penambahan air akan memecahkan kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa. Granula mengembang
Penambahan panas dan air yang berlebihan akan menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Amilosa mulai tedifusi keluar granula
Granula hampir hanya mengandung amilopektin saja dan terperangkap dan terlihat dalam struktur matriks amilosa, membentuk suatu sel
Gambar 3. Mekanisme Gelatinisasi Pati Sumber: Harper, 1981
Pengemasan Snack Ekstrusi Fungsi pengemasan diantaranya adalah pengamanan (cuaca, cahaya, gangguan fisik, mikroorganisme dan serangga), ekonomi (biaya produksi), distribusi (kemudahan transportasi, penyimpanan dan pemajangan), komunikasi (mudah dilihat, dipahami dan diingat), ergonomi (mudah dibawa dan dibuka), estetika (warna, logo, ilustrasi, huruf, tata letak) dan identitas (mudah dikenali) (Rahayu et al., 2003). Syarief et al. (1989) menyatakan bahwa dalam pemilihan jenis kemasan produk pangan harus dihindari adanya perubahan fisik dan kimia karena migrasi dari bahan kemas seperti monomer plastik, timah putih dan korosi. Kemasan mempengaruhi nilai gizi bahan pangan dengan cara mengatur derajat sejumlah faktor yang berkaitan dengan pengolahan, penyimpanan dan penanganan zat yang dapat berinteraksi dengan komponen bahan pangan. Faktor pengolahan dan penyimpanan
dapat dikendalikan oleh pengemas, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, pemindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati. Selain itu beberapa faktor seperti interaksi pangan dengan pengemas timbul dari penggunaan kemasan itu sendiri. Snack ekstrusi memerlukan perlindungan dari oksigen, cahaya dan kelembaban, karena pemberian citarasa menyebabkan kandungan minyak produk tinggi. Perlindungan terbaik adalah aluminium foil dengan berbagai keunggulan (Crosby, 1981). Foil adalah bahan kemasan dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari atau sama dengan 150 µm. Foil memiliki sifat hermetis, fleksibel dan tidak tembus cahaya. Ketebalan aluminium foil yaitu antara 4,3-150 µm dan ketebalan tersebut menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau kertas foil-plastik, foilkertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). Robertson (1993) menjelaskan bahwa aluminium foil pada dasarnya memiliki sifat impermeable (tidak dapat ditembus) oleh gas dan uap air jika ketebalannya lebih dari 25,4 µm, namun gas dan uap air dapat menembus kemasan aluminium foil yang ketebalannya rendah karena terdapatnya pin hole. Kemasan aluminium foil yang digunakan sebagai pengemas produk kering biasanya adalah aluminium foil berlaminasi plastik, seperti LDPE dengan densitas 910-940 kg/m3. Kemasan jenis ini memiliki koefisien permeabilitas gas (oksigen) sebesar 4,63 x 10-8 cm2/s pada suhu 30°C. Hal ini menunjukkan bahwa adanya lubang yang sangat kecil pada kemasan berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi gas yang terdapat dalam kemasan. Nilai transmisi uap air pada kemasan aluminium foil berlapis sekitar 0,31-0,59 mL/m2/hari pada suhu 38°C dan RH 95%. Aluminium foil didefinisikan sebagai alumunium murni (derajat kemurnian tidak kurang dari 99,4%), walaupun demikian dapat diperoleh dalam bentuk campuran yang berbeda-beda. Berbagai makanan yang dibungkus dengan aluminium foil menunjukkan bahwa produk-produk makanan tersebut cukup baik dan tahan terhadap aluminium dengan resiko pengkaratan yang kecil. Reaksi-reaksi yang ditemukan sesungguhnya adalah reaksi kimia yang tidak berakibat fatal (Syarief et al., 1989).
Perubahan Selama Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain seperti mikroorganisme, serangga, tikus dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanthi dan Mudjajanto, 1995). Desroiser (1988) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan meliputi jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis dan keadaan kemasan, perlakuan mekanis terhadap produk selama distribusi dan penyimpanan serta pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban. Setiap bahan pangan berada dalam kondisi yang baik memiliki potensi untuk disimpan. Kondisi ini dapat hilang oleh perlakuan mekanis yang berat, pengemasan yang tidak memadai dan kondisi penyimpanan yang buruk. Bahan pangan mengalami berbagai macam perubahan kondisi lingkungan selama penyimpanan. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya dapat memicu terjadinya mekanisme reaksi yang menyebabkan menurunnya mutu bahan pangan dan daya awetnya. Sebagai konsekuensinya, bahan makanan mungkin ditolak konsumen atau bahkan menjadi berbahaya jika dikonsumsi. Bahan pangan selain menjadi sumber gizi bagi manusia juga menjadi sumber makanan bagi perkembangan bakteri yang mengakibatkan berbagai perubahan kimiawi maupun fisik yang tidak diinginkan (Syarief dan Halid, 1993). Perubahan Kimiawi Kadar Air. Kadar air merupakan jumlah air total yang terkandung dalam bahan pangan tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan, yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kandungan air dalam bahan pangan menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan bahan (Syarief dan Halid, 1993). Hasil penelitian Palou et al. (1997) menunjukkan bahwa snack yang berbahan dasar jagung memiliki kadar air 1,37-2,34 %. Mazumder et al. (2007) menjelaskan bahwa pada kadar air 4,5% snack jagung mulai terasa pahit. Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Bahan pangan kering dapat menghasilkan air
jika suhu naik selama pengepakan, akibatnya kelembaban nisbi pada permukaan akan berubah. Uap air ini dapat berkondensasi pada permukaan bahan pangan terutama jika suhu penyimpanan turun. Hal ini dapat membantu pertumbuhan mikroba (Winarno et al., 1980). Walstra (2003) menambahkan bahwa produk kering dapat menangkap air dari lingkungan disekitar penyimpanan jika kelembaban relatif udara lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban produk. Aktvitas Air (aw). Aktivitas air (aw) adalah sejumlah air bebas dalam bahan pangan yang dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni (Fardiaz et al., 1992). Pengukuran aw menggambarkan air bebas yang terdapat dalam bahan, atau kelembaban relatif kesetimbangan (RHs) ruang tempat penyimpanan bahan pangan. Kelembaban relatif setimbangan suatu bahan pangan merupakan fungsi dari kadar airnya dan kandungan protein, karbohidrat, garam mineral dan senyawa lain yang larut dalam air. Syarief dan Halid (1993) menjelaskan bahwa aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik. Semakin tinggi aw suatu bahan maka semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut. Almond et al. (1991) menjelaskan bahwa snack berbahan sereal dengan tekstur lembut memiliki aw antara 0,29-0,34 dan menurut Robertson (1993) kerenyahan produk snack berbahan pati sudah tidak diterima konsumen pada aw 0,35-0,50. Winarno dan Jennie (1983) menjelaskan bahwa kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan. Kadar air dan aktivitas air akan mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia, perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah. Hubungan antara kadar air, aktivitas air dan kecepatan reaksi dapat dijelaskan oleh diagram Labuza pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan Kadar Air, Aktivitas Air dan Kecepatan Reaksi dalam Bahan Makanan. Sumber : Winarno (1992)
Perubahan Fisik Perubahan atau kerusakan fisik disebabkan oleh penanganan yang salah pada saat pemanenan, pengolahan dan distribusi. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya umur simpan bahan pangan. Bahan pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena dapat mengganggu kesehatan (Syarief dan Halid, 1993). Makanan kering dapat menjadi lembab dan mengikat air jika disimpan pada lingkungan yang lembab (Singh, 1999). Indeks Penyerapan Air. Indeks Penyerapan Air (IPA) atau daya serap air menunjukkan kemampuan bahan untuk dapat berinteraksi dengan air. Interaksi protein dengan air menentukan sifat hidrasi, pengembangan produk, visikositas dan gelasi. Selain sifat protein, daya serap air suatu bahan juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen yang menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung jumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat hidrofilik (Cherry, 1981). Bentuk butir pati secara fisik berupa semi kristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorfous. Penyerapan air terjadi pada saat granula pati menyerap air dengan adanya suhu tinggi pada proses ekstrusi. Proses pemasakan ekstrusi dengan
bahan yang memiliki kadar air rendah menyebabkan gelatinisasi berlangsung sebagian. Jumlah air yang tidak mencukupi akan menyebabkan terjadinya destabilisasi bagian amorfous kristal granula pati sebagai akibat adanya penetrasi air dan panas ke dalam granula (Muchtadi et al., 1988). Kristalisasi pada komponen pangan amorfous seperti retrogradasi pati dapat menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap struktur dan kualitas pangan kering. Kristalisasi senyawa pati pada suhu konstan secara kinetik berhubungan dengan kadar air dan aktivitas air (aw). Penyerapan air dihasilkan dalam proses kristalisasi pada kelembaban yang tinggi pada waktu penyimpanan (Eskin and Robinson, 2001). Kandungan amilosa dan amilopektin akan berhubungan dengan daya serap air (daya rehidrasi). Daya rehidrasi produk-produk berpati sangat ditentukan oleh kandungan amilosanya (Kearsley and Dziedzic, 1995). Kandungan amilosa berkaitan dengan jumlah gugus-gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar. Derajat Pengembangan. Derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati yang terdapat dalam bahan baku. Jumlah pati tersebut erat hubungannya dengan pati tergelatinisasi (Shukla, 1995). Besar kecilnya derajat pengembangan ditentukan banyak sedikitnya pati tergelatinisasi pada saat pemasakan (Harper, 1981). Derajat pengembangan dari bahan berpati juga dipengaruhi oleh rasio amilosa/amilopektin, kadar air, ukuran partikel, kadar lemak dan kadar protein dalam bahan (Faubion dan Hoseney, 1982). Pengembangan produk terjadi pada saat proses ekstrusi berlangsung melalui proses puffing. Puffing adalah proses untuk membentuk uap panas dalam bahan melalui pemanasan partikel air yang terkandung di dalamnya, kemudian mengurangi tekanan secara mendadak untuk memperoleh pengembangan volume yang cukup besar pada bahan yang telah diplastisisasi. Proses puffing dipengaruhi oleh bahan padat, pengaturan tekanan, pengaturan suhu, pengaturan waktu dan pengaturan pemotong pada ekstruder (Muchtadi et al., 1988). Kekerasan. Kekerasan suatu bahan pangan mengindikasikan seberapa banyak kekuatan tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan produk tersebut. Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan suatu produk, semakin tinggi nilai
kekerasan suatu produk menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah dan sebaliknya (Buckle et al., 1987). Kekerasan makanan kering atau snack dipengaruhi oleh kandungan air. Kerenyahan produk berbahan jagung berdasarkan penelitian Mazumder et al. (2007) menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar air 10% mengindikasikan produk kehilangan kerenyahannya karena terjadinya plastisisasi oleh adanya matriks patiprotein yang sangat kuat, namun hasil analisis sensori menunjukkan bahwa snack jagung sudah tidak renyah pada kadar air 6%. Kerenyahan suatu produk juga dapat hilang oleh hasil plastisisasi struktur fisik oleh suhu dan air. Perubahan kekerasan atau kerenyahan makanan kering dari bahan yang amorfous terjadi pada suhu ruang dengan kisaran aw kritis yaitu 0,35-0,50 (Eskin and Robinson, 2001). Hardman (1989) menjelaskan bahwa kelembaban yang tinggi menyebabkan reduksi yang sangat besar pada kerenyahan dan kekuatan patah. Selain itu air terplastisisasi dan matriks pati-protein pada produk berkurang pada kisaran aw 0,35-0,50 sehingga menghasilkan perubahan kekuatan patah secara mekanik. Robertson (1993) menambahkan bahwa secara sensori kerenyahan beberapa produk snack berbahan pati akan menurun dengan meningkatnya aw dan paling banyak produk snack menjadi tidak dapat diterima (unacceptable) pada kisaran aw 0,35-0,50. Aktivitas air memiliki pengaruh yang besar terhadap tekstur bahan pangan, namun data mengenai hubungan perubahan tekstur dan aktivitas air relatif jarang dan tidak cukup data untuk memprediksi bahwa tekstur pada suatu jenis bahan pangan ditentukan oleh aktivitas air. Zabik et al. (1979) dalam penelitiannya mengamati bahwa pengaruh kelembaban relatif pada kerenyahan cookies terjadi pada RH 11-93% dan 52-79%. Perubahan Mikrobiologis Pertumbuhan bakteri, ragi atau kapang di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang aktif yang dapat menghidrolisa pati. Selain itu beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa selulosa atau dapat melakukan fermentasi gula, menghidrolisa lemak yang mengakibatkan terjadinya ketengikan, atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Jika makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka di dalam makanan tersebut terdapat pertumbuhan campuran dari beberapa jenis mikroba (Winarno et. al., 1980).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah tersedianya nutrisi, air, suhu, pH, oksigen, potensi oksidasi reduksi, adanya zat penghambat dan keberadaan mikroorganisme lain. Ketersediaan nutrisi seperti karbohidrat dan protein dapat menjadi sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada bahan pangan meningkat. Kapang dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada medium yang mengandung glukosa sebagai sumber nutrisi organik (Fardiaz, 1992). Beberapa polisakarida yang dapat menjadi sumber karbon dan energi untuk kapang yaitu pati, selulosa dan lignin (Syarief dan Halid, 1993). Pertumbuhan sel mikroorganisme dalam suatu makanan dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Air dibutuhkan oleh mikroorganisme sebagai reaktan dalam berbagai reaksi biokimia. Tersedianya air untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam satu bahan dinyatakan dengan nilai aw (aktivitas air). Mikroorganisme memiliki kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Aktivitas air untuk pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 5. Konsentrasi oksigen di dalam bahan pangan dan lingkungan mempengaruhi mikroorganisme yang dapat tumbuh pada makanan tersebut. Kapang dan khamir umumnya bersifat aerobik, sedangkan bakteri dapat bersifat aerobik dan anaerobik. Kapang dan khamir tumbuh dan berkembang pada konsentrasi oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya. Selain itu kapang dan khamir memiliki suhu optimum pertumbuhan yaitu 25-30°C (Fardiaz, 1992). Tabel 5. Batas aw Minimal untuk Pertumbuhan Mikroorganisme Kelompok Mikroorganisme aw minimal Bakteri 0,91 Khamir 0,88 Kapang 0,80 Bakteri halofilik 0,75 Fungi xerofilik 0,65 Khamir osmofilik 0,60 Sumber : Fardiaz (1992)
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB, SEAFAST (South East Asia Food and Agriculture Study) Center IPB, Laboratorium Bagian Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Perah Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Analisis Mutu Pangan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu dari bulan Oktober 2007 hingga Januari 2008. Materi Telur yang digunakan dalam pembuatan tepung putih telur adalah telur ayam ras segar (umur < 24 jam). Pemilihan telur segar ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan baku yang memiliki kualitas baik, salah satunya adalah putih telur yang kental. Telur ini diperoleh dari peternakan ayam petelur tipe medium umur sekitar 50 minggu milik Program Diploma Institut Pertanian Bogor di Kampus Gunung Gede, Bogor. Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi yaitu grits jagung yang dibuat dari jagung putih. Jagung putih digiling menggunakan multi mill Gansons Bombay, India. Grits jagung yang dihasilkan berukuran 20 mesh. Bahan tambahan yang digunakan untuk membuat snack ekstrusi meliputi minyak goreng, garam, bubuk lada, bubuk bawang putih dan gula. Pengemas yang digunakan adalah aluminium foil. Bahan untuk analisis fisik meliputi aquadest, HCl 0,5M, dan iodium. Bahan untuk uji mikrobiologi meliputi Buffer Peptone Water (BPW) sebagai larutan pengencer, Plate Count Agar (PCA) dan Potato Dextrose Agar (PDA). Peralatan yang digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi yaitu loyang, oven, blender kering, timbangan, ekstruder, dan sealer. Peralatan untuk analisis kimia yaitu oven, aw-meter merk Shibaura WA-360, desikator dan neraca analitik. Alat untuk analisis fisik meliputi jangka sorong, rheoner RE 3305, tabung sentrifuse, vibrator, cawan, oven, tabung, dan timbangan digital. Alat untuk uji total plate count (TPC) dan total kapang khamir meliputi tabung reaksi, cawan petri, pipet dan inkubator.
Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah lama penyimpanan yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0,2,4,6, dan 8 minggu. Model matematika berdasarkan Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut : Yij = µ + αi + εij Keterangan : Yij = peubah yang dianalisa (kadar air, aktivitas air, indeks
penyerapan
air (IPA), derajat pengembangan dan kekerasan) µ = nilai tengah umum αi = pengaruh perlakuan berupa lama penyimpanan dengan 5 taraf εij = galat (beberapa efek acak yang berasal dari unit eksperimen ke – j karena dikenai perlakuan ke – i) i = jumlah perlakuan Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi sifat kimia, fisik dan mikrobiologi dari snack ekstrusi yang disimpan selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu. Sifat kimia yang diamati terdiri atas kadar air dan aktivitas air (aw). Sifat fisik yang diamati meliputi indeks penyerapan air (IPA), derajat pengembangan, dan kekerasan, sedangkan untuk sifat mikrobiologi yang diamati adalah total plate count (TPC) dan total kapang khamir. Analisis Data Data dari hasil analisis fisik dan kimia yang diperoleh ditabulasikan kemudian dilakukan uji asumsi-asumsi meliputi uji keaditifan data, kehomogenan ragam, kenormalan data, dan kebebasan galat. Jika semua asumsi terpenuhi, maka data dianalisis ragam (ANOVA) dan bila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Jika salah satu asumsi dari data tidak terpenuhi maka data dianalisis dengan metode analisis nonparametrik Kruskal-Wallis (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Persamaan statistik nonparametrik Kruskal-Wallis yaitu sebagai berikut:
H= 12/N(N+1) x ∑ Ri2 / Ni – 3 (N+1) Keterangan: Ri
=
jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
Ni
=
jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i
N
=
jumlah total pengamatan
Jika diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Multiple Comparison of Means Ranks (Daniel, 1990). Model matematikanya adalah sebagai berikut : |Ri- Rj| ≤ Z (K(N+1) / 6) 0,5 Keterangan: Ri
=
nilai rataan ranking pada perlakuan ke-i
Rj
=
nilai rataan ranking pada perlakuan ke-j
Z
=
nilai Z untuk pembanding lebih dari 2 rata-rata
N
=
jumlah total pengamatan atau data (∑panelis x ∑sampel)
K
=
jumlah taraf dalam perlakuan
Jika nilai |Ri- Rj| lebih dari Zα (K(N+1) / 6)
0,5
maka perlakuan Ri dan Rj
dikatakan berbeda nyata pada taraf Z=0,05. Data mengenai sifat mikrobiologi dianalisis secara deskriptif karena data hanya diperoleh berdasarkan analisis laboratorium dari satu ulangan. Prosedur Prosedur penelitian dibagi atas dua tahap yaitu penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I bertujuan untuk memperoleh satu formulasi snack ekstrusi terbaik yang akan digunakan dalam penelitian tahap II. Penelitian tahap II dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis perubahan yang terjadi pada karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologis produk snack ekstrusi yang disimpan selama dua bulan. Penelitian Tahap I Penelitian dimulai dengan menentukan satu formulasi snack ekstrusi terbaik yaitu menentukan persentase optimum tepung putih telur yang dapat ditambahkan ke dalam pembuatan snack ekstrusi. Penentuan ini berdasarkan pada penelitian yang
Tabel 6. Hasil Uji Kimia, Fisik, dan Organoleptik Snack Ekstrusi Peubah Sifat Kimia a. Kadar Air (%) b. Kadar Lemak (%) c. Kadar Protein (%) d. Daya Cerna Protein (%) e. Protein Tercerna (%) Sifat Fisik : a. Derajat Gelatinisasi (%) b. Derajat Pengembangan (%) c. Kekerasan (gf) d. Indeks Kelarutan Air (g/ml) e. Indeks Penyerapan Air (ml/g) Organoleptik : 1. Hedonik a. Warna b. Rasa c. Kerenyahan d. Daya lengket e. Bau 2. Mutu Hedonik a. Warna b. Rasa c. Kerenyahan d. Daya lengket e. Bau a,b,c
0%
5%
Konsentrasi Tepung Putih Telur 10%
15%
20%
2,34 ± 0,23 3,57A± 0,19 8,73A± 0,43 90,27A± 0,93 7,88A± 0,41
2,49 ± 0,18 3,79A± 0,18 13,28B± 0,07 88,87AB±0,23 11,8B±0,04
2,43 ± 0,10 4,49B±0,20 17,79C±0,84 87,78B±0,30 15,61B± 0,69
2,69 ± 0,23 4,85B±0,05 20,17D±0,41 87,58B±0,15 17,67C±0,39
2,41 ± 0,16 4,99c± 0,09 23,82B± 0,17 87,50B± 0,24 20,84C± 0,13
35,73a ±19,08 418,60a ±17,67 1394,00a ±213,80 0,024a± 0,004 3,94 ± 0,38
40,96ab±16,65 386,50ab±25,03 1517,00a±44,10 0,027ab±0,001 2,65± 0,96
59,18b±27,50 363,30ab±34,00 1289,00ab±206,90 0,034bc± 0,002 2,78± 0,85
59,85b±7,66 352,70b±37,47 1128,00ab±77,40 0,034c± 0,002 2,54± 1,07
59,00b±11,58 327,30b±41,87 847,00b±169,20 0,033bc± 0,002 2,47± 0,79
2,10a±0,75 2,20a±0,70 2,34a±0,83 2,11a±0,73 2,74a±0,85
2,81b±0,86 2,66b±0,76 3,18b±0,76 2,66b±0,76 2,96a±0,65
3,34c± 0,83 3,18c± 0,76 3,53bc±0,71 3,06c± 0,75 3,39b± 0,67
3,35c±0,75 3,41c±0,76 3,69c±0,96 3,11c±0,83 3,34b±0,73
3,21bc±0,95 3,38c±0,96 3,74c±0,73 3,41c±0,78 3,45b±0,87
4,08a ±0,92 2,72a±1,05 3,42 ±1,01 2,80 ±0,86 4,16 ±0,68
3,62a ±0,57 3,08ab±0,80 3,68 ± 0,79 3,00 ± 0,76 3,92 ± 0,70
3,02b± 0,71 3,06ab±0,94 3,46 ± 0,93 2,90 ± 0,84 3,94 ± 0,71
2,46c± 0,65 3,32bc±0,89 3,66 ± 0,80 2,96 ± 0,83 3,98 ± 0,62
2,16c±0,79 3,68c±0,90 3,80 ±0,78 3,16 ±0,84 3,98 ±0,71
berbeda nyata pada P < 0,05 A,B,C berbeda nyata pada P < 0,01 Uji Hedonik : 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4=suka, 5= sangat suka Uji Mutu Hedonik : Tingkat warna krem : 1 = sangat gelap, 2 = gelap, 3 = agak cerah, 4 = cerah, 5 = sangat cerah Tingkat rasa gurih : 1 = sangat tidak gurih, 2 = tidak gurih, 3 = agak gurih, 4 = gurih, 5= sangat gurih Tingkat kerenyahan : 1 = sangat keras, 2 = keras, 3 = agak renyah, 4 = renyah, 5 = sangat renyah Tingkat Daya Lengket dalam Mulut : 1= sangat lengket, 2 = lengket, 3 = agak lengket, 4 = tidak lengket, 5 = sangat tidak lengket Tingkat Bau amis Telur : 1= sangat bau, 2 = bau, 3 = agak tidak bau, 4 = tidak bau, 5= sangat tidak bau
22
Sumber : Budiman, 2008 dan Pitriawati, 2008
telah dilakukan oleh Budiman (2008) dan Pitriawati (2008) yang mengamati beberapa peubah dari snack ekstrusi dengan lima formulasi yang berbeda. Peubahpeubah yang diamati meliputi sifat kimia, fisik dan organoleptik snack ekstrusi dengan substitusi tepung putih telur terhadap grits jagung 0, 5, 10, 15, dan 20% (Tabel 6). Data dari tiap peubah yang berupa rataan diubah ke dalam bentuk nilai atau peringkat dengan skala 1-5 (Tabel 7). Penentuan nilai untuk kadar air dan lemak dilakukan berdasarkan standar yang terdapat pada SNI 01-2886-2000. Penentuan nilai untuk peubah yang lain dilakukan berdasarkan rataan. Rataan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik tidak diubah ke dalam bentuk nilai. Semakin tinggi rataan, maka semakin besar nilai yang diberikan pada setiap peubah. Tabel 7. Penentuan Nilai Berdasarkan Standar Snack Ekstrusi Kriteria Produk
Standar
Penentuan Nilai
Sifat Kimia a. Kadar Air (%)
Maks 4*
5=menjauhi batas maksimal
b. Kadar Lemak (%) c. Kadar Protein (%)
Maks 30*
1=mendekati batas maksimal
Belum Ada
d. Daya Cerna Protein (%)
Belum Ada
e. Protein Tercerna (%) Sifat Fisik
Belum Ada
a. Derajat Gelatinisasi (%)
Belum Ada
5 = Hasil Tertinggi
b.Derajat Pengembangan (%)
Belum Ada
1 = Hasil Terendah
c. Kekerasan (gf)
Belum Ada
d.Indeks Kelarutan Air (g/ml)
Belum Ada
e. Indeks Penyerapan Air (ml/g)
Belum Ada
Organoleptik Hedonik
Belum Ada
Mutu Hedonik
Belum Ada
Keterangan : *SNI 01-2886-2000
Penelitian Tahap II Snack ekstrusi formulasi terbaik digunakan dalam penelitian tahap II. Urutan penelitian tahap II dimulai dari pembuatan tepung putih telur, pembuatan snack ekstrusi, pengemasan dan penyimpanan. Pembuatan Tepung Putih Telur (Puspitasari, 2006) Prosedur pembuatan tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 5. Pembuatan tepung putih telur dimulai dengan seleksi telur yang baik dan pembersihan telur. Telur yang baik adalah telur yang memiliki kerabang yang bersih, tidak retak dan bentuknya normal. Selain itu telur juga memiliki putih telur yang bersih dan kental sehingga kuning telur tidak terlihat jelas pada saat candling. Pengukuran Haugh Unit (HU), indeks putih telur dan indeks kuning telur dapat dilakukan untuk mengetahui kualitas telur secara interior. Semakin tinggi nilai HU, maka semakin baik kualitas putih telur (Stadelman and Cotteril, 1995). Pemeriksaan telur secara interior tidak dilakukan pada penelitian ini. Pencucian dilakukan jika telur kotor yaitu dengan menggunakan air hangat lalu dikeringkan. Telur kemudian dipecahkan dan dipisahkan putih telur dan kuning telur. Putih telur dipasteurisasi selama 3 menit pada suhu 60-62°C, lalu didinginkan. Ragi roti (Saccharomyces sp.) sebanyak 0,3% ditambahkan ke dalam putih telur tersebut kemudian diaduk hingga merata tanpa menyebabkan pembuihan. Tujuan pemberian ragi roti adalah untuk proses desugarisasi yaitu menghilangkan glukosa yang terkandung dalam putih telur, sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi Maillard selama proses pengeringan. Putih telur tersebut ditutup rapat lalu didiamkan selama 2,5 jam pada suhu ruang. Putih telur yang telah difermentasi dimasukkan ke dalam loyang dengan ketebalan ± 6 mm. Putih telur tersebut kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 45-500C selama 42 jam sehingga menghasilkan flake. Flake yang diperoleh kemudian digiling menggunakan blender kering selama 2-3 menit.
Telur ayam
Seleksi dan pembersihan
Pemisahan putih dan kuning telur
Putih telur
Pasteurisasi 60-62°C selama 3 menit
Putih telur
Ragi 0,3%
Inkubasi 2 ½ jam, suhu ruang (± 30°C) Pengeringan pada oven 45-50°C, 42 j Flake putih telur
Penggilingan flake 2-3 menit
Tepung putih telur
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur Pembuatan Snack Ekstrusi Snack ekstrusi yang dibuat adalah snack ekstrusi formulasi terbaik. Bahanbahan yang terdiri dari grits jagung, tepung putih telur dan bumbu-bumbu dicampurkan dengan tambahan minyak goreng dan diaduk hingga rata. Pembuatan snack menggunakan ekstruder ulir tunggal dengan suhu diatur hingga mencapai 180-
200°C. Adonan dimasukkan ke dalam ekstruder melalui feed hopper. Produk snack ekstrusi akan keluar melalui lubang cetakan. Proses pembuatan snack ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Snack Ekstrusi. Pengemasan Produk snack ekstrusi dikemas dengan menggunakan alumunium foil. Kemasan aluminium foil yang digunakan memiliki ukuran rata-rata panjang 24,50 cm, lebar 19,67 cm, tebal 20 µm dan berat 7,70 gram. Aluminium foil yang digunakan adalah alumunium foil yang telah dilapisi plastik dan berbentuk seperti kantong dengan volume snack
ekstrusi yang dimasukan ke dalam kantong
alumunium foil tersebut adalah sebanyak 60 gram/kemasan. Kemasan ditutup rapat dengan menggunakan sealer pada skala 8. Pengemasan dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang dapat terjadi pada snack ekstrusi selama penyimpanan. Pemilihan aluminium foil sebagai bahan kemasan adalah untuk melindungi snack ekstrusi dari oksigen, cahaya dan kelembaban. Penyimpanan Snack yang telah dikemas disimpan pada lima taraf perlakuan lama penyimpanan yang berbeda yaitu 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang yaitu antara 28-30°C. Kelembaban relatif udara di ruang penyimpanan adalah sekitar 80-90%. Kondisi tempat penyimpanan diamankan dari
tikus dan serangga yang dapat merusak produk dan kemasan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan perubahan atau kerusakan yang dapat terjadi pada snack ekstrusi selama penyimpanan. Pengukuran Peubah Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Pengukuran kadar air snack ekstrusi dilakukan dengan menggunakan metode oven. Cawan dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105°C selama 15 menit dengan tujuan menguapkan air yang mungkin masih terdapat pada cawan, kemudian cawan didinginkan. Sampel snack ekstrusi ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan tersebut. Setelah itu dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama 8 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : Kadar Air =
w − w1 × 100% w
w = berat awal contoh (gram) w1 = berat akhir contoh (gram) Aktivitas Air (aw) (AOAC, 1995) Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan menggunakan aw-meter merk Shibaura WA-360. Alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl jenuh pada kertas saring dan diletakkan pada cawan, kemudian nilai aw. diset sampai dengan 0,0750 g. Sampel diletakkan dalam cawan pengukuran, setelah ditutup dan dikunci alat dijalankan sampai menunjukkan tanda completed, nilai aw dapat dibaca. Indeks Penyerapan Air (IPA) (Modifikasi Anderson et al., 1984 yang disitir oleh Melianawati, 1998) Tiga gram sampel dalam bentuk tepung dengan ukuran 60 mesh dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan 30 ml aquades dan diaduk dengan menggunakan vibrator sampai semua bahan terdispersi merata. Selanjutnya tabung di sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dituang ke wadah lain, sedangkan tabung sentrifuse bersama residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dengan posisi miring (25°) dan oven
diatur pada suhu 50°C selama 25 menit, akhirnya tabung sentrifuse ditimbang untuk menentukan berat residunya. Indeks absorbansi air ditentukan oleh persamaan : IPA (ml / g ) =
berat tabung dan residu setelah dioven − berat tabung dan sampel awal berat contoh
Derajat Pengembangan (Zullichem, 1975 yang disitir oleh Lingko et al., 1981) Derajat pengembangan ditentukan oleh rumus : Derajat pengembangan (%) =
diameter produk (mm) × 100% diameter ekstruder (mm)
Pengukuran diameter produk dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan menggunakan jangka sorong. Kekerasan Kekerasan snack diukur dengan menggunakan alat Rheoner RE 3305 dengan probe berbentuk silindris berdiameter 3 mm terhadap lima buah snack untuk setiap ulangan. Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan adalah dengan besaran tertentu, profil tekstur bahan pangan dapat diukur. Sebelum melakukan pengukuran, penggunaan alat diatur sesuai dengan bahan yang akan diuji, lalu probe dipasang. Sampel diletakkan pada posisi horizontal dengan arah pergerakan probe, lalu tombol start ditekan untuk memulai pengujian. Evaluasi hasil pengukuran dilakukan dengan membaca grafik pada recoder dalam satuan gram force (gf). Pengukuran dilakukan dengan sensitivitas voltage 1 V (stadia penuh 500 gf), test speed 1 mm/s, dan chart speed 40 mm/menit. Total Plate Count (TPC) (SNI 19-2897-1992) Metode yang digunakan dalam perhitungan jumlah koloni yang tumbuh pada snack ekstrusi selama penyimpanan dapat dihitung dengan metode tuang yaitu sebagai berikut : 1. Lakukan persiapan dan homogenisasi sampel. Sampel yang berbentuk serbuk ditimbang sebanyak 25 gram, lalu dilarutkan dengan 225 ml BPW (1:10). Pengenceran selanjutnya dibuat dari 10-1 hingga diperoleh pengenceran yang diinginkan. 2. Pemupukan sampel dilakukan duplo.
3. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril dengan menggunakan pipet steril, lalu ditambahkan 12-15 ml PCA cair yang bersuhu 45 ± 1°C dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama. 4. Cawan Petri digoyangkan dengan hati-hati secara mendatar membentuk angka delapan supaya contoh menyebar rata dan didiamkan hingga mengeras atau membeku. 5. Inkubasi dengan posisi terbalik dilakukan pada suhu 37°C selama 24-48 jam. 6. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung pada tiap cawan (30-300 koloni). 7. Angka lempeng total dihitung dalam 1 gram sampel dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan. Total Kapang Khamir (SNI 19-2897-1992) Jumlah kapang dan khamir yang tumbuh pada snack ekstrusi selama penyimpanan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : 1. Lakukan persiapan dan homogenisasi sampel. Sampel yang berbentuk serbuk ditimbang sebanyak 25 gram, lalu dilarutkan dengan 225 ml BPW (1:10). Pengenceran selanjutnya dibuat dari 10-1 hingga diperoleh pengenceran yang diinginkan. 2. Pemupukan sampel dilakukan duplo. 3. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril dengan menggunakan pipet steril, lalu ditambahkan 12-15 ml PDA cair yang bersuhu 45 ± 1°C dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama. 4. Cawan Petri digoyangkan dengan hati-hati secara mendatar membentuk angka delapan supaya contoh menyebar rata dan didiamkan hingga mengeras atau membeku. 5. Inkubasi dengan posisi terbalik dilakukan pada suhu 37°C selama 48-72 jam. Jumlah koloni per ml dihitung menurut standar yang ditetapkan. 6. Jumlah koloni kapang dan khamir dihitung pada tiap cawan (30-300 koloni). 7. Jumlah kapang dan khamir dihitung per gram sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap I Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan formulasi snack ekstrusi terbaik dengan persentase tepung putih telur yang optimum. Formulasi snack ekstrusi terbaik dipilih berdasarkan hasil transformasi rataan dari hasil analisis kimia, fisik, dan organoleptik terhadap lima formulasi snack ekstrusi menjadi bentuk nilai (Tabel 8). Hasil penilaian untuk setiap formulasi dijumlahkan dan formulasi dengan jumlah nilai terbesar dipilih sebagai formulasi terbaik. Berdasarkan hasil penjumlahan yang diperoleh pada Tabel 8, snack ekstrusi formulasi keempat yaitu snack ekstrusi dengan substitusi tepung putih telur terhadap grits jagung sebesar 15% adalah formulasi snack ekstrusi terbaik. Tabel 8. Penentuan Formulasi Snack Ekstrusi Terbaik Konsentrasi Tepung Putih Telur Peubah 0% 5% 10% 20% 15% Sifat Kimia f. Kadar Air (%) g.Kadar Lemak (%) 5 4 3 1 2 h.Kadar Protein (%) 1 2 3 5 4 i. Daya Cerna Protein (%) 5 4 3 1 2 j. Protein Tercerna (%) 1 2 3 5 4 Sifat Fisik f. Derajat Gelatinisasi (%) 1 2 3 5 4 g.Derajat Pengembangan (%) 5 4 3 1 2 h.Kekerasan (gf) 4 5 3 1 2 i. Indeks Kelarutan Air (g/ml) 1 2 4 3 5 j. Indeks Penyerapan Air (ml/g) Organoleptik 1. Hedonik a. Warna 1 2 4 3 5 b.Rasa 1 2 3 4 5 c. Kerenyahan 1 2 3 5 4 d.Daya lengket 1 2 3 5 4 e. Bau 1 2 3 5 4 2. Mutu Hedonik a. Warna 5 4 3 1 2 b.Rasa 1 3 2 5 4 c. Kerenyahan d.Daya lengket e. Bau 34 42 46 50 Total 53
Penelitian Tahap II Penelitian tahap II dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis perubahan yang terjadi pada karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi produk snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur sebagai sumber protein selama penyimpanan. Karakteristik kimia yang dianalisis adalah kadar air dan aktivitas air, sedangkan untuk karakteristik fisik dianalisis meliputi indeks penyerapan air (IPA), derajat pengembangan dan kekerasan. Analisis mikrobiologi dilakukan terhadap total plate count (TPC) dan total kapang khamir. Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan bahan. Kadar air merupakan jumlah air total yang terkandung dalam bahan pangan tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993). Tabel 9. Kadar Air Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Kadar Air ------------- minggu -------------------------------- % --------------------0 2,98a±0,27 2 2,98a±0,34 4 4,16b±0,53 6 4,17b±0,30 8 4,66b±0,23 Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P < 0,05
Kadar air snack ekstrusi selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9. Kadar air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% berdasarkan analisis ragam (P<0,05) dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Uji Tukey menunjukkan bahwa penyimpanan 4 minggu mulai mempengaruhi kadar air snack. Kadar air maksimal yang terkandung dalam snack ekstrusi berdasarkan SNI 01-2886-2000 yaitu 4% (Standardisasi Nasional Indonesia, 2000). Kadar air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% pada penyimpanan 4 minggu tidak memenuhi persyaratan kualitas standar di Indonesia. Penurunan mutu telah terjadi pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan. Snack ekstrusi pada
penyimpanan 8 minggu dengan kadar air sebesar
4,66% sudah tidak layak
dikonsumsi, karena berdasarkan hasil penelitian Mazumder et al. (2007) kadar air 4,50% mulai menghasilkan rasa pahit pada snack jagung. Kandungan amilosa juga berperan dalam proses penyerapan air bahan pangan berpati (Kearsley and Dziedzic, 1995). Kandungan amilosa berkaitan dengan jumlah gugus-gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar. Kandungan amilosa dalam pati jagung yang digunakan sebagai bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan snack ekstrusi untuk menyerap air. Pengikatan air oleh amilosa terjadi pada saat proses ekstrusi berlangsung. Hal ini mempengaruhi kandungan air snack ekstrusi pada awal penyimpanan. Granula pati yang memiliki bentuk amorfous dapat mengalami kristalisasi sehingga menyebabkan perubahan signifikan pada struktur dan kualitas pangan kering.. Penyerapan air dihasilkan dalam proses kristalisasi pada kelembaban yang tinggi selama penyimpanan (Eskin and Robinson, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pati sebagai komponen penyusun produk berpengaruh terhadap kadar air snack ekstrusi selama penyimpanan. Protein merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap daya serap air suatu bahan (Fardiaz et al., 1992). Snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur mengandung protein yang berasal dari putih telur (albumin). Protein putih telur sebagian besar merupakan protein globular. Moleku-molekul protein globular memiliki susunan yang tidak rapat, sehingga molekul air mudah menerobos keruang-ruang kosong dalam molekul protein (Gaman and Sherrington, 1981). Penambahan tepung putih telur dapat meningkatkan protein pada snack ekstrusi sehingga meningkatkan jumlah air yang dapat diserap. Penyerapan air dapat menyebabkan peningkatan kadar air snack ekstrusi selama penyimpanan. Jumlah air dalam produk juga dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu lingkungan. Kelembaban yang berkisar antara 80-90% dan suhu tempat penyimpanan yaitu antara 28-30°C menyebabkan snack ekstrusi yang bersifat higroskopis dapat menyerap air dari udara selama penyimpanan. Walstra (2003) menjelaskan bahwa produk kering dapat menangkap air dari lingkungan disekitar penyimpanan jika kelembaban relatif udara lingkungan lebih tinggi dibandingkan
kelembaban produk. Jika terjadi penambahan air pada bahan pangan kering, maka molekul-molekul air diadsorbsi oleh permukaan bahan sampai seluruh permukaan menyerap air (Syarief dan Halid, 1993). Hal ini dapat meningkatkan kadar air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan. Robertson (1993) menyatakan bahwa aluminium foil dengan ketebalan lebih dari 25,4 µm bersifat impermeable terhadap gas dan uap air dan aluminium foil memiliki koefisien permeabilitas gas (oksigen) sebesar 4,63 x 10-8 cm2/s pada suhu 30°C. Adanya lubang yang sangat kecil pada kemasan sangat berpengaruh terhadap konsentrasi gas yang terdapat dalam kemasan. Ketebalan aluminium foil yang digunakan pada penelitian ini lebih kecil dari 25,4 µm yaitu 20 µm dan snack ekstrusi disimpan pada suhu 28-30°C dan RH 80-90%. Hal ini memungkinkan gas dan uap air dari udara dapat masuk ke dalam kemasan dan kemudian diserap oleh snack ekstrusi yang dikemas selama penyimpanan. Selain itu snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan juga dapat menyerap uap air dari udara yang telah terdapat dalam kemasan sebelum proses pengemasan dilakukan. Aktivitas Air (aw) Aktivitas air (aw) adalah sejumlah air bebas dalam bahan pangan yang dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni (Fardiaz et al., 1992). Pengukuran aw menggambarkan air bebas yang terdapat dalam bahan, atau kelembaban relatif kesetimbangan (RHs) ruang tempat penyimpanan bahan pangan. Kelembaban relatif setimbangan suatu bahan pangan merupakan fungsi dari kadar airnya dan kandungan protein, karbohidrat, garam mineral dan senyawa lain yang larut dalam air. Analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi aktivitas air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15%. Nilai aw yang dimiliki snack ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 10. Selama masa penyimpanan aw snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur berkisar antara 0,34-0,44. Aktivitas air makanan kering dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif (RH) penyimpanan (Eskin and Robinson, 2001). Snack ekstrusi disimpan pada kisaran suhu 28-30°C dan kelembaban 80-90%. Hal ini dapat menyebabkan penungkatan aktivitas air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan.
Tabel 10. Aktivitas Air (aw) Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Aktivitas Air ------------- minggu -----------0 0,34a ±0,01 2 0,36ab±0,01 4 0,40bc±0,03 6 0,36ab±0,02 8 0,44 c±0,01 Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P < 0,05
Perubahan aktivitas air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan mempengaruhi tekstur snack ekstrusi. Kisaran aw snack ekstrusi selama penyimpanan yaitu 0,34-0,44. Almond et al. (1991) menjelaskan bahwa snack berbahan sereal dengan tekstur lembut memiliki aw antara 0,29-0,34. Eskin and Robinson (2001) menambahkan bahwa perubahan kerenyahan terjadi pada kisaran aw kritis yaitu 0,35-0,50. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Robertson (1993) yang menyatakan bahwa secara sensori kerenyahan produk snack berbahan pati akan menurun dengan meningkatnya aw dan paling banyak produk snack menjadi tidak dapat diterima pada aw 0,35-0,50. Aktivitas air memiliki pengaruh yang besar terhadap tekstur bahan pangan, namun data mengenai hubungan perubahan tekstur dan aktivitas air relatif jarang dan tidak cukup data untuk memprediksi bahwa tekstur pada suatu jenis bahan pangan ditentukan oleh aktivitas air. Indeks Penyerapan Air (IPA) Indeks penyerapan air menunjukkan jumlah air yang dapat diserap atau jumlah air maksimum yang diikat oleh bahan. Lama penyimpanan mempengaruhi indeks penyerapan air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% berdasarkan analisis Kruskal-Wallis (Tabel 11). Nilai indeks penyerapan air pada penyimpanan 0 minggu yaitu 2,85 ml/g. Penyerapan air terjadi pada saat granula pati menyerap air dengan adanya suhu tinggi pada proses ekstrusi. Proses pemasakan ekstrusi dengan bahan yang memiliki kadar air rendah menyebabkan gelatinisasi berlangsung sebagian. Jumlah air yang tidak mencukupi akan menyebabkan terjadinya destabilisasi bagian amorfous kristal granula pati sebagai akibat adanya penetrasi air dan panas ke dalam granula (Muchtadi et al., 1988).
Tabel 11. Indeks Penyerapan Air Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Indeks Penyerapan Air ------------- minggu ---------------------------------- ml/g ------------------------0 2,85ab±0,10 2 2,04a ±0,10 4 2,68ab±0,07 6 2,87ab±0,03 8 2,94b ±0,06 Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P < 0,05
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mempengaruhi daya serap air. Hal yang paling berpengaruh terhadap interaksi protein-air adalah grup amino polar yang terdapat dalam protein, seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfihidril. Sisi kationik, anionik dan non ionik menyerap air dalam jumlah yang berbeda (Fardiaz et al., 1992). Penyerapan air pada snack ekstrusi selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh pati jagung. Kandungan amilosa dari pati jagung memiliki keterkaitan dengan ketersediaan gugus hidrofilik. Gugus hidrofilik memiliki kemampuan menyerap air yang besar. Selain itu beberapa granula pati memiliki bentuk yang amorfous dapat mengalami kristalisasi yang menyebabkan perubahan signifikan pada struktur dan kualitas pangan kering. Kristalisasi senyawa pati pada suhu konstan secara kinetik berhubungan dengan kadar air dan aktivitas air (aw). Penyerapan air dihasilkan dalam proses kristalisasi pada kelembaban yang tinggi selama penyimpanan (Eskin and Robinson, 2001). Indeks penyerapan air untuk snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan cenderung meningkat hingga minggu ke-8. Penyerapan air selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif penyimpanan (Eskin and Robinson, 2001). Kelembaban relatif penyimpanan snack ekstrusi yang tinggi yaitu sekitar 80-90% mengakibatkan produk snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% menyerap air dengan mudah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Singh (1999) bahwa makanan kering dapat mengikat air jika disimpan pada lingkungan yang basah atau lembab.
Derajat Pengembangan Derajat
pengembangan
dari
bahan
berpati
dipengaruhi
oleh
rasio
amilosa/amilopektin, kadar air, ukuran partikel, kadar lemak dan tipe dan kadar protein dalam bahan (Faubion dan Hoseney, 1982). Kandungan amilopektin yang lebih tinggi dari bahan akan memberikan kecenderungan pengembangan yang lebih besar dibanding kandungan amilosa yang tinggi. Granula pati jagung umumnya mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Rasio amilosa/amilopektin pada jagung putih membentuk tekstur produk ekstrusi yang mengembang dalam pembuatan snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih sebagai sumber protein. Persentase derajat pengembangan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12. Derajat pengembangan snack ekstrusi selama penyimpanan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut analisis ragam (P<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan penyimpanan
tidak
mempengaruhi
derajat
pengembangan
snack
ekstrusi.
Penyebabnya adalah pengembangan pada snack ekstrusi dibentuk oleh pati sehinga derajat pengembangan secara dominan dipengaruhi oleh rasio amilosa/amilopektin pada saat proses ekstrusi berlangsung. Tabel 12.Derajat Pengembangan Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15 % Selama Penyimpanan Derajat Pengembangan Lama Penyimpanan ------------- minggu -------------------------------- % --------------------0 396,52± 5,57 2 394,02± 7,16 4 395,41± 7,20 6 403,26±11,59 8 397,50± 4,35 Pengembangan produk terjadi pada saat proses ekstrusi berlangsung melalui proses puffing. Puffing adalah proses untuk membentuk uap panas dalam bahan melalui pemanasan partikel air yang terkandung di dalamnya, kemudian mengurangi tekanan secara mendadak untuk memperoleh pengembangan volume yang cukup besar pada bahan yang telah diplastisisasi (Muchtadi et al., 1988). Proses puffing dipengaruhi oleh bahan padat, pengaturan tekanan, pengaturan suhu, pengaturan waktu dan pengaturan pemotong pada ekstruder.
Kekerasan Daya terima konsumen terhadap snack ekstrusi dipengaruhi oleh kekerasan atau kerenyahan produk. Kekerasan snack diukur dengan rheoner RE 3305. Analisis ragam (P<0,05) menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh terhadap kekerasan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15%. Kekerasan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% penyimpanan 0 minggu berbeda nyata hingga penyimpanan 6 minggu. Hasil pengukuran kekerasan terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kekerasan Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Kekerasan ------------- minggu ----------------------------------- gf --------------------0 415,00a ±47,70 2 918,33b ±61,10 4 1501,67c ±82,50 6 1271,67d ±29,30 8 1266,67d ±93,10 Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P < 0,05
Perubahan kekerasan snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur 15% selama peyimpanan dipengaruhi oleh penyerapan air, kadar air dan aktivitas air pada snack ekstrusi. Kelembaban yang tinggi selama penyimpanan menyebabkan snack ekstrusi mudah menyerap air. Hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan nilai indeks penyerapan air pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan pada Tabel 11. Kekerasan makanan kering atau snack juga dipengaruhi oleh kandungan air. Kadar air snack ekstrusi yang meningkat disebabkan oleh peningkatan jumlah air yang diserap selama penyimpanan. Mazumder et al. (2007) menunjukkan bahwa snack jagung akan kehilangan kerenyahannya pada kadar air 10% karena plastisisasi matriks pati-protein yang sangat kuat, namun hasil analisis sensori menunjukkan bahwa snack jagung sudah tidak renyah pada kadar air 6%. Peningkatan penyerapan air dan kadar air selama penyimpanan mengakibatkan meningkatnya kekuatan tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan snack ekstrusi.
Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan. Tekstur yang tidak renyah merupakan hasil plastisisasi struktur fisik oleh suhu atau air. Kerenyahan suatu produk dapat menjadi menurun dan perubahan tersebut spesifik untuk tiap-tiap produk. Hal ini bergantung pada aw kritisnya. Perubahan kerenyahan terjadi pada kisaran aw kritis yaitu 0,35-0,50 (Eskin and Robinson, 2001) dan kerenyahan produk snack ekstrusi menjadi tidak diterima pada kisaran aw tersebut (Robertson, 1993). Hardman (1989) menambahkan bahwa pada kisaran aw tersebut, air terplastisisasi dan matriks pati-protein berkurang pada snack yang kemudian menghasilkan perubahan kekuatan patah secara mekanik. Mekanisme plastisisasi oleh air terjadi pada struktur pati yang amorfous (Taub and Singh, 1998). Kekerasan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% pada awal penyimpanan (lama penyimpanan 0 minggu) adalah 415,00 gf dan memilki aw sebesar 0,34 (Tabel 10). Pada minggu ke-2 hingga minggu ke-8, nilai aw snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% adalah 0,36-0,44 dan kekerasannya 918,33-1501,67 gf. Adanya kenaikan indeks penyerapan air, kadar air dan nilai aw snack ekstrusi membuktikan bahwa terjadi perubahan kekerasan pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan. Total Plate Count (TPC) Jumlah miroorganisme pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 14. Total mikroba pada snack ektrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% meningkat dari penyimpanan 0 minggu hingga penyimpanan 8 minggu yaitu dari 1,1x102 koloni/gram hingga 8,7x103 koloni/gram, namun jumlah ini memenuhi persyaratan angka lempeng total maksimal yang terdapat dalam snack ekstrusi berdasarkan SNI 01-2886-2000 yaitu 1,0x104 koloni/gram (Standar Nasional Indonesia, 2000). Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu, aktivitas air, pH, ketersediaan nutrisi dan oksigen. Mikroorganisme mesofil dapat tumbuh dengan baik pada bahan pangan yang disimpan pada suhu ruang yaitu 25-30°C (Fardiaz, 1992). Suhu ruang penyimpanan snack ektrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% adalah 28-30°C. Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme dapat tumbuh pada snack ektrusi yang diperkaya tepung putih telur 15%.
Tabel 14. Total Plate Count (TPC) pada Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung PutihTelur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Jumlah Log 10 ------------- minggu ---------- ----Koloni/gram---0 1,1 x 102 2,041 2 2 6,1 x 10 2,785 3 4 1,8 x 10 3,255 3 6 7,2 x 10 3,857 3 8 8,7 x 10 3,939 Ketersediaan nutrisi seperti karbohidrat dan protein dapat menjadi sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga jumlah mikroorganisme yang tumbuh
pada bahan pangan meningkat (Fardiaz, 1992). Snack ektrusi yang
diperkaya tepung putih telur 15% mengandung karbohidrat (pati) dan protein (tepung putih telur) yang cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu ketersediaan oksigen dalam kemasan juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada snack ektrusi yang diperkaya tepung putih telur 15%. Bahan kemasan yang digunakan adalah aluminium foil dengan ketebalan 20 µm. Aluminium foil yang memiliki ketebalan kurang dari 25,4 µm menyebabkan gas dan uap air dapat masuk ke dalam kemasan, sehingga tersedia cukup oksigen untuk pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air (aw) adalah sejumlah air bebas dalam bahan pangan pada kondisi tertentu yang digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1993). Aktivitas air yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembusuk. Nilai aw snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% selama penyimpanan adalah 0,34-0,44. Aktivitas air tersebut tidak memenuhi nilai aw minimum pertumbuhan mikroba. Fardiaz et al. (1992) menambahkan bahwa bahan pangan yang mempunyai aw di sekitar 0,70 sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan. Hal ini menyebabkan jumlah mikroorganisme pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% masih memenuhi persyaratan angka lempeng total maksimal yang terdapat dalam snack ekstrusi pada SNI 012886-2000.
Total Kapang Khamir Jumlah kapang dan khamir pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% semakin meningkat selama penyimpanan (Tabel 15). Jumlah kapang dan khamir adalah 3,0 x 101 koloni/gram pada penyimpanan 0 minggu. Jumlahnya terus meningkat hingga 7,1 x 102 koloni/gram pada penyimpanan 8 minggu. Pertumbuhan kapang dan khamir dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, aktivitas air (aw), pH, ketersediaan nutrisi dan oksigen. Suhu optimum pertumbuhan kapang dan khamir adalah 25-30°C (Fardiaz, 1992). Suhu penyimpanan snack ekstrusi pada penelitian ini adalah 28-30°C, sehingga memungkinkan kapang dan khamir untuk tumbuh. Tabel 15. Total Kapang Khamir pada Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Jumlah Log 10 ------------- minggu -------------Koloni/gram---0 3,0 x 101 1,477 1 2 8,0 x 10 1,903 2 4 1,6 x 10 2,204 2 6 2,3 x 10 2,362 2 8 7,1 x 10 2,851 Ketersediaan zat-zat nutrisi juga berperan dalam pertumbuhan kapang dan khamir. Snack ekstrusi mengandung pati yang berasal dari jagung. Pati merupakan sumber karbohidrat yang dapat menjadi nutrisi bagi pertumbuhan kapang. Beberapa polisakarida yang dapat menjadi sumber karbon dan energi untuk kapang yaitu pati, selulosa dan lignin (Syarief dan Halid, 1993). Ketersediaan oksigen yang cukup juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang dan khamir pada snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15%, karena pada umumnya kapang dan khamir bersifat anaerobik (membutuhkan oksigen) (Fardiaz, 1992). Ketebalan aluminium foil yang kurang dari 25,4 µm memungkinkan oksigen masuk ke dalam kemasan dan mendukung pertumbuhan kapang dan khamir pada snack ekstrusi.
Penentuan Kelayakan Produk Penentuan kelayakan produk dilakukan untuk mengetahui kelayakan snack ekstrusi untuk dikonsumsi selama penyimpanan. Penentuan kelayakan ini ditetapkan berdasarkan semua peubah yang telah diukur (Tabel 16). Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar air snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% sudah tidak memenuhi standar pada penyimpanan 8 minggu. Aktivitas air dan total kapang kamir snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% sudah tidak memenuhi standar pada penyimpanan 2 minggu. Total plate count snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% masih memenuhi standar hingga penyimpanan 8 minggu, namun jumlahnya meningkat selama penyimpanan. Nilai indeks penyerapan air dan kekerasan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% semakin meningkat selama penyimpanan, sehingga kerenyahan produk menjadi semakin menurun selama penyimpanan. Snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% sebagai sumber protein, pada penelitian ini dapat dinyatakan mulai sudah tidak layak dikonsumsi pada penyimpanan 2 minggu, karena total kapang dan khamir sudah tidak memenuhi standar pada penyimpanan 2 minggu yang menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada snack ekstrusi selama penyimpanan. Tabel 16. Hasil Pengamatan Snack Ekstrusi yang Diperkaya Tepung Putih Telur 15% Selama Penyimpanan Lama Penyimpanan (minggu) Peubah Standar 0 2 4 6 8 Kadar air (%)
2,98
2,98
4,16
4,17
4,66
< 4,50*
Aktivitas air
0,34 2,85 396,52 415,00
0,36 2,04 394,02 918,33
0,40 2,68 395,41 1501,67
0,36 2,87 403,26 1271,67
0,44 2,94 397,50 1266,67
0,29-0,34**
2
2
IPA (ml/g) DP (%) Kekerasan (gf)
6,1x10
1,8x10
7,2x10
8,7x10
<1,0x104***
TKK (koloni/g)
3,0x101
8,0x101
1,6x102
2,3x102
7,1x102
< 50***
Sumber : *Mazumder et al. , 2007 **Almon et al., 1991 ***SNI 01-2886-2000
3
-
1,1x10
= Indeks Penyerapan Air = Derajat Pengembangan = total plate count = total kapang khamir
3
-
TPC (koloni/g) Keterangan : IPA DP TPC TKK
3
-
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologi snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% sebagai sumber protein mengalami perubahan selama dua bulan penyimpanan. Kandungan protein, karbohidrat, sifat higroskopis, kemasan dan kondisi penyimpanan berpengaruh terhadap peningkatan kadar air, aktivitas air (aw), Indeks Penyerapan Air (IPA), kekerasan, total plate count dan total kapang khamir pada snack ekstrusi snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur 15% selama penyimpanan. Perlakuan penyimpanan tidak mempengaruhi derajat pengembangan snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15%sebagai sumber protein. Snack ekstrusi yang diperkaya tepung putih telur 15% sebagai sumber protein mulai tidak layak dikonsumsi pada penyimpanan 2 minggu. Saran Perbaikan terhadap kemasan dan grits jagung yang digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur 15% perlu dilakukan untuk meminimalkan perubahan yang terjadi pada snack ekstrusi dengan penambahan tepung putih telur 15% sebagai sumber protein selama penyimpanan. Perbaikan kemasan dapat dilakukan dengan menambah ketebalan aluminium foil yang digunakan, menggunakan bahan kemasan lain ataupun dengan memperbaiki metode pengemasan yang digunakan. Perbaikan terhadap grits jagung yang digunakan dapat dilakukan dengan cara melakukan sterilisasi pada grits jagung sebelum diolah menjadi snack ekstrusi, sehingga dapat mengurangi total kapang khamir pada snack ekstrusi selama penyimpanan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini terwujud atas perhatian, motivasi, kerjasama, dan dukungan seluruh pihak yang terkait. Ucapan terimakasih yang pertama penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Anwar M. dan ibunda tercinta Ernida, adik-adikku tersayang Dewinta Manda Sari dan Wildan Tri Victazanda serta seluruh keluarga yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak mungkin dapat penulis balas tanpa melakukan sesuatu yang membuat bangga. Terima kasih untuk Anggi Anugerah Basir yang telah memberi motivasi bagi penulis selama penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si dan Ir. Niken Ulupi, MS yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu dengan kesabaran untuk penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penyusunan skripsi. Rasa terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ir. B. N. Polii, SU dan Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran pada penulis. Terima kasih kepada Dr. Ir. Muladno, MSA selaku pembimbing akademik yang memberikan nasihat dan motivasi selama kuliah dan penelitian. Selanjutnya kepada kelompok penelitian snack ekstrusi, kelompok PKM snack ekstrusi dan kelompok penelitian tepung daging yang dari awal telah memotivasi, membantu dan bekerjasama dalam penelitian snack ekstrusi. Terimakasih kepada Wijaya Adha Pribady yang telah membantu dalam pengolahan data dan teman-teman THT 41 dengan kekompakan, kekeluargaan dan kebersamaan telah mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi. Ucapan terimakasih tak lupa penulis ucapkan kepada teman-teman Wisma Lestari atas bantuan, semangat, kekeluargaan, dan kebersamaannya. Penulis juga sangat berterimakasih kepada teknisi-teknisi laboratorium yang telah membantu kelancaran dan suksesnya penelitian ini. Rasa terimakasih tak lupa penulis ucapkan untuk civitas akademika Fakultas Peternakan IPB dan pihak-pihak yang tak disebut namanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Almond, N., M. H. Gordon, P. Reardon, and P. Wade. 1991. Biscuit, Cookies and Crackers. Elsevier Applied Science, London. AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Methods of Analysis.16th Edit. AOAC Int., Washington DC. Britannica Encyclopedia Inc., 1996. Extruder. http://www.britannica.com. [5 Pebruari 2008]. Budiman. 2008. Kandungan nutrisi dan daya cerna protein secara in vitro snack ekstrusi berbahan grits jagung yang disubstitusi dengan tepung putih telur sebagai sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Cherry, J. P. 1981. Protein Functionally in Foods. American Chemical Society, Washington D. C. Crosby, N. T. 1981. Food Packaging Materials : Aspects of Analysis and Migration of Contaminants. Applied Science Publisher Ltd., London. Damayanthi, E. dan E. S. Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Daniel, W. W. 1990. Statistik Nonparametrik Terapan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Desroiser, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Eskin, N. A. M. and D. S. Robinson. 2001. Food Shelf Life Stability : Chemical, Biochemical, and Microbiological Changes. CRC Press, Washington D.C. Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N. L. Puspitasari. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz. S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Faridi, H. 1994. Technology of Cookie and Cracker Production. Dalam: Hamed Faridi (Editor). The Science of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hall, New York. Faubion, J. M. and R. C. Hoseney. 1982. High temperature short time extrusion cooking of wheat starch and flours: I. Effect of moisture and flours type on extrudat properties. Cereal Chem., 59 (6) : 529-533. Gaman, P. M., and Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta. Hardman, T. M. 1989. Water and Food Quality. Elsevier Applied Publisher, Ltd., USA.
Harper, J. M. 1981. Extrussion of Foods I. CRC Press, Inc., Boca Raton. Kearsley, M. W., and Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Product and Their Derivatives. Dalam : Karakteristik tepung ubi jalar (Ipomea batatas L.) varietas shiroyutaka serta kajian potensi penggunaannya sebagai sumber pangan karbohidrat alternatif. J. Teknologi dan Industri Pangan., 18 (1) : 3239. Maga, J. A. 1991. Cereal based snack food. Dalam: Handbook of Cereal Science and Technology : p 793-814, K. J. Lorenz dan K. Kulp (ed). Marcel Dekker, Inc., New York. Mattjik, A. A., dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I Edisis Kedua. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Mazumder, P., B. S. Roopa, and S. Bhattacharya. 2007. Textural attributes of model snack food at different moisture contents. J. of Food Engineering. 79 : 511516. Melianawati, A. 1998. Karakteristik produk ekstrusi campuran menir-beras-tepung pisang-kedelai olahan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, T. R., P. Hariyadi dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muhadjir, F. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Palou, E., A. López-Malo, and A. Argaiz. 1997. Effect of temperature on the moisture sortion isoterms of some cookies and corn snack. J. of Food Engineering. 31 : 85-93. Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thomson Learning, Inc., New York. Pitriawati, R. 2008. Sifat fisik dan organoleptik snack ekstrusi berbahan baku grits jagung yang disubstitusi tepung putih telur. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Puspitasari, R. 2006. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras dengan waktu desugarisasi berberda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahayu, W. P., H. Nababan, S. Budijanto dan D. Syah. 2003. Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Robertson, G. L. 1993. Food Packaging Principles and Practice. Marcel Dekker, Inc., New York. Shukla. 1995. Factor Affecting extrusion and product quality. Dalam: Snack Food Breakfast Cereal Extrusion Training Program. July 11-13 1995. IUC for Food and Nutrition. Istitut Pertanian Bogor, Bogor.
Singh, R. P. 1999. Scientific principles of shel life evaluation. Dalam: C. M. D. Man and A. A. Jones. Shelf Life Evaluation of Food. Aspen Publication, Maryland. Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Stadelman, W. E., and O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology 2th Ed. The Avi Publ. Co. Inc. Rahway, New York. Standardisasi Nasional Indonesia. 1992. SNI 19-2897-1992. Uji Cemaran Mikroba. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Standardisasi Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3920-1995. Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Standardisasi Nasional Indonesia. 1996. SNI 01-4323-1996. Tepung Putih Telur. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Standarisasi Nasional Indonesia. 2000. SNI 01-2886-2000. Makanan Ringan Ekstrudat. Departemen Perindustrian Indonesia, Jakarta. Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syarief, R., S. Santausa dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Taub, I. A., and R. P. Singh. 1998. Food Storage Stability. CRC Press, Washington DC. Walstra, P. 2003. Physical Chemistry of Food. Marcel Dekker,Inc., New York. Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G. dan L. B. Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-BRIO Press, Bogor. Zabik, M. E., S. G. Fierke and D. K. Bristol. 1979. Humidity effects on textural characteristics of sugar snap cookies. Dalam : Water and Food Quality. Elsevier Applied Publisher, Ltd., USA.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Snack Ekstrusi
Lampiran 2. Analisis Keragaman Kadar Air Sumber db JK Keragaman Perlakuan 4 7,0107 Error 10 1,2175 Total 14 8,2282
KT
F
1,7527 0,1217
14,40*
Keterangan: Simbol * menunjukkan nyata (P<0,05)
Lampiran 3. Hasil Uji Tukey Kadar Air Lama Penyimpanan Rataan 0 minggu 2,98 2 minggu 2,98 4 minggu 4,16 6 minggu 4,17 8 minggu 4,66
Grup Kesamaan a a b b b
Lampiran 4. Analisis Keragaman Aktivitas Air (aw) Sumber db JK KT Keragaman Perlakuan 4 0,0193795 0,0048449 Error 10 0,0029090 0,0002909 Total 14 0,0222885
F 16,65*
Keterangan: Simbol * menunjukkan nyata (P<0,05)
Lampiran 5. Hasil Uji Tukey Aktivitas Air Lama Penyimpanan Rataan 0 minggu 0,34 2 minggu 0,36 4 minggu 0,40 6 minggu 0,36 8 minggu 0,44
Grup Kesamaan A Ab Bc Ab C
Lampiran 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis Indeks Penyerapan Air Lama Penyimpanan N Median Rataan Rank 0 minggu 3 2,90 10,33 2 minggu 3 2,04 2,00 4 minggu 3 2,68 5,33 6 minggu 3 2,89 12,67 8 minggu 3 2,97 9,67 Total 15 8,00 H = 10,7 DF = 4 P = 0,27 H = 10,9 DF = 4 P = 0,27 (adjusted for ties)
Nilai Z 1,01 -2,60 -1,15 0,72 2,02
Lampiran 7. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Indeks Penyerapan Air. Lama Penyimpanan Rataan Grup Kesamaan 0 minggu 10,33 Ab 2 minggu 2,00 A 4 minggu Ab 5,33 6 minggu ab 12,67 8 minggu b 9,67 Keterangan: Grup kesamaan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
α= 0,05 Nilai Z kritis= 2,807 Nilai kritis untuk perbandingan= 10,250 Lampiran 8. Analisis Keragaman Derajat Pengembangan Sumber db JK KT Keragaman Perlakuan 4 151,56 37,89 Error 10 574,43 57,44 Total 14 725,99 Lampiran 9. Analisis Keragaman Kekerasan Sumber db JK Keragaman Perlakuan 4 2152807 Error 10 44667 Total 14 2197473
KT 538202 4467
F 0,66
F 120,49*
Keterangan: Simbol * menunjukkan nyata (P<0,05)
Lampiran 10. Hasil Uji Tukey Kekerasan Lama Penyimpanan Rataan 0 minggu 415,00 2 minggu 918,33 4 minggu 1501,67 6 minggu 1271,67 8 minggu 1266,67
Grup Kesamaan a b c d d