Chapter I: The First Meeting
Seorang gadis sedang berjalan bahagia di sepanjang jalan pada malam yang cerah. Ia melihat ke sekelilingnya dengan senyum ceria. Ia berharap hal aneh itu tidak akan muncul lagi ketika ia sedang merasakan kebahagiaan dalam hidupnya saat ini. Hal aneh yang dianggap dirinya gila oleh orang lain. Baru saja ia mengatakan di dalam hatinya, hal aneh itu secara tiba-tiba muncul kembali setelah satu tahun berlalu ia menjalankan rehabilitasi pada kejiwaannya. Ia merasakan sakit kepala yang luar biasa. Ia
terhenti
dari
langkah
kakinya
dan
memegang kepalanya erat-erat menahan rasa
sakit yang dideritanya. Ia berteriak sehingga membuat
orang-orang
yang
berjalan
melewatinya merasa terkejut dan menganggap bahwa
dirinya
tidak
waras.
Mereka
pun
menjauh dan hanya menyaksikan gadis muda itu berteriak kesakitan. Seketika ia kembali sadar dan segera berlari menuju persimpangan lampu merah Seoul. Sesampainya disana ia tidak melihat kejadian apa-apa. “Kau ini kenapa? Apa kau benar-benar sudah gila?” gadis itu memaki dirinya sendiri sambil memukuli kepalanya. “Na molla. Aku tidak ingin tahu lagi tentang apa yang terjadi di masa depan.” Gadis itu pun berniat untuk pergi dari tempat tersebut. Namun tiba-tiba terdengar suara bunyi 2
klakson
mobil
berulang-ulang
yang
membuat
kepergiannya
terhalang.
Dan….
DDUAARR!! Suara tabrakan terdengar sangat kencang. Gadis itu berbalik arah dan melihat peristiwa itu persis seperti apa yang ia lihat dalam bayangannya ketika rasa sakit itu muncul. (Menghela napas) “Setelah satu tahun aku
terbebas dari hal aneh itu, sekarang ia kembali. Keajaiban itu muncul lagi dalam diriku. Keajaiban yang membuat orang-orang menganggap ku gila hingga tak percaya apa yang ku bicarakan. Sungguh menyebalkan mempunyai kekuatan seperti ini. Aku harus melihat apa yang tak seharusnya ku lihat. Tidak ada nasib baik yang mampu kulihat, selalu nasib buruk yang datang. Mengetahui takdir seseorang sangat tidak kusukai. Entah 3
aku
harus
memberitahunya
atau
mengabaikannya. Aku juga tidak mengerti mengapa Tuhan memberiku keajaiban ini. Kenapa kekuatan ini datang kembali padaku? Apa mungkin ini menjadi takdir yang tak bisa dihilangkan dari diriku, Bae Suzy?” Polisi pun mulai berdatangan. Aku masih berdiri di seberang jalan traffic light. Aku hanya menatap tanpa berkedip sekali pun. Ini mengingatkanku kembali pada peristiwa satu tahun
silam.
Peristiwa
tragis
yang
menyebabkan aku kehilangan kedua orang tuaku
serta
adikku.
Saat
ku
sedang
memikirkan peristiwa itu, aku melihat tangan tergoyah lemas dari dalam mobil. Petugas pun tidak melihat itu. Aku berteriak memanggil nya namun petugas itu mengatakan biarkan 4
pihak mereka yang mengurusnya. Namun aku tidak
tahan
karena
laki-laki
itu
terus
berteriak minta tolong karena kesakitan. Melanggar
aturan,
aku
segera
berlari
menghampiri korban melewati garis batas kepolisian.
Ternyata
benar,
laki-laki
menahan besi dengan tangan agar mengenai
kepalanya.
menyingkirkan
Aku
besi-besi
itu tidak
berusaha
tersebut
namun
sangat sulit jika hanya seorang diri apalagi aku adalah wanita. Akhirnya petugas itu melihat dan datang mengevakuasi korban itu. Akhirnya ia berhasil dikeluarkan dan segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. “Kerja berbicara
yang kepada
bagus
Suzy-ah.”
diriku
sendiri
Kataku sambil
mengelus-elus rambutku. 5
Aku
melanjutkan
perjalananku
setelah
tertunda. Aku berjalan sambil meminum cola yang sempat ku beli di tengah jalan. Aku berhenti dan menunggu di pemberhentian bus. Akhirnya bus pun yang mengarah ke rumah ku datang.
Aku berbaris
menunggu
giliranku
untuk naik. Nasibnya, aku merasakan pusing pada kepalaku lagi dan melihat bayangan akan ada
spanduk
yang
jatuh
dan
menimpa
seseorang. Semua penumpang sudah di dalam bus dan sekarang giliranku untuk naik namun aku masih di luar sambil berpegangan pada badan bus. “Agassi, kau jadi naik tidak?” teriak
Ajhussi (supir bus). Aku mengabaikannya. Aku melihat sekeliling. Dan ternyata di arah kiriku terlihat seorang laki-laki muda tengah berdiri 6
dan tepat di belakangnya sebuah spanduk besi besar. “Mungkinkah…. Dia….?” gumamku. Tak lama aku
melihat
spanduk
itu
bergoyang
menandakan sebentar lagi akan jatuh dan menimpa laki-laki yang sedang berdiri itu. Dan benar saja spanduk itu terlepas. Aku terkejut dan berteriak kepada laki-laki itu untuk menjauh tapi dihiraukan.
DUUAARRRRR…..! Spanduk itu jatuh ke tanah. Untungnya aku berhasil menyelamatkan laki-laki itu sambil beguling-guling bersama ke permukaan tanah. Kami berdua tergeletak. Tapi yang terjadi adalah;
7
“Apa yang kau lakukan? Kau gila ya?” teriak
laki-laki
itu.
Membuatku
sedikit
terkejut. “Apa yang kau lakukan? (tanyaku heran). Kami berdua segera bangun. “Mengapa kau mendorongku? Bagaimana kalau aku terluka?” katanya. “Hei, apa kau tidak lihat? Kau hampir saja lebih terluka jika aku tidak mendorongmu.” Kataku juga marah sambil menunjuk spanduk jatuh itu. “Kau bisa saja hanya dengan meneriakiku. Aku bisa menjauh sendiri.” sangkalnya. “Apakah kau pikun? Kau memakai headset. Aku sudah… Agh (teriak lenganku kesakitan) meneriakimu untuk menjauh tapi kau diam saja.” jawabku. “Ah, bukannya berterima kasih 8
malah membuatku kesal.” tambah gumamku pelan. Tak
lama
kemudian,
beberapa
mobil
mewah berhenti di pinggir jalan tepat kami berdua berdiri. Tidak hanya satu tapi banyak, mereka
keluar
dari
dalam
mobil
dengan
berpakaian jas hitam lengkap dipadu dengan pendengar suara di telinganya masing-masing. Melihat itu aku terkejut dan betanya-tanya apa yang terjadi. Apakah mereka penagih hutang? “Maafkan
saya
Tuan
Kim
Myungsoo.
Gwaenchanh-assmika?” kata salah satu dari mereka. “Oh, gwaenchanh-a. Ayo pergi.” jawab laki-laki muda itu. Kemudian ia masuk ke dalam mobil dan tanpa berkata apapun. 9
MENINGGALKANKU! “Apa-apaan ini? Apa maksudnya? Tuan Kim Myungsoo? Apa dia seorang chaebol? Omo, tidak
bisa
dipercaya.
meninggalkanku
Dan
sendiri?
sekarang
Tanpa
dia
berkata
apapun? Aisshhh…” gumamku. “Oyy…” teriakku berusaha menghampiri laki-laki itu namun ditahan oleh para pria jas hitam itu. “Menyebalkan sekali. Beginikah caranya dia
berterima
kasih
setelah
aku
menyelamatkan nyawanya? Tahu gitu, biarkan saja dia…. Aughhh! (bicara cepat dengan nada kesal) Bagaimana aku pulang sekarang? Itu tadi bus terakhir. Aahh sial sekali aku hari ini.” kataku menendang-nendang kaki tanpa benda. *** 10