SASTRA LISAN; Teori dan Penerapannya, oleh I Made Astika, S.Pd., M.A.; I Nyoman Yasa, S.Pd., M.A. Hak Cipta © 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:
[email protected] Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN: 978-602-262-365-6 Cetakan Pertama, tahun 2014
Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang dilimpahkan sehingga buku ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Buku ini dibuat dengan harapan dapat digunakan sebagai materi perkuliahan Sastra Lama oleh mahasiswa semester II Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha. Walaupun demikian, buku ini bukanlah satu-satunya materi yang bisa digunakan sebagai bahan ajar. Mahasiswa diharapkan juga menggunakan buku-buku lain yang relevan dalam perkuliahan Sastra Lama. Selesainya buku ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada (1) Rektor UNDIKSHA yang telah memberikan kesempatan dan motivasi kepada penulis sehingga buku ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan, (2) Bapak Ketua LP3 UNDIKSHA yang telah memberikan kesempatan dan motivasi kepada penulis sehingga buku ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan, (3) Para dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS, UNDIKSHA yang telah turut mendukung dan memotivasi sehingga buku ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, (4) Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut pula memberikan motivasi dan bantuan dalam upaya menyelesaikan buku ini. Buku ini masih dipandang belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan kritik konstruktif guna penyempurnaan buku ini. Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini dapat digunakan sebagai mana mestinya.
Singaraja, 2 November 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
vii
BAB I
KONSEP SASTRA LISAN
1
BAB II
KONSEP SASTRA LISAN
11
BAB III
TEORI ANALISIS SASTRA LISAN
15
BAB IV
SASTRA LISAN SEBAGAI TANDA SEMIOSIS PIERCE
19
BAB V
SASTRA LISAN DAN STRUKTUR PEMIKIRAN ALA LEVI STRAUSS
27
BAB VI
SASTRA LISAN DAN MITOS DALAM PANDANGAN ROLAND BARTHES
47
BAB VII
SASTRA LISAN DENGAN PERSPEKTIF FERDINAND DE SAUSSURE
59
BAB VIII
CONTOH CERITA LISAN
67
BAB IX
INTERPRETASI DALAM KONTEKS TRADISI LISAN JOHN MILES FOLEY
83
BAB X
BABAD MADURA DAN ANALISISNYA
DAFTAR PUSTAKA
101 121
-oo0oo-
BAB I KONSEP SASTRA LISAN
KOMPETENSI DASAR Pembaca dapat memahami konsep sastra lisan dan karakteristik yang membedakannya dengan sastra tulis.
INDIKATOR 1. Pembaca dapat menjelaskan konsep sastra lisan 2. Pembaca dapat menyebutkan karakteritik sastra lisan
MATERI Karya sastra adalah ungkapan pikiran dan perasaan seseorang pengarang dalam usahanya untuk menghayati kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya, baik yang dialaminya maupun yang terjadi pada orang lain pada kelompok masyarakatnya. Hasil imajinasi pengarang tersebut diungkapkan ke dalam karya untuk dihidangkan kepada masyarakat pembaca agar dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan. Dengan demikian karya sastra bukanlah suatu karangan kosong atau khayalan yang sifatnya tidak sekadar menghibur pembaca saja tetapi melalui karya sastra pembaca akan lebih memahami masalah kehidupan. Sebagaimana aspek mimetis, karya sastra merupakan cerminan dari kondisi masyarakatnya. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa Sansakerta ‘Castra’ yang berarti ‘petunjuk’ atau ‘pengarah’. Bila dipadankan dengan kata ‘littera’ bahasa Latin yang berarti huruf atau pada ‘literature’ maka padanan tersebut kurang cocok. Barangkali hal ini berkaitan bahwa Indonesia lebih identik dengan tradisi lisan daripada tulisan (Teeuw, 1994: 23). Dalam perkembangannya, sastra tidak hanya berbentuk tulisan sebagaimana banyak dipelajari dan ditemui pada literatur-tekstual, tetapi wacana yang bukan aksara dapat dikategorikan sastra: sastra lisan.
2
Sastra Lisan; Teori dan Penerapannya
Sastra lisan disebut Literature transmitted orally atau unwritten literature yang lebih dikenal dengan istilah folklore. Sementara Danandjaja menyebut tradisi lisan sinonim dari folklor lisan (1998: 54). Hal ini karena sastra lisan merupakan bagian kebudayaan yang tersebar dan diwariskan turuntemurun baik yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Terlepas dari bahasan folklor atau bukan, tradisi lisan mempunyai pengaruh dalam pembentukan budaya dan mempertahankannya. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan sastra lisan (dari mulut ke mulut). Sedangkan sastra tulis berupa karya sastra yang dicetak atau ditulis. Keduanya, baik lisan maupun tulisan, tetap mengandung nilai sastra (nilai estetik). Sebagai bagian dari kebudayaan, sastra lisan tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai yang hidup dan berkembang pada masyarakat. Hal ini bagi Teeuuw dalam sastra lisan tidak ada kemurnian (1994: 28), maka penciptaannya selalu meniru kenyataan dan/atau meniru konvensi penciptaan sebelumnya yang sudah tersedia. Sehingga sejalan dengan Sweeney, sifat yang konvensional dan formulaik itu menyebabkan nilai-nilai sosial mengakar dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian sastra lisan lebih bersifat komunikatif dan partisipatoris. Dalam analisis Jakobson, setiap tindak komunikasi terdapat enam faktor, salah satunya ialah kode dan kontak. Dipaparkan bahwa perbedaan utama komunikasi lisan dan tulisan ialah perihal resepsi diperlambat (Luxemburg, 1984: 93). Sedangkan (Saleh,2007: 128-129) membedakan antara lisan dan tulisan dalam tiga hal. Pertama, bentuk komunikasi. Sesuai dengan namanya sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut seorang penyair kepada seseorang atau sekelompok pendengar. Dengan demikian komunikasi antara pengarang dengan penikmat adalah komunikasi langsung. Penikmat sastra lisan dalam satu kesatuan waktu lebih terbatas daripada sastra tulisan. Akibat situasi itu, pengarang akan selalu menyesuaikan diri dengan situasi penikmat. Peranan penikmat lebih menonjol bahkan besar kemungkinan bahwa perbedaan situasi penikmat menyebabkan perbedaan penyampaian sastra lisan. Lain halnya dengan sastra tulisan yang merupakan komunikasi tidak langsung antara pengarang dengan pembaca. Dalam satu kesatuan waktu, pembaca tidak terbatas jumlahnya. Karena ia ditulis maka keberadaannya sastra tulisan relatif lebih tetap daripada sastra lisan. Kedua, perkembangan dan keutuhan. Dari segi perkembangan, sastra lisan tidak stabil. Ketidakstabilan itu terutama disebabkan oleh keinginan pengarang untuk selalu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi penikmat. Dalam hal ini sastra tulisan lebih stabil karena perubahan baru dapat dilakukan apabila karya itu dicetak ulang. Oleh sebab itu keorisinalan sastra tulisan lebih terjamin daripada sastra lisan. Ketiga, dalam hal pemahaman. Reaksi yang muncul dari penikmat amat menentukan kelanjutan sebuah sastra lisan. Pengarang akan selalu berusaha untuk menarik perhatian penikmat sekalipun untuk itu ia mesti mengubah ceritanya. Disamping itu pengarang akan mengetahui apakah pendengar dapat memahami apa yang disampaikannya atau tidak, apakah pendengar setuju atau tidak. Apakah